Download docx - TUGAS AKHIR

Transcript
Page 1: TUGAS AKHIR

TUGAS AKHIR – TM091486

STUDI EKSPERIMEN DAN ANALISA ENERGI LISTRIK YANG

DIHASILKAN PROTOTIPE PLTGL TIPE SALTER DUCK

DENGAN VARIASI KETINGGIAN SUMBU ROTASI TERHADAP

PERMUKAAN AIR

ALFIN AINUL YAQIN

NRP. 2111.106.003

Pembimbing:

Dr. Wiwiek Hendrowati, ST., MT.

PROGRAM SARJANA

LABORATORIUM SISTEM DINAMIS DAN VIBRASI

JURUSAN TEKNIK MESIN

FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI

INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER

SURABAYA

2014

Page 2: TUGAS AKHIR

Studi Eksperimen dan Analisa Energi Listrik yang Dihasilkan Prototipe PLTGL Tipe

Salter Duck dengan Variasi Ketinggian Sumbu Rotasi Terhadap Permukaan Air

Nama Mahasiswa : Alfin Ainul Yaqin

NRP : 21.11.106.003

Jurusan : Teknik Mesin FTI – ITS

Dosen Pembimbing : Dr. Wiwiek Hendrowati, ST., MT.

ABSTRAK

Salah satu wujud dari pengembangan potensi energi laut di Indonesia adalah

pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Gelombang Laut (PLTGL). Dimana, kondisi

gelombang laut di sepanjang Pantai Selatan Pulau Jawa, di atas kepala Burung Irian Jaya

dan sebelah barat pulau Sumatera, dianggap potensial untuk membangkitkan energi listrik

yaitu mempunyai ketinggian sekitar 1,5 hingga 2 meter dan tidak pecah hingga sampai di

pantai. Maka dari itu, banyak penelitian dilakukan untuk memanfaatkan energi gelombang

laut tersebut, dengan cara membuat alat yang dapat mengkonversi energi gelombang laut

menjadi energi listrik.

Pada penelitian ini dilakukan rancang bangun suatu prototipe Pembangkit Listrik

Tenaga Gelombang Laut(PLTGL) tipe Salter Duck untuk skala laboratorium. Pembahasan

dari penelitian ini dititikberatkan pada studi eksperimen pengaruh ketinggian poros (sumbu

rotasi) terhadap permukaan air, terhadap energi listrik yang dihasilkan. Dimana amplitudo

dan frekuensi gelombang air yang mengenai bentuk Salter Duck akan menyebabkan gerakan

naik turun (pitching). Torsi yang dihasilkan dari poros Salter Duck akan digunakan untuk

memutar generator dan menghasilkan energi listrik. Analisa energi listrik dilakukan dengan

menvariasikan amplitudo dan ketinggian sumbu rotasi.

Dari penelitian ini didapatkan daya yang didapatkan secara eksperimen mekanisme

salter duck ini berturut-turut yaitu pada ketinggian 0 mm dengan amplitudo gelombang

15,4 ; 22,9 ; 28,8 mm berturut-turut sebesar 1,2801 mW; 3,2515 mW; dan 5,3121 mW. Pada

ketinggian 75 mm dengan amplitudo gelombang 15,4 ; 22,9 ; 28,8 mm berturut-turut

sebesar 1,8741 mW; 3,5679 mW; dan 7,1449 mW. Pada ketinggian 150 mm dengan

amplitudo gelombang 15,4 ; 22,9 ; 28,8 mm berturut-turut sebesar 9,3931 mW, 14,2784

mW, dan 18,9920 mWatt. Dengan efisiensi dari mekanisme salter duck ini mencapai

70,95%.

i

Page 3: TUGAS AKHIR

Kata kunci : Salter Duck, energi gelombang laut, sumbu rotasi, dan permukaan air

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas berkatnya,

penulis dapat menyelesaikan Tugas Akhir dengan judul “Studi Eksperimen dan Analisa

Energi Listrik yang Dihasilkan Prototipe PLTGL Tipe Salter Duck dengan Variasi

Ketinggian Sumbu Putar Terhadap Permukaan Air” ini dengan sebaik-baiknya dan sesuai

dengan jadwal yang diharapkan. Keberhasilan dalam penyelesaian laporan penelititan tugas

akhir ini, tidak lepas berkat dukungan dan bantuan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,

pada kesempatan ini penulis mengucapkan terima kasih dan penghargaan setinggi-tingginya

kepada:

1. Ibu Dr. Wiwiek Hendrowati, ST., MT selaku dosen pembimbing dan teman diskusi yang

sabar dan tidak henti-hentinya memberikan bimbingan, motivasi, dan dukungan,

sehingga penulis mampu menyelesaikan tugas akhir ini dengan baik.

2. Bapak Dr.Eng Harus Laksana Guntur, ST., M.Eng, Bapak Ir. J Lubi, dan Bapak Ir

Yunarko MT selaku dosen penguji.

3. Bapak Ir. Sudjud Darsopuspito, MT selaku dosen wali penulis.

4. Seluruh dosen jurusan Teknik Mesin FTI-ITS yang telah mendidik dan memberikan ilmu

pengetahuan yang bermanfaat bagi penulis.

5. Kedua orang tua penulis, kakak penulis, dan adik-adik penulis serta kekasih penulis yang

telah memberikan doa dan dukungan moral maupun materi kepada penulis.

6. Seluruh karyawan jurusan Teknik Mesin FTI-ITS yang telah turut membantu demi

kelancaran dalam pengerjaan tugas akhir ini.

7. Rekan-rekan Tugas Akhir di Laboratorium Sistem Dinamis dan Vibrasi (Totong, Dodi,

Dito, Rendra, Ilham, Amel, Mas Kaspul, Mas Koifin, Wegig, Nanang, Hendra, Burhan,

Andini, dkk.) pada umumnya, serta rekan-rekan satu kelompok PLTGL (Taufik,

Yulyana, Fauzi Lj, Fauzi regular, Risti, Tyas, Jepri, dan Reza) pada khususnya.

8. Rekan-rekan Lintas Jalur semester genap angkatan 2011 (Doni, Lalu, Teguh, Adek,

Boris, Dimas, Anjar, Rohman, Gito, Hastama, Pempek, Dillah, Khoirul dkk.) yang telah

membantu dalam proses penyelesaian tugas akhir ini, baik itu berupa saran, doa, dan

dukungan, yang tidak dapat penulis sebutkan satu persatu.

9. Semua pihak yang telah membantu dalam proses penyelesaian tugas akhir ini, yang tidak

dapat penulis sebutkan satu persatu.

ii

Page 4: TUGAS AKHIR

Akhirnya penulis mengharapkan semoga Tugas Akhir ini bermanfaat bagi penulis

pada khususnya dan pembaca pada umumnya.

Penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan

Tugas Akhir ini, sehingga penulis sangat mengharapkan kritik dan saran yang bersifat

membangun dari segenap pembaca demi kebaikan dan kesempurnaan Tugas Akhir ini.

Surabaya, Juni 2014

Penulis

iii

Page 5: TUGAS AKHIR

DAFTAR ISI

ABSTRAK...................................................................................................................................

KATA PENGANTAR................................................................................................................

DAFTAR ISI..............................................................................................................................iv

DAFTAR GAMBAR................................................................................................................vii

DAFTAR TABEL......................................................................................................................ix

BAB I PENDAHULUAN...........................................................................................................

1.1 Latar Belakang...................................................................................................1

1.2 Perumusan masalah............................................................................................2

1.3 Batasan Masalah................................................................................................2

1.4 Tujuan Penelitian...............................................................................................3

1.5 Manfaat Penelitian.............................................................................................3

1.6 Sistematika Penulisan........................................................................................3

BAB II TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI............................................................

2.1 Tinjauan Pustaka................................................................................................5

2.1.1 Penelitian Terdahulu Tentang Salter Duck...........................................................

2.1.2 Penelitian Terdahulu Tentang Salter Duck oleh Mahasiswa ITS.........................

2.2 Dasar Teori.........................................................................................................8

2.2.1 Pengertian.............................................................................................................

2.2.2 Proses Terjadinya Gelombang Laut......................................................................

2.2.2.1 Gaya yang Dihasilkan...................................................................................11

2.2.3 Mekanika Getaran...............................................................................................12

2.2.4 Ampitudo............................................................................................................13

3.2.2 Frekuensi.............................................................................................................13

3.2.3 Salter Duck..........................................................................................................13

3.2.3.1 Diameter Salter Duck...................................................................................15

3.2.3.2 Stiffness / Kekakuan Benda..........................................................................16

3.2.3.3 Momen Inersia..............................................................................................16

3.2.4 Elemen Mesin.....................................................................................................18

3.2.4.1 Roda Gigi Lurus (Spur Gear).......................................................................18

3.2.4.2 Velocity Ratio...............................................................................................18

3.2.5 Generator.............................................................................................................19

iv

Page 6: TUGAS AKHIR

BAB III METODE PENELITIAN...........................................................................................21

3.1 Tahapan Penilitian...........................................................................................21

3.1.1 Diagram Alir Penelitian......................................................................................21

3.1.2 Tahapan Pengerjaan Penelitian...........................................................................22

3.1.2.1 Studi Literatur...............................................................................................22

3.1.2.2 Identifikasi Masalah......................................................................................22

3.1.2.3 Perancangan Sederhana Salter Duck dan Generator....................................22

3.2 Rancangan Mekanisme....................................................................................24

3.2.1 Rancangan Mekanisme Teoritis..........................................................................25

3.2.2 Rancangan Mekanisme pada Prototipe...............................................................28

3.3 Tahap Pengujian...............................................................................................29

3.3.1 Diagram Alir Pengujian......................................................................................29

3.3.1 Peralatan Pengujian.............................................................................................30

BAB IV ANALISA DAN PEMBAHASAN............................................................................34

4.1 Analisa Teoritis................................................................................................34

4.1.1 Rencana Geometri dan Dimensi Objek...............................................................34

4.1.1.1 Menghitung jari-jari stern (R2).....................................................................35

4.1.1.2 Menghitung Jari-Jari Paunch........................................................................35

4.1.1.3 Menghitung nilai LD......................................................................................36

4.1.1.4 Menghitung nilai α........................................................................................36

4.1.1.5 Menghitung Momen Inersia (I)....................................................................36

4.1.1.6 Karakteristik Generator................................................................................37

4.1.2 Contoh Perhitungan Daya yang Dihasilkan........................................................37

4.1.3 Hasil Perhitungan Pengaruh Ketinggian Sumbu Rotasi Terhadap Energi Listrik

............................................................................................................................39

4.2 Analisa Eksperimen.........................................................................................41

4.2.1 Pengolahan Data.................................................................................................41

4.2.2 Hasil Pengujian Pengaruh Ketinggian Sumbu Rotasi Terhadap Energi Listrik

............................................................................................................................42

4.2.3 Hasil Pengujian acceleration Pengaruh Ketinggian Sumbu Rotasi Terhadap

Energi Listrik......................................................................................................47

4.3 Pembahasan......................................................................................................50

v

Page 7: TUGAS AKHIR

4.3.1 Pengaruh ketinggian sumbu rotasi terhadap energi listrik (Teoritis vs

Eksperimen)........................................................................................................50

BAB V KESIMPULAN DAN SARAN....................................................................................53

5.1 Kesimpulan......................................................................................................53

5.2 Saran................................................................................................................54

DAFTAR PUSTAKA.................................................................................................................

vi

Page 8: TUGAS AKHIR

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Nomenclature for the nodding duck wave energi converter......................4

Gambar 2.2. Prototipe Salter Duck.................................................................................5

Gambar 2.3 Ilustrasi pergerakan partikel zat cair pada gelombang...............................7

Gambar 2.4 Proses pembentukan gelombang akibat angina.........................................8

Gambar 2.5 Karakteristik ombak...................................................................................9

Gambar 2.6 Gerakan pada bandul................................................................................12

Gambar 2.7 Nomenclature for the nodding duck wave energi converter....................13

Gambar 2.8 Arah gerakan pada salter duck.................................................................14

Gambar 2.9 Momen inersia berbagai macam benda yang umum dikenal...................16

Gambar 2.10 Rincian roda gigi lurus.............................................................................17

Gambar 2.11 Prinsip kerja generator AC.......................................................................18

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian.............................................................................20

Gambar 3.2 Prototipe Salter duck................................................................................22

Gambar 3.3 Mekanisme prototipe PLTGL tipe Salter duck........................................22

Gambar 3.4 Camshaft chain........................................................................................23

Gambar 3.5 One way bearing......................................................................................23

Gambar 3.6 Mekanisme salter duck dengan variasi ketinggian..................................24

Gambar 3.7 Variasi ketinggian terhadap permukaan air.............................................25

Gambar 3.8 Posisi Salter duck ketika diam.................................................................26

Gambar 3.9 Posisi salter duck pada posisi kontak dengan ombak .............................26

Gambar 3.10 Mekanisme prototipe PLTGL tipe salter duck ........................................27

