Download pdf - Sundae coklat (preview)

Transcript
Page 1: Sundae coklat (preview)

Taufik Nur Rahmanda

Sundae Coklat Aku janji, aku akan menyelamatkanmu, hingga hati dan jiwaku

harus rusak sekalipun... Oppai-chan.

Sebuah kisah tentang dua murid baru kelas dua SMA

yang saling jatuh cinta dan rela melakukan apapun

demi melindungi satu sama lain.

Page 2: Sundae coklat (preview)

Untuk keluarga, teman-teman,

dan semua orang.

Page 3: Sundae coklat (preview)

1

1

Murid Pindahan

Suasana kelas seketika berubah menjadi ramai saat gadis berumur 16 tahun itu

berjalan memasuki ruangan kelas. Dia berhenti, berdiri di depan kelas, lalu mulai

memperkenalkan dirinya.

“Namaku Nina Claresta, nama panggilan Nina... aku suka menyanyi,”–dia

segera menundukkan badannya, rambutnya yang sangat panjang itu langsung

berjatuhan dari atas punggungnya, hingga ujungnya hampir menyentuh lantai –

“salam kenal....”

Dia kembali menegakkan badannya sambil membetulkan rambutnya.

Nina adalah siswi pindahan baru di SMA Yuruza—sekolah termewah dan

terfavorit di negara ini. Dia masuk di kelas dua C.

Nina sangat cantik, berkulit putih lembut. Wajahnya halus, bersih, bagaikan

bidadari dalam setiap mimpi lelaki. Matanya indah, berwarna hitam kebiruan,

sedangkan putih matanya masih benar-benar putih. Rambutnya hitam, begitu

halus, indah dan panjang sampai ke pantat, diikat twintail di kiri dan kanan atas

dengan pita putih. Poni depannya menutupi sebagian mata kirinya. Tubuhnya

begitu ideal. Ukuran buah dadanya yang tidak besar membuatnya sangat cocok

disebut ‘moe’1—dia benar-benar sempurna.

Selain itu, dari ekspresi wajah dan gayanya berbicara terlihat jelas bahwa

dia adalah perempuan yang santun.

Semua murid terpukau dengannya, tidak hanya laki-laki, tetapi semuanya.

Pak guru lalu mempersilakannya untuk memilih satu bangku yang masih kosong.

1 Istilah slang Jepang, dalam bahasa inggris bisa berarti ‘cute’, ’huggable’, atau ‘endearing’.

Menunjukkan karakteristik—umumnya perempuan usia belasan—yang membuat orang lain—terutama laki-laki—ingin memanjakannya, memeluknya dan menyayanginya.

Page 4: Sundae coklat (preview)

2

Nina mengucapkan terima kasih, lalu berjalan dari depan kelas menuju bangku

kosong yang ada di belakang.

Nina berjalan dengan santainya, dan wajahnya, seolah tak tahu kalau

semua mata sedang tertuju padanya... seharusnya dia tahu.

Ada tiga bangku kosong di belakang. Dia memilih bangku kosong yang

paling pinggir, dekat jendela.

Nina adalah perempuan yang pendiam dan kurang pandai bergaul.

Walaupun begitu, dia memiliki IQ 140.

Saat istirahat tiba, banyak yang berdatangan ke Nina. Pertama-tama

kerumunannya adalah para perempuan. Ada yang bertanya-tanya, mengajak

gabung klub, dan lain-lain. Lama-lama kerumunan diambil alih oleh para laki-laki,

dan lama-lama nyasar ke PDKT, nggombal, bla bla bla.

Akhirnya sang romeo pun datang untuk membubarkan kerumuman itu.

Sang romeo-nya tak lain adalah Rei—si ketua kelas/ketua klub piano/si selalu

ranking satu.

Di atas itu semua, Rei adalah cowok yang paling diidamkan di sekolah ini.

Rambutnya hitam lurus, kulitnya putih, badan dan lengannya berbentuk karena

rutin fitness. Dia adalah sosok cowok ideal yang populer di sekolah ini dan disukai

banyak siswi—terutama kelas satu dan dua.

