Triwulan IV 2012
ii
Halaman ini sengaja dikosongkan
Triwulan IV 2012
iii
Kata Pengantar
Hingga triwulan terakhir tahun 2012, perkembangan indikator ekonomi di berbagai daerah
mengindikasikan pertumbuhan ekonomi yang masih cukup tinggi diikuti oleh terkendalinya
tekanan inflasi. Permintaan domestik yang masih kuat berdampak positif bagi kinerja sektor utama
daerah sehingga secara keseluruhan dapat menopang pertumbuhan ekonomi. Di samping itu,
penyaluran kredit perbankan yang masih tumbuh cukup tinggi di daerah turut berkontribusi pada
kuatnya pertumbuhan ekonomi. Namun, akselerasi pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi
tertahan oleh kinerja ekspor di seluruh kawasan yang belum menunjukkan perbaikan yang berarti
akibat masih lemahnya permintaan dunia. Untuk keseluruhan tahun, pertumbuhan ekonomi
nasional selain masih ditopang oleh kontribusi ekonomi Kawasan Jawa dan Kawasan Jakarta yang
tetap besar, juga didukung kontribusi ekonomi KTI mengalami peningkatan.
Sementara itu, inflasi di berbagai daerah dapat terkendali pada tingkat yang mendukung
tercapainya sasaran inflasi nasional tahun 2012 yakni 4,5±1%. Hal ini didukung oleh terkelolanya
permintaan domestik selaras dengan kapasitas produksi, membaiknya ekspektasi inflasi dan
terjaganya nilai tukar rupiah. Di samping itu, terjaganya kecukupan pasokan pangan disertai
kelancaran distribusi, serta minimalnya kenaikan barang dan jasa yang dikendalikan Pemerintah
turut berdampak positif bagi terkendalinya inflasi. Dalam kaitan ini, koordinasi kebijakan yang
semakin solid antara Bank Indonesia dengan Pemerintah, baik di tingkat Pusat dan Daerah
khususnya melalui Tim Pengendalian Inflasi (TPI dan TPID), memiliki peran yang penting dalam
mendukung pencapaian sasaran inflasi 2012.
Prospek ekonomi berbagai daerah pada tahun 2013 diperkirakan membaik. Hal ini ditopang oleh
permintaan domestik yang menguat, dan perekonomian global yang diperkirakan mulai
menunjukkan perbaikan. Meski demikian, beberapa tantangan yang cukup berat masih
membayangi prospek ekonomi. Di sisi eksternal, prospek pemulihan ekonomi global masih rentan
dibayangi ketidakpastian sehingga berpotensi memberikan tekanan pada kinerja ekspor daerah.
Tantangan di sisi domestik antara lain terkait kenaikan tarif tenaga listrik (TTL), gas/LPG, dan Upah
Minimum Provinsi (UMP) yang naik signifikan berpotensi menimbulkan ketidakpastian usaha dan
inflasi, meskipun di sisi lain dapat memberikan jaminan yang lebih baik bagi kesejahteraan buruh.
Di sisi inflasi, inflasi di berbagai daerah pada 2013 diprakirakan dapat tetap terjaga di kisaran yang
mendukung pada pencapaian sasaran inflasi nasional (4,5±1%). Prospek inflasi yang terkendali
tersebut didukung oleh prakiraan peningkatan pasokan pangan dan terkelolanya permintaan sesuai
dengan kapasitas perekonomian. Meskipun demikian, beberapa hal yang perlu dicermati antara lain
terkait dampak kenaikan UMP pada harga-harga umum, harga energi dan beberapa rencana
penerapan kebijakan harga barang dan jasa lainnya. Menghadapi hal tersebut, langkah-langkah
antisipasi yang terkoordinasi di daerah, khususnya melalui TPID di daerah, perlu terus diperkuat
untuk menjaga stabilitas harga.
Buku publikasi Tinjauan Ekonomi Regional (TER) ini mengurai secara lengkap dinamika spasial
perekonomian nasional. Selain digunakan untuk mendukung perumusan kebijakan moneter, TER
diharapkan menjadi bahan referensi bagi pemangku kepentingan dan pemerhati perekonomian
daerah. Akhir kata, semoga buku publikasi TER ini dapat memberi kontribusi nyata bagi
pembangunan ekonomi nasional.
Jakarta, Januari 2013
DEPARTEMEN RISET EKONOMI DAN
KEBIJAKAN MONETER
Sugeng
Direktur Eksekutif
Triwulan IV 2012
iv
Halaman ini sengaja dikosongkan
Triwulan IV 2012
v
Daftar Isi
I. Ringkasan Perkembangan Ekonomi Daerah.. ..................................................................... 1
Boks 1. Desentralisasi Fiskal dan Resiliensi Ekonomi ........................................................ 5
II. Perekonomian Kawasan Sumatera… ................................................................................... 7
III. Perekonomian Kawasan Jakarta ........................................................................................... 19
IV. Perekonomian Kawasan Jawa .............................................................................................. 29
V. Perekonomian Kawasan Timur Indonesia .......................................................................... 35
Informasi lebih lanjut dapat menghubungi :
Bank Indonesia
Departemen Riset Ekonomi dan Kebijakan Moneter
Grup Kebijakan Moneter
Divisi Kajian Ekonomi Regional dan Inflasi
Menara Sjafruddin Prawiranegara Lt. 18
Jl MH Thamrin No. 2 Jakarta
Ph. 021-381-8161, 8868
Fax. 021-386-4929,345-2489
Email : [email protected]
Triwulan IV 2012
vi
Halaman ini sengaja dikosongkan
Triwulan IV 2012
1
Bab I
Ringkasan Perkembangan Ekonomi Daerah1
A. Perkembangan Terkini Perekonomian Daerah
Ditengah perlambatan perekonomian global, pertumbuhan ekonomi berbagai daerah di
Indonesia hingga akhir 2012 masih cukup tinggi diikuti oleh terkendalinya tekanan
inflasi. Masih kuatnya pertumbuhan ekonomi terutama ditopang oleh permintaan domestik
sehingga berdampak positif bagi kinerja sektor utama di daerah seperti sektor industri di
Kawasan Jawa dan Kawasan Jakarta, serta sektor pertanian di Kawasan Sumatera dan
Kawasan Timur Indonesia (KTI). Di samping itu, penyaluran kredit perbankan yang masih
tumbuh cukup tinggi di daerah turut berkontribusi pada kuatnya pertumbuhan ekonomi.
Namun, akselerasi pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi cenderung tertahan karena
kinerja ekspor di seluruh kawasan yang belum menunjukkan perbaikan yang berarti akibat
masih lemahnya permintaan dunia. Perkembangan terakhir bahkan mengindikasikan
terdapat beberapa daerah yang mengalami perlambatan ekonomi yang cukup signifikan
terkait menurunnya kinerja sektor pertambangan akibat rendahnya harga komoditas
tambang di pasar global.
Gambar 1: Peta Pertumbuhan Ekonomi Daerah, Triwulan IV 2012
Perekonomian Kawasan Jawa dan Kawasan Jakarta dengan karakteristik sektor utama
yang serupa, pada triwulan IV 2012 diperkirakan tumbuh relatif stabil masing-masing di
kisaran 6,6% dan 6,4%. Pertumbuhan ekonomi di dua kawasan ini terutama bersumber dari
kinerja sektor industri yang masih cukup kuat sejalan dengan masih kuatnya permintaan
domestik. Hal ini tercermin dari perkembangan volume impor bahan baku dan indeks
1 Bank Indonesia membagi asesmen perekonomian daerah dalam 4 (empat) kawasan, yaitu : Sumatera (provinsi Aceh, Sumatera Utara, Sumatera Selatan, Bengkulu, Jambi, Lampung, Sumatera Barat, Riau, Bangka Belitung, Kepulauan Riau); Jakarta (provinsi DKI Jakarta); Jawa (provinsi Jawa Barat, Banten, Jawa Tengah, Jawa Timur, DI Yogyakarta); Kawasan Timur Indonesia (provinsi Bali, NTB, dan NTT, Kalimantan Barat, Kalimantan Tengah, Kalimantan Selatan, Kalimantan Timur, Sulawesi Utara, Gorontalo, Sulawesi Tenggara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Selatan, Sulawesi Barat, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Irian Jaya Barat).
Triwulan IV 2012
2
produksi beberapa barang manufaktur yang cenderung meningkat. Masih kuatnya
permintaan domestik terindikasi dari indeks perdagangan dan pertumbuhan kredit
konsumsi di kawasan ini yang masih cukup tinggi. Meski demikian, melemahnya
permintaan global berpengaruh pada perkembangan ekspor produk manufaktur dari
Kawasan Jawa dan Kawasan Jakarta yang masih berada dalam tren yang menurun,
terutama untuk produk tekstil dan bahan kimia. Kondisi ini menyebabkan Kawasan Jawa
dan Kawasan Jakarta secara kumulatif mencatat net-impor yang semakin besar pada 2012
dibanding tiga tahun terakhir.
Sementara itu, pertumbuhan ekonomi KTI pada triwulan IV 2012 diperkirakan sekitar
5,4% (yoy) atau sedikit meningkat dari triwulan sebelumnya (5,2%,yoy), sementara
ekonomi Sumatera dalam periode yang sama diperkirakan tumbuh lebih lambat yakni
menjadi sekitar 5,7% (yoy) dari sebelumnya 5,9% (yoy). Pertumbuhan ekonomi di kedua
kawasan dengan karakteristik sektor penggerak ekonomi yang relatif sama, pada triwulan
terakhir 2012 terutama bersumber dari peningkatan kinerja produksi sektor pertanian,
khususnya perkebunan (sawit) dan tanaman bahan makanan (tabama). Masa panen sawit
pada triwulan IV 2012 mencatat hasil produksi lebih tinggi dibanding periode yang sama
tahun sebelumnya, terutama karena adanya tambahan produksi dari hasil peremajaan sawit
disertai faktor cuaca yang kondusif. Selain itu, terdapat peningkatan produksi tabama yang
cukup besar di beberapa daerah sentra produksi di Sumatera dan KTI sebagaimana Angka
Ramalan II BPS. Sementara itu, kinerja ekspor crude palm oil (CPO) masih belum
menunjukkan perbaikan yang berarti karena rendahnya harga komoditas di pasar ekspor.
Peningkatan produksi sawit dan CPO lebih banyak didorong oleh penyerapan pasar
domestik yang masih kuat.
Peningkatan kinerja ekonomi KTI dan Kawasan Sumatera cenderung tertahan oleh
terbatasnya kinerja sektor pertambangan di kedua kawasan tersebut. Hal ini terutama
terjadi di Riau, Nusa Tenggara Barat, dan Kalimantan Timur yang mengalami perlambatan
yang cukup signifikan. Selain dipengaruhi oleh faktor eksternal, terbatasnya kinerja sektor
pertambangan juga dipengaruhi oleh kendala teknis di beberapa lokasi tambang utama serta
adanya langkah perusahaan yang sementara waktu lebih fokus pada pengembangan lokasi
tambang baru. Meski demikian, masih kuatnya aktivitas domestik disertai kembali
normalnya kegiatan penambangan di Papua yang sempat terhenti selama beberapa waktu
pada 2011, kinerja ekonomi KTI pada 2012 dapat tumbuh sedikit lebih tinggi dibanding
tahun sebelumnya. Kondisi ini mendorong membaiknya kontribusi KTI dalam
perekonomian nasional. Di sisi lain, kinerja Kawasan Sumatera untuk keseluruhan tahun
diperkirakan melambat karena pengaruh melemahnya kinerja ekspor.
Untuk keseluruhan tahun 2012, pertumbuhan ekonomi nasional masih ditopang oleh
kontribusi ekonomi Kawasan Jawa dan Kawasan Jakarta yang tetap besar, disertai
kontribusi ekonomi KTI mengalami peningkatan. Hal ini karena pertumbuhan ekonomi
Kawasan Jawa dan Kawasan Jakarta yang relatif stabil pada tingkat yang cukup tinggi.
Sementara itu, pertumbuhan ekonomi Sumatera yang cenderung melambat pada 2012
menyebabkan kontribusinya pada perekonomian nasional juga sedikit mengalami
penurunan. Kontribusi ekonomi KTI yang meningkat didorong oleh menguatnya aktivitas
Triwulan IV 2012
3
domestik di kawasan ini. Dengan perkembangan tersebut, dalam sepuluh tahun terakhir,
disparitas pertumbuhan ekonomi antar wilayah di Indonesia cenderung mengecil dengan
peran KTI yang relatif meningkat.
Gambar 2: Peta Perkembangan Inflasi Volatile Food di Daerah dan
Penyebaran TPID, Triwulan IV 2012
Inflasi di berbagai daerah pada tahun 2012 dapat terjaga pada tingkat yang relatif rendah
sehingga mendukung tercapainya sasaran inflasi nasional (4,5±1%). Pencapaian sasaran
inflasi nasional tersebut didukung oleh perkembangan inflasi di berbagai kawasan yang
terkendali. Kawasan Sumatera mencatat inflasi yang lebih rendah dari historisnya dan
berada cukup jauh di bawah inflasi kawasan lainnya. Terjaganya inflasi didukung
terkelolanya permintaan domestik selaras dengan kapasitas produksi, membaiknya
ekspektasi inflasi dan terjaganya nilai tukar rupiah. Selain itu, inflasi yang rendah juga
didukung oleh kecukupan pasokan pangan karena kenaikan produksi dan kelancaran
distribusi, serta minimalnya kenaikan barang dan jasa yang dikendalikan Pemerintah.
Dalam kaitan ini, koordinasi kebijakan yang semakin solid antara Bank Indonesia dengan
Pemerintah, baik di tingkat Pusat dan Daerah khususnya melalui Tim Pengendalian Inflasi
(TPI dan TPID), juga memiliki peran yang penting dalam mendukung pencapaian sasaran
inflasi 2012.
B. Prospek Perekonomian Daerah
Prospek pertumbuhan ekonomi daerah pada 2013 secara umum membaik. Prospek
ekonomi Kawasan Jawa dan Kawasan Jakarta didukung kuatnya permintaan domestik
dan perbaikan kinerja ekspor manufaktur. Meningkatnya volume impor bahan baku
mengindikasikan optimisme pelaku usaha terhadap masih akan kuatnya permintaan
domestik. Selain itu, permintaan ekspor diperkirakan membaik seiring dengan pemulihan
ekonomi global. Meski demikian, prospek perbaikan kinerja ekspor manufaktur
Triwulan IV 2012
4
diperkirakan masih rentan dipengaruhi ketidakpastian dinamika pemulihan global.
Beberapa faktor risiko lainnya yang akan membayangi prospek ekonomi Kawasan Jawa dan
Kawasan Jakarta antara lain terkait dengan dampak implementasi kenaikan harga energi
untuk industri dan implikasi dari penerapan UMP yang naik signifikan.
Ekonomi KTI dan Kawasan Sumatera diprakirakan mulai kembali mengalami
peningkatan pada paruh kedua 2013 didukung terutama oleh perbaikan kinerja ekspor.