Gambar 3.11 Diagram alir pengujian.............................................................................29

Gambar 3.12 Mekanisme salter duck............................................................................30

Gambar 3.13 Digital Storage Oscilloscope...................................................................30

Gambar 3.14 Accelerometer..........................................................................................31

Gambar 3.15 Multimeter................................................................................................31

Gambar 3.16 Powes Supplay.........................................................................................32

Gambar 4.1 Dimensi ukuran salter duck.....................................................................33

Gambar 4.2 Skema model gelombang.........................................................................34

Gambar 4.3 Karakteristik generator mekanisme salter duck.......................................37

Gambar 4.4 Diagram batang pengaruh ketinggian terhadap daya yang dihasilkan.....40

vii

Page 9: TUGAS AKHIR

Gambar 4.5 Data hasil tampilan oscilloscope..............................................................41

Gambar 4.6 Data hasil olahan menggunakan software matlab....................................42

Gambar 4.7 Grafik Voltase Dari Pengujian Oscilloscope salter duck ketinggian 0 mm

..................................................................................................................43

Gambar 4.8 Grafik Voltase Dari Pengujian Oscilloscope salter duck ketinggian 75 mm

..................................................................................................................44

Gambar 4.9 Grafik Voltase Dari Pengujian Oscilloscope salter duck ketinggian 150

mm...........................................................................................................45

Gambar 4.10 Diagram batang pengaruh ketinggian terhadap daya yang dihasilkan secara

eksperimen...............................................................................................46

Gambar 4.11 Grafik respon dari pengujian salter duck ketinggian 0 mm....................48

Gambar 4.12 Grafik respon dari pengujian salter duck ketinggian 75 mm..................48

Gambar 4.13 Grafik respon dari pengujian salter duck ketinggian 150 mm................49

Ggambar 4.14 Diagram batang respon rotasi salter duck................................................50

Gambar 4.15 Grafik Daya teoritis Vs eksperimen.........................................................51

viii

Page 10: TUGAS AKHIR

DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Perbandingan Daya berdasarkan Perhitungan dan Uji coba (Lutfi P,2014)....6

Tabel 4.1 Hasil perhitungan pengaruh ketinggian terhadap energi listrik.....................39

Tabel 4.2 Hasil pengujian pengaruh ketinggian terhadap energi listrik........................43

Tabel 4.3 Hasil pengujian acceleration pengaruh ketinggian.......................................47

Tabel 4.4 Daya yang dihasilkan Teoritis Vs Eksperimen..............................................51

ix

Page 11: TUGAS AKHIR

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia dengan panjang garis pantai

lebih dari 81.000 km serta lebih dari 17.508 pulau dan luas laut sekitar 3,1 juta km2 termasuk

wilayah pesisir dan lautan Indonesia, dengan luas wilayah kelautan sebesar tiga kali lipat

daripada luas daratannya. Oleh karena itu, wilayah laut Indonesia memiliki banyak potensi

untuk dimanfaatkan. Salah satu potensi laut yang belum diketahui oleh masyarakat adalah

energi laut itu sendiri. Salah satu energi laut dapat dimanfaatkan sebagai pembangkit listrik

tenaga gelombang laut. Keuntungan pemanfaatan gelombang laut sebagai pembangkit listrik

di Indonesia antara lain :

1. Ramah Lingkungan

2. Tersedia di seluruh lautan Indonesia

3. Energi ombak tidak mengenal waktu siang dan malam

Salah satu wujud dari pengembangan potensi energi laut di Indonesia adalah

pembangunan Pembangkit Listrik Tenaga Gelombang Laut (PLTGL). Pembangkit Listrik

Tenaga Gelombang Laut merupakan salah satu alternative pilihan untuk kebutuhan energi

listrik yang berasal dari sumber daya alam terbarukan, murah dan relative mudah untuk

diaplikasikan. Selain itu, berdasarkan survei yang dilakukan Badan Pengkajian dan Penerepan

Teknologi (BPPT) dan pemerintah Norwegia sejak tahun 1987, terlihat banyak daerah-daerah

pantai yang berpotensi sebagai pembangkit listrik tenaga gelombang laut. Gelombang laut di

sepanjang Pantai Selatan Pulau Jawa, di atas kepala Burung irian Jaya dan sebelah barat pulau

Sumatera sangat sesuai untuk menyuplai energi listrik. Kondisi gelombang laut seperti itu

tentu sangat menguntungkan, sebab tinggi ombak yang bisa dianggap potensial untuk

membangkitkan energi listrik adalah sekitar 1,5 hingga 2 meter dan gelombang ini tidak

pecah hingga sampai di pantai.

Gelombang Laut/Ombak adalah pergerakan naik dan turunnya air dengan arah tegak

lurus permukaan air laut yang membentuk kurva/grafik sinusoidal. Gelombang laut

disebabkan oleh angin. Angin di atas lautan mentransfer energinya ke perairan, menyebabkan

riak-riak, alun/bukit, dan berubah menjadi apa yang kita sebut sebagai gelombang. Energi

gelombang laut adalah energi kinetik yang ada pada gelombang laut digunakan untuk

menggerakkan turbin dan menghasilkan energi listrik.

1

Page 12: TUGAS AKHIR

Pada penelitian ini dibahas tentang pemanfaatan gelombang laut menjadi energi listrik

dalam skala laboratorium dengan tipe salter’s duck sebagai wave energi conversion.

Mekanisme ini bekerja dari gaya yang berasal dari gelombang laut dan dikonversikan melalui

alat yang berbentuk duck’s tail sehingga menghasilkan gerakan rotasi naik turun (pitching).

Kemudian gerak rotasi itu akan diteruskan ke gearbox melalui penghubung, yang pada

pembahasan ini menggunakan rantai sprocket. Dari gearbox dihubungkan ke generator

melalui induksi elektromagnetik sehingga menghasilkan energi listrik. Kami melihat bahwa

potensi gelombang laut di Indonesia sangat menjanjikan, dengan begitu jika pembangkit

listrik tenaga gelombang laut di realisasikan secara tidak langsung pemerintah Indonesia telah

menemukan jalan keluar dari tingginya tuntutan pasokan listrik yang diminta sekaligus

mendukung program “Clean Energi”.

1.2 Perumusan masalah

Dari latar belakang diatas, maka perlu dilakukan penelitian lebih lanjut tentang alat dan

mekanisme Pembangkit Listrik Tenaga Gelombang Laut (PLTGL) dengan tipe salter duck

sebagai alat pengkonversinya. Serta seberapa besar panjang langkah yang didapat dari

gerakan rotasi (pitching) untuk menghasilkan energi listrik. Berdasarkan uraian diatas maka

perumusan masalah untuk penelitian ini yaitu :

1. Bagaimana desain dan mekanisme prototipe salter’s duck sebagai converter energi

gelombang laut menjadi energi listrik dengan tingkat efisiensi yang tinggi dalam

skala laboratorium ?

2. Bagaimana pengaruh antara ketinggian sumbu rotasi salter duck dengan permukaan

air dengan frekuensi dan amplitudo yang divariasikan terhadap gerakan naik turun

(pitching) salter duck dan jumlah energi yang dihasilkan ?

1.3 Batasan Masalah

Batasan masalah yang diberlakukan agar penelitian dapat berjalan secara fokus dan

terarah serta dapat mencapai tujuan yang diinginkan, adalah sebagai berikut:

1. Alat konversi energi gelombang laut menjadi energi listrik yang dibuat hanya dalam

skala laboratorium

2. Salter Duck diasumsikan mampu memberikan daya yang dibutuhkan oleh generator

3. Gerakan mekanik yang dihasilkan Salter Duck adalah naik turun (pitching rotasi

Salter Duck)

2

Page 13: TUGAS AKHIR

1.4 Tujuan Penelitian

Tujuan penelitan berdasarkan perumusan masalah adalah sebagai berikut:

1. Merancang dan membangun mekanisme prototipe salter’s duck sebagai converter

energi gelombang laut menjadi energi listrik dengan tingkat efisiensi yang tinggi

dalam skala laboratorium.

2. Mengetahui pengaruh antara ketinggian sumbu rotasi salter duck dengan

permukaan air dengan frekuensi dan amplitudo yang divariasikan terhadap gerakan

naik turun (pitching) salter duck dan jumlah energi yang dihasilkan.

1.5 Manfaat Penelitian

Manfaat yang dapat diperoleh dari penulisan penelitian ini adalah :

1. Sebagai referensi tambahan untuk pemanfaatan lain energi gelombang laut untuk

penelitian lebih lanjut mengenai pembangkit listrik gelombang laut.

2. Kita dapat mengetahui cara mengkonversi energi ombak menjadi energi listrik

dengan teknologi yang digunakan.

3. Mampu memahami dan mengetahui tentang konsep perancangan dan

pengembangan produk.

1.6 Sistematika Penulisan

Sistematika penulisan laporan dibagi dalam beberapa bab sebagai berikut:

1. Bab I Pendahuluan

Bab ini berisi tentang latar belakang dari penelitian ini, perumusan masalah,

tujuan penelitian, batasan masalah, manfaat penelitian, serta sistematika penulisan tugas

akhir.

2. Bab II Tinjauan Pustaka dan Dasar Teori

Tinjauan pustaka berisi rangkuman berbagai literature yang menunjang dalam

melakukan penelitian. Dasar teori berisi materi-materi yang digunakan dalam

melakukan data hasil penelitian.

3. Bab III Metodologi

Bab ini berisi tentang cara-cara pengujian yang akan dilakukan dalam penelitian

diantaranya, penentuan energi listrik yang dihasilkan dan percepatan rotasi dari salter

duck.

3

Page 14: TUGAS AKHIR

4. Bab IV Analisa dan Pembahasan

Berisi tentang data-data pengujian dari alat yang digunakan, perhitungan-

perhitungan energi bangkitan, grafik respon percepatan, dan analisa tentang data

eksperimen.

5. Bab V Penutup

Bab penutup ini terdiri dari kesimpulan hasil pengolahan data-data penelitian

yang telah dilakukan dan saran yang perlu diberikan.

4

Page 15: TUGAS AKHIR

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA DAN DASAR TEORI

2.1 Tinjauan Pustaka

2.1.1 Penelitian Terdahulu Tentang Salter Duck

Salter Duck merupakan salah satu dari sekian banyak mekanisme yang digunakan untuk

Ocean Wave Converter. Stephen Salter adalah yang pertama kali memperkenalkannya pada

tahun 1974. Salter Duck ini mempunyai effisiensi mencapai 90% pada gelombang sinusiodal

2 dimensi. Dia menyebutnya dengan “nodding duck” berdasarkan bentuknya maupun

operasinya, yang di ilustrasikan pada gambar 2.1

Gambar 2.1 Nomenclature for the nodding duck wave energi converter

Michael MCCormick (1981) dalam bukunya yang berjudul Ocean Wave Energi

Conversion menyebutkan bahwa Paunch dari perangkat tersebut sengaja dibentuk seperti itu

dalam memanfaatkan tekanan dinamik yang disebabkan oleh gelombang yang akan

mempengaruhi gerakan partikel dari air yang secara effisien akan memaksa perangkat tersebut

untuk berotasi pada sumbu O. Sebagai tambahan, perubahan tekanan hidrostatis akan

memberikan konstribusi untuk rotasinya dengan menyebabkan bouyant forebody dekat beak

menjadi naik turun. Ketika kedua tekanan ini mempengaruhi pergerakan dari tiap fase,

nodding duck mengkonversi dari energi kinetik dan potensial dari gelombang menjadi energi

mekanik rotasi. Energi mekanik rotasi ini lalu di konversi menjadi energi listrik dengan

5

Page 16: TUGAS AKHIR

menggunkan hydraulic – electric subsystem. Analisis matematis dari operasi perangkat ini

dapat ditemukan dalam paper yang dibuat oleh Salter pada tahun 1976.

2.1.2 Penelitian Terdahulu Tentang Salter Duck oleh Mahasiswa ITS

Luthfi Prasetya Kurniawan (2014) melakukan penelitian untuk studi perancangan

prototipe pembangkit listrik tenaga gelombang laut tipe Salter Duck. Dalam penelitiannya, Ia

membuat prototipe Salter Duck berskala kecil dengan desain dari penelitian sebelumnya

mengenai Salter Duck yang ditempatkan pada pantai Bandealit. Desain dari Salter Duck

penelitiannya dibuat menggunakan triplek tebal 9 mm dan selimut penutupnya menggunakan

seng (Zn).

Gambar 2.2 Prototipe Salter Duck

(Lutfi P,2014)

Penelitiannya bertujuan untuk melihat cara kerja dari pembangkit listrik tenaga

gelombang laut tipe Salter Duck serta potensi daya yang bisa dibangkitkan dari alat tersebut.

