STRATEGI BADAN NASIONAL PENANGGULANGAN
TERORISME (BNPT) DALAM UPAYA DERADIKALISASI
PEMAHAMAN AGAMA NARAPIDANA TERORISME DI
LEMBAGA PEMASYARAKATAN (LP) CIPINANG
Skripsi
Diajukan Kepada Fakultas Dakwah dan Ilmu Komunikasi untuk Memenuhi
Syarat-syarat Mencapai Gelar Sarjana Komunikasi Islam (S.Sos)
Oleh:
SITI NURMALITA SARI
1111053000022
KONSENTRASI MANAJEMEN ZISWAF
JURUSAN MANAJEMEN DAKWAH
FAKULTAS ILMU DAKWAH DAN ILMU KOMUNIKASI
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1437 H/2016 M
i
ABSTRAK
Siti Nurmalita Sari, 1111053000022, Strategi Badan Nasional
Penanggulangan Terorisme (Bnpt) Dalam Upaya Deradikalisasi Pemahaman
Agama Narapidana Terorisme Di Lembaga Pemasyarakatan (Lp) Cipinang di
bawah bimbingan Drs. HasanudinIbnu Hibban, MA
Maraknya tindak pidana terorisme mengatasnamakan Islam di penjuru
dunia, menuntut berbagai pihak berpendapat sekaligus mengambil peran untuk
mengatasinya. Sebagai negara hukum yang menjunjung tinggi HAM, pasca
dikoyak dengan bom Bali l dan beberapa ledakan lain, pemerintah Indonesia
segera membentuk BNPT sebagai lembaga nonkementrian sebagai lembaga yang
bertanggung jawab terhadap penanggulangan terorisme di Indonesia. Islam
sebagai ajaran yang sejak awal mendeklarasikan diri menjadi rahmatan lil a’lamin
sekaligus menjadi agama mayotitas Indonesia, tentu bisa dijadikan sudut pandang
terhadap program deradikalisasi. Dalam hal ini, penulis ingin menganalisis
startegi program deradikalisasi BNPT terhadap pelaku kejahatan terorisme
khususnya di LP Cipinang.
Untuk penelitian ini, penulis menggunakan metodologi penelitian
kualitatif dengan pendekatan deskriptif, yaitu dengan menggunakan penelitian
yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan. Dengan
memilih metode kualitatif ini, penulis dapat memperoleh data yang akurat.
Ditinjau dari sifat penyajian datanya, metode deskriptif merupakan penelitian
yang tidak mencari atau menjelaskan hubungan, tidak menguji hipotesis atau
prediksi.
Hasil penelitian ini, penulis dapat menyimpulkan bahwa melalui
kebijakannya BNPT menekankan strategi soft approach dalam konsep
deradikalisasi untuk menanggulangi terorisme di Indonesia. yakni pendekatan
yang mengutamakan dialog secara komprehensif, persuasive, penuh kelembutan
dan kasih sayang.
Kata kunci : deradikalisasi, narapidana, dan paham keagamaan.
ii
KATA PENGANTAR
Assalamu’alaikumWr. Wb
Puji syukur saya ucapkan hanya kepada Allah SWT yang telah member
taufik, hidayah dan berbagai pertolongan. Shalawat serta salam penulis haturkan
kepada junjungan kita Nabi besar Muhammad SAW. Semoga kita semua
mendapat syafaatnya kelak di hari kiamat nanti.
Alhamdulillahhirabbil’alamin, akhirnya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini,
yang berjudul “Strategi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT)
Dalam Upaya Deradikalisasi Pemahaman Agama Narapidana Terorisme Di
Lembaga Pemasyarakatan (Lp) Cipinang”, yang disusun untuk memenuhi
persyaratan dalam memperoleh gelar Starata 1 (S1) di Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta.
Selama masa penelitian, penyusunan, penulisan, dan sampai masa
penyelesaian skripsi ini, penulis banyak mendapat bantuan dan dukungan dari
berbagai pihak, baik dari keluarga, sahabat, teman, maupun dari berbagai pihak
lainnya yang telah banyak berjasa dan mendukung bagi penulis. Dengan
selesainya skripsi ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih sebesar-
besarnya kepada pihak-pihak sebagai berikut:
1. Dr. H. Arief Subhan, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu
Komunikasi, Suparto, M.Ed. Ph.D selaku Wakil Dekan I, Dr. Roudhonah, MA
selaku Wakil Dekan II, Dr. Suhaimi, M.Si selaku Wakil Dekan III.
2. Drs. CecepCastrawijaya, MA selaku Ketua Jurusan Manajemen Dakwah, dan
Drs. Sugiharto, MA selaku Sekretaris Jurusan Manajemen Dakwah.
iii
3. Drs. Hasanudin, MA selaku Dosen Pembimbing yang telah membimbing,
mengarahkan, dan menyemangati penulis untuk dapat menyelesaikan skripsi
ini dengan baik dan tepat pada waktunya. Terima kasih banyak atas semuanya.
4. Tim penguji sidang skripsi pada tanggal 30 Agustus 2016. Drs. Cecep
Castrawijaya, MA sebagai Ketua Sidang, Drs. Sugiharto, MA., selaku
Sekretaris Sidang, Dr. Sihabudin Noor, MA selaku Penguji I, Nasichah, MA,
selaku Penguji II.
5. Drs. H. Mahmud Jalal, MA selaku Dosen Pembimbing Akademik, serta
seluruh dosen pengajar Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi. Terima
kasih atas ilmu-ilmu yang telah diberikan.
6. Keluarga dan staff jajaran Badan Nasional Penanggulangan Terorisme
(BNPT), yang telah memberikan izin, dukungan, bantuan, arahan, saran kepada
penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
7. Ayahanda Asep dan Ibunda Aas Askanayyah yang selalu memberikan kasih
sayang tiada batas, dukungan, semangat, arahan, serta selalu percaya pada
penulis dalam menyelesaikan perkuliahan dan skripsi ini. Semoga selalu dalam
lindungan Allah SWT. Amiin.
8. Sahabat tercinta, May Larafjani, Dini Nurani, Aliyah, Nourma Linda, Aretha
Poetry, Kiki Dzikriyah, Irfa Ismatullah dan Melly Haryani, yang selalu
menemani, memberi motivasi dan masukan selama empat tahun terakhir.
9. Teman-teman Jurusan Manajemen Dakwah 2011, khususnya Konsentrasi
Manajemen Ziswaf yang namanya tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.
Semoga silaturahmi tetap terjaga. Amiin.
iv
Akhirnya penulis berharap, semoga karya tulis ini merupakan sebuah
refleksi studi S1 dan dapat memberikan sumbangan keilmuan, khususnya bagi
penulis dan umumnya bagi pembaca yang berminat dengan tulisan ini. Dan
dengan harapan karya tulis ini dapat dijadikan amal bagi penulis, Amin
yarobbal‘alamin.
Jakarta, 2 Juli 2016
Siti Nurmalita Sari
v
DAFTAR ISI
ABSTRAK ...................................................................................... i
KATA PENGANTAR .................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................... v
BAB I : PENDAHULUAN............................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ................................................ 1
B. Pembatasan Masalah dan Perumusan Masalah ............. 9
C. Tujuan Penelitian dan Manfaat Penelitian .................... 10
D. Metodologi Penelitian ................................................... 11
E. Tinjauan Pustaka ........................................................... 14
F. Sistematika Penulisan .................................................... 15
BAB II : TINJAUAN TEORITIS ................................................ 18
A. Strategi .......................................................................... 18
1. Pengertian Strategi ................................................. 18
2. Faktor-faktor Strategi ............................................. 21
3. Tahapan-tahapan Strategi ....................................... 25
B. Radikalisme ................................................................... 27
1. Pengertian Radikalisame dan Ciri Radikalisasi ..... 27
2. Proses dan Faktor Radikalisai ................................ 32
C. Deradikalisasi ................................................................ 35
1. Pengertian Deradikalisasi ........................................ 35
2. Proses dan Langkah Deradikalisasi Agama ............ 36
D. Pemahaman Agama ....................................................... 39
vi
1. Pengertian Pemahman Agama ................................ 39
E. Narapidana .................................................................... 43
1. Pengertian Narapidana ............................................ 43
2. Hak-Hak Narapidana ............................................... 44
BAB III : TINJAUAN UMUM TENTAN BNPT ........................ 46
A. Sejarah BNPT ................................................................ 46
B. Tugas Pokok dan Fungsi BNPT .................................... 48
C. Sasaran Strategis BNPT ................................................ 49
D. Tujuan, Visi dan Misi BNPT ........................................ 50
E. Satuan Tugas BNPT ...................................................... 51
F. Struktur Kelembagaan BNPT........................................ 52
G. Tugas Pokok dan Fungsi Unit Kerja BNPT .................. 52
BAB IV : STRATEGI BNPT DALAM UPAYA DERADIKALISASI
PAHAM KEAGAMAAN NARAPIDANA LP CIPINANG 68
A. Pelaksanaan Strategi BNPT Dalam Upaya Deradikalisasi di LP
Cipinang ........................................................................ 68
B. Analisis Pelaksanaan Strategi Deradikalisasi BNPT di LP Cipinang
....................................................................................... 80
BAB V : PENUTUP ....................................................................... 87
A. Kesimpulan.................................................................... 87
B. Saran .............................................................................. 88
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................... 89
LAMPIRAN ....................................................................................
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Dewasa ini banyak sekali kekacauan-kekacauan di sekitar
kita yang mengatasnamakan pembelaan terhadap agama, baik yang
dilakukan oleh perorangan, kelompok kecil hingga kelompok
besar. Padahal sejatinya semua agama mengajarkan kebaikan
kepada setiap pemeluknya. Setiap agama mengajarkan kedamaian
baik selama pemeluk agama maupun terhadap pemeluk agama lain.
Namun terdapat pihak-pihak tertentu yang menyalahartikan
terhadap ajaran suatu agama, seperti memahami agama secara
tekstual saja, memahami secara berlebihan atau bahkan
membenarkan sesuatu yang menurutnya benar.
Maraknya aksi teror yang terjadi dengan jatuhnya banyak
korban telah mengidentifikasikan bahwa terorisme adalah sebuah
kejahatan terhadap nilai-nilai kemanusiaan. Teror telah
menunjukkan gerakan nyata sebagai tragedi atas hak asasi
manusia. Pada dasarnya, tindak pidana terorisme adalah kejahatan
yang tergolong luar biasa (extraordinary crime). Derajat “keluar-
biasaan” ini pula yang menjadi salah satu alasan dikeluarkannya
Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Anti terorisme
dan pemberlakuannya secara retroaktif (asas berlaku surut) untuk
kasus bom Bali.
2
Pasca tumbangnya rezim Orde Baru gerakan radikalisme
Islam tumbuh subur dan bergentayangan menghantui kehidupan
umat beragama di Indonesia. Terror tersebar di mana-mana atas
nama Islam dan ia juga menjadi entitas misterius yang menakutkan
bagi siapapun. Kekerasan dan segenap aktivitas anarkis – destruktif
yang diyakini dan dilakukan kaum radikalis – fundamentalis
menjadikan Islam lekat dengan predikat sebagai agama kekerasan.
Padahal Islam sejatinya adalah agama yang santun dan cinta
perdamaian. Sebagai sebuah paham, radikalisme Islam tidak dapat
dipisahkan dari gerakan fundamentalisme Islam Karena keduanya
merupakan gerakan keislaman yang seirama dan beriringan satu
sama lainnya.
Konsep dan bentuk radikalisme Islam bukan berasal dari
rahim Islam sendiri, akan tetapi merupakan produk yang diimpor
dari Negara Barat dalam hal ini adalah Amerika Serikat. Berawal
dari serangan terhadap World Trade Center (WTC) pada
September 2011, Islam muncul sebagai fokus perhatian dunia.
Disusul dengan serentetan aksi Bom bunuh diri di seantero
Nusantara semakin memperkuat kenyataan bahwa radikalisme
Islam kembali tumbuh subur dan menyita perhatian dari berbagai
kalangan di Indonesia.
Terorisme seringkali ditudingkan kepada umat Islam,
terutama golongan Wahabi. Sebagian orang mengira bahwa
tudingan itu hanya sekedar propaganda barat untuk menjatuhkan
3
harga diri kaum muslimin di mata dunia internasional. Sehingga
mereka senantiasa menuduh barat sebagai dalang di balik
munculnya fenomena radikal semacam itu. Sebagian lagi
sebaliknya, mengira bahwa terorisme dengan melakukan
pengeboman di tempat-tempat umum- merupakan bagian dari jihad
fi sabilillah dan tergolong amal salih yang paling utama. Sehingga
mereka beranggapan bahwa pelaku bom bunuh diri adalah sosok
mujahid dan mati syahid.
Terlepas dari apa yang mereka sangka, sebenarnya kita bisa
melihat dengan kaca mata yang adil dan objektif bahwa di samping
adanya makar musuh-musuh Islam dari luar, sebenarnya kita juga
menghadapi musuh-musuh dalam selimut yang berupaya
meruntuhkan kekuatan umat dari dalam. Salah satu di antara
mereka adalah sekte Khawarij di masa silam dan para penganut
pemikiran sekte tersebut di masa kini yang gemar melakukan aksi
teror dengan mengatasnamakan jihad. Mereka menampakkan diri
sebagai kaum muslimin yang punya komitmen terhadap agama,
berpenampilan seperti layaknya orang-orang salih dan taat, dan
bersikap seakan-akan membela ajaran Islam, namun sebenarnya
mereka sedang melakukan upaya penghancuran Islam dari dalam,
disadari ataupun tidak.
Apabila kita melihat dari sudut pandang sejarah
kemunculan gerakan radikalisme Islam di Indonesia bukanlah
suatu fenomena yang baru. Bermula dari kekecewaan umat Islam
4
di Indonesia waktu itu terkait penentuan dasar Negara. Ketika itu
usulan dari tokoh-tokoh Islam seperti Wahid Hasyim dan Teuku
Muhammad Hasan mengenai pengakuan Islam sebagai agama
resmi Negara, hingga kewajiban untuk menjalankan syari’at Islam
bagi para pemeluknya (yang dikenal dengan Piagam Jakarta)
ditolak oleh sebagian besar anggota sidang Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia (PPKI). Meskipun penolakan tersebut
akhirnya dapat diterima dengan beberapa pertimbangan dan alasan,
umat Islam pada waktu itu memandang hal tersebut sebagai
tindakan penipuan dan pengkerdilan cita-cita umat Islam.1
Kekecewaan tersebut berbuntut kepada pemberontakan
yang terjadi di Indonesia pada saat itu, salah satunya yang paling
dikenal adalah pemberontakan Darul Islam/Tentara Islam
Indonesia (DI/TII) di Jawa Barat dan Sulawesi Selatan. Dan
meskipun pemberontakan tersebut sudah berhasil diatasi oleh
pemerintah pada saat itu namun pengaruh ideologis DI/TII tidak
dapat dihilangkan begitu saja. Hal ini terbukti dengan munculnya
organisasi Islam radikal lain pasca tumbangnya orde baru, seperti
Hisbut Tahrir Indonesia (HTI), Majelis Mujahidin Indonesia
(MMI), Front Pembela Islam (FPI), Forum Betawi Rembug (FBR)
dan organisasi Islam Radikal lain. 2
1Akhmad Elang Muttaqin, “Mengakrabi Radikalisme Islam” dalam Erlangga
Husada, dkk. Kajian Islam Kontemporer, (Jakarta: Lembaga Penelitian UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2007), h.5. 2Akhmad Elang Muttaqin, “Mengakrabi Radikalisme Islam” dalam Erlangga
Husada…, h. 6.
5
Di Indonesia radikalisme cenderung dikaitkan dengan
tindakan atau gerakan militan, anti barat, dan jika melakukan
demonstrasi selalu ricuh. Padahal radikalisme mempunyai sisi
positif yaitu sebagai pembaharu (tajdid) dan perbaikan (islah)
terhadap hal-hal yang dianggap melanggar syariat islam. Hanya
saja terkadang dalam penyampaiannya terkesan “preman” seperti
merusak beberapa tempat-tempat yang dianggap maksiat. Sehingga
opini publik menjudge organisasi-organisasi radikal sebagai
organisasi yang merusak.
Tujuan organisasi-organisasi radikal di Indonesia adalah
menegakkan syariat islam sebagai ideologi bangsa. Organisasi
radikal di Indonesia yang lantang mengumandangkan berdirinya
syariat Islam salah satunya adalah Hizbut Tahrir Indonesia (HTI)
yang lebih kuat berorientasi pada politik dengan cita-cita
membentuk kekhalifahan Islam. Apabila dilakukan suatu analisis
yang lebih mendalam dapat berakibat buruk bagi stabilitas
nasional. Mengingat salah satu dari empat pilar bangsa Indonesia
adalah NKRI maka dapat dipastikan dengan pertumbuhan
organisasi radikal semacam ini dapat mengganggu stabilitas
keamanan suatu Negara.3
Namun saat ini terjadi banyak sekali kekacauan-kekacauan
di sekitar kita dengan dalih pembelaaan terhadap agama, baik yang
dilakukan oleh perseorangan, keompok kecil hingga kelompok
3Jamhari dan Jajang Jahroni, “Gerakan Salafi Radikal di Indonesia”, (Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2010), h. 43
6
besar yang berafiliasi di beberapa negara konflik di timur tengah.
Padahal, sejatinya semua agama mengajarkan kebaikan kepada
setiap pemeluknya. Setiap agama mengajarkan kedamaian baik
sesama pemeluknya maupun kepada pemeluk agama lainnya.
Namun terdapat pihak-pihak tertentu yang menyalah artikan
terhadap ajaran suatu agama, seperti pemahaman sesuatu secara
tekstual saja, memahami sesuatu secara berlebihan atau bahkan
membenarkan sesuatu yang menurutnya benar. Inilah yang sering
kita sebut pemahaman yang radikal.
Radikal disini tidak akan berbahaya jika hanya sebatas
pemikiran ataupun pendapat. Tetapi ketika radikal sudah
menyangkut perilaku ataupun perbuatan maka dari sinilah akan
muncul tindakan-tindakan yang dapat merugikan bahkan
membayakan banyak pihak dan masyarakat pada umunya, seperti
klaim kebenaran dan pengkafiran terhadap pihak lain/orang lain,
hingga aksi pengeboman yang dapat membahayakan banyak orang.
Hal tersebut kini sering kita temui di lingkungan sekitar kita. Salah
satunya seperti pada peristiwa berikut: Nama Bahrun Naim
disebut-sebut sebagai orang yang berada di balik serangan teror di
Sarinah, Jalan M.H Thamrin, Jakarta Pusat, Kamis(14/1/2016)
siang. Ia pernah ditangkap Tim Detasemen Khusus 88 Antiteror
pada 9 November 2010 di Solo atas tuduhan kepemilikan senjata
api dan bahan peledak ilegal.Hakim menjatuhkan vonis dua tahun
enam bulan penjara kepada Bachrum.Selepas dari bui, ia hijrah ke
7
Suriah untuk bergabung dengan Islam State of Iraq and
Syria(ISIS).4
Kasus diatas merupakan akibat dari paham radikal yang
telah meningkat menjadi sebuah tindakan yang sangat merugikan
bahkan membahayakan banyak pihak dan masyarakat umumnya
yang menjadi korban. Apabila paham radikalisme ini dibiarkan
terus tumbuh, tentu akan membawa dampak negatif yang lebih
besar dari kehidupan beragama. Sehingga untuk memangkas
pertumbuhan radikalisme ini perlu adanya deradikalisasi, dimana
dalam pemahaman agama diajarkan keterampilan, pemecahan
masalah tanpa kekerasan, berfikir kritis, toleransi, dan pemahaman
agama secara intergratif sehingga tidak menimbulkan bias.
Selanjutnya, jika pemerintah menggunakan strategi perang
(represif) dalam menghadapi teroris, yang terjadi justru perlawanan
secara sengit sehingga penimbulkan peperangan. Bukan tanpa
fakta, bahwa selama ini pemerintah lebih menekankan tindakan
represif dalam menghadapi teroris, bahkan cenderung
mengabaikan nilai-nilai Hak Asasi Manusia (HAM).5Gerakan
mereka semakin masif dan terbuka. Bahkan, mereka dengan berani
dan terbuka mengebom Pos Polisi di Jalan Sarinah Thamrin pada
4Fabian Januarius Kuwado,
http://nasional.kompas.com/read/2016/01/15/07230891/Bachrum.Naim.Bom.Sarinah.dan.Konser.y
ang.Tertunda, Jumat, 15 Januari 2016, diakses Sabtu, 25 April 2016, pukul. 14.29 WIB. 5Mufti Makaarim dan Wendy Andika (eds),Almanak Hak Asasi Manusia di Sektor
Keamanan Indonesia 2009, (Jakarta: institut For Defence Security and Peace Studies (IDSPS),
2009) hal. 14-15.
