Sefalometri 2016 copy.pdf"SZB#SBINBOUB
Penulis : Arya Brahmanta,drg.,Sp.Ort Desain sampul : Gunadi Yp.
Setting & layout : Gunadi Yp Percetakan : CV. Kartika Mulya
ISBN : 978-9798036-34-7
Cetakan pertama, November 2011 Cetakan kedua, November 2016
Diterbitkan oleh : Penerbit BINTANG Surabaya (CV Bintang) (Anggota
IKAPI) Jl. Potro Agung III no. 41C, Surabaya 60135 Tel. (031)
3770687, Fax. (031) 3711811 email:
[email protected]
Dilarang memperbanyak atau memindahkan sebagian atau seluruh isi
buku ini dalam bentuk apapun, baik secara elektronis
maupun mekanis, termasuk memfotokopi, merekam atau dengan sistem
penyimpanan lainnya, tanpa izin tertulis dari
penerbit
v
PRAKATA
dalam bidang ortodonti, agar suatu rencana perawatan dapat terarah
dan menghasilkan hasil perawatan lebih baik, maka buku
Sefalomerti-analisis dasar ini disusun sebagai pedoman bagi
mahasiswa kedokteran gigi yang sedang menjalankan kepaniteraan
klinik maupun sejawat dokter gigi yang berminat dalam bidang
ortodonti.
Dalam buku ini sesuai judulnya akan dibahas mengenai : kegunaan
radiografi sefalometri dalam bidang ortodonti, posisi penderita
dalam pembuatan sefalometri lateral, tahapan teknik tracing,
landmarks sebagai petunjuk dalam pengukuran
sefalometri dan beberapa analisis sefalometri seperti Downs,
Steiner, Wits dan jaringan lunak yang dapat digunakan sebagai
analisis dasar dalam menentukan diagnosis dan rencana perawatan
ortodonti.
Saran dan kritik terhadap buku ini sangat saya harapkan agar buku
ini dapat lebih disempurnakan.
Arya Brahmanta
x
1
tahun setelah penemuan sinar – x. Metode radiografi sefalometri
diadaptasi dari studi panjang antropologi kraniometri yang telah
ditetapkan dari penggunaan Broadbent – Bolton sefalometer yang
ditemukan pada tahun 1931. Kepala yang diletakkan pada sefalometer
(kemudian dikenal dengan nama sefalostat) menghasilkan radiografi
bagian lateral tengkorak dalam aturan yang telah distandarisasi
untuk memproduksi geometri proyeksi film penderita.
Definisi sefalometri adalah suatu ilmu yang mempelajari pengukuran
pada kepala beserta komp.onen - komponennya secara radiografi.
Komponen tersebut meliputi : basis cranial, maksila, geligi RA,
geligi RB dan mandibula.
Diagnosis pada ilmu ortodonti memerlukan pengumpulan informasi dari
analisis model studi dan analisis hasil tracing
2
Gambar 1. Sefalometri lateral
1. Untuk menentukan diagnosis, dengan mengetahui faktor penyebab
maloklusi yang disebabkan ketidakseimbangan antara struktur tulang
wajah dan relasi komponen.
2. Untuk menetukan rencana perawatan, dengan analisa dan diagnosa
yang didasarkan pada perhitungan sefalometri.
3. Untuk bahan evaluasi, dengan membandingkan data awal sebelum
perawatan dan sesudah perawatan.
4. Sarana untuk melakukan penelitian.
Selain itu radiografi sefalometri digunakan untuk menambah aspek
dinamik dalam memberikan informasi tentang morfologi, pola
pertumbuhan wajah, dimensi kraniofasial, kelainan skeletal atau
dento – alveolar yang terjadi pada seorang penderita (Rakosi,1982).
Sefalometri lateral yang juga dikenal dengan lateral “cephs”
menjadi hal yang sangat diperlukan bagi ilmu ortodonti dalam
merencanakan perawatan bagi penderita.
Diatas radiografi sefalometri lateral ini dilakukan tracing atau
penapakan, yaitu memproyeksikan dengan menjiplak anatomi tengkorak
dan jaringan lunak wajah yang diperlukan pada sehelai kertas asetat
yang tembus pandang. Pengukuran- pengukuran dilakukan pada gambaran
anatomi tengkorak dan jaringan lunak wajah yang diperoleh dengan
cara tracing dan
4
Metoda analisis sefalometri pertama kali dikemukakan oleh William B
Downs (1948), kemudian berkembang sejumlah metoda analisis lain
seperti : Steiner (1953), Ricketts (1960), Tweed (1966). Sekarang
analisis sefalometri sebagai alat penunjang dalam perawatan
ortodonti sudah merupakan suatu standar yang baku karena dengan
metoda tersebut dapat diperoleh informasi apakah kasus pada
penderita tersebut bersifat kelainan dental atau skeletal, dan juga
informasi tentang jaringan lunak.
