SENI PERTUNJUKAN TOPENG IRENG
Fungsi dan Tantangannya
Kasus Masyarakat Bojong, Mendut, Mungkid, Magelang (1988-2002)
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi salah Satu Syarat
Memperoleh Gelar Sarjana Sastra
Program Studi Ilmu Sejarah
Disusun Oleh:
Sumaryanto
014314005
JURUSAN ILMU SEJARAH
FAKULTAS SASTRA
UNIVERSITAS SANATA DHARMA
YOGYAKARTA
2008
ii
iii
MOTTO
Ketekunan dan kesabaran adalah kunci keberhasilan
iv
PERSEMBAHAN
Skripsi ini dipersembahkan kepada:
• Allah SWT yang telah memberikan Rahmat dan Hidayah.
• Bapak Waryoto dan Ibu Samini yang telah merawat dan membesarkan hingga
skripsi ini selesai.
• Dian hanisworo yang selalu mendampingi baik dalam susah maupun senang.
v
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA
Saya menyatakan sesungguhnya bahwa skripsi yang saya tulis adalah asli kreasi
saya sendiri tidak memuat karya atau bagian karya orang lain, kecuali yang telah
disebutkan dalam kutipan atau daftar pustaka, sebagaimana karya ilmiah.
Yogyakarta, 19 Desember 2008
Penulis
Sumaryanto
LEMBAR PERNYATAAN PERSETUJUAN
PUBLIKASI KARYA ILMIAH UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya mahasiswa Universitas Sanata Dharma :
Nama : Sumaryanto
Nomor Mahasiswa : 014314005
Demi pengembangan ilmu pengetahuan, saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma karya ilmiah saya yang berjudul : SENI PERTUNJUKAN TOPENG IRENG Fungsi dan TantangannyaKasus Masyarakat Bojong, Mendut, Mungkid, Magelang (1988-2002)
beserta perangkat yang diperlukan (bila ada). Dengan demikian saya memberikan kepada Perpustakaan Universitas Sanata Dharma hak untuk menyimpan, me-ngalihkan dalam bentuk media lain, mengelolanya dalam bentuk pangkalan data, mendistribusikan secara terbatas, dan mempublikasikannya di Internet atau media lain untuk kepentingan akademis tanpa perlu meminta ijin dari saya maupun memberikan royalti kepada saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai penulis. Demikian pernyataan ini yang saya buat dengan sebenarnya. Yogyakarta, 27 Januari 2009
Yang menyatakan
(Sumaryanto)
vi
ABSTRACT
The title of this thesis is “The Performance Art of Topeng Ireng: its Functions, and the Challenge. The case of the Bojong, Mendut, Mungkid, Magelang society (1988-2002)”. This research contained several problems, that is: the Background was estabilished by Performance Art of the Topeng Ireng? The history of the development of Performance Art of the Topeng Ireng? How do the influences of Performance Art of the Topeng Ireng for the supporting community as the show, the guidance and the order?.
The aim of the writing of this thesis was to more knew and understood the rise and fall of Performance Art of the Topeng Ireng. The early emergencing of the Art Performance of the Topeng Ireng that was appearing the new development in Magelang territory. The development of the Performance Art of the Topeng Ireng experienced the shift in the values and the tradisional function.
The research method wich was used in this history research consisted of four stages, first the source collection, second the criticism of the source, third the analyses of the source, and the last the writing of history. The aim of the source collection were getting source of the history that was related to the topic taken from interview, the book and website. Further was carried out by the analysis of the source that results were encompassed in a writing of the history. To analyse of the source was utilized by several theories of other social science that is structural functional by Radclif Brown, and the perception of humankind about culture of Talcott Parsons, and theories va lues Pudjo Sumadi that problem is etic and esthetic. The writing of the history showed that a research succeeded in being carried out.
This research showed that Performance Art of the Topeng Ireng Bojong was estabilished because of the exsistance of wish of the Bojong young man to develop traditional culture art that beforehand has been owned by them. Performance Art of the Topeng Ireng in the experienced of rise and fall. In the 1990‘s was the peak of the development of this art. For the economic crisis 1998-2000 experienced the decline, however since 2001 experienced the resurgence as art that the people with the exsistence of the Lima Gunung Festival. Performance Art of the Topeng Ireng give entertainment to the community, give the good values and taught the harmony, as in the case of in order tradisional art that always become the guidance, the show, and the order for the community.
vii
ABSTRAK
Skripsi yang berjudul “Seni Pertunjukan Topeng Ireng: Fungsi, dan Tantangannya. Kasus Masyarakat Bojong, Mendut, Mungkid, Magelang (1988-2002)”. Penelitian ini memuat beberapa permasalahan, yaitu: Latar belakang didirikan Seni Pertunjukan Topeng Ireng? Sejarah perkembangan Seni Pertunjukan Topeng Ireng? Sejauh mana dampak Seni Pertunjukan Topeng Ireng bagi masyarakat pendukungnya sebagai tontonan, tuntunan, dan tatanan?.
Tujuan dari penulisan skripsi ini adalah untuk lebih mengetahui dan memahami pasang surut Seni Pertunjukan Topeng Ireng. Bagaimana awal kemunculan Seni Pertunjukan Topeng Ireng yang merupakan perkembangan baru di wilayah Magelang. Dalam perkembangannya Seni Pertunjukan Topeng Ireng mengalami pergeseran nilai-nilai dan fungsi tradisionalnya.
Metode penelitian yang digunakan dalam penelitian sejarah ini terdiri dari empat tahap, yang pertama pengumpulan sumber, yang kedua kritik sumber, yang ketiga analisis sumber, dan keempat adalah penulisan sejarah. Pada bagian pengumpulan sumber bertujuan untuk mendapatkan sumber-sumber sejarah yang terkait dengan topik yang berupa wawancara, buku dan website. Selanjutnya dilakukan analisis sumber yang hasilnya dirangkum dalam sebuah penulisan sejarah. Untuk menganalisis sumber dipergunakan beberapa teori ilmu sosial lain yakni struktural fungsionalnya Radclif Brown, persepsi manusia tentang kebudyaannya Talcott Parsons, dan teori nilainnya Pudjo Sumedi yaitu masalah Etika dan Estetika. Penulisan sejarah menunjukkan bahwa sebuah penelitian berhasil dilakukan.
Penelitian ini menunjukkan bahwa Seni Pertunjukan Topeng Ireng Bojong didirikan karena adanya keinginan para pemuda Bojong untuk mengembangkan seni budaya tradisional yang sebelumnya sudah mereka miliki. Seni Pertunjukan Topeng Ireng dalam perjalanannya mengalami pasang surut. Tahun 1990-an merupakan puncak perkembangan kesenian tersebut. Selama krisis ekonomi 1998-2000 telah mengalami kemerosotan, namun sejak 2001 mengalami kebangkitan sebagai kesenian rakyat dengan adanya Festival Lima Gunung. Seni pertunjukan Topeng Ireng memberi hiburan kepada masyarakat, memberi nilai-nilai yang baik dan mengajarkan keselarasan, sebagaimana halnya pada kesenian tradisional lainnya yang selalu ingin menjadi tontonan, tuntunan, dan tatanan bagi masyarakatnya.
viii
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas berkat dan rahmatNya,
sehingga dapat menyelesaikan skripsi ini. Penyusunan ini tidak lepas dari berbagai
pihak. Maka dalam penelitian ini banyak mengucapkan terimakasih yang
sebanyak-banyaknya kepada:
1. Dr. I. Praptomo Baryadi, M.Hum. selaku Dekan Fakultas Sastra
Universitas Sanata Dharma.
2. Drs. H. Herry Santosa, M.Hum. selaku Ketua Program Studi Ilmu
Sejarah.
3. Drs. Silverio R. L. Aji Sampurna M.Hum. selaku dosen pembimbing I
dan dosen akademik atas segala kritik dan kemudahan yang diberikan.
4. Dosen-dosen Ilmu Sejarah: Bp. Drs. Purwanta, MA. Bp. Drs.
Sandiwan, Bp. Drs. Anton Haryono, M.Hum. Bp. Drs Moedjanto
Alm. Bp. Prof. P.J. Suwarno, Ibu Dra. Juningsih, M.Hum. Dr. Baskara
T. Wardaya SJ, atas segala bimbingan selama kuliah.
5. Rekan-rekan sejarah: Rudi, Tholo, Berta, Hendri, Lazarus, Krisna
besar dan kecil, yang member dorongan dan motivasi kepada penulis,
sehingga dapat terselesaikan skripsi ini.
6. Masyarakat lingkungan Bojong terimakasih atas kerjasamanya.
7. Kelompok Seni Pertunjukan Topeng Ireng.
8. Bapak, Ibu, adik, Dian, aku bahagia menjadi bagian kehidupan kalian.
ix
Hasil dari penelitian ini disadari masih jauh dari sempurna, karena itu
masukan dan kritik dari pembaca yang sifatnya membangun masih sangat
diperlukan. Semoga skripsi ini berguna bagi siapa saja dan dapat membantu bahan
studi selanjutnya.
Yogyakarta, 19 Desember 2008
x
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ............................................. ii
HALAMAN PENGESAHAN ........................................................................ iii
HALAMAN PERSEMBAHAN ..................................................................... iv
PERNYATAAN KEASLIAN KARYA ......................................................... v
ABSTRACT .................................................................................................... vi
ABSTRAK ...................................................................................................... vii
KATA PENGANTAR .................................................................................... viii
DAFTAR ISI ................................................................................................... ix
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1
A. Latar Belakang penelitian ....................................................... 1 B. Identifikasi dan Pembatasan Masalah ..................................... 5 C. Rumusan Masalah ................................................................... 7 D. Tujuan Penelitian .................................................................... 8 E. Manfaat Penelitian .................................................................. 9 F. Tinjauan Pustaka ..................................................................... 9 G. Landasan Teori1 ...................................................................... 10 H. Metode Penelitian1 ................................................................. 14 I. Sistematika Penulisan ............................................................. 16
BAB II SENI PERTUNJUKAN DI MENDUT1………………………..…17
A. Selintas Perkembangan Seni Pertunjukan di kabupaten Magelang ................................................................................. 17
B. Seni Pertunjukan di Mendut .................................................... 19 C. Kondisi di Bojong Sebelum Munculnya Seni Pertunjukan
Topeng Ireng ........................................................................... 21 D. Seni Pertunjukan Topeng Ireng 1988 Sampai Dengan
Tahun 2000 ............................................................................. 23
xi
BAB III FUNGSI SENI PERTUNJUKAN TOPENG IRENG BAGI MASYARAKAT BOJONG .......................................................... 38
A. Fungsi Seni Pertunjukan Tradisional ...................................... 38 B. Seni Pertunjukan Topeng Ireng Sebagai Tontonan ................ 42 C. Seni Pertunjukan Topeng Ireng sebagai Tuntunan ................. 45 D. Seni Pertunjukan Topeng Ireng Sebagai Tatanan ................... 50
BAB IV SENI PERTUNJUKAN TOPENG IRENG DAN KOMUNITAS LIMA GUNUNG 1988-2002 ........................................................ 52
A. Keadaan Seni Pertunjukan Topeng Ireng Dari Tahun 1988-
2000 ......................................................................................... 52 B. Keadaan Seni Pertunjukan Topeng Ireng dari 2000-20002 .... 59
BAB V PENUTUP ...................................................................................... 65
A. Kesimpulan ............................................................................. 65 B. Saran ....................................................................................... 67
DAFTAR PUSTAKA
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Penelitian
Kebudayaan merupakan keseluruhan sistem, gagasan, tindakan, dan hasil
karya manusia dalam rangka kehidupan masyarakat yang dijadikan milik diri
manusia dengan belajar. Kebudayaan terdiri dari tujuh unsur yaitu: bahasa, ilmu
pengetahuan, ekonomi, politik, pendidikan, agama/kepercayaan dan kesenian.1
Indonesia yang membentang dari Sabang sampai Merauke dihuni oleh ratusan
suku bangsa, mempunyai kesenian yang beraneka ragam. Hal ini bisa dilihat dari
hasil karya seni yang masih berkembang sampai sekarang, misalnya seni
pertunjukan tradisional, seperti wayang, wayang orang, reog Ponorogo, jathilan,
dan lain sebagainya. Kesenian ini di beberapa daerah masih dipertahankan dengan
mewariskan kepada generasi mudanya sampai sekarang.
Seni dalam kehidupan budaya dan masyarakatnya memiliki fungsi yang
multi dimensi. Seni sebagai ekspresi estetik manusia yang merefleksikan
pandangan hidup, cita-cita, dan realitas dalam karya yang mampu membangkitkan
pengalaman tertentu dalam penghayatannya.
Seni pertunjukan merupakan ekspresi dari perseorangan maupun
kelompok dalam mempertunjukan dirinya secara nyata ke dalam berbagai ruang,
yang selanjutnya dikemas dalam suatu bingkai yang digabung dalam suatu
perilaku yang ditentukan oleh perilaku perseorangan maupun kelompok.
1 Koentjaraningrat, Pengantar Ilmu Antropologi, Rineka Cipta, Jakarta, 1990, Hal 204
2
Menurut Umar Kayam, seni pertunjukan lahir dari masyarakat, dan
ditonton oleh masyarakat2. Seni pertunjukan lahir dan berkembang di tengah
masyarakat, oleh karena itu seni pertunjukan yang tumbuh dan berkembang
dipengaruhi oleh sistem-sistem yang ada. Seni pertunjukan dalam banyak kasus
merupakan suatu bentuk ekprasi komunal yang penting dan berfungsi sebagai
jembatan dialog antara Tuhan dan ciptaannya, antara pemuka adat dan
masyarakatnya, atau antar sesama manusia. Secara umum seni pertunjukan dapat
dibedakan menjadi seni pertunjukan sakral dan seni pertunjukan sekuler. Seni
pertunjukan sakral masih mempunyai hubungan dengan upacara keagamaan,
sedangkan seni pertunjukan sekuler adalah seni yang bersifat menghibur,
pergaulan, serta penontonya dapat terlibat dalam pertunjukan. Seni pertunjukan
yang berkembang di Indonesia kebanyakan adalah seni pertunjukan sekuler, ini
terjadi karena bisa berhubungan langsung dengan masyarakat luas.
Seni pertunjukan tradisional yang masih berfungsi sebagai seni komunitas
(community art) yang lazimnya untuk kepentingan ritual, pasti tidak akan
kehilangan kesempatan untuk hidup. Secara umum seni pertunjukan sebelum
jaman kemerdekaan berfungsi ritual. Meskipun sering terjadi perubahan namun,
fungsi ritualnya masih melekat, walaupun kadarnya sering menyusut, tergantung
kebutuhan masyarakat setempat. Seni pertunjukan tidak bisa berfungsi ritual lagi,
seperti Wayang wong, ketoprak maupun seni gandrung yaitu fungsinya sebagai
tontonan dan hiburan. 3
2 Umar Kayam, Pertunjukan Rakyat Tradisional Jawa dan Perubahan,
Ketika Orang Jawa Nyeni Galang Prees, Yogyakarta, 2000, Hal 1. 3 Soedarsono, Dampak Modernisasi Terhadap Seni Pertunjukan Jawa di
Pedesaan, dalam Makalah Seminar Kebudayaan Jawa 23-26 Januari 1986, Proyek Javanologi, Yogyakarta 1986, Hal. 2
3
Kesenian tradisional, khususnya seni pertunjukan rakyat yang dimiliki,
hidup dan berkembang dalam masyarakat sebenarnya mempunyai fungsi penting.
Hal ini dapat terlihat terutama dalam dua segi, yaitu daya jangkau penyebaranya
dan fungsi sosialnya. Dari segi penyebarannya seni pertunjukan rakyat
mempunyai wilayah jangkauan yang meliputi seluruh lapisan masyarakat. Dari
segi fungsi sosialnya, daya tarik pertunjukan terletak pada kemampuannya sebagai
pembangun dan pemelihara solidaritas kelompok.4 Dengan demikian seni
pertunjukan itu mempunyai nilai dan fungsi bagi kehidupan masyarakat
pemangkunya.
