SKRIPSI
ANALISIS ASPEK PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM
JUAL BELI KAMBING DENGAN SISTEM OPER NOTA
(Studi Kasus di Kelurahan Hadimulyo Timur,
Kecamatan Metro Pusat, Kota Metro)
Oleh:
BANGUN AMANDA PUTRA
NPM. 1602090080
JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARI’AH
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI METRO
1442 H/2020 M
ii
ANALISIS ASPEK PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM
JUAL BELI KAMBING DENGAN SISTEM OPER NOTA
(Studi Kasus di Kelurahan Hadimulyo Timur,
Kecamatan Metro Pusat, Kota Metro)
Diajukan untuk Memenuhi Tugas dan Memenuhi Sebagian
Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Hukum (S.H.)
Oleh:
Bangun Amanda Putra
NPM. 1602090080
Pembimbing Akademik I : Drs. H. A. Jamil, M.Sy.
Pembimbing Akademik II : H. Nawa Angkasa, S.H., M.A.
JURUSAN HUKUM EKONOMI SYARI’AH
FAKULTAS SYARI’AH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI METRO
1442 H/2020 M
iii
iv
v
vi
ABSTRAK
ANALISIS ASPEK PERLINDUNGAN KONSUMEN DALAM
JUAL BELI KAMBING DENGAN SISTEM OPER NOTA
(Studi Kasus di Kelurahan Hadimulyo Timur,
Kecamatan Metro Pusat, Kota Metro)
Oleh:
Bangun Amanda Putra
NPM. 1602090080
Selain variatifnya bentuk akad dan cara pelaksanaan akad, dalam praktik
jual beli juga terdapat macam-macam cara pembayaran. Seiring dengan
berjalannya waktu, permasalahan maupun model jual beli semakin banyak dan
dalam pelaksanaannyapun berbeda-beda. Salah satunya adalah jual beli dengan
menggunakan sistem oper nota. Sistem jual beli seperti ini juga banyak dilakukan
oleh para penjual. Seperti halnya yang dilakukan oleh peternak atau penjual
kambing di Kelurahan Hadimulyo Timur, Kecamatan Metro Pusat, Kota Metro.
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimanakah perlindungan
konsumen dalam jual beli kambing dengan sistem oper nota di Kelurahan
Hadimulyo Timur, Kecamatan Metro Pusat, Kota Metro. Penelitian ini merupakan
penelitian lapangan (field research) yang bersifat deskriptif. Sumber data yang
digunakan peneliti merupakan sumber data primer dan sumber data sekunder.
Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah wawancara
dan dokumentasi. Teknik analisis data yang digunakan adalah analisis kualitatif
dengan menggunakan metode berpikir induktif.
Berdasarkan hasil penelitian, bahwa dalam hal aspek perlindungan
konsumen dalam jual beli kambing dengan sistem oper nota ini, dalam praktiknya
belum sepenuhnya dapat menjaga dan melindungi hak-hak konsumen, juga belum
sepenuhnya menjalankan aspek perlindungan hukum yang dimiliki oleh
konsumen itu sendiri. Masih ditemukan beberapa kasus yang dalam hal ini dapat
merugikan konsumen dan tidak sesuai dengan ketentuan dalam perlindungan
konsumen. Adapun dalam hal melindungi hak-hak yang dimiliki oleh konsumen,
peneliti telah melakukan analisa mengenai sumber-sumber hukum apa saja yang
dapat digunakan sebagai landasan untuk menegakkan perlindungan bagi
konsumen, seperti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen, tepatnya pada Pasal 4 ayat (1), ayat (2), ayat (4),
dan ayat (8) dan juga dalam Pasal 19. Selain itu, dalam hukum ekonomi syari’ah,
juga telah disingguh beberapa ketentuan mengenai perlindungan konsumen,
seperti yang tertuang dalam Pasal 38 dan Pasal 276 Kompilasi Hukum Ekonomi
Syari’ah (KHES).
vii
viii
ix
PERSEMBAHAN
Skripsi ini saya persembahkan untuk orang-orang yang telah memberikan
arti dan semangat hidup bagi saya, orang-orang yang memberikan motivasi, kritik,
serta saran dengan pengorbanan, kasih sayang, dan ketulusan hatinya. Oleh karena
itu, peneliti persembahkan ucapan terima kasih melalui Skripsi ini kepada:
1. Kedua Orang Tuaku Tercinta, yang selama ini selalu mendampingi proses
hidupnya dalam kondisi apa pun, yang selalu melimpahkan kasih sayang yang
sangat luar biasa, serta selalu mendo’akan untuk kesuksesanku, Ibu Tersayang
(Indrayati) dan Ayat Tersayang (R. Bangun Budi Santoso).
2. Kedua Adikku Tersayang (Bangun Aji Alfahri dan Bunga Safa Aulia), yang
selalu memberiku semangat dan menghiburku dalam keadaan apa pun dan
untuk Keluarga Besarku atas dukungannya.
3. Sahabat-Sahabat Tersayangku yang luar biasa memberikan semangat kepada
peneliti dalam penulisan Skripsi ini.
4. Almamater tercinta, Jurusan Hukum Ekonomi Syari’ah, Fakultas Syari’ah,
Institut Agama Islam Negeri Metro Angkatan 2016.
x
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Puji dan syukur peneliti panjatkan ke hadirat Allah SWT. atas taufiq dan
hidayah-Nya sehingga peneliti dapat menyelesaikan Skripsi ini. Penyusunan
Skripsi ini adalah sebagai salah satu dari persyaratan untuk menyelesaikan
pendidikan pada program Strata Satu (S-1), Jurusan Hukum Ekonomi Syari’ah,
Fakultas Syari’ah, Institut Agama Islam Negeri Metro, guna memperoleh gelar
Sarjana Hukum (S.H.). Upaya penyelesaian Skripsi ini, peneliti telah menerima
banyak bantuan dari berbagai pihak. Peneliti mengucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu Prof. Dr. Hj. Enizar, M.Ag., selaku Rektor Institut Agama Islam Negeri
Metro.
2. Bapak H. Husnul Fatarib, Ph.D., selaku Dekan Fakultas Syari’ah.
3. Bapak Sainul, S.H., M.A., selaku Ketua Jurusan Hukum Ekonomi Syari’ah.
4. Bapak Drs. H. A. Jamil, M.Sy., selaku Pembimbing Akademik I yang telah
memberikan bimbingan yang sangat berharga kepada peneliti.
5. Bapak H. Nawa Angkasa, S.H., M.A., selaku Pembimbing Akademik II yang
telah memberikan bimbingan yang sangat berharga kepada peneliti.
6. Ibu Nurhidayati, M.H., yang telah meluangkan waktu dan pikirannya untuk
menguji Skripsi ini guna membawa kualitas penelitian ke arah yang lebih
baik.
7. Bapak dan Ibu Dosen atau Karyawan Institut Agama Islam Negeri Metro yang
telah memberikan ilmu pengetahuan dan sarana serta prasarana selama peneliti
menempuh pendidikan.
8. Bapak Makmun, Bapak Ahmad, dan Bapak Ate selaku penjual kambing
dengan sistem oper nota di Kelurahan Hadimulyo Timur, Kecamatan Metro
Pusat, Kota Metro, Bapak Suhendi selaku pembeli kambing di Pekanbaru,
serta Bapak Erik dan Bapak Paidi selaku karyawan kulakan kambing di
Kelurahan Hadimulyo Timur, Kecamatan Metro Pusat, Kota Metro.
9. Teman-teman Jurusan Hukum Ekonomi Syari’ah, Fakultas Syari’ah, Institut
Agama Islam Negeri Metro Angkatan 2016.
10. Semua pihak yang telah membantu dalam penyelesaian Skripsi ini.
Kritik dan saran demi perbaikan Skripsi ini sangat diharapkan dan diterima
dengan lapang dada. Akhirnya, semoga Skripsi ini kiranya dapat bermanfaat bagi
pengembangan ilmu hukum ekonomi syari’ah.
Wassalamu’alaikum Wr. Wb.
Metro, November 2020
Peneliti,
Bangun Amanda Putra
NPM. 1602090080
xi
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ................................................................................................ i
HALAMAN JUDUL .................................................................................................. ii
HALAMAN NOTA DINAS ...................................................................................... iii
HALAMAN PERSETUJUAN.................................................................................. iv
HALAMAN PENGESAHAN .................................................................................... v
HALAMAN ABSTRAK ........................................................................................... vi
HALAMAN ORISINALITAS PENELITIAN ....................................................... vii
HALAMAN MOTTO ............................................................................................. viii
HALAMAN PERSEMBAHAN................................................................................ ix
HALAMAN KATA PENGANTAR .......................................................................... x
HALAMAN DAFTAR ISI ........................................................................................ xi
HALAMAN DAFTAR TABEL ............................................................................. xiii
HALAMAN DAFTAR LAMPIRAN ..................................................................... xiv
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
A. Latar Belakang Masalah .................................................................. 1
B. Pertanyaan Penelitian ....................................................................... 7
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian ....................................................... 7
1. Tujuan Penelitian ........................................................................ 7
2. Manfaat Penelitian ...................................................................... 7
D. Penelitian Relevan ............................................................................. 8
BAB II LANDASAN TEORI ............................................................................. 11
A. Jual Beli dalam Hukum Islam........................................................ 11
1. Pengertian Jual Beli .................................................................. 11
2. Dasar Hukum Jual Beli............................................................. 12
3. Rukun dan Syarat Jual Beli ..................................................... 13
4. Macam-Macam Jual Beli .......................................................... 14
5. Prinsip-Prinsip Jual Beli ........................................................... 15
B. Sistem Oper Nota ............................................................................. 17
1. Pengertian Sistem Oper Nota .................................................... 17
2. Dasar Hukum Sistem Oper Nota .............................................. 19
3. Kelebihan dan Kekurangan Sistem Oper Nota ....................... 21
C. Perlindungan Konsumen ................................................................ 23
1. Pengertian Perlindungan Konsumen ...................................... 23
2. Dasar Hukum Perlindungan Konsumen ................................. 26
3. Perlindungan Konsumen dalam Hukum Positif .................... 29
4. Perlindungan Konsumen dalam Hukum Ekonomi
Syari’ah ...................................................................................... 33
BAB III METODE PENELITIAN ..................................................................... 37
A. Jenis dan Sifat Penelitian ................................................................ 37
1. Jenis Penelitian .......................................................................... 37
xii
2. Sifat Penelitian ........................................................................... 37
B. Sumber Data .................................................................................... 38
1. Sumber Data Primer ................................................................. 38
2. Sumber Data Sekunder ............................................................. 39
C. Teknik Pengumpulan Data ............................................................. 39
1. Wawancara ................................................................................ 39
2. Dokumentasi .............................................................................. 40
D. Teknik Analisis Data ....................................................................... 41
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ................................... 42
A. Gambaran Umum mengenai Kelurahan Hadimulyo
Timur, Kecamatan Metro Pusat, Kota Metro .............................. 42
B. Jual Beli Kambing Dengan Sistem Oper Nota di
Kelurahan Hadimulyo Timur, Kecamatan Metro
Pusat, Kota Metro ........................................................................... 49
C. Analisis Aspek Perlindungan Konsumen dalam
Hukum Positif dan Hukum Ekonomi Syari’ah
terhadap Jual Beli Kambing dengan Sistem Oper
Nota ................................................................................................... 56
BAB V PENUTUP .............................................................................................. 68
A. Kesimpulan ...................................................................................... 68
B. Saran ................................................................................................. 69
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
xiii
DAFTAR TABEL
Tabel 4.1 Jumlah Penduduk Kelurahan Hadimulyo Timur, Kecamatan
Metro Pusat, Kota Metro Berdasarkan Jenis Kelamin .......................... 46
Tabel 4.2 Masyarakat Kelurahan Hadimulyo Timur, Kecamatan Metro
Pusat, Kota Metro Berdasarkan Agama ................................................ 47
Tabel. 4.3 Keadaan Sosial-Ekonomi Masyarakat Kelurahan Hadimulyo
Timur, Kecamatan Metro Pusat, Kota Metro Berdasarkan Mata
Pencaharian ............................................................................................ 47
Tabel 4.4 Keadaan Sarana dan Prasarana Umum di Kelurahan Hadimulyo
Timur, Kecamatan Metro Pusat, Kota Metro ....................................... 48
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
1. Surat Keterangan Pembimbing Skripsi.
2. Surat Izin Pra Survei.
3. Outline.
4. Alat Pengumpul Data.
5. Surat Izin Research.
6. Surat Tugas.
7. Surat Keterangan Bebas Pustaka.
8. Formulir Konsultasi Bimbingan Skripsi.
9. Dokumentasi.
10. Riwayat Hidup.
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Agama Islam merupakan agama yang rahmat bagi alam semesta.
Semua sisi dari kehidupan ini telah mendapatkan pengaturannya menurut
hukum Allah SWT, sehingga tepat jika dikatakan bahwa Islam bersifat
universal. Di sisi lain, manusia juga senantiasa berhubungan dengan
manusia lainnya, dalam bentuk mu’amalah. Baik dalam bidang harta
kekayaan maupun dalam hubungan kekeluargaan.1
Dalam kehidupan bermu’amalah, Islam telah memberikan garis
kebijaksanaan perekonomian yang jelas. Transaksi bisnis merupakan hal
yang sangat diperhatikan dan dimuliakan oleh Islam. Perdagangan yang
jujur sangat disukai oleh Allah SWT. dan Allah SWT. memberikan
rahmat-Nya kepada orang-orang yang berbuat demikian. Perdagangan bisa
saja dilakukan oleh individual atau perusahaan dan berbagai lembaga
tertentu yang serupa. Upaya mengantisipasi terjadi kecurangan-kecurangan
dalam jual beli, baik yang berbentuk eksploitasi, pemerasan, monopoli,
maupun bentuk kecurangan lainnya, tidak dibenarkan oleh ajaran agama
Islam karena hal tersebut jelas bertentangan dengan syari’at Islam.2
1 Muntatiah, “Jual Beli Ayam Potong dengan Sistem Oper Nota dalam
Perspektif Hukum Islam (Studi Kasus di Pasar Wangon, Kecamatan Wangon, Kabupaten
Banyumas),” Skripsi, (Purwokerto: Institut Agama Islam Negeri Purwokerto, 2016), 1. 2 Ibid., 2-3.
2
Di Indonesia pun telah dibuat peraturan-peraturan guna mencegah
terjadinya tindak kecurangan di dalam praktik jual beli dan juga untuk
dapat melindungi hak-hak yang dimiliki oleh konsumen.
Perlindungan hukum bagi konsumen di Indonesia tentunya telah di
atur di dalam beberapa peraturan yang ada. Dikarenakan perlindungan
konsumen ini sangat penting untuk menegakan suatu keadilan. Jika dilihat
dari peraturan yang ada saat ini, seperti dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,
pengertian perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin
adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.3
Dibuatnya peraturan mengenai perlindungan konsumen ini dengan tujuan
dan harapan agar hak-hak yang dimiliki oleh konsumen dapat terjaga dari
segala bentuk tindak kecurangan yang ada di dalam transaksi jual beli.
Adapun Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen dibentuk dengan tujuan:
1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen
untuk melindungi diri.
2. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara
menghindarkannya dari akses negatif pemakaian barang dan atau jasa.
3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan,
dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen.
3 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen, Pasal 1, ayat (1).
3
4. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur
kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk
mendapatkan informasi.
5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya
perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan
bertanggung jawab dalam berusaha.
