STRUKTUR KOMUNITAS FORAMINIFERA BENTIK RESENDALAM SEDIMEN PRA-PASCA LETUSAN KRAKATAU 1883
DI TELUK LAMPUNG
OlehMarchel Monoarfa
111101046
SKRIPSI TIPE II B
JURUSAN TEKNIK GEOLOGIFAKULTAS TEKNOLOGI MINERAL
INSTITUT SAINS & TEKNOLOGI AKPRINDYOGYAKARTA
2016
Maksud Dari penelitian ini adalah untuk memperoleh data-data genus/spesies Foraminifera bentik resen di Teluk Lampung dengan
Tujuan1.Untuk mengetahui perubahan struktur komunitas dengan melihat diversitas, kelimpahan, dan dominasi genus/spesies Foraminifera 2. Untuk mengetahui distribusi secara vertikal Foraminifera bentik di perairan Teluk Lampung terkait dengan letusan Gunungapi Krakatau pada tahun 1883.
Kerangka Pemikiran • Komunitas dalam ekologi merupakan suatu kumpulan berbagai
macam populasi yang hidup bersama dan saling berhubungan dan berinteraksi dalam suatu daerah
• Pengetahuan akan struktur komunitas Foraminifera sebagai data ekologi dapat digunakan untuk menginterpretasikan paleoekologi (ekologi masa lalu) yakni dengan melihat adanya kumpulan fosil-fosil Foraminifera dan sekaligus menambah dasar-dasar penentuan penafsiran untuk iklim dan keadaan laut masa lampau (Boersma dan Haq, 1984)
• Foraminifera bentik (kecil) umumnya sangat peka terhadap perubahan lingkungan, karena itu golongan ini sering kali dipakai untuk penentuan lingkungan atau indikator lingkungan (Pringgoprawiro dan Kapid,1994)
HipotesisAda perbedaan struktur komunitas Foraminifera bentik resen secara vertikal antara kondisi pra dan kondisi pasca letusan Krakatau 1883 di Teluk Lampung.
LOKASI PENGAMBILAN SAMPEL
TINJAUAN PUSTAKA
PENGONTROL EKOLOGI FORAMINIFERA
Abiotik
Temperatur
Salinitas
Cahaya
Oksigen
Kedalaman
Biotik
Makanan/Nutrisi
Kingdom Animalia/Plan
tae
KelasMastigophora
KelasSarcodina
Ordo Foraminifera
KelasSporozoa
Filum Protozoa
TAKSONOMI FORAMINIFERA
Foraminifera Bentik
Test Foraminifera bentikDinding Test ForaminiferaApertur ForaminiferaOrnamentasi Foraminifera
Ornamentasi pada Foraminifera bentik yang berada di Teluk Lampung, (a) Ornamentasi keel pada Elphidium, (b) Oranmentasi spinose pada Calcarina (Penyusun, 2016)
Warna Test Foraminifera
Warna test Foraminifera bentik yang berada di Teluk Lampung, (a).Test calcareous Ammonia berwarna coklat, (b).Test porsellenous Quinqueloculina berwarna putih opak dan (c).Test aggulitin Textularia berwarna abu-abu (Penyusun, 2016)
Abnormalitas
Periode/Tahun Aktivitas Keterangan
1927,1963, 2006
Periode konstruksi IV G. Anak Krakatau
1927-1963 : Kerucut Sinder, 1963-2006: Kerucut Komposit Komposisi: basal-andesit basal
1961
Periode konstruksi III (G. Rakata, G. Danan,
G. Perbuwatan)
Kerucut komposit, lava aliran piroklastika, basal-andesit
1883
Periode destruksi III
Pumis, tebal dan sebarannya seluas 18 km3, dasit-riolit. 27 Agustus 1883 10:02, terjadi erupsi yang sangat dahsyat dari Gunungapi Krakatau, yang diikuti oleh gelombang tsunami. Ketinggian tsunami maksimum teramati di Selat Sunda hingga 30 m di atas permukaan laut, 4 m di pantai Selatan Sumatera, 2-2,5 m di pantai Utara dan Selatan Jawa, 1,5-1 m di Samudera Pasifik hingga ke Amerika Selatan. Di Indonesia sebanyak 36.000 orang meninggal dunia
1200 Periode destruksi II Pumis terlaskan, dasit-riolit
Setelah 416
Periode konstruksi II
Kerucut komposit yang telah hilang. Sisa piroklastika basal skoria di tenggara Pulau Panjang dan timur laut Pulau Rakata.
