Transcript

I. Latar Belakang

Upaya pengelolaan lingkungan telah menjadi isu yang banyak dibicarakan pada

saat ini. Hal ini dikarenakan semakin meningkatnya jumlah dan jenis industri sehingga

berakibat pada semakin meningkatnya jumlah dan jenis limbah yang dihasilkannya,

termasuk limbah berbahaya dan beracun yang dapat menimbulkan dampak pada

kesehatan manusia, dan lingkungan. Oleh karena itu dilakukan upaya pengelolaan limbah

bahan berbahaya dan beracun (B3) baik dari industri maupun pada tingkat komunitas

masyarakat dengan penetapan peraturan yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 18 Tahun

1999 jo Nomor 85 Tahun 1999 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan

Beracun.

Berdasarkan PP 18 Tahun 1999 jo 85 Tahun 1999, limbah B3 merupakan sisa

suatu usaha dan/atau kegiatan yang mengandung bahan berbahaya dan/atau beracun yang

karena sifat, dan/atau konsentrasinya, dan/atau jumlahnya baik secara langsung maupun

tidak langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau dapat

menbahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia serta mahluk

hidup lainnya. Oleh karena itu, perlu dilakukan upaya pengelolaan limbah B3 mulai dari

sumber sampai pengolahan terakhir (penimbunan) dikenal dengan konsep cradle to

grave, yang dapat dilakukan pada langkah reduksi, penyimpanan, pengumpulan,

pengangkutan, pemanfaatan, pengolahan, dan penimbunan limbah B3.

Berdasarkan Lampiran I Tabel 2. PP 85 Tahun 1999, limbah baterai merupakan

limbah dari sumber spesifik yang dibedakan menjadi baterai sel kering dan sel basah,

dimana pencemar utamanya adalah Kadmium (Cd), Timbal (Pb), Nikel (Ni), Seng (Zn),

Merkuri (Hg) dan Antimon/Stibium (Sb), asam/alkali dan sel yang mengandung lithium.

Baterai yang telah habis masa pakainya tersebut diklasifikasikan sebagai limbah b3

dalam konvensi Basel, yang harus dilakukan penanganan yang baik untuk mencegah

dampak berbahaya bagi manusia dan lingkungan.

Pengelolaan limbah B3 harus dilakukan dengan optimal untuk menghindari

terjadinya bencana akibat senyawa berbahaya dan beracun yang terkandung dalam

limbah B3 tersebut, seperti halnya dalam kasus kematian anak-anak akibat penyakit

sistem syaraf pusat dalam area fasilitas daur ulang secara informal dari baterai bekas

yang mengandung asam timbal (Lead-Acid)/ULAB (Used Lead Acid Batteries) di sub

urban Dakar, Senegal. Fasilitas ini merupakan suatu bentuk pemanfaatan limbah b3 yang

bertujuan untuk mengubah limbah b3 menjadi suatu produk yang dapat digunakan dan

harus aman bagi lingkungan dan manusia. (Haefliger, et. al., 2009).

1

II. Limbah Baterai

II.1 Definisi Limbah Baterai

Limbah baterai bekas termasuk dalam jenis limbah B3. Baterai yang diproduksi

dan beredar di masyarakat beraneka ragam, yaitu baterai sel kering dan baterai sel basah

(aki). Baterai sel kering berdasarkan bahan elektrolitnya terdiri dari baterai timah hitam

dari larutan asam belerang dan baterai alkali dari larutan alkali, sedangkan berdasarkan

kemampuan diisi ulang (rechargeable) yaitu baterai primer dan sekunder. Baterai primer

merupakan baterai yang sekali pakai, tidak dapat didaur ulang yang mengandung jenis

bahan diantaranya karbon-seng, alkaline-Mn, Lithium, dan lain-lain.

Baterai sekunder merupakan baterai yang dapat diisi ulang sehingga lebih hemat,

jenisnya Nikel-Kadmium, Ni-MH, Lithium ion, Lead-Acid, dan lain-lain. Baterai primer

atau baterai sekali pakai biasanya tersusun dari tiga komponen penting, antara lain batang

karbon, seng dan pasta elektrolit. Batang karbon sebagai anoda (kutub positif baterai),

seng (Zn) sebagai katoda (kutub negatif baterai), pasta sebagai elektrolit (penghantar)

(Gambar 1). Karena pada prinsip baterai merubah energi kimia menjadi energi listrik,

maka komponen-komponen pentig penyusun baterai tersebut, merupakan unsur kimia

yang bisa membahayakan dan mencemari lingkungan.

Gambar 1. Baterai Sel Kering (Sumber: www.pantonanews.com)

Baterai sekunder (yang dapat diisi ulang/rechargeable) banyak dipakai untuk

telephone cordless, handy cleaner, headphone stereo, atau camcorder, maupun pada

kendaraan bermotor. Berikut ini merupakan baterai sekunder sel basah (aki) (Gambar 2).

2

Gambar 2. Baterai Sekunder (Sumber: http://primeproduct.in)

II.2 Timbal (Lead)

II.2.1 Definisi Timbal

Timbal merupakan sebuah zat kimia dengan kode Pb, yang berarti Plumbum

(timah hitam). Timbal atau yang kita kenal sehari-hari dengan timah hitam dan dalam

bahasa ilmiahnya dikenal dengan kata Plumbum dan logam ini disimpulkan dengan

timbal (Pb). Logam ini termasuk kedalam kelompok logam-logam golongan IV–A pada

tabel periodik unsur kimia. Mempunyai nomor atom (NA) 82 dengan bobot atau berat

(BA) 207,2 adalah suatu logam berat berwarna kelabu kebiruan dan lunak dengan titik

leleh 327°C dan titik didih 1.620°C.

