1. Memahami pengaruh usia, hormon dan trauma terhadap remodelling.
a. Proses Remodellig Tulang
Proses remodelling tulang diperankan oleh osteoklas dan osteoblas.
Osteoklas dan osteoblas tersusun dalam struktur yang disebut BRU (Bone
Remodelling Unit), yang mana osteoklas bertanggung jawab terhadap proses
resorpsi tulang dan osteoblas bertanggung jawab terhadap proses formasi
tulang.
Osteoklas berasal dari sel hematopoietik / fagosit mononuklear.
Diferensiasinya membutuhkan faktor transkripsi PU-1 yang akan merubah sel
progenitor menjadi sel mieloid, kemudian dengan adanya rangsang M-CSF,
sel ini berubah menjadi sel-sel monositik yang berproliferasi dan
mengekspresikan reseptor RANK. Dengan adanya RANK ligan (RANKL), sel
berdiferensiasi menjadi osteoklas.
Osteoklas akan diaktivasi dengan adanya sitokin spesifik seperti IL-1.
Dalam sitoplasma osteoklas, carbonic anhidrase II (CA II) membentuk asam
karbonat (H2CO3) dari karbondioksida (CO2) dan air. Asam karbonat terurai
menjadi bikarbonat (HCO3-) dan proton (H+). Proton digerakkan melalui
ruffled border ke dalam lakuna dengan vacuolar proton pump (H+-ATPase).
Membran ruffled border dipertahankan oleh channel chlorid yang
berpasangan dengan H+-ATPase dan menghasilkan HCL yang mengakibatkan
celah/rongga ekstraselular yang dekat dengan tulang mempunyai pH 4-5.
Lingkungan yang asam ini yang menyebabkan degradasi
hidroksiapatitdalamtulang.
Osteoblas berasal dari stromal stem cell. Untuk berdiferensiasi dan
maturasi sel osteoblas, membutuhkan faktor pertumbuhan lokal seperti FGF
(Fibroblast Growth Factor), BMPS (Bone Morphogenic Protein), dan faktor
transkripsi Cbfa1 (Core Binding Factor 1).
Osteoblas selalu dalam kelompok-kelompok, sel kuboid disepanjang
permukaan tulang (100-400 sel/daerah pembentukan tulang) sebagai lining
cell.
Osteoblast pertama kali diproduksi oleh stromal sel dalam bentuk
preosteoblast (osteoid), parathiroid hormon kemudian mempengaruhi kerja
preosteoblast dengan cara meningkatkan absorbsi terhadap Ca (Kalsium) dan
P (Phospat) dan menyediakn kedua atom tersebut bagi osteoblast.Glikoprotein
dalam osteoid berikatan dengan Ca2+ ekstraselular. preosteoblast selanjutnya
diaktivasi oleh IGF-1(insulin growth factor) menjadi osteoblast.Osteoblast
yang telah aktif ditambah dengan metabolisme vitamin D menjadi senyawa
1,25-dihidroksikalsikoferol oleh ginjal menghasilkan sel-sel mineralizing
osteoblast (osteoblast yang termineralisasi) .Enzim alkalin fosfatase yang
banyak di dalam osteoblas, meningkatkan konsentrasi lokal Ca2+dan PO42-
dengancaramemecah ion pyrophosphate, sedangkanenzimpyrophosphatase
terus menerus memecah P2O74- dari molekul-molekul besar yang berasal dari
cairan ekstraseluler. Vesikel matriks yang diproduksi osteoblas akan
mengalami penumpukan Ca2+ dan PO42-. Vesikel yang
mengandungkalsiumdanphosphatdengankonsentrasitinggi,
akankehilanganhubungandenganseldanakannampakmenjadikristal yang
berbentukjarum, dankandunganairnyaberkurang. Padakonsentrasi yang
cukuptinggiterjadipengendapan solid, tidaksebagaihidroksiapatit,
tapikemungkinansebagai calcium phosphate yang amorf (Ca(PO4)2XH2))
(adadalamsubstansitulang yang
muda).Kemudianbahanamorftersebutdiubahmenjadihidroksiapatit yang stabil.
b. Pengaruh usia terhadap remodelling
- Hubungan dengan degenerasi sistem pencernaan.
Seiring dengan pertambahan usia, fungsi organ tubuh semakin
menurun. Salah satunya adalah sistem pencernaan yang tidak lagi efisien
dalam penyerapan sehingga penyerapan kalsium menurun.
Wanita yang mencapai masa menopause cenderung mengalami
pengurangan penyerapan kalsium sebanyak 20-25%, yang tak lain
disebabkan pengurangan hormon estrogen pada tubuh mereka secara
alami. Hormon khusus pada kaum wanita ini secara langsung menstimulasi
penyerapan kalsium oleh usus dan pencernaan.
