Karya tulis sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Magister
Oleh NURAINI RAHMA HANIFA
Fakultas Teknik Sipil dan Lingkungan
INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG
LOW-COST NON-METRIC AUTO-FOCUS UNTUK PEMANTAUAN DEFORMASI
Adalah benar dibuat oleh saya sendiri dan belum pernah dibuat dan
diserahkan
sebelumnya baik sebagian ataupun seluruhnya, baik oleh saya maupun
orang lain,
baik di ITB maupun institusi pendidikan lainnya.
Bandung, Juni 2007
Dr. Ir. Bambang Setyadji, M.Sc. Dr. Ir. Irawan Soemarto,
M.Sc.
NIP. 131 944 836 NIP. 130 812 297
Mengetahui:
Ketua,
NIP. 131 690 328
Tesis S2 yang tidak dipublikasikan terdaftar dan tersedia di
Perpustakaan Institut
Teknologi Bandung, dan terbuka untuk umum dengan ketentuan bahwa
hak cipta ada
pada pengarang dengan mengikuti aturan HAKI yang berlaku di
Institut Teknologi
Bandung. Referensi kepustakaan diperkenankan dicatat, tetapi
pengutipan atau
peringkasan hanya dapat dilakukan seizin pengarang dan harus
disertai dengan
kebiasaan ilmiah untuk menyebutkan sumbernya.
Memperbanyak atau menerbitkan sebagian atau seluruh tesis haruslah
seizin Dekan
Sekolah Pascasarjana, Institut Teknologi Bandung.
pergeseran koordinat antar kala. Penelitian ini mencoba suatu
metode alternatif yang relatif
murah untuk melakukan pengamatan deformasi, yakni menggunakan
teknologi Close Range
Photogrammetry (CRP) atau Fotogrameteri Rentang Dekat,
dengan memanfaatkan low-cost
kamera digital. Kemampuan kamera digital dalam mendeteksi deformasi
objek diuji dalam
skala laboratorium, menggunakan lemari besi sebagai kerangka serta
monitor komputer
sebagai objek terdeformasi. Kamera yang digunakan adalah kamera
komersial Nikon Coolpix
2200 dengan resolusi 2 megapiksel. Dari berbagai uji kalibrasi,
kamera ini bersifat tidak
stabil, terutama pada komponen panjang fokus utama. Untuk
mengantisipasi ketidakstabilan
parameter internal kamera, harus selalu dilakukan kalibrasi
dengan self-calibration.
Perhitungan koordinat foto dilakukan dengan metode bundle
adjustment , yang menghitung
secara simultan parameter kamera, lokasi kamera, dan koordinat
objek di foto. Hasil
menunjukkan bahwa metode CRP berpotensi untuk digunakan dalam
mendeteksi pergerakan.
Kamera Nikon Coolpix 2200 dapat mendeteksi perubahan di atas 3 mm,
dengan kata lain
pada skala 1/2000 dari jarak objek ke kamera.
Kata kunci: Close Range Photogrammetry, Self
Calibration, Perataan, Deformasi
Deformation analysis is done by geometric analysis and physical
interpretation of the
deformed object. Geodesy does geometric analysis by quantifying the
value of the
deformation from displacement vector. This research tries an
alternative method to do
deformation measurement which is low-cost, by means of commercial
digital camera
processed by Close Range Photogrammetry (CRP) technique. We
study the ability of digital
camera to detect deformation in laboratory scale, with a shelf as
frame and a computer
monitor as deform object. We use an auto focus commercial digital
camera, Nikon Coolpix
2200, with 2 mega pixel resolution. From stability analysis, we
find that this camera is
unstable, especially in focal length component. To solve this
problem, self-calibration has
always to be done for correction. The computation of the
3-dimension coordinate from the
image is done by bundle adjustment, which computes simultaneously
the internal parameter
of the camera, the camera position, and the object coordinate in
the photograph. The result
shows that CRP method has potential in deformation detection. Nikon
Coolpix 2200 camera
is able to detect deformation up to 3 mm, in other word 1/2000 from
object distance.
Key words: Close Range Photogrammetry, Self calibration,
Adjustment, Deformation
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT, berkat rahmat, hidayah dan
karunia-Nya sehingga penulis
dapat menyelesaikan penelitian ini sebagaimana mestinya. Penelitian
ini disusun untuk
memenuhi salah satu syarat kelulusan Program Magister di Fakultas
Teknik Sipil dan
Lingkungan Institut Teknologi Bandung. Penelitian ini berjudul
“Studi Penggunaan Low-Cost
Non-Metric Auto-Focus Digital Camera Untuk Pemantauan
Deformasi”.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada semua pihak yang telah
membantu penulis dalam
menyelesaikan penelitian ini, yakni:
1. Dr. Bambang Setyadji dan Dr. Irawan Soemarto sebagai
Pembimbing, atas segala
saran dan bimbingan selama penelitian berlangsung dan selama
penulisan tesis ini.
2. Deni Suwardhi, M.T. untuk pemberian perangkat lunak dan
pengetahuan yang
berkaitan dengan close range photogrammetry, sekaligus
sebagai dosen penguji.
3. Dr. Dudung Muhally Hakim, Ir. Kosasih Prijatna, M.Sc, dan
Ir. Dina A. Sarsito M.T.
selaku dosen penguji. Terimakasih atas segala masukan.
4. Dr. Wedyanto Kuntjoro selaku Ketua Prodi Teknik Geodesi
dan Geomatika, terima
kasih telah memberikan kesempatan untuk studi S2 disini.
5. Dr. Agung Budi Harto selaku Sekertaris Prodi dan Dosen
Wali, terima kasih atas
motivasi yang diberikan kepada penulis.
6. Para Dosen Program Studi Teknik Geodesi dan Geomatika yang
telah memberikan
pengetahuan selama penulis menjadi mahasiswa di Prodi Teknik
Geodesi ITB.
7. Seluruh staf dan karyawan Prodi Teknik Geodesi ITB.
8. Keluarga di rumah atas segala dukungannya.
9. Teman-teman yang telah membantu teknis pengambilan dan
pengolahan data.
10. Semua pihak yang tidak bisa disebutkan satu-persatu, atas
segala bantuan yang telah
diberikan kepada penulis.
Akhir kata semoga kehadiran tesis ini bermanfaat bagi kita
semua.
Bandung, Juni 2007
1.4.2 Manfaat untuk Aspek Keilmuan Praktis atau Rekayasa
.................................................6
1.5 Ruang
Lingkup..........................................................................................................................6
2.1 Deformasi
..................................................................................................................................9
2.2.6 Estimasi Hitung Perataan atau Least Square
Estimation (LSE)
dan Bundle
Adjusment .....................................................................................................16
BAB III UJI STABILITAS
KAMERA.......................................................................................19
3.6 Analisis Kalibrasi Kamera
.....................................................................................................22
BAB IV DETEKSI DEFORMASI
..............................................................................................23
4.2.1 Hitungan Titik
Referensi.................................................................................................25
4.2.2 Perhitungan Titik
Objek..................................................................................................26
4.3 Perhitungan Koordinat dari Data Foto
..................................................................................29
4.3.1
Pelaksanaan......................................................................................................................29
5.3
Analisis....................................................................................................................................42
Gambar 2.1 Kondisi kolinear atau prinsip kesegarisan
.................................................. .....11
Gambar 2.2 Interseksi spasial (berdasarkan Leitch, 2002)
.................................................12
Gambar 2.3 Reseksi spasial
..................................................................................................13
Gambar 3.1 Proyeksi bidang kalibrasi kamera beserta gambaran posisi
kamera,
Maret 2006
........................................................................................................20
Gambar 3.2 Bidang kalibrasi kamera 3D, dipotret dari 9 sisi, April
2006 ...........................20
Gambar 3.3 Bidang kalibrasi kamera 2D, dipotret dari 9 sisi, Juni
2006 .............................21
Gambar 3.4 Bidang kalibrasi kamera 3D, Agustus 2006
......................................................21
Gambar 3.5 Konfigurasi kamera yang digunakan
................................................................21
Gambar 4.1 Simulasi objek studi: lemari besi sebagai kerangka yang
dianggap tetap
dan monitor sebagai objek terdeformasi
..........................................................23
Gambar 4.2 Skema simulasi objek dan lokasi kamera serta titik
referensi ..........................24
Gambar 4.3 ETS refrektorless Sokkia
..................................................................................24
Gambar 4.4 Kamera Nikon Coolpix 2200
............................................................................24
Gambar 4.5 Titik target reflektorless
....................................................................................24
Gambar 4.6 Kerangka Dasar
.................................................................................................25
Gambar 4.7 Target images in VM (Vision Meterology)
......................................................28
Gambar 4.8 Pengambilan foto kala 2 secara horizontal
.......................................................30
Gambar 4.9 Pengambilan foto kala 2 secara vertikal
...........................................................30
Gambar 4.10 Pengambilan foto kala 3 secara horizontal
.......................................................31
Gambar 4.11 Pengambilan foto kala 3 secara vertikal
...........................................................31
Gambar 4.12 Konfigurasi kamera pada kala 2 (kiri) dan kala 3
(kanan) ................................34
Gambar 4.13 Perbandingan resolusi kamera dengan ukuran sensor,
jarak fokus,
dan jarak objek-kamera
.....................................................................................36
Gambar 4.14 Vektor pergeseran kala 2 – kala 3 dari data foto
...............................................37
Gambar 4.15 Pergerakan objek terhadap kerangka
................................................................38
Gambar 5.1
Letak scalebar ...................................................................................................40
DAFTAR TABEL
Tabel 3.1 Hasil kalibrasi kamera dari berbagai metode dan variasi
waktu ..............................22
Tabel 4.1 Koordinat titik kerangka dan standar deviasinya (dalam
mm) ................................26
Tabel 4.2 Data driveback dan kontrol yang digunakan pada
pengolahan foto kala 2 .............32
Tabel 4.3 Data driveback dan kontrol yang digunakan pada
pengolahan foto kala 3 .............32
Tabel 4.4 Parameter internal kamera kala 2
.............................................................................33
Tabel 4.5 Parameter internal kamera kala 3
.............................................................................33
Tabel 4.6 Vektor pergeseran kala 2 – kala 3 dari data koordinat
foto .....................................38
Tabel 5.1 Validasi scalebar kala 2 (dalam mm)
......................................................................41
perubahan-perubahan baik pada objek alam maupun pada objek
buatan manusia. Dinamika
alam ini dapat menyebabkan bencana jika bersinggungan dengan
kehidupan manusia, seperti
diantaranya banjir, erosi, longsor, kebakaran hutan, letusan gunung
api, gempa bumi, angin
puyuh, tsunami, amblasnya jalan akibat penurunan tanah,
rusaknya rel seiring waktu,
berubahnya struktur buatan manusia, dan lain-lain. Kerugian
yang paling terasa bagi
masyarakat berupa jatuhnya korban, kerusakan materi, properti dan
infrastruktur, kehilangan
tempat tinggal, juga bisa menyebabkan timbulnya berbagai penyakit.
Untuk meminimalkan
bencana yang terjadi, maka diperlukan upaya pemantauan
dinamika bumi, salah satu caranya
adalah dengan melakukan pemantauan deformasi objek-objek di bumi,
baik objek alam
maupun objek buatan.
Deformasi objek alam maupun buatan manusia sangat penting untuk
diamati dalam upaya
pelaksanaan mitigasi bencana untuk keselamatan kelangsungan
hidup masyarakat. Analisis
deformasi dilakukan dengan analisis geometrik dan intrepretasi
fisik objek terdeformasi.
Analisis geometrik dapat dilakukan dengan mengkuantifikasi besar
deformasi yang terjadi
dengan menentukan besarnya vektor pergeseran koordinat. Perhitungan
deformasi secara
geometrik ini untuk beberapa kasus memerlukan pengamatan yang
menghasilkan data hingga
fraksi milimeter. Hal ini harus ditunjang dengan alat, teknologi,
dan metode yang untuk
kasus-kasus tertentu memiliki kemampuan pengambilan data hingga
fraksi milimeter.
