TUGAS HTK KASUS UPAH
Cynthia Charista 31410119
Pieter Wijaya 31410155
Dosen : Dr. AUGUSTINUS SIMANJUNTAK, S.H., M.H.
Universitas Kristen Petra Surabaya
2013
1. Pendahuluan
1.1. Latar Belakang
Hubungan ketenagakerjaan bukanlah hal asing bagi kita. Pada zaman
peperangan, dimana bangsa yang menang dapat mempekerjakan bangsa yang
kalah atau yang sering kita kenal dengan perbudakan. Namun, seiring
berjalannya waktu, manusia semakin sadar akan hak asasi manusia dan
menghilangkan sistem perbudakan, dimana seorang hamba tidak memiliki hak
atas dirinya sendiri, dan mulai mencetuskan hukum – hukum ketenagakerjaan
untuk mengatur baik tuan maupun pekerja termasuk Upah Minimum Regional.
Roda ekonomi Negara berputar bergantung pada kondusivitas operasional
perusahaan dalam menjalankan bisnisnya. Dalam menjalankan operasional
perusahaan, tentu para pengusaha membutuhkan para pekerja untuk
melakukannya. Sehingga terjadilah kontrak kerja antar kedua belah pihak yang
tentunya sudah dirasa saling menguntungkan, yang dimana tertera tentang
kewajiban dan hak baik pengusaha maupun pekerja. Keterkaitan ini seharusnya
dapat berjalan dengan baik jikalau para pekerja dapat berpikir ingin memberikan
yang terbaik bagi perusahaan dan juga para pengusaha harus memberikan upah
yang merupakan hak dari para pekerja sesuai dengan hasil kerjanya minimal
diatas Upah Minimum Regional pada tahun itu.
Pada dasarnya, manusia akan berusaha untuk mendapatkan penghasilan yang
sebanyak – banyaknya untuk memenuhi kebutuhan sehari – hari dan juga
kebutuhan yang mendatang. Dengan penentuan Upah Minimum Regional yang
setiap tahunnya mengalami peningkatan akibat beberapa hal yang
mempengaruhi, seharusnya pekerja juga mampu meningkatkan kemampuan
mereka agar dapat lebih produktif lagi di dalam perusahaan tersebut.
Namun dalam prakteknya, dapat kita lihat begitu banyaknya demo buruh
yang dilakukan di Indonesia, baik yang anarkis maupun tidak menanggapi
masalah UMR tersebut. Berdasarkan realita baru – baru ini pada tahun 2013, di
Surabaya saja para pekerja melakukan demo sebanyak dua kali terhadap
kenaikan UMR ini yaitu saat sebelum keputusan presiden untuk kenaikan UMR
tahun depannya, sesudah keputusan presiden keluar tentang UMR dan ternyata
dirasa tidak sesuai dengan kebutuhan mereka. Padahal para pekerja merupakan
salah satu faktor input dari sebuah bisnis, apapun jenis bisnisnya. Hal ini tentu
akan sangat berdampak. Pada saat satu perusahaan saja yang berhenti beroperasi
dalam satu hari, sudah menjadi sebuah kerugian besar bagi perekonomian bangsa
Indonesia.
Dengan adanya fenomena yang begitu banyak yang terjadi di Indonesia, kami
ingin mengetahui apa yang menjadi akar permasalahan dari sebuah lingkaran
“setan” ini. Dengan melakukan beberapa pendekatan melalui beberapa rumusan
masalah.
1.2. Rumusan Masalah
a. Apa yang melatarbelakangi penentuan Upah yang diberikan oleh
pengusaha?
b. Apa dampak besar dari keperbedaan kepentingan antara pengusaha dan
pekerja dan bagaimana sebaiknya?
2. Pembahasan
2.1. Landasan Teori
Pada dasarnya, hubungan kerja yaitu hubungan antara pekerja dan
pengusaha, terjadi setelah diadakan perjanjian oleh pekerja dengan pengusaha,
di mana pekerja menyatakan kesanggupannya untuk bekerja pada pengusaha
dengan menerima upah dan di mana pengusaha menyatakan kesanggupannya
untuk mempekerjakan pekerja dengan membayar upah. Perjanjian yang
sedemikian itu disebut perjanjian kerja. Dari pengertian tersebut jelaslah bahwa
hubungan kerja sebagai bentuk hubungan hukum lahir atau tercipta setelah
adanya perjanjian kerja antara pekerja dengan pengusaha.
Definisi hubungan kerja menurut Hartono Widodo dan Judiantoro, hubungan
kerja adalah kegiatan-kegiatan pengerahan tenaga/jasa seseorang secara teratur
demi kepentingan orang lain yang memerintahnya (pengusaha/majikan) sesuai
dengan perjanjian kerja yang telah disepakati. (Hartono, Judiantoro, Segi
Hukum Penyelesaian Perselisihan Perburuhan, (Jakarta: Rajawali Pers, 1992)),
Selanjutnya Tjepi F. Aloewir, mengemukakan bahwa pengertian hubungan
kerja adalah hubungan yang terjalin antara pengusaha dan pekerja yang timbul
dari perjanjian yang diadakan untuk jangka waktu tertentu maupun tidak
tertentu.
