LAPORAN PENELITIAN
PENELITIAN PENGEMBANGAN IPTEKS (PPI)
UJI EFEK ANTIINFLAMASI FRAKSI EKSTRAK ETANOL
95% DAUN KERSEN (Muntingia Calabura L.) PADA TIKUS
PUTIH JANTAN
Tim Pengusul
Maifitrianti, M.Farm., Apt. NIDN 03.040588.02 (Ketua)
Landyyun Rahmawan S, M.Sc., Apt NIDN 0304068604 (anggota)
Nomor Surat Kontrak Penelitian : 309/F.03.07/2018
Nilai Kontrak : Rp. 15.000.000,-
PROGRAM STUDI FARMASI
FAKULTAS FARMASI DAN SAINS
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PROF. DR. HAMKA
TAHUN 2018
Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)
Powered by TCPDF (www.tcpdf.org)
iv
ABSTRAK
Ekstrak etanol daun kersen (Muntingia calabura L.) telah lama digunakan sebagai tanaman obat.
Penelitian bertujuan untuk mengetahui fraksi dari ekstrak etanol daun kersen (Muntingia calabura L.)
yang memiliki efek antiinflamasi melalui parameter penurunan volume eksudat, penurunan jumlah
leukosit, monosit, neutrofil, dan limfosit eksudat pada tikus putih jantan udem yang diinduksi karagenin.
Hewan percobaan dibagi menjadi lima kelompok yaitu kelompok I (kontrol negatif diberi NaCMC 0,5%), kelompok II (kontrol positif diberi Na Dikofenak 50 mg/kgBB), kelompok III, IV dan V
diberikan fraksi n-heksana, fraksi etil asetat dan fraksi air masing-masing dengan dosis 5,15 mg/KgBB.
Metode yang digunakan adalah metode kantung granuloma (granuloma pouch). Udem pada tikus
diinduksi dengan menyuntikkan karagenin 2% secara subkutan. Suspensi fraksi diberikan secara oral
satu jam sebelum induksi udem. Volume eksudat, jumlah leukosit, monosit, neutrofil, dan limfosit
eksudat diukur setelah 24 jam. Data yang didapat diuji secara statistik dengan one-way ANOVA yang
dilanjutkan dengan uji Tukey. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fraksi etil asetat dengan dosis 5,15
mg/kgBB tikus dapat menurunkan volume eksudat dan jumlah leukosit eksudat secara signifikan
(p<0,05). Efek antiinflamasi fraksi ini juga sebanding dengan kontrol positif yaitu Na diklofenak dengan
dosis 10,28 mg/KgBB tikus.
Kata kunci:Kersen (Muntingia calabura L), fraksi, udem, antiinflamasi
v
DAFTAR ISI
HALAMAN SAMPUL…............................................................................…. i
HALAMAN PENESAHAN………………………………………………….. ii
SURAT KONTRAK PENELITIAN…………………………………………. iii
ABSTRAK…………………………………………………………………… iv
DAFTAR ISI .................................................................................................... v
DAFTAR TABEL……………………. ........................................................... vi
DAFTAR GAMBAR………………………………………………………… vii
BAB 1. PENDAHULUAN ..............................................................................
1.1 Latar Belakang ..............................................................................
1.2 Rumusan Masalah .........................................................................
1.3 Tujuan Penelitian ...........................................................................
1.4 Manfaat Penelitian.. .......................................................................
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA .....................................................................
BAB 3. METODE PENELITIAN ....................................................................
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN………...........................................….
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN…………………………….………..
BAB 6. LUARAN YANG DICAPAI………………………………………...
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................
LAMPIRAN…………………………………………………………………..
1
1
2
3
3
4
10
17
26
27
28
32
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Penapisan Fitokimia Ekstrak Dan Fraksi Daun Kersen dengan
Metode KLT …...................……………………………………….
13
Tabel 2. Hasil Ekstraksi Daun Kersen ……………………………………… 17
Tabel 3. Hasil Fraksinasi dan Pemeriksaan Karakteristik Mutu Fraksi ……. 17
Tabel 4. Hasil Penapisan Fitokimia dengan Metode KLT………………….. 18
Tabel 5. Rerata Volume Eksudat dan Persentase Penghambatan
Pembentukan Eksudat……………………………………………...
19
vii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Diagram Fishbond Penelitian …....................................…………. 16
Gambar 2. Rerata Jumlah Leukosit Total Setelah Perlakuan ………………... 21
Gambar 3. Rerata Persentase Monosit Setelah Perlakuan......………………... 22
Gambar 4. Rerata persentase neutrofil…………. ....................……………… 23
Gambar 5. Rerata persentase limfosit………………………………………... 24
1
BAB 1. PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Inflamasi merupakan suatu respon protektif normal terhadap luka jaringan yang
disebabkan oleh trauma fisik, zat kimia yang merusak, atau zat mikrobiologi.
Inflamasi biasanya terbagi dalam tiga fase yaitu inflamasi akut, respon imun, dan
inflamasi kronis. Inflamasi akut merupakan respon awal terhadap cedera jaringan
melalui rilisnya autacoid yang terlibat antara lain histamin, serotonin, bradikinin,
prostaglandin dan leukotrien. Respon imun terjadi bila sejumlah sel yang mampu
menimbulkan kekebalan diaktifkan untuk merespon organisme asing atau substansi
antigenik yang terlepas selama respon terhadap inflamasi akut serta kronis. Akibat
respon imun bagi tuan rumah mungkin menguntungkan, misalnya menyebabkan
organisme penyerang difagositosis atau dinetralisir. Sebaliknya akibat tersebut juga
dapat bersifat merusak bila menjurus pada inflamasi kronis tanpa penguraian dari
proses cedera yang mendasarinya. Inflamasi kronis menyebabkan keluarnya sejumlah
mediator yang tidak menonjol dalam respon akut. Salah satu kondisi yang paling
penting yang melibatkan mediator ini adalah artritis rheumatoid. Penyakit inflamasi
kronis seperti artritis rhematoid ini masih merupakan salah satu masalah kesehatan
utama bagi masyarakat di seluruh dunia (Katzung, 2013).
Obat golongan NSAID (Non Steroid Antiinflammatory drug) dan kortikosteroid
merupakan obat yang digunakan untuk mengatasi inflamasi. Namun penggunaan
NSAID jangka panjang dapat menyebabkan berbagai efek samping seperti tukak dan
perdarahan saluran cerna, nefrotoksik, serta hepatotoksik. Steroid dapat menekan
sistem kekebalan tubuh dan memicu disfungsi ereksi, manic depression, hipertensi,
kram dan pusing, munculnya diabetes aktif, atrofi kulit, penurunan kepadatan tulang,
sakit maag dengan kemungkinan perforasi dinding lambung, menstruasi tidak teratur,
penglihatan dan masalah alergi, dan mengurangi penyembuhan luka (Katzung, 2013).
2
Oleh karena itu perlu dilakukan berbagai penelitian untuk mengembangkan obat anti-
inflamasi baru dengan efek samping minimum.