8
pukul 10.00 WIB bahkan terjadi tembak menembak kepada aparat
hukum yang menyebabkan tewasnya warga sipil.
Terdapat suatu teori yang diutarakan oleh Thomas More
(1478-1535), bahwa memberantas kejahatan dengan tindakan
kekerasan tidak akan membuat kejahatan itu berhenti6 begitu juga
dalam konteks pemeberantasan terorisme, strategi represif
kuranglah tepat.
Karena gerakan teroris tersebut didasari atas dasar faham
radikal, maka deradikalisasi adalah jawabannya. Deradikalisasi
merupakan suatu upaya untuk menetralisir paham-paham radikal
melalui pendekatan interdisipliner, seperti hukum, psikologi,
agama, dan sosial budaya bagi mereka yang dipengaruhi paham
radikal dan/atau pro kekerasan. Proses deradikalisasi lebih
mengutamakan dialog dari pada tindakan fisik sehingga lebih
mengena dan aman dari pelanggaran HAM.
Deradikalisasi juga di terapkan oleh negara-negara lain
seperti Arab Saudi, Yaman, Mesir, Singapura, Malaysia, Colombia,
Al Jazair dan Tajikistan. Di Indonesia sendiri pemerintah
membentuk Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT)
sebagai lembaga yang bertanggung jawab dalam membuat
kebijakan dan strategi nasional penanggulangan terosrisme.
Para narapidana terorisme yang saat ini ditahan di Lembaga
Pemasyarakatan (LP) Cipinang juga diantisipasi mendapatkan
6 Dikutip oleh Hendrojono, Kriminologi, pengaruh Perubahan Masyrakat dan
Hukum, (Surabaya: PT. Dieta Persada, 2005), hal. 13
9
deradikalisasi pemahan agama yang dilakukan oleh BNPT itu
sendiri sehingga mencegah adanya penyebaran paham radikal di
kalangan narapidana itu sendiri juga pasca bebas dari lembaga
tersebut agar tidak melakukan hal serupa bahkan dapat
bekerjasama dalam upaya deradikalisasi di kalangan masyarakat
luas.
Islam sebagai agama mayoritas yang dianut oleh bangsa
Indonesia. Menekankan kepada perdamaian dan mendeklarasikan
diri sebagai ajaran Rahmatan Lil A’lamin tentu dapat menjadi sudut
pandang tersendiri terhadap strategi deradikalisasi yang
menekankan soft aprroach rancangan BNPT. Oleh karena itu
penulis tertarik untuk mengambil tema, “Strategi Badan Nasional
Penanggulangan Terorisme (BNPT) Dalam Upaya Deradikalisasi
Pemahaman Agama Pada Narapidana Terorisme Di Lembaga
Pemasyarakatan (LP) Cipinang”.
B. Pembatasan dan Perumusan Masalah
1. Pembatasan Masalah
Agar penelitian yang penulis lakukan lebih terarah dan
terperinci, penulis membatasi permaslahan yang akan dibahas pada
“Strategi Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT)
Dalam Upaya Deradikalisasi Pemahaman Agama Narapidana
Terorisme Di Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cipinang”.
10
2. Perumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :
Bagaimana stategi yang dilakukan Badan Nasional
Penanggulangan Terorisme (BNPT) dalam upaya deradikalisasi
narapidana terorisme di Lembaga Pemasyarakatan (LP)
Cipinang?
C. Tujuan dan Manfaat Penelitian
1. Tujuan penelitian
Untuk mengetahui strategi yang dilakukan Badan Nasional
Penanggulangan Terorisme (BNPT) dalam upaya
deradekalisasi paham keagamaan pada narapidana terorisme di
Lemaga Pemasyarakatan (LP) Cipinang.
2. Manfaat penelitian
Manfaat penelitian yang penulis lakukan ini dapat dilihat dari
dua aspek, yakni:
a. Segi Akademis
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi
Khazanah ilmu pengetahuan kepada mahasiswa/i terutama
jurusan Manajemen Dakwah agar dapat mengetahui Strategi
Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) mengenai
radikalisme dan deradikalisasi paham keagamaan.
b. Segi Praktis
11
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi,
masukan, pedoman dan pengetahuan tentang disiplin ilmu
dakwah terutama informasi mengenai bagaimana pandangan
pemahaman keagamaan radikal dan Strategi yang dilakukan
oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) ini
dalam upaya deradikalisasi paham keagamaan. Penelitian ini
diharapkan bisa memberikan wawasan konsep strategi
Deradikalisasi yang lebih nyata dalam tatanan hidup serta
menjadi dapat dikembangkan dan dilakukan oleh lembaga
pendidikan lainnya khususnya kalangan lebaga keagamaan
lainnya.
D. Metodologi Penelitian
1. Metode penelitian
Dalam penulisan skripsi ini, penulis menggunakan metode
penelitian kualitatif deskriptif, yaitu dengan cara memahami
fenomena tentang apa yang dialami oleh subyek penelitian
misalnya perilaku, persepsi, motivasi dan tindakan.7
Menurut M. Nazir dalam buku metodologi penelitian
menyatakan. Bahwa metode penelitian deskriptif merupakan
proses pencarian fakta, gambaran atau lukisan secara sistematis,
7 Lexy J. Moloeng, Metodologi Penelitian Kualitatif, (Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya Offset, 2007), Cet. Ke-24, h. 26.
12
faktual dan akurat mengenai sifat-sifat serta hubungan antara
fenomena yang diteliti. 8
Untuk melengkapi data yang sudah ada, penulis
menggunakan cara sebagai berikut:
a. Data Primer (Primary Data), merupakan data utama yang
diperoleh langsung dari responden barupa catatan tertulis dari
hasil wawancara, serta dokumentasi.
b. Data Sekunder, merupakan data yang diperoleh dari penelitian
kepustakaan untuk mencari konsep dari teori-teori yang
berhubungan dengan masalah dalam penulisan skripsi ini,
seperti buku-buku, diktat dan literatur terkait.
2. Teknik Pengumpulan Data
Dalam teknik pengumpulan data, penulis mengambil
langkah-langkah sebagai berikut:
a. Observasi
Dalam observasi ini penulis melakukan pengamatan
langsung pada objek penelitian dengan maksud memperoleh
data yang konkrit tentang hal-hal yang menjadi obyek
penelitian.
b. Wawancara
Penulis mengadakan komunikasi langsung dan mengajukan
beberapa pertanyaan ke beberapa pihak yang bersangkutan baik
secara lisan maupun tulisan dan mendengarkan langsung
8 M. Nazir, Metode Penelitian, (Jakarta: Galia Indonesia, 1998), Cet ke-3, h. 63.
13
keterangan-keterangan atau informasi dari jajaran pimpinan
BNPT selaku narasumber juga kepada narapidana terorisme di
Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cipinang.9
c. Dokumentasi
Dalam hal ini penulis mengumpulkan data seputar kegiatan
yang dilakukan oleh Badan Nasional Penanggulangan
Terorisme (BNPT) dan para narapidana terorisme di lembaga
pemasyarakatan (LP) Cipinang, foto-foto yang berhubungan
dengan kegiatan dan strategi Badan Nasional Penanggulangan
Terorisme (BNPT) dalam deradikalisasi paham keagamaan
pada para narapidana terorisme di Lembaga Pemasyarakatan
(LP) Cipinang.
3. Teknik Pengelolaan Data
Setelah data diperoleh, maka penulis selanjutnya mengelola
data dengan cara editing, yaitu kegiatan mempelajari berkas-berkas
data telah terkumpul, sehingga keseluruhan berkas itu dapat
diketahui dan dapat dinyatakan baik.
4. Lokasi dan waktu penelitian
Adapun waktu yang di tentukan dalam penelitian ini
dimulai dari Februari 2016 s/d Juni 2016. Penelitian ini di
laksanakan di kantor pusat Badan Nasional Penanggulangan
Terorisme (BNPT) di Kompleks IPSC Jl. Anyar Desa Tangkil
Sentul - Kabupaten Bogor - Provinsi Jawa Barat 16180. Emai
9Jaaludin Rahmat, Metode Penelitian Komunikasi Dilengkapi Contoh Analisis
Statistik, (Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002), Cet. 11,h. 24.
14
:[email protected] dan di Lembaga Pemasyarakatan (LP)
Cipinang yang beralamat Jalan Raya Bekasi Timur No. 170 C
Cipinang, Jakarta Telepon : 021-8612005 / 021-8615061. Email
5. Analisis Data
Dalam hal ini penulis menggunakan analisis deskriptif yaitu
penulis berusaha menggambarkan objek penelitian (StrategiBadan
Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) Dalam Upaya
Deradekalisasi Paham Keagamaan pada narapidana terorisme di
Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cipinang dengan apa adanya yaitu
sesuai dengan kenyataan.
Adapun pedoman yang digunakan dalam teknik penulisan
skripsi ini adalah buku “Pedoman Penulisan Karya Ilmiah (Skripsi
Tesis, dan Desertasi)” yang diterbitkan oleh Center For Quality
Development and Assurance (CeQDA) Universitas Islam Negeri
(UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta 2007 cetakan pertama.
E. Tinjauan Pustaka
Dalam melakukan penelitian ini penulis mengadakan
tinjauan pustaka terhadap beberapa skripsi yang memiliki kemiripan
judul untuk menghindari bentuk pelagiat, diantaranya:
1. Judul Skripsi : “Strategi Dakwah Persatuan Islam
Tionghoa Indonesia (PITI) dalam meningkatkan ibadah anggota”.
Nama : Mahyudi, Nim : 103053028750
15
Jurusan : Manajemen Dakwah tahun 2008.
Isi pokok pembahasan : skripsi ini berisi tentang bagaimana
strategi dakwah PITI, respon anggota dan pengaruh strattegi
dakwah PITI kepada anggota. Metode yang digunakan dalam
penelitian ini adalah deskriptif kualitatif. Instrument yang
digunakan adalah wawancara dengan para pengurus PITI dan
angket untuk anggota PITI
2. Judul skripsi : “Strategi Dakwah Sanggar Budaya Betawi si Pitung
Dalam Pembinaan Pemuda Si Wilayah Rawa Belong Jakarta
Barat”
Nama : Ahmad Rifqi, Nim : 106053001989
Jurusan : Manajemen Dawah tahun 2011
Isi pokok pembahasan : skripsi ini berisi tentang strategi Dakwah
Sanggay Budaya si Pitung melalui pendekatan budaya lokal dan
langkah-langkah serta pengaruh melalui metode wawancara dan
observasi kepada pengurus dan dan anggota sanggar.
Berbeda dengan karya ilmiah di atas bahwa penelitian yang
penulis lakukan berjudul “Strategi Badan Nasional
Penanggulangan Terorisme (BNPT) Dalam Upaya
Deradikalisasi Pemahaman Agama Narapidana Terorisme Di
Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cipinang”.
F. Sistematika Penulisan
Untuk mempermudah penulisan skripsi ini, maka penulis membagi
atas lima rinci, sebagai berikut :
16
BAB I PENDAHULUAN
Pada bab ini mengurainkan Latar Belakang Masalah,
Pembatasan dan Perumusan Masalah, Tujuan dan Manfaat
Penelitian, Metodologi Penelitian dan Sistematika Penulisan
BAB II TINJAUAN TEORITIS TENTANG STRATEGI,
DERADIKALISASI, PEMAHAMAN AGAMA DAN
NARAPIDANA.
Tinjauan teoritis terdiri dari beberapa hal diantaranya
Pengertian Strategi, faktor-faktor, tahapan-tahapan strategi.
Selain itu juga akan membahas mengenai pengertian
deradikalisasi, proses deradikalisasi, langkah dalam
deradikalisasi agama, pengertian pehaman agama, hal-hal
yang mempengaruhi paham keagamaan, pengertian
narapidana dan macam-macam narapidana.
BAB III TINJAUAN UMUM BADAN NASIONAL
PENANGGULANGAN TERORISME (BNPT)
Pada bab ini dijelaskan profil dan sejarah latar belakang
berdirinya Badan Nasional Penanggulangan Terorisme
(BNPT), Struktur ogranisasi, tugas pokok dan fungsi BNPT,
sasaran strategis BNPT, tujuan, serta visi dan misi, satuan
tugas BNPT, struktur kelelmbagaan dan fungsi unit kerja
selain itu juga akan di bahas mengenai data statistik napi
terorisme di lp cipinang.
17
BAB IV STRATEGI BNPT DALAM UPAYA
DERADIKALISASI PAHAM KEAGAMAAN
Bab ini berisi tentang pelaksanaan strategi program
deradikalisasi BNPT, analisis implementasi strategi
deradikalisasi BNPT di LP Cipinang
BAB V PENUTUP
Berisi tentang kesimpulan dan saran dari seluruh
pembahasan sebelumnya den sekaligus menjawab
permasalahan pokok yang ditemukan sebelumnya.
18
BAB II
TINJAUAN TEORITIS
A. Strategi
1. Pengertian Strategi
Pengertian Stategi Secara bahasa (Etimologi) strategi
berasal dari bahasa yunani, yaitu “Strattegeia” atau sering disebut
stratos yang berarti militer. Dalam konteks awalnya strategi diartikan
sebagai generalsshift atau suatu yang dilakukan oleh para jendral
dalam membuat rencana untuk menaklukan musuh dan
memenangkan perang.1
Menurut istilah, strategi adalah proses penentuan rencana yang
disatukan, menyeluruh dan terpadu yang mengaitkan keunggulan
strategi perusahaan dengan tantangan lingkungan dan dirancang
untuk memastikan bahwa tujuan utama dapat dicapai melalui
pelaksanaan yang tepat oleh perusahaan.2 Dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia disebutkan Strategi adalah seni atau ilmu yang
menggunakan sumber daya untuk melaksanakan kegiatan tertentu.3
Dalam pengertian diatas, strategi juga dapat dipahami sebagai
suatu seni para jendral dalam menjalankan taktiknya dimedan
1 Troton PB, Marketing Strategic Meningkatkan Pangsa Pasar dan Daya Saing,
(Yogyakarta: Tugu Publisher, 2008), h. 12. 2Geoge A. Steiner, Kebijakan dan Strategi Manajemen, (Jakarta: PT. Gelora Aksara
Pratama, 1997), h.41 (Terjemahan) 3 Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta:
Balai Pustaka, 1997), hal.199
19
pertempuran. Dari sudut etiologis strategi dalam sebuah organisasi
dapat diartikan yaitu sebagai suatu kiat, cara dan taktik yang
dirancang, secara sistematis dan terarah dalam melaksanakan fungsi-
fungsi organisasi.4
Pada buku Erinie Tisnawati yang berjudul pengantar
manajemen menurut Griffin (2000) strategi sebgaai rencana
komprehensif untuk mencapai tujuan organisasi. (Startegy is a
Comprehensig plan for accomplishing an organization’s goals).
Tidak hanya sekedar mencapai, akan tetapi strategi juga di
maksudkan untuk mempertahankan keberlangsungan organisasi di
lingkungan dimana organisasi tersebut menjalankan aktivitasnya.5
Konsep tentang strategi ternyata dewasa ini tidak hanya
dipergunakan oleh kalangan militer, akan tetapi oleh organisasi non
militer. Dalam hal ini startegi yaitu bersinggungan dengan masalah-
masalah yang berkaitan dengan efektivitas dan efisien. Dengan
demikian strategi dalam sebuah organisasi hasruslah memanfaatkan
kemampuan organisasi dengan sedikian rupa, dengan
memperhitungkan kesempatan dan resiko, sehingga pemanfaatan
kemampuan organisasi tersebut mendatangkan efektivitas dan efisien
yang akan dicapai dalam waktu tertentu. Ciri-ciri yang tercipta dalam
4 Hadari Nawawi, Manajemen Strategi : Organisasi Non Profit Bidang Pemerintahan
Dengan Ilustrasi Di Bidang Pendidikan, (Yogyakarta: Gajamada University Press, 2005), hal. 147. 5 Erinie Tisnawati Sule dan Kurniawan Saefullah, Pengantar Manajemen, (Jakarta:
Kencana, 2005), h. 132
20
pemanfaatan dana, daya dan tenaga yang sesuai dengan perubahan
lingkunganlah yang dimaksud dengan strategi.6
Menurut Syarif Usman strategi adalah kebijaksanaan dalam
upaya menggerakan dan membimbing seluruh potensi kekuatan, daya
dan kemampuan bangsa untuk mencapai kemakmuran dan
kebahagiaan.7
Sedangkan menurut Din Syamsudin mengandung arti antara
lain:
a. Rencana dan cara yang seksama untuk mencapai tujuan.
b. Seni dalam menyiasati pelaksanaan rencana atau program untuk
mencapai tujuan.
c. Sebuah penyesuaian terhadap lingkungan untuk menampilkan
fungsi dan peran penting dalam mencapai keberhasilan
bertahap.8
Menurut Fuad Amsyari Strategi adalah metode atau taktik
untuk memenangkan suatu persaingan. Persaingan yang
berbentuk pertempuran fisik untuk merebut suatu wilayah dengan
memakai senjata atau tenaga manusia. Sedangkan dalam istilah
dibidang non militer, strategi dan taktik adalah suatu cara atau
6 Sondang P. Siagian, Analisis Serta Perumusan Kebijaksanaan dan Struktur Organisasi,
(Jakarta: CV Haji Masagung, 1994), hal. 16-17 7 Syarif Usman, Strategi pembangunan Indonesia dan Pembangunan dalam Islam,
(Jakarta: Firma Jakarta, 1998), h. 60 8 Din Syamsudin, Etika Agama Dalam Membangun Masyarakat Madani, (Jakarta:
Logos 2000), Cet ke1, h. 127
21
teknik untuk memengkan suatu persaingan antara kelompok yang
berbeda orientasi hidupnya.9
Dari beberapa definisi diatas, penulis menyimpulkan
strategi adalah rencana yang akan dilakukan oleh suatu organisasi
dengan melalui beberapa tahap dalam penentuan strategi tersebut
sehingga strategi dapat dilakukan secara sistematis atau
merupakan proses tingkah laku yang sudah direncanakan, di
tentukan dan diarahkan kepada suatu program jangka panjang
atau jangka pendek yang bertujuan untuk meningkatkan kualitas,
serta dilakukan berdasarkan sudut pandang tentang apa yang
diharapkan oleh suatu organisasi tersebut.
2. Faktor-faktor strategi
Setiap organisasi yang berdiri sudah pasti memiliki tujuan
yang ingin dicapai. Hal ini sesuai dengan defini organisasi itu
sendiri yaitu, sekelompok orang yang terdiri dari 2 atau lebih yang
berhimpun dalam sebuah tujuan sama yang akan dicapainya.
Dalam merealisasikan tujuan tersebut biasanya beberapa organisasi
memiliki sebuah cara tersendiri yang akan dilakukan. Hal tersebut
dilakukan untuk mempermudah proses realisasi dan tujuan tersebut
dengan berbagai cara yang akan dilakukan, walaupun cara itu
buruk untuk organisasi lainnya yang biasa disebut strategi.
9 Fuad Amsyari, Strategi Perjuangan Umat Islam Indonesia, (Bandung: Mizan, 1990), h.
40
22
Keberhasilan suatu organisasi dalam mencapai tujuan dan
berbagai sasarannya akan cenderung di tentukan oleh dinamika
organisasi yang bersangkutan. Dinamika yang tercipta dalam
sebuah organisasi tersebut sejatinya disebabkan oleh adanya
interaksi baik antara organisasi dengan lingkungannya, maupun
satuan kerja dalam organisasi tersebut. Pada gilirannya interaksi
yang terjadi merupakan suatu akibat dan bukan merupakan
tuntutan dari interdepedensi yang terdapat dari organisasi dan
lingkungannya dan antara berbagai sub sistem dalam organisasi.
Bila kita cermati terdapat beberapa faktor yang turut
berpengaruh dalam penyusunan strategi sebuah organisasi.
Diantara faktor-faktor yang turut andil dalam mempengaruhi
penentuan strategi adalah faktor lingkungan, baik itu yang berasal
dari dalam organisasi (internal factor) ataupun faktor lain yang
berasal dari lingkungan luar organisasi itu sendiri (eksternal
factor).
