STRATEGI MESIR DALAM MENCAPAI HYDRO-HEGEMONY DI ALIRAN
SUNGAI NIL TAHUN 2011-2015
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh Gelar Sarjana Program Studi
Hubungan Internasional Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik
Disusun Oleh:
ANNISA ELDINA LARASATI
NIM. 135120407111014
PROGRAM STUDI HUBUNGAN INTERNASIONAL
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2018
iv
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT atas rahmat dan
hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Strategi
Mesir dalam Mencapai Hydro-hegemony di Aliran Sungai Nil tahun 2011-2015”
dengan tepat waktu dan tanpa hambatan yang berarti. Skripsi ini disusun untuk
memenuhi persyaratan penyelesaian pendidikan S1 di Program Studi Hubungan
Internasional FISIP Universitas Brawijaya.
Dalam penyusunan skripsi ini, penulis mendapatkan banyak bantuan,
bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak, oleh sebab itu dalam kesempatan ini
penulis ingin mengucapkan terima kasih kepada:
1. Allah SWT atas rahmat, hidayah serta lindungan-Nya yang senantiasa
diberikan kepada penulis, kapanpun dan dimanapun.
2. Kedua orang tua, adik dan seluruh keluarga penulis yang telah memberikan
bantuan dalam segala hal, yang tidak pernah lelah untuk mengingatkan
penulis untuk tetap bersemangat dan memberikan kasih sayang tanpa batas.
3. Ibu Ni Komang Desy Setiawati Arya Pinatih, S.IP., M.Si sebagai dosen
pembimbing pertama penulis yang selalu memberikan masukan serta nasihat
yang sangat bermanfaat bagi penulis dalam proses penyusunan skripsi ini dan
selalu memberikan semangat untuk terus melanjutkan skripsi ini hingga
selesai. Terima kasih banyak, bu.
v
4. Ibu Mely Noviryani, S.Sos., MA sebagai pembimbing kedua penulis yang
telah memberikan saran dan masukan yang sangat membantu untuk
menyelesaikan skripsi ini.
5. Bapak Yustika Citra Mahendra, S.Sos.,MA dan Ibu Lia Nihlah Najwah,
S.IP.,M.Si sebagai Ketua dan Sekretaris Majelis Penguji dari ujian akhir
penulis yang telah memberikan kritik dan saran serta masukan selama proses
ujian kompre.
6. Mas Dadang yang telah memberikan kelancaran bagi penulis dalam mengurus
segala berkas perlengkapan untuk keberlangsungan skripsi. Semoga selalu
sehat ya, mas dadang.
7. Sahabat penulis dari awal penulis memasuki dunia perkuliahan yang selalu
memberikan semangat dan tawa; Elyna Maulidiyah yang selama proses selalu
memberikan semangat dan juga tips-tips mulai dari yang berhubungan tentang
skripsi sampai di luar skripsi, makasih ya Bu Nyai; Witra Tiara Dhiya yang
selama proses selalu memberikan semangat dan mengeluarkan kata-kata
“kamu pasti bisa, mbak” ketika penulis mulai mengeluh, makasih ya, nung;
Zahwa Irsalina yang selalu ada ketika penulis tidak mengerti maksud dari
tulisan-tulisan yang ada di jurnal dan memberikan penjelasan secara jelas
hingga penulis mengerti, makasih ya, ja. Untuk Aisyah, Irza dan Septy,
terimakasih karena selalu ada selama proses skripsi penulis dan terus
semangat buat kalian bertiga, selesaikan skripsinya, tinggal sedikit lagi
vi
8. Teman-teman satu bimbingan, Monika, team Januari (Agung, Dirga, Julio,
Mamang), Bella dan Odys terima kasih buat semangat dan dukungannya
selama proses bimbingan hingga selesai. Sukses buat kita semua!! Bella dan
Odys, tetap semangat ya.
9. Inez Khotamul Husna dan Anastasia Karina, terima kasih atas semangat dan
dukungannya terhadap penulis selama proses skripsi. Inez, semangat ya,
sedikit lagi. Karin, semoga lancar semuanya di negeri orang.
10. Alfatu Rosyida yang selalu memberikan semangat dan dukungan kepada
penulis dari waktu magang sama-sama hingga dalam proses penyelesaian
skripsi ini. Terima kasih ya, ulpah.
11. Para mama-mama muda, Erda, Wulan, Chissi, Zahro, Anna, dan Bos Nina,
terima kasih atas doa, semangat dan dukungannya terhadap penulis sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi ini. Terima kasih banyak ya, mak.
12. Seluruh angkatan HI UB 2013, terima kasih banyak untuk semuanya selama
proses dari awal masuk kuliah hingga saat ini. Sukses semuanya!!
Malang, 23 Februari 2018
Penulis
vii
ABSTRAK
Strategi Mesir dalam Mencapai Hydro-hegemony di Aliran Sungai Nil
Tahun 2011-2015
Hydro-hegemony adalah hegemoni yang terjadi pada level sumber daya air
terutama sungai. Pada tahun 2011, Ethiopia mengumumkan akan
membangun sebuah bendungan yang bernama Grand Ethiopian
Renaissance Dam. Hal ini menimbulkan reaksi protes dari Mesir dan Sudan
karena khawatir bahwa aliran Sungai Nil menuju Mesir dan Sudan akan
berkurang. Mesir sendiri telah sejak lama berusaha untuk mengontrol aliran
air Sungai Nil setelah adanya Perjanjian 1959 namun selalu mengalami
kegagalan. Penelitian ini akan melihat bagaimana strategi Mesir dalam
mencapai hydro-hegemony di aliran Sungai Nil tahun 2011-2015 dengan
dianalisis menggunakan hydro-hegemony theory milik Mark Zeitoun dan
Jeroen Warner. Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif dimana
menjelaskan mengenai variabel yang terdapat dalam hydro-hegemony
theory yaitu source of power, strategi hydro-hegemon, intensitas konflik
dan outcomes of hydro-hegemon strategies. Dari penelitian ini ditemukan
bahwa strategi yang dilakukan oleh Mesir adalah coercive, utilitarian,
normative dan hegemonic compliance-producing mechanisms dengan
outcomes of hydro-hegemony strategies berupa shared control dimana
negara-negara riparian memiliki kesepakatan untuk bekerjasama dalam
proses alokasi air di Sungai Nil.
Kata kunci: Hydro-hegemony, Grand Ethiopian Renaissance Dam, Sungai
Nil, Mesir, Ethiopia
viii
ABSTRACT
Strategy of Egypt to Attain Hydro-hegemony at Nile River Basin
2011-2015
Hydro-hegemony is hegemony active at the basin scale. At the beginning of
2011, Ethiopia announced its intention to build the dam named Grand
Ethiopian Renaissance Dam (GERD). Egypt and Sudan reacted
immediately after the Ethiopian announcement was made. Egypt and Sudan
declaring their strong opposition to the GERD because it will decrease
considerably the amount of Nile waters. Egypt was already attempt to
control the flow of Nile Waters after 1959 Agreement but it always failed.
This research will explain how strategy of Egypt to attain hydro-hegemony
at Nile River Basin 2011-2015. To analyze it, this research used Mark
Zeitoun and Jeroen Warner’s hydro-hegemony theory. This research is
descriptive research which explain hydro-hegemony theory’s variable i.e
source of power, hydro-hegemon strategies,intensity of conflict and
outcomes of hydro-hegemon strategies. As a result from the analysis, Egypt
used strategy to attain hydro-hegemony with coercive, utilitarian,
normative and hegemonic compliance-producing mechanisms. For the
outcomes of hydro-hegemony strategies is shared control which is riparian
states have an agreement to alocate the amount of Nile Water
Keywords: hydro-hegemony, Grand Ethiopian Renaissance Dam, Nile
River Basin, Egypt, Ethiopia
ix
DAFTAR ISI
LEMBAR PERSETUJUAN .......................................................................... i
LEMBAR PENGESAHAN ........................................................................... ii
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS ............................................. iii
KATA PENGANTAR .................................................................................... iv
ABSTRAK ...................................................................................................... vii
DAFTAR ISI ................................................................................................... ix
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... xi
DAFTAR TABEL........................................................................................... xii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah……………………………………………………… .. 9
1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................................... 10
1.4 Manfaat Penelitian ..................................................................................... 10
1.4.1 Manfaat Akademis ............................................................................ 10
1.4.2 Manfaat Praktis ................................................................................. 10
BAB II KERANGKA PEMIKIRAN ............................................................ 11
2.1 Studi Terdahulu .......................................................................................... 12
2.2 Kajian Teoritik ........................................................................................... 18
2.2.1 Definisi Konseptual ........................................................................... 18
2.2.1.1 Source of Power………………………………………………….. 21
2.2.1.2 Hydro-Hegemony Strategies ....................................................... . 22
2.2.1.3 Outcomes of Hydro-hegemony .................................................... 27
2.2.1.4 Intensity of Conflict ..................................................................... 27
2.3 Operasionalisasi Teori ................................................................................ 33
2.3.1 Source of Power ................................................................................ 33
2.3.2 Hydro-hegemony strategies .............................................................. 34
2.3.3 Intensity of Conflict ........................................................................... 37
x
2.3.4 Outcomes of hydro-hegemony strategy ............................................. 37
2.4 Alur Pemikiran ........................................................................................... 42
2.5 Argumen Utama ......................................................................................... 43
BAB III METODE PENELITIAN ............................................................... 44
3.1 Jenis Penelitian ........................................................................................... 44
3.2 Ruang Lingkup Penelitian .......................................................................... 44
3.3 Teknik Pengumpulan Data ......................................................................... 45
3.4 Teknik Analisa Data ................................................................................... 45
3.5 Sistematika Penulisan................................................................................. 45
BAB IV KEPENTINGAN NASIONAL MESIR DI SUNGAI NIL ........... 47
4.1 Arti Strategis Sungai Nil ............................................................................ 47
4.2 Nile Basin Initiative dan Cooperative Framework Agreement .................. 57
BAB V STRATEGI MESIR DALAM MENCAPAI HYDRO-HEGEMONY
DI ALIRAN SUNGAI NIL ............................................................................ 67
5.1 Source of Power yang Dimiliki oleh Mesir................................................ 68
5.2 Strategi Mesir untuk Mencapai Hydro-hegemony ..................................... 72
5.2.1 Coercive compliance-producing mechanisms................................... 74
5.2.2 Utilitarian compliance-producing mechanisms ................................ 80
5.2.3 Normative compliance-producing mechanisms ................................ 87
5.2.4 Hegemonic compliance-producing mechanisms ............................... 90
5.3 Intensitas Konflik antara Mesir dan Ethiopia............................................. 94
5.4 Outcomes of hydro-hegemon strategies ..................................................... 96
BAB VI PENUTUP ........................................................................................ 97
6.1 Kesimpulan ................................................................................................ 97
6.2 Saran ........................................................................................................... 101
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 102
xi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1.1 Nile River Basin ........................................................................ 3
Gambar 1.2 Jumlah Populasi Negara-Negara Riparian di Sungai Nil.......... 8
Gambar 2.1 Continuum of Forms of Interaction over Transboundary
Water Resources....................................................................... 20
Gambar 2.2 Intensity of Conflict dalam Hydro-hegemony Theory ............... 32
Gambar 4.1 Nile River Basin ........................................................................ 49
Gambar 4.2 Jumlah Populasi Negara-Negara Riparian di Tepi Sungai Nil . 51
Gambar 4.3 Persentase Jumlah Populasi terhadap Akses Arus Listrik
di Negara Riparian Sungai Nil .................................................. 53
Gambar 4.4 Jumlah Konsumsi Electricity (KWh/c) Negara-Negara Riparian
di Sungai Nil .............................................................................. 53
Gambar 4.5 Struktur Nile Initiative Basin..................................................... 58
Gambar 4.6 Institusi Pusat NBI .................................................................... 59
xii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.1 Water Event Intensity Scale .......................................................... 28
Tabel 2.2 Indikator Level Konflik ................................................................ 28
Tabel 2.3 Operasionalisasi Teori Hydro-Hegemon ....................................... 38
Tabel 4.1 Luas Lahan Pertanian di Negara Riparian Sungai Nil .................. 55
Tabel 4.2 Evolusi Cooperative Framework Agreement (CFA) .................... 64
Tabel 5.1 Military Strength yang dimiliki oleh Mesir .................................. 69
Tabel 5.2 Pertemuan dan Tugas yang Telah Diselesaikan oleh IPoE ........... 82
Tabel 5.3 Pertemuan Tripartite Ministerial Level oleh Mesir, Ethiopia dan
Sudan mengenai Pembangunan GERD ........................................ 86
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Masalah
Sungai adalah sumber kehidupan bagi sistem ekologi di seluruh
dunia. Sungai memiliki peran penting dalam membentuk landscape dan
menopang sebuah kehidupan ekosistem. Seluruh kehidupan membutuhkan
air dan adanya sebuah sumber air dapat memberikan kehidupan, baik itu
sumber air yang berasal dari sungai, danau dan lahan yang subur. Sungai
juga selalu menjadi sumber kehidupan bagi kegiatan ekonomi. Hampir
seluruh pemukiman penduduk berusaha dekat dengan sumber air, karena
peran air yang sangat penting dalam kehidupan manusia. Sungai
menyediakan air untuk dapat memenuhi kebutuhan sehari-hari, kegiatan
pertanian, energi, industri dan pembangunan dalam kehidupan manusia,
contohnya Sungai Mekong, Sungai Indus, Sungai Eufrat dan Sungai Nil.1
Ketika sungai memiliki peran untuk menopang kehidupan dan
sistem ekologi yang ada, maka harus terdapat sistem yang mengatur aliran
sungai dengan membuat aturan mengenai kualitas dan kuantitas air.2
Pengaturan aliran air sungai untuk memenuhi kebutuhan hidup merupakan
tujuan yang ingin dilakukan oleh negara di seluruh dunia. Demi mencapai
tujuan ini, sejumlah peraturan mulai dibentuk dan ditegakkan untuk
memastikan regulasi dalam pengalokasian aliran air. Manajemen aliran
sungai merupakan hal yang sangat rumit karena aliran air sungai melewati
1 Claudia. W. Sadoff and David.G, “Beyond the River: The Benefits of Cooperation on International Rivers”.
Water Policy vol 4, 2002, hlm 391 2 Ibid., hlm 391
2
batas-batas wilayah sebuah negara, sehingga negara-negara yang dilewati
harus saling membagi aliran tersebut.3
Terdapat 260 sungai yang melintasi atau membentuk batas-batas
wilayah internasional.4 Jumlah populasi yang semakin meningkat
berdampak pada meningkatnya permintaan terhadap sebuah sumber daya
seperti sumber daya air untuk memenuhi kebutuhan hidup, contohnya
adalah kebutuhan air yang terdapat di Timur Tengah. Adanya suplai air
bersih di kawasan Timur Tengah saat ini menjadi hal yang sangat penting.
Hal ini disebabkan oleh beberapa faktor seperti pertumbuhan populasi yang
meningkat, food security, keamanan energi, dan pertumbuhan ekonomi.5
Dalam wilayah Timur Tengah, terdapat empat aliran sungai besar yang
menjadi kebutuhan bagi negara-negara di dalamnya seperti Sungai Jordan,
Sungai Nil, Sungai Eufrat dan Sungai Tigris.
Sungai Nil adalah sungai terpanjang di dunia dengan panjang 6.695
km, dimana memiliki area sebesar 3,2 juta km², yang mewakili 10% dari
wilayah Benua Afrika dan menjadi sumber utama bagi 20% populasi di
Afrika. Sungai ini memiliki dua anak sungai utama yaitu White Nile,
berasal dari Dataran Tinggi Equatorial Afrika Timur dimana arus utamanya
mengalir ke Danau Victoria yang memiliki luas permukaan sebesar 66.700
km² dan menjadikannya sebagai danau air tawar terbesar kedua setelah
Danau Superior di Amerika Utara; Blue Nile, dimana sumbernya berasal
dari Dataran Tinggi Ethiopia. Anak sungai Nil lainnya yang juga penting
3 Ibid., hlm 390 4 Ibid., hlm 390 5 Nadhir Al-Ansari, “Hydro-Politics of the Tigris and Euphrates Basins”. Engineering vol 8, 2016, hlm 141
3
adalah Tekeze-At-bara dan Baro-Akobbo-Sobat dimana kedua anak sungai
ini berasal dari Dataran Tinggi Ethiopia.6 Wilayah Sungai Nil digunakan
oleh sebelas negara untuk memenuhi kebutuhan negaranya seperti Mesir,
Sudan, Sudan Selatan, Eritrea, Ethiopia, Kenya, DR Kongo, Burundi,
Rwanda, Uganda, dan Tanzania.7
Gambar 1.1 Nile River Basin8
Sungai Nil merupakan sumber air yang dibutuhkan oleh ± 250 juta
penduduk dari negara-negara yang berada dekat dengan wilayah aliran
6 Nile Basin Initiative. Nile Basin Water Resources Atlas (Kampala: New Vision Printing and Publishing
Company Ltd, 2016) hlm 17 7 Jack, Di Nunzio, “Conflict on the Nile: The Future of transboundary water disputes over the world’s longest
river”. Strategic Analysis Paper,2013, hlm 2 8 Nile Basin Initiative, 2000
4
sungai ini untuk memenuhi kebutuhannya terutama kebutuhan terhadap
makanan dan water security. Semakin meningkatnya populasi di wilayah
Afrika pada setiap tahun, semakin meningkat pula kebutuhan baik dalam
bidang industri, pertanian, dan kebutuhan domestik lainnya.9 Hal ini
membuat negara-negara di sekitar wilayah Sungai Nil berusaha untuk
mengakses dan menguasai aliran Sungai Nil.
Keadaan Mesir dengan curah hujan yang cukup rendah jika
dibandingkan dengan negara upstream membuat Mesir sangat bergantung
kepada Sungai Nil sebesar 97% dalam pemenuhan kebutuhan air. Dengan
adanya populasi yang semakin meningkat dan adanya proses distribusi dari
Sungai Nil ke negara riparian lain, membuat Mesir dapat menghadapi
water scarcity.10
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengatakan bahwa
Mesir dapat mengalami kekosongan air pada tahun 2025.11
Faktor
kekurangan air dan jumlah lahan subur yang sedikit membuat Mesir
mengimpor bahan makanan untuk dapat memenuhi kebutuhan
penduduknya, dimana jumlah populasi penduduk Mesir juga semakin
meningkat. Ketergantungan Mesir terhadap kegiatan impor produk
makanan dapat membuat persediaan menjadi berkurang dan harga makanan
menjadi meningkat. Untuk mengurangi resiko ini, Mesir melakukan
9 Jack, Di Nunzio, Loc.cit., hlm 2 10Jack, Di Nunzio, “Conflict on the Nile: The Future of transboundary water disputes over the world’s
longest river”, Strategic Analysis Paper,2013 hlm 4 11
Ibid,. hlm 4
5
pengolahan tanah di wilayah gurun yang membutuhkan air dengan jumlah
yang banyak.12
Mesir adalah salah satu negara di wilayah Sungai Nil yang
berusaha untuk mengakses dan mengontrol aliran Sungai Nil. Awal mula
usaha Mesir untuk mengakses dan mengontrol aliran Sungai Nil dimulai
pada tahun 1929. The 1929 Agreement merupakan perjanjian yang dibuat
antara Mesir dan Pemerintah Inggris yang mewakili Sudan dan negara
jajahannya di Sungai Nil yaitu Uganda, Kenya dan Tanzania.13
Agreement
ini membahas secara spesifik mengenai pembagian alokasi air di Sungai
Nil.14
Selain itu, negara-negara East African tidak diperbolehkan untuk
menjalankan proyek pembangunan bendungan di wilayah anak sungai dan
Sungai Nil jika tidak melakukan konsultasi terlebih dahulu dengan Mesir
dan Sudan.
Pada tahun 1959, perjanjian mengenai water sharing sebelumnya
yaitu The 1929 Agreement diganti oleh 1959 Agreement for the Full
Utilisation of the Nile Waters. Pasca kemerdekaan Sudan pada tahun 1956,
Mesir berencana untuk membangun bendungan yaitu High Aswan Dam dan
merasa perlu untuk melakukan negosiasi kembali membahas alokasi
pembagian air dengan Sudan. Jumlah alokasi air yang disepakati oleh
kedua negara dalam perjanjian ini adalah 55,5 Bm³/year untuk Mesir dan
18,5 Bm³/year untuk Sudan. The 1959 Agreement memperkuat klaim
12 Ibid, hlm 4 13 Ana Elisa, Cascao. “Changing Power Relations in the Nile River Basin: Unilateralism vs Cooperation?”.
Water Alternatives vol. 2, 2009, hlm 245 14 Ibid., hlm 245
6
negara-negara downstream terhadap “natural and historic rights” di
Sungai Nil dan menjadi “redline” bagi Mesir dan Sudan untuk proses
negosiasi yang akan datang. Dalam agreement ini, negara-negara upstream
seperti Ethiopia, Uganda, Kenya, Tanzania tidak ikut dilibatkan sehingga
menimbulkan protes dari negara-negara tersebut dan mereka meminta
untuk mengganti 1959 Agreement dengan agreement yang berdasarkan
pada pembagian alokasi air secara adil.15
Secara historis, Mesir tidak hanya bergantung kepada aspek hukum
saat berusaha untuk menguasai Sungai Nil, namun juga membuat kebijakan
luar negeri dengan strategi untuk melakukan destabilisasi, yaitu mendukung
pemberontakan yang terdapat di negara rival. Salah satunya adalah
pemberontakan yang terjadi di Ethiopia. Selama beberapa dekade, Mesir
tidak begitu mempertimbangkan untuk melakukan tindakan militer secara
langsung kepada Ethiopia, namun bergantung kepada dukungan secara
tactical yang diberikan kepada para pemberontak. Selain itu, Mesir juga
memberikan dukungan kepada para pemberontak di Somalia yang
menentang Ethiopia dan sekutunya.16
Mesir juga memblok bantuan dana
African Development Bank (ADB) kepada Ethiopia untuk membangun
bendungan dikarenakan kondisi Ethiopia sebagai negara yang paling miskin
dan kekurangan bahan pangan, sehingga Ethiopia membutuhkan bendungan
untuk mengembangakan tanah subur di wilayahnya. Hal ini dilakukan oleh
15 Ibid., hlm 245 16
Goitom, Gebreluel. “Ethiopia’s Grand Renaissance Dam: Eding Africa’s Oldest Geopolitical Rivalry?”.