- Hubungan dengan stres
Usia Hipotalamus
Stress Hormon pituitary
Sekresi kel.Adrenal
ESH(estrogen,stimulating
hormone)/TSH(testosteron stimulating
hormone) menurun
Hormon kortisol Ovarium/Testis
Menghambat/antagonis
(melalui umpan balik negatif) sekresi Estrogen/Testosteron menurun
PTH (parathyroid hormone) meningkat
Resorpsi tulang meningkat
c. Pengaruh hormon terhadap remodelling
- Hubungan dengan hormon esterogen
Hormon estrogen merupakan salah satu hormon steroid, yang
dihasilkan oleh sel teka interna folikel ovarium, korpus luteum, plasenta
dan sedikit dihasilkan oleh korteks adrenal. Kekurangan hormon estrogen
akan menyebabkan meningkatnya kadar PTH, sehingga akan
meningkatkan resorbsi tulang, sehingga terjadi penurunan massa tulang.
Tulang merupakan target hormon estrogen, yang memiliki reseptor α dan
β. Secara seluler, mekanisme kerja hormon estrogen pada tulang dimulai
dari interaksi antara reseptor estrogen pada tulang dan kadar hormon yang
bersirkulasi dalam tubuh, sedangkan respons yang timbul merupakan hasil
interaksi keduanya.
Estrogen merupakan inhibitor resorbsi kalsium di tulang yang potensial
karena keberadaannya dapat menunjang sekresi dan meningkatkan
produksi kalsitonin serta menurunkan sekresi hormon paratiroid. Estrogen
juga dapat meningkatkan kadar 1,25 dihidroksikalsiferol sehingga akan
meningkatkan penyerapan kalsium di dalam usus. Penurunan produksi
estrogen juga menggagalkan osteoblas mendeposit jaringan matriks.
Estrogen bertanggung jawab pada fase pertumbuhan dan menutup
perkembangan epifisis pada tulang panjang masa pubertas. Defisiensi
estrogen akan menyebabkan terjadinya osteoklastogenesis yang meningkat
dan berlanjut dengan kehilangan tulang.
- Hubungan dengan hormon testosteron
Pada laki-laki usia lanjut terdapat keadaan dimana dia mengalami
andropause. Andropause ini kurang lebih sama seperti menopause hanya
andropause ini diistilahkan untuk laki-laki sedangkan menopause untuk
perempuan. Andropause terjadi karena menurunnya produksi dari
testosteron biasanya pada usia sekitar 40 tahun. Fungsi dari testosteron itu
sendiri untuk menambah kekuatan tulang, ligamen, dan otot. Diduga
testosteron ini mirip fungsinya dengan estrogen.
- Hubungan dengan hormon paratiroid (PTH)
Remodelling tulang juga dipengaruhi oleh hormon paratiroid. Suatu
peningkatan kadar hormon paratiroid menyebabkan kalsium dan fosfat
yang ada di tulang diabsorpsi memasuki dara sehingga kadar kalsium
tulang berkurang. Selain itu, peningkatan hormon paratiroid juga
menyebabkan peningkatan jumlah dan aktivitas osteoklas. Kondisi ini
memperparah proses resorbsi tulang.
- Hormon Kortisol
Hormon kortisol ini diproduksi pada saat dimana stress itu terjadi.
Hormon kortisol ini berpengaruh pada produksi dari hormon estrogen.
Akibatnya karena produksi hormon estrogen menurun bisa menyebabkan
kehilangan kepadatan tulang dan gigi. Produksi estrogen yang menurun itu
akan meningkatkan kegiatan atau aktivitas dari osteoklas tanpa kendali
dibandingkan dengan aktivitas dari osteoblas maka dari itu kerapuhan
tulang (osteoporosis) kemungkinan besar terjadi.
d. Pengaruh trauma terhadap remodelling
Trauma dapat mempengaruhi proses resorpsi maupun aposisi tulang,
baik itu trauma akut yang mempunyai dampak jangka panjang atau
microtrauma yang sifatnya kronis.
Ketika trauma berlangsung, terjadi pula suatu respon inflamasi sebagai
efek tubuh dalam mempertahankan diri. Sitokin sebagai penyebab radang
(proinflamatory) pada daerah terinjury akan melepaskan IL-1 sebagai molekul
signal khemotaksis makrofag ke daerah terinjury. Tapi selain itu ada fungsi
lain dari IL-1 yakni sebagai aktivator osteoklast.Ini akan mengakibatkan jika
terjadi suatu injury dalam waktu lama respon radang akan tetap berlangsung
begitu juga dengan kerja osteoklast sehingga akan terjadi suatu resorpsi tulang
yang berlebih pada daerah itu dibanding daerah tubuh lain yang kondisinya
normal.