Pemantauan deformasi banyak dilakukan dengan menggunakan
Electronic Distance
Measurement (EDM) (VSI, 2006), sipat datar (Nirwana, 2003;
Alelo, 2001; Leonard, 2000),
Global Positioning System (GPS) (Abidin dkk, 2003; Andreas, 2001;
Ma`ruf, 2001; Meilano,
1997), Interferometry Synthetic Aperture
Radar (INSAR) (Emilio, 2005, Humme dkk, 2005),
Photogrammetry (Jiang, 2005; Leitch, 2002; Effendi,
2000), serta gabungan dari dua atau
lebih metode tersebut (Kusnandar, 2004; Bürgmann, dkk, 2002; Alelo,
2001).
Dengan menggunakan EDM, pengamatan biasa dilakukan terhadap panjang
baseline antara
pengukuran tidak menunjang untuk dilakukan pengukuran dengan
EDM maupun sipat datar.
Dengan menggunakan GPS, pemantauan deformasi dilakukan dengan
melakukan pengukuran
secara berkala di titik atau jaring yang akan diamati deformasinya.
Fraksi ketelitian yang
dihasilkan adalah milimeter dan dapat digunakan untuk menganalisis
daerah jangkauan
dimanapun selama alat GPS bisa didirikan. Jika alat GPS tidak bisa
didirikan, maka
pengukuran tidak bisa dilakukan.
Perhitungan deformasi dengan menggunakan INSAR memanfaatkan data
satelit radar
kemudian data diolah secara interferometri, dengan data yang dapat
mencakup area yang
cukup luas. Namun yang seringkali menjadi kendala adalah pengadaan
data, yang bergantung
waktu pemotretan, dan tidak mudah untuk mendapatkan pasangan data
dengan baseline
temporal dan baseline perpendicular yang tepat. Menggunakan
INSAR tidak dapat real time
dan hasilnya relatif antara citra yang digunakan. Masalah utama
yang timbul terkait dengan
realisasi pengukuran dengan metode-metode ini terkait dengan
masalah dana, yang sangat
besar. Selain itu, teknik yang telah dijelaskan tersebut
tidak dapat dimanfaatkan apabila
dimensi objeknya tidak begitu besar.
Untuk itu, penelitian ini mencoba metode alternatif yang relatif
murah untuk melakukan
pengamatan deformasi, yakni dengan teknologi Close Range
Photogrametry (CRP) atau
Fotogrametri Rentang Dekat, dengan memanfaatkan kamera
digital. Dalam teknik CRP,
kualitas proses penentuan koordinat dapat ditingkatkan dengan cara
melakukan pembidikan
ke objek secara konvergen dari beberapa kamera agar diperoleh
ukuran lebih. Teknik ini
mempunyai kelebihan terutama jika objek yang akan diukur sulit
untuk dijangkau dan atau
memiliki dimensi yang kecil. Selain itu, kamera-kamera digital
popular (non-metrik)
umumnya mempunyai harga yang relatif terjangkau.
Beberapa kelebihan lain dari teknik CRP ini antara lain:
a. CRP merupakan metode yang tidak memerlukan kontak langsung
dengan objek, sehingga
pengukuran dapat dilakukan walaupun akses langsung tidak
memungkinkan. Cakupan
dapat berupa keseluruhan objek maupun sebagian dari objek yang
diteliti ( Jiang, 2005;
Leitch, 2002; Atkinson, 1980).
Akuisisi data dengan menggunakan fotografi dapat dilakukan dengan
cepat dan sesuai
(Leitch, 2002; Atkinson, 1980).
c. Deformasi 3D dan pergerakan dari titik-titik amat dapat
disimpan dan diukur secara
simultan (Albert et al. 2002, dalam Jiang, 2005; Leitch,
2002).
e. Dimungkinkan melakukan pengukuran statik maupun dinamik
(Woodhouse et al., 1999,
dalam Jiang, 2005).
f. Gambar foto merupakan dokumentasi visual yang memberikan
informasi lokal secara
teliti dan dapat digunakan untuk analisis lebih lanjut (Cooper and
Robson, 1990, dalam
Jiang, 2005).
g. Repetisi untuk evaluasi selalu dimungkinkan (Atkinson,
1980).
h. Fotogrametri merupakan teknik yang sangat baik jika metode
lain tidak memungkinkan
dilakukan atau tidak efektif dan efisien mengingat aksesibilitas
objek yang diukur, biaya,
atau kendala lainnya (Atkinson, 1980).
i. Untuk banyak aplikasi, tekstur alami dapat digunakan
sebagai target alami dalam analisis
fotogrametri (Albert et al. 2002, dalam Jiang, 2005).
j. Automatisasi penuh dapat dilakukan dan akuisisi data
dapat dilakukan dengan cukup
cepat untuk melakukan real-time processing (Albert et
al. 2002, dalam Jiang, 2005).
k. Gambar foto merupakan dokumentasi visual yang memberikan
informasi lokal secara
teliti dan dapat digunakan untuk analisis lebih lanjut (Cooper and
Robson, 1990, dalam
Jiang, 2005).
Kekurangan dari teknologi ini antara lain (Leitch, 2002):
a. Hasil ukuran tidak dapat diperoleh secara langsung
mengingat perlu dilakukan
pengolahan dan evaluasi.
b. Kebutuhan akan spesialisasi dan peralatan pendukung
yang mahal dapat mengakibatkan
harga yang tinggi dalam implementasi.
c. Kesalahan selama pengambilan dan pengolahan foto dapat
menyulitkan pekerjaan.
Perkembangan teknologi dan dunia digital membawa banyak dampak
dalam bidang
fotogrametri ini. Kamera digital berkembang pesat, juga perangkat
lunak dan perangkat keras.
Leitch (2002) menyebutkan arah perkembangan teknologi CRP
yakni:
a. Usaha dalam meningkatkan presisi dan reliabilitas dari
metode CRP.
b.
Usaha mereduksi jumlah pengambilan foto baik menggunakan kamera
metrik dan
non metrik, terutama terkait dengan perkembangan perangkat lunak
komputer.
c. Usaha untuk terus mengembangkan dan meningkatkan kemampuan
perangkat lunak
komputer untuk analisis CRP.
e. Peningkatan dan perkembangan sistem fotogrametri bawah
air.
f.
g. Reduksi biaya untuk implementasi CRP.
h. Integrasi pemanfaatan CRP untuk berbagai bidang aplikasi
ilmu.
4
Aspek penting yang perlu diperhatikan dalam penerapan teknik CRP
ini setidaknya
menyangkut target yang digunakan, kamera yang digunakan, kalibrasi
kamera, jenis
pengukuran, sebaran titik kontrol, jaring pengukuran, letak
stasiun kamera, banyaknya foto,
dan perangkat lunak yang digunakan. Sejauh ini, pengukuran baru
dilakukan pada beberapa
struktur dan tingkat reliabilitas belum terlalu dievaluasi untuk
skala tertentu.
Berdasarkan penelitian yang sudah ada (Jiang, 2005; Leitch, 2002;
Effendi, 2000), CRP
memiliki potensi yang besar untuk memberikan cara yang efektif dan
efisien untuk mengukur
deformasi. Pada penelitian ini, akan dikaji pemanfaatan penggunaan
kamera digital non-
metrik autofocus untuk pemantauan deformasi. Kalibrasi akan
dilakukan dengan metode self
calibration. Fokus dari penelitian ini adalah penentuan posisi
dengan menggunakan CRP
untuk selanjutnya diaplikasikan dalam pengukuran deformasi.
1.2 Perumusan Masalah
Pengukuran deformasi merupakan hal yang penting sebagai bagian dari
upaya mitigasi
bencana. Selama ini, pemantauan deformasi pada umumnya
dilakukan dengan metode GPS,
EDM, sipat datar teliti, dan INSAR yang memerlukan biaya yang
relatif tinggi dalam
pelaksanaannya. Di samping itu persoalan deformasi objek juga
ditemukan pada kasus-kasus
seperti bendungan, jembatan, bangunan, industri, pesawat terbang,
kapal laut, dan tubuh
manusia. Teknologi GPS, EDM, sipat datar teliti dan INSAR tidak
dapat diterapkan pada
kasus di atas mengingat bentuk objek dan dimensinya yang tidak
begitu besar. Untuk
mengatasi permasalahan-permasalahan ini, diperlukan suatu metode
alternatif yang efisien
sehingga dapat mempermudah dan mempercepat pemantauan dan
pengukuran deformasi.
Oleh karena itu penelitian ini mencoba menawarkan suatu teknik yang
dapat mendeteksi
deformasi untuk kasus-kasus di atas.
Metode yang diusulkan adalah metode Digital Close Range
Photogrammetry (DCRP) dengan
menggunakan kamera digital. Usulan ini diambil mengingat teknik
DCRP mempunyai
kelebihan terutama jika objek yang akan diukur sulit untuk
dijangkau dan berdimensi relatif
kecil. Kualitas proses penentuan koordinat objek dari foto dapat
ditingkatkan dengan cara
melakukan pembidikan ke objek secara konvergen dari beberapa kamera
agar diperoleh
ukuran lebih. Di samping itu, perkembangan teknologi kamera digital
telah berkembang
sangat pesat, dengan kemampuan resolusi yang sangat variatif dan
juga stabilitas kamera yang
tinggi. Selain itu, kamera-kamera digital popular (non-metrik)
umumnya mempunyai harga
yang relatif murah.
Untuk mengetahui sejauh mana metode DCRP menggunakan kamera digital
non-metrik bisa
diaplikasikan dalam kaitannya dengan deformasi, maka perlu
dilakukan uji coba mengenai
pemanfaatan metode ini untuk pemantauan dan pengukuran
deformasi. Hal penting dalam
menentukan deformasi secara geometrik adalah penentuan koordinat,
mengingat besarnya
deformasi secara geometrik dihitung dari perubahan nilai koordinat
antar kala.
Teknik CRP hingga kini telah banyak diaplikasikan untuk pembangunan
model 3-dimensi.
Effendi (2000) telah mencoba menerapkan teknik CRP untuk pemantauan
deformasi dengan
menggunakan objek simulasi. Hasil penelitiannya menunjukkan bahwa
metode ini sangat
berpotensi untuk diaplikasikan dalam pemantauan deformasi.
Effendi pada penelitiannya
masih menggunakan kamera non-metrik dengan basis film yang
selanjutnya di-scan
menggunakan scanner. Kini kamera telah berkembang ke kamera digital
dengan berbagai
resolusi dan pengaturan fokus dapat dilakukan secara manual dan
atau secara automatis.
Dari penelitian-penelitian yang telah dilakukan, disimpulkan bahwa
tiap kamera dan tiap
kasus mempunyai hasil ketelitian yang berbeda, namun dapat memenuhi
tingkat akurasi yang
diperlukan. Effendi (2000) yang dalam penelitiannya menggunakan
kamera film non-metrik
memperoleh ketelitian penentuan pergeseran objek pada arah sumbu x,
sumbu y, dan sumbu z
sebesar 2.9, 2.8, 2.0 mm atau pada skala foto terkecil (1:171)
sebesar 17, 16, 12 µm. Tingkat
ketelitian ini dapat mendeteksi deformasi objek sebesar 10
cm.
Hanke (2006) membandingkan tingkat akurasi yang diperoleh dari
kamera metrik Wild P32
dan kamera non-metrik Ashai Pentax dengan menggunakan target alami.
Hasil uji dengan
menggunakan kamera metrik mendapat tingkat akurasi rata-rata berada
pada kisaran 1/6500
dari jarak kamera dengan objek. Sedangkan penggunaan kamera
non-metrik memberikan
tingkat akurasi rata-rata pada kisaran 1/1700. Fokus dari kamera
non-metrik diatur pada 35
mm. Titik kontrol diperoleh dari teodolit Leica T2002.