The Washington Quarterly vol 37 No. 2, 2014, hlm 28
7
Mesir karena Mesir khawatir jumlah aliran air di Sungai Nil akan
berkurang.17
Adanya Perjanjian 1959 yang terus dibawa oleh Mesir untuk
mengontrol Sungai Nil membuat negara riparian lainnya menentang dan
mengatakan bahwa mereka tidak menjadi bagian dari perjanjian tersebut
dan tidak pernah menyetujui. Sebagai riparian, mereka beranggapan bahwa
klaim yang dilakukan Mesir dan Sudan terhadap aliran air Sungai Nil
merupakan sebuah pelanggaran terhadap hak negara riparian lainnya dalam
penggunaan Sungai Nil secara adil dan proporsional di bawah hukum
internasional, mengingat bahwa seluruh aliran Sungai Nil berasal dari
wilayah negara riparian lainnya. Dari kejadian tersebut, negara-negara
riparian mulai mencari cara untuk dapat bekerja sama. Dari usaha yang
dilakukan, World Bank dan United Nations Development Programme
(UNDP), bersama dengan pendonor lainnya, mulai memfasilitasi
pembentukan institusi formal untuk kerjasama antara negara riparian
Sungai Nil. Institusi ini bernama Nile Basin Intiative (NBI).18
Di dalam
forum NBI ini, negara-negara riparian akan bertukar pikiran mengenai
penggunaan dan akses terhadap Sungai Nil dan akan membentuk sebuah
perjanjian yang bernama Cooperative Framework Agreement (CFA) pada
tahun 2010. Mesir dan Sudan tidak menyetujui adanya perjanjian ini
dikarenakan tidak melindungi “national and historic right” yang mereka
17 M. El Fadel, dkk. “The Nile River Basin: A Case Study in Surface Water Conflict Resolution”. Journal Natural Resource Life Science Education vol. 32, hlm 111 18 Salman, M.A Salman, “The Nile Basin Cooperative Framework Agreement: a peacefully unfolding African
Spring”, Water International vol 38 No. 1, 2012, hlm 19
8
miliki dari Perjanjian 1959. Namun, Mesir dan Sudan gagal untuk
mempengaruhi negara-negara riparian agar tidak menandatangani
perjanjian ini karena sebagian besar negara-negara upstream menyetujui
dan menandatangani perjanjian ini untuk alokasi sumber daya air Sungai
Nil secara adil dan merata.
Seiring bertambahnya jumlah populasi di negara riparian Sungai
Nil, semakin besar pula kebutuhan akan sumber daya air. Pada tahun 2012,
jumlah populasi di sekitar wilayah Sungai Nil semakin meningkat dengan
jumlah populasi tertinggi dimiliki oleh Ethiopia sebanyak 99,4 % dan pada
urutan kedua yaitu Mesir dengan 91,5%. Hal ini menandakan bahwa jumlah
kebutuhan terhadap sumber daya air yang dibutuhkan oleh kedua negara
tersebut akan lebih besar jika dibandingkan dengan negara-negara riparian
lainnya.
Gambar 1.2 Jumlah Populasi Negara-Negara Riparian di Sungai Nil19
19 Nile Basin Initiative. Loc.cit., hlm 17
9
Pertumbuhan penduduk di beberapa negara upstream diiringi
dengan pertumbuhan ekonomi yang cukup kuat. Hal ini mendorong adanya
pembangunan infrastruktur seperti bendungan, irigation networks dan
pipelines. Salah satu contohnya adalah Ethiopia yang mulai membangun
dam pada April 2011 yang bernama Grand Ethiopian Renaissance Dam
(GERD).20
GERD dibangun di Benishangul-Gumuz, Ethiopia, di atas
Sungai Blue Nile yang terletak 40 km dari wilayah timur Sudan. Proyek ini
dimiliki oleh Ethiopian Electric Power Corporation (EEPCO).
Usaha yang terus dilakukan oleh Mesir untuk dapat mengontrol
aliran air Sungai Nil dari beberapa dekade yang lalu hingga saat ini, belum
mencapai hasil yang maksimal bagi Mesir dikarenakan adanya
pertumbuhan ekonomi yang meningkat terjadi di wilayah negara negara
upstream dan pertumbuhan ini diikuti oleh pembangunan bendugan untuk
memenuhi kebutuhan sumber daya air salah satunya adalah Ethiopia. Oleh
sebab itu, penulis tertarik untuk meneliti bagaimana strategi Mesir dalam
mencapai hydro-hegemony di aliran sungai Nil tahun 2011-2015.
1.2. Rumusan Masalah
Dari latar belakang masalah diatas, maka rumusan masalah
penelitian ini adalah bagaimana strategi Mesir dalam mencapai hydro-
hegemony di aliran sungai Nil tahun 2011-2015?
20 Water-Technology. “Grand Ethiopian Renaissance Dam Project, Benishangul-Gumuz, Ethiopia”, diakses
dari http://www.water-technology.net/projects/grand-ethiopian-renaissance-dam-africa/ pada tanggal 18 April
2017 pukul 15.45
10
1.3. Tujuan Penelitian
Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui bagaimana
strategi Mesir dalam mencapai hydro-hegemony di aliran sungai Nil tahun
2011-2015.
1.4. Manfaat Penelitian
1.4.1. Manfaat Akademis
1. Diharapkan dapat memberikan manfaat dalam studi hubungan
internasional mengenai hydropolitics yang melibatkan beberapa negara
serta pengetahuan tentang penggunaan teori hydro-hegemon sebagai
kerangka analisis.
2. Sebagai referensi yang dapat digunakan untuk mendorong penelitian
berikutnya mengenai studi hydropolitics.
1.4.2. Manfaat Praktis
1. Penelitian ini diharapkan dapat menjelaskan pengaruh sebuah kebijakan
dalam transboundary water terhadap dinamika konflik dan kerjasama
antara negara-negara riparian di Sungai Nil
2. Memberikan kemampuan penulis dan pembaca dalam membuat
penelitian yang sistematis
11
BAB II
KERANGKA PEMIKIRAN
Dalam bab ini, penulis akan memaparkan mengenai studi terdahulu, kajian
teoritik yang penulis gunakan, operasionalisasi teori, kerangka pemikiran dan
argumen utama. Pada sub bab pertama yaitu studi terdahulu, penulis gunakan
untuk melihat posisi penulis dalam penelitian ini dan membandingkan dengan
penelitian sebelumnya. Dalam sub bab ini, penulis menggunakan dua studi
terdahulu yaitu yang memiliki kesamaan teori dan memiliki kesamaan isu. Pada
sub kedua yaitu kajian teoritik, penulis menjelaskan teori yang penulis gunakan
untuk menjelaskan fenomena yang penulis teliti. Teori yang penulis gunakan
adalah hydro-hegemony milik Mark Zeitoun dan Jeroen Warner yang kemudian
diturunkan dalam beberapa variabel seperti strategi, power, intensitas konflik dan
outcomes of hydro-hegemony. Pada sub bab ini penulis juga memaparkan
indikator dan parameter yang akan penulis gunakan dalam penelitian ini.
Pada sub bab ketiga yaitu operasionalisasi teori, dimana variabel dan
indikator yang penulis gunakan akan dioperasionalisasikan ke dalam fenomena
yang diteliti oleh penulis. Sub bab keempat yaitu kerangka pemikiran, dimana
penulis akan membuat alur pemikiran penelitian penulis agar memudahkan
penulis dan pembaca untuk memahami alur penelitian. Sub bab kelima yaitu
argumen utama yang merupakan dugaan sementara penulis dalam penelitian ini.
12
2.1 Studi Terdahulu
Studi terdahulu pertama yang penulis gunakan adalah tesis dengan judul
Power Asymmetry in the Mekong River Basin: The Impact of Hydro-
Hegemony on Sharing Transboundary Water yang ditulis oleh Marlen Rein.1
Tesis ini membahas mengenai alokasi air Sungai Mekong dan bertujuan untuk
mencari tahu bagaimana hydro-hegemony mempengaruhi water sharing di
Sungai Mekong. Dengan menggunakan teori hydro-hegemon milik Zeitoun,
Marlen melihat power relation antara enam negara riparian yaitu Kamboja,
China, Laos, Myanmar, Thailand dan Vietnam, dimana negara yang menjadi
hydro-hegemon dan non-hegemonic di aliran sungai ditentukan oleh empat
tipe power, yaitu geographical, material, bargaining,dan ideational power.
Secara geographical power, China merupakan negara upstream yang
memiliki lokasi paling strategis dengan Sungai Mekong. Myanmar juga sering
dianggap menjadi bagian dari negara Upper Mekong River Basin meskipun
terkadang Myanmar juga dianggap sebagai Lower Mekong Basin. Namun
demikian, China dan Myanmar dapat dikatakan memiliki power dalam
konteks geografis terutama China sebagai negara upstream yang dianggap
sebagai negara riparian dengan posisi strategis. Selain itu, Myanmar belum
tertarik untuk melakukan kegiatan manajemen sungai dengan alasan Sungai
Mekong sebagai sungai perbatasan di Myanmar yang hanya terdiri dari daerah
yang sempit dan tidak dapat diakses. Hal ini dapat menjadi weakening factors
bagi Myanmar dalam hal geographical power jika dibandingkan dengan
1 Marlen Rein, Thesis: “Power Asymmetry in the Mekong River Basin: The Impact of Hydro-Hegemony on
Sharing Transboundary Water”(Vienna: Universitait Wien, 2014)
13
China, namun karena posisinya yang berada di upstream, Myanmar masih
memiliki keuntungan jika dibandingkan dengan negara downstream lainnya.
Akhir-akhir ini Myanmar mulai menunjukkan keinginannya untuk mengakses
Sungai Mekong dengan adanya rencana untuk membangun beberapa proyek
hydropower.2 Selain kedua negara tersebut, Sungai Mekong juga melewati
negara Laos, Thailand, Kamboja dan Vietnam. Meskipun Laos seharusnya
memiliki posisi yang lebih baik dari Thailand jika dilihat dari lokasi geografis,
tingkat kerentanan yang dimiliki Laos cukup tinggi sehingga mengurangi
geographical power yang dimiliki. Kamboja dan Vietnam memiliki posisi
yang paling lemah dalam geographical power. Meskipun Kamboja memiliki
catchment area yang cukup besar dalam wilayahnya dan jumlah populasi yang
banyak dibandingkan Vietnam, namun kedua negara ini merupakan negara
riparian yang sangat bergantung dengan aktivitas yang dilakukan oleh negara
upstream dan memiliki skor terendah dalam geographical power. 3
Dalam material power yang diukur dalam enam kategori yaitu economic
power, kekuatan militer, human capital, size, sumber daya air dan dukungan
internasional hasilnya didominasi oleh China. Namun, meskipun China tidak
memiliki posisi yang cukup kuat dalam beberapa kategori seperti water
resources, dukungan internasional dan human capital, jarak yang dihasilkan
antara China dan negara riparian lainnya tidak sebesar yang diprediksi. Laos
menempati posisi kedua dimana walaupun Laos memiliki hasil yang rendah
dalam kekuatan militer dan human capital, Laos memiliki posisi yang kuat
2 Ibid., hlm 41 3 Ibid., hlm 44
14
dalam wilayah sumber daya air dan dukungan internasional. Thailand,
Myanmar dan Kamboja memiliki posisi yang sama yaitu berada di tengah dan
Kamboja memiliki posisi paling lemah dalam material power. 4
Posisi terkuat dalam bargaining power dimiliki oleh China. Meskipun
China bukan merupakan anggota dari Mekong River Commision, China masih
ikut dalam Komisi ini sebagai partner dialog dan sering menggunakan
bargaining power yang dimiliki. Bagaimanapun, yang lebih penting adalah
China memiliki beberapa proyek di Sungai Mekong yang sedang berjalan,
dimana ini membuktikan adanya kemampuan yang kuat dalam proses
bargaining. China juga menolak untuk melakukan negosiasi dikarenakan
sering melaksanakan proyek di Sungai Mekong secara unilateral. Sebagai
investor terbesar bagi negara riparian lain seperti Laos, Myanmar dan
Kamboja, China memiliki otoritas tertentu terhadap negara-negara tersebut
terutama di Myanmar dan Kamboja yang memiliki investor asing lebih sedikit
jika dibandingkan dengan Laos. Thailand, Laos, Vietnam berada di posisi
yang sama dalam bargaining power. Alasan utama Vietnam berada di posisi
yang bagus adalah Vietnam juga menjadi investor bagi negara riparian
lainnya dan penggunaan teknik bargaining yang dilakukan pada saat adanya
pertemuan. Kekuatan yang dimiliki Laos terletak pada proyek hydropower
yang dimiliki dan penggunaan beberapa metode bargaining. Thailand juga
merupakan menjadi investor bagi negara riparian lainnya dan adanya rencana
pembangunan hydropower. Myanmar dan Kamboja merupakan negara yang
4 Ibid., hlm 57
15
paling lemah dalam bargaining power. Kelemahan yang dimiliki oleh
Myanmar adalah tidak adanya investor sebesar China, Thailand atau Vietnam
yang melakukan investasi asing dan tidak memiliki proyek pembangunan
hydropower, sedangkan bagi Kamboja sangat bergantung dengan investasi
asing terutama yang berasal dari China.5
Dalam ideational power, China dan Laos memiliki posisi yang kuat.
Meskipun mereka tidak cukup kuat dalam content analysis, keunggulan
mereka dalam data sharing memberikan mereka keuntungan yang cukup besar
jika dibandingkan dengan negara riparian lainnya yang menyembunyikan atau
memberi informasi yang ambigu. Kemudian posisi kedua dimiliki oleh
Thailand, diikuti oleh Kamboja, Vietnam dan Myanmar. 6
Tulisan ini memiliki persamaan dengan penulis dimana tulisan ini
membahas bagaimana enam negara riparian yaitu China, Thailand, Laos,
Kamboja, Myanmar dan Vietnam berusaha untuk mengakses aliran air Sungai
Mekong dengan power yang dimiliki. Perbedaan dengan penelitian yang
dilakukan oleh penulis adalah Marlen membandingkan power dari enam
negara riparian yang terletak di wilayah Sungai Mekong untuk melihat negara
hydro-hegemon dan non-hegemonic, sedangkan penulis melihat bagaimana
Mesir dapat mencapai hydro-hegemony dengan adanya pembangunan GERD
Dam yang dilakukan oleh Ethiopia.
Untuk studi terdahulu kedua, penulis menggunakan tesis yang berjudul
Water Urbanism in Transboundary Regions: The Nile Basin and the Grand
5 Ibid., hlm 66 6 Ibid., hlm 80
16
Ethiopian Renaissance Dam yang ditulis oleh Irina Grcheva.7 Pada tesis ini,
Irina Grchva menjelaskan mengenai proyek pembangunan GERD Dam yang
akan dibangun di Sungai Blue Nile dan diprediksi akan memiliki dampak
secara socio-ecological dan ekonomi pada host country, Ethiopia dan negara-
negara downstream seperti Sudan dan Mesir.
Irina melihat Sungai Nil dan proyek pembangunan GERD dam melalui
sejarah water urbanism di Sungai Nil mulai abad 19 hingga saat ini dan
pembangunan proyek GERD dam dari tahun 2010 hingga saat ini. Hal ini
membantu Irina untuk menemukan 3 masalah yang mungkin akan muncul
sebagai dampak adanya pembangunan GERD dam yaitu dampak yang terjadi
pada level lokal, adanya resettlement terhadap 20.000 penduduk Ethiopia yang
berasal dari wilayah Benishangul-Gumuz yang menjadi tempat pembangunan
GERD dam ke lingkungan yang baru. Masalah utama dengan program
resettlement saat ini adalah kurangnya partisipasi dari komunitas-komunitas
dalam proses decision-making mengenai resettlement dan lokasi yang akan
menjadi tempat tinggal baru bagi penduduk Ethiopia sangat berbeda
lingkungannya dengan tempat tinggal sebelumnya.
Dalam level nasional, melihat peran GERD dam sebagai strategi
nasional untuk pembangunan regional dan ekonomi Ethiopia maka dibutuhkan
rencana yang tepat untuk pembangunan dalam sektor energi dan pertanian.
Dalam level internasional, dampak yang dapat dirasakan oleh Mesir dan
Sudan dengan pembangunan GERD dam adalah pada sektor pertanian. Untuk
7 Irina, Grcheva, Thesis:” WaterUrbanism in Transboundary Regions: The Nile Basin and the Grand
Ethiopian Renaissance Dam” (Belgium:KU Leuven, 2015)
17
mengurangi dampak yang kemungkinan dapat terjadi, maka Ethiopia, Sudan
dan Mesir sebaiknya membangun komunikasi yang terbuka dan transparan,
saling memberikan informasi mengenai GERD dam, membangun strategi
bersama dalam proses pengoperasian GERD dam, dan melakukan penelitian
mengenai kemungkinan terjadinya erosi serta dampak bagi sektor pertanian
Mesir dan Sudan8.
Studi terdahulu yang kedua memiliki persamaan dengan penulis dimana
jurnal ini membantu penulis untuk melihat ancaman yang dapat ditimbulkan
oleh GERD dam. Perbedaan terletak pada tesis yang ditulis oleh Irina Grcheva
melihat ancaman yang dapat ditimbulkan oleh GERD Dam dari tiga level
yaitu level lokal, level nasional, dan level internasional. Penelitian Irina
Grcheva lebih mengarah kepada penelitian yang prediktif dimana Irina
memprediksi hal-hal yang akan terjadi ketika GERD Dam dibangun dan siap
untuk dioperasikan serta memberikan beberapa saran bagaimana menghadapi
dampak yang akan terjadi pada level lokal, nasional maupun internasional.
Penelitian penulis sendiri melihat ancaman secara politis terhadap status
hydro-hegemon Mesir dengan menggunakan data serta fakta yang ada.
Research position penulis di dalam penelitian ini adalah penulis
membahas mengenai negara downsteram yang berusaha untuk mencapai
hydro-hegemon yaitu Mesir dimana penulis tidak hanya melihat power yang
dimiliki oleh Mesir namun juga strategi yang dilakukan untuk dapat mencapai
8 Ibid., hlm 75
18
hydro-hegemon dari ancaman yang dilakukan oleh Ethiopia yaitu
pembangunan GERD dam.
2.2 Kajian Teoritik
2.2.1 Definisi Konseptual
Teori yang digunakan oleh penulis pada penelitian ini adalah teori
hydro-hegemony yang ditulis oleh Mark Zeitoun dan Jeroan Warner yang
kemudian dipopulerkan oleh London Water Research Group. Konsep ini
berada di bawah studi hydropolitics. Teori hydro-hegemony muncul untuk
menjawab pertanyaan mengenai keberadaan power asymmetry dalam
konflik air dan menjelaskan who gets much water, how and why?. Dapat
dikatakan bahwa kontrol atas sumber daya air tidak dicapai melalui water
wars namun melalui a suite of power-related tactics and strategies.9
Hydro-hegemony adalah hegemoni pada level river basin yang dicapai
melalui strategi untuk mengontrol sumber daya air seperti resource capture,
integration, dan containment dimana strategi-strategi tersebut dilakukan
melalui serangkaian taktik seperti coercion pressure, treaties, knowledge
construction, dsb) yang memungkinkan eksploitasi karena adanya power
asymmetries.10
Penting untuk melihat bagaimana interaksi riparian melalui
sumber daya air lintas batas, apakah dengan melakukan kerjasama atau
terjadi persaingan yang cukup ketat untuk dapat mengakses sumber air.
Untuk menganalisis hal tersebut, dapat dikatakan bahwa masing-masing
9 Mark, Zeitoun dan Jeroen, Warner,. “Hydro-hegemony – a Framework for Analiysis of Transboundary
Water Conflicts.” (Water Policy vol 8, 2006) hlm 436 10 Ibid., Hlm 436
19
riparian akan melakukan berbagai cara yang dapat memaksimalkan akses
mereka terhadap sumber air. Ketika persediaan jumlah air menipis, interaksi
riparian akan berbentuk sebuah kompetisi dimana riparian akan saling
berjuang untuk mengontrol aliran air dengan jumlah yang besar agar dapat
memenuhi kebutuhan negaranya. Di sisi lain, jika persediaan jumlah air
mencukupi atau bahkan berlebih, salah satu riparian akan mengontrol aliran
tersebut untuk kebutuhan hydropower sementara riparian yang lain akan
mengontrol aliran tersebut dengan tujuan untuk flood-management.11
Adanya interaksi yang dilakukan oleh strongest riparian dan weaker
riparian dapat menghasilkan tiga situasi dalam mengakses sumber air yaitu:
(a) Shared, adanya sebuah bentuk kerjasama antar riparian dalam mengakses
sumber air, (b) Consolidated, dimana stronger riparian mendominasi akses
terhadap sumber air sehingga mengakibatkan pembagian alokasi air yang
tidak merata, (c) Contested, dimana terjadi kompetisi yang dapat memicu
terjadinya konflik.12
Adanya bentuk interaksi yang terjadi dapat
dikarekteristikan dengan adanya kerjasama atau konflik yang terjadi dan
bentuk hydro-hegemony yang dapat dilihat pada skema di bawah:
11 Ibid., hlm 443 12 Ibid., hlm 443
20
Gambar 2.1 Continuum of Forms of Interaction over Transboundary
Water Resources13
Situasi yang stabil dalam hubungan antar riparian adalah ketika
riaprians membagi kontrol atas sumber daya tersebut, sebagai contoh
dimana hegemon melakukan negosiasi dalam water-sharing agreement yang
diketahui dan disetujui oleh semua riparian. Hal ini dapat disebut sebagai
‘positive/leadership’ form of hydro-hegemony. Namun di sisi lain,
kompetitor yang kuat dapat mencari cara untuk mencapai dan memperkuat
kontrolnya terhadap sumber daya air dengan menggunakan unilateral
action. Hal ini dinamakan „negative/dominative’ dimana kompetitor yang
kuat tersebut akan mengarah kepada kompetitor yang memiliki kontrol
lemah. Namun, ketika antar riparian memiliki power yang seimbang, akan
saling berkompetisi untuk mendapatkan kontrol atas sumberdaya air dengan
hasil kompetisi dapat membentuk dominative form atau leadership form.14
Untuk mencapai hydro-hegemon terdapat tiga strategi yang nantinya
akan diturunkan menjadi beberapa taktik, yaitu resource capture,
containment strategy dan integration strategy. Dari ketiga strategi ini
kemudian diturunkan dalam beberapa taktik dan untuk menjelaskannya,
13 Ibid., hlm 444 14 Ibid., hlm 444
21
penulis menggunakan pembagian strategi tersebut berdasar empat
mekanisme yaitu: coercive compliance-producing mechanisms, utilitarian
compliance producing mechanisms, normative compliance producing
mechanisms, dan hegemonic compliance producing mechanisms.
Adanya source of power juga dapat mendukung sebuah negara untuk
mencapai atau mempertahankan hydro-hegemon. Semakin besar power yang
dimiliki oleh sebuah negara, semakin besar pula pengaruh yang dapat
disebarkan untuk mencapai atau mempertahankan posisi sebagai hydro-
hegemon. Terdapat empat source of power yang dapat dimiliki oleh sebuah
negara yaitu geographical power, material power, bargaining power, dan
ideational power.15
2.2.1.1 Source of Power
Geographical power merupakan salah satu bentuk power yang
memiliki pengaruh dengan melihat riparian position. Negara riparian yang
berada di wilayah upstream memiliki keuntungan untuk dapat mengakses
dan memanipulasi aliran air.16
Material power merupakan bentuk power yang terlihat seperti
kekuatan ekonomi, kekuatan militer, technological prowess, international
15 Ana Elisa, Cascao dan Mark, Zeitoun. 2014. “Power, Hegemony and Citical Hydropolitics”, diakses dari
http://www.hidropolitikakademi.org/wp-content/uploads/2014/01/Power+Hegemony+and+Critical+Hydropolitics.pdf pada tanggal 12 April 2017
pukul 11.00, hlm 31 16 Ibid., hlm 31
22
political and financial support. Adanya situasi yang asymmetries dalam
material power dapat mempengaruhi kontrol terhadap aliran air.17
Bargaining power merupakan bentuk power yang mengacu kepada
kemampuan aktor untuk mengontrol rules of the game dan set agenda.
