LAPORAN HASIL PENELITIAN SUMBER DANA DIPA TAHUN 201
JUDUL RPI
JUDUL PPTP
JUDUL RPTP
RETNO PRAYUDYANINGSIH
BALAI PENELITIAN KEHU
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN
LAPORAN HASIL PENELITIAN UMBER DANA DIPA TAHUN 2015
: KONSERVASI FLORA, FAUNA DAN
MIKROORGANISME
: PEMANFAATAN FUNGI MIKORIZA
ARBUSKULA (FMA) UNTUK BIOREKLAMASI
LAHAN BEKAS TAMBANG DI SULAWESI
: BIOPROSPEKSI FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA (FMA) UNTUK BIOREKLAMASI
LAHAN BEKAS TAMBANG DI SULAWESI
Oleh :
RETNO PRAYUDYANINGSIH
HERMIN TIKUPADANG EDI KURNIAWAN
HAJAR
BALAI PENELITIAN KEHUTANAN MAKASSAR
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN
KEMENTERIAN KEHUTANAN
MAKASSAR 2015
DAN
PEMANFAATAN FUNGI MIKORIZA
ARBUSKULA (FMA) UNTUK BIOREKLAMASI
LAHAN BEKAS TAMBANG DI SULAWESI
GI MIKORIZA ARBUSKULA (FMA) UNTUK BIOREKLAMASI
LAHAN BEKAS TAMBANG DI SULAWESI
TANAN MAKASSAR
BADAN PENELITIAN DAN PENGEMBANGAN KEHUTANAN
i
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN HASIL PENELITIAN SUMBER DANA DIPA TAHUN 2015
KONSERVASI FLORA, FAUNA DAN MIKROORGANISME
PEMANFAATAN FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA (FMA) UNTUK REKLAMASI
LAHAN BEKAS TAMBANG DI SULAWESI
BIOPROSPEKSI FUNGI MIKORIZA ARBUSKULA (FMA) UNTUK REKLAMASI
LAHAN BEKAS TAMBANG DI SULAWESI
12.1.2.18
Menyetujui Pelaksana, Koordinator,
Dr. Ir. Titiek Setyawati, M.Sc
Retno Prayudyaningsih, S.Si, M.Sc NIP. 19620929 199003 2 003 NIP. 19741129 200112 2 003
Menyetujui Mengesahkan Ketua Kelti, Kepala Balai,
Ir. Suhartati, MP
Ir. Misto,MP NIP. 19591231 198703 2 015 NIP. 19620711 199002 1 001
ii
LEMBAR PERNYATAAN OUTPUT PENELITIAN
JENIS OUTPUT : isolat Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) dari lahan bekas tambang
kapur dan teknologi reklamasi lahan bekas tambang kapur dengan aplikasi FMA
URAIAN OUTPUT : isolat fungi mikoriza arbuskula dari lahan bekas tambang
kapur merupakan isolat yang sudah teruji meningkatkan pertumbuhan tanaman
baik di skala persemaian dan lapangan. Sedang teknologi reklamasi lahan bekas
tambang kapur dengan aplikasi FMA berupa teknik reklamasi lahan bekas
tambang kapur dengan aplikasi FMA yang dapat mendukung akselerasi suksesi
alaminya
RENCANA JUDUL KTI :
- Efektivitas fungi mikoriza arbuskula terhadap pertumbuhan tanaman Vitex
cofassus di lahan bekas tambang kapur, Retno Prayudyaningsih, jurnal
Reklamasi Hutan Puslit Konser
Demikian, pernyataan output penelitian ini saya buat, selaku Pelaksana
Utama, dengan sebenar-benarnya dan apabila dikemudian hari terdapat
kekeliruan dan ketidakcocokan pernyataan ini, sepenuhnya enjadi tanggung
jawab saya.
Makassar, Desember 2015
Yang membuat pernyataan
Pelaksana Utama
Retno Prayudyaningsih NIP.19741129 2001112 2 003
iii
Abstrak Salah satu kunci keberhasilan dalam kegiatan reklamasi lahan bekas
pertambangan adalah penggunaan bibit yang berkualitas. Bibit yang dihasilkan haruslah bibit yang tahan terhadap toksisitas, pH tanah yang basa atau masam ekstrim, kekeringan, berasosiasi dengan fungi mikoriza dan perakarannya dapat berkembang dengan cepat, sehingga tantangan suksesi yang dipercepat dapat terjawab. Keuntungan aplikasi fungi mikoriza adalah memacu pertumbuhan tanaman, mempersingkat waktu di persemaian, meningkatkan persen hidup tanaman (survival rate) di lapangan, meningkatkan ketahanan tanaman terhadap stres air dan hara, aplikasi mikoriza hanya sekali di persemaian dan ramah bagi lingkungan. Kegiatan penelitian telah dimulai sejak 2008. Pada tahun 20145 dilakukan pengamatan efek katalitik pertanaman awal dan inokulasi FMA terhadap suksesi alami di lahan bekas tambang kapur terhadap pertumbuhan sere lanjut. Tujuan penelitian pada tahun 2015 ini adalah mengevaluasi respon pertumbuhan tanaman Alstonia scholaris dan Tectona grandis umur 12 bulan. Hasil penelitian menunjukkan Pertanaman dan introduksi mikoriza memberikan efek katalitik terhadap pertumbuhan tanaman sere lanjut sehingga memiliki pertumbuhan yang lebih baik.