416
Periode destruksi I
Pumis di timur laut Pulau Rakata. Kitab Jawa yang berjudul “Book of Kings” (Pustaka Radja), mencatat adanya beberapa kali erupsi dari Gunungapi, yang menyebabkan naiknya gelombang laut dan menggenangi daratan, dan memisahkan P. Sumatera dengan P. Jawa. (Gunung api ini diyakini sebagai Gunung api Krakatau saat ini).
Sebelum 416
Periode konstruksi I (G.
Krakatau Purba)
Tinggi 2000 m di atas permukaan laut . Kerucut komposit terdiri atas lava, piroklastika basal-andesit
PRA LETUSAN KRAKATAU 1883
PASCA LETUSAN KRAKATAU 1883
Karakteristik Pantai di Teluk Lampung• Perairan yang semi tertutup yang menghadap ke Selat Sunda
• Sedimen non kohesiv seperti pasir, mulai dari pasir halus, kerikil-kerakal hingga batu apung/pumis
• Kondisi morfologi pantai di sekitar timur dan bagian barat Teluk Lampung merupakan daerah yang memiliki kemiringan cukup kecil
• 700 m dari garis pantai, morfologi sudah berubah dengan ditemuinya bukit-bukit
• Teluk Lampung dikontrol oleh Sesar Semangko pantai di sepanjang Teluk Lampung menunjukkan proses erosi dan abrasi lebih besar terjadi dibandingkan dengan proses sedimentasi dan deposisi
METODELOGI PENELITIAN
SSL-34
SSL-21
SSL-43
Hasil Analisis Besar Butir -2.0 -1.5 -1 -0.5 0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0
No. Urut No Contoh Berat Asal Berat Kumulatif (Mesh-mm) PAN PAN
5-4,0 7-2,8 10-2,0 14-1,4 18-1,0 25-0,71 35 45-0,355 60-0,25 80 120-0,125 170-0,090 230-0,063
1 SSL-21 (0-2 CM) 17,46 16.8639 3.071 0.4131 0.2552 0.0918 0.1363 0.1157 0.0808 0.0729 0.0718 0.0290 0.0641 0.0704 0.0102 0.0416 12.34
2 SSL-21 (10-12 CM) 19.70 19.4843 4.2537 0.7344 0.5903 0.2295 0.1178 0.0624 0.041 0.0476 0.0444 0.0213 0.0555 0.0863 0.0225 0.0676 13.11
3 SSL-21 (20-22 CM) 29.88 28.7369 0.1045 - - - 0.0728 0.0543 0.0382 0.0363 0.033 0.0196 0.0817 0.2691 0.1832 0.3342 27.51
4 SSL-21 (30-32 CM) 26.96 26.4378 2.4827 0.8373 0.3491 0.1664 0.0602 0.0473 0.0355 0.0366 0.0406 0.0181 0.0501 0.0606 0.0199 0.0334 22.2
5 SSL-21 (40-42 CM) 28.21 27.0318 0.1727 - - - 0.4184 0.0657 0.0387 0.0362 0.0389 0.0162 0.0474 0.0464 0.0124 0.0188 26.12
6 SSL-34 (0-2 CM) 19.22 18.3722 - - - 0.0663 0.0263 0.037 0.0345 0.0310 0.0314 0.0107 0.026 0.023 0.0098 0.0062 18.07
7 SSL-34 (10-12 CM) 19.40 17.1058 - 1.3005 0.1724 0.1016 0.1407 0.1686 0.1605 0.2000 0.1414 0.0487 0.1179 0.1200 0.0305 0.0530 14.35
8 SSL-34 (20-22 CM) 29,28 27.613 - - - - 0.0234 0.0240 0.0177 0.0125 0.0074 0.004 0.0034 0.0053 0.0278 0.0075 27.48
9 SSL-34 (30-32 CM) 28,15 26.7068 - - - - 0.0282 0.0123 0.0053 0.0045 0.0069 0.0029 0.0053 0.0107 0.0043 0.0064 26.62
10 SSL-34 (40-42 CM) 29.46 27.7526 0.0637 0.1443 0.3638 0.4625 0.3335 0.344 0.2202 0.2145 0.3032 0.1721 1.1280 2.4300 0.4008 2.0220 19.15
