BAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK REFERAT
FAKULTAS KEDOKTERAN MARET, 2014
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
ILEUS OBSTRUKTIF
OLEH
Rusmin Usman
10542 0146 09
PEMBIMBING
dr. Marlenny W.T. Martoyo, Sp.A
DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITRAAN KLINIKBAGIAN ILMU KESEHATAN ANAK
FAKULTAS KEDOKTERANUNIVERSITAS MUHAMMADIYAH MAKASSAR
2014 0
BAB I
PENDAHULUAN
Ileus adalah gangguan pasase isi usus yang merupakan tanda adanya obstruksi usus
akut yang segera memerlukan pertolongan atau tindakan. Ileus terbagi dua yaitu ileus
obstruksi dan ileus paralitik. Ileus obstruksi merupakan kegawatdarurataan abdomen dan
merupakan 60-70% dari seluruh kasus akut abdomen diluar appendisitis akut.(8,12)
Ileus obstruksi adalah hilangnya atau adanya gangguan pasase isi usus yang
disebabkan oleh sumbatan mekanik. Obstruksi usus dapat disebabkan karena adanya lesi pada
bagian dinding usus, diluar usus, maupun di lumen usus. Obstruksi usus dapat bersifat akut
maupun kronis, parsial maupun total. Penyebab obstruksi kolon yang paling sering adalah
karsinoma, terutama pada daerah rektosigmoid dan kolon kiri distal. Sebagian besar obstruksi
mengenai usus halus. Obstruksi pada usus halus dapat disebabkan oleh strangulasi, invaginasi
atau sumbatan di dalam lumen usus. 75% dari kasus obstruksi usus halus disebabkan oleh
adhesi intraabdominal pasca operasi. Penyebab tersering lainnya adalah hernia inkarserata
dan penyakit Chron.Obstruksi total usus halus merupakan keadaan gawat yang memerlukan
diagnosis dini dan tindakan pembadahan darurat bila penderita ingin tetap hidup.(5,8,12)
Pada referat ini akan dibahas mengenai ileus obstruksi, mulai dari anatami usus,
epidemiologi, etiologi, patofisiologi, gejala klinis, pemeriksaan fisik maupun penunjang,
komplikasi, terapi sampai prognosis.
1
BAB II
ANATOMI DAN FISIOLOGI USUS
2.1 ANATOMI USUS
A. Usus Halus
Usus halus merupakan tabung yang kompleks, berlipat-lipat, dan
membentang dari pilorus hingga katup ileosekal dengan panjang sekitar 6,3m
(21 kaki) dengan diameter kecil 2,5 cm (1inci). Usus halus terdiri dari tiga
bagian yaitu duodenum, jejenum, dan ileum.(8,15)
Duodenum merupakan bagian proksimal dari usus halus yang letakya
retroperitoneal. Duodenum berbentuk seperti huruf C yang panjangnya 25 cm
yang menghubungkan gaster dengan jejenum. Duodenum merupakan muara
dari saluran pankreas dan empedu. Duodenum terdiri dari 4 bagian yaitu (3)
1. Pars superior duodeni, yang hampir selalu ditutupi oleh peritoneum dan cukup
mobile.
2. Pars descenden duodenum terletak pada garis vertical dari apex pars superior
duodeni sampai sepertiga bagian horizontal. Pada bagian medialnya terdapat
ductus choledocus dan ductus pancreaticus wirsungi. Terletak di
retroperitoneum
3. Pars horizontalis duodenum, melintasi garis setinggi vertebra lumbalis ketiga.
Serta terletak di bagian depan vena cava inferior
4. Pars ascendens duodenum, terletak di anterior kiri aorta. Terdapat ligamentum
treitz yang memfiksasi pada bagian kaudal.
Gambar 2.1. Bagian duodenum2
Duodenum diperdarahi terutama oleh arteri gastroduodenalis dan
cabangnya yaitu arteri pankreatikoduodenalis superior yang beranastomosis
dengan arteri pancreaticoduodenalis inferior (cabang pertama dari arteri
mesentrica superior). Darah dikembalikan melalui vena pankreatikoduodenalis
yang bermuara ke vena mesenterika superior. Pembuluh limfe mengalir
melalui pembuluh limfe mesenteric, ke cisterna chyli lalu menuju ducutus
thoracicus dan ke vena subklavia kiri. Persarafan duodenum diatur oleh
parasimpatis dan simpatis yang berasa dari nervus vagus dan nervus
splanchnic.(5,8)
Gambar 2.2. Perdarahan usus halus
Pemisahan duodenum dan ileum ditandai oleh adanya ligamentum
Treitz, yaitu suatu pita muskulofibrosa yang berorigo pada krus dekstra
diafragma dekat hiatus esophagus dan berinsersi pada perbatasan antara
duodenum dan jejenum. Ligamentum ini berperan sebagai penggantung
(suspensorium). (8)
Sekitar duaperlima dari sisa usus halus adalah jejenum, dan tiga
perlima bagian akhirnya adalah ileum. Jejenum dan ileum digantung oleh
mesenterium yang merupakan lipatan peritoneum yang menyokong pembuluh
darah dan limfe yang menyuplai ke usus. Secara histologi, ileum memiliki plak 3
peyeri dan jejenum memiliki lapisan mukosa yang lebih tebal yang disebut
plica sirkulare.
Perdarahan jejenum dan ileum berasal dari arteri mesenterika superior
yang dicabangkan dari aorta tepat dibawah arteri celiaca. Cabang cabang arteri
jejenal dan ileal muncul dari arteri mesenterka superior sebelah kiri. Mereka
saling beranastomosis dan membentuk arkade yang disebut vasa recta, yang
menyupai jejenum dan ileum dan terbentang diantara mesenterium, jejenum
memiliki arkade lebih sedikit namun vasa recta yang lebih panjang.
Sedangkan ileum memiliki 4-5 arkade dan vasa recta yang lebih pendek.
Bagian ileum terbawah juga diperdarahi oleh arteri ileokolika.(8,11)
Dinding usus halus terdiri dari 4 lapisan yaitu mukosa, submukosa,
muskularis propria, dan serosa. Lapisan mukosa terdiri dari vili, yang
memperluas permukaan untuk absorpsi, sel goblet, kripta Lieberkuhn, lamina
propria, dan mucosa muskularis.
Lapisan submukosa terdiri dari pembuluh darah dan pleksus Meissner.
