LITERATURE REVIEW
TERAPI MINDFULNESS MENGATASI
KECEMASAN PADA LANSIA
Diajukan kepada Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Wira Medika Bali untuk memenuhi
salah satu persyaratan menyelesaikan Program Sarjana Keperawatan
Oleh :
NI LUH SRI DESI ASTITI
NIM: 16.321.2505
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI
DENPASAR
2020
i
LITERATURE REVIEW
TERAPI MINDFULNESS MENGATASI
KECEMASAN PADA LANSIA
Diajukan kepada Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Wira Medika Bali untuk memenuhi
salah satu persyaratan menyelesaikan Program Sarjana Keperawatan
Oleh :
NI LUH SRI DESI ASTITI
NIM: 16.321.2505
PROGRAM STUDI KEPERAWATAN PROGRAM SARJANA
SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN WIRA MEDIKA BALI
DENPASAR
2020
ii
LEMBAR PERSETUJUAN
LITERATURE REVIEW
Nama : Ni Luh Sri Desi Astiti
NIM : 16.321.2505
Judul : Terapi Mindfulness Mengatasi Kecemasan Pada Lansia
Program Studi : Keperawatan Program Sarjana STIKes Wira Medika Bali
Telah diperiksa dan disetujui untuk mengikuti ujian literature review.
Pembimbing I
Ns. Sang Ayu Ketut Candrawati, S.Kep., M.Kep
NIK: 2.04.10.276
2.04.11.638
Denpasar, Juni 2020
Pembimbing II
Ns. I Made Sudarma Adiputra, S.Kep., M.Kes
NIK: 2.04.09.230
iii
iv
KATA PENGANTAR
Puji Syukur peneliti ucapkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat dan karunia-Nya, penulis dapat menyelesaikan literature review
yang berjudul “Terapi Mindfulness Mengatasi Kecemasan Pada Lansia” tepat
pada waktunya.
Literature review ini di susun dalam rangka memenuhi salah satu
persyaratan untuk memperoleh gelar Sarjana Keperawatan pada Program Studi
Keperawatan Program Sarjana Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Wira Medika Bali.
Dalam penyusunan literature review ini, peneliti banyak mendapat
bantuan sejak awal sampai terselesainya literature review ini, untuk itu dengan
segala hormat dan kerendahan hati, peneliti menyampaikan penghargaan dan
terima kasih yang sebesar-besarnya kepada :
1. Drs. I Dewa Agung Ketut Sudarsana., MM selaku Ketua STIKes Wira Medika
Bali.
2. Ns. Ni Luh Putu Dewi Puspawati, S.Kep., M.Kep selaku Ketua Program Studi
Keperawatan Program Sarjana STIKes Wira Medika Bali.
3. Ns. Sang Ayu Ketut Candrawati, S.Kep., M.Kep selaku Pembimbing I yang
telah memberikan bimbingan.
4. Ns. I Made Sudarma Adiputra, S.Kep., M.Kes selaku Pembimbing II yang
telah memberikan bimbingannya sehingga peneliti dapat menyelesaikan
skripsi ini tepat pada waktunya. Petunjuk dan bimbingannya sehingga peneliti
dapat menyelesaikan literature review ini.
5. Keluarga dan orang terkasih atas segala doa, cinta dan kasih sayang serta
dukungan baik moral maupun material sehingga peeliti dapat menyelesaikan
literature review ini tepat pada waktunya.
6. Teman-teman Mahasiswa STIKes Wira Medika Bali Angkatan ke-10, yang
selalu memberikan dukungan dan masukan sehingga peneliti dapat
menyelesaikan literature review ini tepat pada waktunya.
7. Seluruh pihak yang tidak bisa peneliti sebutkan satu persatu yang telah
membantu dalam menyelesaikan literature review ini.
v
Peneliti menyadari bahwa literature review ini masih perlu banyak
penyempurnaan, sehingga kritik dan saran dari seluruh pihak yang bersifat
membangun diharapkan demi kesempurnaan literature review ini.
Denpasar, Juni 2020
Peneliti
(Ni Luh Sri Desi Astiti)
vi
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL ..................................................................................... i
LEMBAR PERSETUJUAN ............................................................................. ii
LEMBAR PENGESAHAN ............................................................................. iii
KATA PENGANTAR ...................................................................................... iv
DAFTAR ISI ..................................................................................................... vi
DAFTAR TABEL.............................................................................................. vii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................... viii
ABSTRAK ......................................................................................................... 1
PENDAHULUAN .............................................................................................. 2
1. Latar belakang ......................................................................................... 2
2. Tujuan .................................................................................................... 3
METODE ........................................................................................................... 4
HASIL REVIEW JURNAL ............................................................................... 4
1. Hasil Review Artikel ............................................................................... 5
PEMBAHASAN ................................................................................................ 7
SIMPULAN DAN SARAN ............................................................................... 8
UCAPAN TERIMA KASIH............................................................................. 8
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 8
LAMPIRAN
vii
DAFTAR TABEL
Tabel 1 : Proses Pencarian Jurnal ..................................................................... 4
Tabel 2 : Hasil Review Artikel ......................................................................... 5
viii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1 : Bukti Bimbingan
Lampiran 2 : Jurnal
1
TERAPI MINDFULNESS MENGATASI
KECEMASAN PADA LANSIA
Mindfulness Therapy Resolves Anxiety In Elderly
Ni Luh Sri Desi Astiti
1, Ns. Sang Ayu Ketut Candrawati, S.Kep., M.Kep
2
Ns. I Made Sudarma Adiputra, S.Kep., M.Kes3
123Program Studi Keperawatan Program Sarjana STIKes Wira Medika Bali
Email : [email protected]
ABSTRAK
Latar belakang: Lanjut usia adalah proses alami yang disertai adanya penurunan
kondisi fisik, psikologi yang saling berinteraksi. Proses menua pada lansia di
sebabkan oleh beberapa faktor yang dapat memicu terjadinya kecemasan pada
lansia salah satunya penurunan fungsi fisiologis tubuh dan mengakibatkan
kecemasan yang dialami oleh lansia semakin buruk jika tidak segera di tangani,
gangguan kecemasan diakui sebagai salah satu masalah kesehatan paling umum
yang dapat mempengaruhi kualitas hidup pada lanjut usia. Kecemasan dapat
dikurangi dengan teknik farmakologis dan non-farmakologi seperti psikoterapi.
Tehnik alternatif yang dapat digunakan untuk menurunkan kecemasan seseorang
yaitu salah satunya Mindfulness. Mindfulness adalah suatu terapi untuk melihat
dengan cara yang khusus. Tujuan: dari literature review ini adalah untuk
mengetahui pengaruh terapi mindfulness dalam mengatasi kecemasan pada lansia.
Metode yang digunakan dalam pencarian literature review menggunakan
database: Google Scholar, Science direct, dan PubMed. Adapun kriteria inklusi
memakai: tahun terbit, jurnal dari tahun 2015-2020, full teks pdf, nursing jurnal,
dengan kata kunci “Terapi Mindfulness Lansia” atau dalam pencarian literature
international "Elderly" AND "Mindfulness Therapy" AND "Anxiety". Boolean
memakai: AND. Dari hasil pencarian literature review yang sesuai didapatkan 25
artikel yang kemudian discreening kembali dengan proses ketat sehingga
didapatkan 5 artikel yang memiliki standar pencarian untuk dilakukan analisis.
Hasil review dari 5 artikel menunjukkan terapi mindfulness efektif mengatasi
kecemasan pada lansia. Diskusi dalam literature review ini yaitu terapi
mindfulness dapat dijadikan rekomendasi untuk terapi alternative atau terapi
pendukung dalam mengatasi gangguan kecemasan pada lansia.
Kata kunci: terapi mindfulness, kecemasan, lanjut usia
2
ABSTRACT
Background: Elderly is a natural process that avoids the decline of physical,
psychological conditions that are interconnected. The process of aging in the elderly is
caused by several factors that can rotate the focus on the elderly, one of which releases
physiological and deferred function which is reviewed by the elderly is worse if it is not
immediately dealt with, responded to precisely the quality of life in the elderly. Packaging
can be given with pharmacological and non-pharmacological techniques such as
psychotherapy. An alternative technique that can be used to free someone is Mindfulness.
Mindfulness is a therapy for seeing in a special way. Objective: from the literature review
is to determine the effect of therapy. The method used in searching literature reviews uses
databases: Google Scholar, direct science, and PubMed. Based on inclusion criteria
using: year published, journals from 2015-2020, full text of pdf, nursing journals, with
the keywords "Elderly Mindfulness Therapy" or in the search for international literature
"Elderly" AND "Mindfulness Therapy" AND "Anxiety". Boolean use: AND. From the
search results, appropriate literature reviews were obtained by 25 articles which were
then screened again with a rigorous process in order to obtain 5 articles that had a
standard search for analysis. The results of a review of 5 articles that show awareness
therapy is effective in the elderly The discussion in this literature review is a mindfulness
therapy that can be used for alternative therapies or supportive therapies to overcome the
problem of monitoring the elderly.
Keywords: mindfulness therapy, anxiety, elderly
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Lanjut usia adalah proses alami yang disertai adanya penurunan kondisi
fisik, psikologis maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Ada
beberapa pendapat mengenai “usia kemunduran” yaitu ada yang menetapkan 60
tahun, 65 tahun dan 70 tahun. Badan kesehatan dunia (WHO) menetapkan 65
tahun sebagai usia yang menunjukkan proses menua. Keadaan itu cenderung
berpotensi menimbulkan masalah kesehatan secara umum maupun kesehatan jiwa
secara khusus pada lansia (Statistik, 2015).
Badan kesehatan dunia World Health Organization (WHO) mengatakan
jumlah lansia terbanyak di dunia berada di daerah Jepang mencapai 69,785% pada
tahun 2018. Pada kurun waktu 2010-2025 Indonesia akan mengalami peningkatan
jumlah lansia sebanyak 41% dari 11.275.557 jiwa menjadi 46.680.806 jiwa. Kita
dapat lihat dengan jelas bagaimana terjadi peningkatan yang sangat signifikan pada
jumlah lansia, dan pastinya mereka akan mengalami berbagai masalah baik fisik
maupun psikologisnya, sehingga mereka perlu perawatan yang sesuai dengan
kebutuhan masing-masing lansia.
3
Pengaruh proses penuaan menimbulkan berbagai masalah baik secara fisik,
mental dan sosial ekonomi. Secara umum kondisi fisik seseorang telah memasuki
usia lanjut akan mengalami penurunan. Berbagai macam perubahan yang akan di
alami karena perubahan kondisi fisik dan psikologi yaitu kecemasan, depresi,
insomnia dan demensia (Sado et al., 2018).
Kecemasan bukanlah suatu penyakit melainkan suatu reaksi normal
terhadap situasi yang sangat menekan. Ansietas adalah suatu keadaan emosional
yang tidak menyenangkan atau tidak diinginkan, di tandai dengan gejala perasaan
ketakutan yang tidak jelas atau kekhawatiran yang berkaitan dengan perasaan
tidak pasti dan tidak berdaya dengan keadaan emosi yang tidak ada objek (Annisa
& Ifdil, 2016).
Data statistik badan kesehatan dunia (WHO 2016) menyebutkan
kecemasan meningkat sebesar 2,5% setiap tahunnya dengan perbandingan 2,43%
pada wanita dan 0,07% pada laki-laki. Jumlah lansia di perkirakan di dunia yang
menderita kecemasan baik akut maupun kronik mencapai 5% dari 898 juta jiwa,
dengan perbandingan antara wanita dan pria yaitu 2:1.
Kecemasan dapat dikurangi dengan obat-obatan farmakologis dan
psikoterapi. Tehnik alternatif yang dapat digunakan untuk menurunkan kecemasan
seseorang yaitu seperti yoga, aromaterapi, relaksasi melalui pijat (massage) dan
Mind therapy (Khamida & Meilisa, 2018). Sampai saat ini beberapa literatur
menyatakan bahwa mind terapy merupakan salah satu metode yang efektif untuk
mengatasi dan menurunkan kecemasan pada lansia. Mindtherapy sangat berguna
untuk menangani permasalahan kecemasan (Dyah, A. S., & Fourianalistyawati,
2018).
Terapi mindfulness mampu menurunkan kecemasan pada lansia, saat
individu dalam kondisi mindful akan dapat meningkatkan fokus lansia dalam
menikmati emosi dari waktu ke waktu tanpa manipulasi, saat ini dan disini,
kondisi mindful akan membawa lansia kedalam kestabilan emosi sehingga secara
langsung memberikan efek terhadap penurunan kecemasan
(Triyono, H. G.,
Dwidiyanti, M., & Widyastuti, 2018).
Berdasarkan permasalahan tersebut maka akan dilakukan article review
terlebih dahulu untuk mengetahui efektivitas terapi mindfulness terhadap tingkat
kecemasan pada lansia.
2. Tujuan
Dari literature review ini adalah untuk mengetahui terapi mindfulness
untuk mengatasi kecemasan pada lansia.
4
METODE PENELITIAN
Literature review dengan mereview artikel yang menggunakan analisis
PICOT berdasarkan evidence based practice. Kriteria inklusi yaitu semua
penelitian yang direview berupa penelitian yang berkaitan dengan terapi
mindfulness terhadap tingkat kecemasan pada lanjut usia, dan dengan kriteria
ekslusi adalah penelitian yang menggambarkan tingkat kecemasan pada lanjut
usia tanpa dipengaruhi terapi mindfulness. Pencarian literature dengan
penelusuran artikel penelitian yang sudah terpublikasi dengan populasi lanjut usia.
Penelusuran dilakukan dengan menggunakan Google Scholar, Science direct, dan
PubMed. Kata kunci yang digunakan “Terapi Mindfulness Lansia” atau dalam
pencarian literature international "Elderly" AND "Mindfulness Therapy" AND
"Anxiety". Hasil pencarian diperoleh 25 artikel sesuai dengan kata kunci.
Kemudian artikel yang didapatkan di saring berdasarkan publication date 2015-
2020 Penulis selanjutnya melakukan seleksi berdasarkan kesesuaian judul artikel
yang ditemukan dengan tujuan literature review.
Tabel 1
Proses Pencarian Jurnal
NO Data base Kata Kunci Boolean Hasil Screning
I II III
1 Google Scholar Lansia, kecemasan,
Mindfulness
AND 7 2 2
2 Science direct Elderly, Mindfulness
Therapy, Anxiety
AND 12 5 1
3 PubMed Lansia, kecemasan,
Mindfulness, Elderly,
Mindfulness Therapy,
Anxiety
AND 6 3 2
Berdasarkan hasil tabel 1 dari database Google Scholar didapatkan 7 artikel
dengan kata kunci lansia, kecemasan, mindfulness didapatkan 2 artikel. Pada tabel
2 dengan data base Science direct didapatkan 12 artikel dengan kata kunci
Elderly, Mindfulness Therapy, Anxiety kemudian discreening sesuai tahun terbit
artikel didapatkan 5 artikel kemudian discreening kembali sesuai kriteria inklusi
full teks sehingga didapatkan 1 artikel. Pada tabel 3 dengan database PubMed
dengan kata kunci Lansia, kecemasan, Mindfulness, Elderly, Mindfulness
Therapy, Anxiety didapatkan 6 artikel kemudian discreening susuai kriteria inklusi
didapatkan 3 artikel kemudian discreening kembali tahun terbit artikel didapatkan
2 artikel yang kemudian dianalisis.
5
HASIL REVIEW JURNAL
Berdasarkan hasil analisis 10 artikel yang diperoleh terdapat 5 artikel yang sesuai dengan kriteria, dengan hasil analisis sebagai
berikut:
1. Hasil Review Jurnal
Tabel 2
Hasil Review Jurnal
Peneliti Judul Tujuan Sampel Metode Output
(Candraw
ati, et al.,
2018)
Pengaruh Mindfulness dengan
Gayatri Mantra terhadap Ansietas
pada Lansia di P
anti Sosial Tresna Werdha
(PSTW) Wana Seraya Denpasar.
Menganalisa pengaruh
mindfulness dengan Gayatri
mantra terhadap penurunan
ansietas lansia Hindu Panti
Sosial Tresna Werdha
(PSTW) Wana Seraya
Denpasar.
1. Lansia dengan usia di
atas 60 tahun.
2. Lansia yang mengalami
kecemasan dengan
penilaian HARS.
Lansia yang tidak mengalami
gangguan pendengaran.
Quasi-
experiment
dengan pre
and post-test
design with
control group
Hasil penelitian menunjukan bahwa
intervensi terapi mindfulness dengan
Gayatri mantra mampu menurunkan
ansietas/kecemasan pada lansia Hindu di
PSTW dengan nilai p-value = 0,000
(α=0,05). Hal ini berarti mindfulness
dengan Gayatri mantra dapat berpengaruh
dalam menurunkan nilai pada istrumen
GAS dan menurunkan tingkat kecemasan
pada lansia.
(Sukmaw
ati et al.,
2018)
Terapi Swedish Massage
Menurunkan Tingkat
Kecemasan Lansia di Balai
Pelayanan Sosial
Tresna Wredha (Bpstw) Unit Budi
Luhur
Yogyakarta.
Mengetahui bagaimana
pengaruh pemberian Swedish
massage
terhadap tingkat kecemasan
pada lansia di BPSTW Budi
Luhur Bantul Yogyakarta.
1. Lansia yang mengalami
kecemasan yang sudah
diukur tingkat
kecemasannya dengan
instrument HARS.
Lansia yang bersedia untuk
menjadi responden.
Quasy
Experiment
dengan
One Group
Pretest-Post
Test Design.
Penelitian ini menunjukkan hasil dimana
kecemasan pada lansia sebelum diberikan
Swedish massage kategori sedang
sebanyak 8 orang (53,3%), lalu tingkat
kecemasan sesudah diberikan Swedish
massage kategori ringan sebanyak 8 orang
(53,3%). Jadi, tingkat kecemasan pada
lansia menjadi kunci utama dalam
peningkatan quality of life dari lansia
tersebut, maka dari itu pemberian Swedish
Massage Therapy terbukti dapat
memberikan efek
ketenangan sehingga mampu menurunkan
tingkat kecemasan pada lansia.
6
(Inra,
Hariyanto
, & Adi,
2019)
Perbedaan Tingkat Kecemasan
Lansia Sebelum dan Sesudah
Diberikan Terapi Relaksasi Nafas
Dalam di Kelurahan Tlogomas
Malang.
Mengetahui perbedaan
tingkat kecemasan lansia
sebelum dan sesudah
diberikan terapi relaksasi
nafas dalam di Kelurahan
Tlogomas Malang.
1. Lansia berusia lebih dari
60 tahun di RW 02
Kelurahan Tlogomas
Malang.
2. Tidak mengalami
gangguan mental.
Bersedia melakukan terapi
selama 7 hari secara teratur.
Pra-
Eksperimenta
l dengan One-
Group Pra-
Post Test
Design.
Pemberian Terapi relaksasi nafas dalam
membuktikan bahwa sebelum diberikan
intervensi hampir seluruh lansia (76,7%)
mengalami tingkat kecemasan sedang dan
sesudah melakukan intervensi hampir
seluruhnya lansia (90,0%) mengalami
tingkat kecemasan ringan.
(Perez-
Blasco,
Sales,
Meléndez,
&
Mayordo
mo, 2016)
The Effects of Mindfulness and
Self-Compassion on
Improving the Capacity to Adapt
to Stress Situations in
Elderly People Living in the
Community.
Menunjukkan efektivitas
Mindfulness dan Self-
Compassion
Terapi dalam meningkatkan
kemampuan mengatasi
tingkat kecemasan pada
lansia di satu komunitas.
1. Lansia yang berusia 60
tahun atau lebih.
2. Lansia yang tidak dalam
perawatan institusional.
Lansia yang memiliki
gangguan kognitif yang
mengganggu aktivitas sehari-
hari mereka.
Cross-
sectional
study
Dalam pemberian Mindfulness dan Self-
Compassion
Terapi menunjukkan hasil perbedaan nyata
pada kelompok kontrol dan kelompok
intevensi dalam meningkatkan ketahanan,
penilaian positif, dan ekspresi emosional
terbuka. Sehingga, intervensi ini sangat
bermanfaat sebagai strategi dalam
mengatasi dan mengurangi tingkat
kecemasan dan stres pada kelompok lansia
(Sado et
al., 2018)
Feasibility Study Of
Mindfulness‑Based
Cognitive Therapy For Anxiety
Disorders
In A Japanese Setting.
Mengetahui kelayakan dan
efektivitas dari MBCT
(Mindfulness‑ Based
Cognitive Therapy) untuk
pasien dengan gangguan
kecemasan.
1. Responden dengan
diagnosis gangguan
kecemasan sosial, atau
gangguan kecemasan
umum.
2. Berusia antara 20-74
tahun.
3. Tidak memiliki riwayat
penyakit yang
berhubungan dengan zat
atau psikotik.
Tidak memiliki gangguan
fungsi kognitif, dan
gangguan kepribadian anti
sosial.
Pre-
Experimental
with One-
Group Pra-
Post Test
Design.
Hasil peneilitian ini menunjukkan bahwa
Mindfulness‑Based
Cognitive Therapy mampu
mempengaruhi gejala gangguan
kecemasan. Hal ini juga diikuti dengan
peningkatan status STAI (State-Trait
Anxiety Inventory) dengan signifikansi
tinggi tingkat angka yang diamati bahkan
setelah perawatan menyatakan bahwa
kemanjuran MBCT akan dipertahankan.
Ini berarti MBCT memiliki potensi untuk
memperbaiki timbulnya dan kontinuitas
gejala kecemasan dari tahap awal.
7
PEMBAHASAN
Proses menua (aging process) merupakan proses kehidupan yang
berlangsung secara alamiah dan terjadi secara terus menerus di mulai sejak
manusia lahir sampai tua. Lanjut usia adalah tahap akhir dari proses penuaan,
dimana akan diikuti oleh perubahan dan penurunan pada fungsi fisik atau organ
tubuh, psikis/intelektual, sosial masyarakat, maupun spiritualnya (Sado et al.,
2018). Berbagai masalah kesehatan akan muncul seiring berjalannya usia.
Tentunya masalah kesehatan tersebut akan dapat mengganggu fungsi normal
lansia dalam melakukan aktifitas sehari hari.
Masalah psikologis adalah masalah yang paling sering di alami oleh lansia
yakni salah satunya ansietas atau kecemasan. Kecemasan yang dialami oleh lansia
dapat tergolong dalam tingkat kecemasan dari ringan hingga berat. Gejala
kecemasan yang muncul pada lansia dapat berupa gelisah, mudah emosi,
kelelahan, sulit tidur dan sulit berkonsentrasi. Dari berbagai literature
mendapatkan bahwa kecemasan pada lansia dapat berdampak buruk seperti
penurunan kesehatan fisik, kepuasan hidup yang buruk, biaya medis yang lebih
tinggi, dan gangguan fungsional yang signifikan, kelelahan bahkan kematian
(Annisa & Ifdil, 2016).
Kecemasan dapat dikurangi dengan terapi farmakologis maupun
psikoterapi. Tehnik alternatif yang dapat digunakan untuk menurunkan kecemasan
seseorang yaitu seperti yoga, aromaterapi, relaksasi melalui pijat (massage) dan
Mind therapy (Triyono, H. G., Dwidiyanti, M., & Widyastuti, 2018). Dalam
kesempatan ini saya sebagai peneliti diberikan kesempatan untuk memberikan
salah satu intervensi terarpi kepada para lansia yang mengalami kecemasan yaitu
pemberian Terapi Mindfulness.