Hal ini sejalan dengan indikasi pemulihan ekonomi global walaupun masih disertai
tingginya ketidakpastian. Permintaan ekspor yang membaik berdampak pada peningkatan
kinerja produksi di sektor pertambangan dan perkebunan di dua kawasan ini. Disamping
itu, peningkatan produksi tambang didukung oleh adanya perluasan lahan tambang
(tembaga) yang dilakukan selama tahun 2012. Langkah pemerintah untuk mendorong
akselerasi implementasi proyek-proyek terkait MP3EI di luar Jawa pada 2013 diperkirakan
dapat mendorong peningkatan kinerja ekonomi KTI dan Kawasan Sumatera lebih lanjut.
Sementara itu, prospek perkembangan inflasi IHK 2013 di berbagai daerah diperkirakan
masih akan terjaga pada kisaran sasaran inflasi nasional, yakni 4,5%±1%. Beberapa faktor
yang diperkirakan dapat memengaruhi inflasi tetap berada di kisaran sasarannya antara lain
terkait dengan prospek harga komoditas global yang masih akan rendah, ekspektasi inflasi
yang terjaga, serta prospek peningkatan produksi bahan pangan. Kementerian Pertanian
memprakirakan kenaikan produksi padi sekitar 4,5% pada tahun 2013. Namun, sejumlah
faktor risiko terutama terkait harga energi dan rencana penerapan kebijakan harga barang
dan jasa lainnya (cukai rokok, tarif tol, dll.) berpotensi meningkatkan tekanan inflasi. Selain
itu, perkembangan harga bahan pangan di KTI yang cenderung terakselerasi sejak paruh
kedua 2012, serta potensi gangguan terhadap kelancaran distribusi terutama karena kendala
cuaca perlu dicermati lebih lanjut. Menghadapi hal tersebut, diperlukan langkah-langkah
antisipasi yang terkoordinasi guna menjaga ekspektasi inflasi masyarakat, dan upaya
terpadu terkait pembenahan sistem logistik nasional dalam rangka mempertahankan
stabilitas harga.
Risiko tekanan inflasi juga bersumber dari kenaikan UMP yang signifikan. Berdasarkan
hasil survei yang dilakukan oleh Bank Indonesia, dampak kenaikan upah minimum
terhadap kenaikan harga jual cenderung terjadi di industri alat angkutan dan mesin,
industri makanan dan minuman, serta industri tekstil dan alas kaki. Meski demikian, hasil
survei juga mengindikasikan terdapat sejumlah perusahaan yang akan menempuh
penyesuaian strategi bisnis dan melakukan efisiensi untuk meminimalkan dampak kenaikan
UMP. Hal lain yang perlu dicermati terkait kenaikan upah yaitu meningkatnya disparitas
upah minimum antar daerah yang berpotensi mendorong migrasi penduduk dan beralihnya
tenaga kerja di sektor primer ke sektor tersier yang tingkat upahnya lebih tinggi.
Triwulan IV 2012
5
2001 2011 2001 2011 2001 2011 2001 2011
Sumatera 6,71 9,70 1,39 3,12 2,79 4,30 2,53 2,29
Bag Utara 6,72 11,48 1,21 3,91 3,07 5,20 2,44 2,38
Bag Tengah 6,41 7,88 1,44 2,52 2,11 3,34 2,86 2,02
Bag Selatan 7,20 11,05 1,57 3,34 3,55 5,05 2,09 2,66
DKI Jakarta 2,60 2,84 1,01 1,03 0,76 0,99 0,83 0,82
Jawa 5,19 6,54 1,11 2,27 2,72 3,27 1,36 1,00
Bag. Barat 4,37 5,84 1,11 2,19 2,06 2,69 1,20 0,97
Bag. Tengah 7,35 8,65 1,59 2,66 4,27 4,86 1,50 1,13
Bag. Timur 4,78 6,06 0,82 2,12 2,51 2,97 1,46 0,96
KTI 10,19 16,49 2,52 5,40 4,10 6,82 3,56 4,27
Balnustra 14,51 19,57 3,17 5,97 6,74 10,04 4,61 3,56
Ka l imantan 7,52 11,14 2,16 3,74 2,14 3,98 3,22 3,43
Sulampua 12,19 22,94 2,76 7,55 5,83 9,63 3,60 5,76
Belanja Daerah Belanja Brg & Jasa Belanja Pegawai Belanja ModalKawasan/Wilayah
Pangsa thdp PDRB,%
BOKS I
Desentralisasi Fiskal dan Resiliensi Ekonomi
Selama satu dekade terakhir penerapan otonomi daerah, transfer pemerintah pusat ke
daerah menunjukkan peningkatan yang signifikan. Transfer ke daerah, khususnya
dalam bentuk Dana Alokasi Umum (DAU), memiliki peran yang semakin besar pada
anggaran belanja daerah (APBD). Namun, dalam periode yang sama terlihat bahwa
peningkatan DAU lebih banyak dialokasikan untuk belanja pegawai. Pada 2011, secara
rata-rata alokasi belanja pegawai di daerah mencapai 44% dari keseluruhan belanja APBD.
Di beberapa daerah tertentu bahkan hampir mencapai 60%. Demikian pula apabila
dibandingkan dengan PDRB, pangsa belanja pegawai menunjukkan peningkatan di
seluruh wilayah. Sebaliknya, pangsa belanja modal dalam PDRB relatif rendah dan tidak
banyak mengalami perubahan yang berarti, bahkan di sebagian besar wilayah justru
cenderung menurun.
Besarnya alokasi DAU dan belanja pegawai memiliki hubungan yang positif dengan
kenaikan pendapatan per-kapita walaupun dengan angka korelasi yang kecil. Hal ini
ditunjukkan oleh pola sebaran alokasi DAU yang terkonsentrasi di sejumlah daerah yang
memiliki pangsa alokasi belanja pegawai yang besar, namun tidak selalu diikuti dengan
peningkatan pendapatan per-kapita di daerah tersebut. Bahkan terdapat daerah yang
menerima alokasi DAU cukup besar namun relatif tidak mengalami kenaikan pendapatan
per-kapita.
Tabel 1. Pangsa Belanja Daerah terhadap PDRB
Sumber: Kementerian Keuangan dan BPS (data diolah)
Triwulan IV 2012
6
Halaman ini sengaja dikosongkan
Triwulan IV 2012
7
Bab II
Perekonomian Kawasan Sumatera
A. PERTUMBUHAN EKONOMI
Pertumbuhan ekonomi Sumatera pada triwulan IV 2012 mengalami sedikit perlambatan
dibandingkan triwulan sebelumnya. Pada triwulan laporan, perekonomian Sumatera
diprakirakan tumbuh sebesar 5,7% (yoy), sedikit lebih rendah dibandingkan triwulan III
yang mampu tumbuh hingga 5,9% (yoy). Jika dilihat berdasarkan wilayahnya, Sumatera
Bagian Utara (Sumbagut) mencatat pertumbuhan yang meningkat dibandingkan triwulan
sebelumnya, yakni sebesar 6,0% (yoy). Sementara Sumatera Bagian Tengah (Sumbagteng)
dan Sumatera Bagian Selatan (Sumbagsel) mengalami pertumbuhan yang melambat,
masing-masing sebesar 5,4% (yoy) dan 5,8% (yoy). Dengan perkembangan tersebut, secara
keseluruhan tahun 2012, perekonomian Sumatera diprakirakan tumbuh sebesar 5,8% (yoy),
sedikit melambat dibandingkan tahun 2011 yang mampu tumbuh mencapai 6,0% (yoy).
Grafik II.1
Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Sumatera
Triwulan III dan IV 2012
Grafik II.2
Pertumbuhan Ekonomi Wilayah Sumatera Tahun
2011 dan 2012
Secara umum, kontribusi perlambatan pertumbuhan ekonomi Sumatera terbesar
bersumber dari Sumbagteng dan Sumbagsel. Perlambatan pertumbuhan ekonomi di kedua
wilayah tersebut, maupun di wilayah Sumbagut, pada umumnya terjadi karena
melambatnya kinerja ekspor. Melambatnya kinerja ekspor di Sumatera merupakan dampak
dari perlambatan ekonomi di Asia. Melambatnya kinerja ekspor Sumatera tidak terlepas dari
dinamika pasar ekspor di Asia (66,24%), khususnya China, India, dan ASEAN. Perlambatan
pertumbuhan ekonomi di Sumatera mengakibatkan penurunan kontribusi Sumatera pada
perekonomian nasional, yaitu menurun dari 23,5% di tahun 2011 menjadi 23,3% di tahun
2012.
Triwulan IV 2012
8
Grafik II.3
Tujuan Ekspor Sumatera
Grafik II.4
Kontribusi Pertumbuhan Ekonomi Sumatera
terhadap Nasional
Tabel II.1
Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Menurut Sisi Penawaran
Kinerja Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran (PHR) dan Sektor Industri Pengolahan
yang melambat mempengaruhi kinerja perekonomian di kawasan Sumatera pada
triwulan laporan. Sektor PHR tumbuh melambat dari 9,0 % (yoy) pada triwulan III 2012
menjadi 8,0% (yoy) pada triwulan laporan. Penyebab utama tertekannya pertumbuhan
ekonomi di sektor ini adalah berkurangnya permintaan domestik khususnya konsumsi
rumah tangga, walaupun masih berada pada level yang tinggi. Selain itu, perlambatan
pertumbuhan ekonomi dari sektor PHR juga dipengaruhi oleh tidak adanya event berskala
nasional pada triwulan ini seperti pada triwulan sebelumnya. Sementara itu, Sektor Industri
Pengolahan mengalami sedikit penurunan dari pertumbuhan sebesar 5,3% (yoy) pada
Triwulan IV 2012
9
triwulan III 2012 menjadi 5,1% (yoy) pada triwulan laporan. Tertekannya pertumbuhan
ekonomi di sektor ini terjadi karena harga komoditas CPO yang menurun dengan cukup
tajam serta harga karet alam (crumb rubber) yang masih rendah.
Grafik II.5
Pertumbuhan Sektor PHR
Grafik II.6
Pertumbuhan Sektor Industri Pengolahan
Sektor pertanian Sumatera mencatat pertumbuhan yang positif. Pertumbuhan ekonomi
sektor ini meningkat dari 4,7% (yoy) pada triwulan III 2012 menjadi 5,3% (yoy) pada
triwulan laporan. Peningkatan ini terjadi karena cuaca yang cukup baik dengan tidak
terjadinya anomali iklim seperti yang dikhawatirkan sebelumnya, serta produksi pertanian
dan perkebunan yang cukup baik. Terlebih lagi, berdasarkan data hasil liaison kami, terjadi
peningkatan permintaan dari industri pengolahan untuk produk pertanian.
Grafik II.7
Pertumbuhan Sektor Pertanian
Triwulan IV 2012
10
Tabel II.2
Pertumbuhan Ekonomi Sumatera Menurut Sisi Permintaan
Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi kawasan Sumatera pada triwulan IV 2012
mengalami perlambatan di semua komponen, dengan komponen net ekspor sebagai
penyumbang terbesar terhadap perlambatan perekonomian di triwulan ini. Kinerja net
ekspor mengalami kontraksi sebesar 2,6% (yoy) dari kondisi di triwulan III 2012 yang
mengalami ekspansi sebesar 0,6% (yoy). Keadaan ini disebabkan permintaan ekspor dari luar
negeri masih lemah seiring dengan kondisi perekonomian global yang belum stabil. Di sisi
lain, kebutuhan impor yang tetap tinggi, khususnya impor bahan baku dan barang
konsumsi, sehingga menyebabkan kinerja net ekspor semakin melemah. Padahal kontribusi
kinerja net ekspor terhadap pertumbuhan ekonomi cukup besar yaitu mencapai 13,6%.
Grafik II.8
Kinerja Net Ekspor Wilayah Sumatera
Grafik II.9
Volume dan Nilai Ekspor Sumatera
Kinerja ekspor Sumatera pada triwulan laporan masih mengalami tekanan dengan nilai
pertumbuhan yang negatif meskipun dengan angka yang lebih baik dibandingkan
triwulan sebelumnya. Pertumbuhan nilai ekspor non-migas beberapa komoditas dengan
Triwulan IV 2012
11
pangsa terbesar di Sumatera, yang terdiri dari CPO (35%), karet alam (15%), kopi (5%), dan
produk-produk lainnya, selama tiga bulan terakhir (Agustus-Oktober) masih negatif, yaitu
sebesar -13,5% (yoy). Namun, angka pertumbuhan ekspor non-migas tersebut sudah lebih
baik dibandingkan pertumbuhan pada Mei-Juli yang tercatat sebesar -16,7% (yoy).
Perkembangan yang sama juga terjadi pada volume ekspor.
Kinerja investasi turut mengalami sedikit pelemahan meskipun masih berada pada level
yang cukup tinggi. Pertumbuhan ekonomi dari komponen investasi tumbuh sebesar 8,5%
(yoy) pada triwulan laporan, menurun jika dibandingkan pertumbuhan sebesar 9,0% (yoy)
pada triwulan sebelumnya. Kondisi yang cukup stabil ini dikarenakan pelaku usaha masih
optimis dalam melakukan investasi, kondisi makro ekonomi yang relatif baik, dan adanya
upaya pemerintah untuk menerapkan sistem Pelayanan Terpadu Satu Pintu (PTSP).
Grafik II.10
Kinerja Investasi Wilayah Sumatera
Grafik II.11
Kinerja Konsumsi Wilayah Sumatera
Sama halnya dengan kinerja investasi, kinerja konsumsi juga mengalami sedikit
perlambatan meskipun masih berada pada level yang cukup tinggi. Kinerja konsumsi
tumbuh sedikit melemah pada besaran 5,9% (yoy) pada triwulan IV 2012 jika dibandingkan
dengan pertumbuhan kinerja konsumsi yang mencapai 6,1% (yoy) pada triwulan III 2012.
Namun, meskipun konsumsi Rumah Tangga mulai terpengaruh oleh penurunan harga
komoditas, optimisme masyarakat akan tersedianya pasokan komoditas masih terjaga.
Terlebih lagi, daya beli masyarakat masih terjaga karena inflasi yang rendah.
B. INFLASI
Inflasi Sumatera pada triwulan IV 2012 sedikit mengalami peningkatan meningkat
dibandingkan triwulan sebelumnya yakni dari 3,38% (yoy) menjadi 3,51% (yoy).
Kenaikan inflasi pada triwulan laporan terutama bersumber dari meningkatnya inflasi pada
kelompok administered prices dan kelompok inti (core). Kenaikan inflasi ini tertahan oleh
cukup stabilnya inflasi volatile food (VF) pada triwulan ini, terutama disebabkan oleh
kecukupan pasokan bahan makanan. Selain itu, membaiknya ekspektasi konsumen
(berdasarkan hasil Survei Konsumen Bank Indonesia) turut mempengaruhi terjaganya
inflasi pada level yang moderat. Berdasarkan wilayah, inflasi yang tertinggi terjadi di
Sumbagsel sebesar 3,69% (yoy) dan terendah di Sumbagteng sebesar 3,34% (yoy). Sementara
berdasarkan provinsi, inflasi yang tinggi terjadi di Bangka Belitung sebesar 6,57% (yoy) dan
Triwulan IV 2012
12
terendah di Aceh sebesar 0,66% (yoy). Secara keseluruhan, pada 2012 inflasi Sumatera
terkendali pada tingkat yang cukup rendah dan bahkan berada di bawah rata-rata tiga
tahun terakhir.
