Siklus Endometrial
Produksi berulang dari estrogen dan progesterone oleh ovarium mempunyai kaitan
dengan siklus endometrium pada lapisan uterus dengan tahapan berikut ini: 1. proliferasi
endometrium uterus, 2. perubahan sekretoris pada endometrium 3. deskuaminasi
endometrium, yang disebut menstruasi. Tahapan siklus endometrium ini adalah sebgai
berikut :
Fase Proliferasi
Pada Permulaan siklus seksual bulanan, sebagian besar endometrim telah
berdeskuamasi akibat menstruasi. Setelah menstruasi hanya selapis tipis stroma endometrium
yang tertinggal, dan sel-sel epitel yang tertinggal adalah sel epitel yang terletak dibagian
lebih dalam dari kelenjar yang tersisa serta pada kripta endometrium. Di bawah pengaruh
Estrogen, yang disekresi dalam jumlah lebih banyak ada ovarium selama siklus ovarium, sel-
sel stroma dan sel epitel berproliferasi dengan cepat. Permukaan endometrium akan
mengalami epitelisasi kembali dalam waktu 4-7 hari setelah terjadinya menstruasi.
Kemudian, selama satu setengah minggu berikutnya, yaitu sebelum terjadi
ovulasi, ketebalan endometrium sangat meningkat karena jumlah sel stroma bertambah
banyak dan karena pertumbuhan kelenjar endometrium serta pembuluh darah baru yang
progresif ke dalam endometrium. Pada saat ovulasi, endometrium mempunyai ketebalan3-5
mm.
Kelenjar endometrium, khususnya dari daerah serviks, akan menyekresi mucus
yang encer mirip benang. Benamg mucus akan tersusun di sepanjang kanalis servikalis,
membentuk saluran yang mengarahkan sperma kea rah yang tepat dari vagina menuju ke
dalam uterus.
Fase Sekretorik
Selama sebagian besar separuh akhir siklus bulanan, setelah ovulasi terjadi,
progesterone dan estrogen bersama-sama disekresi dalam jumlah yang besar oleh korpus
luteum. Estrogen menyebabkan sedikut proliferasi sel tambahan selama fase siklus ini,
sedangkan progesteron menyebabkan pembengkakan yang nyata dan perkembangan
sekretorik dari endometrium. Kelenjar makin berkelok-kelok; kelebihan substansi sekresinya
bertumpuk di dalam sel epitel kelenjar. Selain itu, sitoplasma dari sel stroma bertambah
banyak, simpanan lipid dan glkogen sangat meni ngkat dalam sel stroma, dan suplai darah ke
dalam endometrium lebih lanjutakan meningkat sebanding dengan perkembangan aktivitas
sekresi, dengan pembuluh darah yang menjadi sangat berkelok-kelok. Pada puncak fase
sekretorik, sekitar satu minggu setelah ovulasi, ketebalan endometrium sudah menjadi 5-6
mm.
Maksud keseluruhan dari semua perubahan endometrium ini adalah untuk
menghasilkan endometrium yang sangat sekretorik, yang mengandung sejumlah besar
cadangan nutrien yang membentuk kondisi yang cocok untuk implantasi ovum yang sudah
dibuahi selama separuh akhir siklus bulanan.
Fase Menstruasi
Jika ovum tidak dibuahi, kira-kira 2 hari sebelum akhir siklus bulanan, korpus
luteum di ovarium tiba-tiba berinvolusi, dan hormon-hormon ovarium menurun dengan tajam
sampai kadar sekresi yang rendah.
Konsep klasik dari menstruasi normal yang memegang peranan penting adalah
vascular yang bertanggung jawab pada penjelasan bagaimana menstruasi itu dimulai dan
diakhiri. Menurut konsep klasik ini, nekrosis iskemik dari endometrium yang disebabkan
oleh vasokonstriksi arteriol spiralis pada lapisan basalis, yang dipicu oleh withdrawal
estrogen dan progesterone. Menurut teori yang sama, akhir dari menstruasi dijelaskan oleh
pemanjangan dan penguatan gelombang vasokonstriksi yang dikombinasi dengan mekanisme
koagulasi yang diaktivasi oleh stasis pembuluh darah dan kolaps endometrial, dibantu oleh
reepitelisasi secara cepat yang dimediasi oleh estrogen yang dihasilkan dari folikel yang
sedang tumbuh.
