UG Jurnal Vol.11 No.03 2017 Sukmawati dan Pasaribu (2017)
PENGARUH MEKANISME GOOD CORPORATE GOVERNANCE TERHADAP UNDERPRICING (Studi Pada Perusahaan Yang Melakukan Initial Public Offering di BEi Periode 2010-2014)
Kartika Sukmawati ([email protected])
Rowland Bismark Fernando Pasaribu ([email protected])
Fakultas Ekonomi, Universitas Gunadarma
Jl. Margonda Raya No.100 Pondok Cina, Depok
ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menguji pengaruh antara mekanisme Good Corporate Governance (GCG) yang diproxykan dengan jumlah Dewan Komisaris, proporsi Dewan Komisaris Independen dan proporsi Dewan Komisaris Independen terhadap
fenomena underpricing yang diproxykan dengan nilai Initial Return (IR) pada
perusahaan yang terdaftar di BUI dan melakukan Initial Public Offering (IPO) sekaligus
mengalami underpricing selama tahun 2010-2014). Penelitian ini didasarkan pada teori
sinyal (signaling theory) yang menyatakan bahwa mekanisme GCG yang baik akan
memberikan sinyal kualitas perusahaan yang baik pula sehingga akan direfleksikan harga saham pada IPO akan tinggi, sehingga akan menghindari terjadinya
underpricing. Pengujian Hipotesis dilakukan dengan menggunakan model regresi berganda dengan sampel 39 perusahaan yang terdaftar di BEI. Hasil penelitian memberikan bukti empiris bahwa ternyata hanya jumlah Dewan Komisaris saja yang
berpengaruh terhadap terjadinya underpricing. Kata kunci : Initial Public Offering, underpricing, Initial Return PENDAHULUAN
Dalam menjalankan usaha, terkadang sebuah perusahaan memerlukan dana yang
jumlahnya cukup besar, sementara seorang manajer keuangan perlu memutuskan suatu keputusan pendanaan dimana manajer keuangan harus menentukan struktur
modal yang tepat, sehingga tingkat pengembalian dan risiko usaha berada pada posisi optimal. Sumber dana yang berasal dari internal perusahaan sangat terbatas jumlahnya, sehingga saat perusahaan memerlukan sumber dana yang cukup besarnya,
perusahaan lebih memilih untuk mendapatkannya dari eksternal perusahaan. Tidak jarang perusahaan melakukan penerbitan saham baru untuk memperoleh sumber dana
yang diperlukan. Perusahaan yang menjual sahamnya (go public) umumnya bertujuan
untuk memperbaiki struktur modal, meningkatkan kapasitas produk, memperluas
pemasaran dan hubungan bisnis dan meningkatkan kualitas manajemen (Samsul, 2006).
Tempat untuk penjualan saham yang pertama kali diperdagangkan disebut dengan pasar perdana atau dikenal dengan Initial Public Offering (IPO). Setelah saham
dipasarkan pada pasar perdana, maka selanjutnya saham diperjual belikan pada pasar
UG Jurnal Vol.11 No.03 Sukmawati dan Pasaribu 2017, Halaman 2
sekunder. Penentuan harga saham perdana merupakan faktor penting yang
menentukan keberhasilan proses go public suatu perusahaan. Harga saham IPO
ditentukan berdasarkan kesepakatan antara emiten dan underwriter (penjamin emisi).
Terdapat perbedaan kepentingan diantara emiten dan underwriter dalam menentukan
harga saham perdana, dimana pihak emiten menginginkan harga perdana yang tinggi dengan harapan perusahaan dapat memaksimalkan penerimaan dana dari proses go
public, sementara penjamin emisi cenderung menetapkan harga perdana yang rendah
untuk meminimalisir risiko penjaminan atas saham yang tidak dapat terjual.
Perbedaan kepentingan inilah yang menjadi salah satu penyebab terjadinya fenomena underpricingsaat proses IPO.
Underpricing merupakan fenomena yang umumnya sering terjadi saat proses
IPO di berbagai pasar modal dunia (Handono, 2010) tidak terkecuali di pasar modal
Indonesia, bahkan penelitian Aini (2013) mencatat bahwa tingkat underpricingIPO
perusahaan di Indonesia selalu di atas 60% selama tahun 2007-2011.Johnson (2013)
menyatakan bahwa underpricing adalah selisih positif antara harga saham dibursa efek
dengan harga saham di pasar perdana pada saat IPO, yang sering diwakilkan dengan besaran Initial Return (IR). Hal ini berarti fenomena underpricing terjadi ketika harga
saham perdana lebih rendah dibanding harga penutupan saham IPO pada hari pertama di pasar sekunder (Ali dan Hartono, 2003). Kondisi underpricing saat proses
IPO merugikan perusahaan, karena dana yang diperoleh dari penjualan saham perusahaan kepada publik tidak maksimal (Handayani, 2008) untuk itu pemilik
perusahaan berusaha meminimalkan underpricing (Prastiwi dan Kusuma, 2001).
