MAKALAH
FISIOLOGI MIKROBIA
REKAYASA METABOLIK MIKROORGANISME SEBAGAI TOOL BIOSINTESA DAN BIODEGRADASI ZAT KIMIA
Disusun oleh :
Aprian Heriyawan
09/282980/PN/11606
JURUSAN MIKROBIOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS GADJAH MADA
YOGYAKARTA
2012
I. PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Mikroba telah dimanfaatkan secara luas sebagai bioreaktor untuk memproduksi
antibiotik, protein terapi, ingredient untuk food maupun feed, biofuel, vitamin dan bahan
kimia lainnya. Hal ini terkait dengan kecenderungan untuk mengganti proses sintesa
kimia dengan menggunakan bioteknologi berbasis fermentasi mikroba. Selain lebih aman,
kemampuan tumbuh yang cepat meskipun pada media yang murah, terkarakterisasinya
sebagian besar genome yang berperan dalam kehidupannya, serta kemampuannya untuk
mengkopi vektor menjadi alasan yang utama bagi pemanfaatan mikroba sebagai inang
untuk penerapan rekayasa metabolik.
Makhluk multiseluler, baik manusia, hewan, maupun tumbuhan tersusun atas
jutaan sel. Tiap sel memiliki fungsi tertentu untuk kelangsungan hidup suatu organisme.
Untuk menjalankan fungsinya, sel melakukan proses metabolisme. Metabolisme (bahasa
Yunani: μεταβολισμος, metabolismos, perubahan) adalah semua reaksi kimia yang terjadi
di dalam organisme, termasuk yang terjadi di tingkat selular. Secara umum, metabolisme
memiliki dua arah lintasan reaksi kimia organik,
katabolisme, yaitu reaksi yang mengurai molekul senyawa organik untuk
mendapatkan energi
anabolisme, yaitu reaksi yang merangkai senyawa organik dari molekul-molekul
tertentu, untuk diserap oleh sel tubuh.
Kedua arah lintasan metabolisme diperlukan setiap organisme untuk dapat
bertahan hidup. Arah lintasan metabolisme ditentukan oleh suatu senyawa yang disebut
sebagai hormon, dan dipercepat (dikatalisis) oleh enzim. Pada senyawa organik, penentu
arah reaksi kimia disebut promoter dan penentu percepatan reaksi kimia disebut katalis.
Pada setiap arah metabolisme, reaksi kimiawi melibatkan sejumlah substrat yang
bereaksi dengan dikatalisis enzim pada jenjang-jenjang reaksi guna menghasilkan
senyawa intermediat, yang merupakan substrat pada jenjang reaksi berikutnya.
Keseluruhan pereaksi kimia yang terlibat pada suatu jenjang reaksi disebut metabolom.
Semua ini dipelajari pada suatu cabang ilmu biologi yang disebut metabolomika.
2. Tujuan
1. Mengetahui peran rekayasa metabolomik pada berbagai bidang kehidupan
2. Mengetahui mekanisme yang dapat terjadi dengan rekayasa metabolomik
II. ISI MAKALAH
Rekayasa metabolik biasanya didefinisikan sebagai target dan tujuan dari metabolic
pathway yang didapat dari suatu organisme dalam rangka pemanfaatannya untuk tranformasi
kimia, energi transduksi, supramolecul asembly. Bidang yang melibatkan multidisiplin ini
menggambarkan hubungan beberapa prinsip dari rekayasa kimia, komputer sains, biokimia,
dan biologi molekuler. Secara prinsip, rekayasa metabolik adalah aplikasi dari prinsip
rekayasa desain dan analisa metabolic pathway untuk mencapai suatu tujuan. Tujuan itu bisa
saja untuk meningkatkan proses produksi, biosintesa prekursor atau polimer, atau untuk
memperbesar kapasitas metabolisme dengan penambahan proses tertentu untuk produksi atau
degradasi zat kimia. Teknologi ini meliputi penggunaan DNA teknologi dan pemahaman
yang dalam mengenai fisiologi sel untuk memodifikasi intermediate metabolisme. Yang
menarik dari rekayasa metabolisme ini adalah simulasi aplikasi membuka peluang bagi
perbaikan strain yang mampu meningkatkan produksi melalui proses metabolisme tertentu.
