UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Uji Aktivitas Penghambatan Pembentukan Batu Ginjal (Anti Nefrolitiasis) Ekstrak Etanol dari Herba Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban) pada Tikus Putih Jantan
SKRIPSI
SEKAR ANGGRAENI 108102000047
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA JANUARI 2013
vi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
UIN SYARIF HIDAYATULLAH JAKARTA
Uji Aktivitas Penghambatan Pembentukan Batu Ginjal (Anti Nefrolitiasis) Ekstrak Etanol dari Herba Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban) pada Tikus Putih Jantan
SKRIPSI Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Farmasi
SEKAR ANGGRAENI 108102000047
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN PROGRAM STUDI FARMASI
JAKARTA JANUARI 2013
vii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
viii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ix UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
x UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRAK
Nama : SekarAnggraeni Program Studi : Farmasi Judul : Uji Aktivitas Penghambatan Pembentukan Batu Ginjal
(Anti Nefrolitiasis) Ekstrak Etanol dari Herba Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban) pada Tikus Putih Jantan
Herba pegagan (Centella asiatica (L.) Urban) dipercaya masyarakat sebagai obat tradisional untuk mengatasi batu ginjal serta diuretik. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas penghambatan pembentukan batu ginjal oleh ekstrak etanol dari herba pegagan pada tikus putih jantan. Pemberian ekstrak etanol herba pegagan diberikan secara per oral dengan variasi dosis yaitu dosis rendah = 250 mg/ kg BB; dosis sedang = 500 mg/kg BB; dosis tinggi = 1000 mg/kg BB serta menggunakan batugin elixir 0,54 mL/200g BB sebagai kontrol positif. Pemberian ekstrak etanol dan batugin elixir dilakukan sebelum pemberian penginduksi batu ginjal. Setelah itu tikus diinduksi oleh etilen glikol 0,75% dan amonium klorida 2% dengan volume 12 mL/200 g BB / hari. Perlakuan tersebut dilakukan selama 10 hari. Aktivitas penghambatan pembentukan batu ginjal yang terdapat pada ekstrak etanol herba pegagan diamati dengan melihat daya hambatnya terhadap pembentukan kristal kalsium oksalat.Pada akhir perlakuan ginjal tikus diambil dan dilakukan analisis karakteristik ginjal, dihitung rasio bobot ginjal terhadap berat badan tikus dan dianalisis kadar kalsiumnya. Karakteristik ginjal meliputi warna, bentuk,dan ukuran. Hasil dari penelitian tersebut menunjukan ekstrak etanol herba pegagan dosis 500 mg/kg BB lebih efektif dalam menghambat pembentukan batu ginjal dibandingkan dosis 250 mg/kg BB dan 1000 mg/kg BB, dengan persentase penghambatan batu ginjal sebesar 31,25% serta mampu menurunkan rasio bobot ginjal mencapai 22,92%. Hasil ini tidak berbeda secara bermakna dengan kelompok kontrol normal dan kontrol positif pada taraf uji 0,05. Ini membuktikan ekstrak etanol dari herba pegagan dapat menjadi alternatif upaya preventif batu ginjal.
Kata kunci : pegagan, Centella asiatica (L.) Urban, etilen glikol, batu ginjal, anti nefrolitiasis.
xi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ABSTRACT
Name : Sekar Anggraeni Program Study : Pharmacy Title : Anti Nefrolithiasis Activity Test Ethanol Extract of
Centella asiatica Herb on White Male Rats
People believe that Centella asiatica L. is the traditional medicine to cure kidney disease and diuretic. This research aims at finding out the kidney stone inhibition activity ethanol extract of pegagan herb on white male rats. Ethanol extract treatment is given orally with varied doses with the lowest dose of = 250 mg/ kg BB; the medium dose of = 500 mg/kg BB; and highest dose of = 1000 mg/kg BB and using batugin elixir 0,54 mL/200g BB as positive control. The ethanol extract of Centella asiatica L. and batugin elixir treatments are carried out before the treatment of kidney stone induction. After that, rats are inducted with 0,75% of ethylene glycol and 2% of ammonium chloride with the volume of 12 mL/200 g BB / day. The treatment is carried out in 10 days. The kidney stone inhibition activity in ethanol extract of Centella asiatica herb is examined by observing the inhibition on the forming of calcium oxalate crystal. At the end of the treatment, the rats’ kidneys are removed and the characteristic of kidneys are analyzed, kidneys weight ratio is measured against the weight of the rats and the calcium level is analyzed. The characteristic of the kidney includes color, shape and size. The result of the research shows that ethanol extract of Centella asiatica herb with the dose of 500 mg/kg BB is more effective in inhibiting the forming of kidney stones compared to the dose of 250 mg/kg BB and 1000 mg/kg BB, the dose of 500 mg/kg BB is able to inhibit the forming of kidney stone up to 31,25% and able to reduce kidney weight ratio up to 22,92%. The results do not differ significantly at the level test 0,05 with normal controls and positive controls. This proves that the ethanol extract of Centella asiatica herb can be the alternative to kidney stone prevention.
Keywords: Centella asiatica (L.) Urban, ethylene glycol, kidney stone, anti nefrolithiasis.
xii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
KATA PENGANTAR
Alhamdulillahirabbil’alamin atas rahmat dan karunia Allah SWT, Zat
Yang Maha Kasih dan Maha Penyayang yang telah melimpahkan rahmat dan
hidayah-Nya serta memberikan kekuatan dan keistiqomahan sehingga penulis
dapat menyelesaikan penulisan skripsi yang berjudul “Uji Aktivitas
Penghambatan Pembentukan Batu Ginjal (Anti Nefrolithiasis) Ekstrak Etanol
dari Herba Pegagan (Centella asiatica (L.) Urban) pada Tikus Putih Jantan”.
Penulisan skripsi ini dilakukan dalam rangka memenuhi salah satu syarat untuk
mencapai gelar Sarjana Farmasi pada Fakultas kedokteran dan Ilmu Kesehatan
Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta.
Selama penelitian dan penulisan skripsi ini, telah banyak pihak yang
berperan dalam memberikan bantuan kepada penulis dari masa perkuliahan
sampai pada penyusunan skripsi ini. Oleh karena itu, saya mengucapkan terima
kasih kepada:
1. Ibu Eka Putri, M.Si., Apt dan ibu Puteri Amelia, M.Farm., Apt sebagai
pembimbing skripsi yang dengan sabar memberikan bimbingannya
kepada penulis dalam menyelesaikan skripsi ini.
2. Bapak Prof. Dr. (hc). dr. M.K. Tadjudin, Sp.And selaku Dekan Fakultas
Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3. Bapak Drs. Umar Mansur, M.Sc., Apt selaku ketua Prodi Studi Farmasi
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan UIN Syarif Hidayatullah
Jakarta.
4. Ibu Zilhadia, M.Si., Apt sebagai pembimbing akademik yang telah
membantu penulis selama menjalankan masa studi di FKIK UIN Syarif
Hidayatullaj Jakarta.
5. Seluruh staf f dan keluarga besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta pada
umumnya dan segenap pengajar farmasi pada khususnya yang telah
memberi bimbingan dan bantuan selama saya menempuh pendidikan di
Prodi Studi Farmasi FKIK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
xiii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
6. Sahabat-sahabat satu angkatan 2008 yang telah bersama-sama berjuang
dalam menempuh studi di Farmasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
7. Sahabat-sahabat terbaik (Selvia, Pusya, Berty, Sukma) yang telah
berbagi dalam suka dan duka.
8. Weldy Marison yang selalu memberi semangat, doa dan motivasi
kepada penulis selama masa perkuliahan dan penulisan skripsi.
9. Kedua orang tua tercinta (Ayahanda Achmad Eko Budiyanto dan
Ibunda Nuryani) serta kakak tersayang (Dimas) yang tiada hentinya
memberikan doa dan dukungan kepada penulis.
Akhir kata, semoga Tuhan Yang Maha Esa berkenan membalas segala
kebaikan semua pihak yang telah membantu. Penulis menyadari bahwa penulisan
skripsi ini masih jauh dari kata sempurna, untuk itu saran dan kritik tetap penulis
harapkan untuk menjadikan tulisan ini lebih baik. Penulis berharap semoga skripsi
ini dapat memberikan manfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan maupun
sebagai tambahan informasi untuk memperkaya ilmu di kemudian hari.
Jakarta, Januari 2013
Penulis
xiv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
xv UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR ISI
HALAMAN JUDUL ................................................................................... ii
HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS ....................................... iii
HALAMAN PERSETUJUAN PEMBIMBING ........................................ iv
HALAMAN PENGESAHAN ..................................................................... v
ABSTRAK .................................................................................................. vi
ABSTRACT ................................................................................................ vii
KATA PENGANTAR ................................................................................ viii
HALAMAN PERSETUJUAN PUBLIKASI KARYA ILMIAH ............. x
DAFTAR ISI .............................................................................................. xi
DAFTAR TABEL ....................................................................................... xiv
DAFTAR GAMBAR .................................................................................. xv
DAFTAR LAMPIRAN ............................................................................... xvi
BAB I PENDAHULUAN ........................................................................ 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................... 2
1.3 Hipotesis ................................................................................. 3
1.3 Tujuan Manfaat ........................................................................ 3
1.4 Manfaat Penelitian .................................................................. 3
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA .............................................................. 4
2.1 Tanaman Pegagan .................................................................... 4
2.1.1 Klasifikasi Pegagan ......................................................... 4
2.1.3 Nama Daerah ................................................................. 4
2.1.4 Morfologi dan Tumbuhan ................................................ 4
2.1.5 Manfaat Pegagan ............................................................. 6
2.2 Ekstraksi .................................................................................. 6
2.2.1 Jenis–Jenis Ekstraksi ..................................................... 7
2.3 Etilen Glikol ............................................................................ 8
2.3.1 Karakteristik Etilen Glikol ............................................. 8
2.3.2 Toksisitas Etilen Glikol .................................................. 9
xvi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.4 Batu Ginjal .............................................................................. 10
2.4.1 Jenis–Jenis Bstu Ginjal .................................................. 12
2.5 Spektroskopi Serapan Atom (SSA) .......................................... 13
2.5.1 Mekanisme SSA ............................................................. 14
BAB 3 METODOLOGI PENELITIAN ................................................. 15
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................... 15
3.1.1 Lokasi Penelitian ............................................................ 15
3.1.2 Waktu Penelitian ............................................................ 15
3.2 Bahan ...................................................................................... 15
3.3 Alat .......................................................................................... 15
3.4 Prosedur Penelitian .................................................................. 16
3.4.1 Pengambilan Sampel ....................................................... 16
3.4.2 Determinasi Sampel ......................................................... 16
3.4.3 Pembuatan Simplisia ....................................................... 16
3..4.4 Pembuatan Ekstrak ......................................................... 16
3.4.5 Parameter Non-Spesifik Ekstrak ...................................... 17
3.4.5.1 Pengujian Kadar Abu ........................................... 17
3.4.5.2 Pengujian Susut Pengeringan ............................... 17
3.4.6 Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol Herba Pegagan ........ 18
3.4.6.1 Pemeriksaan Flavonoid ........................................ 18
3.4.6.2 Pemeriksaan Tanin ............................................... 18
3.4.6.3 Pemeriksaan Alkaloid .......................................... 18
3.4.6.4 Pemeriksaan Saponin ........................................... 18
3.4.6.5 Pemeriksaan Terpenoid ........................................ 19
3.4.7 Persiapan Hewan Coba .................................................... 19
3.4.8 Pembuatan Sediaan Uji .................................................... 19
3.4.9 Pengujian Aktivitas Penghambatan Pembentukan Batu
Ginjal ............................................................................ 20
3.4.10 Analisis Karakteristik Ginjal .......................................... 22
3.4.11 Analisis Kandungan Kalsium Ginjal .............................. 22
3.4.12 Analisis Data ................................................................. 22
xvii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................... 23
4.1 Hasil Penelitian ....................................................................... 23
4.1.1 Hasil Determinasi Tanaman ........................................... 23
4.1.2 Hasil Ekstraksi ............................................................... 23
4.1.3 Hasil Penapisan Fitokimia .............................................. 24
4.1.4 Hasil Pengujian Parameter Non-Spesifik Ekstrak ........... 24
4.1.4.1 Kadar Abu ......................................................... 25
4.1.4.1 Susut Pengeringan ............................................. 25
4.1.5 Hasil Analisis Karakteristik Ginjal dan Rasio Bobot
Ginjal ....................................................................................... 25
4.1.6 Hasil Pengukuran Kadar Kalsium Ginjal .......................... 27
4.2 Pembahasan ............................................................................. 29
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN .................................................... 38
5.1 Kesimpulan ............................................................................. 38
5.2 Saran ....................................................................................... 38
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................ 39
xviii UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR TABEL
Tabel Halaman
2.1 Karakteristik Etilen Glikol .............................................................. 6
3.1 Pembagian Kelompok Hewan Uji ................................................... 21
4.1 Hasil Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol Herba Pegagan ............... 24
4.2 Hasil Analisis Karakteristik Ginjal .................................................. 25
4.3 Rataan Bobot Badan, Bobot Ginjal dan Rasio Bobot Ginjal ........... 26
4.4 Persentase Penurunan Rasio Bobot Ginjal ....................................... 26
4.5 Hasil Rata-Rata Kadar Kalsium Ginjal ............................................ 27
4.6 Persentase Penghambatan Batu Ginjal ............................................. 28
xix UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR GAMBAR
Halaman
Gambar 1. Struktur Etilen Glikol ................................................................ 8
Gambar 2. Metabolisme Etilen Glikol ......................................................... 10
Gambar 3. Mekanisme Kerja SSA .............................................................. 14
Gambar 4. Grafik Kadar Kalsium Ginjal ..................................................... 28
Gambar 5. Maserasi Herba Pegagan ........................................................... 62
Gambar 6 Pemekatan Filtrat. ..................................................................... 62
Gambar 7. Pemberian Sediaan Per Oral ...................................................... 62
Gambar 8. Proses Pembiusan ...................................................................... 62
Gambar 9. Proses Pembedahan ................................................................... 63
Gambar 10. Proses Pengukuran Ginjal ........................................................ 63
Gambar 11. Proses Destruksi ...................................................................... 63
Gambar 12. Pengukuran Kalsium Ginjal Dengan SSA ................................ 63
xx UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR LAMPIRAN
Halaman
Lampiran 1.Kerangka Konsep .................................................................... 42
Lampiran 2.Skema Kerja ............................................................................ 43
Lampiran 3 Skema Uji In Vivo .................................................................. 44
Lampiran 4. Hasil Determinasi Herba Pegagan ........................................... 45
Lampiran 5. Keterangan Tikus Laboratorium ............................................. 46
Lampiran 6. Perhitungan Rendemen Ekstrak ............................................. 47
Lampiran 7. Penapisan Fitokimia ................................................................ 48
Lampiran 8. Hasil Perhitungan Kadar Abu ................................................. 50
Lampiran 9. Hasil Perhitungan Susut Pengeringan ...................................... 51
Lampiran 10. Pembuatan Sediaan Uji dan Perhitungan Dosis ..................... 52
Lampiran 11. Hasil Karakteristik Ginjal & Rasio Bobot Ginjal ................... 55
Lampiran 12. Hasil Analisis Kalsium Dengan SSA .................................... 59
Lampiran 13.Proses Penelitian .................................................................... 62
Lampiran 14. Statistik Rasio Bobot Ginjal Tikus ........................................ 64
Lampiran 15. Statistik Kadar Kalsium Ginjal Tikus ................................... 68
1 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Batu ginjal merupakan salah satu masalah kesehatan yang
menepati urutan ketiga setelah infeksi saluran kemih dan kesehatan
kelainan prostat pada sekian banyak penyakit saluran kemih. Akibat
terburuk dari adanya batu ginjal adalah kerusakan ginjal secara permanen
(Wijaya dan Darsono, 2005).