Selain itu, Ia membandingkan potensi daya yang dihasilkan Salter Duck berdasarkan

perhitungan matermatis dan hasil percobaannya dalam laboratorium, berikut adalah data hasil

penelitiannya :

Tabel 2.1 Perbandingan Daya berdasarkan Perhitungan dan Uji coba (Lutfi P,2014)

Tek Komp

C. In C. Out L (m) H (m) T (m)P (Watt)

P (mWatt)

40 - 70 Psi

1 10 0,50 0,07 0,57 0,69 0,202 10 0,70 0,10 0,67 1,66 0,21

6

Page 17: TUGAS AKHIR

Tek Komp

C. In C. Out L (m) H (m) T (m)P (Watt)

P (mWatt)

40 - 70 Psi

3 10 0,80 0,14 0,72 3,49 0,384 10 0,85 0,16 0,74 4,70 0,345 10 0,90 0,16 0,76 4,83 0,476 10 0,95 0,18 0,78 6,28 0,317 10 1,00 0,19 0,80 7,18 0,438 10 1,05 0,21 0,82 8,99 0,479 10 1,05 0,22 0,82 9,87 0,4810 10 1,10 0,23 0,84 11,04 0,6310 1 0,65 0,06 0,65 0,58 0,2210 2 0,80 0,08 0,72 1,14 0,2810 3 0,85 0,10 0,74 1,83 0,3810 4 0,90 0,13 0,76 3,19 0,4410 5 1,00 0,16 0,80 5,09 0,4510 6 1,05 0,18 0,82 6,60 0,3410 7 1,10 0,20 0,84 8,35 0,4710 8 1,15 0,20 0,86 8,53 0,4610 9 1,15 0,21 0,86 9,41 0,4810 10 1,20 0,22 0,88 10,55 0,60

Rata-rata 0,94 0,16 0,77 5,70 0,40

Dari data tabel, dapat dilihat bahwa rata-rata daya yang dihasilkan dengan hasil

perhitungan adalah 5.7 Watt, sedangkan berdasarkan hasil uji coba didapat 0.4 mWatt, dengan

rata-rata panjang gelombang 0.94 meter, tinggi gelombang 0.16 meter dan periode gelombang

0.77 second. Perbedaan dan selisih daya yang besar antara perhitungan dan hasil percobaan

ini menghasilkan kesimpulan bahwa :

1. Besarnya panjang gelombang dan tinggi gelombang mempengaruhi sistem kerja dari

Salter Duck serta hasil keluaran daya

2. Mekanisme yang digunakan pada penelitian ini untuk mengkonversi gerakan

nodding masih kurang berhasil. Hal ini diindikasikan dengan perubahan gerak

translasi menjadi rotasi yang kurang sukses. Sehingga gaya rotasi yang diubah oleh

dinamo menjadi energi listrik juga kecil.

2.2 Dasar Teori

7

Page 18: TUGAS AKHIR

2.2.1 Pengertian Gelombang Ombak

Gelombang adalah pergerakan naik dan turunnya air dengan arah tegak lurus

permukaan air laut yang membentuk kurva/grafik sinusoidal. Gelombang laut disebabkan oleh

angin. Angin di atas lautan mentransfer energinya ke perairan, menyebabkan riak-riak,

alun/bukit, dan berubah menjadi apa yang kita sebut sebagai gelombang.

Gambar 2.3 Ilustrasi pergerakan partikel zat cair pada gelombang

Sebenarnya pelampung bergerak dalam suatu lingkaran (orbital) ketika gelombang

bergerak naik dan turun. Partikel air berada dalam satu tempat, bergerak di suatu lingkaran,

naik dan turun dengan suatu gerakan kecil dari sisi satu kembali ke sisi semula. Gerakan ini

memberi gambaran suatu bentuk gelombang. Pelampung yang mengapung di air pindah ke

pola yang sama, naik turun di suatu lingkaran yang lambat, yang dibawa oleh pergerakan air.

Di bawah permukaan, gerakan berputar gelombang itu semakin mengecil. Ada gerak

orbital yang mengecil seiring dengan kedalaman air, sehingga kemudian di dasar hanya akan

meninggalkan suatu gerakan kecil mendatar dari sisi ke sisi yang disebut “surge” .

2.2.2 Proses Terjadinya Gelombang Laut

Proses terbentuknya pembangkitan gelombang di laut oleh gerakan angin belum

sepenuhnya dapat dimengerti, atau dapat dijelaskan secara terperinci. Tetapi menurut

perkiraan, gelombang terjadi karena hembusan angin secara teratur, terus-menerus, di atas

8

Page 19: TUGAS AKHIR

permukaan air laut. Hembusan angin yang demikian akan membentuk riak permukaan, yang

bergerak kira-kira searah dengan hembusan angin (lihat Gambar).

Gambar 2.4 Proses pembentukan gelombang akibat angin

Bila angin masih terus berhembus dalam waktu yang cukup panjang dan meliputi jarak

permukaan laut (fetch) yang cukup besar, maka riak air akan tumbuh menjadi gelombang.

Pada saat yang bersamaan, riak permukaan baru akan terbentuk di atas gelombang yang

terbentuk, dan selanjutnya akan berkembang menjadi gelombang – gelombang baru tersendiri.

Proses yang demikian tentunya akan berjalan terus menerus (kontinyu), dan bila gelombang

diamati pada waktu dan tempat tertentu, akan terlihat sebagai kombinasi perubahan-

perubahan panjang gelombang dan tinggi gelombang yang saling bertautan. Komponen

gelombang secara individu masih akan mempunyai sifat-sifat seperti gelombang pada kondisi

ideal, yang tidak terpengaruh oleh gelombang-gelombang lain. Sedang dalam kenyataannya,

sebagai contoh, gelombang-gelombang yang bergerak secara cepat akan melewati

gelombang-gelombang lain yang lebih pendek (lamban), yang selanjutnya mengakibatkan

terjadinya perubahan yang terus-menerus bersamaan dengan gerakan gelombang-gelombang

yang saling melampaui.

Sebuah gelombang tertdiri dari beberapa bagian antara lain:

a. Puncak gelombang (Crest) adalah titik tertinggi dari sebuah gelombang.

b. Lembah gelombang (Trough) adalah titik terendah gelombang, diantara dua puncak

gelombang.

c. Panjang gelombang (Wave length) adalah jarak mendatar antara dua puncak gelombang

atau antara dua lembah gelombang.

d. Tinggi gelombang (Wave height) adalah jarak tegak antara puncak dan lembah

gelombang.

9

Page 20: TUGAS AKHIR

e. Periode gelombang (Wave period) adalah waktu yang diperlukan oleh dua puncak

gelombang yang berurutan untuk melalui satu titik.

Bhat (1978), Garisson (1993), dan Gross (1993) mengemukakan bahwa ada 4 bentuk

besaran yang berkaitan dengan gelombang. Yakni :

a. Amplitudo gelombang (A) adalah jarak antara puncak gelombang dengan permukaan

rata-rata air.

b. Frekuensi gelombang ( f ) adalah sejumlah besar gelombang yang melintasi suatu titik

dalam suatu waktu tertentu (biasanya didefenisikan dalam satuan detik).

c. Kecepatan gelombang (C) adalah jarak yang ditempuh gelombang dalam satu satuan

waktu tertentu.

d. Kemiringan gelombang (H/L) adalah perbandingan antara tinggi gelombang dengan

panjang gelombang.

Bentuk fisik dari gelombang laut telah dijelaskan oleh Van Dorn In. Karakteristik

terdapat dua karakteristik dari ombak yang dibedakan atas periodenya.pada gambar 2.5

dijelaskan dua tipe dari gelombang.

Gambar 2.5 Karakteristik ombak (Alireza K, 2010)

Untuk mengetahui daya yang terdapat pada gelombang, maka pertama harus

mengetahui energi gelombang yang tersedia. Energi gelombang total adalah jumlah dari

energi kinetic dan energi potensial. Total energi potensial dan energi kinetic dapat dirumuskan

sebagai berikut :

10

Page 21: TUGAS AKHIR

E=12

ρg A2 …(2.1)

Dengan : g = percepatan grafitasi (9,8 m/s2)

ρ = densitas air (1000 kg/m3)

A = amplitudo gelombang (m)

Untuk mendapatkan rata – rata energi atau daya dari periode ombak, energi E dikalikan

dengan kecepatan rambat gelombang, vg.

vg=L

2 T …(2.2)

Dengan keterangan T adalah periode gelombang (s) dan T adalah panjang gelombang (m)

Pw=12

ρg A2 L2T

…(2.3)

Jika periode gelombang dan panjang dihubungkan, sehingga

L= g T2

2 π …(2.4)

Sehingga didapatkan :

Pw=ρg A2 T

8 π…(2.5)

Dengan menggunakan amplitudo gelombang, daya ombak dapat juga dituliskan sebagai

fungsi tinggi gelombang, H. sehingga persamaannya menjadi

Pw=ρ g2 H 2T

32 π…(2.6)

Dari persamaan 2.6 diatas, dapat diketahui gaya ombak yang dikonversikan oleh mekanisme

salter duck dengan rumusan sebagai berikut.

F wave= Pwavev

= ρ g H 2

16 …(2.7)

Dimana cg merupakan setengah kecepatan rambat suatu gelombang (c). Dengan persamaan

v= λT

…(2.8)

Keterangan :

λ : panjang gelombang (m)

T : periode gelombang (s)

2.2.2.1 Gaya yang Dihasilkan

11

Page 22: TUGAS AKHIR

Gaya yang dihasilkan (F generated) merupakan resultan gaya yang dihasilkan untuk

dapat menggerakkan Salter Duck dan pergerakan diteruskan ke poros utama untuk

menggerakkan generator .

Fgenerated = (Fwave + Fbouyancy) - Fgrafitasi

= [( Pwavec )+( ρ .g .V tercelup)]−(m.g) …(2.9)

2.2.3 Mekanika Getaran

Secara umum getaran dapat didefinisikan sebagai gerakan bolak-balik suatu benda dari

posisi awal melalui titik keseimbangan. Setiap komponen mekanikal memiliki berat dan

properties yang menyerupai pegas, ada dua kelompok umum dari getaran, yaitu getaran bebas

dan getaran paksa.

Getaran memiliki ciri-ciri, di antaranya:

1. Untuk menempuh lintasan satu getaran diperlukan waktu yang biasa disebut periode 

2. Banyaknya getaran dalam satu sekon disebut frekuensi (f)

Semua sistem yang bergetar mengalamai redaman sampai derajat tertentu karena energi

terdisipasi oleh gesekan dan tahanan lain. Jika redaman kecil maka pengaruhnya sangat kecil

terhadap frekuensi naturalnya, dan perhitungan frekuensi natural biasanya dilakukan atas

dasar tidak ada redaman.

A. Getaran bebas

Getaran bebas terjadi jika sistem beroksilasi karena bekerjanya gaya yang ada dalam

sistem itu sendiri, dan jika ada gaya luas yang bekerja. Sistem yang bergetar bebas akan

bergerak pada satu atau lebih frekuensi naturalnya, yang merupakan sifat sistem dinamika

yang dibentuk oleh distribusi massa dan kekuatannya. Semua sistem yang memiliki massa dan

elastisitas dapat mengalami getaran bebas atau getaran yang terjadi tanpa rangsangan luar.

B. Getaran paksa

Getaran paksa adalah getaran yang terjadi karena rangsangan gaya luar, jika rangsangan

tersebut berosilasi maka sistem dipaksa untuk bergetar pada frekuensi rangsangan. Jika

frekuensi rangsangan sama dengan salah satu frekuensi natural sistem, maka akan didapatkan

keadaan resonansi dan osilasi yang besar dan beresiko membahayakan. Kerusakan pada

struktur besar seperti jembatan, gedung ataupun sayap pesawat terbang, merupakan contoh

kejadian yang disebabkan adanya resonansi. Jadi perhitungan frekuensi natural merupakan hal

yang utama.

C. Gerak harmonik

12

Page 23: TUGAS AKHIR

Setiap gerak yang terjadi secara berulang dalam selang waktu yang sama disebut gerak

periodik. Karena gerak ini terjadi secara teratur maka disebut juga sebagai gerak

harmonik/harmonis. Apabila suatu partikel melakukan gerak periodik pada lintasan yang

sama maka geraknya disebut gerak osilasi/getaran

2.2.4 Ampitudo

Amplitudo adalah pengukuran skalar yang nonnegatif dari besar osilasi suatu

gelombang. Amplitudo juga dapat didefinisikan sebagai jarak terjauh dari garis

kesetimbangan dalam gelombang sinusoide dihitung dari kedudukan seimbang.

Gambar 2.6 Gerakan pada bandul

3. = titik setimbang ;  1 dan 3 = titik terjauh (Amplitudo)

3.2.2 Frekuensi

Frekuensi adalah ukuran jumlah putaran ulang per peristiwa dalam satuan waktu yang

diberikan. Secara alternatif, seseorang bisa mengukur waktu antara dua buah kejadian /

peristiwa (dan menyebutnya sebagai periode), lalu memperhitungkan frekuensi ( ) sebagai

hasil kebalikan dari periode ( ), seperti nampak dari rumus di bawah ini :

f = 1T

…(2.10)

dengan f adalah frekuensi (hertz) dan T periode (sekon atau detik).