6. Meningkatkan kualitas barang dan atau jasa yang menjamin
kelangsungan usaha produksi barang dan atau jasa, kesehatan,
kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.4
Dengan beberapa tujuan dibuatnya peraturan mengenai
perlindungan konsumen tersebut di atas, diharapkan dapat menjaga hak-
hak konsumen, terlebih lagi perkembangan jual beli saat ini sangat pesat,
model transaksinya pun beragam. Jika dilihat secara umum, maka jual beli
berarti proses tukar-menukar barang dengan barang atau barang dengan
harta.
Adapun jual beli (al-bai’) adalah salah satu bentuk dari
mu’amalah. Jual beli (al-bai’) dilihat secara etimologi atau bahasa adalah
pertukaran barang dengan barang (barter).5 Jual beli mengandung arti
menjual sekaligus membeli. Pengertian jual beli secara definitif yakni
tukar-menukar harta benda atau sesuatu yang diinginkan dengan sesuatu
4 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen Pasal 3. 5 Enang Hidayat, Fiqh Jual Beli, (Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2015), 9.
4
yang sepadan melalui cara tertentu yang bermanfaat.6 Beberapa Ulama
mendefinisikan jual beli, salah satunya adalah Imam Hanafi, beliau
menyatakan bahwa jual beli adalah tukar-menukar harta atau barang
dengan cara tertentu atau tukar-menukar sesuatu yang disenangi dengan
barang yang setara nilainya dan membawa manfaat bagi masing-masing
pihak.7
Menurut pengertian syari’at, yang dimaksud dengan jual beli
adalah pertukaran harta atas dasar saling rela atau memindahkan milik
dengan ganti yang dapat dibenarkan (yaitu berupa alat tukar yang sah).8
Jual beli juga telah dijelaskan di dalam Al-Qur’an, salah satunya pada
surat Al-Baqarah ayat 275:
ه ٱوأحل م لبيع ٱ لل بو ٱوحر لر “Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (QS. Al-
Baqarah (2): 275).9
Selain variatifnya bentuk akad dan cara pelaksanaan akad, dalam
praktik jual beli juga terdapat macam-macam cara pembayaran. Seiring
dengan berjalannya waktu, permasalahan maupun model jual beli semakin
banyak dan dalam pelaksanaannya pun berbeda-beda. Salah satunya
adalah jual beli dengan menggunakan sistem oper nota.
6 Mardani, Fiqh Ekonomi Syari’ah, (Jakarta: Kencana Prenada Media Grup,
2012), 4. 7 Imam Mustofa, Fiqh Muamalah Kontemporer, (Jakarta: Rajawali Pres, 2016),
21. 8 Suhrawardi K. Lubis, Hukum Ekonomi Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004),
128. 9 Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an Tajwid dan Terjemah,
(Bandung: CV. Penerbit Diponegoro, 2015), 47.
5
Sistem oper nota ini merupakan salah satu bentuk atau model
transaksi dalam praktik jual beli. Sistem seperti ini bisanya digunakan oleh
para penjual (kulakan) kepada pedagang-pedagang kecil lainnya. Sistem
oper nota adalah bentuk transaksi atau cara yang sering digunakan oleh
penjual manakala mereka menjual barang atau yang lainnya kepada
pedagang yang lainnya, dengan tidak menimbang atau mengukur kembali
barang tersebut, melainkan hanya memberikan notanya saja.10
Sistem jual beli seperti ini juga banyak dilakukan oleh para
penjual. Seperti halnya yang dilakukan oleh peternak atau penjual
kambing di Kelurahan Hadimulyo Timur, Kecamatan Metro Pusat, Kota
Metro.
Berdasarkan hasil pra survei yang telah peneliti lakukan terhadap
penjual (kulakan) kambing yang melakukan jual beli kambing dengan
sistem oper nota di Kelurahan Hadimulyo Timur, Kecamatan Metro Pusat,
Kota Metro, yaitu bapak Ahmad dan bapak Makmun, Menurut pemaparan
dari mereka selaku penjual (kulakan) kambing, mereka kerap menjual
kambing dengan menggunakan sistem oper nota. Biasanya, pembeli
berasal dari daerah lain yang nantinya akan dijual lagi kepada pedagang-
pedagang kecil tanpa melakukan penimbangan ulang terhadap kambing.
Menurut pemaparan dari mereka, sistem oper nota adalah cara atau model
transaksi dalam perdagangan di mana distributor tidak membuat nota baru
10 Muntatiah, “Jual Beli Ayam Potong dengan Sistem Oper Nota dalam
Perspektif Hukum Islam (Studi Kasus di Pasar Wangon, Kecamatan Wangon, Kabupaten
Banyumas).,” 6.
6
lagi, melainkan tetap menggunakan nota yang telah dibuat atau ditentukan
oleh penjual pertama. Dalam hal ini, contohnya penjual kambing menjual
kambing yang telah dinota (berat kambing) kepada distributor, lalu
distributor menjual lagi kambing tersebut kepada konsumen tanpa
menimbang ulang kambing (tanpa membuat nota baru), sedangkan
harganya dinaikan dari harga awal. Dikarenakan para penjual kambing
(distributor) tersebut enggan menanggung risiko untuk menimbang
kembali berat kambing yang ia beli dari pusat penjual (kulakan) kambing,
sehingga mereka menggunakan sistem oper nota.11
Dengan menggunakan sistem transaksi model oper nota ini, dapat
dikatakan, bahwa bisa saja terdapat konsumen yang merasa dirugikan
dengan penggunaan model transaksi seperti ini, karena berat kambing
tersebut jika dilakukan penimbangan ulang, maka akan mengalami susut
beratnya. Jadi, bisa saja, ada hak-hak konsumen yang tidak terpenuhi,
sehingga diperlukannya aspek-aspek perlindungan hukum atau
perlindungan konsumen untuk melindungi konsumen.
Berangkat dari latar belakang masalah di tersebut di atas, maka
peneliti tertarik untuk melakukan penelitian berbentuk karya ilmiah
berbentuk Skripsi dengan judul: “ANALISIS ASPEK PERLINDUNGAN
KONSUMEN DALAM JUAL BELI KAMBING DENGAN SISTEM
OPER NOTA (Studi Kasus di Kelurahan Hadimulyo Timur, Kecamatan
Metro Pusat, Kota Metro)”.
11 Wawancara, dengan Bapak Ahmad dan Bapak Makmun selaku Penjual
(Kulakan) Kambing, pada 20 Oktober 2019.
7
B. Pertanyaan Penelitian
Bertolak dari latar belakang masalah yang telah dikemukakan
tersebut di atas, peneliti merumuskan permasalahan dalam penelitian ini,
yaitu bagaimanakah perlindungan konsumen dalam jual beli kambing
dengan sistem oper nota di Kelurahan Hadimulyo Timur, Kecamatan
Metro Pusat, Kota Metro?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui bagaimanakah perlindungan konsumen
dalam jual beli kambing dengan sistem oper nota di Kelurahan
Hadimulyo Timur, Kecamatan Metro Pusat, Kota Metro.
2. Manfaat Penelitian
Adapun penelitian ini dilakukan dengan harapan agar:
a. Manfaat Teoritis
Penelitian ini dapat bermanfaat memberikan sumbangan
pemikiran bagi pengembangan ilmu, khususnya pada perlindungan
konsumen dalam jual beli kambing dengan sistem oper nota.
b. Manfaat Praktis
Penelitian ini dapat memberikan pengetahuan dan bahan
informasi bagi pelaku usaha yang menerapkan praktik jual beli
kambing dengan sistem oper nota serta memberikan kejelasan
tentang perlindungan konsumen dalam jual beli kambing dengan
sistem oper nota.
8
D. Penelitian Relevan
Peneliti mengutip yang terkait dengan persoalan yang akan diteliti
sehingga akan terlihat dari sisi mana peneliti membuat suatu karya ilmiah.
Di samping itu, terlihat suatu perbedaan tujuan yang dicapai. Mengenai hal
tersebut, peneliti telah melakukan penelitian mengenai sumber yang
mempunyai relevansi dengan yang peneliti lakukan. Adapun hasil
penelitian relevan yang peneliti lakukan adalah sebagai berikut:
1. Penelitian yang dilakukan oleh Muntatiah dengan judul: “JUAL BELI
AYAM POTONG DENGAN SISTEM OPER NOTA DALAM
PERSPEKTIF HUKUM ISLAM (Studi Kasus di Pasar Wangon,
Kecamatan Wangon, Kabupaten Banyumas)”.12
Di dalam penelitian
ini, membahas mengenai bagaimana jual beli ayam potong dengan
sistem oper nota. Sedangkan di dalam karya ilmiah yang peneliti
lakukan, tidak membahas mengenai objeknya, melainkan peneliti
membahas mengenai perlindungan konsumen dalam jual beli dengan
sistem oper nota. Oleh sebab itu, membuat fokus kajiannya berbeda.
2. Penelitian yang dilakukan oleh Khaerunnisa yang berjudul: “STUDI
KOMPARATIF ANTARA HUKUM ISLAM DAN UNDANG-
UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 8 TAHUN 1999
TENTANG PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP JUAL
BELI AYAM POTONG DENGAN SISTEM OPER NOTA (Studi di
12 Muntatiah, “Jual Beli Ayam Potong dengan Sistem Oper Nota dalam
Perspektif Hukum Islam (Studi Kasus di Pasar Wangon, Kecamatan Wangon, Kabupaten
Banyumas),” Skripsi, (Purwokerto: Institut Agama Islam Negeri Purwokerto, 2016).
9
Pasar Baru Anyer, Kecamatan Anyer)”.13
Di dalam penelitian ini,
menjelaskan tentang bagaimana sistem jual beli ayam potong dengan
sistem oper nota di Pasar Baru Anyer. Di sini juga membahas
mengenai tinjauan hukum Islam terhadap jual beli ayam potong
dengan sistem oper nota. Yang membedakan dengan penelitian yang
sedang peneliti lakukan ini adalah selain dari objek kajiannya, juga
peneliti memfokuskan kajiannya pada perlindungan konsumen dan
bagaimanakah aspek perlindungan konsumen, sedangkan penelitian
yang dibuat oleh Khaerunnisa membahas mengenai studi komparatif
antara hukum Islam dan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
3. Penelitian yang dilakukan oleh Hari Widianto dengan judul:
“TINJAUAN HUKUM ISLAM TERHADAP JUAL BELI KAMBING
ANTARA PEMASOK DAN PEDAGANG (Studi Kasus di Kios Al-
Hajj, Godean, Yogyakarta)”.14
Di dalam penelitian ini, membahas
persoalan terkait bagaimana tinjauan hukum Islam terhadap proses jual
beli antara pihak pemasok dengan pihak pedagang, dan bagaimana
tinjauan hukum Islam terhadap penyelesaian risiko apabila kambing
tidak laku, sakit, dan atau mati. Di penelitian ini, membahas tentang
13 Khaerunnisa, “Studi Komparatif antara Hukum Islam dan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen terhadap Jual
Beli Ayam Potong dengan Sistem Oper Nota (Studi di Pasar Baru Anyer, Kecamatan
Anyer),” Skripsi, (Banten: Universitas Islam Negeri Maulana Hasanuddin, 2019). 14
Hari Widianto, “Tinjauan Hukum Islam terhadap Jual Beli Kambing antara
Pemasok dan Pedagang (Studi Kasus di Kios Al-Hajj, Godean, Yogyakarta),” Skripsi,
(Yogyakarta: Universitas Islam Negeri Sunan Kalijaga, 2014).
10
jual beli kambing qurban antara pedagang dengan pemasok. Ada akad
yang mengharuskan pihak pembeli atau penjual harus mengembalikan
kambing yang tidak laku kepada pihak pemasok dengan tambahan
biaya Rp.50.000,- per ekor. Sedangkan dalam penelitian yang peneliti
lakukan ini tidak membahas tentang akad yang demikian, melainkan
mengenai bagaimana perlindungan konsumen dalam jual beli kambing
dengan sistem oper nota.
Setelah melakukan penelusuran terhadap penelitian-penelitian
terdahulu, baik itu yang membahas mengenai pelaksanaan jual beli, baik
yang bersifat literatur ataupun studi kasus, maka penelitian yang peneliti
angkat dan dijadikan judul Skripsi ini adalah tentang perlindungan
konsumen dalam jual beli kambing dengan sistem oper nota, maka dapat
disimpulkan bahwa belum peneliti jumpai penelitian seperti ini.
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Jual Beli dalam Hukum Islam
1. Pengertian Jual Beli
Jual beli secara bahasa yaitu mutlaq al-mubadalah, yang berarti
tukar-menukar secara mutlak. Dengan kata lain, muqabalah syai’ bi
syai’, yang artinya tukar-menukar sesuatu dengan sesuatu.15
Adapun definisi jual beli secara istilah diungkapkan oleh Para
Ulama sebagai berikut:
a. Hanafiyah
مبادلة شيئ مرغوب فيو بثلو.“Saling tukar-menukar sesuatu yang disenangi dengan yang
semisalnya.”
b. Malikiyah
عقد معاوضة على غي منافع.“Akad saling tukar-menukar terhadap selain manfaat.”
c. Syafi’iyah
فعة على التأبيد. عقد معاوضة يفيد ملك عي أو من “Akad saling tukar-menukar yang bertujuan memindahkan
kepemilikan barang atau manfaatnya yang bersifat abadi.”
d. Hanabilah
مبادلة المال بلمال تليكا.
15 Rozalinda, Fikih Ekonomi Syariah, (Jakarta: Rajawali Pers, 2017), 63.
12
“Saling tukar-menukar harta dengan harta dengan tujuan
memindahkan kepemilikan.”16
Jual beli menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah
(KHES), yakni jual beli antara benda dengan benda, atau pertukaran
benda dengan uang.17
Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, maka dapat dipahami,
bahwa jual beli adalah sebuah kegiatan tukar-menukar harta dengan
harta, biasanya berupa barang dengan uang yang dilakukan secara suka
sama suka dengan dengan cara-cara tertentu yang bertujuan untuk
memindahkan kepemilikan.
2. Dasar Hukum Jual Beli
Jual beli sebagai sarana tolong-menolong antara sesama umat
manusia mempunyai landasan yang kuat dalam Al-Qur’an dan As-
Sunnah. Terdapat sejumlah ayat Al-Qur’an yang berbicara mengenai
jual beli,18
di antaranya dalam surat Al-Baqarah ayat 275 berikut:
ه ٱوأحل م لبيع ٱ لل بو ٱوحر لر
“Allah telah menghalalkan jual beli dan mengharamkan riba.” (QS.
Al-Baqarah (2): 275).19
Adapun dasar hukum jual beli dalam As-Sunnah di antaranya
adalah sebagai berikut:
16 Enang Hidayat, Fiqh Jual Beli., 11-12.
17 Pusat Pengkajian Hukum Islam dan Masyarakat Madani (PPHIMM),
Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah, (Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009),
15. 18
Nasrun Haroen, Fiqh Mu’amalah, (Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007), 113. 19
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an Tajwid dan Terjemah.,
47.
13
النب ص.م.: اي الكسب أطيب؟ ف قال: عمل الرجل بيده وكل سئل ب يع مب رور. )رواه البزار و صححو الحكم عن رفاعة ابن الرافع(.
“Nabi SAW. ditanya tentang mata pencaharian yang paling baik.
Beliau menjawab: “Seseorang bekerja dengan tangannya dan setiap
jual beli yang mabrur.” (HR. Bajjar, Hakim menyahihkannya dari
Rifa’ah ibn Rafi’).20
Adapun dalil Ijma’ adalah bawah Ulama sepakat mengenai
halalnya jual beli dan haramnya riba berdasarkan ayat dan hadits
tersebut di atas.21
Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, maka dapat dipahami,
bahwa sesungguhnya kebutuhan manusia yang berhubungan dengan
apa yang ada di tangan sesamanya tidak ada jalan lain untuk saling
timbal-balik kecuali dengan melakukan akad jual beli. Maka, akad jual
beli ini menjadi perantara kebutuhan manusia dapat terpenuhi.