Kata kunci: Mikoriza, bekas lahan tambang kapur, Sulawesi, reklamasi
Abstract
One of the keys to success postmining land reclamation is the use of quality seedlings. The seedlings must be resistant to the toxicity, alkaline or acid extreme soil pH, drought, associated with mycorrhizal fungi and the roots can develop rapidly, so succession acceleration can be achived. The advantages of n mycorrhizal fungi application are increase plant growth, shorten the time in the nursery, improving survival rates in the field, increase plant resistance to water stress and nutrients, mycorrhizae application only once in the nursery and friendly to the environment. The research activities have been initiated since 2008. In 2015 was observed catalytic effect of early plantation and AMF inoculation to natural succession in limestone postmining area. The purpose of this study in 2015 was to evaluate the response of plant growth of Alstonia scholaris dan Tectona grandis at 12 mounth after planting. The results showed The Early plantation and introduction of mycorrhizal provide a catalytic effect on the acceleration of late sere plant growth. Key word: Mycorrhiza, Lime postmining, Sulawesi, Reclamation
iv
DAFTAR ISI
LEMBAR PENGESAHAN……………….……………………………………………………………… i LEMBAR PERNYATAAN OUTPUT……………………………………………………................ ii Abstrak……………………………………………………………………………………………………… iii DAFTAR ISI……………………………….……………………………………………………………… iv
DAFTAR TABEL………………………….………………………………………………………………. v DAFTAR GAMBAR……………………….…………………………………………………………….. vi DAFTAR LAMPIRAN……………………..…………………………………………………………….. vii I. PENDAHULUAN………………………………………………………………………………… 1 A. Latar Belakang……………………………………………………………………………… 1 B. Tujuan dan Sasaran………………………………………………………………………… 2 C. Luaran.............................................................................................. 2 D. Hasil Penelitian Sebelumnya............................................................... 3 III. METODE PENELITIAN………………………………………………………………………… 6 A. Rancangan Penelitian.......………………………………………………………......... 6 B. Bahan dan Peralatan…….………………………………………………………………… 8 C. Lokasi Penelitian…………………………………………………………………………….. 10 D. Prosedur Penelitian 11 E. Analisa Data …….…………………………………………………………………………… 13 IV. HASIL DAN PEMBAHASAN…………………………………………………………………… 14 Efek Katalitik Pertanaman Awal Bermikoriza terhadap suksesi alami di
lahan bekas tambang kapur………………………………………………………… 15
V. KESIMPULAN …………………………………………………………………………………… 24 DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………………………………… 25 LAMPIRAN………………………………………………………………………………………………… 27
v
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Matrik kegiatan dan hasil penelitian tahun 2008 - 2011…………. 3
vi
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Denah pertanaman pada areal pertanaman bermikoriza dan tanpa mikoriza...........................................................
9
Gambar 2. Denah Pertanaman pada areal kondisi alami/plot referensi 10
Gambar 3 Pertumbuhan tinggi dan diameter tanaman pulai umur 12 bulan di lapangan
Gambar 4 Pertumbuhan tinggi dan diameter tanaman jati umur 12 bulan di lapangan
vii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Pengukuran Tanaman V. cofassus (bitti)..................... 27
Lampiran 2. Pengambilan sampel tanah…………………………………… 27
Lampiran 3. Sampling vegetasi alami di lahan bekas tambang kapur 28 Lampiran 4. Pengukuran pertumbuhan jenis tanaman sere lanjut
(Pulai/A. scholaris) 28
8
I. PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Lahan bekas tambang kapur memiliki karakteristik yang menghambat perkembangan
tanaman. Sebagian besar lahan tambang kapur merupakan kawasan karst yang mempunyai
fungsi ekologi sangat penting, salah satunya sebagai daerah konservasi air. Penanganan
lahan bekas tambang kapur secara baik dan benar merupakan kunci keberhasilan upaya
reklamasi lahan tersebut. Menurut Weissenhorn et al. (1995) untuk mereklamasi areal bekas
pertambangan, suksesi yang dipercepat merupakan tantangan yang harus dijawab dengan
melibatkan mikroba dan jenis tumbuhan setempat yang terbukti cocok dengan tapak.
Fungi mikoriza arbuskula (FMA) merupakan salah satu jenis mikroba tanah yang
mampu meningkatkan pertumbuhan tanaman melalui peningkatan ketersediaan dan
penyerapan hara dalam tanah. Tanaman yang berasosiasi dengan FMA dapat beradaptasi
dengan baik pada lahan-lahan tambang yang kondisi haranya sangat terbatas. Faktor kritis
lain dalam revegetasi lahan tambang dan merupakan salah satu kemampuan FMA adalah
toleransi terhadap kekeringan. Mosse et al. (1981) menyatakan bahwa fase bibit merupakan
fase yang sangat tergantung pada mikoriza. Dengan demikian pengadaan bibit dari jenis
tumbuhan yang sesuai dengan tapak dan berasosiasi dengan FMA merupakan salah satu
kunci dalam keberhasilan rehabilitasi lahan bekas tambang.
Namun, inokulum FMA yang digunakan sebaiknya merupakan FMA yang adaptif di
lokasi tersebut. Menurut Killham dalam Ervayenri (2005), faktor-faktor yang mempengaruhi
keberhasilan penggunaan inokulum mikroba di dalam tanah adalah faktor produksi
inokulum, sifat-sifat tanah dan iklim serta kompetisi oleh beberapa jenis mikroba lain di
lingkungannya. Dengan demikian keefektifan simbiosis antara mikrobion dan inangnya
dipengaruhi oleh faktor iklim dan tanah di lingkungannya serta kompatibilitas antara
inokulum dan tanaman inang. Berdasarkan hal tersebut maka di lahan bekas tambang
kapur, FMA indigen lebih efektif bersimbiosis karena sudah adaptif terhadap kondisi
lingkungannya. Pfleger et al. (1994) menyatakan FMA indigen merupakan kandidat inokulum
terbaik untuk reinokulasi dalam upaya reklamasi lahan bekas tambang. Untuk itu penelitian
bioprospeksi FMA yang meliputi status FMA indigeneus pada lahan bekas tambang kapur
yang kemudian dilanjutkan dengan isolasi dan produksi inokulum FMA indigen serta uji
efektivitas inokulum FMA tersebut dalam meningkatkan pertumbuhan tanaman di
persemaian dan lapangan perlu dilakukan serta identifikasi efek katalitik pembentukan
pertanaman awal bermikoriza terhadap suksesi alami di lahan bekas tambang kapur.
