Teknik
PENGAMBILAN KEPUTUSAN
(Pendekatan Teori & Studi Kasus)
Penyusun:
Dr. Aspizain Chaniago, S.Pd, M.Si
PERSEMBAHAN
Barang siapa yang menempuh suatu jalan untuk menuntut ilmu, Allah akan
memudahkan baginya jalan ke surga (HR. Muslim)
Barang siapa yang menginginkan kehidupan dunia, maka ia harus memiliki
ilmu, dan barang siapa yang menginginkan kehidupan akhirat maka itupun
harus dengan ilmu, dan barang siapa yang menginginkan keduanya maka
itupun dengan ilmu (HR. Thabrani)
kupersembahkan kepada
Ayahanda (Alm) dan Ibunda Tercinta,
Kedua ananda dan istriku tercinta
Seluruh Keluarga Besarku
Serta segenap pihak yang turut memberikan suporting.
KATA PENGANTAR
Penulis sebagai mantan aktifis dan praktisi yang sangat dekat dengan kerja dan
aktifitas pengambilan keputusan termasuk aktifitas di organisasi kemasyarakatan
mencoba menyusun buku yang berorientasi dari teori-teori pengambilan keputusan
dan berbagai pemikiran juga pengalaman sehari-hari baik langsung maupun referensi
yang terkait.
Pengambilan keputusan yang sering terjadi melalui hal yang tidak wajar dan mendasar
melalui kekuatan individu semata yang tidak didukung data menjadi bumerang di
dalam berbagai hal keputusan disebabkan lemahnya pemahaman terhadap idealnya
suatu keputusan dibuat.
Buku ini akan menjelaskan secara terperinci tentang pengambilan keputusan,
pengertian, alasan, komponen, efektivitas, tipe-tipe, dasar-dasar, factor-faktor, model,
pohon keputusan, kondisi, dan teknik pengambilan keputusan. Hal pengambilan
keputusan tersebut akan didukung dengan pembahasan pengambilan keputusan secara
kelompok yang dibahas secara teoritis, dan pada akhir pembahasan maka dibuat
beberapa studi kasus yang menjelaskan tentang praktek di lapangan dari beberapa
kasus pengambilan keputusan.
Dalam penyusunan buku ini, penulis didukung berbagai referensi khususnya data-data
teoritis para ahli dan contoh-contoh kasus, yang tentu penulis menyampaikan
penghargaan yang setinggi-tingginya kepada segenap pihak yang mengikhlaskan,
membantu dan mendukung penuh dalam penerbitan buku yang bersifat paket ini.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa isi buku ini masih sangat banyak kelemahan
yang harus diperbaiki di kemudian hari, namun tetap berharap dengan munculnya buku
ini akan sangat bermanfaat bagi banyak orang. Buku ini diharapkan akan
mempengaruhi pemahaman keputusan dan aplikasi keputusan yang terbaik dan akurat
bagi pembacanya.
Secara khusus Penulis mengucapkan terima kasih kepada istri beserta kedua ananda
tercinta yang sangat mendukung penulis menyelesaikan buku ini dan khusus terima
kasih yang setinggi-tingginya pada ibundaku tercinta “Chairani Hutasuhut” yang selalu
mendo’akan setiap waktu untuk saya bisa memberi manfaat dimanapun berada.
Semoga kehadiran buku ini menjawab kebutuhan dan pemahaman yang berdampak di
berbagai lingkungan kehidupan baik di lingkungan pendidikan maupun referensi bagi
para pengambil keputusan di segala bidang.
Jakarta, April 2015
DAFTAR ISI
PERSEMBAHAN .......................................................................................... ii KATA PENGANTAR ..................................................................................... iii DAFTAR ISI .................................................................................................. iv BAB I KONSEP DASAR PENGAMBILAN KEPUTUSAN ………….............
1
1.1 Pengantar …….…………..................................................................... 1 1.2 Alasan Mempelajari Pengambilan Keputusan .................................... 2 1.3 Pengertian Pengambilan Keputusan ……........................................... 3 1.4 Komponen Pengambilan Keputusan ……………………………………. 4 1.5 Pengambilan Keputusan Yang Efektif ………………………………….. 6 BAB II TIPE-TIPE KEPUTUSAN …............................................
7
2.1 Keputusan Perseorangan dan Organisasi ………................................ 7 2.2 Perbedaan Keputusan Perseorangan dengan Organisasi …………… 8 2.2 Keputusan-Keputusan Dasar dan Rutin ............................................. 9 BAB III DASAR PENGAMBILAN KEPUTUSAN ...........................................
11
3.1 Pengantar ………….……..................................................................... 11 3.2 Dasar Pengambilan Keputusan …………………………………………. 11 3.3 Faktor-Faktor Pengambilan Keputusan ……….................................... 12 BAB IV MODEL PENGAMBILAN KEPUTUSAN …………...........................
17
4.1 Rasionalitas Pengambilan Keputusan …............................................. 17 4.2 Model-Model Pengambilan Keputusan ................................................ 18 BAB V TEKNIK PENGAMBILAN KEPUTUSAN ..........................................
20
5.1 Pengantar …………………………………............................................. 20 5.2 Teknik Pengambilan Keputusan Kreatif ………………………………… 20 5.3 Proses Minault ………………............................................................... 25 BAB VI JENIS & KONDISI PENGAMBILAN KEPUTUSAN ….....................
30
6.1 Jenis-Jenis Pengambilan Keputusan ……………................................ 30 6.2 Kondisi Pengambilan Keputusan ……................................................. 31 BAB VII POHON KEPUTUSAN ……………………………............................. 41 7.1 Pengantar …………………................................................................. 41 7.2 Konsep Pohon Keputusan .................................................................. 42 7.3 Model Pohon Keputusan ……............................................................. 43 7.4 Komponen Pohon Keputusan ……………………………………………. 43 7.5 Prosedur Pembuatan Pohon Keputusan ……………………………….. 44 7.6 Diagram Pohon Keputusan ………………………………………………. 45 7.7 Kondisi Stokastik Multi Stage …………………………………………….
49
BAB VIII KEPUTUSAN KELOMPOK ............................................................
50
8.1 Pengantar …………………………………………………………………. 50 8.2 Alasan Pembuatan Keputusan Secara Kelompok ……………………. 50 8.3 Metode Pengambilan Keputusan Dalam Kelompok ………………….. 52 8.4 Kepemimpinan dalam Kelompok ……………………………………….. 54 8.5 Gaya Kepemimpinan dalam Kelompok…………………………………. 56
8.6 Komunikasi Kelompok dalam Perspektif Teoritis………………..
58
BAB IX STUDI KASUS PENGAMBILAN KEPUTUSAN …......................... 63
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................... 86
BAB 1
KONSEP DASAR PENGAMBILAN
KEPUTUSAN
1.1. Pengantar
Dalam tatanan organisasi terdiri dari tiga tingkatan struktur mulai dari pimpinan utama,
menengah hingga terendah atau biasa disebut staf. Ketiga tingkatan dalam hal
melakukan kerja terdiri dari tiga bentuk, dimana pimpinan utama atau manager lebih
pada hal-hal kerja yang bersifat kebijakan (policy), untuk tingkatan menengah akan
mengambil peranan sebagian kebijakan dan sebagian teknis, sedangkan tingkatan
dibawah/ staf lebih pada kerja-kerja teknis yang tidak memerlukan tuntutan strategis.
Manager sebagai struktur yang dianggap sangat identik dengan kebijakan (policy) akan
diminta banyak bertindak akan hal – hal yang bersifat memutuskan. Keputusan yang
diambil akan dijadikan langkah lanjut menjadi rincian-rincian taktis atau teknis pada
strata terendah organisasi atau perusahaan. Hanya para manager yang dapat
memutuskan dengan baik dan cepatlah yang akan menghasilkan kinerja yang baik pula.
Beratnya tugas manager dalam mengambil keputusan yang harus mempertimbangkan
tiap komponen dan seluruh aktivitas banyak orang sehingga semua yang terkait dapat
melaksanakan keputusan dengan baik pula.
Keputusan seorang manager dalam mengambil keputusan dapat ditingkatkan jika
manager tersebut mampu memahami dan mengetahui berbagai teori dan praktek
pembuatan keputusan . Dengan pemahaman dan pengetahuan manager tentang teori
dan praktek pengambilan keputusan akan dapat meningkatkan kualitas keputusan yang
dibuat yang berdampak pada efisiensi kerja manager.
Banyaknya keputusan-keputusan yang salah yang dilakukan oleh para manager dengan
hal-hal yang tidak berdasar disebabkan percaya diri yang berlebihan tanpa memahami
teknik dalam mekanisme keilmuannya, tanpa peduli dengan berbagai perubahan di
dalam dan diluar sehingga kesalahan – kesalahan ini sesungguhnya masih dapat
diantisipasi dengan meningkatkan pemahaman teori dan praktek menghindari kerugian
yang akan lebih besar lagi.
1.2. Alasan Mempelajari Pengambilan Keputusan
Yang menjadi dasar utama perlunya mempelajari pengambilan keputusan ini dapat
dirinci antara lain sebagai berikut :
1.2.1. Untuk meningkatkan kualitas diri dan karir pengambil keputusan
Dengan kualitas diri dalam mengambil keputusan otomatis menjadi suatu pra syarat
mutlak bagi seseorang lebih ideal diletakkan pada fungsi-fungsi kerja yang bersifat
kebijakan atau keputusan. Sebab ditingkat staf kebijakan lebih sedikit, sehingga dapat
disimpulkan bahwa seseorang dengan pemahaman teori dan praktek pengambilan
keputusan yang baik akan menghasilkan keputusan yang baik pula dan untuk pengambil
keputusan yang baik idealnya adalah orang – orang yang menjadi motor pembawa arah
perusahaan.
1.2.2. Untuk Peningkatan efisiensi
Keputusan yang baik pasti mempertimbangkan dari segala sudut ke-efektivitasannya,
baik dari segi kualitas hasil, waktu pencapaian, implementasi bagi orang – orang yang
terkait sehingga didapatkan keefisienan dalam proses. Efisiensi ini akan mampu
dilakukan pada keputusan yang baru dan evaluasi berbagai keputusan yang lama untuk
menghindari berbagai keputusan-keputusan yang tidak berdasar atau telah usang.
Tujuan Efisiensi ini hanya efektif dilakukan jika mempunyai dasar teori dan praktek
pengambilan keputusan yang baik.
1.2.3. Untuk peningkatan Produktivitas perusahaan
Produktivitas akan meningkat jika ditunjang dengan input yang rendah di dukung
proses yang inovatif, kreatif , efektif dan cara – cara kerja baru akan menghasilkan
Output yang besar, atau dapat disebut output besar adalah nilai produktivitas besar yang
dicapai. Produktivitas yang besar akan memberikan dampak kesejahteraan yang
maksimal pula. Bahwa input, proses dan output tersebut dapat dicapai dengan tepat
harus didukung dengan keputusan yang akurat dari modal pengetahuan terhadap teori
dan praktek tentang pengambilan keputusan tersebut.
1.3. Pengertian Pengambilan Keputusan
Untuk lebih memahami tentang pengambilan keputusan ini, maka perlu diuraikan yang
menjadi dasar atau pengertian pengambilan keputusan tersebut, secara umum
Pengambilan keputusan dapat diartikan yaitu : Pemilihan diantara berbagai alternatif
pilihan yang ada, dengan berdasar dan tepat sasaran yang sesuai dengan harapan si
pembuat keputusan. Pengertian tersebut mencakup :
1.3.1. Pembuatan pemilihan (Choice Making)
Sebelum mengambil keputusan diharapkan seorang pengambil keputusan terlebih
dahulu melakukan inventarisasi berbagai alternatif – alternatif yang akan menjadi
pilihan keputusan. Pilihan keputusan harus berlandaskan pertimbangan disiplin ilmu.
1.3.2. Pemecahan Masalah ( Problem Solving)
Tindakan dalam hal ini adalah suatu tindakan pengambilan keputusan untuk
merumuskan permasalahan. Rumusan permasalahan harus mempertimbangkan dua sisi
positif dan negatif atau kelebihan dan kekurangan sebagai landasan atau pedoman
dalam pengambilan keputusan yang terbaik.
Menurut George R. Terry
“ bahwa pengambilan keputusan di definisikan adalah pemilihan dua alternatif
atau lebih” menurut definisi tersebut bahwa untuk menentukan suatu keputusan
harus memunculkan alternatif solusi minimal dua solusi atau lebih yang akan
ditentukan kemudian pilihan terbaik diantaranya.
Chester Bernard, menyatakan :
“Analisis pengambilan keputusan yang menyeluruh merupakan penerapan
teknik – teknik dalam rangka penyempitan pemilihan” menurut pendapat ini
bahwa setiap pemilihan diperlukan analisis dengan menggunakan metoda alat
analisis untuk mempersempit alternatif pilihan.
Sondang P. Siagian, menyatakan :
Pengambilan keputusan adalah suatu pendekatan sistematis terhadap hakikat
suatu permasalahan dengan pengumpulan fakta – fakta dan data, penentuan
yang matang dari alternatif yang dihadapi dan pengambilan tindakan yang
menurut perhitungan merupakan suatu tindakan yang paling tepat. Pengertian
ini mengandung makna bahwa suatu permasalahan dilakukan penelusuran
terlebih dahulu sehinga diketahui dengan jelas pokok-pokok permasalahan atau
bukan suatu permasalahan yang perlu dilakukan putusan atau pilihan.
Azhar Kasim, Menyatakan :
“Pemuatan keputusan adalah kegiatan-kegiatan yg meliputi perumusan
masalah, pembahasan alternatif dan penilaian serta pemilihan bagi penyelesaian
permasalahan”.
Berlandaskan teori tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa pengambilan keputusan
adalah pilihan alternatif penyelesaian permasalahan, dengan terlebih dahulu memahami
permasalahnnya dengan cara mengurai masalah sehingga didapatkan pokok
permasalahan atau bukan permasalahan, selanjutnya dengan keilmuan dapat
merumuskan berbagai alternatif penyelesaian permasalahan yang berdasar dan di
dukung data dan fakta yang akurat.
1.4. Komponen Pengambilan Keputusan
Sebagaimana pembahasan pengertian bahwa untuk mendapatkan keputusan yang
terbaik dibutuhkan rumusan dan dukungan data yang akurat sebab keputusan yang
dibuat akan berdampak sangat pada seluruh sisi yang menjalankan keputusan tersebut
baik saat ini maupun ke masa-masa yang akan datang. Untuk mengambil keputusan dan
sebagai representatif dari rumusan dan data fakta berikut ini disampaikan empat
komponen pengambilan keputusan yang dikelompokkan oleh Martin Starr, yaitu :
1.4.1. Penetapan Tujuan
Sebelum keputusan dibuat maka yang pertama harus ditanyakan “untuk apa
keputusan ini di buat? apakah keinginan mencapai keputusan seiring dengan
kemampuan dalam menjalankan dan dampak keputusan.
Contoh :
“Untuk apa membeli televisi di rumah..?”
Untuk menjawab pertanyaan tersebut tentu akan sangat banyak jawaban yang
didapatkan, tentu diantara jawaban – jawaban tersebut pasti ada yang paling
menjadi tujuan khusus yang diharapkan oleh pengambil keputusan utama dalam
membeli televisi tersebut. Antara lain alasan yang mungkin timbul adalah :
a. Sarana hiburan di rumah
b. Supaya keluarga betah dirumah
c. Supaya tidak menonton di rumah tetangga
d. Untuk dapat menyaksikan pertandingan piala dunia
e. Untuk dapat menyaksikan acara tertentu
f. Untuk gengsi agar tidak dianggap tidak mampu beli televisi
g. dll
1.4.2. Identifikasi Alternatif
Setelah menetapkan tujuan maka dapat dilanjutkan dengan menetapkan
berbagai alternatif-alternatif yang mendasari mencapai tujuan tersebut. Untuk
mencapai satu tujuan tentu ada banyak alternatif yang dapat diambil namun
tetap dipertimbangkan segala dampak dari alternatif yang diambil.
Misal, jika tujuan pembelian televisi tersebut disebabkan keinginan hanya untuk
menonton satu paket acara saja dan hanya pada satu waktu saja tentu kurang pas
jika dibandingkan dengan biaya yang dikeluarkan.
1.4.3. Uncontrolable Events
Alternatif yang diambil harus mampu melihat pada kondisi sekarang terhadap
kondisi yang akan datang, jangan sampai keputusan yang diambil tidak
mempertimbangkannya. Dan keputusan yang sudah diambil jika karena diluar
dari kemampuan kita menganalisanya namun tetap terjadi maka harus
diusahakan mencari solusi alternatif atas kondisi terbaru yang muncul.
Misal pembelian televisi yang bertujuan untuk mengikuti suatu acara tertentu,
bukan tidak mungkin karena sesuatu hal acara tersebut tidak jadi ditayangkan.
Tentu dengan penetapan tujuan yang sempit tersebut maka tidak tercapai tujuan
pembelian televisi, dimana seharusnya sebelum menetapkan tujuan sudah dapat
diantisipasi sebelum hal tersebut terjadi.
1.4.4. Sarana mengukur hasil
Untuk sarana mengukur hasil harus ditetapkan alat atau sarana yang
menjembatani antara keputusan terhadap realisasi. Jika keputusan yang diambil
tidak sesuai dengan realisasi berarti putusan tersebut salah dan sebaliknya jika
keputusan sesuai dengan realisasi yang dicapai maka dapat dikatakan keputusan
tersebut berhasil. Dalam hal ini alat atau sarana ukur yang dimaksud sebagai
pembanding, misalnya. Pembelian televisi didasari oleh keinginan bapak untuk
memberikan alat hiburan di rumah agar anak – anaknya betah dirumah, maka
alat ukur pembanding yang tepat adalah sejauh mana anak-anaknya tersebut
menikmati hiburan televisi dan jarang keluar rumah.
1.5. Pengambilan Keputusan yang efektif
Pengambilan keputusan efektif dapat dinilai seberapa besar keputusan tersebut
memberikan keberhasilan dari yang diharapkan sesuai tujuan. Menurut Manullang,
1986, bahwa pengambilan keputusan yang efektif adalah dengan lima tahapan kategori
yaitu :
a. Tahapan menerima tantangan
b. Tahapan mencari Alternatif
c. Tahap penilaian alternative
d. Tahap menentukan pilihan dan menjadi terikat
e. Tahap berpegang pada Keputusan
BAB 2
TIPE-TIPE KEPUTUSAN
Ada beberapa tipe keputusan organisasi dan menajemen yakni :
1. Keputusan perorangan dan organisasi,
2. Perbedaan Keputusan pribadi (Perseorangan) dan organisasi
3. Keputusan dasar dan rutin.
2.1. Keputusan-keputusan Perseorangan dan Organisasi
Pengambilan keputusan biasanya dilakukan oleh perseorangan (individual
decisions) maupun oleh organisasi. Keputusan oleh perseorangan berupa keputusan
berpartisipasi dan keputusan berproduksi demi organisasi. Dalam hal keputusan
berpartisipasi seorang melakukan perhitungan tentang dorongan serta
sumbangannya pada organisasi.
Ini berarti orang menaggapi hadiah dari organisasi dan harapan organisasi terhadap
fungsi seseorang. Bila hadiah dari organisasi lebih sedikit daripada sumbangannya
kepada organisasi orang akan selalu mencari alternatif lain yaitu tidak ikut serta
dalam organisasi, bila hadiah organisasi sama dengan sumbangan seseorang, orang
tersebut akan mencari informasi tambahan untuk memutuskan ya atau tidak ikut
dalam organisasi dan bila sumbangannya lebih kecil dari hadiah organisasi maka
orang akan memutuskan untuk ikut serta dalam organisasi.
Orang mengambil keputusan untuk memproduksi demi organisasi biasanya
mempunyai motivasi yang tergantung pada karakter/sifat alternatif yang
menghadapi konsekuensi alternatif dan tujuan perorangan. Apabila alternatif yang
dihadapi itu terlalu banyak maka biasanya orang telah mempunyai kerangka
pengambilan keputusan tersendiri sesuai dengan kepribadiannya. Kepribadian ini
mendapatkan rangsangan eksternal sehingga mengadakan reaksi yang kemudian
merupakan jalan yang ia tempuh. Konsekuensi alternatif pun banyak sekali. Orang
memiliki sistem harapan dan nilai tersendiri dan dihadapkan pada konsekuensi
alternatif yang ada. Ada beberpa alternatif yang dapat lebih diterima oleh seseorang
dibandingkan dengan alternatif lain dan alternatif tersebut digunakan sebagai dasar
melakukan tindakan.
Selanjutnya keputusan untuk memproduksi atau berkarya tergantung pada tujuan
perseorangan. Bagaimanapun juga orang terpengaruh oleh orang lain,
kelompoknya, organisasinya dan pimpinan sehingga tujuan perseoranganpun dapat
berubah dan sama dengan tujuan orang lain, kelompok, organisasi dan pimpinan.
Dengan demikian orang dapat dengan mudah dipengaruhi dan mendasarkan
keputusan-keputusannya pada tujuannya yang sesuai dengan tujuan organisasi.
Keputusan organisasi berupa usaha organisasi menyesuaikan diri dengan
perubahan yang terjadi. Penyesuaian ini bisa bersifat rutin bisa inovatif. Dalam hal
pertama organisasi bisa memiliki program atau rencana. Bila terjadi perubahan
yang mempengaruhi sistem, maka sistem tersebut mengadakan tanggapan terhadap
sifat perubahan dan mengadakan pilihan program yang sudah ada untuk bertindak
agar menanggulangi perubahan tersebut.
Pada situasi penyesuaian inovatif organisasi dihadapkan pada situasi dimana
organisasi tidak memiliki program untuk menghadapi perubahan, sehingga harus
menemukan cara baru untuk menanggulangi perubahan tersebut. Dalam hal ini
organisasi perlu mencari informasi tambahan agar dapat sampai pada keputusan
untuk menanggulangi perubahan yang ada.
