Tugas Thalassemia
BLOK V Biologi Sel dan Genetika
Disusun oleh :
Kelompok 7
Lia Damayanti 04101001063
Aulia Noza 04101001064
Yuliana Muharammi 04101001065
Inta Angela 04101001066
Tri Aprianti 04101001067
Helda sasti Dian Pertiwi 04101001068
Gebina Wahyu Ardina 04101001069
Nazlia Larashita 04101001070
Eugenia Jeniffer J. 04101001071
Pradina Enggalia Vandho 04101001072
PENDIDIKAN DOKTER UMUM
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SRIWIJAYA
2011
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat ALLAH SWT karena atas ridho dan karunia-Nya
laporan tugas Blok V tentang Thalassemia ini dapat diselesaikan dengan baik.
Laporan ini bertujuan untuk memenuhi tugas yang merupakan bagian dari
sistem pemelajaran KBK di Fakultas Kedokteran Universitas Sriwijaya.
Tim penyusun laporan ini tak lupa mengucapkan terima kasih kepada
semua pihak yang telah membantu dalam penyusunan tugas ini.
Laporan ini masih belum sempurna. Oleh karena itu, saran dan kritik
pembaca akan sangat bermanfaat bagi revisi yang senantiasa akan tim penyusun
lakukan.
Tim Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. DEFINISI
Thalasemia adalah penyakit kelainan darah yang ditandai dengan kondisi
sel darah merah mudah rusak atau umurnya lebih pendek dari sel darah normal
(120 hari). Hal ini muncul karena menurunnya kecepatan atau kemampuan
produksi rantai globin tertentu (misalnya,rantai atau rantai akibat mutasi
pada gen yang mengatur pembentukan hemoglobin. Sehingga, struktur sel darah
merah menjadi tidak stabil dan mudah rusak. Akibatnya penderita thalasemia juga
akan mengalami gejala anemia diantaranya pusing, muka pucat, badan sering
lemas, sukar tidur, nafsu makan hilang, dan infeksi berulang, selain gejala lain
yang memang spesifik untuk thalasemia.
Thalasemia merupakan penyakit keturunan yang merupakan autosomal
resesif. Penyakit ini baru muncul pada seseorang apabila ia memiliki dua gen yang
thalasemia yang berasal dari kedua orang tuanya, satu dari ayah dan satu dari ibu.
Secara umum ada dua jenis thalsemia, yaitu thalsemia dan thalsemia . Pada
thalsemia yang mengalami mutasi adalah gen globin , sehinggga produksi
rantai globin jenis ini menjadi berkurang. Sementara itu, pada thalasemia justru
gen globin lah yang mengami mutasi dan menyebabkan produksi rantai globin
berkurang.
Semua thalasemia memiliki gejala yang mirip, tetapi beratnya bervariasi.
Sebagian besar penderita mengalami anemia yang ringan. Pada bentuk yang lebih
berat, misalnya beta-thalasemia mayor, bisa terjadi sakit kuning (jaundice), luka
terbuka di kulit (ulkus) , borok), batu empedu dan pembesaran limpa. Sumsum
tulang yang terlalu aktif menbentuk sel darah merah baru untuk menggantikan sel
darah merah yang terlalu cepat rusak, dapat menyebabkan penebalan dan
pembesaran tulang, terutama tulang kepala dan wajah. Tulang-tulang panjang
menjadi lemah dan mudah patah. Anak-anak yang menderita thalasemia akan
tumbuh lebih lambat dan mencapai masa pubertas lebih lambat dibandingkan anak
lainnya yang normal.
1.2. SEJARAH
Thalasemia sangat umum ditemukan di kalangan orang-orang Mediterania,
sehingga kaitan geografis inilah yang menjadi sejarah penamaan penyakit ini.
Kata thalassemia berasal dari bahasa Yunani, yaitu Thalassa (θάλασσα) yang
berarti laut dan Haema (αἷμα) yang berarti darah. Sehingga, sekilas thalasemia
seperti berarti penyakit kelainan darah yang ditemukan pada orang-orang yang
tinggal di dekat laut (dalam hal ini Mediterania).
Umumnya, thalasemia adalah lazim dalam populasi yang berevolusi pada
iklim lembab di mana penyakit malaria merupakan endemik. Mutasi dari gen-gen
pembentuk rantai Hb pada populasi di tempat tersebut mungkin bertujuan untuk
melindungi diri dari malaria yang menjadi pembunuh paling ganas saat itu,
apalagi obat-obatan untuk malaria belum ditemukan. Pada faktanya carrier/
individu heterozigot thalasemia terbukti memiliki resistensi terhadap Plasmodium,
parasit penyebab malaria. Sehingga individu-individu ini dapat tetap bertahan
hidup dan memiliki keturunan meskipun terinfeksi malaria sehingga gen-gen
“menguntungkan” yang dapat membuat mereka dapat bertahan hidup inilah, yang
mereka turunkan pada keturunan mereka. Meskipun, di sisi lain individu
homozigot resesif akan menderita thalasemia yang malah sangat berbahaya bagi
kesehatan dan kelangsungan hidup mereka.
