Download pdf - Sharifuddin Bin

Transcript
Page 1: Sharifuddin Bin

Iktiologi

SHARIFUDDIN BIN ANDY OMAR

FAKULTAS ILMU KELAUTAN DAN PERIKANANUNIVERSITAS HASANUDDIN

MAKASSAR2011

Page 2: Sharifuddin Bin
Page 3: Sharifuddin Bin

KATA PENGANTAR

Bahan ajar ini disusun untuk menambah wawasan mahasiswa Fakultas

Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin, Makassar, yang

mengambil mata kuliah Iktiologi. Penulis mengakui bahwa bahan ajar ini belum

mampu menjawab seluruh permasalahan yang berkaitan dengan Iktiologi. Namun

demikian, bahan ajar ini diharapkan dapat membantu mahasiswa untuk

mengetahui dasar-dasar pengetahuan yang berkenaan dengan ikan, sebagai

bahan kajian pokok dari Iktiologi, untuk selanjutnya digunakan dalam kegiatan

pembelajaran di dalam ruang kuliah maupun di laboratorium.

Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-sebesarnya kepada

Universitas Hasanuddin, khususnya para staf Pusat Kajian dan Pengembangan

Aktivitas Instruksional Lembaga Kajian dan Pengembangan Pendidikan (PKPAI –

LKPP), karena terbitnya buku ajar ini merupakan bantuan yang diberikan

olehUniversitas Hasanuddin melalui Hibah Penulisan Buku Ajar Bagi Tenaga

Akademik Universitas Hasanuddin tahun 2011, sesuai dengan Surat Perjanjian

Pelaksanaan Pekerjaan No. 61/H4.21.2.4/UM.16/2011. Penulis menyadari bahwa

bahan ajar ini tidak terlepas dari kekurangan-kekurangan. Untuk itu, dengan

segala kerendahan hati penulis memohon kritikan yang dapat penulis gunakan

untuk perbaikan di masa mendatang.

Akhirnya, semoga bahan ajar yang sederhana ini dapat memberikan

manfaat bagi pemakainya.

Makassar, 25 Nopember 2011.

Penulis

Page 4: Sharifuddin Bin

DAFTAR ISI halaman

DAFTAR TABEL vii

DAFTAR GAMBAR viii

I. PENDAHULUAN 1

II. IKAN 9

A. Sasaran Pembelajaran 9B. Pengertian Iktiologi 9C. Nomenklatur / Tata Nama 10D. Kedudukan Ikan dalam Dunia Hewan 14E. Jumlah Spesies Ikan 15F. Distribusi Ikan 19G. Daerah Distribusi Ikan-ikan di Indonesia 23H. Sistem Klasifikasi Ikan 26I. Soal-soal Latihan 29J. Daftar Pustaka 30

III. MORFOLOGI IKAN 32

A. Sasaran Pembelajaran 32B. Bagian-bagian Tubuh Ikan 32C. Bentuk-bentuk Tubuh Ikan 34D. Kepala Ikan 38E. Badan Ikan 43F. Anggota Gerak 48G. Ekor Ikan 50H. Soal-soal Latihan 55I. Daftar Pustaka 55

IV. MORFOMETRIK DAN MERISTIK 57

A. Sasaran Pembelajaran 57B. Morfometrik 57C. Meristik 64D. Soal-soal Latihan 71E. Daftar Pustaka 72

V. IDENTIFIKASI 74

V

Page 5: Sharifuddin Bin

halamanA. Sasaran Pembelajaran 74B. Identifikasi 74C. Catatan 79D. Soal-soal Latihan 79E. Daftar Pustaka79

VI. ANATOMI IKAN 82

A. Sasaran Pembelajaran 82B. Pengertian Anatomi 82C. Prosedur Pembedahan 85D. Istilah-istilah Anatomi 85E. Gelembung Berenang 87F. Soal-soal Latihan 89

G. Daftar Pustaka89

VII. SISTEM INTEGUMEN 90

A. Sasaran Pembelajaran 90B. Kulit dan Derivat Kulit 90C. Ikan Beracun 96D. Soal-soal Latihan 99E. Daftar Pustaka 100

VIII. SISTEM ALAT GERAK 101

A. Sasaran Pembelajaran 101B. Otot atau Urat Daging Ikan 101C. Sistem Rangka 109D. Soal-soal Latihan 111E. Daftar Pustaka 111

IX. SISTEM PENCERNAAN 116

A. Sasaran Pembelajaran 116B. Alat Pencernaan 116C. Sistem Pencernaan 121D. Soal-soal Latihan 122E. Daftar Pustaka 122

X. SISTEM PERNAPASAN 124

A. Sasaran Pembelajaran 124B. Organ Pernapasan 124C. Organ Pernapasan Tambahan 126D. Soal-soal Latihan 128E. Daftar Pustaka 128

vi

Page 6: Sharifuddin Bin

halamanXI. SISTEM PEREDARAN DARAH 132

A. Sasaran Pembelajaran 132B. Jantung 132C. Darah 134D. Saluran Pembuluh Darah 134E. Limfa (Lien) 141F. Soal-soal Latihan 141G. Daftar Pustaka 141

XII. SISTEM UROGENITAL 143

A. Sasaran Pembelajaran 143B. Sistem Uropoetica (Sistem Ekskresi) 143C. Sistem Genitalia (Sistem Kelamin) 144D. Soal-soal Latihan 150E. Daftar Pustaka 150

XIII. SISTEM SARAF 151

A. Sasaran Pembelajaran 151B. Sistem Saraf 151C. Jenis-jenis Saraf 151D. Otak 152E. Saraf Cranial 157F. Soal-soal Latihan 158G. Daftar Pustaka 158

LAMPIRAN (Glosarium) 160

vi

Page 7: Sharifuddin Bin

DAFTAR TABEL

Nomor halaman

1. Jumlah peserta mata kuliah Iktiologi pada Semester Awaltahun akademik 2010/2011 dan 2011/2012 2

2. Identitas dan Garis-garis Besar Rencana Pembelajaranmata kuliah Iktiologi 3

3. Distribusi jumlah spesies ikan berdasarkan ordo, famili danGenera 17

4. Periode zaman dan umur bumi 23

5. Hasil pengukuran dan perbandingan berbagai ukuranpada tubuh ikan 63

6. Kadar racun pada beberapa organ dalam ikan 99

Vii

Page 8: Sharifuddin Bin

DAFTAR GAMBAR

Nomor halaman

1. Persentase komposisi spesies Vertebrata 16

2. Ikan Schindleria brevipinguis, kerabat ikan gobi berukurankecil yang ditemukan di Great Barrier Reef, Australia 20

3. Daerah distribusi ikan secara geografis 22

4. Wilayah distribusi ikan-ikan di Indonesia, terdiri atas daerahpaparan Sunda (di sebelah barat garis Wallace), daerahWallace (di antara garis Wallace dan garis Weber), dandaerah paparan Sahul (di sebelah timur garis Weber) 24

5. Bagian-bagian tubuh ikan secara morfologi 33

6. Bentuk-bentuk tubuh ikan 35

7. Bentuk-bentuk tubuh kombinasi 37

8. Tulang-tulang tambahan tutup insang 39

9. Bentuk-bentuk mulut 40

10. Mulut yang dapat dan tidak dapat disembulkan 40

11. Letak mulut ikan 42

12. Letak, bentuk, dan jumlah sungut ikan 42

13. Bentuk-bentuk sisik ikan 44

14. Berbagai bentuk garis rusuk pada ikan 46

15. Beberapa ciri khusus pada badan ikan 47

16. Posisi sirip-sirip pada tubuh ikan 49

17. Modifikasi sirip pada ikan 51

18. Letak sirip perut pada tubuh ikan 52

19. Tipe-tipe sirip ekor 52

20. Bentuk morfologi ekor ikan 54

21. Berbagai ukuran pada tubuh ikan 60

Ix

Page 9: Sharifuddin Bin

Nomor halaman

22. Berbagai ukuran pada kepala ikan 61

23. Jari-jari sirip 65

24. Jari-jari pokok dan jari-jari cabang 67

25. Jumlah jari-jari pokok 67

26. Perbedaan jari-jari pada sirip ikan 67

27. Sisik di atas dan di bawah garis rusuk 70

28. Sisik pada pipi 70

29. Letak organ dalam pada ikan Osteichthyes 83

30. Letak organ dalam pada ikan Chondrichthyes 84

31. Prosedur pembedahan tubuh ikan 86

32. Berbagai posisi tubuh ikan 88

33. Gelembung berenang 88

34. Bagian-bagian sisik ikan 92

35. Jenis-jenis sisik ikan 93

36. Jari-jari sirip 95

37. Penampang melintang otot ikan 103

38. Tipe otot pada ikan 104

39. Otot-otot pada bagian kepala ikan Osteichthyes 105

40. Otot-otot pada bagian di bawah kepala ikan Osteichthyes 105

41. Otot-otot pada bagian punggung ikan Osteichthyes 106

42. Otot-otot pada sirip dada ikan Osteichthyes 106

43. Otot-otot pada sirip perut ikan Osteichthyes 107

44. Otot-otot pada sirip ekor ikan Osteichthyes 107

45. Otot-otot appendicular dan branchiomeric pada ikanChondrichthyes 108

x

Page 10: Sharifuddin Bin

Nomor halaman

46. Otot-otot hypobranchial pada ikan Chondrichthyes 108

47. Rangka ikan Teleostei tampak lateral 112

48. Tulang tengkorak ikan Teleostei tampak lateral 112

49. Tulang tengkorak ikan Teleostei tampak dorsal 113

50 Tulang tengkorak ikan Teleostei tampak ventral 113

51 Tulang tengkorak ikan Teleostei tampak caudal 114

52. Tulang belakang ikan Teleostei tampak depan 114

53. Letak gigi pada ikan Osteichthyes 118

54. Bentuk-bentuk gigi ikan 118

55. Alat pencernaan ikan carnivora dan gizzard 119

56. Alat pencernaan ikan omnivora 119

57. Alat pencernaan ikan cucut 120

58. Alat pernapasan pada larva 125

59. Bagian-bagian insang ikan Teleostei 125

60. Insang pada ikan herbivora dan carnivora 125

61. Tulang penutup insang pada ikan Teleostei 127

62. Celah insang pada ikan cucut 127

63. Labyrinth pada ikan betok (Anabas testudineus) 129

64. Organ arborescent pada ikan lele (Clarias batrachus) 129

65. Diverticula pada ikan gabus (Ophiocephalus striatus) 130

66. Struktur jantung Osteichthyes 133

67. Struktur jantung Chondrichthyes 133

68. Sistem peredaran darah di bagian kepala ikan Osteichthyes 135

69. Sistem peredaran darah pada organ dalam bagian kananikan Osteichthyes 135

xi

Page 11: Sharifuddin Bin

Nomor halaman

70. Sistem peredaran darah pada organ dalam bagian kiri ikanOsteichthyes 136

71. Sistem peredaran darah pada aorta dorsalis ikanOsteichthyes 136

72. Sistem peredaran darah pada ginjal ikan Osteichthyes 137

73. Sistem peredaran darah pada insang ikan Chondrichthyes 137

74. Sistem peredaran darah pada aorta dorsalis ikanChondrichthyes 138

75. Sistem peredaran darah pada organ pencernaan ikanChondrichthyes 139

76. Sistem peredaran darah pada daerah ginjal ikanChondrichthyes 140

77. Diagram sistem urogenital pada ikan Osteichthyes 146

78. Sistem urogenital ikan Chondrichthyes betina 147

79. Sistem urogenital ikan Chondrichthyes jantan 149

80. Cara pembedahan untuk melihat otak ikan 153

81. Otak ikan Osteichthyes tampak samping 155

82. Otak ikan Osteichthyes tampak dorsal dan ventral 155

83. Otak ikan Chondrichthyes tampak dorsal 156

xii

Page 12: Sharifuddin Bin

I. PENDAHULUAN

Program Studi Manajemen Sumberdaya Perairan (Prodi MSP) merupakan salah satu di antara lima program studi yang terdapat di Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan (FIKP) Universitas Hasanuddin, Makassar. Program Studi MSP telah memperoleh status akreditasi B sesuai hasil pemeriksaan Badan Akreditasi Nasional Perguruan Tinggi (BAN-PT). Status akreditasi BAN tersebut terlampir dalam Sertifikat No. 0239/Ak-II.1/UHCMZS/XII/1998 tertanggal 22 Desember 1998. Pada tanggal 17 April 2003, BAN-PT mengeluarkan Sertifikat Akreditasi No. 05374/Ak-VI-S1-007/UHCMZS/IV/2003 untuk Prodi MSP dengan status akreditasi B. Selanjutnya, melalui Keputusan BAN-PT No. 015/BAN-PT/Ak-XII/S1/VI/2009, Prodi MSP kembali memperoleh akreditasi B, yang berlaku hingga 19 Juni 2014.

Jumlah peminat Prodi MSP selama enam tahun terakhir cenderung mengalami penurunan, yang menunjukkan keketatan persaingan melemah. Namun demikian, jumlah yang diterima mengalami fluktuasi dalam kisaran yang cukup sempit, yaitu 46 – 57 orang. Berdasarkan hasil analisis deskriptif, keketatan persaingan peminat Prodi MSP tidak menjamin kualitas indeksprestasi kumulatif (IPK) dan masa studi lulusan, tetapi keragaman daerah sekolah menengah asal yang tinggi berpengaruh terhadap perbaikan IPK dan masa studi lulusan. Untuk menjadi seorang sarjana Prodi MSP, total sks sesuai kurikulum yang harus dilulusi oleh mahasiswa adalah 144 sks. Jumlah sks tersebut dapat diselesaikan dalam watu empat tahun (delapan semester) jika seorang mahasiswa Prodi MSP memiliki indeks prestasi semester rata-rata 2,00 – 3,00, dan mengambil 20 sks matakuliah setiap semester.

Selama lima tahun terakhir, total mahasiswa baru yang diterima sebanyak 310 orang dan telah diluluskan 209 orang. Perincian masa studi lulusan tersebut adalah: 1.8% lulus dengan masa studi dibawah 4 tahun, 43.1% dengan masa studi sekitar 5 tahun, dan 58.9% dengan masa studi diatas 5 tahun. Namun demikian, masih terdapat sejumlah mahasiswa yang terdaftar secara aktif dan telah melampaui target kurikulum Prodi MSP.

Iktiologi merupakan salah satu mata kuliah di FIKP Universitas Hasanuddin, bernilai 3 sks, dan diberikan pada Semester Ketiga. Sebelumnya, mata kuliah ini terbagi atas dua, yaitu mata kuliah Iktiologi Sistematik (3 sks) yang wajib diikuti oleh mahasiswa dari Prodi Ilmu Kelautan, MSP, Pemanfaatan Sumberdaya

1

Page 13: Sharifuddin Bin

Perikanan, dan Sosial Ekonomi Perikanan; dan mata kuliah Iktiologi Fungsional (3 sks) yang wajib diikuti oleh mahasiswa dari Prodi MSP dan Budidaya Perairan. Sejak Semester Awal Tahun Akademik 2010/2011, mata kuliah ini wajib diberikan kepada seluruh mahasiswa di FIKP. Jumlah peserta mata kuliah Iktiologi dua tahun terakhir dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Jumlah peserta mata kuliah Iktiologi pada Semester Awal tahun akademik 2010/2011 dan 2011/2012

Program studi studi Awal 2010/2011 Awal 2011/2012Ilmu Kelautan 33 50Manajemen Sumberdaya Perairan 31 35Budidaya Perairan 42 56Pemanfaatan Sumberdaya Perikanan 50 34Sosial Ekonomi Perikanan 22 28

Jumlah 178 203

Pada Semester Awal 2010/2011, mahasiswa didistribusikan ke dalam empat kelas paralel, dan masing-masing kelas diampu oleh dua orang dosen. Oleh karena keterbatasan ruang perkuliahan akibat banyaknya jumlah mata kuliah yang diberikan kepada mahasiswa FIKP pada Semester Awal 2011/2012, maka jumlah kelas dikurangi menjadi tiga kelas paralel dan masing-masing kelas diampu oleh tiga orang dosen. Setiap kelas berisi gabungan mahasiswa yang berasal dari kelima program studi di FIKP. Untuk menambah wawasan mahasiswa maka selain proses pembelajaran di dalam kelas, juga diberikan kegiatan praktikum di Laboratorium Biologi Perikanan, Jurusan Perikanan, FIKP.

Berdasarkan nilai akhir mata kuliah Iktiologi pada Semester Awal 2010/2011, maka mahasiswa yang lulus di kelas A sebanyak 71.43%, di kelas B 89.19%, di kelas C 87.76%, dan di kelas D 68.59%. Distribusi nilai mahasiswa yang memperoleh nilai A berkisar 4.08 – 10.81%, A– berkisar 2.70 – 26.53%, B+ berkisar 2.13 – 22.45%, B berkisar 6.12 – 45.95%, B– berkisar 4.08 – 20.41%, C+ berkisar 5.41 – 10.64%, C berkisar 2.70 – 25.53%, D berkisar 2.04 – 2.13%, dan E berkisar 10.81 – 31.91%.

Sistem pembelajaran yang diterapkan di FIKP adalah sistem yang berbasis student-centered learning atau SCL. Sistem ini telah berlangsung dengan baik di FIKP berkat ketersediaan sarana pendukung yang cukup memadai. Namun,

2

Page 14: Sharifuddin Bin

akibat jumlah peserta yang cukup banyak pada setiap kelas (lebih dari 40 orang) maka efektivitas proses pembelajaran menjadi berkurang. Oleh karena itu, agar proses pembelajaran dapat berjalan secara efektif diperlukan sarana penunjang, satu di antaranya adalah buku ajar. Buku ajar yang diberikan dapat menjadi salah satu bahan acuan mahasiswa untuk meningkatkan pemahaman terhadap mata kuliah Iktiologi.

Adanya buku ajar Iktiologi dapat membantu mahasiswa untuk memahami proses pembelajaran yang sedang berlangsung dan menambah wawasannya terhadap Iktiologi. Keberadaan buku ajar Iktiologi juga dapat menciptakan interaksi yang lebih intens antara mahasiswa dan dosen sehingga proses pembelajaran berlangsung lebih efektif. Materi yang tercantum di dalam buku ajar disesuaikan dengan Garis-garis Besar Rencana Pembelajaran mata kuliah tersebut (Tabel 2).

Tabel 2. Identitas dan Garis-garis Besar Rencana Pembelajaran mata kuliah Iktiologi

a. Identitas mata kuliah Iktiologi

1. Unit Kerja : Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan, Universitas Hasanuddin 2. Program Studi : Manajemen Sumberdaya Perairan 3. Nama Mata kuliah : Iktiologi 4. Kode Mata kuliah : 202 L003 5. Semester : Ganjil (III) 6. Prasyarat dari Mata kuliah : Biologi Dasar 7. Nama Dosen : Prof. Dr. Ir. Sharifuddin Bin Andy Omar, M.Sc.

Prof. Dr. Ir. Farida G. Sitepu, MS Prof. Dr. A. Iqbal Burhanuddin, ST, M.Fish.Sc. Dr. Ir. Joeharnani Tresnati, DEA Dr. Ir. Syafiuddin, M.Si. Dr. Ir. Rahmadi Tambaru, M.Si. Ir. Muh. Arifin Dahlan, MS Ir. Suwarni, M.Si. A. Aliah Hidayani, S.Si., M.Si.

8. Kategori Kompetensi : Utama

3

Page 15: Sharifuddin Bin

b. Format Garis-garis Besar Rencana Pembelajaran mata kuliah Iktiologi

1. Kompetensi utama: a. menguasai ilmu-ilmu dasar mengenai bioekologi perikanan b. menguasai prinsip-prinsip dasar, potensi, nilai ekonomi, dan

masalahan sumberdaya perairan 2. Kompetensi pendukung:

a. mampu membuat evaluasi efek aktivitas manusia dan alam terhadap sumberdaya perairan

b. mampu mengembangkan strategi dan teknologi pengelolaan sumberdaya perairan

3. Kompetensi lainnya: a. mampu membuat dasar-dasar perencanaan program pengelolaan

sumberdaya perairan b. mampu menerapkan konsep dasar pelestarian dan restorasi fungsi

perairan untuk mendukung peningkatan produksi perikanan secara berkelanjutan (penekanan pada sea ranching).

4. Sasaran Belajar: Setelah mengikuti matakuliah ini, mahasiswa memiliki wawasan tentang ikan dan aspek-aspek yang berkaitan dengan sistematika dan organ ikan

4

Page 16: Sharifuddin Bin

MingguKe Sasaran Pembelajaran Materi Pembelajaran Strategi

Pembelajaran Kriteria Penilaian BobotNilai (%)

1, 2,dan 3

Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan pengertian iktiologi, ikan, sistematika, nomenklatur / tata nama, kedudukan ikan di dalam dunia hewan, jumlah spesies ikan, distribusi ikan, dan sistematika ikan

- Pengertian iktiologi - Nomenklatur / Tatanama - Kedudukan ikan dalam dunia hewan - Jumlah spesies ikan - Distribusi ikan - Daerah distribusi ikan- ikan di Indonesia - Sistem klasifikasi ikan

Ceramah dan diskusi

Ketepatan dalam menyebutkan ruang lingkup iktiologi, nomenklatur, kedudukan ikan dalam dunia hewan, jumlah spesies ikan di dunia, pengertian dan teori distribusi, faktor-faktor penghalang distribusi, dan distribusi ikan di Indonesia

20

4 Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan bagian-bagian tubuh ikan, bentuk-bentuk tubuh ikan, bagian-bagian kepala ikan, bagian-bagan badan ikan, anggota gerak pada ikan, dan bagian-bagian ekor ikan

- Bagian-bagian tubuh ikan

- Bentuk-bentuk tubuhikan

- Kepala ikan - Badan ikan - Anggota gerak - Ekor ikan

Ceramah dan diskusi

Ketepatan dalam menyebutkan bagian-bagian tubuh ikan, bentuk-bentuk tubuh ikan, bagian-bagian kepala ikan, bagian-bagan badan ikan, anggota gerak pada ikan, dan bagian-bagian ekor ikan

10

5 Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan pengertian morfometrik meristik

- Morfometrik - Meristik

Ceramah dan diskusi

Ketepatan dalam menjelaskan pengertian morfometrik meristik

10

6 Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan cara-cara melakukan identifikasi ikan berdasarkan data morfometrik dan meristik, cara-cara menyusun kunci identifikasi serta cara-cara

- Identifikasi - Kunci identifikasi - Hirarki taksonomi

Ceramah dan diskusi

Ketepatan dalam menjelaskan cara-cara melakukan identifikasi ikan berdasarkan data morfometrik dan meristik,cara-cara menyusun kunci identifikasi serta cara-cara menyusun hirarki taksonomi

10

5

Page 17: Sharifuddin Bin

MingguKe Sasaran Pembelajaran Materi Pembelajaran Strategi

Pembelajaran Kriteria Penilaian BobotNilai (%)

menyusun hirarki dari kategori-kategori taksonomi.

7 UJIAN TENGAH SEMESTER8 Agar mahasiswa mampu

memahami dan menjelaskan beberapa istilah yang berkaitan dengan anatomi dan cara-cara melakukan pengamatan organ dalam ikan (anatomi ikan)

- Istilah-istilah anatomi - Gelembung berenang

Ceramah dan diskusi

Ketepatan dalam menjelaskan pengertian beberapa istilah yang berkaitan dengan anatomi dan cara-cara melakukan pengamatan organ dalam ikan

10

9 Agar mahasiswa mampu mengenali beberapa organ kelengkapan tubuh yang terdapat pada bagian integumen, bagian-bagian dan jenis-jenis sisik pada ikan, serta menunjukkan posisi derivat-derivat kulit lainnya pada tubuh ikan.

- Kulit - Derivat-derivat kulit- Ikan beracun

Ceramah dan diskusi

Ketepatan dalam mengenali beberapa organ kelengkapan tubuh yang terdapat pada bagian integumen, bagian-bagian dan jenis-jenis sisik pada ikan, serta menunjukkan posisi derivat-derivat kulit lainnya pada tubuh ikan.

5

10 Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan bagian-bagian dari sebuah urat daging atau otot ikan, letak urat daging, bagian-bagian dari rangka ikan, serta letak dan nama-nama tulang ikan

- Otot - Sistem rangka

Ceramah dan diskusi

Ketepatan dalam menjelaskan bagian-bagian dari sebuah urat daging atau otot ikan, letak urat daging, bagian-bagian dari rangka ikan, serta letak dan nama-nama tulang ikan

10

11 Agar mahasiswa mampu mengenali dan mengetahui posisi organ-organ pencernaan beserta modifikasinya, fungsi

- Alat pencernaan - Sistem pencernaan

Ceramah dan diskusi

Ketepatan dalam menjelaskan fungsi organ-organ pencernaan beserta modifikasinya serta fungsi kelenjar pencernaan

5

6

Page 18: Sharifuddin Bin

MingguKe Sasaran Pembelajaran Materi Pembelajaran Strategi

Pembelajaran Kriteria Penilaian BobotNilai (%)

organ-organ pencernaan beserta modifikasinya, serta fungsi kelenjar pencernaan

12 Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan sistem pernapasan,serta mengenali bagian-bagian dari organ pernapasan dan alat pernapasan tambahan.

- Sistem pencernaan - Organ pernapasan - Alat pernapasan

tambahan

Ceramah dan diskusi

Ketepatan dalam menjelaskan sistem pernapasan,serta mengenali bagian-bagian dari organ pernapasan dan alat pernapasan tambahan.

5

13 Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan sistem peredaran darah sertafungsi-fungsi bagian dari jantung ikan

- Sistem peredaran - darah - Jantung

Ceramah dan diskusi

Ketepatan dalam menjelaskan sistem peredaran darah serta fungsi-fungsi bagian dari jantung ikan

5

14 Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan sistem urogenital, mengenali organ yang berperan dalam ekskresi (ginjal) dan reproduksi (gonad), serta menjelaskan perbedaan antara gonad jantan dan betina

- Sistem urogenital - Ginjal - Gonad

Ceramah dan diskusi

Ketepatan dalam menjelaskan sistem urogenital, mengenali organ yang berperan dalam ekskresi (ginjal) dan reproduksi (gonad), serta menjelaskan perbedaan antara gonad jantan dan betina

5

15 Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan sistem saraf atau systema nervorum serta mengenali otak dan bagian-bagiannya

- Sistem saraf - Otak

Ceramah dan diskusi

Ketepatan dalam menjelaskan sistem saraf atau systema nervorum serta mengenali otak dan bagian-bagiannya

5

16 UJIAN AKHIR SEMESTER

7

Page 19: Sharifuddin Bin

DAFTAR PUSTAKA

Affandi, R., D.S. Sjafei, M.F. Rahardjo, dan Sulistiono. 1992. Iktiologi. Suatu Pedoman Kerja Laboratorium. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Alamsjah, Z. 1974. Ichthyologi I. Departemen Biologi Perairan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Alamsjah, Z. dan M.F. Rahardjo. 1977. Penuntun Untuk Identifikasi Ikan. Departemen Biologi Perairan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Andy Omar, S. Bin. 1987. Penuntun Praktikum Ichthyologi. Jurusan Perikanan Universitas Hasanuddin, Ujungpandang. Andy Omar, S. Bin. 1987. Penuntun Praktikum Sistematika Dasar. Jurusan Perikanan Universitas Hasanuddin, Ujungpandang. Bond, C.E. 1979. Biology of Fishes. W.B. Saunders Company, Philadelphia. Chiasson, R. 1980. Laboratory Anatomy of the Perch. Third edition. WM. C. Brown Company Publishers, Dubuque, Iowa. Kottelat, M., A.J. Whitten, S.N. Kartikasari, and S. Wirjoatmodjo. 1993. Freshwater Fishes of Western Indonesia and Sulawesi.

Periplus Editions Limited, Hong Kong. Lagler, K.F., J.E. Bardach, R.R. Miller, and D.R.M. Passino. 1977. Ichthyology. Second edition. John Wiley and Sons, Inc., New

York. Moyle, P.B. and J.J. Cech, Jr. 1988. Fishes. An Introduction to Ichthyology. Second edition. Prentice Hall, Englewood Cliffs, New

Jersey. Nikolsky, C.V. 1963. The Ecology of Fishes. Academic Press, London. Rahardjo, M.F. 1980. Ichthyologi. Departemen Biologi Perairan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Jilid 1 dan 2. Bina Cipta, Jakarta. Sjafei, D.S., M.F. Rahardjo, R. Affandi, dan M. Brodjo. 1989. Bahan Pengajaran Sistematika Ikan. Departemen Pendidikan dan

Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. Institut Pertanian Bogor, Bogor. Wischnitzer, S. 1972. Atlas and Dissection Guide for Comparative Anatomy. Second edition. W. H. Freeman and Company, San

Francisco.

8

Page 20: Sharifuddin Bin

II. IKAN

A. Sasaran Pembelajaran

1. Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan pengertian iktiologi,

ikan, sistematika, dan nomenklatur/tata nama

2. Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan kedudukan ikan di

dalam dunia hewan

3. Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan jumlah spesies ikan

4. Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan distribusi ikan

B. Pengertian Iktiologi

Iktiologi merupakan cabang dari Ilmu Hayat (Biologi), atau secara tepatnya

merupakan cabang dari Ilmu Hewan (Zoologi). Iktiologi dalam arti singkat berarti

suatu ilmu yang khusus mempelajari tentang ikan.

Perkataan “iktiologi” berasal dari bahasa Yunani, yaitu ichthyologia.

Ichthyes berarti ikan, sedangkan logos berarti ajaran atau ilmu. Dengan demikian,

ichthyologi (iktiologi) adalah suatu ilmu pengetahuan yang khusus mempelajari

ikan dan dengan segala aspek kehidupannya.

Pada Bab I Ketentuan Umum ayat 2 Undang-undang Republik Indonesia

Nomor 9 tahun 1985 tentang Perikanan yang ditetapkan pada tanggal 19 Juni

1985 tercantum pengertian ikan, yaitu: sumber daya ikan adalah semua jenis ikan

termasuk biota perairan lainnya. Tanggal 6 Oktober 2004 ditetapkan Undang-

undang Republik Indonesia Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan. Pada Bab I

Ketentuan Umum, Bagian Kesatu, Pasal 1 ayat 4 undang-undang ini tercantum

pengertian bahwa ikan adalah segala jenis organisme yang seluruh atau sebagian

dari siklus hidupnya berada di dalam lingkungan perairan. Pengertian yang sama

seperti di atas tercantum kembali pada Pasal 1 ayat 4 Undang-undang Republik

Indonesia Nomor 45 tahun 2009 tentang Perubahan atas Undang-undang

Republik Indonesia Nomor 31 tahun 2004 tentang Perikanan yang ditetapkan

pada tanggal 29 Oktober 2009.

Berdasarkan pengertian yang tercantum di dalam undang-undang di atas,

yang dimaksud dengan ikan termasuk spons (filum Porifera), ubur-ubur dan bunga

karang (filum Coelenterata), siput, kerang, dan cumi-cumi (filum Moluska),

bulubabi, bintang laut, dan teripang (filum Echinodermata), udang, kepiting, dan

9

Page 21: Sharifuddin Bin

rajungan (filum Crustacea), bahkan penyu (kelas Reptilia), duyung dan paus

(kelas Mamalia). Istilah ini sering dikenal sebagai “ikan menurut undang-undang”.

Arti yang kedua adalah ikan merupakan binatang vertebrata yang berdarah dingin

(poikilotherm), hidup dalam lingkungan air, pergerakan dan kesetimbangan

badannya terutama menggunakan sirip, dan umumnya bernapas dengan

menggunakan insang. Istilah untuk arti yang kedua ini dikenal sebagai “ikan

secara taksonomi”.