Selain itu juga kemampuan aktor untuk mempengaruhi kondisi serta
situasi negosiasi dan agreements melalui kemampuan mereka untuk
menawarkan incentives kepada weaker parties untuk mematuhi keinginan
dari aktor tersebut.18
Ideational power merupakan bentuk power dimana menunjukkan
kapasitas riparian untuk memaksa dan melegitimasi ide, nilai dan aturan
yang ada. Hal ini dilakukan dengan cara knowledge structures, sanctioned
discourse dan imposition of narratives and storylines.19
2.2.1.2 Hydro-Hegemony Strategies
Negara akan bersaing dengan negara lainnya untuk dapat mengakses
sumber daya air agar memenuhi kebutuhan negaranya dengan
menggunakan strategi dan taktik yang sesuai dengan tiga strategi utama
yaitu strategi yang pertama adalah resource capture, dimana riparian
memiliki sebuah project yang dapat mempengaruhi aliran atau kualitas
dari sumber tersebut.20
Resource capture adalah sebuah strategi dengan
membentuk „facts on the ground‟ yang dapat mengontrol akses menuju
17 Ibid., hlm 31 18 Ibid., hlm 32 19 Ibid.,hlm 32 20 Mark, Zeitoun dan Jeroen, Warner, “Hydro-hegemony – a Framework for Analysis of Transboundary
Water Conflicts.” (Water Policy vol 8, 2006), hlm 444
23
sumber daya tersebut, contohnya akuisisi, aneksasi atau membangun
project hydarulic dalam skala besar. Strategi kedua yaitu containment
strategy, strategi ini memungkinkan negara dengan kapasitas power yang
besar untuk dapat memberikan pengaruh kepada riparian yang lemah
melalui sebuah draft perjanjian yang menguntungkan bagi negara hydro-
hegemon.21
Strategi ketiga yaitu integration strategy, dimana strategi ini
mengutamakan adanya insentif dan kerjasama antara negara-negara
riparian yang dapat memberikan keuntungan bagi masing-masing pihak.22
Kerjasama ini nantinya akan mengarah kepada pembentukan status quo
melalui perjanjian internasional yang mancantumkan distribusi kuota air
antar negara riparian. Dari ketiga strategi ini Zeitoun dan Warner
menjelaskan dengan empat indikator yaitu coercive compliance-producing
mechanisms, utilitarian compliance producing mechanisms, normative
compliance producing mechanisms, dan hegemonic compliance producing
mechanisms.
Berikut merupakan penjelasan keempat indikator dari strategi untuk
mencapai maupun mempertahankan hydro-hegemon:
1. Coercive compliance-producing mechanisms
Strategi ini lebih mengarah kepada penggunaan cara koersif
untuk mencapai dan mempertahankan hydro-hegemony, antara lain (a)
military force, invasi militer jarang dilakukan dalam konflik air dan
biasanya dilaksanakan sebagai langkah terakhir. Cara ini sangat efektif
21 Ibid,. hlm 445 22 Ibid., hlm 445
24
dalam implementasi resource capture strategy; (b) covert action,
dimana sebuah negara yang menjadi kompetitor, berusaha untuk
masuk dan terikat dengan entitas atau kelompok yang berada di dalam
negara lawan dengan tujuan untuk melemahkan kondisi politik, militer
maupun ekonomi negara tersebut. Aksi ini biasa ditandai dengan
adanya dukungan kepada kelompok oposisi atau anti pemerintah;
(c) coercion-pressure, hal ini merupakan cara yang sering digunakan
untuk mendapatkan kontrol terhadap akses sumber air dengan cara
memberikan ancaman seperti military action, economic sanctions, atau
political sanction; (d) active stalling, manipulasi waktu yang dilakukan
oleh hydro-hegemon untuk mempertahankan status quo. Hal ini dapat
berdampak pada penundaan proses pembangunan proyek maupun
investasi. 23
2. Utilitarian compliance producing mechanisms
Taktik ini dilakukan dengan memberikan incentives kepada negara
non-hegemon. Jika dapat dianalogikan, taktik yang pertama sebagai
sticks dan taktik yang kedua sebagai carrots. Pemberian incentives dari
negara hegemon terhadap negara non-hegemon dapat berupa bantuan
luar negeri (trade incentives), diplomatic recognition, bantuan militer
berupa perlindungan terhadap militer negara tersebut dengan melakukan
kerjasama militer atau aliansi (military protection). Dengan mengarah
23 Ibid., hlm 446
25
kepada ‘shared interest’ terhadap sebuah proyek untuk mengakses
sumber air, dapat menjadikan sebuah kerjasama yang dapat menciptakan
hubungan hydro-relations yang stabil. 24
3. Normative compliance producing mechanisms
Adanya penandatanganan perjanjian sebagai bentuk
institusionalisasi status quo dimungkinkan digunakan sebagai alat untuk
memberikan keuntungan kepada hydro-hegemon. Dari perjanjian
tersebut akan menghasilkan norma-norma yang dapat menjamin
keberlangsungan status quo dan adanya treaties akan dijadikan sebagai
legitimasi legal bagi negara untuk mendapatkan alokasi sumber daya air
serta membuat negara riparian lain untuk “mengakui” keberadaan sistem
manajemen dan distribusi air, yang mana proses distribusi tersebut
didominasi oleh hydro-hegemon. 25
4. Hegemonic compliance producing mechanisms
Strategi ini dimungkinkan dapat dilakukan oleh negara dengan
power yang besar dan dapat mempengaruhi pola pikir masyarakat
internasional. Terdapat tiga bentuk dari strategi ini yaitu: (a)
securitization, sekuritisasi merupakan speech act yang melegitimasi
sebuah negara untuk mengambil tindakan atas sebuah isu dengan
mendorong isu tersebut dalam keamanan nasional; (b) knowledge
24
Ibid., hlm 447 25 Ibid., hlm 447
26
construction, negara yang berusaha mencapai posisi hydro-hegemon
denganmenciptakan dan menggiring opini publik terhadap sebuah isu
demi kepentingan negara tersebut. Kegiatan ini biasa dilakukan melalui
penelitian akademik, media massa maupun kajian ilmiah; (c) sanctioned
discourse, negara hydro-hegemon berusaha untuk menyembunyikan
aspek-aspek tertentu dari hubungan antar riparian dan mengangkat isu
lain, contohnya hubungan yang terjadi antar riparian adalah adanya
distribusi yang tidak merata dalam akses penggunaan air, namun negara
yang memiliki power dapat mengangkat isu lain seperti manfaat
kerjasama dalam mengakses sumber daya air.26
Selain adanya source of power, faktor eksternal juga ikut
mempertajam penerapan strategi, faktor tersebut adalah antara lain:
International support, dimana dukungan internasional dapat memperkuat
upaya untuk mencapai posisi hydro hegemon karena dengan adanya
dukungan internasional maka tindakan sebuah negara menjadi legitimate;
Financial mobilization, yaitu kapasitas negara untuk mengaplikasikan
strategi untuk mencapai hydro-hegemon memerlukan dukungan ketika
kapasitas finansial di dalam negeri tidak mencukupi sehingga diupayakan
dengan meminta bantuan luar negeri atau mengajukan proposal investasi
terkait pembangunan hydropower plant; Geopolitical factors, dimana letak
geografis atau posisi riparian menopang negara dalam melakukan strategi
resource capture.27
26 Ibid., hlm 448 27 Ibid., hlm 449
27
2.2.1.3 Outcomes of hydro-hegemony
Dari berbagai strategi yang dijalankan juga akan menjawab
bagaimana outcomes yang muncul antara negara-negara riparian dimana
terdapat tiga outcomes yang kemungkinan akan muncul yaitu shared,
adanya sebuah bentuk kerjasama antar riparian dalam mengakses sumber
air karena distribusi alokasi sumberdaya air yang cenderung lebih adil
diukur dengan adanya shared interest projects, (b) Consolidated, dimana
stronger riparian mendominasi akses terhadap sumber air sehingga
mengakibatkan pembagian alokasi air yang tidak merata, (c) Contested,
dimana terjadi kompetisi yang dapat memicu terjadinya konflik karena tiap
negara riparian saling berlomba untuk dapat menjadi hydro hegemony.
Sebuah negara dapat dikatakan mencapai posisi sebagai hydro-hegemon
ketika outcomes yang muncul adalah consolidated control.28
2.2.1.4 Intensity of Conflict
Intensitas konflik dalam sumber daya air sangat penting untuk
menganalisis hasil dari kompetisi antara negara riparian. Konflik yang
dimaksud menurut Frey adalah ketika terdapat satu aktor melakukan
tekanan terhadap aktor lain yang memiliki tujuan yang sama dengan
menggunakan power yang dimiliki untuk menghentikan tujuan aktor
lain.29
Untuk mengukur intensitas konflik yang terjadi dapat menggunakan
Water Event Intensity Scale (WEIS). WEIS menunjukkan bahwa dampak
28 Ibid., hlm 452 29 Ibid., hlm 440
28
dari setiap level intensity of conflict dalam hubungan internasional adalah
berbeda. Pengukuran dilakukan dengan memberikan skala angka dari -7
hingga +7, -7 menandakan adanya konfliktual, 0 menandakan sikap yang
netral, +7 menandakan adanya kerjasama.
Tabel 2.1 Water Event Intensity Scale30
Scale Event Description
Coop
erati
o
n
7 Voluntary unification into one nation
6 Major strategic alliance (International Freshwater Treaty)
5 Military, economic or strategic support
4 Non-military economic, technological or industrial agreement
3 Cultural or scientific support (non-strategic)
2 Official verbal support of goals, values, or regime
1 Minor official exchanges, talks or policy expressions
0 Neutral or non-significant acts for the inter-nation situation
Con
flic
t
-1 Mild verbal expressions displaying discord in interaction
-2 Strong verbal expressions displaying hostility in interaction
-3 Diplomatic-economic hostile actions
-4 Political-military hostile actions
-5 Small scale military acts
-6 Extensive war acts causing deaths, dislocation or high
startegic costs
-7 Formal declaration of war
Sumber: Zeitoun, Mark dan Jeroan, Warner., hlm 441
Tabel 2.2 Indikator Level Konflik31
COPDAB
SCALE
RE-CENTERED
BAR SCALE EVENT DESCRIPTION
15 -7 Formal declaration of war
14 -6 Extensive war acts causing deaths, dislocation
or high strategic cost: Use of nuclear weapons;
full scale air, naval, or land battles; invasion of
territory; occupation of territory; massive
30 Ibid., hlm 441 31 Yoffe, S dan Larson Kelli. “Chapter 2 Basins at Risk: Water Event Database Methodology, (Departement
of Geosciences: Oregon State University, 2001) hlm 25-27
29
bombing of civilian areas; capturing of soldiers
in battle; large scale bombing of military
installations; chemical or biological warfare
13 -5 Small scale military: limited air, sea, or border
skirmishes; border police acts; annexing
territory already occupied; seizing material of
target country; imposing blockades;
assassinating leaders of target country; material
support of subversive activities against target
country
12 -4 Political – military hostile actions: Inciting riots
or rebellions (training or financial aid for
rebellions); encouraging guerrilla activities
against target country; limited and sporadic
terrorist actions; kidnapping or torturing foreign
citizens or prisoners of war; giving sanctuary to
terrorists; breaking diplomatic relations;
attacking diplomats or embassies; expelling
military advisors; executing alleged spies;
nationalizing companies without compensation
11 -3 Diplomatic – economic hostile actions:
Increasing troop mobilization; boycotts,
imposing economic sanctions; hindering
movement on land; waterways, or in the air;
embargoing goods; refusing mutual trade rights;
closing borders and blocking free
communication; manipulating trade or currency
to cause economic problems; halting aid;
granting sanctuary to opposition leaders;
mobilizing hostile demonstrations against target
country; refusing to support foreign military
allies; recalling ambassador for emergency
consultations regarding target country; refusing
visas to other nationals or restricting movement
in country; expelling or arresting nationals or
press; spying on foreign government officials;
terminating major agreements. Unilateral
construction of water projects against another
country’s protests; reducing flow of water to
another country; abrogation of water agreement
10 -2 Strong verbal expressions displaying hostility in
interaction: Warning retaliation for acts;
making threatening demands and accusations;
condemning strongly specific actions or policies;
denouncing leaders; system; or ideology;
postponing heads of state visits; refusing
30
participation in meetings or summits; leveling
strong propaganda attacks; denying support;
blocking or vetoing policy or proposals in the
UN or other international bodies. Official
interactions only.
9 -1 Mild verbal expressions displaying discord in
interaction: Low key objection to policies or
behaviour; communicating dissatisfaction
through third party; failing to reach an
agreement; refusing protest note; denying
accusations; objecting to explanation of goals,
position, etc; requestin change in policy. Both
unofficial and official, including diplomatic
notes of protest.
8 0 Neutral or non-significant acts for the inter-
nation: Rhetorical policy statements; non-
consequential news items; non-governmental
visitors; indifference statements; compensating
for nationalized enterprises or private property;
no comment statements.
7 1 Minor official exchanges, talks or policy
expressions – mild verbal support: Meeting of
high officials; conferring on problems of mutual
interest; visit by lower officials for talks; issuing
joint communiqués; appointing ambassadors;
announcing cease-fires; non-governmental
exchanges; proposing talks; public non-
governmental support of regime; exchanging
prisoners of war; requesting support for policy;
stating or explaining policy
6 2 Official verbal support of goals, values, or
regime: Official support of policy; raising
legation to embassy; reaffirming friendship;
asking for help against third party; apologizing
for unfavorable actions or statements; allowing
entry of press correspondents; thanking or
asking for aid; resuming broken diplomatic or
other relations.
5 3 Cultural or scientific agreement or support
(non-strategic): Starting diplomatic relations;
establishing technological or scientific
communication; proposing or offering economic
or military aid; recognizing government; visit by
head of state; opening borders; conducting or
enacting friendship agreements; conducting
31
cultural or academic agreements or exchanges.
Agreements to set up cooperative working
group.
4 4 Non – military economic, technological, or
industrial agreement: Making economic loans,
grants; agreeing to economic pacts; giving
industrial, cultural, or educational assistance;
conducting trade agreements or granting most
favoured nation status; establishing common
transportation or communication networks;
selling industrial-technological surplus supplies;
providing technical expertise; ceasing economic
restrictions; repaying debts; selling non-military
goods; giving disaster relief. Legal, cooperative
actions between nations that are not treaties;
cooperative projects for watershed management,
irrigation, poverty-alleviation.
3 5 Military economic or strategic support: Selling
nuclear power plants or materials; providing
air, naval, or land facilities for bases; giving
technical or advisory military assistance;
granting military aid; sharing highly advanced
technology; intervening with military support at
request of government; concluding military
agreements; trainin military personnel; joint
programs and plans to initiate and pursue
disarmament.
2 6 International Freshwater Treaty; Major
strategic alliance (regional or international):
Fighting a war jointly; establishing a joint
military command or alliance; conducting joint
military manoeuvres; establishing economic
common market; joining or organizing
international alliances; establishing joint
program to raise the global quality of life
1 7 Voluntary unification into one nation: Merging
voluntarily into one nation (state); forming on
nation with one legally binding government.
Seperti yang telah dipaparkan sebelumnya bahwa strategi yang
dijalankan akan mengarah kepada dua implementasi yaitu pertama bentuk
kerjasama dengan adanya insentif, legal agreement dan shared interests antar
negara riparian dimana dalam intensitas konflik ditandai dengan nilai dari +1
32
hingga +7, semakin besar nilainya menandakan kerjasama yang terbentuk
cenderung kuat. Bentuk kedua yaitu konflik dimana strategi yang dijalankan
lebih koersif ditandai dengan nilai -1 hingga -7 dengan puncak tertingginya
adalah adanya deklarasi perang demi tercapainya penguasaan air.
Gambar 2.2 Intensity of Conflict dalam Hydro-hegemony Theory32
Elaborasi dari berbagai konsep dalam kerangka teori hydro-hegemony
digambarkan dalam tabel diatas. Point pertama adalah penggunaan strategi
yang paling dominan merujuk kepada terciptanya bentuk hydro-hegemony dan
juga mennetukan pola distribusi aset air. Kemudian justifikasi tingkat
kerjasama atau konflik menggunakan water intensity scale milik Yoffee dan
untuk memperkuat justifikasi tersebut, diberikan contoh konflik yang terjadi
dalam beberapa dekade pada masa lalu.
32
Ibid., hlm 453
33
2.3 Operasionalisasi Teori
Dengan menggunakan teori hydro-hegemony, penulis melihat power
yang dimiliki oleh sebuah negara untuk menjalankan strategi untuk mencapai
maupun mempertahankan hydro-hegemon serta mengamankan sumber daya
air lintas batas, serta dinamika konflik dan kerjasama yang terjadi dalam
antara negara riparian. Variabel yang digunakan oleh penulis adalah source of
power, hydro-hegemon strategies, degree of conflict, dan outcomes of hydro-
hegemon.
2.3.1 Source of Power
Geographical power merupakan salah satu bentuk power yang
memiliki pengaruh dengan melihat riparian position. Posisi Mesir sebagai
riparian state terletak di downstream sehingga Mesir dapat dikatakan tidak
memiliki power dalam hal ini.
Material power adalah bentuk power yang terlihat seperti kekuatan
ekonomi, kekuatan militer, technological prowess, international political
and financial support. Mesir memiliki GDP (Growth Domestic Product)
yang lebih besar dibandingkan dengan negara riparian lainnya yaitu sebesar
$12.100 pada tahun 2016.33
Kekuatan militer Mesir sendiri berada di
peringkat pertama dalam kawasan Afrika dan peringkat ke-12 dari 126
negara dengan GFP Power Index Rating 0,277634
. Dengan memiliki lokasi
33 CIA World Factbook. “Africa: Egypt”, diakses dari https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/eg.html pada tanggal 2 Juni 2017 pukul 15.50 34 Global Fire Power. African Countries Ranked by Military Power, diakses dari
http://www.globalfirepower.com/countries-listing-africa.asp pada tanggal 2 Juni 2017 pukul 15.50
34
yang strategis, Mesir mempertahankan posisi Mesir dalam dunia
internasional dan hubungan baik dengan international donors. Mesir
memiliki keuntungan dari hubungan politik dan ekonomi yang dekat dengan
US, Eropa dan negara-negara Timur Tengah, dan Mesir menjadi recipient
utama dalam bantuan internasional35
.
Bargaining power adalah bentuk power yang mengacu kepada
kemampuan aktor untuk mengontrol rules of the game dan set agenda. Pada
tahun 2007, terdapat agreement yang dibentuk oleh negara-negara upstream
terkait pembagian alokasi air yang bernama Cooperative Framework
Agreement (CFA). Namun, Mesir dan Sudan menolak untuk
menandatangani perjanjian ini karena menganggap bahwa perjanjian terkait
alokasi air di Sungai Nil yang relevan adalah The 1959 Agreement.
Ideational power adalah bentuk power yang menunjukkan kapasitas
riparian untuk memaksa dan melegitimasi ide, nilai dan aturan yang ada.
Dalam konteks power ini, melihat bagaimana Mesir dapat membangun opini
publik terkait pentingnya akses terhadap sumber air untuk memenuhi
kebutuhan melalui media massa.
2.3.2 Hydro-hegemony Strategies
Terdapat empat mekanisme strategi untuk mencapai dan
mempertahankan hydro-hegemony dimana negara bebas untuk menentukan
ingin menggunakan strategi apa dengan melihat kepada power yang
35
Ana Elisa, Cascao, “Changing Power Relations in the Nile River Basin: Unilateralism vs Cooperation?”.
(Water Alternatives vol. 2, 2009) hlm 248.
35
dimilikinya. Negara dengan power yang kuat dapat menjalankan berbagai
macam strategi jika dibandingan dengan negara yang memiliki keterbatasan
power
1. Coercive compliance-producing mechanisms
Strategi ini lebih mengarah kepada penggunaan cara koersif
untuk mencapai dan mempertahankan hydro-hegemony seperti military
force, covert action, coercion-pressure dan active stalling. Coercion-
pressure yang dilakukan adalah Mesir mengancam akan melakukan
sabotase terhadap pembangunan dam tersebut. Active stalling yang
dilakukan oleh Mesir adalah dengan memulai diplomatic campaign
kepada negara Eropa dan para pendonor dan mengatakan bahwa Mesir
merasa khawatir dengan dampak yang dapat ditimbulkan terhadap
water security jika pembangunan GERD Dam terus berlanjut36
.
Military force sendiri belum dilakukan oleh Mesir karena masih
sebatas ancaman.
2. Utilitarian compliance-producing mechanisms
Strategi ini dilakukan dengan memberikan incentives kepada
negara non-hegemon untuk mengupayakan cara yang lebih kooperatif
dengan trade incentives, diplomatic recognition, military protection
dan dengan mengarah kepada ‘shared interest’ terhadap sebuah proyek
untuk mengakses sumber air, dapat menjadikan sebuah kerjasama yang
36 Ayah, Aman. Egypt seeks to halt Ethiopian Dam, ( Al-Monitor,19 Februari 2014) diakses dari
http://www.al-monitor.com/pulse/originals/2014/02/egypt-lobby-renaissance-dam-ethiopia.html pada tanggal
2 Juni 2017 pukul 18.00
36
dapat menciptakan hubungan hydro-relations yang stabil. Adanya
pembentukan International Panel of Experts (IPoE) yang
beranggotakan Mesir, Ethiopia dan Sudan diharapkan dapat membahas
mengenai pembangunan GERD Dam dan penggunaan sumber daya air
di Sungai Nil.
3. Normative compliance-producing mechanisms
Mengetahui apakah terdapat perjanjian baru untuk mengatur
alokasi air antara negara-negara riparian. Pada tahun 2015, Mesir,
Sudan dan Ethiopia menandatangani Agreement on Declaration of
Principles between the Arab Republic of Egypt, the Federal
Democratic Republic of Ethiopia, and the Republic of the Sudan on the
Grand Ethiopian Renaissance Dam Project (GERDP) dimana
perjanjian ini berisi tentang dasar-dasar mengenai kerjasama,
pembangunan, integrasi regional, building trust, dan pertukaran
informasi terkait alokasi air pasca pembangunan GERD Dam.37
4. Hegemonic compliance-producing mechanisms
Strategi ini dapat dilakukan oleh negara dengan power yang
besar dan dapat mempengaruhi pola pikir masyarakat internasional
dalam bentuk securitization, knowledge construction, sanctioned
discourse. Mesir melakukan sekuritisasi untuk mengamankan pasokan
37 Ahmed, Abbas. Egypt, Ethiopia and Sudan sign agreement on GERD, (Daily News Egypt, 29 Desember
2015) diakses dari http://www.dailynewsegypt.com/2015/12/29/egypt-ethiopia-and-sudan-sign-agreement-
on-gerd/ pada tanggal 2 Juni 2017 pukul 10.30
37
air dimana Mesir menganggap air sebagai national security.38
Kurangnya pasokan air yang terjadi pada Mesir dapat memberikan
dampak kepada sektor pertanian Mesir.
