Transcript
Page 1: Teori Tindakan Dan Teori Sistem Talcott Parson

Teori Tindakan dan Teori Sistem Talcott Parson

http://tutorialkuliah.blogspot.com/2009/06/teori-tindakan-dan-teori-sistem-talcott.html

21 Desember 2010

Teori : yaitu dalil (ilmu pasti); ajaran atau paham (pandangan) tentang sesuatu berdasarkan kekuatan akal (ratio); patokan dasar atau garis-garis dasar sains dan ilmu pengetahuan; pedoman praktek. Teori Tindakan, yaitu individu melakukan suatu tindakan berdasarkan berdasarkan pengalaman, persepsi, pemahaman dan penafsiran atas suatu objek stimulus atau situasi tertentu. Tindakan individu itu merupakan tindakan sosial yang rasional, yaitu mencapai tujuan atas sasaran dengan sarana-sarana yang paling tepat. Teori Max Weber ini dikembangkan oleh Talcott Parsons yang menyatakan bahwa aksi/action itu bukan perilaku/behavour. Aksi merupakan tindakan mekanis terhadap suatu stimulus sedangkan perilaku adalah suatu proses mental yang aktif dan kreatif. Talcott Parsons beranggapan bahwa yang utama bukanlah tindakan individu melainkan norma-norma dan nilai-nilai sosial yang menuntut dan mengatur perilaku itu. Kondisi objektif disatukan dengan komitmen kolektif terhadap suatu nilai akan mengembangkan suatu bentuk tindakan sosial tertentu. Talcott Parsons juga beranggapan bahwa tindakan individu dan kelompok itu dipengaruhi oleh system sosial, system budaya dan system kepribadian dari masing-masing individu tersebut. Talcott Parsons juga melakukan klasifikasi tentang tipe peranan dalam suatu system sosial yang disebutnya Pattern Variables, yang didalamnya berisi tentang interaksi yang avektif, berorientasi pada diri sendiri dan orientasi kelompok.

Teori Sistem: yaitu, suatu kerangka yang terdiri dari beberapa elemen / sub elemen / sub system yang saling berinteraksi dan berpengaruh. Konsep system digunakan untuk menganalisis perilaku dan gejala sosial dengan berbagai system yang lebih luas maupun dengan sub system yang tercakup di dalamnya. Contohnya adalah interaksi antar keluarga disebut sebagai system, anak merupakan sus system dan masyarakat merupakan supra system, selain kaitannya secara vertikal juga dapat dilihat hubungannya secara horizontal suatu system dengan berbagai system yang sederajat. Dalam pandangan Talcott Parsons, masyarakat dan suatu organisme hidup merupakan system yang terbuka yang berinteraksi dan saling mempengaruhi dengan lingkungannya. System kehidupan ini dapat dianalisis melaui dua dimensi yaitu : interaksi antar bagian-bagian / elemen-elemen yang membentuk system dan interaksi / pertukaran antar system itu dengan lingkungannya. Talcott Parsons membangun suatu teori system umum / Grand Theory yang berisi empat unsure utama yang tercakup dalam segala system kehidupan, yaitu : Adaptation, Goal Attainment, Integration dan Latent Pattern Maintenance. Talcott Parsons mengemukakan teori sebagai berikut :Sitem SosialSistem Budaya ==> Individu ==> PerilakuSistem Kepribadian

Page 2: Teori Tindakan Dan Teori Sistem Talcott Parson

Kerangka Teori Talcott Parson Untuk Memahami Integrasi Sosial

Zuryawan Isvandiar Zoebir, Mahasiswa Magister Pembangunan Sosial Universitas Indonesia,

Angkatan III, NPM. 8399040304

Ditulis oleh Zuryawan Isvandiar Zoebir di/pada 10 Agustus, 2008

Tulisan ini merupakan paper dan merupakan tugas mata kuliah Teori Sosial

Klasik yang diberikan oleh Dr. Robert M.Z. Lawang

I. Latar Belakang

Pada Tahun 1971 di Lhok Seumawe, Aceh, mulai di rintis pembangunan proyek gas alam

cair (LNG), didahului dengan kegiatan pembebasan tanah-tanah milik penduduk. Kegiatan

pembebasan tanah berlangsung hingga tahun 1975 yang diwarnai adanya ketegangan-

ketegangan. Ketegangan itu misalnya, dalam bentuk penduduk tidak bersedia menyerahkan

tanah miliknya walaupun telah disediakan uang pengganti kerugian, karena beranggapan

bahwa tanah pusaka peninggalan orang tua tidak boleh dijual atau diserahkan kepada orang

lain.

Pengukuran tanah berikut pembayarannya berlangsung selama tahun 1974, dan tahun 1975

telah dimulai pembangunan komplek perumahan, sampai akhirnya pada tahun 1977 telah

siap untuk ditempati. Komplek perumahan tersebut dibuat sedemikian rupa, sehingga

membuat kesan terjadinya isolasi yang kian memperlebar jarak sosial. Hingga terjadi

ketegangan yang kedua, dalam wujud terjadinya perbedaan yang mencolok antara pola

kehidupan kedua kelompok masyarakat tersebut, terutama dalam status sosial ekonominya.

Melalui makalah ini, saya berusaha memahami peristiwa kesenjangan sosial dan ekonomi

antara penduduk sekitar pabrik dengan karyawan pabrik yang bertempat tinggal disekitar

pabrik, yang terjadi saat dibangunnya proyek raksasa gas alam cair pertama di awal masa

orde baru, yaitu PT. Arun, Lhok Seumawe, Aceh.

Peristiwa ini saya anggap menarik oleh karena terjadi di saat-saat awal rezim orde baru

mulai menancapkan kuku-kuku kekuasaannya diseluruh bumi pertiwi, dan menariknya lagi

bahwa peristiwa ini terjadi di Aceh, suatu daerah yang begitu rentan untuk bergolak hingga

pada titik tertentu pemerintah dianggap telah melalaikan kewajibannya atas Aceh, mereka

menuntut kemerdekaan. Boleh dikatakan disini bahwa peristiwa ini adalah babak pertama

dari salah urusnya pemerintah dalam melakukan pembinaan terhadap pemerintah-

Page 3: Teori Tindakan Dan Teori Sistem Talcott Parson

pemerintah daerah, sehingga boleh dikatakan bahwa pembangunan pabrik gas arun

merupakan test case bagi rezim orde baru dalam rangkaian melakukan perkeliruan-

perkeliruan ditempat dan pada saat lain.

II. Pokok Permasalahan

Berdasarkan uraian tersebut di atas, maka akan dipergunakan kerangka Talcott Parsons

untuk memahami integrasi sosial di antara masyarakat desa sekitar pabrik LNG dengan

karyawan PT. Arun, penggunaan hubungan sistem-sistem level, kejelasan hubungan antara

energy dan informational system dalam AGIL dan pada akhirnya akan terjawab pertanyaan

adakah sistem sosial yang berlaku umum di Indonesia?

III. Teori Talcott Parsons

Empat persyaratan fungsional fundamantal yang digambarkan dalam skema AGIL menurut

Parson merupakan kerangka untuk menganalisis gerakan-gerakan tahap (phase

movements) yang dapat diramalkan. Keempat persyararatan ini berlaku untuk setiap sistem

tindakan apa saja.

Urutannya dimulai dengan munculnya suatu tipe ketegangan, yang merupakan kondisi

ketidaksesuaian antara keadaan suatu sistem sekarang ini dan suatu keadaan yang

diinginkan. Ketegangan ini merangsang penyesuaian (adaptation) dari suatu tujuan

tertentu (goal maintenance) serta menggiatkan semangat dorong yang diarahkan kepada

pencapaian tujuan itu. Pencapaian tujuan itu memberikan kepuasan yang dengan demikian

mengatasi ketegangan atau menguranginya.

Tetapi, sebelum suatu tujuan dapat tercapai, maka harus ada suatu tahap

penyesuaian terhadap keadaan genting dari situasi dimana tenaga harus dikerahkan dan

alat yang perlu untuk mencapai tujuan itu harus disiapkan. Selama tahap ini, pemuasan

harus ditunda.

Dalam kasus suatu sistem sosial harus paling kurang ada suatu tingkat solidaritas minimal

diantara para anggota sehingga sistem itu dapat bergerak sebagai satu satuan menuju

tercapainya tujuan itu.

Jadi tahap pencapaian tujuan secara khas diikuti oleh suatu tekanan pada

integrasi (integration)dimana solidaritas keseluruhan diperkuat, terlepas dari usaha apa saja

untuk tercapainya tugas instrumental.

Page 4: Teori Tindakan Dan Teori Sistem Talcott Parson

Akhirnya, tahap ini akan diikuti oleh tahap mempertahankan pola tanpa interaksi atau

bersifat laten (laten pattern maintenance).

Sistem sosial sebagai suatu keseluruhan juga terlibat dalam saling tukar dengan

lingkungannya. Lingkungan sistem sosial itu terdiri dari lingkungan fisik, sistem kepribadian,

sistem budaya dan organisme perilaku.

Sistem tindakan ini dilihat sebagai berada dalam suatu hubungan hirarki dan bersifat

tumpang tindih. Sistem budaya merupakan orientasi nilai dasar dan pola normatif yang

dilembagakan dalam sistem sosial dan diinternalisasikan dalam struktur kepribadian para

anggotanya. Norma diwujudkan melalui peran-peran tertentu dalam sistem sosial yang juga

disatukan dalam struktur kepribadian anggota sistem tersebut. Organisasi perilaku

merupakan energi dasar yang dinyatakan dalam pelaksanaan peran dalam sistem sosial.

Parsons melihat hubungan antara pelbagai sistem tindakan ini berdasarkan kontrol

sibernatik(cybernetic control) yang didasarkan pada arus informasi dari sistem budaya ke

sistem sosial, ke sistem kepribadian dan ke organisasi perilaku.

Energi yang muncul dalam arus tindakan adalah dari arah yang sebaliknya, yang bermula

dari organisme perilaku.

Hubungan antara sistem-sistem tindakan umumnya dan persyaratan-persyaratan fungsional

adalah sebagai berikut :

Sistem Tindakan Persyaratan Fungsional

Sistem budaya

Sistem sosial

Sistem kepribadian

Organisme perilaku

Pemeliharaan pola-pola yang laten

Integrasi

Pencapaian tujuan

Adaptasi

Pemeliharan pola-pola yang laten (laten pattern maintenance) dihubungkan dengan sistem

budaya, karena fungsi ini menekankan nilai dan norma budaya yang dilembagakan dalam

sistem sosial.

Page 5: Teori Tindakan Dan Teori Sistem Talcott Parson

Masalah integrasi berhubungan dengan interelasi antara pelbagai satuan dalam sistem

sosial.

Pencapaian tujuan dihubungkan dengan sistem kepribadian dalam arti bahwa tujuan sistem-

sistem sosial mencerminkan titik temu dari tujuan-tujuan individu dan memberikan mereka

arah sesuai dengan orientasi nilai bersama. Hubungan antara pencapaian tujuan dengan

sistem kepribadian ini mencerminkan perspektif Parsons bahwa tindakan selalu diarahkan

pada tujuannya.

Kemudian, sifat dari masalah penyesuaian ditentukan sebagian besar oleh sifat-sifat biologis

individu sebagai organisme yang berperilaku dengan persyaratan biologis dasar tertentu

yang harus dipenuhi oleh mereka agar tetap hidup.

IV. Analisis Masalah

Parsons dan teman-temannya pada tahun 1950-an secara bertahap menyusun strategi

untuk analisis fungsional hubungan duaan, kelompok kecil, keluarga, organisasi kompleks

dan juga masyarakat keseluruhan.

