4
TINJAUAN PUSTAKA
Sari Buah Jeruk
Buah jeruk merupakan buah yang tidak asing dan banyak digemari.Umum-
nya, buah jeruk merupakan sumber serat kasar yang berperan dalam sistem
pencernaan dan mengandung asam-asam yang berperan pada pembentukan rasa
masam pada buah.Buah jeruk termasuk sebagai sumber kalori yang diperlukan
untuk melakukan aktivitas sehari-hari, protein untuk membentuk jaringan tubuh
dan mengganti jaringan yang hilang serta zat-zat gizi seperti mineral dan vitamin
yang penting untuk tubuh.Zat nutrisi yang terkandung dalam jeruk di antaranya
adalah vitamin C yang dapat berfungsi sebagai antioksidan yang berkhasiat bagi
kesehatan manusia (Tomsuixi, 2008).
Buah jeruk bisa diperoleh dari lokal maupun impor.Secara umum, perbe-
daan jeruk impor dan lokal dapat dilihat dari penampilan fisik seperti warna,
ukuran dan rasa buah.Jenis jeruk yang dibudidayakan dan diperdagangkan di
Indonesia adalah jeruk keprok, sedangkan di Negara-negara barat biasa membu-
didayakan jenis jeruk California Valencia (Pracaya, Citrus nobilis lour (jrk
keprok) varietas Citrus nobilis Lottrvar Chrisocarpe (Valencia Mandarin). Jeruk
Valencia mempunyai karakteristik seperti bentuk buahnya bulat hingga lonjong,
ukuran buah sedang hingga besar, Kulit buah berwarna orange, daging buah
berwarna kuning jingga dan berair sangat banyak, dan biji buah sedikit atau tidak
berbiji (Sarwono, 1986).
Buah jeruk dapat diolah menjadi sari buah atau terlebih dahulu dibuat
menjadi pure atau konsentrat sari buah. Buah yang digunakan untuk membuat sari
buah adalah buah yang telah matang, dalam bentuk segar atau yang diperta-
hankan dalam kondisi yang baik dengan peralatan. Menurut Keputusan Kepala
Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor HK. No. HK.00.05.52.4040 Tahun
2006 tentang Kategori Pangan mengatur definisi dan karakteristik dasar sari buah,
terkait ketentuan bahan baku, proses pengolahan dan produk jadi. Definisi sari
buah adalah cairan yang diperoleh dari bagian buah yang dapat dimakan yang
dicuci, dihancurkan, dijernihkan (jika dibutuhkan), dengan atau tanpa pasteurisasi
5
dan dikemas untuk dapat dikonsumsi langsung.Sari buah dapat berisi hancuran
buah, keruh, atau jernih. Pada sari buah hanya dapat ditambahkan konsentrat jika
berasal dari jenis buah yang sama. Codex Alimentarius Commission (2005)
membagi sari buah menjadi 2 (dua), yaitu sari buah yang dihasilkan langsung dari
proses pengempaan, penghancuran dan penggilingan buah dan sari buah yang
dihasilkan dari konsentrat dengan merekonstitusi konsentrat sari buah dengan air
minum. Proses pembuatan sari buah harus dapat mempertahankan sifat fisik,
kimia, dan organoleptik dan karakter zat gizi dari sari buah aslinya. Ke dalam
formula sari buah dapat ditambahkan gula dan bahan tambahan pangan (BTP)
lainnya dengan mengacu pada persyaratan mutu dari SNI 10-6019-1999(Tabel 1).
Tabel 1.Persyaratan mutu minuman sari buah jeruk menurut SNI 10-6019-1999.
No Jenis Uji Satuan Persyaratan
1. Keadaan
Warna - Normal
Bau - Normal,khas jeruk
Rasa - Normal,khas jeruk
2. pH max 4
3. Padatan terlarut b/b, % Min 10/11
4. Gula (sukrosa) b/b, % Max 5
5. Sulfur Dioksida Mg/kg Max 10
6. Pengawet - Sesuai SNI 01-0222-1995
7. Pewarna tambahan - Sesuai SNI 01-0222-1995
Sari buah yang dibuat dari konsentrat sari buah dapat ditambahkan air, dengan
syarat dalam jumlah yang sama dengan yang dikeluarkan dalam proses pembuatan
konsentrat sari buah. Komposisi kimia dan nilai gizi pada sari buah jeruk dapat
dilihat pada Tabel 2.
