8
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
1.1. Kajian Pustaka
Pengawasan terkait pelaksanaan APBD sering menimbulkan
berbagai dinamika tentunya disebabkan oleh berbagai faktor baik
secara ekternal maupun internal. Sejalan dengan kondisi tersebut
banyak penelitian yang mengkaji terkait pelaksanaan pengawasan
terhadap APBD, maka penulis mengambil beberapa penelitian yang
kurang lebih memiliki konsep yang sama dengan penelitian yang
penulis kaji mengenai Dinamika Fungsi Pengawasan DPRD terhadap
Penganggaran Publik (Studi Kasus Penangawasan DPRD terhadap
Laporan Pertanggungjawaban Kepala Daerah atas Pelaksanaan APBD
Kabupaten Tabanan Tahun Anggaran 2013 yang belum pernah dikaji
sebelumnya. Adapun penelitian sebelumnya adalah
Pertama, penelitian yang dilakukan Franklin Asido
Rossevelt, Tjahjanulin Domai dan Suwondo (2014) dalam Jurnal
Administrasi Publik (JAP),Volume.2.No.3 yang berjudul “Pengawasan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dalam Pelaksanaan APBD di Kota
Malang”. Penelitian ini mengkaji proses pengawasan yang dilakukan
oleh DPRD terhadap pelaksanaan APBD di Kota Malang. Hasil
penelitian ini, bahwa pengawasan yang dilakukan oleh DPRD Kota
Malang tidak berjalan dengan maksimal, dikarenakan masih banyak
9
mengalami kekurangan dalam proses pengawasan APBD. DPRD Kota
Malang belum memiliki kedudukan, tugas, wewenang dan
tanggungjawab yang jelas terkait batasan-batasan dalam melaksanakan
pengawasan. DPRD Kota Malang hanya mengawasi SKPD yang ada
dalam kemitraan setiap komisi, menyebabkan pengawasan yang
dilakukan oleh DPRD Kota Malang kurang begitu nampak hasilnya.
Untuk itu harus ada perbaikan dalam proses dan mekanisme yang jelas
agar DPRD dalam menjalankan fungsi pengawasan akan berjalan
dengan maksimal dan efektif.
Perbedaan penelitian yang dilakukan Franklin Asido
Rossevelt, Tjahjanulin Domai dan Suwondo dengan penelitian yang
penulis kaji tentang Dinamika Fungsi Pengawasan DPRD terhadap
Pengganggaran Publik (Studi Kasus Pengawasan DPRD terhadap
Laporan Pertanggung jawaban Kepala Daerah atas Pelaksanaan APBD
Kabupaten Tabanan Tahun Anggaran 2013) yaitu penelitian yang
dilakukan oleh Asido Rossevlt menitikberatkan pada pengawasan
DPRD dalam pelaksanaan APBD, sedangkan penelitian yang akan
dikaji oleh penulis lebih menitik beratkan pada pengawasan DPRD
terhadap Laporan Pertanggungjawaban Kepala Daerah atas
Pelaksanaan APBD. Pada penelitian ini penulis juga akan mencari
informasi lebih dalam terkait bagaimana DPRD Kabupaten Tabanan
melaksanakan fungsi pengawasanya terhadap kinerja Kepala Daerah
10
atas pelaksanaan APBD serta menyangkut dinamika-dinamika yang
terjadi didalamnya.
Penelitian lain dilakukan Muh Yusuf dalam jurnal konstitusi
Volume 1.No.1,November 2012 yang berjudul “Pengawasan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Dalam Pelaksanaan Anggaran (Study di
Kabupaten Polewali Mandar Sulawesi Barat)”. Penelitian ini
menganalisis Fungsi pengawasan DPRD Polewali Mandar dalam
pelaksanaan anggaran tahun 2011 serta faktor-faktor apa saja yang
mempengaruhi ketidakefektipan fungsi pengawasan DPRD Polewali
Mandar. Hasil penelitian menunjukan bahwa Fungsi Pengawasan
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Polewali Mandar dalam
pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun 2011
menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 kurang efektif karena
adanya pengaruh rekrutmen Anggota DPRD secara internal yang
masih lemah dan adanya fasilitas anggaran yang belum memadai. Dan
faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap fungsi pengawasan dalam
pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah Tahun 2011
oleh DPRD Kabupaten Polewali Mandar yaitu Faktor Internal serta
Faktor Eksternal.
Penelitian terakhir dilakukan M. Agus Santoso dalam Jurnal
Hukum No.4,Volume 18. Oktober 2011 yang berjudul “Peran Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Dalam Menjalankan Fungsi Pengawasan”.
