TA
311
1 M
eka
nika
Bat
uan
– P
erila
ku B
atua
n
PERILAKU BATUAN - 4PERILAKU BATUAN - 4
Suseno Kramadibrata
Made Astawa Rai
Ridho K Wattimena
Laboratorium Geomeknika
FIKTM - ITB
TA
311
1 M
eka
nika
Bat
uan
– P
erila
ku B
atua
n
PendahuluanPendahuluan
Batuan mempunyai perilaku (behaviour) yang berbeda-beda pada saat menerima beban.
Perilaku batuan ini dapat ditentukan antara lain di laboratorium dengan uji kuat tekan.
Dari hasil uji dapat dibuat kurva tegangan-regangan, kurva creep dari uji dengan tegangan konstan, dan kurva relaksasi dari uji dengan regangan konstan.
Dengan mengamati kurva-kurva tersebut dapat ditentukan perilaku dari batuan.
TA
311
1 M
eka
nika
Bat
uan
– P
erila
ku B
atua
n
Elastik & Elasto-PlastikElastik & Elasto-Plastik
Perilaku batuan dikatakan elastik (linier maupun non linier) jika tidak terjadi deformasi permanen pada saat tegangan dibuat nol
Kurva tegangan-regangan dan regangan-waktu untuk perilaku batuan elastik linier dan elastik non linier
Plastisitas adalah karakteristik batuan yang mengijinkan regangan (deformasi) permanen yang besar sebelum batuan tersebut hancur (failure).
Elastik non linierreversible
Elastik linierreversible
t
TA
311
1 M
eka
nika
Bat
uan
– P
erila
ku B
atua
n
Kurva σ –Kurva σ – ε –ε – tt
St. VenenPlastik Materials
σ
ε
σ0
W
t
ε
Newtonian MaterialsViscous – perfect/pure
Dashpot
σo = μ W
σ
ε
Hookean MaterialsElastik
E
Spring
ε
σE
TA
311
1 M
eka
nika
Bat
uan
– P
erila
ku B
atua
n
Kurva Kurva & & - t - tPerilaku Batuan Elasto-PlastikPerilaku Batuan Elasto-Plastik
E
E
1 >E
t
1 = 0
1
TA
311
1 M
eka
nika
Bat
uan
– P
erila
ku B
atua
n
Kurva Kurva - - Perilaku Batuan Elasto-Plastik Sempurna
E
r r
TA
311
1 M
eka
nika
Bat
uan
– P
erila
ku B
atua
n
Kurva Kurva - - PPerilaku Batuan Elastik-Fragileerilaku Batuan Elastik-Fragile
E
E
TA
311
1 M
eka
nika
Bat
uan
– P
erila
ku B
atua
n
Perilaku Perilaku Kurva Kurva - -
Perilaku batuan sebenarnya yang diperoleh dari uji kuat tekan digambarkan oleh Bieniawski (1984).
Pada tahap awal batuan dikenakan gaya, kurva berbentuk landai dan tidak linier yang berarti bahwa gaya yang diterima oleh batuan dipergunakan untuk menutup rekahan awal (pre-existing cracks) yang terdapat di dalam batuan.
Sesudah itu kurva menjadi linier sampai batas tegangan tertentu yang kita kenal dengan batas elastik (E) lalu terbentuk rekahan baru dengan
perambatan stabil sehingga kurva tetap linier.
Sesudah batas elastik dilewati maka perambatan rekahan menjadi tidak stabil, kurva tidak linier lagi dan tidak berapa lama kemudian batuan akan hancur.
Titik runtuh ini menyatakan kekuatan batuan.
