I
TELAAH KRITIS TEORI SAINS TERHADAP TAFSIR ILMI
KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA
TENTANG LAUT
SKRIPSI
Diajukan untuk Memenuhi Salah Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana Agama
(S.Ag)
Oleh:
WAFFAQONI
NIM. 53020150026
COVER
PROGRAM STUDI ILMU AL-QUR’AN DAN TAFSIR
FAKULTAS USHULUDDIN, ADAB, DAN HUMANIORA
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) SALATIGA
2019
III
PERSETUJUAN PEMBIMBING
Setelah dikoreksi dan diperbaiki, maka skripsi Saudara:
Nama : Waffaqoni
NIM : 53020150026
Fakultas : Ushuluddin Adab dan Humaniora
Program Studi : Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir
Judul : TELAAH KRITIS TEORI SAINS TERHADAP TAFSIR
ILMI KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK
INDONESIA TENTANG LAUT
Telah Kami Setujui Untuk dimunaqosahkan.
Salatiga, 9 September 2019
Pembimbing
Dr. H. Muh. Irfan Helmy, Lc., M.A.
NIP. 19771128 200604 2002
V
MOTTO
“Menjadi muslim tak perlu kearab-araban, menjadi modern tak perlu kebarat-
baratan, ambil yang maslahat, tinggalkan yang mafsadat.”
Dr. Nur Rofi’ah, Bil. Uzm
(Dosen Pascarsarjana PTIQ Jakarta)
HALAMAN PERSEMBAHAN
Teruntuk Ummi dan (alm) Abiku yang tak pernah pamrih menyayangiku.
Teruntuk para dosen yang tak pernah mengenal lelah dan selalu sabar mengajariku.
Juga sahabat-sahabat seperjuangan yang selalu memberi semangat, do’a terbaik untuk kalian semua.
VI
KATA PENGANTAR
بسم هللا الحمن الرحيم
Puji Syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat,
hidaayah dan kasih sayang-Nya yang tiada terkira kepada hambanya. Shalawat dan
salam tercurahkan kepada junjungan Nabi besar Muhammad SAW, sehingga
penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul "Konsep Laut dalam Tinjauan
Tafsir Ilmi Kementerian Agama Republik Indonesia dan Relevansinya dengan
Teori Sains" dengan sebaik-baiknya. Skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi
salah satu syarat mencapai gelar Sarjana Agama pada Ushuluddin, Adab dan
Humaniora Institut Agama Islam Negeri Salatiga.
Untuk semuanya yang telah terlibat dalam proses ini tiada kiranya penulis
tidak dapat membalas apapun, penulis hanya mampu mendoakan semoga amal
ibadah beliau semua menjadi amal yang di ridhoi oleh Allah, SWT. Amin Ya
Rabbal ‘Alamin.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa tanpa bantuan, bimbingan, dan
dorongan dari berbagai pihak, penulis skripsi ini tidak dapat terseleseikan. Untuk
itu pada kesempatan ini penulis ingin menyampaikan terimakasih yang setulus-
tulusnya kepada:
1. Kedua orangtuaku yang selalu sabar, yang tak henti-hentinya memotivasi dan
mendoakan penulis. Mereka yang selalu memberikan cinta dan kasih sayang
yang utuh walaupun terhalang oleh jarak yang jauh, tetapi cinta dan kasih
sayang itu tersampaikan lewat lantunan doa yang selalu beliau kirimkan tanpa
diminta sekalipun. Semoga penulis selalu mendapatkan ridha mereka dalam
setiap langkah yang akan dilalui dan bisa berbakti kepada keduanya.
VII
2. Bapak Prof. Dr. H. Zakiyyudin Baidhawiy, M. Ag selaku rektor IAIN Salatiga
yang mengantarkanku menuju pelepasan menjadi mahasiswa di kampus
tercinta. Dan Bapak Dr. Rahmat Hariyadi, M. Pd yang menerimaku di kampus
tercinta ini.
3. Bapak Dr. Benny Ridwan. M. Hum, selaku Dekan Fakultas Ushuluddin, Adab
dan Humaniora.
4. Ibu Tri Wahyu Hidayati. M. Ag. Selaku ketua Program Studi Ilmu Al-Qur’an
dan Tafsir yang tak pernah memotivasi untuk menyelesaikan skripsi ini.
5. Bapak Dr. H. Muh. Irfan Helmy, Lc., M.A, selaku dosen pembimbing skripsi
yang selalu sabar dan teliti dalam mengoreksi dan membimbing penulis dalam
penulisan skripsi ini.
6. Teman-teman seperjuangan Ilmu Al-Qur’an dan Tafsir angkatan 2015,
terimakasih atas empat tahun perjuangan yang telah kita lewati bersama ini.
7. Dan tak lupa pihak-pihak terkait yang lain yang tak sempat untuk disebutkan
satu persatu.
Teriring do’a, semoga segala kebaikan semua pihak yang membantu penulis
dalam penulisan skripsi ini menjadi lading pahala yang dapat menolongnya menuju
Jannah-Nya.
Salatiga, 9 September 2019
Waffaqoni
VIII
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN
Transliterasi kata-kata Arab yang dipakai dalam penyusunan Skripsi ini berpedoman
pada Surat Keputusan Bersama Menteri Agama dan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan
Republik Indonesia Nomor: 158/1987 dan 0543b/U/1987.
A. Konsonan Tunggal
Huruf Arab Nama Huruf Latin Nama
Alif tidak dilambangkan tidak dilambangkan ا
ba’ B Be ب
ta’ T Te ت
ṡa ṡ es (dengan titik di atas) ث
Jim J Je ج
)ḥa’ ḥ ha (dengan titik di bawah ح
kha’ Kh ka dan ha خ
Dal D De د
Żal Ż zet (dengan titik di atas) ذ
ra’ R Er ر
Zal Z Zet ز
Sin S Es س
Syin Sy es dan ye ش
ṣad ṣ es (dengan titik di bawah) ص
ḍad ḍ de (dengan titik di bawah) ض
ṭa’ ṭ te (dengan titik di bawah) ط
IX
ẓa’ ẓ zet (dengan titik di bawah) ظ
ain ‘ koma terbalik (di atas)‘ ع
Gain G Ge غ
fa’ F Ef ف
Qaf Q Qi ق
Kaf K Ka ك
Lam L El ل
Mim M Em م
Nun N En ن
Wawu W We و
ha’ H Ha ه
Hamzah ` Apostrof ء
ya’ Y Ye ي
B. Konsonan Rangkap Tunggal karena Syaddah Ditulis Rangkap
Ditulis Muta’addidah متعددة
Ditulis ‘iddah عدة
C. Ta’ Marbuṭah di akhir kata ditulis h
a. Bila dimatikan ditulis h
Ditulis Ḥikmah حكمة
X
Ditulis Jizyah جزية
(ketentuan ini tidak diperlukan kata-kata Arab yang sudah terserap ke dalam bahasa
Indonesia, seperti zakat, shalat dan sebagainya, kecuali bila dikehendaki lafal aslinya)
b. Bila diikuti kata sandang “al” serta bacaan kedua itu terpisah, maka ditulis h.
`Ditulis Karâmah al-auliyā كرمة االولياء
c. Bila Ta’ Marbuṭah hidup dengan harakat, fatḥah, kasrah, atau ḍammah ditulis t.
Ditulis Zakat al-fiṭrah زكاة الفطرة
D. Vokal Pendek
___ Fatḥah Ditulis A
___ Kasrah Ditulis I
___ Ḍammah Ditulis U
E. Vokal Panjang
Fatḥah bertemu Alif
جاهلية
Ditulis Ā
Jahiliyyah
Fatḥah bertemu Alif Layyinah
تنسىDitulis
Ā
Tansa
Kasrah bertemu ya’ mati Ditulis Ī
Karīm
XI
كريم
Ḍammah bertemu wawu mati
فروضDitulis
Ū
Furūḍ
F. Vokal Rangkap
Fatḥah bertemu Ya’ Mati
بينكمDitulis
Ai
Bainakum
Fatḥah bertemu Wawu Mati
قولDitulis
Au
Qaul
G. Vokal pendek yang berurutan dalam satu kata dipisahkan dengan apostrof
Ditulis A`antum أأنتم
Ditulis U’iddat أعدت
Ditulis La’in syakartum لئن شكرتم
H. Kata sandang alif lam yang diikuti huruf Qamariyyah maupun Syamsyiyyah ditulis
dengan menggunkan “al”
Ditulis Al-Qur`ān القران
Ditulis Al-Qiyās القياس
`Ditulis Al-Samā السماء
XII
Ditulis Al-Syams الشمس
I. Penulisan kata-kata dalam rangkaian kalimat ditulis menurut bunyi atau
pengucapannya
Ditulis Żawi al-furūḍ ذوى الفروض
Ditulis Ahl al-sunnah اهل السنة
XIII
ABSTRAK
Al-Qur’an memang bukan buku sains, akan tetapi di dalamnya tidak sedikit
ayat yang menjelaskan tentang ilmu pengetahuan, yang mana hal itu disebut dengan
mukjizat ilmiah dalam Al-Qur’an. Al-Qur’an memperkenalkan laut sebagai salah
satu tanda kebesaran dan kemahakuasaan Allah SWT. Skripsi ini bertujuan untuk
menguraikan penafsiran mengenai konsep laut dalam Kitab Tafsir ilmi Kemenag
RI dan mengkritisi dan mencari relasinya dengan teori sains.
Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dalam bentuk kajian
kepustakaan atau yang dikenal dengan istilah library research. Sedangkan untuk
mengumpulkan data, penulis mencari beberapa penelitian terdahulu yang relevan
dengan skripsi ini. Setelah data terkumpul, penulis mengklasifikasikannya ke dalam
dua sumber, yaitu sumber primer dan sekunder. Pertama, sumber primer dalam
penelitian ini adalah buku Tafsir Ilmi Kemenag RI yang bertema tentang laut.
Kedua, sumber sekunder dalam penelitian ini terdiri dari buku-buku dan tulisan
ilmiah lainnya yang berupa skripsi, tesis, disertasi, jurnal, dan artikel yang relevan
dengan skripsi ini. Adapun metode yang digunakan adalah metode metode tafsir
tematik (maudu’i). Tafsir maudu’i adalah metode dengan cara mengumpulkan ayat-
ayat Al-Qur’an yang terkait dengan tema tertentu. Dalam penelitian ini penulis
hanya fokus pada ayat-ayat Al-Qur’an yang ada dalam buku Tafsir Kemenag RI
yang bertema tentang laut.
Penelitian ini fokus pada perspektif saintifik dan mengkritisi dengan cara
mencari relevansinya dengan teori sains umum. Kesimpulan dari penelitian ini
adalah penafsiran yang disajikan oleh tim penyusun Tafsir Ilmi Kemenag RI terkait
penafsiran ayat-ayat tentang laut relevan dengan teori sains umum dimana tafsir
ilmi kemenag RI menguraikan beberapa pembahasan penting disetiap babnya
antara lain: batas dua laut, laut yang berlapis-lapis, ombak di atas ombak, dan api
di bawah dasar laut. Kedua-duanya sependapat dalam menjelaskan dan
menjabarkan penyebab setiap fenomena-fenomena terkait dengan konsep laut pada
ayat-ayat Al-Qur’an yang di tafsirkan oleh Tafsir Kementrian Agama RI. Hanya
saja pada penjabaran akhir yang membahas tentang laut sebagai manfaat untuk
kehidupan ada sedikit perbedaan dimana teori sains lebih luas dan lebih detail,
sedangkan pembahasan mengenai laut sebagai manfaat kehidupan yang dibahas di
dalam Tafsir Ilmi Kementrian Agama RI hanya menjelaskan poin-poin pentingnya
saja.
Kata Kunci: Tafsir Ilmi Kemenag RI, laut, Teori Sains.
XIV
DAFTAR ISI
COVER ............................................................................................................................... I
PENGESAHAN KELULUSAN ....................................................................................... II
PERSETUJUAN PEMBIMBING .................................................................................. III
MOTTO ............................................................................................................................. V
HALAMAN PERSEMBAHAN ....................................................................................... V
KATA PENGANTAR ...................................................................................................... VI
PEDOMAN TRANSLITERASI ARAB-LATIN ......................................................... VIII
ABSTRAK ...................................................................................................................... XIII
DAFTAR ISI................................................................................................................... XIV
BAB I .................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN ............................................................................................................. 1
A. Latar Belakang Masalah ...................................................................................... 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................ 5
C. Tujuan Penelitian .................................................................................................. 6
D. Kegunaan Penelitian ............................................................................................. 6
E. Kerangka Teori ..................................................................................................... 7
F. Metode Penelitian ................................................................................................ 13
G. Tinjauan Pustaka ................................................................................................ 18
H. Sistematika Pembahasan .................................................................................... 21
BAB II .............................................................................................................................. 23
LANDASAN TEORI ...................................................................................................... 23
A. Tinjauan Umum Tentang Laut .......................................................................... 23
1. Pengertian Laut ............................................................................................... 23
2. Bentuk dasar laut ............................................................................................ 24
B. Tinjauan Teoritik Tafsir Ilmi ............................................................................ 26
1. Pengertian Tafsir Ilmi .................................................................................... 26
2. Sumber, Metode, dan Corak Penafsiran....................................................... 31
3. Sejarah perkembangan tafsir ilmi ................................................................. 34
4. Syarat-Syarat dan Adab bagi Mufassir Tafsir Ilmi ..................................... 39
XV
BAB III ............................................................................................................................. 46
PENAFSIRAN LAUT MENURUT TAFSIR ILMI KEMETERIAN AGAMA
REPUBLIK INDONESIA .............................................................................................. 46
A. Sistematika Kitab Tafsir Ilmi Kementerian Agama RI .................................. 46
1. Sejarah Singkat Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an ........................... 46
2. Latar Belakang Pembuatan Tafsir Ilmi ........................................................ 48
3. Sejarah LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) .............................. 50
B. Telaah Penafsiran Laut menurut Tafsir Ilmi Kemenag RI ............................ 55
1. Laut Sebagai Tanda Kemahakuasaan Allah ................................................ 56
2. Laut sebagai Manfaat untuk Kehidupan ...................................................... 63
BAB IV ............................................................................................................................. 70
ANALISIS TELAAH KRITISI TEORI SAINS TERHADAP TAFSIR ILMI
KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA TENTANG LAUT ............. 70
A. Laut Menurut Teori Sains dan Perbandingannya dengan Tafsir Ilmi
Kemenag RI. ................................................................................................................ 70
1. Laut Sebagai Tanda Kemahakuasaan Allah. ............................................... 71
2. Laut Sebagai Manfaat Untuk Kehidupan. ................................................... 82
B. Hikmah yang dapat diambil dari Penjelasan Laut Menurut Tafsir Ilmi
Kemenag RI. ................................................................................................................ 84
BAB V .............................................................................................................................. 86
PENUTUP ........................................................................................................................ 86
A. Kesimpulan .......................................................................................................... 86
B. Saran .................................................................................................................... 87
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 89
1
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Al-Qur’an pada awalnya diturunkan dalam bahasa Arab. Dalam
perkembangan zaman, Al-Qur’an tersebut telah diterjemahkan ke dalam
berbagai bahasa. Salah satunya, Al-Qur’an telah diterjemahkan ke dalam
bahasa Indonesia. Al-Qur’an merupakan wahyu yang diturunkan oleh Allah
SWT kepada Nabi Muhammad SAW atau Rasulullah. Secara internal, ada
tiga kemukjizatan Al-Qur’an. Kemukjizatan tersebut mencakup: aspek
kebahasaan, isyarat ilmiah, dan berita-berita ghaib.1
Salah satu bukti bahwa Al-Qur’an adalah mukjizat yang agung.
Dalam Al-Qur’an kita dapat menemukan banyak ilmu dan pengetahuan,
berbicara mengenai ilmu pengetahuan, Al-Qur’an sebagai kitab suci umat
Islam sangat mengapresiasi ilmu pengetahuan bahkan memberikan
penghargaan terhadap generasi ulul albab dan kaum cendekiawan yang
memanfaatkan akalnya untuk merenungi dan memperhatikan ilmu. Isyarat
ini terbukti dari berbagai derivasi kata ilmu yang termuat dalam Al-Qur’an
hingga ratusan kali.
Telah dijelaskan pula dalam surah al-Baqarah bahwa keistimewaan
manusia hingga mampu mengungguli malaikat guna menjadi khalifah di
bumi adalah dengan ilmu yang diberikan oleh Allah Swt. Hal ini
1 Atmawati dwi, Jurnal Majas dalam Al-Qur’an, “Kajian Terhada Al-Qur’an Terjemahan
juz 30” (vol. 19, No. 1, Juni/2014), hlm.1.
2
menunjukkan potensi manusia untuk mengetahui rahasia alam dan
memanfaatkannya guna mengemban amanah tersebut.2
Di era modern kontemporer ini, ilmu pengetahuan telah mengalami
kemajuan yang sangat signifikan. Berbagai penemuan ilmiah dan teori
dalam ilmu pengetahuan berkembang dengan sangat pesat.3 Al-Qur’an
memiliki perhatian besar terhadap perkembangan ilmu pengetahuan. Hal ini
terlihat dari banyaknya ayat-ayat kauniyah (yang membicarakan tentang
alam) tersebar di dalam Al-Qur’an. Dari keseluruhan ayat Al-Qur’an yang
berjumlah 6200-an.4 ada sekitar 750-1000 ayat-ayat kauniyah. Jumlah ini
cukup banyak apabila dibandingkan dengan ayat-ayat hukum yang hanya
berjumlah sekitar 250 ayat.5
Secara eksplisit Al-Qur’an memerintahkan manusia untuk
memperhatikan tanda-tanda yang ada di alam semesta, di alam sejarah dan
di dalam diri manusia sendiri dengan etos yang rasional dan empiris.
Sebagaimana ayat berikut:
2 M. Quraish Shihab, Membumikan al-Qur’an (Jakarta: Lentera Hati, 2011), hlm.408. 3 Hal ini sebagai akibat dari intensifnya kegiatan penelitian yang didukung oleh etos ilmiah
yang tinggi, dana yang berlimpah serta alat bantu penelitian yang canggih dan lengkap. Ilmu
pengetahuan yang dahulunya mampu dikuasai oleh umat Islam, kini sebagian besar dikuasai
masyarakat Barat. Lihat Poeradisastra, Sumbangan Islam terhadap Peradaban Eropa dan Barat
(Jakarta: P3M, 1980), hlm.76 4 Ulama berbeda pendapat mengenai jumlah keseluruhan ayat Al-Qur’an. Terdapat tujuh
macam pendapat, diantaranya: ulama Madinah awal terbagi menjadi dua versi, yaitu riwayat ahl
Kuffah dari ahl Madinah berpendapat bahwa seluruh ayat Al-Qur’an berjumlah 6217 ayat, sedangkan
riwayat ahl Basrah dari Warsy berpendapat 6214 ayat; ulama Madinah akhir berpendapat 6214 ayat;
ulama Makkah berpendapat 6210 ayat; ulama Basrah berpendapat 6204 ayat; ulama Damaskus ada
yang berpendapat 6226 ayat dan ada yang berpendapat 6227 ayat; ulama Hims berpendapat 6232
ayat; dan ulama Kuffah berpendapat 6236 ayat. Lihat: ‘Abd al-Fattâẖ ibn ‘Abd al-Ghanî al-Qâḏî, al-
Farâid al-Hisân fî ‘Add Ây al-Qur’ân, juz 1 (Madinah: Maktabah al-Dâr, 1983), hlm.25-27. 5 Keterangan ini diperoleh dari Zaglul al-Najjar yang dikutip oleh Lajnah Pentashihan
Mushaf Al-Qur’an, Samudra dalam Perspektif al-Qur’an dan Sains, (Jakarta: Lajnah Pentashihan
Mushaf al-Qur’an, 2013), hlm.xxiii.
3
موت وا الرض واختلف اليل والنهار والفلك التي تجري فى البحر بما ينفع الناس ان في خلق الس
اء فاحيا به االرض بعد موتها وبث فيها من كل د ماء من م من الستصر وما انزل هللا ي يف الر ابة و
يت لقوم يعقلون ماء واالرض ال ر بين الس حاب المسخ والس
“Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, silih bergantinya
malam dan siang, bahtera yang berlayar di laut membawa apa yang
berguna bagi manusia, dan apa yang Allah turunkan dari langit berupa air,
lalu dengan air itu Dia hidupkan bumi sesudah mati (kering)-nya dan Dia
sebarkan di bumi itu segala jenis hewan, dan pengisaran angin dan awan
yang dikendalikan antara langit dan bumi; sungguh (terdapat) tanda-tanda
(keesaan dan kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan”.6
Selain ayat di atas masih banyak ayat Al-Qur’an yang objek
ontologisnya berkaitan dengan alam jagat raya, seperti langit dan bumi
beserta segala isi di dalamnya. Hal tersebut tentu nantinya akan mengacu
kepada kaidah-kaidah ilmu pengetahuan. Suatu hal yang menakjubkan,
bahwa Al-Qur’an berbicara banyak tentang laut padahal ia sendiri
diturunkan di wilayah padang pasir, dan Nabi Muhammad SAW pun tidak
pernah berdomisili di daerah pesisir pantai atau tercatat pernah mengarungi
samudra luas.7
Al-Qur’an memperkenalkan laut sebagai salah satu tanda kebesaran
dan kemahakuasaan Allah SWT. Laut sebagai prasarana transportasi yang
memungkinkan mobilisasi manusia dari suatu wilayah ke wilayah lainnya,
aneka komoditas hasil laut yang berlimpah, manfaat air laut bagi kehidupan
makhluk, tapi juga keganasan ombaknya, semua terekam dengan baik
didalam Al-Qur’an. Samudra nan luas menyimpan aneka biota laut yang
6 Al-Qur’an Digital versi Kementrian Agama diakses pada tanggal 25 Agustus 2019 7 Lajnah Pentashihan Mushhaf Al-Qur’an, Tafsir Al-Qur’an Tematik, (Jakarta: Kamil
Pustaka 2009), hlm.20.
