FAKULTAS HUKUM
UNIVERSITAS INDONESIA
TANDA PERSETUJUAN SKRIPSI
Nama : Rahmat BagjaNPM : 0598002146Program Kekhususan : PK V (Hukum Tentang Hubungan Negara Dengan Masyarakat)
Judul : TUGAS DAN WEWENANG MPR SEBELUM PERUBAHAN UUD 1945
Menyetujui
Pembimbing I Pembimbing II
Prof.DR.Jimly Asshiddiqie, S.H. Makmur Amir, S.H .
Ketua Jurusan Hukum Tata Negara
Ramly Hutabarat S.H, M.Hum.
i
FAKULTAS HUKUMUNIVERSITAS INDONESIA
KATA PENGANTAR
Bismillahirrahmaanirrahiim
Puji syukur kehadirat Allah SWT karena atas rahmat-Nya
dan ridlo-Nyalah penulisan skripsi dengan judul “Tugas Dan
Wewenang MPR Setelah Perubahan UUD 1945” ini dapat
diselesaikan, ditengah sakit dan masa penyembuhan yang
melanda penulis.
Sesungguhnya Allah SWT telah memberikan banyak rahmat-
Nya pada penulis, tetapi penulis terkadang lupa untuk
mensyukuri rahmat dan nikmat tersebut. (Nikmat Tuhan mana
yang manusia bisa dustakan).
Banyak tantangan yang dihadapi penulis dalam menyusun
skripsi ini. Akan tetapi, berkat dukungan dari berbagai
pihak, akhirnya skripsi ini terselesaikan. banyak dilema
penulis alami dalam menggubah suatu goresan yang mungkin
masih jauh dari sebutan mahakarya ini, telah banyak sekali
pihak-pihak yang secara disadari maupun tidak
disadari,langsung atau tidak langsung telah di buat repot
dalam membantu penulis.
Untuk itu, penulis mengucapkan terima kasih yang
sebesar-besarnya kepada:
ii
1. Prof. Dr. Jimly Asshidiqie, S.H, sebagai pembimbing I
dan Mahaguru penulis yang telah banyak memberikan
inspirasi dan bimbingan kepada penulis. Banyak
berbagai perkembangan ilmu pengetahuan terutama di
bidang ilmu hukum yang diberikan secara langsung dan
tidak langsung oleh beliau.
2. Bapak Makmur Amir , S.H, selaku pembimbing II yang
telah memberikan semangat kepada penulis dalam
mengerjakan skripsi ini dan juga sebagai abang(senior)
dalam organisasi yang digeluti penulis sehingga arahan
dan bimbingan beliau sangat berarti.
3. Bapak Ramly Hutabarat S.H, M.Hum, selaku Ketua Program
Kekhususan V (Hubungan antara Negara Dengan
Masyarakat).
4. Bapak Prof. Abdul Bari Azed S.H, M.H, selaku Dekan
Fakultas Hukum Universitas Indonesia.
Tidak lupa, penulis berhutang budi kepada pihak-pihak
yang telah memberikan masukan berupa pendapat ilmiah serta
bahan penulisan:
1. Prof. Ismail Suny S.H, MCL , Guru Besar Fakultas
Hukum Universitas Indonesia atas ilmu dan ceramah
beliau pada beberapa kuliah dan buku-buku beliau
yang telah menjadi inspirasi penulis.
iii
2. Prof.Dr. Harun Al Rasyid, S.H, Guru Besar Fakultas
Hukum Universitas Indonesia atas ilmu dan ceramah
beliau pada beberapa kuliah dan buku-buku beliau
yang telah menjadi inspirasi penulis, dan juga
dalam 3 pertemuan diskusi yang sangat berarti pada
mata kuliah Lembaga Kepresidenan
3. Dr. Maria Farida S.H, MH, yang telah memberikan
masukan tentang beberapa kewenangan MPR dalam
Penelitian tentang peninjauan materi dan status
hukum ketetapan MPR dan MPRS.
4. Bang Hendra Nurtjahjo S.H. M.Hum, yang telah
memberikan masukan entang komposisi MPR.
Terima Kasih juga penulis haturkan kepada pihak-pihak
dibawah ini atas saran, semangat dan dorongan yang diberikan
kepada penulis dalam menyelesaikan skripsinya
1. Ibunda tercinta Dra.Tuti Ruchyati yang telah
melahirkan dan membesarkan penulis (dan akhirnya
penulis mengerti betapa indahnya hadits yang
menyatakan Surga terletak dibawah kaki Ibu), ayahanda
tercinta Muzwan Amry yang telah mengasuh dan
membesarkan penulis. (Ya Allah sayangilah kedua orang
tua penulis sebagaimana mereka menyayangi penulis).
Dan terima kasih dan sayang buat kakak dan adik
penulis, Kak Dian Anggraini S.E. “akuntan bisa
iv
disegala bidang” ( calon MSi, Amin!) atas dorongannya,
Mutia Febrina “sang aktivis FSI FEUI” (semoga cepat
lulus dan IPK tinggi) dan Fauzan Amru (rajin belajar
yaa!)
2. Bang Tope ( Mustafa Fakhri), Bang Fitra sebagai senior
dan guru penulis pada penelitian TAP MPR di Pusat
Studi Hukum Tata Negara UI, juga bang Satya Arinanto
sebagai Ketua PSHTN UI.
3. Guru-guru penulis pada saat di TK, SD, SMPN 2 Bogor
dan SMUN 2 Bogor (Terima Kasih Atas Bimbingannya,
Semoga Allah membalas semua kebaikan bapak/ibu guru
yang tiada tara),
4. Senior-senior penulis, Bang Imron Azis, Bang Indra
Surya, Bang Abdi Kurnia, Bang Said, Bang Ajo dan
lain-lain, yang telah memberikan pengertian tentang
memberi arti pada kehidupan.
5. Saudara-saudaraku tercinta di Center For Law
Information (CELI), Budi “fungky dan cukup sabar”,
Dono Sang “Sufi Metropolitan”, Ningrat “Jurnalis,
Wartawan dan Yang Ingin Jadi Penyair Damai”, Fatah
“Eksistensialis dan Intelektual Nyentrik”, Heru Geeks
“Sang Nggak Mungkin”, Bisar “sang sastrawan aneh dan
religius” teman seperjuangan dalam skripsi.
v
6. Sahabat setia dan saudaraku tercinta yang senantiasa
mengajak diskusi dan memberi semangat serta inspirasi
bagi penulis, “Mr Filsuf Abadi dan Natural Born
Researcher” yang sedang mencari pendamping hidup yang
pas (katanya), Mohamad Mova Al Afghani.
7. Sahabat setia dan saudaraku tercinta dan “MR Perfect”
yang mendampingi, mendorong dan menyemangati penulis
dari tingkat 1 sampai sekarang (terutama pada saat
penulis sakit), dan sedang menjalin hubungan yang
Insya Allah serius, Sunan J. Rustam (moga Allah
Ridla).
8. Titi Anggraini atas bantuan dan diskusinya juga
skripsinya.
9. Pengurus Senat Mahasiswa FHUI periode 2001-2002
10. Pegurus Himpunan Mahasiswa Islam Komisariat FHUI
periode 2000-2001, teman-teman di Komisariat HMI
FHUI serta HMI Cabang Depok.
11. Irma (teman, sekretaris yang sangat baik) , Lieni
(walaupun terkadang jutek tapi baik hati), Icha
(Penyemangat HMI, “Hidup HMI Komisariat FHUI”!),
Sholikin (Sekretaris Mushola Al Fath), Ises, Apreza,
Diah dan kawan-kawan FHUI lainnya
vi
12. Tentu saja si kecil Mardy atas segala
encouragement dan bantuannya (Hatur Nuhun atas bantuan
dan perhatiannya di waktu penulis sakit)
13. Pengurus Ikatan Senat Mahasiswa Hukum Indonesia
periode 2002-2004.
14. Teman-teman University Network for Free and Fair
Election (UNFREL) 1999 simpul UI dan Simpul JABOTABEK.
15. Catur Intan Wahyuningrum atas bantuannya di
ISMAHI.
16. Surya Yuli Diana, Dede Anggraini di Bogor maupun
di Bangka terima kasih atas perhatiannya.
17. Bang Freddy, Bang Kurnia atas bantuannya yang
berarti, Bu Aminah ( matur nuwun bu), Mbak Vivi.
Mohon maaf bagi yang belum lupa disebutkan, dan
Walaupun karya ini masih jauh dari kesempurnaan, besar
harapan penulis agar karya ini dapat berguna dalam menjadi
bahan bacaan bagi peminat Hukum Tata Negara. Sesungguhnya
yang benar hanya dari Allah SWT semata dan yang salah dari
kelemahan penulis.
Wabillahi Taufiq Wal Hidayah.
Depok, Agustus, 2003,
Penulis,
Rahmat Bagja
vii
ABSTRAK
Rahmat Bagja (0598002146), TUGAS DAN WEWENANG MPR SETELAH PERUBAHAN UUD 1945, 119 hal, SKRIPSI, Depok: Fakultas Hukum, Universitas Indonesia, Agustus 2003.
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia adalah lembaga negara yang telah diberikan tugas dan wewenang tertentu oleh Undang-Undang Dasar 1945. Dalam perjalanannya Undang-Undang Dasar 1945 telah diganti oleh beberapa konstitusi dan kemudian kembali lagi kepada Undang-Undang Dasar 1945. Setelah tahun 1999 terjadi perubahan Undang-Undang Dasar 1945 yang pertama, kemudian disusul yang kedua tahun 2000, ketiga tahun 2001 dan keempat tahun 2002. Pada Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar lembaga Majelis Permusyawaratan Rakyat dicabut kekuasaannya untuk melaksanakan kedaulatan Rakyat (Pasal 1 ayat 2 Perubahan Undang-Undang Dasar 1945) kemudian tugas dan wewenangnyapun berubah sesuai dengan pasal 3 ayat 1,2,3 Undang-Undang Dasar 1945 hasil Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945. Pada Perubahan Keempat akhirnya Majelis Permusyawaratan Rakyat diubah komposisinya menjadi anggota 2 lembaga negara yaitu:Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan Perwakilan Daerah (pasal 2 ayat 1). Perubahan tugas dan wewenang tersebut mengubah struktur kelembagaan yang ada, tetapi Majelis Permusyawaratan Rakyat tetap merupakan suatu lembaga yang unik jika diperbandingkan dengan lembaga negara di negara lain. MPR sebelum Perubahan UUD 1945 jika diperbandingkan dengan Kongres Rakyat Cina, ditemukan banyak kemiripan yang ada, baik dalam hal lembaga maupun tugas dan wewenang. Akan tetapi setelah Perubahan UUD 1945, secara lembaga MPR tidak bisa dipersamakan dengan negara lain. Ada beberapa kesamaan dalam tugas dan wewenang dengan negara lain, tetapi tetap secara lembaga tidak bisa dipersamakan dengan negara lain. Dalam tugas dan wewenang MPR harus diatur lebih jelas lagi mengenai apa yang dimaksud tugas dan wewenang. Ada beberapa tugas dan wewenang MPR dalam UUD yang harus diatur dengan jelas untuk menghindari kesalahan dalam bernegara. Dan MPR sebaiknya diubah menjadi suatu forum bukan suatu lembaga yang aktif karena tugas dan wewenang MPR tidak memerlukan suatu lembaga negara.
viii
DAFTAR ISI
TANDA PERSETUJUAN SKRIPSI...........................................................................................IKATA PENGANTAR...........................................................................................................II
ABSTRAK.....................................................................................................................VIII
BAB I PENDAHULUAN..................................................................................................1
1. LATAR BELAKANG......................................................................................................12. POKOK PERMASALAHAN..............................................................................................93. TUJUAN PENULISAN................................................................................................104. DEFINISI OPERASIONAL........................................................................................105. METODE PENELITIAN..............................................................................................126. SISTEMATIKA PENULISAN......................................................................................13
BAB II KONSEP LEMBAGA MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA................................................................................................16
1. KONSEP LEMBAGA PERWAKILAN..............................................................................161.1.Konsep Lembaga Perwakilan Pada Waktu Negara Berdiri16
2.KONSEP LEMBAGA PERWAKILAN RAKYAT SETELAH NEGARA BERDIRI.................213. KONSEP LEMBAGA PERWAKILAN DI NEGARA MODERN...........................................233.1. Teori Kedaulatan.................................................................................233. 2.Konsep Lembaga Perwakilan Setelah adanya Kontrak Sosial.....................................................................................................................303.3.Konsep Lembaga Perwakilan Rakyat di Negara Modern.. .33
4.TUGAS DAN WEWENANG LEMBAGA PERWAKILAN SECARA UMUM.............................365. KONSEP LEMBAGA PERWAKILAN DI INDONESIA...................................................375.1. Sebelum Perubahan UUD 1945.........................................................385.2. Sistem Parlemen Setelah Perubahan UUD 1945................43
BAB III TUGAS DAN WEWENANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK INDONESIA................................................................................................47
1. MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT SEBELUM PERUBAHAN UUD 1945.........471.1. UUD 1945....................................................................................................481.2.Konstitusi RIS........................................................................................53
ix
1.3.UUDS 1950....................................................................................................541.4.Kembali ke UUD 1945............................................................................56
2.MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT SESUDAH PERUBAHAN UUD 1945.............593.TUGAS DAN WEWENANG MAJELIS PERMUSYARATAN RAKYAT....................................623. 1. Tugas dan Wewenang MPR Sebelum Perubahan UUD 1945633. 2. Tugas Dan Wewenang MPR Yang Diatur Dalam UUD Sesudah Perubahan UUD 1945.................................................................683.3. Pengaruh Perubahan Tugas dan Wewenang MPR dalam struktur Ketatanegaraan............................................................................79
BAB IV PERBANDINGAN TUGAS DAN WEWENANG MPR DI INDONESIA DENGAN LEMBAGA LAIN DI NEGARA CINA, VENEZUELA DAN AMERIKA SERIKAT...........................................................................................................................851. PERBANDINGAN TUGAS DAN WEWENANG SEBELUM PERUBAHAN UUD 1945 DENGAN CINA DAN VENEZUELA.....................................................................................851.1. Konsep Lembaga Kongres Rakyat Nasional China..............851.3. Perbandingan Tugas dan Wewenang MPR Sebelum Perubahan dengan Kongres Rakyat Nasional Cina......................891.4.Konsep Majelis Nasional Venezuela...........................................971.5. Perbandingan Tugas dan Wewenang MPR Dengan Majelis Nasional Dan Majelis Konstituen Nasional...................................991.6. Persamaan dan Perbedaan MPR dengan Kongres Rakyat Nasional Cina dan Majelis Nasional Venezuela dan Majelis Konstituen Nasional Venezuela..........................................................102
2. PERBANDINGAN TUGAS DAN WEWENANG SEBELUM PERUBAHAN UUD 1945 DENGAN AMERIKA SERIKAT.........................................................................................1032.1. Amerika Serikat.................................................................................1032.2 Konsep Lembaga Kongres Amerika Serikat.............................1042.3 Perbandingan Tugas dan Wewenang.............................................1072.4.Perbandingan Tugas dan Wewenang MPR Indonesia dan Kongres di Amerika Serikat...................................................................110
BAB V PENUTUP..........................................................................................................112
1. KESIMPULAN...........................................................................................................1122. Saran..................................................................................................................117
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN-LAMPIRAN
x
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar belakang
Sejarah kehidupan berbangsa dan bernegara pada
Republik Indonesia dimulai pada tahun 1945. Pada tahun
itulah berdirinya Negara Republik Indonesia sebagai suatu
kumpulan besar manusia, yang sehat jiwanya dan berkobar-
kobar hatinya, menimbulkan suatu kesadaran batin yang
dinamakan bangsa.1
Persatuan Indonesia merupakan ide besar yang merupakan
cita-cita hukum dan cita-cita moral bangsa Indonesia2.
Persatuan Indonesia telah menjiwai proses penetapan bentuk
negara. Bentuk negara yang telah dipilih harus memungkinkan
terwujud dan terjaminnya Persatuan Indonesia.3
1 Ernest Renan, Apakah Bangsa Itu?, Alumni, Bandung, 1994, h. 58
2 ASS Tambunan, MPR Perkembangan Dan Pertumbuhannya Suatu Pengamatan Dan Analisis, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1991, h.19
3 Satya Arinanto, Hukum Dan Demokrasi, Ind Hill-Co, Jakarta, 1991, h.59
1
Berdirinya Negara ini tidak hanya ditandai oleh
Proklamasi dan keinginan untuk bersatu bersama, akan tetapi
hal yang lebih penting adalah adanya UUD 1945 yang
merumuskan berbagai masalah kenegaraan. Atas dasar UUD 1945
berbagai struktur dan unsur Negara mulai ada4. Walaupun
secara jelas pada masa itu belum ada lembaga-lembaga yang
diamanatkan oleh UUD. Akan tetapi hal ini dapat diatasi
dengan adanya Aturan Tambahan dan Aturan Peralihan dalam
UUD 1945.5
Setelah UUD 1945 berlangsung selama 4 tahun diganti
dengan Konstitusi RIS pada tahun 1949, kemudian diganti
lagi dengan UUDS 1950. Pada masa UUDS 1950 terselenggara
pemilihan umum pada tahun 1955 untuk memenuhi amanat
masyarakat dalam Undang-Undang Dasar. Hasil pemilihan umum
tersebut melahirkan Dewan Perwakilan Rakyat sebagai suatu
lembaga perwakilan rakyat, dan terbentuk Konstituante yang
bertugas membuat UUD. Setelah bersidang selama beberapa
tahun Konstituante dibubarkan oleh Presiden Sukarno secara
sepihak. Setelah itu dimulailah periode kembali ke UUD 1945
ditandai dengan Dekrit Presiden tahun 1959.
4 Bagir Manan, Konvensi Ketatanegaraan, CV Armico, Bandung, 1987, h. 36
5 Joeniarto, Sejarah Ketatanegaraan Republik Indonesia, PT Bina Aksara, Jakarta, 1984, h. 17
2
Setelah tahun 1998 maka dimulai zaman reformasi dan
zaman ini diakibatkan oleh berbagai krisis yaitu:
1. Krisis ekonomi.6
2. Krisis Politik ditandai dengan adanya krisis
kepemimpinan.
3. Krisis Konstitusi ditandai dengan otoriternya
kepemimpinan nasional atas dasar konstitusi (executive
heavy).
Krisis-krisis tersebut melahirkan gerakan reformasi
yang menginginkan suatu perubahan di Indonesia. Suatu jaman
perubahan yang dinamakan reformasi, menandai berakhirnya
orde baru, dengan digantikan oleh orde reformasi atau zaman
reformasi7. Pada saat itu terjadi perubahan Konstitusi yang
sangat dinantikan oleh masyarakat Indonesia.
Berkembanglah setelah itu wacana mengenai masyarakat
madani atau dikenal sebagi civil society. Menurut Alexis de
Tocqueville memandang civil society sebagai wilayah otonom
dan memiliki dimensi politik dalam dirinya sendiri yang
dipergunakan untuk menahan intervensi negara. 8
6 Indonesia mengalami masa-masa sulit dimulai pada tahun 1997 pada saat turunnya harga mata uang rupiah, hal ini tercermin dalam pemberitaan media massa pada tahun 1997 dan 1998
7 Sekretariat Jendral MPR RI, Proses Reformasi Konstitusional : Sidang Istimewa MPR 1998, Sekretariat Jendral, Cetakan 2, Jakarta, 2001, h.13-23
8 Hikam, AS, Demokrasi dan Civil Society, LP3S, Jakarta, 1999, h.226
3
Menurut Al Mawardi ada beberapa syarat untuk mencapai
keseimbangan dalam segi politik negara yang ideal menurut
Islam:9
a. Agama yang dihayati.
b. Penguasa yang berwibawa.
c. Keadilan yang menyeluruh.
d. Sistem Pemerintahan.
e. Imamah (kepemimpinan).
f. Cara pemilihan atau seleksi imam.
Dan banyak kriteria lain untuk format masyarakat
madani, seperti adanya lembaga perwakilan. Demokratisasi,
supremasi hukum, pengadilan yang bersih juga merupakan
kriteria masyarakat madani.
Setelah tahun 1998 dimulai tuntutan-tuntutan akan
perubahan mendasar di Republik Indonesia. Yang terpenting
adalah dua tuntutan masyarakat pada saat itu adalah
Supremasi Hukum dan Amandemen atau Perubahan Undang-Undang
Dasar 1945.
Untuk kata Amandemen atau Perubahan maka yang dipakai
dalam karya ilmiah ini adalah Perubahan Undang-Undang Dasar
karena dalam bahasa Inggris, to amend the Constitution
9 Munawir Sjadzali, Islam Dan Tata Negara, UI Press, Jakarta, 1993, h. 63
4
artinya mengubah Undang Undang Dasar dan Constitutional
Amandement artinya perubahan Undang-Undang Dasar mempunyai
makna yang berbeda. Dengan demikian kata mengubah dan
perubahan yang berasal dari kata dasar “ubah” sama dengan
to amend atau amandement, dan pemakaian kata yang lebih
tepat adalah amandement. Lebih lanjut kata “amandement” itu
diserap atau diIndonesiakan menjadi “amandemen”, dan kata
mengubah berarti menjadikan lain atau menjadi lain dari,
sedangkan kata perubahan berarti berubahnya sesuatu (dari
asalnya). Dengan demikian apabila kita menyebut kata
perubahan berarti sama dengan “amandemen”, tetapi dalam
Bahasa Indonesia resmi yang dipergunakan adalah kata
“perubahan”.10 Dalam penulisan akan dipakai kata Perubahan
Undang-Undang Dasar.
Pada tahun 1999 terjadi Perubahan I UUD 1945 yang
mengatur beberapa hal penting seperti pembatasan jabatan
presiden. Pada tahun 2000 terjadi Perubahan II UUD 1945
yang mengatur HAM dll. Pada Perubahan I dan II terjadi
beberapa perubahan yang mendasar dalam UUD 1945. Pada
Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 sampai tahun 2000
terdapat beberapa reduksi kekuasaan lembaga eksekutif
10 Sri Soemantri, Prosedur Dan Sistem Perubahan Konstitusi, Cet.4, Alumni, Bandung, 1987, h.133-134.
5
seperti dalam pembatasan kekuasaan Presiden. Dalam banyak
hal, Presiden tidak lagi memegang kekuasaan legislatif. Dan
Presiden harus memperhatikan pendapat Dewan Perwakilan
Rakyat ataupun Mahkamah Agung jika berkaitan dengan hukum11.
Sampai dengan Perubahan II belum ada kritik yang tajam
terhadap Perubahan yang terjadi terhadap Undang-Undang
Dasar 1945 dari mayoritas Ahli Hukum Tata Negara dan Para
Politisi Partai Politik.
Akan tetapi setelah Perubahan III maka terjadi
perubahan mendasar terhadap UUD 1945. Secara garis besar
dapat disimpulkan Perubahan III Undang-Undang Dasar 1945
meliputi:
1. Akan adanya Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden
Langsung. Hal ini berakibat besar terhadap tugas
Majelis Permusyawaratan Rakyat.
