Teori pembelajaran 1
P
E
N
Y
U
S
U
N
PEPPY FORESTRY ANGGRAENI
13010034076_2013 B
PENDIDIKAN NON FORMAL
FAKULTAS ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
Teori pembelajaran 2
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam yang telah memberikan rahmat,
tauhid serta hidayahnya sehingga penyusunan dapat terselesaikan untuk memenuhi tugas mata
kuliah Teori Pembelajaran. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada pembawa
risalah Allah, yakni Nabi Muhammad SAW.
Dalam penyusunan tidak terlepas dari berbagai dukungan pihak-pihak terkait yang tidak
bisa disebutkan satu persatu oleh penyusun. Sehingga penyusun mengucapkan banyak terima
kasih kepada semua pihak yang ikut membantu kelancaran proses penulisan makalah ini,
terutama kepada bapak Rivo Nugroho M.Pd selaku dosen pengampu mata kuliah Teori
Pembelajaran. Penyusun menyadari bahwa masih jauh dari kesempurnaan, sehingga
memerlukan penyempurnaan di masa yang akan datang.
Harapan penyusun, dapat bermanfaat bagi pihak-pihak yang memerlukan dan dapat
digunakan untuk berbagai keperluan.
Surabaya, Nopember 2014
Penyusun
Teori pembelajaran 3
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................................. 2
DAFTAR ISI ............................................................................................................................ 3
BAB I : TEORI BELAJAR ................................................................................................... 5
Teori Belajara........................................................................................................................... 5
Pengertian Belajar .................................................................................................................... 5
Tujuan Belajar .......................................................................................................................... 6
Cirri-ciri Belajar ....................................................................................................................... 7
Pengalaman dari Belajar………………………… .................................................................. 8
BAB II : TEORI BEHAVIORISME .................................................................................... 9
Edward Lee Thoerndike ........................................................................................................... 9
Ivan P. Pavlov……………………………………………….. ................................................ 13
Burrhus F. Skinner…………………………………….. ......................................................... 15
Robert Gagne………………………….. ................................................................................. 17
John .B Watson………………………. ................................................................................... 18
Edwin Guthrie………………………………. ......................................................................... 20
Clark Leonard Hull………………………. ............................................................................. 25
BAB III : TEORI HUMANISME................ ......................................................................... 27
Abraham Maslow ..................................................................................................................... 27
Carl Rogers……………………………….. ............................................................................ 29
Arthur Combs…………………………................................................................................... 31
Teori pembelajaran 4
BAB IV : TEORI KOGNITIVISME…………………………….. ..................................... 34
Gestalt…………………………………… .............................................................................. 34
Jean Piaget………………………. .......................................................................................... 37
BAB V : TEORI PENGELOLAAN INFORMASI ............................................................. 41
Robert M.Gagne……………….. ............................................................................................. 41
Daftar Pustaka.................................... ...................................................................................... 47
Teori pembelajaran 5
TEORI BELAJAR
Teori Belajar adalah cara-cara yang digunakan untuk memahami tingkah laku individu
yang relatif menetap sebagai hasil pengalaman dan interaksi dengan lingkungan. Dalam
psikiloogi, teori belajar selalu dihubungkan dengan stimulus – respons dan teori-teori tingkah
laku yang menjelaskan respons makhluk hidup dihubungkan dengan stimulus yang di dapat
dalam lingkungan.
Pengertian belajar menurut para ahli :
1. Menurut Skinner, seperti yang dikutip Barlow ( 1985 ) dalam bukunya educational
psychology : the teaching-learning process, berpendapat bahwa belajar adalah suatu
proses adaptasi atau penyesuaian tingkah laku yang berlangsung secara progresif. Skinner
percaya bahwa proses adaptasi tersebut akan mendatangkan hasil yang optimal apabila ia
diberi pengaut.
2. Menurut definisi Kimble ( 1961 ), Belajar adalah perubahan perilaku atau potensi
perilaku yang relatif permanen yang berasal dari pengalaman dan tidak bisa dinisbahkan
ke temporary body states ( keadaan tubuh temporer ) seperti keadaan yang disebabkan
oleh sakit, keletihan dan obat-obatan.
3. Menurut Witherington dan Cronbach ( 1982 : 11 ), belajar adalah suatu perubahan
yang dilakukan terus menerus, sepanjang hidup manusia dan sesuatu yang harus,
sepanjang hidup manusia dan sesuatu yang harus dilakukan oleh setiap manusia, sehingga
belajar adalah memodifikasi atau memperteguh kelakuan melalui pengalaman.
4. Menurut Hintzman ( 1978 ), belajar adalah suatu perubahan yang tyerjadi dalam diri
organism, manusia atau hewan, disebabkan oleh pengalaman yang dapat mempengaruhi
tingkah laku organisme tersebut, jadi dalam pandangannya perubahan yang ditimbulkan
oleh pengalaman tersebut baru dapat dikatakan belajar apabila mempengaruhi organism.
5. Menurut Muhibbin ( 1998 : 88 ), Belajar adalah kegiatan berproses dan merupakan
unsur yang sangat funda mental dalam setiap penyelenggaraan jenis dan jenjang
pendidikan ini berarti bahwa berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan pendidikan itu
amat bergantung pada proses belajar yang di alami oleh siswa, baik ketika ia berada di
sekolah maupun di lingkungan rumah atau keluarganya sendiri.
BAB
I
Teori pembelajaran 6
6. Menurut Wittig ( 1981), belajar adalah perubahan yang relatif menetap yang terjadi
dalam segala macam atau keseluruhan tingkah laku suatu organism sebagai hasil
pengalaman.
Dapat disimpulkan, Belajar adalah sesuatu yang terjadi sebagai hasil atau akibat dari pengalaman
dan mendahului perubahan perilaku. Menurut Skinner, perubahan prilaku adalah proses belajar
itu sendiri dan tak perlu lagi ada proses lain yang harus disimpulkan.
Bahwa belajar merupakan suatu usaha untuk mencapai tujuantertentu yaitu untuk
mendapatkan perubahan tingkah laku, dan Perubahan tingkah laku yang terjadi harus secara
sadar. Dengan demikian, seseorang dikatakan belajar apabila setelah melakukan kegiatan belajar
ia menyadari bahwa dalam dirinya telah terjadi suatu perubahan. Misalnya, ia menyadari bahwa
pengetahuannya bertambah, keterampilannya meningkat, sikapnya semakin positif, dan
sebagainya. Secara singkat dapat dikatakan bahwa perubahan tingkah laku tanpa usaha dan tanpa
disadari bukanlah belajar. Dari pengertian belajar di atas, maka kegiatan dan usaha untuk
mencapai perubahan tingkah laku merupakan proses belajar, sedangkan perubahan tingkah laku
itu sendiri merupakan hasil belajar.
Tujuan belajar
Belajar dapat didefinisikan sebagai suatu usaha atau kegiatan yang bertujuan mengadakan
perubahan di dalam diri seseorang, mencakup perubahan tinglah laku, kebiasaan, ilmu
pengetahuan, ketrampilan, dan sebagainya. Dapat disimpulkan :
a. Belajar adalah suatu usaha. Perubahan yang dilakukan secara sungguh-sungguh, dengan
sistematis dengan mendayagunakan semua potensi yang dimiliki, baik fisik, tubuh
lainnya, demikian pula aspek-aspek kejiwaan intelegensi, bakat, motivasi, minat, dan
sebagainya.
b. Belajar bertujan mengadakan perubahan di dalam diri antara lain tingkah laku. Misalnya
seorang anak kecil yang belum memasuki sekolah bertingkah laku manja, egois, cengeng,
dsb. Kemudian setelah beberapa bulan masuk sekolah dasar tingkah lakunya berubah
menjadi anak yang tidak lagi menjadi cengeng, lebih mandiri, dan dapat bergaul dengan
baik dengan temen-temennya. Hal ini menunjukkan bahwa anak tersebut telah belajar
dari lingkungan yang baru.
Teori pembelajaran 7
c. Belajar bertujuan mengubah kebiasaan, dariyang buruk menjadi yang baik. Contohnya
mengubah kebiasaan merokok menjadi tidak merokok, menghiklangkan ketergantungan
minum minuman keras, atau mengubah kebiasaan anak yang sering keluyuran, dapat
dilakukan dengan suatu proses belajar.
d. Belajar bertujuan utnuk mengubah suatu sikap dari negative menjadi positif, tidak hormat
menjadi hormat, benci menjadi saying, dsb. Misalnya seorang remaja yang tadinya selalu
bersikap menantang orang tuanya dapat diubah menjadi lebih hormat dan patuh terhadap
orangtuanya.
e. Belajar bertujuan untuk menignkatkan ketrampilan dan kecapakan. Misalnya dalam hal
olahraga kesenian jasa teknik pertanian perikanan pelayaran, dsb. Sorag yang terampl
main bulu tangkis, bola, tinju, maupun cabang lainnya sebagian besar ditentukan oleh
ketekunan belajar dan latihan yang sungguh-sungguh. Demikian pula halnya degnan
ketrampilan main gitar, piano, menari,melukis, bertukang membuat barang kerajinan,
semua perlu usaha dan belajar yang serius, rajin dan tekun.
f. Belajar bertujan untuk menambah pengetahan di bidang ilmu, misalnya seorang anak
yang awalnya tidak bisa membaca, menulis, dan berhitung menjadi bisa karena belajar.
Dapat disimpulan bahwa belajar adalah kegiatan manusia yang sangat penting dan harus
dilakukan selama hidup, karena melalui belajar manusia dapat melakukan perbaikan dalam
berbagai hal yang menyangkut perbaikan hidup. Dengan kata lain,dengan belajr dapat
memperbaiki nasib mencapi cita=-cita dan memperoleh kesempatan yang luas untuk berkarya.
Ciri-ciri Belajar
a. Perubahan yang terjadi secara sadar.
Individu yang belajara akan mengalami perubahan, sekurang-kurangnya individu telah
merasakan terjadi adanya suatu perubahan dalam dirinya.
b. Perubahan dalam belajar bersifat aktif dan positit.
Belajar seharusnya membuat seseorang lebih baik atau lebih cakap dalam bekerja.
Perubahan itu bertujan memperoleh suatu yang lebih baik dari sebelumnya. Dengan
demikian semakin banyak atau intensif usah belajar itu dilakukan maka akan semakin
baik perubahan yang diperoleh.
c. Perubahan dalam belajar bersifat fungsional.
Teori pembelajaran 8
Suatu perubahan yang terjadi akan menyebebkan perubahn berikutnya dan akan berguna
bagi kehidupan atau proses belajar berikutnya.
d. Perubahan dalam belajar bukan berdsifat sementara
Ilmu pengetahuan yang kita peroleh relative akan selalu melekat dalam ingatan kita
meskipus pengetahuan itu diperoleh melalui pengalaman.
e. Perubahan dalam belajar bertujan atau terarah.
Bahwa perubahan tingkah laku yang terjadi disebabkan adanya tujaun yang akan tercapai,
perubahan dalam belajar terararah pada perubahantingkah laku, yang benar-benar
disadari.
f. Perubahan mencakup seluruh tingkah laku
Perubahan dalam belajar mencakup seluruh aspek tingkah laku indivisu, perbuatan
perkataan, sikap, dan kebiasaan.
Pengalaman dalam belajar
Menurut pandangan Plato dan Aristoteles tentang hakikat pengetahuan telah
mempengaruhi kecenderungan filsafat yang masih bertahan sampai sekarang. Plato percaya
bahwa pengetahuan adalah diwariskan dan merupakan komponen natural dari pikiran manusia.
Menurut Aritoteles, sebaliknya, percaya bahwa pengetahuan berasal dari pengalaman inderawi
dan tidak diwariskan. Keduanya menunjukan contoh dari rasionalisme karena keduanya percaya
bahwa pikiran secara aktif terlibat dalam pemerolehan pengetahuan.
Menurut Plato, pikiran harus terlibat dalam introspeksi ( perenungan ) aktif untuk
mengungkap pengetahuan yang diwariskan. Menurut Aristoteles, pikiran harus aktif memikirkan
informasi yang diberikan oleh indra guna mengungkap pengetahuan yang ada di dalam informasi
itu. Istilah nativisn ( nativisme ) dipakai untuk pandangan Plato karena dia menegaskan bahwa
pengetahuan sudah ada di dalam diri manusia. Pandangan Aristoteles, empiricism ( empirisisme)
karena dia menekankan pentingnya pengalaman indrawi sebagai basis dari semua ilmu
pengetahuan.
Teori pembelajaran 9
TEORI BEHAVIORISME
Edward Lee Thoerndike
Thorndike lahir pada 1874 di Williamsburg, Massachusetts, putra kedua dari seorang
pendeta Methodis. Dia mengatakan belum pernah mendengar atau melihat kata psikologi sampai
dia masuk Wesleyan University. Pada saat itu dia membaca karya William James, Principles of
Psychology (1890), dan amat tertarik dengannya. Kelak saat dia masuk Harvard dan mengikuti
pelajaran James, keduanya menjadi sahabat karib. Ketika pacar Thorndike melarangnya
meneruskan kegiatan menetaskan telur di tempat tidurnya. James berusaha menolongnya dengan
memberinya ruang laboratorium di kampus Harvard. Tetapi karena upaya ini gagal, James
kemudian merelakan ruang bawah tanahnya untuk dijadikan tempat penetasan ayam dan ini
membuat istri James jengkel, namun anak- anak mereka senang.
Setelah dua tahun di Harvard, dimana Thorndike mendapat nafkah dengan mengajar mahasiswa,
dia mendapat beasiswa untuk studi di Colombia di bawah bimbingan James McKeen Catell.