Hubungan kerja pada dasarnya meliputi hal-hal mengenai:
1. Pembuatan Perjanjian Kerja (merupakan titik tolak adanya suatu
hubungan kerja)
2. Kewajiban Pekerja (yaitu melakukan pekerjaan, sekaligus merupakan
hak dari pengusaha atas pekerjaan tersebut)
3. Kewajiban Pengusaha (yaitu membayar upah kepada pekerja, sekaligus
merupakan hak dari si pekerja atas upah)
4. Berakhirnya Hubungan Kerja yaitu Cara Penyelesaian Perselisihan
antara pihak-pihak yang bersangkutan
Pengertian pembagian kerja adalah analisis jabatan yang merupakan suatu
aktivitas dalam menentukan apa pekerjaan yang dilakukan dan siapa yang harus
melakukan tugas tersebut. Aktivitas ini adalah sebuah upaya untuk menciptakan
kualitas dari pekerjaan dan kualitas dari kinerja total suatu perusahaan.
Perusahaan akan baik jika sumber daya manusia didalamnya telah mampu
melaksanakan pekerjaan masing – masing dengan jelas, spesifik, serta tidak
memiliki peran ganda yang dapat menghambat proses pencapaian kinerja.
analisis jabatan perlu dilakukan agar dapat mendesain organisasi serta
menetapkan pembagian pekerjaan, spesipikasi pekerjaan, dan evaluasi
pekerjaan.
Upah adalah hak setiap pekerja. Menurut Pasal 1 angka 30 UU No. 13
Tahun 2003 tentang Ketenagakerjaan (“UUK”) disebutkan bahwa Upah
adalah hak pekerja/buruh yang diterima dan dinyatakan dalam bentuk uang
sebagai imbalan dari pengusaha atau pemberi kerja kepada pekerja/buruh yang
ditetapkan dan dibayarkan menurut suatu perjanjian kerja, kesepakatan, atau
peraturan perundangundangan, termasuk tunjangan bagi pekerja/buruh dan
keluarganya atas suatu pekerjaan dan/atau jasa yang telah atau akan dilakukan.
Upah menurut PP No. 8 Tahun 1981 adalah suatu penerimaan sebagai
imbalan dari pengusaha kepada pekerja untuk suatu pekerjaan atau jasa yang
telah atau akan dilakukan, dinyatakan atau dinilai dalam bentuk uang yang
ditetapkan menurut suatu persetujuan atau peraturan perundang undangan dan
dibayarkan atas dasar suatu perjanjian kerja antara pengusaha dengan pekerja,
termasuk tunjangan, baik untuk pekerja sendiri maupun keluarganya.
Jika dari pengertian PP No. 8 Tahun 1981 maka kita dapat mengambil
beberapa kata kunci dari upah sendiri, sebagai berikut:
- Upah merupakan imbalan dari suatu pekerjaan. Jadi jika pemberian yang
tidak berasal dari pekerjaan, maka bukan termasuk upah
- Upah dinilaikan dalam bentuk uang. Besarannya sesuai atas persetujuan
atau perundang – undangan
- Upah merupakan salah satu aspek yang perlu dibahas pada kontrak kerja
- Upah juga memperhitungkan tunjangan yang diberikan baik ke pekerja
sendiri maupun keluarganya
Pasal 12 PP No. 8 Tahun 1981 tentang Perlindungan Upah mengatur hal
pemberian upah dalam bentuk uang dimaksudkan agar buruh memiliki
kebebasan untuk menggunakan upahnya. Jika upah diberikan dalam bentuk
barang, maka agar mendapatkan uang, si buruh harus menjual barang tersebut
terlebih dahulu. Akan tetapi, bukan berarti pemberian upah dalam bentuk
barang dilarang sepenuhnya. Hal tersebut diperbolehkan asalkan barang
mempunyai nilai ekonomi dan jumlahnya tidak melebihi 25% dari keseluruhan
jumlah upah.
Sering kali masyarakat awam menganggap upah adalah pendapatan, padahal
secara literature pendapatan tidak hanya upah. Memang benar jika dikatakan
bahwa upah adalah bagian dari pendapatan, tetapi upah sendiri bukanlah
pendapatan. Pendapatan bisa saja dari upahnya, atau suatu komisi, atau margin
yang didapat akibat dari barang penjualan yang dipercayakan kepada seseorang.