Di Eropa, konsentrasi tertinggi penyakit ini ditemukan di Yunani dan di
bagian Italia, khususnya, Italia Selatan dan bagian bawah lembah Po. Pulau-pulau
Mediterania utama (kecuali Balearik) seperti Sisilia, Sardinia, Malta, Korsika,
Siprus dan Kreta adalah yang yang paling banyak ditemukan penyakit thalasemia.
Orang-orang Mediterania lain, dan juga orang-orang di sekitar Mediterania, juga
memiliki tingkat penderita thalasemia yang tinggi, termasuk Timur Tengah dan
Afrika Utara. Jauh dari Mediterania, Asia Selatan juga cukup banyak
penderitanya, dengan konsentrasi carrier tertinggi di dunia (18% dari populasi)
berada di Maladewa. Sementara itu, di Indonesia , Palembang sendiri memiliki
prevalensi thalasemia yang cukup tinggi yaitu sekitar 15% dan menempati urutan
kedua tertinggi di Indonesia, setelah Nusa Tenggara.
Bab II
Pembahasan
2.1. Gamabaran Umum Thalassemia
Talasemia adalah sekelompok heterogen gangguan genetic pada sintesis
Hb yang ditandai dengan tidak ada atau berkurangnya sintesis rantai globin. Pada
talasemia-α, sintesis rantai α-globin berkurang, sedangkan pada talasemia-β,
sintesis rantai β-globin tidak ada (diberi nama talasemia β ) atau sangat berkurang⁰
(talasemia β ). Tidak seperti hemogloninopati, yang mencerminkan kelainan⁺
kualitatif sintesis rantai globin. Konsekuensi berkurangnya sintesis satu rantai
globin berasal tidak saja dari kadar Hb intrasel yang rendah, tetapi juga dari
kelebihan relative rantai globin yang lain, seperti akan dibahas kemudian.
Talasemia diwariskan sebagai sifat kodominan atosomal. Bentuk
heterozigot (talasemia minor atau sifat talasemia) mungkin asimtomatik atau
bergejala ringan. Bentuk homozigot, talasemia mayor, berkaitan dengan anemia
hemolitik yang berat. Gen mutan sering ditemukan pada populasi Mediteranea,
Afrika, dan Asia.
Thalassemia merupakan penyakit darah herediter (keturunan) yang paling
sering dan akan merupakan kelainan genetik utama yang timbul setelah penyakit
infeksi dan gangguan gizi teratasi di Indonesia. Menyambut paradigma Indonesia
Sehat 2010 yang baru dicanangkan, kualitas sumber daya manusia tentu saja
merupakan faktor yang utama dan keberadaan thalassemia tentu saja akan
menurunkan kualitas kesehatan masyarakat.
Thalassemia berasal dari kata Yunani, yaitu talassa yang berarti laut. Yang
dimaksud dengan laut tersebut ialah Laut Tengah, oleh karena penyakit ini
pertama kali dikenal di daerah sekitar Laut Tengah. Penyakit ini pertama sekali
ditemukan oleh seorang dokter di Detroit USA yang bernama Thomas B. Cooley
pada tahun 1925. Beliau menjumpai anak-anak yang menderita anemia dengan
pembesaran limpa setelah berusia satu tahun. Selanjutnya, anemia ini dinamakan
anemia splenic atau eritroblastosis atau anemia mediteranean atau anemia Cooley
sesuai dengan nama penemunya.
2.2. Gambaran Klinis pada anak-anak
Sebagai sindrom klinik penderita thalassemia mayor (homozigot) yang
telah agak besar menunjukkan gejala-gejala fisik yang unik berupa hambatan
pertumbuhan, anak menjadi kurus bahkan kurang gizi, perut membuncit akibat
hepatosplenomegali dengan wajah yang khas mongoloid, frontal bossing, mulut
tongos (rodent like mouth), bibir agak tertarik, maloklusi gigi.
Karakteristik wajah anak dengan Thalassemia
2.3. Penyebaran Thalassemia
Pada tahun 1955, Lie-Injo Luan Eng dan Yo Kian Tjai, telah melaporkan
adanya 3 orang anak menderita thalassemia mayor dan 4 tahun kemudian
ditemukan 23 orang anak dengan penyakit yang serupa di Indonesia. Dalam kurun
waktu 17 tahun, yaitu dari tahun 1961 hingga tahun 1978 telah menemukan tidak
kurang dari 300 penderita dengan sindrom thalassemia ini. Kasus-kasus yang
serupa telah banyak pula dilaporkan oleh berbagai rumah sakit di Indonesia, di
antaranya Manurung (1978) dari bagian Ilmu Kesehatan Anak F.K. Universitas
Sumatera Utara Medan telah melaporkan 13 kasus, Sumantri (1978) dari bagian
Kesehatan Anak F.K. Universitas Diponegoro Semarang, Untario (1978) dari
bagian Ilmu Kesehatan Anak F.K. Airlangga, Sunarto (1978) dari bagian Ilmu
Kesehatan Anak F.K. Universitas Gadjah Mada Yogyakarta. Demikian pula telah
dilaporkan kasus-kasus yang serupa dari F.K. Universitas Hasanuddin Ujung
Pandang (Wahidayat, 1979). Vella (1958), Li-Injo & Chin (1964) dan Wong
(1966). Demikian juga di Malaysia dengan kasus yang serupa dilaporkan.