Meskipun dia membawa dua ekor ayamnya yang paling terdidik ke New York, dia segera beralih
dari ayam ke kucing. Masa- masa riset binatangnya dirngkas dalam disertai doktornya, yang
berjudul Animal Intelligence: an Experimental Study of The Associatve Process in Animals, yang
dipublikasikan pada 1898 dan kemudian dikembangkan dan dipublikasikan kembali dalam
bentuk buku berjudul Animal Intelligence (1911). Ide dasar yang dikemukakan dalam dokumen
ini mendasari semua tulisan Thorndike dan hampir semua teori belajar.
Produktivitas ilmiah Thorndike hampir sulit dipercaya. Pada saat dia meninggal pada
1949, bibliografinya mencakup 507 buku, monograf dan artikel jurnal. Thorndike tampaknya
ingin mengukur segala hal, dan dalam autobiografinya dia melaporkan bahwa sampai usia 60
tahun dia menghabiskan sekitar 20 jam sehari untuk membaca dan mendalami buku dan jurnal-
ilmiah, meskipun dia terutama lebih merupakan sosok periset ketimbang sarjana ilmuwan.
Menurut Thorndike dalam Sugihartono dkk. (2007: 91), belajar pada dasarnya merupakan
peristiwa terbentuknya asosiasi- asosiasi akibat adanya Stimulus (S) dan Respons (R). Stimulus
merupakan bentuk perubahan lingkungan sebagai tanda bagi organisme untuk bertindak,
sedangkan respons merupakan tingkah laku yang dimunculkan organisme setelah menerima
stimulus. Thorndike melakukan eksperimen dengan seekor kucing dan sebuah sangkar. Kucing
dimasukkan ke dalam sangkar.
BAB
II
Teori pembelajaran 10
Thorndike merupakan psikolog berkebangsaan Amerika pertama yang menggunakan
kucing dalam eksperimen melalui prosedur yang sistematis, sekaligus sebagai teori awal yang
muncul dari rumpun teori belajar behavioristik.
Adapun proses pelaksanaan eksperimen Thorndike menurut Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni
(2007: 64- 65) sebagai berikut:
Kucing yang lapar dimasukkan ke dalam kotak kerangkeng yang dilengkapi alat
pembuka bila disentuh. Daging ditaruh di luar kotak. Kucing kemudian bergerak ke sana kemari
mencari jalan keluar. Kucing terus berusaha dari segala arah. Namun gagal dan dilakukan terus-
menerus. Pada suatu ketika kucing tanpa sengaja menekan sebuah tombol sehingga pintu kotak
kerangkeng terbuka dan kucing dapat memakan daging yang ada di depannya. Percobaan
dilakukan berulang- ulang, dan semakin lama kucing memiliki kemajuan tingkah laku sehingga
ketika dimasukkan ke dalam kotak dapat langsung menyentuh tombol pembuka sehingga pintu
langsung terbuka hanya pada sekali usaha.
Melalui eksperimen dan hasil yang diperolehnya, Thorndike menyimpulkan bahwa agar tercapai
kesesuaian hubungan stimulus- respons (S- R) artinya respons yang dihasilkan sesuai dengan
yang diharapkan maka perlu adanya kemampuan organisme memilih respons yang tepat.
Respons yang tepat dihasilkan akan dihasilkan setelah individu melalui proses dan usaha- usaha
atau percobaan dan kegagalan terlebih dahulu.
Hasil eksperimen tersebut menunjukkan bahwa bentuk yang paling mendasar dari belajar
adalah melalui latihan- latihan dan pengulangan dalam bentuk trial and error learning atau
selecting and connesting learning dan coba- coba. Namun demikian, atas dasar percobaan
tersebut dapat disimpulkan bahwa jika sebuah tindakan diikuti oleh perubahan kondisi dan
situasi yang memuaskan, tindakan tersebut akan cenderung untuk diulangi lagi. Namun
sebaliknya, jika tidak menguntungkan, akan dikurangi atau bahkan tidak dilakukan sama sekali.
Oleh karena itu, teori belajar yang dikemukakan Thorndike sering disebut dengan Teori Belajar
Koneksionisme atau Teori Asosiasi.
Hasil eksperimen tersebut memunculkan beberapa hukum dalam belajar yang akan dilakukan
dan akan terjadi pada siswa. Menurut Sugihartono dkk. (007: 92- 93), terjadinya proses asosiasi
dalam belajar menurut Thorndike akan mengikuti hukum- hukum kesiapan, latihan, akibat dan
hukum reaksi bervariasi.
Teori pembelajaran 11
Law of Readiwess (Hukum Kesiapan)
Hukum kesiapan terdiri dari:
Bila ada kecenderungan bertindak dan dilakukan tindakan tersebut dapat menimbulkan
kepuasan dan tidak dilakukan tindakan lainnya. Bila ada kecenderungan bertindak dan tidak
melakukan tindakan tersebut mengakibatkan tidak ada kepusan dan dilakukannya tindak lain
untuk mengurangi ketidak puasannya . Bila tidak ada kecenderungan bertindak dan melakukan
tindakan tersebut menimbulkan ketidakpuasan dan dilakukannya tindakan lain untuk mengurangi
ketidakpuasannya.
Law of Exercise (Hukum Pelatihan)
Thorndike mempelajari pemecahan masalah pada kucing dan berhasil merancang sebuah
“kotak teka- teki”, sehingga kucing yang diletakkan di dalam kotak tersebut dapat keluar dari
kotak dengan cara menarik simpul tali, baik dengan menggunakan kaki maupun dengan mulut.
Dengan menarik simpul tali, kait akan terlepas dan pegas akan menarik pintu hingga pintu
terbuka. Setelah meletakkan seekor kucing di dalam kotak, Thorndike mencatat waktu yang
dibutuhkan kucing untuk keluar dari kotak tersebut.Jika berhasil keluar, kucing tersebut
dimasukkan lagi ke dalam kotak untuk dicatat lagi waktu keberhasilan kucing keluar dari
kotak.Ketika hasil pencatatan waktu ini digambarkan, Thorndike melihat bahwa pada umumnya
hewan tersebut membutuhkan waktu yang lebih singkat pada setiap percobaan
berikutnya.Sesudah kira- kira dua puluh kali percobaan, kucing mampu meloloskan diri secepat
ketika dia dimasukkan ke dalam kotak. Thorndike kemudian mengemukakan hipotesisnya:
apabila suatu respon berakibat menyenangkan, ada kemungkinan respons yang lain cenderung
berakibat sama. Hipotesisi ini dikenal sebagai hukum efek.
Hukum efek ini menunjukkan adanya perangsang dengan tindakan pelatihan.Hukum tersebut
memberi gambaran betapa pentingnya pelatihan untuk menyongsong tingkah laku yang nyata.
Prinsip utama hukum ini adalah dari apa yang dialami sebelumnya sehingga individu dapat
bertingkah laku secara benar dan tepat.
Edward Lee Thoerndike dapat dianggap sebagai pencetus teori belajar modern pertama, yang
mencoba menunjukkan bahwa proses belajar pada hewan merupakan proses yang terus menerus,
sama seperti proses belajar pada manusia. Dalam percobaannya banyak dipengaruhi oleh teori
evolusi Darwin.
Teori pembelajaran 12
Law of Affect (Hukum Akibat)
Hukum ini menyatakan bahwa tingkah laku yang emendatangkan keenakan (kepuasan)
cenderung tingkah laku tersebut diulangi dan begitu sebaliknya.Hukum ini dapat menerangkan
pengaruh hadiah atau hukuman bagi tingkah laku seseorang individu. Thorndike juga
mengajukan konsep transfer of training artinya yang telah dipelajari dapat digunakan untuk
menghadapi atau memecahkan masalah.`
Dalam berbagai eksperimen Thorndike, pembelajaran adalah konsekuensi langsung dari
ganjaran.Tidak seperti bayi yang baru merangkak, yang berusaha menguasai sesuatu untuk
keperluannya sendiri.Thorndike menyimpulkan bahwa belajar bersifat incremental (bertahap),
bukan langsung mendalam. Dengan kata lain, belajar dilakukan dalam langkah- langkah kecil
yang sistematis, bukan langsung melompat ke pengertian mendalam. Thorndike menolak campur
tangan nalar dalam belajar dan ia lebih mendukung tindakan seleksi langsung dan pengaitan
dalam belajar dan dia juga menegaskan bahwa proses belajar semua mamalia, termasuk manusia,
mengikuti kaidah yang sama.
Aplikasi Teori Conectionism dalam Pembelajaran
Proses pembelajaran yang dilakukan oleh guru kadang- kadang perlu memerhatikan
aplikasi dari teori belajar Conectionism tersebut. Bentuk aplikasi teori pembelajaran
Conectionism menurut Thorndike perlu memerhatikan beberapa hal ataupun konsep dasarnya.
Bentuk aplikasi teori belajar Conectionism dari Thorndike menurut Sugihartono dkk. (2007: 69)
sebagai berikut:
Selama proses pembelajaran, siswa yang sudah menyelesaikan tugas belajar dengan baik
segera diberi hadiah dan bila belum baik maka guru segera membantu siswa untuk
memperbaikinya.
Guru perlu menyadari bahwa dalam proses belajar akan selalu ada kesalahan sehingga
guru tidak harus dan tidak selayaknya marah- marah karena kesalahan merupakan bagian dari
trial and error dalam belajar.
Dalam proses penyampaian materi, materi pelajaran yang diberikan harus disadari oleh
siswa dan mengandung manfaat bagi siswa setelah selesai mempelajarinya atau selesai sekolah.
Teori pembelajaran 13
Ivan Pavlov
Pavlov lahir di Rusia pada 14 September 1849 dan meninggal di sana pada 1936.
Ayahnya adalah pendeta, dan Pavlov pada mulanya belajar untuk menjadi pendeta. Dia berubah
pikiran dan menghabiskan sepanjang hidupnya untuk mempelajari fisiologi. Pada 1904 dia
memenangkan hadiah Nobel untuk karyanya di bidang fisiologi pencernaan. Dia baru memulai
studi refleks yang dikondisikan pada usia 50 tahun.
Seperti Thorndike, dia memandang ilmuwan diwajibkan untuk mengubah pandangan
mereka ketika data mengharuskannya. Ini merupakan karakteristik penting dari pekerjaan ilmiah.
Melalui Pavlov, kita melihat pentingnya penemuan tidak sengaja atau penemuan aksidental,
dalam ilmu pengetahuan. Metode studi pencernaan Pavlov menggunakan cara pembedahan pada
anjing yang memungkinkan cairan perut mengalir melalui suatu hiliran keluar dari tubuh, dan
cairan itu ditampung.
Conditioning adalah suatu bentuk belajar yang kesanggupan untuk berespons terhadap
stimulus tertentu dapat dipindahkan pada stimulus lain. Ivan Petrovich Pavlov adalah seorang
psikolog yang mengadakan percobaan mengenai anjing yang mengeluarkan air liur, hal ini sering
kali dikutib karena dianggap sebagai salah satu bentuk percobaan conditioning formal yang
pertama. Hal belajar yang dapat diambil dari percobaannya adalah
Perbuatan maupun reflex dapat dipindahkan ke perbuatan yang lain. Demikian pula terjadi dalam
pembentukan kebiasaan dan juga kemampuan- kemampuan lain seperti kemampuan mengingat.
Belajar erat hubungannya dengann prinsip penguatan kembali atau dengan perkataan lain,
ulangan- ulangan dalam hal belajar adalah penting. Pavlov melakukan kombinasi daging sebagai
perangsang asli atau US (Unconditioned Stimulus) dengan bel sebagai perangsang netral
(Neutral Stimulus) yang menjadi stimulus bersyarat, yaitu kombinasi daging dan bel atau CS
(Conditioning Stimulus), bersamaan secara berulang- ulang sehingga memunculkan reaksi yang
diinginkan, yaitu munculnya air liur anjing atau CR (Conditioning Respons), meskipun hanya
mendengar bunyi bell. Menurut Sri Rumini dkk. (2006: 71- 72), pelaksanaan prosedur
eksperimen Pavlov sebagai berikut:
- Anjing yang telah dioperasi kelenjar ludahnya (untuk keperluan pengukuran sekresi
ludah), dibiarkan kelaparan. Kemudian bel dibunyikan dan 30 detik setelah bel berbunyi
makanan (daging) diberikan.
- Percobaan tersebut diulang berkali- kali dengan jarak waktu 15 menit.
Teori pembelajaran 14
- Setelah 32 kali percobaan, ternyata bunyi bel saja telah menyebabkan keluarnya air liur
anjing dan bertambah deras bila makanan diberikan. Menurut Pavlov, daging berfungsi
sebagai reinforcement penguat.
Berdasarkan eksperimen tersebut, bell merupakan CS, daging merupakan US, dan air liur karena
bunyi bell CR.
Procedur conditioning Pavlov disebut “klasik” karena merupakan suatu penemuan
bersejarah dalam psikologi. Barangkali yang menyebabkan conditioning tersebut terkenal ialah
kita sering pula merasakan diri kita terkondisi pada macam- macam penglihatan dan bunyi,
misalnya air liur keluar karena melihat, mencium, ataupun memikirkan hal lezat. Kelemahan
conditioning klasik, antara lain, adalah sebagai berikut (Purwanto,1995):
Teori ini menganggap bahwa belajar hanyalah terjadi secara otomatis, keaktifan, dan penentuan
pribadi dalam tidak dihiraukannya.