Kata “sistematika” berasal dari bahasa Latin, yaitu systema. Kata systema

biasa digunakan sebagai suatu cara atau sistem untuk mengelompokkan

tumbuhan dan binatang. Istilah ini digunakan pertama kali oleh Carolus Linnaeus

pada saat menulis bukunya Systema Naturae pada tahun 1773.

Selain istilah sistematika, juga dikenal istilah “taksonomi” yang berasal dari

bahasa Yunani, yaitu taxis yang berarti susunan dan nomos yang berarti hukum.

Istilah ini diusulkan oleh Candolle pada tahun 1813 yang dimaksudkan sebagai

teori mengklasifikasikan tumbuhan.

Berdasarkan pengertian yang telah disebutkan di atas, maka sistematika

atau taksonomi adalah ilmu yang digunakan untuk mengklasifikasikan biota. Saat

ini, baik istilah sistematika maupun istilah taksonomi, dipakai saling bergantian

dalam bidang klasifikasi tumbuhan dan hewan. Selanjutnya, iktiologi sistematika

dapat diartikan sebagai ilmu yang mempelajari tentang jenis dan keanekaragaman

ikan serta segala hubungan di antara mereka.

C. Nomenklatur / Tata-nama

Istilah “nomenklatur” berasal dari bahasa Latin, yaitu nomenklatural, yang

berarti pemberian nama/tata-nama/penamaan. Pada umumnya ada tiga macam

sistim penamaan yang sering digunakan, yaitu:

1. Valid scientific name atau Scientific name:

adalah nama ilmiah dari suatu binatang dan nama ilmiah ini merupakan

nama yang sah atau diakui.

Selain itu, adapula nama ilmiah lainnya yang tidak sah atau tidak diakui dan

disebut nama synonym atau nama persamaan untuk suatu jenis ikan.

Contoh:

Scientific name : Carassius auratus auratus (Linnaeus, 1758)

Synonym : Carassius auratus cantonensis Tchang, 1933

10

Page 22: Sharifuddin Bin

Carassius chinensis Gronow, 1854

Carassius discolor Basilewsky, 1855

Scientific name : Sarda sarda (Bloch, 1793)

Synonym : Thynnus brachipterus Cuvier, 1829

Sarda pelamis (Brünnich, 1768)

Scomber palamitus Rafinesque, 1810

2. Standard common name atau Common name:

adalah nama umum yang lazim digunakan untuk nama sesuatu binatang

atau ikan. Pada setiap negara biasanya memiliki nama-nama umum untuk

sesuatu ikan dan hal ini tergantung kepada bahasa nasional negara tersebut.

Namun demikian, nama-nama umum tersebut sering pula berlaku untuk

seluruh dunia, terutama jika mempergunakan bahasa Inggris, Perancis,

Jerman, Jepang, atau Hawaii.

Contoh:

Scientific name : Thunnus alalunga (Bonnaterre, 1788)

Common name : Albacora (di Argentina, Brasil, Colombia, Cuba,

Dominica, Meksiko, Panama, Peru, Portugal, Puerto

Rico, Spanyol, Swedia, Uruguay, Venezuela).

Albacore (di Afrika Selatan, Alaska, Amerika Serikat,

Barbados, Denmark, Filipina, India, Inggris, Kanada,

Selandia Baru).

Tuna (di Fiji, Malaysia, Namibia, Serbia).

Scientific name : Cyprinus carpio carpio Linnaeus, 1758

Common name : Common carp (di Australia, Amerika Serikat,

Bangladesh, Filipina, Hong Kong, India, Kenya,

Malaysia, Meksiko, Namibia, Rwanda, Sri Lanka,

Taiwan, Uruguay, Uzbekistan).

Carpe (di Belgia, Perancis, Quebec, Swiss).

Carpa (di Argentina, Brasil, Cili, Portugal, Uruguay). 3. Vernacular name atau Local common name:

adalah nama daerah atau nama lokal untuk sesuatu binatang atau ikan.

Biasanya nama lokal sesuatu binatang di dalam suatu negara sangat

11

Page 23: Sharifuddin Bin

bervariasi. Keanekaragaman nama lokal ini tergantung kepada banyak

tidaknya variasi bahasa daerah yang terdapat di dalam negara tersebut.

Contoh:

Nama umum (Indonesia) : ikan mas, karper

Nama local : masmasan, tombro, wangkang (Jawa); kumpai

lauk mas, cingkeuk (Bandung); rayo, ameh

(Padang).

Nama umum (Indonesia) : betok

Nama local : betik, krucilan (Jawa); pepeuyeuh, pupuyu

(Kalimantan); betrik, boreg (Bandung); puyu-

puyu ( Padang); bale balang (Makassar), bale

oseng (Bugis).

Sistim penamaan modern telah dirintis oleh Carolus Linnaeus (1707-1778),

dalam karyanya Systema Naturae (edisi sepuluh, 1758). Penamaan ini

menggunakan sistim binomial atau sistim nama dengan memakai dua kata. Kata

pertama ditujukan untuk nama genus (jamaknya: genera) yang maksudnya untuk

menunjukkan sifat umum dari binatang tersebut. Kata ini selalu diawali dengan

huruf kapital atau huruf besar. Misalnya: Atropus, Barbonymus, Channa. Kata

kedua ditujukan untuk nama spesies (jamaknya: spesies) yang menunjukkan sifat

khusus dari binatang tersebut. Kata kedua ini biasanya ditulis dengan huruf kecil.

Misalnya: Atropus atropos, Barbonymus gonionotus, Channa striata.

Dalam perkembangan nomenklatur selanjutnya, sistim binomial mungkin

saja berkembang menjadi sistim trinial atau sistim penamaan dengan memakai

tiga kata. Kata ketiga di sini menunjukkan nama subspesies atau varietas, karena

dalam hal ini didapatkan sifat-sifat yang lebih khusus lagi daripada sifat spesies.

Misalnya: Cyprinus carpio carpio Linnaeus, 1758 dan Auxis thazard thazard

(Lacepede, 1800).

Biasanya di belakang nama ilmiah dari sesuatu ikan, dicantumkan pula

nama penemunya. Nama tersebut dikenal sebagai authority name atau descriptor

name. Nama author bukanlah merupakan suatu hadiah, melainkan nama orang

yang bertanggung jawab atau merupakan keterangan tambahan untuk tempat

deskripsi asli dari ikan yang diusulkannya. Biasanya nama author tersebut tidak

disingkat, tetapi ditulis secara lengkap, kecuali bagi nama author yang sudah

12

Page 24: Sharifuddin Bin

terkenal atau mempunyai ketentuan lain untuk mempermudah penulisan saja.

Misalnya: Cyprinus carpio carpio L. atau Cyprinus carpio carpio Linn. yang berasal

dari nama Linnaeus; serta Ctenopharyngodon idellus (C.V.) yang merupakan

singkatan dari Cuvier dan Valenciennes.

Apabila suatu spesies dipindahkan ke dalam suatu genus yang berbeda

dengan genus tempat dia pertama kali ditempatkan, maka nama author yang asli

ditulis dalam kurung. Misalnya: Cheilopogon katoptron (Bleeker), Clarias

batrachus (L.). Penggunaan kurung juga dipakai bila terdapat seorang author yang

menerangkan satu spesies baru, kemudian menghubungkan pada genus yang

salah atau apabila genus yang dimaksud telah dipecah menjadi beberapa genera,

sehingga suatu spesies berada dalam genus baru, maka nama author spesies tadi

diberi tanda kurung ( ).

Penulisan nama ilmiah ikan yang paling baik adalah jika selain nama ilmiah

itu sendiri juga terdapat nama author dan tahun ketika ikan tersebut pertama kali

dideskripsi. Misalnya nama ilmiah untuk salah satu spesies ikan terbang adalah

Cypselurus poecilopterus (Valenciennes, 1846). Jika sebuah ikan memiliki nama

ilmiah yang sama tetapi berbeda nama author, maka nama author yang

mendeskripsikan lebih awal dinyatakan sebagai nama ilmiah (valid scientific

name) sedangkan deskripsi yang belakangan dianggap sebagai synonym (nama

persamaan). Sebagai contoh, nama ilmiah ikan kiper yang sah adalah

Scatophagus multifasciatus Richardson, 1844, dan nama persamaannya adalah

Scatophagus multifasciatus Bleeker, 1855.

Pada bagian belakang dari nama genus atau genera, sering pula ditrulis

suatu singkatan: sp., spp., atau n.sp. Singkatan “sp.” artinya jika satu jenis ikan

belum diketahui spesiesnya dengan tepat atau analisanya belum lengkap. Arti

“spp.” adalah jika ada beberapa jenis ikan yang termasuk dalam satu genus tetapi

nama spesiesnya belum diketahui secara lengkap atau analisanya belum lengkap.

Seringkali ditemukan pustaka yang mencantumkan nama ikan dan diikuti dengan

tulisan “n.gen.” dan “n.sp.”, yang merupakan singkatan dari “new genus” dan “new

species”. Hal ini menunjukkan bahwa ikan tersebut termasuk spesies dan genus

yang baru. Sebagai contoh misalnya ikan Celestichthys margaritatus n.gen., n.sp.

yang ditemukan di Myanmar (Roberts, 2007).

13

Page 25: Sharifuddin Bin

D. Kedudukan Ikan dalam Dunia Hewan

Dalam dunia hewan (kingdom Animalia) terdapat kira-kira 22 fila, 68 kelas,

dan 350 ordo. Menurut Storer dan Usinger (1957), dunia hewan dapat dibedakan

atas dua subkingdom, yaitu Protozoa (unicellulair animals) dan Metazoa

(multicellulair animals atau tissue animals).

Subkingdom Metazoa terdiri atas 21 fila, satu di antaranya adalah filum

Chordata. Ciri khas filum Chordata antara lain mempunyai chorda dorsalis atau

batang penguat tubuh. Filum Chordata dapat dibagi atas dua grup yang meliputi

lima subfila, yaitu:

Grup A. Acrania

Subfilum: Hemichordata

Subfilum: Urochordata (Tunicata)

Kelas: Larvacea / Appendicularia

Kelas: Ascidiacea

Kelas: Thaliacea

Subfilum: Cephalochordata

Grup B. Craniata atau Vertebrata

Subfilum: Agnatha (vertebrata tanpa rahang)

Kelas: Ostracodermi (sudah punah)

Kelas: Cyclostomata / Marsipobranchii / Monorhina

(Lamprey dan hagfishes)

Subfilum: Gnathostomata (vertebrata yang berahang)

Superkelas: Pisces

Kelas: Placodermi (sudah punah)

Kelas: Chondrichthyes (ikan bertulang rawan)

Kelas: Osteichthyes (ikan bertulang sejati)

Superkelas: Tetrapoda

Kelas: Amphibia

Kelas: Reptilia

Kelas: Aves

Kelas: Mammalia

Recce et al. (2011) menyatakan bahwa saat ini telah diketahui sekitar 1,3

juta spesies yang termasuk ke dalam 23 fila. Fila tersebut adalah: Porifera (5500

14

Page 26: Sharifuddin Bin

spesies), Placozoa (1 spesies), Cnidaria (10 000 spesies), Ctenophora (100

spesies), Acoela (400 spesies), Platyhelminthes (20 000 spesies), Rotifera (1800

spesies), Ectoprocta (4500 spesies), Brachiopoda (335 spesies), Acanthocephala

(1100 spesies), Cycliophora (1 spesies), Nemertea (900 spesies), Annelida (16

500 spesies), Moluska (93 000 spesies), Loricifera (10 spesies), Priapula (16

spesies), Onychophora (110 spesies), Tardigrada (800 spesies), Nematoda (25

000 spesies), Arthropoda (1 000 000 spesies), Echinodermata (7000 spesies),

Hemichordata (85 spesies), dan Chordata (52 000 spesies), Secara filogeni

berdasarkan data molekuler, Recce et al. (2011), membedakan filum Chordata

atas: Cephalochordata (lancelets), Urochordata (tunicata), Myxini (hagfishes),

Petromyzontida (lamprey), Chondrichthyes (ikan bertulang rawan), Actinopterygii

(ikan bersirip sejati), Actinistia (coelacanth), Dipnoi (lungfishes), Amphibia, Reptilia

(termasuk burung), dan Mammalia.

Klasifikasi dunia hewan yang lain dikemukakan oleh Raven et al. (2011)

dan membagi dunia hewan ke dalam 22 fila. Fila tersebut adalah: Porifera,

Cnidaria, Ctenophora, Acoela, Micrognathozoa, Rotifera, Cycliophora,

Platyhelminthes, Brachiopoda, Bryozoa (Ectoprocta), Annelida, Moluska,

Nemertea, Loricifera, Kinorhyncha, Nematoda, Tardigrada, Arthropoda,

Onychophora, Chaetognatha, Echinodermata, dan Chordata, Di dalam klasifikasi

ini, filum Chordata dibedakan atas tiga subfila, yaitu Urochordata,

Cephalochordata, dan Vertebrata. Selanjutnya, subfilum Vertebrata terdiri atas:

Myxini (hagfishes, 30 spesies), Cephalaspidomorphy (lamprey, 35 spesies),

Chondrichthyes (cartilaginous fishes, 750 spesies), Actinopterygii (ray-finned

fishes, 30 000 spesies), Sarcopterygii (lobe-finned fishes, 8 spesies), Amphibia,

Mammalia, Testudines, Lepidosauria, Crocodilia, dan Aves.

E. Jumlah Spesies Ikan

Jumlah spesies/jenis ikan adalah yang terbanyak jika dibandingkan dengan

jumlah spesies hewan vertebrata lainnya. Menurut Lagler et al. (1977), jumlah

spesies ikan yang telah diberi nama diperkirakan sekitar 15 000 – 17 000 jenis,

dari sekitar 40 000 jenis ikan yang ada. Persentase spesies hewan menurut Lagler

et al. (1977) dari lima kelas Vertebrata adalah sebagai berikut (Gambar 1): Pisces

20 000 spesies (48,1%), Aves 8600 spesies (20,7%), Reptilia 6000 spesies

(14,4%), Mammalia 4500 spesies (10,8%), dan Amphibia 2500 spesies (6,0%).

15

Page 27: Sharifuddin Bin

Gambar 1. Persentase komposisi spesies Vertebrata (Lagler et al., 1977)

16

Page 28: Sharifuddin Bin

Menurut taksiran Nelson (1976), Pisces terbagi atas 46 ordo, 450 famili,

4032 genera, dan 18 818 spesies (6851 di antaranya merupakan spesies air

tawar). Ordo-ordo yang seluruhnya hidup di air tawar, antara lain: Amiiformes,

Ceratodiformes, Cypriniformes, Indostomiformes, Semionotiformes, Lepidosireni-

formes, Osteoglossiformes, Percopsiformes, Polypteryformes, dan Mormyri-

formes. Jumlah spesies ikan tersebut meningkat terus seiring dengan

pertambahan waktu, yaitu menjadi 21 723 spesies dalam 445 famili (Nelson,

1984), 24 618 spesies dalam 482 famili (Nelson, 1994). Klasifikasi yang terakhir

(Nelson, 2006) menunjukkan saat ini terdapat 27 977 spesies yang termasuk

dalam 62 ordo dan 515 famili (Tabel 3). Jumlah spesies Vertebrata yang telah

diketahui saat ini adalah 54 771 spesies dan jumlah spesies ikan yang

dikemukakan oleh Nelson (2006) jauh lebih banyak dibandingkan jumlah spesies

gabungan Vertebrata lainnya (Tetrapoda), yaitu 27 977 spesies berbanding 26

734 spesies.

Tabel 3. Distribusi jumlah spesies ikan berdasarkan ordo, famili dan genera

(Nelson, 2006)

17

Page 29: Sharifuddin Bin

Tabel 3. Lanjutan

18

Page 30: Sharifuddin Bin

Di antara 515 famili tersebut di atas, terdapat 9 famili yang memiliki jumlah

spesies lebih dari 400, dengan jumlah total seluruhnya mencapai 9302 spesies

atau sekitar 33% dari seluruh spesies ikan. Sekitar 66% dari spesies tersebut

(6106 spesies) merupakan spesies air tawar. Kesembilan famili tersebut adalah

Cyprinidae, Gobiidae, Cichlidae, Characidae, Loricariidae, Balitoridae, Serranidae,

Labridae, dan Scorpaenidae. Lebih lanjut pada klasifikasi yang terakhir terdapat

64 famili yang hanya memiliki satu spesies, 33 famili yang memiliki dua spesies,

dan 67 famili yang memiliki 100 spesies atau lebih, bahkan tiga famili di antaranya

memiliki lebih dari 1000 spesies.

Ikan terkecil yang pernah diketemukan adalah Paedocypris progenetica

Kottelat, Britz, Tan & Witte, 2006. Ikan ini termasuk kerabat ikan mas, hidup di

perairan rawa gambut Sumatera. Panjang maksimum ikan jantan 9,8 mm dan ikan

betina 10,3 mm. Ikan betina pertama kali matang gonad pada ukuran 7,9 mm

(Kottelat et al., 2006). Ikan Photocorynus spiniceps Regan, 1925 merupakan

anggota dari subordo Ceratoidei yang hidup di laut dalam. Ikan jantan matang

kelamin memiliki panjang tubuh 6,2 mm dan hidup parasit pada ikan betina yang

memiliki panjang tubuh 46 mm (Pietsch, 2005). Ikan Schindleria brevipinguis

Watson & Walker, 2004 merupakan kerabat ikan gobi yang hanya ditemukan di

Great Barrier Reef, Australia (Gambar 2). Ikan betina matang kelamin pada

ukuran panjang 7 – 8 mm, sedangkan yang jantan pada ukuran 6,5 – 7 mm.

Spesimen terbesar yang pernah ditemukan memiliki panjang tubuh 8,4 mm

(Watson dan Walker, 2004). Ikan terbesar yang pernah didapatkan adalah ikan

cucut Rhincodon typus Simth, 1828 (whale shark) yang mempunyai ukuran

panjang tubuh sampai mencapai 20 m dan bobot tubuh 34 000 kg (Rohner et al.,

2011). Ikan bertulang sejati terbesar adalah Mola mola (Linnaeus, 1758) atau

ocean sunfish yang memiliki panjang tubuh 3,3 m dan bobot tubuh 2300 kg

(Summers, 2007).

F. Distribusi Ikan

Distribusi adalah suatu peristiwa penyebaran organisme pada suatu tempat

dan pada suatu waktu tertentu. Berdasarkan unsur tempat dan waktu, Storer dan

Usinger (1957) membedakan distribusi binatang sebagai berikut: distribusi

geografis, distribusi ekologis, dan distribusi geologis.

19

Page 31: Sharifuddin Bin

Gambar 2. Ikan Schindleria brevipinguis, kerabat ikan gobi berukuran kecil yang

ditemukan di Great Barrier Reef, Australia (Watson & Walker, 2004)

20

Page 32: Sharifuddin Bin

1. Distribusi geografis:

adalah distribusi spesies hewan berdasarkan daerah di mana hewan tersebut

diketemukan. Berdasarkan distribusi geografis, Bond (1979) menyatakan ada

enam daerah distribusi hewan atau zoogeographic realms (Gambar 3), yaitu:

a. Australian: meliputi Australia, Selandia Baru, Papua Nugini, dan

beberapa pulau di Samudera Atlantik.

b. Oriental: meliputi Asia Selatan dari Himalaya, antara lain India,

Srilanka, Malaysia, Sumatera, Kalimantan, Jawa, Sulawesi, dan

Filipina.

c. Neotropical: meliputi daerah Amerika Selatan dan Amerika Tengah,

Dataran Mexico, dan Hindia Barat.

d. Ethiopian: meliputi Afrika, termasuk Gurun Pasir Sahara,

Madagaskar, dan pulau-pulau di sekitarnya.

e. Nearctic: meliputi daerah Amerika Utara, Dataran Tinggi Mexico

sampai ke Greenland.

f. Palearctic: meliputi daerah Eurasia menuju ke Selatan sampai ke

Himalaya, Afghanistan, Persia, dan Afrika bagian Utara Gurun

Sahara.

2. Distribusi ekologis:

adalah persebaran spesies hewan yang berhubungan dengan keadan

lingkungan (habitat) di mana mereka berada. Secara ekologis, distribusi

hewan tersebut dapat digolongkan antara lain: habitat air laut, air tawar,

hutan, padang rumput, dan padang pasir. Berkaitan dengan hal ini, ikan

termasuk hewan air, sehingga distribusi ekologisnya terbatas pada air, baik

air tawar maupun air laut.

3. Distribusi geologis:

merupakan distribusi suatu spesies organisme yang berhubungan dengan

waktu atau zaman dan periode umur bumi di mana spesies hewan itu

diketemukan. Pembagian zaman dan periode umur bumi secara geologis

dapat dilihat pada Tabel 4.

21

Page 33: Sharifuddin Bin

Gambar 3. Daerah distribusi ikan secara geografis (Bond, 1979)

22

Page 34: Sharifuddin Bin

Tabel 4. Periode zaman dan umur bumi (Storer dan Usinger, 1957)

Ikan yang pertama kali hadir di atas permukaan bumi dan diperkirakan

hidup pada zaman Paleozoic periode Ordovician (kira-kira 400 juta tahun yang

lalu) adalah ikan Ostracodermis. Spesies ikan yang ada sekarang ini terdapat

sekitar 50 juta tahun yang lalu sampai sekarang (Lagler et al. 1977).

G. Daerah Distribusi Ikan-ikan di Indonesia

Jumlah spesies ikan yang mendiami perairan di Indonesia diperkirakan

kurang lebih 6000 spesies. Menurut Alamsjah (1974), berdasarkan hasil penelitian

Wallace (dalam karya taksonomi Pieter Bleeker) yang dibukukan oleh Weber dan

de Beaufort, serta hasil penelitian zoogeografi Molengraff dan Weber (1919),

daerah distribusi ikan-ikan di Indonesia dapat dibedakan sebagai berikut:

1. Ikan-ikan daerah Paparan Sunda (Sundaplat)

Paparan Sunda merupakan bagian dari benua Asia pada zaman dahulu

(Gambar 4). Hal ini menyebabkan ikan-ikan yang terdapat di Pulau

Sumatera, Jawa, dan Kalimantan, sangat mirip dengan ikan yang berasal

dari daerah-daerah di daratan Asia bagian tenggara.

23

Page 35: Sharifuddin Bin

Gambar 4. Wilayah distribusi ikan-ikan di Indonesia, terdiri atas daerah paparan Sunda (di sebelah barat garis Wallace), daerah Wallace (di antara garis wallace dan garis Weber), dan daerah paparan Sahul (di sebelah timur garis Weber)

24

Page 36: Sharifuddin Bin

Ikan air tawar yang terdapat di rawa-rawa, sungai-sungai, dan danau-danau,

di ketiga pulau tersebut, kira-kira sebanyak 500 spesies. Pada umumnya

perairan di ketiga pulau tersebut dihuni oleh jenis-jenis ikan karnivor dan

omnivor, serta hanya sedikit sekali ikan herbivor.

Contoh ikan-ikan yang menghuni daerah perairan dataran rendah adalah: lais

(Kryptopterus spp.), gabus (Channa spp.), jambal (Wallago spp.), patin

(Pangasius spp.), dan belida (Notopterus spp.). Perairan sungai dataran

rendah antara lain dihuni oleh: nilem (Osteochillus spp.), jelawat

(Leptobarbus spp.), dan hampal (Hampala spp.). Sebaliknya, ikan-ikan

penghuni daerah rawa-rawa antara lain: sepat (Trichogaster spp.), tambakan

(Helostoma spp.), dan betok (Anabas spp.). Ikan-ikan yang mendiami sungai-

sungai dan danau-danau di daerah dataran tinggi (ketinggian di atas 500 m)

antara lain adalah ikan arengan (Labeo spp.) dan ikan sengkaring

(Labeobarbus spp.), namun ikan-ikan ini tidak suka hidup bersama dengan

jenis-jenis ikan lainnya.

2. Ikan-ikan daerah Wallacea

Daerah Wallacea meliputi daerah Nusa Tenggara dan Sulawesi. Spesies

ikan air tawar tidak terlalu banyak dan juga tidak terdapat ikan-ikan herbivor

dan ikan-ikan pemakan epifit (famili Cyprinidae), demikian juga ikan-ikan

karnivor dari famili Siluridae. Daerah ini didominasi oleh jenis sidat (Anguilla

spp.), jenis betok (Anabas spp.), dan dua jenis beloso (famili Eleotridae).

3. Ikan-ikan daerah Paparan Sahul (Sahulplat)

Spesies ikan belum banyak diketahui karena belum begitu banyak penelitian

yang dilakukan di daerah ini. Spesies ikan yang diketahui di daerah ini

berdasarkan hasil penelitian Hardenberg pada tahun 1950, dan hanya

terbatas pada daerah pesisir Irian Jaya, sebagian besar termasuk dalam

famili Gobiidae dan Siluridae

Walaupun berdasarkan hasil-hasil penelitian tersebut di atas diketahui

bahwa ketiga daerah tersebut masing-masing mempunyai penghuni yang khas,

akan tetapi pemasukan ikan dari satu daerah ke daerah yang lain dapat saja

25

Page 37: Sharifuddin Bin

terjadi. Hal ini terjadi karena adanya campur tangan manusia atau oleh faktor

distribusi lainnya.

H. Sistem Klasifikasi Ikan

Saat ini telah banyak dipublikasikan sistem klasifikasi ikan. Sistem-sistem

klasifikasi tersebut memiliki perbedaan dan persamaan antara satu dan yang

lainnya. Hal ini disebabkan antara lain oleh perbedaan kedudukan hirarki berbagai

kategori, perbedaan perincian di dalam kategori yang sama, perbedaan ciri-ciri

dalam penentuan dasar penamaan, dan perbedaan penggolongan di dalam

kategori (Sjafei et al., 1989).

Setiap sistem klasifikasi ikan yang telah dikemukakan oleh seorang ahli

sistematika biasanya memiliki pengikut. Pengikut-pengikut tersebut tidak saja

berasal dari kawasan yang sama dengan ahli tersebut, tetapi juga berasal dari

kawasan lain. Di Indonesia dan wilayah-wilayah lainnya di kawasan Indo Pasifik,

sistem klasifikasi ikan yang sering digunakan adalah sistem Bleeker yang telah

direvisi oleh Sunier, Weeber dan de Beaufort. Beberapa sistem klasifikasi ikan

yang pernah digunakan antara lain yaitu:

1. Sistem Boulenger, digunakan di Inggris dan bekas jajahannya, selain

penggunaan sistem J. R. Norman.

2. Sistem Schultz, digunakan di Jerman dan bekas jajahannya, selain

penggunaan sistem Bleeker.

3. Sistem H. H. Newman, digunakan di Amerika, selain penggunaan sistem D.

S. Berg dan sistem Jordan.

4. Sistem Bleeker, digunakan di Belanda, Belgia, Perancis, dan bekas

jajahannya.

5. Sistem Ian S. R. Munro, digunakan di Sri Lanka, merupakan modifikasi

sistem L. S. Berg.

6. Sistem Chote Suvatti, digunakan di Thailand.

7. Sistem Nikolsky, digunakan di Rusia.

Perbedaan jumlah hirarki kategori pada beberapa sistem klasifikasi ikan

yang pernah digunakan dapat dilihat dalam publikasi Berg (1965), Lagler et al.

(1977), Saanin (1984), dan Sjafei et al. (1989). Berikut ini diberikan sistem

klasifikasi Bleeker yang telah direvisi oleh Sunier, Weber dan de Beuafort seperti

26

Page 38: Sharifuddin Bin

tercantum dalam Saanin (1986) dan sistem klasifikasi Lagler et al. (1977). Di

dalam penulisan berikut ini, nama ordo diurut berdasarkan abjad.

1. Sistem klasifikasi Bleeker yang telah direvisi

Kelas Pisces

Subkelas Elasmobranchii

Ordo Hatoidei

Ordo Selachii

Subkelas Chondrostei

Subkelas Dipnoi

Subkelas Teleostei

Ordo Allotriognathi

Ordo Anacanthini

Ordo Apodes

Ordo Berycomorphi

Ordo Blennoidea

Ordo Discocephali

Ordo Gobioidea

Ordo Heteromi

Ordo Heterosomata

Ordo Hypostomides

Ordo Labyrinthici

Ordo Malacopterygii

Ordo Microcyprini

Ordo Myctophoidea

Ordo Ophistomi

Ordo Ostariophysi

Ordo Pediculati

Ordo Percesoces

Ordo Percomorphi

Ordo Plectognathi

Ordo Scleroparei

Ordo Solenichthys

Ordo Synbranchoidea

27

Page 39: Sharifuddin Bin

Ordo Sypnentognathi

Ordo Xenopterygii

2. Sistem klasifikasi Lagler et al.

Golongan Agnatha (tidak memiliki rahang bawah)

Kelas Cephalaspidomorphi

Subkelas Cyclostomata

Ordo Myxiniformes

Ordo Petromyzontiformes

Golongan Gnathostomata (memiliki rahang bawah)

Kelas Chondrichthyes

Subkelas Holocephali

Ordo Chimaeriformes

Subkelas Elasmobranchii (Selachii)

Ordo Heterodontiformes

Ordo Hexanchiformes

Ordo Pristiophoriformes

Ordo Rajiformes (Batoidei)

Ordo Squaliformes

Kelas Osteichthyes

Subkelas Crossopterygii

Ordo Coelacanthiformes

Subkelas Dipnoi

Ordo Dipteriformes

Subkelas Actinopterygii

Ordo Acipenceriformes

Ordo Amiiformes

Ordo Anguilliformes

Ordo Beloniformes

Ordo Beryciformes

Ordo Cetomiformes

Ordo Clupeiformes

Ordo Cypriniformes (Ostariophysi)

Ordo Cyprinodontiformes

28

Page 40: Sharifuddin Bin

Ordo Dactylopteryformes

Ordo Elopiformes

Ordo Gadiformes (Anacanthini)

Ordo Gasterosteiformes

Ordo Gobiesociformes

Ordo Gonarynchiformes

Ordo Lampridiformes

Ordo Lepisosteiformes

Ordo Lophiiformes

Ordo Mastacembeliformes

Ordo Mugiliformes

Ordo Myctophiformes

Ordo Notacanthiformes (Heteromi)

Ordo Osteoglossiformes

Ordo Pegasiformes

Ordo Perciformes

Ordo Percopsiformes (Salmopercae)

Ordo Pleuronectiformes

Ordo Polypteriformes

Ordo Salmoniformes

Ordo Scorpaeniformes

Ordo Synbranchiformes

Ordo Tetraodontiformes

Ordo Zeiformes

I. Soal-soal Latihan

Setelah membaca materi di atas, bentuklah kelompok diskusi (5 orang per

kelompok), kemudian masing-masing kelompok mempresentasikan selama 10

menit tugas berikut ini.

1. Carilah deskripsi ikan-ikan yang berasal dari perairan Indonesia sepuluh

tahun terakhir ini.

2. Apa sebabnya ikan-ikan yang berada di perairan sebelah timur Indonesia

agak mirip dengan ikan-ikan yang berada di wilayah Australia?

29

Page 41: Sharifuddin Bin

J. Daftar Pustaka

Affandi, R., D.S. Sjafei, M.F. Rahardjo, dan Sulistiono. 1992. Iktiologi. Suatu Pedoman Kerja Laboratorium. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Alamsjah, Z. 1974. Ichthyologi I. Departemen Biologi Perairan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Alamsjah, Z. dan M.F. Rahardjo. 1977. Penuntun Untuk Identifikasi Ikan. Departemen Biologi Perairan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Bond, C.E. 1979. Biology of Fishes. W.B. Saunders Company, Philadelphia.

Kottelat, M., A.J. Whitten, S.N. Kartikasari, and S. Wirjoatmodjo. 1993. Freshwater Fishes of Western Indonesia and Sulawesi. Periplus Editions Limited, Hong Kong.