3. Rukun dan Syarat Jual Beli
Menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah (KHES), rukun
jual beli ada tiga, yaitu:
a. Pihak-pihak.
b. Objek.
c. Kesepakatan.22
Suatu jual beli tidak sah apabila tidak terpenuhi dalam suatu
akad tujuh syarat, yaitu:
20 Rachmat Syafe’i, Fiqh Mu’amalah, (Bandung: Pustaka Setia, 2001), 75.
21 Mardani, Fiqh Ekonomi Syari’ah., 104.
22 Pusat Pengkajian Hukum Islam dan Masyarakat Madani (PPHIMM),
Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah., 30-31.
14
a. Saling rela antara kedua belah pihak.
b. Pelaku akad adalah orang yang dibolehkan melakukan akad, yaitu
orang yang telah balig, berakal, dan mengerti.
c. Harta yang menjadi objek transaksi telah dimiliki sebelumnya oleh
kedua belah pihak.
d. Objek transaksi adalah barang yang dibolehkan agama.
e. Objek transaksi adalah barang yang biasa diserahterimakan.
f. Objek jual beli diketahui oleh kedua belah pihak saat akad.
g. Harga harus jelas saat transaksi.23
Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, maka dapat dipahami,
bahwa suatu jual beli dapat dikatakan sah apabila memenuhi syarat-
syarat tersebut di atas.
4. Macam-Macam Jual Beli
Jual beli berdasarkan pertukarannya secara umum dibagi
menjadi empat macam, yaitu:
a. Jual beli salam (pesanan).
b. Jual beli muqayadhah (barter).
c. Jual beli muthlaq.
d. Jual beli alat penukar dengan alat penukar.24
Jual beli berdasarkan segi harga dibagi menjadi empat macam,
yaitu:
a. Jual beli yang menguntungkan (al-murabahah).
23 Mardani, Fiqh Ekonomi Syari’ah., 104-105.
24 Rachmat Syafe’i, Fiqh Mu’amalah., 101.
15
b. Jual beli yang tidak menguntungkan (at-tauliyah).
c. Jual beli rugi (al-khasarah).
d. Jual beli al-musawah.25
Berdasarkan beberapa penjelasan di atas, maka dapat dipahami,
bahwa jual beli dibagi menjadi beberapa macam, yaitu jual beli
berdasarkan pertukarannya dan jual beli berdasarkan segi harga,
sehingga jual beli tidak hanya memiliki satu model saja, melainkan
memiliki banyak macam.
5. Prinsip-Prinsip Jual Beli
Prinsip-prinsip jual beli di antaranya sebagai berikut:
a. Prinsip Halal
Alasan mencari rezeki dengan cara yang halal, yaitu:
1) Karena Allah SWT. memerintahkan untuk mencari rezeki
dengan jalan yang halal.
2) Pada harta yang halal mengandung keberkahan.
3) Pada harta yang halal mengandung manfaat dan maslahat yang
agung bagi manusia.
4) Pada harta yang halal akan membawa pengaruh positif bagi
perilaku manusia.
5) Pada harta yang halal melahirkan pribadi yang istiqomah, yakni
yang selalu berada dalam kebaikan, kesalehan, ketakwaan,
keikhlasan, dan keadilan.
25 Ibid., 101-102.
16
6) Pada harta yang halal akan membentuk pribadi yang zahid,
wira’i, qana’ah, santun, dan suci dalam segala tindakan.
7) Pada harta yang halal akan melahirkan pribadi yang tasamuh,
berani menegakan keadian, dan membela yang benar.
b. Prinsip Maslahat
Maslahat adalah sesuatu yang ditunjukkan oleh dalil
tertentu yang membenarkan atau membatalkannya atas segala
tindakan manusia dalam rangka mencapai tujuan syara’, yaitu
memelihara agama, jiwa, akal, harta, dan keturunan..
c. Prinsip Ibadah
Berbagai jenis mu’amalah hukum dasarnya adalah boleh,
sampai diketemukan dalil yang melarangnya. Namun demikian,
kaidah-kaidah umum yang berkaitan dengan mu’amalah tersebut
harus diperhatikan dan dilaksanakan. Kaidah-kaidah umum yang
harus ditetapkan syara’ tersebut di antaranya:
1) Mu’amalah yang dilakukan oleh seorang Muslim harus dalam
rangka mengabdi kepada Allah SWT. dan senantiasa berprinsip
bahwa Allah SWT. selalu mengontrol dan mengawasi
tindakannya.
2) Seluruh tindakan mu’amalah tidak terlepas dari nilai-nilai
kemanusiaan dan dilakukan dengan mengetengahkan akhlak
terpuji sesuai dengan kedudukan manusia sebagai khalifah
Allah SWT. di bumi.
17
3) Melakukan pertimbangan atas kemaslahatan pribadi dan
kemaslahatan masyarakat.26
Berdasarkan penjelasan tersebut di atas, dapat dipahami, bahwa
dalam jual beli terdapat beberapa prinsip, seperti prinsip halal yang
dikatakan sebagai prinsip halal karena Allah SWT. memerintahkan
untuk mencari rezeki dengan jalan yang halal, prinsip maslahat yaitu
sesuatu yang ditunjukan oleh dalil tertentu, dan juga prinsip ibadah
(boleh) karena pada dasarnya berbagai jenis mu’amalah hukum
dasarnya adalah boleh.
B. Sistem Oper Nota
1. Pengertian Sistem Oper Nota
Sistem menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia adalah
perangkat unsur yang secara teratur saling berkaitan satu sama lain
sehingga membentuk sebuah totalitas, atau susunan yang teratur dari
pandangan, teori, asas, dan sebagainya, dan atau metode.27
Sistem pada
dasarnya adalah sekelompok unsur yang erat berhubungan dengan
lainnya, yang berfungsi bersama-sama untuk mencapai tujuan tertentu.
Sedangkan pengertian oper nota adalah suatu model transaksi
yang sering kali digunakan oleh para penjual manakala mereka ingin
menjual barang dagangannya kepada pedagang yang lain, dengan
mengambil keuntungan. Namun, berat barang dagangan tersebut tidak
ditimbang ulang kembali. Dikarenakan para pedagang enggan
26 Mardani, Fiqh Ekonomi Syari’ah., 179.
27 https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/sistem, diakses pada 05 Februari 2020.
18
menanggung risiko untuk menimbang ulang berat barang dagangan
yang ia beli dari pusat penjualan (kulakan), sehingga mereka
menggunakan model transaksi oper nota.28
Jika dilihat dari bentuk pengertian dan praktiknya, maka oper
nota ini dapat dikatakan sistemnya menyerupai akad salam,
dikarenakan di dalam oper nota ini biasanya menggunakan cara pesan
antar dalam pelaksanaannya. Terlebih lagi, belum ada pendapat ahli
yang menerangkan secara jelas mengenai apa pengertian mengenai
oper nota ini. Jadi menurut peneliti, dapat dikatakan, bahwa oper nota
ini adalah model jual beli yang dilakukan dengan sistem pesanan,
biasanya pembayaran dilakukan di muka, sementara barang diserahkan
di waktu kemudian. Kemiripan antara sistem Oper Nota dan akad
salam ini, dapat dilihat salah satunya dari Kompilasi Hukum Ekonomi
Syari’ah (KHES) yaitu pada Pasal 20 ayat (34), mengenai akad salam.
Dijelaskan bahwa salam adalah jasa pembiayaan yang berkaitan
dengan jual beli yang pembayarannya dilakukan bersama dengan
pemesanan barang.29
Berdasarkan dari penjelasan tersebut di atas, maka dapat
dipahami, bahwa kemiripan Sistem Oper Nota ini dengan akad salam
yaitu salah satunya karena Sistem Oper Nota ini adalah metode atau
28 Khaerunnisa, “Studi Komperatif antara Hukum Islam dan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen terhadap Jual
Beli Ayam Potong dengan Sistem Oper Nota (Studi di Pasar Baru Anyer Kecamatan
Anyer).,” 54. 29
Pusat Pengkajian Hukum Islam dan Masyarakat Madani (PPHIMM),
Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah., 19.
19
bentuk jual beli yang digunakan oleh para penjual di mana mereka
menjual barang dagangannya kepada pedagang lain dengan cara pesan
antar. Yang biasanya pembayaran juga dilakukan diawal atau
bersamaan dengan pemesanan barang.
Lalu selanjutnya juga dapat dilihat dari KHES pasal 103, yaitu
pembayaran barang dalam bai’ salam dapat dilakukan pada waktu dan
tempat yang disepakati, dalam hal ini juga memiliki kesamaan dengan
sistem Oper Nota, karena dalam praktiknya sistem Oper Nota ini juga
penjual dan pembelinya melakukan pembayaran pada waktu dan
tempat yang disepakati.
2. Dasar Hukum Sistem Oper Nota
Dalam praktiknya, jual beli dalam bentuk apa pun tentunya
harus memiliki dasar hukum, untuk menjaga dari hal- hal yang tidak
diinginkan dan untuk melindungi dari tindak kecurangan. Tentunya,
jual beli dengan metode sistem oper nota ini juga memiliki dasarnya.
Sistem oper nota apabila dilihat dari bentuk pengertiannya,
maka salah satunya adalah dengan cara pesan antar, dikarenakan
biasanya pedagang menghubungi dan memesan terlebih dahulu kepada
kulakan-nya, lalu setelahnya barang akan dikirim. Berdasarkan
penjelasan tersebut, maka dapat dipahami, bahwa ada kemiripan antara
20
oper nota dengan akad salam. Oleh karena itu, dasar hukumnya dapat
digunakan seperti akad salam,30
yaitu terdapat pada:
a. Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 05/DSN-MUI/IV/2000,
tentang Jual Beli Salam
Dalam fatwa ini, menjelaskan tentang beberapa hal, salah
satunya adalah tentang ketentuan pembayaran:
1) Alat bayar harus diketahui jumlah dan bentuknya, baik berupa
uang, barang, atau manfaat.
2) Pembayaran harus dilakukan pada saat kontrak disepakati.
3) Pembayaran tidak boleh dalam bentuk pembebasan hutang.
Dari penjelasan diatas, dapat dipahami bahwa dalam
praktinya harus sesuai dengan ketentuan-ketentuan ini seperti
alat pembayaran harus diketahui jumlah dan bentuknya, lalu
pembayaran harus dilakukan pada saat kontrak disepakati dan
juga pembayaran tidak boleh dalam bentuk pembebasan
hutang.
Selain itu, dalam fatwa ini juga menerangkan mengenai
ketentuan tentang barang:
1) Harus jelas ciri-cirinya dan dapat diakui sebagai hutang.
2) Harus dapat dijelaskan spesifikasinya.
3) Penyerahannya dilakukan kemudian.
30 Mardani, Fiqh Ekonomi Syari’ah, 117.
21
4) Waktu dan tempat penyerahan barang harus ditetapkan
berdasarkan kesepakatan.
5) Pembeli tidak boleh menjual barang sebelum menerimanya.
6) Tidak boleh menukar barang, kecuali dengan barang sejenis
sesuai kesepakatan.31
Jadi, dalam fatwa ini, telah dijelaskan mengenai beberapa
ketentuan dalam pelaksaan maupun praktinya, seperti ketentuan
tentang pembayaran dan ketentuan tentang barang itu sendiri.
b. Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah (KHES) Pasal 101-Pasal 103
tentang Syarat-Syarat Akad Salam
Dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah (KHES) juga
telah dijelaskan mengenai ketentuan-ketentuan yang berlaku,
seperti pada dalam Pasal 101:
1) Bai’ salam dapat dilakukan dengan syarat kualitas dan
kuantitas barang sudah jelas.
2) Kuantitas barang dapat diukur dengan takaran atau timbangan
dan atau meteran.
3) Spesifikasi barang yang dipesan harus diketahui secara
sempurna oleh para pihak.32
Selain itu, juga ada Pasal 102 Kompilasi Hukum Ekonomi
Syari’ah (KHES) yang menyebutkan, bahwa bai’ salam harus
31 Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 05/DSN-MUI/IV/2000, tentang Jual
Beli Salam. 32
Pusat Pengkajian Hukum Islam dan Masyarakat Madani (PPHIMM),
Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah., 42.
22
memenuhi syarat bahwa barang yang dijual, waktu, dan tempat
penyerahan dinyatakan dengan jelas. Juga dijelaskan dalam Pasal
103 Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah (KHES) yang berbunyi
pembayaran barang dalam bai’ salam dapat dilakukan pada waktu
dan tempat yang disepakati.33
Berdasarkan beberapa ketentuan-ketentuan yang telah
dijelaskan tersebut di atas, maka dapat dipahami, bahwa dalam
praktiknya, jual beli salam harus memenuhi syarat-syarat serta
ketentuan yang berlaku, misalnya syarat kualitas dan kuantitas barang
harus jelas dan juga kuantitas barang dapat diukur dengan takaran.
3. Kelebihan dan Kekurangan Sistem Oper Nota
Dalam suatu bentuk atau model transaksi, tentunya pasti
memiliki berbagai kelebihan maupun kelemahan tersendiri, tidak
terkecuali juga di dalam jual beli dengan menggunakan sistem oper
nota. Adapun kelebihan maupun kekurangan dari sistem oper nota ini,
di antaranya:
a. Kelebihan Sistem Oper Nota
Dalam sistem oper nota ini, tentunya memiliki beberapa
kelebihan di dalam praktiknya, seperti:
1) Jelas sifat barangnya.
2) Jelas tempat penyerahannya.
3) Barangnya harus sampai sesuai dengan waktu yang ditentukan.
33 Ibid., 43.
23
4) Kualitas dan kuantitas barang sudah jelas.
5) Tidak perlu datang langsung ketempat penjualnya (kulakan).
b. Kekurangan Sistem Oper Nota
Selain dari kelebihannya, sistem oper nota ini juga
memiliki berbagai macam kekurangan di dalam praktiknya, seperti:
1) Dapat terjadi kerusakan terhadap barang di dalam pengiriman.
2) Kualitas barang dapat menurun apabila pengirimannya
membutuhkan waktu yang lama.
3) Biasanya, melakukan pembayaran uang muka terlebih dahulu.
4) Dapat digunakan untuk menekan harga kepada penjual.
5) Bisa terjadi kecacatan terhadap barang.
6) Karena barang dalam salam dibayar di muka, maka nasabah
dapat lalai setelah menerima pembayaran.
7) Dalam kasus barang yang berbeda dan kondisinya, mungkin
terdapat perselisihan mengenai harga, kualitas, dan kuantitas.
8) Barang-barang yang cacat dapat pula diserahkan.
9) Karena sifat dasar kontrak (akad) salam adalah pembelian atas
barang di muka, harga komoditas bisa lebih rendah dari harga
pasar atau harga yang tadinya diharapkan atau dianggap sesuai
dengan harga pasar pada saat penyerahan.34
Bardasarkan dari penjelasan tersebut di atas, maka dapat
dipahami, bahwa di dalam praktikya, sistem oper nota memiliki
34 http://ardanayudhistira.blogspot.com, diakses pada tanggal 06 Juli 2020.
24
beberapa kelebihan maupun kelemahan di dalamnya, seperti bisa
terjadi kecacatan terhadap barang dan juga waktu pengiriman yang
terlambat.