Oleh karena itu sistem komunikasi dan informasi yang baik akan dapat lebih cepat
membantu memperlancar proses adaptasi organisasi terhadap perusahaan yang
timbul. Selanjutnya di dalam organisasi harus ada sistem pengingat informasi yang
baik agar organisasi dapat memperoleh data yang diperlukan dengan mudah. Bank
data dari bagian penelitian dan pengembangan organisasi sangat membantu
penyediaan data yang diperlukan untuk dasar pengambilan keputusan menghadapi
perubahan ini.
2.2. Perbedaan Keputusan-Keputusan Pribadi dan Organisasional
Perbedaan antara keputusan pribadi dan organisasi dijelaskan oleh Chester
Barnard. Menurut pendapatnya perbedaan dasarnya adalah bahwa keputusan-
keputusan pribadi (personal decisions) biasanya tidak dapat didelegasikan kepada
orang lain , sedangkan keputusan-keputusan organisasi (organizational decesions)
sering didelegasikan. Jadi manajer membuat keputusan organisasi yang ditujukan
pada pencapaian tujuan organisasi dan keputusan pribadi yang dimaksudkan untuk
mencapai tujuan pribadi. Dalam kenyataannya sering sulit bahkan tidak mungkin
untuk memisahkan kedua aspek keputusan menejemen ini. Terkadang keputusan
pribadi dan organisasi sesuai sehingga mempermudah pencapaian masing-masing
tujuan dan terkadang tidak sesuai sehingga saling menghambat masing-masing
tujuan.
2.3. Keputusan-keputusan Dasar dan Rutin
Satu lagi cara umum untuk mengklasifikasikan berbagai tipe keputusan adalah
dengan kategori dasar (basic) dan rutin. Mc Farland mengemukakan bahwa
keputusan-keputusan dasar merupakan keputusan-keputusan unit, investasi dalam
jumlah besar, keputusan satu kali yang menyangkut komitmen (keterikatan) jangka
panjang dan relatif permanen dan tinggi derajat pentingnya karena suatu kesalahan
pengambilan keputusan akan mencelakakan organisasi secara serius. Berbagai
contoh keputusan dasar dalam suatu organisasi perusahaan antara lain keputusan
yang berkaitan dengan lokasi pabrik, struktur organisasi, negosiasi pengupahan, lini
produk dan integrasi vertikal. Dengan kata lain hampir semua keputusan
kebijaksanaan (policy) menajemen puncak dapat dianggap sebagai keputusan-
keputusan dasar.
Keputusan-keputusan rutin adalah keputusan-keputusan yang sangat berlawanan
dengan keputusan dasar. Tipe keputusan ini merupakan setiap hari, bersifat sangat
repetitif (berulang-ulang) dan mempunyai sedikit dampak pada organisasi
keseluruhan. Bagaimanapun juga digabungkan dengan keputusan dasar, keputusan
rutin memainkan peranan sangat penting dalam menentukan sukses tidaknya suatu
organisasi. Contohnya seorang manajer personalia menarik karyawan baru, seorang
akuntan membuat keputusan tentang suatu rekening baru , seorang tenaga
penjualan memutuskan daerah yang akan didatangi. Tentu saja proporsi keputusan
yang dibuat dalam organisasi sebagian besar merupakan berbagai macam
keputusan rutin, meskipun proporsi yang tepat tergantung pada tingkatan organisasi
mana keputusan dibuat. Contoh , penyelia (lini) pertama membuat hampir semua
keputusan rutin, sedangkan manajer puncak membuat keputusan rutin lebih sedikit
tetapi lebih banyak dasar.
Disamping faktor-faktor organisasi juga ada faktor-faktor pribadi yang menentukan
apakah suatu keputusan adalah dasar atau rutin. Pengalaman, motivasi dan
kepribadian mungkin mempunyai pengaruh pada tipe mana keputusan akan
diambil. Seorang manajer tingkat bawah yang dihadapkan dengan suatu keputusan
rutin secara non formal bila mengubahnya menjadi suatu keputusan dasar yang
mempunyai dampak jangka panjang terhadap organisasi secara keseluruhan.
BAB 3
DASAR PENGAMBILAN KEPUTUSAN
3.1. Pengantar
Permasalahan pembuatan keputusan sangat terkait dengan kodrat manusia yang
mempunyai keterbatasan baik dari kemampuan mental maupun dalam membuat
keputusan yang sangat beragam. Keputusan beragam ini bisa didasari oleh pengaruh
perasaan atau didasari oleh rasio bahkan hanya asumsi dari pengalaman yang sangat
dangkal dari permasalahan yang sesungguhnya.
Dasar-dasar pengambilan keputusan harus jelas, tersedianya informasi atas
permasalahan tersebut dengan lengkap, pemahaman masalah yang sangat konkrit,
penggunaan alat bantu selain kekuatan daya ingat, penempatan profesionalisme diri
diatas kepentingan dan keinginan sendiri, dengan harapan jika hal ini bisa diterapkan
antara lain menjadi dasar terhindarnya keputusan yang bermasalah.
Untuk memperkuat pemahaman dan analisis terhadap dasar-dasar keputusan ini perlu
dilakukan pembahasan yang lebih luas dan akurat.
3.2. Dasar Pengambilan Keputusan
Menurut George R. Terry, bahwa dasar pengambilan keputusan dapat digolongkan
dalam 5 (lima) golongan. Adapun kelima golongan dasar keputusan tersebut adalah:
1) Intuisi, yaitu : memiliki sifat subjektif, sehingga mudah terkena pengaruh
2) Pengalaman, yaitu: memiliki manfaat bagi pengetahuan praktis, karena
pengalaman dapat memperkirakan keadaan sesuatu, dapat memperhitungkan
untung rugi, baik buruknya keputusan yang akan diambil.
3) Fakta; dapat memberikan keputusan yang sehat, solid dan baik. Tingkat
kepercayaan terhadap pengambilan keputusan dapat lebih tinggi, sehingga orang
akan menerima keputusan yang dibuat dengan rela dan lapang dada.
4) Wewenang; biasanya dilakukan oleh pimpinan terhadap bawahannya atau orang
yang lebih tinggi kedudukannya terhadap orang yang rendah kedudukannya.
5) Rasional; keputusan yang dihasilkan bersifat objektif, logis, lebih transparan,
konsisten untuk memaksimumkan hasil atau nilai dalam batas kendala tertentu
sehingga dapat dikatakan mendekati kebenaran atau sesuai dengan apa yang
diinginkan.
3.3. Faktor-Faktor Pengambilan Keputusan
Sangat banyak faktor-faktor yang mempengaruhi suatu keputusan, factor-faktor ini
mampu memberikan sejauh mana kualitas keputusan akan ditetapkan, bila factor-
faktor yang dipakai sangat tidak berhubungan atau bukan substansial utama
permasalahan tentu akan memunculkan permasalah baru atau sebaliknya dengan
kualitas hubungan faktor dengan keputusan sangat erat dan sangat substansial jelas
akan memberikan keputusan yang ideal berkualitas.
Dalam pembahasan ini akan disampaikan ada 4 (empat) faktor yang sangat
mempengaruhi munculnya suatu keputusan. Adapun faktor-faktor tersebut adalah :
1) Posisi atau Kedudukan
Faktor Posisi atau kedudukan sangat mempengaruhi suatu pengambilan keputusan,
para pemilik perusahaan sangat sering menghilangkan kaidah pengambilan
keputusan yang benar disebabkan sang pemilik dengan posisinya membuat suatu
keputusan dengan sepihak atas intuisi atau kepentingan sepihak yang juga sering
diakui dan disetujui oleh para direksi dan karyawan sebagai wujud penghormatan
dan penghargaan atau disebabkan kekhawatiran beda pendapat yang berujung pada
ketidakpatuhan. Hal ini sering kali terjadi walaupun dengan kasat mata logika
keputusan sangat bertentangan.
Para pemimpin – pemimpin diktator dibeberapa Negara atau kerajaan-kerajaan
masa lampau menjadikan faktor posisi atau kedudukan ini dapat membuat berbagai
keputusan mutlak yang tidak mengenal kaidah keputusan benar atau keputusan
salah.
Dalam hal penerimaan dari hasil pengambilan keputusan melalui factor kedudukan
lebih mudah diterima oleh orang – orang yang dibawah posisinya atau yang
dibawah kedudukannya. Namun pada sisi positifnya masih ada sejarah pemimpin
yang mampu memberikan keputusan yang baik didasari factor kedudukannya.
2) Masalah
Faktor masalah dalam pegambilan keputusan sangat berpengaruh, dalam
management stratejik sangat jelas bahwa untuk masuk pada suatu keputusan atau
solusi penyelesaian harus dimulai dengan mengetahui permasalahan-permasalahan
melalui berbagai formula evaluasi yang melahirkan berbagai permasalahan yang
akhirnya ditetapkan sebagai rujukan dalam menentukan keputusan penyelesaian.
Demikian pula halnya dengan faktor masalah dengan pengambilan keputusan,
masalah dijadikan rujukan dalam menyelesaikan permasalahan atau antisipasi
keakuratan kualitas keputusan yang dibuat. Bahkan diharapkan dari keputusan
yang dibuat mampu melihat masalah yang akan muncul atau dampak msalah yang
timbul bahkan masalah yang sekaligus dapat diselesaikan.
3) Situasi dan Kondisi
Faktor situasi dan kondisi dalam pengambilan keputusan sangat rentan dengan
kualitas keputusan yang dikeluarkan. Dapat kita misalkan bahwa pada saat
kenaikan bahan bakar minyak sangat tidak tepat para produsen kendaraan
meningkatkan produksinya. Maksudnya bahwa momentum situasi dan kondisi
tidak mendukung.
Di daerah perkampungan yang sangat religius sangat tidak tepat mendirikan suatu
pub diskotik, maksudnya situasi dan kondisinya tidak mendukung. Pertanyaannya
apakah dilingkungan perkampungan tersebut dapat didirikan suatu pub diskotik,
jawabnya adalah jika perkampungan itu sudah berubah menjadi lebih terbuka dan
modernis dan tidak terlalu kaku terhadap etika religius maka dapat saja dibuat
keputusan untuk dapat mendirikan suatu pub diskotik pada lokasi itu.
Faktor situasi dan kondisi ini sangat memegang peranan terhadap keputusan, jika
pengambil keputusan tidak mengindahkan faktor ini besar kemungkinan hasil
keputusan yang dibuat akan sangat tidak berarti atau keputusan yang sangat lemah.
4) Tujuan
Faktor tujuan dalam pengambilan keputusan sangat jelas menjadi sangat pokok
sebab hasil keputusan yang tidak didasari oleh faktor tujuan adalah ngambang
sebab keputusan tersebut tidak mempunyai arah dan sasaran yang dituju. Namun
dalam berbagai keputusan yang pernah ada rata-rata menempatkan tujuan menjadi
faktor utama baik tujuan yang mengarah pada hal negative atau positif organisasi
maupun sebaliknya, baik tujuan pribadi maupun tujuan organisasi.
Faktor-faktor lain:
Ada beberapa faktor lain yang dianggap sangat mendasari dalam pembuatan keputusan,
antara lain :
1) Keadaan Intern organisasi
Keadaan intern organisasi sangat berpengaruh dalam pengambilan keputusan hal
ini dasari oleh keadaan organisasi, adapun hal-hal kesiapan organisasi yang
dimaksud antara lain : kesiapan organisasi berupa dana, kemampuan karyawan,
kelengkapan peralatan organisasi dan struktur organisasi.
Keputusan dengan biaya sangat erat hubungannya apalagi keputusan-keputusan
yang berhubungan dengan investasi atau proses yang panjang. Keputusan yang
diambil harus seiring dengan kesiapan dana yang ada dalam mendukung keputusan
tersebut dan sangat banyak keputusan yang tidak berjalan karena ketidaksiapan
dana pendukung. Rincian biaya akan sangat dipengaruhi oleh tema atau arah
keputusan.
Keadaan internal terkait dengan kemampuan karyawan terhadap pengambilan
keputusan bisa dilihat dari kesiapan karyawan menerima hasil keputusan, jangan
sampai keputusan yang diambil tanpa memperhitungkan kemampuan karyawan
yang ada. Sebab sehebat apapun suatu keputusan tanpa didukung oleh SDM yang
akan menjalankannya tentu hanya akan sia-sia.
Keadaan internal terkait kelengkapan peralatan organisasi terhadap pengambilan
keputusan dapat dilihat faktornya dari suatu keputusan yang mempunyai hubungan
dengan harus adanya berbagai peralatan pendukung namun tidak tersedia, tentu
keputusan itu tidak berjalan dengan semestinya. Keputusan yang dibuat wajib
mempertimbangkan kelengkapan peralatan yang ada, jika tidak harus ada
penyesuaian terhadap keputusan baik dari segi keputusannya maupun dari segi
penyediaan peralatannya.
Keadaan internal terkait dengan struktur organisasi terhadap pengambilan
keputusan mempunyai peranan yang juga sangat penting sebab struktural
pengambil keputusan menentukan tingkatan keputusan yang dibuat. Keputusan
suatu kebijakan akan sangat didominasi oleh para struktural yang berada di level
menengah dan atas sedangkan keputusan di level struktural bawah akan lebih pada
keputusan-keputusan teknis dari penjabaran kebijakan yang ditetapkan dari jenjang
struktural diatasnya.
2) Keadaan Eksternal Organisasi
Keadaan eksternal organisasi terhadap keputusan menjadi sangat penting sehingga
para pengambil keputusan harus mempertimbangkan faktor-faktor eksternal yang
mempengaruhi oleh karena itu diperlukan identifikasi, evaluasi dan diagnosa
terhadap lingkungan eksternal.
Sangat banyak keputusan yang dibuat menjadi gagal disebabkan lemahnya analisa
terhadap faktor eksternal ini, misalnya hal budaya di Bali harus dipertimbangkan
menjadi bagian dari keputusan yang seiring bukan bertentangan, budaya di
lingkungan yang Islami, budaya dilingkungan glamor menjadi factor-faktor yang
harus disesuaikan. Penjualan suatu produk yang sama pada titik lokasi yang
berbeda dimana satunya lokasi modern pusat perkotaan dan lingkungan orang kaya
cenderung penetapan harga lebih mahal dibandingkan dengan lokasi perkampungan
tradisional, pinggiran kota, pendapatan perkapita yang rendah dengan harga yang
lebih murah.
3) Tersedianya Informasi yang diperlukan
Informasi dalam pengambilan keputusan menjadi faktor yang harus dipenuhi
sebelum keputusan di ambil atau ditetapkan, sebab informasi yang diterima akan
memberikan ketepatan sasaran keputusan seiring dengan kebutuhan sesungguhnya.
Misal : pembuatan keputusan tanpa memperdulikan informasi terbaru terhadap
perubahan suatu undang-undang atau aturan yang ada bisa membatalkan keputusan,
penetapan harga tanpa melihat pembanding kompetitor akan menyebabkan harga
yang tidak ideal, dll.
4) Kepribadian dan kecakapan pengambilan keputusan.
Kepribadian dan kecakapan menjadi faktor penting dalam pengambilan keputusan.
Inteligensi, kapasitas, kapabilitas, ketrampilan, penilaian, kebutuhan menjadi
bahagian kepribadian dan kecakapan yang dapat mempengaruhi hasil keputusan.
Bahwa orang pintar dengan orang bodoh akan sangat berbeda dalam menentukan
suatu keputusan.
Bahwa orang yang mempunyai kapabilitas dan integritas sangat berbeda dengan
orang yang tidak mempunyai kapabilitas terhadap suatu keputusan, bahwa orang
yang mampu melakukan penilaian yang baik dengan yang tidak tentu menghasilkan
keputusan yang berbeda, begitu juga dengan kebutuhan.
BAB 4
MODEL PENGAMBILAN KEPUTUSAN
4.1. Rasionalitas pengambilan keputusan
Mengapa seorang pengambil keputusan memilih suatu alternatif ? Jawaban terhadap hal
itu melibatkan rasionalitas keputusan dan model keputusan.
Sarana hasil akhir (means ends) adalah definisi rasionalitas yang paling sering digunakan
dalam pengambilan keputusan. Bila sarana (peralatan) dipilih secara tepat untuk mencapai
berbagai hasil akhir yang diinginkan, keputusan dikatakan rasional. Bagaimanapun juga
ada banyak komplikasi pada tes rasionalitas sederhana ini. Pertama adalah sulit untuk
memisahkan sarana-sarana dari hasil akhir, karena suatu hasil akhir nyata mungkin hanya
merupakan suatu sarana bagi hasil akhir dimasa mendatang.
Gagasan ini bisa disebut means-ends chain atau hierarchy. Simon, mengemukakan
bahwa hirarki sarana hasil akhir terkadang merupakan satu rantai yang terintegrasi dan
sepenuhnya kait mengkait. Hubungan antara kegiatan organisasi dan tujuan akhir sering
kabur atau tujuan akhir ini dirumuskan secara tidak lengkap atau ada berbagai bentuk
komplik internal dan kongtradiksi diantara tujuan dan diantara sarana-sarana yang dipilih
untuk mencapainya ( Herbert A Simon, 1957). Disamping itu konsep yang digunakan
dalam pengambilan keputusan bahkan mungkin sudah usang.
Satu cara untuk memperjelas rasionalitas sarana hasil akhir adalah dengan menambahkan
berbagai kata keterangan yang sesuai pada berbagai tipe rasionalitas. Jadi suatu keputusan
disebut rasional secara obyektif adalah bila keputusan tersebut dapat memaksimumkan
nilai-nilai tertentu dalam suatu situasi tertentu. Rasional secara subyektif dapat digunakan
bila keputusan memaksimumkan perolehan relatif pengetahuan akan subyek tertentu.
Rasional secara sadar mungkin diterapkan untuk keputusan-keputusan dimana berbagai
penyesuaian sarana terhadap hasil akhir merupakan proses yang dilakukan dengan sadar.
Suatu keputusan adalah rasional secara sengaja bila penyesuaian sarana terhadap hasil
akhir merupakan proses yang dilakukan dengan sadar. Suatu keputusan adalah rasional
secara sengaja bila penyesuaian sarana terhadap hasil akhir dicoba dengan sengaja oleh
individu atau organisasi. Suatu keputusan adalah rasional secara organisasional dalam arti
bahwa keputusan tersebut diarahkan pada tujuan organisasi dan rasional secara pribadi
bila keputusan diarahkan ke tujuan individual.
4.2. Model-Model Pengambilan Keputusan
Ada berbagai model deskriptif perilaku rasionalitas pilihan. Model ini dimaksudkan untuk
menggambarkan secara teoritis dan realistis bagaimana para manajer praktisi membuat
keputusan. Secara lebih khusus model berusaha untuk menentukan pada derajat mana para
pembuat keputusan menajemen adalah rasional. Kerangka model mulai dari rasionalitas
penuh, dalam kasus ini model ekonomi sampai irrasionalitas penuh dalam kasus sosial.
Dapat dikemukakan bahwa ada enam model pengambilan keputusan menajemen,
yaitu :
1) model ekonomi yang dikemukakan oleh ahli ekonomi klasik dimana keputusan orang
itu rasional, yaitu berusaha mencapai pendapatan marjinal sama dengan biaya marjinal
untik memperoleh keuntungan maksimum,
2) model manusia administratif yang dikemukakan Simon dimana orang tidak
menginginkan maksimalisasi tetapi cukup keuntungan (laba) yang memuaskan
(satisficing profit) ,
3) model manusia mobicentrik yang dikemukakan oleh Jennings dimana perubahan
merupakan nilai utama sehingga selalu harus bergerak bebas mengambil keputusan,
4) model manusia organisasi (yang dikemukakan oleh W F Whyte) yang sifatnya setia
dan penuh kerjasama dalam pengambilan keputusan,
5) model pengusaha baru oleh Wright Mills yang bersifat kompetitif dan
6) model sosial (Freud, Veblen) dimana orang tua sering tak rasional dalam mengambil
keputusan diliputi perasaan, emosi dan situasi dibawah sadar.
Model Preskriptif dan Deskriptif
Fisher (B Aubrey Fisher, 1974) mengemukakan bahwa pada hakekatnya ada dua model
proses pengambilan keputusan, yaitu :
1) model preskriptif atau pemberian resep perbaikan, Model preskriptif berdasarkan pada
proses yang ideal.
2) model deskriptif. Model preskriptif menerangkan bagaimana kelompok seharusnya
mengambil keputusan, sedang model deskriptif itu menerangkan bagaimana kelompok
mengambil keputusan tertentu. model deskriptif berdasar realitas observasi.
Sedangkan model deskriptif diperkenalkan oleh Bales dan meliputi 3 langkah, yaitu :
1) orientasi,
2) evaluasi
3) pengawasan.
Orientasi menentukan bagaimana situasi yang dihadapi, evaluasi menentukan sikap yang
perlu diambil dan pengawasan menentukan apa yang harus dilakukan untuk menghadapi
situasi seperti itu. Kemudian dilanjutkan dengan langkah
4) bersangkutan dengan masalah pengambilan keputusan ,
5) masalah pengendalian ketegangan yang timbul dan
6) masalah integrasi.
Disamping model di atas (model linier), terdapat pula model spiral dimana satu anggota
mengemukakan satu konsep dan anggota lain mengadakan reaksi setuju atau tidak setuju
kemudian dikembangkan lebih lanjut atau dilakukan revisi dan seterusnya. Dengan
demikian hal ini terjadi proses kumulatif, progresif dan terus menerus merubah konsep
dan akhirnya para anggota menyetujui posisi yang diambil. Atas dasar uraian ini dapatlah
diindentifikasikan bahwa dalam proses pengambilan keputusan ini muncul para pimpinan
yang nantinya membawa organisasi ke arah yang lebih baik, karena mereka diakui
mampu oleh anggota lainnya walaupun dalam proses tersebut sering pula timbul konflik
BAB 5
TEKNIK PENGAMBILAN KEPUTUSAN
5.1. Pengantar
Dalam aplikasi teknik pengambilan keputusan dapat dikelompokkan dalam dua
pendekatan yaitu :
1. Pendekatan Kuantitatif
2. Pendekatan Kualitatif
Pendekatan Kuantitatif adalah pendekatan yang didasari dengan analisis perhitungan
matematis, Teknik atau metode kuantitatif telah memberikan kontribusi secara ilmiah
dalam pengambilan keputusan.