Batu ginjal adalah batu-batu kecil yang terbentuk di dalam ginjal
akibat pengendapan yang terjadi di urin bergerak turun ke pipa kemih
(ureter). Batu ini dapat menyumbat saluran air seni (urethra) dan sewaktu
buang air kecil menyebabkan terasa nyeri serta sukar keluar. Kandungan
batu ginjal pada sekitar 80% pasien batu ginjal merupakan batu kalsium
dan kebanyakan terdiri dari kalsium oksalat dan agak jarang sebagai
kalsium fosfat. Batu ginjal kemungkinan akan terbentuk bila dijumpai satu
atau beberapa faktor pembentuk kristal kalsium dan menimbulkan agregasi
pembentukan batu (Dinda, 2008).
Terapi batu ginjal dapat dilakukan dengan mengubah pola makan,
penggunaan obat-obat diuretik, kalium sitrat dan operasi. Pengangkatan
batu ginjal dengan jalan operasi tentu saja memiliki resiko lebih tinggi
selain itu operasi membutuhkan biaya yang cukup besar. Batu ginjal tidak
dapat larut hanya dengan mengatur asupan makanan dan minum obat.
Obat-obatan yang digunakan hanya akan mencegah agar batu tersebut tidak
bertambah besar dan membantu pengeluaran batu ginjal secara spontan
(Saputra, 2009).
Berbagai obat tradisonal digunakan untuk mengatasi batu ginjal.
Tanaman yang telah diuji secara in vivo pada tikus putih jantan untuk
mengatasi batu ginjal diantaranya adalah tempuyung, daun kejibeling,
ketimun, kulit buah kapuk randu, bulbus bawang dayak, jintan hitam, daun
alpukat dan lobak (Choubey et al., 2010; Arnida dan Sutomo, 2008;
2
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hatjzadeh et al,. 2007; Wijaya dan Darsono, 2005; Saputra, 2009). Secara
normal, pembentukan batu ginjal di hambat oleh flavonoid, kalium,
magnesium, dan asam sitrat (anonim, 2009 dan Ari W Sundoyo; Bambang
S, 2006).
Centella asiatica (L.) atau dikenal dengan nama pegagan
merupakan salah satu tumbuhan yang memiliki beragam manfaat untuk
mengobati berbagai masalah kesehatan. Pegagan memiliki kandungan
asiaticoside, thankuniside, isothankuniside, madecassoside, brahmoside,
brahmic acid, brahminoside, madasiatic acid, centelloside, carotenoids,
hydrocotylin, vellarine, tanin serta garam mineral seperti kalium, natrium,
magnesium (Harborne, 1987). Herba pegagan dipilih sebagai bahan utama
karena termasuk salah satu tanaman unggulan menurut BPOM. Beberapa
penelitian telah dilakukan mengenai aktivitas herba pegagan sebagai obat
kusta, antipiretik, diuretik, immunomodulator, penyembuh luka, anti
oksidan (Winarto, 2003).
Penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun pegagan
mempunyai aktivitas diuretik pada dosis 500 mg/kg BB (Roopesh, 2011)
dan pada penelitian Sri Endah Suhartatik (1989) menyatakan bahwa infusa
daun pegagan mampu melarutkan batu ginjal kalsium secara In Vitro,
namun belum ada penelitian yang dilakukan untuk mengetahui aktivitas
ekstrak herba pegagan dalam menghambat pembentukan batu ginjal
(anti nefrolitiasis) secara in vivo. Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui
sejauh mana pengaruh ekstrak etanol dari herba pegagan dalam
menghambat pembentukan batu ginjal secara in vivo pada tikus putih jantan
yang diberi inducer etilen glikol dan amonium klorida.
1.2 Rumusan Masalah
Apakah ekstrak etanol dari herba pegagan mempunyai aktivitas
penghambatan pembentukan batu ginjal (anti nefrolitiasis) pada tikus putih
jantan yang diinduksi etilen glikol dan amonium klorida.
3
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
1.3 Hipotesis
Ekstrak etanol dari herba pegagan berkhasiat menghambat
pembentukan batu ginjal pada tikus putih jantan yang diinduksi oleh etilen
glikol dan amonium klorida.
1.4 Tujuan Penelitian
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas anti nefrolitiasis
ekstrak etanol dari herba pegagan terhadap penghambatan pembentukan
batu kalsium oksalat ginjal dengan melihat kadar kalsium ginjal tikus serta
rasio bobot ginjal.
1.5 Manfaat Penelitian
Sebagai informasi dan alternatif bagi masyarakat mengenai
penggunaan pengobatan herbal dengan menggunakan ekstrak herba
pegagan untuk pencegahan pembentukan batu ginjal.
4 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Pegagan
2.1.1 Klasifikasi Pegagan
Menurut Natural Remedies (2001) klasifikasi dari pegagan
(Centella asiatica L. Urban) adalah sebagai berikut :
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Sub division : Angiospermae
Class : Dicotyledonae
Ordo : Umbilaferae
Family : Apiaceace
Genus : Centella
Spesies : Centella asiatica (L). Urban
2.1.2 Nama Daerah Pegagan
Cantella asiatica (L). Urban tersebar hampir diseluruh Indonesia,
sehingga memiliki nama daerah yang berbeda-beda. Misalnya saja di
Sumatera, tanaman ini mempunyai nama daerah pegaga (Aceh), daun kaki
kuda, daun penggaga, penggaga, rumput kaku kuda, pegagan, kaki kuda
(Melayu), pegago, dan pugago (Minangkabau). Sedangkan di pulau Jawa,
tanaman ini lebih dikenal dengan nama cowet gompeng, antanan, antanan
bener, antanan gede (Sunda), gagan-gagan, ganggagan,kerok batok,
panegowang, rendeng, calingan rambat, pacul gowang (Jawa),
gangagan(Madura). Adapun nama daerah tanaman ini di Nusa Tenggara
adalah Bebele (Sasak), paiduh, panggaga (Bali), kelai lere (Sawo).
Sedangkan di Maluku, tanaman ini mempunyai nama daerahnya yaitu
sarowati (Halmahera), kolotidi manora (Ternate), di Sulawesi tanaman ini
lebih dikenal dengan nama pegaga, wisu-wisu (Makassar), cipubalawo
5
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(Bugis), hisu-hisu (Salayar) dan di Irian mempunyai nama daerah
dogauke, gogauke, sandanan (Dalimartha, 1999)
2.1.3 Morfologi dan Penyebaran
Pegagan merupakan tumbuhan terna menahun tanpa batang, tetapi
dengan rimpang pendek dan stolon-stolon yang merayap dengan panjang
1-80 cm, akar keluar dari setiap bonggol, banyak cabang yang membentuk
tumbuhan baru. Helai daun tunggal berbentuk gimjal. Tepinya bergerigi
atau beringgit, dengan penampang 1-70 cm tersusun dalam roset yang
terdiri atas 2-10 helai umumnya dengan tulang daun menjari, ujung daun
membundar, permukaan daun umumnya licin kadang-kadang agak
berambut. Bunga berwarna putih atau merah muda, tersusun dalam
karangan berupa payung, tunggal atau 3-5 bersama-sama keluar dari ketiak
daun. Gagang perbungaan 5 mm sampai 50 mm, lebih pendek dari tangkai
daun. Bunga umumnya 3, yang ditengah duduk, yang disamping
bergagang pendek; daun pelindung 2, panjang 3 mm sampai 4 mm, bentuk
bundar telur; tajuk berwarna merahlembayung, panjang 1 mm sampai 1,5
mm, lebar sampai 0,75 mm. Buah pipih, lebar lebih kurang 7 mm dan
tinggi lebih kurang 3 mm, berlekuk dua, jelas berusuk, berwarna kuning
kecoklatan dan berdinding agak tebal. Buah kecil bergantung yang
bentuknya lonjong/pipih, baunya wangi dan rasanya pahit (Vademikum
Depkes, 1989).
2.1.4 Kandungan Kimia Pegagan
Pegagan memiliki kandungan asiaticoside, thankuniside,
isothankuniside, madecassoside, brahmoside, brahmic acid, brahminoside,
madasiatic acid, meso-inositol, centelloside, carotenoids, hydrocotylin,
vellarine, tanin serta garam mineral seperti kalium, natrium, magnesium,
kalsium dan besi. Diduga glikosida triterpenoida yang disebut asiaticoside
merupakan antilepra dan penyembuh luka yang sangat luar biasa. Zat
vellarine yang ada memberikan rasa pahit (Harborne, 1987).
6
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.1.5 Manfaat Pegagan
Daunnya merupakan obat yang resmi di berbagai Farmakope.
Di Indonesia tumbuhan ini lebih dikenal sebagai obat untuk
menyembuhkan sariawan mulut. Tanaman ini juga bisa dipakai sebagai
obat kusta, sebagai anti infeksi,antitoksik, penurun panas dan peluruh air
seni. Selain itu juga dapat dibuat sebagai bahan injeksi dimana bahan aktif
ini dapat menghancurkan pertahanan kusta, borok berforasi dan luka pada
jari tangan serta luka awal pada mata. Aktivitasnya dimungkinkan oleh
larutnya bahan lilin yang menyembunyikan bacil kusta sehingga menjadi
getas dan akibatnya badan dengan mudah dapat membunuh penyakit
bersama obat. Kegunaan lainnya adalah untuk mengobati keracunan
arsenik, hipertensi, ambeien, mata merah, bengkak, sakit kepala, muntah
darah, batuk darah, batu ginjal, infeksi hepatitis, campak (measles), batuk,
mimisan dan penambah nafsu makan (Winarto, 2003).
2.2 Ekstraksi
Ekstraksi atau penyarian merupakan peristiwa perpindahan masa zat
aktif yang semula berada didalam sel tanaman ditarik oleh cairan hayati.
Metode ekstraksi dipilih berdasarkan beberapa faktor, seperti sifat dari
bahan mentah tanaman dan daya penyesuaian dengan tiap macam metode
ekstraksi dan kepentingan dalam memperoleh ekstrak dari tanaman. Sifat
dari bahan mentah tanaman merupakan faktor utama yang harus
dipertimbangkan dalam memperoleh metode ekstraksi (Harbone J.B.,
1999). Metode dasar penyarian adalah maserasi, perkolasi, soxhletasi.
Pemilihan terhadap ketiga metode tersebut disesuaikan dengan
kepentingan dalam memperoleh sari yang baik (Anonim, 1986)
7
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2.2.1 Jenis-Jenis Ekstraksi Dengan Menggunakan Pelarut:
(Depkes RI Dirjen POM, 2000)
2.2.1.1 Cara dingin
• Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan
menggunakan pelarut dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan
pada temperature ruangan (kamar). Secara tekhnologi termasuk estraksi
dengan prinsip metode pencapaian konsentrasi pada keseimbangan.
Maserasi kinetik berarti dilakukan pengadukan yang kontinyu
( terus-menerus). Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan
pelarut setelah dilakukan penyaringan maserat pertama, dan seterunya.
• Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai
sempurna yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan. Ekstrak
ditampung sampai diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1 – 5 kali
bahan.
2.2.1.2 Cara panas
• Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik
didihnya, selama waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif
konstan dengan adanya pendingin balik. Umumnya dilakukan
pengulangan proses pada residu pertama sampai 3 – 5 kali sehingga dapat
termasuk proses ekstraksi sempurna.
• Soxhlet
Soxhlet adalah ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru
yang umunya dilakukan dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi
kontinyu dengan jumlah pelarut ralatif konstan dengan adanya pendingin
balik.
• Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinyu )
pada temperatur yang lebih tiggi dari temperatur ruangan, yaitu secara
umum dilakukan pada temperatur 40 – 50o˚C
8
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
• Infus
Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperature penangas
air (bejana infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur
terukur 96 – 98oC) selama waktu tertentu 15 – 20 menit.
• Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama dan temperatur
sampai titik didih air.
2.3 Etilen Glikol
Etilen glikol adalah senyawa kimia turunan yang dibuat dari sekian
banyak prouduk kimia komersial, termasuk polietilen tereftalat (PET) resin,
polyester resin tak jenuh, serat polyester dan polyester lapis. Etilen glikol
digunakan sebagai cairan anti pembekuan, penghilang es, pelapis
permukaan, pemindah panas, pendingin industri, hidrolik, surfaktan dan
pengemulsi. Khalayak umum atau konsumen sering terpapar etilen glikol dari
penggunaannya sebagai anti pembekuan dibidang otomotif. (Cruzan et al,
2004).
2.3.1 Karakteristik Etilen Glokol (Farmakope edisi 4)
Gambar 1. Struktur Etilen Glikol
C C
H
H
H
OH
H
HO
9
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 2.1 Karakteristik Etilen Glikol
2.3.2. Toksisitas Etilen Glikol
Keracunan akut pada manusia dan hewan peliharaan banyak
terjadi secara tidak sengaja mengkonsumsi cairan tersebut karena rasanya
yang manis. Ginjal merupakan organ yang paling peka terhadap etilen
glikol dan merupakan target organ primer (Cruzan et al., 2004).
Keracunan etilen glikol pada ginjal terjadi pada 24-72 jam setelah
proses menelan. Keracunan ini disebabkan langsung oleh efek sitotoksik
dari asam glikolat. Etilen glikol dalam tubuh dimetabolisme menjadi
glikoaldehid dengan katalisator enzim alkohol dehidrogenase.
Glikoaldehid diubah menjadi asam glikolat, kemudian asam glikolat
dimetabolisme menjadi asam glioksalat dan akhirnya menjadi asam
oksalat. Asam oksalat berikatan dengan kalsium untuk membentuk kristal
kalsium oksalat dan terdeposit pada organ dan dapat menyebabkan
kerusakan pada berbagai organ tubuh termasuk otak, jantung, ginjal, dan
paru-paru. Akumulasi kalsium oksalat pada ginjal menyebabkan
kerusakan ginjal yang mengakibatkan oliguria dan anuria serta kegagalan
ginjal akut (Brent, 2001).
Keracunan etilen glikol memperlihatkan perbedaan kepekaan antar
spesies dan jenis kelamin setelah pemberian jangka panjang, dimana tikus
lebih peka daripada mencit dan jenis kelamin jantan lebih peka daripada
jenis kelamin betina. Etilen glikol menginduksi nefrotoksik pada tikus
yang kemungkinan berpengaruh terhadap resiko kesehatan manusia.
Etilen Glikol HOCH2CH2OH BM 62,07
Pemerian Cairan jernih, tidak berwarna, praktis tidak berbau, sedikit kental dan higroskopis
Kelarutan Larut dalam benzene, dapat bercampur dengan air dan dengan etanol
Bobot jenis ±1,11
10
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Kerusakan ginjal diakibatkan oleh pembentukan Kristal kalsium oksalat
pada tubulus ginjal (Cruzan et al. 2004)
Gambar 2. Metabolisme Etilen Glikol (Brent, 2001)
2.4 Batu Ginjal
Batu di dalam saluran kemih (Urinary Calculi) adalah massa keras
seperti batu yang terbentuk di sepanjang saluran kemih dan bisa
menyebabkan nyeri, perdarahan, penyumbatan aliran kemih atau infeksi.
Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal (batu ginjal) maupun di dalam
kandung kemih (batu kandung kemih). Proses pembentukan batu ini disebut
urolitiasis (litiasis renalis, nefrolitiasis)
Batu saluran kemih sebagian besar mengandung batu kalsium oksalat
ataupun kasium posfat, secara bersama dijumpai sampai sebesar 65-85% dari
11
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
jumlah keseluruhan batu ginjal. Secara teoritis batu dapat terbentuk di
seluruh saluran kemih terutama pada tempat-tempat yang sering mengalami
hambatan aliran urine (stasis urine), yaitu pada sistem kalises ginjal atau
bulibuli. Adanya kelainan bawaan pada pelvikalises, divertikel, obstruksi
infravesika kronis seperti pada hiperplasia prostat benigna, striktura dan
buli-buli neurogenik merupakan keadaan-keadaan yang memudahkan
terjadinya pembentukan batu.
Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organik
maupun anorganik yang terlarut di dalam urine. Kristal-kristal tersebut tetap
berada dalam keadaan metastable (tetap larut) dalam urine jika tidak ada
keadaan-keadaan tertentu yang menyebabkan inti batu (nukleasi) yang
kemudian akan mengadakan agregasi, dan menarik bahan-bahan lain
sehingga menjadi kristal yang lebih besar. Meskipun ukurannya cukup besar,
agregat kristal masih rapuh dan belum cukup mampu membuntu saluran
kemih. Untuk itu agregat kristal menempel pada epitel saluran kemih, dan
dari sini bahan-bahan lain diendapkan pada agregat itu sehingga membentuk
batu yang cukup besar untuk menyumbat saluran kemih.
Kondisi metastabel dipengaruhi oleh suhu, pH larutan, adanya koloid di
dalam urine, konsentrasi solut di dalam urine, laju aliran urine di dalam
saluran kemih, atau adanya korpus alienum di dalam saluran kemih yang
bertindak sebagai inti batu. Lebih dari 80% batu saluran kemih terdiri atas
batu kalsium, baik yang berikatan dengan oksalat maupun dengan fosfat,
membentuk batu kalsium oksalat dan kalsium fosfat, sedangkan sisanya
berasal dari batu asam urat, batu magnesium amonium fosfat, batu xanthyn,
batu sistein, dan batu jenis lainnya. Meskipun patogenesis pembentukan batu-
batu di atas hampir sama, tetapi suasana di dalam saluran kemih yang
memungkinkan terbentuknya jenis batu itu tidak sama. Misalkan batu asam
urat mudah terbentuk dalam suasana asam, sedangkan batu magnesium
amonium fosfat terbentuk karena urine bersifat basa (Medicafarma, 2011).
Jenis batu yang sering terdapat dalam ginjal ada empat, yaitu kalsium
oksalat, struvite, asam urat, sistin. kejadian yang paling banyak terjadi adalah
pembentukan batu kalsium oksalat ( 70-75%). Biasanya batu kalsium okslat
12
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dan asam urat akan terbentuk karena makanan dan minuman yang banyak
mengandung kalsium oksalat dan purin, sedangkan batu struvite sering terjadi
karena ada infeksi di ginjal. Batu sistin akan terjadi bila ada gangguan
metabolisme (Coe, 2003).
2.4.1 Jenis- jenis batu ginjal (Mcphee, et al., 2007)
a) Batu Kalsium
Batu kalsium (kalsium oksalat dan atau kalsium fosfat) paling banyak
ditemukan yaitu sekitar 75-80% dari seluh batu saluran kemih. Faktor
tejadinya batu kalsium adalah:
• Hiperkasiuria: Kadar kalsium urine lebih dari 200 mg /24 jam atau
lebih dari 4 mg/kg/24 jam, dapat terjadi karena peningkatan absorbsi
kalsium pada usus (hiperkalsiuria absorbtif), gangguan kemampuan
reabsorbsi kalsium pada tubulus ginjal (hiperkalsiuria renal) dan
adanya peningkatan resorpsi tulang (hiperkalsiuria resoptif) seperti
pada hiperparatiridisme primer atau tumor paratiroid.
• Hiperoksaluria: Ekskresi oksalat urine melebihi 45 gram/24 jam,
banyak dijumpai pada pasien pasca pembedahan usus dan kadar
konsumsi makanan kaya oksalat seperti the, kopi instan, soft drink,
kakao, arbei, jeruk sitrun dan sayuran hijau terutama bayam.
• Hiperurikosuria: Kadar asam urat urine melebihi 850 mg/24 jam.
Asam urat dalam urine dapat bertindak sebagai inti batu yang
mempermudah terbentuknya batu kalsium oksalat. Asam urat dalam
urine dapat bersumber dari konsumsi makanan kaya purin atau berasal
dari metabolisme endogen.
• Hipositraturia: Dalam urine, sitrat bereaksi dengan kalsium
membentuk kalsium sitrat sehingga menghalangi ikatan kalsium
dengan oksalat atau fosfat. Keadaan hipositraturia dapat terjadi pada
penyakit asidosis tubuli ginjal, sindrom malabsorbsi atau pemakaian
diuretik golongan thiazide dalam jangka waktu lama.
• Hipomagnesiuria: Seperti halnya dengan sitrat, magnesium bertindak
sebagai penghambat timbulnya batu kalsium karena dalam urine
13
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
magnesium akan bereaksi dengan oksalat menjadi magnesium oksalat
sehingga mencegah ikatan dengan kalsium dengan oksalat.
b) Batu Struvit
Batu struvit disebut juga sebagai batu infeksi karena terbentuknya
batu ini dipicu oleh adanya infeksi saluran kemih. Kuman penyebab
infeksi ini adalah golongan pemecah urea (uera splitter seperti: Proteus
spp., Klebsiella, Serratia, Enterobakter, Pseudomonas dan Stafilokokus)
yang dapat menghasilkan enzim urease dan mengubah urine menjadi basa
melalui hidrolisis urea menjadi amoniak. Suasana basa ini memudahkan
garam-garam magnesium, amonium, fosfat dan karbonat membentuk batu
magnesium amonium fosfat (MAP) dan karbonat apatit.
c) Batu Asam Urat
Batu asam urat meliputi 5-10% dari seluruh batu saluran kemih,
banyak dialami oleh penderita gout, penyakit mieloproliferatif, pasein
dengan obat sitostatika dan urikosurik (sulfinpirazone, thiazide dan
salisilat). Kegemukan, alkoholik dan diet tinggi protein mempunyai
peluang besar untuk mengalami penyakit ini. Faktor yang mempengaruhi
terbentuknya batu asam urat adalah: urine terlalu asam (pH < 6, volume
urine < 2 liter/hari atau dehidrasi dan hiperurikosuria.
2.5 Spektroskopi Serapan Atom (SSA)
Spektroskopi Serapan Atom adalah suatu teknik yang sering
digunakan untuk menentukan konsentrasi logam tertentu dalam suatu
sampel. Cara analisis ini memberikan kadar total unsur logam dalam suatu
sampel dan tidak tergantung pada bentuk molekul dari logam dalam
sampel. Cara ini cocok untuk analisis kelumit logam karena mempunyai
kepekaan yang tinggi (batas deteksi kurang dari 1 ppm), pelaksanaanya
relatif sederhana dan interferensinya sedikit. Spektroskopi serapan atom
didasarkan pada penyerapan energi sinar tampak dan ultraviolet. Dalam
garis besarnya prinsip spektroskopi serapan atom sama saja dengan
spektrofotometri sinar tampak dan ultraviolet. Perbedaan terletak pada
bentuk spektrum, cara pengerjaan sampel dan peralatannya.
14
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Metode spektroskopi serapan atom mendasarkan pada prinsip
absorbs cahaya oleh atom. Atom- atom akan menyerap cahaya pada
panjang gelombang tertentu tergantung pada sifat dan unsurnya. Cahaya
pada panjang gelombang ini mempunyai cukup energi untuk mengubah
tingkat elektronik suatu atom yang mana transisi elektronik suatu atom
bersifat spesifik. Dengan menyerap energi, maka atom akan memperoleh
energI sehingga suatu atom pada keadaan dasar dapat ditingkatkan
energinya ke tingkat eksitasi (Gandjar, dkk., 2007).
2.5.1 Mekanisme Kerja SSA
Gambar 3. Mekanisme Kerja SSA (Gandjar, dkk., 2007).
Sumber sinar yang berupa tabung katoda berongga menghasilkan
sinar monokromatis yang mempunyai beberapa garis resonansi. Sampel
diubah fasenya dari larutan menjadi uap atom bebas di dalam atomizer
dengan nyala api yang dihasilkan dari pembakaran bahan bakar dengan
oksigen. Monokromator akan mengisolasi salah satu garis resonansi yang
sesuai dengan sampel dari beberapa garis resonansi yang berasal dari
sumber sinar. Energi sinar dari monokromator akan diubah menjadi energi
listrik dalam detektor. Energi listrik dari detektor inilah yang akan
menggerakkan jarum dan mengeluarkan grafik. Sedangkan sistem
pembacaan akan menampilkan data yang dapat dibaca oleh grafik (Gandjar,
dkk., 2007).
15 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 3
METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
3.1.1 Lokasi Penelitian
Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Pharmacy Drug & Research
(PDR), Laboratorium Pharmacy Natural Analyzing (PNA), Laboratorium
Pharmacy Medicinal Chemistry (PMC), Laboratorium Animal House,
Fakultas Kedokteran dan Ilmu Kesehatan dan Pusat Laboratorium Terpadu
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
3.1.2 Waktu Penelitian
Penelitian dilaksanakan selama 5 bulan, sejak bulan Juli hingga bulan
November 2012. Penelitian ini dilaksanakan dalam dua tahap, yaitu tahap
persiapan dan pelaksanaan.
3.2 Bahan
Bahan yang digunakan dalam penelitian ini adalah seluruh bagian
tanaman pegagan kecuali akar, etanol 70% (Teknis), etilen glikol p.a
(Merck), amonium klorida p.a (Merck), eter (Merck), asam nitrat p.a
(Merck), hidrogen peroksida p.a (Merck), pereaksi drogendorf, pereaksi
mayer, Serbuk Mg, HCl pekat, amil alkohol, FeCl3, petroleum eter,
kloroform, asam asetat anhidrat, asam sulfat pekat, larutan amoniak,
aquades dan tikus putih jantan galur Sprague dawley.
3.3 Peralatan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah gelas piala,
tabung reaksi, alat gelas, cawan petri, pipet ukur, erlenmeyer, vial, blender,
corong, timbangan analitik, timbangan tikus, lumpang, alu, kertas saring,
batang pengaduk, gelas ukur, rotary evaporator (Eyela®), kandang tikus,
sonde lambung, spuit ukuran 3 mL, seperangkat alat bedah, Atomic
16
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Absorption Spechtrophotometer (Perkin Elmer 700), hot plate (Wiggen
Hauser), dan oven.
3.4 Prosedur Penelitian
3.4.1 Pengambilan Sampel
Sampel herba pegagan (Centella asiatica L. Urban) diambil sebanyak
5 kg pada tanggal 12 mei 2012 dari kebun di sekitar wilayah Cimanggu
Bogor yang didapatkan melalui Balai Penelitian Tanaman Obat &
Aromatik, Cimanggu, Bogor.
3.4.2 Determinasi Sampel
Determinasi tanaman pegagan (Centella asiatica L. Urban)
dilakukan di Herbarium Bogoriense Bidang Botani, Puslit Biologi, LIPI
Cibinong.
3.4.3 Pembuatan Simplisia
Sampel herba pegagan sebanyak 5 kg dibersihkan dari kotoran yang
melekat dengan air mengalir hingga bersih, lalu ditiriskan agar terbebas
dari sisa air cucian kemudian dikeringkan pada suhu kamar. sehingga
didapatkan simplisia kering. Simplisia yang sudah kering kemudian
digiling dan diayak untuk mendapatkan serbuk halus sebanyak 700 gram,
lalu simplisia disimpan pada wadah yang kering dan tertutup rapat, serta
dalam ruangan yang terlindung dari cahaya dan kelembaban.
3.4.4 Pembuatan Ekstrak
Pembuatan ekstrak dilakukan dengan cara maserasi dingin
menggunakan etanol 70%. Sebanyak 600 gram serbuk herba pegagan yang
telah dibuat dimasukkan ke dalam wadah dan diberi pelarut etanol 70%
sebanyak 2,5 L hingga seluruh simplisia terendam (± 2,5 cm dari batas atas
simplisia) dalam wadah tertutup rapat selama 72 jam sambil sesekali
dilakukan pengocokan. untuk mencegah terjadinya kejenuhan. Setelah 72
jam disaring sehingga diperoleh ampas dan filtrat (ekstrak cair). Ampas
17
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ditambah kembali dengan etanol 70% secukupnya dan proses ekstraksi
dilakukan berulang-ulang sampai hasil larutan maserasi mendekati tidak
berwarna. Hasil maserasi disaring dengan kertas saring. Filtrat yang didapat
kemudian disatukan dan dipekatkan menggunakan rotavapor
(40o – 60 o C dan 50 rpm) sampai didapatkan ekstrak kental. Kemudian
dihitung rendemennya.
= ( ) ( ) %
3.4.5 Parameter Non- Spesifik Ekstrak
3.4.5.1 Penetapan Kadar Abu (Depkes RI, 2000)
Lebih kurang 2 g ekstrak yang telah digerus dan ditimbang
seksama, dimasukkan ke dalam krus silikat yang telah dipijarkan dan
ditara, ratakan. Pijarkan perlahan – lahan hingga arang habis, dinginkan
lalu timbang. Jika cara ini arang tidak dapat dihilangkan, tambahkan air
panas, saring melalui kertas saring bebas abu. Pijarkan sisa kertas dan
kertas saring dalam krus yang sama. Masukkan filtrat ke dalam krus,
uapkan, pijarkan hingga botol tetap, timbang. Hitung kadar abu terhadap
bahan yang telah dikeringkan di udara.
3.4.5.2 Penetapan Susut Pengeringan (Depkes RI, 2000)
Ekstrak ditimbang secara seksama sebanyak 1 g dan dimasukkan ke
dalam botol timbang dangkal bertutup yang sebelumnya telah dipanaskan
pada suhu 105°C selama 30 menit dan telah ditara. Sebelum ditimbang,
ekstrak diratakan dalam botol timbang, dengan menggoyangkan botol,
hingga merupakan lapisan setebal lebih kurang 5 mm sampai 10 mm. jika
ekstrak yang diuji berupa ekstrak kental, ratakan dengan bantuan
pengaduk. Kemudian dimasukkan ke dalam ruang pengering, buka
tutupnya, keringkan pada suhu 105°C hingga bobot botol tetap. Sebelum
setiap pengeringan, biarkan botol dalam keadaan tertutup mendingin
dalam eksikator hingga suhu kamar.
18
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.4.6 Penapisan Fitokimia Ekstrak Etanol Herba Pegagan
3.4.6.1 Pemeriksaan Flavonoid
Ekstrak ditambahkan 100 mL air panas, kemudian dididihkan
selama 5 menit dan disaring dengan kertas saring. Sebanyak 5 mL filtrate
yang didapat ditambahkan serbuk atau lempeng magnesium dan 1 mL HCl
pekat serta 5 mL amil alkohol, kemudian dikocok dengan kuat, dibiarkan
hingga. Terbentuknya warna dalam larutan amil alkohol menunjukkan
adanya senyawa flavonoid (Markham et al., 1970).
3.4.6.2 Pemeriksaan tannin
Ekstrak dimasukkan ke dalam tabung reaksi, kemudian
ditambahkan 10 mL air panas, lalu dipanaskan di atas penangas air
bersuhu 100⁰C selama 1 jam kemudian didinginkan dan disaring. Filtrat
yang didapat kemudian ditetesi dengan larutan FeCl3 1% hingga
terbentuk warna hijau tua sampai biru atau hitam (Nisma, 2011).
3.4.6.3 Pemeriksaan alkaloid
Ekstrak, dimasukkan dalam tabung reaksi kemudian ditambahkan
1 mL HCl 2 N dan 9 mL aquadest, lalu dipanaskan di atas penangas air
bersuhu 100⁰C selama 2 menit, kemudian didinginkan dan disaring
(larutan A). Larutan A dimasukkan dalam tabung reaksi, kemudian
ditambahkan 1 tetes pereaksi bauchardat, jika terbentuk endapan coklat-
hitam, maka positif terdapat alkaloid (Nisma, 2011).