Kottelat, M., Britz, R., Hui, T.H., and Witte, K.-E., 2006, Paedocypris, a new genus of Southeast Asian cyprinid fish with a remarkable sexual dimorphism, comprises the world’s smallest vertebrate, Proceedings of the Royal Society of London B 273, 895-899;

Lagler, K.F., J.E. Bardach, R.R. Miller, and D.R.M. Passino. 1977. Ichthyology. Second edition. John Wiley and Sons, Inc., New York.

Nelson, J.S. 1976. Fishes of the World. Wiley-Interscience, New York. 416 p.

Nelson, J.S. 1984. Fishes of the World. Second edition. John Wiley and Sons, New York. 523 p.

Nelson, J.S. 1994. Fishes of the World. Third edition. John Wiley and Sons, New York. 600 p.

Nelson, J.S. 2006. Fishes of the World. Fourth edition. John Wiley and Sons, Inc. New York. 601 p.

Pietsch, T.W., 2005, Dimorphism, parasitism, and sex revisited: modes of reproduction among deep-sea ceratioid anglerfishes (Teleostei: Lophiiformes), Ichthyological Research 52, 207-236;

Rahardjo, M.F. 1980. Ichthyologi. Departemen Biologi Perairan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Raven, P.H., G.B. Johnson, K.A. Mason, J.B. Losos, and S.R. Singer. 2011. Biology. Ninth edition. McGraw-Hill Companies, Inc., New York. 1406 p.

30

Page 42: Sharifuddin Bin

Recce, J.A., L.A. Urry, M.L. Cain, S.A. Wasserman, P.V. Minorsky, and R.B. Jackson. 2011. Campbell Biology. Ninth edition. Benjamin Cummings, Boston. 1472 p.

Roberts, T.R. 2007. The “celestial pearl danio”, a new genus and species of colorful minute cyprinid fish from Myanmar (Pisces: Cypriniformes). The Raffles Bulletin of Zoology 55(1): 131-140.

Rohner, C.A., Richardson, A.J., Marshall, A.D., Weeks, S.J., and Pierce, S.J., 2011, How large is the world’s largest fish? Measuring whale sharks, Rhyncodon typus, with laser photogrammetry, Journal of Fish Biology 78: 378-385.

Sjafei, D.S., M.F. Rahardjo, R. Affandi, dan M. Brodjo. 1989. Bahan Pengajaran Sistematika Ikan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Storer, T.J. and R.L. Usinger. 1957. General Zoology. McGraw Hill Book Company, Inc., New York.

Summers, A., March 2007, No bones about ‘em. Natural History 116(2): 36-37.

Watson, W., and Walker, H.J. Jr., 2004, The world’s smallest vertebrate, Schindleria brevipinguis, a new paedomorphic species in the family Schindleriidae (Perciformes: Gobioidei), Records of the Australian Museum 56: 139-142

31

Page 43: Sharifuddin Bin

III. MORFOLOGI IKAN

A. Sasaran Pembelajaran

1. Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan bagian-bagian

tubuh ikan

2. Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan bentuk-bentuk

tubuh ikan

3. Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan bagian-bagian

kepala ikan

4. Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan bagian-bagan

badan ikan

5. Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan anggota gerak

pada ikan

6. Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan bagian-bagian

ekor ikan

B. Bagian-bagian Tubuh Ikan

Pada umumnya tubuh ikan terbagi atas tiga bagian (Gambar 5), yaitu:

1. Caput: bagian kepala, yaitu mulai dari ujung moncong terdepan sampai

dengan ujung tutup insang paling belakang.

Pada bagian kepala terdapat mulut, rahang atas, rahang bawah, gigi, sungut,

hidung, mata, insang, tutup insang, otak, jantung, dan sebagainya.

2. Truncus: bagian badan, yaitu mulai dari ujung tutup insang bagian belakang

sampai dengan permulaan sirip dubur.

Pada bagian badan terdapat sirip punggung, sirip dada, sirip perut, serta

organ-organ dalam seperti hati, empedu, lambung, usus, gonad, gelembung

renang, ginjal, limpa, dan sebagainya.

3. Cauda: bagian ekor, yaitu mulai dari permulaan sirip dubur sampai dengan

ujung sirip ekor bagian paling belakang.

Pada bagian ekor terdapat anus, sirip dubur, sirip ekor, dan kadang-kadang

juga terdapat scute dan finlet.

Bagian tubuh ikan mempunyai ukuran yang sangat bervariasi. Ukuran

bagian badan pada ikan tambakan (Helostoma temminckii Cuvier, 1829) sangat

32

Page 44: Sharifuddin Bin

Gambar 5. Bagian-bagian tubuh ikan secara morfologi (Bond, 1979)

33

Page 45: Sharifuddin Bin

pendek, sirip dubur sangat panjang, dan permulaan sirip dubur tidak jauh dari

bagian kepala. Sebaliknya, ukuran bagian badan pada ikan belut sangat panjang.

C. Bentuk-bentuk Tubuh Ikan

Bentuk tubuh ikan biasanya berkaitan erat dengan tempat dan cara mereka

hidup. Secara umum, tubuh ikan berbentuk setangkup atau simetris bilateral, yang

berarti jika ikan tersebut dibelah pada bagian tengah-tengah tubuhnya (potongan

sagittal) akan terbagi menjadi dua bagian yang sama antara sisi kanan dan sisi

kiri. Selain itu, ada beberapa jenis ikan yang mempunyai bentuk non-simetris

bilateral, yang mana jika tubuh ikan tersebut dibelah secara melintang (cross

section) maka terdapat perbedaan antara sisi kanan dan sisi kiri tubuh, misalnya

pada ikan langkau (Psettodes erumei (Bloch & Schneider, 1801)) dan ikan lidah

(Cynoglossus bilineatus (Lacepède, 1802)).

Bentuk tubuh simetris dapat dibedakan atas (Gambar 6):

1. Fusiform atau bentuk torpedo (bentuk cerutu), yaitu suatu bentuk yang

sangat stream-line untuk bergerak dalam suatu medium tanpa mengalami

banyak hambatan. Tinggi tubuh hampir sama dengan lebar tubuh,

sedangkan panjang tubuh beberapa kali tinggi tubuh. Bentuk tubuh hampir

meruncing pada kedua bagian ujung.

Contoh: Rastrelliger kanagurta (Cuvier, 1816) kembung lelaki

Euthynnus affinis (Cantor, 1849) tongkol

Katsuwonus pelamis (Linnaeus, 1758) cakalang

2. Compressed atau pipih, yaitu bentuk tubuh yang gepeng ke samping. Tinggi

badan jauh lebih besar bila dibandingkan dengan tebal ke samping (lebar

tubuh). Lebar tubuh juga lebih kecil daripada panjang tubuh.

Contoh: Gerres filamentous Cuvier, 1829 kapas-kapas

Gazza minuta (Bloch, 1795) peperek bondolan

Parastromateus niger (Bloch, 1795) bawal hitam

3. Depressed atau picak, yaitu bentuk tubuh yang gepeng ke bawah. Tinggi

badan jauh lebih kecil bila dibandingkan dengan tebal ke arah samping

badan (lebar tubuh).

Contoh: Rhynchobatus djiddensis (Forsskål, 1775) pare kekeh

Himantura uarnak (Gmelin, 1789) pare totol

Pastinachus sephen (Forsskål, 1775) pare kelapa

34

Page 46: Sharifuddin Bin

Gambar 6. Bentuk-bentuk tubuh ikan. A. Fusiform; B. Compressed; C. Depressed; D. Anguilliform; E. Filiform; F. Taeniform; G. Sagittiform; H. Globiform (Bond, 1979)

35

Page 47: Sharifuddin Bin

4. Anguilliform atau bentuk ular atau sidat atau belut, yaitu bentuk tubuh ikan

yang memanjang dengan penampang lintang yang agak silindris dan kecil

serta pada bagian ujung meruncing/tipis.

Contoh: Anguilla celebesensis Kaup, 1856 sidat

Monopterus albus (Zuiew, 1793) belut

Plotosus canius Hamilton, 1822 sembilang

5. Filiform atau bentuk tali, yaitu bentuk tubuh yang menyerupai tali.

Contoh: Pseudophallus straksii (Jordan & Cuvier, 1895) pipefish

Nemichthys scolopaceus Richardson, 1848 snipe eel

6. Taeniform atau flatted-form atau bentuk pita, yaitu bentuk tubuh yang

memanjang dan tipis menyerupai pita.

Contoh: Trichiurus brevis Wang & You, 1992 ikan layur

Pholis laeta (Cope, 1873)

7. Sagittiform atau bentuk panah, yaitu bentuk tubuh yang menyerupai anak

panah.

Contoh: Esox lucius Linnaeus, 1758 pike

8. Globiform atau bentuk bola, yaitu bentuk tubuh ikan yang menyerupai bola.

Contoh: Diodon histrix Linnaeus, 1758 buntal landak

Cyclopterus lumpus Linnaeus, 1758 lumpfish

9. Ostraciform atau bentuk kotak, yaitu bentuk tubuh ikan yang menyerupai

kotak.

Contoh: Tetraodon baileyi Sontirat, 1989 hairy puffer

Lagocephalus sceleratus (Gmelin, 1789) toadfish

Tidak semua ikan mempunyai bentuk tubuh sebagaimana yang telah

disebutkan di atas. Beberapa jenis ikan mempunyai bentuk tubuh yang berbeda,

misalnya pada ikan Eurypegasus draconis (Linnaeus, 1766) dari famili Pegasidae,

ikan sapi Acanthostracion quadriformis (Linnaeus, 1758)(famili Ostraciidae), ikan

tangkur kuda Hippocampus kuda Bleeker, 1852 (famili Syngnathidae)(Gambar 7).

Bentuk tubuh ikan Ictalurus punctatus (Rafinesque, 1818) dari famili Ictaluridae

dan golongan lele Clarias batrachus (Linnaeus, 1758) merupakan kombinasi dari

beberapa bentuk tubuh, yaitu bagian kepala berbentuk picak, bagian badan

berbentuk cerutu, dan bagian ekor berbentuk pipih (Gambar 7-C).

36

Page 48: Sharifuddin Bin

Gambar 7. Bentuk-bentuk tubuh kombinasi. A. Famili Pegasidae; B. Famili Ostraciidae; C. Famili Ictaluridae; D. Famili Syngnathidae (ikan Tangkur kuda)(Bond, 1979)

37

Page 49: Sharifuddin Bin

D. Kepala Ikan

Kepala ikan umumnya tidak bersisik, tetapi ada juga yang bersisik. Bagian-

bagian pada kepala ikan yang penting adalah:

1. Tulang-tulang tambahan tutup insang.

Jika dilihat dari arah luar, celah insang tertutup oleh tutup insang (apparatus

opercularis). Tulang-tulang tutup insang (Gambar 8) terdiri dari:

- Os operculare, berupa tulang yang paling besar dan letaknya paling

dorsal.

- Os preoperculare, berupa tulang sempit yang melengkung seperti sabit

dan terletak di depan sekali.

- Os interoperculare, juga merupakan tulang yang sempit dan terletak di

antara os operculare dan os preoperculare.

- Os suboperculare, bagian tulang yang terletak di bawah sekali.

Pada bagian bawah tulang-tulang penutup insang terdapat suatu selaput tipis

yang menutupi tulang-tulang di atasnya, disebut membrana branchiostega.

Membrana ini diperkuat oleh radii branchiostega yaitu berupa tulang-tulang

kecil yang terletak pada bagian ventral dari pharynx.

2. Bentuk mulut.

Ada berbagai macam bentuk mulut ikan dan hal tersebut berkaitan erat

dengan jenis makanan yang dimakannya. Bentuk mulut ikan dapat dibedakan

atas (Gambar 9):

- Bentuk tabung (tube like), misalnya pada ikan tangkur kuda

(Hippocampus histrix Kaup, 1856)

- Bentuk paruh (beak like), misalnya pada ikan julung-julung

(Hemirhamphus far (Forsskål, 1775))

- Bentuk gergaji (saw like) misalnya pada ikan cucut gergaji (Pristis

microdon Latham, 1794)

- Bentuk terompet, misalnya pada Campylomormyrus elephas (Boulenger,

1898)

Berdasarkan dapat tidaknya mulut ikan tersebut disembulkan, maka bentuk

mulut ikan dapat dibedakan atas (Gambar 10):

38

Page 50: Sharifuddin Bin

Gambar 8. Tulang-tulang tambahan tutup insang (Andy Omar, 1987)

Gambar 9. Bentuk-bentuk mulut (Afandi et al., 1992)

39

Page 51: Sharifuddin Bin

Gambar 10. Mulut yang dapat dan tidak dapat disembulkan (Affandi et al., 1992)

40

Page 52: Sharifuddin Bin

- Mulut yang dapat disembulkan, misalnya pada ikan mas (Cyprinus carpio

carpio Linnaeus, 1758)

- Mulut yang tidak dapat disembulkan, misalnya pada ikan lele (Clarias

batrachus (Linnaeus, 1758))

3. Letak mulut.

Letak atau posisi mulut ikan dapat dibedakan atas (Gambar 11):

- Inferior, yaitu mulut yang terletak di bawah hidung, misalnya pada ikan

pare kembang (Neotrygon kuhlii (Müller & Henle, 1841)) dan ikan cucut

(Chaenogaleus macrostoma (Bleeker, 1852)).

- Subterminal, yaitu mulut yang terletak dekat ujung hidung agak ke bawah,

misalnya pada ikan kuro/senangin (Eleutheronema tetradactylum (Shaw,

1804)) dan ikan setuhuk putih (Makaira indica (Cuvier, 1832)).

- Terminal, yaitu mulut yang terletak di ujung hidung, misalnya pada ikan

tambangan (Lutjanus johni (Bloch, 1792)) dan ikan mas (Cyprinus carpio

carpio Linnaeus, 1758).

- Superior, yaitu mulut yang terletak di atas hidung, misalnya pada ikan

julung-julung (Hemirhamphus far (Forsskål, 1775)) dan ikan kasih madu

(Kurtus indicus Bloch, 1786).

4. Letak sungut.

Sungut ikan berfungsi sebagai alat peraba dalam mencari makanan dan

umumnya terdapat pada ikan-ikan yang aktif mencari makan pada malam

hari (nokturnal) atau ikan-ikan yang aktif mencari makan di dasar perairan.

Ikan-ikan yang memiliki sungut antara lain adalah ikan sembilang (Plotosus

canius Hamilton, 1822), ikan lele (Clarias batrachus (Linnaeus, 1758)), dan

ikan mas (Cyprinus carpio carpio Linnaeus, 1758).

Letak dan jumlah sungut juga berguna untuk identifikasi. Letak, bentuk, dan

jumlah sungut berbeda-beda. Ada yang terletak pada hidung, bibir, dagu,

sudut mulut, dan sebagainya. Bentuk sungut dapat berupa rambut,

pecut/cambuk, sembulan kulit, bulu, dan sebagainya. Ada ikan yang memiliki

satu lembar sungut, satu pasang, dua pasang, atau beberapa pasang

(Gambar 12).

41

Page 53: Sharifuddin Bin

Gambar 11. Letak mulut ikan (Bond, 1979)

Gambar 12. Letak, bentuk, dan jumlah sungut ikan (Affandi et al. 1992)

42

Page 54: Sharifuddin Bin

E. Badan Ikan

Seluruh badan ikan umumnya mempunyai sisik (squama). Sisik disebut

juga rangka dermal, yang berhubungan dengan rangka luar (exoskeleton). Sisik

atau squama membentuk rangka luar terutama pada ikan-ikan primitif, misalnya

pada ikan tangkur kuda (Hippocampus histrix Kaup, 1856.) yang memiliki sisik

sangat keras.

Sisik yang sangat fleksibel ditemukan pada ikan-ikan moderen. Ikan-ikan

yang tidak mempunyai sisik antara lain Ameiurus nebulosus (Lesueur, 1819) dari

famili Ictaluridae, Lampetra tridentata (Richardson, 1836) dari famili

Petromyzontidae, dan ikan belut Monopterus albus (Zuiew, 1793) dari famili

Synbranchidae. Beberapa ikan hanya mempunyai sisik hanya pada bagian-bagian

tubuh tertentu saja, misalnya Polyodon spathula (Walbaum, 1792) dan ikan

cakalang Katsuwonus pelamis (Linnaeus, 1758).

Menurut bentuknya, sisik ikan dapat dibedakan atas beberapa tipe

(Gambar 13), yaitu:

- Cosmoid, terdapat pada ikan-ikan purba yang telah punah

- Placoid, merupakan sisik tonjolan kulit, banyak terdapat pada ikan yang

termasuk kelas Chondrichthyes.

- Ganoid, merupakan sisik yang terdiri atas garam-garam ganoin, banyak

terdapat pada ikan dari golongan Actinopterygii.

- Cycloid, berbentuk seperti lingkaran, umumnya terdapat pada ikan yang

berjari-jari sirip lemah (Malacopterygii).

- Ctenoid, berbentuk seperti sisir, ditemukan pada ikan yang berjari-jari

sirip keras (Acanthopterygii)

Pada bagian tengah badan ikan, sebelah kanan dan kiri, mulai dari kepala

sampai ke pangkal ekor, terdapat suatu bangunan yang kelihatannya seperti garis

memanjang, yang disebut garis rusuk atau gurat sisi (linea lateralis). Garis rusuk

dapat ditemukan baik pada ikan yang mempunyai sisik maupun tidak bersisik.

Pada ikan yang bersisik, garis rusuk ini dibentuk oleh sisik yang memiliki pori-pori.

Garis rusuk berfungsi sebagai indera keenam pada ikan, yaitu untuk mengetahui

perubahan tekanan air yang terjadi sehubungan dengan aliran arus air, untuk

mengetahui jika ikan itu mendekati atau menjauhi benda-benda keras, dan untuk

osmoregulasi.

43

Page 55: Sharifuddin Bin

Gambar 13. Bentuk-bentuk sisik ikan (Bond, 1979)

44

Page 56: Sharifuddin Bin

Garis rusuk yang biasa disingkat dengan “L.l.” berbeda dengan garis sisi

(linea transversalis) yang biasa disingkat dengan “L.tr.” atau “l.l.”. Sisik-sisik yang

dilalui oleh garis rusuk mempunyai lubang di tengah-tengahnya sedangkan sisik-

sisik yang dilalui oleh garis sisi tidak mempunyai lubang atau pori

Setiap jenis ikan mempunyai garis rusuk yang berbeda-beda. Gambar 14

memperlihatkan beberapa contoh garis rusuk yang ditemukan pada berbagai

jenis ikan. Ada yang hanya memiliki satu dan ada yang lebih, ada yang lengkap

tetapi ada pula yang terputus-putus, ada yang berbentuk garis lurus dan ada pula

yang bengkok, ada yang menyerupai garis melengkung ke atas dan ada pula yang

seperti garis melengkung ke bawah.

Selain beberapa bagian-bagian yang telah disebutkan di atas, pada badan

ikan juga sering ditemukan (Gambar 15):

- Finlet (jari-jari sirip tambahan), merupakan sembulan-sembulan kulit

yang tipis dan pendek, umumnya berbentuk segitiga, kadang-kadang

mempunyai satu jari-jari. Finlet terletak di antara sirip punggung dan

sirip ekor, dan di antara sirip dubur dan sirip ekor. Finlet ditemukan

misalnya pada ikan kembung perempuan (Rastrelliger brachysoma

(Bleeker, 1851)) dan ikan tenggiri (Scomberomorus commerson

(Lacepède, 1800))

- Scute (skut, sisik duri), merupakan kelopak tebal yang mengeras dan

tersusun seperti genting. Skut yang ditemukan pada daerah perut

disebut abdominal scute (misalnya pada Clupeoides hypselosoma

Bleeker, 1866), sedangkan skut yang terdapat pada daerah pangkal

ekor disebut caudal scute (misalnya pada ikan selar, Caranx heberi

(Bennet, 1830)).

- Keel (kil, lunas), merupakan rigi-rigi yang pada bagian tengahnya

terdapat puncak yang meruncing, ditemukan pada bagian batang ekor

ikan. Kil misalnya terdapat pada ikan tongkol (Thunnus tonggol

(Bleeker, 1851)), ikan slengseng (Scomber australasicus Cuvier, 1832),

dan ikan-ikan lain dari famili Scomberidae.

- Adipose fin (sirip lemak), merupakan sembulan kulit di belakang sirip

punggung dan sirip dubur, agak panjang dan tinggi tetapi agak tipis

sehingga serupa dengan selaput tebal dan banyak mengandung lemak.

45

Page 57: Sharifuddin Bin

Gambar 14. Berbagai bentuk garis rusuk pada ikan (Affandi et al., 1992)

46

Page 58: Sharifuddin Bin

Gambar 15. Beberapa ciri khusus pada badan ikan (Affandi et al., 1992)

47

Page 59: Sharifuddin Bin

Sirip lemak ini misalnya terdapat pada ikan keting (Ketengus typus

Bleeker, 1847) dan ikan jambal (Pangasius pangasius (Hamilton,

1822)).

- Interpelvic process (cuping), merupakan pertumbuhan kulit yang

menyerupai lidah-lidah yang terdapat di antara kedua sirip perut. Cuping

ini ditemukan misalnya pada ikan tongkol (Auxis thazard thazard

(Lacepède, 1800)) dan ikan cakalang (Katsuwonus pelamis (Linnaeus,

1758).

F. Anggota Gerak

Anggota gerak pada ikan berupa sirip-sirip. Ikan dapat bergerak dan berada

pada posisi yang diinginkannya karena adanya sirip-sirip tersebut. Sirip ini ada

yang berpasangan (bersifat ganda) dan ada juga yang tunggal.

Sirip yang berpasangan adalah:

- Sirip dada (pinnae pectoralis = pinnae thoracicae = pectoral fins),

disingkat dengan P atau P1

- Sirip perut (pinnae abdominalis = pinnae pelvicalis = pinnae ventralis =

pelvic fins = ventral fins), disingkat dengan V atau P2

Sirip yang tidak berpasangan atau sirip tunggal adalah:

- Sirip punggung (pinna dorsalis = dorsal fin), disingkat dengan D. Jika

sirip punggung terdiri atas dua bagian, maka sirip punggung pertama (di

bagian depan) disingkat dengan D1, sedangkan sirip punggung kedua

(yang di belakang) disingkat dengan D2

- Sirip dubur (pinna analis = anal fin), disingkat dengan A.

- Sirip ekor (pinna caudalis = caudal fin), disingkat dengan C.

Ikan-ikan yang mempunyai baik sirip-sirip yang berpasangan maupun sirip-

sirip tunggal disebut ikan bersirip lengkap (Gambar 16). Namun demikian ada

juga ikan-ikan yang tidak bersirip lengkap. Ikan buntal (Triodon macropterus

Lesson, 1831) tidak mempunyai sirip perut, sedangkan ikan bawal

(Parastromateus niger (Bloch, 1795)) juvenil memiliki sirip perut tetapi pada saat

dewasa sirip ini tidak berkembang dan bahkan tereduksi.

Pada beberapa jenis ikan, ada sirip yang mengalami modifikasi menjadi

semacam alat peraba, penyalur sperma, penyalur cairan beracun, dan lain-lain.

48

Page 60: Sharifuddin Bin

Gambar 16. Posisi sirip-sirip pada tubuh ikan (Lagler et al., 1977)

49

Page 61: Sharifuddin Bin

Ikan gurami (Osphronemus gouramy Lacepède, 1801) mempunyai sirip perut

yang bermodifikasi menjadi alat peraba. Sirip punggung pertama pada ikan

remora (Remora remora (Linnaeus, 1758)) berubah fungsinya menjadi alat

penempel. Jari-jari mengeras sirip dada ikan lele (Clarias batrachus) berfungsi

sebagai alat penyalur cairan beracun. Ikan terbang (Hyrundichthys oxycephalus

(Bleeker, 1852)) memiliki sirip dada yang sangat panjang sehingga ikan ini dapat

terbang di atas permukaan air (Gambar 17).

Setiap sirip disusun oleh “membrana”, yaitu suatu selaput yang terdiri dari

jaringan lunak, dan “radialia” atau “jari-jari sirip” yang terdiri dari jaringan tulang

atau tulang rawan. Radialia ini ada yang bercabang dan ada pula yang tidak,

tergantung pada jenisnya.

Berdasarkan letak sirip perut terhadap sirip dada, dapat dibedakan empat

macam letak sirip perut (Gambar 18), yaitu:

- Abdominal, yaitu jika letak sirip perut agak jauh ke belakang dari sirip

dada, misalnya pada ikan bulan-bulan (Megalops cyprinoides

(Broussonet, 1782) dan ikan japuh (Dussumieria acuta Valenciennes,

1847).

- Subabdominal, yaitu jika letak sirip perut agak dekat dengan sirip dada,

misalnya pada ikan kerong-kerong (Therapon theraps Cuvier, 1829) dan

ikan karper perak (Hypophthalmichthys molitrix (Valenciennes, 1844))

- Thoracic, yaitu jika sirip perut terletak tepat di bawah sirip dada,

misalnya pada ikan layang (Decapterus russelli (Rüppell, 1830)) dan

ikan bambangan (Lutjanus sanguineus (Cuvier, 1828)).

- Jugular, yaitu jika sirip perut terletak agak lebih ke depan daripada sirip

dada, misalnya pada ikan kasih madu (Kurtus indicus Bloch, 1786) dan

ikan tumenggung (Priacanthus tayenus Richardson, 1846).

G. Ekor Ikan

Kent (1954) membagi bentuk ekor ikan atas empat macam seperti terlihat

pada Gambar 19. Pembagian ini berdasarkan perkembangan arah ujung belakang

notochord atau vertebrae, yaitu:

- Protocercal, ujung belakang notochord atau vertebrae berakhir lurus

pada ujung ekor, umumnya ditemukan pada ikan-ikan yang masih

embrio dan ikan Cyclostomata.

50

Page 62: Sharifuddin Bin

Gambar 17. Modifikasi berbagai sirip pada ikan (Affandi et al., 1992)

51

Page 63: Sharifuddin Bin

Gambar 18. Letak sirip perut pada tubuh ikan. A. Abdominal; B. Subabdominal; C. Thoracic; D. Jugular (Bond, 1979)

Gambar 19. Tipe-tipe sirip ekor. A. Heterocercal; B. Heterocercal (abbreviate); C. Homocercal; D. Isocercal (Bond, 1979)

52

Page 64: Sharifuddin Bin

- Heterocercal, ujung belakang notochord pada bagian ekor agak

membelok ke arah dorsal sehingga cauda terbagi secara tidak simetris,

misalnya pada ikan cucut.

- Homocercal, ujung notochord pada bagian ekor juga agak membelok ke

arah dorsal sehingga cauda terbagi secara tidak simetris bila dilihat dari

dalam tetapi terbagi secara simetris bila dilihat dari arah luar, terdapat

pada Teleostei.

- Diphycercal, ujung notochord lurus ke arah cauda sehingga sirip ekor

terbagi secara simetris baik dari arah dalam maupun dari arah luar,

terdapat pada ikan Dipnoi dan Latimeria menadoensis Pouyaud,

Wirjoatmodjo, Rachmatika, Tjakrawidjaja, Hadiaty & Hadie, 1999..

Jika ditinjau dari bentuk luar sirip ekor, maka secara morfologis dapat

dibedakan beberapa bentuk sirip ekor (Gambar 20), yaitu:

- Rounded (membundar), misalnya pada ikan kerapu bebek (Cromileptes

altivelis (Valenciennes, 1828)).

- Truncate (berpinggiran tegak), misalnya pada ikan tambangan (Lutjanus

johni (Bloch, 1792)).

- Pointed (meruncing), misalnya pada ikan sembilang (Plotosus canius

Hamilton, 1822).

- Wedge shape (bentuk baji), misalnya pada ikan gulamah (Argyrosomus

amoyensis (Bleeker, 1863)).

- Emarginate (berpinggiran berlekuk tunggal), misalnya pada ikan lencam

merah (Lethrinus obsoletus (Forsskål, 1775)).

- Double emarginate (berpinggiran berlekuk ganda), misalnya pada ikan

ketang-ketang (Drepane punctata (Linnaeus, 1758)).

- Forked / Furcate (bercagak), misalnya pada ikan cipa-cipa (Atropus

atropos (Bloch & Schneider, 1801)).

- Lunate (bentuk sabit), misalnya pada ikan tuna mata besar (Thunnus

obesus (Lowe, 1839)).

- Epicercal (bagian daun sirip atas lebih besar), misalnya pada ikan cucut

martil (Eusphyra blochii (Cuvier, 1816)).

- Hypocercal (bagian daun sirip bawah lebih besar), misalnya pada ikan

terbang (Exocoetus volitans Linnaeus, 1758).

53

Page 65: Sharifuddin Bin

Gambar 20. Bentuk morfologi ekor ikan. 1. Rounded; 2. Truncate; 3. Pointed; 4. Wedge shape; 5. Emarginate; 6. Double emarginate; 7. Forked; 8. Lunate; 9. Epicercal; 10. Hypocercal (Affandi et al., 1992)

54

Page 66: Sharifuddin Bin

H. Soal-soal Latihan

Setelah membaca materi di atas, bentuklah kelompok diskusi (5 orang per

kelompok), kemudian masing-masing kelompok mempresentasikan selama 10

menit tentang modifikasi bentuk dan fungsi masing-masing sirip ikan.

Di dalam laboratorium, masing-masing kelompok diskusi memeriksa sisik

yang dilalui oleh gurat sisi (linea lateralis) dan yang tidak dilalui oleh garis

tersebut. Sebutkan kesimpulannya.

I. Daftar Pustaka

Affandi, R., D.S. Sjafei, M.F. Rahardjo, dan Sulistiono. 1992. Iktiologi. Suatu Pedoman Kerja Laboratorium. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Alamsjah, Z. 1974. Ichthyologi I. Departemen Biologi Perairan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Alamsjah, Z. dan M.F. Rahardjo. 1977. Penuntun Untuk Identifikasi Ikan. Departemen Biologi Perairan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Allen, G.R. 1985. FAO Species Catalogue. Volume 6. Snappers of the World. An Annotated and Illustrated Catalogue of Lutjanid Species Known to Date. FAO Fisheries Synopsis No. 125, Volume 6. Food and Agriculture Organization of the United Nations. Rome.

Andy Omar, S. Bin. 1987. Penuntun Praktikum Sistematika Dasar. Jurusan Perikanan Universitas Hasanuddin, Ujungpandang.

Bond, C.E. 1979. Biology of Fishes. W.B. Saunders Company, Philadelphia.

Djuhanda, T. 1981. Dunia Ikan. Armico, Bandung.

Djuhanda, T. 1982. Anatomi dari Empat Species Hewan Vertebrata. Armico, Bandung.

Effendie, M.I. 1979. Metode Biologi Perikanan. Yayasan Dewi Sri, Bogor.

Kent, G.G. 1954. Comparative Anatomy of the Vertebrates. McGraw Hill Book Company, Inc., New York.

Kottelat, M., A.J. Whitten, S.N. Kartikasari, and S. Wirjoatmodjo. 1993. Freshwater Fishes of Western Indonesia and Sulawesi. Periplus Editions Limited, Hong Kong.

55

Page 67: Sharifuddin Bin

Lagler, K.F., J.E. Bardach, R.R. Miller, and D.R.M. Passino. 1977. Ichthyology. Second edition. John Wiley and Sons, Inc., New York.

Mayr, E. and P.D. Ashlock. 1991. Principles of Systematic Zoology. Second edition.McGraw Hill International Edition, New York.

Moyle, P.B. and J.J. Cech, Jr. 1988. Fishes. An Introduction to Ichthyology. Second edition. Prentice Hall, Englewood Cliffs, New Jersey.

Nikolsky, C.V. 1963. The Ecology of Fishes. Academic Press, London.