C. Perlindungan Konsumen
1. Pengertian Perlindungan Konsumen
Perlindungan dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia berarti
tempat berlindung; hal (perbuatan). Perlindungan juga berarti proses,
cara perbuatan yang melindungi.35
Sedangkan kata konsumen berasal
dari kata dalam bahasa Inggris, yakni consumer, atau dalam bahasa
Belanda yakni consument. Konsumen secara harfiah adalah orang yang
memerlukan, membelanjakan, atau menggunakan; pemakai atau
pembutuh.
Pengertian tentang konsumen secara yuridis telah diletakkan
dalam pelbagai peraturan perundang-undangan, seperti Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen, pada Pasal 1, ayat (1), merumuskan bahwa
konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan atau jasa yang
tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri,
keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk
diperdagangkan.36
Pengertian konsumen tersebut di atas lebih luas bila
35 Haifa Nadira, “Perlindungan Konsumen menurut Hukum Islam (Studi Kasus
terhadap Pertanggungan Ganti Rugi pada Doorsmeer Banda Aceh),” Skripsi, (Banda
Aceh: Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Darussalam, 2018), 1-2. 36
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen Pasal 1, ayat (1).
25
dibandingkan dengan rancangan undang-undang perlindungan
konsumen lainnya, yaitu dalam rancangan undang-undang
perlindungan konsumen yang diajukan oleh Yayasan Lembaga
Konsumen Indonesia (YLKI), yang menentukan bahwa, konsumen
adalah pemakai barang atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, bagi
kepentingan diri sendiri atau keluarganya atau orang lain yang tidak
untuk diperdagangkan kembali.37
Oleh karena itu, dapat diketahui,
bahwa pengertian konsumen dalam undang-undang tersebut di atas,
lebih luas daripada pengertian konsumen pada rancangan undang-
undang perlindungan konsumen yang telah disebutkan di atas, karena
dalam undang-undang tersebut juga meliputi pemakaian barang untuk
kepentingan makhluk hidup.
Para ahli hukum pada umumnya sepakat mengartikan
konsumen sebagai pemakai produksi terakhir dari benda dan jasa.
Dengan rumusan itu, Hondius membedakan antara konsumen bukan
pemakai akhir (konsumen antara) dan konsumen pemakai akhir.
Konsumen dalam arti luas mencakup kedua kriteria itu, sedangkan
konsumen pemakai dalam arti sempit hanya mengacu pada konsumen
pemakai terakhir.38
37 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen, (Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 2004), 5. 38
Mangelek Sangap Alefdo Dodex, “Perlindungan Konsumen terkait Harga
Menu Makanan yang Tidak Dicantumkan Pelaku Usaha Kuliner (Studi Usaha Kuliner di
Kecamatan Gunung Pati),” Skripsi, (Semarang: Universitas Negeri Semarang, 2017), 20.
26
Adapun pengertian dari perlindungan konsumen menurut
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen, pada Pasal 1, ayat (1) ini adalah segala upaya
yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan
kepada konsumen.39
Rumusan pengertian perlindungan konsumen
yang terdapat dalam pasal tersebut di atas cukup memadai. Kalimat
“segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum”, diharapkan
sebagai benteng untuk meniadakan tindakan sewenang-wenang yang
merugikan.40
Kepastian Hukum dimaksudkan untuk memberikan
perlindungan kepada konsumen dengan meningkatkan harkat dan
martabat konsumen serta membuka akses informasi tentang barang dan
atau jasa baginya, dan menumbuhkan sikap pelaku usaha yang jujur
dan bertanggung jawab.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat dipahami,
bahwa perlindungan konsumen adalah segala upaya yang menjamin
adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada
konsumen.
2. Dasar Hukum Perlindungan Konsumen
Perlindungan hukum bagi konsumen di Indonesia tentunya
telah diatur di dalam beberapa peraturan yang ada, dikarenakan
perlindungan konsumen ini sangat penting untuk menegakan keadilan.
39 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen Pasal 1, ayat (1). 40
Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen., 1.
27
Sekalipun peraturan perudang-undangan itu tidak khusus diterbitkan
untuk konsumen atau perlindungan konsumen, setidak-tidaknya ia
merupakan sumber dari hukum konsumen dan atau hukum
perlindungan konsumen. Beberapa di antaranya sebagai berikut:
a. Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Hukum perlindungan kosumen mendapatkan landasan
hukumnya pada Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia
Tahun 1945, Pembukaan Alinea Keempat yang berbunyi:
“Kemudian daripada itu, untuk membentuk suatu Pemerintahan
Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia”.
Umumnya, sampai saat ini orang bertumpu pada kata “segenap
bangsa” sehingga ia diambil sebagai asas tentang persatuan seluruh
bangsa Indonesia (asas persatuan bangsa). Akan tetapi, di samping
itu, dari kata “melindungi”, di dalamnya terkandung pula asas
perlindungan hukum pada segenap bangsa tersebut. Perlindungan
hukum pada segenap bangsa itu tentulah bagi segenap bangsa tanpa
kecuali. Juga, perlindungan konsumen telah diatur secara jelas di
dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen.
b. Dalam Hukum Perdata
Dimaksudkan bahwa hukum perdata dalam arti luas,
termasuk hukum perdata, hukum dagang, serta kaidah-kaidah
keperdataan yang termuat dalam berbagai peraturan perundang-
28
udangan lainnya. Kesemuanya itu, baik dalam hukum tertulis
maupun hukum perdata tidak tertulis (hukum adat). Kaidah-kaidah
hukum perdata umumnya termuat dalam Kitab Undang- Undang
Hukum Perdata (KUHPerdata). Contohnya, yang diataur dalam
pasal 1481, Pasal 1482, dan Pasal 1483.41
Agar segala upaya dapat memberikan jaminan akan kepastian
hukum, ukurannya secara kualitatif ditentukan dalam undang-undang
perlindungan konsumen dan undang-undang yang lainnya yang juga
dimaksudkan dan masih berlaku untuk memberikan perlindungan
konsumen, baik dalam bidang hukum privat (perdata) maupun bidang
hukum publik (hukum pidana dan hukum administrasi negara).
Keterlibatan berbagai disiplin ilmu di atas, memperjelas kedudukan
hukum perlindungan konsumen berada dalam kajian hukum ekonomi.
Hukum ekonomi yang dimaksudkan dalam hal ini adalah keseluruhan
kaidah hukum administrasi negara yang membatasi hak-hak individu,
yang dilindungi atau dikembangkan oleh hukum perdata.
Selain beberapa peraturan di atas, perlindungan konsumen juga
didasarkan pada sejumlah asas yang telah diyakini dapat memberikan
arahan dalam praktiknya. Berdasarakan adanya asas dan tujuan yang
jelas, diharapkan hukum perlindungan konsumen memiliki dasar
pijakan yang benar-benar kuat. Jika dilihat dari Undang-Undang
41 Muhammad Khadafi, “Perlindungan Hukum terhadap Konsumen dalam
Transaksi E-Commerce (Studi Kasus E-Commerce melalui Sosial Media Instagram),”
Skripsi, (Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2016), 26-27.
29
Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen pada Pasal 2,
ada beberapa asas perlindungan konsumen diantaranya:
a. Asas Manfaat
Maksud asas ini adalah untuk mengamanatkan bahwa
segala upaya dalam penyelenggaran perlindungan konsumen harus
memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen
dan pelaku usaha secara keseluruhan.
b. Asas Keadilan
Maksud asas ini adalah agar partisipsi seluruh rakyat dapat
diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada
konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan
melaksanakan kewajiban secara adil.
c. Asas Keseimbangan
Maksud asas ini adalah untuk memberikan keseimbangan
antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam
arti materil dan spiritual.
d. Asas Keamanan dan Keselamatan
Maksud asas ini adalah untuk memberikan jaminan atas
keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaa,
pemakaian, dan pemanfaatan barang dan atau jasa yang dikonsumsi
atau digunakan.
30
e. Asas Kepastian Hukum
Maksud asas ini adalah agar pelaku usaha maupun
konsumen menaati hukum dan memperoleh keadilan dalam
menyelenggarakan perlindungan konsumen, serta negara menjamin
kepastian hukum.42
Berdasarkan beberapa peraturan atau dasar hukum tersebut di
atas, maka dapat dipahami, bahwa perlindungan konsumen dapat
didasarkan pada beberapa peraturan yang ada, seperti dalam Undang-
Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945 pada Pembukaan
Alenia Keempat, hukum perdata, maupun juga dalam asas-asas yang
terdapat di dalam Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen.
3. Perlindungan Konsumen dalam Hukum Positif
Hukum postif di Indonesia tentunya juga telah mengatur
mengenai perlindungan konsumen. Pemerintah Republik Indonesia
pada tanggal 20 April 1999 telah mengesahkan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen. Berdasarkan lahirnya undang-undang tersebut, diharapkan
dapat mendorong dibentuknya Lembaga Perlindungan Konsumen
Swadaya Masyarakat (LPKSM), dapat menempatkan posisi konsumen
pada posisi yang seharusnya, yaitu menjadi seimbang, bahkan lebih
kuat daripada produsen. Dikarenakan pada dasarnya, sebagai
42 Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan Konsumen., 25.
31
kelompok, konsumen merupakan elemen yang sangat penting di dalam
masyarakat. Namun pada kenyataannya, konsumen selalu cenderung
bertindak sendiri-sendiri.
Mengenai ketentuan hak dan kewajiban konsumen diatur dalam
Pasal 4 dan Pasal 5 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Dalam Pasal 4
menyebutkan hak konsumen adalah:
a. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam
mengkonsumsi barang dan atau jasa.
b. Hak untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang
dan atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta
jaminan yang dijanjikan.
c. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi
dan jaminan barang dan atau jasa.
d. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan atau
jasa yang digunakan.
e. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya
penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.
f. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen.
g. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta
tidak diskriminatif.
32
h. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi, dan atau
penggantian, apabila barang dan atau jasa yang diterima tidak
sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
i. Hakhak yang diatur dalam ketentuan peraturan
perundangundangan lainnya.43
Selain konsumen memiliki hak-hak sebagaimana dijelaskan di
atas, seorang konsumen juga memiliki sejumlah kewajiban yang harus
diperhatikan. Sebagaimana yang terdapat dalam Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen pada Pasal 5, yang menyatakan bahwa kewajiban
konsumen adalah sebagai berikut:
a. Membaca atau mengikuti petunjuk informasi dan prosedur
pemakaian atau pemanfaatan barang dan atau jasa demi keamanan
dan keselamatan.
b. Beritikad baik dalam melakukan transaksi pembelian barang dan
atau jasa.
c. Membayar sesuai dengan nilai tukar yang disepakati.
d. Mengikuti upaya penyelesaian hukum sengketa perlindungan
konsumen secara patut.44
43 Holijah, “Pengintegrasian Urgensi dan Eksistensi Tanggung Jawab Mutlak
Produk Barang Cacat Tersembunyi Pelaku Usaha dalam Undang-Undang Perlindungan
Konsumen di Era Globalisasi,” Jurnal Dinamika Hukum, Vol. 14, No. 1, (2014): 181. 44
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen, Pasal 5.
33
Perlindungan konsumen di dalam hukum positif ini tentunya
memiliki tujuan yang ingin dicapai agar tidak terjadi tindak
kecurangan dalam bentuk apa pun. Di dalam praktiknya, Undang-
Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Kosumen juga
telah menjelaskan mengenai tujuan perlindungan konsumen, tepatnya
pada Pasal 3, yaitu:
a. Meningkatkan kesadaran, kemampuan, dan kemandirian konsumen
untuk melindungi diri.
b. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara
menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan atau
jasa.
c. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih,
menentukan, dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen.
d. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung
unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses
untuk mendapatkan informasi.
e. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya
perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan
bertanggung jawab dalam berusaha.
34
f. Meningkatkan kualitas barang dan atau jasa yang menjamin
kelangsungan usaha produksi barang dan atau jasa, kesehatan,
kenyamanan, keamanan, dan keselamatan konsumen.45
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat dipahami,
bahwa di antara hak-hak yang dimiliki oleh konsumen yang wajib
dilindungi terdapat juga kewajiban-kewajiban yang harus dilaksanakan
oleh konsumen, di antaranya, membaca petunjuk tentang informasi
barang yang akan dibeli, beritikad baik, dan membayar serta mengikuti
penyelesaian sengketa. Selain itu, juga perlindungan konsumen dalam
hukum positif ini bertujuan untuk menciptakan sistem perlindungan
konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan.
4. Perlindungan Konsumen dalam Hukum Ekonomi Syari’ah
Di dalam hukum ekonomi syari’ah, bahasan mengenai
perlindungan konsumen juga telah diatur, meskipun belum secara
spesifik menerangkan secara langsung tentang perlindungan
konsumen, namun tetap membahas mengenai beberapa hal yang
mencakup tentang perlindungan atas konsumen, sebagai berikut:
a. Perlindungan Konsumen Berdasarkan Penjelasan dari Al-Qur’an
Allah SWT. telah menjelaskan dalam kitab suci-Nya
mengenai berbagai ketentuan yang ditujukan kepada hamba-Nya
dalam mengonsumsi suatu jenis barang, misalnya:
45 Ibid., Pasal 3.
35
1) Untuk mencegah al-gish (kecurangan) perihal keseimbangan
takaran. “Dan wahai kaumku! Penuhilah takaran dan
timbangan dengan adil dan janganlah kamu merugikan
manusia terhadap hak-hak mereka.” (QS Hud (11): 85).
2) Untuk mencegah terjadinya riba. “Dan karena mereka
menjalankan riba, padahal sungguh mereka telah dilarang
darinya.” (QS An-Nisa (4): 161).46
Meskipun belum dijelaskan secara rinci tentang aspek-
aspeknya, namun di dalam Al-Qur’an telah dijelaskan, bahwa
Allah SWT. telah menjaga hak-hak yang dimiliki oleh seorang
konsumen dari tindak kecurangan seperti riba ataupun kecurangan
dalam takaran maupun hal-hal yang lainnya. Selain dasar dari Al-
Qur’an, di dalam hukum ekonomi syari’ah juga telah disinggung
mengenai perlindungan konsumen.
b. Perlindungan Konsumen Berdasarkan Penjelasan Kompilasi
Hukum Ekonomi Syari’ah (KHES)
Memang, di dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah
(KHES), tidak ada pembahasan khusus mengenai perlindungan
konsumen. Dalam KHES hanya dijelaskan mengenai hak khiyar.
Bagi konsumen, hak khiyar merupakan hak pilihan bagi konsumen
untuk melanjutkan akad atau membatalkan akad. Inilah salah satu
46 Mitta Muthia Wangsi dan Rais Dera Pua Rawi, “Perlindungan Konsumen
dalam Pelabelan Produk menurut Ekonomi Islam,” Jurnal Sentralisasi, Vol. 7, No. 1,
(2018): 4.
36
bentuk perlindungan apabila konsumen merasa barang yang
dipesan tidak sesuai dengan keinginan. Walaupun pada faktanya,
hak khiyar ini memiliki risiko yang cukup besar. Khiyar dalam
Pasal 20 angka 8 KHES diartikan hak pilih bagi penjual dan
pembeli untuk melanjutkan atau membatalkan akad jual beli yang
dilakukannya.47
Dalam Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah (KHES) pada
Pasal 38 juga telah dijelaskan mengenai apabila ada salah satu
pihak melakukan wanprestasi atau ingkar janji akan dijatuhkan
sanksi berupa membayar ganti rugi, pembatalan akad, pengalihan
risiko, dan atau denda. Oleh karena, itu, dalam KHES ini
menjelaskan bahwa ketika salah satu pihak melakukan ingkar janji
dalam perjanjian yang diadakan, maka akan ada hak konsumen
untuk melanjutkan atau membatalkan perjanjian tersebut.48
Pada pasal 276 Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah
(KHES) juga telah dijelaskan mengenai hak yang dimiliki dari
seorang konsumen, yaitu:
a. Pembeli berhak memeriksa contoh benda yang akan dibelinya.
b. Pembeli berhak untuk meneruskan atau membatalkan akad jual
beli benda yang telah diperiksanya.
