IMPLEMENTASI PENDIDIKAN ISLAM DI ERA MODERN
Ahad, 25 Oktober 2015/12 Muharam 1437 H.
Narasumber:
Prof. Dr. H. E. Syibli Syarjaya, LML., MM (Guru Besar IAIN Sultan Maulana Hasanuddin Serang Banten)
Moderator:
Maddais, S.Pd.I., MA (Dosen STIT Ya’mal Tangerang)
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
SEKOLAH TINGGI ILMU TARBIYAH STIT YA’MAL TANGERANG
1437 H/2015 M
STUDIUM GENERAL
IMPLEMENTASI PENDIDIKAN ISLAM DI ERA MODERN
A. PENDAHULUAN
Konsep pendidikan Islam, pada umumnya mengacu pada dua pengertian,
yaitu:
1). Pendidikan tentang Islam, artinya, lebih memandang Islam sebagai subject
matter dalam pendidikan, dan
2). Pendidikan menurut Islam, artinya, lebih menempatkan Islam sebagai
sebuah perspektif dalam pendidikan.1
Jika diamati, konsep pendidikan Islam sekarang ternyata sering dipahami
menurut pengertiannya yang pertama, sehingga konsep pendidikan Islam lebih
berorientasi pada masalah materi dan metode pengajarannya saja, yaitu masalah
apa yang harus diberikan, berapa jam alokasi waktu yang disediakan, dan
bagaimana cara memberi/menyajikannya. Namun demikian konsep itupun belum
jelas sehingga dalam penerapannya bervariasi sekali. Sekurang-kurangnya
terdapat 3 (tiga) sebab yang menyebabkan terjadinya kekaburan dalam
penjabaran konsep ini. Pertama, adanya perbedaan pemahaman tentang konsep
pendidikan. Kedua, adanya perbedaan pemahaman tentang konsep Islam, dan
ketiga, adanya keragaman dalam sistem pendidikan yang dilaksanakan.
Seharusnya, konsep pendidikan Islam dipahami sebagai pengertiannya
yang kedua, yaitu suatu sistem pendidikan dengan perspektif Islam. Konsep
pendidikan Islam semacam ini tidak memandang Islam sebagai seperangkat nilai
atau pengetahuan yang semua itu merupakan bagian dari sistem pendidikan,
melainkan memandang pendidikan sebagai suatu proses yang menjadi bagian
dari sistem kehidupan Islam. Hal ini berarti bahwa Islam bukan sekedar mata
pelajaran Agama Islam, melainkan jiwa dari pada semua mata pelajaran. Konsep
pendidikan semacam ini didasarkan atas pemahaman bahwa menurut Islam
pengetahuan itu bersifat integrated dan synthesized, sehingga pemilihan
pengetahuan kepada berbagai disiplin hanyalah merupakan perbedaan aksentuasi
karena semua disiplin tersebut pada hakikatnya membentuk satu kesatuan
integral.
Dan aksentuasi tulisan ini adalah pada konsep pendidikan Islam menurut
pengertiannya yang kedua (yakni memandang pendidikan sebagai suatu proses
yang menjadi bagian dari sistem kehidupan Islam dan tidak menghendaki adanya
dikhotomisasi ilmu), tentu saja, bahwa pemahaman yang pertama tidak dapat
diabaikan begitu saja. Sebab, tatkala berbicara persoalan pendidikan dalam
1Abd. Halim Soebahar, Wawasan Baru Pendidikan Islam (Jakarta: Kalam Mulia,
2002), cet. I.
perspektif Islam maka persoalan materi bagaimanapun harus dipikirkan juga.
Filosofis pemahaman ini sedikit terkesan idealistik, tetapi bukanlah suatu yang
mustahil karena secara sosiologis terkandung muatan yang pragmatis, oleh
karena itu gejala yang berkembang nampak akan mengarah pada filosofi
pemahaman yang demikian.