Pendekatan Kualitatif adalah pendekatan yang didasari oleh analisis social non
matematis yang tidak sampai melakukan perhitungan secara nominal, tetapi keputusan
yang dibuat tetap mampu mendapatkan kualitas mendekati ilmiah.
Bagaimanapun juga banyak masalah keputusan dalam organisasi modern yang
membutuhkan kreativitas, motivasi dan penerimaan. Untuk memecahkan masalah seperti
itu para manajer memerlukan berbagai teknik lain selain dengan perhitungan-
perhitungan kuantitatif, meskipun mungkin memberikan derajat rasionalisasi dan
bantuan tertentu kepada pembuat keputusan, sering menyebabkan hasil yang tidak efektif
dan salah arah. Berikut ini disampaikan beberapa teknik untuk membantu proses
pengambilan keputusan kreatif, teknik partisipatif dan teknik pengambilan keputusan
modern.
5.2. Teknik Pengambilan Keputusan Kreatif
Pendekatan tipe ini mencoba untuk memanfaatkan semua hal yang tersedia untuk
membantu individu dalam pengambilan keputusan kreatif. Berbagai upaya telah
dilakukan untuk merumuskan pedoman umum untuk merangsang kreativitas individual.
Empat pedoman sebagai alat bantu kreatifitas yang cukup refresentatif dikemukakan oleh
Newman dan Warren sebagai berikut :
1) Sadari berbagai hambatan psikologis, terutama rintangan budaya dan persepsual
2) Coba merubah atribut dengan pemusatan perhatian pada satu atribut masalah pada
waktu tertentu terutama atribut kunci.
3) Waspada terhadap penemuan-penemuan tak sengaja
4) Sadari bahwa komputer mempunyai potensi untuk menjadi pelengkap otak manusia
dalam tahapan tertentu proses kreatif.
Ada dua teknik dalam kelompok teknik kreatif yang dikenal dan digunakan secara luas
yaitu brainstorming dan synectics :
Brainstorming yang dikembangkan oleh Alex F Osborn untuk membantu memacu
gagasan dalam bidang pengiklanan. Pada pokoknya teknik ini berusaha untuk menggali
dan mendapatkan kreatifitas maksimum dari kelompok dengan memberikan kesempatan
para anggota untuk melontarkan ide-idenya. Meskipun mula-mula digunakan dalam
masalah pengiklanan tetapi kemudian brainstorming telah diterapkan dalam banyak tipe
masalah keputusan lainnya. Gagsan-gagasan yang telah dilontarkan mungkin “liar” dan
tidak praktis tetapi hal ini sering menimbulkan penyelesaian kreatif masalah-masalah
keputusan.
Ada beberapa kritik terhadap brainstorming antara lain bahwa teknik ini :
(1) hanya dapat diterapkan pada keputusan-keputusan sederhana
(2) sangat memakan waktu dan biaya
(3) hanya menghasilkan ide-ide dangkal.
Di lain pihak brainstorming dapat sangat membantu untuk tipe keputusan tertentu, seperti
pemberian nama produk baru atau sekedar menciptakan suatu lingkungan kreatif. Teknik
ini bagaimanapun juga terlalu dangkal dan terbatas sebagai teknik bantu bagi para
pengambil keputusan dasar dan dengan resiko atau ketidakpastian.
Synectics yang dikembangkan oleh Willam J Gordon, memang tidak sepopuler
brainstorming tetapi mempunyai nilai potensial lebih besar sebagai teknik kreatif dalam
pengambilan keputusan. Synectics di dasarkan pada asumsi bahwa proses kreatif dapat
dijabarkan dan diajarkan, dan dimaksudkan untuk meningkatkan keluaran (output)
kreatif individual dan kelompok. Teknik ini mencakup dua tahap dasar , pertama
membuat yang aneh menjadi lazim dan kedua membuat yang lazim menjadi yang aneh.
Tahap aneh –lazim terutama bersifat analitis dan biasanya tidak ada penyelesaian.
Sedangkan tahap kedua membuat yang lazim menjadi aneh suatu upaya sengaja
dilakukan untuk melihat masalah dari sudut pandangan yang sepenuhnya berbeda.
Ada 4 tipe analogi umum yang digunakan untuk menstimulasi kreatifitas pada
pembuatan yang lazim menjadi aneh yaitu :
1) analogi pribadi
2) langsung
3) simbolik
4) fantasi.
Tidak semua manajer harus secara otomatis menganggap bahwa mereka dapat
menggunakan synectics untuk membantu dalam pengambilan keputusan kreatif. Untuk
mengimplementasikan synectics secara tepat memerlukan seleksi hati-hati terhadap
kemampuan personalia, latihan yang mamadai untuk penguasaan teknik dan integrasi
dengan lingkungan pengambilan keputusan. Meskipun synectics seperti hanya
brainstorming sangat memakan waktu dan mahal, teknik ini lebih cocok untuk masalah
keputusan yang kompleks. Synectics sangat membantu dalam pengambilan keputusan
dasar atau mengandung resiko dan ketidak pastian yang memerlukan penyelesaian
kreatif.
• Teknik Partisipatif
Partisipasi sebagai suatu teknik berarti bahwa individu atau kelompok dilibatkan dalam
proses pengambilan keputusan. Ini dapat bersifat formal atau informal dan menyangkut
keterlibatan intelektual dan emosional seperti halnya keterlibatan phisik. Besarnya
partisipasi dalam pengambilan keputusan bervariasi dari satu sisi ekstrim dimana ada
partisipasi berarti setiap orang yang berhubungan dengan dan dipengaruhi oleh
keputusan dilibatkan.
Dalam praktek derajat partisipasi ditentukan oleh beberapa faktor seperti :
(1) siapa yang mengajukan gagasan,
(2) berapa proporsi bawahan melaksanakan setiap tahanp pengambilan keputusan
diagnosis, pengembangan alternatif, evaluasi dan estimasi konsekuensi masing-
masing alternatif dan pembuatan pilihan
(3) berapa bobot seorang pelaksana mempengaruhi gagasan yang dia terima. Semakin
besar adanya masing-masing faktor ini, akan semakin tinggi besarnya partisipasi.
Ada aspek positif dan negatif pada teknik pengambilan keputusan partisipatif misalnya
kecenderungan terjadinya partisipasi semu (pseudo participation) dimana manajer
mencoba untuk melibatkan bawahan dalam tugas tetapi bukan pada proses
pengambilan keputusan. Ini dapat menjadi bumerang yang terpengaruh pada kepuasan
karyawan. Bila atasan menyatakan ingin memperoleh partisipasi dari bawahan tetapi
tidak pernah membiarkan mereka terlibat secara intelektual dan emosional dan
memanfaatkan saran mereka, hasilnya mungkin berupa “malapetaka”.
Partisipasi juga dapat sangat memakan waktu bertele-tele dan sebagainya. Tetapi,
bagaimanapun juga keuntungan dengan adanya partisipasi jauh lebih besar dibanding
kejelekannya. Barangkali keuntungan terbesar adalah bahwa teknik partisipasi
menyadari bahwa setiap orang dapat memberikan sumbangan (konstribusi) yang sangat
berarti kepada pencapaian tujuan-tujuan organisasi.
• Teknik Pengambilan Keputusan Modern
Dalam era komputer saat ini dimana berbagai methode kuantitatif untuk pengambilan
keputusan telah sangat berkembang dengan canggih dan banyak diterapkan pada
berbagai tipe keputusan rutin dan terkadang mengandung resiko. Bagaimanapun juga
hasil perhitungan kuantitatif seharusnya digunakan hanya sebagai salah satu
pertimbangan atau informasi dalam pengambilan keputusan terutama untuk keputusan
dasar dan menmgandung resiko atau ketidakpastian.
Teknik modern menawarkan bantuan bagi menejemen dalam menghadapi tantangan
yang memerlukan tipe-tipe keputusan tersebut. Dimana hal ini dapat sepenuhnya di
dasarkan pada metode kuantitatif.
• Teknik Delphi,
Meskipun pertama kalinya dikembangkan oleh N.C Dalkey dan rekan-rekannya dalam
tahun 1950, namun baru pada dekade ini mulai terkenal sebagai suatu teknik untuk
membantu pengambilan keputusan yang megandung resiko dan ketidakpastian , misal
forecasting jangka panjang. Teknik ini banyak digunakan dalam berbagai tipe
organisasi seperti bisnis, pendidikan, pemerintahan, kesehatan dan militer.
Teknik Delphi mempunyai banyak variasi tetapi pada umumnya bekerja sebagai
berikut :
1) Suatu panel para ahli tentang masalah tertentu diambil baik dari dalam maupun dari
luar organisasi
2) Setiap ahli diminta untuk membuat prediksi-prediksi anonim.
3) Setiap penulis kemudian memperoleh umpan balik gabungan jawaban para ahli
terhadap pertanyaan yaang diajukan
4) Berdasarkan pada umpan balik itu estimasi-estimasi baru dibuat dan proses ini
diulangi beberapa kali sampai tercapai konsensus.
Teknik Delphi dapat diterapkan pada berbagai macam program perencanaan dan
masalah keputusan dalam berbagai tipe organisasi. Contohnya prediksi mengenai
dampak kebijaksanaan pemanfaatan tanah baru terhadap penduduk, pertanian, polusi
dan sebagainya.
• Teknik kelompok nominal (nominal group tehnique)
Sering disebut proses pengambilan keputusan kelompok NGT. Pengelompokan
nominal telah banyak digunakan oleh para psikologi sosial selama beberapa dekade ini.
Suatu kelompok nominal secara sederhana merupakan “kelompok makalah” (paper
group) . Diberi nama kelompok nominal karena tidak ada pertukaran verbal yang
diijinkan diantara para anggota.
Dalam hal ini jumlah gagasan, keunikan dan kualitas gagasan, penelitian telah
menunjukan bahwa kelompok nominal lebih baik daripada kelompok nyata.
Kesimpulan umum yang dapat ditarik adalah bahwa kelompok yang saling berinteraksi
akan merintangi kreativitas ini tentu saja hanya menyangkut pengembangan gagasan,
karena pengaruh interaktif para anggota kelompok jelas mempunyai pengaruh
signifikan pada variabel-variabel lainnya.
Bila pendekatan pengelompokan nominal digunakan sebagai satu teknik khusus untuk
pengambilan keputusan dalam organisasi, maka pendekatan ini lebih dikenal dengan
nama NGT yang terdiri atas beberapa langkah :
1) Pengembangan gagasan secara diam dalam bentuk tulisan
2) Umpan balik yang barupa usulan dari para anggota kelompok terhadap setiap
gagasan dicatat dalam kalimat singkat.
3) Pembahasan setiap gagasan yang dicatat untuk memperoleh penjelasan dan
evaluasi
4) Pemungutan suara individual dilaksanakan untuk memperoleh gagasan-gagasan
perioritas dengan keputusan kelompok diambil secara sistematis atas dasar
susunan ranking atau rating.
Perbedaan antara pendekatan ini dengan Delphi adalah bahwa para anggota NGT
biasanya saling mengenal satu dengan yang lain, mempunyai kontak tatap muka dan
berkomunikasi secara langsung satu dengan yang lain. Kenyataan membuktikan bahwa
teknik NGT menimbulkan lebih banyak gagasan dibanding kelompok-kelompok yang
berinteraksi secara tradisional. Tipe teknik ini memberikan perbaikan keputusan
menejemen dasar kreatif.
5.3. Proses Minaut
Proses Minaut pada dasarnya merupakan proses rasional dalam pengambilan
keputusan. Proses ini dikembangkan oleh Kepner dan Tregoe, dengan menerapkan
empat proses dasar yang rasional dalam penggunaan dan penyebaran Informasi
mengenai masalah organisasi. Lebih lanjut proses minaut adalah prosedur yang
sistematis bagi pemanfaatan sebaik mungkin empat pola berfikir manusia :
(1) Menilai dan menjelaskan
(2) Sebab akibat
(3) Melakukan pilihan
(4) Mengantisipasi masa depan
Oleh karena itu prosesnya juga dibedakan menjadi empat tipe (Charles H Kepner,
1965) :
1) Analisis situasi,
2) Analisis persoalan,
3) Analisis keputusan dan
4) Analisis persoalan potensial
• Analisis situasi.
Analisis penilaian situasi didasarkan pola fikir rasional yang pertama. Analisis ini lebih
sebagai teknik evaluatif yang memungkinkan para manajer menggunakan sebaik
mungkin analisis-analisis lainnya, bukan sebagai teknik analitis. Analisis situasi
dirancang untuk mengenali persoalan yang harus dipecahkan dan keputusan yang harus
diambil dan persoalan dimasa depan yang harus dianalisa dan direncanakan.
Teknik ini penting karena biasanya permasalahan managerial menyangkut berbagai
informasi yang campur aduk baik antara informasi yang tidak penting dan tambahan.
Secara ringkas tahap-tahap penilaian situasi adalah sebagai berikut :
a) Pengenalan masalah. Manajer yang berhadapan dengan masalah “tinggi”. Situasi
masalah yang dihadapi biasanya kompleks dan rumit. Langkah ini bermaksud untuk
mengenali masalah yang terjadi sekarang dan di waktu yang akan datang apakah
bentuk penyimpangan, ancaman atau kesempatan.
b) Pemisahan masalah, yaitu pemecahan masalah kompleks menjadi masalah yang
lebih terbatas dan jelas sampai merupakan sejumlah masalah tunggal. Juga perlu
diidentifikasikan masalah-masalah tambahan yang harus diselesaikan.
c) Penetapan perioritas. Setelah kita mempunyai sejumlah masalah tunggal, langkah
berikutnya adalah menentukan urutan penanganan masalah tersebut atas dasar
mendesak dan perkembangannya.
d) Penempatan. Dengan urutan perioritas yang disebabkan kita memilih proses yang
sesuai untuk menangani setiap masalah.
• Analisis persoalan.
Analisis ini merupakan proses rasional kedua yang didasarkan pada pola berfikir sebab-
akibat. Proses ini memungkinkan kita dengan cermat mengenali, menguraikan,
menganalisa dan memecahkan masalah, dimana terjadi suatu penyimpangan dari
standar (seharusnya) yang belum diketahui penyebabnya. Analisis persoalan
menunjukan cara untuk mencarikan informasi yang penting dan menyingkirkan
informasi yang tidak relevan. Proses ini secara ringkas terdiri dari langkah-langkah
sebagai berikut :
a) Merumuskan persoalan atau pernyataan terjadinya penyimpangan
b) Menguraikan persoalan dalam empat dimensi : identitas, lokasi, waku dan luasnya
masalah
c) Mencarikan informasi penting dan relevan di dalam tempat dimensi tersebut untuk
menggali sebab-sebab yang mungkin
d) Menguji sebab-sebab yang mungkin untuk menemukan sebab yang paling
mungkin
e) Melakukan verifikasi terhadap sebab yang paling mungkin
• Analisis keputusan.
Analisis ini didasarkan pada pola berfikir penentuan pilihan. Dengan proses ini kita
dapat mengevaluasi berbagai alternatif yang ada dan memilih alternatif terbaik.
Langkah-langkah analisis keputusan dapat diuraikan sebagai berikut :
a) Merumuskan pernyataan keputusan (decision statement), menentukan sasaran –
sasaran yaitu hal-hal atau persyaratan penting yang harus dipenuhi alternatif demi
hasil yang diharapkan dengan memperhatikan sumber daya yang membatasi dan
ketersediaan data. Sasaran ini kemudian dikategorikan menjadi berbagai sasaran
mutlak yang harus dipenuhi (must) dan berbagai sasaran keinginan (wants) dengan
bobot yang berbeda-beda.
b) Mengembangkan dan mengevaluasi alternatif-alternatif. Berbagai alternatif
dievaluasi terhadap sasaran mutlak dan sasaran keinginan. Alternatif yang tidak
memenuhi sasaran mutlak digugurkan dan tidak dimasukkan dalam pertimbangan
selanjutnya. Pilihan sementara ditentukan atas dasar apakah alternatif memenuhi
sasaran mutlak atau tidak dan nilai total tertinggi hasil perkalian bobot masing-
masing sasaran keinginan dan hasil penilaian alternatif terhadap sasaran-sasaran
tersebut.
c) Menganalisa konsekuensi atau resiko yang merugikan untuk setiap alternatif, yang
menyangkut kegawatan resiko. Pilihan terakhir ditentukan atas dasar hasil evaluasi
alternatif dan analisis konsekuensinya.
• Analisis persoalan potensial.
Adalah proses rasional yang didasarkan pada antisipasi kita terhadap peristiwa yang
mungkin terjadi dan yang dapat terjadi dimasa yang akan datang. Memang tak
seorangpun dapat mengetahui dengan pasti apa masalah yang akan terjadi tetapi juga
tak seorangpun dapat menjamin bahwa tidak akan terjadi masalah diwaktu yang akan
datang.
Proses ini memungkinkan organisasi bertindak lebih aktif menentukan masa depannya,
dengan menggunakan apa yang kita ketahui atau dapat kita asumsikan untuk
menghindari konsekuensi negatif yang mungkin timbul. Analisis persoalan dilandasi
pemikiran bahwa mencegah timbulnya persoalan adalah lebih effisien daripada
memecahkan suatu persoalan yang dibiarkan berkembang.
Langkah-langkah proses analisis persoalan potensial secara ringkas dapat diuraikan
sebagai berikut :
a) Mengidentifikasikan daerah-daerah kritis, atau bagian-bagian dalam rencana
yang dianggap lemah atau menurut dugaan kita kemungkinan terjadinya
penyimpangan adalah lebih besar. Penentuan daerah kritis ini dapat berdasarkan
pengalaman dan informasi dari pihak lain atau faktor-faktor lain yang relevan.
Kemudian kita menentukan prioritas di antara daerah-daerah kritis tersebut dan
memusatkan perhatian pada daerah yang paling kritis.
b) Mengidentifikasikan persoalan-persoalan potensial yaitu meramalkan hal-hal
yang mungkin menyimpang dalam daerah kritis priorits. Berdasarkan tingkat
kegawatannya, kita menyusun persoalan potensial menurut perioritas
c) Mengidentifikasikan sebab-sebab yang mungkin. Dari persoalan potensial
diidentifikasikan masalahnya dan ditentukan penyebab yang kemungkinannya
sangat tinggi. Dalam tahap ini kita juga mengidentifikasikan tindakan pencegahan
agar persoalan tidak terjadi.
d) Mengidentifikasikan tindakan-tindakan penanggulangan. Bila tindakan
pencegahan gagal atau tidak mungkin dilakukan, tindakan penaggulangannya harus
dilakukan untuk mengurangi akibat penyimpangan.
BAB 6
JENIS & KONDISI PENGAMBILAN
KEPUTUSAN
6.1. Jenis-jenis Pengambilan Keputusan
Manajer sebagai pembuat keputusan adalah seorang pemecah masalah, yaitu dengan
memilih salah satu dari alternatif-alternatif yang tersedia, atau menemukan alternatif lain
yang berbeda secara berarti dengan alternatif sebelumnya. Dalam manajemen keputusan
dikategorikan dalam dua jenis yaitu keputusan terprogram (programmed decisions) dan
keputusan tak terprogram (non programmed decisions).
6.1.1. Keputusan terprogram
Keputusan terprogram adalah merupakan “keputusan yang diambil berdasarkan
kebiasaan, peraturan, atau prosedur tertentu. Setiap organisasi mempunyai
kebijakan tertulis atau tidak tertulis yang mempermudah pengambilan keputusan
dalam situasi yang berulang-ulang dengan membatasi atau meniadakan alternatif.
Masalah rutin tidaklah selalu sederhana. Keputusan terprogram digunakan untuk
mengatasi masalah yang rumit maupun yang sepele. Bila suatu masalah terjadi lagi
dan jika unsur komponennya dapat ditentukan, diramalkan atau dianalisis, maka
masalah tersebut dapat dipecahkan dengan pengambilan keputusan terprogram.
Sampai tingkat tertentu, keputusan terprogram itu membatasi kebebasan kita,
karena organisasi dan bukan individu yang memutuskan apa yang harus dilakukan.
Akan tetapi, keputusan jenis ini dimaksudkan untuk membebaskan. Kebijakan,
peraturan, atau prosedur yang digunakan untuk mengambil keputusan, akan
membebaskan kita dari waktu yang diperlukan untuk memecahkan setiap masalah,
dengan demikian memungkinkan kita mencurahkan perhatian pada kegiatan lain
yang lebih penting.
6.1.2. keputusan tidak terprogram
keputusan tidak terprogram adalah keputusan untuk memecahkan masalah yang
luar biasa atau masalah istimewa. Jika suatu masalah jarang sekali muncul
sehingga tidak tercakup oleh suatu kebijakan atau sedemikian penting sehingga
memerlukan perlakuan khusus, maka masalah tersebut harus ditangani dengan
suatu keputusan tidak terprogram.
Kalau seseorang berada pada posisi yang lebih tinggi dalam heirarkhi organisasi,
kemampuan untuk mengambil keputusan tidak terprogram menjadi lebih penting
karena secara progresif lebih banyak keputusan tidak terprogram yang diambil.
Karena alasan tersebut, kebanyakan program pengembangan manajemen berusaha
meningkatkan kemampuan manajer untuk mengambil keputusan tidak terprogram,
biasanya dengan mengajar mereka menganalisis masalah secara sistematik dan
membuat keputusan yang nalar.
6.2. Kondisi Pengambilan Keputusan.
Manajer dalam membuat keputusan akan dihadapkan dengan berbagai kondisi, dalam
hal ini akan dikelompokkan dalam 3 (tiga) kondisi besar yaitu :
6.2.1. Kondisi Pengambilan Keputusan Pasti (Certainty)
6.2.2. Kondisi Pengambilan Keputusan Beresiko (Risk)
6.2.3. Kondisi Pengambilan Keputusan Ketidakpastian (Uncertainty)
Untuk memberikan penjelasan lebih, maka akan dibahas masing – masing kondisi
tersebut diatas mulai kondisi pasti. Beresiko hingga ketidakpastian, sebagai berikut :
6.2.1. Keputusan dalam kondisi pasti
Dengan kondisi yang pasti, pengambil keputusan sudah mengetahui terlebih
dahulu apa yang akan terjadi dimasa yang akan datang, yang mana akan
terjadi. Ini berarti bahwa setiap pilihan keputusan atau decision alternatif
hanya akan memiliki satu keluaran, dan pay off atau biaya dalam tiap kasus
adalah tetap.