TA
311
1 M
eka
nika
Bat
uan
– P
erila
ku B
atua
n
Bieniawski (1967)Bieniawski (1967)
Proses terjadinya perambatan rekahan mikro di dalam batuan pada rayapan identik dengan proses runtuhan yang terjadi pada uji kuat tekan uniaksial yaitu:
Penutupan rekahan (closing of crack) Deformasi elastik sempurna (perfectly elastic deformation) Perambatan rekahan stabil (stable fracture propagation) Perambatan rekahan tidak stabil (unstable fracture propagation)
TA
311
1 M
eka
nika
Bat
uan
– P
erila
ku B
atua
n
Kurva Kurva UCS UCS
Strength failure D
4. Perambatan rekahan tidak stabilCritical energy release (long term strength) C
3. Perambatan rekahan stabil
Fracture initiation B
2. Deformasi elastik sempurna
Crack closure A
1. Penutupan rekahan
O
ε= regangan lateral; εv = regangan volumetrik; a= regangan aksial
Tegangan
Regangan
εaεl εv
TA
311
1 M
eka
nika
Bat
uan
– P
erila
ku B
atua
n
Kekuatan Jangka PanjangKekuatan Jangka Panjang
s1
s2
s3s4
e1e2 e3 e4
E1
E2
E3E4
E5
e5
E6
e6
s6s5
Bieniawski (1970)
s1
s2
s3s4
e1e2 e3 e4
E1
E2
E3E4
E5
e5
E6
e6
s6s5
Bieniawski (1970)
TA
311
1 M
eka
nika
Bat
uan
– P
erila
ku B
atua
n
Kekuatan Jangka PanjangKekuatan Jangka Panjang
Griggs, 1939 - Fundamental strength
Phillips, 1948 - True strength
Potts, 1964 - Time safe stress
Price, 1960 - Longterm strength
Vutukuri (1978) – Time dependent strength = maximum stress that
is carried by a rock without any failure
TA
311
1 M
eka
nika
Bat
uan
– P
erila
ku B
atua
n
Creep Pada Creep Pada - -
εaUji Kuat Tekan
tO
Uji Creep Kuat Tekan
Failure
I tidak ada creep
II Creep stabil
III Creep kestabilan semu
IV Creep tidak stabil
TA
311
1 M
eka
nika
Bat
uan
– P
erila
ku B
atua
n
Relaksasi Pada Relaksasi Pada - -
εa
εa
IV Relaksasi tdk stabil
III Relaksasi kestabilan semu
II Relaksasi stabil
I Tdk ada relaksasi
TA
311
1 M
eka
nika
Bat
uan
– P
erila
ku B
atua
n RayapanRayapan
tO
IRayapan Primer
IIRayapan Sekunder
IIIRayapa
n Tersier
C
F
G
D
H
E
A
OA - Regangan elastik seketika AC - Rayapan primer (transient creep) – laju deformasi menurun fungsi waktu - deformasi
elastik tertunda - jika tegangan dibebaskan sebelum melewati (C), terjadi instantaneous recovery (CF) diikuti dengan delayed elastic recovery (FG).
CD - Rayapan sekunder (steady-state creep) – laju deformasi konstan DE - Rayapan tersier (accelerated rate creep) – laju deformasi menaik fungsi waktu - runtuh Jika tegangan tetap diberikan setelah (C) → rayapan sekunder dgn laju regangan konstan
& contoh mengalami deformasi permanen. Jika tegangan dibebaskan sepanjang titik (CD), → deformasi permanen & tidak kembali ke
kondisi semula. Deformasi permanen = f(laju regangan tetap & t pembebanan yang dialaminya)
TA
311
1 M
eka
nika
Bat
uan
– P
erila
ku B
atua
n
Model ReologiModel Reologi
Model reologi untuk rayapan: model sederhana - Hooke (elastis) & Newton (viskos)
model kompleks - Kelvin, Maxwell, dan Burger
Model Burger model kompleks yang paling banyak digunakan
karena dianggap mampu mengakomodasi tahapan dalam rayapan
Tahap regangan seketika & rayapan sekunder → model Maxwell
Tahap rayapan primer → model Kelvin
Tahap rayapan: regangan seketika, rayapan primer & rayapan
sekunder → model Burger [seri antara Maxwell & Kelvin]
representatif untuk kepentingan praktis
TA
311
1 M
eka
nika
Bat
uan
– P
erila
ku B
atua
n
Reologi SederhanaReologi Sederhana1. 1. Hookean - Elastik
σ
ε
E - Spring
ε
σE
= G ,
G= modulus geser
TA
311
1 M
eka
nika
Bat
uan
– P
erila
ku B
atua
n
Reologi SederhanaReologi Sederhana2. 2. Newtonian - Plastik Sempurna
σ
ε
σ0
W
σo = μ W
Suatu material plastik sempurna adalah material yang tidak akan terdeformasi sama
sekali selama tegangan yang diterimanya lebih kecil dari tegangan batas σo.
