8/17/2019 TUBES Drainase & P. Limbah
1/84
i
TUGAS BESAR
Perencanaan Sistem Jaringan Drainase dan Pengolahan Limbah
Perumahan Permata Arcadia Cimanggis Depok
Disusun oleh :
1. Anisa Triana 3112120034
2. Asnan Syahbudin Harahap 3112120053
3. Wenty Asmara 3112120048
TEKNIK KONSTRUKSI SIPIL
TEKNIK SIPIL
POLITEKNIK NEGERI JAKARTA
DEPOK
2015
8/17/2019 TUBES Drainase & P. Limbah
2/84
ii
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga Tugas Besar Drainase dan Pengolahan Limbah ini
dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Adapun tugas ini dimaksudkan untuk
memenuhi syarat nilai mata kuliah Drainase dan Pengolahan Limbah pada semester
VI, dimana tugas ini lebih di titik beratkan kepada penerapan teori dan
pengaplikasiannya di lapangan.
Laporan Tugas Besar ini tidak akan terlaksana tanpa adanya bantuan dari
berbagai pihak yang telah mendukung dalam penulisan laporan ini. Oleh karena itu
ucapan terima kasih ditujukan kepada:
1. Orang tua yang selalu memberikan dukungan baik moral maupun material.
2. Bapak Ir. Drs. Jasuri Sa’at, M.T. selaku pembimbing.
3. Berbagai pihak yang tidak bisa disebutkan satu-persatu namanya yang telah
membantu dalam penyelesaian laporan ini.
Kami menyadari bahwa dalam Laporan Tugas Besar ini masih banyak
kekurangan. Oleh karena itu kritik dan saran yang bersifat membangun sangat
diharapkan agar Laporan Tugas Besar ini dapat bermanfaat bagi semua pihak dan
dapat menjadi pedoman nantinya di dunia kerja.
Depok, Juni 2015
Penyusun
8/17/2019 TUBES Drainase & P. Limbah
3/84
iii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ......................................................................................... ii
DAFTAR ISI ...................................................................................................... iii
LEMBAR PEMBATAS ....................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................1
1.2 Tujuan Penulisan ................................................................................... 2
1.3 Permasalahan .........................................................................................2
1.4 Pembatasan Masalah ..............................................................................2
1.5 Sistematika Penulisan ............................................................................3
BAB II DASAR TEORI ...................................................................................... 4
2.1 Pengertian Drainase ............................................................................... 4
2.2 Tujuan drainase .....................................................................................5
2.3 Jenis Drainase ........................................................................................5
2.4 Klasifikasi Sistem Drainase Perkotaan ................................................... 7
2.5 Green Infrastruktur ................................................................................ 8
2.6 Faktor Penting Perancangan Sistem ..................................................... 13
2.7 Siklus Hidrologi................................................................................... 14
2.8 Hujan ...................................................................................................15
2.9 Pemilihan Bentuk Saluran .................................................................... 29
BAB III DATA PERENCANAAN .................................................................... 37
3.1 Data Curah Hujan ................................................................................ 37
3.2 Data Lapangan ..................................................................................... 38
BAB IV ANALISIS PERHITUNGAN .............................................................. 39
4.1 Gambar Layout .................................................................................... 39
4.2 Penomoran Titik Tujuan (Node) .......................................................... 39
4.3 Pembagian Zona Tangkapan (Catchment Area) ................................... 40
4.4 Analisis Perhitungan ............................................................................ 40
BAB V PENUTUP ............................................................................................58
5.1 Kesimpulan .........................................................................................58
5.2 Saran ...................................................................................................58
LEMBAR PEMBATAS ..................................................................................... 57
BAB I PENDAHULUAN ..................................................................................58
8/17/2019 TUBES Drainase & P. Limbah
4/84
iv
1.1 Latar Belakang .................................................................................... 58
1.2 Tujuan Penulisan ................................................................................. 58
1.3 Permasalahan .......................................................................................58
1.4 Pembatasan Masalah ............................................................................ 59
1.5 Sistematika Penulisan .......................................................................... 59
BAB II DASAR TEORI .................................................................................... 60
2.1 Air Limbah ..........................................................................................60
2.2 Analisa Debit dan Dimensi .................................................................. 73
BAB III DATA PERENCANAAN .................................................................... 73
3.1 Data Jumlah Penduduk ........................................................................ 75
3.2 Data Lapangan ..................................................................................... 75
BAB IV ANALISA DATA PERENCANAAN .................................................. 77
4.1 Perencanaan Saluran Air Limbah ......................................................... 77
BAB V PENUTUP ............................................................................................83
5.1 Kesimpulan .........................................................................................83
5.2 Saran ...................................................................................................83
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 84
8/17/2019 TUBES Drainase & P. Limbah
5/84
v
Perencanaan Sistem Jaringan Drainase
Perumahan Permata Arcadia Cimanggis Depok
8/17/2019 TUBES Drainase & P. Limbah
6/84
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Salah satu sumber utama kehidupan manusia yang harus dijaga
kelestariannya adalah air. Namun, permasalahan air adalah permasalahan yang
tidak kunjung usai. Segala bentuk permasalahan mulai dari sampah, sungai
tercemar, pembuangan limbah di saluran drainase, banjir serta sistemnya patut
dijadikan permasalahan utama dalam kehidupan perkotaan, khususnya sistem
drainase perkotaan. Selain itu faktor pertambahan penduduk juga ikut memberikan
kontribusi dalam permasalahan sistem drainase di perkotaan. Pertumbuhan
penduduk dan pembangunan yang begitu cepat menyebabkan perubahan tata guna
lahan hijau menjadi kawasan pemukiman, industri, perkantoran dan perdagangan.
Dampak yang nyata dari perubahan tata guna lahan tersebut adalah
meningkatnya aliran permukaan sekaligus menurunkan resapan air tanah.
Selanjutnya akibat yang timbul adalah distribusi air yang timpang antara musim
penghujan dengan musim kemarau. Debit banjir meningkat dan ancaman
kekeringan semakin nyata. Bencana banjir maupun kekeringan telah menimbulkan
kerugian yang sangat besar, bahkan juga memakan korban. Segala permasalahan
lingkungan tersebut merupakan tanggung jawab kita yang harus diselesaikan
bersama.
Berdasarkan siklus air, air hujan turun ke bumi kemudian meresap di dalam
tanah. Air yang meresap ke dalam tanah ini akan mengalir menuju hilir. Sedangkan
air hujan yang tidak dapat meresap ke dalam tanah, melimpas, menjadi genangan
di permukaan atau mengalir ke sungai. Air sungai mengalir menuju hilir atau
bermuara di lautan. Siklus ini akan terus berulang hingga air dari penguapan laut
turun kembali sebagai hujan. Siklus air alami ini tidak akan menyebabkan
permasalahan ketika air tidak ”diganggu” alirannya. Gangguan ini dapat berupa
pembatasan gerak air, pencemaran lingkungan atau juga pengurangan jumlah air
yang meresap ke tanah. Namun, permasalahan saat ini adalah keterbatasan dalam
penyediaan jumlah air bersih. Hal ini disebabkan oleh air hujan yang turun ke
permukaan tanah, tidak diberi kesempatan untuk meresap ke dalam tanah sebagai
cadangan air tanah. Akibatnya tanah tidak memiliki cadangan air tanah sehingga
mengakibatkan kekeringan. Sementara itu, saat hujan turun jalan-jalan tergenang
8/17/2019 TUBES Drainase & P. Limbah
7/84
2
oleh air hujan atau bahkan luapan air dari saluran drainase. Hal ini disebabkan
karena penyempitan dan pengurangan saluran drainase akibat meningkatnya
jumlah penduduk. Permasalahan drainase ini juga diperparah oleh banyaknya
sedimentasi tanah dan sampah di saluran drainase dan sungai. Oleh karena itu,
kami akan membahas mengenai prosedur mendesain drainase perkotaan dengan
sistem gravitasi khususnya di daerah Tangerang.
1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan pembuatan Laporan Tugas Besar ini diantaranya:
1) Sebagai salah satu tugas dari mata kuliah “Drainase dan Pengolahan Air
Limbah” pada Semester VI.
2) Mampu menjelaskan tahapan-tahapan dalam merencanakan drainase sistem
gravitasi.
3) Mampu menganalisa dan melakukan perhitungan dalam menentukan tipe dan
dimensi saluran drainase.
1.3 Permasalahan
Topik permasalahan yang akan dibahas dalam Laporan Tugas Besar ini adalah :
1)
Bagaimana cara menentukan aliran drainase berdasarkan kontur yang ada.
2) Bagaimana cara menentukan dimensi saluran drainase berdasarkan curah
hujan dan catchment area yang telah ada.
1.4 Pembatasan Masalah
Dalam Laporan Tugas Besar ini, masalah yang akan dibahas tidak menyeluruh
mengenai sistem drainase perkotaan, melainkan dibatasi pada :
1)
Drainase sistem gravitasi.
2) Saluran drainase sistem terbuka
3) Saluran drainase berbentuk trapezium.
4)
Perhitungan debit rencana.
5) Perhitungan tekanan aliran
8/17/2019 TUBES Drainase & P. Limbah
8/84
3
1.5 Sistematika Penulisan
Sistematika Penulisan pada Laporan Tugas Besar ini adalah sebagai berikut :
HALAMAN JUDUL
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I
Berisi tentang pendahuluan dan gambaran tentang isi dari penulisan.
BAB II
Berisi tentang dasar teori yang digunakan.
BAB III
Berisi tentang data-data yang dibutuhkan untuk menganalisa.
BAB IV
Berisi tentang analisis perhitungan data.
BAB V
Berisi tentang kesimpulan dan saran.
8/17/2019 TUBES Drainase & P. Limbah
9/84
4
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Pengertian Drainase
Drainase adalah suatu ilmu tentang pengeringan tanah ( to drain =
mengosongkan air). Tanah perlu dikeringkan untuk beberapa keperluan, antara
lain pertanian, bangunan, kesehatan, dan landscape. Di dalam usaha
mengeringkan tanah, perlu diperhatikan agar tanah/lahan yang sudah kering tidak
dimasuki/digenangi lagi oleh air dari sekitarnya, baik dari air permukaan maupun
air yang ada di bawah permukaan tanah.
Dengan demikian ada dua macam drainase :
1. Drainase permukaan (surface drainage), untuk mengalirkan air yang ada di atas
tanah ke luar daerah yang akan dikeringkan.
2. Drainase bawah permukaan tanah (subsurface drainage), untuk mengalirkan
air yang masuk ke dalam tanah.
Air yang dibuang ke luar daerah yang akan dikeringkan adalah :
air hujan
air kotor / air limbah rumah tangga
air dari lingkungan sekitar
air limbah dari pabrik / industri
air pembilas (penggelontor)
Pembuangan air atau drainase merupakan usaha preventif (pencegahan)
untuk mencegah terjadinya banjir atau genangan air, serta timbulnya penyakit.
Prinsip dasar pembuangan air (drainase) adalah bahwa air harus secepat mungkin
dibuang dan secara terus-menerus (continue), serta dilakukan seekonomis
mungkin. Drainase perkotaan merupakan usaha untuk mengatasi masalah
genangan air di kota-kota besar maupun kecil.
Drainase kota mayoritas menangani limpasan permukaan yang disebut
drainase permukaan (surface drainage). Adapun limpasan permukaan, mayoritas
bersumber dari limpasan air hujan, juga ada yang bersumber dari buangan air
limbah [air limbah domestic yang umumnya buangan air cucian domestik (grey
water), bahkan ada yang dari air (black water) dan dari air buangan industri].
Keadaan drainase semacam ini disebut sistem drainase campuran. Oleh karena
8/17/2019 TUBES Drainase & P. Limbah
10/84
8/17/2019 TUBES Drainase & P. Limbah
11/84
6
Drainase buatan dibagi menjadi 3 berdasarkan tempatnya, yaitu :
1) Drainase Jalan Raya
Salah satu aspek terpenting dalam perencanaan jalan raya adalah melindungi
jalan dari permukaan air dan air tanah. Genangan air di permukaan jalan
memperlambat laju kendaraan dan memberikan andil terjadinya kecelakaan
akibat permukaan jalan yang licin. Berdasarkan fungsinya drainase jalan
dibedakan menjadi drainase permukaan dan drainase bawah permukaan.
