Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian | i
Laporan Kinerja
Pusat Penelitian dan Pengembangan
Perkebunan
2018
Penyusun:
Rustan Massinai
Jumari
Wisnhu Novianto
PUSAT PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERKEBUNAN
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN PERTANIAN KEMENTERIAN PERTANIAN
2019
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian | ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadlirat Tuhan Yang
Maha Esa atas karunianya sehingga Laporan
Kinerja (LAKIN) Pusat Penelitian dan
Pengembangan Perkebunan tahun anggaran 2018
dapat diselesaikan tepat waktu. Hal ini sekaligus
sebagai bentuk pertanggung-jawaban untuk
memenuhi kewajiban sesuai Peraturan Menteri
Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi
Birokrasi Republik Indonesia Nomor 53 Tahun 2014
tentang Petunjuk Teknis Perjanjian Kinerja, Pelaporan Kinerja, dan Tata Cara
Reviu Atas laporan Kinerja instansi pemerintah.
Laporan Kinerja ini memuat perencanaan dan perjanjian kinerja, serta
akuntabilitas kinerja sesuai tugas dan fungsi Pusat Penelitian dan Pengembangan
Perkebunan. Capaian kinerja selama tahun 2018, merupakan pelaksanaan tahun
ke empat Rencana Strategis 2015 – 2019, diukur atas dasar penilaian Penetapan
Kinerja (PK) dan Indikator Kinerja Utama (IKU) yang ditetapkan dalam Perjanjian
Kinerja.
Capaian kinerja kegiatan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan tahun
2018 secara umum dapat memenuhi target yang telah ditetapkan. Berdasarkan
analisis dan evaluasi obyektif yang dilakukan melalui Laporan Kinerja ini,
diharapkan dapat terjadi optimalisasi peran kelembagaan, peningkatan efisiensi,
efektivitas, dan produktivitas kinerja lingkup Pusat Penelitian dan Pengembangan
Perkebunan pada periode selanjutnya dalam mewujudkan Good Governance dan
Clean Government.
Ungkapan terima kasih kami sampaikan kepada semua pihak yang telah
membantu dalam penyusunan laporan ini. Diharapkan laporan ini dapat
bermanfaat bagi semua pihak yang memerlukannya terutama dalam upaya
perbaikan maupun peningkatan kinerja di masa yang akan datang.
Bogor, 15 Januari 2019 Kepala Pusat,
Dr. Ir. Fadjry Djufry, M. Si
NIP.19690314 199403 1 001
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian | iii
IKHTISAR EKSEKUTIF
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan merupakan salah satu unit kerja di bawah Badan Litbang Pertanian dengan mandat melakukan Penelitian dan Pengembangan komoditas Perkebunan dan Bio-industri. Visi dan Misi Pusat
Penelitian dan Pengembangan Perkebunan selaras dengan Visi dan Misi Balitbangtan 2015-2019 yang mengacu pada Visi dan Misi Kementerian Pertanian, dengan memperhatikan dinamika lingkungan strategis, perkembangan
ilmu pengetahuan dan teknologi, serta kondisi yang diharapkan pada tahun 2019. Visi Puslitbang Perkebunan adalah “Menjadi lembaga penelitian terkemuka
penghasil teknologi dan inovasi perkebunan untuk mewujudkan pertanian berkelanjutan dan kesejahteraan petani”
Untuk mewujudkan visi tersebut, Pusat Penelitian dan Pengembangan
Perkebunan Berikut 4 (empat) balai UPTnya menyusun misi sebagai berikut : (1) Menghasilkan dan mengembangkan teknologi perkebunan modern yang memiliki scientific recogniton dengan produktvitas, mutu dan efisiensi tinggi;
(2) Mewujudkan Puslitbang Perkebunan sebagai Institusi yang mengedepankan transparansi, profesionalisme dan akuntabilitas.
Dengan memperhatikan visi dan misi tersebut, Kegiatan penelitian dan
pengembangan (litbang) perkebunan pada periode 2015-2019 diarahkan untuk menghasilkan inovasi teknologi perbaikan kuantitas dan kualitas produksi bahan baku bioindustri berbasis tanaman perkebunan yang ramah lingkungan dan
minimum eskternal input.
Outcome yang akan dicapai dituangkan dalam Penetapan Kinerja (PK) Puslitbang Tanaman Perkebunan yaitu: 1) Jumlah hasil penelitian dan pengembangan
perkebunan yang dimanfaatkan, 2) Rasio hasil penelitian dan pengembangan perkebunan pada tahun berjalan terhadap kegiatan penelitian dan pengembangan perkebunan, 3) Jumlah rekomendasi kebijakan, 4) Indeks
Kepuasan Masyarakat (IKM) atas layanan publik Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan beserat UPT di lingkup Pusat Penelitian dan
Pengembangan Perkebunan, dan 5) Jumlah temuan Itjen atas implementasi SAKIP yang terjadi berulang.
Target output untuk mendukung capaian Indikator Kinerja Utama (IKU) yaitu: 1)
Jumlah varietas unggul baru tanaman pangan, 2) Jumlah teknologi budi daya, panen, dan pascapanen primer tanaman perkebunan, 3) Jumlah produksi benih sumber tanaman perkebunan, 4) Jumlah rekomendasi kebijakan
pengembangan perkebunan, 5) Jumlah Taman Sains Pertanian dan TTP beserta realisasi keuangan, dan sumber daya penelitian.
Pengukuran keberhasilan pencapaian sasaran tahun 2018 dituangkan dalam
laporan capaian IKU satker lingkup Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan yang dipantau setiap bulan, triwulan dan akhir melalui aplikasi i-monev, PMK 249, dan e-Monev, serta monitoring dan evaluasi melalui kunjungan
ke lapang. Kriteria penilaian terbagi 4 (empat) kategori, yaitu: Sangat berhasil
iv | Laporan Kinerja Puslitbang Perkebunan 2018
(capaian sasaran >100%), Berhasil (capaian sasaran 80-100%), Cukup berhasil
(capaian sasaran 60-<80%), dan Kurang berhasil (capaian sasaran <60%).
Kinerja Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan tahun 2018 masuk kategori Sangat Berhasil dengan capaian sasaran 100%. Dalam periode 5 tahun
terakhir 80 teknologi hasil penelitian dan pengembangan perkebunan telah dimanfaatkan mencapai 145,45% dari target sebesar 55 teknologi, rasio hasil penelitian dan pengembangan perkebunan pada tahun berjalan terhadap
kegiatan penelitian dan pengembangan perkebunan mencapai 100 persen, 4 rekomendasi kebijakan perkebunan telah dihasilkan, Indek Kepuasan Masyarakat (IKM) atas layanan publik di lingkup Pusat Penelitian dan Pengembangan
Perkebunan mencapai level 4 dengan nilai 3,54 beserta UPT di lingkup Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, dan temuan Itjen atas implementasi Sakip yang terjadi berulang N/A (Not Available), karena ditahun 2018 tidak
dilakukan sampling ke Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan atas penilaian SAKIP Balitbangtan.
Kinerja keuangan lingkup Puslitbang Perkebunan cukup baik, berdasarkan capaian realisasi anggaran dan PNBP melebihi target yang direncanakan. Realisasi anggaran sampai dengan 31 Desember 2018 sebesar 145.642.917,-
(97,88%), dan besar anggaran terdiri dari Belanja Pegawai Rp. 50.670.818,- (96,39%), Belanja Barang Operasional Rp. 15.535.721,- (97,94%), Belanja Barang Non-Operasional Rp. 51.422.886,- (99,40%), dan Belanja Modal Rp.
28.013.492,- (97,88%).
Realisasi Penerimaan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) sampai dengan 31 Desember 2018 sebesar Rp. 4.896.175.225,- (136,67%) dari target
Rp.3.582.531.000,- realisasi capaian terdiri dari penerimaan umum sebesar Rp. 1.011.378.973,- (259,57%) dari target Rp. 389.632.000,- dan Penerimaan Fungsional Rp. 3.884.796.282,- (121,67%) dari target Rp. 3.192.899.000,-.
Sumber daya manusia di lingkup Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan sampai dengan 31 Desember 2018 berjumlah 625 orang, berkurang daripada tahun 2017 sebanyak 673 orang, karena ada pegawai yang purna
tugas. Kualitas SDM terus ditingkatkan melalui pendidikan jangka pendek dan jangka panjang. Ketersediaan sarana dan prasarana telah dimanfaatkan secara
optimal untuk penelitian dan laboratorium telah terakreditasi.
Pencapaian kinerja Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan pada TA 2018, secara umum dapat dikatagorikan sangat berhasil ditinjau dari hasil
pencapaian kinerja sasarannya. Jika dibandingkan antar target dan capaian Indikator utamanya serta serapan anggarannya, dari 3 indikator kinerja sasaran Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, seluruhnya tercapai dan ada
sasaran melebihi target yang telah ditetapkan/diatas 100% (sangat berhasil) dengan tingkat efisiensi penggunaan anggaran 13,80%.
Beberapa hal yang mempengaruhi keberhasilan dalam pencapaian kinerja
diantaranya adalah: 1) Ketersediaan Sumberdaya, baik tenaga fungsional peneliti, teknisi Litkayasa dan tenaga administrasi yang memadai; 2)
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian | v
Perencanaan kegiatan yang memadai; 3) Pelaksanaan kegiatan 4) Monitoring
dan evaluasi yang intensif; 5) Pengelolaan keuangan yang akuntabel; dan 6) Dukungan sarana dan prasarana penelitian.
Permasalahan yang ditemukan dalam pencapaian kinerja kedepan adalah karena
kebanyakan tanaman perkebunan merupakan tanaman tahunan, sehingga memerlukan waktu yang relatif lebih lama dalam penciptaan inovasi. Disamping itu adopsi inovasi perkebunan relatif lambat sehingga menjadi sulit dalam
mengukur capaian outcome.
Langkah–langkah alternatif yang harus dilakukan dalam menanggulangi hambatan dan permasalahan yang dihadapi di masa yang akan datang adalah:
(1) Mencari terobosan baru yang mempersingkat tercapainya output riset (varietas dan teknologi); 2) Meningkatkan upaya promosi hasil penelitian litbang Perkebunan; 3) Memantau perkembangan penyebaran teknologi litbangbun dan
4) Meningkatkan upaya pendampingan penerapan teknologi litbangbun
vi | Laporan Kinerja Puslitbang Perkebunan 2018
DAFTAR ISI
Halaman
Kata pengantar ........................................................................ ii
Ikhtisar Eksekutif .........................................................................
Daftar Isi .........................................................................
iii
vi
Daftar Tabel ......................................................................... vii
Daftar Gambar ........................................................................ viii
Daftar Lampiran ............................................................................ xii
Bab I. PENDAHULUAN ................................................................. 1
Bab II. PERENCANAAN DAN PERJANJIAN KINERJA ........................ 6
2.1. Perencanaan Strategis ............................................... 6
2.2. Perencanaan Kinerja .................................................. 13
2.3. Perjanjian Kinerja TA 2018 ........................................ 14
Bab III. AKUNTABILITAS KINERJA ................................................ 16
3.1. Analisis Kinerja ..........................................................
3.1.1. Pengukuran Capaian Kinerja ..............................
3.1.2. Pengukuran Capaian Antar Tahun ......................
3.1.3. Pengukuran Capaian Kinerja Satker dengan
Target Renstra .................................................
3.1.4. Keberhasilan, Kendala dan Langkah Antisipasi.....
3.1.5. Analisis Efisiensi Penggunaan Sumberdaya .........
16
16
106
108
110
111
3.2. Akuntabilitas Keuangan ............................................. 112
Bab IV. PENUTUP ........................................................................ 118
Lampiran ........................................................................................ 119
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian | vii
DAFTAR TABEL
Tabel Uraian Halaman 1 Jumlah Pegawai Lingkup Puslitbang Perkebunan Menurut
PendidikanPada Tahun 2018........................................... 2 2 Jumlah Pegawai Lingkup Puslitbang Perkebunan
Berdasarkan Jabatannya Pada Tahu 2018................... 2 3 Keragaan Peneliti berdasarkan Kepakaran/bidang ilmu
lingkup Puslitbang Perkebunan 2018................................ 3 4 Keragaan Anggaran Puslitbang Perkebunan TA 2014-2018
(Juta Rupiah) ................................................................ 4 5 Keterkaitan Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran Program
Puslitbang Perkebunan Tahun 2015-2019......................... 9 6 Sasaran Strategis, Indikator Kinerja Utama Puslitbang
Perkebunan 2015-2019 ................................................ 14 7 PK Puslitbang Perkebunan Tahun 2018 ........................... 15 8 Matrik Capaian Kinerja Puslitbang Perkebunan 2018......... 18 9 Target dan Realisasi capaian indikator kinerja 1 ............... 19
10 Target dan Realisasi capaian indikator kinerja 2................ 62 11 Tabel Penilaian IKM ....................................................... 105 12 Indikator sasaran 4......................................................... 106 13 Pengukuran capaian antar tahun..................................... 107 14 Perbandingan capaian indikator kinerja 2, tahun 2017-
2018.............................................................................. 107 15 Perbandingan capaian indikator kinerja 3, tahun 2017-
2018.............................................................................. 108 16 Perbandingan capaian indikator kinerja 4, tahun 2017-
2018.............................................................................. 108 17 Perbandingan Nilai Capaian 2018-2019 ........................... 109 18 Nilai Efisiensi IKU TA. 2018............................................ 112 19 Realisasi anggaran berdasarkan sasaran output Utama
Ta.2018 ........................................................................ 116 20 Target dan Realisasi PNBP TA. 2018................................ 117
viii | Laporan Kinerja Puslitbang Perkebunan 2018
DAFTAR GAMBAR
Gambar Uraian Halaman
1 Varietas Kelapa Dalam Buol ST 1....................................... 19
2 Varietas Cengkeh Tuni Busel ............................................ 20
3 Varietas Sagu Meranti....................................................... 20
4 Nilam Patchoulina 1 dan 2................................................. 21
5 Rosella Roselindo 1-4........................................................ 22
6 Kumis Kucing Agribun Orsina 1-2....................................... 22
7 VUB Aren Dalam Tomohon................................................ 23
8 VUB Sagu Baruk............................................................... 23
9 VUB Kopi Liberoid LIM 1 .................................................. 24
10 VUB Kopi Liberoid LIM 2................................................... 25
11 VUB tembakau Prancak S1, S2, T1 dan T2......................... 26
12 VUB Seraiwangi Sitrona 1 dan 2 Agribun .......................... 28
13 VUB Kelapa dalam Mastutin .............................................. 28
14 VUB Tebu Lokal Kerinci POJ 1 Agribun............................... 29
15 VUB Sisal H11648............................................................ 30
16 VUB Kelapa Dalam Sri Gemilang........................................ 31
17 VUB Kelapa Puan Kalianda................................................ 32
18 VUB Pala Fak – fak .......................................................... 32
19 VUB Serai Dapur Sitranila Agribun..................................... 33
20 VUB Kakao BL 50............................................................. 34
21 VUB Tebu Varietas AAS, AMS, ASA, CMG Agribun.............. 35
22 VUB Kelapa Bido Morotai................................................... 36
23 VUB Kelapa Dalam Lampanah .......................................... 37
24 VUB Kelapa Dalam Selayar................................................ 37
25 VUB Kelapa dalam Babasal................................................ 38
26 VUB Sagu Bestari............................................................. 38
27 VUB Teh Tambi 1 dan 2.................................................... 39
28 VUB Tembakau Kemloko 4, 5 dan 6 Agribun......................... 40
29 VUB Tembakau Hibrida GF 318, GL 26H dan NC 471........... 41
30 VUB Tembakau Gagang Sidi.............................................. 42
31 Teknologi Juring Ganda Tanaman Tebu............................. 44
32 Telur Dasynus piperis....................................................... 46
33 Alat Pengepres Kopra putih............................................... 48
34 Proses pembuatan formula biofungisida berbahan aktiv Trichoderma..................................................................... 49
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian | ix
Gambar Uraian Halaman
35 Cara Aplikasi formula biofungisida pada karet........................ 49 36 Panen benih tebu dan pengambilan bud chip......................... 50 37 Proses HWT bud chip tebu.................................................... 50 38 Perlakuan benih tebu ........................................................... 51 39 Pertanaman tebu dengan C junce.......................................... 51 40 Formula biofungisida utk Kakao............................................. 52
41 Pupuk Hayati biofertilizer...................................................... 53 42 Teknologi Peremajaan Karet secara bertahap......................... 54 43 Teknologi penyediaan bahan tanam Karet dengan okulasi
hijau.................................................................................. 55 44 Proses pembuatan pupuk organik dari limbah kebun kakao.... 56 45 Kegiatan pemangkasan pemeliharaan secara rutin ................ 57 46 Penyarungan buah kakao dengan plastik .............................. 57 47 Gejala serangan (A), kerusakan (B) dan larva (C) ................. 58 48 Morfologi kulit buah kakao yang tahan terhadap PBK ............ 58 49 (A) Gejala serangan Phytophthora palmivora pada buah
kakao, (B) Produk biofungisida berbahan aktif spora jamur
antagonis Trichoderma viride .............................................. 60 50 Aplikasi pupuk hayati pada tanaman kopi pada tanaman kopi
dengan dosis NPK 2 kali per tahun dosis 50% ...................... 61
51 Keragaan tanaman kopi setelah aplikasi pupuk hayati............ 61
52 VUB Tebu PSMLG 1 Agribun.................................................. 62
53 VUB Tebu PSMLG 2 Agribun.................................................. 63
54 VUB Kapas Bronesia 1.......................................................... 64
55 VUB Kapas Bronesia 2.......................................................... 64
56 VUB Kapas Bronesia 2.......................................................... 65
57 VUB Jarak Kepyar Asembagus 119 Agribun............................ 65
58 VUB Jarak Kepyar Asembagus 175 Agribun............................ 66
59 VUB Kopi Robusta Korolla 1.................................................. 66
60 VUB Kopi Robusta Korolla 2.................................................. 67
61 VUB Kopi Robusta Korolla 3.................................................. 68
62 VUB Kopi Robusta Korolla 4.................................................. 68
63 VUB Lada Lokal Bangka........................................................ 69
64 VUB Pala Bogor.................................................................... 70
65 VUB Kelapa Dalam Kelambi Ujungkubu.................................. 70
66 VUB Kelapa Dalam Odeska Lobu........................................... 71
67 VUB Kelapa Genjah Pandan Wangi Sumut.............................. 72
x | Laporan Kinerja Puslitbang Perkebunan 2018
Gambar Uraian Halaman
68 VUB Kelapa Genjah Entog..................................................... 73 69 VUB Aren Parasi.................................................................. 74 70 VUB Aren Smulen ST1......................................................... 74 71 Bunga jantan Aren Smulen ST1............................................ 75 72 VUB Pinang Emas................................................................ 76 73 VUB Tan Bun Indigofera Gozoll Agribun................................ 76 74 Dekomposi teknologi Biopori................................................ 77 75 Keragaan Galur unggul bunga Matahari................................ 78
76 Hasil Perlakuan pupuk organik pada Tebu............................. 79 77 Kegiatan Penelitian Perakitan Teknologi pemupukan Tebu...... 79 78 Teknologi Pembuatan Vermikompos bermutu tinggi............... 80 79 Tahapan produksi benih tebu G0.......................................... 81 80 Perlakuan aplikasi pengendalian hama uret tebu dengan
biopestisida.......................................................................... 82 81 Alur Proses pembuatan Gula merah dan Gula Tanjung dari
Tebu.................................................................................... 85
82 Alur proses pengolahan gula merah tebu cetak dan gula tanjung ............................................................................... 86
83 Rak Pengering Biji Pala untuk Pengendalian afla toksin............ 87 84 Aplikasi Nano pestisida untuk Nilam....................................... 90 85 Rata-rata luas bercak pada buah kelapa penyebab penyakit
gugur buah.......................................................................... 91 86 Diagaram pelepasan Co2 dan N2O di pertanaman sawit TM-1
Sitiung................................................................................. 92
87 Pola sebaran spatial dan temporal GRK N2O pertanaman sawit di Sulawesi dan Aceh. (1)...................................................... 92
88 Pola sebaran spatial dan temporal GRK N2O pertanaman sawit
di Sulawesi dan Aceh. (2)...................................................... 93 89 Unit Pengolah Asap cair........................................................ 94 90 Proses ektraksi Pektin........................................................... 95 91 Pektin hasil Ektraksi limbah kulit kakao.................................. 95 92 Jamur Blatospora sebagai Bioinsektisida hama Kakao.............. 96 93 Aplikasi Biofungisida Blastopora............................................. 97 94 Asap cair dari tembakau........................................................ 98 95 Hasil uji Minyak atsiri Tembakau sebagai anti bakteri.............. 98 96 Hasil uji aktivitas anti bakteri................................................. 99 97 Kontrol dan petak perlakuan jamur M Anisopliae..................... 99 98 Pestisida Nabati berbahan dasar Asap Cair............................. 100
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian | xi
Gambar Uraian Halaman
99 Respon tanaman Kakao terhadap pemberian mikroba dan
pupuk hayati........................................................................ 101 100 Konsentrasi Insektisida nabati Derris eliptica.......................... 101 101 Grafik Alokasi Anggaran lingkup Puslitbang Perkebunan per
jenis belanja TA. 2018.......................................................... 112
102 Grafik Alokasi Anggaran lingkup Puslitbang Perkebunan per Satker TA. 2018................................................................... 113
103 Grafik Alokasi Anggaran lingkup Puslitbang Perkebunan per
Output diluar dukungan managemen TA. 2018....................... 113 104 Grafik Persentasi Realisasi Anggaran Puslitbang Perkebunan
TA. 2014-2018..................................................................... 114
105 Grafik Realisasi Anggaran lingkup Puslitbang Perkebunan per Satker TA. 2018................................................................... 114
106 Grafik Realisasi Anggaran Per Unit Kerja lingkup Puslitbang
Perkebunan TA. 2018........................................................... 115 107 Grafik Realisasi Anggaran per Jenis Belanja TA.
2018.............. 115
xii | Laporan Kinerja Puslitbang Perkebunan 2018
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Uraian Halaman
1 Perjanjian Kinerja Tahun 2018...................................... 119
2 Struktur Organisasi Puslitbang Perkebunan..................... 121
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian 1
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Tugas dan fungsi Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan berdasarkan
Peraturan Menteri Pertanian No. 43/Permentan/OT.110/10/2015 adalah melaksanakan penyiapan perumusan kebijakan dan program, serta pelaksanaan penelitian dan pengembangan perkebunan, sedangkan fungsinya adalah :
1. Penyusunan kebijakan teknis, rencana dan program serta pemantauan dan evaluasi dibidang penelitian dan pengembangan perkebunan
2. Pelaksanaan kerjasama dan pendayagunaan hasil penelitian dan
pengembangan perkebunan 3. Pelaksanaan penelitian dan pengembangan dan inovasi dibidang
perkebunan
4. Pengelolaan urusan tata usaha Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan adalah salah satu unit kerja di
bawah Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian (Balitbangtan). Dalam pelaksanaan tugas dan fungsi organisasi, Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan memiliki dua bidang yaitu Bidang Program dan Evaluasi, Bidang
Kerjasama dan Pendayagunaan Hasil Penelitian, dan satu bagian yaitu Bagian Tata Usaha, Kelompok Fungsional Peneliti, serta didukung oleh empat Unit Pelaksana Teknis (UPT) yang menangani komoditas yang menjadi mandatnya,
yaitu Balai Penelitian Tanaman Rempah dan Obat (Balittro), Balai Penelitian Tanaman Pemanis dan Serat (Balittas), Balai Penelitian Tanaman Palma (Balit
Palma), dan Balai Penelitian Tanaman Industri dan Penyegar (Balittri).
Berdasarkan Peraturan Kementerian Pertanian Nomor 62-65/Permentan/ OT.140/10/2012 tentang Organisasi dan Tata Kerja Balai Penelitian Lingkup
Puslitbang Perkebunan, tugas dari masing-masing UPT tersebut adalah melaksanakan penelitian tanaman rempah dan obat, tanaman palma, tanaman pemanis dan serat, serta tanaman industri dan penyegar. Masing-masing Balai
menyelenggarakan fungsi sesuai komoditas penelitiannya sebagai berikut:
1. Pelaksanaan penelitian genetika, pemuliaan, perbenihan, dan pemanfaatan plasma nutfah
2. Pelaksanaan penelitian morfologi, fisiologi, ekologi, entomologi, dan fitopatologi
3. Pelaksanaan penelitian komponen teknologi sistem dan usaha agribisnis;
4. Pemberian pelayanan teknik kegiatan penelitian 5. Penyiapan kerjasama, informasi dan dokumentasi serta penyebarluasan dan
pendayagunaan hasil penelitian
6. Pelaksanaan urusan tata usaha dan rumah tangga
Untuk menjalankan tugas dan fungsinya, Pusat Penelitian dan Pengembangan
Perkebunan didukung dengan Sumber Daya Manusia (SDM) yang handal dan berkarakter dengan persyaratan kompetensi tertentu. Kompetensi merupakan
2 | Laporan Kinerja Puslitbang Perkebunan 2018
persyaratan mutlak bagi SDM Balitbangtan untuk menjamin terselenggaranya
kegiatan penelitian dan pengembangan yang berkualitas. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan memberikan prioritas tinggi terhadap peningkatan kualitas Sumber Daya Manusia dalam upaya menjamin tersedianya tenaga
handal dalam melaksanakan program penelitian pertanian. Keragaan sumber daya manusia Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan Perkebunan pada tahun 2018, disajikan pada Tabel 1 dan Tabel 2.
Sampai dengan 31 Desember tahun 2018 Puslitbang Perkebunan didukung oleh 625 pegawai yang terdiri dari 58 orang S3, 76 orang S2 dan 159 orang S1, 25 orang SM/D3, 4 orang D2, 1 orang D1 serta 302 orang SLTA ke bawah.
Berdasarkan jabatannya sumber daya manusia di lingkungan Puslitbang Perkebunan diklasifikasikan menjadi 8 (delapan) yaitu: (1) Peneliti, (2) Teknisi Litkayasa, (3) Pustakawan, (4) Pranata Komputer, (5) Arsiparis, (6) Pranata
Humas, (7) Analisis Kepegawaian, dan (8) Fungsional Umum.
Komposisi tenaga fungsional umum berjumlah 306 orang, jumlah tersebut cukup
besar dibandingkan dengan jumlah tenaga fungsional tertentu lingkup Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan (peneliti, teknisi litkayasa dan fungsional lainnya). Seyogyanya tenaga fungsional terutama peneliti sebagai
motor penggerak untukmencapai tujuan organisasi, lebih besar dibandingkan dengantenaga penunjangnya sehingga perencanaan SDM sebaiknya mempertimbangkan komposisi tersebut.
Tabel 1. Jumlah Pegawai Lingkup Puslitbang Perkebunan Menurut Pendidikan Pada Tahun 2018
Unit Kerja S3 S2 S1 SM/D3 D2 D1 < SLTA Jumlah
Kantor Pusat 13 2 18 5 1 1 30 70
Balittro 19 17 54 9 2 - 128 229
Balittas 11 27 47 5 - - 62 192
Balit Palma 7 11 17 2 1 - 43 81
Balittri 8 19 23 4 - - 39 93
Jumlah 58 76 159 25 4 1 302 625
Tabel 2. Jumlah Pegawai Lingkup Puslitbang Perkebunan BerdasarkanJabatannya Pada Tahun 2018
Unit Kerja
Peneliti
Tek. Lit -kayasa
Pusta -kawan
Pranata
Kompu -ter
Arsi -paris
Pranata humas
Ana-lisis Kepe -
gawaian
fungsional umum
Jumlah
Kantor Pusat 15 - 1 1 3 - 2 48 70
Balittro 61 47 1 - 1 1 - 118 229
Balittas 52 27 1 - 2 1 1 68 152
Balit Palma 27 9 - - - - - 45 81
Balittri 44 18 1 - 1 1 1 27 93
Jumlah 199 101 4 1 7 2 4 306 625
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian | 3
Keragaan peneliti berdasarkan bidang kepakaran/bidang ilmu lingkup Pusat
Penelitian dan Pengembangan Perkebunan TA 2018 disajikan pada Tabel 3. Bidang keahlian yang terbanyak di lingkup Puslitbang Perkebunan adalah budidaya tanaman (54) dan pemuliaan dan genetika tanaman (54), disusul oleh
hama dan penyakit tanaman (52), teknologi pasca panen (17), ekonomi pertanian (11) dan fisiologi tanaman (7). Bidang kepakaran yang paling sedikit adalah sistem usahatani pertanian (3), mektan (2) serta Hidrologi dan Konservasi
Tanah dan Bioteknologi Pertanian (masing-masing 1). Kedepan pengusulan sekolah (S2 dan S3) pada masa yang akan datang seharusnya mengikuti bidang kepakaran yang diperlukan di masing-masing Balai Penelitian.
Tabel 3. Keragaan Peneliti berdasarkan Kepakaran/bidang ilmu lingkup Pusat
Penelitian dan Pengembangan Perkebunan 2018
No Bidang Keahlian Kantor
Pusat
Balittro Balittas Balit
Palma
Balittri JUMLAH
1. Budidaya Tanaman 2 13 13 6 13 47
2. Ekonomi Pertanian 3 2 2 1 2 10
3. Fisiologi Tanaman - 4 2 - 2 8
4. Hama dan Penyakit Tanaman 6 19 12 5 8 50
5. Pemuliaan dan Genetika Tanaman 4 13 16 9 11 53
6. Teknologi Pasca Panen - 2 5 5 4 16
7. Teknologi Pertanian dan Mekanisasi - - 1 - - 1
8. Sistem Usaha Pertanian - 1 - 1 1 3
9. Tan. Pangan, Hortikultura dan Perkebunan - 7 1 - 2 10
10. Hydrologi dan Konservasi Tanah - - - - 1 1
11. Boiteknologi Pertanian - - - - 1 1
Jumlah 15 61 52 27 45 200
1.2. Sumberdaya Sarana dan Prasarana
Dalam rangka mendukung pelaksanaan tugas dan fungsinya, Puslitbang Perkebunan didukung dengan sarana dan prasarana yang memadai. Sarana yang
digunakan untuk melaksanakan tugas dan fungsinya sebagai lembaga penelitian adalah Kebun Percobaan, Laboratorium, dan Rumah Kaca.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan mempunyai 26 Laboratorium. Dua laboratorium sudah terakreditasi.
Selain itu, Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan memiliki Kebun
percobaan yang tersebar di 18 lokasi dengan total luasan 821,72 ha. Dari ke 18 kebun percobaan tersebut, terdapat satu KP dengan status pinjam pakai dengan Propinsi Sulut yaitu KP Paniki (Balit Palma) dan tiga kebun pinjam pakai dengan
Perhutani, yaitu KP Cikampek (Balittro) dan KP Kalipare dan KP. Coban Rondo
4 | Laporan Kinerja Puslitbang Perkebunan 2018
(Balittas). Status kepemilikan KP lingkup Pusat Penelitian dan Pengembangan
Perkebunan sudah sertifikat semua kecuali KP yang pinjam pakai.
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan juga mempunyai 37 Rumah Kaca (Masing-masing 15 RK di Balitro, Balittas 7, Balit Palma 3, dan 12 RK di
Balitri).