Timbal (Pb) menguap dan membentuk oksigen dalam udara membentuk timbal

oksida. Bentuk oksidasi yang paling umum adalah timbal (II). Walaupun bersifat lunak

dan lentur, timbal (Pb) sangat rapuh dan mengkerut pada pendinginan, sulit larut dalam

air dingin, air panas dan air asam. Timbal (Pb) dapat larut dalam asam nitrit, asam asetat

dan asam sulfat pekat (Palar, 1994).

Timbal (Pb) banyak digunakan untuk berbagai keperluan karena sifatnya sebagai

berikut (Fardiaz, 1992):

1. Timbal mempunyai titik cair rendah sehingga jika digunakan dalam bentuk cair

dibutuhkan teknik yang cukup sederhana dan tidak mahal.

2. Timbal merupakan logam yang lunak sehingga mudah diubah menjadi berbagai

bentuk.

3. Sifat kimia timbal (Pb) menyebabkan logam ini dapat berfungsi sebagai lapisan

pelindung jika kontak dengan udara lembab.

3

4. Timbal dapat membentuk alloy dengan logam lainnya, dan alloy yang terbentuk

mempunyai sifat berbeda dengan timbal (Pb) yang murni.

5. Densitas timbal (Pb) lebih tinggi dibandingkan dengan logam lainnya kecuali emas

dan merkuri.

II.2.2 Lead Acid Battery (Baterai Asam Timbal)

Baterai asam timbal yang digunakan menimbulkan ancaman bagi lingkungan dan

harus dikelola dengan baik untuk pembuangan. Bahan berbahaya membuat sebagian

besar bahan-bahan dari produk ini dapat keluar ke saluran air, mengkontaminasi sumber

daya air. Beberapa lembaga lokal di luar negeri saat ini telah memberlakukan peraturan

untuk mengelola bahan ini dengan daur ulang baterai asam timbal. Baterai asam timbal

dianggap korosif, serta beracun (sel baterai Gel, adalah subset dari baterai asam timbal,

dan harus diperlakukan sama).

Baterai asam timbal terdiri dari spon timbal, dan timbal dioksida. Terdiri dari 35%

asam sulfat dan 65% larutan air elektrolit. Baterai asam timbal mewakili hampir 60% dari

semua baterai yang dijual di seluruh dunia. Baterai ini digunakan untuk pencahayaan, dan

pengapian (SLI) pada mobil dan truk, serta menyediakan listrik untuk mobil, forklift,

kapal selam, dan hampir semua kendaraan lainnya. Baterai asam timbal terkenal akan

kemampuan mereka untuk menahan beragam bentuk kerusakan dan sering digunakan

sebagai back-up sumber daya baterai primer dan daya listrik yang kecil. Baterai asam

timbal menggunakan seperangkat reaksi sederhana untuk menghasilkan energi. Semua

gaya baterai ini menggunakan bahan aktif yang sama. Elektroda positif adalah timbal

dioksida (PbO2), yang diubah menjadi timbal sulfat (PbSO4), sedangkan elektroda negatif

adalah logam timbal spons (Pb), yang juga dikonversi ke timbal sulfat (PbSO4). Elektrolit

adalah campuran asam sulfat encer yang memberikan ion sulfat untuk reaksi debit.

Baterai asam timbal bekas berbahaya apabila cara pembuangannya salah, akan

tetapi memiliki nilai ekonomis tinggi. Tingkat daur ulang baterai sangat tinggi, jadi secara

ekonomis perlu untuk dilakukan mekanisme reverse logistics atau daur ulang. Daur ulang

baterai telah menjadi topik yang hangat diantara peneliti dan praktisi dalam beberapa

tahun terakhir akibat peningkatan kendaraan dan juga adanya logam berat seperti timbal,

merkuri, dan kadmium pada baterai. Dibandingkan dengan 55% dari kaleng aluminium

minuman ringan dan bir, 45% dari surat kabar, 26% dari botol kaca, dan 26% dari ban,

baterai timbal-asam (97% timah) menempati urutan atas daftar produk konsumen yang

memiliki tingkat daur ulang tinggi (survei dari Battery Council International).

4

Tujuan dari daur ulang baterai asam timbal ini adalah untuk mengambil timbal

yang hampir 90% terdapat di dalam box baterai dan juga pengambilan box plastic baterai

untuk digunakan kembali. Apabila daur ulang yang dilakukan tidak sesuai dengan

ketentuan dan tidak dilakukan disebuah laboratorium atau area khusus pengambilan

timbal, maka berbagai senyawa timbal yang tersusun di dalam baterai asam timbal akan

masuk ke lingkungan, bereaksi dan menghasilkan efek negatif terhadap kesehatan.

Gambar 3. Tingkat Daur Ulang Baterai Asam Timbal

II.2 Efek Timbal Terhadap Kesehatan

Efek utama timbal pada kesehatan terjadi pada tiga organ sistem tubuh manusia

yaitu sistem peredaran darah, sistem syaraf pusat dan sistem ginjal. Berikut ini adalah

beberapa jenis efek atau penyakit yang terdapat dalam sistem tersebut yang disebabkan

karena paparan timbal di lingkungan.

Tabel 1. Efek Timbal terhadap Kesehatan

Organ Rentang Efek

Sistem Darah Pada level yang lebih tinggi dapat menyebabkan mengurangi pembelahan sel

darah dan anemia

Sistem Syaraf Terjadi kebanyakan pada anak-anak. Menyerang syaraf pusat dan otak. Pada saat

terpapar atau terdapat akumulasi timbal yang terus menerus menyebabkan

berkurangnya kecepatan merespon pada sistem syaraf otak.