Pendapatan yang dihasilkan para buruh atas pelaksanaan kegiatan - kegiatan
yang telah ditentukan dalam Perjanjian Kerja di suatu perusahaan, dapat
dikatakan sangat berperan dalam hubungan perburuhan dan sebagai dasar
hubungan perburuhan yang baik, maka sudah selayaknya kalau seorang buruh:
- Memperoleh sejumlah pendapatan yang cukup yang dipertimbangkan
agar dapat menjamin kebutuhan hidupnya yang pokok beserta
keluarganya;
- merasakan kepuasan berkenaan adanya kesesuaian dengan pendapatan
orang lain yang mengerjakan pekerjaan yang sejenis di perusahaannya
ataupun di tempat usaha lain di masyarakat.
Dalam menjalin hubungan kerja yang baik, mengenai masalah upah pihak
buruh seharusnya memikirkan pula keadaan dalam perusahaannya, dalam
keadaan perusahaan itu belum berkembang adanya upah yang layak yang
diberikan perusahaan itu yang sesuai dengan upah untuk pekerjaan sejenis di
perusahaan perusahaan lainnya, hendaknya disyukuri dengan jalan memberikan
imbalan - imbalannya berupa kegiatan kerja yang efektif dan efisien, turut
melakukan penghematan, karena setiap pendapatan yang dihasilkan perusahaan
tersebut akan sangat bermanfaat selain untuk menjamin kelancaran pengupahan,
juga untuk mengembangkan perusahaan tadi. Tidak hanya dari segi pekerja,
pengusaha juga seharusnya memikirkan para pekerja yang sudah mau
memikirkan keberlangsungan hidup perusahaan tersebut, hingga mau
memikirkan penghematan sampai menghasilkan tingkat produktifitas kerja yang
tinggi dengan cara memberikan kenaikan upah yang wajar di dasari dari
kenaikan kemampuan financial perusahaan.
Tentang jenis jenis upah dapat dikemukakan sebagai berikut
(Kartasapoetra, dkk 1992) :
- Upah Nominal
Yang dimaksud dengan upah nominal ialah sejumlah uang yang
dibayarkan kepada para buruh yang berhak secara tunai sebagai imbalan
atas pengerahan jasa jasa atau pelayanannya sesuai dengan ketentuan
ketentuan yang terdapat dalam Perjanjian Kerja di bidang industri atau
perusahaan ataupun dalam suatu organisasi kerja, dimana ke dalam upah
tersebut tidak ada tambahan atau keuntungan yang lain yang diberikan
kepadanya. Upah nominal ini sering pula disebut upah uang (money
wages) sehubungan dengan wujudnya yang memang berupa uang secara
keseluruhannya.
- Upah Nyata
Yang dimaksud dengan upah nyata ini ialah upah uang yang nyata
yang benar - benar harus diterima oleh seseorang yang berhak. Upah
nyata ini ditentukan oleh daya beli upah tersebut yang akan banyak
tergantung dari :
1. Besar atau kecilnya jumlah uang yang diterima;
2. Besar atau kecilnya biaya hidup yang diperlukan.
Ada kalanya upah itu diterima dalam wujud uang dan fasilitas atau in
natura, maka upah nyata yang diterimanya yaitu jumlah upah uang dan
nilai rupiah dari fasilitas dan barang in natura tersebut.
- Upah Hidup
Hidup yang lebih luas, yang tidak hanya kebutuhan pokoknya saja
yang dapat dipenuhi melainkan juga sebagian dari kebutuhan sosial
keluarganya, misalnya bagi pendidikan, bagi bahan pangan yang
memiliki nilai nilai gizi yang lebih baik, iuran asuransi jiwa dan
beberapa lainnya lagi. Upah yang diterima buruh pada umumnya dapat
berupa upah hidup, ataupun pula kalau perusahaan tempat kerjanya itu
dapat berkembang dengan baik, sehingga menjadi perusahaan yang kuat
yang akan mampu memberi upah hidup, karena itu maka pihak buruh
baiklah berjuang bersusah payah dahulu dengan pihak pengusaha agar
perusahaan yang kuat itu dapat terwujud.
- Upah Minimum
Pendapatan yang dihasilkan para buruh dalam suatu perusahaan
sangat berperan dalam hubungan perburuhan. Bertitik tolak dari
hubungan formal ini haruslah tidak dilupakan bahwa seorang buruh
adalah seorang manusia dan dilihat dari segi kemanusiaan,
sewajarnyalah kalau buruh itu mendapatkan penghargaan yang wajar
dan atau perlindungan yang layak. Dalam hal ini maka upah minimum
sebaiknya dapat mencukupi kebutuhan kebutuhan hidup buruh itu
beserta keluarganya, walaupun dalam arti yang serba sederhana, cost of
living perlulah diperhatikan dalam penentuan upah. Tujuan utama
penentuan upah minimum yaitu:
1. Menonjolkan arti dan peranan tenaga kerja (buruh) sebagai
sub sistem yang kreatif dalam suatu sistem kerja.
2. Melindungi kelompok kerja dari adanya sistem pengupahan
yang sangat rendah dan yang keadaannya secara material
kurang mernuaskan.