Hasil dari investigasi jaman sekarang tidak mendukung teori hipoksia klasik dari
menstruasi. Studi perfusi pada wanita gagal menunjukkan penurunan aliran darah menuju
endometrium sesaat sebelum terjadinya menstruasi. Hypoxia-inducible factor 1 (HIF-1),
merupakan suatu protein inti yang mengaktivasi transkripsi gen sebagai respons terhadap
penurunan oksigen seluler (merupakan marker paling dini respons terhadap hipoksia), hanya
sedikit meningkat dan tidak tersebar pada endometrium premenstrual dari manusia. Perlahan
tetapi pasti akhirnya pandangan tentang makanisme terjadinya menstruasi mulai berubah.
Pada model baru, inisiasi menstruasi merupakan suatu autodigestion enzimatik dari lapisan
fungsional dari endometrium dan pleksus kapilaris dibawah permukaannya. Konsep klasik
dari mekanisme yang mengakhiri menstruasi normal tidak mengalami perubahan; mekanisme
koagulasi, vasokonstriksi lokal, dan reepitelisasi semuanya berperan dalam hemostasis pada
endometrium menstrual dengan kejadian vascular memegang peran kunci.
Degradasi enzimatik dari endometrium dipicu oleh withdrawal estrogen-progesteron
berhubungan dengan sejumlah mekanisme termasuk pelepasn enzim lisosom intraseluler,
protease dari infiltrasi sel inflamasi, dan aksi dari matrix metalloproteinase. Pada paruh
pertama fase sekresi, asam fosfatase dan enzim litik poten lainnya terkurung pada lisosom
intraseluler, pelepasannya dihambat oleh progesterone dengan cara stabilisasi membrane
lisosom. Karena estrogen dan progesterone turun pada hari sebelum menstruasi, membrane
lisosom mengalami destabilisasi dan enzim di dalamnya dilepaskan ke sitoplasma dari epitel,
stroma, dan sel endotel, dan terkadang ke ruang interseluler. Enzim proteolitik mencerna
permukaan membrane dan desmosom (penghubung interseluler). Pada endotel vascular, aksi
mereka menyebabkan deposit trombosit, pelepasan prostaglandin, thrombosis vascular,
ekstravasasi eritrosist, dan nekrosis jaringan.
Progesterone withdrawal juga menstimulasi respons inflamasi pada endometrium.
Sebelum menstruasi, jumlah leukosit di endometrium meningkat, 40% dari stroma. Infiltrat
inflamasi (termasuk neutrofil, eosinofil, dan makrofag atau monosit) ditarik oleh molekul
chemo-attractive (Chemokin) yang disintesis oleh sel endometrium. IL-8 di downregulasi
oleh progesterone sehingga pada saat terjadi progesterone withdrawal IL-8 akan dilepaskan.
Ketika di aktivasi, leukosit akan memproduksi sitokin, chemokin, dan enzim yang berperan
dalam degradasi matrix ekstraseluler secara langsung maupun tidak langsung melalui aktivasi
protease lain.
Progesterone juga menghambat ekspresi dari metalloproteinase yang dimediasi oleh
transforming growth factor (TGF-). Ketika terjadi progesterone withdrawal, pada akhir
fase sekresi, terjadi ekspresi, sekresi, dan aktivasi matrix metalloproteinase endometrial.
Matrix metalloproteinase tersebut akan mencerna matrix ekstraseluler dan membrane basalis.
Peningkatan sekresi estrogen pada awal fase proliferasi menyebabkan supresi dari ekspresi
matrix metalloproteinase.
Cairan menstrual terdiri dari jaringan-jaringan endometrium, eksudat inflamatori,
eritrosit, dan enzim proteolitik. Terdapat juga plasmin yang merupakan fibrinolitik poten
yang membantu mencegah clotting dari cairan menstrual dan untuk memfasilitasi ekspulsi
jaringan yang telah mengalami degenerasi.