Sesuai dengan sifat ilmu yang selalu berkembang maka sarana yang
lama suatu saat akan ditinggalkan dan diganti dengan sefalometri
tiga dimensi yang kini sudah mulai banyak digunakan. Dengan
sefalometri tiga dimensi penentuan diagnosis dan perencanan
perawatan menjadi lebih tepat.
5
Alat yang digunakan untuk pembuatan sefalomateri lateral terdiri
atas sefalometer atau sefalostat, tabung sinar dan
kaset yang berisi film. Ear rods adalah bagian dari sefalometer
yang diletakkan pada telinga dapat digerakkan sehingga bisa
disesuaikan dengan lebar kepala penderita. Langkah pembuatan
sefalometri lateral adalah sebagai berikut :
- Penderita dalam posisi berdiri tegak dengan bidang Frankfurt
(garis batas superior meatus auditori eksternal ke batas inferior
orbita ) sejajar lantai.
- Posisi kedua telinga disesuaikan dengan ear rods yang diletakkan
dalam meatus auditori kanan dan kiri dengan tekanan ringan.
- Mid plane wajah harus sejajar dengan vertical ruler dari
sefalostat, untuk memeriksa kesejajaran posisi kepala
penderita
6
- Kepala penderita difiksasi pada sefalometer dalam posisi yang
senyaman mungkin dengan sisi sebelah kiri kepala penderita
berhadapan dengan kaset .
- Setelah diposisikan dengan benar penderita diinstruksikan untuk
oklusi sentrik dan menahan lidah diarea posterior dari palatum
lunak. Hal ini akan mengurangi gambaran radiolusen yang mewakili
pharyngeal air space.
- Penderita tidak diperbolehkan bergerak saat dimulai penyinaran
sampai waktu penyinaran selesai seluruhnya.
Gerakan secara horisontal dari kepala penderita akan menyebabkan
variasi dari kesejajaran sorotan sinar atau obyek yang akan
menyebabkan hasil sefalometri yang tidak akurat.
Tahap prosesing dilakukan secara otomatis menggunakan mesin printer
terhubung dengan sefalostat yang akan memproses hasil dalam 5 – 10
menit. Prosesing yang optimal menghasilkan gambar yang bagus dimana
gambar radiografi dari struktur tulang tengkorak dan outline
jaringan lunak harus terlihat untuk nantinya dilakukan intepretasi
radiografi sefalometri dan mendukung tahapan tracing.
7
8
9
dan wajah. Pengetahuan tentang tulang tengkorak sangat diperlukan
untuk membantu mengidentifikasi landmark yang bervariasi pada
tulang.
Peralatan dan bahan yang diperlukan untuk melakukan tracing :
1. Sefalometri lateral dari penderita.
2. Acetate matte tracing papper.
3. Pensil gambar dengan ujung runcing, disarankan 3H.
4. Pita perekat / selotip.
5. Penggaris dan busur, disarankan protactor dengan lambang gigi
dan lubang ear rods.
6. Iluminator / viewer.
10
8. Model studi penderita untuk melihat intercuspidation dari gigi
saat oklusi.
Tracing dimulai dengan menempatkan foto sefalometri diatas viewer
dengan gambar penderita menghadap kearah kanan. Rekatkan keempat
ujung radiograf pada viewer. Dengan pensil/ bollpoint berujung
runcing gambarlah tiga tanda cross pada radiograf, dua pada daerah
kranium dan satu didaerah cervical vertebrae.
Pembuatan tanda cross dilakukan untuk memudahkan reorientasi kertas
asetat pada foto sefalometri pada saat foto sefalometri berubah
posisi selama tahapan tracing. Selanjutnya kertas asetat diletakkan
diatas foto sefalometri kemudiian direkatkan. Setelah kertas asetat
terpasang dengan benar, tiga tanda cross
dijiplak. Kemudian tulis nama penderita, usia penderita, tanggal
pengambilan sefalometri dan nama operator pada bagian pojok bawah
sebelah kiri dari kertas asetat. Tracing dimulai dengan tekanan
ringan dan terus menerus pada pensil, jika memungkinkan tracing
garis dari gambar tanpa mengangkat pensil dari kertas asetat.
Hindari seminimal mungkin penggunaan penghapus. Garis bayangan yang
samar pada outline jaringan lunak dapat terlihat jelas dengan
meredupkan cahaya.
Tahapan tata cara tracing dimulai dengan profil jaringan lunak,
diikuti struktur tulang dari basis kranium, maksila dan terakhir
mandibula.
11
eksternal, vertebrae
1. Tracing profil jaringan lunak, seringkali diperlukan untuk
meredupkan sinar karena bayangan jaringan lunak terlhat
samar.
2. Tracing kontur eksternal dari kranium tulang frontalis, termasuk
tulang nasalis
3. Tracing outline dari atlas dan axis (cervical vertebrae pertama
dan kedua).