3. Mendorong kemungkinan diberikannya dengan nilai pekerjaan
yang dilakukan setiap pekerja.
4. Mengusahakan terjaminnya ketenangan atau kedamaian dalam
organisasi kerja atau perusahaan.
5. Mengusahakan adanya dorongan peningkatan dalam standar
hidupnya secara normal
- Upah Wajar
Upah wajar dimaksudkan sebagai upah yang secara relatif
ditandai cukup wajar oleh pengusaha dan para buruhnya sebagai uang
imbalan atas jasa jasa yang diberikan buruh kepada pengusaha atau
perusahaan, sesuai dengan Perjanjian Kerja di antara mereka.
Upah yang wajar ini tentunya sangat bervariasi dan bergerak antara
Upah Minimum dan Upah Hidup, yang diperkirakan oleh pengusaha
cukup untuk mengatasi kebutuhan kebutuhan buruh dengan keluarganya
(di samping mencukupi kebutuhan pokok juga beberapa kebutuhan
pangan lainnya, transportasi dan sebagainya). Faktor - faktor yang
mempengaruhi upah wajar (fair wages) adalah sebagai berikut:
1. Kondisi ekonomi negara secara umumnya.
2. Nilai upah rata rata di daerah dimana perusahaan tersebut
beroperasi.
3. Posisi perusahaan dilihat dari struktur ekonomi negara.
4. Undang undang terutama yang mengatur masalah upah dan
jam kerja.
5. Ketentuan ketentuan umum yang berlaku dalam lingkungan
perusahaan.
6. Peraturan perpajakan.
7. Pengusaha dan Organisasi Buruh yang mengutamakan gerak
saling harga menghargai dan musyawarah serta mufakat
dalam mengatasi segala kesulitan.
8. Standar hidup dari para buruh itu sendiri.
Upah yang wajar inilah yang diharapkan oleh para buruh, bukan
Upah Hidup, mengingat Upah Hidup umumnya sulit untuk dilaksanakan
pemberiannya karena perusahaan-perusahaan kita umumnya belum
berkembang baik, belum kuat permodalannya (Kartasapoetra, dkk,
1992).
Dalam hubungan perupahan, terjadi perbedaan kepentingan dari kedua sisi
yaitu sisi pengusaha dan sisi pekerja. Pengusaha ingin menekan biaya pekerja
yang cukup mengambil andil besar dalam biaya produksi. Sebaliknya, pekerja
ingin memperoleh pendapatan yang besar untuk mencukupkan kehidupan
keluarganya. Karena benturan kepentingan ini, pemerintah adalah penengah
yang baik. Banyak peraturan yang mengatur tentang hukum ketenagakerjaan,
baik dari jam kerja, upah, kewajiban pekerja, kewajiban pengusaha, hingga
pemerintah memberikan sarana untuk mendapatkan jalan tengah yang bisa di
dapat dari kedua belah pihak, dengan cara membentuk serikat pekerja dan
serikat pengusaha. Didasarkan pada UU no. 21 tahun 2000 tentang serikat
pekerja, ini adalah bentuk nyata bahwa pemerintah Indonesia sangat
memperhatikan tentang kondisi rakyatnya. Dengan adanya pertemuan antara
serikat pekerja dan serikat pengusaha, diharapkan dapat menemui jalan tengah
yang dapat disepakati dan juga dijalankan oleh kedua belah pihak di perusahaan
masing – masing.
Selanjutnya, mengenai kebijakan Upah Minimum Regional (UMR) diatur dalam
Peraturan Menteri Tenaga Kerja (Permenaker), terakhir No. Per-01/MEN/1999.
Dalam peraturan ini paling tidak terdapat sepuluh prinsip yang harus ditaati dalam
menetapkan upah minimum:
1. Upah minimum adalah upah bulanan terendah yang terdiri dari upah pokok
dan tunjangan tetap.
2. Upah minimum wajib dibayar dengan upah bulanan kepada pekerja, atau
dengan kesepakatan pekerja dapat dibayarkan secara mingguan, atau dua
mingguan.
3. Besarnya upah pekerja yang berstatus tetap, tidak tetap dan dalam masa
percobaan serendah-rendahnya sebesar upah minimum.
4. Upah minimum hanya berlaku bagi pekerja yang mempunyai masa kerja
kurang dari satu tahun.
5. Peninjauan upah dilakukan atas kesepakatan tertulis antara pekerja/serikat
pekerja dengan pengusaha.
6. Pekerja dengan sistem borongan atau berdasarkan satuan hasil yang
dilaksanakan satu bulan atau lebih, besarnya upah rata-rata sebulan
serendah-rendahnya sebesar upah minimum di perusahaan tersebut.
7. Upah pekerja harian lepas ditetapkan secara bulanan berdasarkan jumlah hari
kehadiran. Untuk perusahaan dengan sistem kerja enam hari per minggu
upah bulanan dibagi 25, dan pada sistem kerja lima hari dalam seminggu
upah bulanan dibagi 21.
