KATA PENGANTAR
Assalamualaikum Wr.Wb.
Allhamdulilah, segala puji dan syukur penulis ucapkan kehadirat Allah
SWT yang senantiasa memberikan rahmat serta hidayah Nya sehingga penulis
dapat meyelesaikan referat yang berjudul “PEMERIKSAAN RADIOLOGI
PADA APENDISITIS INFILTRATE” yang disusun dalam rangka memenuhi
persyaratan kepaniteraan di bagian Radiologi Dr.Slamet Garut.
Dalam kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada:
1. Dr. H. Usep Saeful A.A, Sp. Rad selaku dosen pembimbing
2. Para penata di Bagian Radiologi
3. Teman-teman sejawat Dokter Muda di lingkungan RSUD Dr. Slamet
garut.
Penulis menyadari bahwa referat ini masih jauh dari sempurna, maka
penulis mengharapkan kritik dan saran. Akhir kata penulis mengucapkan terima
kasih dan mudah-mudahan referat ini bermanfaat bagi yang membacanya.
Wassalamualaikum Wr.Wb
Garut, Mei 2011
Penulis
1
DAFTAR ISI
Kata pengantar .................................................................................................... 1
Daftar isi ….................….................................................................................... 2
Bab I Pendahuluan …..........…........................................................................... 3
Bab II Tinjauan Pustaka …................................................................................ 5
Bab III Pemeriksaan Radiologi ……..…............................................................ 9
Bab IV Kesimpulan ……………….................................................................. 17
Daftar Pustaka …............................................................................................... 18
2
BAB I
PENDAHULUAN
Apendisitis merupakan penyakit abdomen yang sering kita dapatkan.
Apendisitis pada umumnya dapat didiagnosa dengan pemeriksaan klinis,
laboratorium, dan radiologi. Apendisitis infiltrate amerupakan proses radang
apendiks yang penyebarannya dapat dibatasi oleh omentum dan usus-usus dan
peritoneum disekitarnya sehingga membentuk massa (appendiceal mass).
A. Anatomi
Appendiks merupakan suatu organ limfoid seperti tonsil, payer patch (analog
dengan Bursa Fabricus) membentuk produk immunoglobulin, berbentuk tabung,
panjangnya kira-kira 10 cm (kisaran 3-15 cm) dengan diameter 0,5-1 cm, dan
berpangkal di sekum. Lumennya sempit di bagian proksimal dan melebar
dibagian distal. Struktur apendiks mirip dengan usus mempunyai 4 lapisan yaitu
mukosa, submukosa, muskularis eksterna/propria (otot longitudinal dan sirkuler)
dan serosa. Lapisan submukosa terdiri dari jaringan ikat kendor dan jaringan
elastic. membentuk jaringan saraf, pembuluh darah dan lymphe.
3
Taenia anterior digunakan sebagai pegangan untuk mencari apendiks. Appendiks
pertama kali tampak saat perkembangan embriologi minggu ke-8 yaitu bagian
ujung dari protuberans sekum. Pada saat antenatal dan postnatal, pertumbuhan
dari sekum yang berlebih akan menjadi apendiks, yang akan berpindah dari
medial menuju katup ileosekal. Pada bayi, apendiks berbentuk kerucut, lebar pada
pangkalnya dan menyempit kearah ujungnya. Keadaan ini mungkin menjadi sebab
rendahnya insiden apendisitis pada usia itu. Pada 65 % kasus, apendiks terletak
intraperitoneal. Kedudukan itu memungkinkan apendiks bergerak dan ruang
geraknya bergantung pada panjang mesoapendiks penggantungnya. Pada kasus
selebihnya, apediks terletak retroperitoneal, yaitu di belakang sekum, di belakang
kolon asendens, atau ditepi lateral kolon asendens
B. Fisiologi
Apendiks menghasilkan lendir 1-2 ml per hari. Lendir di muara apendiks
tampaknya berperan pada patogenesis apendisitis. Imunoglobulin sekretoar yang
dihasilkan oleh GALT (Gut associated Lymphoid tissue) yang terdapat di
sepanjang saluran cerna termasuk apendiks ialah IgA. Imunoglobulin ini sangat
efektif sebagai pelindung terhadap infeksi. Namun demikian, pengangkatan
apendiks tidak mempengaruhi system imun tubuh karena jumlah jaringan limfe
disini kecil sekali jika dibandingkan dengan jumlahnya di saluran cerna dan
diseluruh tubuh.
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Apendisitis infiltrate adalah massa yang membengkak dan terdiri dari
apendiks, omentum dan peritoneum dengan sedikit atau tanpa pengumpulan pus.