Muntingia calabura L atau dikenal dengan nama kersen merupakan tanaman
berbunga yang termasuk kerluarga Elaocarpaceae. Tanaman ini merupakan pohon
berbuah yang bahkan dapat tumbuh baik ditanah yang kurang subur dan mampu
mentolerir kondisi asam, basa serta kekeringan. Daun kersen memiliki efek sebagai
kardioprotektif, antipiretik, antioksidan, antiinflamasi, antidiabetes, antibakteri dan
antiulcer (Mahmood, 2014). Selain itu kersen juga memiliki efek farmakologi
sebagai antiinflamasi, anti platelet, dan aktifitas sitotoksik. Kersen memiliki
kandungan flavonoid, saponin, dan tanin. Flavonoid yang terkandung didalam kersen
adalah flavon, flavanon, flavan dan biflavan. Flavonoid banyak mendapat perhatian
karena kelompok senyawa ini memiliki aktivitas seperti antibakteri, antiinflamasi dan
antioksidan (Lung, 2014).
Sarimanah et al (2015) menyimpulkan bahwa ekstrak etanol 95% daun kersen
pada dosis 50 mg/kgBB dan 100 mg/kgBB menunjukkan efek antiinflamasi dengan
persentase hambatan inflamasi sebesar 58,33% dan 52,78%. Selain itu penelitian
yang dilakukan oleh Nurdin dkk (2016) menyimpulkan bahwa ekstrak daun kersen
dengan konsentrasi 2,5%, 5%, dan 10% memiliki aktivitas inflamasi topikal.
Fraksinasi merupakan proses pemisahan antara zat cair dengan zat cair. Fraksinasi
dilakukan secara bertingkat berdasarkan tingkat kepolarannya yaitu dari non polar,
semi polar, dan polar (Harborne, 1987). Fraksinasi dilakukan untuk mengetahui
apakah fraksi n-heksana, fraksi etil asetat, dan fraksi air daun kersen memiliki efek
antiinflamasi seperti ekstrak etanol 95% daun kersen.
1.2 Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas maka perlu dilakukan pengujian aktivitas
antiinflamasi fraksi dari ekstrak etanol daun kersen (Muntingia calabura L.) melalui
parameter volume eksudat, penurunan jumlah leukosit, monosit, neutrofil, dan
limfosit eksudat pada tikus putih jantan udem yang diinduksi karagenin.
3
1.3 Tujuan Penelitian
Untuk mengetahui efek antiinflamasi fraksi dari ekstrak etanol daun kersen
(Muntingia calabura L.) melalui parameter volume eksudat, penurunan jumlah
leukosit, persentase monosit, neutrofil, dan limfosit eksudat pada tikus putih jantan
udem yang diinduksi karagenin.
1.4 Manfaat Penelitian
Melalui penelitian ini diharapkan dapat diperoleh informasi kelompok senyawa
spesifik pada fraksi efektif dari ekstrak etanol daun kersen yang dapat dijadikan
kandidat obat antiinflamasi. Informasi ini selanjutnya akan dipublikasi dalam bentuk
jurnal ilmiah.
4
BAB 2. TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Tanaman Kersen (Muntingia calabura L.)
Kersen mengandung flavonoid. Jenis flavonoid yang terkandung adalah flavon,
flavanon, flavan, biflavan (Lung, 2014). Daun kersen memiliki efek sebagai
kardioprotektif, anti piretik, antioksidan, antiinflamasi, anti-diabetes, antibakteri dan
antiulcer (Mahmood, 2014). Selain itu kersen juga memiliki efek farmakologi
sebagai antiinflamasi, anti platelet, dan aktifitas sitotoksik (Lung, 2014). Sarimanah
et al (2015) menyimpulkan bahwa ekstrak etanol 95% daun kersen (Muntingia
calabura L.) dengan dosis 50 mg/kgBB dan 100 mg/kgBB menunjukkan efek
antiinflamasi dengan persentase hambatan inflamasi sebesar 58,33% dan 52,78%.
Selain daun kersen, buah kersen dengan dosis 300 mg/kg dapat menunjukkan
persentase penghambatan udem sebesar 62,43% (Preethi et al. 2012).
2.2 Ekstraksi
Ekstraksi adalah suatu proses penyarian zat aktif dari bagian tanaman obat yang
bertujuan untuk menarik komponen kimia yang terdapat dalam bagian tanaman obat
tersebut. Proses ekstraksi pada dasarnya adalah proses perpindahan massa dari
komponen zat padat yang terdapat pada simplisia ke dalam pelarut organik yang
digunakan. Pelarut organik akan menembus dinding sel dan selanjutnya akan masuk
ke dalam rongga sel tumbuhan yang mengandung zat aktif. Zat aktif akan terlarut
dalam pelarut organik pada bagian luar sel untuk selanjutnya berdifusi masuk ke
dalam pelaru. Proses ini terus berulang sampai terjadi keseimbangan konsentrasi zat
aktif antara di dalam sel dengan konsentrasi zat aktif di luar sel (Marjoni, 2016).
Maserasi adalah proses ekstraksi sederhana yang diakukan hanya dengan cara
merendam simplisia dalam satu atau campuran pelarut selama waktu tertentu pada
temperatur kamar dan terlindung dari cahaya.
Fraksinasi merupakan proses pemisahan antara zat cair dengan zat cair.
Fraksinasi dilakukan secara bertingkat berdasarkan tingkat kepolarannya yaitu dari
non polar, semi polar, dan polar. Senyawa yang memiliki sifat non polar akan larut
5
dalam pelarut non polar, yang semi polar akan larut dalam pelarut semi polar, dan
yang bersifat polar akan larut kedalam pelarut polar (Harborne, 1987).
2.3 Inflamasi
Inflamasi adalah respon perlindungan normal terhadap cidera jaringan yang
disebabkan oleh trauma fisik, bahan kimia berbahaya, atau agen mikrobiologi.
Inflamasi adalah usaha tubuh untuk menginaktifkan atau menghancurkan organisme
penginvasi, menghilangkan iritan, dan persiapan tahapan untuk perbaikan jaringan.
Bila penyembuhan telah sempurna, proses inflamasi biasanya mereda (Harvey dan
Champe, 2013). Respon inflamasi terjadi dalam 3 fase dan diperantarai mekanisme
yang berbeda: (1) fase akut, dengan ciri vasodilatasi lokal dan peningkatan
permeabilitas kapiler; (2) reaksi lambat, tahap subakut dengan ciri infiltrasi sel
leukosit dan fagosit; dan (3) fase proliferatif kronik, dimana terjadi degenerasi dan
fibrosis (Wilmana, 2016).
Inflamasi akut menunjukan tanda-tanda utama sebagai berikut
1) Rubor (merah), disebabkan karena adanya hiperemia aktif karena bertambah
banyaknya vaskularisasi di daerah cidera tersebut.
2) Kalor (panas), disebabkan karena adanya hiperemia aktif.
3) Tumor (bengkak), disebabkan karena adanya hiperemia aktif dan sebagian lagi
disebabkan oleh edema setempat serta statis darah.