Penghentian perdarahan menstruasi tergantung pada vasokonstriksi arteriol spiralis di
lapisan basalis endometrium dan juga kemungkinan pada arteri radialis pada bagian
superficial dari myometrium. Endotelin merupakan vasokonstriktor poten kerja panjang dari
otot polos vascular yang diproduksi oleh kelenjar endometrium, stroma, dan sel endotel.
Endometrium yang mengalami menstruasi mengandung endotelin dalam konsentrasi yang
menyebabkan vasokonstriksi arteriol spiralis. Proses vasokonstriksi untuk membatasi aliran
darah yang terbuang ke lumen uterus ini juga dibantu oleh faktor-faktor pembekuan darah
yang berperan secara aktif untuk menhambat perdarahan yang berlebih pada menstruasi,
kombinasi kedua factor ini akan menciptakan suatu sistem hemostasis yang cukup efektif
dalam membatasi perdarahan berlebih pada menstruasi
Siklus ovarium
Siklus ovarium meliputi 3 fase yaitu fase folikel, fase ovulasi, fase luteal yang
terjadi di ovarium dan diatur oleh hormon-hormon dari hipotalamus, hipofisis, dan ovarium.
a) Fase folikel (10-14 hari)
Fase folikel didominasi oleh adanya folikel matang. Pada setiap saat sepanjang
siklus, sebagian dari folikel primer mulai tumbuh. Namun, folikel folikel tersebut hanya
tumbuh selama fase folikel, pada saat lingkungan hormonal tepat untuk mendorong
pematangan mereka, melanjutkan diri melewati fase awal perkembangan. Folikel
folikel lain, karena tidak mendapatkan bantuan hormon, akan mengalami atresia.
Pada folikel yang mengalami pematangan terdapat sel teka dan granulosa. Sel
teka dan granulosa yang secara kolektif disebut sel folikel, berfungsi sebagai suatu
kesatuan untuk mensekresikan estrogen. Dari tiga estrogen yang penting secara fisiologis,
yaitu estradiol, estron dan estriol.
Oosit telah mencapai ukuran maksimum pada saat antrum mulai terbentuk.
Pergeseran menjadi folikel antrum memicu periode pertumbuhan folikel yang cepat.
Selama waktu ini, ukuran folikel meningkat dari garis tengah kurang dari 1 mm menjadi
12-16 mm sesaat sebelum ovulasi. Sebagian pertumbuhan folikel ini disebabkan
proliferasi terus menerus sel sel granulosa dan teka, tetapi sebagian besar disebabkan
oleh ekspansi antrum yang drastis. Sewaktu folikel tumbuh, jumlah estrogen yang
diproduksi juga meningkat. Salah satu folikel biasanya tumbuh lebih cepat daripada
folikel folikel lain, yang disebut folikel matang (praovulasi, de Graaf) dalam waktu
sekitar 14 hari setelah permulaan perkembangan folikel.
Folikel matang yang sangat berkembang tersebut menonjol dari permukaan
ovarium, membentuk suatu daerah tipis yang pecah untuk mengeluarkan oosit pada saat
ovulasi. Ruptur folikel dipermudah oleh pengeluaran enzim enzim dari sel folikel yang
mencerna jaringan ikat di dinding folikel. Dengan demikian, dinding yang menonjol
diperlemah sehingga semakin menonjol sampai suatu saat ketika dinding lagi dapat
menahan isinya yang begitu pesat.
Sesaat sebelum ovulasi, oosit menyelesaikan pembelahan meiosis pertamanya.
Ovum (oosit sekunder) yang masih dikelilingi oleh zona pellusida dan sel granulosa,
disebut korona radiata, disapu keluar folikel yang pecah ke dalam rongga abdomen oleh
cairan antrum yang bocor.