Fekalit merupakan penyebab tersering dari obstruksi apendiks. Penyebab lainnya
adalah hipertrofi jaringan limfoid, diet rendah serat, dan cacing usus termasuk
ascaris. Trauma tumpul atau trauma karena colonoscopy dapat mencetuskan
inflamasi pada apendiks..Penyebab lain yang diduga dapat menyebabkan
apendisitis adalah erosi mukosa apendiks karena parasit seperti E. Histolytica.
Penelitian epidemiologi menunjukkan peran kebiasaan makan makanan rendah
serat dan pengaruh konstipasi terhadap timbulnya apendisitis. Konstipasi akan
meningkatkan tekanan intrasekal, yang berakibat timbulnya sumbatan fungsional
apendiks dan meningkatnya pertumbuhan kuman flora kolon biasa. Semuanya
akan mempermudah terjadinya apendisits akut.
Patofisiologi
Appendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks oleh
hyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya atau neoplasma. Obstruksi lumen yang tertutup
disebabkan oleh hambatan pada bagian proksimalnya dan berlanjut pada
peningkatan sekresi normal dari mukosa apendiks yang distensi. Obstruksi
tersebut menyebabkan mucus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan.
Makin lama mucus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding appendiks
mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan intralumen.
Kombinasi tekanan tinggi di sekum dan peningkatan flora kuman di kolon
mengakibatkan sembelit, hal ini menjadi pencetus radang di mukosa apendiks.
5
Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks mengalami
hipoksia, menghambat aliran limfe, terjadi ulserasi mukosa dan invasi bakteri.
Infeksi menyebabkan pembengkakan apendiks bertambah (edema) dan semakin
iskemik karena terjadi trombosis pembuluh darah intramural (dinding apendiks).
Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri epigastrium.
Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang berdekatan
akan bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa local yang disebut
infiltrate apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses atau
menghilang. Infiltrat apendikularis merupakan tahap patologi apendisitis yang
dimulai dimukosa dan melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam waktu
24-48 jam pertama, ini merupakan usaha pertahanan tubuh dengan membatasi
proses radang dengan menutup apendiks dengan omentum, usus halus, atau
adneksa sehingga terbentuk massa periapendikular. Didalamnya dapat terjadi
nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak
terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa periapendikular akan menjadi
tenang untuk selanjutnya akan mengurai diri secara lambat
Manifestasi Klinis
Appendisitis infiltrat didahului oleh keluhan appendisitis akut yang kemudian
disertai adanya massa periapendikular. Gejala klasik apendisitis akut biasanya
bermula dari nyeri di daerah umbilikus atau periumbilikus yang berhubungan
dengan muntah. Dalam 2-12 jam nyeri beralih kekuadran kanan, yang akan
menetap dan diperberat bila berjalan atau batuk. Terdapat juga keluhan anoreksia,
malaise, dan demam yang tidak terlalu tinggi. Biasanya juga terdapat konstipasi
tetapi kadang-kadang terjadi diare, mual dan muntah. Umunya nafsu makan
menurun. Dalam beberapa jam nyeri akan berpindah ke kanan bawah ke titik
McBurney. Disini nyeri dirasakan lebih tajam dan lebih jelas letaknya sehingga
merupakan somatik setempat. Apendiks yang terletak di rongga pelvis, bila
meradang, dapat menimbulkan gejala dan tanda rangsangan sigmoid atau rektum
sehingga peristaltik meningkat, pengosongan rektum akan menjadi lebih cepat dan
berulang-ulang.
6
Jika apendiks tadi menempel ke kandung kemih, dapat terjadi peningkatan
frekuensi kencing, karena rangsangan dindingnya.
Pemeriksaan
1. Pemeriksaan Fisik
Demam biasanya ringan, dengan suhu sekitar 37,5-38,5 Bila suhu lebih tinggi,
mungkin sudah terjadi perforasi. Appendisitis infiltrat atau adanya abses
apendikuler terlihat dengan adanya penonjolan di perut kanan bawah. Pada palpasi
didapatkan nyeri yang terbatas pada regio iliaka kanan, bisa disertai nyeri lepas.