Penelitian ini untuk mengetahui peran DPRD dalam menjalankan
11
fungsi pengawasan terhadap Pemerintah Daerah dan untuk mengetahui
pola hubungan antara DPRD dengan Kepala Daerah. Hasil penelitian
yang telah dilakukan bahwa sejauh ini pengawasan DPRD belum
dijalankan secara efektif, mengingat DPRD juga merupakan bagian
dari Pemerintah Daerah. Peran DPRD yang didesain oleh Undang-
Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah sudah
ideal, dalam konteks demokrasi di Indonesia dalam rangka
mempertahankan kesatuan NKRI.
Penelitian yang dilakukan oleh dua peneliti diatas memiliki
perbedaan dengan penelitian yang penulis kaji yaitu kedua peneliti
tersebut mengkaji pelaksanaan pengawasan yang di lakukan DPRD
dari perspektif hukum yang dikomparasikan dengan peraturan
perundang-undangan yang ada. Sedangkan persamaaan dari ketiga
penelitian tersebut dengan penelitian yang penulis kaji yaitu sama-
sama membahas tentang fungsi pengawasan DPRD atas pelaksanaan
APBD.
Dari kajian diatas, maka penelitian tentang Dinamika Fungsi
Pengawasan terhadap Penganggaran Publik (Studi kasus Pengawasan
DPRD Terhadap Laporan Pertanggungjawaban Kepala Daerah atas
APBD Kabupaten Tabanan Tahun Anggaran 2013) ini belum pernah
diteliti sebelumnya, namun konsep dari penelitian terdahulu yang juga
menganalisis tentang pelaksanaan pengawasan DPRD dapat menjadi
12
acuan dalam mengkaji penelitian ini lebih mendalam, agar nantinya
peneliti mampu untuk melihat hasil dari sudut pandang yang berbeda.
Belum adanya penelitian yang menitik beratkan pada
dinamika pelaksanaan fungsi pengawasan DPRD dan kendala yang
dihadapi dalam melaksanakan fungsi tersebut atas Pelaksanaan APBD
menjadi hal penting untuk diteliti, mengingat laporan pertanggung
jawaban Kepala Daerah menjadi tolak ukur keberhasilan pelaksanaan
pemerintahan dan ketepatan kebijakan dalam penggunaan anggaran
dalam usaha pembangunan di Kabupaten Tabanan selama tahun 2013
dan akan menjadi tolak ukur dalam perancangan APBD tahun
berikutnya. Penelitian yang akan penulis kaji selain memiliki lokasi
yang berbeda juga memiliki situasi dan kondisi yang berbeda yang
mengarah pada konsistensi dan independensi anggota dewan dalam
melaksanakan fungsi pengawasan dalam kedudukannya sebagai mitra
kerja eksekutif yang berpijak dari fenomena yang penulis himpun dari
berbagai sumber.
Penelitian ini sangat penting digunakan untuk menambah
khasanah pengetahuan pada bidang Administrasi Negara terutama
terkait penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, juga untuk menambah
khasanah pengetahuan terkait kinerja DPRD sebagai lembaga
perwakilan rakyat dalam melakukan fungsi pengawasannya terhadap
kinerja Pemerintah Daerah dalam kaitannya dengan pertangung
jawaban penggunaan anggaran publik.
13
1.2. Kerangka Konseptual
1.2.1. Manajemen
Secara umum manajemen merupakan suatu proses yang
bertujuan untuk menentukan serta mencapai tujuan yang telah
ditentukan melalui pemanfaatan sumber daya manusia maupun
sumberdaya lainnya. Manajemen pada umumnya dikaitkan dengan
serangkaian kegiatan organisasai baik organisasi swasta maupun
organisasi publik (pemerintahan) untuk mencapai tujuan yang telah
ditentukan. Manajemen adalah ilmu dan seni dalam perencanaan,
pengorganisasian, pengarahan, pemotivasian, dan pengendalian
terhadap orang dan mekanisme kerja untuk mencapai tujuan
(Siswanto.2005:07). Frederik W. Taylor (1915) mendeskripsikan
manajemen sebagai proses penentuan suatu metode untuk meningkat-
kan produktivitas dan efisiensi (Siswanto. 2005:32).
James A.F Stoner dan Charles Wankel (Siswanto.2005:02)
memberikan batasan manajemen bahwa proses adalah cara sistematis
untuk menjalankan suatu pekerjaan, proses tersebut yaitu :
1. Perencanaan, yaitu menetapkan tujuan dan tindakan yang akan
dilakukan
2. Pengorganisasian, yaitu mengordinasikan sumber daya manusia
serta sumber daya lainnya yang dibutuhkan
14
3. Kepemimpinan, yaitu upaya agar bawahan bekerja sebaik
mungkin
4. Pengendalian dan Pengawasan, yaitu suatu kegiatan untuk
memastikan apakah tujuan tercapai atau tidak dan jika tidak
tercapai dilakukan tindakan perbaikan.