Lapoisan muskularis propria terdiri dari lapisan otot yaitu lapisan otot sirkular
dan lapisan otot longitudinal dan pleksus myenteric Auerbach. Lapisan serosa
menyelimuti organ dalam rongga peritoneum yang disebut peritoneum
visceral.(11)
B. Kolon
Kolon berbentuk tabung muskular berongga dengan panjang sekitar
1,5m yang terbentang dari sekum hingga rektum. Usus besar dibagi menjadi
sekum, kolon asenden, kolon transversum, kolon desenden, kolon sigmoid,
dan rektum. Kolon transversum dan kolon sigmoid memiliki penggantung
sendiri yang disebut mesokolon tranversum dan mesocolon sigmoid, sehingga
letaknya intraperitoneal. Sedangkan kolon asending dan desending letaknya
retroperitoneal.(1,7)
4
Gambar 2.3. Anatomi usus besar
Secara histologi, usus beesar memiliki empat lapisan morfologik
seperti usus lain. Lapisan otot longitudinal usus besar tidak sempurna, tetapi
terkumpul dalam tiga pita yang disebut taenia koli. Panjang taenia koli lebih
pendek daripada usus, seehingga usus tertarik dan berkerut membentuk
kantong-kantong kecil yang disebut haustrae.(1)
Perdarahan usus besar secara garis besar diperdarahi oleh arteri
mesenterica superior dan arteri mesnterica inferior. Arteri mesenterica superior
bercabang menjadi arteri kolika dekstra, arteri kolika media, arteri ileokolika,
dan arteri appendikulare yang kemudian memperdarahi sekum, kolon
asendens, dan duapertiga proksimal kolon transversum. Sedangkan arteri
mesenterica inferior bercabang menjadi arteri kolika sinistra, arteri sigmoid,
dan arteri rektal superior yang kemudian memperdarahi sepertiga distal kolon
transversum, kolon desenden, kolon sigmoid, dan bagian proksimal rektum.
Pada rektum, terdapat suplai darah tambahan yaitu arteri hemoroidalis media
dan inferior yang merupakan cabang dari arteri iliaka interna.(1)
Aliran balik vena usus besar melalui vena mesenterica superior, vena
mesenterika inferior dan vena hemoroidalis superior yang bermuara ke vena
porta. Vena hemoroidalis media dan inferior menuju ke vena iliaka.(1)
Kolon dipersarafi oleh serabut simpatis yang berasal dari nervus
splangnikus dan pleksus presakralis, sedangkan serabut parasimpatis berasal
dari nervus vagus.(1,15)
5
2. 2 FISIOLOGI USUS
Usus halus mempunyai dua fungsi utama yaitu pencernaan dan penyerapan
nutrisi, air, elektrolit, dan mineral. Proses pencernaan dimulai dalam mulut dan
lambung oleh kerja ptialin, HCL, pepsin, mukus, renin, dan lipase lambung
terhadap makanan yang masuk. Proses ini berlanjut ke dalam duodenum terutama
oleh kerja enzim enzim pankreas yang menghidrolisis karbohidrat, lemak, dan
protein menjadi zat yang lebih sederhana. Adanya bikarbonat memberikan
perlindungan terhadap asam dan memberikan pH optimal untuk kerja enzi-enzim. .(8,15)
Segmentasi, yaitu metode utama usus halus, secara merata mencampur
makanan dengan getah pankreas, empedu, dan usus halus untuk mempermudah
pencernaan.Segmentasi terdiri dari kontraksi otot polos sirkuler berbentuk cincin di
sepanjang usus halus. Dalam beberapa detik, segmen yang berkontraksi akan
melemas, dan daerah yang sebelumnya melemas akan berkontraksi. Kontraksi yang
berosilasi ini mencampur secara merata kimus dengan getah pencernaan yang
disekresikan ke dalam lumen usus dan memajankan seluruh kimus ke permukaan
absorptif mukosa usus halus. Kontraksi segmental diawali oleh sel pemacu usus
halus, yang menghasilkan BER (basic electric rythm) Kecepatan segmentasi di
duodenum adalah dua belas kali per menit, dan di ileum terminal hanya sembilan
kali per menit. Gerakan peristaltik ini mendorong kimus ke arah kolon. (15)
Getah yang dikeluarkan oleh usus halus yang disebut sukus enterikus tidak
mengandung enzim pencernaan apapun. Enzim-enzim pencernaan yang disintesis
oleh usus halus bekerja secara intrasel di dalam membran brush border sel epitel.
Enzim-enzim ini menyelesaikan pencernaan karbohidrat dan protein sebelum
masuk ke dalam darah.(15)
Pencernaan lemak terjadi di lumen usus halus oleh lipase pankreas. Karena
tidak larut air, produk pencernaan lemak harus mengalami beberapa transformasi
yang memungkinkan diserap secara pasif dan masuk ke limfe. Sebagian besar
garam empedu dikeluarkan oleh kandung empedu ke dalam duodenum untuk
6
membantu pencernaan lemak, yang akan direabsorpsi dalam ileum terminal dan
masuk kembali ke hati. (15)
Mukosa usus halus memiliki adaptasi tinggi terhadap fungsi pencernaan dan
penyerapan. Lapisan ini membentuk lipatan-lipatan yang mengandung banyak
tonjolan berbentuk jari,vilus, yang juga terdapat mikrovilus / brush border. Vilus
dan mikrovilus ini meningkatkan luas permukaan yang teredia untuk menyimpan
enzim enzim dan untuk melaksanakan penyerapan aktif dan pasif. Mukosa usus ini
diganti setiap 3 hari untuk memastikan adanya sel sel epitel yang sehat dan
fungsional.(15)
Usus halus menyerap hampir semua nutrisi dari makanan yang masuk dan
getah pencernaan yaitu sekitar 9 L per hari, dalam bentuk H2O dan zat zat terlarut
termasuk vitamin, elektrolit, hanya sejumlah kecil cairan dan residu makanan yang
tidak dapat diserap (sekitar 500ml) yang lolos ke usus besar. Sebagian besar
penyerapan berlangsung di duodenum dan jejenum, sangat sedikit yang
berlangsung di ileum karena sebagian besar penyerapan sudah selesai sebelum isi
lumen sampai ke ileum. Bila ileum terminal diangkat, penyerapan vitamin B12 dn
garam emepedu akan terganggu karena mekanisnme transportasi usus hannya
terdapat pada daerah ini.(8,15)
Di pertemuan antara usus halus dan usus besar, yaitu ileum terminal, akan
mengosongkan isisnya ke dalam sekum. Pertemuan ini membentuk katup
ileosekum yang dikelilingi oeh otot polos tebal, sfingter ileosekum. Tekanan di sisi
sekum mendorong katup tertutup dan menyebabkan sfingter berkontraksi. Hal ini
mencegah isi kolon yang penuh bakteri mencemari usus halus yang kaya akan
nutrien. Sebagai respon terhadap tekanan di sisi ileum dan terhadap hormon gastrin
yang disekresikan sewaktu makanan baru masuk ke lambung, sfingter membuka
dan memungkinkan isi ileum memasuki usus besar.(15)
Dalam keadaan normal, kolon menerima sekitar 500ml kimus dari usus halus
setiap hari. Isi usus yang disalurkan ke kolon terdiri dari residu makanan yang
tidak dapat dicerna (misal selulosa), empedu yang tidak dapat diserap, dan sisa
cairan. Kolon mengekstraksi H2O dan garam dari isi lumennya kemudian
7
memekatkan dan menyimpan residu makanan sampai mereka dapat dieliminasi
dari tubuh sebagai feses. (15)
Gerakan dalam kolon (kontraksi haustrae) bergerak lambat untuk mengaduk
isi kolon maju mundur untuk menyelesaikan penyerapan sisa cairan dan elektrolit.