Fedak (2005) menggunakan kamera Fujifilm MX-2900 dengan resolusi
2.3 megapiksel untuk
melakukan pengukuran kapal yang sedang dalam konstruksi. Fokus
diatur secara manual pada
rentang 3.3 mm – 7.6 mm. Titik kontrol diukur dengan Teodolit Leica
T2002. Target yang
digunakan adalah target retroreflektif dengan diameter 25 mm. Hasil
uji menghasilkan akurasi
sebesar 1/10.000.
Jenis kamera yang digunakan, proses kalibrasi kamera, pengukuran
titik kontrol, titik target
sangat mempengaruhi tingkat ketelitian yang dihasilkan. Dari
penelitian yang pernah
dilaksanakan, pemotretan dilakukan dengan fokus tertentu (manual).
Hingga saat ini belum
tesis ini adalah: “Sejauh mana penggunaan kamera digital non-metrik
autofokus dapat
diaplikasikan dalam penentuan posisi untuk keperluan pemantauan
deformasi?”.
1.3 Tujuan
Tujuan yang hendak dicapai dari penelitian ini secara spesifik
adalah:
1. Menguji kestabilan low-cost kamera untuk
pengukuran geometri.
2. Menguji kemampuan low-cost kamera digital komersial 2
megapiksel autofokus
untuk mendeteksi deformasi objek.
Hipotesis yang digunakan dalam penelitian ini adalah deformasi
dapat dideteksi
menggunakan kamera digital yang low-cost dengan teknik CRP.
1.4 Manfaat
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat dalam dua aspek:
aspek pengembangan
teori dan aspek keilmuan praktis atau kerekayasaan.
1.4.1 Manfaat untuk Aspek Pengembangan Teori
Memberikan kontribusi terhadap pengembangan pemantauan deformasi
dengan menggunakan
metode fotogrametri rentang dekat.
Metodologi yang telah dibuat dapat digunakan untuk melaksanakan
kegiatan pemantauan dan
pengukuran deformasi yang efektif dan efisien terutama untuk
skala lokal. Dengan adanya
teknologi yang atraktif ini, diharapkan dapat membantu upaya
mitigasi bencana, baik bencana
alam maupun bencana akibat manusia. Selain itu, penelitian ini juga
dapat memberikan
manfaat untuk bidang-bidang lainnya, baik bagi bidang keilmuan
geoinformasi, bidang
arsitektur, sipil, manufaktur, rekayasa, arkeologi, kesehatan, dan
juga untuk kepentingan
keselamatan manusia.
menentukan deformasi terhadap struktur sederhana dengan
mensimulasikan objek
terdeformasi. Eksperimen ini menguji coba kemampuan kamera dalam
mendeteksi deformasi
objek simulasi di laboratorium, mendesain jaring pengukuran dan
melaksanakan kalibrasi
kamera. Hasil pengukuran objek dikontrol dan dibandingkan dengan
pengukuran
menggunakan Teodolit reflector-less tipe Sokkia. Kamera yang
digunakan adalah kamera
digital merek Nikon Coolpix 2200 dengan resolusi radiometrik 1200 x
1600 piksel dan auto-
focus. Target yang digunakan adalah reflector sheet
berbentuk bulatan putih 3 mm pada
bidang hitam yang dapat terdeteksi secara automatis pada
perangkat lunak. Tingkat ketelitian
posisi yang dihasilkan akan menunjukkan kemampuan deteksi
deformasi dari kamera yang
digunakan.
• Studi pustaka, meliputi berbagai literatur baik dari buku,
jurnal, tesis, laporan
penelitian, maupun dari situs internet.
• Pengadaan data antara lain pengadaan titik kontrol dan
pengambilan foto.
• Kalibrasi kamera.
• Pengolahan data titik kerangka, titik kontrol dan titik
target dari alat Teodolit
Reflektorless.
• Analisis.
1.7 Sistematika Pembahasan
Sistematika pembahasan dalam penulisan ini terdiri dari 6 bab. Bab
1 dimulai dengan
pendahuluan, yang membahas mengenai latar belakang masalah,
rumusan masalah, maksud
dan tujuan penulisan, ruang lingkup pembahasan, kemanfaatan
penulisan, metodologi
penelitian dan sistematika pembahasan. Selanjutnya Bab 2 yang
berisi tinjauan pustaka yang
berkaitan dengan deformasi dan konsep CRP.
Bab 3 membahas mengenai pelaksanaan kalibrasi kamera untuk menguji
kestabilan kamera.
Kemudian Bab 4 membahas mengenai pelaksanaan uji deformasi pada
skala laboratorium,
meliputi area studi, data yang digunakan, serta pengolahan data
yang dilakukan. Sesudah itu
dibahas mengenai uji strain terhadap objek pada Bab 5.
Pembahasan ditutup dengan kesimpulan pada Bab 6 dari penelitian
yang dilakukan serta
saran-saran untuk pengembangan lebih lanjut.
dan Titik Target , dan Scale Bar dengan Teodolit Laser
Adjustment Titik Kerangka Dasar dengan Least Square
Adjustment Titik Kontrol dan Titik Target
dengan Least Square
Koordinat Definitif dan Standar
Deviasi Kerangka (Sistem Lokal )
Target (Sistem Lokal )
Koordinat
Objek
Relatif T erhadap Ruang
Masalah :
Sejauh mana penggunaan low-cost kamera digital non -metrik dapat
diaplikasikan dalam pemantauan deformasi
Analisis
Transformasi
Metode kalibrasi terbaik : Self calibration
Bundle Adjusment
2.1 Deformasi
Deformasi adalah perubahan bentuk geometri benda dari kondisi awal,
ditinjau dari sudut
pandang waktu (Chen, 1980). Perubahan yang terjadi perlu
dianalisis, hal ini dilakukan
dengan survey deformasi. Menurut SULASDI (2005), tujuan dari survey
deformasi adalah
untuk:
1.
bentuk dan dimensinya.
2. memberikan informasi status fisik dari benda terdeformasi,
yaitu keadaan dari tekanan
internal (internal stress) dan relasi beban-deformasi.
Analisis deformasi dilakukan dengan tujuan untuk menentukan
besarnya pergeseran dan
parameter-parameter deformasi. Dalam analisis deformasi,
diperlukan data tentang materi
yang mengalami deformasi. Data tersebut meliputi status geometrik
dan status fisiknya. Status
geometrik terdiri atas posisi, bentuk dan dimensi materi, sedangkan
status fisik meliputi sifat
materi, tegangan yang terjadi pada materi ( internal stress) dan
hubungan antara gaya dan
deformasi yang terjadi.
pengamatan geodetik untuk memperoleh data status geometrik
sebagai efek respon suatu
materi terhadap gaya deformasi yang bekerja. Analisis geometrik
dapat menghasilkan
interpretasi secara kualitatif terhadap benda yang terdeformasi
tanpa melibatkan efek-efek
penyebab dan sifat-sifat materi. Analisis geometrik yang
dilakukan dalam penelitian ini
adalah analisis pergeseran (displacement ). Analisis
pergeseran merupakan analisis geometrik
yang menunjukkan perubahan posisi suatu materi dengan menggunakan
data perbedaan posisi
yang didapat dari hasil pengamatan geodetik pada waktu yang
berbeda.
Pemantauan deformasi pada umumnya dilakukan dengan membuat suatu
jaring kerangka
pengukuran yang stabil yang diwujudkan dengan titik yang
tersebar di sekitar objek
pengukuran. Jaring kerangka dasar pengukuran dalam pemantauan
deformasi dapat dibagi
Pada kerangka dasar absolut titik ikat yang digunakan sebagai
titik-titik referensi terletak
di luar objek pengamatan deformasi. Titik-titik referensi tersebut
ditetapkan pada lokasi
yang dianggap stabil sehingga titik objek dapat ditentukan posisi
relatif terhadap titik
referensi tersebut.
b. Kerangka dasar relatif
Pada kerangka dasar relatif titik-titik referensi dan titik objek
yang digunakan terletak di
dalam area pengamatan deformasi.
2.2 Close Range Photogrammetry
Fotogrametri dapat didefinisikan sebagai suatu seni, pengetahuan
dan teknologi untuk
memperoleh informasi yang dapat dipercaya tentang suatu obyek fisik
dan keadaan di
sekitarnya melalui proses perekaman, pengamatan/pengukuran dan
interpretasi citra fotografis
atau rekaman gambar gelombang elektromagnetik (Santoso, 2004a).
Salah satu karateristik
fotogrametri adalah pengukuran terhadap objek yang dilakukan tanpa
perlu berhubungan
ataupun bersentuhan secara langsung dengannya. Pengukuran terhadap
objek tersebut
dilakukan melalui data yang diperoleh pada sistem sensor yang
digunakan.
Terminologi Close Range atau Rentang Dekat muncul pada saat
teknik ini digunakan untuk
objek dengan jarak kurang dari 100 meter dari posisi kamera. Pada
teknik CRP pengukuran
terhadap suatu objek biasanya dilakukan terhadap hasil perekaman
dari beberapa alat sensor.
Kamera dan prosedur analisis fotogrametri terestris ini dimulai
pada akhir abad ke 19 oleh
seorang kolonel Perancis, Laussedat (Atkinson, 1980). Konsep
fundamental fotogrametri
tetap sama. Perkembangan pada dunia fotogrametri seiring majunya
teknologi kamera dan
komputasi meningkatkan efektivitas waktu dan tingkat akurasi
(Leitch, 2002).
Pada tahun 1976, Torlegard dalam Leitch (2002) menulis bahwa
pendekatan analitik seperti
hitung perataan secara digital serta penggunaan kamera non-metrik
akan berkembang
penggunaannya di dunia industri dan teknik sipil. Kamera
non-metrik bukan didesain untuk
keperluan fotogrametri, namun memiliki harga yang jauh lebih murah
dan jangkauan pasar
yang lebih luas.
2.2.1 Prinsip Dasar CRP
Pada saat sebuah foto diambil, berkas sinar dari objek akan
menjalar menyerupai garis lurus
menuju pusat lensa kamera hingga mencapai bidang film. Kondisi
dimana titik objek pada
Gambar 2.1 Kondisi kolinear atau prinsip kesegarisan
(berdasarkan Atkinson, 1996, dan Suwardhi, 2007)
Dalam fotogrametri, posisi dari sebuah objek pada ruang
didefinisikan pada sistem koordinat
kartesian 3D. Pada awalnya, objek terdefinisi pada sistem koordinat
berkas. Kemudian
dilakukan transformasi koordinat untuk mendapatkan koordinat objek
pada sistem koordinat
tanah. Antara kedua sistem koordinat itu terdapat perbedaan
orientasi dan skala, sehingga
transformasi koordinat terdiri dari translasi, rotasi dan perubahan
skala.
Pusat dari sistem koordinat berkas merupakan pusat dari lensa
kamera, yang dikenal dengan
nama pusat perspektif ( perspective center ). Titik pusat
lensa kamera diketahui, sehingga
berkas sinar dari objek yang melewati pusat lensa kamera akan
jatuh pada sebuah titik pada
bidang foto yang dapat diketahui koordinat fotonya.
Perhatikan Gambar 2.1. Xo, Yo, Zo
merupakan titik pusat kamera, xa, ya, -c merupakan koordinat
sebuah titik A pada sistem
koordinat berkas, dan XA, YA, ZA merupakan koordinat titik A
pada sistem koordinat tanah,
maka persamaan kolineraritas adalah:
Z Z r yY r X X r
c y
Z Z r yY r X X r
!+!+!
!+!+!
!=
!+!+!
!+!+!
!=
Sistem koordinat berkas
12
dengan c merupakan principal distance, dan
r ij merupakan elemen dari matriks rotasi. Elemen
dari matriks rotasi diberikan pada persamaan 2.2.
! ! !