Penyempurnaan yang dihasilkan sebagian dari kerjasama Parsons dengan

Robert F. Bales.

Dari hasil analisis proses-proses kelompok kecil diketahui bahwa kelompok

yang diamatinya tersebut selalu melewati serangkaian tahap yang dapat

diramalkan.

Masing-masing tipe tindakan dilihat ada hubungannya dengan masalah-

masalah tertentu yang dihadapi kelompok pada waktu itu : masalah

orientasi, evaluasi, pengawasan, keputusan, peredaan ketegangan dan

integrasi.

Pelbagai tahap yang dilalui kelompok-kelompok itu selama suatu pertemuan

nampaknya menghasilkan semacam keseimbangan begitu kelompok itu

secara berturut-turut membahas setiap masalah yang dihadapi itu. Jadi,

misalnya, pada permulaan suatu pertemuan para anggota perlu

mengembangkan suatu orientasi bersama terhadap satu sama lain.

Page 6: Teori Tindakan Dan Teori Sistem Talcott Parson

Didalam negara yang masyarakatnya bercorak plural society, seperti Indonesia,

pengetahuan tentang interaksi sosial yang terjadi antara satu kelompok masyarakat dengan

kelompok masyarakat lainnya sangatlah penting. Dengan mengetahui dan memahami

perihal kondisi yang dapat menimbulkan serta mempengaruhi bentuk interaksi sosial

tertentu, maka pengetahuan tersebut dapat disumbangkan bagi usaha pembinaan bangsa

dan masyarakat[1].

Menurut Young, interaksi sosial adalah kunci dari semua kehidupan sosial,

karena tanpa itu tak ada kehidupan sosial[2] .

Dalam kedudukannya sebagai mahluk sosial, manusia cenderung untuk

selalu berhubungan dengan lingkungannya. Terjadinya interaksi sosial selalu

didahului oleh suatu kontrak sosial dan komunikasi[3]

Pada tahun 1973. Di Lhok Seumawe, Aceh Utara, mulai dibangun proyek pencairan gas alam

LNG (Liquid Natural Gas), yang dimulai dioperasikan pada tahun 1978 oleh PT. Arun LNG &

Co.

Sebagai bagian dari proyek ini, dibangun pula sebuah komplek perumahan karyawan di atas

tanah kurang lebih seluas 400 Ha, dalam kondisi yang kontras dengan lingkungan

masyarakat sekitarnya dengan struktur dan kebudayaannya yang masih relatif sederhana.

Komplek perumahan ini berbentuk kampus (housing colony). Mereka yang tinggal di

komplek perumahan tersebut, berasal dari berbagai golongan agama, suku bangsa dan

daerah dengan tingkat pengetahuan dan kehidupan yang relatif lebih maju, dibandingkan

dengan penduduk setempat.

Beberapa penelitian yang telah pernah dilakukan berkesimpulan bahwa kehidupan dan

sistem budaya orang desa disekitar komplek perumahan tersebut tidak sejalan dengan

kondisi kehidupan baru dari pendatang, mereka terpaksa harus menyesuaikan diri dengan

situasi baru terutama dalam hal lapangan pekerjaan, karena untuk meneruskan pekerjaan

lama (bertani, tambak ikan atau nelayan), dirasakan sudah tidak memungkinkan lagi[4]

Perumahan yang berbentuk colony, selain membuat kesan adanya isolasi, juga

menyebabkan terjadinya jarak sosial. Jadi jelasnya, terdapat perbedaan yang mencolok

antara pola kehidupan kedua kelompok masyarakat tersebut, terutama dalam status sosial

ekonominya. Dalam hubungan dengan perbedaan tersebut, timbul pertanyaan apakah ada,

Page 7: Teori Tindakan Dan Teori Sistem Talcott Parson

dalam bentuk apa dan faktor apa saja yang mempengaruhi interaksi sosial antara penduduk

komplek perumahan PT. Arun dan penduduk asli di desa sekitarnya.

Pembahasan makalah ini dibatasi dalam mempelajari bentuk interaksi sosial yang terjalin

antara masyarakat komplek perumahan karyawan PT. Arun dan penduduk asli di desa

sekitarnya, serta faktor yang mempengaruhinya.

Interaksi sosial dalam artian umum dimaksudkan sebagai hubungan sosial yang dinamis

yang menyangkut hubungan antar perorangan, antar kelompok, dan antara perorangan

dengan kelompok manusia[5].

Salemba, 29 Maret 1999

OSI4206 

Teori Sosiologi Modern 

Wagiyo, dkk 

4 sks / modul 1-12: ill.; 21 cm 

ISBN : 979689534X 

DDC : 301 

Copyright (BMP) © Jakarta: Universitas Terbuka, 2007

Tinjauan Mata Kuliah 

Teori sosiologi modern merupakan mata kuliah lanjutan dari teori sosiologi klasik. Seperti halnya

mata kuliah teori sosiologi klasik, mata kuliah ini pun membahas mengenai tokoh-tokoh sosiologi

yang mengembangkan teori-teori sosiologi. Pada bagian awal buku materi pokok mata kuliah ini

dibahas tiga paradigma sosiologi, yaitu paradigma fakta sosial, paradigma definisi sosial, dan

paradigma perilaku sosial.

Tokoh teori fungsionalisme yang dibahas dalam buku materi pokok ini adalah Talcott Parsons dan

Robert K. Merton. Kedua tokoh ini dibahas masing-masing dalam Modul 2 dan 3. Teori

fungsionalisme menekankan pemikirannya pada analogi antara struktur masyarakat dengan

organisme biologis, sedangkan tokoh dari teori konflik dibahas dalam Modul 4 dan 5, pemikiran

yang dibahas adalah pemikiran teori konflik dari Ralf Dahrendorf dan Lewis Coser. Teori konflik

lebih menekankan pada pertentangan antarkelas untuk memperebutkan sumber daya yang

langka. Pada Modul 6 dibahas mengenai teori pertukaran sosial dari George C. Homans dan Peter

M. Blau. Teori pertukaran menekankan pada prinsip pertukaran yang terjadi dalam proses

interaksi sosial di masyarakat.

Page 8: Teori Tindakan Dan Teori Sistem Talcott Parson

Buku materi pokok mata kuliah teori sosiologi modern ini lebih banyak memfokuskan

pembahasan mengenai teori interaksionisme simbolik. Teori interaksionisme simbolik

menekankan pada penggunaan simbol-simbol dalam interaksi sosial. Teori interaksionisme ini

mulai dibahas dalam Modul 7, yang membahas teori dari William James, Charles Horton Cooley,

dan John Dewey. Pada Modul 8 dibahas teori interaksionisme menurut George Herbet Mead, dan

pada Modul 9 dibahas teori interaksionisme simbolik menurut William Issac Thomas dan Herbert

Blumer. Pembahasan teori interaksionisme simbolik diakhiri dengan teori interaksionisme dari

Erving Goffman dan Peter L. Berger.

Pembahasan buku materi pokok ini diakhiri dengan pemikiran postmodernisme dan teori

feminisme kontemporer. Pembahasan postmodernisme terdapat dalam Modul 11, yang

membahas mengenai batasan pemikiran postmodernisme, aspek budaya masyarakat

postmodern, dan tokoh-tokoh pemikiran postmodernisme, sedangkan teori feminisme

kontemporer sebagai modul terakhir membahas mengenai teori-teori sosiologi yang berkaitan

dengan masalah gender dan teori-teori feminisme yang berkembang dalam masyarakat.

MODUL 1: Paradigma Sosiologi dan Teori Pendekatannya

Kegiatan Belajar 1: Paradigma Sosiologi dan Teori Pendekatannya 

Rangkuman 

Paradigma adalah suatu pandangan yang fundamental (mendasar, prinsipiil, radikal) tentang

sesuatu yang menjadi pokok permasalahan dalam ilmu pengetahuan. Kemudian, bertolak dari

suatu paradigma atau asumsi dasar tertentu seorang yang akan menyelesaikan permasalahan

dalam ilmu pengetahuan tersebut membuat rumusan, baik yang menyangkut pokok

permasalahannya, metodenya agar dapat diperoleh jawaban yang dapat

dipertanggungjawabkan.

Menurut George Ritzer paradigma dalam sosiologi, yaitu (1) paradigma fakta sosial yang

menyatakan bahwa struktur yang terdalam masyarakat mempengaruhi individu; (2) paradigma

definisi sosial yang menyatakan bahwa pemikiran individu dalam masyarakat mempengaruhi

struktur yang ada dalam masyarakat. Dalam hal ini sekalipun struktur juga berpengaruh

terhadap pemikiran individu, akan tetapi yang berperanan tetap individu dan pemikirannya; (3)

paradigma perilaku sosial yang menyatakan bahwa perilaku keajegan dari individu yang terjadi

di masyarakat merupakan suatu pokok permasalahan. Dalam hal ini interaksi antarindividu

dengan lingkungannya akan membawa akibat perubahan perilaku individu yang bersangkutan.

Paradigma dalam sosiologi sebagaimana dikemukakan tersebut akan menyebabkan adanya

berbagai macam teori dan metode dalam pendekatannya.

Kegiatan Belajar 2: Pengertian Sosiologi 

Rangkuman 

Sosiologi adalah suatu ilmu yang mempelajari tentang kehidupan bersama dalam masyarakat.

Dalam masyarakat terdapat individu, keluarga, kelompok, organisasi, aturan-aturan dan

lembaga-lembaga, yang kesemuanya itu merupakan suatu kebulatan yang utuh. Dalam hal ini

Page 9: Teori Tindakan Dan Teori Sistem Talcott Parson

sosiologi ingin mengetahui kehidupan bersama dalam masyarakat, baik yang menyangkut latar

belakang, permasalahan dan sebabmusababnya. Untuk mengetahui kehidupan bersama tersebut

diperlukan suatu teori.

Lahirnya sosiologi dihubungkan dengan perubahan-perubahan yang terjadi di Eropa Barat, baik

yang menyangkut tumbuhnya kapitalisme pada akhir abad XV, perubahan sosial politik,

reformasi Martin Luther, meningkatnya individualisme, lahirnya ilmu pengetahuan modern,

berkembangnya kepercayaan pada diri sendiri, adanya Revolusi Industri maupun Revolusi

Perancis.

Sosiologi sebagai ilmu yang mempelajari kehidupan bersama dalam masyarakat akan senantiasa

berkembang terus, terutama apabila masyarakat menghadapi ancaman terhadap pedoman yang

pada masanya telah mereka gunakan. Krisis yang demikian cepat atau lambat akan melahirkan

pemikiran sosiologis.

Bertolak dari kenyataan yang demikian dapatlah dikatakan bahwa pemikiran-pemikiran

sosiologis terjadi sejak awal XVIII berkenaan dengan adanya industrialisasi, urbanisasi,

kapitalisme dan sosialisme yang menyebabkan adanya perubahan-perubahan sosial.

Kegiatan Belajar 3: Pengertian Teori 

Rangkuman 

Teori adalah seperangkat pernyataan-pernyataan yang secara sistematis berhubungan atau

sering dikatakan bahwa teori adalah sekumpulan konsep, definisi, dan proposisi yang saling kait-

mengait yang menghadirkan suatu tinjauan sistematis atas fenomena yang ada dengan

menunjukkan hubungan yang khas di antara variabel-variabel dengan maksud memberikan

eksplorasi dan prediksi. Di samping itu, ada yang menyatakan bahwa teori adalah sekumpulan

pernyataan yang mempunyai kaitan logis, yang merupakan cermin dari kenyataan yang ada

mengenai sifat-sifat suatu kelas, peristiwa atau suatu benda.