Umumnya setelah makan, tiga sampai empat kali sehari terjadi peningkatan
motilitas pada segmen kolon asenden dan tranversum. Kontraksi usus yang disebut
mass movement ini mendorong isi kolon ke bagian distal. Mass movement ini
terjadi akibat refleks gastrokolon, yang diperantarai hormon gastrin dan saraf
otonom ekstrinsik. Refleks ini mendorong isi kolon ke dalam rektum yang memicu
refleks defekasi. Refleks ini disebabkan untuk sfingter anus internus yang melemas
dan rektum serta sigmoid untuk berkontraksi lebih kuat. Refleks ini dapat dengan
secara sengaja dihentikan dengan kontraksi sfingter anus eksternus. (15)
8
BAB III
ILEUS OBSTRUKSI
3.1 Definisi
Ileus obstruksi merupakan gangguan mekanik baik parsial maupun total dari
pasase isi usus. Ileus obstuktif merupakan penyumbatan intestinal mekanik yang terjadi
karena adanya daya mekanik yang mempengaruhi dinding usus sehingga menyebabkan
penyempitan atau penyumbatan lumen usus. Hal ini menyebabkan pasase lumen usus
tergangggu.(6,8,13)
Ileus obstruksi disebut juga obstruksi lumen usus, disebut demikian apabila
disebabkan oleh strangulasi, invaginasi, atau sumbatan di dalam lumen usus. Pada
obstruksi harus dibedakan lagi obstruksi sederhana dari obstruksi strangulasi. Obstruksi
sederhana ialah obstruksi yang tidak disertai terjepitnya pembuluh darah. Pada
strangulasi ada pembuluh darah yang terjepit sehingga terjadi iskemia yang akan
berakhir dengan nekrosis atau gangren yang ditandai dengan gejala umum berat, yang
disebabkan oleh toksin dari jaringan gangren. Jadi strangulasi memperlihatkan
kombinasi gejala obstruksi dengan gejala sistemik akibat adanya toksin dan sepsis.
Obstruksi usus yang disebabkan oleh hernia, invaginasi, adhesi, dan volvulus mungkin
sekali disertai strangulasi. Sedangkan obstruksi oleh tumor atau obstruksi oleh cacing
askaris adalah obstruksi sederhana yang jarang menyebabkan strangulasi. (8,6)
3.2 Epidemiologi
Ileus obstruksi merupakan kelainan bedah yang paling sering ditemui pada
usus halus. Adhesi intraabdominal pasca operasi merupakan etiologi yang paling sering
yaitu 75% dari seluruh kasus. Etiologi yang sering lainnya adalah hernia dan penyakit
Crohn. Pada kolon, kanker merupakan penyebab tersering dari ileus obstruksi.
Penyebab lainnya meliputi menyempitnya lumen usus karena diverkulitis atau penyakit
infeksi usus.(5,9)
Di Indonesia, perlekatan usus merupakan penyebab yang menempati ururtan
pertama saat ini. Maingot melaporkan bahwa sekitar 70% penyebab dari ileus adalah 9
perlekatan. Survey Ileus Obstruksi RSUD dr Soetomo tahun 2001 mendapatkan 50%
dari penyebabnya adalah perlekatan usus, kemudian diikuti hernia 33,3%, keganasan
15%, volvulus 1,7%.
3.3 Klasifikasi
a. Secara umum(6)
- Ileus obstruksi sederhana : obstruksi yang tidak disertai terjepitnya pembuluh
darah
- Ileus obstruksi strangulata: ada pembuluh darah yang terjepit sehingga terjadi
iskemia yang akan menyebabkan nekrosis atau gangren.
b. Berdasarkan letak obstruksi
Letak tinggi : duodenum – jejenum
Letak tengah : ileum terminal
Letak rendah : colon sigmoid – rektum
Gambar 3.1. Klasifikasi ileus berdasarkan letak obstruksi
c. Berdasarkan stadium
Parsial : menyumbat sebagian lumen usus. Sebagian sisa makanan dan udara
masih dapat melewati tempat obstruksi.10
Komplit : menyumbat total lumen usus.
Strangulasi : sumbatan kecil tapi dengan jepitan pembuluh darah.
3. 4 Etiologi
Penyebab ileus obstruksi secara umum dapat dibagi menjadi tiga mekanisme, yaitu blokade intralumen, intramural atau lesi instrinsik
dari dinding usus, kompresi lumen atau konstriksi akibat lesi ekstrinsik dari usus. Lesi intraluminal seperti fekalit, batu empedu, lesi intramural misalnya
malignansi atau inflamasi, lesi ekstralumisal misalnya adhesi, hernia, volulus atau intususepsi.(5)
Table 1. Penyebab ileus obstruktif
Penyebab ileus obstruktif
Lokasi Penyebab
Colon Tumor (umumnya di colon kiri) divertikulitis (umumnya di kolon
sigmoid), volvulus di sigmoid atau caecum, fecalit, penyakit
Hirschsprung, Crohn disease
Duodenum
Adults Kanker duodenum atau caput pancreas, ulkus
Neonates Atresia, volvulus, adhesi
Jejunum and ileum
Adults Hernia, adhesi (paling sering), tumor, benda asing, diverticulum
Meckel, penyakit Crohn (jarang), Ascariasis, volvulus,
intussusceptions karena tumor (jarang)
Neonates ileus Meconium, volvulus, atresia, intussusepsi
Ileus obstruksi pada usus halus dapat disebabkan oleh :11
1. Adhesi
Adhesi umumnya berasal dari rangsangan peritoneum akibat peritonitis lokal
atau umum, atau pascaoperasi. Adhesi dapat berupa perlengketan dalam bentuk
tunggal maupun multipel, dan dapat setempat maupun luas. Sering juga ditemukan
adhesi yang bentuknya pita. Pada operasi, perlengketan dilepaskan, dan pita dipotong
agar pasase usus pulih kembali. Ileus akibat adhesi umumnya tiak disertai strangulasi.(6)
2. Hernia inkarserata
Hernia inkarserasi merupakan hernia dimana isi dari kantung hernia tidak bisa
dikembalikan ke rongga perut/asalnya. Hernia inkarserasi dapat berupa hernia
inguinal, femoral atau umbilikal. Mayoritas hernia inguinal adalah hernia indirek.