47 Pusat Pengkajian Hukum Islam dan Masyarakat Madani (PPHIMM),
Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah., 16. 48
Siska Oktarina, “Perlindungan Hukum Konsumen terhadap Ingkar Janji dalam
Akad Jual Beli Barang Online menurut Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah (KHES),”
Skripsi, (Palembang: Universitas Islam Negeri Raden Fatah, 2018), 11.
37
c. Pembeli berhak untuk meneruskan atau membatalkan akad jual
beli apabila benda yang dibelinya tidak sesuai dengan contoh.
d. Hak untuk memeriksa benda yang akan dibeli dapat diwakilkan
kepada pihak lain.49
Selain membahas soal khiyar, dalam Kompilasi Hukum
Ekonomi Syari’ah (KHES) juga menerangkan mengenai syarat
objek yang dapat diperjualbelikan. Adapun syarat-syaratnya yaitu:
a. Barang yang dijualbelikan harus sudah ada.
b. Barang yang dijualbelikan harus dapat diserahkan.
c. Barang yang dijualbelikan harus berupa barang yang memiliki
nilai atau harga tertentu.
d. Barang yang dijualbelikan harus halal.
e. Barang yang dijualbelikan harus diketahui oleh pembeli.
f. Kekhususan barang yang dijualbelikan harus diketahui.
g. Penunjukkan dianggap memenuhi syarat kekhususan barang
yang dijualbelikan jika barang itu ada di tempat jual beli.
h. Sifat barang yang dapat diketahui secara langsung oleh pembeli
tidak memerlukan penjelasan lebih lanjut.
i. Barang yang dijual harus ditentukan secara pasti pada waktu
akad.50
49 Pusat Pengkajian Hukum Islam dan Masyarakat Madani (PPHIMM),
Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah., 81-82. 50
Ibid., 34.
BAB III
METODE PENELITIAN
A. Jenis dan Sifat Penelitian
1. Jenis Penelitian
Peneliti menggunakan jenis penelitian lapangan (field
research). Penelitian lapangan adalah penelitian yang dilakukan di
lapangan atau di lokasi penelitian suatu tempat yang dipilih sebagai
lokasi untuk menyelidiki gejala objektif yang terjadi di lokasi
tersebut.51
Di dalam penelitian ini, peneliti melakukan penelitian lapangan
untuk mengamati, menganalisis, dan mengetahui bagaimana
perlindungan konsumen dalam jual beli kambing dengan sistem oper
nota di Kelurahan Hadimulyo Timur, Kecamatan Metro Pusat, Kota
Metro.
2. Sifat Penelitian
Penelitian ini bersifat deskriptif, penelitian deskriptif
merupakan metode penelitian yang dimaksudkan untuk
menggambarkan, melukiskan, atau memaparkan keadaan suatu objek
yang diteliti secara apa adanya, sesuai dengan situasi dan kondisi pada
saat penelitian dilakukan.52
51 Abdurrahmat Fathoni, Metodelogi Penelitian dan Teknik Penyusunan Skripsi,
(Jakarta: Rineka Cipta, 2006), 96. 52
Ibrahim, Metode Penelitian Kualitatif, (Bandung: Alfabeta, 2015), 59.
39
Berdasarkan pemaparan di atas, maka peneliti akan
menggambarkan realitas objek yang akan diteliti, dan melakukan
observasi dilapangan, yakni mengenai bagaimana perlindungan
konsumen dalam jual beli kambing dengan sistem oper nota di
Kelurahan Hadimulyo timur, Kecamatan Metro Pusat, Kota Metro.
B. Sumber Data
Sumber data utama dalam penelitian kualitatif ialah kata-kata dan
tindakan, selebihnya adalah data tambahan seperti dokumen dan lain-
lain.53
Data merupakan hasil pencatatan, baik yang berupa fakta dan angka
yang dijadikan sebagai bahan untuk menyusun informasi.
Penetapan sumber data dalam penelitian ini dimaksudkan untuk
mendatangkan dana menjaring sebanyak mungkin informasi dari berbagai
macam sumber atau informan. Sebelum melakukan pengumpulan data,
sumber data yang akan dikumpulkan pada penelitian ini dikelompokkan
menjadi dua, yakni sebagai berikut:
1. Sumber Data Primer
Sumber data primer adalah sumber data pokok dalam sebuah
penelitian. Sumber data primer adalah yang langsung memberikan data
kepada pengumpul data.54
Adapun yang menjadi sumber data primer
dalam penelitian ini adalah responden, yaitu penjual (kulakan)
kambing yang bertempat di Kelurahan Hadimulyo Timur, Kecamatan
53 Lexy J. Moleong, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2012), 157. 54
Sugiyono, Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D, (Bandung:
Alfabeta, 2017), 137.
40
Metro Pusat, Kota Metro, dan pembeli (konsumen) yang membeli
kambing dengan sistem oper nota, serta karyawan atau orang yang
melakukan pengiriman terhadap kambing tersebut.
2. Sumber Data Sekunder
Sumber data sekunder adalah sumber data kedua setelah
sumber data primer. Data yang dihasilkan dari sumber data ini adalah
data sekunder.55
Adapun yang menjadi sumber data sekunder dalam
penelitian ini adalah buku serta jurnal yang berkaitan dengan
perlindungan konsumen dalam jual beli dengan sistem oper nota
seperti :
1. Ahmadi Miru dan Sutarman Yodo, Hukum Perlindungan
Konsumen, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2004).
2. Muhammad Khadafi, “Perlindungan Hukum terhadap
Konsumen dalam Transaksi E-Commerce (Studi Kasus E-
Commerce melalui Sosial Media Instagram),” Skripsi,
(Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, 2016).
3. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen.
4. Pusat Pengkajian Hukum Islam dan Masyarakat Madani
(PPHIMM), Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah.
5. Enang Hidayat, Fiqh Jual Beli, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2015).
55 Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Sosial dan Ekonomi, (Jakarta:
Prenadamedia Group, 2013), 129.
41
C. Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data adalah mekanisme yang harus dilakukan
oleh peneliti dalam mengumpulkan data, yang merupakan langkah paling
strategis dalam penelitian, karena tujuan penelitian adalah mendapatkan
data.56
Untuk mendapatkan data, dalam penelitian ini menggunakan
beberapa teknik yang peneliti gunakan, antara lain:
1. Wawancara
Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan
penelitian dengan cara tanya-jawab sambil bertatap muka antara
pewawancara dengan responden atau orang yang diwawancarai,
dengan atau tanpa menggunakan pedoman (guide) wawancara. Dalam
penelitian ini, wawancara yang peneliti gunakan adalah wawancara
terarah atau sering disebut wawancara bebas terpimpin. Wawancara
terarah atau wawancara bebas terpimpin adalah wawancara yang
dilaksanakan secara bebas, namun kebebasan ini tetap tidak terlepas
dari pokok permasalahan yang akan ditanyakan kepada responden dan
telah dipersiapkan sebelumnya oleh pewawancara.57
Maksudnya
adalah, dengan kebebasan, dapat digali lebih dalam tentang sikap,
pendapat, dan keyakinan dari responden. Sedangkan terpimpin
diarahkan agar tetap terkontrol jalannya wawancara sesuai dengan
yang peneliti rencanakan. Adapun yang menjadi sasaran dalam metode
56 Boedi Abdullah dan Beni Ahmad Saebani, Metodologi Penelitian Ekonomi
Islam (Mu’amalah), (Bandung: Pustaka Setia, 2014), 129. 57
Burhan Bungin, Metodologi Penelitian Sosial dan Ekonomi., 135.
42
wawancara ini adalah penjual atau dapat disebut juga kulakan
kambing, karyawan, serta distributor kambing yang mengambil
kambing dari tempat penjual yaitu di Kelurahan Hadimulyo Timur,
Kecamatan Metro Pusat, Kota Metro.
2. Dokumentasi
Dokumentasi adalah cara mengumpulkan data melalui
peninggalan tertulis, seperti arsip, termasuk juga buku tentang teori,
pendapat, dalil atau hukum, dan lain-lain yang berhubungan dengan
masalah penelitin.58
Dalam hal ini, peneliti menggunakan data-data
yang berkaitan dengan praktik jual beli kambing dengan sistem oper
nota di tempat penjual kambing, khusnya di tempat Bapak Ahmad dan
Bapak Makmun yang berlokasi di Kelurahan Hadimulyo Timur,
Kecamatan Metro Pusat, Kota Metro, foto kambing, cara
penimbangan, cara penempelan bandel berat, dan yang lainnya.
D. Teknik Analisis Data
Teknik analisis data yang peneliti gunakan dalam penelitian ini
adalah analisis kualitatif, yaitu melakukan pendekatan terhadap sumber
data primer dan sumber data sekunder yang mencakup isi dan struktur
hukum, yakni suatu bentuk kegiatan yang dilakukan oleh peneliti guna
menentukan isi atau makna aturan hukum yang dijadikan sebagai rujukan
dalam menyelesaikan permasalahan hukum yang menjadi objek kajian.59
Data yang telah dikumpulkan oleh peneliti selanjutnya dianalisa dengan
58 Ibid., 191.
59 Zainuddin Ali, Metode Penelitian Hukum, (Jakarta: Sinar Grafika, 2015), 107.
43
menggunakan teknik pola pikir induktif. Teknik pola pikir induktif yaitu
yang berpihak pada fakta-fakta yang bersifat khusus, kemudian diteliti,
dan akhirnya akan ditemui pemecahan masalah atau persoalan yang
bersifat umum.60
Berdasarkan dari penjelasan tersebut di atas, dalam kaitannya
dengan teknik menganalisis data, peneliti menggunakan data yang telah
diperoleh, kemudian data tersebut dianalisis dengan menggunakan pola
pikir induktif.
60 Mardalis, Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal, Ed. Ke-1, Cet. Ke-
12, (Jakarta: Bumi Aksara, 2010), 21.
BAB IV
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
A. Gambaran Umum mengenai Kelurahan Hadimulyo Timur,
Kecamatan Metro Pusat, Kota Metro
1. Sejarah Berdirinya Kelurahan Hadimulyo Timur, Kecamatan
Metro Pusat, Kota Metro
Kelurahan Hadimulyo Timur, Kecamatan Metro Pusat, Kota
Metro ini mulai dibuka pada zaman Kolonialis dengan pembukaan
hutan pada tahun 1937.61
Sejarah singkat mengenai berdirinya Kelurahan Hadimulyo
Timur, Kecamatan Metro Pusat, Kota Metro ini merupakan hasil dari
pemekaran Wilayah Kota Metro. Sejarah Kelurahan Hadimulyo Timur
tidak terlepaskan dari sejarah berdirinya Kelurahan Hadimulyo Timur
itu sendiri, yakni pada tahun 1937, datang rombongan Kolonialis dari
Pulau Jawa yang ditempatkan di Bedeng Nomor 22 kurang lebih
sejumlah 50 KK (Kartu Keluarga). Rombongan Kolonialis tersebut
berasal dari Yogyakarta dan Ponorogo (Jawa Timur) yang kemudian
ditempatkan di tengah-tengah hutan, tepatnya di sebelah barat Kota
Metro. Sebelum mereka ditempatkan di daerah yang baru, rombongan
tersebut terlebih dahulu dipondokkan di daerah yang telah dibuka
untuk memenuhi kebutuhan hidup mereka. Setelah mereka
61 Wawancara, dengan Bapak Lurah Kelurahan Hadimulyo Timur, Kecamatan
Metro Pusat, Kota Metro, pada 18 September 2020.
45
mendapatkan penghasilan dan bekal untuk pangan, lalu mereka
dipindahkan ke Bedeng Nomor 22. Setelah ditempatkan di tempat
yang baru itu, mereka mengadakan gotong-royong guna menebang
serta membuka hutan untuk dijadikan sebagai lahan pekarangan dan
ditanami dengan tanaman pangan. Desa baru itu berpenduduk kurang
lebih 158 orang.62
Pada tahun 1938, belum dibentuk ataupun ditunjuk Pamong
Desa atau Pemimpin Bedeng (Kepala Bedeng) dan Kantor
Administrasinya serta Jaga Baya. Kondisi sarana transportasi
perhubungan tidak memadai, hanya ada jalan darurat dari arah Kota
Metro ke Tanjung Karang. Jadi, wilayah Bedeng Nomor 22 ini masih
merupakan daerah umbul yang tertutup.63
Tahap demi tahap, rombongan Kolonialis terus mengalir,
sehingga Wilayah Bedeng Nomor 22 menjadi semakin luas. Pada
kisaran tahun 1940-an, setelah memenuhi syarat, maka dibentuklah
Desa Bedeng 22, yang pada perkembangan selanjutnya menjadi Desa
Hadimulyo. Secara administratif, Desa Hadimulyo berada di wilayah
Kantor Kewedanan Metro.64
Sesuai dengan peningkatan Kota Administratif menjadi Kota
Madya, berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12
62 Dokumentasi, Monografi Kelurahan Hadimulyo Timur, Kecamatan Metro
Pusat, Kota Metro Tahun 2019. 63
Dokumentasi, Monografi Kelurahan Hadimulyo Timur, Kecamatan Metro
Pusat, Kota Metro Tahun 2019. 64
Dokumentasi, Monografi Kelurahan Hadimulyo Timur, Kecamatan Metro
Pusat, Kota Metro Tahun 2019.
46
Tahun 1999 tentang Pembentukan Kabupaten Daerah Tingkat II Way
Kanan, Kabupaten Daerah Tingkat II Lampung Timur, dan Kota
Madya Daerah Tingkat II Metro dan ditindaklanjuti dengan Peraturan
Daerah Kota Metro Nomor 25 Taun 2000 tentang Pemekaran
Kelurahan dan Kecamatan di Kota Metro, wilayah administrasi
pemerintahan Kota Metro dimekarkan menjadi lima kecamatan yang
meliputi dua puluh dua kelurahan.65
Adapun Kelurahan Hadimulyo dimekarkan menjadi dua
kelurahan, yakni wilayah Kelurahan Hadimulyo sebelah Barat menjadi
Kelurahan Hadijaya yang kemudian berubah nama menjadi Kelurahan
Hadimulyo Barat. Wilayah Kelurahan Hadimulyo sebelah Timur
menjadi Kelurahan Hadimulyo Timur.66
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat diketahui,
bahwa Kelurahan Hadimulyo Timur, Kecamatan Metro Pusat, Kota
Metro ini merupakan hasil dari pemekaran Wilayah Kota Metro dan
mulai dibuka pada zaman Kolonialis yakni pada tahun 1937.
2. Letak Geografis Kelurahan Hadimulyo Timur, Kecamatan Metro
Pusat, Kota Metro
Kelurahan Hadimulyo Timur, Kecamatan Metro Pusat, Kota
Metro berada di dalam kawasan Kota Metro, kelurahan ini mempunyai
luas wilayah sekitar 337 ha. Batas wilayah dari Kelurahan Hadimulyo
65 Dokumentasi, Monografi Kelurahan Hadimulyo Timur, Kecamatan Metro
Pusat, Kota Metro Tahun 2019. 66
Dokumentasi, Monografi Kelurahan Hadimulyo Timur, Kecamatan Metro
Pusat, Kota Metro Tahun 2019.