1.3. Sumber Daya Keuangan
Anggaran pembangunan Badan Litbang Pertanian terus meningkat dari tahun ke
tahun. Hal ini menunjukkan adanya dukungan positif pemerintah terhadap kegiatan Litbang yang dituntut untuk menghasilkan inovasi teknologi yang lebih berorientasi pasar dan berdaya saing. Namun demikian, masih diperlukan
dukungan pendanaan yang lebih besar untuk peningkatan hasil penelitian berupa inovasi teknologi dan varietas unggul berdaya saing yang bersifat untuk kepentingan petani. Perkembangan penganggaran lingkup Puslitbang
Perkebunan lima tahun terakhir seperti terlihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Keragaan Anggaran Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan
TA 2013-2018 (Juta Rupiah)
Tahun
Anggaran
Jenis Belanja Total
Pegawai Barang Modal
2013 48.771 51.242 33.660 135.674
2014 49.891 47.034 14.311 111.236
2015 54.152 49.310 13.512 117.847
2016 55.274 46.775 39.277 141.326
2017 55.423 60.570 32.615 148.608
2018 52.568 67.596 28.630 148.794
1.4. Tata Kelola
Implementasi reformasi perencanaan dan penganggaran sebagai manifestasi Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan
Pembangunan Nasional (SPPN) dan Undang-Undang Nomor 17 tahun 2003 tentang Keuangan Negara mengisyaratkan bahwa penyusunan strategi pembangunan mempertimbangkan kerangka pendanaan yang menjamin
konsistensi antara perencanaan, penganggaran, dan pelaksanaan. Penyusunan kebijakan, rencana program dan kegiatan harus mengedepankan semangat yang berpijak pada sistem perencanaan dan penganggaran yang terintegrasi
perspektif jangka menengah dan berbasis kinerja dengan mempertimbangkan resiko yang mungkin terjadi dengan mencakup 3 (tiga) aspek berupa:(1) unified budgeting, (2) performance based budgeting, dan (3) medium term expenditure frame work.
Untuk menjamin tercapainya good governance di UK/UPT lingkup Pusat
Penelitian dan Pengembangan Perkebunan, pelaksanaan program dan anggaran dikawal dengan penerapan Sistem Pengendalian Intern (SPI) di setiap UK/UPT.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian | 5
Langkah-langkah operasional penerapan SPI, yaitu: (1). Pembentukan Tim
Satuan Pelaksana Pengendalian Intern (Tim Satlak PI), (2). Penyusunan Petunjuk Pelaksanaan dan Petunjuk Teknis Pelaksanaan SPI (3). Pelaksanaan Pengawalan dan Penilaian Pelaksanaan SPI, dan (4). Penyusunan Laporan Pelaksanaan SPI.
Untuk menjamin kelancaran dan tercapainya target pelaksanaan program dan anggaran Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan dilakukan monitoring dan evaluasi secara berkala dan terus menerus. Monitoring ditujukan untuk
memantau proses pelaksanaan dan kemajuan yang telah dicapai dari setiap program yang dituangkan di dalam Renstra beserta turunannya (RKT, PK). Evaluasi dilaksanakan sebagai upaya perbaikan terhadap perencanaan, penilaian
dan pengawasan terhadap pelaksanan kegiatan agar berjalan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dan memanfaatkan sumberdaya secara efektif dan efisien.
Langkah-langkah operasional Pelaksanaan Monev 2015-2019 mencakup: (1) Menyiapkan Pedoman Umum, Petunjuk Pelaksanaan (Juklak), dan Petunjuk
Teknis (Juknis) Monev yang disusun secara berjenjang sampai tingkat UPT, (2) Melaksanakan monev secara reguler dan berjenjang, dan (3) Mengevaluasi capaian sasaran Renstra setiap tahun. Selain itu untuk mengukur Indikator
Kinerja Utama (IKU) yang tertuang dalam Penetapan Kinerja (PK), Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan mengharuskan setiap UK/UPT menyusun Laporan Pencapaian IKU yang berisi uraian kegiatan strategis serta
target dan realisasi pencapaian sasaran secara reguler pada setiap bulan dan triwulan secara on-line dan of-line.
6 | Laporan Kinerja Puslitbang Perkebunan 2018
II. PERENCANAAN DAN PENETAPAN KINERJA
2. 1. Perencanaan Strategis 2015-2019
Upaya mengantisipasi perubahan paradigma dan dinamika lingkungan strategis
yang dihadapi Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan di masa mendatang, khususnya periode 2015-2019, Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan membutuhkan strategi khusus agar kiprah dan eksistensinya sebagai
lembaga penelitian di bidang perkebunan dapat terwujud, terutama dalam mendukung pembangunan pertanian. Dengan penetapan Rencana Strategis (Renstra) Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan TA 2015-2019 (edisi
revisi) sebagai pedoman dalam perencanaan dan pelaksanaan program dan kegiatannya, diharapkan kegiatan penelitian perkebunan dapat dilakukan secara efektif dan efisien,menghasilkan produk-produk teknologi yang inovatif, sesuai
kebutuhan pengguna, dan berkelanjutan.
Sesuai dengan tugas dan fungsi Puslitbang Perkebunan, maka Visi dan Misi
sebagai berikut:
Visi Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan adalah “Menjadi lembaga penelitian terkemuka penghasil teknologi dan inovasi
perkebunan untuk mewujudkan pertanian berkelanjutan dan kesejahteraan petani”.
Makna dari Visi adalah :
1. Lembaga Penelitan Perkebunan Terkemuka artinya lembaga penelitian perkebunan yang dinamis dan tumbuh sebagai fast learning organizaton yang memimpin kegiatan riset pertanian di Indonesia
dalam mengantsipasi perkembangan lingkungan strategis yang ada.
2. Teknologi Perkebunan adalah cara atau metode, serta proses atau produk yang dihasilkan dari penerapan dan pemanfaatan berbagai disiplin ilmu
pengetahuan yang menghasilkan nilai bagi pemenuhan kebutuhan, kelangsungan, dan peningkatan mutu kehidupan manusia.
3. Inovasi adalah penerapan praktis nilai dan konteks ilmu pengetahuan yang
baru, atau cara baru untuk menerapkan ilmu pengetahuan dan teknologi yang telah ada ke dalam produk atau proses produksi.
4. Perkebunan modern adalah kegiatan yang bertujuan untuk mengoptmalkan pemanfaatan input dan sumberdaya perkebunan melalui proses yang efisien, ramah lingkungan dan berkelanjutan, untuk
menghasilkan Produk Perkebunan yang mempunyai nilai tambah tinggi serta aman dan sehat untuk dikonsumsi,dengan memanfaatkan kegiatan riset dan pengembangan teknologi.
5. Pertanian berkelanjutan adalah pertanian ramah lingkungan yang dapat mendukung usaha perkebunan dengan produktivitas tinggi, adaptif,
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian | 7
kualitas tinggi dan mampu meningkatkan kesejahteraan petani secara
berkesinambungan;
6. Kesejahteraan Petani merupakan kondisi hidup layak bagi petanidan keluarganya sebagai aktor utama pelaku usaha pertanian yang diperoleh dari
kegiatan usaha perkebunannya
Misi yang diemban Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan adalah:
1. Menghasilkan dan mengembangkan teknologi perkebunan modern yang
memiliki scientific recogniton dengan produktvitas, mutu dan efisiensi tinggi.
2. Mewujudkan Puslitbang Perkebunan sebagai Institusi yang mengedepankan
transparansi, profesionalisme dan akuntabilitas.
Makna dari misi adalah sebagai berikut:
1. Teknologi perkebunan modern adalah teknologi yang memiliki
keunggulan baik secara ilmiah maupun teknis dengan produktivitas, kualitas dan efisiensi tinggi dengan memanfaatkan ilmu pengetahuan
terkini dan kearifan lokal yang ada yang dapat diterapkan sesuai kebutuhan pengguna pada berbagai lingkungan strategis, serta mendukung upaya Kementerian Pertanian mewujudkan visi dan misinya.
Hilirisasi dan masalisasi teknologi perkebunan modern sebagai solusi menyeluruh permasalahan perkebunan yang memiliki impact recognition.
2. Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan sebagai Institusi yang
mengedepankan transparansi, profesionalisme dan akuntabilitas harus:
a. Memberikan kemudahan kepada stakeholder dalam memperoleh informasi tentang kegiatan, pelaksanaan dan hasil penelitian dan
pengembangan perkebunan
b. Mencurahkan segenap kompetensi, kemampuan dan pengembangan sumberdaya yang dimiliki secara optimal dalam melakukan penelitian
dan pengembangan teknologi perkebunan untuk memberikan hasil yang terbaik,
c. Mempertangungjawabkan pelaksanaan misi dalam mencapai sasaran
dan tujuan yang sudah dibuat melalui sistem pertanggungjawaban secara periodik Tujuan
Tujuan yang akan dicapai Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan adalah:
1. Menyediakan teknologi petanian yang produktif dan efisien serta ramah
lingkungan yang siap diadopsi/ dimanfaatkan oleh stakeholder (pengguna) 2. Menyediakan layanan jasa dan informasi teknologi pertanian kepada
pengguna
3. Mewujudkan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah di lingkungan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
8 | Laporan Kinerja Puslitbang Perkebunan 2018
Tata Nilai
Dalam pelaksanan tugas pokok dan fungsinya, Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan telah menetapkan tata nilai yang menjadi pedoman dalam pola kerja dan bersifat mengikat seluruh komponen yang ada di Pusat
Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Tata nila tersebut adalah sebagai berikut:
1. Fast Learning Organization adalah lembaga ilmiah yang terus menerus
berkembang secara cepat sesuai dengan perkembangan lingkungan strategis.
2. Efektif dan efisien adalah lembaga ilmiah yang mengedepankan prinsip
efisiensi dan efektivitas kerja.
3. Berintegritas tinggi adalah lembaga ilmiah yang menjunjung tinggi integritas lembaga dan personal sebagai bagian dari upaya mewujudkan corporate management yang baik.
4. Profesional adalah lembaga ilmiah dengan sumber daya manusia (SDM)
yang memiliki kapasitas dan kompetensi yang mampu bekerja produktif.
Sasaran Kegiatan Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan adalah:
1. Dimanfaatkannya inovasi teknologi perkebunan dengan indikator sasaran
kegiatan a). Jumlah hasil penelitian yang dimanfaatkan (akumulasi 5 tahun terakhir), b). Rasio hasil penelitian dan pengembangan perkebunan pada tahun berjalan terhadap kegiatan penelitian dan pengembangan
perkebunan yang dilakukan pada tahun berjalan (%) dan c). Jumlah rekomendasi kebijakan yang dihasilkan
2. Meningkatnya kualitas layanan dan informasi publik Pusat Penelitian dan
Pengembangan Perkebunan dengan indikator sasaran kegiatan Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) atas layanan publik Puslitbang Perkebunan
3. Terwujudnya akuntabilitas kinerja di lingkungan Pusat Penelitian dan
Pengembangan Perkebunan dengan indikator sasaran kegiatan Jumlah temuan Itjen atas implementasi SAKIP yang terjadi berulang (5 aspek SAKIP sesuai Permen PAN RB Nomor 12 tahun 2015 meliputi: perencanaan,
pengukuran, pelaporan kinerja, evaluasi internal, dan capaian kinerja.
Indikator Sasaran Kegiatan/IKSK merupakan indikator Kinerja Utama Kegiatan
(IKU) Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan. Keterkaitan visi, misi, tujuan dan indikator sasaran Kegiatan/IKSK disajikan pada Tabel 5, sedangkan kelompok, jenis/sasaran dan fokus bidang masalah komoditas lingkup Pusat
Penelitian dan Pengembangan Perkebunan TA. 2015-2019 disajikan pada Tabel 5.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian | 9
Tabel 5. Keterkaitan Visi, Misi, Tujuan dan Sasaran Program Pusat Penelitian dan
Pengembangan Perkebunan Tahun 2015-2019
Visi Misi Tujuan Sasaran Kegiatan
Target IKSK/IKU
Menjadi lembaga penelitian terkemuka penghasil teknologi dan inovasi perkebunan untuk mewujudkan pertanian berkelanjutan dan kesejahteraan petani
Menghasilkan dan mengembangkan teknologi pertanian modern yang memiliki scientific and impact recognition dengan produktivitas dan efisiensi tinggi
Menyediakan teknologi perkebunan yang produktif dan efisien serta ramah lingkungan yang siap diadopsi/dimanfaatkan oleh stakeholder (pengguna)
1. Dimanfaatkan nya hasil inovasi teknologi perkebunan
a. Jumlah hasil penelitian yang dimanfaatkan (akumulasi 5 tahun terakhir)
b. Rasio hasil penelitian dan pengembangan perkebunan pada tahun berjalan terhadap kegiatan penelitian dan pengembangan perkebunan yang dilakukan pada tahun berjalan
c. Jumlah rekomendasi kebijakan yang dihasilkan
Mewujudkan Puslitbang Perkebunan sebagai Institusi yang mengedepankan transparansi, profesionalisme dan akuntabilitas
Mewujudkan profesionalisme dalam pelayanan jasa dan informasi teknologi perkebunan kepada pengguna (IKM)
2. Meningkatnya kualitas layanan dan informasi publik Puslitbang Perkebunan
Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) atas layanan publik Puslitbangbun
Mewujudkan akuntabilitas kinerja instansi pemerintah di lingkungan Puslitbang Perkebunan
3. Terwujudnya akuntabilitas kinerja di lingkungan Puslitbang Perkebunan
Jumlah temuan Itjen atas implementasi SAKIP yang terjadi berulang (5 aspek SAKIP sesuai PermenPAN RB Nomor 12 tahun 2015 meliputi: perencanaan, pengukuran, pelaporan kinerja, evaluasi internal, dan capaian kinerja
a. Program Balitbangtan
Program Balitbangtan pada periode 2015-2019 diarahkan untuk menghasilkan
teknologi dan inovasi pertanian bioindustri berkelanjutan. Oleh karena itu, Balitbangtan menetapkan kebijakan alokasi sumber daya litbang menurut fokus komoditas yang terdiri dari delapan kelompok produk yang ditetapkan oleh
Kementerian Pertanian, yakni (1) Bahan Makanan Pokok Nasional: Padi, Jagung, Kedelai, Gula, Daging Unggas, Daging Sapi-Kerbau; (2) Bahan Makanan Pokok Lokal: Sagu, Jagung, Umbi-Umbian (ubikayu, ubijalar); (3) Produk Pertanian
Penting Pengendali Inflasi: Cabai, Bawang Merah, Bawang Putih; (4) Bahan Baku Industri (Konvensional): Sawit, Karet, Kakao, Kopi, Lada, Pala, Teh, Susu, Ubi
Kayu; (5) Bahan Baku Industri: Sorgum,Gandum, Tanaman Obat, Minyak Atsiri, (6) Produk Industri Pertanian Prospektif: Aneka Tepung dan Jamu; (7) Produk
10 | Laporan Kinerja Puslitbang Perkebunan 2018
Energi Pertanian (prospektif): Biodiesel, Bioetanol, Biogas; dan (8) Produk
Pertanian Berorientasi Ekspor dan Substitusi Impor: Buah-buahan (Nanas, Manggis, Salak, Mangga, Jeruk), Kambing/ Domba, Babi, Florikultura. Dalam delapan kelompok produk tersebut, terdapat tujuh komoditas yang ditetapkan
sebagai komoditas strategis, yakni padi, jagung, kedelai, gula, daging sapi/kerbau, cabai merah, dan bawang merah.
b. Kegiatan Penelitian dan Pengembangan Perkebunan
Pusat Penelitan dan Pengembangan Perkebunan sebagai salah satu Unit Kerja Balitbangtan yang memiliki tugas dan fungsi sebagai: (1) penghasil teknologi dan (2) penghasil kebijakan khususnya di bidang perkebunan. Pusat Penelitian dan
Pengembangan Perkebunan mendukung visi Kementerian Pertanian dan Balitbangtan dengan berupaya secara terus-menerus menghasilkan inovasi teknologi perkebunan untuk dapat diterapkan, efektif, efisien dan memiliki daya
saing untuk kemudian dapat dimanfaatkan oleh petani dan pengguna lain.
Fokus Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan adalah penciptaan: (1)
varietas unggul; (2) teknologi budidaya, (3) Analisis Kebijakan, (4) teknologi diversifikasi dan peningkatan nilai tambah dan produk olahan (5) pengembangan model bioindustri berbasis tanaman perkebunan; dan (6) pengelolaan plasma
nutfah.
Peran Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan menjadi semakin penting dan strategis sejalan dengan agenda NAWACITA (agenda prioritas
Kabinet kerja) yang secara tegas mengamanatkan bahwa pembangunan pertanian 5 tahun ke depan diarahkan untuk mewujudkan kedaulatan pangan. Menurut UU No.18 tahun 2012 tentang pangan, kedaulatan pangan adalah hak
negara dan bangsa yang secara mandiri menentukan kebijakan pangan yang menjamin hak atas pangan bagi rakyat dan yang memberikan hak bagi masyarakat untuk menentukan sistem pangan yang sesuai dengan potensi
sumber daya lokal. Dengan demikian, kedaulatan pangan dapat diterjemahkan dalam bentuk kemampuan bangsa dalam hal: (1) mencukupi kebutuhan pangan dari produksi dalam negeri, (2) mengatur kebijakan pangan secara mandiri, serta
(3) melindungi dan mensejahterakan petani sebagai pelaku utama usaha pertanian pangan. Dengan kata lain, kedaulatan pangan harus dimulai dari
swasembada pangan yang secara bertahap diikut dengan peningkatan nilai tambah usaha pertanian secara luas untuk meningkatkan kesejahteraan petani.
Salah satu butir dari 9 Agenda Prioritas atau NAWACITA yang terkait dengan
tugas dan fungsi Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan adalah “Meningkatkan produkivitas rakyat dan daya saing di pasar internasional”, yang dijabarkan dalam kegiatan penelitan dan pengembangan
perkebunan. Tanaman perkebunan mencakup kelompok tanaman rempah, tanaman obat, tanaman palma, tanaman pemanis, tanaman serat, tanaman penyegar, dan tanaman industri lainnya. Kegiatan Pusat Penelitian dan
Pengembangan Perkebunan difokuskan pada pemecahan masalah utama komoditas unggulan nasional dalam upaya mendukung program strategis
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian | 11
Kementerian Pertanian, terutama untuk mewujudkan kemandirian pangan dan
penyediaan bahan bakar nabati untuk kemandirian energi.
Sasaran kegiatan strategis Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan diarahkan pada dimanfaatkannya inovasi teknologi perkebunan yang berupa: (1
varietas dan galur/klon unggul baru, (2) teknologi dan inovasi pertanian, (3) model pengembangan inovasi, (4) rekomendasi kebijakan pembangunan pertanian dan (5) produk inovasi pertanian.
Sasaran kegiatan strategis terkait dimanfaatkannya varietas dan galur/klon unggul baru harus mampu, Pertama, mendukung peningkatan produksi gula melalui perakitan varietas unggul tebu produktvitas dan rendemen tinggi: (1) Perakitan
varietas unggul tebu produktvitas dan rendemen tinggi toleran kekeringan, (2) Perakitan varietas unggul tebu produktvitas dan rendemen tinggi toleran iklim basah, (3) Perakitan varietas tebu transgenik kadar sukrosa tinggi, tahan kering
dan (4) seleksi klon unggul spesifik lokasi. Kedua, mendukung peningkatan produksi tanaman perkebunan berdaya saing melalui perakitan VUB tanaman
perkebunan yang bernilai tambah dan berdaya saing tinggi: (1) perakitan varietas kakao produktivitas tinggi tahan PBK dan VSD, (2) perakitan varietas lada toleran BPB, (3) perakitan varietas kopi arabika specialty protas tinggi, (4) perakitan
varietas kopi robusta toleran PBKo, (5) perakitan varietas karet tahan JAP, dan (6) perakitan varietas nilam transgenik tahan penyakit utama. Ketiga, mendukung peningkatan produksi tanaman perkebunan penyedia bahan bakar nabati (BBN)
melaui Perakitan VUB tanaman perkebunan penyedia BBN dengan melakukan seleksi klon unggul Kemiri Sunan.
Selanjutnya sasaran kegiatan strategis terkait dimanfaatkannya teknologi dan
inovasi pertanian harus mampu: Pertama, mendukung peningkatan produksi gula melalui perbaikan dan perakitan teknologi budidaya tebu toleran kekeringan, dengan cara: (1) penyediaan benih sumber bermutu melalui kultur jaringan, (2)
formulasi pupuk hayati dan dekomposer, (3) pengendalian hama dan penyakit utama, (4) teknologi (prototype/model) mekanisasi budidaya, panen dan pasca panen tebu, (5) diversifikasi produk tebu, (6) integrasi tebu-ternak, (7) perakitan
dan perbaikan dan komponen teknologi spesifik lokasi pada wilayah sentra produksi tebu, (8) perakitan teknologi pengelolaan lahan dan hara, (9) perakitan
teknologi pengelolaan air terpadu, (10) perakitan teknologi untuk antsipasi dinamika perubahan iklim, (11) penyusunan informasi dan analisis geospasial SDLP untuk pengembangan kawasan tebu, dan (12) Teknologi produksi gula
kristal enzimats dan gula cair dari tebu dan tanaman lainnya, dan produksi bioethanol dari limbah tebu. Kedua, mendukung peningkatan produksi tanaman perkebunan berdaya saing melalui perbaikan dan perakitan teknologi budidaya
dan pasca panen untuk meningkatkan nilai tambah dan daya saing melalui: (1) penyediaan benih sumber bermutu, (2) pengendalian hama dan penyakit utama, (3) perbaikan teknologi proses, (4) perakitan komponen teknologi spesifik lokasi
mendukung peningkatan produksi tanaman perkebunan berdaya saing unggulan daerah, (5) penyusunan informasi dan analisis geospasial SDLP untuk pengembangan kawasan kakao, dan (6) teknologi penanganan pasca panen
12 | Laporan Kinerja Puslitbang Perkebunan 2018
untuk meningkatkan keamanan pangan kakao rakyat, pengembangan pangan
fungsional dan penanganan limbah kakao. Ketiga, mendukung Peningkatan produksi tanaman perkebunaan penyedia BBN melalui perbaikan dan perakitan teknologi budidaya dan pasca panen untuk tanaman BBN, melalui: (1)
penyediaan benih sumber bermutu, (2) pengelolaan lahan dan hara, (3) teknologi (prototype, model) mekanisasi budidaya, panen dan pasca panen tanaman BBN, (4) perakitan komponen teknologi spesifik lokasi mendukung peningkatan
produksi tanaman perkebunan penyedia BBN, (5) Penyusunan informasi dan analisis geospasial SDLP pengembangan kawasan BBN, dan (6) Teknologi penanganan dan pengolahan tanaman perkebunan penyedia BBN dan
pemanfaatan limbahnya.
Sasaran kegiatan strategis terkait dimanfaatkannya model pengembangan inovasi harus mampu Pertama, mendukung peningkatan produksi gula melalui
pengembangan model pertanian bioindustri tanaman perkebunan berbasis sumberdaya lokal, melalui pengembangan model pertanian bioindustri spesifik
lokasi berbasis tebu. Kedua, pengembangan model pertanian bioindustri tanaman perkebunan berbasis sumberdaya lokal, melaui pengembangan model pertanian bioindustri spesifik lokasi berbasis komoditas perkebunan unggulan daerah.
Ketiga, pengembangan model pertanian bioindustri tanaman perkebunan berbasis sumberdaya lokal, melalui: (1) pengembangan model pertanian bioindustri spesifik lokasi berbasis integrasi tanaman perkebunan-perternakan untuk
mendukung penyediaan BBN, dan (2) penyusunan informasi dan analisis geospasial SDLP.
Sasaran kegiatan strategis terkait dimanfaatkannya rekomendasi kebijakan
pembangunan Pertanian harus mampu Pertama, mendukung peningkatan produksi gula dengan menghasilkan: (1) outlook komoditas strategis tebu/gula, (2) kajian prospek pengembangan pabrik gula baru di luar Jawa, (3) kajian
kebijakan sinergi program dan anggaran mendukung pengembangan industri gula tebu nasional, (4) kajian kebijakan insentif harga dalam mendorong peningkatan adopsi VUB dan produksi gula, (5) analisis kebijakan pembangunan pertanian
wilayah, mendukung pencapaian peningkatan produksi tebu, dan (6) analisis dan sintesis kebijakan pengembangan dan pengelolaan SDLP serta perubahan iklim.
Kedua, mendukung peningkatan produksi tanaman perkebunan berdaya saing, dengan menghasilkan: (1) outlook komoditas strategis kakao dan sawit, (2) kebijakan peningkatan produksi dan daya saing komoditas kakao dan sawit, (3)
dampak ekonomi kebijakan ekspor dan impor terhadap produksi kakao Indonesia, (4) kajian kendala dan upaya percepatan adopsi inovasi teknologi kakao, dan (5) analisis kebijakan pembangunan pertanian wilayah, mendukung pencapaian
peningkatan produksi tanaman perkebunan unggulan daerah. Ketiga, menghasilkan analisis kebijakan pembangunan pertanian wilayah, mendukung pencapaian peningkatan produksi tanaman perkebunan penyedia BBN.
Sasaran kegiatan strategis terkait dimanfaatkannya produk inovasi pertanian harus mampu Pertama, mendukung peningkatan produksi gula melaui penyediaan dan terdistribusinya produk inovasi tebu: (1) penerbitan publikasi
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian | 13
teknologi tebu melalui media cetak dan elektronik, (2) produksi materi diseminasi
inovasi teknologi tebu, dan (3) penyediaan koleksi perpustakaan untuk teknologi tebu. Kedua, mendukung peningkatan produksi tanaman perkebunan berdaya saing melalui penyediaan dan terdistribusinya produk inovasi tanaman
perkebunan berdaya saing, melalui: (1) penerbitan publikasi teknologi tanaman perkebunan melalui media cetak dan elektronik, (2) produksi materi diseminasi inovasi teknologi tanaman perkebunan, dan (3) penyediaan koleksi perpustakaan
untuk teknologi tanaman perkebunan. Ketiga, mendukung peningkatan produksi tanaman perkebunaan penyedia BBN melalui tersedia dan terdistribusinya produk inovasi tanaman perkebunan penyedia BBN: (1) Penerbitan publikasi teknologi
tanaman perkebunan penyedia BBN melalui media cetak dan elektronik, (2) Produksi materi diseminasi inovasi teknologi tanaman perkebunan penyedia BBN, dan (3) Penyediaan koleksi perpustakaan untuk teknologi tanaman perkebunan
penyedia BBN.
2.2. Target Kinerja Tahun 2015-2019
Sesuai dengan sasaran strategis, target kinerja Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan adalah sebagai berikut:
1. Dimanfaatkannya inovasi teknologi perkebunan yang berupa:
Varietas unggul baru tanaman perkebunan, adaptif dan berdaya saing dengan memanfaatkan teknologi maju dan bio-sains.
Teknologi dan inovasi budidaya, pascapanen dan prototype alsintan berbasis bio - sains dan bio-enginering dengan memanfaatkan teknologi maju, seperti bio-teknologi, iradiasi, bio-informatika dan bio-prosesing
yang mampu adaptif.
Model pengembangan inovasi perkebunan, kelembagaan dan rekomendasi
kebijakan pembangunan perkebunan.
Produk inovasi pertanian (benih/bibit sumber, prototype, data dan
informasi) dan materi alih teknologi.
Pendampingan Taman Sains Pertanian-TSP (Agro Science Park) dan
Taman Tekno Pertanian-TTP (Agro Techno Park)
Pendampingan Model sekolah lapang (SL) kedaulatan pangan
mendukung 1.000 Desa mandiri benih.
2. Meningkatnya kualitas layanan dan informasi publik Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
3. Terwujudnya akuntabilitas kinerja instansi pemerintah di lingkungan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
Dalam upaya mencapai keberhasilan kegiatan penelitian dan pengembangan
komoditas perkebunan, perlu ditetapkan indikator kinerja sasaran kegiatan (IKSK) dan Indikator Sasaran Aktivitas (IKA). Sasaran strategis dan IKSK dan IKA yang telah ditetapkan tersebut harus dilaksanakan secara serius dan konsisten
oleh lingkup Puslitbang Perkebunan agar target-target tersebut mampu tercapai.
14 | Laporan Kinerja Puslitbang Perkebunan 2018
Sasaran strategis, IKSK, IKA dan target TA 2015-2019 Puslitbang Perkebunan
disajikan pada Tabel 6
Tabel 6. Sasaran Strategis, Indikator Kinerja Sasaran Kegiatan dan Target Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan TA 2015-2019
2015 2016 2017 2018 2019
Jumlah hasil penelitian yang
dimanfaatkan (akumulasi 5
tahun terakhir)
teknologi - - - 55 55
Rasio hasil penelitian dan
pengembangan perkebunan
pada tahun berjalan terhadap
kegiatan penelitian dan
pengembangan perkebunan
yang dilakukan pada tahun
berjalan
% - - - 100 100
Jumlah rekomendasi kebijakan
yang dihasilkan
Reko mendasi - - - 4 4
2. Meningkatnya kualitas
layanan dan informasi
publik Badan Penelitian
dan Pengembangan
Pertanian
Indeks Kepuasan Masyarakat
(IKM) atas layanan publik
Puslitbangbun
Skala Likert 1-4 - - - -
3. Terwujudnya
akuntabilitas kinerja
instansi pemerintah di
lingkungan Badan
Penelitian dan
Pengembangan
Pertanian
Jumlah temuan Itjen atas
implementasi SAKIP yang
terjadi berulang (5 aspek SAKIP
sesuai PermenPAN RB Nomor
12 tahun 2015 meliputi:
perencanaan, pengukuran,
pelaporan kinerja, evaluasi
internal, dan capaian kinerja
Temuan - - - 4 3
No Tujuan
Dimanfaatkannya
inovasi teknologi
pertanian
TahunSatuanIndikator
1.
Pencapaian sasaran strategis, IKSK, IKA, dan targetnya memerlukan sinergisitas
antara Puslitbang Perkebunan sebagai unit eselon II dengan Balai-Balai Penelitian sebagai unit pelaksana mandat penelitian dan pengembangan perkebunan.
Sasaran, indikator dan target tersebut tentunya tidak bisa terlepas dari perencanaan kegiatan dan kinerja maksimal yang dilakukan oleh seluruh pihak terutama para peneliti yang berhubungan langsung dengan aktivitas penelitian
baik yang berbasis laboratorium dan lapangan.