Berawal dari karya Kabat-zinn pada akhir 1990an, mindfulness telah
menarik perhatian Barat dari studio yoga ke kantor psikoterapis. Dalam bahasa
inggris kata mindfulness berarti “memperhatikan” dalam konteks ini berarti
“memperhatikan dengan cara tertentu “atau untuk melihat dengan cara yang
khsus”. Kata mindfulness merupakan sebuah cara menyelami kejadian saat ini
tanpa penghakiman (Candrawati, 2018)
Intervensi mindfulness memiliki beberapa kualitas positif yang muncul
secara sadar antara lain: tanpa penilaian, tanpa pemaksaan, penerimaan,
kesadaran, kepercayaan, keterbukaan, kelembutan, empati, rasa syukur, dan kasih
sayang. Dengan demikian akan berbentuk energi, pikiran yang jernih, dan
kebahagiaan. Efek intervensi mindfulness efektif untuk menurunkan ansietas,
intervensi ini bisa di terima oleh budaya dan bisa di terapkan pada kelompok atau
komunitas (Azizah, 2011). Hasil penelitian dari beberapa peneliti baik nasional
maupun internasional menyatakan bahwa pemberian intervensi Terapi
Mindfulness memiliki potensi yang besar dalam memperbaiki timbulnya dan
8
kontinuitas gejala kecemasan dari tahap awal, sehingga nantinya diharapkan para
lansia dapat meningkatkan derajat kesehatan mereka.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil review pada 5 artikel yang sudah dilakukan sebelumnya
yakni memang benar terapi mindfulness berpengaruh terhadap penurunan tingkat
kecemasan pada lansia. Intervensi mindfulness memiliki beberapa kualitas positif
yang muncul secara sadar antara lain: tanpa penilaian, tanpa pemaksaan,
penerimaan, kesadaran, kepercayaan, keterbukaan, kelembutan, empati, rasa
syukur, dan kasih sayang. Dengan demikian akan berbentuk energi, pikiran yang
jernih, dan kebahagiaan sehingga akan menekan tingkat kecemasan pada lansia
nantinya, sehingga mampu meningkatkan derajat kesehatan lansia.
SARAN
Peran perawat dalam hal ini mampu menjadi jembatan yang
profesionalisme dalam memberikan tindakan keperawatan dalam proses
penyembuhan. Maka dari itu nantinya dapat menurunkan tingkat gangguan
kecemasan pada lansia sehingga meningkatkan kualitas hidupnya, menjadi salah
satu tujuan utama keperawatan. Namun dalam pencapaian ini kita memerlukan
tanggapan yang serius dengan tidak meninggalkan konteks etika perawatan
selama proses pemulihan.
UCAPAN TERIMA KASIH
Saya selaku penulis dalam literature ini mengucapkan terima kasih
banyak kepada Tuhan Yang Maha Esa, Stikes Wira Medika, dan Puskesmas 3
Abiansemal yang sudah memberikan kesempatan dan dukungan untuk melakukan
penelitian ini.
DAFTAR PUSTAKA
Annisa, & Ifdil. (2016). Konsep Kecemasan (Anxiety) pada Lanjut Usia (Lansia).
Konselor, 5(2), 93. Retrieved from https://doi.org/10.24036/02016526480-
0-00
Candrawati S.A.K,dkk. 2018. Effect of mindfulness with gayatri mantra on
decreasing anxiety. Holistic nursing and healt sience 1,(1),35-
45.available:(online) at https://ejurnal2.undip.ac.id/index.php/hnhs.
Azizah. (2011). Keperawatan Lanjut Usia. Edisi 1. Yogyakarta: Graha Ilmu.
9
de Oliveira, L. D. S. S. C. B., Souza, E. C., Rodrigues, R. A. S., Fett, C. A., &
Piva, A. B. (2019). The effects of physical activity on anxiety, depression,
and quality of life in elderly people living in the community. Trends in
Psychiatry and Psychotherapy, 41(1), 36–42.
https://doi.org/10.1590/2237-6089-2017-0129
Dyah, A. S., & Fourianalistyawati, E. (2018). Peran Trait Mindfulness Terhadap
Kesulitan Psikologis Lansia. Jurnal Psikologi Ulayat, 5(1), 109–122.
Retrieved from https://jpu.k-
pin.org/index.php/jpu/article/download/115/pdf
Inra, Hariyanto, T., & Adi, R. C. (2019). Perbedaan Tingkat Kecemasan Lansia
Sebelum Dan Sesudah Diberikan Terapi Relaksasi Nafas Dalam Di
Kelurahan Tlogomas Malang. Nursing News, 4(2), 118–123.
Khamida, & Meilisa. (2018). Terapi Aktivitas Kelompok (TAK) Stimulasi
Persepsi Dalam Menurunkan Tingkat Kecemasan Pada Lansia. Journal of
Health Sciences, 9(2), 121–128. https://doi.org/10.33086/jhs.v9i2.173
Nayak, S., Mohapatra, M. K., & Panda, B. (2019). Prevalence of and factors
contributing to anxiety, depression and cognitive disorders among urban
elderly in Odisha – A study through the health systems’ Lens. Archives of
Gerontology and Geriatrics, 80, 38–45.
https://doi.org/10.1016/j.archger.2018.09.008
Perez-Blasco, J., Sales, A., Meléndez, J. C., & Mayordomo, T. (2016). The
Effects of Mindfulness and Self-Compassion on Improving the Capacity to
Adapt to Stress Situations in Elderly People Living in the Community.
Clinical Gerontologist, 39(2), 90–103.
https://doi.org/10.1080/07317115.2015.1120253
Sado, M., Park, S., Ninomiya, A., Sato, Y., Fujisawa, D., Shirahase, J., &
Mimura, M. (2018). Feasibility study of mindfulness-based cognitive
therapy for anxiety disorders in a Japanese setting Retrospectively
registered at the University Hospital Medical Information Network on 1st
August 2013 (ID UMIN000011347). BMC Research Notes, 11(1), 1–7.
https://doi.org/10.1186/s13104-018-3744-4
Statistik, B. P. (2015). Statistik Penduduk Lanjut Usia Hasil Survei Sosial
Ekonomi Nasional.
10
Sukmawati, A. S., Pebriani, E., & Setiawan, A. A. (2018). KECEMASAN
LANSIA DI BALAI PELAYANAN SOSIAL TRESNA WREDHA (
BPSTW ) UNIT BUDI LUHUR YOGYAKARTA ( Swedish Massage
Therapy Reduce The Anxiety Level Among Older People At The Nursing
Home Of Social Service Center ( BPSTW ) Unit Budi Luhur Yogyakarta ).
TERAPI SWEDISH MASSAGE MENURUNKAN TINGKAT KECEMASAN
LANSIA DI BALAI PELAYANAN SOSIAL TRESNA WREDHA (BPSTW)
UNIT BUDI LUHUR YOGYAKARTA (Swedish Massage Therapy Reduce
The Anxiety Level Among Older People At the Nursing Home of Social
Service Center (BPSTW), 5(2), 117–122.
https://doi.org/10.26699/jnk.v5i2.ART.p117
Triyono, H. G., Dwidiyanti, M., & Widyastuti, R. H. (2018). Pengaruh
Mindfulness Terhadap Caregiver Burden Lansia Dengan Demensia di
Panti Wreda. Jurnal Ilmu Keperawatan Komunitas, 1(1), 14–18. Retrieved
from https://journal.ppnijateng.org/index.php/jikk/article/download/84/52
PENGARUH TERAPI WARNA HIJAU TERHADAP STRES
PADA LANSIA DI PANTI SOSIAL TRESNA WERDHA
WANA SERAYA DENPASAR
Devi, P.S., Sawitri,K.A., Nurhesti, P.O.Y,
Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas kedokteran Universitas Udayana
Abstract. Presentation of elderly group is increasing with all problems that follow. One of
the psychological problems that is likely experienced by the elderly is stress. Stress
management can be done with non-pharmacological and pharmacological therapies. One of
non pharmacological therapies that can affect stress is green color therapy. The green color
can make people feel comfortable, relax, reduce stress, balance and calm down the emotions,
and stimulate the pituitary to release neurohormones, which can reduce stress. This study
aims to determine the therapeutic effect of green color on stress of the elderly in the Elderly
Social Institution of Wana Seraya Denpasar. This research is a quasy-experimental study
(pre-test and post-test with control group design). Samples consist of 30 elderly people that
were selected by purposive sampling, and divided into two ie; control and experimental
groups. The experimental group was given green color therapy for 10 minutes every day for
seven days. Stress measurement was carried out by using Depression Anxiety Stress Scales
(DASS) questionnaire of which the validity and reliability have been tested. The results
obtained, the average decrease in stress score of 1.20 in the control group, and in the
experimental group gained an average decrease in stress score of 11.80. Based on the
independent sample t-test, this difference was statistically significant, with t value of -17.528
and the Sig. (2-tailed) of 0.000, which means there is a therapeutic effect of green color
therapy to stress in the elderly in the Elderly Social Institution Wana Seraya Denpasar.
Key words: elderly, green color therapy, stress
PENDAHULUAN
Saat ini, keberhasilan pembangunan
di bidang kesehatan telah mampu
meningkatkan Usia Harapan Hidup (UHH)
manusia Indonesia (Komari, 2008). Badan
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)
menyebutkan angka usia harapan hidup
penduduk global hingga saat ini mencapai
60 tahun atau lebih (Utami, 2009).
Bertambahnya umur rata-rata ataupun
harapan hidup (life expectancy) pada
waktu lahir, karena berkurangnya angka
kematian kasar (crude date rate) maka
presentasi golongan lanjut usia (lansia)
akan bertambah dengan segala masalah
yang menyertainya (Maramis, 2004).
Menurut Undang-undang No. 13
Tahun 1998 Pasal 1 Ayat 2 tentang Kesejahteraan Lanjut Usia menyatakan bahwa lanjut usia adalah seseorang yang
telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Peningkatan jumlah lansia hidup tentunya
mempunyai dampak lebih banyak
terjadinya gangguan penyakit pada lansia.
Lansia akan mengalami berbagai masalah
fisik, mental, sosial, ekonomi, dan
psikologis (Hidayati, 2009). Salah satu
masalah psikologis yang dapat dialami
oleh lansia adalah stres. Stres adalah reaksi
tubuh terhadap sesuatu yang menimbulkan
tekanan, perubahan dan ketegangan emosi
(Sunaryo, 2004 dalam Subakti, 2008).
Stres pada lansia dapat diakibatkan oleh beberapa hal, yaitu: pertama masalah
yang disebabkan oleh perubahan hidup dan
kemunduran fisik yang dialami oleh lansia.
Kedua, lansia yang sering mengalami kesepian yang disebabkan oleh putusnya
hubungan dengan orang-orang yang paling
dekat dan disayangi. Ketiga, post power syndrome, hal ini banyak dialami lansia
yang baru saja mengalami pensiun,
kehilangan kekuatan, penghasilan dan
kebahagiaan (Darmawan, 2003 dalam
Hidayati, 2009).
Menurut Potter & Perry (2005:476),
stres dapat menimbulkan tuntutan yang
besar pada seseorang, dan jika orang
tersebut tidak dapat mengadaptasi, maka
dapat terjadi penyakit. Menurut Sriati
(2007), stres dapat menyebabkan aktivasi
hipotalamus yang selanjutnya
mengendalikan dua sistem neuroendokrin,
yaitu sistem simpatis dan sistem korteks
adrenal yang dapat dapat menimbulkan
berbagai dampak seperti gangguan
pernafasan akibat spasme jalan nafas,
jantung berdebar-debar, pembuluh darah
menyempit (constriction), peningkatan
kadar glukosa darah, serta dapat
mengakibatkan depresi sistem imun
sehingga orang yang mengalam stres
mudah terinfeksi penyakit.
Menurut Yulianti (2004) dalam
Isnaeni (2010), untuk menghindari dampak
dari stres, maka diperlukan adanya suatu
pengelolaan stres yang baik. Dalam
mengelola stres dapat dilakukan dengan
terapi farmakologi yang meliputi
penggunaan obat cemas (axiolytic) dan
anti depresi (anti depressant), serta terapi
nonfarmakologi yang meliputi pendekatan
perilaku, pendekatan kognitif, serta
relaksasi. Salah satu jenis terapi yang
dapat menimbulkan relaksasi sehingga
dapat mengurangi stres dan belum banyak
di terapkan di Indonesia adalah terapi
warna (Kusuma, 2010).
Terapi warna yang dikenal juga
dengan nama chromatherapy merupakan terapi yang didasarkan pada pernyataan
bahwa setiap warna tertentu mengandung
energi-energi penyembuh. Dalam bidang kedokteran, menurut Kusuma (2010) terapi
warna digolongkan sebagai
electromagnetic medicine atau pengobatan
dengan gelombang elektromagnetik. Salah satu warna yang dapat dimanfaatkan dan
memiliki efek positif yaitu warna hijau
(Kusuma, 2010). Warna hijau dapat menimbulkan rasa nyaman, rileks,
mengurangi stres, menyeimbangkan, dan
menenangkan emosi (Kusuma, 2010).
Warna hijau berefek pada sistem saraf
secara keseluruhan, terutama bermanfaat
bagi sistem saraf pusat. Warna ini
memiliki efek penenang, mengurangi
iritasi dan kelelahan, serta dapat
menenangkan gangguan emosi dan sakit
kepala (Vernolia, 1988 dalam Edge, 2003).
Berdasarkan studi pendahuluan
yang dilakukan oleh peneliti di Panti
Sosial Tresna Werdha Wana Seraya
Denpasar pada tanggal 6 Februari 2012
selama satu hari, didapatkan hasil bahwa
terdapat 52 orang lansia, dimana setelah
dilakukan wawancara secara acak dari 10
orang didapatkan tujuh orang mengalami
stres. Berdasarkan uraian diatas maka
peneliti tertarik untuk meneliti pengaruh
terapi warna hijau terhadap stres lansia di
Panti Sosial Tresna Werdha Wana Seraya
Denpasar.
METODE PENELITIAN Rancangan Penelitian
Penelitian ini merupakan penelitian
kuantitatif, dengan rancangan penelitian
quasy-experimental. Model yang digunakan dalam rancangan penelitian ini
adalah pre-test and post-test with control
group design.
Populasi dan Sampel
Populasi penelitian ini adalah semua lansia yang tinggal di Panti Sosial
Tresna Werdha Wana Seraya Denpasar
yang berjumlah 52 orang. Peneliti mengambil sampel berrjumlah 30 orang
sesuai dengan kriteria sampel.
Pengambilan sampel dilakukan dengan
teknik sampling Non Probability Sampling, yaitu Purposive Sampling.
Instrumen Penelitian
Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara terstruktur
menggunakan instrumen pengumpulan data berupa kuesioner pengukuran stres
yaitu Depression Anxiety Stress Scale 42 (DASS 42) yang telah diuji validitas dan
reliabilitasnya oleh peneliti.
Prosedur Pengumpulan dan Analisis Data
Lansia yang terpilih menjadi
sampel penelitian dibagi menjadi dua
kelompok, yaitu kelompok eksperimental
dan kelompok kontrol. Lansia yang
menjadi kelompok eksperimental
diberikan terapi warna hijau, dengan cara
memasukkan responden ke dalam ruangan
yang telah dicat dengan warna hijau dan
diberikan paparan slide berwarna hijau
selama 10 menit. Kegiatan ini dilakukan
satu kali sehari selama satu minggu. Satu
hari sebelum pemberian terapi warna hijau
dilakukan pre-test pada masing-masing
kelompok dan satu hari setelah pemberian
terapi warna hijau yaitu pada hari
kedelapan dilakukan post-test. Pre-test dan
post-test pada masing-masing kelompok
dilakukan dengan wawancara terstruktur
menggunakan kuesioner DASS 42. Setelah
data terkumpul maka data dideskripsikan
dan ditabulasi ke dalam matriks
pengumpulan data, yang kemudian
dilakukan analisa univariat dengan
menggunakan statistik deskriptif yaitu
gabungan tendensi sentral dan distribusi
frekuensi. Untuk mendeskripsikan skor
stres lansia, masing-masing skor stres
responden dibuat dalam tiga kategori yaitu
stres berat (50 – 75), stres sedang (25 –
<50), dan stres ringan (0 – <25). Uji
bivariat untuk menganalisa pengaruh terapi
warna hijau terhadap stres lansia
digunakan uji beda statistik parametrik,
yaitu uji t dua sampel tidak berpasangan
(independent sample t-test), dengan tingkat
kepercayaan 95% (p ≤ 0,05).
HASIL PENELITIAN
Berdasarkan hasil penelitian
didapatkan gambaran stres responden
kelompok kontrol sebelum terapi warna
hijau yaitu rata-rata skor didapatkan sebesar 27,13 dengan standar deviasi
sebesar 8,66, berdasarkan pembagian
kategori stres, didapatkan dari 15 orang responden 46,7% mengalami tingkat stres
ringan dan 53,3% mengalami tingkat stres
sedang. Gambaran stres responden
kelompok kontrol setelah terapi warna
hijau yaitu rata-rata skor didapatkan
sebesar 25,93 dengan standar deviasi
sebesar 8,24, berdasarkan pembagian
kategori stres, didapatkan dari 15 orang
responden 46,7% mengalami tingkat stres
ringan dan 53,3% mengalami tingkat stres
sedang. Gambaran stres responden
kelompok eksperimental sebelum terapi
warna hijau yaitu rata-rata skor didapatkan
sebesar 31 dengan standar deviasi sebesar
5,21, berdasarkan pembagian kategori
stres, didapatkan dari 15 orang responden
6,7% mengalami tingkat stres ringan dan
93,3% mengalami tingkat stres sedang.
Gambaran stres responden kelompok
eksperimental setelah terapi warna hijau
yaitu rata-rata skor didapatkan sebesar
19,2 dengan standar deviasi sebesar 5,16.
Berdasarkan pembagian kategori stres,
didapatkan dari 15 orang responden 86,7%
mengalami tingkat stres ringan dan 13,3%
mengalami tingkat stres sedang.
Menurut hasil uji statistik
perbedaan perubahan skor stres pada
kelompok kontrol dan kelompok
eksperimental dengan menggunakan uji t
dua sampel tidak berpasangan
(independent sample t-test) didapatkan
nilai t sebesar – 17,528, dan didapatkan
pula nilai Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar
0,000 yang memiliki nilai lebih kecil dari
α penelitian yaitu 0,05 yang artinya Ho
ditolak dan Ha diterima. Berdasarkan
statistik berati terdapat perbedaan yang
signifikan antara perubahan skor stres
kelompok eksperimental dengan
perubahan skor stres kelompok kontrol
setelah-sebelum terapi warna hijau. Jadi
dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh
terapi warna hijau terhadap stres lansia di
Panti Sosial Tresna Werdha Wana Seraya
Denpasar.
PEMBAHASAN
Berdasarkan penelitian yang
dilakukan oleh peneliti, didapatkan responden mengalami stres ringan dan
stres sedang dengan skor stres yang berbeda-beda untuk setiap responden.
Secara teoritis, lansia cenderung akan
mengalami stres, dimana stres yang
dihadapi oleh lansia dapat berasal dari
berbagai situasi. Lansia berada dalam
tahap kehidupan di mana mereka mungkin
menghadapi masalah kesehatan yang
panjang dan kritis. Mereka mungkin
kehilangan pasangan dan merasa kesepian
dan sendirian. Mereka mungkin sudah
pensiun dan karena itu akan dipaksa untuk
membuat perubahan dalam kondisi hidup
mereka serta memanajemen keuangan.
Stres lebih lanjut ditambah oleh fakta
bahwa kemampuan lansia untuk
menghadapi situasi stres melemah dari
waktu ke waktu. Terlepas dari semua
masalah yang dihadapi selama usia tua,
beberapa sistem tubuh lansia yang bereaksi
dan membantu dalam manajemen stres
tidak lagi efisien (Lau, 2004).
Masing-masing responden memiliki
skor stres berbeda, hal ini dikarenakan
stres bersifat subjektif dan dipengaruhi
oleh berbagai faktor. Menurut Lazarus &
Folkman (1984) dalam Potter & Perry
(2005:478), setiap orang memiliki respon
yang berbeda dalam menghadapi stresor.
Makin besar seseorang menyerap stresor,
maka makin besar respon stres yang
ditimbulkan. Respon terhadap segala
bentuk stresor bergantung pada fungsi
fisiologis, kepribadian, serta sifat dari
stresor (Potter & Perry, 2005:478). Selain
hal tersebut, menurut Suparto (2000)
dalam Puspasari (2009), ada beberapa
faktor lain yang mempengaruhi stres yaitu
falsafah hidup, persepsi, posisi sosial, serta
pengalaman. Menurut Nasution (2011),
umur adalah salah satu faktor penting yang
menjadi penyebab stres, semakin
bertambah umur seseorang, semakin
mudah mengalami stres. Hal ini antara lain
disebabkan oleh faktor fisiologis yang
telah mengalami kemunduran dalam
berbagai kemampuan seperti kemampuan
visual, berpikir, mengingat dan
mendengar.
Berdasarkan hasil uji statistik dengan menggunakan uji t dua sampel tidak berpasangan (independent sample t-test), perbedaan perubahan skor stres pada
kelompok kontrol dan kelompok
eksperimental didapatkan nilai t sebesar –
17,528, dan didapatkan pula nilai Asymp.
Sig. (2-tailed) sebesar 0,000 yang memiliki
nilai lebih kecil dari α penelitian yaitu 0,05
yang artinya Ho ditolak dan Ha diterima.
Berdasarkan statistik berati terdapat
perbedaan yang signifikan antara
perubahan skor stres kelompok
eksperimental dengan perubahan skor stres
kelompok kontrol setelah-sebelum terapi
warna hijau. Jadi dapat disimpulkan bahwa
ada pengaruh terapi warna hijau terhadap
stres lansia di Panti Sosial Tresna Werdha
Wana Seraya Denpasar.
Hasil ini sesuai dengan teori,
dimana warna hijau berefek pada sistem
saraf secara keseluruhan, terutama
bermanfaat bagi sistem saraf pusat. Warna
ini memiliki efek penenang, mengurangi
iritasi dan kelelahan, serta dapat
menenangkan gangguan emosi dan sakit
kepala (Vernolia, 1988 dalam Edge, 2003).
Warna ini menimbulkan rasa nyaman,
rileks, mengurangi stres,
menyeimbangkan, dan menenangkan
emosi (Kusuma, 2010).
Hasil penelitian ini juga didukung
oleh teori yang menunjukkan bahwa terapi
warna hijau ini dapat mempengaruhi
hipotalamus dalam mengeluarkan berbagai
neurohormon sehingga dapat mengurangi
stres. Jalur utama dari mekanisme
transmisi warna menuju sistem limbik dan
sistem endokrin adalah
Retinohypothalamic tract yang merupakan
salah satu jalur dimana hipotalamus
menghubungkan sistem saraf dengan
Autonomic Nervous System (ANS) dan
sistem endokrin (Holzberg & Albrecht,
2003 dalam Honig, 2007).
Berdasarkan studi percontohan
yang dilakukan oleh Shealy dkk (1996) dalam Honig (2007), yang mengukur
perubahan dalam berbagai zat kimia saraf
dan neurohormonnya sebagai respon terhadap cahaya berwarna, ditemukan
bahwa warna hijau menyebabkan
terjadinya peningkatan rata-rata kadar
serotonin hingga 104%, oksitosin hingga
45,5%, beta endorfin hingga 33%, dan
growth hormone hingga 150%. Warna
hijau juga menyebabkan terjadinya
penurunan kadar norepinefrin hingga 29%.
Perubahan kadar zat kimia saraf dan
neurohormon tersebut memiliki pengaruh
dalam menurunkan stres.
Serotonin disekresikan oleh nukleus
yang berasal dari medial batang otak dan
berproyeksi di sebagian besar daerah otak,
khususnya yang menuju radiks dorsalis
medula spinalis dan hipotalamus. Setelah
dilepaskan, serotonin mampu
mengaktifkan reseptor serotonin pre-sinaps
maupun post-sinaps. Serotonin dalam
kondisi normal mempunyai peran penting
untuk mengontrol tidur-bangun, perilaku
makan, pengendalian transmisi sensoris,
mood, dan sejumlah perilaku. Pemberian
terapi warna hijau akan merangsang
pelepasan serotonin, sehingga peningkatan
kadar serotonin dapat meningkatkan mood
seseorang sehingga dapat menciptakan
rasa bahagia dan menurunkan stres
(Psychother, 2005)
Di hipotalamus, oksitosin dibuat di
magnocellular neurosecretory cells di
supraoptik and nukleus paraventrikular.