12
1. Tracing outline dari sella tursica atau fossa pituitary.
2. Tracing orbital yang memisahkan bola mata dari fossa kranium
anterior, struktur ini sulit diidentifikasi karena komposisi
tulangnya tipis.
3. Tarcing ear rods, pada meatus auditorius eksternal
Tahap III: Maksila
2. Tracing outline dari pterygomaksilaris yang berbentuk seperti
air mata. Fissura pterygomaksilaris berguna untuk menentukan letak
dari posterior nasal spine (PNS)
3. Tarcing anterior nasal spine (ANS) dari maksila, ujung struktur
ini tipis hampir tidak terlihat. Tracing dari ujung ke arah
inferior termasuk tulang maksila pada palatal insisif atas.
4. Tracing outline dari molar pertama rahang atas, seringkali sulit
diidentifikasi karena kepadatannya yang kurang. Sebagai bantuan
perhatikan model studi penderita.
5. Tracing outline dari gigi insisif pertama atas, gigi insisiv
paling anterior yang ditracing.
13
Tahap IV: Mandibula
1. Tracing batas anterior dari symphisis mandibula, termasuk
lapisan tipis dari tulang yang terletak pada akar gigi insisif
rahang bawah.
2. Tracing batas inferior dari mandibula, bila ada dua maka tracing
keduanya kemudian dibuat average dengan garis putus –putus.
Gambar 4. Tracing sefalometri
14
3. Tracing aspek posterior dari ramus, yang biasanya terlihat
bilateral dan juga tracing condylus mandibula yang biasanya jarang
terlihat karena kepadatan dari tulang yang mengelilingi dan ear
rods.
4. Tracing molar pertama rahang bawah, bila perlu tracing gigi
anterior sampai molar pertama untuk menetapkan oklusi fungsional
dan curve of spee.
5. Tracing insisif rahang bawah yang posisinya paling
anterior.
15
Setelah melengkapi tracing dilanjutkan dengan menggambar bermacam –
macam garis dan titik pada kertas asetat.
Seringkali dibutuhkan lebih dari satu analisis untuk menegakkan
diagnosis, maka dari itu tiap analisis dapat dilakukan pada salinan
yanh terpisah untuk menghindari kerancuan dan kesalahan.
Landmarks adalah titik – titik yang dapat digunakan sebagai
petunjuk dalam pengukuran atau dapat digunakan untuk membentuk
suatu bidang. Idealnya landmarks sefalometri letaknya harus mudah
diketahui dan memiliki relevansi anatomi.
Landmarks sefalometri yang paling umum ditemui adalah :
ANS: Anterior nasal spine, ujung anterior dari tulang yang tajam
pada processus maksilaris di batas bawah dari lubang nasal
anterior.
Ar: Articulare, sebuah titik pada hubungan batas posterior dari
ramus dan batas inferior dari basis kranium posterior.
16
Ba: Basion, titik paling bawah pada tepi anterior dari
foramen
magnum.
Go: Gonion, titik pada kurvatur dari sudut mandibula yang
ditentukan dengan membagi sudut yang dibentuk dengan garis yang
menyinggung bagian posterior dari ramus dan batas inferior dari
mandibula
Gn: Gnathion, titik yang ditentukan dengan mengambil titik tengah
antara anterior (pogonion) dan inferior (menton) pada dagu.
Me: Menton, titik paling rendah pada bayangan symphisis
mandibula.
N: Nasion, titik paling anterior pada sutura nasofrontalis pada
midsagital plane.
Or: Orbitale, titik paling bawah pada tepi inferior dari
orbitale.
PNS: Posterior nasal spine, posterior dari tulang palatina terdapat
pada palatum durum.
Po: Porion, titik dengan posisi paling superior dari meatus
auditorius eksternusditentukan dengan bantuan ear rods dari
sefalostat.
Titik A: Subspinale titik dengan posisi paling posterior midline
pada cekungan diantara anterior nasal spine dan prosthion (
titik
17
paling inferior pada tulang alveolar terletak pada insisif rahang
atas).
Titik B: Supramentale, titik paling posterior midline pada cekungan
dari mandibula antara titik paling superior pada tulang alveolar
terletak pada insisif rahang bawah (infradentale) dan
pogonion.
Ptm: Pterygomaksilaris, kontur dari fissura
pterygomaksilaris.
Bidang Frankfurt horizontal: garis yang menghubungkan titik
terbawah dari orbita (Or) dan titik paling atas dari proyeksi
ear
rods (Po).
Bidang Mandibula (Downs): garis yang menghubungkan antara titik
gonion (Go) dengan menton (Me).
Bidang Mandibula (Steiner ): garis yang menghubungkan antara titik
gonion (Go) dengan gnathion (Gn).