Berdasarkan batasan manajemen yang dinyatakan Stoner dan Wankel
diatas dapat disimpulkan menajemen adalah proses perencanaan,
pengorganisasian, kepemimpinan dan pengendalian serta pengawasan
anggota organisasi dan penggunaan seluruh sumber daya organisasi
lainnya untuk tercapainya tujuan organisasi yang telah ditetapkan
(Siswanto .2005:02).
Berdasarkan pengertian dan batasan manajemen tersebut,
bahwa pengawasan merupakan salah satu fungsi manajemen yang
meliputi perencanaan (Planning), pengorganisasian (Organizing),
pelaksanaan (Actuating) dan pengawasan (Controlling), yang
dilaksanakan untuk menjamin pelaksanaan kegiatan sesuai dengan
kebijakan dan rencana yang telah ditetapkan serta memastikan tujuan
dapat tercapai secara efektif dan efisien (Wasistiono.2009:143).
1.2.2. Manajemen Keuangan Daerah
Era reformasi saat ini memberikan perubahan paradigma
dalam pembangunan nasional dari paradigma pertumbuhan menuju
paradigma pembanguan secara lebih adil dan berimbang. Perubahan
15
paradigma ini diwujudkan melalui kebijakan otonomi daerah dan
perimbangan keuangan pusat dan daerah yang diatur dalam Undang-
Undang 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah menggantikan
Undang-Undang 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang 33 Tahun 2004
tentang Perimbangan Keuangan Antara Pemerintah Pusat dan Daerah
menggantikan Undang-Undang 25 Tahun 1999.
Mengahadapi globalisasi perekonomian dan pembangunan
nasiaonal yang menekankan pelaksananaan otonomi daerah secara
luas, nyata dan bertanggungjawab, maka perlu disusun suatu reformasi
dalam manajemen keuangan daerah. Reformasi anggaran pada
kerangka otonomi daerah meliputi proses penyusunan, pengesahan,
pelaksanaan dan pertanggungjawaban anggaran (Mardiasmo.2002:
102). Proses ini dilaksanakan dalam setiap berlakunya periode
anggaran yang baru. Rentang berlakunya tahun anggaran pada satu
periode anggaran dimulai dari 1 januari dan berakhir pada 31
Desember tahun bersangkutan (Pusdiklatwas BPKP.2011;17).
Penganggaran (budgeting) adalah proses penerjemahan
rencana aktivitas kedalam rencana keuangan (budget). Dalam makna
yang lebih luas, penganggaran meliputi kegitan penyiapan,
pelaksanaan, pengendalian, dan pertanggungjawaban anggaran yang
biasa dikenal dengan siklus anggaran (Yuwono,dkk. 2005:29). Prinsip-
prinsip pokok yang perlu diperhatikan pada penganggaran dan
manajemen anggaran adalah prisip komprehensip dan didiplin,
16
fleksibel, terprediksi, kejujuran, pengimformasian atau pelaporan,
trasparansi dan akuntabilitas. Prinsip-prinsip ini nantinya menjadi
acuan dalam sebuah siklus anggaran.
Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah atau selanjutnya
disingkat APBD adalah rencana keuangan tahuanan Pemerintah
Daerah yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat Daerah
(Yuwono,et all. 2008:85). APBD mencatat dan mengelola semua
penerimaan dan pengeluaran daerah (Pusdiklatwas BPKP,2011;17).
Aspek utama APBD dalam kerangka otonomi daerah
mengarah pada budgeting reform adalah perubahan dari traditional
budget ke performance budget (Mardiasmo.2002:104). Traditional
budget adalah penyususunan anggaran yang bersifat line-item dan
incrementalism, yaitu proses penyusunan anggaran yang hanya
mendasarkan pada besarnya realisasi anggaran tahun sebelumnya,
sehingga tidak ada perubahan mendasar atas anggaran baru. Hal ini
seringkali bertentangan dengan kebutuhan riil dan kepentingan
masyarakat karena besarnya peran pemerintah pusat terhadap
Pemerintah Daerah dalam pelaksanaan pembangunan dan
pemerintahan (Mardiasmo.2002:104).
Aspek performance budget pada dasarnya adalah sistem
penyusunan dan pengelolaan anggaran daerah yang berorientasi pada
pencapaian hasil atau kinerja (Mardiasmo.2002:105). Dalam
menyelenggarakan otonomi daerah yang nyata, luas dan bertanggung
17
jawab sebagai suatu hak atau kewenangan masyarakat daerah untuk
mengelola dan mengatur urusan daerahnya sendiri, maka hasil atau
kinerja tersebut harus mencerminkan efisiensi dan efektifitas
pelayanan publik yang lebih berorientasi kepada kepentingan publik
atau masyarakat.