Pada hernia inguinal, inkarserasi terjadi pada 6-18% pasien dan dapat meningkat
sampai 30% pada bayi berusia kurang dari 2 bulan. Sedangkan hernia femoral jarang
terjadi. Adapun hernia umbilikal lebih jarang inkarserasi dan dapat menutup spontan
setelah usia 5 tahun.(9,11)
Gejala dari hernia inkarserasi yang dihubungkan dengan obstruksi intestinal
antara lain: muntah yang mengandung empedu, distensi abdomen, konstipasi, massa
yang teraba edema dan pucat di daerah inguinal (dapat menjadi eritematosa apabila
terjadi strangulasi), dan demam apabila terjadi nekrosis dan perforasi. Hernia
merupakan penyebab kedua terbanyak setelah adhesi dan merupakan penyebab
tersering pada pasien yang tidak mempunyai riwayat operasi abdomen. (6)
3. Askariasis
Obstruksi usus oleh cacing askaris paling sering ditemukan pada anak karena
higiene kurang sehingga infestasi cacing terjadi berulang. Obstruksi umunya
disebabkan oleh gumpalan padat yang terdiri atas sisa makanan dan puluhan ekor
cacing yang mati atau hampir mati akibat pemberian obat cacing.
Diagnosis obstruksi cacing didukung oleh riwayat pemberian obat cacing atau
pencahar, demam, serangan kolik, muntah, dan cacing keluar dari mulut atau anus. (6)
12
4. Invaginasi
Intususepsi adalah penyebab paling umum dari obstruksi usus pada bayi dan
anak-anak usia 3 bulan hingga 6 tahun, dimana puncaknya adalah usia 5-10 bulan. Hal
ini terjadi ketika masuknya segmen proksimal dari usus ( disebut intususeptum )
kedalam bagian yang lebih distal dari usus ( disebut intussuscipiens ) . Kebanyakan
intussusceptions yang idiopatik. Invaginasi umumnya berupa intususepsi ileosekal
yang masuk dan naik ke kolon asenden serta mungkin keluar dari rektum. Invaginasi
dapat mengakibatkan obstruksi ataupun nekrosis iskemik pada bagian usus yang
masuk dengan komplikasi perforasi dan peritonitis. (6,7,11)
Gambar 3.3. Invaginasi
5. Volvulus
Volvulus merupakan proses memutarnya usus sehingga menyebabkan
obstruksi usus dan gangguan vaskularisasi. Volvulus jarang terjadi di usus halus.
Kebanyakan volvulus didapat di bagian ileum. (7,9,11)
6. Kelainan congenital
Atresia lambung dan intestinal menimbulkan obstruksi komplit saluran
intestinal terjadi kira-kira pada 1:5000 kelahiran hidup.(9,11)
Ileus obstruksi pada kolon disebabkan 60% oleh malignansi, 20% oleh divertikulosis dan 5%
oleh volvulus sigmoid. (14)
13
1. Volvulus
Volvulus terajadi akibar memutarnya usus (biasanya pada sekum atau
sigmoid) pada mesokolonnya sehingga menyebabkan obstruksi lumen dan gangguan
sirkulasi vena maupun arteri.
Volvulus sigmoid ditemukan jauh lebih banyak daripada volvulus sekum,
yaitu sekitar 90%.Kelainan ini terutama ditemukan pada orang yang lebih tua, orang
dengan riwayat kronik konstipasi. Volvulus sigmoid sering mengalami strangulasi
bila tidak dilakukan dekompresi.(6,14)
2. Divertikel
Divertikel kolon paling sering ditemui di sigmoid. Divertikel kolon adalah
divertikel palsu karena terdiri atas mukosa yang menonjol melalui lapisan otot seperti
hernia kecil. Komplikasi dapat berupa perforaasi, abses terbuka, fistel, obstruksi
parsial, dan perdarahan.
3. Intususepsi/invaginasi
Merupakan suatu keadaan masuknya suatu segmen proksimal usus ke segmen
bagian distal yang akhirnya terjadi obstruksi usus strangulasi. Invaginasi diduga oleh
karena perubahan dinding usus khususnya ileum yang disebabkan oleh hiperplasia
jaringan lymphoid submukosa ileum terminal akibat peradangan, dengan abdominal
kolik.
Intususepsi sering terjadi pada anak anak. Namun, sekitar 5-15% dari kasus
intususepsi di belahan bumi bagian Barat terjadi di orang dewasa, yang mana dua per
tiga kasusnya disebabkan oleh tumor atau polip di usus halus(6,14).
4. Penyakit Hirschsprung
Penyakit Hirschprung atau yang disebut juga megacolon dapat digambarkan
sebagai suatu usus besar yang dilatasi, membesar dan hipertrofi yang berjalan kronik.
Penyakit ini dapat kongenital ataupun didapat dan biasanya berhubungan dengan ileus
obstruksi. (10,11)
14
Penyebab kongenital dari penyakit ini diakibatkan dari kegagalan migrasi dari
neural crest ke kolon bagian distal. Sedangkan megakolon yang didapat merupakan
hasil dari adanya infeksi ataupun konstipasi kronis. Infeksi Trypanosoma cruzi
menyerang sel ganglion dan menyebabkan megakolon. (10,11)
3.5 Patofisiologi
Patofisiologi yang terjadi setelah obstruksi usus adalah sama, tanpa
memandang apakah obstruksi itu disebabkan oleh penyebab mekanik atau fungsional.