8. Perusahaan yang telah memberikan upah lebih tinggi dari upah minimum
yang berlaku dilarang menurunkan upah.
9. Dengan kenaikan upah minimum, para pekerja harus memelihara prestasi
kerja, yang ukurannya dirumuskan bersama oleh pengusaha dan pekerja atau
serikat pekerja atau Lembaga Kerjasama Bipartit perusahaan yang
bersangkutan.
10. Pengusaha yang tidak mampu melaksanakan ketentuan upah minimum dapat
mengajukan penangguhan pelaksanaan upah minimum kepada Menteri atau
Pejabat yang ditunjuk.
Selanjutnya, mengenai komponen apa saja dalam pengupahan yang termasuk
dalam komponen Upah Minimum. Hal ini sering kali kurang dipahami oleh
pengusaha dan pekerja. Secara garis besar, komponen upah/gaji pekerja terdiri dari:
gaji/upah pokok; tunjangan (tetap dan tidak tetap); upah lembur; bonus; Tunjangan
Hari Raya (THR); dan berbagai fasilitas lain yang tidak berbentuk uang (misalnya
seragam atau tempat tinggal) atau tunjangan lain yang umumnya meliputi berbagai
fasilitas keselamatan kerja maupun kesejahteraan pekerja. Berdasarkan lembaga
penelitian SMERU, komponen upah juga dibedakan berdasarkan jenisnya.
Berdasarkan upah tersebut kemudian dihitung upah yang termasuk dalam komponen
upah minimum dan upah/gaji kotor. Upah/gaji kotor adalah keseluruhan upah/gaji
yang diterima pekerja rata-rata dalam satu bulan. Berikut adalah table yang
menggambarkan kolerasi komponen gaji/ upah dengan komponen upah minimum:
Komponen Klasifikasi/ Kriteria JenisKomponen
UMR/Gaji/Upah Upah MinimumUpah/ Gaji
pokokDiterima bulanan/
mingguan Waktu penerimaan: Ya
Bulanan Setiap bulanHarian Tetap Satu/dua minggu 1xHarian Lepas Satu/dua minggu 1x
Kontrak Setiap bulan/mingguBorongan Satu/dua minggu 1x
Upah LemburBerdasarkan kehadiran
dan Tidakjumlah jam kerja
Hari biasa TidakHari minggu Tidak
Hari libur TidakBonus Berdasarkan kinerja/
konduite:- Bonus tetap per bulan Ya
(tidak dipengaruhikehadiran) Prestasi Tidak
- Berdasarkan konduite atau Konduite/kinerja
kehadiran)
TunjanganTidak berdasarkan
kehadiran Jabatan YaTetap Tunai dan in natura Keluarga Ya
Kesehatan YaPeruamahan/ T.
tinggal YaTransportasi Ya
Makan Ya
TunjanganBerdasarkan kehadiran
(atau Kehadiran Tidak
Tidak tetapkasus sakit untuk
kesehatan) Makan/snackTidak (Ya,
harian)
Tunai dan in natura TransportasiTidak (Ya,
harian)Kesehatan Tidak
Piket/Uang tugas TidakInsentif kerja shift TidakPremi Borongan Tidak
Cuti haid TidakTHR Setahun sekali Tidak
Tunai dan/atau in natura
Fasilitas lain Keselamatan kerja Poliklinik/dokter/ Tidak(in natura dan Paramedis Tidak
lainnya) Kesejahteraan Pekerja Pakaian seragam TidakKantin Tidak
Perumahan/wisma TidakKoperasi Tidak
Sarana ibadah TidakSarana olahraga Tidak
Kasus pertama : Perbudakan di perusahaan panci
(sumber: http://www.tempo.co/read/news/2013/05/05/064478056/Kasus-Pabrik-Panci-Kepala-Dinas-Siap-Dicopot )
Pada tanggal 3 Mei 2013, Sebuah Industri kecil ilegal di RT 3/4, Kampung Bayur
Ropak, Desa Lebak Wangin, Kecamatan Sepatan, Kabupaten Tangerang terlibat dalam kasus
Hukum Ketenaga Kejraan, kasus tentang penyiksaan tenaga kerja diantaranya adalah :
penyekapan, penganiayaan dan tidak di beri upah selama berbulan-bulan. Menteri Tenaga Kerja
dan Transmigrasi Muhaimin Iskandar mengatakan, “perbudakan yang terjadi di pabrik panci
atau kuali Tangerang terjadi karena sulitnya pengawasan industri skala kecil. Industri skala kecil
dengan karyawan kurang dari 100 orang bersifat tertutup. Sementara, dia juga tidak membantah
industri skala kecil itu kemungkinan ada beking aparat.”