Teori harus mengandung konsep, pernyataan (statement), definisi, baik itu definisi teoretis

maupun operasional dan hubungan logis yang bersifat teoretis dan logis antara konsep tersebut.

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa dalam teori di dalamnya harus terdapat konsep,

definisi dan proposisi, hubungan logis di antara konsep-konsep, definisi-definisi dan proposisi-

proposisi yang dapat digunakan untuk eksplorasi dan prediksi.

Suatu teori dapat diterima dengan dua kriteria pertama, yaitu kriteria ideal, yang menyatakan

bahwa suatu teori akan dapat diakui jika memenuhi persyaratan. Kedua, yaitu kriteria pragmatis

yang menyatakan bahwa ide-ide itu dapat dikatakan sebagai teori apabila mempunyai

paradigma, kerangka pikir, konsep-konsep, variabel, proposisi, dan hubungan antara konsep dan

proposisi.

Daftar Pustaka

Page 10: Teori Tindakan Dan Teori Sistem Talcott Parson

Alimandan (Peny.). (1985). Sosiologi: Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda: 110, 15 39, 43 74.

Judul Asli: Sociology: A Multiple Paradigm Science. George Ritzer. (1980). Boston: Allyn and

Bacon.

Cambell, Tom. (1981). Seren Theories of Human Society. Oxford, New York: University Press.

Craib, Ian. (I986). Teori-teori Sosial Modern: Dari Parsons sampai Habermas. Jakarta: Rajawali.

Judul asli: Modern Social Theory: from Parsons to Habermas, penerjemah: Paul S Bout dan T.

Effendi.

Kerlinger, Fred, N. (1973). Foundation of Behavioral Research. New York: Holt, Rinehart and

Winston.

Laeyendecker, L. (1983). Tata, Perubahan, dan Ketimpangan, Suatu Pengantar Sejarah Sosiologi:

376 377. Jakarta: Gramedia.

Nasikun. (1988). Sistem Sosial Indonesia, 9 10. Jakarta: Rajawali.

Poloma, Margaret M. (1984). Sosiologi Kontemporer, 4. Jakarta: Rajawali.

Ritzer, George. (1975). Sociology: A Multiple Paradigm Science: 2 7, 24 30, 91 92, dan 142.

Boston: Allyn and Bacon Inc.

Robert, M.Z., Lawang, (Pen). (1986). Teori Sosiologi Klasik dan Modern jilid I dan II. Judul asli:

Sociological Theory Classical Founders and Contemparary Perspectives. (1981). By Doyle Paul

Johnson.

Robert, M.Z., Lawang. (1986). Buku Materi Pokok Pengantar Sosiologi. Jakarta: Penerbit Karunika

Universitas Terbuka.

Sunarto, Kamanto. (1993). Pengantar Sosiologi: 1. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi

Universitas Indonesia.

_______. (1993). Pengantar Sosiologi: Buku Panduan Mahasiswa: 15 17, 23 28. Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama.

Zamroni. (1992). Pengantar Pengembangan Teori Sosial: 13. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Zeitlin, Irving M. (1973). Rethinking Sociology, A Critique of Contemporary Theory. Englewood

Clifics, New Jersey: Prentice Hall, Inc.

Kegiatan Belajar 1: Teori Fungsionalisme Struktural Talcott Parsons 

Rangkuman 

Talcott Parsons adalah seorang sosiolog kontemporer dari Amerika yang menggunakan

pendekatan fungsional dalam melihat masyarakat, baik yang menyangkut fungsi dan prosesnya.

Pendekatannya selain diwarnai oleh adanya keteraturan masyarakat yang ada di Amerika juga

dipengaruhi oleh pemikiran Auguste Comte, Emile Durkheim, Vilfredo Pareto dan Max Weber. Hal

tersebut di ataslah yang menyebabkan Teori Fungsionalisme Talcott Parsons bersifat kompleks.

Asumsi dasar dari Teori Fungsionalisme Struktural, yaitu bahwa masyarakat terintegrasi atas

dasar kesepakatan dari para anggotanya akan nilai-nilai kemasyarakatan tertentu yang

mempunyai kemampuan mengatasi perbedaan-perbedaan sehingga masyarakat tersebut

Page 11: Teori Tindakan Dan Teori Sistem Talcott Parson

dipandang sebagai suatu sistem yang secara fungsional terintegrasi dalam suatu keseimbangan.

Dengan demikian masyarakat adalah merupakan kumpulan sistem-sistem sosial yang satu sama

lain berhubungan dan saling ketergantungan.

Teori Fungsionalisme Struktural yang mempunyai latar belakang kelahiran dengan

mengasumsikan adanya kesamaan antara kehidupan organisme biologis dengan struktur sosial

dan berpandangan tentang adanya keteraturan dan keseimbangan dalam masyarakat tersebut

dikembangkan dan dipopulerkan oleh Talcott Parsons.

Kegiatan Belajar 2: Tindakan Sosial dan Orientasi Subjektif 

Rangkuman 

Teori Fungsionalisme Struktural yang dibangun Talcott Parsons dan dipengaruhi oleh para

sosiolog Eropa menyebabkan teorinya itu bersifat empiris, positivistis dan ideal. Pandangannya

tentang tindakan manusia itu bersifat voluntaristik, artinya karena tindakan itu didasarkan pada

dorongan kemauan, dengan mengindahkan nilai, ide dan norma yang disepakati. Tindakan

individu manusia memiliki kebebasan untuk memilih sarana (alat) dan tujuan yang akan dicapai

itu dipengaruhi oleh lingkungan atau kondisi-kondisi, dan apa yang dipilih tersebut dikendalikan

oleh nilai dan norma.

Prinsip-prinsip pemikiran Talcott Parsons, yaitu bahwa tindakan individu manusia itu diarahkan

pada tujuan. Di samping itu, tindakan itu terjadi pada suatu kondisi yang unsurnya sudah pasti,

sedang unsur-unsur lainnya digunakan sebagai alat untuk mencapai tujuan. Selain itu, secara

normatif tindakan tersebut diatur berkenaan dengan penentuan alat dan tujuan. Atau dengan

kata lain dapat dinyatakan bahwa tindakan itu dipandang sebagai kenyataan sosial yang terkecil

dan mendasar, yang unsur-unsurnya berupa alat, tujuan, situasi, dan norma. Dengan demikian,

dalam tindakan tersebut dapat digambarkan yaitu individu sebagai pelaku dengan alat yang ada

akan mencapai tujuan dengan berbagai macam cara, yang juga individu itu dipengaruhi oleh

kondisi yang dapat membantu dalam memilih tujuan yang akan dicapai, dengan bimbingan nilai

dan ide serta norma. Perlu diketahui bahwa selain hal-hal tersebut di atas, tindakan individu

manusia itu juga ditentukan oleh orientasi subjektifnya, yaitu berupa orientasi motivasional dan

orientasi nilai. Perlu diketahui pula bahwa tindakan individu tersebut dalam realisasinya dapat

berbagai macam karena adanya unsur-unsur sebagaimana dikemukakan di atas.

Kegiatan Belajar 3: Analisis Struktural Fungsional dan Diferensiasi Struktural 

Rangkuman 

Sebagaimana telah diuraikan di muka, bahwa Teori Fungsionalisme Struktural beranggapan

bahwa masyarakat itu merupakan sistem yang secara fungsional terintegrasi ke dalam bentuk

keseimbangan. Menurut Talcott Parsons dinyatakan bahwa yang menjadi persyaratan fungsional

dalam sistem di masyarakat dapat dianalisis, baik yang menyangkut struktur maupun tindakan

sosial, adalah berupa perwujudan nilai dan penyesuaian dengan lingkungan yang menuntut

suatu konsekuensi adanya persyaratan fungsional.

Perlu diketahui ada fungsi-fungsi tertentu yang harus dipenuhi agar ada kelestarian sistem, yaitu

adaptasi, pencapaian tujuan, integrasi dan keadaan latent. Empat persyaratan fungsional yang

Page 12: Teori Tindakan Dan Teori Sistem Talcott Parson

mendasar tersebut berlaku untuk semua sistem yang ada. Berkenaan hal tersebut di atas, empat

fungsi tersebut terpatri secara kokoh dalam setiap dasar yang hidup pada seluruh tingkat

organisme tingkat perkembangan evolusioner.

Perlu diketahui bahwa sekalipun sejak semula Talcott Parsons ingin membangun suatu teori yang

besar, akan tetapi akhirnya mengarah pada suatu kecenderungan yang tidak sesuai dengan

niatnya. Hal tersebut karena adanya penemuan-penemuan mengenai hubungan-hubungan dan

hal-hal baru, yaitu yang berupa perubahan perilaku pergeseran prinsip keseimbangan yang

bersifat dinamis yang menunjuk pada sibernetika teori sistem yang umum. Dalam hal ini,

dinyatakan bahwa perkembangan masyarakat itu melewati empat proses perubahan struktural,

yaitu pembaharuan yang mengarah pada penyesuaian evolusinya Talcott Parsons

menghubungkannya dengan empat persyaratan fungsional di atas untuk menganalisis proses

perubahan.

Perlu diketahui bahwa sekalipun Talcott Parsons telah berhasil membangun suatu teori yang

besar untuk mengadakan pendekatan dalam masyarakat, akan tetapi ia tidak luput dari

serangkaian kritikan, baik dari mantan muridnya Robert K. Merton, ataupun sosiolog lain, yaitu

George Homans, Williams Jr., dan Alvin Gouldner, sebagaimana telah dikemukakan dalam uraian

di muka.

Daftar Pustaka

Alimandan (Peny.). (1985). Sosiologi: Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda: 110, 15 39, 43 74.

Judul Asli: Sociology: A Multiple Paradigm Science. George Ritzer. (1980). Boston: Allyn and

Bacon.

Cambell, Tom. (1981). Seren Theories of Human Society. New York: Oxford, University Press.

Craib, Ian. (I986). Teori-teori Sosial Modern: Dari Parsons sampai Habermas. Jakarta: Rajawali.

Judul asli: Modern Social Theory: from Parsons to Habermas. penerjemah: Paul S Bout dan T.

Effendi.

Kerlinger, Fred, N. (1973). Foundation of Behavioral Research. New York: Holt, Rinehart and

Winston.

Laeyendecker, L. (1983). Tata, Perubahan, dan Ketimpangan, Suatu Pengantar Sejarah Sosiologi:

376 377. Jakarta: Gramedia.

Nasikun. (1988). Sistem Sosial Indonesia, 9 10. Jakarta: Rajawali.

Poloma, Margaret M. (1984). Sosiologi Kontemporer, 4. Jakarta: Rajawali.

Ritzer, George. (1975). Sociology: A Multiple Paradigm Science: 2 7, 24 30, 91 92, dan 142.

Boston: Allyn and Bacon Inc.

Robert, M.Z., Lawang, (Pen). (1986). Teori Sosiologi Klasik dan Modern jilid I dan II. Judul asli:

Sociological Theory Classical Founders and Contemparary Perspectives. (1981). By Doyle Paul

Johnson.

Robert, M.Z., Lawang. (1986). Buku Materi Pokok Pengantar Sosiologi. Jakarta: Penerbit Karunika

Universitas Terbuka.

Page 13: Teori Tindakan Dan Teori Sistem Talcott Parson

Sunarto, Kamanto. (1993). Pengantar Sosiologi: 1. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi

Universitas Indonesia.

______. (1993). Pengantar Sosiologi: Buku Panduan Mahasiswa: 15 17, 23 28. Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama.

