7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 1/319
i
UJI EFEKTIVITAS DAN FOTOSTABILITAS KRIM EKSTRAK
ETANOL 70 % TEH HITAM (Camell ia sinensis L.) SEBAGAI TABIR
SURYA SECARA I N VITRO
Skripsi
Diajukan Untuk Memenuhi Persyaratan Memperoleh
Gelar Sarjana Farmasi (S.Far.)
Oleh :
Syifa Octa Maulidia
NIM : 106102003375
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H/2010 M
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 2/319
ii
LEMBAR PERSETUJUAN SKRIPSI
NAMA : SYIFA OCTA MAULIDIA
NIM : 106102003375
JUDUL : UJI EFEKTIVITAS DAN FOTOSTABILITAS KRIM
EKSTRAK ETANOL 70 % TEH HITAM (Camell ia sinensis
L.) SEBAGAI TABIR SURYA SECARA I N VITRO
Disetujui oleh:
Pembimbing
Pembimbing I Pembimbing II
Farida Sulistiawati, M.Si., Apt Yuni Anggraeni S.Si., Apt
NIP: 150377443 NIP: 198310282009012008
Mengetahui,
Ketua Program Studi Farmasi FKIK
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Drs, M. Yanis Musdja M.Sc., Apt
NIP: 1956010619851010001
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 3/319
iii
LEMBAR PENGESAHAN SKRIPSI
Skripsi dengan judul
PEMANFAATAN SELULOSA BAKTERI – PVA HASIL IRADIASI
(HIDROGEL) SEBAGAI MATRIKS TOPENG MASKER WAJAH
Telah disetujui, diperiksa dan dipertahankan dihadapan tim penguji oleh
Syifa Octa Maulidia
NIM: 106102003375
Menyetujui,
Pembimbing:
1. Pembimbing I Farida Sulistiawati, M.Si., Apt ........................
2. Pembimbing II Yuni Anggraeni S.Si., Apt. ........................
Penguji:
1. Ketua Penguji Drs. M. Yanis Musdja, M.Sc., Apt. ........................
2. Anggota Penguji I Eka Putri, M.Si, Apt. ........................
3. Anggota Penguji II Ofa Suzanti betha, M.Si., Apt ........................
4. Anggota Penguji III Drs. M. Yanis Musdja, M.Sc., Apt. ........................
Mengetahui,
Dekan Fakultas Kedokteran Dan Ilmu KesehatanUIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Prof. DR. (hc). dr. M.K. Tadjudin, Sp. And
Tanggal lulus : 26 Agustus 2010
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 4/319
iv
LEMBAR PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-
BENAR HASIL KARYA SENDIRI YANG BELUM PERNAH DIAJUKAN
SEBAGAI SKRIPSI ATAU KARYA ILMIAH PADA PERGURUAN TINGGI
ATAU LEMBAGA MANAPUN.
Jakarta, Agustus 2010
Syifa Octa Maulidia
106102003375
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 5/319
v
ABSTRAK
Judul : Uji Efektifitas dan Fotostabilitas Krim Ekstrak Etanol 70 % Teh
Hitam (Camell ia sinensis L.) Sebagai Tabir Surya Secara In Vitro
Sediaan tabir surya adalah sediaan kosmetika yang formulasinya
mengandung zat aktif yang dapat membaurkan, menyerap atau
memantulkan secara efektif cahaya matahari terutama daerah emisi
gelombang ultraviolet dan inframerah. Salah satu bahan alam yang
memiliki potensi sebagai tabir surya adalah teh hitam (Camellia
sinensis L.) dengan kandungan senyawa flavonoid yang diduga
mampu mengabsorbsi sinar UV. Pada penelitian ini, ekstrak etanol 70
% teh hitam (Camellia sinensis L.) diformulasikan dengan variasi
konsentrasi (1 %, 2 %, dan 3 %) kedalam sediaan topikal (krim).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat krim ekstrak etanol70 % teh hitam (Camellia sinensis L.) yang baik dan stabil serta
menguji efektivitas dan fotostabilitas sediaan krim ekstrak etanol 70 %
teh hitam (Camellia sinensis L.) sebagai tabir surya. Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa ekstrak etanol 70 % teh hitam (Camellia
sinensis L.) memiliki panjang gelombang 293,4 nm dan mempunyai
efektivitas sebagai tabir surya yang termasuk dalam kategori proteksi
ultra. Ekstrak etanol 70 % teh hitam (Camellia sinensis L.) juga dapat
dibuat menjadi sediaan yang baik dan stabil. Dari ketiga variasi
konsentrasi ekstrak etanol 70 % teh hitam (Camellia sinensis L.) yang
dibuat dalam sediaan krim memiliki efektivitas sebagai tabir suryadengan menunjukkan kategori sebagai sunblock pada daerah eritema,
dengan nilai fotostabilitas formula uji (3 %) yang aktivitasnya hampir
sama dengan formula kontrol positif.
Kata kunci : Teh Hitam (Camellia sinensis L.), krim, efektivitas dan
fotostabilitas tabir surya.
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 6/319
vi
ABSTRACT
Title : Effectiveness and Photostability Cream 70 % Ethanol Extract of
Black Tea (Camell ia sinensis L.) As Sunscreen In Vitro
Sunscreen formulation is the preparation of cosmetics that contain
active substances that can confound, effectively absorb or reflect
sunlight, especially the emission of ultraviolet and infrared waves. One
of the natural ingredients that have potential as a sunscreen is black tea
(Camellia sinensis L.) by flavonoid content that allegedly able to
absorb UV light. In this study, 70% ethanol extract of black tea
(Camellia sinensis L.) is formulated with various concentrations (1%,
2% and 3%) to a topical preparation (cream). The purpose of this
research is to make cream of 70% ethanol extract of black tea(Camellia sinensis L.) is good and stable as well as test the
effectiveness and dosage photostability cream 70% ethanol extract of
black tea (Camellia sinensis L.) as a sunscreen. The results of this
study showed that 70% ethanol extract of black tea (Camellia sinensis
L.) has a wavelength of 293.4 nm and has effectiveness as a sunscreen
that includes in the category of ultra protection. 70% ethanol extract of
black tea (Camellia sinensis L.) can also be made into a good and
stable supply. Of the three variations of the concentration of 70%
ethanol extract of black tea (Camellia sinensis L.) are made in the
cream has effectiveness as a sunscreen by showing the category as asunblock on the area erythema, with a value photostability test formula
(3%) whose activity is similar to the formula positive control.
Keywords: Black Tea (Camellia sinensis L.), cream, sunscreen
effectiveness and photostability.
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 7/319
vii
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmanirrahim
Alhamdulillah, puji syukur kehadirat Allah SWT, karena atas segala
rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan penelitian dan penyusunan
skripsi dengan judul “Uji Efek tivitas dan Fotostabilitas Krim Ekstrak Etanol 70 %
Teh Hitam Camellia sinensis L. sebagai Tabir Surya secara In Vitro”. Skripsi ini
disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan program pendidikan
tingkat Strata 1 (S1) pada Program Studi Farmasi, Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Penulis menyadari, keberhasilan penulisan skripsi ini adalah karena
karunia Allah SWT dan dorongan serta bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena
itu pada kesempatan ini perkenankanlah penulis menyampaikan ucapan terima
kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. DR (hc). dr. M. K Tadjudin, Sp. And. Selaku dekan Fakultas Kedokteran
dan Ilmu Kesehatan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
2. Drs. M Yanis Musdja, M.Sc, Apt. Selaku ketua Program Studi Jurusan
Farmasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.
Ibu Farida Sulistiawati, M.Si., Apt dan Ibu Yuni Anggraeni S.Si., Apt selaku
pembimbing yang telah memberikan ilmu dan pengetahuan serta
membimbing penulis sampai terselesaikannya skripsi ini.
4. Ayahanda Zaenal Abidin dan Ibunda Ucih Hamidah, beserta keluarga terkasih
yang selalu dengan ikhlas dan setia memberikan semangat dan dukungan, baik
secara moril maupun materil dan juga untaian do’a yang selalu di panjatkan
dalam setiap langkah yang penulis lakukan.
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 8/319
viii
5. Bapak/Ibu Dosen dan Staff Akademika Program Studi Farmasi Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang telah
memberikan ilmu dan bantuannya kepada penulis.
6. Aji Muhammad Tsabbit Imani yang telah banyak membantu, memberikan
semangat serta menemani baik suka maupun duka selama penelitian.
7.
Teman-teman Farmasi angkatan 2006 dan semua pihak yang tidak dapat
disebutkan satu persatu yang turut membantu penulis selama ini. Semoga
silaturahmi kita bisa tetap terjaga.
Dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa masih banyak
kekurangan dan keterbatasan dalam penyusunan skripsi ini. Kritik dan saran yang
bersifat membangun dari pembaca sangat diharapkan guna kesempurnaan dalam
penulisan skripsi ini. Besar harapan semoga skripsi ini dapat bermanfaat untuk
pengembangan ilmu pengetahuan di masa sekarang dan yang akan datang.
Jakarta, Agustus 2010
Penulis
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 9/319
ix
DAFTAR ISI
Halaman
HALAMAN JUDUL ..................................................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN ......................................................................... ii
LEMBAR PENGESAHAN .......................................................................... iii
LEMBAR PERNYATAAN ........................................................................... iv
ABSTRAK ..................................................................................................... v
ABSTRACK .................................................................................................. vi
KATAPENGANTAR .................................................................................... vii
DAFTAR ISI .................................................................................................. ix
DAFTAR TABEL ......................................................................................... xi
DAFTAR GAMBAR ..................................................................................... xii
DAFTAR LAMPIRAN ................................................................................. xiii
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 11.1 Latar Belakang ......................................................................... 1
1.2 Perumusan Masalah ................................................................. 3
1.3
Hipotesis ................................................................................... 3
1.4 Tujuan Penelitian ..................................................................... 4
1.5
Manfaat Penelitian ................................................................... 4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 5 2.1 Teh Hitam (Camellia sinensis, L) ............................................ 5
2.1.1 Klasifikasi ....................................................................... 5
2.1.2 Nama Daerah ................................................................... 5
2.1.3 Deskripsi ......................................................................... 5
2.1.4 Kandungan Kimia ........................................................... 8
2.1.5 Senyawa Flavonoid ......................................................... 8
2.1.6 Khasiat............................................................................ 10
2.2 Ekstraksi ................................................................................... 10
2.2.1 Proses Pembuatan Ekstrak .............................................. 11
2.2.2 Ekstraksi Dengan Menggunakan Pelarut ........................ 12
2.3 Kulit ......................................................................................... 14
2.3.1 Struktur Kulit .................................................................. 152.3.2 Fisiologi Kulit ................................................................. 17
2.4 Sinar Matahari Dan Melanogenesis ......................................... 18
2.5 Sediaan Krim Tabir surya ........................................................ 20
2.5.1 Sediaan Tabir Surya ........................................................ 20
2.5.2 Sediaan Krim ................................................................... 22
2.5.3 Penentuan Efektivitas Sediaan Tabir Surya............. ....... 24
2.6 Spektrofotometri UV-Vis ......................................................... 26
BAB III KERANGKA KONSEP .............................................................. 28
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 10/319
x
BAB IV METODOLOGI PENELITIAN ................................................ 29 4.1 Tempat Dan Waktu Penelitian ................................................ 29
4.1.1 Tempat Penelitian ........................................................... 29
4.1.2 Waktu Penelitian ............................................................ 29
4.2 Bahan Dan Alat ........................................................................ 29
4.2.1 Bahan .............................................................................. 29
4.2.2 Alat ................................................................................. 30
4.3 Prosedur Kerja .......................................................................... 30
4.3.1 Pengumpulan Bahan Dan Determinasi ........................... 30
4.3.2 Penapisan Fitokimia ........................................................ 30
4.3.3 Pembuatan Ekstrak Etanol 70 % Teh Hitam
(Camellia sinensis L.) ..................................................... 33
4.3.4 Pemeriksaan Karakteristik Ekstrak ................................. 33
4.3.5 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum ................... 354.3.6 Formulasi Krim ............................................................... 35
4.3.7 Pembuatan Sediaan Krim Ekstrak Etanol 70 %
Teh Hitam (Camellia sinensis L.) ................................... 36
4.3.8 Evaluasi Sediaan Krim Tabir surya................................. 36
4.3.9 Uji Fotostabilitas Krim Tabir Surya ................................ 38
4.3.10 Pengolahan Data .......................................................... 38
4.3.11 Uji Efektivitas Krim Tabir Surya ................................ 39
BAB V HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ......................... 405.1 Hasil Penelitian ....................................................................... 40
5.1.1 Pengumpulan Bahan Dan Determinasi .......................... 405.1.2 Penapisan Fitokimia ....................................................... 40
5.1.3 Ekstraksi Serbuk Teh Hitam .......................................... 40
5.1.4 Karakterisasi Ekstrak Etanol 70 % Teh Hitam .............. 41
5.1.5 Penentuan Panjang Gelombang Maksimum .................. 41
5.1.6 Evaluasi Krim ................................................................. 41
5.1.7 Uji Fotostabilitas Krim ................................................... 46
5.1.8 Uji Efektivitas Krim ....................................................... 47
5.2 Pembahasan ............................................................................. 47
BAB VI KESIMPULAN DAN SARAN ................................................... 556.1 Kesimpulan ............................................................................. 55
6.2 Saran ........................................................................................ 55
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 57
LAMPIRAN ..................... .............................................................................. 61
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 11/319
xi
DAFTAR TABEL
Halaman
Tabel 1. Transmisi Eritema Dan Pigmentasi Sediaan Tabir Surya ............. 25
Tabel 2. Kategori Penilaian Tabir Surya ...................................................... 26
Tabel 3. Formula Krim Ekstrak Etanol 70 % Teh Hitam
(Camellia sinensis L.) .................................................................... 35
Tabel 4. Hasil Penapisan Fitokimia ............................................................. 40
Tabel 5. Hasil Karakterisasi Ekstrak Etanol 70 % Teh Hitam
(Camellia sinensis L.) .................................................................... 41
Tabel 6. Hasil Pemeriksaan Organoleptis ................................................... 42
Tabel 7. Hasil Pemeriksaan Homogenitas ................................................... 42
Tabel 8. Hasil Pemeriksaan Sentrifugasi ..................................................... 42
Tabel 9. Hasil Pemeriksaan pH ................................................................... 43Tabel 10. Hasil Pemeriksaan Viskositas (Cp) ............................................... 43
Tabel 11. Hasil Pemeriksaan Organoleptis Cycling Test ............................... 44
Tabel 12. Hasil Pemeriksaan Homogenitas Cycling Test .............................. 44
Tabel 13. Hasil Pemeriksaan Sentrifugasi Cycling Test ................................ 44
Tabel 14. Hasil Pemeriksaan pH Cycling Test .............................................. 45
Tabel 15. Hasil Pemeriksaan Viskositas (Cp) Cycling Test .......................... 45
Tabel 16. Hasil Pengukuran Perubahan Serapan Krim Sebelum dan
Sesudah Beberapa Waktu Penyinaran dengan Sinar UV 366 nm .. 46
Tabel 17. Uji Efektivitas Tabir Surya Ekstrak Etanol 70 % Teh Hitam ........ 47
Tabel 18. Uji Efektivitas Krim Tabir Surya ................................................... 47Tabel 19. Perhitungan Uji Efektivitas Ekstrak Etanol 70 %
Teh Hitam Konsentrasi 40 ppm ..................................................... 77
Tabel 20. Perhitungan Uji Efektivitas Ekstrak Etanol 70 %
Teh Hitam Konsentrasi 60 ppm ..................................................... 79
Tabel 21. Perhitungan Uji Efektivitas Ekstrak Etanol 70 %
Teh Hitam Konsentrasi 80 ppm .................................................. 80
Tabel 22. Perhitungan Uji Efektivitas Ekstrak Etanol 70 %
Teh Hitam Konsentrasi 100 ppm ................................................... 81
Tabel 23. Perhitungan Uji Efektivitas Ekstrak Etanol 70 %
Teh Hitam Konsentrasi 120 ppm ................................................... 82
Tabel 24. Perhitungan Uji Efektivitas Krim Formula KN (kontrol negatif) .. 83Tabel 25. Perhitungan Uji Efektivitas Krim Formula KP benzofenon-3
(kontrol positif) ............................................................................ 84
Tabel 26. Perhitungan Uji Efektivitas Krim Tabir Surya Ekstrak
Etanol 70 % Teh Hitam Konsentrasi 1 % (KrT 1 %) ..................... 85
Tabel 27. Perhitungan Uji Efektivitas Krim Tabir Surya Ekstrak
Etanol 70 % Teh Hitam Konsentrasi 2 % (KrT2 %) ...................... 86
Tabel 28. Perhitungan Uji Efektivitas Krim Tabir Surya Ekstrak
Etanol 70 % Teh Hitam Konsentrasi 3 % (KrT 3 %) ..................... 87
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 12/319
xii
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Struktur Kimia Flavonoid .......................................................... 9
Gambar 2. Penampang Kulit ......................................................................... 14
Gambar 3. Kurva Hubungan Antara pH dengan Waktu Penyimpanan ........ 43
Gambar 4. Kurva Hubungan Antara Viskositas dengan Waktu
Penyimpanan .............................................................................. 43
Gambar 5. Kurva Hubungan Antara pH dengan Satabilitas
Penyimpanan Cycling test ........................................................... 45
Gambar 6. Kurva Hubungan Antara Viskositas dengan Stabilitas
Penyimpanan Cycling Test .......................................................... 45
Gambar 7. Kurva Hubungan antara Absorbansi dengan
Lamanya Waktu Paparan Sinar UV 366 nm ............................... 46Gambar 8. Tanaman Teh (Camellia sinensis L.)......................................... 62
Gambar 9. Serbuk Teh Hitam (Camellia sinensis L.) ................................. 62
Gambar 10. Maserasi Serbuk Teh Hitam (Camellia sinensis L.) ................... 62
Gambar 11. Ekstrak Etanol 70 % Teh Hitam (Camellia sinensis L.) ............ 62
Gambar 12. Formula Krim Minggu ke- 0 ....................................................... 68
Gambar 13. Formula Krim minggu ke- 1 ....................................................... 68
Gambar 14. Formula Krim Minggu ke- 2 ....................................................... 69
Gambar 15. Formula Krim Minggu ke- 3 ....................................................... 69
Gambar 16. Formula Krim Minggu ke- 4…………………………………... 70
Gambar 17. Sentrifugasi Minggu ke- 0 .......................................................... 70Gambar 18. Sentrifugasi Minggu ke-4 ........................................................... 70
Gambar 19. Formula Krim Sebelum Cycling Test ......................................... 71
Gambar 20. Formula Krim Sesudah Cycling Test ........................................ 71
Gambar 21. Uji Homogenitas Sebelum Cycling Test .................................... 71
Gambar 22. Uji Homogenitas Sesudah Cycling Test ...................................... 71
Gambar 23. Uji Sentrifugasi Sebelum Cycling Test ....................................... 71
Gambar 24. Uji Sentrifugasi Sesudah Cycling Test ........................................ 71
Gambar 25. Hasil Penapisan Fitokimia Simplisia .................................... .. 88
Gambar 26. Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Teh Hitam........................... 88
Gambar 27. Viskometer Brookfield ………………………………………... 89
Gambar 28. pH Meter...................................................................................... 89Gambar 29. Spektrofotometer UV-Vis ........................................................... 89
Gambar 30. Oven ..... .................................................................................... 89
Gambar 31. Alat Centrifuge.................................................................... 89
Gambar 32. UV 366 nm .................................................................................. 89
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 13/319
xiii
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1. Tanaman dan Serbuk Teh (Camellia sinensis L.) .................. 62
Lampiran 2. Hasil Determinasi Tanaman Teh (Camellia sinensis L.) ......... 63
Lampiran 3. Alur Penelitian ........................................................................ 64
Lampiran 4. Hasil Scanning Panjang Gelombang Maksimum Ekstrak
Etanol 70 % Teh Hitam (Camellia sinensis L.) ....................... 66
Lampiran 5. Perhitungan Karakteristik Ekstrak ............................................ 67
Lampiran 6. Gambar Formula Krim............................................................. 68
Lampiran 7. Hasil Statistik Aktivitas Krim Ekstrak Etanol 70 %
Teh Hitam sebagai Tabir Surya ................................................ 72
Lampiran 8. Hasil Uji Efektifitas Ekstrak Etanol 70 % Teh Hitam
sebagai Tabir Surya…………………………………………... 77Lampiran 9. Hasil Uji Efektifitas Krim Ekstrak Etanol 70 %
Teh Hitam sebagai Tabir Surya ................................................ 83
Lampiran 10. Hasil Penapisan Fitokimia Serbuk Simplisia dan Ekstrak ....... 88
Lampiran 11. Alat ......................................................................................... 89
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 14/319
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Indonesia dikenal sebagai negara tropis, di mana pengaruh sinar
matahari sangat besar terhadap kehidupan makhluk hidup. Sinar matahari
memberikan efek yang menguntungkan yaitu dapat mencegah atau
mengobati gangguan pada tulang dengan cara mengaktifkan provitamin D3
(7-dehidrokolesterol) yang terdapat pada epidermis kulit menjadi vitamin
D3. Namun pemaparan sinar matahari yang berlebihan juga dapat
menimbulkan efek yang merugikan terutama terhadap kulit dikarenakan
sinar ultraviolet yang terkandung di dalamnya dapat menyebabkan eritema
dan pigmentasi kulit, percepatan penuaan kulit, bahkan dapat menimbulkan
kanker (Harry, 1975).
Besarnya radiasi yang mengenai kulit tergantung pada jarak antara
suatu tempat dengan garis khatulistiwa, kelembaban udara, musim,
ketinggian tempat dan jam waktu setempat. Semakin dekat jarak antara
suatu tempat dengan garis khatulistiwa, maka akan semakin besar radiasi
sinar ultraviolet yang mengenai kulit. Intensitas radiasi UV tertinggi adalah
pukul 10.00-16.00 waktu setempat, yaitu ketika orang sedang aktif di luar
rumah sehingga kulit perlu dilindungi dari bahaya sinar UV matahari
(Shaath. Nadim, 2005).
Salah satu upaya untuk menghindari kontak langsung dengan sinar
matahari yaitu dengan menggunakan pelindung berupa bahan tabir surya
yang diformulasikan dalam sediaan kosmetik baik yang berbentuk krim, gel,
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 15/319
2
maupun lotion. Sediaan tabir surya adalah sediaan kosmetik yang digunakan
pada permukaan kulit yang bekerja antara lain dengan menyerap,
menghamburkan, atau memantulkan sinar ultraviolet (Depkes RI, 1985 ).
Sebagian besar bahan-bahan untuk tabir surya merupakan bahan
sintetik misalnya PABA ( Para Amino Benzoic Acid ) yang sangat populer di
negara-negara barat karena efektif menyerap sinar UV-B dan cepat
mencokelatkan kulit. Tetapi untuk kulit Asia atau Indonesia, tabir surya
yang mengandung PABA tidak cocok dan tidak aman karena cepat
mencokelatkan kulit dan bersifat photosensitizer (Diana, 2006). Oleh karena
itu, penting dilakukan suatu penelitian untuk mencari senyawa aktif yang
berasal dari alam yang dapat berguna sebagai tabir surya, salah satunya yaitu
dengan memanfaatkan dan meneliti teh hitam sebagai tanaman perdu yang
diharapkan dapat berpotensi sebagai bahan kosmetik khususnya sebagai
bahan tabir surya.
Teh hitam (Camellia sinensis L.) merupakan salah satu perdu atau
pohon kecil yang berasal dari daratan Asia Tenggara namun sekarang telah
dibudidayakan di seluruh dunia, baik di daerah tropis maupun subtropis.
Tanaman ini biasanya dipangkas bila dibudidayakan untuk dipanen daunnya.
Di Indonesia sendiri teh hitam dimanfaatkan sebagai tanaman yang berguna
sebagai antidiare, namun belakangan ini teh hitam telah dimanfaatkan untuk
mengobati penyakit asma, penyakit jantung koroner, diabetes, dan
antioksidan. Diketahui juga bahwa pada penelitian sebelumnya ekstrak air
teh hitam yang dibuat sediaan gel dapat berpotensi sebagai tabir surya
(Turkoglu. Cigirgil, 2007).
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 16/319
3
Dalam penelitian ini, sediaan tabir surya dari teh hitam dibuat dalam
sediaan krim. Pemilihan krim sebagai bentuk sediaan tabir surya karena
krim merupakan sediaan yang memiliki keuntungan berupa nilai estetikanya
yang cukup tinggi dan tingkat kenyamanan dalam penggunaannya yang
cukup baik, disamping itu sediaan krim ini merupakan sediaan yang mudah
di cuci, bersifat tidak lengket, memberikan efek melembabkan pada kulit
serta memiliki kemampuan penyebaran yang baik. Karena dalam penelitian
ini sediaan tabir surya dibuat dalam bentuk sediaan krim yang menggunakan
air lebih sedikit maka ekstrak yang digunakan adalah ekstrak etanol 70 %
teh hitam. Oleh karena itu sediaan krim ektrak etanol 70 % teh hitam ini
perlu diteliti efektivitas, fotostabilitas, dan stabilitas fisiknya agar diperoleh
sediaan yang baik.
1.2
Perumusan Masalah
1. Apakah ekstrak etanol 70 % teh hitam (Camellia sinensis L.) dapat
dibuat dalam sediaan krim yang baik dan stabil?
2. Bagaimana efektivitas dan fotostabilitas sediaan krim ekstrak etanol 70
% teh hitam sebagai sediaan tabir surya?
1.3 Hipotesis
Ekstrak etanol 70 % teh hitam (Camellia sinensis L.) dapat dibuat
menjadi sediaan krim tabir surya yang baik dan stabil dengan efektivitas dan
fotostabilitas tabir surya yang belum diketahui.
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 17/319
4
1.4 Tujuan Penelitian
1. Menentukan efektivitas dan fotostabilitas tabir surya sediaan krim
ekstrak etanol 70 % teh hitam (Camellia sinensis L.)
2. Membuat sediaan krim tabir surya ekstrak etanol 70 % teh hitam
(Camellia sinensis L.) yang memiliki aktivitas sebagai tabir surya yang
memberikan penampilan sediaan yang baik dan stabil.
1.5 Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah dapat memberikan informasi
tentang efektivitas dan fotostabilitas dari krim ekstrak etanol 70 % teh hitam
(Camellia sinensis L.) sebagai tabir surya dan formulasi krim dari ekstrak
etanol 70 % teh hitam (Camellia sinensis L.) dengan menggunakan variasi
konsentrasi ekstrak.
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 18/319
5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Teh Hitam (Camelli a sinensis L.)
2.1.1 Klasifikasi (Sulistyowati, 2004)
Teh hitam (Camellia sinensis L.) diklasifikasikan sebagai berikut:
Divisi : Spermatophyta
Sub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Sub Kelas : Dialypetalae
Ordo (bangsa) : Guttiferales (Clusiales)
Familia (suku) : Camelliaceae (Theaceae)
Genus (marga) : Camellia
Spesies (jenis) : Camellia sinensis L.
Varietas : Assamica
2.1.2 Nama daerah
Enteh (sunda)
2.1.3 Deskripsi
Camellia sinensis L. berasal dari daratan Asia Selatan dan
Tenggara, namun sekarang telah dibudidayakan di seluruh dunia, baik
daerah tropis maupun subtropis. Tumbuhan ini merupakan perdu atau
pohon kecil yang biasanya dipangkas bila dibudidayakan untuk dipanen
daunnya.
Camellia sinensis L. memiliki akar tunggang yang kuat. Bunganya
kuning-putih berdiameter 2,5 – 4 cm dengan 7 hingga 8 petal. Daunnya
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 19/319
6
memiliki panjang 4 – 15 cm dan lebar 2 – 5 cm. Daun-daun itu mempunyai
rambut-rambut pendek putih di bagian bawah daun. Daun muda memiliki
warna lebih terang, sedangkan daun tua berwarna lebih gelap. Daun
dengan umur yang berbeda menghasilkan kualitas teh yang berbeda-beda,
hal tersebut dikarenakan komposisi kimianya yang berbeda. Biasanya,
pucuk dan dua hingga tiga daun pertama dipanen untuk pemrosesan.
Biasanya pemetikan dengan tangan (manual) ini diulang setiap dua
minggu.
Berdasarkan penanganan pasca panen, teh dibagi menjadi 3 (tiga)
macam yaitu (Sulistyowati, 2004)
1) Teh Hijau
Teh hijau diperoleh tanpa proses fermentasi. Daun teh
dilayukan dengan panas sehingga terjadi inaktivasi enzim. Pemanasan
ini dilakukan dengan dua cara yaitu dengan udara kering dan
pemanasan basah dengan uap panas ( steam). Pada pemanasan kering
dilakukan pada suhu 100-200 °C sedangkan pemanasan basah dengan
menggunakan mesin ( steamer ) suhunya sekitar 220-300 °C. Proses
pemanasan udara kering pada daun teh akan memberikan aroma dan
rasa yang lebih kuat dibandingkan dengan pemberian uap panas
( steam). Namun keuntungan dengan cara pemberian uap panas adalah
warna teh dan seduhannya akan lebih hijau terang.
2)
Teh hitam
Teh hitam diperoleh melalui proses fermentasi. Daun teh segar
dilayukan terlebih dahulu pada palung pelayu, kemudian digiling
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 20/319
7
sehingga sel-sel daun rusak. Selanjutnya dilakukan fermentasi pada
suhu sekitar 19-26 °C dengan kelembaban sekitar 90-98 %. Lamanya
fermentasi sangat menentukan kualitas hasil akhir, biasanya dilakukan
selama 60-100 menit. Apabila proses fermentasi telah selesai,
dilakukan pengeringan yang bertujuan untuk menghentikan proses
oksidasi enzimatis yang terjadi pada saat fermentasi serta membuat teh
tahan lama dalam penyimpanan. Pengeringan dilakukan selama 13-18
menit sampai kadar air teh kering mencapai 2,5-3,5 %.
3) Teh putih
Untuk membuat teh putih diperlukan daun teh yang paling
muda, yang masih dipenuhi bulu putih pendek atau bulu halus.
Pemasakannya mengalami 2 tahap, yaitu penguapan dan pengeringan
tidak ada proses pelayuan dan penggilingan. Daun teh yang telah
dibersihkan kemudian dipanaskan pada suhu 160-240 °C selama 3-7
menit untuk inaktivasi enzim, selanjutnya digulung dan dikeringkan.
Tampilan teh putih hampir tidak berubah, yaitu berwarna putih
keperakan. Ketika diseduh akan berwarna kuning pucat dengan aroma
lembut dan segar. Ada juga jenis teh yang disebut dengan Teh olong,
yaitu teh yang diproses hampir sama seperti teh putih yaitu melalui
proses semi fermentasi. Selain itu teh jenis ini juga dibuat dengan
bahan baku khusus, yaitu varietas tertentu yang memberikan aroma
khusus.
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 21/319
8
2.1.4 Kandungan kimia (Anonim, 2010)
Daun teh hitam (Camellia sinensis L.) mengandung senyawa
bioaktif polifenol yang terdiri dari senyawa flavonoid, tannin (3,57 %),
kafein (7,56 %), theobromin (0,69 %), theopilin (0,25 %), asam galat (1,15
%), asam klorogenat (0,21 %), gula (6,85 %), pektin (0,16 %),
polisakarida (4,17 %), asam oksalat (1,50 %), asam malonat (0,02 %),
asam suksinat (0,09 %), asam malat (0,31 %), asam sitrat (0,84 %), lipid
(4,79 %), peptida (5,99 %), asam fenalat dan asam amino (3,03 %). Juga
mengandung vitamin B1, B2, C, E, dan K. Serta kaya mineral kalium
(potassium) (4,83 %) dan mineral lain (4,70 %). Senyawa katekin yang
berada dalam senyawa flavonoid mengandung: epikatekin (EC) (1,21 %),
epikatekin galat (ECG) (3,86 %), epigalo katekin (EGC) (1,09 %), epigalo
katekin galat (EGCG) (4,63 %), theaflavin (2,62 %), thearubigin (35,90
%), dan quercetin.
2.1.5 Senyawa flavonoid
Flavonoid adalah senyawa yang terdiri dari C6-C3-C6 dan
umumnya terdapat pada tumbuhan sebagai glikosida. Bagi tumbuhan
flavonoid ini dapat berguna sebagai senyawa yang dapat menarik
serangga, yang membantu dalam proses penyerbukan dan dapat berguna
sebagai senyawa yang dapat menarik perhatian binatang untuk membantu
penyebaran biji (Harborne, 1987). Sedangkan untuk manusia dalam dosis
kecil flavonoid ini dapat bekerja sebagai stimulan pada jantung, kemudian
pada jenis flavon yang terhidroksilasi dapat bekerja sebagai diuretik dan
dapat bekerja sebagai antioksidan pada lemak (Sirait. Midian, 2007)
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 22/319
9
Gambar 1. Struktur Kimia Flavonoid
Dalam tumbuhan, aglikon flavonoid (yaitu flavonoid tanpa gula
terikat) terdapat dalam berbagai bentuk struktur. Semuanya mengandung
15 atom karbon dalam inti dasarnya, yang tersusun dalam konfigurasi
yaitu dua cincin aromatik yang dihubungkan oleh satuan tiga karbon yang
dapat atau tidak dapat membentuk cincin ketiga. Flavonoid merupakan
kandungan senyawa khas pada tumbuhan hijau dengan mengecualikan
alga. Flavonoid sebenarnya terdapat pada semua bagian tumbuhan
termasuk daun, akar, kayu, kulit, bunga, dan biji (Markham, 1988).
Aglikon dari flavonoid adalah polifenol dan karena itu mempunyai
sifat kimia senyawa fenol, yaitu bersifat agak asam sehingga dapat larut
dalam basa dan ketika ditambahkan basa atau ammonia warnanya akan
berubah. Tetapi bila senyawa ini terlalu lama di dalam basa akan
menyebabkan banyak senyawa flavonoid yang terurai. Flavonoid
merupakan senyawa yang bersifat polar. Hal ini disebabkan karena adanya
gula yang terikat pada flavonoid yang cenderung menyebabkan flavonoid
mudah larut dalam air sehingga flavonoid ini dapat diekstraksi dengan
etanol 70 % dan tetap ada dalam lapisan air setelah ekstrak dikocok
dengan petroleum eter. Senyawa ini merupakan senyawa yang
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 23/319
10
mengandung sistem aromatik yang terkonjugasi dan dapat menunjukan
pita spektrum kuat pada spektrum UV dan spektrum tampak (Harborne,
1987 dan Markham, 1988).
2.1.6 Khasiat
Daun teh hitam berkhasiat sebagai obat antara lain untuk
mengobati penyakit asma, angina pektoris, penyakit vaskuler perifer,
penyakit jantung koroner, diare, disentri, diabetes, antibakteri, antioksidan,
antikanker, dan antimutagenik. Selain itu, juga telah diketahui dapat
digunakan sebagai tabir surya (Cheryl, 2002).
2.2 Ekstraksi (Depkes RI, 2000)
Ekstraksi adalah kegiatan penarikan kandungan kimia yang dapat
larut sehingga terpisah dari bahan yang tidak dapat larut dengan pelarut cair.
Simplisia yang diekstrak mengandung senyawa aktif yang dapat larut dan
senyawa yang tidak dapat larut seperti serat, karbohidrat, protein, dan lain-
lain. Senyawa aktif yang terdapat dalam berbagai simplisia dapat
digolongkan ke dalam golongan minyak atsiri, alakaloid, flavonoid, dan
lain-lain. Struktur kimia yang yang berbeda-beda akan mempengaruhi
kelarutan serta stabilitas senyawa-senyawa tersebut terhadap pemanasan,
udara, cahaya, logam berat, dan derajat keasaman. Dengan diketahuinya
senyawa aktif yang dikandung simplisia akan mempermudah pemilihan
pelarut dan cara ekstraksi yang tepat.
Ekstrak adalah sediaan kental yang diperoleh dengan mengekstraksi
senyawa aktif dari simplisia nabati atau simplisia hewani menggunakan
pelarut yang sesuai, kemudian semua atau hampir semua pelarut diuapkan
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 24/319
11
dan massa atau serbuk yang tersisa diperlakukan sedemikian hingga
memenuhi baku yang ditetapkan.
2.2.1
Proses pembuatan ekstrak (Depkes RI, 2000)
1) Pembuatan serbuk simplisia dan klasifikasinya
Proses awal pembuatan ekstrak adalah tahapan pembuatan serbuk
simplisia kering (penyerbukan). Dari simplisia dibuat serbuk simplisia
dengan peralatan tertentu sampai derajat kehalusan tertentu. Proses ini
dapat mempengaruhi mutu ekstrak. Makin halus serbuk simplisia,
proses ekstraksi makin efektif dan makin efisien, namun makin halus
serbuk, maka akan makin rumit secara teknologi peralatan untuk
tahapan filtrasi.
2) Cairan pelarut
Cairan pelarut dalam proses pembuatan ekstrak adalah pelarut yang
baik (optimal) untuk senyawa kandungan yang berkhasiat atau yang
aktif, dengan demikian senyawa tersebut dapat terpisahkan dari bahan
dan dari senyawa kandungan lainnya, serta ekstrak hanya mengandung
sebagian besar senyawa kandungan yang diinginkan. Dalam hal
ekstrak total, maka cairan pelarut dipilih yang melarutkan hampir
semua metabolit sekunder yang terkandung. Faktor utama untuk
pertimbangan pada pemilihan cairan penyari antara lain: selektivitas,
kemudahan bekerja dan proses dengan cairan tersebut, ekonomis,
ramah lingkungan, dan keamanan.
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 25/319
12
3) Separasi dan pemurnian
Tujuan dari tahapan ini adalah menghilangkan (memisahkan) senyawa
yang tidak dikehendaki semaksimal mungkin tanpa berpengaruh pada
senyawa kandungan yang dikehendaki, sehingga diperoleh ekstrak
yang lebih murni. Proses-proses pada tahapan ini adalah pengendapan,
pemisahan dua cairan tidak bercampur, sentrifugasi, dekantasi, filtrasi
serta proses adsorpsi dan penukar ion.
4) Pemekatan atau penguapan (vaporasi dan evaporasi)
Pemekatan berarti jumlah parsial senyawa terlarut ( solute) secara
penguapan pelarut tidak sampai menjadi kering, melainkan ekstrak
hanya menjadi kental atau pekat.
5) Randemen
Randemen adalah perbandingan antara ekstrak yang diperoleh dengan
simplisia kering.
2.2.2 Ekstraksi dengan menggunakan pelarut (Depkes RI, 2000)
1) Cara dingin
1. Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan
menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau
pengadukan pada temperatur ruangan (kamar). Cara ini dapat
menarik zat-zat berkhasiat yang tahan pemanasan maupun yang
tidak tahan pemanasan.
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 26/319
13
2. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru
sampai sempurna (exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan
pada temperatur ruangan. Ekstraksi ini membutuhkan pelarut yang
lebih banyak.
2) Cara panas
1.
Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur
titik didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas
yang relatif konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya
dilakukan pengulangan proses pada residu pertama sampai 3-5 kali
sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna.
2. Soxhlet
Soxhlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu
baru yang umumnya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi
ekstraksi kontinyu dengan jumlah pelarut relatif konstan dengan
adanya pendinginan balik.
3. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan
kontinyu) pada temperatur yang lebih tinggi dari temperatur
ruangan (kamar), yaitu secara umum dilakukan pada temperatur
40-50 oC.
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 27/319
14
4. Infus
Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur
penangas air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih,
temperatur terukur 96-98 oC) selama waktu tertentu (15-20 menit).
5. Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama dan
temperatur sampai titik didih air.
2.3. Kulit (Djuanda, 2007)
Gambar 2. Penampang Kulit (Graaff dkk, 2001).
Kulit adalah organ tubuh yang terletak paling luar dan membatasinya
dari lingkungan hidup manusia. Luas kulit orang dewasa 1,5 m2 dengan
berat kira-kira 15 % dari berat badan. Kulit ini sangat kompleks, elastis dan
sensitif, bervariasi pada keadaan iklim, umur, seks, ras, dan juga bergantung
pada lokasi tubuh. Warna kulit berbeda-beda, dari kulit yang berwarna
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 28/319
15
terang ( fair skin) pirang, dan hitam, warna merah muda pada telapak kaki
dan tangan bayi, serta warna hitam kecoklatan pada genitalia orang dewasa.
2.3.1 Struktur kulit (Iswari, 2007)
Pembagian kulit secara garis besar tersusun atas tiga lapisan utama yaitu:
1. Lapisan epidermis, lapisan ini terdiri atas stratum corneum, stratum
lusidum, stratum granulosum, stratum spinosum, dan stratum basale.
a.
Stratum corneum (lapisan tanduk) adalah lapisan kulit yang paling
luar dan terdiri atas beberapa lapisan sel-sel gepeng yang mati,
tidak berinti, dan protoplasmanya telah berubah menjadi keratin
(zat tanduk). Secara alami, sel-sel yang sudah mati di permukaan
kulit akan melepaskan diri untuk berdegenerasi. Permukaan
stratum corneum dilapisi oleh suatu lapisan pelindung lembab tipis
yang bersifat asam disebut Mantel Asam Kulit.
b.
Stratum lusidum (daerah sawar/lapisan jernih) terdapat langsung di
bawah lapisan korneum, merupakan lapisan sel gepeng tanpa inti
dengan protoplasma yang berubah menjadi protein yang disebut
eleidin. Lapisan tersebut tampak jelas di telapak tangan dan kaki.
c. Stratum granulosum (lapisan keratohialin/lapisan seperti butir)
merupakan 2 atau 3 lapis sel gepeng dengan sitoplasma berbutir
kasar dan terdapat inti di antaranya. Butir-butir kasar ini terdiri atas
keratohialin.
d.
Stratum spinosum (stratum malphigi/lapisan sel duri) atau disebut
pula prikle cell layer (lapisan akanta) terdiri atas beberapa lapis sel
yang berbentuk poligonal yang besarnya berbeda-beda karena
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 29/319
16
adanya proses mitosis. Di antara sel-sel spinosum terdapat pula sel
langerhans. Sel-sel stratum spinosum banyak mengandung
glikogen.
e. Stratum germinativum (lapisan sel basal) terdiri atas sel-sel
berbentuk kubus (kolumnar) yang tersusun vertikal pada
perbatasan dermo-epidermal berbaris seperti pagar ( palisade). Di
dalam stratum germinativum terdapat sel-sel melanosit, yaitu sel-
sel yang tidak mengalami keratinisasi dan fungsinya hanya
membentuk pigmen melanin dan memberikannya kepada sel-sel
keratinosit melalui dendritnya.
2. Lapisan dermis adalah lapisan di bawah epidermis yang jauh lebih
tebal daripada epidermis. Lapisan ini terbentuk oleh lapisan elastis dan
fibrosa padat dengan elemen selular, kelenjar dan folikel rambut.
Secara garis besar dibagi menjadi dua bagian yaitu:
a. Pars papilare, yaitu bagian yang menonjol ke epidermis, berisi
ujung serabut saraf dan pembuluh darah.
b. Pars retikulare, yaitu bagian bawah dermis yang berhubungan
dengan subkutis, bagian ini terdiri dari serabut-serabut penunjang
misalnya serabut kolagen, elastin, dan retikulin.
3. Lapisan subkutis (hypodermis) merupakan kelanjutan dermis, terdiri
atas jaringan ikat longgar berisi sel-sel lemak di dalamnya. Sel lemak
merupakan sel bulat, besar, dengan inti terdesak ke pinggir karena
sitoplasma lemak yang bertambah. Lapisan sel-sel lemak disebut
panikulus adipose yang berfungsi sebagai cadangan makanan. Di
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 30/319
17
dalam lapisan ini terdapat ujung-ujung saraf tepi, pembuluh darah, dan
getah bening.
2.3.2
Fisiologi kulit (Iswari, 2007)
Fungsi Kulit antara lain:
1. Proteksi, kulit ini akan menjaga bagian dalam tubuh terhadap
gangguan fisis atau mekanis. Serabut elastis yang terdapat pada dermis
serta jaringan lemak subkutan berfungsi mencegah trauma mekanik
langsung terhadap interior tubuh. Lapisan tanduk dan mantel lemak
kulit menjaga kadar air tubuh dengan cara mencegah keluarnya air dari
dalam tubuh dan mencegah penguapan air, dapat berfungsi sebagai
barier terhadap racun dari luar. Selain itu, mantel asam dapat berfungsi
untuk mencegah pertumbuhan bakteri di kulit.
2. Absorpsi, beberapa bahan dapat diabsorpsi kulit masuk ke dalam tubuh
melalui dua jalur yaitu melalui epidermis dan melalui kelenjar sebasea.
Permeabilitas kulit terhadap O2, CO2, dan uap air memungkinkan kulit
ikut mengambil bagian pada fungsi respirasi. Kemampuan absorpsi
kulit dipengaruhi oleh tebal tipisnya kulit, hidrasi kelembaban, dan
metabolisme.
3.
Ekskresi, kelenjar-kelenjar kulit mengeluarkan zat-zat yang tidak
berguna lagi atau sisa metabolisme dalam tubuh berupa NaCl, urea,
asam urat, dan ammonia.
4.
Persepsi sensoris, kulit bertanggung jawab sebagai indera terhadap
rangsangan dari luar berupa tekanan, raba, suhu, dan nyeri melalui
beberapa reseptor seperti benda meissner , diskus markell dan
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 31/319
18
korpuskulum golgi sebagai reseptor raba, korpuskulum pacini sebagai
reseptor tekanan, korpuskulum ruffini dan benda krauss sebagai
reseptor suhu dan nervus end plate sebagai reseptor nyeri. Rangsangan
dari luar diterima oleh reseptor-reseptor tersebut dan diteruskan ke
sistem saraf pusat dan selanjutnya diinterpretasi oleh korteks serebri.
5.
Pengaturan suhu tubuh, kulit melakukan peranan ini dengan cara
mengeluarkan keringat dan mengerutkan (otot berkontraksi) pembuluh
darah kulit. Pada saat temperatur badan menurun terjadi vasokonstriksi
sedangkan pada saat temperatur badan meningkat terjadi vasodilatasi
untuk meningkatkan pembuangan panas.
6. Pembentukan pigmen, sel pembentuk pigmen (melanosit) terletak di
lapisan basal. Jumlah, tipe, ukuran, dan distribusi pigmen melanin
akan menentukan variasi warna kulit sesorang.
7.
Keratinisasi, proses keratinisasi ini berlangsung secara normal kira-
kira selama 14-21 hari dan memberikan perlindungan kulit terhadap
infeksi secara mekanis fisiologik.
2.4 Sinar Matahari dan Melanogenesis
Penyinaran matahari mempunyai dua efek, baik yang
menguntungkan maupun yang merugikan. Sinar ultraviolet merupakan
bagian dari sinar matahari yang bertanggung jawab terhadap efek yang
merugikan tersebut. Kerusakan kulit akibat sinar ultraviolet antara lain
tergantung dari frekuensi dan lamanya sinar matahari mengenai kulit,
intensitas sinar matahari, serta sensitivitas seseorang. Efek nyata penyinaran
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 32/319
19
matahari, pertama-tama ialah kemerahan pada kulit (eritema) yang diikuti
oleh warna cokelat kemerahan. Pada dasarnya, timbul warna cokelat
kemerahan yang merupakan reaksi perlindungan terhadap kerusakan akibat
sinar ultraviolet (Balsam, 1972)
Kulit yang terpapar oleh sinar matahari selama 6-20 jam akan
menghasilkan eritema yang cepat atau lambat menimbulkan pencokelatan
kulit (tanning ). Tanning cepat tampak jelas 1 jam setelah kulit terpapar
matahari dan kemudian akan hilang kembali dalam waktu 4 jam. Hal ini
mungkin disebabkan oleh reaksi oksidasi dari radikal bebas semiquinon
yang tidak stabil di dalam melanin. Di sini tidak tampak adanya
pembentukan melanosom baru. Tanning lambat terjadi 48-72 jam setelah
kulit terpapar sinar matahari dengan panjang gelombang 320-500 nm.
Reaksi serupa terjadi pada sunburn (290-320 nm). Hal ini disebabkan oleh
pembentukan melanosom-melanosom baru secara perlahan, dan baru terlihat
dalam waktu 72 jam.
Sinar ultraviolet gelombang agak panjang serta sinar yang dapat
dilihat, antara 320-700 nm, merupakan penyebab melanogenesis, tetapi
gelombang-gelombang lebih pendek (290-320 nm) masih merupakan
inisiator paling efektif untuk melanogenesis (Iswari, 2007).
Berdasarkan panjang gelombang dan efek fisiologisnya, sinar
ultraviolet dibedakan menjadi 3 bagian: (Depkes RI, 1985)
1.
UV-A ialah sinar dengan panjang gelombang antara 400-315 nm dengan
efektivitas tertinggi pada 340 nm, dapat menyebabkan warna coklat pada
kulit tanpa menimbulkan kemerahan.
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 33/319
20
2. UV-B ialah sinar dengan panjang gelombang antara 315- 280 nm dengan
efektivitas tertinggi pada 297,6 nm, merupakan daerah eritemogenik
yang dapat menimbulkan sengatan surya sehingga terjadi reaksi
pembentukan melanin awal.
3. UV-C ialah sinar dengan panjang gelombang dibawah 280 nm, dapat
merusak jaringan kulit, tetapi sebagian besar telah tersaring oleh lapisan
ozon dalam atmosfer.
Secara alamiah kulit juga mempunyai mekanisme perlindungan
terhadap sengatan surya ialah dengan penebalan stratum korneum dan
pigmentasi kulit. Perlindungan terhadap sengatan surya ini disebabkan oleh
peningkatan jumlah melanin dalam epidermis. Butir melanin yang terbentuk
dalam sel basal kulit setelah penyinaran ultraviolet-B akan berpindah ke
stratum korneum di permukaan kulit, kemudian teroksidasi oleh sinar
ultraviolet-A. Jika kulit mengelupas, butir melanin akan lepas, sehingga
kulit kehilangan pelindung terhadap sinar matahari (Depkes RI, 1985).
2.5 Sediaan Krim Tabir Surya
2.5.1 Sediaan tabir surya
Sediaan tabir surya adalah suatu sediaan kosmetika yang
digunakan untuk membaurkan atau menyerap secara efektif cahaya
matahari, terutama daerah emisi gelombang ultraviolet dan inframerah,
sehingga dapat mencegah terjadinya gangguan kulit karena cahaya
matahari (Depkes RI, 1985). Berdasarkan pada mekanisme aksinya, tabir
surya dapat dibagi menjadi tabir surya kimiawi yang mampu mengubah
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 34/319
21
panjang gelombang berenergi tinggi menjadi energi yang rendah dan tabir
surya fisik yang disamping mampu mengabsorpsi sinar ultraviolet dapat
juga mampu memantulkan sinar ultraviolet (Depkes RI, 2000).
Penyinaran ultraviolet dengan panjang gelombang di atas 330 nm
dapat menyebabkan kulit menjadi kecoklatan. Eritema timbul bersamaan
dengan warna coklat. Pada panjang gelombang antara 334,2 – 366,3 nm
efektif dalam pembentukan warna coklat dengan sedikit eritema. Pada
penyinaran dengan panjang gelombang 250 – 270 nm, akan timbul eritema
yang ringan, yang menghilang dalam beberapa hari tanpa menimbulkan
warna kecoklatan. Penyinaran dengan panjang gelombang kurang dari 320
nm dapat menyebabkan eritema, sedangkan dengan panjang gelombang
antara 300 – 420 nm dapat menyebakan pembentukan pigmen (Depkes RI,
1985).
Syarat-syarat bagi preparat sediaan tabir surya ( sunscreen) adalah
enak dan mudah dipakai, jumlah yang menempel mencukupi kebutuhan,
bahan aktif dan bahan dasar mudah tercampur, dan bahan dasar harus
dapat mempertahankan kelembutan dan kelembaban kulit (Iswari, 2007).
Syarat-syarat bagi bahan aktif untuk preparat tabir surya antara
lain: (Iswari, 2007)
1) Efektif menyerap radiasi UV-B tanpa perubahan kimiawi, karena jika
tidak demikian akan mengurangi efisiensi, bahkan menjadi toksik atau
menimbulkan iritasi
2) Meneruskan UV-A untuk mendapatkan tanning (untuk kulit orang
Eropa)
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 35/319
22
3) Stabil, yaitu tahan keringat dan tidak menguap
4) Mempunyai daya larut yang cukup untuk mempermudah formulasinya
5) Tidak berbau atau boleh berbau ringan
6) Tidak toksik, tidak mengiritasi dan tidak menyebabkan sensitisasi
Bentuk-bentuk preparat tabir surya ( sunscreen) dapat berupa: (Iswari,
2007)
1.
Preparat anhydrous (preparat yang berdasar minyak), keuntungan dari
preparat ini adalah daya tahanya terhadap air, sehingga tidak terganggu
oleh perspirasi dan air kolam renang atau laut.
2. Emulsi (non-minyak O/W, semi minyak dual emulsion, dan lemak
W/O). semi minyak dual emulsion dan lemak W/O digunakan sebagai
dasar preparat tabir surya. Yang kandungan lemaknya tinggi tampak
mirip minyak, sedangkan yang bukan minyak mirip preparat yang
berbahan air. Keuntungan dari preparat emulsi ini adalah
penampakannya yang menarik, serta konsistensinya yang
menyenangkan sehingga memudahkan untuk pemakaian.
3. Preparat tanpa lemak ( greaseless preparation), keuntungan dari
preparat ini adalah tidak berlemak dan tidak lengket, sehingga lebih
menyenangkan untuk dipakai, akan tetapi kekurangannya adalah
mudah larut dalam air.
2.5.2 Sediaan krim
Krim (cremores) adalah bentuk sediaan setengah padat
mengandung satu atau lebih bahan obat terlarut atau terdispersi dalam
bahan dasar yang sesuai. Istilah ini secara tradisional telah digunakan
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 36/319
23
untuk sediaan setengah padat yang mempunyai konsistensi relatif cair
diformulasi sebagai emulsi air dalam minyak atau minyak dalam air.
Sekarang ini batasan tersebut lebih diarahkan untuk produk yang terdiri
dari emulsi minyak dalam air atau dispersi mikrokristal asam-asam lemak
atau alkohol berantai panjang dalam air, yang dapat dicuci dengan air dan
lebih ditujukan untuk penggunaan kosmetika dan estetika (Depkes RI,
1995).
Krim merupakan salah satu bentuk emulsi semisolid yang
digunakan secara topikal. Emulsi adalah suatu sistem yang tidak stabil
terdiri dari dua fase tidak dapat bercampur satu dengan lainnya, yaitu fase
hidrofil dan lipofil (Ansel, 1989).
Berdasarkan tipe emulsinya, krim terbagi atas dua tipe yaitu
(Depkes RI, 1995)
1.
Krim minyak-air (M/A)
Bila fase lipofil terdispersi dalam fase hidrofil maka sistem ini disebut
emulsi minyak dalam air. Krim M/A sering disebut sebagai “vanishing
krim” karena sifatnya yang bila di oleskan pada kulit dapat menghilang
dari permukaan dan akan memberikan efek pendinginan pada kulit, hal
ini terjadi karena air sebagai fasa kontinyu akan menguap dan akan
meningkatkan konsentrasi zat larut air pada lapisan yang melekat.
2.
Tipe emulsi air-minyak (A/M)
Bila fase hidrofil terdispersi dalam fase lipofil maka sistem ini disebut
emulsi air dalam minyak. Konsistensi krim A/M dapat bervariasi dan
tergantung pada komposisi fase minyak, fase air dan campuran zat
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 37/319
24
pengemulsi yang dipakai. Perbandingan relatif kedua fase dan sifat
fase masing-masing zat menunjukkan pengaruh yang nyata.
Sediaan kosmetik yang stabil adalah suatu sediaan yang masih
berada dalam batas yang dapat diterima selama periode waktu
penyimpanan dan penggunaan, dimana sifat dan karakteristiknya sama
dengan yang dimilikinya pada saat dibuat.
Evaluasi stabilitas fisik krim antara lain:
1. Stabilitas penyimpanan pada suhu ruang (28±2 °C). Evaluasi ini
bertujuan untuk mengetahui ada atau tidaknya ketidakstabilan dari
sediaan yang disimpan hanya pada satu tempat yaitu pada suhu ruang
(28±2 °C). Jika hasil menunjukan tidak ada tanda ketidakstabilan maka
dapat disimpulkan bahwa sediaan tersebut stabil pada suhu ruang.
2. Cycling test . Cycling test merupakan evaluasi dari efek pengaruh
penggunaan suhu yang bervariasi. Evaluasi ini juga merupakan
simulasi perjalanan suatu sediaan farmasi pada saat di distribusikan, di
mana sediaan akan berada pada suatu tempat yang berbeda, dan tempat
tersebut dapat memiliki kondisi/suhu yang berbeda. Evaluasi dilakukan
sebanyak 3 siklus, 1 siklus terdiri dari 2 hari pada suhu dingin (2-4 °C)
dan di ikuti 2 hari pada suhu panas (40 °C) (Sarfaraz, 2004).
2.5.3 Penentuan efektivitas sediaan tabir surya (Balsam, 1972)
Efektivitas dari sediaan tabir surya dapat ditentukan dengan metode
penentuan persen eritema dan persen pigmentasi. Ekstrak yang diperoleh
dan sediaan yang dibuat diukur absorbansinya pada panjang gelombang
292,5-372,5 nm. Dari nilai serapan yang diperoleh dihitung nilai serapan
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 38/319
25
dan nilai persen transmitannya dengan rumus A = - log T. Nilai transmisi
eritema dihitung dengan cara mengalikan nilai transmisi (T) dengan faktor
efektivitas eritema (Fe) pada panjang gelombang 292,5-372,5 nm. Nilai
transmisi pigmentasi dihitung dengan cara mengalikan nilai transmisi (T)
dengan faktor efektivitas pigmentasi (Fp) pada panjang gelombang 292,5-
372,5 nm. Selanjutnya nilai persen transmisi eritema dihitung dengan
rumus:
% Te =
∑
∑
% Tp =∑
∑
Keterangan :
% Te = Nilai persen transmisi eritema
% Tp = Nilai persen transmisi pigmentasi
Ee = ∑
Ep = ∑
Berikut ini merupakan nilai dari fluks eritema (Fe) dan fluks
pigmentasi (Fp) untuk sediaan tabir surya.
Tabel 1. Transmisi Eritema dan Pigmentasi Sediaan Tabir Surya
Rentang Panjang Gelombang (nm) Fluks Eritema
290 – 295
295 – 300
300 – 305
305 – 310
310 – 315
315 – 320
Rentang total eritema, 290 –
320 nm
0,1105
0,6720
1,0000
0,2008
0,1364
0,1125
2,2322 (76,3 %)
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 39/319
26
Suatu tabir surya mendapatkan kategori penilaian sebagai berikut:
Tabel 2. Kategori Penilaian Tabir Surya
% Te % Tp Kategori penilaian tabir surya
< 11 – 6
6 – 12
10-18
3 – 4042 – 86
45 – 86
45 – 86
SunblockProteksi ultra
Suntan
Fast tanning
2.6 Spektrofotometer UV- Vis
Spektrofotometer UV-Vis adalah analisis spektroskopik yang
memakai sumber radiasi elektromagnetik ultra violet dekat (190-380 nm)
dan sinar tampak (380-780 nm) dengan memakai instrumen
spektrofotometer. Spektrofotometer UV-Vis melibatkan energi elektronik
yang cukup besar pada molekul yang dianalisis, sehingga spektrofotometer
UV-Vis lebih banyak dipakai untuk analisis kuantitatif dibandingkan
kualitatif (Silverstein, 1986).
Rentang Panjang Gelombang (nm) Fluks Pigmentasi
320 – 325
325 – 330
330 – 335335 – 340
340 – 345
345 – 350
350 – 355
355 – 360
360 – 365
365 – 370
370 – 375
0,1079
0,1020
0,09360,0798
0,0669
0,0570
0,0488
0,0456
0,0356
0,0310
0,0260
Rentang total pigmentasi, 320 –
375 nm 0,6942 (23,7 %)Fluks Total Pigmentasi, 290 – 375 nm 2,9264 (100 %)
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 40/319
27
Spektrofotometer UV-Vis yang merupakan korelasi absorban
(sebagai ordinat) dan panjang gelombang (sebagai absis) tidak merupakan
garis spektrum akan tetapi merupakan pita spektrum. Terbentuknya pita
spektrum UV-Vis tersebut disebabkan oleh transisi energi yang tidak
sejenis dan terjadinya eksitasi elektronik lebih dari satu macam pada gugus
molekul yang kompleks. Analisis dengan spektrofotometer UV-Vis selalu
melibatkan pembacaan absorbansi radiasi elektromagnetik oleh molekul
atau radiasi elektromagnetik yang diteruskan. Absorpsi direkam sebagai
absorbansi (Mulja dan Suharman, 1995).
Dalam analisis kuantitatif pada spektrofotometri UV-Vis ini
didasarkan pada hukum Lambert-Beer, yang menyatakan bahwa fraksi
penyerapan sinar tidak tergantung dari intensitas sumber cahaya dan
kemudian menyatakan bahwa penyerapan sebanding dengan jumlah
molekul yang diserap. Dari hukum Lambert-Beer dapat diketahui
hubungan antara transmitan, tebal cuplikan, dan konsentrasi.
T =
A = - Log T
A = Log
Keterangan :
T = Transmitan
A = Absorbansi
I = Intensitas radiasi yang diteruskan
Io = Intensitas radiasi yang dating
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 41/319
28
BAB III
KERANGKA KONSEP
Latar belakang teh hitam
Pengumpulan bahan dan
pembuatan simplisia
Serbuk simplisia teh hitam
Pembuatan ekstrak etanol teh hitam
Ektrak etanol 70 %
teh hitam
Penapisan fitokimia
Penapisan fitokimia
dan karakterisasi
ekstrak
Penentuan panjang gelombang
maksimum ekstrak
Pembuatan krim ekstrak etanol 70 %
teh hitam (Camellia sinensis L.)
Evaluasi sediaan krim
ekstrak etanol 70 % teh
hitam
Uji fotostabilitas dan efektivitas tabir surya krim
ekstrak etanol 70 % teh hitam
1. Stabilitas
penyimpanan suhu
ruang (28±2 °C)
2. Cycling test
Uji efektivitas krim tabir surya
Penentuan kategori
tabir surya
Uji fotostabilitas krim
tabir sur a
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 42/319
29
BAB IV
METODOLOGI PENELITIAN
4.1. Tempat dan Waktu Penelitian
4.1.1 Tempat penelitian
Laboratorium Teknologi Farmasi Fakultas Kedokteran dan Ilmu
Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dan Pusat Laboratorium
Terpadu (PLT) UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4.1.2 Waktu penelitian
Penelitian ini berlangsung dalam waktu 3 bulan, terhitung dari
bulan Maret 2010 sampai dengan Juni 2010.
4.2. Bahan dan Alat
4.2.1 Bahan
Simplisia daun teh hitam (Camellia sinensis L.), air suling, etanol
70 % (Brataco), etanol 95 % (Brataco), asam stearat (Brataco), setil
alkohol (Brataco), vaselin album (Brataco), adeps lanae (Brataco), oleum
olivae (Brataco), dimetikon (Brataco), metil paraben (Brataco),
trietanolamin (TEA) (Brataco), propilenglikol (Brataco), benzofenon-3
(PT. Martina Berto), pereaksi dragendorf, pereaksi Mayer, amil alkohol,
serbuk Magnesium (Mg), asam klorida, besi (III) klorida, gelatin 1 %,
natrium hidroksida, pereaksi Lieberman-Buchard, kloralhidrat,
isopropanol.
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 43/319
30
4.2.2 Alat
Alat-alat yang digunakan antara lain: neraca analitik digital
(Wigger Hausser), hot plate, oven, tanur, lumpang, alu, rotavapor,
piknometer, spektrofotometer UV-Vis (Perkin Elmer), lampu UV (Camag
UV-Cabinet), viskometer Brookfield, kaca objek, pH meter (Mettler-
Toledo), erlenmeyer, gelas ukur, pipet tetes, ependorf, batang pengaduk,
cawan penguap, cawan porselen, termometer, sentrifugator (Sorvall
Fresco).
4.3. Prosedur Kerja
4.3.1 Pengumpulan bahan dan determinasi
Bahan yang digunakan untuk penelitian adalah teh hitam (Camellia
sinensis L.) diperoleh dari Perkebunan Teh Gunung Mas Bogor (PT.
Perkebunan Nusantara VIII) yang telah mengalami proses fermentasi
hingga menjadi teh hitam. Determinasi bahan dilakukan di Herbarium
Bogoriense, Pusat Penelitian Biologi, LIPI, Cibinong untuk memastikan
kebenaran simplisia.
4.3.2 Penapisan fitokimia (Farnswoth, 1969)
1)
Identifikasi golongan alkaloid
Sebanyak 5 gram serbuk simplisia dilembabkan dengan 5 ml
ammoniak 25 % digerus dalam mortir, kemudian ditambahkan 20 ml
kloroform dan digerus kembali dengan kuat, campuran tersebut
disaring dengan kertas saring, filtrat berupa larutan organik diambil
(sebagai larutan A). Larutan A (10 ml) diekstraksi dengan 10 ml
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 44/319
31
larutan HCl 1:10 dengan pengocokan dalam tabung reaksi, diambil
larutan bagian atasnya (larutan B). Larutam A diteteskan beberapa
tetes pada kertas saring dan disemprot atau ditetesi dengan pereaksi
Dragendorff, terbentuk warna merah atau jingga pada kertas saring
menunjukkan adanya senyawa alkaloid. Larutan B dibagi dalam 2
tabung reaksi, ditambahkan masing-masing pereaksi Dragendorff dan
pereaksi Mayer, terbentuk endapan merah bata dengan pereaksi
Dragendorff atau endapan putih dengan pereaksi Mayer menunjukkan
adanya senyawa alkaloid.
2) Identifikasi golongan flavonoid
Sebanyak 10 gram serbuk simplisia ditambah 100 ml air panas,
dan didihkan selama 5 menit dan disaring. Diambil 5 ml filtratnya
(dalam tabung reaksi), ditambahkan serbuk Mg secukupnya dan 1 ml
asam klorida pekat dan 2 ml amil alkohol, kocok kuat, dan biarkan
memisah. Terbentuknya warna merah, kuning, atau jingga pada lapisan
amil alkohol menunjukkan adanya flavonoid.
3) Identikasi golongan saponin
Serbuk simplisia dimasukkan ke dalam tabung reaksi, ditambah
10 ml air panas. Setelah dingin dikocok kuat secara vertikal selama 10
detik. Terbentuknya busa yang stabil, menunjukkan adanya saponin,
bila ditambahkan 1 tetes HCl 1 % busa tetap stabil.
4) Identifikasi golongan tanin
Sebanyak 10 gram serbuk simplisia ditambah 10 ml air,
dididihkan selama 15 menit, setelah dingin kemudian disaring dengan
kertas saring. Filtrat ditambah 1-2 tetes FeCl3 1 %. Terbentuknya
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 45/319
32
warna biru, hijau, atau hitam menunjukkan adanya senyawa golongan
tanin.
5)
Identifikasi steroid/triterpenoid
Sebanyak 5 gram serbuk simplisia dimaserasi dalam 20 ml
eter selama 2 jam kemudian disaring. Diuapkan dalam cawan penguap
sampai kering. Ditambahkan 2 tetes asam asetat anhidrat dan 1 tetes
asam sulfat pekat ke dalam residu. Terbetuknya warna hijau atau
merah menunjukkan adanya steroid/triterpenoid.
6) Identifikasi golongan kuinon
Sebanyak 1 gram serbuk simplisia dipanaskan dalam air
selama 5 menit, disaring. Sebanyak 5 ml filtat ditambah beberapa tetes
larutan NaOH 1 N. Terbentuknya warna merah menunjukkan adanya
kuinon.
7) Identifikasi golongan minyak atsiri
Sebanyak 2 gram serbuk simplisia dimasukkan ke dalam tabung
reaksi (volume 20 ml), tambahkan 10 ml pelarut petroleum eter. Pada
mulut tabung dipasang corong yang diberi lapisan kapas yang telah
dibasahi dengan air, kemudian disaring dengan kertas saring. Filtrat
yang diperoleh diuapkan pada cawan penguap, selanjutnya residu
dilarutkan dengan pelarut etanol 95 % sebanyak 5 ml lalu disaring
dengan kertas saring. Filtratnya diuapkan dengan cawan penguap,
residu yang berbau aromatik menunjukkan adanya senyawa golongan
minyak atsiri.
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 46/319
33
4.3.3 Pembuatan ekstrak etanol 70 % teh hitam (Camell ia sinensis L.)
Pembuatan ekstrak dilakukan dengan cara maserasi. Serbuk
simplisia teh hitam (Camellia sinensis L.) ditimbang sebanyak 500 gram,
kemudian dimasukkan ke dalam erlemenyer, ditambahkan pelarut etanol
70 % sampai serbuk simplisia terendam. Pelarut dilebihkan setinggi
kurang lebih 2,5 cm di atas permukaan serbuk (Harbone, 1987). Proses
maserasi ini dilakukan selama 5x24 jam sambil diaduk. Lalu disaring
menggunakan kapas untuk menyaring ampas. Proses ini dilakukan
berulang-ulang hingga tidak ada lagi senyawa yang terekstrak yang
ditandai dengan warna pelarut yang jernih atau hampir tidak berwarna.
Filtrat yang diperoleh dikumpulkan, kemudian disaring dengan
menggunakan kertas saring dan diuapkan pelarutnya dengan menggunakan
vakum rotavapor pada suhu 40-50 °C hingga diperoleh ekstrak kental
etanol 70 % teh hitam (Camellia sinensis L.)
4.3.4 Pemeriksaan karakterisasi ekstrak
A. Parameter spesifik ekstrak
1) Identitas
Pengujian ini dilakukan untuk mencari identitas yang
spesifik dari ekstrak yang diuji. Pengujian ini meliputi dari
pendeskripsian dari nama ekstrak (nama latin tumbuhan, bagian
tumbuhan yang digunakan, nama Indonesia tumbuhan dan senyawa
identitas yang dapat dijadikan sebagai petunjuk dengan metode
tertentu).
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 47/319
34
2) Organoleptik
Pengujian ini dilakukan dengan meggunakan panca indera
untuk mendeskripsikan dari bentuk, warna, bau, dan rasa.
3) Pemeriksaan keasaman dan kebasaan/pH
Cara : pH ekstrak teh hitam diukur dengan pH meter yang telah
dikalibrasi dengan dapar standar pH 4 dan pH 7.
B. Parameter non spesifik ekstrak (Depkes RI, 2000)
1) Pemeriksaan susut pengeringan
Penetapan susut pengeringan dilakukan dengan metode
gravimetri. Krus tertutup bersih dan kering ditimbang sebagai berat
kosong (a), krus tersebut dimasukkan ekstrak dan ditimbang (b)
dan dipanaskan pada suhu 105 0C selama 30 menit dan ditimbang
(c). Pemanasan dilakukan sampai diperoleh bobot yang tetap.
% Kadar air :
2) Pemeriksaan kadar abu
Krus tertutup bersih dan kering ditimbang sebagai berat
kosong (a), sebanyak 2 gram ekstrak (b) dimasukan ke dalam krus
yang sudah ditara, kemudian dipijarkan di dalam tanur pada suhu
700 0C sampai menjadi abu, didinginkan dan ditimbang hingga
diperoleh bobot yang tetap atau stabil (c).
% Kadar abu =
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 48/319
35
3) Randemen Ekstrak
Randemen ekstrak etanol dihitung dengan membandingkan
berat awal simplisia dan berat akhir ekstrak yang dihasilkan.
% Randemen ekstrak :
4.3.5 Penentuan panjang gelombang maksimum
Panjang gelombang ditentukan pada konsentrasi 100 ppm ekstrak
etanol 70 % teh hitam (Camellia sinensis L.) yang di larutkan dalam etanol
95 %. Pengukuran dilakukan pada panjang gelombang UV yaitu 200 – 400
nm (Hasil absorbansi dapat dilihat pada lampiran 4).
4.3.6 Formulasi Krim
Tabel 3. Formula Krim Ekstrak Etanol 70 % Teh Hitam (Camellia
sinensis L.)
Bahan
Formula (%)
KN KP KrT 1 % KrT 2 % KrT 3 %
Ekstrak daun teh hitam
Asam stearat
Setil Alkohol
Vaselin album
Adeps lanae
Oleum olivae
Nipagin
Trietanolamin
Propilenglikol
Dimetikon
Benzofenon-3
Aquadest ad
-
15
1
4
0,5
4
0,1
1,2
7
1
-
100
-
15
1
4
0,5
4
0,1
1,2
7
1
3
100
1
15
1
4
0,5
4
0,1
1,2
7
1
-
100
2
15
1
4
0,5
4
0,1
1,2
7
1
-
100
3
15
1
4
0,5
4
0,1
1,2
7
1
-
100
Keterangan: (KN) Kontrol negatif (krim tanpa ekstrak dan tanpa
benzofenon-3), (KP) Kontrol positif (krim mengandung
benzofenon-3), (KrT 1 %) Krim teh 1 %, (KrT 2 %) Krim
teh 2 %, (KrT 3 %) Krim teh 3 %.
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 49/319
36
4.3.7 Pembuatan sediaan krim ekstrak etanol 70 % teh hitam (Camellia
sinensis L.)
a.
Fase minyak (asam stearat, setil alkohol, vaselin album, oleum olivae,
benzofenon-3 dan adeps lanae) dipanaskan hingga temperatur 70 oC
(campuran pertama)
b. Fase air (trietanolamin, metil paraben, dimetikon dan propilenglikol)
masing-masing dilarutkan dalam air panas (campuran kedua).
c. Campuran kedua (fasa air) sedikit demi sedikit dimasukkan ke dalam
campuran pertama (fase minyak) pada suhu 70 oC sambil terus diaduk.
Setelah tercampur lalu digerus dalam lumpang yang telah dipanaskan
sampai terbentuk massa krim. Penggerusan dilakukan hingga mencapai
suhu kamar. Setelah dingin ekstrak etanol 70 % daun teh hitam
dimasukkan sedikit demi sedikit ke dalam basis sambil terus diaduk
hingga homogen.
4.3.8 Evaluasi sediaan krim tabir surya
1) Pengamatan organoleptis
pengamatan organoleptis dapat dinilai dari tekstur sediaan yang
stabil meliputi perubahan warna dan bau krim. Pengamatan dilakukan
terhadap krim yang baru dibuat dan yang telah disimpan.
2)
Homogenitas
Pengujian homogenitas ini dilakukan dengan cara mengoleskan
krim yang telah dibuat pada kaca objek, kemudian dikatupkan dengan
kaca objek yang lainnya dan dilihat apakah basis tersebut homogen
dan apakah permukaannya halus merata. Pengukuran dilakukan pada
krim yang yang baru dibuat dan yang telah disimpan.
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 50/319
37
3) Pengukuran pH
Krim dimasukkan ke dalam wadah, lalu diukur pHnya dengan
pH meter yang sebelumnya telah dikalibrasi dengan dapar standar (pH
4 dan pH 7). Pengukuran dilakukan pada krim yang baru dibuat dan
krim telah disimpan.
4) Uji viskositas
Penentuan viskositas sediaan krim dilakukan dengan
menggunakan alat viskometer Brookfield digital dengan
menggunakan spindel R6 dan dengan kecepatan putar sebesar 12
rpm. Penentuan viskositas ini bertujuan untuk mengetahui adanya
perubahan kekentalan pada tiap formula krim. Pembacaan hasil
viskositas dalam Cp. Pengukuran dilakukan pada krim yang baru
dibuat dan krim yang telah disimpan.
5)
Sentrifugasi.
Pengujian dilakukan dengan cara memasukan sediaan krim
kedalam tabung sentrifugasi, kemudian diputar pada 2.000-3.000
rpm selama 30 menit, kemudian diamati perubahan fisiknya apakah
terjadi pemisahan. Pengukuran dilakukan pada krim yang baru dibuat
dan yang telah disimpan.
6) Uji stabilitas penyimpanan
Krim disimpan selama 4 minggu pada temperatur ruang
(28±2 °C). Kemudian dievaluasi setiap minggunya meliputi
organoleptis, homogenitas, viskositas, dan pH.
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 51/319
38
7) Evaluasi Cycling test
Sediaan diletakkan pada suhu 2-4 °C selama 2 hari
dilanjutkan dengan meletakkan sediaan pada suhu 40 °C selama 2
hari (1 siklus) pemeriksaan dilakukan sebanyak 3 siklus dan diamati
terjadinya perubahan fisik dari sediaan krim pada sebelum cycling
test dan sesudah cycling test .
4.3.9 Uji fotostabilitas krim tabir surya (Nining, 2005)
1) Pengukuran serapan awal krim.
Setiap formula ditimbang sebanyak 0,3 gram kemudian
dilarutkan dalam 30 ml etanol 95 % dan diukur serapannya dengan
spektrofotometer UV pada panjang gelombang maksimum yang telah
diperoleh (293,4 nm)
2) Pengukuran perubahan serapan krim setelah beberapa waktu
penyinaran dengan sinar UV.
Setiap formula ditimbang 0,3 gram selanjutnya dioleskan
secara merata pada kaca objek dan disinari dengan UV pada panjang
gelombang 366 nm. Lama sinar bervariasi selama 30, 60, 90, dan 120
menit. Kemudian krim yang telah dipaparkan dilarutkan dalam 30 ml
etanol 95 % dan diukur serapannya dengan spektrofotometer pada
panjang gelombang yang telah diperoleh (293,4 nm).
4.3.10 Pengolahan data
Hasil percobaan dihitung dan diolah secara statistik. Data uji
fotostabilitas krim dibuat antara absorbansi terhadap lamanya waktu
paparan sinar UV 366 nm (menit) dan dianalisis dengan metode Analisia
Varian satu arah (ANAVA).
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 52/319
39
4.3.11 Uji efektivitas krim kabir surya
1) Uji efektivitas tabir surya ekstrak etanol 70 % teh hitam
Dibuat larutan induk ekstrak etanol 70 % teh hitam dalam
etanol 95 % dengan konsentrasi 500 ppm. Dari larutan induk tersebut
dibuat seri larutan dengan konsentrasi 40, 60, 80, 100, dan 120 ppm
yang diukur serapannya setiap 5 nm pada rentang panjang gelombang
292,5-372,5 nm. Dan dihitung % Te dan % Tp.
2) Uji efektivitas krim tabir surya
Setiap formula ditimbang 1,25 gram dilarutkan dalam etanol 95
% sampai 25 mL. Kemudian diambil 5 mL larutan, diencerkan dengan
etanol 95 % hingga 25 mL. Masing-masing larutan diamati
serapannya setiap 5 nm pada rentang panjang gelombang eritema dan
pigmentasi yaitu pada panjang gelombang 292,5-372,5 nm, kemudian
dihitung % Te dan % Tp, berdasarkan rumus:
% Te = ∑
∑
% Tp =∑
∑
Keterangan:
% Te = Nilai persen transmisi eritema
% Tp = Nilai persen transmisi pigmentasi
Ee = ∑
Ep = ∑
Serta menentukan kategori tabir surya yang diperoleh dari nilai
% Te dan % Tp.