Etiologi dari trauma itu sendiri terbagi atas 2 yaitu makrotrauma dan
mikro trauma. Tekanan yang berlebihan akan menyebaban gangguan
fungsional pada bagian tersebut dan dapat berdampak kerusakan pada jaringan
tersebut juga.
Makro trauma
Tekanan yang terjadi secara langsung pada bagian yang mengalami
kerusakan yang menyebabkan perubahan pada bagian diskus dan kondilaris
secara langsung.makro trauma dapat juga terjadi ketika gigi bersamaan atau
dapat juga menyebabkan perubahan pada kondilus dengan fossa ketika mulut
di buka. Trauma besar yang tiba-tiba dan mengakibatkan perubahan struktural,
seperti pukulan pada wajah atau kecelakaan.
Mikro trauma
Dimana trauma ini merubah posisi diskus dan kondilus secara
perlahan-lahan.Trauma ringan tapi berulang dalam jangka waktu yang lama,
seperti bruxism dan clenching. Kedua hal tersebut dapat menyebabkan
microtrauma pada jaringan yang terlibat seperti gigi, sendi rahang atau otot.
1. Faktor usia :
Pada masa menopause produksi hormon esterogen menurun. Penurunan hormon
esterogen ini mengakibatkan kenaikan jumlah osteoklas, oleh karena itu tulang
menjadi lebih rapuh. Selain itu hormon esterogen juga membantu penyerapan kalsium
pada tulang, sehingga kekurangan esterogen juga dapat menyebabkan tulang
kekurangan kalsium yang dapat berakibat pada rapuhnya tulang.
Pada masa menopause kadar air pada tulang rawan meningkat dan susunan protein
tulang rawan terdegradasi. Tulang rawan mulai menipis dan akan mengalami retakan
kecil, apabila mengalami peradangan maka akan merangsang pertumbuhan tulang
baru disekitar sendi. (osteophyte)
Penggunaan sendi yang berulang ulang selama bertahun-tahun membuat tulang rawan
teriritasi atau terinflamasi.
Pada masa menua kontrasi otot akan bertambah panjang pada saat menutup mulut
sehingga menyebabkan kerja sendi lebih kompleks.
Jaringan sendi akan mengalami reduksi sel yang progresif yang mengakibatkan
penipisan miniskus sendi dan dapat mengalami arthritis.
Proses repair pada orang usia lanjut juga sudah mulai terganggu .
2. Trauma Fisik :
Sendi yang digunakan terus menerus seperti akan cepat mengalami peradangan. Sendi
yang digunakan terus menerus dengan beban yang berat akan dapat mudah mengalami
degenerasi.
3. Hormonal :
Turunnya kadar estrogen saat menopause menghambat pengangkutan kalsium dalam
tulang. Sehingga pada wanita usia lanjut lebih cenderung terkena penyakit sendi
dibanding dengan laki-laki.
4. Kondisi tubuh :
Apabila kondisi tubuh mengalami obesitas maka dapat meningkatkan tekanan pada
sendi sehingga meningkatkan pula resiko kerusakan pada tulang rawan.
5. Hereditas
Kecenderungan genetik. Beberapa orang memiliki gen yang menyebabkan tulang
rawan mudah rusak dengan gejala yang muncul biasanya pada umur pertengahan.
Ada pula beberapa penyakit yang menjadi faktor predisposisi memperbesar resiko
seseorang mengalami penyakit degenerasi sendi. Contohnya adalah penyakit
alkaptonuria. Penyakit ini merupakan penyakit keturunan dengan manifestasi klinis
urin berwarna hitam. Penderita penyakit ini memiliki gangguan pada gen HGD. Gen
HGD berfungsi sebagai pengendali untuk membuat enzim yang disebut
homogentisate oksedase. Enzim ini membantu memecah asam amini fenilalanin dan
tirosin, kekurangan hormon ini dapat menyebabkan tingginya kadar tirosin dalam
darah. Tingginya tirosin dalam darah dapat menghasilkan suatu zat beracun yang
disebut alkapton. hal ini yang menyebabkan warna urin penderita menjadi hitam.
Selain itu alkapton ini juga menyebabkan kerusakan pada tulang rawan.
6. Asupan Nutrisi :
Asupan nutrisi yang kurang seperti susu dan olahannya dapat mengurangi kepadatan
tulang, karena susu mengandung kalsium,magnesium,zinc,Mg, vitamin dan mineral
penting lainnya yang berfungsi untuk membentuk tulang dan kepatan tulang.
Mereka yang kurang mengonsumsi vitamin C dan D mempunyai risiko tiga kali lebih
banyak untuk berkembangnya osteoartritis. Antioksidan dalam vitamin C diketahui
dapat menekan onset osteoartritis.
