Tinjauan pustaka
Anemia
Anemia adalah suatu keadaan dimana kadar hemoglobin menurun, sehingga tubuh akan
mengalami hipoksia sebagai akibat kemampuan kapasitas pengangkutan oksigen dari darah
berkurang.
Tanda dan Gejala Anemia
Gejala umum anemia disebut juga sebagai sindrom anemia atau anemic syndrome. Gejala
umum anemia atau sindrom anemia adalah gejala yang timbul pada semua jenis anemia pada
kadar hemoglobin yang sudah menurun sedemikian rupa dibawah titik tertentu. Gejala ini
timbul karena anoksia organ target dan mekanisme kompensasi tubuh terhadap penurunan
hemoglobin. Gejala- gejala tersebut apabila diklasifikasikan menurut organ yang terkena:1
Sistem kardiovaskuler : lesu, cepat lelah, palpitasi, takikardi, sesak nafas saat
beraktivitas, angina pektoris, dan gagal jantung.
Sistem saraf : sakit kepala, pusing, telinga mendenging, mata berkunang-kunang,
kelemahan otot, iritabilitas, lesu, serta perasaan dingin pada ekstremitas.
Sistem urogenital : gangguan haid dan libido menurun.
Epitel : warna pucat pada kulit dan mukosa, elastisitas kulit menurun, serta rambut
tipis dan halus.
Gejala khas yang menjadi ciri dari masing-masing jenis anemia adalah sebagai berikut:
Anemia defisiensi besi: disfagia, atrofi papil lidah, stomatis angularis.
Anemia defisiensi asam folat: lidah merah (buffy tongue)
Anemia hemolitik: ikterus dan hepatosplenomegali
Anemia aplastik: perdarahan kulit atau mukosa dan tanda tanda infeksi.
Gejala akibat penyakit dasar
Gejala penyakit dasar yang menjadi penyebab anemia. Gejala ini timbul karena penyakit-
penyakit yang mendasari anemia tersebut. Misalnya anemia defisiensi besi yang disebabkan
oleh infeksi cacing tambang berat akan menimbulkan gejala seperti pembesaran parotis dan
telapak tangan berwarna kuning seperti jerami.1
Patogenitas Anemia
Berdasarkan patogenitasnya,anemia digolongkan dalam 3 kelompok:
Anemia karena kehilangan darah
Anemia karena kehilangan darah akibat perdarahan yaitu terlalu banyaknya sel-sel darah
merah yang hilang dari tubuh seseorang, akibat dari kecelakaan dimana perdarahan
mendadak dan banyak jumlahnya, yang disebut perdarahaneksternal. Perdarahan dapat pula
disebabkan karena racun,obat-obatan atau racun binatang yang menyebabkan penekanan
terhadap pembuatan sel-sel darah merah. Selain itu ada pula perdarahan kronis yang terjadi
sedikit demi sedikit tetapi terus menerus. Perdarahan ini disebabkan oleh kanker pada saluran
pencernaan, peptic ulser, wasir yang dapat menyebabkan anemia.1
Anemia karena kerusakan sel-sel darah merah
Anemia karena pengrusakan sel-sel darah merah dapat terjadi karena bibit penyakit atau
parasit yang masuk kedalam tubuh,seperti malaria atau cacing tambang. Hal ini dapat
menyebabkan anemia hemolitik.1
Anemia karena gangguan pada produksi sel-sel darah merah
Sumsum tulang mengganti sel darah yang tua dengan sel darah merah yang baru sama
cepatnya dengan banyaknya sel darah merah yang hilang sehingga jumlah sel darah merah
yang dipertahanakan selalu cukup banyak didalam darah, dan untuk mempertahankannya
diperlukan cukup banyak zat gizi. Apabila tidak tersedia zat gizi dalam jumlah yang cukup
akan terjadi gangguan sel darah merah baru Anemia karena gangguan pada produksi sel-sel
darah merah,dapat timbul karena, kurangnya zat gizi penting seperti zat besi,asam folat,asam
pantotenat, vitamin B12, protein kobalt, dan tiamin, yang kekurangannnya biasa disebut
anemia gizi.1
Kriteria Kadar Hemoglobin sesuai Derajat Anemia1
Derajat anemia
Derajat anemia berdasarkan WHO :
1. Derajat 0 (nilai normal) dengan kadar hemoglobin > 11.0 g/dl
2. Derajat 1 (ringan) dengan kadar hemoglobin 9,5 - 10,9 g/dl
3. Derajat 2 (sedang) dengan kadar hemoglobin 8,0 - 9,4 g/dl
4. Derajat 3 (berat) dengan kadar hemoglobin 6,5 - 7,9 g/dl
5. Derajat 4 (mengancam jiwa) dengan kadar hemoglobin < 6,5 g/dl
Penatalaksanaaan terapi anemia berdasarkan derajat sebelumnya harus di ketahui penyebab
dari anemia itu sendiri sehingga causa penyakit ini dapat di sembuhkan berdasarkan atas
kelainan yang mendasari. Setelah mengobati penyebabnya maka pengobatan yang di
sesuaikan dengan derajat anemia itu sendiri berdasarkan dari derajat anemia, seperti dari segi
pemberian dosis obat terapi anemia. Untuk anemia yang mengancam jiwa atau kadar Hb < 7
memerlukan transfusi darah sesuai dengan golongan darah pasien.
Rekomendasi Transfusi pada Pasien Anemia1
Transfusi sel darah merah hampir selalu diindikasikan pada kadar Hemoglobin
(Hb)<7 g/dl, terutama pada anemia akut. Transfusi dapat ditunda jika pasien
asimptomatik dan/atau penyakitnya memiliki terapi spesifik lain, maka batas kadar
Hb yang lebih rendah dapat diterima.(Rekomendasi A).
Transfusi sel darah merah dapat dilakukan pada kadar Hb 7-10 g/dl apabila ditemukan
hipoksia atau hipoksemia yang bermakna secara klinis dan laboratorium.
(Rekomendasi C).
Transfusi tidak dilakukan bila kadar Hb ≥10 g/dl, kecuali bila ada indikasi tertentu,
misalnya penyakit yang membutuhkan kapasitas transport oksigen lebih tinggi
(contoh: penyakit paru obstruktif kronik berat dan penyakit jantung iskemik berat).