Zamroni. (1992). Pengantar Pengembangan Teori Sosial: 13. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Zeitlin, Irving M. (1973). Rethinking Sociology, a Critique of Contemporary Theory. Englewood

Clifics, New Jersey: Prentice Hall, Inc.

MODUL 3: Teori Fungsionalisme Struktural Robert K. Merton

Kegiatan Belajar 1: Strategi Dasar Analisis Strukturalisme Fungsional 

Rangkuman 

Teori Fungsionalisme Struktural yang dikemukakan oleh Robert K. Merton ternyata memiliki

perbedaan apabila dibandingkan dengan pemikiran pendahulu dan gurunya, yaitu Talcott

Parsons. Apabila Talcott Parsons dalam teorinya lebih menekankan pada orientasi subjektif

individu dalam perilaku maka Robert K. Merton menitikberatkan pada konsekuensi-konsekuensi

objektif dari individu dalam perilaku.

Menurut Robert K. Merton konsekuensi-konsekuensi objektif dari individu dalam perilaku itu ada

yang mengarah pada integrasi dan keseimbangan (fungsi manifest), akan tetapi ada pula

konsekuensi-konsekuensi objektif dari individu dalam perilaku itu yang tidak dimaksudkan dan

tidak diketahui. Oleh karena itu, menurut pendapatnya konsekuensi-konsekuensi objek dari

individu dalam perilaku tersebut ada yang bersifat fungsional dan ada pula yang bersifat

disfungsional.

Anggapan yang demikian itu merupakan ciri khas yang membedakan antara pendekatan Robert

K. Merton dengan pendekatan fungsionalisme struktural yang lainnya. perlu diketahui bahwa

Teori Fungsional Taraf Menengah yang ia cetuskan tersebut, merupakan pendekatan yang sesuai

untuk meneliti hal-hal yang bersifat kecil atau khusus dan bersifat empiris dalam sosiologi.

Kegiatan Belajar 2: Disfungsi dan Perubahan Sosial 

Rangkuman 

Menurut Robert K. Merton dinyatakan bahwa konsekuensi-konsekuensi objektif dari individu

dalam perilaku dapat bersifat fungsional dan dapat pula bersifat disfungsional. Konsekuensi

objektif dari individu dalam perilaku mampu mengarah pada integrasi dan keseimbangan,

sedangkan konsekuensi objektif dari individu dalam perilaku yang bersifat disfungsional akan

memperlemah integrasi.

Konsekuensi-konsekuensi objektif yang bersifat disfungsional akan menyebabkan timbulnya

ketegangan atau pertentangan dalam sistem sosial. Ketegangan tersebut muncul akibat adanya

saling berhadapan antara konsekuensi yang bersifat disfungsional. Dengan adanya ketegangan

Page 14: Teori Tindakan Dan Teori Sistem Talcott Parson

tersebut maka akan mengundang munculnya struktur dari yang bersifat alternatif sebagai

substitusi untuk menetralisasi ketegangan.

Perlu diketahui bahwa adanya ketegangan-ketegangan yang mengakibatkan adanya struktur-

struktur baru tersebut akan berarti bahwa konsekuensi objektif yang bersifat disfungsional itu

akan mengakibatkan adanya perubahan-perubahan sosial. Di samping itu disfungsi juga akan

menyebabkan timbulnya anomie dan masalah sosial. Kenyataan tersebut juga mengandung arti

timbulnya struktur-struktur baru, yang pada hakikatnya menunjukkan adanya perubahan sosial

yang mengarah pada perbaikan tatanan dalam masyarakat.

Kegiatan Belajar 3: Kelompok Referensi (Reference Group) 

Rangkuman 

Teori Fungsionalisme Robert K. Merton yang menekankan pada konsekuensi objektif dari individu

dalam berperilaku. Keharusan adanya konsekuensi objektif baik fungsional maupun disfungsional

dan harus adanya konsep-konsep alternatif fungsional dalam pelaksanaan analisisnya, tepat

apabila diterapkan pada masyarakat yang memiliki perbedaan-perbedaan di antara kelompok-

kelompok yang ada. Oleh karena itu, Robert K. Merton mengemukakan suatu Teori Kelompok

Referensi yang digunakan sebagai penilaian dirinya dan pembanding serta menjadi bimbingan

moral. Teori Kelompok Referensi (Reference Group Theory) yang terdiri dari Kelompok Referensi

Normatif, Kelompok Referensi Komparatif dan ada bentuk lain, yaitu kelompok keanggotaan

(Membership Reference Group). Kelompok Referensi Normatif, yaitu suatu kelompok yang

menempatkan individu-individu mengambil standar normatif dan standar moral, sedangkan

Kelompok Referensi Komparatif, yaitu kelompok yang memberikan kepada individu-individu

suatu kerangka berpikir untuk menilai posisi sosialnya dalam hubungannya dengan posisi sosial

orang lain. Sementara Kelompok Keanggotaan, yaitu menunjuk pada suatu kelompok yang

menempatkan bahwa individu itu sebagai anggotanya.

Daftar Pustaka

Alimandan (Peny.). (1985). Sosiologi: Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda: 110, 15 39, 43 74.

Judul Asli: Sociology: A Multiple Paradigm Science. George Ritzer. (1980). Boston: Allyn and

Bacon.

Cambell, Tom. (1981). Seren Theories of Human Society. New York: Oxford, University Press.

Craib, Ian. (I986). Teori-teori Sosial Modern: Dari Parsons sampai Habermas. Jakarta: Rajawali.

Judul asli: Modern Social Theory: from Parsons to Habermas. penerjemah: Paul S Bout dan T.

Effendi.

Kerlinger, Fred, N. (1973). Foundation of Behavioral Research. New York: Holt, Rinehart and

Winston.

Laeyendecker, L. (1983). Tata, Perubahan, dan Ketimpangan, Suatu Pengantar Sejarah Sosiologi:

376 377. Jakarta: Gramedia.

Nasikun. (1988). Sistem Sosial Indonesia, 9 10. Jakarta: Rajawali.

Poloma, Margaret M. (1984). Sosiologi Kontemporer, 4. Jakarta: Rajawali.

Page 15: Teori Tindakan Dan Teori Sistem Talcott Parson

Ritzer, George. (1975). Sociology: A Multiple Paradigm Science: 2 7, 24 30, 91 92, dan 142.

Boston: Allyn and Bacon Inc.

Robert, M.Z., Lawang, (Pen). (1986). Teori Sosiologi Klasik dan Modern jilid I dan II. Judul asli:

Sociological Theory Classical Founders and Contemparary Perspectives. (1981). By Doyle Paul

Johnson.

Robert, M.Z., Lawang. (1986). Buku Materi Pokok Pengantar Sosiologi. Jakarta: Penerbit Karunika

Universitas Terbuka.

Sunarto, Kamanto. (1993). Pengantar Sosiologi: 1. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi

Universitas Indonesia.

_____. (1993). Pengantar Sosiologi: Buku Panduan Mahasiswa: 15 17, 23 28. Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama.

Zamroni. (1992). Pengantar Pengembangan Teori Sosial: 13. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Zeitlin, Irving M. (1973). Rethinking Sociology, a Critique of Contemporary Theory. Englewood

Clifics, New Jersey: Prentice Hall, Inc.

MODUL 4: Teori Konflik Ralf Dahrendorf

Kegiatan Belajar 1: Pemikiran tentang Otoritas dan Konflik Sosial 

Rangkuman 

Teori Konflik Ralf Dahrendorf tidak bermaksud untuk mengganti teori konsensus. Dasar Teori

Konflik Dahrendorf adalah penolakan dan penerimaan sebagian serta perumusan kembali teori

Karl Marx yang menyatakan bahwa kaum borjuis adalah pemilik dan pengelola sistem kapitalis,

sedangkan para pekerja tergantung pada sistem tersebut. Pendapat yang demikian mengalami

perubahan karena pada abad ke-20 telah terjadi pemisahan antara pemilikan dan pengendalian

sarana-sarana produksi. Kecuali itu,, pada akhir abad ke-19 telah menunjukkan adanya suatu

pertanda bahwa para pekerja tidak lagi sebagai kelompok yang dianggap sama dan bersifat

tunggal karena pada masa itu telah lahir para pekerja dengan status yang jelas dan berbeda-

beda, dalam arti ada kelompok kerja tingkat atas dan ada pula kelompok kerja tingkat bawah.

Hal yang demikian merupakan sesuatu yang berada di luar pemikiran Karl Marx.

Selain itu, Karl Marx sama sekali tidak membayangkan bahwa dalam perkembangan selanjutnya

akan lahir serikat buruh dengan segenap mobilitas sosialnya, yang mampu meniadakan revolusi

buruh. Perlu diketahui bahwa dalam suatu perusahaan ada pimpinan dan ada para pekerja yang

pada suatu saat dapat saja terjadi konflik. Akan tetapi dengan adanya pengurus dari organisasi

tenaga kerja tersebut untuk mengadakan perundingan dengan pimpinan perusahaan maka

konflik dapat dihindari.

Pendekatan Ralf Dahrendorf berlandaskan pada anggapan yang menyatakan bahwa semua

sistem sosial itu dikoordinasi secara imperatif. Dalam hal ini, koordinasi yang mengharuskan

adanya otoritas merupakan sesuatu yang sangat esensial sebagai suatu yang mendasari semua

Page 16: Teori Tindakan Dan Teori Sistem Talcott Parson

organisasi sosial. Berkenaan dengan hal tersebut maka dalam suatu sistem sosial mengharuskan

adanya otoritas, dan relasi-relasi kekuasaan yang menyangkut pihak atasan dan bawahan akan

menyebabkan timbulnya kelas. Dengan demikian maka tampaklah bahwa ada pembagian yang

jelas antara pihak yang berkuasa dengan pihak yang dikuasai. Keduanya itu mempunyai

kepentingan yang berbeda dan bahkan mungkin bertentangan. Selanjutnya, perlu diketahui

bahwa bertolak dari pengertian bahwa menurut Ralf Dahrendorf kepentingan kelas objektif dibagi

atas adanya kepentingan manifest dan kepentingan latent maka dalam setiap sistem sosial yang

harus dikoordinasi itu terkandung kepentingan latent yang sama, yang disebut kelompok semu

yaitu mencakup kelompok yang menguasai dan kelompok yang dikuasai.

Kegiatan Belajar 2: Intensitas dan Kekerasan 

Rangkuman 

Teori Konflik yang dikemukakan oleh Ralf Dahrendorf juga membahas tentang intensitas bagi

individu atau kelompok yang terlibat konflik. Dalam hal ini, intensitas diartikan sebagai suatu

pengeluaran energi dan tingkat keterlibatan dari pihak-pihak atau kelompok-kelompok yang

terlibat dalam konflik. Ada dua faktor yang dapat mempengaruhi intensitas konflik, yaitu (1)

tingkat keserupaan konflik, dan (2) tingkat mobilitas.

Selain itu Teori Konflik Ralf Dahrendorf juga membicarakan tentang kekerasan dan faktor-faktor

yang mempengaruhinya. Konsep tentang kekerasan, yaitu menunjuk pada alat yang digunakan

oleh pihak-pihak yang saling bertentangan untuk mengejar kepentingannya. Tingkat kekerasan

mempunyai berbagai macam perwujudan, dalam arti mulai dari cara-cara yang halus sampai

pada bentuk-bentuk kekerasan yang bersifat kejasmanian.