2. Adanya Penghapusan Utusan Golongan dalam MPR dan
dilembagakannnya Utusan Daerah menjadi Dewan
Perwakilan Daerah sehingga komposisi MPR berubah
secara total.
Setelah Perubahan III Undang-Undang Dasar 1945 berlaku
maka banyak kekurangan-kekurangan yang ada dalam Undang-
11 Didit Hariadi Estiko, Amandemen UUD 1945 Dan Implikasinya Terhadap Pembangunan Sistem Hukum, Tim Hukum Pusat Pengkajian Dan Pelayanan Informasi Sekretaris Jendral, Jakarta, 2001, h.33
6
Undang Dasar. Proses Perubahan Undang-Undang Dasar 1945
menjadi salah satu sebab banyaknya kekurangan yang terjadi.
Karena ada beberapa hal yang belum diatur dengan jelas,
sehingga menimbulkan masalah secara tekhnis hukum. Hal ini
dikritisi sebagian besar oleh praktisi hukum terutama Hukum
Tata Negara.
Ketika sedang memasuki Proses Perubahan IV perubahan
yang kurang dicoba diperbaiki. Perubahan IV menjadi suatu
keharusan yang mau tidak mau harus ada. Karena dengan
adanya Pemilihan Presiden Langsung, maka Presiden langsung
bertanggung jawab kepada pemilihnya. Dan tidak ada lagi
tugas membuat GBHN yang dilakukan oleh MPR.
Perubahan III dan IV UUD 1945 telah mengubah status
dan peran MPR. Majelis Permusyawaratan Rakyat berubah dari
lembaga pemegang kedaulatan rakyat yang disebutkan secara
eksplist dalam UUD 1945 menjadi lembaga negara.
Setelah adanya Perubahan UUD 1945 maka berakhirlah
kekuasaan Majelis Permusyawaratan Rakyat sebagai lembaga
pemegang kedaulatan rakyat. Dan berakhir juga kedudukannya
sebagai lembaga tertinggi negara dalam struktur kelembagaan
Negara di Indonesia.
Hukum Tata Negara Indonesia menghadapi suatu masa
7
perubahan besar dalam tugas dan wewenang lembaga Negara.
Sangat penting untuk diselidiki bagaimanakah nantinya
lembaga Negara melakukan tugas dan wewenangnya dan
menjalankannya. Dalam karya tulis ini akan dibahas mengenai
tugas dan wewenang lembaga negara Majelis Permusyawaratan
Rakyat. Pembahasan lebih dikhususkan setelah Perubahan UUD
1945 dan undang-undang mengenai susunan dan kedudukan MPR,
DPR dan DPRD. Dan mendudukkan lembaga ini kembali didalam
struktur ketatanegaraan Indonesia, setelah Perubahan UUD
1945 dalam peraturan-peraturan tentang struktur umum
negara12.
Sebelum Perubahan UUD 1945 kedudukan MPR adalah
sebagai lembaga pemegang kedaulatan Rakyat. Dalam kekuasaan
Majelis Permusywaratan Rakyat ini seluruh aturan
ketatanegaraan dirancang dan diawasi. Dalam menjalankan
kekuasaan ini Majelis Permusyawaratan Rakyat bertindak
seakan tidak pernah salah. Karena terkait dengan sistem
ketatanegaraan, perekrutan anggota dan sistem pengambilan
keputusan MPR (hal ini lebih dikhususkan pada masa orde
baru).
Dalam karya tulis ini Majelis Permusyawaratan Rakyat
12 Kuntjoro Purbopranoto, Beberapa Catatan Hukum Tata Pemerintahan Dan Peradilan Administrasi, Bandung: Alumni, 1981, h. 17
8
Republik Indonesia akan dibahas dalam sudut pandang tugas
dan wewenang MPR. Dan akibat perubahan dari tugas dan
wewenang tersebut sehingga dapat menjadi suatu pembahasan
yang komprehensif mengenai lembaga negara ini.
2.Pokok Permasalahan
Berdasarkan atas latar belakang yang telah dipaparkan,
adapun perumusan yang diangkat dalam skripsi ini adalah:
1. Bagaimana konsep lembaga Negara Majelis Permusyawaratan
Rakyat setelah adanya UUD 1945 di amandemen ?
2. Bagaimana Tugas dan Wewenang MPR setelah Amandemen UUD
1945 dan perbandingannya sebelum amandemen?
3. Bagaimana perbandingannya dengan lembaga negara yang
memiliki tugas dan wewenang yang hampir sama di Negara
lain?
3. Tujuan Penulisan
Tujuan yang hendak dicapai dalam penulisan ini adalah
sebagai berikut:
9
1.Untuk memenuhi kewajiban penulis dalam rangka
menyelesaikan studi S-1 nya di Fakultas Hukum Universitas
Indonesia.
2. Mengetahui tugas dan wewenang MPR setelah amandemen UUD
1945.
3,. Mendapatkan pemahaman mengenai akibat pengurangan tugas
dan wewenang MPR dan bagaimana konsep lembaga MPR sebelum
dan setelah adanya perubahan Undang-Undang Dasar 1945 jika
diperbandingkan dengan lembaga negara yang mempunyai tugas
dan wewenang yang hampir sama di negara lain.
4. Definisi Operasional
Pembatasan dari beberapa istilah yang penulis gunkan
dalam penulisan ini adalah sebagai berikutL:
1. Undang Undang Dasar atau Konstitusi adalah aturan –
aturan daasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek
penyelenggaraan negara, meskipun tidak tertulis. Pembatasan
ini adalah kutipan dari alinea pertama Penjelasan Undang-
Undang Dasar 1945 yang berbunyi: “Undang undang Dasar suatu
negara hanya sebagian dari hukum dasar negara itu. Undang
Undang Dasar ialah hukum dasar yang tertulis sedang
disampingnya Undang-Undang Dasar itu berlaku juga hukum
10
dasar yang timbul dan terpelihara dalam praktek
penyelenggraan negara, meskipun tidak tertulis”.13
2. MPR (Majelis Permusyawaratan Rakyat) adalah lembaga
Permusyawaratan Rakyat yang ada menurut UUD 1945. Yang
anggotanya dipilih dalam Pemilihan Umum secara langsung
dan lembaga ini terdiri dari Dewan Perwakilan Rakyat dan
Dewan Perwakilan Daerah.
3. Tugas adalah kewajiban atau sesuatu yang wajib
dikerjakan atau ditentukan untuk dilakukan.14
4. Wewenang atau wenang adalah hak dan kekuasaan (untuk
melakukan sesuatu)15
5. Fungsi adalah jabatan(yang dilakukan) pekerjaan yang
dilakukan.16
6. DPR (Dewan Perwakilan Rakyat) adalah lembaga perwakilan
rakyat yang berfungsi sebagai lembaga legislasi juga
lembaga yang menjalankan fungsi anggaran dan fungsi
13 Indonesia, Penjelasan Undang-Undang Dasar 1945,14 WJS. Poerwadrminta, Kamus Umum Bahasa Indonesia, PN. Balai Pustaka, Jakarta 1976 h.1094
15 Ibid, h. 1150
16 Ibid, h. 283
11
pengawasan17. Anggota Dewan Perwakilan rakyat dipilih
melalui Pemilihan Umum.18
7. DPD (Dewan Perwakilan Daerah) adalah lembaga perwakilan
daerah yang berfungsi sebagai lembaga perwakilan dan
legislatif dari daerah propinsi di Republik Indonesia.
Anggota Dewan Perwakilan Daerah dipilih dari setiap
provinsi melalui Pemilihan Umum.19
5.Metode Penelitian
Metode penulsian yang penulis gunakan dalam skripsi
berjudul ”TUGAS DAN WEWENANG MPR SETELAH PERUBAHAN UUD
1945” ini adalah berupa penelitian kepustakaan.20
Adapun bahan-bahan pustaka yang penulis pergunakan
meliputi:
1. Bahan hukum primer, yaitu bahan-bahan hukum yang
mempunyai kekuatan mengikat antara lain: Undang
Undang Dasar 1945, Konstitusi Republik Indonesia
Serikat, Undang-Undang Dasar Sementara 1950.
17 Jimly Asshiddiqie, Konsolidasi naskah UUD 1945 Setelah Perubahan Keempat, Pusat Studi Hukum Tata Negara FHUI, Jakarta, pasal 20A, h.27
18 Ibid, h.2519 Ibid, h.31
20 Penelitian kepustakaan atau disebut juga penelitian hokum normatif adalah penelitian hukum yang dilakukan dengan cara meneliti bahan pustaka atau data sekunder belaka. Lihat Soerjono Soekanto dan Sri Mamudji. Penelitian Hukum Normatif ( Jakarta, Raja Grafindo Persada, 1995) hal 13, 14.
12
2. Bahan hukum sekunder, yaitu bahan –bahan hukum yang
menjelaskan bahan hukum primer seperti buku-buku,
artikel majalah dan koran, maupun makalah-makalah
yang berhubungan dengan topik penulisan ini.
3. Bahan hukum tersier, yaitu bahan hukum penunjang
yang memberikan petunjuk terhadap bahan hukum primer
dan bahan hukum sekunder seperti kamus hukum, dan
kamus bahasa.
6.Sistematika Penulisan
Dalam Penulisan skripsi ini digunakan sistematika
penulisan sebagai berikut.
BAB I adalah pendahuluan yang mencakup latar belakang
permasalahan yang akan ditulis; pokok permasalahan; tujuan
penulisan; metodologi penulisan; definisi operasional; dan
sistematika penulisan.
BAB II Menjelaskan konsep lembaga perwakilan yang merupakan
konsep dasar MPR sebagai suatu lembaga negara yang memiliki
kekuasaan sebagai lembaga pemegang kedaulatan rakyat. Hal
13
ini dicantumkan dalam UUD 1945 sebelum Perubahan dan
bagaimana konsep lembaga MPR setelah diadakan Perubahan UUD
1945. Juga dijelaskan berbagai teori yang mendasari
kekuasaan MPR memegang kekuasaan kedaulatan rakyat dan
bagaimana konsep lembaga perwakilan secara umum.
BAB III adalah analisa yang akan menjelaskan bagaimana
konsep lembaga Majelis Permusyawaratan Rakyat yang ada di
Indonesia. Dan bagaimana konsep lembaga ini sebelum dan
sesudah Perubahan UUD 1945 sehingga dapat diperbandingkan
dengan jelas dalam mana tugas dan wewenang yang dikurangi
atau ditambah setelah Perubahan Undang-Undang Dasar 1945.
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia dianalisa
juga dari sudut tugas dan wewenang sebagai lembaga negara.
Dan penjelasan bagaimana tugas dan wewenang tersebut
dijalankan dalam praktek ketatanegaraan, juga bagaimana
akibat dari tugas dan wewenang tersebut dalam mempengaruhi
sistem lembaga perwakilan di Negara Republik Indonesia. Dan
menjelaskan struktur yang terjadi akibat tugas dan wewenang
yang diatur dalam Undang-Undang Dasar.
14
BAB IV Menjelaskan bagaimana perbandingan lembaga negara
MPR di Indonesia dengan lembaga negara di negara lain
dengan asumsi bahwa lembaga negara di negara lain memiliki
tugas dan wewenang yang hampir sama. Dan diambil contoh
negara adalah Cina, Venezuela, dan Amerika Serikat. Dan
dalam bab ini diperiodisasi tugas dan wewenang MPR sebelum
perubahan dan sesudah perubahan UUD 1945. Kemudian diambil
kesamaan antara lembaga negara yang hampir sama dinegara
lain dan dicari perbedaannya dengan cara diperbandingkan
antara lembaga tersebut.
BAB V Menerangkan tawaran solusi dari skripsi dengan
menjelaskan tugas dan wewenang MPR setelah amandemen UUD
1945. Dan bagaimana pengaturan yang baik dari tugas dan
wewenang MPR ditinjau dari kedudukan lembaga MPR setelah
Amandemen UUD 1945.
15
BAB II
KONSEP LEMBAGA MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK
INDONESIA
1. Konsep Lembaga Perwakilan
Untuk membahas lembaga Majelis Permusyawaratan
Rakyat Republik Indonesia maka harus dijelaskan bagaimana
konsep lembaga perwakilan rakyat sehingga dapat
mengatasnamakan rakyat. Dan bagaimana perubahan konsep
lembaga perwakilan yang ada setelah perubahan Undang-Undang
Dasar 1945. Sehingga dapat dijelaskan apakah Majelis
Permusyawaratan Rakyat dapat digolongkan kedalam lembaga
perwakilan rakyat atau bukan.
1.1.Konsep Lembaga Perwakilan Pada Waktu Negara Berdiri
Lembaga Perwakilan atau yang lebih sering disebut
representative institution adalah lembaga yang mewakili
rakyat dalam melakukan fungsi pengawasan dan fungsi
legislasi.
Konsep lembaga perwakilan tidak terlepas dari asal–
usul negara yang dimulai:
16
1. Manusia tidak bisa hidup sendiri. Untuk hidup manusia
berkehendak akan bantuan makhluk lain.
2. Disebabkan manusia tidak bisa hidup sendiri maka
berkumpullah mereka untuk merundingkan cara
memperoleh bahan-bahan primer (makanan, temapat dan
pakaian). Lalu terjadilah pembagian pekerjaan dimana
masing-masing harus menghasilkan lebih dari
keperluannya sendiri untuk dipertukarkan den demikian
berdirilah desa.
3. Antara desa dengan desa terjadi pula kerjasama dan
terjadilah masyarakat negara. Antara negara-negara
dengan negara lain terjadi juga kerjasama karena
perlunya bantuan satu sama lain dan terjadilah
hubungan internasional.21
Maka dari itu dapat ditarik kesimpulan berdirinya
suatu negara harus mempunyai 4 syarat:
1. Adanya wilayah.
2. Adanya Pemerintah
3. Adanya rakyat
4. Adanya pengakuan dari negara lain.22
21 M. Solly Lubis, Ilmu Negara, h. 16
22 Konvensi Montevidio tentang Hak dan Kewajiban Negara (Convention on Rights&Duties of States), 26 Desember 1934 Pasal 1, “ The State as a person of International Law should possess the following
17
Ada yang menyatakan bahwa Negara merupakan
perkelompokkan dari manusia yang merasa sendirinya senasib
yang mempunyai tujuan yang sama23. Tujuan dari negara adalah
untuk menjalankan ketertiban dan keamanan. Dan tujuan akhir
dari negara adalah mewujudkan keadilan dan kemakmuran bagi
warga negaranya.
Menurut ilmuwan Islam Ibnu Khaldun bahwa adanya
organisasi kemasyarakatan (ijtima’i wal insani) merupakan
suatu keharusan. Para filosof atau ahli hukum (al-hukuma)
telah melahirkan kenyataan ini dengan perkataan
mereka :”Manusia adalah bersifat politis menurut tabiatnya
“ (al insanu madaniyyun’biath-thab’i). Ini berarti, ia
memerlukan satu organisasi kemasyarakatan, yang menurut
para filosof dinamakan “kota”, dan itulah yang dimaksud
dengan peradaban24. Jadi didalam pandangan ahli agamapun
pembentukan suatu organisasi kemasyarakatan untuk mengatur
masyarakat menjadi suatu keharusan.
Menurut Aristoteles bahwa sesungguhnya negara itu
merupakan suatu persekutuan hidup atau lebih tepat lagi
qualifications (a) a permanent population, (b) a defined territory, (c) government and (d) capacity to enter into relations with the other states”.
23 Padmowahyono, Ilmu Negara, Ind Hill-Co, Jakarta, 1996 h. 51
24 Ibnu Khaldun, Mukaddimah, Pustaka Firdaus, Jakarta, 2000, h.71
18
suatu persekutuan hidup politis. Dalam bahasa Yunani
disebut he koinona politike; artinya suatu persekutuan
hidup yang berbentuk polis ( negara kota). Ungkapan negara
adalah persekutuan hidup politis sesungguhnya mengandung
beberapa hal penting yang perlu dipikirkan25, seperti tujuan
dan arti negara bagi masyarakat.
Mc Dougall membagi pembentukan negara sebagai kelompok
masyarakat menjadi 2 yaitu:
1. Yang terjadi secara wajar atau alamiah atau
natuurlijk.
2. Yang terjadi atas dasar sengaja dibuat atau
kuntsmatig.26
Timbulnya suatu negara tidak akan terlepas dari teori
Contract Social yang diungkapkan oleh Thomas Hobbes, John
Locke dan JJ Rousseau .27
Kontrak Sosial merupakan perjanjian antara masyarakat
yang ingin membentuk suatu negara, suatu pemerintahan
bersama yang melayani mereka (anggapan hobbes, Locke dan
Rousseau yang mendasarkan pembentukan negara atas suatu
25 J.H. Rapar, Filsafat Politik Aristoteles, Rajawali Pers, Jakarta, 1998, h. 33
26 Padmowahyono, Op.cit, h, 51
27 M.Solly Lubis, Op.cit h.35
19
perjanjian antara anggota masyarakat biasanya disebut teori
perjanjian masyarakat). Kemudian rakyat ini menyerahkan
kedaulatannya kepada suatu lembaga, persoon ataupun
sekelompok orang yang mendapat amanat untuk menjalankan
kedaulatan tersebut.
Menurut Utrecht tentang perbandingan antara Thomas
Hobbes, Jean Jacqueas Rousseau dan John Locke bahwa
Walaupun tak berlainan masing-masing Hobbes, Locke dan
Rosseau. Mereka mempunyai anggapan tentang pembentukan
negara dan adanya negara itu. Menurut anggapan ketiga ahli
tersebut pembentukan adanya negara itu disusun atas suatu
perjanjian sosial, kesimpulan-kesimpulan yang mereka tarik
tentang sifat negara sangat berlainan. Menurut Hobbes
negara itu bersifat totaliter, Negara itu diberi kekuatan
tidak terbatas (Absolut). Menurut Locke negara itu
selayaknya bersifat kerajaan konstitusionil yang memberi
jaminan mengenai hak-hak dan kebebasan kebebasan pokok
manusia (ingat : life, liberty, healthy dan property).
Rousseau beranggapan bahwa negara bersifat suatu perwakilan
rakyat, dan negara itu selayaknya negara demokrasi yakni
yang berdaulat adalah rakyat.28
28 Ibid, h. 35
20
2.Konsep Lembaga Perwakilan Rakyat Setelah Negara Berdiri.
Atas dasar tersebut maka lahirlah teori demokrasi
representatif29. Karena pada saat ini tidak mungkin semua
rakyat berkumpul untuk menentukan keinginannya setiap saat.
Direct democracy adalah suatu bentuk pemerintahan dimana
hak untuk membuat keputusan-keputusan politik dijalankan
secara langsung oleh seluruh warga negara yang bertindak
berdasarkan prosedur-prosedur mayoritas. Sifat langsung
dari demokrasi Yunani dapat diselenggarakan secara efektif
karena berlangsung dalam suatu kondisi yang sederhana,
wilayahnya terbatas (negara terdiri dari kota dan
sekitarnya). Serta jumlah penduduk sedikit (300.000
penduduk dalam suatu negara kota). Lagipula ketentuan–
ketentuan demokrasi hanya berlaku untuk warga negara yang
resmi, yang hanya merupakan bagian kecil dari penduduk.
Untuk mayoritas yang terdiri dari budak belian dan pedagang
asing demokrasi tidak berlaku 30. Karena faktor populasi
penduduk yang tidak memungkinkan dilakukan pada satu tempat
29.Jimly Asshiddiqie, Gagasan Kedaulatan Rakyat Dalam Konstitusi dan Pelaksanaannya di Indonesia, PT Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 1994, h. 70
30 Miriam Budiarjo, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Gramedia, Jakarta, 1999, h. 54.
21
dan pada suatu saat, sehingga harus dicari pemecahan
masalahnya. Dan muncullah konsep demokrasi Perwakilan
Rakyat atau yang sering lebih disebut sebagai Demokrasi
Representatif. Akhirnya Demokrasi Representatif ini hampir
dilakukan disetiap negara modern pada saat ini.
Apabila dilihat pada saat zaman Yunani telah berlaku
pemerintahan yang berdasarkan rakyat (demokrasi), dan
akhirnya berjalan tidak baik. Sehingga pada awalnya
demokrasi dikritik oleh para pemikir-pemikir Yunani seperti
Plato, Socrates31 dan Aristoteles32.
3. Konsep Lembaga Perwakilan di Negara modern
Setelah runtuhnya peradaban Yunani maka pada saat
itu. Muncullah peradaban Romawi yang membuat suatu konsep
baru yaitu munculnya Senat sebagai perwakilan berfungsi
sebagai pengawas dan Caesar sebagai pemegang kekuasaan
eksekutif dan perwakilan rakyat dibidang pemerintahan.
Setelah Romawi runtuh maka muncul negara-negara monarki
yang menjadikan satu orang (raja) sebagai pusat dari
pemerintahan, sehingga dapat diartikan bahwa wakil rakyat
31 Plato, Republik, Bentang, Jakarta, 2002, h. 354
32 Soetiksno, Filsafat Hukum Bagian 1, PT Pradnya Paramita, Jakarta, 2002, h.16
22
adalah raja. Penyerahan kewenangan mengatasnamakan rakyat
dari rakyat ke lembaga negara. Dan kemudian lembaga negara
mempunyai otoritas untuk memerintah rakyat merupakan suatu
hal yang terjadi dalam proses politik dinegara manapun.
Dan menurut Robert Paul Wolf peran lembaga negara yang
mengatasnamakan negara itu, diartikan sebagai ”suatu
kelompok orang yang mempunyai otoritas tertinggi dalam
wilayah tertentu terhadap penduduk tertentu “33.
3.1. Teori Kedaulatan
Setelah adanya negara di jaman modern, maka
merumuskan kembali kedaulatan menjadi suatu yang sangat
penting. Menurut Harold J. Laski bahwa:
“ the modern state is a sovereign state. It is, therefore, independent in the face of other communities. It may infuse its will towards them with a substance which need not be affected by the will of any external power. It is, moreover, internally supreme over the territory that it control”34.Terjemahan bebas: Negara modern adalah negara yang mempunyai kedaulatan. Hal ini untuk independen dalam menghadapi komunitas lain. Dan akan mempengaruhi substansi yang akan diperlukan
33 Carol C.Gould, Demokrasi Ditinjau Kembali, PT. Tiara Wacana Yogya, Yogyakarta, 1993, h.229
34 Harold J Laski, A Grammar Of Politics, George Allen & Unwin LTD, London ,1938 h. 44
23
dalam kekuasaan internal dan kekuasaan eksternal. Hal ini lebih jauh merupakan kekuasaan yang tertinggi atas wilayahnya.
Jelas disini kedaulatan merupakan suatu keharusan yang
dimiliki oleh negara yang ingin independen atau merdeka
dalam menjalankan kehendak rakyat yang dipimpinnya.
Sehingga kedaulatan merupakan hal yang mempengaruhi seluruh
kehidupan bernegara.
Menurut Jean Bodin dikenal sebagai bapak teori
kedaulatan yang merumuskan kedaulatan bahwa kedaulatan
adalah suatu keharusan tertinggi dalam negara:
“Suatu keharusan tertinggi dalam suatu negara, dimana kedaulatan dimiliki oleh negara dan merupakan ciri utama yang membedakan organisasi negara dari organisasi yang lain di dalamn negara. Karena kedaulatan adalah wewenang tertinggi yang tidak dibatasi oleh hukum dari pada penguasa atas warga negara dia dan orang-orang lain dalam wilayahnya”35.