Rahardjo, M.F. 1980. Ichthyologi. Departemen Biologi Perairan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Jilid 1 dan 2. Bina Cipta, Jakarta.

Scott, J.S. 1959. An Introduction to the Sea Fishes of Malaya. Ministry of Agriculture, Federation of Malaya.

Sjafei, D.S., M.F. Rahardjo, R. Affandi, dan M. Brodjo. 1989. Bahan Pengajaran Sistematika Ikan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

56

Page 68: Sharifuddin Bin

IV. MORFOMETRIK DAN MERISTIK

A. Sasaran Pembelajaran

1. Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan pengertian

morfometrik

2. Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan pengertian meristik

B. Morfometrik

Setiap ikan mempunyai ukuran yang berbeda-beda, tergantung pada umur,

jenis kelamin, dan keadaan lingkungan hidupnya. Faktor-faktor lingkungan yang

dapat mempengaruhi kehidupan ikan di antaranya adalah makanan, derajat

keasaman (pH) air, suhu, dan salinitas. Faktor-faktor tersebut, baik secara sendirisendiri

maupun secara bersama-sama, mempunyai pengaruh yang sangat besar

terhadap pertumbuhan ikan. Dengan demikian, walaupun dua ekor ikan

mempunyai umur yang sama namun ukuran mutlak di antara keduanya dapat

saling berbeda.

Morfometrik adalah ukuran bagian-bagian tertentu dari struktur tubuh ikan

(measuring methods). Ukuran ikan adalah jarak antara satu bagian tubuh ke

bagian tubuh yang lain. Karakter morfometrik yang sering digunakan untuk diukur

antara lain panjang total, panjang baku, panjang cagak, tinggi dan lebar badan,

tinggi dan panjang sirip, dan diameter mata (Hubbs dan Lagler, 1958; Parin,

1999).

Satuan ukuran yang digunakan di dalam morfometrik sangat bervariasi. Di

Indonesia, satuan ukuran yang umum digunakan adalah sentimeter (cm) atau

milimeter (mm), tergantung kepada keinginan peneliti. Ukuran-ukuran ini disebut

ukuran mutlak. Untuk memperoleh pengukuran yang lebih teliti, sebaiknya

menggunakan jangka sorong (calipper). Adalah suatu hal yang tidak mungkin

untuk memberikan ukuran bagian-bagian ikan dalam ukuran mutlak (misalnya cm)

pada saat melakukan identifikasi. Ukuran yang digunakan untuk identifikasi

hanyalah merupakan ukuran perbandingan. Seekor ikan yang memiliki panjang

total 25 cm dan panjang kepala 5 cm, maka perbandingan yang dinyatakan di

dalam buku-buku identifikasi adalah panjang kepala sama dengan seperlima

panjang total tubuhnya.

57

Page 69: Sharifuddin Bin

Berbagai ukuran bagian tubuh ikan yang sering digunakan di dalam

identifikasi ikan adalah (Gambar 21 dan 22):

a. Panjang baku (panjang biasa), yaitu jarak garis lurus antara ujung bagian

kepala yang paling depan (biasanya ujung salah satu dari rahang yang

terdepan) sampai ke pelipatan pangkal sirip ekor.

b. Panjang cagak (fork length), adalah panjang ikan yang diukur dari ujung

kepala yang terdepan sampai ujung bagian luar lekukan cabang sirip ekor.

c. Panjang total, adalah jarak garis lurus antara ujung kepala yang terdepan

dengan ujung sirip ekor yang paling belakang.

d. Tinggi badan, diukur pada tempat yang tertinggi antara bagian dorsal

dengan ventral, dimana bagian dari dasar sirip yang melewati garis

punggung tidak ikut diukur.

e. Tinggi batang ekor, diukur pada batang ekor di tempat yang mempunyai

tinggi terkecil.

f. Panjang batang ekor, merupakan jarak miring antara ujung dasar sirip

dubur dengan pangkal jari-jari tengah sirip ekor.

g. Panjang dasar sirip punggung dan sirip dubur, merupakan jarak antara

pangkal jari-jari pertama dengan tempat selaput sirip di belakang jari-jari

terakhir bertemu dengan badan. Jarak ini diukur melalui dasar sirip.

h. Panjang di bagian depan sirip punggung, merupakan jarak antara ujung

kepala terdepan sampai ke pangkal jari-jari pertama sirip punggung.

i. Tinggi sirip punggung dan sirip dubur, diukur dari pangkal keping pertama

sirip sampai ke bagian puncaknya.

j. Panjang sirip dada dan sirip perut, adalah panjang terbesar menurut arah

jari-jari dan diukur dari bagian dasar sirip yang paling depan atau terjauh

dari puncak sirip sampai ke puncak sirip ini. Sambungan sirip berupa

rambut atau benang halus, oleh beberapa ahli juga ikut diukur, sehingga

harus lebih waspada. Pengukuran panjang sirip dada hanya dilakukan jika

bentuk sirip dada itu tidak simetris.

k. Panjang jari-jari sirip dada yang terpanjang, pengukuran ini hanya

dilakukan jika jari-jari yang terpanjang terletak di tengah-tengah atau di

bagian tengah sirip. Pengukuran dilakukan mulai dari pertengahan dasar

sirip sampai ke ujung jari-jari tersebut. Jika jari-jari lain yang dimaksudkan

dan bukan jari-jari tengah maka hal ini harus dinyatakan.

58

Page 70: Sharifuddin Bin

l. Panjang jari-jari keras dan jari-jari lemah. Panjang jari-jari keras adalah

panjang pangkal yang sebenarnya sampai ke ujung bagian yang keras,

walaupun ujung ini masih disambung oleh bagian yang lemah atau

sambungan seperti rambut. Panjang jari-jari lemah diukur dari pangkal

sampai ke ujungnya.

m. Panjang kepala, adalah jarak antara ujung termuka dari kepala hingga

ujung terbelakang dari keping tutup insang. Beberapa peneliti melakukan

pengukuran sampai ke pinggiran terbelakang selaput yang melekat pada

tutup insang (membrana branchiostega) sehingga diperoleh panjang kepala

yang lebih besar.

n. Tinggi kepala, merupkan panjang garis tegak antara pertengahan pangkal

kepala dan pertengahan kepala di sebelah bawah.

o. Lebar kepala, merupakan jarak lurus terbesar antara kedua keping tutup

insang pada kedua sisi kepala.

p. Lebar / tebal badan, adalah jarak lurus terbesar antara kedua sisi badan.

q. Panjang hidung, merupakan jarak antara pinggiran terdepan dari hidung

atau bibir dan pinggiran rongga mata sebelah ke depan.

r. Panjang ruang antar mata, merupakan jarak antara pinggiran atas dari

kedua rongga mata (orbita).

s. Panjang bagian kepala di belakang mata, adalah jarak antara pinggiran

belakang dari orbita sampai pinggir belakang selaput keping tutup insang

(membrana branchiostega).

t. Tinggi bawah mata, merupakan jarak kecil antara pinggiran bawah orbita

dan rahang atas.

u. Tinggi pipi, merupakan jarak tegak antara orbita dan pinggiran bagian

depan keping tutup insang depan (os preoperculare).

v. Panjang antara mata dan sudut keping tutup insang depan (os

preoperculare), adalah panjang antara sisi rongga mata dengan sudut os

preoperculare. Pada saat pengukuran, senantiasa juga turut diukur panjang

duri yang mungkin ada pada sudut os preoperculare tersebut.

w. Panjang atau lebar mata, adalah panjang garis menengah orbita (rongga

mata).

x. Panjang rahang atas, adalah panjang tulang rahang atas yang diukur mulai

dari ujung terdepan sampai ujung terbelakang tulang rahang atas.

59

Page 71: Sharifuddin Bin

Gambar 21. Berbagai ukuran pada tubuh ikan. PT. Panjang total; PB. Panjang baku; PC. Panjang cagak; PK. Panjang kepala; A. Sirip dubur; C. Sirip ekor; D1. Sirip punggung depan; D2. Sirip punggung belakang; P. Sirip dada; V. Sirip perut; 1. Moncong; 2. Sungut; 3. Tutup insang; 4. Sisik pada linea lateralis; 5. Scute batang ekor; 6. Sisik di atas linea lateralis; 7. Sisik di bawah linea lateralis; 8. Sisik tambahan (auxillary scales); 9. Scute pada bagian perut; 10. Filamen (rambut) yang dapat bergerak sendiri; 11. Kell; 12. Sirip lemak; 13. Filamen (Affandi et al., 1992)

60

Page 72: Sharifuddin Bin

Gambar 22. Berbagai ukuran pada kepala ikan. a. Panjang hidung; b. Panjang kepala di belakang mata; c. Panjang antara mata dengan sudut os preoperculare; d. Tinggi pipi; e. Tinggi di bawah mata; f. Lebar mata; g. Panjang rahang atas; h. Panjang rahang bawah; i. Panjang di depan mata; j. Tinggi kepala; 1. Maxilla; 2. Premaxilla; 3. Dentary; 4. Hidung; 5. Os interoperculare; 6. Os preoperculare; 7. Os operculare; 8. Os suboperculare; 9. Membrana branchiostega (Affandi et al., 1992)

61

Page 73: Sharifuddin Bin

y. Panjang rahang bawah, adalah panjang tulang rahang bawah yang diukur

mulai dari ujung terdepan sampai pinggiran terbelakang pelipatan rahang.

z. Lebar bukaan mulut, merupakan jarak antara kedua sudut mulut jika mulut

dibuka selebar-lebarnya.

Selain pengukuran secara langsung, juga dilakukan nisbah atau

pembandingan beberapa ukuran tubuh seperti tersebut di bawah ini dan hasilnya

ditabulasikan seperti terlihat pada Tabel 5.

(a) Indeks panjang kepala, yaitu perbandingan antara panjang total dan

panjang kepala

(b) Indeks panjang bahu, yaitu perbandingan antara panjang total dan panjang

bahu

(c) Indeks tinggi badan, yaitu perbandingan antara panjang total dan tinggi

badan

(d) Indeks sirip punggung, yaitu perbandingan antara panjang total dan

panjang dasar sirip punggung

(e) Indeks sirip dubur, yaitu perbandingan antara panjang total dan panjang

dasar sirip dubur

(f) Indeks batang ekor (1), yaitu perbandingan antara panjang total dan

panjang batang ekor

(g) Indeks batang ekor (2), yaitu perbandingan antara panjang batang ekor dan

tinggi batang ekor

(h) Indeks tinggi kepala, yaitu perbandingan antara panjang kepala dan tinggi

kepala

(i) Indeks lebar mata, yaitu perbandingan antara panjang kepala dan lebar

mata

(j) Indeks rahang atas, yaitu perbandingan antara panjang kepala dan panjang

rahang atas

62

Page 74: Sharifuddin Bin

Tabel 5. Hasil pengukuran dan perbandingan berbagai ukuran pada tubuh ikan

63

Page 75: Sharifuddin Bin

C. Meristik

Berbeda dengan karakter morfometrik yang menekankan pada pengukuran

bagian-bagian tertentu tubuh ikan, karakter meristik berkaitan dengan

penghitungan jumlah bagian-bagian tubuh ikan (counting methods). Variabel yang

termasuk dalam karakter meristik antara lain jumlah jari-jari sirip, jumlah sisik,

jumlah gigi, jumlah tapis insang, jumlah kelenjar buntu (pyloric caeca), jumlah

vertebra, dan jumlah gelembung renang (Hubbs dan Lagler, 1958; Parin, 1999).

1. Menghitung jari-jari sirip

Untuk menentukan rumus suatu sirip tertentu, terlebih dahulu harus

dicantumkan huruf kapital yang menentukan sirip yang dimaksud. Sirip punggung

disingkat dengan D, sirip ekor dengan C, sirip dubur dengan A, sirip perut dengan

V, dan sirip dada dengan P.

Menghitung jari-jari sirip yang berpasangan dilakukan pada sirip yang

terletak pada sisi sebelah kiri, kecuali jika ada ketentuan khusus. Pada saat

melakukan pemeriksaan, harus diingat bahwa ikan diletakkan dengan kepala

menghadap ke sebelah kiri dan perut mengarah ke bawah.

Jari-jari sirip dapat dibedakan atas dua macam, yaitu jari-jari keras dan jarijari

lemah. Jari-jari keras tidak berbuku-buku, pejal (tidak berlubang), keras, dan

tidak dapat dibengkokkan. Jari-jari keras ini biasanya berupa duri, cucuk, atau

patil, dan berfungsi sebagai alat untuk mempertahankan diri.

Jari-jari lemah bersifat agak cerah, seperti tulang rawan, mudah

dibengkokkan, dan berbuku-buku atau beruas-ruas. Bentuknya berbeda-beda

tergantung pada jenis ikannya. Jari-jari lemah ini mungkin sebagian keras atau

mengeras, pada salah satu sisinya bergigi-gigi, bercabang, atau satu sama lain

saling berlekatan.

Perumusan jari-jari keras digambarkan dengan angka Romawi, walaupun

jari-jari itu pendek sekali atau rudimenter. Sirip punggung ikan yang terdiri dari 10

jari-jari keras maka rumusnya ditulis D.X.

Untuk jari-jari lemah, perumusan digambarkan dengan memakai angka

Arab (angka biasa). Jari-jari lemah yang mengeras, seperti yang terdapat pada

ikan mas (Cyprinus carpio carpio Linnaeus, 1758), harus digambarkan tersendiri

(Gambar 23-A). Jika pada ikan mas terdapat 4 jari-jari lemah yang mengeras dan

sekitar 16 – 22 jari-jari lemah, maka rumusnya harus ditulis D. 4.16 – 22.

64

Page 76: Sharifuddin Bin

65

Page 77: Sharifuddin Bin

Cara perumusan semacam ini juga dipergunakan untuk menggambarkan

jumlah cabang jari-jari yang bersatu menjadi satu “jari-jari keras”. Jari-jari seperti

ini misalnya ditemukan pada ikan baung (Hemibagrus nemurus (Valenciennes,

1840)), ikan lundu (Mystus gulio (Hamilton, 1822)), dan sebagainya.

Jika pada satu sirip terdapat jari-jari keras dan jari-jari lemah maka jumlah

tiap-tiap jenis jari-jari harus digambarkan berdampingan. Pada Gambar 23-B

terlihat sirip punggung yang disusun oleh 10 – 12 jari-jari keras dan 12 – 15 jarijari

lemah, maka rumusnya adalah D.X-XII.12-15.

Seandainya bagian sirip punggung pertama yang berjari-jari keras jelas

sekali terpisah dari bagian sirip punggung kedua yang berjari-jari lemah, atau

dengan kata lain terdapat dua buah sirip punggung, maka untuk ikan tersebut di

atas mempunyai rumus D1.X-XII. D2.12-15.

Pada Gambar 24 terlihat perbedaan antara jari-jari pokok dan jari-jari

cabang. Biasanya yang umum digambarkan adalah hanya jumlah pangkal jari-jari

yang nyata terlihat. Hal ini penting dilakukan karena cabang jari-jari tidak mudah

ditentukan dan jumlahnya pun berbeda-beda.

Untuk ikan-ikan dari famili Cyprinidae, jumlah jari-jari pokok senantiasa

sama dengan jumlah jari-jari bercabang ditambah dengan satu jari-jari tidak

bercabang, karena hanya satu jari-jari tidak bercabang yang begitu panjangnya

sehingga mencapai pinggiran atas dari keping sirip (Gambar 25). Jika yang

dimaksudkan hanya jumlah jari-jari yang bercabang saja, maka hal ini harus

dinyatakan pula.

Pada saat menghitung jumlah jari-jari yang tidak bercabang, harus selalu

diingat untuk menganggap satu jari-jari lemah yang secara morfologi agak

mengeras. Jari-jari bercabang adalah semua jari-jari yang mempunyai cabang,

walaupun terlihat kurang begitu jelas (Gambar 26).

Dua jari-jari yang terakhir pada sirip punggung dan sirip dubur dihitung

sebagai satu jari-jari pokok. Jari-jari pokok yang terakhir ini sering tampak sebagai

dua duri yang berdekatan. Cara menghitung seperti ini biasa dilakukan pada

penghitungan jari-jari yang nyata bercabang. Sebaliknya cara ini tidak dapat

dipakai pada ikan yang berjari-jari tidak bercabang.

Rumus sirip ekor biasanya menggambarkan jumlah jari-jari pokok. Pada

ikan yang sirip ekornya berjari-jari yang bercabang maka jumlah jari-jari sirip ini

ditetapkan sebanyak jumlah jari-jari yang bercabang ditambah dua.

66

Page 78: Sharifuddin Bin

Gambar 24. Jari-jari pokok dan jari-jari cabang (Andy Omar, 1987)

Gambar 25. Jumlah jari-jari pokok (Andy Omar, 1987)

Gambar 26. Perbedaan jari-jari pada sirip ikan (Andy Omar, 1987)

67

Page 79: Sharifuddin Bin

Pada sirip yang berpasangan, semua jari-jari dihitung, termasuk yang

terkecil dan terletak pada sisi paling bawah atau paling sebelah dalam dari

pangkal sirip. Kadang-kadang untuk keperluan ini digunakan sebuah kaca

pembesar. Seringkali jari-jari yang kecil kadang-kadang merapat pada jari-jari

yang besar, sehingga harus dipisahkan terlebih dahulu sebelum menghitung

jumlah jari-jari. Jari-jari kecil ini ikut dihitung jika kita menghitung jumlah jari-jari

sirip dada, tetapi untuk sirip perut tidak perlu.

Jika kedua sirip perut bertaut menjadi satu sirip perut maka biasanya hal ini

dapat diketahui. Kedua sirip asal masih terlihat jelas karena bersatu kurang

lengkap atau kelihatan simetri pada kedua bagian yang membentuknya. Pada

keadaan tersebut di atas ini, jumlah jari-jari sirip hanya dihitung pada salah satu

bagian saja.

Pada ikan-ikan yang bersirip perut kurang sempurna, kadang-kadang satu

jari-jari mengeras hanya ada sebagai suatu penunjang yang terletak di bawah

selaput pembungkus dari jari-jari lemah pertama. Dengan menggunakan kaca

pembesar, hal ini dapat diketahui karena adanya buku-buku pada jari-jari tersebut

dan struktur kembar secara keseluruhan.

2. Menghitung jumlah sisik

Garis rusuk dibentuk oleh sisik-sisik yang berlubang atau berpori. Di bawah

sisik ini terletak seutas urat syaraf yang disebut neuromast. Jika garis rusuk tidak

ada maka dihitung jumlah sisik pada garis dimana biasa garis rusuk berada.

Penghitungan berakhir pada permulaan pangkal ekor, atau pada ruas tulang

belakang bagian ekor yang terakhir. Tempat ini dengan mudah dapat ditetapkan

yaitu dengan cara menggoyang-goyangkan sirip ekor, dan pada pelipatan pangkal

sirip ekor itu terletak ruas tulang belakang yang dimaksud. Sisik yang berada di

atas pelipatan ini tidak ikut dihitung, demikian juga sisik pada pangkal sirip ekor,

walaupun sisik-sisik ini berlubang. Sisik garis rusuk yang paling depan ialah sisik

di belakang lengkung bahu yang sama sekali tidak menyentuh lagi lengkung bahu

ini.

Ada tiga cara yang dapat digunakan untuk menghitung sisik-sisik di atas

dan di bawah garis rusuk, yaitu:

- dengan cara menjatuhkan garis tegak dari permulaan sirip punggung

pertama (D1) sampai ke pertengahan dasar sirip perut, kemudian

68

Page 80: Sharifuddin Bin

menghitung jumlah sisik-sisik yang dilalui oleh garis tersebut (lihat

Gambar 27-A).

- jika cara di atas tidak mungkin dilakukan karena garis tersebut melalui

dasar sirip perut, maka harus diambil garis tegak dari ujung dasar sirip

perut sampai ke punggung dan kemudian menghitung jumlah sisik-sisik

yang dilalui oleh garis ini (lihat Gambar 27-B).

- cara yang lain yaitu jumlah sisik di atas garis rusuk dihitung mulai dari

permulaan sirip punggung pertama terus ke bawah dan ke belakang,

sedangkan untuk jumlah sisik di bawah garis rusuk dimulai pada

permulaan sirip dubur dan dihitung miring naik ke atas dan ke muka

(Gambar 27-C).

Pada penghitungan jumlah sisik-sisik seperti tersebut di atas ini, jumlah

sisik pada garis rusuk sendiri tidak ikut dihitung.

Jumlah sisik di muka sirip punggung adalah jumlah semua sisik yang

dikenai oleh garis yang ditarik dari permulaan sirip punggung sampai ke belakang

kepala. Biasanya sisik ini dihitung pada ikan yang garis pangkal kepalanya

merupakan garis perbatasan antara kuduk yang bersisik dan kepala yang tidak

bersisik. Jumlah baris sisik di muka sirip punggung (biasanya lebih kecil daripada

jumlah sisik di muka sirip punggung) adalah jumlah baris sisik pada suatu sisi dari

garis antara permulaan sirip punggung dengan kuduk.

Untuk mengetahui jumlah sisik pipi, terlebih dahulu dibuat sayatan garis

yang ditarik dari mata ke sudut keping tulang insang depan atau os preoperculare.

Selanjutnya, jumlah sisik pipi adalah jumlah baris sisik yang melewati garis

sayatan tersebut (Gambar 28).

Jumlah sisik di sekeliling badan dapat diketahui dengan cara menghitung

jumlah semua sisik yang dikenai oleh suatu garis yang mengelilingi badan dan

terletak di muka sirip punggung. Jumlah sisik ini sangat penting untuk digunakan

dalam mengidentifikasi famili Cyprinidae.

Jumlah sisik batang ekor adalah jumlah sisik yang dikenai oleh suatu garis

yang mengelilingi batang ekor.

69

Page 81: Sharifuddin Bin

Gambar 27. Sisik di atas dan di bawah garis rusuk (Andy Omar, 1987)

Gambar 28. Sisik pada pipi (Andy Omar, 1987)

70

Page 82: Sharifuddin Bin

3. Jumlah finlet

Finlet merupakan sirip-sirip tambahan rudimenter yang terpisah-pisah dan

terletak di belakang sirip punggung dan sirip dubur. Contoh ikan yang mempunyai

finlet di antaranya adalah ikan tenggiri (Scomberomorus commerson (Lacepède,

1800)) dan ikan layang (Decapterus russeli (Rüppel, 1830)). Jumlah finlet perlu

diketahui karena sangat penting untuk identifikasi.

4. Insang

Insang terdiri dari tapis insang, tulang lengkung insang, dan lembaran atau

daun insang. Lengkung insang terdiri dari lengkung atas dan lengkung bawah.

Untuk identifikasi biasanya digunakan jumlah tapis insang pada lengkung insang

yang pertama pada satu sisi badan, kecuali jika ada ketentuan lain. Jumlah tapis

insang ialah jumlah seluruh tapis insang pada lengkung insang pertama pada satu

sisi badan, termasuk yang rudimenter.

5. Organ-organ Dalam

Beberapa organ dalam sebagai ciri taksonomis dapat dijadikan pegangan

untuk kepentingan identifikasi. Organ-organ dalam tersebut di antaranya adalah

jumlah vertebra, jumlah pilorik kaeka (pyloric caeca), bentuk gelembung renang

(vesica natatoria), dan posisi gelembung renang.

D. Soal-soal Latihan

Setelah membaca materi di atas, bentuklah kelompok diskusi (5 orang per

kelompok), kemudian masing-masing kelompok mempresentasikan selama 10

menit tugas di bawah ini.

1. Deskripsi ikan betok (Anabas testudineus (Bloch, 1792)) adalah sebagai

berikut: jari-jari keras sirip punggung: 16 - 20; jari-jari lemah sirip punggung:

7-10; jari-jari keras sirip dubur 9 - 11; dan jari-jari lemah sirip dubur: 8 - 11.

Setiap kelompok membuat rumus jari-jari sirip ikan tersebut.

2. Rumus jari-jari sirip ikan Eleutheronema tetradactylum (Shaw, 1804) berikut

ini: D. VIII; I-II, 13-15 A. I-II, 15-17 TL 2000. Jelaskan kesimpulan kelompok

masing-masing

71

Page 83: Sharifuddin Bin

E. Daftar Pustaka

Affandi, R., D.S. Sjafei, M.F. Rahardjo, dan Sulistiono. 1992. Iktiologi. Suatu Pedoman Kerja Laboratorium. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Alamsjah, Z. 1974. Ichthyologi I. Departemen Biologi Perairan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Alamsjah, Z. dan M.F. Rahardjo. 1977. Penuntun Untuk Identifikasi Ikan. Departemen Biologi Perairan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Allen, G.R. 1985. FAO Species Catalogue. Volume 6. Snappers of the World. An Annotated and Illustrated Catalogue of Lutjanid Species Known to Date. FAO Fisheries Synopsis No. 125, Volume 6. Food and Agriculture Organization of the United Nations. Rome.

Andy Omar, S. Bin. 1987. Penuntun Praktikum Sistematika Dasar. Jurusan Perikanan Universitas Hasanuddin, Ujungpandang.

Bond, C.E. 1979. Biology of Fishes. W.B. Saunders Company, Philadelphia.

Carpenter, K.E. and V.H. 1998. FAO Species Identification Guide for Fishery Purposes. The Living Marine Resources of the Western Central Pacific. Volume 2. Cephalopods, Crustaceans, Holothurians and Sharks. Food and Agriculture Organization of the United Nations, Rome.

Carpenter, K.E. and V.H. 1999. FAO Species Identification Guide for Fishery Purposes. The Living Marine Resources of the Western Central Pacific. Volume 3. Batoid Fishes, Chimaeras and Bony Fishes Part 1 (Elopidae to Linophrynidae). Food and Agriculture Organization of the United Nations, Rome.

Carpenter, K.E. and V.H. 1999. FAO Species Identification Guide for Fishery Purposes. The Living Marine Resources of the Western Central Pacific. Volume 4. Bony Fishes Part 2 (Mugilidae to Carangidae). Food and Agriculture Organization of the United Nations, Rome.

Carpenter, K.E. and V.H. 2001. FAO Species Identification Guide for Fishery Purposes. The Living Marine Resources of the Western Central Pacific. Volume 5. Bony Fishes Part 3 (Menidae to Pomacentridae). Food and Agriculture Organization of the United Nations, Rome.

Carpenter, K.E. and V.H. 2001. FAO Species Identification Guide for Fishery Purposes. The Living Marine Resources of the Western Central Pacific. Volume 6. Bony Fishes Part 4 (Labridae to Latimeriidae). Food and Agriculture Organization of the United Nations, Rome.

72

Page 84: Sharifuddin Bin

Direktorat Jenderal Perikanan. 1979. Buku Pedoman Pengenalan Sumber Perikanan Laut. Bagian I (Jenis-jenis Ikan Ekonomis Penting). Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian, Jakarta.

Hubbs, C.L. and K.F. Lagler. 1958. Fishes of the Great Lakes Region. Universityof Michigan Press, Ann Arbor, Michigan.

Kent, G.G. 1954. Comparative Anatomy of the Vertebrates. McGraw Hill Book Company, Inc., New York.

Kottelat, M., A.J. Whitten, S.N. Kartikasari, and S. Wirjoatmodjo. 1993. Freshwater Fishes of Western Indonesia and Sulawesi. Periplus Editions Limited, Hong Kong.

Lagler, K.F., J.E. Bardach, R.R. Miller, and D.R.M. Passino. 1977. Ichthyology. Second edition. John Wiley and Sons, Inc., New York.

Moyle, P.B. and J.J. Cech, Jr. 1988. Fishes. An Introduction to Ichthyology. Second edition. Prentice Hall, Englewood Cliffs, New Jersey.

Nikolsky, C.V. 1963. The Ecology of Fishes. Academic Press, London.

Parin, N.V. 1999. Exocoetidae, pp. 2162-2179. In Carpenter, K.E. and V.H. 1999. FAO Species Identification Guide for Fishery Purposes. The Living Marine Resources of the Western Central Pacific. Volume 4. Bony Fishes Part 2 (Mugilidae to Carangidae). Food and Agriculture Organization of the United Nations, Rome.

Rahardjo, M.F. 1980. Ichthyologi. Departemen Biologi Perairan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Jilid 1 dan 2. Bina Cipta, Jakarta.

Scott, J.S. 1959. An Introduction to the Sea Fishes of Malaya. Ministry of Agriculture, Federation of Malaya.

Sjafei, D.S., M.F. Rahardjo, R. Affandi, dan M. Brodjo. 1989. Bahan Pengajaran Sistematika Ikan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

73

Page 85: Sharifuddin Bin

V. IDENTIFIKASI

A. Sasaran Pembelajaran

1. Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan cara-cara

melakukan identifikasi ikan berdasarkan data morfometrik dan meristik.

2. Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan cara-cara menyusun

kunci identifikasi.

3. Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan cara-cara menyusun

hirarki dari kategori-kategori taksonomi.

B. Identifikasi

Identifikasi adalah tugas untuk mencari dan mengenal ciri-ciri taksonomik

individu yang beraneka ragam dan memasukkannya ke dalam suatu takson.

Pengertian identifikasi berbeda sekali dengan pengertian klasifikasi. Identifikasi

berkaitan erat dengan ciri-ciri taksonomik dan akan menuntun sebuah sampel ke

dalam suatu urutan kunci identifikasi, sedangkan klasifikasi berhubungan dengan

upaya mengevaluasi sejumlah besar ciri-ciri. Menurut Mayr dan Ashlock (1991),

klasifikasi merupakan penataan hewan-hewan ke dalam kelompok-kelompok

berdasarkan kesamaan dan hubungan di antara mereka. Ditinjau dari segi ilmiah,

identifikasi sangat penting artinya karena seluruh urutan pekerjaan selanjutnya

tergantung kepada hasil identifikasi yang benar dari suatu sampel yang sedang

diteliti.

Pada saat melakukan identifikasi ikan-ikan yang berasal dari perairan di

Indonesia, diperlukan bantuan buku-buku identifikasi. Beberapa buku kunci

identifikasi yang dapat digunakan antara lain adalah:

- Weber, M. and L. F. de Beaufort. 1911. The Fishes of the Indo –

Australian Archipelago. Volume I. E. J. Brill, Leiden.

- Weber, M. and L. F. de Beaufort. 1913. The Fishes of the Indo –

Australian Archipelago. Volume II. E. J. Brill, Leiden.

- Weber, M. and L. F. de Beaufort. 1916. The Fishes of the Indo –

Australian Archipelago. Volume III. E. J. Brill, Leiden.

- Weber, M. and L. F. de Beaufort. 1922. The Fishes of the Indo –

Australian Archipelago. Volume IV. E. J. Brill, Leiden.

74

Page 86: Sharifuddin Bin

- Weber, M. and L. F. de Beaufort. 1929. The Fishes of the Indo –

Australian Archipelago. Volume V. E. J. Brill, Leiden.

- Weber, M. and L. F. de Beaufort. 1931. The Fishes of the Indo –

Australian Archipelago. Volume VI. E. J. Brill, Leiden.

- Weber, M. and L. F. de Beaufort. 1936. The Fishes of the Indo –

Australian Archipelago. Volume VII. E. J. Brill, Leiden.

- de Beaufort, L. F. 1940. The Fishes of the Indo – Australian

Archipelago. Volume VIII. E. J. Brill, Leiden.

- de Beaufort, L. F. and W. M. Chapman. 1951. The Fishes of the Indo –

Australian Archipelago. Volume IX. E. J. Brill, Leiden.

- Weber, M. and L. F. de Beaufort. 1953. The Fishes of the Indo –

Australian Archipelago. Volume X. E. J. Brill, Leiden.

- de Beaufort, L. F. and J. C. Brigss. 1962. The Fishes of the Indo –

Australian Archipelago. Volume XI. E. J. Brill, Leiden.