Di negara-negara yang mempunyai frekuensi gen thalassemia yang tinggi
penyakit tersebut menimbulkan masalah kesehatan masyarakat (Public Health).
Pada umumnya anak dengan penyakit thalassemia mayor tidak akan mencapai
usia produktif bahkan mati di dalam kandungan atau mati setelah lahir seperti
pada thalassemia-α Hb bart’s hydrop fetalis. Keadaan ini sangat memperihatinkan
jika anak-anak yang lahir tidak akan mencapai usia dewasa, maka generasi
berikutnya akan semakin berkurang bahkan akan lenyap setelah beribu-ribu tahun.
2.4. Etiologi
Talasemia diakibatkan adanya variasi atau hilangnya gen ditubuh yang
membuat hemoglobin. Hemoglobin adalah protein sel darah merah (SDM) yang
membawa oksigen. Orang dengan talasemia memiliki hemoglobin yang kurang
dan SDM yang lebih sedikit dari orang normal.yang akan menghasilkan suatu
keadaan anemia ringan sampai berat
Ada banyak kombinasi genetik yang mungkin menyebabkan berbagai
variasi dari talasemia. Talasemia adalah penyakit herediter yang diturunkan dari
orang tua kepada anaknya. Penderita dengan keadaan talasemia sedang sampai
berat menerima variasi gen ini dari kedua orang tuannya. Seseorang yang
mewarisi gen talasemia dari salah satu orangtua dan gen normal dari orangtua
yang lain adalah seorang pembawa (carriers). Seorang pembawa sering tidak
punya tanda keluhan selain dari anemia ringan, tetapi mereka dapat menurunkan
varian gen ini kepada anak-anak mereka
Setiap sifat dan fungsi fisik pada tubuh kita dikontrol oleh gen yang
bekerja sejak masa embrio. Gen terdapat di dalam sel tubuh kita. Setiap gen selalu
berpasangan. Satu belah gen berasal dari ibu dan yang lainnya dari ayah. Di
antara banyak gen dalam tubuh kita, terdapat sepasang gen yang
mengontrol pembentukan hemoglobin pada setiap sel darah merah. Gen
tersebut dinamakan gen globin. Gen – gen tersebut terdapat di dalam
kromosom.
Rantai Hb merupakan heme yang bergabung dengan rantai polipeptida
yang panjang/ globin. Pada darah orang dewasa normal biasanya hanya terdapat
Hb A yang terdiri dari 2 ikatan alfa dan 2 ikatan beta yang memiliki gugus
prostetik heme yang mengandung satu atom besi yang memungkinkan atom
ini dapat berikatan longgar dengan 1 molekul oksigen sehingga Hb dapat
mengangkut 4 molekul oksigen yang nantinya akan diangkut ke jaringan dan
dilepaskan ke dalam cairan jaringan dalam bentuk molekul
Perlu diketahui karena kelainan gen itu menyebabkan adanya kelainan
dalam pembentukan ikatan rantai polipeptida baik alfa atau beta yang berperan
dalam pembentukan Hb. Sehingga rantai yang terbentuk tidak alfa 2 beta 2 dan
tergantung dari delesi atau mutasi yang terjadi yang pada kasus Unyil ini tidak
terbentuknya ikatan beta yang menjadikan ikatan rantai alfa membentuk
tetramer sehingga masing-masing menempel di dinding eritrosit dan ada Hb yang
terkumpul ditengah dan terlihat sebagai inti sehingga menyebabkan eritrosit tidak
bersifat flexibel dan mudah pecah sehingga kemampuan Hb untuk mengikat
oksigen pun berkurang dan eritrosit yang dihasilkan juga berbentuk kecil
kecil(mikrositik)
Sebagai contohnya penyakit yang diderita oleh Unyil ini merupakan
thalasemia beta dan penyakit ini diturunkan melalui gen yang disebut sebagai gen
globin beta yang terletak pada kromosom 11. Pada manusia kromosom selalu
ditemukan berpasangan. Gen globin beta ini yang mengatur pembentukan salah
satu komponen pembentuk hemoglobin. Bila hanya sebelah gen globin beta yang
mengalami kelainan disebut pembawa sifat thalassemia beta. Seorang pembawa
sifat thalassemia tampak normal / sehat, sebab masih mempunyai 1 belah gen
dalam keadaan normal (dapat berfungsi dengan baik). Seorang pembawa sifat
thalassemia jarang memerlukan pengobatan. Bila kelainan gen globin terjadi
pada kedua kromosom, dinamakan penderita thalassemia (homosigot /
Mayor). Kedua belah gen yang sakit tersebut berasal dari kedua orang tua
yang masing-masing membawa sifat thalassemia.