3.2.3 Salter Duck

Pada tahun 1974 Salter memperkenalkan suatu konsep pengkonversi energi yang cukup

unik yang mampu menghasilkan effisiensi sebesar 90% pada gelombang sinusiodal 2 dimensi.

13

Page 24: TUGAS AKHIR

Dia menyebutnya dengan “nodding duck” berdasarkan bentuknya maupun operasinya, yang

di ilustrasikan pada gambar 2.7. Geometri Salter Duck menurut buku Ocean Wave Energi

Conversion karya Michael MCCormick (1981) adalah sebagai berikut :

Gambar 2.7 Nomenclature for the nodding duck wave energi converter

Dengan keterangan gambar sebagai berikut :

- R2 = Jari-jari Stern

- R0 = Jari-jari Paunch

- R0' = Jari-jari Practical Paunch

- LD = Panjang garis air

- α = Sudut dari sumbu poros untuk R0

- rD = Letak titik berat objek dari sumbu poros

Paunch dari salter duck tersebut dibentuk seperti itu dalam memanfaatkan tekanan

dinamik yang disebabkan oleh gelombang yang akan mempengaruhi gerakan partikel dari air

yang secara efisien akan memaksa salter duck tersebut untuk berotasi pada sumbu O. Sebagai

tambahan, perubahan tekanan hidrostatis akan memberikan konstribusi untuk rotasinya

dengan menyebabkan bouyant forebody dekat beak menjadi naik turun. Ketika kedua tekanan

ini mempengaruhi pergerakan dari tiap fase, nodding duck mengkonversi dari energi kinetik

dan potensial dari gelombang menjadi energi mekanik rotasi. Energi mekanik rotasi ini lalu di

konversi menjadi energi listrik dengan menggunkan hydraulic – electric subsystem. Analisis

matematis dari operasi perangkat ini dapat ditemukan dalam paper yang dibuat oleh Salter

pada tahun 1976. (McCormick 1981)

Salter duck, juga dikenal sebagai nodding duck atau dengan nama resmi Edinburgh

duck, adalah sebuah alat yang mengubah tenaga ombak menjadi listrik. Dampak gelombang

14

Page 25: TUGAS AKHIR

menginduksi rotasi giroskop terletak di dalam salter duck berbentuk buah pir, dan sebuah

generator listrik mengubah rotasi ini menjadi listrik dengan efisiensi keseluruhan hingga 90%.

Salter Duck diciptakan Stephen Salter (Scotish) yang memanfaatkan pergerakan

gelombang untuk memompa energi.

Gambar 2.8 Arah gerakan pada salter duck

3.2.3.1 Diameter Salter Duck

Sebagai bagian dari kebanyakan perangkat pengkonversi energi lainnya, analisis tentang

perangkat ini dimulai dengan menetapkan desain dari gelombang yang memperngaruhi

frekwensi natural dapat dituliskan sebagai berikut :

f D= 12 π √ stiffnes

inertia …(2.11)

Dimana stiffness dan inertia dari system tersebut dapat ditentukan dengan mengasumsikan

f D=f

f D= 12 π √ 2πg

λtanh( 2 πg

λ ) …(2.12)

Untuk mempermudahkan analisis, asumsikan bahwa perangkat tersebut beroperasi di air

dalam, sehingga persamaan diatas menjadi :

f D=√ 2 πgλ

…(2.13)

Dimana λ adalah panjang gelombang

Rata – rata panjang gelombang air dalam diketahui dari pengukuran in situ yang

dibuat selama lebih dari satu tahun. Dari informasi ini, Salter lalu menspesifikasikan bahwa

radius dari paunch tersebut (R0) adalah sebagai berikut :

R0=KD e2πz / λ …(2.14)

15

Page 26: TUGAS AKHIR

Dimana KD adalah desain konstan yang ditentukan pada saat z = -2R2 untuk nilai yang

diasumsikan λ/R2. Untuk hasil yang dihasilkan oleh salter λ/R2 = 20 adalah asumsi. Dengan

kondisi ini, persamaan diatas menjadi :

R0Iz = -2R2 = K D e−π /5

= 0,533 K D = λ

20

Oleh karena itu, nilai dari desain yang konstan adalah

K D=0,0937 λ …(2.15)

3.2.3.2 Stiffness / Kekakuan Benda

Mengacu pada persamaan (2.8) diatas, Salter (1976), menunjukkan bahwa effective

stiffness dari system salter duck dapat dicari menggunakan persamaan dibawah ini :

Stiffness=13

ρg LD3 B−M g r D cos α …(2.16)

Dimana : M : Berat displacement (kg)

B : Lebar salter duck (m)

r D : Panjang lengan dari titik rotasi ke titik berat

LD : Panjang garis air

ρ : massa jenis air laut (kg/m3)

g : percepatan gravitasi (m2/s)

3.2.3.3 Momen Inersia

Momen inersia adalah hasil kali massa sebuah partikel (m) dengan kuadrat jarak partikel

dari titik rotasinya (r). secara sederhana momen inersia dapat ditulis kedlam pesamaan berikut

ini I=m ×r2 …(2.17)

Jarak setiap partikel yang menyusun benda tegar berbeda – beda jika diukur dari sumbu

rotasi. Ada yang berada di tepi ada yang dekat dengan sumbu rotasinya dan lain- lainnya.

Berikut ini adalah beberapa persamaan momen inersia untuk benda tegar.

16

Page 27: TUGAS AKHIR

Gambar 2.9 Momen inersia berbagai macam benda yang umum dikenal

Salter duck dikategorikan sebagai sebuah benda silinder berongga, dan Salter (1976),

secara pendekatan mendapatkan persamaan untuk inersia salter duck adalah sebagai berikut :

inertia=I Y+1

32πρB ⌈ ( LD

cosα )2

−R2 ⌉2

…(2.18)

Dimana IY adalah momen inersia pada sumu rotasi. Disini harus dicatat bahwa IY

bergantung kepada distribusi massa dari keseluruhan benda termasuk mekanisme konversi

energi yang ada didalamnya. Sehingga persamaan (2.1) diatas menjadi sebagai berikut :

f D= 12 π √ 1

3ρg LD

3 B−Mgr D sinα

I Y + 132

πρB ⌈ ( LD

cosα )2

−R2⌉2 …

(2.19)

3.2.3.4 Efisiensi Salter Duck

Efisiensi adalah suatu ukuran tingkat penggunaan sumber daya dalam suatu proses.

Semakin hemat / sedikit penggunaan sumber daya, maka prosesnya dikatakan semakin

efisien. Efisiensi Pembangkit Listrik Tenaga Gelombang Laut (PLTGL) tipe Salter Duck

dapat diketahui melalui perbandingan antara daya yang dihasilkan oleh ombak (persamaan

17

Page 28: TUGAS AKHIR

2.6) dengan daya yang dihasilkan oleh mekanisme Salter Duck. Sehingga dapat dituliskan

sebagai berikut.

Efisiensi=Ppraktek

Pteoritis

×100 % …(2.20)

Dimana :

Pteoritis : Daya yang dihasilkan ombak (pers 2.6)

Ppraktek : Daya yang dihasilkan dari percobaan

3.2.4 Elemen Mesin

Dalam pembahasan elemen mesin ialah perancangan komponen - komponen

mesin baik ditinjau dari segi keamanan, umur dan desain. Dalam elemen mesin banyak

komponen yang akan dipelajari guna menciptakan sebuah mesin yang ideal

walaupun terdapat keterbatasan - keterbatasan pada kenyataannya.

3.2.4.1 Roda Gigi Lurus (Spur Gear)

Roda gigi lurus merupakan jenis roda gigi yang paling banyak digunakan. Fungsi dari

roda gigi lurus ini adalah untuk mentransmisikan daya dan gerak pada dua poros yang

sejajar. Bagian dari pasangan roda gigi yang berfungsi untuk menggerakkan roda gigi

pasangannya disebut pinion. Sedangkan pasangan roda gigi yang digerakkan disebut gear.

Gambar 2.10 Rincian roda gigi lurus

3.2.4.2 Velocity Ratio

18

Page 29: TUGAS AKHIR

Velocity Ratio ( perbandingan kecepatan ) pada spur gear adalah sebagai berikut :

i=ω1

ω2

=n1

n2

=Nt 2

Nt 1

=d2

d1

…(2.21)

Dimana:

i : velocity ratio

ω : kecepatan sudut (rad/s)

n : kecepatan keliling (rpm)

Nt : jumlah gigi ( buah )

d :diameter pitch circle (in)

3.2.5 Generator

Generator adalah mesin yang dapat mengubah tenaga mekanis menjadi tenaga listrik

melalui proses induksi elektromagnetik. Generator ini memperoleh energi mekanis dari prime

mover atau penggerak mula. Prinsip kerja dari generator sesuai dengan hukum Lens, yaitu

arus listrik yang diberikan pada stator akan menimbulkan momen elektromagnetik yang

bersifat melawan putaran rotor sehingga menimbulkan EMF pada kumparan rotor.

Tegangan EMF ini akan menghasilkan suatu arus jangkar. Jadi diesel sebagai prime

mover akan memutar rotor generator, kemudian rotor diberi eksitasi agar menimbulkan

medan magnit yang berpotongan dengan konduktor pada stator dan menghasilkan tegangan

pada stator. Karena terdapat dua kutub yang berbeda yaitu utara dan selatan, maka pada 90o

pertama akan dihasilkan tegangan maksimum positif dan pada sudut 270o kedua akan

dihasilkan tegangan maksimum negatif. Ini terjadi secara terus menerus/continue.

19

Page 30: TUGAS AKHIR

Gambar 2.11 Prinsip kerja generator AC

Generator AC bekerja berdasarkan atas prinsip dasar induksi elektromagnetik.

Tegangan bolak-balik akan dibangkitkan oleh putaran medan magnetik dalam kumparan

jangkar yang diam. Dalam hal ini kumparan medan terletak pada bagian yang sama dengan

rotor dari generator. Nilai dari tegangan yang dibangkitkan bergantung pada :

1. Jumlah dari lilitan dalam kumparan.

2. Kuat medan magnetik, makin kuat medan makin besar tegangan yang

diinduksikan.

3. Kecepatan putar dari generator itu sendiri.

Prinsip generator ini secara sederhana dapat dijelaskan bahwa tegangan akan

diinduksikan pada konduktor apabila konduktor tersebut bergerak pada medan magnet

sehingga memotong garis-garis gaya. Hukum tangan kanan berlaku pada generator dimana

menyebutkan bahwa terdapat hubungan antara penghantar bergerak, arah medan magnet, dan

arah resultan dari aliran arus yang terinduksi. Apabila ibu jari menunjukkan arah gerakan

penghantar, telunjuk menunjukkan arah fluks, jari tengah menunjukkan arah aliran elektron

yang terinduksi. Hukum ini juga berlaku apabila magnet sebagai pengganti penghantar yang

digerakkan. Terdapat dua jenis konstruksi dari generator ac, jenis medan diam atau medan

magnet dibuat diam dan medan magnet berputar.

20

Page 31: TUGAS AKHIR

BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Tahapan Penilitian

3.1.1 Diagram Alir Penelitian

Agar penelitian ini dapat mencapai tujuan yang diinginkan seperti yang tercantum pada

tujuan, maka perlu dilakukan langkah – langkah yang sesuai dengan prosedur pengerjaan.

Prosedur analisa akan dijelaskan melalui diagram alir / flowchart sebahai berikut :

Gambar 3.1 Diagram alir penelitian

21

Page 32: TUGAS AKHIR

3.1.2 Tahapan Pengerjaan Penelitian

Selama pengerjaan penelitian ini, penulis membagi pengerjaan tugas ini dalam beberapa

tahapan pengerjaan. Tahapan pengerjaan tugas akhir ini antara lain :

3.1.2.1 Studi Literatur

Studi literatur ini dilakukan agar dapat menambah wawasan, pengetahuan penulis

terhadap materi yang akan dibahas pada penelitian ini. Pada tahap studi literatur penulis

melakukan kajian dan mengambil beberapa teori penunjang dari buku-buku, artikel, jurnal

ilmiah, dan penelitian terdahulu. Diharapkan dari hasil studi literatur ini, penulis dapat

menganalisa hasil dari pengujian yangdilakukan.

3.1.2.2 Identifikasi Masalah

Kegiatan yang akan dilakukan dalam pengidentifikasian masalah dalam kegiatan

penelitian ini adalah mengetahui kinerja dari mekanisme Pembangkit Listrik Tenaga

Gelombang Laut (PLTGL) dengan variasi ketinggian sumbu rotasi salter duck terhadap

gerakan rotasi (pitching) dan output listrik yang dihasilkan berupa tegangan dan percepatan

rotasi dari salter duck.