Muncullah teori-teori kedaulatan yang mencoba
merumuskan siapa dan apakah yang berdaulat dalam suatu
negara36:
1. Kedaulatan Tuhan.
2. Kedaulatan Raja.
3. Kedaulatan Rakyat.
35 Padmo Wahjono, Ilmu Negara, Ind Hill Co, Jakarta, 1996 hal. 15336 Ibid, h 154
24
4. Kedaulatan Negara.
5. Kedaulatan Hukum.
Bentuk kedaulatan yang 2 terakhir menunjukkan
kedaulatan yang tidak dipegang oleh suatu persoon.
3.1.1.Kedaulatan Tuhan
Teori kedaulatan Tuhan dimana kekuasaan yang tertinggi
ada pada Tuhan,jadi didasarkan pada agama. Teori-teori
teokrasi ini dijumpai, bukan saja di dunia barat tapi juga
di timur. Sehingga dapat dikatakan bahwa kekuasaan teokrasi
dimiliki oleh hampir seluruh negara pada beberapa
peradaban. Apabila pemerintah negara itu berbentuk kerajaan
( monarki) maka dinasti yang memerintah disana dianggap
turunan dan mendapat kekuasaannya dari Tuhan. Misalnya jika
Tenno Heika di Jepang dianggap berkuasa sebagai turunan
dari Dewa matahari.37
3.1.2.Kedaulatan Raja
Teori kedaulatan bahwa kekuasaan yang tertinggi ada
pada raja hal ini dapat digabungkan dengan teori pembenaran
negara yang menimbulkan kekuasaan mutlak pada raja/satu
37 M. Solly Lubis, Op.Cit, h. 41
25
penguasa38. Teori-teori kekuasaan jasmani atau teori-teori
perjanjian dari Thomas Hobbes. Dan kemudian muncul menjadi
negara adalah raja. L’etat cest moi yang diungkapkan oleh
Louis XVI yang menjadi sumbu dari pergerakan Revolusi
Perancis.
3.1.3 Kedaulatan Rakyat
Teori ini lahir dari reaksi pada kedaulatan raja. Yang
menjadi bapak dari ajaran ini adalah JJ. Rousseau yang pada
akhirnya teori ini menjadi inspirasi Revolusi Perancis39.
Teori ini menjadi inspirasi banyak negara termasuk Amerika
Serikat dan Indonesia, dan dapat disimpulkan bahwa trend
dan simbol abad 20 adalah tentang kedaulatan rakyat.
Menurut teori ini, rakyatlah yang berdaulat dan
mewakilkan atau menyerahkan kekuasaannya kepada negara.
Kemudian negara memecah menjadi beberapa kekuasaan yang
diberikan pada pemerintah, ataupun lembaga perwakilan.
Tetapi karena pada saat dilahirkan teori ini banyak negara
yang masih menganut sistem monarki, maka yang berkuasa
adalah raja atau pemerintah. Bilamana pemerintah ini
38 Soetiksno, Filsafat Hukum Bagian 2, PT Pradnya Paramita, Jakarta, 2003, h.59
39 Soehino, Ilmu Negara, Liberty, Yogyakarta, 1980, h.121
26
melaksanakan tugasnya tidak sesuai dengan kehendak rakyat,
maka rakyat akan bertindak mengganti pemerintah itu.
Kedaulatan rakyat ini, didasarkan pada kehendak umum yang
disebut “ volonte generale” oleh Rousseau40. Apabila Raja
memerintah hanya sebagai wakil, sedangkan kedaulatan penuh
ditangan rakyat dan tidak dapat dibagikan kepada pemerintah
itu.41
3.1.4. Kedaulatan Negara
Teori ini juga sebagai reaksi dari kedaulatan rakyat,
tetapi melangsungkan teori kedaulatan raja dalam suasana
kedaulatan rakyat. Menurut paham ini, Negaralah sumber
dalam negara. Dari itu negara (dalam arti
government=pemerintah) dianggap mempunyai hak yang tidak
terbatas terhadap life, liberty dan property dari warganya.
Warga negara bersama-sama hak miliknya tersebut, dapat
dikerahkan untuk kepentingan kebesaran negara. Mereka taat
kepada hukum tidak karena suatu perjanjian tapi karena itu
adalah kehendak negara.42
40 Deliar Noer, Pemikiran Politik Di Negeri Barat, Mizan, Jakarta, 1999, h.162
41 Solly Lubis, Op.Cit, h.42
42 Ibid, h..42
27
Hal ini terutama diajarkan oleh madzhab Deutsche
Publizisten Schule, yang memberikan konstruksi pada
kekuasaan raja Jerman yang mutlak, pada suasana teori
kedaulatan rakyat. Kuatnya kedudukan raja karena mendapat
dukungan yang besar dari 3 golongan yaitu:
1. Armee (angkatan perang)
2. Junkertum (golongan idustrialis)
3. Golongan Birokrasi ( staf pegawai negara).
Sehingga praktis rakyat tidak mempunyai kewenangan
apa-apa dan tidak memiliki kedaulatan. Oleh karena itu
menurut sarjana-sarjana D.P.S kedaulatan bulat pada rakyat.
Tetapi wewenang tertinggi tersebut berada pada negara.
Sebenarnya negara hanyalah alat, bukan yang memiliki
kedaulatan. Jadi ajaran kedaulatan negara ini adalah
penjelamaan baru dari kedaulatan raja. Karena pelaksanaan
kedaulatan adalah negara, dan negara adalah abstrak maka
kedaulatan ada pada raja.43
3.1.5. Teori Kedaulatan Hukum
Teori kedaulatan hukum timbul sebagai penyangkalan
terhadap teori kedaulatan negara dan dikemukan oleh Krabbe.
43 Padmo Wahjono, Op.Cit, h, 156
28
Teori ini menunjukkan kekuasaan yang tertinggi tidak
terletak pada raja (teori kedaulatan raja) juga tidak pada
negara (teori kedaulatan negara). Tetapi berada pada hukum
yang bersumber pada kesadaran hukum pada setiap orang.44
Menurut teori ini, hukum adalah pernyataan penilaian
yang terbit dari kesadaran hukum manusia. Dan hukum
merupakan sumber kedaulatan. Kesadaran hukum inilah yang
membedakan mana yang adil dan mana yang tidak adil.45
Teori ini dipakai oleh Indonesia dengan mengubah
Undang-Undang Dasarnya, dari konsep kedaulatan rakyat yang
diwakilkan menjadi kedaulatan hukum. Kedaulatan hukum
tercantum dalam UUD 1945 “Kedaulatan ada ditangan rakyat
dan dilaksanakan oleh Undang-Undang Dasar46.
3. 2.Konsep Lembaga Perwakilan Setelah adanya Kontrak
Sosial
Berangkat dari teori Rosseau mengenai Demokrasi
Perwakilan. Menurut Rousseau maka rakyatlah yang berdaulat
dan kemudian mewakili kedaulatannya kepada suatu lembaga
44 Ibid, h.156
45 M.Solly Lubis, Op, Cit, h. 41
46 Indonesia, Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945, pasal 1ayat 2
29
yaitu pemerintah ( siapa yang memerintah untuk menjalankan
kedaulatan tersebut). Konsep demokrasi rakyat seperti ini
menjadi suatu hal yang diminati pada saat Renaissance 47,
dan menjadi konsep yang sering dipakai pada saat ini.
Pada dahulu kekuasaan cukup diwakilkan kepada raja
sehingga raja dengan pemerintahannya dapat mengatasnamakan
negara. Raja bertindak atas nama negara dengan tujuan
melaksanakan kedaulatan rakyat.
Akan tetapi hal ini membawa kekhawatiran tentang
kekuasaan yang diberikan kepada satu lembaga. Seperti yang
dikatakan oleh Montesquieu
“When the legislative and executive powers are united in the same persons or body, there can be no liberty, because apprehensions may arise lest the same monarch or senate should enact tyrannnical laws, to enforce them in tyrannical manner.....Were the power of judging joined with the legislature, the life and liberty of the subject would then be exposed to arbitrary control, for the judge would then be the legislator. Were it joined to the executive power, the judge might behave with all the violence of an opressor”.48
Terjemahan bebas: “Ketika kekuasaan legislatif dan eksekutif bersatu dalam satu orang atau lembaga, berarti kemungkinan akan tidak ada kebebasan, karena kesanggupan akan muncul dengan
47 Renaissance adalah aliran yang menghidupkan kembali minat kepada kesusasteraan dan kebudayaan Yunani Kuno yang selama Abad Pertengahan telah disisihkan. Aliran ini membelokkan perhatianyang tadinya semata-mata diarahkan kepada tulisan-tulisan keagamaan ke arah soal-soal keduniawian dan mengakibatkan timbulnya pandangan-pandangan baru.
48 Harold J Laski, A Grammar Of Politics, George Allen & Unwin LTd, London, 1938. h. 297
30
membuat perundang-undangan yang tiran dan dilakukan oleh pemerintahan monarki atau senat, dan lembaga tersebut akan berbuat tirani..... Dan ketika kekuasaan mengadili bersatu dengan legislatif, maka kehidupan dan kebebasan dari pengadilan tersebut akan kemudian terkena kontrol yang sepihak dimana hakim tersebut menjadi legislatif. Dan ketika kekuasaan mengadili digabung dengan kekuasaan eksekutif, maka hakim mungkin akan bertindak dengan segala kekerasan sebagai penindas”.
Muncullah berbagai teori tentang bagaimana seharusnya
dalam menjalankan kedaulatan. Yang sering dipakai dalam
jaman modern adalah demokrasi, pemerintahan yang
berdasarkan rakyat. Antara rakyat dan kekuasaan negara
sehari-hari, lazimnya berkembang atas 2 teori, yaitu : 49
1. Teori Demokrasi Langsung (direct democracy) dimana
kedaulatan rakyat dapat dilakukan secara langsung
dalam arti rakyat sendirilah yang melaksanakan
kekuasaan tertinggi yang dimilikinya.
2. Teori Demokrasi tidak langsung (representative
democracy).
Representasi disini sangat diperlukan bagi eksistensi
otoritas politik di samping beberapa hal pokok lainnya.
Bagi para ahli politik tentang kekuasaan, bahwa ia juga
49 Jimly Asshiddiqie, Op.Cit, h. 70
31
sangat tergantung pada beberapa tuntutan lain. Dan biasanya
berhubungan dengan konstitusionalisme: pembatasan kekuasaan
pemerintah dan kebebasan politik warga negara.50
Kemudian perkembangan lembaga perwakilan di duniapun
menjadi beragam dan berkembang. Hal ini sesuai dengan
tuntutan zaman dan dilekatkan pada kekuasaan membuat
undang-undang.51
3.3.Konsep Lembaga Perwakilan Rakyat di Negara Modern.
Setelah berkembangnya ide demokrasi yang telah dimulai
sejak abad ke 19 maka konsep pemerintahan demokrasi menjadi
suatu trend dan isu global dalam dunia. Sehingga mayoritas
negara menggunakan demokrasi sebagai sistem politik dan
negara mereka.52
Berpijak pada hal tersebut maka konsep lembaga
perwakilanpun berkembang dan terbagi dalam berbagai sistem.
Konsep dasar lembaga perwakilan atau parlemen adalah
sistem Demokrasi Perwakilan dimana kedaulatan rakyat yang
50 April Carter, Otoritas Dan Demokrasi, CV. Rajawali, Jakarta, 1985, h. 65
51 AV, Dicey, Introduction To The Study Of The Law Of The Constitution, Mc. Millan Education LTD, London, 1959, h. lxi
52 Samuel P Huntington, Benturan Antara Peradaban Dan Masa Depan Politik Dunia, CV Qalam Yogyakarta, Yogyakarta, 2003, h. 7
32
tercantum dalam Undang-Undang Dasar. Kemudian dipecah
menjadi beberapa kekuasaan yang ada, dan yang dipakai dalam
teori kedaulatan adalah kekuasaan dibidang pengawasan dan
pembuatan undang-undang53.
3.4. Sistem Lembaga Perwakilan Rakyat
Lembaga perwakilan atau yang lebih dikenal sebagai
parlemen dibagi kedalam berbagai sistem yaitu:
1. Sistem 1 Kamar
2. Sistem 2 kamar
ad. 1. Sistem satu kamar
Sistem satu kamar adalah sistem parlemen yang berdasar
pada satu lembaga legislatif tertinggi dalam struktur
negara. Lembaga ini menjalankan fungsi legislatif dan
pengawasan terhadap pemerintah dan membuat juga Undang-
Undang Dasar.
Isi aturan mengenai fungsi dan tugas parlemen
unikameral ini beragam dan bervariasi dari satu negara
dengan negara yang lain. Tetapi pada pokoknya serupa bahwa
secara kelembagaan fungsi legislatif tertinggi diletakkan
53 Geoffrey Marshal, Parliamentary Sovereignty And The Commonwealth, Oxford University Press, Oxford, 1957, h.12
33
sebagai tanggung jawab satu badan tertinggi yang dipilih
oleh rakyat.54
Ad. 2. Sistem 2 Kamar
Sistem 2 kamar adalah sistem yang sistem parlemen yang
terbagi atas 2 lembaga legislatif dalam suatu struktur
negara. Dalam menjalankan tugasnya kedua lembaga ini
mempunyai tugas-tugas tertentu.
Pada prinsipnya, kedua kamar majelis dalam sistem
bikameral ini memiliki kedudukan yang sederajat. Satu sama
lain tidak saling membawahi, baik secara politik maupun
secara legislatif. Undang-undang tidak dapat ditetapkan
tanpa persetujuan bersama ataupun melalui sidang gabungan
diantara kedua majelis itu55.
Pembagian ini dikritik oleh C.F. Strong yang
menyatakan sebagai tidak tepat atau tidak riil karena
apabila klasifikasi ini kita pergunakan maka kita akan
menyamakan negara-negara yang tidak melakukan pemilihan
anggota badan perwakilan menjadi satu dengan negara-negara
54 Jimly Asshidiqie, Pergumulan Peran Pemerintah Dan Parlemen Dalam Sejarah, UI Press, Jakarta, 1996, h.3655 Ibid, h. 37
34
yang melakukan pemilihan anggota badan perwakilan dengan
pemilihan umum.56
Walaupun demikian konsep lembaga perwakilan 1 kamar
atau 2 kamar menjadi konsep lembaga yang dipakai oleh
mayoritas negara di dunia. Dan biasanya sistem dua kamar
dianut oleh negara federal. Negara kesatuan yang memakai
sistem 2 kamar karena untuk membatasi kekuasaan majelis
lain.57
Sistem parlemen lain yang pernah digunakan pada negara
adalah sistem 3 kamar. Sistem 3 kamar adalah sistem yang
sistem parlemen yang terbagi atas 3 lembaga legislatif atau
lembaga perwakilan dalam suatu struktur negara.
Meskipun tidak banyak dikenal, sistem tiga kamar ini
dipraktekkan dalam Sistem Pemerintahan di Cina Taiwan.
Sistem ini struktur organisasi parlemennya nasionalnya
terdiri atas tiga badan yang masing-masing mempunyai fungsi
sendiri-sendiri.58
4.Tugas Dan Wewenang Lembaga Perwakilan secara Umum.
56 Sri Soemantri, Pengantar Perbandingan Antar Hukum Tata Negara, CV. Rajawali, Jakarta, 1981,h.69
57 Miriam Budiarjo, Op.Cit, h.180
58 Ibid, h. 43
35
Tugas dan wewenang yang dijalankan setiap lembaga
perwakilan rakyat di dunia adalah sebagai berikut:
1. Sebagai lembaga perwakilan rakyat yang mengawasi
jalannya pemerintahan yang dilakukan oleh pemegang
kekuasaan eksekutif agar kekuasaan pemerintah tidak
menindas rakyat sehingga kekuasaan tidak dijalankan secara
sewenang-wenang59.
2. Sebagai pemegang kekuasaan legislatif untuk menjalankan
keinginan rakyat. Dan diinterprestasikan dalam undang-
undang dan juga sebagai pembuat Undang-Undang Dasar
(supreme legislative body of some nations )60.
5. Konsep Lembaga Perwakilan di Indonesia
Konsep lembaga perwakilan di Indonesia jika dipecah-
pecah akan terbagi kedalam beberapa periodesasi menurut
Undang-Undang Dasar yang dipakai dalam Negara
Indonesia ,yaitu:61
59 Lawrence Dood, Coalitions in Parliamentary Government, Princeton University Press, New Jersey, 1976, h.1660 Bryan A Garner (ed in chief), Black’s Law Dictionary , sevent edition,West Group, St Paul, Minn, 1999
61 Dahlan Thaib, Jazim Hamidi, Ni’matul Huda, Teori Hukum Dan Konstitusi, PT Raja Grafindo Persada, Jakarta, 1999, h.75.
36
1. Undang-Undang Dasar 1945, yang berlaku antara 18 Agustus
1945 sampai dengan 27 Desember 1949.
2. Konstitusi Republik Indonesia Serikat 1949, yang berlaku
antara 27 Desember 1949 sampai dengan 17 Agustus 1950
3. Undang Undang Dasar Sementara Tahun 1950, yang berlaku
antara 17 Agustus 1950 sampai dengan 5 Juli 1959
4. Kembali Ke Undang Undang Dasar 1945, yang berlaku sejak
dekrit Presiden 5 Juli 1959 sampai dengan sekarang.
Yang akan dibahas secara deskriptif dalam karya tulis
ini adalah periode kembali ke Undang-Undang Dasar 1945
terutama setelah perubahan UUD 1945.
5.1. Sebelum Perubahan UUD 1945
Perkembangan konsep lembaga perwakilan di Indonesia
dimulai sejak tahun 1945. Tidak ada ketentuan secara tegas
yang menyatakan bahwa MPR termasuk lembaga perwakilan atau
tidak62. Dan Majelis Permusyawaratan Rakyatpun tidak diberi
kewenangan legislatif (membuat undang-undang), Dewan
Perwakilan Rakyat yang merupakan badan yang berada
dibawahnyapun tidak diberi kewenangan legislatif. Sehingga
MPR dan DPR (yang seharusnya merupakan badan legislatif)
62 Indonesia, UUD 1945
37
mendelegasikan kewenangan/kekuasaan yang berlebihan kepada
lembaga pemerintah. 63
Secara filosofis MPR merupakan perwujudan seluruh
rakyat di Indonesia. MPR secara yuridis menurut pasal 2
ayat 1 UUD 1945. “Kedaulatan ada di tangan rakyat dan
dijalankan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan
Rakyat”64. Berarti yang merupakan penjelmaan rakyat di
Indonesia adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat, sehingga
lembaga MPR termasuk kedalam penjelmaan perwakilan rakyat
sepenuhnya dan mempunyai kekuasaan di segala fungsi65.
Dan jika dilihat dari penjelasan diatas Majelis
Permusyawaratan Rakyat memiliki 2(dua) macam fungsi,
yaitu:66
1. Fungsi legislatif, yang lahir dari kekuasaan-
kekuasaan menetapkan Undang-Undang Dasar, kekuasaan
mengubah Undang-Undang Dasar dan kekuasaan
menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara;
63 Jimly Asshiddiqie, Teori Dan Aliran Penafsiran Hukum Tata Negara, Jakarta:Ind.Hill-Co, 1998 , h. 25
64 Indonesia, UUD 1945 pasal 1 ayat 2
65 Dahlan Thaib, Implementasi Sistem Ketatanegaraan menurut UUD 1945, Liberty, Yogyakarta, 1993, h.55
66 Muchyar Yara, Pengisian Jabatan Presiden Dan Wakil Presiden Di Indonesia Suatu Tinjauan Sejarah Hukum Tata Negara, PT.Nadhillah Ceria Indonesia, Jakarta, 1995, h.67
38
2. Fungsi non legislatif, yang lahir melalui kekuasaan
memilih dan mengangkat Presiden dan Wakil Presiden.
Dalam melihat MPR secara keseluruhan maka harus
dilihat ide pembentukannya pertama kali.
Untuk menjamin agar majelis ini benar-benar menjadi
penjelmaan seluruh rakyat. Maka ditentukan bahwa
keanggotaannya meliputi:
1. Seluruh wakil rakyat yang terpilih melalui DPR.
2. Utusan Golongan yang ada dalam masyarakat menurut
ketentuan peundang-undangan yang berlaku.
3. Utusan daerah seluruh Indonesia menurut ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.67
Sebelum dilakukan perubahan UUD 1945 maka MPR
mempunyai kewenangan menjalankan kedaulatan rakyat yang
penuh. Tidak ada suatu lembaga negarapun di Indonesia yang
diberikan kewenangan sebesar ini sehingga MPR menjadi
lembaga yang sangat kuat.
Konsep lembaga MPR sebelum perubahan Undang-Undang
Dasar 1945 harus dilihat dari apa yang diinginkan oleh para
pendiri bangsa ini yang merumuskan Undang-Undang Dasar 1945
67 Jimly Asshidiqie, Pergumulan Peran Pemerintah Dan Parlemen Dalam Sejarah, UI Press, Jakarta, 1996, h.50
39
(Founding Fathers). Sebelum Indonesia diproklamasikan
tanggal 17 Agustus 1945 telah ada lembaga yang dibentuk
oleh Jepang yaitu BPUPKI (Badan Penyelidikan Usaha
Persiapan Kemerdekaan Indonesia) dan merupakan badan yang
menyelidiki usaha persiapan kemerdekaan di Indonesia.
Walaupun pada akhirnya BPUPKI merumuskan Undang-Undang
Dasar.
Konstitusi atau Undang-Undang Dasar adalah hukum
tertinggi dan tertulis yang mengatur tentang mekanisme
penyelenggaraan negara, sebagai kumpulan aturan pembagian
kekuasaan negara. Dan membatasi kekuasaan pemerintah
sehingga tidak sewenang-wenang.68
Merumuskan rancangan konstitusi tentu merupakan
pekerjaan asing bagi mereka. Sulit mencari untuk tidak
mengatakan tidak ada sama sekali diantara mereka yang
berpengalaman dalam merancang suatu sistem kekuasaan
negara, susunan badan-badan negara, dasar ideologi negara,
hak asasi manusia sebagaimana umumnya sebuah konstitusi.
Dengan demikian, mudah diduga para anggota BPUPKI akan
terinspirasi, terpengaruh atau bahkan mengadopsi langsung
68 Eman Hermawan, Politik Membela Yang Benar Teori Kritik Dan Nalar, KLIK dan DKN GARDA BANGSA, Yogyakarta, 2003, h.58
40
gagasan atau praktek bernegara yang pernah atau sedang
berlaku dari bangsa lain yang dirumuskan dalam
konstitusinya69. Dan tujuan legal dari konstitusi bukan
hanya suatu pemerintahan perwakilan yang terbatas. Tetapi
juga yang bersifat umum dengan pelaksanaan pengadilan
kebebasan individu, seperti apa yang kita sebut
pemerintahan berdasarkan hukum (hal ini diungkapkan oleh
Montesquieu )70. Dan para founding fathers kemudian membuat
beberapa lembaga negara yang fungsinya mengawasi lembaga
negara yang lain.
