TUGAS III
PERENCANAAN KEBUTUHAN MATERIAL
(Material Requirement Planning)
Disusun Oleh :
Yayan Subagyo (07.02.5336)
JURUSAN TEKNIK INDUSTRI
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
INSTITUT SAINS & TEKNOLOGI AKPRIND
YOGYAKARTA
2010
PENDAHULUAN
Material Requirement Planning (MRP) adalah Suatu prosedur logis
berupa aturan keputusan dan teknik transaksi berbasis komputer yang dirancang
untuk menterjemahkan jadwal induk produksi menjadi “kebutuhan bersih” untuk
semua item (Baroto,2002). Sistem MRP dikembangkan untuk membantu
perusahaan manufaktur mengatasi kebutuhan akan item-item dependent secara
lebih baik dan efisien. Disamping itu, sistem MRP dirancang untuk membuat
pesanan-pesanan produksi dan pembelian untuk mengatur aliran bahan baku dan
persediaan dalam proses sehingga sesuai dengan jadwal produksi untuk produk
akhir. Hal ini memungkinkan perusahaan memelihara tingkat minimum dari item-
item yang kebutuhannya Dependent, tetapi tetap dapat menjamin terpenuhinya
jadwal produksi untuk produk akhirnya. Sistem MRP juga dikenal sebagai
perencanaan kebutuhan berdasarkan tahapan waktu (Time-phase requirements
planning). Time phased MRP dimulai dengan mendaftar item pada MPS untuk:
1. Menentukan jumlah semua komponen dan material yang dibutuhkan untuk
produksi
2. Menentukan waktu komponen dan material dibutuhkan
MRP merupakan suatu konsep dalam sistem produksi untuk menentukan
cara yang tepat dalam perencanaan kebutuhan material dalam proses produksi,
sehingga material yang dibutuhkan dapat tersedia sesuai dengan yang
dijadwalkan. Tujuannya untuk mengurangi kesalahan dalam memperkirakan
kebutuhan material, karena kebutuhan material didasarkan atas rencana jumlah
produksi. MRP mulai digunakan secara meluas dalam sistem produksi seiring
dengan semakin berkembangnya pemakaian komputer dalam bidang apapun
(sekitar awal tahun 1970 an).
Sumber : Baroto, Teguh, 2002, Perencanaan dan Pengendalian Produksi, Ghalia
Indonesia, jakarta
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian
Permintaan untuk suatu item dapat dibagi menjadi permintaan independen
(independent) dan permintaan dependen (dependent). Permintaan terhadap suatu
item dikatakan independen bila tidak ada hubungan antara permintaan item
tersebut dengan permintaan item lain. Independensi permintaan biasanya terjadi
pada permintaan produk jadi (finished product). Untuk menentukan permintaan
suatu produk yang bersifat independen dilakukan melalui peramalan, dan tidak
bisa dengan mengaitkannya dengan permintaan produk lain. Bila permintaan
terhadap produk televisi dikatakan independen terhadap permintaan produk jadi
lain, misalnya sepeda motor, maka permintaan kedua produk tersebut harus
ditentukan sendiri-sendiri (secara independen).
Di pihak lain, permintaan terhadap suatu item (atau part) disebut dependen
bila terdapat hubungan langsung antara permintaan part tersebut dan permintaan
part lain. Dependensi ini terjadi karena untuk pembentukan suatu part dengan
level tertentu membutuhkan part lain dengan level yang lebih rendah, seperti
dalam pola hubungan dependensi antara bahan mentah, komponen, subrakit
(subassembly) dan produk jadi. Contoh permintaan yang bersifat dependen adalah
permintaan roda sepeda motor dengan permintaan sepeda motor lengkap: dua
buah roda dibutuhkan untuk membuat sebuah sepeda motor lengkap. Dengan
demikian, permintaan terhadap roda tergantung (dependent) kepada permintaan
terhadap sepeda motor: bila dibutuhkan 100 sepeda motor, maka akan dibutuhkan
200 roda. Permintaan terhadap produk jadi (misalnya sepeda motor) bisa saja
bersifat independen, tetapi permintaan terhadap subrakit, komponen dan bahan
mentah yang membentuk produk jadi tersebut akan bersifat dependen terhadap
permintaan produk jadi.