Sistem Ginjal Terjadinya penyakit nephropathy yaitu penyakit gangguan ginjal, berupa

terjadinya ruam atau imflam pada ginjal.

(Sumber: Hutton. M, 1987)

5

Efek timbal yang menyerang anak-anak khususnya dapat berasal dari kerakteristik

wilayah dan kondisi tempat mereka tinggal, berikut ini adalah wilayah-wilayah yang

berpotensi mendatangkan efek timbal pada anak-anak:

1. Balita atau anak-anak pre-school yang tinggal di sebuah populasi umum di

daerah perkotaan dimana negara tersebut menggunakan bahan bakar yang

dicampur dengan timbal.

2. Anak-anak yang tinggal disekitar sumber timbal seperti daerah peleburan dan

tempat penimbunan besi-besi tua.

3. Anak-anak yang tinggal di area perpipaan dan terdapat sumber air yang sedikit

asam yang dapat melarutkan logam-logam salah satunya timbal.

4. Anak-anak yang tinggal di pemukiman dengan menggunakan cat berkandungan

timbal tinggi. Biasanya pada daerah-daerah miskin.

III. Deskripsi Kasus

Kasus di Dakar, Senegal merupakan contoh kasus tentang pemanfaatan limbah B3

yaitu daur ulang yang kurang optimal. Dimana dimungkinkan limbah yang didaur ulang

kebanyakan merupakan jenis baterai sekunder yang memiliki komponen zat kimia berupa

timbal ataupun asam timbal seperti aki dan baterai-baterai isi ulang. Pada Bulan

November 2007 dan Maret 2008 terjadi kasus kematian 18 anak-anak karena penyakit

sistem syaraf pusat yang progresif/cepat pada lokasi dimana fasilitas daur ulang tersebut

berada. Kandungan timbal dalam darah anak-anak terjadi karena proses inhalasi dan

melalui pencernaan. Dalam penelitian yang dilakukan, kandungan timbal dalam darah

dari 50 anak-anak terdeteksi sebesar 39,8 – 613,9 µg/dL dengan rata-rata 129,5 µg/dL.

Kandungan timbal dalam darah anak-anak mempunyai batasan tertentu dan penanganan

tertentu yaitu dengan kandungan timbal sebesar >10 µg/dL membutuhkan

pengamatan/monitoring, >20 µg/dL membutuhkan pengamatan, kontrol dan investigasi

lingkungan, >45 µg/dL membutuhkan evaluasi klinis dan chelation therapy, > 70 µg/dL

membutuhkan perawatan di rumah sakit dengan segera dan chelation therapy (CDC,

2002).

Fasilitas informal pemanfaatan/daur ulang limbah baterai bekas (ULAB) ini

berada di NGagne Diaw sejak 1995, lokasi tersebut berada di area terbuka dan pada

daerah yang berpasir dengan luas area 40.000 m2. Baterai bekas dari truk, mobil dan dari

penggunaan lain dikumpulkan dari kota di sekitar Dakar dan dibawa ke NGagne Diaw

dalam keadaan rusak. Kebanyakan logam timbal akan direcovery (diperoleh kembali),

6

dan komponen baterai yang lain akan dibuang. Senyawa timbal yang berbeda, termasuk

elemental timbal, timbal oksida (lead oxide) dan residu yang lain terakumulasi dalam

tanah berpasir dari waktu ke waktu. Sekitar bulan Agustus 2007, penduduk lokal

menyadari bahwa tanah mereka mengandung timbal yang benilai komersial, dan mereka

mulai mengumpulkan dan membawa tanah tersebut ke pemukiman/komunitas, dan juga

dibawa ke rumah untuk di ayak dan dipisahkan partikel timbal yang berukuran besar.

Anak-anak seringkali berdekatan dengan kegiatan ini, biasanya akan mengikuti ibu/orang

tua mereka bekerja. Tanah yang mengandung partikel timbal akan dibungkus dalam

karung dan dijual pada pengepul lokal. Semakin lama semakin banyak orang melakukan

aktivitas yang menguntungkan ini.

Pada akhir tahun 2007, pembeli berhenti datang ke NGagne Diaw, akan tetapi

pemisahan baterai dan aktivitas ekstraksi timbal masih berlangsung, dan penduduk mulai

menyimpan tanah yang terkontaminasi timbal di rumah mereka, kemungkinan sudah

terkubur dalam pekarangan/halaman atau bahkan menjadi bagian dari rumah mereka.

Proses pemisahan timbal di ULAB dan tanah telah dihentikan pada Maret 2008

setelah adanya kesadaran masyarakat tentang bahaya timbal. Pada waktu itu, tanah

berpasir yang telah terkontaminasi telah tersebar pada pemukiman, termasuk di dalam

sejumlah besar rumah. Pada Bulan Maret 2008, pemerintah Senegal, mengambil sebagian

kontaminan dengan memindahkan 300 ton tanah terkontaminasi timbal dan beberapa

karung batang timbal dari fasilitas pemisahan ULAB dan rumah penduduk dan menutup

area tersebut dengan pasir yang bersih.