Pada fase folikel, pengaruh hormone estrogen terhadap siklus haid sangat besar.
b) Fase ovulasi (hari ke-14)
Fase ovulasi ini dipicu oleh lonjakan LH yang sebelumnya didahului oleh
peningkatan estrogen. Pada fase ini terjadi peristiwa perkembangan lebih lanjut dari
folikel yang telah matang, cairan dalam antrum terus meningkat mangakibatkan
penonjolan dari permukaan ovarium yang membentuk daerah tipis dan terjadi ruptur atau
pecahnya daerah stigma sehingga oosit sekunder keluar bersama cairan folikuli, zona
pellucida dan corona radiata.
c) Fase luteal
Ruptur folikel pada ovulasi merupakan tanda berakhirnya fase folikel dan
mulainya fase luteal. Folikel yang rupture dan tertinggal di ovarium setelah ovum keluar
mengalami perubahan cepat. Sel-sel folikel tua ini kemudian mengalami transformasi
struktural drastis untuk membentuk korpus luteum, dalam proses yang disebut luteinisasi.
Sel sel folikel yang berubah menjadi sel luteal mengalami hipertrofi dan diubah
menjadi jaringan steroidogenik ( penghasil hormone steroid) yang sangat aktif. Banyak
simpanan kolesterol, yaitu molekul prekursor steroid. Korpus luteum mengalami
peningkatan vaskularisasi. Perubahan itu terkait dengan fungsi korpus luteum yaitu
mengeluarkan progesterone dalam jumlah besar dengan estrogen dengan jumlah kecil ke
dalam darah. Korpus luteum mulai berfungsi penuh 4 hari sesudah ovulasi, tetapi terus
membesar setelah 4 atau 5 hari berikutnya. Jika ovum yang tidak dibuahi, maka korpus
luteum akan berdegenarasi dalam 14 hari setelah pembentukannya. Sel sel luteal akan
berdegenarasi dan difagosit, pembuluh darah berkurang dan jaringan ikat dengan cepat
terisi oleh massa jaringan fibrosa yang dikenal dengan korpus albicans. Fase luteal
sudah berakhir, dan satu siklus ovarium yang dimulai saat degenerasi korpus luteum lama
selesai, menandai fase folikel yang baru.
Kontrol Fungsi Ovarium
Faktor-faktor yang memulai perkembangan folikel masih belum sepenuhnya
dipahami. Tahap-tahap awal pertumbuhan folikel pra antrum dan pematangan oosit tidak
memerlukan stimulasi gonadotropik. Namun bantuan hormon diperlukan untuk
membentuk antrum, perkembangan folikel lebih lanjut, dan sekresi estrogen. Estrogen,
FSH, dan LH semuanya diperlukan. Pembentukan antrum diinduksi oleh FSH. Baik FSH
maupun estrogen merangsang proliferasi sel-sel granulosa. Baik FSH maupun LH
diperlukan untuk sintesis dan sekresi estrogen oleh folikel, tetapi hormon-hormon ini
bekerja pada sel-sel yang berbeda dan pada tahapan jalur pembentukan estrogen yang
berbeda pula. Baik sel granulosa maupun sel teka berpartisipasi dalam pembentukan
estrogen. Perubahan kolesterol menjadi estrogen memerlukan sejumlah langkah
berurutan, dengan langkah terakhir adalah perubahan androgen menjadi estrogen. Sel-sel
teka banyak menghasilkan androgen, tetapi kapasitas mereka mengubah androgen
menjadi estrogen terbatas. Sel-sel granulosa dipihak lain mudah mengubah androgen
menjadi estrogen, tetapi tidak mampu membentuk sendiri androgen. LH bekerja pada sel-
sel teka untuk merangsang pembentukan androgen, sementara FSH bekerja pada sel-sel
granulosa untuk meningkatkan perubahan androgen teka (yang berdifusi ke dalam sel
granulosa dari sel teka ) menjadi estrogen. Karena kadar basal FSH yang rendah sudah
cukup untuk mendorong perubahan menjadi estrogen ini, kecepatan sekresi estrogen oleh
folikel terutama bergantung pada kadar LH dalam darah, yang terus meningkat selama
fase folikel. Selain itu, sewaktu folikel terus tumbuh, estrogen yang dihasilkan juga
meningkat karena bertambahnya jumlah sel folikel penghasil estrogen.