11 SSL-34 (50-52 CM) 32,22 30.9999 - - - - 0.1321 0.0281 0.0190 0.0209 0.0167 0.0101 0.0324 0.0309 0.0104 0.0093 30.69
12 SSL-34 (60-62 CM) 21.29 20.8388 0.0251 - - - 0.0677 0.0244 0.0166 0.013 0.0111 0.0048 0.0191 0.02 0.007 0.0051 20.65
13 SSL-34 (70-72 CM) 25.20 24.332 - - - - 0.1172 0.0264 0.0188 0.0146 0.0091 0.0041 0.0219 0.0215 0.0047 0.0037 24.09
14 SSL-34 (80-82 CM) 23.46 22.7349 - - 0.0105 0.0388 0.0309 0.0259 0.0195 0.0198 0.0168 0.0081 0.0203 0.0247 0.0213 0.0083 22.49
15 SSL-43 (0-2 CM) 16.41 15.3805 - - - - 0.0282 0.0409 0.0258 0.0258 0.0265 0.0135 0.027 0.0238 0.0117 0.0073 15.15
16 SSL-43 (10-12 CM) 23.85 22.54705 2.3343 0.04705 0.2304 0.1121 0.101 0.0654 0.0446 0.0559 0.0524 0.0194 0.0567 0.0658 0.0194 0.0326 19.31
17 SSL-43 (20-22 CM) 27.46 26.5885 3.8717 1.6068 1.2066 0.5109 0.1849 0.0611 0.0294 0.0335 0.0303 0.0124 0.0293 0.0493 0.0209 0.0314 18.91
18 SSL-43 (30-32 CM) 28.8 27.7536 - 0.1351 0.1122 0.1857 0.3307 0.8288 1.009 1.3389 1.027 0.4336 1.3846 1.6809 0.2275 0.6396 18.42
19 SSL-43 (40-42 CM) 23.71 22.9232 - - - 0.4517 0.1749 0.0537 0.0305 0.0243 0.0237 0.0103 0.0221 0.0161 0.0039 0.002 22.11
20 SSL-43 (50-52 CM) 26.86 25.8405 - - 0.2059 0.0896 0.1343 0.0701 0.0385 0.028 0.0226 0.01 0.0223 0.0188 0.0039 0.0065 25.19
Subsampel dari titik lokasi SSL-34 (Bagian dalam Teluk Lampung)
Kedalaman core dari dasar laut 0–85 cm
didominasi 80.17 % fraksi lempung 3 % pasir dan 12.94 % pumis
Pada kedalaman core 40-59 cm terdapat lensa pasir dengan tebal lensa 3 cm dan fragmen pumis ϕ 0.2 cm
Warna pada lempung yaitu abu-abu kehijau-hijauan, pumis abu-abu terang dan pasir berwarna abu-abu
Subsampel dari titik lokasi SSL-21 ( Teluk Lampung Bagian Tengah)
Kedalaman core dari dasar laut 0–42 cm
kedalaman air laut 27 meter
didominasi 75 % oleh farksi lempung, 22 % pumis dan pasir.
kedalaman core 0–12 cm dari dasar laut terdapat banyak pumis dan fragmen Moluska, fragmen batukarang berukuran ± 4 x 2 cm
kedalaman 26 cm dari dasar laut terdapat fragmen Moluska
Warna fraksi didmoniasi oleh abu-abu sampai abu-abu kehijauan
Produk Pra Letusan Krakatau 1883
Produk Pasca Letusan Krakatau 1883
Subsampel dari titik lokasi SSL-43 ( Teluk Lampung Bagian Luar)
Kedalaman core dari dasar laut 0–53 cm
Kedalaman air laut yaitu 25.5 m
Didominasi oleh 77.35 % fraksi lempung, 18.86 % pumis dan 3.77 % pasir
Pada kedalaman core 25-32 cm dari dasar laut terdapat lensa pasir (Pasir sangat halus hingga pasir sedang dengan warna abu-abu hijau kehitaman)
Distribusi Sedimen Dalam Sampel Core
selama air pasang maupun air surut yang berlangsung masing-masing 6 jam, suatu butiran pumis akan mampu ditransport sujauh 6 x 0,2 mil = 1,2 mil (kurang lebih 2 km).