Berdasarkan data arkeologis seni pertunjukan tradisional meliputi seni
musik, seni tari dan nyanyi, lawak, tari topeng. Secara sistematis menurut Timbul
Haryono seni pertunjukan tradisional dapat dibagi menjadi empat macam atau
kelompok yaitu: 1) tari rakyat; 1) musik rakyat; 3) drama rakyat, dan 4) seni
resitasi wiracerita rakyat. Walaupun demikian dengan kenyataan bahwa seni
rakyat yang ada pada umumnya merupakan seni pertunjukan yang memiliki
beberapa aspek dan barangkali musik lebih berarti sebagai pengiring pertunjukan,
dan tidak berdiri sendiri sebagai pengiring sebuah bentuk seni pertunjukan. 5
Salah satu seni pertunjukan rakyat yang memiliki nilai dan fungsi dalam
kehidupan masyarakat ialah seni pertunjukan Topeng Ireng yang muncul sekitar
4 Soedarsono, Dampak Modernisasi Terhadap Seni Pertunjukan Jawa di
Pedesaan, dalam Makalah Seminar Kebudayaan Jawa 23-26 Januari 1986, Proyek Javanologi, 1986, hal. 340
5 Timbul Haryono, Sekilas Tentang Sei Pertunjukan Masa Jawa Kuno Refleksi Dari Sumber-Sumber Arkeologis, dalam Jawa Majalah Ilmiah Kebudayaan Sendratari Ramayana Di Kawasan Candi Prambanan Vol. I. Yayasan Studi Jawa, Yogyakarta, 1999, Hal 92-110
4
akhir tahun 1980-an di Lingkungan Bojong, Kelurahan Mendut, Kecamatan
Mungkid. Kesenian ini berkembang luas di masyarakat Magelang. Pada Tahun
1990-an seni pertunjukan Topeng Ireng sangat populer, banyak desa-desa yang
mendirikan jenis kesenian ini. Masyarakat menjadi pendukung berkembangnya
seni pertunjukan Topeng Ireng. Kesenian sebagai hasil kreatifitas manusia tidak
bersifat statis, akan tetapi selalu berkembang, bergerak menuju suatu
pembenahan, perubahan, dan pembaharuan sesuai dengan perkembangan
peradaban. Seni pertunjukan Topeng Ireng merupakan sebuah pencerminan dari
semangat kreativitas seniman sebagai upaya pengelolaan seni yang bersifat
dinamis.
Seni pertunjukan Topeng Ireng sebagai suatu karya bentuk baru tentunya
didukung dengan suatu keberanian untuk mengungkapkan gagasan, karena setiap
karya seni bentuk baru belum tentu dapat diterima begitu saja oleh masyarakat.
Adanya kreativitas dari para seniman menjadikan seni pertunjukan Topeng Ireng
selalu berkembang dan berubah sejalan dengan perkembangan masyarakat. Seni
pertunjukan Topeng Ireng sebagai bentuk kesenian rakyat memiliki keunikan
dengan bentuk penyajian yang khas. Bentuk kesenian ini lahir dari proses adaptasi
dari kesenian sejenisnya yang ada di sekitarnya. Bentuk penyajian kesenian ini
lebih menekankan pada aspek-aspek gerakan yang teratur dan bersama.
Gerakan tarinya menggambarkan kedisiplinan melalui olahraga yang dilakukan
bersama-sama.
Seni pertunjukan Topeng Ireng sarat akan pesan moral yang disampaikan
lewat gerak penarinya dan lagu- lagu Islami. Kesenian topeng ireng bukan hanya
5
sekedar tontonan, tetapi juga tuntunan. Menurut narasumber, kesenian Topeng
Ireng adalah tontonan yang memberi tuntunan dan tatanan. Walaupun seni
pertunjukan ini lebih tampak menonjol dari segi hiburan, Namun kalau diteliti
lebih mendalam sebenarnya seni pertunjukan Topeng Ireng mempunyai banyak
nilai dan fungsi bagi masyarakat pendukungnya. Salah satu kegunaan kesenian
Topeng Ireng bagi masyarakat adalah sebagai sarana upacara syukur atas hasil
panen, juga digunakan di dalam upacara pernikahan.
Seni pertunjukan Topeng Ireng muncul dan berkembang di tengah
masyarakat tidak dapat lepas dari pengaruh keadaan atau situasi masyarakat
pendukungnya. Sejak tahun 2001 hingga kini, kawasan lereng Merbabu, tepatnya
Kabupaten Magelang, setiap tahunnya diadakan pementasan seni dalam rangkaian
Festifal Lima Gunung, termasuk seni pertunjukan Topeng Ireng. Hal ini
menunjukkan bahwa masyarakat tidak bisa lepas dari unsur seni. Para seniman
mengembangkan kesenian rakyat sekitar magelang untuk melestarikan karena
generasi saat ini sudah mulai beralih pada hiburan yang lebih modern.
B. Identifikasi dan Pembatasan Masalah
Dengan alasan yang telah diuraikan di atas, maka akan muncul berbagai
masalah. Meskipun seni pertunjukan Topeng Ireng lebih menonjol sebagai
hiburan, namun kalau diteliti lebih lanjut sebenarnya seni pertunjukan Topeng
Ireng mempunyai banyak fungsi bagi masyarakat pendukungnya. Selain itu
bagaimana awal kemunculan seni pertunjukan Topeng Ireng. Apa keistimewaan
yang terdapat pada seni pertunjukan Topeng Ireng sehingga bermunculan di
berbagai desa di Magelang.
6
Sebenarnya nilai-nilai apa yang terdapat di dalam seni pertunjukan Topeng
Ireng hingga sebagian masyarakat masih tetap mempertahankan, meskipun sempat
mengalami penurunan peminat karena pengaruh kemajuan jaman, tetapi bangkit
lagi dengan peran serta masyarakat yang mencintai seni pertunjukan tradisiona l.
Bagaimana seni pertunjukan Topeng Ireng masih dapat bertahan dalam kurun
waktu yang cukup lama, meskipun terjadi pasang surut dalam pementasan maupun
masyarakat pendukungnya sebagai penonton.
Penelitian sebuah peristiwa sejarah perlu suatu periodesasi dari kurun
waktu yang akan diteliti. Identifikasi masalah dibatasi pada tahun 1988 sampai
2002. Kurun waktu yang diambil didasarkan pada awal berdirinya kesenian
Topeng Ireng pada tahun 1988 sampai dengan adanya Festival Lima Gunung.
Kurun waktu 14 tahun merupakan waktu yang cukup untuk melihat
perkembangan dan perubahan dari pendiriannya sampai dengan pengaruhnya pada
anggota kesenian dan masyarakat. Pemilihan daerah Magelang adalah karena
Magelang memiliki banyak kesenian tradisional yang terus berkembang sampai
sekarang.
Tahun 2002 dipergunakan sebagai batas akhir penelitian ini, lebih
disebabkan oleh mulai bangkitnya seni pertunjukan tradisional yang ada di
wilayah Magelang dan sekitarnya. Festival Lima Gunung yang diselenggarakan di
daerah pakis sebagai wadah untuk membangkitkan kesenian tradisional Magelang
dan sekitarnya.
7
C. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas tampak beberapa permasalahan yang
memerlukan pengkajian secara mendalam, yaitu :
1) Apa yang melatarbelakangi adanya seni pertunjukan Topeng Ireng ?
2) Bagaimana sejarah perkembangan seni pertunjukan Topeng Ireng ?
3) Sejauh mana dampak seni pertunjukan Topeng Ireng bagi masyarakat
pendukung sebagai tontonan, tuntunan dan tatanan ?
Pengungkapan latar belakang dan pencarian faktor-faktor penyebab serta
proses penciptaan seni pertunjukan Topeng Ireng digunakan pendekatan historis,
dengan harapan dapat menjelaskan sejarah pembentukan dan perkembangan seni
pertunjukan Topeng Ireng.
Pengungkapan kedudukan dan fungsi seni pertunjukan Topeng Ireng
dalam kehidupan masyarakat, digunakan pendekatan antropologis dan sosiologis,
dengan harapan dapat menjelaskan perubahan fungsi dan penyebabnya serta
kedudukan seni pertunjukan Topeng Ireng dalam masyarakat. Dalam hal ini akan
digunakan pendekatan yang bertolak dari landasan teori perubahan untuk
mengamati perkembangan seni pertunjukan Topeng Ireng di dalam masyarakat.
Dengan pendekatan berbagai disiplin ini, diharapkan dapat membangun
kejelasan, yang mencakup semua aspek yang menjadi permasalahan dalam
penelitian ini.
8
D. Tujuan Penelitian
a. Akademis
Seperti telah disinggung di atas, bahwa seni pertujukan Topeng Ireng
merupakan kesenian rekyat. Sampai saat ini masih eksis di kalangan masyarakat
Magelang dan sekitarnya, namun seiring dengan kemajuan teknologi dan
informasi telah mempengaruhi keberadaan Seni Pertunjukan Topeng Ireng.
Tujuan penelitian secara garis besar untuk mengetahui secara mendalam eksistensi
kesenian Topeng Ireng. Dengan analisis secara menyeluruh, baik aktifitas yang
dilakukan saat pentas maupun di luar pentas, maka akan tampak nilai, fungsi dan
tantangan dari seni pertunjukan tersebut. Melihat fungsi kesenian dalam berbagai
aspek, yaitu sebagai hiburan, tontonan dan tatanan bagi masyarakat
pendukungnya. Dalam penelitian mengenai seni pertunjukan Topeng Ireng ini,
diharapkan menambah perbendaharaan penulisan mengenai mereka, sehingga
nantinya dapat dijadikan referensi bagi penulisan seni pertunjukan masa
mendatang.
b. Praktis
Diharapkan dengan adanya tulisan mengenai seni pertunjukan Topeng
Ireng di Magelang ini, masyarakat umum di luar akademis, tahu dengan jelas
bagaimana sejarah seni pertunjukan Topeng Ireng. Bagaimana kegiatan
berkesenian mereka ditengah semakin banyaknya jenis hiburan masyarakat yang
lebih menarik dan dapat bertahan hingga saat ini meskipun harus mengalami
pergantian generasi.
9
E. Manfaat Penelitian
a. Akademis
Penelitian mengenai seni pertunjukan Topeng Ireng belum banyak
ditemukan, referensi mengenai seni pertunjukan Topeng Ireng sangat terbatas.
Oleh karena itu, hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah tulisan
mengenai seni pertunjukan di Indonesia, khususnya seni pertunjukan Topeng
Ireng, dan dapat dijadikan sebagai informasi terutama yang menaruh minat
terhadap eksistensi seni pertunjukan Indonesia.
b. Praktis
Diharapkan tulisan ini dapat bermanfaat bagi masyarakat untuk melihat dan
memelihara keberadaan seni pertunjukan Topeng Ireng. Keberadaan seni
pertunjukan yang semakin menurun dan berkurang peminatnya membutuhkan
orang-orang yang mau melestarikan dan mempertahankannya.
F. Tinjauan Pustaka
Sumber pustaka mempunyai peranan penting dalam suatu penelitian. Di
samping sumber pustaka, sumber-sumber lain juga tak kalah penting, seperti
sumber tak tertulis atau lisan. Buku atau hasil penelitian yang berhubungan
dengan seni pertunjukan dapat dijadikan sebagai acuan dan sumber data-data.
Penelitian yang khusus membahas seni pertunjukan Topeng Ireng sampai saat ini
belum banyak dilakukan oleh pemerhati seni pertunjukan. Oleh karena itu
sumber-sumber yang dapat dijadikan acuan dalam penelitian ini sangat terbatas.
Namun demikian ada beberapa sumber yang berhubungan atau menyerupai seni
pertunjukan Topeng Ireng dapat digunakan sebagai panduan untuk menunjang
penelitian ini.
10
Sumber pustaka yang digunakan sebagai penguat pembahasan atau yang
memiliki relevansi dengan permasalahan seni pertunjukan Topeng Ireng antara
lain: Buku Mengenal Tari-tarian Di Daerah Istimewa Yogyakarta yang ditulis
oleh Soedarsono, buku ini membahas tentang perkembangan seni pertunjukan
sakral dan sekuler. Pada sumber pustaka tersebut berisi tentang macam-macam
seni pertunjukan sebagai suatu bentuk kesenian rakyat, dengan memberi
gambaran secara umum sesuai dengan perspektif seni pertunjukan daerah, serta
sekilas mengenai latar belakang seni pertunjukan. Meskipun buku ini tidak
menyinggung seni pertunjukan Topeng Ireng namun paling tidak buku ini
berbicara tentang gambaran tentang seni tari tradisional yang ada di Indonesia.
Selanjutnya Soedarsono menulis Seni Pertunjukan Indonesia Di Era
Globalisasi. Buku ini memberikan informasi tentang sejarah perkembangan seni
pertunjukan di Indonesia. Disinggung pula fungsi seni pertunjukan sebagai
hiburan dan sebagai presentasi estetis.
Dalam website satudunia.oneworld,net disinggung mengenai seni
pertunjukan Topeng Ireng. Pada pekan budaya padi Indonesia di kabupaten
Sleman disinggung seni pertunjukan Topeng Ireng merupakan sekelompok orang
yang mengenakan pakaian ala suku primitif menari mengikuti iringan gamelan.
Disini tidak dijelaskan secara mendalam mengenai sejarah, ataupun latar belakang
seni pertunjukan Topeng Ireng, hanya sekilas saja. Dalam beberapa website juga
hanya penggambaran sekilas dan kurang mendalam, hanya bersifat informatif.
Dalam website Wisatanet.com digambarkan mengenai kostum seni pertunjukan
Topeng Ireng mirip suku Indian yang daya tarik tersendiri. Gerakan tari Topeng
11
Ireng menggambarkan masyarakat desa dan gunung-gunung di Kabupaten
Magelang melakukan olah fisik setiap hari orang-orang desa dan gunung-gunung,
dengan iringan gamelan rampak. Untuk penjelasan mengenai sejarah seni
pertunjukan Topeng Ireng tidak ada.
Referensi di dalam buku-buku yang disebutkan di atas, menjelaskan
mengenai sejarah dan latar belakang seni pertunjukan yang berkembang di
Indonesia. Sedangkan mengenai seni pertunjukan Topeng Ireng belum banyak
apabila tidak mau dikatakan tidak ada sama sekali. Oleh karena itu, tulisan ini
mencoba untuk mengangkat masalah mengenai seni pertunjukan Topeng Ireng di
Magelang khususnya Lingkungan Bojong, Kelurahan Mendut, Kabupaten
Magelang.
Buku-buku di atas tidak banyak membantu dalam menjelaskan seni
pertunjukan Topeng Ireng. Dari buku-buku tersebut belum menjelaskan secara
spesifik perihal sejarah perkembangan dari sejarah berdirinya suatu kesenian
sampai dengan pasang surutnya, kalaupun ada hanya gambaran secara luas
mengenai sejarah perkembangan seni pertunjukan di Indonesia. Penjelasan
menyeluruh sejarah seni pertujukan secara spesifik belumlah memenuhi untuk
menjelaskan sejarah perkembangan seni pertunjukan Topeng Ireng.
G. Landasan Teori
Banyak hal yang menentukan kehidupan seni pertunjukan di dalam
masyarakat. Kehidupan seni pertunjukan yang bersifat hiburan mempuyai peranan
penting dalam kehidupan sosial. Menurut H. Yudistira K. Gama. Dalam Ilmu-
12
ilmu Sosial: Dasar-Konsep, kehidupan sosia l dapat dipersamakan dengan sebuah
organisme. Organisme dari suatu mahluk adalah suatu rangkaian sel dan ruang-
ruang cairan yang diatur hubungannya satu sama lain, bukan merupakan satu
kumpulan, namun suatu integrasi molekul-molekul yang kompleks. Setiap bagian
dari struktur itu saling berkaitan dan saling nyambung, baik secara langsung
maupun tidak langsung.
Upaya untuk memahami aktivitas masyarakat Magelang dalam memaknai
kehadiran seni pertunjukan Topeng Ireng dalam kehidupan sehari-hari dan dalam
konteks yang lain perlu pengkajian dengan pendekatan sosiologis, meminjam
konsep Talcott Parsons yang dikutip dari buku Alfian Persepsi Manusia Tentang
Kebudayaan mengenai kebudayaan sebagai sistem simbol. Teori ini lebih
menekankan pada tindakan manusia sebagai pelaku yang mempunyai sistem
budaya yang terdiri dari kepercayaan, pengetahuan, nilai moral, dan aturan-aturan
serta simbol pengungkap perasaan/ekspresi. Seni pertunjukan Topeng Ireng tidak
lepas dari aktivitas magis dalam pertunjukan tersebut dengan melalui kekuatan-
kekuatan gaib. J. G. Drazer menggolongkan ilmu gaib kedalam perbuatan-
perbuatan yang positif dan megatif.6
Seni pertunjukan Topeng Ireng Sebagai karya seni (objek) tentunya
berhubungan dengan penonton atau penikmat (subjek). Dengan begitu untuk
penilaiannya dihubungkan dengan makna estetis yang muncul dari hasil
6 J. G. Frazer, Totemism and Ezogamy 1910 dan The Golden Bough 1911-
1915 sebagaimana dikutip Koentjaraningrat. Metode-metode Antropologi Dalam Penjelidikan-penjelidikan Masjarakat Dan Kebudajaan Di Indonesia Sebuah Ichtisar, Penerbitan Universitas, Djakarta, 1958, Hal 152-153
13
pengalaman pribadi seseorang, dan bisa juga dinilai dari kualitas dan tujuan karya
seni itu. Seni pertunjukan Topeng Ireng dalam perjalanan historis mengalami
perubahan dan perkembangan, muncul generasi sebagai pengganti generasi yang
sudah tidak berkesenian lagi. Setiap generasi penerus akan dapat mengenal ciri-
ciri yang membedakan antara generasinya dengan generasi sebelumnya. Setiap
manusia memiliki potensi dan motivasi yang potensial dalam menghasilkan
perubahan. Sehubungan dengan hal tersebut perlu kiranya di kaji unsur-unsur,
potensi, serta motivasi yang memungkinkan perubahan dan perkembangan seni
pertunjukan Topeng Ireng.