Grafik II.12
Perkembangan Inflasi antar Wilayah
Grafik II.13
Disagregasi Inflasi Sumatera
Tabel II.3
Perkembangan Inflasi per Provinsi
Sumber: BPS
Triwulan IV 2012
13
Volatile food merupakan komponen utama yang menahan kenaikan inflasi Sumatera
pada triwulan IV 2012. Berdasarkan disagregasi infasi, inflasi terendah terjadi pada
kelompok volatile food yaitu sebesar 2,47% (yoy), sementara inflasi inti dan administered prices
masing-masing sebesar 3,82% (yoy) dan 4,01% (yoy). Inflasi volatile food bergerak stabil
dibandingkan triwulan sebelumnya, dan berada di bawah rata-rata tiga tahun terakhir
6,88% (yoy). Hal ini seiring dengan kecukupan pasokan bahan makanan khususnya bumbu-
bumbuan (terutama cabe merah) dan kelancaran jalur distribusi pasokan antar daerah.
Inflasi inti maupun administered price meningkat. Inflasi inti naik dibandingkan triwulan
sebelumnya dari 3,77% (yoy) menjadi 3,82% (yoy), dan tercatat di bawah rata-rata tiga tahun
terakhir 4,67% (yoy). Kenaikan tersebut sejalan dengan meningkatnya tekanan inflasi pada
kelompok sandang akibat kenaikan harga emas dunia. Sementara itu, inflasi administered
prices juga mengalami kenaikan dibanding triwulan sebelumnya dari 3,39% (yoy) menjadi
4,01% (yoy), dan berada di atas rata-rata tiga tahun terakhir 3,50% (yoy). Hal ini disebabkan
oleh kenaikan cukai rokok Sigaret KretekTangan dan Sigaret Kretek Mesin. Selain itu,
implementasi program konversi minyak tanah ke gas di wilayah Sumatera Barat turut
memberikan tekanan inflasi kelompok administered price.
Tabel II.4
Disagregasi Inflasi Sumatera
Disagregasi
2010 2011 2012
IV I II III IV I II III IV
Core 4.99 5.18 5.50 5.79 4.84 4.62 4.36 3,77 3,82
Volatile
food 15.95 14.60 6.19 8.39 2.45 1.91 7.38 2,47 2,47
Adm. Prices 4.98 4.50 4.31 3.79 4.01 3.92 3.61 3,39 4,01
Sumber: BPS (diolah)
Meski meningkat, namun inflasi Sumatera masih berada dibawah target inflasi nasional 2012
sebesar 4,5±1%. Hal ini tidak terlepas dari berbagai upaya yang dilakukan oleh Tim
Pengendalian inflasi (TPID) dalam menjaga kestabilan harga selama tahun 2012, baik berupa
kegiatan pemantauan, intervensi harga, langkah persuasif, maupun penyampaian informasi
kepada masyarakat. Beberapa kegiatan yang dilakukan TPID di Sumatera dalam menjaga
stabilitas harga dapat dilihat pada tabel di bawah ini.
Triwulan IV 2012
14
Tabel II.5
Program TPID di Sumatera
Inspeksi Intervensi Persuasi Informasi
Inspeksi ke
pasar/gudang/pelabuhan
Pasar murah Talkshow Penyampaian informasi harga
pangan strategis
Kerjasama dengan RRI dan
dinas terkait
Kajian awal PIHPS
Monitoring harga di
tingkat distributor
Operasi pasar Iklan Layanan
masyarakat
Konferensi pers
C. ASESMEN PERBANKAN
Perkembangan perbankan di Sumatera sedikit melambat sebagaimana tercermin pada
melambatnya pertumbuhan indikator utama seperti jumlah aset, kredit maupun Dana
Pihak Ketiga (DPK). Aset bank umum di Sumatera pada posisi terakhir triwulan IV 2012
(November 2012) mencapai Rp509,7 triliun atau tumbuh 17,0% (yoy), sedikit lebih rendah
dibandingkan pertumbuhan triwulan sebelumnya sebesar 17,7% (yoy). Perlambatan ini
terjadi di seluruh wilayah Sumatera, sejalan dengan melambatnya kinerja perekonomian di
kawasan ini. Pangsa aset terbesar di kawasan Sumatera dimiliki oleh Provinsi Sumatera
Utara (35%), Riau (14%), dan Sumatera Selatan (13%). Sedangkan provinsi lainnya rata-rata
berada di bawah 10%.
Tabel II.6
Perkembangan Aset, DPK dan Kredit Menurut Penggunaan Bank Umum di Sumatera
I II III IV I II III IV*
Aset 466,7 481,5 507,4 509,7 20,2% 16,4% 17,7% 17,0%
DPK 354,3 360,9 377,3 377,2 17,9% 13,6% 14,3% 12,5%
Giro 80,2 82,7 90,0 83,1 20,9% 13,6% 21,1% 13,0%
Tabungan 153,8 160,7 167,3 171,5 16,8% 16,8% 16,4% 16,3%
Deposito 120,3 117,5 120,0 122,6 17,4% 9,6% 7,2% 7,4%
Kredit Jenis Penggunaan 365,9 391,0 406,3 415,5 28,7% 28,8% 25,8% 21,7%
Modal Kerja 153,7 170,5 175,6 177,3 26,4% 32,2% 27,5% 23,7%
Investasi 83,4 87,2 91,5 95,2 38,1% 35,2% 36,1% 25,9%
Konsumsi 128,8 133,3 139,2 142,9 26,0% 21,2% 18,0% 16,9%
Indikator PerbankanGrowth 2012 (yoy)2012 (Triliun Rp)
Sumber: SEKDA-BI (*posisi sementara)
Penghimpunan DPK juga tumbuh melambat, sejalan dengan penarikan dana pemerintah
untuk merealisasikan belanja pemerintah yang terkonsentrasi di akhir tahun. Jumlah
DPK yang dihimpun oleh bank umum di kawasan Sumatera pada triwulan IV 2012 hanya
tumbuh 12,5% (yoy), melambat dibandingkan triwulan sebelumnya yang mencapai 14,3%
(yoy). Perlambatan ini bersumber dari dana simpanan pemerintah daerah dalam bentuk giro,
dari semula tumbuh 21,1% (yoy) menjadi 13,0% (yoy). Hal ini terkait dengan pola realisasi
belanja daerah yang meningkat di akhir tahun. Sementara itu, jumlah tabungan relatif stabil
Triwulan IV 2012
15
dengan tumbuh 16,3% (yoy). Di sisi lain, deposito masih menunjukkan adanya kenaikan dari
7,2% (yoy) menjadi 7,4%(yoy).
Pertumbuhan kredit masih cukup tinggi, walaupun cenderung melambat. Kredit modal
kerja sepanjang triwulan IV 2012 tumbuh melambat dari 27,5% (yoy) menjadi 23,7% (yoy).
Demikian pula dengan kredit investasi yang melambat dari 36,1% (yoy) menjadi 25,9% (yoy).
Pertumbuhan kredit yang masih tinggi terutama disumbang oleh penyaluran kredit pada
sektor PHR di Provinsi Riau. Di sisi lain, kredit konsumsi relatif tumbuh melambat dari
semula 18% (yoy) menjadi 16,9% (yoy). Hal ini sejalan dengan pertumbuhan tabungan yang
relatif menurun sehingga diduga pemenuhan konsumsi masyarakat di akhir tahun sebagian
besar dibiayai oleh dana sendiri dari tabungan yang dimiliki.
Grafik II.14
Perkembangan LDR Bank Umum di Sumatera
Grafik II.15
Perkembangan NPL Bank Umum di Sumatera
Sumber: SEKDA-BI (*posisi sementara) Sumber: SEKDA-BI (*posisi sementara)
Fungsi intermediasi perbankan menunjukkan peningkatan, tercermin dari persentase
Loan-to-Deposit Ratio (LDR) yang mengalami peningkatan. LDR bank umum di Sumatera
pada triwulan IV 2012 mencapai 108,86%, lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya
yang mencapai 107,68%. Dengan kondisi dimana laju peningkatan penyaluran kredit lebih
tinggi dibandingkan penghimpunan DPK, menunjukkan karakteristik wilayah Sumatera
yang lebih fokus pada penyaluran kredit (financing) dibandingkan dengan penyerapan dana
masyarakat (funding).
Meskipun penyaluran kredit terus meningkat, namun kualitas kredit tetap terjaga. Non-
Performing Loan (NPL) bank umum di Sumatera pada triwulan laporan masih pada posisi
yang relatif terjaga, yaitu pada level 2,53% atau relatif stabil dibandingkan triwulan
sebelumnya sebesar 2,50%. Sementara itu, margin perbankan pada triwulan IV 2012 masih
terus meningkat. Net Interest Margin (NIM) perbankan di Sumatera pada triwulan IV 2012
mencapai 6,50%, lebih tinggi dari triwulan sebelumnya yang mencapai 6,41%.
Triwulan IV 2012
16
Grafik II.16
Perkembangan NIM Perbankan Sumatera
Grafik II.17
Perkembangan Penyaluran Kredit UMKM
Perbankan di Sumatera
Sumber: SEKDA-BI (*posisi sementara) Sumber: SEKDA-BI (*posisi sementara)
Terkait dengan penguatan intermediasi perbankan, perbankan di Sumatera telah siap
untuk memenuhi rencana kebijakan target penyaluran kredit UMKM sebesar 20% dari
total penyaluran kredit, kecuali Bank Asing dan Campuran. Pada triwulan IV 2012,
persentase penyaluran kredit UMKM terhadap total penyaluran kredit Bank Persero, Bank
Swasta Nasional, dan Bank Pemerintah Daerah sudah berada di atas 20% dan lebih tinggi
dibandingkan dengan triwulan sebelumnya. Persentase penyaluran kredit UMKM terhadap
penyaluran kredit Bank Persero meningkat dari 32,37% pada triwulan III 2012 menjadi
32,67% pada triwulan IV 2012. Persentase penyaluran kredit UMKM terhadap penyaluran
kredit Bank Swasta Nasional meningkat dari 25,70% menjadi 26,96%. Sedangkan persentase
penyaluran kredit UMKM terhadap penyaluran kredit Bank Pemerintah Daerah juga
meningkat dari 22,26% menjadi 23,15%. Sementara itu, persentase penyaluran kredit UMKM
terhadap total penyaluran kredit Bank Asing dan Campuran masih relatif rendah yaitu
sebesar 5,61%, menurun dibandingkan dengan triwulan sebelumnya yang mencapai 6,96%.
Penyaluran kredit UMKM di tiap provinsi rata-rata sudah berada di atas 20%, kecuali di
Kepulauan Riau. Provinsi dengan penyaluran kredit UMKM tertinggi pada triwulan IV 2012
ini adalah Sumatera Barat (33,59%), Jambi (33,06%), dan NAD (32,01%).
Grafik II.18
Penyaluran Kredit UMKM Tiap Provinsi
Sumber: SEKDA-BI (*posisi sementara)
Triwulan IV 2012
17
D. PROSPEK PEREKONOMIAN
Pertumbuhan ekonomi Sumatera pada triwulan I 2013 diperkirakan relatif moderat.
Pertumbuhan ekonomi Sumatera triwulan I 2013 diperkirakan tumbuh moderat di kisaran
5,7% (yoy). Dari sisi permintaan, pertumbuhan ekonomi ditopang oleh peningkatan
konsumsi. Konsumsi rumah tangga diperkirakan akan tetap tumbuh meningkat seiring
dengan masih kuatnya daya beli masyarakat, sejalan dengan adanya kenaikan pendapatan.
Hasil survei konsumen pun menunjukkan masih kuatnya konsumsi domestik. Di samping
itu, adanya even Pilkada Gubernur Provinsi Sumatera Utara pada bulan Maret diperkirakan
akan mendorong peningkatan konsumsi di triwulan ini. Di sisi lain, realisasi belanja
pemerintah diperkirakan masih minimal, sesuai dengan pola pengeluaran pemerintah di
awal tahun. Dari sisi penawaran, para pelaku usaha di sektor perkebunan dan industri
masih optimis untuk berinvestasi walaupun kinerja jangka pendek masih rendah (hasil
liaison sektor perkebunan dan industri). Harga komoditas dunia pun diperkirakan masih
menguntungkan bagi eksportir (hasil liaison). Namun demikian, perkiraan kenaikan biaya
operasional akibat rencana kenaikan TDL dan BBM serta menurunnya permintaan luar
negeri berpotensi menjadi faktor risiko yang menghambat laju pertumbuhan ekonomi di
kawasan Sumatera. Secara kumulatif, pertumbuhan ekonomi keseluruhan tahun 2013
diperkirakan sebesar 6,0% (yoy), lebih baik dibandingkan tahun 2012 yang diestimasi sebesar
5,8% (yoy).
Tabel II.7
Prospek Pertumbuhan Ekonomi Sumatera
Sumber: BPS dan KPW BI Sumatera (*: Angka Estimasi, F: Angka Perkiraan)
Sementara itu, iInflasi Sumatera pada triwulan I 2013 diperkirakan mengalami sedikit
peningkatan di triwulan IV 2012 walaupun masih berada pada level yang rendah, yakni
menjadi 3,71% (yoy). Beberapa faktor risiko yang diperkirakan akan mendorong inflasi
(upward risk) adalah kenaikan tarif kelompok administered prices seperti Tarif Dasar Listrik
(TDL) dan tarif cukai rokok. Selain itu, implementasi konversi minyak tanah ke gas di
Sumbagteng yang masih berjalan khususnya di Sumatera Barat juga berpotensi memberikan
tekanan terhadap inflasi. Di sisi lain, tekanan inflasi pada kelompok volatile food
diperkirakan relatif minimal, sejalan dengan masih cukup terjaganya pasokan bahan
makanan (khususnya bawang merah dan cabe merah) yang dipasok dari Jawa.
Triwulan IV 2012
18
Tabel II.8
Proyeksi Inflasi
2013
I II III IV IP
Sumbagut 3,84 5,43 2,83 3,52 2.90
Sumbagteng 3,68 5,12 3,73 3,34 4.05
Sumbagsel 3,74 4,37 3,55 3,69 4.15
Sumatera 3,75 4,99 3,38 3,51 3,71
2012Wilayah
Sumber: P: Angka Perkiraan KPW BI Sumatera
Triwulan IV 2012
19
Bab III
Perekonomian Kawasan Jakarta
A. PERTUMBUHAN EKONOMI
Perkonomian Jakarta pada triwulan IV diprakirakan tumbuh masih cukup tinggi yakni di
kisaran 6,3% (yoy), sehingga secara keseluruhan tahun diproyeksikan tumbuh pada
kisaran 6,5% (yoy). Kinerja ekspor yang melemah sebagai akibat perlambatan ekonomi
global mempengaruhi kinerja perekonomian Jakarta secara keseluruhan. Namun, masih
cukup kuatnya konsumsi baik konsumsi rumah tangga maupun pemerintah serta prospek
investasi yang positif diperkirakan mampu menopang pertumbuhan ekonomi Jakarta pada
triwulan laporan. Permintaan domestik yang tetap kuat dipengaruhi oleh terjaganya
keyakinan terhadap fundamental makro ekonomi saat ini. Relatif stabilnya harga barang
dan jasa secara umum juga menjadi faktor pendukung peningkatan konsumsi rumah tangga
pada triwulan berjalan. Selain itu, meningkatnya realisasi anggaran pemerintah mendekati
akhir periode anggaran, sebagaimana pola tahunannya, mendorong peningkatan
pertumbuhan konsumsi pemerintah. Dari sisi sektoral, kinerja sektor utama Jakarta, yaitu
Sektor Konstruksi dan Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran (PHR), diperkirakan tetap
dapat tumbuh tinggi pada triwulan IV 2012.