3.4.6.4 Pemeriksaan saponin
Ekstrak,dimasukkan dalam tabung reaksi, kemudian ditambahkan
10 mL air panas, kemudian didinginkan lalu dikocok kuat-kuat. Jika
terdapat buih lalu didiamkan 2 menit, kemudian ditambahkan 1 tetes HCl
2 N,dikocok lagi hingga terbentuk buih yang mantap (Nisma, 2011).
3.4.6.5 Uji Terpenoid (Uji Salkowski)
Ekstrak ditambahkan 2 mL kloroform. Kemudian ditambahkan
H2SO4 (3 mL) terbentuk lapisan. Adanya warna coklat kemerahan
menunjukkan adanya terpenoid (Ayoola, et al., 2008).
19
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.4.7 Persiapan Hewan Coba
Hewan coba yang digunakan adalah tikus putih jantan berumur
2-3 bulan dengan bobot 150-210 gram. Hewan uji yang digunakan
sebanyak 30 ekor tikus putih jantan galur Sprague dawley dibagi menjadi
6 kelompok Penentuan jumlah tikus tiap kelompok, dihitung berdasarkan
rumus Federer.
Rumus Federer : (n-1) (t-1) ≥ 15
(n-1) (6-1) ≥ 15
6n - n - 6+1 ≥ 15
5n ≥ 20
n ≥ 4
Dimana t = jumlah perlakuan dan n = jumlah ulangan minimal dari
tiap perlakuan. Sebelum dilakukan perlakuan pada penelitian ini, hewan
uji diaklimatisasikan selama satu minggu, diberi makan pelet dan diberi
asupan minum air secukupnya. Sebelum dilakukan perlakuan uji anti
nefrolitiasis, tikus terlebih dahulu dipuasakan makan lebih kurang 16 jam.
Minum tetap diberikan.
3.4.8 Pembuatan Sediaan Uji
a) Dosis ekstrak herba pegagan yang digunakan pada uji antinefrolitiasis
ini mengacu pada dosis aktivitas diuretik ekstrak etanol pegagan yaitu
500 mg/kg BB (Roopesh, 2011). Maka dibuat sediaan uji sebagai
berikut.
1. Sediaan ekstrak etanol herba pegagan dosis rendah 250 mg/kg BB
2. Sediaan ekstrak etanol herba pegagan dosis sedang 500 mg/kg BB
3. Sediaan ekstrak etanol herba pegagan dosis tinggi 1000 mg/kg BB
Volume ekstrak herba pegagan yang diberikan pada tikus adalah 1 mL/
200 g bb yang diberikan secara per oral.
b) Dosis Batugin Sebagai Kontrol Positif
Dosis batugin yang digunakan sebagai pencegahan batu ginjal maupun
pencegahan terbentuknya kembali pasca operasi batu ginjal pada
manusia adalah 30 mL perhari, dalam 30 mL mengandung 3 g zat aktif,
20
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
maka dosis batugin sebagai pencegahan pembentukan batu ginjal pada
tikus adalah 270 mg/kg BB atau maka volume batugin yang diberikan
untuk tikus adalah 0,54 mL / 200 g BB. Perhitungan pada lampiran 10.
c) Dosis Sediaan Induksi Batu Ginjal
Sediaan yang dibuat dalam percobaan ini untuk membentuk batu ginjal
pada tikus adalah etilen glikol 0,75%+ amonium klorida 2% dalam
aquadest (Saputra, 2009).
3.4.9 Pelaksanaan Pengujian Penghambatan Pembentukan Batu Ginjal
Hewan coba dibagi menjadi 6 kelompok berdasarkan kesamaan bobot
badan. kelompok I ialah kelompok normal yang tidak menerima induksi
pembentukan batu ginjal, hanya diberikan makan dan minum secukupnya
saja. Kelompok II adalah kontrol negatif yang hanya diberi zat
penginduksi pembentuk batu ginjal saja. Kelompok III adalah kontrol
positif yang diberikan batugin elixir beberapa jam sebelum pemberian
induksi batu ginjal selama 10 hari. Kelompok IV, V dan VI sebagai
kelompok uji, diberi ekstrak etanol herba pegagan dengan dosis masing-
masing 250 mg/ kg BB,500 mg/kg BB, 1000 mg/kg BB secara peroral
2 jam sebelum pemberian induksi batu ginjal.
Volume peroral sediaan ekstrak herba pegagan yang diberikan kepada
tikus adalah 1 mL/200gr BB. Perlakukan tersebut dilakukan selama 10 hari.
Pada hari ke-10 setelah perlakuan tikus dipuasakan selama 16 jam hanya
diberi air minum secukupnya saja. Pada hari ke-11 tikus dilakukan
pembedahan. Tikus dimatikan terlebih dahulu dengan menggunakan eter
selanjutnya abdomen dibuka kemudian diambil ginjalnya dan dilakukan
analisa karakteristik ginjal serta analisis kadar kalsium ginjal.
21
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Tabel 3.1. Pembagian Kelompok Hewan Uji
No Jumlah
tikus
Perlakuan
1 5 Kelompok normal, tidak diinduksi.
2 5 Kelompok kontrol negatif, diinduksi etilen glikol 0,75%
+ ammonium klorida 2% dalam aquadest dengan
volume (12 mL/200 g BB) / hari.
3 5 Kelompok kontrol positif, diberi batugin elixir sebanyak
0,54 mL/200 g BB, setelah 2 jam diinduksi dengan
etilen glikol 0,75% + ammonium klorida 2% dalam
aquadest dengan volume (12 mL/200 g BB) / hari.
4 5 Kelompok uji dosis rendah diberi sediaan ekstrak herba
pegagan dosis rendah 250 mg/kg BB, setelah 2jam
diinduksi dengan etilen glikol 0,75% + ammonium
klorida 2% dalam aquadest dengan volume
(12 mL/200 g BB) / hari.
5 5 Kelompok uji dosis sedang, diberi sediaan ekstrak herba
pegagan dosis sedang 500 mg/kg BB, setelah 2 jam
diinduksi dengan etilen glikol 0,75% + ammonium
klorida 2% dalam aquadest dengan volume
(12 mL/200 g BB) / hari.
6 5 Kelompok uji dosis tinggi, diberi sediaan ekstrak herba
pegagan dosis tinggi 1000 mg/kg BB setelah 2 jam
diinduksi dengan etilen glikol 0,75% + ammonium
klorida 2% dalam aquadest dengan volume
(12 mL/200 g BB) / hari.
22
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
3.4.10 Analisis Karakteristik Ginjal
Setelah perlakuan selesai, dilakukan pengamatan terhadap masing-
masing ginjal hewan coba. Secara hati-hati kedua ginjal diambil dan
kemudian dilakukan analisis ginjal. Masing-masing ginjal ditimbang,
diukur panjang dan tebalnya, dicatat karakteristik bentuk dan warna ginjal
serta dihitung rasio bobot ginjal/ 100 gr bobot tikus (Wijaya,Sumi dan
Farida L., 2009).
3.4.11 Analisis Kandungan Kalsium Pada Ginjal
Ginjal masing-masing tikus diletakkan di cawan penguap lalu
dimasukkan ke dalam oven dengan 100o C selama 24 jam. Setelah ginjal
kering, ginjal digerus di mortir kemudian dimasukkan ke dalam gelas
piala 100 ml berisi 10 mL asam nitrat pekat, biarkan selama 30 menit,
Dilakukan pemanasan mula-mula dengan pemanasan yang rendah
kemudian suhu dinaikkan perlahan-lahan. pemanasan dihentikan sebentar
dan selanjutnya diteteskan hidrogen peroksida 30% sampai bening dan
lanjutkan pemanasan sampai volume berkurang setengah dari volume
awal. Hasil destruksi didinginkan kemudian dipipet 5 ml (larutan contoh)
dan dilakukan pengenceran 10 kali dalam labu ukur 50 ml dan
dicukupkan volumenya dengan aquadest. Hasil pengenceran disaring
dengan kertas whatman dan selanjutnya diukur kadar kalsium nya dengan
Spektrofotometri Serapan Atom (SSA) pada panjang gelombang 422,7
nm (Afriyanti, Ria, dan Harun Syahriar, 2011).
3.4.12 Analisis Data
Hasil pengamatan karakteristik ginjal adalah dengan mengitung
rasio bobot ginjal semua kelompok tikus, untuk menghitung rasio bobot
ginjal tiap tikus menggunakan rumus tersebut : (Boesro S, Warya S,
Rosidana T dan Ade z. 2010)
Rasio ginjal( g100g) = Berat ginjal tikus (g)Berat badan tikus (100g)
23
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Sedangakan hasil data kadar kalsium pada ginjal, sebelum
dilakukan uji statistik hasil data SSA kadar kalsium pada ginjal dihitung
dengan rumus tersebut : (Afriyanti, Ria, dan Harun Syahriar. 2011)
Kadar Ca = . x Fp
Keterangan:
X = Kosentrasi yang didapat berdasarkan kurva kalibrasi (mg/L)
Y = Volume larutan contoh (L)
Z = Berat sampel (gram)
Fp = Faktor pengenceran
Kemudian data- data tersebut diuji distribusi normalnya dengan uji
Kolmogorov-Smirnov, sedangkan keseragaman variannya diuji dengan uji
Levene menggunakan taraf kepercayaan 95%. Apabila data terdistribusi
normal dan homogen dilakukan ANOVA (analisis varian satu arah) dan
jika berbeda bermakna, dilanjutkan dengan uji Least Significant Difference
(LSD) dengan taraf kepercayaan 95%. Apabila data terdistribusi tidak
normal, dilakukan uji Kruskal Wallis dan jika berbeda bermakna akan
dilanjutkan dengan uji Least Significant Difference (LSD) dengan taraf
kepercayaan 95%.
24 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 4
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Penelitian
4.1.1 Hasil Determinasi Tanaman
Determinasi dilakukan di Herbarium Bogoriense Bidang Botani,
Puslit Biologi, LIPI Cibinong dan diketahui bahwa sampel tumbuhan yang
diteliti adalah benar jenis tanaman pegagan ( Centella asiatica (L).Urban)
suku Apiaceae (lampiran 4).
4.1.2 Hasil Ekstraksi
Sebanyak 600 gram serbuk simplisia herba pegagan dimaserasi
dengan etanol 70%, kemudian dikentalkan dengan rotary evaporator dan
didapatkan ekstrak kental sebanyak 193,54 gram dan didapatkan rendeman
sebesar adalah 32,2%. Perhitungan rendemen terdapat pada lampiran 6.
4.1.3 Hasil Penapisan Fitokimia
Pada uji penapisan fitokimia ekstrak etanol herba pegagan diperoleh
hasil berupa kandungan metabolit sekunder. Berikut ini adalah data berupa
hasil penapisan fitokimia dari ekstrak etanol herba pegagan.
Tabel 4.1. Hasil Penapisan Fitokimia Herba Pegagan
Metabolit Sekunder Hasil
Alkaloid -
Flavonoid +
Saponin +
Tanin +
Terpenoid +
Hasil uji penapisan fitokimia terhadap herba pegagan
(Centella asiatica L.) terlihat pada tabel 4.1 menunjukkan adanya
golongan senyawa flavonoid, saponin, tannin dan terpenoid.
25
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
4.1.4 Hasil Parameter Non-Spesifik Ekstrak
4.1.4.1 Kadar Abu
Uji kadar abu dilakukan dengan menggunakan alat tanur listrik
hingga ekstrak menjadi abu serta bobot tetap dan didapatkan hasil sebesar
4,13%, perhitungan terdapat pada lampiran 8.
4.1.4.2 Susut Pengeringan
Uji susut pengeringan dilakukan dengan ekstrak dikeringkan di oven
pada suhu 1050 C hingga bobot ekstrak tetap. Hasil pengujian susut
pengeringan sampel adalah sebesar 9,18% , perhitungan pada lampiran 9.
4.1.5 Hasil Analisis Karakteristik Ginjal
Setelah perlakuan selama 10 hari, tikus dimatikan dengan eter setelah
itu dibedah dan difiksasi kedua ginjalnya secara hati-hati, selanjutnya
dilakukan analisis karakteristik pada masing-masing ginjal tikus. Analisis
karakteristik ginjal dilakukan dengan cara mengamati warna ginjal, bentuk
ginjal serta ukuran panjang dan tebal ginjal dari semua kelompok hewan
uji serta perhitungan rasio bobot ginjal. Perhitungan yang lebih lengkap
mengenai rasio bobot ginjal serta persentase penurunan rasio bobot ginjal
terlampir pada lampiran 11.
Tabel 4.2 Analisis Karakteristik Ginjal
Kelompok Percobaan Warna Bentuk
Ukuran Rata-Rata
Kanan Kiri
I. Kontrol Normal Merah kecoklatan
Seperti kacang tanah
P :1,24 T :0,53
P :1,18 T :0,45
II. Kontrol Negatif Merah kecoklatan
Seperti kacang tanah
P :1,38 T :0,65
P :1,33 T :0,58
III. Kontrol Positif Merah kecoklatan
Seperti kacang tanah
P :1,24 T :0,60
P :1,16 T :0,52
IV. Perlakuan Dosis 250 mg/kg BB
Merah kecoklatan
Seperti kacang tanah
P :1,36 T :0,63
P :1,32 T :0,57
V. Perlakuan Dosis 500 mg/kg BB
Merah kecoklatan
Seperti kacang tanah
P :1,25 T :0,60
P :1,15 T :0,51
26
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
VI. Perlakuan Dosis 1000 mg/kg BB
Merah kecoklatan
Seperti kacang Tanah
P :1,27 T :0,65
P :1,18 T :0,53
Keterangan: P= Panjang (cm), T= Tebal (cm)
Tabel 4.3 Rataan BobotBadan, Bobot Ginjal dan Rasio Bobot Ginjal
(Mean ± SD)
Kelompok Bobot Badan (100 g)
Bobot Ginjal (g)
Rasio Ginjal (g/100 g)
Kontrol Normal 2,11 ± 13,44 1,37 ± 0,06 0,64 ± 0,03
Kontrol (-) 1,71 ± 29,81 1,62 ± 0,24 0,96 ± 0,06
Kontrol (+) 1,51 ± 3,50 1,14 ± 0,05 0,75 ± 0,03
Uji Dosis 250 mg/kg BB 1,77 ± 17,00 1,40 ± 0,17 0,78 ± 0,04
Uji Dosis 500 mg/kg BB 1,68 ± 5,71 1,25 ± 0,03 0,74 ± 0,02
Uji Dosis 1000 mg/kg BB 1,58 ± 4,11 1,22 ± 0,49 0,75 ± 0,02
Tabel 4.4 Persentase Penurunan Rasio bobot ginjal/100 g BB
Kelompok % Penurunan Rasio bobot ginjal
Kontrol (+) 21,87 %
Uji Dosis 250 mg/kg BB 18,75 %
Uji Dosis 500 mg/kg BB 22,92 %
Uji Dosis 1000 mg/kg BB 21,87 %
27
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
• Perhitungan % penurunan rasio bobot ginjal/100 g
% penurunan rasio ginjal = . . . x 100 %
1. % Penuruan rasio bobot ginjal oleh kontrol (+)
• , , , x 100% = 21,87%
2. % Penuruan rasio bobot ginjal oleh dosis 250 mg/kg BB
• , , , x 100% = 18,75%
3. % Penuruan rasio bobot ginjal oleh dosis 500 mg/kg BB
• , , , x 100% = 22,92%
4. % Penuruan rasio bobot ginjal oleh dosis 1000 mg/kgBB
• , , , x 100% = 21,87%
4.1.6 Hasil Pengukuran Kadar Kalsium Pada Ginjal
Rata-rata hasil pengukuran kadar kalsium pada ginjal pada hewan uji
diperlihatkan pada table 4.5 serta persentase penghambatan batu ginjal
terdapat pada tabel 4.6 Untuk data hasil pengukuran kadar kalsium ginjal
selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 12.