Bidang Oklusal: garis yang ditarik melalui titik pertemuan antara
insisif pertama atas dan bawah dengan titik pertemuan antara tonjol
mesiobukal dari molar pertama atas dan bawah saat oklusi.
Bidang Palatal: garis yang menghubungkan ANS dengan PNS
Bidang Sella Nasion: garis yang melalui titik sella tursica (S) dan
nasion (N)
18
Bidang Estetik: garis yang melalui puncak hidung ke titik paling
anterior dari jaringan lunak dagu.
Untuk membantu menentukkan letak dan posisi dari landmarks
sefalometri, disarankan menyesuaikan bidang frankfurt
horizontal (FH). Bidang ini dipresentasikan dengan garis yang
melalui titik porion dan orbitale. Setelah bidang ini ditetapkan,
landmarks yang dipengaruhi oleh perubahan posisi kepala dapat
ditentukan baik dengan menggunakan sebuah garis paralel atau tegak
lurus terhadap FH.
Gambar 5. Landmarks sefalometri
Tata cara identifikasi landmarks:
Orbitale: Tempatkan satu ujung penggaris pada tepi puncak dari ear
rods kemudian ujung lainnya letakkan pada tepi infra orbitale dari
orbit, titik ini adalah orbitale.
Porion: Menggunakan orbitale sebagai titik referensi kemudian ujung
yang lain diletakkan pada titik paling superior dari ear
rods, titik ini adalah porion.
Sella: Pusat geometri dari fossa pituitary. Dengan cara diukur
diameternya kemudian dibagi dua, tingginya 3,5 mm dari dasar fossa
pituitary.
Nasion: Lokasinya pada aspek paling anterior dari sutura
frontonasalis.
ANS: ujung anterior dari nasal spine.
PNS: Menggunakan garis yang tegak lurus terhadap FH, tentukan aspek
paling posterior dari tulang palatine.
Titik A: Menggunakan sebuah garis tegak lurus pada FH, tentukan
titik paling posterior pada cekungan antara ANS dan processus
alveolaris maksila. Jika titik A tidak dapat diidentifikasi dengan
akurat, maka dapat digunakan 3mm didepan / labial dari titik yang
terletak diantara pertemuan 1/3 dan 2/3 panjang akar gigi insisivus
pertama rahang atas.
20
Titik B: Menggunakan sebuah garis tegak lurus pada FH, tentukan
titik paling posterior pada cekungan antara dagu dan processus
alveolaris mandibula. Jika titik B tidak dapat diidentifikasi
dengan akurat, maka dapat digunakan titik supramental, yaitu titik
yang terletak pada batas mahkota dan servikal kemudian ditarik
sejajar dengan Pog.
Pogonion: Pindahkan garis tegak lurus terhadap FH ke depan kemudian
dilihat titik dimana garis tersebut pertama menyentuh dagu, titik
ini adalah pogonion.
Menton: Menggunakan garis yang paralel terhadap FH, letakkan pada
tepi batas inferior dari symphisis mandibula, titik ini adalah
menton.
Gnathion: Merupakan midway antara pogonion dan menton pada outline
dari symphisis mandibula, titik ini adalah gnathion.
Gonion: Menggunakan dua garis, garis pertama menyinggung batas
inferior dari mandibula dan garis yang lain menyinggung batas
posterior dari ramus, kemudian membagi sudut yang dibentuk oleh dua
garis tersebut pada sudut mandibula, titik ini adalah gonion.
21
ANALISIS DOWNS
Ketika mengamati profil fasial William B Downs mencatat bahwa
secara umum posisi mandibula dapat digunakan
dalam menentukan apakah wajah seimbang atau tidak. Profil “ideal”
yang menunjukkan harmoni terbaik dari wajah atau bentuk kecantikan
untuk sebagian besar orang adalah posisi mandibula yang ortognatus/
mesognatik yang tidak retrusif maupun protrusif.
Downs membagi menjadi empat tipe fasial dasar, yaitu :
1. Retrognatik, rahang bawah resesif/ lebih mundur
2. Mesognatik, rahang bawah ideal.
3. Prognatik, rahang bawah protrusif.
4. True progantisme, wajah bawah yang tampak protrusi secara
nyata.
22
Pola Skeletal
Sudut fasial
Sudut fasial digunakan untuk mengukur derajat retrusi atau protrusi
dari rahang bawah. Yang dimaksud adalah sudut dalam inferior dimana
garis fasial (nasion–pogonion) memotong FH. Pembacaan rata-rata
untuk sudut ini adalah 87,80 dengan kisaran 82–950. Dagu yang lebih
menonjol akan memperbesar sudut ini, sedangkan sudut yang lebih
kecil menunjukkan dagu yang retrusif.
Gambar 6. Sudut Fasial
Sudut kecembungan muka
Sudut ini untuk mengukur tingkat protrusi atau retrusi dari rahang
bawah. Sudut ini dibentuk oleh perpotongan garis N – A dan garis A
– P. Sudut ini dibaca dalam derajat positif atau negatif. Jika
garis A – P terletak di depan dari garis N – A maka sudut dibaca
positif dan sebaliknya. Sudut yang negatif menunjukkan profil
prognatik.