Seorang manager akan melakukan investasi besar jika sebelumnya sudah
memastikan segala hal terkait dukungan penjaminan atas investasi yang
dilakukan untuk mendapatkan kepastian keuntungan dari investasi. Jika
terkait dengan biaya maka dipastikan yang terbaik adalah yang paling rendah
biayanya, tetapi untuk terkait dengan keuntungan atau manfaat maka yang
terbaik adalah yang paling tinggi.
Untuk pengambilan keputusan terbaik dengan kombinasi antara manfaat dan
biaya, maka alat yang dapat digunakan adalah Linear Programing. Linear
Programing merupakan alat analisis yang digunakan untuk membantu
menentukan keputusan dengan mendasarkan pada asumsi-asumsi kepastian.
Ciri khusus penggunaan teknik ini adalah menetapkan asumsi-asumsi
maksimalisasi dan minimalisasi. Maksimalisasi berupa keuntungan –
keuntungan, atau langkah-langkah meningkatkan manfaat, sedangkan
minimalisasi adalah berupa biaya atau hal-hal yang bersifat pengorbanan.
Adapun komponen dari Linear Programing adalah variable keputusan, fungsi
tujuan dan fungsi kendala, yaitu :
a) Variabel keputusan
Variabel keputusan merupakan nilai atau ukuran dari konsepsi tindakan
pemilihan atas beberapa alternatif yang mempunyai range dan variasi
untuk setiap alternatif yang berbeda-beda.
Analisis ini dibentuk dalam formulasi dengan menjadikan variabelnya
dalam notasi matematis. Misalnya x1 = unit yang akan diproduksi jenis
tertentu dan x2 = unit yang akan diproduksi jenis yang berbeda.
b) Fungsi Tujuan
Merupakan fungsi yang menggambarkan sasaran dalam permasalahan
yang berkaitan dengan pengaturan secara optimal sumber daya – sumber
daya untuk memperoleh keuntungan yang maksimal atau biaya yang
minimal. Fungsi tujuan ini juga dinyatakan dengan matematis. Koefisien
dalam fungsi tujuan merupakan keuntungan per unit atau biaya produksi
per unit.
c) Fungsi Kendala
Merupakan bentuk penyajian secara matematis batasan – batasan kapasitas
yang tersedia yang akan dialokasikan secara optimal ke berbagai kegiatan.
Fungsi kendala merupakan batas kemampuan dalam memilih nilai variable
keputusan. Batasan – batasan tersebut bisa merupakan tenaga kerja,
peralatan, bahan baku, batasan dana, dan lainnya.
Menurut Supranto (1983), suatu persoalan disebut persoalan Linear Programming
apabila memenuhi:
a) Tujuan (obyektif) yang akan dicapai harus dapat dinyatakan dalam fungsi
linier. Fungsi ini disebut fungsi tujuan (fungsi obyektif).
b) Harus ada alternatif pemecahan yang membuat nilai fungsi tujuan optimum
(laba yang maksimum, biaya yang minimum).
c) Sumber-sumber tersedia dalam jumlah yang terbatas (bahan mentah,
modal, dan sebagainya). Kendala-kendala ini harus dinyatakan di dalam
pertidaksamaan linier (linear inequalities).
6.2.2. Keputusan Dalam Kondisi Berisiko
Pengambilan keputusan beresiko adalah masalah dengan situasi dan kondisi masa
depan yang tidak pasti, namun dapat membuat perakiran – perakiraan yang
memungkinkan hal itu dapat terjadi, namun tetap harus didukung oleh pengalaman atau
kebiasaan yang sering berulang – ulang. Mempunyai implikasi bahwa walaupun
sembarang keadaan yang sebenarnya (state of nature) dapat terjadi, pengambil
keputusan dapat mengestimasi peluang munculnya setiap keadaan tersebut. Hal ini
berarti bahwa kemungkinan pay-off pada kondisi tertentu dapat diAnwarti dengan
peluang munculnya setiap keadaan. Dengan demikian kita dapat menggunakan konsep
Expected value atau Nilai Harapan, untuk menentukan keputusan mana yang akan
diambil
Pengambilan keputusan dalam keadaan beresiko untuk menyelesaikan masalahnya ada
dua kategori yaitu :
• Kriteria Expected Monetary Value (EMV)
• Kriteria Expected Opportunity Loss (EOL)
Berikut ini akan disampaikan analisis dari kedua kriteria tersebut diatas
Analisis Kriteria Expected Monetary Value (EMV)
Prosedur analisis keputusan dalam suasana risk mengikuti tahapan berikut:
• Pertama, diawali dengan mengidentifikasikan bermacam-macam tindakan yang
tersedia dan layak.
• Kedua, peristiwa-peristiwa yang mungkin dan probabilitas terjadinya harus di
duga.
• Ketiga, pay-off untuk suatu tindakan dan peristiwa tertentu ditentukan. Bukan
hal mudah untuk membuat monetary pay-off kombinasi tindakan-peristiwa
secara tepat.
Namun, pengalaman yang banyak dan atau catatan masa lalu memberikan dugaan
pay-off yang relatif tepat. Untuk mendemonstrasikan langkah-langkah ini dalam
pengambilan keputusan pada suasana risk,
Contoh :
Seorang pedagang asongan sedang mempertimbangkan, dua alternatif kegiatan. A
dan B, yang memiliki dua kondisi finansial yang berbeda. Setiap kondisi memiliki
probabilitas kejadian yang sama (P1 = 0,5 dan P2 = 0,5). Pay-off matriks masalah
ini ditunjukkan pada data sbb :
Pay-off Matriks Keputusan dalam Suasana Risk
Alternatif Tindakan Prosfek Pasar
Mendung : P2 = 0,5 Cerah : P1 = 0,5
Penjual Minuman A
Penjual Minuman B
-1.000
20
1.060
30
Kriteria yang paling sering digunakan dalam pengambilan keputusan adalah
expected value. Expected value untuk suatu tindakan adalah rata-rata tertimbang
pay-off, yaitu jumlah dari pay-off untuk setiap kombinasi tindakan peristiwa
dikalikan probabilitas peristiwa yang bersangkutan. Alternatif yang logis adalah
yang memiliki expected value terbesar. Expected value kedua rencana kegiatan
adalah :
Î(A) = -1.000 (0,5) + 1.060 (0,5) = 30
Î(B) = 20 (0,5) + 30 (0,5) = 25
Karena expected value menjual minuman lebih besar, maka logis jika dipilih
kegiatan ini.
Dengan expected value menjual, minuman sebesar Rp 30 tidak berarti bahwa jika
pedagang asongan itu menjual minuman akan diperoleh keuntungan (pay-off) persis
sebesar Rp 30. Justru yang sering terjadi adalah bahwa keuntungannya bukan
sebesar expected valuenya. Kriteria ini digunakan karena untuk jangka panjang
(situasi serupa yang terjadi berulang) dapat memaksimumkan pay-off. Sementara
jika situasinya tidak berulang, penggunaan kriteria expected value mungkin tidak
tepat.
Sebagai contoh misalkan kesempatan memilih diantara dua kegiatan itu bagi
pedagang asongan adalah yang terakhir, sebab ia akan sagera menyertai orang
tuanya bertransmigrasi. Jika ini kasusnya, ia dapat saja memilih menyewakan
payung, meskipun expected valuenya lebih rendah. Ini berarti ia meletakkan
prioritas yang lebih tinggi dalam mencegah kerugian potensial yang berkaitan
dengan kombinasi cuaca mendung dan menjual minuman (-1000) dibanding
expected value.
• Analisis Kriteria Expected Opportunity Loss (EOL)
Suatu kriteria alternatif untuk mengevaluasi keputusan dalam suasana risk
dinamakan expected opportunity loss (EOL). Prinsip dasar EOL adalah
meminimumkan kerugian yang disebabkan karena pemilihan alternatif keputusan
tertentu. Konsep EOL didemonstrasikan pada
contoh berikut.
Misalkan sebuah perusahaan memiliki tiga alternatif investasi A, B, dan C dan dua
peristiwa yang mencerminkan kondisi pasar yang berlainan. Komponen-komponen
situasi itu disajikan pada data berikut :
Alternatif Investasi Prosfek Pasar
Cerah : P2 = 0,6 Lesu : P1 = 0,4
A
B
C
50.000
15.000
100.000
-10.000
60.000
10.000
Opportunity Loss dihitung untuk setiap peristiwa dengan pertama kali
mengidentifikasikan tindakan terbaik untuk setiap peristiwa. Bagi kondisi cerah,
investasi C adalah keputusan terbaik. Opportunity loss karena pemilihan investasi
A atau B dihitung dengan mengurangkan pay-off mereka dari pay-off investasi C.
Sehingga opportunity loss untuk :
• Investasi A adalah 50.000 (= 100.000 - 50.000)
• Investasi B adalah 85.000 ( = 100.000 - 15.000).
Jika kondisi lesu dikatakan diketahui dengan pasti, opportunity loss untuk setiap
alternatif tindakan dapat dihitung dengan cara yang sama seperti kondisi cerah.
Dalam hal ini investasi B adalah alternatif terbaik.
6.2.3. Keputusan Dalam Kondisi Tidak Pasti
Pengambil keputusan kadang menemui atau menghadapi situasi dimana tak ada
landasan untuk menduga peluang dari berbagai keadaan yang sesungguhnya.
Karenanya, pengambilan keputusan dalam hal ini dilakukan pada lingkungan yang
tak pasti. Sialnya, kebanyakan keputusan penting biasanya harus dibuat pada
kondisi-kondisi seperti ini. Misalnya pertanyaan apakah perusahaan akan
mengenalkan produk barunya atau tidak. Beberapa teknik telah dikembangkan
dengan landasan yang konsisten untuk kondisi lingkungan yang tak pasti.
• Analisis Keputusan Dalam Uncertainty (Ketidakpastian)
Pengambilan keputusan dalam ketidakpastian menunjukkan suasana keputusan di
mana probabilitas hasil-hasil potensial tak diketahui (tak diperkirakan). Dalam
suasana ketidakpastian pengambil keputusan sadar akan hasil-hasil alternatif dalam
bermacam macam peristiwa, namun pengambil keputusan tak dapat menetapkan
probabilitas peristiwa.
misalkan pengambil keputusan memiliki dana Rp. 100 juta untuk diinvestasikan
pada salah satu dari tiga rencana investasi altematif: saham, tanah atau tabungan.
Diasumsikan bahwa :
pengambil keputusan bersedia menginvestasikan semua dana pada salah satu
rencana. Pay-off dari ketiga investasi didasarkan pada tiga kondisi ekonomi
potensial: cerah, sedang, dan lesu.
Matriks pay-off
situasi keputusan ini dibentuk dengan memanfaatkan pengalaman, data yang
tersedia, dan situasi yang sedang berkembang. Misalkan matriks pay-off hasil
investasi adalah seperti yang disajikan pada Tabel. Pay-off (hasil) dari ketiga
investasi didasarkan pada tiga kondisi ekonomi potensial yaitu cerah, sedang dan
lesu.
Alternatif
investasi
Prospek Ekonomi
Cerah Sedang Lesu
Saham
Tanah
Tabungan
10
8
5
6,5
6
5
-4
1
5
Pendekatan Analisis lain :
Kriteria Maximax
Pilih pilihan keputusan dengan pay off tertinggi dan asumsikan bahwa keadaan
sesungguhnya yang diperlukan untuk menghasilkan pay off ini akan terjadi.
Dalam bahasa matematiknya Kriteria maximax ini merupakan aturan keputusan
yang sering digunakan oleh kelompok optimis. Leonid Hurwicz beralasan bahwa
tak ada basis untuk berasumsi bahwa keadaan sesungguhnya tidaklah beragam
dibandingkan dengan pengambil keputusan. Akhirnya, orang akan memperoleh
keberuntungan dan menang sesekali. Kriteria maximax memungkinkan pengambil
keputusan yang optimis untuk memberikan nilai yang besar dengan
memaksimumkan pay off .
Ilustrasi :
Bengkel Anwar tidak memiliki mesin diagnostic guna mengetahui kerusakan
mesin. Anwar sedang mempertimbangkan untuk membeli mesin diagnostic seharga
Rp 12 juta tersebut. Jika permintaan tune-up tinggi frekuensinya, maka membeli
mesin ini merupakan investasi yang baik baginya, karena bengkel akan dapat
melayani lebih banyak mobil. Jika sebaliknya, sebaiknya ia tak perlu beli mesin
tersebut. Pay-off untuk kedua keputusan tersebut (Beli atau Tidak Beli) dapat dilihat
sebagai berikut :
Tanpa menggunakan mesin, bila permintaan tune up rendah, perkiraan
keuntungannya sebesar Rp 6 juta dan bila tinggi maka keuntungannya dapat
mencapai Rp 8 juta.
Jika Anwar menggunakan kriteria maximax, ia memilih pay off tertinggi, yaitu
Rp15 juta. Dengan demikian ia akan memilih untuk membeli mesin dan asumsi
bahwa permintaan tune-up tinggi, sedangkan untuk tidak membeli mesin, pay off
tertingginya hanya Rp8 juta. Pilihan Keputusan Tune-up :
Alternatif
investasi
Prosfek Ekonomi
Rendah tinggi
Beli
Tidak Beli
2
6
15
8
Kriteria Maximin
Tak ada alasan tertentu untuk berpendapat bahwa pengambil keputusan perlu
seseorang yang optimistik. Abraham Wald berpendapat bahwa mereka harus
mengambil dari yang berpandangan paling pesimistik dan memperlakukannya
sebagai lawan. Dalam memformulasikan kriteria maksimisasi pay off minimum,
Wald beralasan bahwa pengambil keputusan harus mengikuti asumsi bahwa
keadaan sesungguhnya berlawanan dengannya dan harus bertindak sejalan pilih
keputusan yang memiliki nilai kemungkinan terbesar dari keluaran yang paling
tidak dikehendaki.
Atau dalam bahasa matematiknya kriteria ini jelas merupakan aturan keputusan
paling konservatif. Dengan menggunakan kasus yang sama seperti diatas, maka pay
off keluaran yang paling tidak dikehendaki untuk keputusan Beli adalah –Rp2 juta,
sedangkan pay off keluaran yang paling tidak diinginkan untuk Tidak Beli adalah
Rp.6 juta. Dari kedua ini, maksimumnya adalah Rp 6 juta, yaitu apabila kita
memutuskan untuk Tidak Beli mesin diagnostik.
• Kriteria Minimax Regret
Pilih keputusan (Decision alternatif, DA) dimana terdapat perbedaan minimum antara
pay off yang diterima dan pay-off yang seharusnya dapat diterima jika keadaans
sebenarnya yang terjadi telah diketahui terlebih dahulu. Atau dalam bahasa
matematiknya maxmin Leonard Savage memformulasikan kriteria ini. Kriteria ini juga
merupakan kriteria keputusan orang-orang pesimis.
Premis dalam kasus ini adalah setelah pilihan keputusan telah dipilih dan keadaan
sesungguhnya terjadi, pengambil keputusan menerima pay off sesuai dengan pilihan
yang dilakukannya. Jika kenyataannya bukan merupakan hal yang paling dikehendaki
untuk keadaan sesungguhnya yang benar-benar terjadi, pengambil keputusan akan
mengalami penyesalan (regret) untuk tidak membuat pilihan yang paling
diinginkannya. Dengan dasar ini Savage mengembangkan aturan keputusan berikut
• Kriteria Minimax Regret
Dengan menggunakan data yang sama, kita dapat peroleh matrix regretnya seperti
berikut (dalam Rp juta) Jika keadaan sesungguhnya adalah terjadi rendahnya frekuensi
tune-up mobil, dan bila keputusan yang diambil adalah Tidak beli mesin diagnostik,
maka nilai regretnya adalah Rp 6 juta (pay-off tertinggi pada tune-up rendah) –Rp.6
juta (pay off bila keputusan yang diambil adalah tidak Beli mesin pada kondisi Tune-
up rendah) = 0.
Sedangkan jika keadaan sesungguhnya adalah rendahnya frekuensi tune-up mobil, dan
bila keputusan yang diambil adalah Beli mesin diagnostik, maka nilai regretnya adalah
Rp 6 juta (pay off tertinggi pada tune-up rendah) –(-Rp2 juta) (pay off bila keputusan
yang diambil adalah Tidak Beli mesin pada kondisi Tune-up rendah) = Rp 8 juta.
• Kriteria Laplace
Tiga aturan diatas (kriteria Maximax, Maximin, dan Minimax Regret) telah
mengabaikan adanya peluang. Banyak pembuat keputusan tidak merasa nyaman
dengan cara pengabaian peluang ini. Kriteria Laplace ini dapat dituliskan sebagai
berikut :
Jika peluang akan keadaan sesungguhnya tak diketahui, asumsikan bahwa mereka
memiliki kesempatan yang sama untuk muncul atau terjadi. Dengan menggunakan
konsep nilai harapan, kriteria Laplace ini memilih keputusan yang memilih inilah
harapan terbesar.
E (Beli) = -Rp2 juta x 0.50 + Rp15 jutax 0.50 = Rp 6.5 juta
E (Tak Beli) = Rp 6 juta x 0.50 + Rp8 juta x 0.50 = Rp 7 juta
Karenanya, diputuskan untuk tidak membeli mesin diagnostik, karena nilai harapannya
lebih besar dari nilai harapan bila diputuskan untuk membeli mesin
BAB 7
POHON KEPUTUSAN
7.1. Pengantar
Di dalam kehidupan manusia sehari-hari, manusia selalu dihadapkan oleh berbagai
macam masalah dari berbagai macam bidang. Masalah-masalah ini yang dihadapi oleh
manusia tingkat kesulitan dan kompleksitasnya sangat bervariasi, mulai dari yang teramat
sederhana dengan sedikit faktor-faktor / hal- hal berkaitan dengan masalah tersebut dan
perlu diperhitungkan sampai dengan yang sangat rumit dengan banyak sekali faktor-faktor
/ hal-hal yang turut serta berkaitan dengan masalah tersebut dan perlu untuk
diperhitungkan.
Untuk menghadapi masalah-masalah ini, manusia mulai mengembangkan sebuah sistem
/cara yang dapat membantu manusia agar dapat dengan mudah mampu untuk
menyelesaikan masalah-masalah tersebut. Adapun pohon keputusan ini adalah sebuah
jawaban akan sebuah sistem/cara yang manusia kembangkan untuk membantu mencari
dan membuat keputusan untuk masalah-masalah tersebut dan dengan memperhitungkan
berbagai macam faktor yang ada di dalam lingkup masalah tersebut.
Dengan pohon keputusan, manusia dapat dengan mudah melihat mengidentifikasi dan
melihat hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi suatu masalah dan dapat
mencari penyelesaian terbaik dengan memperhitungkan faktor-faktor tersebut. Pohon
keputusan ini juga dapat menganalisa nilai resiko dan nilai suatu informasi yang terdapat
dalam suatu alternatif pemecahan masalah.
Peranan pohon keputusan ini sebagai alat bantu dalam mengambil keputusan (decision
support tool) telah dikembangkan oleh manusia sejak perkembangan teori pohon yang
dilandaskan pada teori graf. Kegunaan pohon keputusan yang sangat banyak ini
membuatnya telah dimanfaatkan oleh manusia dalam berbagai macam sistem
pengambilan keputusan.
7.2. Konsep Pohon Keputusan
Pohon Keputusan dapat didefinisikan :
Menurut, Susan Welch dan John C. Comer, yaitu : Suatu diagram yang cukup sederhana
yang menunjukkan suatu proses untuk merinci suatu masalah – masalah yang
dihadapinya kedalam komponen-komponen, kemudian dibuatkan alternatif-alternatif
pemecahan beserta konsekuensi masing – masing alternatif.
Menurut, Azhar Kasim, Pohon Keputusan adalah : Model grafik yang menggambarkan
urut – urutan suatu putusan serta peristiwa-peristiwa yang terdiri dari situasi keputusan
yang berangkai.
Dari kedua definisi diatas dapat diambil kesimpulan bahwa definisi dari pohon keputusan
adalah :
“Merupakan alat bantu management dalam membuat keputusan untuk berbagai
permasalahan – permasalahan yang kompleks, memerlukan serangkaian pemecahan
masalah yang berurutan dalam suatu team kerja yang solid atau baik.
Pohon keputusan tersebut dapat berupa bentuk Probabilitas atau deterministic. Di dalam
kedua bentuk tersebut juga dapat berbentuk tahap tunggal (Singe stage) untuk suatu
keputusan atau tahap ganda (multi stage) untuk banyak keputusan. Bentuk tersebut dapat
digambarkan sebagai berikut :
POHON
KEPUTUSAN
PROBABILISTIK
(STOKASTIK)DETERMINISTIK
MULTI STAGESINGLE STAGEMULTI STAGESINGLE STAGE
7.3. Model Pohon keputusan
Model pohon keputusan adalah suatu permodelan dari struktur pohon, adapun contoh
model pohon sebagai berikut :
KP
K
K
PK
PK
PK
PK
RAM
RAM
RAM
RAM
RAM
RAM
RAM
RAM
KPB
Keterangan :
KP : Kebijakan Pokok
K : Keputusan
PK : Pelaksanaan Keputusan
RAM : Resiko yang akan muncul
KPB : Kebijakan Pokok Baru
7.4. Komponen Pohon Keputusan
Adapun Komponen – komponen pohon keputusan yang lengkap adalah sebagai berikut:
• Titik Pilihan (Choice Node)
Adalah hasil akhir dari suatu keputusan yang diperoleh dari beberapa alternatif
pilihan dan dianggap menjadi pilihan yang terbaik.
• Cabang Alternatif (Alternatif Branches)
Adalah banyaknya alternatif pilihan jawaban dari permasalahan yang berdasar dari
titik pilihan itu. Dari pilihan tersebut terdapat nilai atau hasil yang diharapkan.
• Titik Hasil (Outcome Node)
Adalah hasil dari tiap – tiap cabang dalam pohon keputusan. Titik hasil ini ditandai
dengan lingkaran, pada tiap – tiap cabang pohon keputusan.