Tabel 4.5 Hasil Rata-Rata Kadar Kalsium Pada Ginjal (Mean ± SD )
Kelompok Kadar kalsium (mg/g)
Normal 2,54 ± 0,05
Kontrol (-) 4,00 ± 0,34
Kontrol (+) 2,69 ± 0,03
Uji dosis rendah 250 mg/kg BB 3,33 ± 0,35
Uji dosis sedang 500 mg/kg BB 2,75 ± 0,10
28
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Uji dosis tinggi 1000 mg/kg BB 2,84 ± 0,05
Gambar 4. Kadar Kalsium Pada Ginjal. Normal, Kontrol (-), Kontrol (+), Uji 1:
Dosis 250 mg/kg, Uji 2: Dosis 500 mg/kg BB, Uji 3 : Dosis 1000 mg/kg .
Tabel 4.6 Persentase Penghambatan Batu Ginjal
Kelompok % Penghambatan Batu Ginjal
Kontrol (+) 32,75 %
Uji Dosis 250 mg/kg BB 16,75 %
Uji Dosis 500 mg/kg BB 31,25 %
Uji Dosis 1000 mg/kg BB 29 %
ï Perhitungan % penghambatan batu ginjal
% Penghambatan batu ginjal = . . . x 100 %
1. % Penghambatan batu ginjal kontrol (+)
• , , , x 100% = 32,75%
2.54
4
2.69
3.33
2.75 2.84
0
0.5
1
1.5
2
2.5
3
3.5
4
4.5
Normal kontrol (-) kontrol (+) Uji 1 Uji 2 Uji 3
(mg/
g )
Kadar Kalsium Pada Ginjal
29
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2. % Penghambatan batu ginjal oleh dosis 250 mg/kg BB
• , , , x 100% = 16,75%
3. % Penghambatan batu ginjal oleh dosis 500 mg/kg BB
• , , , x 100% = 31,25%
4. Penghambatan batu ginjal oleh dosis 1000 mg/kgBB
• , , , x 100% = 29%
5.2 Pembahasan
Penelitian uji aktivitas penghambat pembentukan batu ginjal ini
menggunakan sampel ekstrak herba pegagan (Centella asiatica L. ).
Herba pegagan didapatkan dari kebun di sekitar wilayah Cimanggu Bogor.
Semua bagian tumbuhan diambil seperti daun dan batang kecuali akar.
Kemudian tanaman herba pegagan dilakukan determinasi dengan tujuan
memastikan bahwa tanaman yang digunakan tersebut benar jenis pegagan
suku apiaceae, setelah itu herba pegagan dicuci dengan air mengalir, hal
ini bertujuan untuk memisahkan kotoran-kotoran yang menempel di
tanaman. Herba pegagan dikeringkan dengan cara diangin-anginkan pada
suhu kamar, tidak dilakukan dibawah sinar matahari karena jika dijemur di
bawah sinar matahari secara langsung dapat merusak senyawa-senyawa
kimia yang terkandung di dalam herba pegagan. Tujuan pengeringan
adalah untuk menghilangkan kadar air yang terdapat dalam herba dan
untuk keefektifan ekstraksi, sehingga dalam proses ekstraksi bahan telah
kering dan lebih muda berinteraksi dengan cairan pelarut. Simplisia dibuat
menjadi serbuk halus. Bahan dihaluskan dengan tujuan untuk
memperbesar permukaan yang akan bersentuhan dengan pelarut.
Pelarut yang digunakan untuk proses maserasi herba pegagan kali ini
adalah etanol 70%, karena etanol 70% merupakan pelarut yang universal
yang dapat menarik senyawa bersifat polar, semi polar dan non polar. Dari
penelitian yang telah dilakukan bahwa penyarian herba pegagan
menggunakan etanol 70% memiliki hasil penyarian yang tertinggi
30
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
dibandingkan dengan pelarut lain (Pramono, S. 2004). Etanol 70 % juga
lazim digunakan untuk ekstraksi simplisia kering, ini disebabkan agar
pelarut lebih mudah berpenetrasi ke dalam simplisia sehingga zat-zat yang
terdapat pada simplisia lebih mudah terekstraksi. Serbuk herba pegagan
sebanyak 600 gram dimaserasi dengan etanol 70% sehingga diperoleh
ekstrak etanol herba pegagan sebanyak 193,54 gram, sehingga
rendemennya adalah 32,2%. Pada buku Farmakope Herbal menyatakan
rendeman untuk ekstrak pegagan tidak kurang dari 7,2%. Dalam hal ini,
rendeman ekstrak etanol herba pegagan tersebut memenuhi persyaratan.
Selanjutnya dilakukan penapisan fitokimia , hal ini bertujuan untuk
mengetahui kandungan metabolit sekunder yang terdapat dalam ekstrak.
Pada ekstrak etanol herba pegagan diperoleh hasil positif mengandung
flavonoid, saponin, tanin, dan terpenoid
Pengujian parameter non spesifik ekstrak etanol herba pegagan juga
dilakukan yaitu dengan menguji kadar abu dan susut pengeringan ekstrak
etanol dari herba pegagan tersebut. Kadar abu penting dilakukan karena
kadar abu dapat menunjukkan kelayakan suatu sampel untuk pengolahan
berikutnya, bila kadar abu suatu sampel tinggi, itu menyatakan bahwa
masih banyak pengotor lain seperti unsur mineral dan anorganik yang
terikut pada sampel tersebut. Selain itu kadar abu juga dapat digunakan
sebagai parameter nilai gizi suatu sampel. Berdasarkan Farmakope Herbal
kadar abu tidak boleh lebih dari 16,6% sedangkan kadar abu dari ekstrak
etanol herba pegagan tersebut sebesar 4,13%, itu menandakan ekstrak
herba pegagan tersebut masih dalam ambang batas syarat kelayakan.
Pengukuran susut pengeringan yaitu untuk mengetahui banyaknya air dan
senyawa yang mudah menguap yg masih terdapat pada ekstrak. Untuk
hasil susut pengeringan sampel ekstrak etanol herba pegagan adalah
sebesar 9,18%. Hasil tersebut masih sesuai syarat, karena nilai susut
pengeringan tidak boleh lebih dari 10%. (Reniza, Afrina Wati., 2003).
Hewan coba yang digunakan untuk penelitian uji aktivitas
penghambatan pembentukan batu ginjal ini adalah tikus putih jantan galur
Sprague-Dawley. Galur Sprague-Dawley merupakan jenis tikus yang
31
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
umum digunakan untuk penelitian, mempunyai ciri berwarna putih albino,
berkepala kecil, dan ekornya lebih panjang dari badannya. Tikus yang
dipilih adalah yang berkelamin jantan, hal ini dikarenakan tikus jantan
kondisi biologisnya lebih stabil bila dibandingkan dengan tikus betina
selain itu populasi jantan lebih banyak yang mengalami batu ginjal
dibanding yang wanita.
Untuk memperkecil variabilitas antar hewan uji, maka hewan yang
digunakan harus mempunyai keseragaman bobot, yaitu memiliki berat
badan antara 150-200 gram, umur 2-3 bulan, diberi makanan dan minuman
yang sama dan dalam kondisi sehat. Pengelompokan hewan uji dilakukan
berdasarkan keseragaman bobotnya Dibagi menjadi 6 kelompok, masing-
masing kelompok terdiri dari 5 ekor tikus putih jantan. Pembagian menjadi
6 kelompok terdiri dari kelompok kontrol normal, kontrol negatif, kontrol
positif, uji 1(dosis rendah), uji 2 (dosis sedang) dan uji 3 (dosis tinggi).
Hewan uji harus diadaptasikan terlebih dahulu dengan kondisi
laboratorium selama 7 hari. Hal ini dilakukan untuk menghindari stress
pada saat perlakuan. Sebelum hewan uji diberi perlakuan, hewan uji
dipuasakan terlebih dahulu selama 12 jam dengan hanya diberi minum ad
libitum. Tujuan dipuasakan agar kondisi hewan uji sama dan mengurangi
pengaruh makanan yang dikonsumsi terhadap absorpsi sampel yang
diberikan. Apabila tahap persiapan telah selesai, kemudian dilakukan uji
dengan pemberian ekstrak etanol herba pegagan. Dosis ekstrak herba
pegagan untuk uji penghambatan pembentukan batu ginjal ini mengacu
pada dosis ekstrak etanol herba pegagan sebagai diuretik pada tikus putih
jantan. Dosis yang efektif sebagai diuretik adalah 500 mg/kg BB
(Roopesh, 2011).
Dosis 500 mg/kg BB sebagai dosis sedang, dan dosis rendah
merupakan ½ dari dosis sedang yaitu 250 mg/kg BB, sedangkan untuk
dosis tinggi merupakan 2x dari dosis sedang yaitu sebesar 1000 mg/kg BB.
Sebagai kontrol pembanding, digunakan batugin elixir yang telah terbukti
dapat mencegah terjadinya batu ginjal serta dapat meluruhkan batu ginjal.
32
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Dosis batugin elixir yang diberikan pada tikuus sebagai pencegah
pembentukan batu ginjal adalah dengan dosis 54 mg/200 g BB.
Batugin elixir mengandung ekstrak daun tempuyung (Sonchus
arvensis) dan ekstrak daun kejibeling (Strobilanthus crispus). Daun
tempuyung berkhasiat sebagai antikalkulus urinaria, berdasarkan
kemampuannya mengadakan relaksasi otot polos (spasmolitik) dan
tingginya kadar kalium dalam daun tersebut. Ekstrak daun tempuyung juga
dapat memecahkan atau menghancurkan batu urin atau batu saluran kemih
sehingga mempermudah pengeluarannya dari dalam tubuh. Dalam hal ini
ekstrak tempuyung langsung menghilangkan sebab dari sakit kolik atau
sakit pinggang. Daun kejibeling (Strobilanthus crispus) dikenal sebagai
obat yang sangat efektif untuk kencing batu. Kadar kalium yang tinggi
menyebabkan daun ini memiliki sifat sebagai diuretik, sehingga batu-batu
yang menyumbat saluran dapat terdorong keluar.
Pemberian ekstrak herba pegagan dan sediaan pembanding
(batugin elixir) diberikan 2 jam sebelum makan, maka diberikan sebelum
pemberian larutan induksi batu ginjal. Sediaan ekstrak herba pegagan
maupun batugin elixir diberikan satu kali sehari secara peroral dengan
menggunakan sonde lambung. Setelah pemberian sediaan uji dan batugin
elixir, kelompok uji, kontrol negatif dan kontrol positif diberi larutan
penginduksi batu ginjal yang mengandung 0,75% etilen glikol dan 2%
amonium klorida. Volume yang diberikan sebanyak12 ml/ 200 g BB / hari.
Sore harinya semua kelompok tikus diberi makan dan minum secukupnya
dengan volume seragam untuk semua kelompok. Perilaku tersebut
dilakukan kepada tikus putih jantan selama 10 hari.
Pada hari ke-10, tikus dipuasakan selama 12 jam, dimaksudkan
untuk menyeragamkan kondisi hewan uji sampai saat dilasanakannya
pembedahan. Pada hari ke-11 seluruh kelompok tikus dibedah, tikus di
anastesi terlebih dahulu dengan menggunakan eter hingga mati, lalu di
buka abdomennya dan diambil kedua ginjalnya secara hati-hati.
Selanjutnya dilakukan analisis karakteristik ginjal tikus, perhitungan rasio
bobot ginjal/100g BB dan analisis kadar kalsium ginjal tikus.
33
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Hasil analisis karakteristik ginjal tikus dari segi warna, baik
kelompok normal, kontrol negatif, kontrol positif, uji dosis rendah, sedang
dan tinggi tidak terdapat perbedaan yang mencolok, semua ginjal
kelompok hewan uji berwarna merah kecoklatan dan berbentuk seperti
kacang tanah. Pengamatan berdasarkan ukuran panjang dan tebal ginjal
terlihat bahwa kelompok kontrol negatif memiliki ukuran panjang dan
tebal yang lebih besar dibandingkan kelompok lainnya, hal ini dikarenakan
pemberian etilen glikol secara berlebih menyebabkan perubahan struktur
ginjal yang disebabkan nefrotoksik akibat kadar kalsium yang tinggi
dalam ginjal. Menurut Guyton dan Hall (1997) manifestasi dari kelainan
ginjal adalah dengan adanya perubahan struktur ginjal baik dari bentuk
maupun ukuran ginjal. Kelompok normal tidak memiliki perbedaaan
secara nyata dengan kelompok kontrol positif, kelompok uji dosis 500
mg/kg BB dan uji dosis 1000 mg/kg BB.
Selanjutnya ginjal tikus semua kelompok ditimbang dan dihitung
rasio bobot ginjal terhadap berat badan, Rasio digunakan untuk
menyetarakan atau mengkoreksi faktor bobot badan yang lebih besar akan
memiliki bobot ginjal yang besar pula begitu juga sebaliknya.
Rasio bobot ginjal/100 g BB diuji statistik dengan metoda ANOVA
serta dilanjutkan dengan LSD (Least Significant Difference) untuk
mengetahui adakah perbedaan yang bermakna atau tidak. Hasil uji statistik
menghasilkan data bahwa Rasio ginjal kelompok normal dengan
kelompok negatif, positif, uji dosis 250 mg/ kg BB, dosis 500 mg/kg BB
dan dosis 1000 mg/kg BB ada perbedaan secara bermakna pada taraf uji
0,05. Serta rasio ginjal kelompok positif dengan kelompok uji dosis
250 mg/kg BB, dosis 500 mg/kg BB dan dosis 1000 mg/kg BB tidak ada
perbedaan secara bermakna pada taraf uji 0,05 (Lampiran 14).
Rasio bobot ginjal/100 g BB rata-rata kelompok normal adalah
sebesar 0,64, sedangkan pada ginjal kelompok kontrol negatif yang
mengalami peradangan dan mengandung banyak deposit kalsium memiliki
rasio sebesar 0,96. Rasio ginjal kelompok kontrol positif mampu
menurunkan rasio ginjal mencapai 21,87% dari rasio kontrol negatif,
34
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
ekstrak etanol herba pegagan dosis 250 mg/kg BB mampu menurunkan
rasio ginjal mencapai 18,75%, ekstrak etanol herba pegagan dosis 500
mg/kg BB menurunkan rasio ginjal sebesar 22,92%, dan pada dosis 1000
mg/kg BB mampu menurunkan rasio ginjal mencapai 21,87%. Aktivitas
anti radang dari ekstrak etanol herba pegagan mampu menurunkan rasio
ginjal relatif mendekati normal. Data rasio bobot ginjal tersebut
menggambarkan bahwa nefrotoksik secara otomatis meningkatkan bobot
ginjal karena kebengkakan akibat reaksi radang karena kadar kalsium yang
tinggi dalam ginjal. Cruzan. (2004) menyatakan tikus putih mengalami
penurunan bobot badan akibat keracunan etilen glikol dosis tinggi dan
menaikan bobot ginjal serta rasio bobot ginjal relatif terhadap bobot
badan.
Selanjutnya dilakukan parameter pengukuran kandungan kalsium
ginjal tikus menggunakan alat spektrofotometri serapan atom (SSA).
Sebelum dianalisis dengan menggunakan SSA, ginjal tikus didestruksi
terlebih dahulu Proses destruksi bertujuan untuk menghilangkan, dan
memutuskan ikatan-ikatan senyawa organik yang terdapat dalam sampel
sehingga yang tertinggal hanya senyawa anorganik saja. Metoda destruksi
yang digunakan adalah metoda destruksi basah. Metoda ini digunakan
karena pengerjaannya lebih sederhana, oksidasi kontinyu dan cepat dan
unsur-unsur yang diperoleh mudah larut sehingga dapat ditentukan dengan
metoda analisa tertentu (Rasyid,Roslinda, 2011).