3.1.2.3 Perancangan Sederhana Salter Duck dan Generator

Dalam perancangan ini hanya merancang tentang gear box dan generator untuk salter

duck yang sesederhana mungkin, dimana perancangan penggambaran ini menggunakan

software. Prinsip kerja dari mekanisme ini adalah dengan memanfaatkan naik turunnya

gelombang air dimana dengan naik turunnya gelombang air tersebut akan menggerakkan

salter duck. Gerakan naik turun (pitching) pada salter duck dimanfaatkan untuk

menggerakkan roda gigi lurus yang ada pada gear box. Gerak rotasi yang dihasilkan oleh

gear bok akan dimanfaatkan untuk memutarkan generator.

22

Page 33: TUGAS AKHIR

Gambar 3.2 Prototipe Salter duck

Salter duck merupakan wave converter yang akan dimanfaatkan gerakan rotasi naik

turunnya (pitching) dari gelombang air menjadi gerak rotasi.

Gambar 3.3 Mekanisme prototipe PLTGL tipe Salter duck

Keterangan gambar :

1. Salter duck

2. Camshaft chain

3. Piringan bergigi

4. One way bearing (bearing satu arah)

23

1

46

2 3 5

Page 34: TUGAS AKHIR

5. Roda gigi Lurus

6. Gear box

Mekanisme Pembangkit Listrik Tenaga Gelombang Laut (PLTGL) ini dibutuhkan

komponen - komponen pendukung guna terwujudnya mekanisme yang baik. Berikut ini

adalah komponen – komponen pendukung beserta fungsinya :

1. Camshaft chain dan piringan bergigi

Camshaft chain ini digunakan untuk mengkonversi gerakan naik turun salter duck

menjadi gerak rotasi yang dihubungkan ke piringan bergigi.

Gambar 3.4 Camshaft chain

2. One way bearing (Bearing satu arah)

Gambar 3.5 One way bearing

3. Generator

Generator elektrik adalah alat yang dapat menimbulkan sumber tegangan atau dapat

diartikan sebagai sebuah alat yang memproduksi energi listrik dari sumber energi

mekanikal, biasanya dengan menggunakan induksi elektromagnetik.

3.2 Rancangan Mekanisme

Pada tahap ini merupakan tahap pembahasan tentang perbandingan secara teoritis dan

prototipe sehingga dapat memperjelas tujuan perancangan yang dilakukan. Pada tahap ini

dimulai dari perencanaan konsep, menentukan variasi yang akan digunakan, dan bentuk

24

Page 35: TUGAS AKHIR

rancangan. Setelah itu, dikembangkan menjadi sebuah produk teknik berdasarkan

pertimbangan teknik dan perhitungan. Dengan memperoleh lebih banyak informasi tentang

keunggulan dari variasi-variasi yang berbeda, maka membuat prototipe merupakan hal

penting. Dengan kombinasi yang tepat dan eliminasi dari solusi yang lemah, prototipe terbaik

akan diperoleh.

3.2.1 Rancangan Mekanisme Teoritis

Bagian ini akan membahas tentang hubungan setiap variasi terhadap energi listrik

berupa tegangan yang dihasilkan dan persamaan gerak dari salter duck. Dari perencanaan

salter duck ini akan dimodelkan sebagai berikut.

Gambar 3.6 Mekanisme salter duck dengan variasi ketinggian

Pada rancangan mekanisme ini ditetapkan akan diambil beberapa variasi, yang setiap

variasi tersebut akan mempengaruhi besaran nilai tegangan listrik yang dihasilkan oleh

mekanisme salter duck. Variasi tersebut antara lain :

1. Variasi amplitudo gelombang

Pada rumus daya ombak (pers 2.6) dan rumus gaya ombak yang dikonversikan oleh

mekanisme salter duck (pers 2.7) akan dipengaruhi oleh besarnya amplitudo (A).

Pers 2.6 … Pw=ρ g2 H 2T

32 π

Pers 2.7 … F wave= Pwavev

= ρ g H 2

16

25

Page 36: TUGAS AKHIR

Dengan rumusan A=H2

.

Dimana H merupakan tinggi gelombang, sehingga setiap kenaikan amplitudo akan

mengakibatkan kenaikan besaran daya ombak dan gaya ombak yang dihasilkan.

2. Variasi frekuensi gelombang

Variasi frekuensi juga akan memberikan perbedaan daya dan gaya ombak yang

dihasilkan. Dengan f =1T

,Dengan semakin besarnya frekuensi yang diberikan maka daya dan

gaya ombak yang dihasilkan juga akan semakin besar.

3. Variasi ketinggian sumbu rotasi terhadap permukaan air

Variasi ketinggian ini akan memberikan dampak pada besarnya gaya buoyancy yang

diberikan system salter duck yaitu pada bagian Vtercelup.

Fgenerated = (Fwave + Fbouyancy + Fgrafitasi)

= [( Pwavec )+( ρ .g .V tercelup)]+(m .g)

Dari rumusan diatas, dapat diketahui bahwa semakin besar Vtercelup pada salter duck, juga

akan mempengaruhi gaya yang dikonversikan oleh salter duck. Dengan semakin besarnya

Vtercelup maka semakin besar pula gaya yang dihasilkan. Begitu pula dengan sebaliknya.

Pada penilitian ini, akan memvariasikan ketinggian sumbu rotasi terhadap permukaan

air sebanyak 3 (tiga) ketinggian. Yaitu pada ketinggian 0 mm, 75 mm, dan 150 mm. variasi

ketinggian sumbu rotasi terhadap permukaan air dapat dilihat pada gambar 3.7.

26

Page 37: TUGAS AKHIR

Gambar 3.7 Variasi ketinggian terhadap permukaan air

A. Persamaan Gerak Pada Posisi Awal

Fbouyancy

G R1

Ti

R2 Fg

Fbouyancy

Gambar 3.8 Posisi Salter duck ketika diam

Dari gambar diatas didapatkan persamaan gerak pada posisi statis, dengan

mengasumsikan Fg = Fbouyancy yang diterima oleh salter duck. dengan persamaan sebagai

berikut.

ƩM=0

( Fg .R1 )−( Fb . R2)=0

. Setiap ketinggian dan variasi yang diberikan akan memberikan persamaan gerak yang

berbeda. Pada contoh diatas, diambil pada ketinggian sumbu rotasi terhadap permukaan air

sebesar 150 mm. dari gambar tersebut dapat dituliskan persamaan geraknya yaitu :

B. Persamaan Gerak pada Posisi kontak dengan ombak

27

Page 38: TUGAS AKHIR

Fg R3

Fwave Ti

Fw

Fg Fbouyancy

R2

Fbouyancy

Gambar 3.9 Posisi salter duck pada posisi kontak dengan ombak

Pada saat salter duck mengenai gelombang air, persamaan geraknya akan menjadi

sebagai berikut :

Ʃ M = I α

(Fwave . R1) + (Fbouyancy . R2) + (Fg . R3) = I α … (3.1)

Sehingga akan didapatkan daya (P) sebagai berikut :

P = [(Fwave . R1) + (Fbouyancy . R2) + (Fg . R3) - I α] . ω … (3.2)

Berdasarkan persamaan 3.2 diatas, maka pada penelitian ini akan meneliti dampak dari

perbedaan Fbouyancy pada daya yang dihasilkan oleh salter duck. untuk melihat daya yang

dihasilkan dengan perbedaan Fbouyancy adalah dengan memvariasikan ketinggian sumbu

rotasi terhadap permukaan air.

3.2.2 Rancangan Mekanisme pada Prototipe

Untuk dapat mencapai hasil dari penelitian pembangkit listrik tenaga gelombang laut

tipe salter duck maka diperlukan pembuatan mekanisme prototipe pembangkit listrik tenaga

gelombang laut tipe salter duck agar mempermudah dalam pengambilan data dan penelitian

maupun penyusunan laporan. Berikut ini adalah gambar mekanisme Pembangkit Listrik

Tenaga Gelombang Laut tipe salter duck :

28

Page 39: TUGAS AKHIR

Gambar 3.10 Mekanisme prototipe PLTGL tipe salter duck

Dengan keterangan gambar sebagai berikut :

1. Salter Duck

2. Camshaft chain dan Piringan Bergigi

3. Roda Gigi Lurus (gearbox)

4. Magnet

5. Electric coil

Gambar 3.10 menunjukkan mekanisme prototipe Pembangkit Listrik Tenaga

Gelombang Laut tipe salter duck. Pada pengujian prototipe ini kurang lebih akan bergerak

rotasi naik turun. Bentuk dan berat dari salter duck akan mengkorversi gaya ombak yang

datang menjadi gerakan rotasi. Adapun bagian-bagian dari prototipe ini dipergunakan untuk

menunjang penelitian dan pengambilan data padasaat pegujian berlangsung.

Bagian-bagian prototipe salter duck terdiri dari salter duck, kumparan listrik, magnet,

roda gigi lurus (gear box), camshaft chain dan piringan bergigi. Pada bagian salter duck

terbuat dari akrilik. Pemilihan akrilik dikarenakan merupakan poli (metil meta crylate) yang

bersifat transparran,ringan, termoplastik, dan densitasnya 1.18 gr/cm2. Kumparan listrik dan

magnet merupakan generator yang berfungsi sebagai pembangkit listrik. Camshaft chain dan

piringan bergigi berfungsi sebagai pengkonversi dari gerakan rotasi salter duck menjadi

gerakan rotasi yang akan diteruskan oleh roda gigi lurus yang ada pada gear box.

3.3 Tahap Pengujian

29

1 2

5

4

3

Page 40: TUGAS AKHIR

Tahap pengujian dimulai dengan penyiapan alat uji, pemasangan mekanisme prototipe

salter Duck pada kolam, dan set up alat uji untuk setiap jenis pengujian.

3.3.1 Diagram Alir Pengujian

Pada tahapan pengujian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh ketinggian sumbu

rotasi salter duck dengan permukaan air terhadap energi listrik yang dihasilkan dengan

amplitu de dan frekuensi yang divariasikan serta mengetahui respon karakteristik dinamis dari

percepatan rotasi (pitching) dari salter duck. Pengujian karakteristik dinamis ini dilakukan

untuk megetahui percepatan dari rotasi salter duck. Sensor accelerometer akan diletakkan

pada ujung dari salter duck dan nantinya akan dihubungkan pada oscilloscope. Pada

pengujian ini, ketinggian sumbu rotasi akan divariasikan sebanyak 4 ( h = 4), yaitu pada

ketinggian 0 mm, 75 mm, 150 mm, dan 250 mm terhadap permukaan air. Setiap variasi akan

diambil data berupa tegangan (volt) dengan menggunakan Oscilloscope dan percepatan

gerakan rotasi menggunakan accelerometer. Berikut adalah flowchart dari pengambilan data

pada tahap pengujian pengaruh ketinggian sumbu rotasi dengan amplitudo dan frekuensi yang

divariasikan dan pengujian karakteristik dinamis salter duck.

30

Page 41: TUGAS AKHIR

Gambar 3.11 Diagram alir Pengujian

3.3.1 Peralatan Pengujian

Untuk melakukan studi eksperimental pada PLTGL tipe salter duck ini dibutuhkan

beberapa peralatan pengujian.

31

Page 42: TUGAS AKHIR

1. Mekanisme Salter Duck

Mekanisme salter duck merupakan suatu alat yang memanfaatkan gerak rotasi pada

suatu gerakan rotasi. Gerakan rotasi yang didapatkan akan didistribusikan oleh

mekanisme gear box menggunakan roda gigi lurus, putaran dari gear box nantinya

akan disambungkan pada generator yang berfungsi sebagai penghasil energi listrik.

Gambar 3.12 Mekanisme salter duck

2. Kolam Pembuat Gelombang

Kolam pembuat gelombang digunakan untuk melakukan studi eksperimen mekanisme

salter duck. kolam pembuat gelombang ini dirancang dan dididesain oleh mahasiswa

ITS melalui project tugas akhir.

3. Digital Storage Oscilloscope

Oscilloscope adalah alat yang dapat menunjukkan grafik sinusoidal voltase bangkitan

dari sebuah sistem yang telah dihubungkan sebelumnya. Alat ini dihubungkan dengan

keluaran dari generator salter duck untuk mengetahui dan mencatat voltase yang

dihasilkan alat tersebut.

Gambar 3.13 Digital Storage Oscilloscope.

32

Page 43: TUGAS AKHIR

4. Accelerometer

Accelerometer adalah sebuah tranduser yang berfungsi untuk mengukur percepatan,

mendeteksi dan mengukur getaran, ataupun untuk mengukur percepatan akibat

gravitasi bumi. Akselerometer juga dapat digunakan untuk mengukur getaran yang

terjadi pada kendaraan, bangunan, mesin, dan juga bisa digunakan untuk mengukur

getaran yang terjadi di dalam bumi, getaran mesin, jarak yang dinamis, dan kecepatan

dengan ataupun tanpa pengaruh gravitasi bumi.

Gambar 3.14 Accelerometer

5. Multimeter

Multimeter adalah alat pengukur listrik yang sering dikenal sebagai AVO-meter

(Ampere/Volt/Ohm meter) yang dapat mengukur tegangan (voltmeter), hambatan

(ohm-meter), maupun arus (ampere-meter).