Penelitian yang dilakukan pada bulan Juni 2008, pada 56 lokasi indoor (in situ)

terdapat paparan kandungan konsentrasi timbal mencapai 14.000 mg/kg dalam rumah, di

lantai dan tempat tidur. Pengukuran juga dilakukan pada 194 lokasi di outdoor pada

pemukiman di NGagne Diaw, konsentrasi timbal mencapai 209.000 mg/kg pada area

terbuka dan tanah berpasir pada fasilitas dimana aktivitas daur ulang ULAB terjadi sejak

1995. Konsentrasi mencapai 182.000 mg/kg terukur di area pemukiman penduduk,

bahkan di area yang telah ditutup dengan pasir yang bersih pada Maret 2008. Kantung

pasir mengandung 302.000 mg/kg ditemukan di pemukiman. Konsentrasi tanah yang

mengandung timbal secara signifikan lebih rendah diluar area dimana kegiatan

pemisahan timbal dari tanah dan ekstraksi timbal terjadi, mengindikasikan bahwa

kontaminan timbal mempunyai batasan secara geografi (Gambar 4).

7

Gambar 4. Peta Area Dampak Timbal di NGagne Diaw, Senegal

(Sumber : Haefliger, et al., 2009)

IV. Pembahasan

IV.1. Kasus Fasilitas Daur Ulang Secara Informal ULAB di Dakar, Senegal Tidak

Sesuai Dengan Peraturan

IV.1.1 Tidak Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Perancis

Kasus fasilitas daur ulang secara informal ULAB di Dakar, Senegal tidak sesuai

dengan peraturan yang dikeluarkan oleh Pemerintah Perancis yang merekomendasikan

kandungan timbal di pemukiman penduduk sebesar 400 mg/kg dan area industri sebesar

2000 mg/kg. Fasilitas ini juga tidak didukung dengan perijinan dari pemerintah

(unregulated/informal) sehingga kejadian bencana tidak terdokumentasi dengan baik.

IV.1.2 Tidak Sesuai dengan Pedoman Center of Disease Control and Prevention

(CDC) tentang Preventing Lead Poisioning in Young Children

Berdasarkan Center of Disease Control and Prevention (CDC) tahun 2005,

kandungan timbal dalam darah anak-anak terdeteksi antara 39,8 – 613,9 µg/dL dengan

rata-rata 129,5 µg/dL tidak sesuai dengan pedoman dalam CDC, yaitu kandungan timbal

dalam darah pada anak-anak melebihi konsentrasi tertentu harus membutuhkan

penanganan khusus, seperti :

1) konsentrasi timbal >10 µg/dL membutuhkan pengamatan,

2) >20 µg/dL membutuhkan pengamatan, kontrol dan investigasi lingkungan,

3) >45 µg/dL membutuhkan evaluasi klinis dan chelation therapy,

8

4) > 70 µg/dL membutuhkan perawatan di rumah sakit dengan segera dan chelation

therapy

IV.1.3 Tidak Sesuai dengan Konvensi Basel

Berdasarkan peraturan limbah B3/ Konvensi Basel tentang Technical Guidelines

for The Environmentally Sound Management of Waste Lead Acid Batteries Tahun 2003,

kasus Fasilitas Daur Ulang Secara Informal ULAB di Dakar, Senegal merupakan contoh

kasus yang tidak mematuhi pedoman Konvensi Basel tersebut. Ketidaksesuaian tersebut

antara lain :

1) Prosedur Sebelum Daur Ulang

Pada proses sebelum daur ulang tidak diketahui apakah baterai bekas tersebut

dikumpulkan, diangkut dan disimpan dengan benar. Kebanyakan logam timbal telah

terlepas dari fisik baterai dan komponen yang lain dibuang. Limbah baterai bekas

dari truk, mobil dan penggunaan yang lain tidak dikumpulkan dalam container

tertentu dan diberi label. Tidak ada dokumen khusus mengenai prosedur ini,

sehingga tidak diketahui catatan asal baterai.

Berdasarkan Konvensi Basel, sebelum mencapai fasilitas daur ulang, baterai

bekas harus dikumpulkan, diangkut dan disimpan dengan cara yang benar, untuk

menghindari efek kesehatan yang kurang baik dan kontaminasi bagi lingkungan.

Karena prosedur ini tidak dilakukan di dalam fasilitas daur ulang, digunakan

pengamatan dokumen sebelum prosedur daur ulang.

2) Pengumpulan

Sebelum dilakukan pemanfaatan, limbah baterai bekas dikumpulkan pada

fasilitas/tempat pengumpulan. Dalam kasus ini, tempat pengumpulan tidak didesain

dengan benar, karena berada dalam area terbuka dan tanah berpasir. Kondisi ini

dapat menyebabkan penyebaran kontaminan timbal ke lingkungan yang akhirnya

dapat berdampak pada manusia melalui proses pernapasan dan pencernaan.

Berdasarkan konvensi Basel, fasilitas pengumpulan harus didesain dengan baik

dan benar seperti:

a) limbah baterai bekas tidak boleh terendam karena mengandung ion terlarut

atau bentuk partikulat, keasaman yang tinggi dapat menyebabkan kebakaran

atau kerusakan apabila tumpah, membutuhkan kontainer yang resisten

terhadap asam, pekerja harus menggunakan alat pelindung diri (APD) dan

terlatih.

9

b) Limbah baterai bekas harus disimpan pada tempat yang benar pada fasilitas

pengumpulan yaitu disimpan dalam kontainer yang resisten terhadap asam

dan ditutup (sealed) terutama untuk baterai yang dalam keadaan rusak

(leaking). Lokasi penyimpanan sementara pada pengumpulan harus terhindar

dari hujan dan sumber air lainnya, dan harus dilengkapi dengan sistem

pengumpul air, dan juga harus terhindar dari panas. Lantai tempat

pengumpulan harus dilapisi dengan beton yang tahan terhadap asam atau

material lain yang tahan terhadap asam, tempat pengumpulan harus

mempunyai sistem ventilasi udara/resirkulasi udara untuk mencegah

akumulasi gas berbahaya, merupakan tempat yang mempunyai akses khusus

dan diberi label tempat penyimpanan material b3.

c) Tempat pengumpulan tidak boleh menyimpan limbah baterai bekas dalam

jumlah banyak, dan dalam jangka waktu yang lama (spefisikasi jumlah dan

waktu nya tergantung kapasitas desain dari tempat penyimpanan sementara

tersebut). Hal ini dilakukan untuk menghindari resiko kebocoran atau

tumpahan.

d) Pengumpul tidak boleh menjual baterai ke pemanfaat limbah baterai yang

tidak berijin.