Perlu diketahui bahwa menurut Teori Konflik Ralf Dahrendorf dinyatakan bahwa salah satu faktor

yang sangat penting yang dapat mempengaruhi tingkat kekerasan dalam konflik kelas, yaitu

tingkat yang menyatakan bahwa konflik itu secara tegas diterima dan diatur. Pada hakikatnya

konflik tidak dapat dilenyapkan karena perbedaan di antara mereka merupakan sesuatu yang

harus ada dalam struktur hubungan otoritas. Konflik yang ditutup-tutupi, cepat atau lambat pasti

akan muncul, dan apabila upaya penutupan itu secara terus-menerus maka dapat menyebabkan

ledakan konflik yang hebat. Berdasarkan hal tersebut di atas maka perlu dibentuk saluran-

saluran yang berfungsi membicarakan penyelesaian konflik.

Kegiatan Belajar 3: Pengertian Konflik 

Rangkuman 

Konflik dapat mengakibatkan adanya perubahan dalam struktur relasi-relasi sosial, apabila

kondisi-kondisi tertentu telah dipenuhi. Teori Konflik Ralf Dahrendorf menyatakan bahwa

konsekuensi atau fungsi konflik, yaitu dapat mengakibatkan adanya perubahan sosial, khusus

yang berkaitan dengan struktur otoritas. Ada tiga tipe perubahan struktur, yaitu (1) perubahan

keseluruhan personil dalam posisi dominasi; (2) perubahan sebagian personil dalam posisi

dominasi, dan (3) digabungkannya kepentingan-kepentingan kelas subordinat dalam

kebijaksanaan kelas yang mendominasi.

Page 17: Teori Tindakan Dan Teori Sistem Talcott Parson

Selain itu menurut Teori Konflik Ralf Dahrendorf dinyatakan bahwa perubahan struktural itu

dapat digolongkan berdasarkan tingkat ekstremitasnya dan berdasarkan tingkat mendadak atau

tidaknya. Dalam hal ini Ralf Dahrendorf mengakui bahwa teorinya yang menekankan pada konflik

dan perubahan sosial merupakan perspektif kenyataan sosial yang berat sebelah. Hal tersebut

karena meskipun Teori Fungsionalisme Struktural dan Teori Konflik dianggap oleh Ralf

Dahrendorf sebagai perspektif valid dalam menghampiri kenyataan sosial, akan tetapi hanya

mencakup sebagian saja dari kenyataan sosial yang seharusnya. Kedua teori tersebut tidak

lengkap apabila digunakan secara terpisah, dan oleh karena itu harus digunakan secara

bersama-sama, agar dapat memperoleh gambaran kenyataan sosial yang lengkap.

Daftar Pustaka

Alimandan (Peny.). (1985). Sosiologi: Ilmu Pengetahuan Berparadigma Ganda: 110, 15 39, 43 74.

Judul Asli: Sociology: A Multiple Paradigm Science. George Ritzer. (1980). Boston: Allyn and

Bacon.

Cambell, Tom. (1981). Seren Theories of Human Society. New York: Oxford, University Press.

Craib, Ian. (I986). Teori-teori Sosial Modern: Dari Parsons sampai Habermas. Jakarta: Rajawali.

Judul asli: Modern Social Theory: from Parsons to Habermas. penerjemah: Paul S Bout dan T.

Effendi.

Kerlinger, Fred, N. (1973). Foundation of Behavioral Research. New York: Holt, Rinehart and

Winston.

Laeyendecker, L. (1983). Tata, Perubahan, dan Ketimpangan, Suatu Pengantar Sejarah Sosiologi:

376 377. Jakarta: Gramedia.

Nasikun. (1988). Sistem Sosial Indonesia, 9 10. Jakarta: Rajawali.

Poloma, Margaret M. (1984). Sosiologi Kontemporer, 4. Jakarta: Rajawali.

Ritzer, George. (1975). Sociology: A Multiple Paradigm Science: 2 7, 24 30, 91 92, dan 142.

Boston: Allyn and Bacon Inc.

Robert, M.Z., Lawang, (Pen). (1986). Teori Sosiologi Klasik dan Modern jilid I dan II. Judul asli:

Sociological Theory Classical Founders and Contemparary Perspectives. (1981). By Doyle Paul

Johnson.

Robert, M.Z., Lawang. (1986). Buku Materi Pokok Pengantar Sosiologi. Jakarta: Penerbit Karunika

Universitas Terbuka.

Sunarto, Kamanto. (1993). Pengantar Sosiologi: 1. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi

Universitas Indonesia.

______. (1993). Pengantar Sosiologi: Buku Panduan Mahasiswa: 15 17, 23 28. Jakarta: Gramedia

Pustaka Utama.

Zamroni. (1992). Pengantar Pengembangan Teori Sosial: 13. Yogyakarta: Tiara Wacana.

Zeitlin, Irving M. (1973). Rethinking Sociology, a Critique of Contemporary Theory. Englewood

Clifics, New Jersey: Prentice Hall, Inc.

Page 18: Teori Tindakan Dan Teori Sistem Talcott Parson

MODUL 5: Teori Konflik Lewis A. Coser

Kegiatan Belajar 1: Konflik dan Solidaritas 

Rangkuman 

Semula Lewis A. Coser menitikberatkan perhatiannya pada pendekatan fungsionalisme struktural

dan mengabaikan konflik. Menurut pendapatnya bahwa sebenarnya struktur-struktur itu

merupakan hasil kesepakatan, akan tetapi di sisi lain ia juga menyatakan adanya proses-proses

yang tidak merupakan kesepakatan, yaitu yang berupa konflik. Lewis A. Coser ingin membangun

suatu teori yang didasarkan pada pemikiran George Simmel. Menurut pendapatnya dinyatakan

bahwa konflik adalah perselisihan mengenai nilai-nilai atau tuntutan-tuntutan yang berkenaan

dengan status, kuasa dan sumber-sumber kekayaan yang persediaannya tidak mencukupi.

Konflik dapat terjadi antarindividu, antarkelompok dan antarindividu dengan kelompok. Baginya

konflik dengan luar (out group) dapat menyebabkan mantapnya batas-batas struktural, akan

tetapi di lain pihak konflik dengan luar (out group) akan dapat memperkuat integrasi dalam

kelompok yang bersangkutan.

Konflik antara suatu kelompok dengan kelompok lain dapat menyebabkan solidaritas anggota

kelompok dan integrasi meningkat, dan berusaha agar anggota-anggota jangan sampai pecah.

Akan tetapi, tidaklah demikian halnya apabila suatu kelompok tidak lagi merasa terancam oleh

kelompok lain maka solidaritas kelompok akan mengendor, dan gejala kemungkinan adanya

perbedaan dalam kelompok akan tampak. Di sisi lain, apabila suatu kelompok selalu mendapat

ancaman dari kelompok lain maka dapat menyebabkan tumbuh dan meningkatnya solidaritas

anggota-anggota kelompok.

Kegiatan Belajar 2: Konflik dan Solidaritas Kelompok 

Rangkuman 

Menurut Lewis A. Coser dinyatakan bahwa konflik internal menguntungkan kelompok secara

positif. la menyadari bahwa dalam relasi-relasi sosial terkandung antagonisme, ketega

Sosiologi Masyarakat Kota dan Desa

Bagian II (Habis)

Wawan E. Kuswandoro

http://www.eKuswandoro.co.cc

Tulisan ini membantu penyampaian materi kuliah “Sosiologi Masyarakat Kota dan Desa”,

mendeskripsikan cara pandang dan bagaimana sosiologi memberikan pemahaman dan analisis

tentang masyarakat kota dan desa, kehidupan sosialnya, hubungan kota dan desa dan kaitannya

dengan pembangunan, gejala dan masalah-masalah kota dan desa termasuk urbanisasi dan urban

bias. Pokok-pokok perkembangan kota dan pembangunan desa dimasukkan dalam lingkup bahasan

yang sesuai dengan kebutuhan penelaahan studi-studi politik dan administrasi. Untuk

mempermudah penyampaian, artikel ini terbagi menjadi 3 bagian. Bagian Iberisi materi Mengenal

Sosiologi Untuk Analisis Masyarakat (I), Konsepsi Tentang Masyarakat (II) dan Mengenal

Page 19: Teori Tindakan Dan Teori Sistem Talcott Parson

Paradigma Ilmu Sosial (III). Bagian II berisi materiMasyarakat Kota (I), Masyarakat Desa (II),

Masalah-Masalah Masyarakat Kota dan Desa (III).

1.     Pada Bagian II ini mari kita aplikasikan pemahaman teoretis kita yang telah dicapai pada

Bagian I, untuk memahami dan menganalisis masyarakat kota dan desa beserta masalahnya. Tapi,

dah pada paham belum, materi Bagian I? Kalau lupa, boleh kok buka n baca lagi… Sebagai

pengantar ke pembahasan sosiologi masyarakat kota dan desa, setelah kita memahami pengertian

dan lingkup kajian sosiologi sebagai dasar, saya ajak saudara untuk memahami

pengertiancommunity, yang berasal dari aplikasi metode ekologi sosial. Ekologi sosial, sebagai

studi tentang relasi sub-sosial antar manusia. Yang disebut sebagai sub-sosial masyarakat adalah

keseluruhan relasi yang non-personal antar manusia, yang muncul dari rasa nasib sosial yang sama

yang tak dapat dijelaskan dari interaksi manusia yang disadari. Sama-sama mendiami gedung

rumah susun misalnya, orang masuk  tata non-personal, dan ini diatur oleh mekanisme persaingan

yang merupakan proses dalam kehidupan, yang karena proses ini anggota masyarakat ybs

mendapatkan tempat dan posisinya yang kemudian memunculkan kesatuan fungsional dan

keruangan yang tak disadari oleh ybs. Ekologi sosial sebagai studi tentang daerah-daerah sosial

budaya (culture areas). Ia berfungsi menggambarkan sebaran keruangan dari gejala sosial sehingga

metode ini mengarahkan pada pengarahan dan pemetaan persebaran keruangan dari gejala-gejala

sosial tertentu. Ekologi sosial memandang bahwa relasi antar manusia dan lingkungannya

mengandung 2 aspek yang terpisah:

a.    Relasi manusia sebagai individu dengan lingkungannya.

b.   Relasi manusia sebagai kelompok dengan lingkungannya.

2.     McKenzie menjelaskan bahwa ekologi sosial mengkaji hubungan-hubungan sosial yang

terdapat dalam waktu dan ruang, yang terjadi karena berbagai kekuatan yang terdapat di dalam

lingkungan. Ekologi sosial merupakan bagian dari sosiologi yang

mengutamakan struktur dan fungsi masyarakat manusia di dalam lingkungannya. Dan masyarakat

manusia dalam ekologi sosial disebut community,yaitu kehidupan bersama yang berdasarkan

teritorial. Ini dapat berupa kota, desa, metropol, benua, bahkan dunia (du monde entier).

3. Community (komunitas) dalam pengertian umum, sering diartikan secara sosial ataupun

geografis, namun secara sosiologis memiliki makna dari sisi manusia-nya, bukan kelompok

perumahan, gedung-gedung maupun sebagai tempat. Kehidupan masyarakat tergantung dari

jenis community di mana ia berada. Masyarakat kota maupun masyarakat desa

sebagai community, adalah suatu kelompok teritorial di mana penduduknya menyelenggarakan

kegiatan-kegiatan hidup sepenuhnya.

Suatu community memiliki ciri-ciri sebagai berikut:

a.    Berisi kelompok manusia.

b.   Menempati suatu wilayah geografis.

c.    Mengenal pembagian kerja ke dalam spesialisasi yang saling tergantung (nah tu.. ingat gak

sama mbah Durakhim eh Durkheim kemarin lalu tu…).

d.   Memiliki kebudayaan dan sistem sosial bersama yang mengatur kegiatan mereka.

e.    Para anggotanya sadar akan kesatuan serta kewargaan mereka dari community.

f.     Mampu berbuat secara kolektif menurut cara tertentu.