(Suripin, 2004).
a. Drainase Permukaan
Drainase permukaan ditujukan untuk menghilangkan air hujan dari
permukaan jalan sehingga lalu lintas dapat melaju dengan aman dan
efisien, serta untuk menampung air tanah dan air permukaan yang menuju
jalan. Fungsi yang lain adalah untuk membawa air menyeberang alinement
jalan secara terkendali. Fungsi drainase ini memerlukan bangunan drainase
melintang, seperti gorong-gorong dan jembatan. Disamping itu juga untuk
minimalkan penetrasi air hujan ke dalam struktur jalan.
b. Drainase Bawah Permukaan
Drainase bawah permukaan ditujukan untuk mencegah masuknya air
kedalam struktur jalan dan mengeluarkan air dari struktur jalan, sehingga
tidak menimbulkan kerusakan pada jalan.
2) Drainase Lapangan Terbang
Sistem drainase yang memadai untuk membuang air permukaaan dan air dari
bawah permukaan pada lapangan terbang merupakan komponen vital untuk
keselamatan pesawat dan umur peerkerasan. Drainase yang tidak memadai
mengakibatkan terbentuknya gelombang pada perkerasan yang
membahayakan pesawat pada saat tinggal landas maupun mendarat. Drainase
yang tidak baik juga dapat mempercepat kerusakan perkerasan. Drainase
lapangan terbang berfungsi untuk membuang air permukaan dan air bawah
tanah dari lapangan terbang. Selain itu, juga berfungsi untuk intersepsi dan
mengalirkan air permukaan dan air tanah yang berasal dari lapangan terbang.
Berdasarkan fungsinya, drainase lapangan terbang terdiri dari dua bagian,
yaitu drainase permukaan dan drainase bawah permukaan.(Suripin,2004).
8/17/2019 TUBES Drainase & P. Limbah
12/84
7
a. Drainase Permukaan
Drainase permukaan berfungsi untuk menangani air permukaan,
khususnya air yang berasal dari air hujan.
b. Drainase Bawah Permukaan
Drainase bawah permukaan berfungsi untuk membuang air dari base
course dan air bawah permukaan, serta menerima dan membuang air dari l
lapisan tembus air.
3) Drainase Lapangan Olahr aga
Drainase lapangan olahraga direncanakan berdasarkan infiltrasi atau resapan
air hujan pada lapisan tanah, dan tidak boleh terjadi genangan air. Batas antara
keliling lapangan sepakbola dengan jalur atletik harus memiliki collector drain.
Menurut Konstruksi
1) Salur an Terbuka
yaitu sistem saluran yang biasanya direncanakan hanya untuk menampung dan
mengalirkan air hujan, namun pada umumnya sistem saluran ini berfungsi
sebagai saluran campuran. Pada pinggiran kota, saluran terbuka ini biasanya
tidak diberi lining (lapisan pelindung). Akan tetapi, saluran terbuka di dalam
kota harus diberi lining dengan beton, mansory (pasangan batu).
2)
Saluran Tertutup
yaitu saluran untuk air kotor yang mengganggu kesehatan lingkungan. Sistem
drainase ini baik untuk diterapkan di daerah perkotaan, terutama dengan
tingkat penduduk yang tinggi.
Menurut Fungsi
1) Single Purpose
yaitu saluran yang berfungsi untuk mengalirkan satu jenis air buangan saja.
2)
Multi Purpose
yaitu saluran yang berfungsi untuk mengalirkan beberapa jenis buangan, baik
secara bercampur maupun bergantian.
2.4
Klasifikasi Sistem Drainase Perkotaan
Sistem drainase perkotaan diklasifikasikan saluran menjadi empat, yaitu:
1. Drainase Primer
Drainase primer adalah saluran drainase yang menghubungkan antara drainase
sekunder dengan sungai
8/17/2019 TUBES Drainase & P. Limbah
13/84
8
2. Drainase Sekunder
Drainase sekunder adalah saluran drainase yang menghubungkan saluran
tersier dengan saluran primer (dibangun dari beton/plesteran semen)
3. Drainase Tersier
Drainase tersier adalah saluran drainase yang menghubungkan saluran kuarter
dengan saluran sekunder
4. Drainase Kuarter
Drainase kuarter adalah saluran drainase untuk mengalirkan limbah rumah
tangga menuju saluran sekunder, berupa plesteran, pipa dan tanah
2.5 Green Infrastruktur
Merupakan konsep/strategi perencanaan yang tetap mempertahankan proses
alamiah ekologi kawasan, konservasi udara, dan sumber air tanpa menimbulkan
degradasi sumber-sumber alam dalam jangka panjang dan memberikan kontribusi
pada kesehatan dan tingkat kesejahteraan masyarakat/pemukim. Konsep Green
Infrastruktur dapat diaplikasikan melalui beberapa infrastruktur drainase yang
berbeda dengan infrastruktur konvensional, antara lain:
1. Saluran drainase standar & swales
2.
Kolam retensi
3. Sistem bioretensi
4. Parit infiltrasi
1. Saluran Drainase Standar dan Swales
a. Saluran Standar Tanpa Perkerasan
8/17/2019 TUBES Drainase & P. Limbah
14/84
8/17/2019 TUBES Drainase & P. Limbah
15/84
10
c. Dry Swale
Struktur berupa saluran yang diberi vegetasi serta lapisan filter di dasar
saluran untuk mencegah lapisan tanah terbawa oleh aliran air. Karena
kondisinya yang hampir selalu kering, struktur ini baik untuk digunakan di
daerah permukiman.
Gambar 6. Dry Swale
d.
Wet Swale
Struktur berupa saluran dengan vegetasi pada daerah rawa atau daerah
yang memiliki elevasi muka air tanah yang tinggi. Jika mika air tinggi,
struktur ini tergenang oleh air, sedangkan jika muka air rendah struktur ini
kering.
Gambar 7. Wet Swale
8/17/2019 TUBES Drainase & P. Limbah
16/84
11
2. Kolam Retensi
Kolam Retensi (retention basin) dikenal juga dengan istilah wet pond atau wet
pool, adalah kolam yang digunakan untuk mereduksi kadar polutan yang
terbawa oleh air hujan.
Gambar 8. Kolam Retensi
8/17/2019 TUBES Drainase & P. Limbah
17/84
12
3. Sistem Bioretensi
Merupakan struktur berupa cekungan pada suatu area seperti tempat parkir,
perumahan, dan lain-lain yang menerima limpasan air hujan dari sekelilingnya.
Air limpasan hujan mengalir menuju area bioretensi mengalami penggenangan
di permukaan tanah dan kemudian berangsur-angsur menyerap ke dalam tanah.
Gambar 9. Sistem Bioretensi
8/17/2019 TUBES Drainase & P. Limbah
18/84
13
4. Parit Infiltrasi
Merupakan struktur berupa parit yang diisi oleh agregat batu sehingga
memungkinkan penyerapan limpasan air hujan melalui dinding dan dasar parit.
Air limpasan hujan yang tertampung dalam parit ini diharapkan berangsur-
angsur akan menyerap ke dalam tanah.
Gambar 10. Sistem Parit Infiltrasi
2.6 Faktor Penting Perancangan Sistem
Sistem Pengumpul Air Hujan
1. Kuantitas air yang akan dialirkan tergantung luas daerah dan curah hujan.
2. Air hujan tergantung intensitas hujan, jenis daerah yang akan dilayani.
3. Pembagian daerah pelayanan berdasarkan jenis penggunaannya.
4.
Prinsip alam dalam infiltrasi air hujan masih diharapkan terjadi sehingga
ukuran saluran tidak terlalu besar
5. Jenis bahan penutup permukaan tanah menentukan banyaknya air yang
mengalir dan masuk ke dalam tanah
6. Kualitas air hujan yang dikumpulkan dari atap rumah dan jalan sudah
mengandung bahan pencemar
8/17/2019 TUBES Drainase & P. Limbah
19/84
14
2.7 Siklus Hidrologi
Keberadaan air di alam hampir tidak pernah tetap tinggal berada di suatu
tempat, tetapi akan berpindah dari suatu tempat ke tempat lain menjalani suatu
gerakan/siklus dan pada suatu keadaan tertentu mengalami perubahan bentuk.
Keadaan ini sering disebut dengan istilah siklus hidrologi. Siklus hidrologi terjadi
akibat sifat air yang dapat mengalami perubahan secara fisika menjadi uap, embun,
salju, dan es oleh pengaruh perubahan suhu dan bergerak dari satu tempat ke
tempat lain karena perbedaan tekanan udara, atau dengan kata lain selalu
mengikuti pergerakan udara. Pergerakan air dalam menjalani siklusnya
menunjukkan adanya suatu mekanisme yang tidak tetap dari waktu ke waktu
dimana air berada. Bahkan mungkin untuk suatu daerah yang berdekatanpun
mempunyai siklus hidrologi yang berbeda.
Secara sederhana siklus hidrologi dapat diterangkan dalam gambar
berikut:
Gambar 11. Skema Sederhana Siklus Hidrologi
Air di laut / lautan (1), oleh karena adanya pengaruh radiasi matahari maka
sebagian volume air itu akan menguap. Uap air tersebut dapat terbawa angin
yang semakin tinggi elevasinya akan dipengaruhi suhu udara yang semakin
menurun sehingga terkondensasi menjadi butir-butir air dan terbentuk awan
hujan. Butir-butir itu akan semakin besar, akhirnya jatuh karena gravitasi bumi
dan jadilah hujan (2).
Sebagian air hujan yang jatuh di permukaan bumi akan menjadi aliran
permukaan (surface runoff) (3). Aliran permukaan sebagian akan meresap ke
dalam tanah menjadi aliran bawah permukaan melalui proses infiltrasi (4), dan
perkolasi (5), selebihnya akan terkumpul didalam jaringan alur sungai, sebagai
8/17/2019 TUBES Drainase & P. Limbah
20/84
15
aliran sungai (river flow) (6). Apabila kondisi tanah memungkinkan sebagian
air infiltrasi akan mengalir kembali kedalam sungai, atau genangan lainnya
seperti waduk, danau sebagai interflow (7). Sebagian dari air dalam tanah dapat
muncul kembali kepermukaan tanah sebagai air eksfiltrasi (8) dan dapat
terkumpul lagi kedalam alur sungai atau langsung menuju ke laut / lautan.
Aliran sungai tersebut sebagian akan mengalir kembali menuju laut / lautan.
Air hujan yang jatuh di bumi sebagian akan tertahan oleh vegetasi, sebagian
jatuh ke permukaan bumi dan sebagian lagi jatuh langsung ke daerah
genangan, ke laut, ke sungai, ke danau dan akan menguap kembali ke atmosfer
dan sebagian air hujan itu masuk ke dalam tanah menjadi air bawah permukaan
dan kembali ke atmosfer melalui proses penguapan (evaporasi) (9), dan
evapotranspirasi (10). Sebagian air hujan tersebut masuk ke dalam akuifer
menjadi aliran tanah (11) dan mengalir kembali ke laut. 1
2.8 Hujan
Hujan (rain), adalah bentuk tetesan air yang mempunyai garis tengah lebih
dari 0,50 mm atau lebih kecil dan terhambur luas pada suatu kawasan. Sedangkan
curah hujan (rain fall), adalah banyaknya air yang jatuh ke permukaan bumi, dalam
hal ini permukaan bumi dianggap datar dan kedap, tidak mengalami penguapan
dan tersebar merata serta dinyatakan sebagai ketebalan air (rain fall depth, mm,
cm)2.