Beberapa teori yang digunakan untuk menjelaskan fenomena underpricing
adalah agency theory dimana fenomena underpricing terjadi karena adanya konflik
kepentingan antara agen (underwriter) dan principal (perusahaan) akibat asimetri
informasi kedua belah pihak di pasar perdana (Suyatmi dan Sujadi, 2006). Teori lainnya adalah signaling theory dimana fenomena underpricing merupakan tindakan
rasional yang dilakukan perusahaan untuk memberikan sinyal positif kepada calon investor bahwa underpricing dianggap sebagai pemberian potongan harga saham
perdana yang artinya perusaaan memiliki kondisi keuangan yang kuat untuk
memulihkan kerugian atas penjualan saham perdananya. Penelitian tentang fenomena underpricingdi Indonesia sudah banyak
dilakukan, termasuk meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya fenomena underpricing, tak terkecuali yang disebabkan oleh tata kelola perusahaan (corporate
governance). Hasil yang diperoleh dari penelitian terdahulu diperoleh hasil yang tidak
konsisten, sehingga perlu dilakukan peneliian kembali guna membuktikan secara
empiris pengaruh corporate governance terhadap tingkat underpricing.
Tata kelola perusahaan yang baik atau Good Corporate Governance adalah salah
satu syarat untuk menciptakan pasar modal yang berkualitas, bahkan tata kelola perusahaan juga dinilai menjadi salah satu hal yang mempengaruhi tingkat underpricing pada IPO, karena dapat memancing timbulnya asimetri informasi yang
dapat berdampak pada terjadinya underpricing.Corporate governance diartikan sebagai
struktur yang diterapkan perusahaan untuk mengarahkan dan mengelola bisnis dalam
rangka meningkatkan nilai pemegang saham (Sidharta dan Cynthia, 2003 dalam Sari, 2010). Penerapan corporate governance saat ini menjadi fokus perhatian para stakeholders
dalam lingkungan bisnis hampir di setiap pasar saham di seluruh dunia. Pelaksanaan GCG dalam perusahaan memberikan sinyal kepada pihak luar
(investor) bahwa perusahaan memiliki kinerja dan kualitas yang bagus. Sesuai signaling theory, underpricing merupakan tindakan rasional yang dilakukan emiten
untuk memberikan sinyal positif kepada calon investor atas kualitas baik perusahaan.
UG Jurnal Vol.11 No.03 Sukmawati dan Pasaribu 2017, Halaman 3
Dalam kasus underpricing, mekanisme corporate governance dapat digunakan untuk
mengatasi agency problem yang timbul akibat adanya asimetri informasi yakni dengan
melakukan monitoring baik secara internal maupun eksternal (Jensen dan Meckling,
1976). Dalam tata kelola perusahaan yang baik pemisahan struktur dewan komisaris dan direksi serta proporsi struktur kepemilikan dinilai menjadi salah satu faktor penting. Hal ini dinilai dapat mempengaruhi asimetri informasi yang akan berdampak
pada harga saham perusahaan di pasar modal. Adanya pengawasan melalui struktur dewan melalui board size (jumlah
Dewan Direksi) dan board independent (proporsi Dewan Komisaris Independent) dan
struktur kepemilikan melalui proporsi Kepemilikan Manajemen yang optimal
merupakan salah satu sinyal bahwa perusahaan dalam pengawasan yang baik dan kinerja kualitas perusahaan yang baik (Yatim, 2011) sehingga informasi ini memicu
pasar untuk menetapkan harga yang tinggi terhadap saham-saham tersebut, tidak terkecuali dalam IPO dan pada akhirnya akan mengurangi fenomena underpricing.
Dari penjelasan-penjelasan tersebut menunjukkan bukti bahwa mekanisme corporate
governance memiliki pengaruh terhadap fenomena underpricing.
Penelitian terdahulu, Rahmida (2012) serta hasil penelitian Sasongko dan
Juliarto (2014) menyatakan bahwa jumlah dewan komisaris berpengaruh terhadap underpricing, sementara Mnif, 2010); Auliya dan Januarti (2015) menyimpulkan bahwa
terdapat pengaruh board independence terhadap tingkat underpricing.
Hubungan Jumlah Dewan Komisaris Terhadap Underpricing
Adanya dewan komisaris dalam struktur dewan perusahaan, pengawasan terhadap
kinerja manajemen perusahaan lebih efektif, bahkan menurut Dalton et al (1999) dan Coles et al (2008) mengatakan bahwa jumlah dewan komisaris yang besar pada perusahaan yang sudah kompleks akan memberi keuntungan kepada perusahaan,
dimana dewan komisaris yang pastinya memiliki banyak pengalaman dan keahlian bisa memberikan banyak masukan dan arahan bagi perkembangan perusahaan. Hal
ini akan memberikan sinyal positif atas kualitas perusahaan yang pada gilirannya akan meningkatkan nilai perusahaan sehingga dapat menarik calon investor potensial.