Nina mengucapkan terima kasih pada Rei dengan santun. Dan mereka pun

saling bertatapan mata—tetapi itu hanya beberapa detik, hingga Rei diseret oleh

kedua temannya, Tama dan Alvin.

“Ayo ke kantin, woy.”

“Keburu selesai istirahatnya.”

“Weeeii.... Iya, sabar.”

Sebenarnya belum ada yang tahu pasti alasan Nina pindah ke kota ini. Saat

perkenalan tadi pak guru dan dia sendiri tidak bercerita. Saat ditanya, dia hanya

bilang bahwa keluarganya pindah rumah di kota ini. Tetapi sepertinya ada alasan

lain yang tidak ingin dia katakan.

Page 5: Sundae coklat (preview)

3

***

Hari telah berganti. Hari ini adalah hari rabu, tanggal 1 Mei 2013. Ternyata di

pagi yang cerah ini ada satu murid baru lagi, di kelas yang sama pula. Namun

sayangnya, kali ini murid barunya laki-laki.

“Aku Vian. Salam kenal.”

Begitulah murid pindahan baru itu memperkenalkan dirinya. Singkat dan

garing sekali. Vian berambut hitam, agak bergelombang. Warna kulitnya agak

gelap. Wajahnya begitu dingin—tanpa ekspresi. Tatapan matanya seolah ingin

membunuh orang.

Untuk beberapa detik, mata itu melihat ke Nina—entah apa alasannya.

Nina juga tampaknya terkejut, tetapi dia berusaha tetap tenang.

“Vian adalah murid pindahan dari SMA—”

Vian langsung berjalan menuju belakang ruangan kelas begitu saja, padahal

pak guru belum selesai berbicara. Dia langsung duduk di bangku kosong yang

pertama kali dia datangi. Kebetulan bangku kosong itu bersebelahan dengan

bangku Nina.

Huuft..., gumam Pak Aswan, guru fisika yang mengajar sekarang.

“—Ya sudah, kita langsung mulai pelajaran,” lanjutnya.

Pelajaran pertama pun dimulai.

Vian sangat misterus. Seperti ada hubungan misterius antara dia dan Nina.

Di jari tangan kirinya terlihat dia menggunakan cincin logam aneh—berbentuk

lingkaran besar, berkilau. Sifat Vian yang tidak banyak bicara membuat teman-

temannya tidak bisa tahu banyak tentang dirinya. Apalagi saat perkenalan tadi

pak guru juga malas untuk lanjut bercerita.

Saat istirahat, Nina diajak makan di kantin berempat sama teman-teman

perempuan—Leli, Rosa dan Felin.

Dan saat makan....

“Nin, kamu lagi mikir apa sih?” tanya Leli.

Page 6: Sundae coklat (preview)

4

“Enggak... nggak mikir apa-apa kok,” jawab Nina seraya menggelengkan

kepalanya, lalu langsung menyendok makanannya.

“Kamu kenal Vian? Dia kayaknya lihat kamu sebentar waktu perkenalan

tadi,” ujar Rosa.

“Iya, Nin, apa hubunganmu sama Vian?” tanya Leli.

Nina terdiam sejenak, berpikir.

“Entahlah, aku belum kenal dia, tapi aku melihatnya di mimpiku,” jawab

Nina sambil sedikit murung.

“Udah, nggak papa, mungkin tadi itu cuma kebetulan aja,” kata Rosa

sembari mengelus-elus rambut Nina di punggung.

“Gimana mimpinya? Cerita dong,” pinta Felin.

“Makanya itu... aku nggak gitu ingat... maaf ya....”

“Ya udah, kalo ingat cerita ya.”

Dari raut wajah Nina, sepertinya mimpi itu bukan mimpi indah.

***

Saat pulang sekolah, Nina berjalan sendirian sambil HP-an. Tanpa diduga, tiba-

tiba Vian memegang pundak Nina dari belakang dan memanggilnya.