Aktualisasi, sebagai suatu proses menjadikan konsep-konsep ideal
terealisir menjadi tindakan nyata, akan lebih jelas sosok (konstruksi)-nya bila
terpolakan sesuai dengan konsep dasar yang menjadi pijakannya. Dasar-dasar itu
telah diletakkan oleh Nabi Muhammad saw yang kokoh dalam konsep dan teori
serta bersahaja dalam praktek. Dengan demikian, jelas bahwa penggerak utama
pendidikan Islam adalah Nabi saw sendiri. Kegiatan mula-mula berlangsung
secara diam-diam dan sederhana dirumah Al-Arqam ibn Abil Arqam untuk
menghindar dari ancaman Kafir Quraisy. Materi yang diberikan secara intensif
mendorong kaumnya untuk belajar membaca dan menulis. Atau dengan kata lain,
dalam menjalankan misi ajarannya, Nabi Muhammad saw memberikan
penjelasan-penjelasan atas wahyu seperti seperangkat teladan bagi tindakan
masyarakatnya.
Dengan demikian, misi ajaran Nabi saw disertai dalam dua tolak ukur
yang praktis mengenai kepentingan pendidikan; pemeluk-pemeluk Islam yang
pandai baca tulis diperlukan guna mengajarkan golongan buta huruf, sementara
juru dakwah yang pandai baca tulis dikirim ke masyarakat yang baru memeluk
agama Islam. Orang-orang itulah yang menjadi guru pertama, sebagaimana
Masjid juga sebagai sekolah pertama sebelum adanya madrasah2 dan al-Qur’an
dapat pula disebut sebagai materi didik pertama dalam sistem pendidikan Islam.
Karena pesan-pesan al-Qur’an adalah merupakan sesuatu yang revolusioner, dan
pesan al-Qur’an juga menekankan ketinggian dan kemuliaan nilai belajar.
Tatkala Nabi hijrah ke Madinah, kegiatan pendidikan tidak lagi
berlangsung secara diam-diam dan perorangan, melainkan telah mengambil
tempat strategis di serambi Masjid dan di Masjid sekaligus. Gambaran Hamid
Hasan Bilgrami dan Syeh Ali Ashraf sebagai berikut:
Segera, setelah hijrah, Nabi saw memberikan prioritas tertinggi pada
pendidikan umat Islam, kendatipun perhatian beliau terhadap masalah-masalah
dan kegiatan memaksa beliau untuk lebih dahulu mencintai perdamaian dan
keamanan di Madinah. Pusat pendidikan Islam as-Suffah, didirikan sebagai
tempat pemukiman di salah satu ruangan yang berdekatan dan bahkan
bergandengan dengan Masjid bagi pendatang baru dan orang mukmin setempat
yang karena sangat miskin tidak memiliki tempat tinggal sedang Masjid-masjid
2Affandi Mochtar, Membedah Diskursus Pendidikan Islam (Jakarta: Kalimah,
2001), cet. I, 87.
(jami’) merupakan pusat atau lembaga Islam semenjak masa pertama sejarah
Islam. Suatu pola yang dicetuskan oleh Nabi saw di ikuti selama berabad-abad.3
Anas r.a. menceritakan bahwa bila mereka telah selesai shalat shubuh
mereka duduk melingkar, mereka membaca al-Qur’an, dan belajar segala hukum.
Selain itu, kemampuan baca tulis yang sebelumnya dianggap aib,
kemudian berkembang pesat berkat dorongan Rasulullah saw yang bersumber
pada al-Qur’an terutama sejak perang, karena yang pandai baca tulis dapat
menebus dirinya dengan mengajar anak-anak muslim menulis dan membaca.4
Pendidikan Islam sejak semula perkembangannya senantiasa meletakkan
pandangan filosofisnya kepada sasaran sentralnya yaitu manusia didik, sebagai
makhluk Tuhan yang memiliki potensi dasar fitriyah dimana religiositas Islami
menjadi intinya, dikembangkan secara tegak lurus (vertical) dan mendatar
(horizontal) menuju kehidupan lahir dan batin yang bahagia dalam arti luas.
Para ahli pikir, ahli filsafat (filosof)-pendidik muslim seperti Ibnu Sina
(985 M), Al-Ghazzaly (1058 M) dan Ibnu Khaldun (1332 M) yang hidup pada
periode keemasan perkembangan ilmu pengetahuan Islam di benua Arabia,
Afrika Utara dan Spanyol Islam, secara prinsipal telah meletakkan konsepsi
pendidikan Islam yang berorientasi kepada kebutuhan perkembangan anak
didik.5
Pertanyaan yang muncul sekarang adalah bagaimana Implementasi
Pendidikan Islam di Era Modern?