2.3. Perjanjian Kinerja Tahun 2018
Penyusunan Perjanjian Kinerja kegiatan penelitian diselaraskan dengan sasaran
Renstra Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan tahun 2015-2019. Sejalan dengan hal tersebut Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian | 15
setiap tahun telah menyusun Penetapan Kinerja (PK) yang berisi: 1) Sasaran
strategis kegiatan yang akan dilaksanakan, 2) Indikator kinerja berupa hasil yang akan dicapai secara terukur, efektif, efisien, dan akuntabel, dan 3) Target yang akan dihasilkan. Rencana kegiatan penelitian dan pengembangan Perkebunan
telah dituangkan dalam Penetapan Kinerja tahun 2018 yang disajikan pada Tabel 7 berikut:
Tabel 7. Penetapan Kinerja (PK) Pusat Penelitian dan Pengembangan
Perkebunan Tahun 2018
No. Sasaran Indikator Kinerja Target
1. Dimanfaatkannya
inovasi teknologi
pertanian
1.a. Jumlah hasil penelitian yang
dimanfaatkan (akumulasi 5 tahun
terakhir)
55.00
Teknologi
1-b. Rasio hasil penelitian dan
pengembangan perkebunan pada
tahun berjalan terhadap kegiatan
penelitian dan pengembangan
perkebunan yang dilakukan pada tahun
berjalan
100 %
1-c. Jumlah rekomendasi kebijakan
yang dihasilkan
4.00
Rekomendasi
2. Meningkatnya
kualitas layanan
dan informasi
publik Badan
Penelitian dan
Pengembangan
Pertanian
Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM)
atas layanan publik Puslitbangbun
3.40
3. Terwujudnya
akuntabilitas kinerja
instansi pemerintah
di lingkungan
Badan Penelitian
dan Pengembangan
Pertanian
Jumlah temuan Itjen atas implementasi
SAKIP yang terjadi berulang (5 aspek
SAKIP sesuai Permen PAN RB Nomor
12 tahun 2015 meliputi: perencanaan,
pengukuran, pelaporan kinerja,
evaluasi internal, dan capaian kinerja
4.00
Temuan
Jumlah anggaran yang tercantum didalam Penetapan Kinerja Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan revisi terakhir yang telah ditandatangani pada November 2018 adalah sebesar Rp. 148.794.443.000,-
16 | Laporan Kinerja Puslitbang Perkebunan 2018
III. AKUNTABILITAS KINERJA
3.1. Analisis Kinerja
Pada Renstra tahun 2015–2019 edisi Revisi, Puslitbang Perkebunan telah
menetapkan 3 (tiga) sasaran strategis yang akan dicapai pada perjanjian kinerjanya. Keberhasilan pencapaian sasaran tersebut diukur dengan 5 (lima) indikator kinerja. Penetapan kategori keberhasilan tersebut sesuai dengan
kriteria yang telah disepakati oleh seluruh unit eselon I lingkup Kementerian Pertanian. Empat kategori keberhasilan dalam pengukuran kinerja sasaran, yaitu: 1) sangat berhasil jika capaian >100%; 2) berhasil jika capaian 80-100%; 3)
cukup berhasil jika capaian 60-79%; dan tidak berhasil jika capaian 0-59%.
3.1.1. PENGUKURAN CAPAIAN KINERJA TAHUN 2018
Hasil-hasil penelitian perkebunan baik secara langsung maupun tidak langsung
turut memberikan kontribusi pencapaian 4 (empat) target sukses Kementerian Pertanian, seperti meningkatnya produksi komoditas perkebunan, serta
tersebarnya benih varietas unggul dan teknologi tanaman perkebunan. Inovasi yang dihasilkan meliputi perakitan varietas unggul baru, benih sumber, teknologi budi daya dan produk olahan/formula/model. Hasil-hasil penelitian
disebarluaskan melalui berbagai pertemuan ilmiah, ekspose dan gelar teknologi, serta menerbitkan publikasi ilmiah tercetak dalam bentuk jurnal, prosiding, buletin, dan website yang telah terbangun di seluruh satker lingkup Puslitbang
Perkebunan.
Keberhasilan pencapaian sasaran kegiatan tidak terlepas dari telah diterapkannya melalui monitoring dan evaluasi serta Sistem Pengendalian Intern (SPI) di
lingkup Puslitbang Perkebunan. Mekanisme monitoring dan evaluasi dilakukan setiap bulan, triwulan dan tahunan melalui pelaporan dari masing-masing satker, dilakukan kunjungan ke Satker dan lapang untuk pemeriksaan dokumen dan
peninjauan fisik kegiatan di lapang. Realisasi keuangan dipantau melalui aplikasi i-monev berbasis web yang diupdate setiap hari Jumat oleh masing-masing satker, serta penerapan Permenkeu No. 214 tahun 2017, pelaporan e-Monev
Bappenas, e-Sakip Kementan dan SPAN setiap bulan.
Puslitbang Perkebunan senantiasa berupaya meningkatkan akuntabilitas kinerja
yang dilaksanakan dengan menggunakan indikator kinerja yang meliputi efisiensi masukan (input), kualitas perencanaan dan pelaksanaan (proses) dan keluaran (output). Metode yang digunakan dalam pengukuran pencapaian kinerja sasaran
adalah membandingkan antara target indikator kinerja setiap sasaran dengan realisasinya. Berdasarkan perbandingan tersebut dapat diperoleh informasi capaian kinerja setiap sasaran pada tahun 2018. Informasi ini menjadi bahan
tindak lanjut untuk perbaikan perencanaan dan dimanfaatkan untuk memberi gambaran kepada pihak internal dan eksternal mengenai sejauh mana pencapaian sasaran yang telah ditetapkan dalam mewujudkan tujuan, misi, dan
Puslitbang Perkebunan.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian | 17
Keberhasilan pencapaian sasaran tersebut didukung oleh berbagai faktor, yaitu
komitmen yang kuat dari pimpinan dalam mendukung pelaksanaan kegiatan, sumberdaya manusia, sumberdaya sarana dan prasarana penelitian serta sumberdaya anggaran. Dari aspek tata kelola, Puslitbang Perkebunan telah
menyelaraskan sistem manajemennya dengan standar Komite Akreditasi Nasional (KAN) 9001 : 2008 untuk meningkatkan jaminan mutu hasil litbang, termasuk didalamnya aspek monitoring dan evaluasi.
Penerapan monitoring dan evaluasi kegiatan litbang tanaman perkebunan dilakukan secara periodik mulai tahap perencanaan hingga tahap akhir kegiatan, sehingga fungsi pengawasan pada setiap tahapan kegiatan dapat berjalan
dengan baik. Monitoring dan evaluasi pelaksanaan kegiatan dilakukan untuk memastikan tercapainya target setiap kegiatan. Metode yang dilakukan adalah dengan memantau kemajuan pelaksanaan kegiatan dan capaian kinerjanya
secara bulanan, triwulanan, semesteran, dan tahunan beserta kendala dan permasalahan yang dihadapi. Dengan demikian, kemungkinan tidak tercapainya
target suatu indikator dapat diantisipasi sejak awal.
Secara umum indikator kinerja memiliki fungsi yaitu: (1) dapat memperjelas tentang apa, berapa dan kapan suatu kegiatan dilaksanakan, dan (2)
membangun dasar bagi pengukuran, analisis dan evaluasi kinerja unit kerja.
Indikator kinerja yang berlaku untuk semua kelompok kinerja harus memenuhi syarat-syarat sebagai berikut: (1) spesifik dan jelas, (2) dapat diukur secara
objektif baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif, (3) harus relevan, (4) dapat dicapai, penting dan harus berguna untuk menunjukkan keberhasilan masukan, proses, keluaran, hasil, manfaat dan dampak, (5) harus fleksibel dan
sensitif, serta (6) efektif dan data/informasi yang berkaitan dengan indikator dapat dikumpulkan, diolah dan dianalisis.
18 | Laporan Kinerja Puslitbang Perkebunan 2018
Tabel 8. Matrik Tingkat Capaian Kinerja Puslitbang Perkebunan TA 2018
No. Sasaran Indikator Kinerja Target Realisasi %
1.
Dimanfaatkannya inovasi teknologi pertanian
1-1. Jumlah hasil penelitian yang dimanfaatkan (akumulasi 5 tahun terakhir)
55.00 Teknologi
80.00 145.45
1-2. Rasio hasil penelitian dan pengembangan perkebunan pada tahun berjalan terhadap kegiatan penelitian dan pengembangan perkebunan yang dilakukan pada tahun berjalan
100 % 100 % 100.00
1-3. Jumlah rekomendasi kebijakan yang dihasilkan
4.00 Rekomendasi
4.00 100.00
2.
Meningkatnya kualitas layanan dan informasi publik Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
2-1. Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) atas layanan publik Puslitbangbun
3.40 3,52 100.88
3.
Terwujudnya akuntabilitas kinerja instansi pemerintah di lingkungan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
3-1. Jumlah temuan Itjen atas implementasi SAKIP yang terjadi berulang (5 aspek SAKIP sesuai Permen PAN RB Nomor 12 tahun 2015 meliputi: perencanaan, pengukuran, pelaporan kinerja, evaluasi internal, dan capaian kinerja
4.00 Temuan
NA
NA
Evaluasi dan analisis capaian kinerja Puslitbangtan tahun 2018 dijelaskan sebagai
berikut:
Sasaran Kegiatan (SK) 1: Dimanfaatkannya Inovasi Teknologi Perkebunan
Untuk mencapai sasaran tersebut, diukur dengan 3 (tiga) indikator kinerja sasaran, yaitu: 1) Jumlah hasil penelitian dan pengembangan perkebunan yang dimanfaatkan (akumulasi 5 tahun terakhir), 2) Rasio hasil penelitian dan
pengembangan perkebunan pada tahun berjalan terhadap kegiatan penelitian dan pengembangan perkebunan yang dilakukan pada tahun berjalan, dan 3) Jumlah rekomendasi kebijakan yang dihasilkan pada tahun berjalan.
IKSK 01: Jumlah hasil penelitian yang dimanfaatkan (akumulasi 5 tahun terakhir)
Pencapaian target indikator kinerja sasaran “jumlah hasil penelitian dan
pengembangan perkebunan yang dimanfaatkan (akumulasi 5 tahun terakhir)”. Jumlah hasil penelitian dan pengembangan perkebunan yang dimanfaatkan dalam kurun waktu 5 tahun terakhir dari target 55 teknologi berhasil diperoleh
sebanyak 80 teknologi tanaman perkebunan atau sebesar 145,45% dan termasuk ke dalam kategori sangat berhasil. Varietas unggul, teknologi dan
produk/formula tersebut telah dimanfaatkan di beberapa provinsi di Indonesia oleh stakeholder seperti petani, penangkar dan perusahaan. Perakitan teknologi
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian | 19
dimanfaatkan dan terdiseminasikan melalui kegiatan SL-PTT, GP-PTT, demfarm,
bimbingan teknis, penyuluhan, ekspose, pameran, gelar teknologi, dan website. lingkup Puslitbang Perkebunan http://perkebunan.litbang.pertanian.go.id sedangkan publikasi ilmiah berupa buku maupun leaflet.
Tabel 9. Target dan realisasi capaian indikator kinerja 1 tahun 2018
Indikator Kinerja Target
(teknologi)
Realisasi
(teknologi)
Persentase
(%)
Jumlah hasil penelitian dan pengembangan perkebunan yang
dimanfaatkan (akumulasi 5 tahun terakhir)
55 80 145,45
Berdasarkan perjanjian kinerja tersebut, target dan capaian kinerja outcome
jumlah hasil penelitian tanaman perkebunan yang dimanfaatkan selama 5 tahun terakhir adalah sebagai berikut :
1. Kelapa Dalam Buol
Kelapa Dalam Buol berasal dari Desa Mokupo Kecamatan Karamat Kabupaten Buol Provinsi Sulawesi Tengah. Kelapa ini merupakan hasil
seleksi populasi tanaman kelapa Dalam pada BPT Kelapa di desa Mokupo. Ciri karakter spesifik tanaman ini adalah batangnya pendek dan cepat berbuah. Varietas ini unggul dalam produksi (19.800 butir/ha/tahun dan
kopra 240 g/butir). Daerah pengembangannya adalah lahan kering iklim basah dengan tinggi tempat < 500 m dpl, curah hujan 1000-1500 mm/tahun dengan bulan kering < 5 bulan.
Gambar 1. Kelapa Dalam Buol ST-1 Umur 3 dan 5 Tahun
20 | Laporan Kinerja Puslitbang Perkebunan 2018
2. Cengkeh Tuni Bursel
Varietas unggul dengan potensi produksi bunga basah 118-165 (kg/ pohon/ tahun), potensi produksi bunga 39,4-55,1 kering (kg/ pohon/ tahun), kadar minyak atsiri 19,2-22,3%, kadar true eugenol 78,9-82,3
Gambar 2. Bunga cengkeh Tuni Bursel
3. Sagu Selat Panjang Meranti
Produksi Pati basah 368,78 Kg ± 101,50, Produksi Pati kering 226,34 kg + 56,03
Gambar 3. Sagu duri Selat Panjang Meranti
4. Nilam Patchoulina 1
Keunggulan varietas ini adalah kadar Pathouli Alkohol (PA) 32,53 ± 3,81%, Produksi minyak 356,37 + 13,76 kg/ha/th, Kadar minyak : 2,85 + 0,57%, Produksi terna basah 36,52 + 10,13 ton/ha/th, Produksi terna kering angin
12,67 + 3,34 ton/ha/th. Tahan terhadap penyakit layu bakteri. Wilayah
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian | 21
penyebaran varietas di Kalimantan Barat, Serpong, Manado, Cibinong dan
Bandung.
5. Nilam Patchoulina 2
Keunggulan varietas ini adalah kadar Pathouli Alkohol (PA) 32,31 ± 3,81%,
Produksi minyak 343,22 + 13,76 kg/ha/th, Kadar minyak : 2,78 + 0,57%, Produksi terna basah 37,73 + 10,13 ton/ha/th, Produksi terna kering angin 12,56 + 3,34 ton/ha/th. Tahan terhadap penyakit layu bakteri. Wilayah
penyebaran varietas di Kalimantan Barat, Kalimantan Timur, Nunukan, Sumatera Barat, Riau, Banten, Manado, Jawa Barat, Jawa Timur, Kendari.
Gambar 4. Patchoulina 1 (A) dan Patchoilina 2 (B)
6. Rossela herbal, Rosselindo 1
Varietas unggul dengan produksi tinggi (544,97±212,32 kg kelopak kering/ha), dan kandungan yang tinggi untuk vitamin C (345,4 mg/100 g)
dan antocyanin (1,442 mg/kg).
7. Rossela herbal, Rosselindo 2
Varietas unggul dengan produksi tinggi (478,59±213,04 kg kelopak
kering/ha), dan kandungan yang tinggi untuk vit. C (2033,524 mg/100 g) dan antocyanin (14,697 mg/kg)
8. Rossela herbal, Rosselindo 3
Varietas unggul dengan produksi tinggi (554,73±325,6 kg kelopak kering/ha), dan kandungan yang tinggi untuk vit. C (188 mg/100 g) dan
antocyanin (0,003 mg/kg)
A B
22 | Laporan Kinerja Puslitbang Perkebunan 2018
9. Rossela herbal, Rosselindo 4
Varietas unggul dengan produksi tinggi (471,45±218,65 kg kelopak kering/ha), dan kandungan yang tinggi untuk vit. C (345,4 mg/100 g) dan antocyanin (1,442 mg/kg)
Rosselindo 1
Rosselindo 2
Rosselindo 3
Rosselindo 4
Gambar 5. Varietas unggul rosela herbal
10. Kumis Kucing Varietas ORSINA-1 Agribun
Produksi 39,94 ton herba segar/ha/2x panen. Spesifik lokasi dataran rendah sampai menengah, beriklim basah.
11. Kumis Kucing Varietas ORSINA-2 Agribun
Produksi 38,43 ton herba segar/ha/2x panen. Spesifik lokasi dataran rendah sampai menengah beriklim basah sampai agak kering.
12. Kumis Kucing Varietas ORSINA-3 Agribun
Kadar sinensetin tertinggi (0,094%), dan produksi terna 24,69 ton herba
segar/ha/2x panen.
Gambar 6. Keragaan Agribun Orsina 1 (A), Agribun Orsina 2 (B) dan
Agribun Orsina 3 (C)
13. Aren Dalam Tomohon
Produksi nira tinggi rata-rata >30 liter per mayang per hari; Masa sadap panjang > 3 bulan; Jumlah mayang jantan yang dapat disadap
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian | 23
banyak;Potensi produksi benih tinggi, produksi benih per pohon dapat
digunakan untuk pengembangan aren Dalam seluas 136 hektar.
Gambar 7. Keragaan Aren Dalam Tomohon
14. Sagu Baruk
Persentase kandungan karbohidrat dan pati hampir sama dengan sagu metroxylon yaitu kadar karbohidrat 86,9% dan kadar pati 80,6%; Memiliki
batang kecil, sehingga dapat diusahakan sebagai tanaman pekarangan/ornamen; Pengolahan sagu baruk lebih mudah dibandingkan dengan sagu metroxylon; Memiliki perakaran yang kuat dan menyerap air
serta dapat tumbuh pada lahan-lahan yang curam sehingga dapat digunakan sebagai tanaman konservasi serta pemulihan lahan kritis (lahan bekas tambang batubara).
Gambar 8. Keragaan Sagu Baruk
15. Kemiri Sunan varietas Kermindo 1
Produksi lebih tinggi daripada Kemiri Sunan 1 (KS1) dan Kemiri Sunan 2
(KS2); Potensi biodiesel lebih tinggi daripada KS1 dan KS2; Toleran terhadap hama dan penyakit; Minyak lebih jernih dibandingkan KS1 dan KS2 ; Proses
pengolahan sampai biodiesel jauh lebih efisien.
24 | Laporan Kinerja Puslitbang Perkebunan 2018
16. Kemiri Sunan varietas Kermindo 2
Produksi dan potensi menghasilkan biodiesel lebih tinggi daripada KS1 dan KS2; Toleran terhadap hama dan penyakit; Minyak lebih jernih dibandingkan KS1, KS2 dan Kermindo 2; Proses pengolahan sampai biodiesel jauh lebih
efisien
17. Kopi Liberoid Meranti 1 (LIM 1)
Merupakan hasil seleksi pada populasi kopi Liberoid di Desa Kedaburapat
Kecamatan Rangsang Pesisir Kabupaten Kepulauan Meranti Propinsi Riau. Kopi tersebut memiliki rata-rata produksi 2,37 kg biji kering/pohon/tahun atau setara dengan 1,69 ton biji kering kopi/ha dengan jumlah populasi 714
tanaman. Selain itu, varietas kopi LIM 1 juga memiliki keunggulan toleran penyakit karat daun dan agak toleran sampai tahan terhadap hama penggerek buah kopi (Gambar 1). Dari sisi cita rasa, varietas ini berhasil
memperoleh nilai kesukaan (preferensi) berkisar antara 80 – 84,25 atau rata-rata 82,28. Dengan demikian, varietas kopi LIM 1 memiliki mutu
citarasa “excellent”. Tingkatan mutu tersebut merupakan yang tertinggi untuk cita rasa kopi. Varietas ini juga adaptif di lahan sup optimal (gambut) dengan tipe iklim A.
Gambar 9. Penampilan Varietas Unggul Kopi LIM 1
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian | 25
18. Kopi Liberoid Meranti 2 (LIM 2)
Juga merupakan hasil seleksi pada populasi kopi Liberoid di desa Kedaburapat Kecamatan Rangsang Pesisir Kabupaten Kepulauan Meranti Propinsi Riau (Gambar 2). Kopi ini memiliki buah yang besar dan memiliki
potensi produksi 2,78 kg biji kopi/pohon/tahun atau setara dengan 1,98 ton biji kopi/ha dengan jumlah populasi 714 tanaman. Varietas ini memiliki ketahanan terhadap penyakit karat daun dan hama penggerek buah kopi.
Sama halnya dengan varietas LIM 1, varietas LIM 2 juga adaptif di lahan sup optimal (gambut) dengan tipe iklim A. Nilai citarasa dari varietas kopi LIM 2 mencapai 84,50 sehingga dapat dikategorikan memiliki mutu “excellent”.
Gambar 10. Penampilan Varietas Unggul Kopi LIM 2
19. Tembakau Prancak S1 Agribun
Produktivitas 0,781 ton/ha; kadar nikotin 2,4. Moderat tahan terhadap Ralstonia solanacearum; sangat rentan terhadap Phytopthora nicotianae; mempunyai kesesuaian dengan daerah lahan sawah di Madura
20. Tembakau Prancak S2 Agribun
Produktivitas 0,663 ton/ha; kadar nikotin 2,6 Moderat tahan terhadap Ralstonia solanacearum; sangat rentan terhadap Phytopthora nicotianae;
mempunyai kesesuaian dengan daerah lahan sawah di Madura
21. Tembakau Prancak T1 Agribun
Produtivitas 0,692 ton/ha; kadar nikotin 2,6. Moderat tahan terhadap
Ralstonia solanacearum; sangat rentan terhadap Phytopthora nicotianae; mempunyai kesesuaian dengan daerah lahan tegal di Madura
26 | Laporan Kinerja Puslitbang Perkebunan 2018
22. Tembakau Prancak T2 Agribun
Produktivitas 0,687 ton/ha; kadar nikotin 2,2; sangat rentan terhadap Ralstonia solanacearum dan Phytopthora nicotianae; mempunyai kesesuaian dengan daerah lahan tegal di Madura
PRANCAK S1 AGRIBUN PRANCAK S2 AGRIBUN
PRANCAK T1 AGRIBUN PRANCAK T2 AGRIBUN
Gambar 11. Penampilan Varietas Unggul Tembakau Prancak S1, S2, T1 dan T2
23. Lada varietas Malonan 1
Varietas ini berasal dari Kalimantan Timur.Produksi tinggi, berbuah
sepanjang tahun, potensi produksi 2,17 ton/ha lada putih, ukuran buah besar, umur masak buah 8 bulan, relatif toleran terhadap busuk pangkal batang.Jumlah bulir/malai 40,8 ± 9,81; jumlah malai/cabang produksi 12,2
± 5,54; panjang malai 8,6±1,53; rata-rata produksi buah 2,94 kg/pohon; rata-rata produksi lada putih 0,57 kg/pohon, dan estimasi produksi lada putih 2,17 ton/ha.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian | 27
24. Lada varietas Ci’inten
Varietas Ci’inten berasal dari Sukabumi. Rata-rata produksi buah segar per pohon lada varietas Ci’inten 5,70 kg/pohon dan menghasilkan lada putih 1,95 kg dan lada hitam 2,57 kg/pohon. Mutu lada varietas ini lebih baik dari
varietas pembanding Petaling 1, baik pada kadar minyak atsiri, oleoresin maupun piperin. Kadar minyak atsiri lada varietas Ci’inten yang diproses menjadi lada putih 2,62%, lada hitam 2,93%, kadar oleoresin lada putih
12,14% dan lada hitam 13,59%, dan kadar piperin lada putih 3,85%, dan lada hitam 4,29%. Sedangkan pada Petaling 1, kadar minyak atsiri 2,79%, oleoresin 8,06% dan piperin 3,19% (lada putih) dan untuk lada hitam kadar
minyak atsiri 2,83%, oleoresin 13,55% dan piperin 4,17%. Kadar minyak atsiri dan piperin varietas Ci’inten memenuhi standar mutu SNI, ASTA, ESA, IPC dan ISO. Varietas ini menunjukkan karakteristik morfologi yang berbeda
dari varietas unggul lada yang sudah dilepas, pada panjang malai, jumlah buah per malai, bobot malai, persentase buah sempurna dan ukuran buah
serta biji. Jumlah buah per malai dan persentase buah sempurna yang tinggi, menjadikan lada varietas ini lebih efisien dalam biaya panen. Untuk mendapatkan satuan berat yang sama pada lada ini memerlukan jumlah
malai yang dipetik hanya 1/3 kali sampai ½ kali dari jumlah malai yang harus dipetik pada varietas Petaling 1. Hasil uji ketahanan terhadap penyakit BPB secara in vitro menunjukkan intensitas serangan < 5%, setara dengan
Natar 1 dan Petaling 2 (varietas unggul moderat tahan), sehingga lada varietas Ci’inten dikategorikan moderat tahan.
25. Serai Wangi Varietas Sitrona 1 Agribun
Varietas ini menunjukkan produksi daun basah dan daun kering angin, produksi minyak, kadar sitronella dan kadar geraniol yang stabil, diatas rata-rata umum dan mampu beradaptasi pada semua lingkungan. Keunggulan
varietas Sitrona 1 Agribun yaitu produksi daun basah 7,791 g/rumpun/th, produksi daun kering angin 4,862 gram/rumpun/th, produksi minyak 506,93 kg/ha/th, kadar minyak 2,15%, kadar Sitronela 54,54%, Geraniol 85,24%.
Saran pengembangan pada dataran medium.
26. Serai Wangi Varietas Sitrona 2 Agribun
Varietas Sitrona 2 Agribun merupakan salah satu dari 9 nomor harapan yang Keunggulan harapan Seraiwangi 004, produksi daun basah 8,797 gram/rumpun/th, produksi daun kering angin 3,995 gram/rumpun/th,
produksi minyak 508,94 kg/ha/th, kadar minyak 2,59%, kadar Sitronela 55,92%, kadar Geraniol 89,91% berpotensi sebagai calon varietas unggul yang mempunyai daya hasil tinggi. Saran pengembangan pada dataran
medium dan kondisi iklim seperti di Kabupaten Purwakarta. Varietas seraiwangi ini mulai dikembangkan di Kalimantan dan Sumbawa Barat.
28 | Laporan Kinerja Puslitbang Perkebunan 2018
Gambar 12. Bentuk tajuk dan batang seraiwangi Sitrona 1 Agribun, Sitrona 2
Agribun, dan seraiwangi 1
27. Kelapa Dalam Varietas Mastutin
Kelapa Dalam Varietas berasal dari Desa Labuan mapin Kecamatan Alas
barat Kabupaten Sumbawa Provinsi Nusa Tenggara Barat. Varietas ini mempunyai keunggulan tangkai tandan buah pendek sehingga kuat
menahan buah yang banyak, dan tahan kering sampai 5 bulan musim kemarau, serta berpotensi sebagai sumber minyak nabati
Gambar 13. Buah dan komponen Buah Kelapa Dalam Sumbawa Mastutin
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian | 29
28. Tebu Varietas POJ Agribun Kerinci
Varietas POJ Agribun Kerinci merupakan hasil seleksi dan evaluasi tebu lokal Kerinci berdasarkan penilaian daya kepras (jumlah anakan), produksi, rendemen, sifat lepas pada pelepah daun (klenthek), preferensi petani dan
luasan areal penanaman. Tidak seperti di daerah lain, tebu di kabupaten Kerinci mempunyai nilai ekonomi bagi masyarakat lokal kabupaten Kerinci untuk menghasilkan gula merah. Potensi produksi mencapai 109
ton/ha/tahun, potensi hasil gula merah rata-rata 12,03 ton gula merah/ha/tahun, dan rendemen 11-12%. Berbeda dengan di Jawa, tebu dataran tinggi di Kabupaten Kerinci Propinsi Jambi dipanen secara
selektif.Dengan sistim panen tebang pilih petani tidak perlu melakukan bongkar ratun. Varietas ini toleran terhadap penyakit mosaik dan cocok untuk dataran tinggi di Propinsi Jambi, Sumatera dan Aceh.
Gambar 14. Penampilan Varietas Unggul Tebu Lokal Kerinci
29. Sisal Varietas H 11648
Varietas ini mempunyai potensi produksi serat kering per ha per tahun 4.728 – 5.964,763 kg, peka terhadap penyakit Fusarium sp. Varietas ini dapat
dikembangkan pada berbagai jenis lahan.
30 | Laporan Kinerja Puslitbang Perkebunan 2018
Gambar 15.Tanaman sisal (atas), ujung daun(kiri bawah), helaian daun (tengah
bawah), irisan melintang daun (kanan bawah)
30. Kelapa Dalam Varietas Sri Gemilang
Kelapa Dalam Sri Gemilang berasal dari Kabupaten Indragiri Hilir, adaptif
pada lahan pasang surut. Potensi produksi kopra >3 ton/hektar/tahun, kadar minyak 65,19%, protein 8,96%, galaktomanan 1,7%, fosfolipid 0.04%. Kadar minyak, protein dan galaktoman relatif lebih tinggi dari
varietas yang telah dilepas sedangkan kadar fosfolipid lebih rendah atau sama dengan varietas unggul lainnya. Hasil observasi menunjukkan tidak ditemukan serangan hamaSexava sp dan Brontispa sp, terdapat serangan
hama Oryctes sp dan Acerya sp dengan tingkat serangan rendah/ringan. Tidak ditemukan gejala serangan penyakit utama gugur buah dan busuk pucuk serta Steem Bleeding. Potensi benih untuk pengembangan atau
peremajaan + 39.200 butir per tahun. Varietas ini telah menyebar di daerah Parit Sialang Krubuk, Desa Hidayah, Kecamatan Pelangiran, Kabupaten Indragiri Hilir, Provinsi Riau.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian | 31
Gambar 16. Kelapa Dalam Sri Gemilang
31. Kelapa Puan Kalianda
Kelapa Puan Kalianda termasuk tipe kelapa Dalam dengan karakteristik
morfologi yang lebih besar dibandingkan kelapa kopyor tipe Genjah asal Pati, Jawa Tengah.Ukuran buah relatif besar dan kuantitas endosperm lebih banyak dibanding buah kelapa Genjah kopyor Pati.Kandungan lemak tak
jenuh dan asam laurat daging buahnya lebih tinggi dibanding kelapa Genjah kopyor Pati.Kuantitas daging buah kelapa kopyor Kalianda bervariasi antara
skor 1-9, lebih tinggi dibanding kelapa Genjah Kopyor Pati yang hanya memiliki skor 1-6. Kadar gula total berkisar dari 1.6-2.4 %, protein 0.24-2.55 % dan lemak total 12,12-16.46 %. Jumlah Pohon Induk Terpilih (PIT)
sebanyak 123 pohon, memiliki potensi benih sebanyak 6.657 butir. Jumlah total benih kopyor alami (heterozigot) pertahun sebanyak 10.731 butir dapat digunakan untuk pengembangan pada lahan seluas 53 ha. Varietas Kelapa
Puan Kalianda sudah menyebar di wilayah Provinsi Lampung dan sekitarnya. Potensi penyebaran pada sentra produksi kelapa di wilayah Sumatera.
32 | Laporan Kinerja Puslitbang Perkebunan 2018
Gambar 17. A). Populasi Kelapa Puan Kalianda, (B) Tanaman Kelapa Puan
Kalianda, (C) Keragaman warna buah KelapaPuan Kalianda dan (D). Endosperm Kelapa Puan Kalianda
32. Pala Fak Fak
Pala Fak-fak memiliki habitus tanaman relatif lebih tinggi dan besar, daun lebih panjang dan lebih lebar dibanding pala lainnya.Tinggi tanaman berkisar
15 – 23 meter, lingkar batang 90 – 150 cm., lebar kanopi 2.5m – 3.9m jumlah lingkaran percabangan dalam batang tanaman 11 - 27 dan jumlah cabang dalam satu lokus adalah 3 – 6 buah.Bentuk daun lonjong langsing
sampai lonjong agak lebar.
Gambar 18. Daun, buah, biji dan fuli pala Fak-fak (atas), daun, buah dan biji
pala banda (bawah).
A
D C
B
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian | 33
Biji pala Fakfak berbentuk lonjong panjang dengan variasi lonjong agak
langsing atau agak gemuk. Bagian pangkal biji lebih lebar dari bagian ujung biji, bobot biji basah per butir > 10 gram, jumlah biji basah per kg basah dari berbagai PIT adalah 60 – 76 butir. Bunga (fuli) lebih tebal yang
merupakan ciri khas pala fakfak.Kandungan minyak atsiri biji pala tua 2,71 – 5,37%. Kadar oleoresin biji 14%, dan oleoresin fuli 13,0 – 15,2%.