Page 20: Teori Tindakan Dan Teori Sistem Talcott Parson

4.     Community dalam ekologi sosial dipandang sebagai struktur yang memiliki unsur-

unsur: populasi (banyaknya manusia), habitat (lingkungan) dan kebutuhan(segala hal yang dikejar

melalui kegiatan hidup). Interaksi antara ke-3 unsur tersebut mendorong berfungsinya struktur

dalam arti perkampungan, kota, desa, daerah dannegeri. Dalam sosiologi, community mirip dengan

tata kehidupan bersama pada tumbuh-tumbuhan dan hewan, yang di dalamnya terdapat bagian

yang terikat olehkesalingtergantungan dan kesalingbersaingan sehingga perjuangannya untuk

kelangsungan hidup di suatu lingkungan tertentu memunculkan spesialisasi tertentu

serta pembagian kegiatan. Akibatnya, community memiliki pola keruangan yang khusus di mana

populasi dan kegiatannya tersebar menurut cara tertentu dan teritorium ybs.

5.     Sosiologi membagi community atas jenis rural (jika anggota masyarakatnya berjumlah relatif

sedikit dan bermata pencarian agraris) dan jenis urban (jika jumlah warganya relatif banyak dan

mata pencarian utama perdagangan dan industri). Sebenarnya klasifikasi seperti ini tak memuaskan

karena terdapat pula ‘desa perdagangan’ dan ‘kota pertambangan’. Karena itu ada klasifikasi lain

yaitu: rural, fringe (pinggiran), town, dan metropolis. Mari kita kembangkan lagi menurut pengamatan

kita…

Masyarakat Kota

6.     Ciri-ciri atau kondisi yang diperlukan bagi suatu kota (city): (1) adanya pembagian kerja dalam

spesialisasi yang jelas; (2) organisasi sosial lebih berdasarkan pekerjaan dan kelas sosial daripada

kekeluargaan; (3) lembaga pemerintahan lebih berdasarkan teritorium daripada kekeluargaan; (4)

adanya sistem perdagangan dan pertukangan; (5) mempunyai sarana komunikasi dan dokumentasi;

(6) berteknologi yang rasional. Makin besar kota, makin tegas ciri-ciri tersebut.

7.     Masyarakat kota merupakan produk dari kekuatan sosial yang bersifat kompleks. Faktor-faktor

yang mendorong perkembangan masyarakat kota:

a.    Pertambahan penduduk kota yang senantiasa mempertinggi kontak sosial.

b.   Indutrialisasi yang menarik banyak tenaga kerja dari daerah pertanian.

c.    Transportasi dan komunikasi yang mendorong kekompakan kehidupan masyarakat kota.

d.   Kesempatan untuk maju dan berhasil lebih banyak tersedia di kota dibandingkan dengan di

desa.

e.    Kota menawarkan fasilitas kesehatan dan pendidikan yang cukup sebagai sarana kenaikan

jenjang sosial.

f.     Pengisian waktu senggang cukup tersedia, termasuk berbagai hiburan dan olahraga.

8.                         Ciri-ciri/ karakteristik masyarakat KOTA:

a.    Heterogenitas sosial. Kota merupakan “tempat peleburan” (melting pot) bagi aneka ras/ suku/

golongan manusia.

b.   Hubungan sekunder, pengenalam dengan orang lain sebatas pada bidang tertentu.

c.    Kontrol (pengawasan sekunder), orang tak begitu memperhatikan sesamanya, yang penting

tidak mengganggu.

d.   Toleransi sosial, orang kota secara fisik berdekatan, tetapi secara sosial berjauhan.

e.    Mobilitas sosial, perubahan status sosial.

f.     Ikatan sukarela, cenderung suka beegabung dengan aneka organisasi/ asosiasi.

g.    Individualisasi.

Page 21: Teori Tindakan Dan Teori Sistem Talcott Parson

h.   Segregasi keruangan, akibat dari kompetisi terjadilah pola sosial yang berdasarkan persebaran

tempat tinggal sekaligus kegiatan sosial-ekonomis.

Masyarakat Desa

9.         Ciri-ciri/ karakteristik masyarakat DESA:

a.    Homogenitas sosial lebih tinggi. Masyarakat desa cenderung lebih homogen, baik pola hidup

maupun tingkah laku dan kebudayaannya. Hal ini disebabkan oleh pola piker, pola sikap dan pola

pandang yang sama dari setiap warganya.

b.   Hubungan primer. Pada masyarakat desa, hubungan kekeluargaan lebih menonjol, anggota

masyarakat lebih mengenal antara yang satu dengan yang lain. Mereka lebih mengutamakan

gotong royong.

c.    Kontrol sosial yang ketat. Anggota masyarakat saling mengetahui antara yang satu dengan

yang lain, dengan hubungan yang ketat/ dekat.

d.   Gotong Royong tumbuh dengan baik. Semua masalah kehidupan dilakukan dengan gotong

royong, baik gotong royong murni maupun gotong royong timbal balik.

e.    Ikatan sosial. Setiap anggota masyarakat diikat dengan nilai-nilai adat dan kebudayaan secra

aketat. Anggota masyarakat yang tidak memenuhi norma dan kaidah yang disepakati, akan dihukum

dan dikeluarkan dari ikatan sosial dengan cara mengcilkan / memencilkannya.

f.     Magis relijius tampak lebih kental dalam kehidupan sehari-hari. Bahkan pada masyarakat Jawa,

sering kita jumpai orang Jawa mengadakan “selamatan” untuk meminta rejeki, peruntungan,

perlindungan, dsb.

g.    Pola kehidupan. Masyarakat desa umumnya bermata pencarian di bidang agraris (pertanian,

perkebunan, perikanan, peternakan). Pada umumnya setiap anggota masyarakat hanya mampu

melaksanakan salah satu bidang kehidupan saja. Misalnya petani. Pertanian merupakan satu-

satunya pekerjaan yang harus ditekuni. Jika pertaniantersebut kegiatannya kosong, maka ia

menunggu sampai ada lagi kegiatan di bidang pertanian.

Perbedaan dan Masalah-Masalah Kota dan Desa

10.      Perbedaan masyarakat KOTA dan DESA. Mempelajari suatu masyarakat, berarti

mempelajari struktur sosial. Karenanya, untuk menjelaskan perbedaan dari keduanya, dapat

ditelusuri dalam hal lingkungan umumnya dan orientasi terhadap alam, pekerjaan, ukuran

komunitas, kepadatan penduduk, homogentitas – heterogenitas, diferensiasi sosial, pelapisan

sosial, mobilitas sosial, interaksi sosial, pengendalian sosial, pola kepemimpinan, ukuran kehidupan,

solidaritas sosial dannilai atau sistem nilai.

a.    Lingkungan Umum dan Orientasi terhadap Alam. Lokasi geografis desa mendekatkan

masyarakat desa dengan alam dan bekerja menyesuaikan diri dengan kondisi alam. Berneda

dengan  masyarakat kota yang kehidupannya bebas dari lingkungan alam.

b.   Pekerjaan/ mata pencarian, bersinggungan dengan alam (agraris). Pada masyarakat kota, mata

pencarian cenderung terspesialisasi, dan spesialisasi ini dapat dikembangkan secara hirarkhis/

organisasional.

c.    Ukuran komunitas. Komunitas pedesaan biasanya lebih kecil daripada komunitas perkotaan.

d.   Kepadatan penduduk. Kepadatan penduduk di desa lebih rendah daripada di kota.

Page 22: Teori Tindakan Dan Teori Sistem Talcott Parson

e.    Homogenitas dan heterogenitas. Homogenitas dalam cirri-ciri sosial dan juga psikologis,

bahasa, adat, dan perilaku sering tampak pada masyarakat perdesaan. Pada masyarakat

perkotaan, lebih heterogen.

f.     Diferensiasi sosial. Keadaan heterogenitas masyarakat kota berimplikasi pada diferensiasi

sosial yang tajam, sesuai dengan kebutuhan masyarakat kota.

g.    Pelapisan sosial, mengikuti piramida sosial yaitu kelas-kelas tinggi berada pada posisi puncak

piramida.

h.   Mobilitas sosial, berkaitan dengan perpindahan/ pergerakan suatu kelompok sosial ke kelompok

sosial lainnya, termasuk mobilitas kerja dari suatu pekerjaan ke pekerjaan lainnya. Di kota lebih

cepat daripada di desa. Misalnya mobilitas karena pindah rumah sewa/ kos, waktu bepergian orang

kota lebih banyak daripada orahg desa, waktu luang di kota lebih sedikit daripada di desa.

i.     Interaksi sosial. Pada masyarakat desa yang jumlah penduduknya lebih sedikit dan mobilitasnya

rendah, maka kontak pribadi antar individu lebih sedikit dibanding dengan masyarakat kota. Dalam

kontak / interaksi sosial berbeda secara kuantitatif dan kualitatif. Pendiduk kota lebih sering kontak,

tetapi cenderung formal, sepintas lalu, dan tidak bersifat pribadi (impersonal) tetapi melalui tugas

atau kepentingan lain.

j.     Pengawasan sosial. Tekanan sosial di desa lebih kuat daripada di kota.

k.   Pola kepemimpinan. Menentukan kepemimpinan di desa cenderung banyak ditentukan oleh

kualitas pribadi dari individu daripada di kota. Meliputi: kesalehan pribadi, kejujuran, pengorbanan,

pengalaman, dsb. Jika ini berlanjut, maka kriteria keturunan pun ikut menentukan.

l.     Standar kehidupan. Berbagai faslitas yang menyenangkan banyak terdapat di kota, sehingga

orientasi dan standar yang dipakai lebih kompleks di kota dibandingkan dengan di desa.

m.  Kesetiakawanan sosial (social solidarity). Pada masyarakat desa didorong oleh rasa kesamaan/

persamaan dalam hal pengalaman, dan tujuan hidup bersama, sedangkan pada masyarakat kota,

kesetiakawanan / solidaritas didorong oleh ketidaksamaan/ perbedaan pembagian kerja,

kesalingtergantungan dan spesialisasi.

n.   Nilai dan sistem nilai. Di kota dan di desa berbeda, dapat diamati dalam kebiasaan, cara, norma

yang berlaku. Misalnya dalam mencari jodoh, peran kepala keluarga sangat besar. Tentang

pendidikan, sistem nilai di masyarakat desa berbeda dengan di kota; di desa cukuplah dengan tamat

SD / SMP, di kota tidak cukup.

11.      Urbanisme dan urbanisasi. Urbanisme, adalah gaya hidup kekotaan dan ini ditentukan oleh

ciri-ciri spasial, sekularisasi, asosiasi sukarela, peranan sosial yang terpisah dan norma-norma yang

serba kabur. Urbanisme melahirkan mentalitas kota, di mana sikap, ide da kepribadian manusianya

berbeda dengan yang berada di pedesaan. Gejala yang di kota berupa disorganisasi pribadi, aneka

kejahatan, korupsi dan kekalutan dalam banyak hal. Urbanisme (gaya hidup kekotaan) memicu

urbanisasi.

12.      Urbanisasi menyangkut proses “pengotaan” (menjadi kota) yang dialami  oleh suatu

kawasan, yang ditandai dengan masuknya penduduk pedesaan ke perkotaan.

Sosiolog Breese menunjuk 3 gejala sosial yang saling berkaitan: urbanisasi, detribalisasi, stabilisasi.

13.      Beberapa contoh permasalahan pada masyarakat kota dan desa;

-      Gejala ruralisasi (pendesaan) kota.