Perbedaan utama terletak pada obstruksi paralitik dimana peristaltik dihambat sejak
awal, sedangkan pada obstruksi mekanik, awalnya peristaltik diperkuat, kemudian
intermitten, dan akhirnya menghilang.(8)
Pada ileus obstruksi usus halus terjadi dilatasi pada usus proksimal
secara progresif akibat akumulasi dari sekresi pencernaan dan udara yang tertelan
(70% dari udara yang tertelan) dalam lumen. Dilatasi dari usus halus menstimulasi
aktivitas sel sekretori, yang berakibat bertambahnya akumulasi cairan. Hal ini
mengakibatkan peristaltik meningkat pada bagian atas dan bawah dari obstruksi,
dengan buang air besar yang jarang dan flatus pada awal perjalanan. Muntah juga
merupakan tanda penting obstruksi pada anak-anak.(4,9)
Distensi berat pada dinding usus akan mengurangi pengaliran air dan natrium
dari lumen usus ke darah. Sekitar 8 liter cairan disekresi ke dalam saluran cerna setiap
hari, sehingga tidak adanya absorpsi dapat mengakibatkan penimbunan intralumen
dengan cepat. Hal ini akan mengompresi saluran limfe mukosa dan menyebabkan
limfedema pada dinding usus. Dengan meningkatnya tekanan hidrostatik intraluminal,
meningkatnya tekanan hidrostatik pada capiler akan menyebabkan cairan yang
banyak, elektrolit dan protein ke dalam lumen usus. Kehilangan cairan dan dehidrasi
yang disebabkan oleh hal akan sangat parah dan dapat meningkatkan morbiditas dan
mortalitas. (4,9)
Muntah dan pengosongan isi usus merupakan penyebab utama kehilangan
cairan dan elektrolit. Akibat muntah tadi akan terjadi dehidrasi, hipovolemik. Pada
obstruksi proksimal, kehilangan cairan disertai oleh kehilangan ion hidrogen (H+),
kalium dan korida, sehingga terjadi alkalosis metabolik. Peregangan usus yang terjadi
secara terus menerus mengakibatkan timbulnya lingkaran setan penurunan absorpsi 15
carian dan peningkatan sekresi cairan ke dalam usus. Efek lokal peregangan usus
adalah iskemia akibar peregangan dan peningkatan permeabilitas yang disebabkan
oleh nekrosis, disertai dengan absorpsi toksin bakteri ke dalam rongga peritoneum dan
sirkulasi sistemik.(8)
Pada obstruksi intestinal simpel, obstruksti terjadi tanpa gangguan
vaskularisasi. Makananan dan cairan yang masuk, sekresi getah pencernaan, dan gas
terkumpul di proksimal obstruksi. Bagian proksimal usus distensi, sedangkan bagian
distalnya colaps. Fungsi absorpsi dan sekresi dari mukosa usus berkurang, dan
dinding usus menjadi edema dan terbendung. Distensi usus yang parah akan semakin
progresif, menambah peristaltik, dan meningkatkan risiko dehidrasi dan progresi ke
arah strangulasi. (9,13)
Obstruksi intestinal strangulasi merupakan obstruksi dengan gangguan aliran
pembuluh darah, terjadi pada 25% dari pasien dengan ileus obstruksi. Biasanya
berhubungan dengan hernia, volvulus, dan intususepsi. Obstruksi strangulasi bisa
menjadi infark dan gangren dalam waktu 6 jam. Awalnya akan terjadi obstruksi vena,
kemudia oklusi arteri dan akhirnya iskemi cepat dari dinding usus. Usus yang iskemi
akan menjadi edema dan infark, yang berujung gangren dan perforasi. Bila tidak
ditangani akan menjadi perforasi, peritonitis, dan kematian. Pada ileus obstruksi
kolon, strangulasi jarang terjadi (kecuali pasien dengan volvulus).(4,9,13)
Pada ileus obstruksi kolon, terjadi dilatasi pada usus yang letaknya diatas
obstruksi, yang akan menyebabkan edema mukosa, gangguan aliran vena dan arteri ke
usus. Edema dan iskemi yang terjadi meningkatkan permeabilitas mukosa, yang
mengakibatkan translokasi bakteri (termasuk bakteri anaerob Bacteoides) , toksik
sistemi, dehidrasi, dan gangguan elektrolit. Iskemi pada kolon dapat mengakibatkan
perforasi. (14)
3.6 Manifestasi Klinik
a. Obstruksi usus halus
16
Obstruksi usus halus merupakan obstruksi saluran cerna tinggi, artinya disertai
dengan pengeluaran banyak cairan dan elektrolit, baik di dalam lumen usus
bagian oral dari obstruksi maupun oleh muntah. Keadaan umum akan
memburuk dalam waktu yang relatif singkat.(6)
Gejala yang timbul biasanya : kolik pada daerah umbilikus atau di
epigastrium, mual, muntah pada obstruksi letak tinggi, dan konstipasi (pada
pasien dengan obstruksi total). Pasien dengan obstruksi simpel/parsial
biasanya menderita diare pada awal obstruksi. Konstipasi dengan tidak dapat
flatus dirasakan oleh pasien pada fase lanjut. Gerakan peristaltik yang high
pitched dan meningkat yang bersamaan dengan adanya kolik merupakan tanda
yang khas. (9,13)
Nyeri abdomen biasanya agak tetap pada mulanya dan kemudian menjadi
bersifat kolik. Frekuensi episode tergantung atas tingkat obstruksi, yang
muncul setiap 4 sampai 5 menit dalam ileus obstruksi usus halus, setiap 15
sampai 20 menit pada ileus obstruksi usus besar. Nyeri dari ileus obstruksi
usus halus demikian biasanya terlokalisasi supraumbilikus di dalam abdomen.
Muntah refleks ditemukan segera setelah mulainya ileus obstruksi yang
memuntahkan apapun makanan dan cairan yang terkandung, yang juga diikuti
oleh cairan duodenum, yang kebanyakan cairan empedu. Pada ileus obstruksi
usus halus, maka muntah terlihat dini dalam perjalanan dan terdiri dari cairan
jernih, hijau atau kuning. Muntah fekulen dapat terjadi pada obstruksi usus
halus yang lama yang terjadi karena bakteri yang tumbuh banyak dan
merupakan tanda patognomonik dari ileus obstruksi usus halus bagian distal
komplit.(3)
Pada obstruksi strangulasi, gejalanya biasanya takikardi, demam, asidosis,
leukosistosi, dinding perut yang lemas. Apabila telah terjadi infark, dinding
perut akan lemas dan pada auskultasi didapatkan peristaltik yang minimal.(3,8)
b. Obstruksi kolon
17
Gejalanya biasanya lebih ringan dan terjadi lebih perlahan dibandingkan
obstruksi pada usus halus. Gejala awalnya adalah peubahan kebiasaan buang
air besar, terutama berupa obstipasi dan kembung, yang kadang disertai kolik
pada perut bagian bawah (suprapubik). Akhirnya,penderita mengeluh
konstipasi menyebabkan adanya distensi abdomen. Muntah mungkin terjadi
namun tidak sering. muntah timbul lambat dan setelah muncul distensi.
Muntahannya kental dan berbau busuk sebagai hasil pertumbuuhan bakteri
berlebihan karena adanya renggang waktu yang lama.(5,13)
3.7 Diagnosis
Diagnosis ileus obstruksi dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis mengenai
gejala klinis yang timbul, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium, dan juga
pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesis
Pada anamnesis ileus obstruksi tinggi, sering dapat ditemukan
penyebab, misalnya berupa adhesi dalam perut karena dioperasi atau terdapat
hernia. Gejala yang timbul umumya berupa syok, oligouri, dan gangguan
elektrolit. Kemudian ditemukan adanya serangan kolik perut, di sekitar
umbilikus pada ileus obstruksi usus halus dan disuprapubik pada ileus
obstruksi usus besar. Pada anamnesis, didapatkan adaya mual dan muntah,
tidak bisa BAB (buang air besar), tidak dapat flatus, perut kembung.