33. Serai Dapur Varietas Sitralina 1 Agribun
Varietas ini berasal dari aksesi Cyci 009 hasil seleksi serei dapur yang berasal dari DIY. Produksi bobot kering 3.67 g, mutu (kadar minyak 0.31% dan sitral 74.81%) dan memiliki dua karakter pembeda yaitu ujung batang
daun yang melengkung dan lebar daun yang sempit dan kaku. Habitus agak merumbai pada ujung, panjang daun (cm) 52.42-78.58, lebar daun 0.95-1.25 cm, tebal daun 0.34-0.42 cm, warna batang abu-abu keunguan/GPG
183 D, karakteristik mutu 0.31%, kadar cytrall 74.81%. Bobot basah batang per rumpun 6.07 kg, bobot kering batang per rumpun 3.67 g, produktivitas
batang basah 2.74 ton/ha, produktivitas minyak 110 kg/ha. Beradaptasi baik di dataran rendah sampai tinggi.
Gambar 19. Serai dapur Sitranila Agribun
34. Kakao Varietas BL 50
Kakao unggul di Kabupaten Lima puluh Kota mempunyai karakter bentuk buah berukuran cukup besar, lonjong, licin mengkilat agak beralur
samar,ujung buah runcing, leher botol tidak ada, pangkal buah membulat, dengan panjang 30-35 cm, berdiamter 30-35 cm. Warna buah merah marun dan berbuah sepanjang tahun dengan jumlah buah/pohon/tahun dapat
mencapai 50-90 buah/tahun. Potensi produksi/hektar/tahun 2,67 kg/pohon atau 3,3733 kg/ha/thn dengan populasi 1100 pohon/ha. Pod Index 40-60 buah. Varietas ini terlihat agak tahan Busuk Buah Kakao (BBK), Agak tahan
Penyakit Buah Kakao (PBK) dan agak tahan Vascular Steak Dieback (VSD)
34 | Laporan Kinerja Puslitbang Perkebunan 2018
Gambar 20. Penampilan pertanaman Kakao BL 50 (A & B), bentuk buah kakao
RCL (C ), bentuk buah kakao unggul lokal (D), bentuk buah
kakao
35. Tebu Varietas AAS Agribun
Varietas ini mempunyai produktivitas dan rendemen yang tinggi, yaitu
mencapai 134.6 ± 68.95 ton/ha di lahan sawah dan 112.5 ± 33.11 ton/ha untuk lahan tegal. Rendemen yang diperoleh mencapai 10.05 ± 0,97% di
lahan sawah dan 7.76 ± 0.47% di lahan tegal. Hablur yang dihasilkan mencapai 13.73 ± 5.87 ton/ha lahan sawah dan 8.70 ± 2.36 ton/ha di lahan tegal. Klon mutan baru tersebut juga mempunyai kadar sabut mencapai
13.10%. Varietas ini cocok untuk dikembangkan spesifik untuk lokasi dengan iklim C2 Oldeman, tekstur tanah geluh (loamy).
36. Tebu Varietas AMS Agribun
Varietas ini mempunyai produktivitas stabil pada semua lokasi pengujian dengan produktivitas 132.5 ± 63.34 ton/ha di lahan sawah dan 110.0 ± 57.52 ton/ha di lahan tegal, rendemen 10.03 ± 0.45 % di lahan sawah dan
7.84 ± 0.11% di lahan tegal. Hablur gula yang diperoleh mencapai 13.10 ± 4.82 ton/ha di lahan sawah dan 8.60 ± 4.31 ton/ha di lahan tegal.
37. Tebu Varietas ASA Agribun.
Varietas ini diperoleh melalui kegiatan perakitan varietas menggunakan metoda keragaman somaklonal dan induksi mutasi menggunakan iradiasi sinar gamma. Melalui kegiatan seleksi, uji daya hasil dan uji mutilokasi
diperoleh varietas hasil perlakuan iradiasi sinar gamma pada populasi sel somatik varietas Bululawang dengan produktivitas 121.10 ± 42.10 ton/ha di lahan sawah dan 116.63 ± 49.52 ton/ha di lahan tegal. Rendemen di lahan
A B
C D E
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian | 35
sawah 10.18 ± 0.13%, sedangkan untuk lahan tegal 7.16 ± 0.30% dan
hablur gula mencapai 12.25 ± 2.47 ton/ha di lahan sawah dan 8.37 ± 3.84 ton/ha di lahan tegal. Varietas ini cocok dikembangkan spesifik untuk lokasi dengan iklim C2 Oldeman, tekstur tanah geluh (loamy) dengan kandungan
liat dan pasir seimbang dan pengairan cukup.
38. Tebu Varietas CMG Agribun
Varietas ini diperoleh melalui perakitan tebu menggunakan kombinasi
keragaman somaklonal dengan iradiasi sinar gamma pada varietas asal PS 864. Melalui kegiatan seleksi, uji daya hasil dan uji adaptasi telah diperoleh varietas yang mempunyai rendemen tinggi dan stabil pada tipe agroekologi
C2 dan C3 pada saat terjadi cekaman iklim la nina pada tahun 2016. Produktivitas yang dihasilkan adalah 102.3 ± 53.97 ton/ha di lahan sawah dan 84.77± 20.02 di lahan tegal. Rendemen yang diperoleh mencapai 10.68
± 1.27% di lahan sawah dan 7.94 ± 0.2% di lahan tegal, sedangkan hablur gula mencapai 10.60 ± 1.75 ton/ha di lahan sawah dan 6.77 ± 2.34 ton/ha
di lahan tegal. Kadar sabut dari klon mutan ini mencapai 14.84%.
AAS Agribun AMS Agribun
ASA Agribun CMG Agribun
Gambar 21. Keragaan Tebu varietas baru AAS, AMS, ASA dan CMB Agribun
36 | Laporan Kinerja Puslitbang Perkebunan 2018
39. Kelapa Bido Morotai
Varietas asal Pulau Morotai, Maluku Utara, Provinsi Maluku Utara. Ciri khasnya berbatang pendek, produksi buah dan nira yang tinggi. Kelapa Bido lambat bertambah tinggi dibanding kelapa tipe Dalam. Mulai berbuah umur
3 tahun, ukuran buah bulat dan besar (2,5 kg/butir). Varietas ini tumbuh baik di lahan kering iklim basah dengan tinggi tempat <100 m dpl, curah hujan >1500 – 2.500 mm per tahun dengan bulan kering < 6 bulan kering
dengan curah hujan 1000-1200 mm/tahun. Kelapa Bido memiliki potensi hasil kopra lebih dari 4 ton/ha/tahun, dengan berat kopra/butir 320 gr dan kadar minyak 58,34%.
Gambar 22. VUB Kelapa Bido Morotai
40. Varietas Kelapa Dalam Lampanah
Varietas kelapa Dalam asli Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh. Tumbuh di lahan kering iklim basah dengan tinggi tempat < 300 m dpl, curah hujan >1500 – 2000 mm per tahun dengan bulan kering < 6 bulan kering, mulai
berbunga 5 tahun, panen 6 tahun dan buahnya beragam memiliki lingkar polar lebih panjang dari lingkar ekuatorial. Memiliki 13,35 tandan/pohon, jumlah buah 9,25 butir/tandan atau rata-rata sebanyak 138
butir/pohon/tahun, berat daging kelapa segar adalah 449 g/butir atau sekitar 224 g kopra/butir dan potensi produksi kopra 30,97 kg/pohon/tahun atau 3,80 ton kopra/ha/tahun dengan kadar lemak 66,40, kadar air kopra
sekitar 3,42% dan protein sekitar 6,81%. Total asam lemak jenuh 94,27%, asam lemak jenuh rantai medium 67,21%, dan kandungan asam laurat 46.50%. Air buahnya memenuhi standar air minum yang sehat, jumlah
bunga betina dan buahnya juga relatif banyak.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian | 37
Gambar 23. VUB Kelapa Dalam Lampanah
41. Varietas Kelapa Dalam Selayar
Varietas unggul Kelapa Dalam Selayar berasal dari Kab. Kepulauan Selayar memiliki keunggulan buah besar dengan rata-rata jumlah buah/tandan >9
butir,rata-rata jumlah buah/pohon/tahun 119 butir. Potensi produksi kopra >3 ton/tahun. Jumlah PIT 1300 pohon dengan potensi benih 122200 butir/tahun. Memiliki kadar minyak dan protein tinggi. Daerah
pengembangan lahan kering iklim basah dengan bulan kering <5 bulan berturut-turut dengan air tanah dangkal.
Gambar 24 VUB Kelapa Dalam Selayar
42. Varietas unggul Kelapa Dalam Babasal
Varietas berasal dari Kab. Banggai ini memiliki keunggulan jumlah buah/tandan >10 butir, jumlah buah/pohon rata-rata 128 butir, kadar minyak dan protein tinggi, daging buah tebal. Potensi produksi kopra sekitar
3 ton/ha/tahun. Daerah pengembangan lahan kering iklim basah dengan curah hujan <6 bulan dengan air tanah dangkal. Jumlah PIT 1000 pohon
38 | Laporan Kinerja Puslitbang Perkebunan 2018
dengan potensi benih 106.000 per tahun. Babasal (Banggai, Belantak dan
Saluan) adalah singkatan dari etnis yang ada di Kab.Banggai.
Gambar 25. VUB Kelapa Dalam Babasal
43. Varietas Sagu Bestari
Varietas unggul Sagu Bestari berasal dari Kab. Indragiri Hilir tergolong dalam sagu yang tidak berduri dengan keunggulan setiap pohon memiliki rata-rata 495 kg pati sagu atau 255 kg berat kering. Persentase Karbohidrat cukup
tinggi yaitu 84%. Daerah pengembangan iklim basah dan berair.
Gambar 26. Varietas Unggul Baru (VUB) Sagu Bestari
44. Varietas Teh Tambi 1
Varietas ini termasuk dalam golongan sinensin. Bentuk batang silindris, permukaan batang halus, sistem percabangan 36,50°, warna batang
kecokelatan. Panjang ruas tunas/daun 1,96 cm, Bangun daun (circum scriptio) memanjang (oblongus), panjang daun 6,26± 1,41 cm, lebar daun 2,33±0,61 cm, luas daun 16,04 cm². Panjang tangkai daun (petiolus)
0,35±0,10 cm, kedudukan daun (phyllotaxis) 40°, pangkal daun (basis follii) runcing (acutus), tulang daun (venatio) 6-8 pasang, tepi daun (margofollii)
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian | 39
bergerigi (serratus), ujung daun (apex follii) runcing (acutus). Muka daun
bergelombang, warna pucuk p+1 hijau kecoklatan, warna daun tua adalah hijau tua. Bobot pucuk p+2 adalah 0,45±0,19 g, bobot pucuk p+3 adalah 0,81±0,26 g. Jumlah bulu pada peko 24,50 per mm², jumlah stomata 55,75
per mm². Pertumbuhan tunas setelah dipankas cepat, potensi hasil teh kering 2201,70 kg/ha/thn, kandungan polifenol 4,29%, perakaran baik, agak tahan terhadap Helopeltis, Empoasca sp., dan tahan tungau. Agak tahan
terhadap penyakit cacar daun. Baik ditanam di dataran tinggi dengan tipe iklim B.
45. Varietas Teh Tambi 2
Varietas ini termasuk dalam golongan sinensin. Bentuk batang silindris, permukaan batang halus, sistem percabangan 37,50°, warna batang kecokelatan. Panjang ruas tunas/daun 2,21 cm, Bangun daun (circum
scriptio) memanjang (oblongus), panjang daun 9,61± 1,26 cm, lebar daun 3,91±0,67 cm, luas daun 21,5 cm². Panjang tangkai daun (petiolus)
0,37±0,10 cm, kedudukan daun (phyllotaxis) 39°, pangkal daun (basis follii) runcing (acutus), tulang daun (venatio) 6-8 pasang, tepi daun (margofollii) bergerigi (serratus), ujung daun (apex follii) runcing (acutus). Muka daun
bergelombang, warna pucuk p+1 hijau kecoklatan, warna daun tua adalah hijau tua. Bobot pucuk p+2 adalah 0,68±0,22 g, bobot pucuk p+3 adalah 1,35±0,23 g. Jumlah bulu pada peko 31,25 per mm², jumlah stomata 55,43
per mm². pertumbuhan tunas setelah dipankas cepat, potensi hasil teh kering 3289,40 kg/ha/thn, kandungan polifenol 4,55%, perakaran baik, agak tahan terhadap Helopeltis, Empoasca sp., dan tungau. Agak tahan terhadap
penyakit cacar daun. Baik ditanam di dataran tinggi dengan tipe iklim B.
Gambar 27. Keragaan VUB Teh Tambi 1 dan Tambi 2
46. Tembakau Varietas Kemloko 4 Agribun
Varietas ini merupakan hasil persilangan antara varietas Kemloko 2 dengan
Prancak 95. Varietas ini tahan terhadap penyakit layu bakteri (R.
40 | Laporan Kinerja Puslitbang Perkebunan 2018
solanacearum), nematoda puru akar (Meloidogyne spp) dan penyakit lanas
(P. nicotianae). Hasil rajangan kering galur ini meningkat 16,21- 29,43% dibanding Kemloko 3 menjadi 861-1.061 kg/ha. Indek tanaman meningkat 10,83- 29,52% dibanding Kemloko 3 menjadi 25,37-47,84. Kadar nikotin
3,00-3,54. Varietas ini direkomendasikan untuk dikembangkan pada lahan tegal
47. Tembakau Varietas Kemloko 5 Agribun
Hasil persilangan antara varietas Kemloko 1 dengan varietas K 399. Varietas ini tahan terhadap penyakit layu bakteri (R. solanacearum), nematoda puru akar (Meloidogyne spp) dan penyakit lanas (P. nicotianae). Hasil rajangan
kering galur ini meningkat 11,45 – 13,17% dibanding Kemloko 3 menjadi 893-1.071 kg/ha. Indek tanaman meningkat 14,07 - 16,45% dibanding Kemloko 3 menjadi 29,53 - 42,37. Kadar nikotin 3,24 - 4,54. Varietas ini
direkomendasikan untuk dikembangkan pada lahan di lereng gunung Sumbing.
48. Tembakau Varietas Kemloko 6 Agribun
Hasil persilangan antara varietas Kemloko 2 dengan varietas K 399. Varietas
ini tahan terhadap penyakit layu bakteri (R. solanacearum), nematoda puru akar (Meloidogyne spp) dan Penyakit lanas (P. nicotianae). Hasil rajangan kering galur ini meningkat 14,46- 48,90 % dibanding Kemloko 3. Indek
tanaman meningkat 9,74 – 15,79 % dibanding Kemloko 3. Varietas ini direkomendasikan untuk dikembangkan pada lahan di lereng gunung Sindoro.
Gambar 28. Keragaan VUB Kemloko 4, 5 dan 6 Agribun
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian | 41
49. Tembakau Virginia Hibrida NTB: Varietas GL 26 H
Varietas unggul baru tembakau virginia Hibrida GL26H mempunyai keunggulan potensi produksi krosok : 1,88-2,13 ton/ha, indek mutu 70.28-86,99, indek tanaman 133,45-178,82, kadar nikotin 2,11-4,11%, moderat
tahan terhadap jamur P. nicotiana danBakteri R. solanacearum.
50. Tembakau Virginia Hibrida NTB: Varietas GF 318
Varietas unggul baru tembakau virginia Hibrida GF 318 mempunyai
keunggulan potensiproduksi krosok : 1,73-2,03 ton/ha, indek mutu 62,34-85,74, indek tanaman 108,02-158,66, kadar nikotin 2,19-4,21, moderat tahan terhadap jamur P. nicotiana dan Bakteri R. solanacearum.
51. Tembakau Virginia Hibrida NTB: Varietas NC 471
Varietas unggul baru tembakau virginia Hibrida NC 471 mempunyai keunggulan potensi produksi krosok : 1,73-1,99 ton/ha, indek mutu 55,37-
78,35, indek tanaman 95,84-152,03, kadar nikotin 2,07-4,22%, moderat tahan terhadap jamur P. nicotiana dan Bakteri R. solanacearum.
Gambar 29. Keragaan VUB tembakau GF 318, GL 26H, dan NC 471
52. Tembakau Tulung Agung: Varietas Gagang Sidi
Varietas unggul baru tembakau Tulungagung Gagang Rejeb Sidi mempunyai
keunggulan potensi produksi tembakau rajangan kering 0,82-0,95 ton/ha, indek mutu 58,19-75,28, indek tanaman 71,72-86,99, kadar nikotin 3,12-5,42%, moderat tahan terhadap jamur P. nicotiana dan Bakteri R. solanacearum.
42 | Laporan Kinerja Puslitbang Perkebunan 2018
Gambar 30. Keragaan VUB Gagang Sidi
53. Teknik pembibitan tebu yang menghasilkan daya tumbuh bibit (budchip dan budset) tinggi
Telah dihasilkan dua buah paket teknologi berupa teknik pembibitan tebu yaitu (a) paket aplikasi ZPT NAA berkonsentrasi 0,6 ppm atau BAP berkonsentrasi 0,4 ppm untuk pembibitan sistem budchip dan (b) paket
perendaman selama 10 jam + bakterisida untuk pembibitan sistem budset yang menghasilkan daya tumbuh bibit > 95% dan pertumbuhan bibit yang terbaik.
54. Teknologi pemupukan pada tembakau lokal Jombang
Telah dihasilkan dua buah paket pemupukan pada tembakau lokal Jombang yaitu: (a) paket pupuk kandang 10 ton/ha + 100 kg N/ha (75% N-amonium
+ 25% N nitrat) pada tembakau lokal Jombang yang dapat menghasilkan rajangan dengan nilai jual tertinggi dan berkadar nikotin 2,15 % dan Cl
sebesar 1,91 %; dan (b) paket pemupukan 10 ton pupuk organik/ha 50 kg N (75% N-amonium + 25% N-nitrat dengan hasil rajangan tembakau bernilai jual tertinggi dan berkadar nikotin sebesar 1,31 % dan Cl sebesar
1,45%
55. Teknologi pemupukan pada tembakau Virginia Bojonegoro
Aplikasi jenis pupuk majemuk dengan komposisi 15% N +10% P2O5 + 20%
K2O dengan dosis 90 kg N/ha mampu menghasilkan tembakau dengan produksi daun basah sebanyak 17.179 kg/ha dan rajangan kering sebesar
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian | 43
2.591 kg/ha, dengan nilai indeks mutu 76,87 dan nilai indeks tanaman
sebesar 192,64.
56. Teknologi pengukuran rendemen tebu secara tepat dan cepat dengan NIRS
Teknologi Pengukuraan Near Infra Red Spectroscopy (NIRS) dapat mengukur rendemen tebu dalam 1 – 2 menit untuk setiap contoh NPP (nira Perahan Pertama). Hasil pengukuran rendemen tebu dari 974 contoh NPP,
menunjukkan rendemen tebu dengan pengukuran metode NIR (17,77% dan 14,07%) tidak berbeda dengan metode konvensional (17,70 dan 14,08%). Apabila diaplikasikan untuk menghitung rendemen individu, nilai rerata
rendemen metode NIR (8,56%) tidak berbeda dengan metode konvensional (8,59%).
57. Paket teknologi budidaya jarak pagar dengan teknik grafting
Paket teknologi budidaya tanaman jarak pagar dilakukan melalui penanaman tanaman baru dengan vrietas unggul atau melalui rehabilitasi/peremajaan
tanaman dengan teknik penyambungan (grafting) menggunakan varietas unggul sebagai entres. Pembentukan kanopi dan arsitektur tanaman sangat diperlukan untuk meningkatkan dan mengoptimalkan cabang-cabang
produktif mendukung pembentukan bunga dan buah, selain untuk memudahkan operasional panen. Tanaman sela (kacang tanah, kacang hijau) ditanam diantara barisan tanaman jarak pagar, dan aplikasi CrJ
sebagai mulsa setelah tanaman sela dipanen (MK I).
58. Komponen teknologi rawat ratoon tebu
Ratoon dibatasi sampai 3 kali (ratoon ketiga/RC-3), dan RC-4 harus
dibongkar diganti dengan tanaman baru dalam bentuk bibit budset maupun budchip. Penggunaan paket teknologi rawat ratoon berupa kombinasi pedot oyot, sulam, serta pupuk organik dan anorganik menghasilkan pertumbuhan
dan produksi tanaman tebu yang paling baik.
59. Teknologi Juring Ganda Dan Juring Tunggal Di Beberapa Kabupaten Di Indonesia
Produktivitas tebu dipengaruhi oleh varietas yang digunakan, teknik budidaya yang diterapkan, dan lingkungan selama pertumbuhan tanaman
tebu. Potensi varietas akan dapat dioptimalkan bila tebu dipelihara dengan baik mengikuti standar budidaya tebu, pada kondisi lingkungan yang sesuai. Penerapan sistem tanam juring ganda dengan PKP (135 + 50) cm di 15
lokasi penelitian, dipadukan dengan teknik budidaya tebu yang baik meliputi penggunaan varietas-varietas unggul yang sesuai lokasi pengembangan, pemberian bahan organik berupa pupuk kandang sebanyak 3 – 5 ton/per
hektar, ditambah pupuk an organic berupa pupuk NPK 800 – 1000 kg/Ha, diikuti pemeliharaan intensif meliputi pengendalian gulma, pembumbunan, dan klenthek, dapat meningkatkan produktivitas tebu sebesar 4 – 38%
dibandingkan dengan menggunakan sistem tanam juring tunggal (PKP 135
44 | Laporan Kinerja Puslitbang Perkebunan 2018
cm). Lokasi-lokasi tersebut meliputi kabupaten Gorontalo, Blora, Langkat,
Cirebon, Lampung, Majalengka, Lamongan, Pati, Sidoarjo, Ogan Komering Ilir, Pasuruan, Klaten, Bantul, dan Deli Serdang.
Gambar 31. Pertanaman tebu dengan sistim juring ganda (PKP 135+50 cm) di kabupaten Blora
60. Dua formula biaditif untuk BBM
Formula bioaditif berbasis tanaman atsiri khususnya minyak seraiwangi dapat menghemat 10-25% bensin dan 10-30%.
61. Teknologi grafting pada jambu mete
Dapat menyediakan benih tanaman jambu mete lebih cepat 3 bulan dibandingkan dengan cara grafting yang dilakukan selama ini (menggunakan
batang bawah umur ± 1 bulan) dengan tingkat keberhasilan >80%.
62. Epicotyl grafting tanaman pala jantan dan betina
Salah satu faktor pembatas dalam budidaya pala adalah ketersediaan bahan tanaman yang telah diketahui jenis kelaminnya. Pala termasuk tanaman berumah dua (dioecious), sehingga dikenal ada tanaman jantan, betina dan
hermaprodit. Buah hanya dihasilkan oleh tanaman betina dan hermaprodit, sedangkan tanaman jantan hanya menghasilkan bunga yang diperlukan untuk penyerbukan.Tanaman betina lebih banyak menghasilkan buah
dibandingkan dengan yang hemaprodit, sehingga untuk tujuan komersial yang dikembangkan adalah tanaman betina dan jantan.
Secara umum komposisi antara jantan dan betina (sex ratio) adalah satu
tanaman jantan untuk 10-30 tanaman, namun makin dekat jarak antara tanaman betina ke tanaman jantan, buahnya akan lebih banyak. Oleh karena itu selain komposisi (sex ratio) maka posisi yang tepat antara
tanaman betina dan jantan di lapang juga perlu diperhatikan agar tanaman betina dapat berproduksi secara optimal. Hal tersebut sangat sulit dilakukan apabila tanaman pala diperbanyak dengan cara generatif (biji) yang selama
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian | 45
ini dilakukan karena sampai saat ini belum ada metode yang dapat
mengetahui jenis kelamin pala pada saat masih dipembibitan. Oleh karena itu perlu teknik perbanyakan vegetatif tanaman pala yang lebih tepat dan cepat.Salah satu caranya adalah melaui epicotyl grafting, yaitu
menggunakan batang bawah berumur < 1 bulan.
Hasil penelitian tahun 2012-2013 menunjukkan bahwa cara epicotyl grafting tingkat keberhasilannya mencapai 80-97% dan dan tanaman yang hidup
98% serta penyediaan benih pala jantan dan betina siap tanam lebih cepat 3-4 bulan sehingga akan menghemat biaya pemeliharaan benih dipembibitan. Kegunaan : komposisi dan posisi tanaman pala jantan dan
betina yang tepat dapat meningkatkan produksi pala. Target pengguna: Penentuan komposisi (sex ratio) yakni posisi yang tepat antara tanaman betina dan jantan di lapang dalam peremajaan tanaman pala perlu
diperhatikan agar tanaman betina dapat berproduksi secara optimal.
63. Formula pupuk makro dan mikro untuk meningkatkan
pertumbuhan produksi cengkeh
Formula pupuk yang terdiri dari unsur hara makro NPKMg dan mikro B dan Zn dalam bentuk tablet yang diformulasi khusus untuk meningkatkan
pertumbuhan dan produksi tanaman cengkeh. Kegunaan: Formula pupuk dapat digunakan untuk intensifikasi dan rehabilitasi cengkeh serta mengurangi fluktuasi hasil cengkeh. Target pengguna: Perkebunan cengkeh
rakyat dan perkebunan besar.
64. Formula bio insektisida yang prospektif mengendalikan wereng coklat
Penggunaan bio insektisida dengan formula piretrum pada konsentrasi 5ml/lt air yang diaplikasikan secara kontak menyebabkan mortalitas wereng 82,5 - 85% pada pengamatan jam pertama setelah aplikasi. Pada konsentrasi lebih
rendah 20ml/lt air mortalitas wereng berkisar 48,75 – 60%, jauh lebih efektif dibanding penggunaan insektisida sintetis (kontrol positif) pada konsentrasi 2ml/lt air yang hanya menimbulkan mortalitas sebesar 26,25%.
Aplikasi residu pada daun (leaf residu method) mengakibatkan mortalitas pada hari pertama setelah penyemprotan sebesar 70 - 85%; pada hari
kedua sebesar 50 - 65%; pada ke tiga sebesar 40 - 42,5% dan pada hari ke empat sebesar 30 - 40%. Sebagai pembanding, penggunaan formula mimba pada hari pertama menimbulkan mortalitas sebesar 15 - 27,5%,
pada hari kedua sebesar 5 - 20%; pada hari ketiga sebesar 10% - 12,5% dan pada hari keempat sebesar 10 - 12,5%; sementara pada insektisida sintetis pada hari pertama mengakibatkan mortalitas 20%; hari kedua
sebesar 12,5%; hari ketiga sebesar 10% dan hari keempat sebesar 10%.
65. Teknologi Penanganan Dan Penyimpanan Biji Pala
Indonesia sebagai negara pengekspor pala terbesar di dunia, dari tahun ke
tahun mengalami penurunan akibat seringnya terjadi penolakan oleh
46 | Laporan Kinerja Puslitbang Perkebunan 2018
negara-negara importir karena tidak sesuai dengan persyaratan mutu yang
mereka tetapkan, terutama mengenai kandungan alfatoksin yang melebihi batas maksimum. Penanganan yang baik dan benar pada biji pala perlu diperhatikan untuk mengurangi cemaran aflatoksin. Teknologi penanganan
dan penyimpanan biji pala dengan cara: Pala dijemur sampai kadar air 8-10%, kemudian dikemas dalam plastik jenis polietilen, dan ditempatkan pada suhu 20-25oC. Dengan cara ini menghasilkan lpala degan kandungan
Alfatoksin jenis B1, B2, G1, dan G2 memenuhi standar, kadar air dan kandungan minyak atsiri relative stabil.
66. Pengendalian Pengisap Buah Lada Dasynus piperis China dengan
Pestisida Nabati dan Parasitoid Telur Anastatus dasyni Ferr..
Pestisida nabati minyak mimba dan atau minyak cengkeh pada pertanaman lada yang diaplikasikan dengan di semprot dengan konsentrasi 5 ml/liter
dapat menurunkan populasi hama pengisah buah lada (D. piperis). Aplikasi parasitoid A. dasyni pada pertanaman lada menurunkan populasi pengisap
buah lada. Keberlanjutan populasi parasitoid A dasyni ditentukan oleh keberadaan inang penghasil nectar yaitu Asystatus gengetica.
Gambar 32. Beberapa Telur Dasynus piperis yang terparasit oleh Anastatus
dasyni pada pertanaman lada di Bangka
67. Penerapan Teknologi Pengendalian Hama Utama Tanaman Kakao Ramah Lingkungan Menggunakan Pestisida Nabati dan Pestisida
Hayati.
Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) kakao yang banyak ditemukan di
sentra-sentra produksi kakao di Indonesia adalah hama Penggerek Buah Kakao (PBK) dan Helopeltis sp. Serta penyakit busuk buah kakao. Pengendalian yang dilakukan petani umumnya masih menggunakan
pestisida kimiawi yang seringkali mempunyai dampak negatif terhadap lingkungan dan kesehatan. Untuk itu perlu diupayakan satu cara
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian | 47
pengendalian yang efektif dan aman terhadap lingkungan, yaitu
menggunakan pestisida nabati dan pestisida hayati.
Pengendalian hama utama kakao dengan penggunaan pestisida nabati dan pestisida hayati yang diaplikasikan dengan cara disemprotkan 2 minggu
sekali dikombinasikan dengan pemangkasan tanaman kakao dan tanaman penaung, pembuatan rorak diantara tanaman kakao dan pemupukan dengan pupuk kandang mampu menurunkan tingkat serangan/ kerusakan
hama PBK dan Helopeltis sp. Pada buah kakao serta menghasilkan produksi buah yang dipanen lebih banyak dibanding kontrol.
68. Teknologi pembuatan VCO dari kopra putih dengan metode kering
Unit proses terdiri dari unit pengeringan sistem oven dengan suhu terkendali agar diperoleh kopra putih. Unit penggilingan (penghancuran kopra putih) dan unit pengepresan (pemisahan minyak dan ampas dari hancuran kelapa)
menggunakan peralatan spesifik yakni komponen bahan yang kontak langsung dengan bahan yang diolah mengunakan stainless steel, untuk
meminimalkan terjadinya proses oksidasi terhadap bahan olah. Kapasitas olah sekitar 20 kg hancuran kopra putih / jam.
Proses pengolahan harus berlangsung cepat, untuk menghindari proses
fermentasi/pembusukan daging buah. Bahan baku adalah buah kelapa dalam matang umur 11-12 bulan. Proses pengeringan dengan sistem oven, pengeringan pada suhu 55-60 oC selama 28-30 jam. Penggilingan dan
pengepresan menggunakan alat penggilingan dan pengepresan spesifik seperti diuraikan pada unit proses.
Minyak yang dihasilkan dikelompokkan menjadi dua kelompok, yakni:
Kelompok 1 (berpeluang sebagai VCO); kadar air 0,05-0,07 %, kadar FFA 0,05-0,08%, bilangan peroksida 0,11-0,14 mg ek/kg, dan warna minyak jernih. Kelompok 2 (minyak goreng); kadar air > 0,07%, kadar FFA 0,10-
0,12%, bilangan peroksida 0,15-0,17 mg ek/kg, dan warna minyak kuning muda. Standar mutu VCO, menurut APPC (2005) yakni kadar air 0,1-0,3%, FFA kurang dari 0,5%, bilangan peroksida kurang dari 3, berwarna jernih
seperti air, bebas dari bau asing dan tidak rasa tengik.