Proses destruksi ini menggunakan campuran asam nitrat pekat dan
hidrogen peroksida sebagai pengoksidasi. Destruksi basah menggunakan
larutan pendestruksi campuran ini memberikan hasil yang lebih baik
karena destruksi lebih sempurna dan suhu pemanasan tidak terlalu tinggi
sehingga kemungkinan kehilangan unsur renik akibat penguapan.
Destruksi dimulai dengan pemanasan rendah dan selanjutnya
ditinggikan perlahan-lahan sampai sampel larut sempurna. Sebelum
pemanasan, campuran sampel dan pelarut dibiarkan lebih kurang 30 menit
agar proses penetrasinya lebih sempurna. Proses destruksi ditandai dengan
keluarnya asap nitro yang berwarna kuning. Kemudian dilanjutkan dengan
35
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
penambahan beberapa tetes hidrogen peroksida secara berulang yang
bertujuan untuk menyempurnakan proses destruksi. Destruksi dikatakan
sempurna bila telah diperoleh larutan jernih yang menunjukan bahwa
semua konstituen telah larut sempurna atau perombakan senyawa organik
telah berjalan dengan baik. Selanjutnya larutan jernih ini diencerkan
dengan aquadest untuk penentuan kandungan kalsium dengan
menggunakan SSA yang sebelumnya telah dikalibrasi dengan faktor
pengenceran yang dibutuhkan. Pengukuran kadar kalsium ginjal pada
panjang gelombang 422,7 nm, karena logam kalsium dapat terbaca pada
SSA pada panjang gelombang 422,7 nm.
Penginduksi batu ginjal yang diberikan kepada hewan coba adalah
etilen glikol dan amonium klorida. Etilen glikol dimetabolisme dalam hati
menghasilkan senyawa metabolit oksalat sehingga menyebabkan
hiperoksaluria yang dapat berikatan dengan kalsium dalam darah
membentuk kristal kalsium oksalat dan terdepo di ginjal. Diperkirakan
dosis letal dari 100% etilen glikol adalah 1,4 mL/kg BB (Brent, 2001),
sedangkan amonium klorida berperan sebagai katalisator untuk
mempercepat terbentukan batu ginjal kalsium oksalat.
Tikus yang terinduksi batu ginjal menunjukan deposit kristal kalsium
oksalat di dalam tubulus ginjal. Perlekatan kristal kalsium oksalat dengan
sel-sel di tubulus dipertimbangkan sebagai faktor potensial dalam
pembentukan kalkuli (Touham, 2007). Kristal kalsium oksalat menempel
pada reseptor anion dari permukaan membran sel. Kristal kalsium oksalat
dapat melisiskan membran epitel sel menggunakan protease yang
ditemukan dalam urin. Perlekatannya sangat cepat dan bergantung pada
konsentrasi jumlah kristal. Ini sangat berbeda dengan pembentukan kristal
batuan lainnya. Hal tersebut menunjukkan mengapa jenis batuan yang
paling sering ditemukan pada kejadian batu ginjal adalah kalsium oksalat
(Grover et al, 2007).
Data kadar kalsium ginjal duji statistik dengan metode Kurskal
Wallis serta dilanjutkan dengan LSD ((Least Significant Difference) untuk
mengetahui adakah perbedaan yang bermakna atau tidak. Hasil uji statistik
36
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
menghasilkan data kadar kalsium ginjal pada kelompok normal
tidak berbeda nyata dengan kelompok kontrol positif , uji dosis 500 mg/kg
BB dan uji dosis 1000 mg/kg BB. Tetapi sangat signifikan secara statistik
berbeda dibandingkan dengan kadar kalsium kelompok kontrol negatif
dan kelompok uji dosis 250 mg/kg BB signifikan berbeda pada taraf
p < 0,05 (lampiran 15). Kelompok perlakuan uji dosis 500 mg/kg BB
menurunkan grafik dengan tingkat kecuraman yang tinggi mendekati
kadar kalsium kontrol positif dan kontrol normal (Gambar 4.1)
Ketiga varian dosis ekstrak etanol herba pegagan dapat menghambat
pembentukan batu ginjal terbukti dengan melihat kadar kalsium pada
ginjal, namun pada dosis 500 mg/kg BB terlihat memiliki nilai hambat
paling besar dibanding dosis 250 mg/kg BB dan dosis 1000 mg/kg BB
yaitu sebesar 31,25%
Kandungan kimia utama dari tumbuhan pegagan yaitu asiatikosida
dan asam madekasat. Kandungan kimia lainnya yaitu karotenoid, valerian,
resin, minyak atsiri dan garam-garam mineral seperti kalium, natrium,
magnesium, kalsium dan besi (Widowati. 1992 ; Achyad dan Rasydah,
2000).
Senyawa yang diduga berperan dalam menghambat pembentukan
batu ginjal adalah kalium, Kalium menyebabkan tumbuhan pegagan
berkhasiat sebagai diuretik dan pemecah batu ginjal. Kalium akan bereaksi
dengan batu ginjal yang berupa kalsium karbonat, karena kalium akan
menyingkirkan kalsium untuk bergabung oksalat yang merupakan
pembentuk batu ginjal. Endapan batu ginjal tersebut akhirnya larut dan
keluar bersama urin.
Tidak hanya kalium yang berperan dalam pemnghambat
pembentukan batu ginjal, mineral natrium juga berperan melalui
mekanisme pengeluaran air seni yang disebut dengan efek diuretik.
(Rasyid,Roslinda, 2011).
Senyawa lain yang diduga berpengaruh pada aktivitas diuretik
ekstrak etanol herba pegagan adalah golongan senyawa flavonoid.
Menurut Adha (2009), flavonoid dapat meningkatkan urinasi dan
37
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
meningkatkan laju filtrasi glomerulus. Adanya peningkatan laju filtrasi
glomerulus menyebabkan zat nefrotoksik yang masuk ke ginjal akan
dikeluarkan secara cepat akibat aktivitas urinasi yang menigkat (Guyton
dan Hall, 1997). Pengeluaran tersebut dapat meminimalisir terjadinya
akumulasi kalsium oksalat yang diakibatkan induksi etilen glikol dan
amonium klorida.
38 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
§ Ekstrak etanol dari herba pegagan pada ketiga varian dosis ( 250 mg/kg
BB, 500 mg/kg BB, dan 1000 mg/kg BB) mempunyai aktivitas dalam
menghambat pembentukan batu ginjal (anti nefrolitiasis) hal tersebut
terbukti dengan menurunnya kadar kalsium pada ginjal serta menurunnya
rasio bobot ginjal secara bermakna (P≤0,05) terhadap kelompok kontrol
negatif.
§ Dosis uji yang paling efektif adalah dosis 500 mg/kg BB dengan
persentase penghambatan batu ginjal sebesar 31,25% serta mampu
menurunkan rasio bobot ginjal mencapai 22,92%. Hasil tersebut tidak
berbeda secara bermakna pada taraf uji 0,05 dengan kelompok normal dan
kelompok kontrol positif.
5.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian lebih lanjut mengenai senyawa apa
yang berperan sebagai penghambat pembentukan batu ginjal, serta perlu
dilakukan penelitian mengenai upaya pengobatan batu ginjal (kuratif)
secara in vivo oleh esktrak etanol herba pegagan.
39 UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
DAFTAR PUSTAKA
Adha C. (2009). Pengaruh Pemberian Estrak Etanol Daun Alpukat (Persea Americana Mill) Terhadap Aktivitas Diuretik Tikus Putih Jantan Sprague Dawley. Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Afrianti, Ria dan Syahriar Harun. (2011). Penentuan Kadar Kalsium Pada Ikan Kering Air Laut Dan Ikan Air Tawar Dengan Metoda Spektrofotometri Serapan Atom. Stiffi Perintis.
Anonim. Bioflavonoid. http://buletin.melsa.net.id/links/bioflavo.htm. diakses tanggal 23-06-2012 jam 11.08 Anonim. (2000). Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Depkes RI Ansel, Howard C, Ph.D. 1989. Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, Edisi ke-4. Jakarta:UI Press.
Ayoola, G, A., Coker, H,A,B., Adesegun, S.A., Adepoju-Bello, A.A., Obaweya E.C, Atangbayila, T.O. (2008). Phytochemical Screening and Antioxidant Some Selected Medicininal Plants Used for Malaria Therapy in Southwest. Tropical Journal of Pharmaceutical Research 7(3), 1091-1024.
Ari W Sundoyo, Bambang S. (2006). Buku Ajar Penyakit Dalam, Edisi IV . PP Departemen ilmu penyakit dalam. Jakarta. Hal: 563
Brent J. (2001). Current Management of Ethylene Glycol Poisoning. Drugs. 61 (7): 979–88.
Choubey, Angkur, et al., (2010). Assessment of Ceiba pentandra on Calcium Oxalate Urolithiasis in Rats. VNS Institute of Pharmacy, Der Pharma Chemica, 2(6): 144-156
Coe FL. (2003). Kidney Stone in Adults. http://www.kidney.niddk.nih.gov/kudisease/pubs/kidneyfailure/index.html. di akses tanggal 17-05-2012 jam 14.10
Cruzan G, Corley RA, Hard GC, Martens JJWM, McMartin KE, Snelling WM, Gingell R, Deyo JA. (2004). Subchronic toxicity of ethylene glycol in wistar and F-344 rats related to metabolism and clearance Of Metabolites. Toxicological Sciences, 81(2): 502-511.
Dalimartha, S. (1999). Atlas Tumbuhan Obat Indonesia, Jilid I. Jakarta: Trubus Agriwidya
Departemen Kesehatan RI. (1977). Materia Medika Indonesia, Jilid I. Jakarta.
Departemen Kesehatan RI. (1989). Vademikum Bahan Obat Alam. Dirjen Pengawasan Obat dan Makanan: Jakarta.
40
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Departemen Kesehatan RI. (1995). Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan RI : Jakarta. Dinda. 2008. Urolithiasis (Batu Saluran Kemih). http://medicafarma.blogspot.com/2008/05/urolithiasis.html. diakses tanggal 17-05-2012 jam 14.40 Fuadi, Akhmad. (2009). Pengaruh Ekstrak Etanol Daun Alpukat (Persea Americana Mill) Terhadap Gambaran Ureum dan Kreatinin Pada Tikus Putih Jantan Yang Diinduksi Etilen Glikol. Fakultas Kedokteran Hewan, IPB, Bogor.
Gandjar, Ibnu Gholib, Prof, Dr, DEA, Apt, Dan Abdul Rohman, M.Si., Apt. (2007). Kimia Farmasi Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Guyton A, Hall J. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi ke-9. Setiawan I, Tengadi K, Santosos A, penerjemah. Setiawan I, editor. Jakarta: EGC. Terjemahan dari Textbook Of Medical Phisiology.
Hadjazedah MAR. et al.,( 2007). Ethanolic Extract of Nigella Sativa L Seeds on Ethylene Glycol-Induced Kidney Calculi in Rats. Urology Journal, Vol 4. Iran.
Mcphee, Stephen J. et al., (2007). Current Medical Diagnosis& Treatment. Lange Mc Graw Hill.
Muhlisah Fauziah. Tanaman Obat Keluarga. Cetakan IX. (2002). Jakarta: Penebar Swadaya: Hal 1-3.
Nisma, Fatimah, Dra, . M.Si. (2011) Pengaruh Penambahan Ekstrak Etanol 70% Buah Anggur Biru (Vitis vinifera L.) Terhadap Kelarutan Kalsium Batu Ginjal. Farmasi FMIPA UHAMKA, Jakarta.
Rasyid, Roslinda, Mahyuddin, Agustin M.( 2011). Pemeriksaan Kadar Kalsium Dan Natrium Herba Pegagan (Centella asiatica (L) )Dengan Metoda Fotometri Nyala. Fakultas Farmasi, Universitas Andalas.
Roopesh, Chitrala, Salomi, Ruth, Nagarjuna,dan Reddy Padmanabha. (2011). Diuretic Activity Of Methanolic And Ethanolic Extract Centella asiatica Leaves In Rats. Research Journal Of Pharmacy 2(11), 163-165. Antapur, India.
Saputra, Anggara Aldobrata Hernas. (2009). Uji Aktivitas Anti Lithiasis Ekstrak Etanol Daun Alpukat (Persea Americana Mill) Pada Tikus Putih Jantan.Skripsi. Bogor: Fakultas Kedokteran Hewan, Institut Pertanian Bogor.
Soebagio B,Warya S, Rosdiana T, Zuhrotun A. (2010). Development of Phytopharmaca Product Content ofcombination of phytopharmaca Product Content of Combination of Extract Celery (Apium graveolens L) and Sambiloto. International Seminar and Expo on Jam. Faculty of Pharmacy, Universitas Padjadjaran Indonesia, Bandung.
41
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Suparmi. (2008). Uji Kelarutan Batu Ginjal Kalsium Oleh Infus Buah Segar Kacang Panjang (Vigna sinensis ENDL. ) Secara IN VITRO. Skripsi. Yogyakarta: FMIPA UII.
Touhami M, Laurobi A, Elhabazi K, Loubna F, Zrara I, Eljahiri Y, Oussama A, Grasses F, Chait A. (2007). Lemon juice Has Protective Activity In A Rat Urolithiasis Model. BMC Urology
Walder AD, Tyler CKG. (1994). Ethylene Glycol Antifreeze Poisoning. Three Case Reports and a Review of Treatment. Anesthesia. 57(5): 464-471.
Winarto,W.P,Ir,dan Ir Maria Surbakti. (2003). Khasiat & Manfaat Pegagan. Jakarta: Agro Media Pustaka
Wijaya, Sumi dan Farida L. Darsono. (2005). Uji daya antikalkuli perasan buah ketimun (Cucumis sativus L.) terhadap tikus putih jantan dengan metode Kalkuli. Majalah Farmasi Indonesia, 16(3), 173 – 176, 2005
42
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 1. Kerangka Konsep
Berdasarkan pengalaman masyarakat yang
menggunakan herba pegagan (Centella Asiatica)
untuk mengatasi masalah batu ginjal (Winarto, 2003)
Penelitian sebelumnya uji aktivitas pelarutan batu
ginjal oleh infusa daun pegagan (Centella Asiatica)
secara in vitro dan uji aktivitas diuretik oleh ekstrak
etanol daun pegagan pada tikus putih
(Suhartatik, Sri Endah, 1989; Roopesh, 2011)
Simplisia diekstraksi dengan etanol 70%
Uji penghambatan pembentukan batu ginjal secara in vivo pada tikus putih jantan yang diinduksi oleh etilen
glikol dan amonium klorida
Analisa Data
43
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 2. Skema Kerja
Serbuk simplisia sebanyak 600 g
Maserasi dengan etanol 70%
Saring
Filtrat herba pegagan
Dilakukan perendaman dengan etanol 70% sebanyak 2,5 L selama 72 jam sambil sesekali diaduk dan dilakukan berulang- ulang hingga diperoleh larutan yang jernih.
