Download pdf - Talk-Talk Melantjong

Transcript
Page 1: Talk-Talk Melantjong

TRAVELIST

kompilasi e-book talk-talk melantjong

Page 2: Talk-Talk Melantjong

Sebuah perjalanan kini tak lagi semahal dulu, tak lagi sulit untuk dilalui, dan tak lagi penuh keterbatasan. Melakukan perjalanan adalah hak semua manusia dan ini merupakan kegiatan sehari-hari yang lumrah dilakukan. Siapapun dapat melakukannya. Dunia yang terbuka dan semakin lebar mengajak banyak orang untuk menjelajahinya. Sayangnya, tak banyak dari penjelajah ini membagi apa yang didapatkannya kepada teman-teman lainnya. Saya percaya bahwasanya Indonesia sebagai negara yang luas dan berada dalam kawasan tropis, memiliki potensi wisata yang luar biasa, dari dataran tinggi, pegunungan, sejarah, peninggalan peradaban, lautan, budaya, sampai masakan khas daerah. Indonesia begitu cantik untuk tidak dijamah potensinya. Negara dengan 33 provinsi ini butuh untuk dipromosikan. Seringkali setiap melihat buku wisata Indonesia yang bertengger di rak-rak toko buku asing ternama membuat saya kesal, malu, penuh tanda tanya, tetapi juga bangga dan terbakar semangat. Buku-buku itu seringkali ditulis oleh warga asing yang terpukau dengan indahnya negeri Indonesia. Terbentuk sebuah pernyataan dalam otak; “Jika saja pemuda tiap daerah mau menceritakan potensi wisata daerahnya maka akan semakin banyak orang yang mengenali Indonesia.” Talk-Talk Melantjong datang sebagai wadah untuk membangkitkan semangat tersebut. TTM adalah sebuah acara serupa Talkshow, Workshop, atau Diskusi yang diselenggarakan oleh Travelist yang bertujuan untuk memperkaya pengetahuan dan kualitas perjalanan para pelancong. TTM turut serta menghadirkan berbagai pemateri yang berkualitas dalam dunia perjalanan. Acara berencana untuk dilaksanakan secara roadshow di berbagai daerah di Indonesia dengan niat meningkatkan semangat ‘berbagi’ oleh para pejalan lokal. E-book pertama ini dibuat oleh kontribusi teman-teman pejalan yang menghadiri TTM di Yogyakarta pada tanggal 8 September 2012 di Perpustakaan I:Boekoe. Talk-Talk Melantjong; planting a Spirit of Sharing.Selamat menikmati spirit!

Ferzya Farhan

KONTRIBUTORAdam Ghifari (@adamghifn)

Ahmad FikriAhmad Ali Ghufron (@alee_gethoo)

Christian Apri Wijaya (@christian7491)

Eka Apriyanto (@failureproject)

Eka Wahyu Jatikusuma (@ekakancil)

Jeri Kusumaa (@kenarrox)

Lola Karlina (@lolakariina)

Luisa Krismaningrum (@luisapardosi)

Lutfi Fauziah (@awewekucrut)

Ngaliman (@ngalimanBT)

Okky Puspitasari (@menokmenok)

Rifqa Army (@rifqa_army)

Tirta Hardi Pranata (@zafranskenarok)

Editor TeksFerzya (@ferzyaya) Editor FotoWana (@wana23)Editor desain

Binangkit (@linggabinangkit)

Kontak RedaksiE: [email protected]: Travelist e-MagazineT: @travelistmagzW: www.the-travelist.com

TRAVELIST

TIM TRAVELIST

KOMPILASI E-BOOKWORKSHOP

TALK-TALK MELANTJONG SEBUAH PENGANTAR

Page 3: Talk-Talk Melantjong

KONTENpasarberingharjo

kantorpos besar

bentengvredeburg

taman sari

sosrowijayan

Page 4: Talk-Talk Melantjong
Page 5: Talk-Talk Melantjong

PASARBERINGHARJO

Page 6: Talk-Talk Melantjong

MODERNITAS DALAM LINGKUNGAN TRADISIONAL“Warnanya hijau, tempatnya ramai, beragam jenis hal terdapat disini, sebuah bangunan yang aktivitasnya tak sampai sore hari”