"
#
$ $ $
%
&
'
++''
+'+
==
( ) ( ) (
* ) * ( ) * ) * ( ) * (
* ) * ( ) * ) * ( ) * (
) ( *
Pers. (2.2)
R κ merupakan rotasi terhadap sumbu z,
R ω adalah rotasi terhadap sumbu y, sedangkan
R φ
rotasi terhadap sumbu x. Untuk mendapatkan posisi objek pada dunia
nyata, maka diperlukan
berkas sinar objek yang sama dari foto lainnya (Leitch,
2002). Kedua berkas sinar akan
berpotongan pada objek yang sama di dunia nyata. Perpotongan
ini dinamakan interseksi
spasial (Atkinson, 1996). Jika terdapat titik A di lapangan yang
dapat diamati dari 2 foto,
maka di setiap foto akan terdapat bayangan titik tersebut. Apabila
diketahui posisi kamera dan
arah sumbu optiknya maka perpotongan sinar garis dari foto 1 dan
foto 2 akan dapat
menentukan posisi koordinat titik P tersebut (Wolf, 1993). Prinsip
penentuan posisi dari
perpotongan sinar ini dikenal dengan interseksi spasial
(Gambar 2.2).
Gambar 2.2 Interseksi spasial (berdasarkan Leitch, 2002)
Untuk dapat menentukan posisi dari titik objek relatif terhadap
sistem koordinat kamera,
maka lokasi tepat dari pusat perspektif kamera dari setiap foto
harus diketahui. Hal ini
dilakukan dengan reseksi spasial (Gambar 2.3). Reseksi spasial atau
space resection
merupakan salah satu pemakaian persamaan kolinier. Pada reseksi
spasial ini posisi atau
koordinat dan orientasi kamera pada saat pemotretan (exposure) akan
dicari. Untuk
YB
XB
YA
XA
13
melakukan reseksi spasial, tiap foto harus mengandung setidaknya 3
titik yang diketahui
koordinatnya sebagai titik kontrol.
Gambar 2.3 Reseksi spasial
Pada reseksi spasial ini, harus diketahui koordinat (X, Y, Z) titik
1, 2, 3 di tanah, dalam hal ini
pada objek, biasanya melalui pengukuran, dan juga diketahui
koordinat (x, y, z) titik 1, 2, 3 di
foto. Parameter yang dihitung adalah parameter orientasi relatif
Xo, Yo, Zo, ω, !, χ ..
2.2.2 Kalibrasi Kamera
Kamera non-metrik tidak mempunyai lensa yang sempurna, sehingga
proses perekaman yang
dilakukan akan memiliki kesalahan. Oleh karena itu perlu dilakukan
pengkalibrasian kamera
untuk dapat menentukan besarnya penyimpangan-penyimpangan yang
terjadi. Kalibrasi
kamera dilakukan untuk menentukan parameter internal kamera (IOP)
meliputi principal
distance (c), titik pusat fidusial foto (xo, yo), distorsi lensa
(K 1, K 2, K 3, P1 and P2), serta
distorsi akibat perbedaan penyekalaan dan ketidak ortogonal antara
sumbu X dan Y (b 1, b2)
( Fraser, 1997, dalam Fraser 1998).
Distorsi lensa dapat menyebabkan bergesernya titik pada foto dari
posisi yang sebenarnya,
sehingga memberikan ketelitian pengukuran yang tidak baik, namun
tidak mempengaruhi
kualitas ketajaman citra yang dihasilkan. Distorsi lensa dapat
dibagi menjadi distorsi radial
dan distorsi tangensial.
Distorsi radial adalah pergeseran linier titik foto dalam arah
radial terhadap titik utama dari
posisi idealnya. (ASP, 1980, hal 1035 dalam Wigrata, 1986).
Distorsi lensa biasa
diekspresikan sebagai fungsi polinomial dari jarak radial ("r)
terhadap titik utama foto
(Atkinson, 2000) sebagai berikut:
Titik Objek 3 (X3, Y3, Z3) Pada di berkas
Pada dunia nyata
Distorsi tangensial atau distorsi decentric adalah pergeseran
linier titik di foto pada arah
normal (tegak lurus) garis radial melalui titik foto tersebut.
(ASP, 1980, hal 1041, dalam
Wigrata, 1986). Distorsi tangensial disebabkan kesalahan sentering
elemen-elemen lensa
dalam satu gabungan lensa dimana titik pusat elemen-elemen lensa
dalam gabungan lensa
tersebut tidak terletak pada satu garis lurus. Pergeseran ini biasa
dideskripsikan dengan 2
( ) ( )( )
!!+!+=
!!+!+=
Ilustrasi akibat adanya distorsi lensa ditunjukkan pada Gambar
2.4.
Gambar 2.4 Ilustrasi akibat adanya distorsi lensa dan tidak
ortogonalnya sumbu atau affine
deformation (Sumber: Pullivelli, 2005)
1987). Secara umum kalibrasi kamera biasa dilakukan berdasarkan
tiga hal (Soemarto, 2007):
lokasi, waktu, dan jenis target.
serta on-the-job calibration. Laboratory calibration
dilakukan di laboratorium, terpisah
dengan proses pemotretan objek. Metode yang termasuk di dalamnya
antara lain optical
laboratory dan test range calibration. Secara umum metode ini
sesuai untuk kamera jenis
metrik. On-the-job calibration merupakan teknik penentuan parameter
kalibrasi lensa dan
kamera yang dilakukan bersamaan dengan pelaksanaan pemotretan
objek.
Berdasarkan waktu, kalibrasi kamera dapat dilakukan sebelum
pemotretan, pada saat
pemotretan, maupun sesudah pemotretan. Kalibrasi sebelum
maupun sesudah pemotretan,
biasa dilakukan di laboratorium atau di lokasi pemotretan.
Kalibrasi pada saat pemotretan
dikenal dengan self-calibration, yakni mengkalibrasi kamera
sekaligus pada objek amat dan
data diambil bersamaan dengan data observasi. Pada
self-calibration pengukuran titik-titik
target pada objek pengamatan digunakan sebagai data untuk penentuan
titik objek sekaligus
untuk menentukan parameter kalibrasi kamera.
Berdasarkan jenis target, metode kalibrasi antara lain dengan
analytical plumb-line
calibration dan stellar calibration (Fryer, 1989, dalam
Effendi, 2000).
On-the-job calibration dan self-calibration merupakan metode
yang sangat sesuai diterapkan
pada kamera non-metrik, karena dapat mengeliminasi efek dari
ketidakstabilan orientasi
interior foto. Dalam penelitian ini digunakan metode
self-calibration.
Gambar 2.5 Tipe Kalibrasi Kamera
Lokasi
Waktu
2.2.3 Geometri pada Multi Kamera
Dalam teknik CRP, kualitas proses penentuan koordinat objek dari
foto dapat ditingkatkan
dengan cara melakukan pembidikan ke objek secara konvergen dari
beberapa kamera agar
diperoleh ukuran lebih. Jika terdapat sejumlah j foto dengan i
titik sebagaimana ditunjukkan
Gambar 2.4, maka persamaan kolinearitas menjadi (Atkinson,
1996):
( ) ( ) ( )[ ] ( ) ( ) ( )[ ] ( ) ( ) ( )[
]iOj jiOj jiOj j
iOj jiOj jiOj j
Z Z r yY r X X r
c y
Z Z r yY r X X r
!+!+!
!+!+!
!=
!+!+!
!+!+!
!=
Pada persamaan kolinearitas di atas belum melibatkan parameter
kalibrasi kamera. Dalam
bentuk umum persamaan kesegarisan yang sudah memperhitungkan
koefisien distorsi lensa
(K 1, K 2, K 3, P1 and P2) ruas kiri dari
persamaan di atas menjadi (Atkinson, 1996):
X
Z
Y
O1
O2
x j
z j
y j
ojijojij j
y y x xr
y y x x P
y yr P r K r K r K r y y y y
y y x x P
!+!=
!!+
+!++++!+!
!!+
+!++++!+!
!
!
Persamaan (2.6) dapat dituliskan sebagai: F (X, B, A) = 0
X adalah vektor parameter yang harus diestimasi, B adalah
vektor pengamatan, dan A adalah
vektor konstan.
2.2.4 Scalebar
( ) ( ) ( )[ ] 0 2/1222
=!+!+!! pq pq pq pq
Z Z Y Y X X s
Pers.(2.7)
S pq merupakan panjang scalebar yang fix
dari titik P ke titik Q, sedangkan X p, Y p, Z p,Xq,
Yq,
Zq,merupakan koordinat P dan Q hasil perhitungan dari data foto.
Panjang hasil perhitungan
dengan hasil panjang yang diketahui diharapkan memiliki nilai yang
sama. Dalam bundle
adjustment Pers.(2.7) dimasukkan sebagai salah satu
persamaan syarat.
2.2.5 Estimasi Hitung Perataan dengan Least Square
Estimation dan Bundle Adjusment
Proses perhitungan menggunakan hitung perataan memiliki kelebihan
karena dapat
mengakomodasi jumlah ukuran lebih sehingga ketelitian dapat
ditingkatkan: Least Square
Estimation (LSE) menyediakan suatu metoda sistematis untuk
menghitung nilai koordinat dan
elemen lain dalam fotogrametri bergantung banyaknya ukuran lebih
dari berbagai pengamatan
dan bobotnya. Dengan hitung perataan dimungkinkan adanya
perhitungan variansi-kovariansi
parameter yang sudah memperhitungkan variansi-kovariansi
pengamatan. Jika terdapat
asumsi awal dari besar variansi pengamatan maka dapat diperoleh
analisis apriori untuk dapat
mendesain konfigurasi kamera dan konfigurasi objek untuk menentukan
konfigurasi optimum
yang memenuhi presisi, reliabilitas dan akurasi.
Selain itu dengan hitung perataan terdapat fleksibilitas dimana
elemen dapat diperlakukan
sebagai parameter atau pengamatan atau nilai konstan.
Bundle adjusment merupakan proses hitung perataan
yang dilakukan secara simultan terhadap
semua pengamatan dan parameter yang terlibat, dari data foto hingga
menghasilkan data
koordinat tanah (Atkinson, 1996). Proses evaluasi koordinat target
dan parameter eksterior
orientasi dari kamera menggunakan kamera didasarkan pada persamaan
kolinearitas. Pada
saat interior parameter yang merepresentasi parameter kalibrasi
kamera juga dilibatkan,
proses ini dinamakan self-calibrating bundle
adjustment.
Penyusunan persamaan dalam self-calibrating bundle adjustment
adalah (Atkinson, 1996):
( )
( )[ ] ( )( ) ( ) ( ) ( )[ ]
( ) ( ) ( )[ ]
( ) ( )
( )[ ] ( )( ) ( ) ( ) ( )[ ]
Z Z r yY r X X r
Z Z r yY r X X r
c y y x x P y yr P
r K r K r K r y y y y
Z Z r yY r X X r
Z Z r yY r X X r
c y y x x P x xr P
!+!+!
!+!+!
!=!!+!++
+++!+!
!+!+!
!+!+!
!=!!+!++
+++!+!
!
!
Z Z r yY r X X r
Z Z r yY r X X r
c y y x x P y yr P
r K r K r K r y y y y
Z Z r yY r X X r
Z Z r yY r X X r
c y y x x P x xr P
Pers. (2.9)
Pada CRP, saat j kamera digunakan untuk mengukur
i titik, matriks X akan merupakan vektor
dengan (3i + 6 j) anu parameter dan l akan
menjadi vektor dengan 2 ji pengamatan foto. Anu
parameter x dapat dibagi dalam 2 kelompok, x1 untuk koordinat
3D dari titik objek dan x2
untuk parameter kamera. Maka persamaannya menjadi (Wang,
1998):
A = [ A1 A2 ] dan x = [x1 x2]’ Pers. (2.10)
b W A
Pemantauan deformasi dilakukan dengan cara mengamati perubahan
koordinat objek sebagai
fungsi dari waktu. Besarnya perubahan bagian-bagian pada objek
tersebut dinyatakan melalui
pengukuran koordinat-koordinatnya secara tiga dimensi.