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 53/319
40
BAB V
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
5.1. Hasil Penelitian
5.1.1 Pengumpulan bahan dan determinasi
Bahan yang digunakan untuk penelitian ini adalah teh hitam yang
diperoleh dari Perkebunan Teh Gunung Mas Bogor (PT. Perkebunan
Nusantara VIII).
Determinasi tanaman dilakukan di Herbarium Bogoriense, Pusat
Penelitian Biologi LIPI Cibinong, Bogor, Jawa Barat. Hasil determinasi
menunjukan bahwa tanaman ini adalah daun teh (Camellia sinensis L.)
suku Theaceae.
5.1.2 Penapisan fitokimia
Tabel 4. Hasil Penapisan Fitokimia
Golongan Hasil penapisan
simplisia
Hasil penapisan
ekstrak
Alkaloid
Flavonoid
Tanin
Saponin
Steroid/Triterpenoid
Minyak Atsiri
Kuinon
+
+
+
+
-
-
+
+
+
+
+
-
-
+
Keterangan: (+) Menunjukan reaksi positif, (-) Menunjukan reaksi
negatif
5.1.3 Ekstraksi serbuk teh hitam
Hasil ekstraksi dari 500 gram serbuk simplisia kering teh hitam
(Camellia sinensis L.) diperoleh ekstrak kental berwarna hitam sebanyak
164 gram dengan rendemen ekstrak 32,8 %. Perhitungan randemen dapat
dilihat pada lampiran 5.
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 54/319
41
5.1.4 Karakterisasi ekstrak etenol 70 % teh hitam
Tabel 5. Hasil Karakterisasi Ekstrak Etanol 70 % Teh Hitam
Jenis Karakterisasi Hasil
Parameter Spesifik:
Identitas
Nama Identitas
Nama latin tumbuhan
Bagian tumbuhan yang digunakan
Nama Indonesia tumbuhan
Organoleptik
Bentuk
Warna
Bau
Rasa
pH
Bobot Jenis
Ekstrak kental etanol 70 % teh hitam
Camellia sinensis L.
Daun
Enteh / teh
Kental
Hitam
Khas (tajam)
Pahit
5,62
0,874 gram/ml
Parameter Non Spesifik
Kadar Abu
Susut pengeringan
Rendemen
0,36 %
6,21 %
32,8 %
Hasil perhitungan karakterisasi ekstrak dapat dilihat pada lampiran 5.
5.1.5 Penentuan panjang gelombang maksimum
Panjang gelombang maksimum ekstrak etanol 70 % teh hitam
(Camellia sinensis L.) yaitu 293,4 nm. Hasil dapat dilihat pada lampiran 4.
5.1.6 Evaluasi krim
1) Uji stabilitas penyimpanan
Stabilitas krim disimpan pada suhu ruang (28±2 °C) selama 4
minggu. Kemudian dievaluasi setiap minggunya meliputi organoleptis,
homogenitas, viskositas, dan pH.
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 55/319
42
Tabel 6. Hasil Pemeriksaan Organoleptis
Formula
Minggu ke-
0 1 2 3 4
KN Warna putih;
bau oleum
Rosae
Warna putih;
bau oleum
rosae
Warna putih;
bau oleum
rosae
Warna putih;
bau oleum
rosae
Warna putih;
bau oleum
rosae
KP Warna putih;
bau oleum
rosae
Warna putih;
bau oleum
rosae
Warna putih;
bau oleum
rosae
Warna putih;
bau oleum
rosae
Warna putih;
bau oleum
rosae
KrT
1 %
Warna cokelat
muda; bau
oleum rosae
Warna cokelat
muda; bau
oleum rosae
Warna cokelat
muda; bau
oleum rosae
Warna cokelat
muda; bau
oleum rosae
Warna cokelat
muda; bau
oleum rosae
KrT
2 %
Warna cokelat
muda; bau
oleum rosae
Warna cokelat
muda; bau
oleum rosae
Warna cokelat
muda; bau
oleum rosae
Warna cokelat
muda; bau
oleum rosae
Warna cokelat
muda; bau
oleum rosae KrT
3 %
Warna
cokelat; bau
oleum rosae
Warna
cokelat; bau
oleumrosae
Warna
cokelat; bau
oleum rosae
Warna
cokelat; bau
oleum rosae
Warna cokelat;
bau oleum
rosae
Keterangan: (KN) Kontrol negatif, (KP) Kontrol positif, (KrT 1 %) Krim teh 1
%, (KrT 2 %) Krim teh 2 %, (KrT 3 %) Krim teh 3 %.
Tabel 7. Hasil Pemeriksaan Homogenitas
Formula Minggu ke-
0 1 2 3 4KN
KP
KrT 1 %
KrT 2 %
KrT 3 %
homogen
homogen
homogen
homogen
homogen
homogen
homogen
homogen
homogen
homogen
homogen
homogen
homogen
homogen
homogen
homogen
homogen
homogen
homogen
homogen
homogen
homogen
homogen
homogen
homogen
Tabel 8. Hasil Pemeriksaan Sentrifugasi
FormulaMinggu ke-
0 4
KN
KP
KrT 1 %
KrT 2 %
KrT 3 %
Tidak memisah
Tidak memisah
Tidak memisah
Tidak memisah
Tidak memisah
Tidak memisah
Tidak memisah
Tidak memisah
Tidak memisah
Tidak memisah
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 56/319
43
Tabel 9. Hasil Pemeriksaan pH
Formula Minggu ke-
0 1 2 3 4
KNKP
KrT 1 %
KrT 2 %
KrT 3 %
7,437,50
7,35
7,40
7,39
7,387,46
7,30
7,28
7,21
7,307,22
7,19
7,11
7,18
7,247,01
7,15
7,06
7,11
7,137,00
7,04
6,86
6,94
Gambar 3. Kurva Hubungan antara pH dengan Waktu Penyimpanan
Tabel 10. Hasil Pemeriksaan Viskositas (Cp)
Formula Minggu ke-
0 1 2 3 4
KN
KP
KrT 1 %
KrT 2 %
KrT 3%
34600
43800
42400
46200
40100
36100
47400
44800
46800
44100
41400
49300
48300
47800
49200
47200
51200
50400
49800
52100
52200
51800
57200
53600
60700
Gambar 4. Kurva Hubungan antara Viskositas dengan Waktu
Penyimpanan
0
20000
40000
60000
80000
0 1 2 3 4
v i s k o s i t a s ( c p )
Minggu ke-
KN KP KrT 1 % KrT 2% KT 3 %
6,4
6,6
6,8
7
7,2
7,4
7,6
0 1 2 3 4
p
H
Minggu ke-
KN KP KrT 1 % KrT 2% KrT 3 %
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 57/319
44
2) Evaluasi Cycli ng Test
Pemeriksaan dilakukan sebanyak 3 siklus dan diamati
terjadinya perubahan fisik dari sediaan krim pada sebelum cycling test
dan sesudah cycling test .
Tabel 11. Hasil Pemeriksaan Organoleptis
Formula Organoleptis
Sebelum cycling test Sesudah cycling test
KN Warna putih;
bau oleum rosae
Warna putih;
bau oleum rosae
KP Warna putih;
bau oleum rosae
Warna putih;
bau oleum rosae KrT 1 % Warna cokelat muda;
bau oleum rosae
Warna cokelat muda;
bau oleum rosae
KrT 2 % Warna cokelat muda;
bau oleum rosae
Warna cokelat muda;
bau oleum rosae
KrT 3 % Warna cokelat;
bau oleum rosae
Warna cokelat;
bau oleum rosae
Keterangan: (KN) Kontrol negatif, (KP) Kontrol positif, (KrT 1%) Krim
teh 1 %, (KrT 2 %) Krim teh 2 %, (KrT 3 %) Krim teh 3 %.
Tabel 12. Hasil Pemeriksaan Homogenitas
Formula Homogenitas
Sebelum cycling test Sesudah cycling test
KN
KP
KrT 1 %
KrT 2 %
KrT 3 %
homogen
homogen
homogen
homogen
homogen
homogen
homogen
homogen
homogen
homogen
Tabel 13. Hasil Pemeriksaan Sentrifugasi
Formula Sentrifugasi
Sebelum cycling test Sesudah cycling test
KN
KP
KrT 1 %
KrT 2 %
KrT 3 %
Tidak memisah
Tidak memisah
Tidak memisah
Tidak memisah
Tidak memisah
Tidak memisah
Tidak memisah
Tidak memisah
Tidak memisah
Tidak memisah
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 58/319
45
Tabel 14. Hasil Pemeriksaan pH
Formula pH
Sebelum cycling test Sesudah cycling test
KNKP
KrT 1 %
KrT 2 %
KrT 3 %
7,307,52
7,28
7,33
7,41
7,247,47
7,16
7,21
7,23
Gambar 5. Kurva Hubungan antara pH dengan Stabilitas
Penyimpanan Cycli ng Test .
Tabel 15. Hasil Pemeriksaan Viskositas
Formula ViskositasSebelum cycling test Sesudah cycling test
KN
KP
KT 1 %
KT 2 %
KT 3 %
36900
44200
36500
32500
33900
38100
45400
39200
34500
36600
Gambar 6. Kurva Hubungan antara Viskositas dengan Stabilitas
Penyimpanan pada Cycli ng Test
6,8
7
7,2
7,4
7,6
sebelum sesudah
p H
SiklusKN KP KrT 1 % KrT 2% KrT 3 %
0
10000
20000
30000
40000
50000
sebelum sesudah
V i s k o s i t a s ( c p )
Siklus
FN FP KT 1 % KT 2% KT 3 %
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 59/319
46
5.1.7 Uji fotostabilitas krim
Tabel 16. Hasil Pengukuran Perubahan Serapan Krim Sebelum dan
Sesudah Beberapa Waktu Penyinaran dengan Sinar UV
366 nm.
Formula
Absorban rata-
rata sebelum
penyinaran *
(0 menit)
Absorban rata-rata setelah penyinaran*
30 menit 60 menit 90 menit 120 menit
KN
KP 3 %
KrT 1 %
KrT 2 %
KrT 3 %
0,2522
1,9222
0,7514
0,7844
0,8443
0,2203
1,8272
0,6685
0,7026
0,7591
0,1937
1,7526
0,6202
0,6601
0,7029
0,1372
1,6845
0,5771
0,6066
0,6408
0,1267
1,5949
0,5015
0,5544
0,5941
* Pengukuran dilakukan dengan spektrofotometer pada panjang
gelombang maksimum 293,4 nm dengan tiga kali pengukuran
Keterangan: (KN) Kontrol negatif (krim tanpa ekstrak dan tanpa
benzofenon-3), (KP) Kontrol positif (krim mengandung
benzofenon-3), (KrT 1 %) Krim teh 1 %, (KrT 2 %) Krim
teh 2 %, (KrT 3 %) Krim teh 3 %.
Gambar 7. Kurva Hubungan antara Absorbansi dengan Lamanya
Waktu Paparan Sinar UV 366 nm
0
0,5
1
1,5
2
2,5
0 30 60 90 120
A b s o r b a n s i
Waktu (menit)
KN KP KrT 1 % KrT 2 % KrT 3 %
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 60/319
47
5.1.8 Uji efektivitas krim
Tabel 17. Uji Efektivitas Tabir Surya Ekstrak Etanol 70 % Teh Hitam(Data dapat dilihat pada lampiran 7)
Konsentrasi
(ppm)
Ee Ep % Te % Tp Kategori Penilaian
Aktivitas
40
60
80
100
120
5,5424
4,2507
4,0064
3,7672
3,5195
2,6084
2,0116
1,6484
1,5653
1,5299
2,4829
1,9042
1,7948
1,6876
1,5766
3,7574
2,8977
2,3746
2,2548
2,2038
Proteksi ultra
Proteksi ultra
Proteksi ultra
Proteksi ultra
Proteksi ultra
Tabel 18. Uji Efektivitas Krim Tabir Surya
Formula Ee Ep % Te % Tp Kategori Penilaian
Aktivitas
KP
KrT 1 %
KrT 2 %
KrT 3 %
0,0877
1,5510
0,9187
0,7161
0,0589
0,8536
0,5383
0,3143
0,0392
0,6948
0,4115
0,3208
0,0848
1,1229
0,7754
0,4527
Sunblock eritema
Sunblock eritema
Sunblock eritema
Sunblock eritema
Keterangan:
% Te =∑
∑
% Tp = ∑
∑
Ee = ∑
Ep = ∑
5.2 Pembahasan
Determinasi bahan dilakukan di Herbarium Pusat Penelitian Biologi
LIPI Cibinong-Bogor dan menunjukan bahwa tumbuhan yang digunakan
sebagai bahan baku adalah daun teh (Camellia sinensis L.) yang termasuk
dalam suku Camelliaceae (Theaceae) dengan marga Camellia.
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 61/319
48
Proses pembuatan ekstrak dilakukan dengan metode maserasi dengan
menggunakan etanol 70 % yang telah didestilasi sebelumnya. Penggunaan
metode maserasi merupakan metode yang cukup efektif dalam
mengekstraksi suatu simplisia, keuntungan menggunakan metode ini adalah
dapat terhindar dari kerusakan senyawa aktif yang terkandung dalam suatu
simplisia yang mungkin diakibatkan oleh faktor suhu. Akan tetapi dalam
menggunakan metode ini ternyata masih banyak kekurangan di antaranya
yaitu membutuhkan waktu yang cukup lama dan membutuhkan pelarut yang
cukup banyak.
Proses maserasi dilakukan sebanyak 5x24 jam dengan sesekali
pengocokan dan penggunaan pelarut yang baru hingga tidak ada lagi
senyawa yang terekstrak yang ditandai dengan warna pelarut yang jernih
atau hampir tidak berwarna. Tujuan penggunaan pelarut etanol 70 % ini
adalah untuk menarik senyawa metabolit sekunder dalam simplisia. Ekstrak
cair yang telah diperoleh kemudian dipekatkan dengan menggunakan
penguap vakum putar (rotavapor ) pada suhu 40-50 °C sampai diperoleh
ekstrak yang kental. Suhu 40-50 °C merupakan suhu optimum untuk bisa
menguapkan pelarut etanol, karena jika kurang dari suhu tersebut dapat
menjadikan proses evaporasi semakin lama, dan jika suhu yang digunakan
lebih dari suhu tersebut dikhawatirkan akan terjadi bumping sehingga proses
evaporasi tidak maksimal dan tidak efektif. Dari hasil proses ekstraksi yang
dilakukan diperoleh ekstrak kental etanol yang berwarna hitam sebesar 164
gram dengan randemen 32,8 % dari berat kering simplisia teh hitam
(Camellia sinensis L.)
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 62/319
49
Pada penelitian sebelumnya telah terbukti bahwa ekstrak air teh
hitam yang dibuat sediaan gel dapat berpotensi sebagai tabir surya
(Turkoglu. Cigirgil, 2007). Karena dalam penelitian ini sediaan tabir surya
dibuat dalam bentuk sediaan krim yang menggunakan air lebih sedikit maka
ekstrak yang digunakan adalah ekstrak etanol 70 % teh hitam. Krim
merupakan sediaan yang memiliki keuntungan berupa nilai estetikanya yang
cukup tinggi dan tingkat kenyamanan dalam penggunaannya yang cukup
baik. Di samping itu, sediaan krim ini merupakan sediaan yang mudah
dicuci, bersifat tidak lengket, memberikan efek melembabkan kulit, serta
memiliki kemampuan penyebaran yang baik (Ansel, 1989).
Formula krim yang dibuat dibedakan berdasarkan variasi konsentrasi
ekstrak yang digunakan yang terbagi dalam tiga konsentrasi yaitu 1 %, 2 %,
dan 3 %. Konsentrasi ekstrak yang digunakan ini diambil berdasarkan
konsentrasi yang digunakan dalam penentuan panjang gelombang
maksimum ekstrak. Formula krim juga dibuat tanpa menggunakan ekstrak
sebagai kontrol negatif dan menggunakan benzofenon-3 3 % sebagai kontrol
positif. Pembuatan formula kontrol negatif untuk melihat perbedaan antara
formula krim yang menggunakan ekstrak dan tidak. Sedangkan pembuatan
formula kontrol positif untuk melihat perbedaan efektivitasnya sebagai tabir
surya yang dibandingkan dengan yang menggunakan ekstrak dalam formula
krim ini.
Evaluasi stabilitas fisik sediaan krim dalam penelitian ini dilakukan
dengan 2 metode uji. Pertama, menggunakan evaluasi krim berdasarkan uji
stabilitas penyimpanan pada suhu ruang (28±2 °C) selama 4 minggu.
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 63/319
50
Kedua, evaluasi krim berdasarkan metode uji dipercepat (Cycling test ).
Cycling test merupakan simulasi perjalanan suatu sediaan farmasi pada saat
di distribusikan, di mana sediaan akan berada pada suatu tempat yang
berbeda, dan tempat tersebut dapat memiliki kondisi/suhu yang berbeda
(Sarfaraz, 2004).
Dari hasil pemeriksaan organoleptis dan sentrifugasi baik pada uji
stabilitas penyimpanan suhu ruang (28±2 °C) maupun pada uji cycling test ,
kelima formula (KN, KP, KT 1 %, KT 2 % dan KT 3 %) krim tidak
mengalami perubahan warna, bau, dan homogenitas. Hal tersebut
menunjukan bahwa kelima formula krim memiliki penampilan yang baik
dan memiliki kestabilan yang baik pula.
Uji derajat keasaman atau kebasaan (pH) merupakan parameter
fisikokimia yang harus dilakukan pada pengujian sediaan topikal (dermal ),
karena pH sediaan dapat mempengaruhi efektivitas, stabilitas, dan
kenyamanan penggunaan sediaan pada kulit. Apabila sediaan bersifat basa
(tidak masuk dalam rentang pH kulit 4,5-6,5) akan mengakibatkan kulit
terasa licin, cepat kering, dan dikhawatirkan akan mempengaruhi elastisitas
kulit, namun apabila sediaan bersifat asam dengan rentang pH di bawah
rentang pH kulit akan mengakibatkan kulit mudah teriritasi (Iswari, 2007).
Dari hasil pengamatan pH baik pada uji stabilitas penyimpanan suhu ruang
maupun pada uji cycling test menunjukkan nilai pH yang tinggi. Hal ini
disebabkan oleh salah satu basis krim yang memiliki nilai pH lebih tinggi.
Salah satu basis krim tersebut adalah trietanolamin (TEA) yang memiliki
gugus amin yang bersifat basa, dan tidak dipengaruhi oleh ekstrak etanol
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 64/319
51
70% teh hitam. Perbedaan pH sediaan dapat mempengaruhi efektivitas, jika
pH basa menyebabkan pergeseran batokromik sedangkan jika pH asam
terjadi pergeseran hipsokromik (Nadim, 1990). Pergeseran panjang
gelombang maksimum menyebabkan perubahan kemampuan menyerap UV
sehingga mempengaruhi efektivitasnya. Dalam penelitian ini perbedaan pH
sediaan tidak menyebabkan perbedaan efektivitas tabir surya yang
bermakna. Hal ini disebabkan pada rentang pH tersebut belum terjadi
pergeseran panjang gelombang maksimum. Sebab pergeseran panjang
gelombang maksimum terjadi apabila pH sediaan di atas 9 atau di bawah 4
(Nadim, 1990). Hasil uji pH pada kedua evaluasi stabilitas fisik ini juga
mengalami penurunan. Hal ini belum diketahui penyebabnya, namun
mungkin hal tersebut disebabkan wadah yang tidak kedap udara sehingga
CO2 dapat masuk ke dalam wadah, dan gas CO2 bereaksi dengan air
sehingga menyebabkan turunnya nilai pH.
Pemeriksaan viskositas krim baik berdasarkan uji stabilitas
penyimpanan pada suhu ruang maupun uji cycling test dilakukan dengan
menggunakan viskometer Brookfield pada kecepatan 12 rpm, dengan
spindel no. 6. Kelima formula mengalami peningkatan nilai viskositas. Hal
ini disebabkan oleh berkurangnya kadar air pada sediaan. Viskositas sediaan
setengah padat juga bisa meningkat dengan meningkatnya umur sediaan
(Lachman, 1994).
Uji fotostabilitas sediaan tabir surya ini dilakukan dengan cara
mengukur serapan yang dimiliki kelima formula krim baik sebelum maupun
sesudah pemaparan dengan sinar UV. Hasil pengukuran tersebut
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 65/319
52
menunjukkan bahwa serapan sediaan mengalami penurunan yang dimulai
pada menit ke-30 sampai dengan menit ke-120 (dapat dilihat pada tabel 16).
Hal ini mungkin disebabkan oleh konsentrasi ekstrak etanol 70 % teh hitam
sebagai bahan pelindung dari sinar UV yang semakin kecil karena
mengalami kerusakan dengan adanya pengaruh penyinaran. Sesuai dengan
data uji fotostabilitas bahwa semakin lama waktu penyinaran, ekstrak etanol
70 % teh hitam yang rusak semakin meningkat sehingga tidak bisa lagi
secara optimal melindungi kulit (Iswari, 2007).
Data yang diperoleh dianalisa secara statistik dengan perangkat
lunak SPSS 17.0 menggunakan metode analisa varian satu arah (ANOVA)
(Lampiran 7). Metode ini digunakan untuk melihat adanya kesamaan atau
perbedaan rata-rata penurunan persentase aktivitas krim tabir surya pada
setiap formula. Untuk analisa data menggunakan metode ANOVA terlebih
dahulu dilakukan uji normalitas dan homogenitas, hal ini bertujuan untuk
mengetahui homogenitas dan distribusi data yang normal atau tidak. Dari
hasil uji tersebut dapat dilihat bahwa data pada menit ke-0, 30, 60, 90, dan
120 terdistribusi normal dan data pada menit ke-0, 30, 60, 90, dan 120 menit
juga terlihat homogen karena tidak memiliki perbedaan yang bermakna (p ≥
0,05). Terhadap seluruh formula yang tidak memiliki perbedaan secara
bermakna dilanjutkan uji beda nyata terkecil (BNT) dengan metode LSD,
untuk menentukan formula mana yang memberikan nilai yang tidak berbeda
secara bermakna dengan formula lainnya. Dari data hasil uji BNT tersebut
diketahui bahwa pada menit ke-0, 30, 60, 90, dan 120 formula uji (1 % dan 2
%) dan kontrol negatif (KN) tidak mempunyai efek yang hampir sama
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 66/319
53
dengan kontrol positif (KP), hal ini dibuktikan dengan adanya perbedaan
yang bermakna dengan k ontrol positif (p ≤ 0,05). Pada menit ke-0, 30, 60,
90, dan 120 formula uji (1 %, 2 %, dan 3 %) dan kontrol positif (KP) tidak
mempunyai efek yang hampir sama dengan kontrol negatif (KN), hal ini
dibuktikan dengan adanya perbedaan yang bermakna dengan kontrol negatif
(p ≤ 0,05). Sedangkan pada menit ke-0, 30, 60, 90, dan 120 formula uji (3
%) mempunyai efek yang hampir sama dengan kontrol positif (KP), hal ini
dibuktikan dengan tidak adanya perbedaan yang bermakna dengan kontrol
positif (p ≥ 0,05).
Efektivitas krim tabir surya dilihat berdasarkan nilai persen transmisi
eritema (% Te) dan persen transmisi pigmentasi (% Tp). Serapan dari
masing-masing formula diukur setiap 5 nm pada rentang panjang gelombang
292,5-372,5 nm, hal ini dimaksudkan untuk mengetahui efektivitas
perlindungan yang diberikan dan untuk mengetahui kategori perlindungan
yang diberikan oleh sediaan tabir surya.
Berdasarkan hasil pengukuran absorbansi dan perhitungan, baik nilai
persen transmisi eritema maupun persen transmisi pigmentasi mengalami
perubahan. Semakin besarnya konsentrasi ekstrak etanol 70 % teh hitam
yang ditambahkan ke dalam sediaan maka % Te yang dihasilkan semakin
kecil. Hal ini disebabkan karena kemampuan untuk menyerap sinar UV yang
menjadi besar sehingga sinar UV yang dapat diteruskan ke permukaan kulit
semakin kecil.
Dari hasil perhitungan persen transmisi eritema dan persen transmisi
pigmentasi seluruh formula uji (KrT 1 %, KrT 2 %, dan KrT 3 %) berturut-
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 67/319
54
turut memiliki nilai % Te 0,6948; 0,4115; dan 0,3208, sedangkan % Tp
1,1229; 0,7754; dan 0,4527. Dari data nilai % Te dan % Tp tersebut, ketiga
formula krim termasuk tabir surya dengan kategori penilaian sebagai
sunblock (Balsam,1972). Karena syarat nilai persen transmisi eritama untuk
sunblock (% Te<1) dan persen transmisi pigmentasi (% Tp 3-40) sehingga
semua formula uji hanya memenuhi pada % Te saja (% Te < 1), artinya
sediaan krim yang mengandung ekstrak etanol 70 % teh hitam hanya mampu
menahan kulit agar tidak terjadi eritema/kemerahan bukan menahan
pigmentasi. Hal ini mungkin disebabkan karena pada formula krim yang
mengandung ekstrak etanol 70 % teh hitam memiliki daya serap pada UV B
Zheng, 2008 ) dan diketahui bahwa UV B menyebabkan efek eritema pada
kulit. Dengan adanya ekstrak etanol 70 % teh hitam tersebut maka sinar UV
B akan terserap sehingga efek eritemanya menurun.
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 68/319
55
BAB VI
KESIMPULAN DAN SARAN
6.1 Kesimpulan
1. Ekstrak etanol 70 % teh hitam (Camellia sinensis L.) dapat dibuat
menjadi sediaan krim yang baik dan stabil dengan menggunakan variasi
konsentrasi ekstrak (1 %, 2 %, dan 3 %).
2. Krim ekstrak etanol 70 % teh hitam (Camellia sinensis L.) mempunyai
efektivitas sebagai tabir surya, dengan ditunjukkan pada panjang
gelombang ekstrak yang termasuk dalam daerah UV-B, yaitu 293,4 nm
yang dikategorikan sebagai sunblock pada daerah eritema. Sediaan ini
juga memiliki nilai fotostabilitas yang dapat dilihat dari hasil statistik,
dimana formula uji (3 %) memiliki aktivitas yang hampir sama dengan
formula kontrol positif.
6.2 Saran
Diperlukan penelitian lanjutan mengenai:
1.
Uji fotostabilitas untuk pemaparan dengan sinar UV sebaiknya
menggunakan sinar UV utuh/ sinar UV yang sesuai dengan UV
sebenarnya agar hasil yang diperoleh lebih akurat.
2. Evaluasi stabilitas fisik nilai pH krim belum sesuai dengan pH kulit
maka perlu dilakukan pengurangan penggunaan basa (trietanolamin)
dalam formulasi krim untuk mendapatkan krim yang lebih baik.
3. Dilakukan uji efektivitas tabir surya pada konsentrasi ideal dengan
metode in vivo.
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 69/319
56
4. Ekstrak etanol 70 % teh hitam mempunyai serapan panjang gelombang
maksimum pada 293,4 nm yang merupakan daerah UV B, maka perlu
dilakukan kombinasi dengan bahan aktif yang mampu menyerap sinar
UV A untuk menghasilkan sediaan tabir surya yang efektif sebagai
pelindung yang baik terhadap UV A dan UV B.
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 70/319
57
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 71/319
58
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 72/319
59
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 73/319
60
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 74/319
57
DAFTAR PUSTAKA
Anief, Moh. 1993. Farmasetika. Gadjah Mada University Press : Yogyakarta.
Hal 49, 115, 118-120.
Anief, Moh. 1997. Formulasi Obat Topikal dengan Dasar Penyakit Kulit .Gadjah Mada University Press : Yogyakarta. Hal 1-2, 7-8, 58.
Anonim. 2007. http://www.kalbe.co.id/?mn=news&tipe=articles. Diakses
tanggal 10 januari 2009 pukul 19.30.
Anonim. 2010. http://reshaardianto.ac.id/2010/02/04/kandungan-teh-hitam/.
Diakses tanggal 25 februari 2010 pukul 11.45
Ansel, Howard C. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi Edisi Keempat .
Penerjemah Farida Ibrahim. UI Press : Jakarta. Hal 376, 380, 513.
Astuti, Fitria. 2005. Analisis Kimia Teh Hitam Berdasarkan standar Nasional
Indonesia 01-1902-1995. Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan
Ilmu Pengetahuan Alam. Skripsi Universitas Indonesia, Depok
Balsam, MS. And Sagarin E. 1972. Cosmetic Science and Technology. 2nd
ed .
John Willey and Sons Inc, New York. Hal. 197-291
Departemen Kesehatan RI. 1978. Farmakope Indonesia Edisi III . Direktorat
Jendral Pengawasan Obat dan Makanan : Jakarta. Hal 9
Departemen Kesehatan RI. 1985. Cara Pembuatan Simplisia. Direktorat
Jendral Pengawasan Obat dan Makanan : Jakarta. Hal 122-123.
Departemen Kesehatan RI. 1985. Formularium Kosmetika Indonesia.Direktorat Jendral Pengawasan Obat dan Makanan : Jakarta. Hal 22,
30, 32.
Departemen Kesehatan RI. 1993. Kodeks Kosmetika Indonesia. Direktorat
Jendral Pengawasan Obat dan Makanan : Jakarta. Hal 52, 246, 481-
483, 247, 406, 489.
Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia Edisi IV . Direktorat
Jendral Pengawasan Obat dan Makanan : Jakarta. Hal 6, 1030
Departemen Kesehatan RI. 2000. Parameter Standar Umum Ekstrak
Tumbuhan Obat. Direktorat Pengawasan Obat Tradisional : Jakarta.
Hal 1, 9-12.
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 75/319
58
Diana. Zoe Draelos, Thaman. Lauren. A, 2006. Cosmetic Formulation of skin
Care Product . Taylor and Francis Group. Hal. 3-8
Djuanda, adhi. Hamzah, mochtar. Dan Aisyah, siti, 2007. Ilmu Penyakit Kulitdan Kelamin. Edisi. V , FKUI, Jakatra. Hal. 3-8
Farnsworth, N.R. 1969. Biological and Phytochemical Screening of Plants. journal pharmaceutical science. Hal 255 – 265
Graaff, Kent M Van De & R Ward Rhees. 2001. Scauhm’s Easy Outlines
Human Anatomy and Physiology. McGraw-Hill : New York. Hal 29.
G.M.,Rahma. Tabir Surya. Diambil dari URL:
http://rgmaisyah.files.wordpress.com/2009/04/tabir-surya.pdf. Diakses tanggal 6 Februari 2010, pukul 10.45 WIB
Gumilar, Laras. 2004. Skripsi : Penentuan Efektivitas Krim Ekstrak Etanol Daun Singkong (Manihot utillisima Pohl) Secara In-Vitro Sebagai
Tabir Surya, Bandung.
Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern MenganalisisTumbuhan. Penerbit ITB : Bandung. Hal 6-7.
Harry, R.G. 1975. The Principles and Practice of Industrial Pharmacy, 2nd ed. Leo and Febiger : Philadelphia. Hal 417, 427-428.
Indah Firdausi, Nur. 2009. Isolasi Senyawa Etil Para Metoksi Sinamat
(Epms) Dari Rimpang Kencur Sebagai Bahan Tabir Surya Pada Industri Kosmetik. Karya Ilmiah, Jurusan Kimia, Fakultas
Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri
Malang. Diambil dari URL: http://darsono-sigit.um.ac.idwp-
contentuploads200911nur-indah-firdausi.pdf. Diakses tanggal 5Februari 2010, pukul 14.22 WIB
Iswari Trangono. Retno, Latifah. Fatma, 2007. Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik . PT. Gramedia, Jakarta. Hal. 12, 26-30, 48,
81-86.
Lachman L, Lieberman HA, Kanig JL. 1994. Teori dan Praktek Farmasi
Industri II Edisi Ketiga. Alih bahasa Suyatmi S. UI Press : Jakarta.
Hal 1042, 1051, 1064, 1087.
Levin, Cheryl BA; Howard Maibach, MD. 2002. Explorationof“Alternative”
and “Natural” Drugs in Dermatology. University of California – San
Francisco Medical Center.
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 76/319
59
Markham, K.R,. 1988. Cara Mengidentifikasi Flavonoid, Terjemahan
Kosasih Padmawinata, Penerbit ITB Bandung, Bandung. Hal. 1-10,
15
Martin A, Swarbick J, Cammarat A. 1993. Farmasi Fisik Jilid II Edisi
Ketiga. Penerjemah Yoshita. UI Press : Jakarta. Hal 766, 827-843,1023-1026, 1100-1101.
Mitsui, T.Phd. . 1997. New Cosmetics Science. Elseveir. Amsterdam. Hal.
341-351.
Mulja, M dan Suharman, 1995. Analisis Instrumental . Airlangga Univ Press.
Surabaya. Hal. 26-60
Niazi, Sarfaraz K. 2004. Pharmaceutical Manufacturing Formulations
Semisolid Products Volume 4. CRC Press. New York Washington,
D.C.
Oen, L.H, Dr, dkk. 1986. Dasar-Dasar Kosmetologi Kedokteran. Cermin
Dunia Kedokteran No 41. Penerbit : Pusat Penelitian dan
Pengembangan PT. Kalbe Farma.
Outeahealing. 2007. Kandungan Teh Hitam. (online)
http://outeahealing.wordpress.com/2007/11/17/kandungan-tehhitam/, diakses tanggal 9 November 2009
Shaath, nadim. 2005. Sunscreen; Regulation and Commercial Development .
3rd
ed. Taylor and Francis Group. New york.
Silverstein, Bassler and Morrill. 1986. Penyidikan Spektrometrik Senyawa
Organik , Edisi ke- 4. Erlangga. Jakarta. Hal. 305
Sirait. Midian, 2007. Penentun Fitokimia Dalam Farmasi, Penerbit ITB
Bandung. Hal. 129
Sugihartini. Nining, Marchaban, Prammono. Suwidjiyo, 2005. Jurnal;
Pengaruh penambahan fraksi etanol dari infusa daun ( Plantago
Major L.) terhadap efektivitas oktil Metoksinamat sebagai bahanaktiv tabir surya, Majalah Farmasi Indonesia. Hal 130-135.
XQ Zheng, J Jin. 2008. Effect ultraviolet B irradiation on accumulation of
catechins intes (Camellia sinensis (L) O. Kuntze). African JournalBiotechnology, vol 7. China. Diakses tanggal 25 Juni 2010 pukul
14,15 wib
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 77/319
60
Tuminah, Sulistyowati. 2004. Teh [(Camellia sinensis ). K. var. Assamica
(Mast)] sebagai Salah Satu Sumber Antioksidan, Cermin Dunia
Kedokteran. Jakarta
Turkoglu, M. Cigirgil, N. 2007. Jurnal; Evaluation of black tea gel and its
protection potential against UV , International Journal of CosmeticScience, vol 29. Istanbul, Turkey. Hal 437-442. Diakses tanggal 15Mei 2010 pukul 17,32 WIB
Underwood, JCE. 2004. General and Systematic Pathology Fourth Edition.
Churcill Livingstone. Hal 697.
Voigt, Rudolf. 1995. Buku Pelajaran Teknologi Farmasi. Penerjemah
Dr.rer.nat. Soendani Noerono Soewandhi, Apt. Dan Dr. Mathilda B.Widianto, Apt., Jurusan Farmasi FMIPA ITB, Penyunting Prof. Dr.
Moch. Samhoedi Reksohadiprodjo, Apt., Fakultas Farmasi UGM.
Gajah Mada University Press : Yogyakarta. Hal 434-436, 564.
Wade A, Waller PJ. 1994. Handbook of Pharmaceutical Excipients Second
Edition. The Pharmaceutical Press : London. Hal 262, 310, 337, 407,
411, 494, 538, 558.
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 78/319
61
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 79/319
UJI EFEKTIVITAS DAN FOTOSTABILITAS KRIM EKSTRAK ETANOL 70 %
TEH HITAM (Camelli a sinensis L.) SEBAGAI TABIR SURYA SECARA IN VI TRO
SYIFA OCTA MAULIDIA
NIM : 106102003375
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 80/319
Latar Belakang
< 1% radiasi
sinar matahari ke
bumi adalah UV
B
Penting untuk
pembentukan
Vitamin D
Dampak negatif
Kemerahan, noda
hitam, penuaan dini,
kekeringan, keriput
dan sampai kanker
kulit
Intensitas cahaya
meningkat
Akibat Global warmingPenting adanya pelindung
(Tabir Surya)
Camellia
sinensis L.
Di lakukan
penelitian
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 81/319
Perumusan Masalah1. Apakah ekstrak etanol 70 % teh hitam (Camellia sinensis L.)
dapat dibuat dalam sediaan krim yang baik dan stabil?
2. Bagaimana efektivitas dan fotostabilitas sediaan krim ekstraketanol 70 % teh hitam sebagai sediaan tabir surya?
Hipotesis
Ekstrak etanol 70 % teh hitam (Camellia sinensis L.)dapat dibuat menjadi sediaan krim tabir surya yang baik
dan stabil dengan efektivitas dan fotostabilitas tabir surya
yang belum diketahui.
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 82/319
Tujuan 1. Menentukan efektivitas dan fotostabilitas tabir surya sediaan krim
ekstrak etanol 70 % teh hitam (Camellia sinensis L.)
2. Membuat sediaan krim tabir surya ekstrak etanol 70 % teh hitam
(Camellia sinensis L.) yang memiliki aktivitas sebagai tabirsurya yang memberikan penampilan sediaan yang baik danstabil.
Manfaat Penelitian
Adapun manfaat penelitian ini adalah dapat memberikan
informasi tentang efektivitas dan fotostabilitas dari krimekstrak etanol 70 % teh hitam (Camellia sinensis L.) sebagaitabir surya dan formulasi krim dari ekstrak etanol 70 % tehhitam (Camellia sinensis L.) dengan menggunakan variasikonsentrasi ekstrak.
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 83/319
TanamanTeh hitam (Camellia sinensis L.)
Divisi : SpermatophytaSub divisi : Angiospermae
Kelas : Dicotyledoneae
Sub Kelas : Dialypetalae
Ordo (bangsa) : Guttiferales (Clusiales)
Familia (suku) : Camelliaceae (Theaceae)
Genus (marga) : CamelliaSpesies (jenis) : Camellia sinensis L.
Varietas : Assamica
Nama daerah : Enteh (sunda)
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 84/319
Deskripsi
Camellia sinensis L. memiliki akar tunggang yang kuat.Bunganya kuning-putih berdiameter 2,5 – 4 cm dengan 7hingga 8 petal. Daunnya memiliki panjang 4 – 15 cm danlebar 2 – 5 cm. Daun-daun itu mempunyai rambut-rambut pendek putih di bagian bawah daun. Daun muda memilikiwarna lebih terang, sedangkan daun tua berwarna lebihgelap.
Khasiat
Daun teh hitam berkhasiat sebagai obat antara lain untukmengobati penyakit asma, angina pektoris, penyakitvaskuler perifer, penyakit jantung koroner, diare, disentri,diabetes, antibakteri, antioksidan, antikanker, danantimutagenik.
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 85/319
Kerangka Konsep
Latar belakang teh hitam
Serbuk simplisia teh hitam
Pembuatan ekstrak
etanol teh hitam
Penapisan fitokimia
dan Karakterisasi
ekstrak
Penentuan panjang gelombang maksimum ekstrak etanol 70 % teh hitam
Evaluasi krim ekstrak etanol
70 % teh hitam
Stabilitas penyimpanan
pada suhu ruang (28±2
°C) dan cycling test
Uji
fotostabilitas
Uji efektivitas krim
tabir surya
Penentuan
kategori tabir
surya
Penapisan
fitokimia
Pembuatan
krim tabir surya
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 86/319
Hasil Penelitian
Hasil penapisan fitokimia simplisia dan ekstrak
Golongan Hasil penapisan
simplisia
Hasil penapisan
ekstrak
Alkaloid
Flavonoid
Tanin
Saponin
Steroid/Triterpenoid
Minyak Atsiri
Kuinon
+
+
+
+
-
-
+
+
+
+
+
-
-
+
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 87/319
Hasil karakterisasi ekstrak etenol 70 % teh hitam
Jenis Karakterisasi Hasil
Parameter Spesifik:
Identitas
Nama Identitas
Nama latin tumbuhan
Bagian tumbuhan yang digunakan
Nama Indonesia tumbuhan
Organoleptik
Bentuk
Warna
Bau
Rasa
pH
Bobot Jenis
Camellia sinensis
Camellia sinensis L.
Daun
Enteh / teh
Kental
Hitam
Khas (tajam)
Pahit
5,62
0,874 gram/ml
Parameter Non Spesifik
Kadar Abu
Susut pengeringan
Rendemen
0,36 %
6,21 %
32,8 %
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 88/319
Hasil Scanning Panjang Gelombang Maksimum Ekstrak Etanol 70% Teh Hitam
(Camellia sinensis, L) Pada Konsentrasi 100 ppm
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 89/319
Evaluasi krim ekstrak etanol 70 % teh hitam sebagai tabir surya pada
suhu ruang (28±2 °C) selama 4 minggu
• Organoleptis
Formula
Organoleptis minggu ke-
0 1 2 3 4
KN Warna putih; bau
oleum rosae
Warna putih; bau
oleum rosae
Warna putih; bau
oleum rosae
Warna putih; bau
oleum rosae
Warna putih; bau
oleum rosae
KP Warna putih; bau
oleum rosae
Warna putih; bau
oleum rosae
Warna putih; bau
oleum rosae
Warna putih; bau
oleum rosae
Warna putih; bau
oleum rosae
KrT
1 % Warna cokelat
muda; bau oleum
rosae
Warna cokelatmuda; bau oleum
rosae
Warna cokelatmuda; bau oleum
rosae
Warna cokelatmuda; bau oleum
rosae
Warna cokelatmuda; bau oleum
rosae
KrT
2 %
Warna cokelat
muda; bau oleum
rosae
Warna cokelat
muda; bau oleum
rosae
Warna cokelat
muda; bau oleum
rosae
Warna cokelat
muda; bau oleum
rosae
Warna cokelat
muda; bau oleum
rosae
KrT
3 %
Warna cokelat;
bau oleum rosae
Warna cokelat;
bau oleumrosae
Warna cokelat;
bau oleum rosae
Warna cokelat;
bau oleum rosae
Warna cokelat;
bau oleum rosae
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 90/319
• Homogenitas
Formula Homogenitas minggu ke-
0 1 2 3 4
KN
KP
KrT 1 %
KrT 2 %
KrT 3 %
homogen
homogen
homogen
homogen
homogen
homogen
homogen
homogen
homogen
homogen
homogen
homogen
homogen
homogen
homogen
homogen
homogen
homogen
homogen
homogen
homogen
homogen
homogen
homogen
homogen
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 91/319
• Sentrifugasi
Formula
Sentrifugasi minggu ke-
0 4
KN
KP
KrT 1 %
KrT 2 %
KrT 3 %
Tidak memisah
Tidak memisah
Tidak memisah
Tidak memisah
Tidak memisah
Tidak memisah
Tidak memisah
Tidak memisah
Tidak memisah
Tidak memisah
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 92/319
• pHFormula pH minggu ke-
0 1 2 3 4
KN
KP
KrT 1 %
KrT 2 %
KrT 3 %
7,43
7,50
7,35
7,40
7,39
7,38
7,46
7,30
7,28
7,21
7,30
7,22
7,19
7,11
7,18
7,24
7,01
7,15
7,06
7,11
7,13
7,00
7,04
6,86
6,94
6,4
6,6
6,8
7
7,2
7,4
7,6
0 1 2 3 4
p
H
Minggu ke-
KN KP KrT 1 % KrT 2% KrT 3 %
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 93/319
• Viskositas
Formula Viskositas (cp )minggu ke-
0 1 2 3 4
KN
KP
KrT 1 %
KrT 2 %
KrT 3%
34600
43800
42400
46200
40100
36100
47400
44800
46800
44100
41400
49300
48300
47800
49200
47200
51200
50400
49800
52100
52200
51800
57200
53600
60700
0
10000
20000
30000
4000050000
60000
70000
0 1 2 3 4
v i s k o s i t a s ( c p
)
Minggu ke-
KN KP KrT 1 % KrT 2% KT 3 %
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 94/319
Evaluasi cycling test krim ekstrak etanol 70 % teh hitam
sebagai tabir surya
• Organoleptis
Formula Organoleptis
Sebelum cycling test Sesudah cycling test
KN Warna putih;
bau oleum rosae
Warna putih;
bau oleum rosae
KP Warna putih;
bau oleum rosae
Warna putih;
bau oleum rosae
KrT 1 % Warna cokelat muda;
bau oleum rosae
Warna cokelat muda;
bau oleum rosae
KrT 2 % Warna cokelat muda;
bau oleum rosae
Warna cokelat muda;
bau oleum rosae
KrT 3 % Warna cokelat;
bau oleum rosae
Warna cokelat;
bau oleum rosae
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 95/319
• Homogenitas
Formula Homogenitas
Sebelum cycling test Sesudah cycling test
KN
KP
KrT 1 %
KrT 2 %
KrT 3 %
homogen
homogen
homogen
homogen
homogen
homogen
homogen
homogen
homogen
homogen
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 96/319
• Sentrifugasi
Formula Sentrifugasi
Sebelum cycling test Sesudah cycling test
KN
KP
KrT 1 %
KrT 2 %
KrT 3 %
Tidak memisah
Tidak memisah
Tidak memisah
Tidak memisah
Tidak memisah
Tidak memisah
Tidak memisah
Tidak memisah
Tidak memisah
Tidak memisah
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 97/319
• pH
Formula pH
Sebelum cycling test Sesudah cycling test
KN
KP
KrT 1 %
KrT 2 %
KrT 3 %
7,30
7,52
7,28
7,33
7,41
7,24
7,47
7,16
7,21
7,23
6,9
7
7,1
7,2
7,3
7,4
7,5
7,6
sebelum sesudah
p H
Siklus
KN KP KrT 1 % KrT 2% KrT 3 %
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 98/319
• Viskositas
Formula Viskositas
Sebelum cycling test Sesudah cycling test
KN
KP
KT 1 %
KT 2 %
KT 3 %
36900
44200
36500
32500
33900
38100
45400
39200
34500
36600
0
5000
10000
15000
20000
25000
30000
35000
40000
45000
50000
sebelum sesudah
V i s k o s i t a s ( c p
)
Siklus
FN FP KT 1 % KT 2% KT 3 %
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 99/319
Hasil Pengukuran Perubahan Serapan Krim Sebelum dan
Sesudah Beberapa Waktu Penyinaran dengan Sinar UV 366 nm.
Formula
Absorban rata-
rata sebelum
penyinaran * (0 menit)
Absorban rata-rata setelah penyinaran*
30 menit 60 menit 90 menit 120 menit
KN
KP 3 %
KrT 1 %
KrT 2 %
KrT 3 %
0,2522
1,9222
0,7514
0,7844
0,8443
0,2203
1,8272
0,6685
0,7026
0,7591
0,1937
1,7526
0,6202
0,6601
0,7029
0,1372
1,6845
0,5771
0,6066
0,6408
0,1267
1,5949
0,5015
0,5544
0,5941
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 100/319
Kurva Hubungan antara Absorbansi dengan
Lamanya Waktu Paparan Sinar UV 366 nm
0
0,5
1
1,5
2
2,5
0 30 60 90 120
A b s o r b a n s i
Waktu (menit)
KN KP KrT 1 % KrT 2 % KrT 3 %
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 101/319
Uji Efektivitas Tabir Surya Ekstrak Etanol 70 % Teh
Hitam
Konsent
rasi
(ppm)
Ee Ep % Te % Tp Kategori Penilaian
Aktivitas
40
60
80100
120
5,5424
4,2507
4,00643,7672
3,5195
2,6084
2,0116
1,64841,5653
1,5299
2,4829
1,9042
1,79481,6876
1,5766
3,7574
2,8977
2,37462,2548
2,2038
Proteksi ultra
Proteksi ultra
Proteksi ultraProteksi ultra
Proteksi ultra
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 102/319
Uji Efektivitas Krim Tabir Surya
Formula Ee Ep % Te % Tp Kategori Penilaian
Aktivitas
KP
KrT 1 %
KrT 2 %
KrT 3 %
0,0877
1,5510
0,9187
0,7161
0,0589
0,8536
0,5383
0,3143
0,0392
0,6948
0,4115
0,3208
0,0848
1,1229
0,7754
0,4527
Sunblock eritema
Sunblock eritema
Sunblock eritema
Sunblock eritema
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 103/319
TERIMAKASIH
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 104/319
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 105/319
Proses Pembuatan Teh Hitam
Daun teh segar
Dilayukan
Digiling
Fermentasi pada suhu19-26 °C dengan
kelembaban sekitar 90-
98 % . Selama 60-100
menit
Dikeringkan selama
13-18 menit. Sampai
kadar air 2,5-3,5 %
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 106/319
Pembuatan ekstrak etanol 70 % teh hitam
500 gram Serbuk teh
hitam (Camellia
sinensis L.)
Diamaserasi dengan
7 L etanol 70 %
Maserat cair serbuk teh
hitam
Penapisan
fitokimia serbuk
simpllisia
Di evaporasi dengan
vakum rotavapor
Ekstrak etanol 70 %
teh hitam
Disaring dengan kapas dan
kertas saring
Penapisan fitokimia
dan karakterisasi
ekstrak
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 107/319
Penentuan panjang gelombang maksimum
Ekstrak etanol 70 % teh hitam
100 ppm dalam etanol 95 %
Di ukur pada panjang
gelombang 200-400 nm dengan
spektrofotometer
Diperoleh panjang
gelombang maksimum
ekstrak etanol 70 % teh
hitam
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 108/319
Pembuatan sediaan krim
Fase minyak (asam stearat, setil
alkohol, vaselin album, oleum olivae,
benzofenon-3 dan adeps lanae)
Fase air (trietanolamin, metil
paraben, dimetikon dan
propilenglikol)
Fase air di masukkan sedikit
demi sedikit ke dalam fase
minyak pada suhu 70 °C
Di gerus dalam lumpang yang
telah dipanaskan sampaiterbentuk masa krim
Di masukkan ekstrak etanol
70 % teh hitam, sambil
terus diaduk.
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 109/319
Uji fotostabilitas krim tabir surya
• Pengukuran serapan awal krim
Setaiap formula
ditimbang 0,3 gram
Dilarutkan dalam etanol 95 %
Diukur serapannya dengan
spektrofotometer UV-Vis pada panjang
gelombang 293,4 nm
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 110/319
• Pengukuran serapan krim setelah beberapa
waktu penyinaran dengan sinar UV 366 nm
Setiap formula ditimbang
0,3 gram
Dioleskan secara merata
pada kaca objek
Disinari dengan lampu UV 366
nm
Lama penyinaran
bervariasi selama 30,
60, 90, dan 120 menit
Perubahan serapan yang terjadi
setelah penyinaran diukur
dengan spektro UV-Vis pada
panjang gelombang 293,4
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 111/319
Uji efektivitas ekstrak etanol 70 % teh hitam
Larutan induk ekstrak etanol 70 % teh
hitam dalam etanol 95 % degan
konsentrasi 500 ppm
Dibuat seri larutan dengan konsentrasi
40, 60, 80, 100, dan 120 ppm
Diukur serapannya setiap 5 nm pada
rentang panjang gelombang 292,5-
372,5 nm
Dihitung % Te dan % Tp
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 112/319
Uji efektivitas krim tabir surya
Setiap formula ditimbang 1,25 gram
Dilarutkan dalam etanol 95 % sampai 25 ml
Diambil 5 ml larutan, kemudian diencerkan dengan etanol 95 %
Dari nilai serapan yang diperoleh dihitung intensitas
transmitansinya (T) dengan rumus T= 10−
Diukur serapannya setiap 5 nm pada rentang panjang gelombang 292,5-372,5 nm
Nilai fluks eritema yang diteruskan oleh bahan tabir surya (Ee)
dihitung dengan cara mengalikan nilai transmisi (T) dengan
fluks eritema (Fe) pada panjang gelombang 292-317 nm
Nilai fluks pigmentasi (Ep) dihitung dengan cara mengalikan nilai transmisi
(T) dengan fluks pigmentasi (Fp) pada panjang gelombang 322-372 nm
Selanjutnya dihitung denga rumus:
% Te =
% Tp =
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 113/319
• Randemen ekstrak
Berat total ekstrak : 164 gram
Berat simplisia kering : 500 g
% Randemen ekstrak = ℎ
× 100 %
= 164 x 100%
500
= 32,8%
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 114/319
• Bobot jenis ekstrak teh hitam
Berat piknometer kosong (w1) : 16,233 g
Berat piknometer + air (w2) : 40,772 gBerat piknometer + ekstrak (w3): 37,683 g
Bobot jenis =3−
2− × 1 /ml
= 37,683 – 16,233 × 1 /ml
40,772 – 16,233
= 0,874 gram/ml
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 115/319
• Susut pengeringan
Berat cawan (a) : 23,150 g
Berat cawan + ekstrak awal (b) : 24,147 g Berat cawan + ekstrak akhir (c) : 24,085g
% susut pengeringan :−
− × 100 %
: 24,147 – 24,085 x 100 %
24,147 – 23,150
: 6,21 %
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 116/319
• Kadar abu
Berat cawan (a) : 25,752 g
Berat ekstrak (b) : 3,009 g Berat ekstrak akhir (c) : 25,763 g
% Kadar Abu :−
× 100%
: 25,763 – 25,752 x 100%
3,009
: 0.365 %
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 117/319
Exploration of “Alternative” and “Natural”Drugs in Dermatology
Cheryl Levin, BA; Howard Maibach, MD
Objective: To review some of thepromising natural rem-edies within dermatology to explore their potential clini-cal benefit in supplementing conventional drugs.
Data Sources: MEDLINE searches from January 1966throughOctober 2000 andScience Citation Index searchesfrom January 1974 through October 2000 were con-ducted.
Study Selection: Primary importance was given to invivo and in vitro controlled studies, the results of whichencourage further exploration.
Data Extraction: The controls used, the statistical ap-proach to analysis, and the validity of the experimentalmethod analyzed were considered particularly impor-
tant. Data were independently extracted by multiple ob-servers.
Data Synthesis: Natural remedies seem promising intreating a wide variety of dermatologic disorders, includ-ing inflammation, phototoxicity, psoriasis, atopic der-matitis, alopecia areata, and poison oak.
Conclusions: The alternative medicationspresented seempromising, althoughtheir true effects are unknown.Manyof the presented studies do not allow deduction of clini-cal effects. Further experimentation must be performedto assess clinical benefit.
Arch Dermatol. 2002;138:207-211
RECENTLY, ALTERNATIVE rem-edies have been investi-gated to supplement tradi-tional drugs. We performeda literature search to high-
light recently reported medicaments. Em-phasis was placed on studies that fol-lowed the evidence-based dermatologyguidelines.1,2
RESULTS
Alternative medications and their poten-tial clinical uses from human studies andanimal and in vitro studies3-24 are summa-rized in the Table.
TEA EXTRACTS
Ultraviolet solar radiation may induce a va-riety of adverse effects in humans, includ-
ing melanoma,25 photoaging of theskin,26,27
sunburn,28 and immunosuppression.29,30
Protection against UV-induced skin dam-ageincludes avoidanceof sunexposure,ap-plication of sunscreens, low-fat diets,31,32
and pharmacologic intervention with reti-noids.33 More recently, green tea extractshave been reported to be beneficialin treat-ing UV-induced photodamage.
In a study byElmets et al,6 1% to10%green tea polyphenolic (GTP) fraction-
sin ethanol and water vehicle wereapplied onto the backs of 6 volunteers.Thirty minutes after GTP application,patients were exposed to twice the mini-mal erythema dose of UV radiation from asolar simulator. Theminimalerythemadosewas determined for each patient by expos-ing skin to graded doses of UV radiationfrom the solar simulator. Green tea ex-tracts resulted in a dose-dependent reduc-tion of UV-induced erythema as measuredby chromatometry and visual evaluation.
The (-)-epigallocatechin-3-gallate and(-)-epicatechin-3-gallate polphenolicfractions were most effective, whilethe (-)-epigallocatechin (EGC) and(-)-epicatechin fractions had little effect.Histologic examination showed a de-
crease in sunburn cells in GTP-treatedskin. Epidermal Langerhans cells, the an-tigen-presenting cells involved in the skinimmune response, were significantly pro-tected against UV damage. Finally, GTPfractions reduced UV-induced mutationsin DNA, as detected by means of a phos-phorus 32 postlabeling technique. Spec-trophotometric analysis indicated that GTPfractions did not absorb UV-B light, im-plying a mechanism of action different
See also pages 232 and 251
STUDY
From the University of California–San FranciscoMedical Center.
(REPRINTED) ARCH DERMATOL/ VOL 138, FEB 2002 WWW.ARCHDERMATOL.COM207
©2002 American Medical Association. All rights reserved. on May 5, 2010www.archdermatol.comDownloaded from
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 118/319
from that of sunscreens. This study demonstrates the po-tential benefit of GTP extracts in preventing UV-induced immunosuppression and erythema.
The use of GTP extracts was also found to be ben-eficial in treating UV-inducedimmunosuppressionin mice.TheGTP extracts, fruitsand vegetables, andquercetin andchrysin significantly prevented the UV-induced suppres-sion of contact hypersensitivity to picryl chloride whencompared with irradiated, untreated control (P.05). In-creased ear thickness measurements were used to evalu-
ate the response. The GTP was administered in concen-trations of 0.1% and0.01%.17 Green tea extractshave beenbeneficial in preventing early signs of photochemical dam-age to mouse and human skin treated with psoralen–UV-A therapy. Psoralen–UV-A, a treatment for psoriasis,increases the patient’s risk of developing melanoma andsquamous cell carcinoma. Pretreatment and posttreat-ment with thegreenteaextractsin mouse andhuman skinsignificantly decreased markers of this photochemicaldamage,namely hyperplasia and hyperkeratosis, c-fos andp53, and erythema, (P.05), when compared with ve-hicle controls (water given before and after treatment).34
The effects of green tea on skin are further discussed byKatiyar et al.35
Oral and topical standardized black tea extracts alsodecreasedphotochemical damageto the skin. In onestudy,standardized black tea extracts significantly reduced ery-thema and skinfold thickness associated with UV-B–induced carcinogenesis in cultured keratinocytes andmouseandhuman skin (P.05). In topically treated mice,a 64% reduction in severity of erythema and a 50%decrease in skinfold thickness were observed whencompared with vehicle control. A decrease in the expres-sion of c-fos, c-jun, and p53 in mouse skin and keratino-cytes pretreated with standardized black tea extracts wasalso noted. This study indicates that when green tea isoxidized to black tea, the extracts remain beneficial inpreventing the early signs of UV-B–induced phototoxic
effects, namely, sunburn and skin thickness.18
OTHER HERBS
Tea produced from the leaves of the Eucommia ulmoidesOLIVER tree (EUOL) is commonly consumed in China,Korea, and Japan. Geniposidic acid, a main componentof EUOL, seems beneficial in improving some of the signsof aging in model rats. Falsely aged model rats fed a dietconsisting of a 2.4% water-soluble methanol extract of EUOL had a statistically significant increased stratum
corneum turnover rate compared with rats fed a com-parable diet without the EUOL. In a similar experiment,rats fed geniposidic acid also had improved stratumcorneumturnover. With aging, the stratum corneum turn-over rate decreases, suggesting that EUOL and, specifi-cally, geniposidic acid may alter the aging process.22
Benzoyl peroxide (BPO) is a free radical–generatingcompound and strong oxidizer. It is commonly used as apolymerization initiator,36 an additive in cosmetics,37 and
a bleaching agent for flour andcheese.38
Spearmint mayab-rogate the effects of BPO-induced tumor promotion.In a recent study, pretreatment with spearmint
(Mentha spicata) induced a statistically significant de-crease in the BPO oxidative damage, toxic effects, and cel-lular hyperproliferation in adult female albino mice whencompared with the BPO-treated control group. Topicalspearmint extracts salvaged the levels of antioxidantenzymesglutathioneperoxidase,glutathionereductase, glu-tathione S-transferase, andcatalase that arereduced by BPOtreatment alone. The BPO-elevated microsomal lipid per-oxidation and hydrogen peroxide generation were signifi-cantly reduced with spearmint pretreatment. Further-more, spearmint significantly decreasedmarkers for cellular
DNAsynthesis, namelyornithine decarboxylaseactivityandthymidine uptake,as compared with BPO treatment alone.Analysis was performed on excised mouse skin.20
HYDROXYACIDS
Topical -lipohydroxyacid (-LHA), a derivative of sali-cylic acid, improved some of the manifestations of ag-ing in women by inducing a statistically significant epi-dermal thickening and dendrocytic hyperplasia. Both theyounger and elder populations exhibited improvement,but the changes were more diverse in the older women. When compared with placebo, 6% of the young and 16%of the elderly population experienced increased filag-
grin layer thickness. Further studies are needed to un-derstand the mechanism of hydroxyacid action and,thereby, their full effect on aging skin.7
ESSENTIAL FATTY ACIDS
Patients with atopicdermatitis (AD) are thought to have areduced rate of conversion from linoleic acid to -linole-nic acid (GLA), dihomo--linolenic acid, or arachidonicacid as compared with healthy subjects.39-42 ReplacementofGLA, inthe form ofprimroseoil or borageoil, may there-fore benefit in the treatment of these patients.
In fact, more than 20 randomized controlled studiesassessing theeffects ofGLAhavebeenperformed,with most
studies indicating an improved epidermal barrier on GLAapplication.8,9,40,43-49 In one recent study, topical applica-tion of 20% evening primrose oil caused a statistically sig-nificant stabilizing effect on the epidermal barrier in pa-tients with AD as evaluated by transepidermal water lossand stratum corneum hydration. When compared withplacebo, the water-in-oil emulsion of primrose oil provedeffective, whereas the amphiphilic emulsion did not, em-phasizing the importance of the vehicle.9 In addition, bor-age oil, which contains a large quantity of GLA, improvedpruritus, erythema, vesiculation, and oozing in atopic pa-
METHODS
MEDLINE searches from January 1966 through Oc-tober 2000 andScience Citation Index searches from
Jan uar y 197 4 thr oug h Oct obe r 200 0 wer e con -ducted. Boolean searches relating to skin, allopathicremedies, herbal extracts, glycolic acid, and vita-mins were conducted. Specific diseases and thera-
pies were searched as title words or key words.
(REPRINTED) ARCH DERMATOL/ VOL 138, FEB 2002 WWW.ARCHDERMATOL.COM208
©2002 American Medical Association. All rights reserved. on May 5, 2010www.archdermatol.comDownloaded from
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 119/319
tients when compared with placebo-treated patients(P.05). Patients were given 40 drops of borage oil twice
daily for 12 weeks; dermatologists and patients visuallyassessed the signs.8
In contrast, 2 important studies did not observe asignificant clinical effect of GLA on AD compared withplacebo. In studies by Bamford et al10 and Berth-Jones andGraham-Brown,11 evening primrose oil capsulesdidnot im-prove erythema, excoriation, and lichenification clinicalscores, as evaluated by dermatologists and patients.
Meta-analysis of all previous randomized placebo-controlled studies indicated a significant difference be-tween treatmentandplacebogroups.12,13 Critics ofthemeta-
analysis claim that it included unpublished trials andinadequate baseline data in terms of disease severity.11 Ap-
parent differences in response between placebo and treat-ment groups may result from a greater severity at base-line in subjects receiving active treatment.11,50 Treatmentof AD with GLA remains controversial.
ESSENTIAL OILS
Other essential oils have been investigated in treating IgE-mediatedallergic reactionsas well as alopecia areata. Miceand rats pretreated with lavender oil inhibited mast celldegranulation, indicating that the oil could inhibit im-
Alternative Medications and Their Potential Clinical Uses*
Therapy Potential Benefit Experimental Results Source, y
Human Studies
Ascorbic acid Prevent nitrate tolerance Potentiated vasodilatory/conductivity responsesprovoked by glycerol trinitrate
Bassenge et al,3 1998†
Ascorbic acid andvitamin E
Reduce sunburn reaction Increased median minimal erythema dose intreated patients
Eberlein-Konig et al,4 1998‡
Decrease UV-induced erythema Decreased dermal blood flow, chromatometry, and
visual grade
Dreher et al,5 1998‡
Green tea extract Prevent UVII and erythema Reduced chromatometry, improved visually andhistologically
Elmets et al,6 2001‡
-Lipohydroxyacid Improve signs of aging Induced epidermal thickening and dendrocytichyperplasia
Avila-Camacho et al,7 1998‡
Borage oil (with GLA) Treat AD Improved pruritus, erythema, vesiculation, andoozing in patients with AD
Adreassi et al,8 1997‡
Primrose oil (with GLA) Treat AD Stabilized epidermal barrier—increased TEWL andstratum corneum hydration in patients with AD
Gehring et al,9 1999
No significant effect on patients with AD Bamford et al,10 1985; Berth-Jonesand Graham-Brown,11 1993‡
GLA Treat AD Meta-analysis—GLA significantly improved AD Morse et al,12 1989; Stewart et al,13
1991
Aromatherapy Treat alopecia areata Improved visual score of disease Hay et al,14 1998‡
Quaternium-18 bentonite Prevent poison ivy or poison oak Reduced or prevented reaction to urushiol asevaluated visually
Marks et al,15 1995†
Homeopathic gels Reduce inflammation Decreased LDF (ie, decreased vasodilatory
response) after methyl nicotinate application
Handschuh and Debray,16 1999‡
Animal and In Vitro Studies
Flavonoids/green teaextracts
Counteract UVII Prevented UVII of contact hypersensitivity to picrylchloride
Steerenberg et al,17 1998†
Black tea extract Decrease early symptoms ofUV-B−induced phototoxic effects
Decreased erythema, skinfold thickness, expressionof c-jun, c-fos, and p53 in mice, human skin, andkeratinocytes
Zhao et al,18 1999‡
Ascorbic acid Decrease early symptoms ofUV-B−induced phototoxic effects
Decreased UV-B−induced tumor formation, skinthickness, and ODC in mice
Kobayashi et al,19 1998†
Mentha spicata
(spearmint)Prevent oxidative stress Pretreatment decreased benzoyl peroxide oxidative
damage, toxic effects, and hyperproliferation inadult female albino mice
Saleem et al,20 2000†
Vitamin E combination§ Treat genital herpes simplex virus Reduced lesion development, duration, and severityin guinea pigs and mice
Sheridan et al,21 1997†
GA, Eucommia ulmoides
OLIVER treeImprove signs of aging Increased stratum corneum turnover rate in rats
fed GALi et al,22 1999‡
Capsular polysaccharidesof cyanobacteria
Anti-inflammatory agents Inhibited the croton oil−induced edema in malealbino mice
Garbacki et al,23 2000†
Lavender oil Inhibit immediate-type allergicreactions
Inhibited mast cell degranulation in mice and rats;prevented histamine and TNF- release fromperitoneal mast cells
Kim and Cho,24 1999‡
*UVII indicates UV-induced immunosuppression; GLA, -linolenic acid; AD, atopic dermatitis; TEWL, transepidermal water loss; LDF, laser Doppler flowmetry; ODC,ornithine decarboxylase; GA, geniposidic acid; and TNF-, tumor necrosis factor .
†Compared with untreated control.‡Compared with placebo.§Vitamin E, sodium pyruvate, membrane-stabilizing fatty acid.At lease 1 strain of cyanobacteria had an opposite effect, increasing inflammation.
(REPRINTED) ARCH DERMATOL/ VOL 138, FEB 2002 WWW.ARCHDERMATOL.COM209
©2002 American Medical Association. All rights reserved. on May 5, 2010www.archdermatol.comDownloaded from
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 120/319
mediate-type allergic reactions. Topical and intrader-mal lavender oil inhibited the ear swelling response inmice and passive cutaneous anaphylaxis in ratswhen com-pared with isotonic sodium chloride solution controltreat-ment (P.05). Peritoneal mast cells were also inhibitedfrom releasing histamine or tumor necrosis factor invitro when lavender oil was applied.24
Alopecia areata was treated with 7 months of aro-matherapy. A mixture of thyme, rosemary, lavender, and
cedarwood essential oils in jojoba and grape seed car-rier oils massaged into patients’ scalps significantly im-proved the alopecia when compared with the carrier oilsalone. The efficacy of the treatment was evaluated at ini-tial assessment and 3 and 7 months after treatment bydermatologists’ visual scoring of photographs and a com-puterized analysis of traced areas of alopecia.14 This studydid not mention disease duration before aromatherapytreatment. Half of patients with recent-onset alopecia ar-eata have remission within 1 year, which could accountfor the aromatherapy’s putatively beneficial results.51
ASCORBIC ACID AND VITAMIN E
The hydrophobic ascorbic acid and lipophilic vitamin Ehavefound increasing use in dermatologictreatment. Sev-eral studies investigated the effects of both ascorbic acidand vitamin E against oxidative stress. In mice, acute andchronic UV-B–inducedphotodamage was significantly de-creased with intraperitoneal postadministration of mag-nesium-L-ascorbyl phosphate (MAP), a precursor to ascor-bic acid (P.05). Compared with irradiated, untreatedmice, MAP-treated mice had a 60% decrease in UV-B–induced tumor formation, a 50% decrease in skin thick-ness, and a 55% decrease in ornithine decarboxylase, amarker for DNA synthesis. In addition, on acute expo-sure to UV-B irradiation,MAPpreventedincreasesof lipidperoxidation in skin and sialic acid in serum. The MAP
produced an immediate and transient increase in vitaminC in the serum, skin, and liver, indicating its conversionin those tissues.19 The effect of topical application of MAPin reducing UV-B photodamage is unknown. The clinicalsignificance of this study remains uncertain.
Oral ingestion of ascorbic acid (2000 mg/d) and vi-tamin E (1000 IU/d) reduced the sunburn reaction in hu-man subjects. The volunteers’ threshold dose for elicitingsunburn andtheir cutaneous blood flow of skin irradiatedwith incrementalUV doses weredeterminedbeforeand af-ter 8 days of treatment. A statistically significant differ-ence was observed in the median minimal erythema doseof ascorbic acid– and vitamin E–treated patients as com-pared with placebo-treated patients. The former minimal
erythema dose increased 17%; the latter declined 14%.4
Topical pretreatment in humans with a combina-tion of ascorbic acid, vitamin E, and melatonin provideda statistically significant enhanced photoprotection againstUV-induced erythema. Dermal blood flow, visual grade,and chromatometry measures decreased with the com-binedtreatment,as well as with each treatmentalone,whencompared with placebo-treated skin. The effect of the com-bined treatment was more pronounced.5
Ascorbic acid and vitamin E have also provedbenefi-cial in treating other conditions. Nitrate tolerance de-
scribes a developed tolerance to the vasodilatory effects of nitrate,dueto both neurohormonal counterregulation andenhanced response to vasoconstrictor agonists.52 Oral ad-ministrationof two500-mg ascorbicacidcapsulesdailyalongwith glycerol trinitrate for 3 days prevented nitrate toler-ancein healthy volunteers taking transdermal glycerol tri-nitrate. With those taking ascorbic acid, the vasodilatoryand conductivity responses evoked by glycerol trinitratewere potentiated throughout the 3-day period (24.5% in-
crease vs control), while in those taking glycerol trinitratealone, the responses slowly declined (8.2% increase vscontrol).3 This observed effect was statistically significant.
A combination of vitamin E, sodium pyruvate, andmembrane-stabilizing fatty acids induced a statisticallysignificant decrease in the lesion development, dura-tion, and severity of genital herpes simplex virus whenapplied after infection to guinea pigs and mice. The com-bined treatment yielded a 36% decrease in lesion sever-ity score in guinea pigs and a 33% decrease in lesion sizein hairless mice when compared with no treatment.21
MISCELLANEOUS
Quaternium-18 bentonite, an organoclay used in cosmet-ics to thicken or stabilize the products, has been investi-gated for its ability to prevent poison ivy or poison oakcontact dermatitis reactions in humans. Pretreatment with5% quaternium-18 bentonite lotion on the forearm of pa-tientswith allergic contact dermatitis to poison oak or poi-son ivy significantly reduced or prevented a severe reac-tion to urushiol, the allergenicresin of both plants.Trainedtechnicians blinded to the treated area visually evaluatedthereactions. Statisticalsignificance wasfound when treatedtest sites were compared with untreated controls.15
Pretreatment with diluted homeopathic gels effec-tively decreased the inflammation caused by methyl nico-tinate in humans. The vasodilatory response to methyl
nicotinate was measured by laser Doppler velocimetry.This measure was significantly reduced when the skinwas pretreated with Urtica urens, Apis mellifica, Bella-donna, or Pulsatilla aqueous gels as compared with ve-hicle control.16 It is important to note that methyl nico-tinate inflammation is primarily a pharmacologic effectand has few immunologic implications, thereby mini-mizing the clinical significance of this study.
Capsular polysaccharidesfromvarious strains of cya-nobacteria were found to have anti-inflammatory effectson adult albino male mice. Six-hour application of hydro-philic extracts of capsular polysaccharides subsequent tocroton oil–induced dermatitis caused a statistically sig-nificant reduction in the mouse ear edema when com-
pared with croton oil inflammation without treatment.Some strains were not effective, and at least 1 other strainof capsular polysaccharides significantly increased theedema after crotonoil application by about29%. Themosteffective inflammation-reducing strains decreased theedema by as much as 56%, were dose-dependent, andwerecomposed primarily of neutral sugars, uronic acids, andproteins. The inflammation-increasing extract containeda monosaccharide composition (glucose and mannose)similar to those of extracts that most significantly de-creased dermatitis.23
(REPRINTED) ARCH DERMATOL/ VOL 138, FEB 2002 WWW.ARCHDERMATOL.COM210
©2002 American Medical Association. All rights reserved. on May 5, 2010www.archdermatol.comDownloaded from
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 121/319
COMMENT
The sampling of investigative medications presented bythis review seems promising, although their true effectsare unknown. Caution must be used when animal stud-iesare interpreted. In addition,experimental design, suchas sample size, drug concentration, method of exposureto the medicine, and analytic techniques, may greatly in-fluence a study’s outcome. Further exploration of these
medicationsunderdifferentexperimentalconditions wouldbetter estimate their true clinical benefit. Certainly, thelower cost, wide accessibility, and possible clinical im-provementwith many of these newer unconventional rem-edies has encouraged their continued research. It re-mainsto beseen which, ifany, providea more advantageoustherapeutic ratio than standard agents. These observa-tions presumably are valid, thoughtful, and correct; as inthe case of most pharmacologic arenas, the final arbiter isthe patient.Alas, these patient truths are unfortunately notas hard a science as most physicians would like.
Accepted for publication July 31, 2001.Corresponding author: Howard Maibach, MD,
Department of Dermatology, UCSF Medical Center, 90Medical Center Way, Room 110, San Francisco, CA 94143(e-mail: [email protected]).
REFERENCES
1. BigbyM. Evidence-basedmedicinein dermatology.DermatolClin . 2000;18:261-276.2. Bashir S, Maibach H. Evidence Based Dermatology . Toronto, Ontario: BC Dek-
ker. In press.3. BassengeE, Fink N,Skatchkov M,FinkB. Dietary supplement with vitamin C pre-
vents nitrate tolerance. J Clin Invest . 1998;102:67-71.4. Eberlein-KonigB, PlaczekM, PrzybillaB. Protectiveeffectagainst sunburnof com-
bined systemic ascorbic acid (vitamin C) and d --tocopherol (vitamin E). J Am Acad Dermatol . 1998;38:45-48.
5. Dreher F, Gabard B, Schwindt D, Maibach H. Topical melatonin in combinationwith vitamins E andC protects skin from ultraviolet-induced erythema:a human
study in vivo. Br J Dermatol . 1998;139:332-339.6. ElmetsC, SinghD, TubesingK, MatsuiM, Katiyar S,Mukhtar H.Cutaneous pho-toprotection from ultraviolet injury by green tea polyphenols. J Am Acad Der- matol . 2001;44:425-432.
7. Avila-Camacho M, Montastier C, PerardGE. Histometricassessment of the age-relatedskin responseto 2-hydroxy-5-octanoylbenzoic acid. SkinPharmacolAppl Skin Physiol . 1998;11:52-56.
8. Andreassi M, Forleo P, Lorio AD, Masci S, Abate G, Amerio P. Efficacy of -lino-lenic acidin thetreatmentof patientswith atopic dermatitis. JIntMedRes . 1997;25:266-274.
9. Gehring W, Bopp R, Rippke F, Gloor M. Effect of topically applied evening prim-rose oil on epidermal barrier function in atopic dermatitis as a function of ve-hicle. Drug Res . 1999;49:635-642.
10. Bamford J, Gibson R, Reiner C. Atopic eczema unresponsive to evening prim-rose oil (linoleic and -linolenic acids). J Am Acad Dermatol . 1985;13:959-965.
11. Berth-Jones J, Graham-Brown R. Placebo-controlled trial of essential fatty acidsupplementation in atopic dermatitis. Lancet . 1993;341:1557-1560.
12. Morse PH, Horrobin DF, Manku MS, et al. Meta-analysis of placebo-controlledstudies of the efficacy of Epogam in the treatment of atopic eczema. Br J Der- matol . 1989;121:75-90.
13. Stewart J, Morse P, Moss M, et al. Treatment of severe and moderately severeatopic dermatitiswith evening primrose oil (Epogam). J NutrMed . 1991;2:9-15.
14. Hay I, Jamieson M, Ormerod A. Randomized trial of aromatherapy: successfultreatment for alopecia areata. Arch Dermatol . 1998;134:1349-1352.
15. Marks J, Fowler J, Sherertz E, Rietschel R. Prevention of poison ivy and poisonoak allergic contact dermatitis by quaternium-18 bentonite. J Am Acad Derma- tol . 1995;33:212-216.
16. Handschuh J, Debray M. Modification of cutaneous blood flow by skin applica-tion of homeopathic anti-inflammatory gels. STP Pharma Sci . 1999;9:219-222.
17. Steerenberg P, Garseen J, Dortant P, et al. Protection of UV-induced suppres-sion of skin contact hypersensitivity. Photochem Photobiol . 1998;67:456-461.
18. Zhao J, Jin X, Yaping E, Zheng ZS, Zhang YJ, Athar M. Photoprotective effect ofblack tea extracts against UVB-induced phototoxicity in skin. Photochem Pho- tobiol . 1999;70:637-644.
19. Kobayashi S, Takehana M, Kanke M, Itoh S, Ogata E. Postadministration pro-tective effect of magnesium-L-ascorbyl-phosphate on the development of UVB-induced cutaneous damage in mice. Photochem Photobiol . 1998;67:669-675.
20. Saleem M, Alam A, Sultana S. Attenuation of benzoyl peroxide–mediated cuta-neous oxidativestress and hyperproliferativeresponseby the prophylactic treat-ment of mice with spearmint (Mentha spicata ). Food Chem Toxicol . 2000;38:939-948.
21. Sheridan J, Kern E, Martin A, Booth A. Evaluation of antioxidant healing formu-lations in topical therapy of experimental cutaneous and genital herpes simplexvirus infections. Antiviral Res . 1997;36:157-166.