• Cabang Hasil (Outcome Branches)
Adalah berbagai kemungkinan untuk meraih suatu hasil dari titik hasil dan pada
tiap-tiap ujung alternatifnya ada nilai kesuksesan (pengorbanan /biaya atau
manfaat/profit)
• Kesuksesan (Pay-off)
Adalah sekumpulan benefit (laba) atau biaya yang dimungkinkan dihasilkan, yang
diakibatkan oleh kombinasi suatu keputusan dan suatu kedaan dasar yang acak.
7.5. Prosedur Pembuatan Pohon Keputusan
Untuk mempermudah membentuk pohon keputusan, maka diharapkan melalui tahapan –
tahapan sebagai berikut :
1) Tahap pertama
Membentuk sebuah pohon keputusan dengan menggambarkan cabang – cabangnya.
Dimulai dari titik pilihan (kiri ke kanan) dengan langkah – langkah sebagai berikut :
Membuat cabang – cabang alternatif Pada akhir cabang alternatif, gambarkan
kemungkinan hasil sebagai cabang dari titik hasil, dengan membuat lingkaran pada
tiap-tiap alternatif dan kemudian membuat cabang – cabang lagi pada suatu kondisi
yang berbeda.
2) Tahap kedua
Membentuk suatu pohon keputusan dengan menyisipkan daun – daun, dimaksudkan
untuk menambahkan informasi yang relevan ke dalam pohon keputusan. Adapaun
langkah-langkah pada tahap kedua ini adalah :
• Menentukan biaya atau laba masing – masing alternatif, jika berupa biaya maka
di depan angka tersebut dibubuhi tanda negatif (-).
• Menentukan probabilitas untuk masing – masing kejadian, nilai probabilitas dapat
berubah jika ditemukan informasi tambahan yang relevan. Contoh : hasil riset
atau survey.
• Menentukan kesuksesan kotor dari masing – masing hasil.
3) Tahap ketiga
Memotong cabang keputusan dengan mengumpulkan informasi, ini merupakan tahap
akhir pohon keputusan, untuk melakukan pemotongan terhadap informasi yang tidak
relevan maka dibutuhkan data akurat yang memberikan petunjuk jelas ketidak
akuratannya, sebab jika salah bisa berakibat patal pada keputusan yang diambil.,
adapun langkah – langkahnya adalah sebagai berikut :
• Menghitung nilai bersih yang diharapkan dari tiap-tiap hasil dengan rumus :
NEV = -biaya + P1 (Pay-off1) + P2 (Pay-off2)+ Pn (Pay-offn)
• Merubah masing – masing titik hasil dengan nilai bersih pada masing – masing
cabangnya.
• Pada masing – masing titik pilihan, potonglah masing – masing cabang alternatif
yang tidak dipakai (Jika NEV mencerminkan biaya atau rugi maka yang dipotong
adalah yang terbesar dan jika NEV mencerminkan pendapatan maka yang
dipotong adalah yang terkecil/terendah)
7.6. Diagram Pohon
Pohon keputusan yang grafik adalah merupakan penterjemahan urutan –urutan suatu
keputusan dan kejadian – kejadian dalam berbagai situasi, dengan gambaran sebagai
berikut :
7.6.1. Kondisi Deterministik Single stage
Option State of nature
S1 S2
D1
D2
D3
a
c
e
b
d
f
Tabel : Pay-off
Dari table tersebut dapat dibuatkan diagram pohon keputusan :
kondisi deterministic tahap pertama
Node Branches Nature node nature node Pay-off
kondisi deterministic tahap Kedua
1
d1
2
3
4
d2
d3
S1
S2
S1
S2
S1
S2
a
b
c
d
e
f
a
c
e
1
d1
2
3
4
d2
d3
S1
S2
S1
S2
S1
S2
a
b
c
d
e
f
a
kondisi deterministic tahap Ketiga
7.6.2. Kondisi Deterministik Multi stage
Berikut ilustrasi Multi stage
Alternatif Keputusan Pay-off (laba) dlm juta Rp
Tahun
Pertama
Tahun Kedua Total Pay-
off
Mengganti komputer
sekarang
Mengganti setelah 1 tahun
Tidak mengganti
750
950
950
950
650
550
1.700
1.600
1.500
Dari table tersebut dapat dibuatkan diagram pohon keputusan :
• kondisi deterministic tahap pertama pada multi stage
1
d3
d1
d2
2
3
4
a
c
e
1Tidak mengganti
950 jt
Mengganti
Sekarang 750 jt
950 jt
Mengganti
2
650 jt
550 jt
Tahun KeduaTahun pertama
Tidak
Mengganti
• kondisi deterministic tahap Kedua pada multi stage
1Tidak mengganti
950 jt
Mengganti
Sekarang 750 jt
950 jt
Mengganti
2 650 jt
Tahun KeduaTahun pertama
• kondisi deterministic tahap Ketiga pada multi stage
1
1700 jt
Mengganti
Sekarang
Mengganti
Setelah 1 tahun
1600 jt
1
1
7.6.3. Kondisi Stokastik Single Stage
Option State of nature
S1 S2
D1
D2
Probabilitas
a
c
P1
b
d
P2
S1
P1
d1 S2
P2
S1
d2 P1
S2
P2
7.7.Kondisi Stokastik Multi Stage
b
d
c
a
BAB 8
KEPUTUSAN KELOMPOK
8.1. Pengantar
Dalam bab – bab sebelumnya dijelaskan tentang pemimpin, kepemimpinan dan
keputusan individu atau manager. Sangat disadari bahwa individu bukanlah pengambil
keputusan yang ideal, disebabkan alamiah individu penuh dengan ketidakpastian baik
dari segi mental, kondisi dan pengetahuan, sehingga dibutuhkan orang lain sebagai
penyeimbang atau tambahan masukan. Maka dalam bab – bab berikutnya akan dibahas
keputusan-keputusan kelompok dan dikaitkan dengan berbagai hubungan dengan
keputusan kelompok dengan kepemimpinan.
Dalam hal pengambilan keputusan kelompok menjadi sangat penting terutama dalam
mendukung aplikasi pelaksanaannya dan kualitas keputusan kelompok diakui banyak
orang lebih bagus hal ini karena diambil keputusan melalui berbagai perbedaan pendapat
yang disatukan.
8.2. Alasan Pembuatan Keputusan secara Kelompok
Adapun alasan pembuatan keputusan secara kelompok dianggap lebih efektif didasari
oleh hal – hal berikut ini :
8.2.1. Manusia mempunyai keterbatasan secara individu. keterbatasan ini sering
memberikan keputusan yang kurang maksimal dan cenderung hasil keputusan
terbawa emosional dari si pembuat keputusan. bahwa keputusan individu akan
memberikan kesulitan dari segi waktu dan informasi serta wawasan yang
berkembang, sehingga dianggap jika secara bersamaan akan lebih luas dan cepat.
8.2.2. Bahwa keputusan kelompok dianggap paling ideal karena para pengambil
keputusan secara kelompok adalah orang – orang yang akan menjalankan
keputusan tersebut. Dengan keikutsertaan sebagai pembuat keputusan akan lebih
mudah memahami dalam teknis pelaksanaan dan yang paling penting adanya rasa
tanggung jawab penuh atas apa yang telah diputuskan karena memahami alur
proses suatu keputusan itu diambil dan merasa bertanggungjawab kepada diri
sendiri sebagai bagian pengambil keputusan.
Namun penggunaan kelompok keputusan juga mempunyai beberapa kelemahan-
kelemahan, antara lain :
a. Pemakaian waktu lebih lama.
Pemakaian waktu lebih lama maksudnya bahwa keputusan dengan banyak
orang otomatis harus didengar pendapat masukan dan tanggapan masing –
masing peserta pengambil keputusan dan bahkan berbagai perbedaan-
perbedaan yang bisa berlarut – larut.
b. Ada kemungkinan kelompok membuat keputusan yang bertentangan dengan
koridor atau harapan organisasi atau perusahaan.
Hal ini dimaksudkan, jika kelompok yang akan mengambil keputusan lebih
mengedepankan kepentingan individu atau kelompoknya maka putusan yang
diambil bisa tidak searah dengan harapan organisasi atau perusahaan. terutama
hal-hal yang bersifat sangat strategis dan terkait dengan kepentingan –
kepentingan individu anggota kelompok tersebut. Maka perlu terlebih dahulu di
arahkan pada kondisi kepentingan organisasi diatas kepentingan pribadi.
c. Jika muncul permasalahan dari keputusan akan saling menyalahkan dan sulit
mencari orang bertanggung jawab.
Banyak kejadian didalam pengambilan keputusan secara kelompok ketika
mengambil keputusan ditentukan dengan tidak sangat hati-hati, tetapi ketika
dilaksanakan ternyata keputusan yang diambil benar-benar berdampak kurang
baik bagi organisasi atau perusahaan, saat itu dapat dilihat seringnya para
anggota pengambil keputusan mencari siapa yang harus disalahkan tanpa harus
mengambil tanggung jawab dari kesalahan tersebut. dan mulai mengingat-ingat
kembali proses keputusan itu diambil, bahwa siapa yang mengusulkan pertama
sekali, siapa yang paling ngotot dan lain – lain.
8.3. Metode Pengambilan Keputusan dalam Kelompok
Cara lain untuk memahami tindak komunikasi dalam kelompok adalah dengan melihat
bagaimana suatu kelompok menggunakan metode-metode tertentu untuk mengambil
keputusan terhadap masalah yang dihadapi. Dalam tataran teoritis, kita mengenal empat
metode pengambilan keputusan, yaitu :
• kewenangan tanpa diskusi (authority rule without discussion),
• pendapat ahli (expert opinion),
• kewenangan setelah diskusi (authority rule after discussion), dan
• kesepakatan (consensus).
a. Kewenangan Tanpa Diskusi
Metode pengambilan keputusan ini seringkali digunakan oleh para pemimpin otokratik
atau dalam kepemimpinan militer. Metode ini memiliki beberapa keuntungan, yaitu
cepat, dalam arti ketika kelompok tidak mempunyai waktu yang cukup untuk
memutuskan apa yang harus dilakukan. Selain itu, metode ini cukup sempurna dapat
diterima kalau pengambilan keputusan yang dilaksanakan berkaitan dengan persoalan-
persoalan rutin yang tidak mempersyaratkan diskusi untuk mendapatkan persetujuan
para anggotanya.
Namun demikian, jika metode pengambilan keputusan ini terlalu sering digunakan, ia
akan menimbulkan persoalan-persoalan, seperti munculnya ketidak percayaan para
anggota kelompok terhadap keputusan yang ditentukan pimpinannya, karena mereka
kurang bahkan tidak dilibatkan dalam proses pengambilan keputusan. Pengambilan
keputusan akan memiliki kualitas yang lebih bermakna, apabila dibuat secara bersama-
sama dengan melibatkan seluruh anggota kelompok, daripada keputusan yang diambil
secara individual.
b. Pendapat Ahli
Kadang-kadang seorang anggota kelompok oleh anggota lainnya diberi predikat
sebagai ahli (expert), sehingga memungkinkannya memiliki kekuatan dan kekuasaan
untuk membuat keputusan. Metode pengambilan keputusan ini akan bekerja dengan
baik, apabila seorang anggota kelompok yang dianggap ahli tersebut memang benar-
benar tidak diragukan lagi kemampuannya dalam hal tertentu oleh anggota kelompok
lainnya.
Dalam banyak kasus, persoalan orang yang dianggap ahli tersebut bukanlah masalah
yang sederhana, karena sangat sulit menentukan indikator yang dapat mengukur orang
yang dianggap ahli (superior). Ada yang berpendapat bahwa orang yang ahli adalah
orang yang memiliki kualitas terbaik; untuk membuat keputusan, namun sebaliknya
tidak sedikit pula orang yang tidak setuju dengan ukuran tersebut. Karenanya,
menentukan apakah seseorang dalam kelompok benar-benar ahli adalah persoalan
yang rumit.
c. Kewenangan Setelah Diskusi
Sifat otokratik dalam pengambilan keputusan ini lebih sedikit apabila dibandingkan
dengan metode yang pertama. Karena metode authority rule after discussion ini
pertimbangkan pendapat atau opini lebih dari satu anggota kelompok dalam proses
pengambilan keputusan. Dengan demikian, keputusan yang diambil melalui metode
ini akan mengingkatkan kualitas dan tanggung jawab para anggotanya disamping juga
munculnya aspek kecepatan (quickness) dalam pengambilan keputusan sebagai hasil
dari usaha menghindari proses diskusi yang terlalu meluas. Dengan perkataan lain,
pendapat anggota kelompok sangat diperhatikan dalam proses pembuatan keputusan,
namun perilaku otokratik dari pimpinan, kelompok masih berpengaruh.
Metode pengambilan keputusan ini juga mempunyai kelemahan, yaitu pada anggota
kelompok akan bersaing untuk mempengaruhi pengambil atau pembuat keputusan.
Artinya bagaimana para anggota kelompok yang mengemukakan pendapatnya dalam
proses pengambilan keputusan, berusaha mempengaruhi pimpinan kelompok bahwa
pendapatnya yang perlu diperhatikan dan dipertimbangkan.
d. Kesepakatan
Kesepakatan atau konsensus akan terjadi kalau semua anggota dari suatu kelompok
mendukung keputusan yang diambil. Metode pengambilan keputusan ini memiliki
keuntungan, yakni partisipasi penuh dari seluruh anggota kelompok akan dapat
meningkatkan kualitas keputusan yang diambil, sebaik seperti tanggung jawab para
anggota dalam mendukung keputusan tersebut. Selain itu metode konsensus sangat
penting khususnya yang berhubungan dengan persoalan-persoalan yang kritis dan
kompleks.
Namun demikian, metode pengambilan keputusan yang dilakukan melalui kesepakatn
ini, tidak lepas juga dari kekurangan-kekurangan. Yang paling menonjol adalah
dibutuhkannya waktu yang relatif lebih banyak dan lebih lama, sehingga metode ini
tidak cocok untuk digunakan dalam keadaan mendesak atau darurat.
Keempat metode pengambilan keputusan di atas, menurut Adler dan Rodman, tidak
ada yang terbaik dalam arti tidak ada ukuran-ukuran yang menjelaskan bahwa satu
metode lebih unggul dibandingkan metode pengambilan keputusan lainnya. Metode
yang paling efektif yang dapat digunakan dalam situasi tertentu, bergantung pada
faktor-faktor:
• jumlah waktu yang ada dan dapat dimanfaatkan,
• tingkat pentingnya keputusan yang akan diambil oleh kelompok, dan
• kemampuan-kemampuan yang dimiliki oleh pemimpin kelompok dalam
mengelola kegiatan pengambilan keputusan tersebut.
8.4. Kepemimpinan dalam Kelompok
Kepemimpinan merupakan salah satu peran yang penting dalam interaksi kelompok;
karena peran ini akan menentukan kuantitas dan kualitas komunikasi dalam kelompok,
hasil dari tujuan kelompok, dan harmoni atau keselarasan dalam kelompok. Bahasan
mengenai kepemimpinan dalam kelompok ini dibagi dalam dua kajian, yaitu fungsi
kepemimpinan dan gaya kepemimpinan dalam kelompok
1. Fungsi Kepemimpinan
Burgoon, Heston dan McCroskey menguraikan adanya delapan fungsi
Kepemimpinan, yaitu:
a)Fungsi inisiasi (initiation).
Dalam fungsi ini, seorang pemimpin perlu mengambil prakarsa untuk menciptakan
gagasan-gagasan baru, namun sebaliknya tugas pemimpin yang memberi pengarahan
ataupun menolak gagasan-gagasan dari anggota kelompoknya yang dinilai tidak layak.
Inisiatif dalam arti menciptakan ataupun menolak ide-ide baru baik yang berasal dari
pimpinan itu sendiri ataupun dari anggota kelompoknya perlu untuk dilaksanakan,
sebab pemimpin mempunyai tanggung jawab yang lebih besar terhadap keberadaan
atau eksistensi kelompok yang dipimpinnya, disamping itu yang lebih penting adalah
tanggung jawab untuk terlaksananya tujuan-tujuan kelompok.
b) Fungsi keanggotaan (membership).
Salah satu bagian dari perilaku seorang pemimpin adalah memastikan bahwa dirinya
juga merupakan seorang anggota kelompok. Perilaku tersebut dijalankannya dengan
cara meleburkan atau melibatkan dirinya dalam kelompok serta melakukan aktivitas
yang menekankan kepada interaksi informal dengan anggota kelompok lainnya.
c) Fungsi perwakilan (representation).
Seorang pemimpin tidak jarang harus melindungi dan mepertahankan para anggotanya
dari ‘ancaman-ancaman’ yang berasal dari luar, inilah makna dari fungsi perwakilan
dalam kepemimpinan kelompok. Tindakan yang dilakukan untuk mengatasi hal
tersebut adalah dengan menjadi wakil atau juru bicara kelompok di hadapan kelompok
lainnya.
d) Fungsi organisasi (organization).
Dalam fungsi ini tanggung jawab terhadap hal-hal yang bersangkut paut dengan
persoalan organisasional seperti struktur organisasi, kelancaran roda organisasi dan
deskripsi kerja ada ditangan seorang pemimpin, sehingga ia perlu memiliki bekal
kemampuan mengelola organisasi yang tentunya lebih baik dibandingkan anggota
kelompok lainnya.
e) Fungsi integrasi (integration).
Seorang pemimpin perlu mempunyai kemampuan untuk memecahkan ataupun
mengelola dengan baik konflik yang ada dan muncul di kelompoknya. Dengan bekal
kemampuan tersebut diharapkan seorang pemimpin dapat menciptakan suasana yang
kondusif untuk tercapainya penyelesaian konflik yang dapat memberikan kepuasan
kepada semua anggota kelompok.
f) Fungsi manajemen informasi internal (internal information management).
Pimpinan pada suatu waktu tentu harus memberi sarana bagi berlangsungnya
pertukaran informai ini di antara para anggotanya dan juga mencari masukan-masukan
tentang bagaimana sebaiknya kelompoknya harus merencanakan, melaksanakan dan
mengevaluasi program kerjanya, inilah hasil penting dari fungsi manajemen informasi
internal yang perlu ada dalam kepemimpinan kelompok.
g) Fungsi penyaringan informasi (gatekeeping).
Dalam fungsi ini, seorang pemimpin bertindak sebagai penyaring sekaligus manajer
bagi informasi yang masuk dan keluar dari kelompok yang dipimpinannya. Fungsi
tersebut dilakukan sebagai usaha untuk mengurangi terjadinya konflik di dalam
kelompok ataupun dengan kelompok lain, karena informasi yang ada dalam kelompok
tersebut telah terseleksi.
h) Fungsi imbalan (reward).
Terakhir, dalam fungsi imbalan atau ganjaran, pemimpin melakukan fungsi evaluasi
dan menyatakan setuju atau tidak setuju terhadap kegiatan-kegiatan yang telah
dilakukan oleh para anggotanya. Hal ini dilakukan pimpinan melalui imbalan-imbalan
materi seperti peningkatan gaji, pemberian kenaikan pangkat jabatan, pujian ataupun
penghargaan. Banyak anggota kelompok sangat sensitif terhadap kekuatan imbalan dari
pimpinannya, sehingga pekerjaan ataupun tugas yang dilakukannya diarahkan untuk
memperoleh imbalan tersebut.
8.5. Gaya Kepemimpinan dalam Kelompok
Gaya kepemimpinan dapat didefinisikan sebagai tingkat atau derajat pengendalian yang
digunakan seorang pemimpin dan sikapnya terhadap para anggota kelompok (the degree
of control a leader exercise and his attitudes toward group members). Gaya
kepemimpinan dalam kelompok ini bisa dibagi dalam lima ciri, yaitu:
8.5.1. Authoritarian.
Dalam gaya authoritarian ini, seorang pemimpin adalah seorang pengendali (controler).
Kata-kata yang diucapkannya adalah hukum atau peraturan dan tidak dapat diubah.
Seorang pemimpin dalam gaya authoritarian ini, biasanya menyandarkan diri pada
aturan-aturan, monopoli tindak komunikasi dan seringkali meniadakan umpan balik dari
anggota lainnya. Kelompok yang menggunakan gaya kepemimpinan ini memiliki
kemungkinan terorganisasi dengan baik dan produktif, namun hubungan antarpribadi
(internal relationship) di antara para anggota kelompok cenderung renggang dan
antagonistik.
8.5.2. Bureaucratic.
Sedangkan dalam gaya kepemimpinan birokratik, pimpinan bertindak sebagai pengawas
atau sepervisor dan mengkoordinasikan aktivitas kelompok. Pedoman dari gaya
kepemimpinan ini adalah ‘organisasi’, bukan diri seorang pemimpin seperti yang ada
dalam gaya authoritarian. Seorang pemimpin birokratik memandang hubungan sosial
sebagai hal yang tidak dikehendaki, karenanya ia lebih suka menjauhkan dan tidak
memperhatikan persoalan-persoalan antarpribadi yang dihadapi para anggotanya.
Pemimpin birokratik cenderung berkomunikasi melalui saluran tertulis secara resmi.
Kelompok yang memakai gaya kepemimpinan ini akan lebih produktif sebab segala
sesuatunya terorganisasi dengan baik, namun ada kecenderungan dari anggota kelompok
untuk bersikap apatis.
8.5.3. Diplomatic.
Pemimpin yang menggunakan gaya diplomatik adalah seorang manipulator,artinya ia
melaksanakan kepemimpinannya supaya menjadi pusat perhatian para anggota
kelompoknya. Pemimpin yang diplomatis cenderung untuk sedikit menggunakan kontrol
atau setidaknya lebih halus dalam memakai kontrol tersebut dan lebih luwes dibanding
pemimpin authoritarian. Ia tidak terpaku terhadap satu aturan khusus dan karenanya lebih
bebas untuk menggunakan strategi-strategi tertentu guna memanipulasi orang lain.
Dengan demikian, pemimpin diplomatik terbuka dengan adanya sarana dan umpan balik
yang demokratis dari anggota kelompoknya.