B. PEMBAHASAN
1. Pengertian Implementasi
Implementasi (Implementation) secara bahasa (etimologi) berarti
pelaksanaan; penerapan. Mengimplementasikan berarti melaksanakan;
menerapkan.6
3Hamid Hasan Bilgrami and Syed Ali Ashraf, The Concept of an Islamic University
(Cambridge: The Islamic Academi, 1985), 18-20. 4Ahmad Syalabi, Sejarah Pendidikan Islam, terj. Mukhtar Yahya dan M. Sanusi
Latief (Jakarta: Bulan Bintang, 1973), cet. I, 35. 5M. Arifin, Kapita Selekta Pendidikan (Islam dan Umum) (Jakarta: Bumi Aksara,
2000), cet. IV, 28. 6Lihat, John M. Echols dan Hassan Shadily, Kamus Inggris Indonesia (Jakarta:
Gramedia, 2000), cet. XXIV, 313. Tim Pandom Media, Kamus Bahasa Indonesia Edisi Baru
(Jakarta: Pandom Media Nusantara, 2014), cet. I, 343.
2. Pengertian Pendidikan Islam
Belakangan ini ada beberapa penulis mengatakan bahwa yang disebut
pendidikan Islam adalah pengajaran agama yang dilaksanakan dari tingkat
SD/MI sampai ke Perguruan Tinggi, itu ada benarnya tetapi tidak sempurna,
sebab belum mencakup keseluruhan aspek pendidikan Islam. Begitu juga dengan
istilah-istilah lain yang kita dengar selama ini seperti pendidikan agama,
pengajaran agama Islam dan lain-lainnya, itu hanyalah menyentuh sebagian kecil
dari substansi pendidikan Islam sendiri.
Kajian tentang pendidikan Islam, telah dilakukan oleh Yusuf al-
Qardhawi, ia memberikan pengertian bahwa pendidikan Islam adalah
“pendidikan manusia seutuhnya; akal dan hatinya, rohani dan jasmaninya; akhlak
dan keterampilan nya. Karena pendidikan Islam menyiapkan manusia untuk
hidup baik dalam damai dan perang, dan menyiapkan untuk menghadapi
masyarakat dengan segala kebaikan dan kejahatannya, manis dan pahitnya”.7
Dari pengertian yang dibuat oleh Yusuf al-Qardhawi tersebut, Hasan
Langgulung merumuskan bahwa pendidikan Islam adalah “proses penyiapan
generasi muda untuk mengisi peranan, memindahkan pengetahuan dan nilai-nilai
Islam yang diselaraskan dengan fungsi manusia untuk beramal di dunia dan
memetik hasilnya di akhirat”.8
Sementara itu, Abuddin Nata, mengatakan bahwa secara epistimologis
Islam memiliki konsep yang khas tentang pendidikan, yakni pendidikan Islam.
Tugas kita selanjutnya adalah melanjutkan penggalian secara intensif terhadap
apa yang telah dilakukan para ahli, karena apa yang dirumuskan para ahli itu
tidak lebih sebagai bahan perbandingan. Mereka telah menunjukkan perhatian
dan kepedulian terhadap pendidikan sesuai dengan zaman dan tantangan yang
dihadapi. Zaman dan tantangan yang dihadapi masa sekarang jauh berbeda
dengan yang dihadapi mereka itu, karena itu, upaya penggalian masalah
kependidikan ini tidak boleh berhenti, jika kita sepakat bahwa pendidikan Islam
ingin eksis ditengah-tengah percaturan global.9
3. Pengertian Modern
Secara etimologi, kata “modern” berasal dari bahasa Latin “modo” yang
berarti “masakini” atau “mutakhir.”10
Dalam banyak literatur disebutkan
setidaknya ada tiga istilah yang berkorelasi dengan kata “modern,” yakni
7Yusuf al-Qardhawi, Pendidikan Islam dan Madrasah Hasan al-Bana terj. Bustani
A. Gani dan Zainal Abidin Ahmad (Jakarta: Bulan Bintang, 1980), cet. I. 8Hasan Langgulung, Beberapa Pemikiran Tentang Pendidikan Islam (Bandung: al-
Ma’arif, 1980), cet. I. 9Abduddin Nata, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: Logos, 2001), cet. IV.
