Download docx - Tumor Jinak Esofagus

Transcript
Page 1: Tumor Jinak Esofagus

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Tumor esofagus ada yang bersifat jinak dan ada yang bersifat ganas. Tumor jinak

esofagus merupakan lesi yang sangat jarang ditemukan (< 1% dari kasus tumor esofagus).

Kira-kira dua per tiga dari tumor jinak esofagus adalah tumor yang berasal dari lapisan otot

yang disebut dengan leiomioma dan jenis tumor yang lain sering ditemukan adalah polip dan

kista.1

Tidak ada gejala yang khas dari tumor jinak esofagus. Gejala sumbatan akan timbul

jika ukuran tumor besar. Disfagia terjadi secara lambat tergantung dari besarnya tumor.

Disfagia dapat ditemukan ketika diameter tumor sudah membesar lebih dari 5 cm. Kadang-

kadang ditemukan rasa tidak enak di epigastrium dan substernal, rasa penuh dan sakit yang

menjalar ke punggung dan bahu, muntah dan mual serta regurgitasi.2,3

Secara patologi, jarang neoplasma jinak esofagus. Seperti yang disebutkan diatas,

leiomioma, polip dan kista membentuk lebih dari 95% lesi ini. Terlazim leiomioma (75%).

Masukan alkohol berlebihan dan tembakau (faktor etiologi yang dikenal dalam karsinoma

mulut dan saluran pernafasan) juga dilibatkan dalam karsinoma esofagus.4

Jika tumor esofagus timbul dalam bagian distal dan setengah pasien yang terkena

adalah asimtomatik. Mayoritas leiomioma ditemukan secara tidak sengaja atau saat autopsi.

Perdarahan jarang ditemukan kecuali pada kasus leiomiosarkoma. Karena tumor berasal dari

propria muskularis, tumor tersebut ditutupi oleh submukosa yang utuh dan mukosa, sehingga

sulit untuk dilakukan biopsi secara endoskopi.4

Terapi tumor jinak esophagus adalah dengan pembedahan. Reseksi merupakan satu-

satunya cara untuk konfirmasi tumor tersebut tidak bersifat ganas. Tumor jinak esofaggus

dengan pemeriksaan esofagram yang berkala dapat ditemukan karakteristk tumor yang

tumbuh secara lambat dan resiko yang rendah untuk malignant degeneration. Pada kasus

tumor jinak esofagus setelah pembedahan reseksi, tidak ada laporan yang menyatakan terjadi

rekurens.1

1

Page 2: Tumor Jinak Esofagus

1.2 Tujuan Penulisan

Makalah ini dibuat untuk memenuhi persyaratan kepaniteraan klinik senior di

Departemen Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok dan Bedah Kepala Leher RSUP H.

Adam Malik Medan – Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara.

2

Page 3: Tumor Jinak Esofagus

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Anatomi dan Fisiologi Esofagus

Esofagus merupakan sebuah saluran berupa tabung berotot yang menghubungkan

dan menyalurkan makanan dari rongga mulut ke lambung. Dari perjalanannya dari faring

menuju gaster, esofagus melalui tiga kompartemen dan dibagi berdasarkan kompartemen

tersebut, yaitu leher (pars servikalis), sepanjang 5 cm dan berjalan di antara trakea dan

kolumna vertebralis. Dada (pars thorakalis), setinggi manubrium sterni berada di

mediastinum posterior mulai di belakang lengkung aorta dan bronkus cabang utama kiri, lalu

membelok ke kanan bawah di samping kanan depan aorta thorakalis bawah. Abdomen (pars

abdominalis), masuk ke rongga perut melalui hiatus esofagus dari diafragma dan berakhir di

kardia lambung, panjang berkisar 2-4 cm.5

Pada orang dewasa, panjang esofagus apabila diukur dari incivus superior ke otot

krikofaringeus sekitar 15-20 cm, ke arkus aorta 20-25 cm, ke v. pulmonalis inferior, 30-35

cm, dan ke kardioesofagus joint kurang lebih 40-45 cm. Bagian atas esofagus yang berada di

leher dan rongga dada mendapat darah dari a. thiroidea inferior beberapa cabang dari arteri

bronkialis dan beberapa arteri kecil dari aorta. Esofagus di hiatus esofagus dan rongga perut

mendapat darah dari a. phrenica inferior sinistra dan cabang a. gastrika sinistra.5