Pada proses pembuahan, anak hanya mendapat sebelah gen globin beta
dari ibunya dan sebelah lagi dari ayahnya. Bila kedua orang tuanya masing-
masing pembawa sifat thalassemia maka pada setiap pembuahan akan terdapat
beberapa kemungkinan. Kemungkinan pertama si anak mendapat gen globin yang
berubah (gen thalassemia) dari bapak dan ibunya, maka anak akan menderita
thalassemia. Sedangkan bila anak hanya mendapat sebelah gen thalassemia dari
ibu atau ayah, maka anak hanya membawa penyakit ini. Kemungkinan lalin
adalah anak mendapatkan gen globin normal dari kedua orang tuanya.
2.5. Klasifikasi
Secara molekuler thalassemia dibedakan atas thalasemia alfa dan beta,
sedangkan secara klinis dibedakan atas thalasemia mayor dan minor
Hemoglobin terdiri dari dua jenis rantai protein rantai alfa globin dan
rantai beta globin. Jika masalah ada pada alfa globin dari hemoglobin, hal ini
disebut thalassemia alfa. Jika masalah ada pada beta globin hal ini disebut
thalassemia beta. kedua bentuk alfa dan beta mempunyai bentuk dari ringan atau
berat. Bentuk berat dari Beta thalassemia sering disebut anemia Cooley’S
Macam- macam Thalasemia:
1. Thalassemia alfa merupakan penyakit yang timbul karena penderitanya tidak
memiliki cukup rantai alfa dalam hemoglobinnya, dimana produksi rantai alfa
dalam hemoglobin diatur oleh autosom 16 dan terdiri dari 2 gen globin alfa
(terdiri dari 4 lokus). Thalassemia alfa dapat dibagi menjadi dua kelompok, yaitu:
tipe delesi dan tipe nondelesi
A. Thalassemia Alfa Tipe Delesi
Ditandai oleh delesi pada lokus yang berada pada gen globin alfa. Semakin
banyak lokus yang rusak, maka semakin banyak gejala yang timbul.
Delesi pada 1 lokus (silent carriers), tidak ada gejala
Delesi pada 2 lokus (trait alfa thalassemia), mengalami anemia ringan
Delesi pada 3 lokus (Penyakit Hb H/thalassemia alfa mayor), terdapat Hb
Barts (rantai tetramic gamma) dan Hb H (rantai tetramic beta), anemia berat
dan splenomegali
Delesi pada 4 lokus (hydrops fetalis), mati beberapa saat setelah dilahirkan
B. Thalassemia Alfa Tipe Nondelesi
Pada bentuk ini tidak dijumpai delesi gen alfa, namun terjadi mutasi pada
gen tersebut sehingga menyebabkan gangguan pada rantai globin alfa.
Pada β-thalasemia sintesis tantai β berkurang atau tidak ada sama sekali,
karena terdapat gangguan pada mRNA. Hb terdiri dari HbA2 dan HbF,
dan jika masih terdapat sintesis rantai β, maka masih terdapat HbA
Jika kedua orang menderita alfa thalassemia trait ( carriers) memiliki
seorang anak, bayi bisa mempunyai suatu bentuk alfa thalassemia atau bisa sehat
2. Thalasemia beta- merupakan penyakit thalasemia yang timbul karena
penderitanya tidak cukup memiliki rantai beta dalam Hbnya dan sering dijumpai
terjadinya anemia
A. Thalasemia beta mayor(homozigot β0_, β0 /β0, β+ /β+)
Hb sama sekali tidak diproduksi. Bentuk homozigot merupakan anemia
hipokrom mikrositik yang berat dengan hemolisis di dalam sumsum tulang
dimulai pada tahun pertama kehidupan. Kedua orang tua merupakan pembawa
“ciri”/ sifat thalassemia.
Gejala – gejala bersifat sekunder akibat anemia dan meliputi pucat, wajah
yang karakteristik akibat pelebaran tulang tabular pada tabular pada kranium,
ikterus dengan derajat yang bervariasi, dan hepatosplenomegali.
B. Thalasemia intermedia(β0 /β, β+ /β+)
Penderita ini secara genetik bersifat heterogen.Penyakit ini berat tetapi
tidak perlu transfusi darah terarur.