2.3.3 Intensity of Conflict
Kondisi dimana terdapat ancaman yang dilakukan oleh Presiden Morsi
dalam pertemuannya dengan tokoh-tokoh politik menanggapi pembangunan
GERD Dam dan pertemuan tripartiate ministerial level yang mengalami
kebuntuan sehingga tidak mencapai kesepakatan mengarah kepada mild
verbal expressions displaying discord in interaction. Namun, pada masa
pemerintahan Presiden Abdel Fattah El-Sisi, mengarah kepada proses
negosiasi dan diplomasi antara Mesir Ethiopia dan Sudan sehingga
menghasilkan sebuah agreement. Hal ini ditandai dengan variabel cultural
or scientific agreement or support (non-strategic).
2.3.4 Outcomes of hydro-hegemony strategy
Dari paparan dan data pendukung sementara dalam kasus ini, outcomes
yang muncul menjurus kepada kondisi shared control. Hal ini dapat dilihat
dari adanya agreement yang disepakati oleh Mesir, Ethiopia dan Sudan.
38
Ana Elisa, Cascao, “Changing Power Relations in the Nile River Basin: Unilateralism vs Cooperation?”.
(Water Alternatives vol. 2, 2009), hlm 248
38
Tabel 2.3 Operasionalisasi Teori Hydro-Hegemon
Teori Variabel Indikator Parameter Operasionalisasi Teori
Hydro-
hegemony
Theory
Source of
Power
Geographical
power
Riparian
Position
Posisi geografis Mesir
sebagai riparian state di
Sungai Nil
Material power Economic
power
Military might
Technological
prowess
International
political and
financial
support
Melihat besarnya GDP
yang dimiliki oleh Mesir
jika dibandingkan dengan
negara riparian lainnya
Melihat kekuatan militer
yang dimiliki Mesir dari
jumlah tentara militer,
persenjataan serta sumber
daya yang mendukung
kegiatan militer
Dilihat dari ada atau
tidaknya bendungan yang
dimiliki Mesir sebagai
hydropower untuk
memenuhi kebutuhan
Melihat ada atau tidaknya
dukungan moral dan
ekonomi dari negara lain
untuk mendukung Mesir
dalam mencapai hydro-
hegemony
Bargaining
power
State position
in regional
agreement
Posisi Mesir dalam
perjanjian regional di
kawasan Afrika
Ideational power Knowledge
structures
Melihat bagaimana Mesir
dapat memberikan
perspektif yang berbeda
kepada masyarakat, negara
riparian lainnya, serta
international donor
mengenai situasi yang
terjadi di aliran Sungai Nil
39
Sanctioned
discourse
Imposition of
narratives and
storylines
Melihat bagaimana Mesir
dapat membawa isu di luar
isu air untuk dibahas
bersama negara riparian
lainnya
Melihat bagaimana Mesir
dapat membangun opini
publik terkait pentingnya
akses terhadap sumber air
untuk memenuhi
kebutuhan.
Hydro-
hegemon
strategies
Coercive
compliance-
producing
mechanisms
Military force
Covert action
Coercion-
pressure
(military
action,
economic
sanctions or
political
isolation)
Active stalling
Melihat ada atau tidaknya
military force yang
dilakukan Mesir terhadap
Ethiopia
Melihat ada atau tidaknya
aksi yang dilakukan Mesir
terhadap kelompok anti
pemerintah Ethiopia untuk
menghentikan
pembangunan GERD dam.
Melihat ancaman yang
dilakukan Mesir terhadap
Ethiopia. Apakah melalui
tindakan militer, sanksi
ekonomi atau politik
Melihat ada atau tidaknya
tindakan Mesir yang
berusaha untuk mengulur
waktu pembangunan GERD
Utilitarian
compliance
producing
mechanisms
Trade
incentives
Melihat ada atau tidaknya
bantuan luar negeri kepada
Ethiopia untuk dapat
menghentikan
pembangunan GERD Dam
yang diberikan oleh Mesir
40
Diplomatic
recognition
Military
protection
Shared interest
project
Melihat ada atau tidaknya
pengakuan diplomatis
Mesir terhadap Ethiopia
Melihat apakah Mesir
melakukan perlindungan
militer atau aliansi dengan
Sudan dan Ethiopia untuk
melindungi pasokan air di
Sungai Nil.
Melihat ada atau tidaknya
tindakan shared interest
project yang dilakukan
oleh Mesir dan Ethiopia
Normative
compliance
producing
mechanisms
Treaties Dilihat dari ada tidaknya
upaya pembentukan
agreement baru terkait
alokasi air di Sungai Nil
Hegemonic
compliance
producing
mechanisms
Securitization
Knowledge
structures
Sanctioning
discourse
Melihat ada tidaknya
sekuritisasi yang dilakukan
oleh Mesir untuk
merespons pembangunan
GERD
Melihat bagaimana Mesir
dapat memberikan
perspektif yang berbeda
kepada masyarakat, negara
riparian lainnya, serta
international donor
mengenai situasi yang
terjadi di aliran Sungai Nil
Melihat bagaimana Mesir
dapat membawa isu di luar
isu air untuk dibahas
bersama negara riparian
lainnya
Intensity of
Conflict
Conflict and
Peace
Intensitas konflik
diukur dengan
menggunakan
Water Event
Intensity Scale
Melihat intensitas konflik yang
muncul dari interaksi yang
terjadi antara Mesir dan
Ethiopia terkait pembangunan
GERD
41
(WEIS), dengan
memberikan skala
angka
-7 hingga -1
menandakan
adanya
konfliktual
0 menandakan
sikap yang
netral
+1 hingga +7
menandakan
adanya
kerjasama.
Outcomes of
hydro
hegemony
strategies
1. Shared
control
2. Consolidated
control
3. Contested
control
Interaksi yang
terjadi adalah
kerjasama
dengan adanya
positive
leadership
Interaksi yang
terjadi
kompetitif
namun stifled,
serta adanya
negatif dan
positif
leadership
Interaksi yang
terjadi
kompetitif
cenderung
mengarah
kepada
kekerasan
Melihat Outcomes yang
muncul setelah penerapan
strategi oleh Mesir akan dikaji
dengan pencarian data terkait
interaksi antara Mesir dan
Ethiopia dalam sumber daya
air.
42
Pembangunan Grand Ethiopian Renaissance
Dam (GERD) oleh Ethiopia pada bulan April
2011
Bagaimana Pemerintah Mesir dapat
mencapai hydro-hegemony di aliran
Sungai Nil pada tahun 2011-2015
Hydro-hegemony Theory
Source of Power
- Geographical Power - Bargaining Power
- Material Power - Ideational Power
Hydro-hegemony Strategies
Coercive
compliance
producing-
mechanisms
Hegemonic
compliance
producing-
mechanisms
Normative
compliance
producing-
mechanisms
Utilitarian
compliance
producing-
mechanisms
Military force
Covert action
Coercion-
pressure
(military action,
economic
sanctions or
political
isolation)
Active Stalling
Trade
incentives
Diplomatic
recognition
Military
protection
Treaties Securitization
Knowledge
structure
Sanctioning
discourse
STRATEGI HYDRO HEGEMON MESIR
Degree of Conflict:
- Mild verbal expressions
- Cultural or scientific agreement or support
(non-strategic)
Outcomes of hydro-hegemony strategies:
Shared / Consolidated / Contested control
2.4 Alur Pemikiran
43
2.5 Argumen Utama
Dari latar belakang dan teori hydro-hegemon yang digunakan oleh
penulis, maka penulis mengemukakan argumen bahwa Mesir menggunakan
strategi untuk mencapai hydro-hegemon dalam menghadapi pembangunan
GERD Dam yang dilakukan oleh Ethiopia untuk mengakses dan mengatur
aliran air agar dapat memenuhi kebutuhan negaranya dengan melihat source of
power yang dimiliki oleh Mesir.
Strategi yang digunakan adalah coercive compliance producing
mechanisms yang ditunjukkan dengan adanya ancaman akan melakukan
sabotase terhadap bendungan GERD Dam, utilitarian compliance-producing
mechanisms dengan adanya pembentukan Intrenational Panel of Experts,
normative compliance-producing mechanisms, dan hegemonic compliance-
producing mechanisms dengan ditunjukkan dari perilaku Mesir yang
menganggap bahwa air merupakan national security. Degree of conflict dapat
dilihat dari adanya ancaman yang dilakukan untuk melakukan sabotase
terhadap pembangunan GERD Dam, namun di sisi lain adanya kerjasama
yang terbentuk antara Mesir dan Ethiopia. Outcomes yang terlihat lebih
mengarah kepada shared control dimana lebih menekankan kepada kerjasama.
44
BAB III
METODE PENELITIAN
3.1 Jenis Penelitian
Jenis penelitian yang penulis gunakan adalah penelitian deskriptif.
Penelitian deskriptif adalah penelitian yang beupaya untuk menjawab
pertanyaan siapa, apa, dimana, kapan atau berapa, merupakan upaya
melaporkan apa yang terjadi.1 Penulis berusaha untuk menjelaskan dan
menjabarkan secara jelas bagaimana strategi Mesir dalam mencapai hydro-
hegemony di aliran Sungai Nil tahun 2011-2015 pasca pembangunan Grand
Ethiopian Renaissance Dam (GERD) yang dilakukan oleh Ethiopia secara
rinci dan jelas.
3.2 Ruang Lingkup Penelitian
Ruang lingkup penelitian penulis terbagi ke dalam bahasan
penelitian serta jangkauan waktu penelitian. Untuk bahasan penelitian, penulis
membahas mengenai bagaimana strategi yang dilakukan oleh Mesir untuk
mencapai hydro-hegemony di aliran Sungai Nil pasca pembangunan GERD
Dam dan untuk jangkauan waktunya penulis mengambil periode waktu dari
tahun 2011 dimana tahun ini merupakan tahun dimana Pemerintah Ethiopia
mengumumkan akan membangun GERD Dam hingga tahun 2015 dimana
terdapat agreement yang disepakati oleh Mesir, Ethiopia dan Sudan terkait
masalah pembangunan GERD dan alokasi penggunaan air di Sungai Nil.
1 Mohtar, Mas’oed, Ilmu Hubungan Internasional Disiplin dan Metodologi. (Jakarta: LP3ES, 1990) hlm 79
45
3.3 Teknik Pengumpulan Data
Teknik pengumpulan data yang dilakukan oleh penulis adalah teknik
pengumpulan data dengan menggunakan sumber-sumber yang sudah ada
seperti buku, jurnal, data-data dari internet, dan media cetak.
3.4 Teknik Analisa Data
Penelitian ini menggunakan teknik analisa kualitatif dimana data
yang disajikan dan dibahas untuk menjelaskan fenomena yang diteliti
berbentuk non-statistik.
3.5 Sistematika Penulisan
Bab I Pendahuluan
Bab I berisi tentang latar belakang masalah dimana menjelaskan hydro-
hegemony Mesir serta pembangunan GERD Dam, rumusan masalah, tujuan
penelitian dan manfaat penelitian.
Bab II Kerangka Pemikiran
Bab II berisi tentang studi terdahulu yang digunakan penulis sebagai acuan
dan referensi dalam tulisan, teori hydro-hegemony, operasionalisasi teori, alur
pemikiran dan argumen utama.
46
Bab III Metode Penelitian
Bab III berisi tentang metode penelitian yang akan digunakan penulis untuk
membahas tulisan ini yang meliputi: jenis penelitian, ruang lingkup penelitian,
teknik pengumpulan data, teknik analisa data, dan sistematika penulisan.
Bab IV Gambaran Umum
Bab IV berisi tentang gambaran umum mengenai kepentingan nasional Mesir
di Sungai Nil yang terdiri dari dua sub bab yaitu arti strategis Sungai Nil, Nile
Basin Initiative (NBI) serta Cooperative Framework Agreement (CFA).
Bab V Pembahasan
Bab V berisi tentang pembahasan mengenai source of power yang dimiliki
oleh Mesir, strategi Mesir untuk mencapai hydro-hegemon di aliran Sungai
Nil pasca pembangunan GERD Dam oleh Ethiopia, degree of conflict dan
outcomes of hydro-hegemony
Bab VI Penutup
Bab VI berisi tentang kesimpulan dari hasil penelitian dan saran mengenai
penelitian lebih lanjut yang direkomendasikan oleh penulis.
47
BAB IV
KEPENTINGAN NASIONAL MESIR DI SUNGAI NIL
Bab ini akan membahas mengenai arti strategis Sungai Nil dan Nile
Basin Initiative serta Cooperative Framework Agreement. Dalam arti strategis
Sungai Nil, penulis akan menjelaskan mengenai gambaran umum Sungai Nil dan
pentingnya Sungai Nil bagi negara-negara yang berada dekat dengan aliran sungai
ini (negara riparian) pada umumnya termasuk Mesir untuk memenuhi kebutuhan
hidup penduduknya. Kebutuhan akan sumber daya air masing-masing negara
riparian bergantung kepada jumlah populasi yang meningkat, iklim dan curah
hujan yang terjadi di negara-negara tersebut.
Dalam Nile Basin Initiative (NBI) dan Cooperative Framework
Agreement (CFA), penulis akan membahas mengenai pembentukan NBI sebagai
institusi formal yang dibentuk untuk mengadakan forum diskusi terkait Sungai
Nil. Dari pembentukan NBI, kemudian menghasilkan sebuah agreement yang
dibentuk oleh sepuluh negara riparian yaitu Cooperative Framework Agreement.
4.1 Arti Strategis Sungai Nil
Sungai Nil adalah sungai terpanjang di dunia dengan panjang 6.695
km, dimana memiliki area sebesar 3,2 juta km², yang mewakili 10% dari
wilayah Benua Afrika dan menjadi sumber utama bagi 20% populasi di
Afrika. Sungai ini memiliki dua anak sungai utama yaitu White Nile, berasal
dari Dataran Tinggi Equatorial Afrika Timur dimana arus utamanya mengalir
ke Danau Victoria yang memiliki luas permukaan sebesar 66.700 km² dan
48
menjadikannya sebagai danau air tawar terbesar kedua setelah Danau Superior
di Amerika Utara; Blue Nile, dimana sumbernya berasal dari Dataran Tinggi
Ethiopia. Anak sungai Nil lainnya yang juga penting adalah Tekeze-At-bara
dan Baro-Akobbo-Sobat dimana kedua anak sungai ini berasal dari Dataran
Tinggi Ethiopia. Sungai Nil digunakan oleh 11 negara yang berada
disekitarnya untuk memenuhi kebutuhan hidup diantaranya Uganda, Tanzania,
Sudan Selatan, Sudan, Rwanda, Kenya, Ethiopia, Mesir, DR Kongo, Eritrea,
Burundi.1
Sungai Nil merupakan sumber daya air utama bagi 54% jumlah
penduduk dari sebelas negara tersebut.2 Sebagian besar masyarakat negara
riparian sangat bergantung dengan Sungai Nil untuk memenuhi kebutuhan
hidup. Terdapat empat kebutuhan utama yang bergantung kepada aliran
Sungai Nil yaitu, sumber daya air untuk irigasi dan produksi hydroelectric
power, mencegah terjadinya banjir, meminimalisasi terjadinya erosi dan
pembentukan waduk serta pencegahan polusi air.3 Namun, dengan adanya
perubahan iklim yang terjadi, tidak adanya distribusi air secara tidak merata,
jumlah populasi yang semakin meningkat, urbanisasi dan sistem hidrologi
yang kompleks di Sungai Nil menjadikan tantangan bagi negara riparian
untuk mengelola pembagian air.
1 Nile Basin Initiative. Nile Basin Water Resources Atlas (Kampala: New Vision Printing and Publishing
Company Ltd, 2016) hlm 17 2 Ibid., hlm 15 3 Waleed, Hamza dan Simon, Mason. Water availability and food security challenges in Egypt, Paper
presented at the “International Forum on Food Security Under Water Scarcity in the Middle East: Problems
and Solutions,Como, Italy, 2004, hlm 2
49
Gambar 4.1 Nile River Basin4
Negara-negara yang berada dekat dengan Sungai Nil atau negara
riparian memiliki ekosistem yang sangat berbeda yaitu arid dan semi-arid.
Adanya perbedaan ekosistem ini berkaitan dengan perbedaan iklim yang
terdapat pada negara-negara tersebut.5 Adanya pebedaan iklim yang terjadi
juga diikuti oleh curah hujan yang dialami oleh negara-negara yang berada
dekat dengan Sungai Nil. Total jumlah curah hujan pada negara-negara
riparian adalah 7000 BCM/thn, dimana sebanyak 1660 BCM/thn berada di
4 Nile Basin Initiative, 2000 5 Nile Basin Initiative. Nile Basin Water Resources Atlas (Kampala: New Vision Printing and Publishing
Company Ltd, 2016), hlm 15
50
Sungai Nil.6 Rata-rata curah hujan tahunan yang terdapat di Sungai Nil kurang
lebih 650 mm. Namun, curah hujan yang terjadi di negara-negara riparian
sangat berbeda dimana curah hujan yang rendah dimiliki oleh Mesir dimana
rata-rata per tahunnya adalah 200 mm dan hujan hanya turun sekali dalam
beberapa tahun dan curah hujan tinggi dimiliki oleh Ethiopia berkisar antara
510-1525 mm per tahun pada musim hujan antara bulan Juni hingga
September dan negara yang berada di sekitar Equatorial Lakes Plateau seperti
Burundi dengan curah hujan rata-rata per tahun 1000-1500 mm, DR Congo
sebanyak 1524 mm di wilayah utara dan 1270 mm di wilayah selatan, Rwanda
sebanyak ± 1212 mm, Tanzania sebanyak ±1071 mm dan Uganda sebanyak
1000-1500 mm.7
Sungai Nil memiliki peran yang penting dalam pertumbuhan sosio-
ekonomi bagi negara-negara riparian. Sektor pertanian merupakan sektor
ekonomi yang dominan di sebagian besar negara-negara riparian. Sungai Nil
juga memiliki potensi yang besar dalam memproduksi hydropower.8
Penyebaran populasi di wilayah aliran sungai dipengaruhi oleh berbagai
macam faktor yaitu, cuaca, curah hujan, tingkat kesuburan tanah, sumber daya
mineral dan infrastruktur sosial ekonomi seperti transportasi, pendidikan,
fasilitas kesehatan dan telekomunikasi. Pemukiman penduduk di negara
downstream seperti Mesir dan Sudan, berada di sekitar aliran Sungai Nil.
Sebagai contoh, jumlah populasi yang tinggi terdapat di Nile Delta dan Nile
Valley Mesir, namun luas wilayah ini hanya 5% dari wilayah Mesir. Di bagian
6 Ibid., hlm 100 7 Ibid., hlm 101 8 Ibid., hlm 17
51
upstream, pola pemukiman penduduk sebagian besar mengikuti curah hujan.
Jumlah populasi tertinggi di negara upstream adalah di Dataran Tinggi
Ethiopia dan Nile Equatorial Lakes Plateau, dimana kedua wilayah ini
memiliki curah hujan yang cukup tinggi.9 Berikut adalah jumlah populasi
yang berada di Sungai Nil:
Gambar 4.2 Jumlah Populasi Negara-Negara Riparian di Tepi Sungai Nil10
Jumlah populasi yang terdapat pada negara-negara riparian Sungai Nil
adalah sebesar 487,3 juta penduduk. Ethiopia memiliki jumlah populasi paling
tinggi yaitu 99,4 juta penduduk diikuti oleh Mesir sebanyak 91,5 juta dan DR
Congo sebanyak 72,1 juta. Eritrea, Burundi dan Rwanda menjadi negara
dengan jumlah populasi paling sedikit dengan jumlah Eritrea (5,2 juta),
9 Ibid., hlm 52 10 Ibid., hlm 53
52
Burundi (11,2 juta) dan Rwanda (11,7 juta). Jumlah populasi yang berada
dekat dengan Sungai Nil sebanyak 257 juta atau 53% dari jumlah populasi
negara riparian. Mesir memiliki jumlah populasi tertinggi sebanyak 85,8 juta,
diikuti oleh Uganda sebanyak 33,6 juta, Ethiopia 37,6 juta dan Sudan 31,4
juta. Eritrea dan DR Congo memiliki jumlah populasi yang berada dekat
dengan Sungai Nil paling sedikit yaitu Eritrea sebanyak 2,2 juta dan DR
Congo sebanyak 2,9 juta.11
Dengan jumlah populasi Mesir yang dekat dengan
Sungai Nil sebagai jumlah populasi tertinggi, maka penggunaan sumber daya
air Sungai Nil yang digunakan oleh penduduk Mesir cukup dominan.
Selain jumlah populasi, iklim dan juga sektor pertanian yang
bergantung dengan Sungai Nil, akses terhadap sumber daya listrik juga
dipengaruhi oleh sumber daya air dari Sungai Nil. Hampir seluruh negara
riparian Sungai Nil persentase jumlah populasi dengan akses terhadap arus
listrik berada di bawah standar, kecuali Mesir dimana seluruh populasi disana
mengakses arus listrik.
11 Ibid., hlm 53
53
Gambar 4.3 Persentase Jumlah Populasi terhadap Akses Arus Listrik di
Negara Riparian Sungai Nil12
Konsumsi arus listrik per kapita juga menunjukkan kontras yang cukup jelas
dimana konsumsi Mesir terhadap arus listrik mencapai dua kali lipat jika
dibandingkan dengan negara riparian lainnya.
Gambar 4.4 Jumlah Konsumsi Electricity Negara-Negara Riparian di Sungai
Nil (KWh/c)13
12 Ibid., hlm 62 13 Ibid., hlm 62
54
Dengan adanya persentase jumlah populasi terhadap akses arus listrik
di negara riparian Sungai Nil yang dimiliki oleh Mesir sebesar 100% pada
tahun 2012 dan jumlah konsumsi electricity yang dimiliki oleh Mesir sebesar
1502,3 KWh/c, maka Mesir membutuhkan jumlah air yang cukup besar dari
Sungai Nil untuk hydropower plant demi menghasilkan listrik.
Mesir merupakan negara dengan wilayah gurun yang sangat gersang
dan memiliki curah hujan sebesar 80 mm setiap tahunnya. Sungai Nil
dibutuhkan sebagai irigasi untuk proses penanaman gandum dimana gandum
merupakan sumber pangan bagi masyarakat Mesir. Saat ini, Mesir merupakan
negara pengimpor gandum dimana jumlahnya mencapai 10% dari jumlah
permintaan di dunia. Jumlah populasi yang meningkat, tidak adanya peraturan
mengenai penggunaan lahan dan pengelolaan air, membawa kepada
eksploitasi secara besar-besaran terhadap sumber daya air di Mesir.