Peranan latihan/kebiasaan terlalu ditonjolkan; sedangkan kita tahu bahwa dalam
bertindak dan berbuat sesuatu , manusia tidak semata- mata bergantung pada pengaruh luar. Aku
atau pribadinya sendiri memegang peranan dalam memilih dan menentukan perbuatan serta
reaksi apa yang akan dilakukannya.
Teori conditioning memang tepat kalau kita hubungkan dengan kehidupan binatang.
Namun, pada manusia, teori ini hanya dapat kita terima dalam hal belajar tertentu saja;
umpamanya dalam hal belajar mengenai skills (kecekatan) tertentu dan mengenai pembiasaan
pada anak- anak kecil
Aplikasi Teori Classical Conditioning dalam Pembelajaran
Teori Classical Conditioning memiliki pengertian stimulus yang dikondisikan dapat
digunakan untuk menggantikan stimulus- stimulus yang dikondisikan dapat digunakan untuk
menggantikan stimulus- stimulus alami untuk menghasilkan respons- respons yang diinginkan
dan dikondisikan. Dengan demikian, dalam proses belajar dengan tingkah laku sebagai ukuran
keberhasilannya dapat dilakukan melalui pengaturan dan manipulasi lingkungan (Conditioning
Process).
Oleh sebab itu, menurut Sugiyono dan Hariyanto (2011. 62), belajar pada dasarnya
merupakan suatu upaya untuk mengordinasikan pembentukan suatu perilaku- perilaku tertentu
terhadap sebuah kondisi atau sesuatu. Misalnya, membentuk kebiasaan mandi, makan, belajar
Teori pembelajaran 15
pada jam- jam tertentu dan lain sebagainya yang dapat dilakukan dengan mekanisme
pengkondisian.
Menurut Woolfolk dalam Baharuddin dan Esa Nur Wahyuni (2007:63- 64), aplikasi teori
belajar Classical Conditioning dari Ivan Pavlov dalam pelaksanaan proses pembelajaran dapat
dilakukan dalam beberapa bentuk, sebagai berikut:
- Membuat kegiatan belajar seperti membaca menjadi lebih menyenangkan bagi siswa
dengan cara membuat ruang membaca yang enak, nyaman, dan menarik.
- Mendorong dan mengaktifkan siswa yang pemalu, tetapi pandai dengan cara memintanya
membantu siswa lain yang tertinggal materi mengenai cara memahami materi pelajaran
atau trik dan cara mempelajari materi- materi tertentu.
- Membuat tahap- tahap rencana jangka pendek untuk mencapai tujuan jangka panjang,
misalnya melalui kegiatan tes atau ulangan harian, mingguan, dan sebagainya agar siswa
menguasai pelajaran dengan baik.
- Apabila ada siswa yang merasa takut atau minder berbicara di depan kelas, dapat kelas,
dapat dibantu melalui aktivitas- aktivitas sedehana mulai dari membaca laporan di dalam
sebuah kelompok sambil duduk kemudian sambil berdiri, serta kemudian berpindah ke
kelompok yang lebih besar sampai berani membacakan laporan di depan kelas.
Burrhus Frederic Skinner
Skinner (1904- 1990) lahir di Susquehanna, Pennysylvania. Dia meraih gelar master pada
1930 dan Ph.D. pada 1931 dari Hardvard University. Gelar B. A diperoleh dari Hamilton,
College, New York, dimana dia mengambil jurusan Sastra Inggris. Selama bertahun- tahun
Skinner adalah penulis yang prolifik. Salah satu perhatian utamanya adalah menghubungkan
temuan laboratoriumnya dengan solusi problem manusia. Karya- karyanya memicu
perkembangan mesin pengajaran dan belajar terprogram. Saat dia gagal mendeskripsikan
perilaku manusia lewat karya sastra, Skinner berusaha mendeskripsikan perilaku manusia lewat
ilmu pengetahuan. Jelas dia lebih sukses di bidang ilmu pengetahuan ini.
Istilah conditioning operan diciptakan oleh Burrhus Frederick Skinner dan memiliki arti
umum conditioning perilaku. Istilah operan disini berarti operasi yang pengaruhnya
mengakibatkan organisme melakukan suatu perbuaatan pada lingkungannya, misalnya perilaku
Teori pembelajaran 16
motor yang biasanya merupakan perbuatan yang dilakukan nsecara sadar (Hardy & Hayes,1985;
Reber,1988).
Skinner menciptakan sebuah alat yang sederhana, ia memasukkan tikus ke dalam sebuah
kotak yang tidak berisi apa- apa kecuali pengungkit dan baki makanan. Dengan menekan
pengungkit tersebut, sebutir makanan secara otomatis disimpan pada baki tersebut.Tikus
berusaha mendapatkan makanan dan dengan cepat mempelajari hubungan antara kerja dan
makanan.
Perilaku manusia selalu dikendalikan oleh factor luar (factor lingkungan, rangsangan,
atau stimulus). Dengan memberikan ganjaran yang positif maka suatu perilaku akan
ditumbuhkan dan dikembangkan. Sebaliknya, jika diberikan ganjaran yang negative, suatu
perilaku akan dihambat.
Sebagai contoh, anak yang buang air di celana, selalu dimarahi ibunya. Sebaliknya, jika ia
mengatakan terlebih dahulu kepada ibunya bahwa ia akan buang air besar sehingga ibu bisa
membawanya ke WC, maka anak itu akan dipuji ibunya (ganjaran positif). Lama- kelamaan anak
itu belajar buang air di WC saja, bukan di sembarang tempat. Kelemahan pada teori belajar
conditioning operan adalah sebagai berikut (Syah, 1995:108) :
- Proses belajar dapat diamati secara langsung, padahal belajar adalah proses kegiatan
mental yang tidak dapat disaksikan dari luar, kecuali sebagai gejalanya
- Proses belajar bersifat otomatis- mekanis sehingga terkesan seperti gerakan mesin dan
robot, padahal setiap individu memiliki self-direction (kemampuan mengarahkandiri) dan
self control (pengendalian diri) yang bersifat kognnitif, sehingga ia bisa menolak untuk
merespons jika ia tidak menghendaki, misalnya karena lelah atau berlawanan dengan kata
hewan itu
- Proses belajar manusia yang dianalogikan dengan perilaku hewan itu sangat sulit
diterima, mengingat mencoloknya perbedaan karakter fisik dan psikis antara manusia dan
hewan
Teori belajar dari Skinner apabila dapat diterapkan denagn baik dan benar, pada dasarnya
akan menjadikan proses belajar dan mengajar bagi siswa lebih berhasil. Oleh sebab itu, untuk
melaksanakan atau menerapkan teori belajar Operant Conditioning dalam proses pembelajaran,
menurut Sugihartono dkk. (2007: 99), perlu memerhatikan prinsip- prinsip berikut:
Teori pembelajaran 17
- Dalam proses pembelajaran, laporan, hasil proses belajar harus segera diberitahukan
kepada siswa, jika salah dibetulkan dan jika benar diberi penguat.
- Dalam proses belajar dan pembelajaran, guru harus mengikuti irama siswa yang belajar.
Dengan kata lain, pendidik tidak dapat memaksakan kehendaknya pada siswa.
- Pelaksanaan proses pembelajaran ada baiknya materi- materi pelajaran disusun dan
dilaksanakan menggunakan sistem modul.
- Dalam pelaksanaan proses pembelajaran tidak menggunakan dan menerapkan hukuman.
Namun demikian, pendidik berusaha mengubah lingkungan agar tidak memunculkan
perilaku siswa yang harus dihukum.
Apabila tingkah laku yang diinginkan pendidik muncul, siswa dengan segera diberi hadiah
sebagai bentuk penguatan.
Dalam pembelajaran digunakan shaping yaitu pembentukan pembiasaan- pembiasaan atas dasar
pengalaman belajar dari rangkaian stimulus respons.
Robert M.Gagne
Gagne memberikan sumbangan teori-teori belajar dan konsep dasar belajar dalam bentuk
adanya prinsip-prinsip dalam belajar, yaitu syarat-syarat pembelajaran, proses terjadinya belajar,
dan taksonomi hasil belajar. Menurut Gagne dalam sugiyono dan Hariyanto ( 2011: 92-93 ),
terdapat delapan peristiwa atau tahapan dalam proses belajar individu.
Memberikan motivasi dan perhatian. Misalnya, dalam sebuah pembelajaran materi tentang es,
tunjukan es krim dan ceritakan kelezatannya.
Memberikan tujuan pembelajaran. Artinya, biarkan siswa mengetahui apa yang akan
dipelajari dan bagaimana prosesnya. Misalnya, beritahukan siswa tujuan pembelajaran adalah
mengetahui bagaimana membuat es krim.
Memunculkan pengetahuan yang telah dimiliki siswa sebelumnya. Misalnya, dengan
mengajukan pertanyaan-pertanyaan apakah ada yang pernah membuat es krim ? kapan, dimana,
dan apa saja bahannya ?
Melakukan presentasi atau demonstrasi materi. Misalnya, tunjukan pada siswa bagaimana
langkah-langkah dalam membuat es krim. Memberikan kesempatan pada siswa untuk mencoba
dan melakukan apa yang telah dipelajari. Misalnya, biarkan siswa membuat es krim sendiri.
Teori pembelajaran 18
Memberikan umpan balik. Artinya, memberikan pengerahan tentang kinerja masing-masing
siswa. Misalnya, guru dengan antusias memerhatikan kerja siswa dengan mengamati setiap
pekerjaan siswa dan memberikan masukan selama proses berlangsung
Menilai hasil kerja. Artinya, memberikan penilaian terhadap hasil kerja siswa. Misalnya, apabila
es krim yang dibuat baik dan layak maka diperbolehkan memakannya.
Memperkuat ingatan atas proses belajar yang telah dilalui. Artinya, bantulah siswa dalam
mengingat-ingat dan menerapkan keterampilan baru hasil belajarnya. Misalnya, berikan siswa
tugas untuk membuat es krim pada waktu liburan.
Proses belajar yang dilakukan siswa menurut pandangan Gagne akan terlihat berhasil atau
tidaknya dalam lima kategori atau lima taksonomi hasil belajar. Kelima taksonomi hasil belajar
tersebut meliputi informasi verbal, ketrampilan intelektual, strategi kognitif, sikap, dan
keterampilan intelektual, strategi kognitif, sikap, dan keterampilan motorik. Artinya,
keberhasilan proses belajar siswa akan terwujud dalam bentuk-bentuk kemampuan di antara lima
kategori tersebut.
John B. Watson
Behaviorisme adalah sebuah aliran dalam psikologi yang didirikan oleh John B. Watson
pada tahun 1913 dan digerakkan oleh Burrhus Frederic Skinner. Behavioristik lahir sebagai
reaksi terhadap introspeksiosm. Kaum behavioristik, khususnya Watson tidak dapat menyetujui
instropeksi digunakan dalam penelitian psikologi, dengan alasan- alasan tertentu (dirganunangsa,
1996:77- 78):
Intropeksi yang digunakan metode utama oleh ahli- ahli aliran strukturalisme, tidak dapat dipakai
oleh behaviorisme yang banyak melakukan penyelidikan terhadap hewan
Watson meragukan ketelitian dankebenaran metode instropeksi dalam penyelidikan-
penyelidikan psikologi Instropeksi menggambarkan berlangsungnya berbagai hal dalam
organism yang tidak dapat dilihat atau diukur secara objektif. Watson mengakui bahwa memang
ada tingkah laku yang tidak dapat langsung terlihat dari luar, misalnya berfikir atau beremosi.
Tingkah laku seperti ini dinamakan covert behavior ( tingkah laku tertutup ). Ada pula overt
behavior ( tingkah laku terbuka ), yang dapat dengan jelas dilihat dari luar. Watson berpendapat
bahwa covert behavior merupakan tingkah laku sebagai akibat kontraksi otot-otot atau sekresi
Teori pembelajaran 19
kelenjar-kelenjar, sama halnya dengan overt behavior , jadi berfikir menurut Watson, adalah
implicit speech lidah bergerak-gerak secara halus, selama kita berfikir itu.
Menurut Watson, kepribadian manusia dapat dibentuk melalui pemberian rangsangan-
rangsangan tertentu. Salah satu ucapan Watson yang terkenal adalah “ berikan kepadaku selusin
anak yang sehat, aku akan membuat mereka seperti yang aku kehendaki, yaitu menjadi dokter,
pemberani, bahkan menjadi penjahat atau pemalu”.
Menurut Watson, berfikir haruslah merupakan suatu tingkah laku motoris. Anak-anak,
bahkan juga orang dewasa, sering berfikir dengan bersuara. Berfikir dengan bersuara adalah
untuk membisiki diri sendiri. Pada fase selanjutnya, berbicara terhadap diri sendiri ini
menghilangkan dan diganti dengan gerakan-gerakan pada lidah yang tidak dapat dilihat dari luar.
Seorang anak belajar berbicara terhadap diri sendiri bukan hanya mengenai apa yang sedang
dikerjakan, tetapi juga apa yang telah atau akan diperbuat. Oleh karena itu, ia dapatv mencapai
bentuk berfikir pada orang dewasa. Orang tuli yang “berbicara” dengan tangan, menurut Watson
juga berfikir dengan gerakan, yaitu gerakan tangan yang tidak tampak atau implicit hand
movement.