Dalam hal perusahaan melakukan proses IPO, maka perusahaan tidak akan pernah menetapkan harga saham perdana yang rendah karena pasar pasti akan berani membeli saham perusahaan yang berkualitas baik dengan harga yang tinggi.
Penelitian terdahulu menunjukkan bahwa jumlah Dewan Komisaris berpengaruh secara signifikan terhadap underpricing, seperti pada penelitian Rahmida
(2012), Darmadi dan Gunawan (2013), Sasongko dan Juliarto (2014) dan Auliya dan Januarti (2015), sementara penelitian Yatim (2011) mengarah pada hasil yang
berkebalikan. Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis pertama dapat dirumuskan sebagai berikut :
Hipotesis 1 : Jumlah Dewan Komisaris (DK) berpengaruh terhadap underpricing Hubungan Proporsi Dewan Komisaris Independen Terhadap Underpricing
Komposisi Dewan Komisaris Independen (DKI) memiliki peran penting dalam
menjalankan fungsi pengendalian keputusan board (Williamson,1985).Tata kelola
perusahaan dapat terlaksana dengan baik jika fungsi monitoring dilakukan oleh tidak
hanya dari pihak internal, tetapi juga pihak eksternal karena pihak eksternal yang tidak memiliki hubungan khusus dengan pihak manajemen perusahaan sehingga
dipercaya proses memonitoring akan berjalan lebih objektif. Informasi tentang sudah dijalankannya praktik corporate governance melalui monitoring pihak eksternal yang
baik akan memberi sinyal baik kepada pasar, sehingga saat perusahaan melakukan
UG Jurnal Vol.11 No.03 Sukmawati dan Pasaribu 2017, Halaman 4
peluncuran saham perdana (IPO), harga yang ditetapkan perusahaan dan harga yang
dapat diterima pihak investor potensial akan tinggi sehingga mengurangi underpricing.
Hasil penelitian terdahulu menemukan adanya pengaruh signifikan antara
board independence dan underpricing (Mnif, 2010) bahkan penelitian Auliya dan Januarti
(2015) dan Lin dan Chuang (2011) juga menunjukkan hal yang sama pada pasar di Taiwan. Sementara penelitian dari Sasongko dan Juliarto (2014), Rahmida (2012) dan
Yatim (2011) menunjukkan hasil yang sebaliknya, dimana tidak adanya pengaruh antara proporsi Dewan Komisaris Independen terhadap underpricing. Berdasarkan
uraian diatas, hipotesis kedua dapat dirumuskan sebagai berikut :
Hipotesis 2 : Jumlah Dewan Komisaris (DK) berpengaruh terhadap underpricing Hubungan Kepemilikan Manajerial Terhadap Underpricing
Leland dan Pylc (1977) menyatakan bahwa investor rasional akan memperhitungkan besarnya proporsi kepemilikan saham yang dimiliki oleh pihak manajerial sebagai
sinyal berharga yang mencerminkan nilai perusahaan. Penurunan dalam proporsi kepemilikan saham dari pemilik lama yang ditujukan oleh penawaran saham baru
kepada investor luar melalui proses IPO merupakan sinyal negatif yang pada akhirnya akan menurunkan nilai perusahaan. Nilai perusahaan yang menurun akan berimbas
pada turunnya penilaian pasar terhadap kualitas perusahan dan akhirnya pasar akan menetapkan harga saham yang rendah terhadap perusahaan tersebut, khususnya
harga pada saat IPO sehingga terjadi underpricing. Kondisi sebaliknya semakin tinggi
persentase saham yang dimiliki pihak manajerial, merupakan sinyal positif bagi pasar, karena pasar dianggap dapat mengelola perusahaan dengan baik sehingga dapat
meningkatkan nilai perusahaan karena menyangkut kesejahteraanya sebagai pemilik perusahaan sejak belum dilakukannya IPO (Agulina, 2014).
Disisi lain, prosentase kepemilikan saham oleh pihak manajemen yang tinggi (mayoritas) memiliki kekuatan untuk memutuskan penetapan harga penawaran
saham perdana dalam Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS). Jika penetapan harga saham perdana diputuskan dengan harga rendah, maka akan sangat besar kemungkinan terjadi underpricing dan sebaliknya. Oleh sebab itu dapat dikatakan
bahwa terdapat hubungan antara kepemilikan manajerial terhadap underpricing.