6
Tabel 1. Komposisi kimia dan nilai gizi per 100 gram sari buah jeruk California Valencia
Komponen Jumlah Kalori (kal) 44,00 Protein (g) 0,80 Lemak (g) 0,20 Karbohidrat (g) 11,00 Kalsium (mg) 19,00 Fosfor (mg) 16,00 Vitamin A (SI) 190,00 Vitamin B1 (mg) 0,08 Vitamin C (mg) 49,00 Air (g) 87,50
Vitamin C
Vitamin C merupakan vitamin yang larut dalam air. Sumber Vitamin C
sebagian besar tergolong dari sayur-sayuran dan buah-buahan terutama buah-
buahan segar. Asupan gizi rata-rata sehari sekitar 90 sampai 100 mg vitamin C
yang dianjurkan untuk orang dewasa.Namun, terdapat variasi kebutuhan dalam
individu yang berbeda.(Keputusan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan
Nomor HK. No. HK.00.05.52.6291 Tahun 2007).
Sari buah jeruk merupakan salah satu buah yang memiliki kandungan
vitamin C cukup tinggi.Vitamin C atau sering disebut asam askorbat merupakan
vitamin yang larut dalam air dan essensial untuk biosintesis kolagen (Naidu,
2003). Vitamin C memiliki rumus molekul C6H8O6 dengan berat molekul 176,13.
Nama kimia dari vitamin C adalah L-Asam askorbat. Struktur Kimia dari vitamin
C digambarkan sebagai berikut (Gambar 1):
Gambar 1. Struktur Kimia Vitamin C
7
Vitamin C merupakan komponen yang tidak stabil.Dalam keadaan kering
stabil di udara, dalam larutan cepat teroksidasi.Vitamin C memiliki tingkat kela-
rutan yang mudah dalam air namun agak sukar larut dalam etanol dan tidak larut
dalam kloroform, eter serta benzene, minyak dan sejenisnya (Winarno, 2002).
Vitamin C dapat digunakan sebagai aditif atau bahan tambahan pangan pada
suatu produk pangan.Vitamin C (asam askorbat) seringkali difortifikasikan pada
minumansehingga tidak hanya untuk memberikan banyak fungsi seperti
memperbaiki warna melainkan dapat meningkatkan kualitas nutrisi atau
kandungan gizi produk. Dengan meningkatkan kualitas dan teknologi dari suatu
produk pangan maka diharapkan akan meningkatkan nilai nutrisinya (Winarno,
2002).
Fortifikasi dapat didefinisikan sebagai penambahan zat-zat gizi pada bahan
pangan dengan tujuan untuk meningkatkan nilai gizinya dan meningkatkan
konsumsi suatu zat gizi tertentu oleh masyarakat. Menurut Codex Alimentarius
Commission(2005), fortifikasi atau enrichment adalah penambahan sejumlah zat-
zat gizi tertentu ke dalam bahan pangan baik dalam kondisi normal terdapat dalam
bahan pangan dengan tujuan mencegah atau mengatasi defisiensi sejumlah zat gizi
di dalam suatu populasi atau kelompok masyarakat tertentu. Secara umum
poenambahan zat gizi harus memenuhi beberapa persyaratan, antara lain adalah
zat gizi yang ditambahkan tidak mengubah warna dan cita rasa makanan, dapat
dimanfaatkan tubuh, stabil selama penyimpanan, tidak menyebabkan timbulnya
interaksi negatif dengan zat gizi lain yang ditambahkan atau yang ada dalam
bahan pangan, dan jumlah yang ditambahkan harus memperhitungkan kebutuhan
individu (Mucthadi et al., 1993). Kebutuhan individu secara kuantitatif terhadap
zar-zat gizi esensial merupakan dasar untuk penyusunan RDA (Recommended
Dietary Allowances), yaitu taraf konsumsi zat-zat gizi esensial, yang berdasarkan
pengetahuan ilmiah dinilai cukup untuk memenuhi kebutuhan hampir semua
orang sehat (Almatsier, 2002).Adapun kebutuhan individu untuk vitamin C sesuai
US-RDA adalah sebesar 60 mg/hari.Minuman sari buah biasanya difortifikasi
pada konsentrasi lebih kecil dalam perhitungan vitamin C per takaran saji.