Jika tegangan yang diterima sama atau lebih besar dari batas tersebut (σo) , material
akan terus terdeformasi tanpa penambahan tegangan. Model material tersebut adalah sebuah beban W diletakkan pada permukaan yang
memiliki koefisien gesekan tetap μ
t
ε
t
Dashpot
TA
311
1 M
eka
nika
Bat
uan
– P
erila
ku B
atua
n
Reologi SederhanaReologi Sederhana2. 2. Newtonian – plastik/Viscous – perfect/pureViscous – perfect/pure
dt
d
stressShear
tetapViscocityηγτ
η
σ
Δt
Δε
33
23
223
2
23
25.0
2
)(
3
11
111
1
121max
123
1
TA
311
1 M
eka
nika
Bat
uan
– P
erila
ku B
atua
n
Material elasto-plastik sempurna (material St. Venant)
Material St. Venant adalah material yang berperilaku elastik sempurna pada aplikasi tingkat tegangan di bawah σo , dan plastik sempurna ketika σo tersebut
tercapai.
Jadi, material ini adalah kombinasi dari suatu elemen elastik sempurna E dan elemen plastik sempurna W yang disusun secara seri.
Reologi SederhanaReologi Sederhana 3. 3. St. Venent – Elasto Plastik Sempurna
σ
ε
E W
σ0
σ0
σ
ε
W
TA
311
1 M
eka
nika
Bat
uan
– P
erila
ku B
atua
n
Reologi KompleksReologi Kompleks4. Maxwell – Elasto viscous
t
/E
E
t
E
t
E
tSystem
E
k
00
21
21
Regangan seketika disusul dengan
kenaikan reganan secara linear
TA
311
1 M
eka
nika
Bat
uan
– P
erila
ku B
atua
n
Reologi KompleksReologi Kompleks4. Kelvin – Firm Viscous4. Kelvin – Firm Viscous
t
o
t
/E
3
E
= ’ + ”= E + 3
3
Et
0 e1E
TA
311
1 M
eka
nika
Bat
uan
– P
erila
ku B
atua
n
Reologi KompleksReologi Kompleks4. Generalized Kelvin4. Generalized Kelvin
3
E1
E2
t/E
21
21
EE
)EE(
= 11 + E11
= E22
= 1 + 2
= 1 – (/E1) + k1 – (/E2)
+ (E1 + E2) = E2(1 + E1)
TA
311
1 M
eka
nika
Bat
uan
– P
erila
ku B
atua
n
Reologi KompleksReologi Kompleks4. Burger4. Burger
Model merepresentasikan model material yang paling sederhana daripada regangan pada saat reganagan primer dan sekunder.