4
melimpah dan terus menerus dieksplorasi dan dieksplotasi oleh manusia,
kadang-kadang dengan cara yang serampangan, tapi tetap saja ditemukan
spesies-spesies baru sebagai karunia Allah yang maha Pengasih. Para pakar
geologi memperkirakan jumlah air yang ada di Bumi sekitar 16.000.000.000
km2, atau sama dengan 16.000.000.000.000.000.000 ton. Prosentase jumlah
air itu 25/1000 bagian bumi. Bagian terbesar dari jumlah tersebut -
13.000.000.000 km2- berada ditingkatan bumi yang ada dibawah kulit kerak
bumi.8
Penemuan sains yang baru-baru ini terungkap ternyata sudah
disebutkan dalam Al-Qur’an sejak ratusan tahun yang lalu. Salah satu cara
untuk mengungkap kebenaran atau mukjizat ilmiah Al-Qur’an adalah
dengan mengkaji kitab-kitab tafsir yang bercorak ilmi. Penafsiran dengan
corak ilmi adalah suatu penafsiran melalui pendekatan ilmu pengetahuan
sebagai salah satu dimensi ilmu yang ada di dalam Al-Qur’an. Dalam hal
ini, kitab tafsir ilmi yang menarik untuk dikaji adalah buku seri tafsir ilmi
hasil karya ulama dan ilmuwan Indonesia dengan berbagai macam tema
yang diterbitkan oleh Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an.9
Tafsir ilmi merupakan ijtihad mufassir untuk mengungkap
hubungan ayat-ayat kauniyah di dalam Al-Qur’an dengan penemuan ilmiah
yang bertujuan untuk memperlihatkan kemukjizatan Al-Qur’an.10 Tafsir ini
8 Prof. Dr. Zaglur An-Najjar, Al-I’jaz Al-Ilmi fi Al-Qur’an wa As-Sunnah, (Jakarta: PT
Lentera Hati 2012), hlm.82. 9 Hal ini berdasarkan penelusuran yang dilakukan oleh penulis. Uraian selengkapnya akan
dijelaskan di bab III 10 Quraish Shihab, Sejarah ‘Ulûm al-Qur’ân (Jakarta: Pustaka Firdaus, 2013), hlm.183
5
berusaha memadukan penafsiran Al-Qur’an dengan ilmu sains untuk
menghasilkan pemahaman ayat-ayat kauniyah secara komprehensif.
Bekerja sama dengan LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia) yang
kemudian membentuk tim penyusun terdiri dari para ulama dan ilmuwan.
Kemunculan tafsir ilmi ini tentunya memperkaya khazanah tafsir Indonesia.
Menarik untuk dikaji lebih mendalam mengingat tafsir dengan nuansa
ilmiah ini tergolong baru di ranah tanah air. Di samping itu, status
Kementerian Agama merupakan sebuah lembaga yang berada dalam
struktural pemerintahan Negara Indonesia. Konsep Al-Qur’an mengenai
lautan, jika diaplikasikan dalam kehidupan manusia, terlebih disinergikan
dengan perkembangan teknologi maritim saat ini yang sedemikian canggih
dapat diasumsikan menjadi satu alternatif pendukung bagi kesejahteraan
manusia. Dari sekian banyak penelitian yang mengkaji tentang tafsir ilmi
Kemenag RI, penulis akan membahas tema khusus tentang laut. Alasan
mengapa penulis meneliti konsep laut adalah penulis ingin mengetehaui
relevansi pandangan tafsir ilmi dan teori sains terhadap laut, Maka dari itu
judul penelitian ini adalah Konsep Laut Dalam Tinjauan Tafsir Ilmi
Kementrian Agama RI dan Relevansinya dengan Teori Sains.
B. Rumusan Masalah
Dengan mengacu kepada latar belakang di atas, penulis membatasi
penelitian ini dengan membahas salah satu tema yang disajikan oleh tim
6
penyusun tafsir ilmi Kemenag RI, yaitu laut dan relevansinya dengan teori
sains. Maka, rumusan masalah dari penelitian ini adalah:
1. Bagaimana penafsiran laut menurut pandangan Tafsir Ilmi Kemenag
RI?
2. Bagaimana telaah kritisi teori sains terhadap Tafsir Ilmi Kemenag RI
tentang laut?
C. Tujuan Penelitian
Berdasarkan latar belakang dan rumusan masalah di atas, maka
tujuan dari penelitian yang diajukan adalah:
1. Untuk mengetahui penafsiran laut menurut pandangan Tafsir Ilmi
Kemenag RI.
2. Untuk menjelaskan telaah kritisi teori sains terhadap Tafsir Ilmi
Kemenag RI tentang laut
D. Kegunaan Penelitian
Kegunaan penelitian ini terbagi menjadi dua, yaitu kegunaan teoritis
dan kegunaan praktis. Kegunaan teoritis dari penelitian ini adalah
diharapkan untuk memperkaya ilmu pengetahaun terutama dalam bidang
tafsir yang terfokus pada mukjizat ilmiah Al-Qur’an yang mana penelitian
ini difokuskan pada kajian tafsir ilmi kemenag RI dan teori sains yang
selaras serta memberikan penambahan yang ada pada penelitian
sebelumnya. Salah satunya adalah konsep laut dalam tinjauan tafsir ilmi
7
kemenag RI dan relevansinya dengan teori sains. Penelitian ini yang akan
dikaji secara mendalam antara teori tafsir ilmi kemenag RI dan teori sains.
Sedangkan manfaat praktis dari penelitian ini adalah diharapkan mampu
memberikan kontribusi yang positif sebagai ilmu pengetahuan laut dalam
pandangan tafsir kemenag RI, dan memberikan wawasan kepada setiap
orang bahwa Al-Qur’an tidak hanya berisi ayat-ayat qauliyyah akan tetapi
juga berisi ayat-ayat kauniyyah tentang fenomena alam yang ada di sekitar,
salah satu fenomena tersebut adalah laut.
E. Kerangka Teori
Dilihat dari judul penelitian ini, maka terdapat tiga istilah yang perlu
dibatasi sebagai pegangan dalam kajian ini. tiga istilah tersebut ialah Al-
Qur’an, sains, dan laut.
Al-Qur’an, sebagai kalam Allah, diturunkan bukan untuk tujuan-
tujuan yang bersifat praktis. Oleh sebab itu, secara obyektif, Al-Qur’an
bukanlah ensiklopedi sains apalagi Al-Qur’an tidak menyatakan hal itu
secara gamblang.11 istilah Sains, berasal dari bahasa latin Scientia yang
artinya adalah pengetahuan. Saat ini berkembang menjadi khusus Ilmu
Pengetahuan Alam (IPA) atau biasa disebut sains.12 Sains yang akan
dibahas disini adalah ilmu pengetahun alam dalam menyikapi lautan.
11 Jamal Fakhri, Sains Dan Teknologi Dalam Al-Qur’an Dan Implikasinya Dalam
Pembelajaran (Lampung: Fakultas Tarbiyah IAIN Raden Intan Lampung, 2010), hlm.123. 12 Afzalur Rahman, Ensiklopedi Ilmu Dalam al-Qur’an (Rujukan Terlengkap Isyarat
Ilmiyah dalam al-Qur’an, (Mizan, 2007), hlm.18
8
Dari sisi ayat-ayat Al-Qur’an dalam berbicara fenomena laut yang
sangat urgen seperti terpisahnya air laut kepada kelompok-kelompok
berdekatan yang tidak bercampur sama sekali karena adanya batas pemisah
abstrak yang dapat memisahkan antara kelompok-kelompok itu. Ayat-ayat
dalam fenomena laut ini mengandung sejumlah fakta-fakta ilmiah.13 Al-
Qur’an memberikan informasi stimulan mengenai fenomena alam dalam
porsi yang cukup banyak, sekitar tujuh ratus lima puluh ayat (Ghulsyani,
1993: 78). Bahkan, pesan (wahyu) paling awal yang diterima Nabi SAW
mengandung indikasi pentingnya proses investigasi (penyelidikan).
Informasi Al-Qur’an tentang fenomena alam ini, menurut Ghulsyani,
dimaksudkan untuk menarik perhatian manusia kepada Pencipta alam Yang
Maha Mulia dan Maha Bijaksana dengan mempertanyakan dan
merenungkan wujud-wujud alam serta mendorong manusia agar berjuang
mendekat kepada-Nya (Ghulsyani, 1993). Dalam visi Al-Qur’an, fenomena
alam adalah tanda-tanda kekuasaan Allah. Oleh sebab itu, pemahaman
terhadap alam itu akan membawa manusia lebih dekat kepada Tuhannya.14
Pandangan Al-Qur’an tentang sains dapat ditelusuri dari pandangan Al-
Qur’an tentang ilmu. Al-Qur’an telah meletakkan posisi ilmu pada tingkatan
yang hampir sama dengan iman seperti tercermin dalam surat al-Mujadalah
ayat 11:
13 Zaghlul Raghib M. Al-Najjar, Mukjizat al-Qur’an dan as-Sunnah Tentang IPTEK,
(Gema Insani Press), hlm.120. 14 Jamal Fakhri, Sains Dan Teknologi Dalam Al-Qur’an Dan Implikasinya Dalam
Pembelajaran (Lampung: Fakultas Tarbiyah IAIN Raden Intan Lampung, 2010), hlm.124.
9
حوا ا اذا قيل لكم تفس لكم واذا قيل انشزوا فانشزوا يرف يايها الذين امنو ع فى المجلس فافسحوا يفس هللا
بما تعملون خبير الذين امنوا منكم والذين اوتوا العلم درجت وهللا هللا
“… niscaya Allah akan meninggikan orang-orang yang beriman di antara
kamu dan orang-orang yang diberi ilmu pengetahuan beberapa derajat.”15
Ayat-ayat Al-Qur’an yang memerintahkan manusia mencari ilmu
atau menjadi ilmuwan begitu banyak. Al-Qur’an menggunakan berbagai
istilah yang berkaitan dengan hal ini. Misalnya, mengajak melihat,
memperhatikan, dan mengamati kejadian-kejadian (Fathir:27, al-Hajj:5,
Luqman:20, Al-Ghasyiyah:17-20, Yunus:101, al-Anbiya’:30), membaca
(al-‘Alaq:1-5) supaya mengetahui suatu kejadian (al-An’am:97, Yunus:5),
supaya mendapat jalan (al-Nahl:15), menjadi yang berpikir atau yang
menalar berbagai fenomena (al-Nahl:11, Yunus:101, al-Ra’d:4, al-
Baqarah:164, al-Rum:24, al-Jatsiyah:5), menjadi ulu al-albab (Ali
‘Imran:7, 190-191, al-Zumar:18), dan mengambil pelajaran (Yunus:3).16
Sedangkan pandangan Al-Qur’an tentang sains, dapat diketahui dari
wahyu pertama yang diterima Nabi Muhammad saw.:
نسان من علق )١اقرأ باسم ربك الذي خلق ) علم بالقلم ( الذي ٣( اقرأ وربك االكرم )٢( خلق اال
نسان ما لم يعلم )٤) (٥( علم اال
“Bacalah dengan (menyebut) nama Tuhanmu Yang Menciptakan. Dia
menciptakan manusia dari segumpal darah. Bacalah dan Tuhanmulah Yang
Maha Pemurah. Yang Mengajar (manusia) dengan perantaraan kalam
(tulis baca). Dia Mengajarkan manusia apa yang tidak diketahuinya.” (QS
al-‘Alaq: 1-5)17
15 Al-Qur’an Digital versi Kementrian Agama diakses pada tanggal 25 Agustus 2019 16 Jamal Fakhri, Sains Dan Teknologi Dalam Al-Qur’an Dan Implikasinya Dalam
Pembelajaran (Lampung: Fakultas Tarbiyah IAIN Raden Intan Lampung, 2010), hlm.125. 17 Al-Qur’an Digital versi Kementrian Agama diakses pada tanggal 25 Agustus 2019
10
Dalam konteks sains, al-Qur’an mengembangkan beberapa
langkah/proses sebagai berikut. Pertama, al-Qur’an memerintahkan kepada
manusia untuk mengenali secara seksama alam sekitarnya seraya
mengetahui sifat-sifat dan proses-proses alamiah yang terjadi di dalamnya.
Perintah ini, misalnya, ditegaskan di dalam surat Yunus ayat 101.
يت والنذ موت واالرض وما تغنى اال ر عن قوم ال يؤمنون قل انظروا ماذا فى الس
“Katakanlah (wahai Muhammad): Perhatikan (dengan nazhor) apa yang
ada di langit dan di bumi….”18
Dalam kata unzhuru (perhatikan), Baiquni memahaminya tidak
sekedar memperhatikan dengan pikiran kosong, melainkan dengan
perhatian yang seksama terhadap kebesaran Allah SWT dan makna dari
gejala alam yang diamati (Baiquni, 1997:20).
Kedua, Al-Qur’an mengajarkan kepada manusia untuk mengadakan
pengukuran terhadap gejala-gejala alam. Hal ini diisyaratkan di dalam surat
al-Qamar ayat 49.
انا كل شيء خلقنه بقدر
“Sesungguhnya Kami menciptakan segala sesuatu dengan ukuran.”19
Ketiga, Al-Qur’an menekankan pentingnya analisis yang mendalam
terhadap fenomena alam melalui proses penalaran yang kritis dan sehat
18 Al-Qur’an Digital versi Kementrian Agama diakses pada tanggal 25 Agustus 2019 19 Al-Qur’an Digital versi Kementrian Agama diakses pada tanggal 25 Agustus 2019
11
untuk mencapai kesimpulan yang rasional. Persoalan ini dinyatakan dalam
surat al-Nahl ayat 11-12.
يتون والن رع والز بت لكم به الز رون ين ية لقوم يتفك خيل واالعناب ومن كل الثمرت ان في ذلك ال
رت بامره ان في ذلك ال (١١) ر لكم اليل والنهار والشمس والقمر والنجوم مسخ يت لقوم وسخ
(١٢يعقلون )
“Dia menumbuhkan bagimu, dengan air hujan itu, tanaman-tanaman
zaitun, korma, anggur, dan segala macam buah-buahan. Sesungguhnya
pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah
bagi mereka yang mau berpikir. Dan Dia menundukkan malam dan siang,
matahari dan bulan untukmu; dan bintang-bintang itu ditundukkan
(bagimu) dengan perintah-Nya. Sebenarnya pada yang demikian itu
terdapat tanda-tanda kekuasaan Allah bagi kaum yang menalar.”20
Tiga langkah yang dikembangkan oleh Al-Qur’an itulah yang
sesungguhnya yang dijalankan oleh sains hingga saat ini, yaitu observasi
(pengamatan), pengukuran-pengukuran, lalu menarik kesimpulan (hukum-
hukum) berdasarkan observasi dan pengukuran itu.
Meskipun demikian, dalam perspektif Al-Qur’an, kesimpulan-
kesimpulan ilmiah rasional bukanlah tujuan akhir dan kebenaran mutlak
dari proses penyelidikan terhadap gejala-gejala alamiah di alam semesta.
Sebab, seperti pada penghujung ayat yang menjelaskan gejala-gejala
alamiah, kesadaran adanya Allah dengan sifat-sifat-Nya Yang Maha
Sempurna menjadi tujuan hakiki di balik fakta-fakta alamiah yang
dinampakkan. Memahami tanda-tanda kekuasaan Pencipta hanya mungkin
dilakukan oleh orang-orang yang terdidik dan bijak yang berusaha menggali
20 Al-Qur’an Digital versi Kementrian Agama diakses pada tanggal 25 Agustus 2019
12
rahasia-rahasia alam serta memiliki ilmu (keahlian) dalam bidang tertentu.
Ilmu-ilmu kealaman seperti matematika, fisika, kimia, astronomi, biologi,
geologi dan lainnya merupakan perangkat yang dapat digunakan untuk
memahami fenomena alam semesta secara tepat. Dengan bantuan ilmu-ilmu
serta didorong oleh semangat dan sikap rasional, maka sunnatullah dalam
wujud keteraturan tatanan (order) di alam ini tersingkap.
Selanjutnya, menurut Quraish Shihab, Kata iqra’ dalam surah al-
Alaq diambil dari akar kata yang berarti menghimpun. Dari menghimpun
lahir aneka makna seperti menyampaikan, menelaah, mendalami, meneliti,
mengetahui ciri sesuatu, dan membaca baik yang tertulis maupun tidak.
Sedangkan dari segi obyeknya, perintah iqra’ itu mencakup segala sesuatu
yang dapat dijangkau oleh manusia.21
Konsep laut yang dimaksud adalah gambaran, baik yang bersifat
abstrak, maupun universal terhadap ayat-ayat yang berbicara mengenai laut,
seperti batas dua laut, api dibawah laut dan masih banyak lagi, yang
berlandaskan pada kitab tafsir Ilmi kemenag RI dan relevansinya dengan
teori sains umum.
Jadi kajian yang dilakukan ini berusaha memberikan gambaran
antara Al-Qur’an dan Sains, yang dikaji secara universal melalui penelitian
beberapa ayat kauniyyah yang terdapat di dalam Al-Qur’an dan dijelaskan
melalui kitab tafsir Ilmi Kemenag RI, yang kemudian adanya suatu
21 Jamal Fakhri, Sains Dan Teknologi Dalam Al-Qur’an Dan Implikasinya Dalam
Pembelajaran (Lampung: Fakultas Tarbiyah IAIN Raden Intan Lampung, 2010), hlm.125.
13
pengungkapan juga dari hasil temuan sains modern dalam mengungkap
fenomena laut.
F. Metode Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini mengacu pada jenis metode kualitatif yang
bersumber pada data kepustakaan atau library research. Yaitu jenis
penelitian yang menggunakan data-data kepustakaan sebagai data
penelitiannya, seperti buku, jurnal, artikel, ensiklopedia, dan data-data
pustaka yang terdapat di dalam internet. Sehingga penelitian ini
sepenuhnya didasarkan atas bahan-bahan kepustakaan yang terkait
dengan penelitian. menurut Septiawan dalam bukunya Menulis Ilmiah
Metodologi Penelitian Kualitatif bahwa, di dalam metode kualitatif,
peneliti mengkaji berbagai literatur, dan menggunakannya, untuk
menjelaskan apa yang terjadi di dalam penelitiannya, sekaligus pula
mendapatkan jawaban dari berbagai hal yang ditemukannya selama
penelitian.22
Dalam penelitian ini penulis juga menggunakan analisis-
deskriptif untuk menggunakan gambaran umum tentang tafsir ilmi
kemenag RI.
22 Septiawan Santana K, MenulisI lmiah Metodologi Penelitian Kualitatif, Edisi ke-2
(Jakarta: Yayasan Pustaka Obor Indonesia, 2010), hlm.10.
14
2. Sumber Data
Meninjau dari studi penelitian yang bersumber pada data-data
kepustakaan (library reseach), data-data yang relevan dan berkaitan
dengan pembahasan skripsi ini, yang mana diperoleh dari kepustakaan
kemudian dikumpulkan, sehingga dapat memperoleh kesimpulan yang
tepat. Untuk data-data yang akan ditempuh, yaitu;
a. Data Primer
Data primer adalah data yang paling utama dalam mengkaji sebuah
penelitian. Sebagai data primer yang dilakukan dalam penulisan
skripsi ini adalah Al-Qur’an dan kitab Tafsir Ilmi Kementrian
Agama Republik Indonesia lalu mengumpulkan ayat-ayat al-Qur’an
yang membahas tentang laut.
b. Data Sekunder
Data sekunder adalah data penunjang yang dijadikan alat untuk
membantu dalam menganalisa pembahasan data primer, sebagai
alat bantunya adalah sumber data-data yang relevan dengan
pembahsan. Diantaranya adalah: Al-I’jaz Al-Ilmi fi Al-Qur’an wa
As-Sunnah karya Zaglur An-Najjar, Sejarah ‘Ulûm al-Qur’ân karya
M.Quraish Shihab, pedoman Tafsir Modern karya Muhammad
Baqir al-Shadr, al-Bidayah fi-al-Tafsir al-Maudhu’I karya Abdul-
Hayyi Al-Farmawi, al-Tafsîr wa al-Mufassirûn karya Muẖammad
Husain Al-Dzahabi, Memahami Al-Qur’an Karya Muhammad
Abdul Halim, Sains Berbasis Al-Qur’an karya Ridwan Abdullah
15
Sani, Al-Qur’an dan Lautan karya Agus S. Djamil, Al-Qur’an dan
Sains karya Dr. Nadiyah Thayyarah, Tauhid dan Sains karya Osman
Bakar, Ilmu Pengetahuan Bumi dan Antariksa karya Wiji Aziz Hari
Mukti, M. Pd. Si.
3. Metode Pengolahan Data
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian
ini merujuk pada metode penelitian kepustakaan, adapun langkah-
langkahnya adalah:
a. Menyiapkan alat perlengkapan
Penelitian kepustakaan tidak memerlukan banyak alat
perlengkapan. Dalam penelitian ini penulis hanya menggunakan alat
bantu laptop, dan buku buku referensi sebagai sumber data.
b. Menyusun bibliografi kerja
Bobliografi kerja ialah catatan mengenai bahan sumber utama yang
akan dipergunakan untuk kepentingan penelitian. Dalam penelitian
ini sumber utama yang digunakan adalah Al-Qur’an dan Tafsir Ilmi
Kemenag RI.
c. Mengatur waktu.
Seberapa efektif waktu yang disediakan untuk menyusun penelitian
ini sampai mencapai target.
d. Membaca dan membuat catatan penelitian.
Objek atau lebih baik disebut subjek periset kepustakaan terbenam
dalam timbunan koleksi perpustakaan berupa teks-teks (nash) yang
16
harus dicari dan dikumpulkan serta dibentuk menurut kerangka
penelitian yang telah tersusun.23
4. Analisis Data
Penelitian ini dilandaskan kepada model penelitian tafsir tematik
atau tafsir Mudhu’i. Pengertian tafsir tematik/maudhu’i secara
terminologis banyak dikemukakan oleh para pakar tafsir yang pada
prinsipnya bermuara pada makna yang sama. Salah satu definisi
maudhu’i/tematik yang dapat dipaparkan disini ialah definisi yang
dikemukakan DR. Abdul Hayyi al-Farmawi sebagai berikut: Tafsir
maudhu’i/tematik adalah pola penafsiran dengan cara menghimpun ayat-
ayat Al-Qur’an yang mempunyai tujuan yang sama dengan arti sama-
sama membicarakan satu topik dan menyusun berdasarkan masa turun
ayat serta memperhatikan latar belakang sebab-sebab turunnya,
kemudian diberi penjelasan, uraian, komentar dan pokok-pokok
kandungan hukumannya.24
Definisi tafsir maudhu’i ini memberikan indikasi bahwa mufassir
yang menggunakan metode dan pendekatan tematik ini dituntut harus
mampu memahami ayat-ayat yang berkaitan dengan topik yang dibahas,
maupun menghadirkan dalam benaknya pengertian kosa kata ayat dan
sinonimnya yang berhubungan dengan tema yang ditetapkan. Mufassir
menyusun runtutan ayat sesuai dengan masa turunnya dalam upaya
23 Mestika Zed, Metode Penelitian Kepustakaan (Jakarta: Yayasan Obor Indonesia,
2004), hlm.17. 24 Abdul-Hayyi al-Farmawi, al-Bidayah fi-al-Tafsir al-Maudhu’I (Kairo: al-Hadharat al-
Gharbiyyah, 1977), hlm.52.