Pada strangulasi, terdapat jepitan yang menyebabkan gangguan
peredaran darah sehinggga terjadi iskemia, nekrosi atau gangren. Gangren
menyebabkan tanda toksis seperti, demam, takikardi, syok septik, dengan
leukosistosis.
2. Pemeriksaan Fisik
18
Inspeksi
Pada inspeksi secara umum, terlihat adanya tanda tanda
dehidrasi, dilihat dari turgor kulit, mulut kering. Penderita tampak
gelisah dan menggeliat sewaktu serangan kolik. Pada inspeksi
abdomen, terlihat distensi, darm countour (gambaran kontur usus),
darm steifung (gambaran gerakan usus), terutama pada penderita yang
kurus.
Adanya adhesi dapat dilihat dengan adanya bekas luka operasi
pada abdomen. Adanya bejolan di perut, inguinal, dan femoral yang
menandakan adanya hernia.
Palpasi
Pada palpasi, diraba adanya defans muskular, ataupun adanya
tanda peritonitis seperti nyeri tekan, nyeri lepas, teraba massa seperti
pada tumor, invaginasi, dan hernia.
Perkusi
Pada perkusi didapatkan bunyi hipertimpani.
Auskultasi
Pada auskultasi, terdengar hiperperistaltik yang kemudian suara
usus meninggi (metallic sound) terutama pada permulaan terjadinya
obstruksi dan borborygmi sound terdengar sangat jelas pada saat
serangan kolik. Kalau obstruksi berlangsung lama dan telah terjadi
strangulasi serta peritonitis, maka bising usus akan menghilang.(3,6)
e. Rectal Toucher
Untuk mengetahui apakah adanya massa dalam rectum. Apakah
ada darah samar, adanya feses harus diperhatikan. Tidak adanya feses
menunjukan obstruksi pada usus halus. Apabila terdapat darah berarti
19
penyebab ileus obstruksi adalah lesi intrinsik di dalam usus seperti
malignansi. .(3,14)
3. Pemeriksaan Penunjang
a. Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium umumnya tidak dapat dijadikan pedoman
untuk menegakkan diagnosis. Pemeriksaan laboratorium yang diperlukan ialah
darah lengkap, elektrolit, BUN (blood urea nitrogen), ureum amilase, dan
kreatinin.
Pada ileus obstruksi sederhana, hasi pemeriksaan laboratoriumnya
dalam batas normal. Selanjutnya ditemukan adanya hemokonsentrasi,
leukositosis, dan nliai elektrolit yang abnormal. Peningkatan serum amilase
sering didapatkan pada semua jenis ileus obstruksi, terutama strangulasi.
Penurunan dalam kadar serum natrium, klorida dan kalium merupaan
manifestasi lebih lanjut, dapat juga terjadi alkalosis akibat muntah. Bila BUN
didapatkan meningkat, menunjukkan hipovolemia dengan azotemia prerenal.(3)
b. Pemeriksaan Radiologi
Diagnosis ileus obstruksi biasanya dapat dikonfirmasi dengan pemeriksaan
radiologi.
Foto polos abdomen
Diperlukan foto abdomen 3 posisi yaitu foto posisi supine, foto posisi
setengah duduk, dan foto left lateral decubitus. Pada posisi supine dapat
ditemukan gambaran distensi usus dan herring bone appearance, posisi lateral
dekubitus ataupun setengah duduk dapat ditemukan gambaran step ladder
pattern,
Hal yang paling spesifik dari obstruksi usus halus ialah distensi usus
halus (diamater > 3 cm), adanya air fliud level pada foto posisi setengah
duduk, dan kekurangan udara pada kolon. Negatif palsu dapat ditemukan pada 20
pemeriksaan radiologi ketika letak obstruksi berada di proksimal usus halus
dan ketika lumen usus dipenuhi oleh cairan saja dengan tidak adanya udara.
Hal ini dapat mengakibatkan tidak adanya gambaran air fluid level ataupun
distensi usus.(5)
Pada ileus obstruksi kolon, pemeriksaan foto abdomen menunjukan
adanya distensi pada bagian proksimal dari obstruksi. Selain itu, tampak
gambaran air fluid level yang berbentuk seperti tangga yang disebut juga step
ladder pattern karena cairan transudasi.
Gambar 3.4 Foto polos abdomen posisi supine (dilatasi usus)
(a) (b)
Gambar 3.5 (a) ileus obstruksi (b) posisi setengah duduk denga gambaran air
fluid level yang membentuk step ladder pattern
Foto Thorax
21
Foto thorax dapat menggambarkan adanya free air sickle yang terletak
dibawah difaragma kanan yang menunjukkan adanya perforasi usus.(14)
Gambar 3.6. Gamabaran free air sickle
CT scan
CT scan berguna untuk menentukan diagnosa dini dari obstruksi
strangulasi dan untuk menyingkirkan penyebab akut abdominal lain, terlebih
jika klinis dan temuan radiologis lain tidak jelas. CT scan juga dapat
membedakan penyebab dari ileus obstrusi usus halus,yaitu penyebab
ekstrinsik (seperti adhesi dan hernia) dengan penyebab instrinsik (seperti
malignansi dan penyakit Chron). Obtruksi pada CT scan ditandai dengan
diameter usus halus sekitar 2,5 cm pada bagian proksimal menjadi bagian
yang kolaps dengan diameter kurang dari 1 cm.(14)
Temuan lain pada obstruksi usus yaitu zona transisi dengan dilatasi usus
proksimal, dekompresi usus bagian distal, kontras intralumen yang tidak dapat
melewati bagian obstruksi, dan pada bagian kolon terdapat gas ataupun cairan.
Strangulasi ditandai dengan menebalnya dinding usus, pneumatosis intestinalis
(udara pada dinding usus), udara pada vena porta, dan berkurangnya kontras
intravena ke dalam usus yang terkena.(3)
22
Penelitian menunjukkan bahwa sensitivitas CT 80-90%, spesifisitas 70-
90% dalam mendeteksi obstruksi.(5)
Enteroclysis
Enteroclysis berguna untuk mendeketsi adanya obstruksi dan berguna
membedakan antara obstruksi parsial atau total. Metode ini berguna jika foto
polos abdomen mempelihatkan gambaran normal namun gambaran klinis
menunjukan adanya obstruksi atau jika foto polos abdomen tidak spesifik.