3) Pengangkutan

Prosedur pengangkutan dari asal limbah baterai bekas ke fasilitas daur ulang

tidak dilakukan dengan benar, karena tidak menggunakan kontainer yang terpisah

dan diberi label tertentu, sehingga limbah baterai bekas yang beranekaragam

tersebut menjadi satu.

Berdasarkan konvensi Basel, prosedur pengangkutan harus dilakukan seperti

berikut ini:

a) Pengangkutan dilakukan dengan kontainer

b) Kontainer harus di susun dengan benar pada kendaraan pengangkut untuk

mengindari pergerakan/perpindahan, harus diikat/dibungkus dengan benar.

c) Kendaraan pengangkut harus diidentifikasi dengan label dan warna sebagai

limbah yang korosif

d) Peralatan khusus untuk menghindari kebocoran atau tumpahan dan

pengangkut harus terlatih menggunakannya

e) Pengemudi harus terlatih dengan tindakan darurat seperti kebakaran atau

tumpahan

10

f) Alat pelindung diri harus tersedia

g) Jadwal dan rute pengangkutan harus jelas dan meminimalisir dampak

4) Penyimpanan

Sebelum dilakukan proses daur ulang, limbah baterai bekas dapat disimpan

terlebih dahulu. Dalam kasus ini, tidak tersedia tempat penyimpanan khusus untuk

limbah baterai bekas tersebut, karena fasilitas daur ulang ini berada di tempat

terbuka.

Berdasarkan konvensi Basel, setelah diangkut, baterai bekas tiba di tempat

fasilitas daur ulang, prosedur pengamanan di tempat penyimpanan sama dengan di

tempat pengumpulan, baterai harus dipisahkan dari elektrolitnya, baterai yang

berbeda harus dipisahkan dan disimpan di tempat terpisah dengan diberi label, tanda

dan simbol. Baterai harus disimpan dalam gedung yang benar atau tempat tertutup

dengan karakteristik:

a) Lantai harus kedap air dan tahan asam

b) Sistem pengumpul air harus ada dan terhubung dengan pengolahan efluen

atau pengolahan elektrolit asam

c) Satu pintu masuk dan keluar dan selalu dalam kondisi tertutup untuk

menghindari debu keluar

d) Sistem pengumpul gas harus ada dengan filter udara untuk menghilangkan

debu timbal dan menyediakan udara bersih di tempat penyimpanan untuk

menghindari kontaminan gas toksik

e) Alat pemadam kebakaran harus tersedia

f) Hanya petugas khusus yang boleh memasuki ruangan penyimpanan

IV.2 Penanganan Kasus Fasilitas Daur Ulang Informal ULAB di Dakar, Senegal

Dalam kasus fasilitas informal ULAB di Dakar, Senegal dimana tanah pada

fasilitas daur ulang tersebut sudah terkontaminasi oleh timbal maka teknologi yang dapat

dilakukan adalah dengan bioremediasi secara insitu atau Soil Washing, solidifikasi dan

stabilisasi.

IV.2.1 Bioremediasi

Bioremediasi adalah proses penguraian limbah organik atau anorganik yang

berbahaya menjadi tidak berbahaya dengan menggunakan aktifitas biologi. Bioremediasi

merupakan pengembangan dari bidang bioteknologi lingkungan untuk mengendalikan

11

pencemaran. Teknik bioremediasi terbukti sangat murah dan efisien dari sisi ekonomi

untuk membersihkan tanah dan air. Mikroorganisme yang berperan adalah bakteri, jamur,

tanaman, atau enzim mikroorganisme (Munir, 2006).

Saat bioremediasi terjadi, enzim-enzim yang diproduksi oleh mikroorganisme

memodifikasi polutan beracun dengan mengubah struktur kimia polutan tersebut atau

disebut biotransformasi. Tidak sedikit kasus biotransformasi berujung pada biodegradasi,

yaitu polutan beracun terdegradasi menjadi struktur yang tidak kompleks dan metabolit

yang tidak berbahaya dan tidak beracun. Menurut Tuhuloula (2010), bioremediasi dapat

dilakukan dengan dua cara :

In Situ : mengandalkan kemampuan mikroorganisme yang telah ada di lingkungan

tercemar untuk mendegradasi polutan.

Ex Situ : memindahkan kontaminan ke suatu tempat untuk memberikan beberapa

perlakuan.

Proses bioremediasi yang dapat digunakan yaitu proses fitoremediasi, bioventing,

bioleaching, land farming, bioreactor, composting, dan bioaugmentasi, rhizofiltrasi dan

biostimulasi.

IV.2.2 Solidifikasi dan Stabilisasi

Solidifikasi/stabilisasi (S/S) limbah menggunakan semen merupakan salah satu

alternatif pengolahan limbah dengan tujuan untuk mengurangi pencemaran lingkungan.

Teknologi solidifikasi/stabilisasi limbah didasarkan pada interaksi limbah membentuk

padatan limbah baik secara fisik maupun kimiawi. Semen, kapur, silika terlarut

merupakan bahan yang sering digunakan pada solidifikasi/stabilisasi limbah. Semen

Portland digunakan sebagai matrik solidifikasi karena semen banyak digunakan dalam

dunia perdagangan maupun penelitian.