4) Dolor (sakit), disebabkan karena terangsangnya serabut saraf pada daerah radang.
Belum jelas apakah karena adanya edema ataukah karena iritasi zat kimia yang
terlepas, misalnya asetilkolin dan histamin. Tetapi sesungguhnya rasa nyeri ini
mendahului proses radang. Hal ini mungkin kerena terbentuknya suatu zat oleh sel
mast. Zat ini berguna untuk meningkatkan permeabilitas dinding pembuluh darah.
Bahan lain yang berperan penting adalah bradikinin, dimana jika seseorang
disuntik bradikinin murni, zat ini akan menyebabkan rasa nyeri pada permukaan
kulit sebelum terjadi migrasi sel darah putih.
5) Kemudian oleh Galen, ditambahkan fungtio laesa, yaitu berkurangnya fungsi
karena adanya rasa sakit akibat saraf yang terangsang sehingga bagian organ tubuh
6
tidak berfungsi. Penyebab lain penurunan fungsi tubuh adalah edema (Sudiono
dkk, 2003).
Ketika mengalami proses peradangan, protein besar akan lepas keluar dari aliran
darah. akibatnya tekanan koloid osmotik dalam pembuluh darah menurun, karena
hilangnya protein tadi sehingga tekanan hidrostatiknya menjadi tambah tinggi.
Menurunnya tekanan osmotik koloid menyebabkan permeabilitas kapiler bertambah
besar sehingga cairan eksudat akan keluar dari pembuluh darah dan berkumpul
didalam jaringan sekitar pembuluh darah, menimbulkan edema yang disebut edema
inflamatoir. Protein yang terlepas ini sebagian akan hancur dan mengakibatkan
tekanan osmotik jaringan bertambah besar sehingga cairan plasma tidak dapat
mengalir masuk ke dalam pembuluh darah. akibatnya tekanan osmotik dalam darah
makin menurun, sedangkan tekanan hidrostatiknya bertambah tinggi selama
berlangsungnya radang. Jika cidera tahap berat (kronis), bahan molekul protein besar
pun akan ikut keluar dan masuk ke jaringan, misalnya fibrinogen dapat keluar dan
masuk ke jaringan dan dapat membentuk suatu massa karena ada penggumpalan.
Eksudasi cairan ini biasanya segera terjadi setelah ada proses radang dan berlanjut
terus menjadi lebih nyata setelah 24 jam berikutnya. Adanya penggumpalan
fibrinogen ini dapaat menyumbat saluran limfe dan sela-sela jaringan sehingga
dengan demikian dapat mencegah penyebaran infeksi atau radang (Sudiono dkk,
2003).
Berdasarkan waktu jenis inflamasi dikelompokan sebagai berikut:
1) Inflamasi akut
Pada fase inflamasi akut, dikaratkeristik dengan vasodilatasi lokal dan
meningkatnya permeabilitas kapiler (Patel, 2012). Proses penyembuhan inflamasi
akut berlangsung dalam waktu 3 hari sampai 3 minggu dan biasanya tidak
meninggalkan bekas kerusakan. Neutrofil adalah jenis sel yang mendominasi area
radang (Susanti, 2013).
2) Inflamasi sub akut
7
Pada fase inflamasi sub akut, dikarakteristik dengan infiltrasi sel leukosit dan
fagosit (Patel, 2012). Pada fase ini inflamasi biasanya berlangsung selama
berminggu-minggu atau berbulan-bulan (Susanti, 2013).
3) Inflamasi kronik
Pada fase inflamasi kronik, dikarakteristik dengan ciri degenerasi dan fibrosis
jaringan (Patel, 2012). Pada fase inflamasi dapat berlangsung dalam hitungan
minggu, bulan, atau bahkan tahun. Agen penyebab luka tetap melukai atau terus
melukai jaringan. Proses inflamasi kronis dapat bersifat melemahkan dan juga
mematikan (Susanti, 2013).
2.4 Leukosit
Leukosit adalah sel darah yang mengandung inti, disebut juga sel darah putih.
Rata-rata jumlah leukosit per mikroliter darah pada orang dewasa normal adalah
5.000- 9000/mm3. Leukosit terdiri dari dua golongan utama, yaitu agranular dan
granular. Leukosit agranular mempunyai sitoplasma yang tampak homogen, dan
intinya berbentuk bulat atau berbentuk ginjal (monosit dan limfosit). Leukosit
granular mengandung granula spesifik (yang dalam keadaan hidup berupa tetesan
setengah cair) dalam sitoplasmanya dan mempunyai inti yang memperlihatkan
banyak variasi dalam bentuknya (neutrofil, basofil, dan eosinofil). Leukosit
mempunyai peranan dalam pertahanan seluler dan humoral organisme terhadap zat-
zat asingan. (Sudiono dkk, 2003). Berikut akan dijelaskan jenis-jenis leukosit
berdasarkan bentuk intinya:
1) Neutrofil biasanya dimaksud dengan polimorfonuklear. Walaupun basofil dan
eosinofil juga termasuk dalam sel polimorfonuklear. Ketiga sel polimorfonuklear
leukosit dibedakan satu sama lain karena adanya granula yang dijumpai dalam
sitoplasmanya. Sel neutrofil yang masih muda, tidak bersegmen dan jumlahnya
hanya sedikit 3-6% dari seluruh sel leukosit dewasa. Maka dari itu leukosit yang
paling dipercayain pada proses peradangan yaitu neutrofil. Umur sel neutrofil
dalam keadaan normal hanya kira-kira 4 hari, dan pada pH kira-kira 6,8 sel ini
akan mati (Sudiono dkk, 2003).
8
2) Eosinofil mempunyai sitoplasma yang berbentuk granula kasar dan berwarna
terang. Bentuk dan besarnya mirip dengan neutrofil, tetapi intinya lebih sederhana,
sering hanya berlobus dua. Sel ini dapat terlihat dalam sirkulasi darah hanya
beberapa jam dan cepat sekali tertarik untuk bermigrasi ke jaringan dengan
meningkatnya konsentrasi histamin yang terlepas. Sel ini dibentuk didalam
sumsum tulang dan dilepaskan dalam aliran darah jika diperlukan. Peningkatan
jumlah sel ini dalam darah dapat disebabkan karena infeksi parasit. Eosinofil yang
terjadi didalam jaringan maupun didalam pembuluh darah sering berhubungan
dengan adanya reaksi alergi. Jika sel ini pecah, akan melepaskan histamin yang
menyebabkan meningkatnya permeabilitas kapiler sehingga banyak antibodi yang
keluar dan berguna untuk menetralisir antigen (Sudiono dkk, 2003)
3) Basofil dengan pewarnaan jaringan terlihat bergranula kasar dan berwarna biru
kehitaman, karena itu disebut basofil. Mirip neutrofil dan jarang dijumpai pada
sirkulasi darah, dapat berasal dari sel mast disekitar pembuluh darah merupakan
sumber utama dari histaman dan heparin. Kedua mediator kimia ini dilepaskan
jika sel mast dan basofil hancur, dan kedua zat ini memegang peranan dalam
pengontrolan radang (Sudiono dkk, 2003).