Pembuluh vena dimulai sebagai pleksus di submukosal esofagus. Di esofagus bagian

atas dan tengah, aliran vena dari plexus esofagus berjalan melalui vena esofagus ke v. azigos

dan v. hemiazigos untuk kemudian masuk ke vena kava superior. Di esofagus bagian bawah,

semua pembuluh vena masuk ke dalam vena koronaria, yaitu cabang vena porta sehingga

terjadi hubungan langsung antara sirkulasi vena porta dan sirkulasi vena esofagus bagian

bawah melalui vena lambung tersebut. Pembuluh limfe esofagus membentuk pleksus di

dalam mukosa, submukosa, lapisan otot dan tunika adventitia. Di bagian sepertiga kranial,

pembuluh ini berjalan seara longitudinal bersama dengan pembuluh limfe dari faring ke

kelenjar di leher sedangkan dari bagian dua per tiga kaudal dialirkan ke kelenjar seliakus,

seperti pembuluh limfe dari lambung. Duktus thorakikus berjalan di depan tulang belakang.5

3

Page 4: Tumor Jinak Esofagus

Esofagus dipersarafi oleh saraf simpatis dan parasimpatis. N. vagus bersifat saraf

parasimpatis bagi esofagus, meskipun di bawah leher n. vagus membawa gabungan saraf

simpatis dan parasimpatis. Esofagus pars servikalis dipersarafi oleh n. laringeus rekuren yang

berasal dari n. vagus. Cabang n.vagus dan n. laringeus rekurens kiri mempersarafi esofagus

thorakalis atas. N. vagus kiri dan kanan berjalinan dengan serabut simpatis membentuk

pleksus esofagus. Persarafan simpatis berasal dari ganglion servikal superior rantai simpatis,

n. splanikus mayor, pleksus aortik thorasikus dan ganglion seliakus.5

Secara histologis dinding esofagus terdiri atas 4 lapis, yaitu:3

1. Mukosa: Terbentuk dari epitel berlapis gepeng bertingkat yang berlanjut ke faring bagian

atas, dalam keadaan normal bersifat alkali dan tidak tahan terhadap isi lambung yang sangat

asam.

2. Submukosa: Mengandung sel-sel sekretoris yang menghasilkan mukus yang dapat

mempermudah jalannya makanan sewaktu menelan dan melindungi mukosa dari cedera

akibat zat kimia.

3. Muskularis: Otot bagian esofagus, merupakan otot rangka. Sedangkan otot pada separuh

bagian bawah merupakan otot polos, bagian yang diantaranya terdiri dari campuran antara

otot rangka dan otot polos.

4. Serosa: Terdiri dari jaringan ikat yang jarang menghubungkan esofagus dengan struktur-

struktur yang berdekatan, tidak adanya serosa mengakibatkan penyebaran sel-sel tumor lebih

cepat (bila ada kanker esofagus) dan kemungkinan bocor setelah operasi lebih besar.

4

Page 5: Tumor Jinak Esofagus

Gambar 1: Empat Lapisan Esofagus (mukosa, submukosa, muskularis, adventitia)

Fungsi dasar esofagus adalah membawa material yang ditelan dari faring ke lambung.

Refluks gastrik ke esofagus dicegah oleh sfingter bawah esofagus dan masuknya udara ke

esofagus pada saat inspirasi dicegah oleh sfingter atas esofagus, sfingter atas normalnya

selalu tertutup akibat kontraksi tonik otot krikofaringeus.

Ketika makanan mencapai esofagus, makanan akan didorong ke lambung oleh

gerakan peristaltik. Kekuatan kontraksi peristaltik tergantung kepada besarnya bolus

makanan yang masuk ke esofagus. Gerakan peristaltik esofagus terdiri dari gerakan

peristaltik primer dan gerakan peristaltik sekunder. Gerak peristaltik primer adalah gerak

peristaltik yang merupakan lanjutan dari gerakan peristaltik pada faring yang menyebar ke

esofagus. Gerakan ini berlangsung dengan kecepatan 3-4 cm/ detik, dan membutuhkan waktu