“Nina.”

Sontak jantung Nina berdegup. Nina pun menoleh pada Vian yang sepuluh

senti lebih tinggi darinya. Dia berusaha tenang dan melakukan keahliannya

(wajah innocent mode : ON). Sekarang mereka berdua sama-sama berwajah

tanpa ekspresi, walaupun nyatanya berbeda jauh banget. Yang satu berwajah

ingin membunuh, dan satunya berwajah cantik innocent.

Kontak mata terjadi selama beberapa detik antara mereka. Suasana

menjadi hening untuk sejenak. Vian sepertinya tidak tertarik melihat mata dan

wajah bening milik seorang perempuan cantik. Ia pun segera memalingkan

wajahnya dan melepas tangannya dari pundak Nina.

“Jangan ikuti klub piano,” kata Vian.

Vian pun segera berjalan pergi meninggalkan Nina.

Page 7: Sundae coklat (preview)

5

Hah? Dia hanya ingin bilang itu...? Nina heran, terdiam, dan berpikir, tapi

bagaimana... dia bisa tahu?

Nina segera berlari mencari Vian, menuruni tangga dari lantai dua ke lantai

satu. Setelah sampai di bawah, dengan nafas terengah-engah, dia menoleh

mencari ke kiri dan ke kanan, tetapi dia tidak melihatnya.

“Di mana dia?” gumamnya.

Nina sedikit kecewa.

Memang benar, Nina berniat akan bergabung ke klub piano, tetapi dia

sama sekali belum menceritakannya ke siapa pun.

Nina terus bertanya-tanya dalam hati, kenapa dia tahu? Rei bilang tidak

ada satu pun di kelas yang tahu—selain Rosa dan Felin.

***

Keesokan harinya....

“Nina, coba kamu maju, kerjakan soal nomor satu,” kata Pak Amta, guru

matematika yang sedang mengajar sekarang.

Soal itu sangat sulit, tetapi Nina maju ke depan kelas dengan santainya.

Sekarang dia sudah berada di depan whiteboard. Dia mengambil spidol yang ada

di sana, membuka tutupnya, dan mulai mengerjakan. Dia mengerjakan soal itu

dengan cepat, membuat semua murid terkesima.

Sudah kuduga, hanya Nina yang bisa melampauiku, gumam Rei dalam hati

sembari tersenyum.

Pak Amta pun tersenyum bangga pada Nina.

“Ayo, nomor dua, siapa yang ingin menemani Nina di depan, silakan maju,”

ujar Pak Amta sembari tersenyum menggoda.

Soal nomor dua sama sulitnya dengan soal nomor satu yang dikerjakan

Nina. Tetapi tiba-tiba suasana kelas menjadi hening, dan hanya terdengar suara

pelan langkah sepatu—ada yang sedang maju.

Nina penasaran, siapa dia? Perempuan atau laki?

Page 8: Sundae coklat (preview)

6

Dan dia terkejut ketika mengetahui bahwa Vian-lah yang datang berdiri di

sebelah kanannya. Dengan wajah tanpa ekspresinya, Vian mengambil spidol dan

membuka tutupnya. Saat itu Nina sedikit heran karena tidak melihat ada cincin di

jari tangan kiri Vian seperti kemarin.

Di luar dugaan siapa pun, Vian berhasil menyelesaikan soal itu hanya dalam

dua puluh detik. Dia menulis jawaban, rumus-rumus, dan semua perhitungan

rumit dengan super cepat, tanpa mikir, tanpa melambat, dan tanpa perlu

menghapus—meskipun tulisannya setengah tulisan dokter.

Vian kembali menutup spidol, meletakkannya, dan kembali menuju

bangkunya—meninggalkan Nina yang masih belum selesai mengerjakan soal.

Nina, Rei, Pak Amta, dan semua yang ada di dalam kelas tercengang. Pak Amta

segera menuju ke belakang Nina sembari melepaskan kacamatanya, seakan tidak

percaya dengan matanya sendiri.