- Munro, I. S. R. 1955. The Marine and Freshwater Fishes of Ceylon.

Department of External Affairs, Canberra.

- Scott, J. S. 1959. An Introduction to the Sea Fishes of Malaya. Ministry

of Agriculture, Federation of Malaya.

- Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Jilid 1 dan 2.

Bina Cipta, Jakarta.

- Kottelat, M., A. J. Whitten, S. N. Kartikasari, and S. Wirjoatmodjo. 1993.

Freshwater Fishes of Western Indonesia and Sulawesi. Periplus

Editions Limited, Hong Kong.

- Carpenter, K. E. and V. H. 1998. FAO Species Identification Guide for

Fishery Purposes. The Living Marine Resources of the Western Central

Pacific. Volume 2. Cephalopods, Crustaceans, Holothurians and

Sharks. FAO, Rome

- Carpenter, K. E. and V. H. 1999. FAO Species Identification Guide for

Fishery Purposes. The Living Marine Resources of the Western Central

Pacific. Volume 3. Batoid Fishes, Chimaeras and Bony Fishes Part 1

(Elopidae to Linophrynidae). FAO, Rome

- Carpenter, K. E. and V. H. 1999. FAO Species Identification Guide for

Fishery Purposes. The Living Marine Resources of the Western Central

75

Page 87: Sharifuddin Bin

Pacific. Volume 4. Bony Fishes Part 2 (Mugilidae to Carangidae). FAO,

Rome.

- Carpenter, K. E. and V. H. 2001. FAO Species Identification Guide for

Fishery Purposes. The Living Marine Resources of the Western Central

Pacific. Volume 5. Bony Fishes Part 3 (Menidae to Pomacentridae).

FAO, Rome

- Carpenter, K. E. and V. H. 2001. FAO Species Identification Guide for

Fishery Purposes. The Living Marine Resources of the Western Central

Pacific. Volume 6. Bony Fishes Part 4 (Labridae to Latimeriidae). FAO,

Rome.

Pada buku-buku identifikasi tampak bahwa pada setiap nomor terdapat dua

sampai empat pilihan yang berbeda. Kita harus memilih salah satu pilihan sesuai

dengan ciri-ciri yang terdapat pada sampel ikan yang kita amati. Jika pilihan

pertama sesuai dengan ciri-ciri yang terdapat pada sampel tersebut maka kita

dapat meneruskan sesuai dengan nomor yang berada di sebelah kanan pilihan

tersebut. Sebaliknya, jika pilihan pertama tidak sesuai maka kita harus mengambil

pilihan kedua, ketiga, atau keempat. Pada nomor ini kita juga dapat meneruskan

sesuai dengan nomor yang berada di sebelah kanan.

Salah satu contoh dalam menggunakan buku kunci identifikasi, berikut di

bawah ini diberikan langkah-langkah yang harus dilakukan untuk mengidentifikasi

ikan opudi, salah satu ikan endemik yang terdapat di Danau Matano, Sulawesi

Selatan. Langkah-langkah identifikasi ini berdasarkan buku identifikasi Saanin

(1984).

1. d Rangka terdiri dari tulang benar; bertutup insang.

sub classis TELEOSTEI. 3

3. b Kepala simetris. 4

4. c Badan tidak seperti ular. 6

6. c Badan bersisik atau tidak, kadang-kadang seluruhnya atausebagian tertutup oleh kelopak-kelopak tebal. 7

7. d Garis rusuk jika ada, di atas sirip dada. 9

9. c Tidak demikian. 10

76

Page 88: Sharifuddin Bin

10. c Lebih dari dua jari-jari sirip punggung keras. 12

12. a Dua sirip punggung yang nyata berpisahan.ordo PERCESOCES. 57

57. b Ordo PERCESOCESSirip dada biasa tidak memakai rambut-rambut di bawahnya 58

58. b Garis rusuk tidak ada atau tak sempurna, tulang rahangatas tidak bertulang tambahan; mulut sedang atau kecil;sirip dada pertengahan tinggi atau di atasnya. 59

59. b Sirip punggung pertama berlainan, sirip dubur dengan satujari-jari yang mengeras; tulang punggung lebih dari 30.

familia ATHERINIDAE. 622

622. b Familia ATHERINIDAEPermulaan sirip dubur sedikit di belakang sirip punggungpertama. Perut terletak pada setengah yang di belakangdari jarak antara hidung dan sirip ekor. Permulaan sirippunggung pertama di muka perut. Batang ekor lebih pendekdaripada sirip dubur; 15 – 20 buah tulang saringan insangyang panjang. A. I. 11 – 13.

genus THELMATHERINA. 625625. a Hidung sama panjang dengan atau lebih pendek dari lebar

mata. Kurang panjang 626

626. a A. I. 13 – 15. Sisik antara D. dan V 71/2 – 8 baris. Siripdada sepanjang kepala tidak dengan hidung.

Telmatherina celebensis Blgr.

Huruf-huruf yang tercantum sesudah nomor-nomor di sebelah kiri masingmasing

menunjukkan pilihan yang tercantum pada nomor-nomor tersebut. Huruf a

menunjukkan pilihan pertama, huruf b untuk pilihan kedua, huruf c untuk pilihan

ketiga, dan huruf d untuk pilihan keempat.

Berdasarkan langkah-langkah yang telah dilakukan di atas, maka kunci

identifikasi ikan opudi berdasarkan buku identifikasi Saanin (1984) adalah:

Kelas PISCES – 1d – sub classis TELEOSTEI – 3b – 4c – 6c – 7d – 9c –

10c – 12a – ordo PERCESOCES – 57b – 58b – 59b – famili ATHERINIDAE

– 622b – genus THELMATHERINA – 625a – 626a – Thelmatherina

celebensis Blgr.

77

Page 89: Sharifuddin Bin

Setelah memperoleh kunci identifikasi maka selanjutnya dapat disusun

hirarki dari kategori-kategori taksonomi. Hirarki ini pertama kali dicetuskan oleh

Carolus Linnaeus dan hanya meliputi lima kategori dalam dunia hewan, yaitu:

kelas, ordo, genus, spesies, dan varietas (Mayr dan Ashlock 1991). Jika

menggunakan kunci identifikasi sebagaimana tersebut di atas, maka kategori

taksonomi ikan opudi adalah sebagai berikut:

Kelas PISCES

Subkelas TELEOSTEI

Ordo PERCESOCES

Famili ATHERINIDAE

Genus THELMATHERINA

Spesies Thelmatherina celebensis Blgr.

Menurut Mayr dan Ashlock (1991), kategori yang umum digunakan dewasa

ini adalah sebagai berikut:

Dunia (kingdom)

Filum (phylum)

Subfilum

Superkelas

Kelas

Subkelas

Cohort

Superordo

Ordo

Subordo

Superfamili

Famili

Subfamili

Suku (tribe)

Genus

Subgenus

[Superspesies]

Spesies

Subspesies

78

Page 90: Sharifuddin Bin

Pada bidang iktiologi, nama ordo mempunyai akhiran –formes, subordo

dengan –idei, superfamili dengan –oidea, famili dengan –idea, subfamili dengan

kata – inae, dan suku atau tribe dengan kata –ini. Pengertian varietas, subspecies

(anak jenis), dan spesies (jenis) dapat dilihat pada Glosarium.

C. Catatan

Untuk melakukan identifikasi, terlebih dahulu harus disiapkan buku-buku

kunci identifikasi. Buku kunci identifikasi yang sering digunakan di Indonesia

adalah buku-buku identifikasi yang disusun oleh Saanin dan buku-buku yang

disusun oleh Weber dan de Beaufort sebagaimana yang telah disebutkan

sebelumnya. Selain itu, saat ini sangat banyak buku-buku identifikasi yang

dikeluarkan oleh FAO berdasarkan kelompok ikan-ikan tertentu. Salah satu contoh

buku tersebut adalah tentang ikan merah yang tertulis dalam buku FAO Species

Catalogue Volume 6 (Allen, 1985).

D. Soal-soal Latihan

Setelah membaca materi di atas, bentuklah kelompok diskusi (5 orang per

kelompok). Di dalam laboratorium, setiap kelompok menentukan kunci identifikasi

dan kategori taksonomi ikan lundu (Arius maculatus Thunberg, 1792) dengan

menggunakan buku Saanin (1968). Presentasikan hasil masing-masing kelompok.

E. Daftar Pustaka

Affandi, R., D.S. Sjafei, M.F. Rahardjo, dan Sulistiono. 1992. Iktiologi. Suatu Pedoman Kerja Laboratorium. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Alamsjah, Z. 1974. Ichthyologi I. Departemen Biologi Perairan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Alamsjah, Z. dan M.F. Rahardjo. 1977. Penuntun Untuk Identifikasi Ikan. Departemen Biologi Perairan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Allen, G.R. 1985. FAO Species Catalogue. Volume 6. Snappers of the World. An Annotated and Illustrated Catalogue of Lutjanid Species Known to Date. FAO Fisheries Synopsis No. 125, Volume 6. Food and Agriculture Organization of the United Nations. Rome.

79

Page 91: Sharifuddin Bin

Andy Omar, S. Bin. 1987. Penuntun Praktikum Sistematika Dasar. Jurusan Perikanan Universitas Hasanuddin, Ujungpandang.

Bond, C.E. 1979. Biology of Fishes. W.B. Saunders Company, Philadelphia.

Carpenter, K.E. and V.H. 1998. FAO Species Identification Guide for Fishery Purposes. The Living Marine Resources of the Western Central Pacific. Volume 2. Cephalopods, Crustaceans, Holothurians and Sharks. Food and Agriculture Organization of the United Nations, Rome.

Carpenter, K.E. and V.H. 1999. FAO Species Identification Guide for Fishery Purposes. The Living Marine Resources of the Western Central Pacific. Volume 3. Batoid Fishes, Chimaeras and Bony Fishes Part 1 (Elopidae to Linophrynidae). Food and Agriculture Organization of the United Nations, Rome.

Carpenter, K.E. and V.H. 1999. FAO Species Identification Guide for Fishery Purposes. The Living Marine Resources of the Western Central Pacific. Volume 4. Bony Fishes Part 2 (Mugilidae to Carangidae). Food and Agriculture Organization of the United Nations, Rome.

Carpenter, K.E. and V.H. 2001. FAO Species Identification Guide for Fishery Purposes. The Living Marine Resources of the Western Central Pacific. Volume 5. Bony Fishes Part 3 (Menidae to Pomacentridae). Food and Agriculture Organization of the United Nations, Rome.

Carpenter, K.E. and V.H. 2001. FAO Species Identification Guide for Fishery Purposes. The Living Marine Resources of the Western Central Pacific. Volume 6. Bony Fishes Part 4 (Labridae to Latimeriidae). Food and Agriculture Organization of the United Nations, Rome.

de Beaufort, L.F. 1940. The Fishes of the Indo – Australian Archipelago. Volume VIII. E. J. Brill, Leiden.

de Beaufort, L.F. and J.C. Brigss. 1962. The Fishes of the Indo – Australian Archipelago. Volume XI. E. J. Brill, Leiden.

de Beaufort, L.F. and W.M. Chapman. 1951. The Fishes of the Indo – Australian Archipelago. Volume IX. E. J. Brill, Leiden.

Direktorat Jenderal Perikanan. 1979. Buku Pedoman Pengenalan Sumber Perikanan Laut. Bagian I (Jenis-jenis Ikan Ekonomis Penting). Direktorat Jenderal Perikanan, Departemen Pertanian, Jakarta.

Kottelat, M., A.J. Whitten, S.N. Kartikasari, and S. Wirjoatmodjo. 1993. Freshwater Fishes of Western Indonesia and Sulawesi. Periplus Editions Limited, Hong Kong.

Lagler, K.F., J.E. Bardach, R.R. Miller, and D.R.M. Passino. 1977. Ichthyology. Second edition. John Wiley and Sons, Inc., New York.

80

Page 92: Sharifuddin Bin

Mayr, E. and P.D. Ashlock. 1991. Principles of Systematic Zoology. Second edition.McGraw Hill International Edition, New York.

Munro, I.S.R. 1955. The Marine and Freshwater Fishes of Ceylon. Department of External Affairs, Canberra.

Munro, I.S.R. 1967. The Fishes of New Guinea. Department of Agriculture, Stock and Fisheries, Port Moresby, New Guinea.

Rahardjo, M.F. 1980. Ichthyologi. Departemen Biologi Perairan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Rifai, M.A. 1999. Kamus Biologi. Balai Pustaka, Jakarta.

Saanin, H. 1984. Taksonomi dan Kunci Identifikasi Ikan. Jilid 1 dan 2. Bina Cipta, Jakarta.

Scott, J.S. 1959. An Introduction to the Sea Fishes of Malaya. Ministry of Agriculture, Federation of Malaya.

Sjafei, D.S., M.F. Rahardjo, R. Affandi, dan M. Brodjo. 1989. Bahan Pengajaran Sistematika Ikan. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Weber, M. and L.F. de Beaufort. 1911. The Fishes of the Indo – Australian Archipelago. Volume I. E. J. Brill, Leiden.

Weber, M. and L.F. de Beaufort. 1913. The Fishes of the Indo – Australian Archipelago. Volume II. E. J. Brill, Leiden.

Weber, M. and L.F. de Beaufort. 1916. The Fishes of the Indo – Australian Archipelago. Volume III. E. J. Brill, Leiden.

Weber, M. and L.F. de Beaufort. 1922. The Fishes of the Indo – Australian Archipelago. Volume IV. E. J. Brill, Leiden.

Weber, M. and L.F. de Beaufort. 1929. The Fishes of the Indo – Australian Archipelago. Volume V. E. J. Brill, Leiden.

Weber, M. and L.F. de Beaufort. 1931. The Fishes of the Indo – Australian Archipelago. Volume VI. E. J. Brill, Leiden.

Weber, M. and L.F. de Beaufort. 1936. The Fishes of the Indo – Australian Archipelago. Volume VII. E. J. Brill, Leiden.

Weber, M. and L.F. de Beaufort. 1953. The Fishes of the Indo – Australian Archipelago. Volume X. E. J. Brill, Leiden.

81

Page 93: Sharifuddin Bin

VI. ANATOMI IKAN

A. Sasaran Pembelajaran

1. Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan beberapa istilah

yang berkaitan dengan anatomi

2. Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan cara-cara

melakukan pengamatan organ dalam ikan (anatomi ikan).

B. Pengertian Anatomi

Anatomi merupakan salah satu cabang dari Ilmu Hayat (Biologi) yang

mempelajari organ-organ dalam suatu organisme. Anatomi suatu spesies ikan

sangat penting untuk diketahui karena merupakan dasar dalam mempelajari

jaringan tubuh, penyakit dan parasit, sistematika, dan sebagainya.

Bentuk dan letak setiap organ dalam antara satu spesies ikan dapat saja

berbeda dengan spesies ikan lainnya. Hal ini disebabkan adanya perbedaan

bentuk tubuh, pola adaptasi spesies ikan tersebut terhadap lingkungan tempat

mereka hidup, atau stadia dalam hidup spesies tersebut.

Beberapa organ yang dapat diamati secara anatomis pada tubuh ikan

antara lain: otak, rongga mulut, insang, jantung, hati, empedu, alat pencernaan

makanan, limpa, kelenjar kelamin, gelembung renang, dan lain-lain (Gambar 29

dan 30).

Ada dua tindakan pengamatan yang dilakukan untuk mengamati anatomis

ikan yaitu:

a. Inspectio = mengamati dengan tidak mempergunakan alat bantu.

b. Sectio = membuka dinding badan untuk mengamati bagian dalam tubuh

ikan.

Agar organ-organ yang diamati berada pada kondisi yang baik dan tetap

berada pada posisi masing-masing, maka sebaiknya ikan yang diamati adalah

ikan-ikan yang telah diawetkan sebelumnya. Jika sampel ikan telah diawetkan

maka organ-organ yang lunak dan mudah rusak seperti otak, jantung, hati, dan

lain-lain, telah menggumpal atau mengeras dan tidak akan terganggu pada saat

dilakukan pembedahan. Bahan pengawet yang digunakan adalah larutan formalin

10%.

82

Page 94: Sharifuddin Bin

Gambar 29. Letak organ dalam pada ikan Osteichthyes (Affandi et al., 1992)

83

Page 95: Sharifuddin Bin

Gambar 30. Letak organ dalam pada ikan Chondrichthyes (Affandi et al., 1992)

84

Page 96: Sharifuddin Bin

C. Prosedur Pembedahan

Untuk melakukan pembedahan yang baik haruslah dilakukan dengan

urutan sebagai berikut (Gambar 31):

1. Ikan yang akan diamati, diletakkan di atas papan bedah atau baki bedah

dengan kepala menghadap ke sebelah kiri dan bagian punggung terletak di

bagian atas.

2. Dengan menggunakan pisau atau gunting yang tajam dibuat sayatan

membujur, dimulai dari pertengahan mulut kemudian terus ke arah bagian

atas kepala sehingga otak akan tampak.

3. Jika sayatan telah melewati daerah tengkuk (kuduk) maka penyayatan

harus dilakukan dengan hati-hati agar ujung pisau tidak melewati dasar

tulang punggung. Hal ini dimaksudkan agar organ yang berada di bawah

tulang punggung tidak terganggu.

4. Penyayatan atau pembedahan harus diarahkan ke bagian bawah pada saat

pisau bedah telah mendekati bagian ekor. Ujung sayatan kemudian

berakhir di daerah belakang anus.

5. Dengan menggunakan gunting bedah, bagian dasar tubuh (dasar perut)

kemudian digunting mengarah ke bagian depan sehingga otot-otot yang

membungkus organ-organ dalam dapat dibuka secara keseluruhan.

6. Bagian yang dikelupas (telah dibuka) hanya bagian sebelah depan saja

sehingga dengan demikian letak organ dalam, mulai dari organ-organ yang

terletak di bagian kepala sampai ke organ-organ yang terletak di bagian

belakang, akan nampak jelas terlihat.

7. Organ-organ yang tidak nampak dalam preparat dapat dicari dengan cara

menelusuri dan membandingkannya dengan pustaka.

D. Istilah-istilah Anatomi

Beberapa istilah anatomi yang sering ditemukan adalah:

- cranial = ke arah kepala

- caudal = ke arah ekor

- superior = ke arah atas (atas)

- inferior = ke arah bawah (bawah)

- dorsal = ke arah punggung

- ventral = ke arah perut

85

Page 97: Sharifuddin Bin

Gambar 31. Prosedur pembedahan tubuh ikan (Andy Omar, 1987)

86

Page 98: Sharifuddin Bin

- abdominal = ke arah dalam perut

- thoracal = ke arah dada

- anterior = ke arah muka

- posterior = ke arah belakang

- dexter = sebelah kanan

- sinister = sebelah kiri

- lateral = ke arah sisi/samping

- medial = ke arah tengah

- proximal = lebih mendekati ke arah batang tubuh

- distal = lebih menjauhi ke arah batang tubuh

Untuk menentukan kedudukan atau posisi organ-organ, maka badan ikan

dapat dibagi atas bidang-bidang (Gambar 32) sebagai berikut:

- Bidang medial, yaitu bidang yang jalannya memotong garis tengah dan

berjalan dari bagian dorsal ke ventral

- Bidang sagittal, yaitu bidang yang jalannya sejajar dengan bidang median,

di sebelah kanan dan kiri garis tengah

- Bidang frontal, yaitu bidang yang jalannya tegak lurus bidang median dan

memotong bidang median dengan sudut 90º dari cranial ke caudal.

- Bidang transversal, yaitu bidang yang jalannya tegak lurus bidang frontal.

E. Gelembung Berenang

Pada beberapa ikan tertentu ditemukan gelembung berenang (vesica

natatoria = pneumatocyst). Gelembung berenang berfungsi sebagai alat

hidrostatik, untuk menentukan tekanan air sehubungan dengan kedalaman

perairan.

Pneumatocyst terdapat di bagian dorsal rongga badan, yaitu di sebelah

ventral dari ren, aorta abdominalis, dan columna vertebralis. Umumnya berbentuk

oval dengan warna keputih-putihan, terdiri atas dua bagian yang tidak sama

besar. Dari bagian anterior, tepat di perbatasan antara bagian anterior dan bagian

posterior, keluar sebuah saluran yang menghubungkan pneumatocyst dengan

esophagus. Saluran ini disebut ductus pneumaticus dan berfungsi sebagai jalan

keluar masuknya udara ke dalam pneumatocyst (Gambar 33).

87

Page 99: Sharifuddin Bin

Gambar 32. Berbagai posisi tubuh ikan (Andy Omar 1987)

Gambar 33. Gelembung berenang (Bond, 1979)

88

Page 100: Sharifuddin Bin

Berdasarkan ada tidaknya ductus pneumaticus, ikan-ikan dapat dibedakan

atas dua golongan yaitu:

- Physostomi, adalah ikan-ikan yang memiliki ductus pneumaticus, misalnya

ikan karper (Cyprinus carpio carpio Linnaeus, 1758)

- Physoclysti, adalah ikan-ikan yang tidak memiliki ductus pneumaticus,

misalnya ikan mujair (Oreochromis mossambicus (Peters, 1852))

F. Soal-soal Latihan

Setelah membaca materi di atas, bentuklah kelompok diskusi (5 orang per

kelompok). Selanjutnya, setiap kelompok melakukan penelusuran pustaka dan

carilah lima jenis ikan yang termasuk golongan physostomi dan physoclisti.

Presentasikan tugas tersebut di dalam kelas.

G. Daftar Pustaka

Affandi, R., D.S. Sjafei, M.F. Rahardjo, dan Sulistiono. 1992. Iktiologi. Suatu Pedoman Kerja Laboratorium. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Alamsjah, Z. 1974. Ichthyologi I. Departemen Biologi Perairan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Alamsjah, Z. dan M.F. Rahardjo. 1977. Penuntun Untuk Identifikasi Ikan. Departemen Biologi Perairan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Andy Omar, S. Bin. 1987. Penuntun Praktikum Ichthyologi. Jurusan Perikanan Universitas Hasanuddin, Ujungpandang.

Bond, C.E. 1979. Biology of Fishes. W.B. Saunders Company, Philadelphia.

Chiasson, R. 1980. Laboratory Anatomy of the Perch. Third edition. WM. C. Brown Company Publishers, Dubuque, Iowa.

Lagler, K.F., J.E. Bardach, R.R. Miller, and D.R.M. Passino. 1977. Ichthyology. Second edition. John Wiley and Sons, Inc., New York.

Moyle, P.B. and J.J. Cech, Jr. 1988. Fishes. An Introduction to Ichthyology. Second edition. Prentice Hall, Englewood Cliffs, New Jersey.

Wischnitzer, S. 1972. Atlas and Dissection Guide for Comparative Anatomy. Second edition. W. H. Freeman and Company, San Francisco.

89

Page 101: Sharifuddin Bin

VII. SISTEM INTEGUMEN

A. Sasaran Pembelajaran

1. Agar mahasiswa mampu mengenali beberapa organ kelengkapan tubuh

yang terdapat pada bagian integumen

2. Agar mahasiswa mampu mengenali bagian-bagian dan membedakan jenisjenis

sisik pada ikan.

3. Agar mahasiswa mampu mengenali dan menunjukkan posisi derivat-derivat

kulit lainnya pada tubuh ikan.

B. Kulit dan Derivat Kulit

Integumen merupakan bagian tubuh ikan yang terletak paling luar. Sistem

integumen atau systema integumentum terdiri dari kulit dan derivat-derivatnya.

Derivat-derivat kulit tersebut adalah sisik, jari-jari sirip, scute (skut), keel (kil),

kelenjar lendir, dan kelenjar racun.

1. Kulit

Kulit merupakan pembungkus luar dan berfungsi sebagai alat pertahanan

pertama terhadap serangan penyakit serta juga dapat mencegah pengaruh faktorfaktor

luar terhadap tubuh ikan. Dalam beberapa hal, kulit juga dapat berfungsi

sebagai alat respirasi, alat ekskresi, dan alat osmoregulasi.

2. Sisik (squama)

Ada ikan yang mempunyai sisik, tetapi ada juga yang tidak memiliki.

Umumnya, ikan-ikan yang tidak bersisik mempunyai lapisan lendir yang lebih tebal

pada bagian kulitnya dibandingkan ikan-ikan yang memiliki sisik.

Sisik yang terdapat di sebelah bawah epidermis tersusun seperti genteng

dimana satu sisik menutupi sebagian sisik di belakangnya. Bagian sisik yang

tampak dari luar yaitu yang tidak tertutup oleh sisik lain disebut ‘exposed part’

(bagian terbuka), sedangkan bagian yang tidak tampak karena tertutup oleh sisik

di depannya disebut ‘embedded part’ (bagian tertutup). Bagian yang terbuka

tersebut merupakan bagian posterior dari sisik dan pada bagian ini terdapat butirbutir

zat warna (pigmen, chromatophora), sedangkan pada bagian yang

menempel pada kulit (bagian anterior) tidak memiliki pigmen.

90

Page 102: Sharifuddin Bin

Sel-sel pigmen yang terdapat pada sisik ikan umumnya berbentuk seperti

bintang, mengandung pigmen hitam yang disebut melanophora. Selain itu, juga

dijumpai kristal-kristal guanin yang tampak mengkilap, kebiru-biruan seperti

pelangi, yang terdapat di dalam guanophora (iridocyt), serta garis-garis konsentris

dan garis-garis radiair (Gambar 34). Garis-garis konsentris pada sisik ikan juga

disebut garis pertumbuhan. Di daerah ugahari (temperate, bermusim empat),

garis-garis konsentris ini digunakan sebagai alat untuk menduga umur ikan dan

disebut annulus (jamaknya: annuli).

Sisik ikan dapat dibedakan atas lima tipe, yaitu (Gambar 35):

a. Cosmoid, umumnya terdapat pada ikan-ikan primitif, misalnya Latimeria

chalumnae.

b. Ganoid, berbentuk menyerupai kubus dan terdiri atas dua lapisan, yaitu

lapisan basal yang homolog dengan sentin dan dibuat oleh corium serta

lapisan luar yang homolog dengan email dan terdiri atas guanin dan dibuat

oleh epidermis. Sisik ini ditemukan pada ikan sturgeon.

c. Placoid, berbentuk belah ketupat, pipih dengan bentuk seperti duri mencuat

di tengah-tengahnya dan menghadap ke belakang (caudal). Banyak

dijumpai pada ikan-ikan bertulang rawan (Chondrichthyes), misalnya ikan

cucut.

d. Cycloid (sisik lingkaran), berbentuk bulat pipih dengan garis-garis

konsentris dan garis-garis radiair, mengandung kristal-kristal guanin dan

pigmen melanophora. Ditemukan pada ikan-ikan berjari-jari lemah

(Malacopterygii), misalnya ikan mas, ikan hampal, dan sebagainya.

e. Ctenoid (sisik sisir), bentuknya agak mirip dengan sisik cycloid, tetapi pada

bagian posterior terdapat ‘ctenii’ (duri halus berupa rigi-rigi). Ditemukan

pada ikan-ikan berjari-jari keras (Acanthopterygii), misalnya ikan tambakan,

ikan tawes, ikan belanak, dan lain-lain.

3. Jari-jari Sirip (Radialia)

Setiap sirip disusun oleh selaput yang terdiri atas jaringan lunak yang

disebut membrana dan rangka yang terdiri atas jaringan tulang atau tulang rawan

(cartilago) yang disebut jari-jari sirip atau radialia. Ada radialia yang bercabang

dan ada juga yang tidak, tergantung pada jenisnya. Radialia ini bersendi pada

suatu basalia. Pada sirip yang letaknya di median, basalia berhubungan langsung

91

Page 103: Sharifuddin Bin

Gambar 34. Bagian-bagian sisik ikan (Andy Omar, 1987)

92

Page 104: Sharifuddin Bin

Gambar 35. Jenis-jenis sisik ikan (Bond, 1979)

93

Page 105: Sharifuddin Bin

dengan ruas-ruas tulang belakang (vertebrae), yaitu pada spina neuralis atau

pada spina haemalis. Sebaliknya, pada sirip yang lain, basalia bersendi pada

tulang lain yang disebut cingulum. Pada pinna caudalis, basalia berhubungan

langsung dengan spina vertebra caudalis.

Jari-jari sirip pada ikan dapat dibedakan atas (Gambar 36):

a. Jari-jari keras, dengan ciri-ciri: sulit dibengkokkan, pejal, tidak berbukubuku.

Jari-jari keras ini dapat berupa cucuk, duri, atau patil.

b. Jari-jari lemah, mempunyai ciri-ciri: mudah dibengkokkan, berbuku-buku,

nampak transparan, dan biasanya bercabang pada bagian ujungnya.

c. Jari-jari lemah mengeras, dengan ciri-ciri seperti yang terdapat pada jari-jari

lemah, tetapi mengalami pengerasan sehingga agak sulit dibengkokkan.

4. Lendir

Lendir pada ikan dihasilkan oleh kelenjar lendir yang terdapat pada bagian

epidermis kulit. Kelenjar ini menghasilkan mucin (glikoprotein) yang jika

bercampur dengan air akan membentuk lendir. Fungsi lendir pada ikan antara lain:

a. untuk mengurangi gesekan

b. untuk mencegah infeksi

c. untuk mencegah kekeringan

d. untuk mempertahankan diri

e. untuk membantu dalam proses reproduksi

f. untuk osmoregulasi

5. Kelenjar Racun

Pada beberapa jenis ikan terdapat kelenjar racun yang merupakan derivate

dari kulit. Kelenjar ini akan mensekresikan zat yang bila disuntikkan kepada

manusia akan menyebabkan rasa sakit, bahkan dapat menimbulkan kematian.

Beberapa contoh ikan yang mempunyai kelenjar racun adalah:

a. Cucut (Heterodontus francisci (Girard, 1855)), memiliki kelenjar racun pada

duri sirip punggung.

b. Pari (Pteroplatytrygon violacea (Bonaparte, 1832)), memiliki kelenjar racun

pada duri yang terdapat di sirip ekor.

c. Sembilang (Plotosus lineatus (Thunberg, 1787)), memiliki kelenjar racun

pada duri di bagian kepala.

94

Page 106: Sharifuddin Bin

Gambar 36. Jari-jari sirip (Andy Omar, 1987)

95

Page 107: Sharifuddin Bin

C. Ikan Beracun

Ikan beracun adalah ikan-ikan yang menyebabkan berbagai gangguan

saluran pencernaan dan syaraf bila daging atau anggota tubuh ikan itu dimakan

oleh manusia. Secara umum, ikan beracun (poisonous fishes) ditujukan kepada

ikan-ikan yang jaringannya, baik sebagian maupun secara keseluruhan, bersifat

toksik (beracun). Ikan berbisa (venomous fishes) biasanya terbatas hanya pada

ikan-ikan yang mampu menghasilkan racun dan menyebarkan racun tersebut

pada saat menggigit atau menusuk korbannya. Kenyataannya, semua ikan

berbisa adalah beracun tetapi tidak semua ikan beracun adalah berbisa. Ikan-ikan

yang secara nyata mempunyai organ berbisa (venom apparatus) disebut

phanerotoxic, sedangkan ikan-ikan yang jaringan tubuhnya mengandung racun

disebut cryptotoxic.

Ikan-ikan beracun dapat dibedakan atas:

a. Ichthyosarcotoxic fishes = ikan-ikan yang mengandung racun di antara otot,

viscera, atau kulit

b. Ichthyootoxic fishes = ikan-ikan yang menghasilkan racun terbatas hanya

pada gonad. Umumnya pada ikan-ikan air tawar. Termasuk ikan-ikan yang

mempunyai telur-telur yang beracun.

c. Ichthyohemotoxic fishes = ikan-ikan yang mempunyai racun di dalam

darahnya. Ditemukan pada belut air tawar dan beberapa ikan laut.

d. Ichthyocrinotoxic fishes = ikan-ikan yang menghasilkan racun melalui

sekresi kelenjar, tetapi tidak mempunyai organ berbisa. Misalnya boxfishes,

trunkfishes, hagfishes, dan lampreys, yang seluruhnya memproduksi

substansi beracun pada kulitnya dan kadang-kadang melepaskan racun

tersebut ke lingkungan perairan tempat mereka ditemukan.