Model ini adalah yang paling cocok untuk material sedimen
1 = Delayed rate elasticity
2 = rate viscous flow
G1 = delayed elasticity
G2 = elastic shear modulus
t
3
E1
E2
3
)2-3(1 k
3e
G3G33G9k
2)(
e1kk
2
1
tG
1
1
1
1
2
111
2
t
t
12
1
1
1
E
t t
t
TA
311
1 M
eka
nika
Bat
uan
– P
erila
ku B
atua
n
Model Reologi untuk Tipe Batuan Model Reologi untuk Tipe Batuan yang Berbedayang Berbeda
(Lama & Vutukuri, 1978)Jenis batuan Model Reologi Perilaku Sumber
Batuan keras Hookean Elastik Obert dan Duvall, 1967
Batuan pada umumnya Kelvin Viskoelastik Salustowicz, 1958
Batuan pada kedalaman yang cukup besar
Maxwell Viskoelastik Salustowicz, 1958
Batuan yang dibebani untuk jangka pendek
Generalized Kelvin atau Nakamura
Viskoelastik Nakamura, 1940
Sandstone, Limestone, batuan lainModel Hooke diparalel
dengan MaxwellViskoelastik Ruppeneit dan Libermannn, 1960
Batubara Modified Burger ViskoelastikHardy, 1959;Bobrov, 1970
Dolomit, Claystone, dan AnhydriteModel Hooke dan sejumlah
model Kelvin secara seriViskoelastik Langer, 1966, 1969
Batuan Carboniferous Kelvin Viskoelastik Kidybinski, 1966
Batuan CarboniferousSt Venant paralel dengan
NewtonianElastoviskoplastik Loonen dan Hofer, 1964
TA
311
1 M
eka
nika
Bat
uan
– P
erila
ku B
atua
n
SimbolSimbol
= tegangan = regangan geser = regangan = koefisien gesek E = Modulus Young = koefisien viskositas W = beban Kuznetsov dan Vashcillin
TA
311
1 M
eka
nika
Bat
uan
– P
erila
ku B
atua
n
E
( )3
t t
31( )
Et
eE
t
3( ) t
Et
E
t
3
E
3
t
/E
t
/E
3E
t
t
/E2
E1
31
32
E2
1
13
2 1
2
( ) 1
3
Et
t eE E
t
Model Reologi
Model mekanik
Hubungan regangan-waktu
Diskripsi ModelRumus Grafik
Hooke
Regangan elastik seketika
Newton
Rayapan sekunder
Kelvin
Rayapan primer
Maxwell
Regangan elastik seketika dan rayapan sekunder
Burger
Regangan elastik seketika, rayapan primer dan sekunder
TA
311
1 M
eka
nika
Bat
uan
– P
erila
ku B
atua
n
TA
311
1 M
eka
nika
Bat
uan
– P
erila
ku B
atua
n
Kurva CreepKurva CreepGrafik Rayapan, Station 3 Slice 3
(Regangan Vs Waktu), Dinding Kiri
y = 0,2549x0,3465
R2 = 0,9967
y = 0,0006x + 1,2542R2 = 0,8509
y = 0,0261xR2 = 1
0,00
0,20
0,40
0,60
0,80
1,00
1,20
1,40
1,60
1,80
0 100 200 300 400 500
Waktu (jam)
Reg
ang
an (
x 0,
001)
KURVA RAYAPAN SAMPEL C 02
0.0
0.5
1.0
1.5
2.0
2.5
0 20 40 60 80 100 120 140 160 180 200 220 240 260
Waktu (jam)
Re
ga
ng
an
(%
)
REG AKSIAL
TA
311
1 M
eka
nika
Bat
uan
– P
erila
ku B
atua
n
Kurva Kurva RRayapan ayapan UUmummum - - RReganganegangan
= e + (t) + At + T(t)
= regangan total
e = regangan elastik seketika
(t) = fungsi regangan - rayapan primer At = fungsi regangan linier terhadap waktu - rayapan sekunder
T (t) = fungsi regangan - rayapan tersier
TA
311
1 M
eka
nika
Bat
uan
– P
erila
ku B
atua
n
Kurva sederhana rayapan primer yang cocok, (t) = Atn Andrade (1910): rayapan pada logam lunak, (t) = At0.33 Rayapan pada massa batuan perambatan rekahan
Tahap rayapan primer: batuan beradaptasi dengan tegangan yang diaplikasikan dan perambatan rekahan berjalan lambat hingga mencapai stabil hampir mendekati konstan.
Tahap rayapan sekunder: kerusakan batuan semakin bertambah hingga pada akhirnya mencapai tahap tersier terjadi percepatan perambatan rekahan yang tidak terkontrol dan batuan mengalami runtuhan.
Pada suhu kamar dan tekanan atmosfir, rekahan mikro berperan dominan dalam perilaku rayapan batuan, terutama pada batuan dengan kekuatan lebih rendah dibandingkan dengan kekuatan butir. Rekahan mikro akan meningkatkan efek pada tahap rayapan tersebut.