Di dalam merencanakan pembuangan air hujan, yang perlu diketahui
adalah banyaknya air hujan yang jatuh atau debit curah hujan, dan air hujan yang
mengalir ke saluran-saluran pembuang atau debit pengaliran air hujan.3
Air hujan yang mengalir di permukaan tanah dan ditampung di selokan-
selokan pembuang, tidak sama dengan jumlah air hujan yang jatuh, karena adanya
air yang meresap (infiltrasi) ke dalam tanah, yang menguap (evaporasi), dan
sebagainya. Jadi perlu dilakukan pengukuran hujan dan penentuan koefisien
pengaliran dari tanah permukaan.
2.8.1 Analisis Data Hujan
Membangun pos hujan mempunyai banyak tujuan, antara lain:
1
Desi Supriyan, Diktat Hidrologi, Teknik Sipil, PNJ, 2004, Hal. 32 Soewarno, Hidrologi Operasional, Jilid Kesatu, Bandung, 2000, Hal. 1773 Ir. Haryono Sukamto, MSi. Drainase Perkotaan, DPU 1999, Hal. 4
8/17/2019 TUBES Drainase & P. Limbah
21/84
16
(1) Mendapatkan sampel data hujan dari suatu jaringan hidrologi.
(2) Menentukan karakteristik hujan suatu DPS, seperti curah hujan,
intensitas, frekuensi, atau periode ulang hujan.
Untuk mendapatkan karakteristik hujan diperlukan analisis seperti:4
a. Pengecekan Kualitas Data Hujan
Data yang diperlukan harus tidak mengandung kesalahan dan harus
dicek sebelum digunakan untuk dianalisis hidrologi lebih lanjut, oleh
karena itu harus dilakukan pengecekan kualitas data dengan uji
konsistensi. Data hujan yang disebut konsisten berarti data yang
terukur dan dihitung adalah benar dan teliti sesuai dengan fenomena
saat huajan itu terjadi.
Beberapa hal yang menyebabkan data hujan tidak konsisten, antara lain
karena:5
1. Penggantian jenis alat dan atau spesifikasi alat.
2.
Perkembangan lingkungan sekitar pos hujan, misal dari kawasan
persawahan menjadi perkantoran dengan gedung-gedung tinggi
sehingga hujan tidak dapat terukur seperti semula.
3. Pemindahan lokasi pos hujan atau perubahan elevasi pos hujan.
4.
Perubahan alam, misal perubahan iklim.
b. Pengisian Data Hujan yang Hilang (kosong)
Seringkali ditemukan data hujan tidak komplit (incomplete record).
Data hujan yang tidak komplit dapat disebabkan oleh faktor manusia
atau oleh alat. Misal kesengajaan pengamat tidak mencatat data
ataupun bila mencatat data yang diukur salah dalam pengukurannya.
Beberapa cara untuk memperkirakan data hujan yang hilang atau tidak
tercatat untuk runtut waktu tertentu, diantaranya :6
1. Rata-rata Arimatik
Data periode kosong dapat diperkirakan berbasis data dari pos
hujan A, B, dan C yang lokasinya berdekatan dengan pos X. Bila
semua pos hujan mempunyai karakteristik sama dan curah hujan
normal tahunan dari pos A, B, dan C tidak lebih besar dari 10 %
4
Soewarno, Hidrologi Operasional, Jilid Kesatu, Bandung, 2000, Hal. 1995 Soewarno, Hidrologi Operasional, Jilid Kesatu, Bandung, 2000, Hal. 1996 Soewarno, Hidrologi Operasional, Jilid Kesatu, Bandung, 2000, Hal. 202
8/17/2019 TUBES Drainase & P. Limbah
22/84
17
bedanya dari pos X, data hujan dari pos X pada periode kosong
dapat dihitung dengan rumus :
)(3
1 Hc Hb Ha Hx
Dalam hal ini Hx = besarnya curah hujan normal tahunan di pos X
sedangkan Ha, Hb, dan Hc = curah hujan normal tahunan di pos
A, B, dan C.
2. Perbandingan Normal
Bila curah hujan normal di pos A, B, dan C tersebut berbeda lebih
dari 10 % dari pos hujan X, maka metode aritmatik tidak berlaku.
Dan dapat digunakan metode perbandingan normal yang dapat
dirumuskan:
Hc
Nc
Nx Hb
Nb
Nx Ha
Na
Nx Hx
3
1
Dalam hal ini Hx = besarnya curah hujan normal tahunan di pos X
sedangkan Ha, Hb, dan Hc = curah hujan normal tahunan di pos A,
B, dan C. Na, Nb, dan Nc menunjukkan nilai curah hujan normal
tahunan di pos A, B, dan C.
3.
Kantor Cuaca
Metode ini memerlukan data dari 4 (empat) pos hujan sebagai pos
indeks (index station) yaitu misalnya pos hujan A, B, C, dan D yang
berlokasi disekeliling pos hujan X yang diperlirakan data hujannya
(lihat gambar 2). Bila pos indeks itu lokasinya berada disetiap
kuadran dari garis yang menghubungkan Utara – Selatan dan Timur
– Barat melalui titik pusat di pos hujan X. Persamaannya adalah :
2
2
1
Li
Li
Hi
Hx
Hx = besarnya CH dipos X yang akan diperkirakan
Hi = besarnya curah hujan di pos A, B, C,dan D.
Li = jarak pos hujan A, B, C, dan D terhadap pos hujan x.
8/17/2019 TUBES Drainase & P. Limbah
23/84
18
Gambar 12. Metoda Kantor Cuaca
c. Tebal Hujan Rata-Rata DPS
Hujan yang terjadi dapat merata di seluruh kawasan yang luas atau
terjadi hanya bersifat setempat. Sejauh mana curah hujan yang diukur
dari suatu pos hujan dapat mewakili karakteristik hujan untuk daerah
yang luas, hal itu bergantung dari beberapa fungsi, antara lain adalah :7
1. Jarak pos hujan itu sampai titik tengah kawasan yang dihitung
curah hujannya.
2. Luas daerah.
3.
Topografi.
4. Sifat hujan.
Data hujan yang terukur selalu dianggap mewakili kondisi kawasan
dari suatu DPS. Oleh karena itu semakin sedikit jumlah pos hujan dan
semakin luas DPS maka anggapan tersebut akan semakin besar
kesalahannya.
2.8.2 Perhitungan Debit Banjir Rencana
Debit banjir rencana adalah besarnya debit yang direncanakan melewati
sebuah bangunan air yang dalam hal ini berupa saluran dengan periode
ulang tertentu, atau volume air rencana pada permukaan tanah yang masuk
kedalam saluran. Debit yang masuk berbanding lurus dengan besarnya
koefisien pengaliran, intensitas curah hujan, dan luasan daerah tangkapan
(catchment area).
Rumusnya adalah :8
6,3
A I C Q
atau A I C Q 2785,0
Dimana :
Q : Debit maksimum (m3/det).
7 Soewarno, Hidrologi Operasional, Jilid Kesatu, Bandung, 2000, Hal. 2058 Shirley L. Hendarsin, Perencanaan Teknik Jalan Raya, Hal. 281
8/17/2019 TUBES Drainase & P. Limbah
24/84
19
C : Koefisien pengaliran (run off coefficient ).
I : Intensitas curah hujan selama time of concentration (mm/jam).
A : Luas daerah pengaliran (m2, km2).
Faktor-faktor yang mempengaruhi dalam perhitungan debit rencana
adalah:
2.8.2.1 Data Curah Hujan
Merupakan data curah hujan harian maksimum dalam setahun.
Data curah hujan ini diperoleh dari Lembaga Meteorologi dan
Geofisika atau langsung ke Dinas Pekerjaan Umum yang dekat
dengan lokasi drainase. Jumlah data curah hujan yang dibutuhkan
ialah minimum curah hujan periode 10 tahun.
Untuk menghitung curah hujan daerah pada umumnya digunakan
standar luas daerah sebagai berikut:
1. Daerah dengan luas 250 ha yang mempunyai variasi topografi
yang kecil, dapat diwakili oleh sebuah alat ukur curah hujan.
2. Untuk daerah antara 250-50.000 ha dengan 2 atau 3 titik
pengamatan dapat digunakan dengan cara rata-rata.
3. Untuk daerah antara 120.000 – 500.000 ha yang mempunyai
titik – titik pengamatan yang tersebar cukup merata dan dimana
curah hujannya tidak terlalu di pengaruhi oleh kondisi
topografi, dapat digunakan cara aljabar rata-rata. Jika titik – titik
pengamatan tersebut tidak tersebar merata maka digunakan
cara Thiessen.
4. Untuk daerah lebih besar dari 500.000 ha, dapat digunakan cara
Isohiet atau cara potongan antara (inter-section method).
Metode yang dipergunakan untuk memperkirakan kejadian
berulang ini yaitu:
Metode Gumbel (cara analitis)
Rumus yang digunakan adalah :
SxSn
YnYt Xa Xt
Dimana :
Xt = Besarnya curah hujan yang diharapkan berulang setiap ttahun.
8/17/2019 TUBES Drainase & P. Limbah
25/84
20
Xa = Curah hujan rata-rata dari suatu catchment area (mm).
Yt = Reduce Variate ( Tabel 1).
Yn = Reduce Mean (Tabel 2).
Sn = Reduce Standart Deviation (Tabel 3).
Sx = Standart Deviasi.
Tabel 1. Return Period a Function of Reduced.
Return Period Reduced Variate
2 0,3665
5 1,4999
10 2,2502
20 2,9606
25 3,1935
50 3,9019
100 4,6001
Sumber : C.D. Soenarto, Hidrologi Teknik, Edisi 2
Tabel 2. Reduced Mean (Yn)
Reduced Mean (Yn)
No 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 0.4952 0.4996 0.5035 0.5070 0.5100 0.5128 0.5157 0.5181 0.5202 0.5220
20 0.5236 0.5252 0.5268 0.5283 0.5296 0.5309 0.5320 0.5332 0.5343 0.5353
30 0.5362 0.5371 0.5380 0.5388 0.5396 0.5402 0.5410 0.5418 0.5424 0.5430
40 0.5436 0.5442 0.5448 0.5453 0.5458 0.5463 0.5468 0.5473 0.5477 0.5481
50 0.5485 0.5489 0.5493 0.5497 0.5501 0.5504 0.5508 0.5511 0.5515 0.5518
60 0.5521 0.5524 0.5587 0.5530 0.5533 0.5535 0.5538 0.5540 0.5543 0.5545
70 0.5548 0.5550 0.5552 0.5555 0.5557 0.5553 0.5561 0.5463 0.5565 0.5567
80 0.5569 0.5570 0.5572 0.5574 0.5576 0.5578 0.5580 0.5581 0.5583 0.5585
90 0.5586 0.5587 0.5589 0.5591 0.5592 0.5593 0.5595 0.5596 0.5598 0.5599
Sumber : C.D. Soenarto, Hidrologi Teknik, Edisi 2
Tabel 3. Reduced Standart Deviation (Sn)
Reduced Standard Deviation (Sn)
No 0 1 2 3 4 5 6 7 8 9
10 0.9496 0.9676 0.9833 0.9971 1.0095 1.0206 1.0316 1.0411 1.0493 1.0565
20 1.0628 1.0696 1.0754 1.0811 1.0864 1.0915 1.0961 1.1004 1.1047 1.1086
30 1.1124 1.1159 1.1193 1.1226 1.1255 1.1285 1.1313 1.1339 1.1363 1.1388
40 1.1413 1.1436 1.1458 1.148 1.1449 1.1619 1.1538 1.1557 1.1574 1.1590
50 1.6070 1.1623 1.1638 1.1658 1.1667 1.1681 1.1696 1.1708 1.1721 1.1734
60 1.7470 1.1759 1.1770 1.1782 1.1793 1.1803 1.1814 1.1824 1.1834 1.1844
70 1.1854 1.1863 1.1873 1.1881 1.1891 1.1898 1.1906 1.1915 1.1923 1.1930
80 1.1938 1.1945 1.1953 1.1959 1.1967 1.1973 1.1980 1.1987 1.1994 1.2001
90 1.2007 1.2013 1.2020 1.2026 1.2037 1.2038 1.2044 1.2049 1.2055 1.2060Sumber : C.D. Soenarto, Hidrologi Teknik, Edisi 2
8/17/2019 TUBES Drainase & P. Limbah
26/84
21
2.8.2.2 Daerah Tangkapan (Catchment Area)
Adalah luas areal dengan curah hujan yang tebalnya dianggap sama
dan dinyatakan sebagai satuan luas (ha, km2).9 Dari daerah
tangkapan (catchment area) ini akan dianalisis arah aliran, panjang
aliran terjauh, panjang saluran terjauh, luas, koefisien pengaliran,
dan lain-lain.