Oleh Eka Apriyanto, Christian Apri Wijaya, dan Luisa Krismaningrum

Page 7: Talk-Talk Melantjong

Beringharjo namanya, ia adalah salah satu nama pasar di Yogyakarta. Pasar yang berada di area

Malioboro ini mulai berfungsi sejak tahun 1958. Beringharjo merupakan tempat yang memegang peranan penting dalam perekonomian masyarakat Yogyakarta. Selain sebagai tempat aktivitas jual beli, pasar Beringharjo merupakan bagian dari “Catur Tunggal” yang berarti simbol pemersatu masyarakat Yogyakarta bersama Kraton, Tugu, dan Alun- alun sehingga penting untuk terus dilestarikan keberadaannya.

Page 8: Talk-Talk Melantjong

Pasar Beringharjo dibagi menjadi dua bagian; barat dan timur. Gedung timur dibagi lagi menjadi empat sektor, yakni sektor sandang, elektronik, sayur-mayur, dan tempat makan. Sedangkan untuk gedung barat lebih condong sebagai tempat penjualan bahan-bahan makanan. Di usia Beringharjo yang menginjak 54 tahun, berbagai renovasi telah dilakukan seperti penggantian lantai keramik di Beringharjo Metro yang baru-baru ini dilakukan. Seorang penjual kerupuk di Beringharjo Metro, Ibu Sajinah merasa senang dengan proses renovasi pasar, “kelihatannya jadi bersih” ujarnya.

Page 9: Talk-Talk Melantjong

Sejak pagi buta, para pedagang telah datang menyiapkan dagangannya dan berlanjut melayani pembeli hingga matahari tenggelam. Para penjual dan pembeli aktif melakukan kegiatan tawar-menawar hingga terjadi kesepakatan. Kuliner di Pasar Beringharjo tidak kalah menariknya. Soto dan bakso Pak Muh, Soto Bu Pudjo, dan Soto Pites adalah kumpulan kuliner favorit di pasar ini. Para peminat wajib mengantre dan tak jarang ngeloyor pergi dengan tangan hampa karena kehabisan makanan. Bagi penggemar pecel, di sebelah parat berderet lapak pedagang pecel. Kocek yang harus dirogoh tidak akan lebih dari Rp 15.000,- untuk setiap porsi makanan. [ECL]

Page 10: Talk-Talk Melantjong
Page 11: Talk-Talk Melantjong

KANTOR POS BESARYOGYAKARTA

GALAUE-MAGZ

Page 12: Talk-Talk Melantjong

LOJI “MERPATI” DI YOGYAKARTALoji adalah kantor atau benteng kompeni masa penjajahan Belanda di Indonesia. Loji sendiri terdiri atas empat kategori, Loji Kecil, Loji Besar, Loji Kebon dan Loji Setan.

Oleh Adam Ghifari, Ahmad Fikri, dan Rifqa Army

Page 13: Talk-Talk Melantjong

Berbicara tentang Loji di Yogyakarta, maka bangunan yang teringat pertama kali adalah Benteng Vredeburg. Bangunan tertua yang dibangun

sekitar tahun 1765 oleh VOC kini menjadi museum yang sebelumnya berfungsi sebagai pusat pemerintahan dan pertahanan gubernur Belanda di Yogyakarta berubah statusnya menjadi Museum Khusus Perjuangan Nasional dengan nama Museum Benteng Yogyakarta. Bangunan yang telah berusia 247 tahun ini berhadapan langsung dengan Istana Yogyakarta; Gedung Agung. Gedung Agung mulai dibangun pada bulan Mei 1824 atas prakarsa Anthony Hendriks Smissaerat. Awalnya dia menghendaki adanya istana yang berwibawa bagi para residen Belanda. Desain bangunannya dirancang oleh A. Payen. Fungsi Gedung Agung sempat berganti menjadi Istana Kepresidenan pada 6 Januari 1946 ketika Yogyakarta dinobatkan sebagai ibukota Republik Indonesia. Gedung Agung seperti dengan Istana Kepresidenan lainnya, digunakan sebagai kantor dan kediaman resmi presiden. Selain itu bangunan yang usianya telah 188 tahun ini digunakan juga sebagai tempat menerima atau menginap para tamu negara. Terdapat beberapa bangunan peninggalan Belanda yang fungsinya sampai saat ini tidak berubah, misalnya saja De Javasche Bank atau kini dikenal dengan Bank Indonesia cabang Yogyakarta. Bank Indonesia sampai saat ini masih diberdayakan sebagai salah satu pusat perputaran uang di Yogyakarta.