Pemeriksaan ini juga dapat membedakan adhesi karena metastase, tumor
yang rekuren, dan kerusakan akibat radiologi. Enteroclysis dapat dilakukan
dengan dua jenis kontras. Barium merupakan kontras yang sering digunakan
dalam pemeriksaan ini. Barium aman digunakan dan berguna mendiagnosa
obstruksi bila tidak terdapat iskemia usus ataupun perforasi. Namun,
penggunaan barium sering dihubungkan dengan terjadinya peritonitis, dan
harus dihindari bila diduga adanya perforasi.(14)
Enteroclysis jarang digunakan pada keadaan akut. Pada pemeriksaan ini,
digunakan 200-250 mL barium dan diikuti 1-2 L larutan methylcellulose
dalam air yang dimasukan melalui proksimal jejenum melalu kateter
nasoenteric.
USG abdomen
USG merupakan pemeriksaan yang tidak invasif dan murah
dibandingnkan CT scan, dan spefisitas dari USG dilaporkan mencapai 100%.
Pemeriksaan ini dapat menunjukan gambaran dan penyebab dari obstruksi
dengan melihat pergerakan dari usus.
23
3.8 Diagnosa Banding
Diagnosa banding dari ileus obstruksi adalah :
a. Ileus paralitik
Pada ileus paralitik terdapat distensi yang hebat namun nyeri yang dirasakan
lebih ringan dan cenderung konstan, mual, muntah, bising usus yang
menghilang, pada pemeriksaan fisik tidak adanya defans muskular dan pada
gambaran foto polos didapatkan gambaran udara pada usus.
b. Appendisitis akut
Pada appendisitis akut, didapatkan gejala nyeri tumpul pada epigastrium yang
kemudian berpindah pada kuadran kanan bawah, demam, mual, dan muntah.
c. Pankreatitis akut
Nyeri pada pankreatitis akut biasanya dirasakan sampai ke punggung. Gejala
ini dapat juga berhubungan dengan ileus paralitik. Pada pankreatitis akut, amilase
kadarnya akan sangat tinggi bbila dibandingkan ileus obstruksi.
d. Gastroenteritis akut
Pada gastoenteritis akut juga terdapat nyeri perut dan muntah. Diare pada
penyakit ini juga menyebabkan adanya hiperperistaltik pada auskultasi. Namun
dapat dipikirkan adanya ileus bila abdomen distensi dan hilangnya suara atau
sedikitnya aktifitas usus.
3.9 Penatalaksanaan
Ileus obstruksi di usus harus dihilangkan segera setelah keadaan umum
diperbaiki. Tindakan umum sebelum dan sewaktu pembedahan meliputi tatalaksana
dehidrasi, perbaikan keseimbangan elektrolit, dan dekompresi pipa lambung. Pada
strangulasi, tidak ada waktu untuk memperbaiki keadaan umum, sehingga strangulasi
harus segera diatasi.(6)
24
1. Terapi konservatif
Pasien dengan ileus obstruksi bisanya mengalami dehidrasi dan
kekurangan elektrolit (Natrium, kalium, dan klorida) akibat
berkuranganya intake makanan, muntah, sehingga membutuhkan
penggantian cairan intravena dengan cairan salin isotonic seperti Ringer
Laktat. Koreksi melalu cairan ini dapat dimonitor melalui urin dengan
menggunakan kateter, tanda tanda vital, pemeriksaan laboratorium,
tekanan vena sentral. (5,14)
Pemberian antibiotik broadspectrum dapat diberikan sebagai profilaksis
atas dasar temuan adanya translokasi bakteri pada ileus obstruksi.
Antiemetik dapat juga diberikan untuk mengatasi muntah.(5,14)
Dekompresi traktus gastrointestinal dengan menggunakan nasogastric
tube (NGT) dan pasien dipuasakan. Hal ini berguna untuk mengeluarkan
udara dan cairan dan untuk mengurangi mual, distensi, dan resiko
aspirasi pulmonal karena muntah.
Pada ileus obstruksi parsial, biasanya dilakukan tindakan konservatif dan
pemantauan selama 3 hari. Penelitian menunjukkan adanya perbaikan
dalam pasien dengan keadaan tersebut dalam waktu 72 jam. Namun jika
keadaan pasien tidak juga membaik dalam 48 jam setelah diberi terapi
cairan dan sebagainya, makan terapi operatif segera dilakukan.(5,13)
2. Operatif
Secara umum, pasien dengan ileus obstruksi total memerlukan tindakan
operatif segera, meskipun operasi dapat ditunda untuk memperbaiki keadaan
umum pasien bila sangat buruk. Operasi dapat dilakukan bila rehidrasi dan
dekompresi nasogastrik telah dilakukan. (5,14)
Tindakan operatif dilakukan apabila terjadi :
- Strangulasi
- Obstruksi total
25
- Hernia inkarserata
- Tidak ada perbaikan pada pengobatan konservatif (pemasangat NGT,
infus, dan kateter).(6)
Tindakan operatif pada ileus obstruksi ini tergantung dari penyebabnya.
Misalnya pada adhesi dilakukan pelepasan adhesi tersebut, tumor dilakukan
reseksi, dan pada hernia dapat dilakukan herniorapi dan herniotomi. Usus yang
terkena obstruksi juga harus dinilai apakah masih bagus atau tidak, jika sudah
tidak viabel maka dilakukan reseksi. Kriteria dari usus yang masih viabel
dapat dilihat dari warna yang normal, dan adanya peristaltik, dan pulsasi arteri.(5)
Kanker kolon yang meyebabkan obstruksi kadang dilakukan reseksi dan
anastomosis, dengan atau tanpa colostomi atau ileostomy sementara. Jika tidak
dapat dilakukan, maka tumor diangkat dan kolostomi atau ileostomi dibuat.
Diverkulitis yang menyebabkan obstruksi, biasanya sering terjadi perforasi.
Reseksi bagian yang terkena devertikel mungkin agak sulit tapi merupakan
indikasi jika terjadi perforasi ataupun peritonitis umum. Biasanya dilakukan
reseksi dan kolostomi, namun anastomosis ditunda sampai rongga abdomen
bebas radang (cara Hartman).Vovulus sekal biasanya dilakukan tindakan
operatif yaitu melepaskan volvulus yang terpelintir dengan melakukan
dekompresi dengan sekostomi temporer, yang juga berefek fiksasi terhadap
sekum dengan cara adhesi. Pada volvuus sigmoid, dapat dilakukan reposisi
dengan sigmoidoskopi, dan reseksi dan anastomosis dapat dilakukan beberapa
hari kemudian. Tanpa dilakukan reseksi, kemungkinan rekuren dapat terjadi.(14)
26
3.10 Komplikasi
Komplikasi dari ileus obstruksi dapat berupa nekrosis usus, perforasi usus
yang dapat menyebabkan peritonitis, syok septik, dan kematian. Usus yang strangulasi
mungkin mengalami perforasi yang mengakibatkan materi dalam usus keluar ke
peritoneum dan mengakibatkan peritonitis. Meskipun tidak mengalami perforasi,
bakteri dapat melintasi usus yang permeabel dan masuk ke sirkulasi darah yang
mengakibatkan syok septik.(7,9)
3.11 Prognosis
Mortalitas dan morbiditas pada obstruksi usus tergantung pada jenis lesi yang
menyebabkan penyumbatan usus, apakah itu adalah loop tertutup atau obstruksi
strangulasi. Kematian rendah dengan diagnosis dini dan penanganan yang cepat. Jika
tidak diobati, hambatan strangulasi selalu mematikan. Tingkat mortalitas dapat
mencapai 65 % jika lebih dari 75 % dari usus kecil nekrotik pada saat laparotomi.