Oksitosin dapat menginduksi anti stres
serta memberikan efek dalam penurunan
tekanan darah dan kadar kortisol
(Psychother, 2005). Tingkat oksitosin
endogen berhubungan dengan kecemasan
dan stres secara dua arah, yaitu oksitosin
memberikan efek ansiolitik, tetapi
oksitosin juga dirilis dalam respon
terhadap stres. Pemberian terapi warna
hijau dapat meningkatan kadar oksitosin
dalam darah, sehingga efek ansiolitik yang
dikeluarkan dapat menurunkan stres.
Terapi warna hijau juga meningkatkan
beta endorfin yang merupakan hormon
antistres yang tentunya juga dapat
menurunkan stres (John Hughes, 1975
dalam Liza 2010).
Norepinefrin merupakan hormon stres yang mempengaruhi hipotalamus.
Sama dengan epinefrin, norepinefrin juga mendasari respon fight-or-flight yang
bekerja meningkatkan denyut jantung,
memicu pelepasan glukosa dari
penyimpanan energi, dan meningkatkan
aliran darah ke otot rangka (Heneka et al,
2010). Pemberian terapi warna hijau dapat
menurunkan kadar norepinefrin dalam
darah, sehingga stres dapat berkurang.
Berdasarkan pengamatan lapangan,
terapi warna hijau cocok diterapkan untuk
lansia karena terapi warna hijau sangat
mudah diaplikasikan. Dalam lingkungan
sehari-hari warna hijau sangat mudah
untuk ditemukan, seperti pemandangan
dari pepohonan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Gambaran stres pada seluruh
responden baik kelompok kontrol ataupun
kelompok eksperimental sebelum dan
setelah diberikan terapi warna hijau
menujukkan lansia mengalami stres
kategori ringan dan sedang. Menurut hasil
uji statistik perbedaan perubahan skor stres
pada kelompok kontrol dan kelompok
eksperimental dengan menggunakan uji t
dua sampel tidak berpasangan
(independent sample t-test) didapatkan
nilai t sebesar – 17,528, dan didapatkan
pula nilai Asymp. Sig. (2-tailed) sebesar
0,000 yang memiliki nilai lebih kecil dari
α penelitian yaitu 0,05 yang artinya Ho
ditolak dan Ha diterima. Berdasarkan
statistik berati terdapat perbedaan yang
signifikan antara perubahan skor stres
kelompok eksperimental dengan
perubahan skor stres kelompok kontrol setelah-sebelum terapi warna hijau. Jadi
dapat disimpulkan bahwa ada pengaruh
terapi warna hijau terhadap stres lansia di
Panti Sosial Tresna Werdha Wana Seraya
Denpasar.
Dengan mengetahui pengaruh
terapi warna hijau terhadap stres,
diharapkan petugas panti dapat
merencanakan sebuah intervensi berupa terapi warna hijau dalam menurunkan stres
pada lanjut usia, sehingga bisa
meningkatkan kualitas hidup lansia. Untuk lansia diharapkan mampu melakukan
terapi warna hijau secara mandiri tanpa
panduan langsung dari peneliti, misalnya
dengan melihat pemandangan hijau di
taman.
Disarankan kepada peneliti
selanjutnya, apabila melaksanakan
penelitian sejenis, agar mencari responden
yang mengalami stres dengan kategori
umur dan jenis kelamin yang sama, agar
responden yang diperoleh lebih homogen.
Teknik dan durasi lain yang bisa
digunakan dalam pemberian terapi warna
hijau untuk menurunkan stres, juga agar
dapat diteliti lebih lanjut. Peneliti
selanjutnya juga diharapkan dapat
melakukan penelitian di masyarakat,
karena terapi warna hijau diharapkan tidak
hanya bisa diterapkan kepada lansia di
institusi tetapi juga lansia di masyarakat.
Untuk mendapatkan hasil penelitian yang
lebih akurat, diharapkan peneliti
selanjutnya dapat menggunakan metode
pemberian terapi warna hijau yang lebih
efektif untuk menurunkan stres serta dapat
mengontrol Confounding Factor.
DAFTAR PUSTAKA
Edge, K.J. 2003. Wall Color of Patient’s Room: Effects on Recovery,
(online), Thesis. University of
Florida. (http://etd.fcla.edu/UF/UFE000085
7/edge_k.pdf, diakses 13 Januari
2011).
Heneka, M.T., F.Nadrigny, T.Regen, dkk.
2010. Locus Ceruleus Controls
Alzheimer's Disease Pathology by
Modulating Microglial Functions
Through Norepinephrine, (online),
(http://www.pnas.org.libproxy.ucl.a
c.uk/content/107/13/6058.full.pdf,
diakses 22 Januari 2012).
Hidayati, L.N. 2009. Hubungan Dukungan Sosial dengan Tingkat Depresi
pada Lansia di Kelurahan Daleman Tulung Klaten, (online), Skripsi. Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah Surakarta.
(http://etd.eprints.ums.ac.id/6425/1/
J210050063.pdf, diakses: 17
Januari 2012).
Honig, L.M. 2007. Physiological and
Psychological Response to Colored
Light, (online), Dissertation.
Faculty of Saybrook Graduate
School and Research Center San
Francisco.
(http://gradworks.umi.com/336959
0.pdf, diakses 13 Januari 2011).
Isnaeni, D.N. 2010. Hubungan Antara
Stres dengan Pola Menstruasi pada
Mahasiswa D IV Kebidanan Jalur
Reguler Universitas Sebelas Maret
Surakarta, (online), Karya Tulis
Ilmiah. Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret
Surakarta.
(http://eprints.uns.ac.id/192/1/1652
40109201010581.pdf, diakses 21
Januari 2012)
Komari. 2008. Faktor-Faktor yang
Berhubungan Dengan Terjadinya
Stress Pada Lansia Di Panti
Wredha Dharma Bakti Surakarta,
(online), Skripsi. Fakultas Ilmu
Kesehatan Universitas
Muhammadiyah Surakarta.
(http://etd.eprints.ums.ac.id/901/1/J
220060036.pdf, diakses: 17 Januari
2012).
Kusuma, E. 2010. Pengertian Gelombang dan Aplikasi, (online),
(http://ichsan09.blog.uns.ac.id/files/
2010/11/pengertian-gelombang-
dan-aplikasi.pdf, diakses 25 Januari
2012).
Lau, B.W. 2004. Stress, Coping. and
Ageing. J. Hongkong Coll.
Psychiatr.4, 39-44.
Lazarus. R.S & Folkman, S. 1984. Stress
Appraisal and Coping. New York,
Springer.
Liza. 2010. Otak Manusia, Neurotransmiter, dan Stres, (online),
(http://adiwarsito.files.wordpress.co
m/2010/03/6224830-otak-manusia-
neurotransmiter-dan-stress-by-dr-
liza-pasca-sarjana-stain-cirebon.pdf,
diakses 20 Januari 2012).
Maramis, W.F. 2004. Catatan Ilmu
Kedokteran Jiwa. Surabaya:
Airlangga University Press.
Nasution, H. 2011. Gambaran Coping
Stress Pada Wanita Madya Dalam
Menghadapi Pramenopause,
(online), Skripsi. Fakultas Psikologi
Universitas Sumatera Utara.
(http://repository.usu.ac.id/bitstrea
m/123456789/24670/4/Chapter%-
20II.pdf, diakses 17 Januari 2012).
Potter & Perry. 2005. Buku Ajar
Fundamental Keperawatan.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Psychother, P.M. 2005. Oxytocin, a
Mediator of Anti-Stress, Well-
Being, Social Interaction, Growth
and Healing, (online),
(http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pub
med/15834840, diakses 12 Januari
2012).
Puspasari, S. 2009. Hubungan Antara Kemunduran Fungsi Fisiologis
Dengan Stress Pada Lanjut Usia di
Keluarahan Kaliwiru Semarang,
(online), Universitas
Muhammadiyah Semarang.
(http://digilib.unimus.ac.id/gdl.php?
mod=browse&op=read&id=jtptuni
mus-gdl-septikapus-
5189&PHPSESSID=1e67af6fa4bd
d962b254ed311c991538, diakses: 8
Maret 2012).
Shealy, C.N., R.K. Cady, D. Veehof, M.B.
Atwell, R. Houston, & R.H. Cox. 1996. Effect of Color Photostimulation Upon
Neurochemicals and Neurohormones. Journal of
Neurological and Orthopedic Medicine and Surgery, 17, 95-97.
Sriati, Aat. 2007. Tinjauan Tentang Stres,
(online),
(http://resources.unpad.ac.id/unpad-
content/uploads/publikasi_dosen/TI
NJAUAN%20TENTANG%20STR
ES.pdf, diakses 17 Januari 2012).
Subakti, E.P. 2008. Stres dan Koping
Lansia pada Masa Pensiun,
(online), Skripsi. Fakultas Fakultas
kedokteran Universitas Sumatera
Utara.
(http://repository.usu.ac.id/bitstrea
m/123456789/14286/1/09E01612.p
df diakses 19 Januari 2012).
Sunaryo. 2004. Psikologi untuk
Keperawatan. Jakarta: Penerbit
Buku Kedokteran EGC.
Suparto. 2000. Sehat Menjelang Usia
Senja. Bandung: Remaja
Rosdakarya.
Undang-Undang Republik Indonesia
Nomor 13 Tahun 1998 tentang
Kesejahteraan Lanjut Usia, (online),
(http://www.dpr.go.id/uu/uu1998/U
U_1998_13.pdf, diakses 10 Januari
2012).
Utami, R.D. 2009. Hubungan Antara
Karakteristik Personal dengan
Sikap Lansia Terhadap Pelayanan
di Panti Wredha Dharma Bhakti
Surakarta, (online), Skripsi.
Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Muhammadiyah
Surakarta.
(http://etd.eprints.ums.ac.id/4493/1/
J210050038.pdf, diakses 22 Januari
2012).
Yulianti, Devi. 2004. Manajemen Stres.
Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 5, No. 2, Agustus 2018
DOI: 10.26699/jnk.v5i2.ART.p117–122
TERAPI SWEDISH MASSAGE MENURUNKAN TINGKAT
KECEMASAN LANSIA DI BALAI PELAYANAN SOSIAL
TRESNA WREDHA (BPSTW) UNIT BUDI LUHUR
YOGYAKARTA
(Swedish Massage Therapy Reduce The Anxiety Level
Among Older People At the Nursing home of Social
Service Center (BPSTW) Unit Budi Luhur Yogyakarta)
Anastasia Suci Sukmawati, Ega Pebriani, Arif Adi Setiawan
Universitas Jenderal Achmad Yani Yogyakarta
email: [email protected]
Abstract: Older will experiencing physical, psychological, and psychosocial changes will cauthat will
lead to the new problem. Anxiety is one of the problems among older people. Complementary therapy is
used to reduce a person’s anxiety, namely yoga, meditation, aromatherapy, and relaxation through
massage. This study was conducted to determine the effect of Swedish massage on the level of elderly
anxiety. Methodology: The design of this study was a quasy experiment with one group pretest-post test
design. Respondents in this study were elderly who experienced anxiety by using a total sampling
technique in which as many as 15 elderly at the Nursing home of Social Service Center (BPSTW) Budi
Luhur Bantul Unit Yogyakarta. The Standard operational procedure of Swedish massage therapy used
as a guidance of intervention, while HARS instruments was used to measure the level of anxiety among
older people. Respondents measured their level of anxiety before and after a Swedish massage for 1
week. The results of the study were analyzed by Wilcoxon test. Results: There were 8 people (53.3%) in
the medium level of anxiety before the Swedish massage given). The anxiety level of older people after
intervention was mild level of anxiety as many as 8 people (53.3%). Changes in anxiety levels before
and after Swedish massage intervention showed a difference of 2.00. Wilcoxon test results were obtained
with a p-value of 0.008 <0.05. Conclusion: Swedish massage therapy able to reduce the level of anxiety
among older people at BPSTW Budi Luhur Yogyakarta.
Keywords: Swedish massage, anxiety
Abstrak: Berbagai macam perubahan akan dialami oleh lansia seperti perubahan fisik, psikologi, maupun
psikososial akan menimbulkan masalah baru pada lansia salah satunya adalah kecemasan. Tehnik alternatif
yang dapat digunakan untuk menurunkan kecemasan seseorang yaitu seperti yoga, meditasi, aromaterapi,
dan relaksasi melalui pijat (massage). Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh Swedish mas-
sage terhadap tingkat kecemasan lansia. Metodologi: Desain penelitian ini adalah quasy experiment dengan
one group pretest-post test design. Responden pada penelitian ini adalah lansia yang mengalami kecemasan
dengan menggunakan teknik total sampling yaitu sebanyak 15 lansia di Balai Pelayanan Sosial tresna
Wredha (BPSTW) Unit Budi Luhur Bantul Yogyakarta. Instrumen penelitian adalah instrument HARS.
Responden diukur tingkat kecemasannya sebelum dan setelah dilakukan Swedish massage selama 1 minggu.
Hasil penelitian dianalisis dengan uji Wilcoxon. Hasil : Tingkat kecemasan pada lansia di BPSTW Budi
Luhur Bantul Yogyakarta sebelum diberikan Swedish massage kategori sedang sebanyak 8 orang (53,3%).
Tingkat kecemasan sesudah diberikan Swedish massage kategori ringan sebanyak 8 orang (53,3%).
Perubahan tingkat kecemasan sebelum dan sesudah diberikan Swedish massage menunjukkan perbedaan
117
118 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 5, Nomor 2, Agustus 2018, hlm. 117–122
sebesar 2,00. Hasil uji Wilcoxon diperoleh dengan nilai p-value 0,008 < 0,05. Diskusi : Swedish massage
berpengaruh terhadap tingkat kecemasan pada lansia di BPSTW Budi Luhur BantulYogyakarta.
Kata kunci: Swedish massage, kecemasan, lansia
PENDAHULUAN
Pada tahun 2012, Umur Harapan Hidup (UHH)
penduduk dunia rata-rata adalah 70 tahun dan
prosentase lanjut usia (lansia) sebesar 11%.
Penduduk lansia di Indonesia tahun 2013 sebanyak
18,86 juta orang atau 7,59 persen dari total penduduk
Indonesia (Dinkes DIY, 2004). Di Daerah Istimewa
Yogyakarta (DIY), jumlah penduduk lansia tahun
2013 sebesar 4.482 atau 13,56% dari keseluruhan
penduduk (Kemenkes, 2013). Bantul merupakan
wilayah yang memiliki lansia terbanyak di Propinsi
DIY. Berdasarkan data tahun 2013 jumlah lansia di
Kabupaten Bantul sebanyak 162.518 jiwa (Dinkes
DIY, 2014).
Berbagai macam perubahan yang dialami oleh
lansia sebagai akibat dari proses penuaan adalah
adanya perubahan fisik, psikologi, maupun psiko-
sosial akan menimbulkan masalah baru pada lansia
salah satunya adalah kecemasan (Maryam, 2012).
Gejala kecemasan yang muncul pada lansia dapat
berupa gelisah, mudah emosi, kelelahan, sulit tidur
dan sulit berkonsentrasi. Penelitian yang dilakukan
oleh Gellis dan McCracken (2014) mendapatkan
bahwa kecemasan pada lansia dapat berdampak
buruk seperti penurunan kesehatan fisik, kepuasan
hidup yang buruk, biaya medis yang lebih tinggi, dan
gangguan fungsional yang signifikan, kelelahan
bahkan kematian. Kecemasan dapat dikurangi
dengan terapi farmakologis maupun psikoterapi.
Tehnik alternatif yang dapat digunakan untuk
menurunkan kecemasan seseorang yaitu yoga,
meditasi, aromaterapi, dan relaksasi melalui pijat
(massage) (Hadibroto & Alam, 2006).
Kondisi rileks yang dirasakan oleh lansia
dikarenakan relaksasi dapat memberikan pemijatan
halus pada berbagai kelenjar pada tubuh, menurun-
kan produksi kortisol dalam darah, mengembalikan
pengeluaran hormon yang secukupnya sehingga
memberikan keseimbangan emosi dan ketegangan
pikiran (Olney, 2005). Terdapat bermacam-macam
kerja jantung (Cassar, 2004; Maryam, 2012).
Hermawan (2015) menemukan data mengenai ada
pengaruh Swedish massage terhadap perubahan
denyut nadi dan frekuensi pernafasan.
Lansia di Balai Pelayanan Sosial Tresna
Wredha (BPSTW) Unit Budi Luhur Kasongan
Bantul Yogyakarta mengalami kecemasan dengan
berbagai penyebab yang berbeda, antara lain kece-
masan akibat penyakit yang sedang diderita, kece-
masan akan kematian pasangan dan teman satu
kamar, kecemasan akan keluarga, maupun kece-
masan akan tempat tinggal yang baru. Berdasarkan
fenomena dan permasalahan tersebut peneliti terta-
rik untuk mengetahui pengaruh Swedish massage
terhadap tingkat kecemasan pada lansia di BPSTW
Unit Budi Luhur Bantul Yogyakarta.
BAHAN DAN METODE
Jenis penelitian yang digunakan adalah quasy
eksperimen dengan one group pre-post test
design. Populasi penelitian ini adalah 25 orang lansia
yang mengalami kecemasan. Teknik sampling pada
penelitian ini yang digunakan adalah total sampling
sehingga jumlah sampel pada penelitian ini adalah
sebanyak 15 responden, sementara 10 lansia lainnya
menolak untuk menjadi responden. Swedish
Massage dilakukan selama 20 menit untuk masing-
masing responden. Intervensi Swedish Massage
dilakukan sebanyak 3 kali intervensi dengan waktu
pengumpulan data pada tanggal 24 Agustus sampai
dengan 2 September 2016.
Test dilakukan dengan melakukan pengukuran
tingkat kecemasan menggunakan Hamilton
Anxiety Rating Scale (HARS). Analisa data dila-
kukan dengan menggunakan uji Wilcoxon.
HASIL PENELITIAN
Tabel 1 Distribusi Frekuensi Karakteristik Responden
jenis terapimassage seperti Shiatsu, Tsubo, akupoint,
sport massage dan Swedish massage. Swedish
massage adalah manipulasi pada jaringan tubuh
dengan teknik khusus untuk mempersingkat waktu
pemulihan dari ketegangan otot (kelelahan), mening-
katkan sirkulasi darah tanpa meningkatkan beban
Karakteristik f %
Jenis kelamin
Laki-laki 6 40,0
Perempuan 9 60,0
Jumlah 15 100
Sukmawati, Pebriani, Setiawan, Terapi Swedish Massage... 119
Karakteristik f %
Umur
60-74 tahun 10 66,7
75-90 tahun 5 33,3
Jumlah 15 100
Pendidikan
Tidak sekolah 4 26,7
SD 6 40,0
SLTP 2 13,3
SLTA 3 20,0
Akademi/S1 - 0
Jumlah 15 100
Status perkawinan
Menikah 3 20,0
Tidak menikah 2 13,3
Berpisah bercera 3 20,0
Janda/Duda 7 46,7
Jumlah 15 100
Tabel 3 Distribusi Tingkat Kecemasan pada Lansia di
BPSTW Unit Budi Luhur BantulYogyakarta
Sesudah Diberikan Swedish massage
Tingkat Kecemasan f %
Tidak ada kecemasan 4 26,7
Kecemasan ringan 9 60,0
Kecemasan sedang 2 13,3
Kecemasan berat 0 0
Jumlah 15 100,0
Tabel 2 menunjukkan tingkat kecemasan pada
lansia di BPSTW Budi Luhur Bantul Yogyakarta
sebelum diberikan Swedish massage terbanyak
adalah kategori sedang sebanyak 9 orang (60%)
Tabel 3 menunjukkan tingkat kecemasan pada
lansia di BPSTW Budi Luhur Bantul Yogyakarta
sesudah diberikan Swedish massage terbanyak
Tabel 1 menunjukkan jenis kelamin responden
terbanyak adalah perempuan sebanyak 9 orang
(60%). Umur responden terbanyak pada rentang
60-74 tahun sebanyak 10 orang (66,7%).
Kebanyakan responden berpendidikan SD se-
banyak 6 orang (40%). Status perkawinan respon-
den terbanyak adalah janda/duda sebanyak 7 orang
adalah kategori ringan sebanyak 9 orang (60%).
Tabel 4 Statistik Deskriptif Perbedaan Perubahan
Tingkat Kecemasan pada Lansia di BPSTW
Unit Budi Luhur BantulYogyakarta Sesudah
Diberikan Swedish Massage
(46,7%). Kategori n Mean Perubahan SD Perubahan
Tabel 2 Tingkat Kecemasan pada Lansia di BPSTW
Unit Budi Luhur BantulYogyakarta Sebelum
Diberikan Swedish massage
Sebelum
Sesudah
15 19,07
15 16,27
2,80
4,605
3,807
0,798
Tingkat Kecemasan f %
Tidak ada kecemasan 0 0
Kecemasan ringan 6 40,0
Kecemasan sedang 9 60,0
Kecemasan berat 0 0
Jumlah 15 100,0
Tabel 4 menunjukkan rata-rata tingkat kece-
masan pada lansia sebelum diberikan Swedish
Massage sebesar 19,07 dan sesudah diberikan
Swedish Massage sebesar 16,27 berarti mengalami
penurunan sebesar 2,80
Tabel 5 Hasil Uji Wilcoxon PengaruhSwedish massage terhadap Tingkat Kecemasan pada Lansia di BPSTW
Unit Budi Luhur BantulYogyakarta
Tingkat kecemasan setelah
Tingkat kecemasan sebelum
N
Negatif ranks 11
Positif ranks 0
Ties 4
Total 15
Mean ranks
6,00
0,00
Sum ofranks Z
66,00 -3,317
0,00
p-value
0,001
Hasil perhitungan statistik menggunakan uji
Wilcoxon diperoleh Z hitung (-3,317) < -Z tabel (- 1,645) atau p-valuesebesar 0,001 < (0,05), artinya
ada pengaruh Swedish massage terhadap tingkat
120 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 5, Nomor 2, Agustus 2018, hlm. 117–122
kecemasan pada lansia di BPSTW Unit Budi Luhur
Bantul Yogyakarta.
PEMBAHASAN
Karakteristik Responden
Jenis kelamin responden terbanyak adalah
perempuan (60%). Prevalensi tingkat kecemasan
pada lansia yang menunjukkan bahwa perempuan
lebih banyak dibandingkan laki-laki disebabkan oleh
perbedaan siklus hidup dan struktur sosial yang
sering menempatkan perempuan sebagai subordinat
lelaki. Perempuan lebih banyak menderita kece-
masan karena adanya karakteristik khas perempuan,
seperti siklus reproduksi, monopuse, menurunnya
kadar estrogen. Faktor sosial seperti terbatasnya
komunitas sosial, kurangnya perhatian keluarga,
tanggung jawab perempuan untuk urusan rumah
tangga (memasak, mencuci, dan lain-lain) dan
mengurus suami yang harus dilakukan sampai usia
lanjut, perempuan lebih mudah merasakan perasaan
bersalah, cemas, peningkatan bahkan penurunan
nafsu makan, gangguan tidur.