Watson juga mengadakan eksperimen mengenai “perasaan takut” pada anak dengan
menggunakan tikus dan kelinci. Dari hasil percobannya, dapat ditarik kesimpulan bahwa
perasaan takut pada anak dapat diubah atau dilatih. Anak percobaan Watson yang mula-mula
tidak takut kepada kelinci, dibuat menjadi takut kepada kelinci. Kemudian anak tersebut
dilatihnya pula sehingga tidak menjadi takut lagi kepada kelinci. Jadi, belajar adalah suatu proses
perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat yang kemudian menimbulkan respon. Untuk
menjadikan seorang itu belajar, menurut teori conditioning, ialah adanya latihan-latihan yang
kontinu. Yang diutamakan dalam teori ini ialah hal belajar yang terjadi secara otomatis.
Watson berpendapat bahwa hampir semua perilaku merupakan hasil dari pengondisian,
dan lingkungan membentuk perilaku kita dengan memperkuat kebiasaan tertentu. Respons yang
terkondisikan dipandang sebagai unit perilaku terkecil yang tidak dapat dibagi lagi, suatu “atom
perilaku” dari tempat perilaku yang lebih rumit dapat dibangun. Semua tipe perilaku kompleks
yang berasal dari latihan atau pendidikan khusus, tidak berarti lebih dari rangkaian respons
terkondisikan.
Teori pembelajaran 20
Edwin Ray Guthrie
Guthrie lahir di Lincoln Nebrazka tanggal 9 januari pada tahun 1886 dan meninggal pada
tahun 1959 Dia adalah professor psikologi di university of Washington dari 1914 sampai pensiun
pada 1956. Karya dasarnya adalah the psychology of learning, yang dipublikasikan pada 1935
dan direfisi pada 1952. Gaya tulisannya mulai di ikuti, penuh humor, dan menggunakan banyak
kisah untuk menunjukan contoh-contoh idenya. Tidak ada istilah teknis atau persamaan
matematika, dan dia sangat yakin bahwa teorinya atau teori ilmiah apa saja harus dikemukakan
dengan cara yang dapat dipahami oleh mahasiswa baru. Dia sangat menakankan pada aplikasi
praktis dari gagasannya dan dalam hal ini dia mirip dengan thorndike dan skinner. Pada usia 33
tahun Guthrie pemenang nobel yang diberikan asosiasi psikologi Amerika dalam kontribusi
terakhir. Karya dasarnya adalah The Psycholoy of Learning, yang dipublikasikan pada 1935 dan
direvisi pada 1952.
Guthrie menekankan keyakinannya pada hukum kontiguitas di sepanjang karirnya, dia
menganggap akan keliru jika kita menganggap asosiasi yang dipelajari sebagaian hanya asosiasi
antara stimuli lingkungan dengan prilaku nyata. Misalnya, kejadian di lingkungan dan
responsnya terkadang dipisahkan oleh satu interval waktu, dan karenanya sulit untuk
menganggap keduanya sebagai kejadian yang bersamaan.
Guthrie selanjutnya mengatasi problem tersebut dengan mengemukakan adanya
movement-product stimuli (stimuli yang dihasilkan oleh gerakan), yakni disebabkan oleh
gerakan tubuh. Contohnya, ketika mendengar telepon berdering kita berdiri dan berjalan
mendekati pesawat telepon. Sebelum kita sampai ke pesawat telepon, suara deringan tersebut
sudah tidak lagi bertindak sebagai stimulus. Kita tetap bergerak karena ada stimuli dari gerakan
kita sendiri menuju pesawat telepon.
Guthrie dan Horton (1946) secara cermat mengamati sekitar delapan ratus kali tidak
melepaskan diri dari kotak teka-teki yang dilakukan oleh kucing yang kemudian observasi ini
dilaporan dalam sebuah buku yang berjudul cats in a Puzzle Box. Kotak yang mereka pakai sama
dengan yang dipakai Thorndike dalam melakukan eksperimennya. Guthrie dan Horton
menggunakan banyak kucing sebagai subyek percobaan, akan tetapi mereka melihat kucing kelar
dari kotak dengan cara sendiri-sendiri dan berbeda-beda.
Dari percobaan diatas respon khusus yang dipelajari oleh hewan tertentu adalah respon yang
dilakukan hewan sebelum ia keluar dari kotak. Karena respon ini cenderung diulang lagi saat
Teori pembelajaran 21
kucing diletakkan di kotak di waktu yang lain, maka ia dinamakan stereotyped behavior
(perilaku strereotip).
Guhtrie dan Horton mengamati bahwa seringkali hewan, setelah bebas dari kotak akan
mengabaikan ikan yang diberikan kepadanya. Meskipun hewan itu mengabaikan obyek yang
disebut penguatan tersebut, kucing dapat keluar dari kotak dengan lancar ketika diwaktu yang
lain ia dimasukkan lagi ke dalam kotak. Observasi ini, menurut Guthrie memperkuat
pendapatnya bahwa penguatan hanyalah aransemen mekanis yang mencegah terjadinya
unlearning. Sehingga dapat disimpulkan bahwa setiap kejadian yang diikuti dengan respons yang
diinginkan dari hewan akan mengubah kondisi yang menstimulasi dan karenanya
mempertahankan respons di dalam kondisi yang menstimulasi sebelumnya.
Azas belajar Guthrie yang utama adalah hukum kontiguiti. Yaitu gabungan stimulus-
stimulus yang disertai suatu gerakan, pada waktu timbul kembali cenderung akan diikuti oleh
gerakan yang sama. Hukum kontiguiti adalah satu prinsip asosionisme yaitu respon atas suatu
situasi cendrung diulang, bilamana individu menghadapi suatu yang sama. Kunci teori guthrie
terletak pada prinsip tunggal bahwa kontiguitas merupakan fondasi pembelajaran.
Guthrie juga menggunakan variabel hubungan stimulus dan respon untuk menjelaskan
terjadinya proses belajar. Belajar terjadi karena gerakan terakhir yang dilakukan mengubah
situasi stimulus sedangkan tidak ada respon lain yang dapat terjadi. Penguatan sekedar hanya
melindungi hasil belajar yang baru agar tidak hilang dengan jalan mencegah perolehan respon
yang baru.
Hubungan antara stimulus dan respon bersifat sementara, oleh karena itu dalam kegiatan
belajar peserta didik perlu sering diberi stimulus agar hubungan stimulus dan respon bersifat
lebih kuat dan menetap dan karena itu pula diperlukan pemberian stimulus yang sering agar
hubungan itu menjadi lebih langgeng. Selain itu, suatu respon akan lebih kuat (dan bahkan
menjadi kebiasaan) bila respon tersebut berhubungan dengan berbagai macam stimulus.
Hukum tersebut diusulkan oleh Guthrie karena menganggap kaidah yang dikemukakan oleh
Thorndike dan Pavlov terlalu rumit dan berlebihan. Thorndike mengemukakan bahwa, jika
respons menemukan kondisi yang memuaskan maka koneksi S-R akan menguat. Disisi lain
Pavlov mengemukakan dengan hukum belajarnya dengan model kondisional berupa CR-CS-
US-UR. Unsur- unsur itulah yang dianggap oleh guthrie berlebihan.
Teori pembelajaran 22
Stimulus dan respon cendrung bersifat sementara, persetujuan umum di kalangan
psikolog, bahwa kontiguitas stimulus dan respon merupakan kondisi yang penting bagi proses
belajar, maka dari itu diperlukan pemberian stimulus yang sering, agar hubungan itu menjadi
lebih langgeng, suatu respon akan lebih kuat dan menjadi kebiasaan bila respon tersebut
berhubungan dengan berbagaimacam stimulus, situasi belajar merupakan gabungan stimulus dan
respon, akan tetapi asosiasi ini bisa benar dan bisa salah.
Meskipun Guthrie menekankan keyakinannya pada hukum kontiguitas di sepanjang
karirnya, dia menganggap akan keliru jika kita menganggap asosiasi yang dipelajari sebagaian
hanya asosiasi antara stimuli lingkungan dengan prilaku nyata. Misalnya, kejadian di lingkungan
dan responsnya terkadang dipisahkan oleh satu interval waktu, dan karenanya sulit untuk
menganggap keduanya sebagai kejadian yang bersamaan.
Guthrie selanjutnya mengatasi problem tersebut dengan mengemukakan adanya
movement-product stimuli (stimuli yang dihasilkan oleh gerakan), yakni disebabkan oleh
gerakan tubuh. Contohnya, ketika mendengar telepon berdering kita berdiri dan berjalan
mendekati pesawat telepon. Sebelum kita sampai ke pesawat telepon, suara deringan tersebut
sudah tidak lagi bertindak sebagai stimulus. Kita tetap bergerak karena ada stimuli dari gerakan
kita sendiri menuju pesawat telepon.
Hukuman menurut Guthrie
Guthrie juga percaya bahwa hukuman (punishment) memegang peranan penting dalam
proses belajar. Hukuman yang diberikan pada saat yang tepat akan mampu mengubah tingkah
laku seseorang. Saran utama dari teori ini adalah guru harus dapat mengasosiasi stimulus respon
secara tepat. Pebelajar harus dibimbing melakukan apa yang harus dipelajari. Hukuman yang
diberikan dalam proses pembelajaran harus sesuai dengan asumsi dan ideologi yang ada dalam
diri siswa.
Meskipun menurut sekolah hukuman itu tidak edukatif dan tidak efektif, bisa saja menurut
sekolah yang lain sangat efektif. Hal ini disebabkan oleh asusmi ideologis yang diyakini di
kalangan siswa. Contoh jenis hukuman di pondok pesantren tidak sesuai jika diterapkan di
sekolah formal yang jauh dari budaya pondok pesantren.
Sebagai contoh, seseorang yang memiliki kebiasaan merokok sulit ditinggalkan. Hal ini dapat
terjadi karena perbuatan merokok tidak hanya berhubungan dengan satu macam stimulus
Teori pembelajaran 23
(misalnya kenikmatan merokok), tetapi juga dengan stimulus lain seperti minum kopi,
berkumpul dengan teman-teman, ingin tampak gagah, dan lain-lain.
Menurutnya suatu hukuman yang diberikan pada saat yang tepat, akan mampu mengubah
kebiasaan seseorang. Menurut Guthrie hukuman memegang peranan penting dalam proses
belajar.
Teori conditioning dari Guthrie
Guthrie mengemukakan bahwa tingkah laku manusia itu secara keseluruhan dapat
dipandang sebagai deretan-deretan tingkah laku yang terdiri dari unit-unit. Unit-unit tingkah laku
ini merupakan reaksi atau respons dari perangsang atau stimulus sebelumnya, dan kemudian unit
tersebut menjadi pula stimulus yang kemudian menimbulkan response bagi unit tingkah laku
yang berikutnya. Demikianlah seterusnya sehingga merupakan deretan-deretan unit tingkah laku
yang terus menerus. Jadi pada proses conditioning ini pada umumnya terjadi proses asosiasi
antara unit-unit tingkah laku satu sama lain yang berurutan. Ulangan-ulangan atau latihan yang
berkali-kali memperkuat asosiasi yang terdapat antara unit tingkah laku yang satu dengan unit
tingkah laku yang berikutnya.
Teori Keterhubungan Guthrie
Guthrie lebih menekankan pada hubungan antara stimulus dan respons, dan beranggapan
bahwa setiap respons yang didahului atau dibarengi suatu stimulus atau gabungan dari beberapa
stimulus akan timbul lagi bila stimulus tersebut diulang lagi. Lebih lanjut dinyatakan bahwa
suatu stimulus tertentu akan menimbulkan respons tertentu. Suatu respons hanya terbina oleh
satu kali percobaan saja, oleh karena itu pengulangan atau repetisi tidak memperkuat hubungan
stimulus respons. Namun demikian, Guthrie menekankan hubungan, tetapi untuk membina atau
memasangkan stimulus yang cocok dengan respons yang diharapkan. Guthrie memulai proses
pendidikannya dengan memaparkan tujuan-tujuannya serta dengan mengemukakan respons-
respons apa yang perlu dibuat terhadap rangsangan tertentu. Kemudian dia akan menciptakan
lingkungan belajar yang tertata sedemikian rupa sehingga respons yang diinginkan dihasilkan
sesuai dengan rangsangan yang ada. Motivasi bagi Guthrie bahkan lebih tidak penting lagi
sebagaimana yang dianggap penting olehThorndike. Apa yang diperlukan dalam proses belajar
hanyalah agar siswa memberikan respons yang tepat ketika hadir suatu rangsangan.
Metode yang dirumuskan Guthrie
Guthrie merumuskan beberapa metode yang diantaranya adalah :
Teori pembelajaran 24
1. Metode Threshold (Ambang) : yaitu metode mencari petunjuk yang memicu kebiasaan
buruk dan melakukan respons lain saat petunjuk itu muncul. Misalnya, saat diketahui
alasan merokok karena stres, maka ketika suatau saat stres itu datang lakukan kegiatan
lain.
2. Metode Fatigue (kelelahan) : yaitu, membiarkan respons terus menerus hingga tidak lagi
menjadi fungsi dari stimulus. Misalnya, gadis kecil senang menyalakan korek api,
tugasnya adalah membiarkannya sampai dia merasa menyalakan korek api tidak lagi
menyenangkan.
3. Metode Incompatible Stimuli (stimuli menyimpang): yaitu memberikan penyandingan
terhadap stimuli karena dianggap dapat menimbulkan respons buruk. Misalnya, ibu
memberi anaknya sebuah boneka, tetapi anak justru takut dan gemetar. Jadi, ibu harus
menjadi stimulus yang dominan agar kombinasi keduanya berbentuk relaksasi.
Ketiga metode di atas menurut Guthrie efektif karena disajikan suatu petunjuk tindakan yang
tidak diinginkan dan berusaha mempengaruhi agar tindakan itu tidak dilakukan, karena ada
stimuli utuk perilaku lain yang terjadi dan membuat respons yang buruk menjadi tersingkirkan.