Langkah-langkah penentuan pembagian daerah tangkapan
(catchment area):
1. Setelah mengetahui letak daerah titik terjauh, peta dibagi
menjadi beberapa catchment area sesuai dengan arah
konsentrasi air.
2. Berdasarkan kontur atau elevasi yang ada, analisis
kemungkinan air mengalir dan gambarkan aliran airnya.
3.
Hitung luas catchment area dengan cara pendekatan menjadi
bentuk kotak-kotak atau bentuk bangunan lain untuk
mempermudah perhitungan atau gunakan planimetri.
4. Hitung kemiringan saluran dari permukaan limpasan yang
diprediksi.
2.8.3 Periode Ulang
Karakteristik hujan menunjukkan bahwa hujan yang besar tertentu
mempunyai periode ulang tertentu, periode ulang ditentukan dengan
melihat klasifikasi jalan ataupun daerah yang direncanakan dibuat saluran
drainase, antara lain : pertumbuhan daerah, lokasi yang direncanakan
dilalui saluran, dll.
2.8.4
Intensitas Curah Hujan
Intensitas curah hujan adalah ketinggian curah hujan yang terjadi pada
suatu kurun waktu dimana air tersebut berkonsentrasi.10 Analisa intensitas
curah hujan ini diproses dari data curah hujan yang telah terjadi pada masa
lampau. Intensitas curah hujan dinotasikan dengan huruf atau dengan
satuan mm/jam, yang artinya tinggi curah hujan yang terjadi sekian mm
9 Soewarno, Hidrologi Operasional, Jilid Kesatu, Bandung, 2000, Hal. 17710 Desi Supriyan, Diktat Hidrologi, Teknik Sipil, PNJ, 2004, Hal. 48
8/17/2019 TUBES Drainase & P. Limbah
27/84
22
dalam kurun waktu per jam. Intensitas curah hujan yang dinyatakan dalam
mm/jam dihubungkan dengan durasi (lamanya hujan) yang dinyatakan
dalam menit digambarkan dalam Kurva Intensitas Hujan atau biasa disebut
Intensitas Duration Frequency (IDF). Maka diperlukan data curah hujan
dengan durasi 5, 10, 15, 30, 60, 120, menit sampai 24 jam. 11 Beberapa
rumusan dalam perhitungan intensitas curah hujan berdasarkan cara
empiris yang sering digunakan untuk penentuan debit (banjir) pada
persiapan perencanaan teknis bangunan air, diantaranya :12
1.
Formula Prof. Talbot (1881)
bt
a I
Dimana :
I = Intensitas curah hujan (mm/jam).
t = Lamanya curah hujan (jam).
a dan b = Konstanta yang tergantung pada lamnya curah hujan yang
terjadi di daerah aliran.
I I I N
I t I I t I a
2
22
I I I N
t I N t I I b
2
2
2. Formula Prof. Sherman (1905)
nt
a I
Dengan :
t t t N
t I t t I a
logloglog
loglogloglogloglog
2
2
t t t N
I t N t I n
logloglog
loglogloglog2
3. Formula Dr. Ishiguro (1953)
b
a I
1
Dengan :
11 Ir. S. Hindarko, Drainase Perkotaan, Edisi Kedua, 2000, Hal. 2312 C.D. Soenarto, Hidrologi Teknik, Jakarta, 1999, Hal. 14
8/17/2019 TUBES Drainase & P. Limbah
28/84
23
I I I N
I I I t I a
2
22 1
I I I N
N I I I b
2
2 11
4. Formula Dr. Mononobe
Jika data curah hujan yang tersedia berupa curah hujan harian, maka perhitungan intensitas curah hujan dapat menggunakan rumus Dr.
Mononobe :3
2
24 24
24
t
R I
Dimana :
I = Intensitas curah hujan (mm/jam).
t = Lamanya curah hujan (jam).
R 24 = Curah hujan maksimum dalam 24 jam (mm).Intensitas hujan (I) didapatkan dari grafik lengkung IDF dengan cara
mengeplotkan waktu konsentrasi (tc) memotong lengkung IDF dengan
periode ulang tertentu.
Gambar 13. Contoh Grafik Lengkung IDF
2.8.5 Koefisien Pengaliran (Run Of Coefficient)
Koefisien pengaliran adalah angka reduksi dari intensitas curah hujan,
yang besarnya disesuaikan dengan kondisi permukaan, dan kemiringan /
kelandaian, jenis tanah dan durasi hujan. Koefisien ini tidak berdimensi.
Koefisien pengaliran tergantung dari karakteristik daerah pengaliran. Nilai
C akan bertambah besar jika daerah kedap air. Umumnya daerah
permukiman mempunyai nilai C yang cukup besar namun tetap dibawah
1. Jika daerah pengaliran mempunyai tata guna lahan yang bervariatif,
8/17/2019 TUBES Drainase & P. Limbah
29/84
24
maka nilai pengalirannya dapat dihitung berdasarkan persamaan menurut
The Asphalt Institute :13
An A A
Cn AnC AC ACw
...21
....2.21.1
Dimana :
C1,C2,Cn : Koefisien pengaliran untuk setiap sub catchment area.
A1,A2,An : Luas daerah pengaliran dengan karakterisrik permukaan tanah
yang sama.
Cw : C rata-rata pada daerah pengaliran yang dihitung.
Tabel 4. Standart Koefisien Limpasan Berdasarkan Kondisi Permukaan Tanah
Kondisi Permukaan Tanah C
Jalur
lalu lintas
-
jalan asapal
- jalan kerikil
0,70 – 0,95
0,30 – 0,70
Bahu jalan
dan lereng
- tanah berbutir halus
- tanah berbutir kasar
-
lapisan batuan keras
- lapisan batuan lunak
0,40 – 0,65
0,10 – 0,30
0,70 – 0,85
0,50 – 0,75
Tanah
pasiran tertutup
rumput
kelandaian
0 – 2%
2 – 7%
> 7%
0,05 – 0,10
0,10 – 0,15
0,15 – 0,20
Tanah
kohesif tertutup
rumput
kelandaian
0 – 2%
2 – 7%
> 7%
0,13 – 0,17
0,18 – 0,22
0,22 – 0,35
Atap
Tanah lapangan
Tanah dipenuhi rumput dan pepohonan
Daerah pegunungan datar
Daerah pegunungan curam
Sawah
Ladang / huma
0,75 – 0,95
0,20 – 0,40
0,10 – 0,25
0,30
0,50
0,70 – 0,80
0,10 – 0,30
Sumber : Shirley L. Hendarsin, ”Perencanaan Teknik Jalan Raya”
13 Shirley L. Hendarsin, Perencanaan Teknik Jalan Raya, Hal. 280
8/17/2019 TUBES Drainase & P. Limbah
30/84
25
2.8.6 Waktu Konsentrasi (Time Of Concentration)
Time Of Concentration (tc) adalah waktu yang diperlukan oleh butiran air
untuk bergerak dari titik terjauh pada daerah pengaliran sampai ke titik
pembuangan.14 Pada saat menyentuh permukaan daerah aliran sungai yang
paling jauh lokasinya dari muara, waktu konsentrasi mulai dihitung. Untuk
saluran di daerah perkotaan, tc adalah waktu yang diperlukan oleh air untuk
mengalir diatas permukaan tanah sampai ke saluran terdekat (to) ditambah
waktu pengaliran di dalam saluran (td) sampai ke titik yang ditinjau.
Besarnya waktu limpasan permukaan dipengaruhi oleh beberapa hal, yaitu:
1. Kekasaran permukaan tanah.
2. Kemiringan tanah.
3. Ukuran luas daerah aliran dan jarak dan street inlet .
4. Adanya lekukan pada tanah.
5. Banyaknya bangunan yang mempengaruhi jumlah air yang meresap.
Rumusnya adalah :
21 t t Tc
167,0
1 ).28,33/2(
s
nd Lot
V
Lt
.602
Keterangan :
Tc = Waktu konsentrasi (menit).
t1 = Waktu inlet (menit).
t2 = Waktu aliran (menit).
Lo = Jarak dari titik terjauh ke fasilitas drainase (m).
L = Panjang saluran (m).
nd = Koefisien hambatan (Tabel 5).
s = Kemiringan daerah pengaliran.
v = Kecepatan air rata-rata diselokan (m/det).
14 Tata Cara Permukaan Drainase Permukaan Jalan, SNI 03 – 3424 – 1994, Hal. 1
8/17/2019 TUBES Drainase & P. Limbah
31/84
26
Tabel 5. Hubungan Kondisi Permukaan Dengan Koefisien Hambatan
Kondisi Lapis Permukaan nd
1. Lapisan semen dan aspal beton
2. Permukaan licin dan kedap air
3. Permukaan licin dan kokoh
4. Tanah dengan rumput tipis dan gundul dengan permukaan sedikit
kasar
5. Padang rumput dan rerumputan
6. Hutan gundul
7. Hutan rimbun dan hutan gundul rapat dengan hamparan rumput
jarang sampai rapat
0,013
0,020
0,10
0,20
0,40
0,60
0,80
2.8.7 Kecepatan Pengaliran Dalam Saluran
Kecepatan aliran merupakan jarak yang ditempuh aliran tiap satuan waktu.
Kecepatan aliran harus cukup besar untuk mencegah pengendapan atau
sedimentasi, tetapi tidak boleh terlalu besar sehingga menimbulkan erosi.
Tidaklah mudah untuk menetapkan kecepatan rencana atau kecepatan rata-
rata yang akan digunakan dalam desain, sebab kecepatan minimum yang
diizinkan sebagian bergantung pada banyaknya butiran tanah yang
diangkut air dari daerah sekitarnya. Sedangkan kecepatan maksimum
bergantung pada jenis lapisan pelindung saluran. Kecepatan air didalam
saluran tidak boleh terlalu kecil karena akan menyebabkan pengendapan
lumpur dan mendangkalnya saluran. Jadi, kecepatan terbatas antara :
1.
Tidak boleh melebihi kecepatan erosi.
2. Tidak boleh kurang dari kecepatan angkut.
Kecepatan aliran yang diizinkan di dalam saluran beton adalah antara 0,6-
3 m3/detik. Daftar kecepatan izin aliran berdasarkan jenis material dapat
dilihat pada Tabel 6.
Tabel 6. Kecepatan Izin Berdasarkan Jenis Material
No. Material Kecepatan (m/det)
1 Beton 0,6 – 3
2 Aspal 0,6 – 1,5
3 Pasangan batu / blok beton 0,6 – 1,8
8/17/2019 TUBES Drainase & P. Limbah
32/84
27
4 Kerikil / tanah liat sangat padat 0,6 – 1,0
5 Pasir berbutiran kasar atau padat berpasir yang
berkerikil0,3 – 0,6
6 Pasir atau tanah berpasir dengan kandungantanah liat yang sangat banyak
0,2 – 0,3
7 Tanah berpasir dengan butiran halus atau lanau 0,1 – 0,2
Sumber : M.Eng. Wangsadipura Muljana
Tabel 7. Kecepatan Izin Aliran Air Berdasarkan Jenis Material
Jenis BahanKec. Aliran air yg diizinkan
(m/det)
Pasir Halus 0.45
Lempung Kepasiran 0.50
Lanau Aluvial 0.60
Kerikil Halus 0.75
Lempung Kokoh 0.75
Lempung Padat 1.10
Kerikil Kasar 1.20
Batu-batu Besar 1.50
Pasangan Batu 1.50
Beton 1.50
Beton bertulang 1.50
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, SK SNI,
Tata Cara Perencanaan Umum Drainase Perkotaan
Kecepatan minimum adalah kecepatan terkecil yang masih belum
menimbulkan sedimentasi (pengendapan) maupun tumbuhnya
tanaman/tumbuhan air, sedangkan kecepatan maksimum adalah kecepatan
pengaliran terbesar yang tidak akan menyebabkan erosi dipermukaan
saluran. Untuk nilai kecepatan rata-rata beton digunakan 0,6 - 0,3 m/det
sehingga apabila kecepatan aliran melebihi kecepatan tersebut maka
diperlukan bangunan pematah arus untuk mengurangi kecepatan aliran
tersebut yang diatur dalam SK SNI Tata cara Drainase Perkotaan.