Usia responden terbanyak pada rentang 60-74
tahun dengan persentase 66,7%. Lansia berusia 60-
74 tahun lebih banyak mengalami kecemasan karena
pada usia ini mereka memasuki tahap awal sebagai
lansia, mereka memerlukan penyesuaian yang lebih
terhadap perubahan-perubahan baik fisik maupu
kognitif yang terjadi pada diri mereka. Pendidikan
lansia terbanyak SD (40%). Menurut Stuart (2006)
status pendidikan yang rendah pada seseorang akan
menyebabkan orang tersebut lebih mudah me-
ngalami kecemasan dibanding dengan mereka yang
status pendidikan tinggi. Tingkat pendidikan yang
tinggi pada seseorang akan membentuk pola yang
lebih adaptif terhadap kecemasan, karena memiliki
pola koping terhadap sesuatu yang lebih baik,
sedangkan pada seseorang yang hanya memiliki
tingkat pendidikan rendah akan cenderung lebih
mengalami kecemasan karena pola adaptil yang
kurang terhadap hal yang baru dan mengakibatkan
pola koping yang kurang pula.
Status perkawinan lansia terbanyak adalah
janda/duda (46,7%). Kehidupan lansia yang tidak
memiliki pasangan hidup akan mempengaruhi
aktivitas sosial serta pola hidup lansia. Lansia yang
tidak siap menghadapi hari tua tanpa pasangan hidup
tidak akan merasakan kepuasan dan kemaknaan
hidup seperti yang diharapkan, bahkan banyak
diantara mereka yang merasa tidak bahagia, depresi
ataupun juga kesepian. Seseorang yang merasa
kesepian memiliki kemungkinan cukup besar untuk
cenderung memiliki afek negatif, karena ia merasa
dirinya diabaikan oleh orang lain, tidak dipedulikan
oleh orang lain, tidak bermakna bagi orang lain.
Tingkat Kecemasan pada Lansia sebelum
diberikan Swedish massage
Tingkat kecemasan pada lansia di BPSTW
Unit Budi Luhur Bantul Yogyakarta sebelum dibe-
rikan Swedish massage terbanyak adalah kategori
sedang (60%). Tingkat kecemasan sedang disebab-
kan lansia memperoleh dukungan keluarga dan
dukungan sosial dari pengurus dan penghuni
BPSTW. Dukungan keluarga merupakan unsur
terpenting dalam membantu individu menyelesaikan
masalah. Dukungan sosial sebagai sumber koping,
dimana kehadiran orang lain dapat membantu
seseorang mengurangi kecemasan. Hasil sebuah
penelitian mengungkapkan bahwa lansia di Panti
Wredha Darma Bakti Kasih Surakarta mengalami
tingkat kecemasan katagori sedang sebesar
(42,3%).
Ansietas pada lansia memiliki gejala seperti,
perasaan khawatir atau takut, mudah tersinggung,
kecewa, gelisah, perasaan kehilangan, sulit tidur
sepanjang malam, sering membayangkan hal-hal
yang menakutkan dan rasa panik pada hal yang
ringan, konflik-konflik yang ditekan dan berbagai
masalah yang tidak terselesaikan akan menim-
bulkan ansietas. Tanda-tanda kecemasan sedang
yaitu respon fisik ditandai dengan ketegangan otot
sedang, tanda-tanda vital meningkat, mulai berke-
ringat, sering mondar-mandir dan gerakan memu-
kulkan tangan, suara berubah dan gemetar dengan
nadi suara tinggi, kewaspadaan dan ketegangan
meningkat, sering berkemih, sakit kepala, pola tidur
berubah dan punggung terasa nyeri. Respon kognitif
berupa lapang persepsi menurun dan penyelesaian
masalah menurun. Respon emosional dengan tanda
dan gejala tidak nyaman, mudah tersinggung, keper-
cayaan diri berubah, tidak sabar dan masih bisa
merasakan gembira (Suriyati, 2015).
Relaksasi mempunyai efek sensasi menenang-
kan anggota tubuh, ringan dan merasa kehangatan
yang menyebar ke seluruh tubuh. Perubahan-peru-
bahan yang terjadi selama maupun setelah relaksasi
mempengaruhi kerja saraf otonom. Respon emosi
dan efek menenangkan yang ditimbulkan oleh
relaksasi ini mengubah fisiologi dominan simpatis
menjadi dominan sistem parasimpatis. Dalam
keadaan ini, hipersekresi katekolamin dan kortisol
Sukmawati, Pebriani, Setiawan, Terapi Swedish Massage... 121
diturunkan dan meningkatkan hormon parasimpatis
serta neurotransmitter seperti DHEA (Dehidro-
epinandrosteron) dan dopamine atau endorfin.
Hormon endorfin adalah senyawa kimia yang mem-
buat seseorang merasa senang. Endorfin diproduksi
oleh kelenjar pituitary yang terletak di bagian bawah
otak. Hormon ini bertindak seperti morphine, bahkan
dikatakan 200 kali lebih besar dari morphine.
Endorfin atau Endorphine mampu menimbulkan
perasaan senang dan nyaman hingga membuat sese-
orang berenergi. Regulasi sistem parasimpatis ini
akhirnya menimbulkan efek ketenangan.
Tingkat Kecemasan pada Lansia sesudah
diberikan Swedish massage
Tingkat kecemasan pada lansia di BPSTW
Budi Luhur Bantul Yogyakarta sesudah diberikan
Swedish massage terbanyak adalah kategori ringan
(60%). Tingkat kecemasan sesudah relaksasi otot
progresif pada pasien preoperasi di ruang Wijaya
Kusuma RSUD Dr. R Soeprapto Cepu kategori
ringan (48%). Relaksasi melalui pijat (massage)
merupakan salah satu tehnik alternatif yang dapat
digunakan untuk menurunkan kecemasan sese-
orang. Relaksasi mempunyai efek sensasi mene-
nangkan anggota tubuh, ringan dan merasa
kehangatan yang menyebar ke seluruh tubuh. Peru-
bahan-perubahan yang terjadi selama maupun
setelah relaksasi mempengaruhi kerja saraf otonom.
Respon emosi dan efek menenangkan yang ditim-
bulkan oleh relaksasi ini mengubahfisiologi dominan
simpatis menjadi dominan sistem parasimpatis.
Dalam keadaan ini, hipersekresi katekolamin dan
kortisol diturunkan dan meningkatkan hormon
parasimpatis serta neurotransmitter seperti DHEA
(Dehidroepinandrosteron) dan dopamine atau
endorfin. Hormon endorfin adalah senyawa kimia
yang membuat seseorang merasa senang. Endorfin
diproduksi oleh kelenjar pituitary yang terletak di
bagian bawah otak. Hormon ini bertindak seperti
morphine, bahkan dikatakan 200 kali lebih besar dari
morphine. Endorfinatau Endorphine mampu menim-
bulkan perasaan senang dan nyaman hingga mem-
buat seseorang berenergi. Regulasi sistem parasim-
patis ini akhirnya menimbulkan efek ketenangan.
Perubahan Tingkat Kecemasan Sesudah
Diberikan Swedish Massage
Rata-rata tingkat kecemasan pada lansia sebe-
lum diberikan Swedish Massage sebesar 19,07 dan
sesudah diberikan Swedish Massage sebesar 16,27
berarti mengalami penurunan sebesar 2,80. Hasil
penelitian ini sejalan dengan penelitian yang berjudul
“Massage Therapy for Stress Management :
Implications for Nursing Practice”, yang menje-
laskan bahwa tindakan perawatan sederhana
dengan fokus sentuhan, meskipun 5 menit pijatan
tangan atau kaki sederhana, dapat berguna dalam
menurunkan tingkat stres yang dirasakan pasien.
Hasil penelitian ini juga sejalan dengan Purnomo
(2013) yang berjudul “Pengaruh Circulo Massage
dan Swedia Massage Terhadap Penurunan Kadar
Asam Laktat Darah Pada Latihan Anaerob”, yang
menunjukkan dengan manipulasi swedia massage
diperoleh hasil rata-rata kadar asam laktat dalam
darah mengalami penurunan sebesar sebesar 4,79.
Pada penelitian ini penurunan tingkat kece-
masan pada kelompok perlakuan diduga sebagai
pengaruh dari pijat. Pijat merupakan teknik integrasi
sensori yang mempengaruhi aktivitas sistem saraf
otonom. Apabila seseorang mempersepsikan sen-
tuhan sebagai stimulus rileks maka akan muncul
respon relaksasi menyatakan bahwa pemberian sen-
tuhan terapeutik dengan menggunakan tangan akan
memberikan aliran energi yang menciptakan tubuh
menjadi relaksasi, nyaman, nyeri berkurang, dan
membantu tubuh untuk segar kembali.
Pengaruh Pengaruh Swedish Massage terhadap
Tingkat Kecemasan
Hasil uji statistikdiperolehnilai Z hitung(-3,317)
< -Z table (-1645). Hal ini menunjukkan ada pe-
ngaruh Swedish massage terhadap tingkat kece-
masan pada lansia di BPSTW Budi Luhur Bantul
Yogyakarta. Nilai Z hitung yang negatif menunjuk-
kan tingkat kecemasan lansia sesudah diberikan
Swedish massage mengalami penurunan dibanding-
kan sebelum diberikan Swedish massage. Hasil ini
didukung oleh penelitian Hermawan (2015) yang
menyimpulkan ada pengaruh Swedish massage
terhadap perubahan denyut nadi dan frekuensi per-
nafasan. Penelitian Saseno (2013) juga menunjukan
Relaksasi efektif terhadap menurunkan tingkat
kecemasan lanjut usia. Swedish massege merupa-
kan suatu kegiatan yang dapat memberikan efek
ketenangan karena adanya unsur relaksasi yang ter-
kandung di dalamnya. Rasa tenang ini selanjutnya
akan memberikan respon emosi positif yang sangat
berpengaruh dalam mendatangkan persepsi positif.
Persepsi positif selanjutnya ditransmisikan dalam
sisitem limbik dan korteks serebral dengan tingkat
konektifitas yang kompleks antara batang otak-hipo-
122 Jurnal Ners dan Kebidanan, Volume 5, Nomor 2, Agustus 2018, hlm. 117–122
talamusprefrontal kiri dan kanan-
hipokampusamigdala. Transmisi ini
menyebabkan keseimbangan antara sintesis
dan sekresi neurotransmitter seperti GABA
(Gamma Amino Butiric Acid) dan antagonis
GABA oleh hipokampus dan amigdala.
Persepsi positif yang diterima dalam sistem
limbic akan menyebabkan amigdala
mengirimkan informasi kepada LC (locus
coeruleus) untuk mengaktifkan reaksi saraf
otonom. LC akan mengendalikan kinerja
saraf otonom ke dalam tahapan homeostasis.
Rangsangan saraf otonom yang terkendali
menyebabkan sekresi epinefrin dan
norepinefrin oleh medulla adrenal menjadi
terkendali. Keadaan ini akan mengurangi
semua manifestasi gangguan kecemasan.
SIMPULAN DAN SARAN
Simpulan
Tingkat kecemasan pada lansia di
BPSTW Budi Luhur Bantul Yogyakarta
sebelum diberikan Swedish massage kategori
sedang sebanyak (60%). Tingkat kecemasan
pada lansia di BPSTW Budi Luhur Bantul
Yogyakarta sesudah diberikan Swedish
massage kategori ringan sebanyak (60%).
Perubahan tingkat kecemasan lansia di
BPSTW Budi Luhur Bantul Yogyakarta
sebelum dan sesudah diberikan Swedish
massage menunjukkan perbedaan sebesar
2,80. Ada pengaruh Swedish massage
terhadap tingkat kecemasan pada lansia di
BPSTW Budi Luhur Bantul Yogyakarta,
ditunjukkan dengan hasil uji Wilcoxon
diperoleh p-value 0,001.
Saran
Bagi petugas BPSTW Budi Luhur
Bantul Yogyakarta, diharapkan dapat
menerapkan terapi Swedish massage sebagai
salah satu intervensi untuk mengatasi tingkat
kecemasan pada lansia. Bagi lansia,
hendaknya lansia dapat melaksanakan terapi
Swedish massage secara rutin dan teratur.
Peneliti lain, peneliti selanjutnya perlu
memperhatikan variabel penggangu yang
dapat mempengaruhi kecemasan seperti
peristiwa traumatic, konflik emosional,
konsep diri terganggu, frustasi, gangguan
fisik, pola mekanisme koping keluarga,
riwayat gangguan kecemasan, medikasi,
ancaman tehadap integritas fisik, dan
ancaman terhadap harga diri.
DAFTAR RUJUKAN Cassar, M.P. 2004. Hand book of clinical massage. (2 nd
ed). London: Elsevier Churchill Livingstone
Dinkes DIY. 2014. Profil Kesehatan Daerah Istimewa
Yogyakarta Tahun 2013. Yogyakarta: Dinkes DIY
Gellis, ZD, Kim, EG, & Mccracken, SG. 2014. Chapter
2: Anxiety Disorders In Older Adults. Council On
Social Work Education, 1-19.
Hadibroto, I dan Alam, S. 2006. Seluk Beluk Pengobatan
Alternatif dan Komplementer. Jakarta: PT Bhuana
Ilmu Populer.
Hermawan, S. 2015. Perbandingan Pengaruh Sport
Massage Dan Swedish Massage Terhadap
Perubahan Denyut Nadi dan Frekuensi
Pernafasan. Skripsi. Program Studi Ilmu
Keolahragaan Jurusan Pendidikan Olahraga
Fakultas Ilmu Keolahragaan Universitas Negeri
Yogyakarta. eprints.uny.ac.id/
.../Skripsi_Soni%20hermawan_116031410.
Kemenkes. 2014. Profil Kesehatan Indonesia Tahun
2013. Jakarta: Kemenkes RI.
Maryam, R. 2012. Mengenal Usia Lanjut dan
Perawatannya. Jakarta: Salemba Medika.
Olney, C.M. 2005. The effect of therapeutic back
massage in hypertensive persons: a preliminary
study. Biological Research for Nursing.
Purnomo, NT. 2013. Pengaruh Circulo Massage dan
Swedia Massage Terhadap Penurunan Kadar
Asam Laktat Darah Pada Latihan Anaerob.
Journal of Physical Education and Sports, vol. 2,
No. 1(1). Dilihat 26 September 2016.,
<http://journal.unnes. ac.id/sju/index.php/jpes>.
Saseno. 2013. Efektifitas Relaksasi Terhadap Tingkat
Kecemasan pada Lansia di Posyandu Lansia Adhi
Yuswa RW. X Kelurahan Kramat Selatan. Jurnal
Ilmiah Kesehatan Keperawatan, Volume 9 No.3
Oktober.
Stuart, GW. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa.
Terjemahan Ramona, P.K., Yudha, E.K. Jakarta:
EGC.
Suriyati. 2015. Efektifitas Pemberian Aromaterapi
Lavender Terhadap Penurunan Tingkat
Kecemasan Pada Lanjut Usia di Panti Graha
Kasih Bapa Kabupaten Kubu Raya. Skripsi.
Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas
Kedokteran Universitas Tanjungpura Pontianak.
http://download.portalgar u d a . o r g / a r t i c l e .
p h p ? a r t i c l e =
337247&val=5161&title=EFEKTIFITAS%
20PEMBERIAN% 20A ROMATERAPI%20LA
VENDER%20TERHADAP%20PENURUNAN%
20TIN
GKAT%20KECEMASAN%20PADA%20LANJ
UT %20USIA%20DI%20PANTI%20GRAH A %
2 0 K A S I H % 2 0 B A P A % 2 0
KABUPATEN%20KUBU%20RAYA.
Tappan, F & Benjamin, P. 2004. Healing Massage
Technique. Connecticcut: Appleton & Lange.
Nursing News Volume 4, Nomor 1, 2019
Perbedaan Tingkat Kecemasan Lansia Sebelum dan Sesudah Diberikan Terapi Relaksasi Nafas Dalam di Kelurahan Tlogomas Malang
PERBEDAAN TINGKAT KECEMASAN LANSIA SEBELUM
DAN SESUDAH DIBERIKAN TERAPI RELAKSASI NAFAS
DALAM DI KELURAHAN TLOGOMAS MALANG
Inra1)
, Tanto Hariyanto2)
, Ragil Catur Adi W.3)
1) Mahasiswa Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang 2)
Dosen Program Studi Keperawatan Poltekkes Kemenkes Malang 3)
Dosen Program Studi Ilmu Keperawatan Fakultas Ilmu Kesehatan
Universitas Tribhuwana Tunggadewi Malang
E-mail: [email protected]
ABSTRAK
Tingkat kecemasan merupakan suatu tingkat respon dari suatu kondisi yang menimbulkan
gejala penyerta baik fisiologis maupun psikologis yang bisa menurunkan kesehatan pada
lansia. Penatalaksanaan kecemasan yang mudah dilakukan lansia seperti melakukan terapi
relaksasi nafas dalam yang bertujuan meningkatkan konsentrasi dan memberikan
ketenangan. Tujuan penelitian untuk mengetahui perbedaan tingkat kecemasan lansia
sebelum dan sesudah diberikan terapi relaksasi nafas dalam di Kelurahan Tlogomas
Malang. Desain penelitian mengunakan desain pra-eksperimental dengan one-group pra-
post test design. Populasi dalam penelitian ini sebanyak 165 orang dengan penentuan
sampel penelitian menggunakan purposive sampling sehingga didapatkan sampel
penelitian sebanyak 30 lansia. Instrumen pengumpulan data menggunakan lembar
kuesioner. Analisa data yang di gunakan yaitu uji paired t-test. Hasil penelitian
membuktikan sebelum melakukan terapi relaksasi nafas dalam hampir seluruhnya (76,7%)
lansia mengalami tingkat kecemasan sedang dan sesudah melakukan terapi relaksasi nafas
dalam hampir seluruhnya (90,0%) lansia mengalami tingkat kecemasan ringan. Hasil uji
paired t test didapatkan p-value= (0,000) <(0,050) sehingga dapat disimpulkan bahwa ada
perbedaan tingkat kecemasan lansia sebelum dan sesudah diberikan terapi relaksasi nafas
dalam di Kelurahan Tlogomas Malang. Berdasarkan hasil penelitian untuk menurunkan
tingkat kecemasan pada lansia perlu dilakukan terapi relaksasi nafas dalam.
Kata Kunci : Lansia; terapi relaksasi nafas; tingkat kecemasan.
338
Nursing News Volume 4, Nomor 1, 2019
Perbedaan Tingkat Kecemasan Lansia Sebelum dan Sesudah Diberikan Terapi Relaksasi Nafas Dalam di Kelurahan Tlogomas Malang
DIFFERENT LEVELS OF ANXIETY BEFORE AND AFTER AFTER GIVEN
RELAXATION THERAPY IN THERAPY IN KELURAHAN TLOGOMAS MALANG
ABSTRACT
The level of anxiety is a level of response from a condition that raises accompanying
symptoms both physiologically and psychologically which can reduce the health of the
elderly. Management of anxiety that is easy for the elderly to do such as doing deep
breathing relaxation therapy which aims to improve concentration and provide calmness.
The purpose of the study was to determine the differences in anxiety levels of the elderly
before and after breathing therapy in deep breath in Tlogomas, Malang. The research
design uses pre-experimental design in the field with the design of one-group pre-post test
design. The population in this study were 165 people with the determination of the study
sample using purposive sampling so that the research sample was 30 elderly. The
technique of collecting data uses a questionnaire sheet instrument. The data analysis
method used is a paired t test. The results showed that before practicing breath relaxation
in almost (76.7%) of the elderly experienced moderate anxiety levels and after breathing
relaxation therapy in almost (90.0%) of the elderly experienced mild anxiety levels. The
paired t test test results obtained p value = (0.000) <(0.050) so that it can be concluded
that there were differences in the anxiety level of the elderly before and after being given
breath relaxation therapy in Tlogomas, Malang. Based on the results of research to
reduce anxiety levels in the elderly by doing deep breathing relaxation therapy.
Keywords: Elderly, Breath Relaxation Therapy, Anxiety Level.
PENDAHULUAN sedangkan di Jawa Timur pada tahun 2014
jumlah lansia mencapai 2,971,004 jiwa
Proses memasuki usia lanjut maka dan di Kota Malang tahun 2014 mencapai
akan terjadi perubahan-perubahan fisik 836.373 jiwa lansia (Depkes RI, 2014).
seperti kulit sudah tidak kencang,otot-otot Masa lanjut usia sebagai tahapan
sudah mengendordan organ-organ paling akhir dalam perjalanan hidup
tubuhnya kurang berfungsi dengan baik. manusia, sehingga mengalami berbagai
Data World Health Organization (WHO) permasalahan yang dihadapi, berupa
tahun 2014 mencatat terdapat 600 juta perubahan fisik seperti penurunan fungsi
jiwa lansia di seluruh dunia. Sedangkan sel, sistem pendengaran, sistem
menurut Badan Pusat Statistik (BPS) penglihatan, sistem kardiovaskuler, sistem
tahun 2014 tercatat jumlah lansia pengaturan temperatur (suhu tubuh),
Indonesia mencapai jumlah 28 juta jiwa, sistem respirasi, sistem gastrointestinal,
339
Nursing News
Volume 4, Nomor 1, 2019
sistem endokrin, sistem kulit serta sistem
Perbedaan Tingkat Kecemasan Lansia Sebelum dan
Sesudah Diberikan Terapi Relaksasi Nafas Dalam di
Kelurahan Tlogomas Malang
memberikan rasa tenang dan mengurangi
muskulosletal yang menimbulkan detak jantung dan menurunkan tekanan
kecemasan terhadap kesehatan tubuhnya. darah (Triyanto, 2014). Pemberian
Kecemasan merupakan reaksi emosional relaksasi nafas dalam sangat mudah untuk
terhadap persepsi adanya bahaya, baik dilakukan bahkan dapat dilakukan secara
yang nyata maupun yang belum tentu ada. mandiri, relatif mudah dilakukan dan tidak
Kecemasan sendiri merupakan suatu membutuhkan waktu yang lama, serta
kondisi yang dialami oleh setiap lansia mampu membantu relaksasi otot
dalam kehidupan sehari-hari ketika pembuluh darah sehingga membuat aliran
mereka merasa berada dalam posisi yang darah ke seluruh tubuh menjadi lancar
membahayakan dirinya (Arfian, 2013). seluruh tubuh.
Tingkat kecemasan pada lansia Terapi teknik relaksasi nafas dalam
merupakan suatu tingkat respon dari suatu merupakan salah satu terapi relaksasi yang
kondisi yang menimbulkan gejala-gejala mampu membuat tubuh menjadi lebih
penyerta baik fisiologis maupun tenang dan harmonis, serta mampu
psikologis. Tingkat kecemasan dapat memberdayakan tubuhnya untuk
dipengaruhi karena faktor predisposisi mengatasi gangguan yang menyerangnya.
yaitu lingkungan, emosi yang ditekan, Teknik relaksasi nafas dalam merupakan
sebab-sebab fisik dan keturunan. Tidak suatu teknik untuk melakukan nafas
hanya faktor tersebut di atas yang dapat dalam, nafas lambat (menahan inspirasi
mempengaruhi tingkat kecemasan, karena secara maksimal) dan bagaimana
aktivitas fisik juga merupakan salah satu menghembuskan nafas secara perlahan.
faktornya (Catharina, 2014). Lansia yang
mengalami kecemasan secara berlebihan
Manfaat melakukan teknik relaksasi nafas
dalam dapat meningkatkan ventilasi paru
bisa menyebabkan masalah kesehatan dan meningkatkan oksigen darah.
seperti peningkatan tekanan darah dan Penatalaksanaan terapi relaksasi nafas
gangguan pola tidur. Meningkatnya dalam untuk menurunkan tekanan darah
tekanan darah dalam arteri bisa terjadi dan memberi ketenangan jiwa karena
melalui beberapa cara seperti jantung terapi relaksasi nafas dalam dapat
memompa lebih kuat sehingga dilakukan secara mandiri, relatif mudah
mengalirkan lebih banyak cairan pada dilakukan dan tidak membutuhkan waktu
setiap detiknya yang menyebabkan lama untuk terapi (Dargobercia, 2011).
naiknya tekanan darah (Fridalni, 2014). Hasil penelitian Wardani (2015),
Penatalaksanaan kecemasan yang didapatkan dari 30 responden diketahui
mudah dilakukan lansia seperti melakukan
terapi relaksasi nafas dalam. Melakukan
sebelum melakukan relaksasi nafas dalam
sebanyak 21 (70%) responden mengalami relaksasi nafas dalam meningkatkan kecemasan sedang dan sesudah
konsentrasi dan mempermudah mengatur melakukan relaksasi nafas dalam selama 3
nafas, meningkatkan oksigen dalam darah, hari secara teratur sebanyak 26 (87%)
menurunya hormon adrenalin, responden mengalami kecemasan ringan.