Ichthyosarcotoxism adalah peristiwa keracunan akibat memakan ikan yang

mengandung racun di dalam otot, kulit, atau kotoran tubuhnya. Meliputi antara

lain: ciguatera poisoning, tetraodon poisoning, scombroid poisoning, clupeoid

poisoning, elasmobranch poisoning, hallucinatory poisoning, cyclostomes

poisoning, chimaera poisoning, dan gempylid poisoning. Ichthyocrinotoxism

adalah peristiwa keracunan akibat terserang oleh ikan-ikan yang memiliki racun

pada kulitnya.

96

Page 108: Sharifuddin Bin

Ciguatera poisoning adalah peristiwa keracunan ikan yang menimbulkan

gangguan pada alat pencernaan dan syaraf. Merupakan sebuah bentuk rasa

mabuk yang menimbulkan rasa mual, muntah, sakit perut, panas dingin, dan mati

rasa pada mulut. Gejala-gejala lainnya termasuk sakit kepala, kejang, pusing atau

pening, dan kadang-kadang kulit tangan dan kaki melepuh. Istilah ini pertama kali

dipakai pada peristiwa keracunan yang disebabkan oleh Livona picta, sejenis

cacing laut, di Laut Karibia.

Ciguatera poisoning umumnya disebabkan oleh ikan-ikan yang hidup di

terumbu karang daerah tropis dan ikan-ikan laut yang semipelagis; hidup di dasar

tetapi jarang ditemukan pada kedalaman 200 kaki; di antara 35°LU dan 34°LS;

pemakan alga bentik, ikan bentik, atau organisme bentik lainnya, dan jarang yang

bersifat plankton-feeder. Ada sekitar 440 spesies ikan laut yang bersifat

ciguatoxic. Racun ini juga ditemukan pada beberapa Echinodermata, Moluska,

dan Arthropoda, yang hidup di laut. Sebagian besar ikan laut di perairan tropis

dapat menyebabkan ciguatera poisoning, walaupun beberapa spesies dapat

bersifat toksik di lokasi geografis tertentu sedangkan di lokasi lainnya tidak.

Ikan-ikan yang sering menyebabkan ciguatera poisoning antara lain adalah:

morays (Muraenidae), barracuda (Sphyraenidae), snappers (Lutjanidae), groupers

(Serranidae), jack (Carangidae), milkfish (Chanidae), tarpons (Elopidae), herrings

(Clupeidae), anchovies (Engraulidae), lizardfishes (Synodontidae), conger eels

(Congridae), flyingfishes (Exocoetidae), squirrelfishes (Holocentridae),

surgeonfishes (Acanthuridae), butterflyfishes (Chaetodontidae), mackerels dan

tuna (Scombridae), trunkfishes (Ostraciidae), puffer (Tetraodontidae),

porcupinefishes (Diodontidae), goatfishes (Mullidae), porgies (Sparidae), wrasses

(Labridae), parrotfishes (Scaridae).

Tetrodotoxin adalah racun yang terdapat di viscera ikan buntal dan

kerabatnya (Tetraodontidae, Diodontidae, dan Molidae). Ovari dan hati merupakan

organ yang paling toksik, sedangkan perut dan usus dapat menyebabkan

kematian, demikian juga mata dan ginjal. Beberapa spesies ikan buntal

mempunyai kulit, jaringan sub-cutaneous, dan testis yang beracun. Struktur kimia

tetrodotoxin mirip dengan tarichatoxin, racun yang ditemukan pada kadal air

Taricha torosa. Tetraodon poisoning merupakan peristiwa keracunan disebabkan

oleh makan ikan buntal (viscera, khususnya ovari dan liver) dan kerabatnya.

Tetrodotoxin (TTX) disebut juga puffer poison atau fugu poison ditemukan

pada

97

Page 109: Sharifuddin Bin

beberapa puffers, ocean sunfishes, porcupinefishes, triggerfishes, spikefishes,

trunkfishes, dan filefishes. Sekitar 75 spesies bersifat racun.

Scombroid poisoning adalah peristiwa keracunan disebabkan oleh makan

ikan tongkol dan cakalang (mackerel, tuna, skipjack, bonito, dan Japanese saury

Cololabis saira). Jika ikan scombroid diawetkan, substansi beracun terbentuk di

dalam ototnya, dikenal dengan istilah saurine. Substansi tersebut dibentuk oleh

aksi enzim dan bakteri pada saat ikan mati. Clupeoid poisoning merupakan

peristiwa keracunan disebabkan oleh makan ikan tembang (herrings, anchovies,

tarpons, bonefishes dan slickheads). Toksisitas racun berasosiasi dengan rantai

makanan.

Beberapa peristiwa keracunan lainnya yang disebabkan oleh karena

memakan ikan antara lain adalah:

- Fish poisoning atau ichthyotoxism adalah keracunan karena makan ikan

(bersifat umum).

- Elasmobranch poisoning adalah peristiwa keracunan disebabkan oleh

makan daging, viscera, gonad, dan hati ikan cucut dan ikan pari. Ikan cucut

yang beracun di antaranya adalah requiem sharks (Carcharhinidae), cow

sharks (Hexanchidae), dogfish sharks (Squalidae), dan mackerel sharks

(Lamnidae).

- Hallucinatory poisoning adalah peristiwa keracunan disebabkan oleh

makan ikan belanak dan kuro

- Cyclostome poisoning adalah peristiwa keracunan disebabkan oleh makan

ikan lamprey dan hagfishes.

- Gempylid poisoning adalah peristiwa keracunan disebabkan oleh makan

daging ikan famili Gempylidae. Daging tersebut mengandung wax

(semacam lilin) dalam konsentrasi yang tinggi. Wax terdiri atas cetyl dan

ester oleyl berasal dari asam oleat dan asam hidroksi-oleat.

Berdasarkan asal dari racun yang terdapat di dalam tubuh ikan, maka

terdapat beberapa istilah berkaitan dengan hal tersebut, antara lain yaitu:

- Ichthyotoxin adalah racun yang berasal dari ikan (secara umum)

- Ichthyosarcotoxin adalah racun yang terdapat pada daging ikan, tidak

termasuk racun-racun yang disebabkan oleh aktivitas bakteri

- Ichthyohemotoxin adalah racun yang terdapat di dalam darah ikan

98

Page 110: Sharifuddin Bin

- Ichthyootoxin adalah racun yang ditemukan hanya pada telur-telur ikan

- Ichthyoacanthotoxin adalah racun yang disekresikan oleh organ-organ

beracun (venom apparatus), seperti spina, alat penyengat, atau gigi ikan.

- Ichthyocrinotoxin adalah racun yang berasal dari kelenjar kulit yang

dihasilkan oleh ikan hagfishes, lampreys, morays (Muraenidae), soapfishes

(Grammistidae), puffer (Tetraodontidae), dan porcupinefishes (Diodontidae).

- Ostracitoxin adalah substansi racun yang berasal dari kulit ikan Ostracion

lentiginosus (ikan buntal, boxfish atau trunkfish) untuk membunuh ikan atau

hewan laut lainnya. Racun ini disebut juga pahutoxin.

Kadar racun yang terdapat pada organ dalam ikan berbeda-beda,

tergantung kepada jenis ikan dan organnya. Namun demikian, ovari dan hati

merupakan organ-organ yang sangat berbahaya (Tabel 6).

Tabel 6. Kadar racun pada beberapa organ dalam ikan

D. Soal-soal Latihan

Setelah membaca materi di atas, bentuklah kelompok diskusi (5 orang per

kelompok). Selanjutnya, setiap kelompok melakukan penelusuran pustaka dan

99

Page 111: Sharifuddin Bin

carilah lima jenis ikan ikan-ikan air tawar yang beracun yang terdapat di lokasi

anda. Carilah pula lima jenis ikan-ikan air laut yang beracun. Presentasikan tugas

tersebut di dalam kelas.

E. Daftar Pustaka

Affandi, R., D.S. Sjafei, M.F. Rahardjo, dan Sulistiono. 1992. Iktiologi. Suatu Pedoman Kerja Laboratorium. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Alamsjah, Z. 1974. Ichthyologi I. Departemen Biologi Perairan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Alamsjah, Z. dan M.F. Rahardjo. 1977. Penuntun Untuk Identifikasi Ikan. Departemen Biologi Perairan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Andy Omar, S. Bin. 1987. Penuntun Praktikum Ichthyologi. Jurusan Perikanan Universitas Hasanuddin, Ujungpandang.

Bond, C.E. 1979. Biology of Fishes. W.B. Saunders Company, Philadelphia.

Chiasson, R. 1980. Laboratory Anatomy of the Perch. Third edition. WM. C. Brown Company Publishers, Dubuque, Iowa.

Djamali, A., Burhanuddin, dan M. Hutomo. 1994. Fauna Ikan-ikan Laut Berbisa dan Beracun di Indonesia. Proyek Pemasyarakatan dan Pembudayaan IPTEK, Pusat Penelitian dan Pengembangan Oseanologi, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Jakarta.

Halstead, B.W. 1988. Poisonous and Venomous Marine Animals of the World. Second edition. Darwin Press, Darwin. 1168 p.

Lagler, K.F., J.E. Bardach, R.R. Miller, and D.R.M. Passino. 1977. Ichthyology. Second edition. John Wiley and Sons, Inc., New York.

Moyle, P.B. and J.J. Cech, Jr. 1988. Fishes. An Introduction to Ichthyology. Second edition. Prentice Hall, Englewood Cliffs, New Jersey.

Wischnitzer, S. 1972. Atlas and Dissection Guide for Comparative Anatomy. Second edition. W. H. Freeman and Company, San Francisco.

100

Page 112: Sharifuddin Bin

VIII. SISTEM ALAT GERAK

A. Sasaran Pembelajaran

1. Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan bagian-bagian dari

sebuah urat daging atau otot ikan.

2. Agar mahasiswa mampu menunjukkan letak urat daging atau otot-otot ikan.

3. Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan bagian-bagian dari

rangka ikan.

4. Agar mahasiswa mampu menunjukkan letak dan nama-nama tulang ikan

B. Otot atau Urat Daging Ikan

Dibandingkan dengan vertebrata lainnya, ikan mempunyai susunan otot

yang relatif jauh lebih sederhana. Berdasarkan histologisnya, otot pada tubuh ikan

dapat dibedakan atas tiga macam, yaitu:

- otot licin (smooth muscle)

- otot bergaris melintang atau otot rangka (skeletal / striated muscle)

- otot jantung (cardiac muscle)

Berdasarkan cara kerjanya, otot-otot yang terdapat pada tubuh ikan

dibedakan atas dua golongan yaitu:

- voluntary muscle, yaitu otot yang bekerja karena dipengaruhi oleh

rangsang, misalnya otot bergaris melintang atau otot rangka

- involuntary muscle, yaitu otot yang bekerja tanpa dipengaruhi oleh

rangsang, misalnya otot licin dan otot jantung

Urat daging pada ikan tersebar hampir di seluruh tubuh sehingga setiap

urat daging tersebut mempunyai peranan atau fungsi tersendiri sesuai dengan

tempat dimana dia terdapat. Namun demikian, secara umum urat daging

mempunyai fungsi untuk menggerakkan bagian-bagian tertentu dari tubuh ikan

sehingga secara keseluruhan menyebabkan ikan mampu bergerak (berenang).

Untuk melihat dengan jelas bagian-bagian urat daging, maka perlu dibuat

sayatan melintang pada tubuh ikan agak ke caudal (potongan tegak lurus melalui

tulang punggung). Setelah terpotong dua maka tampaklah otot-otot yang tersusun

dalam lingkaran-lingkaran konsentris. Potongan otot yang berupa lingkaran

101

Page 113: Sharifuddin Bin

lingkaran konsentris ini disebabkan karena otot-otot tersebut tersusun secara rapi

dari cranial ke caudal oleh lapisan-lapisan otot yang berbentuk kerucut dan

disebut coni musculi. Coni musculi ini tersusun secara segmental dan disebut

myomer atau myotome. Antara satu myomer dengan myomer lainnya dipisahkan

oleh suatu pembungkus yang disebut myocommata atau myoseptum. Otot-otot

yang terletak di bagian sebelah kiri dan kanan tubuh dipisahkan oleh suatu sekat

yang disebut septum vertical. Oleh suatu sekat yang disebut septum horizontale

atau horizontale skeletogenous septum, otot-otot pada tubuh ikan terbagi atas dua

daerah yaitu (Gambar 37):

- musculi dorsalis atau musculi epaxialis, yaitu kumpulan otot-otot yang

terdapat di sebelah dorsal septum horizontale

- musculi ventralis atau musculi hypaxialis, yaitu kumpulan otot-otot yang

terletak di sebelah ventral septum horizontale

Pada daerah septum horizontale terdapat jaringan otot berwarna merah

dan banyak mengandung lemak yang disebut mud stripe (red muscle) atau

musculus lateralis superficialis.

Jika dilihat dari arah lateral maka bentuk otot-otot bergaris melintang

(lateral skeletal musculature) dapat dibedakan atas dua bentuk yaitu (Gambar 38):

- tipe cyclostomine, ditemukan pada ikan-ikan Agnatha

- tipe piscine, didapatkan pada Chondrichthyes dan Osteichthyes

Otot-otot yang terdapat pada tubuh ikan Osteichthyes dapat ditemukan

pada bagian kepala (Gambar 39), pada bagian di bawah kepala (Gambar 40),

pada bagian punggung (Gambar 41), pada sirip dada (Gambar 42), pada sirip

perut (Gambar 43), dan pada sirip ekor (Gambar 44). Pada ikan Chondrichthyes,

otot-otot tersebut dapat dibedakan atas: otot-otot appendicular, otot-otot

branchiomeric, dan otot-otot hypobranchial (Gambar 45 dan 46).

102

Page 114: Sharifuddin Bin

Gambar 37. Penampang melintang otot ikan (Andy Omar, 1987)

103

Page 115: Sharifuddin Bin

Gambar 38. Tipe otot pada ikan (Andy Omar, 1987)

104

Page 116: Sharifuddin Bin

Gambar 39. Otot-otot pada bagian kepala ikan Osteichthyes (Affandi et al., 1992)

Gambar 40. Otot-otot pada bagian di bawah kepala ikan Osteichthyes (Andy Omar, 1987)

105

Page 117: Sharifuddin Bin

Gambar 41. Otot-otot pada bagian punggung ikan Osteichthyes (Affandi et al., 1992)

106

Page 118: Sharifuddin Bin

Gambar 43. Otot-otot pada sirip perut ikan Osteichthyes (Andy Omar, 1987)

Gambar 44. Otot-otot pada sirip ekor ikan Osteichthyes (Andy Omar, 1987)

107

Page 119: Sharifuddin Bin

Gambar 45. Otot-otot appendicular dan branchiomeric pada ikan Chondrichthyes (Wischnitzer, 1972)

Gambar 46. Otot-otot hypobranchial pada ikan Chondrichthyes (Wischnitzer,

1972)

108

Page 120: Sharifuddin Bin

C. Sistem Rangka

Yang termasuk ke dalam sistem rangka antara lain tulang belakang, tulang

sejati, tulang rawan, jaringan pengikat (connective tissue), sisik-sisik, komponenkomponen

gigi, jari-jari sirip, dan penyokong sel pada sistem saraf. Rangka

merupakan struktur yang berfungsi sebagai penyokong tegaknya tubuh dan dapat

dibedakan atas:

- rangka luar (exoskeleton), berupa sisik (squama)

- rangka dalam (endoskeleton), berupa tulang-tulang yang menyusun rangka

tubuh ikan

Tulang banyak mengandung garam kalsium, fosfor, magnesium, dan

sebagainya. Pada ikan bertulang sejati (Osteichthyes), tulang yang keras

sebenarnya berasal dari tulang rawan. Proses pembentukan tulang dari tulang

rawan menjadi tulang sejati disebut osifikasi.

Rangka pada ikan mempunyai fungsi antara lain:

- memberi bentuk kepada tubuh

- sebagai penunjang tubuh

- melindungi bagian tubuh sebelah dalam, seperti otak, jantung, hati, alat

pencernaan, dan lain-lain

- menghasilkan garam kalsium

- sebagai alat gerak pasif

- sebagai salah satu tempat pembuatan darah

- berfungsi sebagai alat penyalur sperma pada beberapa jenis ikan tertentu

Berdasarkan jenisnya, rangka tulang dapat dibedakan atas dua golongan,

yaitu:

- osteum (tulang sejati, tulang benar), yaitu tulang-tulang yang terdapat pada

ikan golongan Osteichthyes

- cartilago (tulang rawan), yaitu tulang-tulang yang terdapat pada ikan

golongan Chondrichthyes dan juga ikan Osteichthyes yang masih muda

Berdasarkan letak dan fungsinya, rangka dapat dibedakan atas:

- rangka axial, terdiri dari tulang tengkorak, tulang punggung, dan tulang

rusuk

109

Page 121: Sharifuddin Bin

- rangka visceral, terdiri dari tulang lengkung insang dan derivat-derivatnya

- rangka appendicular, yaitu rangka anggota badan, seperti jari-jari sirip dan

tulang-tulang penyokongnya.

Untuk mengamati rangka ikan secara umum, terlebih dahulu harus dibuat

preparat tulang. Preparat tulang dibuat dari ikan yang berukuran cukup besar

sehingga memudahkan dalam pembuatannya. Ada tiga cara yang dapat dilakukan

untuk membuat preparat tulang, yaitu:

a. Cara fisik

Ikan Teleostei yang agak besar (misalnya ikan cakalang) dibersihkan,

termasuk sisik-sisik ikan tersebut jika ada. Setelah bersih, siramlah ikan itu

dengan air panas secara perlahan-lahan agar diperoleh rangka yang bagus dan

tidak rapuh. Otot-otot yang terdapat pada tubuh ikan dibersihkan dengan

menggunakan pinset dan pisau. Jika masih ada otot-otot yang tersisa melekat

pada tulang, dibersihkan dengan menggunakan sikat. Agar otot-otot yang tersisa

tidak mengalami pembusukan maka rangka tersebut dicelupkan ke dalam larutan

formalin selama 5 – 7 jam. Diusahakan agar pada saat merendam rangka tersebut

keadaan preparat dalam keadaan lurus seperti sebelum diberikan perlakuan.

Rangka hasil pengawetan tersebut dijemur di bawah sinar matahari selama 5 – 7

hari sambil dibersihkan jika masih ada otot-otot kecil yang melekat. Jika ada

potongan-potongan tulang yang terlepas selama proses penyikatan/penjemuran

maka potongan tersebut ditempel pada tempatnya semula dengan menggunakan

perekat. Preparat yang sudah selesai sebaiknya disimpan di dalam kotak agar

tidak terganggu.

b. Cara kimiawi

Ikan yang sudah bersih dan tidak bersisik lagi direbus selama 3 – 5 menit

dalam panci yang berukuran besar agar posisi ikan tersebut tidak bengkok.

Setelah direbus, ikan tersebut direndam dalam larutan NaOH 4% selama 8 – 12

jam sampai daging ikan tersebut mudah dikelupas. Jika masih sulit terkelupas,

ikan tersebut direndam kembali ke dalam larutan NaOH yang lebih encer. Setelah

otot-otot ikan tersebut terkelupas, rangka preparat disimpan pada wadah yang

aman.

110

Page 122: Sharifuddin Bin

c. Cara biologis

Pembuatan rangka ikan secara biologis dilakukan dengan membiarkan ikan

membusuk secara alami sehingga otot-ototnya habis dimakan oleh binatangbinatang

kecil. Ikan sampel yang akan diambil rangkanya ditanam ke dalam tanah

agar bau busuk tidak menyebar. Setelah satu minggu, preparat tersebut diamati

apakah otot-ototnya telah mengalami pembusukan atau belum. Jika proses

pembusukan berjalan sempurna maka yang tersisa hanyalah tulang-belulangnya.

Untuk pembersihan selanjutnya digunakan sikat. Agar rangka tersebut aman,

preparat tersebut disimpan di dalam kotak, diikat atau direkat supaya tidak

bergerak-gerak.

Secara umum untuk mengamati sistem rangka maka dapat dibedakan atas

rangka secara umum (Gambar 47), tulang-tulang tengkorak (Gambar 48, 49, 50,

dan 51), dan tulang belakang atau vertebra (Gambar 52).

D. Soal-soal Latihan

Setelah membaca materi di atas, bentuklah kelompok diskusi (5 orang per

kelompok), kemudian masing-masing kelompok mempresentasikan selama 10

menit tentang mekanisme pergerakan otot ikan pada saat berenang dan mengapa

otot disebut alat gerak pasif dan tulang disebut alat gerak aktif?

E. Daftar Pustaka

Affandi, R., D.S. Sjafei, M.F. Rahardjo, dan Sulistiono. 1992. Iktiologi. Suatu Pedoman Kerja Laboratorium. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Alamsjah, Z. 1974. Ichthyologi I. Departemen Biologi Perairan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Alamsjah, Z. dan M.F. Rahardjo. 1977. Penuntun Untuk Identifikasi Ikan.

Departemen Biologi Perairan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Andy Omar, S. Bin. 1987. Penuntun Praktikum Ichthyologi. Jurusan Perikanan Universitas Hasanuddin, Ujungpandang.

Bond, C.E. 1979. Biology of Fishes. W.B. Saunders Company, Philadelphia.

111

Page 123: Sharifuddin Bin

Gambar 47. Rangka ikan Teleostei tampak lateral (Chiasson, 1980)

Gambar 48. Tulang tengkorak ikan Teleostei tampak lateral (Chiasson, 1980)

112

Page 124: Sharifuddin Bin

Gambar 49. Tulang tengkorak ikan Teleostei tampak dorsal (Chiasson, 1980)

113

Page 125: Sharifuddin Bin

Gambar 50. Tulang tengkorak ikan Teleostei tampak ventral (Chiasson, 1980)

Gambar 51. Tulang tengkorak ikan Teleostei tampak caudal (Chiasson, 1980)

114

Page 126: Sharifuddin Bin

Gambar 52. Tulang belakang ikan Teleostei tampak depan (Andy Omar, 1987)

Chiasson, R. 1980. Laboratory Anatomy of the Perch. Third edition. WM. C. Brown Company Publishers, Dubuque, Iowa.

Lagler, K.F., J.E. Bardach, R.R. Miller, and D.R.M. Passino. 1977. Ichthyology. Second edition. John Wiley and Sons, Inc., New York.

Moyle, P.B. and J.J. Cech, Jr. 1988. Fishes. An Introduction to Ichthyology. Second edition. Prentice Hall, Englewood Cliffs, New Jersey.

Wischnitzer, S. 1972. Atlas and Dissection Guide for Comparative Anatomy. Second edition. W. H. Freeman and Company, San Francisco.

115

Page 127: Sharifuddin Bin

IX. SISTEM PENCERNAAN

A. Sasaran Pembelajaran

1. Agar mahasiswa mampu mengenali dan mengetahui posisi organ-organ

pencernaan beserta modifikasinya

2. Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan fungsi organ-organ

pencernaan beserta modifikasinya.

3. Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan fungsi kelenjar

pencernaan

B. Alat Pencernaan

Pencernaan pada ikan dimulai dari mulut dan berakhir di anus. Fungsi alat

pencernaan adalah untuk menghancurkan zat makanan (molekul makro) menjadi

zat terlarut (molekul mikro) sehingga zat makanan tersebut mudah diserap dan

kemudian dapat digunakan pada proses metabolisme di dalam tubuh ikan. Proses

pencernaan pada ikan terjadi dalam dua bentuk yaitu secara fisik yang terjadi di

dalam rongga mulut dan lambung, dan secara kimiawi yang terjadi di dalam

lambung dan usus.

Alat pencernaan pada ikan sering berbeda antar satu spesies dengan

spesies lainnya. Hal ini disebabkan karena adanya perbedaan dalam pola

adaptasi terhadap makanannya. Alat pencernaan yang sering mengalami adaptasi

adalah bibir, gigi, mulut, dan saluran pencernaan.

Alat pencernaan terdiri dari dua bagian, yaitu saluran pencernaan yang

meliputi mulut, rongga mulut, pharynx, esophagus, lambung, pylorus, duodenum,

intestinum, rectum, dan anus; serta kelenjar pencernaan yang terdiri dari hati,

empedu, dan pancreas.

Setiap alat pencernaan memiliki tugas masing-masing. Mulut berguna

untuk menangkap atau mengambil makanan. Adaptasi mulut ikan terhadap

makanannya menyebabkan ditemukannya beraneka macam bentuk mulut ikan.

Ikan-ikan yang biasanya mencari makanan dengan memangsa jenis ikan lain,

umumnya mempunyai mulut yang lebar, sedangkan ikan-ikan yang biasa

mengambil makanan dengan jalan mengisap organisme yang menempel pada

substrat (perifiton) biasanya mempunyai bentuk bibir yang tebal (misalnya ikan

tambakan, Helostoma temmincki). Sebaliknya ikan belanak (Liza sp.) yang

116

Page 128: Sharifuddin Bin

mencari makanan di dasar perairan mempunyai bibir yang tebal dan kadangkadang

mulutnya dapat disembulkan.

Rongga mulut berfungsi untuk tempat mencabik atau memotong-motong

makanan. Di dalam rongga mulut terdapat gigi-gigi. Berdasarkan letaknya,

terdapat tiga macam gigi pada ikan bertulang sejati, yaitu gigi mulut, gigi rahang,

dan gigi pharynx (Gambar 53). Sebaliknya berdasarkan bentuknya, gigi ikan dapat

dibedakan atas: cardiform (untuk merobek), villiform (untuk merobek), canine

(untuk mencengkeram), incisor, dan molariform (untuk menggerus)(Gambar 54).

Lambung merupakan tempat penampungan makanan. Pada dindingnya

terdapat kelenjar yang dapat menghasilkan enzim dan asam lambung dimana

cairan ini membantu proses pencernaan. Bentuk anatomi lambung sangat

bervariasi tergantung kepada kebiasaan makanan ikan tersebut. Lambung ikan

herbivora berbeda dengan lambung ikan carnivora. Ikan herbivora tidak

mempunyai lambung yang sebenarnya, kalaupun ada maka merupakan lambung

palsu yang merupakan penggelembungan usus bagian depan. Umumnya ikan

carnivora mempunyai lambung yang berbentuk seperti tabung (Gambar 55),

sedangkan pada ikan omnivora berbentuk seperti kantung (Gambar 56). Pada

beberapa ikan tertentu lambung mengalami modifikasi. Pada ikan belanak (Liza

sp.), lambung mengalami modifikasi menjadi gizzard yang berfungsi sebagai alat

untuk menggiling makanan (Gambar 55). Gizzard mempunyai dinding (lapisan

otot) yang lebih tebal dibanding dengan dinding lambung biasa. Pada ikan cucut,

usus mengalami modifikasi dimana pada bagian dalamnya membentuk spiral

(spiral valve). Dengan adanya spiral valve ini, daerah penyerapan zat-zat

makanan yang telah dicerna semakin luas (Gambar 57).

Pylorus terletak setelah lambung, berperan dalam mengatur keluarnya

makanan yang dicerna di lambung dan masuk ke dalam usus. Sedangkan usus

merupakan tempat proses penyerapan zat makanan yang telah tercerna, dan

selanjutnya sisa makanan dibuang melalui anus. Ikan-ikan herbivora yang tidak

mempunyai lambung, pencernaan yang intensif terjadi di dalam usus. Umumnya

ikan-ikan herbivora memiliki usus yang panjangnya beberapa kali panjang

tubuhnya, sedangkan ikan-ikan carnivora memiliki usus yang pendek atau sangat

pendek bila dibandingkan dengan panjang tubuhnya.

117

Page 129: Sharifuddin Bin

Gambar 53. Letak gigi pada ikan Osteichthyes (Bond, 1979)

Gambar 54. Bentuk-bentuk gigi ikan (Lagler et al., 1977)

118

Page 130: Sharifuddin Bin

Gambar 55. Alat pencernaan ikan carnivora dan gizzard (Afandi et al., 1992)

Gambar 56. Alat pencernaan ikan omnivora (Affandi et al., 1992)

119

Page 131: Sharifuddin Bin

Gambar 57. Alat pencernaan ikan cucut (Wischnitzer, 1972)

120

Page 132: Sharifuddin Bin

C. Sistem Pencernaan

Sistem pencernaan ikan umumnya terdiri dari:

a. Saluran pencernaan (tractus digestivus),

Walaupun bentuk saluran pencernaan ikan dari depan sampai ke belakang

hampir sama, tetapi masih dapat dibedakan masing-masing bagian, sebagai

berikut:

- rongga mulut (cavum oris), pada rahangnya terdapat gigi-gigi kecil.

- lidah (lingua), melekat pada dasar mulut dan tidak dapat digerakkan,

banyak mengandung kelenjar lendir (glandula mucosa) tetapi tidak memiliki

kelenjar ludah (glandula salivales).

- pangkal tenggorokan (pharynx), merupakan lanjutan rongga mulut yang

terdapat di daerah sekitar insang.

- kerongkongan (esophagus), sangat pendek dan merupakan lanjutan dari

pharynx, berbentuk seperti kerucut dan terdapat di belakang daerah insang.

- ventikulus (lambung), merupakan lanjutan dari esophagus dan berupa

saluran memanjang yang agak membesar. Batas dengan usus tidak terlalu

jelas. Pada beberapa spesies tertentu, di bagian akhir ventrikulus terdapat

tonjolan-tonjolan berbentuk kantong buntu yang disebut pyloric caeca

(appendices pyloricae). Kantong buntu ini berguna untuk memperluas

permukaan dinding ventrikulus agar pencernaan dan penyerapan makanan

dapat berlangsung lebih sempurna.

- usus (intestinum), berbentuk seperti pipa panjang yang berkelok-kelok dan

sama besarnya, berakhir dan bermuara keluar pada lubang anus. Usus ini

diikat oleh suatu alat penggantung yang disebut mesenterium, yang

merupakan derivat dari pembungkus rongga perut (peritonium).

b. Kelenjar pencernaan (glandula digestoria)

- hati (hepar), bentuknya besar, berwarna merah kecoklat-coklatan, letaknya

di bagian depan rongga badan dan meluas mengelilingi usus.

- kantong empedu (vesica fellea), bentuknya bulat bila berisi penuh,

berwarna kehijau-hijauan, terletak pada bagian depan dari hati, mempunyai

saluran yang disebut ductus cysticus yang bermuara pada usus. Kantong

empedu berfungsi untuk menampung dan menyimpan empedu (bilus) dan

121

Page 133: Sharifuddin Bin

mencurahkannya ke dalam usus bila diperlukan. Empedu berguna untuk

mencernakan lemak.

Suatu kelenjar pencernaan lain yang disebut pancreas tidak ditemukan

pada ikan karena bersifat mikroskopis. Limpa atau lien berwarna merah tua,

melekat pada mesenterium di antara usus dan gonad, tidak masuk ke dalam

sistem pencernaan melainkan termasuk dalam systema reticulo-endothelia.

Secara garis besarnya, perbedaan antara struktur alat pencernaan ikan

herbivora dan ikan carnivora adalah:

a. Untuk ikan herbivora:

- gigi tumpul dan kadang-kadang halus

- tidak memiliki lambung tetapi usus bagian depan membesar membentuk

lambung palsu

- panjang usus beberapa kali panjang tubuhnya

- tapis insang panjang dan rapat

b. Untuk ikan carnivora:

- gigi runcing (gigi taring)

- lambung memanjang

- panjang usus sama atau lebih pendek daripada panjang tubuhnya

- tapis insang pendek dan tidak rapat

D. Soal-soal Latihan

Setelah membaca materi di atas, bentuklah kelompok diskusi (5 orang per

kelompok), kemudian masing-masing kelompok mempresentasikan selama 10

menit proses pencernaan pada ikan secara fisik dan kimiawi.