8/17/2019 TUBES Drainase & P. Limbah
33/84
28
Untuk menghitung kecepatan saluran air digunakan rumus:15
21
321
i Rn
V
Dimana :
V = Kecepatan izin aliran (m/det)
n = Koefisiensi kekasaran Manning (Tabel 8)
R = Jari-jari Hidrolik
i = Kemiringan saluran yang diizinkan
Tabel 8. Harga n untuk Rumus Manning
Sumber: Departemen Pekerjaan Umum, SK SNI,
Tata cara Perencanaan Drainase Permukaan Jalan
2.9 Pemilihan Bentuk Saluran
Type dalam saluran drainase terbagi atas:1. Saluran Beton Pra-cetak berbentuk segi empat persegi panjang. Tipe saluran
ini banyak dijumpai pada kawasan penduduk yang padat penduduknya.
Karena dindingnya tegak, sehingga menghemat lahan.
2. Saluran tanah berbentuk trapesium yang cocok untuk pinggiran kawasan
perkotaan, dimana lahan masih luas.
15 Tata Cara Permukaan Drainase Permukaan Jalan, SNI 03 – 3424 – 1994, Hal. 25
No Type Saluran Baik
Sekali
Baik Sedang Jelek
1 Saluran pas batu, tanpa penyelesaian 0.025 0.030 0.033 0.035
2 Seperti No. 1, tetapi dengan
penyelesaian0.017 0.020 0.025 0.030
3 Saluran beton 0.014 0.016 0.019 0.021
4 Saluran beton halus dan rata 0.010 0.011 0.012 0.013
5 Saluran beton pracetak dengan acuan
baja0.013 0.014 0.014 0.015
6 Saluran beton pracetak dgn acuan kayu 0.015 0.016 0.016 0.018
8/17/2019 TUBES Drainase & P. Limbah
34/84
29
3. Saluran pasangan batu kali berbentuk empat persegi panjang atau trapesium,
cocok untuk daerah perkotaan yang tidak begitu padat.
4.
Saluran Pipa Beton Pra-cetak berbentuk bulat atau lonjong. Banyak dijumpai
pada kawasan perkotaan yang padat penduduknya.
Dalam menentukan bentuk atau pofil saluran perlu diperhatikan aspek ekonomi
atau kehematan dengan luas penampang tertentu (A). Macam-macam atau bentuk
profil yang ada, antara lain: trapesium, empat persegi panjang, segitiga, lingkaran,
dll.
a.
Penampang Basah Saluran
Penampang basah saluran dihitung berdasarkan:
Saluran basah yang paling ekonomis, untuk menampung debit maksimum
yaitu:
1. Saluran bentuk trapesium.
2. Saluran bentuk segi empat.
3.
Saluran bentuk segitiga.
4. Saluran bentuk setengah lingkaran.
5. Saluran berbentuk lingkaran atau gorong-gorong.
Luas tampang basah adalah luas penampang air pada saluran.
a.)
Bentuk segiempat b.) Bentuk trapesium
Gambar 14. Bentuk Penampang Saluran
Rumus untuk mencari luas dan keliling basahnya yaitu:
a.) Bentuk segiempat b.) Bentuk trapesium
d b A d ba
A
2
bd O 2 bcO 2
a
8/17/2019 TUBES Drainase & P. Limbah
35/84
30
h
L
Dasar saluran
i
Jari-jari hidrolis dapat dihitung dengan rumus:
O
A R
Nilai koefisien kekasaran dinding saluran dapat dilihat dari tabel berikut:
Tabel 9. Nilai Koefisien Kekasaran Dinding Saluran Terbuka
Jenis Saluran K
Saluran Drainase Alam
Saluran Pasangan Batu Kosong
Saluran Pasangan Batu Belah
Saluran Beton
Saluran Yang Diplester Halus
Saluran Baja Gelombang
Saluran Pipa Baja
Saluran Pipa PVC
40
50
60
70
90
67
100
110
Kemiringan dasar saluran (i) adalah perbedaan tinggi awal dan akhir saluran
(h) dibagi dengan panjang saluran (L)
L
hi
Penentuan debit aliran dari air hujan yang jatuh pada lahan dapat
digunakan rumus :
A I C Q 2785,0
Dimana :
Q = Debit (m3/det).
C = Koefisien aliran.
I = Intensitas hujan (mm/jam).
A = Luas area tangkapan air hujan (km2).
b. Tinggi Jagaan
Tinggi jagaan saluran ditentukan berdasarkan pertimbangan- pertimbangan,
antara lain:
1. Ukuran saluran.
2.
Kecepatan pengaliran.
8/17/2019 TUBES Drainase & P. Limbah
36/84
31
3. Arah dan lengkung (belokan) saluran.
4. Debit banjir.
5.
Gelombang permukaan akibat tekanan aliran angin.
Mencari tinggi jagaan untuk saluran bentuk trapesium, segiempat, dan setengah
lingkaran dapat digunakan rumus:16
d W 5,0
Sedangkan untuk saluran lingkaran digunakan rumus:
d DW
D = Diameter Lingkaran
d = Tinggi saluran atau selokan yang tergenang air (m)
c.
Dimensi SaluranDimensi saluran ditentukan berdasarkan hasil perhitungan. Untuk perbandingan
dan pendekatan dimensi, berikut ini diberikan tabel perbandingan antara lebar
(b) dengan tinggi air (h) berdasarkan debit yang mengalir pada saluran:
Tabel 10. Perbandingan dimensi saluran
Debit Q (m3/dtk) b : h
0 – 0.5
0.5 – 1.0
1.0 – 1.5
1.5 – 3.0
3.0 – 4.5
6.0 – 7.5
7.5 – 9.0
9.0 – 11.0
1
1.5
2
2.5
3.0
4
4.5
5
16 Tata Cara Permukaan Drainase Permukaan Jalan, SNI 03 – 3424 – 1994, Hal. 24
8/17/2019 TUBES Drainase & P. Limbah
37/84
37
BAB III
DATA PERENCANAAN
3.1 Data Curah Hujan
Berikut ini data curah hujan harian maksimum untuk daerah Cimanggis Depok dari tahun 2000 sampai tahun 2009 selama 12 bulan/tahun.
Tabel 11. Data Curah Hujan
8/17/2019 TUBES Drainase & P. Limbah
38/84
8/17/2019 TUBES Drainase & P. Limbah
39/84
39
BAB IV
ANALISIS PERHITUNGAN
4.1 Gambar Layout
Gambar 16. Layout
4.2
Penomoran Titik Tujuan (Node)
a. Penomoran node ini dimaksudkan untuk mempermudah dalam menganalisis
perhitungan.
b.
Penomoran pada tiap ujung-ujung saluran dan pada tiap kemiringan yang
curam.
c. Pemberian nomor dilakukan dari node hulu ke node hilir.
8/17/2019 TUBES Drainase & P. Limbah
40/84
40
4.3 Pembagian Zona Tangkapan (Catchment Area )
a. Pembagian zona tangkapan pada analisis perhitung
b.
an ini berdasarkan pengamatan dari kemiringan kontur tanah di lapangan yang
menuju ke saluran
c. Dalam setiap wilayah tersebut sudah memperhitungkan jenis permukaan.
4.4 Analisis Perhitungan
4.4.1 Perhitungan Data Curah Hujan
Analisis Frekuensi
Perhitungan analisis frekuensi menggunakan metode Gumbel
= − = Σ − − 1 Dimana:
Xt = besarnya curah hujan yang diharapkan berulang setiap t tahun
Xa = curah hujan rata-rata dari suatu catchment area
Yt = reduce variete
Sn = reduce standart deviation
Sx = standar deviasi
Xi = curah hujan rata-rata pada tahun ke-
Tabel 12. Analisis Data Curah Hujan
- Jumlah Data ( n ) = 10
-
Xa ( Rata-Rata )
8/17/2019 TUBES Drainase & P. Limbah
41/84
41
= ∑ = 477.08
10=47.71
-
Sx ( Standard Deviasi )
= Σ − − 1 = 1048.521 0 − 1 =10.79 -
Tabel 13. Analisis Data Curah Hujan untuk Periode Tahun Berulang
Periode
(n)Yt Yn Sn Sx Rn
2 0.3665 0.4952 0.949 76.144 177.64
5 1.4999 0.4952 0.949 76.144 268.58
10 2.2502 0.4952 0.949 76.144 328.78
20 2.9606 0.4952 0.949 76.144 385.78
25 3.1985 0.4952 0.949 76.144 404.87
30 3.3392 0.4952 0.949 76.144 416.16
50 3.9019 0.4952 0.949 76.144 461.31
70 4.1812 0.4952 0.949 76.144 483.72
100 4.6001 0.4952 0.949 76.144 517.33
Periode Ulang 20 tahun (berdasarkan tabel)
Return Period a Function of Reduced (Yt) = 0.5236
Reduced Mean = 1.0628
Standard Deviation = 2.9606
Perhitungan Periode Ulang dengan Metode Gumbel
Mencari periode ulang dengan metode gumbel dengan menggunakan
persamaan :
= −
20 = 47.71 1.0628−0.52362.9606 10.79 = 45.74
8/17/2019 TUBES Drainase & P. Limbah
42/84
42
Perhitungan Intensitas Curah Hujan dengan Rumus Dr.Mononobe
Persamaan yang dapat digunakan menghitung intensitas Curah Hujan
adalah Persamaan Mononobe sebagai berikut:
= 24 [24 ] ⁄
dimana :
I = intensitas hujan (mm/jam)
t = durasi/lamanya hujan (jam)
R 24 = curah hujan maksimum harian selama 24 jam (mm)
Contoh Perhitungan Intensitas Curah Hujan Metode Mononobe
i = 20 tahunan
durasi (t) = 5 menit
Rn (20 tahunan) = 45.74 mm
I =
3/2
24
)60/(
24
24
t
R
=
3/2
)60/5(
24
24
45.74
= 83.12 mm/jam
8/17/2019 TUBES Drainase & P. Limbah
43/84
43
Gambar 17. Grafik IDC Periode 20 Tahunan
4.4.2 Perhitungan Debit Banjir
Dalam menghitung debit banjir langkah-langkah yang harus dilakukan
adalah:
1.
Tentukan luas catchment area setiap saluran.
2. Tentukan panjang saluran (Ls) pada setiap daerah tangkapan.
3. Tentukan panjang limpasan permukaan (Lo) dan kemiringan medan
limpasan (So) untuk menghitung waktu konsentrasi (tc) pada setiap
daerah tangkapan.
4. Tentukan nilai koefisien pengaliran (C) sesuai dengan jenis atau
kondisi permukaannya.
5. Hitung waktu konsentrasi (tc) yang terjadi pada setiap daerah
tangkapan.
6. Hitung intensitas curah hujan dengan memasukkan nilai waktu
konsentrasi (tc).7. Hitung besarnya debit pada setiap saluran.
Penentuan Koefisien Pengaliran ( C )
Penentuan nilai koefisien pengaliran ini ditentukan berdasarkan:
1.
Kondisi permukaaan masing – masing area.