Pemantauan deformasi mengunakan
teknik CRP pada prinsipnya tidak berbeda dengan metode geodetik
lainnya, yakni dengan
melakukan pengamatan terhadap perubahan koordinat titik objek
dengan cara melakukan
pengukuran pada waktu yang berbeda. Dari setiap pengamatan
diperoleh koordinat titik-titik
objek sehingga selanjutnya dapat dihitung vektor pergeseran (Gambar
2.5). Cara untuk
menghitung pergeseran diberikan pada Pers. (2.12).
Gambar 2.5 Ilustrasi vektor pergeseran
( ) ( ) ( )2 12
2
12
2
12 T T T T T T
Z Z Y Y X X pergeseranvektor
!+!+!= Pers. (2.12)
Secara garis besar pengukuran deformasi menggunakan teknik CRP
dilakukan dalam
beberapa tahapan pekerjaan, yaitu pengadaan titik-titik
kontrol, pemotretan, kalibrasi kamera,
pengolahan data serta analisis. Tahapan ini secara
diagramatis ditunjukkan pada Gambar 1.1.
X
Y
Z
T1(X,Y,Z)
UJI STABILITAS KAMERA
Mengingat kamera yang digunakan adalah kamera yang tidak spesifik
dibuat bagi keperluan
fotogrametri, dapat diduga bahwa kestabilan geometri kamera
tersebut tidak kokoh.
Ketidakstabilan geometri tersebut diduga pada unsur-unsur internal
parameter kamera yang
terdiri dari panjang fokus, distorsi radial dan posisi titik utama
foto. Untuk itu perlu dilakukan
uji stabilitas kamera dengan melakukan kalibrasi kamera terhadap
berbagai objek kalibrasi,
dengan menggunakan berbagai model matematik dan dilaksanakan pada
berbagai kala waktu.
Sebelum melakukan pengolahan foto untuk mendapatkan nilai koordinat
titik-titik koordinat
yang dikehendaki, terlebih dahulu dilakukan kalibrasi kamera.
Kalibrasi kamera ini perlu
dilakukan untuk menentukan parameter internal kamera. Kalibrasi
kamera dilakukan dengan
menggunakan bidang 2-dimensi dan 3-dimensi pada beberapa rentang
waktu untuk
mengetahui kestabilan kamera dan metode kalibrasi yang terbaik
untuk kasus ini.
3.1 Tahapan Kalibrasi
a. Mengisi basis data kamera yakni:
- Tipe/serial kamera : Coolpix 2200
- Tipe lensa : Lensa Nikkon
- Jumlah piksel : H = 1600 piksel ; V = 1200 piksel
Ukuran sensor dihitung dengan melakukan perbandingan terhadap suatu
ukuran yang
telah diketahui. Dalam penelitian ini, digunakan kertas A4. Kertas
A4 ditempelkan pada
dinding yang rata, kemudian diambil foto dengan posisi kamera yang
mendatar dari atas
meja. Panjang kertas A4 diketahui sepanjang M cm, kemudian panjang
kertas A4 diukur
pada perangkat lunak grafis sepanjang N piksel. Jika N piksel
adalah sama dengan M cm,
maka panjang 1 piksel adalah sama dengan (M/N) piksel.
b. Menetapkan nilai parameter kamera dengan harga
pendekatan jarak utama (c) dan harga
pendekatan IOP lainnya. Harga c diketahui dari spesifikasi
kamera yakni 14 mm untuk
kamera Nikon Coolpix, sedangkan nilai parameter lainnya dapat
dimasukkan nol, dengan
asumsi tidak mengandung kesalahan.
d. Melakukan reseksi.
f. Memproses proses perhitungan dengan bundle
adjustment
g. Mengganti nilai parameter kamera dengan nilai parameter
kamera yang baru
h. Mengulang langkah b-f, hingga nilai parameter
konstan
3.2 Kalibrasi Pertama
Kalibrasi dilakukan pada bulan Maret 2006 dari bidang 2-dimensi
yang diproyeksikan pada
dinding. Pemotretan dilakukan dari 9 sisi: kiri-atas, tengah-atas,
kanan-atas, kiri-tengah,
tengah-tengah, kanan-tengah, kiri-bawah, tengah-bawah,
kanan-bawah.
Gambar 3.1 Proyeksi bidang kalibrasi kamera beserta gambaran posisi
kamera (kotak jingga),
Maret 2006
22
Gambar 3.2 Bidang kalibrasi kamera 3D, dipotret dari 9 sisi, April
2006
3.4 Kalibrasi Ketiga dan keempat
Kalibrasi berikutnya dilakukan menggunakan bidang 2-dimensi pada
bulan Juni 2006. Bidang
ini dipotret dari 6 sisi. Pengolahan dilakukan dengan 2 cara,
pertama dengan menggunakan 5
titik kontrol, kedua, menggunakan 9 titik kontrol.
Gambar 3.3 Bidang kalibrasi kamera 2D, dipotret dari 9 sisi, Juni
2006
3.5 Kalibrasi Kelima dan Keenam
Kalibrasi menggunakan bidang 3-dimensi pada bulan Juli dan Agustus
2006. Hasil parameter
internal kamera yang diolah dengan 15 titik driveback
dan 4 titik kontrol, pada dua waktu
yang berbeda yakni juli dan Agustus 2006. Nilai parameter internal
kamera memperlihatkan
nilai yang konstan pada iterasi ketiga.
Gambar 3.5 Konfigurasi kamera yang digunakan
3.6 Analisis Kalibrasi Kamera
Kalibrasi kamera dilakukan dengan menggunakan objek dalam foto yang
telah diketahui
koordinatnya, menggunakan bundle adjustment. Hasil perataan
parameter kamera dari tiap uji
kalibrasi diberikan pada Tabel 3.1.
Tabel 3.1 Hasil kalibrasi kamera dari berbagai metode dan variasi
waktu
Parameter
Kamera Kalibrasi 1 Kalibrasi 2 Kalibrasi 3a Kalibrasi 3b Kalibrasi
4a Kalibrasi 4b
C 14.6514 13.8178 14.168000 14.019100 13.9668 14.1356
XP 6.6603 0.1491 -0.346700 -0.112500 -0.2673 -0.2476
YP 5.2704 -0.2491 -0.073700 -0.204300 -0.1924 -0.3244
K1 5.337 x 10-4 7.0594 x 10-4 2.6 x 10-5 5.3 x
10-5 5.97 x 10-4 5.82 x 10-4
K2 1.355 x 10-6 -3.3281 x 10-6 5.2 x 10 -5
4 x 10 -6
6.12 x 10 -6
2.87 x 10 -6
1 x 10-6 ~ 0 -2.08 x 10-7 -4.72 x
10-8
P1 -1.6 x 10 -4
-5.6193 x 10 -4
8.4 x 10 -5
2.7 x 10 -5
-3.91 x 10 -5
-8.79 x 10 -5
4.3299 x 10 -5
9 x 10 -6
7 x 10 -6
9.18 x 10 -5
1.66 x 10 -4
3.55 x 10 -4
4.3 x 10 -5
1.81 x 10 -4
-1.40 x 10 -4
6.48 x 10 -4
3.647 x 10 -3
5.97 x 10 -5
2.94 x 10 -5
24
Dari Tabel 3.4 yang merupakan nilai parameter internal kamera yang
dihasilkan dari berbagi
kala, berbagai objek dan metode hitungan, terlihat bahwa nilai
parameter internal kamera
selalu berubah setiap saat. Perubahan yang terjadi cukup signifikan
terutama pada nilai jarak
utama (c) yang mencapai 5.7 %. Dapat dimengerti kendala ini terjadi
karena sifat kamera
Nikon Coolpix 2200 yang autofocus. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa kamera
Nikon Coolpix 2200 merupakan kamera yang tidak stabil.
Untuk keperluan geometrik yang cukup tinggi sudah seharusnya bahwa
semua parameter
internal kamera digunakan untuk meningkatkan ketelitian koordinat.
Oleh karena itu
penentuan parameter internal kamera atau proses kalibrasi
kamera harus dilakukan pada
waktu yang sedekat mungkin dengan waktu pemanfaatan kamera tersebut
atau idealnya
kalibrasi dilakukan secara simultan dengan saat pemakaian kamera
untuk aplikasi tertentu
atau biasa disebut dengan metode self-calibration.
BAB IV
DETEKSI DEFORMASI
Pada bab ini akan dijelaskan hal-hal yang berkaitan dengan
pelaksanaan uji deteksi deformasi
meliputi pengukuran kerangka dasar yang digunakan dan pengukuran
titik-titik objek
menggunakan ETS, pemotretan, kalibrasi kamera, dan pengolahan
foto.
4.1 Desain Pengukuran
Pengukuran uji deformasi dilakukan di laboratorium Research Group
Sistech lantai 3 Prodi
Teknik Geodesi dan Geomatika, menggunakan lemari besi sebagai titik
kerangka yang
dianggap tetap dan monitor sebagai simulasi objek terdeformasi
(Gambar 4.1). Perhitungan
koordinat dilakukan secara lokal, dengan mengacu pada titik
kerangka dasar di sekeliling
lemari besi tersebut (Gambar 4.2). Alat yang digunakan untuk
mengukur koordinat titik-titik
adalah Teodolit-refrektorless dari Sokkia (Gambar 4.3). Teodolit
ini memiliki kemampuan
untuk memancarkan sinar laser ke objek yang menjadi target,
sehingga dapat diperoleh data
ukuran jarak berdasarkan waktu tempuh pantulan sinar laser yang
dikirimkan. Kemampuan
bacaan data ukuran sudut baik vertikal maupun horizontal
adalah hingga 1 detik. Data ukuran
yang diambil adalah data jarak datar, sudut horizontal dan sudut
vertikal. Akurasi sudut
adalah sebesar 1 detik sedangkan akurasi untuk jarak 0.3 meter
sampai 350 meter adalah ± ( 3
+ 2 ppm x D ) mm (Sokkia Co. Ltd, 2006).
Gambar 4.1 Simulasi objek studi: lemari besi sebagai kerangka yang
dianggap tetap dan
monitor sebagai objek terdeformasi
26
Gambar 4.2 Skema simulasi objek dan lokasi kamera serta titik
referensi
Kamera yang digunakan adalah Nikon Coolpix 2200 (Gambar 4.4),
dengan resolusi
radiometrik 1200 x 1600 pixel efektif, dan auto fokus. Gambar objek
deformasi diambil dari 9
arah, dengan posisi kamera mendatar dan vertikal sehingga secara
keseluruhan terdapat 18
foto untuk satu kala. Simulasi dilakukan sebanyak 3 kala.
Gambar 4.3
4.2.1 Hitungan Titik Referensi
Kerangka dasar dibangun dengan pengukuran menggunakan ETS. Alat
didirikan di titik O,
membidik titik A, B, C, lalu alat dipindahkan ke titik A, membidik
titik O, B, C, kemudian
alat dipindahkan ke titik B, membidik titik O, A, C, selanjutnya
didirikan di titik C, membidik
titik O, A, B. Pengamatan yang diambil yakni data jarak datar,
sudut datar, dan sudut zenith.
Setiap kali berdiri alat sekaligus melakukan pengukuran terhadap
titik-titik amat di lemari
besi, target objek, dan lainnya. ETS dibidikkan tepat pada
tengah-tengah titik target. Titik
target yang digunakan adalah titik target reflektorless yang umum
digunakan untuk CRP
dengan diameter 3 mm tanpa benang silang (Gambar 4.5). Ilustrasi
kerangka dasar diberikan
pada Gambar 4.6.