Dalam bukunya Prof. Sondang, P siagian mensinyalir
setidaknya terdapat empat faktor dalam menetukan strategi yaitu:10
a) Faktor ekonomi
Tidak hanya dalam organisasi profit, organisasi non ptofitpun
dalam menentukan dan menerapkan strateginya pastilah
10
Sondang P. Siagian, Analisis Serta Perumusan Kebijaksanaan dan Struktur
Organisasi, ,,,,.,,,,hal. 107-108).
23
bergantung pada Sumber Daya Manusia (SDM) dan Sumber
Daya Manusia (SDA) yang dimilikinya. Hal tersebut
dikarenakan program-program yang telah tersusun dalam
suatu organisasi pastilah tidak akan bisa berjalan tanpa adanya
SDM dan SDA yang mendukungnya.
Dalam hal ini faktor ekonomi menjadi hal yang paling
berpengaruh dalam penerapan strategi sutu organisasi dalam
menentukan langkahnya pastilah akan berorientasi pada
sumber daya yang ada, baik itu sumber daya yang bersifat
material maupun immaterial. Meskipun target yang akan
dicapai tinggi akan tetapi tanpa ada dukungan dari sisi materi
maka dapat dipastikan target tersebut akan sulit terealisasi.
b) Faktor politik
Politik yang sedang hangat terjadi baik dalam lingkungan
internal organisasi maupun di luar organisasi turut pula
berpengaruh pada strategi yang diterapkan pada suatu
organisasi.Politik yang mempengaruhi penetapan strategi
dalam suatu organisasi ketika tidak disikapi dalam
kemashlahatan bersama dalam pencapaian tujuan organisasi
dapat membawa dampak buruk terhadap organisasi yang
bersangkutan.
Organisasi bisa jadi dimanfaatkan oleh segelintir orang
yang tidak bertanggung jawab demi mencapai tujuan
24
pribadinya.Sebagai suatu contoh “gap” yang terjadi antara
personal anggota dalam suatu organisasi dikarenakan
perbedaan politik, maka sudah pasti strategi yang sudah
dirancangkan kurang bisa terlaksana seperti apa yang menjadi
tujuan organisasi tersebut.
c) Faktor dari implikasi kebijakan pemerintah
Kebijakan-kebijakan pemerintah yang berlaku bagi suatu
negara tentunya berimbas pula pada semua lini kehidupan tak
terkecuali sebuah organisasi.Hal demikian dikarenakan
peraturan yang ditetapkan oleh suatu pemerintah wajib
dilaksanakan oleh semua lapisan masyarakat, dan hal inilah
yang turut pula mewarnai dalam strategi yang diterapkan pada
suatu organisasi.
d) Faktor teknologi
Teknologi sebagai sebuah sarana yang dimiliki oleh sebuah
organisasi, tentunya akan mendukung penetapan strategi yang
lebih baik dibandingkan dengan organisasi yang masih
menggunakan data manual. Begitupula berlaku bagi suatu
organisasi yang masih menggunakan peralatan seadanya,
tentunya target dari strategi yang dihasilkan akan bergantung
dari sarana dan prasarana yang mendukungnya. Organisasi
yang telah memiliki seperangkat teknologi yang telah maju,
25
memungkinkan menerapkan strategi dengan teknologi yang
telah ada.
Dari faktor-faktor yang tersebut diatas, tentunya kita
mengetahui bahwa strategi yang diterapkan pada suatu organisasi
adalah sangat dipengaruhi oleh faktor lingkungannya, baik itu
lingkungan dalam maupun lingkungan luar organisasi.
3. Tahapan-tahapan strategi
Dalam menentukan suatu strategi maka di butuhkan proses
dan tahapan-tahapan yang jelas sehingga dalam penentuan strategi
di tidak salah dalam menentuakan langkah yang tepat pada
penentuannya.
Strategi juga melalui tiga tahap dalam prosesnya, secara
garis besar strategi melalui tiga tahapan, yaitu:11
a) Perumusan strategi
Langkah pertama yang harus dilakukan adalah merumuskan
strategi yang akan dilakukan. Sudah termasuk didalamnya
adalah pengembangan tujuan, mengenai peluang dan ancaman
eksternal, menetapkan kekuatan dan kelemahan secara
internal, menetapkan suatu objektifitas, menghasilkan strategi
alternatif, dan memilih strategi untuk dilaksanakan. Dalam
perumusan strategi juga ditentukan suatu sikap untuk
11
Stainer, George dan Johm Miller, Manajemen Strategi, (Jakarta: Erlangga, 2008), h.
65.
26
memutuskan. Memperluas, menghindari, atau melakukan
suatu keputusan dalam proses kegiatan.12
b) Implementasi strategi
Setelah kita memutuskan dan memilih strategi yang telah
ditetapkan, maka langkah berikutnya adalah melaksanakan
strategi yang telah ditetapkan tersebut.Dalam tahap
pelaksanaan strategi yang telah dipilih sangat membutuhkan
komitmen dan kerjasama dari seluruh unit, tingkat dan anggota
organisasi.
c) Evaluasi strategi
Tahap akhi dari strategi adalah evaluasi, strategi ini
diperlukan karena keberhasilan yang telah dicapai dapat
diukur kembali untuk menetapkan tujuan berikutnya.Evaluasi
menjadi tolak ukur untuk strategi yang dilaksanakan kembali
untuk sebuah organisasi dan evaluasi sangat diperlukan untuk
memastikan sasaran yang dinyatakan telah dicapai.
Penerapan strategi suatu organisasi merupakan suatu proses
yang dinamis, agar terjadinya keberlangsungan dalam
organisasi. Tahapan tersebut secara garis besar adalah sebagai
berikut:
d) Analisis lingkungan
12
Fred R David, Strategic Management Concept and Cases, (New Jersey: Prentice Hall,
2001), h. 5
27
Analisis lingkunngan merupakan proses awal menetapkan
strategi yang bertujuan untuk mengidentifikasi sesuatu yang
mempengaruhi kinerja lingkungan organisasi.
Secara garis besar analisis suatu organisasi mencakup dua
komponen pokok yatiu analisis lingkungan internal dan
analisis lingkungan eksternal. Adapun proses ini dikenal
dengan analisis SWOT (Strength, Weakness, Oportunity,
Thteats).
B. Radikalisme
1. Pengertian dan Ciri Radikalisasi
Secara epitimologi radikalisasi merupakan serapan dari
bahasa latin yaitu “radix”yang berarti akar. Dalam kamus politik
radikal di artikan amat keras menuntut perubahan yang
menyangkut undang-undang dan ketentuan pemerintah. 13
Eko Endrarmoko dalam bukunya menjelaskan arti radikal
sinonim dengan fundamental, mendasar, primer, esensial,
ekstrim, fanatik, keras, reaksioner, revolusioner, progresif, liberal,
reformis dan seterusnya.14
Pada awalnya istilah radikalisme justru diintrodusi dari
tradisi Barat, terutama yaitu dikalangan keagamaan. Kristen
13
B.N. Marbun, Kamus Politik, (Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2003), h. 462 14
Eko Endarmoko, Treasur Bahasa Indonesia, (Jakarta: GPU, 2006), h. 501
28
protestan AS pada tahu 1960-an. Dalam perkembangannya,
seperti yang telah disampaikan oleh Roger Graudy yang
merupakan filosof dari Prancis menyatakan, bahwa radikalisme
tidak berkisar hanya pada paham keagamaan, akan tetapi istilah
tersebut telah menjelma dalam kehidupan sosial, politik dan
budaya. Dengan demikian berarti, setiap idelogi atau pemikiran
yang mempunyai dampak negatif (side effect) yang dapat
membawa seseorang menjadi militan dan fanatik maka hal
tersebut dapat dikategorikan dalam radikalisme.15
Radikalisme merupakan suatu paham yang menghendaki
adanya perubahan, pergantian dan penjebolan suatu sistem di
masyarakat sampai keakarnya. Radikalisme menginginkan
adanya perubahan secara total terhadap suatu kondisi atau semua
aspek kehidupan masyarakat.
Dengan demikian cakupan dari istilah radikalisme ini
tergantung dari mana kita melihat dan mengkajinya, yang dalam
penelitian ini yaitu penulis membatasi radikalisme dalam bentuk
agama yang dalam hal ini yang dimaksud adalah agama Islam.
Pada hakikatnya paham radikalisme pada suatu agama
adalah tidak merupakan suatumasalah yang menjadi momok dan
menakutkan, selama masih dalam koridor pemikiran (ideologi)
15
A. Rubaidi, Radikalisme Islam, Nahdatul Ulama ; Masa Depan Moderatisme di
Indonesia, (Jawa Timur: PWNU Jawa Timur, 2010), hal. 30-32
29
para pengikutnya.Akan tetapi ketika ideologi tersebut telah
menggeser dan menjelma menjadi gerakan-gerakan yang
menimbulkan keresahan, kekerasan dan masalah lain, yang dapat
menggangu stabilitas masyarakat dan memporak porandakan
tatanan yang sudah ada, maka disinilah radikalisasi agama yang
timbul perlu mendapatkan perhatian bersama. Hal tersebut
dikarenakan, fenomena-fenomena sebagaimana disebutkan akan
dapat menyebabkan suatu konflik, dikarenakan perbedaan
persepsi dan pemahaman terhadap nilai-nilai agama. Bahkan
pada level yang lebih tinggi dapat memunculkan kekerasan antara
dua kelompok yang berbeda paham tersebut.
Umat beragama islam, dalam kasus ini merupakan
kelompok yang sering merespon globalisasi secara emosional dan
reaksioner, sehingga menempatkan Islam seakan-akan
bertabrakan dengan kondisi perkembangan yang selalu terjadi di
tengah masyarakat. Respom reaksioner umat Islam sering kali
diperlihatkan dalam “wajah Islam” yang tidak santun, yakni
radikal dan penuh dengan kekerasan.16
Ketika agama telah memasuki ranah ideologi, maka ketika
iyu agama telah menjadi bagian dari kebenaran yang harus
dipertahankan dan diperjuangkan dengan berbagai cara termasuk
cara-cara yang hakikatnya “melawan” teks agama itu sendiri.
16
Zuly Qadir, Radikal Agama di Indonesia, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014), h. 53
30
Perusakan, pembakaran, penghancuran dan pengeboman atas
nama agama yang dilakukan dengan mengucapkan takbir (Allahu
Akbar) adalah sekelumit kisah tentang wajah agama dengan
tafsirnya yang keras, radikal atau fundamental.17
Melihat pengertian radikalisme yang telah di deskripsikan
diatas, Rubaidi yang mengadopsi istilah Martin E. Marty,
mensinyalir radikalisme agama memiliki ciri sebagai berikut:18
Pertama, fundamentalisme, menurutnya hal ini dilakukan
sebagai gerakan perlawanan yang banyak kasus biasanya
dilakukan secara radikal, yang demikian merupakan respon dari
ancaman yang mereka sinyalir dapat mengganggu eksistensi dari
agama mereka, adalah seperti modernisasi, sekuralisasi, serta
tatanan nilai barat lainnya. Adapun acuan yang digunaka oleh
mereka adalah bersumber dari kitab suci mereka.
Dengan demikian, gerakan perlawanan yang dilakukan
aktivis gerakan Islam fundamentalis sejatinya merupakan
tindakan subjektif-individual, yang dibangun berdasarkan nilai-
nilai kolektif yang berkembang dalam sebuah gerakan. Tindakan
subjektif yang dimaksud dapat berupa tindakan nyata yang
diarahkan kepada pihak tertentu atau agama lain maupun
17
Nur Syam, Tantangan Indonesia Dari Radikalisme Menuju kebangsaan, (Yogyakarta:
Kanisius, 2009), h. 132 18
A. Rubaidi, Radikalisme Islam Nahdatul Ulama…,hal. 35-37
31
tindakan yang bersifat membatin dan sangat subjektif baik berupa
pengetahuan, pemahaman, maupun persepsinya.19
Kedua, penolakan terhadap hermeutika.Hal ini dapat
dipahami bahwa kaum radikal menolak terhadap sikap kritis teks
agama dan segala bentuk interpretasinya. Teks-teks Al-Qur‟an
hanya dimaknai apa adanya. Kitab suci dimaknai adanya tanpa
mempertimbangkan rasionalitas (nalar) dan sabab nuzul ayat,
sehingga dalam implementasinya mereka hanya mengandalkan
Al-Qur‟an secara literal, sesuai dengan apa yang tertera tanpa
adanya pertimbangan akal.
Ketiga, penolakan terhadap adanya pluralisme dan
relativisme.Bagi kaum radikal plurisme merupakan pemahaman
yang keliru terhadap teks-teks kitab suci.Intervensi nalar tehadap
Al-Qur‟an dan perkembangan sosial di masyarakat yang telah
lepas dari kendali agama, serta pandangan yang tidak sejalan
dengan kaum radikalis adalah potret dari bentuk relativisme
keagamaan yang ada.
Keempat, penolakan terhadap perkembangan historis dan
sosiologis.Perkembangan ini dinilai oleh kaum radikalis sebagai
muara ketidaksesuaian dalam keberagamaan, mereka menilai
bukan Al-Qur‟an yang harus mengikuti nalar, tetapi akalah yang
19
Umi Simbullah, Konfigurasi Fundamentalisme Islam, ( Malang: UIN Malang Press,
2009), h. 22
32
seharusnya tunduk dan patuh terhadap semua nilai-nilai Al-
Qur‟an dalam menginterpretasi nilai-nilai agama.
2. Proses dan Faktor Radikalisasi
Terbentuknya radikalisme dicapai melalui proses radikalisi
dimana terdapat tiga aspek yang memiliki peranan penting
selama proses tersebut berlangsung, yaitu:
a. Proses individu
Radikalisasi dipandang sebagai suatu proses pencarian
identitas bagi individu (anak muda pada umumny). Bagi anak
muda, pencarian identitas merupakan bagian dari proses
mendefinisikan hubungan seseorang dengan dunia.
b. Dinamika interpersona
Radikalisasi memerlukam diamika interpersonal dengan
aktor-aktor lain untuk merangsang dan mempengaruhi proses
pemahaman atau pemikiran individu yang menjadi target
radikalisme.
c. Pengaruh lingkungan
33
Narasi dan kosakata politik organisasi keagamaan yang
memiliki pengaruh besar dilingkungan masyarakat dapat menjadi
masukan narasi bagi kelompok-kelompok radikal.20
Terdapat beberapa faktor yang memungkinkan munculnya
radikalisme di kalangan kaum muda dalam beragama,
diantaranya:
a. Kesehatan mental
Menurut Michael McCullough daqn Timothy Smith
dalam Zuly Qodir, kesehatan mental yang ada pada diri kaum
muda sebagai posisi yang sangat rentan, sehingga kaum muda
mudah mengalami guncangan jiwa (depression) yang disebabkan
oleh berbagai faktor dalam hidup.21
b. Ekonomi yang timpang
Kesenjangan ekonomi yang selama ini terjadi akan
dengan mudah menciptakan kemarahan sosial. Jika keadilan
ekonomi ini terus berlangsung dan menimpa sebagian masyarakat
kecil, dan mereka mentransformasikan kepada generasi muda
maka dengan mudah dapat digerakan untuk melakukan
perlawanan atas ketidakadilan ekonomi yang sistematik.22
20
Ady Sutio, “Radikalisme Keagamaan dan Terorisma”, Academia edu Ferbuari 2014,
https://www.academia.edu/7242507/Radikalisme_Keagamaan_dan_Terorisme diakses pada 25 April
2016, pukul 15.35 WIB 21
Zuly Qadir, Radikal Agama di Indonesia,…h. 91 22
Zuly Qadir, Radikal Agama di Indonesia,…h. 95
34
c. Kondisi sosial politik yang berpengaruh pada adanya
perubahan perilaku dan bentuk organisasi keagamaan.
Menurut Pieter Bayer dalam Zuly Qodir, memberikan
penjelasan bahwa sekarang dan mendatang karena perubahan
kebijakan politik dunia, sebagai bagian dari politik globalisasi
akan menimbukan perubahan-perubahan dalam pola (bentuk) dari
sikap keagamaan dan pengorganisasian keagamaan. Perubahan-
perubahan masyarakat akan berpengaruh pada sikap dan
pandangan keagamaan seseorang dan kelompok dalam menyikapi
globalisasi yang kadang tidak menguntungkan kelompok yang
lebih besar, tetapi menguntungkan kelompok kecil sebagai
pemilik modal besar dan pembuat kebijakan global.23
Globalisasi politik kemudian menumbuhkan apa yang
dinamakan situasi baru dalam masyarakat, menumbuhkan
berbagai variasi dalam masyarakat yang kadang menjadi friksi
(distinction) yang bersifat contensted antara satu kelompok
dengan kelompok lainnya. Disinilah globalisasi politik kemudian
secara nyata menumbuhkan religio-political movement, termasuk
dikalangan kaum muda yang masih labil secara ekonomi dan
emosi.
d. Religious commitment dari pemahaman keagamaan.
23
Zuly Qadir, Radikal Agama di Indonesia,…h. 96
35
Kepastian-kepastian orang dan kelompok yang hidup
menjadi tuntutan yang nyaris selalu hadir.Terdapat banyak alasan
mengapa orang menhendaki kepastian-kepastian dalam
hidup.Ketidakpastian hidup kemudian diakhiri dengan „jalan
pintas‟ kepastian beragama yang dikenal dengan jihad.Disinilah
kaum muda sering kali menjadi sasaran kaum jihadis yang
memaknai jihad adalah perlawanan dengan kekerasan dan perang
fisik.Kaum muda dapat tergiur karna alasan religious
commitment yang di kostruksika adalah sebagai pembela
keadilan Tuhan dimuka bumi, dan yang membelanya adalah
pahlawan agama yang mendapat tempat mulia di sisi Tuhan.24
C. Deradikalisasi
1. Pengertian Deradikalisasi
Deradikalisasi berasal dari bahasa inggris deradicalization
dengan dasar kata radical, mendapat awalan de yang memiliki arti
opposite, reverse, remove, reduce, get off, (kebalikan atau
membalik). Mendapat imbuhan akhir –isasi- dari kata –ize, yang
berarti cause to be of resemble adopt or spread the manner of
activity or the teaching of (suatu sebab untuk menjadi atau
menyerupai, memakai atau penyebaran cara atau mengajari).
24
Zuly Qadir, Radikal Agama di Indonesia,…h. 99
36
Secara sederhana deradikalisasi dapat dimaknai suatu proses atau
upaya untuk menghilangkan radikalisme.25
Secara lebih luas, deradikalisasi merupakan segala upaya
untuk menetralisir paham-paham radikal melalui pendekatan
interdisipliner, seperti hukum, psikologi, agama dan sosial budaya
bagi merekayang dipengaruhi paham radikal dan/atau pro
kekerasan. Sedangkan dalam konteks terorisme yang muncul
akibat paham keberagamaan radikal, deradikalisasi dimaknai
sebagai proses untuk meluruskan pemahaman keagamaan yang
sempit mendasar, menjadi moderat, luas dan komprehensif. 26
2. Proses dan langkah dalam deradikalisasi agama
Radikalisasi agama yang kian menggejala saat ini, adalah
tidak bisa terlepas dari apa yang dinamakan dengan “politik
identitas”. Adanya eksistensi dan gejala imprealisme global
melalui sikap Barat, khususnya kebijakan politik Amerika dalam
merancang bangun perpolitkan dunia dengan memperlakukan
dunia Islam secara hegemonik.
Mengutik tulisan Afandi Muchtar dalam judul
“Deradikalisasi Lunak” yang di muat di harian REPUBLIKA, 16
November 2011, Ahmad Shidqi mengungkapkan, proses
25
Petrus Reindard Golose, Deradikalisasi Terorisme, Soul Approach Dan Menyentuh
Akar Rumput, (Jakarta: Yayasan Pengembangan Ilmu Kepolisian, 2009), h. 62 26
Amirsyah, Meluruskan Salah Paham Terhadap Deradikalisasipemikiran, Konsep Dan
Strategi Pelaksanaan, (Jakarta: Grafindo Khazanah Ilmu, 2012), h. 35-36.
37
deradikalisasi hendaknya dilakukan tidak hanya melibatkan aparat
saja, akan tetapi juga harus melibatkan tokoh masyarakat dan
lembaga-lembaga yang ada. Menurut strategi deradikalisasi agama
yang diterapkan harus mengacu pada tiga langkah strategi yaitu:
langkah Prevention (pencegahan), rehabilitation (rehabilitasi), dan
aftercare (pembinaan pasca pelepasan). Dalam tulisannya
“Deradikalisasi Melalui Pesantren” ia menyebutkan langkah
tersebut dapat diaplikasikan sebagai berikut:27
Pertama, pencegahan. Hal tersebut dapat dilakukan antara
aparat bekerjasama dengan para Ulama atau pengasuh pesantren.