Trend yang sekarang sedang terjadi terfokus pada penggunaan proses biologi sebagai
alternatif dari proses kimiawi, yang lebih besar dari segi kontinunitasnya dan tentunya proses
” green chemistry” yang lebih ramah lingkungan. Perkembangan pada genomic,
transcriptomics, proteomics, metabolomic dan bahkan fluxomics mengarahkan kita untuk
mempelajari metabolic pathway dan network pada level sistemnya.
Fokus dari review ini terletak pada oportunitas potensi teknologi rekayasa metabolik
mikroorganisme untuk memproduksi zat yang bermanfaat.
1. Fermentasi Mikroba rekombinan untuk merubah biomasa (limbah) menjadi
produk yang bermanfaat.
Rekayasa Mikroba untuk produksi bioethanol.
Krisis energi telah memaksa manusia untuk menciptakan energi alternatif terbarukan
(renewable energy), salah satunya adalah produksi bioethanol. Umumnya ethanol diproduksi
dengan menggunakan pati sebagai bahan bakunya, terutama untuk memenuhi kebutuhan
industri makanan. Hingga kini, bahan bakar etanol memiliki pasar terbesar yang mencapai
60% total produksi etanol dunia. Sedangkan etanol untuk industri mencapai 20% dari pasar
ini dan untuk industri minuman berkisar 15%, dimana kedua pasar ini tumbuh perlahan
dibanding pasar bahan bakar etanol.
Gambar 1. Rekayasa Metabolik S.cerevisiae untuk konversi gula Pentosa menjadi bioethanol
Oleh karena produksi bioetanol dengan pati sebagai bahan baku tidak ekonomis, maka
diupa yakan untuk menggunakan limbah pertanian, industri seperti kulit beras, serbuk kayu,
yang kadar gulanya masih tinggi ( lebih dari 60%) sebagai bahan baku pengganti pati.
Beberapa mikroba telah direkayasa sehingga mampu untuk mengkonversi monosakarida dari
limbah, menjadi bioethanol, seperti Z.mobilis, E.coli, Lactobacillus sp. dan S.cerevisiae.
Sebagai contoh, S.cerevisiae secara alami, tidak mempunyai kemampuan untuk
mengkonversi xylosa dan arabinosa yang merupakan bula pentosa menjadi bioetanol. Tetapi
dengan menambahkan beberapa gen penyandi xylose isomerase, xylulokinase, L-arabinose
isomerase, L-ribulose kinase, rekombinan S.cerevisiae mampu mengkonversi gula pentosa
menjadi bioetanol. Gambar 1. di atas, menunjukkan metabolisme S.cerevisiae yang telah
direkayasa agar mampu mengkonversi gula pentosa ( xylosa dan arabinosa ) menjadi
bioethanol. Rekombinan S.cerevisiae mampu memproduksi bioethanol sebesar 50~70 g/100
g biomas.
Rekayasa Mikroba untuk produksi R-(-) Hydroxycarboxylic Acids (material
biodegradable plastic)
Polyhydroxyalkanoat
(PHAs) adalah kelompok
biodegradable poliester yang
tersintesa dan terakumulasi
oleh bermacam bakteri. PHA
merupakan material yang
berguna untuk produksi
biodegradable plastic, yang
ramah lingkungan. Lebih
dari 140 jenis asam
karbosilat yang
terhidroksilasi pada posisi 3-,
4-, 5-, atau 6-, semua dalam
konfigurasi (R). Jika mereka
terletak pada pusat kiral pada
posisi gugus hidroksil, akan
bisa berinkorporasi ke dalam
PHAs dengan cara menumbuhkan bakteri target pada kondisi kultur yang berbeda. Karena
itu, sangat beralasan bahwa beragam RHAs menjadi mudah dipersiapkan dengan
depolimerisasi PHAs tersintesa. RHAs mengandung 2 fungsional grup yang mudah
dimodifikasi untuk sintesa beragam senyawa kiral kususnya senyawa kimia tertentu seperti
antibiotik, vitamin, parfum, feromon. Sebagai contoh, (R)-3-hydroxy butyric acid (R3HB)
adalah prekursor penting dari 4-acetoxyazetidinone, yang sering digunakan untuk
carbapenem antibiotik, yang mempunyai nilai market jutaan dolar. Poly-(R)-(-)-3-
hydroxybutyrate (PHB) adalah member yang paling banyak dari PHAs.