Bioprospeksi dalam penelitian ini didefinisikan sebagai kegiatan mengekplorasi, mengoleksi,
9
meneliti, dan memanfaatkan makhluk hidup (mikroorganisme) secara sistematis guna
mendapatkan sumber-sumber baru mikroganisme yaitu FMA yang memiliki nilai ilmiah,
komersial dan bermanfaat bagi kehidupan manusia. Pada akhirnya dari hasil penelitian ini
dapat diperoleh isolat FMA indigeneus dan informasi peran FMA tersebut dalam suksesi di
lahan bekas tambang kapur sehingga dapat digunakan dalam teknologi rehabilitasi lahan
bekas pertambangan kapur yang berwawasan lingkungan
B. Tujuan dan Sasaran
Tujuan
Tujuan umum penelitian ini adalah mengidentifikasi peran dan efektivitas pemanfaatan
FMA indigeneus dalam bioreklamasi lahan bekas tambang kapur.
Tujuan kegiatan penelitian tahun 2015 ini adalah :
- Mengevaluasi efektivitas FMA terhadap respon pertumbuhan tanaman Alstonia.
scholaris dan Tectona grandis di lahan bekas tambang kapur
Sasaran
− Tersedianya data pertumbuhan jenis sere lanjut (A. scholaris dan T.grandis) umur 12 bulan
C. Luaran
- informasi pertumbuhan jenis sere lanjut (A. scholaris dan T.grandis)
- Demplot uji coba FMA pada reklamasi lahan bekas tambang kapur seluas ± 0,95 ha
10
D. Hasil Penelitian Sebelumnya
Tabel 1. Matrik kegiatan dan hasil penelitian tahun sebelumnya (2008 - 2013)
No Tahun Judul Kegiatan Hasil Keterangan
1
2008
Eksplorasi FMA pada lahan bekas tambang kapur di Sulawesi
- identifikasi dan status FMA indigen (kerapatan spora) di tanah bekas tambang kapur
- isolasi FMA indigen dan pembuatan inokulumnya
- teridentifikasi 3 jenis FMA indigen pada lahan bekas tambang kapur PT Semen Tonasa yaitu Acaulospora sp, Gigaspora sp dan Glomus sp.
- Acaulospora sp memiliki kepadatan spora tertinggi pada tanah bekas tambang kapur PT. Semen Tonasa
- Empat jenis tumbuhan pioner (Cromolaena odorata, Lantana camara, Acacia auriculiformis dan Muntingia calabura) yang tumbuh di lahan bekas tambang kapur PT. Semen Tonasa terkolonisasi FMA. Lantana camara mempunyai persen kolonisasi FMA tertinggi dan kerapatan spora FMA tertinggi
- isolasi dan pembuatan inokulum FMA indigen dari lahan bekas tambang kapur PT. Semen Tonasa dihasilkan 2 jenis inokulum FMA yaitu Acaulospora sp dan Gigaspora sp. Sedangkan untuk jenis FMA indigen Glomus sp. Tidak dapat dibuat inokulum karena kurangnya jumlah spora dan kematian tanaman inang pada saat tahap kultur spora tunggal
2 2009 Aplikasi FMA untuk bioreklamasi lahan bekas tambang kapur di Sulawesi
- Uji efektivitas inokulumFMA indigen dari lahan bekas tambang kapur terhadap pertumbuha 5 jenis tanaman (pulai, akasia, jati, bitti dan kersen) di persemaian
- Inokulasi FMA indigen dari lahan bekas tambang kapur meningkatkan pertumbuhan tinggi, diameter batang, biomassa, indek mutu bibit dan serapan P semai bitti (V. cofassus), akasia (A.auriculiformis), jati (T. grandis), kersen (M. calabura) dan pulai (A. scholaris)
- FMA mix memberikan
peningkatan pertumbuhan terbaik untuk semai V. cofassus, Acaulospora sp dan Mix memberikan peningkatan pertumbuhan terbaik untuk semai akasia, sedang untuk semai kersen, jati dan pulai inokulasi dengan Acaulospora sp memberikan peningkatan pertumbuhan terbaik.
3 2010 Bioprospeksi Fungi Mikoriza Arbuskula
- Uji efektivitas inokulum FMA
- inokulasi FMA indigen menghasilkan pertumbuhan
11
(FMA) untuk Bioreklamasi Lahan Bekas Tambang Kapur
Indigen dilahan bekas tambang kapur pada tanaman pioner S. Sericea dan kualitas tanah
tanaman umur 3 bulan yang lebih baik dibanding tanaman yang tidak diinokulasi FMA dan yang diinokulasi FMA non indigen. Inokulasi dengan jenis FMA Acaulospora sp. menghasilkan pertumbuhan tanaman terbaik.
- revegetasi dengan tanaman cover crop meningkatkan kualitas biologi tanah tetapi tidak meningkatkan kualitas kimia tanah. Revegetasi dengan tanaman pioner meningkatkan kualitas biologi dan kimia tanah lahan bekas tambang kapur.