Cara penanganan bahan pangan sebelum dikonsumsi seperti proses pengo-
lahan, distribusi maupun penyimpanan bahan pangan dapat mempengaruhi
8
kandungan mikronutrien vitamin C yang secara alami ada atau ditambahkan
dalam bahan pangan, sehingga umumnya mutu produk pangan akan mengalami
perubahan atau penurunan mutu. Maka dari itu, cara penanganan bahan pangan
tersebut perlu dikendalikan dengan baik supaya tidak menyebabkan kerusakan
mutu yang terlalu besar. Salah satu upaya untuk meningkatkan mutu produk
minuman sari buah jeruk dengan melakukan fortifikasi vitamin C, sehingga
diperlukan identifikasi teknologi fortifikasi vitamin C terbaik sebanding dengan
overage yang bersesuaian.Overage merupakan jumlah tambahan fortifikan yang
ditambahkan ke dalam bahan pangan untuk mengkompesasikan kehilangan yang
terjadi dimana bahan pangan yang telah difortifikasi tersebut mempunyai level
nutrisi sesuai target yang diharapkan pada saat bahan pangan dikonsumsi (OMNI,
2005). Perhitungan overage tersebut dapat terlihat pada persamaan berikut :
Overage = Jumlah pada produk/formula – jumlah target yang diinginkanx 100 Jumlah target yang diinginkan
Proses Pengolahan Saribuah
Proses pengolahan sari buah jeruk melalui berbagai tahapan, yaitu tahap
persiapan bahan baku, tahap pengolahan, tahap pengisian, tahap pengemasan,
tahap pasteurisasi, dan tahap penyimpanan. Diagram alir proses produksi dari
minuman sari buah jeruk dapat dilihat pada Gambar 2.
Sebelum proses pengolahan minuman sari buah jeruk, terlebih dahulu
dilakukan persiapan semua bahan baku yang akan digunakan. Pencampuran bahan
baku sesuai formulasi ke dalam air yang telah dipanaskan pada suhu 85-90°C
hingga larutan homogen pada tanki blending. Konsentrat jeruk yang telah disiap-
kan juga dimasukkan dalam tanki blending.Kemudian dilakukan pengadukan
hingga semua tercampur sempurna dan ditambahkan perisa orange.Pengadukan
dilakukan kembali hingga semua larutan homogen. Larutan yang telah tercampur
dengan sempurna dimasukkan ke dalam kemasan botol plastik PET (polyethylene
terephthalate)dan dilakukan tahap pasteurisasi pada suhu 75oC selama 15 menit.
Kemudian dilakukan proses pendinginan dan masuk ke tahap penyimpanan.
9
Gambar 2. Diagram Alir Proses Pembuatan Minuman Sari Buah Jeruk
10
Proses pasteurisasi yang dilakukan menggunakan sistem alir (kontinyu)
dengan system pemanasan tidak langsung, yaitu media panas (steam) tidak kontak
langsung dengan produk. Proses pindah panas dari steam ke produk sari buah
jeruk terjadi secara konduksi melalui plate heat exchanger. Dalam pengolahan
sari buah menggunakan pasteurisasi, produk mengalami tahap pemanasan awal
(pre heating), pemanasan utama (main heating), dan pendinginan (Fellows,
2000).Sari buah jeruk saat proses pengolahan akan terjadi proses pemanasan awal
yaitu proses pemindahan panas dengan system regenerasi. Dalam proses tersebut
terjadi pemindahan panas dari sari buah yang telah dipasteurisasi ke sari buah
yang belum dipasteurisasi. Sari buah jeruk yang telah mengalami pemanasan awal
akan dipanaskan pada suhu 84°C dan suhunya dipertahankan selama 30 detik pada
holding tube. Jika suhu pasteurisasi tidak tercapai maka flow diversion valve
secara otomatis akan menutup jalannya sari buah jeruk ke regenerator dan produk
akan disirkulasi kembali ke balance tank untuk dipanaskan kembali. Namun, jika
suhu pasteurisasi terpenuhi maka produk akan dialirkan ke proses regenerator.