Prinsip yang mendasari pengelolaan keuangan daerah dalam
hal ini yaitu APBD adalah transparansi, akuntabilitas dan value for
money (Mardiasmo.2002:105). Pada pengelolaan APBD, aspek
pertanggungjawaban pelaksanaan APBD merupakan tahapan yang
sangat penting. Suatu pertanggungjawaban harus dapat menjelaskan
sujauhmana pemanfaatan dana publik telah memenuhi tujuan–tujuan
pembangunan yang terkait janji Kepala Daerah saat pemilukada
(Yuwono.et al.,2008: 427).
Dalam pertangggujawaban APBD terdapat empat tahapan
(Pusdiklatwas BPKP,2011:99-102) antara lain :
1. Laporan Realisasi Semester Pertama APBD
Pada tahap ini kepala SKPD menyusun laporan relisasi semester
pertama APBD sebagai hasil pelaksanaan anggaran yang menjadi
tanggungjawabnya dan laporan tersebut disampaikan kepada
DPRD.
2. Laporan Tahunan
Pada tahap ini Pejabat Pengelola Keuangan Daerah (PPKD)
menyusun laporan keuangan Pemerintah Daerah dan
18
disampaikan oleh Kepala Daerah kepada BPK (Badan Pemeriksa
Keuangan) untuk diaudit.
3. Penetapan Raperda Pertanggungjawaban Pelaksanaan APBD
Pada tahap ini, Kepala Daerah menyampaikan rancangan
peraturan daerah tentang pertanggungjawaban APBD kepada
DPRD bedasarkan hasil pemeriksaan yang telah dilakukan BPK.
4. Evaluasi Raperda tentang Pertanggungjawaban Pelaksanaan
APBD dan Peraturan Kepala Daerah tentang Penjabaran
Pertanggung jawaban Pelaksanaan APBD
Pada tahap ini, rancangan peraturan daerah Kabupaten/Kota
tentang pertanggungjawaban pelaksanaan APBD yang telah
disetujui bersama DPRD dan rancangan peraturan Bupati/
Walikota tentang penjabaran pertanggungjawaban pelaksanaan
APBD di sampaikan kepada Gubernur untuk dievaluasi.
Rangkaian tahapan ini telah diatur dalam Peraturan Pemerintah
Republik Indonesia Nomor 3 Tahun 2007 tentang Laporan
Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah Kepada Pemerintah, Laporan
Keterangan Pertanggungjawaban Kepala Daerah Kepada DPRD dan
Informasi Laporan Penyelenggaraan Pemerintah Daerah Kepada
Masyarakat.
19
1.2.3. Pemerintahan Daerah
Pemerintah merupakan salah satu unsur penting dalam suatu
negara. Sebagian unsur pemerintahan dipilih oleh rakyat agar dapat
melayani masyarakat sesuai dengan Peraturan Perundang-Undangan
yang berlaku. Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 tentang
Pemerintahan Daerah, Pasal 1 Ayat 2 menyebutkan Pemerintahan
Daerah adalah penyelenggara urusan pemerintahan oleh Pemerintah
Daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan
dengan prinsip otonomi seluas-luasnya dalam sistem dan prinsip
Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagai dimaksud Undang-
Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945. Penyelenggara
Pemerintahan Daerah terdiri dari dua unsur utama yakni Pemerintah
Daerah yang terdiri dari Kepala Daerah beserta perangkat daerah yang
berada di bawahnya dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD)
sebagai aktualisasi lembaga perwakilan rakyat di daerah sebagimana
yang diamanatkan pada Undang-Undang Nomor 32 tahun 2004 Pasal
19 ayat (2).
Kepala Daerah adalah kepala Pemerintahan Daerah yang
dipilih secara demokratis melalui pemilihan umum secara demokratis,
sehingga Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah bertanggungjawab
kepada rakyat yang sudah memilihnya. Pasal 27 Undang-Undang 32
tahun 2004 menyatakan bahwa dalam melaksanakan tugas dan
wewenangnya Kepala Daerah Dan Wakil Kepala Daerah mempunyai
20
salah satu kewajiban untuk melaksanakan dan mempertanggung
jawabkan pengelolaan keuangan daerah. Kondisi ini menjadikan
Kepala Daerah berkewajiban untuk memberikan laporan penyeleng-
garaan Pemerintahan Daerah kepada Pemerintah, dan memberikan
Laporan Keterangan Pertanggungjawaban kepada DPRD, serta
menginformasikan laporan penyelenggaraan Pemerintahan Daerah
kepada masyarakat.
Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPJ) Kepala
Daerah yang selanjutnya disebut LKPJ adalah laporan berupa
informasi penyelenggaraan Pemerintahan Daerah selama 1 (satu) tahun
anggaran oleh Kepala Daerah kepada DPRD. LKPJ Kepala Daerah
disampikan paling lambat tiga bulan setelah tahun anggaran berakhir.