Sifat dependensi pada suatu produk jadi tertentu ditunjukkan oleh struktur
produk (product structure) atau bill of material (BOM) seperti diperlihatkan
dengan Gambar 8.1. Struktur produk memperlihatkan 2 jenis dependensi, yaitu
dependensi vertikal dan dependensi horisontal. Dependensi vertikal terjadi antara
part yang berbeda level, yang menunjukkan bahwa suatu part (atau subrakit)
terbentuk dari beberapa komponen; dependensi vertikal ini memperlihatkan
kondisi bahwa bila salah satu komponen tersebut tidak tersedia maka part atau
subrakit tersebut tidak akan bisa terbentuk. Sedangkan dependensi horisontal
menunjukkan dependensi antara part (atau komponen) dalam satu level yang
sama; depedensi horisontal ini memperlihatkan kondisi bahwa seluruh komponen
harus selesai diproses (tersedia) pada saat yang sama agar bisa dirakit sehingga
membentuk subrakit (atau produk akhir) tertentu. Item (atau subrakit) yang berada
pada level persis di atas level suatu (atau sejumlah) komponen disebut sebagai
parent, sedangkan komponen-komponen pada level (persis) di bawahnya yang
membentuk parent tersebut disebut sebagai children.
Level 0
Level 1
Level 2
Level 3
Dependensi Horisontal
Depe
nden
si Ve
rtika
l
Penomoran level dalam suatu struktur produk dimulai dengan Level 0
untuk level produk jadi. Level di bawah Level 0 adalah Level 1, kemudian level
berikutnya dinyatakan sebagai Level 2, dan seterusnya. Tetapi bila suatu subrakait
(subassembly) atau komponen tertentu digunakan di beberapa level yang berbeda
dalam suatu BOM, maka nomor level untuk subrakit/komponen tersebut adalah
nomor untuk level terendah (nomor terbesar). Prinsip ini disebut sebagai prinsip
low level code (LLC), yang digunakan untuk menghindarkan duplikasi pemberian
nomor pada suatu item, dan untuk menjamin bahwa proses penentuan kebutuhan
suatu subrakit atau komponen tertentu telah memperhitungkan seluruh kebutuhan
subrakit/komponen di atasnya.
Penentuan jumlah dan saat penyediaan bagi suatu item, subrakit,
komponen atau material dengan permintaan dependen dilakukan dengan teknik
atau pendekatan yang dikenal sebagai Perencanaan Kebutuhan Material (Material
Requirements Planning, MRP). MRP ini menentukan jumlah dan saat part harus
diterima (planned order receipts), serta jumlah dan saat rencana perilisan order
(planned order release) ke lantai pabrik (shop floor) atau ke pemasok (supplier)
agar planned order receipts tersebut bisa terealisasi. Untuk menjalankan teknik
MRP ini dibutuhkan 3 buah masukan (input), yaitu: Jadwal produksi induk
(master production schedule, MPS), status persediaan (inventory status records)
dan struktur produk. Ketiga masukan ini dapat dijelaskan sebagai berikut:
MPS menunjukkan jumlah produk jadi (finished proudct atau end item,
yaitu bentuk produk yang dijual kepada konsumen) yang akan diproduksi
pada setiap perioda selama horison perencanaan. MPS merupakan
disagregasi dari suatu Rencana Agregat. MPS berada dalam bentuk produk
individual (individual item), sedangkan Rencana Agregat berada dalam
bentuk famili produk (product family). Rencana Agregat sendiri
merupakan strategi yang dipilih oleh perusahaan dalam pemenuhan
permintaan konsumen setelah memperhatikan kendala yang dimiliki
perusahaan; permintaan konsumen terhadap suatu product family (yang
dijadikan sebagai basis bagi perencanaan agregat) ditentukan melalui
peramalan (forecasting).