Kelangkaan air merupakan faktor utama dalam keadaan sosial Mesir seperti
tingginya harga bahan makanan dan adanya kesenjangan ekonomi. Dengan
demikian, sumber daya air dan food security merupakan komponen penting
dalam strategi national security Mesir.14
Sektor pertanian merupakan distributor utama dalam pertumbuhan
ekonomi di Mesir dengan menyumbang sebanyak 15% dari jumlah GDP
Mesir yaitu USD 232 milyar. Selain itu, sebanyak 55% dari jumlah populasi
Mesir sangat bergantung pada sektor ini untuk kebutuhan hidup dan jumlah
pekerja pada sektor ini sebanyak 36% namun mengalami penurunan sebanyak
14 Omar, Nasef, “Egyptian National Security as Told by the Nile”, (The Century Foundation, 2016), hlm 2
55
32% pada tahun 2012. 15
Dari seluruh sektor di Mesir, sektor pertanian sangat
bergantung terhadap kebutuhan air untuk irigasi sebanyak 80-85% dari jumlah
permintaan. Mesir yang memiliki daerah dengan curah hujan paling sedikit,
berusaha untuk melakukan irigasi pada lahan pertanian mereka. Diantara
negara yang berada di tepi Sungai Nil, Mesir adalah negara yang memiliki
lahan pertanian di Lembah Sungai Nil paling luas dibandingkan dengan
negara lainnya. Rwanda, Kongo, Kenya dan negara lainnya tidak begitu
memanfaatkan Sungai Nil sebagai irigasi dikarenakan negara-negara tersebut
memiliki curah hujan yang tinggi.
Tabel 4.1 Luas Lahan Pertanian di Negara Riparian Sungai Nil16
Nama Negara
Luas Lahan Pertanian di Sungai
Nil / jumlah luas lahan pertanian
negara (1000 ha)
Burundi 0/74
DR Kongo 0/11
Mesir 3.078/3.300
Eritrea 15/22
Ethiopia 23/190
Kenya 6/67
Rwanda 2/4
Sudan 1.935/1.950
Tanzania 10/155
Uganda 9/9
15 Fawzi, Karajeh.,dkk, Working Paper:“Water and Agriculture in Egypt”, (International Center for
Agricultural Research in the Dry Areas, 2011) hlm 13 16
Simon A. Mason, Doctoral Thesis: “From Conflict to Cooperation in the Nile Basin”,(Switzerland: Swiss
Federal Institute of Technology Zurich, 2003) hlm 106
56
Bagaimanapun, dengan adanya pertumbuhan populasi yang meningkat
dan perubahan iklim yang terjadi, sektor pertanian dan Mesir mengalami
kelangkaan air. Pada tahun 2006, jumlah pengalokasian air sebanyak 850
m³/tahun. Namun, lima tahun kemudian yaitu pada tahun 2011 mengalami
penurunan menjadi 700 m³/tahun dan diduga akan terus menurun menjadi 500
m³/tahun pada 2030.17
Jumlah populasi penduduk Mesir meningkat dari 22 juta pada tahun
1950 menjadi ± 85 juta pada tahun 2010. Peningkatan pertumbuhan penduduk
akan berlanjut hingga beberapa dekade ke depan dan akan meningkat hingga
120-150 juta pada tahun 2050. Adanya peningkatan pertumbuhan penduduk
yang cukup pesat akan menjadi masalah yang cukup besar dengan jumlah
alokasi air.18
Penulis melihat bahwa Sungai Nil merupakan sumber kehidupan bagi
negara-negara di sekitarnya untuk dapat memenuhi kebutuhan hidup masing-
masing negara. Dengan adanya pertumbuhan populasi yang cukup meningkat
di setiap negara riparian dan juga keadaan iklim yang berbeda antara satu dan
lainnya menjadikan tantangan tersendiri bagi negara-negara riparian dalam
pengelolaan Sungai Nil. Salah satunya adalah Mesir dimana Mesir merupakan
negara yang sangat bergantung dengan Sungai Nil untuk memenuhi kebutuhan
hidup terutama pada sektor pertanian dalam hal irigasi.
17 Ibid., hlm 13 18 Ministry of Water Resources and Irrigation, Egypt, “Water Scarcity in Egypt: The Urgent Need for
Regional Cooperation among the Nile Basin Countries”, 2014, hlm 1
57
4.2 Nile Basin Initiative dan Cooperative Framework Agreement
Pada tanggal 22 Februari 1999, terbentuklah Nile Basin Initiative
(NBI) yaitu inter-governmental partnership yang beranggotakan 10 negara
riparian yaitu DR Kongo, Burundi, Mesir, Ethiopia, Kenya, Rwanda, Sudan
Selatan, Sudan, Tanzania dan Uganda. Eritrea bergabung sebagai observer.
NBI merupakan institusi yang dibentuk untuk mengadakan forum diskusi bagi
negara-negara riparian dalam melakukan management dan pengembangan
alokasi air Sungai Nil agar saling menguntungkan satu sama lain. Visi dari
institusi ini adalah untuk mencapai pertumbuhan sosial dan ekonomi melalui
alokasi air dan keuntungan yang didapat dari Sungai Nil. Hal ini dapat
diyakini bahwa negara-negara riparian dapat mencapai hasil yang baik bagi
masyarakat di sekitar Sungai Nil melalui kerjasama.19
Badan tertinggi di NBI yang mengurus mengenai politik dan
pembuatan keputusan adalah Nile Council of Ministers (Nile-COM), yang
didalamnya terdapat Menteri-Menteri dari negara anggota NBI. Nile-COM
didukung oleh Technical Advisor Committee (Nile-TAC), yang didalamnya
terdapat 20 pejabat pemerintah, dimana masing-masing negara memiliki 2
perwakilan.
19
Nile Basin Initiative. Nile Basin Water Resources Atlas (Kampala: New Vision Printing and Publishing
Company Ltd, 2016) hlm 16
58
Gambar 4.5 Struktur Nile Initiative Basin20
NBI merupakan institusi yang memiliki 3 pusat yaitu; the Secretariat
(Nile-SEC) terletak di Entebbe, Uganda yang bertanggung jawab terhadap
keseluruhan hal-hal mengenai Sungai Nil, institusi dan implementasi Basin
Cooperation dan Manajemen Sumber Daya Air. The Eastern Nile Technical
Regional Office (ENTRO) terletak di Addis Ababa, Ethiopia, bertanggung
jawab terhadap implementasi Program Pengembangan Sumber Daya Air di
wilayah Eastern Nile sub-basin meliputi Mesir, Ethiopia, Sudan Selatan dan
Sudan. The Nile Equatorial Lakes Subsidiary Action Program Coordination
Unit (NELSAP-CU) terletak di Kigali, Rwanda, bertanggung jawab terhadap
implementasi Program Pengembangan Sumber Daya Air di wilayah Nile
Equatorial Lakes sub-basin meliputi Burundi, DR Congo, Mesir, Ethiopia,
Kenya, Rwanda, Sudan Selatan, Sudan, Tanzania, dan Uganda.21
Pada setiap
negara anggota, terdapat kantor NBI yang melakukan koordinasi dan
20 Nile Basin Initiative. Who We Are diakses dari http://www.nilebasin.org/index.php/nbi/who-we-are pada
tanggal 11 Januari 2018 pukul 12.15 21 Nile Basin Initiative. Op.cit., hlm 16
59
memastikan bahwa NBI regional dapat mengawasi dan ikut dalam
perencanaan pengembangan nasional masing-masing negara anggota.22
Gambar 4.6 Institusi Pusat NBI23
Tujuan utama dibentuknya NBI adalah untuk membentuk Cooperative
Framework Agreement (CFA) yang akan membentuk prinsip, struktur dan
institusi NBI dan dapat melibatkan negara-negara riparian Sungai Nil. Proses
pembuatan draft Nile Basin CFA telah dimulai sejak NBI berdiri secara resmi
tahun 1999 dan terus berlanjut hingga 10 tahun. Bagaimanapun, dalam proses
pembuatan draft CFA mengalami kesulitan dikarenakan adanya negara
riparian yang memperkuat posisinya berdasarkan perjanjian pada masa
kolonial yaitu Mesir dan Sudan dimana mereka mengklaim bahwa mereka
22Nile Basin Insisiative. Op cit., hlm 16 23 Nile Basin Initiative. Who We Are diakses dari http://www.nilebasin.org/index.php/nbi/who-we-are pada
tanggal 11 Januari 2018
60
mendapatkan hak dan penggunaan terhadap Sungai Nil.24
Setelah beberapa
pertemuan dan pertimbangan yang telah dilakukan, pada bulan Juni 2007, Nile
Council of Ministers membuat konsep CFA. Walaupun negara-negara
riparian memiliki keinginan untuk melakukan kerjasama, mereka juga
mengajukan adanya projek hydro dalam skala besar dalam wilayah teritorinya.
Selain itu, negara-negara riparian tidak mengurangi ketergantungan mereka
terhadap aliran air Sungai Nil, sementara kebutuhan terhadap air terus
meningkat.25
Dalam CFA, terdapat beberapa prinsip dasar mengenai perlindungan,
penggunaan, konservasi dan pengembangan di Sungai Nil. CFA menetapkan
prinsip bahwa setiap negara-negara riparian memiliki hak untuk menggunakan
sumber air di dalam wilayah negara tersebut yang berasal dari Sungai Nil dan
menetapkan beberapa poin untuk memastikan penggunaan air secara adil dan
rasional. 26
Article 4 meminta adanya penggunaan air dalam aliran Sungai Nil
secara adil dan tidak berlebihan, Article 5 membahas mengenai pencegahan
kerusakan dalam penggunaan sumber daya air, Article 6 membahas adanya
perlindungan dan konservasi untuk ekosistem dan wilayah sungai, sementara
Article 8 menjelaskan adanya penjelasan dan persetujuan dalam penggunaan
sumber daya air yang baru. Keempat artikel ini berada di bawah the 1997
24 Salman, M.A Salman, “The Nile Basin Cooperative Framework Agreement: a peacefully unfolding African
Spring”, Water International vol 38 No. 1, 2012, hlm 20 25 Ashok, Swain, “Challeges for water sharing in the Nile basin: changing geo-politics and changing
climate”, Hydrological Science Journal vol. 56 No. 4, 2014, hlm 696 26 Salman, M.A Salman. Op.cit.,hlm 21
61
Convention on the Law of the Non-Navigational Uses of International
Watercourses.27
Untuk menangani perbedaan dan kontroversi yang terjadi antara 2
prinsip yang berbeda yaitu Mesir dan Sudan dengan negara riparian lainnya,
CFA memperkenalkan konsep water security pada Article 2 dan Article 14.
Article 2 dalam CFA mengartikan water security sebagai hak yang dimiliki
oleh seluruh negara riparian untuk dapat mengakses dan menggunakan
sumber daya air Sungai Nil untuk kesehatan, pertanian, kebutuhan hidup
sehari-hari, proses produksi dan lingkungan. 28
Dalam Article 14 menyatakan
bahwa:
“Having due regard for the provisions of Articles 4 and 5, Nile Basin
States recognize the vital importance of water security to each of them.
The States also recognize that cooperative management and
development of the waters of the Nile River System will facilitate
achievement of water security and benefits. Nile Basin States therefore
agree, in a spirit of cooperation, (a) to work together to ensure that all
states achieve and sustain water security, and (b) not to significantly
affect the water security of any other Nile Basin State.”29
Negara-negara upstream mendukung pernyataan dari article 14,
dimana negara-negara riparian mengakui pentingnya water security bagi
masing-masing negara dan juga menyadari bahwa adanya kerjasama dalam
pembangunan dan manajemen air dalam sistem di Sungai Nil akan membawa
dampak yang positif. Oleh karena itu, negara-negara riparian Sungai Nil
memiliki semangat dalam kerjasama untuk memastikan bahwa setiap negara
27Ashok, Swain, “Challeges for water sharing in the Nile basin: changing geo-politics and changing
climate”, Hydrological Science Journal vol. 56 No. 4, 2014, hlm 696 28 Salman, M.A Salman, “The Nile Basin Cooperative Framework Agreement: a peacefully unfolding African
Spring”, Water International vol 38 No. 1, 2012, hlm 21 29 Ashok, Swain. Op.cit., hlm 696
62
mendapatkan dan mempertahankan serta setiap adanya pemanfaatan dan
pengembangan yang dilakukan di Sungai Nil tidak boleh berdampak secara
signifikan bagi negara lain. Namun Mesir dan Sudan meminta untuk
mengganti pernyataan dalam section (b) menjadi “not adversely affect the
water security and current uses and rights of any other Nile Basin States”.30
Mesir dan Sudan meminta agar adanya pemanfaatan dan pengembangan
dalam Sungai Nil tidak berdampak pada water security dan penggunaan serta
hak yang dimiliki oleh negara riparian lainnya. Argumen ini berdasarkan dari
adanya kemungkinan implikasi yang dapat ditimbulkan bagi posisi Mesir dan
Sudan sebagai “historical and acquired rights” sesuai dengan Perjanjian
1959. Pada tahun 2007, negara-negara riparian mengalami kebuntuan dalam
proses negosiasi dan membawa isu tersebut ke Kepala Negara, namun
hasilnya pun tetap sama. Pada tahun 2009, saat pertemuan Nile Council of
Ministers di Kinshasa, seluruh negara upstream memutuskan bahwa mereka
tidak bisa menunggu lebih lama lagi. Mereka memutuskan untuk memasukkan
Article 14b dan memberikan tekanan agar adanya penandanganan pada article
yang telah dinegosiasikan sebelumnya.31
Pada bulan Mei 2010, tujuh negara upstream bersama-sama
mendukung untuk meneruskan CFA dengan mengabaikan penolakan dari
Mesir dan Sudan. Ethiopia, Uganda, Tanzania, Rwanda, Kenya dan Burundi
telah menandatangani agreement ini, meskipun Mesir dan Sudan menolak
untuk menandatangani. Kesepakatan ini akhirnya memungkinkan adanya
30 Ibid., hlm 696 31 Ana Elisa, Cascao dan Alan Nicol, “GERD: new norms of cooperation in the Nile Basin?”,Water
International, 2016 hlm 7
63
pengembangan sungai Nil tanpa persetujuan Mesir, menghapus hak veto
negara tersebut atas proyek-proyek yang mempengaruhi distribusi air di
Sungai Nil.32
Sebagai bentuk protes atas inisiatif negara upstream untuk
menandatangani CFA, Sudan meminta untuk membekukan segala proyek
yang dilakukan oleh NBI. Alasan utama Sudan dan Mesir menentang adanya
CFA karena Mesir dan Sudan menganggap bahwa CFA tidak melindungi
“historic right” mereka terhadap Sungai Nil.33
CFA juga berisi tentang
pembentukan komisi permanen yang akan mengatur Sungai Nil dan menjamin
adanya alokasi sumber daya air yang adil. Menurut mantan Menteri Sumber
Daya Air Mesir, Mahmoud Abu-Zeid, implementasi yang akan dilakukan oleh
negara-negara hulu untuk mengatasi kekhawatirannya dalam penggunaan air
di Sungai Nil adalah dengan mengembangkan bagian-bagian yang belum
dimanfaatkan di Sungai Nil untuk membantu menghasilkan sumber air
tambahan. 34
Hal ini membuat Mesir khawatir akan berkurangnya pasokan air
menuju Mesir yang dapat menimbulkan kekurangan air untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat Mesir. Selain itu, adanya kemungkinan pengembangan
Sungai Nil tanpa persetujuan Mesir dan menghapus hak veto Mesir terhadap
proyek-proyek yang akan dijalankan oleh negara-negara upstream,
32
Laura, Parkes, “The Politics of “Water Scarcity in the Nile Basin” the Case of Egypt”, Journal Politics &
International Studies vol. 9, 2013, hlm 460 33 Ashok, Swain, “Challenges for water sharing in the Nile basin: changing geo-politics and changing
climate”, Hydrological Science Journal vol. 56 No. 4, 2014, hlm 696 34 Ashenafi, Abedje. Nile river Countries Consider Cooperative Framework Agreement, (VOA News, 17
Maret 2011 )diakses dari https://www.voanews.com/a/nile-series-overview-11march11-
118252974/157711.html pada tanggal 9 Januari 2018 pukul 11.15
64
bertentangan dengan Perjanjian tahun 1959 yang menjadi acuan Mesir dalam
akses penguasaan dan penggunaan Sungai Nil dimana negara-negara yang
akan membangun sebuah proyek di Sungai Nil harus meminta izin terlebih
dahulu kepada Mesir dan Mesir memiliki hak veto untuk menghentikan
pembangunan tersebut jika dirasa dapat merugikan Mesir. Pasca
penandatanganan CFA yang dilakukan oleh Ethiopia pada tahun 2010,
Ethiopia mengumumkan akan membangun bendungan yang bernama GERD
Dam pada tahun 2011.
Berikut adalah evolusi dari CFA35
:
Tabel 4.2 Evolusi Cooperative Framework Agreement (CFA)
Tanggal Stage Deskripsi
Januari 1997-
Maret 2000
Panel of Experts Persiapan text atau working documents berisi
prinsip, institusi, hak dan kewajiban
Agustus
2000-Agustus
2001
Transnational
Committee
Text diubah menjadi draft agreement
Desember
2003-
Desember
2005
Negotiations
Committee
Proses negosiasi draft agreement
Maret 2006-
Juni 2007
Ministerial
Negotiations
Draft agreement diajukan dengan semua article
namun terdapat satu article yang dihapus yaitu
(Article 14, Water Security). Isu dibawa menuju
level Kepala Negara
Agustus 2008 Nile-COM Reengagement, Re-opening file pada level Menteri
Pertemuan di
Kinshasa
22 Mei 2009
Nile-COM 7 negara anggota setuju untuk menggabungkan
Article 14b untuk resolusi oleh Nile River Basin
Commision (NRBC); Mesir merasa keberatan;
Sudan tidak hadir dalam proses decision namun
35 Nile Basin Initiative. Cooperative Framework Agreement diakses dari
http://www.nilebasin.org/index.php/nbi/cooperative-framework-agreement pada tanggal 10 Januari 2018
pukul 13.00
65
megekspresikan keraguannya.
Nairobi
3 Juli 2009
Pertemuan
negosiator antar
negara
7 negara setuju untuk cleaned text; Mesir dan
Sudan merasa keberatan
Pertemuan
Alexandria
27/28 Juli
2009
Nile-COM Joint decision untuk memberikan waktu lebih
untuk mencari joint agreement
Entebbe,
Sept 2009
Dar es
Salaam, Dec
2009
Sharm el
Sheikh, April
2010
Joint Nile-TAC
and Negotiators
Committee
Deliberasi untuk kemajuan bersama
Pertemuan
Sharm el
Sheikh
13 April 2010
Nile-COM 7 negara setuju untuk penandatanganan CFA;
Mesir dan Sudan menolak
14 Mei 2010 CFA opened for
signature
4 negara (Ethiopia, Rwanda, Tanzania dan
Uganda) menandatangani CFA di Entebbe,
Uganda
19 Mei 2010 Kenya menandatangani CFA di Nairobi, Kenya
28 Februari
2011
Burundi menandatangani CFA di Bujumbura,
Burundi
13 Juni 2013 Ratification Ethiopia meratifikasi CFA
28 Agustus
2013
Ratification Rwanda meratifikasi CFA
26 Maret
2015
Ratification Tanzania meratifikasi CFA
66
NBI merupakan sebuah organisasi formal yang dibentuk dimana agar
negara-negara riparian dapat berdiskusi mengenai akses dan penggunaan
sumber daya air Sungai Nil secara adil dan merata. Dari NBI, kemudian
terbentuk Cooperative Framework Agreement yang berisi mengenai aturan-
aturan dalam penggunaan dan akses sumber daya air di Sungai Nil. Tujuannya
adalah melalui agreement tersebut negara-negara riparian dapat mencapai
sebuah kesepakatan mengenai sumber daya air di Sungai Nil. Namun, Mesir
dan Sudan tidak menyetujui adanya CFA ini dikarenakan kedua negara
tersebut masih menganggap bahwa perjanjian yang berlaku untuk mengakses
Sungai Nil yaitu perjanjian pada tahun 1959 dimana Mesir dan Sudan
memiliki hak penuh atas akses dan penggunaan Sungai Nil.
67
BAB V
STRATEGI MESIR DALAM MENCAPAI HYDRO-HEGEMONY DI
ALIRAN SUNGAI NIL TAHUN 2011-2015
Pada bab lima ini, penulis akan memaparkan strategi Mesir dalam
mencapai hydro-hegemon di aliran Sungai Nil tahun 2011-2015 dengan
menggunakan hydro-hegemony theory milik Mark Zeitoun dan Jeroen Warner.
Penulis menggunakan empat variabel yaitu variabel source of power, hydro
hegemon strategies, degrees of conflict, dan outcomes of hydro-hegemony
strategies. Pada variabel pertama yaitu source of power, penulis menggunakan
empat indikator yaitu geographical power, material power, bargaining power dan
ideational power.
Variabel kedua yaitu hydro-hegemon strategies dimana variabel ini
memiliki empat indikator yaitu coercive compliance-producing mechanisms,
utilitarian compliance-producing mechanisms, normative compliance-producing
mechanisms, dan hegemonic compliance-producing mechanisms. Indikator
pertama yaitu coercive compliance-producing mechanisms penulis akan
memaparkan strategi yang dilakukan oleh Mesir dimana strategi ini mengarah
kepada penggunaan cara koersif. Indikator kedua yaitu utilitarian compliance-
producing mechanisms penulis akan melihat apakah Mesir melakukan pemberian
incentives kepada Ethiopia untuk mencapai hydro-hegemon. Indikator ketiga yaitu
normative compliance-producing mechanisms penulis akan memaparkan
perjanjian yang terbentuk antara Mesir dan Ethiopia terkait GERD dam dan
pengelolaan air Sungai Nil. Indikator keempat yaitu hegemonic compliance-
producing mechanisms penulis akan memaparkan strategi yang dilakukan Mesir
68
untuk dapat mempengaruhi pola pikir masyarakat internasional dalam
kepentingannya terhadap Sungai Nil.
Variabel ketiga mengenai degree of conflict diukur menggunakan Water
Event Intensity Scale (WEIS). WEIS menunjukkan bahwa dampak dari setiap
level intensity of conflict dalam hubungan internasional adalah berbeda.
Pengukuran dilakukan dengan memberikan skala angka dari -7 hingga +7, -7
menandakan adanya konfliktual, 0 menandakan sikap yang netral, +7 menandakan
adanya kerjasama. Variabel keempat mengenai outcome of hydro-hegemony
strategies. dimana terdapat tiga outcomes yang kemungkinan akan muncul yaitu
shared, adanya sebuah bentuk kerjasama antar riparian dalam mengakses sumber
air karena distribusi alokasi sumberdaya air yang cenderung lebih adil diukur
dengan adanya shared interest projects, (b) Consolidated, dimana stronger
riparian mendominasi akses terhadap sumber air sehingga mengakibatkan
pembagian alokasi air yang tidak merata, (c) Contested, dimana terjadi kompetisi
yang dapat memicu terjadinya konflik karena tiap negara riparian saling berlomba
untuk dapat menjadi hydro hegemony.
5.1 Source of Power yang Dimiliki oleh Mesir
Adanya source of power dapat mendukung sebuah negara untuk
mencapai atau mempertahankan hydro-hegemon. Semakin besar power yang
dimiliki oleh sebuah negara, semakin besar pula pengaruh yang dapat
disebarkan untuk mencapai atau mempertahankan posisi sebagai hydro-
hegemon. Secara geografis, Mesir merupakan negara downstream dalam aliran
69
Sungai Nil yang berarti bahwa Mesir tidak berada dekat dengan sumber aliran
Sungai Nil sehingga Mesir tidak memiliki power secara geografis untuk
mengatur aliran Sungai Nil. Namun, Mesir memiliki power untuk mengakses
Sungai Nil berdasarkan Perjanjian tahun 1929 yang dibuat bersama dengan
Pemerintah Inggris dan diperbaharui pada tahun 1959 bersama Sudan. Adanya
perjanjian ini membuat Mesir dan Sudan memiliki “historic right” terhadap
Sungai Nil.