Nina baru selesai mengerjakan soalnya sepuluh detik setelahnya. Pak Amta

pun segera mengoreksi jawaban Nina dan Vian. Jawaban mereka berdua seratus

persen benar—dan semuanya syok.

***

Sekolah telah usai. Vian berjalan sendirian, dan ketika itu Nina melihatnya. Vian

tampak lesu. Nina diam-diam mengikutinya dari belakang sambil masih ragu—

apakah dia harus memanggilnya atau tidak.

Sambil mengikuti di belakang Vian, Nina terus-menerus bersuara dalam

hati. Dia jenius kah? Apa benar dia sepintar itu? Tidak mungkin, tadi dia

mengerjakan soal itu seperti tanpa perlu berpikir—itu khayal. Memangnya dia

kalkulator berjalan?

Dan entah kenapa tiba-tiba Vian berhenti.

“Ada yang ingin kamu tanyakan atau bicarakan?” tanya Vian.

Nina kaget karena Vian bisa tahu kalau dirinya mengikutinya di belakang.

Nina mundur satu langkah dan segera menundukkan kepalanya. Dia sebenarnya

Page 9: Sundae coklat (preview)

7

takut, tetapi seperti biasa, Nina selalu pintar dalam menyembunyikan

ekspresinya.

Vian segera berbalik menghadap ke Nina.

“Nggak papa, silakan, aku akan mendengar dan menjawab semampuku,”

lanjut Vian.

Vian berkata dengan ramah dan tersenyum. Dia begitu berbeda dari dirinya

yang seharusnya. Nina kembali dibuat syok olehnya.

“Siapa sebenarnya kamu?”

“Aku Vian, laki-laki, seorang murid baru yang berada di sekolah ini sehari

yang lalu. Berdasarkan tanggal lahir, umurku 16 tah—”

“Kenapa kemarin kamu melarangku bergabung di klub piano...? Apa

alasannya?” tanya Nina secara tiba-tiba.

“Untuk menyelamatkanmu,” jawab Vian serius.

Nina segera melihat ke wajah Vian, kemudian bertanya, “Apa maksudmu?”

Itu adalah kontak mata mereka yang kedua. Mereka terdiam selama lima

detik, lalu Vian menjawab, “Karena kau adalah pacarku. Kapan pun, di garis dunia

manapun aku berada, aku akan selalu melindungimu. Aku janji.”

Nina bingung, dia segera memalingkan arah pandangan matanya. “Kau ini

sedang menembakku atau apa? Aku bener-bener nggak paham,” kata Nina

dengan suara agak pelan.

Nina pun segera pergi berlari kecil meninggalkan Vian. Vian masih tetap

berdiri di tempatnya.

Aku janji, aku akan menyelamatkanmu, hingga hati dan jiwaku harus rusak

sekalipun... Oppai-chan, gumam Vian dalam hati.

Page 10: Sundae coklat (preview)

8

2

Berduaan

Malamnya, Vian dan Nina sms-an:

Vian: nina, apa kmu tetap akan gabung klub piano? (vian)

Nina: Iya, aq harus. Btw, dari mna km tau no q?

Vian: jangan nin, aku mohon...

Nina tidak menjawab, dan sms antara mereka berhenti di situ.

***

Ada sembilan belas macam klub bakat dan minat di SMA Yuruza, salah satunya

adalah piano. Jika dipikir-pikir, mungkin hanya SMA Yuruza-lah satu-satunya

sekolah yang memiliki klub seperti itu di negara ini.

Vian tak berminat bergabung di klub manapun, tetapi entah bagaimana dia

sangat tahu seluk-beluk klub piano yang diketuai oleh Rei itu. Sekarang ada tujuh

anggota di dalam klub itu, salah satunya seperti yang telah disebutkan, ketuanya,

Rei. Lalu wakilnya adalah Elena. Lima anggota lainnya adalah Dedi, Silviana, Ardi,

Rosa dan Felin.

Rosa dan Felin juga dari kelas dua C—yang biasa bersama Leli dan selalu

mengajak Nina ke kantin saat istirahat.