Status persediaan menjelaskan informasi mengenai jumlah persediaan
yang ada yang dapat digunakan untuk memenuhi GR. Seringkali juga
diinformasikan sejumlah part yang dinyatakan teralokasi (allocated), yaitu
part yang berada sebagai inventory tetapi tidak bisa digunakan untuk
memenuhi GR karena telah dicadangkan bagi pemakaian lain. Di samping
itu, status persediaan juga berisi informasi mengenai jumlah order yang
sedang dikerjakan (on order) di lantai pabrik serta informasi mengenai
lead time dari setiap part atau komponen. Lead time adalah tenggang
waktu yang dibutuhkan sejak saat mulai produksi (atau pemesanan)
sampat saat selesai produksi (atau kedatangan pesanan).
Struktur produk menggambarkan informasi mengenai material, komponen
dan subrakit yang dibutuhkan untuk pembentukan atau perakitan
(assembling) suatu produk jadi. Contoh struktur produk yang
menunjukkan komponen dan subrakit pembentuk sebuah pulpen
diperlihatkan pada Gambar 8.2. Sedangkan Gambar 8.3 menunjukkan
irisan dan gambar perakitan untuk pulpen tersebut.
1. Laras2. Tutup bawah3. Per4. Tinta5. Tutup6. Penekan7. Klip
Keluaran (ouput) dari perhitungan MRP adalah rencana perilisan order
(order kerja ke lantai pabrik atau order pembelian ke pemasok atau keduanya).
Rencana perilisan order menunjukkan saat suatu order akan disampaikan ke lantai
pabrik dan atau ke pemasok agar selesai atau dapat diterima pada saat diperlukan.
Perilisan order (order release) ini bisa mengharuskan perencana untuk melakukan
penjadwalan ulang (reschedule) bagi order yang telah dirilis pada horison
perencanaan sebelumnya. Penjadwalan ulang adalah penyesuaian jadwal awal
yang harus dilakukan karena munculnya order baru yang berdampak pada
perubahan prioritas pekerjaan di lantai pabrik. Penjadwalan ulang ini bisa berupa
pembatalan order lama, penundaan, pencepatan penyelesaian dan sebagainya
dengan tujuan agar performansi sistem manufaktur dapat dipertahankan atau
ditingkatkan. Secara diagramatik, masukan untuk dan keluaran dari MRP
StatusInventory
MRP
MPSStrukturProduk
Perilisan Order Penjadwalan Ulang
Order Pembelian(purchase order)
Order Kerja(work order)
2.2 Mekanisme MRP
Pada dasarnya langkah-langkah atau mekanisme dalam teknik MRP sangat
mudah dijalankan, dan perhitungan yang dilakukan dalam setiap langkah juga
sangat sederhana. Langkah-langkah tersebut adalah:
perhitungan kebutuhan bersih (net requirement, NR) dari kebutuhan kotor
(gross requirement, GR) dengan memanfaatkan status persediaan;
kegiatan ini disebut netting
penentuan ukuran lot; kegiatan ini disebut lotting
penentuan saat rilis order dengan memanfaatkan informasi mengenai lead
time; kegiatan ini disebut sebagai offsetting atau time phasing
penentuan kebutuhan kotor bagi komponen atau subrakit pada level di
bawahnya dengan memanfaatkan struktur produk atau BOM; kegiatan ini
disebut exploding
Perioda dalam MRP disebut juga time bucket (yang merupakan interval
penyediaan sejumlah produk jadi, subrakit atau komponen yang dibutuhkan), dan
biasanya dalam satuan mingguan (week). Terminologi yang digunakan pada
sebuah matriks MRP dapat dijelaskan sebagai berikut:
Gross requirements (GR) atau kebutuhan kotor adalah permintaan atau
kebutuhan pada setiap perioda. Untuk item akhir (end item), yang tidak
lain merupakan item independen, GR ini diambil (berasal) dari MPS;
untuk komponen, yang bersifat dependen, GR diambil dari planned order
release dari subrakit pada level persis di atasnya.