Keunggulan teknologi:
Tidak menggunakan air proses.
Kepraktisan dalam proses pengolahan produk minyak/VCO, hemat
tenaga kerja dan energi.
Limbah (ampas kelapa) sudah matang siap digunakan sebagai pakan
ternak.
Kegunaan:
Perbaikan mutu kopra dan peningkatan nilai tambah komoditas kelapa
dan pendapatan petani, melalui kelompok tani/gabungan kelompok tani.
48 | Laporan Kinerja Puslitbang Perkebunan 2018
Pemberdayaan kelompok tani/gabungan kelompok tani pada pengolahan
produk minyak kelapa/VCO sistem mekanis yang efisien.
Gambar 33. Alat pengepres minyak kopra putih.
69. Biofungisida dengan bahan aktif Trichoderma untuk pengendalian
penyakit jamur akar putih (JAP) pada karet.
Penyakit jamur akar putih (JAP) yang disebabkan oleh Rigidoporus microporus dan Rigidoporus lignosus menginfeksi sejak di pembibitan
sampai tanaman karet di lapang.Pengendalian dengan menggunakan biofungisida berbahan aktif Trichoderma dapat mencegah dan menekan
infeksi JAP di pembibitan sampai 90%, serta menekan infeksi pada pohon karet di lapang.
Pembuatan biofungisida: Biakan murni Trichoderma virens dan Trichoderma amazonicum pada media potato dextrose agar (PDA) disiapkan sebagai inokulum. Lima potong inokulum diameter 0,4 cm diinokulasikan pada media ekstrak kentang gula (EKG) steril 5 liter dalam galon ukuran 10 liter.
Perbanyakan Trichoderma pada media cair menggunakan rangkaian fermentor sederhana, dan diinkubasi selama 5-7 hari. Sebanyak 500 ml dengan kerapatan 108 spora/ml dicampurkan pada 1 kg talc steril pada
loyang (1:2), dan dikeringanginkan.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian | 49
Gambar 34. Proses pembuatan formula biofungisida berbahan aktif Trichoderma
Cara aplikasi biofungisida pada bibit karet adalah dengan membuat lubang
disekeliling bibit dengan kedalaman ± 7 cm. Kemudian biofungisida ditaburkan sebanyak 50 g dan ditutup kembali dengan media tanam (Gambar 39). Sedangkan pada pohon karet diaplikasikan dengan membuat
lubang alur disekeliling pohon karet dengan kedalaman ± 10 cm dan berjarak 50 cm dari leher akar. Biofungisida ditaburkan disekeliling pohon dan lubang alur ditutup kembali (Gambar 39). Untuk tindakan pencegahan
terhadap penyakit JAP, biofungisida dapat diaplikasikan sebelum tanam, baik di pembibitan maupun di lapang.
Gambar 35. Cara aplikasi formula biofungisida pada bibit dan pohon karet
70. Pupuk K slow release untuk meningkatkan rendemen tebu
Pupuk K slow release berbentuk granule dan tablet dengan potensi K tersedia hingga 6-9 bulan setelah aplikasi dengan dosis 180 kg K2O/ha.
50 | Laporan Kinerja Puslitbang Perkebunan 2018
Formulasi ini diharapkan sesuai dengan pola kebutuhan hara K pada
tanaman tebu mulai awal tanam hingga saat pengisian sukrosa, sehingga dapat meningkatkan rendemen tebu. Pupuk KSR Tablet 10 gram dengan press tekanan piston hidrolis dan hasilnya dapat memenuhi kriteria
kekerasan.
71. Teknologi Protokol Perbenihan Tebu PC
Perlakuan Hot Water Treatment pada suhu 52 0C selama 30 menit, dapat
menghindarkan benih tebu dari serangan hama penggerek batang dan penggerek pucuk. Dengan perlakuan HWT, tingkat serangan hama tersebut dapat menurun dari 2,48% menjadi 0,52% pada varietas BL, dan dari
1,81% menjadi 1,09% pada varietas PSJK 922, yaitu tingkat serangan yang masuk kategori dibawah standar.
Gambar 36. Panen benih tebu umur 5 bulan (kiri), pembersihan pelepah tebu (tengah), pengambilan mata tebu dengan bor bud chip (kanan)
Gambar 37. Proses HWT pada 52ºC selama 30 menit (kiri), pesemaian benih bud
chip pada pengujian daya mengecambah
72. Pengendalian penyakit tebu melalui benih sehat (Pengendalian penyakit dengan Hot water Treatment (HWT) dan kultur meristem
pada tanaman tebu)
Pengendalian penyakit tebu melalui benih sehatdilakukan dengan teknik HWT menggunakan mesin waterbath dengan suhu 50oC selama 2 jam
didahului dengan perendaman ruas/mata tebu dalam air mengalir selama 5-48 jam untuk mengeliminasi keberadaan bakteri Leifsonia xyli subsp xyli sebagai penyebab penyakit RSD (Ratoon Stunting Disease).
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian | 51
Ruas/mata tebu
Perendaman air mengalir
5-48 jam
Proses HWT 50oC, 2 jam
dengan Waterbath
Gambar 38. Perlakuan benih tebu
73. Bio Fertilizer untuk peningkatan produksi dan rendemen tebu
Dibandingkan paket dosis petani, penambahan pupuk hayati (penambat N dan pelarut P) + Pupuk hijau Crotalaria juncea dapat:
a. Mengefisienkan penggunaan pupuk anorganik N dan P sebanyak 25%
b. Meningkatkan kesuburan tanah, yaitu populasi bakteri tanah meningkat
c. Meningkatkan hablur gula sebesar 5%, yaitu menghasilkan hablur gula sebanyak 14,41 ton/ha
Gambar 39. Perbedaan Tanaman tebu yang ditanami C. junceadan yang tidak ditanami C. juncea pada umur 3 bulan setelah kepras
74. Biofungisida untuk mengendalikan P. palmivora pada kakao
Biotri-V merupakan formula biofungisida berbahan spora Trichoderma viride untuk mengendalikan Phytophthora palmivora pada kakao. Perbanyakan
massal spora menggunakan media molase 5% pada suhu kamar. Kandungan spora dalam formula sekitar 1 x 106 spora. Dosis aplikasi pada buah kakao sekitar 10 gram/liter. Aplikasi di lapangan dengan cara
52 | Laporan Kinerja Puslitbang Perkebunan 2018
disemprotkan pada seluruh permukaan buah, terutama buah yang masih
pentil berukuran antara 5 - 10 cm. Biotri-V juga dapat diaplikasikan pada tanah dan dicampur dengan pupuk organik untuk mengendalikan patogen tular tanah.
Gambar 40. Formula biofungisida untuk mengendalikan P. Palmivora pada kakao
75. Formula pupuk organik diperkaya dengan mikroba pelarut P
Pakuwon Bio Fertilizer merupakan biofertilizer yang mengandung terdiri dari mikroba pemfiksasi N, pelarut hara P dan K, dengan kepadatan populasi 105-108 per gram dalam bahan pembawa yang sangat efektif untuk
meningkatkan pertumbuhan dan produktivitas pada tanaman kopi. Pakuwon Bio Fertilizer ini pada tanaman kopi dapat memacu pembungaan serempak, merangsang peningkatan buah jadi, meningkatkan jumlah cabang sekunder,
pematangan buah serempak dan membuat sifat fisik tanah menjadi remah serta mengurangi penggunaan pupuk buatan.
Aplikasi saat tanam dengan menaburkan 25 gram Pakuwon Biofertilizer per
lubang tanam yang telah diberi pupuk organik bersamaan waktunya dengan penanaman benih. Pada tanaman kopi dewasa diaplikasikan dengan cara menaburkan 50 gram/pohon/tahun Pakuwon Biofertilizer ke dalam rorak,
tempat dimana pupuk organik diberikan kemudian ditimbun dengan tanah (topsoil).
Dari hasil analisis di laboratorium, Pakuwon Biofertilizer mempunyai pH 6,5-8,0% dengan kandungan C-organik 3,13%; N total 0,13%; P2O5 total 0,04%; K2O total 0,32%; Mg total 0,36%; total bakteri aerob 2,98 x 109
cfu/g; total bakteri anaerob 1,62 x 109 cfu/g; serta uji patogenisitas menunjukkan negatif.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian | 53
Gambar 41. Pupuk hayati Pakuwon Biofertilizer
76. Teknologi Peremajaan Karet Secara Bertahap
Teknologi Peremajaan tanaman karet rakyat secara bertahap merupakan
cara peremajaan yang dilakukan setahap demi setahap sesuai dengan kemampuan petani, satu tahap dilakukan satu tahun (Gambar 9). Tahap peremajaan dilakukan maksimal 3 tahap atau paling lama 3 tahun. Tahapan
adalah tingkat penebangan dan peremajaan yang dilakukan petani pada kebun karetnya. Tingkat penebangan dilakukan pada baris tanaman karet, sesuai dengan tingkat penebangan atau tahap peremajaan yang dipilih.
Peremajaan 30-30-40%, artinya penebangan dilakukan pada baris sebanyak 30% dari jumlah baris tanaman karet tua yang ada yang dilkakukan pada tahun pertama, kemudian 30% pada tahun ke dua dan 40% pada tahun ke
tiga, demikian selanjutnya untuk peremajaan 50-50%, dan 70-30%, namun cara peremajaan ini hanya sampai dua tahun. Peremajaan bertahap dengan tingkat penebangan 30-30-40% sesuai untuk petani dengan kemampuan
yang paling lemah dibandingkan dengan tingkat penebangan dan peremajaan yang lebih tinggi, yang memerlukan modal yang lebih besar.
Baris tanaman merupakan jumlah tanaman yang dijadikan acuan pada cara
peremajaan bertahap. Pada jarak tanaman 3 x 6 meter, 3 meter adalah jarak tanaman dalam barisan (satu baris), sedangkan 6 meter merupakan jarak antar baris. Peremajaan tanaman karet pada barisan tanaman
memberikan ruang seluas jarak antar baris yang cukup lebar yang dapat ditanami dengan tanaman sela. Peremajaan bertahap menyisakan tanaman
tua yang belum ditebang, sehingga menyebabkan terjadinya naungan terhadap tanaman karet muda dan tanaman sela yang ditanam diantara baris. Naungan ini akan mempengaruhi pertumbuhan tanaman karet muda
dan tanaman selanya.
54 | Laporan Kinerja Puslitbang Perkebunan 2018
Gambar 42. Teknologi Peremajaan tanaman karet rakyat secara bertahap
Jenis tanaman sela yang dipilih adalah jenis tanaman sela semusim yang
umurnya sekitar 4 bulan. Tanaman jagung merupakan salah satu jenis tanaman sela semusim yang habitusnya lebih tinggi dari tanaman karet
muda. Sedangkan tanaman sela kacang tanah mempunyai habitus yang lebih rendah dan dapat memperkaya tanah dengan nitrogen dari hasil absorbsinya dari udara melalui rhizobium yang dimiliki pada bintil-bintil
akarnya. Modal yang diperlukan untuk peremajaan bertahap termasuk biaya penanaman, pemeliharaan tanaman dan pasca panen tanaman sela yang dilakukan sebanyak dua kali tanam dalam setahun, yang disesuaikan dengan
tersedianya air (hujan).
Penanaman tanaman karet yang diremajakan dilakukan sesuai dengan standar operasional prosedur tanaman karet yang direkomendasi yaitu
ukuran lubang tanam 60x60x40 cm, pembersihan bobokor, penyiangan, pengendalian hama dan penyakit. Pemupukan dilakukan sekali 4 bulan yaitu pada bulan Maret, Agustus dan Nopember, pemupukan ditunda apabila tidak
terdapat hari hujan atau tanah terlalu kering. Sedangkan pemupukan pada tanaman tua hanya dilakukan pada tahun pertama terhadap tanaman yang belum ditebang.
Pendapatan petani selama peremajaan diperoleh dari; 1) hasil penjualan kayu karet yang ditebang, 2) hasil penyadapan karet tua, dan 3) hasil panen
tanaman sela. Sedangkan keberlanjutan pendapatan dilihat dari pendapatan yang diperoleh selama 1 tahun, yang diperoleh dari pendapatan ketiga atau sebagian dari sumber pendapatan tersebut di atas. Pendapatan dianggap
tidak berkelanjutan apabila tidak terdapat pendapatan sama sekali dari ke tiga sumber tersebut di atas.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian | 55
77. Teknologi penyediaan bahan tanam karet dengan okulasi hijau
Okulasi masih merupakan metoda terbaik pada perbanyakan benih tanaman karet. Teknik okulasi dibedakan menjadi tiga yaitu okulasi dini, okulasi hijau dan okulasi coklat. Perbedaan ketiga cara tersebut terletak pada umur
batang bawah dan batang atas yang digunakan pada proses okulasinya. Okulasi hijau dapat dilakukan pada umur batang bawah 4-6 bulan dan batang atas 4-6 bulan, dengan garis tengah 1-1.5 cm dan masih berwarna
hijau dengan mata okulasi yang digunakan mata sisik dan mata daun. Okulasi coklat dilakukan pada umur batang bawah 8-12 bulan dan batang atas 8-12 bulan, dengan garis tengah > 2 cm dan berwarna coklat dengan
mata okulasi yang digunakan mata daun. Okulasi hijau dikerjakan pada batang bawah dengan ukuran yang relatif kecil sehingga pembenihan batang bawah langsung di dalam polibag akan lebih terjamin.
Keunggulan penggunaan benih karet hasil okulasi hijau yang dilaksanakan langsung di dalam polibag diantaranya adalah: mempersingkat waktu
penyediaan benih polibag berpayung daun dua menjadi 7-9 bulan dihitung sejak pengecambahan, atau 4-6 bulan lebih singkat dibandingkan okulasi coklat yang biasa dikerjakan. Tanaman karet hasil okulasi merupakan
tanaman klonal yang lebih baik dibandingkan tanaman asal biji, yaitu pertumbuhannya seragam, sifat mendekati induknya, variasi antar individu sangat kecil dan produktivitasnya lebih tinggi.
Gambar 43.Teknologi penyediaan bahan tanam karet dengan okulasi hijau
78. Teknologi pengendalian terpadu hama penggerek buah kakao (PBK)
Penggerek buah kakao (PBK) Conopomorpha cramerella merupakan hama
tanaman kakao yang paling penting saat ini dan memiliki bioekologi yang khas. Hama ini sulit dideteksi keberadaannya dan sulit dikendalikan karena selama stadium larva berada dalam buah kakao. Mengingat semakin luasnya
penyebaran hama PBK dan besarnya kerugian yang ditimbulkannya maka perlu segera diupayakan metode penanggulangan yang efektif dan efisien. Pengendalian hama ini tidak mungkin hanya mengandalkan satu teknologi
56 | Laporan Kinerja Puslitbang Perkebunan 2018
pengendalian, tetapi harus dilaksanakan dalam satu paket teknologi
pengendalian terpadu (PHT).
Paket teknologi PHT PBK sebagai berikut:
a. Penanaman atau sambung samping dengan klon ICCRI 07 dan Sulawesi
03 yang terbukti tahan PBK untuk kegiatan peremajaan dan rehabilitasi kebun kakao rakyat di wilayah endemik PBK.
b. Melakukan pemupukan berimbang dengan memadukan pupuk kimia dan
pupuk organik yang memanfaatkan serasah daun kakao, buah kakao terinfeksi hama dan penyakit, kulit kakao dan limbah perkebunan kakao lainnya.
Gambar 44. Proses pembuatan pupuk organik dari limbah kebun kakao
c. Melakukan pemangkasan secara periodik. Hal ini dilakukan mengingat bahwa salah satu kelemahan imago PBK adalah tidak menyukai sinar
matahari langsung sehingga bila dilakukan pemangkasan yang teratur akan dapat menekan populasi hama. Disamping itu, pemangkasan bentuk pohon kakao dengan membatasi tinggi tajuk tanaman maksimum
3-4 meter akan memudahkan saat pengendalian dan panen.
d. Melakukan panen sering pada saat buah masak awal dengan rotasi 1 minggu. Kegiatan panen ini harus segera diikuti dengan pemecahan
buah pada hari itu juga, kemudian kulit buah dikumpulkan dan dibenamkan ke dalam tanah serta ditimbun tanah setebal 20 cm. Kegiatan ini akan secara signifikan dapat memutus siklus hidup dari PBK.
e. Melakukan sanitasi kebun dengan cara membersihkan areal kebun dari daun-daun kering, tanaman tidak sehat, ranting kering, kulit buah maupun gulma yang berada di sekitar tanaman. Kondisi lingkungan yang
bersih ini tidak sesuai dengan lingkungan untuk berkembangnya hama PBK.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian | 57
Gambar 45. Kegiatan pemangkasan pemeliharaan secara rutin
f. Melakukan penyarungan buah muda berukuran 5–8 cm dengan plastik. Teknik penyarungan buah ini sangat efektif dan efesien apabila dilakukan
pada tanaman kakao yang pohonnya masih pendek atau pohon kakao hasil sambung samping. Kantong plastik yang digunakan dapat menggunakan bekas mie instan atau bungkus makanan lainnya.
Teknisnya sangat mudah, yaitu dengan cara mengikatkan ujung bagian atas dari kantong plastik pada tangkai buah dan bagian ujung bawah dari buah dibiarkan tetap terbuka. Dengan penyelubungan buah
tersebut, imago betina tidak bisa meletakkan telur pada kulit buah sehingga buah akan terhindar dari serangan PBK.
Gambar 46. Penyarungan buah kakao dengan plastik
g. Memelihara predator PBK berupa semut hitam (Dolichoderus thoracicus). Semut ini juga telah terbukti mampu mengendalikan hamaHelopeltis spp. Cara yang paling mudah untuk memelihara semut hitam adalah dengan
58 | Laporan Kinerja Puslitbang Perkebunan 2018
meletakkan sarang semut yang terbuat dari lipatan daun kelapa atau
daun kakao, kemudian diberi larutan gula merah.
Gambar 47. Gejala serangan (A), kerusakan (B) dan larva (C)
Gambar 48. Morfologi kulit buah kakao yang tahan terhadap PBK
79. Teknologi pengendalian terpadu penyakit busuk buah kakao (BBK)
Phytophthora palmivora merupakan jamur patogen penyebab penyakit
busuk buah kakao (BBK). Patogen ini menyerang berbagai bagian tanaman kakao, meliputi: daun, pangkal batang, batang, ranting, pucuk, bantalan
A
B
C
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian | 59
bunga, dan buah. P. palmivora dapat menyerang kakao pada berbagai
tingkatan umur, mulai dari pembibitan sampai pada tanaman menghasilkan.Intensitas serangan patogen ini dapat mencapai 85% pada daerah-daerah yang mempunyai curah hujan tinggi.Secara ekonomis,
serangan patogen ini telah mengakibatkan penurunan produksi kakao dunia sebesar 10-30%, sedangkan di Indonesia telah mengakibatkan kehilangan hasil 15-53%.
P. palmivora sangat sulit dikendalikan karena umumnya bertahan hidup dalam bentuk miselium dan klamidospora pada bagian tanaman yang terinfeksi atau di dalam tanah. Implementasi pengendalian penyakit busuk
buah kakao harus dilaksanakan secara terpadu. Beberapa komponen teknologi pengendalian yang telah dilakukan dan mampu menurunkan intensitas serangan patogen ini, antara lain:
1) Sanitasi kebun. Langkah paling penting dalam upaya pengendalian penyakit secara terpadu adalah menghilangkan sumber inokulum
patogen dari kebun. Oleh sebab itu semua buah yang terinfeksi P. palmivora baik yang masih berada di pohon atau yang jatuh ke permukaan tanah, kulit buah dari limbah panen, ranting dan daun dari
pemangkasan harus dibersihkan kemudian dikubur atau didekomposisi untuk dijadikan pupuk organik.
2) Pemangkasan pemeliharaan. Perkembangan P. palmivora tergantung
pada kelembaban kebun dan sangat peka terhadap cekaman suhu dan kekeringan. Oleh sebab itu aktivitas pemangkasan pemeliharaan sangat efektif menurunkan intensitas serangan penyakit busuk buah kakao.
3) Pemanfaatan mikroorganisme antagonis. Pemanfaatan jamur antagonis Trichoderma viride terbukti efektif menekan perkembangan patogen P. palmivora pada pembibitan. Aplikasi biofungisida berbahan aktif spora T. viride terbukti mampu menghambat perkembangan penyakit busuk buah di laboratorium dan lapangan.
4) Pemanfaatan fungisida nabati. Minyak cengkeh dan serai wangi yang
diformulasikan terbukti mampu menurunkan intensitas serangan penyakit busuk buah di lapangan.
5) Penggunaan asap cair. Potensi asap cair sebagai senyawa antimikroba dapat dimanfaatkan untuk mengendalikan patogen tanaman. Penggunaan asap cair dari tempurung kelapa hanya dengan konsentrasi
0,1% mampu menghambat pertumbuhan P. palmivora di cawan petri. Penggunaan asap cair dari limbah kebun kakao untuk mengendalikan penyakit BBK paling memungkinkan untuk dikembangkan di tingkat
petani, karena mudah dan murah membuatnya serta ketersediaan bahan baku yang melimpah di lapangan.
Teknologi pengendalian penyakit busuk buah kakao (BBK) secara terpadu ini
dapat menurunkan tingkat serangan di lapangan sebesar 80%.
60 | Laporan Kinerja Puslitbang Perkebunan 2018
Gambar 49. (A) Gejala serangan Phytophthora palmivora pada buah kakao, (B) Produk biofungisida berbahan aktif spora jamur antagonis Trichoderma viride
80. Teknologi pemupukan organik dengan pelarut P dan K pada
tanaman kopi Robusta
Penggunaan pupuk buatan serta input lainnya secara terus menerus, dalam
jangka panjang, akan menyebabkan tanah menjadi cepat mengeras, kurang mampu menyimpan air, dan cepat menjadi asam. Kondisi demikian menyebabkan kesuburan tanah menurun, yang berdampak buruk terhadap
pertumbuhan dan produksi kopi. Dengan demikian diperlukan teknologi budidaya yang tepat, efisien dan ramah lingkungan dalam meningkatkan produktivitas dan mutu kopi.
Alternatif yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas tanah sekaligus meningkatkan produktivitas kopi Robusta adalah menggunakan teknologi pemupukan kopi Robusta yang ramah lingkungan. Teknologi pemupukan
kopi Robusta ramah lingkungan, yaitu menggunakan pupuk kandang ayam sebanyak 3 kg/pohon/tahun, pupuk hayati dengan kandungan aspergillus dan bacillus sebanyak 20 g/pohon/tahun, dan aplikasi pupuk NPK 2 kali per
tahun dengan dosis 50%. Keunggulan yang ditonjolkan dari teknologi pemupukan organik dengan pelarut P dan K pada tanaman kopi Robusta ini adalah mampu mengurangi penggunaan pupuk kimia sebesar 50% dengan
tetap memiliki produktivitas yang tinggi.
A B
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian | 61
Gambar 50. Aplikasi formula pupuk hayati pada tanaman kopi dengan dosis NPK 2 kali per tahun dosis 50%.
Gambar 51. Keragaan tanaman kopi setelah aplikasi
IKSK 02: Rasio hasil penelitian dan pengembangan perkebunan pada
tahun berjalan terhadap kegiatan penelitian dan pengembangan perkebunan yang dilakukan pada tahun berjalan
Indikator kinerja sasaran ke-2 yang memberikan kontribusi dalam perjanjian
kinerja (PK) Puslitbang Perkebunan adalah “Rasio hasil penelitian dan pengembangan Perkebunan pada tahun berjalan terhadap kegiatan penelitian dan pengembangan perkebunan yang dilakukan pada tahun berjalan”. Realisasi
indikator kinerja sasaran ini pada tahun 2018 telah sesuai target (realisasi 100%) dan termasuk ke dalam kategori berhasil.
62 | Laporan Kinerja Puslitbang Perkebunan 2018
Tabel 10. Target dan realisasi capaian indikator kinerja 2
Indikator Kinerja Target
(%)
Realisasi
(%)
Persentase
(%)
Rasio hasil penelitian dan
pengembangan tanaman pangan pada tahun berjalan terhadap kegiatan penelitian dan
pengembangan perkebunan yang dilakukan pada tahun berjalan.
100 100 100
Target tersebut di capai dari kegiatan penelitian utama Puslitbang Perkebunan pada tahun 2018, dengan rincian hasil sebagai berikut :
Kegiatan 1: Terciptanya Varietas Unggul Baru Tanaman Perkebunan 10
Varietas
Kegiatan perakitan varietas unggul baru tanaman perkebunan telah menghasilkan 21 varietas unggul baru dari target 10 VUB yang terdiri dari 2 VUB
Tebu, 3 VUB Kapas, 2 VUB Jarak Kepyar, 4 VUB Kelapa, 2 VUB Aren, 1 VUB Pinang 1 VUB Lada, 1 VUB Pala, 4 VUB Kopi dan 1 VUB Indigovera dengan penjelasan sebagai berikut :
1. Tebu Varietas PSMLG 1 AGRIBUN
Varietas unggul baru (VUB) tebu PSMLG 1 Agribun adalah hasil persilangan PS 951 X IRK 67-1 (Introduksi dari Jepang). VUB PSMLG 1 Agribun ini
mempunyai warna batang kuning-kemerahan, tinggi tanaman mencapai 310 cm, dengan keunggulan sifat pelepah daun mudah lepas, masuk tipe
kemasakan awal – tengah, daya kepras baik, kadar sabut 14,8%, dengan potensi produksi tebu 94 - 140 ton/ha, rendemen 7,5 – 10,6 %, dan produksi hablur gula 8,0 – 10,6 ton/ha. Keunggulan VUB PSMLG 1 Agribun ini adalah
moderat tahan terhadap Penggerek pucuk (top borer), Penggerek batang (stem borer), Pokahboeng, dab Mosaic, serta tahan terhadap karat daun, noda cincin, luka api dan RSD. VUB PSMLG 1 Agribun ini sesuai pada lahan
kering tegalan jenis tanah inceptisol dengan tipe iklim C3.
Gambar 52. Penampilan Varietas Unggul Baru (VUB) Tebu PSMLG 1 AGRIBUN
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian | 63
2. Tebu Varietas PSMLG 2 AGRIBUN
Varietas unggul baru (VUB) tebu PSMLG 2 Agribun adalah hasil persilangan VMC 87 -599 polycross. VUB PSMLG 2 Agribun ini mempunyai karakter warna batang kuning-kecoklatan, warna daun hijau kehijauan, tinggi tanaman
mencapai 325 cm, dengan keunggulan sifat pelepah daun mudah lepas, masuk tipe kemasakan awal – tengah, daya kepras baik, kadar sabut 14,5%, dengan potensi produksi tebu 97 - 127 ton/ha, rendemen 7,2 – 10,9 %, dan
produksi hablur gula 8,9 – 11,8 ton/ha. Keunggulan VUB PSMLG 2 Agribun ini adalah moderat tahan terhadap Penggerek pucuk (top borer), Penggerek batang (stem borer), tahan terhadap Pokahboeng, rentan Mosaic dan Mosaic
bergaris, serta tahan terhadap karat daun, noda merah noda kuning, rentan terhadap luka apidan RSD. VUB PSMLG 2 Agribun ini sesuai pada lahan kering tegalan jenis tanah inceptisol dengan tipe iklim C3.
Gambar 53. Penampilan VUB Tebu PSMLG 2 AGRIBUN
3. Kapas Varietas Bronesia 1
Varietas unggul baru kapas Bronesia 1 adalah hasil persilangan tunggal Kanesia 7 x RLBL dan dilanjutkan dengan pedigree. VUB ini mempunyai
keunggulan percabangan kompak, warna serat Cokelat muda (Munsell : 7.5 YR 7/6, RHS : Greyed Orange Group 165C), potensi produksi : 1.359,7 – 2.534,6 kg kapas berbiji/ha tanpa pengendalian hama; kandungan serat
33,6%, mutu kehalusan serat 5,7 mikroner, kekuatan serat 22,4 g/tex, panjang serat 23,9 mm, keseragaman serat 84,7 %, mulur serat 6,9%. Varietas Bronesia 1 moderat toleran terhadap kekeringan, agak rentan
terhadap hama A. biguttula dengan kerapatan bulu daun 197,3 bulu/cm2 (sedikit). Mutu serat memenuhi syarat yang diinginkan industri tekstil.
64 | Laporan Kinerja Puslitbang Perkebunan 2018
Gambar 54. Penampilan Varietas Kapas Bronesia 1
4. Kapas Varietas Bronesia 2
Varietas unggul baru kapas Bronesia 2 adalah hasil persilangan tunggal Kanesia 8 x RLBL dan dilanjutkan dengan pedigree. VUB ini mempunyai
keunggulan percabangan menyebar, warna serat Cokelat muda terang (Munsell : 6,0 YR 7/6 RHS : Greyed Orange Group 165D), potensi produksi : 1.287,0 – 2.492,5 kg kapas berbiji/ha tanpa pengendalian hama; kandungan
serat 34,5%, mutu kehalusan serat 4,0 mikroner, kekuatan serat 23,7 g/tex, panjang serat 25,7 mm, keseragaman serat 84,9%, mulur serat 5,9%. Varietas Bronesia 2 moderat toleran terhadap kekeringan, agak rentan
terhadap hama A. biguttula dengan kerapatan bulu daun 197 bulu/cm2 (sedikit). Mutu serat memenuhi syarat yang diinginkan industri tekstil.
Gambar 55. Penampilan Varietas Kapas Bronesia 2
5. Kapas Varietas Bronesia 3
Varietas unggul baru kapas Bronesia 3 adalah hasil persilangan tunggal
Kanesia 8 x 73814 dan dilanjutkan dengan pedigree. VUB ini mempunyai keunggulan percabangan menyebar, warna serat Cokelat tua (Munsel : 5,0 YR 6/10, RHS : Greyed Orange Group 164A), potensi produksi : 1.231,3 –
2.288,3 kg kapas berbiji/ha tanpa pengendalian hama; kandungan serat 33,1 %, mutu kehalusan serat 4,1 mikroner, kekuatan serat 21,2 g/tex, panjang serat 23,2 mm, keseragaman serat 83,6 %, mulur serat 8,8%. Varietas
Bronesia 3 rentan terhadap kekeringan, agak tahan terhadap hama A. biguttula dengan kerapatan bulu daun 333,3 bulu/cm2 (sedang). Mutu serat memenuhi syarat yang diinginkan industri tekstil.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian | 65
Gambar 56. Penampilan Varietas Kapas Bronesia 3
6. Jarak Kepyar Varietas Asembagus 119 Agribun
Varietas unggul baru (VUB) Jarak Kepyar Asembagus 119 Agribun memiliki rata-rata produktivitas 2.494,5 kg/ha meningkat 30,16% dibandingkan
dengan varietas Asb.81, dapat beradaptasi luas dan kadar minyak 47,89%. VUB Jarak Kepyar Asembagus 119 Agribun ini memiliki toleransi moderat terhadap cekaman kekeringan dan agak tahan terhadap serangan hama S. litura.