Ampas
Penapisan fitokimia, uji kadar abu dan
susut pengeringan
Ekstrak kental etanol herba pegagan
Uji aktivitas penghambatan pembentukan batu ginjal
Uapkan pelarut (Rotavapor)
44
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 3. Skema Uji In Vivo
Tikus dipuasakan selama 12 jam sebelum dilakukannya perlakuan
Aklimatisasi selama 7 hari diberi makan dan minum ad libitum
Kelompok 5
Uji 2
Kelompok 2
Kontrol (-)
Kelompok 3
Kontrol (+)
Kelompok 4
Uji 1
Kelompok 1
Normal
Kelompok 6
Uji 3
Diberi makan dan minum secukupnya
Diberi air
suling
Diberi sediaan uji
dosis 1000 mg/kg
BB
Diberi sediaan uji
dosis 500 mg/ kg
BB
Diberi sediaan uji
dosis 250 mg/kg
BB
Diberi batugin 0,54 mL/ 200 g BB
Diberi air
suling
Setelah 2 jam kemudian
Persiapan hewan coba
Pada hari ke-11 dilakukan nefroktomi dan diambil ginjalnya secara hati- hati
Analisis Karakteristik ginjal, perhitungan rasio ginjal dan kadar kalsium ginjal masing-masing tikus
Induksi Batu ginjal (0,75% etilen glikol + 2% amonium klorida) 12 ml/200 g BB / hari selama 10 hari
45
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 4. Hasil Determinasi Herba Pegagan
46
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 5. Keterangan Tikus Laboratorium
47
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 6. Perhitungan Rendemen Ekstrak
RENDEMEN EKSTRAK
Berat simplisia : 600 g
Ekstrak yang diperoleh : 193,54 g
% rendemen = ( ) ( ) X 100%
= , X 100% = 32,2%
v % rendemen ekstrak etanol herba pegagan : 32,2 %
48
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 7. Hasil Penapisan Fitokimia
Alkaloid
Setelah ditambahkan pereaksi
bauchardat, tidak terbentuk
endapan coklat - hitam, maka
negatif terdapat alkaloid
Flavonoid
Setelah ditambahkan HCl pekat
dan logam Mg serta 5 mL amil
alkohol., terbentuk pada lapisan
amil alcohol itu berarti positif
flavonoid.
Saponin
Terdapat buih, buih lalu
didiamkan 2 menit, kemudian
ditambahkan 1 tetes HCl 2
N,dikocok lagi hingga terbentuk
buih yang mantap
49
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
( Lanjutan)
Tanin
Setelah filtrate ditetesi dengan
larutan FeCl3 1% terbentuk
warna hijau tua sampai biru atau
hitam
Terpenoid
Terbentuk lapisan. warna coklat
kemerahan menunjukkan adanya
terpenoid
50
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 8. Hasil Perhitungan Kadar Abu
No Cawan kosong non tutup (g) W2
Bobot Ekstrak (g) B
Cawan+ekstrak setelah ditanur non tutup (g) W1
% Kadar abu
1 26.685 2.078 26.772 4.19%
2 26.685 2.032 26.768 4.07%
Rata-rata % kadar abu 4. 13%
v Perhitungan kadar abu = W1 – W2 x 100%
B
v Contoh perhitungan kadar abu
% kadar abu = 26,772 – 26,685 x 100%
2,078
= 0,087 x 100%
2,078
= 4,19%
51
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 9. Perhitungan Susut Pengeringan
Susut pengeringan dihitungan dengan menggunakan rumus berikut:
Susut pengeringan = Berat sampel awal – Berat sampel akhir x 100%
Berat sampel awal
• Berat botol kosong = 15,0506 g
• Berat sampel awal = 1,0136 g
• Berat botol kosong + ekstrak sebelum dikeringkan = 16,0642 g
• Berat botol kosong + ekstrak setelah dikeringkan = 15,9711 g
• Berat sampel akhir = 0,9205 g
Susut pengeringan = 1,0136 – 0,9205 x 100%
1,0136
= 0,0931
1,0136
= 9,18%
52
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 10. Pembuatan Sediaan Uji dan Perhitungan Dosis
1. Pembuatan larutan induksi
v Volume pemberian larutan induksi pada tikus perhari adalah 12 mL/200 g
BB
v Volume untuk 1 kelompok tikus perhari adalah= 12 mL x 5 ekor = 60 mL
v Volume untuk 5 kelompok tikus perhari adalah= 60 mL x 5 = 300 mL
v Volume untuk 5 kelompok tikus untuk 10 hari = 300 mL x10 = 3000 mL
o Etilen glikol = 0,75% x 3000 mL = 22,5 mL
o Amonium klorida= 2%x 3000 mL = 60 g
o Etilen glikol dilarutkan dengan sedikit aqudest (V1)
o Amonium klorida dilarutkan dengan sedikit aquaset ( V2)
o V1 + V2 di ad sampai 3000 mL dengan aquadest
2. Pembuatan sediaan uji
v Dosis 250 mg/kg BB
o VAO yang diberikan bobot 200 g adalah 1 mL
o Volume untuk 1 kelompok tikus perhari adalah = 1 mL x 5 ekor
= 5 mL
VAO = Dosis x BB (kg)
konsentrasi
1 mL = 250 mg/ kg BB x 0,2
konsentrasi
konsentrasi = 50 mg/ mL
o Ekstrak yang ditimbang untuk 1mL = 50 mg
o Ekstrak yang ditimbang untuk membuat sediaan sebanyak
5 mL = 50 mg x 5 = 250 mg
o 250 mg ekstrak dilarutkan dengan aquadest ad 5 mL
v Dosis 500 mg/ kg BB
o VAO yang diberikan bobot 200 g adalah 1 mL
53
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(Lanjutan)
o Volume untuk 1 kelompok tikus perhari adalah = 1 mL x 5 ekor
= 5 mL
VAO = Dosis x BB (kg)
konsentrasi
1 mL = 500 mg/ kg BB x 0,2
konsentrasi
konsentrasi = 100 mg/ mL
o Ekstrak yang ditimbang untuk 1mL = 100 mg
o Ekstrak yang ditimbang untuk membuat sediaan sebanyak
5 mL = 100 mg x 5 mL = 500 mg
o 500 mg ekstrak dilarutkan dengan aquadest ad 5 mL
v Dosis 1000 mg/kg BB
o VAO yang diberikan bobot 200 g adalah 1 mL
o Volume untuk 1 kelompok tikus perhari adalah = 1 mL x 5 ekor
= 5 mL
VAO = Dosis x BB (kg)
konsentrasi
1 mL = 1000 mg/ kg BB x 0,2
konsentrasi
konsentrasi = 200 mg/ mL
o Ekstrak yang ditimbang untuk 1mL = 200 mg
o Ekstrak yang ditimbang untuk membuat sediaan sebanyak
5 mL = 200 mg x 5 = 1000 mg = 1 g
o 1 g ekstrak dilarutkan dengan aquadest ad 5 mL.
3. Perhitungan dosis batugin elixir
• Dosis batugin yang digunakan sebagai pencegahan batu ginjal maupun
pencegahan terbentuknya kembali pasca operasi batu ginjal pada
manusia adalah 30 mL perhari.
54
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(Lanjutan)
• Dalam 30 mL mengandung zat aktif sebesar 3 g atau 3000 mg yang
terdiri dari ekstrak daun tempuyung dan ekstrak daun keji beling.
• Konversi dosis batugin sebagai pencegahan pembentukan batu ginjal
dari manusia ke tikus adalah 3000 mg x 0,018 = 54 mg / 200 g BB /hari
atau 270 mg/kg BB.
• Volume yang diberikan pada tikus dosis manusiaVAO manusia = dosis tikusVAO tikus
3000 mg30 mL = 54 mgVAO tikus
VAO tikus = 0,54 mL / 200 g BB
55
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 11. Hasil Karakteristik Ginjal & Rasio Bobot Ginjal/100 g BB
a) Tabel Hasil Karakteristik Ginjal Seluruh Tikus Uji.
Kelompok Uji Warna Bentuk Ukuran (cm) Kanan Kiri
Normal
Merah kecoklatan
Seperti kacang tanah
P :1,28 T :0,53
P :1,23 T :0,46
Merah kecoklatan
Seperti kacang tanah
P :1,26 T :0,50
P :1,17 T :0,44
Merah kecoklatan
Seperti kacang tanah
P :1,23 T :0,60
P :1,18 T :0,50
Merah kecoklatan
Seperti kacang tanah
P :1,20 T :0,50
P :1,14 T :0,40
Rata-rata Merah kecoklatan
Seperti kacang tanah
P : 1,24 T : 0,53
P : 1,18 T : 0,45
Kontrol negative
Merah kecoklatan
Seperti kacang tanah
P :1,43 T :0,70
P :1,33 T :0,67
Merah kecoklatan
Seperti kacang tanah
P :1,40 T :0,68
P :1,36 T :0,62
Merah kecoklatan
Seperti kacang tanah
P :1,34 T :0,64
P :1,30 T :0,50
Merah kecoklatan
Seperti kacang tanah
P :1,36 T :0,60
P :1,32 T :0,54
Rata-rata Merah kecoklatan
Seperti kacang tanah
P : 1,38 T : 0,65
P : 1,33 T : 0,58
Kontrol positif
Merah kecoklatan
Seperti kacang tanah
P :1,22 T :0,58
P :1,16 T :0,50
Merah kecoklatan
Seperti kacang tanah
P :1,20 T :0,62
P :1,18 T :0,54
Merah kecoklatan
Seperti kacang tanah
P :1,24 T :0,57
P :1,14 T :0,50
Merah kecoklatan
Seperti kacang tanah
P :1,28 T :0,64
P :1,15 T :0,55
Rata-rata Merah kecoklatan
Seperti kacang tanah
P : 1,24 T : 0,60
P : 1,16 T : 0,52
Uji Dosis 250 mg/kg BB
Merah kecoklatan
Seperti kacang tanah
P :1,36 T :0,62
P :1,32 T :0,57
Merah kecoklatan
Seperti kacang tanah
P :1,41 T :0,66
P :1,37 T :0,60
Merah kecoklatan
Seperti kacang tanah
P :1,32 T :0,60
P :1,28 T :0,53
Merah kecoklatan
Seperti kacang tanah
P :1,37 T :0,64
P :1,30 T :0,58
Rata-rata Merah kecoklatan
Seperti kacang tanah
P : 1,36 T : 0,63
P : 1,32 T : 0,57
56
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(Lanjutan)
Uji Dosis 500 mg/kg BB
Merah kecoklatan
Seperti kacang tanah
P :1,27 T :0,57
P : 1,14 T :0,52
Merah kecoklatan
Seperti kacang tanah
P :1,25 T :0,54
P :1,13 T :0,50
Merah kecoklatan
Seperti kacang tanah
P :1,28 T :0,66
P :1,20 T :0,53
Merah kecoklatan
Seperti kacang tanah
P :1,22 T :0,64
P :1,12 T :0,50
Rata-rata Merah kecoklatan
Seperti kacang tanah
P : 1,25 T : 0,60
P : 1,15 T : 0,51
Uj Dosis 1000 mg/kg BB
Merah kecoklatan
Seperti kacang tanah
P :1,28 T :0,67
P :1,20 T :0,55
Merah kecoklatan
Seperti kacang tanah
P :1,30 T :0,66
P :1,22 T :0,56
Merah kecoklatan
Seperti kacang tanah
P :1,25 T :0,63
P :1,16 T :0,51
Merah kecoklatan
Seperti kacang tanah
P :1,26 T :0,63
P :1,16 T :0,50
Rata-rata Merah kecoklatan
Seperti kacang tanah
P : 1,27 T : 0,65
P : 1,18 T : 0,53
Keterangan: P = Panjang (cm), T = Tebal (cm)
b) Tabel rasio ginjal seluruh hewan uji
Kelompok Uji Bobot Ginjal (g)
Bobot Badan /100 g
Rasio Bobot Ginjal
100 g BB
Normal
1,387 2,02 0,68 1,281 1,98 0,65 1,401 2,17 0,64 1,396 2,27 0,61
Rata-rata 1,37 2,11 0,64
Kontrol negative
1,539 1,50 1,03 1,417 1,60 0,88 1,538 1,58 0,97 1,976 2,15 0,92
Rata-rata 1,62 1,71 0,95
Kontrol positif
1,162 1,50 0,77 1,196 1,53 0,78 1,140 1,55 0,73 1,072 1,47 0,73
Rata-rata 1,14 1,51 O,75
57
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(Lanjutan)
c) Perhitungan rasio bobot ginjal/100 g BB
Rasio ginjal( ) = ( ) / ( ) • Kontrol Normal
1. Rasio ginjal( ) = , , = 0,68 g/100g 2. Rasio ginjal( ) = , , = 0,65 g/100g 3. Rasio ginjal( ) = , , = 0,64 g/100g 4. Rasio ginjal( ) = , , = 0,61 g/100g
• Kontrol Negatif
1. Rasio ginjal( ) = , , = 1,03 g/100g 2. Rasio ginjal( ) = , , = 0,88 g/100g 3. Rasio ginjal( ) = , , = 0,97 g/100g 4. Rasio ginjal( ) = , , = 0,92 g/100
Uji Dosis 250 mg/kg BB
1,311 1,60 0,82 1,249 1,66 0,75 1,406 1,90 0,74 1,628 1,94 0,84
Rata-rata 1,40 1,77 0,79
Uji Dosis 500 mg/kg BB
1,219 1,62 0,75 1,282 1,70 0,75 1,249 1,65 0,76 1,273 1,75 0,73
Rata-rata 1,25 1,68 0,75
Uji Dosis 1000 mg/kg BB
1,231 1,62 0,76 1,196 1,57 0,76 1,278 1,66 0,77 1,162 1,58 0,73
Rata-rata 1,22 1,61 0,75
58
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(Lanjutan)
• Kontrol Positif
1. Rasio ginjal( ) = , , = 0,77 g/100g 2. Rasio ginjal( ) = , , = 0,78 g/100g 3. Rasio ginjal( ) = , , = 0,73 g/100g 4. Rasio ginjal( ) = , , = 0,73 g/100g
• Uji Dosis 250 mg/kg BB
1. Rasio ginjal( ) = , , = 0,82 g/100g 2. Rasio ginjal( ) = , , = 0,75 g/100g 3. Rasio ginjal = , , = 0,74 g/100g 4. Rasio ginjal( ) = , , = 0,84 g/100g
• Uji Dosis 500 mg/kg BB
1. Rasio ginjal( ) = , , = 0,75 g/100g 2. Rasio ginjal( ) = , , = 0,75 g/100g 3. Rasio ginjal( ) = , , = 0,76 g/100g 4. Rasio ginjal( ) = , , = 0,73 g/100g
• Uji Dosis 1000 mg/kg BB
1. Rasio ginjal( ) = , , = 0,76 g/100g 2. Rasio ginjal( ) = , , = 0,76 g/100g 3. Rasio ginjal( ) = , , = 0,77 g/100g 4. Rasio ginjal( ) = , , = 0,73 g/100g
59
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 12. Hasil Kadar Kalsium Pada Ginjal Dengan Instrumen SSA
a) Tabel kadar kalsium pada ginjal
Kelompok Individu Berat Sampel (g) Absorban Konsentrasi
(ppm) Kadar Kalsium
(mg/g)
Normal
1 0,311 0,0164 15,67 2,52 2 0,279 0,0145 13,89 2,49 3 0,315 0,0168 16,06 2,55 4 0,306 0,0168 16,03 2,62
Kontrol Negatif
1 0,337 0,0289 27,63 4,10 2 0,339 0,0296 28,27 4,17 3 0,327 0,0291 27,73 4,24 4 0,423 0,0310 29,61 3,50
Kontrol Positif
1 0,251 0,0141 13,45 2,68 2 0,268 0,0152 14,52 2,71 3 0,240 0,0137 13,06 2,72 4 0,230 0,0128 12,24 2,66
Uji Dosis
250 mg/kg BB
1 0,287 0,0179 17,05 2,97 2 0,275 0,0202 19,25 3,5 3 0,285 0,0186 17,78 3,12 4 0,275 0,0215 20,51 3,73
Uji Dosis
500 mg/kg BB
1 0,309 0,0170 16,25 2,63 2 0,301 0,0176 16,79 2,79 3 0,311 0,0187 17,85 2,87 4 0,307 0,0170 16,27 2,72
Uji Dosis
1000 mg/kg BB
1 0,272 0,0161 15,39 2,83 2 0,270 0,0162 15,49 2,87 3 0,251 0,0146 13,90 2,77 4 0,282 0,0171 16,29 2,89
b) Perhitungan kadar kalsium pada ginjal (mg/g)
Kadar Ca = . x Fp
Keterangan:
X = Kosentrasi yang didapat berdasarkan kurva kalibrasi (mg/L)
Y = Volume larutan contoh (L)
Z = Berat sampel (gram)
Fp = Faktor pengenceran
60
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(Lanjutan)
• Normal
1. Kadar Ca = , , , x 10 = 2,52 mg/g
2. Kadar Ca = , , , x 10 = 2,49 mg/g
3. Kadar Ca = , , , x 10 = 2,55 mg/g
4. Kadar Ca = , , , x 10 = 2,62 mg/g
• Kontrol negatif
1. Kadar Ca = , , , x 10 = 4,10 mg/g
2. Kadar Ca = , , , x 10 = 4,17 mg/g
3. Kadar Ca = , , , x 10 = 4,24 mg/g
4. Kadar Ca = , , , x 10 = 3,5 mg/g
• Kontrol positif
1. Kadar Ca = , , , x 10 = 2,68 mg/g
2. Kadar Ca = , , , x 10 = 2,71 mg/g
3. Kadar Ca = , , , x 10 = 2,72 mg/g
4. Kadar Ca = , , , x 10 = 2,66 mg/g
• Uji dosis 250 mg/kg BB
1. Kadar Ca = , , , x 10 = 2,97 mg/g
2. Kadar Ca = , , , x 10 = 3,50 mg/g
61
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(Lanjutan)
3. Kadar Ca = , , , x 10 = 3,12 mg/g
4. Kadar Ca = , , , x 10 = 3,73 mg/g
• Uji dosis 500 mg/kg BB
1. Kadar Ca = , , , x 10 = 2,63 mg/g
2. Kadar Ca = , , , x 10 = 2,79 mg/g
3. Kadar Ca = , , , x 10 = 2,87 mg/g
4. Kadar Ca = , , , x 10 = 2,72 mg/g
• Uji dosis 1000 mg/kg BB
1. Kadar Ca = , , , x 10 = 2,83 mg/g
2. Kadar Ca = , , , x 10 = 2,87 mg/g
3. Kadar Ca = , , , x 10 = 2,77 mg/g
4. Kadar Ca = , , , x 10 = 2,89 mg/g
62
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 13. Proses Penelitian
Gambar 5.Maserasi Herba Pegagan Gambar6. Pemekatan Filtrat
Gambar 7.Pemberian Sediaan Secara
Peroral
Gambar 8.Proses Pembiusan
63
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Gambar 10.Pengukuran Panjang dan
Tebal Ginjal
Gambar 9. Pembedahan
Gambar 11. Proses Destruksi Gambar 12. Pengukuran Kalsium Ginjal
64
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Lampiran 14. Statistik Rasio Bobot Ginjal Tikus
1. Uji Normalitas dengan Kolmogrof-Sminorv dan Uji Homogenitas dengan
Lavene Test Terhadap Rasio Ginjal Tikus Putih Jantan Galur SD.