Scheduled receipts (SR) atau penerimaan terjadwal atau dikenal juga
sebagai on-orders, open orders atau scheduled orders adalah order yang
sudah dirilis pada horison perencanaan sebelumnya dan segera akan
diterima.
Projected on hand (POH) atau persediaan pada akhir periode adalah
jumlah barang yang tersedia dan bisa digunakan untuk memenuhi GR pada
periode berikutnya. POH pada suatu perioda dihitung dengan
menjumlahkan POH perioda sebelumnya dengan total penerimaan
dikurangi oleh GR untuk perioda tersebut. Total penerimaan ini berasal
dari SR dan rencana penerimaan (planned order receipts, PORec). Dengan
demikian, penentuan POH pada suatu perioda t dapat dirumuskan sebagai
berikut: POHt = POHt-1+SRt+PORect-GRt.
Net requirement (NR) atau kebutuhan bersih adalah perbedaan antara GR
untuk perioda yang bersangkutan dengan hasil penjumlahan persediaan
pengaman (safety stock, SS) dan SR pada perioda yang bersangkutan, dan
POH pada perioda sebelumnya; atau dapat ditulis sebagai NR t = GRt-
(SS+SRt+ POHt-1). Karena NRt akan bernilai nol bila (SS+SRt+ POHt-1)
melebihi GRt, maka NRt dapat ditulis sebagai NRt= max {0, GRt -
(SS+SRt+ POHt-1)}.
Planned order receipts (PORec) adalah rencana penerimaan pada suatu
perioda tertentu. PORec terjadi pada perioda yang sama dengan NR tetapi
dengan jumlah unit yang dimodifikasi, yaitu sama dengan ukuran lot yang
telah ditentukan. Perbedaan antara PORec dan SR terletak pada kepastian
penerimaan order: PORec baru merupakan rencana penerimaan karena
ordernya belum dirilis (masih sebagai rencana perilisan), tetapi SR adalah
penerimaan yang lebih pasti karena ordernya sudah dirilis pada suatu
perioda di dalam horisan perencanaan sebelumnya.
Planned order release (PORel) adalah rencana saat rilis order agar rencana
pernerimaan dapat direalisasikan. PORel adalah sama dengan PORec yang
ditempatkan pada perioda yang telah disesuaikan dengan lead time.
2.3 Metoda Perhitungan Ukuran Lot
Permintaan (demand) atau gross requirement dalam sistem MRP bersifat
diskrit, yaitu permintaan terjadi pada titik waktu (point of time) yang diskrit,
artinya, permintaan hanya terjadi di setiap akhir perioda pada suatu horison
perencanaan tertentu. Di antara kedua titik waktu yang berurutan, sama sekali
tidak terjadi permintaan. Hal ini berbeda dengan permintaan yang bersifat
kontinu: permintaan terjadi sepanjang horison perencanaan dengan tingkat
permintaan yang tetap. Untuk menentukan ukuran lot pada permintaan yang
bersifat diskrit digunakan metoda berikut:
2.3.1 Metoda Lot for lot (LFL)
Lot for lot menentukan ukuran lot sama besarnya dengan NR. Asumsi
yang ada di balik metoda ini adalah bahwa pemasok (dari luar atau dari lantai
pabrik) tidak mensyaratkan ukuran lot tertentu; artinya berapapun ukuran lot yang
dipilih akan dapat dipenuhi. Contoh pemakaian metoda LFL ini adalah sebagai
berikut:
Minggu0 1 2 3 4 5 6 7 8
GR 50 60 38 20 56 45 35 40SRPOH 150 100 40 10 10 10 10 10 10NR 8 10 56 45 35 40PORec 8 10 56 45 35 40PORel 8 10 56 45 35 40
Tampak bahwa dengan menerapkan metoda LFL, persediaan yang terbentuk hanya sebesar safety stock (SS=10), sehingga bila safety stock tidak diperlukan maka dengan penerapan metoda LFL tidak akan terbentuk persediaan. Penerapan metoda LFL pada contoh ini membutuhkan 6 kali setup dengan ongkos Rp. 5000,00 per sekali setup, dan membentuk persediaan sebanyak 60 unit (dihitung dari 10+10+10+10+10+10) dengan ongkos simpan Rp. 100,00 per unit per minggu. Dapat dihitung bahwa ongkos total akibat penerapan metoda LFL adalah Rp. 36.000,00.