4) Limfosit lebih kecil dari sel polimorfonuklear, tetapi lebih besar dari sel darah
merah. Besarnya sekitar 8-10 mikron. Didominasi oleh nukleus yang besar dan
bulat yang mengandung kromatin padat, sedangkan sitoplasmanya hanya sedikit.
Nukleusnya pucat dan tidak bergranul. Didalam jaringan, sel ini nampak pada
radang menahun dalam jumlah yang meningkat. Gerakannya jauh lebih lambat
sehingga baru terlihat jelas pada radang kronis. Umurnya 4-5 hari. Jumlah juga
meningkat pada penyakit tertentu yang berhubungan dengan reaksi radang
misalnya tuberkulosis (Sudiono dkk, 2003).
5) Monosit darah dapat berubah menjadi makrofag. Dengan pulasan darah kering,
nukleusnya nampak seperti biji kacang, disekitarnya ada granula kecil, sedangkan
sitoplasmanya berwarna abu-abu. Besarnya monosit 17-20 mikron. Monosit
memiliki fungsi yaitu fagositosis. Monosit atau makrofag munculnya lebih lambat
9
dari neutrofil leukosit. Sel-sel ini masih dapat aktif pada pH 6,8 yaitu pada pH ini
polimorfonuklear sudah mati karena keasaman bertambah (Sudiono dkk, 2003).
2.5 Roadmap Penelitian
Penelitian
terdahulu (2015-
2016)
Penelitian yang akan dilakukan
(2018)
Penelitian tindak
lanjut (2019)
Tahap
Hilir
(tahap
lanjut)
Tahap
Pengem
bangan
Tahap
inisisasi
Uji toksisitas dan isolasi
senyawa aktif
1. Aktivitas antiinflamasi ekstrak daun dan buah
Muntingia calabura L pada tikus putih wistar
(Sarimanah dkk, 2015)
2. Antiinflamasi topikal ekstrak daun kersen (Muntingia
calabura L) dengan parameter penurunan jumlah
leukosit dan monosit pada tikus putih jantan (Nurdin
dkk, 2016)
Uji Efek Antiinflamasi Fraksi
Ekstrak Etanol 70% Daun Kersen
(Muntingia calabura L) pada
Tikus Putih Jantan
10
BAB 3. METODOLOGI PENELITIAN
3.1 Langkah Penelitian
a. Determinasi tanaman
b. Pembuatan simplisia daun Kersen
c. Pembuatan ekstrak etanol 95% daun Kersen
d. Pembuatan fraksi dari ekstrak etanol 95% daun kersen
e. Pemeriksaan karakteristik mutu ekstrak dan fraksi
f. Penapisan fitokimia dengan metode KLT
g. Perhitungan dan penetapan dosis
h. Pembuatan sediaan uji
i. Persiapan hewan uji
j. Pengujian efek antiinflamasi dengan metode granuloma pouch
k. Analisa data
3.2 Lokasi Penelitian
Daun kersen diperoleh dari BALITRO, Bogor. Determinasi dilakukan di
Herbarium Bogoriensi, Bidang Botani Pusat Penelitian Biologi LIPI Bogor.
Pembuatan ekstrak, fraksi, penapisan fitokimia, pemeriksaan karakteristik mutu dan
uji efek antiinflamasi dilakukan di Laboratorium terpadu Fakultas Farmasi dan Sains
Universitas Muhammadiyah Prof. DR. HAMKA.
3.3 Alat dan Bahan
Timbangan analitik (Ohaus), timbangan hewan (Scale), alat-alat gelas (Pyrex),
waterbath (Memmert), syringe filter steril (Nylon), corong pisah (Duran), corong
kaca (Pyrex), spuit (Terumo), vacuum rotary evaporator (Eyela), oven (Memmert),
UV Box (Camag), mikroskop (Novel), krus, tanur, sonde, spatel, cawan uap, lumpang
dan alu, syringe (Terumo) 20 ml, 10 ml, 5 ml, needle (Terumo) 23 G, 20 G, 18 G,
batang pengaduk, chamber, kertas saring, alumunium foil, tissue, object glass, cover
11
gelas, gunting, mikropor (Nexcare), pipet tetes, toples kaca, kandang tikus, dan botol
minum tikus.
Daun kersen (Muntingia calabura) diperoleh dari Badan Penelitian Tanaman
Rempah dan Obat (Balitro) dan dideterminasi di Herbarium Bogoriensi LIPI
Cibinong, Bogor. Pelarut untuk ekstraksi dan fraksinasi yang digunakan antara lain
etanol 95%, aquadest, n-Heksan, dan Etil Aseta. kKragenin (Sigma) sebagai
peginduksi. Na diklofenak (Kimia Farma) sebagai pembanding. NaCl fisiologis
(Widatra Bhakti) sebagai pelarut. Pewarna giemsa (Himedia) untuk pewarnaan.
Ketamin (Combiphar) sebagai agen anestesi. Krim pencukur bulu (Veet) untuk
menghilangkan bulu pada punggung tikus. Fase diam yang digunakan adalah Silika
Gel GF254 (Merck). Eluen yang digunakan adalah n Heksan, etil asetat, kloroform,
dan metanol, Pereaksi yang digunakan untuk penapisan fitokimia terdiri dari perekasi
semprot vanilin-asam sulfat, Dragendorff, Sitroborat, Ferri Klorida, Liebermann-
Bouchard. Natrium Carboxymethy Cellulose Sodium (Na CMC) sebagai pensuspensi
fraksi. Larutan Phospat Buffered Saline (PBS) sebagai larutan buffer.
3.4 Pembuatan Simplisia Daun Kersen
Pembuatan simplisia daun menggunakan daun kersen yang sudah tua. Sebanyak
1,5 Kg daun kersen dipotong-potong dan dikeringkan dengan cara diangin-anginkan
tanpa sinar matahari langsung. Daun kersen yang sudah kering kemudian diblender
dan diayak dengan no mesh 40 dan ditimbang.
3.5 Pembuatan Ekstrak Etanol 95% Daun Kersen
Serbuk daun kersen dimaserasi dengan pelarut etanol 95% sampai serbuk
terendam. Rendam selama 6 jam pertama sambil sekali-sekali diaduk, kemudian
didiamkan selama 24 jam. Maserat pertama disaring, kemudian dilakukan remaserasi
berulang kali hingga bening. Maserat yang terkumpul kemudiaan diuapkan dengan
vacum rotary evaporator pada suhu 50º C kemudian diuapkan kembali dengan
menggunakan waterbath hingga diperoleh ekstrak kental (Depkes RI 2008).