4 2011 Bioprospeksi Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) untuk Bioreklamasi Lahan Bekas Tambang Kapur
- Uji efektivitas inokulum FMA Indigen dilahan bekas tambang kapur pada tanaman pioner S. Sericea dan Vitex cofassus serta kualitas tanah
- Tanaman S. sericea yang diinokulasi FMA indigen memberikan respon pertumbuhan tinggi, diameter dan kadar P daun umur 6,9 dan 12 bulan di lapangan yang lebih baik dibanding tanaman yang tidak diinokulasi FMA dan yang diinokulasi FMA non indigen. Inokulasi FMA indigen Mix (campuran jenis Acaulospora sp. dan Gigaspora sp) menghasilkan pertumbuhan tinggi terbaik pada umur 6, 9 dan 12 bulan Inokulasi FMA indigen jenis Gigaspora sp menghasilkan respon pertumbuhan diameter terbaik pada umur 6, 9 dan 12 bulan.Untuk kadar P daun, inokulasi dengan Acaulospora sp memberikan hasil terbaik pada umur 6 bulan. Sedang pada umur 9 bulan, kadar P daun terbaik dihasilkan oleh tanaman yang diinokulasi Gigaspora sp. Untuk biomassa daun, inokulasi FMA mix memberikan hasil terbaik pada umur 6 bulan dan Acaulospora sp pada umur 9 bulan
- Tanaman V. cofassus yang diinokulasi FMA indigen memberikan respon pertumbuhan tinggi dan diameter umur 3 - 6 bulan di lapangan yang lebih baik dibanding tanaman yang tidak diinokulasi FMA dan yang diinokulasi FMA non indigen. Inokulasi FMA indigen jenis Acaulospora sp. menghasilkan pertumbuhan tinggi dan diameter terbaik pada umur 3 bulan. Inokulasi FMA indigen Mix menghasilkan
12
respon pertumbuhan tinggi terbaik pada umur 6 bulan. Sedang inokulasi FMA indigen jenis Gigaspora sp. menghasilkan respon pertumbuhan diameter terbaik pada umur 6 bulan
- Revegetasi dengan tanaman S.sericea dan V. cofassus setelah 6 bulan meningkatkan kualitas biologi dan kimia tanah lahan bekas tambang kapur
5. 2012 Bioprospeksi Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) untuk Bioreklamasi Lahan Bekas Tambang Kapur
- Uji efektivitas inokulum FMA Indigen dilahan bekas tambang kapur pada tanaman pioner S. Sericea dan Vitex cofassus serta kualitas tanah
- Tanaman S. sericea yang diinokulasi FMA indigen,secara umum memberikan respon pertumbuhan tinggi, diameter , kadar P dan berat kering daun umur 15, 18 dan 21 bulan di lapangan yang lebih baik dibanding tanaman yang tidak diinokulasi FMA dan yang diinokulasi FMA non indigen, demikian juga respon pertumbuhan tanaman V. cofassus tinggi dan diameter umur 9,12,15 dan 18 bulan - Revegetasi lahan bekas tambang kapur setelah 18 -21 bulan menunjukkan populasi mikroba tanah (jamur dan bakteri) yang lebih meningkat. Sedang untuk peningkatan kualitas kimia tanah, peningkatan yang nyata nampak setalah 21 bulan revegetasi
6. 2013 Bioprospeksi Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) untuk Bioreklamasi Lahan Bekas Tambang Kapur
- Uji efektivitas inokulum FMA Indigen dilahan bekas tambang kapur pada tanaman V. cofassus dan identifikasi efek katalitiknya
Tanaman V. cofassus yang diinokulasi FMA indigen memberikan respon pertumbuhan tinggi dan diameter umur 24, 27 dan 30 bulan di lapangan yang lebih baik dibanding tanaman yang tidak diinokulasi FMA dan yang diinokulasi FMA non indigen. Inokulasi FMA indigen jenis Gigaspora menghasilkan pertumbuhan tinggi dan diameter terbaik. Untuk kadar P daun dan Biomassa daun, inokulasi Mix menghasilkan respon terbaik Revegetasi lahan bekas tambang kapur setelah 30 bulan menunjukkan populasi mikroba tanah (jamur dan bakteri) yang lebih meningkat dan perbaikan kualitas kimia tanah
7. 2014 Bioprospeksi Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) untuk Bioreklamasi Lahan Bekas Tambang Kapur
- Uji efektivitas inokulum FMA Indigen dilahan bekas tambang kapur pada tanaman V. cofassus dan
- Inokulasi FMA pada tanaman V. cofassus di lahan bekas tambang kapur meningkatkan pertumbuhan tanaman umur 36 bulan, dimana Inokulasi dengan Gigaspora sp. menunjukkan respon pertumbuhan diameter dan tinggi terbaik,
13
identifikasi efek katalitiknya
sedangkan inokulasi dengan FMA Mix (campuran Gigaspora dan Acaulospora) menunjukkan respon biomassa daun, kadar P daun dan tingkat kolonisasi FMA terbaik.
- Pertanaman dan introduksi mikoriza memberikan efek katalitik terhadap percepatan suksesi alam di lahan tambang kapur, yang ditunjukkan melalui keanekaragaman tumbuhan alami yang lebih tinggi, meningkatnya kualitas tapak secara fisik, kimia dan biologi, dan pertumbuhan tanaman sere lanjut yang lebih baik.