(Rekomendasi A)
Gastritis
Gastritis adalah proses inflamasi pada lapisan mukosa dan submukosa lambung, yang
berkembang bila mekanisme protektif mukosa dipenuhi dengan bakteri atau bahan iritan
lain. Secara hispatologi dapat dibuktikan dengan adanya infiltrasi sel-sel. Sedangkan,
menurut Lindseth dalam Prince gastritis adalah suatu keadaan peradangan atau perdarahan
mukosa lambung yang dapat bersifat akut, kronis, difus, atau lokal.
Gastritis adalah suatu peradangan mukosa lambung paling sering diakibatkan oleh
ketidakteraturan diet, misalnya makan terlalu banyak dan cepat atau makan makanan yang
terlalu berbumbu atau terinfeksi oleh penyebab yang lain seperti alkohol, aspirin, refluks
empedu atau terapi radiasi.
Gastritis berarti peradangan mukosa lambung. Peradangan dari gastritis dapat hanya
superficial atau dapat menembus secara dalam ke dalam mukosa lambung, dan pada kasus-
kasus yang berlangsung lama menyebabkan atropi mukosa lambung yang hampir lengkap.
Pada beberapa kasus, gastritis dapat menjadi sangat akut dan berat, dengan ekskoriasi
ulserativa mukosa lambung oleh sekresi peptik lambung sendiri.2
Gastritis Akut
Gastritis akut merupakan penyakit yang sering ditemukan, biasanya bersifat jinak dan
sembuh sempurna. Gastritis akut terjadi akibat respons mukosa lambung terhadap berbagai
iritan lokal. Inflamasi akut mukosa lambung pada sebagian besar kasus merupakan penyakit
yang ringan. Bentuk terberat dari gastritis akut disebabkan oleh mencerna asam atau alkali
kuat, yang dapat menyebabkan mukosa menjadi ganggren atau perforasi. Pembentukan
jaringan parut dapat terjadi yang mengakibatkan obstruksi pylorus.2
Salah satu bentuk gastritis akut yang manifestasi klinisnya dapat berbentuk penyakit yang
berat adalah gastritis erosif atau gastritis hemoragik. Disebut gastritis hemoragik karena pada
penyakit ini akan dijumpai perdarahan mukosa lambung dalam berbagai derajat dan terjadi
drosi yang berarti hilangnya kontinuitas mukosa lambung pada beberapa tempat, menyertai
inflamasi pada mukosa lambung tersebut.3
Gastritis Akut Erosif
Gastritis akut erosif adalah suatu peradangan permukaan mukosa lambung yang akut dengan
kerusakan-kerusakan erosi. Disebut erosi apabila kerusakan yang terjadi tidak lebih dalam
dari pada mukosa muskularis. Penyakit ini dijumpai di klinik, sebagai akibat efek samping
dari pemakaian obat, sebagai penyulit penyakit-penyakit lain atau karena sebab yang tidak
diketahui. Perjalanan penyakitnya biasanya ringan, walaupun demikian kadang-kadang dapat
menyebabkan kedaruratan medis, yakni perdarahan saluran cerna bagian atas. Penderita
gastritis akut erosif yang tidak mengalami pendarahan sering diagnosisnya tidak tercapai.2
Untuk menegakkan diagnosis tersebut diperlukan pemeriksaan khusus yang sering dirasakan
tidak sesuai dengan keluhan penderita yang ringan saja. Diagnosis gastritis akut erosif,
ditegakkan dengan pemeriksaan endoskopi dan dilanjutkan dengan pemeriksaan histopatologi
biopsi mukosa lambung.2
Gastritis Akut Hemoragik
Ada dua penyebab utama gastritis akut hemoragik; Pertama diperkirakan karena minum
alkohol atau obat lain yang menimbulkan iritasi pada mukosa gastrik secara berlebihan
(aspirin atau NSAID lainnya). Meskipun pendarahan mungkin cukup berat, tapi pendarahan
pada kebanyakan pasien akan berhenti sendiri secara spontan dan mortalitas cukup rendah.
Kedua adalah stress gastritis yang dialami pasien di Rumah Sakit, stress gastritis dialami
pasien yang mengalami trauma berat berkepanjangan, sepsis terus menerus atau penyakit
berat lainnya.3
Erosi stress merupakan lesi hemoragika pungtata majemuk pada lambung proksimal yang
timbul dalam keadaan stress fisiologi parah dan tak berkurang. Berbeda dengan ulserasi
menahun yang lebih biasa pada traktus gastrointestinalis atas, ia jarang menembus profunda
ke dalam mukosa dan tak disertai dengan infiltrasi sel radang menahun. Tanpa profilaksis
efektif, erosi stress akan berlanjut dan bersatu dalam 20% kasus untuk membentuk beberapa
ulserasi yang menyebabkan perdarahan gastrointestinalis atas dari keparahan yang
mengancam nyawa. Keadaan ini dikenal sebagai gastritis hemoragika akuta.3
Gastritis Kronik
Disebut gastritis kronik apabila infiltrasi sel-sel radang yang terjadi pada lamina propria dan
daerah intra epitelial terutama terdiri atas sel-sel radang kronik, yaitu limfosit dan sel
plasma. Gastritis kronis didefenisikan secara histologis sebagai peningkatan jumlah limfosit
dan sel plasma pada mukosa lambung. Derajat paling ringan gastritis kronis adalah gastritis
superfisial kronis, yang mengenai bagian sub epitel di sekitar cekungan lambung. Kasus yang
lebih parah juga mengenai kelenjar-kelenjar pada mukosa yang lebih dalam, hal ini biasanya
berhubungan dengan atrofi kelenjar (gastritis atrofi kronis) dan metaplasia intestinal.3
Sebagian besar kasus gastritis kronis merupakan salah satu dari dua tipe, yaitu tipe A yang
merupakan gastritis autoimun yang terutama mengenai tubuh dan berkaitan dengan anemia
pernisiosa; dan tipe B yang terutama meliputi antrum dan berkaitan dengan infeksi
Helicobacter pylori. Terdapat beberapa kasus gastritis kronis yang tidak tergolong dalam
kedua tipe tersebut dan penyebabnya tidak diketahui Gastritis kronik dapat dibagi dalam
berbagai bentuk tergantung pada kelainan histologi, topografi, dan etiologi yang menjadi
dasar pikiran pembagian tersebut.2
Klasifikasi histologi yang sering digunakan membagi gastritis kronik menjadi :3
1. Gastritis kronik superficial
Apabila dijumpai sebukan sel-sel radang kronik terbatas pada lamina propria mukosa
superfisialis dan edema yang memisahkan kelenjar-kelenjar mukosa, sedangkan sel-sel
kelenjar tetap utuh. Sering dikatakan gastritis kronik superfisialis merupakan permulaan
gastritis kronik.