Gambar 57. Penampilan Jarak Kepyar Varietas Asembagus 119 Agribun
7. Jarak Kepyar Varietas Asembagus 175 Agribun
Varietas unggul baru (VUB) Jarak Kepyar Asembagus 175 Agribun memiliki rata-rata produktivitas 2.362,1kg/ha, meningkat 23,25 % dibandingkan dengan varietas Asb.81, dapat beradaptasi luas, memiliki kadar minyak
46,62%. VUB Jarak Kepyar Asembagus 175 Agribun ini memiliki toleransi moderat terhadap cekaman kekeringan dan agak tahan terhadap serangan hama S. litura.
66 | Laporan Kinerja Puslitbang Perkebunan 2018
Gambar 58. Penampilan Jarak Kepyar Varietas Asembagus 175 Agribun
8. Kopi Varietas Korolla 1
Varietas unggul baru kopi Korolla 1 memiliki warna buah muda kuning setelah tua/masak memiliki warna buah merah dan memiliki potensi produksi 2,09 kg biji/phn/thn setara 2,87 ton biji/ha/thn dengan populasi 1.400 tanaman.
Varietas ini agak tahan penyakit karat daun dan PBKo, dapat beradabtasi cukup luas 240 – 1100 dpl. Nilai citarasa dari varietas kopi Korolla 1 mencapai 81,67 sehingga dapat dikategorikan memiliki mutu “Excellent”
Gambar 59. Penampilan Kopi Varietas Korolla 1
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian | 67
9. Kopi Varietas Korolla 2
Varietas unggul baru kopi Korolla 2 berasal dari Tugu Jaya memiliki potensi produksi rata-rata 2,37 kg biji/phn/thn setara 3,34 ton biji/ha/thn dengan populasi 1.400 tanaman, agak tahan penyakit karat daun dan PBKo dan dapat
beradaptasi cukup luas 240 -1100 m dpl. Nilai citarasa dari varietas kopi Korolla 2 mencapai 82.33 sehingga dapat dikategorikan memiliki mutu “Excellent”
Gambar 60. Penampilan Kopi Varietas Korolla 2
10. Kopi Varietas Korolla 3
Varietas unggul baru kopi Korolla 3 berasal dari Tugu Jaya memiliki potensi produksi rata-rata 1,69 kg biji/phn/thn setara 2,36 ton biji/ha/thn dengan populasi 1400 tanaman, agak tahan penyakit karat daun dan PBKo dan
dapat beradaptasi cukup luas 240 – 1100 m dpl. Nilai citarasa dari varietas kopi Korolla 3 mencapai 78.58 sehingga dapat dikategorikan memiliki mutu “Very good”
68 | Laporan Kinerja Puslitbang Perkebunan 2018
Gambar 61. Penampilan Kopi Varietas Korolla 3
11. Kopi Varietas Korolla 4
Varietas unggul baru kopi Korolla 4 berasal dari Tugu Jaya memiliki potensi
produksi rata-rata 1,39 kg biji/phn/thn setara 1,89 ton biji/ha/thn dengan populasi 1400 tanaman, agak tahan penyakit karat daun dan PBKo dan dapat beradaptasi cukup luas 240 – 1100 m dpl. Nilai citarasa dari varietas
kopi Korolla 4 mencapai 80,83 sehingga dapat dikategorikan memiliki mutu “Excellent”
Gambar 62. Penampilan Kopi Varietas Korolla 4
12. Lada Varietas Bangka
Sesuai dikembangan di lokasi dengan jenis tanah Podsolik merah-kuning, berpasir dengan kandungan bahan organik tinggi, Asal varietas lokal Bangka
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian | 69
dengan silsilah seleksi populasi, warna daun hijau muda YGG 145A, tangkai
daun beralur dengan bentuk lonjong, pangkal/kaki daun membulat dengan ujung daun meruncing sedangkan tepi daunnya rata, melengkung ke bawah. Rata-rata produksi buah 8,34 ± 46,43 kg/pohon, rata-rata produksi
lada putih 2,01 ± 0,11 kg/pohon dengan estimasi produksi lada putih (ton/ha) 6,03 (jarak tanam 1,8 x 1,8 m; populasi 3000 tanaman/ha; Tajar mati tinggi 3 m) sedangkan untuk kadar minyak atsiri sebanyak 2,10% dan
kadar piperin 3,15%
Gambar 63. atas kiri ke kanan Karakter buah, ruas batang, permukaan daun atas dan bawah, gambar bawah perbandingan Panjang daun dan malai.
13. Pala Varietas Bogor
Asal varietas adalah seleksi populasi nama asal pala bogor dengan usulan nama Nurpakuan Agribun, dengan ketahanan terhadap penyakit agak
tahan. Bentuk buah bulat, bulat oval warna kulit buah tua hijau kekuningan (YGG 152 D) warna daging buah putih dengan panjang 50,80+ 5,27 mm, diameter buah 44,58+ 4,25 mm tebal daging 10,56+ 1,82 mm, rasa pedas
dengan aroma tajam. Fuli warna segar merah dengan bobot 1,13+0,3 gram basah/butir. Mutu minyak atsiri yang dihasilkan Biji Muda 13.83 + 1.61%, biji sedang 7.58 + 1.18%, fulis 14.08 + 1.93% dan fuli tua 11.15 + 1.03%
70 | Laporan Kinerja Puslitbang Perkebunan 2018
Gambar 64. Pertanaman Pala Bogor, karakteristik daun, buah muda, buah
masak, biji berfuli, biji dan fuli
14. Kelapa Dalam Varietas Ujung Kubu
Sudah dinyatakan lulus untuk dilepas sebagai varietas unggul dalam sidang
Pelepasan Varietas yang dilaksanakan pada Bulan Oktober 2018. SK. Pelepasan Varietas masih dlam proses.
Deskripsi Teknologi : Batang pendek, jarak antar bekas daun rapat Cepat berbuah ( 4 tahun mulai berbunga)
Kadar minyak dan asam laurat tinggi
Keunggulan Teknologi dari yang sebelumnya : Tanaman pendek lambat bertambah tinggi
Spesifik pasang surut Kegunaan :
Sebagai sumber benih untuk pengembangan kelapa di lahan pasang surut
Sebagai bahan baku industri kelapa parut kering, santan, tepung kelapa dan VCO. Peta sebaran :
Provinsi Sumatera Utara
Gambar 65. Populasi Kelapa Kelapa Dalam Kelambi Ujungkubu
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian | 71
15. Kelapa Dalam Varietas Odeska Lobu
Sudah dinyatakan lulus untuk dilepas sebagai varietas unggul dalam sidang Pelepasan Varietas yang dilaksanakan pada Bulan Oktober 2018. SK. Pelepasan Varietas masih dlam proses.
Deskripsi Teknologi : Produksi tinggi
Kadar minyak dan protein tinggi Buah besar dan daging buah tebal
Keunggulan Teknologi dari yang sebelumnya : Buah besar daging buah tebal
Kadar minyak dan protein tinggi Kegunaan :
Sebagai sumber benih untuk pengembangan kelapa di lahan kering iklim basah
Sebagai bahan baku industri kelapa parut kering, santan, tepung kelapa dan VCO.
Peta sebaran : Provinsi Sulawesi Utara
Gambar 66. Populasi Kelapa Odeska Lobu
16. Kelapa Genjah Pandan Wangi
Sudah dinyatakan lulus untuk dilepas sebagai varietas unggul dalam sidang
Pelepasan Varietas yang dilaksanakan pada Bulan Oktober 2018. SK. Pelepasan varietas masih dlam proses.
Deskripsi Teknologi :
1. Batang kecil tanpa bol, 2. Daun yang kaku,
3. Ukuran buah besar dan 4. Warna buah hujau muda
Keunggulan Teknologi :
1. Aroma dan rasa pandan pada air dan daging buah,
72 | Laporan Kinerja Puslitbang Perkebunan 2018
2. Kadar kemanisan air buah juga bervariasi antara 6- 8 Brix
Kegunaan :
1. Umur tanaman Genjah 2. Pertambahan tinggi batang lambat
3. Produksi buah tinggi
Daerah Penyebaran :
Penyebaran Benih : Desa Pantai Cermin Kanan, Kecamatan Pantai Cermin ,
Kabupaten Serdang Bedagai, Provinsi Sumatera Utara.
Lokasi Petanaman : Desa Pantai Cermin Kanan, Kecamatan Pantai Cermin, Kabupaten Serdang Bedagai, Sumatera Utara.
Karakter Spesifik : 1. Aroma dan rasa pandan pada air dan daging buah. 2. Kadar kemanisan air buah juga bervariasi antara 6 -
8 Brix.
Keunggulan : 1. Umur tanaman Genjah 2. Pertambahan tinggi yang lambat
3. Produksi buah yang tinggi
Gambar 67. Kelapa Genjah Pandan Wangi Sumut
17. Kelapa Genjah Entog
Sudah dinyatakan lulus untuk dilepas sebagai varietas unggul dalam sidang Pelepasan Varietas yang dilaksanakan pada Bulan Oktober 2018. SK.
Pelepasan Varietas masih dlam proses. Deskripsi Teknologi : 1. Batang kecil tanpa bol,
2. Daun yang kaku, 3. Ukuran buah besar dan
4. Warna buah hujau muda Keunggulan Teknologi : 1. Umur berbunga cepat,
2. Pertambahan tinggi batang lambat,
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian | 73
3. Ukuran buah yang besar,
4. Kandungan gizi daging buah yang relatif tinggi dan 5. Kadar kemanisan air buah 6 brix Kegunaan :
1. Buah muda untuk konsumsi kelapa muda 2. Buah tua untuk produksi santan 3. Benih untuk perbanyakan tanaman
Daerah Penyebaran : Penyebaran Benih : Kecamatan Alian, Kebumen, Ambal dan Mirit, Kabupaten Kebumen, Jawa Tengah dan Jawa Timur
Gambar 68. Kelapa Genjah Entog
18. Aren Varietas Parasi
Sudah dinyatakan lulus untuk dilepas sebagai varietas unggul dalam sidang
Pelepasan Varietas yang dilaksanakan pada Bulan Oktober 2018. SK. Pelepasan dari Kementan Nomor. 910/Kpts/KB.310/2012/2018 tanggal 31 Desember 2018
Deskripsi Teknologi : Batang pendek
Lebih cepat berbuah dari rata - rata Aren Dalam (6 – 8 tahun) Keunggulan Teknologi Dari yang Sebelumnya : Tanaman pendek
Cepat berbuah
Kegunaan : Sebagai sumber benih tanaman dengan batang pendek dan cepat
berproduksi Sebagai bahan baku pembuatan gula dan alkohol teknis
Peta Sebaran : Provinsi Banten
74 | Laporan Kinerja Puslitbang Perkebunan 2018
Gambar 69. Aren Parasi
19. Aren Varietas Smulen ST-1
Aren Smulen ST-1 sebagai varietas unggul asal Kabupaten Rejang Lebong Provinsi Bengkulu memiliki ciri sebagai berikut : Batang ukuran sedang, kurun tanaman relatif pendek, Cepat berproduksi umur tanaman semi
genjah dengan produksi nira >15,4 liter/hari dengan lamanya waktu penyadapan >2,5 bulan/mayang
Gambar 70. Tanaman aren Smulen ST1
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian | 75
Gambar 71. Bunga jantan aren Smulen ST1
20. Pinang Emas
Dinyatakan lulus melalui sidang pelepasan tanggal 7 November 2018 di Malang.
Deskripsi Teknologi :
Batang pendek, jarak antar nodus/bekas daun sangat rapat (14 bekas
daun per 1.5 meter batang). Cepat berbunga (4-5 tahun)
Produksi tinggi (3.22 ton biji kering/ha/tahun)
Keunggulan teknologi dari yang sebelumnya :
Tanaman cukup tinggi Umur berbunga 6 – 7 tahun
Produksi tinggi (5 ton biji kering/ha/tahun)
Kegunaan :
Sebagai sumber benih untuk pinang tipe genjah (cepat berbunga) dan berbatang pendek
Sebagai tetua untuk merakit tanaman pinang hibrida Peta sebaran teknologi :
Kota Kotamobagu, Propinsi Sulawesi Utara
76 | Laporan Kinerja Puslitbang Perkebunan 2018
Gambar 72. Populasi Pinang Emas dan penampilan pohon induk umur 15
tahun
21. Indigofera Zollingeriana
Berasal dari Ds. Sungai Putih, Kec. Galang, Sumatera Utara, silsilah dari hasil seleksi pohon induk umur 9 tahun dengan nama asal Indigofera zollingeriana. Bentuk daun majemuk menyirip dengan jumlah anak daun
gasal (imparipinnatus). Batang tegak (erectus) dengan warna batang muda Coklat keabu-abuan (Greeyed green group 198 B, warna batang tua Coklat keabu-abuan (Greeyed green group 198 B. Bunga berbentuk Majemuk tak
berbatas, tandan (racemus), berwarna Merah muda (Red purple group 58 A) dengan bentuk buah beruang satu (unilocularis, polong (legumen)), biji
berbentuk bulat gepeng, kecil dengan terna bobot daun (g/ tnm) 1.490 ± 224 dan bobot ranting (g/ tnm) 1.183 ± 324. Mutu protein kasar (%) 26,06 ± 0,22 dengan serat NDF (Neutral Detergent Fibre) (%) : 35,06 ± 0,22,
serat ADF (Acid Detergent Fibre) (%) : 25,30 ± 0,31 dan hemiselulosa (%) 10,19 ± 0,34.
Gambar 73. Penampilan Tanaman, Batang, Daun, Bunga, Buah dan Biji Varietas
GOZOLL Agribun
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian | 77
Kegiatan 2. Tersedianya teknologi budidaya panen dan pasca panen
primer tanaman Perkebunan.
1. Teknologi Biopori Mendukung Pertumbuhan Tanaman Kemiri Sunan (Reutealis trisperma (Blanco) Airy shaw)
Prinsip kerja teknologi biopori adalah sesuatu yang berhubungan dengan kehidupan yaitu mekanisme dekomposisis bahan organik oleh jazad renik yang bisa menyediakan hara bagi tanaman. Proses pengambilan hara
tanaman oleh akar dimulai dari difusi, intersepsi akar dan aliran masa. Mineralisasi bahan organik dalam biopori dapat menghasilkan asam humat. Asam humat merupakan zat organik yang memiliki struktur molekul komplek
dengan berat molekul tinggi (makro molekul atau polimer organik) yang mengandung gugus aktif. Disamping itu asam organik memiliki kemampuan untuk menstimulir dan mengaktifkan proses biologi dan fisiologi pada
organisme hidup. Teknologi biopori dapat digunakan untuk pembenahan tanah, sehingga pemakaian pupuk anorganik bisa dihemat terutama untuk
memacu pertumbuhan dan produksi kemiri sunan. Pada percobaan penggunaan teknologi Biopori perlakuan yang diberi cacing dari jenis Afrika Crown satu lubang paralon diberi 1 ons cacing atau sebanyak 100 ekor
membantu proses mineralisasi bahan organik lebih cepat karena daun daun kemiri sunan dimakan oleh cacing cacing tersebut. Keunggulan : Pemanfaatan daun kemiri sunan yang sudah rontok di tanah sebagai sumber bahan
organik, mengais air dan pembenah tanah baik secara kimia, fisika maupun biologi tanah melalui teknologi biopori. Tampilan secara umum dan proses dekomposi dari teknologi biopori disajikan pada gambar 74.
Gambar 74. Penampilan dan proses dekomposi dari teknologi biopori
78 | Laporan Kinerja Puslitbang Perkebunan 2018
2. Populasi optimal galur unggul baru bunga matahari
Bunga matahari Genotipe Ha.15 menghasilkan produktivitas dan potensi produksi minyak tertinggi, yaitu 1,98 ton biji/ha dan 0,624 ton minyak/ha dengan kerapatan populasi optimal 6,3 tanaman/m2 atau dengan jarak
tanam 20cm x 80cm. Bunga matahari Genotipe Ha.1 dapat ditanam dengan kerapatan populasi dari yang paling jarang hingga rapat 2,1-6,3 tanaman/m2 atau dengan jarak
tanam 60cm x 80cm atau 20 cm x 80cm.
Gambar 75: Keragaan tanaman bunga matahari umur 3 bulan (kiri) dan biji bunga matahari (kanan)
3. Teknologi pemupukan organik+anorganik untuk tebu
Teknologi pemupukan organik dan anorganik untuk tebu masih fase pertumbuhan dan pemasakan. Setelah diaplikasikan kemudian dilakukan pengamatan dengan hasil :
Perkembangan tanaman tebu Pola B (II) di Asembagus: Umur 10 bulan,
Pertumbuhan baik,
Masuk fase pemasakan. Tinggi batang 220-250 cm,
Jumlah anakan 11-15 per meter, Jumlah ruas per batang 20-24,
Diameter batang 27-29 mm.
Perkembangan tanaman tebu Pola A (I) di Pati: Umur 3 bulan, Masih dalam fase pertunasan.
Jumlah tunas per meter 8-14.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian | 79
Gambar 76. Hasil perlakuan 8: Petroganik 10 t/ha + (270 N 90 P2O5 90 K2O) kg/ha (kiri) Perlakuan10: Kompos 10 t/ha + (270 N 90 P2O5 90 K2O) kg/ha (kanan)
Gambar 77. Kondisi kegiatan ”Perakitan paket teknologi pemupukan
organik+anorganik tebu” umur 3 bulan di Pati
4. Teknik Pembuatan Vermikompos Bermutu Tinggi
Vermikompos/kascing merupakan hasil dekomposisi lebih lanjut dari pupuk kompos/organik oleh cacing tanah atau kotoran cacing yang bercampur dengan sisa media atau pakan dalam budidaya cacing. Media dan pakan
yang tepat dapat mendukung pembiakan cacing sehingga semakin banyak populasi cacing, maka semakin banyak kotoran yang dihasilkan. Hasil
penelitian dari 5 macam media yang diuji menunjukkan bahwa komposisi media yang terbaik adalah 50% pupuk kandang + 50% limbah jamur dan pakan limbah sayur. Komposisi media dan pakan tersebut telah
memenuhi kandungan C minimal 15 %, dan C/N rasio antara 15-25 (Persyaratan minimal pupuk organic padat, Permentan No.70/Permentan/SR. 140/10/2011). Selain itu, penggunaan media 50% PK
+ 50% LJ dengan pakan limbah sayur tersebut memiliki kelebihan antara lain lebih murah, dan praktis dalam aplikasinya. Sedangkan jumlah hara makro N-P-K untuk semua kombinasi perlakuan masih dibawah 4%
sehingga perlu ditingkatkan dengan penambahan bahan-bahan yang dapat memperkaya kandungan NPK.
80 | Laporan Kinerja Puslitbang Perkebunan 2018
Pencampuran media Penataan rak Penyiraman Pemberian limbah sayur
Kotoran cacing +media Kotoran cacing Pemisahan cacing Panen Vermikompos
Gambar 78. Pembuatan Vermikompos Bermutu Tinggi
5. Teknologi produksi benih tebu G0 dengan kultur jaringan
Teknologi produksi benih tebu G0 dengan kultur jaringan ini telah dituangkan dan menjadi Instruksi Kerja Produksi Benih Sumber Tebu nomor
IK.BALITTAS.UB.2.01.02 (Prosedur kerja 12 hal.). Intruksi kerja ini bertujuan agar pelaksanaan perbanyakan benih dapat dilakukan secara efektif, sehingga memenuhi persyaratan standart ISO 9001 : 2015 dan
diperoleh benih tebu dengan mutu benih sesuai SNI dan keinginan pelanggan serta jumlah benih sesuai target yang ditetapkan.
TAHAPAN PRODUKSI BENIH TEBU G0
Persiapan eksplan
a. daun pucuk yang masih menggulung, b. pengupasan daun pucuk untuk memperoleh bagian terdalam, c. pemotongan eksplan
Tahapan In Vitro
Penanaman eksplan untuk induksi kalus : a. Eksplan yang baru ditanam pada media MS, b. eksplan telah membentuk
kalus
a b c
a b
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian | 81
Induksi : a. Induksi pertunasan, b. induksi perakaran (masing-masing selama 30 hari)
Tahapan Aklimatisasi
a. Aklimatisasi tahap I, b. Aklimatisasi tahap II
Hasil Produksi Benih Tebu G0 tahun 2018
14 varietas tebu hasil aklimatisasi II / G0 sebanyak 25.000 tanaman
Gambar 79.Tahapan produksi benih G0
6. Teknologi pengendalian hama uret tebu dengan biopestisida berbasis jamur Metarhizium anisopliae
Hama uret sangat potensial menurunkan produksi tebu karena serangannya
yang tinggi mengakibatkan tanaman tebu gagal panen. Pengendalian secara kimiawi sudah tidak efektif lagi terhadap hama uret, sehingga alternatif pengendaliannya dapat menggunakan bioinsektisida berbasis jamur
Metarhizium anisopliae. Telah ditemukan satu isolat jamur M. anisopliae yang sangat efektif terhadap hama uret, yaitu solate JTMa-2 yang tahun ini (terakhir) sedang diuji keefektifannya terhadap hama uret tebu di lapangan.
Hasil penelitian sementara menunjukkan bahwa aplikasi jamur M. anisopliae pada dosis 100 kg/ha mengurangi kerusakan tebu hingga 38,7% dibandingkan dengan control pada tingkat populasi hama uret tertinggi
pada 150 hari setelah tanam tebu.
a b
a b
82 | Laporan Kinerja Puslitbang Perkebunan 2018
Gambar 80. Perlakuan aplikasi pengendalian hama uret tebu dengan biopestisida dengan jamur M. anisopliae dosis 100 kg/ha
7. Proses Pengolahan Gula Merah Tebu
Pengolahan gula merah tebu ada 2 macam, yaitu gula merah cetak dan gula tanjung (gula merah dalam bentuk butiran). Proses pengolahan gula merah cetak terdiri dari penggilingan, penyaringan, pemasakan, pendinginan,
pencetakan, dan penyimpanan. Proses pengolahan gula tanjung terdiri dari penggilingan, penyaringan, pemasakan, pendinginan, pengadukan, pengayakan, pengeringan, dan penyimpanan. Proses pengolahan gula
merah tebu cetak dan gula tanjung mengikuti SOP dan diagram alur sebagai berikut :
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian | 83
SOP Pengolahan Gula Merah Tebu Cetak
No Tahapan Proses Uraian
1. Penyiapan Peralatan 1. Peralatan produksi dipastikan dalam kondisi bersih dan baik
2. Bahan baku (tebu dan serbuk kapur) dan bahan bakar
(ampas tebu dan slamper) disiapkan 2. Penerimaan Bahan Baku 1. Tebu sebagai bahan baku dicek brix nya. Brix tebu
bahan baku > 19.
2. Tebu dibersihkan dari daun kering (slamper) 3. Pemerahan 1. Tebu dimasukkan ke mesin pemerah (kapasitas 0,5
ton/hari. 2. Nira yang keluar dari mesin pemerah disaring sebelum
masuk ke penampungan
4. Penyaringan 1. Nira dari penampungan 1 masuk ke penampungan 2.
Nira dari penampungan 2 sebelum dimasukkan ke wajan disaring kembali dengan penyaring bersih berukuran 100 mesh.
2. Kotoran hasil saringan dibuang di tempat yang sudah
disediakan dekat dengan tungku dengan alas tanah sehingga mudah terserap airnya. Limbah kalau sudah kering dibuang bersama abu.
5. Pemasakan 1. Pemasakan 45-50 kg nira dalam satu wajan dilakukan
dalam waktu 3-5 jam pada suhu 95-110 oC. 2. Pada awal pemasakan ditambahkan kapur 0,05% b/b.
3. Blotong yang muncul dipermukaan wajan dibuang menggunakan serok.
4. Selama proses pemasakan nira diaduk-aduk terus menerus ketika buih sudah naik ke permukaan.
6. Pendinginan 1. Pendinginan dalam wajan dilakukan sampai nira lebih mengental dan suhu nira turun menjadi 85-90 0C.
2. Selama pendinginan nira kental diaduk terus-menerus
7. Pencetakan 1. Cetakan sebelum digunakan direndam air 2. Nira yang sudah didinginkan pada pendinginan 1
dituang ke cetakan kayu 3. Didiamkan selama 30-60 menit
4. Gula merah tebu dilepas dari cetakan dan didinginkan sampai mengeras
8. Penyimpanan Gula merah cetak disimpan dalam box dalam ruangan
yang bersih
84 | Laporan Kinerja Puslitbang Perkebunan 2018
SOP Pengolahan Gula Tanjung
No Tahapan Proses Uraian
1. Penyiapan Peralatan 1. Peralatan produksi dipastikan dalam kondisi bersih dan
baik
2. Bahan baku (tebu dan serbuk kapur) dan bahan bakar
(ampas tebu dan slamper) disiapkan
2. Penerimaan Bahan Baku 1. Tebu sebagai bahan baku dicek brix nya. Brix tebu
bahan baku > 19.
2. Tebu dibersihkan dari daun kering (slamper)
3. Pemerahan 1. Tebu dimasukkan ke mesin pemerah
2. Nira yang keluar dari mesin pemerah disaring sebelum
masuk ke penampungan 1
4. Penyaringan 1. Nira dari penampungan 1 masuk ke penampungan 2.
Nira dari penampungan 2 sebelum dimasukkan ke
wajan disaring kembali dengan penyaring bersih
berukuran 100 mesh.
2. Kotoran hasil saringan dibuang di tempat yang sudah
disediakan dekat dengan tungku dengan alas tanah
sehingga mudah terserap airnya. Limbah kalau sudah
kering dibuang bersama abu.
5. Pemasakan 1. Pemasakan 45-50 kg nira dalam satu wajan dilakukan
dalam waktu 3-5 jam pada suhu 95-110 0C.
2. Pada awal pemasakan ditambahkan kapur 0,05% b/b.
3. Blotong yang muncul dipermukaan wajan dibuang
menggunakan serok.
4. Selama proses pemasakan nira diaduk-aduk terus
menerus ketika buih sudah naik ke permukaan.
6. Pendinginan 1. Pendinginan dalam wajan dilakukan sampai nira lebih
mengental dan suhu nira turun menjadi 85-90 0C.
2. Selama pendinginan nira kental diaduk terus-menerus
7. Pengadukan 1. Pengadukan (untuk pembuatan gula tanjung) dilakukan
dalam meja pengadukan selama 30-60 menit
2. Dilakukan pengadukan terus menerus sampai nira
kental membentuk kristal/butiran gula tanjung
8. Pengayakan Gula tanjung diayak menggunakan ayakan 20 mesh
9. Pengeringan Pengeringan dilakukan samapi kadar air kurang dari 3 %
10. Penyimpanan Gula tanjung disimpan dalam box dalam ruangan yang
bersih
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian | 85
Gambar 81. Diagram alur proses pengolahan gula merah tebu cetak dan
gula tanjung
Pemasakan
(suhu nira 90-1100C, 3-5 jam)
Pendinginan
(85-900C,sampai mengental)
Pengadukan
(sampai membentuk granula)
Ampas halus
Ampas tebu
Residu nira
Tebu (Brix >19)
Pemerahan nira
(0,5 TCD)
Penyaringan
(100 mesh)
Serbuk kapur
(0,05 % b/b)
Pencetakan
(cetakan kayu)
Penyimpanan
Tidak lembab, bersih,
dalam box plastik
Gula merah cetak
Penyimpanan
Tidak lembab, kemasan
aluminium 250 gr dan 500 gr
Gula tanjung
Pengayakan
(20 mesh)
Pengeringan
(kadar air > 3 %)
86 | Laporan Kinerja Puslitbang Perkebunan 2018
Pemerahan
Penyaringan
Penambahan kapur
Pemasakan
Pengadukan selama pemasakan
Nira sudah masak
Pendinginan dalam wajan
Nira diangkat dari tungku
Pendinginan dalam meja box
Pengadukan
Pengayakan
Pencetakan
Gula tanjung
Pengeringan
Gula merah tebu cetak
Gambar 82. Alur Proses Pengolahan Gula Merah Tebu Cetak dan Gula Tanjung
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian | 87
8. Teknologi Perancangan Alat Pengering Biji Pala
”TEKNOLOGI PENGENDALIAN AFLATOKSIN BIJI PALA KUALITAS EKSPOR” yang terdiri dari dua kegiatan yaitu Formulasi Pestisida Nabati untuk Menekan Pencemaran Aspergillus spp pada Biji Pala dan Perancangan alat
pengering biji pala yang efektif menekan aflatoksin pada skala petani sudah selesai dilaksanakan. Telah dibuat dua formula coating berbasis minyak atsiri bentuk tepung dan cair campuran metilparaben, propil paraben, dan
potasium sorbat. Formula coating masih belum optimal terutama untuk mengcoating biji pala bertempurung, sehingga diperlukan perbaikan formula. Selain teknologi coating, teknologi pengering juga sudah diuji
terhadap kemampuan untuk menekan cemaran aflatoksin. Hasil pengujian rak pengering tipe rumah, para-para dan lantai penjemuran dapat menekan cemaran aflatoksin pada biji pala dan biji pala kupas.
Gambar 83. Rak pengering tipe rumah siap uji
9. Peningkatan Produktivitas Lada Melalui Efisiensi Pengelolaan Hara dan Bakteri Endofit
Permasalahan yang terdapat di dalam budidaya lada antara lain adalah tingginya input terutama pupuk. Pengelolaan hara dan bakteri endofit adalah salah satu cara dalam mengurangi permasalahan tersebut. Penelitian
telah dilakukan di KP Natar BPTP Lampung dan Rumah Kaca Cimanggu Bogor, mulai bulan Januari-Desember 2018. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan pengaruh bakteri endofit dan pemupukan terhadap
pertumbuhan lada berumur ≤ 1tahun. Penelitian ini menggunakan rancangan kelompok lengkap, faktorial, 16 perlakuan dan 3 ulangan. Faktor
pertama; 1) tanpa bakteri endofit (B0), 2) isolat bakteri endofit Ca2 (B1), 3) kombinasi isolat Ca2+Dj9+Sa4+LaBt8+ LdBp4 (B2), dan 4) kombinasi isolat Ca2+Sa8+Sd10+LaBt1+LdBp9 (B3). Faktor kedua; a) tanpa pupuk (P0), b)
88 | Laporan Kinerja Puslitbang Perkebunan 2018
25% (P1), c) 50% (P2), dan d) 75% dosis rekomendasi (P3) (NPKMg:
12:12:24:2, dengan dosis 200 kg/ha/tahun). Hasil penelitian menunjukkan adanya interaksi antara bakteri endofit dan pupuk terhadap peningkatan pertumbuhan, dan serapan hara NPK pada tanaman lada berumur 11 bulan
setelah tanam. Adanya pemberian endofit dapat meningkakan pertumbuhan tinggi tanaman 19,5% (tinggi tanaman), 34,3% (jumlah ruas), dan 16,8% (jumlah cabang) pada kombinasi bakteri endofit tunggal dan 75%
rekomendasi pupuk NPK. Kombinasi perlakuan terbaik dengan menggunakan kombinasi perlakuan bakteri endofit campuran (B2) dan 75% rekomendasi pupuk NPK untuk bobot biomas dan serapan hara. Dengan
demikian pemberian bakteri endofit mampu mengurangi 25% penggunaan pupuk NPK pada pertumbuhan lada umur 11 BST. Selain itu diperoleh 2 formula pupuk hayati namun hal ini masih perlu dilakukan pengujian lebih
lanjut.