Hal tersebut mengingat jumlah pesantren yang banyak di
Indonesia.
Kedua, rehabilitasi dan pasca pembinaan (aftercare), kyai
dengan pesantren yang dimilikinya dinilai sebagai tempat yang
cukup strategis bagi rehabilitasi dan pembinaan bagi rehabilitasi
muda untuk menuntut ilmu dan mengarahkan mereka dari praktik
keagamaan yang menyimpang.
Perlu kita fahami bahwa deradikalisasi merupakan strategi
penanganan kontra radikal, konsep pribumisasi Islam yang
digagas oleh KH. Abdurahman Wahid yang mempunyai nilai-
nilai deradikalisasi yang dimaksud, menurutnya gagasan
27Ahmad Shidqi, dalam “Deradikalisasi melalui Pesantren” diakses dari
http://budisansblog.blogspot.com/2011/11/deradikalisasi-berbasis-pesantren.html pada 14 Mei 2016,
pukul. 16.35 WIB
38
pribumisasi Islam adalah dimaksudkan untuk mencairkan pola dan
karakter Islam sebagai prilaku normatif, praktik keagamaan yang
kontekstual dan akomodasi ajaran agama Islam kedalam nilai-nilai
budaya.28
Oleh Imdadun Rahmat dalam “Islam
PribumiMendialogkan Agama Membaca Realitas”, Syarif
mengemukakan lima gagasan dalam pribumisasi Islam yaitu:29
Pertama, Kontekstual, yaitu Islam dipahami sebagai ajaran
yang terkait zaman dan tempat. Ini berarti Islam adalah suatu
agama yang dinamis, terus memperbaharui diri, dan respon
terhadap perubahan zaman, serta lentur dan mampu berdialog
dengan kondisi masyarakat yang berbeda untuk melakukan
adaptasi kritis, sehingga Islam bisa dinilai sebagai ajaran yang
shahih li kulli zaman wa al makan (relevan dengan perkembangan
zaman dan tempat).
Kedua, Toleran, sikap toleran dalam beragama dan toleran
terhadap perbedaan penafsiran dapat menumbuhkan kesadaran
untuk bersikap. Hal tersebut dikarenakn konteks dan kultur
keindonesiaan yang plural, menuntut pula pengakuan tulus bagi
kesedrajatan terhadap agama-agama lain.
Ketiga, Menghargai tradisi, disini suatu etika hendaknya
mengacu pada zaman Rasul. Islam dibangun diatas penghargaan
28
Syarif Hidayatullah, Islam Isme-Isme, Aliran dan Paham Islam di indonesia,
(Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010), h. 50 29
Syarif Hidayatullah, Islam Isme-Isme, Aliran dan Paham Islam di Indonesia…, h.51-52
39
pada tradisi lama yang baik, karena sesungguhnya Islam tidak
memusuhi tradisi lokal melainkan tradisi tersebut dijadikan
sebagai sarana dakwah Islam.
Keempat, Progresif, dengan perubahan terhadap praktik
keagamaan dimana ia berada. Islam berarti harus siap dan lapang
dada menerima tradisi pemikiran orang lain kendatipun berasal
dari Barat.
Kelima, Membebaskan, disini Islam sebagai suatu agama
yang dapat menjawab problematika kemanusiaan yang ada secara
universal tanpa membedakan agama dan etnik. Dengan semangat
pembebasan tersebut, sebagai agama yang rahmatan lil a’lamin
Islam harus siap melawan penindasan, kemiskinan,
keterbelakangan anarki sosial, dan lain sebagainya.
D. Pemahaman agama
1. Pengertian pemahaman agama
Pemahaman menurut Sadiman adalah suatu kemampuan
seseorang untuk mengartikan, menafsirkan, menerjemahkan, atau
menyatakan sesuatau dengan caranya sendiri tentang pengetahuan
yang pernah di terimanya. 30
30
Arif Sukadi Sadiman, Beberapa Aspek Pengembangan Sumber Belajar, (Jakarta:
Mediatama Sarana Perkasa, 1946), cet ke-l, h. 109.
40
Menurut kamus besar Bahasa Indonesia pemahaman adalah
suatu hal yang kita pahami dan kita mengerti dengan benar.31
Suharsimi menyatakan bahwa pemahaman (comprehension) adalah
bagaimana seorang mempertahankan, membedakan, menduka
(estimate), menerangkan, memperluas, menyimpulkan,
menggeneralisasikan, memberikan contoh, menulis kembali dan
memperkirakan.32
Dengan pemahaman, siswa diminta untuk
membuktikan bahwa ia memahami hubungan diantara fakta-fakta
atau konsep.
Agama sebagai sistem keyakinan dapat menjadi bagian inti
dari sistem-sistem nilai yang ada dalam kebudayaan dari
masyarakat yang bersangkutan33
mendefinisiikan agama sebagai
seperangkat kepercayaan atau aturan yang pasti untuk
membimbing manusia dalam tindakannya terhaap Tuhan, orang
lain, dan terhadap dirinya sendiri.
Defini tersebut memberikan pemahaman adanya hubungan
manusia dengan tuhan dan juga hubungan antara manusia dengan
sesamanya yang secara umum meliputi berbagai aspek kehidupan.
Fungsi paling mendasar dan universal dari semua agama adalah
bahwa agama memberikan orientasi dan motivasi serta membantu
31
Amran Ys Chaniago, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, (Bandung: Pustaka Setia,
2002), Cet V, h. 427-428.
32
Suharsimi Arkunto, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, (Jakarta: Bumi aksara,
2009), h. 118.
33
Mozer Kahf, Ekonomi Islam: Telaah Analitik Terhadap Fungsi Sistem Ekonomi
Islam Penerjemah Machnun Husein, (Yogyakarta: PT. Tiara Wacana, 1995), H. 21.
41
manusia mengenal sesuatu yang bersifat sakral. Lewat pengalaman
beragama (religious experience) yakni penghayatan terhadap tuhan
atau agama yang diyakininya.
Agama merupakan sistem yang mencakup cara bertingkah
laku dan berperasaan yang bercorak khusus dan merupakan sistem
kepercayaan yang juga bercorak khusus. Agama berkeyakinan
bahwa ada sejenis dunia spiritual yang mengajukan tuntutan
terhadap perilaku, cara berfikir, dan perasaan kita.
Agama dapat mempengaruhi sikap praktis manusia
terhadap berbagai aktivitas kehidupan sehari-hari.34
Ia dipandang
sebagai jalan hidup yang dipegang dan di warisi secara turun
menurun oleh masyarakat manusia. Agar hidup mereka menjadi
damai, tertib dan tidak kacau, yang menjadi unsur agama ialah:
1) Pengakuan bahwa adanya alam gaib yang menguasai dan
mempengaruhi kehidupan manusia.
2) Keyakinan bahwa keselamatan hidup manusia tergantung
pada adanya hubungan baik antara manusia dan kekuatan
gaib.
3) Sikap emosional pada hati manusia terhadap kekuatan gaib,
seperti sikap takut, hormat, cinta, harap, pasrah dan lain-
lain.
34
Thomas E Odea, Sosiologi Agamasuatu Pengenalan Awal, (Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 1996), H. 21.
42
4) Tingkah laku tertentu yang dapat diamati seperti sholat,
doa, puasa, zakat, suka menolong, tidak korupsi dan lain
sebagainya.
Unsur-unsur ini sejalan dengan pandangan Nur Cholis
Madjid yang mengatakan bahwa orang yang beragama harus
memiliki tiga hal yang dikenal dengan trilogy ajaran ilahi yakni
iman, Islam dan Ihsan. Islam (Al Islam) tidak absah tanpa Iman (Al
Iman), dan Iman tidak sempurna tanpa Ihsan (Al Ihsan).
Sebaliknya, Ihsan akan mustahil tanpa iman dan Iman juga tidak
mungkin tanpa tanpa ada inisial Islam. Iman, Islam, Ihsan
merupakan pilar/pokok (rukun dalam beragama dan dipahami
sebagai sebuah sistem ajaran demi tegaknya ajaran Islam.35
Antara Iman, Islam dan Ihsan ketiganya tidak bisa
dipisahkan oleh manusia di dunia ini, kalau diibaratkan hubungan
antara ketiganya adalah seperti segitiga sama sisi yang sisi satu
dengan sisi lainnya berkaitan erat. Segitiga tersebut tidak akan
terbentuk kalau ketiga sisinya tidak saling mengait. Jadi manusia
yang bertaqwa harus bisa meraih dan menyeimbangkan anatara
Iman, Islam dan Ihsan.36
35
Nur Cholis Madjid, Kontekstualisasi Doktrin Islam Dalam Sejarah, (Jakarta:
Penerbit Yayasan Paramadina, 2005), hal. 23
36 Marhamah,H., Lc., MA., Kuliah Ibadah dan
Syahadah,http://marhamahsaleh.wordpress.com diakses pada tanggal 25 Mei 2016, pukul. 15.37 WIB
43
E. Narapidana
1. Pengertian Narapidana
Berdasarkan ketentuan pasal 1 nomor 7 UU
Pemasyarakatan menentukan bahwa narapidana adalah terpidana
yang menjalani pidana hilang kemerdekaan di Lembaga
Pemasyarakatan.
Narapidana adalah orang-orang yang sedang menjalani
sanksi kurungan atau sanksi lainnya, menurut perundang-
undangan. Pengertian narapidana menurut kamus Besar Bahasa
Indonesia adalah orang hukuman (orang yang sedang menjalani
hukuman) karena tindak pidana.37
Dengan demikian pengertian narapidana adalah seseorang
yang melakukan tindak kejahatan dan telah menjalani persidangan,
telah di vonis hukuman pidana serta ditempatkan dalam suatu
bangunan yang disebut penjara.
Narapidana secara umum adalah orang yang kurang
mendapat perhatian, baik dari masyarakat maupun dari
keluarganya. Sebab itu ia memerlukan perhatian yang cukup dari
petugas Rutan, untuk dapat memulihkan rasa percaya diri.
37
Marini Mansyur, Peranan Rumah Tahanan Nagara Dalam Pembinaan Narapidana,
(Makasar: UNHAS Skripsi, 2011), h. 14.
44
Perhatian dalam pembinaan, akan membawa banyak
perubahan dalam diri narapidana, sehingga akan sangat
berpengaruh dalam merealisasikan perubahan diri sendiri.
2. Hak-hak Narapidana
Mengenai hak-hak narapidana diatur dalam ketentuan pasal 14
ayat (1) UU Pemasyarakatan, yang menyebutkan bahwa:
Narapidana berhak:
a. Melakukan ibadah sesuai dengan Agama atau
kepercayaannya.
b. Mendapat perawat, baik perawat jasmani maupun rohani.
c. Mendapat pendidikan dan pengajaran.
d. Mendapatkan pelayanan kesehatan dan makanan yang
layak.
e. Menyampaikan keluhan.
f. Mendapatkan bahan bacaan dan mengikuti siaran media
massa lainnya dan tidak di larang.
g. Mendapatkan upah atau premi atas pekerjaan yang
dilakukan.
h. Menerima kunjungan keluarga, penasihat hukum atau orang
tertentu lainnya.
i. Mendapatkan pengurangan masa pidana (remisi)
45
j. Mendapatkan kesempatan berasimilisasi termasuk cuti
mengunjungi keluarga.
k. Mendapatkan pembebasan bersyarat.
l. Mendapatkan cuti menjelang bebas.
m. Mendapatkan hak-hak lain sesuai dengan peraturan
perundang-undangan yang berlaku.
46
BAB III
TINJAUAN UMUM TENTANG BNPT
A. Sejarah BNPT
Badan Nasional penanggulangan terorisme selanjutnya disebut
BNPT, merupakan lembaga pemerintah nonkementrian (LPNK) di
Indonesia yang mempunyai tugas dari pemerintah untuk melakukan
penanggulangan terorisme.1
Berdirinya BNPT tidak bisa dilepaskan dari peristiwa bom Bali I
pada 12 Oktober 2002. Selaku orang nomor saru di negeri ini, Megawati
segera mengeluarkan instruksi presiden nomor 4 tahun 2002 pasca
terjadinya peledakan bom yang menewaskan lebih kurang 200 orang
tersebut. Presiden tersebut memberikan mandat kepada Menkopolkam
(Mentri Koordinator Bidang Politik dan keamanan) yang saat itu dijabat
oleh Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) untuk membuat kajian dan
strategi nasional penanggulangan terorisme.2
Segera setelah memperoleh mandat Menkopolkam membentuk
Desk Koordinasi Pemberantas Terorisme (DKPT) berdasarkan keputusan
Menteri Nomor : Kep-26/Menko/Polkam/11/2002. DKPT mempunyai
tugas untuk membantu Menkopolkam dalam merumusakan kebijakan bagi
pemberantasan tidak pidana terorisme, meliputi aspek penangkalan,
pencegahan, penanggulangan, penghentian penyelesaian dan segala
1 Tugas tersebut berdasarkan pasal 2 dalam peraturan presiden nomor 46 tahun 2010
tentang Badan Nasional Penanggulangan Terorisme 2 Diakses dari http://www.bnpt.go.id/profil.php pada tanggal 20 Mei 2016 pada
pukul 11.02 WIB.
47
tindakan hukum yang diperlukan.Serta menunjuk Dirj. Pol Drs. Ansyaad
Mbai, MM sebagai ketua DKPT.
Pada tanggal 21 Agustus 2009, dalam rapat kerja komisi I DPR
dengan Menkopolkam, DPR merumuskan beberapa keputusan dan
rekomendasi, yakni :
a. Mendukung upaya pemerintah dalam penanggulangan dan
memberantas terorisme.
b. Terorisme adalah kejahatan manusia luar biasa yang harus dijadikan
musuh bersama.
c. Upaya meningkatkan kapasitas dan keterpaduan penanggulangan
terorisme, agar meningkatkan peran masyarakat.
d. Merekomendasi kepada pemerintah untuk membentuk suatu “badan”
yang berwenang secara operasional melakukan tugas
pemberantasan/penanggulangan terorisme.
e. Menerbitkan regulasi sebagai elaborasi UU No. 34/2004 tentang TNI
dan UU No. 2/2002 tentang Polri, untuk mengatur ketentuan lebih rinci
tentang “Rule Of Engagment” (aturan perlibatan) TNI, terkait tugas
Operasi Militer selain perang, termasuk aturan perlibatan TNI dalam
mentgatasi terorisme dan tugas perbantuan TNI terhadap Polri.
Berdasarkan rekomendasi Komisi I DPR tersebut dan assesment
terhadap dinamika terorisme, maka pada tanggal 16 Juli 2010 Presiden
Republk Indonesia menerbitkan Peraturan Presiden Nomor. 46 tahun
2010 tentang Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, dan
48
mengangkat Irjen Pol (Purn) Ansyaad Mbai, MM sebagai kepala
BNPT berdasarkan keputusan Presiden Nomor 121/M Tahun 2010.
B. Tugas Pokok dan Fungsi BNPT
Sesuai peraturan Presiden Nomor 46 Tahun 2010, BNPT
mempunyai beberapa tugas, yakni:
a. Menyusun kebijakan, strategi dan program Nasional di bidang
penanggulangan terorisme.
b. Mengkoordinasikan Instansi pemerintah terkait dalam
melaksanakan kebijakan di bidang penanggulangan terorisme.
c. Membentuk satuan tugas-tugas yang terdiri dari unsur instansi
pemerintah terkait sesuai dengan tugas, fungsi dan kewenangan
masing-masing.
Selain mempunyai beberapa tugas pokok diatas, BNPT juga
mempunyai beberapa fungsi, yakni:
1. Menyusun kebijakan, strategi dan program nasional di bidang
penanggulangan terorisme.
2. Monitoring, analisa, dan evaluasi dibidang penanggulangan
terorisme.
3. Koordinasi dalam pencegahan dan pelaksanaan kegiatan melawan
propaganda ideologi radikal.
4. Pelaksanaan deradikalisasi.
5. Perlindungan terhadap objek-objek yang potensial menjadi target
serangan terorisme.
49
6. Pelaksanaan penindakan, pembinaan kemampuan dan kesiap-
siagaan Nasional.
7. Pelaksanaan kerjasama internasional di bidang penanggulangan
terorisme.
8. Perencanaan, pembinaan dan pengendalian terdhadap program,
administrasi dan sumber daya serta kerjasama antar instansi.
9. Pengoprasionalan saatuan tugas- satuan tugas pencegahan,
perlindungan, deradikalisasi, penindakan dan penyiapan
kesiapsiagaan nasional dibidang penanggulangan terorisme.
C. Sasaran strategis BNPT
a. Meningkatnyadayatangkalmasyarakatdaripengaruhradikalterorisme;
b. Terlindunginyasecaraefektifobyek vital, wilayahpemukiman,
wilayahpublikdanaset Indonesia di luarnegeridariseranganteroris;
c. Meningkatnyakapasitasdanprofesionalitasaparatpemerintahpelaksanap
enanggulanganterorisme;
d. Tercapainyakepentingandanpengakuanperan Indonesia
dalampenanggulanganterorismemelaluikerjasamainternasional; dan
e. Tercapainyaefektivitaspelaksanaantugaslembagadalampenanggulangan
terorismemelaluipengelolaanmanajemen internal yang profesional.3
D. Tujuan, Visi, dan Misi
a. Tujuan
3Diakses dari http://www.bnpt.go.id/profil.php pada tanggal 14 Mei 2016 Pukul.
20.34 WIB
50
Pemberantasan terorisme bertujuan melindungi warga negara dan
kepentingan nasional serta menciptakan lingkungan nasional dan
internasional yang aman dan damai dengan tidak menyuburkan
radikalisasi dan menghentikan terorisme.
b. Visi
Terorisme adalah anacaman nyata dan aktif, apabila tidak
dilakukan upaya penanganan secara komprehensif di tingkat nasional
dan kewilayahan, dapat membahayakan stabilitas kehidupan berbangsa
dan bernegara.Upaya komprehensif tersebut, mencakup upaya-upaya
penindakan secara operasional, proteksi (perlindungan), pencegahan
dan penangkalan, penanganan dan permasalahan hulu (akar masalah)
dan upaya deradikalisasi.
c. Misi
Untuk melakukan pemberantasan terorisme perlu diupayakn
langkah-langkah4 :
1) Menangkal dan mencegah terorisme dengan menghilangkan
faktor-faktor korelatif penyebab yang dapat dieksploitasi
menjadi alasan pembenar aksi terorisme.
2) Memberantas terorisme dengan mengalahkan organisasi
terorisme dengan menghancurkan persembunyiannya,
kepemimpinan, komando, control, komunikasi, dukungan
materiil dan keuangan.
4Di aakses dari http://www.bnpt.go.id/profil.php pada tanggal 30 Mei 2016.Pukul.
17.15
51
3) Meningkatkan kewaspadaan dan kesiapan terhadap ancaman
serangan terorisme.
4) Melindungi prasarana vital dari ancarman serangan terorisme.
E. Satuan Tugas BNPT
Untuk melaksanakan tugas dan fungsi BNPT dibentuklah satuan
tugas-satuan tugas yang terdiri dari unsur-unsur terkait, juga dapat
melibatkan masyarakat. Penugasan TNI dan Polri dalam Satgas BNPT
bersifat “disiapkan” atau Bawah Kendali Operasi (BKO). Satuan tugas
BNPT dalam rangka penindakan harus tetap menjunjung tinggi Hak Asasi
Manusia (HAM), terutama didalam penggunaan kekerasan dan senjata api
dengan memegang teguh pada prinsip-prinsip dasar:
a. Setiap anggota satgas melakukan tugas berdasarkan ketentuan
peraturan perundang-undangan.
b. Penggunaan senjata api adalah perupakan upaya terakhir setelah
upaya-upaya lain non kekerasan tidak efektif lagai (Last Resort).
c. Penggunaan senjata api hanya dalam keadaan terpaksa atau dalam
pembelaan darurat sesuai dengan pasal 48 KUHP (Overmacth) dan
pasal 49 (Noodweer).
d. Penggunaan kekerasan dengan senjata harus seimbang (prosuderal)
dengan ancaman yang dihadapi.
e. Setiap tindakan yang diambil harus dipertanggung jawabkan secara
hukum (Accountable).
52
F. Struktur kelembagaan BNPT
G. Tugas pokok dan funsi unit kerja
a. Kepala BNPT
Kepala mempunyai tugas memimpin BNPT dalammenjalankan
tugas dan fungsi BNPT.
b. Sekretariat Utama
Mempunyai tugas melaksanakan dan mengkoordinasikan
perencanaan, pembinaan, dan pengendalian terhadap program,
administrasi dan sumber daya serta kerja sama.