Hasil penelitian terdahulu yang pernah dilakukan untuk melihat pengaruh
proporsi kepemilikan manajerial terhadap underpricing seperti yang dilakukan oleh
Agulina (2014) menyatakan bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap
underpricing. Namun, hasil penelitian tersebut bertolak belakang dengan hasil
penelitian Kurniasih dan Arif (2008), Sasongko dan Juliarto (2014), serta Auliya dan
Januarti (2015) yang menyatakan bahwa kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap underpricing. Berdasarkan uraian diatas, maka hipotesis ke-3 dapat
dirumuskan sebagai berikut :
Hipotesis 3 : Kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap underpricing METODE PENELITIAN :
Prosedur Pemilihan Sampel Prosedur penetapan sampel dalam penelitian ini adalah dengan menggunakan teknik purposive sampling di mana sample diambil dari perusahaan-perusahaan yang tedaftar
di BEI sebanyak 124 perusahaan, dimana perusahaan tersebut melakukan IPO sekaligus mengalami fenomena underpricing selama periode 2010-2014 yang pada
akhirnya diperoleh sampel sebanyak 39 perusahaan. Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
UG Jurnal Vol.11 No.03 Sukmawati dan Pasaribu 2017, Halaman 5
a. Fenomena Underpicing (UP) dengan menghitung nilai Initial Return (IR) dengan
membandingkan antara harga saham pada penawaran perdana (IPO) dan harga penutupan pada hari pertama di pasar sekunder yang diperoleh dari
b. Jumlah Dewan Komisaris (DK), Proporsi Dewan Komisaris Independen (DKI)
dan Proporsi Kepemilikan Manajerial (KM) dihitung dengan menjumlah dewan komisaris yang ada dalam sebuah perusahaan diperoleh dari laporan tahunan
emiten melalui website dari perusahaan yang bersangkutan.
Definisi operasional dari variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah :
Tabel 1 : Definisi Operasional dan Pengukuran Variabel Variabel
Penelitian Definisi
Variabel Rumus
Pengukuran Underpricing Selisih positif antara harga saham pada hari
pertama penutupan (closing price) pada pasar sekunder dibagi dengan harga penawaran perdana / IPO (offering price) yang dihitung melalui besaran Initial Return
�� = ��1 − ��0��0 100%
IR : initial return Pt0 : harga penawaran perdana Pt1: harga penutupan (closing
price) pada hari pertama di secondary market
Dewan Komisaris (X2) Jumlah dewan komisaris yang ada dalam sebuah perusahaan yang melakukan IPO (Vafeas, 2000) dalam (Rahmida, 2012).
� ������ ����� ���������
Dewan Komisaris Independen(X1)
Jumlah dewan komisaris independen pada struktur organisasi sebuah perusahaan yang melakukan IPO (Rahmida, 2012) dalam (Purwanto et al, 2015).
�����ℎ ��������� ����������
�����ℎ ����� ����������
Kepemilikan Manajerial (X3)
Persentase kepemilika saham oleh pihak manajemen yang terlibat secara aktif dalam pengambilan keputusan perusahaan dibanding total seluruh saham yang beredar di pasar. (Kurniasih dan Santoso, 2008).
����� ��ℎ�� ���� ���������� ��ℎ�� ��������ℎ��
Teknik Analisis Penelitian ini menggunakan teknik analisis regresi linier berganda dengan aplikasi
SPSS Versi 20,00untuk mengetahui hubungan antara variabel independen dengan variabel dependen.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Berikut adalah statistik deskriptif dari data dalam penelitian ini :
Tabel 2 : Statistik Deskriptif N Min Max Mean Std. Deviation UP DK DKI KM Valid N (listwise)
39 39 39 39 39
0,01 2,00 0,20 0,00
0,70 8,00 0,67 0,74
0,27 3,82 0,38 0,14
0,22 0,10 1,64 0,23
Sumber : Hasil output SPSS 20.0 yang telah diolah
Sebelum melakukan analisis regresi linier berganda terlebih dahulu dilakukan uji asumsi klasik untuk memastikan model regresi layak untuk digunakan. Pengujian data dalam penelitan ini menggunakan software SPSS versi 20.0.
UG Jurnal Vol.11 No.03 Sukmawati dan Pasaribu 2017, Halaman 6
Uji Asumsi Klasik
Sebelum melakukan regresi berganda maka data perlu melewati uji asumsi klasik,
yang secara keseluruhan diperoleh bahwa data sudah lulus uji klasik (Tabel 3), yaitu :
1. Uji Normalitas Dengan uji One SampleKolmogorov-Smirnov, diperoleh nilai Asymp. Sig. sebesar
0,60 yang lebih besar dari 0.05 yang berarti data berdistribusi normal
2. Uji Multikolinieritas Dilihat dari nilai tolerance atauVariance Inflation Factor (VIF), disimpulkantidak
adanya multikolinearitas karena nilai tolerance ≥ 0,10 atau nilai VIF ≤ 10
3. Uji Autokorelasi Uji Autokorelasi yang dinilai dari Durbin-Watson sebesar 1,93 menunjukkan bahwa data terbebas dari autokorelasi
4. Uji Heteroskedastisitas Uji Heteroskedastisitas yang dinilai dengan uji White menunjukkan bahwa nilai probabilitas (chi-square) besar 0,065 (yang lebih tinggi dari 0,05)
menunjukkan bahwa data tidak mengandung masalah heteroskedastisitas.