E. Daftar PustakaAffandi, R., D.S. Sjafei, M.F. Rahardjo, dan Sulistiono. 1992. Iktiologi. Suatu

Pedoman Kerja Laboratorium. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Alamsjah, Z. 1974. Ichthyologi I. Departemen Biologi Perairan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

122

Page 134: Sharifuddin Bin

Alamsjah, Z. dan M.F. Rahardjo. 1977. Penuntun Untuk Identifikasi Ikan. Departemen Biologi Perairan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Andy Omar, S. Bin. 1987. Penuntun Praktikum Ichthyologi. Jurusan Perikanan Universitas Hasanuddin, Ujungpandang.

Bond, C.E. 1979. Biology of Fishes. W.B. Saunders Company, Philadelphia.

Chiasson, R. 1980. Laboratory Anatomy of the Perch. Third edition. WM. C. Brown Company Publishers, Dubuque, Iowa.

Lagler, K.F., J.E. Bardach, R.R. Miller, and D.R.M. Passino. 1977. Ichthyology. Second edition. John Wiley and Sons, Inc., New York.

Moyle, P.B. and J.J. Cech, Jr. 1988. Fishes. An Introduction to Ichthyology. Second edition. Prentice Hall, Englewood Cliffs, New Jersey.

Wischnitzer, S. 1972. Atlas and Dissection Guide for Comparative Anatomy. Second edition. W. H. Freeman and Company, San Francisco.

123

Page 135: Sharifuddin Bin

X. SISTEM PERNAPASAN

A. Sasaran Pembelajaran

1. Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan apa yang dimaksud

dengan sistem pernapasan.

2. Agar mahasiswa mampu mengenali bagian-bagian dari organ pernapasan

dan alat pernapasan tambahan.

B. Organ Pernapasan

Pernapasan merupakan proses pengambilan oksigen dan pelepasan

karbon dioksida oleh suatu organisme hidup. Untuk dapat bernapas maka

diperlukan organ pernapasan. Pada ikan, proses pernapasan umumnya dilakukan

dengan menggunakan insang (branchia).

Insang ikan juga mengalami perkembangan sebagaimana organ-organ

lainnya. Pada stadia larva, insang belum sempurna dan belum dapat berfungsi.

Untuk dapat bernapas, larva ikan biasanya menggunakan kantung telur (yolk sac)

atau pada beberapa ikan tertentu menggunakan insang luar (Gambar 58).

Setiap insang ikan terdiri dari beberapa bagian, yaitu (Gambar 59):

- Filamen insang (hemibranchia = gill filament), berwarna merah, terdiri dari

jaringan lunak, berbentuk seperti sisir, melekat pada lengkung insang. Banyak

mengandung kapiler-kapiler darah sebagai cabang dari arteri branchialis dan

merupakan tempat terjadinya pengikatan oksigen terlarut dari dalam air.

- Tulang lengkung insang (arcus branchialis = gill arch), merupakan tempat

melekatnya filamen dan tapis insang, berwarna putih, dan memiliki saluran

darah (arteri afferent dan arteri efferent) yang memungkinkan darah dapat

keluar dan masuk ke dalam insang.

- Tapis insang (gill rakers), berupa sepasang deretan batang tulang rawan yang

pendek dan sedikit bergerigi, melekat pada bagian depan dari lengkung

insang, berfungsi untuk menyaring air pernapasan. Pada ikan-ikan herbivore

pemakan plankton, tapis insangnya rapat dan ukurannya panjang. Hal ini

sesuai dengan fungsinya sebagai alat penyaring makanan. Sedangkan pada

ikan-ikan carnivora, tapis insang tersebut jarang-jarang dan berukuran pendek

(Gambar 60).

124

Page 136: Sharifuddin Bin

Gambar 58. Alat pernapasan pada larva ikan (Affandi et al., 1992)

Gambar 59. Bagian-bagian insang ikan Teleostei (Andy Omar, 1987)

Gambar 60. Insang pada ikan herbivora (A) dan karnivora (B)(Affandi et al., 1992)

125

Page 137: Sharifuddin Bin

Ikan-ikan bertulang sejati memiliki insang yang ditutup oleh penutup insang

(apparatus opercularis). Tutup insang ini terdapat di sebelah kanan dan kiri bagian

belakang dari kepala, berbentuk seperti setengah membundar. Setiap tutup

insang terdiri atas (Gambar 61):

- Operculum, yang tersusun atas empat potong tulang, yaitu:

- os operculare, merupakan tulang yang paling besar dan letaknya paling

dorsal

- os preoperculare, merupakan tulang kecil yang melengkung seperti sabit

dan terletak paling cranial

- os interoperculare, merupakan tulang kecil yang terletak di antara os

operculare dan os preoperculare

- os suboperculare, merupakan bagian tulang yang terletak paling caudal

- Membrana branchiostega, merupakan selaput tipis yang melekat pada

operculum dan berakhir bebas di tepi belakang dari operculum. Berfungsi

sebagai klep untuk menahan agar supaya air tidak masuk ke dalam rongga

insang dari arah belakang.

- Radii branchiostega, merupakan tulang-tulang kecil yang terletak pada bagian

ventral pharynx, dan berfungsi untuk menyokong membrana branchiostega.

-

Ikan-ikan bertulang rawan (Chondrichthyes) tidak memiliki tulang-tulang

penutup insang. Insang ikan tersebut berada di dalam rongga dan berhubungan

keluar melalui celah-celah insang yang berjumlah sekitar 5 – 7 buah (Gambar 62).

C. Organ Pernapasan Tambahan

Ada beberapa jenis ikan tertentu yang selain bernapas dengan insang juga

menggunakan paru-paru sebagai organ pernapasannya. Ikan-ikan yang

mempunyai organ paru-paru adalah ikan paru-paru Australia (Neoceratodus

forsteri (Krefft, 1870)), ikan paru-paru Afrika Timur (Protopterus annectens

annectens (Owen, 1839)), dan ikan paru-paru Amerika Selatan (Lepidosiren

paradoxa Fitzinger, 1837).

Selain insang dan paru-paru, beberapa jenis ikan tertentu memiliki alat

pernapasan tambahan yang berupa:

a. Labyrinth, lipatan membran seperti bunga mawar yang merupakan derivate

dari lengkung insang.

126

Page 138: Sharifuddin Bin

Gambar 61. Tulang penutup insang pada ikan Teleostei (Andy Omar, 1987)

Gambar 62. Celah insang pada ikan cucut (Wischnitzer, 1972)

127

Page 139: Sharifuddin Bin

Pada ikan betok (Anabas testudineus (Bloch, 1792)), organ labyrinth

terletak di bagian atas insang dan terdapat saluran yang menghubungkan

labyrinth dan insang (Gambar 63).

b. Arborescent organ, berbentuk seperti bunga karang.,Pada ikan lele (Clarias

batrachus (Linnaeus, 1758)) alat pernapasan tambahan ini terletak di

bagian atas depan insang (Gambar 64).

c. Diverticula, lipatan kulit pada bagian mulut dan ruang pharynx, misalnya

pada ikan gabus (Channa striata (Bloch, 1793))(Gambar 65).

d. Alat pernapasan tambahan berupa tabung, misalnya pada ikan

Heteropneustes microps (Günther, 1864) dan jenis catfish lainnya.

e. Dinding bagian dalam dari operculum yang banyak mengandung pembuluh

darah, misalnya pada ikan blodok (Periophthalmus kalalo Lesson, 1831).

D. Soal-soal Latihan

Setelah membaca materi di atas, bentuklah kelompok diskusi (5 orang per

kelompok), kemudian masing-masing kelompok menjelaskan mengapa ikan

blodok (Periophthalmus argentilineatus Valenciennes, 1837) dapat bertengger

pada akar-akar pohon bakau. Presentasikan selama 10 menit.

E. Daftar Pustaka

Affandi, R., D.S. Sjafei, M.F. Rahardjo, dan Sulistiono. 1992. Iktiologi. Suatu Pedoman Kerja Laboratorium. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Alamsjah, Z. 1974. Ichthyologi I. Departemen Biologi Perairan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Alamsjah, Z. dan M.F. Rahardjo. 1977. Penuntun Untuk Identifikasi Ikan. Departemen Biologi Perairan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Andy Omar, S. Bin. 1987. Penuntun Praktikum Ichthyologi. Jurusan Perikanan Universitas Hasanuddin, Ujungpandang.

Bond, C.E. 1979. Biology of Fishes. W.B. Saunders Company, Philadelphia.

Chiasson, R. 1980. Laboratory Anatomy of the Perch. Third edition. WM. C. Brown Company Publishers, Dubuque, Iowa.

128

Page 140: Sharifuddin Bin

Gambar 63. Labyrinth pada ikan betok (Anabas testudineus)(Affandi et al., 1992)

Gambar 64. Organ arborescent pada ikan lele (Clarias batrachus)(Affandi et al., 1992)

129

Page 141: Sharifuddin Bin

Gambar 65. Diverticula pada ikan gabus (Ophiocephalus striatus)(Affandi et al., 1992)

130

Page 142: Sharifuddin Bin

Lagler, K.F., J.E. Bardach, R.R. Miller, and D.R.M. Passino. 1977. Ichthyology. Second edition. John Wiley and Sons, Inc., New York.

Moyle, P.B. and J.J. Cech, Jr. 1988. Fishes. An Introduction to Ichthyology. Second edition. Prentice Hall, Englewood Cliffs, New Jersey.

Wischnitzer, S. 1972. Atlas and Dissection Guide for Comparative Anatomy. Second edition. W. H. Freeman and Company, San Francisco.

131

Page 143: Sharifuddin Bin

XI. SISTEM PEREDARAN DARAH

A. Sasaran Pembelajaran

1. Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan sistem peredaran

darah atau systema circulatoria.

2. Agar mahasiswa mampu mengenali dan menjelaskan fungsi-fungsi bagian

dari jantung ikan.

B. Jantung

Sistim peredaran darah pada ikan bersifat tunggal, artinya hanya terdapat

satu jalur sirkulasi peredaran darah. Pada sistem tersebut darah mengalir dari

jantung, menuju ke insang, kemudian ke seluruh tubuh, dan akhirnya kembali lagi

ke jantung.

Pada ikan, jantung umumnya terletak di belakang insang. Ikan bertulang

sejati (Osteichthyes) memiliki letak jantung relatif lebih ke depan dibandingkan

dengan ikan bertulang rawan (Chondrichthyes). Jantung disusun oleh otot jantung

yang bekerja tidak di bawah pengaruh rangsang (involuntary). Secara anatomis

terdapat sedikit perbedaan antara struktur jantung ikan bertulang sejati (Gamba

66) dan ikan bertulang rawan (Gambar 67). Namun demikian, fungsinya sama

yaitu memompakan darah yang kadar oksigennya rendah menuju ke insang untuk

mengikat oksigen dan selanjutnya diedarkan ke seluruh tubuh.

Jantung terdapat di dalam rongga pericardium. Jantung ini dibungkus oleh

suatu selaput yang disebut pericardium dan terdiri atas:

- Sinus venosus, berdinding tipis dan berwarna merah coklat, terdapat pada

bagian caudo-dorsal dari bagian jantung yang lain. Menerima darah dari vena

hepatica dan ductus Cuvier.

- Atrium (serambi), berdinding tipis dan berwarna merah tua, bersifat tunggal

dan menerima darah dari sinus venosus.

- Ventikel (bilik), berwarna merah muda karena dindingnya tebal, bersifat

tunggal, menerima darah dari atrium.

- Bulbus arteriosus (conus arteriosus), merupakan lanjutan dari ventrikel,

berwarna putih, menerima darah dari ventrikel dan mengalirkannya ke aorta

ventralis.

132

Page 144: Sharifuddin Bin

Gambar 66. Struktur jantung Osteichthyes (Chiasson, 1980)

Gambar 67. Struktur jantung Chondrichthyes (Wischnitzer, 1972)

133

Page 145: Sharifuddin Bin

C. Darah

Darah adalah cairan yang di dalamnya terkandung bahan-bahan terlarut

dan bahan-bahan tersuspensi. Darah tersusun dari dua komponen yaitu plasma

darah dan sel darah. Plasma darah antara lain tersusun atas air, mineral, nutrien,

gas terlarut, enzim, hormon, dan antibodi. Sel darah dapat dibedakan atas dua

bagian yaitu butir-butir darah merah (eryhtrocyte) dan butir-butir darah putih

(leucocyte). Selanjutnya, butir darah putih terdiri atas granulocyte (yang memiliki

granula) dan agranulocyte (yang tidak memiliki granula). Granulosit dapat

dibedakan atas tiga komponen berdasarkan kemampuannya menyerap warna,

yaitu acidophil, neutrophil, dan basophil. Sebaliknya, agranulosit yang merupakan

penyusun terbesar butir-butir darah putih terdiri atas lymphocyte, monocyte, dan

thrombocyte (Affandi et al., 1992).

Darah berfungsi untuk mengedarkan zat makanan ke seluruh tubuh,

mengambil sisa-sisa metabolisme untuk dibuang, mengedarkan enzim, hormon,

dan zat imunitas ke bagian tubuh yang memerlukannya. Butir darah merah

mengandung haemoglobine (Hb) yang memiliki kemampuan untuk mengikat

oksigen, yang selanjutnya akan digunakan untuk proses metabolisme. Pada ikan,

pembentukan dan pembersihan darah dilakukan pada organ limfa (spleen, lien).

Pada beberapa jenis ikan tertentu, darah dibuat pada bagian tubuh lainnya,

misalnya pada dinding usus.

D. Saluran Pembuluh Darah

Saluran pembuluh darah atau sistem pembuluh darah dalam tubuh ikan

dapat dibedakan atas (Gambar 68 – 76):

- Pembuluh utama, yaitu arteri dan vena, yang terdapat di sepanjang tubuh.

Arteri (pembuluh nadi) merupakan pembuluh darah yang mempunyai dinding

yang tebal dan kuat tetapi tidak mempunyai klep-klep, berfungsi untuk

membawa darah meninggalkan jantung. Vena (pembuluh balik) merupakan

pembuluh darah yang berdinding tipis dan mempunyai klep-klep pada setiap

jarak tertentu, berfungsi untuk membawa darah kembali ke jantung.

- Pembuluh cabang, yaitu cabang-cabang dari pembuluh utama yang menuju ke

kulit, rangka, otot, spina cord (sumsum tulang belakang), organ pencernaan,

dan lain-lain.

134

Page 146: Sharifuddin Bin

Gambar 68. Sistem peredaran darah di bagian kepala ikan Osteichthyes (Chiasson, 1980)

Gambar 69. Sistem peredaran darah pada organ dalam bagian kanan ikan Osteichthyes (Chiasson, 1980)

135

Page 147: Sharifuddin Bin

Gambar 70. Sistem peredaran darah pada organ dalam bagian kiri Osteichthyes (Chiasson, 1980)

Gambar 71. Sistem peredaran darah pada aorta dorsalis ikan Osteichthyes (Chiasson, 1980)

136

Page 148: Sharifuddin Bin

Gambar 72. Sistem peredaran darah pada ginjal ikan Osteichthyes (Chiasson, 1980)

Gambar 73. Sistem peredaran darah pada insang ikan Chondrichthyes (Wischnitzer, 1972)

137

Page 149: Sharifuddin Bin

Gambar 74. Sistem peredaran darah pada aorta dorsalis ikan Chondrichthyes (Wischnitzer, 1972)

138

Page 150: Sharifuddin Bin

Gambar 75. Sistem peredaran darah pada organ pencernaan ikan Chondrichthyes (Wischnitzer, 1972)

139

Page 151: Sharifuddin Bin

Gambar 76. Sistem peredaran darah pada daerah ginjal ikan Chondrichthyes (Wischnitzer, 1972)

140

Page 152: Sharifuddin Bin

Cabang-cabang pembuluh darah yang kontak langsung dengan sel-sel dari

organ-organ tubuh adalah kapiler darah. Pada kapiler darah inilah terjadi

pertukaran zat, baik bahan nutisi maupun gas.

E. Limfa (Lien)

Limfa berfungsi dalam pembentukan sel darah dan untuk mengembalikan

darah yang masuk jaringan ke sistim-sistim sirkulasi. Sistem limfatik adalah suatu

bagian penting dalam sirkulasi sehubungan dengan kembalinya plasma yang

keluar dari saluran darah dan masuk ke dalam jaringan. Fungsi sistem limfatik

selain mengumpulkan limfa juga untuk memurnikannya dan mengembalikannya

kepada saluran darah.

F. Soal-soal Latihan

Setelah membaca materi di atas, bentuklah kelompok diskusi (5 orang per

kelompok). Setiap kelompok menjelaskan pengaruh perbedaan ketinggian lokasi

terhadap ukuran dan jumlah butir-butir darah merah pada ikan pada saat

dipresentasikan.

G. Daftar Pustaka

Affandi, R., D.S. Sjafei, M.F. Rahardjo, dan Sulistiono. 1992. Iktiologi. Suatu Pedoman Kerja Laboratorium. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Alamsjah, Z. 1974. Ichthyologi I. Departemen Biologi Perairan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Alamsjah, Z. dan M.F. Rahardjo. 1977. Penuntun Untuk Identifikasi Ikan. Departemen Biologi Perairan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Andy Omar, S. Bin. 1987. Penuntun Praktikum Ichthyologi. Jurusan Perikanan Universitas Hasanuddin, Ujungpandang.

Bond, C.E. 1979. Biology of Fishes. W.B. Saunders Company, Philadelphia.

Chiasson, R. 1980. Laboratory Anatomy of the Perch. Third edition. WM. C. Brown Company Publishers, Dubuque, Iowa.

141

Page 153: Sharifuddin Bin

Lagler, K.F., J.E. Bardach, R.R. Miller, and D.R.M. Passino. 1977. Ichthyology. Second edition. John Wiley and Sons, Inc., New York.

Moyle, P.B. and J.J. Cech, Jr. 1988. Fishes. An Introduction to Ichthyology. Second edition. Prentice Hall, Englewood Cliffs, New Jersey.

Wischnitzer, S. 1972. Atlas and Dissection Guide for Comparative Anatomy. Second edition. W. H. Freeman and Company, San Francisco.

142

Page 154: Sharifuddin Bin

XII. SISTEM UROGENITAL

A. Sasaran Pembelajaran

1. Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan apa yang dimaksud

dengan sistem urogenital (uropoetica-genitalia)

2. Agar mahasiswa mampu mengenali organ yang berperan dalam ekskresi

(ginjal) dan reproduksi (gonad).

3. Agar mahasiswa mampu menjelaskan perbedaan antara gonad jantan dan

betina

4.

B. Sistem Uropoetica (Sistem Ekskresi)

Organ utama dari sistem pembuangan sisa-sisa hasil metabolisme adalah

ginjal (ren), tetapi ada juga pembuangan sisa-sisa metabolisme melalui usus dan

kulit. Pada ikan, pembuangan sisa-sisa metabolisme terutama melalui insang dan

ginjal.

Bahan yang dibuang tersebut sebagian besar berbentuk ammoniak (NH3)

dan yang lainnya dalam bentuk urine. Ammoniak merupakan hasil sisa dari

penguraian asam amino dan bersifat sangat toksik. Toksisitas NH3 ini dapat

dikurangi dengan cara merubahnya menjadi persenyawaan lain seperti urea,

asam urat, atau trimetil oksida (TMO), atau dengan pengenceran dalam air yang

cukup.

Organ-organ yang termasuk ke dalam sistem uropoetica adalah:

- Ginjal (ren), terdapat sepasang, berwarna merah kehitaman, terletak di luar

ruang peritoneum, menempel di bawah tulang punggung memanjang dari

dekat anus ke arah depan hingga ujung rongga perut, bentuknya tidak jelas.

Ginjal berfungsi untuk mengeluarkan ammonia dan persenyawaanpersenyawaannya

yang non-toksik.

- Ureter (ductus mesonephridicus = saluran Wolffian), merupakan tempat

mengalirnya urine (air seni) yang berasal dari ginjal, terdapat di pinggiran

dorsal rongga badan dan menuju ke belakang. Pada ikan jantan, kedua

saluran ini terlihat merupakan tabung (tubulus) yang pendek, terentang dari

ujung belakang ginjal sampai kantung urine, sedangkan pada ikan betina ia

menuju ke sinus urogenitalia.

143

Page 155: Sharifuddin Bin

- Kantong urine (vesica urinaria), merupakan lanjutan dari ureter kiri dan kanan,

dan merupakan tempat penampungan urine sebelum dikeluarkan. Pada

beberapa jenis ikan, kantong urine dapat dilihat dengan jelas terletak dekat

anus dan bentuknya menyerupai kantung kecil.

- Urethra, merupakan saluran yang pendek, berasal dari kantong urine dan

menuju ke porus urogenitalia, merupakan jalan keluar urine dari dalam tubuh.

Pada ikan Chondrichthyes, ginjal berbentuk sepasang lembaran (pita)

sangat panjang berwarna kecoklatan yang terletak pada tiap sisi garis tengah atap

ruang pleuroperitoneum (posisi retroperitoneum). Pada beberapa bagian yang

berbeda, ketebalan ginjal berbeda. Bagian depan lebih tipis, sedangkan bagian

belakang lebih tebal dan berfungsi sebagai alat ekskresi. Bagian ginjal depan ikan

betina berdegenerasi. Kedua lembaran ginjal tersebut dihubungkan oleh sebuah

ligamen yang kuat. Badan-badan suprarenal (badan-badan chromaffin) berbentuk

sederetan bercak-bercak berwarna pucat terletak memanjang di dekat sisi tengah

ginjal-ginjal tersebut. Papilla urinaria berbentuk kecil dan runcing terletak di

sebelah dorsal lubang rectum. Pada bagian setengah dorsal dari cloaca disebut

coprodeum, sedangkan bagian setengah ventralnya disebut urodeum. Kedua

bagian ini terpisah oleh lipatan-lipatan kecil membujur di sepanjang tiap dinding

sisi luar dari cloaca. Ductus Wolffian (mesonephridicus) terletak di antara oviduct

dan ginjal-ginjal. Pada ikan betina muda, ductus-ductus ini susah ditemukan.

Sebaliknya pada ikan betina yang matang gonad, ductus-ductus ini terletak pada

garis penempel dari mesotubaria dan merupakan sebuah tabung yang kecil

menuju ke cloaca.

C. Sistem Genitalia (Sistem Kelamin)

Sistem kelamin pada ikan dapat dibedakan atas sistem kelamin betina dan

sistem kelamin jantan. Pada ikan bertulang sejati, sistem kelamin betina disusun

oleh (Gambar 77):

- Ovarium, pada ikan umumnya ada dua buah, tampak seperti agar-agar yang

jernih, terdapat bintik-bintik karena berisi sel telur (ova). Alat penggantung

ovarium disebut mesovarium.

144

Page 156: Sharifuddin Bin

- Saluran telur (oviduct), merupakan saluran tempat lewatnya ova, sangat

pendek dan bersatu pada bagian belakangnya untuk selanjutnya bermuara

pada porus genitalia.

Sistem kelamin jantan ikan disusun oleh (Gambar 77):

- Testes, terletak di bawah gelembung renang dan di atas intestinum. Bentuk

testes agak kompak dan berwarna putih. Di dalam testes dihasilkan

spermatozoa. Proses pembentukan spermatozoa disebut spermatogenesis.

Bentuk spermatozoa bermacam-macam tergantung kepada spesies ikan. Alat

penggantung testes disebut mesorchium.

- Vasa deferensia, merupakan dua buah saluran sperma yang bergabung pada

bagian belakangnya membentuk suatu ruang genital yang terbuka ke arah

luar, terletak di antara ureter atau papila urinaria dan anus.

- Lubang genital (porus genitalia), merupakan lubang yang terbuka ke arah luar

dan tempat pelepasan sperma.

Alat reproduksi ikan cucut betina (Gambar 78) adalah:

- Ovari, merupakan dua buah kelenjar yang halus, memanjang berwarna coklat

keputihan (krem), terletak pada tiap sisi dari lembaran-lembaran (lobi) hati.

Pada ikan yang matang gonad, pada ovari ini terdapat tonjolan-tonjolan yang

bulat pada sisi bagian atas. Tonjolan tersebut merupakan telur dari beberapa

stadia perkembangan. Ovari tergantung pada bagian atas ruang

pleuroperitonium dengan perantaraan mesovarium.

- Ostium (ostium tubae abdominale), merupakan sebuah celah yang tegak lurus

di antara dua lapisan ligamen yang berbentuk bulan sabit (falciform). Pada ikan

yang masih muda celah tertutup, sedangkan pada ikan dewasa ia terbuka dari

ruang pleuroperitoneum ke dalam saluran telur (oviduct) untuk memindahkan

telur dari ovari.

- Saluran telur (oviduct, tabung Fallopia, atau ductus Müller), adalah ruang

dimana ova biasanya dibuahi (karena pembuahan terjadi di dalam tubuh

induk).

- Kelenjar pembungkus (kelenjar nidamental), menghasilkan suatu lapisan tipis

pada beberapa telur.

145

Page 157: Sharifuddin Bin

Gambar 77. Diagram sistem urogenital pada ikan Osteichthyes (Affandi et al., 1992). 1a. ovarium, 1b. testes, 2. ginjal, 3a. oviduct, 3b. vasa deferensia, 4. ductus Wolffian, 5. sinus urogenitalia, 6. Vesica urinaria, 7. porus urogenitalia

146

Page 158: Sharifuddin Bin

Gambar 78. Sistem urogenital ikan Chondrichthyes betina (Affandi et al., 1992)

147

Page 159: Sharifuddin Bin

- Mesotubarium, jaringan ikat penggantung oviduct, kelenjar pembungkus, dan

uterus yang terletak di belakang.

- Uterus, adalah bagian dari oviduct yang membesar tempat telur-telur yang

telah dibuahi dikandung.

- Cloaca, merupakan ruangan atau tempat bermuara ujung saluran pencernaan,

ujung saluran urine, dan tempat keluarnya anak ikan.

Alat reproduksi ikan Chondrichthyes jantan adalah (Gambar 79):

- Testes, merupakan dua buah kelenjar yang halus, terletak di sebelah atas lobi

hati, berisi banyak sekali saluran-saluran halus (microtubuli) yang merupakan

suatu epitel yang disebut epitelium germinalis. Testes merupakan tempat selsel

kelamin jantan (spermatozoa) diproduksi. Testes tersebut tergantung pada

atap ruang pleuroperitoneum dengan perantaraan mesorchium (jamak =

mesorchia).

- Saluran-saluran efferen, merupakan saluran-saluran yang halus, terdapat lima

atau enam buah melalui mesorchia dari testes ke ginjal.

- Epididymis, bagian saluran penghubung sperma yang halus. Saluran-saluran

efferen dari testes bersambung dengan saluran halus epididymis dan

selanjutnya bergabung dengan ductus Wolffian (ductus mesonephridicus) yang

berfungsi sebagai saluran sperma. Pada ikan yang matang gonad, ductus ini

sangat berlipat; sedangkan pada yang muda lurus saja (seperti pada ikan

betina).

- Saluran deferens (ductus deferensia = ductus epididymis), merupakan tabung

yang bertingkat. Bagian dari saluran deferens yang terletak tepat di belakang

testes disebut kelenjar Leydig yang menghasilkan cairan yang diperlukan agar

spermatozoa dapat berfungsi dengan normal.

- Kantong seminalis (vesicula seminalis), merupakan bagian belakang dari

ductus deferensia yang lurus dan berkembang, tempat spermatozoa dan

tempat penghasil sekresi yang dimasukkan ke dalam saluran tersebut.

- Kantong sperma, merupakan ujung pelebaran dari kantong seminalis.

- Papilla urogenitalia, besar dan kadang-kadang pada ikan yang matang gonad

tampak melengkung (bengkok), sedangkan pada ikan betina lebih kecil dan

biasanya lurus.

148

Page 160: Sharifuddin Bin

Gambar 79. Sistem urogenital ikan Chondrichthyes jantan (Affandi et al., 1992)

149

Page 161: Sharifuddin Bin

- Sinus urogenitalia, tempat kedua saluran sperma pada bagian sebelah

belakang bertemu. Urine dan spermatozoa masuk ke dalam cloaca melalui

lubang pada ujung papilla.

- Saluran-saluran urine pembantu yang menerima urine dari tubuli uriniferi.

Saluran-saluran ini terletak sejajar sisi tengah dari ginjal, memasuki kantong

sperma melalui sebuah lubang kecil yang terdapat di tengah dari papilla

seminalis (kantong sperma). Pada ikan betina tidak terdapat saluran-saluran

pembantu ini.

D. Soal-soal Latihan

Setelah membaca materi di atas, bentuklah kelompok diskusi (5 orang per

kelompok). Masing-masing kelompok menjelaskan perbedaan sistem genital ikan

Osteichthyes dan Chondrichthyes, baik jantan maupun betina, dan presentasikan.

E. Daftar Pustaka

Affandi, R., D.S. Sjafei, M.F. Rahardjo, dan Sulistiono. 1992. Iktiologi. Suatu Pedoman Kerja Laboratorium. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Alamsjah, Z. 1974. Ichthyologi I. Departemen Biologi Perairan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Alamsjah, Z. dan M.F. Rahardjo. 1977. Penuntun Untuk Identifikasi Ikan. Departemen Biologi Perairan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Bond, C.E. 1979. Biology of Fishes. W.B. Saunders Company, Philadelphia.

Chiasson, R. 1980. Laboratory Anatomy of the Perch. Third edition. WM. C. Brown Company Publishers, Dubuque, Iowa.

Lagler, K.F., J.E. Bardach, R.R. Miller, and D.R.M. Passino. 1977. Ichthyology. Second edition. John Wiley and Sons, Inc., New York.

Moyle, P.B. and J.J. Cech, Jr. 1988. Fishes. An Introduction to Ichthyology. Second edition. Prentice Hall, Englewood Cliffs, New Jersey.

Wischnitzer, S. 1972. Atlas and Dissection Guide for Comparative Anatomy. Second edition. W. H. Freeman and Company, San Francisco.

150

Page 162: Sharifuddin Bin

XIII. SISTEM SARAF

A. Sasaran Pembelajaran

1. Agar mahasiswa mampu memahami dan menjelaskan apa yang dimaksud

dengan sistem saraf atau systema nervorum..

2. Agar mahasiswa mampu mengenali otak dan bagian-bagiannya.

B. Sistem Saraf

Ikan menerima rangsang dari lingkungannya melalui organ perasa.

Rangsangan tersebut selanjutnya diteruskan dalam bentuk impuls ke otak.

Respon yang diberikan oleh otak dimanifestasikan dalam bentuk tingkah laku.

Sel-sel saraf mulai berkembang sejak permulaan stadia embrio dan berasal

dari lapisan germinal terluar (ectoderm). Unit terkecil dari sistem saraf disebut

neuron (sel saraf). Setiap neuron terdiri atas inti dan jaringan (perpanjangan sel).

Perpanjangan sel terdiri atas dendrite (berfungsi sebagai penerima impuls) dan

axon (berfungsi sebagai penerus impuls). Pertemuan antara axon dan dendrite

dari sel saraf lainnya disebut synapse.

Sistem saraf pada vertebrata dapat dibedakan atas:

- Sistem saraf pusat (systema nervorum centrale), disusun oleh otak

(encephalon) dan sumsum tulang belakang (medulla spinalis).

- Sistem saraf tepi (systema nervorum periphericum), disusun oleh saraf otak

(nervi cerebralis) dan saraf spinal (nervi spinalis).