Selanjutnya untuk membantu menjelaskan seni pertunjukan dalam
masyarakat dipergunakan juga Teori struktural fungsional yang dikembangkan
oleh Radcliff R. Brown, yang menyatakan bahwa perubahan kebudayaan atau
salah satu unsur kebudayaan lebih disebabkan untuk memperkuat struktur yang
sudah ada. Apabila kita mengamati struktur sosial masyarakat akan menunjuk
pada susunan dan aturan. Komponen tersebut adalah unit-unit struktur sosial yang
terdiri dari orang atau masyarakat yang memenuhi kedudukan dalam struktur
sosial. 7
Begitu juga di dalam seni pertunjukan Topeng Ireng, seiring dengan
perubahan waktu, dimana seni pertunjukan Topeng Ireng berkembang, maka
keberadaan seni pertunjukan Topeng Ireng mengalami berbagai perubahan fungsi.
7 Radcliff Brown, Struktur Dan Fungsi Dalam Masyarakat Primitif, Dewan
Bahasa Dan Pustaka, Kuala Lumpur, 1980, hal xix
14
Kesenian disamping menambah kenikmatan pada hidup sehari-hari,
kesenian mempunyai beraneka ragam mempunyai sejumlah fungsi, untuk
menentukan norma perilaku yang teratur, kesenian pada umumnya meneruskan
adat kebiasaan dan nilai-nilai kebudayaan. Kesenian dapat mempererat ikatan
solidaritas masyarakat yang bersangkutan.
Berdasarkan teori-teori yang dikemukakan diatas digabungkan untuk
memahami seni pertunjukan Topeng Ireng berdasarkan pertanyaan nilai dan
fungsi dari seni pertunjukan Topeng Ireng, beberapa pertanyaan membutuhkan
analisis empirik sesuai kenyataan di lapangan.
H. Metode Penelitian
Untuk mempermudah dalam melakukan penelitian dalam penulisan
sejarah, maka perlu dilakukan beberapa langkah penelitian. Langkah- langkah
dalam melakukan penelitian ini adalah yang pertama pada penelitian ini yang
dilakukan adalah pengumpulan sumber. Pada penelitian ini bersifat kualitatif,
yaitu dalam pengumpulan data lebih menekankan wawancara dengan para
informan, bukan responden. Cara ini dimaksudkan agar dalam pengumpulan data
dan penulisan laporan penelitian lebih mendalam dan terarah, maka dalam
penggunaan metode wawancara yang telah disusun terlebih dahulu. Informasi
dipilih sesuai dengan bidang seni pertunjukan Topeng Ireng, dengan tujuan untuk
menjelaskan secara mendalam mengenai seni pertunjukan Topeng Ireng.
Selain dengan wawancara, diperlukan sumber-sumber tertulis untuk
menganalisis permasalahan antara lain: buku, Koran dan sumber internet. Setelah
15
pengumpulan data, dilakukan kritik sumber. Kritik sumber dimaksudkan untuk
melihat kredibilitas sumber tulisan dengan menguji terhadap data penelitian.
Dalam penelitian sejarah, kritik sumber merupakan langkah yang harus dilakukan
untuk menghindari adanya tidak validnya suatu sumber.
Kemudian dilakukan dengan melakukan analisis sumber, analisis
merupakan tahap yang penting dan menentukan dalam suatu penelitian.
Tingkat keberhasilan dilihat dari hasil analisis suatu penelitian. Analisis dalam
penelitian seni pertunjukan Topeng Ireng lebih menekankan: Nilai, Fungsi dan
Tantanganya pada masyarakat Bojong, Mendut, Mungkid, Magelang pada tahun
1988-2002.
Tahap akhir dari penelitian adalah penulisan sejarah. Penulisan sejarah
dilakukan secara kronologis dari suatu peristiwa. Kerangka sejarah dijabarkan
dalam sistematika penulisan. Penulisan dilakukan dengan kaidah penulisan yang
sudah ditentukan. Setelah semua tahap tersebut dilalui tugas akhir adalah
penyampaian hasil penelitian secara tertulis dan dapat dipertanggungjawabkan
secara ilmiah menurut kaidah-kaidah yang telah diterapkan. 8
I. Sistematika Penulisan
Sesuai dengan garis besar permasalahan yang telah dipaparkan pada awal
penulisan, maka penulisan kesenian Topeng Ireng dari tahun 1988 sampai 2008
disusun menurut sistematika penulisan. Penulisan hasil penelitian ini disusun
dalam lima bab sebagai berikut:
8 Nugroho, Notosusanto, Norma-Norma Pemikiran dan Penulisan Sejarah,
Jakarta, Idayu, 1971, hal 17
16
Bab I, pendahuluan berisi mengenai latar belakang, identifikasi masalah,
perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian, kajian pustaka,
landasan teori, metode penelitian dan sistematika penulisan.
Bab II, seni pertunjukan di Mendut berisi mengenai selintas perkembangan
seni pertunjukan di kabupaten Magelang, seni pertunjukan di Mendut, kondisi di
Bojong sebelum munculnya seni pertunjukan Topeng Ireng, seni pertunjukan
topeng Ireng 1988 sampai dengan tahun 2000.
Bab III, fungsi seni pertunjukan Topeng Ireng bagi masyarakat Bojong
yang berisi mengenai fungsi seni pertunjukan tradisional, fungsi seni pertunjukan
Topeng Ireng sebagai tontonan, fungsi seni pertunjukan Topeng Ireng sebagai
tuntunan, fungsi seni pertunjukan Topeng Ireng sebagai tatanan.
Bab IV, seni pertunjukan Topeng Ireng dan komunitas Lima Gunung
1988-2002 yang berisi mengenai keadaan seni pertunjukan Topeng Ireng dari
tahun 1988-2000, keadaan seni pertunjukan Topeng Ireng dari tahun 2000-2002.
Bab V penutup yang berisi mengenai kesimpulan dan saran.
17
BAB II
SENI PERTUNJUKAN DI MENDUT
A. Selintas Perkembangan Seni Pertunjukan di Kabupaten Magelang
Budaya Jawa sangat kental dengan keseniannya, mulai dari berbagai jenis
kesenian hingga tari-tarian. Begitu juga dengan Magelang merupakan daerah yang
kaya akan budaya dan tradisi masyarakat. Pembangunan candi Borobudur, candi
Mendut, candi Pawon dan puluhan candi lainnya merupakan suatu bukti bahwa di
daerah Magelang sudah mengenal seni budaya yang cukup panjang. Dari relief
candi-candi tersebut terekam seni pahat yang sangat tinggi yang menggambarkan
tentang seni tari, seni musik, dan juga kesusastraan. 1
Seiring dengan perkembangan suatu wilayah, Magelang kian berkembang
dan menjadi modern. Namun masih ada yang tetap dipertahankan keasliannya,
yaitu tradisi lokal dan kesenian rakyatnya.2 Dengan mempertahankan kebudayaan
masyarakat Magelang tidak kehilangan identitasnya. Hal inilah yang terus-
menerus di pertahankan oleh seniman desa-desa di kabupaten Magelang.
Masyarakat Magelang yang bermukim di Lereng Gunung Merapi sudah
sejak cukup lama akrab dengan berbagai bentuk seni sejak Indonesia bahkan
1 Soedarsono, Seni Pertunjukan Indonesia Di Era Globalisasi, Direktorat
Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Jakarta, 1999, hal 16
2 Sholahuddin, Budaya Lima Gunung Belum Tergantung Trias Politika, Komunitas Lima Gunung, Magelang 2007, hal 148
18
sebelum Indonesia merdeka.3 Setelah merdeka pun masyarakat Magelang tetap
mengembangkan kesenian sebagai ungkapan dari rasa syukur pada perayaan
kemerdekaan maupun hajatan seperti di kampung-kampung.
Magelang mempunyai banyak kesenian tradisional dan juga para pelaku
seninya, hal ini dapat terlihat dalam Festival Lima Gunung, Sebuah kegiatan yang
melibatkan seniman dari Merbabu, Merapi, Sumbing, Sundoro, dan pegunungan
Menoreh yang diawali pada tahun 2001 yang diadakan setahun sekali dan menjadi
agenda rutin. Dalam acara itu berbagai seni pertunjukan dan karya seni lainya
dipertunjukan yang difungsikan untuk mengangkat nilai-nilai budaya lokal.
Jauh sebelum adanya Festival Lima Gunung hubungan seniman Magelang
sudah terjalin dengan baik dari 17 tahun yang lalu. Seniman di sekitar Magelang
sudah tergabung dalam kelompok seniman gunung yang diprakarsai oleh Bapak
Sutanto.4 Hubungan ini bukan untuk cari popularitas, tetapi untuk melestarikan
budaya dan kesenian rakyat.
Setiap saat seniman-seniman tersebut dapat mengekspresikan karya
seninya tanpa ada batasan waktu. Ada kebebasan dalam pengungkapan kreasi baru
kesenian baik tradisional maupun kontemporer. Sehingga banyak kesenian yang
terus berkembang di Magelang maupun di Mendut sendiri. Dukungan dari
seniman-seniman nasional seperti Garin Nugroho, Sawung Jabo dan Emha Ainun
Najib memberikan semangat seniman gunung yang berkumpul dirumah Sutanto.5
3 Ilham Khoiri dan Regina Rukmorini, Berkesenian Sejak Tahun 1930-an,
Kompas, Minggu, 24 Agustus 2008, hal 17
4 Wawancara dengan Bapak Sutanto, pemilik Studio Mendut dan pemprakarsa Festival Lima Gunung, tanggal 27 Agustus 2008
5 Wawancara dengan Bapak Sutanto, pemilik Studio Mendut dan pemprakarsa Festival Lima Gunung, tanggal 27 Agustus 2008
19
B. Seni Pertunjukan di Mendut
Secara administratif Kelurahan Mendut merupakan wilayah dari
kecamatan Mungkid, kabupaten Magelang, Jawa Tengah. Kelurahan Mendut yang
terdiri dari 7 lingkungan dengan setiap lingkungan dikepalai seorang Prabot atau
kepala lingkungan (kaling).6
Sudah banyak orang yang mengenal Mendut dari keberadaan candinya,
setiap tahun di bulan Mei selalu diadakan upacara perayaan hari raya umat Budha
yaitu Waisak. Pemeluk agama Budha baik dari Indonesia maupun dari perwakilan
Tibet dan China selalu berkunjung ke candi Mendut dan candi Borobudur untuk
mengikuti prosesi perayaan upacara Waisak. Hal ini yang membuat desa Mendut
dikenal hingga ke seluruh Indonesia maupun internasional.
Mendut menjadi tempat berkumpulnya seniman-seniman gunung
Magelang. Mereka berkumpul di rumah Bapak Sutanto untuk
mengkomunikasikan berbagai hal yang berhubungan dengan seni budaya
tradisional maupun kontemporer. Sehingga masyarakat Mendut pun ikut terlibat
dalam komunikasi seni dan budaya.
Masyarakat Mendut sudah mengenal kesenian tradisional sejak lama. Di
kelurahan Mendut masyarakatnya terbiasa berhadapan dengan seni Budaya Jawa
terutama yang berkaitan kesenian tradisional. Keakraban terhadap kesenian
tradisional bisa dilihat dalam seni pertunjukan Kubro Siswo, Jathilan, dan Topeng
Ireng.
6 Ketujuh lingkungan, yang di Yogyakarta disebut dengan dusun, yaitu
Mendut I, II, III, Bojong I, II, Sikepan, dan Cabean.
20
Diawali dari sejarah munculnya kesenian Kubro Siswo yang dimulai dari
sifat masyarakat Mendut yang suka musyawarah dan gotong-royong sehingga
tercetus untuk menciptakan kesenian yang bisa dikatakan baru. Kelompok
kesenian Kubro Siswo masyarakat Mendut sudah mulai did irikan tanggal 27
Januari 1960.7 Seni pertunjukan Kubro Siswo yang artinya: Kubro berarti besar,
terkenal atau agung, dan siswo berarti siswa, murid, cantrik, pengiring atau
pengabdi. Kubro Siswo berarti murid yang menghendaki pengetahuan dalam arti
yang luas. Kesenian yang bercorak Islami ini dimainkan oleh anak-anak usia
sekolah dasar dan menengah pertama.
Pada awal kemunculan Kubro Siswo dimulai dari lingkungan Mendut I
yang mendirikan seni pertunjukan Kubro Siswo pertama kali, kemudian diikuti
oleh lingkungan Mendut II dan Cabean. Namun dalam perkembangannya seni
pertunjukan Kubro Siswo Mendut II tidak bisa bertahan lagi. Seni pertunjukan
Kubro Siswo kini sudah diikuti oleh daerah-daerah lain dan menjadi kesenian
tradisional milik semua orang. Seni pertunjukan Kubro Siswo berkembang seiring
dengan kreatifitas setiap daerah-daerah yang mengembangkannya
Kesenian yang ada di Kelurahan Mendut bukan hanya Kubro Siswo saja,
tahun 60-an juga ada seni pertunjukan Jathilan yang ada di lingkungan Bojong.
Kesenian yang cukup populer bagi masyarakat Jawa Tengah. Namun
dengan pertumbuhan masyarakat, seni pertunjukan Jathilan Bojong tidak bisa
bertahan lagi.
7 Wawancara dengan Bapak Muh Saeroni, warga mendut III, tanggal 15
Agustus 2008 di Mendut
21
C. Kondisi di Bojong Sebelum Munculnya Seni Pertunjukan Topeng Ireng.
Sebelum muncul seni pertunjukan Topeng Ireng, masyarakat Bojong
sudah mempunyai kesenian Jathilan dengan nama Turonggo Mudo. Kesenian ini
diprakarsai oleh pemuda Bojong pada saat itu. Pada awal berdirinya kesenian
Jathilan Turonggo Mudo cukup terkenal karena sering pentas keluar daerah
Bojong meskipun masih dalam lingkup kabupaten Magelang. Seni pertunjukan
Jathilan Turonggo Mudo lingkungan Bojong bertahan cukup lama hingga tahun
1980.8
Pada dasarnya seni pertunjukan Jathilan Turonggo Mudo sama dengan
kesenian jathilan lainya, yaitu dengan menggunakan kuda lumping yang terbuat
dari anyaman bambu (kepang). Tema dari gerakan tariannya merupakan semacam
tari perjuangan atau gladi keprajuritan untuk melawan Kolonial Belanda. Karena
pada awal didirikan tema perjuangan masih mewarnai kehidupan masyarakat.
Sebagian masyarakat dan pemain kesenian Jathilan lingkungan Bojong
memandang kesenian tersebut monoton atau kurang dinamis, nilai jualnya kurang,
maka dikembangkan kesenian Topeng Ireng. Lahirnya seni pertunjukan Topeng
Ireng merupakan suatu pembaharuan bagi masyarakat Bojong.
Setelah kesenian rakyat masyarakat Bojong yaitu Jathilan tidak aktif lagi
maka masyarakat Bojong tidak memiliki kesenian rakyat yang khas dari
lingkungan Bojong. Sekitar tahun 1980 para remaja Bojong yang berumur 11-16
8 Wawancara dengan bapak Ngasijan, Mantan Ketua Kesenian Topeng
Ireng Bojong, tanggal 31 Juli 2008 di Bojong
22
tahun ingin belajar serta mengembangkan diri dengan kesenian rakyat Kubro
Siswo di lingkungan Cabean kelurahan Mendut. Namun keinginan para remaja
Bojong ditolak oleh masyarakat Cabean, dengan alasan selain anak lingkungan
Cabean tidak diperkenankan untuk ikut dalam kesenian rakyat Kubro Siswo.
Melihat hal itu Bapak Badaril dan Bapak Asmuni yang setelah berkeluarga
menetap di lingkungan Bojong mengusulkan untuk mempelajari tari tradisional
Topeng Kawedar yang berasal dari kampungnya yaitu dusun Tuksongo,
Borobudur. Para tetua menyambut usulan ini dengan antusias. Sudah lama
masyarakat Bojong berniat untuk mengembangkan dan melestarikan budaya
tradisional.
Setelah mendapat persetujuan dari para pemuka masyarakat Bojong, maka
Bapak Badaril dan Bapak Asmuni bersama pelatih dari dusun Tuksongo yaitu
bapak Bajuri, Bapak Sunarto, dan Bapak Alasiri melatih remaja Bojong. Di bawah
pimpinan Bapak Sahir, Bapak Ngasijan, Bapak Sumitro dan pemuka masyarakat
Bojong lainnya, pemuda-pemuda berlatih kesenian yang diajarkan warga
Tuksongo.9 Setelah mendapat pelatihan dari dusun Tuksongo, setiap minggu para
pemuda berlatih untuk menambah kepiawaiannya dalam berkesenian.