Pendapat Guthrie Tentang Pendidikan
Guthrie menyarankan proses pendidikan dimulai dengan menyatakan tujuan, yakni menyatakan
respons apa yang harus dibuat untuk stimuli. Dia menyarankan lingkungan belajar yang akan
memunculkan respons yang diinginkan bersama dengan adanya stimuli yang akan diletakkan
padanya. Jadi motivasi dianggap tidak terlalu penting, yang diperlukan adalah siswa mesti
merespons dengan tepat dalam kehadiran stimuli tertentu. Latihan (praktik) adalah penting
karena ia menimbulkan lebih banyak stimuli untuk menghasilkan perilaku yang
diinginkan.karena setiap pengalaman adalah unik, seseorang harus “belajar ulang” berkali-kali.
Guthtrie mengatakan bahwa belajar 2 ditambah 2 di papan tulis tidak menjamin siswa bisa 2
ditambah 2 ketika dibangku. Karena memungkinkan siswa akan belajar meletakkan respons pada
setiap stimuli (di dalam atau di luar kelas)
Sifat Pengetahuan menurut Edwin Ray Guthrie
Teori pembelajaran 25
Pada poin ini Gutrie menggunakan isu yang dibahas Thorndike, ketika satu respons
menimbulkan keadaan yang memuaskan, maka selanjutnya terulangnya respons akan meningkat.
Guthrie menganggap hukum efek tidak dibutuhkan. Menurut Guthrie, reinformance (penguatan)
hanyalah aransemen mekanis, yang dianggap dapat dijelaskan dengan hukum belajaranya.
Gutrie menganggap, penguatan mengubah kondisi yang menstimulasi, dan karenanya
mencegah terjadinya nonlearning. Misalnya, dalam kotak teka teki, hal yang dilakukan hewan
sebelum menerima satu penguat adalah menggerakkan satu tuas atau menarik cincin, yang
membuatanya bisa keluar dari kotak itu, dan seterusnya. Oleh karena itulah, Guthrie dan Horton
mengatakan, menurut pendapat mereka tindakan yang dilakukan oleh kucing itu akan selalu
sama, karena kucing itu menganggap itulah caranya membebaskan diri dari kotak. Oleh karena
itu, tidak memungkinkan adanya respons baru yang dihubungkan dengan kotak tersebut.
Clark Leonard Hull
Clark L. Hull (1884- 1952) meraih gelar Ph.D. dari University of Wisconsin pada 1918,
tempat dia mengajar dari 1916 sampai 1929. Pada 1929 dia pindah ke Yale dan tetap di sana
sampai meninggal. Karier Hull dapat dibagi menjadi tiga bagian terpisah. Perhatian utama
pertamanya adalah tes bakat atau kecakapan. Dia mengumpulkan materi tentang tes bakat saat
mengajar topik itu di University of Wiconsin, dan sia memublikasikan buku berjudul Aptitude
Testing pada 1928.
Perhatian utama kedua Hull adalah hipnosis, dan setelah mempelajari proses hinotik, dia
menulis buku berjudul Hypnosis and Suggestibility (1933b). Perhatian ketiganya, dan karya yang
membuatnya terkenal adalah studi proses belajar. Buku utama pertama Hull mengenai belajar,
Principles of Behavior (1943) mengubah studi tentang belajar secara radikal.
Hull menderita cacat fisik. Dia menderita kelumpuhan sebagian karena folio sejak kecil.
Pada 1948 dia terkena serangan jantung koroner dan empat tahun kemudian dia meninggal.
Dalam buku ketiga (A Behavior System), dia mengekspresikan penyesalannya karena buku
ketiga tentang belajar yang ingin ditulisnya tidak pernah terwujud.
Clark Leonard Hull adalah orang pertama yang menggunakan teori yang kukuh untuk
mempelajari dan menjelaskan proses belajar. Seperti kebanyakan teoritisi belajar fungsionalistik
lainnya, Hull sangat dipengaruhi oleh tulisan Darwin.Tujuan dari Hull adalah menjelaskan
Teori pembelajaran 26
perilaku adaptif dan untuk memahami variable- variable yang mempengaruhinya. Dapat
dikatakan bahwa Hull tertarik untuk menyusun sebuah teori yang menjelaskan bagaimana
kebutuhan tubuh, lingkungan dan perilaku saling berinteraksi unutk meningkatkan probabilitas
survival organisme.
Teori belajar dari Clark Hull berasal dari teori belajar Thorndike, ia mengakui pentingnya
reinforcement (penguat) dalam proses belajar tingkah laku. Namun Hull menembahkan dalam
organisasi belajar terdapat banyak factor penghalang yang dapat mempengaruhi respond an
sesuatu perangsang. Misalnya, pada saat seseorang individu berkeinginan keras untuk belajar dan
kemudian melakukannya, tiba- tiba ada teman datang mengajak pergi. Oleh karena itu, Clark
Hull mengusulkan perlunya proses belajar dilakukan secara sistematis sehingga proses belajar
tidak mengalami hambatan. Misalnya, sebelum belajar individu yang bersangkutan meminta
bantuan ibunya, bila ada teman yang datang agar diberi tahu ia tidak ada di rumah.
Teori pembelajaran 27
TEORI HUMANISME
Abraham Maslow
Maslow dibesarkan di pinggiran Kota Brooklyn. Ia pernah menjadi Guru Besar
psikologi di Universitas Brandeis dan pernah menjabat presiden American Psychological
Association (APA). Abraham Maslow meninggal secara mendadak akibat serangan jantung pada
8 Juni 1970
Secara singkat, Maslow berpendapat bahwa kebutuhan manusia sebagai pendorong
(motivator) membentuk suatu hierarki atau jenjang peringkat. Pada awalnya, Maslow
mengajukan hierarki lima tingkat yang terdiri atas kebutuhan fisiologis, rasa aman, cinta,
penghargaan, dan mewujudkan jati diri. Di kemudian hari, ia menambahkan kebutuhan lagi,
yaitu kebutuhan untuk mengetahui dan memahami serta kebutuhan estetika. Namun tidak jelas
bagaimana kedudukan kedua kebutuhan ini dalam hierarki awal tersebut. Maslow berpendapat,
jika tidak ada satu pun dari kebutuhan dalam hierarki tersebut dipuaskan, perilaku akan
didominasi oleh kebutuhan fisiologis.
Akan tetapi, jika kebutuhan fisiologis telah terpuaskan semua, kebutuhan tersebut tidak
lagi dapat mendorong atau memotivasi; orang itu akan dimotivasi oleh kebutuhan tingkat
berikutnya dalam hierarki itu, yaitu kebutuhan rasa aman. Begitu kebutuhan rasa aman
terpuaskan, orang akan beranjak ke tingkat berikutnya, dan begitu seterusnya, dia terus menaiki
hierarki, tingkat demi tingkat.
Menurut Teori Maslow, bahwa kegiatan seseorang untuk memenuhi kebutuhannya itu
berjalan secara bertahap dari mulai pemenuhan kebutuhan dasar sampai dengan kebutuhan yang
kategori tahap akhir itu dilakukan secara berurutan.
1. Kebutuhan dasar itu meliputi kebutuhan untuk memperoleh pendapatan, pangan,
sandang, kesehatan (istirahat, seks, kesegaran jasmani, udara, air bersih) dan hiburan.
2. Kebutuhan rasa aman, meliputi kebutuhan untuk menghindar dari kemunduran atau
kejatuhan, suara bising, gangguan cahaya yang menyilaukan, penyakit, kecelakaan, dan
hal lain yang akan menyebabkan rasa cemas dan takut. Dalam arti umum kebutuhan rasa
aman itu bersangkutan dengan perlunya lingkungan yang menjadi keselamatan diri,
BAB
III
Teori pembelajaran 28
terorganisasi, teratur dan memberi harapan adanya kehidupan dimasa depan yang lebih
baik.
3. Kebutuhan akan rasa memiliki dan rasa kasih sayang. Termasuk kedalamnya adalah
kebutuhan untuk berteman dan bersahabat, memiliki keluarga yang baik, memiliki
hubungan dengan orang lain secara mendalam, mempunyai tempat pada kelompok yang
dipilihnya, dan untuk dicintai atau mencintai orang lain.
4. Kebutuhan akan penghargaan diri. Kebutuhan ini menyangkut pengakuan dan
penghargaan yang tinggi oleh orang lain terhadap dirinya. Hal ini bisa terpenuhi apabila
pada orang yang diakui atau dihargai itu terdapat sesuatu kelebihan, kepercayaan diri dan
keterbukaan. Sedangkan pada pihak lain bahwa orang- orang yang menghargai itu
menyatakan pengakuannya terhadap kedudukan, kehormatan, keberhasilan, pentingnya,
serta kemampuan orang yang dihargainya.
5. Kebutuhan akan pengembangan diri. Kebutuhan ini berhubungan dengan perilaku yang
tepat, usaha mengembangkan potensi diri sehingga orang itu bertingkah laku
sebagaimana sepatutnya ia berbuat demikian sesuai dengan keinginan atau cita- citanya.
Sebagai contoh: kebutuhan untuk menjadi orang yang berprestasi dalam profesinya,
seseorang atlit yang ingin jadi juara, seorang penyanyi yang ingin tenar atau ngetop,
seorang gadis ingin menjadi ibu yang ideal, seseorang ingin menjadi pegawai teladan,
ingin memanfaatkan diri bagi kepentingan masyarakat dan lain sebagainya.
Aplikasi Teori Maslow dalam Pembelajaran
Aplikasi Teori Maslow dalam pembelajaran menuntut guru untuk memerhatikan
pemenuhan hierarki kebutuhan- kebutuhan tersebut, terutama pada individu siswa. Hal ini
disebabkan kebutuhan manusia tersebut memiliki implikasi yang penting dan seharusnya
diperhatikan juga oleh guru saat proses pembelajaran. Misalnya, mengapa siswa tidak
mengerjakan tugas rumah, mengapa siswa tidak tenang sama sekali tidak berminat dalam belajar.
Menurut Maslow minat ataupun motivasi untuk belajar tidak dapat berkembang jika kebutuhan-
kebutuhan pokok belajar tidak dapat berkembang jika kebutuhan- kebutuhan pokok mendasar
dari siswa tidak terpenuhi. Siswa yang datang ke sekolah tanpa makan pagi yang cukup atau
kurang tidur atau juga membawa persoalan keluarga, rasa cemas atau takut, tidak berminat
Teori pembelajaran 29
mengaktualisasikan diri serta permasalahan lainnya akan menyebabkan siswa tidak dapat belajar
dengan baik di kelas.
Carl Rogers
Rogers lahir pada 8 Januari 1902 di Chicago, AS. Latar belakang pendidikannya
adalah keagamaan yang kemudian tertarik dan mendalami bidang psikologi. Bidang psikologis
klinin merupakan bidang yang didalaminya di Colombia University dan memperoleh gelar Ph. D
pada 1931. Gelar profesor diterima dari Ohio State University tahun 1940. Sejak tahun 1942,
mulai mengembangkan konsep counseling dan psikoterapi dengan menekankan pengembangan
model client centered theraphy atau terapi berpusat pada klien.
Prinsip dalam Proses Pembelajaran Menurut Rogers dalam Sugihartono dkk. (2007: 120), terdapat dua tipe belajar, yaitu
kognitif (kebermaknaan) dan experiential (pengalaman atau signifikansi). Tipe belajar
experiential learning lebih menekankan pada pemenuhan kebutuhandan keinginan siswa dalam
belajar. Kualitas pembelajaran ini akan terlihat dari tingkat keterlibatan siswa secara aktif, baik
secara personal maupun kelompok, siswa yang berinisiatif, evaluasi, yang dilakukan oleh siswa
itu sendiri, dan adanya efek yang membekas pada diri siswa setelah proses pembelajaran
terakhir. Misalnya, menghubungkan proses pembelajaran mempelajari mesin mobil dengan
tujuan untuk menciptakan dan memperbaiki mobil.
Menurut Rogers dalam Sri Rumini dkk. (2006: 108- 110), terdapat beberapa prinsip
dalam proses pembelajaran menurut pandangan teori belajar humanistik yang patut menjadi
perhatian guru dalam melaksanakan proses pembelajaran, hal ini terutama terkait dengan
bagaimana siswa dapat belajar dengan lebih baik dan proses pembelajarann dapat berproses
dengan baik. Prinsip- prinsip tersebut adalah hasrat untuk belajar, belajar yang berarti, belajar
tanpa ancaman, belajar atas inisiatif sendiri, serta belajar dan perubahan.
1. Hasrat untuk belajar
Menurut pandangan Rogers dalam Sri Rumini dkk. (2006: 108), pada dasarnya setiap
individu siswa atau manusia memiliki hasrat alami untuk belajar. Konsep dorongan ingin
tahu tersebut merupakan asumsi dasar pendidikan dan pembelajaran dari sudut pandang
humanistik. Dengan demikian, praktek kelas yang memperhatikan teori humanistik dapat
Teori pembelajaran 30
diwujudkan dalam bentuk siswa diberi kesempatan dan kebebasan memuaskan dorongan
ingin tahunya selama proses belajar, memenuhi minatnya untuk mempelajari dan
mengetahui sesutau, dan membantu siswa menemukan apa yang berarti, serta penting bagi
dirinya sekarang dan yang akan datang.