17
mengetahui perkembangan petunjuk Al-Qur’an menyangkut persoalan
yang dibahas, menguraikan satu kisah atau kejadian membutuhkan
runtutan kronologis peristiwa. Mengetahui dan memahami latar belakang
turun ayat (bila ada) tidak dapat diabaikan, karena hal ini sangat besar
pengaruhnya dalam memahami ayat-ayat Al-Qur’an secara benar. Untuk
mendapatkan keterangan yang lebih luas, penjelasan ayat, dapat
ditunjang dari hadis, perkataan para sahabat, dan lain-lain yang ada
relevansinya. Tafsir tematik memposisikan Al-Qur’an sebagai lawan
dialog dalam mencari kebenaran. Mufassir bertanya, Al-Qur’an
menjawab. Dengan demikan dapat diterapkan apa yang dianjurkan oleh
Ali bin Abi Thalib: ٱست طق ألقراى artinya : Ajaklah Al-Qur’an berdialog.25
Konsep yang dibawa mufassir dari hasil pengalaman manusia dalam
realitas eksternal kehidupan yang mengandung salah dan benar
dihadapkan kepada Al-Qur’an.26 Dalam penerapan metode ini, ada
beberapa langkah yang harus ditempuh oleh mufassir. Seperti yang
dikemukakan oleh al-Farmawi sebagai berikut:
a. Menetapkan masalah yang akan dibahas
b. Menghimpun ayat-ayat yang berkaitan dengan suatu masalah
tertentu.
c. Menyusun runtutan ayat sesuai dengan masa turunnya, disertai
pengetahuan tentang asbaban-nuzul.
25 M.Qurash Shihab, Wawasan al-Qur’an (Bandung: Mizan, Hazanah Ilmu-ilmu Islam,
1977), hlm.14. 26 Muhammad Baqir al-Shadr, pedoman Tafsir Modern (Jakarta: Risalah Masa, 1992),
hlm.21.
18
d. Memahami korelasi ayat-ayat tersebut dalam suratnya masing-
masing.
e. Menyusun pembahasan dalam kerangka yang sempurna (out line)
f. Melengkapi pembahasan dengan hadits-hadits yang relevan dengan
pokok bahasan.27
G. Tinjauan Pustaka
Penelitian mengenai laut bukanlah sesuatu yang baru dalam dunia
akademis. Dalam berbagai perspektif juga bervariasi. Ada beberapa karya
yang berkaitan dengan kajian mengenai konsep laut, baik dalam bentuk
makalah, skripsi maupun disertasi, diantaranya adalah:
1. Konsep Geologi Laut dalam Alquran dan Sains (Analisa Surat Ar-
Rahman [55]: 19-20, An-Naml [27]: 61, dan Al-Furqan [25]: 53), Skripsi
dari Nuri Qomariah Maritta, mahasiswa UIN Syarif Hidayatullah Jakarta,
2010. Penelitian ini menjelaskan seputar ilmu geologi laut yaitu
komposisi, struktur, dan proses pembentukannya. Di dukung dengan ayat-
ayat sebagai kajiannya. Isyarat-isyarat yang diberitakan Al-Quran selaras
dan tidak saling tumpang tindih dengan temuan temuan ilmiah, walaupun
perlu kita garis bawahi bahwa temuan ilmiah tidaklah pantas untuk
menjadi suatu hal yang dibakukan kevaliditasannya, sebagaimana sifat
ilmu pengetahaun yang senantiasa berkembang sesuai dengan
perkembangn zaman, maka temuan temuan ilimah tersebut akan
27 Abdul-Hayyi al-Farmawi, al-Bidayah fi-al-Tafsir al-Maudhu’I (Kairo: al-Hadharat al-
Gharbiyyah, 1977), hlm.21.
19
berkurang kadar kevaliditasannya, jika ada temuan lain yang lebih valid.
Informasi semacam di atas baru diketahui manusia pada abad terakhir
manusia dapat memotret pembatas tersebut dengan teknologi foto
inframerah menggunakan satelit di mana terlihat bahwa lautan yang
tampaknya satu kesatuan ternyata memiliki banyak perbedaan di antara
bagian air di berbagai lautan. Tampak peralatan canggih untuk mengukur
suhu, kadar garam, kepekatan, kelarutan oksigen dan seterusnya. Mata
manusia tak bisa melihat perbedaan antara ke dua lautan yang bertemu.
Mereka tampak sama saja.
2. Telaah Penafsiran Zaghlul Al-Najjâr Tentang Laut Yang Mendidih
Dalam Kitab Tafsîr Al-Âyât Al-Kauniyyah Fî Al-Qur’ân Al-Karîm (Kajian
Tafsir Tematik Dan Sains) Skripsi dari Farhatul Muthi’ah, mahasiswi
Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian ini
menjelaskan penafsiran Zaghlul al-Najjâr tentang Laut yang Mendidih
serta korelasinya dengan teori ilmiah, dapat disimpulkan dari penelitian
ini bahwa penafsiran Zaghlul al-Najjar terkait QS. Al-Tûr ayat 6, bahwa
kata sajara memiliki dua makna yaitu penuh dan dipanaskan. Kata sajara
menjadi siat kata bahr, sehingga al-bahr al-masjur dapat diartikan dengan
laut yang penuh dan laut yang didalamnya ada api. Sedangkan korelasinya
terhadap teori ilmiah adalah sesuai dengan terjemahnya yaitu “laut yang
di dalam tanahnya ada api” yang mana di bawah laut terdapat lempeng-
lempeng yang bergerak saling menjauh sehingga memancarkan magma
panas ke dasar laut. Adanya pergerakan lempeng yang saling menjauh
20
mengakibatkan magma yang panas memancar keluar melalui celah-celah
itu dan memanaskan air laut. Volume air laut yang sangat besar tidak dapat
memadamkan kobaran api dari magma tersebut. Begitu juga dengan
magma yang panas tidak dapat menguapkan air laut, padahal suhu dari
magma tersebut mencapai 1000ºC. Semakin banyak magma yang
memancar akan semakin banyak pula mid ocean ridge atau rantaian
gunung api yang dihasilkan.
3. Penafsiran Makna Baḫrain Dalam Al-Qur‟an. Skripsi dari Mamad
Muhamad Fauzil Abad mahasiswa Universitas Islam Negeri Walisongo.
Dalam skripsi ini membahas tentang kolerasi antara ayat-ayat al-Qur’an
dengan pendekatan tafsir ilmiy dan ditinjau dari sudut penemuan ilmiah
yang dilakukan oleh para ahli Oceanografer tentang terjadinya pertemuan
dua lautan yang terdapat di Selat Gibraltar. Al-Qur’an menggambarkan
pertemuan dua lautan di dalam 5 ayat dengan kata kunci baẖrâni atau
baẖrain yang diulang sebanyak 5 ayat, seperti dengan menggunakan term
baẖrâni disebut 1 kali dalam surat al-Fâthir /35 ayat 12, dengan
menggunakan term baẖrain disebut sebanyak 4 kali. Pertama, dalam surat
al-Kahfi /18 ayat 60. Kedua, dalam surat al-Furqan /25 ayat 53. Ketiga,
dalam surat an-Naml /27 ayat 61. Keempat, dalam surat ar-Rahman /55
ayat 19-23.
Dari semua penelusuran yang penulis sajikan, pada dasarnya dari sekian
penelitian yang telah disebutkan di atas. Tidak ada kesamaan yang mendasar
dengan penelitian yang akan dibahas. Namun ada sedikit kemiripan dengan
21
skripsi Nuri Qomariah Maritta, yang berjudul Konsep Geologi Laut dalam
Alquran dan Sains (Analisa Surat Ar-Rahman [55]: 19-20, An-Naml [27]:
61, dan Al-Furqan [25]: 53), akan tetapi penelitiannya tidak merujuk pada
kitab tafsir Ilmi Kemenag RI.
H. Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan dalam penelitian ini adalah terdiri dari
Lima Bab yang pembahasannya meliputi yaitu:
Bab Pertama ini merupakan penjabaran awal, penulis mencoba
menerangkan latar belakang masalah. Selain itu, tujuan untuk menjawab
permasalahan penelitian juga dipaparkan dalam bab ini, disertai dengan
manfaat penelitian secara akademis. Dalam bab ini penulis juga
menerangkan tentang karya-karya terdahulu yang membahas tema yang
sama disertai dengan perbedaannya dengan penelitian ini. Penulis juga
menerangkan metode yang digunakan dalam penelitian ini beserta
sistematika dalam pembahasan penelitian ini.
Bab Kedua penulis akan menjelaskan tafsir ilmi secara umum, mulai
dari pengertiannya, sejarah awal munculnya hingga perkembangannya,
sumber dan corak tafsir ilmi juga syarat dan adab bagi mufassir tafsir ilmi.
Bab ketiga yaitu penjelasan mengenai konsep laut menurut
pandangan Tafsir Ilmi kemenag RI, dalam bab ini penulis juga akan
menjelaskan sejarah singkat lajnah pentashihan mushaf Al-Qur’an dan latar
belakang pembuatan tafsir ilmi kemenag RI tentu di bab penulis akan
22
menjabarkan gambaran umum tentang laut yang ada pada kitab tafsir ilmi
kemenag RI.
Bab Keempat yaitu relevansi konsep air laut dalam perspektif tafsir
ilmi kemenag RI terhadap sains dalam bab ini penulis akan mengemukakan
laut dalam pandangan sains. Meliputi penjelasan pengertian laut dalam
pandangan sains dan bentuk dasar laut beserta analisanya.
Bab kelima, berisikan tentang kesimpulan dan saran-saran. Dalam
bab ini akan diterangkan tentang kesimpulan dari pembahasan penelitian di
bab-bab sebelumnya serta mengungkap kekurangan-kekurangan yang
terdapat dalam penulisan ini dan memberikan saran-saran agar penulisan
selanjutnya bisa mengetahui kekurangan yang terdapat dalam penelitian ini.
23
BAB II
LANDASAN TEORI
A. Tinjauan Umum Tentang Laut
1. Pengertian Laut
Dalam kamus bahasa Indonesia dijelaskan bahwa laut adalah
kumpulan air asin dalam jumlah yang banyak dan luas yang
menggenangi dan membagi daratan atas benua atau pulau-pulau. Laut
merupakan perairan yang lebih sempit dari samudra dan terdiri atas laut
pedalaman, laut pertengahan, dan laut tepi.28
Laut adalah medium yang tidak pernah berhenti bergerak.
Bukan hanya permukaannya saja yang bergerak, bagian di bawah
permukaan air pun turut bergerak, hal ini meneybabkan terjadinya
sirkulasi air, baik yang berskala kecil, maupun yang berskala besar.
Jadi, ada arus yang bersifat lokal, tetapi ada juga yang mengalir lintas
samudera.29
Menurut para ilmuwan, laut terbentuk 4,4 miliar tahun yang
lalu. Saat itu, air dipermukaan bumi sangat asam dengan suhu sekitar
100°C akibat panasnya bumi. Asamnya air laut karena atmosfer30 bumi
dipenuhi karbon dioksida.31 Keasaman inilah yang menyebabkan
28 Arthur Godman, Kamus Sains Bergambar, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2009),
hlm.26 29 Ellen Tjandra, Mengenal Laut Lapas, (Bogor: Cita Insan Madani, 2011), hlm.4. 30 Atmosfer adalah lapisan gas yang melingkupi sebuah planet, termasuk bumi, dari
permukaan planet tersebut sampai jauh di luar angkasa. 31 Karbon Dioksida adalah sejenis senyawa kimia yang terdiri dari dua atom oksigen yang
terikat secara kovalen dengan sebuah atom karbon.
24
tingginya peristiwa pelapukan yang menghasilkan garam-garaman air
laut menjadi asin.32
2. Bentuk dasar laut
Banyak orang yang menyangka bentuk dasar laut itu datar saja,
sejauh mata memandang namun, tidaklah demikian. Layaknya daratan,
dilaut juga terdapat jurang, gunung, bahkan gunung berapi. Tidak ada
kawasan di Bumi ini yang memiliki relief dasar laut yang seunik
perairan Nusantara kita. Perairan kita memiliki semua tipe topografi
dasar laut.
b. Abisal
Abisal atau basin floor adalah dasar laut yang luas setelah
lereng benua. Area ini mengarah ke laut lepas. Abisal merupakan
bagian dari paparan benua.
32 Bambang Joko Susilo, Yuk! Lebih Mengenal Laut, (Jakarta: Bee Media, 2018), hlm.4.
25
c. Daratan
Daratan adalah bagian permukaan bumi yang secara tetap
(permanen) tidak tertutupi oleh air laut. Istilah darat digunakan
secara lebih umum, sedangkan "daratan" digunakan dengan
batasan geografis. Permukaan bumi yang tertutupi oleh air lainnya,
seperti sungai, rawa, atau danau, merupakan bagian dari daratan,
tetapi secara umum tidak disebut sebagai darat.
d. Permukaan air laut
Permukaan air laut ialah rata-rata ketinggian air laut yang
dapat diukur di pantai. Kata 'rata-rata' harus digunakan karena
ketinggian air laut senantiasa berubah seiring terjadinya pasang
surut air laut, yang disebabkan oleh adanya gaya
grativasi bulan dan matahari.33
e. Paparan benua
Paparan benua atau continental shelf merupakan kelanjutan
wilayah benua. Kedalaman paparan benua sekitar 200 m.
contohnya, Dangkalan Sunda yang terdapat di antara Kalimantan,
Jawa, dan Sumatera dengan kedalaman 40-45 Meter. Daerah tebing
paparan benua disebut tebing benua.
33 Ellen tjandra, mengenal laut lapas, ( Jakarta: Pakar Media, 2011), hlm.9.
26
f. Gunung laut
Gunung laut adalah bagian yang berdiri sendiri, dan kakinya
mulai dari dasar laut. Puncak gunung dapat muncul ke permukaan
air. Contohnya Gunung Krakatau di Selat Sunda.
g. Palung laut
Palung adalah dasar laut sangat dalam dan berdinding curam.
Bentuk palung laut semakin kedasar semakin menyempit. Palung
sempit dan tidak terlalu curam disebut trench, sedangkan yang
lebih lebar dan curam disebut trog. Palung terdalam di dunia yang
juga merupakan titik terdalam di dunia adalah Palung Mariana,
yang memiliki kedalaman 10.911 meter dibawah permukaan laut.34
B. Tinjauan Teoritik Tafsir Ilmi
1. Pengertian Tafsir Ilmi
Tafsir ilmi merupakan salah satu corak tafsir yang populer atau
diminati di kalangan para ulama masa kini. Kepopuleran tafsir ilmi
telah menyebar dimasa kontemporer di mana para cendekiawan
mempunyai perhatian yang besar terhadap ilmu yang berkembang saat
ini. Hal ini merupakan pengaruh dari kecenderungan paradigma ilmu
pengetahuan yang mendominasi pada diri mufassir untuk menafsirkan
Al-Qur’an dengan penemuan ilmiah.35
34 Ellen Tjandra, Mengenal Laut Lapas, (Jakarta: Pakar Media,, 2011), hlm.6.
35 Muẖammad Husain al-Dzahabi, al-Tafsir wa al-Mufassirun, juz 2 (Kuwait: Dar al-
Nawadir, 2010), hlm.497.
27
Sebelum penulis menjelaskan lebih dalam mengenai tafsir ilmi, ada
baiknya apabila kita mengetahui pengertian tafsir dan ilmi secara
terpisah. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), tafsir berarti
keterangan atau penjelasan tentang ayat-ayat Al-Qur’an agar mudah
difahami.36
Secara etimologi (bahasa) kata “tafsir” diambil dari kata “fassara-
yufassiru-tafsiran” yang berarti keterangan atau uraian.37 Sedangkan
Tafsir menurut terminologi (istilah), sebagaimana didefinisikan Abu
Hayyan yang dikutip oleh Manna al-Qaṭan ialah ilmu yang membahas
tentang cara pengucapan lafadz-lafadz Al-Qur’an, tentang petunjuk-
petunjuk, hukum-hukumnya baik ketika berdiri sendiri maupun ketika
tersusun dan makna-makna yang dimungkinkan baginya tersusun serta
hal-hal yang melengkapinya.38
Sedangkan menurut M. Quraish Shihab, tafsir merupakan hasil
pemikiran manusia tentang penjelasan maksud firman-firman Allah
Swt. yang sesuai dengan kemampuan manusia yang dipengaruhi oleh
beberapa hal sehingga banyak terjadi perbedaan-perbedaan penafsiran
baik dari masa ke masa atau dari satu tempat ke tempat lain.39
Sementara kata ilmi di sini merupakan kata sifat yang bernisbat pada
36 Departemen Pendidikan Nasional, Kamus Besar Bahasa Indonesia (Jakarta: Pusat
Bahasa, 2008), hlm.1409. 37 Rosihan Anwar, Ulum al-Qur’an, (Bandung: Pustaka Setia, 2013), hlm.209 38 Manna’ al-Qaṭan, Pembahasan Ilmu al-Qur’an 2, Terj. Halimudin, (Jakarta: PT Rineka
Cipta, 1995), hlm.164. 39 M. Quraish Shihab, Kaidah Tafsir (Tangerang: Lentera Hati, 2013), hlm.364.
28
kata ilmu. Ilmu berasal dari bahasa Arab yaitu ‘alima – yaʻlamu – ‘ilman
dengan wazn faʻila – yafʻalu – faʻlan yang berarti mengerti, memahami
benar-benar. Sedangkan dalam bahasa Inggris disebut science yang
diambil dari bahasa Latin yaitu scientia (pengetahuan) –scire
(mengetahui). Jadi, pengertian ilmu adalah pengetahuan tentang suatu
bidang yang disusun secara sistematis menurut metode-metode tertentu
yang dapat digunakan untuk menerangkan gejala-gejala tertentu.
Terkait sains dan ilmu, Mulyadhi Kartanegara berpendapat bahwa
keduanya merupakan dua hal yang berbeda, namun memiliki
kemiripan. Hal ini bisa terlihat dari pengertian sains dan pengetahuan
yang ia kemukakan. Sains menurut Mulyadhi adalah any organized
knowledge (pengetahuan yang tersistem), sedangkan ilmu adalah
pengetahuan yang telah teruji kebenarannya. Secara sepintas dapat
dikatakan bahwa ilmu dalam epistemologi Islam mempunyai kemiripan
makna dengan sains dalam epistemologi Barat. Perbedaan di antara
keduanya adalah bahwa sains dibatasi pada bidang-bidang fisik
sedangkan ilmu lebih bebas hingga pada bidang-bidang nonfisik atau
metafisika.40
Setelah mengetahui pengertian tafsir dan ilmi secara terpisah, maka
penulis akan menjabarkan pengertian tafsir ilmi secara kolektif.
Adapun pengertian tafsir ilmi menurut Fahd ‘Abd al-Rahman,
40 Mulyadhi Kartanegara, Pengantar Epistemologi Islam (Bandung: Mizan 2003), hlm.1.
29
sebagaimana yang dikutip oleh M. Quraish Shihab dkk dalam buku
Sejarah ‘Ulum Al-Qur’an, menjelaskan bahwa tafsir ilmi adalah ijtihad
mufassir untuk mengungkap hubungan ayat-ayat kauniyah di dalam Al-
Qur’an dengan penemuan-penemuan ilmiah yang bertujuan untuk
memperlihatkan kemukjizatan Al-Qur’an.41
Dari penjelasan di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa tafsir ilmi
adalah upaya menafsirkan Al-Qur’an dengan teori-teori ilmiah di mana
antara Al-Qur’an dan sains terdapat kesesuaian sehingga mufassir dapat
mengkompromikan keduanya melalui sebuah karya yang disebut tafsir
ilmi. Objek dari tafsir ilmi ini adalah ayat-ayat kauniyah, yaitu ayat-
ayat Al-Qur’an yang memberikan isyarat tentang realita alam semesta
atau penciptaan segala sesuatu yang bersifat ilmiah.
Tak dapat dipungkiri bahwa Al-Qur’an berisi mukjizat ilmiah yang
terkandung dalam isyarat ayat-ayat kauniyah. Apa yang telah
diisyaratkan Al-Qur’an 1400 abad yang lalu merupakan fakta ilmiah
yang telah diuji oleh para ilmuwan masa kini. Hal ini menunjukkan sisi
keagungan Al-Qur’an yang menghadirkan sesuatu yang sebelumnya
belum diketahui manusia pada umumnya dan terbukti kebenarannya
melalui penemuan ilmiah yang telah teruji. Pada abad ini, isyarat ayat
kauniyah menjadi nyata karena dibuktikan oleh penemuan ilmiah yang
mendukung kebenaran ayat Al-Qur’an. Pada abad ini pula, ilmu
pengetahuan terus dijunjung tinggi oleh manusia hingga mereka
41 M. Quraish Shihab, et. al., Sejarah ‘Ulum al-Qur’an, hlm.183.
30
berhasil menghasilkan penemuan-penemuan yang memberikan bukti
tentang hakikat ilmu yang diwahyukan dalam Al-Qur’an.42
Apabila diteliti lebih jauh, tidak ada kontradiksi dalam Al-Qur’an
dengan penemuan-penemuan sains modern yang menyangkut ilmu
astronomi, kedokteran, fisika, gizi, kesehatan, zoologi43, botani44,
aseanologi45, dan sebagainya. Semuanya sejalan dengan apa yang Al-
Qur’an sebutkan.46 Inilah sisi kemukjizatan Al-Qur’an dan
kelebihannya dari kitab-kitab samawi lainnya di mana kitab-kitab
tersebut hanya berlaku pada kaum tertentu, sedangkan Al-Qur’an
berlaku untuk semua umat manusia hingga akhir zaman, baik pada masa
Nabi Muhammad SAW., masa kini, hingga masa yang akan datang.