2. Gastritis kronik atrofik
Sebukan sel-sel radang kronik menyebar lebih dalam disertai dengan distorsi dan destruksi
sel kelenjar mukosa lebih nyata. Gastritis atrofik dianggap sebagai kelanjutan gastritis kronik
superfisialis.
3. Atrofi lambung
Atrofi lambung dianggap merupakan stadium akhir gastritis kronik. Pada saat itu struktur
kelenjar menghilang dan terpisah satu sama lain secara nyata dengan jaringan ikat, sedangkan
sebukan sel-sel radang juga menurun. Mukosa menjadi sangat tipis sehingga dapat
menerangkan mengapa pembuluh darah menjadi terlihat saat pemeriksaan endoskopi.
4. Metaplasia intestinal
Suatu perubahan histologis kelenjar-kelenjar mukosa lambung menjadi kelenjar-kelenjar
mukosa usus halus yang mengandung sel goblet. Perubahan-perubahan tersebut dapat terjadi
secara menyeluruh pada hampir seluruh segmen lambung, tetapi dapat pula hanya merupakan
bercak-bercak pada beberapa bagian lambung.
Distribusi anatomis pada gastritis kronik dapat dibagi menjadi tifa bagian, yaitu :3
1. Gastritis Kronis Tipe A
Gastritis kronis tipe A merupakan suatu penyakit autoimun yang disebabkan oleh adanya
autoantibodi terhadap sel parietal kelenjar lambung dan faktor intrinsik,dan berkaitan dengan
tidak adanya sel parietal dan chief cell, yang menurunkan sekresi asam dan menyebabkan
tingginya kadar gastrin. Dalam keadaan sangat berat, tidak terjadi produksi faktor intrinsik.
Anemia pernisiosa seringkali dijumpai pada pasien karena tidak tersedianya faktor intrinsik
untuk mempermudah absorpsi vitamin B12 dalam ileum (Prince, 2005: 423).
Jadi, anemia pernisiosa itu disebabkan oleh kegagalan absorpsi vitamin B12karena kekurangan
faktor intrinsik akibat gastritis kronis autoimun. Autoimunitas secara langsung menyerang sel
parietal pada korpus dan fundus lambung yang menyekresikan faktor intrinsik dan asam.
Reaksi autoimun bermanifestasi sebagai sebukan limfo-plasmasitik pada mukosa sekitar sel
parietal, yang secara progresif berkurang jumlahnya. Netrofil jarang dijumpai dan tidak
didapati Helicobacter pylori. Mukosa fundus dan korpus menipis dan kelenjar-kelenjar
dikelilingi oleh sel mukus yang mendominasi. Mukosa sering memperlihatkan metaplasia
intestinal yang ditandai dengan adanya sel goblet dan sel paneth. Pada stadium akhir, mukosa
menjadi atrofi dan sel parietal menghilang (gastritis kronis tipe A)
2. Gastritis Kronis Tipe B
Gastritis kronis tipe B disebut juga sebagai gastritis antral karena umumnya mengenai daerah
antrum lambung dan lebih sering terjadi dibandingkan dengan gastritis kronis tipe A.
Gastritis kronis tipe B lebih sering terjadi pada penderita yang berusia tua. Bentuk gastritis ini
memiliki sekresi asam yang normal dan tidak berkaitan dengan anemia pernisiosa. Kadar
gastrin yang rendah sering terjadi. Penyebab utama gastritis kronis tipe B adalah infeksi
kronis oleh Helicobacter pylori. Faktor etiologi gastritis kronis lainnya adalah asupan alkohol
yang berlebihan, merokok, dan refluks empedu kronis dengan kofaktor Helicobacter pylori.
Gastritis kronis tipe B secara maksimal melibatkan bagian antrum, yang merupakan tempat
predileksi Helicobacter pylori. Kasus-kasus dini memperlihatkan sebukan limfoplasmasitik
pada mukosa lambung superfisial. Infeksi aktifHelicobacter pylori hampir selalu
berhubungan dengan munculnya nertrofil, baik pada lamina propria ataupun pada kelenjar
mukus antrum. Pada saat lesi berkembang, peradangan meluas yang meliputi mukosa dalam
dan korpus lambung. Keterlibatan mukosa bagian dalam menyebabkan destruksi kelenjar
mukus antrum dan metaplasia intestinal (gastritis atrofik kronis tipe B).
Pada 60-70% pasien, didapatkan Helicobacter pylori pada pemeriksaan histologis atau kultur
biopsi. Pada banyak pasien yang tidak didapati organisme ini, pemeriksaan serologisnya
memperlihatkan antibodi terhadap Helicobacter pylori, yang menunjukkan sudah ada
infeksi Helicobacter pylori sebelumnya.
Helicobacter pylori adalah organisme yang kecil dan melengkung, seperti vibrio, yang
muncul pada lapisan mukus permukaan yang menutupi permukaan epitel dan lumen
kelenjar. Bakteri ini merupakan bakteri gram negatif yang menyerang sel permukaan,
menyebabkan deskuamari sel yang dipercepat dan menimbulkan respon sel radang kronis
pada mukosa lambung. Helicobacter pyloriditemukan lebih dari 90% dari hasil biopsi
yang menunjukkan gastritis kronis. Organisme ini dapat dilihat pada irisan rutin, tetapi lebih
jelas dengan pewarnaan perak Steiner atau Giemsa. Keberadaan Helicobacter
pylori berkaitan erat dengan peradangan aktif dengan netrofil. Organisme dapat tidak
ditemukan pada pasien gastritis akut inaktif, terutama bila terjadi metaplasia intestinal.