Tabel 3 Rekap Hasil Uji Klasik
Kolmogorov-Smirnov Z ,766
Asymp. Sig. (2-tailed) ,600
Model Collinearity Statistics
Tolerance VIF
1
(Constant)
DKI ,885 1,130 DK ,827 1,209 KM ,891 1,123
Durbin-Watson 1,935
Probablitias (chi-square) pada Uji White 0, 065
Sumber : Hasil olahan SPSS
Analisis Regresi Linier Berganda Setelah lulus uji klasik, maka analisis regresi berganda dapat dilanjutkan dengan uji
hipotesis secara parsial ataupun simultan. Hasil uji hipotesis dapat dilihat dari tabel 4 :
Tabel 4 : Hasil Uji Hipotesis Secara Parsial
Model Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
T Sig. B Std. Error Beta 1 (Constant) 0,187 0,178 1,053 0,300
DKI 0,681 0,357 0,293 1,907 0,065 DK -0,048 0,021 -0,354 -2,227 0,032 KM 0,011 0,146 0,012 0,078 0,938 Sumber : Hasil Olahan SPSS versi 20.00
Dari tabel 3 diperoleh persamaan regresi sebagai berikut : !" = #, %&' − #, #(&)* + #, ,&%)*- + #, #%%*. + /
UG Jurnal Vol.11 No.03 Sukmawati dan Pasaribu 2017, Halaman 7
Interpretasi Persamaan Regresi : 1. Nilai Konstanta
Nilai konstanta sebesar 0,187 menunjukkan bahwa jika variable-variabel independen yaitu dewan komisaris independen (DKI), Jumlah Dewan Komisaris
(DK), jumlah Dewan Komisaris Independen (DKI) serta Perssentase Kepemilikan Manajerial (KM) nilainya tetap (konstan) maka nilai Initial Return-nya akan sebesar 0,187%
2. Jumlah Dewan Komisaris (DK) Berdasarkan persamaan regresi diatas diperoleh nilai koefisien regresi untuk
variabel jumlah dewan komisaris (DK) adalah bernilai sebesar -0,048. Hal ini menunjukkan bahwa jika ada penambahan 1 orang dewan komisaris (DK), maka
Initial Return akan berkurang sebesar 0,048% yang artinya dengan menambah 1 orang dewan komisaris akan menurunkan tingkat underpricingsebesar 0,048%.
Semakin banyak jumlah Dewan Komisaris yang dimiliki oleh perusahaan maka
semakin baik pengawasan yang ada di perusahaan, yang akhirnya akan membuat pasar bereaksi secara positif yang pada akhirnya akan membuat harga saham
perusahaan menjadi naik.Jika perusahaan sedang melakukan IPO, maka harga saham yang terbentuk saat IPO bisa ditetapkan sedikit tinggi sehingga fenomena
underpricing bisa dihindari. Hingga hubungan antara jumlah Dewan Komisaris
dan fenomena underpricing berjalan secara berbanding terbalik. Teori ini sejalan
dengan hasil yang dilakukan dalam penelitian ini, dimana jumlah Dewan Komisaris semakin banyak akan mengurangi terjadinya underpricing pada IPO.
3. Dewan Komisaris Independen (DKI) Berdasarkan persamaan regresi diatas bahwa nilai koefisien regresi untuk variabel Dewan Komisaris Independen (DKI) bernilai sebesar 0,681. Hal tersebut
menunjukkan bahwa jika terjadi kenaikan proporsi jumlah Dewan Komisaris Independen (DKI) sebesar 1%, maka Initial Return akan bertambah sebesar
0,681% yang artinya dengan menambah 1% proporsi jumlah Dewan Komisaris Independen akan meningkatkan tingkat underpricing sebesar 0,681%.
4. Kepemilikan Manajerial Berdasarkan persamaan regresi diatas bahwa nilai koefisien regresi untuk variabel Kepemilikan Manajerial (KM) bernilai 0,011. Hal tersebut menunjukkan bahwa
jika terjadi kenaikan 1% proporsi saham yang dimiliki oleh pihak manajerial (KM) dibanding jumlah keseluruhan saham yang beredar, maka Initial Return
akan bertambah sebesar 0,011% atau dengan kata lain dengan menaikkan 1% proporsi kepemilikan saham oleh pihak Manajerial akan meningkatkan tingkat
underpricing sebesar 0,011%
Hasil uji hipotesis penelitian ini diperoleh seperti pada tabel 5 dan 6 di bawah ini :
Tabel 5 :Hasil Uji Parsial
Model
Unstandardized Coefficients
Standardized Coefficients
t Sig. B Std. Error Beta
1(Constant) 0,187 0,178 1,053 0,300
DK -0,048 0,021 -0,354 -2,227 0,032
DKI 0,681 0,357 0,293 1,907 0,065
KM 0,011 0,146 0,012 0,078 0,938
Sumber : Hasil Output SPSS 20.0 yang telah diolah
UG Jurnal Vol.11 No.03 Sukmawati dan Pasaribu 2017, Halaman 8
Dari tabel 5 di atas terlihat bahwavariasi fenomena underpricing hanya dipengaruhi
oleh naik-turunnya jumlah Dewan Komisaris (DK) yang dilihat dari nilai signifikan sebesar 0,032 yang kurang dari 0,05 sementara variabel proporsi Dewan Komisaris
Independen (DKI) dan proporsi Kepemilikan Manajerial (KM) tidak mempengaruhi variasi fenomena dilihat dari nilai signifikansi yang lebih dari 0,05 yaitu 0,065 untuk proporsi Dewan Komisaris Independen (DKI) dan 0,938 untuk proporsi Kepemilikan
Manajerial (KM).