10. Pemanfaatan Agensia Hayati untuk Penanggulangan Nematoda
Parasit Pada Jahe
Salah satu kendala dalam budidaya jahe (Zingiber officinale Rosc.) adalah serangan nematoda parasit (nematoda buncak akar Meloidogyne spp.,
Radopholus similis dan Pratylenchus coffeae), yang dapat menyebabkan menurunkan mutu rimpang dan benih, serta produktivitas tanaman. Akibat serangan nematoda, lahan dan benih rimpang jahe umumnya telah
terinfestasi dengan OPT tersebut. Beberapa OPT tersebut menginfeksi rimpang dan terbawa benih rimpang pada saat panen maupun selama penyimpanan, akibatnya benih menjadi rusak (busuk).
Usaha pengendalian nematoda telah dilakukan antara lain seleksi ketahanan tanaman, penyehatan lahan dengan solarisasi tanah, perlakuan benih, rotasi dan tumpang sari dengan tanaman bukan inang OPT, penggunaan pestisda,
dan penerapan tehnik budidaya (monitoring, sanitasi, pemupukan, penggunaan benih sehat dan naungan) serta menginduksi ketahanan tanaman melalui pemupukan yang tepat dan pemanfaatan mikroba endofit.
Hasil uji tahun lalu menunjukkan bahwadua isolat bakteri endofit asal tanaman jahe putih besar IKIN 2.3a2R dan JC 2.1.1R mempunyai sifat daya
induksi pertumbuhan pada tanaman jahe, dan daya antagonis terhadap serangan Meloidogyne sp. pada tahun 2018 ini dilakukan evaluasi semi lapang dua formula mikroba endofit (isolat IKIN 2.3a2R dan JC 2.1.1R) yang
efektif menekan infeksi nematode Meloidogyne spp. perlakuan perendaman benih rimpang dalam formula molas bakteri endofit sebelum tanam meningkatkan viabilitas benih (persentase tanaman tumbuh) (87,5)
dibandingkan dengan kontrol (82,5), serta meningkatkan tinggi tanaman, dan jumlah daun (berturut-turut 30,34; 33,075) jika dibandingkan dengan kontrol (25,58; 30,695) dan relatif sama bahkan lebih baik dengan/ dari
perlakuan perendaman benih dalam larutan pestisida (pembanding).
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian | 89
Pada evaluasi terhadap penekanan infeksi nematoda, secara visual, pada
rimpang-rimpang jahe tanpa perlakuan benih dengan formula bakteri endofit dan pestisida (kontrol), menunjukkan persentase kejadian puru yang lebih tinggi dibandingkan pada rimpang yang diperlakukan bakteri endofit.
Selain meningkatkan viabilitas benih, formula bakteri endofit juga meningkatkan pertumbuhan tanaman/ bobot segar tanaman (101,21 g) dibandingkan dengan kontrol (68,125 g), serta meningkatkan produksi
bobot segar rimpang (377,11 g) dibandingkan dengan kontrol (115,005 g).
11. Pemanfaatan formula nano biopestisida seraiwangi dan biofertilizer untuk menginduksi ketahanan nilam terhadap
penyakit mosaik dan vektornya di lapangan.
Virus mosaik menjadi masalah pada pertanaman nilam di Indonesia, karena menurunkan produksi bobot terna basah dan kering tanaman nilam
mencapai 35% dan 41%. Formula nano biopestisida seraiwangi pada dosis 1% efektif mengurangi intensitas penyakit mosaik dan mengurangi
kehilangan hasil berkisar antara 23-43%. Formulasi campuran S. marsescens AR1 dan P. fluorescens LPK1-9 dengan pupuk kandang sapi (15 kg/pohon) dan nano biopestisida seraiwangi 0,1% mampu menekan
intensitas penyakit Vascular Streak Dieback (VSD) berkisar 20-25%. Pengabungan antara formula nano pestisida seraiwangi dan bakteri endofit+pupuk kandang (biofertilizer) diasumsikan akan dapat menekan
intensitas penyakit virus mosaik nilam dan vektornya, serta meningkatkan ketahanan tanaman nilam terhadap penyakit tersebut.
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan dosis biofertilizer dan
formula nano biopestisida seraiwangi yang efektif efisien mengendalikan virus mosaik nilam dan vektornya di lapangan. Penelitian dilakukan di Kebun Percobaan Laing,Solok dari bulan Januari – Desember 2018. Varietas nilam
yang digunakan adalah Sidikalang. Penelitian ini disusun dengan dengan Rancangan Acak Kelompok (RAK) 8 perlakuan dan 10 ulangan; masing-masing ulangan 50 tanaman. Dosis pupuk biofertilizer yang diuji 0, 100, 200
dan 300 gr.
Hasil yang didapatkan adalah aplikasi formula nano pestisida seraiwangi dan
biofertilizer pada dosis 300 gr per tanaman dapat menekan kejadian dan intensitas penyakit mosaik nilam varietas Sidikalang di KP. Laing, Solok, Sumatera Barat. Pada perlakuan tersebut, kandungan P2O5 tersedia dalam
tanah paling tinggi yaitu 39,00 ppm. Tingkat efikasinya berkisar 9,37 – 12,47%. Setelah di panen pada umur 4 bulan, bobot terna basah dan terna kering pertanaman berturut-turut adalah 190,51 gr dan 61,90 gr. Rendemen
minyak dan kadar patchouli alkohol adalah 1,758% dan 27,84%.
90 | Laporan Kinerja Puslitbang Perkebunan 2018
Gambar 84. Perlakuan penyemprotan benih nilam varietas Sidikalang
dengan nano pestisida seraiwangi dosis 1% (sebelum ditanam di lapang)
12. Ketahanan Kelapa Genjah Kopyor terhadap penyakit gugur buah
Dalam penelitian ini diuji 11 kultivar kelapa Genjah yang terdiri dari 8 kelapa Genjah dan 3 kelapa Genjah Kopyor. Berdasarkan hasil penelitian ini ternyata Genjah Kuning Kopyor (GKK) paling peka dibandingkan dengan
Genjah Hijau Kopyor (GHK) dan Genjah Coklat Kopyor (GCK). Rata-rata luas bercak pada buah yang diuji berturut-turut GKK = 58,29 cm2, GHK= 40,31 cm2, dan GCK= 26 cm2. Kelapa GKK juga lebih peka dibandingkan dengan
Genjah Kunig Nias (GKN) = 43,83 cm2 dan tujuh kelapa Genjah lainnya yang diuji dengan luas bercak bervariasi antara 19,72 - 36,03 cm2. Kelapa Genjah Hijau Jombang (GHJ) yang paling tahan terhadap cendawan
Phytophthora palmivora, dengan luas bercak hanya 7,78 cm2. Berdasarkan luas bercak pada buah kelapa, tenyata dari 8 kultivar kelapa Genjah yang diuji terlihat bahwa Kelapa Genjah Kuning Nias (GKN) yang paling peka,
sedangkan kelapa Genjah yang terlihat tahan adalah Genjah Hijau Jombang (GHJ). Sedangkan untuk Kelapa Genjah Kopyor, ternyata yang paling peka
adalah Genjah Kuning Kopyor.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian | 91
Gambar 85. Rata-rata luas bercak pada buah kelapa umur 6-8 bulan
dari masing-masing kelapa Genjah
Keterangan: GKN = Genjah Kuning Nias; GHM = Genjah Hijau Manis; GMW = Genjah
Merah Waingapu; GTT = Genjah Tebing Tinggi; GRA = Genjah Raja; GSK = Genjah Salak; GKB = Genjah Genjah Kuning Bali; GHJ = Genjah Hijau Jombang; GKK = Genjah Kuning Kopyor; GHK = Genjah Hijau Kopyor; GCK
= Genjah Coklat Kopyor Keunggulan Teknologi Tanaman resisten dapat mengurangi serangan penyakit dilapangan
Ramah Lingkungan Kegunaan
Dapat menekan perkembangan penyakit gugur buah pada tanaman kelapa
Informasi bagi pemuliaan tanaman untuk merakit tanaman resisten Keunggulan Teknologi
Insektisida nabati Derris eliptica efektif mengendalikan hama Brontispa longissima
Ramah Lingkungan Kegunaan
Dapat menekan perkembangan hama Brontispa longissima pada tanaman kelapa
13. Data sebaran spatial dan temporal dinamika pelepasa n gas rumah kaca (grk) pada beberapa umur dan perlakuan pemupukan di pertanaman kelapa sawit.
Hasil analisis pelepasan gas N2O dan CO2 menunjukkan variasi yang beragam baik dari aspek spasial, yaitu posisi pengambilan sampel gas baik yang di piringan sawit maupun di antara sawit (open area). Demikian pula
keragaan terjadi berdasarkan waktu (temporal) yang dibedakan pada saat
92 | Laporan Kinerja Puslitbang Perkebunan 2018
pagi dan siang sampai sore hari. Variasi pelepasan GRK baik N20 maupun
CO2 beragam juga pada sawit yang berbeda umurnya. Menarik dari penelitian ini bahwa pelepasan GRK (N2O dan CO2) tidak pernah sama berdasarkan pada ulangan pengamatan yang dilakukan. Trend pelepasan
gas N2O terbesar terjadi di piringan disbanding pada open area, ini terjadi karena pelepasan gas ini sangat dipengaruhi oleh aktivitas mikroorganisme dalam proses dekomposisi nitrogen dalam tanah dan mengikuti perubahan
lingkungan fisik, seperti suhu udara yang makin meninggi sejalan dengan gerak/posisi matahari. Sedangkan pelepasan CO2 hapir tidak terlalu bervasiasi, baik secara spasial mupun temporal pada lokasi yang sama.
Beberapa hasil analisis GRK di beberapa lokasi pertanaman sawit diperlihatkan pada Gambar 89.
Gambar 86. Keragaan pelepasan CO2 dan N2O di pertanaman sawit TM-
1 di KP. Sitiung
Gambar 87. Pola sebaran spatial dan temporal GRK N2O di beberapa umur
tanaman kelapa sawit; (3a. Lokasi Kabupaten Gorontalo-1 (1 tahun), 3b. Lokasi Paguyaman-Gorontalo-2, sawit TM1, 3c. Lokasi di Desa poigar Kab. Bolang Mongondow (TM-1), dan 3d. Lokasi di
Aceh Jaya (TM2))
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian | 93
Gambar 88. Pola sebaran spatial dan temporal GRK CO2 di beberapa umur tanaman
kelapa sawit; (3a. Lokasi Kabupaten Gorontalo-1 (1 tahun), 3b. Lokasi Paguyaman-Gorontalo-2, sawit TM1, 3c. Lokasi di Desa poigar
Kab. Bolang Mongondow (TM-1), dan 3d. Lokasi di Aceh Jaya (TM2)
Keunggulan Teknologi
Ini bersifat informasi ilmiah dapat berguna sebagai bahan pengembangan
perkebunan sawit ramah lingkungan dan berkelanjutan
14. Karakterisasi Asap Cair dari Debu Sabut Kelapa dan Pemanfaatannya sebagai Bioinsektisida
Bahan baku yang digunakan untuk memproduksi asap cair adalah debu sabut kelapa. Terlebih dahulu dilakukan perancangan dan pembuatan unit pengolahan asap cair yang terdiri atas reaktor pirolisis, pemanas,
penampung tar, kondensor. Dalam penelitian ini, temperatur pirolisis yang digunakan 120o, 150o, 180o, 210oC. Gas hasil pirolisis yang terkondensasi
akan menghasilkan asap cair. Asap cair dari masing-masing perlakuan dikumpulkan dalam labu pemisah, dibiarkan 24 jam untuk mengendapkan tar. Bagian atas adalah pyroligneous liquor sedangkan bagian bawah adalah
endapan tar. Selanjutnya endapan tar dipisahkan, kemudian pyroligneous liquor didestilasi untuk mendapatkan asap cair. Kadar fenol asap cair 0,70 - 2,03%; pH 2,11 - 2,45.
94 | Laporan Kinerja Puslitbang Perkebunan 2018
Gambar 89. Unit pengolahan asap cair (kiri), asap cair dari debu sabut kelapa
(kanan)
15. Pemanfaatan Limbah Kulit Kakao sebagai Bahan Baku Pektin
Pemanfaatan tanaman kakao selama ini masih terbatas yaitu pada bijinya, sedangkan bagian lainnya seperti kulit buah dan pulp belum banyak dimanfaatkan. Kulit buah kakao merupakan salah satu sumber pektin
dengan kandungan mencapai 6-12%. Pemanfaatan kulit kakao sebagai bahan baku pektin dapat mengurangi ketergantungan impor pektin dari luar negeri.
Proses mengolah kulit kakao menjadi pektin melalui tahapan persiapan, ektraksi, isolasi dan pengeringan. Dari penelitian ini didapatkan hasil
rendemen yang terbaik sebesar 6,31% dengan karakter kadar air 11.96%, kadar abu 11.57%, berat ekuivalen 2.7 mg, kadar metoksil 0.57%, kadar galakturonat 39.16% dan derajat ekuivalen 258%.
Keunggulan pektin dari kulit kakao ini adalah memiliki karakter berat ekuivalen yang rendah dibanding pektin komersial. Namun diliat dari segi warna, pektin dari kulit kakao ini memiliki warna lebih gelap dibanding
pektin komersial dikarenakan adanya reaksi pencokelatan pada proses persiapan bahan baku.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian | 95
Gambar 90. Proses ekstraksi pektin
Gambar 91. Pektin hasil ekstraksi limbah pod kulit kakao
16. Pemanfaatan Asap Cair sebagai Pestisida Nabati untuk Pengendalian PBKo
Penelitian tentang pengendalian hama PBKo dengan menggunakan asap cair dari limbah tanaman kulit buah kakao, serbuk gergaji, tempurung kelapa, dan sekam padi, menunjukkan bahwa asap cair dari tempurung
kelapa berpotensi digunakan sebagai pengendali PBKo. Berdasarkan hasil penelitian tersebut maka dibuat formula insektisida nabati asap cair dari limbah tempurung kelapa untuk mengendalikan PBKo sehingga dapat
mengurangi serangan hama tersebut di lapangan.
Formula yang digunakan adalah formula asap cair tempurung kelapa + minyak cengkeh dan asap cair tempurung kelapa + minyak serai wangi.
Formula asap cair tempurung kelapa + minyak cengkeh dapat menyebabkan mortalitas imago penggerek buah kopi Hypothenemus hampei di laboratorium 51,67 – 95%. Keunggulan dari pengendalian ini
adalah bahan baku tersedia di lapangan dan mudah dicari selain itu yang utama adalah pengendalian ini ramah lingkungan.
96 | Laporan Kinerja Puslitbang Perkebunan 2018
17. Pemanfaatan Blastospora Jamur Entomopatogen sebagai
Bioinsektisida untuk Pengendalian PBKo
Blastospora adalah potongan-potongan hifa atau fase vegetatif dari jamur patogen serangga yang diperbanyak menggunakan alat fermentor dengan
media Potato Carrot Broth (PCB). Biopestisida berbahan aktif blastospora jamur patogen serangga Lecanicillium lecanii, Paelomyces fumosoroseus dan Metharizium anisopliae dalam bentuk cair dikembangkan untuk
mengendalikan hama penggerek buah kopi (PBKo) Hypothenemus hampei yang efektif dan ramah lingkungan. Blastospora jamur L. Lecanii, P. fumosoroseus dan M. anisopliae dapat diperbanyak secara massal dalam
fermentor dengan media PCB dalam waktu singkat.
Blastospora jamur patogen serangga mampu menginfeksi dan mematikan imago H. hampei di laboratorium. Blastospora P.fumosoroseus dan L.
lecanii pada konsentrasi 108, 107 dan 106 mampu mematikanserangga uji lebih dari 50% di laboratorium. Blastospora jamur patogen serangga
mampu bertahan hidup dalam media penyimpanan glukosa 5 % selama 6 bulan di laboratorium. Biopestisida berbahan aktif blastospora jamur patogen serangga dapat bertahan hidup di alam setelah menginfeksi
serangga.
Gambar 92. (A) Perbanyakan blastospora dalam fermentor dengan media PCB, (B) Blastospora jamur patogen serangga dalam media cair, (C) Imago PBKo terinfeksi blastospora jamur patogen
18. Keefektifan Formula Biofungisida untuk Mengendalikan Penyakit Gugur Daun pada Tanaman Karet
Formula merupakan biakan murni dari tiga isolate jamur antagonis yang
diremajakan di media PDA. Formulasi biofungisida dibuat dalam bentuk padat dan cair. Dengan aplikasi biofungisida ini mampu menurunkan penyakit gugur daun pada tanaman karet sebesar 30%.
A B C
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian | 97
Gambar 93. Aplikasi biofungisida
Kegiatan 3. Tersedianya Diversifikasi Produk/ Formula
1. Formula Asap Cair Tembakau untuk pengendalian kutu daun
Diperoleh 6 jenis asap cair daun tembakau dari 6 daerah penghasil tembakau (Temanggung, Boyolali, Yogyakarta, Purwodadi, Blitar,
Probolinggo)
Asap cair daun tembakau memiliki aktivitas pestisida mampu
menyebabkan kematian tertinggi padaS. lituradan Aphis gossypii berturut-turut sebagai berikut 85% dan 94%. Hal ini menunjukkan bahwa asap cair daun tembakau berpotensi untuk dapat dikembangkan
sebagai pestisida nabati pengendali hama tanaman perkebunan.
Telah dilakukan Analisa GCMS pada asap cair daun tembakau yang
berasal dari 6 daerah sentra pengembangan tembakau untuk mengetahui senyawa aktif yang berperanan sebagai pestisida. Hasil Analisa GC-MS pada asap cair daun tembakau dari Probolinggo,
Purwodadi, Temanggung, Blitar, Yogyakarta, dan Boyolali menunjukkan adanya satu senyawa yang diduga berperanan sebagai insektisida yaitu piridin (100%). Adanya kandungan piridin pada asap cair daun tembakau
ini membuka peluang untuk pengembangan asap cair daun tembakau sebagai pestisida nabati pengendali hama yang ramah lingkungan.
98 | Laporan Kinerja Puslitbang Perkebunan 2018
Asap cair daun tembakau dari tembakau
Purwodadi (A), tembakau Probolinggo (B), tembakau Boyolali (C), tembakau Blitar (D), tembakau Yogyakarta (E), dan
tembakau Temanggung (F).
Daun dan biochar tembakau dari tembakau
Boyolali (A), Probolinggo (B), Temanggung (C), Purwodadi (D), Yogyakarta (E), dan Blitar (F).
Gambar 94. Asap cair dari tembakau dan biochar tembakau
2. Minyak Atsiri Tembakau yang memiliki aktivitas antibakteri
Diperoleh 6 jenis minyak atsiri tembakau dari 6 daerah penghasil
tembakau (Temanggung, Boyolali, Yogyakarta, Purwodadi, Blitar, Probolinggo)
Minyak atsiri tembakau memiliki sifat antibakteri terhadap bakteri E. coli dan S. aureus.
Telah dilakukan uji Konsentrasi Hambat Tumbuh Minimum (KHTM) dengan hasil bahwa
Gambar 95. Hasil uji aktivitas antibakteri (zona hambat) (1) Bakteri E. coli (2) Bakteri S. aureus (3) Kontrol
[A : T. Temanggung, B : T. Yogyakarta C : T.Boyolali, D : T. Purwodadi]
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian | 99
Gambar 96. Hasil uji aktivitas antibakteri (zona hambat)
(1) Bakteri E. coli (2) Bakteri S. aureus (3) Kontrol [E : T. Probolinggo F : T. Blitar]
3. Teknologi pengendalian hama uret tebu dengan biopestisida
berbasis jamur Metarhizium anisopliae
Hama uret sangat potensial menurunkan produksi tebu karena serangannya yang tinggi mengakibatkan tanaman tebu gagal panen. Pengendalian secara
kimiawi sudah tidak efektif lagi terhadap hama uret, sehingga alternatif pengendaliannya dapat menggunakan bioinsektisida berbasis jamur Metarhizium anisopliae. Telah ditemukan satu isolat jamur M. anisopliae
yang sangat efektif terhadap hama uret, yaitu isolat JTMa-2 yang tahun ini (terakhir) sedang diuji keefektifannya terhadap hama uret tebu di lapangan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa aplikasi jamur M. anisopliae pada dosis
100 kg/ha mengurangi kerusakan tebu hingga 38,7% dibandingkan dengan kontrol pada tingkat populasi hama uret tertinggi pada 150 hari setelah tanam tebu.
Petak kontrol dengan tingkat serangan hama uret tertinggi
Petak perlakuan dengan jamur M. anisopliae dosis 100 kg/ha
Gambar 97. Kontrol dan petak perlakuan jamur M. anisopliae
4. Pestisida Nabati Berbahan Aktif Asap Cair untuk Pengendalian PBK
Formula insektisida nabati campuran asap cair dan serai wangi dengan konsentrasi 15% (ACS15%) lebih mampu melindungi buah kakao dari serangan penggerek buah. Nilai persentase serangan serangan penggerek
buah dapat ditekan sebesar 28,68%, kerusakan di dalam biji hanya mencapai 5,68%, dengan kehilangan hasil sekitar 3,04%.
Penyemprotan dilakukan tiap 2 minggu sekali. Konsentrasi 5 ml per liter.
Volume semprot sekitar 250 ml/pohon. Penyemprotan dilakukan sejak buah berukuran panjang sekitar 10-15 cm sampai menjelang panen.
100 | Laporan Kinerja Puslitbang Perkebunan 2018
Gambar 98. Pestisida nabati berbahan dasar asap cair
5. Formula Pupuk Hayati Penambat N, Pelarut P, dan K di Lahan Kakao Terdegradasi
Pupuk hayati yang dikembangkan terdiri dari Azospirillum, Burkholderia cepacia SS19.7, Pseudomonas migulae S7.4, Delftia lacustris BT-27 dan fungi Aspergilllus sp. SPII yang memiliki kemampuan fungsional yang baik
bagi pertumbuhan tanaman. Bakteri Pseudomonas migulae S7.4, Burkholderia cepacia SS19.7, Pseudomonas migulae S7.4, dan Delftia lacustris BT-27 merupakan isolat yang mampu melarutkan P. Ketiga bakteri
tersebut juga menghasilkan hormon pemacu tumbuh IAA, GA3, dan Zeatin, bahkan Burkholderia cepacia SS19.7, S7.4, dan Delftia lacustris BT-27 juga terdeteksi mampu menghasilkan kinetin. Fungi Aspergilllus sp. SPII juga
memiliki kemampuan menghasilkan hormon pemacu tumbuh (IAA, Ga3, dan Zeatin). Bakteri Delftia lacustris BT-27 dan fungi Aspergilllus sp. SPII juga mampu menghasilkan enzim sellulase.
Respon positif terjadi pada aplikasi bakteri Burkholderia cepacia SS19.7, Pseudomonas migulae S7.4, bakteri Delftia lacustris BT-27 dan fungi Aspergilllus sp. SPII pada bibit kakao umur 5 bulan. Hasil menunjukkan
bahwa pemberian kultur campur 4 isolat mampu meningkatkan jumlah daun 2.01%, diameter batang 15.16%, dan tinggi tanaman 7.12%.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian | 101
Gambar 99. Respons tanaman kakao terhadap pemberian mikroba (kiri) dan pupuk hayati berbahan pembawa molase (kanan)
6. Insektisida nabati Derris eliptica terhadap hama Brontispa
Dari hasil penelitian ini ternyata akar tuba Derris eliptica sangat efektif mengendalikan larva dan imago Brontispa longissima. Aplikasi konsentrasi akar tuba 1,25% - 5% (Gambar 100) dengan bahan pelarut metanol dapat
menyebabkan mortalitas larva dan imago mencapai 100%. Mortalitas larva dan imago mulai terjadi 1 hari setelah aplikasi. Akar tuba dengan pelarut air dapat menyebabkan mortalitas larva sampai 100%. Dari hasil pengujian
laboratorium ternyata insektisida nabati akar tuba Derris eliptica dengan pelarut metanol lebih efektif dibandingkan dengan pelarut air. Hasil
pengujian ini perlu dilakukan pengujian lebih lanjut di lapangan untuk memastikan efektivitasnya terhadap hama Borntispa longissima di lapangan.
Gambar 100. Konsentrasi insektisida nabati Derris eliptica
Dengan demikian rasio IKU 2 dengan target 100% telah tercapai sebesar 100%,
atau berhasil. Hal-hal yang menyebabkan tidak sesuainya target dengan hasil yang dicapai adalah beberapa kegiatan RPTP merupakan kegiatan multi years
dimana pada tahun 2018 ini belum dihasilkannya produk akhir.
Insektisida
Nabati
Derris eliptica
5 %
Insektisida Nabati
Derris eliptica
2,5 %
Insektisida
Nabati
Derris eliptica 1,25 %
Air
(Kontrol)
102 | Laporan Kinerja Puslitbang Perkebunan 2018
IKSK 03 : Jumlah rekomendasi kebijakan yang dihasilkan
Untuk mencapai sasaran kegiatan tersebut sesuai dengan yang ditetapkan dalam IKU 2018 yaitu tersedianya 4 rekomendasi kebijakan tanaman perkebunan. Sasaran tersebut telah dicapai seluruhnya yaitu 4 rekomendasi
kebijakan tanaman perkebunan dengan perincian sebagai berikut :
1. Mendukung Program Mengembalikan Kejayaan Rempah Indonesia.
Untuk mendukung program Mengembalikan Kejayaan Rempah Indonesia,
kebijakan perlu diarahkan kepada:
1. Program pengembangan rempah perlu mendapat prioritas yang memadai.
2. Riset dan pengembangan bidang rempah yang diarahkan untuk mendukung
peningkatan produktivitas, daya saing (ramah lingkungan, kesehatan, dan mutu), serta nilai tambah (diversifikasi produk)
3. Rehabilitasi tanaman tua/tidak produktif terutama untuk tanaman seperti
pala dan cengkeh di berbagai wilayah pengembangan.
4. Peningkatan nilai tambah rempah perlu didukung melalui pembangunan
industri pengolahan obat/kesehatan (biofarmaka/biomedicine), pencipta rasa (makanan, wewangian, aroma, dll), dan bahan substitusi pestisida di wilayah sentra produksi.
5. Kebijakan promosi produk rempah di wilayah pengembangan dan nasional perlu ditingkatkan.
6. Perlu kemudahan perizinan bidang perdagangan dan investasi rempah
7. Program dan kebijakan pemerintah daerah dalam pengembangan rempah perlu diperkuat dengan regulasi dalam bentuk perda untuk mendorong promosi dan pemasaran produk.
8. Perlu memperkuat kelembagaan petani dan meningkatkan akses petani terhadap lembaga permodalan
9. Penerapan sistem resi gudang pada komoditas rempah unggulan
10. Menyusun kembali sistem pendataan dalam produksi, luas areal, dan perdagangan komoditas/produk rempah secara akurat dan rinci serta berkesinambungan.
2. Penguatan Kelembagaan Petani untuk Keberlanjutan Perlindungan IG (Indikasi Geografis) Komoditas Perkebunan.
Kebijakan yang dibutuhkan untuk keberlanjutan perlindungan indikasi geografis komoditas perkebunan:
1. Melakukan penguatan Kelembagaan MPIG oleh Pemerintah daerah
bersama pengurus MPIG yang bisa menjamin anggota untuk menerapkan SOP secara konsisten, antara lain dengan:
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian | 103
Membuat dan mengedarkan pedoman pengelolaan MPIG komoditas
perkebunan terkait untuk anggota MPIG
Peningkatan kualitas SDM anggota MPIG melalui pelatihan budidaya dan
penanganan pasca panen komoditas perkebunan sesuai SOP IG, studi banding pada beberapa MPIG yang lebih maju (contoh: MPIG kopi Kintamani), atau mengundang ekspert terkait kebutuhan .
Mendorong partisipasi petani dalam kelembagaan MPIG
Peningkatan kerjasama dan disiplin anggota
Peningkatan modal bersama
2. Meningkatkan peran MPIG dalam memperluas jaringan promosi untuk memperoleh pasar dan harga yang lebih baik disertai upaya menciptakan inovasi untuk meningkatkan nilai tambah produk IG
3. Memelihara dan menjaga nama baik MPIG dg melakukan pengawasan dan kontrol serta pendekatan terhadap anggota
4. Mengaktifkan peran Pemerintah Daerah dalam mensinergikan program
pengembangan komoditas perkebunan bersertifikat IG dengan program pengembangan kawasan berbasis komoditas perkebunan.
5. Melakukan evaluasi secara berkala untuk menentukan kelayakan
resertifikasi dan perlu tidaknya perubahan buku persyaratan IG antara lain penyesuaian SOP, validasi wilayah IG dll.
6. Deregulasi kebijakan Pemerintah Daerah yang kontraproduktif terhadap keberlanjutan IG.
3. Saran Kebijakan Penerapan Precision Farming Untuk Meningkatkan
Efisiensi Produksi Gula Nasional.
Untuk meningkatkan efisiensi produksi gula, produktivitas tebu dan produksi gula nasional sesuai kaidah presicion farming, beberapa langkah yang harus
dilakukan adalah:
a. Memanfaatkan teknologi informasi untuk merekam data on farm
b. Melaksanakan Permentan no 53/2015 tentang Pedoman Budidaya Tebu
Giling yang baik secara optimal.
c. Memperbaiki manajemen PG dapat menerjemahkan informasi yang terkumpul dari hasil teknologi informasi dan menindaklanjuti sesuai
dengan rekaman data yang diperoleh.
4. Analisis Kinerja Kelembaaan Mendukung Sistem Perbenihan Komoditas Perkebunan.
1. Penguatan dan pengembangan kelembagaan perbenihan tingkat pemulia dan penangkar tertama terkait penguatan manajemen dan infrastruktur.
104 | Laporan Kinerja Puslitbang Perkebunan 2018
2. Membangun sinergisitas seluruh elemen pengelola perbenihan baik
pemerintah, swasta dan penangkar dalam memenuhi tingkat kebutuhan benih dan upaya pembinaan teknis terhadap petani
3. Memastikan ketersediaan benih unggul bersertifikat dengan mengacu
pada tepat jumlah, lokasi, mutu, harga dan waktu tanam.
4. Merancang dan membangun unit perbenihan modern untuk menghasilkan benih unggul (kualitas dan produktivitas tinggi) dalam
upaya menghadapi permintaan global terhadap komoditas strategis perkebunan sehingga mampu meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan petani
5. Mensupport dan memperkuat peran pemulia, meningkatkan pembinaan dan pemberdayaan terhadap penangkar (teknis dan non teknis).
6. Membangun alur kebijakan, produksi dan distribusi benih perkebunan
yang efektif dan efisien dalam upaya menjamin ketersediaan dan kualitas benih.
7. Pemberian stimulus dari Pemerintah berupa pendanaan bagi perusahaan benih yang melakukan kegiatan pemuliaan, karena hal tersebut akan berdampak jangka panjang.
Sasaran Kegiatan 2 : Meningkatnya kualitas layanan publik Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan
IKSK 04 : Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) atas layanan publik
Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan beserta UPT di lingkup Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan (Skala Liker 1 – 4)
Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) adalah data dan informasi tentang tingkat kepuasan masyarakat yang diperoleh dari hasil pengukuran secara kuantitatif dan kualitatif atas pendapat masyarakat dalam memperoleh pelayanan dari
aparatur penyelenggara pelayanan publik dengan membandingkan antara harapan dan kebutuhannya.