a. Uji Normalitas Kolmogrof-Smirnov
Tujuan : Untuk melihat distribusi data rasio ginjal tikus
Hipotesis;
Ho :Data rasio ginjal tikus terdistribusi normal
Ha :Data rasio ginjal tikus tidak terdistribusi normal
Keputusan :
Jika nilai signifikansi ≥ 0,05, maka Ho diterima
Jika nilai signifikansi ≤ 0,05, maka Ho ditolak
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test RasioGinjal
N 24 Normal Parametersa Mean .7704
Std. Deviation .10196 Most Extreme Differences
Absolute .213 Positive .213 Negative -.102
Kolmogorov-Smirnov Z 1.041 Asymp. Sig. (2-tailed) .228 a. Test distribution is Normal. Keterangan: Uji normalitas rasio ginjal tikus seluruh kelompok hewan uji
terdistribusi normal (p ≥ 0,05).
b. Uji Homogenitas Lavene
Tujuan : Untuk melihat rasio ginjal tikus homogen atau tidak
Hipotesis:
Ho :Data rasio ginjal tikus bervariasi homogen
Ha :Data rasio ginjal tikus tidak bervariasi homogen
65
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
( Lanjutan )
Keputusan :
Jika nilai signifikansi ≥ 0,05, maka Ho diterima
Jika nilai signifikansi ≤ 0,05, maka Ho ditolak
Test of Homogeneity of Variances RasioGinjal
Levene Statistic df1 df2 Sig.
1.562 5 18 .221
Keterangan : Uji homogenitas rasio ginjal seluruh kelompok hewan uji
bervariasi homogen (P ≥ 0,05).
Kesimpulan : Data rasio ginjal seluruh kelompok hewan uji dapat
dilanjutkan dengan ANOVA karna syarat normalitas dan
homogenitasnya telah terpenuhi.
2. Uji ANOVA dan Least Significant Difference (LSD) terhadap rasio ginjal kelompok hewan uji.
Tujuan: Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan data rasio ginjal tikus.
Hipotesis :
Ho :Data rasio ginjal tikus tidak berbeda secara bermakna
Ha :Data rasio ginjal tikus berbeda secara bermakna
Keputusan :
Jika nilai signifikansi ≥ 0,05, maka Ho diterima
Jika nilai signifikansi ≤ 0,05, maka Ho ditolak
Jija nilai signifikansi≤ 0,05, maka data berbeda secara bermakna dan
dilanjutkan uji Least Significant Difference (LSD).
66
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
( Lanjutan )
a) Uji ANOVA
ANOVA RasioGinjal
Sum of Squares Df Mean Square F Sig.
Between Groups
.211 5 .042 27.446 .000
Within Groups .028 18 .002
Total .239 23
Keputusan : Rasio ginjal seluruh kelompok hewan uji berbeda secara
bermakna
b) Uji Least Significant Difference (LSD)
Multiple Comparisons RasioGinjal LSD
(I) Kelompok
(J) Kelompok
Mean Difference (I-J) Std. Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound
Upper Bound
Normal Negatif -.31250* .02775 .000 -.3708 -.2542 Positif -.09250* .02775 .004 -.1508 -.0342 Uji 1 -.13750* .02775 .000 -.1958 -.0792 Uji 2 -.10000* .02775 .002 -.1583 -.0417 Uji 3 -.11000* .02775 .001 -.1683 -.0517
Negatif Normal .31250* .02775 .000 .2542 .3708 Positif .22000* .02775 .000 .1617 .2783 Uji 1 .17500* .02775 .000 .1167 .2333 Uji 2 .21250* .02775 .000 .1542 .2708 Uji 3 .20250* .02775 .000 .1442 .2608
67
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
( Lanjutan )
Positif Normal .09250* .02775 .004 .0342 .1508 Negatif -.22000* .02775 .000 -.2783 -.1617 Uji 1 -.04500 .02775 .122 -.1033 .0133 Uji 2 -.00750 .02775 .790 -.0658 .0508 Uji 3 -.01750 .02775 .536 -.0758 .0408
Uji 1 Normal .13750* .02775 .000 .0792 .1958 Negatif -.17500* .02775 .000 -.2333 -.1167 Positif .04500 .02775 .122 -.0133 .1033 Uji 2 .03750 .02775 .193 -.0208 .0958 Uji 3 .02750 .02775 .335 -.0308 .0858
Uji 2 Normal .10000* .02775 .002 .0417 .1583 Negatif -.21250* .02775 .000 -.2708 -.1542 Positif .00750 .02775 .790 -.0508 .0658 Uji 1 -.03750 .02775 .193 -.0958 .0208 Uji 3 -.01000 .02775 .723 -.0683 .0483
Uji 3 Normal .11000* .02775 .001 .0517 .1683 Negatif -.20250* .02775 .000 -.2608 -.1442 Positif .01750 .02775 .536 -.0408 .0758 Uji 1 -.02750 .02775 .335 -.0858 .0308 Uji 2 .01000 .02775 .723 -.0483 .0683
*. The mean difference is significant at the 0.05 level.
Keterangan: Uji 1 = Dosis 250 mg/kg BB, Uji 2 = Dosis 500 mg/kg BB, Uji 3= Dosis 1000
mg/kg BB
Kesimpulan:
1) Rasio ginjal kelompok normal dengan kelompok negatif, positif, uji dosis
250 mg/ kg BB, dosis 500 mg/kg BB dan dosis 1000 mh/kg BB terdapat
perbedaan secara bermakna pada taraf uji 0,05.
68
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
2) Rasio ginjal kelompok positif dengan kelompok uji dosis 250 mg/kg BB,
dosis 500 mg/kg BB dan dosis 1000 mg/kg BB tidak terdapat perbedaan
secara bermakna pada taraf uji 0,05.
Lampiran 15. Statistik Kadar Kalsium Pada Ginjal Tikus
1. Uji Normalitas Kolmogrof-Sminorv dan Uji Homogenitas Lavene Test
terhadap Kadar Kalsium Ginjal Tikus Putih Jantan Galur SD
a. Uji normalitas Kolmogrof-Smirnov
Tujuan : Untuk melihat distribusi data kadar kalsium ginjal tikus
Hipotesis;
Ho :Data kadar kalsium ginjal tikus terdistribusi normal
Ha :Data kadar kalsium ginjal tikus tidak terdistribusi normal
Keputusan :
Jika nilai signifikansi ≥ 0,05, maka Ho diterima
Jika nilai signifikansi ≤ 0,05, maka Ho ditolak
One-Sample Kolmogorov-Smirnov Test KadarCa
N 24 Normal Parametersa Mean 3.0271
Std. Deviation .54182 Most Extreme Differences
Absolute .267 Positive .267 Negative -.161
Kolmogorov-Smirnov Z 1.306 Asymp. Sig. (2-tailed) .066 a. Test distribution is Normal.
Keterangan: Uji normalitas kadar kalsium ginjal tikus seluruh kelompok
hewan uji terdistribusi normal (p ≥ 0,05).
69
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
( Lanjutan )
b Uji Homogenitas Lavene
Tujuan : Untuk melihat kadar kalsium ginjal tikus homogen atau tidak
Hipotesis:
Ho :Data kadar kalsium ginjal tikus bervariasi homogen
Ha :Data kadar kalsium ginjal tikus tidak bervariasi homogen
Keputusan :
Jika nilai signifikansi ≥ 0,05, maka Ho diterima
Jika nilai signifikansi ≤ 0,05, maka Ho ditolak
Test of Homogeneity of Variances KadarCa
Levene Statistic df1 df2 Sig.
6.853 5 18 .001
Keterangan : Uji homogenitas kadar kalsium ginjal seluruh kelompok
hewan uji tidak bervariasi homogen (P ≤ 0,05).
Kesimpulan : Data kalsium ginjal seluruh kelompok hewan uji tidak
dapat dilanjutkan dengan ANOVA karena syarat
homogenitasnya tidak terpenuhi maka dilanjutkan dengan
Kurskal Wallis.
2. Uji Kurskal Wallis dan Least Significant Difference (LSD) Terhadap Kadar
Kalsium Ginjal Tikus Putih Jantan Galur SD
Tujuan: Untuk mengetahui ada atau tidaknya perbedaan data kadar kalsium
ginjal tikus.
Hipotesis :
Ho :Data kadar kalsium ginjal tikus tidak berbeda secara bermakna
Ha :Data kadar kalsium tikus berbeda secara bermakna
70
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
(Lanjutan)
Keputusan :
Jika nilai signifikansi ≥ 0,05, maka Ho diterima
Jika nilai signifikansi ≤ 0,05, maka Ho ditolak
Jija nilai signifikansi ≤ 0,05, maka data berbeda secara bermakna dan
dilanjutkan uji LSD.
a) Uji Kurskal Wallis
Test Statisticsa,b KadarCa
Chi-Square 21.098 Df 5 Asymp. Sig. .001 a. Kruskal Wallis Test b. Grouping Variable: Kelompok
Keterangan : Data kadar kalsium ginjal tikus berbeda secara bermakna
(P ≤ 0,05), maka dilanjutkan dengan uji Least Significant
Difference (LSD) . Uji LSD merupakan uji lanjutan yang
dilakukan apabila hasil pengujian menunjukkan adanya
perbedaan nilai secara bermakna. Tujuannya adalah untuk
menentukan kelompok mana yang memberikan nilai yang
berbeda secara bermakna dengan kelompok lainnya.
b) Uji LSD
Multiple Comparisons KadarCa LSD
(I) Kelompok (J) Kelompok
Mean Difference
(I-J) Std.
Error Sig.
95% Confidence Interval
Lower Bound
Upper Bound
71
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Normal Negatif -1.45750* .14533 .000 -1.7628 -1.1522 Positif -.14750 .14533 .324 -.4528 .1578 Uji 1 -.78500* .14533 .000 -1.0903 -.4797 Uji 2 -.20750 .14533 .170 -.5128 .0978 Uji 3 -.29500 .14533 .057 -.6003 .0103
Negatif Normal 1.45750* .14533 .000 1.1522 1.7628
Positif 1.31000* .14533 .000 1.0047 1.6153 Uji 1 .67250* .14533 .000 .3672 .9778 Uji 2 1.25000* .14533 .000 .9447 1.5553 Uji 3 1.16250* .14533 .000 .8572 1.4678
Positif Normal .14750 .14533 .324 -.1578 .4528 Negatif -1.31000* .14533 .000 -1.6153 -1.0047 Uji 1 -.63750* .14533 .000 -.9428 -.3322 Uji 2 -.06000 .14533 .685 -.3653 .2453 Uji 3 -.14750 .14533 .324 -.4528 .1578
Uji 1 Normal .78500* .14533 .000 .4797 1.0903 Negatif -.67250* .14533 .000 -.9778 -.3672 Positif .63750* .14533 .000 .3322 .9428 Uji 2 .57750* .14533 .001 .2722 .8828 Uji 3 .49000* .14533 .003 .1847 .7953
Uji 2 Normal .20750 .14533 .170 -.0978 .5128 Negatif -1.25000* .14533 .000 -1.5553 -.9447 Positif .06000 .14533 .685 -.2453 .3653 Uji 1 -.57750* .14533 .001 -.8828 -.2722 Uji 3 -.08750 .14533 .555 -.3928 .2178
Uji 3 Normal .29500 .14533 .057 -.0103 .6003 Negatif -1.16250* .14533 .000 -1.4678 -.8572 Positif .14750 .14533 .324 -.1578 .4528 Uji 1 -.49000* .14533 .003 -.7953 -.1847 Uji 2 .08750 .14533 .555 -.2178 .3928
*. The mean difference is significant at the 0.05 level. Keterangan: Uji 1 = Dosis 250 mg/kg BB, Uji 2 = Dosis 500 mg/kg BB, Uji 3= Dosis 1000
mg/kg BB
72
UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
( Lanjutan )
Kesimpulan:
1) Kadar kalsium pada ginjal kelompok normal dengan kelompok negatif dan
kelompok uji dosis 250 mg/ kg BB terdapat perbedaan secara bermakna pada
taraf uji 0,05.
2) Kadar kalsium pada ginjal kelompok normal dengan kelompok kontrol positif,
uji dosis 500 mg/kg BB dan dosis 1000 mg/kg BB tidak terdapat perbedaan
secara bermakna pada taraf uji 0,05.
3) Kadar kalsium pada ginjal kelompok negatif dengan kelompok normal,
kontrol positif, uji dosis 250 mg/kg BB , uji dosis 500 mg/kg BB, uji dosis
1000 mg/kg BB terdapat perbedaan secara bermakna pada taraf uji 0,05