Kesesuaian Al-Qur’an dengan penemuan sains modern juga
diutarakan oleh para pakar sains yang memiliki karya di bidang tafsir
ilmi, yaitu Zaglul al- Najjar dan Abdul Daim al-Kahil. Mereka
mengatakan dalam muqaddimah karya tafsir ilminya dengan
memberikan ulasan mengenai apa yang dimaksud dengan mukjizat
ilmiah: “Penisbatan kata mukjizat dengan kata ilmiah adalah penisbatan
42 Abdul Majid bin Aziz al-Zindani, et.al., Mukjizat al-Qur’an dan al-Sunnah tentang
IPTEK, jilid 2 (Jakarta: Gema Insani Press, 1997), hlm. 22. 43 Zoologi adalah ilmu tentang kehidupan binatang dan pembuatan klasifikasi aneka macam
bentuk binatang dunia. Lihat Kamus Bahasa Indonesia (Jakarta: Pusat Bahasa Dep.Pendidikan
Nasional, 2008), hlm.1826. 44 Botani adalah cabang dari biologi yang menyelidiki kehidupan tumbuh-tumbuhan. Lihat
Kamus Bahasa Indonesia, hlm.218. 45 Oseanologi adalah ilmu yang mempelajari segala aspek yang berhubungan dengan laut
dan lautan (seperti, tanaman, binatang laut). Lihat Kamus Bahasa Indonesia, hlm.1094. 46 Nadiah Thayyarah, Buku Pintar Sains dalam al-Quran, Terj. Zaenal Arifin dkk. (Jakarta:
Zaman, 2014), hlm. 717.
31
terhadap ilmu pengetahuan yang bertitik tolak dari praktik dan
penelitian ilmiah tentang fenomena-fenomena yang tampak di dalam
alam semesta dan diri manusia menurut ilmu pengetahuan, hingga
akhirnya sampai pada ketentuan-ketentuan hukum alam yang sistem
kerjanya dapat dijelaskan secara ilmiah. Jadi, yang dimaksud dengan
mukjizat ilmiah menurut kami adalah semua penemuan ilmiah yang
kebenarannya bisa dibuktikan secara ilmiah dan tidak perlu diragukan
lagi. Kebenaran ilmiah tersebut sesuai dengan kebenaran yang ada
dalam Al-Qur’an dan sama sekali tidak ada pertentangan. Hal ini
sekaligus merupakan bukti tentang kenabian Nabi Muhammad SAW
dan kebenaran risalahnya, juga untuk membuktikan bahwa Islam
merupakan agama terakhir dan satu-satunya agama yang kitab sucinya
tidak mengalami perubahan.47
2. Sumber, Metode, dan Corak Penafsiran
Sumber penafsiran merupakan rujukan yang diambil oleh mufassir
dalam upaya menafsirkan al-Qur’an, bisa berasal dari tafsir
bilma’tsur48, tafsir birra’yi49, dan tafsir bil isyari.50 Sedangkan metode
47 Zaglul al-Najjar dan Abdul Daim Kahil, Ensiklopedia Mukjizat Ilmiah al-Qur’an dan
Hadis: Penciptaan Manusia, Terj. Tim Penerbit Bahasa Indonesia, jilid 1 (Jakarta: PT Lentera
Abadi, 2012), hlm.iv. 48 Tafsir bi lma’tsur yaitu menafsirkan ayat Al-Qur’an dengan ayat Al-Qur’an lainnya,
dengan hadis Nabi Muhammad Saw., perkataan sahabat, dan pendapat para tabiʻin. Model ini juga
bisa disebut dengan penafsiran menggunakan riwayat dan atsar-atsar.. Lihat Manna al-Qatan
Mabahits fî ‘Ulum al-Qur’an, hlm 358. 49 Tafsir birra’yi, yaitu menjelaskan makna Al-Qur’an atas pemahaman dan kesimpulan yang
diambil dari pemikiran seorang mufassir. Model ini bisa disebut dengan penafsiran yang
menggunakan rasio. Lihat Manna al-Qatan Mabahits fî ‘Ulum al-Qur’an, hlm. 362. 50 Tafsir bil isyari, yaitu penafsiran ayat Al-Qur’an yang dipengaruhi dengan pemikiran
tasawuf yang berdasarkan pada penyucian jiwa, zuhud, kesederhanaan, dan ibadah. Model ini bisa
disebut dengan penafsiran yang menggunakan intuisi. Lihat Manna al-Qatan Mabahits fi ‘Ulum al-
Qur’an, hlm.366.
32
tafsir atau biasa disebut dengan manhaj tafsir adalah cara yang
ditempuh oleh mufassir untuk mencapai pemahaman yang benar
tentang apa yang dimaksudkan Allah di dalam ayat-ayat Al-Qur’an.
Metode tafsir ini berisi kaidah-kaidah yang harus diindahkan ketika
menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an.51 Ada beberapa metode yang lazim
digunakan oleh para ulama tafsir, diantaranya adalah metode tafsir
tahlili52, ijmali53, muqaran54, dan maudu’i.55
Selanjutnya adalah corak tafsir atau biasa disebut dengan laun al-
tafsîr yaitu kecenderungan atau spesifikasi keilmuan seorang mufassir
yang dipengaruhi oleh latar belakang pendidikan, lingkungan, dan
mazhab yang dianutnya. Apabila seorang mufassir adalah ahli bahasa,
maka dia akan menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an melalui pendekatan
kebahasaan atau disebut dengan corak lughawi. Apabila seorang
51 Nashruddin Baidan, Metode Penafsiran al-Qur’an, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar,
2002), 55-56. 52 Metode Tahlili adalah metode penafsiran yang dilakukan dengan mendeskripsikan uraian
makna yang terkandung dalam ayat-ayat al-Qur’an dengan mengikuti tertib urutan surat dan ayat al-
Qur’an (tartib mushafî) dengan melakukan analisis di dalamnya yang meliputi pengertian umum
kosakata ayat, munasabah, sabab al-nuzul, qira’at, iʻrab, dan sebagainya. Lihat Amin Suma, Ulumul
Qur’an, hlm.379. Lihat juga Quraish, Kaidah Tafsir, hlm.378. 53 Metode Ijmali adalah metode penafsiran yang hanya menguraikan makna-makna umum
yang terkandung pada ayat yang ditafsirkan. Mufassir langsung menjelaskan kandungan ayat secara
umum atau hukum dan hikmah yang dapat ditarik dari ayat yang ditafsirkan. Lihat Quraish, Kaidah
Tafsir, hlm.381. 54 Metode muqaran adalah metode penafsiran yang membandingkan antara perbedaan ayat-
ayat al-Qur’an yang memiliki redaksi berbeda, namun kandungannya sama; perbedaan ayat al-
Qur’an dengan hadis Nabi Saw.; dan perbedaan pendapat para mufassir terkait penafsiran ayat yang
sama. Lihat Quraish, Kaidah Tafsir, hlm. 382. 55 Metode maudu’i merupakan metode penafsiran yang membahas tentang suatu persoalan
dalam al-Qur’an yang memiliki kesatuan makna atau tujuan dengan cara menghimpun ayat-ayatnya
yang kemudian dilakukan sebuah analisis menurut cara-cara tertentu dan berdassarkan syarat
tertentu pula untuk menjelaskan maknanya dan mengeluarkan unsur-unsurnya serta
menghubungkan antara ayat yang satu dengan ayat yang lain. Lihat Mustafa Muslim, Mabahits fi
‘Ulum al-Qur’an, hlm.16.
33
mufassir adalah pakar ilmu pengetahuan, maka ia akan menafsirkan
ayat-ayat Al-Qur’an melalui paradigma ilmu pengetahuan atau biasa
disebut dengan corak ‘ilmi.56
Apabila dilihat dari sumber penafsirannya, tafsir ilmi Kemenag RI
ini termasuk ke dalam tafsir birra’yi. Secara bahasa, ra’yu berarti al-
iʻtiqad (keyakinan), al-‘aql (akal), dan al-tadbir (perenungan). Maka
dari itu, tafsir birra’yi juga disebut dengan tafsir bil‘aql dan bil-ijtihad.57
Sedangkan secara istilah, tafsir birra’yi adalah upaya mufassir dalam
memahami teks Al-Qur’an atas dasar ijtihad dengan tetap
memperhatikan Bahasa Arab dari segala sisinya, lafaz-lafaz Arab dan
dalalah-nya, syair-syair Arab, asbab al-nuzul, nasikh-mansukh, dan
menguasai ilmu-ilmu lain yang dibutuhkan oleh seorang mufassir.58
Maksud dari ijtihad yang dilakukan mufassir dalam penafsirannya
adalah berusaha keras untuk memahami makna teks Al-Qur’an dan
mengungkapkan maksud kata-katanya serta makna yang terkandung di
dalamnya. Ijtihad ini meliputi semua teks Al-Qur’an baik pada ranah
kebahasaan maupun syariat atau bisa juga dikatakan bahwa ijtihad
yang dimaksud adalah menjelaskan kandungan teks Al-Qur’an, baik
berupa hukum-hukum syariat, hikmah-hikmahnya, nasihat-nasihatnya,
contoh-contoh teladan, dan lain sebagainya.59 Dalam hal ini, ijtihad
para penyusun tafsir ilmi Kemenag RI dalam menafsirkan ayat-ayat
56 Anshori, Ulumul Qur’an, (Jakarta: Rajawali Pers, 2016), hlm.217-218. 57 ‘Abd al-Rahman al-‘Ak Usul al-Tafsir wa Qowa’iduh, hlm.167. 58 Al-Dzahabî, al-Tafsîr wa al-Mufassirûn, juz 1, hlm.222 59 ‘‘Abd al-Rahman al-‘Ak Usul al-Tafsir wa Qowa’iduh,, hlm.176-177.
34
kauniyah adalah berdasarkan perkembangan ilmu pengetahuan dan
teknologi. Pada zaman dahulu, ayat-ayat kauniyah mungkin hanya bisa
dipahami oleh keimanan seorang muslim saja karena tidak ada alat
yang mendukung untuk membuktikan kebenaran ilmiah yang telah
disampaikan oleh Allah melalui ayat-ayat kauniyah. Hal ini jauh
berbeda dengan zaman sekarang di mana ilmu pengetahuan dan
teknologi telah berkembang pesat sehingga tidak sedikit penelitian
yang dilakukan untuk membuktikan isyarat ilmiah yang ada di dalam
al-Qur’an sehingga manusia dapat memahami ayat-ayat kauniyah
tersebut melalui penemuan ilmiah yang telah teruji oleh para
peneliti.
Sedangkan dilihat dari metode atau manhaj tafsirnya, tafsir ilmi
Kemenag RI menggunakan metode mauduʻi. Mauduʻi secara bahasa
adalah wad’u yaitu menempatkan sesuatu. Sedangkan secara istilah
tafsir maudu i merupakan salah satu metode tafsir yang membahas
tentang suatu persoalan dalam Al-Qur’an yang memiliki kesatuan
makna atau tujuan dengan cara menghimpun ayat-ayat kemudian
menganalisis ayat tersebut untuk menjelaskan maknanya dengan saling
menghubungkan antara ayat yang satu dengan yang lain.60
3. Sejarah perkembangan tafsir ilmi
Apabila dilihat dari rekam jejak sejarahnya, perkembangan tafsir
ilmi ini tak lepas dari perkembangan ilmu dalam khazanah Islam di
60 Mustafa Muslim, Mabahits fî ‘Ulum al-Qur’an, hlm.15-16.
35
mana keilmuan umat Islam menunjukkan masa kejayaannya pada
zaman Dinasti Umayyah dan Dinasti Abbasiyah.
Sejak zaman dahulu sebagian kaum muslimin memang telah
berupaya menciptakan hubungan erat antara Al-Qur’an dan ilmu
pengetahuan. Mereka berijtihad menggali beberapa jenis ilmu
pengetahuan dari ayat-ayat Al-Quran. Usaha seperti itu ternyata di
kemudian hari semakin meluas dan tidak dapat disangkal lagi memang
telah mendatangkan hasil yang banyak faedahnya.61
Husain al-Dzahabi menjelaskan bahwa eksistensi tafsir ilmi mulai
muncul dari kultur karya ulama mutaqaddimin, contohnya yang telah
dilakukan oleh al-Ghazali dalam kitab Ihya’ ʻUlum al-Din yang
menerangkan bahwa ilmu adalah bentuk manifestasi perbuatan dan
sifat Allah, sedangkan Al-Qur’an yang berisi banyak ilmu menjadi
sebuah wadah untuk menjelaskan dzat, af’al (perbuatan), dan sifat-sifat
Allah.62 Al-suyuti juga telah membahasnya pada kitab al-Itqan di mana
banyak ayat Al-Qur’an, hadis, maupun atsar yang menunjukkan bahwa
Al-Qur’an mencakup berbagai disiplin. Pertama yang memuat
perincian ayat-ayat kauniyah adalah Kasyf al-Asrar al-Nuraniyyah al-
Qur’aniyyah yang berisi berbagai uraian tentang benda-benda langit,
bumi, hewan, tumbuhan, permata, dan logam. Kitab ini ditulis oleh
Muhammad ibn Ahmad al-Iskandari, seorang dokter yang mahir dan
61 Ahmad Syirbasi, Sejarah Tafsir al-Qur’an, Terj. Tim Pustaka Firdaus (Jakarta: Pustaka
Firdaus, 1985), hlm.130. 62 Al-Dzahabi, al-Tafsir wa al-Mufassirun, juz 2, hlm.475.
36
terampil. Beliau merupakan ulama pada abad 13 H. Kitab ini terdiri
dari 3 jilid besar, dicetak pertama kali di Mesir pada tahun 1297 H oleh
penerbit Dar al-Kutub al- Misriyyah.63
Selanjutnya ada sebuah kitab yang berjudul Tabaiʻ al-Istibdad wa
Masariʻ al-Istiʻbad ditulis oleh ‘Abd al-Rahman al-Kawakibi. Kitab
ini merupakan kumpulan makalah beliau yang dijadikan satu sehingga
menjadi sebuah karya yang agung. Kitab ini pertama kali
dipublikasikan di Mesir pada tahun 1318 H. Dalam kitab ini terdapat
sebuah ungkapan yang disifatkan kepada Al-Qur’an, yakni “Syams al-
‘Ulum wa Kanz al-Hikam (Matahari Ilmu dan Himpunan Hikmah)”
yang menunjukkan bahwa Al-Qur’an menjadi sumber segala ilmu. Ia
berpendapat bahwa segala sesuatu di alam ini mengalami pembaruan
setiap harinya sesuai dengan perkembangan zaman. Jika umat Islam
tidak ingin tertinggal dengan pemikiran ilmuwan Barat, maka
seharusnya Islam membutuhkan para peneliti Al-Qur’an yang mampu
membuktikan bahwa Al-Qur’an berisi pernyataan dan isyarat yang
benar walaupun telah ditulis sejak ribuan abad yang lalu.64
Seiring dengan perkembangannya, kitab tafsir yang bercorak ilmi
dapat ditemui dengan penyusunan yang urut mulai dari surah al-Fatihah
hingga surah an-nas atau disusun sesuai tema-tema yang diinginkan
oleh mufassir. Contoh kitab tafsir bercorak ilmi yang disusun urut
63 Al-Dzahabî, al-Tafsîr wa al-Mufassirûn, juz 2, hlm.497-498.
64 Al-Dzahabi, al-Tafsîr wa al-Mufassirun, juz 2, hlm.498.
37
mulai dari surah al-Fatihah hingga surah an-nas adalah al-Jawahir
karya Tantawi Al-Jauhari sebuah kitab yang terdiri dari 25 jilid,
diterbitkan pertama kali di Mesir pada kisaran tahun 1341 H–1351 H.
Kitab ini disusun secara tahlili.65
Kemudian muncul sebuah karya dari seorang dokter terkenal, yaitu
‘Abd al-‘Aziz Ismaʻil. Karyanya adalah al-Islam wa al-Tib al-Hadits
yang merupakan kumpulan makalah beliau yang disebarkan di majalah
al-Azhar. Setelah dikumpulkan menjadi satu, karya ini dijadikan sebuah
kitab yang dicetak oleh percetakan al-Iʻtimad pada tahun 1357 H.
Dalam kitab tersebut, beliau mengatakan bahwa penjelasan di dalam
buku-buku kedokteran, arsitektur, dan astronomi mengarah kepada
sunatullah yang terjadi dialam ini. Hal ini menunjukkan bahwa di
dalam buku-buku tersebut tidak hanya berisi teori-teori rumit yang
berkaitan dengan ilmu-ilmu, tetapi segala kejadian di alam ini baik dari
segi kedokteran, seni/arsitektur, astronomi, dan sebagainya,
merupakan ketentuan-ketentuan yang berjalan secara teratur sesuai
dengan kehendak Allah SWT. ʻAbd al-‘Aziz Ismaʻil juga berpendapat
bahwa ilmu modern yang kekinian dapat membantu mengungkap
makna sebagian ayat-ayat Al-Qur’an sehingga Al-Qur’an akan tetap
65 Tahlili secara harfiah berarti menjadi lepas atau terurai. Secara istilah tafsir Tahlili adalah
metode penafsiran ayat-ayat al-Qur’an yang dilakukan dengan mendeskripsikan uraian makna yang
terkandung dalam ayat-ayat al-Qur’an dengan mengikuti tertib urutan surat dan ayat al-Qur’an
(tartib mushafî) dengan melakukan analisis di dalamnya. Lihat M. Amin Suma, Ulumul Qur’an,
(Jakarta: Rajawali Press, 2014), h. 379.
38
eksis seiring dengan berkembangnya zaman.66
Tak berhenti hingga di situ, perkembangan tafsir ilmi terus melaju
hingga corak ilmi menjadi sesuatu yang populer di kalangan ulama
kontemporer. Hal ini bisa dilihat dari banyaknya kitab-kitab tafsir ilmi
yang mewarnai kehidupan di masa itu, diantaranya: al-Tafsir al-‘Ilmi
li al-Ayat al-Kauniyyah fi al-Qur’an karya Hanafi Ahmad diterbitkan
di Mesir oleh Dar al-Fikr; Tafsir al-Ayat al-Kauniyyah karya ‘Abd Allah
Syahatah diterbitkan di Mesir oleh Dar al-Iʻtisam tahun 1400 H/1980
M; al-Isyarat al-‘Ilmiyyah fi Al-Qur’an al-Karim karya Dr.
Muẖammad Syauqi al-Fanjari, diterbitkan oleh Maktabah Gharib
tahun 1413 H/1992 M.
Sedangkan kitab tafsir ilmi yang disusun sesuai dengan tema-tema
yang diinginkan oleh mufassir adalah al-Iʻjaz al-‘Ilmi fi al-Qur’an
wa al-Sunnah karya Prof. Dr. Zaglul al-Najjar dan Dr. Abdul Daim al-
Kahil. Mereka adalah para pakar yang telah diakui oleh dunia
internasional karena telah banyak meneliti mukjizat ilmiah yang ada di
dalam al-Qur’an dan Hadis selama berpuluh-puluh tahun. Di Indonesia,
karya mereka telah diterjemahkan menjadi sebuah ensiklopedia
mukjizat ilmiah yang tersusun dari enam seri berdasarkan judul
tertentu, yaitu: 1) Penciptaan Manusia; 2) Syariat Islam; 3) Penciptaan
Langit dan Alam Semesta; 4) Penciptaan Planet Bumi; 5) Gaya Hidup,
66 Al-Dzahabi, al-Tafsîr wa al-Mufassirun, juz 2, hlm. 502.
39
Kesehatan, dan Pengobatan; 6) Penciptaan Hewan dan Tumbuhan.67
Sedangkan di Indonesia, kitab tafsir bercorak ilmi yang disusun
secara tematik juga telah menghiasi khazanah keilmuan oleh para
cendekiawan muslim. Diawali dengan sebuah karya dari Dr. Mochtar
Na’im, ilmuwan Indonesia tamatan Institute of Islamic Studies di
McGill University, telah menghasilkan sebuah buku yang berjudul
“Kompendium Himpunan Ayat-Ayat al-Qur’an”. Buku ini pertama kali
diterbitkan pertama kali di Jakarta oleh Gema Insani Press pada tahun
1996. Buku ini memuat banyak seri diantaranya adalah himpunan ayat-
ayat Al-Qur’an yang berkaitan dengan Biologi dan Kedokteran; Botani
dan Zoologi; Geografi dan Fisika; Ekonomi; Hukum; Teologi; Etika
dan Sosial-Budaya; Kisah-Kisah Sejarah; Akhirat, Surga dan Neraka;
dan Doa-Doa dalam Al-Qur’an.68
4. Syarat-Syarat dan Adab bagi Mufassir Tafsir Ilmi
Tafsir yang bercorak ilmi merupakan ijtihad seorang mufassir
dalam mengungkap sejumlah ilmu yang diisyaratkan di dalam Al-
Qur’an. Dengan sejumlah ilmu yang nantinya dapat dikembangkan
menjadi ilmu kedokteran, astronomi, bintang, biologi, dan lain-lain
sehingga membuat Al-Qur’an menjadi sempurna dengan beragam
ayat-ayat kauniyah di dalamnya.69
67 Zaglul al-Najjar dan Abdul Daim Kahil, Ensiklopedia Mukjizat Ilmiah al-Qur’an dan
Hadis, (Jakarta: Lentera Abadi, 2012). 68 Mochtar Naim, Kompendium Himpunan Ayat-Ayat al-Qur’an, (Jakarta: Gema Insani
Press, 1996). 69 ‘Ali Iyyazi, al-Mufassirun, juz 1, hlm.127.