Berdasarkan kesepakatan para pengasuh kesenian di Lingkungan Bojong,
maka seni pertunjukan ini dinamakan Topeng Ireng. Sesuai dengan aslinya yang
terdahulu bernama Topeng Kawedar nama topeng tetap melekat. Untuk lebih
menjurus pada pembinaan yang lebih positif serta membedakan kesenian ini
9 Wawancara dengan Bapak Mursanyoto, Ketua Seni Pertunjukan Topeng
Ireng dari Tahun 1993 sampai sekarang, tanggal 14 Agustus 2008 di Bojong
23
dengan seni pertunjukan Topeng Kawedar yang merupakan milik dusun
Tuksongo maka kesenian ini diberi nama seni pertunjukan tradisional kerakyatan
Topeng Ireng. Seni Pertunjukan Topeng Ireng resmi berdiri sejak 15 Agustus
1988 dijadikan sebagai hari ulang tahunnya.
D. Seni Pertunjukan Topeng Ireng 1988 Sampai Dengan Tahun 2000.
Seni pertunjukan tradisional atau kerakyatan merupakan salah satu bentuk
kesenian daerah yang merupakan produk budaya rakyat, yang memiliki ciri-ciri
kerakyatan yaitu: sederhana, sepontan dan akrab dengan penonton. Bahkan pada
umumnya juga bersifat ritual dan magis. Seni pertunjukan tradisional hadir bukan
dari konsep seseorang, seni pertunjukan tradisional tidak dapat dipastikan siapa
penciptanya. Hadirnya di tengah-tengah masyarakat karena improvisasi atau
sepontanitas para pelakunya. Tindakan itu dilakukan berulang-ulang sehingga
menjadi kebiasaan.
Seni pertunjukan tradisional akan hidup terus-menerus apabila selama
tidak ada perubahan pandangan hidup pelaku dan masyarakat pendukungnya.
Pandangan hidup yang telah mantap tidak akan mudah goyah dan berubah, namun
pandangan hidup dapat berkembang menurut kebutuhanya. Sedangkan seni
pertunjukan tradisional fungsi dan peranannya terpadu di dalam segala aktifitas
sehari-hari. Oleh karena itu seni pertunjukan tradisional bukanlah sesuatu yang
baku, melainkan sesuatu yang memiliki kemungkinan untuk berkembang
(dinamis).
24
Perkembangan seni pertunjukan tradisional sejalan dengan pertumbuhan
adat budaya masyarakat pendukungnya. Corak dan gaya khas yang terdapat dalam
seni pertunjukan tradisional mencerminkan pribadi masyarakat pemiliknya.
Dalam bidang seni pertunjukan setiap kelompok etnis di Indonesia ingin
menampilkan jatidiri mereka.10 Oleh karena itu seni pertunjukan tradisional
memiliki sifat kedaerahan dimana seni itu lahir, tumbuh dan berkembang,
sehingga seni pertunjukan tradisional sering disebut seni daerah.
Ungkapan kesenian tradisional yang merupakan unsur kebudayaan11
adalah juga lambang yang memberi identitas masyarakat pendukungnya. Sebagai
suatu gagasan dan simbol ungkapan tradisional dapat dipergunakan untuk saling
berkomunikasi. Dengan demikian seni yang seperti itu menjadi salah satu untuk
memperkuat solidaritas masyarakat pendukungnya.
Begitu juga yang terjadi di dalam seni pertunjukan Topeng Ireng dari sejak
awal kenunculanya hingga kini. Seni pertunjukan Topeng Ireng mengalami
perkembangan yang cukup cepat dan luas, dari lingkup kecil menjadi luas keluar
dari kabupaten Magelang. Perkembangan seni pertunjukan topeng Ireng sudah ada
sejak tahun 1988 dari desa Bojong, Mendut. Namun jauh sebelum ada seni
pertunjukan Topeng Ireng sudah ada kesenian sejenis di daerah Borobudur, yaitu
di desa Tuksongo.
Seni pertunjukan Topeng Ireng dalam penampilannya selalu dengan
mewarnai wajah dan tubuh seperti suku-suku pedalaman. Wajah pemain diberi
warna hitam dengan paduan putih dan merah. Pakaian yang dipakai juga mirip
10 Suwaji Bustomi, Seni Dan Budaya Jawa , IKIP Semarang Press, 1992, hal 6
11 Ibid., hal. 52
25
dengan rumbai-rumbai pada suku Asmat di Papua. Seiring dengan
berkembangnya seni pertunjukan Topeng Ireng, pada beberapa grup kesenian
mengganti pakaian seragamnya dengan pakaian mirip kubro siswo. Sedangkan
ikat kepala atau sering disebut kuluk pada seni pertunjukan Topeng Ireng mirip
dengan yang dipakai suku Indian yaitu dengan bulu-bulu angsa. Mungkin
pemberian nama topeng Ireng karena dalam mewarnai wajah seperti orang
menggunakan topeng dengan dominasi warna hitam.
Sebelum popular dengan nama Topeng Ireng, orang mengenalnya dengan nama ndayaan namun bila diperhatikan, kata ndayaan akan memojokan suatu suku tertentu di Kalimantan, padahal suku dayak sendiri orangnya putih-putih dan cantik, sedangkan asumsi kita terhadap ndayaan adalah mirip orang asmat. Sisi lain untuk meluruskan maksud ndayaan adalah karena lidah jawa yang mengubahnya dari kata kebudayaan yang disingkat menjadi ndayaan. Maksud dari ndayaan adalah kebudayaan yang memiliki cipta, rasa dan karsa yang diwujudkan dalam bentuk kesenian.12
Penjelasan Ngasijan itu kemudian dipertegas oleh Jane Perlez yang mengatakan
bahwa:
A Presentation of the traditional Topeng Ireng dance (literally, black mask) was updated with costumes designed to resemble the gear of American Indians.13 (Pertunjukan tari tradisional Topeng Ireng (harafiah, bertopeng hitam) desain kostum seperti pakaian orang-orang Indian Amerika.)
Ada kemungkinan juga disebut Ndayaan karena mirip dengan suku Indian
yang ada di Amerika(sic.). Namun demikian seni pertunjukan Topeng Ireng tetap
12 Wawancara dengan Bapak Ngasijan, Mantan Ketua Kesenian Topeng
Ireng Bojong, tanggal 31 Juli 2008 di Bojong 13 Jane Perlez, Budaya Lima Gunung Belum Tergantung Trias Politika,
Komunitas Lima Gunung, Magelang, hal 46
26
mempunyai ciri khas budaya lokal dengan kearifan dan identitas masyarakat
pedesaan.
Perkembangan seni pertunjukan Topeng Ireng mencapai puncaknya pada
dekade 90-an. Pada dekade ini banyak bermunculan kelompok seni pertunjukan
Topeng Ireng di sekitar wilayah Magelang. Banyak desa-desa yang mulai
mengembangkan kesenian ini dengan belajar dari desa Bojong maupun dari desa
Tuksongo. Seni pertunjukan Topeng Ireng desa Bojong dijadikan tempat untuk
belajar dengan ikut bergabung dalam setiap pertunjukan maupun latihan bersama.
Setelah mahir dalam seni pertunjukanya mereka kembali ke desanya untuk
menularkan kepada teman-temanya sehingga bisa mendirikan seni pertunjukan
yang sama dengan dimodifikasi dan dengan namanya masing-masing.
Gerak tari seni pertunjukan Topeng Ireng, menggambarkan masyarakat
desa dan gunung-gunung di Kabupaten Magelang yang melakukan olah fisik
setiap hari, dengan diiringai gamelan rampak.14 Seni pertunjukan Topeng Ireng di
beberapa desa di Kabupaten Magelang mempunyai mana yang berbeda-beda
seperti: grup "Lowo Ireng" dari desa Sidomulyo, Salaman, "Seto Aji Kumitir"
dari desa Kepil, Dukun, "Satrio Mudo" dari desa Gupit, Borobudur, "Gagak
Ngampar" dari desa Bandung Paten, Dukun, "Topeng Krido" dari desa Pabelan
IV, Mungkid, "Topeng Seto" dari desa Cakran, Borobudur, "Anak Rimba" dari
desa Srigetan, Borobudur, "Topeng Purba" dari desa Kurahan Borobudur 15 dan
masih banyak lagi.
14 http://www.wisatanet.com/berita/berita_detail.php?kode=1&idnews=2734
15 Ibid.
27
Kehadiran kelompok-kelompok kesenian diberbagai daerah menambah
warna tersendiri bagi seni pertunjukan Topeng Ireng yang beragam dengan ciri
khas masing-masing daerah. Perkembangan seni pertunjukan Topeng Ireng tidak
hanya di Magelang saja, tetapi juga di daerah Yogyakarta.
Perkembangan Topeng Ireng tidak hanya didominasi laki- laki remaja
tetapi juga diikuti kelompok seni pertunjukan Topeng Ireng anak-anak dan
perempuan. Dengan banyaknya bermunculan grup-grup seni pertunjukan Topeng
Ireng menunjukkan bahwa masyarakat menjadi pendukung kesenian tersebut,
karena kesenian tanpa ada dukungan dari masyarakat tak akan bisa hidup dan
berkembang. Mati hidupnya kesenian tidak bisa dilepaskan dari komunitas
pendukungnya.16
Berkembangnya seni perunjukan Topeng Ireng sangat mendukung industri
pariwisata di kabupaten Magelang. Dinas pariwisata melihat hal ini sebagai aset
untuk mempromosikan kabupaten Magelang sehingga beberapa kali diadakan
festival kesenian diantaranya pada tahun 1997 yang diadakan di candi Borobudur
dan pada tahun 2000 yang diadakan di hotel Pondok Tingal Borobudur. Sehingga
seniman Magelang terus berupaya melakukan berbagai kreativitas untuk
mengajarkan cinta akan kesenian daerah pada masyarakat selain untuk
memperkaya sekaligus melestarikan budaya Jawa yang begitu kaya dan
menakjubkan. Acara-acara festival kesenian sampai dengan diadakannya Festival
Lima Gunung yang diprakarsai oleh Bapak Sutanto pemilik studio Mendut dan
para seniman dari berbagai daerah pada tahun 2001.
16 Dwi Anugerah, Budaya Lima Gunung Belum tergantung Trias Politika,
Komunitas Lima Gunung, Magelang, hal 160
28
Lingkungan Bojong, sebagai bagian dari kelurahan Mendut sudah sejak
lama hidup berdampingan dengan kesenian tradisional. Seni pertunjukan Topeng
Ireng yang dikembangkan oleh masyarakat Bojong banyak diminati masyarakat.
Seni pertunjukan Topeng Ireng pun berkembang luas dengan varian yang
beragam.
Seni pertunjukan merupakan salah satu bidang seni yang secara langsung
menggunakan gerak tubuh manusia sebagai media ekspresi. Dalam seni
pertunjukan Topeng Ireng ada unsur bela diri, Topeng Ireng adalah bentuk
penggabungan olah raga dan bela diri atau silat dengan tari yang diluweskan
diberi tembang-tembang atau nyanyian. Seni pertunjukan Topeng Ireng tidak ada
pakemnya atau lebih bersifat dinamis, berbeda dengan lain seperti wayang atau
ketoprak yang mengambil cerita Ramayana dan Mahabarata.
Dimulai dari tahun 1988 masyarakat dan pemuda Bojong mendirikan
sebuah kreasi kesenian baru untuk menjalin persatuan dan kesatuan pemuda. Dari
semangat persatuan dari masyarakat dan pemuda maka didatangkan guru kesenian
dari desa Tuksongo, Borobudur. Menurut cerita kesenian semacam Topeng Ireng
pada tahun 1924 sudah ada di desa Tuksongo Borobudur.
Dengan belajar dari guru kesenian ini tercipta kreasi kesenian dengan
diberi nama Topeng Ireng. Pemberian nama Topeng Ireng ini didasarkan pada
gerakan-gerakan dan irama dari kesenian yang dipelajari. Ada makna yang
terkandung dibalik nama kesenian itu yaitu: TOTO LEMPENG IRAMA
BARENG. Maksud dari toto lempeng irama bareng adalah berjajar rapi dengan
gerak ritmis dan indah mengikuti irama dari alat musik dan dengan syair-syair
29
yang dinyanyikan. Atau TOTO LEMPENG INTINE PEMUDA BOJONG
dijabarkan menjadi: melaksanakan apa yang menjadi perintah agama maupun
pemerintah dan menjauhi laranganNya dengan berkehidupan secara lurus. Toto
lempeng itu berarti lurus dengan membangun pemuda Bojong ke jalan yang
benar.17
Keindahan tari tidak hanya keselarasan gerakan-gerakan badan dengan
iringan gamelan saja, tetapi seluruh ekspresi itu harus mengandung maksud-
maksud isi tari yang dibawakan. 18 Seni pertunjukan Topeng Ireng merupakan
salah satu seni tradisional yang identik dengan kebersamaan. Dari intinya topeng
ireng itu menujukan bahwa nilai kebersamaan ditanamkan kepada masyarakat
dengan tujuan kebersamaan. Kehadiran tari tak lepas dari beberapa aspek yang
dapat dilihat secara terperinci antara lain: geraknya, iringan, tempat, pola lantai,
waktu, tata pakaian, rias, dan properti.19
Seni pertunjukan Topeng Ireng dibagi atas tiga babak yaitu babak pertama
Rodhatan, pada babak kedua Monolan atau Montholan kemudian babak ketiga
kewan-kewan. Bila waktu masih memungkinkan ditutup lagi dengan Rodhatan.
Pada pementasan seni pertunjukan Topeng Ireng desa Bojong dalam tiga babak
tersebut dijelaskan sebagai berikut :
17 Wawancara dengan bapak Mursanyoto, ketua kesenian Topeng Ireng
Bojong dari 1993 sampai sekarang, tanggal 14 Agustus 2008 di Bojong 18 Sumandiyo Hadi, Sosiologi Tari, Pustaka, Yogyakarta, 2005, hal 15
19 Ibid., hal. 23-24
30
1. Rodhadtan
Rodhad adalah tarian yang terdiri dari dua baris, setiap baris bisa
terdiri dari 10 orang atau bisa juga terdiri dari 12 orang yang dipimpin oleh
ketua suku. Dalam penampilanya maksimal 25 orang penari per Rodad
dengan iringan alat musik dan irama lagu, sedangkan pakaiannya mirip
dengan suku Indian di Amerika. Tarian ini mengambil nuansa warna dan
gerak yang sangat khas dibanding kesenian-kesenian lainya. Setelah
dimainkan beberapa tarian diganti dengan babak
2. Monolan
Monolan adalah babak yang berisi humor atau sindiran-sindiran.
setelah tampil dengan suasana keras seperti pada Rodad dan kewanan
diberi suguhan monolan dengan nuansa humor untuk meredakan
ketegangan dengan kesan kelucuan. Monolan menggunakan tata rias
sepertu badut, lagu- lagu yang digunakan menggunakan sair-sair yang
menyinggung masalah-masalah sosial masyarakat.
3. Kewan-kewanan
Kewan-kewanan adalah babak akhir yang terdiri dari lima binatang
yaitu: Simo atau Harimau, Gajah, Warak/Badak, Sapi dan Kerbau. Kelima
binatang itu dijabarkan sebagai wujud dari rukun Islam. Harimau yang
dalam bahasa jawa disebut simo juga diartikan isine limo. Sebagai orang
Indonesia lima juga diartikan sebagai pancasila. Penggunaan nama
binatang warak dimaksudkan adalah wulang wuruk atau pitutur luhur yang
diselipkan lewat kesenian. Sedangkan sapi dan kerbau dilambangkan
31
sebagai teman kerja petani, gajah sebagai lambang kekuatan. Pada babak
ini biasanya pemain yang menggunakan pakaian binatang-binatang ini
akan lupa diri atau biasa disebut ndadi (in trance) kerasulan ruh. Makna
dari kewanan adalah bahwa ada perbedaan mendidik manusia dan
binatang. Dengan mencambuki itu berarti bahwa manusia tidak bisa
berkomunikasi dengan binatang. Pada babak ini ingin menunjukan
bagaimana perbedaan mendidik manusia dengan binatang
Dalam setiap pertunjukanya seni pertunjukan Topeng Ireng Bojong
menggunakan alat-alat musik tradisional. Setiap alat musik yang digunakan untuk
mengiringi tariannya mempunyai makna sendiri-sendiri. Kesenian merupakan
salah satu aktivitas yang dalam pengungkapannya penuh dengan tindakan
tindakan simbolis. Hal itu karena tidak semua tindakan dan pergaulan manusia
sehari-hari dapat diungkapkan secara benar, melainkan melalui bentuk-bentuk
perlambang dalam seni pertunjukan. Iringan maupun lagu- lagu dalam seni
pertunjukan Topeng Ireng mengambil beberapa makna dari alat-alat musik yang
digunakan, seperti :
1. Bende
Ben podo nduwe niat dewe-dewe. Artinya biar setiap orang punya
niat sendiri-sendiri untuk mencari kebaikan yang diperintahkan agama.