3. Gastritis kronis tipe AB
Gastritis kronis tipe AB merupakan gastritis kronik yang distribusi anatominya menyebar
keseluruh gaster. Penyebaran ke arah korpus tersebut cendrung meningkat dengan
bertambahnya usia.3
Faktor-faktor Penyebab Gastritis4
Pola Makan
Gastritis dapat disebabkan oleh pola makan yang tidak baik dan tidak teratur, yaitu frekuensi
makan, jenis, dan jumlah makanan, sehingga lambung menjadi sensitif bila asam lambung
meningkat.
1. Frekuensi Makan
Frekuensi makan adalah jumlah makan dalam sehari-hari baik kualitatif dan kuantitatif.
Secara alamiah makanan diolah dalam tubuh melalui alat-alat pencernaan mulai dari mulut
sampai usus halus. Lama makanan dalam lambung tergantung sifat dan jenis makanan. Jika
rata-rata, umumnya lambung kosong antara 3-4 jam. Maka jadwal makan ini pun
menyesuaikan dengan kosongnya lambung.
Orang yang memiliki pola makan tidak teratur mudah terserang penyakitgastritis. Pada saat
perut harus diisi, tapi dibiarkan kosong, atau ditunda pengisiannya, asam lambung akan
mencerna lapisan mukosa lambung, sehingga timbul rasa nyeri.
Secara alami lambung akan terus memproduksi asam lambung setiap waktu dalam jumlah
yang kecil, setelah 4-6 jam sesudah makan biasanya kadar glukosa dalam darah telah banyak
terserap dan terpakai sehingga tubuh akan merasakan lapar dan pada saat itu jumlah asam
lambung terstimulasi. Bila seseorang telat makan sampai 2-3 jam, maka asam lambung yang
diproduksi semakin banyak dan berlebih sehingga dapat mengiritasi mukosa lambung serta
menimbulkan rasa nyeri di seitar epigastrium.
Kebiasaan makan tidak teratur ini akan membuat lambung sulit untuk beradaptasi. Jika
hal itu berlangsung lama, produksi asam lambung akan berlebihan sehingga dapat mengiritasi
dinding mukosa pada lambung dan dapat berlanjut menjadi tukak peptik. Hal tersebut dapat
menyebabkan rasa perih dan mual. Gejala tersebut bisa naik ke kerongkongan yang
menimbulkan rasa panas terbakar. Produksi asam lambung diantaranya dipengaruhi oleh
pengaturan sefalik, yaitu pengaturan oleh otak. Adanya makanan dalam mulut secara refleks
akan merangsang sekresi asam lambung. Pada manusia, melihat dan memikirkan makanan
dapat merangsang sekresi asam lambung.4
Jenis Makanan
Jenis makanan adalah variasi bahan makanan yang kalau dimakan, dicerna, dan diserap akan
menghasilkan paling sedikit susunan menu sehat dan seimbang. Menyediakan variasi
makanan bergantung pada orangnya, makanan tertentu dapat menyebabkan gangguan
pencernaan, seperti halnya makanan pedas.
Mengkonsumsi makanan pedas secara berlebihan akan merangsang sistem pencernaan,
terutama lambung dan usus untuk berkontraksi. Hal ini akan mengakibatkan rasa panas dan
nyeri di ulu hati yang disertai dengan mual dan muntah. Gejala tersebut membuat penderita
makin berkurang nafsu makannya. Bila kebiasaan mengkonsumsi makanan pedas lebih dari
satu kali dalam seminggu selama minimal 6 bulan dibiarkan terus-menerus dapat
menyebabkan iritasi pada lambung yang disebut dengan gastritis.
Gastritis dapat disebabkan pula dari hasil makanan yang tidak cocok. Makanan tertentu yang
dapat menyebabkan penyakit gastritis, seperti buah yang masih mentah, daging mentah, kari,
dan makanan yang banyak mengandung krim atau mentega. Bukan berarti makanan ini tidak
dapat dicerna, melainkan karena lambung membutuhkan waktu yang labih lama untuk
mencerna makanan tadi dan lambat meneruskannya kebagian usus selebih-nya. Akibatnya, isi
lambung dan asam lambung tinggal di dalam lambung untuk waktu yang lama sebelum
diteruskan ke dalam duodenum dan asam yang dikeluarkan menyebabkan rasa panas di ulu
hati dan dapat mengiritasi.4
Porsi Makan
Porsi atau jumlah merupakan suatu ukuran maupun takaran makanan yang dikonsumsi pada
tiap kali makan. Setiap orang harus makan makanan dalam jumlah benar sebagai bahan bakar
untuk semua kebutuhan tubuh. Jika konsumsi makanan berlebihan, kelebihannya akan
disimpan di dalam tubuh dan menyebabkan obesitas (kegemukan). Selain itu, Makanan
dalam porsi besar dapat menyebabkan refluks isi lambung, yang pada
akhirnya membuat kekuatan dinding lambung menurun. Kondisi seperti
ini dapat menimbulkan peradangan atau luka pada lambung.4
Kopi
Menurut Warianto (2011), kopi adalah minuman yang terdiri dari berbagai jenis bahan dan
senyawa kimia; termasuk lemak, karbohidrat, asam amino, asam nabati yang disebut dengan
fenol, vitamin dan mineral.
Kopi diketahui merangsang lambung untuk memproduksi asam lambung sehingga
menciptakan lingkungan yang lebih asam dan dapat mengiritasi lambung. Ada dua unsur
yang bisa mempengaruhi kesehatan perut dan lapisan lambung, yaitu kafein dan asam
chlorogenic.
Studi yang diterbitkan dalam Gastroenterology menemukan bahwa berbagai faktor seperti
keasaman, kafein atau kandungan mineral lain dalam kopi bisa memicu tingginya asam
lambung. Sehingga tidak ada komponen tunggal yang harus bertanggung jawab.