Kinerja Ekspor2 Jakarta pada triwulan akhir 2012 belum menunjukkan perbaikan yang
berarti. Nilai dan volume ekspor non-migas melalui Jakarta pada November 2012 masing-
masing hanya mampu tumbuh sebesar 5,3% (yoy) dan 7,28% (yoy). Meskipun angka
pertumbuhan ini lebih baik dibandingkan triwulan sebelumnya, namun masih jauh di
bawah pertumbuhannya pada periode yang sama tahun lalu. Volume ekspor manufaktur
Jakarta bahkan masih mencatat pertumbuhan negatif mencapai 17,83% (yoy). Kinerja ekspor
Jakarta yang melemah sepanjang tahun 2012 terutama dipengaruhi oleh dinamika
perekonomian negara mitra dagang utama terutama China, India dan Singapura yang
terimbas oleh perlambatan ekonomi negara maju. Perlemahan ekspor juga terindikasi dari
arus muat barang di pelabuhan Tanjung Priuk yang belum menujukkan adanya
peningkatan.
Impor3 Jakarta tumbuh lebih tinggi pada triwulan IV dibandingkan triwulan
sebelumnya. Data sementara pertumbuhan volume impor Jakarta tercatat mencapai 12,1%
(yoy), tumbuh meningkat dibandingkan triwulan sebelumnya dan lebih tinggi
dibandingkan periode yang sama pada tahun 2011. Peningkatan impor terutama didorong
oleh impor bahan baku (17,7%, yoy), sementara impor barang modal kembali mencatatkan
pertumbuhan negatif (-26,0%, yoy). Peningkatan impor bahan baku sejalan dengan masih
kuatnya permintaan domestik pada cenderung meningkatnya produksi manufaktur
(khususnya otomotif). Namun di sisi lain, pertumbuhan negatif impor barang modal yang
telah berlangsung dari Agustus 2012 perlu mendapat perhatian mengingat kaitannya
dengan investasi di Jakarta khususnya untuk investasi non bangunan (mesin dan peralatan
2 Data diakses pada Januari 2013
3 Data diakses pada Januari 2013
Triwulan IV 2012
20
industri). Peningkatan impor di triwulan berjalan juga dipicu oleh permintaan barang
konsumsi selama triwulan berjalan yang erat kaitannya dengan permintaan akhir tahun
untuk produk ritel diantaranya barang elektronik dan kendaraan bermotor.
Grafik III.1
Perkembangan Volume Ekspor Jakarta Grafik III.2
Perkembangan Volume Impor Jakarta
(100)
(50)
0
50
100
1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011
2009 2010 2011 2012
Perkembangan Volume Ekspor Bbrp Komoditas JakartaTotal (rhs) Misc. Manufactures Articles
Manufactured Goods Machinery & Transport Eqp% yoy
-60
-40
-20
0
20
40
60
80
100
120
1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011
2009 2010 2011 2012
%, yoy
Total Konsumsi Bahan Baku Barang Modal
Grafik III.3
Arus Bongkar Muat Barang Tg. Priok
Grafik III.4
Ekspektasi kegiatan Usaha dan Ketepatan Waktu
Pembelian Barang Tahan Lama
(30)
(20)
(10)
0
10
20
30
40
50
60
1234567891011121234567891011121234567891011121234567891011121234567891011
2008 2009 2010 2011 2012
%,yoy CMA g.Bongkar g.Muat
20
40
60
80
100
120
140
1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 9101112
2009 2010 2011 2012
Indeks
Ekspektasi Kegiatan Usaha Ketepatan Waktu Pembelian Barang Tahan Lama
Sumber: CEIC, diolah
Konsumsi Jakarta pada triwulan IV 2012 diperkirakan tetap tumbuh tinggi didukung
oleh kuatnya permintaan domestik dan meningkatnya realisasi anggaran pemerintah.
Berbagai indikator menunjukkan masih kuatnya permintaan masyarakat dalam mendukung
pertumbuhan konsumsi rumah tangga pada triwulan laporan. Hasil survey konsumen Bank
Indonesia memperlihatkan bahwa persepsi terhadap kondisi ekonomi saat ini masih
mengalami peningkatan (tabel III.5). Maraknya penyelenggaraan beberapa even di
penghujung tahun, seperti perayaan Natal dan Tahun Baru, diperkirakan dapat
meningkatkan konsumsi rumah tangga seiring dengan meningkatnya aktivitas
perdagangan sebagaimana tercermin pada hasil survey penjualan eceran yang meningkat
(tabel III.6). Sementara itu, sesuai dengan pola tahunannya, realisasi anggaran Pemerintah
Provinsi DKI Jakarta diperkirakan meningkat pada kuartal akhir tahun 2012. Hingga
November 2012, penyerapan APBD Jakarta telah mencapai lebih dari 60%. Angka realisasi
ini meningkat dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (±50%). Sepanjang tahun
2012, kuatnya permintaan dalam negeri menjadi penopang pertumbuhan ekonomi Jakarta.
Di tengah perlambatan ekonomi global yang berdampak pada melemahnya kinerja ekspor,
upaya untuk mempertahankan daya beli masyarakat perlu dijaga.
Triwulan IV 2012
21
Grafik III.5
Indeks Keyakinan Konsumen
Grafik III.6
Survey Penjualan Eceran
60
70
80
90
100
110
120
130
140
150
1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 9101112
2010 2011 2012
Indeks Kondisi Ekonomi saat Ini Indeks Keyakinan Konsumen
Indeks Ekspektasi Konsumen
Optimis
Pesimis
-50
-40
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
50
60
-50
-40
-30
-20
-10
0
10
20
30
40
50
60
1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011
2010 2011 2012
%, yoy%, mtmg.Indeks SPE (mtm) g.Indeks SPE (yoy) - rhs
Investasi Jakarta diperkirakan tumbuh lebih tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya.
Data terkini menunjukkan adanya indikasi peningkatan realisasi penanaman modal asing di
Jakarta (grafik III.7). Investasi bangunan juga diperkirakan meningkat sebagaimana
tercermin pada pertumbuhan konsumsi semen Jakarta yang tetap tumbuh pada level yang
cukup tinggi pada triwulan IV 2012 (Grafik III.8). Terjaganya iklim investasi yang baik dan
pemberian fasilitas tax holiday dan tax allowance diperkirakan menjadi salah satu faktor
pendorong pertumbuhan investasi. Peningkatan kredit investasi pada triwulan berjalan juga
menjadi indikasi awal tumbuh meningkatnya investasi di Jakarta.
Grafik III.7
Penanaman Modal Asing dan Dalam Negeri
Grafik III.8
Konsumsi Semen Jakarta
0
1,000
2,000
3,000
4,000
5,000
6,000
I II III IV I II III IV I II III IV I II III
2009 2010 2011 2012
Realisasi FDI (Juta USD)
Realisasi Investasi Domestik (Milyar Rp)
-40
-20
0
20
40
60
80
100
0
100
200
300
400
500
600
1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011121 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011
2010 2011 2012
%Konsumsi Semen (ribu ton)
g.Konsumsi Semen (rhs)
Sumber : Asosiasi Semen Indonesia, diolah Sumber: CEIC, diolah
Sektor Konstruksi Jakarta diperkirakan tumbuh meningkat pada triwulan IV 2012.
Meningkatnya pertumbuhan sektor ini didukung oleh meningkatnya realisasi proyek
infrastuktur pemerintah, baik oleh kementerian/lembaga maupun oleh pemerintah daerah,
terkait dengan penyerapan anggaran menjelang akhir tahun. Selain itu, permintaan
terhadap properti komersial (ruang ritel, kantor sewa, apartemen sewa dan kondominium)
yang terindikasi masih kuat mendukung maraknya pembangunan proyek komersil.
Kuatnya permintaan terhadap properti komersial tak lepas dari prospek pertumbuhan
ekonomi dan investasi di Jakarta yang positif serta rendahnya suku bunga kredit properti.
Selain hunian komersial yang mengarah pada pangsa kelas menengah atas, pertumbuhan
hunian kelas menengah bawah juga mengalami peningkatan seiring dengan dukungan
fasilitas kredit konstruksi yang didukung Kementerian Perumahan Rakyat (Kemenpera)
melalui alokasi dana Fasilitas Pembiayaan Perumahan (FLPP). Berdasarkan hasil survei
properti residensial yang dilakukan oleh Bank Indonesia, penjualan rumah tipe kecil di
Jakarta merupakan yang tertinggi di antara 12 kota yang disurvei. Di sisi lain, pembangunan
Triwulan IV 2012
22
tempat perbelanjaan baru juga mengalami peningkatan. Berdasarkan informasi yang
disampaikan oleh lembaga properti pada awal tahun, pasokan kumulatif tempat
perbelanjaan di Jakarta diperkirakan tumbuh mencapai 5,6% (yoy).
Grafik III.9
Pertumbuhan Kredit Konstruksi, Kredit
Konsumsi dan Total Kredit
Grafik III.10
Tingkat Okupansi Hotel dan Pertumbuhan
Pengunjung Melalui Bandara Soekarno-Hatta
-20
-10
0
10
20
30
40
1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9101112 1 2 3 4 5 6 7 8 910
2010 2011 2012
% yoy
Kredit Konstruksi Kredit Konsumsi Total Kredit
(30)(20)(10)
01020304050607080
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011
2010 2011 2012
%
Tingkat Okupansi Hotel gPengunjung Soekarno-Hatta
Sumber: BPS, diolah
Grafik III.11
Perkembangan Indeks Produksi Industri dan
Produksi Kendaraan Bermotor
Grafik III.12
Indeks Penghasilan dan Lapangan Kerja
-20
-10
0
10
20
30
40
50
60
70
80
90
-10-8-6-4-202468
101214161820
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011
2010 2011 2012
g.Indeks Produksi Industri g.Produksi Kendaraan Bermotor (rhs)
40
60
80
100
120
140
160
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
2010 2011 2012
Indeks
Indeks Penghasilan saat iniEkspektasi Penghasilan 6 bln yadEkspektasi Ketersediaan Lapangan Kerja 6 bln yadIndeks Ketersediaan Lap. Kerja
Sumber: CEIC, diolah
Sektor Industri Pengolahan pada triwulan laporan diperkirakan dapat tumbuh lebih
tinggi dibandingkan triwulan sebelumnya. Masih kuatnya permintaan domestik menjadi
penopang utama pertumbuhan di sektor ini. Beberapa indikator sektor industri untuk
Jakarta juga menunjukkan peningkatan, antara lain tercermin pada perkembangan
pertumbuhan Indeks Produksi Industri dan produksi kendaraan bermotor yang meningkat
(Grafik III.11). Potensi peningkatan kinerja sektor industri Jakarta juga terindikasi dari
kenaikan impor bahan baku. Namun demikian, merujuk pada menurunnya impor barang
modal yang dipakai untuk revitalisasi industri berupa mesin dan peralatan, maka
diperkirakan belum ada peningkatan produksi dan produktivitas yang signifikan pada
triwulan berjalan. Ke depan juga terdapat tantangan dari biaya produksi yang semakin
meningkat dengan adanya peningkatan Upah Minimum Pekerja (UMP) yang berdampak
pada daya saing industri Jakarta.
Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran Jakarta diperkirakan tumbuh stabil ditengah
maraknya even akhir tahun. Pertumbuhan sektor ini didukung oleh kinerja subsektor
perdagangan yang masih terjaga seiring dengan masih kuatnya permintaan domestik
sebagaimana tercermin pada hasil survei penjualan eceran yang meningkat. Pertumbuhan di
Triwulan IV 2012
23
subsektor perdagangan juga akan memberikan pengaruh positif ke subsektor pengangkutan
barang dan pelayanan jasa. Disamping itu, penyelenggaraan berbagai even di akhir tahun
terkait dengan perayaan Natal dan Tahun Baru diyakini ikut menopang kinerja subsektor
pariwisata. Kuatnya kinerja subsektor pariwisata dikonfirmasi oleh tingkat hunian hotel dan
pertumbuhan jumlah kunjungan wisatawan melalui Bandara Soekarno-Hatta yang
meningkat (Grafik III.10). Kenaikan kunjungan wisatawan baik lokal maupun internasional
terutama melalui angkutan udara turut memberikan sumbangan pada peningkatan
subsektor pengangkutan.
Tabel III.1
Pertumbuhan Ekonomi Secara Sektoral Kawasan Jakarta
I II III IVP
Pertanian 0.3 1.7 0.8 0.5 0.9 0.1 1.0 0.3
Pertambangan dan penggalian -4.3 1.5 8.6 -1.1 -1.1 -0.3 0.4 -0.1
Industri pengolahan 0.1 3.6 2.4 1.5 4.0 3.3 4.1 3.4
Listrik gas dan air bersih 4.6 5.6 4 3.8 3.8 4.2 5.4 4.5
Konstruksi 6.2 7.1 7.9 6.2 6.2 6.6 7.4 6.8
Perdagangan, hotel dan restoran 4.0 7.3 7.4 7.0 7.2 6.7 6.6 7.0
Pengangkutan dan komunikasi 15.6 14.8 13.9 13.7 12.5 10.8 13.4 12.8
Keuangan, persewaan, dan jasa perusahaan 4.0 4.2 5 5.1 5.3 5.4 5.3 4.9
Jasa - jasa 6.5 6.6 6.9 7.8 7.8 7.1 6.3 7.2
JAKARTA 5.0 6.5 6.7 6.4 6.7 6.4 6.3 6.5
Sumber: BPS (diolah)P Angka perkiraan Bank Indonesia
20122012P2011Wilayah/Kawasan 2009 2010
B. INFLASI
Inflasi Jakarta pada triwulan IV 2012 mengalami perlambatan sebagai efek dari
penurunan tekanan permintaan paska Lebaran dan terkendalinya harga komoditas
pangan. Inflasi di triwulan berjalan masih disebabkan oleh inflasi di kelompok volatile food
terutama dari kenaikan harga komoditas daging, buah dan sayur di Jakarta. Adapun
penyebab dari kenaikan beberapa komoditas pangan di triwulan IV 2012 adalah
gangguan distribusi terutama dari jalur darat dan laut. Di inflasi kelompok inti yang juga
menunjukkan tren perlambatan, penurunan permintaan pada beberapa barang konsumsi
berakibat pada penurunan harga. Namun di kelompok inflasi inti, kenaikan emas
perhiasan, sewa dan kontrak rumah menahan penurunan inflasi inti yang lebih dalam.
Sedangkan inflasi dari kelompok administered prices mengalami peningkatan terkait
dengan kenaikan tarif parkir, kereta api dan jalan tol secara bersamaan di bulan Otober.