Estrogen yang disekresikan, selain bekerja pada jaringan spesifik seks seperti
uterus, juga menghambat hipotalamus dan hipofisis anterior melalui mekanisme umpan
balik negatif. Kadar estrogen yang rendah tetapi meningkat pada fase folikel bekerja
secara langsung pada hipotalamus untuk menghambat sekresi GnRH sehingga
pengeluaran FSH dan LH dari hipofisis anterior yang dipicu oleh GnRH juga tertekan.
Namun efek primer estrogen adalah langsung pada hipofisis itu sendiri. Estrogen
menurunkan kepekaan sel penghasil gonadotropin, terutama sel penghasil FSH terhadap
GnRH.
Perbedaan kepekaan sel-sel penghasil FSH dan LH yang diinduksi oleh estrogen
ini paling tidak ikut berperan pada kenyataan bahwa kadar FSH plasma, tidak seperti
kadar LH plasma, menurun selama fase folikel seiring dengan peningkatan kadar
estrogen. Faktor lain yang menyebabkan turunnya FSH selama fase folikel adalah sekresi
inhibin oleh sel-sel folikel. Inhibin cenderung menghambat sekresi FSH dengan bekerja
pada hipofisis anterior, seperti yang terjadi pada pria. Penurunan sekresi FSH
menyebabkan atresia semua folikel yang sedang berkembang kecuali satu yang paling
matang.
Berbeda dengan FSH, sekresi LH terus meningkat secara perlahan selama fase
folikel walaupun terjadi inhibisi terhadap sekresi GnRH (dan dengan demikian secara
tidak langsung, LH). Hal yang tampak paradox ini disebabkan oleh kenyataan bahwa
estrogen sendiri tidak dapat secara total menekan sekresi LH tonik ( terus menerus,
dengan kadar rendah) ; untuk menghambat secara total sekresi LH tonik tersebut
diperlukan baik estrogen maupun progesteron. Karena progesterone belum muncul
sampai faase luteal siklus tersebut, kadar LH basal secara perlahan meningkat selama
fase folikel di bawah inhibisi inkomplit estrogen.
Kontrol Ovulasi
Ovulasi dan luteinisasi selanjutnya folikel yang ruptur dipicu oleh peningkatan
sekresi LH yang masif dan mendadak. Lonjakan LH ini menimbulkan 4 perubahan utama
pada folikel:
1. Lonjakan tersebut menghentikan sintesis estrogen oleh sel folikel.
2. Lonjakan tersebut memulai kembali meiosis di oosit pada folikel yang sedang
berkembang, tampaknya dengan menghambat pengeluaran oosit maturation
inhibiting substance yang dihasilkan oleh sel-sel granulosa.
3. Lonjakan tersebut memicu pembentukan prostaglandin spesifik yang bekerja lokal.
Prostaglandin tersebut menginduksi ovulasi dengan mendorong perubahan-
perubahan vaskuler yang menyebabkan pembengkakan folikel dengan cepat
sementara menginduksi pencernaan dinding folikel oelh enzim-enzim.
4. Lonjakan tersebut menyebabkan diferensiasi sel-sel folikel menjadi sel luteal.
Karena lonjakan LH memicu ovulasi dan luteinisasi, pembentukan korpus luteum
secara otomatis mengikuti ovulasi.
Dua cara sekresi LH yang berbeda sekresi tonik LH yang menyebabkan sekresi
hormon ovarium dan lonjakan LH yang menyebabkan ovulasi tidak hanya berlangsung
pada saat yang berbeda dan menimbulkan efek yang berlainan pada ovarium tetapi juga
dikontrol oleh mekanisme yang berbeda. Sekresi LH tonik ditekan secara parsial oleh
estrogen kadar rendah selama fase folikel dan ditekan secara total oleh progesteron yang
kadarnya meningkat selama fase luteal. Karena sekresi LH tonik merangsang sekresi
estrogen dan progesteron, hal ini adalah khas untuk sistem umpan balik negatif.