Page 23: Teori Tindakan Dan Teori Sistem Talcott Parson

-      Urbanisasi (dan urbanisme di) desa.

-      Mengapa control sosial di desa lebih kuat daripada di kota?

-      Fenomena “buwuhan” pada acara hajatan di desa dan di kota (interaksi sukarela ataukah

interaksi timbale balik?).

-      Kepemimpinan organisasi di kota: adakah pengarug factor keturunan? Ataukah factor

“kelebihan” (kekuatan, pesona) pribadi?

-      Gaya hidup kota dan desa (dengan maraknya media komunikasi: TV, HP, internet, dll):

bagaimana kini?

-      Nilai dan sistem nilai serta persepsi terhadap mandi: di desa, mandi = segar; di kota, mandi =

bersih, higienis. Terhadap makan. Di desa, makan = kenyang. Di kota, makan = kenyang,

refreshing/ istirahat/ pelepas penat à karenanya ada sebutan restoran (rest = istirahat). Makan juga

berarti suasana (banyaknya café di kota yang tidak hanya menjual makanan/ minuman tetapi

menjual suasana). Di desa sekarang banyak café ya… Bisa dijelaskan?

-      Dsb…. Masih banyak fenomena dan permasalahan sosial di sekitar kita, tinggal amati saja.

Gunakan referensi sosiologi (misalnya dalam Diktat I dan II materi perkuliahan ini), dsb, untuk

menjelaskannya.

Bahan Bacaan

1.    Beilharz, Peter, 2003, Teori Teori Sosial, Pustaka Pelajar Yogyakarta.

2.    Coser, Lewis A., 1982, Sociological Theory: A Book of Readings, MacMillan Publishing, Co.,

Inc., USA.

3. Daldjoeni, N., 1997, Seluk Beluk Masyarakat Kota, Alumni Bandung.

4.    Fatchan, A., 2004, Teori-teori Perubahan Sosial, Yayasan Kampusina Surabaya.

5.    Giddens, Anthony, 2004, Sociology: Introductory Readings, Polity, UK.

6.    Haralambos, Michael dan Martin Holborn, 2000, Sociology, Themes and Perspectives, Fifth

Edition, Collins Educational, London.

7.    Kaldor, Mary, 2004, Global Society, Polity, UK.

8.    Kinloch, Graham C., 2005, Perkembangan dan Paradigma Utama Teori Sosiologi, Pustaka

Setia Bandung.

9. Leibo, Jefta, 1995, Sosiologi Pedesaan, Andi Offset Yogyakarta.

10.  Ritzer, George, 1996, Modern Sociological Theory, The McGraw-Hill Companies, Inc.

11.  Sanderson, Stephen K., 1993, Sosiologi Makro, Rajawali Press Jakarta.

12.  Sukmana, Oman, 2005, Sosiologi dan Politik Ekonomi, UMM Press Malang.

13.  Sztompka, Piötr, 2005, Sosiologi Perubahan Sosial, Prenada Jakarta.

14.  Zaltman, Gerald, 1972, Processes and Phenomena of Social Change, John Willey & Sons, Inc.,

New York.

Filed under: Sosiologi |

Ditandai: Sosiologi, Sosmakodes | Tinggalkan sebuah komentar »

Sosiologi Masyarakat Kota dan Desa – Lanjutan Bagian   I Posted on September 17, 2010 by Wawan Kuswandoro

Sosiologi Masyarakat Kota dan Desa – Lanjutan Bagian I

Page 24: Teori Tindakan Dan Teori Sistem Talcott Parson

Wawan E. Kuswandoro

http://www.eKuswandoro.co.cc

3

Mengenal Model/ Paradigma Ilmu Sosial

Setelah mengenal dasar-dasar ilmu sosiologi –sebagaimana telah saya paparkan di atas- beserta

pemahaman dasar tentang masyarakat, interaksi sosial, proses sosial, sekarang mari kita tingkatkan

pemahaman sosiologi kita dengan mengenali paradigma utama ilmu sosial (terutama disiplin ilmu

sosiologi) yang sering digunakan untuk mempelajari dan menganalisis masyarakat. Perlu

diingat: tidak ada paradigma tunggal dalam ilmu sosial (sosiologi). Para pakar mencatat bahwa

sosiologi menggunakan paradigma ganda. Artinya kita bisa menggunakan beberapa paradigma ilmu

social (sosiologi) untuk mempelajari, menjelaskan dan memahami suatu fakta social di antara sekian

banyak paradigma yang diajarkan para pakar sosiologi. Dalam artikel ini kita coba pelajari 3

paradigma sosiologi yang lazim digunakan untuk menganalisa persoalan sosial/ masyarakat,

untuk membantu penjelasan pembahasan mata kuliah Sosiologi Masyarakat Kota dan Desa (nanti

akan kita lanjutkan pembahasannya di Bagian II pada sekuel artikel saya ini).

1. Paradigma Organik – Struktural Fungsional

Paradigma organic, melihat masyarakat sebagai bagian sistem dari hubungan fungsional,

mengibaratkan sebagai sebuah organisme hidup (organic) dengan meminjam teori hukum alam.

Seperti dijelaskan oleh Emile Durkheim dan Ferdinand Tonnies, yang berpendapat

bahwa masyarakat adalah organisme yang tidak berdiri sendiri, tetapi bergabung dengan

kelompoknya dalam sistem pembagian tugas(ingat konsepsi Durkheim tentang pembagian tugas, di

atas ya…), yang dalam kenyataannya berkaitan dengan jenis-jenis norma/ peraturan sosial yang

mengikat individu pada keadaan sosialnya.

Durkheim mengonseptualisasikan masyarakat dalam hal norma-norma atau jenis-jenis integrasi

sosial yakni cara individu secara sosiologis berhubungan dengan struktur sosial melalui fakta-fakta

sosial (social facts). Salah satu kajian utamanya adalah sifat-sifat solidaritas sosial dari suatu

masyarakat. Durkheim menekankan kajiannya terutama dalam hal memahami gejala sosial (norma-

norma sosial) dan pengaruhnya dala masalah-masalah sosial yang berlawanan dengan penjelasan-

penjelasan yang bersifat psikologis. Dia memandang sosiologi sebagai kajian yang

memfokuskan gejala psikis kolektif dan kewajiban-kewajiban moral terutama dalam hal

memasukkan perilaku individu dalam konteks kelompok.

Dalam mengonseptualisasikan kajiannya tersebut, Durkheim menggunakan asumsi-asumsi:

-      Masyarakat sebagai kesadaran kolektif, mempunyai keberadaan yang independen à suatu

kesatuan yang utuh, terkondisikan melaksanakan dan mempengaruhi struktur normatifnya.

-      Fakta-fakta sosial (norma-norma kolektif) adalah kenyataan, sebagai bukti keberadaan

kekuatan norma-norma dan struktur-struktur lembaga yang saling berhubungan.

-      Kekuatan sosial didasarkan pada pandangan kolektif, yaitu berbagai bentuk kekuasaan yang

bersandar pada struktur normatif dari kelompok tertentu selama kontrol itu diterapkan pada anggota

kelompok melalui norma-norma tersebut.

Page 25: Teori Tindakan Dan Teori Sistem Talcott Parson

-      Evolusi fakta atau norma sosial didasarkan pada kebutuhan yang ada dalam masyarakat.

Dalam hal ini, gejala sosial menggambarkan kebutuhan sosial sebuah korelasi dari

teori Durkheim yang mendorong para sosiolog untuk mengkaji secara lebih mendalam à struktural

fungsional.

-      Integrasi sosial ditemukan dalam pembagian kerja dalam masyarakat à semakin sama

pembagian kerja dalam masyarakat, maka semakin tinggi tingkat integrasi sosialnya. Memperluas

asumsi ini, Durkheim menghubungkan ukuran populasi dengan kepadatan penduduknya,

pembagian kerja dan integritas sosial à semakin tinggi ukuran populasi, semakin besar tingkat

kepadatan penduduknya, maka berakibat peningkatan dalam hal pembagian kerja dan penurunan

dalam hal solidaritas sosial.

-      Solidaritas sosial, Durkheim membaginya menjadi 2: solidaritas mekanis dansolidaritas

organis (tengok lagi di bagian depan ya…). Pada masyarakat dengan pembagian kerja yang rendah,

budaya tradisional yang homogen, dan bekerjanya norma-norma secara represif (mengikat) para

anggotanya, memiliki kesatuan sosial dalam tingkat yang tinggi, bekerjalah solidaritas mekanis.

Sedangkan solidaritas organis (bersifat lebih maju) bekerja pada masyarakat dengan pembagian

kerja yang kompleks (tidak sama), meningkatnya hubungan kontrak (diikat dengan perjanjian) dan

memiliki tingkat integrasi sosial yang lebih rendah. Dalam hal ini, upaya kontrol individu menjadi

lemah menuju suatu keadaan berkurangnya norma-norma(normless) yang lebih tinggi dalam

masyarakat. Pada tahapan inilah penyimpangan-penyimpangan sosial tingkat tinggi kerap terjadi,

seperti bunuh diri, terjadi karena renggangnya atau melemahnya ikatan-ikatan / perekat antar

individu dan struktur sosial.

-      Kejahatan dan bentuk penyimpangan lain mempunyai fungsi mendorong perubahan dan

perkembangan norma-norma dalam masyarakat.

Pendekatan organik yang kemudian berkembang menjadi struktural-fungsional,berfokus pada cara

yang diberikan oleh sistem sosial dengan menekankan pada masalah-masalah fungsi/ sistem.

Pendekatan organic-struktural fungsional ini menjelaskan konsep masyarakat sebagai satu

kesatuan. Selanjutnya, paradigmastructural-fungsionalisme sebagai landasan teori kontemporer,

menggambarkan penerapan lanjutan paradigma organik, memandang masyarakat sebagai bentuk

yang sistemik saling berhubungan, saling bergantung, berubah, menggambarkan kebutuhan-

kebutuhan sistem atau fungsi yang mendasarinya à pijakan pengembangan teori umum yang

didasarkan pada asumsi bahwa masyarakat itueksis dan memiliki realitas independen atau memiliki

eksistensi sebagai sistem sosial dengan sifat serupa dengan sistem-sistem lain di alam ini (sistem

alam/ sistem biologi/ fisika).

Struktural fungsionalisme bergerak merespons kebutuhan-kebutuhan, politik, ekonomi dan sosial.

Structural fungsionalisme dipopulerkan oleh Talcott Parsons, dengan menggunakan analogi

organik (organ biologis) dalam memandang masyarakat. Menurutnya, teori fungsional organisasi

masyarakat berdasarkan pada manusia sebagai actor pembuat keputusan (fungsionalisme) yang

dibatasi oleh factor normatif dan situasional (strukturalisme), dan factor-faktor situasiona inilah yang

memperkenalkan kebutuhan-kebutuhan atau fungsi sistem ke dalam pemahaman perilaku sosial.

Karenanya, menurut paham ini, masyarakat memiliki karakteristik universal, yang memungkinkan

dikembangkannya teori yang bisa diterapkan pada semua masyarakat.

Page 26: Teori Tindakan Dan Teori Sistem Talcott Parson

Parsons menggunakan asumsi-asumsi:

-      Sistem sosial diasumsikan untuk memunculkan sui generis, yaitu masyarakat memiliki suatu

realitas independen untuk melintasi eksistensi individu sebagai suatu sistem interaksi.

-      Struktur sosial atau sub sistem masyarakat menggambarkan sejumlah fungsi utama yang

mendasarinya (struktur mewakili fungsi). Fungsi-fungsi ini terdiri atasintegrasi (sistem sosial

didasarkan pada norma-norma yang mengikat individu dengan masyarakatnya melalui integrasi

normatif), pola pertahanan (sistem budaya, nilai-nilai), pencapaian tujuan (sistem kepribadian, basis

pembedaan), dan adaptasi(organisasi perilaku, basis peran dan sistem ekonomi).