POLA SEBARAN PUMIS
Pada saat erupsi Gunungapi Krakatau 1883, endapan pumis dalam semua ukuran relatif tersebar merata di seluruh Teluk Lampung.
Namun kondisi saat ini menunjukan bahwa pumis dalam fraksi gravel dominan terdapat di bagian dalam- tengah Teluk Lampung (SSL-21). Hal ini diperkirakan karena faktor kecepatan arus yang bekerja di teluk ini lebih kecil dari 10 cm/det, sehingga tidak mampu untuk membawa pumis dalam fraksi gravel untuk keluar dari dalam kawasan tersebut. Pumis hanya mampu terbawa saat arus surut terjadi hingga radius kurang lebih 2 km ke luar teluk, selanjutnya dikembalikan kembali oleh arus pasang ke bagian dalam-tengah teluk (SSL-21).
Pola pergerakan arus pasang surut yang demikian membuat penyebaran pumis dominan terdapat di daerah bagian dalam-tengah Teluk Lampung (SSL-21)
HASIL DAN PEMBAHASAN
Kandungan Foraminifera Bentik
-2.0 -1.5 -1.0 -0.5 0 0.5 1.0 1.5 2.0 2.5 3.0 3.5 4.0 PAN0
200
400
600
800
1000
1200
SSL-34 (0-2 CM)SSL-34 (10-12 CM)SSL-34 (20-22 CM)SSL-34 (30-32 CM)SSL-34 (40-42 CM)SSL-34 (50-52 CM)SSL-34 (60-62 CM)SSL-34 (70-72 CM)SSL-34 (80-82 CM)SSL-21 (0-2 CM)SSL-21 (10-12 CM)SSL-21 (20-22 CM)SSL-21 (30-32 CM)SSL-21 (40-42 CM)SSL-43 (0-2 CM)SSL-43 (10-12 CM)SSL-43 (20-22 CM)SSL-43 (30-32 CM)SSL-43 (40-42 CM)SSL-43 (50-52 CM)
Ukuran lubang mesh
Jum
lah
Kand
unga
n m
ikro
benti
k
Paling BanyakSSL 34 (40-42 cm) 1945 individu/spesimen
Paling SedikitSSL 34 (30-32 cm)34 Individu/spesimen
0-2 cm 10-12 cm
20-22 cm
30-32 cm
40-42 cm
0-2 cm 10-12 cm
20-22 cm
30-32 cm
40-42 cm
50-52 cm
60-62 cm
70-72 cm
80-82 cm
0-2 cm 10-12 cm
20-22 cm
30-32 cm
40-42 cm
50-52 cm
SSL 21 SSL 34 SSL 43
0
5
10
15
20
25
30
GenusSpesies
Stasiun
Jum
lah
Taxa
9 subsampel15 genera27 spesies 8041 spesimen
5 subsampel17 genera27 spesies 5388 spesimen
6 subsampel12 genera19 spesies 3370 spesimen
Struktur Komunitas Foraminifera Bentik Pra Letusan Krakatau 1883
Berdasarkan Komposisi Test
% Test SSL-34 SSL-21 SSL-43
Gamping/ Calcareous 99.3 97.3 99.8
Porselen 0.52 2.6 0.14
Agglutinin 0.16 0 0Gamping/ Calcareous
Porselen Agglutinin0
20
40
60
80
100
120
99.3
0.52 0.16
97.3
2.6 0
99.8
0.14 0
SSL-34SSL-21SSL-43
Pros
enta
se %
Kesimpulan dari ketiga titik lokasi prosentase test menunjukan bahwa Teluk Lampung pra letusan Krakatau 1883 didominasi oleh Foraminifera bentik bertest gamping/calcareous yang diwakili oleh genus Ammonia, yang dikenal sebagai genus yang sangat toleran terhadap kondisi lingkungan dengan kandungan oksigen rendah
Struktur Komunitas Foraminifera Bentik Pra Letusan Krakatau 1883
Berdasarkan Karakteristik Kehidupan
Kesimpulan dari prosentase Foraminifera bentik berdasarkan karakteristik kehidupannya pra letusan Krakatau 1883 yaitu; bahwa dari ketiga titik lokasi mengalami fluctuation (Kenaikan dan penurunan) karena adanya kenaikan dan penurunan kadar oksigen terlarut pada surface water maupun bottom water bersamaan dengan penambahan massa air.sehingga pada ketiga titik lokasi pra letusan Krakatau 1883 di perairan Teluk Lampung diyakini sedang mengalami periode transisi kadar oksigen
Struktur Komunitas Foraminifera Bentik Pra Letusan Krakatau 1883
Berdasarkan diversitas (Keanekaragaman)
H’< 1,0: Keanekaragaman rendah, miskin (produktivitas sangat rendah) sebagai indikasi adanya tekanan ekologis yang berat, dan ekosistem tidak stabil1,0 < H’< 3,322: Keanekaragaman sedang, produktivitas cukup, kondisi ekosistem cukup seimbang, tekanan ekologis sedang.H’ > 3,322: Keanekaragaman tinggi, stabilitas ekosistem mantap, produktivitas tinggi.