Sebaliknya, lonjakan LH dipicu oleh efek umpan balik positif. Kadar estrogen
yang rendah dan meningkat pada awal fase folikel menghambat sekresi LH, tapi kadar
estrogen yang tinggi pada saat puncak sekresi estrogen pada akhir fase folikel
merangsang sekresi LH dan menimbulkan lonjakan LH. Dengan demikian, LH
meningkatkan produksi estrogen oleh folikel, dan konsentrasi estrogen puncak
merangsang sekresi LH. Konsentrasi estrogen plasma yang tinggi bekerja langsung pada
hipotalamus untuk meningkatkan frekuensi denyut sekresi GnRH, sehingga
meningkatkan sekresi LH dan FSH. Kadar tersebut juga bekerja langsung pada hipofisis
anterior untuk secara spesifik meningkatkan kepekaan sel penghasil LH terhadap GnRH.
Kontrol Korpus Luteum
Luteinizing Hormone mempertahankan korpus luteum ; yaitu, setelah memicu
perkembangan korpus luteum, LH merangsang struktur ovarium ini untuk terus
mengeluarkan hormon steroid. Di bawah pengaruh LH, korpus luteum mengeluarkan
progesteron dan estrogen, dengan jumlah progesteron jauh lebih besar. Kadar progesteron
plasma untuk pertama kalinya selama fase luteal. Selama fase folikel tidak terjadi sekresi
progesteron (kecuali sedikit dari folikel yang akan pecah di bawah pengaruh lonjakan
LH). Oleh karena itu fase folikel didominasi oleh estrogen, sedangkan fase luteal oleh
progesteron.
Penurunan sesaat kadar estrogen dalam darah terjadi pada pertengahan siklus
waktu folikel penghasil estrogen mati. Kadar estrogen kembali naik selama fase luteal
karena aktivitas korpus luteum, walaupun tidak mencapai puncak yang sama seperti fase
folikel. Walaupun estrogen kadar tinggi merangsang sekresi LH, progesterone, yang
mendominasi fase luteal, dengan kuat menghambat sekresi LH dan FSH. Inhibisi FSH
dan LH oleh progesterone mencegah pematangan folikel dan ovulasi baru selama fase
luteal. Dibawah pengaruh progesterone, sistem reproduksi dipersiapkan untuk menunjang
ovum yang baru dilepaskan, jika ovum tersebut dibuahi, dan tidak mempersiapkan
pengeluaran ovum baru. Sel-sel luteal tidak mengeluarkan inhibin.
Korpus luteum berfungsi selama dua minggu kemudian berdegenerasi jika tidak
terjadi pembuahan. Mekanisme yang bertanggung jawab menyebabkan degenarasi korpus
luteum belum sepenuhnya dipahami. Penurunan kadar LH dalam darah, yang disebabkan
oleh efek inhibisi progesterone, jelas berpengaruh dalam kemunduran korpus luteum.
Prostaglandin dan estrogen yang dikeluarkan oleh sel-sel luteal itu sendiri mungkin juga
berperan. Kematian korpus luteum mengakhiri fase luteal dan menandai dimulainya fase
folikel yang baru. Sewaktu korpus luteum berdegenarasi, kadar progesterone dan
estrogen plasma turun denagn cepat karena kedua hormone ini tidak lagi diproduksi.
Lenyapnya efek inhibitorik dari kedua hormone ini pada hipotalamus menyebabkan
sekresi FSH dan LH tonik kembali meningkat. Di bawah pengaruh hormone-hormon
gonadotropik ini, sekelompok folikel baru kembali mengalami proses pematangan seiring
dengan dimulainya fase folikel baru.
Sumber:
Guyton, Arthur C; John E. Hall. 2007. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 11. Jakarta: Penerbit Buku
kedokteran EGC.
Sherwood, Lauralee. 2001. Fisiologi Manusia Edisi 2. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Fritz, Marc A; Speroff leon. 2011. Clinical Gynecologic Endocrinology and Infertility. California: Lipincott
Wiliams & Wilkins