340
Nursing News Volume 4, Nomor 1, 2019
Perbedaan Tingkat Kecemasan Lansia Sebelum dan Sesudah Diberikan Terapi Relaksasi Nafas Dalam di Kelurahan Tlogomas Malang
Perbedaan dengan penelitian terdahulu desain one-group pra-post test design.
terletak di lama pengukuran yaitu Populasi dalam penelitian ini adalah
penelitian terdahulu hanya memberikan semua lansia di RW 02 Kelurahan
perlakuan relaksasi nafas dalam selama 3 Tlogomas sebanyak 165 orang dengan
hari sedangkan penelitian sekarang selama penentuan sampel penelitian
7 hari, dari hal tersebut memberi menggunakan teknik purposive sampling
pandangan bahwa dalam lansia yang sehingga didapatkan sampel penelitian
melakukan relaksasi nafas dalam secara sebanyak 30 lansia. Kriteria inklusi dari
rutin selama 10 menit dalam satu hari penelitian ini adalah: a) Lansia berusia
mampu mengontrol kecemasan lansia.
Berdasarkan studi pendahuluan yang
lebih dari 60 tahun di RW 02 Kelurahan
Tlogomas Malang, b) Bersedia menjadi dilakukan peneliti pada tanggal 25 responden, c) Tidak mengalami gangguan
Septembar 2016 dilakukan wawancara mental dan d) Bersedia melakukan terapi
pada 10 lansia di RW 02 Kelurahan relaksasi nafas dalam selama 7 hari secara
Tlogomas Malang diketahui bahwa teratur.
sebanyak 3 lansia mengaku tidak khawatir
dengan kondisi ekonomi keluarga karena
Variabel independen dalam penelitian
ini yaitu terapi relaksasi nafas dalam dan mampu mencukupi kebutuhan sehari-hari, variabel dependent yaitu tingkat
sedangkan sebanyak 7 lansia mengaku kecemasan. Instrumen penelitian
sering gelisah dan khawatir terhadap menggunakan Kuesioner GAS (Geriatric
kondisi ekonomi keluarga, hal ini Anxiety Scale) untuk variabel dependen.
membuktikan bahwa kecemasan pada Dengan menggunakan etika
lasia masih tinggi yang kemungkinan penelitian: respect for human dignity,
disebabkan oleh faktor ekonomi, umur respect for privacy and confidentiality,
yang semakin tua dan rendahnya respect for justice and inclusiveness, dan
pengetahuan lansia dalam penyembuhan
penyakit yang dialaminya, sehingga perlu
adanya pemberian informasi kepada lanjut
usia tentang penanganan kecemasan.
memperhitungkan manfaat dan kerugian
yang ditimbulkan, penelitian dilakukan di
RW 02 Kelurahan Tlogomas Malang pada
tanggal 26 Februari sampai 5 Maret 2017.
Tujuan penelitian untuk mengetahui Penelitian ini dilakukan dengan
perbedaan tingkat kecemasan lansia prosedur:
sebelum dan sesudah diberikan terapi 1. Peneliti mendatangi lansia satu persatu
relaksasi nafas dalam di RW 02 Kelurahan di RW 02 Kelurahan Tlogomas
Tlogomas Malang. Malang.
2. Sebelum melakukan penelitian, terlebih
dahulu peneliti menjelaskan maksud
METODE PENELITIAN dan tujuan dari penelitian.
3. Apabila lansia telah memahami dan
Desain penelitian mengunakan desain bersedia menjadi responden maka
pra-eksperimental di lapangan dengan
341
Nursing News
Volume 4, Nomor 1, 2019
peneliti memberikan lembar informed
Perbedaan Tingkat Kecemasan Lansia Sebelum dan
Sesudah Diberikan Terapi Relaksasi Nafas Dalam di
Kelurahan Tlogomas Malang
Tabel 1. Karakteristik Responden
consent.
4. Sebelum melakukan terapi relaksasi
nafas dalam (pre test) maka terlebih
dahulu diukur kecemasan lansia
dengan memberikan kuesioner GAS
(Geriatric Anxiety Scale).
5. Peneliti menjelaskan sekaligus
mempraktek cara melakukan terapi
relaksasi nafas dalam sampai lansia
dapat melakukan terapi relaksasi nafas
dalam berturut-turut selama 7 hari
secara teratur sebelum tidur maupun
saat waktu luang.
6. Pada hari ke tujuh, responden diukur
lagi tingkat kecemasan dengan
Karakteristik Responden f (%)
Usia
60-74 tahun (Elderly) 28 93 75-90 tahun (Old) 2 7
Jenis Kelamin Laki – laki 20 67 Perempuan 10 33
Pendidikan Tidak sekolah 10 33,3
SD 13 43,3 SMP 4 13,3 SMA 3 10,0
Pekerjaan Buruh 2 6,7 Pedagang 3 10,0 Pensiun 5 16,7 Swasta 1 3,3 Tidak Bekerja 19 63,3
memberikan kuesioner GAS (Geriatric
Anxiety Scale) untuk mendapatkan data
post test.
7. Pengumpulan data tersebut dilakukan
kepada masing-masing lansia sampai
mencukupi jumlah sampel yang
dibutuhkan yaitu 30 responden.
Setelah data dikumpulkan, kemudian
data diolah dan di analisis dengan
menggunakan paired t test.
Berdasarkan Tabel 2 menunjukan
hampir seluruhnya (76,7%) responden
mengalami tingkat kecemasan sedang
sebelum melakukan terapi relaksasi nafas
dalam pada lansia di RW 02 Kelurahan
Tlogomas Malang.
Tabel 2. Identifikasi Tingkat Kecemasan
Sebelum Melakukan Terapi
Relaksasi Nafas Dalam Pada
Lansia di RW 02 Kelurahan
Tlogomas Malang Tahun 2017 Tingkat Kecemasan f (%)
Ringan 3 10,0 HASIL DAN PEMBAHASAN Sedang 23 76,7
Berat 4 13,3
Berdasarkan Tabel 1 menunjukan Total 30 100
hampir seluruhnya (93%) responden
berusia 60 – 74 tahun (elderly), sebagian
besar (67%) responden berjenis kelamin
laki-laki, hampir setengahnya (43,3%)
responden berpendidikan SD, dan
sebagian besar 19 (63,3%)responden tidak
bekerja.
Berdasarkan Tabel 3 menunjukan
hampir seluruhnya (90,0%) responden
mengalami tingkat kecemasan ringan
sesudah melakukan terapi relaksasi nafas
dalam pada lansia di RW 02 Kelurahan
Tlogomas Malang.
342
Nursing News Volume 4, Nomor 1, 2019
Perbedaan Tingkat Kecemasan Lansia Sebelum dan Sesudah Diberikan Terapi Relaksasi Nafas Dalam di Kelurahan Tlogomas Malang
Tabel 3. Identifikasi Tingkat Kecemasan sedang sebelum melakukan terapi
Sesudah Melakukan Terapi relaksasi nafas dalam pada lansia di RW
Relaksasi Nafas Dalam Pada 02 Kelurahan Tlogomas Malang.
Lansia di RW 02 Kelurahan Responden yang mengalami tingkat
Tlogomas Malang Tahun 2017 kecemasan sedang diketahui dari 80%
Tingkat Kecemasan f (%)
Ringan 27 90,0
Sedang 3 10,0
Total 30 100
lansia mudah terkejut, sebanyak 79%
terlalu khawatir dengan kondisi fisik yang
semakin menua dan penurunan fungsi
tubuh, sebanyak 78% lansia susah
Penelitian ini mengunakan uji
paired t test untuk menentukan perbedaan
tingkat kecemasan lansia sebelum dan
sesudah diberikan durasi terapi relaksasi
nafas dalam, keabsahaan data dilihat dari
tingkat signifikasi (α) kurang dari 0,050.
Hasil analisis uji paired t test didapatkan p
value = (0,000) < (0,050) sehingga H1
diterima, artinya ada perbedaan tingkat
kecemasan lansia sebelum dan sesudah
diberikan terapi relaksasi nafas dalam.
Hasil penelitian menunjukan bahwa
sebelum melakukan terapi relaksasi nafas
dalam didapatkan mean sebesar 43,20
artinya tingkat kecemasan pada lansia
kategori sedang dan sesudah melakukan
terapi relaksasi nafas dalam didapatkan
mean sebesar 18,13 artinya tingkat
kecemasan pada lansia kategori ringan,
hal ini dapat dipahami bahwa terdapat
penurunan tingkat kecemasan pada lansia
sesudah melakukan terapi relaksasi nafas
dalam selama 7 hari.
Tingkat Kecemasan Sebelum
Melakukan Terapi Relaksasi Nafas
Dalam Pada Lansia
Berdasarkan Tabel 2 didapatkan
bahwa hampir seluruhnya (76,7%)
responden mengalami tingkat kecemasan
berkonsentrasi sehingga sulit untuk duduk
diam, sebanyak 72% lansia merasa seperti
kehilangan kontrol untuk melakukan
aktivitas dan mengalami kesulitan untuk
tidur.
Lansia yang mengalami tingkat
kecemasan sedang dikarenakan cemas atas
penurunan kinerja fisik untuk melakukan
aktivitas sehari-hari seperti penurunan
sistem pendengaran, sistem penglihatan
dan sistem kulit. Lansia juga mengalami
penurunan penghasilan yang
menyebabkan cemas atas kekurangan
kebutuhan sehari-hari. Faktor penyebab
lansia mengalami tingkat kecemasan
sedang yaitu umur, pendidikan dan
ekonomi (pendapatan). Faktor umur
didapatkan 93% lansia berusia 60 – 74
tahun (elderly), hal ini dapat dipahami
bahwa seseorang yang memasuki usia
lebih dari 60 tahun akan mengalami
penurunan kinerja fisik yang
menyebabkan kecemasan karena tidak
bisa melakukan aktivitas sehari-hari
dengan baik. Menurut Santrock (2012),
seseorang yang memasuki usia lanjut
mengalami fase menurunnya kemampuan
akal dan fisik,yang dimulai dengan adanya
beberapa perubahan dalam hidup. Faktor
pendidikan didapatkan 43,3% lansia
berpendidikan SD, sehingga dapat 343
Nursing News Volume 4, Nomor 1, 2019
Perbedaan Tingkat Kecemasan Lansia Sebelum dan Sesudah Diberikan Terapi Relaksasi Nafas Dalam di Kelurahan Tlogomas Malang
dipahami bahwa pendidikan yang rendah mengalami tingkat kecemasan ringan
menyebabkan lansia tidak mengetahui diketahui 53% lansia kadang-kadang
cara mengendalikan kecemasan. Menurut merasakan sakit punggung, sakit leher
Azizah (2011), seseorang yang atau kram otot apabila selesai melakukan
berpendidikan rendah tidak mengetahui aktivitas, hal ini dikarenakan fungsi fisik
cara mengendalikan kecemasan salah lansia menurun, didapatkan juga sebanyak
satunya dengan cara melakukan relaksasi 27% lansia mengalami kesulitan untuk
nafas dalam. Faktor ekonomi didapatkan tidur.
63,3% lansia tidak bekerja, hal ini Lansia mengalami tingkat
membuktikan bahwa lansia tidak kecemasan ringan disebabkan adanya
menghasilkan pendapatan untuk tindakan yang dilakukan lansia yaitu
mencukupi kebutuhan sehari-hari. melakukan melakukan terapi relaksasi
Menurut Maryam (2011), lansia yang nafas dalam selama 10 menit sebelum
tidak bekerja akan tergantung terhadap tidur dalam 7 malam. Melakukan terapi
keluarga sehingga menimbulkan cemas relaksasi nafas dalam sangat mudah
karena tidak mampu memenuhi kebutuhan dilakukan lansia secara mandiri dan tidak
pribadi secara mandiri. membutuhkan waktu lama. Melakukan
Berdasarkan data didapatkan terapi relaksasi nafas dalam bisa
sebanyak 13,3% lansia mengalami tingkat menurunkan kecemasan karena mampu
kecemasan berat seperti sering khawatir, membuat tubuh menjadi lebih tenang dan
firasat buruk, takut akan fikirannya mampu memberdayakan tubuh untuk
sendiri, mudah tersinggung, mengatasi permasalahan yang dihadapi
merasategang, tidak tenang,gelisah,mudah lansia. Manfaat melakukan teknik
terkejut. Penatalaksanaan tingkat relaksasi nafas dalam dapat meningkatkan
kecemasan sedang sampai berat yang ventilasi paru, meningkatkan oksigen
dialami lansia dengan melakukan terapi darah dan memberi ketenangan jiwa
relaksasi nafas dalam pada saat waktu (Darmojo, 2011).
luang sebelum tidur secara teratur setiap Melakukan terapi relaksasi nafas
malam selama 10 menit (Dargobercia, dalam mampu mengendalikan gerakan
2011). diafragma, sehingga mengalami perasaan
lebih stabil, lebih terpusat, dan lebih
Tingkat Kecemasan Sesudah rileks, hal ini memberikan ketenangan
Melakukan Terapi Relaksasi Nafas psikis kepada lansia untuk mengurangi
Dalam Pada Lansia tingkat kecemasan. Terapi relaksasi nafas
Berdasarkan Tabel 3 didapatkan dalam bertujuan melatih pernafasan
bahwa hampir seluruhnya (90,0%) dengan mengatur iramanya secara baik
responden mengalami tingkat kecemasan dan benar secara perlahan, sehingga
ringan sesudah melakukan terapi relaksasi menciptakan pemusatan pikiran dan
nafas dalam pada lansia di RW 02 penghayatan, meningkatkan kesehatan
Kelurahan Tlogomas Malang. Lansia yang fisik dan mental untuk mempercepat
344
Nursing News Volume 4, Nomor 1, 2019
Perbedaan Tingkat Kecemasan Lansia Sebelum dan Sesudah Diberikan Terapi Relaksasi Nafas Dalam di Kelurahan Tlogomas Malang
menurunkan tingkat kecemasan (Smith, artinya tingkat kecemasan pada lansia
2011). kategori ringan, hal ini dapat di pahami
Berdasarkan data didapatkan 10% bahwa terdapat penurunan tingkat
lansia mengalami tingkat kecemasan kecemasan pada lansia sesudah
sedang sehingga lansia perlu melakukan melakukan terapi relaksasi nafas dalam
teknik relaksasi nafas dalam sampai rasa selama 7 hari.
kecemasan menjadi kurang. Cara Durasi terapi relaksasi nafas dalam
melakukan terapi relaksasi nafas dalam selama 10 menit yang berpengaruh
sebelum tidur yaitu lansia mengambil dengan penurunan tingkat kecemasan
posisi duduk bersilang didalam kamar pada lansia dikarenakan saat melakukan
dengan suasana sepi, meletakan kedua terapi relaksasi nafas dalam terjadi
tangan di dada, menarik nafas dalam peningkatan konsentrasi dan
sebanyak 3 kali melalui hidung secara mempermudah mengatur nafas,
perlahan, tahan nafas selama 10 detik, meningkatkan oksigen dalam darah,
pertahankan bahu tetap rileks, dada bagian menurunya hormon adrenalin,
atas tidak bergerak, biarkan rongga perut merangsang endorphin dan enkephalin
bergerak naik dan keluarkan nafas secara sehingga memberikan rasa tenang,
perlahan-lahan sampai dada terasa mengurangi detak jantung serta
mengempis (pernafasan yang digunakan menurunkan tekanan darah sehingga
adalah pernafasan diafragma dan paru), menurunkan tingkat kecemasan lansia.
ulangi 10 kali selama 10 menit (Muttaqin, Menurut Nevid & Green (2013),
2011). melakukan terapi relaksasi nafas dalam
secara rutin dan terkontrol saat waktu
Perbedaan Tingkat Kecemasan Lansia tertentu dengan cara menghirup udara
Sebelum Dan Sesudah Diberikan melalui hidung dengan mulut tertutup
Terapi Relaksasi Nafas Dalam kemudian hembus melalui mulut terbuka
Berdasarkan analisis data dengan sedikit secara perlahan-lahan hingga tubuh
mengunakan uji paired t test didapatkan terasa rileks mampu mengurangi
bahwa p value = (0,000) < (0,050), kecemasan lansia.
sehingga H1 diterima artinya ada Melakukan terapi relaksasi nafas
perbedaan tingkat kecemasan lansia dalam mampu memusatkan konsentrasi
sebelum dan sesudah diberikan terapi pada irama pernafasan yang teratur,
relaksasi nafas dalam di RW 02 Kelurahan dinamis dan harmonis, dengan melakukan
Tlogomas Malang. Berdasarkan hasil olah nafas dengan pemusatan pikiran
penelitian didapatkan mean sebelum dapat membuat pembuluh darah lebih
melakukan terapi relaksasi nafas dalam elastis, sirkulasi dan aliran darah menjadi
sebesar 43,20 artinya tingkat kecemasan lebih lancar yang mengakibatkan tubuh
pada lansia kategori sedang dan menjadi hangat, kerja jantung akan lebih
didapatkan mean sesudah melakukan ringan sehingga menurunkan tingkat
terapi relaksasi nafas dalam sebesar 18,13 kecemasan lansia. Relaksasi meditasi
345
Nursing News
Volume 4, Nomor 1, 2019 pernafasan menggunakan sistem saluran
Perbedaan Tingkat Kecemasan Lansia Sebelum dan
Sesudah Diberikan Terapi Relaksasi Nafas Dalam di
Kelurahan Tlogomas Malang
dalam mengalami tingkat kecemasan nafas, mengistirahatkan otot-otot tubuh sedang.
maka kebutuhan oksigen ke jaringan lebih 2) Hampir seluruh lansia di RW 02
baik, dengan demikian kebutuhan Kelurahan Tlogomas Malang sesudah
penggunaan oksigen di darah lebih melakukan terapi relaksasi nafas
tercukupi, maka dengan banyaknya dalam mengalami tingkat kecemasan
oksigen akan melancarkan peredaran ringan.
keseluruh tubuh dan membantu 3) Ada perbedaan tingkat kecemasan
pemompaan jantung lebih teratur sehingga lansia sebelum dan sesudah diberikan
memberi kenyamanan yang membuat terapi relaksasi nafas dalam di RW 02
tingkat kecemasan mengalami penurunan Kelurahan Tlogomas Malang.
(Dargobercia, 2011).
Hasil penelitian ini sesuai dengan
penelitian yang dilakukan olehWardani, SARAN
(2015), membuktikan bahwa ada
pengaruh terapi relaksasi nafas dalam Peneliti selanjutnya melakukan
terhadap tingkat kecemasandengan p pengukuran tingkat kecemasan setiap hari
value = 0,003, sehingga dapat dipahami setelah melakukan terapi relaksasi nafas
bahwa melakukan nafas dalam mampu dalam.
memberikan ketenangan pikiran dan
kejiwaan sehingga lansia merasa tenang
yang bisa menurunkan tingkat kecemasan. DAFTAR PUSTAKA
Menurut penelitian Catharina (2014),
menjelaskan cara menurunkan tingkat Arfian. 2013. Hubungan Tingkat
kecemasan yang efektif salah satunya Kecemasan Terhadap Kualitas
dengan melakukan terapi relaksasi nafas Hidup Para Lanjut Usia. Jurnal
dalam secara teratur selama 10 menit Kesehatan. Vol. 2 (3): Universitas
setiap hari. Menurut Dargobercia (2011), Indonesia.
melakukan terapi relaksasi nafas dalam http://journal.ui.ac.id/home/ diakses
selama 10 menit sudah cukup memberikan tanggal 02 Maret 2017.
ketenangan jiwa, pikiran dan Azizah. 2011. Keperawatan Lanjut Usia.
menstabilkan detak jantung sehingga Yogyakarta: Graha Ilmu.
mampu mengurangi rasa kecemasan. Catharina. 2014. Hubungan Tingkat
Kecemasan Terhadap Kekambuhan
Hipertensi Pada Lanjut Usia Di
KESIMPULAN Kelurahan Dinoyo Kota Malang.
Jurnal Kesehatan. Vol. 3 (1):
1) Hampir seluruh lansia di RW 02 Universitas Brawijaya Malang.
Kelurahan Tlogomas Malang sebelum http://web.jurnal.ub.ac.id/ diakses
melakukan terapi relaksasi nafas tanggal 02 Maret 2017
346
Nursing News Volume 4, Nomor 1, 2019
Perbedaan Tingkat Kecemasan Lansia Sebelum dan Sesudah Diberikan Terapi Relaksasi Nafas Dalam di Kelurahan Tlogomas Malang
Dargobercia. 2011. Cara Menjaga Tingkat Santrock, J. W. 2012. Perkembangan
Kecemasan Manusia. Yogyakarta: Masa Hidup: Edisi Kelima
PT. Graha Ilmu. (Terjemahan Juda Damanik &
Darmojo, H. 2011. Geriatrik (Ilmu Achmad Chusairi). Jakarta. UI.
Kesehatan) Edisi 3. Jakarta: Balai
Penerbit FKUI.
Press
Smith, J. 2011. Relaxation, Meditation & Depkes RI. 2014. Profil Kesehatan mindfulness: A mental Health
Indonesia 2014 Menuju Indonesia Practi- tioner’s Guide to New and
Sehat. Jakarta: Departemen Traditional Approaches. New York:
Kesehatan. Springer Publishing Company Inc.
Fridalni, N. 2014. Pengaruh Pemberian WHO. 2014. Physical Activity. In Guide
Jus Semangka (Cilitrus Vulgaris To Community Preventive Service.
Schrad) Terhadap Penurunan Geneva: WHO
Tekanan Darah Lansia Dengan Triyanto. 2014. Mekanisme Fisiologis
Riwayat Hipertensi Di Kota Padang. Relaksasi Nafas Dalam Terhadap
Jurnal Keperawatan. Vol. 7 (9): Penurunan Kecemasan dan Tekanan
Siteba Padang. Darah (Hipertensi). Jakarta:
http://www.siteba.com.id/jurnal Salemba Medika.
diakses tanggal 17 September 2016. Wardani, D. 2015. Pengaruh Terapi
Maryam. 2011. Mengenal Usia Lanjut Relaksasi Nafas Dalam Terhadap
dan Keperawatannya. Jakarta: Tingkat Kecemasan Dan Tekana
Salemba Medika. Darah (Studi Kasus di Instalasi
Muttaqin, A. 2011. Asuhan Keperawatan Rawat Jalan Poli Spesialis Penyakit
Klien Dengan Gangguan Sistem Dalam RSUD Tugurejo Semarang).
Kardiovaskuler Dan Hematologi. Jurnal Kesehatan. Vol. 2 (2):
Jakarta: Salemba Medika. Universitas Negeri Semarang.
Nevid, J.S & Green, B. 2013. Psikologi
Abnormal Jilid 1. Jakarta: Erlangga
http://web.journal.unnes.ac.id/
diakses tanggal 02 Maret 2017
347
Clinical Gerontologist
ISSN: 0731-7115 (Print) 1545-2301 (Online) Journal homepage: http://www.tandfonline.com/loi/wcli20
The Effects of Mindfulness and Self-Compassion on Improving the Capacity to Adapt to Stress Situations in Elderly People Living in the Community
Josefa Perez-Blasco PhD, Alicia Sales PhD, Juan C Meléndez PhD & Teresa Mayordomo PhD
To cite this article: Josefa Perez-Blasco PhD, Alicia Sales PhD, Juan C Meléndez PhD & Teresa
Mayordomo PhD (2016) The Effects of Mindfulness and Self-Compassion on Improving the
Capacity to Adapt to Stress Situations in Elderly People Living in the Community, Clinical
Gerontologist, 39:2, 90-103, DOI: 10.1080/07317115.2015.1120253
To link to this article: http://dx.doi.org/10.1080/07317115.2015.1120253
Accepted author version posted online: 16 Dec 2015.