10Lihat, David B. Guralnik (ed.), Webster’s New World Dictionary of the American
Language (New York: Warner Books, 1987), 387.
modernitas (modernity), modernisme (modernism), dan modernisasi
(modernization).11
Modernitas (modernity) menggambarkan kondisi dan kualitas sesuatu
yang lama berubah menjadi sesuatu yang baru. Modernisme (modernism)
merupakan gerakan untuk menjadikan paham modern, seperti pemikiran dan
budaya, sebagai karakter yang dapat dipraktikkan oleh masyarakat dunia secara
luas. Modernisme lebih merujuk pada objek yang sifatnya abstrak dan mewakili
satu suasana intelektual. Subtansi modernisme berada pada sikap menghargai
waktu dan mandirisasi akal manusia untuk menghadapi kehidupannya dari
berbagai ketergantungan terhadap alam, budaya dan dogma. Sementara,
modernisasi (modernization) adalah proses adaptasi dari masyarakat tradisional
menuju masyarakat modern. Modernisasi merujuk pada pengertian kerja atau
proses merasionalkan, mensistematiskan dan mengendalikan realitas sosial dan
alam agar sesuai dengan kebutuhan manusia.12
Sehingga komunitas atau
masyarakat yang memfungsikan tiga makna istilah di atas disebut juga
masyarakat modern.
Pengertian yang mudah tentang modernisasi ialah pengertian yang
identik, atau hampir identik, dengan pengertian rasionalisasi. Dan hal itu berarti
proses perombakan pola berpikir dan tata kerja lama yang tidak akliah (rasional),
dan menggantikannya dengan pola berpikir dan tata kerja baru yang akliah.
Kegunaannya ialah untuk memperoleh daya-guna dan efisiensi yang maksimal.
Jadi sesuatu dapat disebut modern, kalau ia bersifat rasional, ilmiah dan
bersesuaian dengan hukum-hukum yang berlaku dalam alam.13
Menurut
Nurcholish Madjid (Cak Nur), modernisasi ialah rasionalisasi bukan
westernisasi.14
11
Yusno Abdullah Otta, Krisis Manusia Modern Perspektif Nasr (Tangerang
Selatan: Young Progressive Muslim, 2012), 1. 12
Penelitian ini memaknainya sebagai berikut; pembaruan merujuk pada berbagai
perkembangan terbaru, baik yang bersifat material maupun abstrak sebagai hasil pikiran
manusia untuk mengendalikan tantangan lingkungannya. Penggunaan Hand Phone (HP),
Agunan Tunai Mandiri (ATM), sampai kehadiran sekolah internasional adalah bentuk formal
dari modernitas. Lihat, H.A.R. Tilaar, Manifesto Pendidikan Nasional Tinjauan dari
Perspektif Posmodernisme dan Studi Kultural (Jakarta: Kompas, 2005), 7-15. 13
Nurcholis Madjid, Islam Kemodernan dan KeIndonesiaan (Bandung: Mizan,
1998), 172. 14
Rasionalitas, menurut Cak Nur, adalah suatu nilai yang sangat baik, bahkan
diperintahkan oleh Allah SwT, sebab rasionalitas berarti penggunaan rasio atau akal-budi.
Tapi rasionalisme adalah suatu paham yang memutlakan rasio dan menganggap bahwa rasio
merupakan hakim terakhir dari masalah benar dan salah. Menurut Cak Nur, paham
rasionalisme ini tidak bisa diterima Islam. Lihat, Budhy Munawar Rachman, Membaca
Nurcholish Madjid: Islam dan Pluralisme (Jakarta: Democracy Project Yayasan Abad
Demokrasi, 2011), edisi digital, 5 & 283. Atau lihat www.abad-democracy.com.