Inflasi di kelompok Volatile food relatif rendah di triwulan berjalan mengingat
pasokan yang mencukupi, walaupun terdapat beberapa gangguan distribusi dan
keterlambatan impor. Harga beras cukup terkendali di triwulan IV 2012, mengikuti tren
di triwulan sebelumnya. Ketersediaan pasokan didukung oleh masih terjaganya stok
beras pedagang maupun petani pada saat musim tanam. Kenaikan harga beras baru
Triwulan IV 2012
24
terpantau di bulan Desember seiring dengan peningkatan permintaan akhir tahun. Di sisi
lain, harga daging sapi tetap pada level yang tinggi di Jakarta sepanjang triwulan berjalan
dan mengalami kenaikan yang signifikan pada bulan Desember akibat adanya
keterbatasan pasokan. Terbatasnya pasokan yang memicu kenaikan harga daging
disebabkan oleh gangguan di jalur distribusi dan berkurangnya impor. Dampak lain dari
tingginya harga daging sapi adalah kenaikan harga ayam ras yang merupakan subsitusi
dari daging sapi. Adanya beberapa pemberitaan terkait tingginya harga daging sapi dan
terbatasnya pasokan juga ditengarai turut mempengaruhi ekspektasi masyarakat. Di
triwulan akhir 2012, juga terlihat adanya kenaikan komoditas buah terutama jeruk dan
beberapa sayuran.
Tekanan inflasi inti Jakarta terutama berasal dari kenaikan harga emas perhiasan dan
sewa/kontrak rumah. Kenaikan harga emas perhiasan di Jakarta yang signifikan terjadi
di bulan Oktober 2012 yang merupakan kelanjutan dari tren peningkatan harga emas
perhiasan di triwulan sebelumnya. Kenaikan harga emas perhiasan tersebut merupakan
pengaruh dari peningkatan harga emas global sejalan dengan tetap kuatnya permintaan
terhadap komoditas emas sebagai safe haven investasi di tengah belum solidnya
pemulihan ekonomi dunia. Inflasi di kelompok inti pada Oktober 2012 juga didorong oleh
kenaikan biaya tempat tinggal di Jakarta yang di luar pola musimannya dan bahkan
melebihi tren kenaikan harga rata-rata tiga tahun terakhir. Kenaikan harga sewa dan
kontrak rumah terutama disebabkan oleh kuatnya permintaan di tengah keterbatasan
pasokan rumah sewa atau kontrak. Disamping itu kenaikan tersebut antara lain juga turut
dipengaruhi oleh meningkatnya biaya perawatan dan renovasi.
Inflasi di kelompok Administered Prices disebabkan oleh kenaikan berbagai tarif yang
diatur Pemerintah Pusat maupun Daerah. Di bulan Oktober 2012 tercatat adanya
kenaikan tarif parkir, kereta api dan jalan tol secara bersamaan. Kenaikan tarif parkir
sebesar 33,33% sesuai dengan Pergub DKI Jakarta pada 19 September 2012 dirasakan
cukup signifikan, walaupun hanya berlaku untuk parkir off-street atau parkir di dalam
gedung. Selain itu, pada 1 Oktober 2012 ditetapkan kenaikan tarif KRL Jabodetabek
sebesar 30% dan kenaikan tarif jalan tol rata-rata sebesar 10%.
Triwulan IV 2012
25
Grafik III.11
Disagregasi Inflasi Jakarta Grafik III.12
Ekspektasi Perubahan Harga
(5.0)
(3.0)
(1.0)
1.0
3.0
5.0
7.0
9.0
(10.0)
(5.0)
0.0
5.0
10.0
15.0
20.0
1 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 91011121 2 3 4 5 6 7 8 9101112
2009 2010 2011 2012
%,yoy%,yoy
Inflasi IHK (rhs) Core
Adm Price Volatile Foods
Sumber: BPS (diolah menggunakan pendekatan sub kelompok) Grafik III.13
Inflasi Per Kelompok Komoditas di Jakarta
-1.00 -0.50 0.00 0.50 1.00 1.50 2.00 2.50
Bahan Makanan
Makanan Jadi
Perumahan
Sandang
Kesehatan
Pendidikan
Transport
% mtm
Dec-12 Oct-12 Nov-12
Grafik III.14
Tren Inflasi Jakarta
Periode
Jan 2.07 0.73 0.54 0.87 1.75 0.72 2.37 -0.24 0.72 0.47 0.48
Feb 1.59 0.16 -0.34 0.32 0.50 1.01 0.29 -0.22 0.14 0.21 0.17
Mar 0.39 0.06 0.43 1.79 0.04 0.21 0.82 0.33 0.07 0.00 0.18
Apr -0.29 0.66 1.29 0.39 -0.08 0.25 0.79 -0.15 0.22 0.07 0.13
May 0.65 0.71 1.04 0.56 0.30 0.19 1.51 0.17 0.25 0.15 0.12
Jun 0.45 -0.02 0.43 0.59 0.12 0.07 1.94 0.13 0.73 0.43 0.38
Jul 0.97 0.13 0.25 0.48 0.17 0.66 1.26 0.36 1.12 0.61 0.55
Aug 0.03 0.61 0.10 0.61 0.65 0.82 0.24 0.45 0.99 1.15 0.81
Sep 0.29 0.46 0.09 0.66 0.38 0.36 1.02 0.91 0.51 0.13 0.39
Oct 0.39 0.41 0.32 7.93 0.56 0.98 0.42 0.12 0.22 -0.26 0.53
Nov 1.24 0.87 0.89 0.98 0.19 -0.24 0.34 -0.05 0.33 0.47 0.14
Dec 0.97 0.73 0.70 0.06 1.31 0.86 0.11 0.51 0.76 0.49 0.55
puasa
lebaran
Kenaikan BBM
20122002 2003 2004 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
C. ASESMEN PERBANKAN
Berdasarkan data terkini (hingga November 2012), kondisi perbankan Jakarta pada
triwulan laporan masih mengalami perlambatan seperti halnya di triwulan sebelumnya.
Fungsi intermediasi perbankan yang tercermin pada penyaluran kredit perbankan
menunjukkan tren penurunan sejalan dengan melambatnya perekonomian Jakarta dan
pengaruh ekonomi global yang belum menunjukkan perbaikan signifikan. Pada akhir
November, pertumbuhan kredit sebesar 20,0% (yoy) lebih rendah dibandingkan akhir
September yang mencapai 21,6% (yoy), walaupun secara nominal mencatatkan sedikit
peningkatan. Perlambatan kredit terutama terjadi pada kredit modal kerja yang
diperuntukkan untuk kegiatan produksi dan kredit konsumsi. Kredit modal kerja melambat
dari sekitar 21,7% (yoy) pada triwulan III menjadi 20,5% (yoy) pada triwulan laporan (data
hingga November 2012). Di sisi lain, pertumbuhan kredit investasi tetap kuat mencapai
26,4% (yoy). Pertumbuhan kredit investasi tersebut memberikan prospek yang lebih baik
pada ekonomi Jakarta terkait dengan perkembangan investasi. Kredit konsumsi melambat
dari 14,7% (yoy) di akhir September menjadi 13,3% (yoy) di akhir November. Namun
demikian, konsumsi rumah tangga di Jakarta diyakini masih cukup terjaga, walaupun
terlihat pula adanya tren penurunan indeks keyakinan konsumen dan persepsi terhadap
perekonomian saat ini. Pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) mengalami perlambatan
dibandingkan periode sebelumnya, yaitu sebesar 18,6% (yoy). Adapun rasio kredit
Triwulan IV 2012
26
bermasalah atau Non Performing Loan (NPL) pada triwulan laporan (data hingga November
2012) kembali menurun menjadi sebesar 1,68%.
Grafik III.7
Perkembangan Penggunaan Kredit Kawasan
Jakarta
Grafik III.8
Perkembangan Dana Pihak Ketiga (DPK)
Kawasan Jakarta
(10.0)
(5.0)
0.0
5.0
10.0
15.0
20.0
25.0
30.0
35.0
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011
2010 2011 2012
%Kontribusi Kredit Berdasarkan Penggunaan Jakarta
Modal Kerja Investasi Konsumsi
0.00
5.00
10.00
15.00
20.00
25.00
30.00
35.00
1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 101112 1 2 3 4 5 6 7 8 9 1011
2010 2011 2012
Giro Tabungan Deposito
D. PROSPEK PEREKONOMIAN
Prospek perekonomian Jakarta di triwulan I 2013 diperkirakan sedikit membaik di
kisaran 6.4% di tengah berlanjutnya perlambatan ekonomi global. Terjaganya pencapaian
pertumbuhan ekonomi Jakarta tidak lepas dari masih cukup kuatnya keyakinan dan
positifnya ekspektasi konsumen. Hasil survei konsumen Bank Indonesia menunjukkan
indikasi terjaganya indeks keyakinan ekonomi, persepsi terhadap kondisi perekonomian
dan ekspektasi ekonomi ke depan di level yang cukup tinggi di triwulan berjalan. Diyakini
bahwa pertumbuhan konsumsi rumah tangga akan dapat dijaga dan menjadi faktor
penopang Perekonomian Jakarta di triwulan I 2013. Disamping itu, indikasi peningkatan
investasi yang terlihat dari kenaikan kredit investasi dan tren peningkatan Foreign Direct
Investment (FDI), diprakirakan akan mampu mendukung perkenomian Jakarta untuk
tumbuh stabil. Peningkatan FDI ditengarai juga merupakan dampak dari perlemahan mata
uang Rupiah.
Kinerja ekspor Jakarta diperkirakan akan sedikit membaik di triwulan I 2013 seiring
dengan perbaikan ekonomi mitra dagang utama. Walaupun perlambatan ekonomi global
diperkirakan masih akan berlanjut di semester I 2013 sesuai analisa beberapa lembaga
internasional, namun terdapat indikasi stabilnya ekonomi China yang merupakan salah satu
negara tujuan ekspor utama Jakarta. Walaupun pertumbuhan GDP China hanya mencapai
7,4% (yoy) di triwulan III 2012, sedikit lebih rendah dari triwulan II 2012, namun proyeksi
pertumbuhan di triwulan I 2013 lebih prospektif didukung oleh membaiknya kinerja
industri dan penjualan ritel. Demikian pula perekonomian Singapura yang juga merupakan
negara tujuan utama ekspor di triwulan berjalan diperkirakan meningkat didukung oleh
perbaikan di sektor industri jasa. Merujuk dari hal tersebut, diperkirakan ekspor produk
Jakarta terutama produk manufaktur akan mengalami peningkatan yang moderat. Adapun
tantangan ke depan dalam meningkatkan kinerja ekspor dan manufaktur Jakarta adalah
efisiensi produksi dalam rangka meningkatkan daya saing. Hal ini menjadi kritikal terutama
dengan adanya peningkatan upah buruh yang akan menaikkan biaya produksi. Selain itu,
Triwulan IV 2012
27
dukungan infrastruktur logistik dan distribusi juga diyakini akan mampu meningkatkan
daya saing produk ekspor Jakarta di pasar internasional.
Di sisi sektoral, pertumbuhan ekonomi Jakarta di triwulan I 2013 tetap akan didukung
oleh sektor non tradable Jakarta, khususnya di sektor Konstruksi dan sektor Jasa
Keuangan. Kinerja sektor non tradable yang masih cukup kuat didukung oleh terjaganya
tingkat konsumsi rumah tangga dan stabilitas makro ekonomi. Sektor konstruksi terutama
akan tumbuh meningkat sejalan dengan masih kuatnya permintaan terutama properti
komersial baik hunian (apartemen sewa dan kondominium) maupun ruang kantor dan ritel.
Harga sewa apartemen dan rumah yang terus meningkat juga diyakini akan menjadi
pendorong permintaan properti hunian komersial ke depan. Potensi peningkatan investasi
juga diyakini akan mendukung bisnis perkantoran sewa dan strata title serta ruang ritel
komersial. Selain sektor konstruksi, sektor jasa terutama jasa keuangan diprakirakan akan
dapat tumbuh meningkat. Hal ini mengingat masih prospektifnya pasar modal dan industri
perbankan. Meningkatnya pembukaan kantor cabang bank disamping masih tumbuh
intermediasi perbankan merupakan faktor yang mendukung perkembangan jasa keuangan
di Jakarta. Adapun sektor non tradable lain seperti sektor Perdagangan, Hotel dan Restoran
(PHR) serta sektor pengangkutan dan komunikasi diperkirakan akan tumbuh moderat di
triwulan I 2013. Di sisi sektor tradable, perbaikan kinerja terutama dimotori oleh sektor
industri setelah selama beberapa triwulan mengalami tekanan yang disebabkan oleh
penurunan ekspor. Namun demikian, pertumbuhan sektor industri diperkirakan juga akan
moderat di triwulan I 2013.
Kenaikan TTL dan UMP berpotensi meningkatkan inflasi Jakarta di triwulan I 2012. Hasil
Survei Konsumen Bank Indonesia di bulan Desember 2012 menunjukkan peningkatan
ekspektasi inflasi 3 dan 6 bulan ke depan yang ditengarai lebih sebagai pengaruh dari faktor
domestik. Kenaikan harga yang diatur Pemerintah (administered prices) yaitu kenaikan TTL
bertahap sejak 1 Januari 2013 berpotensi memberikan dampak pada harga barang dan jasa.
Disamping itu peningkatan UMP sebesar 44% di Jakarta juga berpotensi mendorong inflasi
terutama dari peningkatan biaya produksi yang ditransmisikan ke harga barang dan jasa.
Masih tingginya impor barang di tengah melemahnya mata uang Rupiah juga menjadi
risiko inflasi ke depan. Di sisi kelompok Volatile food, terjaganya pasokan menjadi kunci di
triwulan I 2013 terutama pada periode sebelum musim panen. Selain itu perlu diwaspadai
kemungkinan adanya gangguan distribusi akibat cuaca yang kurang mendukung.
Triwulan IV 2012
28
Halaman ini sengaja dikosongkan
Triwulan IV 2012
29
Bab IV
Perekonomian Kawasan Jawa
A. PERTUMBUHAN EKONOMI
Masih stabilnya pertumbuhan ekonomi di Kawasan Jawa pada triwulan ini didorong
oleh peningkatan konsumsi rumah tangga. Sementara itu, investasi melambat dan net
ekspor menurun. Secara umum, peningkatan konsumsi masyarakat tercermin dari
peningkatan indeks keyakinan konsumen di Kawasan Jawa. Optimisme ini didorong oleh
ekspektasi kondisi perekonomian yang membaik beberapa bulan ke depan serta adanya
peningkatan penghasilan (daya beli). Tekanan inflasi yang cukup rendah dan masih terjaga
terutama pada bahan makanan (volatile food) dirasakan oleh masyarakat sehingga terjadi
peningkatan konsumsi. Selain itu, adanya momentum liburan di akhir tahun yang lebih
panjang daripada tahun sebelumnya juga meningkatkan konsumsi di triwulan IV 2012.
Peningkatan konsumsi juga tercermin dari meningkatnya penyaluran kredit perbankan
yang tumbuh 23,1% (yoy) di posisi November 2012.