2.3.2 Metoda Least Unit Cost (LUC)
Metoda ini melakukan penjumlahan kebutuhan mulai kebutuhan periode awal sampai diperolehnya kumulatif permintaan yang menghasilkan ongkos per unit yang terkecil. Hasil penggunaan metoda LUC ini menghasilkan perhitungan sebagai berikut:
Minggu0 1 2 3 4 5 6 7 8
GR 50 60 38 20 56 45 35 40SRPOH 150 100 40 86 66 10 45 10 10NR 8 45 40PORec 84 80 40PORel 84 80 40
Besarnya ukuran lot tersebut ditentukan dengan cara mencoba menghitung ongkos per unit mulai dari bila ukuran lot hanya untuk memenuhi kebutuhan pada perioda 3 saja. Ongkos per unit dengan ukuran lot sebesar 8 unit (LS=8) adalah Rp. 625. Kemudian dihitung ongkos per unit bila LS=28 (dihitung dari 8+20), dan menghasilkan ongkos per unit sebesar Rp. 250. Perhitungan dilanjutkan dengan LS=84 unit dan 129 unit, seperti terlihat pada tabel di bawah ini:
Minggu NR Cakupan perioda
Ukuran lot
Ongkos pesan
Ongkos simpan Ongkos total
Ongkos per unit
3 8 3 8 5000 0 5.000 625
4 20 3 - 4 28 5000 20 x 100 7.000 2505 56 3 - 5 84 5000 20 x 100 + 56 x 200 18.200 216,66 45 3 - 6 129 5000 20 x 100 + 56 x 200
+ 45 x 30031.700 245,7
6 45 6 45 5000 0 5.000 111,17 35 6-7 80 5000 35 x 100 8.500 106,28 40 6-8 120 5000 35 x 100 + 40 x 200 16.500 137,5
Dapat dilihat bahwa ongkos per unit minimum dicapai bila ukuran lot sebesar 84 unit, sehingga ukuran ini dipilih sebagai ukuran lot yang harus diterima (planned order receipts) pada perioda 3. Dengan cara yang sama, bila dilanjutkan penerapan metoda LUC ini, akan diperoleh ukuran lot untuk penerimaan pada perioda 6 sebesar 80 unit dan pada perioda 8 sebesar 40. Dengan menggunakan metoda LUC ini maka ongkos persediaan yang timbul adalah sebesar {(3 x Rp. 5000,00) + (227 x Rp.100,00)} atau Rp. 37.700,00.
2.3.3Metoda Least Total Cost (LTC)
Metoda LTC ini berangkat dari logika bahwa untuk permintaan yang bersifat
diskrit maka ongkos total minimum akan dicapai pada saat ongkos simpan dan
ongkos pesan berimbang. Oleh karena itu, metoda LTC ini dijalankan dengan
langkah-langkah berikut:
mulai dengan perioda awal saat suatu order diperlukan
jumlahkan permintaan ke depan, perioda per perioda, dan hitung ongkos
simpan kumulatif pada setiap kali penjumlahan permintaan dilakukan,
sampai nilai ongkos simpan kumulatif tersebut mendekati ongkos simpan.
lakukan hal yang sama untuk perioda yang belum termasuk ke dalam
pemesanan sebelumnya.