4. Implementasi Pendidikan Islam di Era Modern
۞ Baju Toga
Dalam Kitab Ta’līmul Muta’allim disebutkan:
ح ب ا ال ق ر ة ف ي ن و الل ه ح ع ه اب ح ص ل ا ع ظ : و ا نم ام و ا م ام ك م ، ا ك و و س ع و ا م ائ م ك م ل ه و ا ه ب ال ع ل م ت خ فم ي س ل ئ الم ذل ك ق ال
Kepada sahabat-sahabatnya, Abu Hanifah berkata: Besarkanlah putaran
sorban kalian dan perlebarlah lobang lengan baju kalian. Ucapan ini
dikemukakan agar supaya ilmu dan ahli ilmu tidak dipandang remeh.15
Ternyata kata-kata Imam Abu Hanifah,16
yang sudah lebih dari 1000
tahun yang lalu itu, dipraktikkan oleh dunia Universitas/Sekolah Tinggi sekarang
ini, misalnya para guru besar/dosen memakai toga (baju resmi berwarna hitam
ketika upacara ilmiah), demikian pula para mahasiswa yang tamat ketika upacara
wisuda. Maksudnya? Agar kelihatan wibawa ilmiahnya. Walaupun tidak jarang,
yang sorbannya besar, memakai toga segala macam, namun ilmunya biasa-biasa
saja (under qualified).
۞ Hari Rabu
Masih dalam Kitab Ta’līmul Muta’allim, disebutkan:
ش ن اذ ت س ا ان ك ا ل ر ب ع اء ،اي د ب ف ف ق و ي ن ي الد ان ه ر ب م ال س ل ا خ ي ا ع ل ى السمب ق ة الل ر س و ل ق ال : و ي ق و ل ب ه ت د ل ف ي س ح د ي ثا ذل ك ف ي ر و ى الل لمص و ك ان ه ي ل ع ى
ت م.م لمس و و ق د ا ل ر ب ع اء ا لم ي و م ش ي ئب د ئ ف :م ام ن Guru kita Syaikhul Islam Burhanuddin memulai belajar tepat pada hari
Rabu. Dalam hal ini beliau telah meriwayatkan sebuah hadis sebagai
15
Lihat, Burhanuddin al-Islam az-Zarnuji, Ta’līmul Muta’allim, Fasal II Niat di
waktu belajar. 16
Imam Abu Hanifah lahir di Kufah, Irak, tahun 80 H. dan wafat di Baghdad, tahun
150 H. Lihat, Suwito dan Fauzan, (ed.), Sejarah Pemikiran Para Tokoh Pendidikan
(Bandung: Angkasa, 2003), cet. I, 27-37.
dasarnya, dan ujarnya: Rasulullah saw bersabda: Tiada lain segala
sesuatu yang dimulai pada hari Rabu, kecuali akan menjadi sempurna.17
Hemat penulis, inilah yang menjadi rujukan mengapa STIT Ya’mal
Tangerang mengadakan Wisuda Sarjana ke-1 pada hari Rabu, 12 – 12 – 2012,
dan mengadakan Wisuda Sarjana ke-2 pada hari Rabu, 24 – 12 – 2014. Apakah
STIT Ya’mal Tangerang akan mengadakan Wisuda Sarjana ke-3 pada hari Rabu
juga? Wallahu A’lam.
Untuk mengetahui lebih lanjut, bagaimana Implementasi Pendidikan
Islam di Era Modern, marilah kita dengarkan Studium General (Kuliah
Umum) dari Prof. Dr. H. E. Syibli Syarjaya, LML., MM.
17
Lihat, Burhanuddin al-Islam az-Zarnuji, Ta’līmul Muta’allim, Fasal VI Permulaan
Belajar, Ukuran Belajar dan Tata Tertibnya.
DAFTAR RIWAYAT HIDUP
Prof. Dr. H. E. SYIBLI SYARJAYA, LML, MM.