3.6 Pembuatan Fraksi dari Ekstrak Etanol 95% Daun Kersen
12
Ekstrak kental yang diperoleh sebanyak 750 gram. Sebanyak 25 gram dilarutkan
dalam 50 ml etanol, 200 ml air dan 250 ml n-heksana. Dilakukan fraksinasi lalu
digojok sehingga terbentuk 2 lapis cairan yaitu fraksi n-heksana di bagian atas dan
fraksi air di bagian bawah. Fraksi heksan yang didapat kemudian diuapkan sampai
kental. Fraksi air difraksinasi kembali dalam corong pisah dengan etil asetat lalu di
gojok sehingga terbentuk 2 lapis cairan yaitu etil asetat pada bagian atas dan fraksi air
pada bagian bawah. Fraksi etil asetat dan air yang didapat kemudian diuapkan sampai
kental. Fraksinasi dilakukan hingga bening (Sarimanah et al, 2017)
3.7 Pemeriksaan Karakteristik Mutu
Pemeriksaan karakteristik mutu meliputi organoleptis yang berupa pemeriksaan
dalam bentuk, warna, bau dan rasa terhadap ekstrak (Sarimanah et al. 2015).
Selanjutnya dilakukan penetapan kadar abu yaitu ekstrak ditimbang sebanyak 2 gram
dan dimasukan ke dalam krus sikat yang telah dipijar dan ditara, pijar secara
perlahan hingga arang habis setelah itu didinginkan. Lalu menggunakan tanur untuk
proses pembuatan abu pada suhu 675ºC selama 3 jam, kemudian ditimbang tiap
krusibel. Kemudian dilakukan pemeriksaan kadar air menggunakan metode destilasi
serta perhitungan rendemen ekstrak kental dapat dilakukan dengan cara menghitung
berat ekstrak kental yang diperoleh terhadap berat serbuk simplisia yang diekstraksi
kemudian dikalikan 100% dan dilakukan perhitungan rendemen fraksi kental dapat
dilakukan dengan cara menghitung berat fraksi kental yang diperoleh terhadap berat
ekstrak kental yang didapat kemudian dikalikan 100% (Depkes 2011)
3.8 Penapisan Fitokimia
Larutan fraksi yang telah dilarutkan, ditotolkan dengan plat silika gel GF254
sebagai fase diam. Sistem fase gerak dan pereaksi semprot disesuaikan dengan
masing-masing senyawa kimia yang akan diidentifikasi dapat dilihat pada Tabel 1.
13
Tabel 1. Penapisan Fitokimia Ekstrak Dan Fraksi Daun Kersen dengan
Metode KLT (Mauliandani dkk 2014, Harborne 1987, Yanti dkk 2014)
3.9 Penentuan dosis
a. Dosis Fraksi
Dosis ekstrak daun kersen 50 mg/kgBB yang digunakan pada penelitian
sebelumnya dapat menghambat inflamasi sebesar 58,33% pada tikus putih jantan
(Sarimanah et al 2015). Maka pada penelitian ini, dosis fraksi yang akan digunakan
didasarkan pada dosis ekstrak sebelumnya dengan menggunakan rendemen terkecil
dari fraksi. Perhitungan dosis fraksi seperti pada persamaan 3 dibawah ini.
b. Natrium Diklofenak
Sediaan Na.Diklofenak dengan dosis manusia 100-150 mg/kgBB sehari terbagi
dua atau 3 dosis (Sulistia dan Freedy 2016). Perhitungan dosis yang akan
Senyawa Fase diam Fase gerak Pereaksi Hasil Positif
Flavonoid
Silika Gel GF254
Heksan:Etil (5:5)
Sitroborat
Kuning-kehijauan dan merah-
kecoklatan
Saponin
Silika Gel
GF254
Kloroform:Metanol
(10:1)
Vanilin-Asam
Sulfat
Biru hingga ungu
biru dan kekuningan
Alkaloid
Silika Gel
GF254
Kloroform :
Metanol (9 : 1)
Dragendorff Jingga-Coklat
Tanin
Silika Gel
GF254
n-Heksana:
Etil Asetat (3 : 7)
Ferri Klorida Biru
Terpenoid
Silika Gel
GF254
Kloroform:Metanol
(10:1)
Liebermann-
Bouchard
Hijau-Coklat
14
dikonversikan dari manusia ke tikus berdasarkan rumus Food and Drug
Administration (FDA) adalah sebagai berikut (Reagan et al 2007):
100 mg/ 60 kg = Dosis tikus (mg/kg)x
3.10 Pembuatan Sediaan Uji
a. Pembuatan Sediaan Uji Fraksi Daun kersen
Fraksi daun kersen ditimbang, kemudian ditambahkan Na CMC secukupnya dan
digerus sampai homogen hingga terbentuk suspensi.
b. Pembuatan Sediaan Na.Diklofenak sebagai Pembanding
Na Diklofenak ditimbang sebanyak 0,01 gram lalu dilarutkan dalam suspensi Na
CMC sebanyak 5 ml.
c. Pembuatan Larutan PBS pH 7,4
NaH2PO4 sebanyak 6,9 gram dilarutkan dalam 250 ml aqua bebas CO2, Na2HPO4
sebanyak 7 gram dilarutkan dalam 250 ml aqua bebas CO2, 19 ml NaH2PO4 diambil
dan Na2HPO4 sebanyak 80 ml kemudian dimasukkan ke dalam beaker glass lalu ad
200 ml aqua bebas CO2 (Depkes 1995).
d. Pembuatan larutan karagenin 2 %
Sebanyak 500 mg karagenin dimasukkan kedalam mortir, dilarutkan sedikit demi
sedikit dengan NaCl 0,9% hangat sekitar 90ºC kemudian dicukupkan dalam 25 ml
untuk satu kelompok tikus (Duarte et al 2016).
3.10 Persiapan Hewan Uji
Penelitian ini telah mendapatkan persetujuan etik dengan nomor 02/18.05/011
oleh Komisi etik penelitian kesehatan universitas muhammadiyah Prof. DR. Hamka
(KEPK-UHAMKA).
15
Tahap awal yang dilakukan adalah aklimatisasi hewan percobaan. Aklimatisasi
bertujuan untuk menyeragamkan cara hidup dan makanan hewan uji yang digunakan
dalam penelitian. Hewan uji di aklimatisasi selama 7 hari. Selama masa aklimatisasi
hewan uji diberikan makan dan minum sesuai standar serta dilakukan pemeriksaan
kesehatan fisik berupa penimbangan berat badan. Setelah 7 hari, masing-masing tikus
dibagi dalam 5 kelompok dan masing-masing kelompok terdiri dari 4 ekor tikus.
3.11 Pengujian Efek Antiinflamasi dengan Metode Granuloma Pouch
Hari pertama bulu tengkuk (diantara scapula) tikus dicukur dan dioleskan krim
pencukur rambut. Tikus dianestesi menggunakan ketamin. Selanjutnya daerah
tengkuk yang sudah dicukur diusap dengan etanol 70% dan diinjeksikan udara ±20
ml, needle 23 G dengan menggunakan filter steril. Tiga hari kemudian anastesi
kembali hewan, kemudian punggung tikus diusap dengan etanol 70% dan injeksikan
10 mL udara secara subkutan untuk membuat kantung udara. Hari keenam setelah
penyuntikan udara, kelompok hewan percobaan masing-masing diberikan zat uji
sebagai berikut kelompok kontrol negatif diberikan Na CMC 0,5% peroral,
Kelompok kontrol positif diberikan Na. Diklofenak peroral, Kelompok fraksi n-
heksan diberikan fraksi n-heksan peroral, Kelompok fraksi etil asetat diberikan fraksi
etil asetat peroral dan Kelompok fraksi air diberikan fraksi air secara peroral. Satu
jam kemudian semua hewan dianastesi kembali dan diinduksi inflamasi dengan cara
menyuntikan 5 mL larutan karagenin 2% kedalam kantung udara menggunakan
syringe 5 mL. Eksudat dalam kantung diambil 24 jam setelah induksi inflamasi.