Tabel II.1
Pertumbuhan Ekonomi di Kawasan Jawa (%)
I II III IV I II III IV I II III IVp
Jawa Bag. Barat 5,6 8,0 5,9 5,3 7,5 6,2 5,9 6,3 6,3 6,4 6,2 6,1
Jawa Bag. Tengah 5,4 5,6 7,0 5,3 6,3 6,1 4,7 6,6 6,1 6,3 6,2 6,3
Jawa Bag. Timur 5,8 6,5 7,1 7,2 7,2 7,3 7,3 7,1 7,2 7,2 7,2 7,2
JAWA 5,6 6,9 6,6 5,9 7,1 6,6 6,1 6,7 6,6 6,7 6,6 6,6
Sumber: BPS (diolah)
P Angka perkiraan Bank Indonesia
2010Wilayah/Kawasan
2011 2012
Investasi pada awal akhir tahun 2012 menunjukkan adanya perlambatan namun masih
tumbuh tinggi. Beberapa indikator investasi menunjukkan bahwa pertumbuhan investasi
terus berada pada level yang tinggi. Masih tingginya pertumbuhan ini terlihat dari hasil
liaison kepada dunia usaha (Sektor Industri Pengolahan dan PHR), dimana terdapat
peningkatan komitmen investasi khususnya dalam peningkatan kapasitas produksi mereka.
Pengembangan kawasan industri di Jawa Tengah serta berbagai program promosi investasi
yang dilakukan di tiap-tiap daerah juga memberi kontribusi pada tingginya pertumbuhan
investasi di Jawa. Adapun perlambatan pertumbuhan investasi dari semula 9,2% (yoy) pada
triwulan III 2012 menjadi 8,4% (yoy) di triwulan ini juga terlihat dari perlambatan di kredit
investasi yang tumbuh 41,0% (yoy)4 dari 42,0% (yoy) pada triwulan sebelumnya.
4 Data hingga November 2012
Triwulan IV 2012
30
Grafik II.1
Perkembangan Ekspor Jawa
-18%
-10%
-7%-3%
-30%
-20%
-10%
0%
10%
20%
30%
TwI TwII TwIII TwIV TwI TwII TwIII TwIV TwI TwII TwIII TwIV
2010 2011 2012
Volume Ekspor Jawa (yoy)
Volume Ekspor Manufaktur (yoy)
Kinerja ekspor kawasan Jawa pada triwulan IV 2012 diperkirakan mulai menunjukkan
adanya perbaikan di tengah melemahnya perekonomian negara tujuan ekspor. Meskipun
masih mengalami penurunan sebesar -10% (yoy) di triwulan ini, namun penurunan ini tidak
sedalam pada triwulan III 2012 yang mencapai -18%(yoy). Optimisme perbaikan kinerja
ekspor Kawasan Jawa pada periode laporan diutarakan oleh responden liaison dimana
pesanan sudah mulai masuk baik dari negara yang selama ini menjadi tujuan maupun dari
negara tujuan ekspor yang baru.
Grafik II.2
Perkembangan Ekspor Jawa ke Negara Tujuan
0%
5%
10%
15%
20%
25%
30%
TwI TwII TwIII TwIV TwI TwII TwIII TwIV
2011 2012
ASEAN CHINA JEPANG EROPA AS
Tabel II.2
Pertumbuhan Ekonomi Secara Sektoral Kawasan Jawa (%)
I II III IV I II III IV I II III IVP
Pertanian -2,9 4,1 5,6 1,8 2,0 2,8 -1,8 2,6 1,6 1,4 3,5 2,0
Pertambangan dan Penggalian 8,6 7,8 4,6 -0,1 3,0 1,2 0,5 0,4 0,6 -0,5 0,2 2,4
Industri Pengolahan 5,2 4,9 3,5 2,9 7,1 5,5 6,1 5,7 5,2 5,1 4,0 4,2
Listrik, Gas dan Air Bersih 11,6 10,8 6,5 3,3 4,3 3,3 2,1 4,9 6,1 7,4 7,7 10,0
Konstruksi 10,0 9,8 7,4 9,3 9,1 10,7 9,6 9,6 9,4 8,1 10,0 9,9
Perdagangan, Hotel dan Restoran 11,1 10,8 9,5 8,7 7,5 8,3 9,3 10,1 11,1 10,5 10,0 10,2
Pengangkutan dan Komunikasi 9,6 9,9 10,9 13,6 15,0 13,1 10,6 9,1 10,4 9,4 10,2 9,1
Keuangan, Real Estate & Jasa Perusahaan 8,6 6,6 6,3 8,5 10,2 9,7 8,2 8,7 8,0 8,8 10,1 8,2
Jasa-jasa 3,9 6,2 6,5 8,5 9,2 6,4 7,6 3,6 4,6 8,7 6,5 6,8
JAWA 5,7 7,0 6,3 5,8 7,1 6,6 6,2 6,7 6,6 6,7 6,6 6,6
Sumber: BPS (diolah)
P Angka perkiraan Bank Indonesia
20122010Sektor
2011
Triwulan IV 2012
31
Industri pengolahan di Jawa tumbuh meningkat pada akhir tahun didorong oleh
permintaan domestik. Permintaan dalam negeri yang masih tumbuh dapat mendorong
kinerja sektor ini. Sementara itu, ekspor produk manufaktur diperkirakan mulai mengalami
perbaikan meskipun masih di bawah kinerja tahun sebelumnya. Tumbuhnya industri
pengolahan pada triwulan IV 2012 juga tercermin dari peningkatan impor bahan baku di
kawasan Jawa dan peningkatan realisasi kredit di sektor ini yang tumbuh 29,1% (yoy). Dari
hasil liaison, yang dilakukan pada industri otomotif, elektronik, furniture, plastik, dan kimia,
menunjukkan adanya peningkatan. Sementara itu untuk industri TPT dan logam mengalami
perlambatan.
Sektor Perdagangan, Hotel, dan Restoran tumbuh lebih tinggi karena kuatnya
permintaan konsumen. Masih tingginya konsumsi masyarakat mendorong aktivitas
perdagangan memiliki pertumbuhan kinerja yang tinggi di triwulan ini. Liburan pada akhir
tahun yang lebih panjang juga mendorong kinerja di subsektor perhotelan dan restoran
meningkat daripada triwulan sebelumnya. Hal ini juga ditunjukkan oleh tingginya
penyaluran kredit perbankan ke sektor ini yang tumbuh 29,8% (yoy).
Sementara itu, sektor pertanian pada triwulan IV 2012 mengalami perlambatan karena
adanya pergeseran musim panen. Musim kemarau yang panjang di triwulan III 2012
menyebabkan mundurnya masa tanam padi ke-2 sehingga musim panen raya yang
seharusnya terjadi pada triwulan IV 2012 mundur ke awal tahun 2013. Hal ini terutama
terjadi di Jawa Barat yang menyumbang 60% produksi padi kawasan Jawa.
B. INFLASI
Inflasi Jawa pada triwulan IV 2012 menurun dari 4,4% (yoy) pada triwulan III 2012
menjadi 4,1% Penurunan laju inflasi pada akhir tahun terutama disebabkan oleh kelompok
volatile food dari 7,8% menjadi 5,5%. Pasokan beras meningkat dibandingkan periode
sebelumnya. Selama periode laporan, harga beras relatif terjaga karena masuknya impor
beras dari Vietnam dan ditindaklanjuti dengan operasi Pasar Bulog di Pasar Induk Cipinang
yang merupakan pusat perdagangan beras serta referensi harga di Jawa. Selain itu, pasokan
Day Old Chick (DOC) meningkat sebagai antisipasi atas ekspektasi kenaikan konsumsi
daging ayam ras pada tahun 2013. Sementara itu, inflasi administered price dan inflasi inti
naik tipis, yakni masing-masing dari 3,1% menjadi 3,4% serta dari 3,8% menjadi 4,1%.
Triwulan IV 2012
32
Grafik II.3
Disagregasi Inflasi Kawasan Jawa
I II III IV I II III IV I II III IV
2010 2011 2012
0
2
4
6
8
10
12
14
16
18
20
% (yoy)
Sumber : BPS, diolah
Grafik II.4
Inflasi Kawasan Jawa per Wilayah
Grafik II.5
Inflasi dalam Komoditas Volatile food
57,5% 16,5% 26,0%
JABAGTENG JABAGTIM6.29
4.90
3.73
2.863.45
4.544.41
4.25
I II III IV I II III IV
2011 2012
6.53
5.19
3.953.49
3.53
4.334.584.48
I II III IV I II III IV
2011 2012
6.18
4.79
3.603.30
3.354.14
4.673.98
I II III IV I II III IV
2011 2012
JABAGBAR
Sumber : BPS, diolah
-5
0
5
100
5
10
15
20
I II III IV I II III IV
2011 2012
% (yoy)
Beras
Daging ayam ras
-40
-20
0
20
40
60
80
I II III IV I II III IV
2011 2012
Bumbu-bumbuan
C. ASESMEN PERBANKAN
Kinerja ekonomi yang stabil ini tidak terlepas dari dukungan perbankan yang
menunjukkan perkembangan intermediasi yang meningkat. Hingga bulan November
2012, intermediasi perbankan terus meningkat sebagaimana yang tercermin dari rasio Loan-
to-Deposit Ratio (LDR) pada triwulan III 2012 yang sebesar 83,62% menjadi sebesar 89,2%.
Sementara itu, risiko kredit atau NPL relatif terkendali yang sebesar 2,4% pada bulan
November 2012. Sementara itu, pertumbuhan penghimpunan Dana Pihak Ketiga (DPK)
melambat dari 19,24% menjadi 12,56% terutama terjadi pada giro dan tabungan.
Sejalan dengan perkembangan komponen penyumbang pertumbuhan ekonomi,
meningkatnya laju pertumbuhan kredit bersumber dari kenaikan modal kerja dan konsumsi
sementara investasi masih tumbuh pada level yang tinggi. Secara sektoral, pertumbuhan
kredit industri pengolahan meningkat dan perkembangan kredit UMKM juga relatif
menggembirakan. Pangsa kredit UMKM sedikit meningkat dari 29,04% pada triwulan III
2012 menjadi 29,51% pada periode laporan. Hal ini terutama disebabkan oleh peningkatan
pertumbuhan skala usaha mikro, yakni dari 10,90% menjadi 14,44% pada periode laporan.
Triwulan IV 2012
33
Tabel II.3
Indikator Perbankan di Kawasan Jawa
I II III IV Sep-12 Nov-12
1 757.05 796.72 834.16 876.14 913.47 964.86 1,015.74 1,041.19 21.77 20.74
2 596.48 627.34 650.86 693.91 713.12 746.89 776.11 753.67 19.24 12.56
a Giro 105.25 110.43 112.47 117.73 124.96 132.53 140.66 139.62 25.06 19.93
b Tabungan 249.10 259.46 277.22 310.51 307.75 327.56 343.97 312.16 24.08 8.12
c Deposito 242.14 257.44 261.17 265.67 280.40 286.80 291.48 301.89 11.60 14.16
3 Kredit Bank Pelapor
a Berdasarkan Jenis Penggunaan 467.18 497.33 520.94 552.11 566.55 618.54 648.99 672.02 24.58 25.24
- Modal Kerja 238.36 254.62 265.39 281.27 281.23 315.29 324.69 335.54 22.35 23.46
- Investasi 53.96 57.63 60.13 65.17 71.55 77.26 84.43 88.72 40.41 39.55
- Konsumsi 174.86 185.08 195.42 205.67 213.77 225.99 239.86 247.75 22.74 23.13
4 Kelonggaran Tarik 32.89 33.59 41.35 41.00 45.79 44.63 49.20 49.21 16.66
5 LDR Bank Pelapor (%) 78.32 79.28 80.04 79.56 79.45 82.82 83.62 89.17 -
6 NPL Kredit Bank Pelapor (%) Gross 2.98 3.08 3.03 2.44 2.62 2.48 2.45 11.35 -
NPL Kredit Modal Kerja 18.98 19.11 18.87 14.14 15.49 14.59 14.77 14.12 -
NPL Kredit Investasi 14.64 14.14 14.03 11.96 13.50 12.70 12.69 12.44 -
NPL Kredit Konsumsi 9.03 9.37 8.95 7.39 7.80 7.64 7.55 7.42 -
7 Kredit Mikro Kecil Menengah (MKM)
a Berdasarkan Skala 153.65 164.76 169.94 177.78 180.25 197.51 188.46 198.32 10.90 14.44
- Mikro 31.74 33.92 36.43 35.23 37.71 42.15 42.04 43.29 15.39 22.95
- Kecil 61.80 65.15 60.76 64.77 66.02 71.51 68.31 70.70 12.43 12.13
- Menengah 60.10 65.70 72.75 77.78 76.52 83.85 78.11 84.32 7.37 12.38
2012 GROWTH yoy
Total Aset
Total DPK Bank Pelapor
NO URAIAN2011
Sumber : Laporan Bank Umum, diolah
D. PROSPEK PEREKONOMIAN
Perekonomian Jawa pada triwulan I 2013 diperkirakan tumbuh stabil pada level 6,6%
(yoy). Secara sektoral, stabilnya perekonomian Jawa terutama didorong oleh tetap kuatnya
sektor industri pengolahan dan membaiknya kinerja sektor pertanian. Meskipun demikian
terdapat beberapa faktor penghambat terutama terkait dengan permasalahan penetapan
UMK yang berpotensi menghambat kepastian usaha dan pelemahan kinerja industri,
adanya kenaikan harga energi (seperti TTL dan gas), dan masih adanya hambatan dalam
pembebasan lahan. Adapun secara kesuluruhan tahun, pertumbuhan ekonomi Kawasan
Jawa diperkirakan meningkat sebesar 6,7% (yoy).
Laju inflasi Kawasan Jawa pada triwulan I 2013 diperkirakan akan meningkat dari 4,1%
(yoy) menjadi 4,2% (yoy). Proyeksi tersebut ditetapkan dengan asumsi bahwa pasokan
bahan pangan khususnya beras, daging sapi, daging ayam ras, cabe merah, dan bawang
merah akan membaik. Sementara itu, tekanan administered price meningkat yang disebabkan
oleh kenaikan tarif listrik, LPG, dan cukai rokok, serta inflasi core akibat dampak kenaikan
UMK. Namun demikian, tekanan inflasi dapat lebih besar jika terdapat dampak lanjutan
atas kebijakan energi serta belum membaiknya pasokan bahan pangan yang disebabkan
oleh keterlambatan penyaluran raskin, masuknya impor beras dan daging sapi.
Secara keseluruhan tahun, inflasi Jawa pada tahun 2013 diperkirakan meningkat
dibanding tahun 2012 yakni pada kisaran 4,6% ± 1%. Tantangan tekanan inflasi pada tahun
2013 diantaranya berasal dari administered price, yakni kenaikan cukai rokok dan penetapan
tarif listrik baru, serta dampak kenaikan UMK yang cukup tinggi di kota-kota penyumbang
(Juta Rp) (Juta Rp) (%)
Triwulan IV 2012
34
inflasi. Sementara itu, terdapat potensi penurunan laju inflasi akibat baiknya pasokan bahan
pangan khususnya yang berasal dari impor serta kebijakan fiscal cliff Amerika.