Gambar 3.15 Multimeter

6. Power Supply

Power supply adalah alat yang digunakan untukn memberikan voltase inputan untuk

motor penggerak.

33

Page 44: TUGAS AKHIR

Gambar 3.16 Powes Supplay

34

Page 45: TUGAS AKHIR

BAB IV

ANALISA DAN PEMBAHASAN

4.1 Analisa Teoritis

Pada penelitian kali ini akan dibuat prototipe dari salter duck. pembuatan prototipe ini

untuk mengetahui cara kerja dari pembangkit listrik tenaga gelomnbang tipe salter duck serta

potensi daya yang dibangkitkan dari alat ini.

4.1.1 Rencana Geometri dan Dimensi Objek

Untuk membuat prototipe dan bentuk dari salter duck, maka terlebih dahulu yang

dibutuhkan adalah bentuk geometri serta dimensi yang akan diuji. Simbol dan ketentuan dari

objek adalah sebagai berikut :

Gambar 4.1 Dimensi ukuran salter duck

Dimana ukuran utama dari salter duck yang dibutuhkan dalam penelitian ini adalah :

- R2 = jari – jari stern

- R0 = jari – jari paunch

- R0’ = jari – jari practical paunch profile

- LD = panjang garis air

- α = sudut titik berat dari sumbu poros

- rD = letak titik berat objek dari sumbu poros

35

Page 46: TUGAS AKHIR

Dalam penelitian kali ini, terlebih dahulu akan dilakukan pembuatan prototipe dari

salter duck. Dimana langkah pertama yang dilakukan adalah menghitung dan mendesain

dimensi sater duck yang akan dibuat. Setelah itu langkah selanjutnya adalah tahap pembuatan.

Setelah alat ini selesai, barulah akan dilakukan pengujian alat, pengujian dilakukan untuk

mengetahui potensi daya yang bias dikeluarkan oleh prototipe mekanisme salter duck ini.

Pengujian dilakukan pada kolam berombak dengan divariasikan data gelombang yang

dihasilkan untuk mengetahui pengaruh gelombang terhadap daya yang dihasilkan. Secara

umum, skema model gelombang yang digunakan dapat dilihat pada gambar dibawah ini.

Gambar 4.2 Skema model gelombang

4.1.1.1 Menghitung jari-jari stern (R2)

Panjang dari R2 dapat ditentukan dengan menggunakan rumus, dimana λ adalah nilai

rata-rata panjang gelombang yang didapatkan dari data karakteristik yang ada. Tetapi pada

perencanaan kali ini, diameter salter duck telah ditetapkan sebesar 30 cm. maka jari – jari R2

dapat dicari melalui :

R2 = D/2

= 30/2 = 15 cm

4.1.1.2 Menghitung Jari-Jari Paunch

Besarnya R0 didapatkan dengan menggunakan persamaan :

R0=KD × e2 πZ / λ

Dimana KD adalah desain konstan yang didefinisikan Kd = 0.0937λ pada saat z = -2R2

hingga ke permukaan air. Sehingga didapatkan nilai R0 adalah :

R0=KD × e2 πZ / λ

R0=0.0937 λ x e2πZ / λ

36

Page 47: TUGAS AKHIR

Dimana e adalah bilangan euler yang memiliki nilai sebesar 2,718. Sehingga

didapatkan kurva lengkungan paunch dangan nilai pada tabel berikut ini :

Z e R0-0.4 2.178 0.2-0.3 2.178 0.23-0.2 2.178 0.27-0.1 2.178 0.320 2.178 0.37

Paunch dari objek adalah sebuah kurva melengkung yang mana merupakan sebuah

kombinasi sederhana dari busur dan tangen yang mungkin dapat digunakan untuk mencirikan

dimana deviasi dari bentuk yang optimum dapat dipertimbangkan untuk diterima.

4.1.1.3 Menghitung nilai LD

Besarnya nilai LD didapatkan menggunakan persamaan

LD=√ RD2−R2

2

Dimana R2 adalah jari-jari stern dan RD adalah nilai dari R0 pada saat Z=0

LD=√0,052−0,152 = 0.16 m

4.1.1.4 Menghitung nilai α

Besarnya nilai α dapat dihitung berdasarkan persamaan

α=cos−1( LD

RD)

α=cos−1( 0,160,05 )=44,67 ᵒ

4.1.1.5 Menghitung Momen Inersia (I)

Besarnya momen inersia data ditentukan menggunakan persamaan

Inertia=I y+132

πρB [( LD2

cos α )−R2]2

Jika diasumsikan bahwa momen inersia adalah sama dengan momen inersia

penambahan body paunch, maka persamaan diatas menjadi :

Inertia=2 { 132

πρB [( LD2

cos α )−R2]2}=¿0,526

37

Page 48: TUGAS AKHIR

4.1.1.6 Karakteristik Generator

0 100 200 300 400 500 600 700 8000

0.5

1

1.5

2

2.5

3

3.5

4

Tegangan (v)

Putaran (RPM)

Teg

anga

n (v

)

Gambar 4.3 Karakteristik generator mekanisme salter duck

Gambar 4.3 diatas menunjukkan grafik karakteristis generator yang dipakai pada

mekanisme pembangkit listrik tenaga gelombang laut tipe salter duck pada penelitian ini.

Dapat dianalisa dari grafik tersebut telah menunjukkan bahwa data yang didapat dari

pengujian ini adalah linier. Hasil dari pengujian karakteristik generator ini akan digunakan

sebagai acuan dalam pembuatan mekanisme salter duck. sehingga memungkinkan bahwa torsi

yang nantinya dihasilkan oleh mekanisme akan bisa memutar generator yang ada.

4.1.2 Contoh Perhitungan Daya yang Dihasilkan

Pada contoh perhitungan kali ini, akan diambil 1 data yang akan diolah sampai

menghasilkan energi listrik. Data eksperimen yang diambil adalah pada ketinggian 150

dengan amplitudo gelombang 28,8 mm, dengan data yang diketahui adalah sebagai berikut :

- Tinggi Gelombang : 0,05764

- Frekuensi : 1,15

- ρ Air : 1000 Kg/m3

- Percepatan Grafitasi : 9,81 m/s2

- VTercelup : 0,9378

- R1 : 0,15 m

- R2 : 0,05 m

- R3 : 0,045 m

38

Page 49: TUGAS AKHIR

- i : 1/4

Untuk mencari daya ombak, dapat menggunakan persamaan 2.6 dengan memasukkan

beberapa variable.

Pw=ρ g2 H 2T

32 π=2,7669 watt

Dari daya yang dihasilkan oleh ombak, selanjutnya untuk mencari gaya ombak akan

memerlukan persamaan sebagai berikut

F wave= Pwavev

= ρ g H 2

16

= 2,037 N

Untuk mencari daya yang dihasilkan atau yang dikonversikan oleh salter duck, selain data F

wave perlu adanya data Fg dan Fbouyancy. Berikut adalah contoh perhitungannya.

Fg=m. g=2 ×9,81=19,62 N

Fbouyancy=ρ g V tercelup = 0,9378

Dengan menggunakan persamaan P=Ʃ T ω. Dengan gaya – gaya yang terjadi sudah diketahui

besarannya, maka untuk mencari Ʃ T inputadalaha sebagai berikut :

Ʃ T input=( Fwave . R 1 )+( Fg . R 2 )+( Fbouyancy . R 3 )−I α

= 1.328756799 Nm

Karena pada mekanisme prototipe salter duck disertakan gear box dengan

perbandingan 1:4, maka untuk mencari Ʃ Toutput adalah :

n 1n 2

= ToutTin

14=Tout

Tin

Sehingga :

T out = T∈ ¿4

¿ = 1.328756799

4 = 0.3321892 Nm

Dari torsi output yang diketahui dari perhitungan, dari situ dapat dapat

digunakan untuk mencari daya yang dihasilkan oleh mekanisme salter duck.

ƩT = I α

39

Page 50: TUGAS AKHIR

Ʃ Toutput−I α=0

Untuk mendapatkan daya yang dihasilkan oleh salter duck, persamaan diatas dikalikan

dengan omega ω. Sehingga

P=¿(Ʃ Toutput−I α ¿x ω

= 0.033044792 = 33,045 mWatt

4.1.3 Hasil Perhitungan Pengaruh Ketinggian Sumbu Rotasi Terhadap Energi Listrik

Pada subbab analisa teoritis ini akan ditampilkan perbandingan grafik dan besaran

energi listrik yang dihasilkan dengan inputan beberapa variasi. Dari perbedaan variasi

tersebut akan dilihat pengaruh variasi terhadap energi listrik yang dihasilkan. Hasil analisa ini

akan menampilkan pengolahan data secara teoritis dengan beberapa variasi yang dimasukkan,

yaitu dengan variasi amplitudo, frekuensi yang diberikan dan ketinggian sumbu rotasi salter

duck terhadap permukaan air.

Tabel 4.1 Hasil perhitungan pengaruh ketinggian terhadap energi listrik

Ketinggian (mm)

Amplitudo Pw Fw Fg Fb Ʃ ToInerti

aα ω Daya

(mm)(watt

)(N) (N) (N) (Nm)  

(rad/s2)

(rad/sec (mWatt)

0

15,4 0.820 0.58219.6

2 4.650 0.222 0.5260.034

0.052 10.615

22,9 1.830 1.28719.6

2 4.650 0.222 0.5260.035

0.07 14.232

28,8 2.767 2.03719.6

2 4.650 0.222 0.5260.046

0.105 20.778

75

15,4 0.820 0.58219.6

2 2.433 0.260 0.5260.026

0.052 12.783

22,9 1.830 1.28719.6

2 2.433 0.273 0.5260.026

0.07 18.134

28,8 2.767 2.03719.6

2 2.433 0.287 0.5260.045

0.105 27.640

150

15,4 0.820 0.58219.6

2 0.938 0.278 0.5260.027

0.052 13.697

22,9 1.830 1.28719.6

2 0.938 0.304 0.5260.032

0.07 20.125

28,8 2.767 2.03719.6

2 0.938 0.332 0.5260.033

0.105 33.045

Dari tabel 4.1 diatas telah menunjukkan nilai daya terhadap ketinggian sumbu rotasi

salter duck yang dihasilkan oleh hasil perhitungan. Untuk memperjelas hasil perhitungan pada

tabel 4.1 dan untuk mempermudahkan pengkajian, maka tabel tersebut akan ditampilkan

dalam bentuk diagram batang sebagai berikut.

40

Page 51: TUGAS AKHIR

0 75 1500

5

10

15

20

25

30

35

Pengaruh Ketinggian Terhadap Daya

Amplitudo 15,4 mm Amplitudo 22,9 mm Amplitudo 28,8 m

Ketinggian (mm)

Day

a (m

Waa

t)

Gambar 4.4 Diagram batang pengaruh ketinggian terhadap daya yang dihasilkan

Dari gambar 4.4 pengaruh ketinggian terhadap daya dapat dilihat bahwa trendline

yang dihasilkan adalah semakin naik. Dari gambar 4.4 diatas dapat dilihat bahwa daya yang

dihasilkan pada amplitudo 28,8 mm memiliki nilai yang lebih besar dibandingkan daya yang

dihasilkan oleh variasi amplitudo 22,9 mm dan amplitudo 15,4 mm pada setiap ketinggian.

Secara keseluruhan dapat dilihat bahwa setiap titik-titik yang memiliki variasi terbesar

akan menghasilkan daya paling tinggi, hal ini terjadi karena amplitudo gelombang yang

diberikan dan ketinggian sumbu rotasi salter duck terhadap permukaan air berpengaruh pada

daya. Hal ini dapat disimpulkan bahwa dengan semakin besar amplitudo yang diberikan maka

daya yang dihasilkan juga semakin besar pula. Dengan semakin besarnya amplitudo

gelombang yang terjadi sehingga hal ini sesuai dengan rumus dari daya gelombang(Pwave).

Pw=ρ g2 H 2T

32 π

Begitu juga pada variasi ketinggian, dengan semakin tinggi ketinggian sumbu rotasi

terhadap permukaan air maka daya yang dihasilkan akan semakin besar pula. Karena

ketinggian dari salter duck akan mempengaruhi dari panjang lengan dari gaya-gaya yang

diterima dan gaya berat dari salter duck itu sendiri.

P = [(Fwave . R1) + (Fbouyancy . R2) + (Fg . R3) - I α] . ω

Dengan semakin panjangnya lengan maka daya yang dihasilkan oleh mekanisme

salter duck ini juga akan semakin besar. Besarnya nilai daya yang dihasilkan juga dipengaruhi

41

Page 52: TUGAS AKHIR

oleh gaya buoyancy yang diterima oleh salter duck, dengan semakin dalam salter duck

ditanamkan didalam air maka gaya buoyancy yang diterima akan semakin besar pula. Gaya

buoyancy bisa berubah ketika ketinggian dari salter duck divariasikan.