2. Karena karakteristik daerah yang ditinjau dari kondisi permukaannya
berbeda-beda, maka dalam penentuan nilai koefisien pengaliran ini
0.00
10.00
20.00
30.00
40.00
50.00
60.00
70.00
80.00
90.00
0 200 400 600 800
I n t e n s i t a s ( m m / j a m
)
t (menit)
Grafik IDC Periode Ulang 20 Tahunan
20 tahun
8/17/2019 TUBES Drainase & P. Limbah
44/84
44
diadakan pendekatan kondisi permukaan dengan melihat kondisi
lapangan untuk masing-masing zone.
Contoh Perhitungan Penentuan Nilai C
Zone 1 Ka
Permukaan C A
Sawah 0.6 5.27 Ha
Perkebunan 0.4 5.67 Ha
Tanah Kosong 0.7 6.48 Ha
Pemukiman padat 0.8 1.22 Ha
Pemukiman tidak
padat0.6 3.24 Ha
Koefisien pengaliran :
= 1. 1 2. 2 ⋯ 1 2 ⋯ = 5,270,6 5,670,4 6,480,7 1,220,8 3,240,620,259 =0,636
Nilai C yang lengkap dapat dilihat pada tabel di bawah ini :
Tabel 15. Nilai Koefisien Pengaliran
Zona Kondisi Lapangan
Titik Node KoefisienPengaliran
(C)
Catchment
AreaCekivalen
Dari. Ke.. (CA) Ha Ce
1 Ka
1 (kanan) 1 2 20.259 0.636
Sawah 26% 0.6 5.27
Perkebunan 28% 0.4 5.67Tanah Kosong 32% 0.7 6.48
Pemukiman padat 6% 0.8 1.22
Pemukiman tidak
padat16% 0.6 3.24
2 Ka
2 (kanan) 7 6 15.362 0.535
Perkebunan 50% 0.4 7.68
Tanah Kosong 35% 0.7 5.38
Pemukiman tidak
padat15% 0.6 2.30
3 Ka 3 (kanan) 32 8 10.856 0.67Perkebunan 10% 0.4 1.09
8/17/2019 TUBES Drainase & P. Limbah
45/84
45
Tanah Kosong 80% 0.7 8.68
Pemukiman padat 5% 0.8 0.54
Perumahan tidak
padat5% 0.6 0.54
4 Ka
4 (kanan) 35 8 6.185 0.604
Perkebunan 27% 0.4 1.67
Tanah kosong 38% 0.7 2.35
Pemukinan padat 10% 0.8 0.62
Pemukiman tidak
padat25% 0.6 1.55
5 Ka
5 (kanan) 5 3 4.834 0.645
Perkebunan 20% 0.4 0.97
Tanah kosong 35% 0.7 1.69
Pemukinan padat 25% 0.8 1.21
Pemukiman tidak
padat 20% 0.6 0.97
6 Ka
6 (kanan) 9 10 24.693 0.49
Sawah 5% 0.6 1.23
Perkebunan 65% 0.4 16.05
Tanah Kosong 20% 0.7 4.94
Pemukiman tidak
padat10% 0.6 2.47
7 Ka
7 (kanan) 36 18 12.801 0.68
Perkebunan 15% 0.4 1.92
Tanah Kosong 25% 0.7 3.20Pemukiman padat 42% 0.8 5.38
Pemukiman tidak
padat18% 0.6 2.30
8 Ka
8 (kanan) 17 16 4.453 0.66
Perkebunan 15% 0.4 0.67
Tanah kosong 55% 0.7 2.45
Pemukiman padat 18% 0.8 0.80
Pemukiman tidak
padat12% 0.6 0.53
9 Ka
9 (kanan) 12 11 7.862 0.61Perkebunan 35% 0.4 2.75
Tanah kosong 25% 0.7 1.97
Perumahan padat 25% 0.8 1.97
Perumahan tidak
padat15% 0.6 1.18
10
Ka
10 (kanan) 13 14 8.351 0.72
Perkebunan 8% 0.4 0.67
Tanah kosong 32% 0.7 2.67
Pemukiman padat 50% 0.8 4.18
Pemukiman tidak padat
10% 0.6 0.84
8/17/2019 TUBES Drainase & P. Limbah
46/84
46
11
Ka
11 (kanan) 38 37 6.59 0.58
Perkebunan 50% 0.4 3.30
Tanah kosong 20% 0.7 1.32
Pemukiman padat 30% 0.8 1.98
12
Ka
12 (kanan)34 33
8.1110.56
Perkebunan 50% 0.4 4.06
Tanah Kosong 25% 0.7 2.03
Perumahan padat 18% 0.8 1.46
Perumahan tidak
padat7% 0.6 0.57
13
Ka
13 (kanan) 25 24 3.268 0.65
Perkebunan 10% 0.4 0.33
Tanah Kosong 48% 0.7 1.57
Perumahan padat 12% 0.8 0.39
Perumahan tidak padat
30% 0.6 0.98
14
Ka
14 (kanan) 26 27 1.293 0.68
Tanah Kosong 43% 0.7 0.56
Perumahan padat 20% 0.8 0.26
Perumahan tidak
padat37% 0.6 0.48
15
Ka
15 (kanan) 31 30 1.897 0.632
Sawah 30% 0.6 0.57
Perkebunan 10% 0.4 0.19
Tanah Kosong 38% 0.7 0.72Perumahan padat 7% 0.8 0.13
Perumahan tidak
padat15% 0.6 0.28
16
Ki
16 (kiri) 29 28 2.603 0.73
Tanah Kosong 41% 0.7 1.07
Perumahan padat 44% 0.8 1.15
Perumahan tidak
padat15% 0.6 0.39
17
Ki
17 (kiri) 23 22 3.752 0.77
Tanah Kosong 25% 0.7 0.94Perumahan padat 70% 0.8 2.63
Perumahan tidak
padat5% 0.6 0.19
18
Ki
18 (kiri) 21 20 4.868 0.78
Tanah Kosong 15% 0.7 0.73
Perumahan padat 80% 0.8 3.89
Perumahan tidak
padat5% 0.6 0.24
8/17/2019 TUBES Drainase & P. Limbah
47/84
47
Contoh Perhitungan Debit
Zone A1 Node 1-2 (Saluran Tersier)
Permukaan C A
Sawah 0.6 5.27 Ha
Perkebunan 0.4 5.67 Ha
Tanah Kosong 0.7 6.48 Ha
Pemukiman padat 0.8 1.22 Ha
Pemukiman tidak padat 0.6 3.24 Ha
Total 20.259 Ha
Diketahui data pendukunglainnya:
Ls = 83.753 m
S = 0.0084
Vlapangan = 0,6 m/dt
= 5 (karena perumahan)
= 60 = 83.7530,6 60 = 2.32 tc = to + td
tc = 5 + 3.32 = 8.32 menit
Waktu konsentrasi tersebut digunakan untuk menghitung intensitas curah
hujan periode ulang 20 tahun berdasarkan rumus Mononobe
Dimana, R 24
pada periode ulang 20 tahun adalah 45.74 mm/jam
= 24 (24 ) ⁄
= 45.7424 ( 248.32) ⁄
= 3.86 / Maka, dapat dihitung besar debit dengan rumus sebagai berikut,
= ,
= 0,002778 0.75 80.94 0.222033 = 3.7537 m/det
8/17/2019 TUBES Drainase & P. Limbah
48/84
48
Atau dengan menggunakan rumus:
= ,
= 0.75 80.94 ⁄ 0,222033
3,6 = 3.7537 m/det Perhitungan debit banjir selanjutnya dapat dilihat pada tabel di bawah
ini :
8/17/2019 TUBES Drainase & P. Limbah
49/84
49
= 24 [24 ] ⁄
=
3,6
Tabel 16. Perhitungan Debit Banjir
Keterangan:
= ∆ℎ = ∆ℎ
= 0,00013 3,28 ,
, 60 = 60 Ce = .+.+⋯+++⋯+
No de Lh (re al ) h1 (m) h2 (m) h1 (m) h 2( m) ∆h(m) Lp (m) S S (%)to
(menit)
td
(menit)
tc
(menit)C
I
(mm/jam)I max Qp
Qp
kumulatifBentuk Saluran V (m/s) A h(m) b(m) m Kst w(m) H(m) h (m) b (m) w (m) T (m) H (m)
Asaluran
aktuall u( m) R (m)
Vsaluran
aktual
Qsaluran
aktualHGS (m) HL
Total
Loose
1 - 6 83.75 31.2 30.5 30.7 30 -0.7 8 3.753 0.0084 0.836 5 2.326 7.33 0.75 64.43 0.0075 0.0075 0.013 0 .085 0 .099 0.206 0 .291 0.10 0.10 0.21 0.22 0.31 0.04 0.806 0 .045 0.891 0.032 0.05 0.04 0.09
6 - 12 8 0.55 30.5 31.9 30 29.5 -0.5 8 0.552 0.0062 0.621 5 2.238 7.24 0.75 64.96 0.0046 0.0121 0.020 0 .108 0 .065 0.232 0 .340 0.20 0.10 0.23 0.33 0.43 0.05 1.098 0 .045 0.762 0.037 0.04 0.03 0.07
2 - 14 7 1.85 31.2 32.4 30.7 30 -0.7 7 1.853 0.0097 0.974 5 1.996 7.00 0.75 66.44 0.0040 0.0040 0.007 0 .062 0 .038 0.176 0 .238 0.10 0.10 0.18 0.22 0.28 0.03 0.738 0 .045 0.964 0.032 0.05 0.05 0.10
3 - 8 62.55 32.8 32.5 32.3 32 -0.3 6 2.551 0.0048 0.480 5 1.738 6.74 0.75 68.13 0.0053 0.0053 0.009 0 .071 0 .043 0.189 0 .260 0.10 0.10 0.19 0.22 0.29 0.03 0.766 0 .045 0.676 0.023 0.02 0.02 0.05
4 - 9 64.4 34.2 31.6 33.7 31.1 -2.6 6 4.452 0.0404 4.037 5 1.790 6.79 0.75 67.78 0.0045 0.0045 0.007 0 .066 0 .040 0.181 0 .247 0.10 0.10 0.18 0.22 0.28 0.03 0.749 0 .045 1.962 0.066 0.20 0.20 0.39
5 - 10 6 6. 3 3 2. 7 3 1. 4 3 2. 2 3 0. 9 - 1. 3 66. 313 0. 0196 1. 961 5 1. 842 6 .84 0. 75 67. 44 0. 0050 0. 0050 0. 008 0. 069 0. 042 0. 186 0. 255 0 .10 0. 10 0. 19 0. 22 0. 29 0. 03 0 .760 0. 045 1. 367 0. 047 0 .10 0. 10 0. 19
7 - 8 31.75 32.8 32.5 32.3 32 -0.3 3 1.751 0.0094 0.945 5 0.882 5.88 0.75 74.59 0.0042 0.0042 0.007 0 .064 0 .039 0.178 0 .242 0.10 0.10 0.18 0.22 0.28 0.03 0.743 0 .045 0.949 0.032 0.02 0.05 0.07
8 - 9 22.1 32.5 31.6 32 31.1 -0.9 2 2.118 0.0407 4.072 5 0.614 5.61 0.75 76.94 0.0022 0.0095 0.016 0 .095 0 .058 0.218 0 .314 0.10 0.10 0.22 0.22 0.32 0.04 0.835 0 .045 1.965 0.074 0.07 0.20 0.26
9 - 10 2 0.25 31.5 31.4 31 30.9 -0.1 2 0.250 0.0049 0.494 5 0.563 5.56 0.75 77.42 0.0020 0.0140 0.023 0 .116 0 .070 0.241 0 .356 0.20 0.10 0.24 0.33 0.44 0.05 1.118 0 .045 0.680 0.034 0.01 0.02 0.03
10 - 12 18. 7 3 1. 4 3 1. 9 3 0. 9 2 9. 5 - 1. 4 18. 752 0. 0749 7. 487 5 0. 521 5 .52 0. 75 77. 81 0. 0018 0. 0190 0. 032 0 .135 0. 082 0. 260 0 .395 0 .20 0. 10 0. 26 0. 33 0. 46 0. 05 1. 162 0. 045 2. 645 0. 137 0 .10 0. 36 0. 46
12 - 13 7.3 31.9 31.2 29.5 29 -0.5 7.317 0.0685 6.849 5 0.203 5 .20 0.75 80.94 0.0000 0.0311 0.052 0 .173 0.105 0.294 0 .466 0.20 0.20 0.29 0.43 0.49 0.12 1.340 0.091 4.070 0.496 0.06 0.84 0.90
14 - 13 93 32.4 31.2 30 29 -1 93.005 0.0108 1.075 5 2.583 7 .58 0.75 62.97 0.0000 0.0040 0.007 0.062 0.038 0.176 0.238 0 .10 0.10 0.18 0.22 0.28 0.03 0.738 0.045 1.013 0.034 0 .08 0.05 0.13
0.680.94 0.577 100
H
b
T
haa
8/17/2019 TUBES Drainase & P. Limbah
50/84
50
b
a
T
h1:m
mh
4.4.3 Perhitungan Dimensi Saluran
Dalam perhitungan dimensi saluran, saluran yang dihitung ulang
merupakan saluran terbuka yang memakai dua bentuk saluran, yaitu
saluran kombinasi (saluran setengah lingkaran dan saluran persegi
panjang) dan saluran persegi panjang.