Defans muskuler menunjukkan adanya rangsangan peritoneum parietale. Nyeri
tekan perut kanan bawah ini merupakan kunci diagnosis. Pemeriksaan uji psoas
dan uji obturator merupakan pemeriksaan yang lebih ditujukan untuk mengetahui
letak apendiks. Uji psoas dilakukan dengan rangsangan m. psoas lewat
hiperekstensi atau fleksi aktif. Bila apendiks yang meradang menempel di
m.psoas, tindakan tersebut akan menimbulkan nyeri. Uji obturator digunakan
untuk melihat apakah apendiks yang meradang kontak dengan m.obturator
internus yang merupakan dinding panggul kecil. Dengan gerakan fleksi dan
endorotasi sendi panggul pada posisi terlentang, pada apendisitis pelvika akan
menimbulkan nyeri. Dasar anatomi dari tes psoas. Apendiks yang mengalami
peradangan kontak dengan otot psoas yang meregang saat dilakukan manuver
(pemeriksaan). Tes Obturator. Nyeri pada rotasi kedalam secara pasif saat paha
pasien difleksikan. Pemeriksa menggerakkan tungkai bawah kelateral, pada saat
itu ada tahanan pada sisi samping dari lutut (tanda bintang), menghasilkan rotasi
femur kedalam. Dasar Anatomi dari tes obturator : Peradangan apendiks dipelvis
yang kontak denhgan otot obturator internus yang meregang saat dilakukan
manuver.
7
2. Pemeriksaan Penunjang
2.1. Pemeriksaan Laboratorium: Pada darah lengkap didapatkan leukosit
ringan umumnya pada apendisitis sederhana. Lebih dari 13.000/mm3
umumnya pada apendisitis perforasi. Tidak adanya leukositosis tidak
menyingkirkan apendisitis. Hitung jenis leukosit terdapat pergeseran
kekiri. Pada pemeriksaan urin, sedimen dapat normal atau terdapat
leukosit dan eritrosit lebih dari normal bila apendiks yang meradang
menempel pada ureter atau vesika.
2.2. Pemeriksaan Radiologi
Foto Polos Abdomen
USG (Ultra Sonografi)
CT Scan
Pemeriksaan Barium enema dan Colonoscopy
Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang dapat dilakukan pada penderita appendicitis meliputi penanggulangan konservatif dan operasi.
1.Penanggulangan konservatif
Penanggulangan konservatif terutama diberikan pada penderita yang tidak mempunyai akses ke pelayanan bedah berupa pemberian antibiotik. Pemberian antibiotik berguna untuk mencegah infeksi. Pada penderita appendicitis perforasi, sebelum operasi dilakukan penggantian cairan dan elektrolit, serta pemberian antibiotik sistemik.
2. Operasi
Bila diagnosa sudah tepat dan jelas ditemukan appendicitis maka tindakan yang dilakukan adalah operasi membuang appendiks (appendektomi). Penundaan appendektomi dengan pemberian antibiotik dapat mengakibatkan abses dan perforasi. Pada abses appendiks dilakukan drainage (mengeluarkan nanah).
8
BAB III
PEMERIKSAAN RADIOLOGI
Pemeriksaan Radiologi
1. Foto Polos Abdomen
Dikerjakan apabila hasil anamnesa atau pemeriksaan fisik meragukan.
Tanda-tanda peritonitis kuadran kanan bawah. Gambaran perselubungan
mungkin terlihat ”ileal atau caecal ileus” (gambaran garis permukaan air-
udara disekum atau ileum). Patognomonik bila terlihat gambar fekalit.
Mungkin terlihat adanya fekalit pada abdomen sebelah kanan bawah yang
sesuai dengan lokasi apendiks, gambaran ini ditemukan pada 20% kasus.
Kalau peradangan lebih luas dan membentuk infiltrat maka usus pada
bagian kanan bawah akan kolaps. Dinding usus edematosa, keadaan
seperti ini akan tampak pada daerah kanan bawah abdomen kosong dari
udara. Gambaran udara seakan-akan terdorong ke pihak lain. Proses
peradangan pada fossa iliaka kanan akan menyebabkan kontraksi otot
sehingga timbul skoliosis ke kanan. Gambaran ini tampak pada penderita
apendisitis akut. Bila sudah terjadi perforasi, maka pada foto abdomen
tegak akan tampak udara bebas di bawah diafragma. Kadang-kadang udara
begitu sedikit sehingga perlu foto khusus untuk melihatnya.
Kalau sudah terjadi peritonitis yang biasanya disertai dengan kantong-
kantong pus, maka akan tampak udara yang tersebar tidak merata dan
usus-usus yang sebagian distensi dan mungkin tampak cairan bebas,
gambaran lemak preperitoneal menghilang, pengkaburan psoas shadow.
Walaupun terjadi ileus paralitik tetapi mungkin terlihat pada beberapa
tempat adanya permukaan cairan udara (air-fluid level) yang menunjukkan
adanya obstruksi.