Sebenarnya ada satu anggota lagi, Falina, tetapi dia telah meninggal satu

minggu yang lalu.

***

Hari telah berganti. Hari ini adalah hari jumat tanggal 3 Mei 2013. Sejak pagi ini

Vian dan Nina tidak saling berbicara, dan entah kenapa itu membuat Nina jadi

merasa galau.

Page 11: Sundae coklat (preview)

9

Sore ini Nina sedang termenung. Dia sedang duduk sendirian di bangku

taman sekolah. Suasana di sana sepi, semua teman-temannya termasuk Vian

seharusnya sudah pulang ke rumahnya.

Siapa sebenarnya Vian itu?

Kenapa dia muncul di mimpiku bahkan sebelum aku melihatnya untuk

pertama kalinya?

Apa yang sebenarnya ingin ia sampaikan padaku?

...

Tetapi... bagaimanapun juga... aku harus tetap bergabung di sana, karena

itulah satu-satunya yang bisa dan harus kulakukan, pikir Nina.

Nina segera beranjak pergi menuju ruang pendaftaran klub. Akhirnya dia

pun sampai di gedung klub. Dia tak menyangka bertemu dengan Vian yang

sedang duduk di dekat pintu masuk.

Kenapa dia ada di situ? gumam Nina dalam hati, keheranan.

Nina berhenti ketika berada di dekatnya.

“Vian...?”

Vian sama sekali tidak mendongak menghadap wajah Nina, tetapi dia

segera memegang pergelangan tangan Nina.

“Nina, asal kamu tau, ini bukanlah satu-satunya yang bisa kamu lakukan,”

kata Vian.

“Aku mohon, jangan hentikan aku.” Nina menarik tangannya dari

cengkeraman tangan Vian, lalu lanjut berjalan memasuki gedung.

Air mata mengalir di pipi Vian. Dia menangis tanpa suara, sembari terus-

menerus bertanya dalam hati.

Apa yang harus kulakukan?

...

Tiba-tiba dia sedikit tertawa walau pipinya masih berlinang air mata.

...

Page 12: Sundae coklat (preview)

10

Lima belas menit kemudian, Nina keluar dari gedung klub. Vian masih tetap

ada di bangku dekat pintu masuk.

“Udah selesai daftarnya?” tanya Vian, kali ini dengan memandang wajah

Nina.

Dia berubah lagi? gumam Nina dalam hati.

“Udah,” jawab Nina singkat.

“Ayo aku traktir...”

“Hah?” Nina terkejut.

“Aku traktir sundae coklat. Mau gak?”

“Hmm... terserah,” jawab Nina pelan seraya memalingkan matanya.

“Ayo.” Vian segera berdiri dan menarik tangan Nina.

Mereka pun sampai di kantin sekolah. Di sana tidak terlalu ramai, dan

sekarang mereka sedang menikmati sundae coklatnya masing-masing.

“Terima kasih,” kata Nina pelan secara tiba-tiba.

“Sama-sama,” jawab Vian.

Sementara itu, di luar kantin ada dua laki-laki teman sekelas Vian dan Nina.

Mereka sangat kaget dan tidak menyangka ketika melihat Nina sedang berduaan

dengan Vian.

“Itu... Nina pacaran sama Vian?”

“What the pak! Serius?”

Selain mereka, ada satu lagi teman sekelas yang melihat Vian dan Nina.

Sebenarnya dia ada di dalam kantin, tetapi Vian dan Nina tidak menyadarinya.

Maklum, kantinnya terlalu luas, dan jarak mereka lumayan jauh. Orang itu adalah

Rei. Rei melihat mereka berdua dengan tatapan mata yang begitu tajam. Selang

beberapa lama, dia pun segera beranjak pergi.

“Mana cincin itu?” tanya Nina.

“Hmm?”

“Cincin yang kamu pakai sewaktu perkenalan.”

Page 13: Sundae coklat (preview)

11

“Oh, itu... itu cincin yang sangat penting bagiku, jadi nggak aku pakai. Aku

nggak ingin cincin itu sampai rusak.”