Gambar 7. Sudut kecembungan muka
24
Sudut bidang mandibula
Bidang mandibula (MP) menurut Downs adalah tangen dari sudut gonial
dan titik menton, titik terendah dari symphisis. Sudut bidang
mandibula diperoleh dengan menghubungkan MP ke bidang FH. Pembacaan
rata-rata untuk sudut ini adalah 21.9 0 dengan kisaran 17 0 – 28
0.
Gambar 8. Sudut bidang mandibula
25
Sumbu pertumbuhan ( Y – Axis)
Sumbu Y diukur sebagai sudut yang dibentuk oleh perpotongan garis
sella tursica ke gnation dengan bidang FH. Sudut ini cenderung
lebih besar pada pola fasial kelas II dari pada kelas III.
Penurunan sumbu Y menujukkan pertumbuhan horisontal yang lebih
besar dan peningkatan sumbu Y menunjukkan pertumbuhan vertikal yang
lebih besar dari pertumbuhan horisontal dari mandibula. Kisaran
antara 53 0 – 66 0 dengan rata- rata 59,4 0
Gambar 9. Y - Axis
Pola Dental
Sudut interinsisal
Sudut ini diperoleh dengan melewatkan garis melalui tepi insisal
dan apeks dari akar insisif sentral maksila dan mandibula. Sudut
ini relatif lebih kecil pada individu dengan insisif yang condong
ke depan. Pembacaan sudut ini pada kisaran 130 0 – 150 0 dengan
rata – rata 135,4 0
Sudut insisif – bidang oklusal
Sudut ini menghubungkan insisif bawah ke permukaan fungsinya pada
bidang oklusal. Sudut positif meningkat jika inklinasi gigi ke
depan. Pembacaan sudut ini pada kisaran 3,5 0 – 20 0 dengan rata –
rata 14,5 0.
Gambar 10. Sudut inter insisal
27
Sudut insisif – bidang mandibula
Sudut ini dibentuk oleh perpotongan dari bidang mandibular dengan
sebuah garis yang melalui tepi insisisal dan apeks akar insisif
sentral mandibula. Sudut ini posistif ketika posisi insisif condong
maju ke depan. Pembacaan sudut rata – rata 91,4 0.
Protrusi Insisif maksila
Diukur sebagai jarak antara tepi insisisal insisif sentral maksila
ke garis A – P. Jarak ini dibaca positif jika tepi insisal berada
di depan garis A-P (protrusi ) dan sebaliknya dibaca negatif bila
tepi insisal berada di belakang garis A-P (retrusi). Pembacaan rata
– rata 2,7 mm dengan kisaran - 1 mm – 5 mm.
Gambar 11. Sudut insisif – bidang mandibula
28
Pengukuran Kaukasoid Rerata Rentang
SKELETAL 1. Fasial 87,8 82 – 95 2. Kecemb. Muka 0 -8,5 -10 3.
Bidang AB-NP -4,6 -9 – 0 4. Bid. Mand – FH 21,9 17 – 28 5. Y - Axis
59,4 53 – 66 DENTAL
1. Bid. Oklusal - FH 9,3 1,5 - 14 2. Inter Insisal 135,4 130-150 3.
1 - Bid.Oklusal 14,5 -3,5 -20 4. 1 - Bid. Mand 93 - 5. Jarak 1 –
Apog (mm) 2,7 -1 -5
29
analisis yang muncul lebih ringkas dengan menyederhanakan landmark
yang diidentifikasi dan metode pengukuran sehingga tidak
membingungkan bagi para klinisi.
Cecil C Steiner, menyeleksi parameter yang paling penting dan
mengembangkan analisis gabungan, dimana akan memberikan informasi
klinis yang maksimal. Steiner membagi analisisnya dalam beberapa
bagian, yaitu skeletal, dental dan jaringan lunak. Analisis
skeletal menggambarkan hubungan rahang atas dan rahang bawah
terhadap basis kranium dan rahang terhadap satu sama lain. Analisis
dental menggambarkan hubungan gigi insisif atas dan bawah terhadap
masing – masing rahang . Analisis jaringan lunak memberikan
penilaian rata – rata keselarasan dan keseimbangan dari profil
wajah.
30
Pada sefalometri lateral,landmarks seperti porion dan orbital tidak
mudah untuk diidentifikasi. Maka dari itu, Steiner memilih
menggunakan bidang sella ke nasion sebagai referensi. Keuntungan
menggunakan bidang S-N ini, karena hanya sedikit deviasi meskipun
terjadi gerakan kepala penderita saat berada di sefalostat.