Metoda untuk produksi R3HB dengan
pemotongan secara kimiawi membutuhkan larutan
organic dalam jumlah besar sedangkan efisiensi produk
relative rendah karena prosesnya yang komplikatif.
Disisi lain, metabolisme untuk sintesa dan degradasi
PHB memainkan peranan penting pada beberapa bakteri
untuk reservation dan reutilization dari excess karbon
NH2TP
6PPH4
BH4
Gambar 5. Rekayasa metabolik E. coli untuk produksi BH4.
dan sumber energi dan mengurangi power. Pada bakteri, PHB tersintesa dari acetyl -
coenzyme A (CoA) dengan 3 reaksi enzim yaitu, -ketothiolase, acetoacetyl-CoA reductase,
dan PHA synthase (gambar 3).
Ketika kondisinya sesuai, PHB terdepolimerasi menjadi R3HB oleh enzim intraselular
PHA depolymerase dan oligomer hydrolase. R3HB dehydrogenase mengubah R3HB menjadi
acetoacetate, yang kemudian dimetabolisme di dalam sel. Dengan teknik rekayasa metabolik,
telah dilakukan ekspresi enzim PHA depolymerase pada E.coli dimana bakteri rekombinan
ini mampu mengakumulasi PHB lebih dari 90% dari berat sel kering seperti gambar 4 di atas.
Dengan terproduksinya PHAs secara masal, produksi biodegradable plastic skala industri
yang lebih ramah lingkungan bisa dilakukan Produk biodegradable plastic bisa dilihat pada
gambar 4. Dengan merekayasa mikroba E.coli telah dihasilkan R3HB sebesar 49.3% dari
glukosa yang terkonsumsi.
2. Fermentasi Mikroba rekombinan untuk Memproduksi Obat-obatan
Rekayasa Mikroba untuk Produksi Tetrahydrobiopterin (BH4)
Gambar 6 . Struktur 3 dimensi dari L-Glycerol 3-phospate
Tetrahydrobiopterin (BH4) merupakan kofaktor yang esensial pada mahluk hidup
tingkat tinggi yang digunakan oleh beberapa enzim seperti phenylalanine hydroxylase,
tyrosine hydroxylase, tryptophan hydroxylase, dan 3 isoform dari NO synthase. Kofaktor ini
sangat penting bagi fisiologi manusia, dimana beberapa penyakit neurologi seperti Dopa-
responsive dystonia dan Parkinson, diakibatkan karena terbatasnya ketersediaan BH4 dalam
tubuh. BH4 digunakan sebagai obat dengan nama generik; sapropterin hydrocloride untuk
mengobati pasien penderita typical hyperphenylalaninemia yang disebabkan oleh defisiensi
integral BH4 pada alur biosintesa.
Sejak tahun 1992 BH4 alami untuk medik telah disintesa secara kimiawi. Tetapi
proses ini sangat sulit karena membutuhkan material yang mahal, proses yang cukup banyak,
dan prosedur penanganan yang rumit. Oleh karena itu, metoda alternatif dengan
menggunakan teknik rekayasa metabolik dikembangkan untuk mendapatkan proses produksi
yang lebih ekonomis dan efisien. Gen dari mamalian yang terkait dengan sintesa GTP
menjadi BH4 telah diklon ke dalam E.coli. Gen tersebut adalah GTP cyclohydrolase I
(GCHI), 6-pyruvoyl-tetrahydropterin synthase (PTPS), dan sepiapterin reductase (SPR).