- Sistem saraf otonom, disusun oleh sistem saraf parasymphatic dan system

saraf symphatic.

- Organ perasa khusus (special sense organs), terdiri atas organ gurat sisi (linea

lateralis), hidung, telinga, dan mata.

C. Jenis-jenis Saraf

Berdasarkan pada fungsi organ yang dirangsang, saraf dapat digolongkan

atas:

- Saraf cerebrospinalis, yaitu saraf yang merangsang otot bergaris (striated

muscle).

- Saraf otonom (vegetatif), yaitu saraf yang merangsang jantung (cardiac

muscle), urat daging licin (smooth muscle), dan kelenjar-kelenjar.

151

Page 163: Sharifuddin Bin

Berdasarkan atas fungsi dari rangsang itu sendiri, saraf dapat digolongkan

atas:

- Saraf sensibel (afferent), yaitu saraf yang meneruskan rangsang dari perifer

(sistem saraf tepi) ke pusat (sistem saraf pusat).

- Saraf motoris (efferent), yaitu saraf yang meneruskan rangsang dari pusat ke

perifer.

- Saraf penghubung, yaitu saraf yang menghubungkan antara jenis saraf yang

satu dengan yang lainnya, misalnya antara saraf sensibel dengan saraf

motoris.

D. Otak

Otak ikan hanya dapat dilihat jika tulang-tulang pembungkusnya telah

dibuka. Untuk itu maka perlu terlebih dahulu dilakukan pembedahan secara hatihati

terhadap bagian kepala ikan agar otak yang akan diamati dapat terlihat

dengan jelas. Pembuatan preparat otak akan lebih mudah jika menggunakan ikan

yang sudah diawetkan karena otak tersebut telah mengeras.

Kepala ikan dipotong tepat pada bagian tengkuk dengan pisau yang tajam

sehingga kepala terlepas dari badan. Potongan kepala tersebut diletakkan secara

tegak dengan mulut terletak di sebelah atas. Kemudian pemotongan dilakukan

pada bagian atas kepala tersebut sampai pisau mencapai daerah sekitar mata.

Setelah itu, pisau diarahkan pada bagian pinggir saja untuk mencegah agar otak

tidak teriris. Bagian atas kepala tersebut dikuakkan sehingga otak ikan akan

nampak dari bagian atas (tampak dorsal)(Gambar 80).

Untuk melihat otak dari arah samping (tampak lateral), kepala digunting dari

arah mulut ke belakang secara hati-hati sehingga kepala terbelah dua. Jika bagian

kepala tersebut dikuakkan maka akan terlihatlah otak ikan dari arah samping.

Untuk melihat otak dari arah bawah (tampak ventral) maka otak tersebut harus

dikeluarkan dari rongganya. Pemotongan harus dilakukan secara hati-hati karena

harus menggunting beberapa urat saraf (nervus cerebralis), di antaranya saraf

optik (nervus opticus), saraf olfaktori (nervus olfactorius), dan beberapa saraf

lainnya.

152

Page 164: Sharifuddin Bin

Gambar 80. Cara pembedahan untuk melihat otak ikan (Affandi et al., 1992)

153

Page 165: Sharifuddin Bin

Bagian-bagian otak dari muka ke belakang adalah sebagai berikut (Gambar

81 – 83):

a. Telencephalon, adalah bagian otak yang paling depan, terdiri atas:

- Lobus olfactorius, merupakan bagian telencephalon yang paling anterior

- Tractus olfactorius, merupakan lanjutan dari lobus olfactorius dan berfungsi

sebagai nervus cerebralis I.

- Bulbus olfactorius, merupakan lanjutan dari tractus olfactorius dan berakhir

sebagai sepasang ‘bola’, mempunyai lanjutan sebagai benang-benang

halus yang menuju ke dinding lekuk hidung.

- Hemisphaerium cerebri, terdapat di bagian posterior lobus olfactorius.

Bagian dasarnya disebut corpus striatum, sedangkan bagian atap dan

dinding samping disebut pallium.

b. Diencephalon, terletak di sebelah belakang dari telencephalon bagian ventral.

Bersama-sama dengan telencephalon termasuk bagian dari otak muka

(prosencephalon). Pada diencephalon terdapat thalamus, hypothalamus, lobus

inferior, dan saccus vasculosus.

c. Mesencephalon, merupakan otak bagian tengah dengan organ utama yang

tampak menonjol adalah lobus opticus. Lobus opticus berbentuk bulat dan

besar, terletak di sebelah belakang bagian dorsal dari diencephalon. Di bagian

sebelah ventral terletak lobi inferior (bagian dari diencephalon) yang

merupakan tempat melekat hypophyse (hypothalamus). Pada bagian anterior

hypophyse terdapat persilangan dari nervus opticus (nervus cerebralis II) yang

disebut chiasma nervi optici. Selain lobus opticus, pada mesencephalon juga

terdapat torus semicircularis.

d. Metencephalon,disebutjugacerebellum, relatif besar dan terletak di belakang

mesencephalon.

e. Myelencephalon, disebut juga medulla oblongata, melanjutkan diri ke caudal

sebagai sumsum tulang belakang (medulla spinalis) yang berjalan di dalam

canalis vertebralis. Bersama-sama dengan cerebellum, medulla oblongata

termasuk bagian dari otak belakang (rhombexcephalon)

154

Page 166: Sharifuddin Bin

Gambar 81. Otak ikan Osteichthyes tampak samping (Chiasson, 1980)

Gambar 82. Otak ikan Osteichthyes tampak dorsal dan ventral (Chiasson, 1980).

155

Page 167: Sharifuddin Bin

Gambar 83. Otak ikan Chondrichthyes tampak dorsal (Wischnitzer, 1972)

156

Page 168: Sharifuddin Bin

E. Saraf Cranial

Dari otak, terdapat 11 saraf otak (nervi cerebralis) yang menyebar ke

organ-organ sensori tertentu dan otot-otot tertentu. Sebagian besar saraf otak

tersebut berhubungan dengan bagian-bagian kepala, tetapi ada juga yang

berhubungan dengan bagian-bagian tubuh.

1. Nervus terminalis (NC 0), saraf kecil yang bergabung dengan NC I,

berhubungan dengan otak depan, serabut-serabut sarafnya tersebar mengelilingi

bulbus olfactorius. Fungsinya mungkin meliputi sensori somati dan

sensori khusus.

2. Nervus olfactorius (NC I), menghubungkan organ olfactorius dengan pusat

olfactorius otak depan, berfungsi membawa impuls bau-bauan.

3. Nervus opticus (NC II), menghubungkan retina mata dengan tectum

opticum, berfungsi membawa impuls penglihatan.

4. Nervus oculomotoris (NC III), merupakan saraf motor somatik yang

mengatur otot mata musculus obliquus inferior, muculus rectus superior,

musculus rectus inferior, dan musculus rectus internal. Berhubungan

dengan otak mesencephalon.

5. Nervus trochlearis (NC IV), berhubungan dengan otak mesencephalon,

merupakan saraf motor somatik yang menginervasi otot mata musculus

obliquus superior.

6. Nervus trigeminalis (NC V), terbagi atas tiga cabang yaitu nervus

ophthalmicus dan nervus maxillaris (merupakan saraf sensori somatik)

serta nervus mandibularis (saraf sensori somatik dan saraf motor somatik).

Nervus ini menghubungkan bagian kepala dan rahang dengan medulla

oblongata. Fungsinya berkaitan dengan kepekaan kulit terhadap panas dan

sentuhan.

7. Nervus abducens (NC VI), merupakan saraf motor somatik yang

menghubungkan bagian depan medulla oblongata dengan otot mata

musculus rectus external. Fungsinya berhubungan dengan penarikan otot

penggerak biji mata.

8. Nervus facialis (NC VII), tersusun atas tiga cabang yaitu nervus

ophthalmicus superficialis, nervus buccalis, dan nervus hyomandibularis.

Saraf cabang ini berkaitan dengan saluran garis rusuk (linea lateralis) di

atas kepala, penerima rasa pada kepala dan tubuh, serta penerima

157

Page 169: Sharifuddin Bin

rangsangan sentuhan. Berhubungan dengan NC V dan NC VIII pada

medulla oblongata. Saraf ini punya komponen yang berkaitan dengan

sensori somatik, sensori visceral, dan fungsi motor visceral.

9. Nervus acousticus (NC VIII), sering dianggap sebagai cabang dari nervus

acousticofacialis pada ikan, mempunyai fungsi sensori somatik yang

berkaitan dengan telinga bagian dalam.

10. Nervus glossopharyngeal (NC IX), terdiri dari komponen sensori dan

motoris yang melayani bagian insang pertama. Fungsinya berkaitan

dengan garis rusuk, organ pengecap pada pharynx dan otot-otot insang.

11. Nervus vagus (NC X), memiliki beberapa percabangan. Cabang

supratemporal dan cabang garis rusuk melayani sistem garis rusuk.

Cabang branchial menuju ke bagian posterior celah insang. Caban

visceral melayani organ-organ internal. Cabang dorsal recurrent

menginervasi penerima rasa.

F. Soal-soal Latihan

Setelah membaca materi di atas, bentuklah kelompok diskusi (5 orang per

kelompok). Selanjutnya, setiap kelompok melakukan penelusuran pustaka dan

carilah urat saraf-urat saraf cranial yang menginervasi garis rusuk serta urat sarafurat

saraf cranial yang menginervasi mata. Presentasikan tugas tersebut di dalam

kelas.

G. Daftar Pustaka

Affandi, R., D.S. Sjafei, M.F. Rahardjo, dan Sulistiono. 1992. Iktiologi. Suatu Pedoman Kerja Laboratorium. Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi. Pusat Antar Universitas Ilmu Hayat. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Alamsjah, Z. 1974. Ichthyologi I. Departemen Biologi Perairan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Alamsjah, Z. dan M.F. Rahardjo. 1977. Penuntun Untuk Identifikasi Ikan. Departemen Biologi Perairan. Fakultas Perikanan. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

Andy Omar, S. Bin. 1987. Penuntun Praktikum Ichthyologi. Jurusan Perikanan Universitas Hasanuddin, Ujungpandang.

158

Page 170: Sharifuddin Bin

Bond, C.E. 1979. Biology of Fishes. W.B. Saunders Company, Philadelphia.

Chiasson, R. 1980. Laboratory Anatomy of the Perch. Third edition. WM. C. Brown Company Publishers, Dubuque, Iowa.

Lagler, K.F., J.E. Bardach, R.R. Miller, and D.R.M. Passino. 1977. Ichthyology. Second edition. John Wiley and Sons, Inc., New York.

Moyle, P.B. and J.J. Cech, Jr. 1988. Fishes. An Introduction to Ichthyology. Second edition. Prentice Hall, Englewood Cliffs, New Jersey.

Wischnitzer, S. 1972. Atlas and Dissection Guide for Comparative Anatomy. Second edition. W. H. Freeman and Company, San Francisco.

159

Page 171: Sharifuddin Bin

LAMPIRANGlosarium

abdominal posisi sirip perut ikan yang agak jauh ke belakangdari sirip dada

ke arah dalam perut

adipose fin sembulan kulit di belakang sirip punggung dan siripdubur ikan, agak panjang dan tinggi tetapi agak tipissehingga serupa dengan selaput tebal dan banyakmengandung lemak (sirip lemak)

anak jenis lihat: subspecies

anatomi salah satu cabang dari Ilmu Hayat (Biologi) yangmempelajari organ-organ dalam suatu organisme

anguilliform bentuk tubuh ikan yang memanjang denganpenampang lintang yang agak silindris dan kecilserta pada bagian ujung meruncing/tipis (bentukular atau sidat atau belut)

anterior ke arah muka

apparatus opercularis penutup insang pada ikan bertulang sejati yangdisusun oleh beberapa keping tulang

arborescent organ organ pernapasan tambahan pada ikan yangberbentuk seperti bunga karang

arcus branchialis tempat melekatnya filamen dan tapis insang,berwarna putih, dan memiliki saluran darah (arteriafferent dan arteri efferent) yang memungkinkandarah dapat keluar dan masuk ke dalam insang

arteri pembuluh darah yang mempunyai dinding yangtebal dan kuat tetapi tidak mempunyai klep-klep,berfungsi untuk membawa darah meninggalkanjantung

atrium bagian jantung yang berdinding tipis dan berwarnamerah tua, bersifat tunggal, dan menerima darahdari sinus venosus

authority name nama orang yang bertanggung jawab ataumerupakan keterangan tambahan untuk tempatdeskripsi asli dari ikan yang diusulkannya

160

Page 172: Sharifuddin Bin

axon perpanjangan sel saraf yang berfungsi sebagaipenerus impuls

badan lihat: truncus

bilik lihat: ventrikel

bulbus arteriosus bagian jantung yang merupakan lanjutan dariventrikel, berwarna putih, menerima darah dariventrikel dan mengalirkannya ke aorta ventralis

caput bagian tubuh ikan mulai dari ujung moncongterdepan sampai dengan ujung tutup insang palingbelakang.

cartilago ulang-tulang yang terdapat pada ikan golonganChondrichthyes dan juga ikan Osteichthyes yangmasih muda

cauda bagian tubuh ikan mulai dari permulaan sirip dubursampai dengan ujung sirip ekor bagian palingbelakang

caudal ke arah ekor

clupeoid poisoning peristiwa keracunan disebabkan oleh makan ikantembang

ciguatera poisoning peristiwa keracunan akibat memakan ikan laut yangmenimbulkan gangguan pada alat pencernaan dansyaraf

common name lihat: standard common name

compressed bentuk tubuh yang gepeng ke samping (bentukpipih)

coni musculi susunan otot-otot ikan dari cranial ke caudal yangberbentuk kerucut

conus arteriosus lihat: bulbus arteriosus

cranial ke arah kepala

cryptotoxic ikan-ikan yang jaringan tubuhnya mengandungracun

cyclostome poisoning peristiwa keracunan disebabkan oleh makan ikanlamprey dan hagfishes

161

Page 173: Sharifuddin Bin

cyclostomine tipe otot yang ditemukan pada ikan-ikan Agnatha

dendrite perpanjangan sel saraf yang berfungsi sebagaipenerima impuls

depressed bentuk tubuh yang gepeng ke bawah (bentuk picak)

descriptor name lihat: authority name

dexter sebelah kanan

diencephalon bagian otak yang terletak di sebelah belakang daritelencephalon bagian ventral

distal lebih menjauhi ke arah batang tubuh

diverticula organ pernapasan tambahan ikan yang berupalipatan kulit pada bagian mulut dan ruang pharynx

dorsal ke arah punggung

double emarginate bentuk ekor ikan yang berpinggiran berlekuk ganda

ductus pneumaticus saluran yang menghubungkan pneumatocystdengan esophagus dan berfungsi sebagai jalankeluar masuknya udara ke dalam pneumatocyst

ekor lihat: cauda

elasmobranch poisoning peristiwa keracunan disebabkan oleh makandaging, viscera, gonad, dan hati ikan cucut dan ikanpari

emarginate bentuk ekor ikan yang berpinggiran berlekuktunggal

epicercal bentuk ekor ikan dimana bagian daun sirip ataslebih besar daripada daun sirip bawah

erythrocyte butir-butir darah merah

filamen insang lihat: hemibranchia

filiform bentuk tubuh yang menyerupai tali (bentuk tali)

finlet sembulan-sembulan kulit yang tipis dan pendek,umumnya berbentuk segitiga, kadang-kadangmempunyai satu jari-jari terletak di antara sirippunggung dan sirip ekor dan di antara sirip duburdan sirip ekor (jari-jari sirip tambahan)

162

Page 174: Sharifuddin Bin

flatted-form lihat: taeniform

forked bentuk ekor ikan yang bercagak

fork length panjang ikan yang diukur dari ujung kepala yangterdepan sampai ujung bagian luar lekukan cabangsirip ekor

fugu poison lihat: tetrodotoxin

furcate lihat: forked

fusiform bentuk yang sangat stream-line untuk bergerakdalam suatu medium tanpa mengalami banyakhambatan, hampir meruncing pada kedua bagianujung (bentuk torpedo atau cerutu)

garis rusuk lihat: linea lateralis

gempylid poisoning peristiwa keracunan disebabkan oleh makan dagingikan famili Gempylidae

gill arch lihat: arcus branchialis

gill filament lihat: hemibranchia

gill rakers berupa sepasang deretan batang tulang rawanyang pendek dan sedikit bergerigi, melekat padabagian depan dari lengkung insang, berfungsi untukmenyaring air pernapasan

globiform bentuk tubuh ikan yang menyerupai bola (bentukbola)

gurat sisi lihat: linea lateralis

hallucinatory poisoning peristiwa keracunan disebabkan oleh makan ikanbelanak dan kuro

hemibranchia bagian insang yang berwarna merah, terdiri darijaringan lunak, berbentuk seperti sisir, melekatpada lengkung insang. Banyak mengandungkapiler-kapiler darah sebagai cabang dari arteribranchialis dan merupakan tempat terjadinyapengikatan oksigen terlarut dari dalam air

horizontale skeletogenous sekat yang memisahkan kelompok otot-otot padaseptum tubuh ikan atas dua daerah, yaitu kelompok otot

sebelah dorsal dan kelompok otot sebelah ventral

163

Page 175: Sharifuddin Bin

hypocercal bentuk ekor ikan dimana bagian daun sirip bawahlebih besar daripada daun sirip atas

ichthyoacanthotoxin racun yang disekresikan oleh organ-organ beracun

(venom apparatus), seperti spina, alat penyengat,atau gigi ikan

ichthyocrinotoxic fishes ikan-ikan yang menghasilkan racun melalui sekresikelenjar, tetapi tidak mempunyai organ berbisa

ichthyocrinotoxin racun yang berasal dari kelenjar kulit yangdihasilkan oleh ikan hagfishes, lampreys, morays,soapfishes, puffer, dan porcupinefishes

ichthyocrinotoxism peristiwa keracunan akibat terserang oleh ikan-ikanyang memiliki racun pada kulitnya

ichthyohemotoxic fishes ikan-ikan yang mempunyai racun di dalamdarahnya

ichthyohemotoxin racun yang terdapat di dalam darah ikan

ichthyootoxic fishes ikan-ikan yang menghasilkan racun terbatas hanyapada gonad (termasuk telurnya)

ichthyootoxin racun yang ditemukan hanya pada telur-telur ikan

ichthyosarcotoxic fishes ikan-ikan yang mengandung racun di antara otot,viscera, atau kulit

ichthyosarcotoxin racun yang terdapat pada daging ikan, tidaktermasuk racun-racun yang disebabkan olehaktivitas bakteri

ichthyosarcotoxism peristiwa keracunan akibat memakan ikan yangmengandung racun di dalam otot, kulit, atau kotorantubuhnya

ichthyotoxin racun yang berasal dari ikan (secara umum)

ichthyotoxism keracunan karena makan ikan (bersifat umum)

identifikasi tugas untuk mencari dan mengenal ciri-ciritaksonomik individu yang beraneka ragam danmemasukkannya ke dalam suatu takson

ikan sumber daya ikan adalah semua jenis ikantermasuk biota perairan lainnya (UU RI no. 9 tahun1985 tentang Perikanan)

164

Page 176: Sharifuddin Bin

segala jenis organisme yang seluruh atau sebagiandari siklus hidupnya berada di dalam lingkunganperairan (UU RI no. 31 tahun 2004 tentangPerikanan dan UU RI no. 45 tahun 2009 tentangPerubahan atas UU RI no. 31 tahun 2004 tentangPerikanan)

binatang vertebrata yang berdarah dingin(poikilotherm), hidup dalam lingkungan air,pergerakan dan kesetimbangan badannya terutamamenggunakan sirip, dan umumnya bernapasdengan menggunakan insang

ikan beracun lihat: poisonous fishes

ikan berbisa lihat: venomous fishes

iktiologi ilmu pengetahuan yang khusus mempelajari ikandan dengan segala aspek kehidupannya

iktiologi sistematika ilmu yang mempelajari tentang jenis dankeanekaragaman ikan serta segala hubungan diantara mereka

inferior posisi mulut ikan yang terletak di bawah hidungke arah bawah (bawah)

inspectio mengamati secara anatomis dengan tidakmempergunakan alat bantu

interpelvic process pertumbuhan kulit yang menyerupai lidah-lidahyang terdapat di antara kedua sirip perut ikan(cuping)

involuntary muscle otot yang bekerja tanpa dipengaruhi oleh rangsang,misalnya otot licin dan otot jantung

jari-jari keras jari-jari sirip yang sulit dibengkokkan, pejal, tidakberbuku-buku, dapat berupa cucuk, duri, atau patil.

jari-jari lemah Jari-jari sirip yang mudah dibengkokkan, berbukubuku,nampak transparan, dan biasanya bercabangpada bagian ujungnya

jari-jari lemah mengeras jari-jari sirip dengan ciri-ciri seperti yang terdapatpada jari-jari lemah, tetapi mengalami pengerasansehingga agak sulit dibengkokkan

165

Page 177: Sharifuddin Bin

jenis lihat: spesies

jugular posisi sirip perut ikan yang terletak agak lebih kedepan daripada sirip dada

keel rigi-rigi yang ditemukan pada bagian batang ekorikan dan pada bagian tengahnya terdapat puncakyang meruncing, (kil, lunas)

kepala lihat: caputklasifikasi penataan ikan ke dalam kelompok-kelompok

berdasarkan kesamaan dan hubungan di antaramereka

labyrinth lipatan membran seperti bunga mawar yangmerupakan derivat dari tulang lengkung insang

lateral ke arah sisi/samping

leucocyte butir-butir sel darah putih

linea lateralis suatu bangunan yang kelihatannya seperti garismemanjang pada bagian tengah badan ikan,sebelah kanan dan kiri, mulai dari kepala sampai kepangkal ekor, dan berfungsi untuk mengetahuiperubahan tekanan air yang terjadi sehubungandengan aliran arus air, untuk mengetahui jika ikanitu mendekati atau menjauhi benda-benda keras,dan untuk osmoregulasi (garis rusuk)

local common name lihat: vernacular name

lunate bentuk ekor ikan yang menyerupai sabit

medial ke arah tengah

membrana branchiostega selaput keping tutup insang

meristik penghitungan jumlah bagian-bagian tubuh ikan

mesencephalon otak bagian tengah

metencephalon bagian otak yang relatif besar dan terletak dibelakang mesencephalon, disebut juga cerebellum.

myelencephalon bagian otak di belakang metencephalonmelanjutkan diri ke caudal sebagai sumsum tulangbelakang (medulla spinalis) yang berjalan di dalamcanalis vertebralis, disebut juga medulla oblongata

166

Page 178: Sharifuddin Bin

morfometrik ukuran bagian-bagian tertentu dari struktur tubuhikan

mud stripe lihat: musculus lateralis superficialis

musculi dorsalis kumpulan otot-otot yang terdapat di sebelah dorsalseptum horizontale

musculi epaxialis lihat: musculi dorsalis

musculi hypaxialis lihat: musculi ventralis

musculi ventralis kumpulan otot-otot yang terletak di sebelah ventralseptum horizontale

musculus lateralis jaringan otot berwarna merah dan banyaksuperficialis mengandung lemak yang terdapat pada daerah

septum horizontale

myocommata s elaput pembungkus otot yang memisahkan antarasatu myomer dan myomer lainnya

myomer satu bongkahan otot ikan

myoseptum lihat: myocommata

myotome lihat: myomer

neuron sel saraf, unit terkecil dari sistem saraf

n.gen. singkatan dari new genus, menunjukkan bahwaikan tersebut termasuk genus yang baru

n.sp. singkatan dari new species, menunjukkan bahwaikan tersebut termasuk jenis yang baru

orbita rongga mata ikan

osifikasi proses pembentukan tulang dari tulang rawanmenjadi tulang sejati

osteum tulang-tulang yang terdapat pada ikan golonganOsteichthyes

ostraciform bentuk tubuh ikan yang menyerupai kotak (bentukkotak)

167

Page 179: Sharifuddin Bin

ostracitoxin substansi racun yang berasal dari kulit ikanOstracion lentiginosus (ikan buntal) untukmembunuh ikan atau hewan laut lainnya

pahutoxin lihat: ostracitoxin

panjang baku lihat: standard length

panjang cagak lihat: fork length

panjang total lihat: total length

pembuluh balik lihat: vena

pembuluh nadi lihat: arteri

phanerotoxic Ikan-ikan yang secara nyata mempunyai organberbisa (venom apparatus)

piscine tipe otot yang ditemukan pada Chondrichthyes danOsteichthyes

pneumatocyst lihat: vesica natatoria

pointed bentuk ekor ikan yang meruncing

poisonous fishes ikan-ikan yang jaringannya, baik sebagian maupunsecara keseluruhan, bersifat toksik (beracun) atauikan-ikan yang menyebabkan berbagai gangguansaluran pencernaan dan syaraf bila daging atauanggota tubuh ikan itu dimakan oleh manusia

posterior ke arah belakang

prosencephalon otak bagian depan, disusun oleh diencephalonbersama-sama dengan telencephalon

proximal lebih mendekati ke arah batang tubuh

puffer poison lihat: tetrodotoxin

radialia jari-jari sirip yang tersusun atas jaringan tulang atautulang rawan

radii branchiostega tulang-tulang kecil pada selaput keping tutup insang

red muscle lihat: musculus lateralis superficialis

rhombexcephalon otak belakang, disusun oleh cerebellum danmedulla oblongata

168

Page 180: Sharifuddin Bin

rounded bentuk ekor ikan yang membundar

sagittiform bentuk tubuh yang menyerupai anak panah (bentukpanah)

saraf cerebrospinalis saraf yang merangsang otot bergaris (striatedmuscle)

saraf motoris saraf yang meneruskan rangsang dari pusat keperifer.

saraf otonom saraf yang merangsang jantung (cardiac muscle),urat daging licin (smooth muscle), dan kelenjarkelenjar

saraf penghubung saraf yang menghubungkan antara jenis saraf yangsatu dengan yang lainnya

saraf sensibel saraf yang meneruskan rangsang dari perifer(sistem saraf tepi) ke pusat (sistem saraf pusat)

scientific name lihat: valid scientific name

scombroid poisoning peristiwa keracunan disebabkan oleh makan ikantongkol dan cakalang

scute kelopak tebal yang mengeras dan tersusun sepertigenting,. ditemukan pada daerah perut (abdominalscute) dan pada daerah pangkal ekor (caudalscute) (skut, sisik duri)

sectio membuka dinding badan untuk mengamati bagiandalam tubuh ikan.

septum horizontale lihat: horizontale skeletogenous septum

septum verticale sekat yang memisahkan kelompok otot-otot padatubuh ikan atas dua daerah, yaitu kelompok ototsebelah kanan dan kelompok otot sebelah kiri

serambi lihat: atrium

sinister sebelah kiri

sinus venosus bagian jantung yang berdinding tipis dan berwarnamerah coklat, terdapat pada bagian caudo-dorsaldari bagian jantung yang lain, menerima darah darivena hepatica dan ductus Cuvier.

169

Page 181: Sharifuddin Bin

sirip anggota gerak pada ikan untuk mengaturkeseimbangan tubuh

sistematika ilmu yang digunakan untuk mengklasifikasikan biotaberdasarkan persamaan dan perbedaan strukturdan fungsi bagian-bagian tubuh

sistem binomial sistim nama dengan memakai dua kata, katapertama ditujukan untuk nama genus yangmaksudnya untuk menunjukkan sifat umum dariikan tersebut dan kata kedua ditujukan untuk namaspesies yang menunjukkan sifat khusus dari ikantersebut

sistem integumen lihat: systema integumentum

sistem saraf pusat lihat: systema nervorum central

sistem saraf tepi lihat: systema nervorum periphericum

sisik lihat: squama

spesies kategori berperingkat dalam klasifikasi ikan,merupakan satuan dasar dalam sistematika biologi,terdiri atas kelompok-kelompok populasi yang dapatsaling kawin-mengawini secara bebas untukmenghasilkan keturunan yang sama dengantetuanya, serta dapat dikenal secara morfologi, danterisolasi secara reproduksi dari kerabat dekatnyasquama rangka dermal yang berhubungan dengan rangkaluar

standard common name nama umum yang lazim digunakan untuk namasesuatu binatang atau ikan

standard length jarak garis lurus antara ujung bagian kepala yangpaling depan (biasanya ujung salah satu darirahang yang terdepan) sampai ke pelipatan pangkalsirip ekor

subabdominal posisi sirip perut ikan yang agak dekat dengan siripdada

subspesies populasi biotipe yang mempunyai kawasan daerahpersebaran yang jelas berbeda dengan daerahpersebaran jenisnya, dengan sifat morfologi yangberbeda pula.

170

Page 182: Sharifuddin Bin

subterminal posisi mulut ikan yang terletak dekat ujung hidungagak ke bawah

superior posisi mulut ikan yang terletak di atas hidungke arah atas (atas)

synapse pertemuan antara axon dan dendrite dari sel saraflainnya

synonym nama ilmiah untuk suatu jenis ikan yang tidak sahatau tidak diakui dan disebut nama persamaan

systema integumentum sistem pelapis tubuh ikan yang terdiri dari kulit danderivat-derivatnya

systema nervorum sistem saraf yang disusun oleh otak (encephalon)centrale dan sumsum tulang belakang (medulla spinalis)

systema nervorum sistem saraf yang disusun oleh saraf otak (nerviperiphericum cerebralis) dan saraf spinal (nervi spinalis)

taeniform bentuk tubuh yang memanjang dan tipismenyerupai pita (bentuk pita)

taksonomi lihat: sistematika

tapis insang lihat: gill rakers

telencephalon bagian otak yang paling depan

tetraodon poisoning peristiwa keracunan disebabkan oleh makan ikanbuntal (viscera, khususnya ovari dan liver) dankerabatnya

tetrodotoxin racun yang terdapat di viscera ikan buntal dankerabatnya

terminal posisi mulut ikan yang terletak di ujung hidung

thoracal ke arah dada

thoracic posisi sirip perut ikan yang tepat di bawah siripdada

total length jarak garis lurus antara ujung kepala yang terdepandengan ujung sirip ekor yang paling belakang

truncate bentuk ekor ikan yang berpinggiran tegak

171

Page 183: Sharifuddin Bin

truncus bagian tubuh ikan mulai dari ujung tutup insangbagian belakang sampai dengan permulaan siripdubur.

tulang lengkung insang lihat: arcus branchialis

tulang rawan lihat: cartilage

tulang sejati lihat: osteum

valid scientific name nama ilmiah dari suatu binatang dan nama ilmiah inimerupakan nama yang sah atau diakui.

varietas tingkatan takson di bawah subspesies, merupakanpopulasi beberapa biotipe dengan ciri-ciri morfologiyang jelas serta mempunyai daerah persebaransecara lokal yang tegas dalam daerah persebaranpopulasi jenisnya

vena pembuluh darah yang berdinding tipis danmempunyai klep-klep pada setiap jarak tertentu,berfungsi untuk membawa darah kembali kejantung

venomous fishes ikan-ikan yang mampu menghasilkan racun danmenyebarkan racun tersebut pada saat menggigitatau menusuk korbannya

ventral ke arah perut

ventrikel bagian jantung yang berwarna merah muda karenadindingnya tebal, bersifat tunggal, menerima darahdari atrium

vernacular name nama daerah atau nama lokal untuk sesuatu ikan.Biasanya nama lokal suatu jenis ikan di dalamsuatu negara sangat bervariasi tergantung kepadabanyak tidaknya variasi bahasa daerah yangterdapat di dalam negara tersebut

vesica natatoria berfungsi sebagai alat hidrostatik pada ikan untukmenentukan tekanan air sehubungan dengankedalaman perairan

voluntary muscle otot yang bekerja karena dipengaruhi olehrangsang, misalnya otot bergaris melintang atauotot rangka

wedge shape bentuk ekor ikan seperti baji

172


Recommended