Sekretariat Utama menyelenggarakan fungsi :
1. Pengkoordinasian dan sinkronisasi penyusunan kebijakan dan
perencanaan di lingkungan BNPT;
53
2. Pembinaan dan pelayanan administrasi ketatausahaan, hukum,
dan peraturan perundang-undangan, organisasi, tata laksana,
kepegawaian, keuangan, persandian, perlengkapan, dan rumah
tangga BNPT;
3. Pembinaan dan pelaksanaan hubungan kelembagaan dan
protokol;
4. Fasilitasi pelaksanaan tugas dan fungsi kelompok ahli di
lingkungan BNPT;
5. Pengkoordinasian dalam penyusunan laporan BNPT.
c. Biro Perencanaan dan Hubungan Antar Lembaga
Melaksanakan perencanaan program dan anggaran, evaluasi,
melaksanakan persidangan dan hubungan antar lembaga.
Biro Perencanaan dan Hubungan Antar Lembaga
menyelenggarakan fungsi :
1. Penyusunan rencana dan evaluasi program anggaran;
2. Penyelenggaraan persidangan dan hubungan antar lembaga;
3. Penyusunan laporan anggaran.
d. Biro Umum
Mempunyai tugas melaksanakan urusan rumah tangga,
penatausahaan, pengelolaan kepegawaian dan organisasi, keuangan
dan pelaksanaan tata usaha pimpinan.
Biro Umum menyelenggarakan fungsi :
1. Pengelolaan kerumahtanggaan dan penatausahaan;
54
2. Pengelolaan kepegawaian dan organisasi;
3. Pengelolaan administrasi keuangan;
4. Pelaksanaan urusan tata usaha pimpinan.
e. Deputi Bidang Pencegahan, Perlindungan, dan Deradikalisasi
Mempunyai tugas merumuskan, mengkoordinasikan, dan
melaksanakan kebijakan, strategi, dan program nasional
penanggulangan terorisme di bidang pencegahan, perlindungan, dan
deradikalisasi.
Deputi Bidang Pencegahan, Perlindungan, dan Deradikalisasi
menyelenggarakan fungsi :
1. Monitoring, analisa, dan evaluasi mengenai ancaman terorisme di
bidang pencegahan, perlindungan, dan deradikalisasi;
2. Penyusunan kebijakan, strategi, dan program nasional
penanggulangan terorisme di bidang pencegahan, perlindungan,
dan deradikalisasi;
3. Koordinasi pelaksanaan penanggulangan terorisme di bidang
pencegahan ideologi radikal;
4. Pelaksanaan kegiatan melawan propaganda ideologi radikal;
5. Pelaksanaan sosialisasi penanggulangan terorisme di bidang
pencegahan, perlindungan, dan deradikalisasi;
6. Koordinasi pelaksanaan program-program re-edukasi dan re-
sosialisasi dalam rangka deradikalisasi;
7. Koordinasi pelaksanaan program-program pemulihan terhadap
korban aksi terorisme.
55
f. Direktorat Pencegahan
Mempunyai tugas menyiapkan perumusan, pengkoordinasian dan
pelaksanaan kebijakan serta strategi di bidang pengawasan, kontra
propaganda dan kewaspadaan terhadap ancaman terorisme.
Direktorat Pencegahan menyelenggarakan fungsi :
1. Monitoring, analisa, dan evaluasi mengenai ancaman terorisme di
bidang pengawasan, kontra propaganda dan kewaspadaan;
2. Penyiapan penyusunan kebijakan, strategi, dan program nasional
penanggulangan terorisme di bidang pengawasan, kontra
propaganda dan kewaspadaan;
3. Penyiapan koordinasi pelaksanaan penanggulangan terorisme di
bidang pengawasan, kontra propaganda dan kewaspadaan;
4. Pelaksanaan penanggulangan terorisme di bidang pengawasan,
kontra propaganda dan kewaspadaan;
5. Pemantauan penanggulangan terorisme di bidang pengawasan,
kontra propaganda dan kewaspadaan;
6. Pengendalian program-program pencegahan bagi korban aksi
terorisme.
g. Direktorat Perlindungan
Mempunyai tugas menyiapkan perumusan, pengkoordinasian dan
pelaksanaan kebijakan dan strategi di bidang pengamanan objek vital,
transportasi dan VVIP dan pengamanan lingkungan dalam rangka
pencegahan.
56
Direktorat Perlindungan menyelenggarakan fungsi :
1. Monitoring, analisa, dan evaluasi di bidang pengamanan objek
vital, transportasi dan VVIP serta pengamanan lingkungan;
2. Penyusunan kebijakan, strategi, dan program nasional di
bidang pengamanan objek vital, transportasi dan VVIP serta
pengamanan lingkungan;
3. Pelaksanaan pengamanan objek vital, transportasi dan VVIP
serta pengamanan lingkungan;
4. Pemantauan pelaksanaan pengamanan objek vital, transportasi
dan VVIP serta pengamanan lingkungan;
5. Pengendalian pengamanan objek vital, transportasi dan VVIP
serta pengamanan lingkungan.
h. Direktorat Deradikalisasi
Mempunyai tugas menyiapkan perumusan, pengkoordinasian dan
pelaksanaan kebijakan dan strategi di bidang penangkalan, re-
sosialisasi dan rehabilitasi.
Direktorat Deradikalisasi menyelenggarakan fungsi:
1. Monitoring, analisa, dan evaluasi mengenai kegiatan
kelompok-kelompok radikal dan aktivitas radikalisme serta
terorisme;
57
2. Penyusunan rancangan kebijakan, strategi, dan program
nasional penanggulangan radikalisme dan terorisme;
3. Penyiapan koordinasi pelaksanaan penanggulangan terorisme
di bidang deradikalisasi;
4. Pelaksanaan kegiatan-kegiatan penanggulangan radikalisme;
5. Pemantauan dan pengendalian program-program
penanggulangan radikalisme.
i. Deputi Bidang Penindakan dan Pembinaan Kemampuan
Mempunyai tugas merumuskan, mengkoordinasikan, dan
melaksanakan kebijakan, strategi, dan program nasional
penanggulangan terorisme di bidang penindakan dan pembinaan
kemampuan.
Deputi Bidang Penindakan dan Pembinaan Kemampuan
menyelenggarakan fungsi :
1. Monitoring, analisa, dan evaluasi mengenai ancaman terorisme
di bidang penindakan, pembinaan kemampuan, dan penyiapan
kesiapsiagaan nasional;
2. Penyusunan kebijakan, strategi, dan program nasional
penanggulangan terorisme di bidang penindakan, pembinaan
kemampuan, dan penyiapan kesiapsiagaan nasional;
58
3. Koordinasi dalam penentuan tingkat ancaman dan upaya
persiapan penindakan;
4. Koordinasi pelaksanaan perlindungan korban, saksi, dan aparat
penegak hukum terkait ancaman terorisme;
5. Koordinasi pelaksanaan pembinaan kemampuan organisasi dan
penyiapan kesiapsiagaan nasional dalam penanggulangan
terorisme;
6. Pelaksanaan sosialisasi penanggulangan terorisme di bidang
penindakan, pembinaan kemampuan, dan penyiapan
kesiapsiagaan nasional;
j. Direktorat Penindakan
Mempunyai tugas mendukung perumusan, pengkoordinasian dan
pelaksanaan dukungan operasional (intelijen), kesiapsiagaan, dan
penanganan krisis dalam rangka penindakan aksi terorisme.
Direktorat Penindakan menyelenggarakan fungsi :
1. Penyelidikan, monitoring, analisa, dan evaluasi mengenai
ancaman terorisme;
2. Penyiapan rancangan kebijakan, strategi, dan program nasional
penanggulangan terorisme di bidang penindakan meliputi
dukungan operasional (intelijen), kesiapsiagaan dan
penanganan krisis;
59
3. Koordinasi dalam penentuan tingkat ancaman dan upaya
persiapan penindakan;
4. Penyiapan standar prosedur operasi (SOP) dan aturan pelibatan
satuan-satuan dalam penindakan terorisme
5. Koordinasi pelaksanaan perlindungan korban, saksi, dan aparat
penegak hukum terkait ancaman terorisme;
6. Pelaksanaan penanggulangan terorisme di bidang operasional
(intelijen), kesiapsiagaan dan penanganan krisis.
7. Pemantauan dan pengendalian penindakan meliputi dukungan
operasional (intelijen), kesiapsiagaan dan penanganan krisis.
k. Direktorat Pembinaan Kemampuan
Mempunyai tugas mendukung perumusan, pengkoordinasian,
pelaksanaan dan pemantauan di bidang pelatihan, dan pengembangan
sistem operasi dalam rangka penanggulangan terorisme.
Direktorat Pembinaan Kemampuan menyelenggarakan fungsi :
1. Penyiapan rancangan kebijakan dan program pembinaan
kemampuan meliputi pelatihan, dan pengembangan sistem
operasi dalam rangka penanggulangan terorisme;
2. Penyiapan koordinasi program-program pelatihan dan
pengembangan sistem operasi dalam rangka penanggulangan
terorisme;
60
3. Pelaksanaan program pelatihan, dan pengembangan sistem
operasi dalam rangka penanggulangan terorisme;
4. Pemantauan dan evaluasi pelaksanaan program pelatihan, dan
pengembangan sistem operasi.
l. Direktorat Penegakan Hukum
Mempunyaitugasmendukungperumusan, pengkoordinasian,
pelaksanaan, danpemantauan, evaluasi, analisa di
bidangkerjasamaaparatpenegakhukum, danperlindunganhukum.
DirektoratPenegakanHukummenyelenggarakanfungsi :
1. Penyiapan rancangan kebijakan, strategi dan program
kerjasama aparat penegak hukum, dan perlidungan hukum
dalam rangka penindakan dan pembinaan kemampuan;
2. Pelaksanaan dan koordinasi program-program kerjasama aparat
penegak hukum, dan perlidungan hukum dalam rangka
penindakan dan pembinaan kemampuan;
3. Pelaksanaan kerjasama bidang hukum dan penelaahan
perundang-undangan dengan kementerian/lembaga terkait;
4. Pemantauan, evaluasi dan analisa pelaksanaan program
kerjasama aparat penegak hukum, dan perlidungan hukum
dalam rangka penindakan dan pembinaan kemampuan.
61
m. Deputi Bidang Kerjasama Internasional
Mempunyaitugasmerumuskan,
mengkoordinasikandanmelaksanakankebijakan, strategi, dan program
nasional di
bidangkerjasamainternasionaldalamrangkapenanggulanganterorisme.
DeputiBidangKerjasamaInternasionalmenyelenggarakanfungsi :
1. Monitoring, analisa, dan evaluasi mengenai ancaman terorisme
internasional dan kerjasama internasional dalam
menanggulangi terorisme;
2. Penyusunan kebijakan, strategi, dan program kerjasama
internasional di bidang penanggulangan terorisme;
3. Pelaksanaan dan pengembangan kerjasama internasional di
bidang penanggulangan terorisme;
4. Koordinasi pelaksanaan perlindungan warga negara Indonesia
dan kepentingan nasional di luar negeri dari ancaman
terorisme.
n. Direktorat Kerjasama Bilateral
62
Mempunyaitugasperumusan, pengkoordinasian, pemantauan,
analisa,
evaluasidanpelaksanaankebijakanbagikepentingandanpenetapanposisi
Indonesia dalamkerjasama bilateral, yang meliputikawasan Asia Pasifik,
Afrika, Timur Tengah, AmerikadanEropa.
DirektoratKerjasama Bilateral menyelenggarakanfungsi :
1. Penyiapan rumusan kebijakan dan penetapan posisi Indonesia
mengenai masalah terorisme di kawasan Asia Pasifik, Afrika,
Timur Tengah, Amerika dan Eropa;
2. Koordinasi pelaksanaan kesepakatan-kesepakatan dalam forum
bilateral di bidang penanggulangan terorisme;
3. Pengembangan kerjasama bilateral dengan negara tertentu guna
mencegah berkembangnya jaringan terorisme;
4. Pengkajian kemampuan aparat keamanan dan sistem
penanganan terorisme di berbagai negara guna meningkatkan
kemampuan sumber daya dalam negeri;
5. Fasilitasi instansi terkait untuk mengembangkan program-
program kerjasama dengan negara lain guna peningkatan
kemampuan dan pengembangan kemitraan;
6. Evaluasi kerjasama peningkatan kualitas dan perluasan
pelatihan;
63
7. Pemantauan, analisis dan evaluasi atas perkembangan
terorisme internasional yang berdampak bagi keamanan dalam
negeri.
o. Direktorat Kerjasama Regional dan Multilateral
Mempunyaitugasmendukungperumusankebijakan,
pengkoordinasiandanmelaksanakankebijakanbagikepentingandanpenetapa
nposisi Indonesia, sertamelaksanakanpemantauan, analisa,
evaluasiataspelaksanaan program kerjasama regional dan multilateral.
DirektoratKerjasama Regional dan Multilateral
menyelenggarakanfungsi :
1. Penyiapan rumusan dan melaksanakan kebijakan bagi
kepentingan dan penetapan posisi Indonedia di forum ASEAN,
APEC, ASEM, dan FEALAC serta PBB dan Non PBB;
2. Koordinasi pelaksanaan kesepakatan-kesepakatan yang
dihasilkan dalam forum bilateral;
3. Pengembangan kerja sama bilateral dengan negara tertentu
guna mencegah berkembangnya jaringan terorisme;
4. Pengkajian kemampuan aparat keamanan dan sistem
penanggulangan terorisme di berbagai negara guna
meningkatkan kemampuan sumber daya dalam negeri;
64
5. Fasilitasi instansi terkait untuk mengembangkan program-
program kerja sama dengan negara lain guna peningkatan
kemampuan dan pengembangan kerjasama kemitraan;
6. Evaluasi kerja sama peningkatan kualitas dan perluasan
pelatihan;
7. Pemantauan atas perkembangan terorisme internasional,
analisis dan evaluasi dampaknya bagi keamanan dalam negeri.
p. Direktorat Konvensi dan Perangkat Hukum Internasional
Mempunyai tugas penyiapan rumusan kebijakan, analisa dan
evaluasi serta pemantauan tentang konvensi internasional, resolusi
PBB dan resolusi Badan Non PBB yang menyangkut masalah
terorisme.
DirektoratKonvensidanPerangkatHukumInternasionalmenyelengga
rakanfungsi :
1. Penyiapan rumusan kebijakan, analisa dan evaluasi atas
konvensi-konvensi internasional yang telah/belum diratifikasi
yang menyangkut masalah terorisme;
2. Penyiapan kajian untuk mendorong diratifikasikannya konvensi
internasional dan regional;
65
3. Pemantauan dan analisa konvensi internasional dan perangkat
hukum dalam rangka Resolusi PBB atau Resolusi Badan Non
PBB yang menyangkut masalah terorisme;
4. Pengkajian mengenai kewajiban yang dibebankan kepada
Indonesia dalam kedudukannya sebagai negara Anggota PBB
dan negara pihak pada konvensi internasional;
5. Melaksanakan koordinasi untuk memenuhi kewajiban
Indonesia atau mencarikan solusi atas putusan PBB dan Badan
Non PBB yang belum dilaksanakan.
q. Inspektorat
Mempunyai tugas melaksanakan pengawasan fungsional terhadap
pelaksanaan tugas dan fungsi di lingkungan BNPT.
Inspektorat menyelenggarakan fungsi :
1. Perumusan kebijakan pengawasan intern di lingkungan BNPT;
2. Pelaksanaan pengawasan intern terhadap kinerja dan keuangan
melalui audit, reviu, evaluasi, pemantauan, dan kegiatan
pengawasan lainnya;
3. Pelaksanaan pengawasan untuk tujuan tertentu atas penugasan
Kepala BNPT;
4. Penyusunan laporan hasil pengawasan.
66
H. Data Narapidana terorisme Lp Cipinang
Terdapat tujuh belas narapidana yaitu :
1. Syaiful Bahri alias Apuy alias Ahmad, terlibat kasus bom kedutaan
besar Australia.
2. Muhammad Nuh alias Kholid alias Olid bin Muji Taba, terlibat dalam
kasus bom kramat jati indah.
3. Lilik Purnomo alias Haris alias Arman, terlibat dalam kasus bom Poso.
4. Ahmad Syahrul Uman alias Doni alias Faesol, selaku deman dekat Abu
Duzana.
5. Nur Arifudin alias Suharto alias Haryanto bin Suyadi.
6. Azis Mustofa alias Ari alias Bangkit
7. Zuhroni alias Zainudin Fahmi alias Oni alias Mbah alias Abu Irsyad
alias Zarkasyi alias Nu’aim
8. Ainul Bahri alias Nurson Mahmudi alias Abu Dujana alias Abu Musa
alias Sorim alias Abu Sobirin alias Pak Guru alias Dedi alias Mahsun
alias Tamli Tamimi.
9. Taufik Masduki alias Abu Khotib alias Gianto alias abdul Rojak alias
Suraji alias Ruli alias Yasid alias Taufik Kondang alias Ahmad
Asropi, menyembunyikan informasi terorisme pada bom poso.
10. Hargobind P Tahilramani, pelaku SMS teror ke kedutaan besar
Amerika.
11. Tengku Ismuhadi bin Jafar, terlibat bom Bursa Efek Jakarta.
67
12. Wahyudi alias Piyo alias Gunawan, membantu malakukan tindak
pidana terorisme, memiliki senjata api dan menimbulkan suasana
teror.
13. Sukarso Abdillah alias Abdurahman alias Rohman, membantu tindak
pidana terorisme, kepemilikan senjata api dan menimbulkan suasana
teror pada tindak pidana terorisme di Palembang.
14. Sugiarto alias Sugicheng alias Raja.
15. Mohammad Hasan bin Saynudin alias Fajar Taslim alias Zaida alias
Omar alias Ust. Alim melakukan tindak pidana terorisme dan
menimbulkan suasana terorisme di Palembang.
16. Parmin alias Yoser Abdul Baar, mengetahui keberadaan Nurdin M
Top juga penerjemah buku tentang jihad.
68
BAB IV
STRATEGI BNPT DALAM UPAYA DERADIKALISASI
PAHAM KEAGAMAAN NARAPIDANA LP CIPINANG
A. Pelaksanaan Strategi BNPT dalam upaya deradikalisasi di Lp
Cipinang
Kehadiran reformasi yang ditandai dengan tumbangnya orde baru di
Indonesia pada tahun 1998, diikuti pula era berkembang bebasnya
berbagai ideologi, tak terkecuali radikalisme. Dalam pandangan BNPT.
Setidaknya ada 5 tipologi kelompok radikal yang berkembang di
Indonesia ini1, yaitu:
1. Kelompok radikal gagasan
Kelompok ini adalah kelompok yang dapat dikatakan radikal
dari segi gagasan dan pemikirannya, namun tidak menggunakan tindak
kekerasan. Seperti Hizbut Tahrir Indonesia (HTI dan Majlis Mujahidin
Indonesia dan Majelis Mujahidin Indonesia (MMI).
2. Kelompok Radikal Non Teroris
Kelompok ini bergerak dalam bentuk residivis kelompok
radikal non terorisme, gangsterisme, atau vandalism. Contoh dari
kelompok ini adalah Front Pembela Islam (FPI)
3. Kelompok Radikal Milisi
1Disampaikan oleh Muslih, Resosialisasi dan Rehabilitasi BNPT dalam dialog publik
“Radikalisasi, Terorisme Dan Deradikalisasi Paham Radikal” oleh Majelis Ulama Indonesia Prov DKI
Jakarta di Kantor MUI DKI Jakarta, pada 3 Desember 2014.
69
Kelompok ini merupakan kelompok milisiyang terlibat dalam
konflik-konflik komunal seperti konflik Ambon dan Poso. Contoh dari
kelompok ini adalah laskar Jihad, Laskar Jundullah, dan Laskar
Mujahidin Indonesia.
4. Kelompok Radikal Separatis
Kelompok ini mempunyai tujuan untuk memisahkan diri dari
Indonesia, seperti Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Negara Islam
Indonesia (NII).
5. Kelompok Radikal Terorisme
Kelompok ini mempunyai tujuan untuk menegakan hukum-
hukum Islam dengan melakukan aksi-aksi terorisme. Contohnya
seperti Jamaah Islamiyah.
Sebelum terbentuknya individu yang radikal, biasanya
seseorang tersebut akan mengalami empat tahapan, yakni:
1. Pra Radikalisasi, dimana seorang individu masih menjalani
aktivitas dan rutinitas sebagaimana mestinya.