40
Abdul Mustaqim berpendapat dalam bukunya yang berjudul
Dinamika Sejarah Tafsir al-Qur’an, sebagaimana yang dikutip oleh
Rubini, bahwa corak ilmi merupakan corak penafsiran Al-Qur’an yang
menggunakan pendekatan teori-teori ilmiah untuk menjelaskan ayat-
ayat Al-Qur’an yang berbicara mengenai alam. Tafsir bercorak ilmi
dimaksudkan untuk menggali isyarat-isyarat ilmiah yang terkandung
dalam Al-Qur’an. Tafsir ini berangkat dari paradigma Al-Qur’an yang
tidak bertentangan dengan akal sehat dan ilmu pengetahuan sehingga
antara Al-Qur’an dan ilmu pengetahuan dapat saling dikompromikan.70
Begitu banyaknya penafsian ilmiah terhadap ayat-ayat al-Qur’an
mengindikasikan bahwa hal tersebut tidak bisa dilakukan oleh orang
sembarangan tanpa mempunyai dasar ilmu, karena Al-Qur’an
mempunyai keotentikan yang tinggi sehingga tidak mungkin dan tidak
pantas apabila penafsiran terhadap ayat-ayatnya dikaitkan dengan
percobaan-percobaan ilmiah yang belum valid. Sebelum penulis
menjabarkan bagaimana adab yang benar dalam menafsirkan Al-
Qur’an dengan teori ilmiah, ada baiknya jika penulis menjelaskan
syarat-syarat yang harus dipenuhi oleh seorang mufassir dalam
menafsirkan Al-Qur’an secara umum, diantaranya adalah:
a. Akidahnya bersih
Orang yang akidahnya telah berubah akan meyakini rasio.
70 Rubini, “Tafsir Ilmi”, Jurnal Komunikasi dan Pendidikan Islam, vol. 2, no. 2 (2016),
hlm.93.
41
Kemudian ia membawa lafal-lafal Al-Qur’an dengan rasionya.
Mereka tidak mengikuti para sahabat dan para tabi’in. Apabila
orang ini menafsirkan Al-Qur’an, ia menakwilkan ayat-ayat yang
berbeda dengan fahamnya yang salah. Lalu ia selewengkan sampai
sesuai dengan madhzab (faham)-nya. Hal ini tidak bisa dipakai
sandaran dalam mencari kebenaran, bagaimana bisa orang
menemukan sesuatu darinya.
b. Tidak mengikuti hawa nafsu
Hawa nafsu membawa pemiliknya kepada paham
(subjektifnya), sekalipun salah dan menolak yang lain, sekalipun
yang ditolak itu benar.
c. Mufassir mengerti Ushul At-Tafsir
Dasar-dasar penafsiran dibutuhkan sebagai kumpulan beragam
dalam kunci ilmu tafsir. Maka seorang mufassir harus ’alim dalam ilmu
qira’at, naskh-mansukh dan asbab An-Nuzul serta perangkat ilmu tafsir
lainnya.
d. Pandai dalam ilmu Riwayah dan Dirayah Hadis
Mengingat, bahwa hadis-hadis Rasul merupakan penjelas
Al-Qur’an. Imam Syafi’i berkata: “Setiap keputusan Rasulullah
SAW adalah hasil pemahamannya terhadap Al-Qur’an”. Imam
Ahmad berkata: “As-Sunnah adalah tafsir dan tabyin (penjelas)
bagi Al-Qur’an”.
e. Mufassir mengetahui dasar-dasar agama/Ushuluddin
Yang dimaksud dasar-dasar agama adalah ilmu tauhid,
42
sehingga dengan menafsirkan ayat-ayat asma (nama) Allah dan
sifat-sifatnya tidak akan terjadi penyerupaan.
f. Mufassir mengerti Ushulul-Fiqh.
Karena dengan ilmu tersebut sang mufassirbisa mengetahui
bagaimana menetapkan hukum berdasarkanayat-ayat Al-Qur’an,
bagaimana mengambil dalil dari Al-Qur’an, juga akan mengetahui
ijmal (keumuman) Al-Qur’an. Sehingga jelas mana penjelasan Al-
Qur’an yang bersifat ‘am (umum) dan khash(khusus), muthlaq dan
muqayyat, petunjuk dan ungkapan nash, petunjuk tentang Al-Amr
(perintah) dan An-Nahi (larangan) dan lain-lain.
g. Seorang Mufassir harus menguasai bahasa Arab dan ilmunya
Dalam hal ini yang dimaksud mengetahui bahasa adalah
bahasa Arab. Sedangkan tentang ilmu bahasa meliputi: ilmu
Nahwu,karena arti suatu kosakataselalu berubah dan berbeda-beda
menurut perbedaan statusnya (I’rab) di dalam struktur kalimat,
maka ilmu Nahwuini penting dimengerti dan diperhatikan. Ilmu
Sharaf atauTasrif, karena dengan ilmu ini bentuk kosakata dan
kalimat dapat diketahui.
h. Memiliki I’tikad yang benar dan mematuhi segala ajaran agama
Seorang yang mendustakan agama tidak dapat dipercaya
dalam soal keduniaan, maka bagaimana ia dapat dipercaya dalam
43
soal agama. Begitu pula, seorang yang dituduh menyimpang dari
ajaran agama tidak dapat dipercaya, karena ia akan menyebarkan
fitnah dan akan menyesatkan orang banyak dengan
kebohongannya. Demikian pula orang yang diduga dikendalikan
hawa nafsu, sangat mungkin hawa nafsu akan mendorong untuk
berbuat sesuai dengan keinginananya tersebut.
i. Mempunyai tujuan yang benar
Artinya, seorang penafsir, dengan karya tafsirnya, harus
semata-mata bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT
bukan untuk tujuan lain, seperti untuk mendapatkan pujian atau
sanjungan, mencari popularitas, dan tujuan lainnya selain
mendekatkan diri kepada Allah.71
Setelah mengetahui hal-hal yang harus diperhatikan dalam
menafsirkan Al-Qur’an secara umum, berikut ini penulis akan
menjelaskan persyaratan yang harus dimiliki dan dilakukan oleh
para mufassir dalam mengkaji ayat-ayat kauniyah, diantaranya:
1) Tetap memelihara kaidah syarat-syarat menafsirkan Al-Qur’an
yang telah disebutkan di atas.
2) Dalam menafsirkan ayat-ayat kauniyah harus sesuai dengan
makna susunan Al-Qur’an.
3) Tidak keluar dari batas-batas menafsirkan Al-Qur’an dengan
71 Fahdbin Abdurrahman Ar-Rumi, Ulumul Qur’an Studi Kompleksitas Al-qur’an
(Yogyakarta: Titan Ilahi,1996), hlm.217
44
teori ilmiah yang terlalu berlebihan.
4) Seorang mufassir hendaknya menetapkan teori ilmiah yang
berasal dari isyarat-isyarat Al-Qur’an yang terkait dengan ayat-
ayat kauniyah.
5) Memperhatikan kesesuaian antara penafsiran Al-Qur’an
dengan teori ilmiah, sebab jika teori tersebut sesuai dengan
makna ayat-ayat Al-Qur’an maka hal tersebut menjadi sebuah
penemuan yang menakjubkan, namun jika tidak ada
kesesuaian, maka jangan dipaksakan untuk mensinkronkan
antara keduanya.
6) Menjadikan kandungan ayat-ayat kauniyah sebagai dasar bagi
penjelasan dan penafsiran yang dilakukan mufassir.
7) Seorang mufassir harus berpegang kepada makna kebahasaan
terhadap ayat-ayat yang ingin dijelaskan isyarat ilmiahnya
karena ayat-ayat Al-Qur’an tersusun dari Bahasa Arab sehingga
tidak mungkin jika aspek ini dihilangkan dalam sebuah
penafsiran.
8) Tidak menyalahi isi syariat Islam dalam menafsirkan ayat-ayat
kauniyah. Penafsirannya harus sesuai (Muabiqah) tanpa ada
pengurangan atau penambahan yang diperlukan dalam
menjelaskan makna isyarat ayat.
9) Memelihara susunan antarayat dan memelihara munasabah
ayat sehingga terjalin ikatan antarayat agar memiliki satu tema
45
yang terpadu.
10) Menyeimbangkan antara bidang spesialisasi ilmu yang dimiliki
oleh mufassir dengan kemampuan dirinya dalam menjelaskan
makna ayat.
Poin-poin di atas mungkin tak jauh berbeda dengan persyaratan
mufassir dalam menafsirkan ayat-ayat Al-Qur’an pada umumnya,
namun dalam tafsir ilmi seorang mufassir harus memperhatikan
dua disiplin ilmu sekaligus, yaitu bidang ilmu pengetahuan yang
akan ditelitinya dan ‘ulum al-Qur’an serta perbendaharaan Bahasa
Arab. Menurut Ali Iyyazi bahwa sebuah penafsiran ilmiah yang
baik merupakan hasil kerjasama antara pakar tafsir dan pakar sains
atau bisa juga dikatakan bahwa tafsir ilmi membutuhkan dua
gabungan paradigma, yaitu paradigma ilmu-ilmu Al-Qur’an dan
paradigma ilmu pengetahuan.72
72 Sayyid Muẖammad ‘Alî Iyyazi, al-Mufassirun: Hayatihim wa Munhajihim (Teheran:
Wizarah al-Tsaqafah wa al-Irsyad al-Islami, 1386 H), hlm.129.
46
BAB III
PENAFSIRAN LAUT MENURUT TAFSIR ILMI KEMETERIAN AGAMA
REPUBLIK INDONESIA
A. Sistematika Kitab Tafsir Ilmi Kementerian Agama RI
1. Sejarah Singkat Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an dibentuk sebagai wujud
perhatian pemerintah dalam menjamin kesucian teks Al-Qur’an dari
berbagai kesalahan dan kekurangan dalam penulisannya. Pada tahun
1957, pemerintah membentuk sebuah lembaga kepanitiaan yang
bertugas mentashih (memeriksa/mengoreksi) setiap mushaf Al-Qur’an
yang akan dicetak dan diedarkan kepada masyarakat Indonesia.
Keberadaan lembaga ini tidak muncul dalam struktur yang berdiri
sendiri, namun merupakan bagian dari Puslitbang Lektur Keagamaan
yang kemudian diberi nama Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an.
Seiring berjalannya waktu, tugas-tugas lajnah semakin banyak dan
beragam. Pada tahun 1982, Peraturan Menteri Agama Nomor 1 tahun
1982 dikeluarkan dalam rangka menguraikan secara resmi tugas-tugas
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, diantaranya adalah: (1)
Meneliti dan menjaga mushaf Al-Qur’an, rekaman bacaan Al-Qur’an,
terjemah, dan tafsir Al-Qur’an secara preventif dan represif; (2)
Mempelajari dan meneliti kebenaran mushaf Al-Qur’an, Al-Qur’an
untuk tunanetra (Braille), bacaan Al-Qur’an dalam kaset, piringan
hitam dan penemuan elektronik lainnya yang beredar di Indonesia; (3)
47
Menyetop peredaran mushaf Al-Qur’an yang belum ditashih oleh
Lajnah Pentashih Mushaf Al-Qur’an.73
Tugas-tugas tersebut dilaksanakan oleh lajnah hingga tahun 2007.
Namun seiring berjalannya waktu, tugas-tugas lajnah menjadi semakin
meluas. Oleh karena itu, sebagai tindak lanjut pelaksanaan Peraturan
Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 3 tahun 2006 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Departemen Agama serta untuk
meningkatkan dayaguna dan hasil guna pelaksanaan tugas di bidang
pentashihan dan pengkajian Al-Qur’an, maka terbitlah Peraturan
Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 3 tahun 2007 tentang
Organisasi dan Tata Kerja Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an.
Di dalam Peraturan Menteri Agama RI Nomor 3 tahun 2007 Bab 1
pasal 1, Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an adalah Unit
Pelaksanaan Teknis Badan Penelitian dan Pengembangan serta
Pendidikan dan Pelatihan yang berada di bawah serta bertanggung
jawab kepada Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama
RI. Sejak terbitnya Peraturan Menteri Agama (PMA) tersebut,
Organisasi dan Tata Kerja Lajnah Pentashihan Mushaf Al- Qur’an turut
berubah sesuai dengan tugas dan fungsi lajnah dalam diktum sehingga
73 Muhammad Shohib, dkk., Profil Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an Badan Litbang
dan Diklat Kementerian Agama Republik Indonesia, (Jakarta: Perpustakaan Nasional RI, 2013),
hlm. 2-3.
48
lajnah mencakup tiga bidang, yaitu (1) Bidang Pentashihan, (2) Bidang
Pengkajian Al-Qur’an, dan (3) Bidang Bayt Al-Qur’an dan
Dokumentasi.74
Berdasarkan fungsi lajnah di atas, kajian tafsir merupakan hasil
kerja dari bidang pengkajian Al-Qur’an yang muncul karena
masyarakat Islam Indonesia tidak saja memerlukan mushaf Al-Qur’an
yang benar dari sisi penulisannya, tetapi juga benar dari sisi
pemahamannya. Apabila dirinci, tugas Bidang Pengkajian Al-Qur’an
adalah melaksanakan pengembangan dan pengkajian Al-Qur’an,
penerbitan mushaf, terjemah, dan tafsir Al-Qur’an; serta melakukan
sosialisasi dan pelaporan hasil pengkajian Al-Qur’an.75
2. Latar Belakang Pembuatan Tafsir Ilmi
Salah satu kegiatan Bidang Pengkajian Al-Qur’an adalah menyusun
tafsir Al-Qur’an. Tafsir pertama yang dibuat adalah tafsir tematik yang
menitikberatkan pembahasannya pada persoalan akidah, akhlak,
ibadah, dan sosial. Tak hanya itu saja, Bidang Pengkajian Al-Qur’an
juga melakukan kajian dan penyusunan tafsir ayat-ayat kauniyah, yang
dikenal dengan sebutan tafsir ilmi. Tafsir ini memfokuskan pada kajian
saintifik terhadap ayat-ayat kauniyah dalam Al-Qur’an.76
Penyusunan kitab tafsir ilmi ini didukung oleh kerjasama yang baik
74 ibid., hlm.4. 75 ibid., hlm.42. 76 Muhammad Shohib, “Sambutan Kepala Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an dalam
Tafsir Ilmi: Samudra dalam Perspektif al-Qur’an dan Sains, (Jakarta: Perpustakaan Nasional RI,
2013), hlm.xiii.
49
antara Kementerian Agama dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan
Indonesia (LIPI) dalam upaya menjelaskan ayat-ayat kauniyah untuk
penyempurnaan buku Al-Qur’an dan Tafsirnya. Hasil kajian ayat-ayat
kauniyah ini dimasukkan ke dalam tafsir tersebut sebagai tambahan
penjelasan atas tafsir yang ada. Tim kajian dan penyusunan tafsir ilmi
ini terdiri dari para pakar yang dibagi menjadi dua kelompok, yaitu: (1)
Tim syarʻi yang menguasai persoalan kebahasaan dan hal lain terkait
penafsiran Al-Qur’an, seperti asbab al-nuzul, munasabah al-ayat
riwayat-riwayat dalam penafsiran, dan ilmu-ilmu keislaman lainnya;
(2) Tim kauni yang menguasai persoalan-persoalan saintifik, seperti
fisika, kimia, geologi, biologi, astronomi, dan sebagainya. Kedua
kelompok ini bersinergi dalam membentuk ijtihad jamaʻi (ijtihad
kolektif) untuk menafsirkan ayat-ayat kauniyah dalam Al-Qur’an.77
Susunan tim penyusun tafsir ilmi sejak tahun 2011 terdiri dari:
Pengarah : 1) Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian
Agama RI
2) Kepala Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia
3) Kepala Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an
Narasumber:
4) Prof. Dr. H. Umar Anggara Jenie, Apt., M. Sc.
5) Prof. Dr. H. M. Quraish Shihab, MA.
77 Ibid., hlm.xiii-xiv.
50
6) Prof. Dr. H. M. Atho Mudzhar
7) Prof. Dr. H. Muhammad Kamil Tajudin
8) Dr. K.H. Ahsin Sakho Muhammad, MA.
Ketua : Prof. Dr. H. Hery Harjono
Wakil Ketua : Dr. H. Muchlis M. Hanafi, MA.
Sekretaris : Prof. Dr. H. Muhammad Hisyam
Anggota : 1) Prof. Dr. Thomas Djamaluddin
2) Prof. Dr. Ir. Arie Budiman, M. Sc.
3) Prof. Safwan Hadi, Ph. D.
4) Prof. Dr. H. Hamdani Anwar, MA.
5) Prof. Dr. H. M. Darwis Hude, M. Si.
6) Prof. Dr. H. E. Syibli Syarjaya, MM.
7) Dr. H. Moedji Raharto
8) Prof. Dr. H. Soemanto Imamkhasani
9) Dr. Ir. H. Hoemam Rozie Sahil
10) Dr. Ir. M. Rahman Djuwansah
11) Dr. Ali Akbar
12) Dra. Endang Tjempakasari, M. Lib.
3. Sejarah LIPI (Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia)
Pembentukan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI)
memiliki sejarah yang panjang diawali dengan pendirian Kebun Raya
51
Bogor pada tahun 1817 oleh Gubernur Jenderal Godert Alexander
Gerard Philip van der Capellen dengan nama ‘s Lands Plantentuinte
Buitenzorg. Dari sini lahir beberapa institusi ilmu pengetahuan lain,
seperti Bibliotheca Bogoriensis (1842), Herbarium Bogoriense (1844),
Kebun Raya Cibodas (1860), Laboratorium Treub (1884), Museum dan
Laboratorium Zoologi (1894). Setelah melewati beberapa fase kegiatan
ilmiah di bidang botani dan zoologi tersebut, Pemerintah Indonesia
membentuk Majelis Ilmu Pengetahuan Indonesia (MIPI) melalui
Undang-Undang (UU) No. 6 Tahun 1956. Tugasnya adalah
membimbing perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta
memberi pertimbangan kepada pemerintah dalam hal kebijakan untuk
ilmu pengetahuan. Pada tahun 1962, Pemerintah membentuk
Departemen Urusan Riset Nasional (DURENAS) dan menempatkan
MIPI di dalamnya dengan tugas tambahan membangun dan mengasuh
beberapa lembaga riset nasional. Hingga pada tahun 1966, status
DURENAS menjadi Lembaga Riset Nasional (LEMRENAS).Sejak
Agustus 1967, pemerintah membubarkan LEMRENAS dan MIPI
dengan SK Presiden RI No. 128 Tahun 1967. Setelah itu, pemerintah
berdasarkan Keputusan MPRS No. 18/B/1967 membentuk LIPI dan
menampung seluruh tugas LEMRENAS dan MIPI ke dalam lembaga
tersebut. Tugas pokoknya adalah (1) membimbing perkembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi yang berakar di Indonesia agar dapat
dimanfaatkan bagi kesejahteraan rakyat Indonesia pada khususnya dan
52
umat manusia pada umumnya; (2) mencari kebenaran ilmiah dimana
kebebasan ilmiah, kebebasan penelitian serta kebebasan mimbar diakui
dan dijamin, sepanjang tidak bertentangan dengan Pancasila dan UUD
1945; (3) mempersiapkan pembentukan Akademi Ilmu Pengetahuan
Indonesia (sejak 1991, tugas pokok ini selanjutnya ditangani oleh
Menteri Negara Riset dan Teknologi dengan Keputusan Presiden
(Keppres) No. 179 Tahun 1991).Seiring perkembangan kemampuan
nasional dalam bidang Iptek, lembaga ilmiah di Indonesia pun
mengalami pertumbuhan dan perkembangan. Menyikapi hal tersebut,
peninjauan dan penyesuaian tugas pokok dan fungsi serta susunan
organisasi LIPI terus dilakukan. Di antaranya, penetapan Keppres No.
128 Tahun 1967 tanggal 23 Agustus 1967 dan diubah dengan Keppres
No. 43 Tahun 1985. Hal tersebut masih disempurnakan lebih lanjut
dengan Keppres No. 1 Tahun 1986 tanggal 13 Januari 1986 tentang
Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia. Terakhir, kelembagaan LIPI
ditetapkan dengan Keppres No. 103 Tahun 2001.78
Selain bekerjasama dengan LIPI, beberapa instansi juga turut membantu
penyusunan buku ini, diantaranya adalah Lembaga Penerbangan dan
Antariksa Nasional (LAPAN), Universitas Gajah Mada (UGM) Yogyakarta,
dan Observatorium Bosscha Institut Teknologi Bandung (ITB).79
78 Prof. Dr. Iskandar Zulkarnain, Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), (Jakarta: 2015), Hlm.3. 79 Muhammad Shohib, “Sambutan Kepala Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an dalam
Tafsir Ilmi: Samudra dalam Perspektif al-Qur’an dan Sains, (Jakarta: Perpustakaan Nasional RI,
2013), hlm.xiv-xv.
53
Penyusunan kitab tafsir ilmi ini bertujuan untuk menjadikan Al-Qur’an
sebagai kitab suci yang memberikan makna spiritual. Melalui karya tafsir
ilmi ini, masyarakat diajak untuk mengamati dan memperhatikan alam
semesta dengan pendekatan teori-teori ilmu pengetahuan yang telah teruji
sehingga dapat mengagungkan Allah sebagai pencipta alam. Hal ini
menunjukkan bahwa tujuan dari mendalami ayat-ayat kauniyah adalah sebagai
perantara dalam menguatkan ketauhidan seseorang. Setiap ayat yang menyeru
untuk menyembah Allah dan mentauhidkan-Nya selalu diiringi dengan
perintah berpikir atau meneliti bukti-bukti keagungan Ilahi yang tersebar di
alam raya ini. Yûsuf Al-Qardawi juga sependapat dengan hal ini bahwa tafsir
ilmi dapat memberikan manfaat bagi umat Islam dalam upaya peneguhan iman
mereka, menghilangkan keraguan, dan mempertebal hidayah yang mereka
dapatkan. Selain itu, tafsir ilmi juga bisa menjadi perantara untuk meyakinkan
orang-orang nonmuslim agar beriman, meyakini Allah sebagai Tuhan
pencipta alam semesta ini.80
Kemunculan tafsir ilmi juga merupakan apresiasi Islam terhadap
perkembangan ilmu pengetahuan sekaligus menjadi bukti bahwa Al-Qur’an
dan ilmu pengetahuan tidak saling bertentangan.81 Hal ini sesuai dengan apa
yang dikatakan oleh Husain al-Dzahabi bahwa tafsir ilmi adalah sebuah upaya
membahas ilmu pengetahuan dalam penuturan ayat-ayat Al-Qur’an serta
berusaha menggali dimensi keilmuan dan menyingkap rahasia kemukjizatan
Al-Qur’an mengenai informasi-informasi sains yang mungkin belum dikenal
80 Al-Qaradawi, Al-Qur’an Berbicara tentang Akal dan Ilmu Pengetahuan, hlm.328. 81 Muhammad Kamil ‘Abd al-Samad, Mukjizat Ilmiah dalam al-Qur’an, Terj. Alimin &
Uzair Hamdan (Jakarta: Akbar Media Eka Sarana, 2002), hlm.6-7.