Sehingga semakin besar amplitudo yang diberikan akan memperbesar gaya ombak, hal

ini menyebabkan pada ketinggian 150 mm dengan amplitudo gelombang 28,8 mm memiliki

nilai daya yang dihasilkan menjadi paling besar.

4.2 Analisa Eksperimen

4.2.1 Pengolahan Data

Pada penilitan ini data diperoleh dari pengujian menggunakan oscilloscope, sehingga

didapatkan nilai voltase yang dihasilkan oleh mekanisme. Pengujian energi bangkitan

pembangkit listrik tenaga gelombang laut tipe salter duck dilakukan dengan cara mengukur

voltase dan arus yang dibangkitkan oleh generator dengan menggunakan multimeter. Pada

pengujian ini, energi bangkitan yang diukur adalah akibat eksitasi periodic. Data yang

didapatkan dari pengujian selanjutnya akan dioleh menggunakan software matlab untuk

ditampilkan nilai root means square (RMS). Pada tahap selanjutnya nilai RMS itu akan

dibandingkan denggan nilai voltase yang dihasilkan dari hasil perhitungan atau teoritis.

Data yang didipatkan dari oscilloscope adalah sebagai berikut :

Gambar 4.5 data hasil tampilan oscilloscope

Dari oscilloscope akan didapatkan nilai voltase dan acceleration dari gerakan yang

dihasilkan dari salter duck. data tersebut kemudian akan dioleh menggunakan software

42

Page 53: TUGAS AKHIR

sehingga akan menarik dan mudah untuk dibaca. Data tersebut juga akan dilakukan filter dan

smoothing. Dari data yang didapatkan dari oscilloscope akan menjadi sebagai berikut ini.

Gambar 4.6 Data hasil olahan menggunakan software matlab

Gambar 4.6 diatas merupakan contoh dari salah satu pengolahan data menggunakan

matlab. Penyajian data selanjutnya ditampilkan dalam 1 gambar akan mencakup hasil

pengolahan data dari beberapa variasi yang diberikan, sehingga akan diketahui perbandingan

dari masing-masing variasi.

4.2.2 Hasil Pengujian Pengaruh Ketinggian Sumbu Rotasi Terhadap Energi Listrik

Pada penelitian ini didapatkan data sebanyak 9 data, dimana variasi yang diberikan

adalah variasi ketinggian sumbu rotasi terhadap permukaan air sebesar 0, 75 dan 150 (mm)

serta variasi perbedaan amplitudo gelombang sebesar 15,4; 22,9 dan 28,8 (mm). Untuk

menyajikan data olahan maka akan diplotkan dalam grafik sehingga mempermudahkan

pembacaan. Dari 9 data tersebut akan didapatkan 3 grafik dengan masing-masing grafik akan

membandingkan pengaruh amplitudo terhadap ketinggian sumbu rotasi terhadap permukaan

air.

Untuk menyesuaikan tujuan dan judul pada penelitian ini yaitu menganalisa pengaruh

ketinggian sumbu rotasi salter duck terhadap energi listrik yang dihasilkan maka untuk

mengetahui pengaruhnya dalam pembahasan kali ini akan dibuat 1 (satu) grafik yang

43

Page 54: TUGAS AKHIR

mencakup semua pengambilan data energi yang dihasilkan agar mempermudahkan

perbandingan. Berikut adalah data hasil pengolahan menggunakan oscilloscope.

Tabel 4.2 Hasil pengujian pengaruh ketinggian terhadap energi listrik

  Amplitudo

(mm)

ENERGI BANGKITAN

  RMS Voltase (Vrms) Arus (A) Daya (mWatt)

Ketinggian 0 mm

15,4 0.12801 0.010 1.28008

22,9 0.21677 0.015 3.25154

28,8 0.26561 0.020 5.31214

Ketinggian 75 mm

15,4 0.18741 0.010 1.87409

22,9 0.23786 0.015 3.56792

28,8 0.28580 0.025 7.14493

ketinggian 150 mm

15,4 0.46965 0.020 9.39306

22,9 0.57114 0.025 14.27840

28,8 0.63307 0.025 15.82669

Tabel 4.2 diatas merupakan hasil pengolahan energi listrik yang dihasilkan oleh

mekanisme salter duck. RMS voltase didapatkan dari hasil pengolahan menggunakan

software matlab, pengolahan data pada matlab akan menyajikan data perbandingan ketinggian

dengan amplitudo yang divariasikan. Sehingga nantinya akan kelihatan RMS voltase yang

paling besar dan yang terkecil.

Berikut adalah penyajian grafik yang sudah diolah dengan menggunakan software

matlab.

a. Ketinggian 0 mm dengan Amplitudo Gelombang yang Divariasikan

Gambar 4.7 Grafik Voltase Dari Pengujian Oscilloscope salter duck ketinggian 0 mm

44

Page 55: TUGAS AKHIR

Gambar 4.7 menunjukkan grafik voltase dari pengujian pembangkit listrik tenaga

gelombang laut tipe salter duck, dimana sumbu x merupakan waktu (s) dan sumbu y

merupakan satuan voltase (v). Data yang didapat menggunakan oscilloscope kemudian diolah

dengan software matlab untuk mendapatkan nilai root mean square (RMS) yang digunakan

sebagai acuan membandingkan setiap data yang diperoleh.

Dapat dilihat dari grafik diatas, nilai root mean square pada ketinggian 0 mm dengan

amplitudo 28,8 mm menghasilkan energi yang paling besar dibandingkan dengan amplitudo

gelombang sebesar 22,9 dan 15,4. Pada ketinggian 0 mm amplitudo 22,9 memiliki nilai energi

dibawah amplitudo 28,8 sedangkan pada ketinggian 0 mm amplitudo 15,4 memiliki nilai yang

paling kecil dibanding ketiganya. Ini menunjukkan bahwa semakin tinggi ketinggian yang

diberikan dan semakin besarnya amplitudo yang diberikan akan berpengaruh pada energi

listrik yang dihasilkan.

Dari gambar 4.6 diatas, dapat disimpulkan bahwa semakin besar amplitudo gelombang

yang diberikan dan semakin tinggi ketinggian maka tegangan (volt) yang dihasilkan akan

semakin besar pula.

b. Ketinggian 75 mm dengan Amplitudo Gelombang yang Divariasikan

Gambar 4.8 Grafik Voltase Dari Pengujian Oscilloscope salter duck ketinggian 75 mm

45

Page 56: TUGAS AKHIR

Gambar 4.8 menunjukkan grafik voltase dari pengujian pembangkit listrik tenaga

gelombang laut tipe salter duck, dimana sumbu x merupakan waktu (s) dan sumbu y

merupakan satuan voltase (v). Dapat dianalisa dari grafik tersebut dimana nilai RMS voltase

yang dihasilkan oleh mekanisme salter duck pada ketinggian 75 mm dengan amplitudo

gelombang sebesar 28,8 mm mempunyai grafik yang paling tinggi, sedangkan pada grafik

ketinggian 75 mm dengan amplitudo gelombang sebesar 15,4 mm dan 22,9 mm tidak

memiliki perbedaan yang signifikan dengan nilai besaran dibawah ketinggian 75 mm

amplitudo 28,8 mm. Ini menunjukkan bahwa variasi ketinggian dan variasi amplitudo yang

diberikan akan berpengaruh pada energi listrik yang dihasilkan.

Dari uraian tersebut, dapat disimpulkan bahwa semakin besar amplitudo yang

diberikan dan semakin tinggi ketinggian maka tegangan (volt) yang dihasilkan akan semakin

besar pula.

c. Ketinggian 150 mm dengan Amplitudo Gelombang yang Divariasikan

Gambar 4.9 Grafik Voltase Dari Pengujian Oscilloscope salter duck ketinggian 150 mm

Gambar 4.9 menunjukkan grafik voltase dari pengujian pembangkit listrik tenaga

gelombang laut (PLTGL) tipe salter duck, dimana sumbu x merupakan waktu (s) dan sumbu

y merupakan satuan voltase (v). Dari grafik diatas dapat disimpulkan bahwa ketinggian 150

mm dengan amplitudo gelombang 28,8 mm mempunyai grafik yang paling tinggi, sedangkan

46

Page 57: TUGAS AKHIR

pada grafik ketinggian 150 mm dengan amplitudo gelombang 22,9 mm terletak ditengah dan

ketinggian 150 mm amplitudo 15,4 memiliki nilai paling kecil dibandingkan dengan nilai

yang lain. Dari gambar 4.9 diatas, dapat disimpulkan bahwa semakin besar amplitudo yang

diberikan dan semakin tinggi ketinggian maka tegangan (volt) yang dihasilkan akan semakin

besar pula.

Dari penjelasan grafik diatas dengan pengaruh variasi ketinggian sumbu rotasi salter

duck dan variasi amplitudo gelombang terhadap energi listrik yang dihasilkan dapat disajikan

dalam sebuah grafik untuk mempermudahkan dalam proses membandingkan antara ketiga

grafik diatas. Grafik pengaruh ketinggian sumbu rotasi salter duck terhadap energi listrik

yang dihasilkan dapat disajikan dalam grafik sebagai berikut ini.

0 75 1500

5

10

15

20

25

Pengaruh Ketinggian Terhadap Daya

Amplitudo 15,4 mm Amplitudo 22,9 mm Amplitudo 28,8 mm

Ketinggian (mm)

Day

a (m

Waa

t)

Gambar 4.10 Diagram batang pengaruh ketinggian terhadap daya yang dihasilkan secara

eksperimen

Dari gambar 4.10 diatas dapat dianalisa bahwa trendline daya yang dihasilkan dari

setiap variasi ketinggian sumbu rotasi salter duck dan variasi amplitudo gelombang adalah

naik. Dapat dianalisa dari grafik tersebut dimana daya yang dihasilkan mekanisme salter duck

pada variasi ketinggian 150 mm dengan amplitudo gelombang 28,8 mm merupakan nilai daya

yang terbesar. Dari ketiga variasi ketinggian yaitu 0 mm , 75 mm dan 150 mm, variasi

ketinggian 150 mm memiliki nilai daya yang terbesar dibandingkan nilai daya yang

dihasilkan oleh variasi ketinggian yang lain.

47

Page 58: TUGAS AKHIR

Dari setiap variasi ketinggian dengan amplitudo gelombang yang divariasikan akan

mempengaruhi daya yang dihasilkan, dengan semakin besarnya amplitudo gelombang yang

diberikan akan berpengaruh pada semakin besarnya daya yang dihasilkan pada masing –

masing variasi ketinggian. Sehingga untuk perbandingan dari semua ketinggian, didapatkan

ketinggian 150 mm memiliki nilai daya yang paling besar sedangkan ketinggian 100 memiliki

nilai yang terendah.

4.2.3 Hasil Pengujian acceleration Pengaruh Ketinggian Sumbu Rotasi Terhadap Energi

Listrik

Pengujian karakteristik salter duck bertujuan untuk mengetahui respon gerakan rotasi

naik turun dari salter duck. Pada pengujian ini diberikan input frekuensi pada wave maker

sebesar 10 Hz. Dari acceleration yang nantinya diketahui dari konvversi data yang didapatkan

dari data pengujian akan digunakan sebagai acuan perhitungan pada rumus secara teoritis.

Pembahasan kali ini akan dibuat 1 (satu) grafik yang mencakup semua pengambilan data

acceleration yang dihasilkan agar mempermudahkan perbandingan. Berikut adalah data hasil

pengolahan menggunakan oscilloscope.

Tabel 4.3 Hasil pengujian acceleration pengaruh ketinggian

  Amplitudo

(mm)

Acceleration (cm/s2) 

Ketinggian 0 mm15,4 3.3823

22,9 3.5389

28,8 4.5697

Ketinggian 75 mm 15,4 2.6231

22,9 2.6226

28,8 3.3226

ketinggian 150 mm15,4 3.151022,9 2.699928,8 4.5020

Tabel 4.3 diatas merupakan hasil pengolahan acceleration yang dihasilkan oleh

mekanisme salter duck. RMS didapatkan dari hasil pengolahan menggunakan software

matlab, untuk mengkonversikan dari data oscilloscope menjadi data acceleration dibutuhkan

perhitungan menggunakan ms. Excel. Dari data pengolahan menggunakan ms. Excel nantinya

akan diplot kedalam grafik menggunakan software matlab.