Contoh penggunaan metoda LTC ini diperlihatkan pada 2 tabel berikut ini:
Minggu0 1 2 3 4 5 6 7 8
GR 50 60 38 20 56 45 35 40SRPOH 150 100 40 30 10 55 10 50 10
NR 8 56 35PORec 28 101 75PORel 28 101 75
Minggu NR Perioda simpan Ongkos simpan Ongkos simpan kumulatif
3 8 0 0 04 20 1 20 x 100 x 1 = 2000 20005 56 2 56 x 100 x 2 = 11.200 13.2005 56 0 0 06 45 1 45 x 100 x 1 = 4500 45007 35 2 35 x 100 x 2 = 7000 115007 35 0 0 08 40 1 40 x 100 x 1 = 4000 4000
Dari tabel di atas terlihat bahwa ongkos simpan kumulatif yang terdekat ke nilai ongkos pesan (Rp. 5000,00) adalah sebesar Rp. 2000,00, yaitu pada saat ukuran lot sebesar 8+20 atau 28 unit, yang mencakup permintaan untuk Perioda 3 dan 4. Demikian juga untuk ukuran lot berikut dapat dilihat bahwa Rp. 4500,00 lebih dekat ke Rp. 5000,00 dibandingkan Rp. 11.500,00 sehingga ukuran lot dapat ditentukan sebesar 101 unit, yaitu untuk pemenuhan permintaan pada Periode 5 dan 6. Ukuran lot yang terakhir adalah ditentukan sebesar 75 unit, yaitu untuk pemenuhan permintaan pada Perioda 7 dan 8. Penentuan ukuran lot dengan metoda ini mengakibatkan perlunya 3 kali setup dan 165 unit tersimpan, sehingga total ongkos menjadi Rp. 31.500,00.
2.3.4 Metoda Part Period Balancing (PPB)
Metoda ini sama saja dengan metoda LTC hanya saja langkah yang dilakukan bukan menjumlahkan ongkos simpan kumulatifnya tetapi part-period kumulatif. Ukuran lot dipilih bila part period kumulatif ini mendekati part period ekonomis (PPE). PPE ini merupakan rasio antara ongkos pesan dan ongkos simpan.
Untuk contoh yang dibahas, PPE = 50 part-period, dan tabel berikut menunjukkan bahwa ukuran lot pada saat part period kumulatif mendekati nilai PPE adalah sama seperti yang dihasilkan oleh metoda LTC.
2.3.4Metoda Period Order Quantity (POQ)
Metoda POQ ini menentukan jumlah perioda yang akan dimasukkan ke dalam sekali pemesanan. Langkah-langkah penentuan ukuran lot dengan metoda ini adalah:
hitung economic order quantity (EOQ). hitung jumlah (frekuensi) pemesan N, yaitu dengan membagi permintaan
per tahun (D) dengan EOQ. Bulatkan ke atas bila hasil pembagian (nilai N) bukan bilangan bulat
hitung POQ dengan membagi jumlah minggu per tahun dengan N. Hasil pembagian ini kemudian dibulatkan ke atas
Sumber : http://www.ti.itb.ac.id/~myti/files/Semester%205/PPP/PPP%20-%20Dida/MRP.doc.
HASIL REVIEW
1. Material Requirement Planning (MRP)
Suatu prosedur logis berupa aturan keputusan dan teknik transaksi berbasis komputer yang dirancang untuk menterjemahkan jadwal induk produksi menjadi “kebutuhan bersih” untuk semua item.
Tujuan
Penjadwalan item pada saat dibutuhkan (tidak lebih awal dan tidak terlambat
Asumsi dalam MRP
Lead time untuk seluruh item yang diketahui atau dapat diperkirakan.
Setiap persediaan selalu dalam kontrol.
Semua komponen untuk suatu perakitan harus tersedia pada saat suatu pesanan untuk perakitan tersebut dilakukan.
Pengadaan dan pemakaian terhadap persediaan bersifat diskrit.
Proses pembuatan suatu item dengan item yang lain bersifat idependen.
Catatan persediaan
Catatan keadaan persediaan menggambarkan status semua item yang ada dalam persediaan.
Catatan persediaan untuk keperluan MRP harus akurat.
Bagaimana agar akurat?