Pengambilan eksudat dilakukan dengan cara menggunting kantung secara vertical (±
2 cm). Eksudat dikumpulkan dengan menggunakan pipet dan dimasukkan kedalam
tube steril dan dilakukan pengamatan parameter aktifitas antiinflamasi antara lain
pengukuran volume eksudat, penurunan jumlah leukosit, persentase monosit,
neutrofil, dan limfosit eksudat (Duarte et al, 2016).
3.13 Analisis Data
Data volume eksudat, jumlah leukosit, persentase monosit, neutrophil dan
limfosit di uji normalitas dan homogenitas. Analisa data dilanjukan dengan uji
16
Analysis of Variance (ANOVA) satu arah dengan taraf signifikansi 95% (α=0,05),
jika terdapat perbedaan yang bermakna maka dapat dilanjutkan dengan uji Tukey
HSD.
3.14 Fisbond Penelitian
Gambar 1. Diagram Fishbond Penelitian
17
BAB 4. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil Determinasi Tanaman
Tanaman kersen yang diperoleh dari BALITTRO (Balai Penelitian Rempah dan
Tanaman Obat) dilakukan determinasi oleh pihak LIPI di Cibinong. Determinasi
dilakukan untuk mengetahui kebenaran jenis tanaman yang akan diteliti. Hasil
determinasi menunjukkan bahwa tanaman yang digunakan dalam penelitian ini
adalah benar tanaman kersen (Muntingia calabura L.) yang berasal dari keluarga
Muntingiaceae.
4.2 Hasil Ekstraksi Daun Kersen
Ekstrak kental yang diperoleh dilakukan pemeriksaan karakteristik mutu ekstrak
yang bertujuan untuk menjamin keseragaman mutu dari simplisia dan ekstrak
meliputi organoleptis, kadar air dan kadar abu yang dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Hasil Ekstraksi Daun Kersen
No Jenis Rende
men
Bentuk Aroma Warna Kadar
air
Kadar
abu
1 Serbuk - Serbuk
halus
Khas Hijau - -
2 Ekstrak 27,84% Kental Khas Coklat
Kehijauan
13,08% 1,8%
4.3 Hasil Fraksinasi Ekstrak Kental Daun Kersen
Hasil bobot dan rendemen fraksi n-heksana, etil asetat dan air dapat dilihat pada
Tabel 3.
Tabel 3. Hasil Fraksinasi dan Pemeriksaan Karakteristik Mutu Fraksi
No Jenis uji Fraksi n-
heksana
Fraksi etil
asetat
Fraksi air
1 Bobot Fraksi 46,9 g 26 g 71,2 g
2 Aroma Khas Khas Gulali
3 Bentuk Kental Kental Kental
4 Warna Hijau tua Coklat Tua Coklat
kemerahan
5 Rendemen 18,50% 10,26% 28,09%
18
4.4 Hasil Penapisan Fitokimia Menggunakan Metode KLT
Penapisan fitokimia dilakukan untuk mengetahui kandungan senyawa
yang terkandung didalam ekstrak dan fraksi. Senyawa yang diidentifikasi meliputi
flavonoid, saponin, terpenoid, tanin, alkaloid. Penapisan fitokimia dilakukan dengan
metode Kromatografi Lapis Tipis menggunakan fase diam silika gel GF254 dan
berbagai macam fase gerak. Pemisahan yang terjadi pada KLT berdasarkan pada
mekanisme adsorpsi dan partisi. Tujuan dilakukan uji penapisan fitokimia dengan
metode KLT adalah untuk memastikan bahwa senyawa aktif benar berada didalam
ekstrak dan fraksi Pada umumnya, KLT lebih banyak digunakan untuk tujuan
pemisahan, namun juga dapat digunakan untuk tujuan identifikasi karena metode ini
relatif mudah, sederhana, dan memberikan pilihan fase gerak yang lebih beragam
(Hanani,2016).
Hasil pemeriksaan kandungan kimia ekstrak dan fraksi dapat dilihat pada
table 4. Berdasarkan hasil yang diperoleh, flavonoid, saponin dan terpenoid
terkandung didalam ekstrak, fraksi n-Heksan dan fraksi etil asetat. Alkaloid
terkandung di dalam ekstrak dan semua jenis fraksi daun kersen. Sedangkan tannin
terkandung di dalam ekstrak, fraksi etil asetat, dan fraksi air.
Tabel 4. Hasil Penapisan Fitokimia dengan Metode KLT
Senyawa Ekstrak
Etanol
Fraksi
n-Heksana
Fraksi
Etil Asetat
Fraksi Air
Flavonoid (+) (+) (+) (-)
Saponin (+) (+) (+) (-)
Alkaloid (+) (+) (+) (+)
Tanin (+) (-) (+) (+)
Terpenoid (+) (+) (+) (-)
Keterangan:
(+) : Ada
(-) : Tidak ada
19
4.5 Hasil Pengukuran Volume Eksudat dan Perhitungan Persentase
Penghambatan Radang
Hasil rata-rata volume eksudat setiap kelompok dapat dilihat pada tabel dibawah
ini.
Tabel 5. Rerata Volume Eksudat dan Persentase Penghambatan
Pembentukan Eksudat
Kelompok Rerata Volume
Eksudat (mL)
Persentase Penghambatan
Pembentukan Eksudat(%)
Kontrol Negatif 2,48
Kontrol Positif 0,88 64,52
Fraksi n-Heksan 1,68 32,26
Fraksi etil asetat 1,2 51,61
Fraksi Air 1,72 30,65
Rata-rata volume eksudat yang didapat setiap kelompok yaitu, kelompok kontrol
negatif sebanyak 2,48 ml; kelompok kontrol positif sebanyak 0,88 ml; kelompok
fraksi n-heksana sebanyak 1,68 ml; kelompok fraksi etil asetat sebanyak 1,20 ml; dan
kelompok fraksi air sebanyak 1,72 ml. Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat
penurunan volume eksudat pada masing-masing kelompok yang diberikan fraksi
daun kersen dibandingkan kelompok kontrol negatif yang hanya diberikan Na CMC
saja.
Persentase penghambatan radang kelompok kontrol positif sebesar 64,52%;
fraksi n-heksana sebesar 32,26%; fraksi etil asetat 51,61%; dan fraksi air sebesar
30,65%. Suatu bahan dikatakan memiliki daya antiinlfamasi jika hewan uji yang
diinduksi karagenin mengalami pengurangan pembekakan (persentase penghambatan
radang) sebesar 50% atau lebih (Mansjoer, 1997). Hasil penelitian yang dilakukan
menunjukkan bahwa masing-masing fraksi memiliki potensi sebagai antiinflamasi
namun hanya fraksi etil asetat yang memiliki persentase penghamabatan radang lebih
dari 50%.