“Oh....”

Apa itu semacam jimatnya? Tetapi cincin itu keren, aku suka warna putih

perak seperti itu..., gumam Nina dalam hati.

Aku ingin punya juga....

Page 14: Sundae coklat (preview)

12

3

Semakin Jauh

Hari berganti lagi. Sekarang adalah hari sabtu tanggal 4 Mei 2013. Lagi-lagi Vian

mengajak Nina berjalan-jalan sepulang dari sekolah. Tetapi hanya sampai sore,

karena Nina bilang dia tidak boleh main sampai malam.

Lalu hari minggu juga. Cuaca begitu cerah seperti biasanya. Mereka berdua

berboncengan keliling kota dengan motor matic hitam milik Vian. Banyak tempat

indah di kota yang besar ini—mall, sungai, alun-alun, taman kota. Di taman kota

burung-burung, kucing dan kelinci berkeliaran bebas. Tidak akan ada orang yang

mengganggu binatang-binatang itu, apalagi menyakitinya.

Sekarang mereka berdua sedang duduk di kursi panjang taman, sambil

memakan es krim.

Nina sesekali melirik ke Vian yang duduk di sebelah kirinya.

“Vian, terima kasih ya....”

“Iya, Nina, sama-sama.”

Nina tersenyum senang sambil memandang rumput di sebelah kanan

bawahnya. Tanpa diduga tiba-tiba Vian mengusap pipi dan sudut bibir Nina,

membersihkan sisa es krim vanilla yang ada di sana.

Mereka saling diam beberapa lama.

“Kamu nggak pernah pakai cincin itu lagi?” tanya Nina.

“Enggak... sebenarnya aku berharap agar tidak memerlukannya lagi.”

“Kenapa gitu?”

“Kan itu cincinku, jadi terserah aku.”

Mereka pun saling diam lagi, lama sekali. Tak terasa sudah hampir sore.

Vian pun mengantar Nina pulang. Dalam lima belas menit akhirnya Vian berhasil

mengantar Nina sampai di depan pagar rumahnya.

Page 15: Sundae coklat (preview)

13

“Kamu kok sepertinya udah tau jalan ke rumahku?”

“Perasaanmu aja kali... kan tadi kamu yang kasih tau jalannya.”

“Iya, tapi—”

“Ok deh, sampai ketemu besok... Oppai-chan.”

Nina segera menundukkan kepalanya, pipinya memerah. “Jangan panggil

aku seperti itu,” ucap Nina pelan.

“Ja ne....”2

Nina dan Vian saling melambaikan tangan. Dan Vian juga segera pulang ke

rumahnya.

Semakin hari, Nina semakin dekat dan terikat dengan Vian. Gosip tersebar.

Semua teman laki-laki sekelasnya cemburu dengan Vian, meskipun sebagian

besar masih belum bisa percaya begitu saja.

Mana mungkin? Dua murid baru, laki-laki dan perempuan, baru saling

kenal belum ada seminggu tetapi sudah berpacaran?

“WHAT THE F*CK?!”

“Vian pasti senang banget bisa memilikinya.”

“Iya... pasti.”

“Kalau Nina sampai nangis gara-gara dia, ayo kita hajar dia! Sehabis-

habisnya! Demi Tu-haaaaan!”

“Haha, kan cuma gosip, belum tentu benar.”

“Wanjeng!”

“Nina... apa benar kamu berpacaran dengannya...?”

“Gak mungkin!”

“Jancuook!”

“Siswi baru kelas dua C yang cantik itu sudah berpacaran?! Aaagh... sial!”

“Iya, benar, katanya sih sama murid baru juga.”

“Nina, semoga kamu bahagia....”

2 Bahasa jepang, artinya ‘sampai ketemu lagi’.

Page 16: Sundae coklat (preview)

14

Itulah suara-suara yang bermunculan di SMA Yuruza dan di situs-situs

jejaring sosial sejak hari senin.