Penyimpanan yang baik.
Bangun dan jalankan prosedur pengambilan inventori.
Catat transaksi inventori.
Hitung secara reguler jumlah fisik inventori.
Cocokkan segera bila terjadi perbedaan antara catatan dan hasil perhitungan fisik.
2. Mekanisme MRP
Netting
Merupakan proses perhitungan kebutuhan bersih (net requirement) yang besarnya merupakan selisih antara kebutuhan kotor (gross requirement) dengan jadwal penerimaan persediaan (schedule order receipt) dan persediaan awal yang tersedia (beginning inventory).
Offsetting
Merupakan proses yang bertujuan menentukan saat yang tepat untuk melakukan pemesanan dalam memenuhi kebutuhan bersih.
Lotting
Merupakan suatu proses untuk menentukan besarnya jumlah pesanan optimal untuk setiap item secara individual didasarkan pada hasil perhitungan kebutuhan bersih yang telah dilakukan dari proses netting.
Exploding/Eplotion
Exploding merupakan proses perhitungan kebutuhan kotor untuk item pada level yang lebih bawah. Perhitungan ini didasarkan pada pemesanan item-item produk pada level yang lebih atas.
3. Lotting
Teknik yang dipergunakan dalam MRP untuk memperoleh ukuran Lot pengorderan yang paling ekonomis.
Teknik Lot Sizing:
Lot For Lot (LFL)
Least Unit Cost (LUC)
Least Total Cost (LTC)
Part Period Balancing (PPB)
Period Order Quantity (POQ)
Economic Order Quantity (EOQ)
Fixed Periode Requirement (FPR)
Fixed Order Quantity (FOQ)
4. Rough Cut Capacity Planning (RCCP)
Merupakan perencanaan prioritas kapasitas yang berperan dalam pengembangan MPS.
RCCP melakukan validasi terhadap MPS, guna menetapkan sumber-sumber spesifik tertentu khususnya yang diperkirakan akan menjadi hambatan potensial adalah cukup untuk melaksanakan MPS (Gaspersz, 2002).
5. Metode RCCP (1)
Perhitungan RCCP digunakan tiga metode (Fogarty. Dkk, 1991):
Capacity Planning using Overall Factors (CPOF)
Metode yang menggunakan data masa lalu untuk menentukan prosentase jam produksi total pada stasiun kerja. Prosentase ini digunakan untuk memperkirakan kapasitas kerja pada setiap stasiun kerja untuk setiap waktu jadwal induk produksi.
Bill of Labor Approach (BOLA)
Metode yang menggunakan pendekatan daftar tenaga kerja menggunakan rincian data pada waktu standar untuk setiap produk pada stasiun kerja.
6. Capacity Requirement Planning (CRP)
Proses penentuan jumlah tenaga kerja dan mesin yang dibutuhkan untuk menyelesaikan kegiatan produksi.
Suatu perincian membandingan kapasitas yang diperlukan oleh MRP oleh pemesanan sekarang dalam proses verifikasi yang mendasari dalam membuat suatu akhir penerimaan terhadap pengendali jadwal produksi (MPS) (Fogarty dkk, 1991).