Dengan ini kasus terus berjalan hingga penetapan hukuman atas terpidana (Yuki Irawan (41) ,
Tedi Sukarno (35), Sudirman (34), Nurdin alias Umar (25), dan Jaya (30)) terkena pasal berlapis
yaitu :
1. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, yakni Pasal 333 tentang Perampasan Kemerdekaan
Prang,
2. Pasal 351 tentang Penganiayaan,
3. Pasal 24 Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian,
4. Pasal 88 UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak,
5. Pasal 2 UU Nomor 21 Tahun 2007 tentang Tindak Pidana Perdagangan Orang.
6. Pasal 372 KUHP tentang Tindak Pidana Penggelapan.
7. Pasal 89 UU Ketenagakerjaan Upah Minimum
Kasus kedua: Ribuan Buruh Tuntut Realisasi Upah Sektor Migas
(sumber: riaupos.co, 11 Oktober 2013)
PEKANBARU (RP) - Ribuan buruh yang tergabung dalam Federasi Pertambangan
dan Energi, Serikat Buruh Sejahtera Indonesia (FPE SBSI) melakukan aksi unjuk
rasa di depan PT Chevron Pacific Indonesia (PT CPI) dan SKK Migas Sumbagut,
Kamis (10/10) siang. Mereka menuntut agar upah minimum sektoral migas Provinsi
Riau 2013 direalisasikan.
Aksi massa sudah dimulai sejak pukul 06.30 WIB di depan Komplek PT CPI,
Rumbai. Kericuhan sempat terjadi dalam aksi yang masih dilakukan sekitar 300-an
massa FPE SBSI dengan aparat kepolisian.
Namun kericuhan berhasil diredam setelah Kapolres Pekanbaru Kombes Pol Adang
Ginanjar turun ke lokasi.
Selanjutnya aksi massa berjalan dengan tertib dan terkendali walaupun jumlah
buruh bertambah menjadi sekitar 15.00-an setelah buruh FPE dari Duri datang
untuk ikut bergabung. Untuk menenangkan massa, aksi ini dihibur dengan musik
dangdut.
Ketua FPE SBSI Armaini menuturkan, aksi massa tersebut terjadi karena gaji yang
mereka terima masih sama dengan tahun lalu sebanyak Rp1,53 juta.
Padahal setelah Januari 2013 seharusnya sudah naik menjadi Rp2,25 juta. ‘’Artinya
gaji kami masih tersisa sebanyak Rp720 ribu setiap bulannya dari Januari hingga
Oktober ini. Kami hanya meminta hak kami dibayarkan,’’ tutur Armaini.
Menanggapi aksi buruh ini Manajer Komunikasi PT CPI Tiva Permata kepada awak
media menuturkan, pihaknya menghormati aksi yang dilakukan sepanjang masih
sesuai dengan koridor hukum, tidak bersifat anarkis ataupun mengganggu orang
lain.
‘’Namun dalam hal UMSP, CPI dan/atau SKK Migas bukanlah pihak yang
memiliki kewenangan untuk menentukan kapan dan bagaimana kewajiban hukum
tersebut harus dilaksanakan oleh perusahaan-perusahaan mitra kerjanya. Meskipun
demikian, sebagai bentuk kepedulian, CPI telah mengimbau para mitra kerjanya
untuk menaati peraturan ini,’’ tutur Tiva.
‘’Meskipun tanpa kewajiban kontraktual maupun hukum, CPI telah berkoordinasi
dengan SKK Migas membuka kesempatan kepada para mitra kerja untuk
mengajukan permohonan penyesuaian nilai kontrak untuk mengakomodasi
penyesuaian upah minimum kepada para pekerjanya yang berhak,’’ tambahnya.
Aksi massa kemudian berlanjut ke SKK Migas Sumbagut yang berkantor di Gedung
Surya Dumai Group, Jalan Jenderal Sudirman. Iring-iringan massa mencapai lebih
dari satu kilometer langsung menuju Surya Dumai Group dengan mendapat kawalan
dari Satlantas Polresta Pekanbaru.
Agar arus lalu-lintas menjadi lancar, beberapa jalur lalu-lintas dialihkan. Di depan
Gedung Surya Dumai Group, aksi massa berjalan tertib dan lancar hingga. Setelah
beberapa kali orasi, pimpinan SKK Migas berkenan menerima sepuluh orang
perwakilan untuk bernegosiasi.
Sementara itu, anggota Komisi I DPRD Bengkalis Syafro Maizal SH MH
menegaskan, Pergubri Nomor 24/2013 tentang penetapan Upah Minimum Sektor
Migas tahun 2013 sebesar Rp2.250.000 merupakan risiko hukum yang harus ditaati
seluruh pihak terkait.
“Artinya, Pergubri itu harus ditaati tanpa penolakan oleh pihak pengusaha yang
bergerak di sektor migas. Apalagi Pergubri itu lahir atas kesepakatan bersama para
pihak yang tergabung dalam Dewan Pengupahan. Makanya kita minta perusahaan
terkait segera menjalankan itu tanpa banyak alasan. Soalnya, itu merupakan risiko
hukum yang harus ditaati,” tegasnya.