Beberapa orientasi rekahan akan menjalar pertama kali sebagai tekanan minimum kritis dan diikuti oleh rekahan lainnya, dimana sebagian kecil orientasi akan menimbulkan rayapan sekunder. Pada tahap akhir, karena kerusakan semakin besar pada spesimen, perambatan rekahan menjadi tidak stabil dan memberikan rayapan tersier (Lama & Vutukuri, 1978).
TA
311
1 M
eka
nika
Bat
uan
– P
erila
ku B
atua
n
FFaktoraktor Y Yangang M Mempengaruhiempengaruhi R Rayapanayapan
Jenis Beban Wawersik & Brown (1973): Rayapan UCS & UTS batu granit Westerly -
percepatan rayapan meningkat sedikit demi sedikit hingga tercapai rayapan tersier. Sebelum contoh runtuh ada tanda-tanda keruntuhan yang ditunjukan oleh pengukur deformasi. Sedang pada beban tarik, rayapan tersier terjadi begitu cepat dan tidak ada tanda-tanda sebelum terjadi keruntuhan.
Chugh (1974): Rayapan UCS & UTS - laju rayapan UTS batu pasir = 6 kali laju rayapan UCS batupasir. Laju rayapan UTS batu gamping & granit = x kali laju rayapan UCS batu gamping & granit.
Tingkat Tegangan Besarnya rayapan = f(tegangan yang diterima batuan). Jika tegangan yang diterima kecil → regangan yang terjadi terlampau kecil. Jika tegangan yang diberikan besar → kurva akan langsung menuju tahap
tersier & disusul dgn keruntuhan & tahap ini berlangsung sangat cepat. Afrouz dan Harvey (1974) melakukan uji batuan yang berbeda yaitu dalam
kondisi jenuh air dan kering pada tingkat tegangan yang berbeda dan memperoleh data bahwa pada tingkat beban dua kali lipat rayapan sekunder naik 90% sedangkan rayapan primer naik 50%-80%.
TA
311
1 M
eka
nika
Bat
uan
– P
erila
ku B
atua
n
FFaktoraktor Y Yangang M Mempengaruhiempengaruhi R Rayapanayapan
Kandungan Air dan Kelembaban Griggs (1940) batuan Alabaster yang dicelup dalam larutan HCl &
kecepatan rayapannya lebih cepat dibandingkan dalam air walaupun kelarutannya lebih kecil tapi bukan fungsi waktunya.
Kanagawa & Nakaarai (1970) pada batusabak (slate) dan porfirit kondisi kering laju regangan awalnya lebih besar 2-5 kali, tetapi setelah 20-100 hari laju regangan pada kondisi rayapan sekunder cenderung sama. Jenis batuan yang berbeda akan mempunyai kemampuan untuk menyerap air yang berbeda khususnya pada batuan sedimen. Afrouz & Harvey (1974) menyatakan bahwa pada batuan lunak (soft rock) yang jenuh, laju rayapan akan meningkat, sebesar tiga kali pada batubara dan delapan kali pada batuserpih (shale)
Faktor Struktur Lacomte (1965) meneliti pengaruh ukuran butiran terhadap perilaku rayapan
pada batu garam (salt-rock), peningkatan ukuran butir mengurangi kecepatan rayapan.
Temperatur Mc Clain dan Bradshaw (1970) pengaruh panas pada pilar batugaram -
pemanasan meningkatkan laju regangan sekitar 100 kali. Kuznetsov dan Vashcillin (1970) menguji batupasir menyatakan bahwa
deformasi rayapan sekunder akan meningkat dengan meningkatnya temperatur.