Tabel 6 : Hasil Uji Simultan
Model Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
1 Regression ,499 3 ,166 4,286 ,011b
Residual 1,357 35 ,039 Total 1,856 38
Sumber : Hasil olahan Output SPSS versi 20
Dari hasil uji F (untuk melihat pengaruh semua variabel independen terhadap variabel dependen) menunjukkan nilai signifikan sebesar 0,011 yang lebih kecil dari nilai 0,05.
Hal ini menunjukkan bahwa secara bersama-sama semua variabel independen dapat mempengaruhi variasi fenomena underpricing yang dinyatakan dengan Initial Return.
Sementara hasil uji koefisien derterminasi seperti pada tabel 7 berikut :
Dari tabel 7 di atas menunjukkan bahwa hanya sekitar 20,6% variasi fonemana
underpricing dipengaruhi oleh variabel jumlah Dewan Komisaris (DK), proporsi
Dewan Komisaris Independen (DKI) dan proporsi Kepemilikan Manajerial (KM), sementara sebesar 79,4% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak ditiliti dalam dalam
penelitian ini seperti komite audit, ukuran perusahaan, tingkat profitabilitas dan reputasi underwriter.
PEMBAHASAN
Pengaruh Jumlah Dewan Komisaris terhadap Fenomena Underpricing Hasil perhitungan empiris dalam penelitian ini menunjukkan bahwa jumlah Dewan
Komisaris berpengaruh terhadap underpricing yang ditandai dengan semakin besar
jumlah dewan komisaris dalam sebuah perusahaan maka akan menurunkan tingkat
underpricing saat perusahaan tersebut melakukan IPO.Keberadaan dewan komisaris
dalam jumlah yang optimal dalam perusahaan dapat meningkatkan pengawasan yang
lebih efektifterhadap kinerja perusahaan sehingga dapat mengurangi agency problem
serta asimetri informasi antara manajemen dengan pemegang saham. Jumlah Dewan komisaris yang optimal juga dapat dijadikan sinyal calon
investor potensial menilai perusahaan telah dikelola dengan baik melalui pengawasan yang lebih efektif dimana perusahaan akan bertindak adil untuk kepentingan prinsipal
dan bukan hanya semata untuk kepentingannya sendiri. Selain itu Dewan Komisaris akan menurunkan munculnya bubble information atau informasi-informasi yang
berlebihan, sehingga hal ini akan memancing reaksi pasar yang positif dimana pasar
Tabel 7 : Hasil Uji Koefisien Determinasi
Model R R Square Adjusted R Square
1 ,518a ,269 ,206
UG Jurnal Vol.11 No.03 Sukmawati dan Pasaribu 2017, Halaman 9
akan lebih percaya akan informasi-informasi yang tersebar di pasar berhubungan
dengan corporate action yang dilakukan perusahaan, dimana informasi yang baik akan
membentuk harga saham perusahaan menjadi lebih tinggi. Jika perusahaan sedang
melakukan IPO, maka harga saham yang terbentuk saat IPO bisa ditetapkan sedikit tinggi sehingga fenomena underpricing bisa dihindari. Hingga dapat dikatakan bahwa
besarnya jumlah Dewan Komisaris dapat mempengaruhi terjadinya underpricing.
Hasil pengujian empiris pada penelitian ini menunjukkan bahwa benar ada pengaruh jumlah Dewan Komisaris dengan fenomena underpricing. Hasil penelitian ini
sejalan dengan penelitian yang pernah dilakukan oleh Rahmida (2012), Darmadi dan Gunawan (2013), Sasongko dan Juliarto (2014) yang menyatakan bahwa jumlah
dewan komisaris berpengaruh terhadap underpricing. Di sisi lain hasil penelitian ini
tidak mendukung penelitian yang dilakukan oleh Kurniasih dan Santoso (2008),
Yatim (2011), Auliya dan Januarti (2015) dan Purwanto et al. (2015) yang menyatakan
bahwa jumlah dewan komisaris tidak berpengaruh terhadap underpricing.