Contoh Perhitungan Dimensi Saluran
Direncanakan penampang saluran berbentuk trapesium
Node 1 – 6
V asumsi = 0.6 m/det
n = 0.013
s = 0.0084
Qp komulatif = 3.7537 m3/det
= = 3.75370,6 = 6.256 Dimisalkan, h =0.10 m dan m = 0,577
Dicek dengan persamaan Manning, apakah nilai V sudah memenuhi
syarat, yaitu 0,6 m/det – 3 m/det
= 1 ⁄ ⁄ = 1 ⁄ ⁄ = 10,013 0,45 ⁄ 0,0084 ⁄ = 0.891 /det … … … Qsaluran = A x V = 0.044 x 0.891 = 0.032 m3/d et
Maka digunakan h = 0.1 m
= ℎ. ℎ → = ℎ − ℎ
8/17/2019 TUBES Drainase & P. Limbah
51/84
51
= ℎ. ℎ → = 0.0130.1 − 0.5770.1 = ℎ. ℎ → = 0.1 Keliling basah
= 2 ℎ√ 1 = 1,868 21 1 0,025 = 4,104 = = 2,3684,104 = 0,577 Tinggi jagaan (freeboard)
= 0,5 ℎ = 0,5 1 = 0,707 H = h + w = 1 + 0,707 = 1,707 m
8/17/2019 TUBES Drainase & P. Limbah
52/84
52
Tabel 179. Perhitungan Dimensi Saluran Trapesium
Titik
Node
Q TOTAL An
m h b Lu R w H V saluran Qsaluran
(m3/det) (m2) (m) (m) (m) (m) (m) (m) (m) ( m/det ) ( m3/det )
1 2 0.947 2.368 0.025 0.5 1.00 1.868 4.104 0.577 0.707 1.707 1.59 3.774
2 3 0.947 1.052 0.025 0.5 0.60 1.454 2.796 0.376 0.548 1.148 2.71 2.853
5 3 0.146 0.364 0.025 0.5 0.40 0.711 1.605 0.227 0.447 0.847 0.75 0.274
3 6 1.093 2.732 0.025 0.5 1.00 2.232 4.469 0.611 0.707 1.707 1.45 3.958
7 6 0.359 0.898 0.025 0.5 0.60 1.196 2.538 0.354 0.548 1.148 0.56 0.502
6 8 1.452 1.613 0.025 0.5 0.33 4.724 5.462 0.295 0.406 0.736 2.72 4.387
32 8 0.222 0.556 0.025 0.5 0.50 0.862 1.980 0.281 0.500 1.000 0.53 0.293
35 8 0.247 0.275 0.025 0.5 0.30 0.767 1.437 0.191 0.387 0.687 1.33 0.366
6 9 1.947 2.163 0.025 0.5 0.85 2.120 4.021 0.538 0.652 1.502 2.92 6.312
10 9 0.421 1.053 0.025 0.5 0.60 1.455 2.797 0.377 0.548 1.148 1.60 1.687
13 14 0.494 0.549 0.025 0.5 0.55 0.723 1.952 0.281 0.524 1.074 1.93 1.059
14 11 0.494 1.235 0.025 0.5 0.70 1.414 2.979 0.414 0.592 1.292 1.44 1.779
12 11 0.634 0.704 0.025 0.5 0.50 1.158 2.276 0.309 0.500 1.000 2.46 1.733
11 9 1.127 1.253 0.025 0.5 0.70 1.439 3.005 0.417 0.592 1.292 2.67 3.348
9 15 1.549 3.871 0.025 0.5 1.25 2.472 5.267 0.735 0.791 2.041 2.45 9.484
15 16 1.549 3.871 0.025 0.5 1.25 2.472 5.267 0.735 0.791 2.041 1.69 6.543
8/17/2019 TUBES Drainase & P. Limbah
53/84
53
17 16 0.588 0.653 0.025 0.5 0.50 1.056 2.174 0.300 0.500 1.000 2.30 1.504
16 18 2.136 5.340 0.025 0.5 1.40 3.115 6.245 0.855 0.837 2.237 2.23 11.902
36 18 0.896 0.996 0.025 0.5 0.58 1.427 2.724 0.366 0.539 1.119 3.00 2.991
18 19 3.033 7.582 0.025 0.5 1.65 3.770 7.459 1.016 0.908 2.558 1.24 9.413
21 20 0.571 0.635 0.025 0.5 0.50 1.020 2.138 0.297 0.500 1.000 2.82 1.79134 33 0.685 0.762 0.025 0.5 0.55 1.110 2.340 0.326 0.524 1.074 3.01 2.294
23 22 0.253 0.633 0.025 0.5 0.50 1.015 2.133 0.297 0.500 1.000 1.14 0.722
25 24 0.232 0.258 0.025 0.5 0.30 0.710 1.381 0.187 0.387 0.687 1.71 0.440
26 27 0.110 0.275 0.025 0.5 0.30 0.766 1.437 0.191 0.387 0.687 0.76 0.209
29 28 0.242 0.268 0.025 0.5 0.30 0.745 1.415 0.190 0.387 0.687 1.79 0.481
30 31 0.215 0.238 0.025 0.5 0.30 0.645 1.315 0.181 0.387 0.687 2.61 0.623
38 37 0.652 0.724 0.025 0.5 0.55 1.041 2.271 0.319 0.524 1.074 2.19 1.582
8/17/2019 TUBES Drainase & P. Limbah
54/84
54
Perhitungan Hilang Tinggi Tekan Akibat Gesekan (Hgs)
Node 1-2
Diketahui :V = 1,59 m/dt
n = 0,025
R = 0,577 m
L = 500,004 m (tabel 3.2)
= 1 ⁄ ⁄ = 1 ⁄ (ℎ )
⁄
ℎ= 1 ⁄
ℎ= 0,4 10,025 0,577 ⁄ 500,04 = 0,0365
8/17/2019 TUBES Drainase & P. Limbah
55/84
55
Tabel 18. Perhitungan Hilang Tinggi Tekan
Titik Node
V
saluran nR Ls Hgs
( m/det ) (m) (m) (m)
A B c d e f g
1 2 1,59 0,025 0,577 500,004 1,145
2 3 2,71 0,025 0,376 655,822 5,778
5 3 0,75 0,025 0,227 992,575 0,943
3 6 1,45 0,025 0,611 302,612 0,551
7 6 0,56 0,025 0,354 1.026,330 0,402
6 8 3,00 0,025 0,411 528,324 5,366
32 8 0,53 0,025 0,281 1.809,941 0,735
35 8 1,33 0,025 0,191 1.294,055 4,321
6 9 2,92 0,025 0,538 1.261,045 10,14410 9 1,60 0,025 0,377 1.627,162 5,007
13 14 1,69 0,025 0,274 922,178 3,890
14 11 1,44 0,025 0,414 380,045 0,887
12 11 2,46 0,025 0,309 457,552 3,788
11 9 2,67 0,025 0,417 552,381 4,420
9 15 2,45 0,025 0,735 569,854 2,624
15 16 1,69 0,025 0,735 897,945 1,968
17 16 2,30 0,025 0,300 237,493 1,756
16 18 2,23 0,025 0,855 200,232 0,69036 18 3,00 0,025 0,366 681,084 7,508
18 19 1,24 0,025 1,016 803,111 0,765
21 20 2,82 0,025 0,297 379,860 4,246
34 33 2,98 0,025 0,324 378,320 4,436
23 22 1,14 0,025 0,297 386,495 0,708
25 24 1,71 0,025 0,187 612,360 3,414
26 27 0,76 0,025 0,191 220,882 0,240
29 28 1,79 0,025 0,190 476,731 2,898
30 31 2,61 0,025 0,181 298,968 3,98238 37 2,19 0,025 0,319 299,582 1,916
8/17/2019 TUBES Drainase & P. Limbah
56/84
56
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Dari hasil analisis perencanaan sistem drainase didapat hasil:
1)
Debit terbesar pada saluran sekunder yaitu 0,0311 m³/det sehingga di dapat
dimensi saluran dengan lebar 0,2 meter dan tinggi 0,2 meter. Debit saluran
tersier yaitu 0,0075 m³/det sehingga didapat dimensi saluran dengan lebar 0,1
meter dan tinggi 0,1 meter.
2) Sisa tinggi tekan terbesar yang didapat yaitu 1,74 meter pada node 4-9.
3) Digunakan sistem gravitasi penuh.
4)
Sisa tekanan di ujung salauran yaitu 0,64 m.
5.2 Saran
Berdasarkan pada Laporan Tugas Besar “Perencanaan Sistem Jaringan Drainase
dan Pengolahan Limbah Perumahan Permata Arcadia Cimanggis Depok ”,
penyusun ingin memberikan beberapa saran terkait dengan masalah tersebut.
Adapun saran yang dapat kami berikan antara lain:
1)
Pembersihan secara berkala saluran drainase dari sedimentasi yang
mengendap.
2)
Kebijakan pengendalian dan pencegahan banjir hendaknya menjadi tanggung
jawab bersama.
3) Melakukan penataan tata guna lahan sebagaimana mestinya.
8/17/2019 TUBES Drainase & P. Limbah
57/84
57
Perencanaan Sistem Pengolahan Limbah
Perumahan Permata Arcadia Cimanggis Depok
8/17/2019 TUBES Drainase & P. Limbah
58/84
58
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Limbah didefinisikan sebagai sisa atau buangan dari suatu usaha dan atau
kegiatan manusia. Pada dasarnya orang menganggap bahwa limbah adalah sampah
yang sama sekali tidak ada gunanya dan harus dibuang, akan tetapi jika limbah
terus ditumpuk maka akan menyebabkan berbagai polusi baik udara air maupun
tanah.
Berdasarkan wujud atau bentuknya dikenal 3 macam limbah yaitu ;
1. Limbah cair , contohnya air cucian , air sabun , sisa minyak goreng dan lain-
lain.
2. Limbah padat , contohnya plastik bekas, botol bekas , ban bekas dan lain-lain.
3. Limbah gas, contohnya karbon dioksida, karbon monoksida asam Florida,
atrium dioksida dan lain-lain.
Berdasarkan sumbernya dikenal 3 macam limbah yaitu limbah alam,
limbah manusia dan limbah konsumsi. berdasarkan jenis senyawanya ada 3 jenis
limbah yaitu limbah organik, limbah anorganik dan limbah B3, maka dari itu agar
tidak menyebabkan kerusakan lingkungan perlu dilakukan pengolahan limbah
secara terpadu.
1.2 Tujuan Penulisan
Tujuan pembuatan Laporan Tugas Besar ini diantaranya:
1)
Sebagai salah satu tugas dari mata kuliah “Drainase dan Pengolahan Air
Limbah” pada Semester VI.