LKPJ ini menjelaskan tentang arah kebijakan umum Pemerintah
Daerah, pengelolaan keuangan daerah secara makro termasuk
pendapatan dan belanja daerah, penyelenggaraan urusan desentralisasi,
penyelenggaraan tugas pembantuan dan penyelenggaraan tugas umum
pemerintahan. Rangakaian ini tercantum dalam Peraturan Pemerintah
Nomor 3 Tahun 2007.
Tugas, wewenang, dan kewajiban Kepala daerah
sebagaimana yang dijelaskan diatas, memperlihatkan bahwa laporan
pertanggungjawaban Kepala Daerah atas pelaksaanaan pemerintahan
terutama terkait pelaksanaan anggaran menjadi hal yang sangat penting
dan krusial dalam tata kelola Pemerintahan Daerah. Laporan
21
pertanggungjawaban ini sebagai bukti pelaksanaan pemerintahan
dalam jangka waktu satu tahun anggaran berjalan secara efektif,
akuntabel, tepatguna, dan berhasilguna dalam mewujudkan tujuan
pembangunan dan kesejahteraan masyarakat yang didasarkan kepada
Rencana Strategis Daerah (Renstrada) dan Rencana Kerja Pemerintah
Daerah (RKPD).
Dewan Perwakilan Rakyat Daerah yang selanjutnya disingkat
DPRD merupakan aktualisasi lembaga perwakilan rakyat daerah.
Dalam Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 disebutkan bahwa
DPRD sebagai Badan Legislatif Daerah berkedudukan sejajar dan
menjadi mitra dari Pemerintah Daerah. DPRD memiliki tiga fungsi
utama yaitu fungsi legislasi, penganggaran dan pengawasan. Undang-
Undang Nomor 32 tahun 2004 Pasal 42 menyatakan bahwa DPRD
mempunyai salah tugas dan wewenang untuk melaksanakan
pengawasan terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah dan Peraturan
Perundang-Undangan lainnya, peraturan kepala daerah, APBD,
kebijakan Pemerintah Daerah dalam melaksanakan program
pembangunan daerah, dan kerja sama internasional di daerah. Dalam
mejalankan tugas dan wewenangnya sesuai Undang-Undang 32 Tahun
2004 pasal 43 DPRD mempunyai hak yakni interpelasi, angket, dan
menyatakan pendapat. Pada Pasal 46 menyatakan bahwa DPRD
memiliki alat kelengkapan yang terdiri atas pimpinan, komisi, panitia
22
musyawarah, panitia anggaran, badan kehormatan dan alat
kelengkapan yang diperlukan.
Berdasarkan penjabaran tersubut, DPRD dan Kepala daerah
memiliki tanggungjawab yang sama untuk mewujudkan pemerintahan
daerah yang berdayaguna dan berhasilguna, serta transparan dan
akuntabel dalam menjamin produktivitas dan kesejahteraan dalam
memberikan pelayanan prima kepada masyarakat di daerah. Konstruksi
ini menjamin adanya kerjasama yang serasi antara Kepala Daerah dan
DPRD untuk mencapai tertib pemerintahan di daerah. Dalam
penyelenggaraan Pemerintahan Daerah terdapat pembagian tugas yang
jelas pada kedudukan sama tinggi antara Kepala Daerah dan DPRD
yaitu Kepala Daerah memimpin dibidang eksekutif dan DPRD
bergerak dalam bidang legislatif, sehingga pendelegasian kewenangan
politik, pendelegasian kewenangan urusan daerah, dan pendelegasian
kewenangan pengelolaan keuangan daerah dapat saling mengendalikan
dan saling mengimbangi satu sama lain dalam hubungan kesetaraan
sesuai prinsip checks and balance (Widjaja, 2005:25).
1.2.4. Pengawasan
Pengawasan merupakan hal penting dalam upaya untuk
menjamin suatu kegiatan terlaksana sesuai dengan rencana yang ingin
dicapai. Pengawasan merupakan salah satu fungsi manajemen. Stoner
dan Freeman (1989:556) mengemukakan controlling is the process of
23
assuring that actual activities conform to planed activities, secara
umum pengawasan merupakan proses untuk menjamin suatu kegiatan
sesuai dengan rencana kegiatan (Wasistiono.2009:143). Menurut
Koontz (1994:578) berpendapat bahwa controlling is measurement and
correction of perfomance in order to make sure that enterprisen
objectives and the plans devised to attain them are being accomplishe,
pengawasan adalah kegiatan untuk melakukan pengukuran dan
tindakan atas kinerja dalam menyakinkan organisasi secara objektif
dan merencanakan suatu cara dalan mencapai tujuan organisasi
(Wasistiono.2009:143). Kontz (1996) menyatakan bahwa pengawasan
dapat berjalan secara efektif memerlukan pengendalian yang baik yaitu
harus disesuaikan dengan perencanaan dan kedudukan, bersifat
objektif, mudah disesuaikan, sesuai suasanan organisasi, murah dan
ekonomis, dan dapat mengasilkan tindakan korektif (Wasistiono.