CPI selaku pemberi kerja kepada kontraktor Migas di daerah ini, menurut Syafro
pun jangan hanya mendukung separuh pelaksanaan Pergubri tersebut.
“Katanya, CPI mendukung penuh. Namun bicara mereka berkoma, artinya separuh-
separuh. Harusnya CPI bertegas-tegas saja tentang kapan penyesuaian kontrak yang
diajukan kontraktor itu bakal disetujui dan direalisasikan. Tanggal pastinya harus
jelas. Jangan mengambang seperti saat ini,” tegasnya.
Tak hanya itu, menurut Syafro, pihak terkait dalam hal ini jajaran Pemprov Riau
pun harus bertindak tegas dan mendesak CPI dan mitra kerjanya segera
merealisasikan itu.
“Kalau peraturan Gubri tentang UMSP Migas itu tak jalan, maka kewibawaan
Pemprov lah yang menjadi taruhannya. Dan perlu diingat, bukankah dana
penyesuaian kontrak akibat kenaikan UMSP itu pun akan dibebankan juga ke
negara. Kok berleha-leha betul. Buruh yang teraniaya jadinya. Sementara kekayaan
alam di perut bumi ini menurut UUD 1945 adalah untuk kemakmuran rakyat seperti
buruh. Sekarang mereka menderita. Apa akan dibiarkan saja,” paparnya.
Kasus ketiga: Semester I PHK 200ribu Pekerja
(sumber: jpnn.com, 30 Oktober 2013)
JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) menilai tuntutan buruh yang
meminta kenaikan gaji hingga 50 persen di tahun 2014 bisa merugikan kedua belah
pihak. Pasalnya, di semester pertama tahun ini saja telah ada 200 ribu pekerja yang
di PHK (pemutusan hubungan kerja) karena pengusaha tak sanggup membayar gaji.
Rata-rata permasalahan mereka karena upah minimum provinsi (UMP) yang tinggi
sehingga pengusaha tak sanggup bayar. Pertengahan tahun ini sudah ada 200 ribu
buruh yang kena PHK. Dari jumlah tersebut, 65 ribu di antaranya merupakan buruh
yang bekerja di wilayah Jabodetabek," ujar Ketua Umum Apindo, Sofyan Wanandi
kemarin (29/10).
Menurut beberapa pengusaha yang dikonfirmasi Apindo, mereka terpaksa
melakukan pemutusan hubungan kerja karena beban operasional perusahaan
meningkat tajam akibat pemerintah daerah yang menaikkan UMP."Banyak yang
kemudian merelokasi pabriknya ke daerah yang lebih rendah UMP-nya, itu sikap
pengusaha yang manusiawi," ungkapnya.
Langkah PHK terpaksa dilakukan menyusul terjadinya relokasi pabrik-pabrik ke
daerah yang lebih pro bisnis. Perusahaan lantas mencari tenaga kerja baru di
wilayah relokasi. Tidak sedikit pula pengusaha yang memindahkan pabrik ke negara
lain yang lebih aman untuk berbisnis."Pengusaha itu berfikir praktis, kalau usahanya
terganggu atau berat di ongkos ya cari tempat lain saja," tuturnya.
Perusahaan yang paling banyak merelokasi pabrik umumnya industri tekstil dan
garmen, terutama milik pengusaha Korea Selatan."Mereka pilih melakukan relokasi
pabrik ke Kamboja atau Burma karena UMP disana rata-rata masih USD 40 per
bulan, sedangkan di Indonesia sudah USD 200 perbulan. Itu belum termasuk untuk
bonus, tunjangan dan lainnya," kata Sofyan.
Oleh karena itu Apindo meminta pemerintah agar tidak tunduk kepada tekanan
buruh atau pekerja dalam menetapkan besaran UMP 2014."Yang demo-demo itu
tidak berfikir kalau mereka memaksakan kehendak maka akan banyak perusahaan
gulung tikar. Kalau itu terjadi tentu ada PHK besar-besaran. Artinya dua belah
pihak pasti rugi," terangnya.
Sekjen Apindo, Suryadi Sasmita menambahkan sudah banyak perusahaan yang
berniat akan merelokasi pabriknya ke daerah yang UMP-nya rendah. "Banyak sekali
perusahaan yang mau hengkang. Di daerah Bogor saja ada 68 perusahaan, lalu di
Tangerang dan Bekasi juga ada. Total bisa 100-an perusahaan yang berniat relokasi.
Itu yang sudah ngomong ke Dinas Tenaga Kerja," tandasnya.
Kebanyakan pabrik tersebut merupakan perusahaan padat karya seperti tekstil,
garmen, alas kaki dan lain-lain. Proses relokasi terus dilakukan karena butuh waktu
hingga tiga tahun, mulai dari memilih lokasi, membebaskan lahan, hingga
membangun."Ekspansi mereka lari ke Jawa Tengah, Mojokerto (Jatim), Solo,
karena dianggap masih aman," jelasnya.