TA
311
1 M
eka
nika
Bat
uan
– P
erila
ku B
atua
n
Analogi Analogi UUji ji RRayapan ayapan vs. Uvs. Uji ji UCSUCS
Uji rayapan Uji kuat tekan uniaksial
Regangan elastik seketika Penutupan rekahan
Rayapan primer Deformasi elastik sempurna
Rayapan sekunder Perambatan rekahan stabil
Rayapan tersier Perambatan rekahan tidak stabil
TA
311
1 M
eka
nika
Bat
uan
– P
erila
ku B
atua
n
Hubungan Hubungan - - Untuk Perilaku Batuan Untuk Perilaku Batuan Elastik Linier & IsotopElastik Linier & Isotop
[1, 2, 3] = f [1, 2, 3]L/D=2
0.5 L
0.5 LD + D
2
1
3
TA
311
1 M
eka
nika
Bat
uan
– P
erila
ku B
atua
n
– Batuan Elastik Linear & IsotropBatuan Elastik Linear & Isotrop
1. Batuan dikenakan tegangan sebesar 1 pada arah (1), sedangkan pada arah (2) dan (3) = 0
E 1
1
E 1
2
E
13
2. Batuan dikenakan tegangan sebesar 2 pada arah (2), sedangkan tegangan pada
arah (1) dan (3) = 0
E 2
1
E 2
2
E
23
3. Batuan dikenakan tegangan sebesar 3 pada arah (3), sedangkan tegangan pada arah (1) dan (2) = 0
4. Batuan dikenakan tegangan
E 3
1
E 3
2
E 3
3
32 EE
total #(1) arah pada 111
31 EE
total #(2) arah pada 222
21 EE
total #(3) arah pada 333
TA
311
1 M
eka
nika
Bat
uan
– P
erila
ku B
atua
n
2. Jika tidak pada arah prinsipal maka hubungan regangan tegangan adalah: i bervariasi dari 1 sampai 3j bervariasi dari 1 sampai 3
NE
ν
E
11
1
1. Bentuk umum hubungan adalah sebagai berikut (arah prinsipal):
N = 1 + 2 + 3
i bervariasi dari 1 sampai 3.
dij = 0 jika i j
dij = 1 jika i = j
ijijij NE
ν
E
1
333231
232221
131211
:
itensorStress
333231
232221
131211
:
itensorStrain
TA
311
1 M
eka
nika
Bat
uan
– P
erila
ku B
atua
n
3. Bentuk umum hubungan tegangan dan regangan adalah sebagai berikut :
i = i + i (arah prinsipal)
= 1 + 2 + 3 i bervariasi dari 1 sampai 3
)21)(1(
E
)1(2
EGGeserModulus
dan dikenal sebagai koefisien Lame
4. Jika tidak pada arah prinsipal maka hubungan & :
ij = 2 ij + x ij
i bervariasi dari 1 sampai 3
j bervariasi dari 1 sampai 3
TA
311
1 M
eka
nika
Bat
uan
– P
erila
ku B
atua
n
Hubungan Hubungan & & Pada Bidang Untuk Pada Bidang UntukPerilaku Batuan Elastik Linier & IsotropPerilaku Batuan Elastik Linier & Isotrop
Untuk menyederhanakan perhitungan hubungan antara
tegangan dan regangan maka dibuat model dua dimensi di
mana pada kenyataannya adalah tiga dimensi.
Model dua dimensi yang dikenal adalah : Regangan bidang (plane strain)
Tegangan bidang (plane stress)
Symmetrical revolution
TA
311
1 M
eka
nika
Bat
uan
– P
erila
ku B
atua
n
Regangan Bidang (Plane Strain)Regangan Bidang (Plane Strain)
Misalkan sebuah terowongan yang mempunyai sistem sumbu
kartesian x, y & z dipotong oleh sebuah bidang dengan sumbu x,
y, sehingga :
z = 0
yz = 0 (yz = 23)
xz = 0 (xz = 13)
X
Y
TA
311
1 M
eka
nika
Bat
uan
– P
erila
ku B
atua
n
xy
y
x
xy
y
x
yxz
xyxy
xyxyxyxy
xyxyy
yxyxx
xyyxxyzxyy
yxyxyxzyxx
yxz
yxz
z
E
EE
EE
dandenganE
EE
EEEEE
EEE
EE
EE
)1(200
0)21)(1(
)1(
)21)(1(
0)21)(1()21)(1(
)1(
)(
)1(2
)2()21)(1()21)(1(
)1(
)2()21)(1()21)(1(
)1(
))1()1(1
)(1
)(1
))1()1(1
)(1
)(1
)(
0)(
1212
222
222
TA
311
1 M
eka
nika
Bat
uan
– P
erila
ku B
atua
n
Tegangan Bidang (Plane Stress)Tegangan Bidang (Plane Stress) Pada tegangan bidang maka seluruh tegangan pada salah satu
sumbu sama dengan nol. z = 0, xz = 0, yz = 0.