Page 14: Talk-Talk Melantjong

Sarang Merpati Oranye

Loji peninggalan Belanda lainnya yang sampai saat ini masih berfungsi adalah Kantor Pos Pusat Yogyakarta. Bangunan ini telah berdiri sejak 1920 dan telah berganti status sebanyak lima kali. Dimulai dari PTT (Post, Telegraph, dan Telephone), PN POSTEL (Perusahaan Negara Pos dan Giro), PN Pos dan Giro (PN Pos Giro), Perum Pos dan Giro dan terakhir PT Pos Indonesia (persero) pada tahun 1986. Warna putih sebelumnya lebih dominan pada dinding-dinding Kantor Pos Besar Yogyakarta, kemudian pada tahun 2010 renovasi dilakukan dengan penambahan warna oranye di beberapa bagian. Ornamen kaca masih dapat kita nikmati pada bagian dalam bangunan pengiriman surat. Beberapa tambahan teknologi difungsikan untuk memperlancar dan membuat nyaman masyarakat yang ingin menggunakan jasa pengiriman barang atau surat. Langit-langit bangunan yang tinggi semakin indah dengan adanya jendela yang berbentuk persegi panjang dengan setengah lingkaran pada bagian atasnya.

Page 15: Talk-Talk Melantjong
Page 16: Talk-Talk Melantjong
Page 17: Talk-Talk Melantjong

Bangunan yang telah berusia 92 tahun ini menyimpan kenangan yang tersembunyi pada bagian belakang kantor. Sepeda Ontel tua dengan tas kulit bertuliskan “Pos dan Giro” mengingatkan kita bagaimana perjuangan yang harus dilalui untuk para tukang pos di masa lalu. Tapi seiring perkembangan teknologi, kini mobil berwarna oranye menggantikan tugasnya.

Interior ruang utama Kantor Pos Besar Jogja. Desain arsitektur khas Belanda masih dipelihara hingga kini. Namun warna dan eberapa properti telah ditambahkan sesuai dengan kebutuhan masa kini.

Page 18: Talk-Talk Melantjong
Page 19: Talk-Talk Melantjong

TAMAN SARI

Page 20: Talk-Talk Melantjong

Dengan letaknya yang hanya berjarak kurang lebih 500 meter dari Keraton, Taman Sari merupakan salah satu

destinasi unik yang wajib dikunjungi oleh wisatawan yang datang ke Yogyakarta. Beberapa sudut bangunan masih mempertahankan arsitektur kuno yang menjadi daya tarik wisatawan untuk berkunjung. Melangkah masuk Taman Sari melewati gerbang, kita akan memasuki sebuah bangunan berbeda. Di dalam bangunan tersebut terdapat tiga buah kolam; dua kolam dalam satu area dan satu kolam terpisah. Gemericik air mulai

MENYUSURI LORONG TAMAN SARI

Taman Sari merupakan sebuah bangunan yang masih termasuk kompleks keraton. Bangunan ini berisi kolam-kolam buatan dan di dalamnya terdapat tiga buah lorong bawah tanah.

Oleh Eka Wahyu Jatikusuma, Lola Karlina dan Ngaliman.