22. LiY, Metori K,KoikeK, CheQ-M,Takahashi S. Improvement inthe turnover rateof the stratum corneum in false aged model rats by the administration of geni-posidic acid in Eucommia ulmoides OLIVER leaf. Biol Pharm Bull . 1999;22:582-
585.23. Garbacki N, Gloaguen V, Damas J, Hoffmann L, Tits M, Angenot L. Inhibition of
croton-oil induced oedema in mice ear skin by capsular polysaccharides fromcyanobacteria. Arch Pharmacol . 2000;361:460-464.
24. KimH-M, Cho S-H.Lavenderoil inhibitsimmediate-type allergicreactionin miceand rats. J Pharm Pharmacol . 1999;51:221-226.
25. Koh H, Kligler B, Lew P. Sunlight and cutaneous malignant melanoma: evidencefor and against causation. Photochem Photobiol . 1990;51:765-779.
26. Wenk J, Brenneisen P, Meewes C, et al. UV-induced oxidative stress and pho-toaging. Curr Probl Dermatol . 2001;29:83-94.
27. Krutmann J. Ultraviolet A radiation–induced biological effects in human skin.J Dermatol Sci . 2000;23(suppl 1):S22-S26.
28. Biesalski H, Obermueller-Jevic U. UV light, beta-carotene and human skin—beneficial and potentially harmful effects. Arch Biochem Biophys . 2001;389:1-6.
29. Hart P, Grimbaldeston M, Finlay-Jones J. Sunlight, immunosuppression and skincancer:roleof histamine andmast cells.ClinExp Pharmacol Physiol . 2001;28:1-8.
30. Gil E, Kim T. UV-induced immune suppression and sunscreen. Photodermatol Photoimmunol Photomed . 2000;16:101-110.
31. Hakim I, HarrisR, Ritenbaugh C.Fat intakeand risk of squamous cell carcinomaof the skin. Nutr Cancer . 2000;36:155-162.32. Black H. Influence of dietary factors on actinically-induced skin cancer. Mutat
Res . 1998;422:185-190.33. DiGiovanna J. Retinoid chemoprevention in patients at high risk for skin cancer.
Med Pediatr Oncol . 2001;36:564-567.34. Zhao JF, Zhang YJ, Jin XH, et al. Green tea protects against psoralen plus ultra-
violet A–induced photochemical damage to skin. J Invest Dermatol. 1999;113:1070-1075.
35. Katiyar S, Ahmad N, Muhktar H. Green tea and skin. Arch Dermatol . 2000;136:989-994.
36. Kadoma Y, Fujisawa S. Kinetic evaluation of reactivity of bisphenol A derivativesas radical scavengers for methacrylate polymerization. Biomaterials . 2000;21:2125-2130.
37. Pierard G,Pierard-FranchimontC, GoffinV. Digital imageanalysis of microcom-edones. Dermatology . 1995;190:99-103.
38. Karasz A, Decocco F, Maxstadt J. Gaschromatographic measurements of benzoylperoxide in (as benzoic acid) cheese. J Assoc Anal Chem . 1974;57:706-709.
39. Biagi P, Hrelia S, Celadon M, et al. Erythrocyte membrane fatty acid composi-
tion in children with atopic dermatitis compared to age-matched controls. Acta Paediatr . 1993;82:789-790.40. Schalin-KarrilaM, Mattila L,Jansen C,Uotila P.Eveningprimroseoilin thetreat-
ment of atopic eczema: effect of clinical status, plasma phospholipid fatty acidsand circulating blood prostaglandins. Br J Dermatol . 1987;117:11-19.
41. Oliwiecki S, Burton J, Elles K, Horrobin D. Levels of essential and other fatty ac-idsin plasmaand redcellphospholipids from normalcontrolsand patients withatopic eczema. Acta Derm Venereol . 1991;71:224-228.
42. Wright S, Sanders T. Adipose tissue essential fatty acids in the plasma phos-pholipids of patients with atopic eczema. Br J Dermatol . 1991;110:643-648.
43. Lovell C, Burton J, Horrobin D. Treatment of atopic eczema with evening prim-rose oil [letter]. Lancet . 1981;1:278.
44. Wright S, Burton J. Oralevening-primrose-seed oilimproves atopic eczema. Lan- cet . 1982;2:1120-1122.
45. Bordoni A, Biagi P, Masi M, et al. Evening primrose oil (Efamol) in the treatmentof children with atopic eczema. Drugs Exp Clin Res . 1988;14:291-297.
46. BiagiP, Bordoni A,Hrelia S, et al.The effectof -linolenicacid on clinical status,redcellfatty acidcomposition andmembranemicroviscosityin infantswith atopicdermatitis. Drugs Exp Clin Res . 1994;20:77-84.
47. Biagi PL, Bordoni A, Masi M, Ricci G, Fanelli C, Patrizi A, Ceccolini E. A long-term study on theuse of evening primrose oil(Efamol)in atopicchildren. Drugs Exp Clin Res . 1988;14:285-290.
48. Guenther L, Wexler D. Efamol in the treatment of atopic dermatitis [letter]. J Am Acad Dematol . 1987;17:860.
49. Humphreys F, Symons H, Brown H, Duff G, Hunter J. The effects of -linolenicacidon adult atopic eczema andpremenstrualexacerbationof eczema. EurJ Der- matol . 1994;4:598-603.
50. Horrobin D, Stewart C. Evening primrose oiland eczema. Lancet . 1990;335:864-865.
51. Kalish R. Randomized trial of aromatherapy: successful treatment for alopeciaareata. Arch Dermatol . 1999;135:602-603.
52. Munzel T, Giaid A, Kurz S, Stewart D, Harrison D. Evidence for a role of endo-thelin 1 and protein kinase C in nitroglycerin tolerance. ProcNatl AcadSciU S A.1995;92:5244-5248.
(REPRINTED) ARCH DERMATOL/ VOL 138, FEB 2002 WWW.ARCHDERMATOL.COM211
©2002 American Medical Association. All rights reserved. on May 5, 2010www.archdermatol.comDownloaded from
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 122/319
http://www.kalbe.co.id/cdk
ISSN : 0125 913X
2004
144. THT
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 123/319
http. www.kalbe.co.id/cdk
International Standard Serial Number: 0125 – 913X
2004
144 THT
Daftar isi :
2. Editorial
4. English Summary
Artikel
5. Rinitis Atrofi – Rizalina Arwinati Asnir
8. Papiloma Laring pada Anak – Bambang Supriyatno, Lia Amalia
11. Kista Duktus Tiroglosus – Hafni 13. Rinoskleroma – Delfitri Munir, Rizalina A Asnir, Firmansyah
16. Kanker Nasofaring - Epidemiologi dan Pengobatan Mutakhir – R.
Susworo
20. Pola Sensitivitas Kuman dari Isolat Hasil Usap Tenggorok Penderita
Tonsilofaringitis Akut terhadap Beberapa Antimikroba Betalaktamdi Puskesmas Jakarta Pusat – Retno Gitawati, Ani Isnawati
24. Pengaruh Kebisingan terhadap Kesehatan Tenaga Kerja – Novi
Arifiani29. Program Konservasi Pendengaran di Tempat Kerja – Ambar W.
Roestam Keterangan Gambar Sampul :
Jaras sistim pendengaran manusia
sumber: http://ivertigo.net 13
35. Perawatan Mandiri Pasca Trakeostomi – HR Krisnabudhi
41. Vertigo: Aspek Neurologi – Budi Riyanto Wreksoatmodjo
47. Terapi Akupunktur untuk Vertigo – Prasti Pirawati, L. Yvonne
Siboe
52. Teh [Camellia sinensis O.K. var. Assamica (Mast)] sebagai Salah
satu Sumber Antioksidan – Sulistyowati Tuminah
55. Hasil Pemeriksaan Uji Hemaglutinasi pada Penderita Tersangka
Demam Berdarah Dengue di Jakarta Tahun 2001 – Enny Muchlastriningsih, Sri Susilowati, Diana Hutauruk
57. Produk Baru
58. Kapsul
59. Informatika Kedokteran
60. Kegiatan Ilmiah
62. Abstrak
64. RPPIK
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 124/319
EEDDIITTOORRIIAALL
Cermin Dunia Kedokteran kali ini terbit dengan topik bahasan
masalah telinga, hidung dan tenggorokan. Beberapa penyakit seperti
rinitis atrofi dan papiloma laring dapat anda jumpai; selain masalah pengaruh lingkungan – dalam hal ini kebisingan terhadap fungsi
pendengaran khususnya.
Tidak ketinggalan pula artikel mengenai kanker nasofaring dan perawatan trakeostomi – yang perlu diperhatikan, baik oleh tenaga medis
maupun keluarga pasien.
Artikel mengenai vertigo juga ikut melengkapi edisi iniSelamat membaca, komentar dan kritik sejawat sekalian tetap kami
nantikan
Redaksi
Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 20042
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 125/319
2 4
International Standard Serial Number: 0125 - 913X
KETUA PENGARAHProf. Dr. Oen L.H. MSc
REDAKSI KEHORMATAN
PEMIMPIN UMUMDr. Erik Tapan
KETUA PENYUNTING
Dr. Budi Riyanto W.
- Prof. DR. Sumarmo Poorwo SoedarmoStaf Ahli Menteri Kesehatan Departemen Kesehatan RI Jakarta
- Prof. Dr. R Budhi DarmojoGuru Besar Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro Semarang
PELAKSANA
Sriwidodo WS.
- -
TATA USAHA
- Dodi Sumarna- Djuni Pristiyanto
Prof. Drg. Siti Wuryan A Prayitno, SKM,
MScD, PhD.Bagian Periodontologi, Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Indonesia, Jakarta
Prof. DR. Hendro Kusnoto, Drg, SpOrt.Laboratorium Ortodonti Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Trisakti Jakarta
ALAMAT REDAKSI Majalah Cermin Dunia Kedokteran, Gedung Enseval Jl. Letjen. Suprapto Kav. 4, Cempaka Putih, Jakarta 10510, P.O. Box 3117 JKT. Tlp. 021 - 4208171
E-mail : [email protected]
http: //www.kalbe.co.id/cdk
- DR. Arini SetiawatiBagian Farmakologi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Jakarta
NOMOR IJIN
151/SK/DITJEN PPG/STT/1976
Tanggal 3 Juli 1976
DEWAN REDAKSI
PENERBIT
Grup PT. Kalbe Farma Tbk. - -
PENCETAK PT. Temprint
Dr. Boenjamin Setiawan Ph.D Prof. Dr. Sjahbanar Soebianto
Zahir MSc.
http://www.kalbe.co.id/cdk
PETUNJUK UNTUK PENULIS
Cermin Dunia Kedokteran menerima naskah yang membahas berbagaiaspek kesehatan, kedokteran dan farmasi, juga hasil penelitian di bidang-
bidang tersebut. Naskah yang dikirimkan kepada Redaksi adalah naskah yang khusus untuk
diterbitkan oleh Cermin Dunia Kedokteran; bila pernah dibahas atau dibacakan
dalam suatu pertemuan ilmiah, hendaknya diberi keterangan mengenai nama,
tempat dan saat berlangsungnya pertemuan tersebut. Naskah ditulis dalam bahasa Indonesia atau Inggris; bila menggunakan
bahasa Indonesia, hendaknya mengikuti kaidah-kaidah bahasa Indonesia yang
berlaku. Istilah medis sedapat mungkin menggunakan istilah bahasa Indonesia
yang baku, atau diberi padanannya dalam bahasa Indonesia. Redaksi berhak
mengubah susunan bahasa tanpa mengubah isinya. Setiap naskah harus disertaidengan abstrak dalam bahasa Indonesia. Untuk memudahkan para pembaca
yang tidak berbahasa Indonesia lebih baik bila disertai juga dengan abstrak
dalam bahasa Inggris. Bila tidak ada, Redaksi berhak membuat sendiri abstrak
berbahasa Inggris untuk karangan tersebut. Naskah diketik dengan spasi ganda di atas kertas putih berukuran kuarto/
folio, satu muka, dengan menyisakan cukup ruangan di kanan kirinya, lebih
disukai bila panjangnya kira-kira 6 - 10 halaman kuarto disertai/atau dalam
bentuk disket program MS Word. Nama (para) pengarang ditulis lengkap,
disertai keterangan lembaga/fakultas/institut tempat bekerjanya. Tabel/skema/
grafik/ilustrasi yang melengkapi naskah dibuat sejelas-jelasnya dengan tintahitam agar dapat langsung direproduksi, diberi nomor sesuai dengan urutan
pemunculannya dalam naskah dan disertai keterangan yang jelas. Bila terpisah
dalam lembar lain, hendaknya ditandai untuk menghindari kemungkinan ter-
tukar. Kepustakaan diberi nomor urut sesuai dengan pemunculannya dalamnaskah; disusun menurut ketentuan dalam Cummulated Index Medicus dan/
atau Uniform Requirement for Manuscripts Submitted to Biomedical Journals
(Ann Intern Med 1979; 90 : 95-9).
Contoh :1. Basmajian JV, Kirby RL.Medical Rehabilitation. 1st ed. Baltimore, London:
William and Wilkins, 1984; Hal 174-9.
2. Weinstein L, Swartz MN. Pathogenetic properties of invading micro-
organisms. Dalam: Sodeman WA Jr. Sodeman WA, eds. Pathologic physio-
logy: Mechanism of diseases. Philadelphia: WB Saunders, 1974;457-72.3. Sri Oemijati. Masalah dalam pemberantasan filariasis di Indonesia. Cermin
Dunia Kedokt. 1990; 64: 7-10.
Bila pengarang enam orang atau kurang, sebutkan semua; bila tujuh atau lebih,
sebutkan hanya tiga yang pertama dan tambahkan dkk. Naskah dikirimkan ke alamat : Redaksi Cermin Dunia Kedokteran, Gedung
Enseval, Jl. Letjen Suprapto Kav. 4, Cempaka Putih, Jakarta 10510 P.O.
Box 3117 JKT. Tlp. (021) 4208171. E-mail : [email protected]
Pengarang yang naskahnya telah disetujui untuk diterbitkan, akan diberitahu
secara tertulis.
Naskah yang tidak dapat diterbitkan hanya dikembalikan bila disertaidengan amplop beralamat (pengarang) lengkap dengan perangko yang cukup.
Tulisan dalam majalah ini merupakan pandangan/pendapat masing-masing penulis dan
tidak selalu merupakan pandangan atau kebijakan instansi/lembaga/bagian tempat kerja
si penulis.
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 126/319
English Summary
LARYNGEAL PAPILLOMA IN CHILD-
REN
Bambang Supriyatno Lia Amalia
Dept of Child Health Faculty of
Medicine University of Indonesia
Jakarta Indonesia
Laryngeal papilloma is a be-
nign tumor frequently found in
children. It is caused by strains of
human papilloma virus (HPV)
family.
Practically all patients with
laryngeal papilloma present withhoarseness or a weak voice;
chronic cough, paroxysms of
chocking; recurrent respiratory
infections also may occur. Partial
airway obstruction may manifest
as stridor or chest retractions.
Diagnosis can be confirmed using
a flexible fiberoptic laryngoscope
to visualize the larynx. Papillomata
have a characteristic wart-like
appearance, and tend to be
concentrated on the free margins
of true vocal folds, particularly atthe anterior commissure.
The mainstay of treatment is
surgical ablation. The role of
medications such as alpha-
interferon, acyclovir, ribavirin, and
retinoic acid are still debatable.
Cermin Dunia Kedokt.2004: 144; 8-10
bso laa
RHINOSCLEROMA
Delfitri Munir Rizalina A Asnir Fir-
mansyah
Dept. of ENT Adam Malik General
Hospital Medan North Sumatra
Indonesia
Rhinoscleroma is an endemic
disease; in Indonesia it is found in
North Sulawesi, North Sumatera
and Bali.
There is still no accurate and
successful management method
for this problem .
Cermin Dunia Kedokt.2004; 144; 13-15
dmr raa fih
Fate is distinghished but an expensive tutor(Goethe)
ACUPUNCTURE FOR VERTIGO
Prasti Pirawati L. Yvonne Siboe
Dept. of Acupuncture Dr. Cipto
Mangunkusumo General Hospital
Jakarta Indonesia
Vertigo is a common com-
plaint, referred to dizziness or a
sense of imbalance, can be due
to vestibular system disorder. The
symptoms may cause anxiety
and disturb the patient’s social
life.
Conventional treatment is still
not satisfactory.
This is a report of a 50 year-
old female with vertigo, treated
with acupuncture and showed
good improvement.
Cermin Dunia Kedokt.2004; 144; 47-51
ppi lys
Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 20044
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 127/319
Artikel
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
Rinitis trofi
Rizalina Arwinati Asnir
Bagian/SMF Telinga Hidung dan Tenggorokan-KL Fakultas Kedokteran, Universitas Sumatera Utara/
Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik, Medan
ABSTRAK
Rinitis atrofi sering ditemukan pada masyarakat dengan sosial ekonomi rendah,
lingkungan yang buruk dan di negara yang sedang berkembang. Etiologi dan
patogenesis rinitis atrofi sampai saat ini belum dapat diterangkan secara jelas, sehingga pengobatannya belum ada yang baku.
Kata kunci : rinitis atrofi, sosial ekonomi rendah.
PENDAHULUAN
Rinitis atrofi adalah penyakit infeksi hidung kronik, yangditandai adanya atrofi progresif pada mukosa dan tulang konka
dan pembentukan krusta.1-11 Secara klinis, mukosa hidung
menghasilkan sekret yang kental dan cepat mengering, sehing-
ga terbentuk krusta yang berbau busuk.1-9 Penyakit ini lebihsering mengenai wanita,1-5,7,11-15 terutama pada usia pubertas.1-
4,7,11,13
Sering ditemukan pada masyarakat dengan tingkat sosial
ekonomi rendah dan di lingkungan yang buruk 1-3,11-14 dan dinegara sedang berkembang.12,16
Etiologi dan patogenesis rinitis atrofi sampai sekarang
belum dapat diterangkan dengan memuaskan.1-5,7,9,10,14-16 Oleh karena etiologinya belum pasti, maka pengobatannya
belum ada yang baku. Pengobatan ditujukan untuk menghilang-
kan faktor penyebab dan untuk menghilangkan gejala.1,2,4,11,17
Pengobatan dapat diberikan secara konservatif atau jika
tidak menolong, dilakukan operasi .1-5,11-15
SINONIM : Ozaena, rinitis fetida, rinitis krustosa.20
KEKERAPAN Beberapa kepustakaan menuliskan bahwa rinitis atrofi
lebih sering mengenai wanita,1-5,7,11-15 terutama pada usia
pubertas.1-4,7,11,13 Baser dkk mendapatkan 10 wanita dan 5 pria,8
dan Jiang dkk mendapatkan 15 wanita dan 12 pria.9 Samiadi
mendapatkan 4 penderita wanita dan 3 pria.20
Tetapi dari segi umur, beberapa penulis mendapatkan hasil
yang berbeda. Baser dkk mendapatkan umur antara 26-50tahun,8 Jiang dkk berkisar 13-68 tahun9, Samiadi mendapatkan
umur antara 15-49 tahun.20
Penyakit ini sering ditemukan di kalangan masyarakat
dengan tingkat sosial ekonomi rendah dan lingkungan yang buruk 1-3,11-14 dan di negara sedang berkembang.12,16 Di RS H
Adam Malik dari Januari 1999 sampai Desember 2000
ditemukan 6 penderita rinitis atrofi, 4 wanita dan 2 pria, umur
berkisar dari 10-37 tahun.
ETIOLOGI Etiologi rinitis atrofi sampai sekarang belum dapat di-
terangkan dengan memuaskan.1-5,7,9,10,14-16 Beberapa teori yang
dikemukakan antara lain :
1) Infeksi kronik spesifik 1-4, 7,9,11,12,17
Terutama kuman Klebsiella ozaena. Kuman ini meng-
hentikan aktifitas sillia normal pada mukosa hidung manusia.
Kuman lain adalah Stafilokokus, Streptokokus dan Pseudo-monas aeruginosa, Kokobasilus, Bacillus mucosus, Diphteroid
bacilli, Cocobacillus foetidus ozaena
2) Defisiensi Fe1-4,7,12, vitamin A1,2,5,7,11 3) Sinusitis kronik 1,2,5,12,16,18
5) Ketidakseimbangan hormon estrogen1-5,7,11
6) Penyakit kolagen yang termasuk penyakit autoimun1-4,7,5,7
7) Teori mekanik dari Zaufal4,5
8) Ketidakseimbangan otonom 4,7,12,17
Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 5
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 128/319
9) Variasi dari Reflex Sympathetic Dystrophy Syndrome
(RSDS)4,5,17 10) Herediter 5,7,17
11) Supurasi di hidung dan sinus paranasal5,16
12) Golongan darah.Selain faktor-faktor di atas, rinitis atrofi juga bisa di-
golongkan atas : rinitis atrofi primer yang penyebabnya tidak
diketahui4,10 dan rinitis atrofi sekunder, akibat trauma hidung
(operasi besar pada hidung atau radioterapi) dan infeksi hidungkronik yang disebabkan oleh sifilis, lepra, midline granuloma,rinoskleroma dan tbc.
PATOLOGI DAN PATOGENESIS Beberapa penulis menyatakan adanya metaplasi epitel
kolumnar bersilia menjadi epitel skuamous atau atro-
fik,3,4,5,9,11,12,15,16,19 dan fibrosis dari tunika propria.3,4,12, terdapat pengurangan kelenjar alveolar baik dalam jumlah dan ukur-
an3,4,11 dan adanya endarteritis dan periarteritis pada arteriole
terminal.3,13 ;oleh karena itu secara patologi, rinitis atrofi bisa
dibagi menjadi dua:3,4,21
Tipe I : adanya endarteritis dan periarteritis pada arteriole
terminal akibat infeksi kronik; membaik dengan efekvasodilator dari terapi estrogen.
Tipe II : terdapat vasodilatasi kapiler, yang bertambah jelek
dengan terapi estrogen.Sebagian besar kasus merupakan tipe I. Endarteritis di arteriole
akan menyebabkan berkurangnya aliran darah ke mukosa. Juga
akan ditemui infiltrasi sel bulat di submukosa.Taylor dan Young mendapatkan sel endotel berreaksi
positif dengan fosfatase alkali yang menunjukkan adanya
absorbsi tulang yang aktif.3,4
Atrofi epitel bersilia dan kelenjar seromusinus menyebab-
kan pembentukan krusta tebal yang melekat.10,11
Atrofi konkamenyebabkan saluran nafas jadi lapang.10,11
Ini juga dihubungkan dengan teori proses autoimun; Dobbie
mendeteksi adanya antibodi yang berlawanan dengan surfaktan protein A. Defisiensi surfaktan merupakan penyebab utama
menurunnya resistensi hidung terhadap infeksi.
Fungsi surfaktan yang abnormal menyebabkan pengurang-an efisiensi mucus clearance dan mempunyai pengaruh kurang
baik terhadap frekuensi gerakan silia. Ini akan menyebabkan
bertumpuknya lendir dan juga diperberat dengan keringnya
mukosa hidung dan hilangnya silia. Mukus akan mengering
bersamaan dengan terkelupasnya sel epitel, membentuk krustayang merupakan medium yang sangat baik untuk pertumbuhan
kuman.7
GEJALA KLINIS DAN PEMERIKSAAN
Keluhan biasanya berupa : hidung tersumbat, gangguan penciuman (anosmi), ingus kental berwarna hijau, adanya
krusta (kerak) berwarna hijau, sakit kepala, epistaksis danhidung terasa kering.1-5,10-12
Pada pemeriksaan ditemui : rongga hidung dipenuhi krusta
hijau, kadang-kadang kuning atau hitam; jika krusta diangkat,
terlihat rongga hidung sangat lapang, atrofi konka, sekret
purulen dan berwarna hijau, mukosa hidung tipis dan kering.Bisa juga ditemui ulat/telur larva (karena bau busuk yang
timbul).
Sutomo dan Samsudin membagi ozaena secara klinikdalam tiga tingkat21 :
a. Tingkat I : Atrofi mukosa hidung, mukosa tampak
kemerahan dan berlendir, krusta sedikit. b. Tingkat II : Atrofi mukosa hidung makin jelas, mukosa
makin kering, warna makin pudar, krusta banyak, keluhan
anosmia belum jelas.
c. Tingkat III : Atrofi berat mukosa dan tulang sehinggakonka tampak sebagai garis, rongga hidung tampak lebar se-kali, dapat ditemukan krusta di nasofaring, terdapat anosmia
yang jelas.
DIAGNOSIS Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan : anamnesis,
pemeriksaan darah rutin, rontgen foto sinus paranasal, peme-riksaan Fe serum, Mantoux test, pemeriksaan histopatologi dan
test serologi (VDRL test dan Wasserman test) untuk menying-
kirkan sifilis.1,2,9,11
Diagnosis Banding
Rinitis kronik tbc, rinitis kronik lepra, rinitis kronik sifilisdan rinitis sika.21
KOMPLIKASI4,8,11
Dapat berupa: perforasi septum, faringitis, sinusitis, miasis
hidung, hidung pelana.
PENATALAKSANAAN Tujuan pengobatan adalah: menghilangkan faktor etiologi
dan menghilangkan gejala. Pengobatan dapat diberikan secara
konservatif atau kalau tidak menolong dilakukan operasi.1,2
Konservatif
1) Antibiotik spektrum luas sesuai uji resistensi kuman,
dengan dosis adekuat sampai tanda-tanda infeksi hilang.1,2
Qizilbash dan Darf melaporkan hasil yang baik pada peng-
obatan dengan Rifampicin oral 600 mg 1 x sehari selama 12
minggu.3 2) Obat cuci hidung, untuk membersihkan rongga hidung
dari krusta dan sekret dan menghilangkan bau.
Antara lain :
a. Betadin solution dalam 100 ml air hangat atau
b. Campuran : NaCl
NH4Cl
NaHCO3 aaa 9
Aqua ad 300 c
1 sendok makan dicampur 9 sendok makan air hangatc. Larutan garam dapur
d. Campuran : Na bikarbonat 28,4 g
Na diborat 28,4 g
NaCl 56,7 g dicampur 280 ml air hangat
Larutan dihirup ke dalam rongga hidung dan dikeluarkan lagi
dengan menghembuskan kuat-kuat, air yang masuk ke naso-faring dikeluarkan melalui mulut, dilakukan dua kali sehari.
Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 20046
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 129/319
3) Obat tetes hidung , setelah krusta diangkat, diberi antara
lain : glukosa 25% dalam gliserin untuk membasahi mukosa,oestradiol dalam minyak Arachis 10.000 U / ml, kemisetin anti
ozaena solution dan streptomisin 1 g + NaCl 30 ml. diberikan
tiga kali sehari masing-masing tiga tetes.4) Vitamin A 3 x 10.000 U selama 2 minggu
5) Preparat Fe
6) Selain itu bila ada sinusitis, diobati sampai tuntas1-5,11-14
Sinha, Sardana dan Rjvanski melaporkan ekstrak plasentamanusia secara sistemik memberikan 80% perbaikan dalam 2tahun dan injeksi ekstrak plasenta submukosa intranasal
memberikan 93,3% perbaikan pada periode waktu yang sama.
Ini membantu regenerasi epitel dan jaringan kelenjar.3 Samiadi dalam laporannya memberikan : trisulfa 3 x 2
tablet sehari selama 2 minggu, natrium bikarbonat, cuci hidung
dengan Na Cl fisiologis 3 x sehari, kontrol darah dan urineseminggu sekali untuk melihat efek samping obat, pembersihan
hidung di klinik tiap 2 minggu sekali, cuci hidung diteruskan
sampai 2-3 bulan kemudian dan didapatkan hasil yang me-
muaskan pada 6 dari 7 penderita.21
OPERASITujuan operasi antara lain untuk: menyempitkan rongga
hidung yang lapang, mengurangi pengeringan dan pembentuk-
an krusta dan mengistirahatkan mukosa sehingga memungkin-kan terjadinya regenerasi.
Beberapa teknik operasi yang dilakukan antara lain :
1) Young's operationPenutupan total rongga hidung dengan flap. Sinha me-
laporkan hasil yang baik dengan penutupan lubang hidung
sebagian atau seluruhnya dengan menjahit salah satu hidung
bergantian masing-masing selama periode tiga tahun.
2) Modified Young's operationPenutupan lubang hidung dengan meninggalkan 3 mm
yang terbuka.
3) Lautenschlager operationDengan memobilisasi dinding medial antrum dan bagian
dari etmoid, kemudian dipindahkan ke lubang hidung.
4) Implantasi submukosa dengan tulang rawan, tulang,dermofit, bahan sintetis seperti Teflon, campuran Triosite dan
Fibrin Glue.
5) Transplantasi duktus parotis ke dalam sinus maksila
(Wittmack's operation) dengan tujuan membasahi mukosa
hidung.4,5,10-14,23 Mewengkang N melaporkan operasi penutupan koana
menggunakan flap faring pada penderita ozaena anak berhasil
dengan memuaskan.22
PROGNOSISDengan operasi diharapkan perbaikan mukosa dan keadaan
penyakitnya.5
KESIMPULAN
Rinitis atrofi adalah penyakit infeksi hidung kronik, yang
ditandai adanya atrofi progresif mukosa dan tulang konkadisertai pembentukan krusta.
Etiologi dan patogenesis rinitis atrofi sampai sekarang
belum dapat diterangkan dengan memuaskan.Oleh karena etiologinya belum pasti, maka pengobatannya
belum ada yang baku. Pengobatan ditujukan untuk menghilang-
kan faktor penyebab dan untuk menghilangkan gejala. Peng-obatan dapat diberikan secara konservatif atau operatif.
KEPUSTAKAAN
1. Soetjipto D, Mangunkusumo E. Hidung . Dalam : Buku Ajar IlmuPenyakit Telinga Hidung Tenggorok . Edisi ke 3. Jakarta : FKUI, 1997;
91-3, 113-4.
2. Mangunkusumo E. Rinitis Atrofi. Dalam : Penatalaksanaan Penyakit dan
Kelainan Telinga Hidung Tenggorok. Jakarta : FKUI, 1992; 90-2.3. Weir N, Wood DG. Infective Rhinitis and Sinusitis. Dalam : Scott-
Brown's Otolaryngology. 6th ed. Oxford : Butterworth - Heinemann,1997; 4/8/26-7.
4. Ramalingam KK, Sreeramamoorthy B. A Short Practice of
Otolaryngology. Madras : All India Publisher, 1993; 202-5.
5. Kumar S. Fundamental of Ear,Nose & Throat Diseases and Head - NeckSurgery. Calcutta : The New Book Stall, 1996; 218-21.
6. Lobo CJ, Hartley C, Farrington WT. Closure of the Nasal Vestibule in
Atrophic Rhinitis-A new non surgical technique. J Laryngol Otol 1998;112 : 543-6.
7. Sayed RH, Elhamd KA, Kader MA. Study of Surfactant Level in Cases of
Primary Atrophic Rhinitis. J Laryngol Otol 2000; 114 : 254-9.
8. Baser B, Grewal DS, Hiranandani NL. Management of Saddle Nose
Deformity in Atrophic Rhinitis. J Laryngol Otol 1990 ; 104 : 404-7.
9. Jiang R,Hsu C,Chen C. Endoscopic Sinus Surgery and PostoperativeIntravenous Aminoglycoside in the Atrophic Rhinitis. Am J Rhinol 1998 ;
12 : 325-33.
10. Groves J,Gray RF.A Synopsis of Otolaryngology. 4th Bristol:Wright,
1985; 193-411.11. Maqbool M. Textbook of Ear, Nose and Throat Diseases. 6th ed New
Delhi : Jaypee Brothers, 1993; 264-7.12. Massegur H.Atrophic Rhinitis-Pathology, Etiology and Management.
Dalam : XVI Congress of Otorhinolaryngology Head and Neck Surgery.
Sydney, 1997; 1403-6.
13. Maran AGD. Disease of the Nose, Throat and Ear. Singapore : PGPublishing, 1992; 40-1.
14. Colman BH. Disease of the Nose, Throat and Ear and Head and Neck.
14th ed Singapore : ELBS, 1987; 26-7.
15. Becker W, Naumann HH, Pfaltz CR. Ear, Nose and Throat Diseases. A
Pocket Reference. 2nd ed. New York : Georg Thieme Verlag, 1994; 218-9.16. Hagrass, Gamea AM, Sherief SG.Radiological and Endoscopic Study of
the Sinus Maxilla in Primary Atrophic Rhinitis.J Laryngol Otol 1992
;106: 702-3.
17. Bertrand B, Doyen A, Elloy P. Triosite Implants and Fibrin Glue in theTreatment of Atrophic Rhinitis:Technique and Results. Laryngoscope
1996; 106 : 652-7.
18. Ballenger JJ. Penyakit Telinga ,Hidung, Tenggorok , Kepala dan Leher.
Edisi 13. Jilid 1. Alih Bahasa : Staf Ahli Bag. THT FKUI. Jakarta : Bina
Rupa Aksara, 1994; 1-4, 10-5, 229.
19. Hilger PA. Hidung : Anatomi dan Fisiologi Terapan. Dalam : Boies (ed),Buku Ajar Penyakit THT.Edisi 6, Alih Bahasa : Wijaya, C. Jakarta: EGC,
1996; 173-82, 221-2.20. Samiadi D. Laporan Penanggulangan Beberapa Kasus Rinitis Atrofi.
Dalam : Kumpulan Naskah Ilmiah Konas VII Perhati. Ujung Pandang,1986; 549-55.
21. Mewengkang N, Samsudin, Sutomo. Penutupan Koana dengan Flap
Faring pada Penderita Ozaena Anak. Dalam : Kumpulan Naskah Ilmiah
Konas VII Perhati. Ujung Pandang: 1986; 576-80.
22. Naumann HH. Head and Neck Surgery. Indication, Technique, Pitfalls.Vol.1. New York : Georg Thieme Publishers, 1980; 349-51, 381-2.
23. Montgomery WW. Surgery of the Upper Respiratory System. 3rd
Baltimore : Williams & Wilkins, 1996; 492, 499.
Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 7
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 130/319
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
Papiloma Laring pada nak
Bambang Supriyatno, Lia Amalia
Bagian Ilmu Kesehatan Anak, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/ Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta
ABSTRAK
Papiloma laring merupakan tumor jinak proliferatif yang sering dijumpai di
saluran nafas anak; dapat menyebabkan sumbatan jalan nafas yang dapat meng-
akibatkan kematian.
Etiologi pasti papiloma laring tidak diketahui; diduga berhubungan dengan infeksihuman papiloma virus (HPV) tipe 6 dan 11. Beberapa keadaan diduga berperan
sebagai faktor predisposisi seperti keadaan ekonomi rendah, higiene yang buruk,infeksi saluran nafas kronik, kelainan imunologis, dan terdapatnya kondiloma akumi-
nata pada ibu. Manifestasi klinis awal biasanya berupa suara serak sampai afonia serta
suara tangisan yang abnormal. Papiloma laring pada anak dapat menyebar ke trakea
dan bahkan sampai ke paru-paru. Diagnosis papiloma laring ditegakkan berdasarkananamnesis yang teliti, pemeriksaan fisis, dan pemeriksaan laringoskopi langsung. Pada
laringoskopi langsung dapat terlihat gambaran tumor menyerupai kembang kol, ber-
warna kemerahan, rapuh, mudah berdarah, dan pertumbuhannya eksofilik. Tatalaksana-
nya berupa tindakan bedah dikombinasikan dengan fotodinamik; obat-obatan (medi-
kamentosa) kurang berperan. Komplikasi yang mungkin timbul adalah sumbatan jalannafas serta penyebaran ke paru-paru. Prognosis kurang baik dalam hal rekurensi; pada
anak angka rekurensi (kekambuhan) masih cukup tinggi.
Kata kunci : papiloma laring, anak, rekurensi
PENDAHULUAN
Papiloma laring merupakan tumor jinak proliferatif yang
sering dijumpai pada saluran napas anak. Papiloma laring pertama kali dikenal sebagai kutil di tenggorok (warts in thethroat ) oleh Donalus pada abad ke-17. Mc Kenzie memper-
kenalkan nama papiloma laring pada abad ke-19.1
Papiloma merupakan neoplasma laring jinak pada anak
tetapi dapat juga terjadi pada dewasa. Papiloma laring padaanak dapat menjadi masalah jika menyumbat jalan napas.
Selain itu papiloma laring mempunyai kemampuan untuk
tumbuh kembali setelah pengangkatan dan meluas ke strukturtrakeobronkial.
Infeksi Human Papilloma Virus (HPV) pada saluran napas
merupakan penyebab potensial papiloma laring. Mc Kenzie
membedakan penyakit ini dari tumor lain secara klinis danmenggunakan istilah “papiloma”.2,3
Papiloma merupakan jenis tumor yang berkembang de-
ngan cepat, walaupun tidak ganas. Tumor ini dapat menyebar
ke rongga mulut, hidung, trakea dan paru, tetapi lokasi ter-
sering adalah laring.4,5 Terdapat dua jenis papiloma laring; salah satu adalah papi-
loma laring juvenilis yang biasanya multipel dan cenderung
agresif. Yang lain adalah papiloma laring senilis yang soliterdan kurang agresif tetapi dapat berkembang menjadi ganas.
Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 8
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 131/319
INSIDENS
Papiloma laring lebih sering dijumpai pada anak, 80% pada kelompok usia di bawah 7 tahun.6 Agung7 melaporkan 7
kasus antara 1970-1976, 6 di antaranya di bawah 12 tahun.
Sedangkan di Bagian THT RSCM ditemukan 14 kasus antara1993-1997 dengan usia antara 2,5-18 tahun.
ETIOLOGI
Etiologi papiloma laring tidak diketahui dengan pasti.Diduga Human Papilloma Virus (HPV) tipe 6 dan 11 berperan
terhadap terjadinya papiloma laring. Diduga ada hubungan an-tara infeksi HPV genital pada ibu hamil dan papiloma laring
pada anak.8,9 Hal ini terbukti dengan adanya HPV tipe 6 dan 11 pada kondiloma genital. Walaupun penemuan di atas menun-
jukkan peran infeksi virus pada papiloma laring, tetapi ada
faktor lain yang berperan., mengingat papiloma laring dapat
menghilang spontan saat pubertas.Teori yang melibatkan faktor hormonal sebagai salah satu
penyebab pertama kali dikemukakan oleh Holinger.10
Terdapat beberapa faktor predisposisi papiloma laring
yaitu sosial ekonomi rendah dan higiene yang buruk, infeksi
saluran napas kronik, dan kelainan imunologis.3,11-13
HISTOPATOLOGI
Gambaran makroskopik papiloma laring berupa lesi ekso-fitik, seperti kembang kol, berwarna abu-abu atau kemerahan
dan mudah berdarah. Tipe lesi ini bersifat agresif dan mudah
kambuh, tetapi dapat hilang sama sekali secara spontan. 10
Gambaran mikroskopik menunjukkan kelompok stroma jaringan ikat dan pembuluh darah seperti jari-jari yang dilapisi
lapisan sel epitel skuamosa dengan permukaan keratotik atau
parakeratotik. Kadang-kadang muncul gambaran sel yang ber-
mitosis.10
MANIFESTASI KLINIS
Pada awalnya adalah gangguan fonasi berupa suara serak
sampai afonia dan suara tangisan abnormal pada anak. Bila
papiloma cukup besar dapat menyebabkan gangguan
pernapasan berupa batuk, sesak, dan stridor inspirasi.Penyebaran ke trakea dan bronkus jarang ditemukan, tetapi
dapat terjadi pada pasien dengan riwayat ekstirpasi papiloma
atau riwayat trakeostomi sebelumnya, yang menimbulkan
sumbatan saluran napas atau penyakit parenkim paru. 14-16
Sumbatan saluran napas atas dapat dibagi menjadi 4derajat berdasarkan kriteria Jackson. Jackson I ditandai dengan
sesak, stridor inspirasi ringan, retraksi suprasternal, tanpa
sianosis. Jackson II adalah gejala sesuai Jackson I tetapi lebih
berat yaitu disertai retraksi supra dan infraklavikula, sianosisringan, dan pasien tampak mulai gelisah. Jackson III adalah
Jackson II yang bertambah berat disertai retraksi interkostal,
epigastrium, dan sianosis lebih jelas, sedangkan Jackson IV ditandai dengan gejala Jackson III disertai wajah yang tampak
tegang, dan terkadang gagal napas.7,11
DIAGNOSIS
Diagnosis dapat ditegakkan melalui anamnesis yang teliti,
pemeriksaan fisis, dengan laringoskopi langsung atau tak lang-
sung serta dibuktikan dengan pemeriksaan histopatologis.Pada anamnesis jika terdapat suara serak dan suara
tangisan yang abnormal pada anak dengan atau tanpa riwayat
infeksi yang telah diobati tetapi tidak ada perubahan, maka perlu dicurigai suatu papiloma laring. Biasanya terdapat stridor
inspirasi dan pada pemeriksaan laringoskopi langsung tampak
gambaran tumor yang menyerupai kembang kol, kemerahan,
rapuh, dan mudah berdarah, serta pertumbuhannya eksofilik.Penyebaran ke trakea dan paru dapat diidentifikasi melalui
foto toraks dan CT Scan. Pada foto toraks dapat terlihat
gambaran kavitas.17
Diagnosis banding
Diagnosis sulit terutama pada fase awal. Sering disalah
diagnosis dengan laringo-trakeo-bronkitis, asma bronkial, la-
ringomalasea, paralisis pita suara, nodul pita suara atau kistalaring kongenital. Diagnosis harus dikonfirmasi dengan la-
ringoskopi langsung dan biopsi.15
PENATALAKSANAANAda beberapa perangkat dalam tatalaksana papiloma
laring, semuanya mempunyai prinsip sama yaitu mengangkat
papiloma dan menghindari rekurensi.Umumnya terapi dapat dikategorikan sebagai berikut :
a. Bedah
Terapi bedah harus berdasarkan prinsip pemeliharaan
jaringan normal untuk mencegah penyulit seperti stenosislaring. Prosedur bedah ditujukan untuk menghilangkan papi-
loma dan/atau memperbaiki dan mempertahankan jalan napas.Beberapa teknik yang digunakan antara lain: trakeostomi,
laringofissure, mikrolaringoskopi langsung, mikrolaringoskopi
dan ekstirpasi dengan forseps, mikrokauter, mikrolaringoskopi
dengan diatermi, mikrolaringoskopi dengan ultrasonografi,kriosurgeri, carbondioxide laser surgery.17,18 Pada kasus papi-loma laring yang berulang, terapi bedah pilihan adalah peng-
angkatan tumor dengan laser CO2.
b. Medikamentosa
Pemberian obat (medikamentosa) pernah dilaporkan baikdigunakan secara sendiri maupun bersama-sama dengan tin-
dakan bedah. Obat yang digunakan antara lain antivirus, hor-
mon (dietilstilbestrol), steroid, dan podofilin topikal. Terapimedikamentosa ini tidak terlalu bermanfaat.18-20
c. Imunologis
Terapi imunologi untuk papiloma laring umumnya hanya
suportif menggunakan interferon.18
d. Terapi fotodinamik
Terapi ini merupakan satu dari perangkat terbaru dalamtatalaksana papilomatosis laring rekuren.14 Terapi ini meng-
gunakan dihematoporphyrin ether (DHE) yang tadinya dikem-
bangkan untuk terapi kanker. Jika diaktivasi dengan cahayadengan panjang gelombang yang sesuai (630 nm), DHE meng-
hasilkan agen sitotoksik yang secara selektif menghancurkansel-sel yang mengandung substansi tersebut. Basheda dkk.
melaporkan bahwa terapi fotodinamik efektif menghilangkan
lesi endobronkial, tetapi tidak untuk lesi parenkim.
Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 9
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 132/319
KOMPLIKASI
Pada umumnya papiloma laring pada anak dapat sembuhspontan ketika pubertas; tetapi dapat meluas ke trakea, bronkus,
dan paru, diduga akibat tindakan trakeostomi, ekstirpasi yang
tidak sempurna.13 Meskipun jarang, radiasi diduga menjadifaktor yang mengubah papiloma laring menjadi ganas.
PROGNOSISPrognosis papiloma laring umumnya baik. Angka re-
kurensi (berulang) dapat mencapai 40%. Sampai saat ini belum
diketahui secara pasti faktor-faktor yang mempengaruhi re-
kurensi pada papiloma.16 Diagnosis dini dan penanganan yangtepat diduga merupakan faktor yang berpengaruh terhadap
rekurensi. Penyebab kematian biasanya karena penyebaran ke
paru.
KEPUSTAKAAN
1. Harley C, Hamilton, Birzgalis AR. Recurrent respiratory papillomatosis.
The Manchester experience 1974-1992. Laryngol and Otol 1994;
108:226-9.2. Kohlmoos HW. Papilloma of the larynx in children. Arch Otolaryngol
1995; 11:242-52.
3. Elo J, Hidvigi J, Bajtai A. Papova viruses and recurrent laryngeal
papillomata. Arch Otolaryngol 1995; 115:322-5.4. Erisen L, Fagan JJ, Myers EN. Late recurrences of laryngeal papillo-
matosis. Arch Otolaryngol Head Neck Surg 1996; 122:942-4.5. Kashima H, Mounts P, Leventhal B. Sites of predilection in recurrent
respiratory papillomatosis. Ann Otol Rhinol Laryngol 1993; 102:580-3.
6. Steinberg BM, Topp WC, Schneider PS, et al. Laryngeal papillomavirus
infection during clinical remission, N Engl J Med 1983; 308:1261-4.
7. Agung IB, Losin. Pengelolaan papiloma laring di Bagian THT FK-UGM.
Laporan pendahuluan KONAS PERHATI V Semarang, 1977; .h.669-75.
8. Smith EM, Pignatari SSN, Gray SD. Human papillomavirus infection in
papillomas and nondisease respiratory sites of patients with recurrentrespiratory papillomatosis using the polymerase chain reaction. Arch
Otolaryngol Head Neck Surg 1993; 119:554-7.
9. Derkay CS. Task force on recurrent respiratory papillomas. A preliminary
study. Arch Otolaryngol Head Neck Surg 1995; 121:1386-91.
10. Abramson AL, Steinberg BM, Winkler B. Laryngeal papillomatosis:clinical histopathologic and molecular studies. Laryngoscope 1987;
97:678-85.11. Yasin AR. Penelitian pendahuluan pada papiloma laring. Skripsi. THT
FKUI, 1982.12. Mulloly VM, Abramson AL, Steinberg BM. Clinical effect of alpha
interferon dose variation on laryngeal papillomas. Laryngoscope 1998;
98:1324-9.
13. Bashida SG, Mehta AC, de Boer G, Orlowski JP. Endobronchial and parenchymal juvenile laryngotracheobronchial papillomatosis effect of
photodynamic therapy. Chest 1991; 100:1458-64.14. Shikowitz MJ. Comparison of pulsed and continuous wave light in
photodynamic therapy of papillomas: An experimental study.
Laryngoscope 1992; 102:300-10.
15. Ossof RH, Werkheven JA, Dere H. Soft tissue complication of lasersurgery for reccurent papillomatosis. Laryngoscope 1991; 101:1162-6.
16. Rimell EM, Shoemaker DL, Pou AM. Pediatric respiratory
papillomatosis. Prognostic role of viral typing and cofactors. Laryngos-
cope 1997; 107:915-47.
17. White A, Haliwell M, Fairman DH. Ultrasonic treatment of laryngeal papillomata. Bristol General Hospital. h.249-60.
18. Haglund S, Lundwuist P, Cantell K. Interferon therapy in juvenile
laryngeal papillomatosis. Arch Otolaryngol 1981; 107:327-32
19. Green GE, Bauman NM, Smith RJH. Pathogenesis and treatment of juvenile onset recurrent respiratory papillomatosis. Otolaryngol Clin N
Am 2000; 33:187-207.
20. Derkay CS, Darrow DH. Recurrent respiratory papillomatosis of the
larynx. Current Diagnosis and Treatment. Otolaryngol Clin N Am 2000;
33:1-12.
Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 10
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 133/319
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
Kista uktus Tiroglosus
Hafni
Bagian/ SMF Telinga Hidung dan Tenggorokan-KL Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara / Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik, Medan
ABSTRAK
Kista duktus tiroglosus merupakan 70 % dari kasus kista yang ada di leher. Kista
ini lebih sering terjadi pada anak. Penatalaksanaan kista duktus tiroglosus bertujuanuntuk memperkecil angka kekambuhan yaitu dengan mengangkat kista beserta
duktusnya.
Kata kunci : Kista duktus tiroglosus, kekambuhan
PENDAHULUAN Kista duktus tiroglosus merupakan kista yang terbentuk
dari duktus tiroglosus yang menetap sepanjang alur penurunan
kelenjar tiroid, yaitu dari foramen sekum sampai kelenjar tiroid
bagian superior di depan trakea.1-11 Kista ini merupakan 70%dari kasus kista yang ada di leher.4,5
Kista ini biasanya terletak di garis median leher, dapat
ditemukan di mana saja antara pangkal lidah dan batas atas
kelenjar tiroid.4-10,12
Penatalaksanaan kista duktus tiroglosus yang banyak
dilakukan saat ini bertujuan untuk memperkecil angka
kekambuhan, yaitu dengan mengangkat kista beserta duktus-
nya, bagian tengah korpus hiod, traktus yang menghubungkan
kista dengan foramen saekum serta mengangkat otot lidah disekitarnya, seperti yang dilakukan Sistrunk pada tahun
1920.1,3,4,5,9,10,13
KEKERAPAN
Beberapa penulis menyatakan bahwa kasus ini merupakan
kasus terbanyak dari massa non neoplastik di leher, merupakan
40% dari tumor primer di leher.1,13,14 Ada penulis yang
menyatakan hampir 70% dari seluruh kista di leher adalah kistaduktus tiroglosus.5,6
Kasus ini lebih sering terjadi pada anak-anak,10,14 walau- pun dapat ditemukan di semua usia.4,9,10,12 Predileksi umur
terbanyak antara umur 0 – 20 tahun yaitu 52%, umur sampai 5
tahun terdapat 38%.4,11 Sistrunk (1920) melaporkan 31 kasus
dari + 86.000 pasien anak.3 Tidak terdapat perbedaan risiko
terjadinya kista berdasarkan jenis kelamin dan umur yang bisadidapat dari lahir sampai 70 tahun, rata-rata pada usia 5,5
tahun.3,5
Penulis lain mengatakan predileksi usia kurang dari 10
tahun sebesar 31,5%, pada dekade ke dua 20,4%, dekade ketiga 13,5% dan usia lebih dari 30 tahun sebesar 34,6%. 1,5
Waddell mendapatkan 28 kasus kista duktus tiroglosus secara
histologik dari 61 pasien yang diduga menderita kistatersebut.12 Tri D dkk melaporkan 8 kasus kista duktus
tiroglosus dari 1983-1985 di RS Kariadi Semarang.11
PATOGENESIS Terdapat dua teori yang dapat menyebabkan terjadinya
kista duktus tiroglosus :
1) infeksi tenggorok berulang akan merangsang sisa epitel
traktus, sehingga mengalami degenerasi kistik.
2) sumbatan duktus tiroglosus akan mengakibatkan terjadinya penumpukan sekret sehingga membentuk kista.
Teori lain mengatakan mengingat duktus tiroglosusterletak di antara beberapa kelenjar limfe di leher, jika sering
terjadi peradangan, maka epitel duktus juga ikut meradang,
sehingga terbentuklah kista.1
LOKASI
Kista duktus tiroglosus dapat tumbuh di mana saja di garistengah leher, sepanjang jalur bebas duktus tiroglosus mulai dari
dasar lidah sampai ismus tiroid.11
Lokasi yang sering adalah1,5 :- intra lingual : 2,1%
- suprahioid : 24,1%
- tirohioid : 60,9%- suprasternal : 12,9%
Sedangkan Ward4 mendapatkan dari 72 pasien dengan kista
duktus tiroglosus, lokasinya terdapat di:
Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 11
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 134/319
- submental : 2
- suprahioid : 18- transhioid : 2
- infrahioid : 43
- suprasternal : 3Hanlon mendapatkan 1 kasus kista duktus tiroglosus yang
lokasinya jauh ke lateral.8
GEJALA KLINIKKeluhan yang sering terjadi adalah adanya benjolan di
garis tengah leher, dapat di atas atau di bawah tulang hioid.
Benjolan membesar dan tidak menimbulkan rasa tertekan di
tempat timbulnya kista.Konsistensi massa teraba kistik, berbatas tegas, bulat,
mudah digerakkan, tidak nyeri, warna sama dengan kulit
sekitarnya dan bergerak saat menelan atau menjulurkanlidah.1,6,7,10 Diameter kista berkisar antara 2-4 cm, kadang-
kadang lebih besar.9
Bila terinfeksi, benjolan akan terasa nyeri. Pasien me-
ngeluh nyeri saat menelan dan kulit di atasnya berwarna merah.
DIAGNOSISDiagnosis ditegakkan berdasarkan gambaran klinik; yang
harus dipikirkan pada setiap benjolan di garis tengah leher.
Untuk fistula, diagnosis dapat ditegakkan menggunakansuntikan cairan radioopak ke dalam saluran yang dicurigai dan
dilakukan foto Rontgen.2,6,11
Diagnosis Banding 1. Lingual tiroid 3. Kista brankial
2. Kista dermoid 4. Lipoma1,11
PENATALAKSANAAN Penatalaksanaan kista duktus tiroglosus bervariasi dan
banyak macamnya, antara lain insisi dan drainase, aspirasi perkutan, eksisi sederhana, reseksi dan injeksi dengan bahan
sklerotik. Dengan cara-cara tersebut angka kekambuhan
dilaporkan antara 60-100%. Schlange (1893) melakukan eksisidengan mengambil korpus hioid dan kista beserta duktus-
duktusnya;dengan cara ini angka kekambuhan menjadi 20%.11
Sistrunk (1920) memperkenalkan teknik baru berdasarkan
embriologi, yaitu kista beserta duktusnya, korpus hioid, traktus
yang menghubungkan kista dengan foramen sekum serta ototlidah sekitarnya kurang lebih 1 cm diangkat. Cara ini dapat
menurunkan angka kekambuhan menjadi 2-4 %.5,11
Cara Sistrunk :
1) Penderita dengan anestesi umum dengan tube endotrakeaterpasang, posisi terlentang, kepala dan leher hiperekstensi.
2) Dibuat irisan melintang antara tulang hioid dan kartilagotiroid sepanjang empat sentimeter. Bila ada fistula, irisan ber-
bentuk elips megelilingi lubang fistula.
3) Irisan diperdalam melewati jaringan lemak dan fasia; fasia
yang lebih dalam digenggam dengan klem, dibuat irisan me-
manjang di garis media. Otot sternohioid ditarik ke lateraluntuk melihat kista di bawahnya.
4) Kista dipisahkan dari jaringan sekitarnya, sampai tulang
hioid. Korpus hioid dipotong satu sentimeter.5) Pemisahan diteruskan mengikuti jalannya duktus ke
foramen sekum. Duktus beserta otot berpenampang setengah
sentimeter diangkat. Foramen sekum dijahit, otot lidah yanglonggar dijahit, dipasang drain dan irisan kulit ditutup
kembali.5,11
KOMPLIKASIFistel duktus tiroglosus dapat timbul spontan atau sekunder
akibat trauma, infeksi atau operasi yang tidak adekuat. Kejadi-
an fistel ini antara 15-34%.5
KESIMPULAN
Kista duktus tiroglosus merupakan kista yang terbentuk
dari duktus tiroglosus yang tetap ada sepanjang alur penurunankelenjar tiroid. Kista ini merupakan 70% dari kasus kista yang
ada di leher. Biasanya terletak di garis median leher yang dapat
ditemukan di mana saja antara pangkal lidah dan batas atas
kelenjar tiroid.
Kasus ini lebih sering terjadi pada anak-anak, walaupun
dapat ditemukan pada semua usia. Penatalaksanaan kista duk-tus tiroglosus dengan cara Sistrunk yang sudah banyak dilaku-
kan saat ini bertujuan untuk memperkecil angka kekambuhan.
KEPUSTAKAAN
1. Maran AGD. Benign diseases of the neck. Dalam : Scott-Brown’sOtolaryngology. 6th ed. Oxford : Butterworth - Heinemann, 1997; 5/16/1-
4.
2. Ballenger JJ. Penyakit Telinga, Hidung, Tenggorok, Kepala dan Leher.
Edisi 13. Jilid 1. Alih Bahasa : Staf Pengajar Bag. THT FKUI. Jakarta :
Bina Rupa Aksara, 1994; 295-6, 381-2.
3. Cohen JI. Massa Jinak Leher. Dalam Boies. Buku Ajar Penyakit THT.Edisi 6, Alih Bahasa : Wijaya C. Jakarta : EGC, 1996; 415-21.
4. Karmody CS. Developmental Anomalies of the Neck. Dalam: Pediatric
Otolaryngology. 2nd ed. Bluestone CD, Stool SE, Scheetz MD (eds.).
Philadelphia : WB Saunders Co, 1990; 1313-14.5. Sobol M. Benign Tumors. Dalam : Comprehensive Management of Head
and Neck Tumors. Vol. 2. Thawley S, Panje WR (eds.). Philadelphia :
WB Saunders Co, 1987; 1362-69.
6. Montgomery WW. Surgery of the Upper Respiratory System. 2nd ed. Vol.
II. Philadelphia : Lea & Febiger, 1989; 88.7. Colman BH. Disease of Nose, Throat and Ear and Head and Neck, A
Handbook for Students and Practitioners. 14 th ed. Singapore : ELBS,
1987; 183.
8. O’Hanlon DM, Walsh N, Corry J et al. Aberrant thyroglossal cyst. J.Laryngol. Otol. 1994; 108 : 1105-7.
9. Pincu RL. Congenital Neck Masses and Cysts. Dalam : Head and Neck
Surgery - Otolaryngology. Vol. 1. Bailey JB, Johnson JT, Kohut RI et al.
Philadelphia : JB Lippincott Co, 19; 755.
10. Ellis PDM. Branchial cleft anomalies, thyroglossal cysts and fistulae.
Dalam : Scott-Brown’s Otolaryngology. 6th
ed. Oxford: Butterworth –Heinemann, 1997; 6/30/8-12.
11. Damijanti T, Suparjadi S, Samsudin. Tata Laksana Kiste Duktus
Tiroglosus di UPF THT RSDK Semarang Th. 1983 - 1985. Dalam :
Kumpulan Naskah Konas VI Perhati. Ujung Pandang. 1986; 760-7.
12. Waddell A, Saleh H, Robertson N et al. Thyroglossal duct remnants. J.Laryngol. Otol. 2000; 114: 128-9.
13. Urben SL, Ransom ER. Fusion of the thyroid interval in a patient with a
thyroglossal duct cyst. Otolaryngol. Head and Neck Surg. 120 (5): 757-9.
14. Greinwald JH, Leichtman LG, Simko MEJ. Hereditary Thyroglossal DuctCyst. Arch Otolaryngol Head Neck Surg. 1996; 122: 1094-6.
Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 200412
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 135/319
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
inoskleroma
Delfitri Munir, Rizalina A Asnir, Firmansyah
Bagian/ SMF Telinga Hidung dan Tenggorokan-KL Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara / Rumah Sakit Umum Pusat H. Adam Malik, Medan
ABSTRAK
Rinoskleroma merupakan penyakit endemik, di Indonesia terutama di SulawesiUtara, Sumatera Utara dan Bali.
Belum ada cara penanggulangan yang tepat dan memuaskan untuk penyakit ini
sampai sekarang.
PENDAHULUAN
Rinoskleroma adalah penyakit yang jarang di Amerika
Serikat dan Inggris, tapi endemik di beberapa negara di Asia,
Amerika, Eropa dan Afrika.1-7
Di Indonesia, rinoskleroma telah dilaporkan sejak sebelum
perang dunia ke dua. Kasus pertama ditemukan oleh Snigders
dan Stoll (1918) di Sumatera Utara.2 Dilaporkan banyakterdapat di Sulawesi Utara, Sumatera Utara dan Bali.1,8
Pengobatan meliputi medikamentosa, radiasi dan pem-
bedahan, namun sampai sekarang belum ada cara tepat yang
memberikan hasil memuaskan.6,8
Rinoskleroma adalah penyakit menahun granulomatosayang bersifat progresif, mengenai traktus respiratorius bagian
atas terutama hidung. Penyakit ini ditandai dengan penyempit-
an rongga hidung sampai penyumbatan oleh suatu jaringangranulomatosa yang keras serta dapat meluas ke nasofaring,
orofaring, subglotis, trakea dan bronkus.
Rinoskleroma disebabkan oleh bacilus gram negatif
(Klebsiella rhinoscleromatis).1,8-10
Penyakit ini pertama kali digambarkan oleh Von Hebra(1870). Mikulitz menemukan sel-sel yang dianggap khas untuk
penyakit ini dan Von Frisch menemukan basil jenis Klebsiella
yang dianggap sebagai penyebab penyakit ini.2,8,9
Infeksi biasanya dimulai dari bagian anterior hidung se- bagai plak submukosa yang lembut, meluas secara bertahap
menjadi nodul padat yang tidak sensitif, dan dalam beberapa
tahun akan mengisi dan menyumbat hidung. Bila tidak diterapiakan meluas ke bibir atas dan hidung bawah sehingga me-
nimbulkan deformitas yang luas.8,10
Diagnosis berdasarkan perjalanan klinis dan pemeriksaan
patologi spesimen yang memperlihatkan sel-sel Mikulicz yang
khas dan bakteri berbentuk batang dalam sitoplasma.5,7
INSIDEN
Rinoskleroma dapat mengenai semua usia, tetapi sering pada dewasa muda.1,2,9 Kebanyakan penderita ditemukan pada
dekade dua dan tiga. Penyakit ini sering dijumpai pada sosial
ekonomi yang rendah, lingkungan hidup yang tidak sehat dan
gizi yang jelek.1,2 Belinoff melaporkan 94,5 % terdapat pada
golongan pekerja kasar seperti petani.8 Fisher menyatakan tidakada perbedaan yang nyata antara laki-laki dan perempuan.8,9,11
Penyakit ini merupakan penyakit endemik di Polandia,
Cekoslovakia, Rumania, Rusia, Ukraina, Guatemala, Salvador,Kolumbia, Mesir, Uganda, Nigeria, India, Philipina dan
Indonesia.2-4,7,9,11,13-16
Di Indonesia banyak terdapat di Sulawesi Utara, Sumatera
Utara dan Bali.1,8
ETIOLOGI
Rinoskleroma disebabkan oleh Klebsiela rhinoskleromatis
yang merupakan basil Gram negatif.1-16 Penyakit ini juga di-
hubungkan dengan AIDS dan defisiensi sel T.2,7
HISTOPATOLOGI
Penyakit rinoskleroma adalah penyakit radang menahungranulomatosa dari submukosa dengan gambaran histo-
Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 13
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 136/319
patologis yang khas, berupa hiperplasi dan hipertrofi epitel
permukaan, jaringan ikat di bawah epitel berbentuk trabekuladan di infiltrasi oleh sel-sel besar dengan vakuola pada
sitoplasma. Sel-sel ini mempunyai inti di tepi dan di dalam
vakuola terdapat banyak basil berbentuk batang yang kemudiandikenal sebagai basil dari Von Frisch. Di samping itu terdapat
pula sebukan sel-sel plasma, limfosit dan histiosit.
Sel-sel besar dengan vakuola dan basil-basil tersebut
kemudian dikenal dengan sel-sel dari Mikulicz. Sel-sel inimenurut Fischer dan Hoffman penting dalam menegakkandiagnosis penyakit rinoskleroma. Toppozada mengemukakan
bahwa sel ini berasal dari sel-sel plasma yang banyak terdapat
pada penyakit ini.9
Secara histopatologis penyakit ini terdiri dari tiga stadia;
yang menunjukkan gambaran khas adalah stadium granu-
lomatosa2,9,12 1. Stadium kataral/ atropik
Metaplasi skuamosa dan infiltrasi subepitel nonspesifik
dari sel PMN dengan jaringan granulasi.
2. Stadium granulomatosa
Gambaran diagnostik ditemukan pada stadium ini berupa
sel radang kronik, Russel body, hiperplasi pseudo epitelioma-tosa, histiosit besar bervakuola yang mengandung Klebsiella
rhinoskleromatis (Mikulicz sel).
3. Stadium sklerotikFibrosis yang luas, yang menyebabkan stenosis dan kelain-
an bentuk.
GEJALA KLINIS
Gejala tergantung pada area, perluasan dan lamanya
penyakit.1
Di hidung dapat dibedakan menjadi tiga stadium1,2,8-11,14
:
- Stadium I (Kataralis, Atrofi, Eksudasi)
Ditemukan pada usia sekolah. Gambaran penyakit pada
stadium ini tidak khas, sering seperti rinitis biasa.Dimulai dengan cairan hidung encer, sakit kepala,
sumbatan hidung yang berkepanjangan, kemudian diikuti
cairan mukopurulen berbau busuk; dapat terjadi gangguan penciuman.
- Stadium II (Granulomatous, Infiltratif, Noduler)
Ditandai dengan hilangnya gejala rinitis. Terjadi pertum-
buhan yang disebut nodular submucous infiltration di mukosa
hidung yang tampak sebagai tuberkel di permukaan hidung.Lama-lama tuberkel ini bergabung menjadi satu massa noduler
yang sangat besar, mudah berdarah, kemerahan, tertutup
mukosa dengan konsistensi padat seperti tulang rawan.
Kemudian terjadi invasi, dapat ke arah posterior (nasofaring)
maupun ke depan (nares anterior).- Stadium III (Skleromatous, Stenosis, Sikatrik)
Massa secara perlahan-lahan menjadi avaskuler dan terjadifibronisasi yang diikuti oleh adhesi struktur jaringan lunak,
kontraksi jaringan yang akhirnya membentuk jaringan parut
dan penyempitan jalan nafas.
Pada stadium ini sel-sel Mikulicz sulit ditemukan.
Proses yang sama dapat terjadi pada mulut, faring, laring,trakea dan bronkus.
Keluhan penderita sesuai dengan stadiumnya.
Pada stadium I, hanya pilek yang tidak mau sembuhdengan pengobatan biasa. Lebih lanjut rongga hidung mulai
dipenuhi krusta yang menyebabkan hidung tersumbat dan
berbau busuk serta mukosa hidung menjadi kemerahan.Pada stadium II, di samping keluhan hidung tersumbat
juga sering terjadi perdarahan dari hidung. Pada stadium ini
biasanya penyakit mudah dikenali. Dari pemeriksaan, kavum
nasi dipenuhi oleh jaringan yang mudah berdarah, kemerahan,konsistensi padat, permukaan licin tanpa ulkus. Pada stadiumini penyakit mudah meluas sampai ke traktus respiratorius
bagian bawah.
Stadium III adalah stadium yang sudah tenang dengankeluhan dan gejala dari sisa kelainan yang menetap akibat
proses sikatrisasi dan kontraksi konsentrik jaringan granu-
lomatosa yang mengeras.1,6,8,11
DIAGNOSIS
Diagnosis dapat ditegakkan berdasarkan anamnesis, pe-
meriksaan fisik yang meliputi : rinoskopi anterior/posterior,
laringoskopi indirek/direk dan bronkoskopi, ditambah dengan pemeriksaan penunjang seperti radiologi, bakteriologi,
histopatologi, serologi (test komplemen fiksasi, test aglutinasi)
dan imunokimia.1,2,7,810,14,15
Diagnosis Banding2,7,13,15
1. Proses infeksi granulomatosaa. Bakteri : Tuberkulosis, Sifilis, Lepra
b. Jamur : Histoplasmosis, Blastomikosis, Sporotrikosis,
Koksidioidomikosis
c. Parasit : Leismaniasis mukokutaneus
2. Sarkoidosis3. Wegener granulomatosis
PENATALAKSANAAN
Meliputi : medikamentosa, radiasi dan tindakan bedah;
namun sampai sekarang belum ada cara yang tepat dan
memuaskan.6,8
1. Medikamentosa
Antibiotik sangat berguna jika hasil kultur positif, tetapi
kurang berharga pada stadium sklerotik.
Antibiotik yang dapat digunakan antara lain:
- Streptomisin : 0,5-1 g/ hari- Tetrasiklin : 1-2 g/ hari
- Rifampisin 450 mg/ hari
- Khloramphenikol, Siprofloksasin, Klofazimin1,2,7-
10,11,13-15
Terapi antibiotik diberikan selama 4-6 minggu dan dilanjutkansampai dua kali hasil pemeriksaan kultur negatif.8
Rolland menggunakan kombinasi Streptomisin dan Tetra-siklin dengan hasil yang memuaskan.9
Steroid dapat diberikan untuk mencegah sikatrik pada
stadium granulomatosa.3,10
2. Radiasi
Terapi radiasi pernah diberikan oleh Massod, tetapi hasilnya belum memuaskan.8,11
Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 200414
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 137/319
3. Dilatasi
Cara dilatasi dapat dicoba untuk melebarkan kavum nasidan nasofaring terutama bila belum terjadi sumbatan total.1,9
4. Pembedahan
Tindakan ini dilakukan pada jaringan skleroma yang ter- batas di dalam rongga hidung, sehingga pengangkatan dapat
dikerjakan dengan mudah secara intranasal. Jika terjadi
sumbatan jalan nafas (seperti pada skleroma laring) harus
dilakukan trakeostomi.1,4,7,9,10,13,14,16
KOMPLIKASI
Komplikasi dapat timbul akibat perluasan penyakit ke :
1. Organ sekitar hidung :- Sinus paranasal
- Saluran lakrimal (dakrioskleroma)
- Orbita : proptosis, kebutaan- Telinga bagian tengah (otoskleroma)
- Palatum mole, uvula, orofaring
2. Laring, sering timbul di daerah subglotik yang meng-
akibatkan kesukaran bernafas, asfiksia dan kematian.
3. Saluran nafas bawah: sumbatan trakeobronkial, atelektasis
paru.4. Intrakranial
Di samping akibat perluasan penyakit, komplikasi dapat
juga timbul berupa perdarahan (pada stadium granulomatosa)dan berdegenerasi maligna.1
KEPUSTAKAAN
1. Pranowo S, Ahmad M, Wiratno dkk. Rinoskleroma di RS. Dr. Kariadi
Semarang. Dalam Kumpulan naskah lengkap ilmiah KONAS VII
PERHATI. Surabaya, Agustus. 1983; h 457-66.
2. http//www.atlases.muni.ce/atl-en/sect-sect-58/html.
3. Hilger PA. Penyakit hidung. Dalam Boies (ed). Buku Ajar penyakit THT.
Ed VI. EGC. Jakarta, 1997. h 210.
4. Yigla M, Ben-izhak O, Oren I et al. Laryngotracheobronchialinvolvement in a patient with nonendemic rhinoscleroma. Chest. June
2000. http//www.afip.org/departements/endocrine/case/dec00/december2
htm.
5. Wilson WR, Montgomery WW. Infectious disease of the paranasal
sinuses. In: Otolaringology. Vol III. Ed III. USA: WB Saunders Co.1991; p. 1851-52.
6. Balenger JJ. Granuloma kronis pada muka, hidung, faring dan telinga.Dalam: Penyakit telinga, hidung, tenggorok, kepala dan leher. Jilid I. ed
13. Binarupa Aksara. Jakarta, 1994; h 368-70.7. Groves C. Department of pathology. Vol 17. No 4. January. 1998.
http//www.162.129.103.32/micro/v17n04.htm.
8. Suardana W, Masna PW, Tjekeg M dkk. Beberapa aspek penyakit
rinoskleroma di bagian THT FK UNUD/ RSUP Sanglah Denpasar.Dalam : Kumpulan Naskah KONAS VI PERHATI. Medan, Juli. 1980; h
128-34.
9. Desasouza S, Chitale A. Scleroma. In XVI World Congress of
Otorhinolaringology head and neck surgery. Vol 1. Monduzzi. Sydney:
March. 1997; p. 603-7.
10. Ramalingam KK, Sreemamoorthy B. Infections of the nose. In A ShortPractice of Otolaryngology. ed I India: All India Publishers. 1993; p. 208-
9.
11. Wein N. Infective rhinitis and sinusitis. In Scott-Brown’s Otolaryngol-
ogy. Vol IV. Ed VI. Butterworth-Heinemann. Great Britain: 1997; h
4/8/34-3512. Rhinoscleroma http//www.thedoctorsdoctor.com/diseases/rhinoscleroma.
htm
13. Colman BH. Diseases of the nasal cavity. In: Diseases of the nose, throat
and ear and head and neck. ed IV. Longman Singapore Publ. 1990; p. 40.14. Fried MP, Shapiro J. Acute and chronic laryngeal infections. In
Otolaryngology. Vol III. Ed III. USA: WB Saunders Co. 1991; h 2245-
56.
15. Becker W, Nauman HH, Pfaltz CR. Ear, nose and throat diseases. Ed II.
New York: Thieme medical publishers inc. 1993; p. 206-7.
16. Maran AGD. Benign Tumours and Granulomas in Nose, Throat and Ear.Ed X. PG Publishing. 1990; p. 61.
Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 15
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 138/319
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
Kanker Nasofaring
pidemiologi dan
Pengobatan Mutakhir
R. Susworo
Guru Besar dan Spesialis Radiologi (Konsultan) Radioterapi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia/
Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo, Jakarta
PENDAHULUAN
Telah diketahui sejauh ini bahwa proses terjadinya
penyakit kanker berlangsung dalam tahapan tahapan yangdisebut sebagai mekanisme karsinogenesis. Bermula dariterjadinya defek atau kesalahan letak susunan DNA dalam sel
manusia yang mengakibatkan tidak terkontrolnya mekanisme
pertumbuhan sel. Sel akan tumbuh tidak normal dan
berlebihan. Berbagai faktor telah diketahui atau dicurigaisebagai penyebab terjadinya kekacauan struktur ini. Antara lain
disebutkan faktor makanan, seperti konsumsi lemak yangterlalu tinggi, pola hidup, seperti perokok berat, faktor
eksternal seperti sinar ultraviolet dan sinar radioaktif, pajanan
pada bahan kimia atau oleh virus. Berbagai kekacauan struktur
ini telah dapat diidentifikasi oleh para pakar, misalnya kelainan
pada struktur gen BRCA1 dan BRCA2 selalu diasosiasikan
dengan kanker payudara atau indung telur (ovarium), atau genHLA A2B46 pada pasien kanker nasofaring. Perubahan genetik
ini mengakibatkan proliferasi sel sel kanker secara tidak
terkontrol. Beberapa perubahan genetik ini sebagian besarakibat mutasi, putusnya kromosom (chromosome breaks) dan
delesi pada sel sel somatik. Sebagian lagi bersifat diturunkan
Adakalanya manifestasi kanker ini memerlukan pula pemicu,terutama pada kelainan struktur gen yang diturunkan.
KANKER NASOFARING (KNF)
Nasofaring merupakan bagian nasal dari faring yang
terletak posterior dari kavum nasi dan di atas bagian bebas darilangit langit lunak. Yang disebut KNF adalah kanker yang
terjadi di selaput lendir daerah ini, tepatnya pada cekungan
Rosenmuelleri dan tempat bermuaranya saluran Eustachii yangmenghubungkan liang telinga tengah dengan ruang faring.
Angka kejadian KNF di Indonesia cukup tinggi, yakni 4,7
kasus baru per tahun per 100.000 penduduk 1. Catatan dari berbagai rumah sakit menunjukkan bahwa KNF menduduki
urutan ke empat setelah kanker leher rahim, kanker payudara
dan kanker kulit. Tetapi seluruh bagian THT (telinga hidung
dan tenggorokan) di Indonesia sepakat mendudukan KNF pada
peringkat pertama penyakit kanker pada daerah ini. Dijumpai
lebih banyak pada pria daripada wanita dengan perbandingan
2-3 orang pria dibandingkan 1 wanita.
Apabila kita melihat distribusi penyakit ini di seluruhdunia, maka KNF paling banyak dijumpai pada ras Mongol, disamping Mediteranian, dan beberapa ras di Afrika bagian utara.
Di Hongkong tercatat sebanyak 24 pasien KNF per tahun per
100.000 penduduk, sedangkan angka rata rata di Cina bagian
selatan berkisar antara 20 per 100.000.2 Bandingkan dengannegara Eropa atau Amerika Utara yang mempunyai angka
kejadian 1 per 100.000 penduduk per tahun.3
Sekalipun termasuk ras Mongoloid, bangsa Korea, Jepang
dan Tiongkok sebelah utara tidak banyak yang dijumpai
mengidap penyakit ini. Berbagai studi epidemilogik mengenai
angka kejadian ini telah dipublikasikan di berbagai jurnal.
Salah satunya yang menarik adalah penelitian mengenai angka
kejadian KNF pada para migran dari daratan Tiongkok yangtelah bermukim secara turun temurun di China town (pecinan)
di San Fransisco Amerika Serikat. Terdapat perbedaan yang
bermakna dalam terjadinya KNF antara para migran daridaratan Tiongkok ini dengan penduduk di sekitarnya yang
terdiri atas orang kulit putih (Caucasians), kulit hitam dan
Hispanics, dimana kelompok Tionghoa menunjukkan angkakejadian yang lebih tinggi. Sebaliknya, apabila orang Tionghoa
migran ini dibandingkan dengan para kerabatnya yang masih
tinggal di daratan Tiongkok maka terdapat penurunan yang
bermakna dalam hal terjadinya KNF pada kelompok migran
tersebut. Jadi kesimpulan yang dapat ditarik adalah, bahwakelompok migran masih mengandung gen yang ‘memudahkan’
untuk terjadinya KNF, tetapi karena pola makan dan pola hidup
selama di perantauan berubah maka faktor yang selama inidianggap sebagai pemicu tidak ada lagi maka kanker ini pun
tidak tumbuh. Untuk diketahui bahwa penduduk di provinsi
Guang Dong ini hampir setiap hari mengkonsumsi ikan yangdiawetkan (diasap, diasin), bahkan konon kabarnya seorang
bayi yang baru selesai disapih, sebagai makanan pengganti
susu ibu adalah nasi yang dicampur ikan asin ini. Di dalam ikan
yang diawetkan dijumpai substansi yang bernama nitrosamine
yang terbukti bersifat karsinogen bagi hewan percobaan.
Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 16
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 139/319
Dijumpai pula kenaikan angka kejadian ini pada
komunitas orang perahu (boat people) yang menggunakan kayusebagai bahan bakar untuk memasak. Hal ini tampak mencolok
pada saat terjadi pelarian besar besaran orang Vietnam dari
negaranya.Bukti epidemiologik lain adalah angka kejadian kanker ini
di Singapura. Persentase terbesar yang dikenai adalah masya-
rakat keturunan Tionghoa (18,5 per 100.000 penduduk), disusul
oleh keturunan Melayu (6,5 per 100.000) dan terakhir adalahketurunan Hindustan (0,5 per 100.000).
4
Dijumpainya Epstein-Barr Virus (EBV), (yang dinamai
sesuai dengan penemunya, Epstein dan Barr pada limfoma
Burkitt pada 1960), pada hampir semua kasus KNF telahmengaitkan terjadinya kanker ini dengan keberadaan virus
tersebut. Pada 1966, seorang peneliti menjumpai peningkatan
titer antibodi terhadap EBV pada KNF serta titer antibodi IgGterhadap EBV, capsid antigen dan early antigen. Kenaikan titer
ini sejalan pula dengan tingginya stadium penyakit. Namun
virus ini juga acapkali dijumpai pada beberapa penyakit
keganasan lainnya bahkan dapat pula dijumpai menginfeksi
orang normal tanpa menimbulkan manifestasi penyakit. Jadi
adanya virus ini tanpa faktor pemicu lain tidak cukup untukmenimbulkan proses keganasan.