2. Identifikasi diri, individu mulai mengidentifikasi diri dan berfikir
kearaf radikal.
3. Indoktrinasi, mulai mengintensifkan dan memfokuskan
kepercayaan terhadap gerakan yang akan diambil.
4. Jihadisasi, seorang individu melaksanakan aksi atau tindakan atas
keyakinannya yang dianggap sebagai bentuk jihad.
70
Proses yang membedakan akan berpengaruh sejauh mana aksi
radikal dilakukan oleh masing-masing individu.
Tidak semua dari lima tipologi radikalisme di atas mendapat
tindakan langsung dari pemerintah, karena itu akan berbenturan dengan
HAM juga kebebasan berfikir dan berpendapatyang dijamin oleh undang-
undang. Setidaknya ada tiga kelompok yang dianggap mengancam
keutuhan NKRI sehingga harus mendapat tindakan langsung dari
pemerintah, yakni radikalisme milisi, separatism, dan terorisme.
Munculnya Desk Koordinasi Pemberantasan Terorisme (DKPT) sebagai
akar kelahiran BNPT pada tahun 2002 tidak lain sebagai respon terhadap
maraknya radikalisme dan terorisme atas nama agama. Alhasil, sebanyak
260 orang di tangkap, 160 dalam proses hukum, 5 hukum mati, dan tokoh
terorisme (Nurdin M Top dan Dr. Azhari) juga di hukum mati.
Dalam rangka mengemban tugas untuk menyusun dan melaksanakan
program penanggunalangan terorisme di Indonesia, Irfan Idris selaku
Direktur Deradikalisasi BNPT mengenalkan dua strategi pendekatan, yakni
Hard Approach dan Soft Approach, merupakan pendekatan dengan
menekankan pada penjaminan keamanan dan penegakan hukum oleh
militer dan Polri, sehingga Soft Approach yakni pendekatan dengan
komprehensif, persuasif dan penuh kelembutan dan kasih sayang. Namun
demikian, strategi kedua (Soft Approach) saat ini lebih di tekankan oleh
71
BNPT khususnya yang berada di beberapa lapas yang juga di lakukan di
lapas Cipinang, mengingat tindakan represif aparat terbukti tidak bisa
menyelesaikan maraknya tindak kejahatan terorisme yang terjadi di
Indonesia.2
Selain bukti ketidak mampuan startegi represif untuk menuntaskan
terorisme di Indonesia, strategi deradikalisasi di pilih mengingat beberapa
hal, antara lain:3
Pertama, kejahatan terorisme yang marak belakangan bukanlah
kejahatan biasa, yang tidak cukup diselesaikan dengan membuat undang-
undang, membentuk pasukan khusus anti teror, menangkap pada pelaku
dan terakhir memberikan hukum mati pada mereka. Jauh dari itu, terorisme
tersebut merupakan bentuk kejahatan yang lahir atas dasar faham atau ide
keagamaan radikal. Sehingga, perang terhadap ide atau faham
keberagamaan yang radikal yang mengakibatkan tindak kejaahatan
terorisme tersebutlah yang harus diutamakan (war of idea).
Kedua, pasca Boomingnya isu Hak Asasi Manusia (HAM) dalam
kancah Internasional, masyarakat dunia saat ini mengecam berbagai tindak
kekerasan terhadap sesama atau dasar apapun, termasuk melawan
kejahatan terorisme.
2Wawancara dengan Prof. Irfan Idris , Direktur Deradikalisasi BNPT di Jakarta, 26 Mei
2016
3 Nur Syam, Tantangan Indonesia Dari Radikalisme Menuju kebangsaan, (Yogyakarta:
Kanisius, 2009), h. 154
72
Ketiga, jika dalam suatu masa pemerintah dengan strategi represif
mampu menunpas seluruh pelaku kejahatan terorisme, tidak ada garansi
suatu negara akan bebas dari terorisme untuk selamanya. Bahkan dalam
kurun waktu 10-15 tahun yang akan datang bisa jadi wajah terorisme akan
lebih berbahaya.
Alasanya cukup sederhana, di saat keturunan para teroris yang
terbunuh sudah tumbuh dewasa, ketika spirit jihad telah terwariskan dalam
diri mereka, kejahatan terorisme dipastikan akan lebih kejam. Bukan hanya
jihad yang mendasari aksi mereka, melainkan juga motivasi balas dendam.
Beberapa alasan diatas seolah ikut mengamini apa yang telah diteorikan
oleh Thomas More, yang dikutip oleh Hendrojono (2005).4 Bahwa
pemberantasan kejahatan dengan tindak kekerasan tidak akan membuat
kejahatan itu berhenti.
Secara aplikatif, Irfan menambahkan bahwa dalam proses upaya
deradikalisasi terhadap pelaku kejahatan terorisme, khususnya pada
lembaga pemasyarakatan Cipinang, BNPT secara garis besar
mencanangkan tiga macam program pembinaan, yaitu: pembinaan
kepribadian, pembinaan kemandirian dan pembinaan preventif
berkelanjutan5.
4Hendrojono, Kriminologi, Pengaruh Perubahan Masyarakat dan Hukum, (Surabaya:
PT. Dieta Persada, 2005) h. 13
5 Wawancara dengan Prof. Irfan Idris , Direktur Deradikalisasi BNPT di Jakarta, 26
Mei 2016
73
Pertama, pembinaan kepribadian, pembinaan tersebut terkait mindset
atau cara berfikir seorang narapidana teroris dan keluarga mereka yang
radikal dan bertentangan dengan ideologi Pancasila dan NKRIuntuk
kembali ke jalur yang bisa di terima dan diterima oleh negara dan
warganya. Dalam pembinaan kepribadian ini, BNPT menjadikan dialog
dari hati ke hati sebagai strategi untuk mengubah doktrin yang sudah
tertanam dalam mindset masing-masing individu.
Kedua, pembinaan kemandirian, pembinaan kemandirian ini
merupakan serangkaian proses yang bertujuan untuk membekali para
narapidana terorisme dan keluarga mereka dari sisi pencaharian atau
ekonomi. Pembinaan dilakukan dengan cara pemberian skill khusus untuk
mengembangkan perekonomian kepada para narapidana terorisme dan
keluarga mereka pasca mereka bebas dari masa penahanan dari ideologi
terorisme.
Ketiga, pembinaan perventif berkelanjutan. Pembinaan ini
dimaksudkan agar masyarakat bisa mengidentifikasi dan mengantisipasi
terhadap masuknya ideologi terorisme. Objek dalam pembinaan ini adalah
masyarakat luas dalam bentuk pelatihan dan sosialisasi melalui berbagai
institusi sebagai lembaga keagamaan, organisasi kemasyarakatan,
organisasi pemuda, LSM dan sebagainya.
Dari beberapa konsep besar program diatas, BNPT menelurkan beberapa
program kerja yang telah dan akan dilaksanakan pada tahun 2016, anatara
lain:
74
1. Resosialisasi tetang mantan terorisme dan keluarga
Yaitu keluarga untuk mensosialisasikan kembali mantan
terorisme dan keluarga di tengah masyarakat melalui pendekatan-
pendekatan khusus kepada tokoh masyarakat, agama, pendidikan,
budaya, pemuda, pejabat, pemerintahan dan lain sebagainya agar
mereka dapat diterima dengan baik oleh masyarakat. Pentingnya
kegiatan ini didasarkan pada kenyataan bahwa sebagian besar
masyarakat menolak kehadiran para mantan terorisme walaupun
kondisinya meninggal dunia.
2. Rehabilitasi mantan teroris di lapas
Rehabilitasi ini diisi dengan berbagai kegiatan pembinaan yaitu
dengan pendekatan keagamaan, mental/psikologi/busaya, pendidikan,
ekonomi/wirausaha/kesejahteraan, dan lain sebagainya. Pentingnya
kegiatan ini untuk memantau perkembangan pemahaman baik tentang
agama, maupun negara dan aktivitas mereka sekaligus untuk
membekali narapidana terorisme dengan berbagai pemahaman dan
keterampilan sehingga ketika mereka keluar dari lapas, dapat menjadi
warga negara yang baik.
3. Rehabilitasi mantan terorisme dan keluarga
Kegiatan ini diarahkan bukan hanya kepada narapidana
terorisme, melainkan juga kepada para keluarganya, yaitu dengan
pendekatan keagamaan, mental/psikologi/budaya, ekonomi,
kewirausahaan, kesejahteraan dan lain sebagainya. Pentingnya kegiatan
75
ini untuk memantau perkembangan pemahaman baik tentang agama
maupun negara dan aktivitas mereka sekaligus untuk membekali
narapidana terorisme dan keluarganyadengan berbagai pemahaman dan
keterampilan agar menjadi warga yang baik.
4. Pelatihan anti radikalisme dan terorisme kepada ormas
Kegiatan ini dirahkan untuk membekali para pimpinan ormas
yang tersebar di seluruh wilayah Indonesia dan mengakar di
masyarakat dengan pemahaman-pemahaman kontra radikalisme dan
terorisme. Kegiatan ini juga sekaligus sebagai upaya penggalangan
langkah bersama dikalangan ormas untuk secara bersama melakukan
penanggulangan terhadap radikalisme dan terorisme. Pentingnya
kegiatan ini karena keberadaan ormas yan langsung di masyarakat dan
ormas-ormas tersebut dapat melakukan pembinaan kepada masyarakat
sehingga akan terselenggara proses pembinaan kontra radikalisme dan
terorisme setiap saat kepada seluruh masyarakat Indonesia.
5. Koordinasi pebnangkalan dan rehabilitasi di bidang deradikalisasi di
15 provinsi
Kegiatan ini merupakan upaya pengkoordinasian kepada
komponen-komponen bangsa baik instansi pemerintah, pendidikan,
organisasi keagamaan, kepemudaan, sosial dan politik, badan usaha,
seni dan budaya, dan lain sebagainya yang tersebar di wilayah
Indonesia, akan tetapi pada tahun 2016 dilakukan di 15 provinsi,
pentingnya kegiatan ini juga sebagai upaya untuk memantapkan
76
sekaligus mensinergikan kegiatan-kegiatan pengkalan terhadap gerakan
radikalisme dan terorisme dan rehabilitasi kepada mantan terorisme dan
keluarga besarnya.
6. TOT anti radikaisme dan terorisme
Kegiatan ini secara khusus dimaksudkan agar terwujudnya
trainer-trainer anti radikalisme dan terorisme yang dapat disebar
diseluruh wilayah Indonesia untuk melakukan pembinaan dan pelatihan
kepada masyarakat tentang anti radikalisme dan terorisme. Pentingnya
kegiatan ini dikarenakan minimnya orang-orang yang dapat dijadikan
trainer anti radikalisme dan terorisme.
7. Workshop kurikulum pendidikan agama
Kegiatan ini diarahkan untuk menkaji kurikulum pendidikan agama
yang selama ini berjalan di lembaga-lembaga pendidikan agama yang
sesuai dengan deradikalisasi.
8. Penyusunan buku-buku deradikalisasi untuk tingkat SD/SLTP/SLTA
Kegiatan ini merupakan upaya untuk melakukan deradikalisasi kepada
para pelajar SD. Ini berarti sejak usia dini, para pelajar sudah
ditanamkan cara-cara bersikap untuk saling menhormati, hidup rukun,
nasionalisme, anti kekerasan dan menjadi warga negara yang baik dan
bertanggung jawab.
9. Pendirian pusat kajian deradikalisasi di perguruan tinggi
Kegiatan ini dimaksudkan untuk mamasyarakatkan kegiatan-kegiatan
deradikalisasi di kalangan di kalangan dosen, mahasiswa dan civitas
77
akademika perguruan tinggi. Pusat-pusat ini didirikan untuk
mengkoordinasikan gerakan-gerakan deradikalisasi di perguruan tinggi.
Dengan adanya pusat-pusat deradikalisasi tersebut, diharapkan
kalangan perguruan tinggi dapat berperan aktif dalam gerakan
deradikalisasi secara lebih luas.
10. Penyusunan dan sosialisasi buku pedoman deradikalisasi
Kegiatan ini diarahkan untuk membuat pedoman dalam ramgka
deradikalisasi di masyarakat agar pelaksanaan deradikalisasi di
masyarakat dapat berjalan dengan lancar, efektif, efisien dan tepat
sasaran. Setelah pedoman tersebut disusun, maka disosialisasikan di
seluruuh komponen masyarakat agar mereka mengetahui dan
mempedomani buku tersebut agar terwujud sinergitas langkah-langkah
dalam rangka deradikalisasi.
11. Penelitian anatomi kelompok radikal
Penelitian ini memperoleh data-data akurat dilapangan tentang
apa dan bagaimana kerja kelompok-kelompok radikal, mulai dari jati
diri dari kelompok, doktrin kelompok, rekrutmen anggota, proses
pemantapan menjadi anggota, transformasi faham-faham radikal,
jejaring kelompok radikal dan dukungan-dukungan kelompok terhadap
kelompok-kelompok radikal.
Menurut Muslih Nashoha, Kasi Resosialisai dan Rehabilitasi
BNPT, tidak semata kepada narapidana, rehabilitasi juga dilakukan
pada keluarga terorisme. Muslih yang selama menjadi orang terdepan
78
dalam melakukan deradikalisasi terhadap pelaku kejahatan terorisme
memaparkan sejauh ini pembinaan kemandirian terhadap narapidan
terorisme baru bisa dilakukan di Jakarta, Palu dan Palembang dan
termasuk LP Cipinang. Bentuk pembinaanya pun baru satu format
yakni pemberian pelatihan perbengkelan. Sedangkan pembinaan
kemandirian terhadap keluarga narapidana dilaksanakan di Palu dan
Jakarta dengan cara memberikan pelatihan pembuatan kue kering dan
basah.6
Lebih lanjut, Muslih memaparkan bahwa rehabilitasi tidak an
sich dilakukan kepada keluarga inti, melainkan keluarga besar pelaku
terorisme. Salah satu Muslih adalah dari sembilan narapidana terorisme
di Cipinang, sekitar 60 orang anggota keluarga yang mengikuti
pelatihan pengembangan skill pembuatan kue kering tersebut. “Tidak
lain karena sejauh ini kita menyadari bahwa hubungan keluarga
menjadi faktor dominan dalam penyebaran doktrin terorisme”. Jelas
Muslih.
Muslih juga menambahkan, pembinaan terhadap keluarga
narapidana terorisme di Palu tidak sekedar kemandirian, tapi juga
pembinaan kepribadian. Di sela-sela pelatihan pengembangan skill
pembuatan kue basah dan kue kering, beliau mengajak dialog dengan
hati kepada mereka terkait faham keberagamaan. “Walhasil ada
6 Wawancara dengan Muslih, Kasi Resosialisasi dan Rehabilitasi BNPT, Jakarta 1 Juni
2016
79
beberapa istri dan keluarga narapidana terorisme yang mau melepaskan
cadar dan kembali kepada kehidupan semula dan kembali
bersosialisasi”, pengakuan pria kelahiran Demak tersebut.
Walau demikian, diakui oleh Muslih pembinaan kepribadian
adalah proses yang paling berat, setidaknya ada dua alasan: Pertama,
para teroris dan keluarga mereka phobia dan anti pemerintah yang
dianggap tidak islami. Parahnya dalam sudut pandang mereka BNPT
merupakan skenario Amerika yang hendak menghancurkan Islam.
Kedua, sebagian besar para pelaku kejahatan terorisme mempunyai
landasan baik nash maupun rasionalisasi yang kuat mengapa mereka
melakukan teror.
Namun semua itu bagi Muslih bukanlah penghalang bagi
BNPT menhentikan rehabilitasi terhadap pelaku kejahatan terorisme.
Menyiasati dua tantangan berat tersebut, Muslih mempunyai strategi
tersendiri; Pertama, karena mereka dengan BNPT, maka untuk masuk
dalam dunia mereka BNPT harus menggunakan baju selain BNPT,
Muslih sendiri setiap melakukan kunjungan ke berbagai lapas
khususnya lapas Cipinang selalu menggunakan baju MUI.
Kedua, karena mereka memiliki landasan yang kuat secara
nash maupun rasionalisasi, maka perlu membangun dialog faham
keagamaan dengan mereka. Satu tips yang selama ini digunakan
Muslih adalah jangan pernah menjastifikasi atau memberi vonis salah
terhadap mereka, hormati dan berusaha menerima keadaan mereka,
80
sehingga mereka akan menghormati dan menerima kita. “Ketika nuansa
kenyamanan telah tercipta, saat itulah kita menerima suntikan doktrin
keberagamaan yang mau menerima perbedaan”, tambah Muslih.
Sedangkan dalam rangka pembinaan preventif berkelanjutan
BNPT menggandeng beberapa organisasi keagamaan, organisasi
kemasyarakatan, LSM dan institusi lain yang peduli terhadap maraknya
terorisme. Pada akhir maret 2012, BNPT berkerja sama dengan LSM
Lembaga Pengembangan Pendidikan Sumber Daya Manusia
(LPPSDM) mengadakan Training Of Trainer (TOT) anti radikalisme
dan terorisme. Acara tersevut dihadiri oleh 60 peserta yang merupakan
perwakilan tokoh agama, masyarakat maupun ilmuwan yang ada di
Surakarta dan sekitar.
Dalam TOT tersebut pihak panitia menghadirkan sejumlah
pembicara baik tingkat lokal maupun nasional yang berkompeten di
bidangnya masing-masing. Bahkan dalam kesempataqn tersebut
dihadirkan juga salah seorang mantan aktivis NII yang membedah
pergerakan NII hingga saat ini. Diakhir kesempatan, seluruh peserta
diajak berevaluasi dan merancang starategi untuk mengahadapi
terorisme khususnya di wilayah Surakarta dan sekitarnya.
B. Analisis Pelaksanaan Strategi Deradikalisasi BNPT di LP Cipinang
Berdasarkan data yang diambil dari Direktrur Bina Registrasi dan
Statistik pada akhir 2010 lalu, terdapat 29 lapas dengan total narapidana
81
terorisme 115. Dari jumlah total, pidana penjara sementara 98 orang,
pidana mati 2 orang, dan 15 orang dipidana seumur hidup.7
Sebagai lembaga non kementrian yang bertanggung jawab dalam
penanggulangan terorisme di Indonesia, Badan Nasional Penanggulangan
Terorisme (BNPT) pun menggunakan strategi deradikalisasi tersebut dalam
melaksanakan tugasnya. Berdasarkan hasil penelitian penulis, setidaknya
ada tiga program besar deradikalisasi yang dicanangkan BNPT dalam
menangguloangi terorisme di Indonesia pada tahun 2014-2015, program
tersebut antara lain;
1. Pembinaan Kepribadian,
Dalam rangka melakukan pembinaan kepribadian, BNPT
mengadakan dialog dari hati ke hati terhadap narapidana dan keluarga
mereka terorisme. Dialog dengan narapidana dilakukan dengan cara
mengadakan kunjungan ke Lembaga Pemasyarakatan (LP) Cipinang.
Sedangkan pembinaan kepribadian kepada keluarga narapidana
terorisme baru baru dilakukan di Palu. Dialog diikuti lebih kurang 60
orang peserta. Hasilnya, beberapa istri narapidana terorisme tersebut
berkenan melepas cadar yang selama ini menutup wajahnya.
2. Pembinaan kepribadian
Pembinaan ini bertujuan untuk membekali para narapidana
terorisme dan keluarga mereka agar ketika kelak mereka bebas dari
7Data tersebut diambil dari Direktrur Bina Registrasi dan Statistik pada Desember 2010 di
Jakarta.
82
masa tahanan dan dari ideologi terorisme, mereka mampu bertahan
hidup tanpa harus tergantung dengan orang lain atau organisasi
terorisme yang pernah diikuti.
Pembinaan kemandirian abgi narapidana terorisme khususnya di
lakukan di LP Cipinang. Pembinaan tersebut berbentuk pelatihan
pembekalan. Sedangkan pembinaan kemandirian bagi keluarga
narapidana terorisme dalam bentuk pelatihan pembuatan kue kering
dan kue basah.
3. Pembinaan preventif berkelanjutan
Pembinaan preventif berkelanjutan ini dalam rangka
pembinaan dan sosialisasi untuk membendung faham terorisme. Secara
kongkrit, BNPT telah mengadakan beberapa pelatihan, workshop dan
training. Dalam melaksanakan program tersebut BNPT menggandeng
institusi lain yang mempunyai kepeduliasn terhadap isu terorisme.