C. Thalasemia minor tampak kelainan eritrosit (β0 /β, β+ /β)
a. Adanya 1 gen normal pad individu heterozigot memungkinkan sintesis
rantai β-globin yang memadai sehingga penderita biasanya asimtomatik
dengan anemia ringan.
b. Apus darah tepi yakni abnormalitas minor termasuk hipokromia,
mikrositosis, basophilic strippling,dan sel target (sel yang
mengindinkasikan thalasemia).
c. Tanda khasnya ialah meningkatnya HbA2 sebesar 4%-8% dari Hb total.
Melibatkan dua gen didalam membuat beta globin yang merupakan bagian
dari hemoglobin, masing-masing satu dari setiap orangtua. Beta thalassemia
terjadi ketika satu atau kedua gen mengalami variasi. Jika salah satu gen
dipengaruhi, seseorang akan menjadi carrier dan menderita anemia ringan.
Kondisi ini disebut thallasemia trait/beta thalassemia minor,Jika kedua gen
dipengaruhi, seseorang akan menderita anemia sedang (thalassemia beta
intermedia atau anemia Cooley’s yang ringan) atau anemia yang berat ( beta
thalassemia utama, atau anemia Cooley’s).
Anemia Cooley’s, atau beta thalassemia mayor jarang terjadi. Suatu survei
tahun 1993 ditemukan 518 pasien anemia Cooley’s di Amerika Serikat.
Kebanyakan dari mereka mempunyai bentuk berat dari penyakit, tetapi mungkin
kebanyakan dari mereka tidak terdiagnosis .
Jika dua orang tua dengan beta thalassemia trait (carriers) mempunyai
seorang bayi, salah satu dari tiga hal dapat terjadi: .
a. Bayi bisa menerima dua gen normal ( satu dari masing-masing
orangtua) dan mempunyai darah normal ( 25 %).
b. Bayi bisa menerima satu gen normal dan satu varian gen dari
orangtua yang thalassemia trait ( 50 persen).
c. Bayi bisa menerima dua gen thalassemia ( satu dari masing-masing
orangtua) dan menderita penyakit bentuk sedang sampai berat (25
persen)
Thalasemia Beta
Thalasemia F terjadi penekanan produksi rantai o pada thalasemia beta,HbA sdikit
byk Hb F,pada homozigot hanya ditemukan HbF saja—anemia agak berat
2.6. Mutasi Gen dalam Thalassemia
Beberapa contoh ilustratif mengenai mutasi serta efeknya pada sintesis β-
globin:
- Region promoter mengendalikan insisasi dan kecepatan transkripsi,
sehingga mutasi yang mempengaruhi sekuensi promoter biasanya
menyebabkan penurunan transkripsi gen globin. Karena sedikit banyak
masih melakukan sintesis β-globin, pasien mengalami talasemia β⁺.
- Mutasi di sekuensi pengkode biasanya menimbulkan konsenkuensi yang
serius. Sebagai contoh, pada sebagian kasus perubahan satu nukleotida di
salah satu ekson menyebabkan terbentuknya kodon terminasi, atau kodon
“stop” yang mengehntikan translasi RNA messenger (mRNA) β-globin.
Terminasi premature menghasilkan bentuk β-globin yang punting dan
nonfungsional dan menyebabkan talasemia β⁰.
- Mutasi yang menyebabkan kelainan pemrosesan mRNA merupakan
penyebab tersering talasemia β. Sebagian besar mutasi ini mengenai
intron, tetapi mutasi mengubah splice junction normal, tidak terjadi
penyambungan dan semua mRNA yang tidak tersambung diuraikan di
dalam inti sel dan terjadi talasemia β⁰. Namun, sebagian mutasi mengenai
intron di lokasi yang jauh dari splice junction intron-ekson normal. Mutasi
ini menciptakan tempat baru yang menjadi substrat bagi enzim
penyambung di lokasi abnormal-di dalam sebuah intron, misalnya. Karena
tempat penyambungan normal utuh, terjadi penyambungan normal dan
abnormal sehingga terbentuk mRNA β-globin yang normal dan abnormal.
Para pasien ini menderita talasemia β⁺.
2.7. Gejala Klinis Thalasemia
Thalasemia mayor, gejala klinik telah terlihat sejak anak baru berumur
kurang dari 1 tahun, yaitu Lemah,pucat,prkmbngn fisik tdk sesuai dgn umur,brat
bdan krg,tidak dapat hidup tanpa transfuse
Thalasemia intermedia : ditandai oleh anemia mikrositik, bentuk
heterozigot.
Thalasemia minor / thalasemia trait : ditandai oleh splenomegali, anemia
berat, bentuk homozigot.
Pada anak yang besar sering dijumpai adanya :Gizi buruk,perut buncit
karena pembesaran limpa dan hati yang mudah diraba, Hepatosplenomegali
mudah ruptur karena trauma ringan saja.
Gejala khas adalah :Bentuk muka mongoloid yaitu hidung pesek, tanpa
pangkal hidung, jarak antara kedua mata lebar dan tulang dahi juga
lebar.,Keadaan kuning pucat pada kulit, jika sering ditransfusi, kulitnya menjadi
kelabu karena penimbunan besi.