Gambar 5 di atas merupakan skema rekayasa E.coli yang berhasil memproduksi BH4 sebesar
4.0 g per liter kultur, sehingga bisa diproduksi secara komersial skala industri.
Rekayasa Mikroba untuk Produksi L-Glycerol 3-phosphate (L-G3P)
L-glycerol 3-phosphate (L-G3P) adalah
senyawa kiral yang mempunyai karbon yang
berikatan dengan residu phosphate pada C3
dan 2 gugus hidrosyl berlokasi pada C1 dan
C2 (lihat gambar 6). L-G3P merupakan natural
stereo enantiomer pada semua organisme yang
sangat stabil pada suhu tinggi.
L-G3P merupakan komponen potensial bagi
sintesa monosakarida dan
glycerophospholipid secara enzimatik. Monosakarida bisa disintesa dari L-G3P melalui
dihydroxyacetone phosphate (DHAP). L-G3P merupakan prekursor pada biosintesa
phosphatidic acid, yang merupakan kunci perantara bagi formasi semua glycerophospholipid,
yang
Gambar 8. L-G3P pada pathway biosintesa Glycerol pada S. cerevisiae.
merupakan komponen biologi utama dari membran, seperti lecithine dan phosphatidyl cholin.
Monosakarida
dan glycerophospholipid mempunyai peluang besar dalam pengembangan therapeutic dan
vaksin baru. Sebagai contoh gula melekat pada beberapa protein dan lipid yang ada di
permukaan sel, yang berpartisipasi pada proses biologi seperti sistem imun dan komunikasi
antar sel (gambar 7A). Obat berbasis karbohidrat bisa digunakan sebagai vaksin atau
penghambat bagi pertumbuhan tumor. Gambar 7B menunjukkan vaksin yang digunakan
untuk melawan kanker, berikatan dengan gula tertentu pada permukaan sel tumor. Vaksin
kemudian menginduksi sistem imun untuk menghasilkan antibodi yang memfasilitasi
penghancuran sel tumor. Jenis lain dari obat antiviral berbasis pada molekul kecil yang
berfungsi sebagai inhibitor bagi glycosylation enzyme dalam sel, yang menyebabkan
terjadinya mis-glikosilasi sehingga menimbulkan misfolding dari matrik protein virus.
Dengan demikian virus tersintesa dalam bentuk tidak aktif, yang pada akhirnya akan
didegradasi oleh protease. Obat seperti ini telah diterapkan untuk virus hepatitis B dan
bahkan untuk pengobatan HIV. Kesimpulannya, L-G3P merupakan prekursor bagi
pharmaceuticals yang sangat stabil. Pada S.cerevisiae L-G3P diproduksi dengan cara
mendapatkan mutan S.cerevisiae yang tidak mengandung satu atau dua dari isozyme L-
Glycerol 3-phosphatase (gpp1, gpp2 atau gpp1 gpp2) seperti terlihat di gambar 8. Pada
mutan S.cerevisiae tersebut, dimasukkan gen GPD1 untuk dioverexpresikan. Produksi L-G3P
oleh rekombinan S.cerevisiae mencapai 5 mg/ g sel kering.
Gambar 9. Rekayasa metabolik pada E.coli untuk tujuan bioremediasi merubah parathion menjadi molekul yang non toxic
Fermentasi Mikroba rekombinan untuk Bioremediasi
Pestisida digunakan oleh para petani di Indonesia dalam jumlah yang sangat besar.
Kebanyakan dari pestisida yang digunakan merupakan derivat dari parathion, yang sangat
toksik. Untuk mengatasi hal tersebut, gen opd penyandi parathion hydrolase telah
diklon dan disekuen dari mikroba jenis Pseudomonas dan Flavobacterium, dan kemudian
ditransformasikan ke dalam E.coli dan Pseudomonas putida. Parathion hydrolase mampu
mendegradasi parathion menjadi PNP dan DETP, dimana PNP kemudian diubah menjadi N,
C yang tidak toksik dan bermanfaat bagi pertumbuhan sel oleh satu operon gen pendegradasi
PNP. Sementara itu, gen penyandi enzim phosphodiesterase telah diklon ke E.coli sehingga
mampu menggunakan dietil fosfate sebagai sumber fosfate.
III. KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Teknologi rekayasa metabolik seperti tersebut diatas, teknologi yang berbasis pada
pemahaman alur metabolik, DNA teknologi, komputer desain, dan biokimia. Artinya
teknologi ini tidak memerlukan suatu perangkat mesin kusus yang mahal, tetapi lebih kepada
kombinasi imformasi dari beberapa disiplin ilmu tersebut. Kelebihan teknologi ini dibanding
DNA teknologi adalah lebih kepada optimalisasi proses yang terarah dalam mencapai tujuan.
Dari beberapa pemaparan aplikasi rekayasa metabolik pada mikroba di atas, bisa
diambil kesimpulan bahwa teknologi ini sangat atraktif untuk dikembangkan guna mensintesa
maupun mendegradasi zat – zat target.
Prospek Rekayasa Metabolik di Indonesia.
Sudah menjadi masalah klasik dari suatu negara berkembang adalah minimnya ilmu
pengetahuan dan keinginan untuk menerapkannya. Sehingga berdampak pada persoalan
makro, seperti penggunaan zat kimia beracun, DDT untuk pestisida, ketidakmampuan untuk
mengolah limbah (pertanian, kehutanan dan industri makanan dan untuk memproduksi
material yang bermanfaat, tingginya biaya penelitian yang berbasis bioteknologi serta masih
banyak lagi.
Sementara itu, Indonesia sebagai negara tropis sebenarnya kaya akan berbagai
potensi. Potensi sumber daya alam, yang di dalamnya adalah sumber daya mikroorganisme,
potensi SDM, dengan semakin banyaknya warga negara Indonesia yang belajar ke luar negeri
dan telah kembali dengan membawa pengetahuan yang modern, dan tidak kalah potensi
masalah, karena masalah itu untuk dipecahkan bukan dibiarkan atau ditinggalkan sehingga
menjadi peluang bagi timbulnya kreatifitas, dan yang berikutnya potensi pasar, dimana
Indonesia memiliki penduduk yang besar, dan terletak diantara 2 benua.
Dengan semua potensi tersebut, peluang aplikasi rekayasa metabolik sebenarnya
sangat besar. Tinggal bagaimana pemerintah dan para peneliti memahami dan mendanai
penelitian berbasis teknologi ini.
DAFTAR PUSTAKA
Anderson, A. J., and Dawes, E. A., 1990. Occurrence, metabolism, metabolic role, and industrial uses of bacterial polyhydroxyalkanoates. Microbiol. Rev. 54, 450 – 472
Albertyn, J., Hohmann S., Thevelein, J. M. and Prior B. A. 1994. GPD1 encoding glycerol 3-phosphate dehydrogenase is essential for growth under osmotic stress in Saccharamyces cerevisiae, and its expression is regulated by the high-osmolarity glycerol response pathway. Mol. Cell. Biol. 14, 4135 – 4144.
Doi, Y. 1990. Microbial polyesters. VCH, New York, N.Y.
Dove A. 2001. The bittersweet promise of glycobiology. Nat. Biotechnol. 19, 913 – 917
Eriksson P., Andre, L., Ansell, R., Blomberg, A. and Adler, L. 1995. cloning and characterization of GPD2, a second gene encoding sd-glycerol 3-phosphate dehydrogenase (NAD+) in Saccharomyces cerevisiae, and its comparison with GPD1 Mol. Biol. 17, 95 – 107.
Koeller, K.M., and Wong, C.H. 2000. Emerging themes in medicinal glycoscience. Nat. Biotechnol. 18, 835 – 841
Lee, S.Y. 1996. Bacterial polyhydroxyalkanoates. Biotechnol. Bioeng. 49. 1 – 14