9
Foto x-ray abdomen dapat mendeteksi adanya fecalith (kotoran yang
mengeras dan terkalsifikasi, berukuran sebesar kacang polong yang
menyumbat pembukaan appendik) yang dapat menyebabkan appendisitis.
Ini biasanya terjadi pada anak-anak. Foto polos abdomen supine pada
abses appendik kadang-kadang memberi pola bercak udara dan air fluid
level pada posisi berdiri/LLD ( decubitus ), kalsifikasi bercak rim-
like( melingkar ) sekitar perifer mukokel yang asalnya dari appendik. Pada
appendisitis akut, kuadran kanan bawah perlu diperiksa untuk mencari
appendikolit : kalsifikasi bulat lonjong, sering berlapis.
Apendiks yang meradang tampak sebagai lumen tubuler, diameter lebih
dari 6 mm, tidak ada peristaltik pada penampakan longitudinal, dan
gambaran target pada penampakan transversal. Keadaan awal apendisitis
akut ditandai dengan perbedaan densitas pada lapisan apendiks, lumen
yang utuh, dan diameter 9 – 11 mm. Keadaan apendiks supurasi atau
gangrene ditandai dengan distensi lumen oleh cairan, penebalan dinding
apendiks dengan atau tanpa apendikolit. Keadaan apendiks perforasi
ditandai dengan tebal dinding apendiks yang asimetris, cairan bebas
intraperitonial, dan abses tunggal atau multipel .
2. Appendikografi
Appendikografi : Teknik pemeriksaan radiologi untuk memvisualisasikan
appedik dengan menggunakan kontras media positif barium sulfat .
Dapat dilakukan :
Secara oral
Ecara anal
PERSIAPAN PASIEN 10
48 jam sebelum pemeriksaan dianjurkan makan makanan lunak tidak
berserat. Misal : bubur kecap
12 jam atau 24 jam sebelum pem pasien diberikan 2/3 Dulcolac untuk
diminum
Pagi hari pasien deberi dulkolac supositoria melalui anus atau dilavement
4 jam sebelem pemeriksaan pasien harus puasa hingga pemeriksaan
berlangsung
Pasien dianjurkan menghindari banyak bicara .
PERSIAPAN ALAT
Pesawat sinar-X yg dilengkapi fluoroskopi & dilengkapi alat bantu kom-
presi yg berfungsi untuk memperluas permukaan organ yg ada didaerah
ileosaekal / memodifikasi posisi pasien supine mjd prone
Kaset + film
PERSIAPAN BAHAN
Bahan kontras barium sulfat dengan perbandingan 1 : 4 sampai 1 : 8
Teknik Pemeriksaan
PA/AP PROJECTION
Posisi Pasien : Pasien pada posisi pone atau supine, dengan bantal di kepala.
Central Ray :
CR tegak lurus terhadap kaset
11
CR setingi iliac crest
SID minimal 100 cm
Struktur yang tampak :
Colon bagian transversum harus diutamaka terisi barium.pada posisi PA
dan terisi udara pada posisi AP dengan teknik double contrast.
Seluruh luas usus harus nampak termasuk flexure olic kiri.
RPO (Right Posterior Oblique)
Posisi Pasien : 35 to 450 menuju right dan left porterior oblique (RPO atau LPO) .
Posisi Objek :
Letakan bantal di atas kepala.
Flexikan siku dan letakan di depan tubuh pasien
Luruskan MSP dengan meja pemeriksaan dengan abdominal margins kiri
dan kanan sama jauhnya dari garis tengah meja pemeriksaan
CENTRAL RAY :
CRtegak lurus terhadap IR
Sudutkan CR dengan titik pusat setinggi iliac crest dan sekitar 2,5 cm lat-
eral menuju garis midsaggital plane (MSP).
SID minimal 100 cm
12
STRUKTUR YANG TAMPAK
LPO – colic flexura hepatic kanan dan ascending & recto sigmoid portions
harus tampak terbuka tanpa superimposition yang significant. RPO- col-
icflexure kiri dan descending portions harus terlihat terbuka tanpa super-
imposition yang significant.
3. USG (Ultra Sonografi)
Dilakukan khususnya untuk melihat keadaan kuadran kanan bawah atau
nyeri pada pelvis pada pasien anak atau wanita. Adanya peradangan pada
apendiks menyebabkan ukuran apendiks lebih dari normalnya (diameter
6mm).