2.7. Orang-orang yang beresiko menderita thalasemia:
a. Anak dengan orang tua yang memiliki gen thalassemia
b. Resiko laki-laki atau perempuan untuk terkena sama
c. Thalassemia Beta mengenai orang asli dari Mediterania atau ancestry
(Yunani, Italia, Ketimuran Pertengahan) dan orang dari Asia dan Afrika
Pendaratan.
d. Alfa thalassemia kebanyakan mengenai orang tenggara Asia, Orang India,
Cina, atau orang Philipina.
2.8. Patofisiologi Thalasemia
Penyebab primer adalah berkurangnya sintesis Hb A dan eritropoesis yang
tidak efektif disertai penghancuran sel-sel eritrosit intrameduler
Pnybab skunder adl krn defisiensi asam folat,ber+nya volume plasma
intravaskuler yg mngakibatkan hemodilusi, & destruksi eritrosit oleh system
retikuloendotelial dalam limfa & hati.
Penelitian biomolekuler menunjukkan adanya mutasi DNA pada gen
sehingga produksi rantai alfa atau beta dari hemoglobin berkurang. 5
Molekul globin terdiri atas sepasang rantai-a dan sepasang rantai lain yang
menentukan jenis Hb. Pada orang normal terdapat 3 jenis Hb, yaitu Hb A
(merupakan > 96% dari Hb total, tersusun dari 2 rantai-a dan 2 rantai-b = a2b2),
Hb F(< 2% = a2g2) dan HbA2 (< 3% = a2d2). Kelainan produksi dapat terjadi
pada ranta-a (a-thalassemia), rantai-b (b-thalassemia), rantai-g (g-thalassemia),
rantai-d (d-thalassemia), maupun kombinasi kelainan rantai-d dan rantai-b (bd-
thalassemia)
Pada thalassemia-b, kekurangan produksi rantai beta menyebabkan
kekurangan pembentukan a2b2 (Hb A); kelebihan rantai-a akan berikatan dengan
rantai-g yang secara kompensatoir Hb F meningkat; sisanya dalam jumlah besar
diendapkan pada membran eritrosit sebagai Heinz bodies dengan akibat eritrosit
mudah rusak (ineffective erythropoesis
2.9. Diagnosis
I. Anamnesis
Keluhan timbul karena anemia: pucat, gangguan nafsu makan, gangguan
tumbuh kembang dan perut membesar karena pembesaran lien dan hati. Pada
umumnya keluh kesah ini mulai timbul pada usia 6 bulan
II. Pemeriksaan fisis
o Pucat
o Bentuk muka mongoloid (facies Cooley)
o Dapat ditemukan ikterus
o Gangguan pertumbuhan
o Splenomegali dan hepatomegali yang menyebabkan perut membesar
III. Pemeriksaan penunjang
1. Darah tepi :
o Hb rendah dapat sampai 2-3 g%
o Gambaran morfologi eritrosit : mikrositik hipokromik, sel target, anisositosis
berat dengan makroovalositosis, mikrosferosit, polikromasi, basophilic stippling,
benda Howell-Jolly, poikilositosis dan sel target. Gambaran ini lebih kurang khas.
o Retikulosit meningkat.
Gambar 5. Sedimen Darah Tepi dari Penderita Thalassemia Trait dan Orang
Normal.
Variasi bentuk eritrosit (sel darah merah) pada sedimen darah tepi
dilihat dengan mikroskop dari penderita thalassemia: a = hipokrom,
b = teardrop, c = target cell, d = basophilic stipling dengan pewarnaan giemsa
Bentuk eritrosit (sel darah merah) pada orang normal dengan pewarnaan giemsa
2. Sumsum tulang (tidak menentukan diagnosis) :
o Hiperplasi sistem eritropoesis dengan normoblas terbanyak dari jenis asidofil.
o Granula Fe (dengan pengecatan Prussian biru) meningkat.
3. Pemeriksaan khusus :
o Hb F meningkat : 20%-90% Hb total
o Elektroforesis Hb : hemoglobinopati lain dan mengukur kadar Hb F.
o Pemeriksaan pedigree: kedua orangtua pasien thalassemia mayor merupakan
trait (carrier) dengan Hb A2 meningkat (> 3,5% dari Hb total).
4. Pemeriksaan lain :
o Foto Ro tulang kepala : gambaran hair on end, korteks menipis, diploe melebar
dengan trabekula tegak lurus pada korteks.
o Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang : perluasan sumsum tulang sehingga
trabekula tampak jelas.
Diagnosis banding
Thalasemia minor :
o Anemia kurang besi
o Anemia karena infeksi menahun
o Anemia pada keracunan timah hitam (Pb)
o Anemia sideroblastik
2.10. Penatalaksanaan
Medikamentosa
-Pemberian iron chelating agent (deferoxamine):
Diberikan setelah kadar feritin serum sudah mencapai 1000 mg/l atau
saturasi transferin lebih 50%, atau sekitar 10-20 kali transfusi darah.