SSL 34 TELUK BAGIAN DALAMSSL 21 TELUK BAGIAN TENGAHSSL 43 TELUK BAGIAN LUAR
Kesimpulan dari ketiga titik lokasi menunjukan bahwa indeks diversitas pra letusan Krakatau 1883 berada pada H’< 1,0 yang berarti Keanekaragaman rendah, miskin (produktivitas sangat rendah) sebagai indikasi adanya tekanan ekologis yang berat, dan ekosistem tidak stabil
Struktur Komunitas Foraminifera Bentik Pra Letusan Krakatau 1883
Berdasarkan Abundansi (Kelimpahan)
SSL-34
SSL-21
SSL-43
Pada kedalaman 80-82 cm bawah dasar lautAbundansi mencapai 34.51%,didominasi oleh genus Ammonia
kedalaman 70-72 cm bawah dasar laut, abundansi mencapai 43.62%, didominasi oleh genus Ammonia
Pada kedalaman 60-62 cm bawah dasar laut abundansi mencapai 21.85%, didominasi oleh genus Ammonia
Pada kedalaman 40-42 cm bawah dasar lautabundansi mencapai 50%, didominasi oleh genus Ammonia
Pada kedalaman 30-32 cm bawah dasar lautabundansi mencapai 50.05%, didominasi oleh genus Ammonia
Pada kedalaman 50-52 cm bawah dasar laut, abundansi mencapai 29.95%, didominasi oleh genus Ammonia
Pada kedalaman 40-42 cm bawah dasar laut abundansi mencapai 11.39%, didominasi oleh genus Ammonia
Pada kedalaman 30-32 cm bawah dasar laut abundansi mencapai 61.64%, didominasi oleh genus Ammonia
Struktur Komunitas Foraminifera Bentik Pasca Letusan Krakatau 1883
Berdasarkan Komposisi Test
Gamping/ Calcareous Porselen Agglutinin0
20
40
60
80
100
120
97.37
2.51 0.1
94.83
5 0.16
95.1
4.81 0.07
SSL-34SSL-21SSL-43
Pros
enta
se %
Kesimpulan dari ketiga prosentase komposisi test Foraminifera bentik pasca letusan Krakatau 1883 (Tabel 3) merupakan daerah yang kurang baik untuk pertumbuhan dan perkembangan test Foraminifera bentik karena hanya ditemukan dominasi beberapa genera Foraminifera bentik (Kondisi unfavourable
Disebabkan tekanan terhadap lingkungan setelah letusan gunung api Krakatau 1883 yang mengakibatkan jarang ditemukan mikrofauna lain (Foraminifera bentik) yang mampu bertahan pada kondisi tekanan tersebut
hanya genus Ammonia yang mewakili test gampingan yang jumlahnya sangat melimpah. Ini menunjukan bahwa kehadirannya dalam jumlah sangat melimpah memberi indikasi bahwa genus ini dapat bertahan dalam lingkungan tertekan (stressed environment) hingga mengalahkan genera lainnya.