14
II. METODE PENELITIAN
A. Rancangan Penelitian
Efek katalitik pertanaman awal dan FMA terhadap suksesi alami di lahan
bekas tambang kapur
Rancangan percobaan di lapangan yang diterapkan adalah rancangan acak
kelompok/Randomized Complete Block Design (RCBD). Jumlah blok adalah 3 dengan
perlakuan 3 yaitu areal pertanaman bermikoriza (Gambar 1), tanpa mikoriza dan kondisi
alami/plot referensi. Jumlah ulangan untuk setiap jenis tanaman adalah 30 tanaman,
sehingga jumlah unit percobaan untuk setiap jenis tanaman adalah 3 x 3 x 30 = 270
tanaman. Total unit percobaan untuk 2 jenis tanaman (A. scholaris dan T.grandis) adalah
270 x 2 = 540 tanaman.
Areal kondisi alami/plot referensi digunakan sebagai pembanding karena diduga
plot pertanaman tanpa mikoriza telah mengalami katalitik efek disebabkan letak plot
tersebut berdampingan dengan plot tanaman bermikoriza. Rencana denah pertanamannya
tersaji pada Gambar 2 dan 3.
B. Bahan dan Peralatan Bahan yang digunakan dalam penelitian adalah pertanaman awal yang terdiri dari
tumbuhan cover crop dan V. cofassus.yang diinokulasi FMA, tanaman T. grandis dan A.
scholaris pada areal pertanaman awal dan areal kondisi alami (plot referensi), sampel tanah,
sampel akar, sampel tumbuhan, benih cover crop (Centrosema pubescen), benih A.
scholaris. Bahan kimia berupa alkohol 50%, KOH 10%, aquades, larutan HCl 2%, asam
laktat, acid fuchsin dan larutan hipoklorit 2,5%. Alat yang digunakan yaitu linggis kecil,
kantong plastik, ring sample, dan sekop untuk pengambilan sampel tanah dan akar.
Mikroskop, objeck glass dan deck glass, otoclaf, cawan petri, gelas ukur, erlenmeyer, pipet
tetes, pipet makro, ayakan tanah, timbangan digital dan oven listrik untuk, pengamatan
kolonisasi FMA dan biomassa bahan organik. Corong Barlese Tulgren yang dimodifikasi
untuk ekstraksi mesofauna, mistar untuk pengukuran ketebalan seresah, Galah ukur dan
kaliper untuk pengamatan pertumbuhan tinggi dan diameter.
15
Gambar 2. Denah pertanaman pada areal pertanaman bermikoriza dan tanpa mikoriza
4 3 2 1 5 4 3 2 1 5 4 3 2 1 5 4 3 2 1 5 4 3 2 1 ♣ ♣ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ♣ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ♣ ♣ 1 ♣ ♣ ♣ ♣ ○ ♣ ♣ ♣ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ♣ ♣ 2 ♣ ♣ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ♣ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ♣ ♣ 3 ♣ ♣ ♣ ♣ ○ ♣ ♣ ♣ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ♣ ♣ 4 ♣ ♣ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ♣ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ♣ ♣ 5 ♣ ♣ ♣ ♣ ○ ♣ ♣ ♣ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ♣ ♣ 6 ♣ ♣ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ♣ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ♣ ♣ .. ♣ ♣ ♣ ∆ ♣ ∆ ♣ ♣ ♣ ♣ ∆ ♣ ∆ ♣ ♣ ♣ 13 ♣ ♣ ♣ ∆ ♣ ∆ ♣ ∆ ♣ ♣ ♣ ∆ ♣ ∆ ♣ ∆ ♣ ♣ ♣ 14 ♣ ♣ ♣ ∆ ♣ ∆ ♣ ♣ ♣ ♣ ∆ ♣ ∆ ♣ ♣ ♣ 15 ♣ ♣ ♣ ∆ ♣ ∆ ♣ ∆ ♣ ♣ ♣ ∆ ♣ ∆ ♣ ∆ ♣ ♣ ♣ .. ♣ ♣ ♣ ∆ ♣ ∆ ♣ ♣ ♣ ♣ ∆ ♣ ∆ ♣ ♣ ♣ .. ♣ ♣ ♣ ∆ ♣ ∆ ♣ ∆ ♣ ♣ ♣ ∆ ♣ ∆ ♣ ∆ ♣ ♣ ♣ 25 ♣ ♣ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ♣ ♣ ♣ ♣ 1 ♣ ♣ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ♣ ♣ ♣ ♣ ♣ 2 ♣ ♣ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ♣ ♣ ♣ ♣ 3 ♣ ♣ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ♣ ♣ ♣ ♣ ♣ 4 ♣ ♣ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ♣ ♣ ♣ ♣ 5 ♣ ♣ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ♣ ♣ ♣ ♣ ♣ 6 ♣ ♣ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ♣ ♣ ♣ ♣ .. ♣ ♣ ♣ ∆ ♣ ∆ ♣ ∆ ♣ ∆ ♣ ∆ ♣ ♣ ♣ ♣ ♣ ♣ 13 ♣ ♣ ♣ ∆ ♣ ∆ ♣ ∆ ♣ ∆ ♣ ∆ ♣ ♣ ♣ ♣ ♣ 14 ♣ ♣ ♣ ∆ ♣ ∆ ♣ ∆ ♣ ∆ ♣ ∆ ♣ ♣ ♣ ♣ ♣ ♣ 15 ♣ ♣ ♣ ∆ ♣ ∆ ♣ ∆ ♣ ∆ ♣ ∆ ♣ ♣ ♣ ♣ ♣ .. ♣ ♣ ♣ ∆ ♣ ∆ ♣ ∆ ♣ ∆ ♣ ∆ ♣ ♣ ♣ ♣ ♣ ♣ .. ♣ ♣ ♣ ∆ ♣ ∆ ♣ ∆ ♣ ∆ ♣ ∆ ♣ ♣ ♣ ♣ ♣ 25 ♣ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ♣ ♣ ♣ ♣ ○ ♣ ○ ♣ 1 ♣ ♣ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ♣ ♣ ♣ ♣ ○ ♣ ○ 2 ♣ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ♣ ♣ ♣ ♣ ○ ♣ ○ ♣ 3 ♣ ♣ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ♣ ♣ ♣ ♣ ○ ♣ ○ 4 ♣ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ♣ ♣ ♣ ♣ ○ ♣ ○ ♣ 5 ♣ ♣ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ♣ ♣ ♣ ♣ ○ ♣ ○ 6 ♣ ♣ ○ ♣ ○ ♣ ♣ ♣ ♣ ♣ ○ ♣ ○ ♣ .. ♣ ♣ ♣ ∆ ♣ ∆ ♣ ♣ ♣ ♣ ♣ ∆ ♣ ∆ 13 ♣ ♣ ∆ ♣ ∆ ♣ ♣ ♣ ♣ ♣ ∆ ♣ ∆ ♣ 14 ♣ ♣ ♣ ∆ ♣ ○ ♣ ♣ ♣ ♣ ♣ ∆ ♣ ∆ 15 ♣ ♣ ∆ ♣ ∆ ♣ ♣ ♣ ♣ ♣ ∆ ♣ ∆ ♣ .. ♣ ♣ ♣ ∆ ♣ ∆ ♣ ♣ ♣ ♣ ♣ ∆ ♣ ∆ .. ♣ ♣ ∆ ♣ ∆ ♣ ♣ ♣ ♣ ♣ ∆ ♣ ∆ ♣ 25 Keterangan: = plot FMA Glomus = plot FMA Gigaspora = plot FMA Acaulospora = plot FMA Mix = plot Kontrol/tanpa FMA ♣ = V. cofassus (tanam 2011) ○ = A. scholaris (tanam awal 2014)
∆ = T. grandis (tanam awal 2014)
Blok I
Blok III
Blok II
16
Gambar 3 : Denah Pertanaman pada areal kondisi alami/plot referensi
1 2 3 .. 9 10 11 1 2 3 .. 15 16 17 18 1 2 3 .. 11 12 13 1 ○ ○ ○ ○ 1 ○ ○ ○ ○ 1 ○ ○ ○ ○ 2 ○ ○ ○ 2 ○ ○ ○ ○ 2 ○ ○ ○ 3 ○ ○ ○ ○ 3 ○ ○ ○ ○ 3 ○ ○ ○ ○ 4 ○ ○ ○ 4 ○ ○ ○ ○ 4 ○ ○ ○ 5 ○ ○ ○ ○ 5 ∆ ∆ ∆ ∆ 5 ○ ○ ○ ○ 6 ○ ○ ○ 6 ∆ ∆ ∆ ∆ 6 ∆ ∆ ∆ 7 ∆ ∆ ∆ ∆ 7 ∆ ∆ ∆ ∆ 7 ∆ ∆ ∆ ∆ 8 ∆ ∆ ∆ 8 ∆ ∆ ∆ ∆ 8 ∆ ∆ ∆ 9 ∆ ∆ ∆ ∆ 9 ∆ ∆ ∆ ∆ 10 ∆ ∆ ∆ 10 ∆ ∆ ∆ 11 ∆ ∆ ∆ ∆ 11 ∆ ∆ ∆ ∆ 12 ∆ ∆ ∆ 13 ∆ ∆ ∆ ∆
Keterangan:
○ = Alstonia scholaris (tanam awal 2014)
∆ = Tectona grandis (tanam awal 2014)
C. Lokasi Penelitian
Lokasi demplot di areal bekas tambang kapur PT. Semen Tonasa Quarry A seluas
±0,95 ha (areal plot pertanaman bemikoriza dan tanpa mikoriza 0,75 sedang areal plot
referensi 0,2). Inventarisasi tumbuhan pioner dilakukan di lahan bekas tambang quarry
A. Berdasarkan wilayah administrasi pemerintahan, Tambang Kapur PT. Semen Tonasa
berada di desa Biringere, kecamatan Bungoro, Kabupaten Pangkep, Sulawesi Selatan.
Secara umum wilayah tersebut memiliki topografi datar hingga bergunung. Pegunungan
terbentuk dari batuan kapur dan membentuk barisan Karst. Menurut peta geologi batuan
penyusun barisan pegunungan tersebut adalah batu kapur Formasi Tonasa. Tanah pada
lereng-lereng bukit merupakan jenis tanah Lithosol (Entisol) yang berasal dari bahan
induk batu gamping yang didominasi oleh kalsium dan magnesium. Pada bagian bawah
dari bukit-bukit tersebut ditemukan tanah Mediteran – Merah – Kuning (Alfisol) yang
berasal dari bahan induk tufa vulkan masam dan tanah Aluvial (Entisol) yang berasal dari
bahan induk endapan liat dan pasir (Anonim, 1992).