Mengkonsumsi soft drink ternyata juga dapat menyebabkan radang sendi karena
kandungan asam fosfat yang menyegarkan ternyata dapat mengurangi kepadatan
tulang sehingga resiko radang sendi dan osteoatritis meningkat.
7. Kondisi gigi yang tanggal :
Apabila mayoritas gigi sudah tanggal terutama bagian posterior maka dapat
menyebabkan perubahan dimensi vertical yang menyebabkan kerja sendi lebih
kompleks sehingga menyebabkan radang sendi.
8. Radikal bebas
Tingginya radikal bebas dapat menyebabkan mudah rusaknya bagian – bagian tubuh
manusia termasuk tulang rawan sendi. Oleh karena itu berbagai aktifitas yang dapat
meningkatkan resiko radikal bebas pada diri individu seperti merokok sangat tidak
dianjurkan.
Perubahan fisiologis pada proses menua
Umumnya individu usia lanjut akan mengalami pengurangan jumlah gigi. Berkurangnya gigi,
terutama gigi posterior telah diindikasikan sebagai penyebab gangguan sendi TM karena
kondil mandibula akan mencari posisi yang nyaman pada saat menutup mulut. Hal inil
memicu perubahan letak kondilus pada fossa glenoid dan menyebabkan kelainan pada sendi
TM.
Kelainan oklusal akibat hilangnya gigi menghasilkan stres melalui sendi dan menyebabkan
ganguan fungsi sendi. Griffin (1979) sebagaimana yang dikutip oleh Soikkonen menulis
bahwa degenerasi sendi TM berhubungan dengan hilangnya gigi, terutama gigi-gigi molar;
tetapi GT tidak diperlukan jika masih ada sepuluh kontak oklusal. Mungkin ini benar dalam
hal ada kestabilan oklusi, tetapi akan menyebabkan stres pada sendi dan atrofi pada ridge
alveol karena kurang difungsikan. Tulang alveol dipertahankan bentuknya karena adanya
tarikan ligamentum periodontal; oleh karena itu, setelah pencabutan gigi, prosesus alveol
akan mengalami resorpsi karena kurang difungsikan. Penggunaan GT setelah pencabutan
gigi, lebih memiliki daya tekan daripada daya tarik, hal inilah yang menyebabkan resorpsi
tulang. Kekuatan dan massa otot mulut (jumlah unit motorik fungsional) menurun seiring
dengan proses menua. Dikatakan pula bahwa proses menua mengakibatkan kontraksi otot
bertambah panjang saat menutup mulut. Hal ini menyebabkan kerja sendi lebih kompleks.
Perubahan sendi temporomandibula Struktur dan fungsi jaringan konektif mengalami sintesis
dan degradasi makromolekul sel dan ekstraseluler secara kontinyu. Proses remodeling ini
adalah daptasi biologis terhadap lingkungan, yaitu respon stres biomekanis. Adaptasi
morfologi akan meminimalkan stres biomekanis.Sejak usia dewasa muda, tulang rahang terus
mengalami remodeling . Remodeling dianggap menyebabkan penebalan jaringan pada
permukaan sendi, misalnya produksi osteosit, sebagai respon terhadap perubahan lingkungan,
misalnya sebagai kompensasi gigi yang telah dicabut Sedangkan menurut Meikle kegagalan
menahan stres biomekanis menyebabkan degenerasi prematur jaringan fibrosa sendi seperti
resorpsi tulang subartikular.
Akibat proses menua, jaringan sendi mengalami reduksi sel yang progresif sehingga hanya
tersisa sedikit kondrosit dan fibroblas yang kemudian menjadi fibrokartilago. Akibatnya
terjadi penipisan meniskus sendi dan dapat mengalami artritis.
Remodeling terjadi pada bagian anterior dan posterior kondil, medial dan lateral eminensia
sendi, dan atap fossa glenoid. Derajat remodeling tidak berhubungan dengan usia tetapi
sangat berhubungan dengan kehilangan gigi. Soikkonen dkk pada penelitiannya mendapatkan
bahwa lebih dari 95% individu memberikan gambaran osteoartritis. Gambaran radiografik
kondil yang utama adalah sklerosis subkondral sehingga permukaan sendi menjadi rata
karena erosi dan celah sendi menjadi sempit. Secara histologis, terlihat bahwa stres mekanis
menyebabkan pemanjangan ligamen posterior meniskus, diikuti pergeseran ventromedial
yang menyebabkan tidak adekuatnya aliran darah sehingga terjadi iskemia di daerah tersebut
dan terjadi resorpsi tulang.
*ini aku gak dapat sumber jadi bingung.. aku ini dpt dr laporan kakting dan gak ada
keterangan sumber nya.. trus gmn ya? Maafkan hiks-__-