8-9 detik untuk mendorong makanan ke lambung. Gerakan peristaltik sekunder terjadi oleh

adanya makanan dalam esofagus. Sesudah gerakan peristaltik primer dan masih ada makanan

pada esofagus yang merangsang reseptor regang pada esofagus, maka akan terjadi gelombang

peristaltik sekunder. Gelombang peristaltik sekunder berakhir setelah semua makanan

meninggalkan esofagus. Esofagus dipisahkan dari rongga mulut oleh sfingter esofagus

proksimal atau sfingter atas esofagus (upper esopaheal spinchter/ UES), dan dipisahkan

dengan lambung oleh sfingter esofagus distal atau sfingter bawah esofagus (lower esophageal

spinchter/ LES). Sfingter esofagus proksimal terdiri dari otot rangka dan diatur oleh n. vagus.

5

Page 6: Tumor Jinak Esofagus

Tonus dari otot ini dipertahankan oleh impuls yang berasal dari neuron post ganglion n.

vagus yang menghasilkan asetilkolin.

Sfingter esofagus distal yang terletal 2-5 cm di atas hubungan antara esofagus dan

lambung merupakan otot polos. Secara anatomis, strukturnya tidak berbeda dengan esofagus

tetapi secara fisiologis berbeda oleh karena dalam keadaan normal sfingter selalu konstriksi.5

Proses menelan dapat di bagi menjadi 3 tahap yaitu:2,3

1. Fase oral, yang mencetuskan proses menelan. Fase oral terjadi secara sadar. Makanan yang

telah dikunyah dan bercampur dengan liur akan membentuk bolus makanan melalui dorsum

lidah ke orofaring akibat kontraksi otot intrinsik lidah. Kontraksi m. levator veli palatini

mengakibatkan rongga pada tekukan dorsum lidah diperluas, palatum mole dan bagian atas

dinding posterior faring (Passavant’s ridge) terangkat penutupan nasofaring akibat kontraksi

m. levator veli palatine, kontraksi m. Palatoglosus, ismus fausium tertutup, kontraksi m.

palatofaring, sehingga bolus makanan tidak akan berbalik ke rongga mulut.

2. Fase faringeal, terjadi secara refleks pada akhir fase oral, membantu jalannya makanan dari

faring kedalam esophagus. Faring dan taring bergerak ke atas oleh kontraksi m.stilofaring, m.

salfingofaring, m.tirohioid dan m. palatofaring. Aditus laring tertutup oleh epiglotis,

sedangkan ketiga sfingter laring, yaitu plika ariepiglotika, plika ventrikularis dan plika

vokalis tertutup karena kontraksi m. ariepiglotika dan m. aritenoid obligesàpenghentian aliran

udara ke laring karena refleks yang menghambat pernapasan (bolus tidak akan masuk ke

saluran nafas meluncur ke arah esofagus.

3. Fase esofageal, fase involunter lain yang mempermudah jalannya makanan dari esofagus

ke lambung. Rangsangan makanan pada akhir fase faringealàrelaksasi m. krikofaringà

introitus esofagus terbuka dan bolus makanan masuk kedalam esofagus. Sfingter

berkontraksi, tonus introitus esofagus saat istirahat,àrefluks dapat dihindari. Akhir fase

esofageal sfingter ini akan terbuka secara refleks ketika dimulainya peristaltik esofagus

servikal untuk mendorong bolus makanan ke distal. Selanjutnya setelah bolus makanan lewat,

maka sfingter ini akan menutup kembali.

6

Page 7: Tumor Jinak Esofagus

2.2 Definisi dan Klasifikasi

Tumor jinak biasanya jarang ditemukan. Umumnya ditemukan pada usia dewasa

muda dan gejala-gejala yang ditimbulkannya terjadi secara perlahan, jika dibandingkan

dengan tumor ganas esophagus. Tumor jinak esophagus dapat dibagi dalam dua golongan,

yaitu tumor yang berasal dari epitel dan tumor yang berasal bukan ari epitel (non-epitel).2

 