2009:146).
Keberhasilan otonomi daerah didukung tiga aspek penting
didalamnya yaitu pengawasan, pengendalian dan pemeriksaan
(Mardiasmo. 2002:213). Ketiga aspek tersebut pada dasarnya berbeda
baik secara konsep maupun aplikasinya. Pengawasan pada dasarnya
mengacu kepada tindakan atau kegiatan yang dilakukan oleh pihak
diluar eksekutif yaitu masyarakat dan DPRD dalam mengawasi kinerja
Pemerintahan. Pengendalian atau control yaitu mekanisme yang
dilakukan Pemerintah Daerah dalam menjamin terlaksananya sistem
24
dan kebijakan untuk mencapai tujuan organisasi. Upaya pengendalian
ini sama dengan pemeriksaan (audit) yang merupakan kegiatan pihak
tertentu secara independen dan memiliki kompetensi profesional dalam
memeriksa hasil kinerja pemerintah.
Dilihat dari sifatnya, pengawasan dapat dibedakan menjadi
pengawasan yang bersifat Preventif dan Represif (Bohari,1992:25).
Pengawasan Preventif adalah pengawasan yang menekankan kepada
pencegahan jangan ada kesalahan dikemudian hari yang dilakukan
sebelum tindakan dalam pelaksanaan kegiatan itu dilakukan (sebelum
terjadinya pengeluaran keuangan) yang bertujuan untuk mencegah
terjadinya penyimpangan-penyimpangan dalam pelaksanaan kegiatan.
Pengawasan Represif adalah usaha memperbaiki kesalahan
yang telah terjadi sehingga kesalahan yang sama tidak terulang
dikemudian hari serta yang dilakukan itu telah mengikuti kebijakan
dan ketentuan yang telah ditetapkan. Pengawasan ini dilakukan dengan
meneliti dan mengevaluasi dokumen-dokumen surat pertanggung
jawaban (SPJ). Pengawasan ini dilaksanakan setelah suatu tindakan
dilakukan dengan membandingkan apa yang telah terjadi dengan apa
yang seharusnya terjadi.
Dilihat dari teknik pengawasannya yaitu Pengawasan
Langsung dan Pengawasan Tidak Langsung. Pengawasan Langsung
dapat berupa kegiatan turun langsung kelapangan atau inspeksi,
sedangkan Pengawasan Tidak Langsung yaitu dengan mengkaji hasil
25
laporan yang diberikan oleh pihak yang melakukan pemeriksaan
maupun audit.
Dari segi hubungannya antara pemeriksa dengan yang
diperiksa pengawasan ini dapat berbentuk pengawasan interen dan
ekteren (Bohari,1992:32). Pengawasan terhadap keuangan dapat
dikatakan interen jika antara pengawas dan yang diawasi mempunyai
hirarki atau masih ada hubungan pekerjaan pada tatanan eksekutif,
seperti Inspektorat baik Insfektorat wilayah Provinsi maupun wilayah
Kabupaten /Kota.
Pengawasan dikatakan ekstern jika antara pengawas dengan
yang diawasi tidak mempunyai hubungan hirarki atau berada diluar
eksekutif, dapat diartikan bahwa pengawasan yang secara
konstitusional dilakukan oleh suatu badan yang terlepas dari kekuasaan
eksekutif. Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) merupakan badan yang
bertugas mengawasi dan memeriksa keuangan negara yang terlepas
dari eksekutif. Selain itu pengawasn yang dilakukan oleh DPRD juga
merupakan pengawasan ektern, karena DPRD merupakan lembaga
diluar eksekutif yang diposisikan sebagai mitra kerja Kepala Daerah.
Berdasarkan penjabaran tersebut, pengawasan terhadap
keuangan publik tidak hanya mencakup pengawasan keuangan dan
ketaatan terhadap Peraturan Perundang-Undangan yang berlaku,
melainkan juga pengawasan terhadap keefisienan penggunaan
anggaran tersebut apakah sudah berhasilguna dan berdayaguna.
26
Terdapat empat institusi yang berperan dalam pengawasan
pelaksanaan APBD yaitu; 1) DPRD sebagai Badan Legislatif Daerah,
2) Satuan Pengawasan Internal (SPI), 3) Pengawasan Eksternal dan 4)
Menteri Dalam Negeri (Syahrudin & Werry, 2002:23). Adanya
lembaga-lembaga pengawas ini, menunjukan bahwa pemerintah ingin
menciptakan tata kelola pemerintahan yang baik dengan memegang
prinsip transparansi dan akuntabilitas sesuai dengan asas Good
Governance. Melalui Lembaga pengawasan yang aktif melakukan
pengawasan, maka secara formal dan praktis metutup setiap celah
penyelewengan dan penyalahgunaan keuangan publik.