Kapasitas military power yang dimiliki oleh Mesir tergolong cukup
besar jika dibandingkan dengan kekuatan militer negara riparian lainnya.
Mesir memiliki Power Index sebesar 0,2676 dimana Mesir menduduki
peringkat pertama dalam kawasan Afrika dan peringkat 10 dari 133 negara.1
Adanya kapasitas military power yang dimiliki oleh Mesir dapat menjadi
modal untuk melakukan ancaman secara militer atau penggunaan military
force kepada Ethiopia jika Mesir sudah merasa terancam atas akses air di
Sungai Nil. Berikut merupakan kekuatan militer yang dimiliki oleh Mesir
menurut Global Fire Power:
Tabel 5.1 Military Strength yang dimiliki oleh Mesir2
Manpower, meliputi total persenjataan militer dan jumlah manpower yang
menjalankan military force.
- Jumlah Populasi: 94.666.993
- Jumlah Manpower: 42.000.000
- Fit-for Service: 35.306.000
1 Global Fire Power. African Countries Ranked by Military Power, diakses dari
http://www.globalfirepower.com/countries-listing-africa.asp pada tanggal 1 Januari 2018 pukul 12.15 2 Global Fire Power. 2017 Egypt Military Strength, diakses dari https://www.globalfirepower.com/country-
military-strength-detail.asp?country_id=egypt pada tanggal 11 Janruari 2018 pukul 12.35
70
- Reaching Military Age: 1.535.000
- Total Military Personnel: 1.329.250
- Active Personnel: 454.250
- Reserve Personnel: 875.000
Air Power, meliputi pesawat tempur dan helikopter yang berasal dari
Angakatan Darat, Laut dan Udara. Air power merupakan salah satu komponen
penting dari kekuatan militer
- Total Aircraft Strength: 1.132
- Fighter Aircraft: 337
- Attack Aircraft: 427
- Transport Aircraft: 260
- Trainer Aircraft: 384
- Total Helicopter Strength: 257
Army Strength
- Combat tanks: 4110
- Armored Fighting Vehicles: 13.949
- Self-Propelled Artilery: 889
- Towed Artillery: 2360
- Rocket Projectors: 1481
Navy Strength
- Total Naval Assests: 319
- Aircraft Carriers: 2
- Frigates: 9
- Corvettes: 2
- Submarines: 5
- Patrol Craft: 227
- Mine Warfare Vessels: 23
Natural Resources (Petroleum)
- Produksi: 478.400 barel/hari
- Konsumsi: 740.000 barel/hari
71
- Cadangan: 4.400.000.000 barel
Logistics
- Labor Force: 31.960.000
- Merchant Marine Strength: 67
- Major Ports / Terminals: 7
- Roadway Coverage (km): 65.050
- Railway Coverage (km): 5.083
- Serivecable Airports: 83
Finance
- Defense Budget: $ 4.400.000.000
- External Debt: $ 50.670.000.000
- Foreign Exchange/Gold: $ 15.060.000.000
- Purchasing Power Parity: $ 1.105.000.000.000
Geography
- Square Land Area (km): 1.001.450
- Coastline (km): 2.450
- Shared Borders (km): 2.612
- Waterways (km): 3500
Mesir juga memiliki bendungan yang dibangun di wilayah selatan
Aswan yang bernama High Aswan Dam (HAD) dengan panjang 3600 m dan
tinggi 111 m diatas permukaan sungai, memiliki daya tampung sebesar 162
km² dan kapasitas hydropower sebesar 109 kWh per tahun. Bendungan ini
dibangun pada tahun 1960. Tujuan dibangunnya bendungan ini adalah untuk
mengontrol aliran air Sungai Nil, melindungi Nile Valley dan Delta Sungai Nil
dari banjir dan untuk hydro-power.3 HAD memiliki hydropower plant dengan
3M.A. Abu-Zeid dan F.Z. El-Shibini, “Egypt‟s High Aswan Dam”, Water Resources Development vol. 13 No.
2, 1997, Hlm 210
72
kapasitas 21 juta MW dan pembangkit listrik sebesar 10.000 MkWH setiap
tahunnya. Adanya pembangkit listrik yang dimiliki oleh Mesir dapat
memberikan arus listrik kepada ± 4500 desa serta menjalankan pompa air
untuk kebutuhan irigasi dan drainase. 4 Dengan adanya HAD sebagai
bendungan terbesar ketiga di dunia yang memiliki waduk terbesar bernama
Danau Nasser, dapat menjadi salah satu acuan bahwa Mesir memiliki
ketergantungan yang cukup besar kepada Sungai Nil untuk dapat memenuhi
kebutuhan hidup.
Dari pemaparan diatas, dapat digunakan pula oleh Mesir untuk
bargaining power dalam proses pembentukan agreement. Pada tahun 2007,
Mesir dan Sudan menolak adanya pembentukan Cooperative Framework
Agreement yang dibentuk oleh negara-negara riparian NBI karena Mesir dan
Sudan masih menganggap bahwa perjanjian yang berlaku mengenai akses dan
penggunaan sumber daya air Sungai Nil adalah Perjanjian tahun 1929 dan
1959. Mesir dan Sudan merasa bahwa pembentukan CFA tidak melindungi
“historic right” mereka terhadap Sungai Nil sehingga Mesir dan Sudan tidak
menandatangani perjanjian tersebut.
5.2 Strategi Mesir untuk Mencapai Hydro-hegemony
Menurut Mark Zeitoun dan Jeroen Warner untuk dapat mengakses
sumber daya air agar memenuhi kebutuhan hidup, negara dapat
menggunakan strategi dan taktik yang sesuai dengan tiga strategi utama
4 Ibid., hlm 212
73
yaitu strategi yang pertama adalah resource capture, dimana riparian
memiliki sebuah project yang dapat mempengaruhi aliran atau kualitas
dari sumber tersebut.5 Resource capture adalah sebuah strategi dengan
membentuk „facts on the ground‟ yang dapat mengontrol akses menuju
sumber daya tersebut, contohnya akuisisi, aneksasi atau membangun
project hydarulic dalam skala besar. Strategi kedua yaitu containment
strategy, strategi ini memungkinkan negara dengan kapasitas power yang
besar untuk dapat memberikan pengaruh kepada riparian yang lemah
melalui sebuah draft perjanjian yang menguntungkan bagi negara hydro-
hegemon.6 Strategi ketiga yaitu integration strategy, dimana strategi ini
mengutamakan adanya insentif dan kerjasama antara negara-negara
riparian yang dapat memberikan keuntungan bagi masing-masing pihak.7
Kerjasama ini nantinya akan mengarah kepada pembentukan status quo
melalui perjanjian internasional yang mancantumkan distribusi kuota air
antar negara riparian. Dari ketiga strategi ini Zeitoun dan Warner
menjelaskan dengan empat mekanisme yaitu coercive compliance-pro
ducing mechanisms, utilitarian compliance producing mechanisms,
normative compliance producing mechanisms, dan hegemonic compliance
producing mechanisms.
5 Mark, Zeitoun dan Jeroen, Warner, “Hydro-hegemony – a Framework for Analysis of Transboundary Water Conflicts.” (Water Policy vol 8, 2006), hlm 444 6 Ibid,. hlm 445 7 Ibid., hlm 445
74
5.2.1 Coercive compliance-producing mechanisms
Dalam indikator ini, strategi yang dilakukan lebih mengarah kepada
penggunaan cara koersif untuk mencapai dan mempertahankan hydro-
hegemony, antara lain (a) military force, invasi militer jarang dilakukan
dalam konflik air dan biasanya dilaksanakan sebagai langkah terakhir. Cara
ini sangat efektif dalam implementasi resource capture strategy; (b) covert
action, dimana sebuah negara yang menjadi kompetitor, berusaha untuk
masuk dan terikat dengan entitas atau kelompok yang berada di dalam
negara lawan dengan tujuan untuk melemahkan kondisi politik, militer
maupun ekonomi negara tersebut. Aksi ini biasa ditandai dengan adanya
dukungan kepada kelompok oposisi atau anti pemerintah; (c) coercion-
pressure, hal ini merupakan cara yang sering digunakan untuk mendapatkan
kontrol terhadap akses sumber air dengan cara memberikan ancaman seperti
military action, economic sanctions, atau political sanction; (d) active
stalling, manipulasi waktu yang dilakukan oleh hydro-hegemon untuk
mempertahankan status quo. Hal ini dapat berdampak pada penundaan
proses pembangunan proyek maupun investasi.
Pemerintah Ethiopia mengumumkan akan melakukan pembangunan
bendungan yaitu GERD Dam pada tahun 2011. Adanya rencana
pembangunan bendungan ini, tidak hanya mengancam keamanan energi bagi
Mesir namun juga mengancam keamanan nasional mereka. Proyek
pembangunan bendungan Ethiopia berlangsung pada saat Mohamed Morsi
terpilih menjadi Presiden Mesir pada tahun 2012. Pada awal Juni 2013,
75
Morsi melakukan pertemuan dengan para tokoh-tokoh politik Mesir untuk
mendiskusikan tindakan-tindakan yang mungkin dapat dilakukan Mesir
untuk menghambat pembangunan bendungan yang dilakukan Ethiopia. 8
Para tokoh politik yang hadir dalam pertemuan tersebut menyarankan untuk
melakukan sabotase atau serangan terhadap bendungan GERD. Petinggi
Partai Conservative Islamist Nur, Yunis Makhyun, mengatakan bahwa
proyek bendungan Ethiopia merupakan ancaman bagi keamanan nasional
Mesir dan menyarankan untuk memberikan dukungan kepada pemberontak
di Ethiopia sebagai alat untuk menghentikan proyek bendungan tersebut.9
“Ethiopia is “fragile” because of rebel movements inside the country.
We can communicate with them (Rebels) and use them as a bargaining
chip against the Ethiopian government”10
Menurut Makhyun, Ethiopia dianggap lemah karena adanya
pemberontakan yang terjadi di dalamnya. Mesir dapat berkomunikasi
dengan para pemberontak dan menggunakan mereka sebagai alat untuk
melawan Pemerintah Ethiopia. Makhyun kemudian mengatakan bahwa jika
aksi ini gagal, maka tidak ada pilihan lain bagi Mesir yaitu menggunakan
rencana terakhir dengan menggunakan badan intelijen untuk menghentikan
pembangunan bendungan tersebut.
8Brooke, Kantor. “Dam-ed if you don‟t”: Egypt and the Grand Ethiopian Renaissance Dam Project,
(Harvard Political Review, 27 Februari 2014) diakses dari http://harvardpolitics.com/hprgument-posts/dam-
ed-dont-egypt-grand-ethiopian-renaissance-dam-project/ pada tanggal 13 Desember 2017 pukul 09.45 9Tesfa-Alem, Tekle, “Egypt TV airs live discussion of Ethiopia dam sabotage plans”, (Sudan Tribune, 4 Juni
2013) diakses dari http://www.sudantribune.com/spip.php?article46817 pada tanggal 14 Desember 2017
pukul 10.00 10 Tigrai Online,”Egyptian politicians caught plotting how to attack Grand Ethiopian Renaissance Dam”,
(Tigrai Online, 4 Juni 2013) diakses dari http://www.tigraionline.com/articles/egypt-plan-attack-gerd.html
pada tanggal 12 Desember 2017 pukul 10.00
76
Ayman Nour, Petinggi dari Partai Liberal Ghad, menyarankan untuk
menyebarkan rumor bahwa Mesir akan membeli pesawat militer yang akan
diartikan oleh Ethiopia sebagai rencana Mesir untuk melakukan serangan
udara. Dengan adanya rumor tersebut, diharapkan dapat menciptakan rasa
takut bagi Ethiopia sehingga Pemerintah Ethiopia dapat memulai
bekerjasama dengan kepentingan Mesir.11
Adanya pendapat yang dikemukakan oleh para tokoh politik dalam
pertemuan tersebut untuk melakukan ancaman serangan terhadap bendungan
Ethiopia bisa terlaksana karena kekuatan militer yang dimiliki oleh Mesir
cukup kuat yang telah dipaparkan oleh penulis pada sub bab sebelumnya
yaitu dengan Power Index sebesar 0,2676.12
Namun, pertemuan yang
dilaksanakan oleh Presiden Morsi dan juga para tokoh politik disiarkan
secara live sehingga hal ini diketahui oleh Pemerintah Ethiopia. Adanya
ancaman yang akan dilakukan oleh Mesir terhadap Ethiopia, ditanggapi oleh
Getachew Reda sebagai juru bicara Perdana Menteri Ethiopia, Hailemariam
Desalegn. Beliau mengatakan bahwa:
“We are not in the business of starving Egyptians to death. We are
rather interserted in the generation of hydro-electric power and
there is nothing that will create any significat harm on the Egyptians
as far the building of the dam is concerned”13
11 Tesfa-Alem, Tekle, “Egypt TV airs live discussion of Ethiopia dam sabotage plans”, (Sudan Tribune, 4
Juni 2013) diakses dari http://www.sudantribune.com/spip.php?article46817 pada tanggal 14 Desember 2017
pukul 10.00 12 Global Fire Power. African Countries Ranked by Military Power, diakses dari
http://www.globalfirepower.com/countries-listing-africa.asp pada tanggal 1 Januari 2018 pukul 12.00 13 Tigrai Online. 2013. Egyptian politicians caught plotting how to attack Grand Ethiopian Renaissance Dam
diakses dari http://www.tigraionline.com/articles/egypt-plan-attack-gerd.html pada tanggal 1 Januari 2018
10.00
77
Pemerintah Ethiopia tidak tertarik untuk melakukan kekerasan kepada
Mesir. Ethiopia lebih fokus untuk membangun pembangkit listrik dan
menganggap bahwa pembangunan GERD Dam tidak akan menimbulkan
kerugian yang signifikan kepada Mesir selama pembangunan tersebut
dibawah pengawasan Pemerintah.
Military force tidak dilakukan oleh Mesir karena Mesir masih
mengeluarkan sebuah ancaman yang terjadi pada pertemuan antara Morsi
dan tokoh politik Mesir lainnya yang disiarkan secara live. Jika Mesir
berencana melakukan military force, cara yang terbaik agar Mesir dapat
merubuhkan bendungan yang dibangun adalah dengan menggunakan aksi
bom yang ditempatkan dari tempat yang rendah atau bahkan lebih baik lagi
dengan aksi serangan amunisi udara secara langsung yang berada dalam
ketinggian sedang. Namun, kesulitannya adalah bahwa bom tersebut perlu
disebar di bagian sangat dasar dari bendungan, di bawah air, dimana efek
ledakan dan tekanan gelombang yang dihasilkan akan sangat kuat. Di sisi
lain, jarak merupakan faktor utama yang menghambat Mesir untuk
melakukan military force. Jarak Ethiopia terlalu jauh dari Mesir. Satu-
satunya kesempatan yang menjadikan Mesir dapat melakukan serangan
militer adalah bahwa GERD Dam terletak dekat dengan perbatasan Sudan
sehingga Mesir dapat menempatkan beberapa angkatan udara Mesir dalam
jangkauan. Namun, adanya operasi militer dari Sudan dapat menimbulkan
dampak internasional bagi Sudan dan Mesir. Jarak yang dekat antara Sudan
78
dan Ethiopia juga akan membuat rentan terhadap pembalasan militer secara
langsung.14
Selama proses konstruksi dam berlangsung, negosiasi yang terjadi
antara Mesir dan Ethiopia mengalami kebuntuan. Hal ini menyebabkan
Mesir mengajukan petisi kepada negara-negara lain untuk mendapatkan
dukungan. Mesir berharap dapat memberikan tekanan kepada para pendonor
yang memiliki investasi atau pengaruh kepada Ethiopia melalui perwakilan
diplomat di Kairo. Menteri Luar Negeri, Nabil Fahmy melakukan perjalanan
ke Eropa dan Afrika selama beberapa bulan dengan membawa agenda
mengenai Sungai Nil. Selama perjalanan ke Italia yang dimulai pada bulan
Februari, Nabil Fahmy meminta Perusahaan Italia yang membangun GERD
dam untuk menghentikan proses pembangunan bendungan tersebut. 15
Selain itu, Mesir juga berencana akan membawa isu ini ke UN
Security Council untuk membuat Mesir memiliki hak veto dalam
pembangunan GERD Dam yang mana memberikan ancaman bagi water
security Mesir. Juru bicara Menteri Pengairan dan Sumber Daya, Khalid
Wasif mengatakan bahwa Mesir memulai untuk melakukan koneksi dunia
internasional untuk membentuk jalur politik dan diplomasi untuk
menghindari bahaya yang dapat menimpa Mesir jika pembangunan GERD
Dam dilaksanakan. Mesir tidak akan mengizinkan bendungan tersebut
dibangun dan akan bergerak untuk terus meningkatkan tekanan internasional
14 Worldview Startfor, “Egypt‟s Limited Military Options to Stop an Ethiopian Dam Project”, 2013, diakses
dari https://worldview.stratfor.com/article/egypts-limited-military-options-stop-ethiopian-dam-project pada
tanggal 8 Januari 2018 pukul 14.30 15 Campbell, MacDiarmid, “Egypt to „escalate‟ Ethiopian dam dispute”, (Al Jazeera, 21 April 2014) diakses
dari http://www.aljazeera.com/news/middleeast/2014/04/egypt-escalate-ethiopian-dam-dispute-
201448135352769150.html pada tanggal 8 Januari 2018 pukul 16.00
79
agar proyek GERD Dam tidak didanai oleh international donor.16
Tindakan
ini dilakukan sebagai active stalling dimana Mesir berusaha untuk mengulur
waktu pembangunan GERD agar pembangunan tertunda atau bahkan
dihentikan oleh Pemerintah Ethiopia.
Pasca IPoE mengeluarkan Final Report mengenai proyek GERD
Dam, Mesir meminta agar pembangunan GERD Dam sementara ditunda
terlebih dahulu hingga proses pengamatan dan analisis telah selesai
dilakukan. Tujuan Mesir adalah untuk mengulur waktu pembangunan
GERD Dam yang dirasa Mesir dapat mengancam aliran air Sungai Nil
menuju Mesir. Pada tahun 2014, International Rivers Network (IRN)
sebagai organisasi non profit yang berasal dari Amerika Serikat menerima
sebuah laporan. Di dalam laporan tersebut menyebutkan banyaknya masalah
dengan analisis yang ada dan kurangnya analisis mengenai sejumlah isu
kritis. Anggota panel tersebut merekomendasikan peneidikan lebih lanjut
mengenai dampak hidrologi bendungan, termasuk pasokan air dan bahan
pembangkit di hilir, resiko yang ditimbulkan dari perubahan iklim dam
masalah geoteknik. Anggota panel juga merekomendasikan penilaian
dampak lingkungan dan sosial lintas batas yang dilakukan bersama oleh
ketiga negara. Oleh karena itu IRN merekomendasikan untuk menunda
16Walaa, Hussein, “UPDATE: Egypt may take Nile dam dispute with Ethiopia to UN”, (Al-Monitor, 20
Januari 2014) diakses dari https://www.al-monitor.com/pulse/originals/2014/01/egypt-renaissance-dam-
dispute-internationalize.html pada tanggal 10 Januari 2018 pukul 11.45
80
pembangunan proyek GERD Dam hingga seluruh studies yang
direkomendasikan oleh anggota panel telah selesai.17
Adanya pernyataan yang dikeluarkan oleh IRN membuat para ahli
Ethiopia menganggap bahwa IRN berpihak kepada Mesir. Mereka
mengatakan bahwa IRN menggagalkan usaha Ethiopia untuk
mengembangkan sumber airnya dan menghindari jumlah populasi yang
semakin meningkat dari kemiskinan. Mereka juga mengatakan bahwa
mereka menolak permintaan dari IRN agar Ethiopia menerima proposal dan
menunda pembangunan konstruksi GERD Dam18
. Namun, pernyataan yang
disampaikan oleh Ethiopia dibantah oleh IRN. IRN mengatakan bahwa tidak
menerima bantuan apapun dari institusi pemerintah manapun termasuk
Mesir, IRN tidak memihak dan mengkritik jika terdapat proyek
pembangunan sungai yang bersifat destruktif.19
5.2.2 Utilitarian compliance-producing mechanisms
Indikator ini menjelaskan mengenai pemberian incentives dari negara
hegemon terhadap negara non-hegemon dapat berupa bantuan luar negeri
(trade incentives), diplomatic recognition, bantuan militer berupa
perlindungan terhadap militer negara tersebut dengan melakukan kerjasama
17 International Rivers, “GERD Panel of Experts Report: Big Questions Remain”, 31 Maret 2014, diakses
dari https://www.internationalrivers.org/gerd-panel-of-experts-report-big-questions-remain pada tanggal 9 Januari 2018 pukul 11.45 18 Beyene, Geda, “Ethiopia slams anti-dam group‟s Egypt “proxy campaign” ,(The Africa Report, 14 April
2014) diakses dari http://www.theafricareport.com/North-Africa/ethiopia-slams-anti-dam-groups-egypt-
proxy-campaign.html pada tanggal 9 Januari 2018 pukul 15.30 19 Lori, Pottinger, “Rejoinder: On the construction of the Grand Renaissance Dam in Ethiopia”, (The Africa
Report, 17 April 2014) diakses dari http://www.theafricareport.com/Soapbox/rejoinder-on-the-construction-
of-the-grand-renaissance-dam-in-ethiopia.html pada tanggal 12 Januari 2018 pukul 08.45
81
militer atau aliansi (military protection) dan dengan mengarah kepada
„shared interest‟ terhadap sebuah proyek untuk mengakses sumber air, dapat
menjadikan sebuah kerjasama yang dapat menciptakan hubungan hydro-
relations yang stabil.