Setiap manusia harus punya inisiatif dalam menjalankan perintah agama
maupun dalam kehidupan sosial.
32
2. Kendang
Kon ndang tumandang. Artinya ayo segera bertindak untuk menuju
kebaikan. Sering kali manusia malas-malasan dalam bekerja dan tidak mau
berusaha. Dengan segera bertindak berarti secepatnya menyelesaikan aya
yang menjadi tanggung jawabnya.
3. Suling / seruling
Sue-sue supoyo eling. Artinya lama-lama supaya ingat kepada
keagungan Tuhan Yang Maha Kuasa dengan menjauhi larangan dan
melaksanakan perintahNya. Perintah agama tidak boleh ditinggalkan
atapun dilupakan sehinggan harus diingat terus menerus.
4. Kelinting
Kelingan limo kang penting. Artinya ingat lima hal yang penting
seperti rukun is lam ada lima sebagai pedoman hidup seorang Muslim,
pancasila sebaga i ideologi bangsa terdapat lima sila, Molimo yang harus
dihindari karena bertentangan dengan ajaran agama.
5. Jedor / Beduk
Jejer-jejer mujur ngalor, Artinya berjajar menghadap ke utara
sedangkan Bedug maksudnya le mlebet lebar dikeduk, artinya masuknya
setelah digali. Sebagai lambang kematian karena semua orang pasti
mengalami. Dalam tatacara penguburan orang Islam selalu menghadap ke
utara.
33
6. Sempritan / peluit
Sempurnane purwo wiwitan. Artinya sempurnanya dari awal
hingga akhir kehidupan. Diharapkan manusia mendapat kesempurnaan
dari awal hingga maut menjemput dalam kehidupan di dunia maupun di
akhirat.
7. Icik-icik / Tamborin
Isine kebecikan. Artinya isinya kebajikan. Diharapkan selalu
membuat kebajikan dalam tatanan kehidupan bermasyarakat. Manusia
terkadang lupa diri, sering melakukan hal-hal yang menyimpang dari
perintah agama maupun hukum pemerintah.
Setiap alat musik yang digunakan mempunyai makna untuk kebaikan umat
manusia, meskipun menari dengan irama dan gerakan yang keras tetapi sebagai
cerminan bahwa semua yang dilakukan mengandung ajaran. Tontonan seni
pertunjukan Topeng Ireng tidak hanya sekedar tontonan, tetapi memberi tuntunan.
Sair-sair yang ada merupakan pesan-pesan pembangunan dan petuah-petuah yang
diterima dari orang tua yang dituangkan lewat lagu. Pernyataan akan menjadi
lebih mendalam jika disampaikan dalam bentuk perlambang atau symbol.20
Dengan menggunakan perlambang dan sombol orang akan lebih termotivasi untuk
mengetahui apa dibalik maksud yang ingin disampaikan dalam kesenian tersebut.
Tentang hal ini Suwaji mengatakan bahwa:21
20 Suwaji Bustomi, Seni Dan Budaya Jawa, IKIP Semarang Press, 1992,
hal 52
21 Ibid., hal. 55
34
Bagi orang Jawa perlambang pada umumnya bermakna piwulang atau “pameling” (pesan-pesan) yang isinya tentu baik, menurut norma-norma Jawa. Oleh karena itu di dalam budaya Jawa terdapat kata-kata “lambang minongko piwulang” artinya lambang sebagai ajaran, atau sebaliknya “lambang minongko piwulang” artinya ajaran sebagai lambang. Syair-syair yang digunakan dalam seni pertunjukan topeng Ireng dapat
disesuaikan dengan kebutuhan misalnya untuk menghibur pada peringatan hari-
hari besar umat Islam seperti Maulud Nabi dan Isra Miraj. Syair yang
dikumandangkan para Bawa22 bernafaskan Islam. Hal ini dapat dilihat pada isi
syair yang intinya mengajak para penonton untuk memeluk agama Islam,
mematuhi semua perintah dan larangan Allah, mengakui Nabi Muhammad
sebagai utusan Allah serta pujian yang menggunakan kebesaran Illahi. Selain
untuk kepentingan agama juga ada syair untuk kepentingan umum seperti P4,
sensus, pembangunan, dan lingkungan. Pada intinya semua lagu dapat disesuaikan
dengan penanggap kesenian dan sesuai dengan peringatan yang bertepatan saat
kesenian dimainkan.
Pada awal kemunculannya dalam menggunakan asesoris dan pakaian yang
digunakan masih sederhana. Pakaian yang dipakai hanya menggunakan celana
pendek dengan diberi rumbai-rumbai dari janur (daun kelapa muda). Riasan yang
digunakan untuk mewarnai wajah dan tubuh menggunakan angus dan arang.
Seiring dengan perkembangannya mulai dibuatkan seragam untuk menambah
estetika dalam berkesenian.
22 Orang yang membawakan lagu-lagu dalam seni pertunjukan Topeng
Ireng.
35
Seni pertunjukan Topeng Ireng sering ditampilkan pada acara-acara seperti
pada bulan Rajab, perayaan Agustusan, hajatan perkawinan maupun sunatan
tergantung dengan orang yang mau menyelenggarakan kesenian tersebut. Pada
kesempatan tertentu seperti festival kesenian maupun acara yang digelar dinas
pariwisata di candi Borobudur, seni pertunjukan Topeng Ireng juga ditampilkan
bersama dengan kesenian-kesenian tradisional lainnya.
Seni pertunjukan Topeng Ireng Bojong dalam menjalankan roda
keorganisasiannya sudah mempunyai struktur kepengurusan yang sudah baik yang
resmi didirikan pada tanggan 15 Agustus 1988. Organisasi Topeng Ireng secara
khusus mengelola seni pertunjukan Topeng Ireng. Kesenian ini mempunyai tujuan
siar Islam, maka dalam kepengurusan Kiai dilibatkan sebagai penasihat spiritual
para anggotanya. Kiai tidak terlibat langsung dalam pertunjukan kesenian, tetapi
lebih pada nasihat-nasihat jika dibutuhkan anggotanya.
Suatu organisasi atau kelompok tentunya membutuhkan ketua untuk
mengatur berjalanya kegiatan. Seni pertunjukan Topeng Ireng Bojong dipimpin
oleh ketua I dan ketua II. Organisasi Topeng Ireng pertama kali diketuai oleh
Bapak Ngasijan kemudian diganti oleh Bapak Mursanyoto pada tahun 1993
sampai sekarang. Peran ketua sangat penting karena harus bisa mengorganisir
anggotanya. Sebagai ketua tugasnya tidak hanya mengurusi anggotanya saja,
tetapi juga melakukan hubungan dengan pihak-pihak yang terkait dengan
pertunjukan kesenian.
36
Organisasi Topeng Ireng lingkungan Bojong tidak berjalan sendiri-sendiri
tetapi juga dibina dan diawasi oleh kepala kelurahan Mendut, kepala lingkungan
Bojong I dan Bojong II, serta sesepuh lingkungan Bojong selalu mendampingi
para pengelola organisasi Topeng Ireng yang merangkap sebagai pemain seni
pertunjukan Topeng Ireng agar mereka tetap bersemangat dalam membina dan
melestarikan seni pertunjukan Topeng Ireng.
Menurut bapak Ngasijan, ketua kesenian menjadi penghubung orang yang
ingin menyelenggarakan acara kesenian dan pemain seni pertunjukan Topeng
Ireng. Urusan perijinan juga dikerjakan oleh ketua karena banyak anggota yang
tidak bisa melakukanya. Seringkali dalam pertunjukan para penonton berkelahi
dengan sesama penonton maupun dengan rombongan kesenian, disini peran ketua
sangat dibutuhkan untuk mendamaikan ataupun menyelesaikan suatu masalah
dengan musyawarah. Dalam menjalankan kegiatanya ketua dibantu oleh seksi-
seksi yang sudah terstruktur.
PENASIHAT
KETUA I
KETUA II
BENDAHARA
ANGGOTA ORGANISASI SENI PERTUNJUKAN TOPENG
PERLENGKAPANSEKERTARIS
37
Dengan adanya organisasi Topeng Ireng sebagai wadah untuk masyarakat
dan anggota kesenian lingkungan Bojong semakin mempererat persatuan dan
kesatuan. Masyarakat Bojong mempunyai media untuk bertukar pikiran dan
mengembangkan kesenian tradisional. Selain itu keakraban dalam bermasarakat
terjalin dengan baik. Dalam setiap ada acara maupun gotong-royong lebih mudah
dikoordinasi dengan cepat.
38
BAB III
FUNGSI DAN NILAI SENI PERTUNJUKAN TOPENG IRENG BAGI MASYARAKAT BOJONG
A. Fungsi Seni Pertunjukan Tradisional
Apabila dicermati dengan seksama, ternyata seni pertunjukan tradisional
memiliki fungsi yang sangat kompleks dalam kehidupan manusia.1 Di setiap
daerah maupun negara sangat berlainan dalam memanfaatkan seni pertunjukan,
setiap seni pertunjukan pun berlainan dalam fungsinya. Oleh karena kompleksnya
fungsi seni pertunjukan dalam kehidupan masyarakat tidak ada keseragaman
pendapat mengenai fungsi- fungsi seni pertunjukan tradisional.
Pada zaman sekarang ini kebanyakan seni pertunjukan sebagai sarana
hiburan dan tontonan terutama dengan semakin banyaknya media televisi dan
media komunikasi lainnya. Sebagai hiburan, seni pertunjukan mengandung makna
bahwa keindahan tari tidak hanya keselarasan gerakan-gerakan badan dengan
iringan musik gamelan saja, tetapi seluruh ekspresi itu harus mengandung isi yang
dibawakan penari seni pertunjukan.
Fungsi sosial seni pertunjukan tradisional rakyat bersifat profane atau
sekuler sebagai sarana hiburan atau tontonan. Biasanya penonton melihat kesenian
bertujuan mencari hiburan, melepas lelah, menghilangkan stres dan bersantai ria.
Hal ini karena seni pertunjukan tradisional mengandung unsur keindahan yang
bisa dinikmati masyarakat luas.
1 Soedarsono, Seni Pertunjukan Indonesia Di Era Globalisasi, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, 1999, hal 54
39
Seni pertunjukan di Indonesia yang mengandung hiburan biasanya bersifat
sederhana seperti jathilan, kubro siswo yang dalam sajiannya semata-mata untuk
menarik perhatian penonton. Namun demikian dalam seni pertunjukan tradisional
tersebut mengandung isi, makna atau pesan tertentu yang ingin dikomunikasikan
kepada penonton. Dengan demikian sebagai sebuah seni pertunjukan, kesenian-
kesenian tradisional selalu melihat atau menampilkan pesan atau nilai-nilai yang
sesuai pada masanya.2 Apakah itu pesan-pesan yang bersifat sosial, politik, moral
dan sebagainya.3
Namun di samping sebagai hiburan atau kesenangan, seni pertunjukan
tradisional tidak lepas dari fungsinya sebagai sarana ritual maupun untuk
keperluan upacara. Seni pertunjukan tradisional yang berhubungan dengan religi
atau kepercayaan bersifat sakral atau suci. Kesenian yang digunakan untuk
keperluan ritual biasanya dipentaskan pada saat-saat tertentu sesui dengan
keperluan.
Dalam kebudayaan Jawa, seni pertunjukan memiliki fungsi ritual yang
sangat beragam. Agama turut mempengaruhi bentuk-bentuk seni pertunjukan
yang berkembang dalam masyarakat. Masuknya agama Hindhu turut
mempengaruhi kehidupan seni pertunjukan di Indonesia. Adanya akulturasi antara
kebudayaan Jawa dan agama hindhu membawa kemajuan dan membawa
penghalusan warisan dan peninggalan nilai-nilai budaya Jawa.
2 Sujarno, Seni pertunjukan Tradisional Nilai, Fungsi dan Tantangannya,
Yogyakarta, 2003, hal 47 3 Ibid., hal 47
40
Setelah masuknya Hindhu, kemudian di ikuti dengan masuknya agama
Islam yang sampai sekarang masih tetap melekat pengaruhnya dalam seni
pertunjukan. Dalam perkembangannya seni pertunjukan tradisional tidak bisa
keluar dari pijakannya terhadap aturan-aturan tradisi yang berlaku.
Soedarsono mengelompokkan seni pertunjukan menjadi fungsi- fungsi
primer dan fungsi- fungsi sekunder. Pada setiap lingkungan masyarakat baik itu
dalam setiap kelompok etnis tertentu memiliki fungsi primer dan sekunder yang
berbeda. Namun demikian secara garis besar seni pertunjukan memiliki fungsi
primer yaitu sebagai sarana ritual, sebagai sarana hiburan pribadi dan sebagai
sarana presentasi estetis.4
Di lingkungan masyarakat Indonesia yang masih sangat kental nilai-nilai kehidupan agrarisnya, seni pertunjukannya memiliki fungsi ritual yang sangat banyak. Fungsi-fungsi ritual itu bukan saja berkenaan dengan peristiwa daur hidup yang dianggap penting seperti misalnya kelahiran, potong gigi, potong rambut yang pertama, turun tanah, khitan, pernikahan, serta kematian, berbagai kegiatan yang dianggap penting juga memerlukan seni pertunjukan seperti misalnya berburu, menanam padi, panen, bahkan sampai pula persiapan untuk perang. Pada pertunjukan untuk kepentingan ritual ini penikmatnya adalah para penguasa dunia atas serta bawah, sedangkan manusia sendiri lebih mementingkan tujuan dari upacara itu dari pada menikmati bentuknya. Seni pertunjukan semacam ini bukan disajikan bagi manusia akan tetapi harus dilibati (Art of participation)5
Selanjutnya dikatakan fungsi sekunder apabila seni pertunjukan tersebut
bukan sekedar untuk dinikmati, tetapi untuk kepentingan lain, seperti untuk
solidaritas kelompok, sebagai pembangkit rasa solidaritas bangsa, sebagai media
4 Ibid., hal 57 5 Ibid.
41
komunikasi massa, sebagai media propaganda agama, sebagai media propaganda
politik dan sebagainya.6
Seni pertunjukan sebagai hasil kebudayaan yang sarat akan makna dan
nilai, seringkali diwujudkan dalam bentuk simbol-simbol dalam penyampaiannya.
Pernyataan akan menjadi lebih mendalam jika disampaikan dalam bentuk
perlambang atau simbol.7 Seni merupakan salah satu aktivitas yang dalam
pengungkapannya penuh dengan tindakan-tindakan simbolis.8 Ada makna yang
tersembunyi di balik simbol-simbol tersebut yang ingin disampaikan kepada
penonton. Seni pertunjukan sebagai proses simbolis dari tindakan-tindakan
manusia dalam lingkungan masyarakatnya.
Kehadiran seni pertunjukan tradisional tidak lepas dari beberapa aspek
yang dapat dilihat secara terperinci antara lain: gerakannya, iringan, tempat, pola
lantai, waktu, tata pakaian, rias, dan properti.9 Namun demikian yang penting
dalam mempertontonkan seni pertunjukan adalah bagaimana kesenian tersebut
dapat memberikan suatu pesan atau nilai tertentu kepada para penontonnya.
Seni pertunjukan Topeng Ireng yang ada di wilayah Magelang pada
umumnya dan di lingkungan Bojong pada khususnya memiliki fungsi primer dan
fungsi sekunder yaitu sebagai tontonan, tuntunan dan tatanan. Sehingga seni
pertunjukan Topeng Ireng harus dipertahankan keberadaanya sebagai sarana
pendidikan bagi masyarakat yang dapat mempengaruhi perkembangan dan
pertumbuhan jiwa seninya.
6 Taufik Rahzen, Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia (MPSI), Bandung, 1999, hal 167-169
7 Suwaji Bustami, Seni Dan Budaya Jawa, IKIP Semarang Press, 1992, hal 52
8 Ibid., hal 89 9 Sumandiyo Hadi, Sosiologi Tari, Pustaka, Yogyakarta, 2005, hal 23-24
42
B. Seni Pertunjukan Topeng Ireng Sebagai Tontonan
Seni pertunjukan seperti Topeng Ireng sebagai sarana hiburan biasanya
dalam pertunjukan begitu lepas atau tidak dikaitkan dengan pelaksanaan upacara
ritual. Pertunjukan ini diselenggarakan untuk memperingati peristiwa atau sebagai
sarana hiburan dalam suatu keperluan seperti hajatan perkawinan dan sunatan.