2. Belajar yang berarti
Prinsip belajar yang berarti menjelaskan bahwa siswa hanya akan belajar dengan cepat dan
berhasil apabila materi yang dipelajari mempunyai arti baginya. Hal ini akan sangat
mungkin terjadi apabila materi pelajaran yang dipelajari relevan atau sesuai dengan
kebutuhan dan maksud siswa. Misalnya, siswa akan cepat belajar menghitung uang, karena
dengan uang tersebut ia akan membeli sendiri sesuatu atau mainan bahkan makanan yang
diinginkannya.
3. Belajar tanpa ancaman
Prinsip belajar tanpa ancaman menurut Rogers dalam Sri Rumini dkk. (2006: 108), adalah
proses belajar akan menjadi lebih mudah dilakukan oleh siswa dengan hasil memuaskan
yang dapat disimpan dengan baik apabila dalam pelaksanaan proses belajar dan
pembelajaran berlangsung dalam lingkungan yang terbebas dari ancaman- ancaman yang
mengganggu yang akan membahayakan siswa. Oleh sebab itu, proses belajar akan berjalan
dan lancar dan mencapai tujuan dengan baik manakala siswa memiliki kesempatan untuk
menguji kemampuannya selama proses belajar mencoba pengalaman- pengalaman baru
dalam belajar, atau membuat kesalahan selama belajar tanpa mendapat ancaman, kecaman,
apalagi hukuman yang biasanya menyinggung perasaan siswa.
4. Belajar atas inisiatif
Prinsip Belajar atas inisiatif sendiri tersebut menjelaskan bahwa belajar akan menjadi lebih
berarti dan bermakna bagi siswa apabila proses tersebut dilakukan atas inisiatif siswa sendiri
dan melibatkan perasaan serta pikiran siswa. Dengan demikian, jika proses belajar yang
dilakukan bersifat pribadi dan afektif yang akan menghasilkan rasa memiliki pada siswa atas
apa yang sedang dipelajari akan menjadi mau dan mampu terlibat dalam proses belajar
dengan lebih aktif, lebih bersemangat dalam mengerjakan tugas- tugas dan bergairah untuk
belajar terus. Oleh sebab itu, pemberian motivasi dan dorongan pada siswa agar mau belajar
secara mandiri menjadi penting.
5. Belajar dan perubahan
Teori pembelajaran 31
Prinsip belajar dan perubahan menurut Rogers dalam Sri Rumini dkk. (2006: 109),
mejelaskan bahwa belajar yang paling bermanfaat bagi siswa adalah belajar tentnag proses
belajar itu sendiri. Misalnya, pengetahuan zaman dahulu berkembang lamban dan relatif
statis, tetapi sekarang perubahan pengetahuan berlangsung dengan cepat merupakan fakta
hidupnya. Dengan kata lain, ilmu pengetahuan terus maju dan berkembang dengan pesat.
Oleh sebab itu yang dibutuhkan pada siswa dewasa ini adalah individu- individu yang
mampu belajar di lingkungan yang sedang dan akan terus berubah, artinya belajar untuk
mempersiapkan siswa hidup dan menghadapi masa depan.
Aplikasi Teori Rogers dalam Pembelajaran Rogers dalam Sugihartono dkk. (2007: 120), menekankan pentingnya guru untuk
memperhatika prinsip- prinsip dalam menyelenggarakan proses pembelajaran.
1. Memahami bahwa menjadi manusia berarti memiliki kekuatan untuk belajar. Meskipun
demikian siswa tidak harus belajar tentang hal- hal yang tidak ada artinya. 2. Memahami bahwa siswa hanya akan mempelajari hal- hal yang bermakna bgi dirinya, 3. Memahami bahwa belajar yang bermakna bagi masyarakat modern berarti belajar tentang
proses, 4. Memahami bahwa pengorganisasian bahan pengajaran berarti mengorganisasikan barang
dan ide baru sebagai bagian yang bermakna bagi siswa.
Arthur Combs
Arthur Combs (1912-1999), Konsep dasar dalam pembelajaran yang digunakan Arthur
Combs adalah meaning (makna atau arti). Konsep ini menganggap bahwa proses belajar pada
siswa akan benar-benar terjadi apabila sesuatu yang dipelajari memiliki arti bagi individu siswa
yyang bersangkutan. Oleh sebab itu, guru juga tidak bisa dan tidak akan dapat memaksakan para
siswa untuk belajar atau mempelajari suatu materi yang tidak disukai dan mungkin tidak relevan
dengan kehidupan siswaa. Dengan demikian, kebanyakan kasus para siswa yang tidak mau dan
tidak bisa menguasai sebuah materi pelajaran atau bahkan siswa berperilaku buruk (seperti
membolos atau tidak mengikuti proses belajar dengan sungguh-sungguh) bukan karena mereka
bodoh, melaikan tida memiliki alasan yang kuat untuk mempelajarnya.
Teori pembelajaran 32
Perilaku-perilaku buruk yang muncul pada siswa selama proses pemeblajaran lebih
banyak disebabkan siswa tidak memperoleh atau merasakan kepuasan dalam mengikuti proses
pembelajaran. Menurut Combs, Avila, dan Purkey dalam Sri Rusmini dkk. (2006: 103) perilaku
yang keliru atau tidak baik pada individu siswa dalam proses terjadi karena tidak adanya
kesediaan dari individu untuk melakukan apa yang seharunya dilakukan. Hal tersebut disebabkan
adanya sesuatu yang lebih menarik dan memuaskan siswa di luar kegiatan belajar mengajar itu
sendiri. Misalnya guru yang mengeluh karena siswanya tidak minat dalam belajar. Hal itu
sebenarnya disebabkan tidak berminat melakukan apa yang dikehendaki oleh guru. Oleh sebab
itu guru harus mengadakan aktivitas pembelajaran lain dengan model dan metode yang lebih
menarik bagi siswa. Dengan demikian, diharapkan siswa akan lebih berminat dan merasa pelu
untuk mengikuti proses pembelajaran.
Konsep pembelajaran yang berarti menurut Gayne dan Briggs dalam Sugihartono dkk.
(2007:117) ialah bagaiman siswa mampu memperoleh arti atau mengambil manfaat bagi diri
pribadi siswa dari materi yang dipelajari tersebut dalam bentuk kemampuannya menghubungkan
dengan kehidupan nyata. Hal ini disebabkan arti atau kebermaknaan sebuah materi pelajaran
tidaklah menyatu dalam materi tersebut. Akan tetapi, individu siswa sendirilah yang memberikan
arti pada sebuah materi pembelajaran tersebut. Oleh sebab itu, guu harus memahami perilaku
siswa dengan cara memahami dunia persepsi atau kondisi dan cara pandang siswa sehingga
apabila ingin merubah perilaku sisawa, harus diawali dengan mengubah keyakinan dan
pandangan siswa tersebut.
Berdasarkan konsep dasar humanistik tentang pembelajaran yang baerarti tersebut, dapat
dijelaskan bahwa semakin jauh sebuah materi pengajaran atau pengtahuan dari persepsi diri atau
keberartiannya bagi siswa akan semakin berkurang pengaruhnya terhadap perilaku siswa dalam
bentuk keaktifan mengikuti proses pembelajaran maupun kesediaannya utuk mengikuti seluruh
proses pembelajaran. dengan demikian, apabila materi pelajaran atau pengetahuan yang hanya
mempunyai sedikit hubungan dengan diri sendiri, pengetahuan tersebut akan mudah teruapakan
dan hilang. Begiupun sebaliknya, apabila semkin dekat pengetahuan dengan persepsi siswa maka
akan semkin kuat tersimpan dalam memory.
Artinya, semakinhal-hal yang dipelajari ( duia luar) oleh siswa (persepsi guru), akan semakin
kurang pengaruhnya terhadap individu tersebt. Sebaliknya, semakin dekat hal-hal yang dipelajari
Teori pembelajaran 33
tersebut dengan pusat lingkaran, akan semakin besar pengaruhnya terhadap seseorang dalam
berperilaku (Rmmini, dkk, 2006:104) jadi, dapat dipahami mengapabanyak hal yang dipelajari,
akan segera terlupakan adalah karena sedikit sekali kaitannya dengan dirikita atau kita tidak
dapat memahami atau mengambil makna dan keberartian materi pelajaran tersebut. Oelh sebab
itu, dalam proses pembelajaran terutama pada proses pendahuluan guru harus menempuh hal-hal
beriku.
1. Memberikan sugerti-sugerti positif terhadap siswa
2. Memberikan pemaparan tentang manfaat dri mempelajari materi pelajaran yanga akan
disampaikan nanti
3. Memunculkan ras ingin tahu siswa dengan berbagai kehiatan terutama mengkaitkannya
dengan kehidupan siswa
4. Menciptakan lingungan fisik pembelajaran yang positif dan menyenangkan mencakup
tata ruang dan kondisi lainnya.
5. Menciptakan lngkingan sosio-emosional yang menyenangkan bagi seluruh siswa
6. Meredakan rasa gelisah, rasa tahut, dan sebagainya dan mungkin dimiliki siswa sebelum
proses pembelajaran dimulai.
7. Menghilankan segala bentuk hambatan yang mugkin mencul dalam proses pembelajaran
dan mengajar. Siswa untuk terliat secara penuh sejak awal pembelajaran sampai akhir
pembelajaran.
Teori pembelajaran 34
TEORI KOGNITIVISME
Gestalt
Teori belajar Gestalt ini lahir di Jerman tahun 1912 dipelopori dan dikembangkan oleh
Max Wertheimer (1880-1943) yang meneliti tentang pengamatan dan problem solving, dari
pengamatannya ia menyesalkan penggunaan metode menghafal di sekolah, dan menghendaki
agar murid belajar dengan pengertian bukan hafalan akademis. Sumbangannya diikuti tokoh-
tokoh lainnya adalah Wolfgang Kohler (1887-1959) yang meneliti tentang “insight” pada
simpanse yaitu mengenai mentalitas simpanse di pulau Canary yang memperkembangkan
psikologi Gestalt. Pandangannya ini bertentangan dengan pandangan thorndike mengenai
belajar, yang menganggap sebagai proses “trial and error”.
Teori kognitif, dikembangkan oleh para ahli psikologi kognitif, teori ini berbeda dengan
behaviorisme, bahwa yang utama pada kehidupan manusia adalah mengatahui (knowing) dan
bukan respon. Psikologi Gestalt dipandang sebagai anak dari aliran strukturalisme, pada tahun
1912 sebagai reaksi terhadap aliran strukturalisme dalam psikologi yaitu sistem psikologi yang
dikaitkan dengan William Max Wundt (1832-1920) bapak psikologi eksperimen dan Edward
Bradfers Titcher. Aliran struktural ini memandang pengalaman manusia dari sudut pengalaman
pribadi. Sedangkan psikologi Gestalt memandang kejiwaan manusia terikat kepada pengamatan
yang berwujud kepada bentuk menyeluruh.
Psikologi Gestalt berpendapat bahwa, pengamatan adalah bersifat totalitas, kesan pertama
pengamatan adalah totalitas atau keseluruhan, bagian-bagian barulah muncul kemudian secara
analitis. Gestalt dalam bahasa jerman berarti whole configuration atau bentuk yang utuh , pola,
kesatuan, dan keseluruhan . artinya gestalt adalah keseluruhan lebih berarti dari bagian-bagian.
Dalam belajar siswa harus mampu menangkap makna dari hubungan antara bagian yang satu
dengan yang lainnya. Penangkapan makna hubungan inilah yang disebut memahami, mengertu
atau “insight”. Menurut pandangan Gestalt, semua kegiatan belajar menggunakan “insight” atau
pemahaman terhadap hubungan-hubungan,
BAB
IV
Teori pembelajaran 35
terutama hubungan-hubungan antara bagian dan keseluruhan. Menurut psikologi Gestalt tingkat
kejelasan atau keberartian dari apa yang diamati dalam situasi belajar, adalah lebih
meningkatkan belajar seseorang daripada hukuman dan ganjaran.
Hukum pengamatan menurut teori Gestalt meliputi :
1. Hukum Keterdekatan, artinya yang terdekat merupakan Gestalt.
2. Hukum Ketertutupan, artinya yang tertutup merupakan Gestalt.
3. Hukum Kesamaan, artinya yang sama merupakan Gestalt.
Suatu hukum yang terkenal dari teori Gestalt yaitu hukum Pragnanz, yang kurang
lebih berarti teratur, seimbang, simetri, dan harmonis. Untuk menemukan Pragnanz diperlukan
adanya pemahaman atau insight, menurut Ernest hilgard ada enam ciri dari belajar pemahamn ini
yaitu :
1. Pemahaman dipengaruhi oleh kemampuan dasar.
2. Pemahaman dipengaruhi oleh pengalaman belajar yang lalu yang relevan.
3. Pemahaman tergantung kepada pengaturan situasi, sebab insight itu hanya mungkin
terjadi apabila situasi belajar itu diatur sedemikian rupa sehingga segala aspek yang perlu
dapat diamati.
4. Pemahaman didahului oleh usaha coba-coba, sebab insight bukanlah hal yang dapat jatuh
dari langit dengan sendirinya, melainkan adalah hal yang harus dicari.
5. Belajar dengan pemahaman dapat diulangi, jika sesuatu problem yang telah dipecahkan
dengan insight lain kali diberikan lagi kepada pelajar yang bersangkutan, maka dia
dengan langsung dapat memecahkan problem itu lagi.