-      Sistem sosial, baiknya terdiri atas 4 sub-sistem, yaitu komunitas masyarakat(norma-norma

integratif),  pola pertahanan (nilai-nilai integratif), bentuk atau proses pemerintahan (diterapkan

untuk perolehan tujuan), dan ekonomi (diterapkan untuk adaptif).

-      Lebih jauh, terkait dengan analogi biologi, Parsons berasumsi bahwa focus atau landasan

sentral masyarakat adalah kecenderungan terhadap equilibrium danhomeostatic (keadaan stabil,

setimbang). Proses-proses sentral dalam kecenderungan ini adalah antar hubungan dari ke-4 sub-

sistem aksi: interpenetrasi,internalisasi masyarakat, fenomena budaya ke dalam kepribadian,

daninstitusionalisasi komponen-komponen normatif sebagai struktur konstitutif. Sistem sosial ini

kemudian dipandang sebagai sistem yang berorientasi integrasi danequilibrium yang kuat.

-      Sistem ini tidak dipandang statis à kapasitas yang dimilikinya untuk evolusi yang adaptif. Proses

sentral perubahan evolusi mengandung pembedaan (differentiation)dan pembagian lebih jauh/

spesialisasi struktur fungsional.

1. Paradigma Konflik – Radikal

Paradigma konflik radikal, lebih memandang konflik (bukan integrasi) sebagai poros sistem sosial.

Mengapa demikian? Argumentasinya adalah, bahwa masyarakat terdiri atas individu-

individu (ingat?) yang secara alamiah berjuang untuk mendapatkan kebutuhan mereka. Artinya,

terdapat gerak dinamis dari sistem masyarakat ini seperti gerak/ proses evolusi dan pertentangan

secara terus-menerus. Proses pertentangan secara terus-menerus (bergerak, dinamis) inilah yang

“membesarkan” suatu masyarakat, mengikuti hukum dialektika materialismesebagaimana

diperkenalkan oleh Karl Marx. Kemudian, untuk menjelaskan masyarakat industry modern,

pendekatan Marxisme ini melahirkan Teori Konflik Modern. Di sini kita mengenal teori pertentangan

kelompok dan teori konflik elit milikRalph Dahrendorf.

Teori konflik Karl Marx tersebut, setidaknya memiliki peluang untuk merevisi apa yang

dikemukakan Emile Durkheim dalam Teori Struktural Fungsional-nya (tengok Durkheim di atas

ya…). Marx, untuk telaah makroskopik[1] memandang bahwamasyarakat cenderung membutuhkan

pertentangan agar tercipta harmoni baru. Berbeda dengan Durkheim yang lebih melihat masyarakat

sebagai media terciptanya keseimbangan, pendekatan konflik dapat dibagi dua, pertama,

sebagaimana dikemukakan Karl Marx, bahwa masyarakat  terbelah menjadi dua kelas dilihat

dari kepemilikan alat produksi (property), yakni kelas kapitalis/ pemilik modal dan kelas buruh/

pekerja. Menurut Marx, masyarakat kemudian terintegrasi lantaran adanya struktur kelas yang

dominan yang menggunakan Negara dan hukum sebagai alatnya. Sementara itu, yang kedua,

Page 27: Teori Tindakan Dan Teori Sistem Talcott Parson

sebagaimana yang dikemukakan Ralf Dahrendorf, yang melihat masyarakat terdiri atas dua kelas

berdasarkankepemilikan wewenang (authority) ialah kelas penguasa (dominasi) dan kelas yang

dikuasai (subjeksi). Bagi Dahrendorf, masyarakat terintegrasi karena adanya kelompok kepentingan

dominan yang menguasai masyarakat[2]. Menyusul  atas apa yang telah dipahami sepeninggal

Marx, banyak teori turunan konflik yang berupaya untuk mengembangkannya dalam arti

memberikan tambahan penjelasan atas fenomena konflik. Salah satu tokohnya adalah Randall

Collins[3], yang mencoba lebih integratif di antara pendekatan makro dan mikro. Lebih detail,

Collins menegaskan bahwa teori konflik mengindikasikan adanya pengorganisasian kelompok

masyarakat (society), perilaku orang-orang dan kelompoknya[4].  Collins menawarkan pemahaman

betapa konflik sangat mungkin didekati pada levelinteraksionisme simbolik

mikro dan etnometodologi. Tidaklah mengherankan kemudian muncul tokoh lain seperti Goffman,

Garfinkel, Sacks dan Scelgloff. Bagi mereka, atas sumbangan Collins, konflik tidak harus menjadi

ideologis, bukan masalah baik buruk,  tetapi konflik dipandang sebagai pusat dari kehidupan sosial.

Pendekatan Collins  terkait konflik lebih difokuskan pada individu, salah satunya karena akar kajian

Collins adalah fenomenologi dan etnometodologi. Teori konflik, lebih jauh menurutnya, tidak akan

bekerja tanpa analisis sosial. Dalam term ini, teori konflik harus menerima penemuan riset empiris.

Intinya, teori konflik Collins dekat pada stratifikasi sosial, yang dalam telaahnya hendak memadukan

gagasan Marxian dengan teori struktural fungsional.

Ringkasnya, paradigma konflik radikal ini melihat bahwa masyarakat merupakan sistem kompetisi

kekuatan yang menyusun perjuangan individu-individu dalam memenuhi kebutuhan fisiknya, yaitu

dengan menggunakan pandangan alamiah sebagai penjelasan sistemnya. Pendekatan ini sama

dengan structural-fungsional dalam hal konsep  kemasyarakatannya sebagai sistem makro, namun

menekankan pada konflik sebagai titik tekan proses sosial.

1. Paradigma Perilaku dan Psikologi Sosial

Paradigma ini melihat masyarakat sebagai “surat perintah” yang besar secara individual daripada

sebuah sistem yang menggarisbawahi problem-problem fungsional. Tradisi perilaku sosial juga

mencakup penjelasan secara alamiah dan sosial. Max Weber dan George Herbert Mead,

contohnya, mempelajari individu sebagai produk sosial yang menitikberatkan pengertian dan proses

perialku sosial dan interaksi sosial. Di sisi lain, Georg Simmel dan William Sumner menggunakan

asumsi insting atau harapan untuk menjelaskan kumpulan evolusi dan struktur sosial.

Perbedaannya dengan teori psikologi sosial modern, adalah bahwa paradigma perilaku ini

memfokuskan lingkungan sosial dan hubungan antara individu dan lingkungannya melalui

sosialisasi ekspresi perannya, saling berinteraksi dan ungkapan realitas pribadinya.

Untuk lebih jelasnya, mari kita lihat perbandingan ketiga model/ paradigma tersebut pada tabel di

bawah ini:

ParadigmaOrganik – Struktural-Fungsional

Konflik – RadikalPerilaku dan Psikologi Sosial

Tujuan Mengembangkan teori Mengembangkan teori Memahami individu

Page 28: Teori Tindakan Dan Teori Sistem Talcott Parson

umum tentang masyarakat menggunakan pendekatan sistemik

umum tentang masyarakat menggunakan pendekatan sistemik

adalah hasil dari masyarakat.

Pandangan 1. Masyarakat adalah sebuah sistem fungsional yang bagian-bagiannya selalu berhubungan.

2.   Perlunya aturan sosial.3.   Perlunya pembagian kerja.4.   Perlunya dasar-dasar masalah sosial.

1. Masyarakat adalah bagian dari sistem persaingan & pertentangan.

2. Perlunya aturan-aturan sosial.3. Perlunya industrialiasi & birokratisasi.4. Perlunya dasar kebutuhan fisik.

1. Masyarakat adalah sebuah “surat perintah” individu yang besar.

2.  Perlunya nilai dan harapan.3.  Individu adalah produk sosial.4.  Perlunya sosialisasi sebagai proses dasar.

Pendekatan 1. Menerapkan hukum-hukum alamiah pada masyarakat.

2.   Menerapkan pembagian kerja pada masyarakat.3.   Menerapkan masalah-masalah sosial pada masyarakat.4.   Menggunakan alasan alamiah/ sistemik sebagai pembuktian.

1. Menerapkan pertentangan alami dalam masyarakat.

2. Menerapkan industrialiasi & birokratisasi dalam masyarakat.3. Menerapkan kebutuhan-kebutuhan fisik pada masyarakat.4. Menggunakan alasan alamiah maupun sistemik dalam pembuktian.

1. Menerapkan naluri & harapam dalam masyarakat.

2. Menerapkan manusia sosial yang alami dalam masyarakat.3. Menerapkan proses sosialiasi pada masyarakat.4. Menggunakan alasan alamiah maupun sistemik dalam pembuktian.

Walaupun terdapat perbedaan pada ketiga paradigma tersebut, setidaknya ada 2 point penting yang

umum: konseptualisasi tatanan   dan   perubahan  sosial; danmencakup jenis penjelasan

secara   naturalistik   dan   sistemik .

Untuk pendalaman sosiologi kita masih bisa mempelajari lebih lanjut paradigma ilmu sosial ini

dengan mengikuti klasifikasi sistemik paradigma ilmu sosial yang diramu dari para teoretisi ilmu

sosial. Ketiga pendekatan/ paradigma di atas sebenarnya dipertajam pada perspektif teoritis/

paradigma positivis/ post-positivist,konstruksionisme (interpretative) dan critical theory. Tetapi untuk

keperluan mata kuliah ini, kita gunakan structural-fungsional atau konflik radikal atau perilaku pada

klasifikasi di atas. Klasifikasi dan penjelasan paradigma positivis/ post-positivist,konstruksionisme

(interpretative) dan critical theory lazim dipergunakan pada jenjang yang lebih tinggi.[]

…bersambung ke Bagian II

Bahan Bacaan

1.    Beilharz, Peter, 2003, Teori Teori Sosial, Pustaka Pelajar Yogyakarta.

2.    Coser, Lewis A., 1982, Sociological Theory: A Book of Readings, MacMillan Publishing, Co.,

Inc., USA.

Page 29: Teori Tindakan Dan Teori Sistem Talcott Parson

3.    Daldjoeni, N., 1997, Seluk Beluk Masyarakat Kota, Alumni Bandung.

4.    Fatchan, A., 2004, Teori-teori Perubahan Sosial, Yayasan Kampusina Surabaya.

5.    Giddens, Anthony, 2004, Sociology: Introductory Readings, Polity, UK.

6.    Haralambos, Michael dan Martin Holborn, 2000, Sociology, Themes and Perspectives, Fifth

Edition, Collins Educational, London.

7.    Kaldor, Mary, 2004, Global Society, Polity, UK.

8.    Kinloch, Graham C., 2005, Perkembangan dan Paradigma Utama Teori Sosiologi, Pustaka

Setia Bandung.

9.    Leibo, Jefta, 1995, Sosiologi Pedesaan, Andi Offset Yogyakarta.

10. Ritzer, George, 1996, Modern Sociological Theory, The McGraw-Hill Companies, Inc.

11. Sanderson, Stephen K., 1993, Sosiologi Makro, Rajawali Press Jakarta.

12. Sukmana, Oman, 2005, Sosiologi dan Politik Ekonomi, UMM Press Malang.

13. Sztompka, Piötr, 2005, Sosiologi Perubahan Sosial, Prenada Jakarta.

14. Zaltman, Gerald, 1972, Processes and Phenomena of Social Change, John Willey & Sons, Inc.,

New York.


Recommended