Tumor yang berasal dari epitel misalnya papiloma, polip, adenoma dan kista,

sedangkan tumor yang non-epitel misalnya leiomioma, fibroma, hemangioma, limfaangioma,

limpoma, mixofibroma dan neurofibroma. Tumor yang non-epitel dapat bertangkai

(peduculated tumor) atau tidaj bertangkai (sessile tumor).2

Tumor jinak yang berasal dari epitel seperti papiloma, polip, adenoma dan kista juga

jarang ditemukan. Polip harus dibedakan dari karsinoma. Kebanyakan polip berasal dari

esofagus pars cervicalis dan pedikel sempit yang panjang bisa meluas ke dalam esofagus

distal. Disfagia menjadi penyajian biasa dan regurgitasi polip ke dalam mulut telah

dilaporkan.4

Tabel 1: Klasifikasi Histologi Tumor Esofagus4

Tumor epitel

Jinak :

Papiloma skuamosa, polip

Ganas:

karsinoma sel skuamosa, adenokarsinoma, karsinoma kistika adenoid, karsinoma mukoepkiemoid,

karsinoma adenoskuamosa, karsinoma tidak berdiferensiasi

Tumor non-epitel

Jinak : Leiomioma

Ganas: Leiosarkoma

Tumor lain

Karsinosarkoma, melanoma maligna, mioblastoma

Tumor Metastatik ke Esofagus

Payudara, rongga mulut, lambung, ginjal, prostate, testis

7

Page 8: Tumor Jinak Esofagus

2.3 Gejela Klinis

Tidak ada gejala yang khas dari tumor jinak esofagus. Gejala sumbatan akan timbul

jika ukuran tumor besar. Disfagia terjadi secara lambat tergantung dari besarnya tumor.

Disfagia dapat ditemukan ketika diameter tumor sudah membesar lebih dari 5 cm. Kadang-

kadang ditemukan rasa tidak enak di epigastrium dan substernal, rasa penuh dan sakit yang

menjalar ke punggung dan bahu, muntah dan mual serta regurgitasi.2,3

Perdarahan pada saluran pencernaan jarang ditemukan tetapi bisa terjadi ketika

terdapat erosi pada selaput mukosa. Pada kasus yang ekstrim akan menyebabkan obstruksi

esofagus yang berat, penurunan berat badan dan muscle wasting dapat diobservasikan.1

2.4 Patofisiologi

Pada kasus yang paling sering yaitu leiomioma menunjukkan suatu hiperproliferasi

dari interlacing bundles sel-sel otot polos dimana yang dapat dibedakan dengan baik (well-

demarcated) oleh jaringan yang berdekatan ataupun kapsul smooth connective tissue.

Biasanya mereka bermula dari suatu pertumbuhan intramural, dan yang paling sering di

sepanjang dua per tiga distal dari esofagus. Mereka bersifat multipel pada 5% dari penderita.

Kebanyakan kasus leiomioma ditemukan secara tidak sengaja ketika mengevaluasi

suatu disfagia ataupun autopsi. Leiomioma pada bagian distal esofagus dapat mencapai

proporsi yang besar dan mungkin dapat tumbuh sampai ke cardia of the stomach.1

2.5 Diagnosa

Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium tidak banyak membantu dalam

menegakkan diagnosis. Untuk ini diperlukan pemeriksaan radiologik dan esofagoskopi.

Diagnosis pasti ditegakkan dengan melakukan biopsi dan sitologi.2

8

Page 9: Tumor Jinak Esofagus

Pemeriksaan radiologik:

Biasanya dilakukan pemeriksaan Rontgen esophagus dengan kontras barium (esofagogram).

Pada foto akan tampak gambaran cacat isi yang licin (smooth filling defect). Jika tumornya

besar akan tampak gambaran mukosa yang ireguler dan cacat isi yang berlobus (lobulated

filling defect) disertai dengan dilatasi esophagus. CT scan dapat memperlihatkan lokasi tumor

di esophagus dan menyingkirkan adanya limfadenpati mediastinal atau kelainan patologis

yang lain.2

Pemeriksaan esofagoskopi:

Dengan esofagoskopi dapat ditentukan lokasi tumor serta melihat apakah tumor bertangkai

atau tidak. Selain itu, esofagoskopi diperlukan untuk melihat asal tumor yang bertangkai. Hal

ini diperlukan untuk tindakan bedah.2

Pemeriksaan ultrasonografi:

Ultrasonografi esofagus bisa membantu dalam diagnosis dengan gambaran massa yang licin

dan tipikalnya berbentuk bulat, massa berada di dalam muskularis tanpa ada invasif ke

lapisan mukosa ataupun lapisan adventitia.1

Jika suatu leiomioma tersangka pada pemeriksaan esofagoskopi maka biopsi tidak harus

dilakukan kalau ia akan menimbulkan scarring pada lokasi biopsi. Scarring akibat dari biopsi

dapat menghambat prosedur reseksi ekstramukosal definitif dalam pembedahan. Brush

cytology mungkin dapat dilakukan.1

9

Page 10: Tumor Jinak Esofagus

Gambar 2. A: Typical endoscopic appearance of an esophageal lipoma. B: typical

homogenous and hyperechoic esophageal ultrasound appearance of an esophageal lipoma

within the third ultrasound layer (submucosa).7

Gambar 3. A. Typical hyperechoic esophageal ultrasound appearance of an esophageal

leiomyoma arising in the fourth ultrasound layer (muscularis propria). B. esophageal

untrasound appearance of a nodular esophageal leiomyoma, also arising from the fourth

ultrasound layer. 7

10

Page 11: Tumor Jinak Esofagus

Gambar 4: Barium esophagram demostrating smooth-lined defect near the gastrophageal

junction caused by an esopahgeal cyst.

2.6 Diagnosis Banding Disfagia

Berdasarkan penyebabnya, disfagia dibagi atas:2

1. disfagia mekanik

2. disfagia motorik

3. disfagia oleh gangguan emosi.

Penyebab utama disfagia mekanik adalah sumbatan lumen esofagus oeh massa tumor

dan benda asing. Penyebab lain adalah akibat peradangan mukosa esofagus, striktur lumen

esofagus, serta akibat penekanan lumen esofagus dari luar, misalnya oleh pembesaran

kelenjar timus, kelenjar tiroid, kelenjar getah bening di mediastinum, pembesaran jantung dan

elongasi aorta. Disfagia mekanik timbul bila terjadi penyempitan lumen esofagus. Keluhan

disfagia muali timbul bila dilatasi ini tidak mencapai diameter 2,3 cm.

11

Page 12: Tumor Jinak Esofagus

Keluhan disfagia motorik disebabkan oleh kelainan neuromuskular yang berperan

dalam proses menelan. Lesi di pusat menelan di batang otak, kelainan saraf otak n. V, n. VII,

n. IX, n. X dan n. XII, kelumpuhan otot faring dan lidah serta gangguan peristatik esofagus

dapat menyebabkan disfagia. Kelainan otot polos esofagus yang dipersarafi oleh komponen

parasimpatik n, Vagus dan neuron nonkolinergik pasca ganglion (post ganglionic non

cholinergic) di dalam ganglion mienterik akan menyebabkan gangguan kontraksi dinding

esofagus dan relaksasi sfingter esofagus bagian bawah, sehingga dapat timbulkeluhan

disfagia. Penyebab utama dari disfagia motorik adalah akalasia, spasme difus esofagus,

kelumpuhan otot faring dan skleroderma esofagus.

Keluhan disfagia dapat juga timbul bila terdapat gangguan emosi atau tekanan jiwa

yang berat.

2.7  Penatalaksanaan

Terapi tumor jinak esophagus adalah dengan pembedahan. Teknik operasi

(pengangkatan tumor) tergantung dari ukuran tumor, lokasi tumor, fiksasi mukosa dan

apakah lambung sudah terkena. Jika tumor terletak di daerah sepertiga tengah esophagus

dilakukan operasi torakotomi dari sisi sebelah kanan, jika tumor terletak di daerah sepertiga

distal esophagus dilakukan operasi torokotomi dari sebelah kiri.2

Tindakan pembedahan eksisi direkomendasi pada kasus tumor jinak esofagus yang

simtomatik dan dengan diameter ebih besar dari 5 cm. pada kasus yang asimtomatik atau lesi

yang kecil harus diobservasi secara berkala dengan esofagogram.1

 