Triwulan IV 2012
35
Bab V
Perekonomian Kawasan Timur Indonesia
A. PERTUMBUHAN EKONOMI
Perekonomian Kawasan Timur Indonesia (KTI) pada triwulan IV-2012 diperkirakan
tumbuh 5,4% (yoy), meningkat dibandingkan periode sebelumnya yang sebesar 5,2%
(yoy). Sehingga secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi selama tahun 2012 mencapai
4,1% (yoy), atau lebih rendah dibandingkan tahun 2011 sebesar 8,1%(yoy). Dilihat dari
masing-masing wilayah di KTI, pertumbuhan tertinggi selama triwulan IV 2012 terjadi di
Wilayah Sulawesi, Maluku, dan Papua (Sulampua) dengan pertumbuhan mencapai 7,8%
(yoy) dari sebelumnya 7,4%(yoy). Bali dan Nusa Tenggara (Balnustra) juga mengalami
peningkatan pertumbuhan dari 3,3%(yoy) menjadi sebesar 4,8%(yoy). Di sisi lain Wilayah
Kalimantan mengalami pelambatan dari 5,2% (yoy) menjadi 3,7% (yoy). Dari sisi
penggunaan, pertumbuhan ekonomi terutama didorong oleh pertumbuhan konsumsi dan
pemulihan net ekspor. Sementara dari sisi penawaran, pertumbuhan ditopang oleh sektor
perdagangan, hotel dan restoran serta sektor pertanian pada triwulan laporan.
Tabel V.1.
Pertumbuhan Ekonomi KTI di Sisi Penawaran (%, yoy)
Pada sisi penawaran, pertumbuhan ekonomi KTI pada triwulan laporan terutama
ditopang oleh kinerja sektor pertanian. Sektor pertanian diperkirakan tumbuh pada tingkat
yang masih cukup tinggi yakni sebesar 4,2% (yoy), walaupun melambat dibanding periode
sebelumnya yang mencapai 4,9% (yoy). Melambatnya pertumbuhan di sektor pertanian
terutama dipengaruhi oleh berakhirnya musim panen di beberapa sentra padi KTI yang
tengah memasuki musim tanamnya, terutama di Kalsel dan Kalteng (Kalimantan), Sulsel,
Sulteng, Sulut, Sultra, dan Papua (Sulampua). Sementara panen gadu5 padi masih terjadi di
beberapa daerah meskipun relatif sedikit, seperti di NTB dan Bali (Balnustra) serta Kalbar
(Kalimantan). Meski demikian, pertumbuhan selama triwulan laporan masih terjaga di level
yang relatif tinggi terutama terkait capaian produksi sawit dan tanaman bahan makanan
yang lebih baik. Di samping itu, subsektor perikanan diperkirakan mencatatkan
pertumbuhan yang lebih baik. Selama triwulan laporan hasil produksi ikan tangkap
5 Panen Gadu adalah panen yang dilakukan di masa paceklik.
Triwulan IV 2012
36
mengalami peningkatan berkat kondisi perairan yang relatif kondusif untuk kegiatan
penangkapan ikan, terutama di wilayah Sulampua dan Balnustra.
Sementara itu, sektor pertambangan diperkirakan tumbuh terbatas. Sektor pertambangan
relatif belum menunjukkan perbaikan yang berarti, diperkirakan tumbuh sebesar 1,1%
(yoy), relatif sama dibandingkan periode sebelumnya sebesar 1,1% (yoy). Terbatasnya
kinerja sektor pertambangan terutama diakibatkan oleh belum kunjung pulihnya
permintaan negara mitra dagang akan komoditas tambang, terutama batubara, ke tingkat
yang diharapkan yang dipengaruhi oleh masih lesunya kondisi perekonomian global.
Sementara dari sisi produksi, melambatnya sektor pertambangan dipengaruhi oleh faktor
yang lebih bervariasi. Secara wilayah, Kalimantan mencatatkan pelambatan kinerja sektor
tambang sebesar 1,7%(yoy), lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar
6,3%(yoy). Sementara Balnustra masih berada pada fase kontraksi dengan pertumbuhan
sebesar -20,7%(yoy). Sulampua merupakan satu-satunya wilayah yang mampu mencatat
peningkatan sektor tambang dengan pertumbuhan 8,3%(yoy).
Produksi batubara yang berpusat di Kalimantan diperkirakan hanya tumbuh 0,16%(yoy),
lebih rendah dibandingkan triwulan sebelumnya sebesar 6,28%(yoy). Meskipun produksi
sempat terganggu oleh curah hujan yang tinggi di Kaltim dan Kalsel, namun pelambatan
yang terjadi justru disebabkan terutama oleh pesimisme pelaku pertambangan akan kondisi
pasar yang masih lesu, tercermin dari pemulihan harga batubara internasional yang berjalan
sangat lambat.Sementara pertambangan tembaga dan emas mengalami tantangan berupa
semakin rendahnya kualitas konsentrat seperti yang dihadapi oleh PT. Freeport. Khusus
tembaga, pelambatan kinerja produksi PT. Newmont Nusa Tenggara juga diakibatkan oleh
tertundanya rencana perluasan tambang selama triwulan laporan.
Sektor industri pengolahan diperkirakan mengalami perbaikan setelah sebelumnya
mengalami kontraksi pertumbuhan hingga sebesar -2,07% (yoy). Pada triwulan laporan,
sektor industri pengolahan di KTI diperkirakan tumbuh sebesar 1,27% (yoy). Perbaikan
kinerja sektor ini terutama dipengaruhi oleh perkembangan industri pengolahan minyak
kelapa sawit yang cenderung membaik selama triwulan laporan, terindikasi dari hasil
produksi yang semakin bergerak ke arah pertumbuhan positif.
Sektor Perdagangan Hotel dan Restoran (PHR) mencatatkan pertumbuhan yang relatif
tinggi selama triwulan IV-2012, yakni diperkirakan sebesar 7,9% (yoy). Terjaganya kinerja
PHR terutama ditopang oleh wilayah Sulampua yang mengalami pertumbuhan sektoral
dari 10,5%(yoy) menjadi 11,01%(yoy) selama triwulan laporan. Selain itu Balnustra juga
mencatatkan pertumbuhan PHR yang relatif terjaga, yaitu dari 6,63% (yoy) menjadi
6,39%(yoy) selama triwulan laporan. Sejalan dengan siklus bisnis tahunannya, musim
liburan akhir tahun dan relatif tingginya frekuensi penyelenggaraan aktivitas MICE
(meeting, incentives, conference, and exhibition) menjelang akhir tahun anggaran 2012
merupakan penyebab utama terjaganya kinerja sektor PHR selama triwulan laporan.
Kunjungan wisatawan mancanegara tercatat relatif stabil di Balnustra, namun mengalami
peningkatan di Sulampua seiring penyelenggaraan beberapa event tingkat internasional.
Triwulan IV 2012
37
Grafik V.1
Tingkat Hunian Hotel Sulampua
Grafik V.2
Tingkat Hunian Hotel Balnustra
Sumber: BPS, diolah Sumber: BPS, diolah
Grafik V.3
Kunjugan Wisman Sulampua
Grafik V.4
Kunjungan Wisman Balnustra
Sumber: BPS, diolah Sumber: BPS, diolah
Dari sisi penawaran, konsumsi mencatatkan pertumbuhan yang meningkat, dari 5,8%
(yoy) di triwulan III 2012 menjadi 6,1% (yoy) pada triwulan IV 2012. Menguatnya
konsumsi tersebut ditopang oleh masih tingginya konsumsi masyarakat maupun
pemerintah, terutama di Sulampua yang mencatatkan peningkatan konsumsi dari 6,3%(yoy)
pada triwulan III 2012 menjadi 7,2%(yoy). Sementara pertumbuhan konsumsi di Kalimantan
dan Balnustra cenderung melambat, meskipun masih terjaga di level yang relatif tinggi,
masing-masing sebesar 5,8%(yoy) dan 3,4%(yoy) selama triwulan laporan.
Secara umum masih tingginya kinerja konsumsi terutama digerakkan oleh faktor
musiman natal, tahun baru hijriah, dan tahun baru masehi. Khusus wilayah Sulampua,
pelaksanaan pilkada di enam wilayah administrasi pemerintahan, antara lain Prov. Sultra,
Kab. Minahasa, Kota Bau-Bau, Kab. Kolaka, Kab. Takalar, dan Kab. Polewali Mandar juga
turut mendorong aktivitas konsumsi. Sementara kinerja konsumsi di Kalimantan dan
Balnustra lebih banyak ditopang oleh masih relatif tingginya optimisme masyarakat dan
akselerasi dari realisasi APBD tahun anggaran 2012 yang akan berakhir pada triwulan
laporan.
Triwulan IV 2012
38
Tabel V.2 Pertumbuhan Ekonomi KTI di Sisi Permintaan (%, yoy)
Sumber : BPS, diolah
Keterangan : *) Angka Proyeksi
Selama triwulan laporan, kinerja investasi juga tumbuh melambat dibandingkan
triwulan sebelumnya, yaitu tumbuh menjadi 8,7% (yoy) dari triwulan sebelumnya
tumbuh sebesar 12,4% (yoy). Khusus di kalimantan, melambatnya investasi diperkirakan
karena beberapa produsen sektor pertambangan menunda investasi seiring prospek
permintaan komoditas yang masih belum sepenuhnya pulih. Meskipun demikian investasi
di sektor lainnya diperkirakan masih berlanjut, seperti yang terjadi di Sulampua. Selama
triwulan IV-2012 tercatat investasi di sektor konstruksi dan listrik masih relatif tinggi,
seperti pembangunan Bandara Mutiara (Sulteng), Bandara Miangas (Sulut), PLTU Molotabu
dan PLTU Botubarani (Gorontalo), PLTA Sulewana (Sulteng), dan PLTU Bosowa (Sulsel).
Sementara meningkatnya investasi di balnustra lebih didorong oleh proyek program
pemerintah MP3EI yang diperkirakan semakin terakselerasi selama triwulan IV 2012.
Grafik V.5 Impor Barang Modal Sulampua
Grafik V.6 Impor Barang Modal Kalimantan
Kinerja net-ekspor KTI selama triwulan laporan diperkirakan masih mengalami
kontraksi. Pertumbuhan net-ekspor sebesar -7,2% (yoy), sedikit lebih kecil dibandingkan
periode sebelumnya yang sebesar -19,0% (yoy). Perbaikan kinerja net ekspor terutama
berkat adanya peningkatan ekspor di Sulampua yang sebelumnya mengalami kontraksi -
6,47%(yoy) menjadi 4,23%(yoy). sedangkan Kalimantan justru mencatat perlambatan dari
1,73%(yoy) menjadi 1,27%(yoy). Di sisi lain, Balnustra justru masih mengalami kontraksi
ekspor selama triwulan laporan. Perbaikan kinerja diperkirakan karena adanya beberapa
eksportir yang mulai melakukan diversifikasi pasar setelah permintaan di negara mitra
dagang utama, yaitu China, India, dan Jepang mengalami stagnasi. Selain itu, eksportir di
wilayah Sulampua terindikasi meningkatkan pemenuhan pengiriman sesuai dengan target
kontrak tambang yang telah disepakati sebelumnya dengan pihak manca negara.
Triwulan IV 2012
39
Tidak berbeda jauh dengan ekspor, kinerja impor juga mencatatkan pelambatan selama
triwulan triwulan laporan, dari 7,0%(yoy) pada triwulan III 2012 menjadi 5,2%(yoy)
selama triwulan IV 2012. Hingga saat ini, impor untuk KTI lebih banyak didominasi oleh
komoditas barang modal yang terdiri atas alat-alat berat yang merupakan fasilitas produksi
maupun alat transportasi sektor pertambangan maupun perkebunan. Relatif lesunya pasar
internasional diperkirakan telah menyebabkan para produsen tambang dan perkebunan
menunda impor barang modal.
Grafik V.7 Perkembangan Ekspor Sulampua
Grafik V.8 Perkembangan Ekspor Kalimantan
Grafik V.9 Perkembangan Impor Sulampua
Grafik V.10 Perkembangan Impor Kalimantan
B. INFLASI
Laju inflasi KTI pada triwulan IV 2012 sebesar 5,24% (yoy), lebih tinggi dibanding
triwulan sebelumnya yang sebesar 5,06% (yoy). Inflasi tersebut lebih tinggi dibandingkan
nasional yang hanya 4,3% (yoy). Inflasi di KTI diwarnai oleh peningkatan tekanan di
Wilayah Kalimantan dan Sulampua, sementara tekanan inflasi di Balnustra mengalami
penurunan. Inflasi tertinggi berada di Kalimantan yakni 5,83% (yoy).
Inflasi tertinggi di KTI terjadi di Maluku (6,73%), Kalimantan Barat (6,19%), NTB dan
Sulawesi Utara (6,04%). Sementara provinsi dengan inflasi terendah tercatat Sulawesi Barat
(3,28%), Maluku Utara (3,29%), dan Nusa Tenggara Barat (4%). Tingginya inflasi di Maluku
diakibatkan oleh berkurangnya pasokan ikan segar dan bumbu-bumbuan serta
melambungnya harga bahan bangunan. Sementara itu, kenaikan inflasi di Sulawesi Barat
terutama dipicu oleh kenaikan harga gula pasir serta lonjakan harga angkutan udara jelang
liburan sekolah. Kondisi yang hampir serupa juga dialami provinsi Sulawesi Utara. Seiring
Triwulan IV 2012
40
dengan perayaan hari besar keagamaan (Natal), intensitas permintaan selama bulan
Desember 2012 meningkat sayangnya peningkatan ini belum bisa direspons oleh
peningkatan suplai khususnya untuk komoditas dari luar wilayah seperti bumbu-bumbuan.
Grafik V.11
Perkembangan Inflasi KTI
Grafik V.12
Selisih Inflasi Provinsi terhadap Nasional
Sumber: BPS, diolah Sumber: BPS, diolah
Tekanan inflasi terutama didorong oleh volatile food yang meningkat dari 6,68% (yoy)
pada triwulan IV-2012 menjadi 7,39% (yoy) di triwulan laporan. Kenaikan ini terutama
didorong oleh kenaikan harga daging ayam ras, bumbu-bumbuan dan ikan segar.
Meningkatnya harga pakan ternak ayam seiring meningkatnya harga jagung dan gandum di
pasar internasional serta serangan virus flu burung di beberapa sentra produksi
menyebabkan harga komoditas ini melambung. Sementara itu, tingginya curah hujan dan
tingginya gelombang laut yang merupakan faktor musiman menyebabkan berkurangnya
pasokan bumbu-bumbuan dan ikan segar.
Grafik V.13 Perkembangan Harga Daging Ayam Ras
Grafik V.14 Perkembangan Harga Emas Perhiasan
10,000
15,000
20,000
25,000
30,000
35,000
40,000
Jan
-10
Fe
b-1
0
Ma
r-1
0
Ap
r-1
0
Ma
y-…
Jun
-10
Jul-
10
Au
g-1
0
Se
p-1
0
Oc
t-1
0
No
v-1
0
De
c-1
0
Jan
-11
Fe
b-1
1
Ma
r-1
1
Ap
r-1
1
Ma
y-…
Jun
-11
Jul-
11
Au
g-1
1
Se
p-1
1
Oc
t-1
1
No
v-1
1
De
s-…
Jan
-12
Fe
b-1
2
Ma
r-1
2
Ap
r-1
2
Ma
y-…
Jun
-12
Jul-
12
Au
g-1
2
Se
p-1
2
Oc
t-1
2
No
v-1
2
De
c-1
2
Rp/Kg
256,000
306,000
356,000
406,000
456,000
506,000Rp/g
Selain inflasi volatile food, kenaikan inflasi juga didorong oleh meningkatnya inflasi
inti. Inflasi inti tercatat 4,98% (yoy), sedikit lebih tinggi dari triwulan sebelumnya sebesar
4,97% (yoy). Meningkatnya tekanan inflasi inti, terutama dipengaruhi oleh kenaikan harga
bahan bangunan serta gula pasir. Harga bahan bangunan meningkat seiring tingginya
permintaan pada triwulan laporan. Sementara itu, kenaikan harga gula pasir dipengaruhi
oleh efek pembatasan impor raw sugar. Pembatasan ini menyebabkan PT Makassar Tene
Triwulan IV 2012
41
hanya dapat memproduksi dalam jumlah terbatas sehingga menggangu ketersediaan
pasokan di Kalimantan dan Sulampua. Peningkatan tekanan inflasi inti juga disebabkan oleh
kenaikan angkutan udara seiring meningkatnya permintaan pada masa liburan sekolah.