Terlalu banyak kerusakan usus dapat menyebabkan kekurangan gizi karena sindrom
usus pendek .
Kelangsungan hidup jangka panjang pada pasien dengan atresia duodenum
atau stenosis adalah sekitar 86 %. Sebagian besar morbiditas dan mortalitas
berhubungan dengan anomali jantung. Ini termasuk pasien dengan pankreas annular.
Angka kematian pada ileus obstruksi usus non-strangulasi adalah < 5 %,
dengan banyaknya kematian terjadi pada pasien usia lanjut dengan komorbid. Angka
kematian pada operasi ileus obstruksi usus strangulasi berkisar 8-25%. Pada ileus
obstruksi kolon, biasanya angka kematian berkisar antara 15 – 30 %. Perforasi sekum merupakan
penyebab utama kematian. Prognosisnya baik bila diagnosis dan tindakan diakukan dengan cepat. (3)
BAB IV27
KESIMPULAN
Ileus obstruksi adalah hilangnya atau adanya gangguan pasase isi usus yang
disebabkan oleh sumbatan mekanik. Ileus obstruksi pada usus halus dapat disebabkan oleh
adhesi, hernia inkarserata, askariasis, invaginasi, volvulus, kelainan kongenital, radang
kronik, neoplasma, benda asing. Sedangkan ileus obstruksi pada kolon dapat disebabkan oleh
karsinoma, volvulus, divertikulum meckel, intsusupsi, penyakit Hirchsprung.
Gejala umum yang timbul ialah syok, oligouri, gangguan elektrolit. Selanjutnya gejala
dari ileus obstruksi ialah nyeri kolik abdomen, mual, muntah, tidak dapat buang air besar,
tidak dapat flatus, perut kembung (distensi). Pada pemeriksaan fisik, terutama abdomen,
terlihat distensi abdomen, terdapat darm contour, darmn steifung, pada auskultasi terdengar
hiperperistaltik dengan nada tinggi (metalic sound) yang jika obstruksi terus berlanjut, bising
usus akan melemah dan menghilang. Pada pemeriksaaa radiologi, yaitu foto polos abdomen 3
posisi, didapatkan gambaran herring bone appearance, air fluid level yag membentuk
kaskade yang disebut juga step ladder pattern. Bila terjadi perforasi usus, dapat ditemukan
adanya free air sickle di bawah diafragma kanan.
Terapi pada ileus obstruksi meliputi tindakan konservatif yaitu resusitasi cairan
dengan cairan intravena dan monitoring melalui urin, dekompresi dengan menggunakan
NGT, pemberian antibiotik broadspectrum dan tindakan operatif yang biasanya sering
dilakukan.
DAFTAR PUSTAKA
28
1. Ansari Parswa. Intestinal Obstruction. 2012. Available at :
http://www.merckmanuals.com/professional/gastrointestinal_disorders/
acute_abdomen_and_surgical_gastroenterology/
intestinal_obstruction.html#v890928. Accesed maret 10, 2014
2. Bullard Kelli, Rothenberger David. Colon, Rectum, and Anus. In : Charles F
Brunicardi. Schwartz’s Manual of Surgery. Ed 8. USA : McGraw-Hill. 2006
3. Hassan. R, Alatas. H, Buku kuliah ilmu kesehatan anak jilid1, Jakarta : FK UI,
1985
4. Hodin Richard, Matthews Jeffrey. Small Intestine. Dalam : Norton Jeffey,
Bolinger Randal, Chang Alfred, Lowry Stephen, et all. Surgery Basic Science and
Clinical Evidence. New Yoek : Springer. 2000
5. Hopkins Christy. Large Bowel Obstruction. 2011. Available at :
http://emedicine.medscape.com/article/774045-treatment#showall. Accesed maret
11, 2014
6. Lindseth Glenda. Gangguan Usus Besar. In : Price Slyvia, Wilson
Lorraine,editors. Patofisiologi Konsep Kinis Proses – Proses Penyakit. Ed 6.
Jakarta : EGC ; 2006
7. Lindseth Glenda. Gangguan Usus Halus. In : Price Slyvia, Wilson
Lorraine,editors. Patofisiologi Konsep Kinis Proses – Proses Penyakit. Ed 6.
Jakarta : EGC ; 2006
8. Nobie Brian. Small Bowel Obstruction. 2011. Available at :
http://emedicine.medscape.com/article/774140-overview#showall. Accesed maret
11, 2014
9. Richard E. B, Robert M. K, Ilmu kesehatan anak nleson, Ed. 15, vol. 2, Jakarta :
EGC, 1999
10. Riwanto Ign. Hidayat A H, Pieter J, Tjambolang T, Ahmadsyah I. Usus Halus,
Apendiks, Kolon, dan Anorektum. Dalam : Sjamsuhidajat R, Karnadiharja W,
Rudiman R, Prasetyono Theddeus, editors. Buku Ajar Ilmu Bedah. Ed 3. Jakarta :
EGC ; 2012
29
11. Schrock TR. Obstruksi Usus. Dalam Ilmu Bedah (Handbook of Surgery). Alih
Bahasa: Adji Dharma, dkk. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta. 1993
12. Shalkow. J, Florens. A, Asz. J. et all. Pediatric Small-Bowel Obstruction,
http://emedicine.medscape.com/article/930411-overview#showall accesed maret
11, 2014
13. Sherwood Lauralee. Sistem Pencernaan. Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. D
2. Jakarta ; EGC ; 2001.
14. Sjamsuhidajat R,Dahlan M, Jusi Djang. Gawat Abdomen. Dalam : Sjamsuhidajat
R, Karnadiharja W, Rudiman R, Prasetyono Theddeus, editors. Buku Ajar Ilmu
Bedah. Ed 3. Jakarta : EGC ; 2012.
15. Whang E E, Ashley Stanley, Zinner J Michael. Small Intestine. In :Charles F
Brunicardi. Schwartz’s Manual of Surgery. Ed 8. USA : McGraw-Hill. 2006.
30
Recommended