20
Data volume eksudat yang diperoleh selanjutnya dianalisis secara statistik.
Analisis statistik dimulai dengan uji Kolmogorov-Smirnov. Uji statistik ini bertujuan
untuk mengetahui normalitas dari keseluruhan data. Hasil analisis data volume
eksudat menyatakan bahwa data terdistribusi normal ( = 0,195). Selanjutnya
dilanjutkan dengan uji homogenitas. Tujuan dilakukannya uji homogenitas adalah
untuk mengetahui homogenitas dari keseluruhan data. Hasil analisis data volume
eksudat diperoleh data homogen ( = 0,960).
Data volume eksudat yang diperoleh dianalisa secara statistika menggunakan
ANOVA satu arah. Hasil uji data volume eksudat masing-masing menunjukkan nilai
ρ=0,000. Setelah didapatkan perbedaan yang bermakna pada setiap kelompok, analisa
dilanjutkan dengan uji Tukey HSD. Hasil Uji Tukey HSD menunjukkan bahwa
kelompok fraksi air, n-heksana dan fraksi etil asetat berbeda bermakna dengan
kelompok kontrol negatif (p<0,05). Akan tetapi hanya fraksi etil asetat yang
sebanding dengan kontrol positif (p=0,284). Hasil ini menunjukkan bahwa ketiga
fraksi daun kersen memiliki efek antinflamasi karena berbeda bermakna dengan
kelompok kontrol negatif. Namun yang lebih efektif adalah kelompok fraksi etil
asetat karena volume eksudat yang terbentuk lebih sedikit dibandingkan kelompok
fraksi lain dan secara statistik sebanding dengan kontrol positif.
4.6 Hasil Perhitungan Leukosit Total , Persentase Monosit, Neutrofil dan
Limfosit Eksudat
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa fraksi n-heksana, fraksi etil asetat, fraksi
air, dan Na Diklofenak yang diberikan secara oral mampu menurunkan jumlah
leukosit total eksudat tikus putih jantan lebih besar dibandingkan dengan kontrol
negatif yang diberikan Na CMC. Berikut hasil data rata-rata leukosit total eksudat
tikus putih jantan seteleh diberikan sediaan uji dapat dilihat pada gambar 3.
Jumlah leukosit total paling tinggi ditemukan pada kelompok kontrol negatif
yaitu sebesar 43.000/µl eksudat. Hasil ini menunjukan bahwa Na CMC tidak
memiliki efek antiinflamasi terhadap penurunan jumlah leukosit total. Jumlah
21
leukosit total kelompok kontrol positif (Na Diklofenak) sebesar 19.780/µl eksudat,
sedankan kelompok fraksi n-heksana sebesar 29.150/µl eksudat, fraksi etil asetat
sebesar 22.880/µl eksudat, dan fraksi air sebesar 30.430/µl eksudat.
Gambar 2. Rerata Jumlah Leukosit Total Setelah Perlakuan
Data jumlah leukosit total yang diperoleh dianalisis secara statistik. Analisis
statistik dimulai dengan uji Kolmogorov-Smirnov. Hasil analisis data menunjukkan
bahwa data terdistribusi normal dengan nilai p = 0,200. Setelah dilakukan uji statistik
dengan uji distribusi normal Kolmogorov-Smirnov, selanjutnya dilanjutkan dengan uji
homogenitas. Hasil analisis data menunjukkan bahwa data homogen dengan nilai p =
0,215. Selanjutnya dilakukan uji ANOVA (Analyse Of Variance) satu arah. Hasil uji
menunjukkan nilai p = 0,000. Hasil ini menunjukan adanya perbedaan bermakna,
sehingga analisa data dilanjutkan dengan Uji Tukey HSD. Hasil dari uji Tukey HSD
menunjunkan bahwa fraksi n-heksana, fraksi etil asetat dan fraksi air memiliki efek
antiinflamasi akan tetapi yang paling baik efek antiinflamasinya ialah fraksi etil asetat
karena fraksi etil asetat memiliki efek yang sebanding dengan kontrol positif dalam
menurunkan jumlah leukosit total.
22
Setelah didapatkan data jumlah leukosit total dilanjutkan dengan perhitungan
persentase monosit dalam 100 sel leukosit eksudat pada tikus putih jantan setelah
diberikan sediaan uji yang dapat dilihat pada Gambar 3.
Gambar 3. Rerata Persentase Monosit Setelah Perlakuan
Data persentase monosit yang diperoleh diolah secara statistik. Analisis statistik
dimulai dengan uji Kolmogorov-Smirnov. Hasil analisis data menunjukkan bahwa
data terdistribusi normal p = 0,200. Setelah dilakukan uji statistik dengan uji
distribusi normal Kolmogorov-Smirnov, selanjutnya dilanjutkan uji homogenitas.
Hasil analisis data menunjukkan bahwa data homogen p = 0,211. Setelah data yang
diperoleh terdistribusi normal dan homogen kemudian diuji secara statistika
menggunakan ANOVA (Analyse Of Variance) satu arah. Hasil uji data persentase
monosit menunjukkan nilai p = 0,000. Hal ini menunjukan adanya perbedaan
bermakna. Kemudian analisa data dilanjutkan dengan Uji Tukey HSD. Hasil dari uji
Tukey HSD menunjunkan bahwa fraksi n-heksana, fraksi etil asetat, dan fraksi air
memiliki efek antiinflamasi tetapi yang paling baik efek antiinflamasinya ialah fraksi
23
etil asetat karena pada fraksi etil asetat memiliki efek yang sebanding dengan kontrol
positif dalam menurunkan persentase monosit.
Hasil persentase neutrofil dari kelompok kontrol negatif, positif, fraksi n-
heksana, etil asetat, air terlihat pada gambar 4. Kelompok negatif memiliki persentase
jumlah neutrofil sebesar 74%, kelompok positif memperoleh persentase sebesar
42,40%, kelompok fraksi n-heksana, etil asetat, dan air memiliki persentase masing-
masing sebesar 55,8%; 47,40%; 58,8%.
Gambar 4. Rerata persentase neutrofil
Data rata-rata persentase neutrofil terdistribusi normal (p= 0,200) dan homogen
(p=0,274). Analisa data dilanjutkan dengan uji ANOVA dan uji Tukey HSD. Hasil
analisa dengan uji Tukey menunjukkan bahwa semua kelompok memiliki perbedaan
bermakna dengan kontrol negatif yang artinya dapat memberikan efek antiinflamasi
dengan adanya penurunan persentase neutrofil. Kelompok n-heksana, dan air mampu
menurunkan persentase neutrofil namun tidak sebanding dengan kontrol positif.
Fraksi etil asetat memiliki perbedaan bermakna dengan kelompok kontrol negatif,
fraksi n-heksana, dan air namun tidak berbeda bermakna efek antiinflamasinya
dengan kontrol positif.
