MATA KULIAH PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
FUNGSI HUKUM ISLAM
Disusun Oleh :
Nama : Musafak
NPM : 35412164
Kelas : 2 ID 08
Mata kuliah : Pendidikan Agama Islam
FAKULTAS TEKNOLOGI INDUSTRI
UNIVERSITAS GUNADARMA
BEKASI
2013
Tujuan Hukum Islam dalam Maqashidul Khomsah
HUKUM ISLAM
Maqashidul Khomsah atau Al-Syariah terdiri dari lima macam, yaitu :
1. Islam Sebagai Hifz Al-Din (Pemelihara Agama)
Islam sebagai Ad-Din yang berarti tujuan pertama hukum Islam sebagai pemelihara
agama, adalah karena agama merupakan pedoman hidup, dan di dalam agama Islam
selain dari komponen-komponen Aqidah yang merupakan pegangan bagi setiap
muslim serta ahlak yang merupakan sikap hidup seorang muslim, terdapat juga
syariat yang merupakan jalan hidup seorang muslim baik dalam perhubungan dengan
Tuhannya maupun dengan manusia lain dan benda dalam masyarakat. Komponen itu
dalam hukum Islam terjalin erat karena itulah maka hukum Islam wajib melindungi
agama Islam yang dianut oleh seorang dan menjamin kemerdekaan setiap orang
untuk beribadat menurut keyakinan agamanya.
Keunikan Islam Sebagai Ad Din
Islam adalah cara hidup ciptaan Allah yang mempunyai berbagai keistimewaan.
Antaranya ialah :
1. Islam adalah cara hidup manusia yang didatangkan daripada Allah ,
2. Islam ialah cara hidup yang menyeluruh mengatur semua bagian daripada
kehidupan manusia ,
3. Nilai – nilai hidup Islam adalah tetap dan tidak dapat dipermain – mainkan ,
4. Islam ialah sistem hidup untuk semua manusia , bukan untuk golongan atau
bangsa tertentu ,
5. Islam ialah cara hidup yang mempunyai keserasian dan persefahaman antara
cita – cita dan kenyataan ,
6. Islam menekankan hubungan dengan Allah ( hablum minanallah ) dan
hubungan sesama manusia ( hablum minan nas ).
2. Islam Sebagai Hifz Al-Nafs (Pemeliharaan Jiwa)
Islam sebagai An-Nafs yang berarti hukum Islam wajib memelihara hak manusia
untuk hidup dan mempertahankan kehidupannya. Untuk itu hukum Islam melarang
pembunuhan sebagai upaya menghilangkan jiwa manusia dan melindungi berbagai
manusia yang dipergunakan oleh manusia untuk dan mempertahankan kemaslahatan
hidupnya. Dalam pandangan al Quran, nafs diciptakan oleh Allah S.W.T dalam
keadaan sempurna sebagai sarana menampung dan mendorong manusia untuk
berbuat kebaikan dan menjahui keburukan.
"Dan jiwa serta penyempurnaannya (ciptaannya), Maka Allah mengilhamkan kepada jiwa itu (jalan) kefasikan dan ketakwaannya." (Q.S. asy-Syams [91]: 7-8)
Mengilhamkan berarti memberi potensi agar manusia melalui nafs dapat menangkap makna baik dan baru, serta dapat mendorongnya untuk melakukan kebaikan dan keburukkan. Setelah ruh dan jasad disatukan maka munculah pengaruh yang ditimbulkan jasad terhadap ruh, pengaruh tersebut kemudian memunculkan kebutuhan-kebutuhan jasad yang dibangun oleh ruh. Kebutuhan atau dorongan jiwa inilah yang dikenal dengan hawa nafsu. Berkatalah Ibnu Abbas ra:"Sumber dari maksiat, nafsu birahi, dan kelalaian adalah hawa nafsu. Bagimu berteman dengan orang bodoh yang membenci hawa nafsu lebih baik ketimbang berteman dengan orang pandai yang menyukai hawa nafsunya. Ilmu macam apakah yang dimiliki orang alim (pandai) yang menyukai hawa nafsunya atau kebodohan apakah yang akan dimiliki orang bodoh yang membenci hawa nafsunya?"