Pengaruh Dewan Komisaris Independen terhadap Underpricing Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dewan komisaris independen tidak
berpengaruh terhadap underpricing. Hal ini menunjukkan bahwa besar kecilnya dewan
komisaris independen dalam perusahaan tidak mempengaruhi underpricing pada saat
perusahaan melakukan IPO. Tidak berpengaruhnya dewan komisaris independen dalam perusahaan terhadap underpricing saat perusahaan melakukan IPO diduga dapat
dikarenakan investor menilai keberadaan dewan komisaris independen di Indonesia masih belum cukup efektif, investor menilai perusahaan akan lebih efektif apabila
diawasi oleh dewan komisaris yang lama yang lebih mengetahui mengenai kondisi perusahaan yang sesungguhnya dibandingkan dengan dewan komisaris independen yang notabenenya merupakan pihak eksternal perusahaan. Hal lain yang dapat
mendasari hasil penelitian ini yang menyebabkan dewan komisaris independen tidak berpengaruh terhadap underpricing, kemungkinan dibentuknya dewan komisaris
independen dalam perusahaan diduga hanya untuk memenuhi kebijakan yang dibentuk oleh BAPEPAM sehingga keberadaan dewan komisaris independen dalam
perususahaan dinilai kurang efektif oleh calon investor. Sehingga hal tersebutlah yang menyebabkan dewan komisaris independen tidak dapat mempengaruhi underpricing
pada saat perusahaan melakukan IPO. Hasil penelitian ini mendukung hasil penelitian yang dilakukan oleh Rahmida
(2012), Sasongko dan Juliarto (2014), serta Purwanto et al. (2015) yang menyatakan
bahwa dewan komisaris independen tidak berpengaruh terhadap underpricing. Namun,
hasil penelitian ini tidak mendukung hasil penelitian Auliya dan januarti (2015) yang
menyatakan bahwa dewan komisaris independen berpengaruh terhadap underpricing.
Pengaruh Kepemilikan Manajerial terhadap Underpricing Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa kepemilikan manajerial tidak berpengaruh terhadap underpricing. Dengan adanya kepemilikan saham oleh pihak manajemen
maka pihak manajemen akan berupaya untuk meningkatkan kualitas serta kinerja perusahaan guna meningkatkan nilai perusahaan dikarenakan manajemen juga
memiliki porsi kepemilikan saham dalam perusahaan. Namun, secara umum kepemilikan saham oleh pihak manajemen dari perusahaan sampel yang digunakan
dalam penelitian menunjukkan rata-rata sebesar 14,36% yang berarti bahwa kepemilikan manajerial rata-rata < 50% sehingga sebagian besar kepemilikan saham dari pihak manajerial merupakan kepemilikan minoritas saat perusahaan akan
melakukan IPO. Rendahnya kepemilikan saham dari pihak manajemen tidak terlalu mempengaruhi dalam kebijakan pengambilan keputusan penetapan harga penawaran
UG Jurnal Vol.11 No.03 Sukmawati dan Pasaribu 2017, Halaman 10
saham perdana pada saat RUPS. Sehingga hanya pihak yang memiliki porsi saham
yang tinggi yang memiliki kekuatan untuk memasukkan kepentingannya serta dapat mempengaruhi kebijakan pengambilan keputusan penetapan harga penawaran saham perdana, kondisi tersebut menunjukan bahwa kepemilikan manajerial tidak dapat
mempengaruhi undepricingpada saat perusahaan melakukan IPO. Hasil penelitian ini mendukung penelitian yang dilakukan Kurniasih dan
Santoso (2008), Sasongko dan Juliarto (2014), serta hasil penelitian Auliya dan Januarti (2015) yang menyatakan bahwa kepemilikan manajerial tidak berpengaruh
terhadap underpricing. Namun, hasil penelitian ini tidak mendukung hasil penelitian
yang dilakukan oleh Kurniasih dan Arif (2008) yang berpengaruh tetapi tidak
signifikan dan Agulina (2014) bahwa kepemilikan manajerial berpengaruh terhadap underpricing.
KESIMPULAN : Dari hasil perhitungan empiris 39 emiten terdaftar di BEI yang melakukan IPO
sekaligus mengalami underpricing, dapat disimpulkan bahwa ternyata hanya jumlah
Dewan Komisaris yang mempengaruhi variansi fenomena underpricing. Sehingga jika
perusahaan melakukan IPO untuk mencari sumber-sumber dana yang sangat dibutuhkan untuk ekspansi usaha maka agar dana yang dapat dikumpulkan optimal
maka disarankan untuk tidak meremehkan jumlah Dewan Komisaris yang dimiliki, sementara proporsi Dewan Komisaris Independen dan proporsi Kepemilikan
Manajerial cukup hanya pada ukuran yang ditetapkan regulasi agar dipenuhi. Sementara itu juga faktor lain masih bisa dipertimbangkan seperti komite audit, ukuran perusahaan, profitabilitas dan reputasi underwriter karena underwriter adalah
salah satu pihak penentu penetapan harga saham saat IPO.
DAFTAR PUSTAKA
Aini, Shoviyah Nur. 2013. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Underpricing Saham Pada
Perusahaan IPO di BEI Periode 2007-2011. Jurnal Ilmiah Manajemen, Vol.1, No. 1, Hal.