54
manusia pada saat ayat tersebut diturunkan dan dapat dibuktikan
kebenarannya pada zaman sekarang sehingga terbukti bahwa Al-Qur’an
bukan karangan manusia, melainkan wahyu yang diturunkan kepada Nabi
Muhammad dari Sang Pencipta dan Pemilik alam semesta ini.82
Di dalam buku tafsir ilmi Kemenag RI, tim penyusun juga memaparkan
prinsip-prinsip dasar tafsir ilmi yang dirumuskan oleh para ulama, diantaranya
adalah:83
a. Memperhatikan arti dan kaidah-kaidah kebahasaan.
b. Memperhatikan konteks ayat yang ditafsirkan, sebab-sebab ayat dan
surah Al-Qur’an, bahkan kata dan kalimatnya saling berkolerasi
serta memahami secara komprehensif atau tidak parsial.
c. Memperhatikan hasil-hasil penafsiran dari Nabi Saw., para sahabat,
tabiʻin dan ulama tafsir serta memahami ilmu-ilmu Al-Qur’an seperti
nasikh- mansukh, asbab al-nuzul, dan sebagainya.
d. Tidak menggunakan ayat-ayat yang mengandung isyarat ilmu untuk
menghukumi benar atau salahnya sebuah hasil penemuan ilmiah.
e. Memperhatikan kemungkinan satu kata atau ungkapan yang
mengandung banyak makna.
f. Mengetahui objek bahasan ayat termasuk penemuan-penemuan
ilmiah yang berkaitan dengannya.
g. Sebagian ulama menyarankan untuk tidak menggunakan penemuan-
82 Al-Dzahabî, al-Tafsîr wa al-Mufassirûn, juz 2, hlm.497.
83 Muchlis M. Hanafi, “Kata Pengantar” dalam Tafsir Ilmi: Samudra dalam Perspektif al-
Qur’an dan Sains, (Jakarta: Perpustakaan Nasional RI, 2013), hlm.xxvi.
55
penemuan ilmiah yang masih bersifat teori dan hipotesis, tetapi
menggunakan penemuan yang telah mencapai tingkat kebenaran
ilmiah yang tidak bisa lagi ditolak oleh akal manusia.
B. Telaah Penafsiran Laut menurut Tafsir Ilmi Kemenag RI
Laut merupakan keajaiban yang lainnya dalam kehidupan makhluk
di planet ini. Air laut tidak pernah beristirahat barang sekejap pun dalam
bentuk gelombang air atau gerakkan dibawah permukaannya Al-Qur’an
berbicara banyak sekali tentang laut, meskipun Nabi Muhammad SAW
berdasarkan riwayat yg ada diketahui tidak pernah berlayar mengarungi
samudra luas. Salah satu dari sekian banyak ayat tentang laut adalah sebagai
berikut.
ر البحر لتأكلوا منه لحما طريا وتستخرجوا منه حلية تلبسونها وترى الفلك مواخر فيه وهو الذي سخ
ولتبتغوا من فضله ولعلكم تشكرون
Artinya: “Dan Dialah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu), agar
kamu dapat memakan daripadanya daging yang segar (ikan), dan kamu
mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai; dan kamu
melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu mencari (keuntungan)
dari karunia-Nya, dan supaya kamu bersyukur”.84
Terdapat dua term kata laut di dalam Bahasa Arab, yaitu al-yamm
dan al-bahr. Kata al-yamm diulang sebanyak delapan kali di dalam tujuh
ayat Al-Qur’an, diantaranya terdapat pada QS. al-Aʻraf (7) ayat 136; Taha
(20) ayat 39, 78 dan 97, QS. al-Qasash (28) ayat 7 dan 40; QS. al-
Dzâriyât (51) ayat 40.85
84 Al-Qur’an Digital versi Kementrian Agama diakses pada tanggal 25 Agustus 2019 85 Muhammad Fu’ad ‘Abd al-Baqi, al-Mu’jam al-Mufahras li Alfaz al-Qur’an al-Karim
(Turki: al-Maktabah al-Islamiyyah, 1984), hlm.774.
56
Walaupun dalam Bahasa Indonesia kata al-yamm sering disamakan
dengan al-bahr yang berarti laut, namun keduanya memiliki perbedaan,
yakni sebagaimana yang telah dijelaskan di awal bahwa al-yamm lebih
cocok diartikan sungai yang lebar, sedangkan al-bahr merupakan wilayah
perairan asin atau tawar yang sangat luas dan dalam sehingga dinamakan
laut. Al-Bahr pun sering diartikan dengan samudra, tetapi makna laut dan
samudra ternyata berbeda. Samudra adalah lautan berapi yang memanjang
dari titik pusatnya. Maka, tidak semua lautan merupakan samudra, namun
hanya beberapa laut saja yang bisa dikategorikan sebagai samudra.
Contohnya adalah Laut Merah di mana titik rekahan atau belahan api yang
berada di tengah dasar laut akan semakin memanjang seiring berjalannya
waktu. Belahan api Laut Merah mengalami perluasan 3 cm dalam setahun.
Maka dari itu, perbedaan samudra dan laut adalah dilihat dari ada atau
tidaknya rekahan api yang semakin memanjang pada bagian tengah dasar
laut.86
Selanjutnya penulis akan memaparkan konsep laut dalam
pandangan tafsir ilmi kemenag RI dan menyimpulkan bahwa hampir setiap
bab pada buku tafsir ilmi Kemenag RI menjelaskan beberapa topik yang
menjadi pembahasan penting, diantaranya adalah:
1. Laut Sebagai Tanda Kemahakuasaan Allah
a. Batas Dua Laut
86 Zaglul al-Najjar dan Abdul Daim Kahil, Ensiklopedia Mukjizat Ilmiah al-Qur’an dan
Hadis: Penciptaan Manusia, hlm.117-118.
57
Hal menakjubkan lain yang disebutkan Al-Qur’an berkaitan dengan
laut adalah fenomena pertemuan dua laut dengan karakteristik
berbeda. Masing-masing tetap pada karakteristiknya, meskipun secara
kasat mata bercampur oleh deburan gelombang. Terdapat beberapa
ayat yang menjelaskan hal ini, antara lain surat Al-Furqan/25:53.
ذا مل أجاج وجعل بينهما برزخا وحجرا ذا عذب فرات وه وهو الذي مرج البحرين ه
محجورا
“Dan Dialah yang membiarkan dua laut yang mengalir
(Berdampingan); yang ini tawar lagi segar dan yang lain asin lagi
pahit; dan Dia jadikan antara keduanya dinding dan batas yang
menghalangi.”87
• Tafsiran:
Allah menggerakkan dua buah laut yang berbeda, yang satu tawar
dan yang lainnya asin. Masing-masing bergerak berdampingan namun
tidak mengalami percampuran. Hal ini merupakan nikmat bagi
manusia, Berdasarkan penelitian, para ahli kelautan berhasil
menyingkap adanya batas antara dua lautan yang berbeda. Mereka
menemukan bahwa ada pemisah antara setiap lautan: pemisah itu
bergerak diantara dua lautan dan dinamakan dengan front (jabhah),
hal ini dianalogikan dengan front yang memisahkan antara dua
pasukan. Dengan adanya pemisah ini setiap lautan memelihara
karakteristiknya sesuai dengan makhluk hidup yang tinggal
dilingkungan masing-masing. Diantara pertemuan dua laut itu
87 Al-Qur’an Digital versi Kementrian Agama diakses pada tanggal 25 Agustus 2019
58
terdapat lapisan-lapisan air pembatas yang memisahkan antara
keduanya, dan berfungsi memelihara karakteristik khas setiap lautan
dalam hal kadar berat jenis, kadar garam, biota laut, suhu, dan
kemampuan melarutkan oksigen.88
b. Ombak di Atas Ombak dan laut yang berlapis-lapis
Ombak di laut tidak saja terjadi di permukaannya, tetapi juga di bawah
permukaan laut. Inilah yang dinyatakan di dalam surah annur/24:40
dengan ungkapan “ombak yang di atasnya ada ombak”. Allah
berfirman:
ي يغشاه موج من فوقه موج من فوقه سحاب ظلمات بعضها فوق أو كظلمات في بحر لج
له نورا فما له من نور بعض إذا أخرج يده لم يكد يراها ومن لم يجعل هللا
Artinya:”Atau (keadaan orang kafir) seperti gelap gulita di lautan
yang dalam, yang diliputi oleh gelombang demi gelombang, di
atasnya ada (lagi) awan gelap. Itulah gelap gulita yang berlapis-
lapis. Apabila dia mengeluarkan tangannya hampir tidak dapat
melihatnya. Barangsiapa tidak diberi cahaya (petunjuk) oleh Allah,
maka dia tidak mempunyai cahaya sedikitpun. (Q.S. An-nur:40) 89
• Tafsiran:
Makna ayat ini adalah Dipermukaan laut ombak terjadi akibat
pengaruh angin: energi dari angin ditransfer kepermukaan laut
sehingga menimbulkan ombak atau gelombang laut. Gelombang yang
dibangkitkan angin disebut wind waves. Wind waves ini terbagi dua,
yaitu ombak yang masih dipengaruhi angin yang membangkitkannya
88 Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an, Samudra dalam Perspektif al-Qur’an dan Sains,
(Jakarta: Perpustakaan Nasional RI, 2013), hlm.40. 89 Al-Qur’an Digital versi Kementrian Agama diakses pada tanggal 25 Agustus 2019
59
atau masih berada didaerah pengaruh angin yang disebut sea, dan
gelombang yang berada diluar daerah pengaruh angin yang disebut
swell. Swell inilah yang merambat keluar dari daerah pembentukannya
dilepas pantai menuju pantai. Gelombang jenis inilah yang kita amati
menjalar dan pecah dipantai.90
Berbeda dengan wind wives atau gelombang permukaan,
gelombang internal (internal waves) adalah gelombang yang
terbentuk di lapisan bawah permukaan laut. Gelombang ini terbentuk
akibat gangguan yang terjadi pada bidang antara (interface) yang
memisahkan dua lapisan air yang mempunyai densitas berbeda.91
Sedangkan makna dari laut yang berlapis-lapis pada ayat ini
adalah pada kondisi laut yang gelap gulita terdapat gelombang yang
berlapis. Air laut tidak homogeny karena densitas air laut bervariasi
dari permukaan sampai ke dasar laut. Densitas air laut merupakan
fungsi dari temperatur, salinitas, dan tekanan. Karena temperature,
salinitas, dan tekanan bervariasi terhadap kedalaman maka densitas
air laut bervariasi terhadap kedalaman. Hal ini menyebabkan laut
menjadi berlapis-lapis.92 Berdasarkan ketersediaan cahaya di lapisan
laut, laut terbagi dalam tiga lapisan , yaitu lapisan euphotic atau
disebut juga sunlight zone (0-80 m), lapisan disphotic atau twilight
90 Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an, Samudra dalam Perspektif al-Qur’an dan Sains,
(Jakarta: Perpustakaan Nasional RI, 2013), hlm.44. 91 Ibid., hlm.44. 92 Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an, Samudra dalam Perspektif al-Qur’an dan Sains,
(Jakarta: Perpustakaan Nasional RI, 2013), hlm.49.
60
zone (80-200m), dan lapisan aphotic atau midnight zone (lebih besar
daripada 200 m). lapisan euphotic merupakan lapisan yang mendapat
sinar matahari yang cukup banyak yang memungkinkan terjadinya
proses fotosintesis oleh tanaman laut, termasuk fitoplankton. Terumbu
karang dapat tumbuh dengan baik di lapisan ini. Lapisan disphotic
merupakan lapisan yang kurang mendapat sinar matahari, dan lapisan
aphotic adalah lapisan yang tidak mendapat sinar matahari atau
lapisan yang gelap gulita. Inilah yang diungkapkan dengan “gelap
gulita yang bertindih-tindih” dalam firman Allah pada surah An-
Nur:40.93
c. Api di Bawah Dasar Laut.
Dalam surah at-Thur/52:6 Allah berfirman,
والبحر المسجور
Artinya: “laut yang di dalam tanahnya ada api”.94
• Tafsiran:
Bagi sebagian orang, ayat di atas hanya bisa dibenarkan dengan
keimanan.95 Terlebih pada masa ayat tersebut diturunkan. Sifat api
pada umumnya akan padam apabila di siram air. Sulit dibayangkan
bagaimana api pada umumnya akan padam apabila disiram air. Sulit
dibayangkan bagaimana api akan berada dalam keadaan terendam air,
93 Ibid., hlm.52. 94 Al-Qur’an Digital versi Kementrian Agama diakses pada tanggal 25 Agustus 2019 95 Zaglul al-Najjar, Pembuktian Sains dalam Sunah, Terj. Zainal Abidin & Syakirun
Ni’am,(Jakarta: Amzah, 2006), hlm.154.
61
apalagi di dasar lautan yang dalam. Namun seiring dengan kemajuan
dan tekhnologi ternyata banyak lokasi panas di dasar samudra yang
suhunya beberapa kali lipat suhu api yang umum dijumpai di atas
permukaan bumi.96
Ilmu pengetahuan dan teknologi sudah maju dan canggih. Para
ilmuwan menyelaraskan penemuan-penemuannya dengan ayat-ayat
kauniyyah dalam Alquran. Salah satu ilmuwan kealaman dan mufassir
kontemporer yang berkiprah dalam pembuktian sains Al-Qur’an
bernama Prof. Dr. Zaghlul An-Najjar, mengungkapkan dalam kitab
tafsirnya Al-ayatul Kauniyyah fil Qur’anil Karim bahwa, diantara
terdapat fenomena luar biasa yang dapat disaksikan para ahli sekarang
ini, yakni penemuan bahwa ada kobaran api (magma) di dasar lautan
yang tidak bisa padam. Sebaliknya, sekalipun temperatur magma
mencapai di atas 100° C. air yang di samudera itu tidak sampai habis
menguap. Fenomena ini menunjukan adanya keseimbangan antara air
dan api.97
Fenomena api di dasar laut yang dimaksud adalah adanya
rangkaian gunung api di dasar laut. Gunung api itu berasal dari proses
geologi yang melibatkan pergerakan lempeng-lempeng tektonik di
permukaan bumi.98 Adanya magma dalam gunung api adalah suatu
96 Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an, Samudra dalam Perspektif al-Qur’an dan Sains,
(Jakarta: Perpustakaan Nasional RI, 2013), hlm.46. 97 Zaglul An-najjar, Tafsir Al-ayatul Kauniyyah fil Qur’anil Karim, (al-Qahiroh:
Maktabah as-Syarqiyyah ad-Dauliyyah, 2007), jilid 3, hlm.467. 98 Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an, Samudra dalam Perspektif al-Qur’an dan Sains,
(Jakarta: Perpustakaan Nasional RI, 2013), hlm.47.
62
material yang dierupsikan, rekahan yang menghubungkan magma
dengan permukaan bumi dan dikontrol dengan gaya tektonik99 Sifat-
sifat dan kegiatan dalam perut bumi dinamakan dengan magmatisme.
Aktivitas gunung api dapat berlangsung di darat maupun di laut.
Aktivitas gunung api di darat berlangsung secara normal yang
dipengaruhi oleh proses eksigen seperti hujan, angin, dan aktivitas
manusia. Sedangkan aktivitas gunung api di laut berlangsung secara
normal dan dipengaruhi oleh sedimentasi100, aktivitas organisme laut,
aktivitas tektonika (pengangkatan dan penurunan dasar laut).101
dengan kemajuan IPTEK, lokasi panas di dasar laut banyak dijumpai
oleh para ilmuwan, yakni adanya gunung api di dasar laut yang
disebabkan oleh pertemuan dua lempeng tektonik102 yang berimpitan
dengan punggungan tengah samudra.103
Jadi dapat penulis simpulkan bahwa fenomena api atau
gunung api di dasar laut diakibatkan oleh dua lempeng samudra yang
berdekatan bergerak memisah, sebuah lembah celah di tengah
samudra akan terbentuk. Magma dari mantel naik keatas melalui celah
dan memadat diatas permukaan membentuk sebuah rangkaian
99 Gaya tektonik adalah suatu proses gerakan pada kerak bumi yang menimbulkan lekukan,
lipatan, retakan, patahan sehingga berbentuk tinggi rendah atau relatif pada permukaan bumi. 100 Sedimentasi adalah pengendapan benda padat karena pengaruh gaya berat. 101 Sri Mulyaningsih, Vulkanologi (Yogyakarta: Ombak Dua, 2015), hlm.36. 102 Lempeng tektonik adalah penyebab terbentuknya permukaan bumi seperti yang kita lihat
sekarang ini. Lempeng tektonik merupakan gabungan dari dua kata yaitu lempeng dan tektonik.
Lempeng adalah lembaran-lembaran raksasa berwujud kerak benua dan kerak samudra yang
bergerak dan mengapung dipermukaan bumi. 103 Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an, Samudra dalam Perspektif al-Qur’an dan Sains,
hlm.47.
63
pegunungan bawah-laut, yang dapat mencapai ketinggian 3000 m
(10000 kaki). Lempeng samudra ini terpecah-pecah menjadi beberapa
bagian sebagai sesar geser yang memungkinkan lantai samudra yang
baru membelok ke sekeliling bumi.104
2. Laut sebagai Manfaat untuk Kehidupan
Keberadaan laut sangat memberi manfaat yang sangat besar bagi
kehidupan di bumi. Mulai dari proses pendinginan bumi yang awalnya
sangat panas, ketersediaan air bagi makhluk hidup, sarana transportasi,
siklus air hujan, terciptanya sumber industri, dan masih banyak lainnya.
Di antara manfaat laut bagi kehidupan adalah:
a. Laut sebagai tempat utama dalam melakukan siklus air atau disebut
juga dengan siklus hidrologi. Tahapan-tahapan siklus air ini akan
dijelaskan sebagai berikut:
Sinar matahari yang dipancarkan ke bumi mengakibatkan suhu
air laut menjadi panas sehingga wujud air yang berupa cairan berubah
menjadi gas/uap air. Proses ini disebut evaporasi. Selanjutnya, uap air
naik ke atmosfer dan menjadi dingin serta mengalami proses
kondensasi sehingga membentuk partikel-partikel di udara yang
menjadi awan. Apabila awan sudah cukup menampung partikel-
partikel uap air, maka awan akan melepas uap air yang ada di
dalamnya menjadi bentuk hujan, salju, atau hujan es. Proses ini
dinamakan presipitasi. Air hujan yang turun akan diserap oleh
104 Sue bowler, Bumi yang gelisah, (London: Penerbit Erlangga, 2003), hlm.33.
64
tanaman agar bisa berfotosintesis. Selain itu, air hujan juga akan
diserap oleh permukaan tanah yang selanjutnya bisa tersimpan dan
keluar sebagai mata air atau mengalir ke sungai hingga kembali ke
lautan. Siklus air ini berlangsung secara kontinu sehingga semua
makhluk hidup bisa tetap bertahan hidup di bumi.105 Allah berfirman
pada QS. al-Aʻraf/7:57 yaitu:
ياح بشرا بين يدي رحمته حتى إذا أقلت سحابا ثقاال سقناه لبلد ميت وهو الذي يرسل الر
لك نخرج الموتى لعلكم تذكر ون فأنزلنا به الماء فأخرجنا به من كل الثمرات كذ
Artinya: Dia-lah yang meniupkan angin sebagai pembawa kabar
gembira, mendahului kedatangan rahmat-Nya (hujan), sehingga
apabila angin itu membawa awan mendung, Kami halau ke suatu
daerah yang tandus, lalu Kami turunkan hujan di daerah itu.
Kemudian Kami tumbuhkan dengan hujan itu berbagai macam buah-
buahan. Seperti itulah Kami membangkitkan orang yang telah mati,
mudah-mudahan kamu mengambil pelajaran.106
Siklus air ini merupakan bentuk pemeliharaan Allah terhadap
kehidupan di bumi. Dengan adanya siklus ini, air selalu diperbarui dan
dibersihkan, dapat menstabilkan cuaca, menyaring air laut yang asin
dan pahit menjadi tawar sehingga bisa digunakan untuk mengairi
sawah, menumbuhkan rerumputan untuk makan hewan ternak,
mengganti air tanah yang dipompa keluar untuk memenuhi kebutuhan
manusia dengan air yang baru, dan masih banyak lagi manfaatnya.107
b. Laut yang sangat luas menyimpan kekayaan alam yang melimpah
ruah.
105 Indarto, Hidrologi: Dasar Teori dan Contoh Aplikasi Model Hidrologi, (Jakarta: PT
Bumi Aksara, 2010), hlm.5-6. 106Al-Qur’an Digital versi Kementrian Agama diakses pada tanggal 25 Agustus 2019 107 Hudzaifah Ismail, Kerajaan al-Qur’an, (Jakarta: Almahira, 2012), hlm.269.
65
Wilayah pesisir pantai dan laut memiliki peran yang strategis
dan penting. Ia tidak sekadar menjadi hunian yang nyaman, tetapi juga
mendukung berbagai macam kegiatan ushaa. Wilayah pesisir dan laut
merupakan tempat yang memiliki kekayaan sumber daya alam yang
sangat melimpah. Bagi masyarakat diwilayah seperti ini laut memang
menjadi sumber mata pencaharian yang utama dan telah berlangsung
berabad-abad lamanya.108 Di Indonesia saja diperkirakan ada sekitar
140 juta atau hampir 60% penduduk yang bertempat tinggal didaerah
pesisir. Tercatat pada tahun 2002 sebanyak 219 kabupaten/kota di
Indonesia (atau 68%) diantaranya memiliki wilayah pesisir.
Aneka biota laut terus melangsungkan kehidupannya secara
alamiah sehingga keseimbangan ekosistem109 laut tetap terjaga.