Kafein dapat menimbulkan perangsangan terhadap susunan saraf pusat (otak), sistem
pernapasan, serta sistem pembuluh darah dan jantung. Oleh sebab itu tidak heran setiap
minum kopi dalam jumlah wajar (1-3 cangkir), tubuh kita terasa segar, bergairah, daya pikir
lebih cepat, tidak mudah lelah atau mengantuk. Kafein dapat menyebabkan stimulasi sistem
saraf pusat sehingga dapat meningkatkan aktivitas lambung dan sekresi hormon gastrin pada
lambung dan pepsin. Hormon gastrin yang dikeluarkan oleh lambung mempunyai efek
sekresi getah lambung yang sangat asam dari bagian fundus lambung. Sekresi asam yang
meningkat dapat menyebabkan iritasi dan inflamasi pada mukosa lambung.
Jadi, gangguan pencernaan yang rentan dimiliki oleh orang yang sering minum kopi adalah
gastritis (peradangan pada lapisan lambung). Beberapa orang yang memilliki gangguan
pencernaan dan ketidaknyamanan di perut atau lambung biasanya disaranakan untuk
menghindari atau membatasi minum kopi agar kondisinya tidak bertambah parah. 4
Teh
Hasil penelitian Hiromi Shinya, MD., dalam buku “The Miracle of Enzyme”menemukan
bahwa orang-orang Jepang yang meminum teh kaya antioksidan lebih dari dua gelas secara
teratur, sering menderita penyakit yang disebut gastritis. Sebagai contoh Teh Hijau, yang
mengandung banyak antioksidan dapat membunuh bakteri dan memiliki efek antioksidan
berjenis polifenol yang mencegah atau menetralisasi efek radikal bebas yang merusak.
Namun, jika beberapa antioksidan bersatu akan membentuk suatu zat yang disebut tannin.
Tannin inilah yang menyebabkan beberapa buah dan tumbuh-tumbuhan memiliki rasa sepat
dan mudah teroksidasi.
Tannin merupakan suatu senyawa kimia yang memiliki afinitas tinggi terhadap protein pada
mukosa dan sel epitel mukosa (selaput lendir yang melapisi lambung). Akibatnya terjadi
proses dimana membran mukosa akan mengikat lebih kuat dan menjadi kurang permeabel.
Proses tersebut menyebabkan peningkatan proteksi mukosa terhadap mikroorganisme dan zat
kimia iritan. Dosis tinggi tannin menyebabkan efek tersebut berlebih sehingga dapat
mengakibatkan iritasi pada membran mukosa usus.
Selain itu apabila Tannin terkena air panas atau udara dapat dengan mudah berubah menjadi
asam tanat. Asam tanat ini juga berfungsi membekukan protein mukosa lambung.Asam tanat
akan mengiritasi mukosa lambung perlahan-lahan sehingga sel-sel mukosa lambung menjadi
atrofi. Hal inilah yang menyebabkan orang tersebut menderita berbagai masalah lambung,
seperti gastritis atrofi, ulcus peptic, hingga mengarah pada keganasan.4
Rokok
Rokok adalah silinder kertas yang berisi daun tembakau cacah. Dalam sebatang rokok,
terkandung berbagai zat-zat kimia berbahaya yang berperan seperti racun. Dalam asap rokok
yang disulut, terdapat kandungan zat-zat kimia berbahaya seperti gas karbon monoksida,
nitrogen oksida, amonia, benzene, methanol, perylene, hidrogen sianida, akrolein, asetilen,
bensaldehid, arsen, benzopyrene, urethane, coumarine, ortocresol,nitrosamin, nikotin, tar, dan
lain-lain. Selain nikotin, peningkatan paparan hidrokarbon, oksigen radikal, dan substansi
racun lainnya turut bertanggung jawab pada berbagai dampak rokok terhadap kesehatan.
Efek rokok pada saluran gastrointestinal antara lain melemahkan katup esofagus dan pilorus,
meningkatkan refluks, mengubah kondisi alami dalam lambung, menghambat sekresi
bikarbonat pankreas, mempercepat pengosongan cairan lambung, dan menurunkan pH
duodenum. Sekresi asam lambung meningkat sebagai respon atas sekresi gastrin atau
asetilkolin. Selain itu, rokok juga mempengaruhi kemampuan cimetidine (obat penghambat
asam lambung) dan obat-obatan lainnya dalam menurunkan asam lambung pada malam hari,
dimana hal tersebut memegang peranan penting dalam proses timbulnya peradangan pada
mukosa lambung. Rokok dapat mengganggu faktor defensif lambung (menurunkan sekresi
bikarbonat dan aliran darah di mukosa), memperburuk peradangan, dan berkaitan erat dengan
komplikasi tambahan karena infeksi H. pylori. Merokok juga dapat menghambat
penyembuhan spontan dan meningkatkan risiko kekambuhan tukak peptik.
Kebiasaan merokok menambah sekresi asam lambung, yang mengakibatkan bagi perokok
menderita penyakit lambung (gastritis) sampai tukak lambung. Penyembuhan berbagai
penyakit di saluran cerna juga lebih sulit selama orang tersebut tidak berhenti merokok. 4
AINS ( Anti Inflamasi Non Steroid)
Obat-obatan yang sering dihubungkan dengan gastritis erosif adalah aspirin dan sebagian
besar obat anti inflamasi non steroid.
Asam asetil salisilat lebih dikenal sebagai asetosal atau aspirin. Asam asetil salisilat
merupakan obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS) turunan asam karboksilat derivat asam
salisilat yang dapat dipakai secara sistemik.
Obat AINS adalah salah satu golongan obat besar yang secara kimia heterogen menghambat
aktivitas siklooksigenase, menyebabkan penurunan sintesis prostaglandin dan prekursor
tromboksan dari asam arakhidonat. Siklooksigenase merupakan enzim yang penting untuk
pembentukkan prostaglandin dari asam arakhidonat. Prostaglandin mukosa merupakan salah
satu faktor defensive mukosa lambung yang amat penting, selain menghambat produksi
prostaglandin mukosa, aspirin dan obat antiinflamasi nonsteriod tertentu dapat merusak
mukosa secara topikal, kerusakan topikal terjadi karena kandungan asam dalam obat tersebut
bersifat korosif sehingga dapat merusak sel-sel epitel mukosa. Pemberian aspirin dan obat
antiinflamasi nonsteroid juga dapat menurunkan sekresi bikarbonat dan mukus oleh
lambung, sehingga kemampuan faktor defensif terganggu. Jika pemakaian obat-obat tersebut
hanya sesekali maka kemungkinan terjadinya masalah lambung akan kecil. Tapi jika
pemakaiannya dilakukan secara terus menerus atau berlebihan dapat
mengakibatkan gastritis dan ulkus peptikum. Pemakaian setiap hari selama minimal 3 bulan
dapat menyebabkan gastritis.2
Stress
Stress merupakan reaksi fisik, mental, dan kimia dari tubuh terhadap situasi yang
menakutkan, mengejutkan, membingungkan, membahayakan dan merisaukan seseorang.