Submit your article to this journal
Article views: 70
View related articles
View Crossmark data
Full Terms & Conditions of access and use can be found at
http://www.tandfonline.com/action/journalInformation?journalCode=wcli20 Download by: [University of California, San Diego] Date: 15 March 2016, At: 14:49
Dow
nlo
aded
by [
Univ
ersi
ty o
f C
alif
orn
ia, S
an D
iego]
at 1
4:4
9 1
5 M
arch
2016
CLINICAL GERONTOLOGIST
2016, VOL. 39, NO. 2, 90–103
http://dx.doi.org/10.1080/07317115.2015.1120253
ARTICLES
The Effects of Mindfulness and Self-Compassion on Improving the Capacity to Adapt to Stress Situations in Elderly People Living in the Community
Josefa Perez-Blasco, PhD, Alicia Sales, PhD , Juan C Meléndez, PhD , and Teresa Mayordomo, PhD
University of Valencia, Valencia, Spain
ABSTRACT
Objectives: This study aimed to show the effectiveness of mind-fulness and self-compassion therapy in improving coping ability and adaptation to stressful situations in the elderly. Methods: Forty-five elderly non-institutionalized adults were ran-domized to either treatment or a treatment waiting list. A pre-and post-treatment assessment was performed, consisting of the Brief Resilient Coping Scale (BRCS), Depression Anxiety Stress Scales (DASS), and Coping Strategies Questionnaire. The program was developed over 10 sessions lasting 120 minutes each. Results: Analysis of variance for repeated measures showed sig-nificant differences in the time-group interaction for the treat-ment’s effectiveness in improving resilience, positive reappraisal and avoidance strategies, and decreasing anxiety, problem-solving coping, negative self-focus, overt emotional expression and religion. Conclusions: The mindfulness and self-compassion program is useful for improving resilience and coping strategies and reducing anxiety and stress levels in the elderly.
KEYWORDS
Anxiety; coping; mindfulness; resilience; self-compassion
Introduction Interest in mindfulness and its enhancement has increased in recent years.
Derived from ancient Buddhist and Yoga practices, the term mindfulness may be
used to describe a psychological trait, a practice for cultivating mindfulness (e.g.,
mindfulness meditation), a mode or state of awareness, or a psychological process.
Mindfulness refers to a process that leads to a mental state character-ized by
non-judgmental awareness of the present moment experience, includ-ing one’s
sensations, thoughts, bodily states, consciousness, and the environment,
while encouraging openness, curiosity, and acceptance (Bishop et al., 2004).
Mindfulness has been broadly conceptualized as a state in which one is highly
aware and focused on the reality of the present moment, accepting and
acknowledging it, without getting caught up in thoughts about the situation or
emotional reactions to it (Kabat-Zinn, 1990).
CONTACT Alicia Sales [email protected] Department of Developmental Psychology, University of Valencia, Valencia, Spain.
© 2016 Taylor & Francis
Dow
nlo
aded
by [
Univ
ersi
ty o
f C
alif
orn
ia, S
an D
iego]
at 1
4:4
9 1
5 M
arch
2016
CLINICAL GERONTOLOGIST 91
In relation to this concept, compassion involves sensitivity to the experi-
ence of suffering, coupled with a deep desire to alleviate that suffering
(Goetz, Keltner, & Simon-Thomas, 2010). Neff (2003a) operationalized self-
compassion as consisting of three main elements: kindness, common
humanity, and mindfulness. These components combine and mutually
interact to create a self-compassionate frame of mind. Currently, there are
programs for increasing self-compassion whose benefits are being tested
experimentally. Gilbert and Procter (2006) developed a group-based therapy
intervention for clinical populations called Compassionate Mind Training
(CMT). CMT is designed to help people develop self-compassion skills,
especially when their usual way of relating to themselves involves self-
attack. Germer and Neff (2013) developed a training program called
Mindful Self-Compassion (MSC), designed to teach self-compassion skills to
the general population. Experimental studies that include training in
mindfulness and self-compassion for mental health have shown positive
results (Phillips & Ferguson, 2013)
Mindfulness-based interventions have brought about a revolution in the
health sciences field in recent years, and their efficacy has been shown in
numerous clinical and non-clinical contexts (see meta-analysis by Eberth &
Sedlmeier, 2012; Visted, Vøllestad, Nielsen, & Nielsen, 2015).
One demonstrated effect of this type of therapy is increased coping ability
and adaptation to stressful situations (Weinstein, Brown, & Ryan, 2009).
Specifically, a person is more likely to face a situation adaptively if he/she is
able to consciously observe the situation and objectively note the internal
aspects, thoughts and emotions taking place, instead of focusing on negative
thought patterns or distorted past- or future-oriented thoughts (McCullough,
Orsulak, Brandon, & Akers, 2007).
Approach coping is generally considered adaptive because an effort is
made to resolve stressful situations or to overcome the stress associated
with them. Coping based on the Lazarus and Folkman (1984) paradigm is
conceptualized as having two dimensions, problem-focused versus emotion-
focused coping. The objective of problem-focused coping is to manage or
change the problem that causes the disturbance. Emotion-focused coping
methods regulate the person’s emotional response to the problem. Resilience is
inextricably linked to coping, as it is an outcome of good adaptation to
stressful situations. Masten (2001) described it as ―a class of phenomena
characterized by good outcomes in spite of threats to adaptation or develop-
ment‖ (p. 228). Resilience is a positive and adaptive approach to stress.
Throughout life, people have to address various adverse situations and
adapt to numerous changes that affect their daily lives. However, elderly
adults experience an age-associated loss of resources, both material and
personal, that can hinder their ability to adjust to unfortunate situations
(loss of loved ones, increased dependency, etc.). Given that the basis for
Dow
nlo
aded
by [
Univ
ersi
ty o
f C
alif
orn
ia, S
an D
iego]
at 1
4:4
9 1
5 M
arch
2016
92 J. PEREZ-BLASCO ET AL.
successful aging is the ability to adapt and adjust to changes, training in
mindfulness and self-compassion creates an emotionally positive self-attitude
that can protect against the negative consequences of self-judgment, isola-
tion, and rumination (Neff, 2003b). It is a good tool for working with people
who face aging (Neff & Germer, 2013), as it produces benefits in mental
health and coping in the presence of stressful events in old age (Allen &
Leary, 2014). Furthermore, with a Mindfulness program, people can learn to
resolve life’s challenges through methods that are not based on rationality
(Kabat-Zinn, 2014).
Studies with older people have found benefits in both physical and physio-
logical aspects, such as brain aging (Epel, Daubenmier, Moskowitz, Folkman, &
Blackburn, 2009) and chronic pain (Morone, Lynch, Greco, Tindle, &
Weiner, 2008); cognitive processes such as attention (McHugh, Simpson, &
Reed, 2010), flexibility (Moore & Malinowski, 2009), visuo-spatial processing,
working memory and executive functioning (Zeidan, Johnson, Diamond,
David, & Goolkasian, 2010); and emotional aspects, such as emotional distress (de
Frias & Whyne, 2015; Young & Baime, 2010), levels of depression (Smith,
Graham, & Senthinathan, 2007) and anxiety (Manouchehri et al., 2014). In
general, the practice of mindfulness has been found to regulate emotion, even
improving the self-perception of aging (Turner, 2009) and effective coping
with stressful aging events (Allen & Leary, 2014). However, to date, few studies
have focused on analyzing the effectiveness of mindfulness in healthy older
people with variables such as resilience and coping.
Given the number of changes and losses that occur during the normal aging
process, it is important to develop a type of intervention that can help these
people to gain optimal strategies to better adapt to the environment and these
changes. In addition, given the concept of successful aging, where the senior
continues to live an active life despite the typical decline related to aging, such
interventions in older people are of great interest. If older people develop,
maintain and/or enhance their capabilities, they can improve their health and,
therefore, their quality of life. These results can be of interest to the literature
and in clinical practice with older adults to improve their quality of life.
In sum, this study evaluates the effectiveness of a mindfulness and self-
compassion program with a sample of older people in improving resilience
levels and reducing the levels of stress, anxiety and depression associated
with aging, and it explores whether changes occur in coping strategies.
Method Participants
The initial sample was composed of 45 elderly adults living in a community.
The sample was recruited for participation in a mindfulness program offered
Dow
nlo
aded
by [
Univ
ersi
ty o
f C
alif
orn
ia, S
an D
iego]
at 1
4:4
9 1
5 M
arch
2016
CLINICAL GERONTOLOGIST 93
by a senior program at the University of Valencia. This program aims to be a
link between society and the university, promoting and conducting activities for
the diffusion and dissemination of knowledge, science and culture. To
participate, inclusion criteria required that participants had to be 60 years old or
more, could not be under institutional care, and could not have any
cognitive impairment that interfered with their daily activities. The partici-
pants, who met all the criteria, gave their informed consent to take part in the
study. They were evaluated individually before being assigned to groups.
After this first evaluation, all the participants were randomly assigned to
either the intervention group (N = 22) or the control group (N = 23). To
randomize the groups, a spreadsheet was used where the participants’ codes
were introduced. The program offered an output file with the participants
who would receive the treatment. The other participants became the control
group and continued with their usual care. The participants did not know
which group they belonged to until the second data collection was com-
pleted. Members of the control group were on a waiting list for treatment.
Members of the treatment group had to attend at least 90% of the sessions.
For health reasons, two participants did not have 90% attendance and were
excluded from the analyses, leaving a final sample size of 43 participants (N
= 20 in the intervention group, and N = 23 in the control group).
Following the intervention, post treatment measures were taken in both
groups. The average age of the group was 63.56 years (SD = 4.1). As for
gender, 32.6% were male and 67.4% female. Regarding marital status, 34.9%
were married, 14.3% were single, and 19% were widows or widowers. In
terms of educational level, 34.9% had only completed elementary education,
25.6% had completed secondary education, and 39.5% had higher education. An
analysis of the homogeneity of these variables revealed no significant
differences (see the Results).
Instruments In addition to collecting socio-demographic data, various tests and scales
were administered to obtain pre- and post-intervention measures.
The Brief Resilient Coping Scale (BRCS; Sinclair & Wallston, 2004) has
been validated in the Spanish elderly population (Tomás, Meléndez, Sancho, &
Mayordomo, 2012). The BRCS is a brief 4-item scale designed to assess the
tendency to cope with stress in a highly adaptive manner. The scale has
demonstrated adequate levels of reliability and validity and shows one coping
factor that emerges from the four indicators (Sinclair & Wallston, 2004);
reliability obtained by Cronbach’s alpha was .83.
The Depression Anxiety Stress Scales (DASS; Lovibond & Lovibond, 1995) is
a 42-item questionnaire that includes three self-report scales. This test is
designed to measure the negative emotional states of depression, anxiety and
Dow
nlo
aded
by [
Univ
ersi
ty o
f C
alif
orn
ia, S
an D
iego]
at 1
4:4
9 1
5 M
arch
2016
94 J. PEREZ-BLASCO ET AL.
stress. Each of the three scales contains 14 items. The depression scale
assesses dysphoria, hopelessness, devaluation of life, self-deprecation, lack of
interest/involvement, anhedonia and inertia; the Anxiety scale assesses
autonomic arousal, skeletal muscle effects, situational anxiety, and the sub-
jective experience of anxious affect; the Stress scale is sensitive to levels of
chronic non-specific arousal, and assesses difficulty in relaxing, nervous
arousal, and being easily upset/agitated, irritable/over-reactive and impatient.
Each item is scored from 0 to 3, according to the degree to which subjects
have experienced each state during the past week (0 = nothing, 3 = very
applicable). Reliability obtained by Cronbach’s alpha was .96 for depression, .86
for anxiety, and .93 for stress.
The Coping Strategies Questionnaire is a 42-item self-report measure
designed to assess seven basic coping styles: (1) problem-solving coping, (2)
negative self-focused coping, (3) positive reappraisal, (4) overt emo-tional
expression, (5) avoidance, (6) seeking social support, and (7) reli-gious
coping. The questionnaire was developed and validated by Sandín and
Chorot (2003), and its factor structure has been confirmed in an elderly
population with satisfactory reliability (Tomás, Sancho, & Meléndez,
2013). The CAE is based on the classic distinction between problem-
focused and emotion-focused coping (Lazarus & Folkman, 1984), and
confirmatory factor analysis was conducted on the seven coping
dimensions to test a two-factor solution of problem- and emotion-focused
coping (Tomás et al., 2013). Reliability obtained by Cronbach’s alpha for
the dimensions was: problem-solving coping .88; negative self-focused .65;
positive reappraisal .65; overt emotional expression, .76; avoidance .64;
seeking social support .92; religious .82.
Procedure The mindfulness training program applied integrates practical and theoreti-cal
elements of the following models: Kabat Zinn’s Mindfulness-Based
Cognitive Therapy, Salzberg (2010) and the Mindful Self-compassion
Program by Neff (2011). Based on these studies, sessions are held in a
group format, due to the advantages of this type of intervention format.
The intervention was carried out for 10 consecutive weeks, with one two-
hour session held each week. Each session combined theoretical explanations
and practical exercises, and ended with proposals for daily tasks to be carried
out during that week. These tasks included formal practice—different forms of
meditation—and informal practice—daily mindful activities, such as
bringing one’s attention to what was being done and what was occurring in
the present moment with openness, curiosity, acceptance, and friendliness. We
also handed out recordings to enable guided meditations. The different topics
addressed are:
Dow
nlo
aded
by [
Univ
ersi
ty o
f C
alif
orn
ia, S
an D
iego]
at 1
4:4
9 1
5 M
arch
2016
CLINICAL GERONTOLOGIST 95
(1) Living under automatic pilot versus living with mindfulness: sitting
meditation, eating mindfully, mindful activity;
(2) Breathing as an anchor for living in the present: breathing medita-
tion, eating mindfully, mindful activity, 3-minute breathing;
(3) Body sensation awareness: body scan meditation, mindful activity, 3-
minute breathing;
(4) Sensorial awareness: sound landscape meditation, mindful activity
related to sounds, 3-minute breathing;
(5) Thinking awareness: mental landscape meditation, mindful pleasant
activity, 3-minute breathing in pleasant moments;
(6) Emotion awareness: meditations: labelling emotions and paying
attention to emotions through body sensations, 3-minute breathing
and emotions, mindful activity;
(7) Exploring difficult moments: meditation with difficult emotions, 3-
minute breathing in unpleasant moments, mindful activity;
(8) Unconditional love versus praiseworthy self-esteem: metta meditation (3-
minute pause with metta), mindful self-care activity (3-minute
pause with metta);
(9) Compassion and forgiveness: Compassion meditations, forgiveness
meditation, 3-minute pause with compassion during difficult
moments, mindful self-care activity.
(10) How to maintain and secure mindful practice: Mountain meditation,
Lake meditation.
Data analysis We performed t-tests for independent samples, chi-squared tests and
Mann-Whitney U-tests to determine whether the groups were homoge-
nous prior to treatment. To analyze the intervention’s effects, repeated
measures analyses of variance were conducted. Simple effects and interac-
tion effects (group X time) were examined. The level of statistical signifi-
cance employed was p < .05; for the interpretation of eta squared, scores
equal to or greater than .50 are considered moderate, and .80 is considered
large (Cohen, 1992). All analyses were carried out using the SPSS 19
statistical package.
Results First, tests for homogeneity revealed no significant differences between
groups at pre-treatment: age (62.06 vs. 64.60; t(37) = 1.99, n.s.), gender (χ2
(1) = .94, n.s.), marital status (Mann-Whitney z = .516, n.s.), educational level
(Mann-Whitney z = .72, p = n.s.).
Dow
nlo
aded
by [
Univ
ersi
ty o
f C
alif
orn
ia, S
an D
iego]
at 1
4:4
9 1
5 M
arch
2016
96 J. PEREZ-BLASCO ET AL.
The resilience (BRCS results) time-group interaction was found to have a
significant effect (F1,35 = 5.35, p = .027, η2 = .133). The groups showed no
significant differences at pre-treatment, but the treatment group’s scores
increased significantly between pre-treatment and post-treatment
(F1,35 = 10.92, p = .002, η2 = .239). Means and standard deviations of the
variables with significant interactions are presented in Table 1.
Next, we studied the effect of the intervention on the depression, anxiety
and stress (DASS) dimensions, and simple effects analysis revealed no sig-
nificant differences between pre-treatment measures. Dimensions showed
only time-group interaction effects on anxiety (F1,35 = 8.99, p = .005, η2
= .204), as a significant reduction was observed in the treatment group’s scores
between the two measurement points (F1,35 = 15.14, p < .001, η2 =
.302). The effect of the interaction on stress was marginally significant (F1,35
= 3.30, p = .078, η2 = .086), and a significant decrease was observed in the
treatment group (F1,35 = 4.19, p = .048, η2 = .107).
Finally, with regard to the coping dimensions, simple effects analysis
revealed no differences at pre-treatment, except on positive reappraisal (p = .001). The coping dimensions showed significant effects on the group X
time interaction strategies: problem-solving coping (F1,35 = 23.25, p <
.001, η2 = .392), positive reappraisal (F1,35 = 7.99, p = .008, η2
= .186),
negative self-focused coping (F1,35 = 19.65, p < .001, η2 = .360), overt
emotional expression (F1,35 = 29.63, p < .001, η2 = .458), avoidance
(F1,35 = 5.47, p = .025, η2 = .135) and religion (F1,35 = 37.125, p < .001,
η2 = .515) (Table 1). Seeking social support showed no significant interaction.
Regarding simple effects, analysis of the groups over time indicated a sig-
nificant decrease in the scores of the treatment group on problem-solving
coping (F1,35 = 32.64, p < .001, η2 = .476), negative self-focused coping
(F1,35 = 33.58, p < .001, η2 = .490), overt emotional expression
(F1,35 = 55.68, p < .001, η2 = .614) and religion (F1,35 = 68.99, p < .001,
η2 = .663), and a significant increase in positive reappraisal (F1,35 = 21.78, p
< .001, η2 = .384) and avoidance (F1,28 = 9.44, p = .004, η2
= .212).
Table 1. Means and Standard Deviations of the Groups in Dimensions with Significant Group x Time Interaction.
Dow
nlo
aded
by [
Univ
ersi
ty o
f C
alif
orn
ia, S
an D
iego]
at 1
4:4
9 1
5 M
arch
2016
CLINICAL GERONTOLOGIST 97
Discussion Throughout life, people have to face a variety of adverse situations and adapt to
numerous changes that affect their daily lives. However, during aging, the loss
of certain resources (loss of health, loss of loved ones, increased depen-dency
. . .) and cognitive capacities (memory, processing speed . . .), which is
biologically unavoidable, occur during this developmental period, and it is
difficult to adjust to these unfavorable situations (Martin, Kliegel, Rott, Poon, &
Johnson, 2008). Evidence suggests that self-compassion may be beneficial to
older adults who are struggling to cope with the aging process (Allen &
Leary, 2014). For this reason, it is important to implement mindfulness
interventions in healthy elderly people because they can improve successful
aging, and this is one of the aims of positive psychology. The main objective of
this study was to analyze the consequences of the use of a Mindfulness
Program with self-compassion, based on resilience and coping strategies, in
improving elderly people’s adjustment by reducing their anxiety and
stress levels. The results obtained suggest that mindfulness practice with
self-compassion can be useful in this type of therapy.
Mindfulness practice produces changes at four levels (Shapiro, Carlson,
Astin, & Freeman, 2006): self-regulation, values clarification, cognitive, emo-
tional and behavioral flexibility, and exposure to internal events that promote
resistance and healthy adaptation to unfavorable situations. These changes are
coherent with the improvement observed in resilience values. Regarding the
effects of mindfulness on resilience, de Frias (2014) indicates that mind-fulness
may serve as an adaptive strategy that can protect older adults from the effects
of stress on mental health. Therefore, it can be a mechanism for resiliency late
in life.
The increase in resilience levels occurs parallel to the decrease in anxiety and
stress levels. The effect of Mindfulness practice on these variables has been
clearly shown in many studies on anxiety (Hofmann, Sawyer, Witt, & Oh,
2010) and stress (Shapiro, Astin, Bishop, & Cordova, 2005). This improvement
comes from attention regulation, body awareness and sustained attention to
physical sensations, emotional regulation through acceptance without judg-
ment, emotional regulation through exposure, extinction of automatic
responses and reconsolidation, and changes in self-perspective that involve a
greater disregard for a rigid image of the self (Hölzel et al., 2011).
Most elderly people have to confront situations such as loss of loved ones or
an increase in their dependency. All of these situations will be character-ized
as involving damage or loss (Martin et al., 2008). In addition, some studies
indicate that older people have lower scores on self-efficiency, which makes
them more vulnerable (Bandura, 1977). Thus, interventions in the use of more
adaptive coping strategies are fundamental in this last stage of life. As
indicated by de Frias and Whyne (2015), mindfulness meditation
Dow
nlo
aded
by [
Univ
ersi
ty o
f C
alif
orn
ia, S
an D
iego]
at 1
4:4
9 1
5 M
arch
2016
98 J. PEREZ-BLASCO ET AL.
techniques appear to shift cognitive appraisals from threat to challenge,
decrease ruminative thought, and reduces stress arousal. They showed that
life stress was inversely related to mental health and physical health, and that
trait mindfulness had a positive effect on mental health in middle-aged and
older adults.
With Mindfulness practice, people learn to resolve life’s challenges
through methods that are not based on rationality or the desire to control or
understand all the variables in a life situation (Kabat-Zinn, 2014). Thus, in the
present study, the scores on strategies based on problem-solving also
decreased. People learn to observe the internal and external reality; they learn to
accept it and react without being impulsive. They trust in their own
capacity to find an adequate response with an open and secure attitude.
In the positive re-evaluation strategy, although the statistical analysis
showed differences in the assessment of the intervention, there was only a
significant improvement in the treatment group, while the control group
remained stable. This strategy, defined as cognitive methods that modify the
meaning of a stressful situation, also obtained higher scores. It should be kept in
mind that Mindfulness produces a change in the meaning of a stressful
situation by increasing confidence and acceptance of the present situation. As
Mindfulness is practiced, a change takes place in the relationship between the
individual and his/her personal beliefs. The change is characterized by
greater flexibility in overcoming beliefs, greater confidence in the capacity to
cope with life’s challenges, and greater awareness that all phenomena have a
cause and an effect that is not always possible to understand. On the other
hand, and as other authors have stated (Allen & Leary, 2014), people with
high self-compassion, an aspect worked on in the intervention, tend to
confront painful situations with a more positive approach than those who
are less self-compassionate.
Regarding the decrease produced in negative self-focusing, mindfulness
and self-compassion training is fundamentally based on the acceptance of
suffering as something universal, a full awareness of painful experiences, and a
kind and loving response toward oneself, precisely because of this suffering.
Thus, people do not attribute guilt to themselves or to the negative aspects of
the situation. Elderly people learn to live with the situation by controlling the
negative values that produced discomfort before participating in the program
(Neff & Germer, 2013). Our results, therefore, coincide with previous studies
with elderly people, indicating that self-compassion predicted positive
responses to aging and that self-compassionate thoughts explained the rela-
tionship between trait self-compassion and emotional tone, as well as the
belief that their attitude helped them to cope with age-related events (Allen &
Leary, 2014).
Another noteworthy effect is the decrease in the open emotion expression
strategy. After the intervention, participants manifested much less tendency
Dow
nlo
aded
by [
Univ
ersi
ty o
f C
alif
orn
ia, S
an D
iego]
at 1
4:4
9 1
5 M
arch
2016
CLINICAL GERONTOLOGIST 99
to express their emotions in a cathartic way. This result was expected because
these types of interventions make people less impulsive when facing stressful
situations, they help them to manage their emotions better (Jazaieri, Urry, &
Gross, 2013), and they give them greater capacity for introspection and
emotional awareness (Sze, Gyurak, Yuan, & Levenson, 2010).