Konsep perwakilan di Indonesia sulit untuk
dikategorikan sistem perwakilan satu kamar, dua kamar
ataupun tiga kamar. Apabila dicari kemiripannya maka akan
mirip dengan sistem parlemen 1 kamar. Walaupun demikian
lembaga perwakilan di Indonesia haruslah dilihat sebagai
suatu hal yang khas dari sistem ketatanegaraan di
Indonesia. Menurut Profesor Jimly Asshiddiqie bahwa
kategori sistem parlemen di Indonesia adalah sistem
campuran71.
69 Tim PSHK, Semua Harus Terwakili Studi Mengenai Reposisi MPR, DPR, dan Lembaga Kepresidenan di Indonesia, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia, Jakarta, 2000, h.19
70 Judith Shklar, Montesqieu Penggagas Trias Politica, Jakarta : Pustaka Utama Grafiti,1996,h.173
71 Jimly Asshiddiqie, Op.Cit. h.52
41
Kesulitan untuk mengkategorikan hal ini mungkin karena
Indonesia adalah negara yang baru ada. Dan konsep lembaga
negara Indonesia berdasarkan keinginan founding fathers
untuk membuat hal yang berbeda dalam struktur lembaga
negara. Walaupun para pembuat Undang-Undang Dasarnya
belajar ke negara lain sehingga akan ada proses peniruan
dengan negara lain.
Kemungkinan Indonesia mengambil beberapa pola sistem
politik yang berbeda telah dipikirkan oleh penulis-penulis
ilmu politik yang jeli. Shils telah berbicara tentang lima
kategori seperti: demokrasi politik, demokrasi terpimpin,
oligarki yang memodernisasikan, oligarki totaliter dan
oligarki tradisional. Dan John Kautsky dengan tema yang
sedikit berbeda berbicara tentang otoriterisme arsitokratik
tradisional, suatu tahapan peralihan yang berupa dominasi
oleh kaum intelektual nasionalis, totaliterisme kaum
aristokrasi (seperti politik syncretiknya Organski),
totaliterisme kaum intelektual (serupa dengan model
stalinisnya Organski), dan demokrasi72.
5.2. Sistem Parlemen Setelah Perubahan UUD 1945
72 S.P. Varma, Teori Politik Modern, Rajawali Pers, Jakarta, 1990, h.478
42
Setelah dilakukan Perubahan Undang-Undang Dasar 1945.
Konsep MPR sebagai pemegang kedaulatan rakyat yang
merupakan kekuasaan tertinggi dalam negara dihapus dengan
Perubahan ke 4 Undang-Undang Dasar. MPR tidak lagi memegang
kekuasaan tertinggi dalam sistem ketatanegaraan di
Indonesia. MPR tetap tidak bisa dikategorikan sebagai
lembaga legislatif karena MPR tidak membuat peraturan
perundang-undangan. Tetapi MPR masih bisa dikategorikan
sebagai lembaga perwakilan rakyat.
Karena susunan anggota MPR yang ada dalam Undang-
Undang Dasar 1945 menurut pasal 2 UUD 1945 setelah
Perubahan Keempat adalah:
(1) Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri atas anggota
Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan
Perwakilan Daerah yang dipilih melalui pemilihan
umum dan diatur lebih lanjut dengan undang-undang.73
Jika dilihat dari komposisi anggota Majelis
Permusywaratan Rakyat maka MPR dapat digolongkan sebagai
lembaga parlemen74. Dan masih ada kewenangan membuat Undang-
73 Jimly Asshiddiqie, Konsolidasi Naskah UUD 1945 Setelah Perubahan Keempat, PSHTN UI, Jakarta, h.3
74 Yves Meny, Andrew Knap, Government And Politics In Western Europe, third edition, Oxford University Press, New York, 1998
43
Undang Dasar, memberhentikan presiden, maka Majelis
Permusyawaratan Rakyat dianggap institusi demokrasi
perwakilan75.
Representasi kepentingan rakyat secara nasional dalam
lembaga Dewan Perwakilan Rakyat yang dipilih melalui partai
politik dalam pemilihan umum. Hal ini merupakan suatu
tuntutan negara demokratis.76
Representasi Dewan Perwakilan Daerah sebagai suatu
lembaga perwakilan rakyat didaerah dipahami diantaranya
karena:
1. Secara sosiologis ikatan masyarakat dengan propinsi
jauh lebih kuat dibandingkan kabupaten.
2. Secara teknis pelaksanaan juga jauh lebih mudah
karena sudah ada pembagian wilayah administratif yang
jelas.
3. Pemilihan berbasis propinsi lebih representatif
mewakili semua daerah dibandingkan dengan basis
kabupaten, mengingat jumlah kabupaten yang ada di
75 http://www.australianpolitics.com/democracy/terms/parliamentary-democracy.shtml, diakses pada tanggal 10 Agustus 2003.
76 Tim IFES, Sistem Pemilu, Jakarta: IFES,UN, IDEA, 2001, h.29
44
pulau jawa tidak seimbang dengan daerah diluar pulau
jawa. 77
Jika demikian maka sistem parlemen di Indonesia adalah
sistem trikameral. Hal ini diungkapkan oleh Prof.Jimly
Asshiddiqie pada seminar yang dilaksanakan di Bali78. Dengan
alasan bahwa unsur keanggotaan MPR yang berubah, Kewenangan
tertinggi yang dicabut, Diadopsinya prinsip pemisahan
kekuasaan, diadopsinya pemilihan Presiden dan Wakil
Presiden secara langsung.
77 Tim PSHK, Op.Cit, h.41
78 Jimly Asshiddiqie, Struktur Ketatanegaraan Indonesia Setelah Perubahan Keemapat UUD 1945, disampaikan dalam Seminar yang dilakukan oleh BPHN dan DEPKEH dan HAM RI, Juli, 2003, h.8-9
45
BAB III
TUGAS DAN WEWENANG MAJELIS PERMUSYAWARATAN RAKYAT REPUBLIK
INDONESIA
1. Majelis Permusyawaratan Rakyat Sebelum Perubahan UUD
1945.
Sebelum membahas tugas dan wewenang Majelis
Permusyawaratan Rakyat, maka harus dilihat bagaimana
Undang-Undang Dasar yang pernah berlaku di Indonesia.
Karena Undang-Undang Dasar merupakan pedoman dasar
bernegara.
Di Indonesia Undang-Undang Dasar yang pernah berlaku
terbagi atas 3. UUD tersebut adalah: 1. UUD 1945 2.
Konstitusi RIS 3. UUDS 1950. Yang akan dibahas adalah
bagaimana perumusan MPR pertama kali. Sedangkan yang
46
menjadi bahasan utama adalah tugas dan wewenang sebelum dan
sesudah Perubahan UUD 1945.
1.1. UUD 1945
UUD 1945 adalah Undang-Undang Dasar pertama yang
disepakati sebagai Konstitusi bagi Republik Indonesia.
Dalam sejarah pembentukan UUD ini dapat diketahui bahwa
dalam UUD keinginan untuk menjelmakan aspirasi rakyat
didalam bentuk berupa badan perwakilan seperti Majelis
Permusyawaratan Rakyat, pertama kali dilontarkan oleh Bung
Karno79. Sejalan dengan Konsepsi tersebut Muh.Yamin ternyata
juga mengemukakan prinsip dari lima prinsip yang
dikemukakannya. Prinsip keempat ialah Peri Kerakyatan, yang
terdiri dari80:
A. Permusyawaratan, dengan mengutip surat Assyura ayat
38 yang artinya: “ Dan bagi orang-orang yang beriman,
mematuhi seruan Tuhan-Nya dan mendirikan shalat,
sedang urusan mereka diputuskan dengan musyawarah
antara mereka dan menafkahkan sebagian rezeki yang
Kami berikan kepada mereka”. Demikian juga prinsip
79 Samsul Wahidin, MPR Dari Masa Ke Masa, Bina Aksara, Jakarta, h.68.
80 Ibid h.69
47
musyawarah ini diterapkan sesudah zaman Nabi yang
dasarnya ialah bersatu untuk bermufakat81, menurut
perpaduan adat dengan perintah agama. Dalam konteks
ini Muh. Yamin menampakkan bahwa musyawarah yang
dimaksudkan untuk Indonesia, ialah musyawarah yang
bersumber dari hukum Islam dan Adat. Hal tersebut
merupakan perpaduan konsepsi yang paling berpengaruh
di Indonesia. Hukum Islam dalam hal ini diilhami oleh
Al Quran, sedangkan adat diilhami oleh kondisi bangsa
Indonesia, yang hukum aslinya ialah hukum adat.
B. Perwakilan: Dasar Adat yang mengharuskan perwakilan-
perwakilan sebagai ikatan masyarakat di seluruh
Indonesia. Perwakilan sebagai dasar abadi dari tata
negara. Dan dilakukan oleh seluruh Murba dalam
masyarakat yang kecil dan dengan perantaraan
perwakilan dalam susunan negara.82
C. Kebijaksanaan: Rationalisme; perubahan dalam adat dan
masyarakat keinginan penyerahan; Rationalisme sebagai
dinamik masyarakat.
81 Ibnu Taimiyah, Pedoman Islam Bernegara, PT Bulan Bintang, Jakarta, 1989, h.224
82 Muhammad Yamin, Proklamasi Dan Konstitusi Republik Indonesia, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982, h .103.
48
Unsur-unsur yang dipakai dalam merumuskan sedikit
banyak mirip dengan Majelis Syura83 dalam agama Islam84. Hal
ini tidaklah aneh karena sebelum diubah pada tanggal 18
Agustus 1945, ada beberapa pasal yang memuat tentang agama
Islam misalnya pasal 6 dan pasal 29.
Dalam masa setelah disahkannya Undang-Undang Dasar
1945 sebagai Undang-Undang Dasar negara. Maka Undang Undang
Dasar ini menjadi suatu pedoman bernegara yang dipakai oleh
seluruh lembaga negara yang ada di Republik Indonesia.
Setelah kemerdekaan maka lembaga atau fungsi yang baru
dibentuk adalah fungsi eksekutif. Fungsi tersebut
direpresentasikan dilakukan oleh Presiden dan Wakil
Presiden dan kabinetnya untuk menjalankan kekuasaan secara
sementara.
Pemilihan Presiden dan Wakil Presiden pun tidak sesuai
dengan yang diamanatkan oleh UUD yaitu dipilih oleh PPKI.
Tetapi hal ini bisa diatasi dengan adanya Aturan Peralihan
dalam UUD 1945.
83 Majelis Syura menurut sebagian orang dalam menginterprestasikan IsIam adalah suatu badan permusyawaratan yang dibentuk untuk menyelesaikan dan memusyawarahkan berbagai persoalan yang sangat penting
84 Yusuf Al-Qardhawy, Fiqih Daulah Dalam Perspektif Al Quran Dan Sunnah, Jakarta: Pustaka AlQautsar,1997, h.213
49
Aturan Peralihan terdiri dari pasal 1 sampai dengan
pasal IV isinya adalah sebagai berikut:
I. Panitia Persiapan kemerdekaan Indonesia mengatur dan
menyelenggarakan kepindahan pemerintahan kepada pemerintah
Indonesia.
II. Segala badan Negara dan Peraturan yang ada masih
langsung berlaku, selama belum diadakan yang baru menurut
Undang-Undang Dasar itu.
III. Untuk pertama kali Presiden dan Wakil Presiden dipilih
oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia.
IV. Sebelum Majelis Permusyawaratan Rakyat, Dewan
Perwakilan Rakyat dan Dewan Pertimbangan Agung dibentuk
menurut Undang-Undang Dasar ini, segala kekuasaannya
dijalankan oleh Presiden dengan bantuan Komite Nasional.85
Apa yang dinyatakan oleh Aturan Peralihan ini telah
dilaksanakan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia,
seperti pemilihan Presiden dan Wakil Presiden86. Terkecuali
pasal IV Aturan Peralihan yang baru terbentuk 1 tahun
kemudian.
85 Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945 Aturan Peralihan
86 Samsul Wahidin, Op.Cit, h.78
50
Dan selama 4 tahun Pemerintah belum bisa mengadakan
Pemilihan Umum untuk memilih warga negara terpilih yang
berhak duduk dalam DPR. Apabila DPR belum terbentuk maka
otomatis MPR pun tidak terbentuk sehingga representasi dari
lembaga perwakilan sementara dipindahkan kepada Komite
Nasional Indonesia Pusat. Hal ini terkandung dalam maklumat
Wakil Presiden No X tahun 1946, “Bahwa Komite Nasional
Pusat, sebelum terbentuk Majelis Permusyawaratan Rakyat dan
Dewan Perwakilan Rakyat diserahi kekuasaan legislatif dan
ikut menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara, serta
menyetujui bahwa pekerjaan Komite Nasional Pusat sehari-
hari berhubung dengan gentingnya keadaan dijalankan oleh
sebuah Badan Pekerja yang dipilih diantara mereka dan yang
bertanggung jawab kepada Komite Nasional Pusat”.87
Hal ini merupakan inisiatif yang diambil pemerintah
dari amanat dari Pasal IV Aturan Peralihan Undang-Undang
Dasar 1945. Pasal tersebut berbunyi “Sebelum Majelis
Permusyawaratan Rakyat, Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan
Pertimbangan Agung dibentuk menurut Undang-Undang Dasar
87 Indonesia, Maklumat No. X (BRI Th.1 No 2 H.10)
51
ini, segala kekuasaannya dijalankan oleh Presiden dengan
bantuan sebuah komite Nasional”88.
Sampai tahun 1949 Indonesia belum memiliki kelengkapan
negara yang diminta oleh UUD 1945. Dan berlangsung sampai
Undang-Undang Dasar tahun 1945 diganti oleh Konstitusi RIS
1949
1.2.Konstitusi RIS
Pada tahun 1949 Konstitusi RIS berlaku dan UUD 1945
tidak berlaku sebagai UUD. Rencana Konstitusi Republik
Indonesia Serikat disiapkan oleh kedua delegasi Indonesia
dan pertemuan untuk Permusyawaratan Federal (Bijeenkomst
voor Federaal Overleg) selama sidang-sidang Konferensi Meja
Bundar. Pada Desember 1949 setelah disetujui oleh Sidang
Pleno Komite Nasional Pusat dan badan-badan perwakilan
dari daerah-daerah bagian lainnya89. Wakil Pemerintah
Republik Indonesia dan wakil-wakil Pemerintah Daerah
menyetujui Konstitusi 1949 tersebut. Dengan catatan bahwa
88 Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945
89 Ismail Suny , Pergeseran Kekuasaan Eksekutif, Aksara Baru, Jakarta,1986, h. 77
52
Konstitusi RIS merupakan konstitusi sementara sama halnya
dengan Undang-Undang Dasar 1945.90
Dalam Konstitusi RIS ini maka lembaga-lembaga negara
yang ada adalah: Presiden, Menteri-menteri, Senat, Dewan
Perwakilan Rakyat, Mahkamah Agung Indonesia dan Dewan
Pengawas Keuangan91. Yang menjalankan fungsi lembaga
perwakilan adalah Senat dan Dewan Perwakilan Rakyat.
1.3.UUDS 1950
Pada tanggal 14 Agustus 1950 Parlemen Republik
Indonesia Serikat menerima baik Rencana Undang-Undang Dasar
dengan kelebihan suara besar dalam kedua majelis. Pada
tanggal 15 Agustus 1950 UUD ini ditanda tangani oleh
Presiden dan Menteri Kehakiman Republik Indonesia dan
diundangkan sebagai Undang-Undang Dasar Republik Indonesia.
Bentuk Negara Kesatuan dalam Negara Republik Indonesia
untuk seluruh Indonesia dipulihkan kembali pada tanggal 17
Agustus 1950 dan Undang-Undang Dasar 1950 mulai berlaku
pada hari yang sama. 92
90 Ibid, h.78
91 Indonesia, Konstitusi RIS 1949
92 Ismail Suny, Op.Cit , h. 121
53
Jika dalam Konstitusi RIS 1949 kedaulatan dilakukan
oleh Pemerintah bersama-sama dengan DPR dan Senat. Maka
pelaku kedaulatan menurut UUDS 1950 adalah pemerintah
bersama-sama dengan DPR. Sedangkan dalam UUD 1945,
kedaulatan Rakyat itu dilakukan sepenuhnya oleh MPR.93
Dalam UUDS 1950 alat kelengkapan negara hampir sama
dengan Konstitusi RIS akan tetapi berkurang dengan
dihapuskannya Senat. Hal ini terjadi karena Indonesia
berubah menjadi Negara Kesatuan kembali. Dan Dewan
Perwakilan Rakyat sebagai pemegang fungsi pengawas dan
perwakilan rakyat94.
Adanya suatu forum/sidang pembuat Undang-Undang Dasar
baru dalam Undang-Undang Dasar Sementara 1950 merupakan
suatu hal yang menarik. Karena forum yang bernama
Konstituante ini diberikan kewenangan membuat Undang-
Undang Dasar baru. Dan sifatnya adalah sementara karena
jika tugas sekaligus wewenangnya telah selesai dilaksanakan
maka forum Konstituante ini berakhir95.
93 Jimly Asshiddiqie, Gagasan Kedaulatan Rakyat Dalam Konstitusi dan Pelaksanaannya di Indonesia, PT Ichtiar Baru Van Hoeve, Jakarta, 1994, h. 117
94 Indonesia, Undang-Undang Dasar Sementara 1950
95 Indonesia, pasal 134 sampai dengan 139 Undang-Undang Dasar Sementara 1950
54
1.4.Kembali ke UUD 1945
Semenjak tanggal 5 Juli 1959 Indonesia kembali kepada
UUD 1945 dengan adanya Dekrit Presiden 195996. Dasar hukum
dekrit ini adalah staatsnoodrecht (hukum tata negara dalam
keadaan darurat)97.
Pembubaran ini dilakukan secara sepihak oleh Presiden
Republik Indonesia. Karena sampai tahun 1959 Undang-Undang
Dasar baru belum terbentuk.
Hal ini sama dengan pendapat Majelis Permusyawaratan
Rakyat Sementara Orde Baru yang dapat dibaca dalam
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara No
XX/MPRS/1966. Adanya istilah Orde Baru diatas, adalah untuk
membedakan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara pada
masa 1965 yang juga disebut masa Orde Lama yang dianggap
kurang mencerminkan pelaksanaan Undang-Undang Dasar 1945
secara murni dan konsekwen. Sebab sesudah gagalnya Gerakan
30 September 1965, maka semboyan untuk melaksanakan Undang-
96 Miriam Budiarjo, Demokrasi Di Indonesia Demokrasi Parlementer Dan Demokrasi Pancasila, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta, 1998, h.38
97 Ranawijaya, Usep, Hukum Tata Negara Indonesia Dasar-Dasarnya, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1983, h.133
55
Undang Dasar 1945 secara murni dan konsekwen dimulai oleh
Orde Baru. 98
Sesudah kembali kemasa Orde Baru maka dapat dilihat
berbagai konsep yang dijalankan oleh Pemerintahan Orde Baru
sesuai menurut UUD 1945. Dengan ditegaskannya bahwa MPR
adalah suatu lembaga negara tertinggi dan sebuah lembaga
yang berwenang untuk menjalankan kedaulatan rakyat99.
Sehingga MPR menjelma sebagai sebuah lembaga negara yang
mempunyai kewenangan yang sangat besar hampir sama dengan
rumusan awal dalam pembicaraan para founding fathers untuk
menyusun UUD 1945100. Wewenang yang sangat besar tersebut
harus membuat lembaga ini berdaya dalam mewujudkan
kedaulatan warga negara yang diwakilinya.
Menurut Bagir Manan dalam batang tubuh Undang-Undang
Dasar 1945, Majelis Permusyawaratan Rakyat tidak memegang
kedaulatan negara melainkan sepenuhnya kedaulatan rakyat.
Karena ada perbedaan mendasar antara paham kedaulatan
negara dan rakyat. Kedaulatan negara mengkonstruksikan
98 Kusnardi, Harmaily, Pengantar Hukum Tata Negara Indonesia, Pusat Studi Hukum Tata Negara, FHUI, Depok, h.96
99 Naning, Ramdlon, Lembaga Legislatif Sebagai Pilar Demokrasi Dan Mekanisme Lembaga Lembaga Negara Menurut UUD 1945, Liberty, Yogyakarta,1982, 52
100 Hendra Nurtjahjo, Perwakilan Golongan Di Indonesia, Pusat Studi Hukum Tata Negara UI, Jakarta, 2002, h.47
56
negara mempunyai kehendak sendiri terlepas dari kehendak
rakyat. Kehendak negara adalah tertinggi akan menuju pada
sistem totaliter bukan menuju kepada kedaulatan rakyat
(democracy).101
Untuk mempelajari konsep MPR dapat dilihat dari sistem
perekrutan anggota102. Dan hal ini dapat kita pelajari dari
3 cara:
1. Mempelajari kembali pembicaraan-pembicaraan yang
terjadi di BPUPKI dan PPKI( Panitia Persiapan
Kemerdekaan Indonesia).103
2. Menghubungkan pasal 2 ayat 1 dengan pasal 1 ayat 2
UUD 1945.
3. Mempelajari sistem pemerintahan yang dianut oleh
Undang-Undang Dasar 1945.
Semenjak Orde Baru dimulailah suatu konsep lembaga MPR
yang pemilihan anggotanya sesuai dengan Undang-Undang
Dasar. Dalam perekrutan anggota semenjak tahun 1971
diadakan Pemilihan Umum yang memilih anggota DPRD II, DPRD
101 Bagir Manan, Teori Dan Politik Konstitusi, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, 2000, h. 15
102 Ismail Hasan, Pemilihan Umum 1987, PT Pradnya Paramita, Jakarta, 1986, h.6-9
103 Tim Sekretariat Negara, Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), Sekretariat Negara Republik Indonesia, Jakarta, 1995, h.25-182
57
I, dan DPR. Dan setelah itu akhirnya terpilihlah anggota
MPR yang merupakan amanat Undang-Undang Dasar 1945104.
Walaupun dalam perekrutan anggota MPR setelah tahun 1973
anggotanya MPR yang diangkat 60 persen. Dan anggota DPR ada
juga yang diangkat, maka hal ini dianggap inkonstitusional
oleh Prof. Dr. Ismail Suny.105
2. Majelis Permusyawaratan Rakyat Sesudah Perubahan UUD
1945
Pada tahun 1998 telah terjadi peristiwa yang mengubah
tatanan ketatanegaraan Republik Indonesia dengan mundurnya
Presiden Soeharto menurut pasal 8 UUD 1945. Walaupun ada
yang beranggapan pergantian tersebut tidak sesuai dengan
bunyi pasal 8 UUD 1945106. Walaupun pada akhirnya dianggap
sah pengunduran diri tersebut107.
104 J.C.T, Simorangkir, Hukum Dan Konstitusi Indonesia, CV. Masagung, Jakarta, 1988, h.17
105 Ismail Suny, Implikasi Amandemen UUD 1945 Terhadap Sistem Hukum Nasional, disampaikan pada Seminar Pembangunan Hukum Nasional VIII, BPHN dan DEPKEH HAM RI, Bali, Juli, 2003, h.4
106 Hal tersebut tidak akan dibahas disini karena banyaknya pro dan kontra ahli ketatanegaraan yang menanggapinya dan bukan pula bahasan dalam karya ilmiah ini.