Kondisi penyakit lain pada kuadran kanan bawah seperti inflammatory
bowel desease, diverticulitis cecal, divertikulum meckel’s, endometriosis
dan pelvic Inflammatory Disease (PID) dapat menyebabkan positif palsu
pada hasil USG. Pemeriksaan dengan Ultrasonografi (USG) ditemukan
adanya fekalit, udara intralumen, diameter apendiks lebih dari 6 mm,
penebalan dinding apendiks lebih dari 2 mm dan pengumpulan cairan
perisekal. Apabila apendiks mengalami ruptur atau perforasi maka akan
sulit untuk dinilai, hanya apabila cukup udara maka abses apendiks dapat
diidentifikasi.
13
Fig. 3. A 19 year old woman with appendicitis. Longitudinal and transverse sonogram show an enlarged appendix (arrows) surrounded by hyperechoic inflame(arrowheads).
Fig. 3b. Power Doppler sonography shows hypervascularity of the appendiceal wall.
Fig. 1.- 34-year-old healthy volunteer with a normal appendix. A and B, longitudinal (A) and transverse (B) sonogram, showing the appendix (arrowheads)
14
with a diameter less than the 7 mm cut-off point, surrounded by normal noninflamed fat.
4. CT Scan Khususnya apendiceal CT, lebih akurat dibanding USG. Selain
dapat mengidentifikasi apendiks yang mengalami inflamasi (diameter
lebih dari 6 mm) juga dapat melihat adanya perubahan akibat inflamasi
pada periapendik. CT scan dengan inflamasi apendiks, tampak fekalit.
Fig. 2. A 50 year old man with a normal appendix. Unenhanced CT shows an air-filled nondistended appendix (arrowhead) with homogeneous periappendiceal fat without fat-stranding.
Perbandingan pemeriksaan penunjanng apendisitis :
Ultrasonografi CT-Scan
15
85% 90 – 100%Spesifisitas 92% 95 - 97%Akurasi 90 – 94% 94 – 100%Keuntungan Aman Lebih akurat
relatif tidak mahal Mengidentifikasi abses dan flegmon lebih baik
Dapat mendignosis kelainan lain pada wanita
Mengidentifikasi apendiks normal lebih baik
Baik untuk anak-anakKerugian Tergantung operator Mahal
Sulit secara tehnik Radiasi ionNyeri KontrasSulit di RS daerah Sulit di RS daerah
5. Pemeriksaan Barium enema dan Colonoscopy Merupakan pemeriksaan
awal untuk menyingkirkan kemungkinan adanya karsinoma colon. Tetapi
untuk apendisitis akut pemeriksaan barium enema merupakan
kontraindikasi karena dapat menyebabkan rupture apendiks.
BAB IV
KESIMPULAN16
Pemeriksaan radiologi dapat membantu menegakan diagnosis, sehingga
dokter bedah dapat mengambil tindakan yang tepat untuk menangani masalah
pasiennya. Pemeriksaan radiologi untuk appendicitis dapat menggunakan foto
polos abdomen, USG (Ultra Sonografi), CT Scan , pemeriksaan barium enema
dan Colonoscopy. Hasil foto polos abdomen dapat memberikan gambaran
perselubungan yang terlihat ”ileal atau caecal ileus” (gambaran garis permukaan
air-udara disekum atau ileum) dan patognomonik bila terlihat gambar fekalit.
Sedangkan penggunaan USG dilakukan khususnya untuk melihat keadaan
kuadran kanan bawah atau nyeri pada pelvis pada pasien anak atau wanita.
Adanya peradangan pada apendiks menyebabkan ukuran apendiks lebih dari
normalnya. CT Scan Khususnya apendiceal CT, lebih akurat dibanding USG.
Selain dapat mengidentifikasi apendiks yang mengalami inflamasi juga dapat
melihat adanya perubahan akibat inflamasi pada periapendik. CT scan dengan
inflamasi apendiks, tampak fekalit.
DAFTAR PUSTAKA
17
1. Patel, Pradip R. 2007. Lecture Notes Radiologi Ed. 2. Jakarta : Pener-
bit Erlangga
2. Rasad, Sjahriar. 2005. Radiologi Diagnostik Ed. Kedua. Jakarta : Balai
Penerbit FKUI
3. Sjamsuhidajat, R., Jong, Wim de. 2005. Buku Ajar Ilmu Bedah Ed. 2.
Jakarta : EGC
4. http://catatanradiograf.blogspot.com/2010/01/teknik-pemeriksaan-
radiologi-pada-kasus.html
5. http://radiologyassistant.nl/en/420f0a063222e
6. http://www.docs-finder.com/foto-polos-abdomen~3.html
7. http://www.fkumyecase.net/wiki/index.php?
page=terapi+konservatif+pada+appendicular+infiltrat
8. http://library.usu.ac.id/download/fk/bedah.pdf
18
Recommended