Kemudian masuk ke dalam tahap pendinginan. Dalam tahap ini, suhu produk sari
buah jeruk yang telah dipasteurisasi akan mengalami penurunan pada regenerator
dan didinginkan dengan air biasa sampai suhu ambient. Proses aliran produk sari
buah dalam pasteurisasi dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Pasteurisasi menggunakan plate heat exchanger
11
Nilai pasteurisasi dinyatakan dengan simbol P (Fellows, 2000). Nilai P dihi-
tung dengan percobaan antara waktu dan suhu dengan persamaan sebagai berikut :
P = 0ʃ010 (T(t)-Tref)/z.dt
dimana : T(t) = suhu produk (°C); Tref= suhu referen pada nilai DT (menit); Z=
faktor kinetik
Proses pasteurisasi harus dilakukan dengan memperhatikan beberapa faktor
karena dapat mempengaruhi kerusakan mutu pangan, khususnya kerusakan
komponen-komponen nutrisi pangan seperti vitamin. Vitamin C mengalami keru-
sakan jika terjadi proses panas dan oksidasi, sehingga apabila terjadi proses
pemanasan overheated pada sari buah jeruk dan terjadi beberapa reaksi yang
mengakibatkan terjadinya perubahan mutu baik dari segi warna, aroma, maupun
rasa.
Kinetika Degradasi Vitamin C Sebagai Fortifikan dan Perubahan Warna
Orange Juice Selama Penyimpanan
Selama proses pengolahan sari buah jeruk terjadi oksidasi vitamin C yang
dapat dipicu oleh proses pemanasan. Selama degradasi vitamin C terjadi
perubahan warna konsentrat sari buah jeruk menjadi coklat. Dengan demikian,
kandungan vitamin C dapat digunakan sebagai indikator mutu dari saribuah.
Menurut Winarno (2002), vitamin C merupakan reduktor yang kuat dan mampu
bertindak sebagai oksigen scavenger, sehingga akan mencegah terjadinya oksidasi
enzimatis senyawa-senyawa fenol yang terkandung dalam buah jeruk.
Penambahan vitamin C dengan tujuan untuk menurunkan pH sampai 3,0 atau
dibawahnya akan dapat mempertahankan perubahan warna sebab pH optimal
enzim fenolase adalah 6,5. Logam seperti besi dan tembaga dapat diikat oleh asam
askorbat, logam-logam ini merupakan katalisator oksidasi yang dapat
menyebabkan perubahan warna yang tidak diinginkan.Asam bersifat sinergis
terhadap antioksidan dalam mencegah ketengikan dan pencoklatan.
Vitamin C dapat menghambat reaksi pencokelatan sebagaimana dapat
dilihat pada Gambar 4 (Manso et al., 2001).Vitamin C bersifat mudah
teroksidasi.Sifat vitamin C dalam menghambat reaksi pencokelatan berkaitan
12
dengan adanya oksigen sebagai akseptor hidrogen.Mekanisme penghambatan
reaksi pencoke-latan oleh vitamin C, yaitu oksigen yang diperlukan dalam reaksi
pencokelatan bereaksi lebih dahulu dengan vitamin C sebagai donor
hidrogen.Vitamin C bertindak sebagai donor hidrogen pada saat vitamin C
tersebut teroksidasi oleh perlakuan panas menjadi asam dehidroaskorbat. Asam
dehidroaskorbat bersifat labil sehingga dapat terurai menjadi suatu senyawa dike-
togulonat yang tidak mempunyai kereaktifan sebagai vitamin C, dan kemudian
dalam kondisi anaero-bik akan terbentuk senyawa furfural dan berlangsung reaksi
pencokelatan.