As far as increasing the avoidance strategy is concerned, mindfulness
training produces an increase in the postponing response strategy because it
teaches qualities such as attentive, kind, receptive and accepting awareness that
can be applied in everyday stressful situations in order to respond to them at
the appropriate time. Being aware of each moment allows us to avoid worsening
the situation or employing inadequate methods to deal with it. Furthermore,
as other authors also state (Meléndez, Mayordomo, Sancho, & Tomás, 2012),
elderly people use avoidance strategies more often because they have more
time and are able to choose the best solution more calmly. Therefore, in the
short term, this type of transitory and voluntary avoidance can be beneficial.
Different studies indicate that, as people age, they benefit from religious
and mystic support and turn to religious or magical thoughts as a way to
cope with problems (Meléndez et al., 2012). And because some studies find an
association between levels of mindfulness and spirituality (Carmody, Reed,
Kristeller, & Merriam, 2008), the program was expected to have the effect of
increasing the religion variable. However, our results did not con-firm our
hypothesis: the use of this strategy actually declined after participa-tion in the
program. One possible explanation for this would be that mindfulness
practice is considered a secular spirituality that is compatible with any type
of religious belief and has the additional advantage of being performed
privately. The decline in participation in religious rituals may be due to the
fact that people acquire a tool that allows them to channel their spiritual
concerns more autonomously, without resorting to social religious ceremonies.
Finally, the results for the search for social support are not significant. This is
reasonable because, although Mindfulness improves satisfaction with social
relations, promoting the search for social support as a way to deal with
stressful situations is not an objective of this type of intervention.
In conclusion, this study provides evidence of beneficial results of mind-
fulness intervention with older people, in terms of the capacity to adapt and
cope in adverse situations with greater resilience and less stress and anxiety. In
other words, these programs promote cognitive, emotional and behavioral
flexibility, which is essential for successful adaptation to a new phase and
context that involves developmental losses. This study ultimately contributes to
the identification of strategies that promote well-being and successful aging,
an area of study where research on mindfulness is scarce. Given that
mindfulness and self-compassion training programs could help older adults
Dow
nlo
aded
by [
Univ
ersi
ty o
f C
alif
orn
ia, S
an D
iego]
at 1
4:4
9 1
5 M
arch
2016
100 J. PEREZ-BLASCO ET AL.
to cope more effectively with the changes associated with aging, as some
studies have already shown (Allen & Leary, 2014; Rejeski, 2008), this field
should be studied further. Therefore, these results suggest that the field of
gerontology would benefit from devoting additional attention to self-
compassion.
As limitations, we must mention the small sample and the absence of a
follow-up study of the benefits acquired through this program, making it
difficult to generalize the results. Furthermore, another limitation is the
absence of double-blind assessment and not controlling for potential covari-
ates such as the effects of the therapist. In addition, some of the eta squared
obtained is low. Regarding future studies, as stated by Bishop and colleagues
(2004), mindfulness practices provide opportunities to gain insight into the
nature of thoughts and feelings as events passing through the mind, rather
than as inherent aspects of the self or valid reflections on reality. Moreover,
mindfulness would probably be associated with more complex descriptions of
one’s thoughts as contextual, relativistic, transient and subjective, as shown by
this author (Bishop et al., 2004). Therefore, in future studies in this area, it would
be interesting to set up a mindfulness program adapted to elderly people, in
order to obtain greater benefits for this population.
ORCID Alicia Sales http://orcid.org/0000-0002-7070-8130 Juan C Meléndez http://orcid.org/0000-0002-6353-6035
References Allen, A. B., & Leary, M. R. (2014). Self-compassionate responses to aging. The Gerontologist, 54,
190–200. doi:10.1093/geront/gns204
Bandura, A. (1977). Self-efficacy: Toward a unifying theory of behavioral change.
Psychological Review, 84, 191–215. doi:10.1037/0033-295X.84.2.191
Bishop, S. R., Lau, M., Shapiro, S., Carlson, L., Anderson, N. D., Carmody, J., & Devins, G.
(2004). Mindfulness: A proposed operational definition. Clinical Psychology: Science and
Practice, 11, 230–241.
Carmody, J., Reed, G., Kristeller, J., & Merriam, P. (2008). Mindfulness, spirituality, and
health-related symptoms. Journal of Psychosomatic Research, 64, 393–403. doi:10.1016/j.
jpsychores.2007.06.015
Cohen, Q. (1992). Quantitative methods in psychology. Psychological Bulletin, 112, 155–159.
doi:10.1037/0033-2909.112.1.155
de Frias, C. M. (2014). Memory compensation in older adults: The role of health, emotion
regulation, and trait mindfulness. The Journals of Gerontology Series B: Psychological
Sciences and Social Sciences, 69, 678–685. doi:10.1093/geronb/gbt064
de Frias, C. M., & Whyne, E. (2015). Stress on health-related quality of life in older adults: The
protective nature of mindfulness. Aging & Mental Health, 19, 201–206. doi:10.1080/
13607863.2014.924090
Dow
nlo
aded
by [
Univ
ersi
ty o
f C
alif
orn
ia, S
an D
iego]
at 1
4:4
9 1
5 M
arch
2016
CLINICAL GERONTOLOGIST 101
Eberth, J., & Sedlmeier, P. (2012). The effects of mindfulness meditation: A meta-analysis.
Mindfulness, 3, 174–189. doi:10.1007/s12671-012-0101-x Epel, E., Daubenmier, J., Moskowitz, J. T., Folkman, S., & Blackburn, E. (2009). Can medita-tion
slow rate of cellular aging? Cognitive stress, mindfulness, and telomeres. Annals of the New York Academy of Sciences, 1172, 34–53. doi:10.1111/j.1749-6632.2009.04414.x
Germer, C. K., & Neff, K. D. (2013). Self-compassion in clinical practice. Journal of Clinical Psychology, 69, 856–867. doi:10.1002/jclp.2013.69.issue-8
Gilbert, P., & Procter, S. (2006). Compassionate mind training for people with high shame and
self-criticism: Overview and pilot study of a group therapy approach. Clinical Psychology & Psychotherapy, 13, 353–379. doi:10.1002/(ISSN)1099-0879
Goetz, J. L., Keltner, D., & Simon-Thomas, E. (2010). Compassion: An evolutionary analysis and
empirical review. Psychological Bulletin, 136, 351–374. doi:10.1037/a0018807 Hofmann, S. G., Sawyer, A. T., Witt, A. A., & Oh, D. (2010). The effect of mindfulness-based
therapy on anxiety and depression: A meta-analytic review. Journal of Consulting and Clinical Psychology, 78, 169–183. doi:10.1037/a0018555
Hölzel, B. K., Lazar, S. W., Gard, T., Schuman-Olivier, Z., Vago, D. R., & Ott, U. (2011). How does
mindfulness meditation work? Proposing mechanisms of action from a conceptual and
neural perspective. Perspectives on Psychological Science, 6, 537–559. doi:10.1177/
1745691611419671 Jazaieri, H., Urry, H. L., & Gross, J. J. (2013). Affective disturbance and psychopathology: An
emotion regulation perspective. Journal of Experimental Psychopathology, 4, 584–599.
Kabat-Zinn, J. (1990). Full catastrophe living: Using the wisdom of your body and mind to face stress, pain and illness. New York, NY: Delacorte.
Kabat-Zinn, J. (2014). Meditation is not for the faint-hearted. Mindfulness, 5, 341–344.
doi:10.1007/s12671-014-0307-1 Lazarus, R. S., & Folkman, S. (1984). Stress, appraisal, and coping. New York, NY: Springer.
Lovibond, P., & Lovibond, S. (1995). The structure of negative emotional states: Comparison of
the depression anxiety stress scales (DASS) with the Beck depression and anxiety inventories. Behaviour Research and Therapy, 33, 335–343. doi:10.1016/0005-7967(94)00075-U Manouchehri,
M., Mehryar, A. H., Ahadi, H., Rahgozar, M., Jomehri, F., Mohseninezhad, S.,
& Sadeghi, N. (2014). Effectiveness of mindfulness-based cognitive therapy to reduce
anxious thoughts elderly people. Nationalpark-forschung in der schweiz (Switzerland Research Park Journal), 104, 275–285.
Martin, P., Kliegel, M., Rott, C., Poon, L. W., & Johnson, M. A. (2008). Age differences and changes of coping behavior in three age groups: Findings from the Georgia Centenarian
Study. The International Journal of Aging and Human Development, 66, 97–114.
doi:10.2190/AG.66.2.a Masten, A. S. (2001). Ordinary magic: Resilience processes in development. American
Psychologist, 56, 227–238. doi:10.1037/0003-066X.56.3.227 McCullough, M. E., Orsulak, P., Brandon, A., & Akers, L. (2007). Rumination, fear, and
cortisol: An in vivo study of interpersonal transgressions. Health Psychology, 26, 126–132.
doi:10.1037/0278-6133.26.1.126 McHugh, L., Simpson, A., & Reed, P. (2010). Mindfulness as a potential intervention for
stimulus over-selectivity in older adults. Research in Developmental Disabilities, 31, 178– 184.
doi:10.1016/j.ridd.2009.08.009 Meléndez, J. C., Mayordomo, T., Sancho, P., & Tomás, J. M. (2012). Coping strategies:
Gender differences and development throughout life-span. Spanish Journal of Psychology, 15,
1089–1098. doi:10.5209/rev_SJOP.2012.v15.n3.39399 Moore, A., & Malinowski, P. (2009). Meditation, mindfulness and cognitive flexibility.
Consciousness and Cognition, 18, 176–186. doi:10.1016/j.concog.2008.12.008
Dow
nlo
aded
by [
Univ
ersi
ty o
f C
alif
orn
ia, S
an D
iego]
at 1
4:4
9 1
5 M
arch
2016
102 J. PEREZ-BLASCO ET AL.
Morone, N. E., Lynch, C. S., Greco, C. M., Tindle, H. A., & Weiner, D. K. (2008). I felt like a new
person. The effects of mindfulness meditation on older adults with chronic pain:
Qualitative narrative analysis of diary entries. The Journal of Pain, 9, 841–848. doi:10.1016/
j.jpain.2008.04.003 Neff, K. D. (2003a). The development and validation of a scale to measure self-compassion. Self
and Identity, 2, 223–250. doi:10.1080/15298860309027
Neff, K. D. (2003b). Self-compassion: An alternative conceptualization of a healthy attitude
toward oneself. Self and Identity, 2, 85–101. doi:10.1080/15298860309032 Neff, K. D. (2011). Self-compassion. Stop beating yourself up and leave insecurity behind. New York:
William Morrow.
Neff, K. D., & Germer, C. K. (2013). A pilot study and randomized controlled trial of the
mindful self-compassion program. Journal of Clinical Psychology, 69, 28–44. doi:10.1002/
jclp.21923 Phillips, W. J., & Ferguson, S. J. (2013). Self-compassion: A resource for positive aging. The
Journals of Gerontology Series B: Psychological Sciences and Social Sciences, 68, 529–539.
doi:10.1093/geronb/gbs091
Rejeski, W. J. (2008). Mindfulness: Reconnecting the body and mind in geriatric medicine and
gerontology. The Gerontologist, 48, 135–141. doi:10.1093/geront/48.2.135 Salzberg, S. (2010). Real happiness: The power of meditation: A 28-day program. New York, NY:
Workman Publishing.
Sandín, B., & Chorot, P. (2003). Cuestionario de Afrontamiento del Estrés (CAE): Desarrollo y
validación preliminar [The Coping Strategies Questionnaire: Development and prelimin-ary
valdation]. Revista de Psicopatología y Psicología Clínica, 8, 39–54. doi:10.5944/rppc.
vol.8.num.1.2003 Shapiro, S. L., Astin, J. A., Bishop, S. R., & Cordova, M. (2005). Mindfulness-based stress
reduction for health care professionals: Results from a randomized trial. International
Journal of Stress Management, 12, 164–176. doi:10.1037/1072-5245.12.2.164
Shapiro, S. L., Carlson, L. E., Astin, J. A., & Freeman, B. (2006). Mechanisms of mindfulness.
Journal of Clinical Psychology, 62, 373–386. doi:10.1002/jclp.20237 Sinclair, V. G., & Wallston, K. A. (2004). The development and psychometric evaluation of the
Brief Resilient Coping Scale. Assessment, 11, 94–101. doi:10.1177/1073191103258144
Smith, A., Graham, L., & Senthinathan, S. (2007). Mindfulness-based cognitive therapy for
recurring depression in older people: A qualitative study. Aging and Mental Health, 11,
346–357. doi:10.1080/13607860601086256 Sze, J. A., Gyurak, A., Yuan, J. W., & Levenson, R. W. (2010). Coherence between emotional
experience and physiology: Does body awareness training have an impact? Emotion, 10,
803–814. doi:10.1037/a0020146 Tomás, J. M., Meléndez, J. C., Sancho, P., & Mayordomo, T. (2012). Adaptation and initial
validation of the BRCS in an elderly Spanish sample. European Journal of Psychological
Assessment, 28, 283–289. doi:10.1027/1015-5759/a000108 Tomás, J. M., Sancho, P., & Meléndez, J. C. (2013). Validación del Cuestionario de
Afrontamiento del Estrés para su uso en población mayor española [Validation of the
Coping Strategies Questionnaire for use in elderly Spanish population.]. Behavioral
Psychology, 21, 103–122.
Turner, K. (2009). Mindfulness: The present moment in clinical social work. Clinical Social
Work Journal, 37, 95–103. doi:10.1007/s10615-008-0182-0
Visted, E., Vøllestad, J., Nielsen, M. B., & Nielsen, G. H. (2015). The impact of group-based
mindfulness training on self-reported mindfulness: A systematic review and meta-analysis.
Mindfulness, 6, 501–522. doi:10.1007/s12671-014-0283-5
Dow
nlo
aded
by [
Univ
ersi
ty o
f C
alif
orn
ia, S
an D
iego]
at 1
4:4
9 1
5 M
arch
2016
CLINICAL GERONTOLOGIST 103
Weinstein, N., Brown, K. W., & Ryan, R. M. (2009). A multi-method examination of the effects of mindfulness on
stress attribution, coping, and emotional well-being. Journal of Research in Personality, 43, 374–385.
doi:10.1016/j.jrp.2008.12.008
Young, L. A., & Baime, M. J. (2010). Mindfulness-based stress reduction: Effect on emotional distress in older adults.
Complementary Health Practice Review, 15, 59–64.
Zeidan, F., Johnson, S. K., Diamond, B. J., David, Z., & Goolkasian, P. (2010). Mindfulness meditation improves
cognition: Evidence of brief mental training. Consciousness and Cognition, 19, 597–605.
doi:10.1016/j.concog.2010.03.014
Sado et al. BMC Res Notes (2018) 11:653
https://doi.org/10.1186/s13104-018-3744-4
RESEARCH NOTE
BMC Research Notes
Open Access
Feasibility study of mindfulness-based cognitive therapy for anxiety disorders in a Japanese setting
Mitsuhiro Sado1,2* , Sunre Park3,4, Akira Ninomiya1,2, Yasuko Sato5, Daisuke Fujisawa4,6, Joichiro Shirahase1,2
and Masaru Mimura1,2
Abstract
Objective: Mindfulness-based cognitive therapy (MBCT) could be a treatment option for anxiety disorders. Although
its effectiveness under conditions of low pharmacotherapy rates has been demonstrated, its effectiveness under
condition of high pharmacotherapy rate is still unknown. The aim of the study was to evaluate effectiveness of MBCT
under the context of high pharmacotherapy rates.
Results: A single arm with pre-post comparison design was adopted. Those who had any diagnosis of anxiety disor-
ders, between the ages of 20 and 74, were included. Participants attended 8 weekly 2-hour-long sessions followed by
2 monthly boosters. Evaluation was conducted at baseline, in the middle, at end of the intervention, and at follow-up.
The State-Trait Anxiety Inventory (STAI)-state was set as the primary outcome. Pre-post analyses with mixed-effect
models repeated measures were conducted. Fourteen patients were involved. The mean age was 45.0, and 71.4%
were female. The mean change in the STAI-state at every point showed statistically significant improvement. The
STAI-trait also showed improvement at a high significance level from the very early stages. The participants showed
significant improvement at least one point in some other secondary outcomes.
Trial registration Retrospectively registered at the University Hospital Medical Information Network on 1st August 2013
(ID: UMIN000011347)
Keywords: Mindfulness, Anxiety disorders, Mindfulness-based cognitive behavioral therapy Introduction
Anxiety disorders are among the most prevalent and
long-term mental disorders worldwide. The prevalence
rates are estimated to be 18.1% in the US [1], 6.4% in
Europe [2], and 5.5% in Japan [3]. The accumulative
remission rates within 8 years for social anxiety disor-
ders, panic disorders with agoraphobia, and generalized
anxiety disorders remain low, at: 31, 38, and 49%, respec-
tively [4]. The intractable feature of the condition is one
of its aspects that boost prevalence.
*Correspondence: [email protected] 1 Department of Neuropsychiatry, Keio University School of Medicine, Tokyo, Japan Full list of author information is available at the end of the article
Such high prevalence considerably burdens the soci-
ety. The latest disability studies [5, 6] revealed that anxi-
ety disorders represent the 6th leading disease in terms
of years of life lived with a disability in 2010. The burden
converted into monetary cost manifests the magnitude.
The societal cost of anxiety disorders rose to USD 42.3
billion in the US in 1990 [7], GBP 8.9 billion in England in
2007 [8], and JPY 2.4 trillion in Japan in 2008 [9].
Although pharmacotherapy and individualized cogni-
tive behavior therapy (CBT) were recommended as the
1st line treatment among the clinical guidelines [10–12],
more patients chose CBT if it was available. However,
psychotherapists’ scarcity restricts the dissemination of
adequate individualized CBT. Therefore, the develop-
ment of another form of psychotherapy, which is as cost
effective and effective as CBT, is necessary.
© The Author(s) 2018. This article is distributed under the terms of the Creative Commons Attribution 4.0 International License (http://creativecommons.org/licenses/by/4.0/), which permits unrestricted use, distribution, and reproduction in any medium, provided you give appropriate credit to the original author(s) and the source, provide a link to the Creative Commons license, and indicate if changes were made. The Creative Commons Public Domain Dedication waiver (http://creativecommons.org/ publicdomain/zero/1.0/) applies to the data made available in this article, unless otherwise stated.
Sado et al. BMC Res Notes (2018) 11:653 Page 2 of 7
Mindfulness-based cognitive therapy (MBCT) would Procedure
meet these requirements. It is a form of group psycho-
therapy combining the essence of CBT and mindfulness-
based stress reduction (MBSR) program, which was
developed and brought into the healthcare arena by Jon
Kabat-Zinn in the 1970s [13]. MBCT aims to cultivate
mindfulness and intentional non-judgmental awareness
in present-moment experiences [14]. This therapy could
be more cost effective than individualized CBT because
MBCT is normally provided in a group setting.
The effectiveness of MBCT has been demonstrated in
various treatment areas: relapse prevention of depressive
episodes [15–18], psychological distress among cancer
patients [19–22], chronic pain [23], and so on [24]. Even
in the area of anxiety disorder treatment, several studies
have already reported significant favorable effects [25–
29]. However, because pharmacotherapy rates among
the participants in these studies are considerably low
(ranging from 0 to 39%), its effectiveness under settings
in which the vast majority of patients have already expe-
rienced pharmacotherapy (e.g., in Japan the pharmaco-
therapy rate among patients with anxiety disorders is 86%
[30]) is still unknown. Therefore, we aimed to investigate
the feasibility and effectiveness of MBCT as a pilot study
with a single arm for patients with anxiety disorders.
Main text
Method
Design
A single arm study was used to test MBCT’s feasibility
and effectiveness with a pre-post comparison. The study
was conducted between March 2013 and September
2014.
Ethics approval and consent to participate
This study was approved by the ethical committee at Keio
University School of Medicine and registered at the Uni-
versity Hospital Medical Information Network on 1st
August 2013 (ID: UMIN000011347).
Participants
Inclusion criteria for this study were: (1) any diagnosis of
panic disorder, social anxiety disorder, obsessive compul-
sive disorder, or generalized anxiety disorder using the
Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders
4th edition; (2) aged between 20 and 74 years; and (3)
able to provide consent in writing. The exclusion criteria
were: (1) any past history of substance-related disorders/
manic or psychotic episode/receiving mindfulness-based
intervention, (2) impairment in cognitive function, (3)
antisocial personality disorder, (4) severe suicidal idea-
tion, and (5) expected dificulty in following up 4 months
after the start of the intervention.
The participants were recruited from the Department
of Neuropsychiatry, Keio University Hospital. After
providing written consent, they attended an 8-week
course of MBCT for anxiety, followed by 2 monthly
booster sessions. Evaluation was conducted before the
intervention (0 weeks) (T0), during it (4 weeks) (T1), at
its end (8 weeks) (T2), and during the follow-up peri-
ods (1 month (T3) and 2 months after the completion
of the program (T4)).
Intervention
Because the original MBCT [13] targets relapse preven-
tion for depression, we made minimal modifications to
the original program in order to ensure that it fits with
anxiety disorders. Specifically, we revised the psychoe-
ducational part in Session 4 so that it would be relevant
to anxiety disorders. The details of the program are
shown in Table 1.
This program consists of 8 weekly 2-hour-long ses-
sions. Each session consists of three parts: (1) practic-
ing meditation and yoga, (2) sharing experiences, and
(3) psychoeducational portions. The participants were
encouraged to practice daily for 30 min to 1 h at home
with audio CD instructions and perform other exer-
cises such as monitoring positive or negative feelings.
The program was led by a psychiatrist (MS) and a
nurse/clinical psychologist (SP), both of whom had
practiced mindful meditation for more than 2 years
with experience in attending MBSR and MBCT
retreats.
Outcomes
We used the following scales to measure outcomes, all
of which had already been validated in Japanese.
Primary We set the State-Trait Anxiety Inventory
(STAI)-state as the primary outcome. The STAI is a
commonly used measure of state and trait anxiety [31].
Secondary We also used the following scales for sec-
ondary outcomes: the STAI-trait, 6-item Kessler Psy-
chological Distress Scale (K-6), Center for Epidemilogic
Studies Depression Scale (CES-D), EuroQol 5 Dimen-
sion (EQ-5D), Five Facet Mindfulness Questionnaire
(FFMQ), 36-Item Short-Form Health Survey (SF-36),
Mobility Inventory for Agoraphobia (MIA), and Liebow-
itz Social Anxiety Scale (LSAS). The details of each scale
are as follows.
K-6 The K6 scale was designed to be sensitive to
the threshold for the clinically significant range of
the distribution of nonspecific distress in an effort to
Sado et al. BMC Res Notes (2018) 11:653 Page 3 of 7
Table 1 Contents of the program
Session
1
2
3
4
5
6
7
8
Theme
Automatic pilot
Dealing with barriers
Mindfulness of the breath
Staying present
Allowing/letting be
Thoughts are not facts
How can I best take care of myself?