Sementara itu, turunnya harga emas di pasar internasional diikuti oleh penurunan harga
komoditas tersebut di pasar lokal sehingga menjadi faktor pengendali inflasi inti pada
triwulan laporan.
Sementara itu tekanan administered price relatif menurun, yaitu dari 3,21% (yoy) menjadi
3,13% (yoy). Hal ini dipengaruhi oleh pasokan gas LPG yang relatif lebih lancar serta proses
konversi minyak tanah yang telah selesai. Belum adanya kebijakan strategis yang
mempengaruhi harga menyebabkan inflasi administered cenderung stabil.
Grafik V.15
Perkembangan Harga Gula Pasir
Grafik V.16
Perkembangan Bawang Merah
6,000
7,000
8,000
9,000
10,000
11,000
12,000
13,000
14,000
15,000
Ja
n-1
0
Fe
b-1
0
Ma
r-1
0
Ap
r-1
0
Ma
y-1
0
Ju
n-1
0
Ju
l-1
0
Au
g-1
0
Se
p-1
0
Oc
t-1
0
No
v-1
0
De
c-1
0
Ja
n-1
1
Fe
b-1
1
Ma
r-1
1
Ap
r-1
1
Ma
y-1
1
Ju
n-1
1
Ju
l-1
1
Au
g-1
1
Se
p-1
1
Oc
t-1
1
No
v-1
1
De
s-2
01
1
Ja
n-1
2
Fe
b-1
2
Ma
r-1
2
Ap
r-1
2
Ma
y-1
2
Ju
n-1
2
Ju
l-1
2
Au
g-1
2
Se
p-1
2
Oc
t-1
2
No
v-1
2
De
c-1
2
Rp/Kg GULA PASIR
C. ASESMEN PERBANKAN
Dari sisi perbankan, fungsi intermediasi masih menunjukkan perkembangan yang
menggembirakan. Peningkatan fungsi intermediasi ini diiringi dengan risiko kredit yang
masih sangat terjaga meskipun ada kenaikan tipis khususnya pada sektor pertambangan. Di
lain sisi, simpanan masih menunjukkan pertumbuhan yang tinggi walaupun melambat.
Penghimpunan dana dari masyarakat dalam bentuk Dana Pihak Ketiga (DPK) tumbuh
melambat dari 23,66% menjadi 11,89% (yoy). Melambatnya pertumbuhan DPK terutama
dipengaruhi oleh melambatnya pertumbuhan giro dan tabungan. Meningkatnya realisasi
pembangunan infrastruktur oleh pemerintah daerah telah mempengaruhi pertumbuhan
giro yang tumbuh melambat dari 33,11% (yoy) menjadi 22,23% (yoy). Sementara itu,
periode liburan sekolah telah meningkatkan intensitas konsumsi masyarakat KTI sehingga
penarikan simpanan dalam bentuk tabungan meningkat. Pada periode laporan tabungan
tercatat hanya tumbuh 4,14% (yoy) setelah pada triwulan sebelumnya pertumbuhannya
mencapai 23,57% (yoy).
Penyaluran kredit di KTI masih terus tumbuh tinggi. Pertumbuhan kredit pada triwulan
IV mencapai 25,69% (yoy), lebih tinggi dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh
24,58% (yoy). Porsi penyaluran kredit masih didominasi oleh kredit konsumsi dengan share
45,12%, diikuti modal kerja (35,26%) dan investasi (19,62%). Pada triwulan laporan,
Triwulan IV 2012
42
peningkatan pertumbuhan terjadi pada jenis modal kerja dan konsumsi, masing-masing
tumbuh 24,73% dan 26,31% (yoy), meningkat dibanding triwulan sebelumnya yang tumbuh
21,67% dan 24,93% (yoy). Meningkatnya pertumbuhan kredit modal kerja seiring dengan
meningkatnya pertumbuhan kredit di sektor perdagangan seiring meningkatnya aktivitas
perdagangan eceran pada akhir tahun dan konstruksi seiring dengan meningkatnya target
realisasi pembangunan. Sementara itu penyaluran kredit konsumsi cenderung meningkat
seiring dengan meningkatnya konsumsi masyarakat pada triwulan laporan.
Tabel V.3 Indikator Perbankan KTI
Komponen2011 2012
I II III IV I II III NovemberAsset (Rp Triliun) 357.39 382.80 408.47 429.73 458.20 492.74 516.00 518.24
g Asset (%, yoy) 23.89 22.12 25.75 25.80 28.21 28.72 26.33 23.46
DPK (Rp Triliun) 272.06 288.62 307.15 328.12 343.58 365.00 373.44 348.91g DPK (%, yoy) 19.30 19.58 23.52 26.16 26.29 26.46 23.66 11.89
Giro 66.62 72.50 75.67 70.10 88.69 93.93 96.38 90.61Tabungan 130.76 137.11 145.26 172.25 161.08 173.22 178.35 158.11Deposito 74.68 79.01 86.22 85.77 93.81 97.85 98.71 100.19
Kredit (Rp Triliun) 219.75 237.74 251.52 265.55 274.33 298.11 311.52 323.71g Kredit (%, yoy) 30.88 29.66 28.71 26.69 24.84 25.39 24.58 25.30
Modal Kerja 79.53 86.16 91.31 95.98 97.83 111.31 109.83 114.15Investasi 38.75 43.66 47.84 52.18 54.66 58.69 61.37 63.51Konsumsi 101.47 107.92 112.36 117.39 121.84 128.12 140.31 146.04
Kredit UMKM (Rp Triliun) 79.16 83.65 89.05 94.43 95.91 106.38 102.10 105.95g Kredit UMKM (%, yoy) 11.77 7.60 27.07 27.61 21.16 27.18 15.53 15.46
Pangsa Kredit UMKM (%) 36.02 35.19 35.40 35.56 34.96 35.69 32.78 32.74
LDR Lokasi Bank (%) 80.77 82.37 81.89 80.93 79.84 81.67 83.42 92.78
NPL (%) 2.63 2.63 2.59 1.99 2.15 2.01 1.98 2.01NPL UMKM (%) 4.03 4.24 4.03 2.98 3.21 3.04 3.10 3.13
Sumber : Bank Indonesia Keterangan : *) Angka November 2012
Pertumbuhan kredit sektor pertambangan masih tinggi yakni mencapai 23,11% (yoy).
Meski demikian, masih terbatasnya kinerja di sektor pertambangan menahan peningkatan
lebih lanjut pertumbuhan kredit ke sektor ini. Di samping itu, kondisi yang serupa juga
terjadi pada sektor-sektor pendukung tambang batubara seperti usaha pengangkutan
batubara dan sewa menyewa alat berat. Hal ini terkonfirmasi dari kredit ke sektor
transportasi dan dunia usaha yang tumbuh melambat dari 40,6% (yoy) menjadi 38,07% (yoy)
untuk sektor transportasi dan 29,45% (yoy) menjadi 25,17% (yoy) untuk sektor jasa dunia
usaha.
Berbeda dengan perkembangan kredit secara umum, kredit untuk debitur UMKM
tumbuh positif namun melambat dari 15,53% (yoy) menjadi 15,46% (yoy). Perlambatan
tersebut terutama disebabkan oleh menyusutnya penyaluran kredit ke sektor pertambangan
Triwulan IV 2012
43
(khususnya batubara) sebesar -14,54% (yoy) setelah pada triwulan sebelumnya juga
menyusut sebesar -9,14% (yoy). Pelaku usaha tambang batubara skala kecil dan menengah
memang menjadi salah satu usaha yang paling merasakan efek negatif krisis ekonomi
global. Perlambatan juga dialami oleh sektor pertanian seiring dengan harga karet, kelapa
sawit, dan kokoa yang masih rendah di pasar internasional. Kredit UMKM ke sektor
pertanian tercatat tumbuh melambat dari 44,22% (yoy) menjadi 31,55% (yoy).
Grafik V.17
Pertumbuhan Kredit per Jenis Penggunaan
Grafik V.18
Porsi Penyaluran Kredit Sektoral
0.00%
10.00%
20.00%
30.00%
40.00%
50.00%
60.00%
1 2 3 4 1 2 3 4*
2011 2012
Kredit Modal Kerja Investasi KonsumsiPertanian
6%
Tambang1%
Industri3%
LGA0%
Konstruksi5%
PHR26%
Transportasi3%
Jasa Dunia Usaha
5%Jasa sosial
3%
Lainnya
48%
Dengan perkembangan tersebut, proses intermediasi yang dilakukan oleh perbankan di KTI
juga semakin meningkat. Hal tersebut tercermin dari Loan-to-Deposit-Ratio (LDR)
berdasarkan lokasi bank meningkat dari 83,42% menjadi 92,78%. Sementara itu,
berdasarkan lokasi proyek LDR meningkat dari 106,12% menjadi 110,92%. Delta antara LDR
lokasi proyek dengan lokasi bank yang mencapai 18,14% menunjukkan bahwa wilayah KTI
mampu menarik dana dari kantor pusat bank yang berada di luar wilayah KTI untuk
pembiayaan kebutuhan aktivitas perekonomian di wilayah KTI. LDR tertinggi berdasarkan
lokasi bank berada di Gorontalo yang mencapai 180,31%, sementara LDR terendah berada di
Papua dengan LDR 47,98%.
Di tengah meningkatnya fungsi intermediasi, kualitas kredit yang disalurkan juga terjaga di
level yang rendah walaupun ada indikasi kenaikan risiko kredit dalam level yang sangat
rendah. NPL tercatat meningkat dari 1,98% menjadi 2,01%. Kenaikan risiko kredit ini masih
terkait dengan kondisi pertambangan di KTI yang sedang lesu. Beberapa responden pelaku
usaha (liaison BI) khususnya tambang batubara skala kecil dan menengah mengakui bahwa
mereka mulai mengalami kesulitan keuangan. NPL sektor pertambangan tercatat
mengalami kenaikan dari 2,64% menjadi 2,70%.
Kinerja efisiensi operasional bank di KTI yang tercermin pada Rasio Beban Operasional
terhadap Pendapatan Operasional (BOPO) pada triwulan IV 2012 tercatat sebesar 77,34%,
lebih rendah dibanding triwulan sebelumnya yang tercatat 77,74% sehingga dapat dikatakan
bahwa perbankan KTI relatif lebih efisien. Sementara itu kemampuan perbankan KTI untuk
menghasilkan keuntungan masih mengalami peningkatan yang terindikasi dari Net Interest
Margin (NIM) tercatat meningkat dari 9,19% menjadi 9,21%.
Triwulan IV 2012
44
D. PROSPEK PEREKONOMIAN
Prospek perekonomian kedepan diperkirakan tetap tinggi namun sedikit melambat,
dengan perkiraan pertumbuhan ekonomi di kisaran 5,36%±1% (yoy). Melambatnya
pertumbuhan ekonomi terutama terjadi di Wilayah Kalimantan dan Sulampua di mana
usaha pendukung sektor utama seperti pengangkutan dan perdagangan masih lesu seiring
belum pulihnya kondisi perekonomian global. Dari sisi permintaan, konsumsi rumah tangga
dan investasi swasta (PMTB) juga diprediksi sedikit melambat.
Kondisi perekonomian di triwulan I 2013 diperkirakan mengalami perlambatan karena
pengaruh sektor pengangkutan, konstruksi, dan perdagangan. Masih lesunya permintaan
eksternal batubara dan komoditas tambang lainnya menyebabkan sektor pengangkutan dan
perdagangan (trader komoditas tambang) melambat. Selain itu, berakhirnya puncak
konsumsi masyarakat pasca pekan liburan sekolah dan tahun baru akan mempengaruhi
pertumbuhan sektor PHR pada triwulan mendatang khususnya usaha perdagangan eceran
dan perhotelan. Sementara itu, curah hujan yang tinggi serta siklus awal periode anggaran
Pemda akan mempengaruhi perkembangan sektor konstruksi.
Sementara itu, kinerja sektor primer yakni pertanian dan pertambangan diperkirakan
sedikit membaik. Sektor pertanian akan terdorong oleh meningkatnya panen padi pada
bulan Maret 2013 di Sulampua dan Balnustra. Sementara itu, optimisme para pelaku
tambang terhadap membaiknya kondisi ekonomi global pada semester II 2013 direspon
dengan meningkatnya aktivitas produksi khususnya pada tambang-tambang skala besar.
Kondisi PT. Freeport yang semakin kondusif (pasca pemogokan tenaga kerja di awal tahun
2012) juga diperkirakan mendorong meningkatnya sektor pertambangan KTI triwulan
mendatang.
Di sisi permintaan, melambatnya perekonomian triwulan I 2013 terutama dipengaruhi
oleh perkembangan konsumsi rumah tangga dan PMTB. Pasca liburan sekolah serta
perayaan Natal dan Tahun Baru, masyarakat KTI diperkirakan akan mengurangi intensitas
konsumsinya. Rencana akan dinaikkannya TDL, tarif PDAM, cukai rokok, dan LPG pada
waktu yang berdekatan diperkirakan meningkatkan motif berjaga-jaga dari masyarakat.
Sementara itu, sektor swasta akan menunggu kepastian implementasi kebijakan tersebut
sehingga mempengaruhi laju investasi di KTI pada awal tahun 2013.
Tekanan inflasi di triwulan I 2013 diperkirakan menurun dan berada di kisaran
4,91%±1%. Penurunan tekanan inflasi tersebut terutama dipengaruhi oleh optimisme
wilayah Sulampua dan Balnustra terhadap produksi padi pada bulan Maret 2013 (akhir
triwulan I 2013) yang akan meningkat sehingga komoditas beras diperkirakan mengalami
penurunan harga. Dari sisi permintaan, seluruh wilayah di KTI juga memperkirakan bahwa
intensitas permintaan akan relatif lebih rendah seiring berakhirnya masa liburan sekolah.
Lebih lanjut, perlu diwaspadai pula hal-hal yang dapat mengancam inflasi kedepan sebagai
berikut:
Triwulan IV 2012
45
Rencana kenaikan TDL, cukai rokok, LPG, serta tarif PDAM diperkirakan akan
meningkatkan inflasi administered yang diikuti kenaikan komoditas lainnya khususnya
dari kelompok makanan jadi dan perumahanm
Ekspektasi masyarakat terindikasi meningkat yang terkonfirmasi dari hasil survei
konsumen di mana rata-rata IEK meningkat dari 136,53 pada triwulan III 2012 menjadi
136,66 pada triwulan lapoan
Gangguan pasokan diperkirakan terjadi di Kalimantan dan Sulampua pada Januari 2013
karena tingginya gelombang di beberapa wilayah perairan