8.5.4. Democratic.
Dalam gaya kepemimpinan demokratik, pemimpin tidak banyak menggunakan kontrol
apabila dibandingkan dengan ketiga gaya kepemimpinan sebelumnya. Pemimpin
demokratik mengharapkan seluruh anggotanya untuk berbagi tanggung jawab dan
mampu mengembangkan potensi kepemimpinan yang dimilikinya. Pemimpin yang
demokratik, memiliki kepedulian terhadap hubungan antarpribadi maupun hubungan
tugas di antara para anggota kelompok. Meskipun nampaknya kurang terorganisasi
dengan baik, namun gaya ini dapat berjalan dalam suasana yang rileks dan memiliki
kecenderungan untuk menghasilkan produktivitas dan kreativitas, karena gaya
kepemimpinannya ini mampu memaksimalkan kemampuan yang dimiliki para
anggotanya.
8.5.5. Laissez-faire
Gaya ini tidak berdasarkan pada aturan-aturan. Seorang pemimpin yang menggunakan
gaya kepemimpinan ini menginginkan seluruh anggota kelompoknya berpartisipasi tanpa
memaksakan atau menuntut kewenangan yang dimilikinya. Tindak komunikasi dari
pemimpin ini cenderung berlaku sebagai seorang penghubung yang menghubungkan
kontribusi atau sumbangan pemikiran dari anggota kelompoknya. Jika tidak ada yang
mengendalikannya, kelompok yang memakai gaya ini akan menjadi tidak terorganisasi,
tidak produktif dan anggotanya akan apatis, sebab mereka merasa bahwa kelompoknya
tidak memiliki maksud dan tujuan yang hendak dicapai. Walau begitu, dalam situasi
tertentu khususnya dalam kelompok terapi, gaya kepemimpinan laissez-faire ini adalah
yang paling layak dan efektif dari gaya-gaya kepemimpinan terdahulu.
8.6. Komunikasi Kelompok dalam Perspektif Teoritis
Kelompok dalam perspektif interaksional dikemukakan Marvin Shaw sebagai dua orang
atau lebih yang berinteraksi satu sama lain dengan cara tertentu, di mana masing-masing
mempengaruhi dan dipengaruhi oleh pihak lainnya. Suatu kelompok (kecil) adalah
kelompok yang terdiri dari tiga puluh orang atau kurang, walaupun dalam beberapa hal
kita lebih berkepentingan dengan kelompok yang terdiri dari lima orang atau kurang.
Batasan yang diuraikan Shaw melibatkan tindak komunikasi sebagai karakteristik yang
esensial dari kelompok. Masih menurut Shaw, kelompok yang baik adalah kelompok
yang dapat bertahan untuk suatu periode waktu yang relative panjang, memiliki tujuan,
dan memiliki struktur interaksi.
Pengantar singkat ini dimaksudkan untuk memberi gambaran kepada kita, bahwa
kelompok merupakan bagian yang sangat penting dari aktivitas suatu masyarakat. Clovis
Sheperd menjelaskan, bahwa kelompok merupakan suatu mekanisme mendasar dari
sosialisasi dan sumber utama dar i tatanan sosial. Orang mendapatkan nilai dan sikap
mereka, sebagian besar dari kelompok di mana mereka berada. Karenanya, kelompok
(kecil) memberikan suatu fungsi perantara yang penting antara individu dengan
masyarakat luas.
Dalam kegiatan belajar ini, kita akan mempelajari beberapa perspektif teoritis dalam
komunikasi kelompok. Perspektif tersebut antara lain mencakup teori perbandingan
sosial, teori kepribadian kelompok, teori pencapaian kelompok dan teori pertukaran
sosial serta teori sosiometris. Masing-masing teori tersebut akan kita coba pahami satu
persatu dengan lebih mendalam.
• Teori Perbandingan Sosial (Social Comoarison Theory)
Teori atau pendekatan perbandingan sosial mengemukakan bahwa tindak komunikasi
dalam kelompok berlangsung karena adanya kebutuhan-kebutuhan dari individu
untuk membandingkan sikap, pendapat dan kemampuannya dengan individu-
individu lainnya.
Dalam pandangan teori perbandingan sosial ini, tekanan seseorang untuk
berkomunikasi dengan anggota kelompok lainnya akan mengalami peningkatan, jika
muncul ketidak setujuan yang berkaitan dngan suatu kejadian atau peristiwa, kalau
tingkat kepentingannya peristiwa tersebut meningkat dan apabila hubungan dalam
kelompok (group cohesivenes) juga menunjukkan peningkatan. Selain itu, setelah
suatu keputusan kelompok dibuat, para anggota kelompok akan saling berkomunikasi
untuk mendapatkan informasi yang mendukung atau membuat individu-individu
dalam kelompok lebih merasa senang dengan keputusan yang dibuat tersebut.
Sebagai tambahan catatan, teori perbandingan sosial ini diupayakan untuk dapat
menjelaskan bagaimana tindak komunikasi dari para anggota kelompok mengalami
peningkatan atau penuruanan.
• Teori Kepribadian Kelompok (Group Syntality Theori)
Teori kepribadian merupakan studi mengenai interaksi kelompok pada basis dimensi
kelompok dan dinamika kepribadian. Dimensi kelompok merujuk pada ciri-ciri
populasi atau karakteristik individu seperti umur, kecendekiawanan (intelligence),
sementara ciri-ciri kepribadian atau suatu efek yang memungkinkan kelompok
bertindak sebagai satu keseluruhan, merujuk pada peran-peran specific, klik dan
posisi status. Dinamika kepribadian diukur oleh apa yang disebut dengan synergy,
yaitu tingkat atau derajat energi dari setiap individu yang dibawa dalam kelompok
untuk digunakan dalam melaksanakan tujuan-tujuan kelompok. Banyak dari synergy
atau energi kelompok harus dicurahkan ke arah pemeliharaan keselarasan dan
keterpaduan kelompok.
Konsep kunci dari syntalitytheori ini adalah synergy.
Synergy kelompok adalah jumlah input energi dari anggota kelompok. Meskipun
demikian tidak semua energi yang dimasukkan ke dalam kelompok akan lengsung
mendukung pencapaian tujuannya. Karena tuntutan antarpribadi sejumlah energy
harus dihabiskan untuk memelihara hubungan dan kendala antarpribadi yang muncul.
Selain synergy kelompok, kita mengenal pula ‘effective synergy’, yaitu energi
kelompok yang tersisa setelah dikurangi energi intrinsic atau synergy pemeliharaan
kelompok. Energi intrinsic dapat menjadi produktif, sejauh energi tersebut dapat
membawa ke arah keterpaduan kelompok, namun energi intrinsic tidak dapat
memberikan kontribusi langsung untuk penyelesaian tugas.
Synergy
Suatu kelompok dihasilkan dari sikap anggotanya terhadap kelompok. Sampai batas
mana para anggota memiliki sikap yang berbeda terhadap kelompok dari kegiatannya,
maka yang muncul kemudian adalah konflik, sehingga akan meningkatkan proporsi
energi yang dibutuhkan untuk memelihara atau mempertahankan kelangsungan
kepentingan kelompok. Jadi, jika individu-individu semakin memiliki kesamaan sikap,
maka akan semakin berkurang pula kebutuhan akan energy intrinsic, sehingga effective
synergy menjadi semakin besar.
Contoh sederhana :
kita akan mencoba melihat teori ini dalam penerapannya. Dalam suatu kegiatan untuk
membentuk kelompok belajar ditemukan bahwa individu-individu memiliki sikap yang
berbeda-beda terhadap materi pelajaran dan metode belajarnya. Pada situasi yang
demikian tersebut, munculnya perbedaan sikap individu, sehingga banyak waktu dan
energi yang dihabiskan untuk menyelesaikan persoalan antarpribadi antara anggota
kelompok. Inilah yang disebut dengan energi intrinsic.
Kemudian setelah nilai ujian diumumkan dan para anggota merasa bahwa kelompok
belajarnya telah gagal untuk mencapai tujuan yang diharapkan, maka ada satu atau lebih
anggota menarik energinya keluar dari kelompok untuk mengikuti kelompok lain atau
belajar sendiri. Dalam hal ini, effective synergy dari keompok tersebut sangat rendah,
sehingga untuk dapat mencapai lebih dari apa yang dapat dilakukan secara individual.
Sebaliknya, jika salah seorang anggota masuk dalam kelompok belajar yang lain.
Kelompok belajar tersebut dengan segera mencapai kesepakatan mengenai bagaimana
harus memulai dan segera bekerja. Karena sangat sedikit bahkan tidak ada kendala
antarpribadi yang muncul, maka kelompok belajar tersebut menjadi padu sehngga
effective synergy-nya tinggi dan tentunya setiap anggota kelompok akan lebih baik
dalam melaksanakan ujian, daripada jika mereka belajar sendiri-sendiri.
• Teori Percakapan Kelompok (Group Achievement Theory)
Teori percakapan kelompok ini sangat berkaitan dengan produktivitas kelompok atau
upaya-upaya untuk mencapainya melalui pemeriksaaan masukan dari anggota (member
inputs), variable-variabel perantara (mediating variables), dan keluaran dari kelompok
(group output). Masukan atau input yang berasal dari anggota kelompok dapat
diidentifikasikan sebagai perilaku, interaksi dan harapan-harapan (expectation) yang
bersifat individual. Sedangkan variable-variabel perantara merujuk pada struktur-
struktur formal dan struktur peran dari kelompok seperti status, norma, dan tujuan-
tujuan kelompok.
Dan yang dimaksud dengan keluaran atau output kelompok adalah pencapaian atau
prestasi dari tugas atau tujuan kelompok. Produktivitas dari suatu kelompok dapat
dijelaskan melalui konsekuensi perilaku, interaksi dan harapan-harapan melalui
struktur kelompok. Dengan kata lain, perilaku, interaksi dan harapan-harapan (input
variables) mengarah pada struktur formal dan struktur peran (mediating variables)
sebaliknya variabel ini mengarah pada produktivitas, semangat dan keterpaduan (group
achievement).
• Teori Pertukaran Sosial (Socual Exchange Theory)
Teori pertukaran sosial ini didasarkan pada pemikiran bahwa seseorang dapat mencapai
satu pengertian mengenai sifat kompleks dari kelompok dengan mengkaji hubungan di
antara dua orang (dydic relationship). Suatu kelompok dipertimbangkan untuk
kumpulan dari hubungan antara dua partisipan tersebut.
Perumusan tersebut mengasumsikan bahwa interaksi manusia melibatkan pertukaran
barang dan jasa, dan bahwa biaya (cost) dan imbalan (reward) dipahami dalam situasi
yang akan disajikan untuk mendapatkan respon dari individu-individu selama interaksi
sosial. Jika imbalan dirasakan tidak cukup atau lebih banyak dari biaya, maka interaksi
kelompok akan diakhiri atau individu-individu yang terlibat akan mengubah perilaku
mereka untuk melindungi imbalan apa pun yang mereka cari.
Pendekatan pertukaran sosial ini penting karena berusaha menjelaskan fenomena
kelompok dalam lingkup konsep-konsep ekonomi dan perilaku mengenai biaya dan
imbalan.
• .Teori Sosiometrik (Sociometric Theory)
Sosiometrik merupakan sebuah konsepsi psikologis yang mengacu pada suatu
pendekatan metodologis dan teoritis terhadap kelompok. Asumsi yang dimunculkan
adalah bahwa individu-individu dalam kelompok yang merasa tertarik satu sama lain
akan lebih banyak melakukan tindak komunikasi, sebaliknya individu-individu yang
saling menolak, hanya sedikit atau kurang melaksanakan tindak komunikasi.
Tataran atraksi atau ketertarikan dan penolakan (repulsion) dapat diukur melalui alat
tes sosiometri, di mana setiap enggota ditanyakan untuk memberi jenjang atau rangking
terhadap anggota-anggota lainnya dalam kerangka ketertarikan antarpribadi
(interpersonal attractiveness) dan keefektifan tugas (task effectiveness). Dengan
menganalisis struktur kelompok pola melalui sosiometri ini, seseorang dapat
menentukan bagaimana kelompok yang padu dan produktif yang mungkin terjadi.
BAB 9
STUDI KASUS PENGAMBILAN
KEPUTUSAN
KASUS : 1
Pada studi kasus 5 akan dibahas 4 artikel yang akan di analisis secara bersamaan
sebagai berikut :
o The Offended Colonel
Kasus ini mengisahkan tentang seorang Profesor bernama Benjamin Cheever dan
mahasiswanya di Senior Commanding Officer Executive Institute. Pada suatu
kesempatan, Prof. Ben diberi kesempatan untuk memberikan kuliah kepada
mahasiswanya yang berasal dari kalangan militer. Ben memiliki ide baru berkaitan
dengan cara memberikan kuliah.
Ia berniat menerapkan metode kasus yang lebih mementingkan diskusi dan adu
argumentasi di dalam kelas yang diberikannya. Awalnya Ben yakin bahwa metode yang
akan diterapkannya akan berhasil dengan kelasnya saat ini. Tetapi setelah berada di
ruang kuliahnya, ia menghadapi kenyataan metodenya sulit untuk dijalankan dengan
baik, karena mahasiswa cenderung tidak memiliki silang pendapat.
Agar dapat menghidupkan suasana diskusi, Ben kemudian merekayasa diskusi tersebut
dengan caranya sendiri. Ia melontarkan pendapat yang bersilangan dan berusaha
membangkitkan semangat mahasiswanya. Ben kadang-kadang juga menggunakan
selipan kata-kata kotor dalam pendapatnya. Diskusi berhasil berlangsung sesuai dengan
cara tersebut. Namun di saat-saat menjelang akhir sesi kuliahnya Ben mendapatkan
pertanyaan dari seorang mahasiswa mengenai kebiasaannya dalam menggunakan kata-
kata kotor untuk mengemukakan gagasan/penyampaian kuliah. Ben dengan cepat dapat
berkelit bahwa pernyataan tersebut tidak ditujukan kepada orang tertentu. Mahasiswi
tersebut minta maaf, tetapi melontarkan lagi satu pertanyaan, apakah Ben tidak merasa
bersalah kepada satu-satunya wanita yang menjadi mahasiswinya di kelas tersebut dan
tidakkah ia harusnya meminta maaf? Ben harus berpikir keras merespon kondisi yang
belum diperkirakannya.
o Tiberg Company
Kasus Tiberg Company menceritakan proses manajemen perusahaan yang dilakukan
oleh Mr. Porter. Ia baru saja diberi kewenangan baru untuk memimpin perusahaan yang
sedang mengalami masalah dengan pemesanan bahan baku untuk produksi. Tiberg
Company memiliki 20 pabrik yang tersebar di Eropa dan Asia. Hampir setiap saat
secara tidak terduga, perusahaan cabang/pabrik mengajukan pesanan bahan baku
tambahan, sementara perusahaan induk sudah membuat kontrak pesanan untuk jangka
waktu satu tahun.
Penambahan mendadak tentu akan sangat menyulitkan. Porter kemudian mengambil
inisiatif untuk melakukan sentralisasi pemesanan. Pabrik diminta untuk menghitung
dengan cermat keperluan seluruh bahan baku dan hal tersebut harus disampaikan
kepada perusahaan induk sebelum perusahaan induk melakukan pemesanan kepada
pemasok.
Ide tersebut disampaikan kepada pimpinan tertinggi. Pimpinan menyetujui dan
meminta agar Porter juga mengunjungi setiap pabrik untuk mengambil sendiri pesanan
jika sampai batas waktu mereka tidak melaporkan pesanan. Porter merasa hal tersebut
tidak perlu. Ia cukup mengirimkan surat kepada manajer setiap pabrik untuk hal itu. Ia
melakukannya dan hasilnya setiap manajer pabrik menyambut baik gagasannya dan
menjalankan sistem tersebut dengan baik.
FV Holding Company
FV Holding Company adalah salah satu anak perusahaan FV Trading yang bergerak
dalam bidang ekspor udang dari Filiphina ke Jepang. Perusahaan ini berkembang pesat
dan berkompetisi dengan sangat ketat dengan anak perusahaan yang lain maupun
kompetitor di luar grup perusahaan. Perusahaan menyadari dalam menjalani kompetisi
beberapa tahun terakhir telah terjadi kebocoran dana operasional yang sangat besar,
meskipun perusahaan tetap berjalan dan tingkat permintaan terus bertambah.
Masalahnya adalah pada berbagai biaya dan beban yang harus ditanggung perusahaan
dari bisnis yang dijalankan karena terjadi perbedaan besar nilai mata uang antara di
Philipina dengan Jepang. Improtir dari Jepang mengehndaki penurunan harga,
sementara jika hal itu dilakukan perusahaan akan mengalami kerugian meskipun
permintaan bertambah. Oleh sebab itu FV Holding perlu meninjau kembali sistem
operasinya, terutama berkaitan dengan alokasi jenis usaha dan biaya yang harus
ditanggung oleh perusahaan.
Perhitungan dengan pendekatan akuntansi manajemen untuk keputusan manajerial
harus dilakukan. Perusahaan melakukannya dengan menggunakan contoh pesanan dari
Saki. Hasilnya sungguh mengejutkan, ternyata perusahaan tidak memperhitungkan
banyak sekali cost driver, expense driver, dan potensi porfit.
o Nissan U Turn 1999 – 2001
Perusahaan skala besar sekelas Nissan juga dapat mengalami masalah sulit berkaitan
dengan skala ekonominya dalam bersaing dengan kompetitor. Sejak tahun 1998, Nissan
mengidentifikasi banyak kerugian yang dialami dalam operasi perusahaan.
Penyebabanya adalah inefisiensi, terlalu banyak sumberdaya yang dialokasikan untuk
produksi dan pemasaran. Nissan kemudian meminta Ghosn untuk melakukan
restrukturisasi pada pabrik Nissan dalam rangka efisiensi. Ghosn setuju, dan dalam
menjalankan tugasnya banyak keputusan-keputusan tidak populer yang dibuatnya.
Tentu ini menuntut penyesuaian dari seluruh komponen perusahaan yang terlibat.
Perubahan yang dilakukan Ghosn antara lain: pengurangan jumlah tenaga kerja,
meningkatkan rasa memiliki dan tanggung jawab karyawan, mengaktifkan team work,
menumbuhkan kesadaran bahwa burning platform dan reengenering merupakan suatu
kewajaran, penghematan, standarisasi keuangan internasional. Tantangan terbesar bagi
Gohsn adalah mengubah mindset dari anggota perusahannya. Hasilnya sangat
menakjubkan bagi Nissan. Nissan berhasil mengatasi krisis, tetapi bagaimana
kelanjutannya?
Analisis Kasus
Dalam keempat kasus terlihat dengan jelas bahwa manajemen terhadap aspek-aspek
ekonomi perusahaan menyangkut pengambilan keputusan oleh manajer untuk membuat
perusahaan tetap bergerak dalam koridor untuk menuju pada tujuannya. Keputusan
yang dibuat oleh manajer bukan suatu langkah mudah. Pembuatan keputusan dapat
dilakukan dengan cara intuitif maupun berdasarkan pada pengalaman emprik. Pada
keempat kasus, hampir tidak ada manajer yang membuat keputusan murni dengan salah
satu cara tersebut. Semuanya memadukan antara intuisi yang dimiliki dengan
pengalaman-pengalaman mereka secara empirik terkait dengan bidang tugasnya.
Walaupun demikian, asumsi-asumsi yang ditetapkan bisa saja tidak merupakan suatu
kewajaran. Asumsi tersebut berlaku dan dianggap tepat sesuai dengan kondisi
perusahaan atau lingkungan yang dipimpinnya
.
Keputusan yang dibuat para manajer boleh saja tidak populer, tetapi dapat juga
mengikui pola-pola umum. Untuk mendapatkan kompetensi utama dari perusahaan,
kadang kala manajer membuat keputusan-keputusan yang tidak populer. Keputusan
tersebut bisa saja berseberangan dengan budaya kerja perusahaan. Tidak menjadi
masalah, di sinilah letak tantangan terbesar manajer untuk dapat menghasilkan budaya
organisasi yang baru. Dalam manajemen proses ini dikenal dengan banyak istilah,
seperti business process reenginering atau setting mindset, atau burning platfrom and
renew one.
Hasil dari keputusan baru dapat ditentukan setelah dijalankan. Manajer yang baik
tentunya memiliki komitemen untuk menjalankan keputusan sampai pada saat hasil dari
keputusan dievaluasi. Bisa saja keputusan tersebut gagal. Kegagalan dapat menjadi
sebuah pengalaman yang berati untuk memikirkan langkah dan strategi baru. Pada
hampir semua kasus, ide-ide cemerlang justru timbul ketika perusahaan mengalami
kesulitan dan masalah. Di sinilah letak pentingnya sensitifitas bisnis, komunikasi,
knowledge management, dan teamwork. Komponen-komponen tersebut terbukti dapat
menjawab pelaksanaan keputusan yang telah dibuat oleh manajer.
Manajer dalam menjalankan perusahaan harus siap menghadapi risiko. Oleh sebab itu,
selain membuat keputusan manajerial dalam bidang operasional perlu juga dilakukan
manajemen risiko terhadap operasional dan keputusan yang telah dibuat.
Perkembangan dan operasi perusahaan pada dasarnya harus menjalani siklus bisnis.
Sampai pada saatnya, perusahaan mungkin akan berada di bawah, tetapi dengan
keputusan yang tepat perusahaan harus mampu bangkit kembali mungkin dengan
perubahan pada platform ataupun kebijakan yang diterapkan.
Masa depan tidak dapat diprediksi dengan tepat oleh proses pengambilan keputusan
dengan teknik secanggih apapun juga. Yang mungkin dilakukan oleh para manajer
profesional adalah mengantisipasi dengan penerapan manajemen yang tepat. Berbagai
teknik dan metode manajemen modern tetap menekankan bahwa perusahaan harus
berani mengambil risiko dan menanggung risiko, tetapi dengan memperhatikan usaha
untuk memperkecil risiko dan impac dari beragam risiko tersebut.
Seberapa hebatnya manajer yang menjalankan tugas tidak akan berarti apa-apa tanpa
dukungan dari para pekerja di dalam perusahaan. Manajer berfungsi mengarahkan,
mengendalikan, mengawasi, dan melakukan evaluasi terhadap rencana-rencana yang
telah ditetapkan. Operasi tetap kembali kepada para karyawan dan unit kerja. Rasa
memiliki perusahaan, karisma, dan kepemimpinan sangat penting bagi para manajer
untuk dapat membuat programnya dapat berjalan dan dilaksanakan dengan baik oleh
para karyawan. Hasil akhirnya tentu saja perusahaan mendapatkan tujuannya: profit
dan satisfaction bagi karyawan serta customer satsfaction and customer loyality.