Using what has been learned to
deal with future mood
Contents
Psychoeducation: what is mindfulness
Exercise: mindfulness eating (―Raisin exercise‖)/body scan
Homework: mindfulness of a routine activity/body scan
Psychoeducation: association of mood and thoughts
Exercise: thoughts and feelings exercise/body scan/mindful breathing meditation
Homework: body scan/breathing meditation/pleasant events calendar
Psychoeducation: awareness of mind wandering and focuing on the breath
Exercise: breathing meditation/gentle yoga/mindful walking
Homework: breathing meditation/gentle yoga/mindful walking/unpleasant events calendar
Psychoeducation: staying present/about anxiety symptomsa
Exercise: meditation of sounds and thoughts/breathing meditation
Homework: meditation of sounds and thoughts/breathing meditation/3-min breathing space
Psychoeducation: exploring dificulty
Exercise: breathing meditation/meditation of sounds and thoughts/exploring dificulty
Homework: breathing meditation/meditation of sounds and thoughts/exploring dificulty/3-min breathing space
Psychoeducation: cognitive biases
Exercise: breathing meditation/meditation of sounds and thoughts/exploring dificulty
Homework: breathing meditation/meditation of sounds and thoughts/exploring dificulty/3-min breathing space
Psychoeducation: choosing functional behaviors/behavioral activation/identifying triggers
Exercise: mindfulness meditation of sounds and thoughts/breathing meditation
Homework: meditation of sounds and thoughts/breathing meditation/3-min breathing space +action plan
Personal reflections of course/plans for future practice and strategies for maintaining momentum/ farewell
Exercise: body scan/breathing meditation a The lecture relevant to depression was replaced by that about anxiety in session 4
maximize its ability to discriminate cases of serious
mental illness from non-cases [32].
CES-D The CES-D is a short self-report scale designed
to measure depressive symptomatology among the gen-
eral population [33]. The scale contains 20 items that ask
how often over the past week the patients experienced
symptoms associated with depression.
EQ-5D EQ-5D is a standardized instrument for use as
a measure of health outcomes [34]. It provides a simple
descriptive profile and a single index value for health
status.
FFMQ The FFMQ is based on a factor analytic study of
five independently developed mindfulness questionnaires
[35]. The five facets are observing, describing, acting with
awareness, the non-judging of inner experience, and non-
reactivity to inner experience.
SF-36 The SF-36 is a set of generic, coherent, and eas-
ily administered quality-of-life measures. These measures
rely on patient self-report [36]. It consists of eight sec-
role functioning, social role functioning, and mental
health [37, 38].
MIA The MIA is a measurement of self-reported ago-
raphobic avoidance behavior and frequency of panic
attacks [39]. Respondents rate 26 items using Likert-type
scales ranging from 1 (never avoid) to 5 (always avoid) to
indicate how much they avoid various situations due to
anxiety or discomfort when they are accompanied by a
trusted companion and when they are alone.
LSAS The LSAS is an instrument used to assess the
range of social interactions and performance situations
that a patient fears; it assists in the diagnosis of social
anxiety disorder [32]. The scale features 24 items, which
are divided into two subscales. Of these, 13 questions
relate to performance anxiety and 11 to social situations.
Analyses
Changes in mean scores between the baseline and each
observational period for each scale were tested with
tions: vitality, physical functioning, bodily pain, general mixed-effect models, repeated-measures, and inten-
health perceptions, physical role functioning, emotional tion-to-treat analyses. Age, sex, and intervention were
Sado et al. BMC Res Notes (2018) 11:653
imputed into the model as coeficients. A 5% significance
level was adopted for all statistical analyses. STATA
ver.15 was used to conduct the statistical analysis.
Results
Basic participant characteristics
Fourteen patients were involved in the research. As
shown in Table 2, mean age (standard deviation: sd)
Page 4 of 7
post-treatment, but these disappeared during follow-up.
Although the total score did not show any change, sig-
nificant improvements were noted on an FFMQ subscale
(i.e., non-judgment) immediately and also at 1 month
post-treatment. Moreover, the trend-level improvement
in another subscale (i.e., awareness) at 2 months post-
treatment was acknowledged.
With regard to the disease-specific scales, the MIA
was 45.0 (14.1), and 71.4% were female. With respect (AAC) score indicated significant improvements at
to primary diagnosis, six participants had panic disor-
ders, while five and three had social anxiety disorder
and obsessive compulsive disorder, respectively. Average
treatment duration at the start of the intervention was
13.4 years (7.4) and the rate of pharmacotherapy use was
93% (71.4% and 50.0% used antidepressants and benzo-
diazepine, respectively). All but one of the participants
completed the program and the average number of pro-
gram attendance was 7.4 (1.1). The reason for dropout
was the deterioration of respiratory symptoms that were
originally comorbid.
Primary outcome
As described in Table 3, the mean change (sd) from base-
line in STAI-state at every point showed statistically sig-
nificant improvements: − 6.14 (2.70) at T1, − 11.66 (2.78)
at T2, − 8.12 (2.78) at T3, and − 6.58 (2.78) at T4.
Secondary outcome
As shown in Table 3, significant improvements were
observed in multifarious scales. For STAI-trait, improve-
ment was observed from the very early stages with high
significance levels and continued until 2 months after
the completion of the intervention. With respect to
K-6, the participants showed significant improvements
Table 2 Baseline characteristics of the participants
2 month follow-up, while only improvement trend was
detected in MIA (AAL) at the end of the follow-up. No
improvement was observed in LSAS, specifically, among
the participants with social anxiety disorders.
Discussion
To the best of our knowledge, this is the first study in
Japan to evaluate the applicability and feasibility of the
MBCT for anxiety disorders. The present results indicate
that it would favorably affect the symptoms of anxiety
disorders. The quite low attrition rate also demonstrated
its feasibility even in settings under which pharmaco-
therapy had already been provided to the vast majority of
participants.
The improvement in STAI-state with a high signifi-
cance level that was observed even post-treatment indi-
cates that the eficacy of MBCT would be sustained, even
after the intervention. Another surprising result was that
STAI-trait similarly improved significantly. This means
the MBCT has the potential to remedy the trait that
would affect the onset and continuity of anxiety symp-
toms from the very early stages. This might represent the
peculiarity of mindfulness, which aims to transform the
attitude toward unpleasant events rather than to remove
the unpleasant experiences themselves.
We covered only two disease-specific scales: agora-
phobia and panic attack (MIA) and social phobia (LSAS)
due to the constraints of scale availability. The fact that
Characteristics Mean/n
Age 45.0
Gender (female) 10
Diagnosis
Panic disorder 6
SAD 5
OCD 3
Duration from onset (years) 13.4
Medication 13
Antidepressants 10
Benzodiazepine 7
Mood stabilizer 2
Antipsychotics 2
Frequency of attendance 7.4
sd/% MIA (AAC) showed significant immediate and 2-month-
post-treatment improvements indicates that MBCT has 14.1 the potential to be effective even for disease-specific 71.4 symptoms.
Attention should be paid to the interpretation of 42.9 the results of the FFMQ. The FFMQ is composed of 35.7 five factors, and is supposed to converge at two higher 21.4 factors: “self-regulated attention” and “orientation to
7.4 experience” [40]. Although a previous study showed 92.9 significant changes in all FFMQ factors pre- and post-71.4 intervention in the MBCT group [41], no changes were 50.0 detected in this study except for “non-judging.” As 14.3 indicated in previous studies, although numerous vali-14.3 dation studies have been conducted to measure mind-1.1 fulness, the results appear to vary [42]. The discrepancy
SAD social anxiety disorder, OCD obsessive compulsive disorder
Sado et al. BMC Res Notes (2018) 11:653 Page 5 of 7
Table 3 Outcomes scores at each assessment point with comparison to baseline Mean score at baseline and mean differences compared to baseline
n Baseline
Mean se
4 week
Mean difference se
8 week
Mean difference se
12 week
Mean difference se
16 week
Mean difference se
STAI-state
P value
STAI-trait
P value
K-6
P value
CESD
P value
SF36 PCS
P value
SF36MCS
P value
SF36 RCS
P value
FFMQ (total)
P value
FFMQ (observe)
P value
FFMQ (noreact)
P value
FFMQ (nonjudgement)
P value
FFMQ (descrive)
P value
FFMQ (awareness)
P value
EQ-5D
P value
14 52.6 2.8 − 6.14
0.02
14 55.9 3.0 − 3.86
0.04
14 8.6 1.6 − 1.07
0.36
14 17.7 3.0 − 0.71
0.73
14 54.1 2.8 − 0.57
0.78
14 41.4 3.6 − 2.17
0.32
14 42.5 4.3 3.13
0.27
14 110.4 4.9 − 1.42
0.53
14 22.6 1.5 − 0.93
0.35
14 16.6 1.7 − 0.79
0.35
14 23.9 2.0 2.00
0.09
14 22.9 1.5 − 1.18
0.16
14 24.5 1.6 − 0.52
0.64
14 0.79 0.04 0.01
0.79
2.70 − 11.66
<0.001
1.85 − 6.55
<0.01
1.17 − 2.68
0.03
2.03 − 1.46
0.48
2.02 1.68
0.42
2.18 2.11
0.35
2.84 3.03
0.30
2.25 2.51
0.28
0.99 0.07
0.94
0.84 0.93
0.28
1.17 2.62
0.03
0.84 0.57
0.51
1.11 − 1.69
0.14
0.03 0.02
0.41
2.78 − 8.12
<0.01
1.90 − 4.86
0.01
1.20 − 1.68
0.16
2.09 − 3.85
0.07
2.07 0.52
0.80
2.25 2.27
0.31
2.92 4.50
0.12
2.31 0.96
0.68
1.01 0.14
0.89
0.87 0.81
0.35
1.21 2.54
0.04
0.87 − 0.96
0.27
1.15 − 1.58
0.17
0.03 0.03
0.22
2.78 − 6.58 2.78
0.02
1.90 − 3.93 1.90
0.04
1.20 0.16 1.20
0.89
2.09 1.69 2.09
0.42
2.07 1.32 2.07
0.53
2.25 − 1.33 2.25
0.55
2.92 2.29 2.92
0.43
2.31 − 1.17 2.31
0.61
1.01 0.77 1.01
0.45
0.87 0.39 0.87
0.65
1.21 0.77 1.21
0.52
0.87 − 1.04 0.87
0.23
1.15 − 2.07 1.15
0.07
0.03 0.04 0.03
0.09
MIA (AAC)
P value
MIA (AAL)
P value
6 1.88 0.29 − 0.08
0.39
6 2.24 0.49 − 0.02
0.87
0.09 − 0.18
0.05
0.14 − 0.15
0.28
0.09 − 0.13
0.14
0.14 − 0.05
0.71
0.09 − 0.24 0.09
<0.01
0.14 − 0.25 0.14
0.07
MIA (panic attack 1 weeks) 6 2.83
P value
MIA (panic attack 3 weeks) 6 5.83
P value
2.44 − 0.17
0.89
4.85 − 1.00
0.56
1.19 − 1.67
0.16
1.72 − 3.33
0.05
1.19 − 2.17
0.07
1.72 − 2.83
0.10
1.19 − 1.67 1.19
0.16
1.72 − 2.50 1.72
0.15
LSAS 5 73.40
P value
13.41 − 12.00
0.08
6.81 − 3.63
0.63
7.42 − 7.38
0.32
7.42 − 9.13 7.42
0.22
between the previous and current studies possibly rep-
resents the nature of this scale. In addition, the dis-
crepancy could be due to the small sample size of the
current study. No, or quite limited, specific measures
for anxiety in the CES-D, EQ-5D, and SF-36 would be
a reason why no significant changes were observed in
scores on these scales.
Sado et al. BMC Res Notes (2018) 11:653
Limitations
This study has some limitations. The sample size was
too small to conduct subgroup analyses between dif-
ferent types of anxiety disorders. This also affected the
generalizability of the results. The other limitation was
that the study was performed with a single arm pre-
post design. Therefore, it is necessary to conduct ran-
domized controlled studies to accurately evaluate its
effectiveness in future research.
Abbreviations AAC: Avoidance Accompanied Scale; AAL: Avoidance Alone Scale; CBT: cogni-
tive behavior therapy; CES-D: Center for Epidemiologic Studies Depression
Scale; EQ-5D: EuroQol 5 Dimension; FFMQ: Five Facet Mindfulness Question-
naire; K-6: the 6-item Kessler Psychological Distress Scale; LSAS: the Liebowitz
Social Anxiety Scale; MBCT: mindfulness-based cognitive therapy; MBSR: mindfulness-based stress reduction; MIA: the Mobility Inventory for Agorapho-
bia; sd: standard deviation; SF-36: the 36-Item Short-Form Health Survey; STAI:
the State-Trait Anxiety Inventory.
Authors’ contributions MS conceived and designed the study. MS drafted the study protocol. MS and
SP organized and supervised the study implementation, and MS drafted the
manuscript. SP, AN, JS, and MM refined the study protocol and implementa-
tion. MS, SP, and YS intervened with the participants. MS and AN conducted
the statistical analyses. MS, AN, DF, JS and MM interpreted the results. MS
drafted the grant proposal and was responsible for the study implementation.
MS was responsible for the study management. SP, YS, and AN collected data. All authors critically reviewed the manuscript for content and approved the
final version. MS and AN had full access to all of the data throughout the study
and take responsibility for the integrity of the data and the accuracy of the
analysis. All authors read and approved the final manuscript.
Author details 1 Department of Neuropsychiatry, Keio University School of Medicine, Tokyo,
Japan. 2 Center for Stress Research, Keio University, Tokyo, Japan. 3 Faculty
of Nursing and Medicine Care, Keio University, Tokyo, Japan. 4 Palliative Care
Center, Keio University Hospital, Tokyo, Japan. 5 Department of Nursing,
National Hospital Organization Tokyo Medical Center, Tokyo, Japan. 6 Division of Patient Safety, Department of Neuropsychiatry, Keio University School of Medicine, Tokyo, Japan.
Acknowledgements
Not applicable.
Competing interests The authors declare that they have no competing interests.
Availability of data and materials The datasets used and/or analyzed during the current study are available from
the corresponding author upon reasonable request.
Consent to publish
Not applicable.
Ethics approval and consent to participate This study was approved by the ethical committee at Keio University School of Medicine (reference: 2012-440). The identification number of the clinical trial
registry system at the University Hospital Medical Information Network was
UMIN000011347.
Funding
This research was conducted with the assistance of a fund for the promotion of science from Keio University (H24 KEIO-GAKUSHIN-KOJIN 004163). The fund body was not involved in any of the following processes: the development of
Page 6 of 7
the study design and protocol; data collection, analysis, or interpretation; and
the writing of the manuscript.
Publisher’s Note Springer Nature remains neutral with regard to jurisdictional claims in pub-lished maps and institutional afiliations.
Received: 20 July 2018 Accepted: 28 August 2018
References
1. Kessler RC. Prevalence, severity, and comorbidity of twelve-month DSM-
IV disorders in the National Comorbidity Survey replicaton. Arch Gen
Psychiatry. 2005;62(6):617–27. 2. Alonso J. Prevalence of mental disorders in Europe: results from the
Epidemiology of Mental Disorders (ESEMeD) Project. Acta Psychiatr Scand
Suppl. 2004;420:21–7.
3. Kawakami N, Takeshima T, Ono Y, Uda H, Hata Y, Nakane Y, et al.
Twelve-month prevalence, severity, and treatment of common mental
disorders in communities in Japan: preliminary finding from the World
Mental Health Japan Survey 2002–2003. Psychiatry Clin Neurosci.
2005;59(4):441–52.
4. Yonkers KA, Bruce SE, Dyck IR, Keller MB. Chronicity, relapse, and illness–
course of panic disorder, social phobia, and generalized anxiety disorder:
findings in men and women from 8 years of follow-up. Depress Anxiety.
2003;17(3):173–9. 5. Murray CJL. Choosing indicators for the health-related SDG targets.
Lancet. 2015;386(10001):1314–7.
6. Baxter AJ, Vos T, Scott KM, Ferrari AJ, Whiteford HA. The global burden of
anxiety disorders in 2010. Psychol Med. 2014;44(11):2363–74.
7. Greenberg PE, Sisitsky T, Kessler RC, Finkelstein SN, Berndt ER, Davidson
JR, et al. The economic burden of anxiety disorders in the 1990s. J Clin
Psychiatry. 1999;60(7):427–35.
8. McCrone P. Paying the price: the cost of mental health care in England to
2026. London: King’s Fund; 2008.
9. Sado M, Takechi S, Inagaki A, Fujisawa D, Koreki A, Mimura M, et al. Cost
of anxiety disorders in Japan in 2008: a prevalence-based approach. BMC
Psychiatry. 2013;13:338. 10. Generalised anxiety disorder and panic disorder (with or without agora-
phobia) in adults: management in primary, secondary and community
care (partial update) [Internet]. National Collaborating Centre for Mental
Health Commissioned by NICE; 2011. http://www.nice.org.uk/nicemedia/
live/13314/52667/52667.pdf. Accessed 1 July 2018.
11. Social anxiety disorder: recognition, assessment and treatment [Internet].
National Collaborating Centre for Mental Health Commissioned by NICE;
2013. https://www.nice.org.uk/guidance/cg159/resources/social-anxie ty-disorder-recognition-assessment-and-treatment-pdf-35109639699397.
Accessed 1 July 2018.
12. Obsessive-compulsive disorder and body dysmorphic disorder: treat-
ment [Internet]. National Collaborating Centre for Mental Health Com-
missioned by NICE; 2005. https://www.nice.org.uk/guidance/cg31/resou rces/obsessivecompulsive-disorder-and-body-dysmorphic-disorder-treat
ment-pdf-975381519301. Accessed 1 July 2018.
13. Segal Z, Williams JM, Teasdale J. Mindfulness-based cognitive therapy for
depression. A new approach to preventing relapse. New York: Guilford
Publications; 2002.
14. Kabat-Zinn J. Full catastrophe living: using the wisdom of your body and
mind to face stress, pain, and illness. New York: Delacorte Press; 1990.
15. Teasdale JD, Segal ZV, Williams JM, Ridgeway VA, Soulsby JM, Lau MA. Pre-
vention of relapse/recurrence in major depression by mindfulness-based
cognitive therapy. J Consult Clin Psychol. 2000;68(4):615–23.
16. Ma SH, Teasdale JD. Mindfulness-based cognitive therapy for depression:
replication and exploration of differential relapse prevention effects. J Consult Clin Psychol. 2004;72(1):31–40.
17. Kuyken W, Byford S, Taylor RS, Watkins E, Holden E, White K, et al. Mindful-ness-based cognitive therapy to prevent relapse in recurrent depression. J Consult Clin Psychol. 2008;76(6):966–78.
Sado et al. BMC Res Notes (2018) 11:653
18. Kuyken W, Hayes R, Barrett B, Byng R, Dalgleish T, Kessler D, et al. Effective-
ness and cost-effectiveness of mindfulness-based cognitive therapy compared with maintenance antidepressant treatment in the prevention
of depressive relapse or recurrence (PREVENT): a randomised controlled
trial. Lancet. 2015;386(9988):63–73.
19. Zainal NZ, Booth S, Huppert FA. The eficacy of mindfulness-based stress
reduction on mental health of breast cancer patients: a meta-analysis.
Psychooncology. 2013;22(7):1457–65.
20. Zhang J, Xu R, Wang B, Wang J. Effects of mindfulness-based therapy
for patients with breast cancer: a systematic review and meta-analysis.
Complement Ther Med. 2016;26:1–10.
21. Haller H, Winkler MM, Klose P, Dobos G, Kummel S, Cramer H. Mindful-
ness-based interventions for women with breast cancer: an updated
systematic review and meta-analysis. Acta Oncol. 2017;56(12):1665–76. 22. Huang HP, He M, Wang HY, Zhou M. A meta-analysis of the benefits of
mindfulness-based stress reduction (MBSR) on psychological function
among breast cancer (BC) survivors. Breast Cancer. 2016;23(4):568–76.
23. Hilton L, Hempel S, Ewing BA, Apaydin E, Xenakis L, Newberry S, et al.
Mindfulness meditation for chronic pain: systematic review and meta-
analysis. Ann Behav Med. 2017;51(2):199–213.
24. Khoury B, Lecomte T, Fortin G, Masse M, Therien P, Bouchard V, et al.
Mindfulness-based therapy: a comprehensive meta-analysis. Clin Psychol
Rev. 2013;33(6):763–71.
25. Craigie MA, Rees C, Marsh A, Nathan P. Mindfulness-based cognitive
therapy for generalized anxiety disorder: a preliminary evaluation. Behav
Cogn Psychother. 2008;36(5):553–68.
26. Kim B, Lee SH, Kim YW, Choi TK, Yook K, Suh SY, et al. Effectiveness of a mindfulness-based cognitive therapy program as an adjunct to
pharmacotherapy in patients with panic disorder. J Anxiety Disord.
2010;24(6):590–5.
27. Evans S, Ferrando S, Findler M, Stowell C, Smart C, Haglin D. Mindfulness-
based cognitive therapy for generalized anxiety disorder. J Anxiety
Disord. 2008;22(4):716–21.
28. Yook K, Lee SH, Ryu M, Kim KH, Choi TK, Suh SY, et al. Usefulness of
mindfulness-based cognitive therapy for treating insomnia in patients
with anxiety disorders: a pilot study. J Nerv Ment Dis. 2008;196(6):501–3.
29. Piet J, Hougaard E, Hecksher MS, Rosenberg NK. A randomized pilot study of mindfulness-based cognitive therapy and group cognitive-behavioral therapy for young adults with social phobia. Scand J Psychol. 2010;51(5):403–10.
Page 7 of 7
30. Uchida H, Suzuki T, Mamo DC, Mulsant BH, Kikuchi T, Takeuchi H, et al.
Benzodiazepine and antidepressant use in elderly patients with anxi-ety disorders: a survey of 796 outpatients in Japan. J Anxiety Disord.
2009;23(4):477–81.
31. Spielberger CD, Gorsuch RL, Lushene R, Vagg PR, Jacobs GA. Manual for
the State-Trait Anxiety Inventory. Palo Alto, CA: Consulting Psychologists
Press; 1983.
32. Kessler RC, Barker PR, Colpe LJ, Epstein JF, Gfroerer JC, Hiripi E, et al.
Screening for serious mental illness in the general population. Arch Gen
Psychiatry. 2003;60(2):184–9.
33. Radloff LS. The CES-D Scale: a self-report depression scale for research in
the general population. Appl Psychol Meas. 1977;1:385–401.
34. Brooks R. EuroQol: the current state of play. Health Policy.
1996;37(1):53–72. 35. Baer RA, Smith GT, Hopkins J, Krietemeyer J, Toney L. Using self-report
assessment methods to explore facets of mindfulness. Assessment.
2006;13(1):27–45.
36. Health R. 36-Item Short Form Survey Santa Monica: RAND Health. https
://www.rand.org/health/surveys_tools/mos/36-item-short-form.html.
Accessed 1 July 2018.
37. Brazier JE, Harper R, Jones NM, O’Cathain A, Thomas KJ, Usherwood T,
et al. Validating the SF-36 health survey questionnaire: new outcome
measure for primary care. BMJ. 1992;305(6846):160–4.
38. Fukuhara S, Ware JE Jr, Kosinski M, Wada S, Gandek B. Psychometric and
Clinical tests of validity of the Japanese SF-36 health survey. J Clin Epide-
miol. 1998;51(11):1045–53.
39. Chambless DL, Caputo GC, Jasin SE, Gracely EJ, Williams C. The mobility inventory for agoraphobia. Behav Res Ther. 1985;23(1):35–44.
40. Tran US, Gluck TM, Nader IW. Investigating the Five Facet Mindfulness
Questionnaire (FFMQ): construction of a short form and evidence
of a two-factor higher order structure of mindfulness. J Clin Psychol.
2013;69(9):951–65.
41. Koszycki D, Thake J, Mavounza C, Daoust JP, Taljaard M, Bradwejn J.
Preliminary investigation of a mindfulness-based intervention for social
anxiety disorder that integrates compassion meditation and mindful
exposure. J Altern Complement Med. 2016;22(5):363–74.
42. Park T, Reilly-Spong M, Gross CR. Mindfulness: a systematic review of instruments to measure an emergent patient-reported outcome (PRO). Qual Life Res. 2013;22(10):2639–59.
Ready to submit your research ? Choose BMC and benefit from:
• fast, convenient online submission
• thorough peer review by experienced researchers in your field
• rapid publication on acceptance
• support for research data, including large and complex data types
• gold Open Access which fosters wider collaboration and increased citations
• maximum visibility for your research: over 100M website views per year
At BMC, research is always in progress.
Learn more biomedcentral.com/submissions