Tujuan dari solidifikasi/stabilisasi (S/S) adalah membentuk padatan yang mudah

penanganannya dan tidak akan meluluhkan kontaminan ke lingkungan. Produk dari

proses S/S merupakan produk yang aman dan dapat diarahkan untuk pembuatan produk

yang bermanfaat, misalnya paving block, batako, dan tiang listrik berbahan dasar limbah.

Dua hal penting yang berkaitan dengan pencemaran tanah oleh logam berat adalah

mobilitas dan pelepasan logam berat. Mobilitas logam berat berkaitan dengan gerakan

senyawa senyawa berbahaya dalam tanah ke aliran air tanah dan efeknya bila terjadi

kontak dengan material biologi. Pelepasan logam berat berkaitan dengan efek kontak fisik

dengan kontaminan, termasuk kemungkinan masuknya kontaminan ke dalam material.

12

Stabilisasi/Solidifikasi (S/S) bisa digunakan untuk menstabilkan timbal dalam tanah

terkontaminasi dengan cara penambahan apatit (kalsium fosfat) dan semen sebagai agen

solidifikasi. Kombinasi S/S tersebut akan mereduksi mobilitas timbal dalam tanah,

sehingga hanya sebagian kecil timbal yang diluluhkan dari tanah yang di-treatment,

bahkan apabila tanah tersebut dihancurkan. Peneliti lain mengatakan bahwa apatit efektif

untuk menurunkan mobilitas timbal.

Uji standard dan uji termodifikasi digunakan untuk mengevaluasi karakteristik

fisik dan kimiawi dari produk S/S. Karena senyawa organik tidak mengubah sifat semen,

maka limbah-limbah dari senyawa organik jarang yang ditangani dengan proses S/S.

Umumnya proses S/S digunakan untuk menangani limbah-limbah dari logam.

Pada kasus pencemaran yang terjadi di Dakar, Senegal, aplikasi penggunaan

metode S/S dapat dilakukan pada tanah atau pasir yang terkontaminasi oleh timbal yang

masih terdapat dipermukaan tanah atau area lokasi daur ulang dan pada karung-karung

pasir dilingkungan rumah penduduk. Pada Bulan Maret 2008, pemerintah Senegal,

mengambil sebagian kontaminan dengan memindahkan 300 ton tanah terkontaminasi

timbal dan beberapa karung batang timbal (kantung pasir mengandung 302.000 mg/kg

ditemukan di pemukiman) dari fasilitas pemisahan ULAB dan rumah penduduk dan

menutup area tersebut dengan pasir yang bersih. Pada tanah yang telah dipindahkan dan

diamankan keluar dari area daur ulang dapat dilakukan penanganan secara S/S tersebut

akan mereduksi mobilitas timbal dalam tanah, sehingga hanya sebagian kecil timbal yang

diluluhkan dari tanah yang di-treatment, bahkan apabila tanah tersebut dihancurkan.

IV.2.3 Soil Washing

Soil Washing merupakan mekanikal proses yang menggunakan cairan, seperti air,

untuk menghilangkan polutan kimia dari tanah. Tujuan dari Soil Washing ini adalah

memisahkan lumpur halus dan partikel tanah liat dari partikel kasar pasir dan kerikil yang

mengandung zat kimia dan kemudian untuk memfasilitasi transfer kontaminan kimia

tesebut dari permukaan tanah ke air, yang kemudian dapat diolah lebih lanjut. Setelah

pencucian tanah selesai, beberapa residu akan tetap ada termasuk:

1. Pasir dan kerikil yang bersih atau terbebas dari kontaminasi zat kimia yang dapat

digunakan sebagai bahan pengurukan.

2. Lumpur dan tanah liat yang bersih yang dapat juga digunakan untuk proses

pengurukan.

13

3. Partikel-partikel lumpur halus dan partikel tanah halus yang masih mengandung

kontaminan zat kimia yang dapat diolah dengan menggunakan mentode-metode

lainnya seperti bioremediasi dan pembakaran, atau dibuang sesuai dengan peraturan

dari Negara yang bersangkutan.

4. Air bersih yang dapat diperoleh dari hasil pengolahan limbah yang dapat diolah

ditempat atau off-site dari instalasi pengolahan air limbah tergantung pada jenis dan

konsentrasi kontaminan yang ada.

Cara kerja dalam proses Soil Washing, dapat dilakukan dengan beberapa tahapan:

Langkah pertama dari proses ini adalah menggali tanah yang terkontaminasi dan

memindahkannya ke daerah pengolahan yang telah disiapkan untuk mengolah tanah

tersebut. Tanah tersebut kemudian disaring untuk menghilangkan kotoran dan benda-

benda besar, seperti batu, yang dapat dibuang di lokasi, jika bebas dari kontaminasi.

Material tanah berukuran lebih kecil yang tersisa masuk pada proses pencucian, dimana

tanah dicampur dengan larutan cuci dan disemprotkan air bertekanan. Bahan pencuci

mungkin hanya air atau mungkin mungkin aditif yang mengandung air, seperti deterjen

atau asam, yang membantu menghilangkan (melarutkan) kontaminan dari tanah. Setelah

pencucian, berat pasir dan kerikil partikel dalam tanah olahan diuji untuk kontaminannya

sesuai dengan baku mutu. Jika bersih, bahan ini dapat digunakan pada situs atau diambil

di tempat lain untuk pengurukan. Jika kontaminan masih ada, bahan tersebut dapat diolah

kembali melalui unit cuci tanah lagi atau dikumpulkan untuk pengobatan alternatif atau

pembuangan off-site.