47
Timur, Kecamatan Metro Pusat, Kota Metro dengan kelurahan-
kelurahan di sekitarnya, sebagai berikut:
a. Sebelah Utara berbatasan langsung dengan Kelurahan Karang Rejo
dan Kelurahan Purwosari.
b. Sebelah Selatan berbatasan langsung dengan Kelurahan Imopuro
dan Kelurahan Hadimulyo Barat.
c. Sebelah Barat berbatasan langsung dengan Kelurahan Banjarsari.
d. Sebelah Timur berbatasan langsung dengan Kelurahan
Yosomulyo.67
Adapun keadaan iklim serta cuaca di daerah Kelurahan
Hadimulyo Timur, Kecamatan Metro Pusat, Kota Metro ini,
sebagaimana kelurahan-kelurahan lain di wilayah Indonesia, yakni
memiliki iklim kemarau serta penghujan. Secara umum, kondisi
geografis Kelurahan Hadimulyo Timur, Kecamatan Metro Pusat, Kota
Metro dapat dilihat sebagai berikut:
a. Ketinggian tanah dari permukaan laut: 400 mdpl.
b. Banyaknya curah hujan: 1.500 mm/th.
c. Topografi: dataran rendah.
d. Suhu udara: 20-33˚c.68
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat diketahui,
bahwa Kelurahan Hadimulyo Timur, Kecamatan Metro Pusat, Kota
67 Dokumentasi, Monografi Kelurahan Hadimulyo Timur, Kecamatan Metro
Pusat, Kota Metro Tahun 2019. 68
Dokumentasi, Monografi Kelurahan Hadimulyo Timur, Kecamatan Metro
Pusat, Kota Metro Tahun 2019.
48
Metro ini berbatasan langsung dengan enam kelurahan, di antaranya
Kelurahan Karang Rejo, Kelurahan Purwosari, Kelurahan Imopuro,
Kelurahan Hadimulyo Barat, Kelurahan Banjarsari, dan Kelurahan
Yosomulyo. Adapun keadaan iklim serta cuaca di daerah Kelurahan
Hadimulyo Timur, Kecamatan Metro Pusat, Kota Metro ini, yakni
memiliki iklim kemarau serta penghujan, dengan letak geografis
ketinggian tanah dari permukaan laut 400 mdpl, curah hujan 1.500
mm/th, dataran rendah, dan suhu udara 20-33˚c.
3. Data Penduduk Kelurahan Hadimulyo Timur, Kecamatan Metro
Pusat, Kota Metro
Adapun data mengenai penduduk di Kelurahan Hadimulyo
Timur, Kecamatan Metro Pusat, Kota Metro, sebagai berikut:
a. Jumlah penduduk Kelurahan Hadimulyo Timur, Kecamatan Metro
Pusat, Kota Metro berdasarkan jenis kelamin adalah sebagai
berikut:
Tabel 4.1
Jumlah Penduduk Kelurahan Hadimulyo Timur, Kecamatan Metro
Pusat, Kota Metro Berdasarkan Jenis Kelamin69
No. Jenis Kelamin Jumlah
1. Laki-Laki 5.197 Orang
2. Perempuan 5.024 Orang
Jumlah 10.221 Orang
b. Masyarakat Kelurahan Hadimulyo Timur, Kecamatan Metro Pusat,
Kota Metro berdasarkan agama adalah sebagai berikut:
69 Dokumentasi, Monografi Kelurahan Hadimulyo Timur, Kecamatan Metro
Pusat, Kota Metro Tahun 2019.
49
Tabel 4.2
Masyarakat Kelurahan Hadimulyo Timur, Kecamatan Metro Pusat,
Kota Metro Berdasarkan Agama70
No. Agama L P Jumlah
1. Islam 4.652 4.538 9.190
2. Kristen 320 299 619
3. Katholik 198 167 365
4. Hindu 10 11 21
5. Budha 17 9 26
Jumlah 5.197 5.024 10.221
c. Keadaan sosial-ekonomi masyarakat berdasarkan mata pencaharian
penduduk Kelurahan Hadimulyo Timur, Kecamatan Metro Pusat,
Kota Metro adalah sebagai berikut:
4.3
Keadaan Sosial-Ekonomi Masyarakat Kelurahan Hadimulyo
Timur, Kecamatan Metro Pusat, Kota Metro Berdasarkan Mata
Pencaharian71
No. Mata Pencaharian L P Jumlah
1. Pegawai Negeri Sipil 473 171 664
2. TNI/POLRI 27 - 27
3. Karyawan (BUMN/BUMD) 256 247 503
4. Pedagang/Wiraswasta 311 270 581
5. Tani 164 161 325
6. Pertukangan 132 - 132
7. Buruh 1.194 543 1.737
8. Pensiunan 76 41 117
9. Industri Keci/Rumah Tangga 63 58 121
10. Sektor Informal 36 979 1.015
11. Jasa 33 25 121
12. Belum/Tidak Bekerja 766 751 1.517
13. Pelajar/Mahasiswa 1.163 1.180 1.517
Jumlah 4.694 4.426 9.120
d. Kondisi sarana dan prasarana di Kelurahan Hadimulyo Timur,
Kecamatan Metro Pusat, Kota Metro adalah sebagai berikut:
70 Dokumentasi, Monografi Kelurahan Hadimulyo Timur, Kecamatan Metro
Pusat, Kota Metro Tahun 2019. 71
Dokumentasi, Monografi Kelurahan Hadimulyo Timur, Kecamatan Metro
Pusat, Kota Metro Tahun 2019.
50
Tabel 4.4
Keadaan Sarana dan Prasarana Umum di Kelurahan Hadimulyo
Timur, Kecamatan Metro Pusat, Kota Metro72
No. Sarana dan Prasarana Jumlah
1. Masjid 8
2. Mushola 8
3. Gereja 2
4. Poliklinik 2
5. Apotek 2
6. Kelompok Bermain 4
7. Taman Kanak-Kanak 2
8. Sekolah Dasar 1
9. SLTP 1
10. SMU 1
11. Madrasah 1
12. Sekolah Luar Biasa 1
13. Lapangan Sepak Bola 1
14. Lapangan Basket 3
15. Lapangan Voli 6
16. Lapangan Bulu Tangkis 7
17. Lapangan Tenis Meja 6
18. Rumah Sakit 3
19. Posyandu 10
20. Puskesmas 1
Jumlah 70
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat diketahui,
bahwa Kelurahan Hadimulyo Timur, Kecamatan Metro Pusat, Kota
Metro mempunyai jumlah penduduk sekitar 10.221 jiwa dengan
persentase laki-laki sebanyak 5.197 orang dan perempuan sebanyak
5.024 orang. Masyarakat mayoritas beragama Islam. Keadaan sosial-
ekonomi masyarakat berdasarkan mata pencaharian penduduk di
antaranya pada bidang pekerjaan sebagai Pegawai Negeri Sipil,
TNI/POLRI, Karyawan (BUMN/BUMD), Pedagang/Wiraswasta, Tani,
72 Dokumentasi, Monografi Kelurahan Hadimulyo Timur, Kecamatan Metro
Pusat, Kota Metro Tahun 2019.
51
Pertukangan, Buruh, Pensiunan, Industri Keci/Rumah Tangga, Sektor
Informal, Jasa, Belum/Tidak Bekerja, dan Pelajar/Mahasiswa. Kondisi
sarana dan prasarana di antaranya Masjid, Mushola, Gereja, Poliklinik,
Apotek, Kelompok Bermain, Taman Kanak-Kanak, Sekolah Dasar,
SLTP, SMU, Madrasah, Sekolah Luar Biasa, Lapangan Sepak Bola,
Lapangan Basket, Lapangan Voli, Lapangan Bulu Tangkis, Lapangan
Tenis Meja, Rumah Sakit, Posyandu, dan Puskesmas.
B. Jual Beli Kambing dengan Sistem Oper Nota di Kelurahan Hadimulyo
Timur, Kecamatan Metro Pusat, Kota Metro
Jual beli dalam praktiknya tentu tidak terlepas dari adanya rukun
dan syarat yang membuat kegiatannya menjadi sah. Namun, di dalam
praktik jual beli juga dapat terjadi tindak kecurangan di dalamnya yang
dapat membuat konsumen atau salah satu pihak dirugikan. Konsumen atau
pengguna barang sering diposisikan sebagai pihak yang dirugikan
merupakan fenomena yang sudah tidak asing lagi. Oleh karena itu, maka
peneliti ingin mengkaji permasalahan tersebut melalui penelitian yang
akan membahas mengenai analisis aspek perlindungan konsumen dalam
jual beli kambing dengan sistem oper nota.
Penelitian ini dilakukan pada penjual (kulakan) kambing yang
berlokasi di Kelurahan Hadimulyo Timur, Kecamatan Metro Pusat, Kota
Metro. Berdasarkan data yang peneliti peroleh di lapangan, terdapat
beberapa penjual (kulakan) kambing yang tersebar di Kelurahan
52
Hadimulyo Timur, Kecamatan Metro Pusat, Kota Metro. Adapun nama-
nama dari pemilik usaha tersebut di antaranya:
1. Bapak Makmun.
2. Bapak Ahmad.
3. Bapak Ijal.
4. Bapak Sahri.
5. Bapak Joni.
6. Bapak Ate.
Berdasarkan nama pemilik usaha kulakan kambing tersebut, tidak
semua yang peneliti jadikan sampel. Peneliti hanya mengambil tiga orang
pemilik kulakan saja sebagai sampel yang peneliti anggap memiliki data
yang peneliti perlukan untuk keperluan penelitian. Adapun tiga orang
pemilik kulakan kambing tersebut adalah Bapak Makmun, Bapak Ahmad,
dan Bapak Ate.
Data yang peneliti perlukan dalam penelitian ini diperoleh dari
hasil wawancara dengan tiga orang pemilik kulakan kambing, dua orang
karyawan yang melakukan pengiriman, dan konsumen atau pembeli
kambing.
Berdasarkan hasil wawancara dengan Bapak Makmun sebagai
salah satu pemilik kulakan kambing, menurut Bapak Makmun, ia
mengatakan, bahwa sudah memulai atau melakukan usaha jual beli
kambing selama dua puluh tahun. Ia biasa melakukan penjualan kambing
dengan jumlah besar, biasanya dikirim ke luar daerah (luar Lampung), ada
53
juga yang di dalam daerah (Lampung). Berdasarkan pemaparan yang ia
sampaikan, bahwa dalam melakukan jual beli kambing menggunakan
beberapa sistem jual beli, biasanya terlebih dahulu ada permintaan atau
pesanan dari luar daerah untuk dikirimkan kambing. Dalam melakukan
jual beli kambing ini, Bapak Makmun menggunakan beberapa sistem,
contohnya, yaitu timbang krakas dan oper nota. Ia sudah cukup lama
menggunakan sistem oper nota seperti ini. Menurutnya, alasan dengan
menggunakan sistem oper nota ini adalah dengan kambing yang
ditimbang sebelum pengiriman, maka beratnya akan lebih daripada ketika
ditimbang ketika sampai di tempat. Oleh karena tidak ingin menanggung
risiko susutnya berat kambing tersebut, maka ia melakukan penimbangan
sebelum pengiriman kambing dilakukan. Dari pemaparan Bapak Makmun
ini juga dijelaskan bahwa dalam proses pengiriman dan/atau selama
pengiriman, kambing tersebut tidak diberikan makanan ataupun minuman
kembali, hingga sampai ditempat tujuan, proses pengirimannya
menggunakan mobil pick up yang dibuat menjadi tiga tingkat, dengan
posisi kaki kambing yang tertekuk.73
Selanjutnya, peneliti melakukan wawancara dengan Bapak Ahmad,
ia merupakan salah satu dari pemilik usaha kulakan kambing di Kelurahan
Hadimulyo Timur, Kecamatan Metro Pusat, Kota Metro. Saat
diwawancarai, Bapak Ahmad menyatakan, bahwa ia telah melakukan
bisnis atau usaha jual beli kambing ini sejak tahun 2000. Ia menyatakan,
73 Wawancara, dengan Bapak Makmun sebagai Penjual Kambing di Kelurahan
Hadimulyo Timur, Kecamatan Metro Pusat, Kota Metro, pada 17 September 2020.
54
bahwa sebelum usahanya besar dan bisa melakukan pengiriman ke daerah
lain, ia memulai usaha ini dengan bertahap, yakni dengan jual beli
kambing berskala kecil terlebih dahulu. Berdasarkan pemaparan Bapak
Ahmad, ia melakukan penjualan kambing selain di daerah Lampung juga
ada beberapa yang dikirim ke luar daerah, contohnya Jakarta dan
Pekanbaru. Bapak Ahmad selain adanya beberapa penjualan yang dikirim
ke luar daerah, ia jua melayani untuk pembeli yang ingin datang untuk
membeli kambing dengan jumlah kecil. Dalam hal ini, maksudnya adalah
melakukan jual beli satuan di rumah. Dalam usahanya ini, Bapak Ahmad
memiliki empat orang karyawan, yang bertugas untuk memberi makan
kambing dan merawat serta yang bertugas melakukan pengiriman ke luar
daerah. Tidak jauh berbeda dengan Bapak Makmun, dalam melakukan jual
beli kambing, Bapak Ahmad selain menggunakan sistem beli satuan di
rumah, ia juga menggunakan sistem timbang krakas dan juga oper nota.
Menurutnya, sistem timbang krakas dan oper nota ini yang banyak
digunakan oleh para penjual kambing, karena menurutnya, jika
menggunakan sistem oper nota, ia tidak perlu takut akan menyusutnya
berat daripada kambing yang akan dikirim, karena penimbangannya
dilakukan di awal sebelum kambing dikirim. Biasanya, ditimbang satu per
satu lalu dibuatkan nota atau tanda di telinga kambing. Hampir sama
dengan penjelasan Bapak Makmun, menurut pemaparan dari Bapak
Ahmad kambing dikirim menggunakan mobil pick up atau mobil truck
(mobil dengan bak terbuka) yang selama dalam perjalanan tidak ada biaya
55
perawatan, jadi kambing tersebut tidak diberi makanan ataupun minum
selama dalam perjalanan.74
Selanjutnya, wawancara yang peneliti lakukan terhadap Bapak Ate
sebagai pemilik usaha kulakan. Berbeda dengan Bapak Makmun dan
Bapak Ahmad, jika Bapak Ate selain melakukan penjualan kambing, ia
juga melakukan penjualan sapi. Jadi, usahanya ada kambing dan sapi.
Berdasarkan keterangan Bapak Ate, ia memulai usahanya ini sudah sejak
tahun 1998. Jadi, sudah cukup lama. Ia biasanya melakukan penjualan
kambingnya di dalam daerah (Lampung) maupun juga di luar daerah. Ia
juga tetap menerima apabila ada orang yang ingin membeli satuan ke
rumahnya. Berdasarkan pemaparan Bapak Ate, ia melakukan penjualan
kambing apabila di luar daerah biasanya terlebih dahulu ada permintaan
dari konsumen, biasanya untuk dijual kembali di sana. Jika seperti itu,
Bapak Ate menggunakan sistem oper nota, karena menurutnya, sebagai
penjual, ia harus menghindari susutnya berat badan kambing dalam
perjalanan. Menurutnya, jika menggunakan sistem ini, kambing akan
ditimbang sebelum waktu pengiriman dan ketika sampai di sana tidak
ditimbang kembali, hanya memberikan nota sesuai dengan berat badan
kambing ketika ditimbang sebelum pengiriman dilakukan. Menurut Bapak
Ate, konsumen memang sudah terbiasa akan hal tersebut, karena sampai di
tempat tujuannya, kambing juga akan langsung dijual kembali, dan mereka
74 Wawancara, dengan Bapak Ahmad sebagai Penjual Kambing di Kelurahan
Hadimulyo Timur, Kecamatan Metro Pusat, Kota Metro, pada 17 September 2020.