Guru Besar Jurusan Al-Akhwal Al-Syakhsiyah/Hukum Keluarga
Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam
IAIN Sultan Maulana Hasanuddin Banten
NIP : 195007051983031001
Umur : 65 Tahun
Tempat/Tanggal Lahir : Serang, 05 Juli 1950
Jenis Kelamin : Laki-Laki
Agama : Islam
Pangkat, Gol./Ruang : Pembina Utama (IV/e)
Masa Kerja : 30 Tahun - 7 Bulan
Pendidikan Terakhir : S3, Hukum Islam, UIN Sunan Gunung Djati Bandung,
2009
Tanggal Pensiun : 01 Agustus 2020
HP : 0812 9274 090
PENDIDIKAN
1 Tamatan : SRN Sikulan, tahun 1963
2 Tamatan : MTs Menes, tahun 1966
3 Tamatan : PGA Perguruan Mathla’ul Anwar Pusat Menes 6 Tahun,
Jurusan Pendidikan, tahun 1969
4 Tamatan : S1 Al-Azhar Cairo, Fakultas Syari’ah, Jurusan Syari’ah tahun 1977
5 Tamatan : S1 IAIN Sunan Gunung Djati Serang, Fakultas Syari’ah,
Jurusan Agama, tahun 1984
6 Tamatan : S2 STIE IPWI Jakarta, Jurusan Manajemen Sumber Daya
Manusia, tahun 2000
7 Tamatan : S3 UIN Sunan Gunung Djati Bandung, Fakultas Syari’ah,
Jurusan Hukum Islam, tahun 2009.
PENGALAMAN ORGANISASI DAN KERJA
1 Ketua STAI Mathla’ul Anwar (1991-2006)
2 Ketua Departemen Pendidikan dan Kebudayaan PB Mathla’ul Anwar (2001-
2005)
3 Ketua Pengurus Perguruan Mathla’ul Anwar Pusat Menes (2001-2006)
4 Sekretaris Umum MUI Provinsi Banten (2001-2006)
5 Sekretaris Umum LPTQ Provinsi Banten (2002-2006)
6 Sekretaris Umum BAZ Provinsi Banten (2002 - )
7 Anggota Dewan Lajnah Tashnil Tafsir al-Qur’an Depag RI
8 Puket III STAIN Sultan Maulana Hasanuddin (SMH) Serang Banten (2000 - )
9 Purek I Bidang Akademik IAIN SMH Serang Banten (2005 - ).
10 Rektor IAIN SMH Serang Banten (6 Januari 2011 - 6 Januari 2015)
11
Guru Besar Jurusan Al-Akhwal Al-Syakhsiyah/ Hukum Keluarga Fakultas
Syariah dan Ekonomi Islam IAIN SMH Serang Banten (2015).
PENGALAMAN KEPANGKATAN
No Jenis SK Pangkat Gol/
Rua
No. SK TMT SK Gaji
Pokok
1 SK CPNS Pengatur
Muda Tk. I
II/b B.II/3-
E/PB.I/9207
01/03/1980 0
2 SK PNS Pengatur
Muda Tk. I
II/b 091/B.3/0/1984 01/04/1984 0
3 SK KP Penata Muda III/a B.II/3-E/16.083 01/04/1985 0
4 SK KP Penata Muda
Tingkat I
III/b B.II/3-E/9520 01/04/1987 0
5 SK KP Penata III/c B.II/3-E/11539 01/04/1989 0
6 SK KP Penata
Tingkat I
III/d B.II/3-E/13440 01/04/1991 0
7 SK KP Pembina IV/a B.II/3-E/20526 01/04/1993 0
8 SK KP Pembina
Tingkat I
IV/b 15/K Tahun
1997
01/10/1997 0
9 SK KP Pembina
Utama Muda
IV/c 24/K Tahun
2000
01/04/2000 0
10 SK KP Pembina
Utama Madya
IV/d 01/04/2011 0
11 SK KP Pembina
Utama
IV/e 33/K Tahun
2014
01/04/2014 4,701,200
KARYA TULIS
1 Periode Tafsir Fiqh (1991)
2 Tafsir Ayat Ahkam Jilid I, II, III, dan IV (1994)
3 Methodologi Ibnu Katsir dalam Menafsirkan al-Qur’an (1996)
4 Corak Pemikiran Fiqh as-Syaukani dalam Tafsir Fathul Qodir (1997)
5 Dirasah Islamiyah I: Sejarah dan Khithah Mathla’ul Anwar (2003)
Serang, 25 Oktober 2015
Saya yang bersangkutan
Prof. Dr. H. E. Syibli Syarjaya, LML., MM
NIP. 195007051983031001