2)
Dapat mengetahui tahapan-tahapan dalam merencanakan sistem pengolahan
limbah.
3) Dapat menganalisais dan melakukan perhitungan dalam menentukan tipe dan
dimensi saluran limbah.
1.3 Permasalahan
Topik permasalahan yang akan dibahas dalam Laporan Tugas Besar pengolahan
limbah perkotaan ini adalah :
1) Bagaimana cara menentukan aliran limbah berdasarkan kontur yang ada.
8/17/2019 TUBES Drainase & P. Limbah
59/84
59
2) Bagaimana cara menentukan dimensi saluran limbah berdasarkan curah hujan,
data penduduk, dan catchment area yang telah ada.
1.4 Pembatasan Masalah
Dalam Laporan Tugas Besar ini, masalah yang akan kami bahas tidak menyeluruh
mengenai sistem pengolahan limbah, melainkan dibatasi hanya pada pengolahan
limbah sistem gravitasi.
1.5
Sistematika Penulisan
Sistematika Penulisan pada Laporan Tugas Besar ini adalah sebagai berikut :
BAB I
Berisi tentang pendahuluan dan gambaran tentang isi dari penulisan.
BAB II
Berisi tentang dasar teori yang digunakan.
BAB III
Berisi tentang data-data yang dibutuhkan untuk menganalisa.
BAB IV
Berisi tentang analisis perhitungan data.
BAB V
Berisi tentang kesimpulan dan saran
DAFTAR PUSTAKA
8/17/2019 TUBES Drainase & P. Limbah
60/84
60
BAB II
DASAR TEORI
2.1 Air Limbah
Air Limbah yaitu air dari suatu permukiman, industri, perkantoran, yang
telah dipergunakan untuk berbagai keperluan, harus dikumpulkan dan dibuang
untuk menjaga lingkungan hidup yang sehat dan baik.
Air limbah atau air kotor berasal dari air buangan rumah tangga, rumah
sakit, rumah makan, dan sebagainya yang disebut dengan limbah domestik
(domestic waste water ), bisa pula dari air buangan pabrik / industri, yang disebut
limbah pabrik / industri (industrial waste water ).
Untuk mengetahui lebih lanjut tentang air limbah, maka perlu kiranya untuk
diketahui terlebih dahulu beberapa istilah yang sering dipergunakan dalam
pengolahan air limbah yaitu :
1.
Air Limbah (waste water ) adalah kotoran dari masyarakat dan rumah tangga
dan juga berasal dari industri, air tanah, air permukaan serta buangan lainnya.
2. Bangunan air limbah ( sewage treatment plant ) adalah bangunan yang
dipergunakan untuk mengolah/memproses air limbah menjadi bahan-bahan
yang berguna lainnya, serta tidak berbahaya bagi lingkungan sekelilingnya.
3. Saluran tercampur (combined water ) adalah saluran air limbah yang
dipergunakan untuk mengalirkan air limbah, baik yang berasal dari daerah
industri, air hujan dan air permukaan.
4. Saluran air limbah ( sewer ) adalah perlengkapan pengolahan air limbah, bisa
berupa pipa ataupun selokan yang dipergunakan untuk membawa air buangan
dari sumbernya sampai ke tempat pengolahan atau pembuangan.
5.
BOD ( Biochemical Oxygen Demand ) adalah banyaknya oksigen dalam ppm
atau milligram/liter (mg/l) yang diperlukan untuk menguraikan benda organik
oleh bakteri, sehingga limbah tersebut menjadi jernih kembali.
6. COD (Chemical Oxygen Demand ) adalah banyaknya oksigen dalam ppm atau
milligram/liter (mg/l) yang diperlukan dalam kondisi khusus untuk
menguraikan benda organik secara kimiawi.
7. Oksigen terlarut ( Dissolved Oxygen = DO) adalah jumlah oksigen yang
diproduksi air limbah dalam satuan waktu tertentu dengan satuan
milligram/liter (mg/l).
8/17/2019 TUBES Drainase & P. Limbah
61/84
61
Unsur-unsur dari suatu sistem pengolahan air limbah yang modern terdiri
atas :
1.
Masing-masing sumber air limbah
2. Sarana pemrosesan setempat
3. Sarana pengumpul
4.
Sarana penyaluran
5. Sarana pengolahan, dan
6. Sarana pembuangan
Hubungan antara unsur-unsur ini digambarkan secara grafis pada gambar
2.4.Seperti dalam sistem penyaluran air bersih, ada dua faktor yang penting yang
harus diperhatikan dalam sistem pengolahan air limbah adalah jumlah dan mutu.
Gambar 1. Hubungan Antara Unsur-Unsur Fungsional
dari Sistem Pengolahan Air Limbah Kota
2.1.1 Macam-macam Sistem Pengolahan Air Limbah
Metode pengolahan fisik
a. Metode pengolahan fisik berfungsi untuk mengurangi kandungan
bahan padat, warna, bau, dan suhunya.
Metode pengolahan kimiawi
8/17/2019 TUBES Drainase & P. Limbah
62/84
62
b. Metode pengolahan fisik berfungsi untuk mengurangi kadar
Ammonia bebas, Nitrogen organik, Nitrit, Nitrat, Fosfor organik,
dan fosfor anorganik.
Metode pengolahan biologis
c. Metode pengolahan biologis berfungsi untuk menstabilkan bahan
organik sebelum dibuang.
2.1.2 Sumber-Sumber Air Limbah
Air limbah yang harus dibuang dari suatu daerah permukiman terdiri
atas :
a. Air limbah rumah tangga (yang juga disebut saniter), yaitu air
limbah dari daerah perumahan serta sarana-sarana pertimbangan,
institusional, dan yang serupa dengan itu.
b. Air limbah industri yaitu bila bahan – bahan buangan industri
merupakan bagian terbesar.
c.
Air resapan/aliran masuk, yaitu air dari luar yang masuk ke dalam
sistem pembuangan dengan berbagai cara, serta air hujan yang
tercurah dari sumber-sumber talang dan drainase pondasi, dan,
d. Air hujan hasil dari aliran curah hujan.
2.1.3
Variasi Laju Aliran Air Limbah
Aliran air limbah rumah tangga dan industri bervariasi
sepanjang hari maupun sepanjang tahun. Puncak harian dari suatu
daerah perumahan yang kecil biasanya terjadi dipertengahan pagi hari
7,5 %, siang hari 6,5% dan malam hari 5,5% dengan variasi antara 200
hingga lebih dari 500 % dari laju aliran rata – rata, tergantung dari
jumlah orang yang turut memakai.
Air limbah dari sumber industri dan rumah tangga disalurkan
secara lebih seragam dalam sehari, dengan aliran puncak bervariasi
diantara 150 dan 250 % dari laju aliran rata-rata. Karena adanya
penimbunan dan adanya kehilangan waktu di dalam selokan, maka
aliran puncak dinyatakan sebagai persentase dari aliran rata – rata
yang akan berkurang apabila ukuran luas DAS anak sungai yang yang
bersangkutan bertambah. Aliran puncak pada suatu instalasi
pengolahan kota biasanya berkisar antara 150 dan 250 % dari aliran
8/17/2019 TUBES Drainase & P. Limbah
63/84
63
rata-rata. Aliran minimum jarang sekali turun dibawah 40 % dari
aliran rata-rata.
Faktor puncak untuk sarana-sarana komersial dan industri
harus didasarkan pada pengukuran aliran selokan. Kalau industrinya
belum ada, data dari kegiatan yang serupa pada daerah permukaan lain
dapat dipergunakan.
2.1.4 Pengolahan Air Limbah
Sistem pengolahan air limbah terpadu (off-site treatment)
terdiri dari kombinasi beberapa unit operasi atau unit proses, yang
dirancang untuk dapat menurunkan kadar parameter kimia yang
membahayakan dan harus standar baku mutu air limbah sampai pada
baku mutu yang disyaratkan.
Pengolahan air limbah konvensional (conventional waste-
watertreatment ) pada sistem off-site mengenal prinsip jenis
pengolahan mulai dari pengolahan pendahuluan (preliminary
treatment), pengolahan awal (primary treatment), pengolahan kedua
( secondary tretment ) dan pengolahan ketiga/lanjutan (tertiary
treatment ).
Pada umumnya pengolahan limbah domestik telah dapat
dipandang cukup (mencapai target baku mutu efluen limbah) hanya
dengan melakukan pengolahan pendahuluan, pengolahan awal dan
pengolahan kedua. Air limbah mengandung banyak kotoran dengan
bermacam bentuk, ukuran dan berat jenis. Efektivitas pengurangan
kotoran ini membutuhkan kombinasi unit operasi antara lain seperti
saringan ( screening ), penghancuran bahan kasar ( communition ).
Bersamaan dengan itu agar supaya proses pengolahan berjalan dengan
baik diperlukan alat pengatur atau pengukur debit. Unit operasi
dengan bak ekualisasi untuk mengatur debit limbah ( flow equalization
) dan kualitas, juga dikelompokkan dalam bagian dari preliminary
treatment .
Unit-unit operasi pada pengolahan pendahuluan pada
penganan limbah domestic adalah 1) screening , 2) communition, 3)
grit chamber , 4) flow equalitazion. Unit proses fisik lainnya pada
pengolahan pendahuluan yang banyak pula digunakan untuk
8/17/2019 TUBES Drainase & P. Limbah
64/84
64
penanganan limbah dalam kasus-kasus tertentu adalah kombinasi dari
1) screening , 2) communition, 3) grit chamber , 4) flow equalitazion,
5) mixing , 6) flocculation. Bentuk kombinasi unit operasi pengolahan
yang digunakan dapat diatur sesuai dengan kondisi limbah dan
pertimbangan lainnya.
1) Saringan
Saringan berfungsi membuang/mengurangi bahan pencemar
padat ( solid particle) yang akan berpengaruh terhadap pengolahan
selanjutnya dengan menghilangkan bahan padat tersebut, berarti akan
mengurangi beban hidrolis sekaligus beban biologis dari peralatan
penanganan limbah lainnya (IPAL). Peralatan yang dimaksud antara
lain pompa, katup-katup, pipa penyalur, alat – alat pengaduk limbah
dan lain-lain.
Pada jenis lain penghilangan sampah / kotoran kasar, dapat
dilengkapi/dilakukan dengan alat penghancur / penggiling yang
disebut communior . Biasanya alat ini dilengkapi dengan mekanisme
otomatis untuk mebuang bahan-bahan yang telah dihancurkan.
Terdapat beberapa jenis saringan kasar/ screening yaitu :
a.
Saringan kasar, bukan kisi 19-102 mm, dapat bekerja otomatis
maupun manual
b.
Saringan halus, sebagai sarana peningkatan efisiensi IPAL, bukan
kisi < 0,5 inchi
Pada IPAL domestik kota jarang digunakan saringan pasir halus.
Efisiensi tahap ini biasanya mencapai 30 – 35 % untuk beban hidrolis
maupun BOD nya.
2)
Comminution
Agar supaya air limbah lebih mudah ditangani di bagian
hilirnya, kotoran dalam air yang mempunyai banyak variasi ukuran
perlu di potong-potong ( dicacah ) dalam ukuran yang lebih kecil dan
sama besarnya. Alat communitor diproduksi oleh pabrik. Communitor
sering pula diletakkan dekat rumah pompa agar pompa terhindar dari
bahaya macet akibat gangguan kotoran di air limbah. Dalam
penanganan limbah domestik, communitor digunakan untuk limbah
dari kota dengan skope kecil. Bila debit limbah melebihi aliran
8/17/2019 TUBES Drainase & P. Limbah
65/84
65
reratanya sering dilakukan bypass terhadap communitor ini. Gambar
potongan dari alat ini disajikan berikut ini:
Gambar 2. Communitor tampak atas (Metcalf & Eddy, 1979)
Gambar3. Communitor tampak samping (Metcalf & Eddy, 1979)
3) Gri t Chamber (KantongA Pasir