Pada bulan September 2011, Mesir menyetujui proposal yang
diajukan oleh Ethiopia untuk membuat International Panel of Experts
(IPoE) bersama dengan Sudan. IPoE terdiri dari 10 anggota, 2 ahli dari
masing-masing-masing negara riparian yaitu Ethiopia yang diwakilkan oleh
Eng. Gedion Asfaw dan Dr. Yilma Seleshi; Mesir yang diwakilkan oleh Dr.
herif Mohamady Elsayed dan Dr. Khaled Hamed; Sudan yang diwakilkan
oleh Dr. Ahmed Eltayeb Ahmed dan Eng. Deyab Hussien Deyab serta 4 ahli
dari luar negara riparian yaitu Dr. Bernard Yon, ahli lingkungan; Mr. John
D. M.Roe, ahli dalam sosio-ekonomi; Mr. Egon Failer, ahli dam
engineering; Dr. Thinus Basson, ahli water resource and hydrological
modelling.20
Tujuan dibentuknya panel adalah untuk mengidentifikasi
dampak negatif GERD Dam pada Mesir dan Sudan serta membuat
rekomendasi untuk mengurangi dampak yang ditimbulkan oleh bendungan
tersebut. 21 IPoE kemudian dibentuk pada November 2011 dan pertemuan
pertama diadakan di Addis Ababa pada tanggal 15-18 Mei 2012. Pemerintah
Ethiopia menyediakan dokumen mengenai proyek GERD Dam berupa hard
dan soft copy untuk ditinjau dalam pertemuan pertama hingga pertemuan
20 International Panel of Experts (IPoE). International Panel Of Experts (IPoE) on Grand Ethiopian
Renaissance Dam Project (GERDP) Final Report, Ethiopia, 2013 hlm 3 21
Salman, M.A Salman, “The Grand Ethiopian Renaissance Dam: the road to the declaration of principles
and the Khartoum document”, Water International,2016, Hlm 6
82
keenam IPoE. Berikut merupakan pertemuan dan tugas yang telah
dilaksanakan oleh IPoE:
Tabel 5.2 Pertemuan dan Tugas yang Telah Diselesaikan oleh IPoE22
Item Durasi Aktivitas
1. Pelaksanaan pertemuan
pertama IPoE
Pertemuan dilakukan
di Addis Ababa,
Hotel Sheraton, 15-18
Mei 2012
- Anggota IPoE mengunjungi
GERD Dam dan diberikan
briefing terkait proyek tersebut
- IPoE mengidentifikasi isu yang
diperlukan untuk menjadi
review oleh anggota dan topik
yang sesuai dengan dokumen
yang diberikan
- Anggota IPoE diberikan
dokumen mengenai project
study and design dalam bentuk
soft copy
- IPoE menyetujui adanya
working procedures,
komunikasi, penyerahan
dokumen serta penggunaan
website agar dapat diakses oleh
seluruh anggota
- IPoE menyetujui untuk
melakukan pertemuan
berikutnya di Kairo
2. Pertemuan Kedua IPoE Dilaksanakan di
Kairo 19-21 Juni
2012
- Mendiskusikan aktivitas dan
progres dari pembangunan
GERD Dam
- Anggota IPoE saling bertukar
pikiran dan sudut pandang
terhadap dokumen yang
diberikan
- Memperkenalkan web page
yang akan digunakan untuk
saling memberikan informasi
berupa dokumen
22 Op.cit.,hlm 4
83
3. Pertemuan Ketiga IPoE Dilaksanakan di
Addis Ababa, 9-11
Oktober 2012
- Melaksanakan kunjungan ke
GERD Dam
4. Pertemuan Keempat IPoE Dilaksanakan di
Addis Ababa, 26-28
November 2012
- Mendiskusikan persiapan
untuk final report IPoE
5. Geotechnical Expert
Group Mission
IPoE mengatur expert
group mission pada
tanggal 3-9 Februari
2013 untuk menilai
dan memverifikasi isu
geotechnical terkait
GERD Dam.
- Melakukan konsultasi terkait
dokumen geotechnical yang
telah dipersiapkan oleh EPC
Contractor dan melakukan
kunjungan ke GERD Dam
selama tiga hari
6. Pertemuan Kelima IPoE Dilaksanakan di
Rosseries Township,
Sudan 25-28 Maret
2013
- Mendiskusikan laporan dari
pertemuan geotechnical
experts
- Mendiskusikan catatan review
dari para ahli lingkungan dan
sosioekonomi serta sumber
daya air
Pada tanggal 31 Mei 2013, IPoE mengeluarkan laporan International
Panel of Experts on Grand Ethiopian Renaissance Dam Project Final
Report yang telah ditandatangani oleh 10 anggota panel dan
merekomendasikan untuk melakukan pengamatan lebih dalam terhadap efek
GERD kepada Mesir dan Sudan.23
Karena itu, Mesir meminta agar
pembangunan GERD dapat ditunda hingga proses pengamatan telah selesai.
Di sisi lain, Ethiopia mengatakan bahwa grup panel tidak
merekomendasikan adanya penundaan pembangunan GERD Dam. Ethiopia
juga mengatakan bahwa pembangunan serta pengamatan terhadap GERD
Dam dapat dilakukan secara bersamaan. Kebuntuan pun terjadi, namun
23 Salman. M.A Salman, Opcit., hlm 7
84
Mesir, Sudan, Ethiopia setuju untuk melanjutkan pertemuan antar Menteri
Sumber Daya untuk mendiskusikan perbedaan ini.24
Pertemuan pertama tripartite ministerial level dilaksanakan pada
tanggal 4 November 2013 di Khartoum. Pertemuan ini dimulai dengan
optimisme bahwa para pihak dapat menyelesaikan isu yang sempat tertunda.
Namun, optimisme ini hilang saat Mesir bersikeras terhadap permintaannya
agar Ethiopia menunda pembangunan GERD Dam hingga pengamatan dan
analisis terhadap bendungan tersebut selesai. Ethiopia menolak permintaan
tersebut. Perbedaan lain yang muncul selama pertemuan adalah Mesir
meminta bahwa pengamatan dan analisis dilakukan oleh international
independent experts, sementara Ethiopia bersikeras bahwa peran dari
international experts telah selesai dengan dikeluarkannya final report dan
pengamatan serta analisis akan dilakukan oleh expert dari Ethiopia.
Meskipun pertemuan pertama mengalami kegagalan, ketiga pihak
bersepakat untuk melakukan pertemuan pada Desember 2013.25
Pada pertemuan kedua yang dilaksanakan pada Desember 2013,
Mesir masih tetap bersikeras agar Ethiopia menunda pembangunan GERD
Dam dan Ethiopia menolak. Ethiopia mengajukan kompromi bahwa
pengamatan dan analisis dapat dilakukan oleh para ahli dari ketiga negara,
tidak hanya dari Ethiopia saja. Namun, hal ini tidak disetujui oleh Mesir dan
pertemuan kedua gagal untuk mencapai agreement. Pertemuan ketiga yang
dilaksanakan pada bulan Januari 2014 juga mengalami kegagalan
24
Ibid., hlm 7 25 Ibid., hlm 7
85
dikarenakan Mesir dan Ethiopia masih bersikeras terhadap perspektif
masing-masing. 26
Setelah 5 bulan tidak dilaksanakan pertemuan tripartite ministerial
level dikarenakan mengalami kebuntuan, pertemuan ini diselenggarakan
kembali pada tanggal 25-26 Agustus 2014 di Khartoum. Ketiga belah pihak
menyetujui pengamatan dan analisis terhadap pembangunan GERD Dam
akan dilakukan oleh international consultants dibawah pengawasan anggota
panel yang terdiri dari 4 anggota masing-masing dari ketiga negara. Pada
pertemuan kelima yang diselenggarakan di Addis Ababa pada tanggal 22-23
September 2014, ketiga belah pihak setuju bahwa international consultants
akan dipilih oleh para ahli nasional yang berasal dari ketiga negara yang
bernama Tripartite National Committee (TNC). Pada pertemuan kelima,
ketiga menteri juga mengunjungi lokasi pembangunan GERD.
Pada pertemuan keenam, ketiga menteri bertemu dengan Presiden
El-Sisi di Kairo pada tanggal 16 Oktober 2014. Para menteri bersepakat
bahwa international consultant akan dipilih dan pengamatan serta analisis
terhadap GERD Dam akan selesai dalam 6 bulan. Pada pertemuan ketujuh
yang dilaksanakan di Khartoum pada 3-5 Maret 2015 dihadiri oleh Menteri
Sumber Daya Air dari ketiga negara dan juga Menteri Luar Negeri.
Partisipasi dari enam menteri mengindikasikan adanya kesepakatan ketiga
belah pihak untuk menjalankan negosiasi baik secara teknis maupun politik
dan keinginan para pihak untuk mencapai kesepakatan. Di akhir pertemuan,
26 Ibid., hlm 7
86
keenam menteri dari tiga negara mengumumkan bahwa mereka telah
mencapai kesepakatan terhadap pembangunan GERD Dam dan agreement
tersebut telah di review oleh Presiden Mesir, Abdel Fattah El-Sisi, Presiden
Sudan, Omer Hassan Ahmed Elbashir dan Perdana Menteri Ethiopia,
Hailemariam Desalegn.27
Tabel 5.3 Pertemuan Tripartite Ministerial Level oleh Mesir, Ethiopia dan
Sudan mengenai Pembangunan GERD
Pertemuan Tanggal dan
Tempat
Pelaksanaan
Keterangan
1 Khartoum, 4
November 2013
Permintaan Mesir kepada Ethiopia agar menunda pembangunan GERD
Permintaan Mesir agar pengamatan dan
analisis terhadap GERD dilakukan oleh
international independent expert
Ethiopia menolak permintaan Mesir
2 Desember 2013 Permintaan Mesir masih sama terhadap
Ethiopia, namun Ethiopia menolak untuk
menyetujuinya.
3 Januari 2014 Pertemuan juga mengalami kegagalan karena
Mesir dan Ethiopia masih berada dalam
perspektif masing-masing
4 Khartoum, 25-26
Agustus 2014
Ketiga belah pihak menyetujui bahwa
pengamatan dan analisis terhadap pembangunan
GERD akan dilakukan oleh international
consultant di bawah pengawasan anggota panel
yang terdiri dari 4 anggota masing-masing dari
ketiga negara
5 Addis Ababa, 22-
23 September
2014
Ketiga belah pihak meyetujui bahwa
international consultant akan dipilih oleh para
ahli nasional yang berasal dari ketiga negara yang
bernama Tripartite National Committee (TNC).
6 Kairo, 16 Oktober
2014
Para menteri bersepakat bahwa international
consultant akan dipilih dan pengamatan serta
analisis terhadap GERD akan selesai dalam 6
27 Ibid., hlm 9
87
bulan
7 Khartoum, 3-5
Maret 2015
Adanya kesepakatan antara Mesir, Sudan dan
Ethiopia terhadap pembangunan GERD dan
menghasilkan sebuah agreement.
5.2.3 Normative compliance-producing mechanisms
Dalam indikator ini menjelaskan mengenai adanya penandatanganan
perjanjian yang menghasilkan norma sebagai legitimasi legal bagi negara
untuk mendapatkan alokasi sumber daya air. Pada pertemuan ke-7 antara
Mesir, Sudan dan Ethiopia pada tanggal 3-5 Maret 2015 yang dihadiri oleh
Menteri Sumber Daya Air dan Menteri Luar Negeri masing-masing negara
mengindikasikan adanya keinginan ketiga negara untuk mencapai
kesepakatan mengenai pembahasan GERD Dam dan pemanfaatan air di
Sungai Nil. Agreement tersebut bernama Agreement on Declaration of
Principles between the Arab Republic of Egypt, the Federal Democratic
Republic of Ethiopia, and the Republic of the Sudan on the Grand Ethiopian
Renaissance Dam Project (GERDP). Agreement ini ditandatangani di
Khartoum pada tanggal 23 Maret 2015 oleh dua presiden yaitu Presiden
Mesir, Abdel Fattah El-Sisi, Presiden Sudan, Omer Hassan Ahmed Elbashir,
dan Perdana Menteri Ethiopia, Hailemariam Desalegn.28
Agreement on Declaration of Principles (DoP) on the GERD terdiri
dari preamble dan 10 asas dimana 4 asas berhubungan dengan GERD dan 6
28 Salman, M.A Salman, “The Grand Ethiopian Renaissance Dam: the road to the declaration of principles
and the Khartoum document”, Water International,2016, Hlm 9
88
asas lainnya berhubungan dengan prinsip dasar hukum intenational water.
Pada preamble dikatakan bahwa Sungai Nil merupakan sumber kehidupan
dan pembangunan bagi masyarakat di tiga negara yaitu Mesir, Sudan dan
Ethiopia dan mengingatkan kembali mengenai prinsip dasar dalam hukum
international water mengenai kesetaraan hak yang dimiliki oleh seluruh
negara riparian dalam akses dan penggunaan sumber daya air.
Asas yang pertama yaitu mengenai Principles of Cooperation
dimana negara riparian saling bekerjasama berdasarkan pada pemahaman
yang sama, saling menguntungkan, win-win dan asas dari hukum
internasional. Asas yang kedua mengenai Principle of Development,
Regional Integration and Sustainability dimana dalam asas ini mengatakan
bahwa tujuan pembangunan GERD adalah untuk pembangkit listrik,
pembangunan ekonomi, dan kerjasama regional melalui penyediaan
kebutuhan energi dan pembangkit listrik yang berkelanjutan. Asas ketiga
yaitu Principle Not to Cause Significant Harm dimana ketiga negara harus
sepakat mengenai akses dan penggunaan sumber daya air Sungai Nil untuk
mencegah hal-hal yang tidak diinginkan. Asas keempat yaitu Principle of
Equitable and Reasonable Utilization dimana ketiga negara sepakat untuk
menggunakan sumber daya air dalam teritori wilayah negara masing-masing
dengan cara yang adil dan masuk akal. Asas kelima yaitu Principle to
cooperate on the First Filling and Operation of the Dam dimana ketiga
89
negara setuju terhadap pedoman dan aturan dalam pengisian pertama
bendungan GERD. 29
Asas keenam yaitu Principle of Confidence Building dimana negara
downsteram akan diberikan prioritas untuk memperoleh tenaga listrik dari
GERD. Asas ketujuh yaitu Principle of Exchange of Information and Data
diamana Mesir, Ethiopia dan Sudan akan memberikan data dan informasi
yang dibutuhkan dalam pengadaan Technical National Committee (TNC).
Asas kedelapan yaitu Principle of Dam Safety dimana ketiga negara
mengapresiasi usaha yang dilakukan selama ini oleh Ethiopia dalam
mengimplementasikan rekomendasi yang diberikan oleh International Panel
of Expert (IPoE) terhadap pengamanan pembangunan GERD. Asas
kesembilan yaitu Principle of Sovereignty and Territorial Integrity dimana
ketiga negara akan bekerjasama atas dasar kedaulatan, integritas territorial,
keuntungan bersama dan itikad yang baik untuk mencapai penggunaan dan
perlindungan yang adekuat terhadap Sungai Nil. Asas yang kesepuluh yaitu
Principle of Peaceful Settlement of Disputes dimana ketiga negara akan
menyelesaikan perselisihan yang timbul dari interpretasi atau implementasi
perjanjian ini secara damai melalui negosiasi dengan itikad baik. Jika pihak-
pihak yang berselisih tidak dapat menyelesaikan masalah dengan negosiasi
secara menyeluruh, maka dapat meminta konsiliasi atau mediasi kepada
Kepala Negara atau Kepala Pemerintahan sebagai pertimbangan.30
29 Newsletter of Ethiopian Embassy in Brussels, “Declaration of principle signed by Egypt, Ethiopia and
Sudan. Weekly Issue Nº 29, 2015, Hlm 3 30 Ibid., hlm 4
90
Adanya agreement yang telah dibentuk oleh Mesir, Sudan dan
Ethiopia diharapkan dapat mengakomodir kepentingan masing-masing
terhadap Sungai Nil pada masa pembangunan Bendungan GERD dan
bersama-sama mengawasi pembangunan bendungan agar tidak memberikan
dampak yang cukup signifikan bagi ketiga negara terutama Mesir.
5.2.4 Hegemonic compliance-producing mechanisms
Indikator ini menjelaskan strategi yang dimungkinkan dapat
dilakukan oleh negara dengan power yang besar dan dapat mempengaruhi
pola pikir masyarakat internasional. Sekuritisasi merupakan speech act yang
melegitimasi sebuah negara untuk mengambil tindakan atas sebuah isu
dengan mendorong isu tersebut dalam keamanan nasional. Seperti yang
diketahui bahwa Sungai Nil merupakan sumber daya air yang vital bagi
Mesir. Sungai ini membawa aliran air sebanyak 84 milyar m³/tahun. Seluruh
kegiatan yang berhubungan dengan sumber daya air seperti pertanian,
industri dan kebutuhan domestik sangat bergantung dengan sumber daya ini.
Dengan fakta tersebut, pemerintah Mesir memberikan perhatian terhadap
halangan yang dapat menghambat aliran air Sungai Nil sebelum memasuki
wilayah Mesir.31
Sorotan utama bagi Mesir adalah mengenai water security
dimana negara ini menghadapi peningkatan dalam hal kelangkaan air.
Menurut Mohamed Abdel Wahab, seorang petani yang tinggal dekat dengan
delta kota Alexandria, dimana wilayah ini sering mengalami kekurangan air,
31 Seyfi Kilic, “Water Security Concept and Its Perception in the Egypt”, International Journal of Arts and
Commerce vol. 3 No. 8, 2014, hlm 75
91
mengatakan bahwa beliau percaya Pemerintah harus lebih ketat dalam
menjaga hak Mesir untuk proses pengelolaan air di Sungai Nil.32
Pembangunan GERD Dam oleh Pemerintah Ethiopia membuat Mesir
khawatir dikarenakan proyek bendungan yang dimulai pada tahun 2011 dan
dijadwalkan akan selesai pada tahun 2017, dapat menghambat aliran Sungai
Nil menuju Mesir ketika dibutuhkan. Mesir beranggapan bahwa Mesir
memiliki hak untuk mengakses dan menggunakan sebagian besar sumber
daya di Sungai Nil dan memiliki hak veto terhadap proyek bendungan yang
dilakukan oleh negara upstream menurut perjanjian pada masa kolonial
Inggris. Mesir melihat bahwa proyek bendungan Ethiopia sebagai an
existential threat dimana sebuah studi mengatakan bahwa water security
adalah ancaman paling berat yang dihadapi oleh Mesir pasca revolusi.33
Proses pembangunan bendungan GERD diyakini dapat memberikan
dampak pada jumlah air yang mengalir menuju Mesir. Berkurangnya jumlah
air yang mengalir menuju Mesir dapat berakibat pada proses pengisian
Bendungan High Aswan. Menurut laporan International Panel of Experts
(IPoE) pada tahun 2013, dampak utama yang dapat dirasakan oleh Mesir
adalah berkurangnya power yang dihasilkan oleh Bendungan High Aswan
disebabkan oleh menurunnya level air di Danau Nasser. Selain itu, IPoE
juga melaporkan bahwa Bendungan High Aswan akan mencapai level
operasional minimum selama 4 tahun berturut-turut yang secara signifikan
32 Campbell, MacDiarmid, “Egypt to „escalate‟ Ethiopian dam dispute”, (Al Jazeera, 21 April 2014) diakses
dari http://www.aljazeera.com/news/middleeast/2014/04/egypt-escalate-ethiopian-dam-dispute-201448135352769150.html pada tanggal 8 Januari 2018 pukul 16.00 33 Keith Johnson, “Egypt and Ethiopia at loggerheads over a plan to dam the Nile River”, 6 Maret 2014,
diakses dari http://foreignpolicy.com/2014/03/06/troubled-waters/ pada tanggal 9 Januari 2018 pukul 12.15
92
akan berdampak pada ketersediaan air di Mesir, ketika proses pengisian air
Bendungan GERD dilakukan selama musim kemarau. Hal ini akan
berdampak pada proses irigasi, hydropower dan ketersediaan air untuk
memenuhi kebutuhan sehari-hari bagi penduduk Mesir.34
Pada masa Pemerintahan Presiden Morsi, beliau mengatakan bahwa
aliran Sungai Nil yang melalui Mesir akan berkurang selama 5 tahun dimana
akan mengurangi jumlah air yang masuk untuk mengisi bendungan
sebanyak 650 m². Presiden Morsi mengatakan kepada ratusan suporternya
bahwa:
“I confirm that all options are open to deal with this subject. If a
single drop of the Nile is lost, our blood will be the alternative. We
are not warmongers, but we will never allow anyone to threaten our
security”35
Segala kemungkinan dapat dilakukan oleh Mesir untuk menghadapi masalah
ini. Jika setetes air yang berasal dari Sungai Nil, maka dianggap Mesir
sebagai pemicu terjadinya perang. Mesir tidak akan membiarkan siapapun
mengancam keamanan mereka.
Pada Popular Conference on Egypt‟s Rights to Nile Water dengan
Islamist Parties, Presiden Mohamed Morsi mengeluarkan speech mengenai
isu pembangunan GERD Dam yang dilakukan oleh Ethiopia dan efek yang
timbul bagi Mesir. Dalam speech nya, Morsi mengatakan bahwa penduduk
34 Fahmy S. Abdelhaleem dan Esam Y. Helal, “Impacts of Grand Ethiopian Renaissance Dam on Different
Water Usages in Upper Egypt”British Journal of Applied Science & Technology vol. 8 No. 5, 2015, Hlm
462-463 35 Mike, Pflanz, “Egypt:‟all options open‟ in Nile dam row with Ethiopia”, (The Telegraph,12 Juni 2013)
diakses dari http://www.telegraph.co.uk/news/worldnews/africaandindianocean/egypt/10113407/Egypt-all-
options-open-in-Nile-dam-row-with-Ethiopia.html pada tanggal 12 Januari 2018 pukul 13.30
93
Mesir dapat bersabar dalam hal apapun kecuali adanya ancaman terhadap
keamanan sumber kehidupan mereka yaitu Sungai Nil.36
“If there are such threats, Egyptians will unite to uproot the threats
wherever they are coming from and all those who support them”
Pasca pertemuan dengan politisi Mesir untuk membahas mengenai GERD
Dam dan dampak yang dapat terjadi melalui siaran live, ratusan masyarakat
Mesir melakukan aksi protes di depan Kedutaan Besar Ethiopia untuk Mesir
terhadap keputusan Addis Ababa untuk pengalihan sementara aliran air yang
berasal Blue Nile sebagai bagian dari proyek pembangunan bendungan.
Mereka memegang banner yang bertuliskan “We reject attempts to take our
Nile Water”, sedangkan yang lain meneriakkan “We are the source of the
Nile Basin”. Selain masyarakat Mesir, aksi protes juga diikuti oleh anggota
Lawyers Union for the Nile Basin dan Gerakan Egyptians against
Injustice.37
Pada bulan April 2014, juru bicara Menteri Luar Negeri mengatakan
bahwa sebuah integrated action plan sedang diimplementasikan secara
bertahap untuk menjaga water security Mesir dalam hal pembangunan
GERD Dam.38
Integrated action plan yang dimaksud adalah jelas menunjuk
kepada penggunaan kekuatan militer dan penggunaan kata “water security”
36 Nouran, el-Behairy, “Morsi: If Our share of Nile water decreases, our blood will be the alternative”,
(Daily News Egypt, 11 Juni 2013) diakses dari https://dailynewsegypt.com/2013/06/11/morsi-if-our-share-of-nile-water-decreases-our-blood-will-be-the-alternative/ pada tanggal 7 Januari 2018 pukul 14.15 37 Ahram Online, “Dozens protest Blue Nile dam move outside Ethiopia‟s Cairo Embassy”, 31 Mei 2013,
diakses dari http://english.ahram.org.eg/NewsAFCON/2017/72835.aspx pada tangal 9 Januari 2018 pada
pukul 14.50 38 Joel, Gulhane, “No New Policy on Ethiopian dam: Foreign Ministry”, (Daily News Egypt, 1 April 2014),
diakses dari https://dailynewsegypt.com/2014/04/01/new-policy-ethiopian-dam-foreign-ministry/ pada
tanggal 9 Januari 2018 pada pukul 14.55
94
untuk menjaga keamanan nasional Mesir. 39
Pasca Morsi turun dari
kedudukannya sebagai Presiden, Jenderal Abdel Fattah El-Sisi menjadi
Presiden keenam Mesir. Sebelum pemilihan Presiden, El-Sisi mengunjungi
Rusia dan juga mendeklarasikan adanya tindakan militer sebagai pilihan atas
respon terhadap pembangunan GERD Dam.40
Rencana pembangunan GERD Dam memberikan reaksi yang cukup
besar bagi Mesir karena dikhawatirkan akan mengancam water security
Mesir. Kecenderungan untuk melakukan sekuritisasi terhadap isu yang
terjadi di Sungai Nil meliputi dua hal yaitu pertama mendeklarasikan isu
tersebut sebagai isu keamanan dan kedua dengan menggunakan istilah
“water security” untuk menarik perhatian internasional. Pernyataan yang
dikemukakan oleh Presiden Morsi dan El-Sisi mengarah kepada GERD Dam
sebagai existential threat bagi Mesir dan menyebabkan adanya opsi untuk
melakukan tindakan militer serta adanya bentuk protes yang dilakukan oleh
masyarakat Mesir karena merasa terancam akan berkurangnya pasokan air
dari Sungai Nil untuk memenuhi kebutuhan hidup.