107 Pergantian kekuasaan dari Presiden Soeharto kepada Habibie masih terdapat perbedaan diantara ahli hukum. Pendapat pertama menyatakan bahwa pergantian tersebut konstitusional, sesuai dengan pasal 8 Undang-Undang Dasar 1945 dan Ketetapan MPR No VII/MPR/1973 pasal 2 ( dikemukakan antara lain oleh Yusril Ihza Mahendra), pendapat kedua menyatakan, inkonstitusional, karena belum ada pencabutan mandate dari MPR dari Presiden Soeharto sebagai mandataris ( sesuai penjelasan UUD 1945), sehingga Habibie belum sah menjadi presiden selama MPR belum mencabut mandatnya, dan pergantian kekuasaan harus dilakukan melalui siding istimewa ( pendapat Dimyati Hartono).
58
Setelah itu terjadilah Pemilihan Umum tahun 1999 yang
diikuti oleh 48 partai politik akhirnya terbentuklah
anggota DPRD, DPR dan anggota MPR baru. Dan pada Sidang
Tahunan 1999 maka UUD 1945 diubah dengan Perubahan I UUD
1945 terutama pasal mengenai masa jabatan presiden,
sehingga diharapkan tidak terjadi hal-hal yang ada dimasa
lalu mengenai jabatan Presiden RI108. Dan juga mengenai
beberapa kewenangan Presiden yang dialihkan dan dibantu
oleh Dewan Perwakilan Rakyat109.
Kemudian pada tahun 2000, Undang-Undang Dasar 1945
kembali diubah. Perubahan Undang-Undang Dasar ini lebih
menekankan pada Hak Azasi Manusia, yang menjadi konsentrasi
pembahasan untuk dimuat pada saat itu110.
Tahun 2001 kembali terjadi perubahan Undang-Undang
Dasar melalui Sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Perubahan III Undang-Undang Dasar 1945 pun disahkan dengan
menekankan pada perubahan kedaulatan rakyat. Dalam UUD 1945
sebelum Perubahan UUD 1945 dinyatakan bahwa kedaulatan ada
ditangan rakyat dan dijalankan sepenuhnya oleh Majelis
108 Harun Al Rasyid, Pengisian Jabatan Presiden, PT Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, 1999, h.141
109 Indonesia, Perubahan I Undang-Undang Dasar 1945
110 Indonesia, Perubahan II Undang-Undang Dasar 1945
59
Permusyawaratan Rakyat diubah menjadi kedaulatan ada
ditangan rakyat dan dijalankan oleh Undang-Undang Dasar.
Perubahan ini sangatlah penting karena, perubahan inilah
yang menjadi dasar untuk mereduksi kewenangan Majelis
Permusyawaratan Rakyat. Dan perubahan ini menjadi pijakan
untuk Perubahan IV UUD 1945.
Menurut Rosseau dalam Kontrak Sosial maka perjanjian
yang dibentuk oleh penguasa dan rakyat yang dikuasai,
bertujuan untuk melindungi kepentingan individu dalam
masyarakat. Dan untuk menjaga kepentingan masyarakat dengan
individu sehingga tidak terjadi benturan antara hak antara
individu juga dengan masyarakat111.
Perjanjian ini bertujuan juga untuk membatasi
kekuasaan penguasa dalam menjalankan tugas dan perjanjian
tersebut. Dengan semakin berkembangnya peradaban maka
bentuk perjanjian sosial pun menjadi lebih rapi.
Kemudian hal ini dikenal sebagai Konstitusi. Biasanya
pelaksanaan kedaulatan rakyat secara representatif dalam
konstitusi disebut sebagai lembaga perwakilan.112
111 Bertrand Russel, Sejarah Filsafat Barat, Dan Kaitannya Dengan Kondisi Sosio Politik Dari Zaman Kuno Hingga Sekarang, Pustaka Pelajar, Yogyakarta, 2002, h. 912
112 Jimly Asshiddiqie, Op.Cit, h.70
60
Dengan demikian sebagai Konstitusi yang baik
seharusnya Undang-Undang Dasar 1945 sesuai dengan
karakteristik yang disebut diatas.
Perubahaan Undang-Undang Dasar 1945, bertujuan untuk
mencapai karakteristik perjanjian sosial antara negara
dengan masyarakat. Dan perubahan tersebut membawa dampak
yang sangat besar bagi Majelis Permusyawaratan Rakyat
sebagai lembaga perwakilan.
3.Tugas dan Wewenang Majelis Permusyaratan Rakyat
Dalam menjelaskan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Republik Indonesia haruslah dilihat tugas dan wewenang yang
tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945. Sehingga
pembahasan akan lebih tajam dan mengkerucut.
Dan tugas dan wewenang ini akan dibagi kedalam dua
periode Undang-Undang Dasar 1945. Periode tersebut adalah
sebelum perubahan Undang-Undang Dasar dan setelah Perubahan
Undang-Undang Dasar.
3. 1. Tugas dan Wewenang MPR Sebelum Perubahan UUD 1945
MPR sebagai suatu lembaga negara merupakan badan yang
merupakan pelaksana kedaulatan rakyat di Republik Indonesia
61
sebelum diadakan Perubahan Undang-Undang Dasar 1945.
Setelah diadakan perubahan maka terjadilah perubahan pada
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia. MPR
sebagai lembaga penjelamaan seluruh rakyat Indonesia, dan
lembaga tertinggi negara menjadi lembaga negara yang sama
kedudukannya dengan negara lain.
Sebelum Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 tugas dan
wewenang MPR dicantumkan dalam UUD 1945 dan juga TAP MPR.
Sedangkan setelah Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 maka
tidak ada lagi pengaturan tugas dan wewenang yang diatur
dalam Ketetapan MPR. Setelah satu tahun berjalan
disahkanlah undang-undang tentang susunan dan kedudukan
MPR, DPR, DPD dan DPRD baru dijelaskan tugas dan wewenang
MPR.
3.1.1. Tugas MPR Sebelum Perubahan UUD 1945
Tugas Majelis Permusyawaratan Rakyat sebelum Perubahan
UUD 1945 ada didalam pasal 3 dan pasal 6 UUD 1945 serta
pasal 3 Ketetapan MPR No. 1/MPR/ 1983, dan dinyatakan
sebagai berikut:
1. menetapkan Undang Undang Dasar
2. menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara.
62
3. memilih (dan mengangkat) presiden dan wakil
Presiden.113
Dalam tugas MPR ini dapat dipelajari bahwa tugas MPR
sebagai suatu lembaga negara meliputi tiga. Tugas ini
tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945. Sebagai lembaga
pemegang kedaulatan Rakyat dalam UUD 1945 maka MPR
mempunyai tugas yang besar yaitu membuat Undang-Undang
Dasar. Dan tugas inilah yang pada masa sebelum Perubahan
Undang-Undang Dasar 1945 belum pernah dilaksanakan oleh
Majelis Permusyawatan Rakyat.
Dalam amanat sidang BPUPKI yang para founding fathers
menyatakan bahwa Undang-Undang Dasar 1945 adalah Undang
Undang Dasar kilat. Perlu diadakan Undang-Undang Dasar baru
yang lebih baik dan jika negara dalam keadaan aman. Hal ini
dapat kita lihat dalam pidato dari ketua PPKI Ir. Soekarno
yang mengatakan:
“… tuan-tuan semuanya tentu mengerti, bahwa Undang Undang Dasar yang (kita) buat sekarang ini adalah Undang-Undang Dasar sementara. Kalau boleh saya memakai perkataan: ini adalah Undang-Undang Dasar kilat. Nanti kalau telah bernegara didalam suasana yang lebih tenteram, kita tentu akan mengumpulkan kembali Majelis Permusyawaratan Rakyat yang dapat membuat Undang-Undang Dasar yang lebih lengkap dan lebih sempurna.
113 Sri Soemantri, Tentang Lembaga-Lembaga Negara Menurut UUD 1945, PT. Citra Aditya Bakti, Bandung h.84
63
Tuan-tuan tentu mengerti, bahwa ini adalah sekedar Undang-Undang Dasar sementara. Undang- Undang Dasar kilat, bahwa barangkali boleh dikatakan pula, inilah revolutie-grondwet. Nanti kita membuat Undang-Undang Dasar yang lebih sempurna dan lengkap. Harap diingat benar-benar oleh tuan-tuan, agar supaya kita ini hari bisa selesai dengan Undang-Undang Dasar ini. “114
3.1.2. Wewenang MPR Sebelum Perubahan UUD 1945
Sedangkan wewenang MPR menurut Prof Sri Soemantri
bahwa jika diteliti dalam UUD 1945 maka Undang Undang Dasar
1945 hanya mengatur satu wewenang saja, yaitu dalam pasal
37. Dan setelah adanya ketetapan MPR No. 1/MPR/1983 dapat
kita lihat bahwa wewenang MPR tidak hanya itu saja. Dalam
pasal 4 Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat MPR No
1/MPR/1983 kewenangan MPR ada sembilan, yaitu115:
1. membuat putusan-putusan yang tidak dapat dibatalkan
oleh lembaga negara yang lain, termasuk penetapan
Garis-Garis Besar Haluan Negara yang pelaksanaannya
ditugaskan kepada Presiden/Mandataris.
2. Memberikan penjelasan yang bersifat penafsiran
terhadap putusan-putusan Majelis.
3. Menyelesaikan pemilihan dan selanjutnya mengangkat
Presiden Wakil Presiden.
114 Harun Al Rasyid, Naskah UUD 1945 Sesudah Tiga Kali Diubah Oleh MPR, h. 55115 Sri Soemantri, Op.Cit, h. 95
64
4. Meminta pertanggungjawaban dari Presiden/ Mandataris
mengenai pelaksanaan Garis-Garis Besar Haluan Negara
dan menilai pertanggungjawaban tersebut.
5. Mencabut mandat dan memberhentikan Presiden dan
memberhentikan Presiden dalam masa jabatannya
apabila Presiden/mandataris sungguh-sungguh
melanggar Haluan Negara dan/atau Undang-Undang
Dasar.
6. Mengubah undang-Undang Dasar.
7. Menetapkan Peraturan Tata Tertib Majelis.
8. Menetapkan Pimpinan Majelis yang dipilih dari dan
oleh anggota.
9. Mengambil/memberi keputusan terhadap anggota yang
melanggar sumpah/janji anggota.
Ada satu kewenangan yang sudah dicantumkan dalam
Undang-Undang Dasar 1945 akan tetapi lebih sering disebut
dengan kekuasaan atau kedaulatan. Dalam pasal 1 ayat 3
disebutkan bahwa ”Kedaulatan adalah ditangan rakyat, dan
dilakukan sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan
Rakyat”116. Kekuasaan dalam bahasa Inggris disebut Power
116 Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945
65
merupakan Great Authority,117 atau dapat diartikan sebagai
kewenangan yang sangat besar/terbesar. Hal ini dapat
dilihat dalam beberapa Undang-Undang Dasar di negara lain
seperti Cina, Venezuela dan Amerika Serikat yang
menggunakan kata power sebagai kewenangan lembaga
negaranya.
3. 2. Tugas Dan Wewenang MPR Yang Diatur Dalam UUD Sesudah
Perubahan UUD 1945.
Tugas dan wewenang Majelis Permusyaratan Rakyat
tidaklah banyak berkurang setelah perubahan UUD, akan
tetapi dampaknya sangat besar terhadap lembaga MPR. Karena
Majelis Permusyawaratan Rakyat kedudukannya sama dengan
dengan lembaga negara yang lain118.
Hal yang sangat mendasar adalah dicabutnya kewenangan
MPR dalam hal melaksanakan kedaulatan rakyat dan dicabutnya
tugas untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden. Sehingga
Majelis Permusyawaratan Rakyat tidaklah lagi menjadi
lembaga tertinggi negara.
117 AS Hornby, Advanced Learner’s Dictionary Of Current English, London: Oxford University Press,1987, h. 654.
118 Hal ini dapat dilihat dari Risalah Sidang MPR RI pada tahun 2001.
66
3.2.1. Tugas MPR Sesudah Amandemen UUD 1945
Dalam Perubahan UUD 1945, tugas dan wewenang Majelis
Permusyawaratan Rakyat berubah. Dengan berubahnya konsep
lembaga Majelis Permusyawaratan Rakyat maka berubah pula
beberapa tugas dan wewenangnya. Tugas MPR setelah Amandemen
UUD 1945 adalah
1. Majelis Permusyawaratan Rakyat melantik Presiden dan/
atau Wakil Presiden (Pasal 3 ayat 2 Perubahan III
UUD 1945).
2. Melakukan peninjauan terhadap materi dan status hukum
Ketetapan Majelis Permusyawaratan rakyat Sementara dan
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk diambil
putusan pada sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat
tahun 2003 (pasal I Aturan Tambahan Perubahan ke IV
UUD 1945).
Ad. 1. Tugas Majelis Permusyawaratan Rakyat dalam hal
ini adalah tugas formal atau upacara yang harus dilakukan
jika telah dipilih Presiden dan Wakil Presiden dalam
Pemilihan Umum. Tugas MPR ini merupakan konsekuensi dari
Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 yang mewajibkan
Pemilihan untuk memilih Presiden dan Wakil Presiden secara
langsung oleh rakyat. Melantik bukanlah wewenang dari MPR
67
karena jika telah dipilih Presiden dan Wakil Presiden dalam
Pemilihan Umum, maka kewajiban dari MPR adalah melantik
Presiden dan Wakil Presiden RI. Seharusnya dijelaskan
secara tegas mengenai kewajiban ini sehingga tidak
menimbulkan beberapa interprestasi yang menyimpang seperti
jika Majelis Permusyawaratan Rakyat tidak mau melantik
Presiden dan Wakil Presiden yang terpilih dalam pemilihan
langsung oleh rakyat maka konsekuensinya bagaimana, apakah
sah atau tidak Presiden dan Wakil Presiden. Sedangkan jika
tidak ada yang mengesahkan maka Presiden dan Wakil Presiden
terpilih akan cacat hukum karena belum dilantik oleh
lembaga yang berwenang yang diberi kekuasaan untuk
melantik. Dan apakah Majelis Permusyawaratan Rakyat
melanggar Undang-Undang Dasar jika tidak mau melantik
Presiden dan Wakil Presiden terpilih.
Ad.2. Tugas Majelis melakukan peninjauan materi dan
status hukum Ketetapan MPRS dan MPR merupakan tugas
sementara yang dibebankan kepada MPR oleh Undang-Undang
Dasar. Pasal I Aturan Tambahan menyatakan bahwa MPR harus
“melakukan peninjauan terhadap materi dan status hukum
Ketetapan Majelis Permusyawaratan rakyat Sementara dan
Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat untuk diambil
68
putusan pada sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat tahun
2003119”. Sementara disini terletak pada kalimat akan
diambil putusan pada sidang Majelis Permusyawaratan Rakyat
tahun 2003, jika telah diambil putusannya maka tugas ini
berakhir dengan sendirinya.
Dalam Perubahan Undang-Undang Dasar 1945 maka dapat
disimpulkan tugas Majelis Permusyawaratan Rakyat tidak
dijelaskan secara jelas. Apakah ketentuan tersebut tugas
atau bukan tapi secara definitif, tugas adalah kewajiban
atau sesuatu yang wajib dikerjakan atau ditentukan untuk
dilakukan.120
3.2.2. Wewenang MPR Sesudah Perubahan UUD 1945
Sedangkan wewenang Presiden RI dalam UUD 1945 maka
bisa disimpulkan sebagai berikut:
1. Majelis Permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah
dan menetapkan Undang-Undang Dasar 1945. (Pasal 3
ayat 1 Perubahan Ke III UUD 1945).
2. Majelis Permusyawaratan Rakyat hanya dapat
memberhentikan Presiden dan atau Wakil Presiden
119 Indonesia, Perubahan Keempat UUD 1945
120 WJS. Poerwadrminta, Op.Cit, h.1094
69
dalam masa jabatannya menurut UUD (Pasal 3 ayat 3
Perubahan ke III UUD 1945).
3. Memilih Presiden atau Wakil Presiden pengganti
sampai terpilihnya Presiden dan atau Wakil Presiden
sebagaimana mestinya. ( Pasal 8 ayat 3 Perubahan
Keempat).121
Ad. 1.Wewenang MPR ini merupakan suatu hal yang telah
diatur sebelum Perubahan dan sesudah Perubahan UUD 1945.
Tetapi sebelum Perubahan UUD 1945 hal ini merupakan tugas
dari MPR seperti yang diamanatkan dalam pasal 3 UUD 1945.
Dan alasan ini diperkuat oleh pasal 2 Aturan Tambahan UUD
1945. Pasal ini menyatakan jika telah berhasil diadakan
Pemilihan Umum dan terbentuk Majelis Permusyawaratan
Rakyat, maka MPR harus bersidang untuk membuat Undang-
Undang Dasar baru. Setelah perubahan UUD 1945 tugas
menetapkan UUD termasuk dalam wewenang MPR. Karena dalam
UUD 1945 tidak ada aturan yang mewajibkan Majelis
Permusyawaratan Rakyat untuk melakukan penggantian Undang-
Undang Dasar baru. Karena wewenang atau wenang adalah hak
121 Jimly Asshiddiqie, Struktur Ketatanegaraan Indonesia Setelah Perubahan Keempat UUD Tahun 1945, disampaikan dalam Simposium Nasional yang diadakan oleh BPHN dan DEPKEH HAM , Bali, Juli 2003, h.9
70
dan kekuasaan (untuk melakukan sesuatu)122. MPR apabila
merasa perlu mengganti Undang-Undang Dasar maka dapat
melakukannya. Jika tidak perlu maka tidak ada larangan
untuk tidak melakukannya.
Ad.3. Kewenangan ini dilakukan jika telah terpenuhi
syarat untuk memberhentikan Presiden dan Wakil Presiden
dalam UUD 1945 setelah Perubahan. Wewenang dilakukan
melalui proses yang lama dan dilaksanakan oleh beberapa
lembaga negara. Untuk memberhentikan Presiden harus melalui
pendapat Dewan Perwakilan Rakyat yang telah meminta putusan
dari Mahkamah Konstitusi (pasal 7B Perubahan UUD 1945).
Secara kedudukan maka MPR telah sama dengan lembaga
negara yang lain. Tidak ada lagi lembaga tertinggi Negara
dan lembaga tinggi Negara. Sehingga dalam sistem
Ketatanegaraan tidak ada lagi lembaga Negara yang lebih
tinggi dari yang lain.
Menurut Dr. Maria Farida, semua lembaga negara yang
mengeluarkan produk peraturan perundang-undangan maka
kedudukannya lebih tinggi dari yang lain. Dan Majelis
Permusyawaratan Rakyat merupakan lembaga Negara yang
mengeluarkan peraturan yang lebih tinggi. Sehingga Majelis
122 Ibid, h. 1150
71
Permusyawaratan Rakyat adalah lembaga Negara yang lebih
tinggi dari lembaga Negara yang lain. 123
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia
tetap mengeluarkan peraturan perundang-undangan yang lebih
tinggi yaitu Undang-Undang Dasar. Hal ini berarti secara
Ilmu Perundang-undangan lembaga Majelis Permusyawaratan
Rakyat lebih tinggi dari lembaga Negara yang lain.
3.2.3. Tugas Dan Wewenang MPR Sesudah Undang-Undang
Susunan Dan Kedudukan MPR, DPR, DPD Dan DPRD
Tugas Dan Wewenang yang dijelaskan diatas adalah
Sesudah Perubahan Keempat Undang-Undang Dasar 1945. Tugas
dan wewenang ini sebelum adanya undang-undang tentang
susunan dan kedudukan anggota MPR, DPR, DPD dan DPRD.
Pada tanggal 9 Juli 2003124, telah disetujui undang-
undang mengenai susunan dan kedudukan125. Dan dalam undang-
123 Penjelasan di depan PAH II MPR, mengenai Peninjauan Kembali Status Hukum Ketetapan MPRS dan MPR RI, 13 April 2003
124 www.cetro.or.id, diakses pada tanggal 7 Agustus 2003.
125 Penulis menulis karya ini dari bulan November 2002, dan selama itu undang-undang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD masih dalam proses RUU, dan baru disahkan pada bulan Juli 2003, sampai saat ini penulis tidak dapat mengetahui nomor undang-undang tersebut.
72
undang tersebut telah diatur mengenai tugas dan wewenang
MPR, sebagai berikut:126
a. mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar;b. melantik Presiden dan Wakil Presiden berdasarkan hasil pemilihan umum, dalam Sidang Paripurna MPR;c. memutuskan usul DPR berdasarkan putusan Mahkamah Konstitusi untuk memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya setelah Presiden dan/atau Wakil Presiden diberi kesempatan untuk menyampaikan penjelasan di dalam Sidang Paripurna MPR;d. melantik Wakil Presiden menjadi Presiden apabila Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melaksanakan kewajibannya dalam masa jabatannya; e. memilih Wakil Presiden dari dua calon yang diajukan Presiden apabila terjadi kekosongan jabatan Wakil Presiden dalam masa jabatannya selambat-lambatnya dalam waktu enam puluh hari;f. memilih Presiden dan Wakil Presiden apabila keduanya berhenti secara bersamaan dalam masa jabatannya, dari dua paket calon Presiden dan Wakil Presiden yang diusulkan oleh partai politik atau gabungan partai politik yang paket calon Presiden dan Wakil Presidennya meraih suara terbanyak pertama dan kedua dalam pemilihan sebelumnya, sampai habis masa jabatannya selambat-lambatnya dalam waktu tiga puluh hari; g. menetapkan Peraturan Tata Tertib dan kode etik MPR.
Tidak dijelaskan apa dan bagaimana perbedaan antara
tugas dan wewenang Majelis Permusyawaratan Rakyat. Hal ini
seharusnya dapat dihindari karena perbedaan akibat dari
kedua kalimat tersebut sangatlah besar. Karena tugas
126 Indonesia, undang-undang tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD.
73
mengandung kewajiban yang harus dilaksanakan. Sedangkan
wewenang mengandung hak dan kekuasaan (lihat definisi
operasional), sehingga perlu dipilah kembali mana yang
merupakan tugas dan wewenang MPR.
3.2.3.1. Tugas MPR Setelah Undang-Undang Tentang
Susunan Dan Kedudukan MPR, DPR Dan DPRD
Jika dipilah maka tugas MPR dalam undang-undang
susunan dan kedudukan adalah:
1. melantik Presiden dan Wakil Presiden berdasarkan hasil
pemilihan umum, dalam Sidang Paripurna MPR.
Melantik adalah tugas dari MPR. Karena melantik
merupakan suatu kewajiban berdasarkan suara rakyat yang ada
melalui Pemilihan Umum. Tugas ini sama dengan tugas yang
ada dalam pasal 3 ayat 1 UUD 1945. Akan tetapi diperjelas
mengenai waktunya yaitu pada Sidang Paripurna MPR.
2. melantik Wakil Presiden menjadi Presiden apabila
Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat
melaksanakan kewajibannya dalam masa jabatannya.