Berbagai jenis ikan yang tersedia melimpah di lautan mengandung
sumber protein bagi manusia. Kehalalannya pun sudah telah dijamin
oleh Allah sebagaimana firman-Nya dalam QS. al-Ma’idah [5] ayat
96:
م عليكم صيد البر ما دمت يارة وحر م حرما أحل لكم صيد البحر وطعامه متاعا لكم وللس
الذي إ ليه تحشرون واتقوا هللا
Artinya: “Dihalalkan bagimu binatang buruan laut dan makanan
(yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat bagimu, dan
bagi orang-orang yang dalam perjalanan; dan diharamkan atasmu
(menangkap) binatang buruan darat, selama kamu dalam ihram. Dan
bertakwalah kepada Allah Yang kepada-Nya-lah kamu akan
108 Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an, Samudra dalam Perspektif al-Qur’an dan
Sains, (Jakarta: Perpustakaan Nasional RI, 2013), hlm.58. 109 Ekosistem adalah komunitas makhluk hidup dan lingkungan fisiknya yang saling
berinteraksi. Lihat Mien A. Rifai, Kamus Biologi, (Jakarta: Balai Pustaka, 2004), hlm.95.
66
dikumpulkan.”110
Hewan buruan laut yang dimaksud dalam ayat ini adalah
semua hewan yang berada dan tinggal di laut, kecuali jenis katak dan
kura-kura. Kedua hewan ini diharamkan untuk dimakan karena
merupakan hewan yang tinggal di dua alam, yakni laut dan darat.
Sedangkan makna tho’aamuhu adalah makanan yang berasal dari laut
termasuk juga di dalamnya hewan yang telah mengapung di
permukaan atau yang sudah menjadi bangkai. Hal ini didasarkan pada
hadis Nabi saw.111
Selain itu, ada juga kerang mutiara yang dapat dipakai menjadi
perhiasan oleh manusia bahkan bisa menjadi hasil laut yang memiliki
komoditas ekonomi paling tinggi. Allah berfirman pada QS. al-Naẖl
[16] ayat 14:
ر البحر لتأكلوا منه لحما طريا وتستخرجوا منه حلية تلبسونها وترى الفلك وهو الذي سخ
مواخر فيه ولتبتغوا من فضله ولعلكم تشكرون
Artinya: “Dan Dialah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu),
agar kamu dapat memakan daripadanya daging yang segar (ikan),
dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai;
dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu
mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu
bersyukur.”112
Ayat ini menerangkan bahwa penyebutan daging yang segar
adalah ikan- ikan yang berada di laut. Manusia juga dapat menikmati
110 Al-Qur’an Digital versi Kementrian Agama diakses pada tanggal 25 Agustus 2019 111 Abû ‘Abd al-Rahmân al-Nasâ’î, Sunan al-Nasâ’î al-Kubrâ, juz 3 (Beirut: Dâr al-
Kutub al-‘Ilmiyyah, 1991), hlm.163. 112 Al-Qur’an Digital versi Kementrian Agama diakses pada tanggal 25 Agustus 2019
67
keindahan mutiara yang berasal dari kerang/tiram yang berada di laut.
Ada pula karang/koral yang tumbuh di dasar laut.113 Ada juga
terumbu karang yang merupakan kumpulan polip karang, yakni
binatang kecil dengan rangka keras yang tersusun dari kalsium
karbonat. Ganggang kecil tumbuh di dalam rangka tersebut. Manfaat
terumbu karang antara lain adalah: pemecah gelombang alami,
melindungi pantai, tempat yang sangat cocok bagi bibit ikan, dan
menjadi rumah bagi organisme kecil di lautan. Sedangkan di bidang
pariwisata, keindahan terumbu karang dapat memberikan sumber
pendapatan yang tinggi dengan cara dikunjungi oleh para wisatawan
dari mancanegara.
c. Laut juga menjadi sumber mata pencaharian bagi para nelayan.
Kemudahan para nelayan untuk menangkap ikan di lautan terjadi
akibat adanya angin darat. Nelayan pergi ke laut ketika ada angin
darat, yakni angin berhembus dari darat ke laut yang terjadi pada
malam hari. Mereka berangkat dengan membawa lentera dan jala.
Selain gerakan angin yang dapat memudahkan nelayan bergerak ke
tengah laut, menangkap ikan di malam hari lebih mudah daripada di
siang hari karena lentera yang nelayan bawa merupakan sumber
cahaya di mana plankton akan bergerak ke arah cahaya sehingga ikan-
ikan pun berkumpul di sekitar plankton untuk memakannya. Pada
113 Tantawi Jauhari, al-Jawahir fî Tafsir al-Qur’an al-Kaim, juz 8 (Beirut: Dâr al-Fikr,
t.th.), hlm.73-74.
68
kesempatan inilah nelayan bisa langsung menangkap ikan dengan jala
yang mereka bawa.114 Selain itu, laut juga bisa dijadikan tempat
pariwisata yang bisa dimanfaatkan sebagai sumber pekerjaan dan
pendapatan bagi manusia.115 Hal ini menunjukan bahwa laut dapat
dijadikan pula sebagai sarana transportasi untuk mengantarkan
manusia dari satu tempat ke tempat lain. Semua ini tertuang dalam
firman-Nya:
يت لكل صبار ن ايته ان في ذلك ال ليريكم مالم تر ان الفلك تجري فى البحر بنعمت هللا
شكور
Artinya: Tidakkah engkau memperhatikan bahwa sesungguhnya
kapal itu berlayar di laut dengan nikmat Allah, agar diperlihatkan-
Nya kepadamu sebagian dari tanda-tanda (kebesaran)-Nya.
Sungguh, pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran)-
Nya bagi setiap orang yang sangat sabar dan banyak bersyukur. (QS.
Luqmân [31]:31).116
Dalam hal ini manusia harus sadar bahwa Allah telah
menundukkan laut agar bisa dijadikan tempat berlayar bagi manusia.
Penundukan laut oleh Allah ini diantaranya adalah kapal dapat
berjalan dengan bantuan angin yang digerakkan oleh Allah.117
d. Laut dapat dimanfaatkan menjadi sumber energi alternatif.
Allah berfirman dalam surat An-Nahl/16 ayat 14:
ر البحر لتأكلوا منه لحما طريا وتستخرجوا منه حلية تلبسونها وتر ى الفلك وهو الذي سخ
مواخر فيه ولتبتغوا من فضله ولعلكم تشكرون
114 Hudzaifah Ismail, Kerajaan al-Qur’an, (Jakarta: Almahira, 2012), hlm. 152. 115 Evan Brothers Limited, Kelestarian Laut. Terj. Liliy Nurulia (Solo: Tiga Serangkai,
2009), hlm.152. 116 Al-Qur’an Digital versi Kementrian Agama diakses pada tanggal 25 Agustus 2019 117 Agus Purwanto, Nalar Ayat-Ayat Semesta, (Bandung: Mizan, 2015), hlm.523.
69
Artinya: “Dan Dialah, Allah yang menundukkan lautan (untukmu),
agar kamu dapat memakan daripadanya daging yang segar (ikan),
dan kamu mengeluarkan dari lautan itu perhiasan yang kamu pakai;
dan kamu melihat bahtera berlayar padanya, dan supaya kamu
mencari (keuntungan) dari karunia-Nya, dan supaya kamu
bersyukur.118
Laut tidak hanya menyimpan beragam ikan dan sumber daya
hayati lainnya sebagai sumber pangan. Lebih dari itu, perairan
Indonesia sebenarnya menyimpan energi terarukan yang antipolusi,
ramah lingkungan, dan awet sepanjang masa.119
Seiring dengan perkembangan zaman, maka semakin beragam
pula kebutuhan dalam hidup manusia. Manusia akan lebih banyak
membutuhkan bahan dari sumber daya alam yang ada demi memenuhi
kebutuhannya. Di sini, laut yang luasnya hampir memenuhi 70%
permukaan bumi memiliki peran untuk menghasilkan energi. Laut
dapat dimanfaatkan sebagai sumber pembangkit tenaga listrik, baik
itu berasal dari energi gelombang laut, energi panas laut, energi
pasang surut air laut, energi arus, dan energi bahan bakar nabati atau
biofuel dari rumput laut.120
118 Al-Qur’an Digital versi Kementrian Agama diakses pada tanggal 25 Agustus 2019 119 Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an, Samudra dalam Perspektif al-Qur’an dan
Sains, hlm.80. 120 Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an, Samudra dalam Perspektif al-Qur’an dan
Sains,
Hlm.81.
70
BAB IV
ANALISIS TELAAH KRITISI TEORI SAINS TERHADAP TAFSIR ILMI
KEMENTERIAN AGAMA REPUBLIK INDONESIA TENTANG LAUT
A. Laut Menurut Teori Sains dan Perbandingannya dengan Tafsir Ilmi
Kemenag RI.
Ilmu kebumian atau Earthsciences kini telah lebih maju dalam
menguak sekelumit misteri tentang bumi yang tersembunyi. Meski masih
banyak yang belum diketahui mengenai lautan yang luas dan dalam. Namun
hasil penelitian hasil eksplorasi sejak akhir dekade 50-an. Telah
menemukan pengetahuan baru mengenai dunia air yang gelap abadi.
Seiring dengan pesatnya ilmu pengetahuan dan tekhnologi, lahir banyak
fakta ilmiah di dalam Al-Qur’an yang sudah berhasil dibuktikan
kebenarannya oleh para ilmuwan melalui penelitiannya, fakta ilmiah
tersebut baru baru akhir abad ini ilmuwan dapat menjelaskannya namun
sudah 14 abad yang lalu fakta ilmiah tersebut termaktub dalam Al-Qur’an,
hal tersebut semakin membuktikan bahwa Al-Qur’an adalah firman Allah
SWT yang kuasanya tiada batasnya dengan terbuktinya fakta-fakta ilmiah
tersebut semakin jelas tanda-tanda kuasa Allah bagi orang-orang yang mau
berfikir. Telaah kritis yang dimaksud dalam pembahasan ini adalah mencari
relenasi antara teori sains dan penafsiran laut yang di jelaskan dalam Tafsir
Kemenag RI. Berikut beberapa relevansinya adalah:
71
1. Laut Sebagai Tanda Kemahakuasaan Allah.
a. Batas dua laut
Dr. Amal al-Iraqi di Arab Saudi telah melakukan penelitian
bersama beberapa orang ahli dari Perancis yang bekerja di
Nymphea water. Penelitiannya ditemukan disepanjang dasar laut
merah yang asin terdapat beribu-ribu titik sumber air tawar.
Sumber-sumber air tawar ini mengeluarkan air mata air secara
terus-menerus bahkan langsung tidak bercampur dengan air laut
yang asin disekitarnya. Seolah-olah terdapat dinding yang
memisahkan antara dua jenis air tersebut. Pada zaman purbakala,
mata air tawar ini berada di daratan, karena gerakan geologi maka
daratan tadi telah terbenam atau sebaliknya permukaan air laut
yang telah naik dan telah menyebabkan daratan tadi berada di dasar
laut. Tetapi keadaan itu tidak memberi efek kepada pengaliran air
tawar tersebut. mata air tersebut tetap terus mengalir keluar dengan
keadaannya yang tetap yaitu pada tahap keasinan yang kurang dari
1.4 gram per liter dan pada suhu yang tetap yaitu 17° C. Air tersebut
mengalir ketika musim panas 80liter per detik dan pada musim lain
120- 124 liter per detik.121
Dengan teknologi yang khusus, air mata air tersebut bisa
dialirkan melalui saluran pipa untuk memenuhi keperluan
masyarakat di sekitar. Pierre Becker dan Thierry carlin merupakan
121 Dr. Zakir Naik, The Quran And Modern Science : Compatible or Incompatible,
(Islamic Research Foundation:2000), hlm.22.
72
orang pertama yang telah menciptakan teknologi khusus tersebut
untuk mengalirkan penyebab air tawar dasar laut itu untuk
keperluan masyarakat. Mereka membuat percobaan pertama kali
dengan mengalirkan air mata air dasar laut di kawasan Perancis-
Itali. Bahkan menurut mereka, sumber air tawar dasar laut ini
terdapat di seluruh dasar laut di dunia.122 terlebih, di barat
penemuan bahwa air lautan tidak bercampur antara satu sama lain,
telah ditemui akhir-akhir ini oleh oceanographers (ahli dalam
bidang laut laut) menurut mereka perairan laut yang mengalir
bersama tidak akan bercampur. Itu adalah disebabkan oleh
perbedaan dalam kepadatan air dan ketegangan permukaan
mencegah air-air yang mengalir tersebut bercampur antara satu
dengan lain, seolah-olah ada satu dinding tipis memisahkan antara
mereka. Air Sungai Amazon mengalir ke dalam Lautan Atlantik
namun masih lagi memelihara ciri-ciri asalnya walaupun setelah itu
ia mengalir keluar 200 meter ke tengah Lautan.123
Fenomena pertemuan dua lautan juga terdapat di laut
mediteranean dan laut Atlantik Gibraltar tepatnya antara negara
spanyol dan maroko. Seorang oceonographer berkebangsaan
prancis menemukan pertemua dua lautan yaitu pertemuan dua
samudra atlantik yang tidak bercampur satu sama yang lainnya,
122 H. Bambang Pranggono, Mukjizat sains dalam Al Quran, (Bandung: Ide islami, 2006),
hlm.55-56. 123 Dr. Monika bt abd razak, Al-Qur’an dan Sain, (Kuala lumpur: University Malaya,
2012), hlm.64.
73
menurutnya fenomena aneh ini seolah ada dinding yang membatasi
kedua aliran air tersebut. Namun, menurut para ilmuwan hal
tersebut dapat terjadi karena air laut dari lautan atlantik dan laut
dari lautan mediteranean memiliki karakteristik yang berbeda, suhu
air berbeda, kadar garamnya berbeda dan kepadatan desitasnya pun
berbeda.
Fenomena saintifik ini yang telah dinyatakan di dalam Al-
Qur’an dan telah diakui benar oleh Dr. William Hay yaitu seorang
ahli marine biology yang terkenal dan merupakan seorang
professor di University Sains dan geology di Colorado.124
Bahkan sains moden telah menemukan kejadian ini yang
berada di muara sungai. Di mana air tawar dan laut asin bertemu
dan situasinya berbeda dengan pertemuan antara dua laut. Ia telah
mendapati bahwa apa yang membedakan air segar dari air asin di
muara adalah "zon pycnocline dengan kepadatan yang signifikan
dan ketidakkonsistenan yang memisahkan dua lapisan”.
Pembagian ini (zon pemisah) mempunyai keasinan yang berbeda
dari air tawar dan air garam. Fenomena ini berada di beberapa
tempat, termasuk Mesir, di mana Sungai Nil mengalir ke Laut
Mediterranean.125
124 Dr. Zakir Naik, The Quran And Modern Science : Compatible or Incompatible,
(Islamic Research Foundation:2000), hlm.22 125 H. Bambang Pranggono, Mukjizat sains dalam Al Quran, (Bandung: Ide islami, 2006),
hlm.55.
74
Manusia dengan akal dan melalui penelitiannya baru dapat
menejelaskan fenomena tersebut akhir abad ke-20 M sedangkan
Al-Qur’an yang diturunkan abad ke-7 M atau 14 abad yang lalu
sudah menjelaskan fenomena tersebut melalu firmannya surat Al-
Furqan/25:53.
ذا مل أجاج وجعل وهو ا ذا عذب فرات وه لذي مرج البحرين ه
ابينهما برزخا وحجرا محجور
“Dan Dialah yang membiarkan dua laut yang mengalir
(Berdampingan); yang ini tawar lagi segar dan yang lain asin lagi
pahit; dan Dia jadikan antara keduanya dinding dan batas yang
menghalangi.”126
Didalam tafsir Ilmi Kementrian Agama RI, fenomena
pertemuan dua laut disebabkan oleh adanya pemisah, karena setiap
lautan memelihara karakteristiknya sesuai dengan makhluk hidup
yang tinggal dilingkungan masing-masing. Diantara pertemuan
dua laut itu terdapat lapisan-lapisan air pembatas yang memisahkan
antara keduanya, dan berfungsi memelihara karakteristik khas
setiap lautan dalam hal kadar berat jenis, kadar garam, biota laut,
suhu, dan kemampuan melarutkan oksigen.127
Jadi, fenomena pertemuan dua laut menurut teori sains dan
Tafsir Ilmi Kemenag RI relevan, karena keduanya menegaskan
bahwa fenomena pertemuan dua laut karena masing-masing laut
126 Al-Qur’an Digital versi Kementrian Agama diakses pada tanggal 25 Agustus 2019 127 Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an, Samudra dalam Perspektif al-Qur’an dan
Sains, (Jakarta: Perpustakaan Nasional RI, 2013), hlm.40.
75
memiliki karateristik yang berbeda baik dari segi suhu, densitas,
maupun salinitasnya.
b. Ombak diatas ombak dan laut yang berlapis-lapis
Kajian saintifik telah membuktikan bahwa tidak terdapat
cahaya di bawah laut dalam terutama di kedalaman yang paling
dalam, yang ada hanya kegelapan karena cahaya matahari tidak
dapat menembus hingga ke dasar lautan terutama di kedalaman
kurang lebih 11.0034 meter. Kegelapan yang sangat gelap akan
bisa ditemukan di kedalaman 200 meter kebawah. bahkan pada
kedalaman 1000 meter kehadiran entitas (wujud) cahaya tidak ada
sama sekali. Kebanyakan radiasi cahaya dari matahari sudah
diserap oleh air diatas level 100 meter.128
Menurut intensitas (ukuran) cahaya yang masuk, laut bisa
dibagi menjadi tiga zona, yaitu daerah euphotic, daerah twilight,
dan daerah aphotic. Daerah euphotic (the sunlight zone) adalah
daerah laut yang msih dapat ditembus cahaya matahari. Kedalaman
maksimum kurang lebih 100 meter. Daerah twilight adalah daerah
remang-remang, yang tidak efektif untuk kegiatan fotosintesis.
Kedalamannya berkisar antara 100-200 meter. Daerah aphotic (the
midnight zone) adalah daerah yang tidak tembus cahaya matahari.
128 Dr. Monika bt abd razak, Al-Qur’an dan Sains, (Kuala lumpur: University Malaya,
2012), hlm.56.
76
Jadi daerah ini gelap sepanjang masa. Kedalamannya dibawah
1000 meter.129
Selanjutnya pembahasan mengenai ombak diatas ombak
dapat diketahui bahwa air di laut yang dalam diliputi oleh ombak
dan di atas ombak ini ada ombak yang lain. Sangat jelas bahwa
lapisan ombak yang ke dua ini adalah ombak di permukaan laut
yang biasa terlihat ombak ini sebabkan oleh angin. Para intelektual
masa kini telah membuat penemuan tentang keberadaan lapisan
ombak dalam (internal waves) yang terjadi karena batas pertemuan
dua lapisan air yang memiliki kepekatan yang berbeda. Ombak
dalam pada batas pertemuan dua lapisan air yang berbeda
kepekatan. Satu lapisan pekat (di bawah) dan yang lainnya lebih
ringan (di atas). Ombak dalam atau ombak berlapis terjadi pada
permukaan lapisan air di kedalaman lautan karena ia memiliki
kepekatan yang lebih tinggi dibandingkan dengan kepekatan air di
permukaan atasnya.130
Sedangkan penjelasan mengenai laut yang berlapis-lapis dan
ombak di atas ombak menurut pandangan Tafsir Ilmi Kemenag RI
adalah ombak yang terjadi pada permukaan laut diakibatkan karena
pengaruh angin: energi dari angin ditransfer kepermukaan laut
sehingga menimbulkan ombak atau gelombang laut. Gelombang
129 Ellen Tjandra, Mengenal Laut Lapas, (Jakarta: Pakar Media,, 2011), hlm.7. 130 Dr. Monika bt abd razak, Al-Qur’an dan Sain, (Kuala lumpur: University Malaya,
2012), hlm.59.
77
yang dibangkitkan angin disebut wind waves. Berbeda dengan
wind wives atau gelombang permukaan, gelombang internal
(internal waves) adalah gelombang yang terbentuk di lapisan
bawah permukaan laut. Gelombang ini terbentuk akibat gangguan
yang terjadi pada bidang antara (interface) yang memisahkan dua
lapisan air yang mempunyai densitas berbeda.131 Dan makna dari
laut yang berlapis-lapis menurut tafsir ilmi Kemenag RI adalah
pada kondisi laut yang gelap gulita terdapat gelombang yang
berlapis. Air laut tidak homogen (sejenis) karena densitas air laut
bervariasi dari permukaan sampai ke dasar laut. Densitas air laut
merupakan fungsi dari temperatur, salinitas, dan tekanan. Karena
temperatur, salinitas, dan tekanan bervariasi terhadap kedalaman
maka densitas air laut bervariasi terhadap kedalaman. Hal ini
menyebabkan laut menjadi berlapis-lapis.132 Berdasarkan
ketersediaan cahaya di lapisan laut, laut terbagi dalam tiga lapisan,
yaitu lapisan euphotic atau disebut juga sunlight zone (0-80 m),
lapisan disphotic atau twilight zone (80-200m), dan lapisan aphotic
atau midnight zone (lebih besar daripada 200 m).133
131 Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an, Samudra dalam Perspektif al-Qur’an dan
Sains, (Jakarta: Perpustakaan Nasional RI, 2013), hlm.44. 132 Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an, Samudra dalam Perspektif al-Qur’an dan
Sains, (Jakarta: Perpustakaan Nasional RI, 2013), hlm.49. 133 Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an, Samudra dalam Perspektif al-Qur’an dan
Sains, (Jakarta: Perpustakaan Nasional RI, 2013), hlm.52.
78
Maka dari itu, penjelasan mengenai laut yang berlapis-lapis
dan ombak di atas ombak menurut teori sains dan Tafsir Kemenag
RI adalah relevan, adapaun relevansi dari keduanya adalah:
1) Di dalam tafsir ilmi Kemenag RI dan dalam teori sains juga
dijelaskan bahwa ombak diatas ombak disebabkan oleh
pengaruh angin, energy dari angin ditransfer ke permukaan laut
sehingga menimbulkan ombak atau gelombang laut ombak ini
yg biasa terlihat karena berada di permukaan laut, selanjutnya
yaitu ombak yg ada di bagian lapisan dalam atau disebut dengan
internal waves, keduanya sependapat bahwa gelombang ini
terbentuk akibat batas pertemuan dua lapisan air yang
mempunyai densitas yang berbeda.