Page 21: Talk-Talk Melantjong

terdengar saat kaki melangkah masuk. Ketiga kolam ini berisi dengan air jernih lengkap dengan air mancurnya. Pada saat kami berkunjung, tampak kurang lebih 15 wisatawan yang menyempatkan diri untuk berfoto menggunakan kolam sebagai latar belakangnya. Selain keunikan ketiga kolamnya, hal unik lainnya adalah tiga lorong bawah tanah. Lorong-lorong ini dapat dimasuki oleh pengunjung. Tinggi dan lebar lorong kurang lebih tiga meter dengan bentuk seperti kubah memanjang. Pada salah satu lorong, terdapat bangunan yang terdiri dari tangga-tangga yang tersusun saling menyatu. Jika ingin menuju lorong-lorong tersembunyi, maka kita harus berjalan melewati pemukiman penduduk. Di kiri kanan tampak lusinan rumah warga yang disulap menjadi galeri seni. Sebagian besar merupakan tempat pembuatan batik yang juga menawarkan pelatihan membuat batik.

Page 22: Talk-Talk Melantjong

BELAJAR MEMBATIKDI TAMAN SARI

Oleh Eka Wahyu Jatikusuma, Lola Karlina, dan Ngaliman.

Page 23: Talk-Talk Melantjong

Selain daya tarik objek wisata berupa bangunan berarsitektur kuno peninggalan sejarah kerajaan Mataram Islam, kompleks Taman

Sari juga memiliki daya tarik dalam hal seni dan budaya. Salah satunya dengan adanya sanggar membatik yang bisa dijumpai di perkampungan kompleks Tamansari. Kalpiko Batik Course yang merupakan salah satu sanggar untuk belajar membatik bagi para wisatawan. Sanggar ini buka dari pukul 09.00-15.00 WIB. Pengunjung atau wisatawan yang berminat dengan teknik membatik bisa langsung datang ke sanggar yang beralamat di kompleks Tamansari KT 1 447, Kelurahan Tamansari, Kecamatan Kraton, Yogyakarta. Menurut Sulis selaku mentor pendamping wisatawan yang belajar membatik, mengatakan bahwa awalnya sanggar muncul sejak tahun 1970-an dan diprakarsai para ibu-ibu rumah tangga di sekitar Tamansari. Ibu-ibu ini sebelumnya membuat batik lukis di media kaos dan dijual di Malioboro yang ternyata laku keras. Atas dasar inilah, keluarganya kemudian merintis pendirian Kalpiko Batik Course dan membuat sanggar tersebut.

Page 24: Talk-Talk Melantjong

Bagi para wisatawan asing atau lokal yang ingin belajar membatik hanya dikenakan biaya Rp100.000,- untuk waktu belajar selama sehari dari pukul 09.00-15.00 dan Rp75.000,- untuk waktu belajar selama setengah hari dari pukul 09.00-12.00. tarif tersebut berlaku bagi wisatawan lokal sedangkan khusus wisatawan asing tarifnya adalah dua kali lipat tarif wisatawan lokal. Hasil dari pelatihan membatik ini boleh dibawa pulang. Di sanggar ini wisatawan akan belajar bagaimana membuat sketsa, mewarnai, membatik, merebus kain, dan menjemur hingga kain atau batik siap dikenakan. Sanggar ini biasanya ramai dengan wisatawan ketika musim liburan tiba. Selain belajar membatik, pengunjung juga dapat melihat galeri produk-produk batik atau membeli produk jadi seperti kaos dan kain batik. [ELN]

Page 25: Talk-Talk Melantjong
Page 26: Talk-Talk Melantjong
Page 27: Talk-Talk Melantjong

KEDAMAIAN DI TENGAH HIRUK

PIKUK MALIOBORO

Page 28: Talk-Talk Melantjong

Malioboro dan Yogyakarta adalah dua hal yang tak terpisahkan. Berkunjung ke sana seakan sebuah

keharusan yang tidak tertulis setiap kali kita menginjakkan kaki ke daerah istimewa tersebut. Malioboro, nama sebuah jalan yang begitu melegenda, dibangun di masa kekuasaan Raja Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat, Sri Sultan Hamengku Buwono I. Di ujung jalan tersebut terdapat sebuah bangunan peninggalan Belanda bernama Museum Nasional Benteng Vredeburg. Vredeburg menjadi salah satu dari beberapa bangunan kuno di area Nol Kilometer Yogyakarta yang masih berdiri kokoh hingga saat ini. Dibangun pada tahun 1760-an, benteng ini