Deferoxamine diberikan dengan dosis 25-50 mg/kgBB/hari diberikan subkutan
melalui pompa infus dalam waktu 8-12 jam selama 5-7 hari selama seminggu
dengan menggunakan pompa portable. Lokasi umumnya di daerah abdomen,
namun daerah deltoid maupun paha lateral menjadi alternatif bagi pasien. Adapun
efek samping dari pemakaian deferoxamine jarang terjadi apabila digunakan pada
dosis tepat. Toksisitas yang mungkin abisa berupa toksisitas retina,
pendengaran,gangguan tulang dan pertumbuhan, reaksi lokal dan infeksi.
Gambar 6. Lokasi untuk menggunakan pompa portable deferoksamin
Selain itu bisa juga digunakan Deferipron yang merupakan satu-satunya
kelasi besi oral yang telah disetujui pemakaiannya. Terapi standar biasanya
memakai dosis 75 mg/kg BB/hari dibagi dalam 3 dosis. Saat ini deferidon
terutama banyak dgunakan pada pasien-pasien dengan kepatuhan rendah terhadap
deferoxamine. Kelebihan deferipron dibanding deferoksamin adalah efek
proteksinya terhadap jantung. Efek samping yang mungkin terjadi antara lain :
atropati, neutropenia/agranulositosis, gangguan pencernaan, kelainan imunologis,
defisiensi seng, dan fibrosis hati.
- Vitamin C 100-250 mg/hari selama pemberian kelasi besi, untuk meningkatkan
efek kelasi besi.
- Asam folat 2-5 mg/hari untuk memenuhi kebutuhan yang meningkat.
- Vitamin E 200-400 IU setiap hari sebagai antioksidan dapat memperpanjang
umur sel darah merah
Bedah
Splenektomi, dengan indikasi:
Limpa yang terlalu besar, sehingga membatasi gerak penderita, menimbulkan
peningkatan tekanan intraabdominal dan bahaya terjadinya ruptur
Hipersplenisme ditandai dengan peningkatan kebutuhan transfusi darah atau
kebutuhan suspensi eritrosit (PRC) melebihi 250 ml/kg berat badan dalam satu
tahun.
Suportif
Transfusi darah :
Hb penderita dipertahankan antara 8 g/dl sampai 9,5 g/dl. Dengan kedaan
ini akan memberikan supresi sumsum tualang yang adekuat, menurunkan tingkat
akumulasi besi, dan dapat mempertahankan pertumbuhan dan perkembangan
penderita. Pemberian darah dalam bentuk PRC (packed red cell), 3 ml/kg BB
untuk setiap kenaikan Hb 1 g/dl.
Thalassaemia Diet
Diet Talasemia disiapkan oleh Departemen diet, Di Rumah sakit umum
Sarawak pasien dinasehati untuk menghindari makanan yang kaya akan zat besi,
seperti daging berwarna merah, hati, ginjal, sayur-mayur bewarna hijau, sebagian
dari sarapan yang mengandung gandum, semua bentuk roti dan alkohol.
Tabel 1. Daftar makanan dan kandungan zat besi 8
FOODVOID TO A
Foods with high content of Iron Iron Content
Organ meat (liver, kidney, spleen) 5 – 14 mg / 100 g
Beef 2.2 mg / 100 g
Chicken gizzard and liver 2 – 10mg / 100 g
Ikan pusu (with head and entrails) 5.3 mg / 100 g
Cockles (kerang) 13.2 mg / 100 g
Hen eggs 2.4 mg / whole egg
Duck eggs 3.7 mg / whole egg
Dried prunes / raisins, Peanuts (without shell),
other nuts 2.9 mg / 100 g
Dried beans (red, green, black, chickpeas, dhal) 4 – 8 mg / 100 g
Baked beans 1.9 mg / 100 g
Dried seaweed 21.7 mg / 100 g
Dark green leafy vegetables – bayam, spinach,
kailan, cangkok manis, kangkung, sweet potato
shoots, ulam leaves, soya bean sprouts, bitter
gourd, paku, midi, parsley,
> 3 mg 1 100 g
Food Allowed
Foods with moderate content of Iron
Chicken, pork allow one small serving a day (= 2
matchbox size)
Soya bean curd (towkwa, towhoo,
hookee)
allow one serving only (= one piece)
Light coloured vegetables (sawi,
cabbage, long beans and other
beans, ketola, lady’s fingers)
1 -2 servings a day (= 1/2 cup)
Ikan pusu head and entrails removed
Onions use moderately
Oats
Foods with small amount of Iron
Rice and Noodles
Bread, biscuits
Starchy Root vegetables ( carrot, yam,
tapioca, pumpkin, bangkwang, lobak)
Fish (all varieties)
Fruits (all varieties except dried fruits)
Milk, cheese
Oils and Fats
Lain-lain (rujukan subspesialis, rujukan spesialisasi lainnya dll)
Tumbuh kembang, kardiologi, Gizi, endokrinologi, radiologi, Gigi
PEMANTAUAN
I. Terapi
Pemeriksaan kadar feritin setiap 1-3 bulan, karena kecenderungan kelebihan besi
sebagai akibat absorbsi besi meningkat dan transfusi darah berulang.