2) Penjelasan mengenai laut yang berlapis-lapis juga relevan
antara tafsir Ilmi Kemenag RI dan Teori Sains, kedua-duanya
menjelaskan bahwa laut yang berlapis-lapis densitas laut air laut
bervariasi dari permukaan sampai ke dasar laut. Dan keduanya
juga menejalaskan bahwa laut dibagi menjadi tiga zona yaitu:
a) Euphotic atau disebut dengan sunlight zone dengan
kedalaman kurang lebih 0-100 meter.
b) Disphotic atau disebut dengan Twilgiht Zone dengan
kedalaman kurang lebih 100-200 meter.
c) Aphotic atau disebut dengan Midnight Zone dengan
kedalaman lebih dari 200 meter.
79
c. Api di bawah dasar laut
Menurut sains umum api di bawah dasar laut disebut dengan
black smookers, kegelapan yang berada di lantai samudra yang
kosong, terdapat lubang air laut panas yang bercampur dengan
logam sulfida134 Ini adalah air laut yang telah meresap kedalam
retakan-retakan lantai samudra yang baru terbentuk dan
bersirkulasi melalui batuan panas melarutkan mineral-mineral dan
menjadi lebih panas saat keluar kembali. Ketika air lautan yang
mendidih menyembur dan bertemu dengan air laut yang dingin,
sulfida keluar dari lautan menjadi partikel yang hitam yang
berbentuk seperti cerobong yang dikenal sebagai perokok hitam
(black smoker).135
Air panas yang penuh mineral atau sulfur seringkali muncul
di atas tanah dalam bentuk mata air panas atau jika air sangat panas
sebuah geyser. Mata air panas dibawah ini adalah salah satu dari
banyak mata air panas ditaman nasional yellowstone. Satu abad
yang lalu, mata air panas yang kaya mineral digunakan sebagai spa
untuk kesehatan. Microba yang dikenal sebagai ”ekstremofil”136
tumbuh dengan subur di lingkungan seperti ini.137
134 Logam adalah material (sebuah unsur, senyawa, atau paduan) yang biasanya keras tak
tembus cahaya, berkilau, dan memiliki konduktivitas listrik dan termal yang baik. Sedangkan
sulfida adalah suatu anion anorganik dari belerang (atau sulfur). 135 Sue bowler, Bumi yang gelisah, (London: Penerbit Erlangga, 2003), hlm.41. 136 Ekstrimovil adalah sebutan bagi mikroba yang memiliki kemampuan untuk hidup
didaerah ekstrim. 137 Sue bowler, Bumi yang gelisah, (London: Penerbit Erlangga, 2003), hlm.51.
80
Fenomena api di dasar laut juga ditemukan pada pertengahan
tahun 1990-an, dua ahli geologi berkebangsaan Rusia. Anatol
Sbagovich dan Yuri Bagdanov bersama rekannya ilmuwan
Amerika Serikat (AS), Rona Clint, pernah meneliti tentang kerak
bumi dan patahannya di dasar laut. Para ilmuwan tersebut
menyelam ke dasar laut sedalam 1.750 kilometer di lepas pantai
Miami. Sbagovich bersama kedua rekannya menggunakan kapal
selam canggih. Mereka kemudian beristirahat di batu karang dasar
laut. Di dasar laut itulah, mereka dikejutkan dengan fenomena
aliran air yang sangat panas mengalir kearah retakan batu.
Kemudian aliran air itu disertai debu vulkanik, layaknya asap
kebakaran di daratan. Tidak tanggung-tanggung, panas suhu api
vulkanik di dalam air tersebut mencapai 231° C.138
Tekanan yang sangat besar dari dalam bumi menyebabkan
pergerakan lempeng secara tiba-tiba. Pertemuan lempeng aktif
yang mengelilingi lempeng pasifik menyebabkan terbentuknya
gunung api di sepanjang batas pertemuan lempeng tersebut.
Lembah pasifik terbentuk ketika beberapa lempeng tektonik saling
menjauh dan palung laut terbentuk, lempeng samudra terdesak ke
bawah lempeng benua. Batuan dasar bumi (magma) meleleh, ada
138 Muhammad Suhadi, Fenomena Menakjubkan Ayat-ayat Al-Qur’an, (Surakarta: Ahad
Books, 2014), hlm.83.
81
yang keluar melalui kerak bumi dan ada juga yang keluar melalui
letusan gunung api.139
Sedangkan berdasarkan pandangan tafsir ilmi mengenai
fenomena api di dasar laut adalah api yang dimaksud di sini yaitu
adanya gunung api yang disebabkan oleh pertemuan dua lempeng
tektonik140 yang berimpitan dengan punggungan tengah samudra.141
Aktivitas gunung api di laut berlangsung secara normal dan
dipengaruhi oleh sedimentasi142. Jadi, dapat disimpulkan bahwa
perspektif terhadap fenomena api di bawah dasar laut menurut teori
sains dan Tafsir Ilmi Kemenag RI adalah relevan karena keduanya
menjelaskan penyebab adanya gunung api atau api di bawah dasar
laut di sebabkan oleh pertemuan dua lempeng tektonik, terdapat
lubang air laut panas yang bercampur dengan logam sulfida143 Ini
adalah air laut yang telah meresap kedalam retakan-retakan lantai
samudra yang baru terbentuk dan bersirkulasi melalui batuan panas
melarutkan mineral-mineral dan menjadi lebih panas saat keluar
kembali, itulah proses terjadinya gunung api di dasar laut.
139 Nicholas Harris, Ocean Atlas, ter. Hilda Kitti, Atlas Lautan (Jakarta: Erlangga, 2007),
hlm.16. 140 Lempeng tektonik adalah penyebab terbentuknya permukaan bumi seperti yang kita lihat
sekarang ini. Lempeng tektonik merupakan gabungan dari dua kata yaitu lempeng dan tektonik.
Lempeng adalah lembaran-lembaran raksasa berwujud kerak benua dan kerak samudra yang
bergerak dan mengapung dipermukaan bumi. 141 Lajnah Pentashihan Mushaf al-Qur’an, Samudra dalam Perspektif al-Qur’an dan Sains,
hlm.47. 142 Sedimentasi adalah pengendapan benda padat karena pengaruh gaya berat. 143 Logam adalah material (sebuah unsur, senyawa, atau paduan) yang biasanya keras tak
tembus cahaya, berkilau, dan memiliki konduktivitas listrik dan termal yang baik. Sedangkan
sulfida adalah suatu anion anorganik dari belerang (atau sulfur).
82
2. Laut Sebagai Manfaat Untuk Kehidupan.
Adapun fungsi laut menurut hasil yang dicapai dalam seminar Laut
Nasional menyebutkan antara lain:
a. Sebagai media komunikasi dan transportasi
b. Sebagai sumber mineral dan hasil-hasil tambang.
c. Sebagai sumber daya hayati laut yang dapat menghasilkan sumber
protein konsumtif di samping protein hewani yang berasal dari
ternak potong dan nabati di daratan.
d. Sebagai media pertahanan dan keamanan nasional.
e. Sebagai media olahraga dan sarana pariwisata yang mampu
menghasilkan devisa Negara.
f. Sebagai sumber ilmu pengetahuan.
Khususnya fungsi laut pada butir 2 dan 3 tersebut di atas bila
dikaitkan dengan rekomendasi Seminar Laut Nasional ke II, maka
tampak sejalan dengan kesepakatan yang telah dicapai dalam Konvensi
Internasional tentang pencegahan pencemaran yang diakibatkan dari
kegiatan perkapalan, konvensi tersebut juga telah diratifikasi dan
disahkan oleh Pemerintah RI melalui Keputusan Presiden No.
46/1986.144
Adapun manfaat laut yang dibahas dalam Tafsir Ilmi Kemenag RI
antara lain:
144 M.S. Wibisono, Pengantar Ilmu Kelautan, (Jakarta: PT. Grasindo, 2005), hlm.19-20.
83
a. Laut sebagai tempat utama dalam melakukan siklus air atau disebut
juga dengan siklus hidrologi.145
b. Laut yang sangat luas menyimpan kekayaan alam yang melimpah
ruah.
c. Laut juga menjadi sumber mata pencaharian bagi para nelayan.
d. Laut dapat dimanfaatkan menjadi sumber energi alternatif.
Dapat disimpulkan bahwa penjelasan mengenai manfaat laut bagi
kehidupan yang dijelaskan dalam Tafsir Ilmi Kemenag RI dan Teori
Sains hanya ada sedikit perbedaan dimana Tafsir Ilmi Kemenag RI
menjelaskan salah satu manfaat laut adalah tempat utama dalam
melakukan siklus air atau disebut juga dengan siklus hidrologi.
Sedangkan teori sains tidak menyebutkan fungsi tersebut. Dan dalam
teori sains juga dijelaskan salah satu manfaat atau fungsi laut yaitu
sebagai media pertahanan dan keamanan nasional. Juga sebagai media
olahraga dan sarana pariwisata yang mampu menghasilkan devisa
Negara. Sedangkan di dalam Tafsir Ilmi Kemenag RI fungsi tersebut
tidak disebutkan, Jadi kesimpulan yang dapat penulis tarik adalah
antara teori sains umum dan teoritik Tafsir Kemenag RI yang
membahas tentang laut sebagai manfaat bagi kehidupan tetap relevan
hanya saja kurang memadai dari teori yang di jelaskan dalam Tafsir Ilmi
145 Hidrologi adalah cabang ilmu Geografi yang mempelajari pergerakan, distribusi, dan
kualitas air di seluruh Bumi, termasuk siklus hidrologi dan sumber daya air.
84
Kemenag RI tentang laut sebagai manfaat bagi kehidupan kurang luas
lagi pembahasannya.
B. Hikmah yang dapat diambil dari Penjelasan Laut Menurut Tafsir
Ilmi Kemenag RI.
Maha suci Allah yang telah menciptakan seluruh alam semesta ini,
dimana Allah telah mengkhabarkan semuanya di dalam kitab suci al-Qur‟an
yang Allah turunkan kepada Nabi yang Ummîy, yang dikelilingi dengan
gurun pasir, jauh dari pesisiran laut. Namun Al-Qur‟an mampu menjawab
fenomena-fenomena fakta ilmiah yang terdapat di lautan. Perlu diingat Al-
Qur‟an bukanlah buku ilmiah sebagaimana yang dipahami orang saat ini.
Ia kitab yang diturunkan Allah untuk memberi petunjuk kepada manusia,
menetapkan aturan hidup agar mereka meraih kebahagiaan di dunia dan di
akhirat. Al-Qur‟an yang diturunkan pada 14 abad silam itu mengandung
berbagai fakta ilmiah. Dengan keberadaannya, semua makhluk dapat
mengenal Allah dan keagungan-Nya.146
Semua ciptaan Allah di alam ini tersusun sangat rapi, teratur, ukuran
yang akurat dan dengan ketepatan yang tinggi. Kesempurnaan ukuran dan
kadar yang sangat rapi tersebut menjamin keseimbangan kepada alam
ciptaan-Nya. Satu takaran tidak melebihi yang lain agar tidak mengganggu
keseimbangan di alam ini. Keseimbangan yang Allah berikan yaitu
membuat makhluk hidup yang berada di atas bumi ini memperoleh
146 Nadiah Tayyarah, Sains dalam al-Qur’an: Mengerti Mukjizat Ilmiah Firman
Allah,(Jakarta: Zaman, 2013), hlm 18
85
kenikmatan serta kenyamanan.147 Hal-hal semacam inilah yang
mengerakkan para ilmuwan untuk terus mengkaji maksud dari isyarat-
isyarat ilmiah yang diberitakan al-Qur’an.
Kekayaan itu perlu dilestarikan, supaya keindahan tetap terjaga. Seperti
yang dikatakan oleh Muchlis ddk, dalam bukunya Ensiklopedia
Pengetahuan al-Qur’an dan Hadits, bahwa daratan dan lautan, keduaanya
dapat menjadi sarana dalam berbagai aktivitas. Laut adalah penghubung dua
daratan sebagaimana daratan merupakan penghubung dua lautan. Dengan
anugrah-Nya, manusia dapat dengan mudah menembus daratan maupun
lautan.148
Semua itu menjadi bahan untuk meyakinkan manusia adanya Allah
yang Maha Esa yang menciptakan dan mengatur alam semesta. Kalau
manusia sudah menyadari bahwa alam semesta, termasuk lingkungan di mana
kita berada, adalah ciptaan Allah yang diperuntukkan bagi kehidupan di bumi
secara bersama-sama, maka seharusnya tidak melakukan perusakan tetapi
berupaya supaya kelestariannya tetap terjaga. Bahwa manusia diberi kesempatan
oleh Allah untuk memanfaatkan apa saja yang ad di bumi sepanjang tidak
melakukan perusakan (fasad), melampaui batas (israf), dan tadzbir.149
147 Afzalur Rahman, Ensiklopedi Ilmu Dalam al-Qur’an (Rujukan Terlengkap Isyarat
Ilmiyah dalam Al-Qur’an, (Jakarta:Mizan. 2007), hlm.21. 148 Muchlis M Hanafi dkk, Ensiklopedia Pengetahuan al-Qur’an dan Hadits,
(Jakarta: Kamil Pustaka, 2013), hlm. 238
149 Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an, Tafsir Al-Qur’an Tematik, (Jakarta: Kamil
pustaka, 2014), hlm.26.
86
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Dari hasil penelitian mengenai konsep laut dalam tinjauan tafsir ilmi
kementrian agama RI dan relevansinyan dengan teori sains yang telah
penulis lakukan dapat di simpulkan bahwa:
1. Tafsir ilmi adalah upaya menafsirkan Al-Qur’an dengan teori-teori
ilmiah di mana antara Al-Qur’an dan sains terdapat kesesuaian sehingga
mufassir dapat mengkompromikan keduanya melalui sebuah karya yang
disebut tafsir ilmi. Objek dari tafsir ilmi ini adalah ayat-ayat kauniyah,
Tafsir ilmi yang menjadi rujukan dalam penelitian ini adalah tafsir ilmi
kemenag RI, tafsir ilmi kemenag RI adalah tafsir yang dibuat oleh tim
Lajnah Pentashihan Mushaf Al-Qur’an (LPMQ) dibawah naungan
Kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama RI dan berkerja sama
dengan Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI).
2. Penjelasan tentang laut dalam Tafsir Ilmi Kemenag relevan dengan
Teori Sains, diantaranya:
a. Batas dua laut, dalam tafsir ilmi kemenag RI dan teori sains terbukti
relevan, karena keduanya menegaskan bahwa fenomena batas dua
laut atau fenomena pertemuan dua laut disebabkan oleh bertemunya
dua lautan yang masing-masingnya memiliki dan memelihara
87
karakteristik yang berbeda, sehingga lautan tersebut seperti
memiliki dinding batas pemisah dan tidak menyatu.
b. Ombak di atas ombak dan laut yang berlapis lapis, dalam tafsir ilmi
Kemenag RI dan teori sains terbukti relevan. Karena keduanya
menjelaskan bahwa ombak di atas ombak disebabkan pengaruh
energy angin, dan laut yang berlapis-lapis dibagi menjadi tiga
lapisan susai kedalamannya.
c. Api di bawah laut. Dalam tafsir ilmi kemenag RI dan teori sains
terbukti relevan. Karena keduanya menjabarkan bahwa akibat dari
fenomena gunung api di bawah dasar laut disebabkan oleh gaya
tektonik, dimana terdapat lempeng-lempeng yang secara tiba-tiba
bergerak menjauh dan magma yang berasal dari perut bumi naik ke
atas.
B. Saran
Setelah mengkaji kitab tafsir ilmi Kemenag RI, khususnya tema
tentang laut, penulis menyadari bahwa masih banyak celah dalam penelitian
ini hingga membutuhkan kajian lebih lanjut tentang tafsir ilmi tersebut.
Berdasarkan penelusuran yang penulis lakukan pada tinjauan pustaka,
masih sedikit penelitian yang membahas tentang tafsir ilmi Kemenag RI,
padahal ada sekian banyak tema yang diusung oleh tim penyusun Kemenag
RI.
88
Dari hasil penelitian yang penulis lakukan dari awal hingga akhir,
tentulah masih banyak kekurangan, baik yang berkaitan dengan ide,
sistematika penulisan dan pemilihan kata-kata. Oleh karena itu, penulis
sangat mengharapkan kritik dan saran dari para pembaca yang budiman
demi kesempurnaa penelitian ini.
89
DAFTAR PUSTAKA
‘Abd al-Baqi, Muẖammad Fu’ad. al-Mu’jam al-Mufahras li Alfâẕ al-Qur’ân al-
Karîm. Turki: al-Maktabah al-Islâmiyyah. 1984.
Al-’Ariḍ, Ali Ḥasan. Sejarah dan Metodologi Tafsir, Terj. Ahmad Akrom.
Jakarta: PT RajaGrafindo Persada. 1994.
Anwar, Rosihan. Ulum al-Qur’an. Bandung: Pustaka Setia. 2013.
Bakhtiar, Amsal. Filsafat Ilmu. Jakarta: PT Rajagrafindo Persada. 2012.
Baqir al-Shadr, Muhammad. pedoman Tafsir Modern. Jakarta : Risalah
Masa.1992.
Bin Aziz al-Zindani, Abdul Majid et.al. Mukjizat al-Qur’an dan al-Sunnah
tentang IPTEK, jilid 2. Jakarta: Gema Insani Press. 1997.
Bowler, Sue. Bumi yang gelisah. London: Penerbit Erlangga. 2003.
Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia Jakarta: Pusat
Bahasa. 2008.
Al-Dzahabî, Muẖammad Husain. al-Tafsîr wa al-Mufassirûn. Kuwait: Dâr al-
Nawâdir. 2010.
Evan Brothers Limited. Kelestarian Laut. Terj. Liliy Nurulia. Solo: Tiga
Serangkai. 2009.
Fahdbin Abdurrahman Ar-Rumi. Ulumul Qur’an Studi Kompleksitas Al-qur’an.
Titan Ilahi: Yogyakarta. 1996.
al-Farmawi, Abdul-Hayyi al-Bidayah fi-al-Tafsir al-Maudhu’I. al-Hadharat al
Gharbiyyah: Kairo. 1977.
Godman, Arthur. Kamus Sains Bergamba., Jakarta: Gramedia Pustaka Utama.
2009.
Idris al-Marbawi, muhammad Kamus al-Marbawi. Mushthafa al-Babi Al- Halabi:
Mesir. 1350.
Iqbal, Mashuri Sirojuddin dan Fudlali, Pengantar Ilmu Tafsir. Bandung:
Angkasa. 2005
Kâmil, Muẖammad ‘Abd al-Samad. Mukjizat Ilmiah dalam al-Qur’an, Terj.
Alimin & Uzair Hamdan Jakarta: Akbar Media Eka Sarana. 2002.
90
Kartanegara, Mulyadhi. Pengantar Epistemologi Islam. Bandung: Mizan. 2003.
Khâlid, ‘Abd al-Raẖmân al-Ak. Usûl al-Tafsîr a Qawâʻiduh. Beirut: Dâr al- Nafîs.
1986.
Lajnah Pentashihan Mushhaf Al-Qur’an. Tafsir Al-Qur’an Tematik, Kamil
Pustaka. Jakarta: Lajnah Pentashihan Mushhaf Al-Qur’an. 2009.
Naim, Mochtar Kompendium Himpunan Ayat-Ayat al-Qur’an, Gema Insani
Press: Jakarta. 1996.
Najjar, Zaglul &Abdul Daim Kahil. Ensiklopedia Mukjizat Ilmiah al-Qur’an dan
Hadis: Penciptaan Manusia, Terj. Tim Penerbit Bahasa Indonesia.
Jakarta: PT Lentera Abadi. 2012.
___________. Al-I’jaz Al-Ilmi fi Al-Qur’an wa As-Sunnah. PT Lentera Hati:
Jakarta. 2012.
Nashruddin Baidan. Metode Penafsiran al-Qur’an. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
2002.
Pranggono, Bambang. Mukjizat sains dalam Al Quran. Bandung: Ide islami.
2006.
Purwanto, Agus. Nalar Ayat-Ayat Semest. Bandung: Mizan. 2015.
Al-Qaṭān, Manna. Pembahasan Ilmu al-Qur‟an 2, Terj. Halimudin. Jakarta:
PT Rineka Cipta. 1995.
Romimohtarto, Kasijan & Sri Juwana. Biologi Laut: Ilmu Pengetahuan tentang
Biota Laut. Jakarta: Djambatan. 2007.
Rosadisastra, Andi. Metode Tafsir Ayat-Ayat Sains dan Sosial. (Jakarta: Amzah,
2007.
Rubini. “Tafsir Ilmi”. Jurnal Komunikasi dan Pendidikan Islam. vol. 2, no. 2
2016.
Sayyid, Muẖammad ‘Alî Iyyâzî. al-Mufassirûn: Hayâtihim wa Munhajihim
(Teheran: Wizârah al-Tsaqafah wa al-Irsyâd al-Islâmî, 1386 H.
Shihab, M. Quraish. Tafsir al-Misbah: Pesan, Kesan dan Keserasian al-Qur’an,
Jakarta: Lentera Hati. 2002.
________________. Wawasan al-Qur’an. Bandung: Mizan, Hazanah Ilmu-ilmu
Islam. 1977.
91
________________. Sejarah ‘Ulûm al-Qur’ân. Jakarta: Pustaka Firdaus. 2013.
________________. Membumikan al-Qur’An. Jakarta: Lentera Hati. 2011.
________________. Kaidah Tafsir. Tangerang: Lentera Hati. 2013.
Sja’roni. Jurnal study Islam Panca Wahana. 2014.
Susilo, Bambang Joko. Yuk! Lebih Mengenal Laut. Jakarta: Bee Media. 2018.
Syirbasi, Ahmad. Sejarah Tafsir al-Qur’an. Terj. Tim Pustaka Firdaus.
Jakarta: Pustaka Firdaus. 1985.
Thayyarah, Nadiah. Buku Pintar Sains dalam al-Quran, Terj. Zaenal Arifin
dkk. Zaman: Jakarta. 2014.
Tjandra, Ellen. Mengenal Laut Lapas. Jakarta: Pakar Media. 2011.