Jika melihat pengertian deradikalisasi diatas yang lebih menekankan
proses dialog dalam mengatasi terorisme, maka strategi tersebut pun
dengan hukum Islam. Didalam hukum Islam, kita mengenal bughat yang
sama pengertiannya dengan terorisme. Pada hakikatnya sanksi baghat
adalah hukuman mati, namun para Ulama mazhab sepakat harus adanya
proses dialog terlebih dahulu sebelum hukuman mati diekseskusi. Proses
dialog dalam rangka menemukan faktor yang mengakibatkan para
pembanghkan melakukan pemberontaka. Jika mereka menyebut beberapa
kezaliman atau penyelewengan yang dilakukan oleh iman dan mereka
83
memilih fakta-fakta yang benar maka iman harus berupaya menghentikan
kezaliman dan penyelewengan tersebut.
Supaya berikutnya adalah mengajak para pemeberontak diajak
kembali tunduk dan patuh kepada imam atau kepala negara. Apabila
mereka bertaubat dan mau kembali patuh maka mereka dilindungi.
Sebaliknya, jika mereka menolak untuk kembali, barulah diperbolehkan
untuk diperangi dan membunuh mereka.
Strategi islah dengan cara dialog sebagai tindakan awal untuk
menyelesaikan pemberontakan tersisat dalam ayat diatas. Hal ini juga
beberapa kali pernah dilakukan oleh Ali bin Abi Thalib saat menjadi
khalifah. Salah satunya adalah ketika muncul Khawarij, yakni segolongan
kaum muslimin yang berlainan faham politik, menentang kebijakan serta
menyatakan serta menyatakan keluar dari pemerintah.
Pendekatan dialog serta ajakan untuk kembali patuh pada iman perlu
dilakukan, karena tujuan pemberantasan pemberontakan adalah untuk
mencegah, bukan membunuh mereka. Dengan demikian, apabila dengan
ucapan dan dialog mereka dapat kembali patuh kepada imam, tidak perlu
diadakan penumpasan atau pertempuran, karena pertempuran tetap
menimbulkan kerugian kepada kedua belah pihak.
Pilihan langkah tersebut sesuai dengan kaidah fiqih marsalah
mursalah, yakni penyelesaian sebuah persoalan dengan perimbangan atau
pilian yang mendatangkan kebaikan dan menjauhi kerusakan. Hal tersebut
berdasarkan kaidah:
84
جلب المصا لح ودرء المفاسد
“Menarik kemashlahatan dan menolak kerusakan”.
Selain pertimbangan diatas, sejak diturunkan di muka bumi, Islam
sudah mendeklarasikan diri sebagai ajaran yang menjadi rahmat bukan
hanya bagi pemeluknya atau kelompok tertentu, melainkan menjadi rahmat
bagi semesta alam “rahmatan lil alamin”. Hal itu menunjukan bahwa
sejatinya Islam merupakan agama yang damai, penuh kasih sayang, anti
kekerasan dan bisa menerima perbeedaan yang ada.8
Jika dilihat dari makna deradikalisasi sekaligus implementasi strategi
beberapa program deradikalisasi BNPT pada tahun 2015 diatas LP
Cipinang, dalam pandangan penulis strategis ini sangatlah tepat, mengingat
beberapa hal:
Pertama, kejahatan terorisme yang marak belakangan bukanlah
kejajhatan biasa yang bisa diselesaikan dengan penangkapan dan hukuman.
Jauh dari itu, terorisme tersebut merupakan bentuk kejahatan yang lahir
atas dasar faham atau ide keagamaan radikal. Sehingga, perang terhadap
ide keagamaan radikal. Sehingga, perang terhadap ide atau faham
keberagamaan radikal yang mengakibatkan tindak kejahatan terorisme
tersebut harus diutamakan (war of idea).
Kedua, pasca booming-nya isu Hak Asasi Manusia (HAM) dalam kancah
internasional, masyarakat dunia ini mengecam berbagai tindak kekerasan
8 Mudhofir Abdullah, Jihad Tanpa Kekerasan, (Jakarta: Inti Media, 2009) h. 75
85
terhadap sesama atas dasar apapun, termasuk melawan kejahatan
terorisme.
Ketiga, mengingat banyak fakta, bahwa penyelesaian sebuah persoalan
dengan cara kekerasan justru akan memperkeruh persoalan tersebut. Perang
Amerika dan sekutu yang dipimpin oleh George Walker Bush melawan
terorisme misalnya, perburuan terhadap kelompok pelaku peledakan WTC
(World Trade Center) ke beberapa negara Timur Tengah justru
mengundang perlawanan dari banyak kalangan. Bahkan, aksi teror semakin
merebak di berbagai penjuru dunia dengan alasan balas dendam atas
ekspansi Amerika dan sekutu ke berbagai negara Timur Tengah.
Di Indonesia sendiri, aksi kekerasan aparat yang tergabung dalam
Satuan Densus 88 beberapa kali terjadi, bahkan sebagian oknum yang
disinyalir anggota kelompok terorisme tewas dalam prosesi penangkapan.
Walhasil, tindakan teror semakin merajalela dan vulgar, bahkan beberapa
kali aksi dilakukan di dalam instansi kepolisian dengan target aparat.
Beberapa serangan tersebut antara lain; penyerangan di polsek Hamparan
Perak, Deli Serdang, Sumatera Utara yang menewaskan anggota polisi
(22/9),9 peledakan bom bunuh diri oleh Muhammad Syarif di Masjid
9Peristiwa tersebut merupakan serangan balasan atas penyergapan tiga pelaku perampok
bank CIMB Niaga Medan oleh Densus 88. Kelompok ini dipimpin oleh Abu Tholut alias Mustofa,
salah satu pendiri Jama’ah Islamiyah, karir pria kelahiran Kudus, Jawa Tengah dalam kelompoknya
dimulai dejak 1987, setelah Abu Tholut lulus pelatihan kemiliteran Angkatan IV di Afghanistan dan
menjadi instruktur di Akademi Militer Mujahidin Afghanistan di Sadda. Pada tahun 1993 bergabung
dengan Jama’ah Islamiyah, lalu diminta Abdullah Sungkar menjajaki tempat latihan militer di Moro
Filiphina. Menjadi pelatih kemiliteran di Al-Islamic Al-Jama’ah Military Academy di Muaskar,
Hudaibiyah, Filipina Selatan, perintis Mantiqi III (Kalimantan, Sulawesi Tengah, dan Filipina Selatan),
ketua Kamp latihan militer Hudaibiyah di Mindanao Filipina Selatan. Terlibat dalam tragedi Poso,
86
Mapolresta Cirebon yang menewaskan pelaku yang melukai sedikitnya 23
orang.10
Beberapa fakta diatas cukup membenarkan teori Thomas More yang
dikutip oleh Hendrojono (2005), bahwa memberantas kejahatan dengan
tindak kejahatan tidak membuat kejahatan berhenti.11
Kaitannya dengan hal tersebut pula, maka deradikalisasi merupakan
strategi yang paling tepat untuk menghadapi maraknya tindak terorisme
atas dasar faham keagamaan yang radikal saat ini. Startegi tersebut bahkan
di terapkan oleh sebagian besar negara yang mengalami problem terorisme
di negara mereka, antara lain Arab Saudi, Yaman, Mesir, Singapura,
Malaysia, Kolombia, Al-Jazair dan Tajikistan.
sekaligus sebagai perekrut Asmar Latin Sanai, Pelaku Bom Hotel Marriot. Baca Tempo, edisi 27
sempember – 3 Oktober 2010, h. 109-111 10
Peristiwa bom bunuh diri terjadi pada hari Jum’at, 15 Aptil 2011. Baca Kompas, 26
April 2011 11
Dikutip oleh Hendrojono, Kriminologi, pengaruh, Perubahan Masyarakat dan
Hukum,................. h. 13
87
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari uraian di atas, penulis dapat mengambil kesimpulan:
Dalam upaya penanggulangan terorisme dengan strategi deradikalisasi
menggunakan 2 pendekatan yakni: Pertama Soft Approach pendekatan
dengan komprehensif, persuasif dengan penuh kelembutan dan kasih
sayang. Kedua Hard Approach merupakan pendekatan menekankan pada
penjaminan keamanan dan penegakan hukum oleh Militer dan Polri
Melalui pendekatan di atas startegi tersebut di uraikan melalui tiga
program, yakni: Pertama, pembinaan kepribadian, dilakukan dengan cara
melakukan kunjungan kepada Lembaga Pemasyarakatan (LP) khususnya
di Cipinang yang menampung narapidana terorisme guna mengadakan
dialog dengan hati kepada pelaku terorisme terkait faham keagamaan.
Selain dengan pelaku terorisme, kunjungan dan dialog juga dilakukan
kepada keluarga teroris.
Kedua, pembinaan kemandirian. Sejauh ini pembinaan kemandirian
baru dilakukan oleh BNPT terhadap narapidana terorisme dan keluarga
besar narapidana terorisme yang ada. Bentuk kegiatan pembinaan
kemandirian yang dilakukan tersebut berupa pelatihan perbekalan kepada
88
narapidana dan pelatihan pembuatan kue kering dan basah kepada
keluarga narapidana terorisme di Lp Cipinang.
Ketiga, pembinaan preventif. Pembinaan preventif berkelenjutan.
Pembinaan ini dilakukan dalam bentuk sosialisasi, pelatihan woekshop
dan trainingdengan cara menggandeng institusi lain.
B. Saran-saran
Dari penelitian diatas, penulis memberikan beberapa rekomendasi antara lain.
1. Dalam proses deradikalisasi terorisme BNPT harus melibatkan para tokoh
agama, masyarakat, kaum intelektual dan seluruh komponen masyarakat.
2. Harus adanya program yang intens, teratur, terarah dan terukur khususnya
di LP Cipinang dalam pembinaan kepribadian dan menyentuh kepada tiap-
tiap individu narapidana maupun terhadap keluarga pelaku terorisme di
seluruh Indonesia.
3. Perlu diadakannya evaluasi dan rekonstruksi silabus pendidikan baik
sekolah maupun pesantren dengan spirit multikultur, selama ddi butuhkan.
4. Revitalisasi nilai-nilai Islam wawasan kebangsaan dan bela negara kepada
para narapidana terorisme di LP Cipinang sebagai bentuk antisipasi
semakin terkikisnya rasa nasionalisme generasi muda.
5. Diadakannya pesantren di Lapas sebagai bentuk pendidikan agama seperti
halnya yang dilakukan di Kab. Batang Jawa Tengah.
89
DAFTAR PUSTAKA
Abdullah Mudhofir, Jihad Tanpa Kekerasan, Jakarta: Inti Media, 2009.
Amirsyah, Meluruskan Salah Paham Terhadap Deradikalisasipemikiran, Konsep
Dan Strategi Pelaksanaan, Jakarta: Grafindo Khazanah Ilmu, 2012.
Amsyari Fuad, Strategi Perjuangan Umat Islam Indonesia, Bandung: Mizan,
1990.
Arkunto Suharsimi, Dasar-Dasar Evaluasi Pendidikan, Jakarta: Bumi aksara,
2009
Chaniago Amran Ys, Kamus Lengkap Bahasa Indonesia, Bandung: Pustaka Setia,
2002
Cholis Madjid Nur, Kontekstualisasi Doktrin Islam Dalam Sejarah, Jakarta:
Penerbit Yayasan Paramadina, 2005
David Fred R, Strategic Management Concept and Cases, New Jersey: Prentice
Hall, 2001
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan RI, Kamus Besar Bahasa Indonesia,
Jakarta: Balai Pustaka, 1997
Elang Muttaqin Akhmad, “Mengakrabi Radikalisme Islam” dalam Erlangga
Husada, dkk. Kajian Islam Kontemporer, Jakarta: Lembaga Penelitian
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2007
Endarmoko Eko, Treasur Bahasa Indonesia, Jakarta: GPU, 2006
Hendrojono, Kriminologi, pengaruh Perubahan Masyrakat dan Hukum,
Surabaya: PT. Dieta Persada, 2005.
Hidayatullah Syarif, Islam Isme-Isme, Aliran dan Paham Islam di indonesia,
Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2010
Jalaludin, Psikologi Agama, Jakarta :PT. Grafindo Persada, 2011
Jamhari dan Jajang Jahroni, Gerakan Salafi Radikal di Indonesia , Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2010
Kahf Mozer, Ekonomi Islam: Telaah Analitik Terhadap Fungsi Sistem Ekonomi
Islam Penerjemah Machnun Husein, Yogyakarta: PT. Tiara Wacana, 1995
Makaarim Mufti dan Andika Wendy (eds),Almanak Hak Asasi Manusia di Sektor
Keamanan Indonesia 2009, Jakarta: institut For Defence Security and
Peace Studies (IDSPS), 2009.
Mansyur Marini, Peranan Rumah Tahanan Nagara Dalam Pembinaan Narapidana,
Makasar: UNHAS Skripsi, 2011
90
Marbun B.N., Kamus Politik, Jakarta: Pustaka Sinar Harapan, 2003
Moloeng Lexy J, Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: PT. Remaja
Rosdakarya Offset, 2007
Nawawi Hadari, Manajemen Strategi : Organisasi Non Profit Bidang
Pemerintahan Dengan Ilustrasi Di Bidang Pendidikan, Yogyakarta:
Gajamada University Press, 2005
Nazir Muhammad, Metode Penelitian, Jakarta: Galia Indonesia, 1998
Odea Thomas E, Sosiologi Agamasuatu Pengenalan Awal, Jakarta: Raja Grafindo
Persada, 1996
PB Troton, Marketing Strategic Meningkatkan Pangsa Pasar dan Daya Saing,
Yogyakarta: Tugu Publisher, 2008
Qadir Zuly, Radikal Agama di Indonesia, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2014.
Rahmat Jaaludin, Metode Penelitian Komunikasi Dilengkapi Contoh Analisis
Statistik, Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2002
Reindard Golose Petrus, Deradikalisasi Terorisme, Soul Approach Dan
Menyentuh Akar Rumput, Jakarta: Yayasan Pengembangan Ilmu
Kepolisian, 2009
Rubaidi A, Radikalisme Islam, Nahdatul Ulama ; Masa Depan Moderatisme di
Indonesia, Jawa Timur: PWNU Jawa Timur, 2010
Siagian Sondang P, Analisis Serta Perumusan Kebijaksanaan dan Struktur
Organisasi, Jakarta: CV Haji Masagung, 1994
Simbullah Umi, Konfigurasi Fundamentalisme Islam, Malang: UIN Malang
Press, 2009.
Stainer, George dan Johm Miller, Manajemen Strategi, Jakarta: Erlangga, 2008.
Steiner Geoge A, Kebijakan dan Strategi Manajemen, Jakarta: PT. Gelora Aksara
Pratama, 1997
Sukadi Sadiman Arif, Beberapa Aspek Pengembangan Sumber Belajar, Jakarta:
Mediatama Sarana Perkasa, 1946
Syam Nur, Tantangan Indonesia Dari Radikalisme Menuju kebangsaan,
Yogyakarta: Kanisius, 2009
Syamsudin Din, Etika Agama Dalam Membangun Masyarakat Madani, Jakarta:
Logos 2000.
Tisnawati Sule Erinie dan Kurniawan Saefullah, Pengantar Manajemen, Jakarta:
Kencana, 2005.
90
Usman Syarif, Strategi pembangunan Indonesia dan Pembangunan dalam Islam,
Jakarta: Firma Jakarta, 1998
Undang Undang Nomor 23 Tahun 2011, Standar Operasional Prosedur Lembaga
Pengelolaan Zakat. Jakarta : Kementerian Agama Republik Indonesia,
2012.
Usman, Husaini dan Akbar, Purnomo Setiady. Metodologi Penelitian Sosial.
Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2008.
Wawancara Pribadi dengan Prof. Irfan Idris , Direktur Deradikalisasi BNPT di Jakarta,
26 Mei 2016.
Wawancara Pribadi dengan Muslih, Kasi Resosialisasi dan Rehabilitasi BNPT,
Jakarta 1 Juni 2016.
Internet
http://id.wikipedia.org/wiki/Agama, diakses 25 April 2015, pukul 10.00 WIB
http://marhamahsaleh.wordpress.com diakses pada tanggal 25 Mei 2016, pukul. 15.37
WIB
http://nasional.kompas.com/read/2016/01/15/07230891/Bachrum.Naim.Bom.Sarinah.dan.
Konser.yang.Tertunda, Jumat,, diakses Sabtu, 25 April 2016, pukul. 14.29 WIB.
https://www.academia.edu/7242507/Radikalisme_Keagamaan_dan_Terorisme, diakses
pada tanggal 14 Mei 2016 pukul. 16.35 WIB
http://www.bnpt.go.id/profil.php pada tanggal 20 Mei 2016 pada pukul 11.02
WIB.
HASIL WAWANCARA
Nama : Prof. Irfan Idris
Jabatan : Direktur Deradikalisasi BNPT
Hari/ Tanggal : kamis, 26 Mei 2016
Waktu : 13.30 – 14.20 WIB
Pertanyaan :
1. Untuk saat ini pengertian teroris sangat beragam, kira-kira jika menurut bapak atau
BNPT sendiri definisi teroris seperti apa ?
Jawaban :
Kesepakatan global mengenai definisi ini belum ada. Tapi tidak berarti bahwa tidak
ada definisi terorisme dan tiap negara mempunyai definisi sendiri. Menurut undang-
undangnya, definisi itu tentu akan diwarnai kepentingan masing-masing dan
karakteristik ancaman yang mereka hadapi. Tapi secara definisi universal itu belum
ada.
2. Mengenai tindakan, apakah sudah di sepakati, pak??
Jawaban :
PBB sendiri hanya memberikan kriteria-kriteria tentang terorisme itu apa. Ya sama, di
kita pun di undang-undang hanya merumuskan kriteria perbuatan apa yang
diklasifikasi sebagai terorisme.
3. Bagaimana penanganan terorisme di Indonesia?
Jawaban:
Sebagai upaya penanganan terorisme di Indonesia, pemerintah menempatkan BNPT
sebagai leading sector yang berwenang untuk menyusun dan membuat kebijakan dan
strategi serta menjadi koordinator dalam bidang penanggulangan terorisme. Dalam
aspek kebijakan, BNPT mempunyai tiga bidang yakni, 1). Bidang pencegahan
perlindungan dan deradikalisasi, 2) Bidang penindakan dan pembinaan kemampuan
dan 3). Bidang kerjasama internasional.
Kebijakan BNPT dalam penanggulangan terorisme menekankan pada upaya
penanggulangan terorisme yang integratif dan komprehensif, yakni dengan tidak
hanya fokus pada aspek penindakan (hard approach) saja, tetapi dipadukan, bahkan,
mengedepankan pendekatan pencegahan (persuasive approach) dengan berbagai
program yang menyentuh akar persoalan. Yakni ideologi, sosial, ekonomi dan
ketidakadilan.Selain itu, ada kebijakan lain yang dijalankan oleh BNPT dalam upaya
penanggulangan terorisme, yakni kerjasama internasional dengan dasar pemikiran
bahwa terorisme adalah ancaman dan gerakan yang mempunyai jaringan lintas batas
negara.
4. Bagaimana sinergi antara beberapa elemen yang tadi anda sebutkan?
Jawaban:
Masing-masing kebijakan, baik penindakan, pencegahan maupun kerjasama
internasional berjalan sinergis sebagai bentuk kebijakan yang integral yang dijalankan
oleh BNPT dalam menanggulangi terorisme. Di samping itu kebijakan integratif dan
komprehensif memiliki pengertian adanya pelibatan seluruh komponen bangsa baik
pemerintah (K/L) maupun masyarakat dalam upaya penanggulangan terorisme di
Indonesia. Dalam posisi inilah BNPT menjadileading sector yang mengkoordinasikan
seluruh potensi daya dari berbagai elemen bangsa dalam penanggulangan terorisme.
5. Lalu, bagaimana kebijakan dan strategi pencegahan terorisme yang selama ini
dilakukan BNPT?
Jawaban :
Saat ini pemerintah menempatkan sisi pencegahan sebagai garda terdepan dalam
kebijakan penanggulangan terorisme di Indonesia melalui pendekatan halus (soft
approach). Kebijakan pencegahan diarahkan pada penangkalan paham radikal
terorisme agar tidak menular dan mempengaruhi masyarakat. Tujuan dari pencegahan
ini adalah meningkatkan daya tahan masyarakat dari pengaruh paham radikal
terorisme dengan cara pelibatan peran serta seluruh komponen masyarakat dalam
pencegahan terorisme.
6. Pada implementasinya seberapa efektifkah BNPT melakukan dan menjalankan
strategi tersebut?