“Vian, maaf ya...,” kata Nina.

“Seharusnya aku yang bilang gitu.”

Entah kenapa Rei jadi semakin jauh dari Nina dan Vian. Nina dan Vian

sama-sama menyadarinya.

***

Hari Selasa, 7 Mei 2013, saat istirahat di kantin sekolah....

“Nina, kamu beneran pacaran sama si misterius itu?” tanya Rosa.

“Nggak kok.”

“Tuh, kan, itu cuma gosip gak bener... sabar ya, Nin...,” ujar Leli.

“Tapi kamu suka dia kan? Ayo ngaku...,” tanya Rosa lagi.

Nina hanya mengangguk. Dan semua yang satu meja dengan Nina—Leli,

Rosa dan Felin—kaget. Felin yang sedang minum pun langsung keselek dan

mengembalikan es jeruk dari mulutnya ke dalam gelas.

“Vian sangat baik. Dia selalu tahu apa yang kuinginkan. Dia selalu

menungguku, mengajakku... itu semua membuatku senang....

“Aku—”

“Kalau gitu, kamu harus segera menembaknya,” ujar Leli.

“Iya... Nin... good luck,” kata Felin terbata-bata karena habis keselek.

Nina tidak menjawab apa-apa. Dia hanya tersenyum malu.

Namun sejak hari itu, Nina tidak bisa meluangkan waktu bersama Vian

karena aktivitas klubnya yang semakin padat. Vian memakluminya.

Karena itu, siang ini saat pulang sekolah, Vian berjalan sendirian. Vian

sedang menuju parkiran, dan tiba-tiba dicegat empat teman sekelasnya.

“Kamu apain Nina? Kamu pelet ya? Heh?”

Vian tersenyum mengejek, lalu berkata, “Kalian cemburu?”

Salah satu dari mereka mendorong Vian hingga terhuyung, tetapi Vian

bertahan sehingga tidak sampai jatuh.

Page 17: Sundae coklat (preview)

15

“Berani-beraninya kamu bilang gitu!”

“Nina cinta aku, bukan kalian....”

Keempat berandalan kelas itu pun mengepalkan tangannya hingga

bergetar, siap mendaratkan pukulan ke wajah Vian.

“Hyaaa—!”

Lima menit kemudian, keempat berandalan kelas yang hendak menghajar

Vian tadi kini, entah bagaimana, terkapar lemas tak berdaya. Vian pun segera

pergi meninggalkan mereka.

***

Hari-hari berikutnya, Nina dan Vian sudah semakin jarang berduaan lagi.

“Maaf ya...,” kata Nina.

“Kenapa minta maaf segala? Nggak papa kok,” jawab Vian. “Lagian

memangnya kita udah jadian?”

“Ung....”

***

Hari sabtu tanggal 11 Mei 2013, jam tiga sore, Vian mengirim sms ke Nina. Pesan

singkat itu berisi: I love you

Dua menit kemudian, ada sms balasan dari Nina yang berisi: Love u too...

Aq terharu. Kuharap kmu sungguh2

Vian: iya, aku sungguh2 kok

Nina: Aq senang bisa jd milikmu...

Vian duduk termenung di pinggir ranjangnya. Dia memegang handphone

QWERTY hitamnya, dan tidak membalas sms lagi.

Dia seharusnya meninggal jam 18:19 nanti..., kata Vian dalam hati.

...

Pada jam 18:40, Nina dikabarkan telah meninggal dunia karena kecelakaan.

Nina tertabrak mobil hingga terjadi pendarahan di kepala. Dan dia meninggal

sekitar pukul 18:20 saat tengah perjalanan menuju rumah sakit—tepat seperti

yang dikatakan Vian dalam hati.

Page 18: Sundae coklat (preview)

16

“ ‘Let the girl die’ mission, accomplished! Hwahahahahah...!” Vian tertawa

terbahak-bahak di dalam kamarnya. Dia berdiri mengangkang, dengan kedua

tangannya berada di depan badannya.

Bab selanjutnya: #4 Misi Pertama