Gambar 4.6 Kerangka dasar
Sistem koordinat menggunakan sistem koordinat lokal, dengan sumbu X
dan Y berada di
lantai saling tegak lurus, sumbu Z ke arah atas tegak lurus sumbu X
dan Y. Sistem koordinat
lokal ditetapkan dari kerangka OABC. Banyaknya ukuran minimum yang
diperlukan untuk
mendefinisikan sistem OABC adalah 4 titik dikalikan 3 komponen (x,
y, z) yakni 12 ukuran.
Koordinat titik O ditetapkan sebagai acuan, dengan koordinat
(5000,5000,0) dalam milimeter.
Garis yang menghubungkan titik O dengan titik A ditetapkan sebagai
sumbu X, dengan
demikian koordinat Ya adalah sama dengan Yo. Dengan demikian 4
ukuran telah ditetapkan
yakni Xo, Yo, Zo, dan Ya, sehingga jumlah parameter adalah 8 yakni
Xa, Za, Xb, Yb, Zb, Xc,
Yc, Zc. Sedangkan jumlah pengamatan adalah 16, yakni :
1. jarak OA (doa)
2. jarak OB (dob)
16. Sudut horizontal BCO (β bco)
Dengan demikian terdapat 8 ukuran lebih, sehingga dapat dilakukan
perataan untuk
menentukan koordinat titik A,B,C. Hitungan koordinat dilakukan
dengan metode hitung
perataan parameter, yang penjelasan secara detailnya
diberikan pada Appendix. Hasil
perhitungan diberikan pada Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Koordinat titik kerangka dan standar deviasinya (dalam
mm)
Titik X Y Z X Y Z
O 5000.00 5000.00 0.00 0.00 0.00 0.00
A 10079.83 5000.00 -1.10 2.43 0.00 0.67
B 8546.87 8908.98 -0.67 2.77 2.31 0.64
C 3848.39 7422.68 -8.05 1.19 2.49 0.47
4.2.2 Perhitungan Titik Objek
Setelah diperolah koordinat titik-titik kerangka dasar, selanjutnya
dihitung koordinat tiap titik
objek baik pada lemari besi maupun pada monitor dengan rumus
dasar:
Xj = Xi + dij . sin αij Pers. (4.1)
Yj = Yi + dij . cos αij Pers. (4.2)
Zj = Zi + Ta + (dij / tan(zenith)) Pers. (4.3)
Untuk titik-titik yang diukur dari lebih satu kali, maka
selanjutnya dirata-ratakan
menggunakan hitung perataan kombinasi, kemudian dihitung standar
deviasi dari perambatan
kesalahan. Setiap titik dapat dihitung dari titik O, A dan C, dari
O dan A, maupun dari titik O
dan C. Pada hitung perataan yang dilakukan, titik kerangka O, A, C
diperlakukan sebagai
pengamatan sehingga standar deviasi dari masing-masing titik
ini dapat diperhitungkan dalam
proses perataan, secara lebih detail dijelaskan pada Appendix
A.
29
Nilai koordinat titik target hasil perataan diberikan pada
Lampiran D. Tidak semua titik
memberikan hasil yang baik. Data koordinat yang dipilih adalah yang
memiliki standar
deviasi di bawah 2 mm. Data dari kala 1 menunjukkan adanya
kesalahan sistematik, sehingga
data kala 1 tidak dipergunakan untuk pengolahan berikutnya. Data
yang digunakan adalah
data kala 2 dan kala 3 saja dengan titik-titik yang sudah
dipilih.
4.2.3 Analisis Hitungan Titik Kerangka dan Titik Objek
Analisis dilakukan dari beberapa sudut pandang:
a. Pengukuran dengan ETS
Data koordinat dari hasil ukuran ETS diperoleh dari perhitungan
perataan kuadrat
terkecil. Perhitungan dibagi dalam 2 tahap. Tahap pertama adalah
perhitungan titik
kerangka dasar utama, yang terdiri dari 4 titik OABC. Tahap kedua
adalah pengukuran
titik-titik detail berupa titik target di kerangka dan objek. Data
jarak hasil ukuran ETS
dibandingkan dengan jarak menggunakan pita ukur, hasilnya
menunjukkan nilai yang
sama. Kemudian dilakukan pengukuran 10 kali baik untuk data jarak,
sudut horizontal
dan sudut vertikal sehingga dapat diperoleh standar deviasi
pengukuran jarak yakni 0.5
mm. Pada spesifikasi ETS yang digunakan memiliki akurasi untuk
jarak 0.3 sampai 350
meter adalah ± ( 3 + 2 ppm x D ) mm. Tingkat akurasi ini
dimodifikasi menjadi ± ( 0.5 +
2 ppm x D ) mm. Sudut horizontal memiliki standar deviasi 3 detik
dan sudut vertikal
memiliki standar deviasi 5 detik.
b. Perataan Titik Kerangka
Perataan titik kerangka menggunakan model AX – F = V, dimana A
merupakan matrik
pengamatan, X merupakan matrik parameter. Parameter di sini
adalah selisih dari nilai
koordinat pendekatan dengan nilai koordinat definitif, untuk itu
dilakukan iterasi hingga
nilai X < 0.1 mm. Bobot yang diberikan adalah berbanding
terbalik dengan tingkat
akurasi presisi data ukuran. Hasil menunjukkan standar deviasi
0.47-2.77 mm pada data
koordinat titik kerangka. Data titik kerangka ini selanjutnya
digunakan untuk pengolahan
titik koordinat detail.
Perataan titik detail menggunakan perataan dari nilai rata-rata.
Model yang digunakan
adalah BV+AX = F, dimana BV merupakan matrik pengamatan dan AX
merupakan
matriks parameter. Pengamatan yang dilibatkan adalah titik acuan
perhitungan koordinat
dan pengamatan jarak sudut azimut dan sudut vertikal. Bobot yang
diberikan adalah
30
koordinat dari satu titik acuan terhadap nilai rata-ratanya, untuk
itu dilakukan iterasi
hingga nilai X< 0.1 mm.
Hasil menunjukkan standar deviasi yang beragam pada titik detail.
Pada kala 1, terlihat
adanya standar deviasi yang sangat signifikan berbeda pada 3 titik,
mencapai fraksi dm.
Titik-titik yang semestinya tetap pada saat dibandingkan dengan
kala 2 menunjukkan
pergeseran hingga fraksi dm pada 5 titik, hal ini menunjukkan
adanya kesalahan
sistematik sehingga data kala 1 tidak digunakan. Pada kala 2 dan
kala 3 terlihat standar
deviasi yang beragam. Hal ini dapat dipengaruhi oleh kesalahan
paralaks akibat target
yang tidak memiliki benang silang, sehingga tidak terbidik tepat di
tengah target. Untuk
mengantisipasi hal ini , titik-titik yang digunakan pada pengolahan
foto dipilih hanya
yang memiliki standar deviasi di bawah 2 mm.
d. Analisis Jenis Target
Target yang digunakan adalah target retroreflective, dengan
diameter 3 mm tanpa benang
silang (Gambar 4.5). Hambatan yang terjadi terkait dalam 2 hal,
yakni saat pengukuran
titik target dengan ETS dan saat pemotretan. Untuk jarak 6 meter,
ternyata diameter
lingkaran putih adalah sebesar 1,5 menit. Hal ini memberikan
kemungkinan
ketidakakuratan pembidikan yang mengakibatkan kesalahan nilai
koordinat. Ketelitian
paralaks akan sangat mempengaruhi ketelitian ukuran. Beberapa
target yang digunakan
memberikan kualitas yang kurang (low-quality) di foto, jika mengacu
pada Otepka (2002)
yakni menyerupai gambar (b) pada Gambar 4.7.
Gambar 4.7 Target images in VM (Vision Meterology) :
high quality, nera-binary (a), low-quality (b), dan a range of
images (c) (Otepka, dkk, 2002)
Rendahnya kualitas image dari target dapat disebabkan oleh
beberapa hal yakni set mode
pada kamera, yang dipilih adalah set mode
architectural yang memiliki set auto-focus
maksimum, serta akibat faktor cahaya. Hal ini mengakibatkan tidak
semua titik dapat
dideteksi secara automatis pada software Australis. Untuk
titik-titik target yang tidak
dapat terdektsi secara automatis, penargetan dilakukan secara
manual, namun ternyata
titik-titik manual ini memberikan hasil yang tidak bagus, hal ini
terlihat bahwa saat
bundle adjustment , titik-titik manual mengalami
penolakan. Karenanya titik-titik manual
tidak digunakan.
4.3.1 Pelaksanaan
perhitungan parameter internal kamera secara
self-calibration dan perhitungan koordinat titik-
titik yang dikehendaki. Foto diambil sebanyak 18 buah tiap kala,
dari 9 posisi, masing-masing
dengan posisi kamera horizontal dan vertikal (Gambar 4.8 hingga
4.11). Foto-foto ini
kemudian ditandai tiap titik target secara semi-automatis.
Semi-automatis di sini dalam artian
setiap target ditandai secara manual, namun secara automatis akan
terdeteksi titik tengah dari
tiap-tiap bulatan titik target.
menggunakan bundle adjustment. Secara diagramatis ditunjukkan pada
Gambar 1.1. Data foto
yang diolah adalah data foto kala 2 dan kala 3. Untuk melakukan
reseksi posisi kamera,
digunakan data driveback . Untuk mengikatkan antar foto,
digunakan titik ikat dari data titik
kontrol. Pada pengolahan foto kala 2 digunakan data
driveback dan titik kontrol dari
pengukuran ETS kala 2, sedangkan pengolahan foto kala 3
menggunakan data driveback dan
titik kontrol kala 3. Titik kontrol yang dipilih adalah 5 titik
dengan standar deviasi terkecil,
yakni di bawah 1 mm, sedangkan titik driveback yang
dipilih dari data ETS adalah titik-titik
dengan standar deviasi di bawah 2 mm. Data titik
driveback dan titik kontrol yang digunakan
diberikan pada Tabel 4.2 dan Tabel 4.3. Sebagai kontrol panjang,
digunakan scalebar dari
penggaris besi yang kedua ujungnya ditempelkan titik
target.
Dari hasil perhitungan dengan bundle adjusment diperoleh nilai
parameter internal kamera,
posisi kamera, dan koordinat titik-titik yang telah ditandai
pada foto. Nilai yang diperoleh
selanjutnya digunakan untuk melakukan iterasi hitungan hingga nilai
internal parameter
konstan. Pada saat nilai parameter internal telah konstan,
diasumsikan hasil koordinat foto
yang diperoleh merupakan hasil terbaik. Nilai parameter kamera
diberikan pada Tabel 4.4.
Hasil koordinat dari pengolahan foto diberikan pada Lampiran.