3. Analisa
Dari ketiga kasus diatas terdapat isu yang sama mengenai upah minimum di
Indonesia namun dengan perspektif yang berbeda. Pertama, merupakan tindakan
penuntutan kenaikan upah oleh buruh kepada pemerintah. Kedua, merupakan
tindakan penuntutan hak buruh terkait upah kepada perusahaan. Dan yang ketiga,
adalah tindakan real pengusaha terhadap keputusan pemerintah terkait upah buruh.
Pada kasus pertama menggambarkan adanya ketidak adilan yang terjadi dalam
pemberian upah yang tidak dibayarkan berbulan-bulan dimana korban merupakan
korban penganiayaan yang disekap digudang, disinipun adanya modus bahwa
pemilik CV telah bekerja sama dengan aparat polisi dengan menyogok sebagai uang
tutup mulut, pemerintah pun mengatakan bahwa seharusnya seluruh buruh korban
layak mendapatkan 1M. Sehingga adanya penuntutan hak buruh terhadap
perusahaan dan pemerintah.
Kasus kedua : terkait dengan hal penuntutan antara buruh dengan pengusaha,
dimana selama 10 bulan terakir para pekerja tetap mendapatkan gaji dibawah UMP,
dalam hal ini dapat dikenakan pasal 89 UU Ketenagakerjaan, apabila pengusaha
tidak sanggup membayar upah sebaiknya dilakukan penangguhan, yang tata cara
penangguhannya diatur dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi
Republik Indonesia Nomor: KEP.231/MEN/2003 tentang Tata Cara Penangguhan
Pelaksanaan Upah Minimum.
Kasus ketigaa : terjadinya PHK disebabkan karena pengusaha yang tidak mampu
membayar UMR terhadap pekerja sehingga adanya penuntutan yang terjadi antara
pengusaha dengan pemerintah. Hal ini pun harus dilakukan secara adil terhadap
buruh seperti, Pasal 156 ayat (1) Undang-Undang No. 13 Tahun 2003 tentang
Ketenagakerjaan (“UU Ketenagakerjaan”) yang berbunyi:
“Dalam hal terjadi pemutusan hubungan kerja (“PHK”), pengusaha diwajibkan
membayar uang pesangon dan atau uang penghargaan masa kerja dan uang
penggantian hak yang seharusnya diterima.”
Namun sebaiknya juga harus melihat dari kedua belah pihak, dari sisi pengusaha
adapun Undang-Undang nomor 13/2012 tentang tenaga kerja, tidak hanya
membicarakan mengenai standar hidup layak, tetapi dibicarakan masalah
produktivitas dan pertumbuhan ekonomi nasional. Hal tersebut paling utama yang
harus diperhatikan dalam menentukan kenaikan upah buruh.
4. Saran & Kesimpulan
Pertama, Dinas tenaga kerja perlu mengupayakan sistem dan metode pengawasan terpadu
dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan, kelurahan dan atau kecamatan untuk
melakukan pengawasan secara langsung ke lapangan secara periodik. Pengawasan yang
dilakukan seharusnya tidak terbatas pada pengusahanya tetapi juga bertemu langsung
dengan tenaga kerjanya.
Kedua, perlu dilakukan sosialisasi secara terus menerus dan terstruktur tentang UU
Ketenagakerjaan dan peraturan yang berkaitan kepada semua pelaku usaha baik
dalam bentuk usaha berbadan hukum atau tidak, milik perorangan, milik
persekutuan, milik badan hukum, baik swasta maupun milik negara, skala kecil dan
menengah.
Masalah kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP), menurut Sofjan, sangat
berhubungan dengan pertumbuhan investasi asing di dalam negeri. Harus dipastikan
agar para investor yang akan menanamkan modalnya di Indonesia memiliki
kepastian dan berani untuk berinvestasi.
“Masalah sistem upah buruh adalah hal utama yang harus diperhatikan oleh investor.
Jika pemerintah tidak memberikan kepastian dalam menangani masalah upah, maka
investor akan beralih ke negara lain,” paparnya. Sofjan menjelaskan kepastian
kenaikan UMP akan menyelamatkan industri padat karya serta menarik kembali
investasi industri tersebut ke dalam negeri yang selama ini dinilai lebih tertarik
berinvestasi di luar negeri karena diberatkan oleh besarnya UMP.“Kalau mau
menyelamatkan eksistensi industri padat karya, yang utama itu adalah kepastian
kenaikan-kenaikan UMP. Kenaikan UMP ini harus disesuaikan agar ongkos buruh
dalam negeri bisa bersaing dengan negara-negara lainnya,” tandasnya. (Sumber :
www.neraca.co.id/harian/article/31916/Kenaikan.UMP.Harus.Sesuai.Produktivitas)