Gambar 5. Penanganan Secara Soil-Washing (http://www.biogenesis.com)

14

Pembuangan off-site dapat diatur oleh RCRA atau apabila di Indonesia diatur oleh

PP 18 jo 85 tahun 1999 mengenai penanganan limbah berbahaya dan beracun. Debu dan

liat dalam air pencuci dibiarkan mengendap keluar, sehingga memisahkan bahan-bahan

tersebut dari air pencuci tersebut. Endapan lumpur dan tanah liat kemudian diuji untuk

kehadiran dan konsentrasi kontaminan. Jika semua kontaminan yang dipisahkan dari air

pencuci dan lumpur dan tanah liat bersih, debu dan liat dapat digunakan di lokasi sebagai

pengurukan. Jika masih terkontaminasi, bahan tersebut dapat dijalankan melalui proses

pencucian tanah lagi, atau dikumpulkan untuk pengolahan alternatif atau pembuangan

off-site.

Air pencuci, yang juga mengandung kontaminan, diperlakukan dengan proses

pengolahan air limbah sehingga dapat didaur ulang untuk digunakan lebih lanjut. Seperti

disebutkan sebelumnya, air pencuci dapat mengandung aditif, beberapa di antaranya

dapat mengganggu proses pengolahan air limbah. Jika hal ini terjadi, aditif harus dibuang

atau dinetralkan dengan "pretreatment" sebelum air pencuci diolah ke pengolahan.

Peralatan yang biasa digunakan adalah skid-mounted sehingga mudah diangkut, dan

memungkinkan proses yang akan dilakukan langsung di situs.

Idealnya, proses pencucian tanah akan mengakibatkan penurunan volume sekitar

90% (yang berarti hanya 10% dari volume asli akan memerlukan pengolahan lebih

lanjut). Limbah dengan persentase yang tinggi yang terdapat didalam lumpur halus dan

tanah liat akan membutuhkan lebih besar lagi bahan untuk diolah keproses selanjutnya.

Tanah ini mungkin tidak menjadi kandidat yang baik untuk dilakukan pengolahan dengan

pencucian tanah. Proses Soil Washing digunakan untuk mengolah berbagai macam

kontaminan, seperti logam, dan kontaminan organik yang ditemukan dalam bensin, bahan

bakar minyak, dan pestisida.

Ada beberapa keuntungan menggunakan teknologi Soil Washing ini, beberapa

diantaranya:

1. Menyediakan sistem tertutup yang tidak terpengaruh oleh kondisi eksternal, sistem ini

memungkinkan pengendalian kondisi (seperti pH dan suhu) pada partikel tanah yang

diolah.

2. Memungkinkan proses dilakukan ditempat langsung dimana tanah yang

terkontaminasi bahan kimia berada.

3. Memiliki potensi untuk menghapus berbagai kontaminan kimia dari tanah.

4. Biaya-efektif karena dapat digunakan sebagai langkah pre-treatment, secara

signifikan mengurangi jumlah bahan yang akan diperlukan dalam proses lebih lanjut

15

oleh teknologi lain. Hal ini juga menciptakan bahan lebih seragam untuk teknologi

pengolahan selanjutnya.

Soil Washing paling efektif digunakan bila tanah tidak mengandung sejumlah

besar lumpur atau tanah liat. Dalam beberapa kasus, soil washing paling baik diterapkan

dalam kombinasi dengan teknologi pengolahan lainnya. Kegiatan ini telah dioperasikan di

King of Prussia situs di New Jersey, yang digunakan untuk menghilangkan logam

kontaminasi seperti kromium, tembaga, merkuri, dan timbal dari 19.000 ton tanah dan

lumpur di bekas fasilitas pengolahan limbah industri. Tanah proses pencucian mampu

membersihkan bahan untuk memenuhi clean-up gol untuk sebelas logam. Sebagai contoh,

tingkat kromium dari 8.000 mg/kg menjadi 480 mg/kg. Cuci tanah telah digunakan di

banyak situs lain, terutama untuk menghilangkan logam, bahan kimia organik semi-

volatil (SVOCs), dan hidrokarbon polisiklik aromatik (PAH).

Kasus daur ulang yang terjadi limbah baterai yang terjadi di Urban Dakar, Senegal

akan lebih aman dan optimal apabila dari awal pemrosesan dan pengelolaan mengikuti

aturan dan kaidah yang berlaku, sehingga menghindarkan penduduk dari efek dan

dampak negatif logam berat khususnya timbal. Pengelolaan limbah B3 yang sesuai aturan

telah diterapkan dibeberapa negara maju seperti Jepang. Berikut ini adalah contoh

penerapan pengelolaan limbah B3 khususnya limbah baterai yang ada di negara Jepang.

IV.3. Penanganan Limbah Baterai di Jepang

Proses penanganan limbah baterai bekas telah dilakukan di Jepang yang dilakukan

oleh Japan Portable Rechargeable Battery Recycling Center (JBRC), Battery Association

of Japan. Peraturan tentang daur ulang limbah baterai sudah ada sejak tahun 1991 dan

diperbaharui tahun 2001 untuk rechargeable baterai. Sejak JBRC terbentuk tahun 2004

sampai tahun 2010 terdapat 286 perusahaan yang menjadi anggota. Proses pengumpulan

dilakukan dari pemukiman, pengecer dan pebisnis, dilakukan dengan mengantar langsung

atau penjemputan. titik pengumpulan tersebar di berbagai area mulai toko elektronik,

supermarket, toko-toko lain dan pemukiman (lebih dari 30.000 titik pengumpulan).