34
Tabel 4.2 Data driveback dan kontrol yang digunakan pada
pengolahan foto kala 2
data driveback kala 2 (mm)
Titik X Y Z sd X sd Y sd Z
22 7060.500000 6676.700000 1609.800000 0.888280 0.502050
0.187980
2 7262.600000 7262.800000 1440.900000 0.776460 0.777260
0.175510
24 7045.100000 6685.500000 1261.300000 0.994750 0.562400
0.206250
A3 6946.300000 6719.400000 1102.500000 0.861440 0.762690
0.203440
P3 6100.600000 7018.500000 1372.800000 0.569830 1.038000
0.136400
PB8 6738.700000 6792.700000 1105.200000 0.828170 0.854060
0.208610
11 7052.400000 6686.300000 1119.900000 1.088000 0.616860
0.242800
PB6 6268.900000 6962.600000 1103.100000 0.685240 1.055200
0.221230
PB5 6187.700000 6998.500000 1101.700000 0.723010 1.164300
0.373760
PB4 6768.500000 6776.400000 1602.900000 1.077500 1.058700
0.351570
R2 5996.100000 7041.000000 1155.600000 0.682550 1.386300
0.245760
R1 5995.200000 7045.300000 1544.000000 0.732810 1.493000
0.211390
PB7 6645.800000 6827.600000 1104.600000 1.252400 1.389900
0.328020
140 6333.300000 7591.200000 1532.000000 1.593800 1.122100
0.444630
data kontrol kala 2 (mm)
Titik X Y Z sd X sd Y sd Z
PB3 6307.600000 6939.300000 1604.300000 0.476600 0.681380
0.205100
A11 7262.500000 7264.400000 1504.600000 0.598710 0.587160
0.198760
1 7267.100000 7262.600000 1577.100000 0.607550 0.594230
0.204840
44 6525.200000 6875.700000 1120.600000 0.596400 0.712800
0.239020
23 7052.500000 6681.100000 1454.700000 0.829150 0.468650
0.167160
Tabel 4.3 Data driveback dan kontrol yang digunakan pada
pengolahan foto kala 3
data driveback kala 3 (mm)
Titik X Y Z sd X sd Y sd Z
43 6113.000000 7015.000000 1107.700000 0.797410 0.419630
0.205520
PB3 6310.500000 6936.900000 1601.300000 0.825540 0.437760
0.208420
PB4 6773.200000 6775.200000 1600.200000 0.859310 0.471830
0.199530
PB8 6738.300000 6792.600000 1104.100000 0.804960 0.830320
0.148930
PB1 6133.000000 6999.400000 1529.400000 1.157000 0.607110
0.296240
2 7262.800000 7261.000000 1440.400000 0.932600 0.932760
0.236820
A11 7261.800000 7261.700000 1504.000000 0.969020 0.969860
0.259910
49 6538.000000 6859.700000 1619.700000 0.918760 1.109200
0.316540
PB2 6107.900000 7018.600000 1239.700000 1.390300 0.732020
0.351860
data kontrol kala 3 (mm)
Titik X Y Z sd X sd Y sd Z
23 7053.500000 6679.200000 1454.800000 0.451180 0.254810
0.092821
22 7059.100000 6675.600000 1609.800000 0.522520 0.295060
0.116280
24 7045.300000 6684.200000 1261.600000 0.658520 0.372040
0.133310
1 7265.800000 7261.700000 1576.700000 0.531570 0.520010
0.198860
11 7051.800000 6685.600000 1120.000000 0.750960 0.425460
0.159450
Camera Initial Total Final Initial Final
Variable Value Adjustment Value Std. Error Std. Error
C 13.9753 0 13.9753 1.00E+03 6.80E-03
XP -0.2482 0 -0.2482 1.00E+03 9.91E-03
YP -0.2279 0 -0.2279 1.00E+03 8.71E-03
K1 5.93E-04 -2.37E-11 5.93E-04 1.00E+03 2.75E-05
K2 3.54E-06 1.16E-12 3.54E-06 1.00E+03 1.55E-06
K3 -7.87E-08 -1.751e-014 - 7.87E-08 1.00E+03 2.66E-08
P1 -5.96E-05 -8.69E-11 5.96E-05 1.00E+03 1.87E-05
P2 8.78E-05 1.65E-11 8.78E-05 1.00E+03 1.66E-05
B1 6.35E-05 -4.28E-11 6.35E-05 1.00E+03 5.59E-05
B2 -5.25E-05 -3.22E-11 5.25E-05 1.00E+03 5.42E-05
Tabel 4.5 Parameter internal kamera kala 3
Camera Initial Total Final Initial Final
Variable Value Adjustment Value Std. Error Std. Error
C 13.9884 0 13.9884 1.00E+03 6.92E-03
XP -0.2267 0 -0.2267 1.00E+03 7.67E-03
YP -0.2838 0 -0.2838 1.00E+03 6.86E-03
K1 6.19E-04 -1.10E-11 6.19E-04 1.00E+03 3.23E-05
K2 1.74E-06 5.35E-13 1.74E-06 1.00E+03 1.67E-06
K3 -4.49E-08 -7.970e-015 - 4.49E-08 1.00E+03 2.71E-08
P1 -8.40E-05 -2.00E-11 8.40E-05 1.00E+03 1.43E-05
P2 1.39E-04 -1.67E-11 1.39E-04 1.00E+03 1.28E-05
B1 1.58E-04 2.76E-12 1.58E-04 1.00E+03 3.80E-05
B2 1.15E-04 2.61E-11 1.15E-04 1.00E+03 3.77E-05
4.3.2 Analisis Pengolahan Foto
a. Analisis pengambilan foto
Foto diambil dari 9 sudut dengan posisi kamera horizontal dan
vertikal, sehingga total
foto berjumlah 18. Pengesetan kamera menggunakan mode arsitektur
yang memiliki
fokus maksimum. Namun demikian, dengan menggunakan mode ini target
pada foto
bersifat kurang reflektif. Pengambilan foto juga tidak
didukung dengan pencahayaan yang
cukup sehingga tidak semua foto memiliki kualitas yang baik untuk
dilakukan
pengolahan.
Pengambilan foto sangat bergantung pada pencahayaan, dengan
pencahayaan yang
kurang, sifat reflektor target pada foto menjadi berkurang.
Pengambilan foto di dalam
ruang dengan tambahan bantuan cahaya dalam ruang memberikan efek
yang berbeda
pada setiap sudut pengambilan foto. Sumber cahaya hanya
bersumber dari lampu ruangan
36
arah utara. Arah sumber cahaya mengakibatkan sebelah atas dari
objek serta di sisi kanan
objek terlihat gelap pada foto. Hal ini mengakibatkan berkurangnya
sifat reflektor titik
target. Kualitas titik target untuk marking menjadi
rendah.
Pada prakteknya tidak semua titik di foto memiliki sifat reflektif.
Titik target yang kurang
reflektif tidak dapat di bidik secara automatis. Dalam pengolahan
ini, titik yang
digunakan hanya titik yang dapat terdeteksi secara automatis di
perangkat lunak Hal ini
dilakukan dengan pertimbangan mencoba memilih titik secara manual
memiliki standar
deviasi lebih besar dan sering kali terkena peringatan ‘ reject
point ’ dalam software,
sehingga tidak digunakan. Selain itu Suwardhi (2006) pernah menguji
ketelitian dari
marking titik menggunakan titik alami dan titik target. Hasil uji
menunjukkan bahwa titik
target memiliki kualitas yang signifikan lebih baik dibandingkan
titik alami.
Akibatnya terdapat beberapa foto yang hanya bisa sedikit memuat
titik driveback
sehingga reseksi tidak dapat dilakukan. Reseksi dapat dilakukan
jika setidaknya 3 titik
driveback dapat terdeteksi pada software. Untuk foto
yang tidak memenuhi kondisi ini,
tidak dilibatkan dalam pengolahan lebih lanjut. Dari hasil run
bundle, dapat dilihat
kualitas dari titik bidik dan foto, sehingga dapat dieliminir foto
dan titik dengan kualitas
yang tidak bagus yang direject oleh hasil bundle adjustment .
Pada kala 2, hanya 12 foto
dari 18 foto yang digunakan, sedangkan pada kala 3, hanya 10 foto
dari 18 foto yang
digunakan. Konfigurasi kamera yang digunakan pada pengolahan
diberikan pada Gambar
4.8.
mengenai masalah pencahayaan. Sebaiknya jika pengukuran adalah di
dalam ruangan,
pemotretran didukung dengan lampu tambahan. Lampu tambahan
ini dapat berupa lampu
baca yang mudah untuk diarahkan.
37
Gambar 4.12 Konfigurasi kamera pada kala 2 (kiri) dan kala 3
(kanan)
c. Presisi data koordinat dari Foto
Hasil koordinat yang diberikan dari foto memberikan hasil yang
cukup baik. Sigma tiap
image rata-rata di bawah 1 µm baik untuk kala 2 maupun kala 3.
Standar deviasi untuk
kala 2 rata-rata untuk maksimum 1,3 mm pada arah X, 1,4 mm pada
arah Y dan 0,7 pada
arah Z. Untuk kala 3 dari 57 titik terdapat 53 titik memiliki
standar deviasi maksimum 2.1
mm pada arah X, 2.2 mm pada arah Y dan 2.9 mm pada arah Z. Namun
terdapat 4 titik
yang memiliki standar deviasi maksimum 8.05 mm pada arah X, 4.87 mm
pada arah Y
dan 2.3 mm pada arah Z. Keempat titik ini berada pada area yang
sama, yakni di sisi
samping monitor. Karenanya keempat titik ini dieliminir. Dari hasil
ini, dapat dikatakan
data koordinat dari pengolahan foto menunjukkan presisi yang cukup
tinggi.
d. Akurasi data koordinat dari Foto
Untuk melihat tingkat akurasi koordinat dari hasil pengolahan foto,
maka dihitung tingkat
kesalahan terhadap data koordinat dari data ukuran ETS. Nilai
koordinat dari data ETS
diasumsikan merupakan nilai yang benar. Besar kesalahan dihitung
dengan menggunakan
Root Mean Square Eror (RMS), yakni akar dari rata-rata
kuadrat kesalahan. RMS
dihitung dari besarnya penyimpangan setiap data koordinat foto
terhadap data koordinat
ETS (eror), kemudian setiap eror ini dikuadratkan, selanjutnya
dijumlahkan. Jumlah
kuadrat kesalahan ini selanjutnya dibagi jumlah titik (n),
selanjutnya diakarkan. Secara
matematis, persamaan RMS adalah sebagai berikut:
( ) n
Jika menggunakan seluruh data dari ETS, maka diperoleh RMS untuk
kala 2 sebesar 5
mm sedangkan untuk kala 3 adalah sebesar 6 mm. Secara visual, jika
dibandingkan antara
koordinat ETS dan foto pada kala 2 dan kala 3, maka diperoleh bahwa
eror atau selisih
nilai koordinat antara ETS dan Foto pada kedua kala adalah lebih
besar erornya
ketimbang deformasinya. Data koordinat diberikan pada Lampiran.
Maka dari sini, sulit
untuk memisahkan mana yang berupa pergeseran dan mana yang
merupakan eror. Namun
demikian penggunaan seluruh data ETS juga melibatkan titik-titik
dengan standar deviasi
yang cukup besar. Untuk mendapatkan hasil yang lebih baik, maka
titik-titik koordinat
dari ETS dengan standar deviasi di atas 2 mm tidak digunakan.
Jika titik-titik ETS yang dilibatkan dalam perhitungan ketelitian
adalah hanya koordinat
38
titik dari ETS dan foto bervariasi antara 0.55 mm hingga 3.03 mm,
sedangkan untuk kala
3 bervariasi antara 0.27 mm hingga 1.16 mm, sehingga maksimum eror
adalah 3 mm. Jika
dapat diasumsikan bahwa deformasi yang dapat terdeteksi adalah
lebih besar dari eror
antara koordinat titik kontrol antara hasil dari ETS dan foto, maka
deformasi yang dapat
dideteksi oleh kamera adalah di atas 3 mm. Jika angka ini dapat
digunakan sebagai
indikasi kemampuan kamera, maka dapat disimpulkan bahwa kamera
Nikon Coolpix
2200 dengan resolusi 2 megapiksel dapat mendeteksi deformasi 3 mm
pada jarak 6 m,
atau 1/2000 dari jarak kamera terhadap objek.
Dengan demikian besar vektor pergeseran dari kala 2 ke kala 3 di
atas 3 mm disimpulkan
betul mengalami deformasi.
Hal ini sesuai dengan teori, dimana bidang segitiga antara bidang
foto dengan luasan area
yang terfoto jika dihubungkan pada titik pusat kamera akan
membentuk segitiga sebangun
(Gambar 4.13). Ukuran sensor kamera (p) dibagi jarak fokus (c) akan
sebanding dengan
resolusi kamera (r) dibagi jarak kamera terhadap objek (D).
Gambar 4.13 Perbandingan resolusi kamera dengan
ukuran sensor, jarak fokus, dan jarak objek-kamera
Kamera Nikon Coolpix 2200 memiliki ukuran sensor 8 mikron, dengan
jarak fokus rata-
rata 14 mm. Jika jarak rata-rata pemotretan objek terhadap kamera
adalah 6 meter, maka
resolusi yang diharapkan adalah 3,429 mm. Dengan dilakukannya
pemotretan dari
berbagai arah, diharapkan dapat meningkatkan
ketelitian.