Definisi lain menyebutkan bahwa stress merupakan ketidakmampuan mengatasi ancaman
yang dihadapi mental, fisik, emosional, dan spiritual manusia, yang pada suatu saat dapat
mempengaruhi kesehatan fisik manusia tersebut.2
1. Stress Psikis
Produksi asam lambung akan meningkat pada keadaan stress, misalnya pada beban kerja
berat, panik dan tergesa-gesa. Kadar asam lambung yang meningkat dapat mengiritasi
mukosa lambung dan jika hal ini dibiarkan, lama-kelamaan dapat menyebabkan terjadinya
gastritis. Bagi sebagian orang, keadaan stres umumnya tidak dapat dihindari. Oleh karena itu,
maka kuncinya adalah mengendalikannya secara efektif dengan cara diet sesuai dengan
kebutuhan nutrisi, istirahat cukup, olah raga teratur dan relaksasi yang cukup.
2. Stress Fisik
Stress fisik akibat pembedahan besar, luka trauma, luka bakar, refluks empedu atau infeksi
berat dapat menyebabkan gastritis dan juga ulkus serta pendarahan pada lambung. Perawatan
terhadap kanker seperti kemoterapi dan radiasi dapat mengakibatkan peradangan pada
dinding lambung yang selanjutnya dapat berkembang menjadi gastritis dan ulkus peptik.
Ketika tubuh terkena sejumlah kecil radiasi, kerusakan yang terjadi biasanya sementara, tapi
dalam dosis besar akan mengakibatkan kerusakan tersebut menjadi permanen dan dapat
mengikis dinding lambung serta merusak kelenjar-kelenjar penghasil asam lambung.
Refluks dari empedu juga dapat menyebabkan gastritis. Bile (empedu) adalah cairan yang
membantu mencerna lemak-lemak dalam tubuh. Cairan ini diproduksi oleh hati. Ketika
dilepaskan, empedu akan melewati serangkaian saluran kecil dan menuju ke usus kecil.
Dalam kondisi normal, sebuah otot sphincter yang berbentuk seperti cincin (pyloric valve)
akan mencegah empedu mengalir balik ke dalam lambung. Tapi jika katup ini tidak bekerja
dengan benar, maka empedu akan masuk ke dalam lambung dan mengakibatkan peradangan
dan gastritis.
Alkohol2
Alkohol sangat berperangaruh terhadap makhluk hidup, terutama dengan kemampuannya
sebagai pelarut lipida. Kemampuannya melarutkan lipida yang terdapat dalam membran sel
memungkinkannya cepat masuk ke dalam sel-sel dan menghancurkan struktur sel tersebut.
Oleh karena itu alkohol dianggap toksik atau racun. Alkohol yang terdapat dalam minuman
seperti bir, anggur, dan minuman keras lainnya terdapat dalam bentuk etil alkohol atau etanol.
Organ tubuh yang berperan besar dalam metabolisme alkohol adalah lambung dan hati, oleh
karena itu efek dari kebiasaan mengkonsumsi alkohol dalam jangka panjang tidak hanya
berupa kerusakan hati atau sirosis, tetapi juga kerusakan lambung. Dalam jumlah sedikit,
alkohol merangsang produksi asam lambung berlebih, nafsu makan berkurang, dan mual,
sedangkan dalam jumlah banyak, alkohol dapat mengiritasi mukosa lambung dan duodenum.
Konsumsi alkohol berlebihan dapat merusak mukosa lambung, memperburuk gejala tukak
peptik, dan mengganggu penyembuhan tukak peptik. Alkohol mengakibatkan menurunnya
kesanggupan mencerna dan menyerap makanan karena ketidakcukupan enzim pankreas dan
perubahan morfologi serta fisiologi mukosa gastrointestinal.
Helicobacter pylori2
Helicobacter pylori adalah kuman Gram negatif, basil yang berbentuk kurva dan
batang. Helicobacter pylori adalah suatu bakteri yang menyebabkan peradangan lapisan
lambung yang kronis (gastritis) pada manusia. Sebagian besar populasi di dunia terinfeksi
oleh bakteri Helicobacter pylori yang hidup di bagian dalam lapisan mukosa yang melapisi
dinding lambung. Walaupun tidak sepenuhnya dimengerti bagaimana bakteri tersebut dapat
ditularkan, namun diperkirakan penularan tersebut terjadi melalui jalur oral atau akibat
memakan makanan atau minuman yang terkontaminasi oleh bakteri ini. InfeksiHelicobacter
pylori sering terjadi pada masa kanak-kanak dan dapat bertahan seumur hidup jika tidak
dilakukan perawatan. Infeksi Helicobacter pylori ini sekarang diketahui sebagai penyebab
utama terjadinya ulkus peptikum dan penyebab tersering terjadinya gastritis.
Usia
Usia tua memiliki resiko yang lebih tinggi untuk menderita gastritis dibandingkan dengan
usia muda. Hal ini menunjukkan bahwa seiring dengan bertambahnya usia mukosa gaster
cenderung menjadi tipis sehingga lebih cenderung memiliki infeksi Helicobacter Pylory atau
gangguan autoimun daripada orang yang lebih muda. Sebaliknya,jika mengenai usia muda
biasanya lebih berhubungan dengan pola hidup yang tidak sehat.