6. Suatu pemahaman dapat diaplikasikan atau dipergunakan bagi pemahaman situasi lain.
Aplikasi teori Gestalt dalam proses pembelajaran antara lain :
a. Pengalaman tilikan (insight); bahwa tilikan memegang peranan yang penting dalam
perilaku. Dalam proses pembelajaran, hendaknya peserta didik memiliki kemampuan
tilikan yaitu kemampuan mengenal keterkaitan unsur-unsur dalam suatu obyek atau
peristiwa.
b. Pembelajaran yang bermakna (meaningful learning); kebermaknaan unsur-unsur yang
terkait akan menunjang pembentukan tilikan dalam proses pembelajaran. Makin jelas
makna hubungan suatu unsur akan makin efektif sesuatu yang dipelajari. Hal ini sangat
penting dalam kegiatan pemecahan masalah, khususnya dalam identifikasi masalah dan
Teori pembelajaran 36
pengembangan alternatif pemecahannya. Hal-hal yang dipelajari peserta didik hendaknya
memiliki makna yang jelas dan logis dengan proses kehidupannya.
c. Perilaku bertujuan (pusposive behavior); bahwa perilaku terarah pada tujuan. Perilaku
bukan hanya terjadi akibat hubungan stimulus-respons, tetapi ada keterkaitannya dengan
dengan tujuan yang ingin dicapai. Proses pembelajaran akan berjalan efektif jika peserta
didik mengenal tujuan yang ingin dicapainya. Oleh karena itu, guru hendaknya
menyadari tujuan sebagai arah aktivitas pengajaran dan membantu peserta didik dalam
memahami tujuannya.
d. Prinsip ruang hidup (life space); bahwa perilaku individu memiliki keterkaitan dengan
lingkungan dimana ia berada. Oleh karena itu, materi yang diajarkan hendaknya memiliki
keterkaitan dengan situasi dan kondisi lingkungan kehidupan peserta didik.
e. Transfer dalam Belajar; yaitu pemindahan pola-pola perilaku dalam situasi pembelajaran
tertentu ke situasi lain. Menurut pandangan Gestalt, transfer belajar terjadi dengan jalan
melepaskan pengertian obyek dari suatu konfigurasi dalam situasi tertentu untuk
kemudian menempatkan dalam situasi konfigurasi lain dalam tata-susunan yang tepat.
Judd menekankan pentingnya penangkapan prinsip-prinsip pokok yang luas dalam
pembelajaran dan kemudian menyusun ketentuan-ketentuan umum (generalisasi).
Transfer belajar akan terjadi apabila peserta didik telah menangkap prinsip-prinsip pokok
dari suatu persoalan dan menemukan generalisasi untuk kemudian digunakan dalam
memecahkan masalah dalam situasi lain. Oleh karena itu, guru hendaknya dapat
membantu peserta didik untuk menguasai prinsip-prinsip pokok dari materi yang
diajarkannya.
Implikasi Gestalt:
- Pendekatan fenomenologis menjadi salah satu pendekatan yang eksis di psikologi dan
dengan pendekatan ini para tokoh Gestalt menunjukkan bahwa studi psikologi dapat
mempelajari higher mental process, yang selama ini dihindari karena abstrak, namun
tetap dapat mempertahankan aspek ilmiah dan empirisnya.
- Pandangan Gestalt menyempurnakan aliran behaviorisme dengan menyumbangkan
ide untuk menggali proses belajar kognitif, berfokus pada higher mental process.
Adanya perceptual field diinterpretasikan menjadi lapangan kognitif dimana proses-
Teori pembelajaran 37
proses mental seperti persepsi, insight,dan problem solving beroperasi. Tokoh :
Tolman dan Koehler.
Prinsip-prinsip teori gestalt adalah:
1. Interaksi antara individu dan lingkungan disebut sebagai perceptual field. Setiap
perceptual field memiliki organisasi, yang cenderung dipersepsikan oleh manusia sebagai
figure and ground. Oleh karena itu kemampuan persepsi ini merupakan fungsi bawaan
manusia, bukan skill yang dipelajari. Pengorganisasian ini mempengaruhi makna yang
dibentuk.
2. Prinsip-prinsip pengorganisasian:
- Principle of Proximity: Organisasi berdasarkan kedekatan elemen
- Principle of Similarity: Organisasi berdasarkan kesamaan elemen
- Principle of Objective Set: Organisasi berdasarkan mental set yang sudah terbentuk
sebelumnya
- Principle of Continuity: Organisasi berdasarkan kesinambungan pola
- Principle of Closure/ Principle of Good Form: Organisasi berdasarkan “bentuk yang
sempurna”
- Principle of Figure and Ground: Organisasi berdasarkan persepsi terhadap bentuk
yang lebih menonjol dan dianggap sebagai “figure”. Dimensi penting dalam persepsi
figur dan obyek adalah hubungan antara bagian dan figure, bukan karakteristik dari
bagian itu sendiri. Meskipun aspek bagian berubah, asalkan hubungan bagian-figure
tetap, persepsi akan tetap. Contoh : perubahan nada tidak akan merubah persepsi
tentang melodi.
- Principle of Isomorphism: Organisasi berdasarkan konteks.
Jean Piaget
Jean Piaget lahir pada 9 Agustus 1896 di Neuchatel, Swiss. Ayahnya adalah ahli sejarah
yang mengkhususkan diri di bidang sejarah literatur abad pertengaha. Piaget pada awalnya
tertarik pada biologi, dan ketika dia berusia 11 tahun, dia memublikasikan artikel satu halaman
tentang burung pipit albino yang dilihatnya di taman. Antara usia lima belas tahun, dia
memublikasikan sejumlah artikel tentang kerang. Piaget mencatat bahwa karena publikasinya
Teori pembelajaran 38
banyak, dia ditawari posisi kurator koleksi kerang di Museum Geneva saat masih duduk di
sekolah menengah.
Piaget mendapat Ph. D. di bidang biologi saat masih berumur 21 tahun, dan sampai usia
30 tahun dia telah memublikasikan lebih dari 20 paper, terutama tentang kerang- kerangandan
beberapa topik lainnya. Piaget memublikasikan sekitar 30 buku dan lebih dari 200 artikel dan
terus melakukan riset produktif di University of Geneva sampai di meninggal pada 1980. Teori
perkembangan intelektual anak adalah teori yang ekstensif dan rumit.
Konsep Teoritis Utama, Intelegensia. Menurut Piaget, tindakan yang cerdasa adalah
tindakan yang menimbulkan kondisi yang mendekati optimal untuk kelangsungan hidup
organisme. Dengan kata lain, inteleensia memungkinkan organisme untuk menangani masalah
secara efektif lingkungannya. Jadi menurut Piaget, intelegensia adalah ciri bawaan yang dinamis
sebab tindakan yang cerdas akan berubah saat organisme itu makin matang secara biologis dan
mendapat pengalaman. Teori Piaget sering disebut sebagai genetic epictemology karena teori ini
berusaha melacak perkembangan kemampuan intelektual.
Skemata. Seorang anak dilahirkan dengan sedikit refleks yang terorganisir, seperti menyedot,
melihat, menggapai, dan memegang. Alih- alih mendiskusikan kejadian individual dari refleks
ini, Piaget lebih memilih berbicara tentang potensi umum untuk melakukan hal- hal seperti
mengisap, menatap, menggapai, atau memegang. Potensi untuk bertindak dengan cara tertentu
itu diesbut schema (skema; jamak: sshemata). Misalnya, skema memegang adalah kemampuan
umum untuk memegang sesuatu. Skema lebih dari sekadar manifestasi refleks memegang saja.
Skema memegang dapat dianggap sebagai struktur kognitif yang membuat semua tindakan
memegang bisa dimungkinkan.
Asimilasi dan akomodasi. Proses merespons lingkungan sesuai dengan struktur kognitif
seorang dinamakan assimilation (asimilasi), yakni jenis pencocokan atau penyesuaian antara
struktur kognitif dengan lingkungan fisik. Namun, proses penting kedua menghasilkan
mekanisme untuk perkembangan intelektual: accomodation (akomodasi), proses memodifikasi
struktur kognitif.
Ekuilibrasi. Menurut Piaget, kekuatan pendorong di balik pertumbuhan intelektual adalah
ekuilibrasi. Piaget berasumsi semua organisme punya tendensi bawaan untuk menciptakan
hubungan harmonis antara dirinya dengan lingkungannya. Dengan kata lain, semua aspek dari
organisme diarahkan menuju adaptasi yang optimal. Ekuilibrasi (penyeimbang) adalah tendensi
Teori pembelajaran 39
bawaan untuk mengorganisasikan pengalaman agar mendapat adaptasi yang maksimal.
Ekuilibrasi secara sederhana didefinisikan sebagai doronan terus- menerus ke arah keseimbangan
atau ekuilibrum).
Interiorisasi. Setelah struktur kognitif makin luas, anak- anak mampu merespons situasi
yang lebih kompleks. Mereka juga tidak lagi terlalu bergantung pada situasi sekarang. Penurunan
ketergantungan pada lingkungan fisik dan meningkatnya penggunaan struktur kognitif ini
dinamakan interiorization (inteorisasi).
Menurut Piaget, anak dilahirkan dengan beberapa skemata sensimotor, yang memberi
kerangka bagi interaksi awal mereka dengan lingkungannya. Pengalaman awal si anak akan
ditentukan oleh skemata sensimotor ini. Dengan kata lain, hanya kejadian yang dapat
diasimilasikan ke skemata itulah yang dapat direspons oleh si anak, dan karenanya kejadian itu
akan menentukan batasan pengalaman anak. Tetapi mulai pengalaman, skemata awal ini
dimodifikasi. Setiap pengalaman mengandung elemen unik yang harus diakomodasi oleh
struktur kognitif anak. Melalui interaksi dengan lingkungan, struktur kognitif akan berubah, dan
memungkinkan perkembangan pengalaman terus- menerus. Tetapi ini adalah proses yang
lambat, karena skemata baru itu selalu berkembang dari skemata yang sudah ada sebelumnya.
Dengan cara ini, pertumbuhan intelektual yang dimulai dengan respons reflektif anak terhadap
lingkungan akan terus berkembang sampai ke titik di mana anak mampu memikirkan kejadian
potensial dan mampu secra mental mengeksplorasi kemungkinan akibatnya.
Interiorisasi menghasilkan perkembangan operasi yang membebaskan anak dari kebutuhan untuk
berhadapan langsung dengan lingkungannya karena dalam hal ini anak sudah mampu melakukan
manipulasi simbolis. Perkembangan operasi (tindakan yang diinteriorisasi) memberi anak cara
yang kompleks untuk menangani lingkungan, dan mereka karenanya mampu melakukan
tindakan intelektual yang lebih kompleks. Karena struktur kognitif mereka lebih terartikulasi,
demikian pula lingkungan fisik mereka; jadi dapat dikatakan bahwa struktur kognitif mereka.
Istilah intelligent dipakai oleh Piaget untuk mendeskripsikan semua aktivitas adaptif. Jadi,
perilaku anak yang memegang mainan adalah sama cerdasnya dengan perilaku anak yang lebih
tua dalam memecahkan memecah problem. Menurut Piaget, tindakan yang cerdas selalu
cenderung menciptakan keseimbangan antara organisme dengan lingkungannya dalam situasi
saat itu. Dorongan ke arah keseimbangan ini dinamakan ekuilibrasi.
Teori pembelajaran 40
Tahap-Tahap Perkembangan.
Meskipun perkembangan intelektual berkelanjutan selama masa kanak- kanak, Piaget
memilih untuk menyusun tahap perkembangan intelektual. Dia mendeskripsikan empat tahap
utama:
Sensorimotor, dimana anak berhadapan langsung dengan lingkungan dengan menggunakan
refleks bawaan mereka;
Pra- operasional, dimana anak mulai menyusun konsep sederhana,
Operasi konkret, dimana anak menggunakan tindakan yang telah diinteriorisasikan atau
pemikiran untuk memecahkan masalah dalam pengalaman mereka; dan Operasi formal, dimana
anak dapat memikirkan situasi hipotesis secara penuh.
Pendapat Piaget Tentang Pendidikan
Menurut Piaget, pendidikan yang optimal membutuhkan pengalaman yang menantang
bagi si pembelajar sehingga proses asimilasi dan akomodasi dapat mengahasilkan pertumbuhan
intelektual. Untuk menciptakan jenis pengalaman ini, guru harus tahu level fungsi struktur
kognitif siswa. Maka kita melihat, baik itu Piaget maupun kaum behavioris, telah mendapatkan
kesimpulan yang sama mengenai pendidikan, yakni pendidikan harus diindividualisasikan.
Piaget mendapatkan kesimpulan ini dengan menyadari bahwa kemampuan untuk mengasimilasi
akan bervariasi dari satu anak ke anak yang lain dan bahwa materi pendidikan harus disesuaikan
dengan struktur kognitif anak.
Ginsburg dan Opper (1979) meringkaskan cara Piaget memandang perkembangan kognitif yang
dipengaruhi oleh warisan bawaan:
Struktur fisik bawaan (yakni sistem saraf) membatasi fungsi intelektual Reaksi behavioral
bawaan (yakni refleks) memengaruhi tahap awal kehidupan manusia namun setelah itu
dimodifikasi besar- besaran setelah bayi berinteraksi dengan lingkungannya. Pendewasaan
struktur fisik mungkin memiliki korelasi psikologis (yakni otak menjadi matang sampai titik di
mana perkembangan bahasa dimungkinkan). Dan seperti telah dilihat, ekuilibrasi, atau tendensi
mencari harmoni antara diri dengan lingkungan, juga merupakan bawaan.