Struktur Komunitas Foraminifera Bentik Pasca Letusan Krakatau 1883
Berdasarkan karakteristik kehidupan
Jumlah epifauna yang lebih besar dari jumlah infauna mengindikasikan bahwa pada masa itu kandungan oksigen pada air permukaan adalah tinggi, sehingga menyebabkan bertambahnya garis batas kehidupan Foraminifera bentik epifauna
Puncak prosentase infauna diwakili dengan kehadiran genus Ammonia yang sangat tinggi dibandingkan dengan genus infauna lain yang menunjukan adanya peningkatan kadar O2 pada kolom air bagian dasar, akan tetapi menunjukan adanya penurunan kadar O2 akibat letusan krakatau 1883, hal ini disebabkan karena hanya genus Ammonia yang mendominasi
Sedangkan puncak untuk epifauna diwakili oleh genus Elphidium. Genus Elphidium dinyatakan sebagai penciri zona perairan dengan kandungan konsentrasi nutrisi dan kekeruhan yang tinggi
Sehingga dapat dinyatakan bahwa Ammonia dan Elphidium merupakan opportunistik genus infauna dan epifauna terhadap kadar oksigen yang rendah juga pada kondisi lingkungan tertekan pra-pasca letusan Krakatau 1883 di Teluk Lampung.
Struktur Komunitas Foraminifera Bentik Pasca Letusan Krakatau 1883
Berdasarkan diversitas (Keanekaragaman) SSL-34SSL-21SSL-43
Pada titik lokasi SSL-34, 21 dan 43 tampak adanya kenaikan dan penurunan nilai diversitas. terhadap kondisi lingkungan yang bersamaan dengan perubahan faktor-faktor lingkungan.
Pada ketiga titik lokasi menunjukan bahwa nilai diversitas pasca letusan Krakatau 1883 adalah H<1,0<H<3,322, yaitu keanekaragaman rendah-sedang, ekosistem cukup stabil.
Pada ketiga titik lokasi juga terlihat nilai diversitas <1 yang artinya terjadinya penurunan keanekaragaman Foraminifera bentik yang sekaligus menunjukan adanya perubahan lingkungan kearah tidak sesuai (Unfavourable) yakni penurunan kadar oksigen.
Kandungan oksigen yang rendah disebabkan oleh tingginya produksi unsur organik pada permukaan sedimen serta gas H2S akibat dari ledakan populasi bakteri anaerobik di dasar laut yang diduga akibat letusan Krakatau 1883.
Berdasarkan diversitas (Keanekaragaman
SSL-34
SSL-21
SSL-43
Berdasarkan Abundansi (Kelimpahan)
Struktur Komunitas Foraminifera Bentik Pasca Letusan Krakatau 1883
Pada kedalaman 50-52 cm bawah dasar laut, abundansi mencapai 17.82%, didominasi oleh genus Ammonia
Pada kedalaman 40-42 cm bawah dasar laut, abundansi mencapai 35.66%, didominasi oleh genus Ammonia
Pada kedalaman 30-32 cm bawah dasar laut abundansi 0.62%, didominasi oleh genus Ammonia
Pada kedalaman 20-22 cm bawah dasar laut abundansi mencapai 0.81%, didominasi oleh genus Ammonia
Pada kedalaman 10-12 cm bawah dasar laut abundansi 34.67%, didominasi oleh genus Ammonia kedalaman 0-2 cm bawah dasar laut abundansi Foraminifera bentik mencapai 10.23%, didominasi oleh genus Ammonia
Pada kedalaman 20-22 cm bawah dasar laut abundansi mencapai 53.24%, didominasi oleh genus Ammonia
Pada kedalaman 10-12 cm bawah dasar laut abundansi mencapai 22.78%, didominasi oleh genus Ammonia
pada kedalaman 0-2 cm bawah dasar laut abundansi 23.96%, didominasi oleh genus Ammonia
Pada kedalaman 20-22 cm bawah dasar laut abundansi mencapai 13.87%, didominasi oleh genus Ammonia
Pada kedalaman 10-12 cm bawah dasar laut abundansi mencapai 64.77%, didominasi oleh genus Ammonia
pada kedalaman 0-2 cm bawah dasar laut abundansi mencapai 21.35%, didominasi oleh genus Ammonia
Nilai abundansi diatas seperti halnya pada diversitas, menunjukkan suatu lingkungan (ekologi) yang sangat tidak kondusif (Unfavourable) untuk berkembangnya Foraminifera, akibat pengaruh aktivitas pra-pasca letusan Krakatau 1883. Jika dicermati pada ketebalan piston core yang titik abundansinya mencapai maksimum sebenarnya banyak terdapat material vulkanis pumis yang berukuran pasir sedang–kasar, pada fraksi sedimen yang seperti itu banyak genus Foraminifera bentik yang tak mampu bertahan sehingga perkembangannya terhambat, akan tetapi genus Ammonia menunjukan sebaliknya ia mampu untuk bertahan dan berkembang dengan baik. Hal tersebut sesuai dengan pendapat peneliti Foraminifera bentik bahwa Ammonia adalah genus yang sangat toleran terhadap perubahan lingkungan
Dominasi Foraminifera Bentik Pra-Pasca Letusan Krakatau 1883
Dominasi merupakan gambaran yang mencakup karakteristik sifat kuantitatif suatu komunitas
Penentuan spesies-spesies yang dominan pada penelitian ini, adalah dengan menggunakan rumus perbandingan nilai penting (summed dominance ratio).