Kejadian gastritis kronik, terutama gastritis kronik antrum meningkat sesuai dengan
peningkatan usia. Di negara Barat, populasi yang usianya pada dekade ke-6 hampir 80%
menderita gastritis kronik dan menjadi 100% pada saat usia mencapai dekade ke-7. Selain
mikroba dan proses imunologis, faktor lain juga berpengaruh terhadap patogenesis Gastritis
adalah refluks kronik cairan penereatotilien, empedu dan lisolesitin.5
Patofisiologi
Patofisiologi dasar dari gastritis adalah gangguan keseimbangan faktor agresif (asam
lambung dan pepsin) dan faktor defensif (ketahanan mukosa). Penggunaan aspirin atau obat
anti inflamasi non steroid (AINS) lainnya, obat-obatan kortikosteroid, penyalahgunaan
alkohol, menelan substansi erosif, merokok, atau kombinasi dari faktor-faktor tersebut dapat
mengancam ketahanan mukosa lambung. Gastritis dapat menimbulkan gejala berupa nyeri,
sakit, atau ketidaknyamanan yang terpusat pada perut bagian atas.
Gaster memiliki lapisan epitel mukosa yang secara konstan terpapar oleh berbagai faktor
endogen yang dapat mempengaruhi integritas mukosanya, seperti asam lambung,
pepsinogen/pepsin dan garam empedu. Sedangkan faktor eksogennya adalah obat-obatan,
alkohol dan bakteri yang dapat merusak integritas epitel mukosa lambung,
misalnyaHelicobacter pylori. Oleh karena itu, gaster memiliki dua faktor yang sangat
melindungi integritas mukosanya,yaitu faktor defensif dan faktor agresif. Faktor defensif
meliputi produksi mukus yang didalamnya terdapat prostaglandin yang memiliki peran
penting baik dalam mempertahankan maupun menjaga integritas mukosa lambung, kemudian
sel-sel epitel yang bekerja mentransport ion untuk memelihara pH intraseluler dan produksi
asam bikarbonat serta sistem mikrovaskuler yang ada dilapisan subepitelial sebagai
komponen utama yang menyediakan ion HCO3- sebagai penetral asam lambung dan
memberikan suplai mikronutrien dan oksigenasi yang adekuat saat menghilangkan efek
toksik metabolik yang merusak mukosa lambung. Gastritis terjadi sebagai akibat
dari mekanisme pelindung ini hilang atau rusak, sehingga dinding lambung tidak memiliki
pelindung terhadap asam lambung.
Obat-obatan, alkohol, pola makan yang tidak teratur, stress, dan lain-lain dapat merusak
mukosa lambung, mengganggu pertahanan mukosa lambung, dan memungkinkan difusi
kembali asam pepsin ke dalam jaringan lambung, hal ini menimbulkan peradangan. Respons
mukosa lambung terhadap kebanyakan penyebab iritasi tersebut adalah dengan regenerasi
mukosa, karena itu gangguan-gangguan tersebut seringkali menghilang dengan sendirinya.
Dengan iritasi yang terus menerus, jaringan menjadi meradang dan dapat terjadi perdarahan.
Masuknya zat-zat seperti asam dan basa kuat yang bersifat korosif mengakibatkan
peradangan dan nekrosis pada dinding lambung. Nekrosis dapat mengakibatkan perforasi
dinding lambung dengan akibat berikutnya perdarahan dan peritonitis.
Gastritis kronik dapat menimbulkan keadaan atropi kelenjar-kelenjar lambung dan keadaan
mukosa terdapat bercak-bercak penebalan berwarna abu-abu atau kehijauan (gastritis
atropik). Hilangnya mukosa lambung akhirnya akan mengakibatkan berkurangnya sekresi
lambung dan timbulnya anemia pernisiosa. Gastritis atropik boleh jadi merupakan
pendahuluan untuk karsinoma lambung. Gastritis kronik dapat pula terjadi bersamaan dengan
ulkus peptikum.2
Manifestasi Klinis
Sindrom dispepsia berupa berupa nyeri epigastrium, mual, kembung dan muntah merupakan
salah satu keluhan yang sering muncul. Ditemukan pula perdarahan saluran cerna berupa
hematemesis dan melena, kemudian disesuaikan dengan tanda-tanda anemia pasca
perdarahan. Biasanya, jika dilakukan anamnesis lebih dalam, tanpa riwayat penggunaan obat-
obatan atau bahan kimia tertentu.
Ulserasi superfisial dapat terjadi dan dapat menimbulkan hemoragi, ketidaknyamanan
abdomen (dengan sakit kepala, mual dan anoreksia) dan dapat terjadi muntah, serta cegukan
beberapa pasien adalah asimtomatik, kolik dan diare dapat terjadi jika makanan pengiritasi
tidak dimuntahkan, tetapi jika sudah mencapai usus besar, pasien biasanya sembuh kira-kira
dalam sehari meskipun nafsu makan kurang atau menurun selama 2 sampai 3 hari.2
Komplikasi Gastritis
Komplikasi yang timbul pada gastritis, yaitu perdarahan saluran cerna bagian atas (SCBA)
berupa hematemesis dan melena, berakhir dengan syok hemoragik, terjadi ulkus, kalau
prosesnya hebat dan jarang terjadi perforasi.
Jika dibiarkan tidak terawat, gastritis akan dapat menyebabkan ulkus peptikum dan
pendarahan pada lambung. Beberapa bentuk gastritis kronis dapat meningkatkan resiko
kanker lambung, terutama jika terjadi penipisan secara terus menerus pada dinding lambung
dan perubahan pada sel-sel di dinding lambung.
Kebanyakan kanker lambung adalah adenocarcinoma, yang bermula pada sel-sel kelenjar
dalam mukosa. Adenocarcinoma tipe 1 biasanya terjadi akibat infeksi Helicobacter pylori.
Kanker jenis lain yang terkait dengan infeksi akibat Helicobacter pylori adalah MALT
(mucosa associated lyphoid tissue) lymphomas, kanker ini berkembang secara perlahan pada
jaringan sistem kekebalan pada dinding lambung. Kanker jenis ini dapat disembuhkan bila
ditemukan pada tahap awal.2
Penatalaksanaan Gastritis3
Penatalaksanaan medikal untuk gastritis akut adalah dengan menghilangkan etiologinya, diet
lambung dengan posisi kecil dan sering. Obat-obatan ditujukan untuk mengatur sekresi asam
lambung berupa antagonis reseptor H2 inhibition pompa proton, antikolinergik dan antasid
juga ditujukan sebagai sifoprotektor berupa sukralfat dan prostaglandin.