Blok I Blok II
Blok III
17
D. Prosedur Penelitian
Mengidentifikasi efek katalitik introduksi pertanaman awal dan FMA terhadap pergantian
sere yang dilakukan melalui penelitian evaluasi perkembangan jenis tanaman sere-sere
lanjut di lahan bekas tambang kapur. Penelitian dilakukan secara eksperimental di lapangan
(lahan bekas tambang kapur) yaitu melakukan penanaman pada areal pertanaman
bermikoriza, areal pertanaman tidak bermikoriza dan areal kondisi alami di lahan bekas
tambang kapur sebagai plot referensi (reference site). Plot referensi digunakan sebagai
pembanding karena diduga areal pertanaman tanpa mikoriza telah mengalami efek katalitik
dari perlakuan inokulasi FMA karena letak areal tersebut berdampingan dengan areal
pertanaman bermikoriza. Jenis tanaman yang dipilih adalah yang mempunyai tingkatan sere
sama dengan jenis tanaman yang sudah ada pada areal pertanaman awal (A. scholaris) dan
yang tingkatan serenya lebih tinggi, sesuai dengan kondisi dan iklim setempat, serta
mempunyai nilai ekonomi tinggi (T. grandis). Hasil dari penelitian ini akan diperoleh
informasi keberhasilan perkembangan jenis-jenis tanaman sere lanjut akibat introduksi
pertanaman awal bermikoriza yang menunjukkan terjadinya akselerasi proses suksesi di
lahan bekas tambang kapur. Kegiatan yang dilakukan meliputi pengamatan pertumbuhan
jenis pulai (A. scholaris) dan jati (T. grandis) pada areal pertanaman bermikoriza, tanpa
mikoriza dan kondisi alami (plot referensi). Parameter pertumbuhan yang diamati adalah
pertambahan tinggi dan diameter umur 12 bulan di lapangan.
E. Analisa Data Data pengamatan pertumbuhan tanaman V. cofassus yang diperoleh dianalisis
dengan uji F (analisis varian). Apabila hasil uji F berbeda nyata maka dilanjutkan dengan
uji jarak berganda Duncan (BNJD). Analisis data menggunakan program SPSS 17.
Model statisitik yang digunakan pada analisis data menurut Gaspers (1994)
adalah sebagai berikut:
rij
ti
ijjiuYij
...,2,1
,...,2,1
==
+++= εβτ
Dimana :
Yij = nilai pengamatan dari perlakuan ke-1 dalam kelompok ke-j u = nilai tengah populasi (population mean) τi = pengaruh aditif dari perlakuan ke-i βj = pengaruh aditif dari kelompok ke-j ϵij = pengaruh galat percobaan dari perlakuan ke-I pada kelompok ke-j
18
III. HASIL DAN PEMBAHASAN
Perkembangan tanaman sere lanjut diamati melalui pertumbuhan jenis tanaman
pulai dan jati pada areal bermikoriza, tanpa mikoriza dan referensi/kondisi alami.
Pertumbuhan tanaman pulai (A. scholaris) dan jati (T. grnadis) di lahan bekas tambang
kapur pada tipe areal yang berbeda tersaji pada Gambar 3 dan 4
Gambar 3. Pertumbuhan tinggi dan diameter tanaman pulai umur 12 bulan di lapangan Keterangan: K= tanaman pulai di areal tanpa inokulasi mikoriza; Mix= tanaman pulai di
arealyang diinokulasi mikoriza; referensi= tanaman pulai di areal kondisi alami Tanaman pulai dan jati yang ditanam pada areal pertanaman bermikoriza mempunyai
pertumbuhan tinggi dan diameter yang lebih baik dibanding yang tumbuh diareal
pertanaman tanpa mikoriza, terlebih lagi bila dibandingkan pada areal kondisi alami. Kondisi
yang sama terjadi juga pada respon pertumbuhan tanaman jati.
46.5
47
47.5
48
48.5
49
49.5
50
50.5
51
51.5
K Mix referensi
Tin
gg
i (c
m)
perlakuan
9
9.1
9.2
9.3
9.4
9.5
9.6
9.7
9.8
9.9
K Mix referensi
dia
me
ter
(mm
)
perlakuan
19
Gambar 1. Pertumbuhan tinggi dan diameter tanaman pulai umur 12 bulan di lapangan Keterangan: K= tanaman pulai di areal tanpa inokulasi mikoriza; Mix= tanaman pulai di
arealyang diinokulasi mikoriza; referensi= tanaman pulai di areal kondisi alami
Tanaman pulai dan jati yang ditanam tidak diinokulasi FMA. Hal tersebut bertujuan untuk
mengetahui apakah introduksi FMA pada pertanaman awal bisa menjadi sumber propagul
atau inokulan bagi komunitas selanjutnya. Pertumbuhan tanaman pulai dan jati pada lahan
bekas tambang kapur menunjukkan pertambahan tinggi dan diameter yang lebih baik pada
areal tanaman bermikoriza dibanding pada areal referensi dan pertanaman tanpa mikoriza.
Hal ini menunjukkan ada efek katalitik introduksi pertanaman dan FMA terhadap
pertumbuhan tanaman sere lanjut walaupun tidak berbeda nyata.
Puschel et al. (2007) menyatakan hifa ekstra radikal FMA yang tumbuh dari akar
tanaman bermikoriza di lahan bekas tambang batubara mampu mengolonisasi akar tanaman
lain yang tidak diinokulasi FMA, bahkan apabila tanaman lain tersebut merupakan golongan
0
5
10
15
20
25
30
35
40
45
K Mix referensi
tin
gg
i (c
m)
perlakuan
0
2
4
6
8
10
12
14
16
K Mix referensi
dia
me
ter
(mm
)
perlakuan
20
tanaman non mycotrophic . Dengan demikian kehadiran FMA mempengaruhi koeksistensi
tumbuhan dominan, struktur komunitas dan kemajuan suksesi tanaman. Pada Tabel 9 dan
10 menunjukkan tanaman pulai dan jati yang tidak diinokulasi FMA mempunyai respon
pertumbuhan yang lebih baik pada areal pertanaman bermikoriza dibanding areal lain. Hal
tersebut diduga karena adanya pengaruh FMA yang diinokulasi pada pertanaman awal. Hifa
ekstra radikal FMA yang tumbuh dari akar pertanaman awal diduga menjadi sumber
inokulan bagi tanaman yang tumbuh di sekitar pertanaman awal.