Jawaban:
Dalam melaksanakan kebijakan bidang pencegahan, BNPT melakukan Strategi kontra
radikalisasi, atau penangkalan ideologi radikal yang ditujukan kepada seluruh elemen
masyarakat. Termasuk dalam strategi kontra radikalisasi adalah bidang perlindungan
yang mencakup pengamanan obyek vital dan lingkungan. Strategi kontra radikalisasi
merupakan upaya melakukan penangkalan paham dan gerakan terorisme kepada
masyakat dalam rangka peningkatan kewaspadaan dan daya tahan masyarakat dari
pengaruh paham radikal terorisme.
Strategi ini dijalankan dengan berbagai program: mengkoordinasikan instansi
pemerintah dalam upaya penangkalan paham radikal terorisme, memberdayakan
kekuatan masyarakat sipil (Ormas keagamaan, NGO, lembaga pendidikan, tokoh
agama, tokoh adat, generasi muda) dan mantan teroris dalam penangkalan paham
radikal terorisme dan memberdayakan media online dalam penangkalan paham
radikal di dunia maya.
Dalam implementasinya, strategi ini dijalankan melalui beberapa bidang. Yakni;
Strategi pembinaan (deradikalisasi) yang ditujukan kepada kelompok inti, militan,
pendukung dan simpatisan. Strategi deradikalisasi merupakan upaya untuk
mentransformasi dari keyakinan atau ideologi radikal menjadi tidak radikal dengan
pendekatan multi dan interdisipliner (agama, sosial, budaya, dan selainnya).
7. Siapa saja sasaran dari strategi yang dilakukan BNPT?
Jawaban :
Sasaran dari strategi ini adalah: narapidana terorisme, mantan narapidana terorisme,
mantan kelompok teroris, keluarga narapidana teroris, individu dan kelompok potensi
radikal. Dalam implementasinya, strategi pembinaan dilakukan dalam beberapa
program. a). Pembinaan dalam Lapas terhadap Napi Terorisme dengan kegiatan:
Identifikasi, Rehabilitasi, Reedukasi dan Resosialisasi. b) Pembinaan di masyarakat
terhadap mantan napi, keluarga dan jaringannya dengan kegiatan: Identifikasi,
pembinaan wawasan kebangsaan dan nasionalisme, pembinaan wawasan keagamaan
yang moderat dan pelatihan kewirausahaan.
8. Seberapa banyak kerugian yang dilakukan oleh aksi terosisme dan bagaimana
mengaman dan penanggulangan yang dilakukan oleh BNPT sendiri?
Selain korban nyawa, kerugian material yang diakibatkan oleh aksi terorisme sangat
besar. Berdasarkan catatan Global Terrorism Database (2014), target serangan dan
ancaman aksi teror sangat beragam mulai dari gedung pemerintahan, fasilitas asing,
pariwisata, transportasi, jaringan telekomunikasi hingga lembaga pendidikan.
Dari target tersebut, sedikitnya ada 60 aksi teror terhadap fasilitas publik, gedung dan
bangunan asing serta lingkungan. Beberapa contoh dalam kasus ini misalnya
peristiwa bom I dan II, bom Hotel Marriot I dan II serta bom di Hotel Rizt Carlton.
Untuk kategori serangan terhadap fasilitas pemerintah asing, ada 25 aksi dan
ancaman. Beberapa contoh dalam kasus ini adalah serangan terhadap kediaman Duta
Besar Filipinan di Jakarta, Kedutaan Besar Australia di Jakarta dan Kantor Konsulat
Filipinan di Manado.
Untuk aksi teror yang mengarah pada jaringan transportasi, ada 6 aksi teror. Beberapa
di antaranya adalah peristiwa Bom di terminan II F Bandara Internasional Soekarno-
Hatta dan ancaman terhadap Pesawat Garuda. Karena itulah, perlindungan merupakan
salah satu aspek dari bidang pencegahan terorisme. Bidang Perlindungan merupakan
upaya pengamanan terhadap asset pemerintah dan lingkungan masyarakat. Bidang
perlindungan dibagi dalam dua area.
Pengamanan lingkungan yang mencakup dua area: fasilitas pemerintahan dan fasilitas
publik seperti Obyek wisata, rumah sakit, rumah ibadah, hotel, pusat perbelanjaan dan
lain-lain. Dalam implementasinya perlindungan dijalankan dengan kegiatan:
Koordinasi dengan stakeholder, Penyusunan Database Sistem Keamanan, Pembuatan
SOP Sistem Keamanan dan Sosialisasi Sistem Keamanan kepada stakeholder.
9. Lalu bagaimana upaya deradikalisasi dengan para narapidana di lapas sendiri?
Jawaban:
Forum Koordinasi Pencegahan Terorisme (FKPT) bisa aktif membantu Direktorat
Deradikalisasi Deputi I Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT) dalam
melakukan program deradikalisasi kepada warga binaan terorisme baik di dalam
Lembaga Pemasyarakat (Lapas) maupun di luar Lapas. Untuk itu diharapkan peran
proaktif FKPT dalam membuat program-program deradikalisasi agar lebih
memaksimalkan program deradikalisasi, sehingga proses penyadaran para mantan
warga binaan terorisme itu bisa lebih mengena.
Sesuai perintah dari Kepala BNPT, tahun 2016 program deradikalisasi akan lebih
intens. Tentunya akan ada tambahan dana di luar dana rutin FKPT yang setahun itu,
untuk menjalankan program deradikalisasi. Intinya menjadi tugas kita untuk menjadi
mediator bagi mantan teroris agar tidak dicap terus oleh masyarakat. Selain itu, kita
juga harus menyiapkan para warga binaan setelah mereka keluar dari Lapas. Tentu
saja BNPT butuh peran aktif FKPT dalam program deradikalisasi.
10. Bagaiman implementasi strategi tersebut di Lp Cipinang?
Jawaban :
sebagaimana dijelaskan ada beberapa tahapan dalam proses deradikalisasi yaitu;
identifikasi, rehabilitasi, reedukasi, dan resosialisasi. proses deradikalisasi itu mulai
dari identifikasi, selanjutnya bila mereka keluar Lapas, tidak boleh dibiarkan.
Termasuk mendata di mana mereka tinggal begitupula yang dilakukan pada para
narapidana di LP Cipinang.
Mereka harus pahami bahwa negara ini negara darussalam, bukan negara perang.
Ajak mereka diskusi secara religi dan paham keagamaan. Sebenarnya para warga
binaan terorisme banyak yang justru tidak tahu agama. Mereka hanya sekadar ikut-
ikutan dan tidak paham konsep jihad. Padahal dalam Alquran kata jihad disebut 41
kali, dan tak satu pun yang mengajarkan kekerasan
Dalam proses identifkasi itu pertama membina warga binaan terorisme di LP
Cipinang agar meninggalkan pandangan, pemikiran, sikap dan tindakan radikal
terorisme melalui pendekatan agama, sosial, budaya, dan ekonomi. Kemudian
memberikan pencerahan pemikiran kepada narapidana terorisme dengan pengetahuan
agama yang damai dan toleran serta wawasan kebangsaan dalam kerangka NKRI.
Selain itu juga membina kemandirian kepada warga binaan terorisme berupa
pembekalan keterampilan keahlian, dan pembinaan kepribadian dan saya kira strategi
ini diberlakukan tidak hanya di LP Cipinang saja tapi semua lapas.
11. Adakah strategi upaya BNPT dalam deradikalisasi kepada narapidana di LP Cipinang
setelah bebas?
Jawaban:
Para mantan warga binaan terorisme harus disiapkan sebelum kembali dan hidup
berdampingan dengan masyarakat. Dan lebih penting lagi adalah memberdayakan
keluarga warga binaan terorisme, seperi keahlian kewirausahaan dan keterampilan
agar bisa membuka usaha sendiri dan masyarakat agar dapat menerima kembali
mantan warga binaan terorisme untuk bersosialisasi di tengah masyarakat.
Sejak konsep awal Rehabilitasi dan Resosialisasi negara selalu ikut. Proses
deradikalisasi butuh dukungan negara karena tidak hanya menyadarkan mereka yang
masih di dalam Lapas, tetapi juga harus terus mengawal mereka setelah keluar Lapas,
sampai nantinya radikalisasi mereka benar-benar sembuh
12. Dari bebrapa strategi yang dipaparkan oleh bapak kira-strategi manakah yang paling
efektif dalam pelaksaannya di LP Cipinang?
Jawaban:
Sejauh ini kedua strategi baik soft approach maupun hard approach sangat efektif, tapi
jika ditarik dalam pelaksaannya untuk para narapidana di terorisme ya khususnya di
LP Cipinang dan umumnya di semua Lapar pastinya soft approach karena hal yang
dilakukan dalam soft approach adalah mengajak para narapidana terorisme untuk
sadar atau di beri kesadaran untuk bertaubat, kita lakukan diskusi dan memberikan
pemaparan mengenai tafsir al quran yang mereka gunakan sebagai dalil untuk
melakukan aksi terorisme dan kekerasan, sebenarnya hard approach itukan dilakukan
penanggkapan dan dihukum sesuai dengan uud kepada para pelaku teroris. Jadi,
secara umum untuk para pelaku terorisme dilakukan kedua startegi tersebut, ya
pastinya dengan porsi yang berbeda.
Jakarta, 26 Mei 2016
Interviewer Interviewe
Siti Nurmalita Sari Prof. Irfan Idris
HASIL WAWANCARA
Nama : Muslih
Jabatan : Kasi Resosialisasi dan Rehabilitasi BNPT
Hari/ Tanggal : Rabu, 1 Juni 2016
Waktu : Pukul 09.30 – 11.13 WIB
Pertanyaan :
1. Apa yang dilakukan oleh BNPT dalam upaya deradikalisasi narapidana di LP
Cipinang?
Jawaban :
Kalau kami mengartikan deradikalisasi itu sama dengan perang merebut hati dan
pemikiran para warga Binaan atau narapidana tindak pidana terorisme. Mereka adalah
kawan-kawan kita yang berbeda pandangan dan ideologi dengan kita. Nantinya
dengan adanya modul itu, petugas Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) memiliki
panduan dan dasar dalam menjalankan tugasnya di lapangan
2. Bagaiaman peran para petugas lapas dal upaya deradikalisasi tersebut, karena tidak
dapat dipungkir bahwa mereka pun punya peran penting dalam perkembangannya?
Jawaban:
Apa yang dilaksanakan para petugas Lapas di lapangan saat ini sudah cukup bagi,
walaupun masih ada kelemahan. Bahkan dunia internasional pun mengakui proses
deradikalisasi napi terorisme di Indonesia sudah sangat baik dibandingkan dengan
Singapura, Malaysia, Yaman, Mesir, dan Arab Saudi. Padahal di Indonesia, dana
untuk menjalankan program itu masih sangat terbatas. Para kawan-kawan petugas
Lapas tugasnya sangat berat menghadapi narapidana tindak pidana terorisme yang
beda ideologi. Jujur, saya saja belum tentu mampu melaksanakan tugas seperti itu,
pada beberapa pelatihan nantinya para petugas Lapas bisa berdiskusi dan menggali
informasi, dan belajar dari para pakar dibawah pimpinan pakar psikologi.
3. Bagaimana cara BNPT membuat strategi dalam upaya deradikalisasi khususnya di LP
Cipinang?
Kita mempunyai modul untuk menyusun bebrapa strategi yang memang harus
dilakukan oleh BNPT. Modul ini akan menjadi hal penting yang akan mengantar kita
dalam menjalankan proses deradikalisasi warga binaan atau narapidana tindak pidana
terorisme. Nantinya diharapkan mereka (terpidana terorisme) lama-lama bisa bercerita
dengan sendirinya siapa dia. Mereka juga bisa terbuka kepada para petugas dan
akhirnya menyadari ternyata tidak ada gunanya menjadi teroris dan juga sadar bahwa
di Lapas mereka kooperatif. Itulah, yang menjadi sasaran BNPT, khususnya
Direktorat Deradikalisasi. Seperti orang sakit yang butuh obat, tugas kita disini adalah
mencari formula terbaik. Kalau kita tidak tahu sakitnya, kita tidak tahu obatnya apa.
Seperti yang inti itu bagaimana, yang militan harus diapakan, juga untuk yang sekadar
jadi pendukung dan simpatisan. Kalau ini berjalan dengan baik, Insya Allah tujuan
kita untuk menjalankan program deradikalisasi bakal lebih mudah dan terwujud.
4. Bagaimana cara mngidentifikasi program strategi untuk dilaksanakan di Lapas
Cipinang?
Jawaban:
Sebelum tuntas identifikasi, kita tidak akan lanjut ke tahap rehabilitasi dan
resosialisasi. Pak Deputi I telah meminta bila tahap identifikasi ini tidak selesai
selama 6 bulan, harus dilanjutkan selama setahun. Dengan demikian, diharapkan
kawan-kawan petugas Lapas di lapangan bisa mengerti dan memiliah ‘obat’ buat Napi
terorisme.
5. Seberapa penting proses identifikasi tersebut?
Jawaban:
Proses identifikasi itu tindak pidana terorisme itu masih penting. Itulah yang
membuat pihaknya harus mampu merumuskan modul tersebut. Selain itu, BNPT juga
mengimbau kepada para petugas Lapas untuk menyampaikan data di lapangan apa
adanya.Kita semua sama bekerja untuk Merah Putih untuk negara, bukan BNPT atau
Dirjen PAS, tapi bagaimana negara ini tetap kokoh. Karena selama ideologi mereka
belum tercapai, warga binaan tindak pidana terorisme itu akan tetap ada. Jadi
kuncinya adalah kejujuran kita untuk menyampaikan fakta sehingga di Tahap Ketiga
ini bisa membawa hasil baik untuk negara kita tercinta, Republik Indonesia
6. Apa yang dilakukan oleh BNPT khususnya di kasi resosialisasi dan rehabilitasi dalam
upaya deradikalisasi?
Jawaban:
Kasi Resosialisai dan Rehabilitasi BNPT, tidak semata kepada narapidana, rehabilitasi
juga dilakukan pada keluarga terorisme. Muslih yang selama menjadi orang terdepan
dalam melakukan deradikalisasi terhadap pelaku kejahatan terorisme memaparkan
sejauh ini pembinaan kemandirian terhadap narapidan terorisme baru bisa dilakukan
di Jakarta, Palu dan Palembang.
7. Bagaimana bentuk pelaksanaan pembinaan tersebut dilakukan?
Jawaban:
Bentuk pembinaanya pun baru satu format yakni pemberian pelatihan perbengkelan.
Sedangkan pembinaan kemandirian terhadap keluarga narapidana baru dilaksanakan
di Palu dengan cara memberikan pelatihan pembuatan kue kering dan basah,
rehabilitasi tidak an sich dilakukan kepada keluarga inti, melainkan keluarga besar
pelaku terorisme. Salah satu adalah dari sembilan narapidana terorisme di LP
Cipinang, sekitar 60 orang anggota keluarga yang mengikuti pelatihan pengembangan
skill pembuatan kue kering
8. Apa tujuan dari pembinaan tersebut?
Tidak lain karena sejauh ini kita menyadari bahwa hubungan keluarga menjadi faktor
dominan dalam penyebaran doktrin terorisme
9. Pembinaan apa saja yang dilakukan oleh BNPT kepada para keluarga terpidana
terorisme di LP Cipinang?
Jawaban :
Pembinaan terhadap keluarga narapidana terorisme di LP Cipinang tidak sekedar
kemandirian, tapi juga pembinaan kepribadian. Di sela-sela pelatihan pengembangan
skill pembuatan kue basah dan kue kering, pihak BNPT mengajak dialog dengan hati
kepada mereka terkait faham keberagamaan. Walhasil ada beberapa istri dan keluarga
narapidana terorisme yang mau melepaskan cadar dan kembali kepada kehidupan
semula dan bersosialisasi.
10. Apakah terdapat kesulitan yang dihadapi oleh BNPT dalam melakukan pembinaan
dalam upaya deradikalisasi tersebut?
Jawaban:
Pembinaan kepribadian adalah proses yang paling berat, setidaknya ada dua alasan:
Pertama, para teroris dan keluarga mereka phobia dan anti pemerintah yang dianggap
tidak islami. Parahnya dalam sudut pandang mereka BNPT merupakan skenario
Amerika yang hendak menghancurkan Islam. Kedua, sebagian besar para pelaku
kejahatan terorisme mempunyai landasan baik nash maupun rasionalisasi yang kuat
mengapa mereka melakukan teror. Namun semua itu bukanlah penghalang bagi
BNPT menhentikan rehabilitasi terhadap pelaku kejahatan terorisme.
11. Lalu dalam menghadapi kendala tersebut apa upaya yang dilakukan oleh BNPT
Menyiasati dua tantangan berat tersebut, BNPT mempunyai strategi tersendiri;
Pertama, karena mereka dengan BNPT, maka untuk masuk dalam dunia mereka
BNPT harus menggunakan baju selain BNPT, Muslih sendiri setiap melakukan
kunjungan ke berbagai lapas khususnya lapas Cipinang selalu menggunakan baju
MUI. Kedua, karena mereka memiliki landasan yang kuat secara nash maupun
rasionalisasi, maka perlu membangun dialog faham keagamaan dengan mereka. Satu
tips yang selama ini digunakan BNPT adalah jangan pernah menjustifikasi atau
memberi vonis salah terhadap mereka, hormati dan berusaha menerima keadaan
mereka, sehingga mereka akan menghormati dan menerima kita. Ketika nuansa
kenyamanan telah tercipta, saat itulah kita menerima suntikan doktrin keberagamaan
yang mau menerima perbedaan.
12. Lalu bagaimana pembinaan preventif dilakukan dan dilaksanakan oleh BNPT?
Jawaban:
Sedangkan dalam rangka pembinaan preventif berkelanjutan BNPT menggandeng
beberapa organisasi keagamaan, organisasi kemasyarakatan, LSM dan institusi lain
yang peduli terhadap maraknya terorisme. Pada akhir maret 2012, BNPT berkerja
sama dengan LSM Lembaga Pengembangan Pendidikan Sumber Daya Manusia
(LPPSDM) mengadakan Training Of Trainer (TOT) anti radikalisme dan terorisme.
Acara tersebut dihadiri oleh 60 peserta yang merupakan perwakilan tokoh agama,
masyarakat maupun ilmuwan yang ada di Surakarta dan sekitar. Dalam TOT tersebut
pihak panitia menghadirkan sejumlah pembicara baik tingkat lokal maupun nasional
yang berkompeten di bidangnya masing-masing. Bahkan dalam kesempataqn tersebut
dihadirkan juga salah seorang mantan aktivis NII yang membedah pergerakan NII
hingga saat ini. Diakhir kesempatan, seluruh peserta diajak berevaluasi dan
merancang starategi untuk mengahadapi terorisme khususnya di wilayah Surakarta
dan sekitarnya.
13. Dalam hal deradikalisasi apakah BNPT berkerja sama dengan beberapa lembaga?
Jawaban :
Selalu, kita selalu bersinergi dengan beberapa lembaga khususnya lembaga Islam
seperti Nahdatul Ulama, karena kemarin kita baru menjalin kerja sama dengan
lembaga tersebut dan NU termasuk lembaga yang berkomitmen penuh untuk melawan
aksi terorisme.
14. Bagaimana bentuk kerjasama tersebut khususnya pada narapidana di LP Cipinang?
Jawaban:
Ya itu dengan dialog, karenakan banyak para narapidana terorisme yang salah kaprah
terhadap pemahaman agama dan tafsir ayat jadi Kyai NU yang memberikan
pemahaman yang benar dan berdialog dengan para narapidana tersebut. Karenakan
ustadz-ustadz NU pun lebih paham terhadap agama, jadi jika terdapat dialog-dialog
dalam hal pemahaman maka berdialog dengan ustadz-ustadz dari NU.
Jakarta, 04 Agustus 2015
Interviewer Interviewe
Siti Nurmalita Sari Muslih
Lampiran
DOKUMENTASI PENELITIAN SKRIPSI
Gambar 1. Kantor BNPT tampak dari depan Gambar 2. pengajian seluruh narapidana di LP Cipinang
Gambar 3.Terpidana Tindak pidana terorisme LP Cipinang Gambar 4. pemebakalan kepada para petugas lapas
dalam upaya deradikalisasi oleh BNPT
Gambar 5. Upaca bendera dengan petugas Narapidana terorisme dengan tujuan meningkatkan nasionalisme
Lampiran
Gambar 6. Berfoto bersama kepala BNPT dan jajaran staff BNPT
Gambar 7. berdialog dengan para narapidana terorisme LP Cipinang dalam upaya deradikalisasi
Gambar 8. Prof. Irfan sebagai pembicara dalam acara mensoalisasikan deradikalisasi