Penatalaksanaan sebaiknya meliputi pencegahan terhadap setiap pasien dengan resiko tinggi,
pengobatan terhadap penyakit yang mendasari dan menghentikan obat yang dapat menjadi
kuasa dan pengobatan suportif. Pencegahan dapat dilakukan dengan pemberian antasida dan
antagonis H2 sehingga mencapai pH lambung 4. Meskipun hasilnya masih jadi perdebatan,
tetapi pada umumnya tetap dianjurkan.
Pencegahan ini terutama bagi pasien yang menderita penyakit dengan keadaan klinis yang
berat. Untuk pengguna aspirin atau anti inflamasi nonsteroid pencegahan yang terbaik adalah
dengan Misaprostol, atau Derivat Prostaglandin Mukosa.
Pemberian antasida, antagonis H2 dan sukralfat tetap dianjurkan walaupun efek teraupetiknya
masih diragukan. Biasanya perdarahan akan segera berhenti bila keadaan si pasien membaik
dan lesi mukosa akan segera normal kembali, pada sebagian pasien biasa mengancam jiwa.
Tindakan-tindakan itu misalnya dengan endoskopi skleroterapi, embolisasi arteri gastrika kiri
atau gastrektomi. Gastrektomi sebaiknya dilakukan hanya atas dasar abolut.
Penatalaksanaan untuk gastritis kronis adalah ditandai oleh progesif epitel kelenjar disertai
sel parietal dan chief cell. Dinding lambung menjadi tipis dan mukosa mempunyai
permukaan yang rata, Gastritis kronis ini digolongkan menjadi dua kategori tipe A (altrofik
atau fundal) dan tipe B (antral).
Pengobatan gastritis kronis bervariasi, tergantung pada penyakit yang dicurigai. Bila terdapat
ulkus duodenum, dapat diberikan antibiotik untuk membatasi Helicobacter Pylory. Namun
demikian, lesi tidak selalu muncul dengan gastritis kronis alkohol dan obat yang diketahui
mengiritasi lambung harus dihindari. Bila terjadi anemia defisiensi besi (yang disebabkan
oleh perdarahan kronis), maka penyakit ini harus diobati, pada anemia pernisiosa harus diberi
pengobatan vitamin B12 dan terapi yang sesuai.
Gastritis kronis diatasi dengan memodifikasi diet dan meningkatkan istirahat,mengurangi dan
memulai farmakoterapi. Helicobacter Pylory dapat diatasi dengan antibiotik
(seperti Tetrasiklin atau Amoxicillin) dan garam bismut (Pepto bismol). Pasien dengan
gastritis tipe A biasanya mengalami malabsorbsi vitamin B12
Diagnosis2
Untuk menegakkan diagnosa gastritis, dilakukan dengan berbagai macam tes, diantaranya :
Tes Darah
Tes darah untuk melihat adanya antibodi terhadap serangan Helicobacter pylori. Hasil test
yang positif menunjukkan bahwa seseorang pernah mengalami kontak dengan
bakteri Helicobacter pylori dalam hidupnya, tetapi keadaan tersebut bukan berarti seseorang
telah terinfeksi Helicobacter pylori. Tes darah juga dapat digunakan untuk mengevaluasi
terjadinya anemia yang mungkin saja disebabkan oleh perdarahan karena gastritis.
Breath Test
Test ini menggunakan tinja sebagai sampel dan ditujukan untuk mengetahui apakah ada
infeksi Helicobacter pylori dalam tubuh seseorang.
Stool Test
Uji ini digunakan untuk mengetahui adanya Helicobacter pylori dalam sampel tinja
seseorang. Hasil test yang positif menunjukkan orang tersebut terinfeksi Helicobacter pylori.
Biasanya dokter juga menguji adanya darah dalam tinja yang menandakan adanya perdarahan
dalam lambung karena gastritis.
Rontgen
Test ini dimaksudkan untuk melihat adanya kelainan pada lambung yang dapat dilihat dengan
sinar X. Biasanya akan diminta menelan cairan barium terlebih dahulu sebelum dilakukan
rontgen. Cairan ini akan melapisi saluran cerna dan akan terlihat lebih jelas ketika di rontgen.
Endoskopi
Test ini dimaksudkan untuk melihat adanya kelainan pada lambung yang mungkin tidak
dapat dilihat dengan sinar X. Tes ini dilakukan dengan cara memasukkan sebuah selang kecil
yang fleksibel (endoskop) melalui mulut dan masuk ke dalam esophagus, lambung dan
bagian atas usus kecil. Tenggorokan akan terlebih dahulu dimatirasakan (anestesi), sebelum
endoskop dimasukkan untuk memastikan pasien merasa nyaman menjalani tes ini. Jika ada
jaringan dalam saluran cerna yang terlihat mencurigakan, dokter akan mengambil sedikit
sampel (biopsy) dari jaringan tersebut. Sampel itu kemudian akan dibawa ke laboratorium
untuk diperiksa. Tes ini memakan waktu kurang lebih 20 sampai 30 menit. Pasien biasanya
tidak langsung disuruh pulang ketika tes ini selesai, tetapi harus menunggu sampai efek dari
anestesi menghilang, kurang lebih satu atau dua jam. Hampir tidak ada resiko akibat tes ini.
Komplikasi yang sering terjadi adalah rasa tidak nyaman pada tenggorokan akibat menelan
endoskop.
Daftar pustaka
1. Nurko S. Anemia: Causes, diagnosis, treatment. Cleveland Clinic Journal pf
Medicine. 2006; 73 : 289-297
2. Djojoningrat, D. 2006. Pendekatan Klinis Penyakit Gastrointestinal. Dalam: Sudoyo,
A.W; Setiyohadi, B; Alwi, I; Simadibrata, M; Setiati, S. (eds.). 2006.Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid1. Edisi ke-4. Jakarta, Pusat Penerbitan Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI.
3. Abdullah M. dan Gunawan J., 2012, Dispepsia, Jurnal IDI, Vol. 39 No. 9.\
4. Ganong W.F., 2008, Buku Ajar Fisiologi Kedokteran, Penerbit Buku Kedokteran
EGC, Jakarta.
5. Rani A.A., Fauzi A., 2007, Ilmu Penyakit Dalam : Infeksi Helicobacter Pylori dan
Penyakit Gastro-Duodenal, Edisi IV. FKUI, Jakarta.
Recommended