yzxzz
xyxy
xyy
yxx
G
E
E
0
)(1
)(1
xyxy
xyy
yxx
yxz
z
G
E
EE
)()1(
)()1(
)(
0#
2
2
y y
Z z = 0 & z = 0
x x
TA
311
1 M
eka
nika
Bat
uan
– P
erila
ku B
atua
n
Symmetrical RevolutionSymmetrical Revolution
Jika sebuah benda berbentuk silinder diputar pada sumbunya maka benda tsb dapat diwakili oleh sebuah bidang.
Karena sumbunya merupakan sumbu simetri maka benda tsb cukup diwakili oleh bidang yang diarsir
Elemen yang mewakili
TA
311
1 M
eka
nika
Bat
uan
– P
erila
ku B
atua
n
Contoh Metode PerhitunganContoh Metode Perhitungan
Analisis Dengan FEM Untuk memperkirakan deformasi yang terjadi pada
permukaan tanah Model dianggap sebagai suatu massa yang kontinu 2 Pendekatan analisis yaitu, penurunan tekanan hidrostatis
lumpur dan adanya rongga (cavity) bawah tanah
Model Analisis Model Axisymmetric Model Plainstrain
TA
311
1 M
eka
nika
Bat
uan
– P
erila
ku B
atua
n
Model AxisymmetricModel Axisymmetric
Bentuk Original
Load
Load
Potongan Model
Load
Load
Model 2D yang dianalisis
Load
Load
TA
311
1 M
eka
nika
Bat
uan
– P
erila
ku B
atua
n
SKETSA PERKIRAAN DIMENSI KAWAH LUMPUR SIDOARJO
TA
311
1 M
eka
nika
Bat
uan
– P
erila
ku B
atua
n
Model Axisymmetric Keseluruhan
KepundanLubang
Potongan Model Axisymmetric
Kepundan
Lubang
Pembawa Lumpur
Model Axisymmetric Yang DIanalisis
Kepundan
Lubang
Pembawa Lumpur
TA
311
1 M
eka
nika
Bat
uan
– P
erila
ku B
atua
n
Pendekatan Pemodelan NumerikPendekatan Pemodelan Numerik
Pemodelan dilakukan dengan dua kondisi pendekatan Kondisi 1, Pemodelan massa batuan tanpa material lumpur
• Analisis pada penurunan profil permukaan tanah akibat adanya lubang saluran mud diapir dan penurunan tekanan hidrostatis dari lumpur di bawah tanah
• Lumpur dianggap sebagai material yang bersifat hidrostatis, dan pemodelan dilakukan dengan mengganti material lumpur dengan memberikan tekanan hidrostatis kepada massa batuan
• Tekanan hidrostatis akan menurun seiring dengan keluarnya lumpur ke permukaan
Kondisi 2, Pemodelan massa batuan dengan material lumpur• Analisis pada penurunan profil permukaan tanah akibat adanya lubang
saluran mud diapir dan lumpur yang keluar sehingga meninggalkan ruang kosong (cavity)
TA
311
1 M
eka
nika
Bat
uan
– P
erila
ku B
atua
n
Pemodelan Lubang Mud-diapirPemodelan Lubang Mud-diapir
-2
-1.8
-1.6
-1.4
-1.2
-1
-0.8
-0.6
-0.4
-0.2
0
0 200 400 600 800 1000 1200 1400
Jarak (m)
Pen
uru
nan
(m
)