Berbeda halnya dengan jenis kanker kepala dan leher lain,
KNF tidak pernah dihubungkan dengan kebiasaan merokok danminum alkohol tetapi lebih dikaitkan dengan virus Epstein
Barr, predisposisi genetik dan pola makan tertentu. Adanya
hubungan antara faktor kebiasaan makan dengan terjadinyaKNF dipelajari oleh Ho dkk. Ditemukan kasus KNF dalam
jumlah yang tinggi pada mereka yang gemar mengkonsumsi
ikan asin yang dimasak dengan gaya Kanton (Cantonese-style
salted fish). Risiko terjadinya KNF sangat berkaitan dengan
lamanya mereka mengkonsumsi makanan ini. Di beberapa bagian negeri Cina makanan ini mulai digunakan sebagai
pengganti air susu ibu pada saat menyapih.5
Peneliti lainnya mencoba menghubungkannya denganmakanan yang diawetkan menggunakan garam lainnya seperti
udang asin, telur asin. Penyebab lain yang dicurigai adalah
pajanan di tempat kerja seperti formaldehid, debu kayu sertaasap kayu bakar.
Belakangan ini penelitian dilakukan terhadap pengobatan
alami (Chinese herbal medicine= CHB). Hildesheim dkk
memperoleh hubungan yang erat antara terjadinya KNF, infeksi
EBV dan penggunaan CHB6.
GEJALA KLINIS KNF
Karena tidak ada gejala spesifik yang dijumpai pada
penderita KNF, terlebih pada stadium dini, banyak kasus yang
terlambat didiagnosis. Berbeda halnya dengan kanker leherrahim dan kanker payudara yang masing-masing dapat
terdeteksi dengan metode pemeriksaan sitopatologikPapanicolaou dan mamografi; sampai saat ini belum ada
metode penyaring yang paling efektif untuk deteksi dini KNF.
Pemeriksaan titer antibodi IgA terhadap antigen yang
diproduksi oleh virus Epstein Barr ternyata hanya bernilai
untuk mengevaluasi respons dan kemungkinan terjadinyakekambuhan.
Pada awalnya pasien mengeluh pilek pilek biasa, kadang
kadang disertai dengan rasa tidak nyaman di telinga, pendengaran sedikit menurun serta mendesing. Lendir dari
hidung dapat disertai dengan perdarahan yang berulang. Pada
keadaan lanjut hidung akan menjadi mampet sebelah ataukeduanya. Penjalaran tumor ke selaput lendir hidung dapat
mencederai dinding pembuluh darah daerah ini dan tentunya
akan terjadi perdarahan dari hidung (mimisan). Keluhan telinga
dapat diterangkan sebagai akibat penyumbatan muara saluranEustachii yang berfungsi menyeimbangkan tekanan dalamruang telinga tengah dan udara luar. Pembesaran kelenjar leher
merupakan pertanda penyebaran KNF ke daerah ini yang tidak
jarang didiagnosis sebagai tuberkulosis kelenjar. Pemberian pengobatan terhadap pembesaran kelenjar yang dianggap tbc
tanpa pemeriksaan yang benar tentunya akan sangat merugikan
penderita secara moril maupun materiil mengingat pengobatantbc memerlukan waktu yang lama. Manakala pasien merasa
bahwa kelenjar leher menjadi makin besar, maka dapat
dipastikan bahwa penyakitnya telah menjadi kian lanjut.
Keterlambatan diagnosis lain yang pernah terjadi adalah karena
kegagalan mencari penyebab keluhan sakit kepala yang terus
menerus. Kegagalan tersebut terjadi antara lain karena pemeriksaan CT scan / MRI dilakukan hanya pada jaringan
otak saja, padahal nyeri kepala yang timbul dapat merupakan
akibat desakan tulang dasar tengkorak oleh tumor. Yangselanjutnya terjadi biasanya pasien ini akan memperoleh
pengobatan nyeri kepala dalam jangka panjang dan
pemeriksaan berulang ulang terhadap otaknya sampai akhirnyamuncul salah satu gejala akibat KNF.
Selain mendesak dasar tengkorak KNF juga seringkali
menyerang saraf pusat yang keluar dari otak. Saraf yang paling
sering dikenai adalah saraf penggerak bola mata, akibatnya
terjadi kelumpuhan bola mata yang mengakibatkan pasienmengeluh penglihatan ganda (diplopia) dan pada pemeriksaan
tampak bola mata yang juling. Selain gangguan motorik,
keluhan sensorik yang sering timbul adalah rasa baal di wajah.Untuk menegakkan diagnosis, selain gambaran keluhan
dan gejala seperti yang diuraikan di atas juga diperlukan
pemeriksaan klinis dengan melihat secara langsung dindingnasofaring dengan alat endoskopi, CT scan atau MRI
nasofaring dan sekitarnya serta pemeriksaan laboratorium.
Diagnosis pasti adalah pemeriksaan histopatologik jaringan
nasofaring. Sedangkan pemeriksaan lain, seperti foto paru,
USG hati, pemindaian tulang dengan radioisotop (bone
scanning ) dilakukan untuk mendeteksi kemungkinan adanya
metastasis di organ-organ tersebut. Adanya metastasis dimana-
pun akan mengubah stadium penyakit dan mempunyai
konskuensi terhadap tujuan pengobatan.
PENGOBATAN
Sampai dengan saat ini dasar pengobatan KNF yangmasih terbatas pada daerah kepala dan leher adalah terapi
radiasi. Kombinasi pengobatan dengan khemoterapi diperlukan
apabila kanker sudah tumbuh sedemikian besarnya sehingga
menyulitkan tindakan radioterapi. Di samping itu pemberian
khemoterapi diharapkan dapat meningkatkan kepekaan jaringan tumor terhadap radiasi serta membunuh sel sel kanker
Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 17
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 140/319
yang sudah berada di luar jangkauan radioterapi.
Radioterapi dilakukan dengan radiasi eksterna, dapatmenggunakan pesawat kobalt (Co60) atau dengan akselerator
linier ( Linear Accelerator atau Linac). Radiasi ini ditujukan
pada kanker primer di daerah nasofaring dan ruang parafaringeal serta pada daerah aliran getah bening leher atas,
bawah serta klavikula. Radiasi daerah getah bening ini tetap
dilakukan sebagai tindakan preventif sekalipun tidak dijumpai
pembesaran kelenjar.Metode brakhiterapi, yakni dengan memasukkan sumber
radiasi ke dalam rongga nasofaring saat ini banyak digunakan
guna memberikan dosis maksimal pada tumor primer tetapi
tidak menimbulkan cedera yang serius pada jaringan sehat disekitarnya. Kombinasi ini diberikan pada kasus kasus yang
telah memperoleh dosis radiasi eksterna maksimum tetapi
masih dijumpai sisa jaringan kanker atau pada kasus kambuhlokal.
Perkembangan teknologi pada dasawarsa terakhir telah
memungkinkan pemberian radiasi yang sangat terbatas pada
daerah nasofaring dengan menimbulkan efek samping sesedikit
mungkin. Metode yang disebut sebagai IMRT (Intensified
Modulated Radiation Therapy) telah digunakan di beberapanegara maju. Bahkan saat ini Malaysia dan Filipina telah
memilikinya.
Penatalaksanaan pembedahan tidak mempunyai peranan pada KNF mengingat lokasi tumor yang melekat erat pada
mukosa dasar tengkorak.
EFEK SAMPING PENGOBATAN
Radiasi pada daerah kepala dan leher khususnya
nasofaring mau tidak mau akan mengikutsertakan sebagian
besar mukosa mulut dan kelenjar parotis. Akibatnya dalam
keadaan akut akan terjadi efek samping pada mukosa mulut berupa mukositis yang dirasa pasien sebagai nyeri telan, mulut
kering dan hilangnya cita rasa (taste). Keadaan ini seringkali
diperparah oleh timbulnya infeksi jamur pada mukosa lidahserta palatum. Setelah radiasi selesai maka efek samping akut
di atas akan menghilang dengan pengobatan simptomatik.
Akibat kelenjar parotis terkena radiasi dosis tinggi terjadilahdisfungsi berupa menurunnya alir saliva yang akan diikuti
dengan kekeringan pada mukosa mulut ( xerostomia). Bila
saliva yang mempunyai fungsi antara lain mempertahankan pHmulut di angka netral dan ikut serta dalam membersihkan sisa
sisa makanan ini berkurang, karies gigi akan lebih mudah
terjadi.Untuk menghindari efek samping semaksimal mungkin
maka sebelum dan selama pengobatan, bahkan setelah selesai
terapi, pasien akan selalu diawasi oleh dokter. Perawatan
sebelum radiasi adalah dengan membenahi gigi geligi,memberikan informasi kepada pasien mengenai metode
pembersihan ruang mulut dan gigi secara benar.
PENUTUP
Sekalipun KNF tidak selalu memberikan gejala yang
spesifik, dianjurkan untuk tidak meremehkan gejala gejala
seperti yang diutarakan di atas. Berkonsultasi ke dokterkeluarga atau langsung ke dokter spesialis THT merupakan
tindakan yang tepat.
Pengobatan radiasi, terutama pada kasus dini, pada
umumnya akan memberikan hasil pengobatan yang
memuaskan. Namun radiasi pada kasus lanjutpun dapat
memberikan hasil pengobatan paliatif yang cukup baiksehingga diperoleh kualitas hidup pasien yang baik pula.
(Lihat lampiran/ halaman 19).
KEPUSTAKAAN
1. Soetjipto D, Fachrudin D, Syafril A. Nasopharyngeal carcinoma in Dr.Cipto Mangunkusumo General Hospital. In : Tjokronagoro A, Himawan
S, Yusuf A, Azis MF, Susworo, Djakaria M. (Eds). Cancer in Asia and
Pacfic. YKI. Jakarta Indonesia 1988; p. 471–86.
2. Yu MC, Henderson BE. Nasopharyngeal cancer. In: Schottenfeld D andFraumeni JF (eds). Cancer epidemiology and prevention. 2nd. ed. N.
York: Oxford University Press, 1996; p. 603 –18.
3. Parkin DM, Pisani P, Ferlay J. Estimates of the world-wide incidence of
25 major cancers in 1990. Int J Cancer; 1990; 80: 827–41.
4. Parkin DM, Whelan SL, Ferlay J, Raymond L, Young J. CancerIncidence in Five Continents. Vol. 7, Lyon, France : IARC Scient. Publ.
No. 143. IARC Press, 1997.
5. Yu MC, Ho JHC, Ross RK, Henderson BE. NPC in Chinese – Salted fish
or inhaled smoke? Prev Med. 1981; 10: 15-24.
6. Hildesheim A et al. Herbal medicine use, Epstein Barr virus, and risk of
nasopharyngeal carcinoma. Cancer Res. 1992; 52: 3048 –51.
The flame of glory is the torch of the mind
Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 18
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 141/319
LAMPIRAN :
Gambar 1. Pasien dengan pembesaran kelenjar getah bening leher yangternyata merupakan metastasis dari KNF Gambar 2. Alat Radiasi Eksterna (Linear Accelerator)
Gambar 3. Masker yang digunakan oleh setiap pasien kanker kepala-leher yang sedang memperoleh radiasi.
Alat bantu ini berguna untuk fiksasi kepala.
Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 19
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 142/319
HASIL PENELITIAN
Pola Sensitivitas Kuman
dari Isolat Hasil Usap Tenggorok
Penderita Tonsilofaringitis kut
terhadap Beberapa ntimikroba
Betalaktam di Puskesmas
Jakarta Pusat
Retno Gitawati, Ani Isnawati
Pusat Penelitian dan Pengembangan Farmasi dan Obat Tradisional
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI, Jakarta
ABSTRAK
Penyakit infeksi masih merupakan penyakit utama di Indonesia, terutama infeksisaluran pernafasan akut (ISPA) baik infeksi saluran pernafasan atas maupun infeksisaluran pernafasan bawah. Terapi antimikroba digunakan bila infeksi disebabkan oleh bakteri (kuman); salah satu mikroba terpilih adalah antimikroba golongan betalaktam.Untuk mengetahui sensitivitas kuman isolat usap tenggorok terhadap antimikroba betalaktam, dilakukan penelitian “Pola sensitivitas kuman hasil usap tenggorok penderita tonsilo-faringitis akut terhadap Antimikroba Betalaktam di PuskesmasJakarta Pusat”.
Metoda penelitian cross-sectional , dilakukan terhadap 83 pasien tonsilo-faringitisakut pengunjung dua puskesmas di Jakarta Pusat pada bulan September 1999 sampai bulan Nopember 1999. Pemeriksaan isolat dan sensitivitas kuman terhadap anti-mikroba dilakukan di Laboratorium Mikrobiologi FK-UI.
Ditemukan 132 kuman yang terdiri dari 12 spesies. Lima spesies terbanyak adalah:
Streptococcus viridans 54,2%, Branhamella catarrhalis 22,9 %, Streptococcus β-hemolyticus 6,11%, Streptococcus pneumoniae 3,82% dan Streptococcus non-
hemolyticus 3,82%. Penurunan sensitivitas kuman-kuman Streptococcus viridans,
Branhamella catarrhalis, Streptococcus β-hemolyticus, Streptococcus pneumoniae danStreptococcus nonhemolyticus terutama terhadap antimikroba Cephradin berturut–turutadalah 73,3 %; 53,52%; 87,5%; 40% dan 80%. Penurunan sensitivitas kuman
Branhamella catarrhalis terhadap Antimikroba Penisilin G adalah 30%, sedangkankuman Streptococcus pneumoniae dan Klebsiella pneumoniae terhadap antimikrobaCeftriaxone 20%.
Total resistensi tertinggi kuman-kuman usap tenggorok adalah terhadapCephradin, yakni sebesar 68.04%.
Kata kunci : Tonsilo-faringitis, Betalaktam, Streptococcus sp, B.catarrhalis
PENDAHULUAN
Penyakit infeksi masih merupakan penyakit utama di banyak negara berkembang, termasuk Indonesia; terutamainfeksi pernapasan akut (ISPA), baik infeksi saluran per-
napasan atas maupun bagian bawah. Hasil Survei KesehatanRumah Tangga (SKRT) tahun 1997 menunjukkan bahwa prevalensi ISPA untuk usia 0-4 tahun 47,1 %, usia 5-15 tahun29,5 % dan dewasa 23,8 %. serta lebih dari 50% penyebabnya
Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 20
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 143/319
adalah virus(1). Infeksi sekunder bakterial pada ISPA dapatterjadi akibat komplikasi terutama pada anak dan usia lanjut,dan memerlukan terapi antimikroba. Beberapa kuman pe-nyebab komplikasi infeksi ISPA yang pernah diisolasi dariusap tenggorok antara lain Streptococcus, Staphylococcus,
Klebsiella, Branhamella, Pseudomonas, Escherichia, Proteus, dan Haemophillus(2), dan untuk mengatasinya seringkali di-gunakan antimikroba golongan betalaktam, makrolida, dan
kotrimoksazol(4)
.Antimikroba golongan betalaktam, yakni golongan
penisilin dan sefalosporin, termasuk jenis antimikroba yangdiduga paling banyak diberikan untuk infeksi saluran napas,dan sejauh ini belum banyak diketahui status sensitivitasnya,khususnya terhadap kuman penyebab ISPA.
Untuk maksud tersebut telah dilakukan uji sensitivitaskuman yang diisolasi dari usap tenggorok penderita ISPA,terhadap antimikroba golongan betalaktam.
BAHAN DAN CARA
Desain uji adalah studi kasus cross sectional , dengansampel usap tenggorok penderita infeksi tonsilofaringitis yang
berobat di dua puskesmas di wilayah Jakarta Pusat, yangmemiliki angka kesakitan ISPA tertinggi di wilayah tersebut pada triwulan pertama tahun 1999. Jumlah subyek sebanyak 83 penderita, dengan rentang usia antara 5 – 65 tahun, danmemenuhi kriteria inklusi sebagai penderita tonsilofaringitisakut dengan gejala klinik: demam tinggi sampai 400C, sakitmenelan, tonsil membesar dan merah dengan tanda-tandadetritus, batuk, hiperemis, kadang-kadang disertai folikel bereksudat. Semua subyek telah menyatakan kesediaannyamengikuti penelitian ini dengan menandatangani informed
consent , dan belum pernah mendapatkan antibiotika selamasakit.
Spesimen usap tenggorok dikumpulkan dalam media
transport dan dilakukan uji sensitivitas di Laboratorium Mikro- biologi FK-UI. Kultur dan isolasi kuman dilakukan denganmenggunakan media perbenihan agar darah dan agar coklat pada suhu 370C selama 24 jam. Identifikasi dilakukan berdasar-kan morfologi koloni, sifat hemolisis agar darah, fermentasikarbohidrat, dan uji-uji khusus lainnya. Kuman hasil isolasidiuji sensitivitasnya dengan metoda cakram Kirby-Bauer padamedia Mueller-Hinton, terhadap beberapa antimikroba golong-an betalaktam, yakni dengan mengukur zona hambatan.
HASIL
Sejumlah 132 kuman yang terdiri atas 12 spesies Gram
positif dan Gram negatif berhasil diisolasi dan diidentifikasidari 83 sampel usap tenggorok penderita tonsilofaringistis,(Tabel 1).
Enam jenis kuman terbanyak yang berhasil diisolasi darispesimen usap tenggorok berturut-turut adalah: Streptococcus
viridans (54.2%), Branhamella catarrhalis (22.9%),
Streptococcus β-haemolyticus (6.11%), Streptococcus
pneumoniae (3.82%), Streptococcus non-haemolyticus
(3.82%) dan Klebsiella pneumoniae (3.05%). Isolat-isolatkuman yang didapat tersebut kemudian diuji sensitivitasnya
terhadap antimikroba betalaktam, dan hasilnya menunjukkan profil resistensi (Tabel 2).
Tabel 1. Frekuensi distribusi jenis kuman dari 83 spesimen usap
tenggorok
No. Jenis (spesies) kuman Jumlah (%)
1. Streptococcus viridans 71 (54.2)
2. Branhamella catarrhalis 30 (22.9)3. Streptococcus β-haemolyticus 8 (6.11)
4. Streptococcus pneumoniae 5 (3.82)5. Streptococcus non-haemolyticus 5 (3.82)6. Klebsiella pneumoniae 4 (3.05)7. Acinobacter spp. 2 (1.53)8. Yeast (ragi) 2 (1.53)9. Staphylococcus aureus 2 (1.53)
10. Alkaligenes dispar 1 (0.76)11. Pseudomonas aeruginosa 1 (0.76)12. Staphylococcus epidermidis 1 (0.76)
Jumlah 132 (100)
Terhadap hasil uji sensitivitas berbagai spesies kuman ter-
hadap antimikroba betalaktam di atas dapat dilakukan peng-hitungan total resistensi antimikroba (Soebandrio 2000),dengan cara atau rumus sebagai berikut:
% R total antimikroba “A” = (% kuman “X” x % Rantimikroba “A” terhadap kuman “X”)/100 + (% kuman“Y” x % R antimikroba “A” terhadap kuman “Y”)/100 +(% kuman “Z” x % R antimikroba “A” terhadap kuman“Z”)/100.
(R = resistensi)
Hasil penghitungan total resistensi berbagai kumantersebut di atas terhadap antimikroba betalaktam (Tabel 3).
Tabel 3 menunjukkan total resistensi tertinggi kuman-kuman usap tenggorok adalah terhadap antimikroba Cefradin,yakni sebesar 68.04%, sedangkan terhadap Penisilin-G danamoksisilin total resistensi kuman relatif rendah, berturut-turut9.93% dan 5.35%.
Sebagian besar kuman Gram positif dan negatif dari isolatusap tenggorok tersebut masih cukup sensitif terhadapantimikroba betalaktam, kecuali terhadap Cefradin.
DISKUSI
Hasil usap tenggorok mendapatkan 12 jenis kuman yangmencakup kuman gram negatif dan kuman gram positif.
Kuman yang terbanyak ditemukan adalah S. viridans sebanyak54.2 %; berbeda dengan yang dilaporkan Sugito(8) yaitusebanyak 25 % dan Hartono(9) mendapatkan kuman tersebut31,43 % pada penderita infeksi saluran pernafasan atas. Untukkuman S. B hemolyticus diperoleh 6,4 % , hampir sama denganyang ditemukan Suprihati dkk (6) sebanyak 4,46 %, tetapi berbeda dengan yang ditemukan oleh Sugito(8) sebanyak 25 %dan mirip dengan yang ditemukan Hartono(9) 25,71 %. Kumanini merupakan kuman yang dicurigai sebagai penyebabendokarditis.
Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 21
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 144/319
Tabel 2. Profil resistensi isolat kuman usap tenggorok terhadap antimikroba betalaktam
% resistensi antimikroba
Isolat kuman
%
Isolat kuman PeG Amx Sulb Cefoti Ceftri Cefota Cefpi Cefep Cefrad
S. viridans 54.2 2.82 2.82 0 1.41 4.23 4.23 0 0 73.33
B. catarrhalis 22.9 30.0 0 0 0 3.33 3.33 3.33 0 53.52
S. β-haemolyticus 6.11 0 0 0 0 0 0 0 0 87.5
S. pneumoniae 3.82 0 0 0 0 20.0 20.0 0 0 40.0
S. non-haemolyticus 3.82 0 0 0 0 0 0 0 0 80.0
K. pneumoniae 3.05 0 0 0 0 20 0 0 0 100 Acinobacter spp. 1.53 0 0 0 0 50 0 0 0 0
Yeast (ragi) 1.53 100 100 100 100 100 100 100 100 100
S. aureus 1.53 0 50 0 0 0 0 0 0 0
Alkaligenes spp. 0.76 0 100 100 0 0 0 0 0 100
P. aeruginosa 0.76 0 100 0 100 0 0 0 0 100
S. epidermidis 0.76 0 0 0 0 0 0 0 0 0
Keterangan: PeG= Penisilin-G; Amx = Amoksisilin; ; Sulb = Sulbenislin; Cefoti = Cefotiam; Ceftri = Ceftriakson; Cefota = Cefotaksim; Cefpi = Cefpirome; Cefep =
Cefepime; Cefrad = Cefradin.
Tabel 3. Total resistensi isolat kuman usap tenggorok terhadap
antimikroba betalaktam
No. Antimikroba % total resistensi
1. Cefradin 68.042. Penisilin-G 9.933. Ceftriakson 6.874. Cefotaksim 5.575. Amoksisilin 5.356. Cefotiam 3.057. Cefpirome 2.52
8. Sulbenisilin 2.299. Cefepime 1.53
Total resistensi tertinggi kuman isolat tenggorok adalahterhadap Cefradin sebesar 68,04 %, diikuti oleh Penicillin Gdan Ceftriakson. Antimikroba Cefradin merupakan antimikrobagolongan sefalosporin generasi I dan banyak digunakan secaraoral untuk penderita infeksi saluran pernafasan sehingga
mungkin sudah banyak terjadi resistensi. Penulisan resep olehdokter umum di United Kingdom (UK) tahun 1998(10) untukinfeksi saluran pernafasan adalah antimikroba penisilinspektrum luas sebanyak 53,2 %, makrolid 15 %, penisilinspektrum sedang dan sempit 13,0 %, sefalosporin 7,7 %.
Tahun 1997 pasar dunia antibiotik mencapai US $ 12miliar dengan jumlah peresepan 818 juta untuk infeksi saluran pernafasan akut dan sebagian besar antibiotik yang digunakandi rumah sakit berturut - turut adalah Golongan B Laktam,Makrolid dan Fluorokuinolon. Di Indonesia untuk infeksi pernafasan akut (tonsilitis dan faringitis) sebagai standar pengobatan di puskesmas penisilin G masih merupakan pilihanke empat setelah eritromisin, amoksisilin dan ampisilin(2).
Resistensi kuman S.viridans dan S. aureus terhadap Penisilin Gdari hasil penelitian Josodiwondo (1996) sebesar 3,7 % dan96,8 % sedangkan dari penelitian Trihendrokesowo dkk (1986)sebesar 3,2 % dan 66,7 %; tidak jauh berbeda dengan resistensikuman S.viridans yang diperoleh penelitian ini yaitu 2,82 %,namun berbeda dengan hasil resistensi kuman S. aureus 0 %.Golongan penisilin masih cukup ampuh untuk mengatasi bakteri gram positif, tetapi akhir-akhir ini banyak dilaporkan bakteri yang resisten terhadap antimikroba golongan penisilin bahkan juga terhadap golongan sefalosporin, karena mampu
menghasilkan enzim betalaktamase. Untuk mengatasi bakterigram negatif tampaknya penisilin, bahkan sefalosporin sudah berkurang kemampuannya, kecuali sefalosporin generasi ke
tiga(11,12).
.Penggunaan yang tidak rasional misalnya pemakaian berlebihan akan mempercepat resistensi, selain itu dapat terjadiresistensi silang antar golongan maupun dalam satu golongan.Test kepekaan tidak selalu akurat untuk memprediksi ke-sembuhan; sering tidak ada korelasi antara konsentrasi ham-batminimum (MIC) kuman dan kesembuhan. Hasil pengamatanmenunjukkan bahwa 81 % penderita sembuh jika terinfeksi bakteri yang sensitif, akan tetapi 9 % penderita meninggaldunia; sedangkan bila terinfeksi bakteri yang resisten dapatmenaikkan rata-rata kematian sebesar 17 % (p< 0,05 )(10).
KESIMPULAN
Ditemukan 132 kuman terdiri dari 12 spesies, lima kumanterbanyak adalah : Streptococcus viridans 54,2%, Branhamella
catarrhalis 22,9 %, Streptococcus β-hemolyticus 6,11%,Streptococcus pneumoniae 3,82% dan Streptococcus non-
hemolyticus 3,82%. Penurunan sensitivitas kuman-kumanStreptococcus terjadi terhadap antimikroba Cephradin berturut– turut adalah 46,48%; 26,67%; 12,5%; 60% dan 20%. Penurun-an sensitivitas kuman Branhamella catarrhalis terhadapPenisilin G adalah 70%, sedangkan kuman Streptococcus
pneumoniae terhadap antimikroba Ceftriaxone 80%.Total resistensi tertinggi kuman-kuman usap tenggorok
adalah terhadap Cephradin, yakni sebesar 68.04%.
KEPUSTAKAAN
1. Abdoerachman H, Fachrudin D., Infeksi Campuran Aerob dan Anaerobdi Bidang THT. MKI 4 (2/3): 56-60.
2. Dirjen Binkesmas. Pedoman Pengobatan Dasar di Puskesmas Berdasar-kan Gejala, Departemen Kesehatan R I. 1996.
3. Josodiwondo S. Perkembangan Kepekaan Kuman terhadap AntimikrobaSaat Ini. MKI 1996; 46(9): 467-76.
4. Dwiprahasta I. Inappropriate use of antibiotics in treatment of acuterespiratory infections for the under five children among general
practitioners. Berkala Ilmu Kedokteran 1997 .5. Trihendrokesowo dkk. Macam Kuman (dari pelbagai bahan pemeriksaan
di Yogyakarta) dan Pola Kepekaannya terhadap Beberapa Antibiotik.MKI 1987; 2 (1): 6-12.
Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 22
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 145/319
6. Suprihati. Faktor Resiko Streptococcus hemolitikus Beta Grup A padaPenderita Saluran Nafas Atas di RSUP Dr. Kariadi Semarang. BagKedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran UNDIP. Laporan penelitian1998.
7. Herman MJ. Antibiotik Beta Laktam. Jakarta, Yayasan Penerbit IkatanDokter Indonesia, 1994.
8. Sugito, Tarigan HMM, Nukman R. Epidemiologi dan Etiologi InfeksiSaluran Pernafasan Akut. Dalam Buku Kumpulan Makalah PertemuanIlmiah Konperensi Kerja Nasional V IDPI, Surakarta,1988.
9. Hartono TE, Wibisono MY, Rai IB, Idajadi A. Pola bakteriologi Infeksi
Saluran Pernafasan Akut (ISPA) pada Orang Dewasa. Dalam Buku
Kumpulan Makalah Pertemuan Ilmiah Konperensi Kerja Nasional VIDPI , Surakarta , 1988.
10. Jones A. Antimicrobial Pharmacodynamics in Respiratory TractInfection: New Approach in Determining Patient Response to AntibioticTherapy, Med Progr January 2003,
11. Sirot S, Sirot J, Saulnier P. Resistance to Betalactams in Entero- bacteriaceae, distribution of phenotypes related to beta lactamase production. J Internat Med Res 1986; 14:193-9.
12. Slombe B. Beta Lactamase, Occurrence and Classsification. In : RolinsonGN, Watson A, (eds). Augmentin Clavulanate Pontetiated Amoxycillin.
Amsterdam : Excerpta Medica 1980; 6-17.
KALENDER KEGIATAN ILMIAH PERIODE JULI-SEPTEMBER 2004
Bulan Tanggal Kegiatan Tempat dan Sekretariat
10
Telemedicine Network in Indonesia, How is theBenefit for Family Doctors
Lt. 5, Gedung AR Fachruddin, Kampus TerpaduUniversitas Muhammadiyah, Ringroad SelatanYogyakarta Telp. : 0274-37430, Faks. : 0274-37430Website: http://telmed.fkumy.net
10-11The First Indonesian Symposium on InterventionalPediatric Cardiology
Hotel Planet Holiday, BatamTelp. : 0778-7024522, Fax : 0778-421352E-mail : [email protected]
12-14
Pertemuan Ilmiah Tahunan Ilmu Kedokteran Anak
IDAI
Hotel Planet Holiday, Batam
Telp. : (021)-3148610, Fax : (021)-3913982Website : www.idai.or.id
13-15
PIT XIV POGI : " Meningkatkan ProfesionalismeBerlandaskan Etika Melalui Kerjasama Antar PusatPendidikan Obstetri dan Ginekologi dalam Era PasarBebas "
Hotel Horison, BandungTelp. : 022-2039086 / 2035042, Fax : 022-2035042E-mail : [email protected] website : www.obgyn-bandung.org
16Mekanisme Molekuler Patogenesis Virus RNA danPerannya Dalam Perkembangan Bioteknologi
KPP Bioteknologi ITB, BandungTelp. : 022-2534115, Fax : 022-2511612E-mail : [email protected], [email protected]
16-18Simposium Pendekatan Holistik PenyakitKardiovaskular III & KARIMUN III
Hotel Sahid Jaya, JakartaTelp. : 021-31934636, Fax : 021-3161467
Juli
31-1/8Konker PGI-PEGI-PPHI Hotel Sheraton Mustika, Yogyakarta
Telp. : 0274-587555, Fax : 0274-565639E-mail: [email protected]
6-8PIT IX Ilmu Penyakit Dalam Hotel Sahid Jaya, Jakarta
Telp. : 021-330956, Fax : 021-3914830
Website : www.interna.or.id
11-13Pelatihan Asuhan Nutrisi pada Diabetes Jakarta, Telp. : 021-3928658,3907703, Fax : 021-3928659
E-mail : [email protected]
13-1511th International Symposium on Shock and CriticalCare : New Insight in Diagnosis, Management andTherapy in Critical Care Medicine
Bali International Convention CenterTelp. : 021-5684085 ext. 1242, Fax : 021-56961530E-mail: [email protected]
Agustus
28Seminar Sehari Kedokteran Kesehatan Kerja: Peran K3dalam Meningkatkan Perlindungan Pekerja danProduktivitas Kerja
Karawaci, TangerangTelp.: 021-79184052Website: http://www.idki.or.id
17-18
The 6th Int. Meeting on Respiratory Care Ind. (RespinaV)
Jakarta Convention CentreTelp. : 021-4786 4646, Fax : 021-4786 6543Email : [email protected] : www.respina.com/index.php
25-26
5 Tahun Pertemuan Ilmiah Berkala Ilmu PenyakitDalam (PIB V IPD) FK Unand
Hotel Bumi Minang, PadangTelp. : 0751-37771, Fax : 0751-37771Email: [email protected] : www.internafkunand.or.id
26-29
Recent Advances and Challenges in EndoscopicSurgery in Asia Pacific
Hotel Grand Hyatt, BaliTelp. : 021-4532202, 6685070, 6685006Fax : 021-4535833, 6684878Email : [email protected],[email protected] : www.pluit-hospital.co.id
September
30-3/102nd Indonesia - International Symposium on InfectionControl
Bali, Telp. : 021-3919653, Fax : 021-3919653Email: [email protected]
Informasi terkini, detail dan lengkap (jadwal acara/pembicara) bisa diakses di http://www.kalbe.co.id/calendar>>Complete
Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 23
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 146/319
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
Pengaruh Kebisingan
terhadap Kesehatan Tenaga KerjaNovi Arifiani
Subdepartemen Kedokteran Okupasi, Departemen Ilmu Kedokteran Komunitas Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
PENDAHULUANSuara yang dihasilkan oleh suatu sumber bunyi bagi
seseorang atau sebagian orang merupakan suara yangdisenangi, namun bagi beberapa orang lainnya justru dianggap
sangat mengganggu. Secara definisi, suara yang tidak
dikehendaki itu dapat dikatakan sebagai bising.Bising yang di
dengar sehari-hari berasal dari banyak sumber baik dekatmaupun jauh.
Kemajuan peradaban telah menggeser perkembangan
industri ke arah penggunaan mesin-mesin, alat-alat transportasi
berat, dan lain sebagainya. Akibatnya kebisingan makin
dirasakan mengganggu dan dapat memberikan dampak padakesehatan.
Biaya yang harus ditanggung akibat kebisingan ini sangat besar. Misalnya, bila terjadi di tempat-tempat bisnis dan pendidikan, maka bising dapat mengganggu komunikasi yang
berakibat menurunnya kualitas bisnis dan pendidikan. Trauma
akustik ataupun gangguan pendengaran lain yang timbul akibat
bising di tempat kerja, gangguan sistemik yang timbul akibatkebisingan, penurunan kemampuan kerja, bila dihitung
kerugiannya secara nominal dapat mencapai milyaran rupiah.
Untuk itu, tenaga kesehatan perlu mengenali pengaruh bising
terhadap kesehatan tenaga kerja, melakukan deteksi dini dan pengendalian bising di tempat kerja. Pembahasan pada tulisan
ini hanya akan dibatasi pada efek kebisingan terhadap
kesehatan terutama kemampuan pendengaran, cara mendeteksigangguan pendengaran akibat kebisingan, serta tatalaksana
gangguan pendengaran akibat kebisingan.
ANATOMI DAN FISIOLOGI PENDENGARAN
Sebelumnya akan dibahas secara singkat anatomi dan
fisiologi pendengaran.
Anatomi Telinga Secara anatomi, telinga dapat dibagi menjadi tiga yaitu
telinga luar, tengah, dan dalam. Telinga luar berfungsi
mengumpulkan suara dan mengubahnya menjadi energi getaransampai ke gendang telinga. Telinga tengah menghubungkan
gendang telinga sampai ke kanalis semisirkularis yang berisicairan. Di telinga tengah ini, gelombang getaran yang
dihasilkan tadi diteruskan melewati tulang-tulang pendengaran
sampai ke cairan di kanalis semisirkularis; adanya ligamen
antar tulang mengamplifikasi getaran yang dihasilkan darigendang telinga.
Telinga dalam merupakan tempat ujung-ujung saraf
pendengaran yang akan menghantarkan rangsangan suara
tersebut ke pusat pendengaran di otak manusia.
Konduksi Tulang
Konduksi tulang adalah konduksi energi akustik olehtulang-tulang tengkorak ke dalam telinga tengah, sehinggagetaran yang terjadi di tulang tengkorak dapat dikenali oleh
telinga manusia sebagai suatu gelombang suara. Jadi segala
sesuatu yang menggetarkan tubuh dan tulang-tulang tengkorak
dapat menimbulkan konduksi tulang ini. Secara umum tekanansuara di udara harus mencapai lebih dari 60 dB untuk
menimbulkan efek konduksi tulang ini. Hal ini perlu diketahui,
karena pemakaian sumbat telinga tidak menghilangkan sumber
suara yang berasal dari jalur ini.
Respon auditorik
Jangkauan tekanan dan frekuensi suara yang dapatditerima oleh telinga manusia sebagai suatu informasi yang
berguna, sangat luas. Suara yang nyaman diterima oleh telinga
kita bervariasi tekanannya sesuai dengan frekuensi suara yang
digunakan, namun suara yang tidak menyenangkan atau yang bahkan menimbulkan nyeri adalah suara-suara dengan tekanan
tinggi, biasanya di atas 120 dB.
Ambang pendengaran untuk suara tertentu adalah tekanan
suara minimum yang masih dapat membangkitkan sensasi
auditorik. Nilai ambang tersebut tergantung pada karakteristiksuara (dalam hal ini frekuensi), cara yang digunakan untuk
Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 24
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 147/319
mendengar suara tersebut ( melalui earphone, pengeras suara,
dsb), dan pada titik mana suara itu diukur ( saat mau masuk keliang telinga, di udara terbuka, dsb).
Ambang pendengaran minimum (APM) merupakan nilai
ambang tekanan suara yang masih dapat didengar oleh seorangyang masih muda dan memiliki pendengaran normal, diukur di
udara terbuka setinggi kepala pendengar tanpa adanya
pendengar. Nilai ini penting dalam pengukuran di lapangan,
karena bising akan mempengaruhi banyak orang dengan banyak variasi. Pendengaran dengan kedua telinga lebih rendah2 sampai 3 dB.
Jika seseorang terpajan pada suara di atas nilai kritis
tertentu kemudian dipindahkan dari sumber suara tersebut,maka nilai ambang pendengaran orang tersebut akan
meningkat; dengan kata lain, pendengaran orang tersebut
berkurang. Jika pendengaran kembali normal dalam waktusingkat, maka pergeseran nilai ambang ini terjadi sementara.
Fenomena ini dinamakan kelelahan auditorik.
Kekuatan suara
Kekuatan suara adalah suatu perasaan subjektif yangdirasakan seseorang sehingga dia dapat mengatakan kuat atau
lemahnya suara yang didengar. Kekuatan suara sangat
dipengaruhi oleh tingkat tekanan suara yang keluar daristimulus suara, dan juga sedikit dipengaruhi oleh frekuensi dan
bentuk gelombang suara.
Pengukuran kekuatan suara secara umum dapat dilakukan
dengan cara : 1) pengukuran subyektif dengan menanyakan
suara yang didengar oleh sekelompok orang yang memiliki pendengaran normal dan yang dijadikan patokan adalah suara
dengan frekuensi murni 1000 Hz, 2). Dengan menghitung
menggunakan pita suara 2 atau 3 band , 3). Mengukur denganalat yang dapat menggambarkan respon telinga terhadap suara
yang didengar.
MaskingKarakteristik lain yang cukup penting dalam menilai
intensitas suara adalah masking . Masking adalah suatu proses
di mana ambang pendengaran seseorang meningkat dengan
adanya suara lain. Suatu suara masking dapat didengar bilanilai ambang suara utama melampaui juga nilai ambang untuk
suara masking tersebut.
Sensitivitas Pendengaran
Kemampuan telinga untuk mengolah informasi akustiksangat tergantung pada kemampuan untuk mengenali
perbedaan yang terjadi pada stimulus akustik. Pemahaman
percakapan dan identifikasi suara-suara tertentu, atau suatualunan musik tertentu merupakan suatu proses harmonis di
dalam otak manusia yang mengolah informasi auditorik
berdasarkan frekuensi, amplitudo, dan waktu yang didengar
untuk masing-masing rangsangan auditorik tersebut.Pebedaan kecil tekanan suara akan didengar oleh telinga
sebagai kuat atau lemahnya suara. Makin tinggi tekanan udara,
makin kecil perbedaan yang dapat dideteksi oleh telinga
manusia. Perbedaan minimum yang dapat dibedakan padafrekuensi suara yang sama tergantung pada frekuensi suara
tersebut, nilai ambang di atasnya, dan durasi.
Lokalisasi Sumber Bunyi
Telinga mampu melokalisasi sumber suara/bunyi.Kemampuan ini merupakan kerja sama kedua telinga karena
didasarkan atas perbedaan tekanan suara yang diterima oleh
masing-masing telinga, serta perbedaan saat diterimanyagelombang suara di kedua telinga. Kemampuan telinga untuk
membedakan sumber suara yang berjalan horizontal lebih baik
daripada kemampuannya untuk membedakan sumber suara
yang vertikal. Kemampuan ini penting untuk memilih suarayang ingin didengarkan dengan mengacuhkan suara yang tidakingin didengarkan.
GANGGUAN PENDENGARAN AKIBAT BISING
Dasar menentukan suatu gangguan pendengaran akibat
kebisingan adalah adanya pergeseran ambang pendengaran,
yaitu selisih antara ambang pendengaran pada pengukuransebelumnya dengan ambang pendengaran setelah adanya
pajanan bising (satuan yang dipakai adalah desibel (dB)).
Pegeseran ambang pendengaran ini dapat berlangsung
sementara namun dapat juga menetap.
Efek bising terhadap pendengaran dapat dibagi menjadi
tiga kelompok, yaitu trauma akustik, perubahan ambang pendengaran akibat bising yang berlangsung sementara (noise-
induced temporary threshold shift) dan perubahan ambang
pendengaran akibat bising yang berlangsung permanen (noise-induced permanent threshold shift).
Pajanan bising intensitas tinggi secara berulang dapat
menimbulkan kerusakan sel-sel rambut organ Corti di telingadalam. Kerusakan dapat terlokalisasi di beberapa tempat di
cochlea atau di seluruh sel rambut di cochlea.
Pada trauma akustik, cedera cochlea terjadi akibat
rangsangan fisik berlebihan berupa getaran yang sangat besar
sehingga merusak sel-sel rambut. Namun pada pajanan berulang kerusakan bukan hanya semata-mata akibat proses
fisika semata, namun juga proses kimiawi berupa rangsang
metabolik yang secara berlebihan merangsang sel-sel tersebut.Akibat rangsangan ini dapat terjadi disfungsi sel-sel rambut
yang mengakibatkan gangguan ambang pendengaran sementara
atau justru kerusakan sel-sel rambut yang mengakibatkangangguan ambang pendengaran yang permanen.
Trauma Akustik
Pada trauma akustik terjadi kerusakan organik telingaakibat adanya energi suara yang sangat besar. Efek ini terjadi
akibat dilampauinya kemampuan fisiologis telinga dalam
sehingga terjadi gangguan kemampuan meneruskan getaran ke
organ Corti. Kerusakan dapat berupa pecahnya gendang
telinga, kerusakan tulang-tulang pendengaran, atau kerusakan
langsung organ Corti. Penderita biasanya tidak sulit untukmenentukan saat terjadinya trauma yang menyebabkan
kehilangan pendengaran.
Noise-Induced Temporary Threshold Shift
Pada keadaan ini terjadi kenaikan nilai ambang
pendengaran secara sementara setelah adanya pajanan terhadapsuara dan bersifat reversibel. Untuk menghindari kelelahan
auditorik, maka ambang pendengaran diukur kembali 2 menit
Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 25
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 148/319
setelah pajanan suara. Faktor-faktor yang mempengaruhi
terjadinya pergeseran nilai ambang pendengaran ini adalahlevel suara, durasi pajanan, frekuensi yang diuji, spektrum
suara, dan pola pajanan temporal, serta faktor-faktor lain
seperti usia, jenis kelamin, status kesehatan, obat-obatan(beberapa obat dapat bersifat ototoksik sehingga menimbulkan
kerusakan permanen), dan keadaan pendengaran sebelum
pajanan.
Noise-Induced Permanent Threshold Shift
Data yang mendukung adanya pergeseran nilai ambang
pendengaran permanen didapatkan dari laporan-laporan dari
pekerja di industri karena tidak mungkin melakukaneksperimen pada manusia. Dari data observasi di lingkungan
industri, faktor-faktor yang mempengaruhi respon pendengaran
terhadap bising di lingkungan kerja adalah tekanan suara diudara, durasi total pajanan, spektrum bising, alat transmisi ke
telinga, serta kerentanan individu terhadap kehilangan
pendengaran akibat bising.
Memeriksa pendengaran
Gangguan pendengaran yang terjadi akibat bising ini berupa tuli saraf koklea dan biasanya mengenai kedua telinga.
Pada anamnesis biasanya mula-mula pekerja mengalami
kesulitan berbicara di lingkungan yang bising, jika berbicara biasanya mendekatkan telinga ke orang yang berbicara,
berbicara dengan suara menggumam, biasanya marah atau
merasa keberatan jika orang berbicara tidak jelas, dan seringtimbul tinitus. Biasanya pada proses yang berlangsung
perlahan-lahan ini, kesulitan komunikasi kurang dirasakan oleh
pekerja bersangkutan; untuk itu informasi mengenai kendala
komunikasi perlu juga ditanyakan pada pekerja lain atau pada
pihak keluarga.Pada pemeriksaan fisik, tidak tampak kelainan anatomis
telinga luar sampai gendang telinga. Pemeriksaan telinga,
hidung, dan tenggorokan perlu dilakukan secara lengkap danseksama untuk menyingkirkan penyebab kelainan organik yang
menimbulkan gangguan pendengaran seperti infeksi telinga,
trauma telinga karena agen fisik lainnya, gangguan telingakarena agen toksik dan alergi. Selain itu pemeriksaan saraf
pusat perlu dilakukan untuk menyingkirkan adanya masalah di
susunan saraf pusat yang (dapat) menggangggu pendengaran.
Pemeriksaan dengan garpu tala (Rinne, Weber, dan
Schwabach) akan menunjukkan suatu keadaan tuli saraf: TesRinne menunjukkan hasil positif, pemeriksaan Weber
menunjukkan adanya lateralisasi ke arah telinga dengan
pendengaran yang lebih baik, sedangkan pemeriksaan
Schwabach memendek.
Untuk menilai ambang pendengaran, dilakukan pemeriksaan audiometri. Pemeriksaan ini terdiri atas 2 grafik
yaitu frekuensi (pada axis horizontal) dan intensitas (pada axisvertikal). Pada skala frekuensi, untuk program pemeliharaan
pendengaran (hearing conservation program) pada umumnya
diwajibkan memeriksa nilai ambang pendengaran untuk
frekuensi 500, 1000, 2000, 3000, 4000, dan 6000 Hz. Bila
sudah terjadi kerusakan, untuk masalah kompensasi makadilakukan pengukuran pada frekuensi 8000 Hz karena ini
merupakan frekuensi kritis yang menunjukkan adanya
kemungkinan hubungan gangguan pendengaran dengan pekerjaan; tanpa memeriksa frekuensi 8000 Hz ini, sulit sekali
membedakan apakah gangguan pendengaran yang terjadi
akibat kebisingan atau karena sebab yang lain.Pemeriksaan audiometri ini tidak secara akurat
menentukan derajat sebenarnya dari gangguan pendengaran
yang terjadi. Banyak faktor yang mempengaruhi seperti
lingkungan tempat dilakukannya pemeriksaan, tingkat pergeseran ambang pendengaran sementara setelah pajananterhadap bising di luar pekerjaan, serta dapat pula
permasalahan kompensasi membuat pekerja seolah-olah
menderita gangguan pendengaran permanen.Prosedur pemeriksaan lain untuk menilai gangguan
pendengaran adalah speech audiometry, pengukuran
impedance, tes rekruitmen, bahkan perlu juga dilakukan pemeriksaan gangguan pendengaran fungsional bila dicurigai
adanya faktor psikogenik.
Untuk itu pemeriksaan gangguan pendengaran pada
pekerja perlu dilakukan dengan cara seksama dan hati-hati
untuk menghindari kesalahan dalam memberikan kompoensasi.
EFEK FISIOLOGIS KEBISINGAN
Efek fisiologis kebisingan terhadap kesehatan manusia
dapat dibedakan dalam efek jangka pendek dan efek jangka panjang. Namun perlu diingat, bahwa keadaan bising di
lingkungan seringkali disertai dengan faktor lainnya, seperti
faktor fisika lain berupa panas, getaran, dan sebagainya; tidak jarang disertai juga dengan adanya faktor kimia dan biologis;
mustahil untuk mengisolasi kebisingan sebagai satu-satunya
faktor risiko.
Efek jangka pendek berlangsung sampai beberapa menit
setelah pajanan terjadi, sedangkan efek jangka panjang terjadisampai beberapa jam, hari ataupun lebih lama. Efek jangka
panjang dapat terjadi akibat efek kumulatif dari stimulus yang
berulang.
Efek jangka pendek
Efek jangka pendek yang terjadi dapat berupa refleks otot-otot berupa kontraksi otot-otot, refleks pernapasan berupa
takipneu, dan respon sistim kardiovaskuler berupa takikardia,
meningkatnya tekanan darah, dan sebagainya. Namun dapat
pula terjadi respon pupil mata berupa miosis, respon
gastrointestinal yang dapat berupa gangguan dismotilitassampai timbulnya keluhan dispepsia, serta dapat terjadi
pecahnya organ-organ tubuh selain gendang telinga (yang
paling rentan adalah paru-paru).
Efek jangka panjangEfek jangka panjang terjadi akibat adanya pengaruh
hormonal. Efek ini dapat berupa gangguan homeostasis tubuhkarena hilangnya keseimbangan simpatis dan parasimpatis
yang secara klinis dapat berupa keluhan psikosomatik akibat
gangguan saraf otonom, serta aktivasi hormon kelenjar adrenal
seperti hipertensi, disritmia jantung, dan sebagainya. Secara
sederhana, berikut ini respon tubuh terhadap adanya kebisingan(Gambar 1).
Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 26
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 149/319
ambar 1. Ikhtisar Reaksi Tubuh terhadap Bising
EBISINGAN DAN KEMAMPUAN KERJAda umumnya
terja
suara berulang, suara di atas
95
ENATALAKSANAAN TULI AKIBAT BISING
ama dan
utam
Bila sudah terjadi gangguan pendengaran yang meng-
akiba
yang mengalami tuli total bilateral dapatdiper
OMPENSASI TERHADAP KETULIAN PEKERJA
ondisi medis, dan permasalahan hukum
haru
kinan
adan
ndengaran harus dikenali secara
dini.
singkirkan dengan melaku-
kan
G
K Gangguan terhadap kemampuan kerja pa
di karena meningkatnya kewaspadaan umum akibatrangsangan terus menerus pada susunan saraf pusat. Pada
awalnya sulit dibedakan dengan gangguan emosional yang
timbul akibat bising; namun pada pemeriksaan efisiensi kerja
terlihat pengaruh yang cukup bermakna. Namun tetap perluhati-hati untuk melakukan interpretasi penelitian tentang
kemampuan atau performa kerja.
Suara yang asing, interupsi
dB adalah beberapa keadaan kebisingan yang dapatmempengaruhi kemampuan bekerja. Namun penelitian efek
kebisingan terhadap kemampuan kerja masih perlu dilakukan
dengan seksama, terutama pada lingkungan industri.
P
Pencegahan merupakan penatalaksanaan pert
a pada kebisingan di lingkungan pekerja. Pelaksanaan
program pemeliharaan pendengaran (hearing programconservation) merupakan upaya pencegahan primer yang dapat
dilakukan di tempat kerja. Survei kebisingan di tempat kerja
harus memperhatikan teknik sampling agar pemeriksaan
tingkat kebisingan dapat memberikan gambaran keadaan yang
terjadi; pemeriksaan audiometri berkala juga merupakan upaya
deteksi dini pula. Penggunaan alat pelindung telinga, peng-awasan dan pengendalian administrasi merupakan upaya
penatalaksanaan lain yang dapat dilakukan oleh dokter dan
tenaga kesehatan di lingkungan kerja. Hearing conservation program tidak akan dibicarakan secara mendalam pada tulisan
ini.
Bising
Reaksi Stres Umum
akibat Kenaikan
Adrenalin dan
Noradrenalin
Kenaikan
Tekanan Darah
Respon
Vegetatif
Peningkatan
Kebutuhan Oksigen
Peningkatan
Agregasi
Trombosit
Kerusakan
Dinding Arteri
TrombosisArterio-
sklerotik
Oklusi A.
Koroner
Oklusi Arteri
Lainnya
Iskemaia
Jantung
Infark
MiokardStroke
tkan gangguan komunikasi maka dapat dipikirkan peng-gunaan alat bentu dengar. Jika pendengaran sudah sedemikian
buruknya sehingga komunikasi sangat sulit maka perlu
dilakukan psikoterapi lebih intensif agar pekerja dapat
menerima keadaannya. Jika dipergunakan alat bantu dengar, perlu dilakukan latihan pendengaran agar pekerja dapat
menggunakan sisa pendengaran dengan alat bantu dengar
secara efisien dibantu dengan membaca ucapan bibir, mimikdan gerakan anggota badan serta bahasa isyarat untuk dapat
berkomunikasi. Selain itu, penderita tuli akibat bising ini juga
sulit mendengar suaranya sendiri sehingga diperlukan rehabili-
tasi suara agar dapat mengendalikan volume, tinggi rendah dan
irama percakapan.
Pada penderitatimbangkan pemasangan implan koklea.
K
AKIBAT BISING
Faktor akustik, k
s diperhatikan dalam menetapkan hubungan kausal antara pajanan bising dan terjadinya gangguan pendengaran. Perlu
ketelitian dan kehati-hatian dalam melakukan pemeriksaan
ganggguan pendengaran pada pekerja untuk menghindari permasalahan kompensasi yang timbul di kemudian hari.
Hal yang perlu diingat dalam menentukan kemung
ya hubungan kausatif antara gangguan pendengaran dan
bising di tempat kerja adalah 1). Benar telah terjadi kehilanganatau gangguan pendengaran dan 2). Dan gangguan
pendengaran tersebut memang berasal dari pajanan bising di
tempat kerja yang berlebihan.
Tanda-tanda gangguan pe
Pemeriksaan audiometri dilakukan untuk menilai derajatdan tipe gangguan pendengaran yang terjadi. Pemeriksaan ini
bersifat subyektif, untuk itu perlu dilakukan oleh teknisi yang
terlatih dan dokter harus melakukan supervisi terhadap pemeriksaan tersebut. Pemeriksaan audiometri pra kerja
merupakan suatu keharusan untuk mendapatkan data awal
kondisi pendengaran tenaga kerja.Diagnosis banding lainnya di
pemeriksaan fisik yang seksama. Dalam laporan pe-meriksaan fisik harus tercantum identitas yang jelas (termasuk
saat pemeriksaan dan dokter yang melakukan pemeriksaan),
keluhan utama, gangguan pendengaran yang saat ini terjadi,riwayat pekerjaan, riwayat pelatihan militer, riwayat penyakit
dahulu, riwayat keluarga. Riwayat pekerjaan dilakukan dengan
menanyakan nama pekerjaan, jenis pekerjaan yang dilakukan(beserta tanggal atau waktu bekerja), durasi masing-masing
pekerjaan, tanggal bekerja dan umur saat itu, kondisi geografis
dan lokasi fisik pekerjaan, barang atau jasa yang dihasilkan,
Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 27
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 150/319
penggunaan alat pelindung diri, sumber suara atau kebisingan
yang ada di pekerjaan (baik yang dahulu maupun saat ini).Pemeriksaan fisik mendalam yang harus dilakukan
adala
eriksaan luar terhadap tanda-tanda jejas atau jaringan
ang telinga,
taus
murni untuk memeriksa
bicaraan dan diskriminasi
s rekrutmenan pemeriksaan terhadap pekerja dan
ling
h:
1. Pemsikatrik yang menggambarkan adanya malfungsi.
2. Pemeriksaan otoskop untuk menilai gend
adakah tanda-tanda abnormalitas
3. Pemeriksaan refleks kedua ma4. Menilai ada atau tidaknya nistagm5. Pemeriksaan dengan garpu tala
6. Pemeriksaan audiometri nada
hantaran udara dan hantaran tulang7. Uji kemampuan menangkap pem
suara
8. TeSesudah dilakuk
kungan kerja maka dapat ditentukan apakah gangguan
pendengaran akibat pekerjaan ataukah sebab yang lain. Bila
terjadi akibat pajanan bising berlebihan di tempat kerja, harus
dilakukan perhitungan formulasi gangguan pendengaran untuk
memberikan kompensasi yang sesuai dengan kondisi pekerjatersebut. Setiap pekerja harus dievaluasi secara individual.
Kompensasi diberikan sesuai dengan ketentuan hukum yang
berbeda di masing-masing negara. Pada tulisan ini tidak akandibahas mengenai perhitungan kompensasi.
KESIMPULAN
Kebisingan di tempat kerja dapat menimbulkan gangguan pendengaran dan gangguan sistemik yang dalam jangka waktu
panjang dapat menimbulkan gangguan kesehatan dan
penurunan produktivitas tenaga kerja. Oleh karena itu perludilakukan pemantauan dan deteksi dini untuk pencegahan
karena kerugian yang harus dibayarkan akibat kebisingan ini
cukup besar.
Pemeriksaan gangguan pendengaran harus dilakukansecara teliti, cermat, dan hati-hati untuk menghindari kesalahan
prosedur dalam memberikan kompensasi kepada tenaga kerja.
KEPUSTAKAAN
1. Harris CM (ed). Handbook of Noise Control. 2nd ed. McGraw-Hill Book
Comp. New York : 1979.2. Nilland J. Zenz C. Occupational Hearing Loss, Noise, dan Hearing
Conservation. In : Zenz C. (chief ed). Dickerson OB. Horvarth EP.
Occupational Medicine. 3rd ed. Mosby. St. Louis : 1994
3. Soepardi ES. Iskandar N. Buku Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung
Tenggorok Kepala Leher. Edisi 5. Fakultas Kedokteran UniversitasIndonesia. Jakarta : 2001
4. Department for Environment, Food and Rural Affair. Noise and Nuisance
Policy : Health Effect Based Noise Assasment Methods : A review and
Feasibility Study September 1998. In ; http://www.defra.gov.uk/environment/noise/health/page05.htm. February 6th, 2004.
Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 28
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 151/319
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
Program onservasi Pendengaran
di Tempat erja
Ambar W. Roestam
Subbagian Kedokteran Kerja, Bagian Ilmu Kedokteran Komunitas
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, Jakarta
PENDAHULUAN
Di negara-negara industri, bising merupakan masalahutama kesehatan kerja. Menurut WHO (1995), diperkirakan
hampir 14% dari total tenaga kerja negara industri terpapar
bising melebihi 90dB di tempat kerjanya. Diperkirakan lebihdari 20 juta orang di Amerika terpapar bising 85 dB atau lebih.
Waugh dan Forcier mendapat data bahwa perusahaan kecil
sekitar Sydney mempunyai tingkat kebisingan 87 dB. DiQuebec-Canada, Frechet mendapatkan data bahwa 55% daerah
industri mempunyai tingkat kebisingan di atas 85 dB dan
menurut survei prevalensi NIHL ( Noise Induced Hearing Loss)
atau TAB (Tuli Akibat Bising) bervariasi antara 40 – 50%.
Di Indonesia, di pabrik peleburan besi baja prevalensi NIHL 31,55% pada tingkat paparan kebisingan 85 - 105 dB
(Sundari,1997). Di perusahaan plywood di Tangerang, prevalensi NIHL 31,81% dengan paparan kebisingan 86.1 –108.2 dB (Lusianawaty). Penelitian Zuldidzaan (1995) pada
awak pesawat helikopter TNI AU dan AD mendapatkan
paparan bising antara 86 – 117 dB dengan prevalensi NIHL27,16 %.
Penelitian pada pengemudi bajaj (Kertadikara, 1997)
mendapatkan bahwa mereka terpapar bising antara 97 – 101 dB
dengan 50% NIHL. Ini diperkuat dengan penelitian Yenni
Basiruddin yang mendapatkan tingkat kebisingan dan getar pada pengemudi bajaj melebihi nilai ambang batas. Pada
pengukuran bising didapatkan rerata intensitas bising bajaj 91
dB (64 dB - 96 dB), rerata akselerasi getar 4.2m/dt 2. Pada
kelompok ini pengemudi yang mengalami gangguan kese-imbangan dan pendengaran sebesar 27,43%, gangguan pen-
dengaran saja 17,14% dan gangguan keseimbangan saja
27,71%; jumlah seluruh gangguan mencapai 72,28% dari 350 pengemudi bajaj yang diperiksa.
Gambaran di atas memperlihatkan bahwa paparan di atas
85 dB dapat menimbulkan NIHL atau ketulian. Selain itu
kebisingan juga dapat menimbulkan keluhan non-pendengaran
seperti susah tidur, mudah emosi, dan gangguan konsentrasiyang dapat menimbulkan kecelakaan kerja.
Pencegahan dampak buruk kebisingan memerlukan per-
hatian dan dukungan semua jajaran di tempat kerja, dari jajarantertinggi sampai tenaga kerja pelaksana. Penerapan program
konservasi pendengaran di tempat kerja bermanfaat untuk
mencegah gangguan pendengaran akibat paparan bising.
Apa yang disebut kebisingan
Frekuensi suara bising biasanya terdiri dari campuransejumlah gelombang suara dengan berbagai frekuensi atau
disebut juga spektrum frekuensi suara. Nada kebisingan dengan
demikian sangat ditentukan oleh jenis-jenis frekuensi yang ada.
Berdasarkan sifatnya bising dapat dibedakan menjadi :
1. Bising kontinu dengan spektrum frekuensi luas
Bising jenis ini merupakan bising yang relatif tetap dalam batas amplitudo kurang lebih 5dB untuk periode 0.5 detik berturut-turut. Contoh: dalam kokpit pesawat helikopter, ger-
gaji sirkuler, suara katup mesin gas, kipas angin, suara dapur
pijar, dsb.
2. Bising kontinu dengan spektrum frekuensi sempit
Bising ini relatif tetap dan hanya pada frekuensi tertentu
saja (misal 5000, 1000 atau 4000 Hz), misalnya suara gergaji
sirkuler, suara katup gas.
3. Bising terputus-putus Bising jenis ini sering disebut juga intermittent noise, yaitu
kebisingan tidak berlangsung terus menerus, melainkan ada periode relatif tenang. Contoh kebisingan ini adalah suara lalu
lintas, kebisingan di lapangan terbang dll
4. Bising impulsif
Bising jenis ini memiliki perubahan tekanan suara
melebihi 40 dB dalam waktu sangat cepat dan biasanya me-
ngejutkan pendengarnya. Contoh bising impulsif misalnya
suara ledakan mercon, tembakan, meriam dll.
Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 29
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 152/319
5. Bising impulsif berulang-ulang
Sama seperti bising impulsif, tetapi terjadi berulang-ulangmisalnya pada mesin tempa.
Bising yang dianggap lebih sering merusak pendengaran
adalah bising yang bersifat kontinu, terutama yang memilikis pektrum frekuensi lebar dan intensitas yang tinggi.
Untuk melindungi pendengaran manusia (pekerja) dari
pengaruh buruk kebisingan, Organisasi Pekerja Internasional
/ILO (International Labour Organization) telah mengeluarkanketentuan jam kerja yang diperkenankan, yang dikaitkandengan tingkat intensitas kebisingan lingkungan kerja sebagai
berikut (Tabel 1).
Tabel 1. Batasan waktu dan Pajanan kebisingan
Intensitas suara (dB)
OSHA IndonesiaJam kerja terpapar
90 85 8
92 6
95 88 4
100 91 2
105 94 1110 97 0.5
115 100 0.25 atau kurang
Di Indonesia, intensitas bising di tempat kerja yang
diperkenankan adalah 85 dB untuk waktu kerja 8 jam perhari,seperti yang diatur dalam Surat Edaran Menteri Tenaga Kerja
no SE.01/Men/1978 tentang Nilai Ambang Batas (NAB) untuk
kebisingan di tempat kerja.
PENGARUH BISING TERHADAP KESEHATAN
TENAGA KERJABising menyebabkan berbagai gangguan pada tenaga kerja,
seperti gangguan fisiologis, gangguan psikologis, gangguan
komunikasi dan ketulian.
1 . Gangguan fisiologis
Pada umumnya, bising bernada tinggi sangat mengganggu,
apalagi bila terputus-putus atau yang datangnya tiba-tiba.
Gangguan dapat berupa peningkatan tekanan darah (± 10mmHg), peningkatan nadi, konstriksi pembuluh darah perifer
terutama pada tangan dan kaki, serta dapat menyebabkan pucatdan gangguan sensoris.
2. Gangguan psikologis Gangguan psikologis dapat berupa rasa tidak nyaman,
kurang konsentrasi, susah tidur, cepat marah. Bila kebisinganditerima dalam waktu lama dapat menyebabkan penyakit
psikosomatik berupa gastritis, stres, kelelahan, dan lain-lain.
3. Gangguan komunikasi
Gangguan komunikasi biasanya disebabkan masking effect
(bunyi yang menutupi pendengaran yang jelas) atau gangguan
kejelasan suara. Komunikasi pembicaraan harus dilakukandengan cara berteriak. Gangguan ini bisa menyebabkan ter-
ganggunya pekerjaan, sampai pada kemungkinan terjadinya
kesalahan karena tidak mendengar isyarat atau tanda bahaya;
gangguan komunikasi ini secara tidak langsung membahayakan
keselamatan tenaga kerja.
4. Gangguan keseimbangan
Bising yang sangat tinggi dapat menyebabkan kesan
berjalan di ruang angkasa atau melayang, yang dapat me-nimbulkan gangguan fisiologis berupa kepala pusing (vertigo)
atau mual-mual.
5. Efek pada pendengaran Efek pada pendengaran adalah gangguan paling serius
karena dapat menyebabkan ketulian. Ketulian bersifat
progresif. Pada awalnya bersifat sementara dan akan segera
pulih kembali bila menghindar dari sumber bising; namun bilaterus menerus bekerja di tempat bising, daya dengar akan
hilang secara menetap dan tidak akan pulih kembali.
Ketulian akibat pengaruh bising ini dikelompokkan sbb:
• Temporary Threshold Shift = Noise-induced TemporaryThreshold Shift = auditory fatigue = TTS
- non-patologis- bersifat sementara
- waktu pemulihan bervariasi
- reversible/bisa kembali normalPenderita TTS ini bila diberi cukup istirahat, daya
dengarnya akan pulih sempurna. Untuk suara yang lebih besar
dari 85 dB dibutuhkan waktu bebas paparan atau istirahat 3-7
hari.Bila waktu istirahat tidak cukup dan tenaga kerja kembali
terpapar bising semula, dan keadaan ini berlangsung terus
menerus maka ketulian sementara akan bertambah setiap hari-
kemudian menjadi ketulian menetap.Untuk mendiagnosis TTS perlu dilakukan dua kali
audiometri yaitu sebelum dan sesudah tenaga kerja terpapar
bising. Sebelumnya tenaga kerja dijauhkan dari tempat bisingsekurangnya 14 jam.
• Permanent Threshold Shift (PTS) = Tuli menetap- patologis
- menetap
PTS terjadi karena paparan yang lama dan terus menerus.
Ketulian ini disebut tuli perseptif atau tuli sensorineural.Penurunan daya dengar terjadi perlahan dan bertahap sebagai
berikut :
a. Tahap 1 : timbul setelah 10-20 hari terpapar bising, tenagakerja mengeluh telinganya berbunyi pada setiap akhir waktu
kerja.
b. Tahap 2 : keluhan telinga berbunyi secara intermiten,
sedangkan keluhan subjektif lainnya menghilang. Tahap ini
berlangsung berbulan-bulan sampai bertahun-tahun.
c. Tahap 3 : tenaga kerja sudah mulai merasa terjadi
gangguan pendengaran seperti tidak mendengar detak jam,tidak mendengar percakapan terutama bila ada suara lain.
d. Tahap 4 : gangguan pendengaran bertambah jelas dan
mulai sulit berkomunikasi. Pada tahap ini nilai ambang
pendengaran menurun dan tidak akan kembali ke nilai ambangsemula meskipun diberi istirahat yang cukup.
• Tuli karena Trauma akustik
Perubahan pendengaran terjadi secara tiba-tiba, karena suaraimpulsif dengan intensitas tinggi, seperti letusan, ledakan dan
Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 200430
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 153/319
lainnya. Diagnosis mudah dibuat karena penderita dapat
mengatakan dengan tepat terjadinya ketulian. Tuli ini biasanya bersifat akut, tinitus, cepat sembuh secara parsial atau komplit.
AKIBAT KETULIAN TERHADAP AKTIVITAS
SEBAGAI TENAGA KERJA
Akibat ketulian terhadap aktivitas sebagai tenaga kerja
dibedakan atas :
1. Hearing ImpairmentDidefinisikan sebagai kerusakan fisik telinga baik yang
irreversible (NIHL/PTS) maupun yang reversible (TTS)
2. Hearing DisabilityDidefinisikan sebagai kesulitan mendengarkan akibat
hearing impairment, misalnya :
a. Problem komunikasi di tempat kerja
b. Problem dalam mendengarkan musikc. Problem mencari arah/asal suarad. Problem membedakan suara
Secara ringkas dapat dikatakan efek hearing impairment terhadap disability berbeda pada setiap individu, tergantung
fungsi psikologis dan aktivitas sosial yang bersangkutan.
3. HandicapKetidakmampuan atau keterbatasan seseorang untuk
melakukan suatu tugas yang normal dan berguna baginya.Menurut WHO diklasifikasikan sebagai berikut :
a. Orientation handicap (ketidakmampuan/keterbatasan dalam
mengikuti pembicaraan) b. Physical independence handicap (ketidakmampuan/ keter-
batasan untuk mandiri)c. Occupational handicap (ketidakmampuan/keterbatasan
dalam bekerja dan memilih karir)d. Economic self-sufficiency handicap
e. Social integration handicap (ketidakmampuan/ keterbatasan
dalam melakukan aktivitas normal harian, seperti respons
terhadap alarm atau pesan lisanf. Inability to cope with occupational requirement (ketidak-
mampuan/keterbatasan yang mengakibatkan berkurangnya
penghasilan)
Kebisingan sangat merugikan tenaga kerja, terutama bila
sampai NIHL dan juga merugikan perusahaan karena per-
formance tenaga kerja yang menurun, biaya kesehatan yangmembengkak serta kompensasi bila NIHL karena pekerjaan;
oleh karena itu pencegahan terhadap gangguan pendengaran ini
perlu diprioritaskan. Program pencegahan ini dikenal dengan
istilah Program Konservasi Pendengaran.
PROGRAM PENCEGAHAN/ PROGRAM KONSERVASI
PENDENGARAN
Program pencegahan yang dapat dilakukan meliputi hal-
hal berikut (NIOSH, 1996):
1. Monitoring paparan bising2. Kontrol engineering dan administrasi
3. Evaluasi audiometer
4. Penggunaan Alat Pelindung Diri (PPE)
5. Pendidikan dan Motivasi6. Evaluasi Program
7. Audit Program
Manfaat utama program ini adalah mencegah kehilangan pendengaran akibat kerja; kehilangan pendengaran akan me-
ngurangi kualitas hidup seseorang dalam pekerjaannya.
Hubungan antara tenaga kerja dengan pengusaha akan lebih
baik, angka turn-over karena lingkungan kerja akan rendah.1. Bagi pengusaha
Taat hukum, hubungan baik dengan karyawan, menunjuk-
kan itikad baik, meningkatkan produktivitas, mengurangi angka
kecelakaan, mengurangi angka kesakitan, mengurangi lost day dan menaikkan kepuasan karyawan.
2. Bagi karyawan
Mencegah ketulian; ketulian akibat bising tidak terasa(tanpa sakit), bersifat menetap (irreversible). Serta bisa
mengurangi stres.
Untuk melaksanakan program ini diperlukan hal-hal
sebagai berikut :
1. Dukungan manajemen
2. Berupa policy statement3. Integrated dengan program K3
4. Ada penanggung jawab program yang ditunjuk resmi
Penanggung jawab bekerja sama dengan manajemen dankaryawan membuat Hearing Lost Prevention Plan and Policy.
Manajemen dan karyawan konsisten melaksanakan program.
5. SOP dari setiap langkah dalam plan & policy harus jelas6. Kontraktor dan vendor harus taat pada plan & policy
tersebut.
Dalam menyusun program konservasi pendengaran ini
perlu diperhatikan beberapa hal, antara lain:
1. Berpedoman bahwa pekerja tetap sehat dalam lingkungan bising.
2. Dilaksanakan oleh semua jajaran, dari pimpinan tertinggi
sampai pekerja pelaksana. Komitmen pimpinan dan pekerjasangat penting.
3. Mengurangi dosis paparan kebisingan dengan memper-
hatikan tiga unsur :a. Sumber: mengurangi intensitas kebisingan (disain akustik,menggunakan mesin/alat yang kurang bising dan mengubah
metode proses). b. Media: mengurangi transmisi kebisingan (menjauhkan
sumber bising dari pekerja, mengaborsi dan me-ngurangi
pantulan kebisingan secara akustik pada dinding, langit-langitdan lantai, menutup sumber kebisingan dengan barrier. c. Tenaga kerja: mengurangi penerimaan bising ( peng-
gunaan alat pelindung diri, ruang isolasi. rotasi kerja, jadwal
kerja , dan lain-lain). 4. Mempertimbangkan kelayakan teknis dan ekonomis.
5. Utamakan pencegahan bukan pengobatan, proaktif bukanreaktif, kesejahteraan bukan santunan.
6. NAB bukanlah garis pemisah antara sakit dan sehat,
namun merupakan pedoman. Penilaian dilakukan dengan
memantau kebisingan lingkungan dan kesehatan pendengaran
tenaga kerja (IDKI, 1994).Program selengkapnya adalah sebagai berikut :
Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 31
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 154/319
I. MONITORING PAPARAN BISING
Tujuan monitoring paparan bising, yang sering jugadisebut survei bising, bertujuan untuk :
1. Memperoleh informasi spesifik tentang tingkat kebisingan
yang ada pada setiap tempat kerja.2. Menetapkan tempat-tempat yang akan diharuskan meng-
gunakan APD.
3. Menetapkan pekerja yang harus (compulsory) menjalani
pemeriksaan audiometri secara periodik.4. Menetapkan kontrol bising (baik administratif maupun
teknis).
5. Menilai apakah perusahaan telah memenuhi persyaratan
UU yang berlaku.Prinsip monitoring paparan bising :
Pengukuran dilakukan oleh pegawai yang mempunyai kualifi-
kasi sebagai berikut :1. SOP pengukuran harus ada dan jelas.
2. Hasil dikomunikasikan pada manajemen dan pegawai,
- paling lama dalam waktu 2 minggu
- untuk Jamsostek di Indonesia : 2 x 24 jam
Ada 2 macam monitoring paparan bising :
1. Monitoring pendahuluan Pengukuran bising pendahuluan untuk menentukan masa-
lah yang potensial berbahaya untuk pendengaran, berdasarkan
lokasi tempat kerja. Survei ini dilaksanakan jika terdapatkesulitan dalam berkomunikasi, adanya keluhan pekerja bahwa
telinga berdengung setelah bekerja.
2. Monitoring bising terperinciDilakukan berdasarkan hasil monitoring bising penda-
huluan, dengan menetapkan lokasi khusus yang memerlukan
penelitian lebih lanjut. Pemeriksaan dilakukan secara terperinci
di setiap lokasi. Monitoring bising terperinci dilakukan dalam
tiga tahap :a. Pengukuran lingkungan kerja slow response dengan
skala A (dB).
Buat gambar peta bising (luas < = 93 meter). Bila hasillebih dari 80 dB maka lingkungan tersebut cukup aman untuk
bekerja, sedangkan bila antara 80 – 92 dB perlu pengukuran
dan tindakan lebih lanjut (skala b).
b. Pengukuran di tempat kerja (<85 dB)Dilakukan dengan skala B (intensitas bunyi) , pengukuran
dengan peta, ukur tempat dan ruang kerja, ukur maximun dan
minimumnya., bila lebih dari 85 dB, lakukan tahap selanjutnya
c. Lamanya paparan (jumlah jam terpapar)
Buat logbook untuk setiap orang berdasarkan job
classification, catat lamanya terpapar (sekarang digunakan
audiometer).
II. KONTROL - engineering dan administratif
Kontrol engineering ditujukan pada sumber bising dansebaran bising; contohnya :
1. Pemeliharaan mesin (maintenance) yaitu mengganti,
mengencangkan bagian mesin yang longgar, memberi pelumas
secara teratur, dan lain-lain.
2. Mengganti mesin bising tinggi ke yang bisingnya kurang.3. Mengurangi vibrasi atau getaran dengan cara mengurangi
tenaga mesin, kecepatan putaran atau isolasi.
4. Mengubah proses kerja misal kompresi diganti dengan pukulan.
5. Mengurangi transmisi bising yang dihasilkan benda padat
dengan menggunakan lantai berpegas, menyerap suara padadinding dan langit-langit kerja.
6. Mengurangi turbulensi udara dan mengurangi tekanan
udara.
7. Melakukan isolasi operator dalam ruang yang relatif kedapsuara.
Pengendalian administratif dilakukan dengan cara :
1. Mengatur jadual produksi
2. Rotasi tenaga kerja3. Penjadualan pengoperasian mesin
4. Transfer pekerja dengan keluhan pendengaran
5. Mengikuti peraturan
III. EVALUASI AUDIOMETRI Pengukuran audiometrik sebaiknya dilakukan pada :
1. Pre-employment
2. Penempatan ke tempat bising
3. Setiap tahun, bila bising > 85 dB4. Saat pindah tugas keluar dari tempat bising
5. Saat pensiun/purna tugas
Tipe audiogram :1. Pre-employment/preplacement/Baseline
2. Annual monitoring
3. Exit
Policy mengenai audiogram :
1. Base line atau data dasar :
- dalam 6 bulan mulai bekerja di tempat bising (85 d βA)- untuk baseline 14 jam bebas bising, atau menggunakan
APD
2. Annual audiogram
Bagi yang TWA > 85 dBA3. Evaluasi :
- setiap tahun dibandingkan dengan base-line
- bila STS (Significant Threshold Shift) > 10 dB (rata-rata pada 2000-3000-4000 Hz), maka disebut + (positif)
Bila STS (+) maka yang dilakukan adalah :
- periksa dokter
- periksa tempat kerja
- periksa data kalibrasi alat- komunikasikan dengan karyawan tersebut
- jika karena penyakit, konsulkan ke dokter THT
- periksa ulang dalam waktu 1 (satu) tahunBila STS (+) karena pekerjaannya :
- Bila belum menggunakan APD, diharuskan memakai
- Bila sudah memakai, beri petunjuk ulang- Komunikasikan dengan pegawai dan atasan secara tertulis
- Bila perlu, konsul THT
Lakukan revisi baseline, bila STS persisten atau membaik
IV. PENGGUNAAN APD
Beberapa faktor yang mempengaruhi penggunaan alat
pelindung telinga :
1. Kecocokan; alat pelindung telinga tidak akan memberikan
Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 200432
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 155/319
perlindungan bila tidak dapat menutupi liang telinga rapat-
rapat.2.
3.
2.
3.
Nyaman dipakai; tenaga kerja tidak akan menggunakan
APD ini bila tidak nyaman dipakai.
Penyuluhan khusus, terutama tentang cara memakai danmerawat APD tersebut.