48

Page 59: TUGAS AKHIR

Berikut adalah penyajian grafik acceleration yang sudah diolah dengan menggunakan

software matlab.

a. Acceleration ketinggian 0 mm dengan Amplitudo Gelombang yang divariasikan

Gambar 4.11 Grafik respon dari pengujian salter duck ketinggian 0 mm

Dari hasil pengujian ini, pada gambar 4.11 diatas menunjukkan bahwa percepatan

rotasi salter duck pada ketinggian 0 mm dengan amplitudo gelombang 15,4 ; 22,9 ; 28,8 mm

berturut – turut sebesar 0.0338 m/s2 ; 0.0354 m/s2 ; dan 0.0457 m/s2. Percepatan rotasi pada

saat salter duck pada ketinggian 0 mm dengan amplitudo gelombang sebesar 15,4 mm

merupakan percepatan terendah dibandingkan percepatan rotasi salter duck dengan ketinggian

0 mm amplitudo gelombang yang lain.

b. Acceleration ketinggian 75 mm dengan Amplitudo Gelombang yang divariasikan

49

Page 60: TUGAS AKHIR

Gambar 4.12 Grafik respon dari pengujian salter duck ketinggian 75 mm

Dari hasil pengujian ini, pada gambar 4.12 diatas menunjukkan bahwa percepatan

rotasi salter duck pada ketinggian 75 mm dengan amplitudo gelombang 15,4 ; 22,9 ; 28,8 mm

berturut – turut sebesar 0.0262 m/s2 ; 0.0262 m/s2 ; dan 0.0332 m/s2. Percepatan rotasi pada

saat salter duck pada ketinggian 75 mm dengan amplitudo gelombang sebesar 15,4 mm

merupakan percepatan terendah dibandingkan percepatan rotasi salter duck dengan ketinggian

75 amplitudo gelombang yang lain.

c. Acceleration ketinggian 150 mm dengan Amplitudo Gelombang yang

divariasikan

Gambar 4.13 Grafik respon dari pengujian salter duck ketinggian 150 mm

50

Page 61: TUGAS AKHIR

Dari hasil pengujian ini, pada gambar 4.13 diatas menunjukkan bahwa percepatan

rotasi salter duck pada ketinggian 150 mm dengan amplitudo gelombang 15,4 ; 22,9 ; 28,8

mm berturut – turut sebesar 0.0315 m/s2 ; 0.0270 m/s2 ; dan 0.0450 m/s2. Percepatan rotasi

pada saat salter duck pada ketinggian 150 mm dengan amplitudo gelombang 22,9 mm

merupakan percepatan terendah dibandingkan percepatan rotasi salter duck dengan ketinggian

150 amplitudo gelombang yang lain.

Dari penjelasan grafik diatas dengan pengaruh variasi ketinggian sumbu rotasi salter

duck dan variasi amplitudo gelombang terhadap percepatan yang terjadi dapat disajikan dalam

sebuah grafik untuk mempermudahkan dalam proses membandingkan antara ketiga grafik

diatas. Grafik respon dari ketinggian sumbu rotasi salter duck dapat disajikan dalam grafik

sebagai berikut ini.

0 75 1500

1

2

3

4

5

Respon Anggukan Salter duck

Amplitudo 15,4 mm Amplitudo 22,9 mm Amplitudo 28,8 mm

Ketinggian (mm)

acce

lera

tion

(cm

/s2)

Gambar 4.14 Diagram batang respon rotasi salter duck

Dari gambar 4.14 diatas dapat dianalisa bahwa trendline daya yang dihasilkan dari

setiap variasi ketinggian sumbu rotasi salter duck dan variasi amplitudo gelombang adalah

turun. Dapat dianalisa dari grafik tersebut dimana percepatan yang terjadi pada salter duck

pada variasi ketinggian 0 dengan amplitudo gelombang sebesar 28,8 merupakan nilai daya

yang terbesar. Dari ketiga variasi ketinggian yaitu 0 mm , 75 mm dan 150 mm, variasi

ketinggian 150 mm memiliki nilai daya yang terbesar dibandingkan nilai daya yang

dihasilkan oleh variasi ketinggian yang lain.

51

Page 62: TUGAS AKHIR

Dari setiap variasi ketinggian dengan amplitudo gelombang yang divariasikan akan

mempengaruhi percepatan yang terjadi pada rotasi salter duck.

4.3 Pembahasan

Pada bagian ini akan dibahas perbedaan antara analisa secara teoritis dan eksperimen.

Dari data yang disajikan diatas akan dianalisa perbedaannya sehingga akan memunculkan

kesimpulan.

4.3.1 Pengaruh ketinggian sumbu rotasi terhadap energi listrik (Teoritis vs

Eksperimen)

Dari penjelasan tentang teoritis dan eksperimen diatas, telah didapatkan daya pada

setiap pembahasan. Untuk mempermudahkan dalam membandingakan pada penelitian ini

maka daya yang dihasilkan secara teoritis dan eksperimen akan ditabelkan sebagai berikut :

Tebel 4.4 Daya yang dihasilkan Teoritis Vs Eksperimen

 

Amplitudo

(mm)

Daya yang Dihasilkan (mWatt) Efisiensi (%)

Teoritis Eksperimen

Ketinggian 0 mm

15,4 10.6148 1.2801 12.0622,9 14.2315 3.2515 22.8528,8 20.7780 5.3121 25.57

Ketinggian 75 mm

15,4 12.7832 1.8741 14.6622,9 18.1344 3.5679 19.6728,8 27.6398 7.1449 25.85

Ketinggian 150 mm

15,4 13.6973 9.3931 68.5822,9 20.1248 14.2784 70.9528,8 33.0448 18.9920 57.47

52

Page 63: TUGAS AKHIR

0 75 1500

5

10

15

20

25

30

35

Teoritis Vs Eksperimen

Amplitudo 15,4 mm Teoritis Amplitudo 22,9 mm Teoritis

Amplitudo 28,8 mm Teoritis Amplitudo 15,4 mm Eksperimen

Amplitudo 22,9 mm Eksperimen Amplitudo 28,8 mm Eksperimen

Ketinggian (mm)

Day

a (m

Waa

t)

Gambar 4.15 Grafik Daya teoritis Vs eksperimen

Pada gambar 4.15 diatas ditampilkan grafik yang membandingkan antara energi listrik

yang dihasilkan mekanisme salter duck secara teoritis dan eksperimen. Dalam grafik tersebut

sumbu x mewakili ketinggian sumbu rotasi salter duck terhadap permukaan air, sedangkan

sumbu y mewakili daya yang dihasilkan. Dapat dianalisa dari gambar 4.15 diatas bahwa

semua daya yang dihasilkan oleh pengolahan eksperimen memiliki nilai yang lebih kecil

dibandingkan daya yang dihasilkan secara teoritis. Sedangkan untuk trendline yang terjadi

pada setiap variasi memiliki trendline yang naik seiring dengan ketinggian dan amplitudo

gelombang yang diberikan.

Secara teoritis, dengan bertambahnya amplitudo gelombang yang diberikan semakin

besar, maka daya yang dihasilkan juga akan semakin besar pula, sesuai dengan persamaan

sebagai berikut :

Pw=ρ g2 H 2T

32 π

Dari daya yang didapatkan dengan variasi amplitudo gelombang akan mempengaruhi

gaya ombak. Sehingga sesuai dengan

F wave= Pwavev

= ρ g H 2

16

P = [(Fwave . R1) + (Fbouyancy . R2) + (Fg . R3) - I α] . ω

53

Page 64: TUGAS AKHIR

Dari persamaan itu, semakin besar amplitudo atau tinggi gelombang yang diberikan,

dalam hal ini amplitudo yang semakin besar, maka daya yang dihasilkan harus berbanding

lurus semakin besar pula. Hal ini menunjukkan bahwa terjadi kesesuaian antara teoritis dan

eksperimen. Untuk pembahasan pada ketinggian sumbu rotasi salter duck. dapat dilihat dari

gambar 4.15 diatas bahwa trendline yang terjadi antara teori dan eksperimen memiliki

persamaan yang identik yaitu sama – sama mengalami trendline yang naik dengan beberapa

variasi yang diberikan. Semakin tinggi ketinggian yang diberikan pada sumbu putar salter

duck akan mempengaruhi besarnya gaya buoyancy dan letak gaya buoyancy.

Dari grafik perbandingan tersebut, dapat disimpulkan bahwa secara teoritis dan

eksperimen memiliki kesesuaian trendline, tetapi dalam nilai daya yang dihasilkan terjadi

perbedaan yang tidak terlalu jauh.

Sedangkan pada tabel 4.4 diatas, dapat diketahui bahwa antara teoritis dan eksperimen

dapat dihitung efisiensi dari mekanisme pembangkit listrik tenaga gelombang laut tipe salter

duck ini. Efisiensi dari mekanisme salter duck ini memiliki varian yang banyak, tatapi secara

keseluruhan dari efisiensi yang didapatkan yaitu mencapai 70,95% yaitu pada variasi

ketinggian 150 dengan panjang amplitudo gelombang sebesar 125.

54

Page 65: TUGAS AKHIR

BAB V

KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan

Dari hasil eksperimen pada Pembangkit Listrik Tenaga Gelombang Laut (PLTGL) tipe

Salter Duck dengan variasi ketinggian sumbu rotasi terhadap permukaan air dan variasi

amplitudo gelombang air yang telah dilakukan, dapat disimpulkan bahwa:

1. Nilai daya yang didapatkan secara teoritis mekanisme salter duck ini berturut-turut yaitu

pada ketinggian 0 mm dengan amplitudo gelombang 15,4 ; 22,9 ; 28,8 mm berturut-turut

sebesar 10,615 mW; 14,232 mW; dan 20,778 mW. Pada ketinggian 75 mm dengan

amplitudo gelombang 15,4 ; 22,9 ; 28,8 mm berturut-turut sebesar 12,783 mW; 18,134

mW; dan 27,640 mW. Pada ketinggian 150 mm amplitudo gelombang 15,4 ; 22,9 ; 28,8

mm berturut-turut sebesar 13,697 mW; 20,125 mW; dan 33,045 m.

2. Nilai daya yang didapatkan secara eksperimen mekanisme salter duck ini berturut-turut

yaitu pada ketinggian 0 mm dengan amplitudo gelombang 15,4 ; 22,9 ; 28,8 mm berturut-

turut sebesar 1,2801 mW; 3,2515 mW; dan 5,3121 mW. Pada ketinggian 75 mm dengan

amplitudo gelombang 15,4 ; 22,9 ; 28,8 mm berturut-turut sebesar 1,8741 mW; 3,5679

mW; dan 7,1449 mW. Pada ketinggian 150 mm dengan amplitudo gelombang 15,4 ;

22,9 ; 28,8 mm berturut-turut sebesar 9,3931 mW, 14,2784 mW, dan 18,9920 mWatt.

3. Dari grafik Voltase Vs ketinggian sumbu rotasi, dapat disimpulkan bahwa semakin besar

nilai amplitudo gelombang yang diberikan maka semakin besar pula daya yang

didapatkan, hal ini terjadi karena amplitudo gelombang mempengaruhi gerakan naik

turunnya salter duck, semakin besar amplitudo gelombang, semakin besar pula daya yang

dihasilkan oleh mekanisme salter duck.

4. Dari grafik Voltase Vs ketinggian sumbu rotasi terhadap permukaan air, dapat

disimpulkan bahwa semakin dekat permukaan air dengan sumbu rotasi maka daya yang

dihasilkan akan semakin kecil, hal ini terjadi karena gaya ombak yang diberikan akan

tehak lurus dengan posisi poros.

5. Efisiensi yang dihasilkan dari mekanisme pembangkit listrik tenaga gelombang laut tipe

salter duck ini mencapai 70,95% yaitu pada ketinggian sumbu putar 150 mm terhadap

permukaan air dengan panjang amplitudo wave maker sebesar 125.

55

Page 66: TUGAS AKHIR

5.2 Saran

Adapun saran-saran yang dapat diberikan sebagai acuan dalam penelitian selanjutnya

adalah sebagai berikut:

1. Mekanisme pembuat gelombang disempurnakan kembali agar gelombang air yang

didapat, memiliki gelombang yang konstan.

2. Mekanisme peredam gelombang yang tidak efektif menyebabkan gelombang air dengan

cepat kembali dan membuat mekanisme salter duck tidak berjalan dengan baik. Oleh

karena itu sebaiknya mekanisme peredam gelombang air disempurnakan kembali.

3. Tempat gearbox dari salter duck terlalu berat dan besar, sehingga akan lebih baik jika

disempurnakan kembali.

56

Page 67: TUGAS AKHIR

DAFTAR PUSTAKA

[1] Salter duck. From http://navale-engineering.blogspot.com/2013/02/salter-duck.html, 1

Maret 2014

[2] Proses pembangkitan gelombang di laut. From http://navale-engineering.blogspot.

com/2013/02/proses-pembangkitan-gelombang-di-laut.html, 1 Maret 2014

[3] Pengertian generator, From http://jonioke.blogspot.com/search/?q=Pengertian+

Generator&x=6&y=12, 7 Maret 2014

[4] Wicaksono, Eka.d. (2011). Studi Penerapan Multi Salter Duck Di Laut Jawa Sebagai

Salah Satu Alternatif Pembangkit Listrik. Institut Teknologi Sepuluh

Nopember,Surabaya

[5] Sanjaya, Riki. (2013). Pemanfaatan Pembangkit Listrik Teknologi Salter Duck Pada

Buoy Di Selat Madura. Institut Teknologi Sepuluh Nopember,Surabaya

[6] McCormick, Michael. (1981). Ocean Wave Energi Conversion.

[7] Khaligh, Alireza & Onar C, Omer (2010). Energi Harvesting. CRC Press

x


Recommended