KASUS : 2
“Bambang Rachmadi”, Mr. McDonald’s
Suatu malam penghujung 1989, di sebuah restoran McDonald’s di kawasan Orchard
Road Singapura, seorang lelaki bertubuh subur sedang membersihkan meja. Dengan
seragam T-shirt bergaris-garis merah yang agak kesempitan dan topi berlabel M khas
McDonald’s, lelaki yang tak lain adalah Bambang Rachmadi, mantan presdir Panin
Bank tadi tampak serius bekerja.
Jatuh miskinkah ia ? Bisa jadi. Karena setelah mengundurkan diri dari kursi puncak
Panin Bank pada November 1988, nama Bambang nyaris tenggelam. Tak terdengar
lagi apa kegiatannya kemudian. Bila setahun kemudian banyak pengusaha Indonesia
melihatnya tiba-tiba menjadi pekerja kasar di jaringan fast-food terbesar di dunia itu,
orang pun bertanya-tanya. Repotnya, Bambang pun tak bisa menjelaskan apa yang
sedang ia lakukan. “Soalnya saya mesti jaga rahasia.
Saya nggak ingin pers Indonesia tahu sehingga membuat MD batal memberikan
lisensinya kepada saya,” ucap menantu Wapres (ketika itu) Sudharmono, yang kini
managing director PT Ramako Gerbangmas, pemilik dan pengelola jaringan restoran
McDonald’s Indonesia. Kehati-hatian Tonny, sapaan akrab Bambang tampaknya
memang wajar. Karena MD adalah satu-satunya taruhan Tonny setelah keluar dari
Panin.
Apalagi, ia harus menunggu satu tahun setelah memasukkan aplikasi hanya untuk bisa
dipanggil mengikuti pelatihan. Dan pelatihan di Singapura yang disebut On the Job
Experience (OJE) itu, bukanlah lampu hijau untuk memperoleh lisensi MD. OJE
adalah semacam tes awal bagi pelamar. Tapi itulah tes yang paling berat. Karena dalam
latihan kerja pelayan, seperti melap meja, membersihkan toilet serta menjadi tukang
parkir, inilah para pelamar banyak yang gugur.
Pada Februari 1991, restoran MD milik Tonny resmi dibuka di Gedung Sarinah, Jalan
MH Thamrin, Jakarta. Dibukanya outlet MD pertama di Indonesia itu sekaligus
menjawab pertanyaan tentang menghilangnya Tonny selama 2,5 tahun dari dunia
bisnis Indonesia. Restoran itu juga merupakan buah dari perjuangan Tonny selama
hampir tiga tahun. Dia adalah salah satu dari 13 orang Indonesia yang melamar ke MD
selama 10 tahun ini. Dan untuk menang, kali ini ia harus bersaing dengan 39 kandidat.
Ide menjadi wirausaha bermula ketika ia mulai “bosan” menjadi pucuk pimpinan di
bank milik Mu’min Ali Gunawan. Padahal sebagai bankir – ia diangkat menjadi
presdir Panin Bank pada usia 35 tahun – karier Tonny tergolong pesat. Sejak 1971
hingga 1974, sembari menyelesaikan kuliahnya di FHUI Extension, kelahiran Jakarta
41 tahun silam ini bekerja di PT Cicero Indonesia. Setahun kemudian ia hijrah ke Bank
Duta. Dari bank tersebut ia peroleh kesempatan belajar ke Negeri Paman Sam.
Hasilnya pada 1978 ia berhasil menyabet dua gelar: MSc bidang internasional banking
& finance dari Saint Mary’s Graduate School of Business Moraga, dan gelar MBA dari
John F. Kennedy University Orinda – keduanya di California. Dengan dua gelar itu,
Tonny kembali ke tanah air dan kembali ke Bank Duta pada 1978.
Setelah sempat manajer divisi operasi di kantor pusat, ia kemudian dikirim ke
Surabaya sebagai branch manager pada awal 1979. Setahun kemudian ia dipromosikan
menjadi kepala divisi pemasaran. Dia meninggalkan posisinya di Bank Duta sebagai
managing director International Banking pada September 1986
untuk bergabung dengan Panin Bank. Sebagai orang nomor satu di Panin Bank, ketika
itu Tonny sempat melakukan beberapa pembenahan; manakala kondisi Panin
dikabarkan lagi tertimpa malapetaka.
Menurut harian The Asian Wall Street Journal, Bank Indonesia sampai
menggolongkan Panin dalam klasifikasi tidak sehat. Di tangan Tonny, perlahan-lahan
bank ini mulai melesat lagi. “Tapi yang lebih penting, bank ini sekarang sudah
dinyatakan sehat oleh BI,” ucap Tonny suatu ketika. Kendati boleh dibilang Tonny
cukup berhasil dalam mengemudikan Panin Bank, toh kursi presdir malah
membuatnya gerah. “Salah satu yang mengganggu pikiran saya adalah karier saya di
bank,” ucap Tonny dengan lirih. Lho? Sebagai orang muda, ia merasa kariernya di
perbankan sudah mentok.
Alasan yang lebih klasik lagi adalah sudah tak ada tantangan. Dan ia ingin mencari
tantangan di lahan yang lain. Apalagi, selama menjadi bankir, Tonny lebih banyak
berperan sebagai penasihat bagi kalangan usaha. “Saya tergugah untuk membuktikan
diri sebagai pemain,” ucap lelaki yang bergabung dengan Panin Bank selama dua tahun
itu. Tekadnya menjadi pengusaha sudah bulat. “Saya ingin jadi pengusaha yang
sukses,” katanya penuh semangat.
Sebelum mengundurkan diri dari Panin, ia telah melakukan survei tentang beberapa
bidang usaha yang potensi perkembangannya cukup bagus. Walau dalam benaknya
terlintas beberapa bidang usaha, toh industri makananlah, menurut dia, yang paling pas
baginya. Dan McDonald’s adalah partner yang ia pilih. Alasannya, selama ini restoran
MD cukup bagus, dan hampir semua outlet-nya sukses. “Saya berketetapan harus bisa
memperoleh lisensi MD,” ucap bapak tiga anak yang rambutnya sudah dua warna itu.
Memperoleh lisensi MD adalah tantangan yang tak mudah.
Paling tidak terlihat dari daftar pelamar dari Indonesia selama 10 tahun terakhir ini,
ada 13 ribu orang, dan belum ada satu pun yang berhasil. Dan yang lebih berat, konon,
MD tak menginginkan mitra kerja yang tidak memberikan komitmen 100%. Itulah
sebabnya pada bulan September 1988 ia memilih mengundurkan diri dari Panin, hanya
dengan satu cita-cita: memperoleh lisensi MD. Pada saat itu memang terkesan Tonny
mempertaruhkan seluruh kariernya yang hampir 14 tahun di dunia perbankan.
Padahal, keinginannya untuk menjadi pemegang lisensi MD Indonesia belum tentu
tercapai. “Kalau waktu itu saya nggak dapat MD, ya saya harus siap mulai lagi,”
kenangnya. Setelah bebas dari Panin, ia mulai mengurus permohonannya ke MD.
Setelah itu? “Hari-hari penantian yang menegangkan,” ucap Tonny bersemangat.
Tentu saja menegangkan, karena ia harus menanti satu tahun sampai diperbolehkan
mengikuti pelatihan. Menanti sesuatu yang belum pasti sangat menegangkan bagi
Tonny.
Karena itu ia selalu berusaha berkomunikasi dengan MD Pusat. “Paling tidak
seminggu sekali saya berusaha menelepon mereka sekedar just to say hello,” ucap
lelaki yang pernah diusir dan diperlakukan kasar ketika mencoba mengunjungi MD
Pusat ini. Tersinggung? Tidak. Sebab dia sadar betul bahwa semua yang ia lakukan
dengan satu tujuan, “Saya harus menunjukkkan bahwa saya sangat menginginkan.”
Menurut Tonny, MD adalah pemberi lisensi yang cukup ketat dalam menyeleksi calon
mitra kerjanya. Konon, sebelum memilih Tonny, pihak MD ingin mengenal secara
dekat keluarga besar Tonny. “Mereka ingin tahu bagaimana latar belakang dan
kehidupan keluarga kami,” jelasnya. Karena, MD menginginkan bisnis ini bisa
diteruskan oleh anak-anak Tonny. Bahkan, dalam salah satu kontrak yang harus
disepakati – setelah lisensi diberikan – MD mesti mengetahui segala persoalan yang
terjadi dalam manajemen PT Ramako Gerbangmas (RG), sekalipun mereka tak
memiliki saham di situ.
Hal ini disyaratkan, karena pihak MD tak menginginkan kalau tiba-tiba saja saham RG
berpindah tangan ke pihak lain yang juga memiliki bisnis fast food merek lain,
misalnya. MD juga mensyaratkan bahwa pemilik saham mayoritas harus juga
pemegang kendali bisnisnya. Maksudnya, supaya orang yang mengambil keputusan di
bisnis ini nantinya adalah orang yang benar-benar menguasai bidangnya. Maka, sejak
awal pihak MD telah menanyakan kepada Tonny maupun istrinya tentang siapa yang
akan menjadi Mr. Atau Miss McDonald’s. Begitulah.
Setelah satu tahun menegangkan, datanglah keputusan bahwa ia boleh mengikuti
pelatihan. Tempat pelatihan pertama sengaja dipilih di Singapura. “Karena di sana
banyak orang Indonesia. Sehingga pressure-nya lebih tinggi,” kata lelaki yang gemar
naik motor gede ini. Dan benar, selama tiga bulan pertama pelatihan – di mana Tonny
harus berseragam pelayan – ia selalu bertemu kenalannya dari Indonesia. Selain
pelatihan yang bentuknya non manajerial, Tonny juga diuji bekerja selama 18 jam
nonstop.
Dari situ akan terlihat seseorang memiliki bakat melayani atau tidak. Karena, pada
jam-jam pertama barangkali orang masih bisa bersikap manis. Tapi bila telah masuk
jam ke-8 dan seterusnya, maka tingkat kelelahan dan stresnya sudah tinggi, hilanglah
sikap manis. “Biasanya banyak yang nggak lulus di sini,” ucap Tonny, lalu tertawa.
Dalam pelatihan, Tonny yang sebelumnya tak pernah mengepel lantai, apalagi
membersihkan kamar mandi, terpaksa melakukan semua pekerjaan – yang dalam
istilah Tonny: pekerjaan tanpa otak – itu dengan hati lapang. Walau sering kali ia harus
menerima bentakan dan mengulangi hasil kerjanya lantaran dinilai kurang bersih.
Hasilnya memang memuaskan. Dia berhasil meninggalkan 39 pelamar dan
mengalahkan tiga kandidat. Dari pelatihan “kuli” tadi, baru Tonny digodok di Sekolah
milik McDonald’s yaitu: McDonalds Corporation Hamburger University selama 1
tahun. Sekolah itu mendidik para calon store manager MD. Sistem pelatihan yang
pernah dialaminya kini ia terapkan bagi semua calon manajer di MD Indonesia.
Setiap manajer yang ada di MD adalah orang yang telah dilatih dari bawah. “Jadi nggak
mungkin seseorang masuk langsung jadi store manager,” ucap pengusaha yang suka
berbusana seadanya ini. Muti Soetoyo adalah salah seorang manajer yang sempat
merasakan pelatihan gaya MD. Kelahiran Jakarta 27 tahun silam ini, termasuk
karyawan pertama MD yang di-training. Lulusan IKIP Jakarta 1988 itu bergabung
dengan PT RG Juli 1990, lalu dikirim ke Singapura untuk mengikuti program
pelatihan.
Sebelum diterima menjadi karyawan, lajang berpostur sedang ini diperkenalkan
dengan program OJE. Dalam program ini ia diberi kesempatan mengenal pekerjaan
crew dalam beberapa shift. Dari “latihan” tiga hari itulah diputuskan apakah ia bisa
diterima atau tidak, untuk kemudian diperkenalkan mengikuti pelatihan selanjutnya
selama lima bulan. “Saya dulu nggak pernah membayangkan kalau training-nya seperti
itu,” ucap Muti, first assistant store manager di MD Sarinah, Jakarta, sejak Juni lalu.
Ternyata kini Muti justru sangat menikmati pekerjaannya.
Bahkan, tak jarang ia harus stand by di kantor sampai pagi hanya untuk menunggu
mesin yang sedang direparasi misalnya. Ketika digodok untuk menjadi training
manager ™ Muti harus melalui tahap pelatihan pelayanan. Setelah lulus, Muti
ditempatkan di salah satu outlet MD di Singapura. Dan pada saat MD Jakarta dibuka,
single yang hingga kini masih kuliah di FEUI ini telah menjadi second assistant store
manager. Selain Muti, masih banyak Muti-Muti lain yang telah tersebar menjadi
manajer-manajer di lima outlet MD. Dan selama ini proses pendidikan terus
berlangsung. apalagi, untuk tahun 1992 Tonny menargetkan akan membuka 10 cabang
di seluruh Nusantara.
Hasil kerja keras Tonny selama 2,5 tahun diuji MD memang cukup menakjubkan.
Setidaknya, itu terlihat ketika restoran pertama MD dibuka di Sarinah Jakarta. Begitu
menggebrak pasar, Tonny mengklaim bahwa setiap hari rata-rata terjadi 4 ribu
transaksi. Bahkan, majalah Fortune edisi Oktober 1991 meramalkan penjualan outlet
Tonny akan menempati posisi teratas dari 12 ribu restoran MD di seluruh dunia.
Setelah menjadi wirausaha dengan anak buah yang hampir 1.000 orang, masihkan ia
berpikir untuk jadi bankir lagi? “Saat ini sih nggak,” ucapnya serius. Tampaknya, saat
ini Tonny lebih suka berkonsentrasi mengembangkan kewirausahaannya ketimbang
kembali jadi profesional. Tapi, akhirnya Tonny tergoda juga untuk masuk ke bank lagi.
Itu terjadi ketika ia mengambil oper 73% saham Bank IFI pada tahun 1995. “Sebagai
pemegang saham, di Bank IFI saya hanya menjadi komisaris. Saya tetap memegang
MD.
Komitmen saya penuh pada MD,” kata Tonny. Ya, Tonny tentu tidak akan “nekat”
menjadi pengelola bank lagi. Dengan 42 outlet yang dimilikinya pada pertengahan
1996, MD memberikan arus kas yang luas biasa bagi Tonny. Transaksi MD selalu
tunai. Siapa yang sudi melepas mesin kas seperti itu ? Dengan memiliki usaha sendiri
minimal Tonny terbebas dari keharusan berpakaian rapi, berdasi dan wangi. Kini
Tonny sudah terbiasa mengenakaan pakaian santai, mengendarai Harley Davidson
untuk memonitor Kelima outlet yang tersebar di Jakarta.
Hadirnya MD di Indonesia, ternyata tak cuma menambah “gemuk” Tonny – yang
nyaris menamai kegendutan mascot MD – saja. “Berat badan saya 70 kg,” ucapnya
dengan mimik serius. “Itu nggak pakai tangan, kaki dan kepala. Ha…ha…ha…,”
sambil tertawa berderai. Yang jelas, Sarinah, gedung pertokoan bertingkat pertama di
Jakarta ini juga terimbas kesuksesan MD. Sejak kebakaran pada awal 1980-an Sarinah
nyaris hilang dari peredaran.
Apalagi munculnya pusat-pusat perbelanjaan yang lain, semakin menenggelamkan
nama Sarinah. Namun setelah MD mangkal di situ Sarinah menjadi marak kembali.
Itulah Tonny, dia adalah satu diantara segelintir profesional yang berani mengambil
resiko. Melepaskan atribut keprofesionalannya, kemudian memulai dari nol untuk
menjadi seorang wirausaha. Dan berhasil ! Kini dia peroleh nama baru : Mr.
McDonald’s.
ANALISIS :
1. Mr. MC Donald’s sebelum mengambil keputusan mengikuti pelatihan menjadi
calon pemegang lisensi MC di Indonesia, tentu sangat memahami resiko diterima
atau tidak diterima, juga keputusan itu harus siap menerima resiko pelatihan yang
sulit dan tidak layak bagi seorang presdir Bank Panin.
2. Bagaimana Seorang Mr MC Donald’s berani mengambil keputusan meninggalkan
Presdir Panin dan berharap mendapatkan kesempatan dari MC yang belum pasti.
3. Dari banyaknya pelamar menjadi pemegang lisensi MC Donald’s, pngambilan
keputusan mengikuti program pelatihan tentu sikap yang berani dan beresiko.
Dari analisis tersebut diatas dapat disimpulkan bahwa Mr MC Donald’s telah
mengambil suatu keputusan yang bersifat resiko, maka dapat dianalisis melalui
Analisa Kriteria Expected Monetary Value (EMV), yaitu :
1. Dalam pengambilan keputusan Analisis Tindakan yang tersedia
a. Tetap bertahan di Presdir Bank Panin
b. Melamar menjadi pemegang lisensi MC Donald’s
c. Melamar menjadi pemegang lisensi jenis usaha lain yg lebih ringan
d. Membuat jenis usaha secara sendiri
e. Berpartner dengan orang lain membuka usaha
f. Mencari tantangan baru di Bank Lain yang lebih besar
g. Dll
2. Kejadian yang mungkin terjadi
a. Berhasil menjadi pemegang lisensi MC Donald’s Indonesia
b. Tetap bertahan di Presdir Bank Panin
c. Berhasil Membuka jenis usaha sendiri
d. Menjadi Presdir pada Bank yang lebih besar dari Bank Panin
e. Dll
3. Tindakan-tindakan Pay-off untuk lebih besar pada keberhasilan
a. Melakukan analisis terhadap kemungkinan berhasil menjadi pemegang lisensi
Mc Donald’s sebagai pilihan utama.
b. Menganalisa tingkat resiko meninggalkan Bank Panin disbanding dengan
mengikuti pelatihan sebagai calon pemegang lisensi MC D Indonesia.
c. Melakukan analisis terhadap kemungkinan berhasil dan lebih menantang serta
kesuksesan lebih cepat antara melamar MC’D atau buka usaha sendiri
d. Dll.
Kesimpulan :
Mr MC Donald’s berhasil mengikuti pelatihan dan sebagai pemegang lisensi MC’D
Indonesia.
Tugas :
1. Menurut anda apa motivasi terbesar Mr. MC’D mengikuti pelatihan dengan
meninggalkan posisi Presdir Bank Panin.
2. Susunlah Persoalan yang sama dengan Analisis Kriteria Expcted Opportunity Loss
(EOL) untuk ditetapkan keputusan dengan meminimalkan resiko.
KASUS : 3
Liem Sioe Liong
yang mulai mengenal Indonesia pada usia 20 tahun, kurang lebih 45 tahun lalu,
mengatakan, “Anda harus dilahirkan di tempat dan waktu yang benar.” Dan, Anthony
Salim – putranya yang bernama kelahiran Liem Fung Seng -, ikut berkomentar kepada
majalah yang sama, “Jika anda ingin menangkap seekor ikan, pertama-tama anda harus
membeli umpan.”
Kalimat pendek yang cenderung merupakan ungkapan dalam sastra Indonesia itu,
sebenarnya gambaran prinsip mereka berdagang di Indonesia sampai merembes ke
kancah Internasional. Dengan grup yang ia pimpin, Soedono Liem Salim kelahiran
Fukien, 1916 yang bermula bersama kakaknya: Liem Sioe Hie, membantu paman
mereka berdagang minyak kacang di Kudus-Jawa Tengah, anak kedua dari tiga
bersaudara ini bisa menggaji 25 ribu tenaga kerja.
Dari Eksekutif Senior sampai sopir truk yang jumlahnya tak kurang dari 3000 armada
termasuk pengangkut semen perusahaan Liem Cs. Terkaya di Indonesia, memiliki 40
perusahaan, Liem Sioe Liong dengan menghasilkan omset bisnis tak kurang dari US$
1 milyar setahun. Konon kekayaan pribadi Liem sendiri, ada yang menyebutkan,
sekitar US$ 1,9 milyar = Rp. 1,2 triliun.
Di kalangan pedagang Tionghoa Indonesia dia terkenal dengan sebutan “Liem botak”.
Sejarah orang bernama Liem Sioe Liong (60 tahun) dimulai di sebuah pelabuhan kecil.
Fukien di bilangan Selatan Benua Tiongkok. Dia dilahirkan di situ pada tahun 1918.
Kakaknya yang tertua Liem Sioe Hie – kini berusia 77 tahun – sejak tahun 1922 telah
lebih dulu beremigrasi ke Indonesia – yang waktu itu masih jajahan Belanda – kerja di
sebuah perusahaan pamannya di kota Kudus. Di tengah hiruk pikuknya usaha ekspansi
Jepang ke Pasifik, dibarengi dengan dongeng harta karun kerajaan-kerajaan Eropa di
Asia Tenggara, maka pada tahun 1939, Liem Sioe Liong mengikuti jejak abangnya
yang tertua.
Dari Fukien, ia Berangkat ke Amoy, dimana bersandar sebuah kapal dagang Belanda
yang membawanya menyeberangi Laut Tiongkok. Sebulan untuk kemudian sampai di
Indonesia. Sejak dulu, kota Kudus sudah terkenal sebagai pusat pabrik rokok kretek,
yang sangat banyak membutuhkan bahan baku tembakau dan cengkeh. Dan sejak
jamam revolusi Liem Sioe Liong sudah terlatih menjadi supplier cengkeh, dengan jalan
menyelundupkan bahan baku tersebut dari Maluku, Sumatera, Sulawesi Utara melalui
Singapura untuk kemudian melalui jalur-jalur khusus penyelundupan menuju Kudus.
Sehingga tidak heran dagang cengkeh merupakan salah satu pilar utama bisnis Liem
Sioe Liong pertama sekali, disamping sektor tekstil. Dulu juga dia, banyak mengimpor
produksi pabrik tekstil murahan dari Shanghai. Untuk melicinkan semua usahanya
dibidang keuangan, dia punya beberapa buah bank seperti Bank Windu Kencana dan
Bank Central Asia. Di tahun 1970-an Bank Central Asia ini telah bertumbuh menjadi
bank swasta kedua terbesar di Indonesia dengan total asset sebesar US$ 99 juta.