Namun demikian pemilihan lagu dalam pertunjukan Topeng Ireng disesuaikan
dengan peristiwa yang diperingati. Hal ini karena seni pertunjukan Topeng Ireng
sangat fleksibel atau bisa dikatakan dinamis.
Jenis gerakan yang diungkapkan dalam seni pertunjukan Topeng Ireng
adalah gerakan yang dimiliki setiap orang dan biasanya gerakan-gerakan tersebut
menarik dan menyenangkan. Tarian seni pertunjukan Topeng Ireng diambil dari
pengalaman sehari-hari dan menggunakan gerakan tari yang dimiliki semua
orang, sehingga penonton ikut merasakan emosinya.
Sejak diresmikan pada tanggal 15 Agustus 1988 di lingkungan Bojong,
seni pertunjukan Topeng Ireng digunakan sebagai sarana hiburan bagi masyarakat
Bojong pada khususnya dan luar lingkungan Bojong pada umumnya.10 Seni
pertunjukan Topeng Ireng seringkali dipentaskan untuk memeriahkan suasana,
menjalin keakraban antar warga, untuk mengungkapkan rasa gembira,
mengungkapkan rasa syukur kepada Tuhan.
10 Wawancara dengan bapak Ngasijan, Mantan Ketua Kesenian Topeng
Ireng Bojong, tanggal 31 Juli 2008 di Bojong
43
Ungkapan rasa kegembiraan, seni pertunjukan Topeng Ireng sering di
pentaskan pada bulan Agustus untuk memperingati hari kemerdekaan. Salah satu
syair yang dinyanyikan pada saat perayaan 17 Agustus terdapat pada lagu
Memperingati Hari Kemerdekaan, lagu untuk memperingati hari kemerdekaan
berbunyi sebagai berikut:
Marilah kita peringati bersama Hari bahagia, lahirnya Negara kita Tujuh belas delapan tahun empat lima Lepas dari penjajah angkara murka Sebagai lambing Negara kita Burung garuda yang sedang kembang sayapnya Perisai di dada mencengkram pita Yang bertuliskan bheneka tunggal ika Sang dwi warna berkibar selama-lamanya Negara merdeka berdasar pancasila Wajib kita mengisi bersama Giat membangun adil, makmur, dan sentosa Marilah kita perlu memperingati Hari proklamasi Negara republic Indonesia Tujuh belas Agustus empat lima hari suci Kita pertahankan sampai mati Negara pembangunan perlu diisi Muda mudi aja nganti keri Aja lali dadi aseptor KB lestari11 Seni pertunjukan Topeng Ireng merupakan hiburan yang paling digemari
oleh masyarakat Bojong. Bila ada pementasan Topeng Ireng dapat dipastikan
hampir seluruh warga Bojong tumpah ruah dilokasi pertunjukan. Mereka betul-
betul menyukai dan menikmati hiburan yang disuguhkan oleh penampilan seni
11 Catatan lagu-lagu Topeng Ireng, Kelompok Seni Pertunjukan Topeng
Ireng, Bojong, unpublished
44
pertunjukan Topeng Ireng. Bahkan masyarakat diluar Bojong pun menyukai
keberadaan seni pertunjukan Topeng Ireng. Hal ini disebabkan karena seni
pertunjukan Topeng Ireng tidak membatasi permintaan atau panggilan dari si
penanggap.
Apalagi seni pertunjukan Topeng Ireng sering mengikuti berbagai festival
kesenian rakyat yang diadakan pemerintah daerah Magelang serta menjadi bagian
dari komunitas Lima Gunung yang dapat dijadikan sebagai promosi seni
pertunjukan Topeng Ireng Bojong. Sehingga seni pertunjukan topeng Ireng
semakin dikenal dan menjadi tontonan rakyat.
Pada upacara rasa syukur atas panen yang melimpah, upacara perkawinan
maupun hajatan untuk memeriahkan kemerdekaan, seni pertunjukan Topeng Ireng
sering dipentaskan. Masyarakat tidak takut mengeluarkan banyak uang untuk
menanggap seni pertunjukan Topeng Ireng. Dengan menanggap seni pertunjukan
topeng Ireng akan memberikan kesenangan bagi banyak orang, bukan hanya si
penanggap saja. Kegembiraan bersama menjadi tujuan utama dari menanggap seni
pertunjukan Topeng Ireng.
Sifat seni pertunjukan Topeng Ireng yang dijadikan sebagai sarana hiburan
rakyat sering kali mempunyai dampak negatif. Pada saat pementasan kadang
dijadikan sebagai arena perjudian, arena mabuk-mabukan, bahkan terjadi
perkelahian antar penonton. Melihat kondisi tersebut, bila dilihat dari fungsi seni
pertunjukan sebagai sarana hiburan memang tidak sepenuhnya salah. Pada
dasarnya penonton melihat seni pertunjukan Topeng Ireng untuk mencari hiburan
dan mencari kesenangan,
45
Dampak negatif seperti perjudian dan perkelahian antar penonton dapat
ditekan dengan keamanan yang memadai. Sehingga tidak mempengaruhi fungsi
seni pertunjukan sebagai tontonan hiburan rakyat.
C. Seni Pertunjukan Topeng Ireng Sebagai Tuntunan
Salah satu fungsi dari seni pertunjukan tradisional yang tidak kalah
pentingnya adalah berfungsi sebagai media pendidikan atau sebagai tuntunan bagi
para penonton yang menikmatinya.12 Didalam setiap pementasan seni pertunjukan
tradisional, pendidikan atau tuntunan menjadi sesuatu yang ingin disampaikan
seniman kepada penontonnya.
Dalam sejarah munculnya seni pertunjukan di Indonesia, seni diciptakan
salah satunya berdasarkan aspek religius untuk menjalankan unsur-unsur agama
dan kepercayaan kepada Tuhan bagi para penganutnya. Sehingga dalam
memahami seni pertunjukan perlu penghayatan dalam setiap penampilannya.
Bila ditinjau lebih lanjut, seni pertunjukan Topeng Ireng dipergunakan
bukan hanya semata-mata untuk hiburan saja tetapi di dalamnya terkandung
maksud yang hendak disampaikan si penanggap. Maksud si penanggap diutarakan
melalui untaian kata-kata yang diselipkan diantara syair-syair yang dinyanyikan
oleh bawa. Selain itu seni pertunjukan Topeng Ireng memang mempunyai tujuan
untuk membangun masyarakat yang beragama dan taat pada perintah Tuhan.
12 Sumandiyo Hadi, Sosiologi Tari, Pustaka, Yogyakarta, 2005, hal 51
46
Meskipun seni pertunjukan Topeng Ireng merupakan kesenian yang
sederhana, tariannya merupakan sumber inspirasi, banyak memberikan contoh-
contoh perilaku manusia yang bisa dikembangkan sampai ke tingkat tinggi. Bila
penonton mau menghayati dan mendalami isi syair maupun yang disampaikan
lewat gerak taiannya akan mendapat perubahan yang lebih baik.
Seperti pada lagu- lagu yang mengajak para penonton untuk masuk agama
Islam, mematuhi perintah dan larangan Allah, mengakui Nabi Muhammad sebagai
utusan Allah serta pujian-pujian yang menggunakan kebesaran Illahi. Syair
tersebut dapat didengarkan pada babak Rodhat dalam lagu Ayo Para kanca yang
berbunyi sebagai berikut:
Ayo para sedulur islam sedaya Bebarengan ngormatono Maring Mi’rate Nabi junjungan Kita Nabi Muhammad kang mulya Ayo para kaum muslimin lan muslimat Serta pemudha fattayat pada giyata anggone menghormat Maring Mi’rate Nabi Muhammad Lamun urip ra gelem menghormat Mbesuk yen ono akhirat Bakal keparingan siksa lan laknat Geni neraka kang laknat Nanging sing pada gelem menghormati Mbesuk yen tumekaning pati Diganjar swarga kang edi13 (Mari para saudara Islam semua/ bersama-sama menghormati/ terhadap Isra’miraj nabi junjungan kita/ nabi Muhammad yang mulia. Mari para kaum muslimin dan muslimat/ serta para pemuda giat untuk menghormat/ terhadap Isra’miraj Nabi Muhammad. Seandainya tidak mau menghormat/ nanti di akhirat/ akan mendapat siksa dan laknat. Tetapi yang mau menghormati/ pada saat ajal menjemput/ diberi pahala yang mulia).14
13 Catatan lagu-lagu Topeng Ireng, Kelompok Seni Pertunjukan Topeng
Ireng, Bojong, unpublished 14 Diterjemahkan dengan bahasa send iri oleh penulis
47
Dalam syair lagu tersebut, penonton diajak untuk menghormati hari
Isra’miraj hari besar umat Islam. Diharapkan dengan mendengar syair lagu
tersebut akan tergugah untuk selalu ingat kepada Allah sebagai Tuhan,
Muhammad sebagai Nabi utusan Allah. Kemudian pada babak kedua yaitu dalam
tarian montholan juga berbau Islami seperti pada lagu Pak Monol pada bait ke 1
dan ke 4 yaitu sebagai berikut:
Monggo para mriksa Sampun sami lena Anggenipun nindakaken Rukun Islam ingkang lima Rukun ingkang lima Iku kang luwih utama Sahadad, shalat, zakat Puasa, haji lamun bisa15 (mari para penonton/ jangan terlena/ untuk melaksanakan rukun Islam yang ada lima. Rukun ada lima/ itu yang lebih utama/ sahadad, sholat, zakat, puasa, haji kalau mampu.)16 Hal yang sama juga terdapat pada empat baris terakhir dari lagu pertama
yang dinyanyikan pada saat akan mulai pertunjukan topeng Ireng yaitu lagu atur
para kanca yang berbunyi sebagai berikut:
Nderek dawuhe Gusti Pangeran Sampun kasebut ing ndalem Qur’an Nabi Muhammad kang dados utusan Kautus deneng Pengeran17 (Ikut perintah Allah/ sudah disebutkan di dalam Al Qur’an/ Nabi Muhammad yang menjadi utusan/ diutus oleh Allah.)18
15 Catatan lagu-lagu Topeng Ireng, Kelompok Seni Pertunjukan Topeng
Ireng, Bojong, unpublished 16 Diterjemahkan dengan bahasa sendiri oleh penulis 17 Catatan lagu-lagu Topeng Ireng, Kelompok Seni Pertunjukan Topeng
Ireng, Bojong, unpublished 18 Diterjemahkan dengan bahasa sendiri oleh penulis
48
Pertunjukan yang diselenggarakan pada bulan Rajab sebagian besar dari
syair-syairnya bernafaskan agama Islam. Bulan Rajab adalan salah satu bulan
yang baik bagi pemeluk agama Islam sehingga nuansa islami menjadi lebih
bermakna. Syair lagu bulan rajab seperti pada bait ke 1 sampai bait ke 5 yang
berbunyi sebagai berikut:
Pada bulan rajab bulan yang besar sekali Itu kewajiban umat Islam untuk memperingati Karena waktu ini jatuh Mi;raj kanjeng Nabi Muhammad nabi waalihi salam Maka mari kita bersama memperingati Oleh kaum Islam pemuda dan pemudi Jika tidak hormat akan dapat gada besi Tetapi yang hormat diberi amal yang suci Sapa wong urip sing ora gelem meringati Maring Mi’rate Muhammad nabi kang suci Mbesuk sing wis mati dicemplungake aneng geni Kang aran neraka sak lawase ora mati Mula wektu iki aran hari Rajaban Kanggo meringati Mi’raj Nabi akhir zaman Nadyan rupo kewan kudu melu perayaan Supaya akhire bisa entuk kerahmatan Mula aja wegah nadyan katon susah payah Sebab angelingi tinimbang sholat ngibadah Iku wis klebi ibadahe Gusti Allah Gelem meringati Mi’raj Nabi kang indah19 (Siapa yang tidak mau memperingati/ terhadap Isra’miraj Nabi Muhammad yang suci/ besok yang meninggal dimasukan kedalam api/ yang disebut neraka selamanya tidak mati. Maka waktu ini disebut Rajaban/ untuk memp[eringatu Isra’miraj Nabi akhir zaman/ meskipun
19 Catatan lagu-lagu Topeng Ireng, Kelompok Seni Pertunjukan Topeng
Ireng, Bojong, unpublished
49
seperti binatang harus ikut perayaan/ supaya nantinya dapat kerahmatan. Maka jangan malas meskipun kelihatan susah payah/ sebab mengingat daripada beribadah sholat/ itu sudah termasuk ibadah terhadap Allah/ mau memperingati Isra’miraj Nabi yang indah) 20 Agama Islam menjadi tema utama yang ingin disampaikan dalam sajian
seni pertunjukan Topeng Ireng. 21 Masyarakat perlu diingatkan tentang pentingnya
menjalankan perintah dan larangan Tuhan melalui tontonan kesenian yang
member tuntunan. Sehingga orang-orang yang menonton seni pertunjukan Topeng
Ireng secara tidak langsung diingatkan kepada sang pencipta alam semesta.
Dengan syair-syair yang dinyanyikan seperti kita mendengarkan pujia-pujian di
Masjid sehingga orang akan simpatik dan dengan melihat gerakan-gerakan
tarianya orang akan senang karena dinamis.22
Tarian binatang atau animal dance yang ada dalam babak kewanan seni
pertunjukan Topeng Ireng membedakan perilaku manusia dan binatang dalam
kehidupan sehari-hari. Tarian tersebut dilakukan dengan gerakan meniru gerakan
binatang binatang tertentu yang sudah disebutkan dalam bab II.
Dalam babak kewanan mengajarkan kepada penonton untuk tidak
berperilaku seperti binatang yaitu dengan mencambuki untuk mengatur binatang
tersebut. Manusia merupakan mahluk yang derajadnya paling tingggi dibanding
dengan semua mahluk yang diciptakan Tuhan. Sehingga perlu adanya pembeda
dalam mengajar manusia dan binatang dalam kehidupan sehari-hari.
20 Diterjemahkan dengan bahasa sendiri oleh penulis 21 Wawancara dengan Bapak Mursanyoto, Ketua Seni Pertunjukan Topeng
Ireng dari Tahun 1993 sampai sekarang, tanggal 14 Agustus 2008 di Bojong 22 Wawancara dengan bapak Ngasijan, Mantan Ketua Kesenian Topeng
Ireng Bojong, tanggal 31 Juli 2008 di Bojong
50
D. Seni Pertunjukan Topeng Ireng Sebagai Tatanan
Di lingkungan masyarakat tradisional, terutama di pedesaan, nilai atau
norma-norma yang terkandung dalam seni pertunjukan bersifat egalitarian,
sebagaimana sikap kehidupan mereka yang suka bergotong royong antar individu.
Sifat gotong royong ini tampak dalam kehidupan seni pertunjukan Topeng Ireng
Bojong yang selalu mementingkan kebersamaan dalam berkesenian.
Salah satu wujud dari gotong royong masyarakat Bojong dalam
berkesenian diantaranya dengan mendirikan organisasi Topeng Ireng yang secara
khusus mengelola seni pertunjukan Topeng Ireng. Organisasi yang menjadi media
antar anggota kesenian Topeng Ireng serta menjadi wadah pemuda-pemuda
Bojong untuk melestarikan seni pertunjukan Topeng Ireng.
Keberadaan organisasi Topeng Ireng membawa dampak positif bagi
anggota kesenian dan warga Bojong. Hal ini dapat dilihat saat berlatih untuk
pengembangan seni pertunjukan Topeng Ireng. Disaat para anggota kesenian
ingin membuat kreasi tarian melalui musyawarah yang panjang, tidak dengan
begitu saja dilakukan.
Dari syair-syair yang dinyanyikan mencerminkan ketaatan kepada Tuhan
yang menciptakan alam serta isinya. Pada setiap babak dari seni pertunjukan
Topeng Ireng mempunyai tujuan-tujuan tertentu.23 Pada babak Rodhatan
mencerminkan kerjasama, pada babak monolan menunjukkan kehidupan sosial di
masyarakat, dan pada babak kewanan memperlihatkan keselarasan dengan alam.
23 Wawancara dengan Bapak Mursanyoto, Ketua Seni Pertunjukan Topeng
Ireng dari Tahun 1993 sampai sekarang, tanggal 14 Agustus 2008 di Bojong
51
Pementasan seni pertunjukan Topeng Ireng memberi muatan Islami
sehingga diharapkan dapat mengingatkan kesadaran keimanan mereka yang
melihat maupun pemain seni pertunjukan Topeng Ireng. Selain itu seni
pertunjukan Topeng Ireng sering dipentaskan dalam perayaan hari-hari besar umat
Islam. Sebelum pementasan pun selalu di buka dengan doa-doa Islami untuk
minta keselamatan pada Tuhan, agar dalam pelaksanaan tidak terjadi hal-hal yang
tidak diinginkan.