Melantik Wakil Presiden adalah suatu kewajiban yang
telah diatur dalam Undang-Undang Dasar, karena hal ini
74
harus dilaksanakan dan tidak ada pilihan yang harus
dipilih, sehingga ketentuan termasuk dalam kategori tugas.
Dari 2 tugas yang berada diatas maka dapat dianalisa
bahwa tugas pertama sama dengan tugas yang diatur dalam
perubahan. Sedangkan tugas kedua merupakan tugas yang ada
setelah Sidang MPR terjadi. Jika sudah diputuskan dalam
Sidang MPR, maka Majelis Permusyawaratan Rakyat melantik
Wakil Presiden menjadi Presiden dan hal inipun bersifat
upacara belaka.
3.2.3.2. Wewenang MPR Setelah Undang-Undang Tentang
Susunan Dan Kedudukan.
Tugas dan wewenang MPR setelah undang-undang susunan
dan kedudukan, hampir sama dengan wewenang yang diatur
sebelum adanya undang-undang mengenai susunan dan kedudukan
MPR, DPR, DPD dan DPRD. Walaupun ada penambahan mengenai
waktu dan kewenangan membuat peraturan tata tertib dan kode
etik MPR.
Wewenang yang diatur dalam undang-undang tentang
susunan dan kedudukan menyatu dengan tugas sehingga hasil
pemilahannya adalah sebagai berikut:
1. mengubah dan menetapkan Undang-Undang Dasar.
75
2. memilih Wakil Presiden dari dua calon yang diajukan
Presiden apabila terjadi kekosongan jabatan Wakil Presiden
dalam masa jabatannya selambat-lambatnya dalam waktu enam
puluh hari.
Memilih adalah suatu kekuasaan dalam menentukan
sesuatu. Sehingga memilih disini menjadi wewenang Majelis
Permusyawaratan Rakyat. Walaupun kekuasaan memilih disini
dibatasi oleh batasan waktu. Kekuasaan ini diatur untuk
menghadapi beberapa keadaan yang tidak diinginkan.
3. memilih Presiden dan Wakil Presiden apabila keduanya
berhenti secara bersamaan dalam masa jabatannya, dari dua
paket calon Presiden dan Wakil Presiden yang diusulkan oleh
partai politik atau gabungan partai politik yang paket
calon Presiden dan Wakil Presidennya meraih suara terbanyak
pertama dan kedua dalam pemilihan sebelumnya, sampai habis
masa jabatannya selambat-lambatnya dalam waktu tiga puluh
hari.
Kewenangan ini terjadi jika Presiden dan Wakil
Presiden berhenti bersamaan. Dan untuk mengisi kekosongan
tersebut selama 30 hari Menteri Luar Negeri, Menteri Dalam
Negeri dan Menteri Pertahanan menjalankan tugas
kepresidenan. Kemudian MPR harus bersidang untuk memilih
76
Presiden dan Wakil Presiden pengganti. Karena untuk
mengadakan pemilihan umum tidak bisa dilakukan secara
cepat. Maka dipilihlah Presiden dan Wakil Presiden dari
partai politik yang mendapat suara terbanyak pertama dan
kedua dalam pemilihan umum sebelumnya. Penyerahan kepada
partai politik ini menggambarkan bahwa partai politik
merupakan suara pemilih.
4.menetapkan Peraturan Tata Tertib dan kode etik MPR.
Sudah merupakan hal yang wajar jika organisasi membuat
peraturan untuk mengatur dirinya. Sehingga hal ini
merupakan suatu hak dari Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Dan hak ini merupakan kewenangan dari MPR.
Dari kewenangan yang ada diatas hal yang sudah pasti
menjadi kewenangan adalah poin 1 dan 4. Sedangkan yang poin
2 dan 3 masih menjadi pertanyaan apakah tugas atau
wewenang.
3.3. Pengaruh Perubahan Tugas dan Wewenang MPR dalam
struktur Ketatanegaraan
Pengaruh Perubahan Tugas Dan Wewenang MPR Dalam
Struktur Ketategaraan dapat dilihat pada beberapa skema
dibawah ini yang menggambarkan kedudukan MPR dalam sistem
77
Ketatanegaraan RI, didalam skema ini kedudukan lembaga
negara digambarkan sebagai lembaga negara yang diam, akan
tetapi jika sudah melaksanakan tugas dan wewenangnya maka
hal ini berubah, bisa saja lembaga negara ada yang tidak
sejajar kedudukannya.
3.3.1.Sesudah Undang-Undang Tentang Susunan Dan
Kedudukan MPR, DPR, DPD Dan DPRD.
Dengan adanya UU No 31 tahun 2002 tentang Partai
Politik127, UU No 12 tahun 2003 tentang Pemilihan Umum
Anggota Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah
dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah128. Ditambah dengan
undang-undang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD
maka terlihat jelas struktur ketatanegaraan yang hendak
dibangun dalam di Indonesia. Indonesia menuju sistem
parlemen trikameral, karena tugas dan wewenang Majelis
Permusyawaratan Rakyat yang berdiri sendiri hal ini
diungkapkan oleh Prof. Jimly Asshiddiqie129. Adanya pimpinan
MPR ditambah dengan adanya sekretariat jendral yang tetap
127 http://www.dpr.go.id/humas/uuparpol.htm, akses tanggal 6 Agustus 2003
128 http://www.dpr.go.id/humas/uupemilu.htm, akses tanggal 6 Agustus 2003
129 Jimly Asshiddiqie, Op.cit. h.9
78
dalam MPR menambah kuat sistem tersebut. Walaupun didunia
hanya dikenal sistem 1 kamar dan 2 kamar 130, maka Indonesia
dikenal sistem baru yaitu sistem 3 kamar/trikameral.
Dalam tugas dan wewenang MPR yang diatur oleh undang-
undang, MPR merupakan suatu lembaga tetap yang mempunyai
organ dan strukturnya tersendiri. Dapat diteliti bahwa
struktur ketatanegaraan setelah undang-undang tentang
susunan dan kedudukan MPR, DPR dan DPRD disetujui sama
dengan setelah Perubahan UUD 1945. Akan tetapi lembaga MPR
menjadi suatu lembaga tersendiri berlainan dengan DPR dan
DPD, sehingga sistem parlemen yang ada adalah Sistem
Trikameral131. (Lampiran 1)
1. Undang-Undang Dasar sebagai pengejewantahan dari
kemauan rakyat dan merupakan manifestasi kedaulatan
rakyat.
2. MPR sebagai lembaga Negara yang terdiri atas
anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan
Perwakilan Daerah merupakan perwujudan dari
lembaga perwakilan rakyat atau parlemen. Dan tidak
mudah untuk mendudukkan lembaga negara seperti
130 Doto Mulyono, Kekuasaan MPR Tidak Mutlak, Erlangga, Jakarta, 1985, h.35
131 Jimly Asshiddiqie, Ibid. h.9
79
lembaga MPR. Karena selain masih mempunyai tugas
utama sebagai pembuat Undang-Undang Dasar. MPR
masih mempunyai kewenangan sebagai lembaga yang
mempunyai putusan final dalam memberhentikan
Presiden. Jika diteliti dari segi tugas dan
wewenang maka MPR merupakan lembaga yang
tersendiri.
3. Dewan Perwakilan Rakyat sebagai lembaga pemegang
kekuasaan legislatif.
4. Dewan Perwakilan Daerah sebagai representasi dari
suara masyarakat di daerah.
5. Presiden sebagai pemegang kekuasaan eksekutif
dalam Negara.
6. Pemegang kekuasaan yudikatif terdiri atas 2 badan
yaitu Mahkamah Agung dan Mahkamah Konstitusi.
3.3.2 Sebelum Perubahan UUD 1945
Dalam bagan ini maka yang berkuasa dalam menjalankan
kedaulatan rakyat adalah Majelis Permusyawaratan Rakyat dan
kemudian Majelis mendistribusikan kekuasaannya kepada
lembaga-lembaga negara yang ada dalam Undang-Undang Dasar
1945.
80
1. MPR sebagai pemegang kedaulatan rakyat dan berperan
sebagai pemegang kedaulatan tertinggi.
2. Presiden sebagai penyelenggara pemerintahan
tertinggi, pemegang kekuasaan eksekutif sekaligus
sebagai pemegang kekuasaan legislatif.
3. DPR memegang sebagai kekuasaan legislatif dan tugas
utama DPR sebagai lembaga pengawas pemerintah. Dan
DPR mendapat laporan mengenai keuangan dari BPK.
4. Mahkamah Agung sebagai pemegang kekuasaan yudikatif.
5. BPK sebagai badan pemeriksa keuangan dan pengawas
3.3.3 Sesudah Perubahan Ke 3 UUD 1945
Bagan atau skema sesudah Perubahan ke 3 Undang-Undang
Dasar 1945 :
1. Kedaulatan ada ditangan rakyat dan dilaksanakan menurut
Undang-Undang Dasar (Perubahan 3 UUD 1945)
2. MPR masih terdiri atas susunan DPR, Utusan Golongan dan
Utusan Daerah sehingga secara komposisi MPR masih tetap
sama akan tetapi sebagai lembaga negara tertinggi tidak
bisa lagi karena dicabut kekuasaan itu sesuai dengan pasal
2 UUD 1945.
3. DPR sebagai lembaga pemegang kekuasaan legislatif.
81
4. BPK masih tetap sebagai Badan Pemeriksa Keuangan.
5. DPA masih tetap sebagai ada sebagai lembaga tinggi
negara.
6. Mahkamah Agung masih tetap sebagai lembaga tinggi negara
pemegang fungsi yudikatif.
7. Presiden sebagai pemegang kekuasaan eksekutif.
Tapi ada kejanggalan pada perubahan ketiga UUD 1945
yaitu adanya DPD dimasukkan dalam UUD 132. Tetapi dalam
lembaga MPR belum ada DPD sehingga hal ini menimbulkan
kekurangan dari UUD 1945. Dan hal ini mengakibatkan
kesulitan dalam merumuskan apa yang dimaksudkan dalam
Undang-Undang Dasar. Sehingga menyulitkan secara tekhnis
hukum.
Seharusnya hal ini tidak terjadi dalam hal Perubahan
Undang-Undang Dasar. Karena Undang-Undang Dasar merupakan
pedoman bernegara yang akan dipakai oleh kehidupan
berbangsa dan bernegara.
132 Dalam Perubahan Ketiga UUD 1945 dalam Bab VIIA pasal 22C dan pasal 22D diatur tentang Dewan Perwakilan Daerah akan tetatpi pasal 2 UUD 1945 pada Perubahan Ketiga belum berubah masih tetap (1) Majelis Permusyawaratan Rakyat terdiri dari Dewan Perwakilan Rakyat, Utusan Golongan dan Utusan Daerah.
82
BAB IV
PERBANDINGAN TUGAS DAN WEWENANG MPR DI INDONESIA DENGAN
LEMBAGA LAIN DI NEGARA CINA, VENEZUELA DAN AMERIKA SERIKAT
1. Perbandingan Tugas Dan Wewenang Sebelum Perubahan UUD
1945 Dengan Cina dan Venezuela
1.1. Konsep Lembaga Kongres Rakyat Nasional China
Perkembangan tugas dan wewenang MPR di Indonesia
sangat dipengaruhi oleh situasi sosial politik yang ada di
Indonesia. Dan akan lebih komprehensif jika diperbandingkan
dengan negara lain. Sesuai dengan bab-bab sebelumnya maka
diperlukan periodesisasi dalam menjelaskan tugas dan
wewenang MPR.
Pada masa Sebelum Perubahan UUD 1945 MPR RI
berkedudukan sebagai lembaga tertinggi dan pemegang
kedaulatan rakyat. Kemudian mendistribusikannya kepada
lembaga-lembaga lain terutama kepada Presiden, Dewan
83
Perwakilan Rakyat, Badan Pemeriksa Keuangan, Dewan
Pertimbangan Agung dan Mahkamah Agung.
Sebelum terjadi Perubahan UUD 1945 maka Indonesia
akan lebih mirip dengan negara Cina. Jika diteliti filosofi
bentuk negara maka akan sama ditemukan bahwa Cina dan
Indonesia merupakan suatu negara kesatuan yang cenderung
totaliter133. Pada masa sebelum Perubahan UUD 1945 lembaga
Majelis Permusyawaratan Rakyat dapat dipersamakan dengan
Kongres Nasional Rakyat Cina. Karena Negara Cina memiliki
Kongres Nasional Rakyat Cina yang tugas, fungsi dan
wewenangnya hampir sama dengan tugas dan wewenang Majelis
Permusyawaratan Rakyat yang ada di Indonesia. Dan persamaan
yang ada di Negara Indonesia dengan keadaan yang ada di
Negara Cina antara lain:
1. Cina merupakan negara kesatuan
2. Memiliki lembaga tertinggi dalam negaranya dalam
menjalankan kedaulatan rakyat.
Hal ini diatur dalam Konstitusi China dibawah ini:
Article 2 [Sovereignty]
(1) All power in the People's Republic of China belongs to the people.
133 Marsilam Simanjuntak, Pandangan Negara Integralistik: Sumber, Unsur Dan Riwayatnya, Pustaka Utama Grafiti, Jakarta, 1994, h.252-253.
84
(2) The organs through which the people exercise state power are the National People's Congress and the local people's congresses at different levels.
The people administer state affairs and manage economic, cultural and social affairs through various channels and in various ways in accordance with the law.134
Terjemahan bebas: (1)Kedaulatan atau kekuasaan tertinggi dalam Negara Republik cina ada di tangan rakyat. (2) Organ yang melaksanakan kekuasaan rakyat dalam negara adalah Kongres Nasional Rakyat Cina dan Kongres Rakyat Daerah dalam berbagai tingkatan.Rakyat menjalankan administrasi urusan negara dan mengurus ekonomi, kebudayaan dan urusan sosial dalam berbagai saluran dan berbagai jalan yang berdasarkan hukum.
Hal ini juga diatur oleh oleh Undang-Undang Dasar 1945
sebelum diamandemen yaitu dalam pasal 1 ayat 2 yang
berbunyi:
“Kedaulatan adalah ditangan rakyat dan dilakukan
sepenuhnya oleh Majelis Permusyawaratan Rakyat”135.
Dalam Konstitusi China dinyatakan tegas bahwa Kongres
Rakyat Nasional China merupakan lembaga negara tertinggi
Chapter Three The Structure of the StateSection I The National People's Congress
134 China, Constitution Of China, PSHTN UI
135 Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945
85
Article 57 [Highest Organ of State Power]The National People's Congress of the People's Republic of China is the highest organ of state power. Its permanent body is the Standing Committee of the National People's Congress.136
Terjemahan bebas: Kongres Nasional Rakyat Republik rakyat China adalah organ tertinggi kekuasaan negara. Dan Standing Committe adalah badan permanen dari Kongres Rakyat China.
Jika dilihat dari komposisi keanggotaan, Majelis
Permusyawaratan Rakyat hampir sama dengan komposisi
keanggotaan Kongres Nasional Rakyat Cina, MPR Indonesia
terdiri:
1.Seluruh wakil rakyat yang terpilih melalui DPR.
2.Utusan Golongan yang ada dalam masyarakat menurut
ketentuan perundang-undangan yang berlaku.
3.Utusan daerah seluruh Indonesia menurut ketentuan
perundang-undangan yang berlaku.137
Sedangkan di China Kongres Rakyat China menurut pasal
59 ayat 1, komposisi anggota Kongres terdiri dari:
Kongres Rakyat Nasional China terdiri atas deputi yang dipilih di tingkat propinsi, wilayah yang otonom, dan daerah yang dibawah langsung Pemerintah Pusat, dan Angkatan Bersenjata. Semua warga negara minoritas dibuat suatu perwakilan 138.
136 China, Constitution Of China, PSHTN UI
137 JImly Asshiddiqie, Pergumulan, Op.Cit, h.50
138 China, Constitution Of China
86
Dapat disimpulkan bahwa Kongres Nasional Rakyat Cina
keanggotaannya terdiri dari deputi yang dipilih dari
tingkat propinsi, dan wilayah. Hampir sama dengan Dewan
Perwakilan Rakyat di Indonesia yang anggotanya dipilih oleh
rakyat dalam tiap Pemilihan Umum baik ditingkat Nasional,
Propinsi ataupun kabupaten/kota. Dan ada perwakilan dari
golongan minoritas, yang mau tidak mau mewakili suatu unsur
golongan, juga golongan Angkatan Bersenjata.
1.3. Perbandingan Tugas dan Wewenang MPR Sebelum Perubahan dengan Kongres Rakyat Nasional Cina.
Di Indonesia yang mempunyai kewenangan legislatif ada
ditangan Presiden dan MPR tidak mempunyai kewenangan di
bidang legislatif139. Dan Dewan Perwakilan Rakyat di
Indonesia hanya mempunyai kewenangan untuk mengajukan
rancangan Undang-undang sehingga Presiden di Indonesia
mempunyai fungsi eksekutif dan legislatif.
Sedangkan Di China kekuasaan legislatif dipegang oleh
Konres Rakyat China dan Standing Committe Kongres bertugas
untuk melaksanakannya dalam kehidupan ketatanegaraan.
139 Abu Bakar Busro, Abu Daud Busro, Hukum Tata Negara, Ghalia Indonesia, Jakarta, 1984, h.50
87
The National People's Congress and its Standing Committee exercise the legislative power of the state.
Tejemahan bebas: Kongres Nasional Rakyat china dan Standing Committeenya melakukan fungsi kekuasaan legislatif dari negara.140
Di Indonesia tugas Majelis Permusyawaratan Rakyat
adalah diantaranya:1. Menetapkan Undang Undang Dasar 2.
Menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara 3. Memilih (dan
mengangkat) presiden dan wakil Presiden.141
Sedangkan wewenang MPR dijelaskan lebih lanjut dalam
Ketetapan MPR No 1 tahun 1983 , yaitu:
1. membuat putusan-putusan yang tidak dapat dibatalkan oleh lembaga negara yang lain, termasuk penetapan Garis-Garis Besar Haluan Negara yang pelaksanaannya ditugaskan kepada Presiden/Mandataris, 2.Memberikan penjelasan yang bersifat penafsiran terhadap putusan-putusan Majelis.3.Menyelesaikan pemilihan dan selanjutnya mengangkat Presiden Wakil Presiden. 4. Meminta pertanggungjawaban dari Presiden/ Mandataris mengenai pelaksanaan Garis-Garis Besar Haluan Negara dan menilai pertanggungjawaban tersebut. 5. Mencabut mandat dan memberhentikan Presiden dan memberhentikan Presiden dalam masa jabatannya apabila Presiden/mandataris sungguh-sungguh melanggar Haluan Negara dan / atau Undang-Undang Dasar.6. Mengubah undang-Undang Dasar.7.Menetapkan Peraturan Tata Tertib Majelis. 8.Menetapkan Pimpinan Majelis yang dipilih dari dan oleh
140 China, article 58 Constitution of China
141 Sri Sumantri, Op.Cit,h.95
88
anggota.9.Mengambil /memberi keputusan terhadap anggota yang melanggar sumpah / janji anggota.142
Di China, fungsi dan wewenang Kongres Rakyat Nasional
Cina adalah tercantum dalam artikel 62 [Fungsi dan
Kekuasaan]143. Kongres Nasional Rakyat Cina mempraktekkan
fungsi dan kekuasaan berikut ini:
1. Mengamandemen konstitusi.
Hal ini merupakan kewenangan yang dipunyai oleh
Kongres Rakyat Cina sebagai lembaga tertinggi. Dan
dilakukan dengan disetujui lebih dari dua per tiga anggota
Kongres Rakyat Nasional Cina.
2. Melaksanakan penegakan konstitusi.
Melaksakan penegakan konstitusi merupakan suatu
keharusan untuk menjaga kestabilan dan pedoman bernegara.
142 Sekretariat Jendral MPR RI, Himpunan Ketetapan MPRS Dan MPR Tahun 1960 S/D 2002, Sekretariat Jendral MPR RI, 2002, h.685
143 dalam Konstitusinya Cina menggunakan function dan Power dalam menjelaskan tugas dan wewenang juga fungsinya kana tetapi tidak dijelaskan manakah yang power atau yang function. Dan penulis mengambil kesimpulan bahwa Power yang dimaksud adalah Great Authority dan hal ini dijelaskan dalam Kamus Oxford Advance Learner’s Of Current English karangan AS Hornby tahun 1987 Terbitan Oxford University Press halaman 654, bahwa Power adalah State Having Great Authority and influence in international affairs.
89
3. Menetapkan dan mengamandemen statuta dasar perihal
pelanggaran pidana, urusan perdata dan badan negara
serta masalah lain.
Kewenangan ini tidak dipunyai oleh Majelis
Permusyawaratan di Indonesia, karena telah dilaksanakan
oleh lembaga-lembaga negara yang lain.
4. Memilih Presiden dan Wakil Presiden Republik Rakyat
Cina.
Tugas ini dilakukan juga oleh Majelis Permusyawaratan
Rakyat di Indonesia. Dan hal ini mengakibatkan adanya
pertanggungjawaban kepada Kongres Rakyat Nasional Cina oleh
Presiden.
5. Memutuskan siapa yang akan menjadi ketua Dewan
Negara atas nominasi dari Presiden Republik Cina,
dan memilih wakil ketua, dewan pertimbangan, menteri
yang bertanggungjawab atas komisi, oditur jenderal
dan sekretaris jenderal atas dewan negara atas
nominasi dari ketua (Premier).
Kewenangan ini menandakan kekuasaan yang besar dari
Kongres Rakyat Nasional Cina karena berhak memutus siapa
yang berhak menjadi pejabat negara.
90
6. memilih ketua dari komisi militer pusat dan, atas
nominasi dari ketua, memutuskan anggota komisi
militer pusat.
7. memilih presiden mahkamah agung rakyat;memilih to
elect the Procurator General of the Supreme People's
Procuratorate.
Kewenangan yang diatur dalam Angka 5, 6, dan merupakan
kewenangan untuk mengangkat pemimpin lembaga-lembaga negara
yang ada dibawahnya.
8. menguji dan menyetujui rencana perkembangan ekonomi
dan sosial nasional serta laporan atas
pelaksanaannya.
9. menguji dan menyetujui anggaran negara dan
melaporkan implementasinya.
Kewenangan yang diatur dalam angka 8 dan 9 adalah
kewenangan yang mengenai masalah perekonomian negara. Dan
kewenangan untuk menyetujui anggaran negara. Kewenangan ini
tidak terdapat Majelis Permusyawaratan Rakyat.
10. mengubah atau membatalkan keputusan yang tidak
pantas dari Standing Committee kongres nasional
Cina.
91
Standing Committee merupakan badan pekerja Kongres
Rakyat Nasional Cina dan berada dibawah Kongres Rakyat
Nasional Cina. Jika ada keputusan yang dirasa tidak pantas
oleh Kongres Rakyat Nasional Cina yang bertemu dalam sidang
maka keputusan tersebut batal.
11. menyetujui pendirian propinsi, daerah otonom dan
daerah lainnya langsung dibawah pemerintahan pusat.
Di Indonesia kewenangan ini merupakan kewenangan
Presiden sebagai kepala pemerintahan karena pemegang
kekuasaan legislatif adalah Presiden.
12. memutuskan pendirian daerah administratif khusus dan
sistem yang akan dipraktekkan disana.