“Mungkin kondisi itulah yang awalnya membuat benteng ini dinamakan Benteng Rustenburg, sebuah benteng peristirahatan”

VREDEBURG, BENTENG PERISTIRAHATAN

Oleh Ahmad Ali Ghufron dan Jeri Kusumaa

Page 29: Talk-Talk Melantjong

terletak berhadapan dengan Gedung Agung (salah satu Istana Kepresidenan yang ada di Indonesia), Benteng Vredeburg merupakan museum yang kerap menjadi rujukan pelajar sekolah selama berwisata di Kota Yogyakarta. Kami pun ingin ikut merasakan dan melihat apa yang menjadi daya tarik tempat ini. Dengan membayar tiket masuk seharga Rp2.000,- per orang, kami memuaskan diri menjelajah satu demi satu ruangan yang ada di dalam kompleks benteng. Setelah melewati gerbang di sisi barat, kami disambut oleh halaman luas memanjang ke arah timur. Dengan bangunan-bangunan kembar yang saling berhadapan, semakin memperkuat konsep simetris dari bangunan berbentuk persegi ini. Masing-masing bangunan menyimpan banyak barang bernilai sejarah terutama koleksi antik berupa senjata,

pakaian perang, bahkan alat-alat rumah tangga. Selain itu terdapat koleksi foto dan diorama yang menggambarkan perjalanan perjuangan bangsa Indonesia. Diorama itu dibuat demikian detail dan ekspresif untuk memuaskan para pengunjung. Namun jujur saja, yang membuat kami puas dan bangga adalah sistem informasi layar sentuhnya, benar-benar berkelas! Puas berkeliling di dalam ruangan, kami beralih menikmati suasana di luar. Sembari memperhatikan bentuk arsitektural bangunan, kami juga menikmati penataan landscape benteng yang cukup sederhana, dan tentu saja, semuanya nyaris simetris. Dikelilingi oleh tembok yang kokoh di semua sisi dan beberapa lubang-lubang intai di ujungnya, segala akses benteng ini dibuat demikian mudah. Banyaknya tangga, trap tangga, lantai yang dibuat tinggi untuk dudukan meriam, dan keempat sudut benteng

Page 30: Talk-Talk Melantjong

yang dilengkapi menara pantau, semakin menunjukkan betapa kuatnya pertahanan benteng ini dari sisi dalam. Sementara itu, area luar benteng dikelilingi parit dan dinding yang tinggi licin. Kiranya pada masa itu sulit sekali bagi lawan untuk menembus masuk ke dalam benteng karena pastilah dengan mudah dihabisi pasukan penjaga benteng sebelum bisa mendekati benteng. Bagi penghuni benteng, tentulah merasa aman dengan kondisi pertahanan yang demikian kuat. Mungkin kondisi itulah yang awalnya membuat benteng ini dinamakan Benteng Rustenburg, sebuah Benteng Peristirahatan. Bangunannya yang disusun sedemikian rupa membuat tentara yang ada dalam barak secara psikologis merasa aman dan tenang dalam beraktivitas di dalam benteng. Sembari membayangkan seba-gai seorang komandan benteng, saya menaiki salah satu sisi tembok

utara benteng dan terlihat jelas area pasar Beringharjo yang ada di utara benteng. Hal yang sama juga berlaku di sisi-sisi tembok benteng lainnya dimana kita bisa melihat dengan jelas pemandangan Kota Yogyakarta dari atas tembok. Memang keberadaan benteng ini bisa dibilang sangat strategis dan sengaja dibangun sebagai reaksi Belanda atas keberadaan Kraton Yogyakarta di sebelah selatan benteng. Kekhawatiran Belanda akan segala perkembangan dalam kraton, membuat mereka membangun benteng ini yang konon hanya berjarak sekali tembakan meriam dari Kraton Yogyakarta. Seiring waktu berjalan, perkembangan politik di Kraton Yogyakarta menjadi stabil dan tidak terlalu mengkhawatirkan pihak Belanda. Pada tahun 1860-an, nama benteng diubah menjadi Vredeburg yang berarti benteng perdamaian.