Pola Skeletal
Maksila
Titik A dan B masing – masing adalah batas paling anterior dari
basis apikal maksila dan mandibula.Untuk menilai apakah posisi
maksila lebih ke anterior atau ke posterior terhadap basis kranium
dibuat sudut SNA. Sudut SNA ialah sudut yang dibentuk oleh garis SN
dan titik A. Sudut yang menyatakan posisi maksila yang mewakili
titik A terhadap basis kranial (SN). Besar sudut dipengaruhi letak
titik A dalam arah sagital apakah lebih anterior atau posterior
sedangkan garis SN bisa dianggap stabil letaknya.
Pembacaan rata – rata sudut SNA adalah 82 0 jika sudut lebih besar
dari 82 0 menunjukkan posisi maksila protrusi, sebaliknya jika
sudut kurang dari 82 0 menunjukkan posisi maksila resesif.
Mandibula
Sudut SNB digunakan untuk menilai apakah mandibula lebih ke depan
atau ke belakang terhadap basis kranium. Sudut SNB
31
ialah sudut yang dibentuk oleh garis SN dan titik B. Sudut ini
menyatakan posisi mandibula terhadap basis kranial. Besar sudut
dipengaruhi letak titik B dalam arah sagital apakah lebih anterior
atau posterior.
Gambar 12. Sudut SNA
Gambar 13. Sudut SNB
32
Pembacaan rata – rata sudut SNB adalah 80 0 jika sudut lebih besar
dari 80 0 menunjukkan mandibula protrusi, sebaliknya jika sudut
lebih kecil dari 80 0 menunjukkan mandibula resesif.
Relasi maksila terhadap mandibula
Dari penentuan sudut SNA dan SNB kesalahan rahang biasanya dapat
diketahui. Selisih antara SNA dan SNB yaitu sudut ANB. Sudut ANB
menunjukkan diskrepansi anteroposterior maksila terhadap basis
apikal mandibula. Untuk menginterpretasi sudut ANB harus diketahui
besar sudut SNA dan SNB karena hanya hanya dengan melihat besar
sudut ANB belum dapat diketahui rahang mana yang tidak normal.
Semakin besar sudut ANB semakin besar perbedaan letak maksila dan
mandibulaPembacaan rata – rata untuk sudut ini adalah 2 0, jika
lebih dari 2 0 menunjukkan tendensi relasi skeletal kelas II, dan
jika kurang dari nol menunjukkan tendensi relasi skeletal kelas
III.
Bidang oklusal
Bidang oklusal adalah garis yang ditarik sepanjang regio cusp yang
oklusi dari premolar pertama dan molar pertama. Sudut antara bidang
oklusal dan S-N didapatkan pembacaan rata – rata untuk oklusi
normal adalah 14 0 .
Bidang mandibula
Bidang mandibula adalah garis yang ditarik antara gonion (Go) dan
gnathion (Gn). Sudut bidang mandibula dibentuk dengan
33
Gambar 14. Sudut ANB
menghubungkan garis Go – Gn pada garis S-N. Pembacaan rata-rata
untuk sudut ini adalah 32 0.
Gambar 15. Sudut bidang mandibula
34
Posisi insisif maksila
Lokasi dan inklinasi aksial insisif rahang atas ditentukan dari
relasi gigi – gigi terhadap garis N-A. Hitungan dalam derajat
menunjukkan relasi sudut gigi insisif atas,sedangkan hitungan dalam
milimeter menunjukkan posisi gigi lebih kedepan atau kebelakang
dari garis N-A. Penghitungan dengan sudut saja kurang memberikan
informasi yang adekuat untuk itu diperlukan pengukuran jarak dari
permukaan labial gigi atas terhadap garis N-A. Pembacaan rata –
rata untuk sudut inkilnasi insisif atas adalah 22 0 dan rata – rata
posisi gigi atas adalah 4 mm didepan garis N-A.
Gambar 16. Sudut insisif – garis NA
35
Posisi insisif mandibula
Lokasi anteroposterior dan angulasi gigi insisif rahang bawah
ditentukan dari relasi gigi terhadap garis N-B. Pengukuran dalam
milimeter menunjukkan posisi gigi lebih ke depan atau kebelakang
terhadap garis N-B. Pembacaan dalam derajat menunjukkan inklinasi
aksial gigi terhadap garis N-B. Pembacaan rata – rata untuk sudut
inkilnasi insisif atas adalah 25 0 dan rata – rata posisi gigi atas
adalah 4 mm didepan garis N-B. Mengetahui lokasi dan angulasi dari
insisif bawah sama pentingnya seperti pada insisif atas.
Gambar 17. Sudut insisif – garis NB
36
Sudut interinsisal
Angulasi interinsisal didapatkan dari relasi posisi insisif atas
terhadap insisif bawah. Jika sudut lebih tajam atau kurang dari
rata- rata 130 0, baik insisif atas atau bawah keduanya perlu
ditegakkan. Sebaliknya jika sudut lebih tumpul atau lebih dari 130
0, maka insisif atas dan bawah membutuhkan koreksi inklinasi
aksial.