Jenis-jenis alat pelindung telinga :
1. Sumbat telinga (earplugs/insert device/aural insert
protector )Dimasukkan ke dalam liang telinga sampai menutup rapat
sehingga suara tidak mencapai membran timpani.
Beberapa tipe sumbat telinga :
a. formable type
b. custom-molded type
c. premolded type
Sumbat telinga bisa mengurangi bising s/d 30 dB lebih.Tutup telinga (earmuff/protective caps/circumaural
protectors)
Menutupi seluruh telinga eksternal dan dipergunakan
untuk mengurangi bising s/d 40- 50 dB frekuensi 100 – 8000
Hz.
Helmet/ enclosureMenutupi seluruh kepala dan digunakan untuk mengurangi
maksimum 35 dBA pada 250 Hz sampai 50 d β pada frekuensitinggi
Pemilihan alat pelindung telinga :1. Earplug bila bising antara 85 – 200 dBA
2. Earmuff bila di atas 100 dBA
3. Kemudahan pemakaian, biaya, kemudahan membersihkan
dan kenyamanan
Pedoman yang sering digunakan adalah sebagai berikut :
TWA/dBA Pemakaian APD Pemilihan APD
< 85 Tidak wajib/perlu Bebas memilih
85 – 89 Optional Bebas memilih
90 – 94 Wajib Bebas memilih95 – 99 Wajib Pilihan terbatas
> 100 Wajib Pilihan sangat terbatas
APD ini harus tersedia di tempat kerja tanpa harus
membebani pekerja dari segi biaya, perusahaan harus me-
nyediakan APD ini. Cara terbaik sebenarnya bukan peng-gunaan APD tetapi pengendalian secara teknis pada sumber
suara.
V. PENDIDIKAN DAN MOTIVASI
Program pendidikan dan motivasi menekankan bahwa
program konservasi pendengaran sangat bermanfaat untukmelindungi pendengaran tenaga kerja, dan mendeteksi per-ubahan ambang pendengaran akibat paparan bising. Tujuan
pendidikan adalah untuk menekankan keuntungan tenaga kerja
jika mereka memelihara pendengaran dan kualitas hidupnya.Lebih lanjut penyuluhan tentang hasil audiogram mereka,
sehingga tenaga kerja termotivasi untuk berpartisipasi me-
lindungi pendengarannya sendiri. Juga melalui penyuluhan
diharapkan tenaga kerja mengetahui alasan melindungi telingaserta cara penggunaan alat pelindung telinga.
VI. EVALUASI PROGRAM
Evaluasi program ditujukan untuk mengevaluasi hasil program-program konservasi, dengan sasaran :
1. Review program dari sisi pelaksanaan serta kualitasnya,
misalnya pelatihan dan penyuluhan, kesertaan supervisor dalam
program, pemeriksaan masing-masing area untuk meyakinkan
apakah semua komponen program telah dilaksanakan.2. Hasil pengukuran kebisingan, identifikasikan apakah ada
daerah lain yang perlu dikontrol lebih lanjut.3. Kontrol engineering dan administratif.
4. Hasil pemantauan audiometrik dan pencatatannya; ban-
dingkan data audiogram dengan baseline untuk mengukur
keberhasilan pelaksanaan program.
5. APD yang digunakan.
VII. PROGRAM AUDIT
1.
2.
Audit Eksternal, dapat dilakukan program audit oleh pihakluar untuk mengetahui cost-effectiveness dan cost-benefit dari
program konservasi pendengaran.
QQ program (Quality Qontrol Program) dilakukan secara
internal, terus menerus untuk menilai efektivitas programkonservasi pendengaran.
PENUTUP
Mengingat kebisingan dan tuli akibat bising bisa dicegahdengan program konservasi pendengaran, perusahaan sangat
dianjurkan untuk menerapkan program konservasi. Tidak saja
untuk melindungi pekerja, keuntungan utama perusahaanadalah mendapatkan karyawan yang produktif dan sehat.
Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 33
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 156/319
Redaksi Mengucapkan Selamat
atas diselenggarakannya :
Telemedicine Network in ndonesia
di Yogyakarta, 10 Juli 2004
Website : http://telmed.fkumy.net
Redaksi CDK
Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 200434
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 157/319
PRAKTIS
Perawatan andiri
Pasca Trakeostomi
HR Krisnabudhi]
Rumah Sakit Bina Husada Cibinong, Bogor, Jawa Barat
PENDAHULUAN
Trakeostomi ialah operasi membuat jalan udara melalui
leher langsung ke trakea untuk mengatasi asfiksi apabila ada
gangguan lalulintas udara pernapasan. Trakeostomi
diindikasikan untuk membebaskan obstruksi jalan napas bagian
atas, melindungi trakea serta cabang-cabangnya terhadapaspirasi dan tertimbunnya discharge bronkus, serta pengobatan
terhadap penyakit (keadaan) yang mengakibatkan insufisiensi
respirasi.Perawatan pasca trakeostomi besar pengaruhnya terhadap
kesuksesan tindakan dan tujuan akhir trakeostomi. Perawatan
pasca trakeostomi yang baik meliputi pengisapan discharge,
pemeriksaan periodik kanul dalam, humidifikasi buatan, perawatan luka operasi di stoma, pencegahan infeksi sekunder
dan jika memakai kanul dengan balon (cuff) yang high volume-
low pressure cuff .
Perawatan kanul trakea di rumah sakit dilakukan oleh
paramedis yang terlatih dan mengetahui komplikasitrakeostomi(1), yang dapat disebabkan oleh alatnya sendiri maupun
akibat perubahan anatomis dan fisiologis jalan napas pascatrakeostomi.
Pasca trakeostomi kadang-kadang penderita pulang
dengan kanul trakea masih terpasang. Selama di rumah
penderita harus dapat memeliharanya agar jalan napas tetaplancar dan tidak terjadi komplikasi akibat kanul trakea.
Untuk itu penderita harus mengetahui cara mengganti dan
membersihkan kanul trakea serta tersedianya alat-alat yang
diperlukan(2).
Berdasarkan permasalahan tersebut, akan diuraikancara perawatan mandiri pasca trakeostomi oleh penderita(3),
petunjuk dokter atau paramedis yang perlu diberikan kepada penderita, cara membersihkan kanul dalam, mengganti kanultrakeostomi dan membersihkan discharge yang terjadi. Mudah-
mudahan informasi yang didapat dari kepustakaan ini berguna
untuk mengelola pasien pasca trakeostomi di rumah.
TRAKEOSTOMI
Istilah trakeotomi dan trakeostomi dengan maksudmembuat hubungan antara leher bagian anterior dengan lumen
trakea, sering saling tertukar. Definisi yang tepat untuktrakeotomi ialah membuat insisi pada trakea, sedang
trakeostomi ialah membuat stoma pada trakea.
PERUBAHAN-PERUBAHAN FISIOLOGIS AKIBAT
TRAKEOSTOMI
Di samping efek pada laring yang menyebabkan penderita
tidak dapat berbicara, trakeostomi juga meniadakan proses
pemanasan dan pelembaban udara inspirasi. Perubahan inimenyebabkan gagalnya silia mukosa bronkus mengeluarkan
partikel-partikel tertentu dari paru. Discharge trakea berkurang
dan menjadi kental, akhirnya terjadi metaplasia skuamosa pada
epitel trakea.
Trakeostomi memintas laring dan saluran napas bagianatas, karena itu mengurangi tahanan terhadap aliran udara,
terutama bila telah terjadi proses patologik yang menyebabkan penyempitan di daerah glotis. Trakeostomi mengurangi ruang
mati (dead space) anatomik sampai 100 ml. Hal ini sangat penting bagi penderita dengan tidal volume yang sangat
terbatas.
Trakeostomi dapat mengganggu gerakan pengangkatanlaring pada waktu menelan. Keadaan ini menyebabkan
penderita enggan menelan dan sering tersedak karena aspirasi
ludah ke dalam laring dan trakea. Trakeostomi meniadakan
mekanisme filtrasi saluran napas bagian superior, mengurangiefektifitas refleks batuk, dan mengganggu gerakan penutupan
glotis hingga sering terjadi aspirasi ludah.
Bila digunakan kanul trakea yang memakai balon, tekanan balon pada dinding lateral trakea dapat menyebabkan hipoksi
epitel mukosa trakea. Epitel ini mudah terinfeksi hingga terjadi
erosi mukosa trakea.Bartlett dkk menyatakan dari hasil penyelidikannya bahwa
pada trakea yang normal tidak terdapat bakteri. Pada discharge trakea penderita dengan trakeostomi sering ditemukan berbagai
koloni bakteri, yang sering ialah Pseudomonas aeruginosa
dan kokus gram positif (4). Selanjutnya dikatakan, tidak adakorelasi antara bakteri dan flora saluran napas bagian atas
dengan bakteri dan flora trakea penderita; bakteri dan flora di
dalam trakea penderita berasal dari sumber-sumber lain, bukandari saluran napas bagian atas.
Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 35
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 158/319
PERAWATAN PASCA TRAKEOSTOMI
Adanya kanul di dalam trakea yang merupakan bendaasing akan merangsang pengeluaran discharge. Discharge ini
akan keluar bila penderita batuk, pada saat dilakukan
pengisapan atau pada saat penggantian kanul.Pengeluaran discharge dengan jalan membatukkan pada
penderita dengan trakeostomi tidak seefektif pada orang
normal, karena penderita tidak dapat menutup glotis untuk
menghimpun tekanan yang tinggi(5)
, sehingga perlu dilakukan pengisapan. Beberapa jam pertama pasca bedah, dilakukan pengisapan discharge tiap 15 menit, selanjutnya tergantung
pada banyaknya discharge dan keadaan penderita. Pengisapandischarge dilakukan dengan kateter pengisap yang steril dandisposable. Pada saat pengisap dimasukkan ke dalam trakea,
jangan diberi tekanan negatif , begitu pula antara
pengisapan harus diberi periode istirahat agar udara paru tidakterlalu banyak terisap, dengan demikian residual volume tidak
banyak berkurang. Setelah ujung pengisap sampai di bronkus,
dilakukan pengisapan perlahan-lahan sambil memutar kanul
pengisap. Jika kanul trakea mempunyai kanul dalam, kanul
dalamnya dikeluarkan terlebih dahulu. Kanul dalam ini harus
sering diangkat dan dibersihkan.Lore (1973) menganjurkan memakai pengisap terkecil yang
dapat melakukan pengisapan dengan adekuat, sedang
Feldman dan Crawley (1971) memakai kateter pengisap sterildan non traumatik yang penampangnya kurang dari separuh
penampang trakea.
Sebelum melakukan pengisapan, sebaiknya penderitadiberi oksigen selama 2-3 menit. Bila didapatkan sekret yang
kental, teteskan larutan garam fisiologis terlebih dahulu.
Dengan adanya trakeostomi, fungsi humidifikasi yang
sebelumnya dilakukan oleh saluran napas bagian atas
menghilang. Untuk itu menggantikannya perlu dilakukanhumidifikasi buatan.
Cara-cara untuk humidifikasi udara inspirasi di antaranya
ialah:a). Condensor humidifier . Alat ini dipasang pada kanul
trakea. Pada waktu ekspirasi, uap air mengembun pada
lempeng-lempeng metal dari kondensor. Kekurangan alat ini
ialah jika terjadi penimbunan discharge pada alat tersebutfungsinya akan berkurang. Alat ini harus diganti setiap 3 jam.
b). Dengan melewatkan udara inspirasi melalui reservoir
berisi air yang secara teratur dipanaskan dengan termostat. Alat
ini relatif lebih efisien. Bila penderita bernafas spontan,
campuran gas ditiupkan melalui suatu T-piece atau melaluikotak plastik yang dilubangi.
c). Dengan menambahkan tetesan-tetesan air yang halus pada udara
inspirasi. Efektifitas tetesan ini tergantung pada jumlah tetesan dan
kelembaban relatif udara inspirasi. d). Secara sederhana humidifikasi dapat dikerjakan dengan
menaruh lembaran kasa yang telah dibasahi di depan mulutkanul. Kasa tersebut diikatkan pada leher dan harus diganti
sesering mungkin.
Bila kanul terbuat dari polivinil klorida atau dari silikon,
kanul ini diganti setiap 7 hari atau lebih cepat, karena lumennya
akan mengecil oleh timbunan krusta dan discharge.Sebelum mengangkat kanul, trakea dan daerah faring
diisap terlebih dahulu, setelah itu balon dikempiskan kemudian
kanul diangkat dan stoma dibersihkan dengan cepat. Kanul baru dipasang dengan mengarahkan ujungnya ke arah posterior
lebih dahulu kemudian ke arah kaudal. Kesalahan memasang
kanul dapat berakibat kanul terletak di dalam mediastinum.Bila diduga akan terjadi kesulitan pada pemasangan kanul
kembali, siapkan alat-alat untuk resusitasi, laringoskop dan
PET (pipa endo trakeal). Setelah penggantian kanul dilakukan
auskultasi paru untuk menyakini bahwa kedua paru samamengembang.
Bila digunakan kanul memakai balon (cuff), sebaiknya
dipilih balon yang bervolume besar dan bertekanan rendah.
Balon diisi dengan udara secukupnya agar menempel rapat pada dinding trakea, dan jumlah udara yang dimasukkan
dicatat.
Jika balon terlalu banyak diisi udara akan terjadi hal-halsebagai berikut: a). Iskemia dan nekrosis mukosa trakea. b).
Nekrosis cincin-cincin tulang rawan trakea. c). Herniasi balon
pada ujung kanul akan menyumbat jalan napas. d). Akan timbul
gangguan saat menelan.
Luka operasi pada stoma bila bersih cukup ditutup dengan
kasa steril, tetapi luka terinfeksi perlu dikultur dan uji kepekaandan diberikan antibiotika yang sesuai.
Akhirnya penderita diajari untuk merawat diri sendiri.
PERAWATAN MANDIRI PASCA TRAKEOSTOMI
Pasca trakeostomi penderita akan diberi petunjuk oleh
dokter atau paramedis perihal perawatan kanul trakeostomi.Petunjuk untuk penderita ini tergantung pada keadaan
penderita saat dari rumah sakit.
Petunjuk umum
Belajarlah merawat sendiri kanul trakeostomi atastanggung jawab sendiri. Jika tergantung pada seseorang saat
melakukan hal itu, mungkin akan bermasalah. Peralatan
hendaknya tersedia setiap saat melakukan perawatan kanul;lakukan setiap hari seperti menyikat gigi atau menyisir rambut.
Kulit sekitar kanul dipelihara kebersihannya dengan air
sabun, menggunakan lap atau kasa perban. Krusta diangkat
dengan kapas aplikator yang dimasukkan ke dalam perhidrol.Pastikan tidak ada air memasuki stoma, dan hati-hati
membersihkan kulit di sekitar kanul.
Jika mengalami kesulitan bernapas atau pernapasan
menjadi berbunyi, mungkin telah terdapat krusta atau mukus di
dalam kanul. Angkatlah kanul dalam dan bersihkan.Jika ditemukan krusta dari mukus tebal yang sering
terbentuk di dalam kanul, paling baik membersihkannya
dengan memakai kasa basah di atas kanul. Jika udara rumah
kering, mungkin diperlukan pelembab (bukan vaporizer ).
Membersihkan kanul dalamAlat yang perlu disediakan ialah botol kecil, kasa perban,
penjepit, panci bergagang, saringan, dan cairan penggosok
perak.
Cara membersihkan kanul dalam, sebagai berikut: 1).
Buatlah larutan sabun di dalam botol. 2). Angkat kanul dalamdengan cara pertama-tama putar kait kecil pengunci kanul
Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 200436
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 159/319
dalam dan kemudian tarik kanul dalam ke luar. 3). Cuci kanul
dalam dengan air dingin dan kemudian rendam untuk beberapamenit di dalam cairan sabun. 4). Bersihkan bagian dalam kanul
dalam dengan kasa yang salah satu ujungnya diikatkan pada
suatu tempat (Gb. 1). Gunakan penjepit untuk membantumenarik kasa melalui kanul. Tarik kanul dalam ke belakang, ke
depan dan seterusnya sekeliling kasa yang diikatkan sampai
bagian dalam kanul dalam bersih. 5). Setelah kanul dalam
bersih, cuci dengan baik memakai air dingin yang mengalir. 6).Jika kanul dari perak telah memudar, rendam di dalam cairan
pembersih perak untuk beberapa menit, kemudian
bersihkan dan cuci. 7). Goyangkan kanul dalam untuk
mengangkat tetesan air. Masukkan kanul dalam ke tempatnyadan putar kait kecil pengunci untuk mengunci pada tempatnya.
8). Minimal sekali sehari didihkan kanul dalam setelah
dibersihkan.
Gambar 1. Pembersihan kanul dalam
Merebus kanul dalam
Tahapan untuk merebus kanul dalam ialah : 1). Tempatkan
kanul dalam bersih pada saringan dan tempatkan saringan pada panci bergagang (Gb.2a). 2). Isi panci dengan air
secukupnya untuk merendam kanul dalam (Gb. 2b). 3). Setelah
air mendidih, didihkan kanul dalam selama 5 menit. 4). Angkatsaringan dari panci bergagang, tuangkan air dari panci, dan
tempatkan kembali saringan dalam panci. 5). Biarkan kanul
dalam dingin untuk beberapa menit sebelum dimasukkan ke
dalam kanul luar (Gb. 2).
Gambar 2. Cara sterilisasi kanul dalam
Logam bahan pada kanul perak sangat lunak, oleh karena
itu dapat tergores atau bengkok dengan mudah, oleh karena itu
tidak boleh dicoba untuk digores; krusta dapat diangkat dengan
merendamnya. Tidak boleh digunakan penggosok kasar untukmembersihkan kanul dalam. Biasanya, kanul dalam dan luar
dibuat secara spesifik agar cocok satu dengan yang lain, bahkan
kanul dalam tidak akan saling tertukar dengan yang lain. Kanul
plastik dapat dibersihkan dan dididihkan dengan cara yangsama seperti halnya kanul perak.
Cara mengganti kanul trakeostomiPetunjuk khusus dari dokter dan perawat diperlukan
sebelum penderita mengganti kanul trakeostominya. Adanya
lubang pada anterior leher yang secara langsung berhubungandengan trakea, menyebabkan kanul trakeostomi dapat
dimasukkan dengan mudah.
Untuk mengangkat kanul trakeostomi, pita trakeostomidibuka lebih dahulu, pelindung atau permukaan lempeng kanul
trakeostomi dipegang dengan ibu jari dan jari telunjuk,
kemudian ditarik ke arah anterior dan posterior. Kanul harus bersih dengan pita trakeostomi telah terpasang, dan siap untuk
dimasukkan sebelum pengangkatan kanul trakeostomi. Salep
dioleskan sangat tipis pada permukaan luar kanul trakeostomiuntuk mempermudah memasukkannya. Pita trakeostomi yang
digunakan pada kanul dapat satu atau dua untai (Gb. 3).
Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 37
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 160/319
Gambar 3. Cara penggantian kanul trakeostomi
Pada saat memasukkan kanul trakeostomi, penderita
melihatnya melalui cermin dan pegang tiap sisi lempeng permukaan kanul dengan ibu jari dan jari telunjuk. Kanul
trakeostomi akan meluncur ke dalam dengan tekanan ke arah
dalam secara halus. Di samping itu, hal yang penting ialah bahwa kanul dimasukkan segera setelah kotoran yang melekat
pada kanul dibersihkan.
Setelah kanul trakeostomi terpasang di tempatnya dan pita
trakeostomi diikat, tempatkan kasa di atas kanul.
Cara menghisap
Banyaknya discharge mukus bervariasi. Mukus ini
akan meningkat jumlahnya jika penderita dingin, jika udaradalam rumah kering, atau jika kanul teriritasi. Penghisapan
mungkin diperlukan untuk mengontrol mukus.
Mesin penghisap yang mudah dibawa dapat dipinjam dari
rumah sakit dengan petunjuk penggunaannya. Kateter karettidak boleh dimasukkan sampai melewati ujung dalam kanul
trakeostomi, kecuali jika ada instruksi khusus untuk
melakukannya dari dokter. Jika mesin penghisap tidak didapat,semprit steril atau kateter yang dapat dibeli di toko obat atau
apotik bisa digunakan sebagai penghisap.
Cara melakukan : 1). Siapkan alat-alat. 2). Pegang kateter
dengan salah satu tangan dan balon karet pada semprit dengantangan yang lain. 3). Tekan balon karet sebelum kateter
dimasukkan ke dalam kanul trakeostomi, untuk mengeluarkan
udara di dalamnya. 4). Lepaskan balon karet, mukus akanterhisap ke dalam kateter dan semprit. 5). Bersihkan alat-alat
dengan air sabun. Peralatan tersebut sering dididihkan untuk
memelihara kebersihannya (Gb.4).
4” X 4 “
gauze pad
Gambar 4. Cara penghisapan discharge
Cara membuat kain alas di dada
Penderita mungkin perlu memakai kain kasa alas di dada di
bawah kanul trakeostomi, khususnya bila terdapat drainasesekitar kanul. Gb. 5 dan 6 menunjukkan cara membuat dan
menggunakan alas di dada. Alas dada dari kasa trakeostomisteril mungkin tersedia dari pusat sterilisasi rumah sakit.
Cara membuat alas dada untuk dipakai di bawah kanul
trakeostomi ialah sebagai berikut : 1). Potong satu lembar kasa
membentuk segi empat dengan ukuran 16 x 17 inci. 2). Lipat 1inci pada tepi atas dan bawah. 3). Lipat 4 inci kasa pada tiap
sisi. 4). Lipat 2 kali untuk mengurangi lebar menjadi 4 inci.
Tempatkan 2 buah pita yang panjangnya 5 inci atau kasa yang
Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 200438
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 161/319
dipotong tepi lipatan pada bagian tepi atas separuh lipatan
kasa dan setik silang bagian atas untuk mengkokohkan pita pada tempatnya. 5). Pakaikan kasa trakeostomi alas dada,
masukkan pita atau tali pengikat pada tepi bagian atas dari
bawah pita trakeostomi alas dada tiap sisi kanul trakeostomi. 6).Lipat tali pengikat atau pita dari alas dada di atas pita
trakeostomi dan lipat kasa ke atas. Pastikan tali pengikat pada
permukaan depan alas dada dengan peniti kecil yang aman
(Gb.5).
Gambar 5. Cara membuat alas trakeostomi
Cara lain untuk membuat alas dada trakeostomi lebih
mudah tetapi sedikit lebih mahal.Sebuah kasa 4 x 4 atau dua buah kasa 2 x 2 diperlukan
untuk tiap alas dada. 1). kasa 4 x 4 inci. 2). kasa 4 x 4 inciyang tidak terlipat. 3). kasa 2 x 2 inci telah dibuat denganmelipat kasa dua kali. Jika kasa tidak terlipat, panjangnya 6 inci.
Dua kasa tidak terlipat 2 x 2 inci dipakaikan. Satu tiap tepi dari
kasa terbuka 4x 4 inci. 4). Kasa 2x2 inci telah disetik padatempat dan dimasukkan di bawah pita trakeostomi pada tiap sisi
kanul trakeostomi. Kasa 2 x 2 inci kemudian dilipat ke bawah di
atas pita trakeostomi. 5). Kasa 4 x 4 inci telah dilipat ke atas. Kasa
2 x 2 inci dapat dipeniti di bagian dalam (Gb. 6).
Gambar 6. Cara lain membuat alas dada dipakai di bawah kanul
trakeostomi
RINGKASANTrakeostomi ialah operasi membuat jalan udara melalui
leher langsung ke trakea untuk mengatasi afiksi jika ada gangguan
lalulintas udara pernafasan. Perawatan pasca trakeostomi besar
pengaruhnya terhadap keberhasilan tujuan akhir trakeostomi.
Pasca trakeostomi kadang-kadang penderita pulang dari
rumah sakit dengan kanul trakea masih terpasang. Selama dirumah penderita harus dapat memelihara kanul trakea. Dokter atau
paramedis perawatan harus memberikan petunjuk perihal perawatan kanul trakea. Petunjuk ini tergantung pada keadaan
penderita saat pulang dari rumah sakit. Perawatan trakeostomi
mandiri meliputi petunjuk umum, cara membersihkan kanul
trakea, merebus kanul dalam, mengganti kanul, menghisap
discharge, dan cara membuat kain alas dada untuk trakeostomi.
KEPUSTAKAAN
1. Adams GL, Boies LR, Paparella MM. Tracheostomy. In :Boies's
Fundamentals of Otolaryngology. A Textbook of ear, nose and throat
diseases, 5th ed. Tokyo : Igaku Shoin Ltd., 1978 ; 705-17.
2. Bireell JF, Me Dowall GD, Me Klay K, Me Kailum JR, Maran AGD.Tracheostomy. In : Logan Turner's Diseases of the nose, throat and ear.
5th ed. Bristol : John Wright and Sons Ltd, 1977 ; 1567-73.
Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 39
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 162/319
3. Conway WA, Victor LD, Magilligon DJ, Fujita S, Zorick FJ, Roth T.
Adverse effects of tracheostomy for sleep apnea. JAMA 1981; 246 : 347-
50.
4. Davies J. Embriology and anatomy of the larynx, respiratory apparatus ,diaphragma and esophagus. In: Paparella, Shumrick (eds). Otolaryngo-
logy. Vol. 1. Basic sciences and related disciplines. Philadelphia : WB
Saunders Co, 1973.
5. Evans JNG, Tood GB. Laryngo-tracheoplasty. J Laryngol Otol 1974 ; 88 :
589-97.6. Feldman SA, Crawley BE. Tracheostomy and artificial ventilation in the
treatment of respiratory failure, 2nd
ed. London : Edward Arnold Ltd,1971 : 31-61.
7. Galood HD, Toledo PS. Comparison of five type of tracheostomy tubes inthe intubated trachea. Ann Otol 1978 ; 87 : 99-108.
8. Lee KJ. The Otolaryngology board. A preparation guide. New York :
Medical Examination Publ. Co. Inc, 1973 : 170-96.
9. Lore JM. An atlas of head and neck surgery. Vol II, 2nd ed. Philadelphia :WB Saunders Co. 1973 ; 688-708.
10. Lulenski GC. Long term tracheal dimensions after flap tracheostomy.
Arch Otolaryng 1981 ; 107 : 114-6.
11. Lulenski GC, Batsakis JC. Tracheal incision as a contributing factor to
tracheal stenosis. An experimental study, Ann Otol 1975 ; 84 : 781-6.
12. Montgomery WW. Silicone tracheal canula. Ann Otol 1980; 89 : 521-8.
13. Montgomery WW. Manual for care of Montgomery silicone tracheal T-
tube. Ann Otol 1980; 89 (suppl 73): 1-7.
14. Natvig K, Olving JH. Tracheal changes in relation to differenttracheostomy technique (An experimental study on rabbits). J Laryngol
Otol 1981; 95: 61-8.
15. Paparella MM, Shumrick DA, (eds). Otolaryngology, vol I. Basic sciences and related
disciplines. Philadelphia: WB Saunders, 1973.
16. Putney FJ. Complications and postoperative care after tracheostomy. ArchOtolaryngol. 1955; 62 : 272-6.
17. Shapiro RS, Martin WM. Long custom made plastic tracheostomy tube insevere tracheomalacia. Laryngoscope 1981; 91: 355-61.
18. Steel PM, Evans CC. Physiology of the larynx and tracheobronchial tree.In : Ballantyne, Grooves, (eds). Scott-Brown's diseases of the ear, nose
and throat.. 4th ed. Vol I. Basic sciences. London : Butterworths, 1979 ;
433-75.
19. Wright D. Tracheostomy and laryngotomy. In: Ballantyne J, (ed).Operative Surgery. Fundamental international techniques. Nose and
throat. 3rd ed. London : Butterworths, 1976 ; 242-8.
20. Siregar Z. Krikotirotomi. Skripsi di Bagian THT/RSCM. 19 September
1981.
Redaksi Mengucapkan Selamat
atas diselenggarakannya :
PIT XIV POGI
“Meningkatkan Profesionalisme Berlandaskan Etika Melalui
Kerjasama ntar Pusat Pendidikan Obstetri dan Ginekologi
dalam Era Pasar Bebas”,
Bandung, 13 – 15 Juli 2004
Website : http://www.obgyn-bandung.org
Redaksi CDK
Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 200440
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 163/319
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
Vertigo Aspek Neurologi
Budi Riyanto Wreksoatmodjo
Rumah Sakit Marzuki Mahdi, Bogor, Indonesia
PENDAHULUAN
Vertigo merupakan keluhan yang sering dijumpai dalam
praktek; yang sering digambarkan sebagai rasa berputar, rasaoleng, tak stabil (giddiness, unsteadiness) atau rasa pusing
(dizziness); deskripsi keluhan tersebut penting diketahui agartidak dikacaukan dengan nyeri kepala atau sefalgi, terutamakarena di kalangan awam kedua istilah tersebut (pusing dan
nyeri kepala) sering digunakan secara bergantian.
Vertigo – berasal dari bahasa Latin vertere yang artinya
memutar – merujuk pada sensasi berputar sehingga meng-ganggu rasa keseimbangan seseorang, umumnya disebabkan
oleh gangguan pada sistim keseimbangan.
SISTIM KESEIMBANGANManusia, karena berjalan dengan kedua tungkainya, relatif
Gambar 1. Bagan Sistim Keseimbangan Manusia
kurang stabil dibandingkan dengan makhluk lain yang berjalan
dengan empat kaki, sehingga lebih memerlukan informasi
posisi tubuh relatif terhadap lingkungan, selain itu diper-lukan juga informasi gerakan agar dapat terus beradaptasi
dengan perubahan sekelilingnya.Informasi tersebut diperoleh dari sistim keseimbangan
tubuh yang melibatkan kanalis semisirkularis sebagai reseptor,
serta sistim vestibuler dan serebelum sebagai pengolah infor-
masinya; selain itu fungsi penglihatan dan proprioseptif juga
berperan dalam memberikan informasi rasa sikap dan gerakanggota tubuh.
Sistim tersebut saling berhubungan dan mempengaruhi
untuk selanjutnya diolah di susunan saraf pusat (Gb.1) .
Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 41
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 164/319
PATOFISIOLOGI
Rasa pusing atau vertigo disebabkan oleh gangguan alatkeseimbangan tubuh yang mengakibatkan ketidakcocokan
antara posisi tubuh yang sebenarnya dengan apa yang
dipersepsi oleh susunan saraf pusat.
Cermin Dunia Kedokt 42
eran No. 144, 2004
Ada beberapa teori yang berusaha menerangkan kejadian
tersebut :
1. Teori rangsang berlebihan (overstimulation)
Teori ini berdasarkan asumsi bahwa rangsang yang berlebihan menyebabkan hiperemi kanalis semisirkularissehingga fungsinya terganggu; akibatnya akan timbul vertigo,
nistagmus, mual dan muntah.
2. Teori konflik sensorikMenurut teori ini terjadi ketidakcocokan masukan sensorik
yang berasal dari berbagai reseptor sensorik perifer yaitu antara
mata/visus, vestibulum dan proprioseptik, atau ketidak-seimbangan/asimetri masukan sensorik dari sisi kiri dan kanan.
Ketidakcocokan tersebut menimbulkan kebingungan
sensorik di sentral sehingga timbul respons yang dapat berupa
nistagmus (usaha koreksi bola mata), ataksia atau sulit berjalan
(gangguan vestibuler, serebelum) atau rasa melayang, berputar
(yang berasal dari sensasi kortikal).Berbeda dengan teori rangsang berlebihan, teori ini lebih
menekankan gangguan proses pengolahan sentral sebagai
penyebab.3. Teori neural mismatch
Teori ini merupakan pengembangan teori konflik sensorik;
menurut teori ini otak mempunyai memori/ingatan tentang polagerakan tertentu; sehingga jika pada suatu saat dirasakan
gerakan yang aneh/tidak sesuai dengan pola gerakan yang telah
tersimpan, timbul reaksi dari susunan saraf otonom.(Gb.2)
Jika pola gerakan yang baru tersebut dilakukan berulang-
ulang akan terjadi mekanisme adaptasi sehingga berangsur-angsur tidak lagi timbul gejala.
Gambar 2. Skema teori Neural Mismatch
4. Teori otonomik
Teori ini menekankan perubahan reaksi susunan saraf
otonom sebaga usaha adaptasi gerakan/perubahan posisi; gejalaklinis timbul jika sistim simpatis terlalu dominan, sebaliknya
hilang jika sistim parasimpatis mulai berperan (Gb. 3).
5. Teori neurohumoralDi antaranya teori histamin (Takeda), teori dopamin
(Kohl) dan terori serotonin (Lucat) yang masing-masing
menekankan peranan neurotransmiter tertentu dalam mem-
pengaruhi sistim saraf otonom yang menyebabkan timbulnya
gejala vertigo.
Normal Motion Sickness Adapted
Gambar 3. Keseimbangan Sistim Simpatis dan Parasimpatis
Keterangan :
SYM : Sympathic Nervous System, PAR : Parasympathic Nervous System
6. Teori sinap
Merupakan pengembangan teori sebelumnya yang
meninjau peranan neurotransmisi dan perubahan-perubahan
biomolekuler yang terjadi pada proses adaptasi, belajar dandaya ingat.
Rangsang gerakan menimbulkan stres yang akan memicusekresi CRF (corticotropin releasing factor); peningkatan
kadar CRF selanjutnya akan mengaktifkan susunan saraf
simpatik yang selanjutnya mencetuskan mekanisme adaptasi
berupa meningkatnya aktivitas sistim saraf parasimpatik.
Teori ini dapat menerangkan gejala penyerta yang seringtimbul berupa pucat, berkeringat di awal serangan vertigo
akibat aktivitas simpatis, yang berkembang menjadi gejala
mual, muntah dan hipersalivasi setelah beberapa saat akibat
dominasi aktivitas susunan saraf parasimpatis.
TATALAKSANA PENDERITA VERTIGO
Seperti diuraikan di atas vertigo bukan suatu penyakittersendiri, melainkan gejala dari penyakit yang letak lesi dan
penyebabnya berbeda-beda. (Skema) Oleh karena itu, pada
setiap penderita vertigo harus dilakukan anamnesis dan
pemeriksaan yang cermat dan terarah untuk menentukan bentuk vertigo, letak lesi dan penyebabnya.
Skema Klasifikasi Vertigo
Mismatch Signal
Neural
Store
Comparator
Unit
Sensory input (Rangsangan gerakan)
SYMPAR
SYM
PAR SYM
PAR
Psikogenik Sindrom Fobia
Sentral
Patologik Vertigo
BPPH
Perifer
Fisiologik Ketinggian,
Mabuk Udara
Meniere
Infeksi TraumaIskemi
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 165/319
ANAMNESIS
Pertama-tama ditanyakan bentuk vertigonya: melayang,goyang, berputar, tujuh keliling, rasa naik perahu dan
sebagainya.
Perlu diketahui juga keadaan yang memprovokasitimbulnya vertigo: perubahan posisi kepala dan tubuh,
keletihan, ketegangan.
Profil waktu: apakah timbulnya akut atau perlahan-lahan,
hilang timbul, paroksimal, kronik, progresif atau membaik.Beberapa penyakit tertentu mempunyai profil waktu yangkarakteristik (Gambar 4)(6, 7).
Apakah juga ada gangguan pendengaran yang biasanya
menyertai/ditemukan pada lesi alat vestibuler atau n.vestibularis.
Penggunaan obat-obatan seperti streptomisin, kanamisin,
salisilat, antimalaria dan lain-lain yang diketahuiototoksik/vestibulotoksik dan adanya penyakit sistemik seperti
anemi, penyakit jantung, hipertensi, hipotensi, penyakit paru
juga perlu ditanyakan. Juga kemungkinan trauma akustik.
Gambar 4. Profil waktu serangan Vertigo pada beberapa penyakit
PEMERIKSAAN FISIKDitujukan untuk meneliti faktor-faktor penyebab, baik
kelainan sistemik, otologik atau neurologik – vestibuler atau
serebeler; dapat berupa pemeriksaan fungsi pendengaran dan
keseimbangan, gerak bola mata/nistagmus dan fungsi
serebelum.Pendekatan klinis terhadap keluhan vertigo adalah untuk
menentukan penyebab; apakah akibat kelainan sentral – yang
berkaitan dengan kelainan susunan saraf pusat – korteksserebri, serebelum,batang otak, atau berkaitan dengan sistim
vestibuler/otologik; selain itu harus dipertimbangkan pula
faktor psikologik/psikiatrik yang dapat mendasari keluhan
vertigo tersebut.Faktor sistemik yang juga harus dipikirkan/dicari antara
lain aritmi jantung, hipertensi, hipotensi, gagal jantung
kongestif, anemi, hipoglikemi.
Dalam menghadapi kasus vertigo, pertama-tama harusditentukan bentuk vertigonya, lalu letak lesi dan kemudian
penyebabnya, agar dapat diberikan terapi kausal yang tepat dan
terapi simtomatik yang sesuai.
Pemeriksaan Fisik Umum
Pemeriksaan fisik diarahkan ke kemungkinan penyebab
sistemik; tekanan darah diukur dalam posisi berbaring,dudukdan berdiri; bising karotis, irama (denyut jantung) dan pulsasinadi perifer juga perlu diperiksa.
Pemeriksaan Neurologis
Pemeriksaan neurologis dilakukan dengan perhatian
khusus pada:
1. Fungsi vestibuler/serebeler
a. Uji Romberg (Gb. 5) : penderita berdiri dengan keduakaki dirapatkan, mula-mula dengan kedua mata terbuka
kemudian tertutup. Biarkan pada posisi demikian selama 20-30
detik. Harus dipastikan bahwa penderita tidak dapatmenentukan posisinya (misalnya dengan bantuan titik cahaya
atau suara tertentu). Pada kelainan vestibuler hanya pada mata
tertutup badan penderita akan bergoyang menjauhi garis tengah
kemudian kembali lagi, pada mata terbuka badan penderitatetap tegak. Sedangkan pada kelainan serebeler badan penderita
akan bergoyang baik pada mata terbuka maupun pada mata
tertutup.
Gambar 5. Uji Romberg
b. Tandem Gait: penderita berjalan lurus dengan tumit kaki
kiri/kanan diletakkan pada ujung jari kaki kanan/kiri ganti
berganti.Pada kelainan vestibuler perjalanannya akan menyimpang, dan
pada kelainan serebeler penderita akan cenderung jatuh.
c. Uji Unterberger.Berdiri dengan kedua lengan lurus horisontal ke depan dan
jalan di tempat dengan mengangkat lutut setinggi mungkin
selama satu menit. Pada kelainan vestibuler posisi penderita
akan menyimpang/berputar ke arah lesi dengan gerakan sepertiorang melempar cakram; kepala dan badan berputar ke arah
lesi, kedua lengan bergerak ke arah lesi dengan lengan pada sisi
lesi turun dan yang lainnya naik. Keadaan ini disertai
nistagmus dengan fase lambat ke arah lesi.
Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 43
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 166/319
Gambar 6. Uji Unterberger
d. Past-pointing test (Uji Tunjuk Barany)(Gb. 7)
Dengan jari telunjuk ekstensi dan lengan lurus ke depan,
penderita disuruh mengangkat lengannya ke atas, kemudian
diturunkan sampai menyentuh telunjuk tangan pemeriksa. Halini dilakukan berulang-ulang dengan mata terbuka dan tertutup.
Pada kelainan vestibuler akan terlihat penyimpangan
lengan penderita ke arah lesi.
Gambar 7. Uji Tunjuk Barany
e. Uji Babinsky-Weil (Gb. 8)
Pasien dengan mata tertutup berulang kali berjalan lima
langkah ke depan dan lima langkah ke belakang seamasetengah menit; jika ada gangguan vestibuler unilateral, pasien
akan berjalan dengan arah berbentuk bintang.
Gambar 8. Uji Babinsky Weil
Pemeriksaan Khusus Oto-Neurologis(8,9)
Pemeriksaan ini terutama untuk menentukan apakah letak
lesinya di sentral atau perifer.
1. Fungsi Vestibuler
a. Uji Dix Hallpike (Gb. 9)
Perhatikan adanya nistagmus; lakukan uji ini ke kanan dan kiri
Ke ala utar ke sam in
Secara cepat gerakkan pasien ke belakang (dari posisi duduk ke
posisi terlentang)
Kepala harus menggantung ke bawah dari meja periksa
Gambar 9. Uji Dix-Hallpike
44 Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 167/319
Dari posisi duduk di atas tempat tidur, penderita dibaring-
kan ke belakang dengan cepat, sehingga kepalanya meng-gantung 45º di bawah garis horisontal, kemudian kepalanya
dimiringkan 45º ke kanan lalu ke kiri. Perhatikan saat timbul
dan hilangnya vertigo dan nistagmus, dengan uji ini dapatdibedakan apakah lesinya perifer atau sentral.
Perifer (benign positional vertigo): vertigo dan nistagmus
timbul setelah periode laten 2-10 detik, hilang dalam waktu
kurang dari 1 menit, akan berkurang atau menghilang bila tesdiulang-ulang beberapa kali ( fatigue).Sentral: tidak ada periode laten, nistagmus dan vertigo ber-
langsung lebih dari 1 menit, bila diulang-ulang reaksi tetap
seperti semula (non-fatigue). b. Tes Kalori
Penderita berbaring dengan kepala fleksi 30º, sehingga
kanalis semisirkularis lateralis dalam posisi vertikal. Keduatelinga diirigasi bergantian dengan air dingin (30ºC) dan air
hangat (44ºC) masing-masing selama 40 detik dan jarak setiap
irigasi 5 menit. Nistagmus yang timbul dihitung lamanya sejak
permulaan irigasi sampai hilangnya nistagmus tersebut (normal
90-150 detik).
Dengan tes ini dapat ditentukan adanya canal paresis atau directional preponderance ke kiri atau ke kanan.Canal
paresis ialah jika abnormalitas ditemukan di satu telinga, baik
setelah rangsang air hangat maupun air dingin, sedangkandirectional preponderance ialah jika abnormalitas ditemukan
pada arah nistagmus yang sama di masing-masing telinga.
Canal paresis menunjukkan lesi perifer di labirin atau n.VIII, sedangkan directional preponderance menunjukkan lesi
sentral.
c. Elektronistagmogram
Pemeriksaan ini hanya dilakukan di rumah sakit, dengan
tujuan untuk merekam gerakan mata pada nistagmus, dengandemikian nistagmus tersebut dapat dianalisis secara kuantitatif.
2. Fungsi Pendengaran
a. Tes garpu tala
Tes ini digunakan untuk membedakan tuli konduktif dan
tuli perseptif, dengan tes-tes Rinne, Weber dan Schwabach.
Pada tuli konduktif tes Rinne negatif, Weber lateralisasike sisi yang tuli, dan Schwabach memendek.
b. Audiometri
Ada beberapa macam pemeriksaan audiometri seperti Loudness Balance Test, SISI, Bekesy Audiometry, Tone Decay.
Pemeriksaan saraf-saraf otak lain meliputi: acies visus,kampus visus, okulomotor, sensorik wajah, otot wajah,
pendengaran, dan fungsi menelan. Juga fungsi motorik
(kelumpuhan ekstremitas),fungsi sensorik (hipestesi, parestesi)
dan serebeler (tremor, gangguan cara berjalan).
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium rutin atas darah dan urin, dan pemeriksaan lain sesuai indikasi.
2. Foto Rontgen tengkorak, leher, Stenvers (pada neurinoma
akustik).3. Neurofisiologi:Elektroensefalografi(EEG),Elektromiografi
(EMG), Brainstem Auditory Evoked Pontential (BAEP).
4. Pencitraan: CT Scan, Arteriografi, Magnetic Resonance
Imaging (MRI).
TERAPI
Tujuan pengobatan vertigo, selain kausal (jika ditemukan penyebabnya), ialah untuk memperbaiki ketidak seimbangan
vestibuler melalui modulasi transmisi saraf; umumnya
digunakan obat yang bersifat antikolinergik. (Tabel 3).
Tabel 3. Obat-obatan yang digunakan pada terapi simptomatik vertigo
(sedatif vestibuler)
Nama Generik Nama
Dagang
Lama
Kerja
(jam)
Dosisi Dewasa Tingkat
Sedasi
Rute
Lain
Cyclizine Marezine 4 - 6 50 mg 4 dd + imDimenhydrinate Dramamine 4 - 6 25-50 mg 4 dd ++ im,iv,recDiphen-
hydramine
Benadryl 4 - 6 25-50 mg 4 dd ++
Meclizine Bonine,
Antivert
12-24 12,5-25 mg
2-3 dd
+ im, iv
Promethazine Phenergan,Avopreg
4 - 6 25 mg 4 dd ++ -
Scopolamine Transderm
Scop
72 0,5 mg 1 dd + im,iv,rec
Holopon - 0,5 mg 3 dd +
Hydroxyzine Iterax,
Bestalin
4 - 6 25-100 mg 3 dd ++ sc, iv
Ephedrine 4 – 6 25 mg 4 dd 0Cinnarizine Stugeron 25-50 mg 3 dd + im
Flunarizine Sibelium 5 mg 2 dd + imHyoscine Buscopan 10-20 mg 3-4 dd 0 -Betahistin Hyscopan 6-12 mg 3 dd 0 -
Merislon6 mg
8-16 mg 3 dd 0 -
Betaserc8 mg
-
Selain itu dapat dicoba metode Brandt-Daroff sebagai upaya
desensitisasi reseptor semisirkularis (Gambar 9).
Gambar 9.
Pasien duduk tegak di tepi tempat tidur dengan tungkai
tergantung; lalu tutup kedua mata dan berbaring dengan cepatke salah satu sisi tubuh, tahan selama 30 detik, kemudianduduk tegak kembali. Setelah 30 detik baringkan tubuh dengan
cara yang sama ke sisi lain, tahan selama 30 detik, kemudian
duduk tegak kembali.
Latihan ini dilakukan berulang (lima kali berturut-turut) pada pagi dan petang hari sampai tidak timbul vertigo lagi.
Latihan lain yang dapat dicoba ialah latihan visual-vestibular;
berupa gerakan mata melirik ke atas, bawah, kiri dan kanan me
Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 45
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 168/319
ngikuti gerak obyek yang makin lama makin cepat; kemudian
diikuti dengan gerakan fleksi–ekstensi kepala berulang denganmata tertutup, yang makin lama makin cepat.
Terapi kausal tergantung pada penyebab yang (mungkin)
ditemukan.Beberapa penyebab vertigo yang sering ditemukan antara
lain:
Benign paroxysmal positional vertigoDianggap merupakan penyebab tersering vertigo;
umumnya hilang sendiri (self limiting) dalam 4 sampai 6
minggu.
Saat ini dikaitkan dengan kondisi otoconia (butir kalsium
di dalam kanalis semisirkularis) yang tidak stabil.Terapi fisik dan manuver Brandt-Daroff dianggap lebih
efektif daripada medikamentosa.
Penyakit Meniere
Dianggap disebabkan oleh pelebaran dan ruptur periodik
kompartemen endolimfatik di telinga dalam; selain vertigo, biasanya disertai juga dengan tinitus dan gangguan pen-
dengaran.Belum ada pengobatan yang terbukti efektif; terapi
profilaktik juga belum memuaskan; tetapi 60-80 % akan remisi
spontan.Dapat dicoba pengggunaan vasodilator, diuretik ringan
bersama diet rendah garam; kadang-kadang dilakukan tindakan
operatif berupa dekompresi ruangan endolimfatik dan pe-
motongan n.vestibularis.Pada kasus berat atau jika sudah tuli berat, dapat dilakukan
labirintektomi atau merusak saraf dengan instilasiaminoglikosid ke telinga dalam (ototoksik lokal).
Pencegahan antara lain dapat dicoba dengan menghindari
kafein, berhenti merokok, membatasi asupan garam.
Obat diuretik ringan atau antagonis kalsium dapatmeringankan gejala.
Simtomatik dapat diberi obat supresan vestibluer.
Neuritis vestibularis
Merupakan penyakit yang self limiting, diduga disebabkanoleh infeksi virus; jika disertai gangguan pendengaran disebut
labirintitis.
Sekitar 50% pasien akan sembuh dalam dua bulan.Di awal sakit, pasien dianjurkan istirahat di tempat tidur,
diberi obat supresan vestibuler dan anti emetik. Mobilisasi dini
dianjurkan untuk merangsang mekanisme kompensasi sentral.
Vertigo akibat obat
Beberapa obat ototoksik dapat menyebabkan vertigo yangdisertai tinitus dan hilangnya pendengaran.Obat-obat itu antara
lain aminoglikosid, diuretik loop, antiinflamasi nonsteroid,
derivat kina atau antineoplasitik yang mengandung platina..Streptomisin lebih bersifat vestibulotoksik, demikian juga
gentamisin; sedangkan kanamisin, amikasin dan netilmisin
lebih bersifat ototoksik.
Antimikroba lain yang dikaitkan dengan gejala vestibulerantara lain sulfonamid, asam nalidiksat, metronidaziol danminosiklin.
Terapi berupa penghentian obat bersangkutan dan terapi
fisik; penggunaan obat supresan vestibuler tidak dianjurkankarena jusrtru menghambat pemulihan fungsi vestibluer.
Obat penyekat alfa adrenergik, vasodilator dan
antiparkinson dapat menimbulkan keluhan rasa melayang yangdapat dikacaukan dengan vertigo.
RINGKASAN
Vertigo merupakan keluhan yang dapat dijumpai dalam
praktek, umumnya disebabkan oleh kelainan /gangguan fungsialat-alat keseimbangan, bisa alat dan saraf vestibuler, koor-
dinasi gerak bola mata (di batang otak) atau serebeler.
Penatalaksanaan berupa anamnesis yang teliti untukmengungkapkan jenis vertigo dan kemungkinan penyebabnya;
terapi dapat menggunakan obat dan/atau manuver-manuver
tertentu untuk melatih alat vestibuler dan/atau menyingkirkanotoconia ke tempat yang stabil; selain pengobatan kausal jika
penyebabnya dapat ditemukan dan diobati.
KEPUSTAKAAN
1. Andradi S. Aspek Neurologi dari Vertigo. Monograf. tanpa tahun,2. Harahap TP, Syeban ZS. Vertigo ditinjau dari segi neurologik.
Monograf, tanpa tahun.3. Joesoef AA. Tinjauan umum mengenai vertigo. Dalam: Joesoef AA,
Kusumastuti K.(eds.). Neurootologi klinis:Vertigo. Kelompok Studi
Vertigo Perdossi, 2002. hal.xiii-xxviii.
4. Makalah lengkap Simposium dan Pelatihan Neurotologi. 24 Juli 2001
5. Mengenal Pusing dalam Praktek Umum. Seri edukasi, Duphar, tanpatahun.
6. Sedjawidada R. Patofisiologi Tinitus dan Vertigo. Dalam: Simposium
Tinitus dan Vertigo. Perhimpunan Ahli Telinga Hidung dan Tenggorok
Indonesia cabang DKI Jakarta, 14 Desember 1991.
7. Vertigo. Patofisiologi, Diagnosis dan Terapi. Kelompok Studi Vertigo,
Perdossi,1999.
Every true genius must be natural or it is none(Schiller)
46 Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 169/319
PRESENTASI KASUS
Terapi kupunktur
untuk Vertigo
Prasti Pirawati, L. Yvonne Siboe
Departemen Akupunktur Rumah Sakit Umum Pusat Nasional Dr. Cipto Mangunkusumo,
Jakarta
ABSTRAK
Vertigo merupakan kasus yang sering terjadi, tergolong sebagai salah satu bentuk
gangguan keseimbangan atau gangguan orientasi ruangan. Gejalanya menyebabkan pasien takut dan cemas, dan sangat mengganggu aktivitas sehari-hari. Pengobatan
vertigo secara konvensional dengan obat-obatan kadang-kadang kurang berhasil.Berikut dilaporkan kasus vertigo pada seorang wanita 50 tahun, diterapi dengan
akupunktur dan menunjukkan hasil memuaskan.
PENDAHULUAN
Vertigo dapat digolongkan sebagai salah satu bentuk
gangguan keseimbangan atau gangguan orientasi di ruangan (1)
Istilah yang sering digunakan oleh awam adalah: puyeng,
sempoyongan, mumet, pusing, pening, tujuh keliling, rasa
mengambang, kepala terasa enteng, rasa melayang (1).Vertigo perlu dipahami karena merupakan keluhan nomer
tiga paling sering dikemukakan oleh penderita yang datang ke
praktek umum, bahkan orang tua usia sekitar 75 tahun, 50 %
datang ke dokter dengan keluhan vertigo(2) .
DEFINISI
Perkataan vertigo berasal dari bahasa Yunani vertere yangartinya memutar (2).
Pengertian vertigo adalah : sensasi gerakan atau rasa gerak
dari tubuh atau lingkungan sekitarnya, dapat disertai gejala
lain, terutama dari jaringan otonomik akibat gangguan alatkeseimbangan tubuh (2).
Vertigo mungkin bukan hanya terdiri dari satu gejala pusingsaja, melainkan kumpulan gejala atau sindrom yang terdiri dari
gejala somatik (nistagmus, unstable), otonomik (pucat, peluhdingin, mual, muntah) dan pusing (2).
KLASIFIKASI
Berdasarkan gejala klinisnya, vertigo dapat dibagi atas
beberapa kelompok (2):
1. Vertigo paroksismal
2. Vertigo kronis3. Vertigo yang serangannya mendadak/akut, kemudian
berangsur-angsur mengurang.
Vertigo paroksismal
Yaitu vertigo yang serangannya datang mendadak, ber-langsung beberapa menit atau hari, kemudian menghilang
sempurna; tetapi suatu ketika serangan tersebut dapat muncul
lagi. Di antara serangan, penderita sama sekali bebas keluhan.
Vertigo jenis ini dibedakan menjadi :1. Yang disertai keluhan telinga :
Termasuk kelompok ini adalah : Morbus Meniere,
Arakhnoiditis pontoserebelaris, Sindrom Lermoyes,Sindrom Cogan, tumor fossa cranii posterior, kelainan
gigi/ odontogen.
2. Yang tanpa disertai keluhan telinga; termasuk di sini
adalah :Serangan iskemi sepintas arteria vertebrobasilaris, Epilepsi,
Migren ekuivalen, Vertigo pada anak (Vertigo deL’enfance), Labirin picu (trigger labyrinth).
3. Yang timbulnya dipengaruhi oleh perubahan posisi, ter-masuk di sini adalah :
- Vertigo posisional paroksismal laten,
- Vertigo posisional paroksismal benigna.
Vertigo kronis
Yaitu vertigo yang menetap, keluhannya konstan tanpa
Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 47
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 170/319
serangan akut, dibedakan menjadi:
1. Yang disertai keluhan telinga :Otitis media kronika, meningitis Tb, labirintitis kronis, Lues
serebri, lesi labirin akibat bahan ototoksik, tumor
serebelopontin.2. Tanpa keluhan telinga :
Kontusio serebri, ensefalitis pontis, sindrom pasca komosio,
pelagra, siringobulbi, hipoglikemi, sklerosis multipel,
kelainan okuler, intoksikasi obat, kelainan psikis, kelainankardiovaskuler, kelainan endokrin.
3. Vertigo yang dipengaruhi posisi :
- Hipotensi ortostatik
- Vertigo servikalis.
Vertigo yang serangannya mendadak/akut, berangsur-
angsur mereda , dibedakan menjadi :
1. Disertai keluhan telinga :
Trauma labirin, herpes zoster otikus, labirintitis akuta, perdarahan labirin, neuritis n.VIII, cedera pada auditiva
interna/arteria vestibulokoklearis.
2. Tanpa keluhan telinga : Neuronitis vestibularis, sindrom arteria vestibularis anterior,
ensefalitis vestibularis, vertigo epidemika, sklerosis multi-
pleks, hematobulbi, sumbatan arteria serebeli inferior posterior.
Ada pula yang membagi vertigo menjadi(3) :
1. Vertigo Vestibuler: akibat kelainan sistem vestibuler.
2. Vertigo Non Vestibuler: akibat kelainan sistem somato-
sensorik dan visual.
ETIOLOGI
1. Penyakit Sistem Vestibuler Perifer :a. Telinga bagian luar : serumen, benda asing.
b. Telinga bagian tengah: retraksi membran timpani,
otitis media purulenta akuta, otitis media dengan efusi,
labirintitis, kolesteatoma, rudapaksa dengan per-darahan.
c. Telinga bagian dalam: labirintitis akuta toksika,
trauma, serangan vaskular, alergi, hidrops labirin
(morbus Meniere ), mabuk gerakan, vertigo postural.d. Nervus VIII. : infeksi, trauma, tumor.
e. Inti Vestibularis: infeksi, trauma, perdarahan, trombo-
sis arteria serebeli posterior inferior, tumor, sklerosis
multipleks.2. Penyakit SSP :
a. Hipoksia – Iskemia otak. : Hipertensi kronis, arterios-
klerosis, anemia, hipertensi kardiovaskular, fibrilasi
atrium paroksismal, stenosis dan insufisiensi aorta,
sindrom sinus karotis, sinkop, hipotensi ortostatik, blok jantung.
b. Infeksi : meningitis, ensefalitis, abses, lues.
c. Trauma kepala/ labirin.d. Tumor.
e. Migren.
f. Epilepsi.
3. Kelainan endokrin: hipotiroid, hipoglikemi, hipopara-tiroid, tumor medula adrenal, keadaan menstruasi-hamil-
menopause.
4. Kelainan psikiatrik: depresi, neurosa cemas, sindrom
hiperventilasi, fobia.5. Kelainan mata: kelainan proprioseptik.
6. Intoksikasi.
PATOFISIOLOGI
Vertigo timbul jika terdapat ketidakcocokan informasi
aferen yang disampaikan ke pusat kesadaran. Susunan aferen
yang terpenting dalam sistem ini adalah susunan vestibuler ataukeseimbangan, yang secara terus menerus menyampaikanimpulsnya ke pusat keseimbangan.
Susunan lain yang berperan ialah sistem optik dan pro-
prioseptik, jaras-jaras yang menghubungkan nuklei vestibularisdengan nuklei N. III, IV dan VI, susunan vestibuloretikularis,
dan vestibulospinalis.
Informasi yang berguna untuk keseimbangan tubuh akanditangkap oleh reseptor vestibuler, visual, dan proprioseptik;
reseptor vestibuler memberikan kontribusi paling besar, yaitu
lebih dari 50 % disusul kemudian reseptor visual dan yang
paling kecil kontribusinya adalah proprioseptik .(2).
Dalam kondisi fisiologis/normal, informasi yang tiba di
pusat integrasi alat keseimbangan tubuh berasal dari reseptorvestibuler, visual dan proprioseptik kanan dan kiri akan
diperbandingkan, jika semuanya dalam keadaan sinkron dan
wajar, akan diproses lebih lanjut. Respons yang muncul berupa penyesuaian otot-otot mata dan penggerak tubuh dalam
keadaan bergerak. Di samping itu orang menyadari posisi
kepala dan tubuhnya terhadap lingkungan sekitar.Jika fungsi alat keseimbangan tubuh di perifer atau sentral
dalam kondisi tidak normal/ tidak fisiologis, atau ada rangsang
gerakan yang aneh atau berlebihan, maka proses pengolahan
informasi akan terganggu, akibatnya muncul gejala vertigo dan
gejala otonom; di samping itu, respons penyesuaian ototmenjadi tidak adekuat sehingga muncul gerakan abnormal yang
dapat berupa nistagmus, unsteadiness, ataksia saat berdiri/
berjalan dan gejala lainnya.
DIAGNOSIS
1. Anamnesis.2. Pemeriksaan fisik :
- Pemeriksaan mata
- Pemeriksaan alat keseimbangan tubuh
- Pemeriksaan neurologik
- Pemeriksaan otologik- Pemeriksaan fisik umum.
3. Pemeriksaan khusus :
- ENG
- Audiometri dan BAEP
- Psikiatrik4. Pemeriksaan tambahan :
- Laboratorium- Radiologik dan Imaging
- EEG, EMG, dan EKG.
TERAPI
Terdiri dari :1. Terapi kausal
Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 48
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 171/319
2. Terapi simtomatik
3. Terapi rehabilitatif
TINJAUAN MENURUT ILMU AKUPUNKTUR
Menurut Ilmu Akupunktur, vertigo termasuk golonganXuan Yun (pusing = dizziness), disebabkan oleh hiperaktivitas
Yang Hati, sehingga mengganggu telinga; atau karena
akumulasi reak di Jiao–tengah sehingga menyumbat naiknya
Qi ke telinga(4)
.
Gejala Klinis(4,5 )
Perasaan berputar yang kadang-kadang disertai gejala
sehubungan dengan reak dan lembab yaitu mual, muntah, rasakepala berat, nafsu makan turun, lelah, lidah pucat dengan
selaput putih lengket, nadi lembut atau seperti senar dan halus.
Jika disebabkan oleh naiknya Yang Hati dan berkurang-nya Yin Ginjal timbul gejala-gejala: puyeng (dizziness), nyeri
kepala, penglihatan kabur, tinitus, mulut pahit, mata merah,
mudah tersinggung, gelisah, lidah merah dengan selaput tipis,
nadi senar dan seperti benang.
Etiologi & Patofisiologi
( 6 , 7 , 8 )
1. Hiperaktifitas Yang Hati
Disebabkan oleh stagnasi Qi Hati, sehingga menimbulkan
api Hati dan angin Hati berlebihan yang naik mengganggu Qidi dalam kepala, sehingga timbul puyeng (pusing). Hiper-
aktifitas Yang Hati lama-kelamaan bisa mengakibatkan
defisiensi Yin Hati..2. Defisiensi Qi dan darah
Disebabkan oleh perdarahan kronis atau gangguan pen-
cernaan sehingga Limpa dan Lambung lemah menyebabkan
pembentukan Qi dan darah kurang, kulit pucat, pusing dan
penglihatan kabur.3. Defisiensi Cing Ginjal.
Akan mengakibatkan gangguan telinga, otak, dan organ-
organ lain, terutama Hati, Limpa-Lambung, dan Jantung,sehingga timbul gejala vertigo.
4. Stagnasi lembab di Jiao-tengah.
Lemahnya Limpa dan Lambung menyebabkan terbentuk-nya reak dan lembab yang menyumbat di Jiao tengah sehingga
Qi terhambat untuk naik/turun, mengakibatkan vertigo.
Terapi(4,5,6 )
1. Jika akibat Hiperaktifitas Yang Hati, prinsip terapinya :Menenangkan Yang Hati, menguatkan Yin Hati,
menghilangkan angin dalam, mengurangi kelebihan api Hati,
melancarkan Qi Hati.
Titik-titiknya : Baihui (GV 20) atau Fengchi (GB 20),
Xingjian (LR 2), Qiuxu (GB 40), Taichong (LR 3).2. Jika karena Defisiensi Qi dan darah, prinsip terapinya :
Memelihara Qi dan darah dengan menguatkan Limpa, jikaQi dan darah tidak bisa naik ke kepala, maka Jantung dan
Limpa dikuatkan.
Titik-titiknya : Hegu (LI 4), Sanyinjiao (SP 6), Shenmen
(HT 7).
3. Jika akibat defisiensi Cing Ginjal, prinsip terapinya :Menguatkan Ginjal
Titik-titiknya : Guanyuan ( CV 4 ), Taixi ( KI 3 ), Shenshu
( UB 23 ), Fuliu ( KI 7 ).4. Jika akibat stagnasi lembab di Jiao-tengah, prinsipnya :
Menguatkan Limpa, menyeimbangkan Lambung, meng-
hilangkan lembab dan menghilangkan reak, sehingga me-lancarkan Qi dalam Limpa-Lambung.
Titik-titiknya : Pishu ( UB 20 ), Yinlingquan ( SP 9 ),
Fenglong ( ST 40 ).
KASUS
I. Identitas penderita
Nama : Ny. YR
Umur : 50 thJenis kelamin : perempuan
Agama : Islam
Status perkawinan : menikahPekerjaan : PNS (Fisioterapis)
Berobat tanggal : 4 September 2003
II. Anamnesis
Keluhan utama : kepala terasa muter sejak 1 bulanKeluhan tambahan : mual .
Perjalanan penyakit :
- Kira-kira 1 bulan yang lalu pasien merasa leher sebelahkanan sakit; lama-kelamaan menjalar ke lengan kanan.
Setelah berobat ke fisioterapi, membaik.
- Dua minggu kemudian, pasien tiba-tiba merasa seperti "ada
sesuatu" yang naik; kemudian merasa seperti mabuk dan
mual. Muntah tidak ada.- Paisen berobat ke IRM; pada Rö tulang leher, ada
penyempitan di C 4-5.
- Diberi obat antalgin dan obat untuk vertigo; karena tidakada perubahan, dirujuk ke bagian Saraf, diberi: Ibuprofen,
Betaserc®, Clobazam, Neurodex®.
- Seminggu kemudian kambuh lebih parah; pasien merasa
ada "sesuatu" yang naik sampai ke leher, kepala terasa berat, dan berputar; disertai mual dan muntah. Pasien minta
dirujuk ke bagian Akupunktur.
- Tiga bulan sebelumnya pasien beberapa kali mengalami
gejala-gejala awal serupa (ada "sesuatu" yang naik) tapi
hanya sebentar dan tidak sampai berputar.- Riwayat trauma kepala pada tahun 2000, tetapi tetap sadar,
tidak disertai pusing atau gejala lain.
- Riwayat penyakit serupa dalam keluarga (-).- Riwayat infeksi telinga (-).
III. Status Presens
Keadaan Umum: compos mentis, tekanan darah 110/70mmHg, nadi: 72 X/menit, pernafasan 20 X/menit, afebris.
Pemeriksaan fisik dan neurologik dalam batas normal.
IV. Pemeriksaan penunjang
Ro Cervical (25/8/03): Spondyloarthrosis C 4-5 kanan dan
kiri, Intervertebra C 6-7 kanan.
Laboratorium (5/9/03): Hb: 12, Leukosit : 5200, diff: -/4/-
/6/28/2, trombosit: 255.000, LED: 20, gula darah N / 2 jam
PP: 92 / 103; Kholesterol Total, HDL / LDL: 284 / 49 / 200mg/dl, Trigliserid: 174 mg/dl, As. Urat: 3 mg/dl
Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 49
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 172/319
V. Pemeriksaan Akupunktur
1. Pengamatan ( Wang ) :
a. Sen : semangat : baik; ekspresi umum : baik; sinar
mata: bersinar; kesadaran : baik. b. Se : warna kulit: tak tampak kelainan; ekspresi wajah
: bersinar segar.
c. Sing Tay : bentuk tubuh: sedang; jika berjalan pelan-
pelan, seperti robot karena takut menoleh; posisi tubuh: t.a.k.; kulit tubuh: normal; keringat biasa; mata,telinga, hidung : t.a.k.
d. Pemeriksaan Lidah :
- otot lidah : merah muda, kebasahan sedang, pergerakan normal.
- selaput lidah : putih, tipis, bersih.
2.
3.
4.
5.
Pendengaran dan Penciuman (Wen) :a. Pendengaran : suara bicara : biasa, suara nafas:
normal; suara batuk, cekutan, bertahak: tak terdengar.
b. Penciuman : hawa mulut: tak tercium, bau keringat:
tak tercium; bau reak, air seni, tinja: tak diperiksa
Anamnesis (Wun) :
Keluhan utama dan riwayat perjalanan penyakit samaseperti di atas.
Pertanyaan khusus :
a. Suka panas / dingin : lebih suka dingin b. Keadaan berkeringat : normal
c. Rasa kepala : berputar; tubuh , anggota gerak : tak ada
keluhand. Buang Air Besar: sekali sehari, konsistensi baik
Buang Air Kecil : frekuensi 7-10 kali, banyak, jernih
e. Kebiasaan makan, minum: nafsu makan baik,
kesukaan akan rasa: tak spesifik
f. Dada : tak ada keluhan; perut : kadang-kadang mual, perih terutama kalau terlambat makan
g. Pendengaran: tak ada keluhan
h. Rasa haus: tak ada .i. Penyakit yang pernah diderita: trauma kepala tetapi
tetap sadar, Ro kepala t.a.k.
j. Keadaan haid : 4 bulan ini mulai tak teratur, lama haid1 minggu, jumlah darah lebih sedikit dari sebelumnya,
dismenorrhea (-), leukorrhea (-).
Perabaan (Cie) :
a. Perabaan lokal: tidak ada nyeri tekan atau ketegangan
otot. b. Suhu tubuh: normal
c. Pemeriksaan nadi :
kiri kanan
dangkal dalam dangkal dalam
cun 5 5 5 5kuan 5 4 5 5
ce 5 5 5 5Pemeriksaan khusus terhadap organ Cang Fu :
a. Lambung : jika perut kosong perih, mual.
b. Limpa : nafsu makan menurun, perut kembung,
bertahak
c. Hati : kepala muter, gangguan haid.d. Organ Cang Fu lain : tak ada kelainan.
VI. Resume
Seorang perempuan umur 50 tahun datang dengan keluhan
utama kepala terasa berputar disertai mual.. Satu bulan
sebelumnya merasa leher sisi kanan sakit, menjalar ke lengankanan. Setelah fisioterapi, membaik. Dua minggu kemudian
pasien merasa seperti mabuk, mual, tidak muntah, didahului
oleh rasa seperti ada "sesuatu" yang naik ke atas. Pasien
berobat ke IRM, diberi antalgin dan obat vertigo; pada Rötulang leher ternyata ada penyempitan di C 4-5. Karena tak ada
perubahan, pasien dirujuk ke bagian Saraf, diberi Ibuprofen,
Betaserc®, Clobazam, Neurodex®, tetapi tetap belum ada
perbaikan. Satu minggu kemudian kambuh lebih parah, dan pasien minta dirujuk ke bag. Akupunktur.
Tiga bulan sebelumnya beberapa kali mengalami gejala-
gejala seperti ada "sesuatu" yang naik ke atas, tapi hanyasebentar dan tidak sampai berputar.
Riwayat trauma kepala pada tahun 2000, tetap sadar, Ro
kepala t.a.k.
Pada pemeriksaan akupunktur didapatkan :
1. Wang :
- Sen : baik- Se : normal, bersinar
- Sing Tay : kalau berjalan pelan-pelan, seperti robot,
takut menengok.- Lidah : normal.
2. Wen : tak ada kelainan
3. Wun : lebih suka dingin, rasa kepala berputar, perut kalauterlambat makan sering mual, perih. Haid selama 4 bulan
ini mulai tak teratur, darah haid lebih sedikit.
4. Cie: kuan kiri dalam
Pada pemeriksaan organ Cang Fu ada kelainan pada organ
Lambung, Limpa, Hati.
VII. Diagnosis Kerja
Kedokteran Umum : Vertigo
Akupunktur : Kepala terasa berputar karena Yang se hati palsu
akibat Si Hati.
VIII. Pengobatan
1. Alat : jarum
2. Titik yang dipakai dan alasan pemakaiannya :a. Fengchi ( GB 20) : untuk mengusir angin
b. Hegu ( LI 4 ): membuang angin, penenang
c. Taichong ( LR 3 ): menormalkan Hati, penenang.
d. Zhongwan ( CV 12 ) : menguatkan lambung, me-
lancarkan Qi lambunge. Fenglong ( ST 40 ): menghilangkan lembab
f. Sanyinjiao ( SP 6 ): menguatkan Limpag. Neiguan (PC 6): mengatasi mual
3. Frekwensi : dua kali seminggu, 1 seri 12 kali.
4. Manipulasi: penguatan, selama 15 menit.
IX. Prognosis
Dubia ad bonam
Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 50
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 173/319
XI. Anjuran
1. Berobat akupunktur rutin2. Pemeriksaan : CT, MRI
3. Konsul THT, Mata.
XII. Follow up
Tanggal 8/9/03 : Muter (+/-), mual (+/-),pasien masih minum
obat dari bag. Saraf
Tanggal 11/9/03 : Muter (-), mual (+/-), nyeri kepala sebelahkanan (berdenyut ). pasien sudah tidak minum obat-obatan.Ditambah akupunktur titik Zulinqi ( GB 41 ) kanan.
Tanggal 15/9/03 : Muter (-), nyeri kepala (-), obat (-).
Tanggal 18/9/03 : Tak ada keluhan, pasien merasa sembuh.
DISKUSI
Pada pasien ini , gejala-gejala vertigo disebabkan karenadefisiensi Yin Hati. Hal ini dapat dilihat dari gejala-gejala
berupa haid tak teratur dalam 4 bulan ini, darah haid lebih
sedikit, nadi Hati lemah. Defisiensi Yin Hati ini mengakibatkan
muncul gejala-gejala Yang Se Hati palsu yaitu kepala berputar
(akibat angin Hati). Hal ini kemudian mengakibatkan gangguan
pada Limpa dan Lambung dan terbentuknya lembab/reaksehingga menimbulkan gejala-gejala mual, lambung perih dan
perut kembung, sering bertahak.
Yin Si Hati ini mungkin disebabkan karena Ginjal yang mulaimelemah, mengingat pasien sudah berumur 50 tahun, dan haid
tak teratur mungkin merupakan gejala pra-menopause.
Setelah diterapi dua kali dengan prinsip terapi meng-
hilangkan angin, menenangkan pasien, menguatkan Yin Hati,menghilangkan lembab, memperbaiki Limpa dan me-
nyeimbangkan Lambung, serta simtomatis mengurangi mual,
pasien merasa ada perbaikan dan pemakaian obat dihentikan.Sampai terapi ke lima pasien sudah merasa sembuh, tak ada
keluhan. Karena takut ditusuk dan tak tahan sakit, pasien tidak
melanjutkan pengobatan akupunkturnya. Sampai saat laporan
dibuat tidak ada keluhan dan tetap melakukan aktivitas seperti biasa.
KEPUSTAKAAN
1. Lumbantobing S M. Vertigo Tujuh Keliling. Balai Penerbit FKUI.Jakarta; 1996.
2. Nurimaba N, Joesoef A A, Andradi S. Vertigo, Patofisiologi, Diagnosis
dan Terapi. Cetakan pertama. Kelompok Studi Vertigo, PERDOSSI.
Jakarta; 1999.
3. Andradi S. Diagnosa Klinis & Terapi Vertigo. Bagian NeurologiFKUI/RSCM. Jakarta.
4. Yin G, Liu Z . Advance Modern Chinese Acupuncture Therapy. First ed.
Beijing: New World Press. 2000.
5. O’Connor J, Bensky D. Acupuncture A Comprehensive Text. Chicago:
Eastland Press. 1981.6. Huaitang S. Acupuncture and Moxibustion Treatment of Vertigo ( 2 ).
Internat. J. Clin. Acupunc. 1993 : 4 ( 4 ) : 391 –5.
7. Kiswojo, Kusuma A. Teori dan Praktek Ilmu Akupunktur. Jakarta: PT
Gramedia., 1978.8. Kang L S,. Pengobatan Vertigo dengan Akupunktur.
Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 51
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 174/319
TINJAUAN KEPUSTAKAAN
Teh [Cam e l l ia s i n e n s i s O .K . v a r . A s s am i c a Ma s t )]
sebagai Salah Satu Sumber
ntioksidan
Sulistyowati Tuminah
Pusat Penelitian dan Pengembangan Pemberantasan Penyakit Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departeman Kesahatan RI, Jakarta
ABSTRAK
Teh adalah salah satu bahan minuman alami yang sangat populer di masyarakat.
Kandungan flavonoid dalam teh merupakan antioksidan yang bersifat antikarsinogenik,
kariostatik serta hipokolesterolemik. Beberapa peneliti lain juga menyebutkan bahwa
teh dapat bekerja sebagai hipoglikemik dan menghambat aterosklerosis.
PENDAHULUAN
Transisi nutrisi yang terjadi saat ini, dari makanan yang
banyak mengandung serat ke makanan yang banyakmengandung lemak menyebabkan transisi epidemiologi, dari
penyakit infeksi dan kurang gizi menjadi penyakit degeneratif
seperti penyakit jantung, kanker. Transisi nutrisi jugadihubungkan dengan prevalensi obesitas, terutama obesitas
kanak-kanak serta non-insulin dependent diabetes mellitus.1
Obesitas juga berkaitan dengan angka kematian yang tinggiakibat penyakit jantung koroner dan stroke.2
Di masa sekarang, dengan harga obat-obatan yang mahal,
anjuran Departemen Kesehatan untuk back to nature (kembali
ke obat tradisional) adalah tepat. Juga karena bahannya mudah
didapat, murah (terjangkau oleh seluruh lapisan masyarakat)dan dapat dibuat oleh semua orang.
Teh merupakan bahan minuman yang secara universal
dikonsumsi di banyak negara serta di berbagai lapisanmasyarakat. Teh hitam diproduksi oleh lebih dari 75% negara
di dunia, sedangkan teh hijau di produksi kurang lebih di 22%
negara di dunia.3 Selain itu di negara-negara Barat, lebih dari
setengah asupan flavonoid berasal dari teh hitam.4
KLASIFIKASI
Di zaman dahulu, genus Camellia dibedakan menjadi
beberapa spesies teh yaitu sinensis, assamica, irrawadiensis.
Sejak tahun 1958 semua teh dikenal sebagai suatu spesiestunggal Camellia sinensis dengan beberapa varietas khusus,
yaitu sinensis, assamica dan irrawadiensis.3
Menurut Graham HN (1984); Van Steenis CGGJ (1987)dan Tjitrosoepomo G (1989), tanaman teh Camellia sinensis
O.K.Var.assamica (Mast) diklasifikasikan sebagai berikut(3,5,6):
Divisi : Spermatophyta (tumbuhan biji)
Sub divisi : Angiospermae (tumbuhan biji terbuka)
Kelas : Dicotyledoneae (tumbuhan biji belah)Sub Kelas : Dialypetalae
Ordo (bangsa) : Guttiferales (Clusiales)
Familia (suku) : Camelliaceae (Theaceae) Genus (marga) : Camellia
Spesies (jenis) : Camellia sinensis
Varietas : Assamica3,5,6
MACAM-MACAM TEH
Berdasarkan penanganan pasca panen, teh dibagi menjadi
3 (tiga) macam(3), yaitu :
1. Teh Hijau
Teh hijau diperoleh tanpa proses fermentasi; daun teh
diperlakukan dengan panas sehingga terjadi inaktivasi enzim.Pemanasan ini dilakukan dengan dua cara yaitu dengan udara
kering dan pemanasan basah dengan uap panas (steam). Pada
pemanasan dengan suhu 85°C selama 3 menit, aktivitas enzim polifenol oksidase tinggal 5,49%. Pemanggangan (pan firing)
secara tradisional dilakukan pada suhu 100-200 °C sedangkan pemanggangan dengan mesin suhunya sekitar 220-300°C.
Pemanggangan daun teh akan memberikan aroma dan flavor yang lebih kuat dibandingkan dengan pemberian uap panas.