IV. KESIMPULAN
Pertanaman dan introduksi mikoriza memberikan efek katalitik terhadap percepatan suksesi
alam di lahan tambang kapur, yang ditunjukkan melalui pertumbuhan tanaman sere lanjut
(pulai dan jati) yang lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 1992. Laporan Studi Evaluasi Lingkungan Pabrik Semen Tonasa. Ujung Pandang. PT. Semen Tonasa (tidak dipublikasikan).
Bowen, G,D dan S.E Smith. 1981. The Effects of Mycorrhizas on Nitrogen Uptake by Plants. In F.E Clarks and T. Rosswall (Ed.). Terresterial Nitrogen Cycles. Processes, Ecosystem Strategies and Management Impacts. Swedish National Science Research Council, Stockholm. Ecol. Bull
Cardoso, I.M dan T.W. Kuyper.2006. Mycorrhizas and Tropical Soil Fertility. Journal of
Agriculture Ecosystem and Management. 116: 72 – 84 Ervayenri. 2005. Pemanfaatan Fungi Mikoriza Arbuskula (FMA) dan Tanaman Indigenous
untuk Revegetasi Lahan Tercemar Minyak Bumi. Disertasi. Institut Pertanian Bogor (tidak dipublikasikan).
Gaspersz, V. (1991). Metode Perancangan Percobaan. Bandung: CV. Armico. Haselwandter, K dan G.D. Bowen. 1996. Mycorrhizal Relation in Trees for Agroforestry and
Land Rehabilitation :Review Paper. Journal of Forest Ecology and Management. 81: 1 – 17.
Hodge, D. Robinson and A. H. Fitter. 2000. An Arbuscular Mycorrhizal Inoculum Enhances
Root Proliferation in, but not NitrogenCapture from, Nutrient-Rich Patches in Soil. New Phytologist, Vol. 145, No. 3, pp: 575-584
21
Hazarika, P., N.C. Talukdar, dan Y.P. Singh. 2006. Natrual Colonization of Plant Species on Coal Mine Spoils at Tikak Colliery, Assam. Tropical Ecology 47 (1): 37 – 46
Kimmin, J.P. 1997. Forest Ecology. Prentice – Hall, Inc. New Jersey. Mosse, B dan D.S. Hayman. 1980. Mycorrhizal in Agricultural Plants. dalam: Tropical
Mycorrhiza Research. Ed. Mikola.P. Clarendon Press Oxford. New York. 211 – 226. Orcutt, D.M dan E.T. Nielsen. 2000. Physiology of Plants Under Stress: Biotic Factor. John
wiley & Sons, Inc. Canada. Pfleger, F.L., E.L. Stewart dan R.K. Noyd. 1994. Role VAM Fungi in Mine Land Revegetation.
dalam: Pfleger, F.L dan R.G. Linderman. Penyunting. Mycorrhizae and Plant Health. The American Phytopatological Society. Minnesota.
Puschel, D., J. Rydlova dan M. Vosatka. 2007. Mycorrhiza Influence Plant Community
Structure in Succession on Spoil Bank. Basic And Applied Ecology. 8: 510 – 520. Raiesi, F_dan M. Ghollarata. 2006. Interactions between phosphorus availability and an AM
fungus (Glomus intraradices) and their effects on soil microbial respiration, biomass and enzyme activities in a calcareous soil. Pedobiologia 50, pp: 413—425
Smith. S.E dan D.J. Read. 2008. Mycorrhizal Symbiosis. Academic Press. Setyaningsih, L. 2007. Pemanfaatan Cendawan Mikoriza Arbuskula dan Kompos Aktif Untuk
Meningkatkan Pertumbuhan Semai Mindi (Melia azerdarach Linn.) pada Media Tailing Tambang Emas Pongkor. Tesis. Institut Pertanian Bogor. (tidak dipublikasi).
Straker, C.J., I.M Weierbye dan E.T.F Withowski. 2007. Arbuscular Mycorrhiza Status of Gold and Uranium Tailings and Surrounding of South Africa’s Deep Level Gold Mines: Roots Colonization and Spores Levels. South African Journal of Botany. 73: 218 – 225.
Uren, N.C., 2001 Types, Amount, and Possible Function of Compounds Released into Rhizosphere by Soil-Grown Plants. In Rhizosphere: Biochemistry and Organic Subtances at The Soil-Plant Interface. Editor: R. Pinton, Z. Varanini and P. Nannipieri. Marcel Dekker, Inc. New York. pp: 19-40.
Veresoglou, S.D., B. Chen, and M.C. Rillig. 2012. Arbuscular Mycorrhiza and Soil Nitrogen
Cycling. Soil Biology & Biochemistry 46, pp: 53 – 62 Weissenhorn, I., C dan Levyal, J. Berthelin. 1995. Bioavailability of Heavymetals and
Abudance of Arbuscular Mycorrhizal (AM) in Soil Polluted by Atmospheric Deposition from a Smelter. Bio. Fertil. Soil. 19: 22 – 28.
Wang, F.Y., X.G Lin dan R.Yin. 2007. Inoculation with Arbucular Mycorrhizal Fungus
Acaulospora mellea Decrease Cu Phytoextraction by Maize from Cu-Contamined Soil. Journal of Pedobiologia. 51: 99 – 109.
22
Lampiran 1: Pengukuran tinggi tanaman pulai
Lampiran 2: Pengukuran diameter tanaman jati
23
Lampiran 3. Tanaman jati dan pulai umur 12 bulan