5.3 Intensitas Konflik antara Mesir dan Ethiopia
Kondisi dimana terdapat ancaman yang dilakukan oleh Presiden Morsi
dalam pertemuannya dengan tokoh-tokoh politik menanggapi pembangunan
GERD Dam mengarah kepada mild verbal expressions displaying discord in
interaction. Dalam pertemuannya tersebut Presiden Morsi dan beberapa tokoh
39 Seyfi Kilic, “Water Security Concept and Its Perception in the Egypt”, International Journal of Arts and
Commerce vol. 3 No. 8, 2014, hlm 77 40 Ibid., hlm 77
95
politik merencanakan tindakan yang dapat dilakukan untuk menghambat
pembangunan GERD Dam melakukan sabotase atau serangan terhadap GERD
Dam. Pertemuan Presiden Morsi dan tokoh politik dilaksanakan setelah
mengetahui bahwa Ethiopia meneruskan pembangunan GERD Dam. Pasca
dikeluarkannya International Panel Of Experts Grand Ethiopia Renaissance
Dam Project (GERDP) Final Report pada Mei 2013, terdapat dua isu yang
menjadi perbedaan antara Mesir dan Ethiopia yaitu isu pertama Mesir
menginginkan Ethiopia menunda pembangunan GERD Dam hingga
pengamatan dan analisis yang dilakukan terhadap pembangunan tersebut
selesai, namun Ethiopia menolak. Isu kedua yaitu Mesir meminta pengamatan
dan analisis yang dilakukan terhadap pembangunan GERD Dam dilakukan
oleh international independet experts, namun Ethiopia mengatakan bahwa hal
tersebut akan dilakukan oleh para ahli dari Ethiopia. Isu ini dibawa sejak
pertemuan pertama tripartiate ministerial level hingga pertemuan ketiga dan
tidak menghasilkan agreement apapun.
Pada pemerintahan Presiden Abdel Fattah El-Sisi, pertemuan
tripartiate ministerial level dilanjutkan dengan menghasilkan sebuah
agreement mengenai pembahasan GERD Dam dan pemanfaatan air di Sungai
Nil. Agreement ini bernama Agreement on Declaration of Principles between
the Arab Republic of Egypt, the Federal Democratic Republic of Ethiopia, and
the Republic of the Sudan on the Grand Ethiopian Renaissance Dam Project
(GERDP) dan ditandangani di Khartoum oleh Presiden Mesir, Abdel Fattah
96
El-Sisi, Presiden Sudan, Omer Hassan Ahmed Elbashir, dan Perdana Menteri
Ethiopia, Hailemariam Desalegn.
5.4 Outcomes of hydro-hegemony strategies
Dari strategi yang telah dilakukan oleh Mesir, maka outcomes of hydor-
hegemony strategies yang terjadi adalah shared control dimana terdapat
Agreement yang disepakati bernama Agreement on Declaration of Principles
between the Arab Republic of Egypt, the Federal Democratic Republic of
Ethiopia, and the Republic of the Sudan on the Grand Ethiopian Renaissance
Dam Project (GERDP) antara Mesir, Sudan dan Ethiopia. Adanya agreement
ini membuat Mesir dapat ikut mengawasi pembangunan bendungan GERD
Dam yang dikhawatirkan akan mengurangi aliran air Sungai Nil menuju Mesir
dan kesepakatan antara tiga pihak mengenai akses dan penggunaan Sungai Nil
secara adil dan efisien.
97
BAB VI
PENUTUP
1.1 Kesimpulan
Pembangunan GERD Dam yang dilakukan oleh Ethiopia pada tahun
2011 membuat Mesir merasa khawatir akan berkurangnya aliran air yang
menuju Mesir. Ketergantungan Mesir terhadap Sungai Nil dikarenakan curah
hujan yang sediit yaitu 80 mm setiap tahunnya dan jumlah populasi yang terus
meningkat hingga 91,5 juta pada tahun 2016. Penulis melihat bagaimana
Mesir berusaha untuk mencapai hydro-hegemony di wilayah Sungai Nil
dengan menggunakan hydro-hegemony theory milik Mark Zeitoun dan Jeroen
Warner dimana terdapat dua variabel source of power dan hydro-hegemon
strategies. Penulis mengkorelasikan isu dengan variabel yang ditawarkan oleh
Mark Zeitoun dan Jeroen Warner dan melihat power yang dimiliki oleh Mesir
untuk menjalankan strategi demi mencapai hydro-hegemony.
Adanya source of power yang dimiliki oleh sebuh negara dapat
mendukung negara tersebutmenjalankan strategi untuk mencapai atau
mempertahankan hydro-hegemony. Mesir merupakan negara downstream,
dimana terletak di hilir Sungai Nil dan tidak berada dekat dengan sumber
aliran Sungai Nil. Secara geografis, Mesir tidak memiliki power namun disisi
lain, Mesir memiliki material power dari segi kekuatan militer. Mesir
memiliki Power Index sebesar 0,2676 dimana Mesir menduduki peringkat
pertama dalam kawasan Afrika dan peringkat 10 dari 133 negara menurut
Global Fire Power. Mesir memiliki High Aswan Dam sebagai bendungan
98
terbesar ketiga di dunia yang memiliki daya tampung sebesar 162 km². Mesir
juga memiliki “historic right” yang berasal dari perjanjian pada masa kolonial
Pemerintah Inggris dimana Mesir memiliki hak untuk mengakses dan
menggunakan sumber daya air yang terdapat di Sungai Nil sesuai dengan isi
perjanjian.
Dilihat dari strategi coercive compliance producing mechanisms, Mesir
berencana untuk melakukan coercion pressure terhadap Ethiopia. Hal ini
dapat dilihat dari pertemuan yang dilakukan oleh Presiden Morsi dan tokoh
politik Mesir lainnya dimana mereka menyarankan untuk melakukan sabotase
atau serangan terhadap GERD Dam. Dalam srategi utilitarian compliance
producing mechanisms, Mesir menyetujui proposal dari Ethiopia untuk
membentuk International Panel of Experts (IPoE) pada September 2011
dimana panel ini bertujuan untuk melihat proses pembangunan GERD Dam,
mereview dampak yang dapat ditimbulkan bagi Mesir dan Sudan serta
mencari cara untuk mengurangi dampak tersebut.
Strategi normative compliance producing mechanisms melihat adanya
kesepakatan mengenai pembahasan GERD Dam dan pemanfaatan air di
Sungai Nil. Agreement ini bernama Agreement on Declaration of Principles
between the Arab Republic of Egypt, the Federal Democratic Republic of
Ethiopia, and the Republic of the Sudan on the Grand Ethiopian Renaissance
Dam Project (GERDP). Agreement ini ditandatangani oleh Presiden Mesir,
Abdel Fattah El-Sisi, Presiden Sudan, Omer Hassan Ahmed Elbashir dan
99
Perdana Menteri Ethiopia, Hailemariam Desalegn pada tanggal 23 Maret 2015
di Khartoum.
Water security menjadi sorotan utama bagi Pemerintah Mesir
dikarenakan Mesir mengalami peningkatan dalam hal kelangkaan air. Dengan
dibangunnya GERD Dam oleh Ethiopia membuat Mesir menjadikan hal
tersebut sebagai existential threat. Presiden Morsi mengatakan bahwa segala
kemungkinan dapat terjadi termasuk tindakan militer jika siapapun
mengancam keamanan mereka dalam hal ini sumber daya air. Pasca
pertemuan Morsi dengan para tokoh politik membahas mengenai GERD Dam
yang disiarkan secara live, ratusan masyarakat Mesir melakukan aksi
demonstrasi di depan Kedutaan Besar Ethiopia untuk Mesir terhadap
keputusan Ethiopia mengalihkan aliran air yang berasal dari Blue Nile untuk
membangun GERD Dam.
Kondisi dimana terdapat ancaman yang dilakukan oleh Presiden Morsi
dalam pertemuannya dengan tokoh-tokoh politik menanggapi pembangunan
GERD Dam mengarah kepada mild verbal expressions displaying discord in
interaction. Dalam pertemuannya tersebut Presiden Morsi dan beberapa tokoh
politik merencanakan tindakan yang dapat dilakukan untuk menghambat
pembangunan GERD Dam melakukan sabotase atau serangan terhadap GERD
Dam. Pasca dikeluarkannya International Panel Of Experts Grand Ethiopia
Renaissance Dam Project (GERDP) Final Report pada Mei 2013, terdapat
dua isu yang menjadi perbedaan antara Mesir dan Ethiopia Isu ini dibawa
100
sejak pertemuan pertama tripartiate ministerial level hingga pertemuan ketiga
dan tidak menghasilkan agreement apapun.
Pada pemerintahan Presiden Abdel Fattah El-Sisi, pertemuan
tripartiate ministerial level dilanjutkan dengan menghasilkan sebuah
agreement mengenai pembahasan GERD Dam dan pemanfaatan air di Sungai
Nil. Agreement ini bernama Agreement on Declaration of Principles between
the Arab Republic of Egypt, the Federal Democratic Republic of Ethiopia, and
the Republic of the Sudan on the Grand Ethiopian Renaissance Dam Project
(GERDP).
Dari strategi yang telah dilakukan oleh Mesir, maka outcomes of hydor-
hegemony strategies yang terjadi adalah shared control dimana terdapat
Agreement yang disepakati bernama Agreement on Declaration of Principles
between the Arab Republic of Egypt, the Federal Democratic Republic of
Ethiopia, and the Republic of the Sudan on the Grand Ethiopian Renaissance
Dam Project (GERDP) antara Mesir, Sudan dan Ethiopia. Adanya agreement
ini membuat Mesir dapat ikut mengawasi pembangunan bendungan GERD
Dam yang dikhawatirkan akan mengurangi aliran air Sungai Nil menuju Mesir
dan kesepakatan antara tiga pihak mengenai akses dan penggunaan Sungai Nil
secara adil dan efisien.
101
1.2 Saran
Penulis menyarankan kepada peneliti selanjutnya untuk dapat melihat
implementasi yang dilakukan oleh Mesir, Sudan dan Ethiopia pasca
penandatanganan Agreement on Declaration of Principles between the Arab
Republic of Egypt, the Federal Democratic Republic of Ethiopia, and the
Republic of the Sudan on the Grand Ethiopian Renaissance Dam Project
(GERDP). Bagaimanakah ketiga negara dapat menjalankan perjanjian tersebut
dalam mengakses dan menggunakan sumber daya air di Sungai Nil secara adil
dan sesuai dengan kebutuhan negara masing-masing.
102
DAFTAR PUSTAKA
Buku:
Mas’oed, Mohtar, 1990. “Ilmu Hubungan Internasional Disiplin dan
Metodologi”. Jakarta: LP3ES
Nile Basin Initiative. 2016. “Nile Basin Water Resources Atlas”. Kampala: New
Vision Printing and Publishing Company Ltd
Jurnal:
Abdelhaleem, Fahmi S. dan Y. Helal, Esam. 2015. “Impacts of Grand Ethiopian
Renaissance Dam on Different Water Usages in Upper Egypt”British
Journal of Applied Science & Technology vol. 8 No. 5
Abu-Zeid, MA dan El-Shibini, F.Z. 1997. “Egypt‟s High Aswan Dam”. Water
Resources Development vol. 13 No. 2
Al-Anshari, Nadhir. 2016. “Hydro-Politics of the Tigris and Euphrates Basins”.
Engineering vol 8
Cascao, AE. 2009. “Changing Power Relations in the Nile River Basin:
Unilateralism vs Cooperation?”. Water Alternatives vol. 2
Cascao, AE dan Nicol Alan. 2016. “GERD: new norms of cooperation in the Nile
Basin?”, Water International
El Fadel,M, dkk. 2003.“The Nile River Basin: A Case Study in Surface Water
Conflict Resolution”. Journal Natural Resource Life Science Education vol.
32
Gebreluel, Goitom. 2014. Ethiopia‟s Grand Renaissance Dam: Ending Africa‟s
Oldest Geopolitical Rivalry, The Washington Quarterly vol 37 No. 2
Kilic, Seyfi. 2014. “Water Security Concept and Its Perception in the Egypt”,
International Journal of Arts and Commerce vol. 3 No. 8
M.A. Salman, Salman, 2012. “The Nile Basin Cooperative Framework
Agreement: a peacefully unfolding African Spring”, Water International vol
38 No. 1
103
M.A Salman, Salman. 2016. “The Grand Ethiopian Renaissance Dam: the road to
the declaration of principles and the Khartoum document”. Water International
Parkes, Laura. 2013. “The Politics of “Water Scarcity in the Nile Basin” the Case
of Egypt”, Journal Politics & International Studies vol. 9
Sadoff, Claudia W. and G. David. 2002. “Beyond the River: The Benefits of
Cooperation on International Rivers”. Water Policy vol 4
Swain, Ashok. 2014. “Challenges for water sharing in the Nile basin: changing
geo-politics and changing climate”, Hydrological Science Journal vol. 56
No. 4
Zeitoun, Mark dan Warner, Jeroen. 2006. “Hydro-hegemony – a Framework for
Analiysis of Transboundary Water Conflicts.” Water Policy vol 8
Thesis:
Grcheva, Irina. 2015. Thesis:” WaterUrbanism in Transboundary Regions: The
Nile Basin and the Grand Ethiopian Renaissance Dam” Belgium: KU
Leuven
Rein, Marlen. 2014. Thesis: “Power Asymmetry in the Mekong River Basin: The
Impact of Hydro-Hegemony on Sharing Transboundary Water. Vienna:
Universitait Wien
Mason, Simon A. 2003. Doctoral Thesis: “From Conflict to Cooperation in the
Nile Basin”. Switzerland: Swiss Federal Institute of Technology Zurich
Website dan Artikel:
Abbas, Ahmed. 2015. “Egypt, Ethiopia and Sudan sign agreement on GERD”,
diakses dari http://www.dailynewsegypt.com/2015/12/29/egypt-ethiopia-
and-sudan-sign-agreement-on-gerd/ pada tanggal 2 Juni 2017 pukul 10.30
Abedje, Ashenafi. 2011. “Nile river Countries Consider Cooperative Framework
Agreement”, diakses dari https://www.voanews.com/a/nile-series-overview-
11march11-118252974/157711.html pada tanggal 9 Januari 2018 pukul
11.15
104
Ahram Online. 2013. “Dozens protest Blue Nile dam move outside Ethiopia‟s
Cairo Embassy”, diakses dari
http://english.ahram.org.eg/NewsAFCON/2017/72835.aspx pada tangal 9
Januari 2018 pada pukul 14.50
Aman, Ayah. 2014. “Egypt seeks to halt Ethiopian Dam”, diakses dari
http://www.al-monitor.com/pulse/originals/2014/02/egypt-lobby-
renaissance-dam-ethiopia.html pada tanggal 2 Juni 2017 pukul 18.00
Cascao, AE dan Zeitoun, Mark. 2014. “Power, Hegemony and Citical
Hydropolitics”, diakses dari http://www.hidropolitikakademi.org/wp-
content/uploads/2014/01/Power+Hegemony+and+Critical+Hydropolitics.pd
f pada tanggal 12 April 2017 pukul 11.00
CIA World Factbook. “Africa: Egypt”, diakses dari
https://www.cia.gov/library/publications/the-world-factbook/geos/eg.html
pada tanggal 2 Juni 2017 pukul 15.50
Di Nunzio, Jack. 2013. “Conflict on the Nile: The Future of transboundary water
disputes over the world‟s longest river”. Strategic Analysis Paper
El-Behairy, Nouran. 2013. “Morsi: If Our share of Nile water decreases, our
blood will be the alternative”, diakses dari
https://dailynewsegypt.com/2013/06/11/morsi-if-our-share-of-nile-water-
decreases-our-blood-will-be-the-alternative/ pada tanggal 7 Januari 2018
pukul 14.15
Geda, Beyene. 2014. “Ethiopia slams anti-dam group‟s Egypt “proxy campaign”
,diakses dari http://www.theafricareport.com/North-Africa/ethiopia-slams-
anti-dam-groups-egypt-proxy-campaign.html pada tanggal 9 Januari 2018
pukul 15.30
Global Fire Power. African Countries Ranked by Military Power, diakses dari
http://www.globalfirepower.com/countries-listing-africa.asp pada tanggal 2
Juni 2017 pukul 15.50
Global Fire Power. 2017 Egypt Military Strength, diakses dari
https://www.globalfirepower.com/country-military-strength-
detail.asp?country_id=egypt pada tanggal 11 Janruari 2018 pukul 12.35
Gulhane, Joel. 2014. “No New Policy on Ethiopian dam: Foreign Ministry”,
diakses dari https://dailynewsegypt.com/2014/04/01/new-policy-ethiopian-
dam-foreign-ministry/ pada tanggal 9 Januari 2018 pada pukul 14.55
105
Hamza, Waleed dan Mason, Simon. 2004. “Water availability and food security
challenges in Egypt”, Paper presented at the “International Forum on Food
Security Under Water Scarcity in the Middle East: Problems and Solutions
Como, Italy
Hussein, Walaa. 2014. “UPDATE: Egypt may take Nile dam dispute with Ethiopia
to UN”, diakses dari https://www.al-
monitor.com/pulse/originals/2014/01/egypt-renaissance-dam-dispute-
internationalize.html pada tanggal 10 Januari 2018 pukul 11.45
International Panel of Experts (IPoE). 2013. International Panel Of Experts
(IPoE) on Grand Ethiopian Renaissance Dam Project (GERDP) Final
Report
International Rivers. 2014. “GERD Panel of Experts Report: Big Questions
Remain”, diakses dari https://www.internationalrivers.org/gerd-panel-of-
experts-report-big-questions-remain pada tanggal 9 Januari 2018 pukul
11.45
Johnson, Keith. 2014.“Egypt and Ethiopia at loggerheads over a plan to dam the
Nile River”, diakses dari http://foreignpolicy.com/2014/03/06/troubled-
waters/ pada tanggal 9 Januari 2018 pukul 12.15
Kantor, Brooke. 2014. “Dam-ed if you don‟t”: Egypt and the Grand Ethiopian
Renaissance Dam Project, diakses dari
http://harvardpolitics.com/hprgument-posts/dam-ed-dont-egypt-grand-
ethiopian-renaissance-dam-project/ pada tanggal 13 Desember 2017 pukul
09.45
Karajeh, Fawzi.,dkk. 2011. Working Paper:“Water and Agriculture in Egypt”,
International Center for Agricultural Research in the Dry Areas
Kelley, Michael B. and Johnson, Robert. 2012. “STRATFOR: Egypt is prepared to
bomb all of Ethiopia‟s Nile Dams”, diakses dari
http://www.businessinsider.com/hacked-stratfor-emails-egypt-could-take-
military-action-to-protect-its-stake-in-the-nile-2012-10?IR=T&r=US&IR=T
pada tanggal 27 April pukul 11.00
106
MacDiamid, Campbell. 2014. “Egypt to „escalate‟ Ethiopian dam dispute”,
diakses dari http://www.aljazeera.com/news/middleeast/2014/04/egypt-
escalate-ethiopian-dam-dispute-201448135352769150.html pada tanggal 8
Januari 2018 pukul 16.00
McGrath, Cam. 2014.” Nile River Dam threatens War Between Egypt and
Ethiopia”, diakses dari
https://www.commondreams.org/news/2014/03/22/nile-river-dam-threatens-
war-between-egypt-and-ethiopia pada tanggal 27 April 2017 pukul 09.15
Ministry of Water Resources and Irrigation, Egypt. 2014. “Water Scarcity in
Egypt: The Urgent Need for Regional Cooperation among the Nile Basin
Countries”
Nile Basin Initiative. Cooperative Framework Agreement diakses dari
http://www.nilebasin.org/index.php/nbi/cooperative-framework-agreement
pada tanggal 10 Januari 2018 pukul 13.00
Nile Basin Initiative. Who We Are diakses dari
http://www.nilebasin.org/index.php/nbi/who-we-are pada tanggal 11 Januari
2018 pukul 12.15
Newsletter of Ethiopian Embassy in Brussels. 2015. “Declaration of principle
signed by Egypt, Ethiopia and Sudan. Belgium: Weekly Issue Nº 29
Omar, Nasef, 2016. “Egyptian National Security as Told by the Nile”, The
Century Foundation
Pflanz, Mike. 2013. “Egypt:‟all options open‟ in Nile dam row with Ethiopia”,
diakses dari
http://www.telegraph.co.uk/news/worldnews/africaandindianocean/egypt/10113407/Egypt-all-options-open-in-Nile-dam-row-with-Ethiopia.html pada
tanggal 12 Januari 2018 pukul 13.30
Pottinger Lori. 2014. “Rejoinder: On the construction of the Grand Renaissance
Dam in Ethiopia”, diakses dari
http://www.theafricareport.com/Soapbox/rejoinder-on-the-construction-of-
the-grand-renaissance-dam-in-ethiopia.html pada tanggal 12 Januari 2018
pukul 08.45
107
S. Yoffe dan Kelli, Larson. 2001.“Chapter 2 Basins at Risk: Water Event
Database Methodology.” Submitted for publication as part of set of three
articles, to Water Policy, World Water Council. Departement of
Geosciences: Oregon State University
Tekle, Tesfa-Alem. 2013. “Egypt TV airs live discussion of Ethiopia dam
sabotage plans”, diakses dari
http://www.sudantribune.com/spip.php?article46817 pada tanggal 14
Desember 2017 pukul 10.00
Tigrai Online. 2013. ”Egyptian politicians caught plotting how to attack Grand
Ethiopian Renaissance Dam”, diakses dari
http://www.tigraionline.com/articles/egypt-plan-attack-gerd.html pada
tanggal 12 Desember 2017 pukul 10.00
Water-Technology. “Grand Ethiopian Renaissance Dam Project, Benishangul-
Gumuz, Ethiopia”, diakses dari http://www.water-
technology.net/projects/grand-ethiopian-renaissance-dam-africa/ pada
tanggal 18 April 2017 pukul 15.45
Worldview Startfor. 2013. “Egypt‟s Limited Military Options to Stop an Ethiopian
Dam Project”, diakses dari https://worldview.stratfor.com/article/egypts-
limited-military-options-stop-ethiopian-dam-project pada tanggal 8 Januari
2018 pukul 14.30
Recommended