Keuntungan dengan cara pemberian uap panas, adalah warna
teh dan seduhannya akan lebih hijau terang.7
2. Teh hitam
Teh hitam diperoleh melalui proses fermentasi. Dalam hal
ini fermentasi tidak menggunakan mikrobia sebagai sumber
Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 52
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 175/319
enzim, melainkan dilakukan oleh enzim polifenol oksidase
yang terdapat di dalam daun teh itu sendiri. Pada proses ini,katekin (flavanol) mengalami oksidasi dan akan menghasilkan
thearubigin. Caranya adalah sebagai berikut : daun teh segar
dilayukan terlebih dahulu pada palung pelayu, kemudiandigiling sehingga sel-sel daun rusak. Selanjutnya dilakukan
fermentasi pada suhu sekitar 22-28°C dengan kelembabansekitar 90%. Lamanya fermentasi sangat menentukan kualitas
hasil akhir; biasanya dilakukan selama 2-4 jam. Apabila prosesfermentasi telah selesai, dilakukan pengeringan sampai kadar
air teh kering mencapai 4-6%.7
3. Teh oolong
Teh oolong diproses secara semi fermentasi dan dibuat
dengan bahan baku khusus, yaitu varietas tertentu yangmemberikan aroma khusus. Daun teh dilayukan lebih dahulu,
kemudian dipanaskan pada suhu 160-240°C selama 3-7 menituntuk inaktivasi enzim, selanjutnya digulung dan dikeringkan.7
KOMPONEN THE (3)
Komponen dari dua macam teh yang paling banyak
digunakan (teh hijau dan teh hitam) adalah sebagai berikut(tabel 1 dan 2) :
Tabel 1. Komposisi teh hijau(3)
No. Komponen % Berat kering
1. Kafein 7,43
2. (−) Epicatechin 1,98
3. (−) Epicatechin gallat 5,20
4. (−) Epigallocatechin 8,42
5. (−) Epigallocatechin gallat 20,29
6. Flavonol 2,23
7. Theanin 4,70
8. Asam glutamat 0,509. Asam aspartat 0.50
10. Arginin 0,74
11. Asam amino lain 0,7412. Gula 6,68
13. Bhn yg dpt mengendapkan alkohol 12,13
14. Kalium (potassium) 3,96
AKTIVITAS ANTIOKSIDAN
Penelitian di Barat dilakukan untuk mengetahui aktivitas
antioksidan dari 8 macam produk teh hitam yang populer
secara komersial dengan memasukkan 0,5 g daun teh ke dalam25 ml air mendidih, kemudian diaduk selama 3 menit. Rata-rata
aktivitas antioksidan larutan yang dihasilkan adalah 8.477
µmol/l (kisaran 4.275-12.110 µmol/l); dibandingkan denganaktivitas antioksidan serum yang berkisar antara 350-550
µmol/l, berarti konsentrasi teh yang umum dikonsumsi
mempunyai sifat antioksidan yang kuat secara in vitro4.Selanjutnya diteliti pengaruh infus 500 ml teh yang biasa
digunakan untuk makan pagi di Inggris (1 g/100 ml) terhadap
status antioksidan serum pada 10 sukarelawan yang sehat (5
laki-laki, 5 wanita; usia rata-rata 21,1 tahun; indeks massa
tubuh: 24,0). Setelah 4 jam berpuasa, sebuah kanula intravena
dipasang pada masing-masing sukarelawan/wati, kemudiandiinfuskan teh tanpa susu selama lebih dari 20 menit pada saat
makan siang. Aktivitas antioksidan serum rata-rata pada awal
percobaan 430 µmol/l; setelah 60; 120; 180 menit pemberian
teh adalah rata-rata 434; 447 dan 439 µmol/l (tidak ada perubahan yang berarti/signifikan). Hasil tersebut menunjukkan
bahwa pemberian teh dengan jumlah besar dalam waktu
singkat mempunyai sedikit pengaruh jangka pendek terhadapaktivitas antioksidan serum, berbeda dengan hasil penelitian
mengenai pengaruh flavonoid anggur merah. Penelitian ini
tidak meneliti kemungkinan pengaruh minum teh kumulatif
jangka panjang terhadap status antioksidan.4 Daya antioksidan komponen katekin berbeda-beda.
Epikatekin galat mempunyai daya antioksidan sebesar 4,93;
epigalo katekin galat sebesar 4,75; epigalo katekin 3,82;
epikatekin daya antioksidannya sebesar 2,50 dan untuk katekin
daya antioksidannya sebesar 2,40. Daya antioksidan komponenkatekin tersebut lebih besar jika dibandingkan dengan vitamin
C ataupun β-karoten.7
Tabel 2. Komposisi teh hitam(3)
No. Komponen % Berat kering
1. Kafein 7,56
2. Theobromin 0,693. Theofilin 0,25
4. (−) Epicatechin 1,21
5. (−) Epicatechin gallat 3,86
6. (−) Epigallocatechin 1,09
7. (−) Epigallocatechin gallat 4,63
8. Glikosida flavonol Trace
9. Bisflavanol Trace
10. Asam Theaflavat Trace11. Theaflavin 2,62
12. Thearubigen 35,90
13. Asam gallat 1,15
14. Asam klorogenat 0,21
15. Gula 6,8516. Pektin 0,16
17. Polisakarida 4,17
18. Asam oksalat 1,50
19. Asam malonat 0,0220. Asam suksinat 0,09
21. Asam malat 0,31
22. Asam akonitat 0,01
23. Asam sitrat 0,8424. Lipid 4,79
25. Kalium (potassium) 4,8326. Mineral lain 4.70
27. Peptida 5.99
28. Theanin 3,57
29. Asam amino lain 3,0330. Aroma 0,01
KHASIAT TEH
Salah satu zat antioksidan non nutrien yang terkandungdalam teh, yaitu catechin (katekin) dapat menyimpan ataumeningkatkan asam askorbat pada beberapa proses meta-
bolisme.3,8 Studi epidemiologi menunjukkan bahwa konsumsi
teh hijau berbanding terbalik dengan kadar serum kolesteroltotal (TC) dan low density lipoprotein (LDL-C), tetapi tidak
terhadap trigliserida (TG) dan high density lipoprotein (HDL-
C).9,10
Teh efektif mencegah virus influensa A dan B selamamasa kontak yang pendek.11 Selain itu diet fluorin yang
Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 53
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 176/319
terkandung dalam daun teh (Camellia sinensis) dapat berfungsi
kariostatik pada tikus Wistar.12 Penelitian menggunakan mencit dengan ekstrak teh hijau
ternyata tidak hanya menurunkan jumlah tumor kulit, tetapi
juga secara substansial memperkecil ukuran tumor.13 Beberapa penelitian lain menggunakan teh menunjukkan
bahwa senyawa polifenol antioksidan (seperti katekin dan
flavonol) yang terkandung dalam teh mempunyai sifat
antikarsinogenik pada hewan dan manusia, termasuk padawanita post menopause.
14-18 Diperkirakan, flavonoid sebagai
antioksidan berperan dalam mengurangi OH•, O2•− , dan radikal
peroksil.19 Selain itu pada wanita post menopause, flavonoiddapat bersifat estrogenik yang menghambat oksidasi LDL,
melindungi endotel dari berbagai luka yang disebabkan oleh
radikal bebas serta mencegah aterosklerosis yang dapatmenyumbat lumen arteri.20,21
Dirghantara (1994) melakukan penelitian mengenai efek
sari seduhan teh hijau terhadap kadar kolesterol dan trigliserida
tikus putih yang diberi diet kuning telur serta sukrosa. Ternyatasari seduhan teh hijau 10x dosis manusia (0,54 g /200
g.bb/hari) menghasilkan efek penurunan kadar kolesterol total,
kolesterol LDL, trigliserida dan berat badan yang bermaknadengan kontrol perlakuan (P < 0,05).22 Sutarmaji (1994)
meneliti pengaruh sari seduhan teh hijau terhadap kadar
glukosa darah tikus normal yang diberi diet glukosa. Hasilnyadiketahui bahwa sari seduhan teh hijau 25x dosis manusia (1,35
g/200 g BB/hari) menunjukkan efek hipoglikemik pada tikus
30 dan 60 menit setelah perlakuan.23Teh juga mencegah lukaskorbut dan mengurangi plak aterosklerosis pada hewan yang
diberi diet aterogenik. 3
Selain itu sifat menguntungkan dari teh adalah
kemampuannya menghambat perkembangan leukemia setelah
terpapar radiasi; menghambat mutagen yang disebabkan oleh pembentukan nitrosamin dari metilurea. Teh juga telah diuji
teratogenik, hasilnya tidak ditemukan baik teratogen maupun
embriotoksik. Pada keadaan yang tidak normal seperti pasientalasemia, teh juga digunakan untuk mengurangi penyerapan
besi non-heme dan menghambat hemokromatosis.3
Mengenai kemungkinan hambatan penyerapan besi oleh
teh, hal ini dapat dijelaskan, bahwa besi yang diabsorbsimanusia terdiri dari dua jenis, yaitu besi heme (yang terikat
pada molekul hemoglobin) dan besi non-heme (yang tidak
terikat pada molekul hemoglobin). Tumbuh-tumbuhan
diketahui sebagai sumber besi yang baik, tetapi berjenis
nonheme yang penyerapannya oleh manusia sangat sedikit,sebaliknya besi heme dari daging merah sangat banyak tersedia
dan lebih mudah diserap. Substansi seperti tanin (dari teh),
makanan berserat dan mengandung fitat menghambat
penyerapan besi non-heme, tetapi manusia masih bisamendapatkan besi heme dari daging merah. Selain itu,
konsumsi vitamin C juga dapat meningkatkan penyerapan besinon-heme.24
PENUTUP
Dari uraian di atas tampak banyak sekali khasiat teh, baik
teh hitam maupun teh hijau. Yang perlu dilakukan selanjutnyaadalah mengembangkan penelitian-penelitian lebih jauh
mengenai manfaat minuman teh bagi kesehatan, terutama yang
berkaitan untuk penyakit degeneratif selain kanker.
KEPUSTAKAAN
1. Drewnowski A, Popkin BM. The Nutrition Transition : New Trends inthe Global Diet. Nutr Rev. 1997; 55(2) : 31-43.
2. Weststrate JA, Van Het Hof KH, Van den Berg H, et al. A comparison of
effect of free access to reduce fat products or their full fat equivalents on
food intake, body weight, blood lipids and fat-soluble antioxidant levels
and haemostasis variables. Eur J Clin Nutr. 1998; 52 : 389-95.
3. Graham HN. Tea : The Plant and Its Manufacture : Chemistry andConsumption of the Beverage. In Liss AR. The Methylxanthine
Beverages and Foods : Chemistry, Consumption, and Health Effects.
Prog Clin Biol Rev. 1984 : 29-74.
4. Maxwell S, Thorpe G. Tea flavonoids have little short term impact onserum antioxidant activity. BMJ (27 July) [Medline] 1996; 313 : 229.
5. Van Steenis CGGJ. Flora untuk Sekolah di Indonesia (terjemahan) PT.
Pradnya Paramita. Jakarta. cet ke-4. 1987 ; 1-495.
6. Tjitrosoepomo G. Taksonomi Tumbuhan (Spermatophyta). UGM Press.
Yogyakarta. cet ke-2. 1989 ; 1-477.7. Astuti M. Potensi Antioksidan pada Teh. Kumpulan makalah : Radikal
Bebas dan Antioksidan dalam Kesehatan : Dasar, Aplikasi dan
Pemanfaatan Bahan Alam. Bag. Biokimia FKUI. Jakarta. 2001 : 1-15.
8. Langseth L. Oxidants, Antioxidants, and Disease Prevention. ILSI
European Monograph Series. Brussel: 1995 ; 1-24.9. Kono S, Shinchi K, Ikeda N, Yanai F, Imanishi K. Green Tea
Consumption and Serum Lipid Profiles : A Cross Sectional Study in
Northern Kyushu, Japan. Preventive Medicine 1992; 21 : 526-31.
10. Kono S, Shinchi K, Wakabayashi K, et al. Relation of Green Tea
Consumption to Serum Lipids and Lipoprotein in Japanesse Men. JEpidemiol. 1996; 6 (3) : 128-33.
11. Nakayama M, Toda M, Okubo S, Shimamura T. Inhibition of Influenza
Virus Infection by Tea. Letters in Applied Microbiology. 1990; 11 : 38-
40.
12. Gershon-Cohen J, McClendon JF. Fluorine in Tea and Caries in Rats. Nature 1954; 173 : 304-312.
13. Zhi YW, Mou TH, Ferraro T, et al. Inhibitory Effect of Green Tea in the
Drinking Water on Tumorigenesis by Ultraviolet Light ang 12-O-
Tetradecanoylphorbol-13-Acetate in the Skin os SKH-1 Mice. CancerResearch 1992; 52 : 1162-70.
14. Imai K, Suga K, Nakachi K. Cancer Prevention Effects of Drinking
Green Tea among a Japanesse Population. Preventive Medicine. 1997; 26(6) : 769-75.
15. Goldbohm RA, Hertog MG, Brants HA, Van-Popel-G, Van-den Brandt –
PA. Consumption of Black Tea and Cancer Risk : A Prospective CohortStudy. J Nat’l Cancer Inst. 1996; 88 (2) : 93-100.
16. Zheng W, Doyle TJ, Kushi LH, Sellers TA, Hong CP, Folsom AR. Tea
Consumption and Cancer Incidence in a Prospective Cohort Study of
Postmenopausal Women. Am J Epidemiol. 1996; 144 (2) : 175-82.17. Blot WJ, McLaughin JK, Chow WH. Cancer Rates among Drinkers of
Black Tea. Crit Rev Food Sci Nutr. 1997; 37 (8) : 739-60.
18. Yang CS, Lee MJ, Chen L, Yang GY. Polyphenols as Inhibitors of
Carcinogenesis. Environ Health Perspect. 1997 : 105 suppl 4 : 971-76.
19. Tuminah S. Radikal Bebas dan Antioksidan – Kaitannya dengan Nutrisidan Penyakit Kronis. Cermin Dunia Kedokt. 2000; 128: 49-51.
20. Baraas F, Jufri M. Antologi Rehal Kolesterol dan Aterosklerosis. Prima
Kardia Pers. Jakarta. cet ke-1. 1997 : 82-3.
21. Baraas F, Jufri M. Antioksidan dan Penyakit Jantung. Prima Kardia Pers.Jakarta. cet ke-1. 1999 : 11-2.
22. Dirghantara E. Efek sari seduhan daun teh hijau (Camellia sinensis (L)
O. Kuntze) terhadap kadar kolesterol dan trigliserida tikus putih yang
diberi diet kuning telur dan sukrosa [abstrak]. FMIPA UI. Jakarta. 1994.23. Sutarmaji A. Pengaruh sari seduhan teh hijau terhadap kadar glukosa
darah tikus normal yang diberi diet glukosa [abstrak]. FMIPA UI. Jakarta.1994.
24. Nair MK. Iron absorption and its implications in the control of iron
deficiency anemia. Nutrition News. National Institute of Nutrition.
Hyderabad. 1999; 20 (2) : 1-6.
Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 54
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 177/319
HASIL PENELITIAN
Hasil Pemeriksaan
Uji Hemaglutinasi pada Penderita
Tersangka Demam Berdarah Dengue
di Jakarta tahun 2 1
Enny Muchlastriningsih, Sri Susilowati, Diana Hutauruk
Pusat Penelitian dan Pengembangan Pemberantasan Penyakit
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan, Departemen Kesehatan RI, Jakarta
PENDAHULUAN
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) mulai
berjangkit di Indonesia sejak tahun 1968 dimulai dari Jakartadan Surabaya, sejak itu penyakit DBD merupakan masalah
kesehatan di Indonesia dengan jumlah kasus dan jumlah
kematian yang terus meningkat serta wilayah penyebarannyayang makin meluas. Tahun 1968 hanya 2 Daerah Tingkat (Dati)
Il yang terkena dengan 58 kasus dan 24 kematian tetapi pada
tahun 1999 Dati II yang terkena sebanyak 203 dengan 9.871
kasus dan 1.414 kematian(1).
Faktor- faktor yang diduga dapat mempengaruhi peningkatan kasus DBD di Indonesia ialah(2):
(a) Pertumbuhan penduduk yang tinggi(b) Urbanisasi yang tidak terencana dan tidak terkendali(c) Tidak adanya kontrol vektor yang efektif di daerah
endemis
(d) Meningkatnya arus dan sarana transportasi.
Daerah Khusus lbukota (DKI) Jakarta merupakan salah satudaerah endemis DBD di Indonesia dengan jumlah kasus pada
tahun 1997 sebanyak 5190 dengan 49kematian, tahun 1998
15422 kasus dengan 133 kematian, dan tahun 1999 3751 kasus
dengan 42 kematian(3).
Uji Hemaglutinasi Inhibisi (uji HI) merupakan GoldStandard untuk pemeriksaan serologi pada penderita tersangka
DBD (Tatalaksana DBD di Indonesia, 2001) ;pada penelitian
ini semua serum responden diperiksa dengan menggunakan ujiHI.
Tujuan penelitian ini secara umum ialah untuk memberi
gambaran penyakit DBD di Jakarta tahun 2000 dari penderitayang dirawat di rumah sakit dan sampel darahnya diperiksa di
laboratorium Pusat Pemberantasan Penyakit Balitbangkes.
Tujuan khususnya ialah:
(a) Mengetahui distribusi penderita tersangka DBD
berdasarkan umur dan jenis kelamin(b) Mengetahui hasil uji HI pada penderita tersebut
(c) Mengetahui distribusi penderita dengan kriteria positif
hasil uji HI
(d) Mengetahui distribusi penderita dengan kriteria positifhasiI uji HI berdasarkan golongan usia
(e) Mencari hubungan antara derajat penyakit DBD dengan
hasil uji HI positif
METODOLOGI
Disain penelitian: potong lintang (cross sectional) dengan
sampel : penderita tersangka DBD yang dirawat di rumah sakit
selama periode Januari - April 2001. Kriteria inklusi : penderita berumur minimal 15 tahun, demam akut 2-7 hari, dirawat di
rumah sakit, dan mengisi informed consent .Penderita diambil darahnya untuk pemeriksaan
laboratorium di rumah sakit maupun untuk pemeriksaan uji HI.
Uji HI dikerjakan menggunakan metode Clarke & Cassals
dengan modifikasi mikrotiter (4) dengan menggunakan antigen
Dengue-2. Sebelum uji HI sampel terlebih dahulu mendapat Kaolin treatment untuk menghilangkan non specific inhibitor .
Konfirmasi hasil uji HI sesuai dengan kriteria WHO.
HASIL DAN DISKUSI
Responden yang memenuhi kriteria inklusi sebanyak 369
orang tetapi yang dapat diolah datanya hanya 187 orang
(50,68%) karena Uji HI memerlukan sampel darah akut (A) dankonvalesen (K) sedangkan 182 orang (49,32%) lainnya tidak
dapat diambil sampel darah konvalesennya karena :
(a) Penderita tidak mau diambil darahnya lagi dengan alasansudah banyak diambil darahnya
(b) Penderita tidak sempat diambil darahnya oleh petugas
karena sudah terlanjur pulang.
Responden berumur antara 15 tahun sampai 65 tahun
terbanyak di bawah 30 tahun (82,89%) dengan rata-rata umur penderita 25 tahun, (Tabel 1).
Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 55
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 178/319
Tabel 1. Distribusi Penderita tersangka DBD menurut Golongan Umur
dan Jenis Kelamin
Umur
(tahun)
Laki-laki
(N)
Perempuan
(N)Total %
15- 25 25 50 26,74
20- 30 29 59 31,55
25- 18 9 27 1,44
30- 11 8 19 10,16
35- 6 6 12 6,42
40- 4 3 7 3,7445- 2 4 6 3,21
50- 0 1 1 0,53
55- 0 1 1 0,5360- 1 1 2 1,07
65- 1 2 3 1,61
Jumlah 98 89 187 100,00
Pada penelitian ini perbandingan penderita laki-laki dan
perempuan hampir sama yaitu 98 : 89 (1,1:1); karena jumlah
responden laki-laki lebih banyak kelihatannya jumlah penderita
laki-laki lebih besar.
Tabel 2. Distribusi Hasil Uji HI pada Penderita Tersangka DBD
Hasil Uji HI Jumlah (N) %
Positif 96 51,3
Negatif 91 48,7
Total 187 100,0
Tabel 2 memperlihatkan penderita dan hasil uji HI nyayaitu 51,3% positif dan 48,7% negatif. Hasil ini tidak jauh
berbeda dengan penelitian sebelumnya yang berkisar antara
30% - 50%, yaitu: tahun 1994: 34,5% ; tahun 1995: 50,19%;
tahun 1996: 32,82%; tahun 1997: 34,21%; tahun 1998:36,24%(5).
Keadaan tersebut mungkin disebabkan:(a) Kurang cermat mendiagnosis penyakit DBD
(b) Tidak mau ambil risiko penderita DBD terlewatkan tanpa
pengobatan yang dianjurkan
(c) Pengambilan sampel yang kurang tepat baik cara, waktu
maupun penyimpanannya(d) Cara pengerjaan uji yang kurang memperhatikan
prinsip-prinsip yang telah ditetapkan.
Tabel 3. Distribusi Penderita Tersangka DBD dengan Kriteria Uji HI
positif
Kriteria Uji HI Positif Jumlah (N) %
Positif primer 21 21,9
Positif sekunder 64 66,7
Presumtif positif 11 11,4
Total 96 100,0
Penderita terutama dengan infeksi sekunder (tabel 3) ; ini
mendukung hipotesis infeksi sekunder pada patogenesis DBD
yang banyak dianut, tetapi adanya penderita dengan infeksi
primer dan presumtif juga membenarkan hipotesis virulensivirus.
Pada tabet 4 terlihat penderita infeksi primer dapat
ditemukan pada usia lanjut (golongan umur 65 tahun) meskipun pada usia yang lebih muda lebih banyak terjadi; infeksi
sekunder terjadi pada golongan umur paling tua 45 tahun, dan
untuk presumtif ditemukan paling tua pada golongan umur 55tahun, ini menunjukkan bahwa penderita DBD memang sudah
bergeser ke umur yang lebih tua.
Tabel 4. Distribusi Hasil Uji HI Positif pada Penderita Tersangka DBDberdasarkan Umur.
Kriteria hasil uji HI positifGolongan
umur (th) Positif primer Positif sekunder Presumtif positifTotal
15- 8 18 2 2820- 4 17 5 26
25- 5 12 2 19
30- 1 8 1 10
35- 0 3 0 3
40- 1 2 0 345- 0 4 0 4
50- 0 0 0 0
55- 0 0 1 1
60- 0 0 0 065- 2 0 0 2
Total 21 64 11 96
Pada penelitian ini penderita DBD derajat (grade) I
sebanyak 55,7% dan derajat II sebanyak 44,3%; tidakdidapatkan adanya hubungan linier antara derajat penyakit
DBD dengan hasil uji HI positif (p = 0,6849).
KESIMPULAN
Ternyata tidak semua penderita tersangka DBD dapat
diperiksa uji HI karena berbagai kendala.
Jumlah penderita laki-laki dan perempuan sebanding; hasiluji HI positif sebesar 51,3% dengan kriteria positif sekunder
yang terbanyak meskipun ditemukan infeksi primer pada
penderita lanjut usia; penderita berada pada derajat I dan II, dantidak ada hubungan linier antara derajat penyakit DBD denganhasil uji I-II yang positif.
UCAPAN TERIMA KASIH
Ditujukan kepada Kapuslitbang Pemberantasan Penyakit Badan
Litbangkes, Pimpinan dan Staf RS Persahabatan, Pimpinan dan Staf RS Pasar Rebo, dan semua pihak yang telah membantu pelaksanaan penelitian ini.
KEPUSTAKAAN
l . Profil Kesehatan Indonesia 1999. Departernen Kesehatan RI 2000.Jakarta.
2. Tatalaksana Demam Berdarah Dengue. Direktorat Jenderal PPM&PLP
Departemen Kesehatan RI. 2001.
3. Data Kasus DBD 1999. Sub.Dit. Surveilans Dit.Jen. PPM&PLPDepartemen Kesehatan RI. 2000.
4. Clarke DH, Cassals J. Techniques for Haemagglutinatuon and
Haemagglutination Inhibition with Arthropod-borne Viruses. Am. J. Trop.
Med. Hyg. 1958; 7: 561.
5. Muchlastriningsih E et al. Hasil Pemeriksaan Laboratorium PenderitaTersangka DBD di Jakarta tahun 1998. Berita Epidemiologi, Desember
1999.
Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 56
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 179/319
Produk Baru
Hemapo
Erythropoietin Syringe 2000 IU, 3000 IU, 10.000 IU in 1 mL
KOMPOSISI
Setiap mL larutan berisi:
Epoetin alfa (recombinant human erythropoietin) 2000 IU,3000 IU dan 10.000 IU.
INDIKASI
Pengobatan anemia yang disebabkan gagal ginjal kronik
(renal anemia) pada pasien dengan dialisis dan non dialisis.
KONTRA INDIKASI• Hipertensi berat yang tidak terkontrol.
• Hipersensitif terhadap produk yang berasal dari selmamalia.
• Hipersensitif terhadap human albumin.
INTERAKSI
Tidak diketahui adanya interaksi klinis yang signifikan,tetapi efek erythropoietin dapat dipotensiasi oleh agen
hematinik, seperti: FeSO4.
EFEK SAMPING
• Hipertensi
• Peningkatan jumlah platelet • Lain-lain yang jarang terjadi yaitu rash, pruritus danurtikaria; sakit kepala, artralgia, mual, edema, fatigue, diare,
muntah ataupun reaksi di tempat injeksi.
DOSIS dan CARA PEMBERIAN
Pengobatan anemia pada pasien Gagal Ginjal Kronik:
Larutan dapat diberikan secara IV atau SC.
Fase Koreksi:
Dosis awal untuk pasien hemodialisis adalah 100-150
IU/kg/minggu yang terbagi dalam 2-3 kali pemberian. Jika peningkatan hematokrit tidak sesuai dengan yang diharapkan
(<0.5%/minggu), dapat dilakukan penyesuaian dosis setelah 4
minggu pengobatan dengan meningkatkan dosis 15-30 IU/
kg/minggu, tetapi tidak lebih dari 30 IU/kg/minggu. Dosisuntuk pasien non dialisis: 100 IU/kg/minggu yang terbagi
dalam 3 kali pemberian.
Fase Pemberian:
Untuk mempertahankan kadar hematokrit 30%-35%,sebaiknya diberikan dosis 50-150 IU/kg/minggu yang terbagi
dalam 2-3 kali pemberian (dosis dikurangi menjadi 2/3 dosis
semula). Sebaiknya kadar hematokrit dipantau setiap 2-4minggu sehingga penyesuaian dosis dapat dilakukan secara
berkala untuk mempertahankan kadar Hematokrit yang opti-
mum dan mencegah erithropoiesis yang terlalu cepat.
Pada umumnya terapi Erythropoietin adalah terapi jangka panjang, meskipun dapat dihentikan setiap saat.
Dosis untuk pasien gagal ginjal kronis non dialisis
sebaiknya dipertimbangkan secara individual.
PENYIMPANAN
Simpan dalam lemari es, suhu 2-8°C. terlindung daricahaya. Jangan dibekukan dan dikocok.
KEMASAN
Box isi pre-filled syringe 2000 IU/mL, 3000 IU/mL dan
1000 IU/mL.
Reference:Bei Jing XieHe Hospital, 1998, Clinical Trial III Report of rhEPOInjection
Marketing Office
PT. KALBE FARMA Tbk.
Gedung Enseval, Jl. Letjend. Suprapto, Jakarta 10510
PO Box 3105 JAK, Jakarta – Indonesia
Tlp.: (021) 428 73888-89, Fax. : (021) 428 73680
Website : http://www.kalbe.co.id
Hotline service (bebas pulsa): 0-800-123-0-123, Senin – Jumat (07.00-15.30)
Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 57
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 180/319
psul
Klasifikasi derajat gangguan pendengaran (ASHA, 1990).
Brainstem auditory evoked potential (BAEP) pada dewasa normal.
Elektrode diletakkan di vertex dan mastoid ipsilateral.
Sumber: http://ivertigo.net./hearing/hrexam.html
Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 200458
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 181/319
INFORMATIKA KEDOKTERAN
PENGANTAR
Medical informatics is located at the intersection of
information technology and the different disciplines ofmedicine and healthcare.
Medical Informatics atau Informatika Kedokteran adalahilmu yang mempelajari suatu bidang yang terbentuk pada
perpotongan ilmu kedokteran/kesehatan dan Teknologi
Informatik (Information Technology). Dalam perbincangan penulis dengan pakar Informatika Kedokteran dari Malaysia, dr
HM Goh, disebutkan bahwa istilah-istilah seperti ’Informatika
Kedokteran’ ’Informatika Kesehatan’ maupun ’e-health’
sebenarnya mempunyai arti yang kurang lebih sama. Secara
rinci perkembangan nama / ilmu tersebut bisa dibaca padaulasan di bawah ini:
Berawal pada tahun 1970-an
Istilah medical informatics diketahui berasal dari istilah bahasa Perancis informatique médicale. Sebelum tahun 1970-
an istilah yang dipergunakan bermacam-macam seperti:
medical computer science, medical information science,computer in medicine, health informatics, dan beberapa istilah
yang spesifik seperti nursing informatics, dental informatics,
dll.
Pengistilahan ini sama dengan pemberian istilah di bidang-
bidang lain di luar kesehatan, seperti: computer science,
information processing , dan informatics, dan beberapa areayang lebih spesifik, contohnya: computational physics,
computational linguistics, atau artificial intelligence.Jika mengikuti perkembangan bidang informatika, maka
secara terperinci masih bisa dibagi lagi atas: ilmu komputer
yang fundamental, informatika yang berorientasi pada aplikasi,dan informatika terapan. Demikian pula jika kita ingin
membagi bidang-bidang dalam informatika kedokteran.
Dua definisi
Dari pelbagai penjelasan mengenai Informatika
Kedokteran, penulis melihat ada pendapat dua pakarinformatika kedokteran yang cukup diakui banyak orang,
yakni: Shortlife EH dan Van Bemmel JH. Mereka men-definisikan sebagai berikut:
(1) Ilmu Informatika Kedokteran adalah ilmu yang
menggunakan alat-alat sistem analitik untuk membangun
prosedur-prosedur (algoritma-algoritma) demi kepentinganmanagement , proses kontrol, pengambilan keputusan dan
analisis keilmuan dari Ilmu Kedokteran.
(2) Informatika Kedokteran terdiri dari aspek-aspek teori dan
praktis dari proses informasi dan komunikasi, ber-
landaskan pengetahuan dan pengalaman yang didasarkan
pada proses-proses yang terjadi pada pelayanan kedokteran
dan kesehatan.
Dalam praktek sehari-hari
Dalam kehidupan sehari-hari penerapan Informatika
Kedokteran bisa dilihat seperti:
1. Proses pengolahan data
Data adalah tulang punggung proses informatika
selanjutnya. Dalam bidang ini dipelajari bagaimanamemperoleh dan mengeluarkan data, merawat data, dll.
Kesemuanya dibutuhkan agar pengambilan keputusan
manusia bisa dipercepat.
2. Telekomunikasi
Masuk dalam bidang ini adalah teleconsultation,
teleradiologi, telekardiologi, dan tele-tele yang lain
3. Medical Imaging
Yang masuk dalam area ini seperti: ultrasound , radiologi,
kedokteran nuklir, dll
4. Sistem Informasi
Terdapat dua pembagian besar sistem informasi yaitu (1)
yang berfokus pada pasien dan (2) yang berfokus pada
keperawatan
5. Web dan internet
Perkembangan dunia telekomunikasi begitu cepat. Saat ini
aplikasi yang berbasis web sudah mulai digemari karenalebih mudah digunakan dari manapun dan kapan saja.
Sebaliknya, sifat website pun sudah mulai berubah. Jikadahulu hanya bersifat satu arah (broadcast ), misalnya
menginformasikan jam praktek dokter, artikel kesehatan,
dll. kemudian berkembang menjadi bersifat interaktif (dua
arah), seperti: tanya jawab, dll. Akhir-akhir ini, aktivitas di
website bisa dijadikan sebagai salah satu alat untuk proses bisnis, seperti: proses pendaftaran pasien, melihat rekam
medik dll.
Aspek-aspek lain yang berperan
Aspek-aspek lain yang tidak bisa dianggap enteng adalah:
Interaksi manusia dan komputer, Biaya dan keuntungan sistem
informasi, aspek keamanan dan legalitas, dll.
(Dr. Erik Tapan MHA)
Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 59
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 182/319
Kegiatan Ilmiah
Simposium Awam "Hindari Anemia Saat Cuci Darah", Hotel
Acasia, 18 April 2004
Salah satu penyebab makin banyaknya jumlah penderita gagalginjal adalah pola hidup modern, seperti maraknya mengkonsumsialkohol, menghisap rokok, dan sebagainya. Di samping itu hal-hal lainyang juga menjadi dasar penyebab penyakit ini adalah adanya
penyakit immunologi, batu ginjal, dan infeksi. Demikian dikatakan dr.J.Pudji Rahardjo, Sp.PD-KGH, dari Rumah Sakit CiptoMangunkusumo Jakarta beberapa waktu lalu. (tampak dalam foto dr.
Pudji Rahardjo, SpPD-KGH, narasumber simposium berkenanmenyumbangkan suara emasnya)
Laporan lengkap dari simposium, bisa diakses di
http://www.kalbe.co.id/seminar. Pada topik yang diberi tanda
Breaking News, berarti peserta simposium bisa memperoleh
berita dalam bentuk cetak (print) bersamaan dengan acara diStand Kalbe Farma, dan bisa langsung diakses pada homepage
Kalbe Farma
Seminar Mengenal & Mengatasi Demam Berdarah, RSIA
HERMINA Daan Mogot - Jakarta, 20 Maret 2004
Sampai dengan tanggal 15 Maret 2004, di DKI terdapat penderitaDBD yang masih dirawat di RS sejumlah 2.043 orang. Untuk itu kita
jangan sampai lengah. Demikian terungkap dalam Seminar Awam"Mengenal & Mengatasi Demam Berdarah Dengue, Sabtu 20 Maret2004 di RSIA Hermina Daan Mogot Jakarta. Acara tersebutmenampilkan pembicara tunggal Sri Kusumo Amdani, dokter spesialis
anak yang berpraktek di rumah sakit ibu dan anak tersebut.
Siang Klinik : Demensia dan Penatalaksanaannya, RS Mitra
International, 25 Maret 2004
Demensia atau yang orang awam sering sebut 'pikun' ternyata bukan hanya merupakan masalah yang sederhana, hal ini jelas terlihatdalam kehidupan sehari-hari bahwa penderita demensia, ternyata
bukan hanya mengalami penurunan fungsi kognitif saja, melainkan
juga mempunyai hambatan dalam membina hubungannya denganlingkungan sekitarnya. Dengan kata lain penyakit ini tidak hanya
merugikan diri penderita sendiri tetapi juga orang lain yang berada disekelilingnya, sehingga dapat dirasakan bahwa hal ini akan menjadisuatu problem yang sangat kompleks di masa yang akan datang.
eHealth Asia 2004, Kuala Lumpur, 6 - 8 April 2004
Bertempat di Grand Plaza Park Royal Kuala Lumpur, hari iniDato' Dr Abdul Gani Che Din, mewakili Mentri Kesehatan Malaysia
Tan Sri Datu Dr.Hj. Mohammad Taha bin Arif, membuka acara e-Health Asia 2004. Dalam sambutan tertulisnya, mentri menyatakan
bahwa untuk mencapai tujuan kesehatan bersama hendaknya dipanduoleh prinsip sistem kesehatan yang mantap di masa depan, di samping
hasil dari sistem kesehatan yang juga harus terfokus.
APAMI Board Meeting, Kuala Lumpur, 6 April 2004
Pada malam hari, 6 April 2004, setelah menyelesaikan acarailmiah, diadakan APAMI Board Meeting atau acara organisasi dariAsia Pasific Association of Medical Informatics. Wakil dari Indonesia,
Erik Tapan, mempresentasikan perkembangan bidang tersebut diIndonesia. Presentasi dimulai dari Medical Record Elektronik RSPertamina Jaya Jakarta, Tele-education kesehatan via satellite, Studiomini Jakarta Eye Center, Tele-radiologi Pantai Indah Kapuk, dan
Portal Kedokteran www.kalbe.co.id, yang di klik rata-rata 2.000 kali per hari.
Simposium Awam "Hindari Anemia Saat Cuci Darah", Hotel
Acasia, 18 April 2004
Salah satu penyebab makin banyaknya jumlah penderita gagal
ginjal adalah pola hidup modern, seperti maraknya mengkonsumsialkohol, menghisap rokok, dan sebagainya. Di samping itu hal-hal lainyang juga menjadi dasar penyebab penyakit ini adalah adanya
penyakit immunologi, batu ginjal, dan infeksi. Demikian dikatakan dr.
J.Pudji Rahardjo, Sp.PD-KGH, dari Rumah Sakit CiptoMangunkusumo Jakarta beberapa waktu lalu.
Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 60
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 183/319
Simposium Neurologi Untuk Masyarakat Umum, Balai
Kemanunggalan TNI-Rakyat Makassar, 18 Januari 2004
Pada tanggal 18 Januari 2004, Bagian/UP Neurologi FK
UNHAS/RS Dr. Wahidin Sudirohusodo bekerjasama denganPerhimpunan Dokter Spesialis Saraf Indonesia (PERDOSSI) cabangMakassar telah menyelenggarakan simpoisum neurologi untuk
masyarakat umum dengan topik ”Pengenalan dini gejala/gangguansaraf”. Tujuan dilaksanakannya simposium ini adalah untukmencegah/menurunkan kecacatan dan kematina akibat penyakit saraf.
Acara yang dilaksanakan di Balai Kemanunggalan TNI-RakyatMakassar dimulai pukul 09.00 WITA diikuti oleh sekitar 1100 orang
peserta. Asal peserta sangat beragam dari masyarakat umum sampaimasyarakat yang bergerak di bidang kesehatan, mahasiswa baikkedokteran maupun keperawatan.( foto diambil saat Session Mari
Tanya Ahli, dari kiri ke kanan: dr. K. Ed. Sie, SpS(K), Prof. dr. Danial Abadi, SPS(K), dr. Amiruddin Aliah, SpS(K), MM dan Prof. dr. Arifin Limoa, SpS(K)).
Seminar IT PERMAPKIN, Jakarta, 27 - 28 April 2004
Komputerisasi dalam "bisnis" layanan kesehatan, seharusnya
sudah merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kegiatan "proses bisnis"nya. Demikian dikatakan dr. Prabowo Soemarto dalam SeminarIT dari PB PERMAPKIN (Perhimpunan Manager PelayananKesehatan) yang berlangsung selama dua hari di Jakarta. Sebabnya,lanjut Konsultan Management dari Layanan Kesehatan Cuma-cuma
Dompet Dhuafa Republika tersebut, karena proses bisnis layananankesehatan termasuk hal yang kompleks, mengingat sangat beragamnya
latar belakang profesi yang menjalankannya.
4th Congress of Asian Pasific Society of Atherosclerosis and
Vascular Disease (APSAVD) 2004, Bali International Convention
Center, 6-9 Mei 2004
Dalam waktu 10 tahun ke depan seorang penderita kencing manisatau diabetes mellitus diperkirakan akan menderita penyakit jantung
koroner (CHD/Coronary Heart Disease). Oleh karena itu penyakit DMsaat ini telah dimasukan sebagai penyakit kardiovaskular berdasarkanguideline terbaru DM. Demikian salah satu yang ditekankan Prof. Dr.H. Slamet Suyono, SpPD, KE dari Pusat Diabetes dan Lipid FKUI
Jakarta pada acara 4th Congress of Asian Pasific Society ofAtherosclerosis and Vascular Disease (APSAVD) di Bali InternationalConvention Center beberapa waktu lalu.
5th Jakarta Antimicrobial Update 2004, Hotel Borobudur
Jakarta, 8-9 Mei 2004
Nutrisi enteral atau peroral sangat penting untuk saluran cerna,karena dapat mencegah atrofi villi usus, tetap menjaga kelangsungan
fungsi usus, enterosit dan kolonosit. Nutrisi enteral lebih ungguldibandingkan parenteral dalam mempertahankan fungsigastrointestinal, dan berperan sebagai nutrisi pokok atau suplemendalam memperbaiki status nutrisi pasien yang dirawat di bidang ilmu
penyakit dalam atau perawatan intensif
National Obesity Symposium III, Hotel Shangri La Jakarta, 15-16
Mei 2004
Hasil riset terbaru dari Himpunan Studi Obesitas Indonesia(HISOBI) yang melibatkan lebih dari enam ribu orang, membuktikan
bahwa prevalensi obesitas semakin meningkat. Dibandingkan dengandata WKNPG tahun 1998, angka kejadian penyakit ini pada pria
melonjak hingga mencapai 9,16 % (WKNPG : 2,5 %) dan wanita11,02 % (WKNPG : 5,9 %). Oleh karena itu obesitas menjadi masalahepidemik yang global, tak hanya di Indonesia saja namun di seluruhdunia.
ASEAN Pharmaceutical Industry Congress, Jakarta, 23 - 25 Mei
2004
Bertempat di Hotel Gran Melia Jakarta, Minggu 23 Mei 2004
diadakan acara pembukaan eksebisi dari ASEAN PharmaceuticalIndustry Congres I. Acara yang dihadiri oleh kurang lebih 400 peserta
dari ASEAN ini berlangsung selama 3 hari dan diikuti oleh kuranglebih 40 industri farmasi dari dalam dan luar negeri, termasuk dari
Kalbe Group.
Seminar Ilmiah Kongres ARSSI I, Jakarta, 24 Mei 2004
Tuntutan terhadap dokter / rumah sakit bukan hal yang luar biasalagi saat ini. Menurut Budi Sampurna, dokter forensik dari FakultasKedokteran Universitas Indonesia, kasus tuntutan di rumah sakit
umumnya diartikan sebagai tuntutan hukum yang diakibatkan olehketidakpuasan pasien. Hal tersebut dipaparkan dokter ahli hukumtersebut sewaktu menjadi pembicara di sesi ilmiah dalam rangkaKongres Asosiasi RS Swasta Indonesia (ARSSI) yang pertama di
Jakarta, 24 Mei 2004.
Seminar Integrated Hospital Marketing, Jakarta, 25 - 26 Mei 2004
Sebagian besar rumah sakit di Indonesia belum mempergunakanRiset Marketing dalam menjalankan usahanya. Demikian dijelaskanHandi Irawan, dalam acara seminar Vi tahun 2004 dengan judul
"Integrated Hospital Marketing" yang diselenggarakan PerhimpunanManager Pelayanan Kesehatan Indonesia (PERMAPKIN), di Jakartaselama 2 hari, 25 - 26 Mei 2004.
Simposium Hematologi-Onkologi Medik Berkesinambungan XI,
Hotel Mandarin Oriental - Jakarta, 29 Mei 2004
Terapi biologi sebagai bagian dari kemoterapi telah berkembang pesat dari terapi konvensional yang sebelumnya berbasis kemoterapi,radiasi dan operasi, menjadi terapi yang bersifat spesifik. Spesifik
yang dimaksud adalah dengan mencegah pertumbuhan dan perkembangan khusus sel kanker, sehingga diharapkan terapi akanlebih tepat sasaran dengan efek samping lebih ringan serta kualitashidup pasien yang meningkat.Demikian dikatakan Prof. Dr. Zubairi Djorban, Sp.PD, KHOM dalam
sambutannya pada acara Simposium Hematologi-Onkologi MedikBerkesinambungan XI beberapa waktu lalu di Jakarta.
Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 61
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 184/319
BSTR K
KELAINAN KORTEKS PADA
ADHDPenelitian menggunakan MRI dan
teknik komputasi terhadap korteks
serebri 27 anak dan remaja penderita
ADHD dibandingkan dengan 46kontrol, menunjukkan bahwa morfologi
abnormal ditemukan di korteks frontal,
selain itu didapatkan ukuran yang lebih
kecil di daerah inferior dan korteks
prefrontal dorsal bilateral; juga dikorteks temporal anterior bilateral.
Peningkatan nyata substansia grisea
sebaliknya didapatkan di sebagian besar korteks temporal superior dan
parietal inferior bilateral.
Daerah frontal, temporal dan parietal merupakan korteks asosiasi
heteromodal yang berkaitan dengan
fungsi perhatian (attention) dan inhibisi
tingkah laku (behavioral inhibition).
Lancet 2003; 362: 1699-707
brw
SICK BUILDING SYNDROME
Sick building syndrome (sindrom
gedung sakit) merupakan masalah yang belum sepenuhnya dipahami.
Sekelompok peneliti di Montreal,
Kanada mencoba menyelidikinya pada
771 pekerja kantor; sistem ventilasiruang kerja mereka disinari dengan
UVGI (ultraviolet germicidal
irradiation) selama 4 minggu, kemu-
dian dimatikan selama 12 minggu;
siklus ini dilakukan sebanyak 3 kali,selama 48 minggu. Pengoperasian
UVGI menurunkan konsentrasi mikro-
ba dan endotoksin di permukaan sistimventilasi sampai 99% (95%CI 67 –
100).
Ternyata penggunaan UVGI
dikaitkan dengan penurunan gejala berkait dengan pekerjaan secara umum
(OD 0.8; 95%CI 0.7 – 0.99) juga terha-
dap keluhan respirasi (0.6; 0.4-0.9) dan
keluhan mukosal (0.7; 0.5 – 0.8).
Penurunan keluhan mukosal terutamadi kalangan pekerja atopik (0.6; 0.5 –
0.8) dan bukan perokok (0.7; 0.5 – 0.9).
Penggunaan UVGI juga menurunkankeluhan respirasi (0.4; 0.2 – 0.9) dankeluhan muskuloskeletal (0.5; 0.3 –
0.9) di kalangan bukan perokok.
Lancet 2003; 362: 1785-91
brw
ALAS TIDUR KERAS UNTUK
NYERI PINGGANG BAWAH
Kebanyakan dokter menganjurkantidur di alas yang keras untuk meng-
atasi keluhan nyeri pinggang bawah.Para peneliti di Spanyol menilai
313 dewasa dengan nyeri pinggang
bawah kronis nonspesifik; 158 dimintatidur di alas dengan derajat kekerasan
5.6, sedangkan 155 lainnya tidur di alas
dengan derajat kekerasan 2.3; skalakekerasan kasur berkisar dari 1.0
(paling keras) sampai 10.0 (paling
empuk). Setelah 90 hari merekadievaluasi; ternyata mereka yang tidur
di alas medium (5.6) lebih banyak yang
berkurang rasa nyerinya, baik di tempat
tidur (odds ratio 2.36; 95%CI: 1.13 –4.93) maupun saat bangkit (1.93; 0.97
– 3.86) dan lebih rendah disabilitasnya
(2.10; 1.24 – 3.56) dibandingkan de-
ngan yang tidur di alas keras. Selama periode studi, mereka yang tidur di alas
medium juga lebih sedikit merasa nyeri
di siang hari (p=0.059), nyeri saat ber-
baring (p=0.064) dan nyeri saat bangkitdari tempat tidur (p=0.008) diban-
dingkan dengan mereka yang tidur di
alas keras.
Sayangnya dalam studi ini posisi
tidur tidak ikut diperhitungkan, karenaternyata mereka yang tidur di alas
medium lebih banyak yang mengambil
posisi fetal (56% di awal percobaan,65% di akhir percobaan) dibandingkan
dengan mereka yang tidur di alas keras
(54% dan 59%).
Lancet 2003; 362: 1599-604
brw
PENGUKURAN ULTRASONO-
GRAFI UNTUK MENILAI RISIKOFRAKTUR
Risiko fraktur dicoba dinilai
melalui pemeriksaan ultrasonografiterhadap tulang kalkaneus; penelitian
ini dilakukan atas 14 824 pria dan
wanita 42-82 tahun di Norfolk,
sepanjang tahun 1997-2000; mereka di
amati selama rata-rata 1.9 ± 0.7 tahun.Selama masa itu terjadi 121 fraktur, 31
di antaranya fraktur femur.
Ternyata populasi yang mem- punyai distribusi BUA (broadband
ultrasound attenuation) kalkaneus di
kisaran 10% terendah, risiko frakturnya4.44 kali (95%CI: 2.24 – 8.89;
p<0.0001) dibandingkan dengan
populasi yang di kisaran 30% tertinggi.
Pengurangan 1 SD dari BUA (20
db/MHz) dihubungkan dengan risikofraktur relatif 1.95 (95%CI: 1.50 –
2.52, p<0.0001) tidak tergantung usia,
sex, tinggi badan, berat badan,
kebiasaan merokok ataupun riwayatfraktur sebelumnya.
Pemeriksaan kuantitatif ultrasono-
grafi terhadap kalkaneus agaknya dapatmeramalkan risiko fraktur baik di
kalangan pria maupun wanita.
Lancet 2004;363:197-202
brw
METILPRDENISOLON UNTUK
SINDROM GUILLAIN BARRE
Dutch GBS study group
mengadakan penelitian acak buta-ganda dengan kontrol plasebo untuk
menilai manfaat penambahan metil-
prednisolon terhadap pengobatan
imunoglobulin pada sindrom Guillain-Barre.
Sejumlah 233 pasien mendapat
0.4 g IVIg/kg.bb/hari selama 5 hari;
116 di antaranya juga diberi 500 mg.
metilprednisolon/hari iv dalam 48 jamsetelah pemberian IVIg pertama, 117
Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 62
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 185/319
BSTR K
sisanya mendapat plasebo.Analisis atas data dari 225 pasien
menunjukkan bahwa skor disabilitas
membaik satu tingkat atau lebih pada
68% (76 dari 112) pasien kelompokmetilprednisolon dan pada 56% (63
dari 113) pasien kontrol. (OR 1.68;
95%CI: 0.97-2.88; p=0.06). Setelah
penyesuaian data terhadap usia dan
tingkat penyakit saat masuk, OR=1.89(95%CI: 1.07-3.35; p=0.003).
Efek samping tidak berbeda
bermakna di antara dua kelompoktersebut.
Ternyata penambahan metilpred-
nisolon tidak memperbaiki hasil pengobatan sindrom Guiilain/Barre.
Lancet 2004;363:192-6
brw
EFEK SAMPING TRIMETOPRIM-
KOTRIMOKSAZOL
Telah dilaporkan satu kasus
wanita 63 tahun yang mendapat 20mg/kg.bb trimetoprim, 100 mg/kg.bb
sulfametoksazol iv dan 2 g. seftriakson
iv dua kali sehari untuk infeksi
Nocardia; setelah 4 hari pengobatan pasien tersebut mengalami gerakan
involunter di kepala dan keempat
ekstremitasnya, berupa mioklonus
multifokal dan asterixis bilateral.
Pemeriksaan MRI hasilnya tidakspesifik, dan pasien menolak punksi
lumbal.
Terapi trimetoprim-sulfametok-sazol dihentikan, keesokan harinya
gerakan involunter berkurang dan
hilang sama sekali setelah 4 hari,
Kejadian ini sebelumnya pernahdilaporkan pada 1 kasus anak.
N Engl J Med 2004;350:88-9
brw
ASPIRIN UNTUK POLISITEMIAVERA
Aspirin ternyata juga bermanafat
untuk mencegah komplikasi trombosis
di kalangan pasien polisitemia vera.Para peneliti di Italia memberikan 100
mg aspirin/hari pada 253 pasien
polisitemia vera, dibandingkan dengan
265 pasien yang diberi plasebo.
Pemantauan dilakukan setelah 12, 24,36, 48 dan 60 bulan kemudian.
Di akhir percobaan, risiko infark
miokard non fatal, stroke non fatal ataukematian akibat kardiovaskuler lebih
rendah di kelompok aspirin (RR 0.41;
95%CI 0.15 – 1.15; p=0.09); demikian juga risiko infark miokard non fatal,
stroke non fatal, emboli paru,
trombosis vena atau kematian akibat
kardiovaskuler (RR 0.40; 95%CI 0.18
– 0.91; p=0.03). Kematian, baikkeseluruhan ataupun oleh sebab kardio-
vaskular lain tidak berbeda bermakna.
Efek samping perdarahan tidak berbeda
bermakna (RR 1.62; 95%CI 0.27-9.71).
N Engl J Med 2004;350:114-24
brw
EFEK LATIHAN TERHDAP KE-
TAHANAN JANTUNG
Kelompok peneliti di Inggris me-
lakukan metaanalisis atas 9 percobaan
yang seluruhnya melibatkan 801 pasien
– 395 menjalani latihan, 406 sebagaikontrol.
Ternyata selama periode follow-
up rata-rata selama 705 ± 729 haritercatat 88 (22%) kematian di
kelompok latihan dan 105 (16%) di
kelompok kontrol.
Latihan secara bermakna menu-runkan mortalitas (hazard ratio 0.65;
95%CI 0.46 – 0.92; logrank x2 5.9;
p=0.015)
Kematian dan perawatan ru-
mahsakit juga lebih sedikit di kalanganlatihan (0.72; 0.56-0.93; 6.4; p=0.011).
Program latihan yang dijalani berupa bersepeda, jalan kaki, aerobikdan kalistenik yang bervariasi di antara
percobaan-percobaan tersebut.
BMJ 2004;328:189-92
brw
MENCEGAH EKSASERBASI
ASMA
Suatu studi dilakukan untuk
menilai manfaat penggandaan dosis
inhalasi kortikosteroid dalam upaya
mencegah peningkatan dosis predni-solon oral.
Sejumlah 390 penderita asma pengguna kortikosteroid inhalasi yang
berisiko eksaserbasi dipantau gejala
asma dan morning peak flownya
selama sampai 12 bulan. Saat gejalanyamulai memburuk, 192 menggandakan
dosisnya, sedangkan 198 lainnya tidak
(kedua kelompok menggunakan
inhaler yang serupa)
Setelah 12 bulan, data diolah dari207 (53%) peserta; 110 di kelompok
studi dan 97 di kelompok plasebo;ternyata 46 menggunakan prednisolon
tambahan - 22 (11%) dari kelompok
studi dan 24 (12%) dari kelompok
plasebo membutuhkan prednisolontambahan untuk mengatasi gejala
asmanya.
Risk ratio penggunaan predni-
solon 0.95 (95%CI 0.55-1.64, p=0.8)
Para peneliti berkesimpulan bahwa menggandakan dosis inhalasi
tidak mencegah perburukan gajala
asma (yang diukur dari kebutuhan prednisolon oral)
Lancet 2004;363:271-5
brw
Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 2004 63
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 186/319
Ruang
Penyegar dan Penambah
Ilmu Kedokteran
Dapatkah saudara menjawab
pertanyaan-pertanyaan di bawah ini?
1. Kuman yang dikaitkan dengan rinitis atrofi:
a) Streptococcus pneumoniae
b) Pneumococcusc) Klebsiella pneumoniae
d) Klebsiella ozeanaee) Klebsiella rhinoscleromatis
2. Defisiensi yang dikaitkan dengan rinitis atrofi :
a) Defisiensi vitamin B
b) Defisiensi vitamin C
c) Defisiensi vitamin Dd) Defisiensi Zn
e) Defisiensi Fe
3. Kista duktus tiroglosus paling sering ditemukan di
a) Submental
b) Intralingual
c) Suprahioid
d) Transhioid
e) Infrahioid
4. Yang tidak benar mengenai papiloma laring;
a) Tumor jinakb) Tidak pernah mematikan
c) Berhubungan dengan HIV
d) Gejalanya awalnya sesake) Sering rekuren
5. Rinoskleroma dikaitkan dengan :a) Streptococcus pneumoniae
b) Pneumococcus
c) Klebsiella pneumoniaed) Klebsiella ozeanae
e) Klebsiella rhinoscleromatis
6. Bakteri yang paling sering menginfeksi trakeostomi:
a) Streptococcus pneumoniaeb) Pneumococcus
c) Klebsiella
d) Pseudomonas
e) Staphylococcus
7. Kanker nasofaring terutama didapatkan di kalangan:a) Mongoloidb) Kaukasian
c) Negroid
d) Hispanik
e) India
8. Pemakaian sumbat telinga tidak berguna jika intensitas
suara di atas:
a) 20 dBb) 40 dB
c) 60 dB
d) 80 dB
e) 100 dB
9. Nyeri timbul jika intensitas suara melebihi ;
a) 100 dB
b) 120 dB
c) 140 dB
d) 160 dB
e) 180 dB
10. Yang termasuk penyebab sentral pada vertigo ;
a) Gangguan peredaran darah otak
b) Trauma vestibulerc) Penyakit Meniere
d) Vertigo posisional benigna
e) Neuronitis vestibularis
JAWABAN RPPIK :
1. D 2. E 3. E 4. B 5. E
6. D 7. A 8. C 9. B 10. A
Cermin Dunia Kedokteran No. 144, 200464
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 187/319
62
Lampiran 1. Tanaman dan Serbuk Teh Hitam (Camell ia sinensis L.)
Gambar 8. Tanaman Teh (Camellia
sinensis L.)
Gambar 9. Serbuk Teh Hitam
(Camellia sinensis L.)
ambar 10.Maserasi Serbuk Teh Hitam
(Camellia sinensis L.)
Gambar 11. Ekstrak Etanol 70 %
Teh Hitam (Camellia
sinensis L.)
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 188/319
63
Lampiran 2. Hasil Determinasi Tanaman Teh (Camell ia sinensis L.)
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 189/319
64
Lampiran 3. Alur Penelitian
Latar belakang teh hitam
Pengumpulan bahan dan pembuatan simplisia
Teh hitam di duga
memiliki senyawa bioaktif yang dapat
dimanfaatkan
sebagai bahan tabirsur a.
Maserasi dengan etanol 70 %
Evaporasi
Serbuk simplisia teh hitam
Eksrtak Etanol teh hitam
Standarisasi Ekstrak
Parameter Non S esifikParameter S esifik
1. Kadar Abu
2. Randemen
3. Susut pengeringan
1. Identitas Ekstrak
2. Organoleptis Ekstrak
3. pH
4. bobot jenis
5. Penapisan Fitokimia
ekstrak
Penapisan Fitokimia
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 190/319
65
Pembuatan Krim Ekstrak Etanol 70%
Teh Hitam (Camellia sinensi L.)
Evaluasi Sediaan Krim
Ekstrak Etanol 70 % Teh
Hitam
Uji fotostabilitas dan efektivitas Krim
tabir surya
1. Uji stabilitas
penyimpanan pada
suhu ruang (28±2°C)
2. Cycling test
Uji efektivitas krim tabir surya
Pengukuran
serapan awal krim(tanpa mengandung
ekstrak) secara
Spektrofotometer
UV-Vis pada
panjang gelombang
yang telah di
peroleh
Pengukuran
perubahan serapankrim setelah
beberapa waktu
penyinaran(mengandung
ekstrak) secara
Spektrofotometer
UV-Vis pada
panjang gelombang
yang telah di
peroleh
Penentuan
efektifitas tabir
surya ekstrak
etanol teh hitam(Camellia sinensis
L.) secara
spektrofotometer
UV-Vis
Penentuan
efektifitas krim
tabir surya teh
hitam (Camellia
sinensis L.)
secara
spektrofotometer
UV-Vis
Diperoleh nilai
%Te & %Tp
Diperoleh nilai
%Te & %Tp
Penentuan kategori
tabir surya
Uji fotostabilitas krim tabir surya
Penentuan panjang gelombang
maksimum ekstrak
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 191/319
66
Spectrum Name: C:\UVWINLAB\DATA\TEH.SP
Description: Lamda maks ekstrak etanol teh hitam 100 ppm
Date Created: Mon Apr 14:04:45 2010
Instrument Model: Lambda 25
Time: 2:21:50 AM Date: 12/4/2010
200 220 240 260 280 300 320 340 360 380 400.0 0.00
0.1
0.3
0.5
0.7
0.9
1.1
1.3
1.5
1.7
1.9
2.1
2.3
2.5
nm
A
293.46
260.47
238.24
229.33
Lampiran 4. Hasil Scanning Panjang Gelombang Maksimum Ekstrak
Etanol 70 % Teh Hitam (Camellia sinensis L.) Pada
Konsentrasi 100 ppm
Abscissa Ordinate Type
293,46 0,825 Peak
238,24 0,490 Base
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 192/319
67
Lampiran 5. Perhitungan Karakteristik Ekstrak
1. Randemen ekstrak
Berat total ekstrak : 164 gramBerat simplisia kering : 500 g
% Randemen ekstrak =
= 164 x 100%
500
= 32,8%
2. Bobot jenis ekstrak teh hitam
Berat piknometer kosong (w1) : 16,233 g
Berat piknometer + air (w2) : 40,772 g
Berat piknometer + ekstrak (w3) : 37,683 g
Bobot jenis =
ml
= 37,683 – 16,233 ml 40,772 – 16,233
= 0,874 gram/ml
3. Kadar abuBerat cawan (a) : 25,752 g
Berat ekstrak (b) : 3,009 g
Berat ekstrak akhir (c) : 25,763 g
% Kadar Abu =
= 25,763 – 25,752 x 100%
3,009
= 0.365 %
4. Susut pengeringan
Berat cawan (a) : 23,150 g
Berat cawan + ekstrak awal (b) : 24,147 g
Berat cawan + ekstrak akhir (c) : 24,085g
% Kadar air =
= 24,147 – 24,085 x 100 %
24,147 – 23,150
= 6,21 %
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 193/319
68
Lampiran 6. Gambar Formula Krim
1. Uji Stabilitas Penyimpanan Suhu Ruang (28±2 °C)
KN KP
KrT 1 % KrT 2 % KrT 3 %
Gambar 12. Formula Krim Minggu ke- 0
KN KP
KrT 1 % KrT 2 % KrT 3 %
Gambar 13. Formula Krim minggu ke- 1
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 194/319
69
KN KP
KrT 1 % KrT 2 % KrT 3 %
Gambar 14. Formula Krim Minggu ke- 2
KN KP
KrT 1 % KrT 2 % KrT 3 %
Gambar 15. Formula Krim Minggu ke- 3
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 195/319
70
KN KP
KrT 1 % KrT 2 % KrT 3 %
Gambar 16. Formula Krim Minggu ke- 4
Gambar 17. Sentrifugasi Minggu ke- 0 Gambar 18. Sentrifugasi Minggu ke-4
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 196/319
71
2. Uji Sebelum dan Sesudah Cycli ng Test .
Gambar 19. Formula Krim SebelumCycling Test
Gambar 20. Formula Krim SesudahCycling Test
Gambar 21. Uji Homogenitas Sebelum
Cycling Test
Gambar 22. Uji Homogenitas Sesudah
Cycling Test
Gambar 23. Uji Sentrifugasi Sebelum
Cycling Test
Gambar 24. Uji Sentrifugasi Sesudah
Cycling Test
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 197/319
72
Lampiran 7. Hasil Statistik Aktivitas Krim Ekstrak Etanol 70 % Teh Hitam
sebagai Tabir Surya
1. Uji Normalitas One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
Tujuan : Untuk melihat aktivitas krim tabir surya terdistribusi normal atau
tidak
Hipotesis :
Ho : Data aktivitas krim tabir surya terdistribusi normal
Ha : Data aktivitas krim tabir surya tidak terdistribusi normal
Pengambilan keputusan :
Jika nilai signifikan ≥ 0,05, maka Ho diterima
Jika nilai signifikan ≤ 0,05, maka Ho ditolak
NPar TestsDescriptive Statistics
N Mean Std. Deviation Minimum Maximum
absorbansi0 15 .730920 .2108132 .3125 .9616
absorbansi30 15 .642480 .1421973 .3721 .8620absorbansi60 15 .538560 .1678628 .2292 .8829
absorbansi90 15 .548573 .1896068 .1462 .8226
absorbansi120 15 .436333 .1400081 .1150 .6260
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test
absorbansi0 absorbansi30 absorbansi60 absorbansi90 absorbansi120
N 15 15 15 15 15
NormalParameters
a,,b
Mean .730920 .642480 .538560 .548573 .436333
Std. Deviation .2108132 .1421973 .1678628 .1896068 .1400081
MostExtremeDifferences
Absolute .265 .241 .156 .249 .162
Positive .152 .132 .143 .169 .088
Negative -.265 -.241 -.156 -.249 -.162
Kolmogorov-Smirnov Z 1.028 .933 .605 .966 .628
Asymp. Sig. (2-tailed) .241 .348 .857 .308 .825
a. Test distribution is Normal.
b. Calculated from data.
Keputusan : Data aktivitas seluruh krim tabir surya terdistribusi secara normal.
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 198/319
73
2. Uji Homogenitas Levene
Tujuan : Untuk melihat aktivitas uji krim tabir surya homogen atau tidak
Hipotesis :
Ho : Aktivitas krim tabir surya bervariasi homogen
Ha : Aktivitas krim tabir surya tidak bervariasi homogen
Pengambilan keputusan :
Jika nilai signifikan ≥ 0,05, maka Ho diterima
Jika nilai signifikan ≤ 0,05, maka Ho ditolak
Test of Homogeneity of Variances
LeveneStatistic df1 df2 Sig.
absorbansi0 2.989 4 10 .073
absorbansi30 2.557 4 10 .104
absorbansi60 3.128 4 10 .065
absorbansi90 4.090 4 10 .052
absorbansi120 .976 4 10 .463
Keputusan: Uji homogenitas aktivitas krim tabir surya bervariasi homogen
ANOVA
Sum ofSquares df Mean Square F Sig.
absorbansi0 Between Groups .589 4 .147 43.696 .000
Within Groups .034 10 .003
Total .622 14
absorbansi30 Between Groups .235 4 .059 12.183 .001
Within Groups .048 10 .005
Total .283 14
absorbansi60 Between Groups .321 4 .080 10.854 .001
Within Groups .074 10 .007
Total .394 14
absorbansi90 Between Groups .411 4 .103 11.079 .001
Within Groups .093 10 .009
Total .503 14
absorbansi120 Between Groups .219 4 .055 9.881 .002
Within Groups .055 10 .006
Total .274 14
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 199/319
74
4. Uji Beda Nyata Terkecil (BNT)
Tujuan : Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan aktivitas krim tabir
surya secara bermakna pada setiap formula
Hipotesis :
Ho : Aktivitas krim tabir surya tidak berbeda secara bermakna
Ha : Aktivitas krim tabir surya berbeda secara bermakna
Pengambilan keputusan :
Jika nilai signifikan ≥ 0,05, maka Ho diterima
Jika nilai signifikan ≤ 0,05, maka Ho ditolak
Multiple Comparisons
LSD
DependentVariable (I) konsentrasi (J) konsentrasi
Mean Difference(I-J) Std. Error Sig.
95% ConfidenceInterval
LowerBound
UpperBound
absorbansi0 kontrol negatif kontrol positif -.5700333 .0473790 .000 -.675600 -.464466
formula 1% -.3992333 .0473790 .005 -.504800 -.293666
formula 2% -.4322000 .0473790 .016 -.537767 -.326633
formula 3% -.4921333 .0473790 .131 -.597700 -.386566
kontrol positif kontrol negatif .5700333 .0473790 .000 .464466 .675600
formula 1% .1708000 .0473790 .000 .065233 .276367
formula 2% .1378333 .0473790 .000 .032266 .243400
formula 3% .0779000 .0473790 .020 -.027667 .183467
formula 1% kontrol negatif .3992333 .0473790 .000 .293666 .504800
kontrol positif -.1708000 .0473790 .005 -.276367 -.065233
formula 2% -.0329667 .0473790 .502 -.138534 .072600
formula 3% -.0929000 .0473790 .078 -.198467 .012667
formula 2% kontrol negatif .4322000 .0473790 .000 .326633 .537767
kontrol positif -.1378333 .0473790 .016 -.243400 -.032266
formula 1% .0329667 .0473790 .502 -.072600 .138534
formula 3% -.0599333 .0473790 .235 -.165500 .045634
formula 3% kontrol negatif .4921333 .0473790 .000 .386566 .597700
kontrol positif -.0779000 .0473790 .131 -.183467 .027667
formula 1% .0929000 .0473790 .078 -.012667 .198467
formula 2% .0599333 .0473790 .235 -.045634 .165500
absorbansi30 kontrol negatif kontrol positif -.3516000 .0566864 .000 -.477905 -.225295
formula 1% -.2581000 .0566864 .001 -.384405 -.131795
formula 2% -.1822667 .0566864 .009 -.308572 -.055962
formula 3% -.3186000 .0566864 .000 -.444905 -.192295
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 200/319
75
kontrol positif kontrol negatif .3516000 .0566864 .000 .225295 .477905
formula 1% .0935000* .0566864 .000 -.032805 .219805
formula 2% .1693333 .0566864 .000 .043028 .295638
formula 3% .0330000 .0566864 .013 -.093305 .159305
formula 1% kontrol negatif .2581000 .0566864 .001 .131795 .384405
kontrol positif -.0935000 .0566864 .130 -.219805 .032805
formula 2% .0758333 .0566864 .211 -.050472 .202138
formula 3% -.0605000 .0566864 .311 -.186805 .065805
formula 2% kontrol negatif .1822667 .0566864 .009 .055962 .308572
kontrol positif -.1693333 .0566864 .014 -.295638 -.043028
formula 1% -.0758333 .0566864 .211 -.202138 .050472
formula 3% -.1363333 .0566864 .037 -.262638 -.010028
formula 3% kontrol negatif .3186000 .0566864 .000 .192295 .444905
kontrol positif -.0330000 .0566864 .573 -.159305 .093305
formula 1% .0605000 .0566864 .311 -.065805 .186805formula 2% .1363333 .0566864 .037 .010028 .262638
absorbansi60 kontrol negatif kontrol positif -.4489667 .0701685 .000 -.605312 -.292622
formula 1% -.2065333 .0701685 .015 -.362878 -.050188
formula 2% -.2664000 .0701685 .004 -.422745 -.110055
formula 3% -.3025667 .0701685 .002 -.458912 -.146222
kontrol positif kontrol negatif .4489667 .0701685 .000 .292622 .605312
formula 1% .2424333 .0701685 .000 .086088 .398778
formula 2% .1825667 .0701685 .000 .026222 .338912
formula 3% .0664000 .0701685 .044 -.009945 .302745
formula 1% kontrol negatif .2065333 .0701685 .015 .050188 .362878
kontrol positif -.2424333 .0701685 .006 -.398778 -.086088
formula 2% -.0598667 .0701685 .414 -.216212 .096478
formula 3% -.0960333 .0701685 .201 -.252378 .060312
formula 2% kontrol negatif .2664000 .0701685 .004 .110055 .422745
kontrol positif -.1825667 .0701685 .026 -.338912 -.026222
formula 1% .0598667 .0701685 .414 -.096478 .216212
formula 3% -.0361667 .0701685 .617 -.192512 .120178
formula 3% kontrol negatif .3025667 .0701685 .002 .146222 .458912
kontrol positif -.1464000 .0701685 .064 -.302745 .009945
formula 1% .0960333 .0701685 .201 -.060312 .252378
formula 2% .0361667 .0701685 .617 -.120178 .192512
absorbansi90 kontrol negatif kontrol positif -.4672667 .0785970 .000 -.642392 -.292142
formula 1% -.3499000 .0785970 .001 -.525025 -.174775
formula 2% -.3760667 .0785970 .001 -.551192 -.200942
formula 3% -.4136333 .0785970 .000 -.588758 -.238508
kontrol positif kontrol negatif .4672667 .0785970 .000 .292142 .642392
formula 1% .1173667* .0785970 .000 -.057758 .292492
formula 2% .0912000* .0785970 .000 -.083925 .266325
formula 3% .0536333 .0785970 .010 -.121492 .228758
formula 1% kontrol negatif .3499000 .0785970 .001 .174775 .525025
kontrol positif -.1173667 .0785970 .166 -.292492 .057758
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 201/319
76
Keputusan : Aktivitas krim tabir surya seluruh formula uji berbeda secara
bermakna dengan kontrol negatif dan kontrol positif (P < 0,05).
Kesimpulan uji statistik :
1. Formula uji (1 % dan 2 %) dan kontrol negatif memiliki perbedaan secara
bermakna dengan kontrol positif, artinya aktivitas dari formula uji (1 dan 2
%) tidak sebanding atau berbeda dengan kontrol positif.
2. Formula uji (1 %, 2 %, dan 3 %) dan kontrol positif memiliki perbedaan
secara bermakna dengan kontrol negatif, artinya aktivitas dari formula uji
(1 %, 2 %, dan 3 %) dan kontrol positif berbeda dengan kontrol negatif.
3. Formula uji (3 %) tidak memiliki perbedaan secara bermakna dengan
control positif, artinya kontrol positif memiliki aktivitas yang hampir sama
dengan formula uji 3 %.
formula 2% -.0261667 .0785970 .746 -.201292 .148958
formula 3% -.0637333 .0785970 .436 -.238858 .111392
formula 2% kontrol negatif .3760667 .0785970 .001 .200942 .551192
kontrol positif -.0912000 .0785970 .273 -.266325 .083925
formula 1% .0261667 .0785970 .746 -.148958 .201292
formula 3% -.0375667 .0785970 .643 -.212692 .137558
formula 3% kontrol negatif .4136333 .0785970 .000 .238508 .588758
kontrol positif -.0536333 .0785970 .510 -.228758 .121492
formula 1% .0637333 .0785970 .436 -.111392 .238858
formula 2% .0375667 .0785970 .643 -.137558 .212692
absorbansi120 kontrol negatif kontrol positif -.2681333 .0607810 .000 -.403562 -.132705
formula 1% -.2547333 .0607810 .002 -.390162 -.119305
formula 2% -.1677000 .0607810 .020 -.303129 -.032271
formula 3% -.3574333 .0607810 .000 -.492862 -.222005
kontrol positif kontrol negatif .2681333 .0607810 .001 .132705 .403562formula 1% .0134000* .0607810 .000 -.122029 .148829
formula 2% .1004333* .0607810 .000 -.034995 .235862
formula 3% -.0893000 .0607810 .033 -.224729 .046129
formula 1% kontrol negatif .2547333 .0607810 .002 .119305 .390162
kontrol positif -.0134000 .0607810 .830 -.148829 .122029
formula 2% .0870333 .0607810 .183 -.048395 .222462
formula 3% -.1027000 .0607810 .122 -.238129 .032729
formula 2% kontrol negatif .1677000 .0607810 .020 .032271 .303129
kontrol positif -.1004333 .0607810 .129 -.235862 .034995
formula 1% -.0870333 .0607810 .183 -.222462 .048395
formula 3% -.1897333 .0607810 .011 -.325162 -.054305
formula 3% kontrol negatif .3574333 .0607810 .000 .222005 .492862
kontrol positif .0893000 .0607810 .173 -.046129 .224729
formula 1% .1027000 .0607810 .122 -.032729 .238129
formula 2% .1897333 .0607810 .011 .054305 .325162
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 202/319
77
Lampiran 8. Hasil Uji Efektifitas Ekstrak Etanol 70 % Teh Hitam sebagai
Tabir Surya
Tabel 19. Perhitungan Uji Efektivitas Ekstrak Etanol 70 % Teh Hitam Konsentrasi
40 ppm
λ (nm) A % T Fe Ee (% T x Fe) Ep (% T x Fp)
292,5
297,5
302,5
307,5
312,5
3,17,5
1,6212
1,6128
1,5873
1,5736
1,5661
1,5372
2,3922
2,4389
2,5864
2,6693
2,7158
2,9026
0,1105
0,6720
1,0000
0,2008
0,1364
0,1125
0,2643
1,6389
2,5864
0,5359
0,3704
0,3265
-
-
-
-
-
-
Fp
322,5
327,5
332,5
337,5
342,5
347,5
352,5
357,5
362,5
367,5
372,5
1,5018
1,4822
1,4630
1,4521
1,4227
1,4198
1,3821
1,3316
1,3211
1,3201
1,3147
3,1492
3,2946
3,4435
3,5310
3,7783
3,8036
4,1486
4,6601
4,7742
4,7852
4,8451
0,1079
0,1020
0,0936
0,0798
0,0669
0,0570
0,0488
0,0456
0,0356
0,0310
0,0260
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
0,3398
0,3360
0,3223
0,2818
0,2527
0,2168
0,2024
0,2125
0,1699
0,1483
0,1259
∑ = 5,5424 ∑ = 2,6084
% Te = ∑
∑ % Tp =
∑
∑
=
=
= 2,4829 % = 3,7574 %
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 203/319
78
LANJUTAN
Contoh perhitungan persen transmisi dan eritema:
Nilai transmisi eritema: A = -log T
% T = x 100 %
= 2,3922
Dimana: A = nilai serapan pada panjang gelombang 292,5 nm
Nilai fluks eritema: Ee = % T x Fe
Ee = 2,3922 x 0,1105
= 0,2643
Dimana Fe = nilai fluks eritema pada panjang gelombang 290-295 nm
(dilihat pada tabel 1)
% transmisi eritema (% Te) = ∑ Ee / ∑ Fe
= 5,5424 / 2,2322
= 2,4829 %
Keterangan:
∑ Ee : Jumlah nilai fluks eritema yang diteruskan oleh tabir surya
∑ Fe : Fluks eritema pada rentang total eritema 290-320 nm (dilihat
pada tabel 1)
Selanjutnya untuk perhitungan persen transmisi pigmentasi dihitung
dengan cara yang sama.