Pengawasan yang dilakukan DPRD bertujuan untuk
mengembangkan kehidupan demokrasi, menjamin keterwakilan rakyat
daerah dalam melaksanakan tugas dan kewenanganya serta
mengembangakan mekanisme checks and balances antara DPRD dan
eksekutif demi mewujudkan keadilan dan kesejahteraan rakyat
(Budiardjo,2008:318). Hal yang sama dikemukan oleh Sunarso (2005)
bahwa DPRD berfungsi sebagai lembaga pengawasan politik dan
sebagai struktur politik akan mewujudkan pola demokrasi, salah
satunya melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan Pemerintah
Daerah.
Dalam konteks pengelalolaan keuangan dan pertanggung
jawabannya, pengawasan terhadap anggaran dijelaskan dalam
Peraturan Pemerintah Nomor 58 tahun 2005 tentang Pengelolaan
27
Keuangan Daerah pada pasal 132 DPRD melakukan pengawasan
terhadap pelaksanaan Peraturan Daerah tentang APBD. Pengawasan
tersebut bukan berarti pemeriksaan, tetapi lebih mengarah pada
pengawasan untuk menjamin pencapaian sasaran yang telah ditetapkan
dalam APBD.
Hal ini sesuai dengan Keputusan Menteri Dalam Negeri No.
13 Tahun 2006 yang menyatakan bahwa untuk menjamin pencapaian
sasaran yang telah ditetapkan, DPRD melakukan pengawasan atas
pelaksanaan APBD. Ini berarti bahwa pengawasan yang dilakukan
oleh DPRD merupakan pengawasan eksternal dan ditekankan pada
pencapaian sasaran APBD. Pengawasan DPRD dapat dilakukan
melalui beberapa mekanisme, yaitu rapat kerja, rapat dengar pendapat,
rapat dengar pendapat umum, dan kunjungan kerja. Di samping itu,
pengawasan dilakukan melalui penggunaan hak-hak (Budiharjo.2008:
324-326) yaitu; Hak interprelasi adalah hak untuk meminta keterangan
pemerintah mengenai kebijakan disuatu bidang, Hak mengajukan
pertanyaan, memberikan pendapat, memberikan persetujuan dan
memberikan pertimbangan dan Hak angket adalah hak untuk
mengadakan penyelidikan sendiri.
Berdasarkan hak ini, DPRD memiliki posisi, tugas, dan
fungsi penting dalam pengawasan APBD yang lebih luas, dimana
anggota DPRD harus melakukan fungsi pengawasan secara nyata.
Indriani dan Baswir (2003:79) menyatakan bahwa pengawasan
28
keuangan daerah (APBD) harus dimulai dari proses perencanaan
hingga proses pelaporan. Fungsi pengawasan tersebut yaitu:
1 Perencanaan
Pada tahap ini DPRD memiliki peran dalam melakukan
kegiatan yaitu menampung aspirasi masyarakat, menetapkan
petunjuk dan kebijkan publik tentang APBD dan menentukan
strategi dan prioritas dari APBD tersebut, melakukan klarifikasi
dan ratifikasi (diskusi APBD dalam rapat paripurna), serta
mengambil keputusan dan pengesahan.
2 Pelaksanaan
Peran DPRD direalisasikan dengan melakukan evaluasi
terhadap APBD yang dilaporkan secara kuarter dan melakukan
pengawasan lapangan melalui inspeksi dan laporan realisasi
anggaran, termasuk juga evaluasi terhadap revisi atau
perubahan anggaran. Hal tersebut dikarenakan adanya masalah
yang sering timbul pada tahap implementasi yaitu banyaknya
revisi dan perubahan APBD.
3 Pelaporan
Fungsi pengawasan dari DPRD dapat diimplementasi- kan
dengan mengevaluasi laporan realisasi APBD secara
keseluruhan (APBD tahunan) dengan memeriksa laporan
APBD dan catatan atas audit APBD dan juga inspeksi
lapangan.
29
Dari ketiga tahap tersebut pelaksaan pengawasan yang
profesional dan independen sangatlah diperlukan. Terdapat tiga tipe
pengawasan (Handoko, T. Hani., 1999) yaitu;
1. Pengawasan Pendahuluan (Feedforward Control atau Steering
Control) adalah suatu proses pengawasan yang dirancang
untuk mengantisipasi masalah-masalah atau penyimpangan-
penyim pangan dari standar atau tujuan yang memungkinkan
koreksi dapat dibuat sebelum suatu tahap kegiatan tertentu
diselesaikan. Pendekatan ini dengan menditeksi masalah-
masalah sedini mungkin dan mengambil tindakan yang
diperlukan sebelum suatu masalah benar-benar terjadi dan
menimbulkan kerugian yang besar.