89.
Ali Syaiful, Hartono dan Jogiyanto. 2003. Pengaruh Pemilihan Metode Akuntansi terhadap Tingkat UnderpricingSaham Perdana. Jurnal Riset Akuntansi Indonesia. Vol 6: 41-53.
Auliya, R., dan Januarti, I., 2015, Pengaruh Mekanisme Corporate Governance Terhadap Tingkat Underpricing IPO. Studi Empiris Pada Perusahaan yang IPO di Bursa Efek
Indonesia Tahun 2009-2014). Thesis, Fakultas Ekonomika dan Bisnis.
Coles, J. L., Daniel, N. D. and Naveen, L. 2008. Boards: Does one size fit all? Journal of
Financial Economics, 87, 329-356.
Darmadi, S., and Gunawan, R, 2012. Underpricing, Board Structure, and Ownership : An Empirical Examination of Indonesian IPO firm. SSRN Electronic Journal, pp. 1-36
Dalton, D.R., Daily, C.M., Ellstrand, A.E. and Johnson, J.L. 1999. Number of directors and Financial performance: a meta-analysis, The Academy of Management Journal, Vol. 42 No.
6,pp. 674-686.
Handayani, Sri Retno. 2008. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Underpricing pada Penawaran Umum Perdana. Tesis. Program Pascasarjana Magister Manajemen.
Universitas Diponegoro
UG Jurnal Vol.11 No.03 Sukmawati dan Pasaribu 2017, Halaman 11
Handono, Dora Bunga Roostarica. 2010. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Tingkat Underpricing Saham Perdana di Bursa Efek Indonesia. Skripsi. Universitas Pasundan.
Bandung.
Jensen, M., and Meckling, W. 1976. Theory of The Firm : Managerial Behavior, Agency Cost and Ownership Structure. Journal of Financial Economics, Vol. 3(4). pp. 350-360
Johnson, 2013. Analisis Faktor-Faktor yang Memperngaruhi Underpricing Harga Saham IPO Perusahaan yang Terdaftar di BEI”, Skripsi
Kurniasih, Lulus dan Arif. L.S. 2008. Bukti Empiris Fenomena Underpricing dan Pengaruh Mekanisme Corporate Governance. Jurnal Ekonomi dan Kewirausahaan, Vol. 8, No. 1,
Hal.1–15
Leland, H.E., and Pyle, D.H. 1997. Informational Asymmetries, Financial Structure, and Financial Intermediation, The Journal of Finance, Vol. XXXII(2). Pp. 371-387
Lin C.P., and Chuang, C.M, 2011. Principal-pricipal Confilcts and IPO Pricing in an Emerging Economy. Corporate Governance: An International Review , Vol. 19(6), pp. 585-
600.
Mnif Anis, 2010. Broad of Directors and The Pricing of Initial Public Offerings : Does The Exixtence of A Properly Structure Board Matter? Evidence From France. France : La place de la dimension européenne dans la Comptabilité Contrôle Audit, Strasbourg
Prastiwi, A., dan Kusuma, 2001. Analisis Kinerja Surat Berharga setelah Penawaran Perdana (IPO) di Indonesia. Jurnal Ekonomi dan Bisnis Indonesia, Vol. 16(2). pp 177-187
Purwanto, Sri Wahyu Agustiningsih, Salman Faris Insani, dan Budi Wahyono. 2015. Fenomena Underpricing pada Perusahaan yang Go Public di Indonesia. Ekonomi Bisnis &
Kewirausahaan, 3 (1): hal. 22-43.
Rahmida, A.R. 2012. Pengaruh Karateristik Dewan Komisaris, Keberadaan Komite Audit, Kualitas Auditor Eksternal, dan Monitoring Bank terhadap Underpricing saat Initial Public Offering. Tesis Magister Manajemen Universitas Indonesia. Hal 1-11.
Samsul, Mohammad. 2006. Pasar Modal dan Manajemen Portofolio. Jakarta: Erlangga.
Sari, Ardhini Yuma. 2010. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Underpricing pada Penawaran Umum Perdana. Skripsi. Program Sarjana Fakultas Ekonomi.Universitas
Diponegoro
Sasongko, Bangkit. 2014. Analisis Pengaruh Tata Kelola Perusahaan Terhadap Tingkat Underpricing Penawaran Umum Perdana Saham. Diponegoro Journal of Accounting,
Volume 3, Nomor 2, Tahun 2014, Halaman 1-1.
Suyatmi dan Sujadi, 2006. Faktor-Faktor yang MempengaruhiUnderpricing pada Penawaran Umum Perdana di Bursa Efek Jakarta. Benefit, Vol. 10, No.1.
Williamson, O.E. 1985. The Economic Institutions of Capitalism, The Free Press, New York, NY.
Yatim, 2011. Underpricing and Board Structures : An Investigation of Malaysian Initial Public Offering (IPOs). Asian Academi of Management Journal of Accounting and Finance,
Vol. 7(1), pp. 73-93