Tabel 2 . Analisis Steiner rerata pada kaukasoid
Pengukuran Kaukasoid Rerata Rentang
SKELETAL
1. SNA 82 78 – 86 2. SNB 80 76 – 84 3. ANB 2 0-4 4. Bid. Oklusal –
garis SN 14 5 – 30 5. Bid. Mand.- garis SN 32 20 – 40 DENTAL
1. 1 – garis NA 22 15 – 32 2. 1 – garis NA (mm) 4 2 – 6 3. 1 -
garis NB 25 15 – 32 4. 1 – garis NB (mm) 4 2 – 6 5. Pog – garis NB
2 -
37
Wits merupakan singkatan yang berasal dari University
of the Witwatersrand, Johannesburg, S outh Afr ica diperkenalkan
oleh Jacobson. Metoda ini digunakan untuk menganalisis kelainan
rahang satu sama lain dalam bidang sagital atau antero posterior.
Caranya dengan menarik garis tegak lurus dari titik A dan titik B
ke bidang oklusal saat oklusi dalam keadaan maksimal. Titik
pertemuan antara garis A dan B dengan bidang oklusal diberi nama AO
dan BO. Pada oklusi normal, titik BO terletak (-1 mm) dibelakang AO
pada laki-laki atau berimpit (0 mm) pada wanita. Sedangkan pada
kelainan skeletal kelas II, titik BO terletak jauh dibelakang titik
AO (> 3 mm) dan pada kelainan kelas III, titik BO terletak jauh
didepan titik AO (< - 3mm).
38
Analisa jaringan lunak pada dasarnya merupakan catatan grafis dari
observasi visual terhadap penderita saat
pemeriksaan klinis. Analisis jaringan lunak merupakan penilaian
dari adaptasi jaringan lunak terhadap profil tulang dengan
pertimbangan ukuran, bentuk dan postur bibir seperti yang terlihat
pada sefalometri lateral.
Landmarks jaringan lunak
G: Glabella, titik anterior paling menonjol pada bidang midsagital
dari dahi.
N’: Naison jaringan lunak, titik paling dalam pada cekungan midline
diantara dahi dan hidung.
P: Pronasale, titik paling anterior atau menonjol dari hidung
(ujung dari hidung).
40
Sn: Subnasale, titik dimana columella (nasal septum) bergabung
dengan bibir atas pada midsagital.
Ls : Labrale superius, titik yang menunjukkan batas mucocutaneus
dari bibir atas ( paling anterior)
Li: Labrale inferius, titik tengah pada batas bawah dari membranous
bibir bawah.
Stm s: Stomion superius,titik paling bawah pada vermilion bibir
atas.
Stm i: Stomion inferius, titik paling atas pada vermilion bibir
bawah.
Gambar 19. Landmarks jaringan lunak
41
Pog‘: Pogonion jaringan lunak,titik paling menonjol dari dagu pada
midsagital.
Me‘: Menton jaringan lunak, titik paling bawah pada kontur dagu,
ditentukan dengan membuat garis tegak lurus dari bidang horosontal
melalui menton skeletal.
Esthethic line (E - Line)
Garis E digambar dari ujung hidung (pronasale ) ke pogonion
jaringan lunak (Pog ‘). Normalnya bibir atas 4 mm dibelakang garis
referensi ini sementara bibir bawah 2 mm dibelakang garis tersebut.
Rickets menjelaskan bahwa evaluasi ukuran ini dapat dipengaruhi
pertumbuhan hidung dan dagu.
Gambar 20. E - line
Steiner line (S - line)
Garis S adalah suatu garis yang digambar dari pogonion jaringan
lunak (Pog‘) ke midpoint dari cekungan berbentuk S antara subnasale
dan pronasale. Menurut Steiner, jika bibir berada dibelakang garis
referensi ini disebut terlalu datar, profil penderita cekung maka
diperlukan koreksi untuk memajukan gigi pada lengkung gigi agar
bibir mendekati S-line. Sementara jika bibir berada didepan garis
referensi ini disebut terlalu menonjol, profil penderita cenderung
protrusi dimana biasanya gigi atau rahangnya memerlukan perawatan
ortodonti untuk mengurangi kecembungan.
Gambar 21. S – line
Tabel 3 . Analisis jaringan lunak E – line dan S – line
Pengukuran Normal
1. Rickett’s Lip Analysis
(Garis E = yg menghubungkan titik pada ujung hidung dan posonion
jaringan lunak)
Bibir atas : 2-3 mm di be- lakang garis E
Bibir bawah : 1-2 mm di belakang garis E
2. Steiner’s Lip Analysis
(Garis S=titik teratas terletak di tengah bentuk kurva “S“ antara
ujung hidung dan subnasale, titik terendah pogo- nion jaringan
lunak)
Bibir terletak di belakang garis : terlalu rata
Bibir terletak di depan garis terlalu menonjol
44
45
Abdullah et al. 2006 ^ Orthod Craniofacial . (9) : 77–83
Al-Jasser NM. 2005 ^W Using the Downs and Steiner Analysise. J
Contemp Dent Pract May;(6)2: 052-063.