2. Pengawasan Konkruen (Concurrent Control atau Screening
Control) adalah suatu proses pengawasan yang dilakukan
bersama dengan pelaksanaan kegiatan. Pengawasan ini
menghendaki bahwa dimana aspek tertentu dari suatu prosedur
harus disetujui terlebih dahulu atau syarat tertentu harus
dipenuhi terlebih dahulu sebelum semua kegiatan dapat
dilanjutkan untuk menjamin ketepatan pelaksanaan suatu
kegiatan.
3. Pengawasan Umpan Balik (Feedback Control atau Past-Action
Control) adalah suatu proses pengawasan yang dilakukan
dengan mengukur hasil-hasil dari suatu kegiatan yang telah
30
diselesaikan. Pada tipe ini pengawasan dilakukan setelah suatu
kegiatan terjadi atau selesai. Penyimpangan-penyimpangan
yang ditemukan, dijadikan sebagai bahan evaluasi untuk
dilakukan perbaikan pada kegiatan yang sama dimasa
mendatang.
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 Pasal 42 Ayat 1 (h),
menyatakan bahwa DPRD diberi hak untuk meminta laporan
keterangan pertanggungjawaban Kepala Daerah dalam penyelenggara-
an Pemerintahan Daerah. Mengenai hak meminta pertanggungjawaban
kepala daerah, hal ini merupakan hak yang strategis bagi DPRD dalam
menjalankan fungsi pengawasannya. Berdasarkan hak ini, DPRD
mempunyai posisi, tugas, dan fungsi yang penting dan semakin luas
dalam pengawasan pengelolaan keuangan daerah, sehingga sebagai
lembaga legislatif DPRD harus benar-benar melakukan fungsi
pengawasan tersebut secara efektif dan efisien.
Berdasarkan penjabaran tersubut, peneliti ingin mengetahui
bagaimana Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Tabanan
melaksanakan fungsi pengawasannya terhadap kinerja Pemerintah
Daerah atas pelaksanaan APBD di Kabupaten Tabanan yang tertuang
pada Laporan Keterangan Pertanggung Jawaban (LKPJ) Kepala
Daerah.
31
Pertanggungjawaban
Pengawasan
1.2.5. Kerangka Pemikiran
Gambar 2.1 Kerangka Pemikiran
Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan
Daerah memberikan keluasaan kepada daerah untuk mengatur dan
mengurus urusan Pemerintahan Daerah sesuai dengan kebutuhan
masyarakat didaerah. Undang-Undang ini juga menempatkan dua
unsur penting dalam penyelenggaraan Pemerintahan Daerah yaitu
Kepala Daerah yang bergerak di bidang eksekutif dan DPRD di bidang
Optimalisasi Fungsi Pengawasan DPRD
terhadap Pelaksanaan APBD
Pelaksanaan Pengawasan DPRD
UU Nomor 32 Tahun 2004
Pemerintahan Daerah
DPRD Kepala Daerah
Anggaran Pendapatan
dan Belanja Daerah
Kendala
Laporan Pertanggungjawaban Kepala Daerah atas Pelaksaan APBD
32
legislatif. Kedua unsur ini memiliki peran dan fungsi berbeda terkait
dengan tugas dan wewenangnya.
Siklus APBD mulai dari raperda APBD, pengesahan,
pelaksanaan, hingga pertanggungjawaban APBD, DPRD memiliki
peran dan fungsi penting didalamnya yaitu melaksanakan pengawasan
atas kinerja Pemerintah Daerah terhadap kebijakan APBD. Dalam
penelitian ini untuk melihat pelaksanaan pengawasan DPRD terhadap
ketercapaian sasaran kebijakan APBD, penulis akan menganalisa
proses pelaksanaan pengawasan yang dilakukan terutama terkait
Laporan Pertanggung jawaban pelaksanaan APBD.
Pelaksanaan pengawasan ini terkait bagaimanakah DPRD
Kabupaten Tabanan melakasanakan fungsi pengawasan terhadap
kinerja Pemerintah Daerah dalam hal ini pengawasan terhadap
pelaksanaan APBD melalui Laporan Pertanggungjawaban Bupati
Tabanan apakah sudah berjalan efektif dan optimal, dengan
berlandaskan asas profesionalitas dan independensi yang
mengesampingkan background partai politik pengusungnya. Penulis
menghubungkan dengan teori manajemen dan konsep pengawasan.
Analisa tersebut akan menghasilkan sejauhmana mekanisme checks
and balances antara DPRD dan eksekutif dalam mewujukan good
governance atau pemerintahan yang baik dan clean governament atau
pemerintah yang bersih melalui optimalisasi pelaksanaan fungsi
pengawasan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Tabanan.