Teori pembelajaran 41
PENGELOLAHAN INFORMASI
Robert M.Gagne
Ragam Transfer Belajar
Menurut Gagne seorang education psychologi (pkar psikologi pendidikan) yang mansyur,
transfer dalam belajar dapat digolongkan ke dalam empat kategori, yaitu: 1) transfer positi, yaitu
transfer yang berefek baik terhadap kegiatan belajar selajutnya; 2) tranfer negatif, yaitu transfer
yang berefek buruk terhadap kegiatan belajar selanjutya; 3) transfer vertikal, yaitu transfer yang
berefek baik terhadap kegiatan belajar pengetahuan keterampilan yang lebih tinggi; 4) transfer
lateral, yaitu transfer yang berefek baik terhadap kegiatan belajar pengetahuan/keterampilan
yang sederajat.
Penjelasan lebih lanjut mengenai aneka ragam transfer baik dari Thorndike maupun dari
Robert M. Gagne tersebut adalah sebagaimana terutama di bawah ini.
- Transfer Positif
Transfer positif dapat terjadi dalam diri seorang siswa apalagi guru membantu
untuk belajar dalam situasi tertentu yang mempermudah siswa tersebut belajar
dalam situasi-situasi lainnya. Dalam hal ini, transfer positif menurut Barlow
(1985) adalah learning in one situation helpful in other situations, yakni belajar
dalam suatu situasi yang dapat membantu belajar dalam situasi-situasi lain.
- Transfer Negatif
Transfer negatif dapat dialami seorang siswa apalagi ia belajar dalam situasi
tertentu yang memilki pengaruh merusak terhadap keterampilan/pengetahuan
yang dipelajari dalam situasi-situasi lainnya. Pengertian ini diambil dari
Education Psychology: The Teaching Learning Process oleh Daniel Lenox
Barlow yang menyatakan bahwa tranfer negatif itu berarti, learning in one
situation has a damging effect in other situations.
Dengan demikian, pengaruh keterampilan atau pengetahuan yang telah dimiliki
oleh siswa sediri tak ada hubungannya dengan kesulitan yang dihadapi siswa
BAB
V
Teori pembelajaran 42
tersebut ketika mempelajari pengetahuan atau keterampilan lainnya. Menghadapi
kemungkinan transfer negatif, yang penting bagi guru ialah menyadari dan
sekaligus menghindarkan para siswanya dari situasi-situasi belajar tertentu yang
diduga keras berpengaruh negatif terhadap kegiatan belajar para siswa tersebut
pada masa yang akan datang.
- Tranfer Vertikal
Tranfer Vertikal (tegak lurus) dapat terjadi dalam diri seorang siswa apabila
pelajaran yang telah sipelajari dalam situasi tertentu membantu siswa tersebut
dalam menguasai pengetahuan/keterampilan yang paling tinggi atau rumit.
Misalnya, seorang siswa SD yang telah menguasai prinsip penjumlahan dan
pengurangan pada waktu menduduki kelas II akan mudah mempelajari perkalian
pada waktu dia menduduki kelas III. Sehubungan dengan hal ini, penguasaan
materi pelajaran kelas II merupakan prasyarat untuk mempelajari materi kelas III.
Agar memperoleh tranfer vertikal, guru sangat dianjurkan untuk menjelaskan
kepada para siswa secara eksplisit mengenai faidah materi yang sedang
dianjarkannya bagi kegiatan belajar materi lainnya lebih kompleks. Upaya ini
penting sebab kalau siswa tidak memiliki alasan yang benar mengapa ia harus
mempelajari materi yang sedang diajarkan gurunya itu (antara laun untuk transfer
vertikal), mungkin ia tak akan mampu memanfaatkan materi tadi untuk
mempelajari materi lainnya yang lebih rumit. Padahal, learning in one situation
allow mastery of more complex skill in other situations yang berarti bahwa belajar
dalam suatu situasi memungkinkan siswa menguasai keterampilan-keterampilan
yang lebih rumit dalam situasi yang lain.
- Transfer lateral
Transfer lateral (ke arah samping) dapat terjadi dalam diri seorang siswa apabila
ia mampu mengunakan materi ang telah sipelajari untuk mempelajari materi yang
sama kerumitannya dalam situasi-situasi yang lain. Dalam hal ini, perubahan
waktu dan tempat tidak mengurangi mutu hasil belajar siswa tersebut.
Contoh: seorang lulusan STM yang telah menguasai teknologi “X” dari sekolah
dapat menjalankan mesin tersebut di tempat kerjanya. Di samping itu, ia juga
mampu mengikuti pelatihan menggunakan teknologi mesin-mesin lainnya yang
Teori pembelajaran 43
mengandung elemen dan kerumitan yang kurang lebih sama dengan mesin “X”
tadi. Alhasil, transfer lateral itu dapat dikatakan sebagai gejala wajar yang
memang sangat diharapkan baik oleh pihak pengajar maupun pihak pelajar.
Namun, idealnya hasil belajar siswa tidak hanya dapat digunakan dalam konteks
yang sama rumitnya dengan belajar, tetapi juga dapat digunakan dalam konteks
kehidupan yang lebih kompleks dan penuh persaingan.
- Terjadinya Transfer Positif
Diatas telah menyusun uraian mengenai arti transfer positif dan signifikannya
bagi kegiatan belajar siswa. Namun, bagaimanakah sebenarnya transfer positif itu
terjadi dalam diri siswa? Benar siswa akan mudah mempelajari materi Y karena
mengandung unsur yang identik dengan materi “X” yang telah dikuasainya?
Transfer positif, seperti yang telah diutarakan di muka, akan mudah terjadi pada
diri seorang siswa apabila situasi belajarnya dibuat sama atau mirip dengan
situasi sehari-hari yang akan ditempatkti siswa yang telah ia pelajari di sekolah.
Transfer positif dalam pengertian seperti inilah sebenarnya yang perlu
diperhatikan guru, mengingat tujuan pendidikan secara umum adalah terciptanya
sumber daya manusia yang berkualitas. Kualitas inilah yang didapat dari
lingkungan pendidikan untuk digunakannya sehari-hari.
Oleh sebab itu, setiap lembaga kependidikan terutama jenjang pendidikan
menengah, perlu menyediakan kemudahan-kemudahan belajar, seperti alat-alat
dan ruang kerja yang akan ditempati siswa kelak setelah lulus. Apabila cara ini
sulit ditempuh, alternatif lain dapat diambil umpamanya on the job training, yaitu
mengadakan praktek lapangan di tempat-tempat kerja seperti kantor, sekolah,
pabrik, kebun, dan sebaiknya sesuai dengan kebutuhan jurusan dan keahlian yang
dimilikinya.
Sementara itu, teori yang dikembangkan oleh Thorndike seperti yang telah
penyusun singgung di muka, transfer positif hanya akan terjadi apabila dua materi
pelajaran memiliki kesamaan unsur. Teori kesamaan unsur ini telah memberi
pengaruh besar terhadap pola pengembangan kurikulum di Amerika Sekitar
beberapa puluh tahun yang lalu.
Teori pembelajaran 44
Hal-hal lain seperti kesamaan situasi dan benda-benda yang digunakan untuk
belajar sebagaimana tersebut dalam teori Gagne, tidak dianggap berpengaruh.
Untuk memperkuat asumsinya, Throndike memberi contoh, jika Anda telah
memecahkan masalah geometri (ilmu ukur) yang mengandung sejumlah huruf
tertebtu sebagai petunjuk. Anda taka akan dapat mentransfer kemampuan
memecahkan masalah geometri itu untuk memecahkan masalah geometri lainnya
yang menggunakan huruf yang berbeda.
Dalam perspektif psikologi kognitif masa kini, mekanisme transfer positif ala
Thorndike yang telah terlanjur diyakini banyak pakar itu ternyata hanya isapan
jempol belaka. Singley & Anderson dan Anderson misalnya, sangat meragukan
teori yang menganggap transfer sebagai peristiwa spontan dan mekanis (asal ada
kesamaan elemen) seperti yang diyakini orang selama ini. Keraguan itu timbul
karena ahli kognitif telah banyak menemukan peristiwa tranfer positif yang sangat
mencolok antara kedua keterampilan yang memiliki unsur yang sangat berbeda
namun memiliki struktur logika yang sama.
Berdasarkan hasil-hasil riset kognitif antara lain seperti di atas, Anderson yakin
bahwa transfer positif hanya akan terjadi pada diri siswa apabila dua wilayah
pengetahuan atau keterampilan yang dipelajari siswa tersebut menggunakan dua
fakta dan pola yang sama, dan membuahkan hasil yang sama pula. Dengan kata
lain, dua domain pengetahuan tersebut merupakan sebuah pengetahuan yang
sama.
Jadi, orang yang menduga bahwa seorang siswa yang telah pandai membaca Al-
Qur’an akan secara otomatis mudah belajar bahasa Arab karena ada kesamaan
elemen (sama-sama bertulisan Arab) perlu dipertanyakan. Namun, seorang siswa
yang pandai dalam seni baca Al-Qur’an sangat mungkin dia mudah belajar tarik
suara (menyanyi), karena dalam dua wilayah keterampilan itu terdapat kesamaan
struktur logika, yakni logika seni. Demikian pula halnya dengan siswa yang sudah
menguasai bahasa dan sastra Indonesia, ia mungkin akan mudah menjadi menjadi
seorang pengarang.
Sesungguhnya tranfer itu merupakan peristiwa kognitif (ranah cipta / akal) yang
terjadi karena belajar. Jadi, belajar dalam hal ini seyogyanya dipandang sebagai
Teori pembelajaran 45
keadaan sebelum transfer atau prasyarat adanya transfer. Dengan demikian
anggapan bahwa transfer itu spontan dan mekanis sebenarnya berlawanan dengan
hakikat belajar itu sendiri, yakni perbuatan siswa yang sedik atau banyak selalu
melibatkan ranah kognitif.
Bagaimana pula dengan transfer negatif yang sering dikhawatirkan orang itu?
Transfer negatif menurut Anderson dan Lawson tak perlu dirisaukan lantaran
sangat jarang terjadi. Kesulitan belajar siswa yang selama ini diduga terjadi
karena adanya transfer negatif, sebenarnya masih memerlukan penelitian lebih
lanjut. Sebab, sementara gangguan konflik antara ingatan fakta dalam memori
hampir tak pernah terjadi atau mengganggu perolehan keterampilan baru. Alhasil,
kesulitan belajat yang dialami siswa mungkin disebabkan oleh faktor-faktor
antara lain seperti yang akan penyusun bahas segera setelah pembahasan ini usai.
Sebagai catatan akhir pembahan ini, perlu diutarakan beberapa contoh peristiwa
belajar yang secara lahiriah tampak seperti transfer tetapi sesungguhnya bukan.
Contoh-contoh ini penting untuk diketahui agar siswa dan guru tidak terkecoh
oleh timbulnya sesuatu yang baru dan baik sebagai sesuatu yang sedang
diharapkan, yakni transfer positif.
Pertama, sekolah siswa yang telah berkemampuan menulis dengan menggunakan
tangan kanan, lalu suatu saat dia juga mampu menulis emngunkan tangan kirinya.
Kejadian ini sama halnya dengan kemampuan seorang sisswa memantul-
mantulkan bola dengan tangan kanannya, kemudian ternyata seorang siswa itu
mampu juga memantul-mantulkan bola dengan tangan kirinya walaupun tanpa
latihan khusus. Peristiwa-peristiwa itu tampaknya seperti tranfer karena
kemampuan tangan kanan seakan-akan memberi pengaruh pada munculnya
kemampuan tangan kirinya, padahal mungkin transfer. Peristiwa-peristiwa tadi
hanya merupakan bukti bahwa perilaku belajar itu bersifat organik, meskipun
siswa tadi tidak tampak memikirkan bagaimana cara memantulkan bola dengan
tangan kirinya.
Kedua seorang siswa SD yang mengenal huruf “u” dalam kata “gula” suatus saat
dapat pula mengenal huruf tersebut dalam kata “guru” atau “madu” dan
sebaginya. Seorang siswa SLTP yang telah menguasai sebuah rumus dalam
Teori pembelajaran 46
matematika, kemudian mampu menyelesaikan soal-soal matematika yang
berhubungan dengan rumus yang telah dikuasainya itu. Kasus yang terjadi pada
anak SD tadi bukan transfer melainkan peristiwa penerapan hasil belajar
perseptual belaka. Sementara itu, kasus siswa SLTP tadi merupakan kasus
penerapan kemampuan yang telah ia peroleh sebelumnya. Jadi, keduanya bukan
transfer.
Teori pembelajaran 47
Daftar Pustaka
Hergenhahn dan Matthew.2008.Theories Of Learning (Teori Belajar). Jakarta: Kencana.
Nursalim,Moshamad dkk.2007.Psikologi Pendidikan.Surabaya: Unesa university Press.
Irham, Muh dan Novan Ardy Wiyani.2013.Psikologi Pendidikan Teori Dan Aplikasi Dalam
Proses Pembelajaran.Yogyakarta:Ar- ruzz Media.
Djaali.2013.Psikologi Pendidikan.Jakarta:PT Bumi Aksara.
Sobur, Alex. 2011. Psikologi Umum. Bandung: CV Pustaka Setia.
Santoso, Slamet. 2010. Teori- Teori Psikologi Sosial. Bandung: PT Revika Aditama.
Sugiyono dan Hariyanto.2011. Belajar dan Pembelajaran: Teori dan Konsep Dasar. Bandung:
Remaja Rosdakarya.
Suprijanto.2007. Pendidikan Orang Dewasa (Dari Teori Hingga Aplikasi). Jakarta: PT. Bumi
Aksara.
http://www.word-to-pdf-converter.net