Reseksi merupakan satu-satunya cara untuk konfirmasi tumor tersebut tidak bersifat

ganas. Tumor jinak esofaggus dengan pemeriksaan esofagram yang berkala dapat ditemukan

karakteristk tumor yang tumbuh secara lambat dan resiko yang rendah untuk malignant

degeneration.1

12

Page 13: Tumor Jinak Esofagus

2.8 Komplikasi dan Prognosis

Komplikasi bisa terjadi akibat jaringan dan efek kompresi oleh tumor. Komplikasi

sering terjadi pertumbuhan tumor sampai ke struktur di sekitar mediastinum, invasi ke aorta

dapat perdarahan masif, invasi ke perikardium terjadi tamponade jantung atau sindrom vena

superior, invasi ke serabut saraf menyebabkan suara serak atau disfagia, invasi ke saluran

napas mengakibatkan fistula trakeo-esofageal dan esofagopulmonal, yang merupakan

komplikasi serius. Obstruksi esofagus dan menimbulkan komplikasi yang paling sering

terjadi yaitu pneumonia aspirasi yang ada giliranya menyebabkan abses paru dan empiema.

Selain itu juga dapat terjadi gagal napas yang disebabkan oleh obstruksi mekanik atau

perdarahan. Perdarahan yang terjadi pada tumornya sendiri dapat menyebabkan anemia

defisiensi besi sampai  perdarahan akut masif. Pasien juga sering tampak malnutrisi, lemah

dan gangguan sistem imun yang kemudian akan menyulitkan terapi.

Pada kasus tumor jinak esofagus setelah pembedahan reseksi, tidak ada laporan

yang menyatakan terjadi rekuren.1

13

Page 14: Tumor Jinak Esofagus

BAB III

KESIMPULAN

Tumor jinak biasanya jarang ditemukan. Umumnya ditemukan pada usia dewasa

muda dan gejala-gejala yang ditimbulkannya terjadi secara perlahan, jika dibandingkan

dengan tumor ganas esophagus. Tumor jinak esophagus dapat dibagi dalam dua golongan,

yaitu tumor yang berasal dari epitel dan tumor yang berasal bukan ari epitel (non-epitel).

Jenis tumor yang paling sering ditemukan adalah tumor jenis non-epitel yang berasal dari otot

polos yaitu: leiomioma.2

Tidak ada gejala yang khas dari tumor jinak esofagus. Gejala sumbatan akan timbul

jika ukuran tumor besar. Disfagia terjadi secara lambat tergantung dari besarnya tumor.

Pemeriksaan fisik dan pemeriksaan laboratorium tidak banyak membantu dalam menegakkan

diagnosis. Untuk ini diperlukan pemeriksaan radiologik dan esofagoskopi. Diagnosis pasti

ditegakkan dengan melakukan biopsi dan sitologi.2

Terapi tumor jinak esophagus adalah dengan pembedahan. Teknik operasi

(pengangkatan tumor) tergantung dari ukuran tumor, lokasi tumor, fiksasi mukosa dan

apakah lambung sudah terkena.1,2

Pada kasus tumor jinak esofagus setelah pembedahan reseksi, tidak ada laporan yang

menyatakan terjadi rekuren. 1

14

Page 15: Tumor Jinak Esofagus

DAFTAR PUSTAKA

1. Mukherjee S., Katz J. Sept 27, 2012. Esophageal Leiomyoma.

Available from: [http://emedicine.medscape.com/article/174599-overview]

 

2. Soepardi EA., Tamin S. 2007. Kesulitan Menelan. Dalam: Soepardi EA., dkk. Buku

Ajar Ilmu Kesehatan Telinga Hidung Tenggorok Kepala dan Leher (edisi 6). Balai

Penerbit FK UI. Jakarta, Indonesia, Hal: 276-295.

3. Dhingra PL., Dhingra S. 2010. Disease of Ear, Nose & Throat. (5th ediotion). Elsevier,

India. Pg: 374-356.

4. Sabiston DC. 1995. Buku Ajar Bedah. (Edisi 2). Penerbit Buku Kedokteran EGC,

Jakarta. Hal: 484.

5. Guyton AC., Hall JE. 2006. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. (Edisi 11). Penerbit Buku

Kedokteran EGC, Jakarta. Hal: 821-824.

6. Facktor MA., Katlic MR. 2009. Benign Tumors, Cysts, and Duplication of the

Esophagus. Dalam: Shields TW., dkk. General Thoracic Surgery. (7th edition).

Lippincott Williams & Wilkins. Hal: 1973.

15