Kerjasama yang melibatkan orang banyak dengan berbagai macam
karakter anggotanya, telah menjadi ajang pendidikan dalam kebersamaan dan
kerukunan seni pertunjukan Topeng Ireng. Anggota seni pertunjukan Topeng
Ireng secara tidak langsung belajar kerukunan dalam kehidupan sehari-hari
melalui kegiatan berkesenian. Kebersamaan yang terlihat pada masyarakat Bojong
pada saat mengadakan suatu hajatan selalu dikerjakan beramai-ramai.
Kekompakan pemudanya bisa diandalkan pada setiap ada kegiatan masyarakat
maupun saat mengadakan pentas kesenian.
52
BAB IV
SENI PERTUNJUKAN TOPENG IRENG DAN KOMUNITAS LIMA GUNUNG 1988-2002
A. Keadaan Seni Pertunjukan Topeng Ireng Dari Tahun 1988-2000
Munculnya kesenian biasanya secara spontanitas menurut situasi dan
kondisi dalam suatu masyarakat.1 Sedangkan karya seni merupakan ungkapan
nilai dari seorang seniman setelah dia merenungkan suatu obyek. Renungan
seorang seniman yang mendalam terhadap suatu obyek dituangkan kedalam
bentuk yang hasilnya bisa diterima secara obyektif oleh penangkap karya seninya.
Setiap zaman mempunyai kesenian sendiri, dan kenyataan bahwa seni bisa
terus hidup untuk membuktikan adanya nilai dalam kesenian. Tujuan umum dari
seni adalah melakukan dan menyusun aktivitas dari pengalaman seseorang,
sehingga kesenian selalu beriringan dengan kehidupan manusia. Kesenian tercipta
tidak lebih sebagai perekat kehidupan bersama, karena mati hidupnya kesenian
tidak bisa dilepaskan dari komunitas pendukungnya.
Seperti dalam sejarah seni, sejarah seni pertunjukan mengalami perubahan
bentuk dan perasaan serta perbedaan kualitas dalam konsep manusia tentang seni
pada setiap periode. Perubahan-perubahan itu antara lain terletak pada sudut
pandang manusia dalam menyusun ide dan bukan sejarah tentang teknik dan
bentuknya.
1 Sujarno, Seni pertunjukan Tradisional Nilai, Fungsi dan Tantangannya,
Yogyakarta, 2003, hal 47
53
Seni pertunjukan dalam pengorganisasian bentuk bersifat natural dan
instingtif, dan bebas untuk berekspresi. Seni pertunjukan memberi impresi yang
kuat sehingga mudah dipahami dan ditarikan oleh setiap generasi yang harus
mempelajarinya untuk meneruskan nilai-nilai dalam seni pertunjukan tersebut.
Setiap kesenian yang diciptakan seniman yang dicari adalah esensi,
kualitas, dan emosi yang baru dari kesenian yang telah berkali-kali dilakukan oleh
seniman lain. Sebuah kreasi baru seni pertunjukan merupakan pengembangan dari
kesenian sebelumnya yang pernah ada.
Sebuah karya seni yang baru biasanya selalu unik, segar, dan belum
dikenal manusia sebelumnya, karena seorang seniman selalu berusaha
menghadirkan yang lebih baik dari yang sebelumnya ada. Adanya kreativitas dari
para seniman menjadikan seni selalu berkembang dan berubah sejalan dengan
perkembangan peradaban manusia. Perubahan kebutuhan-kebutuhan hidup,
perubahan nilai-nilai yang dianut, memberi pengaruh pula pada kembang surutnya
berbagai cabang kesenian. 2
Seni Pertunjukan Topeng Ireng merupakan kesenian yang unik karena
memadukan unsur-unsur beladiri, olahraga, keragaman binatang dan nilai
religiusitas.3 Keadaan masyarakat yang kebanyakan beragama Islam telah
menghadirkan sebuah seni pertunjukan yang bernuansa Islami dengan kreasi yang
tergolong baru pada tahun 1988 sampai dekade 90-an.
2 Edi Sedyawati dan Sapardi Djoko Damono, Seni Dalam Masyarakat
Indonesia, Gramedia, Jakarta, 1983, hal ix 3 Wawancara dengan bapak Sahir, tetua seni pertunjukan Topeng Ireng
Bojong, tanggal 15 Agustus 2008 di Bojong
54
Seni pertunjukan Topeng Ireng berkembang dengan pesat karena didukung
oleh masyarakat yang mencintai seni budaya tradisional. Perkembangan ini diikuti
dengan munculnya berbagai kelompok-kelompok seni pertunjukan Topeng Ireng
di Magelang dan sekitarnya. Kemunculan kelompok-kelompok seni pertunjukan
Topeng Ireng membawa dampak positif bagi berkembangnya seni budaya
masyarakat yang ada di Magelang dan sekitarnya.
Semakin banyak dan berkembang kelompok-kelompok seni pertunjukan
Topeng Ireng, membuat seni pertunjukan Topeng Ireng Bojong memoles diri
untuk menjadi lebih baik. Usaha ini tidak sia-sia, terbukti pada acara lomba se
kecamatan Mungkid kelompok ini menjadi juara I dan menjadi 10 besar se
kabupaten Magelang. 4
Perkembangan seni pertunjukan Topeng Ireng tidak lepas dari orisinalitas
kesenian tersebut yang merupakan produk budaya masyarakat pedesaan yang
mempunyai nilai-nilai keagamaan. Selain nilai keagamaan, seni pertunjukan
Topeng Ireng mempunyai ciri yang berbeda dengan seni pertujukan sejenisnya
seperti jatilan dan kubro siswo.
Seni pertunjukan Topeng Ireng menjadi kebanggaan masyarakat Bojong
dan warga Magelang pada umumnya.5 Dengan begitu seni pertunjukan Topeng
Ireng tidak akan mati karena dicintai oleh banyak orang. Hal ini terlihat dalam
setiap diadakan tontonan seni pertunjukan Topeng Ireng selalu ramai penonton.
4 Wawancara dengan bapak Ngasijan, Mantan Ketua Kesenian Topeng
Ireng Bojong, tanggal 31 Juli 2008 di Bojong 5 Wawancara dengan bapak Jani, pemain seni pertunjukan Topeng Ireng
Bojong, tanggal 20 September 2008 di Bojong
55
Seni pertunjukan Topeng Ireng membutuhkan regenerasi untuk
kelangsungan hidupnya. Tanpa adanya regenerasi, kesenian tersebut akan mati
dan dilupakan, sehingga perlu adanya pergantian pemain. Pergantian pemain
dilakukan karena pemain yang terdahulu sudah tidak bisa mengurusi kesenian,
mereka diantaranya sudah berkeluarga dan bekerja yang tidak bisa berkesenian
lagi.6
Pada seni pertunjukan Topeng Ireng Bojong dalam pergantian pemain
tidak dilakukan secara bersamaan, tetapi dengan cara tambal sulam, ya itu jika ada
seorang pemain yang sudah tidak bermain lagi digantikan dengan orang baru,
kondisi seperti ini sebenarnya menyulitkan untuk penyeragaman usia dan tinggi
badan pemain.
Dalam perjalananya remaja-remaja yang menggantikan pemain yang lama
kurang memahami esensi seni pertunjukan Topeng Ireng. Mereka hanya
menirukan setiap gerakan yang sudah ada dari pendahulunya dan mengkreasikan
dengan yang lebih baru. Namun demikian tidak mengurangi estetis dari seni
pertunjukan Topeng Ireng.
Seni pertunjukan Topeng Ireng meskipun tetap mempertahankan nilai-nilai
tradisionalnya telah mengalami perubahan dalam hal penampilannya. Pergantian
generasi telah mengikis sedikit demi sedikit nilai-nilai yang terkandung dalam
kesenian tersebut. Pengetahuan generasi penerus ini kurang memaknai apa yang
menjadi tujuan dari seni pertunjukan Topeng Ireng.
6 Wawancara dengan bapak Rimbang, pemain seni pertunjukan Topeng Ireng Bojong, tanggal 13 Agustus 2008 di Bojong
56
Adanya minat dari remaja-remaja sebenarnya sangat bagus untuk
meneruskan seni budaya yang dimiliki, namun karena mereka hanya menirukan
secara mentah tidak memaknai seni pertunjukan Topeng Ireng sebagai sarana
tontonan, tuntunan dan tatanan kepada masyarakat pendukungnya.7 Sehingga
perlu pengajaran untuk pemain yang menggantikannya.
Seiring dengan perjalanan waktu dan perubahan kebutuhan masyarakat
akan hiburan yang modern dan lebih mengunggulkan kepraktisan telah menggeser
seni tradisional. Seni tradisional sedikit demi sedikit mulai kehilangan nilai-nilai
tradisinya karena terpengaruh perkembangan zaman.
Perkembangan pariwisata Indonesia membawa dampak terhadap nilai-nilai
tradisi yang dipertahankan. Banyak yang mulai mengunggulkan keindahannya
saja tanpa memperdulikan esensi yang terkandung dalam budaya dan tradisi
masyarakat.
Seni pertunjukan yang disajikan untuk kepentingan pariwisata dalam
penggarapannya mengalami proses akulturasi. Akulturasi ini terjadi antara selera
estetis seniman setempat dengan selera wisatawan. 8 Bentuk seni pertunjukan ini
pada dasarnya masih mengacu pada kesenian tradisional, namun nilai-nilai
tradisionalnya mulai ditinggalkan. Sehingga seni pertunjukan hanya sebagai
tontonan belaka dengan pengemasan komersil.
7 Wawancara dengan bapak Ngasijan, Mantan Ketua Kesenian Topeng
Ireng Bojong, tanggal 31 Juli 2008 di Bojong 8 Soedarsono, Seni Pertunjukan Indonesia Di Era Globalisasi, Direktorat
Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Jakarta, 1999, hal 119
57
Hal ini yang terjadi pada sebagian besar seni pertunjukan di Indonesia
yang lebih mementingkan unsur pariwisata dari pada nilai-nilai sakral dan
simbolis. Seni pertunjukan dijadikan sebagai komoditas untuk mencari
keuntungan sebagai dampak dari kebutuhan ekonomi masyarakat. Baik sadar
maupun tidak pemerintah juga menjadi pendukung hilangnya fungsi asli seni
pertunjukan tradisional yang dimiliki bangsa ini. Komersialisasi kesenian telah
mempengaruhi seni pertunjukan Topeng Ireng sebagai produk budaya masyarakat.
Keberadaan candi Borobudur yang menjadi daerah wisata dunia turut
memdukung seni pertunjukan Topeng Ireng untuk kepentingan pariwisata budaya
tradisional.9 Masyarakat sebagai pendukung seni pertunjukan Topeng Ireng pun
hanya sebagai penonton saja tanpa memahami nilai-nilai tradisionalnya.
Kehadiran seni pertunjukan Topeng Ireng sebagai komoditi pariwisata
berdampak positif maupun negatif. Disatu sisi memberi keuntungan finansial bagi
pengelola kesenian dan pariwisata itu sendiri. Seni pertunjukan Topeng Ireng bisa
lebih dikenal masyarakat luas baik dalam negeri maupun luar negeri. Disisi lain
kemerosotan nilai dan fungsi semakin terlupakan secara perlahan- lahan.
Perkembangan waktu telah mengubah seni pertunjukan Topeng Ireng dari
penggunaan kostum yang sangat sederhana dan cenderung apa adanya sedikit
demi sedikit berubah. Penggunaan pakaian yang awalnya menggunakan daun
kelapa muda sebagai kostum diganti dengan kostum yang warna-warni menjadi
daya tarik bagi penonton baik masyarakat maupun wisatawan. Sehingga seni
pertunjukan Topeng Ireng tidak monoton dalam berpenampilan untuk
menyuguhkan tontonan yang mempunyai nilai estetis.
9 Wawancara dengan bapak Darmo, pemain seni pertunjukan Topeng Ireng Bojong, tanggal 15 September 2008 di Bojong
58
Pasang surutnya suatu kesenian merupakan hal yang wajar di tengah-
tengah masyarakat pendukungnya. Banyak hal yang mempengaruhi pasang
surutnya kesenian, diantaranya adalah pengaruh sosial, ekonomi dan politik yang
terjadi pada suatu daerah maupun negara.
Krisis moneter yang melanda Indonesia turut mempengaruhi
perkembangan seni pertunjukan Topeng Ireng. Disaat masyarakat kesulitan
ekonomi dan kondisi politik yang tidak stabil, seni pertunjukan pun menjadi
kebutuhan yang kesekian. Kondisi ini secara tidak langsung mempengaruhi seni
pertunjukan Topeng Ireng Bojong yang merupakan seni tradisi.
Namun demikian seni pertunjukan Topeng Ireng tetap bertahan untuk
kelangsungan kehidupan seni budaya yang dimiliki masyarakat Bojong. Pada
saat-saat tertentu seni pertunjukan Topeng Ireng dimainkan dengan dana dari
swadaya masyarakat hanya untuk menghibur masyarakat untuk memberikan
kebahagiaan bersama.
Pada umumnya kesenian agraris tradisional yang berada di desa lereng-
lereng gunung bisa bertahan hidup, hal ini disebabkan karena kesenian itu
dibangun dengan kekuatan swadaya ekonomi pertanian yang berlangsung secara
turun temurun. 10 Kemandirian inilah yang membuat seni pertunjukan Topeng
Ireng bisa hidup di tengah-tengah masyarakat yang dalam kondisi krisis moneter
tetapi tetap mendapat perharian dari masyarakat pendukungnya.
10 Slamet Wibowo, Budaya Lima Gunung Belum Tergantung Trias
Politika, Komunitas Lima Gunung, Magelang 2007, hal 164
59
Pada dasarnya seni pertunjukan Topeng Ireng tidak terpengaruh dengan
kondisi bangsa yang mengalami krisis, hanya saja masyarakat yang lebih
mementingkan kebutuhan ekonomi daripada untuk menanggap kesenian rakyat.11
Dengan semakin memburuknya ekonomi masyarakat, seni pertujukan Topeng
Ireng tetap hidup dan dipertahankan keberadaannya sampai sekarang.
Tanpa campur tangan pemerintah dalam pengelolaan seni pertunjukan
Topeng Ireng tetap bisa menghidupi dirinya sendiri. 12 Selama seniman-seniman
masih mau berkarya untuk mengembangkan seni budaya tradisional yang dimiliki
akan terus hidup dan berkembang.
B. Keadaan Seni Pertunjukan Topeng Ireng Dari Tahun 2000-2002
Sebagai dampak dari keprihatinan terhadap mulai memudarnya nilai-nilai
tradisional seni pertunjukan, seniman-seniman yang tergabung dalam komunitas
Lima Gunung mulai mengangkat nilai tradisi yang terkandung dalam seni
pertunjukan tradisional. Mengembalikan fungsi seni pertunjukan pada fungsi awal
yang memberi pendidikan bagi masyarakat, bukan hanya sekedar tontonan saja.
Komunitas Lima Gunung adalah komunitas seniman-seniman baik
seniman kesenian tradisional maupun seniman kontemporer yang berada di sekitar
lima gunung di kabupaten Magelang. Komunitas lima gunung didirikan oleh para
seniman yang berkeinginan untuk melestarikan kesenian yang ada di sekitar
11 Wawancara dengan Bapak Mursanyoto, Ketua Seni Pertunjukan Topeng
Ireng dari Tahun 1993 sampai sekarang, tanggal 14 Agustus 2008 di Bojong 12 Wawancara dengan bapak Ngasijan, Mantan Ketua Kesenian Topeng
Ireng Bojong, tanggal 31 Juli 2008 di Bojong
60
mereka. Kelompok ini diprakarsai oleh beberapa orang seniman misalnya
Sutanto, Sitras Anjalin, dan beberapa orang lainnya.
Bagi komunitas Lima Gunung, pemerintah dianggap melakukan legitimasi
terhadap kebudayaan.
Negara bertindak seperti kraton-kraton pada masyarakat agraris feodal di mana, misalnya tari bedaya dianggap produk kebudayaan tinggi, sementara ketoprak, sundal atau teater rakyat lainnya dianggap produk kebudayaan rendah. 13 Negara bisa dikatakan hanya menghitung seni budaya masyarakat pada
nilai guna, bukan sebagai sumber nilai-nilai yang menjadikan bangsa Indonesia
mempunyai identitas yang mendorong bangsa ini untuk menuju peradaban dan
martabat yang lebih tinggi. 14
Ketika kota menjadi simbol modernisasi, kemajuan ekonomi dan puncak-
puncak peradaban sejarah kemanusiaan, komunitas Studio Mendut di bawah
kawalan penggiat kebudayaan Sutanto justru melihat sebaliknya.15 Bagi
komunitas Lima Gunung, pusat-pusat kebudayaan masyarakat adalah di pedesaan
atau di sekitar gunung-gunung.