Gambar 4. Reaksi browning
Kinetika Perubahan Mutu dan Umur Simpan dengan Model Arrhenius
Stabilitas produk dihubungkan dengan mudah tidaknya produk mengalami
perubahan kimia, kesegaran yang dihubungkan dengan karakteristik produk
seperti rasa, warna dan aroma produk.Pengolahan pangan bertujuan untuk mem-
perpanjang umur simpan dan meningkatkan kestabilan produk. Umur simpan
adalah waktu yang diperlukan oleh produk pangan, dalam kondisi penyimpanan,
untuk sampai pada suatu level atau tingkatan degradasi mutu tertentu (Floros,
1993). Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi penurunan mutu produk
pangan. Floros dan Gnanasekharan (1993) menyatakan terdapat enam faktor
utama yang mengakibatkan terjadinya penurunan mutu atau kerusakan pada
produk pangan, yaitu massa oksigen, uap air, cahaya, mikroorganisme, kompresi
atau bantingan, dan bahan kimia toksik atau off flavor. Faktor-faktor tersebut
13
dapat mengakibatkan terjadinya penurunan mutu lebih lanjut, seperti oksidasi
lipida, kerusakan vitamin, kerusakan protein, perubahan bau, reaksi pencoklatan,
perubahan unsur organoleptik, dan kemungkinan terbentuknya racun.
Umur simpan suatu produk didefinisikan sebagai waktu yang diperlukan
untuk mempertahankan mutu produk pada kondisi penyimpanan tertentu sehingga
produk tersebut dapat diterima oleh konsumen. Secara umum penurunan kualitas
suatu produk pangan dapat digambarkan menggunakan persamaan 1.
Laju penurunan = dA = kA n …………….........................................…… (1)
dt
dimana:
A = Faktor mutu yang diukur
t = Waktu
k = Tetapan yang tergantung terhadap waktu dan aktifitas air
n = Ordo reaksi
dA = Perubahan mutu A terhadap waktu,
dt tanda negatif menunjukkan laju penuruan mutu sedangkan tanda positif
menunjukkan laju penambahan jumlah produk yang tidak diinginkan
Umumnya, penurunan kualitas mutu bahan pangan mengikuti reaksi ordo
nol. Dalam kondisi ini laju perubahan mutu produk berlangsung spontan. Dari
persamaan 1, laju penurunan mutu ordo nol dapat diturunkan sebagai berikut:
Laju penurunan = dA = k …………..........................................…….…… (2) dt
Persamaan 2 menunjukkan bahwa penurunan waktu umur simpan berlang-
sung konstan pada suhu yang konstan.Dengan mengintegrasikan persamaan
tersebut maka hubungan jumlah mutu yang tersisa dengan waktu merupakan
fungsi dari suhu.
Ae = A0 – Kzts atau (A0 – Ae) / Kz = ts ……............................................ (3)
Dimana:
14
A0 = Nilai mutu awal
Ae = Nilai pada akhir umur simpan
ts = Umur simpan dalam hari, bulan, tahun, dan sebagainya
Umunya, nilai Ae tidak selalu dapat ditentukan jumlahnya secara kuantita-
tif sehingga harus ditentukan tingkat penurunan mutunya berdasarkan evaluasi
panel, laju kualitasnya adalah sebagai berikut:
Laju penurunan kualitas = K = 100% = % kehilangan mutu per satuan waktu
t
Persamaan laju menunjukkan pengaruh dari perubahaan konsentrasi reaktan
terhadap laju reaksi.Faktor-faktor yang mempengaruhi laju reaksi adalah suhu,
katalis, dll.Perubahan tersebut digambarkan secara matematis oleh persamaan
Arrhenius (Steele, 2000).