Nilai dominan disebut sebagai nilai penting karena akan mempunyai keberartian suatu spesies pada suatu komunitas. Semakin tinggi nilai penting suatu spesies maka semakin berarti keberadaan spesies tersebut pada komunitas itu.
SSL-34 SSL-21 SSL-43Rank Genus SDR % Genus SDR % Genus SDR %
1 Ammonia 46.25 Ammonia 40.82 Ammonia 46.072 Elphidium 11.28 Elphidium 12.77 Elphidium 13.53 Nonion 8.1 Nonion 11.3 Nonion 11.34 Bolivina 5.45 Quinquequlina 6.52 Hyalinea 6.55 Quinquequlina 5.37 Hyalinea 6.5 Bolivina 5.226 Spiroluculina 4.81 Spiroluculina 6.02 Cancris 4.697 Cancris 4.57 Cancris 5.74 Quinquequlina 3.628 Hyalinea 3.42 Bolivina 5.22 Spiroluculina 3.62
Delapan besar nilai penting genus Foraminifera bentik pra-pasca letusan Krakatau 1883 di Teluk Lampung nilai SDR: 40,82- 46,25 %,
dengan kepadatan relatif 72.95-82.39 %
frekuensi relatif 10,11–11,76 %
Menujukan bahwa Ammonia merupakan genus yang paling adaptif diantara genus Foraminifera bentik lainnya dan memiliki nilai keberartian dalam komunitas Foraminifera bentik di stasiun SSL 21- 34 dan 43 Pra-pasca letusan Krakatau 1883 perairan Teluk Lampung.
Distribusi Foraminifera Bentik Pra-Pasca Letusan Krakatau 1883
20 subsampel
19 subsampel
18 subsampel
16 subsampel
16 subsampel
15 subsampel
15 subsampel
14 subsampel
Dasar perairan Teluk Lampung tersusun atas sedimen dari fraksi lempung, pasir hingga pumis
Hasil identifikasi dan penghitungan Foraminifera bentik terhadap 20 subsampel dari 3 titik lokasi yang mewakili bagian dalam,tengah dan luar Teluk Lampung dijumpai 32 genera, 63 spesies dan 16799 spesimen/individu
Prosentase test menunjukan bahwa Teluk Lampung pra-pasca letusan Krakatau 1883 didominasi oleh Foraminifera bentik bertest gamping/calcareous yang diwakili oleh genus Ammonia
Berdasarkan karakteristik kehidupannya menunjukkan bahwa Ammonia dan Elphidium merupakan genera oportunistik infauna dan epifauna terhadap kadar oksigen yang rendah juga pada kondisi lingkungan tertekan pra-pasca letusan Krakatau 1883 di Teluk Lampung
Indeks diversitas pra letusan Krakatau 1883 berada pada H’< 1,0 yang berarti Keanekaragaman rendahsedangkan pasca letusan Krakatau 1883 adalah H<1,0<H<3,322, yaitu keanekaragaman rendah-sedang
Nilai abundansi menunjukkan suatu lingkungan (ekologi) yang sangat tidak kondusif karena hanya dijumpai genus Ammonia dengan kelimpahan yang tinggi pra-pasca letusan Krakatau 1883
Dominasi Foraminifera bentik yaitu Ammonia, Elphidum, Hyalinea, Quinqueloculina, Sphiroloculina, Nonion, Cancris dan Bolivina.
KESIMPULAN
Terimakasih