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 204/319
79
Tabel 20. Perhitungan Uji Efektivitas Ekstrak Etanol 70 % Teh Hitam Konsentrasi
60 ppm
λ (nm) A % T Fe Ee (% T x Fe) Ep (% T x Fp)
292,5
297,5
302,5
307,5
312,5
317,5
1,7311
1,7302
1,7289
1,7066
1,6821
1,6534
1,8574
1,8612
1,8668
1,9652
2,0792
2,2212
0,1105
0,6720
1,0000
0,2008
0,1364
0,1125
0,2052
1,2507
1,8668
0,3946
0,2836
0,2498
-
-
-
-
-
-
Fp
322,5
327,5
332,5
337,5
342,5
347,5
352,5
357,5
362,5
367,5
372,5
2,3834
2,4311
2,6779
2,9053
2,9861
3,0782
3,0896
3,3729
3,4914
3,7792
3,9646
0,0454
0,0488
0,0510
0,0511
0,0546
0,1271
0,1371
0,1503
0,1544
0,1598
0,2167
0,1079
0,1020
0,0936
0,0798
0,0669
0,0570
0,0488
0,0456
0,0356
0,0310
0,0260
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
0,2571
0,2479
0,2506
0,2318
0,1998
0,1754
0,1507
0,1538
0,1243
0,1171
0,1031
∑ = 4,2507 ∑ = 2,0116
% Te =
∑
∑ % Tp =
∑
∑
=
=
= 1,9042 % = 2,8977 %
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 205/319
80
Tabel 21. Perhitungan Uji Efektivitas Ekstrak Etanol 70 % Teh Hitam Konsentrasi
80 ppm
λ (nm) A % T Fe Ee (% T x Fe) Ep (% T x Fp)
292,5
297,5
302,5
307,5
312,5
317,5
1,7642
1,7616
1,7439
1,7394
1,7144
1,7085
1,7211
1,7314
1,8034
1,8222
1,9302
1,9566
0,1105
0,6720
1,0000
0,2008
0,1364
0,1125
0,1902
1,1635
1,8034
0,3659
0,2633
0,2201
-
-
-
-
-
-
Fp
322,5
327,5
332,5
337,5
342,5
347,5
352,5
357,5
362,5
367,5
372,5
1,6885
1,6720
1,6662
1,6538
1,6340
1,6026
1,5844
1,5677
1,5423
1,5019
1,4922
2,0488
2,1281
2,1567
2,2192
2,3227
2,4969
2,6037
2,7058
2,8688
3,1485
3,2196
0,1079
0,1020
0,0936
0,0798
0,0669
0,0570
0,0488
0,0456
0,0356
0,0310
0,0260
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
0,2210
0,2170
0,2018
0,1771
0,1554
0,1423
0,1271
0,1234
0,1021
0,0976
0,0837
∑ = 4,0064 ∑ = 1,6485
% Te =
∑
∑ % Tp =
∑
∑
=
=
= 1,7948 % = 2,3746 %
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 206/319
81
Tabel 22. Perhitungan Uji Efektivitas Ekstrak Etanol 70 % Teh Hitam Konsentrasi
100 ppm
λ (nm) A % T Fe Ee (% T x Fe) Ep (% T x Fp)
292,5
297,5
302,5
307,5
312,5
317,5
1,7976
1,7941
1,7758
1,7534
1,7227
1,7024
1,5937
1,6066
1,6757
1,7644
1,8936
1,9842
0,1105
0,6720
1,0000
0,2008
0,1364
0,1125
0,1761
1,0796
1,6757
0,3543
0,2583
0,2232
-
-
-
-
-
-
Fp
322,5
327,5
332,5
337,5
342,5
347,5
352,5
357,5
362,5
367,5
372,5
1,6821
1,6693
1,6477
1,6128
1,6094
1,5838
1,5421
1,5223
1,4813
1,4772
1,4421
2,0792
2,1414
2,2506
2,4389
2,4581
2,6073
2,8701
3,0040
3,3014
3,3327
3,6132
0,1079
0,1020
0,0936
0,0798
0,0669
0,0570
0,0488
0,0456
0,0356
0,0310
0,0260
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
0,2243
0,2184
0,0234
0,1946
0,1644
0,1486
0,1400
0,1369
0,1175
0,1033
0,0939
∑ = 3,7672 ∑ = 1,6484
% Te =
∑
∑ % Tp =
∑
∑
=
=
= 1,6876 % = 2,2548 %
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 207/319
82
Tabel 23. Perhitungan Uji Efektivitas Ekstrak Etanol 70 % Teh Hitam Konsentrasi
120 ppm
λ (nm) A % T Fe Ee (% T x Fe) Ep (% T x Fp)
292,5
297,5
302,5
307,5
312,5
317,5
1,8173
1,8124
1,8096
1,7878
1,7632
1,7429
1,5230
1,5403
1,5502
1,6300
1,7250
1,8076
0,1105
0,6720
1,0000
0,2008
0,1364
0,1125
0,1683
1,0351
1,5502
0,3273
0,2353
0,2033
-
-
-
-
-
-
Fp
322,5
327,5
332,5
337,5
342,5
347,5
352,5
357,5
362,5
367,5
372,5
1,6885
1,6832
1,6821
1,6709
1,6722
1,6547
1,6330
1,6228
1,6113
1,5821
1,5447
2,0488
2,0739
2,0792
2,1335
2,1271
2,2146
2,3281
2,3834
2,4474
2,6176
2,8529
0,1079
0,1020
0,0936
0,0798
0,0669
0,0570
0,0488
0,0456
0,0356
0,0310
0,0260
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
0,2210
0,2115
0,1941
0,1702
0,1423
0,1262
0,1136
0,1087
0,0871
0,0811
0,0741
∑ = 3,5195 ∑ = 1,5299
% Te =
∑
∑ % Tp =
∑
∑
=
=
= 1,5766 % = 2,2038 %
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 208/319
83
Lampiran 9. Hasil Uji Efektifitas Krim Ekstrak Etanol 70 % Teh Hitam
sebagai Tabir Surya
Tabel 24. Perhitungan Efektivitas Krim Formula KN (kontrol negatif)
λ (nm) A % T Fe Ee (% T x Fe) Ep (% T x Fp)
292,5
297,5
302,5
307,5
312,5
3,17,5
0,3670
0,3614
0,3278
0,2994
0,2762
0,2422
42,9536
43,5111
47,0110
50,1880
52,9419
57,2532
0,1105
0,6720
1,0000
0,2008
0,1364
0,1125
4,7464
29,2395
47,0110
10,0777
7,2213
6,4409
-
-
-
-
-
-
Fp
322,5
327,5
332,5
337,5
342,5
347,5
352,5
357,5
362,5
367,5
372,5
0,2116
0,1907
0,1777
0,1629
0,1448
0,1421
0,1139
0,1114
0,1102
0,1094
0,1065
61,4327
64,4614
66,4202
68,7726
71,6473
72,0941
76,9307
77,3749
77,5889
77,7320
78,2528
0,1079
0,1020
0,0936
0,0798
0,0669
0,0570
0,0488
0,0456
0,0356
0,0310
0,0260
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
6,6286
6,5751
6,2169
5,4840
4,7932
4,1093
3,7542
3,5283
2,7621
2,4097
2,0346
∑ = 104,7368 ∑ = 48,2960
% Te = ∑
∑ % Tp =
∑
∑
=
=
= 46,9208 % = 69,5707 %
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 209/319
84
Tabel 25. Perhitungan Uji Efektivitas Krim Formula KP benzofenon-3 (kontrol
positif)
λ (nm) A % T Fe Ee (% T x Fe) Ep (% T x Fp)
292,5
297,5
302,5
307,5
312,5
317,5
3,4280
3,4246
3,4019
3,3927
3,3721
3,3717
0,0373
0,0376
0,0396
0,0405
0,0424
0,0425
0,1105
0,6720
1,0000
0,2008
0,1364
0,1125
0,0041
0,0253
0,0396
0,0081
0,0058
0,0048
-
-
-
-
-
-
Fp
322,5
327,5
332,5
337,5
342,5
347,5
352,5
357,5
362,5
367,5
372,5
3,3425
3,3110
3,2925
3,2911
3,2626
2,8958
2,8774
2,8231
2,8114
2,7963
2,6642
0,0454
0,0488
0,0510
0,0511
0,0546
0,1271
0,1371
0,1503
0,1544
0,1598
0,2167
0,1079
0,1020
0,0936
0,0798
0,0669
0,0570
0,0488
0,0456
0,0356
0,0310
0,0260
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
0,0049
0,0049
0,0047
0,0041
0,0036
0,0072
0,0067
0,0068
0,0055
0,0049
0,0056
∑ = 0,08877 ∑ = 0,0589
% Te =
∑
∑ % Tp =
∑
∑
=
=
= 0,0392 % = 0,0848 %
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 210/319
85
Tabel 26. Perhitungan Uji Efektivitas Krim Tabir Surya Ekstrak Etanol 70 % Teh
Hitam Konsentrasi 1 % (KrT 1 %)
λ (nm) A % T Fe Ee (% T x Fe) Ep (% T x Fp)
292,5
297,5
302,5
307,5
312,5
317,5
2,2240
2,1774
2,1535
2,1362
2,1226
2,1124
0,5970
0,6646
0,7022
0,7308
0,7540
0,7719
0,1105
0,6720
1,0000
0,2008
0,1364
0,1125
0,6759
0,4466
0,7022
0,1467
0,1028
0,0868
-
-
-
-
-
-
Fp
322,5
327,5
332,5
337,5
342,5
347,5
352,5
357,5
362,5
367,5
372,5
1,9992
1,9954
1,9721
1,9562
1,9060
1,8719
1,8640
1,8401
1,8269
1,7313
1,7011
0,9775
0,8035
0,1262
0,8255
0,8381
0,8521
0,8654
0,8768
0,8867
0,8949
0,9038
0,1079
0,1020
0,0936
0,0798
0,0669
0,0570
0,0488
0,0456
0,0356
0,0310
0,0260
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
0,1081
0,1031
0,0998
0,0883
0,0830
0,0765
0,0667
0,0659
0,0530
0,0575
0,0517
∑ = 1,5510 ∑ = 0,8536
% Te =
∑
∑ % Tp =
∑
∑
=
=
= 0,6948 % = 1,1229 %
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 211/319
86
Tabel 27. Perhitungan Uji Efektivitas Krim Tabir Surya Ekstrak Etanol 70 % Teh
Hitam Konsentrasi 2 % (KrT2 %)
λ (nm) A % T Fe Ee (% T x Fe) Ep (% T x Fp)
292,5
297,5
302,5
307,5
312,5
317,5
2,4318
2,4157
2,3824
2,3612
2,3384
2,2997
0,3699
0,3824
0,4146
0,4353
0,4587
0,5015
0,1105
0,6720
1,0000
0,2008
0,1364
0,1125
0,0408
0,2569
0,4146
0,0874
0,0626
0,0564
-
-
-
-
-
-
Fp
322,5
327,5
332,5
337,5
342,5
347,5
352,5
357,5
362,5
367,5
372,5
2,2661
2,2536
2,2181
2,1719
2,1482
2,0938
2,0722
2,0614
1,9828
1,7746
1,7218
0,5419
0,5577
0,6052
0,6731
0,7109
0,8057
0,8468
0,8682
1,0404
1,6803
1,8976
0,1079
0,1020
0,0936
0,0798
0,0669
0,0570
0,0488
0,0456
0,0356
0,0310
0,0260
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
0,0585
0,0568
0,0566
0,0537
0,0475
0,0459
0,0413
0,0396
0,0370
0,0521
0,0493
∑ = 0,9187 ∑ = 0,5383
% Te = ∑
∑ % Tp = ∑
∑
=
=
= 0,4115 % = 0,7754 %
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 212/319
87
Tabel 28. Perhitungan Uji Efektivitas Krim Tabir Surya Ekstrak Etanol 70 % Teh
Hitam Konsentrasi 3 % (KrT 3 %)
λ (nm) A % T Fe Ee (% T x Fe) Ep (% T x Fp)
292,5
297,5
302,5
307,5
312,5
317,5
2,5317
2,5094
2,4928
2,4816
2,4611
2,4394
0,2939
0,3094
0,3215
0,3299
0,3458
0,3636
0,1105
0,6720
1,0000
0,2008
0,1364
0,1125
0,0325
0,2079
0,3215
0,0662
0,0471
0,0409
-
-
-
-
-
-
Fp
322,5
327,5
332,5
337,5
342,5
347,5
352,5
357,5
362,5
367,5
372,5
2,4261
2,4019
2,3996
2,3727
2,3564
2,3019
2,3001
2,2846
2,2442
2,2006
2,1911
0,3749
0,3963
0,3985
0,4239
0,4401
0,4989
0,5010
0,5193
0,5699
0,6301
0,6440
0,1079
0,1020
0,0936
0,0798
0,0669
0,0570
0,0488
0,0456
0,0356
0,0310
0,0260
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
0,0404
0,0404
0,0373
0,0338
0,0294
0,0284
0,0244
0,0237
0,0203
0,0195
0,0167
∑ = 0,7161 ∑ = 0,3143
% Te =
∑
∑ % Tp =
∑
∑
=
=
= 0,3208 % = 0,4527 %
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 213/319
88
Lampiran 10. Hasil Penapisan Fitokimia Serbuk Simplisia dan Ekstrak
Alkaloid Flavonoid Saponin
Gambar 25. Hasil Penapisan Fitokimia Simplisia
Alkaloid Flavonoid Saponin
Gambar 26. Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak
Tanin Minyak atsiri Kuinon Steroid/Triterpenoid
Tanin Minyak atsiri Kuinon Steroid/Triterpenoid
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 214/319
89
Lampiran 11. Alat
Gambar 27. Viskometer Brookfield Gambar 28. pH Meter
Gambar 29. Spektrofotometer UV-Vis Gambar 30. Oven
Gambar 31. Alat Centrifuge Gambar 32. UV 366 nm
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 215/319
90
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 216/319
Nining Sugihartini
Majalah Farmasi Indonesia, 16 (3), 2005 130
Pengaruh penambahan fraksi etanol dariinfusa daun P l an t a g o m a j o r L. terhadap
efektivitas oktil metoksisinamat sebagai bahanaktif tabir surya
The influence of ethanol fractions of infusa of P la n t a g o m a j o r
L. leaves in effectivity of octyl methoxycinnamate as activeingredient of sunscreen
Nining Sugihartini 1) , Marchaban 2) dan Suwidjiyo Pramono 2)
1) Fakultas Farmasi Universitas Ahmad Dahlan,2) Fakultas Farmasi Universitas Gadjah Mada
Abstrak
Oktil metoksisinamat merupakan bahan aktif tabir surya yang setelahmendapat paparan cahaya matahari mengalami degradasi sehinggapenggunaannya sebagai tabir surya menjadi kurang efektif. Antioksidanmemiliki potensi sebagai fotoprotektor. Flavonoid yang terkandung dalamfraksi etanol daun Plantago major L. memiliki potensi sebagai antioksidan.Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji pengaruh penambahan fraksi etanoldaun Plantago major L. terhadap efektivitas oktil metoksisinamat sebagaibahan aktif sediaan tabir surya.
Pada penelitian ini digunakan dua formula. Formula I mengandung oktil
metoksisinamat dan formula II mengandung campuran oktil metoksisinamatdengan fraksi etanol daun Plantago major L. (1:1). Kedua formula dipaparkancahaya matahari selama 5 jam (pukul 09.00-14.00 WIB). Penentuan efektivitasoktil metoksisinamat sebagai tabir surya ditentukan berdasarkan persen
transmisi eritema dan persen transmisi pigmentasi pada masing-masingformula sebelum dan sesudah pemaparan dengan cahaya matahari selama 5 jam. Analisis data secara statistik dilakukan dengan Student t test pada taraf
kepercayaan 95%.Penambahan fraksi etanol daun Plantago major , L. menurunkan nilai
persen transmisi eritema setelah perlakuan pemaparan dengan cahayamatahari selama 5 jam (p<0,05). Fraksi etanol tersebut juga menurunkansecara bermakna persen transmisi pigmentasi baik sebelum atau sesudahpemaparan dengan cahaya matahari (p<0,05). Lebih jauh, karena fraksi
etanol daun Plantago major , L. mempunyai serapan maksimum pada 331.8yang merupakan daerah UVA, kombinasinya dengan oktil metoksisinamatmenghasilkan sediaan tabir surya yang efektif sebagai pelindung baikterhadap UVA maupun UVB. Kata kunci : oktil metoksisinamat, fraksi etanol daun Plantago major L., tabir surya.
Abstract
Octyl methoxycinnamate is an active ingredient of that is degraded bysolar irradiation resulting it usage as sunscreen becomes less effective. Anantioxidant has capability as a photo-protector. Flavonoid in the ethanolicfraction of Plantago major , L. leaves is reported to have an antioxidant. Thisresearch was aimed to examine the influence of the addition of the ethanolic
fraction of Plantago major , L. leaves to the effectiveness of octylmethoxycinnamate as a sunscreen.
Majalah Farmasi Indonesia, 16 (3), 130 – 135, 2005
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 217/319
Pengaruh penambahan fraksi etanol..........
Majalah Farmasi Indonesia, 16 (3), 2005 131
In this research, two formulas were prepared. Formula I containedoctyl methoxycinnamate per se and formula II contained a mixture (1:1) ofoctyl methoxycinnamate and ethanolic fraction of Plantago major , L. leaves.Both formulas were exposed to the sun light for 5 hours (09.00-14.00 WIB)
in which samples were taken every hour. The effectiveness of octylmethoxycinnamate was calculated based on the percentage of erythematransmission and the percentage of pigmentation transmission, prior andafter the irradiation by the sun light for 5 hours. The statistical data analysiswas performed based on the Student t test with a confidence level of 95%.
The addition of the ethanol fraction of Plantago major , L. leavessignificantly reduced the percentage of the erythema transmission after solarirradiation (p<0.05).The ethanol fraction also significantly reduced thepercentage of pigmentation transmission prior and after solar irradiation(p<0.05). Furthermore, as the ethanol fraction had the maximum absorptionat 331.8 nm, that is in the UVA spectrum, its combination with octylmethoxycinnamate resulted in a sun screen formulation that protect fromUVA as well as UVB Key words: octyl methoxycinnamate, ethanol fraction of Plantago major , L. leaves,
sunscreen.
Pendahuluan Tabir surya digunakan untuk melindungi
kulit dari paparan cahaya matahari langsung.Berdasarkan penelitian Diffey (2001), 90%pengguna tabir surya bertujuan untuk menurun-kan resiko terjadinya kanker kulit. Hasil peneli-tian Green dkk. (1999) menyatakan bahwapenggunaan tabir surya setiap hari tenyata dapatmenurunkan probabilitas terjadinya kankerkulit.
Banyak bahan yang dapat dipergunakansebagai tabir surya, salah satu diantaranya
adalah oktil metoksisinamat. Mekanisme kerjabahan ini secara kimiawi adalah denganmengabsorbsi sinar ultra violet (UV) sehinggamenghambat penetrasi sinar UV ke dalamlapisan epidermis kulit.
Penelitian Astuti (1997) menunjukkanbahwa paparan cahaya matahari ternyata dapatmenurunkan kadar oktil metoksisinamat dalamsediaan. Hal ini disebabkan karena oktilmetoksisinamat mengalami reduksi oleh cahayamatahari. Hasil degradasi tersebut ternyata tidaklagi bersifat sebagai tabir surya.
Black (1990) menyatakan bahwa antiok-
sidan memiliki potensi sebagai fotoprotektor.Cahaya UV dapat memacu pembentukansejumlah senyawa reaktif atau radikal bebaspada kulit. Senyawa dengan kemampuanantioksidan atau penangkap radikal bebas dapatberkompetisi dengan molekul target danmengurangi atau mengacaukan efek yangmerugikan.
Antioksidan alami banyak terkandungdalam tumbuhan misalnya vitamin E, vitaminC, beta karoten dan flavonoid. Oleh karena itu,tumbuhan dapat dipergunakan sebagai sumberantioksidan (Kikuzaki dan Nakatani, 1993; AlSaikhan dkk., 1995). Hertiani (2000) melapor-kan bahwa flavonoid daun Plantago major , Lternyata aktif sebagai antioksidan dan memilikipotensi lebih besar dari kuersetin yaitu sebesar
41,08 ± 4,96%. Penelitian ini mengkaji penggunaan
fraksi etanol infusa daun Plantago major , L
(untuk selanjutnya disebut fraksi etanol)terhadap efektivitas oktil metoksisinamat. Hasilpenelitian ini diharapkan akan sangat berman-faat dalam memformulasi sediaan tabir suryamenggunakan bahan aktif oktil metoksisinamatdengan memanfaatkan bahan antioksidan alamidari daun Plantago major , L sehingga dapatmeningkatkan efektivitas oktil metoksisinamat.
MetodologiBahan
Oktil metoksisinamat (PT. Vitapharm,Surabaya), silika gel G, aquades dan aquabides(kualitas farmasi). Metanol dan etanol (p.a E.Merck),
kertas saring Whatman 40. Daun Plantago major L.(dari Tawangmangu) yang dipanen pada bulan April2003.
Alat
Spektrofotometer uv-1601PC (Shimadzu, Japan), neraca analitik AR2140 Ohaus (New York),penyaring Whatman 0,45 µm nylon, ultrasonic LC304 (Jerman), alat pembuat lapis tipis.
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 218/319
Nining Sugihartini
Majalah Farmasi Indonesia, 16 (3), 2005 132
Jalannya PenelitianPembuatan fraksi etanol daun P l a n t a g o
m a j o r L.
Serbuk daun Plantago major L. kering
diinfundasi selama 15 menit pada suhu 900
Ckemudian diserkai panas. Filtrat diuapkan di ataspenangas air sampai kental kemudian ditambahkanetanol berkali-kali sehingga larutan etanol terakhirtidak berwarna lagi kemudian disentrifugasi dengankecepatan 2500 rpm. Filtrat dievaporasi sampaihampir kering (selanjutnya disebut fraksi etanol).
Pembuatan formula sediaan.
Formula I, oktil metoksisinamat ditimbangsebanyak satu g, dimasukkan ke dalam Erlenmeyerbertutup yang sudah ditara, kemudian 15 g silika gelG dimasukkan, dan ditambahkan air suling 30 mlkemudian ditimbang. Lapisan lempeng kaca ukuran5 x 20 cm yang diketahui beratnya disiapkan
sebanyak 10 lempeng, dan diletakkan di ataspembuat lapis tipis. Formula segera dikocok kuatdan cepat kemudian diratakan di atas lempeng kacadengan ketebalan 0,25 mm. Dalam keadaan basahmasing-masing lempeng ditimbang dan disimpanditempat yang terlindung dari cahaya.
Formula II, oktil metoksisinamat dan fraksietanol daun Plantago major L. ditimbang masing-masing sebanyak satu g lalu dimasukkan ke dalamErlenmeyer bertutup yang sudah ditara, kemudian15 g silika gel G dimasukkan dan ditambah air suling30 ml kemudian ditimbang. Lapisan lempeng kacaukuran 5 x 20 cm yang diketahui beratnya disiapkansebanyak 10 lempeng dan diletakkan di atas
pembuat lapis tipis. Formula segera dikocok kuatdan cepat kemudian diratakan di atas lempeng kacadengan ketebalan 0,25 mm. Dalam keadaan basahmasing-masing lempeng ditimbang dan disimpanditempat yang terlindung dari cahaya.
Penyinaran sampel
Masing-masing formula (18 sampel) diletak-kan pada rak atau tempat yang sesuai, diberiperlakuan dengan disinari langsung di tempatterbuka pada sinar matahari, dengan interval waktusatu jam, dimulai dari pukul 09.00-14.00 WIB. Untukpembanding masing-masing formula (6 lempeng)diperlakukan tanpa penyinaran (0 jam). Setiap
interval waktu masing-masing formula diambil
dan disimpan ditempat terlindung dari cahayamatahari.
Penentuan efektivitas oktil metoksisinamat
Sampel yang sudah mengalami penyinaran (5jam) dan tanpa penyinaran ( 0 jam ) belum diukurserapannya dengan spektrofotometer pada panjanggelombang 292,5 – 372,5 nm. Dari nilai serapanyang diperoleh dihitung nilai serapan untuk 1 g/l
dan T (%) 1 g/l dengan rumus A= - log T. Nilaitransmisi eritema dihitung dengan cara mengalikannilai transmisi (T) dengan faktor efektivitas eritema(Fe) pada panjang gelombang 292,5-372,5 nm. Nilai
transmisi pigmentasi dihitung dengan caramengalikan nilai transmisi (T) dengan faktorefektivitas pigmentasi (Fp) pada panjang gelombang292,5-372,5 nm. Selanjutnya nilai persen transmisi
eritema dihitung dengan rumus=Σ TxFe/ ΣFe dannilai persen transmisi pigmentasi dihitung dengan
rumus=Σ TxFe/ ΣFe (Cumpelik, 1972).
Hasil Dan PembahasanEfektivitas oktil metoksisinamat dilihat
berdasarkan nilai persen transmisi eritema danpersen transmisi pigmentasi yang ada. Pengaruhpenambahan fraksi etanol terhadap efektivitas
oktil metoksisinamat dilihat berdasarkan peru-bahan nilai persen transmisi eritema danpigmentasi antara formula I dan II baik yangbelum mengalami perlakuan penyinaran atau-pun yang sudah mengalami perlakuan penyinar-an yang dalam hal ini dipakai penyinaran selama5 jam.
Nilai persen transmisi eritema danpersen transmisi pigmentasi pada formula I danII baik yang belum mengalami penyinaran (0)maupun yang sudah (5) disajikan pada Tabel I.
Berdasarkan hasil perhitungan terlihatbahwa baik nilai persen transmisi eritema mau-
pun persen transmsisi pigmentasi mengalamiperubahan setelah penambahan fraksi etanolmaupun dengan perlakuan penyinaran. Untukmelihat ada tidaknya perbedaan yang signifikanmaka dilakukan uji-t dengan taraf kepercayaan95%. Hasil perhitungan uji-t (Tabel II).
Pada nilai persen transmisi eritematerlihat bahwa dengan perlakuan penyinaranternyata memberikan nilai yang berbeda secarabermakna (p < 0,05) baik pada formula Idan II. Pada formula I sebelum penyinaran nilaitransmisi eritema sebesar 3,84 x 10-9 (4,10x10-9 )dan setelah mendapatkan penyinaran 5 jammenjadi 4,13 x 10-5 (1,16x10-5 ), sedangkan padaformula II sebelum penyinaran nilai transmisieritema sebesar 2,71x10-13 (3,82x10-13 ) dansetelah mendapatkan penyinaran selama 5 jammenjadi 4,79x10-7 (7,36x10-8 ). Berdasarkan datatersebut terlihat bahwa setelah perlakuanpenyinaran selama 5 jam nilai persen transmisieritema meningkat secara bermakna (p < 0,05).Hal ini kemungkinan disebabkan kadar oktil
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 219/319
Pengaruh penambahan fraksi etanol..........
Majalah Farmasi Indonesia, 16 (3), 2005 133
metoksisinamat sebagai bahan pelindung darimatahari semakin kecil karena mengalamidegradasi. Hal ini sesuai dengan data pada
analisis fotostabilitas dengan adanya pengaruhpenyinaran. Semakin lama waktu penyinaran,oktil metoksisinamat yang terdegradasi semakinmeningkat sehingga tidak bisa lagi secaraoptimal melindungi kulit. Semakin kecilnyakadar oktil metoksisinamat maka kemampuanuntuk menyerap cahaya matahari menjadimenurun dan semakin besar energi matahariyang dapat diteruskan ke permukaan kulit. Akibatnya kulit menjadi lebih mudah meng-alami eritema karena sengatan cahaya matahari.
Pengaruh penambahan fraksi etanol padanilai persen transmisi eritema dapat dilihat pada
perbandingan persen transmisi eritema antaraformula I.0 dengan II.0 dan juga antara I.5dengan II.5. Pada perbandingan formula I.0dengan II.0 ternyata tidak berbeda secara ber-makna (p > 0,05) antara sebelum penambahandan sesudah penambahan fraksi etanol. Hal inikemungkinan disebabkan karena keduanyabelum mengalami perlakuan penyinaran
sehingga pengaruh adanya penambahan fraksietanol belum terlihat, sedangkan pada perban-dingan formula I.5 dan II.5 yang sudah
mengalami perlakuan penyinaran selama 5 jamternyata menunjukkan adanya perbedaan yangbermakna (p < 0,05). Nilai % transmisi eritemapada formula I.5 sebesar 4,13x10-5 (1,16x10-5 ),
sedangkan pada formula II.5 (ada penambahanfraksi etanol) ternyata memberikan nilai yanglebih kecil yaitu sebesar 4,79x10-7 (7,36x10-8 ).Ini berarti dengan penambahan fraksi etanoldapat menurunkan terjadinya eritema. Meski-pun pada analisis kuantitatif peningkatan kadaroktil metoksisinamat setelah penambahan fraksietanol tidak memberikan peningkatan yangbermakna namun kemungkinan peningkatan
kadar tersebut dapat membantu menurunkanterjadinya eritema. Kemungkinan lainnya adalahflavonoid dalam fraksi etanol yang telahterbukti mempunyai aktivitas sebagai antiok-sidan dapat bersaing dengan senyawa yangdirusak oleh cahaya matahari. Hal iniberdasarkan pada pernyataan Black (1990)bahwa cahaya matahari dapat menyebabkan
Tabel I. Nilai persen transmisi eritema dan persen transmisi pigmentasi pada Formula I dan II baik yangbelum mengalami penyinaran (0) maupun yang sudah (5)
Formula % Transmisi eritema % Transmisi pigmentasi
I.0 3,84 x 10-9 (4,10x10-9 ) 12,08 (1,66)I.5 4,13 x 10-5 (1,16x10-5 ) 7,32 (0,81)II.0 2,71 x 10-13 (3,82x10-13 5,18 (1,14)II.5 4,79 x 10-7 (7,36x10-8 2,9 (0,06)
Keterangan :I.0 = Formula I tanpa perlakuan penyinaranI.5 = Formula I dengan penyinaran 5 jamII.0 = Formula II tanpa perlakuan penyinaranII.5 = Formula II dengan penyinaran 5 Angka dalam kurung menunjukkan standar deviasi
Tabel II. Hasil uji-t antar formula dan perlakuan penyinaran
Formula Perbedaan % Transmisi eritema
Perbedaan % Transmisi
pigmentasiI.0 dengan I.5 Berbeda bermakna Berbeda bermakna
II.0 dengan II.5 Berbeda bermakna Tidak berbeda bermaknaI.0 dengan II.0 Tidak berbeda bermakna Berbeda bermaknaI.5 dengan II.5 Berbeda bermakna Berbeda bermakna
Keterangan :I.0 = Formula I tanpa perlakuan penyinaranI.5 = Formula I dengan penyinaran 5 jamII.0 = Formula II tanpa perlakuan penyinaranII.5 = Formula II dengan penyinaran 5 jam
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 220/319
Nining Sugihartini
Majalah Farmasi Indonesia, 16 (3), 2005 134
terbentuknya senyawa reaktif atau radikal bebasdan antioksidan dapat bersaing dengan molekultarget sehingga kerusakan yang terjadi dapat
dikurangi.Lebih jauh diketahui bahwa fraksi etanolyang mengandung flavonoid memberikanserapan pada panjang gelombang 331,8 nmyang merupakan daerah spektra UV A sehinggapenambahan fraksi etanol diduga mempunyaiefek protektan terhadap UV A. Dewasa inidisadari bahwa perlindungan terhadap UV Asangat penting terutama terkait dengankemungkinan terjadinya neoplasia, penuaankulit dan perubahan imunologi pada kulit.Diketahui bahwa untuk memberikan efek yangsama dengan UV B dibutuhkan 1000 kali lebihbanyak foton UV A namun UV A lebih mudahmenembus atmosfer, sekitar 10-100 kali lebihbanyak UV A diterima bumi dibandingkan UVB. Hal ini menyebabkan pengaruh UV Amenjadi faktor yang sangat penting terhadaperitema dan kerusakan kulit karena cahayamatahari (Harber dkk., 1990).
Pengaruh penambahan fraksi etanol ter-hadap nilai persen transmisi pigmentasi dapatdilihat pada perbandingan formula I.0 denganII.0 dan formula I.5 dengan II.5. Nilai persentransmisi pigmentasi formula I.0 sebesar 12,08(1,66) sedangkan pada formula II.0 sebesar 5,18(1,14). Pada formula II.0 nilai persen transmisipigmentasi menurun (p < 0,05). Hal inikemungkinan disebabkan karena pada formulaII.0 terdapat fraksi etanol yang memiliki dayaserap pada daerah UV A. Diketahui bahwacahaya UV A menyebabkan efek pigmentasipada kulit. Dengan adanya fraksi etanoltersebut maka cahaya UV A akan terserapsehingga efek pigmentasinya menurun. Demi-kian juga setelah kedua formula mengalamipenyinaran dengan cahaya matahari selama 5
jam. Nilai persen transmisi pigmentasi padaformula I.5 sebesar 7,32 (0,81) sedangkan padaformula II.5 sebesar 2,9 (0,06). Nilai persen
transmisi pigmentasi menurun pada formulaII.5 (p < 0,05). Hal ini kemungkinan jugadisebabkan karena keberadaan fraksi etanolyang mampu menyerap pada daerah cahaya UV A sehingga nilai persen transmisi pigmentasinyamenurun.
Pengaruh penyinaran selama 5 jamterhadap nilai persen transmisi pigmentasi padaformula I dan II ternyata menyebabkan penuru-nan secara bermakna pada formula I (p < 0,05)dan tidak bermakna pada formula II (p > 0,05).Hal ini merupakan hal yang menguntungkankarena kulit menjadi tidak cepat berwarnasetelah terkena paparan cahaya matahari. Padaformula II terdapat fraksi etanol daun Plantagomajor L. Berdasarkan data tersebut makinmemperkuat dugaan bahwa fraksi etanol daunPlantago major L. memang memiliki potensisebagai fotoprotektor terhadap UV A.
KesimpulanPenambahan fraksi etanol daun Plantago
major , L. menurunkan nilai persen transmisieritema khususnya setelah perlakuan pemapar-an dengan cahaya matahari selama 5 jam(p<0,05). Fraksi etanol tersebut juga menurun-kan secara bermakna persen transmisipigmentasi baik sebelum atau sesudah pema-paran dengan cahaya matahari (p<0,05). Lebihjauh, karena fraksi etanol daun Plantago major , L.mempunyai serapan maksimum pada 331.8yang merupakan daerah UVA, kombinasinyadengan oktil metoksisinamat menghasilkansediaan tabir surya yang efektif sebagaipelindung baik terhadap UVA maupun UVB.
Daftar Pustaka
Al-Saikhan, M.S., Howard, L.R., and Miller Jr., J.C., 1995, Antioxidant Activity and Total Phenolicsin Different Genotypes of Potato ( Solanum tuberosum L.), J. Food Sci ., 60(2), 341-342.
Astuti, R., 1997, Fotostabilitas Oktilmetoksisinamat dan Pengaruhnya terhadap Fotostabilitas Triptofan, Tesis , Program Pascasarajana, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Black, H.S., 1990, Antioxidant and Carotenoids as Potential Photoprotectants dalam Nicholas, J.Ldan Nadim, A S. (Eds.,) Sunscreens Development, Evaluation and Regulatory Aspects , 267-273, Vol. 10, Marcel Dekker Inc., New York.
Diffey, B., 2001, Sunscreen isn’t Enough, J. Photochem. Photobiol., 64, 105-108.
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 221/319
Pengaruh penambahan fraksi etanol..........
Majalah Farmasi Indonesia, 16 (3), 2005 135
Green, A., Williams, G., and Neale, R., 1999, Does Daily Use of Sunscreen or β-caroteneSupplements Prevent Skin Cancer in Healthy Adults?, Lancet , 354, 723-729.
Harber, L.C., DeLeo, V.A., and Prystowsky, J.H., 1990, Intrinsic and Extrinsic Photoprotection
Against UVB and UVA Radiation dalam Lowe, N.J and Shaath, N.A. (Eds.),Sunscreens Development, Evaluation and Regulatory Aspects , 367, Marcel Dekker, Inc., New York.
Hertiani, T., 2000, Isolasi dan Identifikasi Senyawa Flavonoid Antioksidan dari Daun Plantago majorL , Thesis , Program Pasca Sarjana, Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
Kikuzaki, H. and Nakatani, N., 1993, Antioxidant Effect of Some Ginger Constituent, J. Food Sci .,58(6) 1407-1408.
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 222/319
Fitokimia herba konyal
Di Indonesia jenis-jenis Passiflora yang ada lebih dikenal dengan buahnya yang bisa dimakan
dan memiliki rasa dan aroma yang lezat ( Passiflora edulis Sims, Passiflora foelidal, Passiflora
laurifolia L dan lain-lain). Pemakaian dalam pengobatan hanya sebagai eksfektoran (buahPassiflora foetida L), antelmintik (daun Passiflora lautiflora L) dan obat raja singa serta kencing
nanah (daun Passiflora quadrangularis L) (1).
Passiflora yang dikenal dengan sebutan "Passion Flower" atau "Mararuja" mempunyai sejarah
yang panjang dan beraneka ragam sebagai sedatif alami. Ibu-ibu di Brasilia memanfaatkan
keefektifannya yang menenangkan anak-anak hiperaktif dan mempunyai kemampuan membantu
mengatasi kekejangan dengan secangkir teh mararuja atau dua gelas jusnya. Mararujamenimbulkan rasa kantuk yang alami "natural sleepiness", tanpa menyebabkan depresi sistem
saraf dan karena itu digunakan untuk semua jenis insomnia. Penderita di bawah pengaruhnya
akan terpelihara ketenangan dan kemampuan berfikir, berbicara, bergerak, sehingga akhirnya
tertidur. Pada penggunaan berlanjut, tidak ada kontraindikasi karena toksik dan adiktif (2).
Di Jerman telah dibuat obat atau ekstrak herba Passiflora incarnata L. sebagai sedatif dan perbaikan kardiotonik seperti Plantival, sanadarmin, sedinfant, krauter-dragees dan lain-lain (5)
Marga Passiflora yang berkerabat dengan Caricaceae, suku pepaya diketahui mengandungalkaloid, fenol, tanin dan senyawa sianogenik, flavonoid glikosida telah ditemukan pada
beberapa jenis Passiflora ini, beberapa diantaranya diidentifikasi sebagai flavonoid dengan ikatan
C-glikosida (2, 3, 4).
Telaah fitokimia ini dilakukan untuk meneliti kandungan kimia herba Passiflora edulis Sims,
yang satu marga dengan Passiflora incarneta L. dan banyak ditemukan di Jawa Barat sehinggahasilnya bisa dikembangkan lebih lanjut.
TINJAUAN PUSTAKA
Tinjauan Botani Tinjauan botani meliputi aspek klasifikasi tumbuhan, nama daerah, ekologi dan penyebaran,
morfologi tumbuhan, serta khasiat dan kegunaannya.
Klasifikasi Tumbuhan Klasifikasi tumbuhan Passiflora edulis Sims, adalah:
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : MagnoliopsidaAnak kelas : Dilleniidae
Bangsa : Violales
Suku : PassifloraceaeMarga : Passiflora
Jenis : Passiflora edulis Sims (6)
Nama Daerah
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 223/319
Nama daerah Passiflora edulis Sims adalah : buah negeri (Jawa), paksi (Sunda), konyal, areuy
pasi, buah monyet (1, 7, 8).
Jenis Passiflora lain
Jenis Passiflora lain yang dikenal di Indonesia antara lain adalah Passiflora foelida L. dengannama daerah gegombo (Aceh), lemanas (Palembang), remugak (Lampung), kaceprek, pacean,
permot, rajutan (Sunda), ceplukan blungsun (Jawa). Passiflora laurifolia L. dengan nama daerah
buah susu, markisa leutik (Sunda); Passiflora mixtra L.F. dengan nama daerah tidak diketahui;Passiflora nilida H.B.le. yang tidak memiliki nama daerah, dan Passiflora guandrangularis L.
dengan nama daerah markisa (Indonesia), prubis (Palembang), erbis, markusa (Sunda), belewa
(Sumatra timur) (1,7).
Jenis lain yang ada di dunia adalah Passiflora alata, Passiflora coccinea, Passiflora incarnata,
Passiflora ligularis, Passiflora maliformis, Passiflora mollissima dan lain-lain.
Morfologi Tumbuhan
Passiflora edulis Sims merupakan terna merambat sedikit berkayu kuat tapi berumur pendek (5-7tahun), dengan panjang lebih dari 15 m. Tangkainya gundul, berakar dan berwarna hijau.
Memiliki sulur aksilar, berpilin, bergulung lebih panjang dari daunnya.
Daun mempunyai Stipula dan petiolus: stipula lanseolatus, panjang 1 cm, petiolus dengan panjang 2-5 cm, bagian atas beralur, memiliki dua kelenjar bundar pada puncaknya. Daun muda
tidak berlobus, selanjutnya jadi bentuk palmatus dengan tiga lobus, dasar daun kordalus: lobus
ovalus oblong, 10-15 cm x 12-25 cm, akuminatus, tepinya bergerigi dengan ujung berkelenjar.
Bunga tunggal, aksilar, berbau harum, indah, dengan diameter 7,5-10 cm, pedunkulustriangularis, panjang 2-5 cm, dekat apeks, berdaun tiga, braktea ovalus-oblong menjalar, bagian
bawah kuning kehijauan, bagian atas putih bagian tepi dengan lebih dari empat kelenjar, apeksdengan bagian seperti dua, lima petal, bebas, putih dan tipis, berselang-seling dengan lobus
kaliks. Korong terdiri dari dua barisan terluar berombak, benang tersebar, panjang 2-3 cm
berwarna putih dengan dasar ungu, dan tiga barisan lebih dalam berupa papilla pendek berujungungu. Stamen berjumlah lima, filamen bersatu dalam pipa melingkar ginotor kira-kira 1 cm dan
kemudian terbagi dengan luas 1 cm. Antena besar, ovarium ginofor, ovoid, satu lokular dengan
tiga plasenta palietal. Stilus berjumlah tiga, horizontal, klavatus, dengan alur longitudinal,
panjang 1 cm stigma reniform atau condiform dengan diameter 0,5 cm.
Buah bulat atau ovoid, 4-12 cm x 4-7 cm, ungu tua atau kuning jernih eksokarp keras dan tipis,mesokarp kehijauan, endokarp putih. Berbiji banyak berikat pada dinding ovarium, dilengkapioleh aroma daging buah yang kekuningan atau yang banyak mengandung air yang dapat
dimakan; rasanya kuat, biji hitam dan bergigi tiga pada dasarnya (8).
Ekologi dan Penyebaran
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 224/319
Terna merambat ini berasal dari selatan dan tumbuh di tepi hutan hujan dan di Asia Tenggara
tumbuh di daerah dengan curah hujan tahunan 2000-3000 mm. Di Indonesia Passiflora edulis
Sims ini tidak banyak dibudidayakan, tetapi banyak ditemukan di Jawa Barat pada ketinggianantara 1300-1700 m diatas permukaan laut di banyak tempat dan tumbuh liar dalam jumlah
besar.
Di dalam jurang-jurang gunung Cikuray, Papandayan, dan Malabar permukaan tanah yang luas
telah dirimbuni dengan batang-batangnya yang tumbuh saling merapat. Penduduk
menganggapnya sebagai tumbuhan hutan dan berpuas hati dengan buah yang didapat merekakumpulkan di hutan itu. Passiflora ini tumbuh paling baik di Jawa Barat pada 400 kali dan lebih.
Perkembangbiakan dengan biji atau stek dan tumbuh cepat. Tumbuhan ini berbunga beberapa
kali dalam setahun dan selalu berbuah, yang terbanyak pada bulan Desember, Januari dan Juni
(7).
Khasiat dan Penggunaan
Sampai saat ini yang biasa dimanfaatkan dari Passiflora edulis ini adalah buahnya yang bisadimakan dalam keadaan segar atau diambil daging buahnya yang bisa dimakan dalam keadaan
segar atau diambil daging buahnya dan diawetkan dengan pemanasan atau pendinginan. Jus buahini memiliki rasa yang unik, kuat dan asam. Jenis produk yang bisa diperoleh antara lain es krim,
serat, nektar, jus, konsentrat, perasan, selai dan jelly (8).
Di Indonesia Passiflora edulis Sims hanya dimanfaatkan buahnya. Di Brazil selain sebagai
makanan juga dimanfaatkan sebagai sedatif. Sedangkan di Peru digunakan sebagai makanan dan
untuk infeksi saluran kencing (2).
Kandungan Kimia
Passaiflora edulis Sims, mengandung flavonoid, alkaloid, niacin, riboflavin, tiamin, asam
askorbat, ? - karoten, asam sitrat, asam malat, etil butilat, etil kaproat, n-heksil butirat, n-heksilhaproat, kalsium, besi, fosfor, kalium, natrium, pekilin-metil estrase fenolase (2).
Tinjauan Kimia
Flavonoid
Flavonoid merupakan salah satu golongan fenol alam terbesar yang terdapat dalam semua
tumbuhan berpembuluh. Semua flavonoid, menurut strukturnya merupakan turunan senyawainduk flavon yang mempunyai sejumlah sifat yang sama. Dalam tumbuhan, aglikon flavonoid
terdapat dalam berbagai bentuk struktur. Semuanya mengandung atom karbon dalam intidasarnya yang tersusun dalam konfigurasi C6-C3-C6, yaitu dua cincin aromatik yangdihubungkan oleh satuan tiga karbon yang dapat atau tidak dapat membentuk cincin ketiga.
Semua varian flavonoid saling berkaitan karena alur biosintesis yang sama, yang memasukkan
pra zat dari alur sikimat dan alur asetat-malonat. Flavonoid dalam tumbuhan umumnya terikatsebagai glikosida, baik O-glikosida maupun C-glikosida (9, 10).
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 225/319
Flavonoid yang dilaporkan terdapat pada Passifora edulis Sims, adalah 6-C-C6-deo lingkik
spiranosil J-3, 4, 5, 7-tetra hidroksiflavon atau disebut juga 6-c-husnovosiluteolin dengan
struktur sebagai berikut:
gbr1 Gambar 1.1. Struktur kuinovosilukolin (2)
Steroid dan Triterpenoid
Triterpenoid adalah senyawa yang kerangka karbonnya berasal dari enam satuan isoprena dansecara biosintesis dirumuskan dari hidrokarbon C30 asiklin, yaitu skualena. Senyawa ini
berstruktur siklin dan nisbi rumit, kebanyakan berupa alcohol, aldehida atau asam karbohidrat.
Senyawa ini tidak berwarna, berbentuk kristal, sering bertitik leleh tinggi dan aktif optik pada
umumnya sukar dicirikan karena tak ada kereaktifan kimianya. Uji yang banyak digunakan
adalah reaksi Lieberman-Burchard yang dengan kebanyakan triterpena dan sterol memberikanwarna hijau-biru. Triterpena dapat dipilih menjadi sekurang-kurangnya empat golongan
senyawa: triterpena sebenarnya, steroid, saiconon dan glikosida jantung. Kedua golongan
terakhir sebenarnya triterpena atau seteroid yang terdapat sebagai glikosida (10).
Passiflora edulis Sims dilaporkan mengandung triterpenoid yang disebut passiflorin atau asam
passiflorat dengan struktur sebagai berikut:
Gambar 1.2: Struktur asam passiflorat (2)
Alkaloid
Tidak ada istilah alkaloid yang memuaskan, tetapi umumnya alkaloid ini mencakup senyawa
bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom nitrogen, biasanya dalam gabungan sebagai bagian dari sistem siklik. Alkaloid sering kali beracun bagi manusia dengan bahaya yang
mempunyai aktivitas fisiologi yang menonjol sehingga digunakan secara luas dalam pengobatan.
Alkaloid biasanya tak berwarna, seringkali bersifat aktif optik kebanyakan berbentuk kristal padasuhu kamar. Prazat alkaloid yang paling umum adalah asam amino, meskipun sebenarnya
biosintesis kebanyakan asam amino lebih rumit. Secara kimia alkaloid merupakan suatu
golongan heterogen. Banyak alkaloid bersifat terpenoid dan beberapa diantaranya dari segi
biosintesis merupakan terpenoid termodifikasi alkaloid lain terutama berupa senyawa atomatikdengan gugus basa sebagai rantai samping (10).
Passiflora edulis Sims dilaporkan ini dengan alkaloid hormon yang memiliki struktur sebagai berikut:
Gambar 13: Struktur harmin (11)
Metode Ekstraksi
Ekstraksi adalah proses penarikan komponen/zat aktif suatu simplisia dengan menggunakan
pelarut tertentu. Pemikiran metode ekstraksi senyawa bukan atom dipergunakan oleh beberapafaktor, yaitu sifat jaringan tanaman, sifat kandungan zat aktif serta kelarutan dalam pelarut yang
digunakan. Prinsip ekstraksi adalah melarutkan senyawa polar dalam pelarut polar dan senyawa
non polar dalam senyawa non polar. Secara umum ekstraksi dilakukan secara berturut-turut
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 226/319
mulai dengan pelarut non polar (n-heksan) lalu pelarut yang kepolarannya menengah (diklor
metan atau etilasetat) kemudian pelarut yang bersifat polar (metanol atau etanol) (10).
Ekstraksi digolongkan ke dalam dua bagian besar berdasarkan bentuk fase yang diekstraksi yaitu
ekstraksi cair-cair dan ekstraksi cair padat, ekstraksi cair padat terdiri dari beberapa cara yaitu
maserasi, perkolasi dan ekstraksi sinambung.
Ekstraksi Sinambung
Ekstrasksi sinambung dilakukan dengan menggunakan alat Soxhlet. Pelarut penyair yang
ditempatkan di dalam labu akan menguap ketika dipanaskan, melewati pipa samping alat Soxhletdan mengalami pendinginan saat melewati kondensor. Pelarut yang telah berkondensasi tersebut
akan jatuh pada bagian dalam alat Soxhlet yang bersimplisia dibungkus kertas saring dan
menyisiknya hingga mencapai bagian atas tabung sifon. Seharusnya seluruh bagian linarut
tersebut akan tertarik dan ditampung pada labu tempat pelarut awal. Proses ini berlangsung terusmenerus sampai diperloleh hasil ekstraksi yang dikehendaki.
Keuntungan ekstraksi sinambung adalah pelarut yang digunakan lebih sedikit dan pelarut murnisehingga dapat menyaring senyawa dalam simplisia lebih banyak dalam waktu lebih singkat
dibandingkan dengan maserasi atau perkolasi. Kerugian cara ini adalah tidak dapat digunakan
untuk senyawa-senyawa termolabil (10).
Ekstraksi Cair-cair
Ekstraksi cair-cair juga diperlukan untuk mengekstraksi senyawa glikosida untuk umumnya
polar (aglikon yang berikatan dengan gula monosakarida dan disakarida). Ekstraksi cair-cair
untuk glikosida biasanya dilakukan terhadap ekstrak etanol atau metanol awal. Ekstrak awal ini
dilarutkan dalam air kemudian diekstraksi dengan etilasetat dan n-butanol. Glikosida terdapatdalam fase etilasetat atau n-butanol.
Selain itu ekstraksi cair-cair dilakukan terhadap reaksi awal untuk menghilangkan lemak dan
ekstrak tersebut jika bagian tumbuhan yang diekstraksi belum dihilangkan lemaknya pada
ekstrak awal.
Metode Pemisahan
Prinsip dari pemisahan adalah adanya perbedaan sifat fisik dan kimia dari senyawa yaitu
kecendrungan dari molekul untuk melarut dalam cairan (kelarutan), kecenderungan molekul
untuk menguap (keatsirian), kecenderungan molekul untuk melekat pada permukaan serbuklabus (adsorpsi, penserapan).
Salah satu cara pemisahan adalah kromatografi cair vakum, kromatografi cair vakum adalahkromatografi kolom yang dipercepat dan bekerja pada kondisi vakum. Alat yang digunakan
terdiri dari corong G-3, sumbat karet, pengisap yang dihubungkan dengan pompa vakum serta
wadah penampung fraksi. Corong G-3 diisi adsorben sampai setinggi 2,5 cm, kemudian diketuk-ketuk dengan batang pengaduk bersalut dilarutkan dalam pelarut organik yang cocok, kemudian
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 227/319
ke dalam larutan ekstrak tersebut ditambahkan adsorben dengan bobot sama dengan bobot
ekstrak. Campuran ini digenis sampai homogen, dikeringkan dan dimasukkan ke dalam corong
G-3 kemudian diratakan. Permukaan lapisan adsorben ditutup dengan kertas saring. Elusi diawalidengan pelarut non polar dilarutkan dengan kombinasi pelarut dengan polaritas meningkat.
Jumlah pelarut yang digunakan setiap kali elusi adalah sebagai berikut: untuk bobot ekstrak
sampai lima gram diperlukan 25 ml pelarut, untuk 10-30 g ekstrak diperlukan 50 ml pelarut.Dalam hal ini diameter corong dipilih sedemikian rupa sehingga lapisan ekstrak dipermukaankolom setipis mungkin dan rata. Masing-masing pelarut dituangkan ke permukaan kolom
kemudian dihisapkan pompa vakum. Masing-masing ekstrak ditampung dalam wadah terpisah
sehingga menghasilkan sejumlah fraksi (13).
Cara lain yang dapat dipakai untuk pemisahan adalah ekstraksi cair-cair, kromatografi kolom,
kromatografi lapis tipis dan kromatografi kertas.
Metode Isolasi dan Pemurnian
Isolasi dan pemurnian dapat dilakukan dengan kromatografi lapis tipis atau kromatografi kertas preparatif dengan pengembangan yang dapat memisahkan komponen paling baik.
Kromatografi Lapis Tipis Preparatif
Kromatografi lapis tipis adalah metode pemisahan fitokimia. Lapisan yang memisahkan terdiriatas bahan berbutir-butir (fase diam), ditempatkan pada penyangga berupa pelat gelas, logam,
atau lapisan yang cocok. Campuran yang akan dipisah, berupa larutan, ditotolkan berupa bercak
atau pita (awal), kemudian pelat dimasukkan di dalam bejana tertutup rapat yang berisi larutan pengembang yang cocok (fase gerak). Pemisahan terjadi selama perambatan kapiler
(pengembangan) dan selanjutnya senyawa yang tidak berwarna harus ditampakkan (14).
Keuntungan kromatografi lapis tipis adalah dapat memisahkan senyawa yang sangat berbeda
seperti senyawa organik alam dan senyawa organik sintesis, kompleks organik dan anorganikserta ion anorganik dalam waktu singkat menggunakan alat yang tidak terlalu mahal. Metode ini
kepekaannya cukup tinggi dengan jumlah cuplikan beberapa mikrogram. Kelebihan metode ini
jika dibandingkan dengan kromatografi kertas adalah dapat digunakan pereaksi asam sulfat pekat
yang bersifat korosif, kelemahannya adalah harga Rf yang tidak tetap (10, 15).
Kromatografi Kertas Preparatif
Kromatografi kertas dapat digunakan terutama untuk kandungan tumbuhan yang mudah larut
dalam air, satu keuntungan utama kromatografi kertas ialah kemudahan dan kesederhanaannya pada pelaksanaan pemisahan, yaitu hanya pada lembaran kertas saring yang berlaku sebagaimedium pemisahan dan penyangga. Untuk kromatografi kertas preparatif diperlukan kertas yang
lebih besar dari pada untuk analisis. Keuntungan yaitu beban langan bilangan Rf yang besar
sehingga pengukuran Rf merupakan parameter yang berharga dalam memaparkan senyawatumbuhan baru, kromatografi kertas biasanya melibatkan kromatografi pembagian asam
penyerapan (10).
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 228/319
Metode Karakterisasi Isolat
Isolat murni yang diperoleh ditentukan dahulu golongannya dengan cara kromatografi lapis tipisatau kromatografi kertas dan kemudian diklasifikasi menggunakan pereaksi penampak bercak
yang sesuai. Selanjutnya isolat dikarakterisasi secara spektrofotometri ulatraviolet dan
spektofotometri infa merah untuk flavonoid dipakai pereaksi geser.
Spektrofotometri Ultraviolet
Spektrofotometri ultraviolet adalah pengukuran absorpsi radiasi elektromagnetik suatu senyawa
di daerah ultraviolet (200-350 nm). Gugusan atom mengabsorpsi sinar ultraviolet adalah guguskromofor yang mempunyai ikatan kovalen tak jenuh. Absorpsi radiasi dipengaruhi oleh organ
gugus fungsi lain dalam molekul gugus tersebut adalah gugus auksokrom. Bila gugus auksokrom
diikat oleh gugus kromofor maka intensitas absorpsi radiasi akan meningkat.
Alat spektrofotometri ultraviolet terdiri atas sumber radiasi, monokromotor, wadah sampel,
detektor dan rekorder. Sumber radiasi untuk pengukuran di daerah ultraviolet adalah lampudeuterium. Monokromotor berpungsi untuk memperoleh radiasi monokromatis dari sumberradiasi polikromatis. Sampel yang akan dianalisis ditempatkan dalam suatu selatan kuvet
berbentuk kotak persegi panjang atau silinder kemudian kuvet ini ditempatkan dalam wadah
sampel yang terdapat pada alat spektrofotometer. Detektor berfungsi sebagai petunjuk adanyaradiasi yang ditransmisikan oleh sampel dan mengukur intensitas radiasi tersebut. Rekorder
dapat menggambarkan secara otomatis kurva serapan pada kertas rekorder.
Pelarut yang biasa digunakan dalam spektrofotometer ultraviolet adalah etanol 95% karenakebanyakan senyawa larut dalam pelarut ini. Pelarut lain yang dapat dipakai adalah air, metanol,
n-heksan, eter minyak bumi dan eter (10).
Spektroskopi serapan ultraviolet dan serapan tampak merupakan cara yang paling berguna untuk
menganalisis flavonoid. Cara ini digunakan untuk membantu mengidentifikasi jenis flavonoiddan memecahkan pola oksigenasi. Disamping itu, kedudukan gugus hidroksil fenol bebas pada
inti flavonoid dapat ditentukan dengan menambahkan pereaksi geser ke dalam larutan cuplikan
dan diamati pergeseran puncak serapan yang terjadi sehingga secara tidak langsung cara ini
berguna untuk memecahkan kedudukan gula atau metil yang berikat pada salah satu gugushidroksi fenol. Spektrum flavonoid biasanya ditentukan dalam pelarut metanol atau etanol,
meskipun perlu diingat bahwa spektrum yang dihasilkan dalam etanol kurang memuaskan (9).
Spektrofotometri Infra merah
Rahasia alam banyak mengandung molekul organik yang menunjukkan absorpsi infra merah.Spektrofotometri infra merah sangat sesuai untuk identifikasi gugus fungsi dalam molekul.
Dalam hal pengkonformasian struktur suatu zat, spektrum infra merah sering digunakan yaitu
dengan membersihkan spektrum zat yang dianalisis dengan spektrum zat pembanding.
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 229/319
Spektrum infra merah senyawa tumbuhan dapat diukur dengan spektrofotometer infra merah
yang terekam secara otomatis dalam bentuk larutan, bentuk gerusan dalam minyak nujol atau
dalam bentuk padatan dicampur dengan kalium bromida.
Banyak gugus fungsi dapat diidentifikasikan dengan menggunakan frekuensi getaran yang
terlihat mengakibatkan spektrofotometri infra merah merupakan cara paling sederhana dandiandalkan untuk menentukan golongan senyawa (10).
Pemeriksaan Mikroskopik
Pemeriksaan mikroskopik dilakukan terhadap serbuk kering dan sayatan melintang herba segerdengan menggunakan mikroskop. Pelarut yang digunakan adalah air dan kloralhidrat.
Penetapan Kadar Abu Total
Dua sampai tiga gram serbuk yang telah digerus ditimbang dan dimasukkan ke dalam krus
platina atau silikat yang telah dipijar dan ditata, kemudian diratakan. Harus dipisahkan perlahan-lahan sampai orang habis, pemisahan dilakuan pada suhu 450o C kemudian didinginkan danditimbang. Kadar abu dihitung terhadap simplisia yang telah dikeringkan di udara.
Penetapan Kadar Abu Tidak Larut Asam
Abu yang diperoleh dari penetapan kadar abu total dididihkan dalam 25 mL air selama limamenit, bagian yang tidak larut asam disaring dengan penyaring kaca masir atau kertas saring
bebas abu lalu dicuci dengan air panas dan dipijar hingga bobot tetap dalam arus yang telahdipijar dan ditata. Kadar abu tidak larut asam dihitung dalam b/b persen terhadap bahan yang
telah dikeringkan.
Penetapan Kadar Abu Larut Air
Abu yang diperoleh dari penetapan kadar abu total dididihkan dalam 25 mL air selama lima
menit. Bagian yang tidak larut disaring melalui kertas saring bebas abu, dicuci dengan air panas.Residu dan kertas saring bebas abu dipijarkan sampai bobot tetap. Kadar sesuai dengan jumlah
abu yang larut dalam air dihitung dalam persen b/b terhadap bahan kering.
Penetapan Kadar Sari Larut Air
Serbuk dikeringkan di udara kemudian dimaserasi selama 24 jam dengan 100 mL air kloroform
menggunakan labu bersumbat sambil berkali-kali dikocok selama enam jam pertama kemudiandibiarkan selama 18 jam. Kemudian saring, filtrat sejumlah 20 ml diuapkan sampai kering dalam
cawan dangkal berdasar rata yang telah ditata, residu dipanaskan pada suhu 105oC sampai bobottetap. Kadar sari larut air dihitung dalam persen sari yang larut dalam air terhadap bahan yang
telah dikeringkan di udara.
Penetapan Kadar Sari Larut Etanol
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 230/319
Cara sama dengan penetapan kadar air larut air tetapi digunakan pelarut etanol 95%.
Penetapan Kadar Air
Penetapan kadar air dilakukan dengan cara penyulingan menurut prosedur yang
direkomendasikan oleh "World Health Organization" (WHO), ke dalam labu yang tidak dicucidengan air dan telah dikeringkan, tuangkan 200 mL toluen dan dua ml air. Kemudian disuling
selama dua jam, setelah itu dibiarkan dingin selama 30 menit dan volume air dibaca dengan
ketatapan 0,05 mL. Sejumlah 25 gram serbuk dimasukkan ke dalam labu lalu dipanaskan secara perlahan-lahan selama 15 menit. Setelah toluen mulai mendidih, kecepatan penyulingan mulai
diatur lebih kurang dua tetes tiap detik, sehingga sebagian besar air tersuling.
Kemudian kecepatan penyulingan dinaikkan hingga empat tetes tiap detik. Setelah semua air
tersuling, bagian dalam pendingin dicuci dengan toluen penyulingan dilarutkan selama limamenit. Tabung penerima dibiarkan mendingin sampai suhu kamar dan diusahakan tidak ada air
yang melekat pada tabung penerima. Setelah air dan toluen memisah sempurna, volume air
dibaca kadar air dihitung dalam persen (%).n1 = volume air hasil penyulingan pertama (mL); n =
volume air hasil penyulingan kedua (mL) (17).
Penetapan Susut Pengeringan
Susut pengeringan adalah kadar bagian suatu zat yang menguap. Penetapannya adalah sebagai berikut: sebanyak satu sampai dua gram bahan ditimbang dalam krus porselen bertutup yangsebelumnya telah dipanaskan pada suhu 105oC selama 30 menit dan tidak ditata. Bahan dalam
harus diratakan hingga merupakan bagian setebal 5-10 mm, kemudian dimasukkan ke dalam
lemari pengering, tutup dibuka, dikeringkan berserta tutup harus pada suhu 105oC hingga bobottetap. Krus harus segera ditutup jika lemari pengering dibuka, krus dimasukan ke dalam
eksikator dan dibiarkan menjadi dingin sama dengan temperatur kamar.
Pemeriksaan Kualitatif Beberapa Unsur Anorganik
Pemeriksaan ini dilakukan terhadap ekstrak serbuk simplisia dalam air babas mineral dengan
spektrometer serapan atom. Unsur-unsur kimia yang ditentukan adalah kinin, natrium, kalsium,
magnesium, besi, tembaga dan seng.
Penapisan Fitokimia
Penapisan fitokimia meliputi pemeriksaan terhadap adanya alkaloid, flavonoid, saponin, tanin,kuinon, steroid dan triterpenoid.
Alkaloid
Sebanyak dua gram serbuk bahan dilembabkan dalam amnonia 25%, lalu digerus dalam mortir.Kemudian ditambah 20 mL kloroform dan digerus kuat-kuat. Campuran disaring dan difiltrat
digunakan untuk percobaan (larutan A). Larutan A diteteskan pada kertas saring dan kemudian
diberi pereaksi drageadorff. Warna jingga yang timbul pada kertas saring menunjukkan alkaloid positif.
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 231/319
Larutan A diekstraksi dua kali dengan asam klorida 10% untuk larutan (larutan B). Masing-
masing 5 mL larutan B dalam tabung reaksi diuji dengan pereaksi Mayer positif bila endapan
putih yang terbentuk bertahan selama 15 menit. Dan positif pada uji dengan pereaksi dragendorff bila terbentuk endapan merah bata yang bertahan selama 15 menit.
Flavonoid
Sebanyak satu gram bahan ditambah 100 mL air panas, didihkan selama 15 menit, kemudiandisaring. Filtrat (larutan C) juga digunakan untuk percobaan saponin, tanin dan kuinon. LarutanC sebanyak lima ml ditambah serbuk magnesium, dua ml alkohol, asam klorida (1:1) dan amil
alkohol, dikocok kuat-kuat dan kemudian dibiarkan memisah.
Saponin
Sebanyak 10 mL larutan C dalam tabung reaksi dikocok vertikal selama 10 detik, kemudiandidihkan selama 10 menit.
Tanin
Sebanyak masing-masing lima ml larutan C dimasukkan ke dalam dua tabung reaksi. Tabung pertama ditambah dengan larutan besi (14) klorida 1% akan menunjukkan warna hijau violet bila
bahan mengandung tanin. Tabung kedua ditambah dengan larutan glatin akan menunjukkan
warna hijau violet bila bahan mengandung tanin. Untuk membedakan tanin kahekat dan taningalat, larutan C ditambah dengan pereaksi Steasny L formaldehid 3%-asam klorida (2:1) dan
dipanaskan dalam panas air 90oC. Terbentuknya filtrat dipisahkan dan dijenuhkan dengan
natrium asetat. Pada penambahan larutan besi (III) klorida 1% akan terbentuk warna biru tinta
atau hitam menunjukkan adanya tanin galat.
Kuinon
Ke dalam lima ml larutan C ditambahkan beberapa bekas larutan natrium hidroksida IN.
Sterol/Terpenoid
Sebanyak satu gram serbuk bahan dimaserasi dengan 20 ml eter selama dua jam kemudiandisaring. Filtrat sebanyak lima ml diuapkan dalam cawan penguap. Ke dalam residu ditambahkan
dua tetes asam asetat anhidrat, kemudian ditambahkan satu tetes asam sulfat pekat.
Ekstraksi dan Pemeriksaan Ekstrak
Ekstraksi dilakukan untuk menarik komponen kimia dalam simplisia. Metode ekstraksi yang
digunakan adalah ekstraksi sinambung dengan alat soxhlet berturut-turut menggunakan pelarut
n-heksan, etil asetat dan etanol.
Ekstrak n-heksan selanjutnya diperiksa dengan kromatografi lapis tipis dengan pengembang n-
heksan; etil asetat (8:2) dan penampak bercak asam sulfat 10% dalam metanol.
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 232/319
Ekstrak n-heksan, etil asetat dan etanol juga diperiksa kandungan flavonoidnya dengan
kromatografi kertas dua dimensi, dengan pengembang pertama t-butanol; asam asetat; air (3:1:1)
dan pengembang kedua asam asetat 15% dengan penampak bercah uap amonia dan alumunium(III) klorida 5% dalam etanol UV366. Ekstrak n-heksan menunjukkan hasil negatif, sedangkan
ekstrak etil asetat memberikan enam bercak dengan fluonensi biru muda, kuning terang, hijau
muda dan kuning kehijauan. Ekstrak etanol memberikan dua becak berfluoresensi biru dankuning kehijauan.
Fraksinasi dan Pemeriksaan Fraksi
Ekstrak n-heksan Fraksinasi ekstrak n-heksan dilakukan dengan kromatografi cair vakum dengan pelarut berturut-
turut dari non polar sampai polar yang diperoleh dari campuran n-heksan - etol asetat dalam
berbagai perbandingan. Hasil dipantau dengan kromatografi lapis tipis silika gel GF254.Pengembang n-heksan, etil asetat (8:2) dan diamati di bawah sinar ultraviolet. Kemudian
penampak bercak asam sulfat 10% dalam metanol dan digosongkan. Pola kromatografi yang
diperoleh menunjukkan adanya bercak kuning yang terpisah cukup baik dari fraksi n-heksan; etil
asetat (9:1) (8:2) dan (7:3) yang berwarna biru ungu setelah disemprot.Ekstrak Etil Asetat
Ekstrak etil asetat difraksinasi dengan metode Charanx-Paris sehingga diperoleh fraksi eter (F1),fraksi etil asetat (F2), fraksin-butanol (F3) dan fraksi air (F4). Tiap-tiap fraksi diperiksa dengan
kromatografi kertas, pengembang n-butanol: asam asetat: air (4:1:5) dan asam asetat 5% dengan
penampak bercak uap amoniak dan alumunium (III) klorida 5% dalam etanol dibawah UV366.
Isolasi, Pemurnian dan Karakterisasi Isolat
Senyawa dari Ekstrak n-heksan
Fraksi n-heksan: etil asetat (9:1) memberikan jumlah bercak sedikit sehingga dipilih untukdipisahkan lebih lanjut. Pemisahan dilakukan dengan kromatografi lapis tipis preparatif, pengembang n-heksan: etil asetat (19:1) dan diperoleh enam pita. Dari keenam pita ini, ternyata
pita berwarna kuning yang memberikan warna biru ungu dengan asam sulfat 10% yang
diharapkan telah murni harus dipreparatif lagi karena pada saat diperiksa dengan UV254 terlihat pemadaman diatas dan dibawah pita tersebut. Pita kuning ini kemudian dipreparatif lagi dengan
pengembang n-heksan: etil asetat (7:3) hasilnya dikromatografi lapis tipis dua dimensi dengan
pengembang pertama n-heksan: etil asetat (7:3) dan pengembang kedua n-heksan dihasilkan satu
becak berwarna kuning yang menjadi biru ungu dengan asam sulfat 10%.Ko-kromatografi dengan pembanding ?-karoten memberikan Rf yang hampir sama. Isolat A ini
kemudian diukur dengan spektrofotometer ultraviolet dan diperoleh data dengan dua puncak
pada 448 dan 472 nm dalam pelarut n-heksan. Spektrum infra merah isolat ini menunjukkankemiripan dengan ?-karoten pustaka (19).
Senyawa dari Ekstrak Etilasetat
Fraksi F2 yang memunculkan frekuensi paling kuat dipreparatif dengan kertas whatman 3 dan pengembang asam asetat 15%. Kelima isolat hasil preparatif kemudian diperiksa dengan
kromatografi kertas dua dimensi dengan pengembang pertama n-butanol: asam asetat: air (4:1:5),
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 233/319
pengembang kedua asam asetat 15%. Isolat B, B2 dan B4, menunjukkan bercak tunggal,
sedangkan isolat B3 dan B5, menunjukkan dua bercak isolat B2 yang berfrekuensi kuning terang
dan isolat B4 yang berfrekuensi kuning muda dipilih untuk dikarakterisasi lebih lanjut denganspektrofotometri ultraviolet.
Hasil spektrofotometri ultraviolet isolat B2 dalam metanol memberikan dua puncak utama pada panjang gelombang 269 dan sekitar 320-340 nm. Penambahan natrium hidroksida 2 M
memberikan pergeseran pita sekitar 53-73 nm dan pembentukan pita pada panjang gelombang
328 nm, dan tidak ada perubahan setelah lima menit. Penambahan alumunium (III) klorida danasam klorida hanya menurunkan intensitas, sedangkan penambahan natrium asetat dan asam
borat hanya sedikit menaikkan intensitas.
Isolat B4 dengan spektrofotometer ultraviolet menghasilkan dua puncak utama pada 267 dan 340nm. Penambahan natrium hidroksida 2 M menunjukkan pergeseran 6 nm pada pita n dan 55 nm
pada pita 1. Sedangkan penambahan alumunium (III) klorida dan asam klorida serta natrium
asetat dan asam borat tidak memungkinkan pergeseran berarti.
Analisis glikosida terhadap isolat B2 dan B4 dilakukan dengan cara hidrolisis asam, yaitu dengan
melarutkan isolat dalam 5 ml asam klorida 2 N: metanol (1:1) dan dipanaskan pada pemanas airselama 60 menit kemudian diuapkan sampai kering. Sisa dilarutkan sempurna dalam sesedikit
mungkin pelarut metanol : air (1:1) dan dikromatografi dan kertas whatman 1.
Pengembang asetat 15%, penampak bercak alumunium (III) klorida disamping bahan awal untukmencegah terjadinya hidrolisis (9) diperoleh data bahwa isolat B2 mengalami hidrolisis
dilanjutkan dengan Rf yang lebih kecil daripada sebelum hidrolisis. Bercak yang berfluoresensi
kuning terang sebelum hidrolisis menjadi samar setelah hidrolisis. Sedangkan isolat B4 tidak
mengalami perubahan. Isi hidrolisis kedua isolat kemudian dikromatografi dengan pengembangIsolat B2M menghasilkan becak kuning redup dan isolat B4 hanya bercak coklat redup.
Untuk analisis lebih hemat, gula dan aglikan dipisahkan dengan cara menguapkan larutan etanol:air sampai volumenya tinggal sedikit dan dilakukan ekstraksi beberapa kali dengan etil asetat
(dengan cara mengocok kuat-kuat dalam tabung reaksi) aglikon berada dalam fraksi etil asetat
dan gula dalam fraksi air. Gula dalam fraksi air ini ditentukan jenisnya dengan kromatografikertas dengan pengembang n-butanol: asam asetat: air (4:1:5) dan penampak bercak ? naftol,
gula pembanding glukosa, galaktosa, ramnosa, xilosa dan arabinosa (9). Diperoleh data bahwa
jenis gula pada isolat B2 adalah ramnosa dengan gula isolat B4 tidak dapat dipecahkan. Masing-
masing isolat juga diperiksa dengan pereaksi Molisch, isolat B2 dan B4 memberikan cincinmerahnya pada perbatasan air dan asam sulfat tetapi pada violet B4 agak tipis.
DAFTAR PUSTAKA
1. Kasahara, S. and S. Hemmi, "Medicinal Herb Index in Indonesia", PT. Eisai Indonesia,Jakarta, 1995, 48.
2. Lutomshi, J., et al, "Pharmacochemical Investigation on Raw Materials of Passiflora Edulis
Forma Flavicarpa" , Planta Med., 27 (3), 1975,222,-225.3. Bruneton, J., "Pharmacognosy Phtochemistry Medical Plants" , Technique & Documentation-
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 234/319
Lavoister.
4. Duke, J.A., "Handbook of Medicinal Herb" , CRC Press Inc., Boca Raton, 1985, 347, 362.
5. Wichtl, M., "Herbal Drugs and Phytopharmaceutical" , Medpharm Sientific Publ., Stuttgart,1994, 363-365.
6. Basuki, U.A., "Sistemik Tumbuhan Tinggi", Pusat Antar Universitas, Bidang Ilmu Hayati,
ITB, Bandung, 1991, 89 dan 266-268.7. Heyne, K., "Tumbuhan Berguna Indonesia" , Jil. II, terjemahan Badan Litbang KehutananJakarta, Yayasan Santana Warna Jaya, Jakarta, 1987, 1456-1459.
8. Verheij, E.W.M and R.E. Coronel (Eds.), "Plant Resources of South East Asia, Edible Fruits
and Nuts" , Prosea Foundation, Bogor, 1991/1992, 244-248.9. Markham. K.R., "Cara Mengindentifikasi Flavonoid" , terjemahan K. Radmawinata,
Penerbit ITB, Bandung, 1988, 1-117.
10. Harborne. I.B., "Metode Fitokimia" , terjemahan K. Radmawinata dan I. Soediso, penerbit
ITB, Bandung, 1987, 69-94, 142-158, 234-238. 11. Buckingham. J., et al (eds), "Dictionary of Natural Product", Chapman and Hall, London, 1994, 1352, 3863, 4453.
12. Bombardelli. E., et al., "Passiflorine a new Glycoside from Passiflora Edulis" ,
Phytochemistry 14, 1975, 2661-2665.13. Soediro. I., dkk., "Kromatograf i Cepat Sebagai Cara Fraksinasi Ekstrak Tanaman", Acta
Pharmaceutica Indonesia, XI (1), 1986, 28-30.
14. Stahl, E., "Analisis Obat Secara Kromatografi dan Mikroskopik ", terjemahan K.
Radmawinata dan I. Soediso, penerbit ITB, Bandung, 1985, 3-18.15. Gritten, R.J., J.M. Bobbit, and A.E. Schwarling, "Pengantar Kromatografi" , terjemahan
K. Radmawinata dan I. Soediso, penerbit ITB, Bandung, 1991, 5-9.
16. Ditjen POM, Depkes RI, "Cara Pembuatan Simplisia" , Depkes RI, Jakarta, 1985, 26.17. Ditjen POM Depkes RI, "Materia Medica Indonesia", Jil.V, Depkes RI, Jakarta, 1989, 51-
541.
18. Farnsworth. N.R., "Biological and Phytochemical Screaning of Plants" , J. Pharm, SCI., 55
(3), 1996, 243-65.19. Pouchert, C.J., "The Aldrich Library of Infrated Spectra" , 2nd ed., Aldrich Chemical co.
Inc., Milwaukee, 1978, 37.
20. Fleming, I. and H.D. William, "Spectoscope Methods in Organic Chemistry" , Mc Graw HillBook, London, 1989, 29-36.
21. Mabry, T.J., K.R. Marhham and M.B. Thomas, "The Systematic Identification of Flavonoid"
, Springer-Verlog Inc., New York, 1970, 43-45, 55, 71, 98, 99.22. Depkes RI, "Farmakope Indonesia" , ed 3, Depkes RI, Jakarta, 1976, 807, 817, 840.
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 235/319
KARYA ILMIAH
ISOLASI SENYAWA ETIL PARA METOKSI SINAMAT (EPMS) DARI RIMPANG
KENCUR SEBAGAI BAHAN TABIR SURYA PADA INDUSTRI KOSMETIK
Disusun untuk memenuhi tugas matakuliah Praktikum Kimia Fisika
yang dibina oleh Bapak Darsono Sigit
Oleh:
Nur Indah Firdausi
Off A / 107331407298
UNIVERSITAS NEGERI MALANG
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
JURUSAN KIMIA
November 2009
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 236/319
I. Judul: Isolasi Senyawa Etil Para Metoksi Sinamat (EPMS) dari Rimpang Kencur sebagai
Bahan Tabir Surya pada Industri Kosmetik
II. Data/Fakta
Fakta yang ada berkaitan dengan senyawa etil para metoksi sinamat dalam rimpang
kencur antara lain:
1. Kandungan senyawa kimia dari rimpang kencur (menurut J.J. Afriastini, 1990) antara lain
minyak atsiri berupa sineol sebanyak 0.02%, asam metil kanil, pentadekana, ester etil
sinamat, asam sinamat, borneol, kamfena, paraeumarina, asam anisat, alkaloid, gom
mineral sebanyak 13.7% dan pati 4.14%. Kandungan minyak atsiri dalam rimpang kencur
yaitu 2-4% yang terdiri dari etil sinamat, etil p-metoksisinamat, p-metoksi stirena, n-
pentadekana, borneol, kamfen, 3,7,7-trimetil bisiklo [4,1,0] hept-3-ena
2. Isolasi Etil p-metoksisinamat (EPMS) dapat dilakukan dengan berbagai pelarut karena
struktur senyawa EPMS terdiri dari gugus polar dan nonpolar sehingga agar lebih efektif
maka perlu dilakukan pemilihan pelarut untuk mengekstraknya. Pelarut yang digunakan
dalam karya ilmiah ini adalah heksana, etil asetat, alkohol dan aquades. Selain faktor
pelarut, suhu juga berpengaruh terhadap proses pelarutan karenanya dilakukan pula
optimasi suhu pada proses isolasi dengan pelarut yang telah terpilih.
III. Masalah / Kesenjangan
1. Pelarut apa yang sesuai untuk proses ekstraksi dalam isolasi EPMS dari rimpang kencur
agar menghasilkan persen isolat tertinggi?
2. Pada suhu berapa proses isolasi EPMS dengan pelarut terpilih yang menghasilkan persen
isolat tertinggi?
IV. Solusi
A.
Dasar Teori
Kencur ( Kaempferia galanga) termasuk suku tumbuhan Zingiberaceae dan digolongkan
sebagai tanaman jenis empon-empon yang mempunyai daging buah paling lunak dan tidak
berserat. Kencur merupakan tanaman kecil yang tumbuh subur di daerah dataran rendah atau
pegunungan yang tanahnya gembur dan tidak terlalu banyak air. Daging buah kencur berwarna
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 237/319
putih dan kulit luarnya berwarna coklat. Jumlah daun kencur tidak lebih dari 2-3 lembar dengan
susunan berhadapan. Tanaman ini banyak digunakan sebagai bahan baku obat tradisional (jamu),
fitofarmaka, industri kosmetika, penyedap makanan dan minuman, rempah, serta bahan
campuran saus rokok pada industri rokok kretek.