13. memutuskan persoalan perang dan damai.
Angka 12 dan 13 di Indonesia merupakan kewenangan
Presiden dan Dewan Perwakilan Rakyat.
14. dan melaksanakan fungsi dan kekuasaan lain sebagai
organ tertinggi yang harus dilaksanakan oleh
kekuasaan negara
Tugas dan wewenang ini merupakan suatu aturan yang
memberikan dasar bahwa Kongres Rakyat Nasional Cina
mempunyai kekuasaan yang tak terbatas.
92
Dan kewenangannya yang lain seperti yang disebutkan
dalam Konstitusinya dalam pasal 63. Pasal ini mengatur
tentang kekuasaan Kongres untuk mengganti para pejabat dari
jabatannya orang-orang berikut ini:
1. Presiden dan Wakil Presiden RRC China;
2. Ketua dan Wakil Ketua State Councillors, Menteri, Badan
Pemeriksa Keuangan and Sekretaris Jendral Dewan
Pertimbangan Negara.
3. Ketua Komisi Urusan Militer dan Komisi yang lain;
4. Ketua Mahkamah Agung dan
5. Jaksa Agung dari Kejaksaan Agung144.
Dan kewenangan diatas ada yang sama dengan kewenangan
yang dimiliki oleh MPR pada Pemecatan atau Penggantian
Presiden dan Wakil Presiden. Akan tetapi untuk kewenangan
ke 2,3,4 dan 5 di Majelis Permusyawaratan Rakyat hal-hal
tersebut tidak dipunyai. Kewenangan tersebut di Indonesia
biasanya dipunyai oleh lembaga yang mengangkatnya. Atau
orang-orang yang ada dalam lembaga negara tersebut dan
144 Hal ini tercantum dalam artikel 63 dari Konstitusi China
93
diberikan suatu kekuasaan untuk mengangkat ketua atau
pemimpinnya. Kekuasaan ini ditentukan oleh peraturan
perundang-undangan.
Hal yang sama dengan Indonesia juga Cina mempunyai
kewenangan yang sama dalam hal mengubah Undang-Undang
Dasarnya. Di Indonesia hal ini diatur dalam pasal 37
sedangkan di China diatur dalam pasal 64145
Article 64 [Amandemen Konstitusi]
(1) Amandemen Konstitusi diusulkan oleh Standing Committee dari kongres nasional rakyat oleh lebih dari satu per lima wakil dari National People's Congress dan harus disetujui oleh mayoritas suara dari lebih dari dua pertiga seluruh wakil kongres Congress.
(2) Statuta dan resolusi disetujui oleh mayoritas suara lebih dari setengah wakil kongres rakyat nasional.
Dalam negara Cina, pemegang kekuasaaan tertinggi
adalah Kongres Rakyat Cina sehingga hal ini dapat
dipersamakan dengan Majelis Permusyawaratan Rakyat di
Indonesia. Sistem ketatanegaraan dalam lembaga negara
terutama dengan adanya lembaga tertinggi sama dengan
Indonesia. Cina memiliki lembaga yang sama fungsinya dengan
145 Cina, article 64 Constitution Of China
94
Indonesia yaitu membuat Undang-Undang Dasar, memilih
Presiden dan kemudian menentukan arah kebijakan negara.
Apabila diperhatikan hal ini mirip dengan kewenangan MPR
karena memiliki tugas dan wewenang sebagai berikut:
1. Membuat Undang-Undang Dasar
2. Memilih dan memberhentikan Presiden dan Wakil
Presiden.
3. Membuat Garis Besar daripada Haluan Negara.
1.4.Konsep Majelis Nasional Venezuela
Venezuela setelah UUDnya diganti maka sistem
perwakilan rakyatnya berubah dari Bikameral ke bentuk
unikameral. Majelis Nasional Venezuela merupakan badan
legislatif nasional yang terdiri atas satu kamar
(unikameral).
As a result of the 1999 constitution, Venezuela’s bicameral National Congress, which consisted of a Senate and Chamber of Deputies, was replaced by a unicameral, 165-member National Assembly in 2000. Legislators are popularly elected to a five-year term.The chief executive of Venezuela is a president, who is popularly elected to a six-year term. A council of ministers assists the president. The president has the authority to dissolve the legislature under certain conditions146.Terjemahan bebas: setelah konstitusi tahun 1999, Kongres 2 kamar Venezuela yang terdiri atas Senat
146 Venezuela, Microsoft ® Encarta ® Reference Library 2003. © 1993-2002
95
dan Dean Perwakilan digantikan oleh sistem 1 kamar (unikameral) yang mempunyai deputi majelis nasional sebanyak 165 orang ditahun 2000. Dan dipilih 5 tahun sekali. Kepala eksekutif Venezuela adalah presiden yang dipih 6 tahun sekali. Kabinet adalah dibentuk oleh Presiden. Presiden mempunyai kewenangan untuk membubarkan lembaga legislatif dalam keadaan tertentu.
Ada satu forum atau majelis yang tugas dan wewenangnya
sama dengan Majelis Permusyaratan Rakyat dalam hal membuat
Undang-Undang Dasar, yaitu Majelis Konstituen Nasional. Dan
institusi ini tidak dijelaskan secara detail oleh
Konstitusi. Institusi ini hanya diadakan jika ingin
diadakan pergantian konstitusi.147
”Kekuasaan rakyat yang tertinggi berada ditangan rakyat Venezuela. Kekuasaan ini dilaksanakan oleh Majelis Konstituen Nasional untuk dan diadakan untuk tujuan perubahan negara, membuat peraturan perundang-undangan dan membuat Undang-Undang Dasar”.
Jika diteliti lebih seksama maka Majelis Konstituen
Nasional dilihat dari sudut pandang tugas dan wewenang maka
hampir sama dengan MPR terkecuali dalam melantik Presiden
dan Wakil Presiden. Sehingga ada 2 lembaga yang mempunyai
beberapa persamaan dalam tugas dan wewenang dengan Majelis
Permusyawaratan Rakyat. Lembaga itu yaitu: Majelis Nasional
dan Majelis Konstituen Nasional. Apabila dilihat dalam
147 Venezuela, article 347 Constitution Of Venezuela
96
artikel 348 maka Majelis Konstituen Nasional adalah suatu
forum dan bukan merupakan lembaga yang harus ada mempunyai
sekretariat dan bertugas secara berkesinambungan.148
1.5. Perbandingan Tugas dan Wewenang MPR Dengan Majelis Nasional Dan Majelis Konstituen Nasional
Venezuela setelah Undang-Undang Dasar baru tahun 1999
memberikan kewenangan kepada lima lembaga yang menjalankan
lima fungsi yaitu:
1. Majelis Nasional sebagai fungsi legislatif
2. Presiden sebagai pemegang fungsi eksekutif
3. Mahkamah Agung sebagai pemegang fungsi yudikatif.
4. Presiden dan lembaga lainnya sebagai pemegang fungsi
kewarganegaraan
5. Badan Pemilihan Umum Nasional sebagai pemegang fungsi
Pemilihan Umum.149
Dalam menjalankan fungsinya tersebut Majelis
Nasional bertindak sebagai badan parlemen yang memegang
kekuasaan legislatif dan pengawasan badan eksekutif.150
148 Venezuela, article 348, 349, 350, Constituton Of Venezuela.
149 Venezuela, article 136, Constitution Of Venezuela
150 http://www.1upinfo.com/country-guide-study/venezuela/venezuela67.html
97
Tugas dan Wewenang yang diatur oleh Konstitusi
Venezuela tidak dinyatakan dengan jelas. Apabila diteliti
secara seksama maka kewenangannya dan tugasnya dinyatakan
oleh kata function. Walaupun secara arti kata function
adalah special activity or purpose of a person or thing, or
public ceremony or event, social gahtering of an important
and formal kind151. Tetapi hal-hal yang diatur didalamnya
diatur hal-hal yang menyangkut kewenangan seperti yang
disebutkan dalam ayat 1.Untuk mengesahkan kompetensi
nasional dan mengfungsikan beberapa cabang kekuasaan
nasional. Hal ini jika dilihat secara seksama adalah
wewenang yang diatur dalam satu ayat. Kemudian yang kedua
adalah ayat 2 yang berbunyi untuk mengajukan perubahan dan
revisi Undang-Undang Dasar dalam jangka waktu yang diatur
dalam konstitusi ini. 152
Setelah melihat beberapa fungsi maka dapat disimpulkan
bahwa ada tugas dan wewenang yang diatur dalam fungsi.
Seperti kewenangan yang untuk mengubah Undang-Undang Dasar
yang terletak dalam pasal 341153. Ada perbedaan tentang
151 AS Hornby, Op.Cit, h.350
152 Article 187, Constitution Venezuela
153 Article 341, Constitution Venezuela
98
konsep amandemen dengan reformasi konstitusi yang ada dalam
Konstitusi Venezuela seperti yang disebutkan dalam artikel
340:
” Tujuan dari amandemen adalah untuk menambah atau untuk modifikasi satu atau beberapa artikel dari Konstitusi, tanpa mengubah struktur dasar dari yang diubag oleh proses tersebut”.
Sedangkan reformasi Konstitusi dalam Konstitusi
Venezuela diatur dalam artikel 342, adalah:
“Tujuan dari Reformasi Konstitusi adalah untuk mengubah dan memperbaiki beberapa bagian dari Konstitusi dan mengganti satu atau beberapa dari bagian tersebut tanpa mengubah Prinsip dasar dan Struktur teks dari Konstitusi”.
Inisiatif untuk mengadakan reformasi dan amandemnen
Kontitusi berasal dari Majelis Nasional dan Presiden
bersama Kabinetnya, dan permintaan dari pemilih yang telah
terdaftar sebagai peserta pemilihan Umum.
1.6. Persamaan dan Perbedaan MPR dengan Kongres Rakyat
Nasional Cina dan Majelis Nasional Venezuela dan Majelis
Konstituen Nasional Venezuela.
Tugas Dan Wewenang
Indonesia Cina Venezuela
99
1. Membuat dan menetapkan UUD
ada ada Hanya mengajukan rancangan UUD, dan merubah UUD
2. Memilih Presiden dan Wakil Presiden
ada ada Tidak ada
3. Membuat Undang-Undang
Tidak ada ada ada
4. Mengawasi Pemerintah dalam bentuk persetujuan terhadap tindakan yang akan dilakukan oleh pemerintah
Tidak ada, akan tetapi dilaksanakan oleh Dewan Perwakilan Rakyat
ada ada
5. Mengganti Undang-Undang Dasar
ada ada Dilaksanakan oleh Majelis Konstituen Nasional
Setelah diperbandingkan dengan Republik Rakyat China
dan Venezuela setelah amandemen. Maka tugas dan wewenang
MPR dengan Kongres Rakyat Nasional China dan Majelis
Nasional Venezuela juga Majelis Konstituen Venezuela,
diambil persamaan sebagai berikut:
a.Merupakan lembaga negara tertinggi yang mempunyai tugas
dan wewenang tertentu, terkecuali Venezuela.
b. Merupakan lembaga yang bertugas membuat, mengubah UUD,
dan mengganti UUD walaupun ada beberapa cara tertentu yang
berbeda.
100
Perbedaan yang ada di MPR dengan Kongres Rakyat
Nasional China dan Majelis Nasional Venezuela adalah:
1.Majelis Permusyawaratan Rakyat tidak mempunyai kekuasaan
dalam hal membuat undang-undang.
2. Perbandingan Tugas Dan Wewenang Sebelum Perubahan UUD
1945 Dengan Amerika Serikat
2.1. Amerika Serikat
Amerika Serikat merupakan negara yang berbentuk
federal (walaupun pada awalnya berbentuk konfederasi). Dan
mempunyai lembaga pemegang kekuasaan legislatif yang
bernama kongres. Kongres terdiri atas 2 kamar yaitu: Senat
dan Dewan Perwakilan Rakyat. Amerika mempunyai sistem
pengawasan yang baik antar lembaga negara yang dikenal
dengan Checks And Balances. Amerika mengawal pendirian
negaranya yang dipenuhi berbagai gejolak semenjak negara
itu terbentuk154. Tetapi semenjak selesai Perang Saudara,
Kondisi negara Amerika Serikat mulai stabil, kemudian
Amerika Serikat terkenal dengan salah satu penyebar
154 Larry, Diamond, Revolusi Demokrasi Perjuangan Untuk Kebebasan Dan Pluralisme Di Negara Sedang Berkembang, Yayasan Obor Indonesia, Jakarta, 1994, h.7
101
demokrasi dari negara barat, sangat anti komunis. Dalam
beberapa kurun waktu pemerintahannya banyak melakukan
propaganda anti komunis dan melakukan penyebarannya ke
negara lain.155
2.2 Konsep Lembaga Kongres Amerika Serikat
Kongres dan lembaga-lembaga negara yang lain di
Amerika Serikat dalam mengambil keputusan menekankan pada
kekuatan suara mayoritas seperti yang dikatakan oleh Alexis
de Tocqueville bahwa:156
the very essence of democratic government consist in the absolute sovereignty of the majority; for there is nothing in the democratic states which is capable of resisting it. Most of the American constitutions have sought to increase this natural strength of the majority by artificial means.Terjemahan bebas: Hal yang sangat penting dalam pemerintahan yang demokratis terkandung dalam kedaulatan absolut dari mayoritas;tidak ada dalam negara demokratis yang bisa menolak itu. Telah mencari cara untuk meningkatkan kekuatan alam dari mayoritas dengan cara yang konstitusional.
Kongres di Amerika mempunyai 2 lembaga yang jika
mereka bertemu dalam suatu tugas dan wewenang tertentu
disebut Kongres, Kongres terdiri atas 2 lembaga yaitu:155 Guilermo O’Donnel, Philippe C Schmitter, Laurence Whitehead, Transisi Menuju Demokrasi Kasus Eropa Selatan, Lembaga Penelitian, Pendidikan dan Penerangan Ekonomi Dan Sosial, Jakarta, 1992, h. 222
156 Alexis de Tocqueville, Democracy In America, Washington Square Press, New York, 1965, h.90
102
1. House Of Representative.
2. Senate.157
Hal ini tidak sama dengan di Indonesia setelah
Perubahan UUD 1945. Karena MPR di Indonesia terdiri atas
anggota 2 badan yaitu Dewan Perwakilan Rakyat dan Dewan
Perwakilan Daerah. MPR bukan merupakan 2 badan yang bertemu
seperti Kongres Amerika Serikat. Dan ini merupakan
perbedaan yang mendasar antara lembaga MPR dengan Kongres
Amerika Serikat. Sehingga tidak bisa diperbandingkan antara
komposisi dan struktur lembaga Kongres dan MPR.
Karena struktur dan sistem parlemen yang berbeda, maka
yang dibandingkan adalah tugas dan wewenang yang dipunyai
Kongres. Karena tidak ada negara lain sepanjang
sepengetahuan penulis yang menerapkan sistem parlemen
trikameral kecuali Negara Cina Taiwan sebelum berubah158.
Dan yang akan diperbandingkan disini adalah sistem parlemen
yang dalam konstitusi masih berlaku. Sehingga yang sering
dijadikan contoh adalah Amerika Serikat maka MPR
diperbandingkan dengan Kongres di Amerika Serikat. Karena
mekanisme lembaga parlemen yang baik, walaupun Amerika
157 Article 1, Section 1, The Constitution Of United States Of America
158 Jimly Asshiddiqie, Op.cit, h. 42-45
103
menganut sistem bikameral yang jelas berbeda dengan
Indonesia.
Di Amerika Serikat jelas dinyatakan bahwa fungsi
negara terdiri atas 3 yaitu :
1. Fungsi Legislatif.
2. Fungsi Eksekutif.
3. Fungsi Yudikatif.
Sedangkan di Indonesia tidak menganut pemisahan
kekuasaan tersebut secara mutlak159.
Semua fungsi yang ada di Amerika Serikat dalam
pelaksanaannya dibuatlah mekanisme Checks And Balances yang
bertujuan untuk menghindari kekuasaan terpusat pada satu
lembaga.160
Di Indonesia setelah di Perubahan UUD 1945 maka
kekuasaan legislatif ada pada Dewan Perwakilan Rakyat.
Kekuasaan eksekutif ada di tangan Presiden. Dan kekuasaan
yudikatif ada ditangan Mahkamah Agung dan Mahkamah
Konstitusi.
Dalam menjalankan tugasnya maka Kongres dan MPR
mempunyai persamaan dan perbedaan. Yang memegang kekuasaan
159 Ismail Suny, Pembagian Kekuasaan Negara, Aksara Baru, Jakarta, 1985, h.1-4. 160 Burns, Peltason, Cronin, Government By The People, Prentice Hall, New Jersey, 1989, h.23
104
legislatif ada ditangan kongres, sedangkan di Indonesia ada
ditangan DPR.
2.3 Perbandingan Tugas dan Wewenang
Setelah Perubahan UUD 1945 maka MPR RI diatur sebagai
lembaga negara yang sama dengan negara lain. Sehingga
kedudukannya sama dengan lembaga-lembaga negara yang lain.
Pada masa sesudah Perubahan UUD 1945 tugas utama MPR
adalah:
“ Melantik Presiden dan Wakil Presiden”161
Ada tugas yang dilaksanakan secara temporer dan akan
berakhir pada tahun 2003. Tugas ini ada dalam Aturan
Tambahan UUD 1945 pasal I, yaitu:“ Majelis Permusyawaratan
Rakyat ditugasi untuk melakukan peninjauan terhadap materi
dan status hukum Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
Sementara dan Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat
untuk diambil putusan pada Sidang Majelis Permusywaratan
Rakyat tahun 2003.162
Sedangkan wewenang MPR adalah sebagai berikut:
161 Jimly Asshiddiqie, Konsolidasi Naskah Perubahan Keempat Undang Undang Dasar 1945, h.5.162 Ibid, h.63
105
1. Majelis permusyawaratan Rakyat berwenang mengubah dan
menetapkan Undang-Undang Dasar.
2. Majelis Permusyawaratan hanya dapat memberhentikan
Presiden dan atau/Wakil Presiden dalam masa jabatannya
menurut Undang-Undang Dasar.
3. Menetapkan Presiden dan Wakil Presiden pengganti sampai
terpilihnya Presiden dan/atau Wakil Presiden pengganti
sampai terpilihnya dan/atau Wakil Presiden sebagaimana
mestinya.
Kongres di Amerika Serikat mempunyai kekuasaan
legislatif dan hal ini jelas tercantum dalam konstitusinya
bahwa163:
Section 1. All legislative Powers herein granted shall be vested in a Congress of the United States, which shall consist of a Senate and House of Representatives.Terjemahan bebas: Seluruh kekuasaan ada di Kongres Amerika Serikat dan terdiri atas Senate dan House Of Representatif.
Sedangkan Kewenangan yang lain adalah yang diberikan
oleh Undang-Undang Dasarnya adalah164 :
1.Passes federal laws. (Menyetujui Undang-Undang federal)
163 Paul Eidelberg, The Philosophy Of The American Constitution, The Free Prees, New York, 1968, h.54164 Microsoft ® Encarta ® Reference Library 2003. © 1993-2002
106
2.Passes federal budget, levies taxes and funds executive
functions (Menyetujui anggaran federal, pajak dan fungsi
keuangan eksekutif)
3.Establishes lower federal courts, judicial positions
(untuk membuat peradilan rendah federal, menentukan
posisinya)
4.Approves treaties and federal appointments (menyetujui
perjanjian internasional dan pengangkatan pejabat federal)
5.Declares war (menyatakan perang).
Kewenangan-kewenangan diatas merupakan kewenangan
garis besar yang dinyatakan dalam Konstitusi Amerika
Serikat. Dan kewenangan-kewenangan lain secara jelas
dinyatakan dalam Konstitusinya pada pasal 8.
Dari kewenangan-kewenangan diatas maka dapat
disimpulkan persamaan kewenangan Kongres di Amerika Serikat
dengan Majelis Permusyawaratan Rakyat adalah:
1. Mengubah Undang-Undang Dasar
2. Memberhentikan Presiden dan Wakil Presiden.
Sedangkan tugas tidak dinyatakan secara jelas dalam
Konstitusinya sehingga tugas dari Kongres Amerika Serikat
adalah:
107
Section 2. The Congress shall assemble at least once in every year, and such meeting shall begin at noon on the third day of January, unless they shall by law appoint a different day.Terjemahan bebas: Kongres bertugas mengadakan sidang sekurang-kuangnya setiap tahun, dan mengadakan pertemuannya dimulai siang hari pada hari ketiga januari, kecuali ditentukan lain oleh undang-undang.
Jika dibandingkan dengan tugas yang dilakukan oleh MPR
maka dalam hal ini berbeda. Tugas MPR adalah melantik
presiden dan wakil presiden, sedangkan dalam kongres adanya
tugas atau keharusan untuk mengadakan sidang setiap
tahunnya.
Kesamaannya adalah tugas yang dilakukan adalah tugas
yang dilakukan setiap kali dan dilakukan untuk memenuhi
ketentuan dalam Undang-Undang Dasar.
2.4.Perbandingan Tugas dan Wewenang MPR Indonesia dan
Kongres di Amerika Serikat
Tugas Dan Wewenang Indonesia Amerika Serikat
1. Mengubah dan menetapkan UUD
ada ada
2.melantik Presiden dan Wakil Presiden berdasarkan hasil pemilihan umum, dalam Sidang Paripurna MPR
ada Tidak ada
3.Membuat Undang-Undang Tidak ada ada4.Mengawasi Pemerintah dalam bentuk persetujuan terhadap tindakan yang akan dilakukan oleh pemerintah
Tidak ada ada
108
5. memberhentikan Presiden dan/atau Wakil Presiden dalam masa jabatannya
ada ada
6.melantik Wakil Presiden menjadi Presiden apabila Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan, atau tidak dapat melaksanakan kewajibannya dalam masa jabatannya
ada Tidak ada
7.memilih Wakil Presiden dari dua calon yang diajukan Presiden apabila terjadi kekosongan jabatan Wakil Presiden
ada ada
8. memilih Presiden dan Wakil Presiden apabila keduanya berhenti secara bersamaan dalam masa jabatannya
ada ada
9.menetapkan Peraturan Tata Tertib dan kode etik MPR
ada ada
Ada beberapa kesamaan secara tugas dan wewenang antara
Kongres Amerika Serikat dengan Majelis Permusyawaratan
Rakyat Indonesia. Kesamaan dan perbedaan dapat dilihat pada
tabel diatas. Akan tetapi tetap secara komposisi dan
kedudukan lembaga MPR tidak bisa dipersamakan dengan
Kongres Amerika Serikat.
BAB V
109
PENUTUP
1. Kesimpulan
Majelis Permusayawaratan Rakyat Republik Indonesia
merupakan lembaga perwakilan rakyat yang terdiri atas:
anggota 2 lembaga negara yaitu Dewan Perwakilan Rakyat dan
Dewan Perwakilan Daerah. Perubahan UUD 1945 telah
memberikan perubahan besar bagi Majelis Permusyawaratan
Rakyat. Karena dasar yuridis untuk menjalankan kedaulatan
rakyat telah dicabut oleh amandemen UUD 1945. Tugas dan
wewenang MPR kemudian dijelaskan dalam UUD 1945 dan undang-
undang tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan
DPRD.