4.4 Perhitungan Deformasi
Setelah diperoleh koordinat titik-titik target dari foto pada kala
2 serta kala 3 kemudian
diperiksa kemungkinan adanya deformasi objek simulasi dengan
menghitung besar vektor
pergeserannya,. Hasil perhitungan vektor pergeseran diberikan
pada Tabel 4.6. Secara visual
ditunjukkan pada Gambar 4.14.
39
Gambar 4.14 Vektor pergeseran kala 2 – kala 3 dari data foto
Data menunjukkan bahwa yang mengalami deformasi bukan hanya titik
objek monitor namun
juga titik-titik pada rak besi yang semula diasumsikan tetap
(Gambar 4.13). Hal ini
mematahkan asumsi awal bahwa rak besi yang merupakan kerangka
adalah tetap, ternyata
juga mengalami pergeseran. Hal ini sangat dimungkinkan
mengingat letaknya yang berada di
jalur yang dilalui manusia sehingga dapat mengalami
pergeseran. Pergeseran ditunjukkan
pada titik-titik di sisi kanan kerangka, sedangkan sisi kiri
kerangka cenderung tetap, hal ini
menunjukkan terjadinya rotasi, dengan sumbu rotasi sebagai sisi
kiri kerangka. Dengan
bergeraknya kerangka, maka objek target terpantau deformasi
adalah bukan terhadap
kerangka melainkan terhadap ruangan.
Untuk mengetahui pergerakan objek terhadap kerangka, maka dilakukan
transformasi
koordinat, dari kondisi kerangka kedua ke posisi semula, sehingga
dapat diamati pergerakan
objek terhadap kerangka. Dalam hal ini diasumsikan bentuk kerangka
adalah tetap dan hanya
mengalami perubahan posisi, sehingga tranformasi dilakukan untuk
menyamakan kedudukan
kerangka pada kala 1 dan kala 2 dengan demikian dapat diperoleh
posisi objek terhadap
kerangka. Tranformasi yang dilakukan menggunakan transformasi
konform, dengan
pertimbangan kerangka tidak mengalami perubahan bentuk. Hasil
diberikan pada Tabel 4.6
dan secara visual ditunjukkan pada Gambar 4.15.
Gambar 4.15 Pergerakan objek terhadap kerangka
Tabel 4.6 Vektor pergeseran kala 2 – kala 3 dari data koordinat
foto
Vektor Pergeseran dalam mm
Keterangan Titik
TA5
3.957
2.517
TA12
6.389
1.912
TA16
4.299
2.382
TA18 4.506 2.324 objek terdeformasi
TA19 3.616 2.498 objek terdeformasi
Dari Tabel 4.6, terlihat bahwa seluruh titik bergerak karena
sebagian besar vektor pergeseran
bernilai di atas 3 mm. Kemudian, sesudah dilakukan
transformasi, pergerakan titik-titik
kerangka berada pada rentang 0.1-0.6 mm dengan rata-rata pergerakan
0.279 mm. Dengan
demikian dapat diasumsikan posisi kerangka kala 2 dan kala 3 berada
di tempat yang sama.
Dari deformasi objek yang dihasilkan data foto relatif terhadap
kerangka yang diperoleh
setelah transformasi, terlihat arah pergerakan deformasi yang
sesuai dengan pergerakan yang
dilakukan (Gambar 4.14). Monitor diputar ke arah kanan, kemudian ke
atas. Secara numerik,
pergerakan objek berkisar 1-3 mm dengan rata-rata pergerakan
2.392 mm. Pergerakan ini
lebih kecil dari yang diperkirakan. Namun karena data dari ETS
tidak dapat digunakan
sebagai validasi mengingat hasil koordinat pada titik obejk
memiliki standar deviasi yang
BAB V
UJI STRAIN
Uji strain pada objek dilakukan dengan tujuan sebagai validasi dari
hasil penelitian. Rak besi
sebagai kerangka dan monitor sebagai objek merupakan objek yang
rigid sehingga tidak
mengalami perubahan bentuk. Artinya dari hasil perhitungan
diharapkan menunjukkan
adanya kestabilan objek. Ada tidaknya perubahan bentuk pada objek
diindikasi dari ada
tidaknya strain pada objek. Hasil uji strain dilakukan secara
visual dan secara numerik.
5.1 Uji Strain pada Kerangka
Uji strain pada kerangka dilakukan dengan membandingkan panjang
scalebar dari hasil
pengolahan foto dengan hasil ukuran panjang scale bar dari
mistar dan rambu. Hal ini
bertujuan untuk melihat kestabilan panjang dari rak besi yang
diindikasi dari tetap tidaknya
ukuran panjang scale bar. Letak scale bar ditunjukkan pada Gambar
5.1, hasil diberikan pada
Tabel 5.1 dan 5.2.
Dari hasil perhitungan, untuk koordinat foto kala 2 diperoleh RMS
0.96 mm, untuk foto kala
3 diperoleh RMS 0.35 dan untuk foto kala sesudah ditransformasi
diperoleh RMS 1.11. Hal
ini menunjukkan kesesuaian geometri. Dari sini disimpulkan kerangka
tidak mengalami strain
dan tetap bersifat rigid. Dengan demikian asumsi bahwa kerangka
memiliki bentuk yang sama
pada kedua kala adalah dapat diterima, dan transformasi
konform dapat dilakukan.
Gambar 5.1 Letak scalebar (ditunjukkan garis
berwarna kuning)
Ruas Panjang dr foto Panjang ukuran dev std
mistar Eror
PB1-PB2 289.80 290.00 0.5 0.20
PB3-PB4 488.85 490.00 0.5 1.15
PB5-PB5
89.81
90.00
0.5
0.19
RMSe 0.96
Tabel 5.2 Validasi scalebar kala 3 sesudah
transformasi (dalam mm)
Ruas Panjang dr foto Panjang ukuran dev std
mistar Eror
PB1-PB2 289.75 290.00 0.5 0.25
PB3-PB4 488.48 490.00 0.5 1.52
PB5-PB5
89.82
90.00
0.5
0.18
R3-R4
389.48
390.00
0.5
0.52
5.2 Uji Strain pada Objek
Objek ukur merupakan objek yang rigid, sehingga jika perhitungan
betul, akan menunjukkan
objek tidak berubah dan tidak ada strain yang dialami objek. Karena
objek diketahui hanya
mengalami perubahan posisi dan tidak mengalami perubahan bentuk,
maka sebagai indikasi
adanya strain, dapat dilihat secara visual dari hasil plot 2D
(Meilano, 2007, Setyadji, 2007).
Plot yang dilakukan adalah plot vektor pergeseran kala 2 dan kala 3
pada arah sumbu X dan
sumbu Z. Pemilihan sumbu ini disesuaikan dengan arah pandang pada
saat melakukan
pemotretan. Hasil plot 2D diberikan pada Gambar 5.2.
Hasil plot menunjukkan kecenderungan homogenitas yang tinggi dan
kesesuaian arah gerakan
objek sehingga mengindikasikan tidak adanya strain pada objek.
Dengan kesimpulan ini,
maka tidak dilakukan uji strain 3D, karena dari plot 2D sudah
mengindikasi tidak terjadinya
perubahan bentuk.
5.3 Analisis
Hasil percobaan menunjukkan bahwa perubahan objek didominasi oleh
status geometriknya.
Tidak ada perubahan pada status fisik. Dengan demikian dari hasil
perhitungan
mengindikasikan bahwa objek adalah rigid dan deformasi yang terjadi
berupa pergeseran
letak/posisi objek.
6.1 Kesimpulan
a. Low-cost kamera dalam hal ini kamera Nikon Coolpix 2200
adalah tidak stabil, terutama
pada jarak utama (c).
dilakukan secara self-calibration.
digunakan dalam pemantauan deformasi yang sifatnya lokal.
d. Kamera Nikon Coolpix 2200 resolusi 2 megapiksel mampu
mendeteksi deformasi sampai
3 mm, atau 1/2000 dari jarak objek.
6.2 Saran
Beberapa saran yang dapat penulis sampaikan untuk pengembangan
lebih lanjut di antaranya:
a. Jika target yang digunakan akan juga diukur menggunakan
alat ukur terestris untuk titik
kontrolnya, lebih baik menggunakan target circular dengan benang
silang di dalamnya.
Dengan demikian dapat diperoleh akurasi pembidikan yang lebih
baik.
b. Faktor pencahayaan perlu diperhatikan untuk mendapat
kualitas foto yang baik. Jika
pemotretan dilakukan di dalam ruangan, sebaiknya digunakan
lampu tambahan sehingga
semua sudut mendapat cahaya yang cukup. Untuk hal ini dapat
digunakan lampu baca
yang lebih mudah untuk diarahkan.
c. Perlu dilakukan studi untuk penentuan bidang kalibrasi
yang efektif untuk dapat
digunakan dalam keperluan self-calibration untuk pengukuran ke
lapangan.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, dll, 2003. Ground Deformation During Papandayan Volcano
2002 Eruption As
Detected By GPS Surveys. Japan Symposium.
Abidin, H.Z. 2005. Sistem Peringatan Dini Bencana Alam. Bahan
Kuliah Program Magister
Departemen Teknik Geodesi ITB Program Studi Mitigasi Bencana.
Bandung.
Aditya Prabawa. 2000. Fotogrametri Arsitektur untuk Keperluan
Rekonstruksi Obyek 3-
Dimensi Menggunakan Kamera Non-Metrik (Studi Kasus: Gedung
Sate Bandung).
Skripsi Sarjana Departemen Teknik Geodesi ITB. Bandung.
Alelo, F.X, 2001. Korelasi Hasil Survey GPS dan Sipat Datar
Teliti pada Pemantauan
Deformasi Gunung Guntur . Tugas Akhir Sarjana.
Departemen Teknik Geodesi ITB.
Bandung.
Andreas, H, 2001. Analisis Deformasi Gunung Api Papandayan
Memanfaatkan Parameter
Bseline Hasil Survey GPS. Tugas Akhir Sarjana. Dfepartemen
Teknik Geodesi ITB.
Bandung.
Publishers. London.
Scotland, UK.
http://www.lems.brown.edu/vision/people/leymarie/Refs/Photogrammetry/General.ht
ml
Bürgmann, dkk. 2002. Deformation during the 12 November 1999
Düzce, Turkey,
Earthquake, from GPS and InSAR Data. Bulletin of the
Seismological Society of
America, 92, 1, pp. 161-171, February 2002.
Caspary, WF. 1987. Concepts of Network and Deformation Analysis.
Monograph 11. School
of Surveying, The University of New South Wales, Kensington,
N.S.W., Australia
Chen, Y.Q., Chrzanowski, A. 1980-an. An Overview of The
Physical Interpretation of
Deformation Measurement . Departement of Surveying
Engineering, University of
New Brunswick. Canada
Skripsi Sarjana Departemen Teknik Geodesi ITB. Bandung.
Emilio, Arco. 2005. Pemanfaatan INSAR untuk Studi Deformasi
Permukaan Bumi, Studi
Kasus Southern California. Tugas Akhir Sarjana. Departemen
Teknik Geodesi ITB.
Bandung.
Fedak, Michael. 2005. 3D Measurement Accuracy of a Consumer-Grade
Digital Camera and
Retro Reflective Survey Targets. InSpec Engineering
Services. Canada
Fraser, C.S, Kenneth L.E. 2000. Design and Implementation of
a Computational Processing
System for Off-line Digital Close Range Photogrammetry . ISPRS
Journal of
Photogrammetry and Remote Sensing, 55(2): 94-104.
Fraser, C.S. Developments In Automated Digital Close-Range
Photogrammetry. Department
of Geomatics. University of Melbourne. Parkville, Vic 3052.
Hanke, Klaus. Diakses 2006 . Accuracy Study Projec