Rimpang kencur mempunyai aroma yang spesifik. Di dalam rimpang kencur terdapat
banyak zat yang dapat dimanfaatkan, salah satunya adalah kandungan minyak atsiri sebesar 2-
4% yang terdiri dari etil sinamat, etil p-metoksisinamat, p-metoksi stirena, n-pentadekana,
borneol, kamfen, 3,7,7-trimetil bisiklo [4,1,0] hept-3-ena.
Etil p-metoksisinamat (EPMS) adalah salah satu senyawa hasil isolasi rimpang kencur
(Kaempferia Galanga) yang merupakan bahan dasar senyawa tabir surya yaitu pelindung kulit
dari sengatan sinar matahari. EPMS mengandung senyawa aktif yang ditambahkan pada lotion
kulit ataupun pada bedak setelah mengalami sedikit modifikasi yaitu perpanjangan rantai dimana
etil dari ester ini digantikan oleh oktil, etil heksil, atau heptil melalui transesterifikasi maupun
esterifikasi bertahap. Modifikasi yang dilakukan diharapkan mengurangi kepolaran EPMS
sehingga kelarutannya dalam air berkurang dan hal itu merupakan salah satu syarat senyawa
sebagai tabir surya. Selain untuk mengurangi tingkat bahaya terhadap kulit, EPMS (bila
terhidrolisa) akan melepaskan etanol yang bersifat karsinogenik terhadap kulit sedangkan hasil
modifikasinya akan melepaskan alkohol dengan rantai lebih panjang yang tidak berbahaya.
EPMS termasuk dalam golongan senyawa ester yang mengandung cincin benzena dan
gugus metoksi yang bersifat nonpolar dan juga gugus karbonil yang mengikat etil yang bersifat
sedikit polar sehingga dalam ekstraksinya dapat menggunakan pelarut-pelarut yang mempunyai
variasi kepolaran yaitu etanol, etil asetat, metanol, air, dan heksana.
Kelarutan suatu zat padat dan zat cair pada suatu pelarut akan meningkat seiring dengan
kenaikan suhu bila proses pelarutannya adalah endoterm, sedangkan untuk proses pelarutan yang
bersifat eksoterm pemanasan justru menurunkan harga kelarutan zat. Fenomena yang kedua ini
jarang dijumpai di alam yang umum adalah proses pelarutan yang bersifat endoterm yaitu
memerlukan kalor. Beberapa zat dalam larutan akan rusak atau terurai dam menguap dengan
pemanasan sehingga suhu ekstraksi harus diperhatikan agar senyawa yang diharapkan tidak
rusak.
Dalam ekstraksi suatu senyawa yang harus diperhatikan adalah kepolaran antara pelarut
dengan senyawa yang diekstrak, keduanya harus memiliki kepolaran yang sama atau mendekati
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 238/319
sama. EPMS adalah suatu ester yang mengandung cincin benzena dan gugus metoksi yang
bersifat non polar dan mengandung gugus karbonil yang mengikat etil yang bersifat agak polar
menyebabkan senyawa ini mampu larut dalam beberapa pelarut dengan kepolaran bervariasi,
dimana dalam eksperimen ini dicoba heksana, etil asetat, alkohol dan air dalam pencarian pelarut
yang tepat.
Selain pelarut, suhu juga ikut berpengaruh terhadap proses ekstraksi suatu bahan, dimana
hampir semua zat padat dan zat cair kelarutannya dalam pelarut akan meningkat dengan
kenaikan suhu. Beberapa senyawa akan rusak atau terurai dengan kenaikan suhu sehingga tidak
mungkin suhu dinaikkan terus selama proses ekstraksi karena itu perlu diketahui suhu optimum
untuk proses ekstraksi EPMS ini dengan pelarut yang sesuai yaitu pelarut yang diperoleh dari
optimasi pelarut sebelumnya.
Tabir surya adalah suatu senyawa yang digunakan untuk menyerap secara efektif sinar
matahari terutama daerah emisi gelombang UV sehingga dapat mencegah gangguan pada kulit
akibat pancaran secara langsung sinar UV tersebut (Kreps,1972). Secara alamiah kulit manusia
telah mempunyai sistem perlindungan terhadap sinar UV yaitu penebalan stratum corneum,
pembentukan melanin, dan juga pengeluaran keringat. Namun pada penyinaran yang berlebihan
sistem pertahanan alamiah ini tidak mencukupi lagi sehingga menyebabkan beberapa gangguan
pada kulit, karena itu diperlukanlah senyawa tabir surya untuk melindungi kulit dari radiasi UV
secara langsung.
Sinar matahari yang membahayakan kulit adalah radiasi ultraviolet dimana sinar ini
dibedakan menjadi tiga, yaitu sinar ultraviolet A (UV-A), UV-B dan UV-C yang ketiganya
mempunyai panjang gelombang dan efek radiasi yang berbeda. Sinar UV-A dengan panjang
gelombang 320-400 nm mempunyai efek penyinaran, dimana timbul pigmentasi yang
menyebabkan kulit berwarna coklat kemerahan. Sinar UV-B dengan panjang gelombang 290-
320nm memiliki efek penyinaran, dimana dapat mengakibatkan kanker kulit bila terlalu lama
terkena radiasi. Sedangkan Sinar UV-C dengan panjang gelombang 200-290nm yang tertahan
pada lapisan atmosfer paling atas dari bumi dan tidak sempat masuk ke bumi karena adanya
lapisan ozon, efek penyinarannya paling kuat karena energi radiasinya paling tinggi diantara
ketiganya yaitu dapat menyebabkan kanker kulit dengan penyinaran yang tidak lama (Hery,
1982).
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 239/319
Senyawa tabir surya ada dua macam yaitu senyawa yang melindungi secara fisik dan
senyawa yang menyerap secara kimia. Adapun senyawa yang melindungi secara fisik contohnya
adalah senyawa titanium oksida, petroleum merah, dan seng oksida, sedangkan senyawa yang
menyerap secara kimia contohnya adalah turunan asam p-aminobenzoat, turunan ester p-
metoksisinamat, dan oksibenzena.
Ciri senyawa tabir surya yang menyerap secara kimia adalah mempunyai inti benzena
yang tersubstitusi pada posisi orto maupun para yang terkonjugasi dengan gugus karbonil.
Senyawa-senyawa demikian diantaranya adalah turunan asam para amino benzoat (PABA),
turunan salisilat, turunan antranilat, turunan benzofenon, turunan kamfer dan senyawa-senyawa
turunan sinamat. Senyawa turunan sinamat yang telah digunakan sebagai tabir surya antara lain
adalah oktil sinamat, etil4-isopropil sinamat, dietanolamin p-metoksisinamat, dan isoamil p-
metoksisinamat. Selain itu sebagai senyawa tabir surya juga masih harus memenuhi persyaratan
yaitu senyawa tersebut tidak atau sukar larut dalam air. Beberapa turunan sinamat yang
memenuhi persyaratan ini diantaranya oktil p-metoksisinamat, isoamil p-metoksisinamat,
sikloheksil p-metoksisinamat, 2-etoksi etil p-metoksisinamat, dietanolamin p-metoksisinamat
dan turunan-turunan lain dari sinamat yang mempunyai rantai panjang dan sistem ikatan rangkap
terkonjugasi yang akan mengalami resonansi selama terkena pancaran sinar UV.
B. Prosedur
Cara yang digunakan untuk menentukan suhu yang dapat menghasilkan isolasi senyawa
etil p-metoksi sinamat ( EPMS ) yang optimal dari rimpang kencur antara lain maeserasi yang
diikuti dengan perkolasi. Setelah didapatkan perkolat selanjutnya dipekatkan dengan rotary
vacuum evaporator , selanjutnya dikristalkan dan direkristalisasi. Untuk lebih memperjelas
prosedur yang digunakan, cara di atas kami uraikan sebagai berikut.
Rimpang kencur dicuci dengan air hingga bersih, ditiriskan lalu diiris-iris tipis agar
mudah kering. Selanjutnya dikeringkan dengan sinar matahari tidak langsung, setelah kering
dihaluskan menjadi serbuk dan direndam dalam perkolator dengan pelarut selama 24 jam. Cairan
perkolat ditampung dalam erlenmeyer dan residu direndam lagi sampai beberapa kali hingga
diperoleh perkolat yang warnanya kuning pucat dengan total perkolat 5 liter tiap kg serbuk.
Perkolat selanjutnya dipekatkan dengan rotary vacuum evaporator hingga diperoleh larutan
pekat yang selanjutnya didinginkan dalam penangas es hingga terbentuk kristal. Kristal yang
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 240/319
didapat masih kotor dan dicuci dengan pelarut sedikit saja lalu direkristalisasi dengan metanol
hingga didapat kristal jarum yang tidak berwarna. Isolasi dengan proses ekstraksi di atas
dilakukan menggunakan beberapa pelarut yaitu etanol, etil asetat, air dan hexana untuk
mendapatkan pelarut paling sesuai yaitu pelarut yang mampu mengekstrak EPMS terbanyak
dalam berat bahan yang sama dan volume pelarut sama. Setelah diperoleh pelarut yang sesuai
selanjutnya dilakukan isolasi dengan ekstraksi menggunakan pelarut tersebut pada berbagai suhu
yaitu suhu kamar (30oC), 50
oC, 70
oC, dan 90
oC. Untuk mempertahankan suhu digunakan
waterbath dan agar rendaman tidak kehilangan pelarut maka diusahakan tutup yang
memungkinkan pelarut yang menguap akan masuk dalam rendaman kembali.
Instrumen penelitian melipuli peralatan isolasi yaitu seperangkat alat perkolasi berupa
peralatan gelas, alat pemekat berupa Rotary Vacum Evaporator , peralatan gelas untuk kristalisasi
dan rekristalisasi, instrumen pengukur Titik leleh dan dilanjutkan dengan instrumen analisis yaitu
UV-Vis, GC-MS, IR dan NMR.
Data Instrumen senyawa hasil isolasi dibuat tabel dan dibandingkan dengan data
instrumen senyawa EPMS murni sebagai pembanding. Data pada optimasi jenis pelarut berupa
massa hasil isolasi yang diperoleh untuk tiap jenis pelarut dihitung persentasenya dengan rumus.
Hasil persentase tertinggi menunjukkan proses ekstraksi untuk senyawa EPMS paling sesuai
artinya pelarut tersebut mengekstrak EPMS paling sempurna karena mempunyai kepolaran yang
paling mendekati kepolaran EPMS itu sendiri. Hasil dari optimasi ini didapatkan pelarut
optimum dan selanjutnya digunakan untuk optimasi suhu.
Data pada optimasi suhu dengan menggunakan pelarut terpilih berupa massa hasil isolasi
juga dihitung persentasenya dengan rumus. Hasil persentase tertinggi menunjukkan bahwa pada
suhu tersebut senyawa EPMS terekstrak dengan sempurna, senyawa tidak terurai dan tidak rusak
pada suhu tersebut. Hasil dari optimasi ini diperoleh suhu optimum proses ekstraksi EPMS
dengan pelarut terpilih.
Untuk menafsirkan data instrumen EPMS senyawa hasil isolasi dibandingkan dengan
senyawa EPMS murni. Data titik leleh senyawa dikatakan identik bila range titik leleh keduanya
sama atau berbeda 0,5-1oC. Data IR senyawa dikatakan identik bila serapan-serapan pada
wilayah panjang gelombang yang sama terhadap sinar infra merah. Data NMR suatu senyawa
dikatakan identik bila menghasilkan spektogram yang sama. Data MS suatu senyawa dikatakan
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 241/319
identik bila pola fragmentasi keduanya sama. Data UV-Vis senyawa dikatakan identik bila
keduanya mempunyai serapan pada wilayah panjang gelombang yang sama.
V. Daftar Pustaka
AfriastinI, JJ. 1990. Bertanam Kencur . Jakarta: PT. Penebar Swadaya.
Ahira, Anne. _____. Manfaat Kencur untuk Obat, (Online), (http:/www.AsianBrain.com,
diakses 7 November 2009).
Maghfiroh, Yuliatul. 2009. Kencur Kaya Manfaat , (Online), (http://www.google.com,
diakses 7 November 2009).
Rostiana, dkk. 2005. Budidaya Tanaman Kencur , (Online), (http://www.balittro.go.id,
diakses 7 November 2009).
Sumari. 2003. Petunjuk Praktikum Kimia Fisika. Malang: FMIPA Universitas Negeri
Malang.
Taufikurohmah, Titik. 2008. Pemilihan Pelarut dan Optimasi Suhu pada Isolasi Senyawa
Etil Para Metoksi Sinamat (EPMS) dari Rimpang Kencur sebagai Bahan Tabir
Surya pada Industri Kosmetik , (Online), (http://www.google.com, diakses 7
November 2009).
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 242/319
TEKNOLOGI KOSMETIK
PHARMDR. JOSHITA.D, MS, PHDDRA JUHEINI, MSi
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 243/319
I. PENDAHULUAN
• Pengertian dan Tujuan
• Anatomi dan ung!i "u#it, Ram$ut, "u%u
• "#a!ii%a!i Umum
• "ara%teri!ti% dan jaminan mutu
• Pro!e! &engem$angan
• Latar $e#a%ang !ain!, te%no#ogi dan ma!a
de&an %o!meti%a
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 244/319
PEN'ERTIAN "OSMETI"A
• PEN'ERTIAN ( Sediaan)&aduan $a*an +ang
!ia& diguna%an &ada $agian #uar $adane&idermi!, ram$ut, %u%u, $i$ir -organ %e#amin
#uar, gigi dan rongga mu#ut untu% (
mem$er!i*%an, menam$a* da+a tari%,
mengu$a* &enam&i#an, me#indungi !u&a+a
da#am %eadaan $ai%, mem&er$ai%i $au $adanteta&i tida% dima%!ud%an untu% mengo$ati atau
men+em$u*%an &en+a%it S" MEN"ES no
/01)/22/
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 245/319
TUJUAN "OSMETI"A
• DAHULU ( /.Me#indungi tu$u* dari a#am &ana! 3 !inar mata*ari 3 ter$a%ar, dingin 3 %e%eringan,
irita!i 3 gigitan n+amu%.4. Tujuan Re#igiu! ( 5au dari %a+u tertentu 36endana 3 mengu!ir ma*#u% *a#u!
• SE"ARAN' ( Per!ona# *+giene, mening%at%anda+a tari%7ma%e u&, mening%at%an %e&er6a+aan
diri-%etenangan,me#indungi %u#it7ram$ut7 dari u8+g meru!a%, &o#utan dan a%tor #ing%ungan #ain,meng*indari &enuaan
• Se6ara umum ( mem$antu manu!ia untu%meni%mati *idu& +ang #e$i* $ermanaat
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 246/319
ANATOMI DAN 9UN'SI "ULIT,
RAM5UT, "U"U
• Anatomi %u#it
• "eratini!a!i
• Se# !e$a6eou!, !e$um, %eringat,
&engua&an
• 9ung!i %u#it,:arna,%e#ainan %u#it
• A6ne, aging, &ro!e! &igmenta!i
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 247/319
"LASI9I"ASI "OSMETI"( "ULIT
• SKIN CARE COSMETICS
• "o!meti% &em$er!i*( %rim dan $u!a &em$er!i* mu%a
• "o!meti%a %onditioner ( #otion, %rim ma!age
• "o!meti%a &e#indung( %rim dan #otion &e#em$a$
• MAKE UP COSMETICS
• "o!meti%a da!ar( oundation, $eda%
• Ma%e u& ( #i&!ti%, $#u!*er, e+e!*ado:, e+e#iner
• Pera:atan %u%u ( 6at %u%u, &em$er!i* 6at %u%u
• BODY COSMETICS• Sa$un mandi &adat76air, &er#eng%a&an mandi
• Sun6are! dan !untan(%rim !un!6reen, !un oi#
• Anti&er!&irant - deodoran(deodorant !&ra+7!ti6%7ro## on
• 5#ea6*ing,De&i#ator+
• In!e6t re&e##ent
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 248/319
"OSMETI"A PERA;ATAN
RAM5UT, "ULIT "EPALA,
MULUT, 9RA'RANS• Pem$er!i* ram$ut• Pera:atan ram$ut
• Hair !t+#ing
• Pengeriting ram$ut
• Pe:arna ram$ut
• Penum$u* ram$ut, Toni%
• Pera:atan %u#it %e&a#a
• Pa!ta gigi, mout* :a!*
• Perume, eau de 6o#ogne
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 249/319
KARAKTERISTIK MUTU KOSMETIK:men6a&ai
%e&ua!an %on!umen +ang terdiri dari de!ign,
manua%tur,!a#e!. Per!+aratan %ua#ita! da!ar
me#i&uti !aet+,!ta$i#it+,ei6a6+,u!a$i#it+
• Safety(td% ada irita!i %u#it,!en!iti8ita!%u#it,to%!i!ita! ora#,$er6am&ur dgn $a*an#ain,tida% $er$a*a+a
• Stability(!ta$i# t*d &eru$a*anmutu,:arna,$au,%ontamina!i $a%teri
• Efficacy(ee% me#em$a$%an,me#indungi t*d
u8,mem$er!i*%an,me:arnai• Usability(feeling !en!i$i#it+,moi!turi<ing,
!moot*ne!!, kemudahan menggunakan $entu%,u%uran,$o$ot,%om&o!i!i, &enam&i#an,&orta$i#it+, preference$au,:arna,de!ign
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 250/319
Jai!a! "t" #$seti#a( jaminan mutu &rodu%
untu% men6a&ai %e&er6a+aan dan %e&ua!an
%on!umen mutu men6a&ai #ongterm u!age(
jaminan !aet+,!ta$i#it+, ei6a6+, u!a$i#it+
• Safety:uji %eamanan,&at6* te!t,uji ra6un #ogam
$erat
• Stability:uji %e!ta$i#an :arna, otore!i!ten,
$au,uji t*d &ana! dan #em$a$, &enga:etan,
%e!ta$i#an <at a%ti,%e!ta$i#an i!i%o7%imia• Usability:Uji %e$ergunaan %Sen!or+ te!t,
&engu%uran i!i%o%imiareo#ogi
• Efficacy:uji ei%a!i untu% !etia& &rodu%
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 251/319
JAMINAN MUTU KEMASAN KOSMETIKA
• Jaminan &er#indungan i!i uji &er#indungan t*d
6a*a+a, &ermea$i#ita!, &er#indungan $au
• Jaminan %e6o6o%an $a*an uji %eta*anan %imia,t*d mata*ari, uji anti %oro!i
• Jaminan %eamanan $a*an $a*an +ang
memer#u%an &er*atian(orma#in,!tandar
%eamanan(De&%e!,uji %onirma!i %eamana
• Jaminan ung!it*d manu!ia,ung!i i!i%
• "eamanan &enggunaan #ing%ungan,metode
• Jaminan Di!&o!a$i#it+ muda* di$uang,aman
dimu!na*%an
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 252/319
5AHAN PEM5ANTU DAN
PEN'EMAS DALAM "OSMETI"• 5a*an Min+a%)#ema%
• Sura%tan ( emu#gator, !u!&ending agent,!ta$i#i<er • Hume%tan• Po#imer • U= a$!or$en• Antio%!idan• Se>ue!tering agent d##• 5a*an &e:arna• Pengema! &rimer dan !e%under
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 253/319
5AHAN MIN?A")LEMA"
• K$&$!e! "taa ( Trig#i!erida a!am #ema% dan g#i!erin
• Min+a% dan #ema%(o#i8e,6ame##ia,ma6ademia,6a!tor oi#!• ;a@ e!ter( 6arnau$a,6ande#i##a,jojo$a,$ee!,#ano#in
• Hidro%ar$on(&ara.#i>,&ara.!o#id,&etro#atum,6ere!in,mi%r o%ri!ta#in :a@,!>ua#ane
• A!am #ema% tinggi ( a!am #aurat, miri!tat, &a#mitat,!tearat,i!o!tearat
• A#%o*o# $ermata$at tinggi(6et+#,!tear+#,i!o!tear+#,o6t+#• E!ter(i!o&ro&i#miri!tat,47o6t+#dode6+#miri!tat,6et+#47
eti#*e%!anoat,dii!o!teari#ma#eat
• Si#i%on(dimeti#&o#i!i#o%!an,meti#eni#&o#i!i#o%!an,
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 254/319
SUR9AE ATI=E A'ENT
• Anioni%(!a$un,a#%i#!u#at,&o#io%!ieti#ena#%i#e
ter!u#at,a6+#7N7meti#taurat, a#%i#etero!at,garam a!am N7a6+#amino
• "ationi%(a#%i#trimeti#amonium%#orid,dia#%i#m
eti#amonium%#orid,$en<a#%onium%#orid
• Amoteri%• Nonioni%
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 255/319
HUME"TAN
• '#i!erin
• Pro&i#eng#i%o#
• 5uti#eng#i%o#
• Po#ieti#eng#i%o#
• Sor$ito#
• Sodium #a%tat• Sodium&iro#idon%ar$o%!i#at
• Sodium *ia#uronat
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 256/319
POLIMER 3 $a*an +ang da&at mening%at%an
8i!%o!ita! a!e air 3 t*i6%ening agent, i#m
ormer, re!inou! &o:der
• Pen!ta$i# emu#!i o):3 mening%at%an8i!%o!ita a!e #uar 3 mem$entu% !u!&en!i
%o#oida# da#am air 3 mem$entu% %o#oid
&e#indung di !e%itar g#o$u# 3 mening%at%an
%e!ta$i#an
• Se# emu#!iier! ( meti#!e#u#o!a, !odium
a#ginate, gum ara$
• Sto%e! ( 8 B 4gr 4C7Co ) 2
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 257/319
"e#om&o%n+a
• =egeta$#e mu6in! ( gum traga%an, gum %ara+a, gum
ara$ a%a!ia, >uin6e mu6i#ago, mar!* ma##o:, ant*angum
• A#ginate (!odium a#ginate 3 #e!! !ti6%+ d& traga%an dangum.Ditam$a* garam a &d &H 07F #e$i*mengenta#%an.arrageenan dan agar4 ma!u% %e#om&o%ini, agar4 *am&ir tida% diguna%an di %o!meti% teta&i diindu!tri ma%anan
• Turunan !e#u#o!e dan !en+a:a !ejeni! ( meti# !e#u#o!e,M, Na M.Siat i!i% dan %imian+a teta&, da&atdi$uat da#am air dingin, td% menjadi terermenta!i, dan*an+a !edi%it mmenjadi media &ertum$u*an $a%teri dan
jamur. Rea%!in+a netra#. 5er$agai grade G 5MG8i!%o!ita
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 258/319
#anjutan
• Protein dan &rodu% degrada!i (ge#atin.=i!%o!ita! $ergantung &ada !u*u dan &H
• 'e# anorgani%(%o#oida# a#umunium !i#i%at,
$entonit, 8eegum G !tru%tur %ri!ta#• 'il '$(e(s. 5a*an &o#imer !inteti% ( P=A,
P=P, &o#ia%ri#at,rea%!i netra#, tida% mengirita!i%u#it.Eti#en o%!id 5M tinggi(Po#+o@ re!in /.ar$o&o# 20 /)&o#i%ar$o%!imeti#en8i!%o!ita!n+a B 0 gum traga%an B 4,F M
*ig* grade• ;ater !o#u$#e i#m ormer ( &o#ieti#eng#i%o# 5Mtinggi,da&at diguna%an juga da#am emu#!i o):,tt& #e$i* $an+a% diguna%an da#am !ediaan non#ema%
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 259/319
U= A5SOR5ENT
• Turunan 5en<o&*enon
• Turunan P7amino$en<oate
• Turunan Met*o@+6innamat
• Turunan A!am Sa#i!i#at
• Lain7#ain
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 260/319
ANTIOIDANT
• Terutama untu% men6ega* %etengi%an 3
ada 4 ti&e tengi% ( o%!idati dan %eton
• "eton ( terjadi &d a!am #ema% dgn , /0,
*a!i# %erja mo#d! a!&ergi#um dan
&eni!i#ium dgn adan+a #em$a$ dan $a*an
nitrogen mem$entu% %eton, $aun+a %*a!dan muda* didete%!i !e6ara %imia.D&t
di6ega* dengan &enga:et
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 261/319
#anjutan
• "etengi%an o%!idati ( a!am #ema% td%
jenu* men+e$a$%an mo#e%u# a!am #ema%!&#itting &ada titi% dou$#e #in%age.Ha!i#n+a
a#de*id +ang $aun+a tida% ena% dan irita!i
&ada %u#it %rn #ema% tengi%. Pro!e!
o%!idati di!e$a$%an o%!igen atmo!er 3%onta% #ema% dengan udara
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 262/319
9a%tor +ang mem&er6e&at
terjadin+a %etengi%an
• adan+a #ogam $erat !&t 9e, u, o, Mn,
Sn, Ni 3 !emua +ang da&at meng%ata#i!o%!ida!i
• Pengaru* 6a*a+a
• Adan+a !ejum#a* %e6i# #ema% tengi%
• Adan+a a!am #ema% $e$a!• Adan+a air dan en<im tertentu +angmeng*idro#i!i! g#i!erida
• Di!im&an di tem&at &ana!
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 263/319
Meng*indar%an
• ega* a%tor t!$ di ata!
• 'una%an antio%!idan (ND'A, eti#ga#at,
5HA,5HT,di*idro>uer6etin, dii!oeugeno#,
amina4, to%oero#, di*idro6*roman
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 264/319
SEUESTERIN' A'ENTS
• Sodium edetat EDTA
• P*o!&*ori6 a6id
• itri6 a6id
• A!6or$i6 a6id
• Su66ini6 a6id
• '#u6oni6 a6id• Sodium &o#+&*o!&*ate
• Sodium meta&*o!&*ate
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 265/319
5AHAN LAIN
• 5a*an Pe:arna
• 5a*an Pengema!( &rimer, !e%under
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 266/319
"ERUSA"AN DAN STA5ILITAS
PRODU"
• Jeni! %eru!a%an !ediaan %o!meti%a
• Uji !ta$i#ita
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 267/319
"OSMETI"A MEDI" DAN 5AHAN
A"TI9 "OSMETI"A• =itamin
• Hormon• Kat &emuti*
• Ta$ir mata*ari
• Anti ageing
• Antio%!idan
• Radi6a# !6a8enger
• Serum &rotein(&rotein, &e&ton, &e&tide, a!amamino
• 5a*an7$a*an #ain(deodorant, anti&er!&irant,antiin#ama!i, a!tringen!, rerigeran, anti*i!tamin
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 268/319
=itamin
• Li*at OHP
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 269/319
HORMON
• 9o#i6#e Hormone E!trogen da#am do!i!
tinggi !e$agai anti jera:at ( E!tradio# dane!tern+a !&t e!tron, etini# e!tradio#
• Adreno orti6a# Hormone AH
mem&er$ai%i %u#it u!ia 01 t*n $erung!i
!e$agai antiin#ama!i, &emuti* %u#it (orti!one, *idro%orti!on, dan e!tern+a !&t
&redni!on, &redni!o#on
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 270/319
TA5IR MATAHARI7U=
A5SOR5ENT
• Sinar U= 4217011 nm
• Diguna%an untu% menga$!or$ !inar U= &d&anjang ge#om$ang 4217011 nm untu%
meng*indari %eru!a%an %u#it terma!u% er+t*ema,
!un$urn,!untan,&remature aging juga %eru!a%an
&re&arat %o!meti%a itu !endiri dan :ada*
• Non to%!i%, menga$!or$!i U= da#am range#ua!,tida% ru!a% %rn U= dan &ana!, $er6am&ur
dengan $a*an #ain
• Li*at ta$e#
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 271/319
Kat Pemuti*
• Li*at OHP
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 272/319
PROSES MANU9A"TUR DAN
PEN'EM5AN'AN INDUSTRI
"OSMETI"A
• 9ormu#a!i ( %on!e&, %ajian &u!ta%a danin&ut mar%et, tria# #a$oratorium
• Uji !ta$i#ita a:a# dan uji a&#i%a!i
• Identii%a!i &era#atan +ang di&er#u%an
• S6a#e u&• Ri!et &engem$angan &rodu%
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 273/319
RISET PEN'EM5AN'AN
PRODU"
• Pengem$angan ormu#a
• Pengem$angan $a*an a%ti $aru, $a*an
&em$antu $aru
• Pengem$angan $entu% !ediaan $aru
• Pengem$angan &ro!e! manua%tur
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 274/319
9ORMULASI
• Mengingat $a*an7$a*an $a%u dan
&era#atan +ang ada, !erta %eter$ata!an:a%tu, !edang%an !uatu &rodu%!i
%o!meti%a *aru! !egera di&rodu%!i untu%
mengejar mu!im, tren, e!+en dan #ain7
#ain, ma%a %ita *aru! &andai memi#i*ormu#a!i agar %o!meti%a itu da&at !egera
di&rodu%!i dan da&at memenu*i ma%!ud7
ma%!ud tertentu.
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 275/319
TAHAPAN 9ORMULASI
• In&ut %on!e&,%ajian &u!ta%a,&ermintaan
&a!ar,&er6o$aan di #a$
• Uji %#ini! !eder*ana)uji a&#i%a!i
• Uji %eamanan ormu#a dan $a*an $a%u
irita!i ormu#a)$a*an $a%u
• Uji !ta$i#ita !%a#a #a$
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 276/319
UJI STA5ILITA A;AL, UJI
APLI"ASI, UJI E9I"ASI• Uji !ta$i#ita a:a# dari ormu#a +ang di$uat !%a#a
#a$• Uji a&#i%a!i uji %#ini% !eder*ana(
perabaan/feeling !en!i$i#it+, moi!turi<ing,!moot*ne!!, kemudahan digunakan $entu%,u%uran, $o$ot, %om&o!i!i, &enam&i#an,
preferensi $au, :arna, de!ign
• Uji ei%a!i( ee% me#em$a$%an, ee% me#indungiter*ada& !inar u8, ee% mem$er!i*%an, ee%&e:arnaan
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 277/319
IDENTI9I"ASI PERALATAN ?AN'
DIPERLU"AN
• Mi@ing ) Emu#!ii6ation Tan%!.
• Di!&er!ing ) 'rinding Mi##!.
• Homogeni<er!.
• 9i##ing E>ui&ment.
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 278/319
SALE UP
• Pem$e!aran &rodu%!i dari laboratory size
batches ( ±5 kg) atau clinical batches !am&ai4F %g, %e pilot plant batches 4F7411 %g
umumn+a di!e$ut !e$agai scale-up ormu#a!i
atau &rodu%!i.
• Untu% &rodu%!i %o!meti%a +ang ma!i* $aru,
scale-up da&at diram&ung%an da#am dua a!e (• Pem$uatan Clinical Batches
• Pem$uatan Pilot Plant Batches
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 279/319
LINIAL 5ATH( 4F "'
• Penga#aman &ertama dengan batches u%uran aga%
$e!ar umumn+a ditemui di!ini. Ma%a di!aran%an agarormu#ator dari &rodu% itu *adir men+a%!i%an &em$uatanclinical batch ter!e$ut untu% meng*indari terjadin+a!e!uatu &ro$#ema +ang mung%in tim$u# a%i$at tida%ter!edian+a metoda &em$uatan +ang %urang terin6i.
• Sete#a* $e$era&a clinical batches $er*a!i# dengan!u%!e! di$uat, ma%a !uatu metoda &em$uatan
umumn+a !uda* $i!a ditu#i!%an di da#am !uatu ormattertu#i! +ang da&at dengan muda* di#anjut%an %e&rodu%!i Pilot Plant Batches.
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 280/319
PILOT PLANT 5ATH(4F7411 "'• U"!ya )isa(a!#a! "!"t# ela!*"t#a! &eb"ata! batches #e )ala fase
pilot plant batches sebel" "lai )ila#"#a!!ya test #eaa!a!#li!is fase III "!t"# e!*ai! a+a( test #li!is i" )i*ala!#a! )e!+a! &($)"# ,asilet$)e &eb"ata! &ili,a! te(a#,i(-NDA. Keb"t",a! &($)"#si "!t"# tes #li!isfase III )ei#ia! ""!ya eb"t",#a! batc,es "#"(a! a+a# besa( %/00 #+1.
• Pe!elitia! te(,a)a& &($)"#si Pilot Plant *"+a )iseb"t seba+ai &e!elitia!&e(#eba!+a! &($ses % process development 1 ya!+ )ia)a#a! "!t"# e!*a2ab
&e(ta!yaa!3&e(ta!yaa! &$#$# be(i#"t )a! "!t"# e!+i)e!tifi#asi la!+#a,3la!+#a, i!ti )ala &($ses &eb"ata! ya!+ &e(l" )isa,#a! ata" sebali#!ya)it$la# :
• S")a, )a&at#a, f$("lasi it" )i(e&($)"#si ebesa( %scale-up14• A&a#a, et$)a &($)"#si it" ses"ai "!t"# #ea&"a! &($)"#si ya!+
)i,a(a&#a! )a! )e!+a! &e(alata! ya!+ a)a4• A&a#a, )i&e(l"#a! &e(alata! ba(" ata" &ab(i# &eb"at ya!+ #eti+a4• A&a#a, la!+#a,3la!+#a, &$#$# &($ses &eb"ata! tela, te(i)e!tifi#asi4• A&a#a, st")i "!t"# 5ali)asi tela, )i)esai! )e!+a! bai#4• Pe!elitia! te(,a)a& &($)"#si pilot plant &e(l" )ia(a,#a! "!t"# )a&at e!*a2ab
&e(ta!yaa!3&e(ta!yaa! te(seb"t seca(a e"as#a!. Ji#a tib"l &e(ta!yaa!6 yaata" ti)a# &($)"# it" fle#sibel "!t"# )i&($)"#si6 a#a sebai#!ya )i&($)"#sisa*a )e!+a! e!++"!a#a! &e(lata! )a! "#"(a! batc, ya!+ a#a! )i&a#ai seca(a("ti! *i#a &($)"# it" !a!ti!ya )i&asa(#a!.
• K"li!asi )a(i #e+iata! scale-up biasa!ya be("&a &($)"#si ya!+ e"as#a!)a(i f$("lasi )ia#s") )ala be!t"# s"at" 7Production DemonstrationBatch8 ya!+ #e")ia! )i+"!a#a! "!t"# e!+isi #eb"t",a! s"at" 7PackagingDemontration Run” 6 ya!+ be(a#,i( &a)a &($)"# a#,i( bese(ta &e!+easa!!ya.
• St")i 5ali)asi biasa!ya )i*ala!#a! selaa &eb"ata! “ProductionDemonstratioin Batch” )a! “Packaging Demonstration Run”.
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 281/319
PRODUTION 5ATH( F117F111 "'
A#at4 +ang diguna%an
Mi9i!+-E"lsificati$! Ta!#s.
• Tang%i7tang%i &en6am&ur atau&engemu#!i ini $er%i!ar dari tang%i7tang%isimple open acketed dengan%emam&uan men6am&ur !am&ai %etang%i7tang%i +ang #e$i* rumit +ang da&at
men+edia%an %emam&uan hight speedand s!eep paddle, counter mo"ing paddles, homogenizing heads,%emam&uan &eng*am&aan, dan ji%a&er#u, tutu& ra&at $uat mem$eri tem&at%e&ada ga! murni.
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 282/319
#anjutan
Dis&e(si!+-G(i!)i!+ Mills.• A#at7a#at &endi!&er!i atau &enggi#ing ini
$er%i!ar mu#ai dari colloid mills dan blendertype homogenizer +ang !eder*ana untu%mem$entu% #a&i!an ti&i! $a*an7$a*an $a%utertentu !am&ai %e a#at hight suction/sheare#uipment +ang diguna%an untu%mendi!&er!i%an gums dan gelling agent
#ainn+a %e da#am !uatu $at6*. Pera#atan7&era#atan ini menjamin ter$entu%n+a #a&i!an$a*an $a%u +ang !eragam, !e*ingga da&atdi*a!i#%an &rodu% +ang *omogen, $e$a! darigum&a#an7gum&a#an.
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 283/319
#anjutan
$$+e!i;e( .• Umumn+a di&er#u%an ji%a &em$entu%an !uatu emu#!i
memer#u%an a#at &engadu% me%ani! $er%e6e&atantinggi untu% mem&ero#e* &engurangan u%urange#em$ung7ge#em$ung udara +ang memadai dengan*a!i# a%*ir $eru&a &er$ai%an &roi# da#am e!teti%a&rodu% atau !ta$i#ita! &rodu%.
• Homogeni<er! *an+a memi#i%i !atu emulsifying head atau di#eng%a&i dengan t!o-stage emulsification head ,
*ead +ang &ertama meng*a!i#%an emu#!i +ang %a!ar,!edang%an *ead +ang %edua di&er#u%an untu%meng*a!i#%an emu#!i +ang *a#u!.
• Homogeni<er! da&at juga diguna%an untu% ormu#a!i7ormu#a!i nonemu#!i.
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 284/319
#anjutan
'illi!+ E<"i&e!t.
• Sete#a* di&rodu%!i, ma%a &rodu% *aru! $i!a
di&om&a dari %a:a!an &rodu%!i %e %a:a!an&engi!ian, ji%a &er#u. Pera#atan &engi!ian
da&at $er%i!ar mu#ai dari me!in7me!in +ang
!eder*ana dan dija#an%an dengan tangan,
+ang *an+a $i!a mengi!i !uatu jum#a* +ang
diingin%an, !am&ai %e me!in7me!in otomati!$er%e6e&atan tinggi +ang da&at mengi!i,
me#i&at dan menje&it tutu& !erta menera%%an
6a& +ang di&er#u%an
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 285/319
PROSES DAN TUJUANN?A=. Pe!ca&"(a! (Mixing
• ;a#au&un &en6am&uran dua $a*an !e&inta! #a#unam&a% !e$agai *a# !eder*ana !aja, teta&i tida%
demi%ian da#am %en+ataann+a, +ang !ering !angat%om&#e%! atau rumit.
• Menurut Lin /20, men6am&ur $a*an7$a*an dida#am !atu $at6* !e!unggu*n+a untu% men6a&ai$an+a% tujuan, mi!a#n+a untu% !uatu emu#!i, tujuan7tujuan dari &en6am&uran itu antara #ain (
• /. Men6am&ur 6airan76airan +ang !u#it ter6am&ur.
• Mem&er6e&at &emana!an $a*an7$a*an di da#am%ete#.
• Pe#arutan #ema%7#ema% dan $a*an7$a*an #ainn+a.
• Emu#!ii%a!i atau di!&er!i.
• Penda*u#uan &endinginan.
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 286/319
#anjutan/. Pe$&aa! (PumpingA)a )"a *e!is &$&a ya!+ )i+"!a#a! )i )ala &($)"#si
#$eti#a6 yait" :• Positive displacement pump.
• !entri"ugal pumps.• Positive displacement pump be#e(*a )e!+a! e!a(i# cai(a!#e )ala s"at" ($!++a6 #e")ia! e!)esa#!ya #el"a( &a)asisi ya!+ lai!. C$!t$, ya!+ &ali!+ "" a)ala, diaphragma
pumps6 gear pumps )a! mono pumps.• P$&a se!t(if"+al %centri"ugal pumps be(be)a )a(i ti&e
positive displacement pumps iala, ba,2a &$&a se!t(if"+albe(sa!)a( &a)a #$!5e(si s"at" #e#"ata! se!t(if"+al )a!b"#a!!ya &a)a #e#"ata! li!ea(6 e!*a)i s"at" te#a!a!. Pa)a
&$&a se!t(if"+al6 cai(a! )ias"##a! )i titi# &"sat )a(is"at" &($&ele( ya!+ be(&"ta( ce&at.• Dala e$&a cai(a! #$seti#a6 &e(l" )i#eta,"i sifat3sifat
cai(a! te(seb"t6 sebab &$&a ya!+ te(lal" se&it ata" te(lal"ce&at )a&at e("ba, e"lsi6 e&e(a!+#a& ")a(a6 )ll.Kece&ata! *a!+a! sa&ai ele2ati titi# &e("ba,a! )a(i a("slai!a( e!*a)i a("s t"(b"le!si.
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 287/319
#anjutan>. Pei!)a,a! Pa!as (#eat $rans"er• Da#am $an+a% &ro!e! &em$uatan %o!meti%a, $a*an
$a%u !ering *aru! di&ana!%an !am&ai %e !u*u 171o, di6am&ur, dan %emudian didingin%an !am&ai!e%itar 1701o !e$e#um &rodu% a%*ir da&at di&om&adan di!im&an. "arenan+a, di da#am &a$ri% %o!meti%a,ei!ien!i &eminda*an &ana! meru&a%an !uatu a%tor+ang !angat &enting +ang *aru! di&er*itung%an da#amde!ign.
• ;a#au&un %e$an+a%an &rodu% di&ana!%an dandidingin%an di da#am tan%i $e!ar 8at dengan di$eri
ua& &ana! atau ja6%et air &ana! di!e%e#i#ingn+a, dimana ei!ien!i !angat tergantung &ada &en6am&uran$a*an, namun ada !ejum#a* &emi!a* %*u!u! +ang$i!a diguna%an di da#am &ro!e! &em$uatan %o!meti%a,mi!a#n+a +ang &a#ing umum +ang dinama%an !e$agai=otator
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 288/319
#anjutan?. 'ilt(asi
• Umumn+a, i#tra!i di da#am &rodu%!i %o!meti%a *an+adi&er#u%an da#am memurni%an air #eiding dan untu%
&enjerni*an #otion !e&erti #otion untu% 6u%ur, *air toni6,d##. Di mana $a*an7$a*an $a%u untu% &rodu%7&rodu% ini !ering $eri!i%an !ejum#a* %e6i# %ontaminan+ang a%an mengganggu &enam&i#an &rodu% a%*ir ji%atida% di*i#ang%an.
• A#at i#ter +ang &a#ing !ering diguna%an ada#a* filter press +ang dide!ain %*u!u! untu% memi#tra!i 6airan
+ang mengandung !edi%it $a*an7$a*an &adat +ang&er#u di&i!a*%an. 5eta&a&un untu% &ro!e!&enjerni*an, +aitu ji%a %andungan $a*an %ontaminan+ang *aru! di*i#ang%an !edi%it !e%a#i, diguna%an!ejeni! candle filter Q !ete#a* &enam$a*an !ejum#a*%e6i# i#ter a6id.
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 289/319
#anjutan@. Pe!+isia! (%illing.• Cai(a!. "o!meti%a da#am $entu% 6airan da&at dii!i%an
%e %ema!an dengan 6ara !eder*ana mengguna%anda+a tari% $umi gra8ita!i. ara ini !eder*ana dan!ering dianjur%an, terutama untu% !*am&o dandeterjen +ang a%an $er$u!a ji%a dengante%anan.Teta&i 6ara &engi!ian +ang #e$i* 6e&at dan#e$i* ra&i ia#a* dengan mengguna%an !i!tem 8a%um&ada $oto#7$oto# +ang $erderet7deret.
• C(eas. Pengi!ian da#am %eadaan dingin ia#a*mema%ai filteram typeQ, di mana 6ream dima!u%%an
%e da#am tu$e !i#indri! dengan $antuan !uatu plunger Q. 5entu% *aru! $u#at agar tida% ada udaraterje$a%. Pengi!ian da#am %eadaan dingin ada#a*mura* dan $er!i*. Pengi!ian da#am %eadaan &ana!#e$i* rumit, teta&i &ada e!en!ian+a miri& &engi!iandengan 6airan, $ai% +ang !i!tem gra8ita!i atau !i!tem8a%um.
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 290/319
Peb"ata! P($)"#3P($)"# K,"s"s
=. Cai(a!• Peb"ata! &($)"# #$seti#a cai( e!ca#"& &ela("ta! ata"
)is&e(si ya!+ bai#6 se(ta &e!*e(!i,a!. L$ti$! )ala al#$,$l3ai()a&at )ib"at )e!+a! )"a ca(a6 yait" :
• De!+a! e!+a)"# ba,a!3ba,a! )i )ala ca&"(a! ai( )a! al#$,$l)e!+a! #$!se!t(asi ya!+ saa se&e(i )ia#s")#a! )ala &($)"#a#,i( sa&ai la("ta! )ia#s") te(be!t"#.
• De!+a! ela("t#a! ba,a!3ba,a! )i )ala al#$,$l #$!se!t(asiti!++i6 #e")ia! la("ta! i!i )ie!ce(#a! )e!+a! ai( sabil )ia)"#sa&ai #$!se!t(asi ya!+ )ia#s").
• Ca(a ya!+ a!a&"! ya!+ )i+"!a#a!6 &e!+a)"#a! )a&at )i*ala!#a!e!ta, )e!+a! ea#ai &($&elle( ya!+ )i+e(a##a! list(i# ya!+ )a&at)ite&el#a! )i sisi ta!#i6 ata" ea#ai &e!+a)"# &e(a!e! *i#a&($)"#si it" besa(3besa(a!. A+a( &e!ca&"(a! a#sialefisie!si!ya6 ta!#i sebai#!ya b"!)a( )a! te(b"at )a(i !i#el "(!i6al"i!i"6 M$!el ata" stai!less steel.
• U!t"# se*"la, &($)"# #$seti#a cai(6 &ela("ta! te(lebi, )"l"&a(f" ata" ba,a! ya!+ be(i!ya# )i )ala &ela("t ya!+ c$c$#6"!+#i! )i&e(l"#a!. I!i ""!ya te(*a)i )ala &eb"ata!s,a&$$.
• Ka(e!a #e*e(!i,a! s"at" l$ti$! sa!+at6 a#a &e!ti!+ ba,2a#easa!!ya *"+a ,a("s *e(!i,. U!t"# it" &e(l" &e!c"cia! )e!+a!")a(a be(te#a!a! ata" )e!+a! ai( &a!as ya!+ )ii#"ti )e!+a!&ebilasa! )a! &e!+e(i!+a!
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 291/319
#anjutan/. Gel• Produ% %o!meti%a da#am $entu% ge# da&at $er%i!ar
mu#ai dari #otion +ang %enta# !e&erti mi!a#n+a roll-ballantiperspirant !am&ai %e ge# t*i@otro&i% +ang !angat
%enta# dan tida% $i!a menga#ir, +ang da&at diguna%an!e$agai %o!meti%a hairdressing dan hair setting .
• Lotion %enta# #e$i* muda* di$uatn+a, +aitu denganmenam$a*%an !edi%it demi !edi%it ge##ant &adat %eda#am a!e 6air +ang diadu% teru! meneru! dengan6e&at mema%ai &ro&e##er +ang digera%%an tur$in.
• 'e# %enta# +ang tida% $i!a menga#ir 6ara
&em$uatann+a #e$i* !u#it, %arena &ada &rodu%a%*irn+a udara tida% $i!a me#ari%an diri dari da#amn+a!e&erti &ada #otion %enta#. 'e# %enta# *aru! di$uatda#am ruang tan&a udara atau &er#u diada%an &ro!e!&em$uangan udara +ang rumit. Pema%aian 6ar$o@+78in+# &o#+mer! mi!a#n+a %ar$o&o# mem&ermuda*&enge#uaran udara dari da#am ge#.
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 292/319
#anjutan>. Mic($3e"lsi.• "arena mi%roemu#!i ter$entu% me#a#ui !i!tem +ang
!&ontan, &em$uatann+a 6u%u& dengan a#at &en6am&ur+ang !eder*ana, tida% memer#u%an a#at &en6am&ur rumit+ang $er%e6e&atan tinggi.
• Meru&a%an &ra%te% umum da#am &em$uatan mi%roemu#!iuntu% menam$a*%an !edi%it demi !edi%it a!e min+a%dengan !u*u !e%itar 1O %e da#am a!e air da#am !u*u!eru&a, di $a:a* &engadu%an +ang &e#an. Untu%!ementara &rodu% di&erta*an%an &ada !u*u di ata!setting point Q n+a agar udara nai% dan %e#uar. Ini $erarti
$a*:a &i&a7&i&a dan a#at &engi!i &er#u di&ana!%an denganair &ana! atau ua& $er6am&ur air.
• Henda%n+a *ati7*ati da#am memi#i* &era#atan untu%mem$uat mi%roemu#!i, %arena %otoran *a#u!, !e&ertimi!a#n+a ion7ion #ogam, da&at mengeru*%an &enam&i#an&rodu%.
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 293/319
#anjutan
?. E"lsi.
• "arena $egitu $an+a% jeni! &rodu% emu#!i di &a!aran,$ai% da#am %o!meti%a mau&un to#ietrie!, ma%a tida%mung%in a%an merin6i &em$uatann+a ma!ing7ma!ing.Teta&i mengingat &er#un+a menentu%an !iat7!iat&rodu% a%*ir dari emu#!i, ma%a &er#u di$i6ara%ana%tor7a%torn+a +ang ter&enting. 5ia!an+a !e#a#uter6a%u& tiga &ro!e! da#am &em$uatann+a +aitu (
• Emu#!ii%a!i a:a#.• Pendinginan.
• Homogeni!a!i.
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 294/319
Lanjutan Emu#!ia. E"lsifi#asi a2al.• A)a se*"la, fa#t$( &e!ti!+ )i )ala e"lsifi#asi a2al6 yait"
te&e(at"(6 i!te!sitas )a! laa &e!ca&"(a!6 se(ta #ete(at"(a!)a! #ece&ata! &e!aba,a! fase3fase.
• E"lsifi#asi a2al biasa!ya )i*ala!#a! &a)a s"," ya!+ lebi, ti!++i
"!t"# e!*ai! ba,2a #e)"a fase se(ta ,asil e"lsi c"#"& $bil+e(a#!ya se2a#t" )ia)"#. I!te!sitas )a! laa &e!+a)"#a!te(+a!t"!+ &a)a efisie!si )is&e(si )a(i e"lsifat$(.
• Seca(a ""6 a)a )"a ca(a &e!aba,a! ba,a!3ba,a!. Ya!+&e(taa6 &e!aba,a! fase3fase ya!+ )ala be!t"# )is&e(si #e)ala fase ya!+ )ala be!t"# ,$$+e!. Ya!+ #e)"a a)ala,#ebali#a!!ya. Ya!+ &e(taa !a&a# lebi, alaia,6 teta&i ya!+#e)"a6 )ia!a a)a i!fe(si fase6 ebe(i#a! #e"!t"!+a! ya!+ lebi,besa( *i#a ti)a# te(se)ia alat &e!+a)"# ya!+ ea)ai.
• U!t"# e"lsi O- ya!+ lebi, #e!tal6 se&e(ti isal!ya 5a!is,i!+
c(ea6 sebai#!ya *a!+#a 2a#t" &e!+a)"#a! )e!+a! #ece&ata!ti!++i si!+#at sa*a "!t"# e!ce+a, as"#!ya ")a(a. Setela,e"lsi a2al te(be!t"#6 #ece&ata! &e!+a)"#a! )it"("!#a!6 )a!s"," )it"("!#a! sa&ai se#ita( @0OC )a! 2a#t" it" &a(f")itaba,#a!. E"lsi -O )i#e(*a#a! )e!+a! ca(a ya!+ saa6,a!ya la("ta! )ala ai( )ias"##a! #e )ala fase lea# se)i#it)ei se)i#it.
• M"!+#i! ca(a &eb"ata! e"lsi te(bai# iala, )e!+a! e!"a!+#a!se(e!ta# &($&$(si ya!+ saa #e)"a fase &a)a setia& 2a#t" #e)ala i9e( ya!+ be(&"ta( te("s6 se,i!++a te("s e!e("s te(be!t"#
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 295/319
Lanjutan Emu#!ib. Pe!)i!+i!a!• Me!)i!+i!#a! e"lsi e("&a#a! s"at" &($ses ya!+ sa!+at
&e!ti!+6 te("taa )ala &($)"# ya!+ be(isi#a! ba,a!3ba,a!i(i& lilli! %7&ax-like81 ya!+ be(,a(+a. Selaa &e!)i!+i!a!biasa!ya e"lsi )ia)"# te("s "!t"# e!+"(a!+i laa!ya&($ses se(ta "!t"# e!+,asil#a! &($)"# ya!+ ,$$+e!.
c. $$+e!isasi.• Pa)a s"," ya!+ ti!++i #eba!ya#a! e"lsi ti)a# stabil )a!
selaa &e!)i!+i!a! )ala batc, te(be!t"# b"ti(a!3b"ti(a!e"lsi. Ata" &a)a &($)"# ya!+ eili#i fase i!ya# )e!+a!titi# lele, ti!++i6 &a)a &e!)i!+i!a! te(*a)i &e!+e(asa!&($)"#. Ka(e!a!ya )i&e(l"#a! &e!ca&"(a! %mixing 1taba,a! "!t"# e&e($le, &($)"# se&e(ti ya!+)ii!+i!#a!.
• Pe!ca&"(a! taba,a! i!i )a&at be(5a(iasi "lai )a(i&ele2ata! &($)"# elal"i &$&a be(+i( be(&"ta( )e!+a!te#a!a! (e!)a, )a(i bela#a!+6 isal!ya @0 &si+6 ata"&e!+,a!c"(a! a+(e+at3a+(e+at #(istal lili!6 ata" &ele2ata!#at"b ,$$+e!i;e( )e!+a! te#a!a! ti!++i @000 &si+. P($sesi!i )ibe(i !aa ,$$+e!isasi
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 296/319
#anjutan
@. Pasta.
• Pasta6 te("taa &asta +i+i6 ""!ya )a&at )ib"at )e!+a!e!aba,#a! #$&$!e!3#$&$!e! &a)at ya!+ "!+#i!
s")a, )ica&"( sebel"!ya6 #e )ala #$&$!e!3#$&$!e! cai(6 )i a!a "!+#i! te(as"# ba,a!3ba,a!ya!+ la("t )ala ai(. Pe!ca&"(a! )a&at )i )ala i9e(te(b"#a ata" i9e( 5a#". Mi9i!+ )ala #ea)aa! &a!as6)ii#"ti )e!+a! &e!)i!+i!a! ea#ai alat $tat$( ata"et$)a se("&a lai!!ya *"+a )a&at )ila#"#a!.
• S"at" et$)a alte(!atif &e!yia&a! &asta ya!+ te(b"at )a(i&$2)e( &a)at )i )ala s"at" cai(a! iala, elal"i&e!ca&"(a! a2al ya!+ #asa( )a! ele2at#a! ca&"(a! i!i
elal"i s"at" 7triple roller mill 86 #e")ia! )i )ala i9e(se&e(ti it" e!+alai be(ba+ai &e!e#a!a! )a! &e"ta(a!sa&ai te(be!t"# &asta ya!+ )ii!+i!#a!.
• $riple roller mill se(i!+ )i+"!a#a! )i )ala &eb"ata!&(e&a(at a#e3"& )ia!a &i+e! 2a(!a &e(l" )i)is&e(si#a!)i )ala ca&"(a! 2a9 ata" i!ya#.
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 297/319
#anjutan. Sti#• Li&sti#. Pa)a ""!ya &eb"ata! li&sti# eli&"ti > ta,a& :• Pe!yia&a! ca&"(a! #$&$!e!6 yait" ca&"(a! i!ya#3
i!ya#6 ca&"(a! ;at3;at 2a(!a )a! ca&"(a! 2a9.
• Pe!ca&"(a! se"a it" "!t"# ebe!t"# assa li&sti#.• Pe!ceta#a! assa li&sti# e!*a)i bata!+a!3bata!+a! li&sti#.• It"la, )asa( )a(i &eb"ata! li&sti#6 ya!+ (i!cia!!ya a#a!
te(lal" be(#e&a!*a!+a! "!t"# )i"(ai#a! )i si!i.
• De$)$(a!t sti#. A+a# be(be)a ca(a &eb"ata!!ya )a(i&a)ali&sti# #a(e!a e("&a#a! +el sab"! )a! &eb"ata!!ya i(i&)e!+a! &eb"ata! e"lsi6 s"at" fase i!ya# %fatty aci)1
)ia)"##a! #e )ala s"at" fase la("ta! )ala ai( &a)a s","se#ita( 0OC. Gel &a!as ya!+ te(be!t"# )iisi#a! #e )alaceta#a! &a)a s"," se#ita( 03@OC )a! )ibia(#a! ea)at.
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 298/319
#anjutan
. P$2)e(
• Pen6am&uran &o:der $ia!an+a dija#an%an di da#am!uatu :ada* !emi $undar +ang di#eng%a&i dengan
!uatu &engadu% !&ira# +ang &adan+a dua &itamen+e$a$%an 6am&uran itu $ergera% da#am dua ra*+ang $er$eda !e*ingga terjadi tu$ru%an7tu$ru%an.
• Mi@er ti&e ini !angat $ai% untu% garam mandi dan$a*an7$a*an %ri!ta# #ainn+a dan !angat #ua!diguna%an untu% &em$uatan face po!der .
• 5eta&a&un, &enga#aman menunju%an $a*:a di!&er!i
+ang #e$i* $ai% dengan re!i%o &e#u%aan %u#it +ang#e$i* %e6i# a%i$at %a!arn+a $utiran7$utiran da&atdi6a&ai ji%a 6am&uran $u$u% itu a%*irn+a di&u#8eri!a!idan digi#ing di da#am !uatu ball mill atau di&er$ai%idengan 6ara #ainn+a.
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 299/319
#anjutan
. P$a)e )a! B(illia!ti! Pa)at.
• Produ% dari ti&e ini muda* di$uat *an+a dengan
men6am&ur $a*an7$a*an di da#am !uatu :ada*&e#e$ur di !u*u tertentu, $a*an7$a*an +ang titi%#e#e*n+a tinggi, !e&erti #i#in mung%in memer#u%an&e#e#e*an &enda*u#uan &ada !u*u +ang #e$i* tinggi dida#am &ot e#e%tri!.
• Pro!e! &engi!ian ma#a* #e$i* rumit %arena mu#a7mu#a&er#u didingin%an !e$e#um &enutu&an &ermu%aan&omade dengan &#a!ti% &enutu& lidding dan&er*atian +ang *ati7*ati di&er#u%an $ai% ter*ada& !u*u%eti%a &engi!ian, mau&un %e6e&atan &endinginan ji%aingin di*indari terjadin+a rongga7rongga $eri!i udara.
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 300/319
KONTROL KUALITAS %')*+$, !$R*1"!+si "taa )a(i #$!t($l #"alitas %'ualit/ !ontrol ata" 'ualit/ )ssurance1 a)ala, e!*ai! a+a( &e("sa,aa! ee!",i sta!)a(te(ti!++i )ala setia& fase )a(i &($)"#si!ya. 'a#t$(3fa#t$( ya!+te(ca#"& )ala #$!t($l #"alitas a)ala, :
Pe(s$!alia.
'asilitas.
S&esifi#asi P($)"#."!+si #$!t($l #"alitas6 a!ta(a lai! :
K$!t($l )i )ala &($sesi!+ %+n Process !ontrol 1.
Testi!+ s&esifi#asi ba,a! ba#" %Ra& Material 0peci"ication $esting 1.
Testi!+ s&esifi#asi &($)"# %Product 0peci"ication $esting 1.
Pe!+a2asa! 'asilitas Pe!yi&a!a! )a! Dist(ib"si %0torage andDistribution %acilities !ontrol 1
Pe!+a2asa! te&at ya!+ "!+#i! seba+ai &($)"se! &i,a# #eti+aya!+ &$te!sial %0ite +nspection o" Potential $hird Part/ Manu"acture1.
Pe!+a2asa! te(,a)a& #$!tai!asi i#($bi$l$+is (Microbiological0urveillance1.
Ke"!+#i!a! e&e(&a!*a!+ ta!++al #a)al"2a(sa &($)"# %Product1xpiration Dating 1xtension1.
e!ta!+ 2ualit/ control i!i lebi, s&esifi# )ibica(a#a! )ala Ca(aPeb"ata! K$seti#a Ya!+ Bai# %CPKB1.
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 301/319
Teh Hitam dan Antioksidan
Dadan ROHDIANA
Peneliti Muda di Pusat Penelitian Teh dan Kina Gambung
Mobile: +628170232473 Email:!ohdiana"#ahoo$%om
&atu da!i se'ian ban#a' hasil !iset 'esehatan #ang (aling mena!i'
se'a!ang ini adalah bidang nut!ien antio'sidan$ Mes'i antio'sidan me!u(a'an
to(i' #ang sedang hangat dibi%a!a'an) (emahaman a'an a(a sesungguhn#a
antio'sidan itu dinilai masih sangat !endah$ *e!dasa!'an su!e# #ang dila'u'an
melalui tele(on) lebih da!i setengah o!ang ,me!i'a (e!nah mendenga! istilah
antio'sidan$ ,'an teta(i 'eban#a'an da!i me!e'a tida' (aham bena! mengenai
be!bagai -at gi-i #ang te!masu' antio'sidan$
Radikal Bebas Sebagai Sumber Masalah
*e!bagai (e!bin%angan mengenai antio'sidan mau tida' mau ha!us
men#e!ta'an (en.elasan mengenai o'sidan te!masu' didalamn#a adalah !adi'al
bebas$ /adi'al bebas a%a('ali di.um(ai dalam bentu' o'sigen #ang !ea'ti$
Mole'ul #ang sangat !ea'ti ini) .i'a tida' 'endali'an da(at me!usa' tubuh dan
be!(e!an te!hada( timbuln#a be!bagai (en#a'it$ /adi'al bebas a'an mengambil
ele't!on da!i mole'ul lain$ al ini da(at men#ebab'an (embentu'an !adi'al
bebas #ang ba!u #ang a'an men%u!i ele't!on da!i mole'ul lainn#a$ ,'ibatn#a)
!ea'si be!antai ini a'an te!us be!lan.ut la#a'n#a bola sal.u #ang te!us be!guli!$
*ebe!a(a !adi'al bebas da(at be!ea'si dengan st!u'tu! sel$ *ila !ea'si ini te!us
be!lan.ut be!(otensi menga'ibat'an 'e!usa'an langsung atau 'e!usa'an .ang'a
(an.ang$
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 302/319
*e!dasa!'an sumbe!n#a) !adi'al bebas da(at be!asal da!i tubuh)
ling'ungan) dan !adi'al bebas lainn#a$ &e.atin#a) tubuh menghasil'an !adi'al
bebas sebagai hasil (!oses metabolisme$ lah !aga) (en#a'it) dan (engobatan
te!tentu be!(eluang mening'at'an .umlah !adi'al bebas dalam tubuh$
,da'alan#a tubuh dengan senga.a menghasil'an !adi'al bebas sebagai a'ibat
da!i !es(on sistem 'e'ebalan tubuh$ &e!buan ba'te!i dan mi'!oo!ganisme
ine'sius lainn#a a'an dihambat oleh sel da!ah (utih 'husus mengguna'an
!adi'al bebas #ang be!asal da!i o'sigen untu' membunuh sen#aa (otensial
(en#ebab ine'si$ Pada 'asus isolasi ini tubuh ha!us be!te!ima'asih (ada si
musuh) !adi'al bebas #ang telah be!.asa melindungi tubuh da!i musuh #ang
lain$ ,'an teta(i) .i'a !adi'al bebasn#a te!lalu be!lebihan dan tida' sesuai
dengan sistem 'eseimbangan dalam tubuh) ma'a !adi'al bebas a'an be!ubah
men.adi soso' #ang mena'ut'an$ /adi'al bebas ini a'an mendo!ong
menu!unn#a a'!editas 'esehatan tubuh$
5ing'ungan me!u(a'an salah satu sumbe! !adi'al bebas$ /a%un #ang
be!asal da!i ling'ungan) bai' itu alami mau(un buatan) 'e!a('ali be!(eluang
men.adi !adi'al bebas atau %i'al ba'al lahi!n#a !adi'al bebas$ Polusi uda!a)
sam(ah be!a%un) dan (estisida be!(e!an menghanta!'an !adi'al bebas se(e!ti
nit!ogen dio'sida 'e dalam tubuh$ Tida' sedi'it o!ang memasu'an !adi'al bebas
'e dalam tubuh melalui 'ebiasaann#a$ &etia( isa(an !o'o' dan tegu'an al'ohol
mengandung .utaan bah'an mung'in mil#a!an !adi'al bebas$
ilua! tubuh dan ling'ungann#a) !adi'al bebas da(at dibentu' da!i !adi'al
bebas lainn#a sebagai a'ibat !ea'si be!antai #ang tida' te!'endali$ ntu' 'embali
menstabil'an ele't!onn#a) !adi'al bebas be!ea'si dengan mole'ul #ang te!de'at
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 303/319
dengann#a di dalam tubuh$ &etelah !ea'si ini) 'edua mole'ul diatas men.adi
tida' seimbang$ Ka!ena salah satu ele't!onn#a telah diambil) ma'a te!bentu'lah
!adi'al bebas #ang ba!u) dan a'an be!inte!a'si dengan mole'ul lainn#a aga!
muatann#a stabil) begitu sete!usn#a$ /ea'si be!antai !adi'al bebas ini
be!langsung demi'ian %e(at dalam hitungan deti'$ *ila hal ini te!us be!lan.ut
tan(a ada u(a#a untu' mengendali'ann#a) ma'a 'e!usa'an mole'ul sel tubuh
men.adi demi'ian sulit te!hinda!'an$ *e!i'utn#a) !adi'al bebas a'an me!usa'
tubuh #ang menga!ah 'e(ada lusinan (en#a'it dan (!oses (enuaan dini$ Kasus
#ang umum te!.adi) !adi'al bebas a'an membentu' 55 'oleste!ol sebagai
taha(an aal (ada (en#a'it .antung$ Pe!usa'an , #ang disebab'an oleh
!adi'al bebas da(at mendo!ong te!.adin#a 'an'e!$ P!otein (ada 'ulit #ang !usa'
oleh !adi'al bebas a'an te!lihat be!'e!ut atau 'e!i(ut$ ianta!a se'ian ban#a')
!adi'al bebas #ang (aling be!baha#a adalah ion su(e!o'sida) #ang te!bentu' da!i
o'sigen) dan !adi'al ion hid!o'sil) #ang te!bentu' da!i hid!ogen (e!o'sida$
isam(ing su(e!o'sida dan hid!o'sil) o'sigen tunggal atau atom o'sigen #ang
tida' be!i'atan dengan mole'ul o'sigen diatomi' me!u(a'an !adi'al bebas
(e!usa' #ang tida' boleh di(andang lemah$
Teh Hitam dan Antioksidan
&e%a!a sede!hana antio'sidan din#ata'an sebagai sen#aa #ang mam(u
menghambat atau men%egah te!.adin#a o'sidasi$ ,ntio'sidan memili'i
'emam(uan dalam membe!i'an ele't!on) mengi'at dan menga'hi!i !ea'si
be!antai !adi'al bebas #ang memati'an$ ,ntio'sidan #ang di(a'ai 'emudian
didau! ulang oleh antio'sidan lain untu' men%egahn#a men.adi !adi'al bebas
9bagi di!in#a sendi!i atau teta( dalam bentu' te!sebut teta(i dengan st!u'tu!
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 304/319
#ang tida' da(at me!usa' mole'ul lainn#a$ &alah satu antio'sidan #ang 'ini
tengah menda(at (e!hatian #ang sangat luas dalam be!bagai (enelitian adalah
thealain teh hitam$
Mes'i tida' se(o(ule! nene' mo#angn#a 9'ate'in) thealain #ang
te!da(at dalam teh hitam sudah ban#a' di(ela.a!i oleh se.umlah (eneliti$
*ebe!a(a hasil !iset men#ata'an baha a'tiitas antio'sidan thealain seta!a
bah'an tida' sedi'it #ang men#ata'an baha thealain lebih (otensial da!i(ada
'ate'in$ asilhasil (enelitan te!sebut tida'lah menge!an'an mengingat se%a!a
st!u'tu! thealain lebih men.an.i'an da!i (ada 'ate'in$ al ini bisa dilihat da!i
sebe!a(a ban#a' gugus hid!o'si 9 #ang dimili'in#a$ Gugus hid!o'si ini da(at
be!ungsi sebagai anti!adi'al bebas atau antio'sidan$ &ema'in ban#a' gugus
hid!o'si suatu sen#aa) ma'a 'emam(uann#a sebagai sen#aa antio'sidan
sema'in bai'$
Thealain me!u(a'an antio'sidan alami #ang sangat (otensial$
Kemam(uann#a sebagai (enang'a( !adi'al bebas sudah tida' da(at di(ung'i!i
lagi 'esahihann#a$ Ee'tiitas thealain mening'at melalui (!oses este!ii'asi
dengan gallate dan este! digallate$
Thealain mem(un#ai teta(an la.u (enang'a(an !adi'al su(e!o'sida
lebih tinggi dibanding'an dengan dengan EG;G 9E(igallo %ate%hin gallate #ang
selama ini sea'an diangga( sebagai !a.an#a (olienol teh$ Teta(an la.u
thealain adalah 1 < 107 =M& sedang'an teta(an la.u EG;G adalah 1 < 10> =M&$
Thealain .uga mam(u men%egah te!.adin#a o'sidasi li(id atau memotong
!ea'si be!antai o'sidasi li(id lebih ee'ti da!i (ada EG;G$ isam(ing itu)
thealain da(at mening'at'an antio'sidan alami #ang te!da(at dalam tubuh
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 305/319
se(e!ti glutathione&t!anse!ase 9G&T) glutanthione (e!o'sidase 9GP?)
dismutase su(e!o'sida 9& dan %atalase 9;,T #ang #ang dise!tai dengan
menu!unn#a ting'at o'sidasi li(id$
Publi'asi lain men#ta'an baha a'tiitas antio'sidan thealain adalah
lebih 'uat da!i(ada to%o(he!ol 9itamin E dan (!o(il galat 9PG di dalam
sistim e!it!osit 'elin%i$ 5ebih lan.ut (ubli'asi te!sebut mene!ang'an baha
a'tiitas thealains lebih ee'ti dibanding glutation 9G&) 59+as%o!bi% ,%id
9,s,) dlto%o(he!ol) but#l hid!o'sitoluena 9*T) dan but#l h#d!o<#anisole
9*, (ada (e!%obaan (e!o'sidasi hati ti'us #ang diindu'si oleh te!tbut#l
hid!o(e!o'sida 9*P$
Kemam(uan thealain sebagai antio'sidan te!n#ata tida' %u'u( sam(ai
disitu$ ,'tiitasn#a sebagai antio'sidan dalam menghambat o'sidasi 55 95o
ensit# 5i(o(!otein(un te!n#ata menun.u''an hal #ang mena'.ub'an$ @ang
and 5i dalam !eien#a #ang be!.udul /esea!%h (!og!ess on (!o(e!t# and
a((li%ation o thealain #ang dimuat dalam ,!i%an Aou!nal o *iote%h tahun
2006 men#ata'an baha 'emam(uan (enghambatan o'sidasi 55 da!i TB3C
EG;G C EG; C ,sam Gali'$ asil (enelitian ini senada dengan (enelitian #ang
di'emu'a'an oleh &un d'' dalam sebuah ma'alah be!.udul G!een tea) bla%' tea
and %olo!e%tal %an%e! !is': a meta anal#sis o e(idemiologi% studies #ang
dite!bit'an oleh salah satu .u!nal (a(an atas dunia) ;a!%inogenesis (ada tahun
2006 lalu$ alam (enelitian te!sebut di'emu'a'an baha TB3 C E;G C EG;G C
TB2* C TB2, C TB1 E; C EG; dalam menghambat te!.adin#a o'idasi 55 (ada
manusia$
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 306/319
Mengingat thealain me!u(a'an sen#aa 'imia #ang sangat (otensial)
se.umlah (e!usahaan teh dunia telah mulai men.adi'an thealain sebagai salah
satu (!odu' andalann#a se!ta telah mem(aten'ann#a$ &alah satu (aten te!'ini
#ang be!isi (!oses (embuatan thealain adalah Paten & o 7)1>7)4D3 *2 #ang
dite!bit'an oleh &PT (ada tanggal 2 Aanua!i 2007$
Tulisan ini tentun#a tida' mung'in %u'u( untu' mengise!t semua
'ehebatan thealain$ &etida'n#a datadata hasil (enelitian #ang te!te!a diatas
di(andang %u'u( untu' menambah 'e#a'inan 'ita a'an manaat #ang
dite!bit'an oleh thealain dan teh hitam$ Pandangan mas#a!a'at #ang menilai
thealain dan teh hitam sebagai minuman ine!io! ha!us mulai dilu!us'an$
Ken#ataan #ang mene!ang'an baha thealain me!u(a'an (olienol teh hitam
#ang (atut diunggul'an bu'an se'eda! isa(an .em(ol bela'a$
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 307/319
ilmu kedokteran adalah sumber inspirasi | Kandungan Teh HitamCopyright Resha Ardianto [email protected]
http://reshaardianto.student.umm.ac.id/2010/02/04/kandungan-teh-hitam/
Kandungan Teh Hitam
Daun teh hitam unggulan mengandung senyawa bioaktif polyfenol yang mengandung senyawa
flavonoid, tannin, kafein dan asam fenalat. Teh hitam juga mengandung vitamin B1, B2, C, E dan
K serta kaya mineral fluor, mangan, kalsium, potassium dan kalium. Senyawa katekin yang beradadalam senyawa flavonoid mengandung : Epikatekin (EC), Epikatekin Galat (ECG), Epigalo Katekin
(EGC), Epigalo Katekin Galat (EGCG) dan Quercetin (Soraya, Noni.2007).
Secara spesifik komposisi teh hitam sebagai berikut :
No Komposisi % Berat Kering
1
2
3
4
5
6
7
8
9
10
11
page 1 / 13
Kafein
Theobromin
Theofilin
(-) Epicatechin
(-) Epicatechin gallat
(-) Epigallocatechin
(-) Epigallocatechin
gallat
Glikosida Flavonol
Bisflavonol
Asam Theaflavat
Theaflavin
7,56
0,69
0,25
1,21
3,86
1,09
4,63
Masih
Diteliti
Masih
Diteliti
MasihDiteliti
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 308/319
ilmu kedokteran adalah sumber inspirasi | Kandungan Teh HitamCopyright Resha Ardianto [email protected]
http://reshaardianto.student.umm.ac.id/2010/02/04/kandungan-teh-hitam/
12
13
14
15
16
17
18
19
20
21
22
23
24
25
26
27
page 2 / 13
Thearubigen
Asam Gallat
Asam Klorogenat
Gula
Pektin
Polisakarida
Asam Oksalat
Asam Malonat
Asam Suksinat
Asam Malat
Asam Akonitat
Asam Sitrat
Lipid
Kalium (Potassium)
Mineral Lain
Peptida
2,62
35,90
1,15
0,21
6,85
0,16
4,17
1,50
0,02
0,09
0,31
0,01
0,84
4,79
4,83
4,70
(Soraya, Noni.2007).
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 309/319
ilmu kedokteran adalah sumber inspirasi | Kandungan Teh HitamCopyright Resha Ardianto [email protected]
http://reshaardianto.student.umm.ac.id/2010/02/04/kandungan-teh-hitam/
28
29
30
Theanin
Asam Amino Lain
Aroma
5,99
3,57
3,03
0,01
Fungsi dari komposisi teh hitam diatas :
- Katekin (polifenol)
page 3 / 13
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 310/319
ilmu kedokteran adalah sumber inspirasi | Kandungan Teh HitamCopyright Resha Ardianto [email protected]
http://reshaardianto.student.umm.ac.id/2010/02/04/kandungan-teh-hitam/
Teh sebagian besar mengandung ikatan biokimia yang disebut polifenol, termasuk di dalamnya
adalah flavonoid. Flavonoid merupakan suatu kelompok antioksidan yang secara alamiah terdapat
pada sayur-sayuran, buah-buahan, dan minuman, seperti teh dan anggur. Pada tanaman, flavonoid
memberikan perlindungan terhadap adanya stress lingkungan, sinar ultra violet, serangga,
page 4 / 13
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 311/319
ilmu kedokteran adalah sumber inspirasi | Kandungan Teh HitamCopyright Resha Ardianto [email protected]
http://reshaardianto.student.umm.ac.id/2010/02/04/kandungan-teh-hitam/
jamur, virus, dan bakteri, disamping sebagai pengendali hormon dan enzim inhibitor
(penghambat) (Soraya, Noni.2007).
page 5 / 13
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 312/319
ilmu kedokteran adalah sumber inspirasi | Kandungan Teh HitamCopyright Resha Ardianto [email protected]
http://reshaardianto.student.umm.ac.id/2010/02/04/kandungan-teh-hitam/
Epigalokatekin galat dan kuersetin merupakan antioksidan kuat dengan kekuatan 100 kali dan 25
kali lebih tinggi daripada vitamin C dan vitamin E. Polifenol bermanfaat untuk mencegah
radikal bebas yang dapat merusak DNA dan menghentikan perkembangbiakan sel-sel liar (kanker).
Pada teh hitam dan teh oolong, katekin diubah menjadi theaflavin dan thearubigins (Soraya,
page 6 / 13
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 313/319
ilmu kedokteran adalah sumber inspirasi | Kandungan Teh HitamCopyright Resha Ardianto [email protected]
http://reshaardianto.student.umm.ac.id/2010/02/04/kandungan-teh-hitam/
Noni.2007).
page 7 / 13
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 314/319
ilmu kedokteran adalah sumber inspirasi | Kandungan Teh HitamCopyright Resha Ardianto [email protected]
http://reshaardianto.student.umm.ac.id/2010/02/04/kandungan-teh-hitam/
Selain itu katekin memiliki fungsi untuk menghambat aktivitas lipolisis dari lipase gastrik
dan lipase pankreas sehingga pencernaan lemak dihambat, dan tidak dapat diserap oleh usus
halus, sehingga zat tersebut dikeluarkan bersama feses (Anonim, 2009).
page 8 / 13
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 315/319
ilmu kedokteran adalah sumber inspirasi | Kandungan Teh HitamCopyright Resha Ardianto [email protected]
http://reshaardianto.student.umm.ac.id/2010/02/04/kandungan-teh-hitam/
- Flavonol
page 9 / 13
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 316/319
ilmu kedokteran adalah sumber inspirasi | Kandungan Teh HitamCopyright Resha Ardianto [email protected]
http://reshaardianto.student.umm.ac.id/2010/02/04/kandungan-teh-hitam/
Flavonol pada teh meliputi mono, di, dan triglokosid yang terdiri dari glikon, kaemferol,
kuersetin, dan mirisertin (Soraya, Noni.2007). Flavonoid mempunyai sifat sebagai antioksidan
sehingga dapat melindungi kerusakan sel-sel pankreas dari radikal bebas (Agrawal).
page 10 / 13
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 317/319
ilmu kedokteran adalah sumber inspirasi | Kandungan Teh HitamCopyright Resha Ardianto [email protected]
http://reshaardianto.student.umm.ac.id/2010/02/04/kandungan-teh-hitam/
- · Theaflavin
page 11 / 13
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 318/319
ilmu kedokteran adalah sumber inspirasi | Kandungan Teh HitamCopyright Resha Ardianto [email protected]
http://reshaardianto.student.umm.ac.id/2010/02/04/kandungan-teh-hitam/
Theaflavin adalah senyawa yang mampu melawan penyakit degeneratif. Theaflavin berfungsi
sebagai antioksidan, antikanker, antimutagenik, antidiabetes, dan anti penyakit lainya
(Soraya, Noni.2007). Theaflavin merupakan antioksidan alami yang sangat potensial. Selain itu,
jumlah senyawa theaflavin dalam teh hitam cukup berarti (Soraya, Noni.2007). Theaflavin
page 12 / 13
7/21/2019 SYIFA OCTA.pdf
http://slidepdf.com/reader/full/syifa-octapdf 319/319
Recommended