Page 31: Talk-Talk Melantjong

Beberapa renovasi juga dilakukan terhadap benteng ini karena kerusakan yang diakibatkan oleh gempa bumi. Terlepas dari tampilannya yang kokoh, terkesan mengintimidasi, serta simbol benteng yang selalu identik dengan perang, Vredeburg adalah simbol wacana perdamaian di masa lalu. Biarlah para pelajar serta generasi muda yang mengunjunginya, bisa mengenal sejarah dan berusaha mewujudkan iklim perdamaian di masa depan. Sementara jari-jemari saya pun masih terus menari di atas layar sentuh raksasa itu, membuat iri dan dengki ponsel saya yang telah meraung-raung karena hampir dua jam terabaikan dalam kantong celana saya. [AJ]

Page 32: Talk-Talk Melantjong
Page 33: Talk-Talk Melantjong

KAMPUNG TURIS DI PUSAT KOTA

Page 34: Talk-Talk Melantjong

KAMPUNG INTERNASIONAL

SOSROwIJAYAN

Sosrowijayan merupakan salah satu perkampungan yang terletak di pinggiran kawasan Malioboro, Yogyakarta. Dahulu

kampung ini merupakan hunian warga biasa, namun sekitar tahun 1990-an citra kampung ini mulai berubah sejak banyak bermunculannnya penginapan yang diperuntukkan bagi para turis. Bukan hanya wisatawan domestik saja yang memakai jasa penginapan milik warga Sosrowijayan, namun para wisatawan asing juga semakin banyak menggunakan jasa penginapan di sini. Nama Sosrowijayan sendiri merupakan nama penguasa di daerah tersebut pada jaman dahulu, “sing due kuasa nang daerah kene yo keluarga Sosro,” kata Tukijo salah satu penduduk Sosrowijayan. Jalan Sosrowijayan ini terbagi menjadi tiga wilayah yaitu Sosrowijayan, Sosrodipuran, dan Sosromenduran. Sosrowijayan bisa ditempuh dengan berjalan kaki dari Stasiun Tugu ke arah selatan. Kurang

Hotel Summer Season yang dulunya bernama Hotel Aziatic yang telah diperbaharui.

“Hunian turis internasional dengan nuansa tradisional”

Oleh Lutfi Fauziah, Okky Puspitasari, dan Tirta Hardi Pranata

Page 35: Talk-Talk Melantjong

lebih 10 menit kemudian, kita akan sampai di Sosrowijayan. Letak daerah ini ditandai dengan plang Jalan Sosrowijayan yang berada di sebelah timur Jalan Malioboro. Sebelum memasuki Jalan Sosrowijayan, kita akan menemui deretan becak yang terparkir di pinggir jalan. Tukang becak tersebut siap mengantarkan para pelancong menuju tempat tujuan di sekitar wilayah Sosrowijayan dengan harga yang bervariasi sesuai dengan tujuan pelancong dan tentunya dengan kepandaian kita dalam menawar harga. Salah satu yang menarik di wilayah ini adalah kehadiran Hotel

Page 36: Talk-Talk Melantjong
Page 37: Talk-Talk Melantjong

Summer Season yang dulunya merupakan Hotel Aziatic. Hotel tersebut merupakan bangunan peninggalan Belanda dengan arsitektur bergaya Eropa yang telah diperbaharui. Selain itu sepanjang jalan terdapat bermacam tempat penginapan, restaurant, kafé, money changer, rental mobil, dan agen travel yang menyediakan jasa bagi wisatawan dalam menikmati keindahan Kota Yogyakarta. Nasirah (63), salah satu penduduk asli Sosrowijayan wetan menuturkan bahwa ia sama sekali tak merasa terganggu dengan adanya para wisatawan yang menginap di penginapan yang berada di sekitar tempat tinggalnya. Walaupun berbeda kebudayaan, para wisatawan bisa menghormati tradisi penduduk lokal. Justru kampungnya kini menjadi lebih ramai dengan kedatangan para wisatawan. Kami jadi ingat pada jargon yang sering terlihat di berbagai daerah di Yogyakarta saat menanti referendum: “Bergabung tak berarti melebur.” [LOT]

Page 38: Talk-Talk Melantjong