Baterai yang terkumpul mempunyai label terterntu dengan warna spesifik. Kuantitas

baterai yang terkumpul sampai 2009 yitu Ni-Cd 1000 ton, Ni-MH 1200 ton, Li-Ion 1300

ton, Pb Sealed 1350 ton. Teknologi pengolahan yang dilakukan adalah vacuum furnace

(Nippon Recycle Center, Corp), Rotary Klin (Toho Zinc, Co.Ltd). Proses penanganan

limbah baterai dan proses daur ulang dapat dilihat pada Gambar 6 dan 7.

16

Proses daur uang limbah baterai yang dilakukan oleh negara Jepang telah melalui

proses pengelolaan dan pengumpulan serta pengangkutan yang sistematis sebelumnya.

Keterlibatan masyarakat sebagai konsumen utama dalam pengumpulan limbah baterai

adalah kegiatan yang paling utama dan membantu terhadap lancarnya proses pengolahan

setelahnya.

Gambar 6. Penanganan Limbah Baterai Bekas di Jepang(Sumber: http://www.rechargebatteries.org/Waste%20Lithium/Item_6_a_JBRC.pdf)

Gambar 7. Proses Daur Ulang oleh JBRC(Sumber: http://www.rechargebatteries.org/Waste%20Lithium/Item_6_a_JBRC.pdf)

17

V. Kesimpulan

1. Daur ulang baterai asam timbal diutamakan kepada pengambilan zat kimia timbal

(berupa timbal dioksida, sponge timbal) yang hampir 90% terdapat didalam

baterai sekunder yang dapat digunakan kembali sebagai bahan baku produk lain.

2. Proses daur ulang baterai asam timbal yang terjadi di Urban Dakar, Senegal tidak

mengikuti proses pengelolaan yang berlaku sesuai dengan konvensi basel, RCRA

ataupun peraturan lain yang terkait.

3. Pengelolaan dan daur ulang timbal yang tidak optimal di Senegal telah

memberikan dampak negatif kepada kesehatan masyarakat sekitar pengoperasian

dilakukan, korban kematian akibat paparan dari timbal dialami sebagian besar

anak-anak.

4. Pengelolaan limbah baterai bekas khususnya baterai asam timbal yang

direkomendasikan untuk wilayah yang telah terkena dampak yaitu antara lain

bioremediasi, solidifikasi/stabilisasi dan soil washing.

5. Pengelolaan daur ulang limbah baterai bekas, sebelumnya harus melalui tahap

pensortiran, pengumpulan, pengangkutan dan penyimpanan yang benar sebelum

proses daur ulang dilakukan di daerah khusus daur ulang limbah baterai.

VI. Daftar Pustaka

Tuhuloula, Abubakar, 2010. Bioremediasi Lahan Terkontaminasi Minyak Bumi Dengan Menggunakan Bakteri Bacillus cereus Pada Slurry Bioreactor. Surabaya.

Roektiningroem, Ekosari, 2011. Bioremediasi. [online] Diakses dari : http://staff.uny.ac.id/sites/default/files/bioremediasi%202010%20%5BCompatibility%20Mode%5D.pdf [Tanggal akses 18 Novemver 2012].

Munir, Erman, 2006. Pemanfaatan Mikroba Dalam Bioremediasi : Suatu Teknologi Altenatif Untuk Pelestarian Lingkungan. Rapat Terbuka Universitas Sumatera Utara. Medan 1 Mei 2006. Universitas Sumatera Utara.

Haefliger, Pascal, Mathieu-Nolf, Monique; Lociciro, Stephanie; Ndiaye, Cheikh; Coly, Malang; Diouf, Amadou, et. al. 2009. Mass Lead Intoxication from Informal Used Lead – Acid Battery Recycling in Dakar, Senegal. Environmental Health Perspectives. 117:1535-1540. (Available at http://dx.doi.org; doi: 10.1289/ehp.0900696) (akses 30 Maret 2013)

______penanganan Limbah Baterai, http://www.pantonanews.com/2424-penanganan-limbah-baterai#sthash.2M0E3Sv7.g92Pchqh.dpbs (akses 30 Maret 2013)

______Collection and Recycling of Potable Rechargeable Batteries handled by JBRC, 2010, Japan Portable Rechargeable Battery Recycling Center, Battery Association of Japan.

18

http://www.rechargebatteries.org/Waste%20Lithium/Item_6_a_JBRC.pdf (akses 30 Maret 2013).

_________A Citizen’s Guide to Soil Washing, A U.S. Environmental Protection Agency Publication, April 1996

_________ Soil-Washing, http://www.biogenesis.com/ssebbs.html&h (akses 6 April 2013)

Pranjoto dan Endang___ “Kajian Tentang Proses Solidifikasi/Stabilisasi Logam Berat Dalam Limbah Dengan Semen Portland”, Jurusan Pendidikan Kimia, FMIPA, UNY

Hutton. M, 1987 ,”Lead Effect For Health”,______

________Lead Acid(Baterai Sekunder). http://www.primeproduct.in (akses 7 April 2013)

19

TUGAS

PENGELOLAAN LIMBAH B3

PENCEMARAN LIMBAH B3

Studi kasus : Kandungan Timbal Berlebihan (Intoxication) dari Fasilitas

Daur Ulang Secara Informal untuk Baterai Asam Timbal (Lead Acid)

di Sub Urban Dakar, Senegal.

OLEH :

Paulina Sri Widarti 25312024

Desy Triane 25312038

DOSEN :

Dr. TRI PADMI DAMANHURI, MT

JURUSAN TEKNIK LINGKUNGAN

FAKULTAS TEKNIK SIPIL DAN LINGKUNGAN

INSTITUT TEKNOLOGI BANDUNG

2013

20


Recommended