Al Quran mengajak manusia untuk selalu menjaga dan mensucikan jiwa-nya dari
dorongan hawa nafsu:
"Dan janganlah kamu membunuh dirimu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu." (Q.S. an-Nissa : 29)
"Sesungguhnya beruntunglah orang yang mensucikan jiwa itu,. Dan Sesungguhnya
merugilah orang yang mengotorinya" (Q.S. asy-Syams : 8-10)
3. Islam sebagai Hifz Al-‘Aql (Pemeliharaan Akal)
Islam sebagai Hifz Al-‘aql yang berarti akal sangat dipentingkan oleh hukum Islam
karena dengan mempergunakan akalnya manusia akan dapat berfikir tentang Allah,
alam semesta dan dirinya. Memelihara akal, dilihat dari kepentingannya dapat dibagi
menjadi tiga peringkat:
1. Memelihara akal pada peringkat dlaruriyat, seperti diharamkan minum
minuman keras. Apabila ketentuan ini dilanggar akan berakibat terancamnya
eksistensi akal manusia.
2. Memelihara akal pada peringkat hajiyat, seperti dianjurkan untuk menuntuk
ilmu pengetahuan. Sekirannya kegiatan itu tidak dilakukan tidak akan
merusak eksistensi akal, akan tetapi dapat mempersulit seseorang terkait
dengan pengembangan ilmu pengetahuan dan akhirnya berimbas kesulitan
dalam hidup.
3. Memelihara akal pada peringkat tahsiniyat, menghindarkan diri dari kegiatan
menghayal dan mendengarkan atau melihat melihat sesuatu yang tidak
berfaedah. Kegiatan itu semua tidak secara langsung mengancam eksistensi
akal manusia.
4. Islam sebagai Hifz Al-Nasl (Pemelihara Keturunan)
Islam sebagai hifz an-nasl yang berarti agar kemurnian darah dapat dijaga dan
kelanjutan umat manusia dapat diteruskan. Hal ini tercermin dalam hubungan darah
yang menjadi syarat untuk dapat saling mewarisi, dan larangan perkawinan yang
disebutkan secara rinci di dalam Al-Qur’an serta larangan berzina. Hukum
kekeluargaan dan kewarisan adalah memelihara atau menjaga kemurnian atau
kemaslahatan keturunan. Memelihara keturunan ditinjau dari kebutuhannya dibagi
menjadi tiga , yaitu :
1. Memelihara keturunan pada peringkat dlaruriyat, seperti disyariatkannya
menikah dan dilarangnya berzina. Apabila hal ini diabaikan dapat mengancam
eksistensi keturunan.
2. Memelihara keturunan pada peringkat hajiyat, seperti ditetapkan menyebut
mahar bagi suami ketika melangsungkan akad nikah dan diberikannya hak
talak kepadanya. Bila penyebutan itu tidak dilakukan maka akan mempersulit
suami, karena diharuskan membayar mahar. Juga talak, bila tidak dibolehkan
akan mempersulit rumah tangga yang tidak bisa dipertahankan lagi.
3. Memelihara keturunan pada peringkat tahsiniyat, seperti disyariatkannya
khitbah (peminangan) dan walimah (resepsi) dalam pernikahan. Hal ini
dilakukan untuk melengkapi acara pernikahan. Bila tidak dilakukan tidak
mengancam eksistensi keturunan dan tidak pula mempersulit.
5. Islam sebagai Hifz Al-Mal (Memelihara Harta)
Islam sebagai hifz al-mal yang berarti menurut ajaran Islam harta adalah pemberian
Tuhan kepada umat manusia agar manusia dapat mempertahankan hidup dan
melangsungkan kehidupannya. Oleh karena itu, hukum Islam melindungi hak
manusia memperoleh harta dengan cara-cara yang halal dan sah serta melindungi
harta seseorang. Memelihara harta ditinjau dari kepentingannya dibagi menjadi tiga,
yaitu :
1. Memelihara harta pada peringkat dlaruriyat, seperti disyariatkan tata cara
kepemilikan melalui jual beli dan dilaranganya mengambil harta orang lain
dengan cara tidak benar seperti mencuri. Apabila aturan ini dilanggar akan
mengancam eksistensi harta
2. Memelihara harta pada peringkat hajiyat, seperti disyariatkannya jual beli
dengan cara salam. Apabila cara ini tidak dipakai tidak akan mengancam
eksistensi harta
3. Memelihara harta pada peringkat tahsiniyat, seperti perintah menghindarkan
diri dari penipuan dan spekulatif. Hal ini berupa etika bermuamalah dan sama
sekali tidak mengancam kepemilikan harta apabila diabaikan. (Mu’allim dan
Yusdani, 1999; 58-61)
Refferensi :
Al-Qaradawiy, Yusuf. 1994. Al-Ijtihad al-Mu`asir Bayna al-Indibat wa al-Ifrat. Kaherah: Dar al-Tawzi` wa al-Nashr.
Al-Raysuniy, Ahmad. 2010. Madkhal ila Maqasid al-Shari`ah. Rabat: Dar al-Aman.