56
juga tidak melakukan penimbangan ulang kembali terhadap pembeli-
pembeli kecil di sana.75
Wawancara melalui aplikasi WhatsApp terhadap Bapak Suhendi
sebagai pembeli kambing yang berlokasi di Pekanbaru. Alasan peneliti
melakukan wawancara melalui aplikasi WhatsApp, dikarenakan sedang
merebaknya wabah COVID-19 dan narasumber yang berada di luar daerah
di mana peneliti melakukan penelitian. Menurut pemaparan yang
diberikan oleh Bapak Suhendi, ia sudah cukup lama membeli kambing
dari Bapak Ahmad, sudah sekitar sejak tahun 2004-an, dan sudah sejak
awal sistem yang digunakan adalah sistem oper nota. Berdasarkan
pamaparannya, bahwa alasan menggunakan sistem tersebut adalah karena
penjualnya sudah memberitahu bahwa hanya ada dua sistem dalam
pembelian kambing untuk pengiriman, yaitu timbang krakas dan sistem
oper nota. Lalu, alasan selanjutnya adalah karena ketika kambing sampai
di tempatnya, walau pada malam hari, keesokan harinya sudah ada
pembeli-pembeli kecil yang langsung membeli kambing tersebut dan ia
tidak perlu melakukan penimbangan ulang, ia hanya memberikan nota
awal dari bobot kambing tersebut dan menjualnya kembali dengan
menaikkan harganya. Saat kambing pertama datang di tempatnya pun,
tidak dilakukan penimbangan, karena karyawan yang mengantar hanya
memberikan nota yang berisi keterangan mengenai bobot kambing
tersebut yang sudah ditimbang pada saat akan dikirimkan. Menurutnya,
75 Wawancara, dengan Bapak Ate sebagai Penjual Kambing di Kelurahan
Hadimulyo Timur, Kecamatan Metro Pusat, Kota Metro, pada 18 September 2020.
57
sebenarnya akan lebih baik apabila ketika kambing sampai, dilakukan
penimbangan ulang, karena bobot kambing pasti menyusut. Berdasarkan
pemaparannya, selama pembeli kambing dari luar daerah, ia juga pernah
menemukan kambing yang kelelahan atau pun terjadi kecacatan dalam
pengiriman dan itu tidak bisa dikembalikan.76
Wawancara terhadap Bapak Erik sebagai karyawan yang biasa
melakukan pengiriman kambing dari tempat kulakan kambing ke luar
daerah. Bapak Erik sudah lama menjadi karyawan di kulakan kambing.
Menurut pemaparannya, sebelum memuat kambing ke mobil jenis pick up,
terlebih dahulu ia memberikan makanan dan minum pada kambing lalu
setelahnya baru dilakukan penimbangan bobot kambing, lalu kambing
akan ditandai sesuai dengan beratnya. Ia mengatakan, waktu yang
dibutuhkan untuk sampai ke tempat konsumen, dalam hal ini di
Pekanbaru, biasanya memakan waktu selama satu hari-dua malam,
biasanya sampai di sana pada malam hari. Menurut Bapak Erik, selama ia
bekerja, terkadang ia temui kecacatan pada kambing saat telah sampai di
tempat konsumen, seperti kakinya patah atau kambing kelelahan karena
waktu pengiriman yang cukup lama. Menurut pemaparan dari Bapak Erik
ini bahwa selama dalam pengiriman kambing-kambing tersebut tidak
diberikan makanan ataupun minuman hingga sampai ketempat tujuan,
serta terkadang jika muatan kambingnya cukup banyak, maka akan
berdesakan, karena mobil pick up biasanya dibuat menjadi 3 tingkat.
76 Wawancara, dengan Bapak Suhendi sebagai Pembeli Kambing di Pekanbaru,
pada 20 September 2020.
58
Sehingga ketika sampai ditempat tujuan kualitas dan kedaan kambing
terkadang ada yang kelelahan dan kurang baik.77
Adapun selanjutnya, wawancara terhadap Bapak Paidi, ia juga
merupakan salah satu karyawan dari kulakan kambing yang sering
melakukan pengiriman kambing ke luar daerah. Secara garis besar,
pernyataan Bapak Paidi hampir sama dengan apa yang dipaparkan oleh
Bapak Erik. Berdasarkan pemaparannya, bahwa biasanya, sebelum
kambing dimuat atau dimasukkan ke dalam mobil berjenis pick up atau
truck, dilakukan persiapan pada kendaraannya terlebih dahulu, biasanya
dipasang papan bertingkat di mobil untuk kambing, biasanya ada tiga
tingkat papan, untuk kambing yang ukurannya besar diletakkan di tingkat
paling bawah. Lalu, persiapan terhadap kambing yakni diberikan makan
dan minum terlebih dahulu, baru setelah itu dilakukan penimbangan berat
badan kambing di tempat sebelum melakukan pengiriman. Biasanya,
untuk waktu pengiriman kambing tersebut, membutuhkan waktu sekitar
satu hari-dua malam. Menurut Bapak Paidi, untuk biaya akomodasi selama
perjalanan, biasanya untuk biaya makan karyawan dan bensin, tidak ada
biaya untuk pemeliharaan kambing selama perjalanan, sehingga dalam
perjalanan atau proses pengiriman kambing tersebut tidak diberikan
makanan lagi. Bapak Paidi menyatakan, bahwa selama ia bekerja
77 Wawancara, dengan Bapak Erik sebagai Karyawan Kulakan Kambing di
Kelurahan Hadimulyo Timur, Kecamatan Metro Pusat, Kota Metro, pada 21 September
2020.
59
mengirim kambing, biasanya ada kambing yang mengalami kelelahan,
karena perjalanan dan kadang tidak mau berdiri.78
C. Analisis Aspek Perlindungan Konsumen dalam Hukum Positif dan
Hukum Ekonomi Syari’ah terhadap Jual Beli Kambing dengan
Sistem Oper Nota
Peraturan mengenai perlindungan konsumen di Indonesia
merupakan suatu hal yang dapat dikatakan sebagai hal baru dalam
peraturan perundang-undangannya. Banyak praktik dalam jual beli
maupun jasa yang bisa dikatakan dapat merugikan atau kurang
terjaminnya perlindungan terhadap konsumen.
Konsumen juga sering dihadapkan pada persoalan ketidakpahaman
dirinya terhadap hak-hak apa saja yang sebenarnya dimiliki oleh seorang
konsumen dan juga bagaimana perlindungan hukumnya. Hal-hal seperti
terbatasnya informasi yang disediakan atau ketentuan-ketentuan baku yang
tidak informatif maupun monopoli yang dilakukan oleh para pedagang
besar yang dapat membuat konsumen merasa dirugikan. Dalam peraturan
mengenai perlindungan konsumen di Indonesia, yaitu pada Undang-
Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen, telah dijelaskan mengenai hal-hal yang menyangkut mengenai
perlindungan terhadap seorang konsumen.79
78 Wawancara, dengan Bapak Paidi sebagai Karyawan Kulakan Kambing di
Kelurahan Hadimulyo Timur, Kecamatan Metro Pusat, Kota Metro, pada 21 September
2020. 79
Undang-Undang Republik IndonesiaNomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen.
60
Perlindungan terhadap konsumen menurut Pasal 1 ayat (1)
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya
kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen.80
Perlindungan konsumen membahas mengenai penggunaan atau
pun pemanfaatan atas barang yang ditawarkan oleh pelaku usaha. Dalam
kaitannya dengan hal tersebut, termasuk juga perlindungan hukum
terhadap konsumen dalam praktik jual beli kambing yang dilakukan
dengan sistem oper nota, di mana perlindungan hukum terhadap
konsumen ini merupakan upaya untuk memberikan rasa aman dan
kepastian hukum terhadap seseorang.
Jika dilihat dari Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8
Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, tepatnya pada Pasal 1 ayat
(2), bahwa pengertian konsumen itu sendiri adalah setiap orang pemakai
barang dan atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi
kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup
lain.81
Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, apabila dikaitkan dengan
ketentuan yang ada pada Pasal 1 ayat (2) tersebut, bahwasanya orang yang
disebut sebagai pemakai barang adalah konsumen yang membeli kambing
dengan sistem oper nota di Kelurahan Hadimulyo Timur, Kecamatan
Metro Pusat, Kota Metro.
80 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen, Pasal 1 ayat (1). 81
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen, Pasal 1 ayat (2).
61
Perlindungan konsumen merupakan perlindungan hukum terhadap
hak-hak yang dimiliki oleh seorang konsumen yang bertujuan untuk
menjamin adanya kepastian hukum. Dalam Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, sudah
diatur ketentuan-ketentuan mengenai hak bagi seorang konsumen,
tepatnya pada Pasal 4, sebagai berikut:
1. Hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam
mengkonsumsi barang dan atau jasa.
2. Hak untuk memilih barang dan atau jasa serta mendapatkan barang dan
atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan
yang dijanjikan.
3. Hak atas informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan
jaminan barang dan atau jasa.
4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan atau jasa
yang digunakan.
5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan, dan upaya
penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut.
6. Hak untuk mendapatkan pembinaan dan pendidikan konsumen.
7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak
diskriminatif.
8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi, dan atau penggantian,
apabila barang dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan
perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya.
62
9. Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan
lainnya.82
Berdasarkan uraian tersebut di atas, mengenai hak-hak yang
dimiliki oleh seorang konsumen dalam penelitian ini dilihat berdasaran
pada Pasal 4 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999
tentang Perlindungan Konsumen tersebut di atas, yakni pada ayat (1), ayat
(2), ayat (4), dan ayat (8), sebagai berikut:
1. Pasal 4 ayat (1)
Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, tepatnya terhadap
kulakan kambing (Bapak Makmun dan Bapak Ahmad) yang
melakukan praktik jual beli kambing dengan menggunakan sistem
oper nota, apabila dikaitkan dengan ketentuan yang ada pada Pasal 4
ayat (1) ini, maka dapat dipahami, bahwa dalam praktiknya, kedua
kulakan serta beberapa penjual kambing di Kelurahan Hadimulyo
Timur, Kecamatan Metro Pusat, Kota Metro ini, dapat dikatakan
belum memberikan sepenuhnya hak yang dimiliki oleh seorang
konsumen atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan terhadap
konsumen yang membeli kambing dengan menggunakan sistem oper
nota, dengan beberapa alasan sebagai berikut:
a. Dalam hal pembelian kambing yang dilakukan oleh konsumen,
konsumen tidak datang langsung ke lokasi, oleh sebab konsumen
tidak dapat melihat secara langsung kondisi kambing tersebut dan
82 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen, Pasal 4.
63
juga pada saat kambing tersebut ditimbang beratnya. Jadi,
konsumen tidak melihat secara langsung berapa berat kambing
tersebut sebenarnya.
b. Ketika kambing tersebut sampai di tempat konsumen, tidak
dilakukan penimbangan ulang berat kambing tersebut, sedangkan
berat kambing tersebut pasti mengalami penyusutan akibat dari
pengiriman.
c. Ketika pembeli kambing pertama melakukan penjualan
kambingnya kembali pada esok paginya, juga tidak dilakukan
penimbangan ulang, sehingga pembeli akhir (pembeli-pembeli
kecil) dapat merasa dirugikan.
d. Ketika proses pengiriman dan/atau saat pengiriman kambing
tersebut tidak ada bentuk perawatan selama perjalanan, kambing
tidak diberikan makanan ataupun minuman hingga sampai
ditempat tujuan, sehingga bisa menurunkan kwalitas kambing
tersebut.
Mengenai pemberian kenyamanan, keamanan, dan keselamatan
terhadap konsumen, sebenarnya dapat diwujudkan dengan memberikan
ganti rugi atau penggantian terhadap kambing yang cacat akibat
pengiriman serta yang kwalitasnya menurun, dan juga dilakukan
penimbangan ulang terhadap kambing ketika kambing tersebut ketika
sampai di tempat tujuannya maupun ketika kambing akan dijual
kembali, sehingga ada kejelasan dari berapa berat sebenarnya dari
64
kambing tersebut, tidak hanya dengan mengoper notanya saja. Akan
tetapi, dalam praktik yang terjadi tidak demikian.
2. Pasal 4 ayat (2)
Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan di tempat kulakan
kambing yang berada di Kelurahan Hadimulyo Timur, Kecamatan
Metro Pusat, Kota Metro, khususnya di tempat kulakan Bapak
Makmun, Bapak Ahmad, dan Bapak Ate, apabila dihubungkan dengan
ketentuan yang ada pada Pasal 4 ayat (2) ini, maka dapat dikatakan,
bahwa dalam praktiknya, jual beli yang dilakukan dengan
menggunakan sistem oper nota ini belum sesuai dengan ketentuan
yang berada pada Pasal 4 ayat (2) ini, dengan alasan, dalam Pasal 4
ayat (2) tersebut menerangkan juga mengenai barang dan atau jasa
sesuai dengan nilai tukar, sedangkan pada praktiknya, dalam jual beli
dengan menggunakan sistem oper nota, kambing hanya dilakukan
penimbangan berat badan di awal sebelum pengiriman dilakukan, hal
tersebut dilakukan setelah kambing diberikan makan dan minum
terlebih dahulu, lalu ditimbang beratnya. Sedangkan, ketika kambing
sampai di tempat konsumen, tidak dilakukan penimbangan ulang yang
secara otomatis terjadi penyusutan berat kambing tersebut dan juga
tidak adanya jaminan terhadap kambing tersebut jika terjadi kelelahan
atau kecacatan akibat pengiriman.
65
3. Pasal 4 ayat (4)
Berdasarkan hasil wawancara melalui aplikasi WhatsApp
terhadap konsumen yang melakukan pembelian kambing dengan
sistem oper nota, apabila dikaitkan dengan Pasal 4 ayat (4) ini, maka
dapat dipahami, bahwa penjual atau kulakan kambing belum
sepenuhnya memberikan hak konsumen untuk didengar pendapat serta
keluhannya, hal ini dapat dilihat dari keterangan yang diberikan oleh
konsumen dalam wawancara, bahwa sebenarnya konsumen ingin
melakukan penimbangan ulang terhadap kambing ketika sampai,
namun si penjual tidak berkenan begitu pun dalam hal apabila ada
kambing yang mengalami kecacatan.
4. Pasal 4 ayat (8)
Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, mengenai kulakan
kambing di Kelurahan Hadimulyo Timur, Kecamatan Metro Pusat,
Kota Metro, yang melakukan jual beli kambing dengan menggunakan
sistem oper nota dan data hasil wawancara yang dilakukan terhadap
konsumen, apabila dihubungkan dengan ketentuan yang ada dalam
Pasal 4 ayat (8) ini, maka dapat dipahami, bahwa dalam praktiknya,
penjual atau kulakan kambing, belum sepenuhnya memberikan hak
terhadap konsumennya, yakni untuk memberikan kompensasi, ganti
rugi, dan atau penggantian barang.
Konsumen kerap kali dapat merasa dirugikan, dikarenakan
dalam hal ini, kambing yang mengalami kecacatan akibat pengiriman
66
tidak dapat dilakukan penggantian atau ganti rugi. Konsumen juga
kerap kali merasa kurang puas terhadap praktik semacam ini, karena
menurut mereka, sebenarnya menginginkan untuk dilakukan
penimbangan ulang terhadap kambing ketika kambing tersebut sampai
di tempat tujuannya, sehingga ada kejelasan terhadap barang yang
dalam hal ini adalah kambing. Oleh karena itu, dalam kasus ini, tidak
ada perlindungan hukum bagi hak konsumen.
Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka dapat dipahami, bahwa
konsumen belum sepenuhnya mendapatkan hak-haknya, yakni mulai dari
hak atas kenyamanan, keamanan, dan keselamatan dalam mengkonsumsi
barang dan atau jasa, hak untuk memilih barang dan atau jasa serta
mendapatkan barang dan atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan
kondisi serta jaminan yang dijanjikan, hak untuk didengar pendapat dan
keluhannya atas barang dan atau jasa yang digunakan, dan hak untuk
mendapatkan kompensasi, ganti rugi, dan atau penggantian, apabila barang
dan atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak
sebagaimana mestinya.
Hal-hal semacam ini dapat juga terjadi dalam kasus-kasus lainnya,
dikarenakan banyak konsumen yang awam serta tidak begitu mengerti
mengenai adanya perlindungan hukum bagi konsumen itu sendiri. Dengan
tingkat kesadaran konsumen yang minim akan haknya, yang sebenarnya
dalam kasus perlindungan konsumen di Indonesia telah memiliki dasar
hukumnya, salah satunya yaitu Undang-Undang Republik Indonesia
67
Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen. Undang-undang
tersebut adalah salah satu yang bisa menjadi dasar ketika ada konsumen
yang merasa dirugikan dalam setiap kegiatan jual beli. Terlebih, dalam
Pasal 19 ayat (1) Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen menjelaskan mengenai tanggung
jawab pelaku usaha yakni pelaku usaha bertanggung jawab memberikan
ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan atau kerugian konsumen akibat
mengkonsumsi barang dan atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan.
Serta, dalam Pasal 3 ayat (4), menjelaskan tentang tujuan dari
perlindungan konsumen itu sendiri, yakni menciptakan sistem
perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan
keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi.83
Selain beberapa penjelasan dari analisa diatas, juga diketahui dari
hasil wawancara bahwa dalam proses pengiriman kambing tersebut
dimasukan kedalam mobil pick up yang biasanya dibuat menjadi 3 tingkat,
sehingga ketika muatannya banyak, kambing akan berdesakkan, juga
selama pengiriman kambing tidak diberikan makanan ataupun minuman
hingga sampai ditempat tujuan. Hal ini juga yang menurut peneliti tidak
sesuai dengan ketentuan yang ada dalam Undang-Undang No 8 Tahun
1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
Selain dari yang diuraikan tersebut di atas, dalam halnya untuk
melindungi hak-hak yang dimiliki oleh seorang konsumen, dalam ajaran
83 Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen, Pasal 19 ayat (1) dan Pasal 3 ayat (4).
68
agama Islam juga telah memberikan ketentuan-ketentuan untuk menjaga
hal tersebut. Selain berdasarkan Al-Qur’an, Hadits, dan Ijma’, juga aturan-
aturan yang berlaku di Indonesia, salah satunya yang tertuang dalam
Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah (KHES. Aturan-aturan tersebut di
antaranya:
1. Pasal 38
Pihak dalam akad yang melakukan wanprestasi atau ingkar
janji dapat dijatuhi sanksi berupa membayar ganti rugi, pembatalan
akad, peralihan risiko, denda, dan atau membayar biaya perkara.84
Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, mengenai praktik jual
beli kambing dengan sistem oper nota, apabila dihubungkan dengan
ketentuan yang ada pada Pasal 38 ini, maka dapat dipahami, bahwa
ketika konsumen mengalami kerugian atau merasa dirugikan,
konsumen mempunyai hak untuk diberikan ganti rugi. Jadi, dalam
kasus jual beli kambing dengan sistem oper nota ini, konsumen
mempunyai dasar hukum untuk meminta ganti rugi, yakni salah
satunya yang ada pada ketentuan pada pasal ini.
2. Pasal 276
Memuat mengenai:
a. Pembeli berhak memeriksa contoh benda yang akan dibelinya.
b. Pembeli berhak untuk meneruskan atau membatalkan akad jual beli
benda yang telah diperiksanya.
84 Pusat Pengkajian Hukum Islam dan Masyarakat Madani (PPHIMM),
Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah., 21.
69
c. Pembeli berhak untuk meneruskan atau membatalkan akad jual beli
apabila benda yang dibelinya tidak sesuai dengan contoh.
d. Hak untuk memeriksa benda yang akan dibeli dapat diwakilkan
kepada pihak lain.85
Berdasarkan hasil penelitian di lapangan, apabila dihubungkan
dengan ketentuan yang ada dalam Pasal 276 ini, maka dapat dipahami,
bahwa dalam praktik jual beli kambing dengan sitem oper nota ini,
konsumen belum mendapatkan haknya secara penuh, konsumen tidak
diberikan waktu untuk memeriksa barangnya sebelum dikirim. Jadi,
hanya dengan bermodalkan kepercayaan saja. Lalu dalam kasus ini
juga, sebenenarnya konsumen memiliki hak untuk melanjutkan atau
tidak melanjutkan transaksinya. Namun, nyatanya tidak demikian.
Dalam ajaran agama Islam, dikenal dengan hak khiyar, yaitu hak untuk
melanjutkan atau tidak melanjutkan akad, yang dalam hal ini bertujuan
untuk melindungi konsumen.
Konsumen dalam menggunakan barang yang diproduksi oleh
pelaku usaha dan keadaan barang tersebut ternyata dalam kondisi rusak,
cacat, dan tercemar, maka konsumen akan dirugikan. Oleh karena itu,
ketentuan-ketentuan hukum dibuat untuk melindungi hak-hak konsumen
agar dapat mencegah kerugian bagi pihak konsumen dan bagi pihak pelaku
usaha harus mempertanggungjawabkan kerugian yang dialami oleh
konsumen akibat barang yang diproduksi tidak sesuai dengan apa yang
85 Ibid., 75.
70
diharapkan oleh konsumen. Jaminan perlindungan konsumen adalah
segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberi
perlindungan kepada konsumen.86
Selain beberapa uraian tersebut di atas, dalam ajaran agama Islam,
tepatnya tertuang dalam Al-Qur’an, telah dijelaskan mengenai
perlindungan konsumen itu sendiri. Contohnya, dalam surat Hud ayat 85
sebagai berikut:
م اوفوا المكيال والمي زان بلقسط ول ت بخسوا الناس اشيآءىم ول قو وي ٥٨ت عث واف الرض مفسدين
“Dan wahai kaumku! Penuhilah takaran dan timbangan dengan adil, dan
janganlah kamu merugikan manusia terhadap hak-hak mereka dan jangan
kamu membuat kejahatan di bumi dengan berbuat kerusakan.” (QS. Hud
(11): 85).87
Dengan demikian, adanya praktik jual beli dengan sistem oper nota
ini yang dalam beberapa hal dapat membuat konsumen merasa dirugikan,
dapat dikatakan bahwa adanya permasalahan hukum dalam hal tersebut.
Selain itu juga, menggambarkan kurang mengertinya pelaku usaha, yang
dalam hal ini adalah kulakan kambing, terhadap arti penting dari hak
konsumen. Pelaku usaha hanya mementingkan keuntungan ekonomi saja,
padahal seharusnya juga melihat hak-hak dari konsumen serta memberikan
ganti rugi atas kerugian konsumen, sehingga tidak ada yang merasa
86 Marcelo Leonardo Tuela, “Upaya Hukum Perlindungan Konsumen terhadap
Barang yang Diperdagangkan,” Lex Privatum, Vol. 2, No. 3, (Agustus-Oktober: 2014),
56. 87
Departemen Agama Republik Indonesia, Al-Qur’an Tajwid dan Terjemah.,
231.
71
dirugikan lagi. Dalam hal aspek perlindungan terhadap konsumen, telah
dijelaskan di atas, mengenai beberapa dasar yang bisa menjadi dasar
hukum bagi seorang konsumen untuk meminta atau menegakkan haknya.
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil pembahasan yang terdapat pada bab-bab
sebelumnya, maka peneliti dapat menyimpulkan, bahwa dalam hal aspek
perlindungan konsumen dalam jual beli kambing dengan sistem oper nota
ini, dalam praktiknya belum sepenuhnya dapat menjaga dan melindungi
hak-hak konsumen, juga belum sepenuhnya menjalankan aspek
perlindungan hukum yang dimiliki oleh konsumen itu sendiri. Masih
ditemukan beberapa kasus yang dalam hal ini dapat merugikan konsumen
dan tidak sesuai dengan ketentuan dalam perlindungan konsumen. Adapun
dalam hal melindungi hak-hak yang dimiliki oleh konsumen, peneliti telah
melakukan analisa mengenai sumber-sumber hukum apa saja yang dapat
digunakan sebagai landasan untuk menegakkan perlindungan bagi
konsumen, seperti Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun
1999 tentang Perlindungan Konsumen, tepatnya pada Pasal 4 Angka 1,
Angka 2, Angka 4, dan Angka 8 dan juga dalam Pasal 19. Selain itu,
dalam hukum ekonomi syari’ah, juga telah disingguh beberapa ketentuan
mengenai perlindungan konsumen, seperti yang tertuang dalam Pasal 38
dan Pasal 276 Kompilasi Hukum Ekonomi Syari’ah (KHES).
B. Saran
Berdasarkan hasil dari analisa yang telah diuraikan tersebut di atas,
selanjutnya peneliti memberikan saran, di antaranya:
73
1. Bagi Pihak Penjual atau Kulakan Kambing
Pihak penjual atau kulakan kambing seharusnya melakukan
penimbangan ulang terhadap kambing setelah sampai di tempat
tujuannya, agar didapat berat kambing yang jelas. Selanjutnya,
diharapkan untuk tidak lepas tanggung jawab apabila ada kambing
yang mengalami kecacatan atau kelelahan akibat perjalanan, serta
harus lebih memperhatikan dan mendengarkan hak dari konsumen
sehingga tidak keluar dari ketentuan yang berlaku.
2. Bagi Pihak Konsumen
Pihak konsumen seharusnya lebih peka atau lebih responsif
terhadap hak-hak yang dimiliki olehnya, serta lebih memperhatikan
dasar hukum yang mengaturnya, sehingga tidak ada yang merasa
dirugikan, juga diharapkan untuk lebih cermat dalam melakukan
transaksi jual beli.
74
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah, Boedi dan Saebani, Beni Ahmad. Metodologi Penelitian Ekonomi Islam
(Mu’amalah). Bandung: Pustaka Setia, 2014.
Ali, Zainuddin. Metode Penelitian Hukum. Jakarta: Sinar Grafika, 2015.
Bungin, Burhan. Metodologi Penelitian Sosial dan Ekonomi. Jakarta:
Prenadamedia Group, 2013.
Departemen Agama Republik Indonesia. Al-Qur’an Tajwid dan Terjemah.
Bandung: CV. Penerbit Diponegoro, 2015.
Dodex, Mangelek Sangap Alefdo. “Perlindungan Konsumen terkait Harga Menu
Makanan yang Tidak Dicantumkan Pelaku Usaha Kuliner (Studi Usaha
Kuliner di Kecamatan Gunung Pati).” Skripsi. Semarang: Universitas
Negeri Semarang, 2017.
Fathoni, Abdurrahmat. Metodelogi Penelitian dan Teknik Penyusunan Skripsi.
Jakarta: Rineka Cipta, 2006.
Fatwa Dewan Syariah Nasional Nomor: 05/DSN-MUI/IV/2000, tentang Jual Beli
Salam.
Haroen, Nasrun. Fiqh Mu’amalah. Jakarta: Gaya Media Pratama, 2007.
Hidayat, Enang. Fiqh Jual Beli. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 2015.
Holijah. “Pengintegrasian Urgensi dan Eksistensi Tanggung Jawab Mutlak
Produk Barang Cacat Tersembunyi Pelaku Usaha dalam Undang-Undang
Perlindungan Konsumen di Era Globalisasi.” Jurnal Dinamika Hukum.
Vol. 14, No. 1, (2014).
http://ardanayudhistira.blogspot.com, diakses pada tanggal 06 Juli 2020.
https://kbbi.kemdikbud.go.id/entri/sistem, diakses pada 05 Februari 2020.
Ibrahim. Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta, 2015.
Khadafi, Muhammad. “Perlindungan Hukum terhadap Konsumen dalam
Transaksi E-Commerce (Studi Kasus E-Commerce melalui Sosial Media
Instagram).” Skripsi. Jakarta: Universitas Islam Negeri Syarif
Hidayatullah, 2016.
75
Khaerunnisa. “Studi Komparatif antara Hukum Islam dan Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen
terhadap Jual Beli Ayam Potong dengan Sistem Oper Nota (Studi di Pasar
Baru Anyer, Kecamatan Anyer).” Skripsi. Banten: Universitas Islam
Negeri Maulana Hasanuddin, 2019.
Lubis, Suhrawardi K. Hukum Ekonomi Islam. Jakarta: Sinar Grafika, 2004.
Mardalis. Metode Penelitian Suatu Pendekatan Proposal. Jakarta: Bumi Aksara,
2010.
Mardani. Fiqh Ekonomi Syari’ah. Jakarta: Kencana Prenada Media Grup, 2012.
Miru, Ahmadi dan Yodo, Sutarman. Hukum Perlindungan Konsumen. Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 2004.
Moleong, Lexy J. Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya, 2012.
Muntatiah. “Jual Beli Ayam Potong dengan Sistem Oper Nota dalam Perspektif
Hukum Islam (Studi Kasus di Pasar Wangon, Kecamatan Wangon,
Kabupaten Banyumas).” Skripsi. Purwokerto: Institut Agama Islam Negeri
Purwokerto, 2016.
Mustofa, Imam. Fiqh Muamalah Kontemporer. Jakarta: Rajawali Pres, 2016.
Nadira, Haifa. “Perlindungan Konsumen menurut Hukum Islam (Studi Kasus
terhadap Pertanggungan Ganti Rugi pada Doorsmeer Banda Aceh).”
Skripsi. Banda Aceh: Universitas Islam Negeri Ar-Raniry Darussalam,
2018.
Oktarina, Siska. “Perlindungan Hukum Konsumen terhadap Ingkar Janji dalam
Akad Jual Beli Barang Online menurut Kompilasi Hukum Ekonomi
Syari’ah (KHES).” Skripsi. Palembang: Universitas Islam Negeri Raden
Fatah, 2018.
Pusat Pengkajian Hukum Islam dan Masyarakat Madani (PPHIMM). Kompilasi
Hukum Ekonomi Syari’ah. Jakarta: Kencana Prenada Media Group, 2009.
Rozalinda. Fikih Ekonomi Syariah. Jakarta: Rajawali Pers, 2017.
Sugiyono. Metode Penelitian Kuantitatif, Kualitatif, dan R&D. Bandung:
Alfabeta, 2017.
Syafe’i, Rachmat. Fiqh Mu’amalah. Bandung: Pustaka Setia, 2001.
76
Tuela, Marcelo Leonardo. “Upaya Hukum Perlindungan Konsumen terhadap
Barang yang Diperdagangkan.” Lex Privatum. Vol. 2, No. 3, (Agustus-
Oktober: 2014.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen.
Wangsi, Mitta Muthia dan Rawi, Rais Dera Pua. “Perlindungan Konsumen dalam
Pelabelan Produk menurut Ekonomi Islam.” Jurnal Sentralisasi. Vol. 7,
No. 1, (2018).
Widianto, Hari. “Tinjauan Hukum Islam terhadap Jual Beli Kambing antara
Pemasok dan Pedagang (Studi Kasus di Kios Al-Hajj, Godean,
Yogyakarta).” Skripsi. Yogyakarta: Universitas Islam Negeri Sunan
Kalijaga, 2014.
77
LAMPIRAN-LAMPIRAN