Bishara SE, 2001.d K Philadelphia, WB Saunders Company.
Graber TM, Vanarsdall Jr RL, Vig KWL (editors),2005 K
St.Louis:Mosby Elsevier
Jacobson A, 2006. Z Canada., Quintessence publishing.
Jacobson RL, Jacobson A. 1980. WZ Am. J. Orthod. .Vol 77No 1. Pp
92- 96.
Kusnoto H, 1977.W :&<'hd
Kusnoto H, 1996. Diagnosis dan rencana perawatan serta aplikasi
alat &s&<'h/
Liu JJ, Tsai YL, Chao SY. 1986. d
d^.Clin Dent;6:201-6.
46
WtZ&,t D5th ed.St. Louis: Mosby Elsevier
Rakosi T, 1979. DtDW
Singh G, 2004. dKNew delhi Jaypee brtohers Medical publishers
Soeria Soemantri, Eky S, 1989. Fakultas Kedokteran Gigi Universitas
Padjajaran Bandung.
tE^ ^ / ^ : Airlangga University Press.
47
LAMPIRAN
Tabel 1 . Analisis Downs rerata pada kaukasoid dan surabaya
Universitas Airlangga – Nini Winoto Cs. 1973-1974
Pengukuran Kaukasoid Surabaya
Rerata Rentang Rerata Rentang
SKELETAL 1. Fasial 87,8 82–95 84,5 80–90 2. Kecemb. Muka 0 -8,5–10
6,1 -4–16 3. Bidang AB-NP -4,6 -9–0 -4,6 -10–2 4. Bid. Mand – FH
21,9 17–28 28 - 5. Y - Axis 59,4 53–66 65,5 57–73 DENTAL
1. Bid. Oklusal - FH 9,3 1,5–14 - - 2. Inter Insisal 135,4 130–150
118,8 105–133 3. 1 - Bid.Oklusal 14,5 -3,5–20 - - 4. 1 - Bid. Mand
93 - 95,9 85–110 5. Jarak 1 – Apog (mm) 2,7 -1–5 8 3–19
48
Tabel 2 . Analisis Steiner rerata pada kaukasoid dan surabaya
Universitas Airlangga – Nini Winoto Cs. 1973-1974
Pengukuran Kaukasoid Surabaya
Rerata Rentang Rerata Rentang SKELETAL
1. SNA 82 78 – 86 84.3 79 - 89 2. SNB 80 76 – 84 81,4 74 - 89 3.
ANB 2 0-4 3 - 4. Bid. Oklusal – garis SN 14 5 – 30 - - 5. Bid.
Mand.- garis SN 32 20 – 40 - - DENTAL
1. 1 – garis NA 22 15 – 32 26 - 2. 1 – garis NA (mm) 4 2 – 6 6,3 0
-14 3. 1 - garis NB 25 15 – 32 29 - 4. 1 – garis NB (mm) 4 2 – 6
7,9 3 - 13 5. Pog – garis NB 2 - - -
Tabel 3 . Rerata sefalometri hd,<
Variabel Laki - laki Wanita
SNA 84,2 ± 3,4 85,0 ± 3,0 SNB 80,4 ± 3,5 81,1 ± 3,2 ANB 68,0 ± 2,9
69,6 ± 2,4
FH- NPog 90,7 ± 2,7 90,3 ± 2,7 MP – FH 23,1 ± 4,5 24,8 ± 4,3
S- GO 86,2 ± 5,3 81,1 ± 2,9 // 119,5 ± 7,4 121,1 ± 7,5
49
Variabel Laki - laki Wanita
Max – Mand 0,2 ± 1,5 -0,8 ± 1,4 Nasolabial 103,3 ± 13,6 97,5 ±
13,5
/W 6,6 ± 2,3 6,9 ± 1,7 /&,W 56,7 ± 7,0 59,1 ± 9,4
/W 34,5 ± 4,4 30,9 ± 4,9
Tabel 4 . Rerata sefalometri
SKELETAL NILAI RERATA
SNA 84. 17 ± 2.77 SNB 80.71 ± 3.10 ANB 1.50 ± 1.98 FHP – SN 8,12 ±
2.11 t/d^ 1.10 ± 2.03 SN –MP 31,44 ± 4,92
DENTOALVEOLAR
1 – NA 24,50 ± 6,12 1- NA (mm) 7,90 ± 2.53 1-NB 31,65 ± 6,30 1-NB
(mm) 9,42 ± 3,27
50
51
52
53
54