Efek samping kelasi besi yang dipantau: demam, sakit perut, sakit kepala, gatal,
sukar bernapas. Bila hal ini terjadi kelasi besi dihentikan.
II. Tumbuh Kembang
Anemia kronis memberikan dampak pada proses tumbuh kembang, karenanya
diperlukan perhatian dan pemantauan tumbuh kembang penderita.
III. Gangguan jantung, hepar dan endokrin
Anemia kronis dan kelebihan zat besi dapat menimbulkan gangguan fungsi
jantung (gagal jantung), hepar (gagal hepar), gangguan endokrin (diabetes
melitus, hipoparatiroid) dan fraktur patologis.
Bab III
Penutup
3.1. Kesimpulan
Thalassemia merupakan suatu penyakit herediter yang cukup banyak di
Indonesia. Khususnya di Palembang (Sumatera Selatan), menempati urutan kedua
tertinggi di Indonesia. Penyakit ini menurun secara autosomal resesif, sehingga
akan manifes secara berat jika muncul bersama-sama (dengan kata lain masing-
masing ayah dan ibu menyumbangkan satu mutagen).
Di daerah Sum-sel, banyak masyarakat merupakan carier (pembawa sifat)
Thalassemia yang asimtomatik. Thalassemia akan bermanifestasi jika carier ini
menikah dengan carier lainnya (25% anaknya Thalassemia, 50% carier, dan 25%
normal). Maka perlu dihindari pernikahan sesama suku dan keluarga dekat.
Thalassemia sendiri terbagi menjadi Thalassemia α dan Thalassemia β,
didasarkan pada rantai mana yang sintesisnya terganggu. Masing-masing
Thalassemia tersebut memiliki tingkat pembagian lebih lanjut berdasarkan
banyaknya rantai yang hilang.
3.2. Saran
Dari pembahasan mengenai Thalassemia ini, ada beberapa saran yang perlu kami
sampaikan bagi pembaca :
a. Sebaiknya menghindari pernikahan keluarga dekat, karena suku melayu
banyak yang merupakan carier Thalassemia.
b. Perlunya pemeriksaan jika memiliki gejala carier agar bisa lebih hati-hati.
c. Perlu dilakukan konseling genetik sebelum menikah / memiliki anak.
d. Penting dilakukan diagnosis prenatal agar bisa mengetahui keadaan anak.
Daftar Pustaka
1. Ananta Yovita. Terapi Kelasi Pada Thalassemia . Sari Pustaka. 2006
2. Bakta, I Made. 2006. Hematologi Klinik Ringkas. Jakarta : EGC
3. Bakta, I Made, dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam, edisi IV, Jilid
II. Jakarta : FKUI
4. Guyton AC, Hall JE. 2007. Fisiologi Kedokteran. Jakarta : EGC
5. Kumala, Poppy. 1998. Kamus Saku Kedokteran Dorland Edisi 25.
Jakarta : EGC
6. Muray, Robetr. K. 2003. Biokimia Harper. Jakarta : EG
7. Stanley L. Robbins. 2007. Patologi Anatomi. Jakarta : EGC
8. Ganie RA. Thalassemia : permasalahan dan penanganannya . dalam Pidato
Pengukuhan Jabatan Guru Besar Tetap dalam Bidang Ilmu Patologi pada
Fakultas Kedokteran, Diucapkan di hadapan Rapat Terbuka Universitas
Sumatera Utara .2005
9. Hoffbrand A.V. and Pettit J.E. (2001). Genetic Diorders of Haemoglobin.
In: Hoffbrand AV and Pettit JE (eds) Color Atlas of Clinical Hematology.
3th ed. 5: 85-98. London: Mosby
10. Weatherall D.J. (1965). Historical Introduction. In: Weatherall DJ (ed).
The Thalassaemia Syndromes. Blackwell Scientific Publ. Oxford. 1: 1-5.
11. Permono B, Ugrasena IDG , A Mia. Talasemia.Bag/ SMF Ilmu Kesehatan
Anak, Fakultas Kedokteran UNAIR Surabaya www.Pediatrik.com [diakses
3 Desember 2007]
12. Mansjoer A, Triyanti K,Savitri R, Wahyu IW dan setiowulan W. Kapita
Selekta Kedokteran, Jilid 2 Edisi 3, Jakarta: Media aesculapius, 2001. 497-
498
Recommended