Dalam kadar tertentu komunitas lima gunung merupakan sebuah perlawanan terhadap seni urban kontemporer yang menunjukkan superioritasnya dengan membanjirnya budaya pop, sinetron, musik rock, tanpa memberi ruang publik untuk kehadiran musik komunitas lokal hanya karena kalah seleksi.16
13 Indra Tranggono, Budaya Lima Gunung Belum Tergantung Trias
Politika, Komunitas Lima Gunung, Magelang 2007, hal 20 14 Ibid., hal 21 15 Hadi Supeno, Budaya Lima Gunung Belum Tergantung Trias Politika,
Komunitas Lima Gunung, Magelang 2007, hal 23 16 Ibid, hal 30
61
Perlawanan ini dilakukan untuk menunjukan eksistensi kesenian rakyat
yang terpinggirkan oleh pengaruh globalisasi. Dimana masyarakat sudah mulai
meninggalkan budaya tradisional dan beralih ke budaya modern.
Secara material, dalam komunitas Lima gunung tidak ada yang bisa
diharapkan dari kegiatan berkesenian yang mereka lakukan. Namun mereka tetap
berkesenian karena bukanlah hidup dari kesenian tetapi hidup untuk berkesenian.
Mereka berkesenian dengan cara mencintai kesenian yang memberikan
keharmonisan dalam kehidupan.
Kehadiran komunitas Lima Gunung yang sudah berlangsung lama telah
menghadirkan festival Lima Gunung yang diawali pada tahun 2000 dan mulai
dilaksanakan untuk pertama kalinya pada tahun 2001, dengan mengambil lokasi di
dusun Warangan, kecamatan Pakis. Festifal Lima Gunung diadakan untuk
menampilkan seni pertunjukan yang ada disekitar Magelang untuk mengangkat
nilai-nilai tradisi seperti awal diciptakannya, diantaranya seni pertunjukan topeng
Ireng, jathilan, kubro siswo dan lain- lain.
Aktivitas komunitas Lima Gunung dilakukan bukan hanya di satu tempat,
tetapi dilakukan diberbagai tempat seperti lereng Merapi, Merbabu, Andong,
Menorah, dan Sumbing. Dengan berpindah-pindahnya aktivitas komunitas Lima
Gunung semakin memperetat hubungan seniman-seniman gunung yang ada di
kabupaten Magelang.
62
Dalam hal kedisiplinan, seniman gunung tidak kalah dengan komunitas
lain, mereka selalu on time. Jarang sekali seniman lima gunung terlambat dalam
pementasan meskipun hanya dua menit. Kebanyakan dari seniman-seniman
gunung hanya lulusan SD, SMP. Kedisiplinan seniman gunung melebihi dewan
kesenian Jawa tengah. 17
Dalam acara Festival Lima Gunung disaksikan ribuan masyarakat yang
menjadi saksi bahwa harmoni bisa dibangun dari tradisi kesenian warga gunung
yang jauh dari peradaban kota. Masyarakat desa gunung memahami aspek
keberagaman sebagai bagian dari proses kebudayaan dan kemanusiaan sehingga
dengan media kesenian semua persoalan pelik mudah cair.
Kehadiran Festival Lima Gunung membawa perubahan terhadap
kesenian-kesenian tradisiona l yang ada di sekitar Magelang. Perubahan untuk
mengembalikan fungsi dan nilai dari kesenian-kesenian tradisional ke bentuk awal
yang salah satunya adalah seni pertunjukan topeng Ireng.
Seni pertunjukan Topeng Ireng Bojong sebagai bagian dari komunitas
Lima Gunung dan ikut dari awal diadakannya Festival Lima Gunung menjadi
terangkat dan dikenal masyarakat semakin luas di luar Magelang. Sehingga
keberadaan seni pertunjukan Topeng Ireng Bojong diakui keberadaannya.
Kelompok seni pertunjukan Topeng Ireng Bojong menjadi wakil dari
pegunungan Menoreh dalam Festival Lima Gunung. Keikutsertaan ini merupakan
tantangan yang berat untuk ikut serta mengembangkan seni budaya tradisional.
17 Wawancara dengan Bapak Sutanto, pemilik Studio Mendut dan pemprakarsa Festival Lima Gunung, tanggal 27 Agustus 2008
63
Bapak Mursanyoto sebagai ketua seni pertunjukan Topeng Ireng selalu menjaga
dan membina pemuda-pemuda Bojong untuk terus berkesenian. 18
Dengan menjadi bagian dari Festival Lima gunung, seni pertunjukan
topeng Ireng Bojong tidak merasa minder ditengah modernisasi yang lebih
mengunggulkan budaya metropolitan, yang hanya menyuguhkan kenikmatan yang
serba instan. Mereka menjadi bangga karena secara tidak langsung menjadi
penyangga seni tradisi yang merupakan produk budaya yang luhur dan perlu
untuk dipertahankan sebagai identitas bangsa.
Rasa bangga ini tidak berlebihan meskipun pemerintah tidak
memperhatikan, tetapi banyak orang yang mengakui keberadaannya. New York
Time pada tanggal 22 juli 2003, dan media luar negeri pernah beberapa kali
mengulas seni pertunjukan yang tergabung dalam komunitas Lima gunung yang
diantaranya menyebutkan seni pertunjukan topeng Ireng. Sehingga masyarakat
pembaca di Amerika pun tahu bahwa ada seni pertunjukan topeng Ireng di
Indonesia.
Tantangan ke depan bagi seni pertunjukan Topeng Ireng adalah tetap
mempertahankan nilai-nilai dan fungsi- fungsi seni pertunjukan yang tetap dicintai
oleh masyarakat. Kesenian sebagai bagian dari kebudayaan harus dipertahankan
untuk menjaga nilai-nilai tradaisonal dan kearifan lokal masyarakat sebagai
pendukungnya. Sekaligus juga menjalankan roda organisasi Topeng Ireng bagi
masyarakat di lingkungan Bojong.
18 Wawancara dengan Bapak Mursanyoto, Ketua Seni Pertunjukan
Topeng Ireng dari Tahun 1993 sampai sekarang, tanggal 14 Agustus 2008 di Bojong
64
Seni pertunjukan topeng Ireng Bojong dalam wadah organisasi Topeng
Ireng semakin mempererat pemuda-pemuda dan antar warga Bojong. Dalam
kehidupan sehari-hari mereka dapat dengan mudah digerakkan untuk gotong-
royong di lingkungan Bojong karena mereka sudah terbiasa dengan berkumpul
bersama lewat wadah organisasi Topeng Ireng.
Seni pertunjukan Topeng Ireng semakin berkembang bersama warga
lingkungan Bojong sebagai pendukungnya. Tumbuhnya nilai-nilai tradisi telah
dibangun secara kontinyu oleh seluruh pemuda dan anggota masyarakat melalui
organisasi topeng Ireng.
Anggota seni pertunjukan Topeng Ireng pada tahun 1988 yang menjadi
awal pendirian seni pertunjukan Topeng Ireng berjumlah lebih kurang 80 orang.
Pada saat penelitian ini dilakukan, jumlah anggotanya lebih kurang 150 orang.
termasuk remaja-remaja baru yang menggantikan pemain lama. 19 Meskipun
terjadi pasang surut dalam berkesenian tetapi jumlah anggota tetap ada dan
bahkan semakin banyak. Hal ini karena masyarakat di lingkungan Bojong sadar
akan nilai-nilai budaya tradisional yang harus dipertahankan.
19 Wawancara dengan bapak Ngasijan, tanggal 20 Oktober 2008 di
Bojong, Jumlah ini sebenarnya hanya berdasarkan ingatan bapak Neasijan, karena administrasi keanggotaan Seni Pertunjukan Topeng Ireng ini tidak tercatat dengan baik.
65
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Sudah sejak tahun 1960 masyarakat Mendut mengenal seni pertunjukan
tradisional. Pada tahun itu di Mendut sudah ada seni pertunjukan Kubro Siswo
dan Jathilan. Dalam perkembangan selanjutnya pada tahun 1988 muncul seni
pertunjukan Topeng Ireng di lingkungan Bojong, kelurahan Mendut.
Seni pertunjukan Topeng Ireng merupakan kesenian yang dikembangkan
oleh masyarakat Bojong dari desa Tuksongo dengan nama Topeng Kawedar.
Dengan bantuan pelatih dari desa Tuksongo, pemuda-pemuda Bojong mempunyai
kesenian baru dengan nama seni pertunjukan Topeng Ireng.
Pada tahun 1990-an perkembangan seni pertunjukan Topeng Ireng sangat
pesat di kabupaten Magelang. Banyak bermunculan kelompok-kelompok seni
pertunjukan Topeng Ireng. Dengan banyaknya kelompok seni pertunjukan Topeng
Ireng menunjukkan bahwa masyarakat di kabupaten Magelang menggemari
kesenian tersebut.
Seni pertunjukan Topeng Ireng sebagai hiburan rakyat tidak sekedar
tontonan, tetapi mempunyai nilai-nilai tuntunan dan tatanan kepada masyarakat.
Nilai-nilai Islami sangat melekat pada seni pertunjukan Topeng Ireng. Hhal ini
bisa dilihat dari syair lagu yang dinyanyikan pada saat kesenian tersebut
dipertunjukan. Ajaran agama Islam sebagai pedoman hidup seni pertunjukan
Topeng Ireng yang disajikan kepada penonton.
66
Lingkungan Bojong mempunyai organisasi untuk membantu kelancaran
dalam menghidupi seni pertunjukan Topeng Ireng. Organisasi Topeng Ireng
Bojong perperan dalam mengorganisir dan memfasilitasi para anggota kesenian.
Fungsi organisasi Topeng Ireng tidak hanya pada kesenian, tetapi di luar kesenian
tetap berjalan. Dengan adanya organisasi Topeng Ireng menjadi salah satu untuk
menggerakkan para pemuda dalam pekerjaan sosial di lingkungan Bojong.
Perjalanan waktu telah mengubah Seni Pertunjukan Topeng Ireng yang
sederhana menjadi lebih menarik dalam penggunaan kostum maupun olah
gerakanya. Dengan perkembangan itu telah memunculkan diadakanya festival-
festival yang diadakan dinas pariwisata maupun pemerintah daerah.
Perkembangan pariwisata di Borobudur telah mengubah seni pertunjukan
Topeng Ireng untuk kepentingan wisatawan. Seni pertunjukan Topeng Ireng
dimanfaatkan untuk kepentingan pariwisata oleh pemerintah maupun dinas
pariwisata. Hal ini secara tidak langsung telah mengurangi nilai-nilai
tradisionalnya karena disajikan dengan lebih sederhana dan memperpendek durasi
permainan.
Keprihatinan ini dirasakan oleh Komunitas Lima Gunung yang merupakan
perkumpulan seniman-seniman yang ada di lereng- lereng gunung sekitar
Magelang. Keprihatinan ini diapresiasikan dalam acara Festival Lima Gunung
yang pertama kali diselenggarakan pada tahun 2001. Festival ini diadakan untuk
mengangkat nilai-nilai tradisi kesenian-kesenian yang ada di sekitar Magelang.
67
Dengan adanya Festival Lima Gunung, banyak kesenian-kesenian yang
kembali terangkat meskipun tanpa bantuan pemerintah. Seni pertunjukan Topeng
Ireng sebagai bagian dari komunitas Lima Gunung dan terlibat dalam festival
Lima Gunung semakin dikenal banyak orang, bahkan sampai ke luar negeri.
Seni pertunjukan Topeng Ireng menjadi kesenian yang mempunyai banyak
fungsi bagi masyarakat yaitu sebagai tontonan yang menghibur, tuntunan yang
mengajarkan kebaikan di dalam kehidupan, dan tatanan yang mengajarkan
keharmonisan hidup di dunia dan akhirat. Sehingga sampai sekarang seni
pertunjukan Topeng Ireng menjadi kesenian yang banyak penggemarnya.
B. Saran
Seni pertunjukan Topeng Ireng sebagai produk kebudayaan yang
mempunyai nilai-nilai tradisi harus dipertahankan dan dipelihara oleh masyarakat
sebagai pendukungnya. Dengan terus terpeliharanya tradisi akan membentuk
masyarakat yang yang mencintai budayanya sendiri.
Lingkungan Bojong sebagai salah satu yang mempunyai seni pertunjukan
Topeng Ireng harus terus menghidupi dan memelihara seni tradisi untuk mendid ik
masyarakat. Dengan nilai-nilai Islami yang selalu didengungkan setiap kesenian
dipertunjukan akan membentuk masyarakat yang baik.
DAFTAR PUSTAKA
Buku
Brown, Radcliff. 1980, Struktur Dan Fungsi Dalam Masyarakat Primitif, Dewan bahasa Dan Pustaka,Kuala Lumpur.
Dorothea Rosa, 2007, Budaya Lima Gunung Belum Tergantung Trias Politika, Komunitas Lima Gunung, Magelang.
Edi Sedyawati dan Sapardi Djoko Damono, 1983, Seni Dalam Masyarakat Indonesia, Gramedia, Jakarta.
Koentjaraningrat. 1958, Metode-metode Antropologi Dalam Penjelidikan-penjelidikan Masyarakat Dan Kebudayaan Di Indonesia Sebuah Ichtisar, Djakarta, Penerbit Universitas.
Nugroho Notosusanto. 1971, Norma-norma Pemikiran Dan Penulisan Sejarah, Idayu, Jakarta.
Soedarsono. 1986, Dampak Modernisasi Terhadap Seni Pertunjukan Jawa Di Pedesaan, Dalam makalah Seminar Kebudayaan Jawa 23-26 Januari 1986, Yogyakarta, Proyek Javanologi.
Soedarsono. 1999, Seni Pertunjukan Indonesia Di Era Globalisasi, Direktorat Jendral Pendidikan tinggi Departemen Pendidikan Dan Kebudayaan, Jakarta.
Sujarno. 2003, Seni Pertunjukan Tradisional, Nilai, Fungsi, Dan Tantangannya, Kementrian Dan Pariwisata Deputi Bidang Pelestarian Dan Pengembangan Kebudayaan, Balai Kajian Sejarah Kebudayaan Daerah Dan Nilai Tradisional Yogyakarta.
Sumandiyo Hadi. 2005, Sosiologi Tari, Pustaka, Yogyakarta.
Suwaji Bustomi. 1992, Seni Dan Budaya Jawa, IKIP Semarang Press.
Taufik Rahzen. 1999, Masyarakat Seni Pertunjukan Indonesia (MPSI), Bandung.
Timbul Haryono. 1999, “Sekilas tenteng Seni Pertunjukan Masa Jawa Kuno Refleksi Dari sumber-sumber Arkeologis”, Dalam Jawa Majalah Ilmiah Kebudayaan Sendra Tari Ramayana Di Kawasan Candi Prambanan Vol. I, Yogyakarta: Yayasan Studi Jawa.
Umar Kayam. 2000, Pertunjukan Rakyat Tradisional Jawa Dan Perubahan, Ketika Orang Jawa Nyeni, Galang Press, Yogyakarta.
Koran
Ilham Khoiri dan regina Rukmorini, “berkesenian Sejak Tahun 1030-an”, Kompas, Minggu, 24 Agustus 2008.
Wibesite
http://www.wisatanet.com/berita/berita_detail.php?kode=1&idnews=2734
Informan :
Nama : Bapak Mursanyoto. Pekerjaan : Kepala desa di desa Ngentak, kecamatan Mungkid, Magelang. Umur : 55 tahun. Alamat : Bojong II, kelurahan Mendut, kecamatan Mungkid, Magelang. Agama : Islam. Nama : Bapak Ngasijan. Pekerjaan : Kepala lingkungan Bojong I, kecamatan Mungkid, Magelang. Umur : 50 tahun. Alamat : Bojong I, kelurahan Mendut, kecamatan Mungkid, Magelang. Agama : Islam. Nama : Bapak Sahir. Pekerjaan : Dinas Purbakala Taman Wisata Candi Borobudur. Umur : 49 tahun. Alamat : Bojong II, kelurahan Mendut, kecamatan Mungkid, Magelang. Agama : Islam. Nama : Bapak Darmo. Pekerjaan : Makelar. Umur : 45 tahun. Alamat : Bojong I, kelurahan Mendut, kecamatan Mungkid, Magelang. Agama : Islam.
Nama : Bapak Rimbang. Pekerjaan : Pedagang Nasi Goreng. Umur : 45 tahun. Alamat : Bojong I, kelurahan Mendut, kecamatan Mungkid, Magelang. Agama : Islam. Nama : Bapak Mahmudi. Pekerjaan : Pedagang Nasi Goreng Umur : 30 tahun. Alamat : Bojong II, kelurahan Mendut, kecamatan Mungkid, Magelang. Agama : Islam. Nama : Bapak Sutanto. Pekerjaan : Seniman. Umur : 55 tahun. Alamat : Mendut III, kelurahan Mendut, kecamatan Mungkid, Magelang. Agama : Islam. Nama : Bapak Muhsaeroni. Pekerjaan : tani. Umur : 55 tahun. Alamat : Mendut III, kelurahan Mendut, kecamatan Mungkid, Magelang. Agama : Islam.