Penurunan kualitas produk pangan dapat mengikuti ordo reaksi nol, di
antaranya yang mengikuti ordo nol adalah degradasi enzimatis, browning non-
enzimatis, dan oksidasi lemak. Persamaan reaksi ordo nol adalah sebagai berikut:
-dA/dT = k
Untuk menentukan jumlah kehilangan mutu, maka dilakukan integrasi terhadap
persamaan: At t
∫ dA = ∫ kdt A0 0
Sehingga diperoleh persamaan sebagai berikut:
At-Ao = -kt
Dimana:
At = jumlah A pada waktu t
A0 = jumlah awal A
15
Gambar 5. Laju penurunan mutu bahan pangan pada orde reaksi nol
Reaksi juga dapat mengikuti ordo reaksi satu, di antaranya reaksi
ketengikan, pertumbuhan mikroorganisme, kematian jumlah mikroorganisme,
kerusakan vitamin, dan kehilangan mutu protein.Pada ordo reaksi satu, hubungan
nilai mutu yang tersisa dengan waktu tidak menghasilkan kurva yang lurus.Maka
dari itu untuk mendapatkan kurva yang lurus dilakukan dengan memplotkan nilai
Ln A dengan waktu.Persamaan orde reaksi satu adalah sebagai berikut:
-dA = kf A ………………………….....................................…..….…… (4) dt
Dengan mengintegrasikan persamaan tersebut maka persamaan 4 akan menjadi:
Ln A = Ln A0 – kf t atau Ln Ae = Ln A0 – kf t ………......................................... (5)
dimana: A = Nilai mutu yang tersisa setelah selang waktu t Ae = Nilai mutu pada akhir umur simpan ts
16
Gambar 6. Laju penurunan mutu bahan pangan pada orde reaksi satu
Persamaan Arrhenius memberikan nilai dasar dari hubungan antara energi
aktivasi dengan laju reaksi. Dari Persamaan Arrhenius ini, energi aktivasi dapat
dinyatakan sebagai berikut :
dimana : T= suhu yang diukur dalam Kelvin; R= kontanta atau tetapan gas; Ea=
energi minimum yang diperlukan bagi reaksi untuk berlangsung, satuan Joule per
mole; A= faktor frekuensi, konstanta pada jarak perbedaan suhu yang kecil.
Pada umumnya, persamaan Arrhenius digunakan untuk menentukan
stabilitas suatu senyawa dengan metode akselerasi. Model persamaan Arrhenius
disajikan secara matematis pada persamaan 6.
K = Aexp-Ea/RT ……………………………… (6)
Persamaan tersebut dapat diubah menjadi
Ln K = ln A-Ea/RT……………………………… (7)
17
Dimana:
K = Konstanta laju reaksi pada suhu tertentu
R = Konstanta gas. 8.31 J mol-1K-1
A = Faktor frekuensi
Ea = Energi aktifasi dalam kJ mol-1
T = Suhu absolute dalam K (°C + 273)
Persamaan Arrhenius menggambarkan hubungan antara suhu dengan kece-
patan reaksi yang terjadi, sehingga dapat digunakan untuk menentukan hubungan
antara suhu penyimpanan dengan tingkat degradasinya.Untuk mendapatkan kurva
linear diperlukan beberapa nilai k pada beberapa suhu pengamatan, selanjutnya
nilai Ln k digambarkan terhadap nilai 1/T pada kurva yang dikenal sebagai kurva
persamaan Arrhenius.Slope (kemiringan kurva) dapat didefinisikan sebagai nilai
Ea/R sehingga nilai Ea diperoleh dengan mengalikan nilai kemiringan kurva
dengan konstanta gas (Steele, 2000).
Menurut Floros (1993), umur simpan produk pangan dapat diduga dan dite-
tapkan waktu kadaluwarsanya dengan menggunakan dua konsep studi penyim-
pangan produk pangan yaitu dengan Extended Storage Studies (ESS) dan Acce-
lerated Storage Studies (ASS). Penurunan kualitas suatu produk pangan menggu-
nakan persamaan sebagai berikut:
Laju penurunan = dA = kA n dt