Salah satu peluang besar yang diperoleh Liem Sioe Liong dari Pemerintah Indonesia
adalah dengan didirikannya PT. Bogasari pada bulan Mei 1969 yang memonopoli
suplai tepung terigu untuk Indonesia bagian Barat, yang meliputi sekitar 2/3 penduduk
Indonesia, di samping PT. Prima untuk Indonesia bagian Timur.
Hampir di setiap perusahaan Liem Sioe Liong dia berkongsi dengan Djuhar Sutanto
alias Lin Wen Chiang yang juga seorang Tionghoa asal Fukien. Bogasari sebuah
perusahaan swasta yang paling unik di Indonesia. Barangkali hanya Bogasarilah yang
diberikan pemerintah fasilitas punya pelabuhan sendiri, dan kapal-kapal raksasa dalam
hubungan perteriguan bisa langsung merapat ke pabrik.
Begitu perkasanya dia di bidang perekonomian Indonesia dewasa ini, mungkin
menjadi titik tolak majalah Insight, Asia’s Business Mountly terbitan Hongkong dalam
penerbitan bulan Mei tahun ini, menampilkan lukisan karikatural Liem Sioe Liong
berpakaian gaya Napoleon Bonaparte. Dadanya penuh ditempeli lencana-lencana
perusahaannya. Perusahaan holding company-nya bernama PT Salim Economic
Development Corporation punya berbagai macam kegiatan yang dibagi-bagi atas
berbagai jenis divisi; masing-masing adalah:
(1) divisi perdagangan, (2) divisi industri, (3) divisi bank dan asuransi, (4) divisi
pengembangan (yang bergerak dibidang hasil hutan dan konsesi hutan), (5) divisi
properti yang bergerak dibidang real estate, perhotelan, dan pemborong, (6) divisi
perdagangan eceran dan (7) divisi joint venture.
Setiap divisi membawahi beberapa arah perusahaan raksasa, berbentuk perseroan-
perseroan terbatas. Pelbagai kemungkinan untuk lebih mengembangkan lajunya
perusahaan sekalipun tidak akan meningkatkan permodalan, seperti go-public di pasar
saham Jakarta, - dilangsungkan group Soedono Lem Salim dengan gencar. Halangan
maupun isu bisnis yang mengancam perusahaannya, nampak tak membuat Liem
cemas.
Seperti katanya kepada Review, “Jika anda hanya mendengarkan apa yang dikatakan
orang, anda akan gila. Anda harus melakukan apa yang anda yakini.” Bermodal
kalimat pendeknya itu pulalah mengantar Liem Sioe Liong muda di Kudus yang juga
terkenal sebagai Lin Shao Liang menjadi Soedono Salim si Raja Dagang Indonesia,
belakangan ini.
Tugas :
Dari artikel diatas, buatlah analisis terhadap hal – hal berikut :
1. Pengambilan keputusan Liem Sioe Liong pindah dari Fukien ke Indonesia
2. Pengambilan keputusan membuat usaha rokok di kudus
3. Pengambilan keputusan pembukaan usaha-usaha bidang lain
KASUS : 4
Mochtar Riady
Orang banyak mengenal Mochtar Riady sebagai seorang praktisi perbankan jempolan
dan seorang konglomerat yang visioner, pandangannya yang jauh ke depan dan sarat
dengan filosofi menjadi panutan banyak para pengusaha dan para pelaku pasar. Kali
ini kita akan menyoroti jalannya meniti sukses,yang tentu saja tidak semudah
dibayangkan oleh banyak orang.
Mochtar Riady sudah bercita-cita menjadi seorang bankir di usia 10 tahun.
Ketertarikan Riady yang dilahirkan di Malang pada tanggal 12 mei 1929 ini
disebabkan karena setiap hari ketika berangkat sekolah, dia selalu melewati sebuah
gedung megah yang merupakan kantor dari Nederlandsche Handels Bank (NHB) dan
melihat para pegawai bank yang berpakaian parlente dan kelihatan sibuk.
Riady adalah anak seorang pedagang batik. Pada tahun 1947, Riady ditangkap oleh
pemerintah Belanda dan di buang ke Nanking, Cina, di sana ia kemudian mengambil
kuliah filosofi di University of Nanking .Namun, karena ada perang, Riady pergi ke
Hongkong hingga tahun 1950 dan kemudian kembali ke Indonesia.
Riady masih sangat ingin menjadi seorang bankir, namun ayahnya tidak mendukung
karena profesi bankir menurut ayahnya hanya untuk orang kaya, sedangkan kondisi
keluarga mereka saat itu sangat miskin. Pada tahun 1951 ia menikahi seorang wanita
asal jember, oleh mertuanya, Riady diserahi tanggungjawab untuk mengurus sebuah
toko kecil. Dalam tempo tiga tahun Riady telah dapat memajukan toko mertuanya
tersebut menjadi yang terbesar di kota Jember. Cita-citanya yang sangat ingin menjadi
seorang bankir membuatnya untuk memutuskan pergi ke Jakarta pada tahun 1954,
walaupun saat itu dia tidak memiliki seorang kenalan pun di sana dan ditentang oleh
keluarganya.
Riady berprinsip bahwa jika sebuah pohon ditanam di dalam pot atau di dalam rumah
tidak akan pernah tinggi, namun akan terjadi sebaliknya bila ditanam di sebuah lahan
yang luas. Untuk mencari relasi, Riady bekerja di sebuah CV di jalan hayam wuruk
selama enam bulan, kemudian ia bekerja pada seorang importer, di waktu bersamaan
ia pun bekerjasama dengan temannya untuk berbisnis kapal kecil.
Sampai saat itu,Riady masih sangat ingin menjadi seorang bankir, di setiap kali
bertemu relasinya, ia selalu mengutarakan keinginannya itu. Suatu saat temannya
mengabari dia jika ada sebuah bank yang lagi terkena masalah dan menawarinya untuk
memperbaikinya, Riady tidak menyia-nyiakan kesempatan tersebut walau saat itu dia
tidak punya pengalaman sekalipun.
Riady berhasil meyakinkan Andi Gappa, pemilik Bank Kemakmuran yang bermasalah
tersebut sehingga ia pun ditunjuk menjadi direktur di bank tersebut. Di hari pertama
sebagai direktur, Riady sangat pusing melihat balance sheet, dia tidak bisa bagaimana
cara membaca dan memahaminya, namun Riady pura-pura mengerti di depan pegawai
akunting. Sepanjang malam dia mencoba belajar dan memahami balance sheet
tersebut,namun sia sia, lalu dia meminta tolong temannya yang bekerja di Standar
Chartered Bank untuk mengajarinya, tetapi masih saja tidak mengerti.
Akhirnya dia berterus terang terhadap para pegawainya dan Pak Andi Gappa, tentu
saja mereka cukup terkejut mendengarnya. Permintaan Riady pun untuk mulai bekerja
dari awal disetujuinya, mulai dari bagian kliring, cash, dan checking account. Selama
sebulan penuh Riady belajar dan akhirnya ia pun mengerti tentang proses pembukuan,
dan setelah membayar seorang guru privat ia akhirnya mengerti apakah itu akuntansi.
Maka mulailah dia menjual kepercayaan, hanya dalam setahun Bank Kemakmuran
mengalami banyak perbaikan dan tumbuh pesat. Setelah cukup besar, pada tahun 1964,
Riady pindah ke Bank Buana, kemudian di tahun 1971, dia pindah lagi ke Bank Panin
yang merupakan gabungan dari Bank Kemakmuran, Bank Industri Jaya, dan Bank
Industri Dagang Indonesia.
Mochtar Riady hampir selalu sukses dalam mengembangkan sebuah bank, dia
memiliki filosofi tersendiri yang ia sebut sebagai Lie Yi Lian Dje. Lie berarti ramah,
Yi memiliki karakter yang baik, Lian adalah kejujuran sedangkan Dje adalah memiliki
rasa malu. Visi dan pandangan Riady yang jauh ke depan seringkali membuat orang
kagum, dia dapat dengan cepat membaca situasi pasar dan dengan segera pula
menyikapinya.
Salah satu contohnya ketika dia berhasil menyelamatkan Bank Buana tahun 1966. Saat
itu Indonesia sedang mengalami masa krisis karena Indonesia berada pada masa
perubahan ekonomi secara makro, ketika itu Riady sedang berkuliah malam di UI,
disitu dia dikenalkan dengan beberapa pakar ekonomi seperti Emil Salim, Ali
Wardhana,dkk. Riady segera sadar dan segera mengubah arah kebijakan Bank Buana.
Pertama, dia menurunkan suku bunga dari 20 % menjadi 12 %, padahal pada waktu itu
semua bank beramai-ramai menaikkan suku bunganya. Karena suku bunga yang
rendah tersebut maka para nasabah yang memiliki kredit yang belum lunas segera
membayar kewajibannya. Sedangkan para usahawan yang akan meminjam diberi
syarat ketat khususnya dalam hal jaminan, namun karena bunga yang ditawarkan Bank
Buana sangat rendah dibanding yang lain maka banyak debitur yang masuk dan tak
ragu untuk memberikan jaminan. Dengan cara itu Bank Buana menjadi sehat padahal
pada waktu itu banyak klien dan bank yang bangkrut. Dengan otomatis orang
mengenal siapa Mochtar Riady.
Mochtar Riady yang lahir di Malang, Jawa Timur 12 Mei 1929 adalah pendiri Grup
Lippo, sebuah grup yang memiliki lebih dari 50 anak perusahaan. Jumlah seluruh
karyawannya diperkirakan lebih dari 50 ribu orang. Aktivitas perusahaannya tidak
hanya di Indonesia, tetapi juga hadir di kawasan Asia Pasifik, terutama di Hong Kong,
Guang Zhou, Fujian, dan Shanghai. Sejarah Grup Lippo bermula ketika Mochtar Riady
yang memiliki nama Tionghoa, Lie Mo Tie membeli sebagian saham di Bank
Perniagaan Indonesia milik Haji Hasyim Ning pada 1981. Waktu dibeli, aset bank
milik keluarga Hasyim telah merosot menjadi hanya sekitar Rp 16,3 miliar.
Mochtar sendiri pada waktu itu tengah menduduki posisi penting di Bank Central Asia,
bank yang didirikan oleh keluarga Liem Sioe Liong. Ia bergabung dengan BCA pada
1975 dengan meninggalkan Bank Panin. Di BCA Mochtar mendapatkan share sebesar
17,5 persen saham dan menjadi orang kepercayaan Liem Sioe Liong. Aset BCA ketika
Mochtar bergabung hanya Rp 12,8 miliar. Mochtar baru keluar dari BCA pada akhir
1990 dan ketika itu aset bank tersebut sudah di atas Rp 5 triliun.
Bergabung dengan Hasyim Ning membuat ia bersemangat. Pada 1987, setelah ia
bergabung, aset Bank Perniagaan Indonesia melonjak naik lebih dari 1.500 persen
menjadi Rp 257,73 miliar. Hal ini membuat kagum kalangan perbankan nasional. Ia
pun dijuluki sebagai The Magic Man of Bank Marketing. Dua tahun kemudian, pada
1989, bank ini melakukan merger dengan Bank Umum Asia dan semenjak saat itu
lahirlah Lippobank. Inilah cikal bakal Grup Lippo. Saat ini Group Lippo memiliki lima
cabang bisnis yakni :
1. Jasa keuangan : perbankan, reksadana, asuransi, manajemen asset,sekuritas
2. Properti dan urban development : kota satelit terpadu, perumahan,
kondominium, pusat hiburan dan perbelanjaan, perkantoran dan kawasan
industri.
3. Pembangunan infrastruktur seperti pembangkit tenaga listrik, produksi gas,
distribusi, pembangunan jalan raya, pembangunan sarana air bersih, dan
prasarana komunikasi.
4. Bidang industri yang meliputi industri komponen elektronik, komponen
otomotif, industri semen, porselen, batu bara dan gas bumi. Melalui Lippo
Industries, grup ini juga aktif memproduksi komponen elektonik seperti kulkas
dan AC merk Mitsubishi. Sedangkan komponen otomotif perusahaan yang
dipimpin Mochtar ini sukses memproduksi kabel persneling.
Pokok Analisis :
Analisis terhadap pengambilan keputusan Muchtar Riyadi berani mengambil
tindakan untuk memperbaiki Bank Kemakmuran.
Tugas :
1. Buat suatu skema kondisi deterministic multi stage dari artikel dan tema
tersebut pada pokok analisis.
2. Analisis keputusannya adalah : mengambil alih Bank Kemakmuran atau tidak
mengambil alih Bank Kemakmuran.
KASUS : 5
BOB SADINO
Bob Sadino adalah salah satu sosok entrepreneur sukses yang memulai usahanya benar-
benar dari bawah dan bukan berasal dari keluarga wirausaha. Bob berwirausaha karena
“kepepet”, selepas SMA tahun 1953, ia bekerja di Unilever kemudian masuk ke
Fakultas Hukum UI karena terbawa oleh teman-temannya selama beberapa bulan.
Kemudian dia bekerja pada McLain and Watson Coy, sejak 1958 selama 9 tahun
berkelana di Amsterdam dan Hamburg.
Setelah menikah, Bob dan istri memutuskan menetap di Indonesia dan memulai tahap
ketidaknyamanan untuk hidup miskin, padahal waktu itu istrinya bergaji besar. Hal ini
karena ia berprinsip bahwa dalam keluarga, laki-laki adalah pemimpin, dan ia pun
bertekad untuk tidak jadi pegawai dan berada di bawah perintah orang sejak saat itu ia
pun bekerja apa saja mulai dari sopir taksi hingga mobilnya tertubruk dan hancur ,
kemudian kuli bangunan dengan upah Rp 100 per hari.
Suatu hari seorang temannya mengajaknya untuk memelihara ayam untuk mengatasi
depresi yang dialaminya, dari memelihara ayam tsb ia terinspirasi bahwa kalau ayam
saja bisa memperjuangkan hidup, bisa mencapai target berat badan, dan bertelur,
tentunya manusia pun juga bisa, sejak saat itulah ia mulai berwirausaha.
Pada awalnya sebagai peternak ayam, Bob menjual telor beberapa kilogram per hari
bersama istrinya. Dalam satu setengah tahun, dia sudah banyak relasi karena menjaga
kualitas dagangan dengan kemampuannya berbahasa asing, ia berhasil mendapatkan
pelanggan orang-orang asing yang banyak tinggal di kawasan Kemang, tempat tinggal
Bob ketika itu. Selama menjual tidak jarang dia dan istrinya dimaki-maki oleh
pelanggan bahkan oleh seorang babu.
Namun Bob segera sadar kalo dia adalah pemberi service dan berkewajiban memberi
pelayanan yang baik, sejak saat itulah dia mengalami titik balik dalam sikap hidupnya
dari seorang feodal menjadi servant, yang ia anggap sebagai modal kekuatan yang luar
biasa yang pernah ia miliki.
Usaha Bob pun berkembang menjadi supermarket, kemudian dia pun juga menjual
garam,merica, sehingga menjadi makanan.Om Bob pun akhirnya merambah ke
agribisnis khususnya holtikultura, mengelola kebun-kebun yang banyak berisi sayur
mayur konsumsi orang-orang Jepang dan Eropa dia juga menjalin kerjasama dengan
para petani di beberapa daerah untuk memenuhi.
Bob percaya bahwa setiap langkah sukses selalu diimbangi kegagalan, perjalanan
wirausaha tidak semulus yang dikira orang, dia sering berjumpalitan dan jungkir balik
dalam usahanya. Baginya uang adalah nomer sekian, yang penting adalah kemauan,
komitmen tinggi, dan selalu bisa menemukan dan berani mengambil peluang.
Bob berkesimpulan bahwa saat melaksanakan sesuatu pikiran kita berkembang,
rencana tidak harus selalu baku dan kaku, apa yang ada pada diri kita adalah
pengembangan dari apa yang telah kita lakukan. Dunia ini terlampau indah untuk
dirusak, hanya untuk kekecewaan karena seseorang tidak ,mencapai sesuatu yang sudah
direncanakan. Kelemahan banyak orang adalah terlalu banyak mikir membuat rencana
sehingga ia tidak segera melangkah, yang penting adalah action.
Keberhasilan Bob tidak terlepas dari ketidaktahuannya sehingga ia langsung terjun ke
lapangan, setelah mengalami jatuh bangun, akhirnya Bob trampil dan menguasai
bidangnya. Proses keberhasilan Bob berbeda dengan kelaziman yang selalu dimulai
dari ilmu dulu, baru praktek lalu menjadi terampil dan professional.
Menurut pengamatan Bob, banyak orang yang memulai dari ilmu berpikir dan
bertindak serba canggih, bersikap arogan, karena merasa memiliki ilmu yang melebihi
orang lain.
Om Bob selalu luwes terhadap pelanggan dan mau mendengarkan saran dan keluhan
pelanggan, sehingga dengan sikapnya tersebut Bob meraih simpati pelanggan dan
mampu menciptakan pasar. Menurut Bob, kepuasan pelangan akan membawa kepuasan
pribadinya untuk itu ia selalu berusaha melayani klien sebaik-baiknya.
Bob menganggap bahwa perusahaannya adalah keluarga, semua anggota keluarga
harus saling menghargai, tidak ada yang utama, semuanya punya fungsi dan kekuatan
sendiri-sendiri.
TUGAS :
Dari pembahasan Bob Sadino di atas, tentukan dari artikel tersebut hal-hal mana yang
menjadi bagian-bagian point tersebut dibawah ini :
1. Titik Pilihan (Choice Node)
2. Cabang Alternatif (Alternatif Branches)
3. Titik Hasil (Outcome Node)
4. Cabang Hasil (Outcome Branches)
5. Kesuksesan (Pay-off)
DAFTAR PUSTAKA
Ansoff, H. Igor. Strategic Management. New York, John Wiley & Sons, 1981
Alwafier, Agus ,H. Dr, MM, Budaya Kepemimpinan dalam mengendalikan
wewenang dan kekuasaan, Artikel, internet
Bridges, Franchise J. Management Decision Making and Organizational
Policy. Boston, Allyn & Baccon, 1971.
Djalal, Machrowi, PhD- Usman, Hardius, M.Si, Teknik Pengambilan
Keputusan. Jakarta, PT. Grasindo, 2004.
Kamaluddin, Drs, MM. Pengambilan Keputusan Manajemen. Malang, Dioma
Malang 2003.
Pranaseto, I Gede. Cara Jitu Membuat Keputusan. Jakarta, Penerbit Progres,
2003.
Siagian, Sondang P. Teori dan Praktek Pengambilan Keputusan. Jakarta, PT.
Gunung Agung, cetakan ke sepuluh 1997.
Setyorini, Dewi, Th. Peran Pemimpin dalam Pengejawantahan dalam budaya,
artikel , internet.
www.my bloglog.com/buzz/topics/wirausaha
www.bandar bisnis. com
http//maulanaadieb.wordpress. com Dinamika Politik Birokrasi
www.scribd.com
www.ebook.cm
Abby Hansen, Cases: The Offended Colonel (A), HBS Case No. 9-383-061,
Case for the Developing Discussion Leadership Skill and Teaching by The
Case Method Seminars.
Harvard Business School Case 9-487-079, Tiberg Company, Case for class
discussion modeled on The Deshman Company Case 9-642-001.
Buenaventura F. Canto III and Victor E. Lenicky (Professor of Business
Management, Asian Institute of Management, Makati City, Philippines), First
Visayas Holding Company.
www.pdffactory.com.
RIWAYAT HIDUP
PENULIS
Dr. Aspizain Caniago, S.Pd, M.Si lahir di Sipirok, Kabupaten Tapanuli Selatan -
Sumatera Utara, 26 Juli 1973, Anak dari Ayah Zainun Yatim Caniago (Alm) Salah satu
Pimpinan dan pendiri Pesantren KH Ahmad Dahlan Sipirok dan Ulama Tapanuli Selatan, dan
Ibunda Tercinta Chairani Hutasuhut putri daerah asli Sipirok-Tapanuli Selatan. Pendidikan
Penulis dimulai di Sekolah Dasar Muhammadiyah Sipirok dan SMP Negeri 1 Sipirok,
Melanjutkan ke STM Negeri Padang Sidimpuan (Teknik Mesin), kemudian mendapatkan
kelulusan langsung masuk perguruan tinggi negeri melalui program PMDK (Penelusuran
Minat Dan Bakat) ke S-1 Teknik Mesin UNP/IKIP Padang, setelah tinggal di Jakarta
melanjutkan pendidikan S-2 pada Pasca Sarjana STIAMI Jakarta dan melanjutkan Pendidikan
S-3 Doktoral pada Fakultas Ilmu Administrasi, Universitas Brawijaya Malang - Jawa Timur.
Selain penerima PMDK, Penulis juga Penerima Beasiswa Supersemar sejak dari STM dan S-
1 di IKIP/UNP Padang.
Saat ini Penulis, selain sebagai Dosen, juga menjabat sebagai salah satu Direksi di LP3I Sejak
2005. Ayah dari Aqela Alya Salsabela dan Neil Fikri Avicena ini adalah mantan aktivis yang
turut serta dalam berbagai kegiatan kemahasiswaan termasuk pergerakan perlawanan terhadap
orde baru pada periode 1995-1998, juga aktif di berbagai organisasi kemasyarakatan, seperti
turut serta membangun awal berdirinya Partai Amanat Nasional dengan semangat perubahan
kepemimpinan nasional dan idealisme saat itu untuk mampu menghadirkan kepemimpinan
bangsa yang ideal. Saat Penulis ini aktif sebagai salah satu wakil Sekjen KMA-PBS (Keluarga
Mahasiswa Alumni-Penerima Beasiswa Supersemar) Nasional, kemudian pengurus di HIPKI,
APTISI Pusat dan Wilayah III DKI Jakarta. Selain Organisatoris juga atas kinerja dan peran
sertanya dalam berbagai event nasional telah menerima berbagai penghargaan.
Jakarta, Desember 2016
Dr. Aspizain Chaniago, S.Pd, M.Si