Pertama Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
Indonesia akhirnya hanya mempunyai 2 tugas yaitu “Melantik
Presiden dan Wakil Presiden (pasal 3 ayat UUD 1945)”.
Tugas yang merupakan akibat dari ditetapkannya aturan
tentang Pemilihan Presiden dan secara langsung. Apabila
telah terpilih Presiden dan Wakil Presiden dalam Pemilihan
Umum maka MPR mempunyai suatu kewajiban untuk melantik
Presiden dan Wakil Presiden. MPR setelah adanya undang-
undang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan DPRD
110
mempunyai tugas untuk melantik Wakil Presiden menjadi
Presiden apabila Presiden mangkat, berhenti, diberhentikan,
atau tidak dapat melaksanakan kewajibannya dalam masa
jabatannya. Tugas ini merupakan suatu tugas yang
dilaksanakan dalam keadaan tertentu.
Kedua adanya tugas sementara MPR tentang Peninjauan
Kembali Materi dan status hukum Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat Sementara dan Ketetapan Majelis
Permusyawaratan Rakyat pada Sidang Tahunan 2003. Tugas ini
merupakan tugas sementara dari MPR. Karena jika telah
dilaksanakan maka tugas berakhir.
Ketiga Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik
Indonesia mempunyai kewenangan mengubah dan menetapkan
Undang-Undang Dasar. Kewenangan ini berdasarkan pasal 3
ayat 1 Undang-Undang Dasar 1945 dan pasal 11 huruf a
undang-undang tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD
dan DPRD. Persyaratan kewenangan tersebut diatur oleh pasal
37 Undang-Undang Dasar 1945. Hal ini menjelaskan bahwa
Majelis Permusyawaratan Rakyat mempunyai kewenangan yang
hanya dijalankan dalam keadaan dan waktu tertentu.
Keempat Majelis Permusyawaratan hanya dapat
memberhentikan Presiden dan atau/Wakil Presiden dalam masa
111
jabatannya. Kewenangan ini didasarkan menurut Undang-Undang
Dasar Pasal 3 ayat 1 dan pasal 8 UUD 1945 Perubahan Undang-
Undang Dasar 1945. Kemudian diperjelas dengan pasal 11
huruf c undang-undang tentang susunan dan kedudukan yang
berbunyi “memutuskan usul DPR berdasarkan putusan Mahkamah
Konstitusi untuk memberhentikan Presiden dan/atau Wakil
Presiden dalam masa jabatannya setelah Presiden dan/atau
Wakil Presiden diberi kesempatan untuk menyampaikan
penjelasan di dalam Sidang Paripurna MPR”. Hal ini
mereduksi juga kewenangan Majelis Permusyawaratan Rakyat.
Pada waktu dahulu sebelum Perubahan Undang-Undang Dasar
1945 MPR mempunyai kewenangan untuk memilih Presiden dan
Wakil Presiden. Dalam pasal 6A UUD 1945 telah diatur
tentang pemilihan langsung Presiden oleh rakyat, berarti
Presiden dan Wakil Presiden terpilih harus bertanggung
jawab kepada pemilihnya. Konsekuensi dari tugas tersebut
jika tidak berhasil maka dalam Pemilihan berikutnya tentu
tidak akan dipilih lagi oleh pemilihnya. Karena dipilih
oleh rakyat secara langsung mengakibatkan kewenangan
memberhentikan Presiden mempunyai persyaratan yang sulit.
Walaupun akhirnya Majelis Permusyawaratan Rakyat yang
mempunyai kewenangan untuk memutuskan mengenai perkara
112
tapi dengan dasar putusan Mahkamah Konstitusi (pasal 11
huruf c UU tentang susunan dan kedudukan MPR, DPR, DPD dan
DPRD). Sehingga akhirnya proses politik ini berdasarkan
hukum.
Kelima Menetapkan Presiden dan Wakil Presiden
pengganti sesuai dengan pasal 8 ayat 3 UUD 1945. Kewenangan
ini diperjelas menjadi tugas dan wewenang dengan pasal 11
huruf f UU Susunan dan Kedudukan. Pasal 11 huruf f berbunyi
“memilih Presiden dan Wakil Presiden apabila keduanya
berhenti secara bersamaan dalam masa jabatannya, dari dua
paket calon Presiden dan Wakil Presiden yang diusulkan oleh
partai politik atau gabungan partai politik yang paket
calon Presiden dan Wakil Presidennya meraih suara terbanyak
pertama dan kedua dalam pemilihan sebelumnya, sampai habis
masa jabatannya selambat-lambatnya dalam waktu tiga puluh
hari”. Kewenangan ini merupakan kewenangan yang dipegang
dalam keadaan tertentu, keadaan yang mungkin hanya terjadi
dalam beberapa tahun sekali. Sehingga kewenangan inipun
akhirnya tetap menjadi kewenangan yang tergantung dengan
situasi dan kondisi proses politik kenegaraan.
Keenam memilih Wakil Presiden dari dua calon yang
diajukan Presiden apabila terjadi kekosongan jabatan Wakil
113
Presiden dalam masa jabatannya. Dan dilakukan selambat-
lambatnya dalam waktu enam puluh hari. Kewenangan ini
merupakan pengulangan dari pasal 8 ayat 2 UUD 1945.
Keenam Dalam menentukan struktur Ketatanegaraan
Republik Indonesia. Majelis Permusyaratan Rakyat akhirnya
didudukkan sebagai lembaga yang mempunyai kedudukan yang
sama dengan lembaga negara yang lain. Majelis
Permusyawaratn Rakyat tetap menjalankan fungsi keseharian.
Hal ini diperkuat dengan adanya Pimpinan MPR, Sekretaris
Jendral MPR dan tugas dan wewenang yang berbeda dari
lembaga perwakilan yang lain. Maka sistem parlemen
Indonesia menjadi tricameral system, teori ini merupakan
teori dari Profesor Jimly Asshiddiqie165.
Perbandingan dengan negara lain yang mempunyai tugas
dan wewenang yang mempunyai kemiripan dengan MPR. Maka MPR
tetap menjadi suatu lembaga negara, yang tidak mempunyai
satu kewenangan yang dimiliki oleh lembaga negara di
negara lain. Karena Majelis Permusyawaratan Rakyat menjadi
lembaga perwakilan rakyat yang bukan lembaga legislatif
pembuat undang-undang.
165 Jimly Asshiddiqie, Struktur Ketatanegaraan Indonesia Setelah Perubahan Keempat UUD Tahun 1945, disampaikan dalam Simposium Nasional yang diadakan oleh BPHN dan DEPKEH HAM , Bali, Juli 2003, h.9
114
Kedelapan tugas dan wewenang lembaga Majelis
Permusyawaratan Rakyat sebelum diadakan Perubahan UUD 1945
hampir sama dengan lembaga negara di negara lain. Seperti
Cina. MPR setelah perubahan Undang-Undang Dasar 1945
merupakan lembaga pertemuan anggota DPR dan DPD yang
mempunyai tugas dan wewenang tersendiri. Akan tetapi
kewenangan yang hampir sama dengan negara lain adalah,
bahwa MPR tetap menjadi lembaga pembuat Undang-Undang
Dasar.
2. Saran
Kesatu perlu dirumuskan kembali apa yang dimaksud
dengan tugas dan wewenang yang diatur dalam Undang-Undang
Dasar dan undang-undang tentang susunan dan kedudukan
secara jelas. Sehingga tidak terjadi interprestasi yang
dibuat oleh lembaga negara yang lain walaupun hal itu bisa
diselesaikan oleh Mahkamah Konstitusi. Seharusnya Undang-
Undang Dasar dan undang-undang mengaturnya dengan jelas.
Kedua benar pendapat para ahli hukum tata negara
tentang tidak perlunya Majelis Permusyawaratan Rakyat
menjadi lembaga yang tetap. Karena tugas dan wewenangnya
telah direduksi menjadi tugas yang formal belaka. Dan
115
wewenang digunakan dalam beberapa kondisi tertentu yang
kemungkinan terjadinya hanya akibat beberapa hal tak
terduga. Hal ini bisa jadi pertimbangan untuk Perubahan UUD
1945 kedepan. Anggaran yang dikeluarkan oleh negara untuk
kesekretariatan Majelis Permusyawaratan Rakyat, seperti
banyaknya pegawai yang diperlukan untuk melaksanakan tugas
keseharian Majelis Permusyawaratan Rakyat, tidak diperlukan
lagi. Karena lembaga ini berubah menjadi forum yang hanya
bersidang dan melaksanakan tugas dan wewenangnya yang
dilakukan pada saat tertentu. Indonesia telah mengalami
bertahun-tahun defisit anggaran. Dengan bentuk forum maka
anggaran yang dikeluarkan akan menurun, seperti tidak perlu
membayar gaji dan mengangkat pegawai negeri untuk mengurus
kesekretariatan Majelis Permusyawaratan Rakyat. Dengan
catatan bahwa tugas dan wewenang yang seremonial seperti
pelantikan Presiden dan Wakil Presiden tidak dilakukan
secara mewah dan besar-besaran. Alangkah lebih bijaknya
para wakil rakyat yang terhormat dalam Majelis
Permusyawaratan Rakyat menggunakan fasilitas negara yang
telah tersedia seperti: ruang rapat Majelis Permusyawaratan
Rakyat yang telah tersedia.
116
DAFTAR PUSTAKA
BUKU
Al Rasyid, Harun, Pengisian Jabatan Presiden, Grafiti, Jakarta: PT Pustaka Utama Grafiti, 1993
__________, Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945, Jakarta: UI Press, 2002
117
__________, Himpunan Peraturan Hukum Tata Negara, UI Press, Jakarta:UI Press, 1996.
Al-Qardhawy, Fiqih Daulah Dalam Perspektif Al Quran Dan Sunnah, Jakarta: Pustaka AlQautsar,1997
Arinanto, Satya, Hukum Dan Demokrasi, Jakarta: Ind Hill-Co, 1991
Asshiddiqie, Jimly, Pergumulan Peran Pemerintah Dan Parlemen Dalam Sejarah, Jakarta:UI Press, 1996
____________, Gagasan Gagasan Kedaulatan Rakyat Dalam Konstitusi dan Pelaksanaannya di Indonesia, Jakarta: PT Ichtiar Baru Van Hoeve, 1994
____________, Konsolidasi Naskah UUD 1945 Setelah Perubahan Keempat,Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara FHUI, 2002
____________, Teori Dan Aliran Penafsiran Hukum Tata Negara, Jakarta:Ind.Hill-Co, 1998
Budiarjo, Miriam, Dasar-Dasar Ilmu Politik, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1998
_________________, Demokrasi di Indonesia Demokrasi Parlementer dan Demokrasi Pancasila, Jakarta:PT Gramedia Pustaka Utama,1998
Busroh, Abubakar, Abudaud, Hukum Tata Negara, Jakarta:Ghalia Indonesia, 1984
Burns, James; Peltason, J.W.; Cronin, Thomas, Government By The People, New Jersey: Prentice Hall, 1989.
Carter, April, Otoritas Dan Demokrasi, Jakarta: CV Rajawali,1985
De Tocqueville, Alexis, Democracy In America, New York: Washington Square Press, 1965
Diamond, Larry, Revolusi Demokrasi Perjuangan Untuk Kebebasan Dan Pluralisme Di Negara Sedang Berkembang, Jakarta: Yayasan Obor Indonesia, 1994
118
Dicey,AV, Introduction To The Study Of The Law Of The Constitution, London:Mc. Millan Education LTD, 1959
Djokosutono . Ilmu Negara, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1985
Dood, Lawrence, Coalitions in Parliamentary Government, New Jersey: Princeton University Press, 1976
Echols, John, Shadily, Kamus Inggris Indonesia, Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama, 1997
Eidelberg, Paul, The Philosopy Of The American Constitution, Toronto: Collier-Macmillan Canada, 1968
Garner, Bryan, Black’s Law Dictionary , sevent edition, St Paul, Minn:West Group, 1999
Hasan, Ismail, Pemilihan Umum 1987, Jakarta:PT Pradnya Paramita, 1986
Hariadi, Didit, Estiko, Amandemen UUD 1945 Dan Implikasinya Terhadap Pembangunan Sistem Hukum, Jakarta: Tim Hukum Pusat Pengkajian Dan Pelayanan Informasi Sekretaris Jendral, 2001
Hermawan, Eman, Politik Membela Yang Benar Teori Kritik Dan Nalar, Yogyakarta: KLIK dan DKN GARDA BANGSA, 2003,
Hornby, AS, Oxford Advanced Learner’s Dictionary Of Current English, London: Oxford University Press, 1987
Huntington, Samuel, Benturan Antara Peradaban Dan Masa Depan Politik Dunia, Yogyakarta: CV Qalam Yogyakarta, 2003
Ibrahim, Harmaily, Majelis Permjusyawaratan Rakyat Suatu Tinjauan Dari Sudut Hukum Tata Negara, Jakarta: Sinar Bakti, 1979
119
Joeniarto, Sejarah Ketatanegaraan Republik Indonesia, Jakarta: PT. Bina Aksara , 1984
Khaldun, Ibnu, Mukaddimah, Jakarta: Pustaka Firdaus,2000
Kusnardi, Mohammad, Ibrahim, Harmaily, Pengantar Hukum Tata Negara, Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara FHUI, 1988
Kusumaatmaja, Mochtar, Pengantar Hukum Internasional, Bandung: Bina Cipta, 1990
Laski, Harold. A Grammmar Of Politics, London: George Allen & Unwin LTD, 1938.
Manan, Bagir, Konvensi Ketatanegaraan, Bandung:Armico, 1987
__________________, Teori Dan Politik Konstitusi, Direktorat Jendral Pendidikan Tinggi Departemen Pendidikan Nasional, Jakarta, 2000, h. 15
Geoffrey Marshal, Parliamentary Sovereignty And The Commonwealth,Oxford: Oxford University Press, 1957
Meny, Yves; Knap, Andrew, Government And Politics In Western Europe, third edition, New York:Oxford University Press,1998
Mulyono, Doto, Kekuasaan MPR Tidak Mutlak, Erlangga, Jakarta, 1985
Naning, Ramdlon, Lembaga Legislatif Sebagai Pilar Demokrasi Dan Mekanisme Lembaga Lembaga Negara Menurut UUD 1945, Yogyakarta: Liberty 1982
Nurtjahjo, Hendra, Perwakilan Golongan Di Indonesia, Jakarta: Pusat Studi Hukum Tata Negara UI2002.
O’Donnel, Schmitter, Whitehead, Transisi Menuju Demokrasi Kasus Eropa Selatan, Jakarta: LP3S, tanpa tahun
120
Plato, Republik, Jakarta:Bentang, 2002
Poerwadarminta, WJS, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta: PN Balai Pustaka, 1976
Puspa, Pramadya, Yan, Kamus Hukum, Semarang:CV. Aneka Ilmu, 1977
Purbopranoto, Kuntjoro, Beberapa Catatan Hukum Tata Pemerintahan Dan Peradilan Administrasi, Bandung: Alumni, 1981
Thaib, Dahlan. Implementasi Sistem Ketatanegaraan Menurut
UUD 1945, Yogyakarta: Liberty, 1989
Thaib, Dahlan; Hamidi, Jazim; Huda, Ni’matul , Teori Hukum Dan Konstitusi, Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 1999
Ranawijaya, Usep, Hukum Tata Negara Indonesia Dasar-Dasarnya, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1983
Rapar, J.H, Filsafat Politik Aristoteles, Jakarta: Rajawali Grafindo Persada, 1988.
Redaksi Sinar Grafika, Tiga Undang-Undang Dasar: Undang-Undang Dasar 1945, Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Serikat 1950, Undang-Undang Dasar Sementara Republik Indonesia 1950, Jakarta: Sinar Grafika, 2000
Renan, Ernest, Apakah Bangsa Itu?, Jakarta:Bandung, 1994
Bertrand Russel, Sejarah Filsafat Barat, Dan Kaitannya Dengan Kondisi Sosio Politik Dari Zaman Kuno Hingga Sekarang, Yogyakarta:Pustaka Pelajar, 2002
Samsul Wahidin, MPR Dari Masa Kemasa, Jakarta: Bina Aksara, 1986
Sekretariat Jendral MPR RI, Proses Reformasi Konstitusional : Sidang Istimewa MPR 1998, Jakarta: Sekretariat Jendral MPR RI, Cetakan 2, Jakarta, 2001
121
Shklar, Judith, Montesqieu Penggagas Trias Politica, Jakarta : Pustaka Utama Grafiti,1996
Sekretariat Jendral MPR RI, Himpunan Ketetapan MPRS Dan MPR Tahun 1960 S/D 2002, Jakarta:Sekretariat Jendral MPR RI, 2002
Sjadzali, Munawir, Islam Dan Tata Negara Ajaran Sejarah Dan Pemikiran, Jakarta: UI Press, 1993
Simorangkir, J.C.T, Hukum Dan Konstitusi Indonesia, Jakarta:CV. Masagung, 1988
Simanjuntak, Marsilam, Pandangan Negara Integralistik: Sumber, Unsur Dan Riwayatnya, Jakarta:Pustaka Utama Grafiti, 1994
Soehino, Ilmu Negara, Yogyakarta: Liberty,1980
Soekanto, Soerjono. Pengantar Penelitian Hukum, Jakarta: 1986.
Soekanto, Soerjono, Mamudji, Penelitian Hukum Normatif, Jakarta:Raja Grafindo Persada, 1995
Soeprapto, Maria Farida Indrati, Ilmu Perundang-Undangan: Dasar-Dasar Dan Pembentukannya. Jakarta: Kanisius, 1998
Soemantri, Sri, Tentang Lembaga-Lembaga Negara Menurut UUD 1945. Bandung: PT. Citra Aditya Bakti, 1989
_____________, Pengantar Perbandingan Antar Hukum Tata Negara, CV. Rajawali, Jakarta, 1981
_____________,Prosedur Dan Sistem Perubahan Konstitusi, Cet.4, Alumni, Bandung, 1987, h.133-134
Soetiksno, Filsafat Hukum Bagian 2, Jakarta:PT Pradnya Paramita, 2003
122
_________, Filsafat Hukum Bagian 1, PT Pradnya Paramita, Jakarta, 2002, h.16
Solly, Lubis. Ilmu Negara, Bandung:Mandar Maju, 1989
Sunny, Ismail, Pergeseran Kekuasaan Eksekutif, Jakarta: Aksara Baru, 1986
____________, Pembagian Kekuasaan Negara, Jakarta: Aksara Baru, 1985
Taimiyah, Ibnu, Pedoman Islam Bernegara, Jakarta: PT Bulan Bintang, 1989
Tambunan, ASS, MPR Perkembangan Dan Pertumbuhannya Suatu Pengamatan Dan Analisis, Pustaka Sinar Harapan, Jakarta, 1991
Tim IFES, Sistem Pemilu, Jakarta: IFES,UN, IDEA, 2001
Tim PSHK, Semua Harus Terwakili Studi Mengenai Reposisi MPR, DPR, dan Lembaga Kepresidenan di Indonesia, Pusat Studi Hukum dan Kebijakan Indonesia, Jakarta: Pusat Studi Hukum Dan Kebijakan Indonesia, 2000
Tim Sekretariat Negara, Risalah Sidang Badan Penyelidik Usaha-Usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI), Jakarta: Sekretariat Negara Republik Indonesia, 1995
Varma, SP, Teori Politik Modern, Jakarta:CV Rajawali, 1990
Wahjono, Padmo, Ilmu Negara, Jakarta: Ind Hill-Co, 1996
Yamin, Muhammad, Proklamasi Dan Konstitusi Republik Indonesia, Jakarta: Ghalia Indonesia, 1982
Yara, Muchyar, Pengisian Jabatan Presiden Dan Wakil Presiden Di Indonesia Suatu Tinjauan Sejarah Hukum
123
Tata Negara, Jakarta: PT.Nadhillah Ceria Indonesia, 1995
PERATURAN PERUNDANG-UNDANGAN
Indonesia, Undang-Undang Dasar 1945
Indonesia, Perubahan Pertama Undang-Undang Dasar 1945
Indonesia, Perubahan Kedua Undang-Undang Dasar 1945
Indonesia, Perubahan Ketiga Undang-Undang Dasar 1945
Indonesia, Perubahan Keempat Undang-Undang Dasar 1945Indonesia, Konstitusi RIS 1949
Indonesia, Undang-Undang Dasar Sementara 1950
Cina, Constitution Of China
Amerika Serikat, Constitution Of The United States Of America
Venezuela, Constitution Of Venezuela 1961
Venezuela, Constitution Of The Bolivaarian Republic Of Venezuela 1999
MPR, Ketetapan MPR No 1 tahun 1983 tentang Peraturan Tata Tertib Majelis Permusyawaratan Rakyat
MPR, Ketetapan MPR No V/MPR/1973 tentang Peninjauan Produk-Produk Yang Berupa Ketetapan Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara
MAKALAH
124
Ashhidiqie, Jimly, Refleksi Tentang Arah Sistem Hukum Dan Kenegaraan Indonesia Pasca Perubahan Keempat Undang-Undang Dasar 1945, Jakarta, 28 Maret 2003
_________________,Demokratisasi Pemilihan Presiden dan Peran MPR Di Masa Depan, www.theceli.com diakses pada tanggal 29 Maret 2003
________________, Reformasi Menuju Indonesia Baru: Agenda
Restrukturisasi Organisasi Negara,Dan Keberdayaan Masyarakat Madani, Disampaikan dalam forum Kongres Mahasiswa Indonesia Sedunia I, di Chicago, Amerika Serikat, 28 Oktober 2000.
_______________________, Struktur Ketatanegaraan Indonesia Setelah Perubahan Keempat UUD Tahun 1945, disampaikan dalam Simposium Nasional yang diadakan oleh BPHN dan DEPKEH HAM , Bali, Juli 2003
Suny, Ismail, Implikasi Amandemen UUD 1945 Terhadap Sistem Hukum Nasional, disampaikan pada Seminar Pembangunan Hukum Nasional VIII, BPHN dan DEPKEH HAM RI, Bali, Juli, 2003, h.4
SUMBER INTERNET
Majelis Permusyawaratan Rakyat Republik Indonesia ,http://www.mpr.go.id/h/tentang/index.php, diakses pada tanggal 10 Januari 2003.
ChinaConstitutionhttp://www.oefre.unibe.ch/law/icl/ch00000.html diakses tgl 30 Juli 2003, jam 13.26
National People’s Congres Data as of July 1987http://www.1upinfo.com/country-guide-study/china/china294.html diakses pada tanggal 30 Juli 2003.
125
Governmental System, Data as of December 1990 http://www.1upinfo.com/country-guide-study/venezuela/venezuela66.html diakses pada tanggal 1 Juni 2003
Venezuela Constitutional Development, http://www.1upinfo.com/country-guide-study/venezuela/venezuela67.html, diakses pada tanggal 1 Juli 2003.
Venezuela Legislature, http://www.1upinfo.com/country-guide-study/venezuela/venezuela69.html, diakses pada tanggal 1 Juli 2003.
Constitution Of Venezuela, www.embavenez-us.org/politica/constitu.html - 101k, diakses pada tanggal Juni 2003
126