Hasil Analisis IKM Puslitbang Perkebunan tahun 2018 setelah dikonversi dengan
angka 88,61 sesuai dengan Permenpan RI No. 14 Tahun 2017 tentang Pedoman Penyusunan Survei Kepuasan Masyarakat Unit Penyelenggara Pelayanan Publik.
masuk dalam nilai persepsi 4 (88,31 – 100,00) dengan mutu pelayanan A (sangat baik).
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian | 105
Tabel 11. Tabel Penilaian IKM
NO UNSUR PELAYANAN NILAI UNSUR
NRR NILAI
PELAYANAN TERTIMBANG IKM
1 Persyaratan 3.50 0.39 87.39
2 Sistem, Mekanisme, dan Prosedur
3.45 0.38 86.35
3 Waktu Penyelesaian 3.49 0.39 87.27
4 Biaya/Tarif 3.69 0.41 92.32
5 Produk Spesifikasi Jenis Pelayanan
3.46 0.38 86.47
6 Kompetensi Pelaksana 3.50 0.39 87.61
7 Perilaku Pelaksana 3.59 0.40 89.79
8 Penanganan Pengaduan,
Saran dan Masukan 3.50 0.39 87.50
9 Sarana dan prasarana 3.71 0.41 92.78
JUMLAH
3.54
Keterangan : a. Nilai IKM Semester II TA.2018 88,61
b. Mutu pelayanan A
c. Kinerja unit pelayanan Sangat Baik
Jumlah Indek pelayanan 3,30 a. Nilai IKM setelah dikonversi = 82,61
b. Mutu Pelayanan = A c. Kinerja pelayanan Puslitbang Sangat Baik.
Keterangan : Nilai IKM : Jumlah NRR Tertimbang x 25 : 3,30 X 25 : 88,61 Interval Nilai IKM Pelayanan
Analisa :
Berdasarkan dari hasil rekapitulasi data, diperoleh nilai IKM Unit Pelayanan 88,61 yang termasuk ke dalam kategori Sangat Baik (81,26-100). Hal ini
menunjukkan bahwa pelayanan yang diberikan oleh Puslitbang Perkebunan telah memberikan kepuasan kepada pengguna jasa karena pelayanan dinilai mudah, cepat dan adil. Berdasarkan kepada unsur pelayanan yang dinilai, nilai terbesar
diperoleh untuk unsur Sarana dan prasarana dengan nilai 3,71 yang menunjukkan bahwa pengguna jasa merasa nyaman dengan kondisi sarana,
prasarana dan lingkungan pelayanan yang bersih, rapi, dan teratur. Unsur pelayanan tertinggi berikutnya adalah unsur Biaya/tarif, dengan nilai 3,69 yang menunjukkan bahwa biaya/Tarif yang dikenakan kepada penerima layanan
dalam mengurus dan/atau memperoleh pelayanan dari penyelenggara sesuai dengan kesepakatan antara pengguna jasa dengan hasil layanan yang diperoleh, serta Perilaku pelaksana, dengan nilai 3,59 yang menunjukkan petugas
106 | Laporan Kinerja Puslitbang Perkebunan 2018
pelayanan memiliki keahlian dan keterampilan, serta memiliki prilaku yang baik
dalam memberikan pelayanan kepada pengguna jasa. Nilai terendah diperoleh untuk unsur pelayanan Sistem, mekanisme, dan prosedur dengan nilai 3,45.
Sasaran Kegiatan 3 : Terwujudnya akuntabilitas kinerja instansi
pemerintah di lingkungan Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian
IKSK 05 : Jumlah temuan Itjen atas implementasi SAKIP yang terjadi
berulang (5 aspek SAKIP sesuai PermenPAN RB Nomor 12 tahun 2015 meliputi: perencanaan, pengukuran, pelaporan kinerja, evaluasi internal, dan capaian kinerja) di lingkup Pusat Penelitian dan
Pengembangan Perkebunan
Temuan Itjen atas implementasi SAKIP diperoleh dari evaluasi yang dilakukan Inspektorat Jenderal atas lima aspek SAKIP sesuai Permen PAN RB no 12 Tahun
2015 yang meliputi Rencana Strategis, Pengukuran Kinerja, Pelaporan Kinerja, Capaian Kinerja, dan Evaluasi Kinerja. Namun pada tahun 2018, Puslitbang
Perkebunan tidak menjadi sampling dalam evaluasi atas implementasi SAKIP oleh Itjen, sehingga indikator ini tidak dapat diukur tingkat keberhasilannya.
Tabel 12. Tabel indikator sasaran 4
Indikator Kinerja Target Realisasi %
Jumlah temuan Itjen atas implementasi SAKIP yang terjadi berulang (5 aspek SAKIP sesuai PermenPAN RB Nomor 12 tahun 2015 meliputi: perencanaan,
pengukuran, pelaporan kinerja, evaluasi internal, dan capaian kinerja)
4 0 0
3.1.2. PENGUKURAN CAPAIAN ANTAR TAHUN
Indikator Kinerja 1: Jumlah hasil penelitian dan pengembangan
perkebunan yang dimanfaatkan (akumulasi 5 tahun terakhir)
Tahun 2018, merupakan tahun pertama diberlakukannya PK berbasis outcome sedangkan pada tahun 2013 - 2017 masih menggunakan PK berbasis output dengan empat output utama yaitu varietas, teknologi, sumber dan rekomendasi kebijakan, sehingga perbandingan capaian kinerja hanya bisa diperbandingkan dengan PK output dari tahun 2013-2017 sedangkan untuk PK 2018 hanya dapat
diperbandingkan dengan PK 2019. Capaian kinerja tiap tahun pada setiap indikator kinerja rata-rata tercapai 100%. Perbandingan capaian output utama
tahun 2013-2017 dapat dilihat pada Tabel 13.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian | 107
Tabel 13. Pengukuran capaian antar tahun 2013-2017
Indikator Kinerja Target/
Realisasi 2013 2014 2015 2016 2017
Varietas unggul baru tanaman perkebunan
Target 10 10 7 7 7
Realisasi 9 14 11 13 21
Teknologi budidaya panen dan
pasca panen primer tanaman perkrbunan
Target 31 29 27 21 23
Realisasi 50 53 30 26 24
Rekomendasi kebijakan
pengembangan perkebunan
Target 6 6 6 6 6
Realisasi 6 6 6 6 6
Indikator Kinerja 2: Rasio hasil penelitian dan pengembangan Puslitbang Perkebunan pada tahun berjalan terhadap kegiatan
Puslitbang Perkebunan yang dilakukan pada tahun berjalan
Capaian indikator kinerja 2 jika dibandingkan tahun sebelumnya relatif stabil,
dimana pada tahun 2017 telah dihasilkan 21 VUB dari target 7 VUB (300%) dan 24 Teknologi dari target 23 (104%) di tahun 2017.Demikian juga dengan tahun 2018 telah dihasilkan 21 VUB dari target 7 VUB (300%) dan 24 Teknologi dari
target 23 teknologi (1045) namun ditahun 2018 ditambah 13 VUB Tembakau dari expert Balittas.
Tabel 14. Perbandingan capaian indikator kinerja 2 tahun 2018 dan 2017
Indikator Kinerja
Target (kegiatan
penelitian)
Capaian (hasil kegiatan
penelitian)
Persentase
Capaian (%)
2017 2018 2017 2018 2017 2018
Rasio hasil penelitian dan
pengembangan perkebunan pada tahun berjalan terhadap kegiatan penelitian dan pengembangan perkebunan yang dilakukan pada
tahun berjalan
7
23
7
23
21 VUB
24 tek
21 VUB
24 tek
300
104
300
104
Indikator Kinerja 3: Jumlah rekomendasi yang dihasilkan pada tahun
berjalan
Capaian indikator kinerja 3 jika dibandingkan tahun sebelumnya mengalami penurunan, dimana pada tahun 2017 capaian jumlah rekomendasi kebijakan
tanaman pangan tercapai 6 rekomendasi (100%), sedangkan pada tahun 2018 turun sebanyak 2 rekomendasi, dari 4 rekomendasi yang ditargetkan telah
dicapai 4 rekomendasi (100%).
108 | Laporan Kinerja Puslitbang Perkebunan 2018
Tabel 15. Perbandingan capaian indikator kinerja 3 tahun 2018 dan 2017
Indikator Kinerja
Target (rekomendasi)
Capaian (rekomendasi)
Persentase Capaian (%)
2017 2018 2017 2018 2017 2018
Jumlah rekomendasi yang dihasilkan pada tahun berjalan
6 4 6 4 100 100
Indikator Kinerja 4: Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM)
Capaian indikator kinerja 4 jika dibandingkan tahun sebelumnya tidak mengalami perubahan, jika dilihat dari nilai IKM berdasarkan nilai persepsi (skala likert), yaitu berada pada nilai tertinggi (4). Pada tahun 2017, nilai indeks unit
pelayanan mencapai 3,367 (skala likert 4). Jika dikonversi ke nilai IKM mencapai 84,17 dengan mutu pelayanan masuk kategori A, sehingga kinerja unit pelayanan Puslitbang Perkebunan pada tahun 2017 memiliki nilai Sangat Baik.
Tabel 16. Perbandingan capaian indikator kinerja 4 tahun 2018 dan 2017
Indikator Kinerja
Target (skala likert)
Capaian (skala likert)
Persentase Capaian (%)
2017 2018 2017 2018 2017 2018
Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) atas layanan publik
Puslitbang Perkebunan
- 3 4 4 100 100
Indikator Kinerja 5: Jumlah temuan Itjen atas implementasi SAKIP yang terjadi berulang (5 aspek SAKIP sesuai PermenPAN RB Nomor 12 tahun 2015 meliputi: perencanaan, pengukuran, pelaporan kinerja,
evaluasi internal, dan capaian kinerja) di lingkup Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan.
Indikator kinerja 5 tidak dapat diukur pada tahun 2018, karena di tahun ini Itjen
Kementan tidak melakukan sampling pemeriksaan implementasi SAKIP di level eselon II, sehingga tidak ada unit kerja yang disampling, termasuk Puslitbang Perkebunan. Demikian juga pada tahun 2017, Puslitbang Perkebunan tidak
menjadi unit kerja yang disampling untuk pemeriksaan implementasi SAKIP. Sehingga perbandingan antar tahun untuk indikator ini tidak ada.
3.1.3. PENGUKURAN CAPAIAN KINERJA SATKER DENGAN TARGET
RENSTRA 2015-2019
Pada Renstra Revisi Puslitbang Perkebunan 2015–2019 terjadi perubahan
indikator kinerja dibandingkan dengan Renstra sebelumnya. Pada renstra sebelumnya indikator kinerja Puslitbang Perkebunan terdiri dari: jumlah varietas
unggul, jumlah teknologi, jumlah benih sumber dan rekomendasi kebijakan
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian | 109
Tabel 17. menyajikan perbandingan target dan realisasi capaian indikator kinerja
Puslitbang Perkebunan selama periode tahun 2015–2019. Secara umum capaian kinerja Puslitbang Perkebunan tahun 2018 telah mencapai target yang ditetapkan Renstra. Indikator yang mencapai target sesuai dengan sasaran yang
ditetapkan dengan capaian 100% yaitu indikator kinerja 2, rasio hasil penelitian dan pengembangan Perkebunan pada tahun berjalan terhadap kegiatan penelitian dan pengembangan perkebunan yang dilakukan pada tahun berjalan
dan indikator kinerja 4, Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) atas layanan publik Puslitbang Perkebunan. Indikator yang nilai capaiannya telah sesuai dengan target Renstra Revisi yaitu indikator kinerja 1, jumlah hasil penelitian dan
pengembangan Perkebunan yang dimanfaatkan (akumulasi 5 tahun terakhir) dengan capaian sebesar 100,00%, dan indikator 3, Jumlah rekomendasi yang dihasilkan pada tahun berjalan (100,00%). Sedangkan indikator kinerja 5 tidak
dapat diukur, karena tidak ada nilainya.
Dengan adanya penyempurnaan IKU, Renstra Puslitbang Perkebunan direvisi
pada tahun 2018, sehingga untuk perbandingan nilai capaian selama tahun 2015 – 2018 dengan target Renstra Revisi tahun 2015 – 2019, hanya dapat dilakukan pada dua tahun terakhir (2018 dan 2019) seperti tercantum pada Tabel 19.
Tabel 17. Perbandingan nilai capaian 2015-2019
Indikator Kinerja Target/
Realisasi 2015 2016 2017 2018 2019
Jumlah hasil penelitian dan pengembangan Perkebunan yang dimanfaatkan (akumulasi 5 tahun terakhir)
Target - - - 55 55
Realisasi - - - 80 -
Persentase
capaian 145,45 -
Rasio hasil penelitian dan pengembangan tanaman pangan pada tahun berjalan terhadap
kegiatan penelitian dan pengembangan Perkebunan yang dilakukan pada tahun berjalan
Target - - - 100,00 100,00
Persentase capaian
- - - 100,00 -
Jumlah rekomendasi kebijakan yang dihasilkan pada tahun berjalan
Target 6 6 6 4 4
Realisasi 6 6 6 4 - Persentase
capaian 130,00 100,00 100,00 100,00 -
Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM)
atas layanan publik Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan
Target - - - 4 4
Realisasi - - - 3 3 - - - 100,00
Jumlah temuan Itjen atas implementasi SAKIP yang terjadi
berulang (5 aspek SAKIP sesuai PermenPAN RB Nomor 12 tahun 2015 meliputi: perencanaan, pengukuran, pelaporan kinerja,
evaluasi internal, dan capaian kinerja) di lingkup Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan
Target - - - 4 0
Realisasi - - - 0 0
Persentase capaian
- - - 0 100,00
Indikator kinerja 1, jumlah hasil penelitian dan pengambangn perkebunan yang dimanfaatkan (akumulasi 5 tahun terakhir) capaiannya dari target Renstra Revisi 2015-2019 telah mencapai 145,45%. Sedangkan untuk indikator kinerja 3,
110 | Laporan Kinerja Puslitbang Perkebunan 2018
jumlah rekomendasi kebijakan perkebunan yang dihasilkan, capaiannya sebesar
100,00% dari total target Renstra Revisi. Indikator kinerja 2, rasio hasil penelitian dan pengembangan perkebunan pada tahun berjalan terhadap kegiatan penelitian dan pengembangan perkebunan yang dilakukan pada tahun
berjalan sebasar 100,00% dan indikator kinerja 4, Indeks Kepuasan Masyarakat (IKM) atas layanan publik Puslitbang Perkebunan capaiannya sudah mencapai 133,33% dari target renstra.
Khusus untuk indikator kinerja 5, jumlah temuan Itjen atas implementasi SAKIP yang terjadi berulang di lingkup Puslitbang Perkebunan, tidak dapat dibandingkan pencapaiannya karena tidak ada nilai dan tidak dapat diukur, hal
ini disebabkan oleh tidak adanya penilaian itjen terkait implementasi SAKIP di Puslitbang Perkebunan pada tahun 2018.
3.1.4. KEBERHASILAN, KENDALA DAN LANGKAH ANTISIPASI
Keberhasilan
Secara umum sasaran strategis penelitian dan pengembangan perkebunan yang
dituangkan dalam Renstra 2015-2019 telah berhasil dicapai dalam mendukung program Balitbangtan untuk menghasilkan teknologi dan inovasi pertanian bioindustri berkelanjutan. Dampak nyata dalam menunjang pencapaian 4 sukses
Kementerian Pertanian. Secara tidak langsung tercapainya keberhasilan ini tidak dapat dipisahkan peran hasil-hasil penelitian yang dilakukan Puslitbang Perkebunan.
Kontribusi nyata Puslitbang Perkebunan adalah varietas unggul baru tanaman perkebunan, teknologi budi daya panen dan pascapanen, benih sumber, serta Rekomendasi kebijakan perkebunan, turut mewarnai keberhasilanpembangunan
pertanian di sektor perkebunan. Puslitbang Perkebunan terus berupaya memacu kinerja melalui penyusunan program secara komprehensif sesuai dengan keinginan pengguna dan program pembangunan pertanian dari Kementerian
Pertanian. Produksi dan produktivitas tanaman perkebunan akan terus dipacu untuk mencapai swasembada gula tahun 2022.
Adopsi teknologi dipercepat dengan diseminasi multichannel melalui kerja sama
dengan berbagai pihak, terutama penyuluh lapang dan dukungan pemerintah daerah. Penyebarluasan inovasi teknologi baik melalui media cetak, ekspose
lapang, dan media elektronik sangat bermanfaat dengan meningkatnya adopsi teknologi yang telah dihasilkan. Memperbanyak jumlah Demplot di berbagai daerah ditengarai mampu meningkatkan adopsi varietas unggul baru dan
teknologi produksi lainnya.
Capaian kinerja tahun 2018 telah menjadi acuan dalam penyusunan rencana dan pemantauan kegiatan pada tahun mendatang, serta menjadi bahan reviu
Renstra Puslitbang Perkebunan 2015-2019.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian | 111
Kendala
Dalam melaksanakan kegiatan penelitian sangat bergantung pada kondisi lingkungan seperti temperatur, iklim, dan musim. Kondisi lapang yang tak terduga terkadang menyebabkan munculnya serangan hama dan penyakit yang
meski sudah diantisipasi tetap tidak dapat terkendali. Pengaruh pemanasan global juga terasa di lapang seperti penentuan saat musim hujan tiba atau awal musim kemarau sangat sulit diprediksi. Hal ini mempengaruhi saat penentuan
musim tanam dan pelaksanaan penelitian di lapang.
Langkah Antisipasi
Solusi untuk menghadapi berbagai kendala di lapang terus dilakukan baik
dengan memanfaatkan inovasi teknologi yang telah dihasilkan melalui penelitian, maupun meningkatkan kerja sama dengan berbagai pihak, terutama penyuluh lapang dan pemerintah daerah. Penyebarluasan inovasi teknologi baik melalui
media cetak, ekspose lapang, dan media elektronik sangat bermanfaat dengan meningkatnya adopsi teknologi yang telah dihasilkan. Termasuk pula
pengembangan melalui TSP dan TTP di seluruh Indonesia. Memperbanyak jumlah demplot di berbagai daerah ditengarai mampu meningkatkan adopsi varietas unggul baru dan teknologi produksi lainnya.
3.1.5. ANALISIS ATAS EFISIENSI PENGGUNAAN SUMBERDAYA
Salah satu indikator pengukuran dan evaluasi kinerja atas pelaksanaan rencana kerja dan anggaran kementerian/lembaga dalam PMK No. 214 Tahun 2017
adalah nilai efisiensi kinerja. Nilai efisiensi merupakan efisiensi keluaran (output) kegiatan untuk evaluasi kinerja anggaran atas aspek implementasi tingkat satuan kerja/kegiatan. Data yang dibutuhkan untuk mengukur nilai efisiensi, meliputi:
data capaian keluaran (output) kegiatan, data capaian, pagu anggaran; dan realisasi anggaran. Pengukuran nilai efisiensi dilakukan dengan membandingkan selisih antara pengeluaran seharusnya dan pengeluaran sebenarnya dengan
pengeluaran seharusnya.
Pengeluaran seharusnya merupakan jumlah anggaran yang direncanakan untuk menghasilkan capaian keluaran (output) kegiatan. Pengeluaran sebenarnya
merupakan jumlah anggaran yang terealisasi untuk menghasilkan capaian keluaran (output) kegiatan. Jika efisiensi diperoleh lebih dari 20%, maka nilai
efisiensi (NE) yang digunakan dalam perhitungan nilai kinerja adalah nilai skala maksimal (100%).
Tabel 18. menyajikan nilai efisiensi kinerja dari indikator kinerja Rasio hasil
penelitian dan pengembangan tanaman pangan pada tahun berjalan terhadap kegiatan penelitian dan pengembangan tanaman pangan yang dilakukan pada tahun berjalan yang ada pada Perjanjian Kinerja (PK) Puslitbang Perkebunan
yang menggunakan anggaran pada tahun 2018. Hal ini menunjukkan terjadi efisiensi penggunaan sumber daya anggaran di lingkup Puslitbang Perkebunan.
112 | Laporan Kinerja Puslitbang Perkebunan 2018
Tabel 18. Nilai efisiensi kinerja indikator kinerja utama Puslitbang Perkebunan TA. 2018
3.2. AKUNTABILITAS KEUANGAN
3.2.1. Realisasi Anggaran Lingkup Puslitbang
Pagu dana yang dikelola Puslitbang Perkebunan beserta Unit Pelaksana Teknis (Balittro, Balittas, Balit Palma dan Balittri) pada TA 2018 Rp. 148.794.443.000,-,
Alokasi anggaran per jenis belanja, satker dan output pada TA 2018 disajikan pada gambar 100, 101 dan 102 berikut:
Gambar 101. Alokasi anggaran lingkup Puslitbang Perkebunan berdasarkan jenis Belanja TA 2018
Indikator Kinerja/
Kegiatan
Target Volume Output
Realisasi Volume Output
Pagu Anggaran (Rp)
Realisasi Anggaran
(Rp)
Harga satuan (pagu)
Harga Total seharusnya
Efisiensi
Teknologi Tanaman Perkebunan
26 43 9.047.121.000 9.032.724.896 414.646.594 708.282.176 41,46
Rekomendasi Kebijakan 4 4 508.850.000 506.460.652 126.615.163 127.212.500 0,47
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian | 113
PUSLIT; 37.828.601.000
BALITTRO; 33.299.915.000
BALITTAS; 24.393.047.000
BALIT PALMA; 21.839.771.000
BALITTRI; 31.433.109.000
PAGU ANGGARAN UNIT KERJA TA. 2018
Gambar 102 . Alokasi anggaran lingkup Puslitbang Perkebunan Berdasarkan
Satker TA 2018
Gambar 103. Alokasi Anggaran Lingkup Puslitbang Perkebunan Berdasarkan
Output Diluar Anggaran Dukungan Manajemen Litbang TA 2018
Realisasi Keuangan Puslitbang Perkebunan per 31 Desember 2018 sebesar Rp. 145.582.284.324,- (97,84%). Realisasi anggaran pada tahun 2018 mengalami
kenaikan dibandingkan periode yang sama pada tahun anggaran 2017 yang mencapai 96,11%.
Pagu dan realisasi keuangan Puslitbang Perkebunan selama periode 5 tahun
terakhir ditunjukkan dalam gambar 104.
114 | Laporan Kinerja Puslitbang Perkebunan 2018
Gambar 104. Persentase Realisasi Anggaran Puslibang Perkebunan TA 2014-2018
Serapan anggaran dari TA 2014 sampai dengan TA 2015 menunjukkan peningkatan, TA 2016 menurun sedikit dari 98,39% pada tahun 2015 menjadi 97,69% pada TA 2016 dan menurun kembali menjadi 96,10 pada TA 2017.
Namun mengalami kenaikan di TA 2018 menjadi 97,88, hal ini menunjukkan kinerja keuangan yang baik, karena masih diatas 95%.
Realisasi anggaran berdasarkan satker pada TA. 2018 disajikan dalam Gambar 108 berikut:
Gambar 105. Realisasi Anggaran Lingkup Puslitbang Perkebunan Berdasarkan Satker TA 2018
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian | 115
Gambar 106. realisasi UK/UPT TA 2018
Realisasi keuangan berdasarkan UK/UPT pada TA 2018, berturut-turut dari satker Puslitbang Perkebunan, Balittro, Balittri, Balittas dan Balit Palma
adalah:97,69%, 97,57%, 99.08%, 96,82% dan 97,88%. Realisasi keuangan tersebut cukup bagus (diatas 90%).
Berdasarkan jenis belanja, realisasi belanja pegawai, barang operasional, barang
non operasional dan modal per 31 Desember 2018 berturut-turut mencapai 96,39%; 97,93%; dan 99,38% dan 97,85% (Gambar 110). Realisasi anggaran pegawai, belanja barang dan modal yang diatas 95% menunjukkan bahwa
penyerapan anggaran sudah bagus, dan pelaksanaan kegiatan sudah berjalan dengan lancar.
Gambar 107. Realisasi Anggaran Berdasarkan Jenis Belanja TA 2018
116 | Laporan Kinerja Puslitbang Perkebunan 2018
Realisasi anggaran lingkup Puslitbang Perkebunan berdasarkan output utama
sampai dengan akhir tahun anggaran 2018 adalah sebagai berikut:
Tabel 19. Realisasi Anggaran Lingkup Puslitbang Perkebunan berdasarkan Sasaran Output Utama TA 2018
NO Kegiatan Utama
Anggaran
Pagu Realisasi
(Rp.) (Rp.) ( % )
1 2 3 4 5
Program : Penciptaan Teknologi dan Inovasi Pertanian Bio-Industri Berkelanjutan Kegiatan : Penelitian dan Pengembangan Tanaman Perkebunan
A. Puslitbangbun 148.794.443.000 144.163.083.224 96,89
1 Varietas Unggul Tanaman Perkebunan + PN
4.276.680.000 4.262.283.896 99,66
2 Benih Tebu (G2)
3 Teknologi Tanaman Perkebunan 4.770.441.000 4.656.975.273 85,91
4 Taman Sains Pertanian 11.436.050.000 9.824.508.072 99,53
5 Rekomendasi Kebijakan Perkebunan 508.850.000 506.460.652 99,17
6 Inovasi Teknologi Pengembangan Bahan Bakar Nabati dan Bioenergi
1.853.700.000 1.838.390.366 99,44
7 Diseminasi inovasi teknologi komoditas tanaman perkebunan
6.923.860.000 6.885.264.718 99,22
8 Produk/formula Komoditas Tanaman Perkebunan
893.000.000 886.019.316 99,53
9 Benih Tanaman Perkebunan Lainnnya 16.480.283.000 16.403.637.087 98,97
10 Unit Perbenihan Komoditas Strategis 13.641.423.000 13.501.300.815 97,03
11 Dukungan Manajemen 88.010.156.000 85.398.243.029 97,03
Sampai dengan 31 Desember 2018, Realisasi Keuangan berdasarkan kegiatan/output utamanya (Tabel 19) adalah sebagai berikut: varietas unggul
mencapai 99,66%, benih tebu 0% karena kegiatan dihapus saat refocusing anggaran, teknologi tanaman perkebunan 85,91%, Taman Sains Perkebunan 99,53%, rekomendasi kebijakan 99,17%, inovasi teknologi 99,44%, diseminasi
inovasi 99,22%, Produk olahan/teknologi diversifikasi dan peningkatan nilai tambah mencapai 99,53%, benih sumber mencapai 98,97%, unit perbenihan perkebunan 97,03% serta dukungan manajemen 97,03%. Realisasi keuangan
seluruh output kegiatan diatas sudah mencapai 96,89%, menunjukkan kinerja keuangan yang baik .
3.2.2. Realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP)
Puslitbang Tanaman Perkrbunan berdasarkan peraturan yang berlaku mengumpulkan dan menyetorkan penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Secara umum target yang ditetapkan pada tahun 2018 dapat terlampaui tercapai
136,67%.
Adapun Realisasi Penerimaan Pendapatan Negara Bukan Pajak (PNBP) sampai dengan 31 Desember 2018 antara lain Penerimaan Umum sebesar Rp.
1.011.378.973,- (259,57%) dan Penerimaan Fungsional Rp. 3.884.796.282,-
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian | 117
(121,67%). Total penerimaan PNBP lingkup Puslitbang Perkebunan sebesar Rp.
4.896.175.255,- (137,67%) dari target Rp. 3.582.531.000,-
Tabel 20. Target dan realisasi PNBP lingkup Puslitbang Perkebunan, 2018
Penerimaan
Umum
Penerimaan
Fungsional
Penerimaan
Umum%
Penerimaan
Fungsional%
Puslibang Perkebunan 5.000.000 71.755.000 312.846.435 6.256,93 73.755.000 102,79
BALITTRO 9.500.000 1.612.897.000 208.343.432 2.193,09 1.910.050.932 118,42
BALITTAS 349.824.000 335.676.000 332.186.575 94,96 707.864.150 210,88
BALIT PALMA 22.308.000 961.281.000 27.828.000 124,74 966.523.200 100,55
BALITTRI 3.000.000 211.290.000 130.174.531 4.339,15 226.603.000 107,25
Total 389.632.000 3.192.899.000 1.011.378.973 259,57 3.884.796.282 121,67
Satker
Target (Rp) Realisasi (Rp)
118 | Laporan Kinerja Puslitbang Perkebunan 2018
IV. PENUTUP
Secara umum sasaran strategis penelitian dan pengembangan perkebunan yang
dituangkan dalam Renstra 2015-2019 telah berhasil dicapai dalam mendukung
program Balitbangtan untuk menghasilkan teknologi dan inovasi pertanian
bioindustri berkelanjutan. Dampak nyata dalam menunjang pencapaian 4 sukses
Kementerian Pertanian secara tidak langsung tercapainya peningkatan produksi
padi, jagung, dan kedelai. Keberhasilan ini tidak dapat dipisahkan peran hasil-
hasil penelitian yang dilakukan Puslitbang Perkebunan.
Peningkatan produksi Perkebunan dicapai melalui sistem perbenihan yang baik,
serta pelaksanaan kegiatan mendukung 1000 desa mandiri benih. Berbagai
varietas tanaman perkebunan yang diminati petani telah ditanam petani melalui
pembinaan calon penangkar benih di sentra produksi tanaman perkebunan di
Indonesia. Hal ini dapat terlaksana karena ketersediaan benih sumber yang
diproduksi oleh UPBS lingkup Puslitbang Perkebunan untuk memenuhi kebutuhan
benih bermutu di tingkat petani.
Adopsi teknologi dipercepat dengan diseminasi multichannel melalui kerja sama
dengan berbagai pihak, terutama penyuluh lapang dan dukungan pemerintah
daerah. Penyebarluasan inovasi teknologi baik melalui media cetak, ekspose
lapang, dan media elektronik sangat bermanfaat dengan meningkatnya adopsi
teknologi yang telah dihasilkan. Pelaksanaan Demfarm dalam skala luas di
berbagai daerah ditengarai mampu meningkatkan adopsi varietas unggul baru
dan teknologi produksi lainnya, yang selanjutnya berdampak terhadap
peningkatan produksi dan pendapatan petani.
Keberhasilan kinerja Kementerian Pertanian ini tidak luput dari perhatian dan
mendapat apresiasi Menteri Pertanian RI. Bahkan Menteri Pertnian RI
berkesempatan untuk memberi nama varietas unggul baru Tebu dengan nama
AAS Agribun. Ini merupakan suatu tantangan untuk meningkatkan kinerja
Puslitbang Perkebunan di masa mendatang didukung anggaran yang mencukupi.
Capaian kinerja tahun 2018 telah menjadi acuan dalam penyusunan rencana
dan pemantauan kegiatan pada tahun mendatang, serta menjadi bahan reviu
Renstra Puslitbang Perkebunan 2015-2019.
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian | 119
Lampiran 1. Perjanjian Kinerja Tahun Anggaran 2018
120 | Laporan Kinerja Puslitbang Perkebunan 2018
Badan Penelitian dan Pengembangan Pertanian | 121
Lampiran 2. Struktur Organisasi Pusat Penelitian dan Pengembangan Perkebunan
Tahun 2018