PEMBAHASAN
1. Produk : J
Lead time : 1 safety stock : 0Ukuran lot: LFL produk: J
PERIODEPD 1 2 3 4 5 6 7 8
Gross requirements 0 50 80 10 0 60 10 25Scheduled receipts
Projected on hand 15Net requirements
Planned order receipts
Planned order releases
Lead time : 1 safety stock : 0Ukuran lot: LFL komponen: M
PERIODEPD 1 2 3 4 5 6 7 8
Gross requirementsScheduled receipts 30Projected on hand 225Net requirementsPlanned order receiptsPlanned order releases
Penyelesaian1) PRODUK: J
Lead time : 1 safety stock : 0Ukuran lot: LFL produk: J
PERIODEPD 1 2 3 4 5 6 7 8
Gross requirements 0 50 80 10 0 60 10 25Scheduled receiptsProjected on hand 15 15 0 0 0 0 0 0 0Net requirements 35 80 10 60 10 25Planned order receipts 35 80 10 60 10 25Planned order releases 35 80 10 60 10 25
2) Komponen: M
Lead time : 1 safety stock : 0 PERIODE
Ukuran lot: LFL komponen: M PD 1 2 3 4 5 6 7 8Gross requirements 35 80 10 60 10 25Scheduled receipts 30Projected on hand 225 220 140 130 130 70 60 35 35Net requirementsPlanned order receiptsPlanned order releases
3) Komponen:P
Lead time : 4 safety stock : 0Ukuran lot: LFL komponen:P
PERIODEPD 1 2 3 4 5 6 7 8
Gross requirements 70 160 20 120 20 50Scheduled receipts 70 160 20Projected on hand 0 0 0 0 0 0 0 0 0Net requirements 70 160 20 120 20 50Planned order receipts 120 20 50Planned order releases 120 20 50
2. Produk : K
Lead time : 2 safety stock : 0Ukuran lot: LFL produk: K
PERIODEPD 1 2 3 4 5 6 7 8
Gross requirements 25 15 120 0 60 0 15 0Scheduled receiptsProjected on hand 50Net requirementsPlanned order receiptsPlanned order releases
Lead time : 1 safety stock : 0Ukuran lot: LFL komponen: M
PERIODEPD 1 2 3 4 5 6 7 8
Gross requirementsScheduled receipts 30Projected on hand 225Net requirementsPlanned order receiptsPlanned order releases
Penyelesaian1) PRODUK: K
Lead time : 2 safety stock : 0Ukuran lot: LFL produk: K
PERIODEPD 1 2 3 4 5 6 7 8
Gross requirements 25 15 120 0 60 0 15 0Scheduled receiptsProjected on hand 50 25 10 110 0 0 0 0 0Net requirements 110Planned order receiptsPlanned order releases 110 60 15
2) Komponen: M
Lead time : 1 safety stock : 0Ukuran lot: LFL komponen: M
PERIODEPD 1 2 3 4 5 6 7 8
Gross requirements 220 120 30Scheduled receipts 30Projected on hand 225 35 35 0 0 0 0 0 0Net requirements 85 30Planned order receipts 85 30Planned order releases 85 30
3) Komponen: R
Lead time : 3 safety stock : 0Ukuran lot: LFL komponen: R
PERIODEPD 1 2 3 4 5 6 7 8
Gross requirements 110 60 15Scheduled receipts 110 60Projected on hand 0 0 0 0 0 0Net requirements 110 60 15Planned order receipts 15Planned order releases 15
KESIMPULAN
Material Requirement Planning (MRP) adalah Suatu prosedur logis berupa
aturan keputusan dan teknik transaksi berbasis komputer yang dirancang
untuk menterjemahkan jadwal induk produksi menjadi “kebutuhan bersih”
untuk semua item (Baroto,2002).
MRP merupakan suatu konsep dalam sistem produksi untuk menentukan cara
yang tepat dalam perencanaan kebutuhan material dalam proses produksi,
sehingga material yang dibutuhkan dapat tersedia sesuai dengan yang
dijadwalkan. Tujuannya untuk mengurangi kesalahan dalam memperkirakan
kebutuhan material, karena kebutuhan material didasarkan atas rencana
jumlah produksi.
Dari penghitungan lotting produk J maka Planned order releases produk J,
enam kali yaitu 35.80.10.60.10.25 dan untuk komponen M tidak ada Planned
order releases karena komponen barang pada Projected on hand cukup untuk
memenuhi kebutuhan.
Dari penghitungan lotting produk K maka Planned order releases produk
K,tiga kali 110.60.15
DAFTAR PUSTAKA
Baroto, Teguh, 2002, Perencanaan dan Pengendalian Produksi, Ghalia Indonesia,
jakarta
http://www.ti.itb.ac.id/~myti/files/Semester%205/PPP/PPP%20-%20Dida/
MRP.doc