24
Diagram rata-rata persentase limfosit setelah diberikan sediaan uji dapat dilihat
pada gambar 5. Kelompok kontrol negatif memiliki rata-rata persentase neutrofil
sebesar 76,4%. Sedangkan kontrol positif yaitu natrium diklofenak mengalami
penurunan menjadi 45,6%. Kemudian ketiga fraksi n-heksana, fraksi etil asetat dan
fraksi air memiliki persentase neutrofil sebesar 57,6%; 49,4%; 59,2%. Fraksi etil
asetat memiliki persentase mendekati kontrol positif yang artinya dari ketiga fraksi,
fraksi etil asetat yang memiliki efek antiinflamasi sebanding dengan kontrol positif.
Gambar 5. Rerata Persentase Limfosit
Data rata-rata persentase limfosit terdistribusi normal (p= 0,175) dan homogen
(p= 0,894). Analisa data dilanjutkan dengan Uji ANOVA dan uji Tukey HSD. Hasil
analisa uji Tukey menunjukkan bahwa semua kelompok memiliki perbedaan
bermakna dengan kontrol negatif yang artinya dapat memberikan efek antiinflamasi
dengan adanya penurunan persentase limfosit. Akan tetapi dari ketiga kelompok
fraksi, fraksi etil asetat yang memiliki efek antiinflamasi tidak berbeda bermakna efek
antiinflamasinya dengan kontrol positif dilihat dari penurunan persentase limfositnya.
Hasil penelitian efek antiinflamasi dengan parameter penurunan volume eksudat
dan sel leukosit eksudat yang telah dilakukan menunjukkan bahwa efek antiinflamasi
fraksi etil asetat lebih baik dibandingkan fraksi lain. Hasil penapisan fitokimia daun
25
kersen dengan metode KLT pada penelitian ini menunjukkan bahwa fraksi etil asetat
mengandung senyawa flavonoid, tanin, saponin, alkaloid, terpenoid. Penelitian
Yusof et al (2013) menyimpulkan bahwa daun kersen mengandung senyawa seperti
flavonoid, tanin, alkaloid, saponin, terpenoid dan steroid yang berefek sebagai
antiinflamasi. Mekanisme senyawa flavonoid sebagai senyawa antinflamasi yaitu
bekerja melalui beberapa jalur seperti dengan penghambatan degranulasi neutrofil,
penghambatan aktivitas enzim siklooksigenase (COX) dan lipooksigenase sehingga
tidak terbentuk prostaglandin yang merupakan mediator inflamasi (Khotimah dan
Muhtadi 2015). Senyawa saponin mampu berinteraksi dengan banyak membran lipid
seperti fosfolipid yang merupakan prekursor prostaglandin dan mediator-mediator
inflamasi lainnya (Hidayati et al. 2008). Senyawa alkaloid dapat memiliki efek
antiinflamasi dengan menekan pelepasan histamin oleh sel mast, mengurangi sekresi
interleukin-1 oleh monosit dan PAF pada platelet (Luliana dkk. 2017). Terpenoid
secara umum bekerja melalui penghambatan enzim fosfolipase melalui jalur asam
arakhidonat. Terhambatnya enzim fosfolifase menyebabkan pembentukan asam
arakhidonat dari fosfolipid juga terhambat (Zaini dkk. 2016). Tanin berperan sebagai
antiinflamasi dengan berbagai cara yaitu menghambat produksi oksidan oleh
neutrofil, monosit dan makrofag (Sukmawati dkk. 2015).
26
BAB 5. KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Simpulan
Berdasarkan pengujian yan telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa fraksi
ekstrak etanol 95% daun kersen memiliki efek antiinflamasi dengan parameter
volume eksudat dan jumlah leukosit total. Hanya Fraksi etil asetat yang memiliki
persentase penghambatan eksudat lebih dari 50% dan jumlah volume eksudat serta
jumlah leukosit total sebanding dengan kontrol positif.
5.2 Saran
Perlu penelitian lebih lanjut untuk mengetahui dosis fraksi etil asetat yang paling
efektif sebagai antiinflamasi. Selain itu perlu pula dilakukan pengujian toksisitasnya
terhadap fraksi etil asetat sebagau fraksi yang aktif sebagai antiinflamasi.
27
BAB 6 LUARAN YANG DICAPAI
IDENTITAS JURNAL
1 Nama Jurnal Pharmacy: Jurnal Farmasi Indonesia
2 Website Jurnal http://jurnalnasional.ump.ac.id/index.php/PHARM
ACY/index
3 Status Makalah Submitted
4 Jenis Jurnal Jurnal Nasional terakreditasi
4 Tanggal Submit 13 Januari 2018
5 Bukti Screenshot submit Lampiran 1
28
DAFTAR PUSTAKA
Aria M., Verawati A. A., dan Monika. 2015. Uji Efek Antiinflamasi Fraksi Daun
Piladang (Solenostemonscutellaroides (L.) Codd) terhadap Mencit Putih
Betina. Skripsi. 2015. Dalam: Jurnal Scientie Hlm. 85-86
Badan POM, 2011. Acuan Sediaan Herbal. Vol 6 Ed 1. Badan Pengawasan Obat dan
Makanan RI. Jakarta. Hlm. 12
Badan POM, 2013. Pedoman Teknologi Formulasi Sediaan Berbasis Ekstrak. Vol 2.
Badan Pengawasan Obat dan Makanan RI. Jakarta. Hlm. 3
Bain BJ, Lewis SM, Bates I. 2006. Basic haematological techniques. In : Dacie and
Lewis Practical Haematology10th Ed. Churchill Livingstone. Philadelphia.
Hlm. 25,78
Departemen Kesehatan dan Kesejahteraan Sosial RI. 2000. Buku Panduan Teknologi
Ekstrak. Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan, Jakarta. Hlm
17, 39.
Departemen Kesehatan RI. 1995. Farmakope Indonesia. Edisi 4. Jenderal
Pengawasan Obat dan Makanan. Jakarta. Hlm. 1144.
Departemen Kesehatan RI. 2008. Farmakope Herbal Indonesia. Direktorat Jenderal
Pengawasan Obat dan Makanan. Jakarta. 174-175.
Departemen Kesehatan RI, 2011. Suplemen II farmakope herbal Indonesia Edisi I.
Depkes RI: Jakarta 104-105.
Duarte DB, Vasko MR, dan Fehrenbacher JC. 2016. Models of inflammation:
Carrageenan Air Pouch. In: Current Protocols in Pharmacology. Vol 72. No
5. Hlm. 1-5
Dutta S, Das S. 2010. A study of the anti-inflammatory effect of the leaves of
psidium guajava Linn. On experimentak animal models. In: National Center
for Biotechnology Information Journal. Hlm. 3
Fauziyah, Syifa. 2011. Uji Efektivitas Antiinflamasi Fraksi Etil Asetat Dari Ektsrak
Etanol 96% Daun Tempuyung (Sonchus Arvensis L.)
TerhadapPenghambatan Udema Pada Kaki Tikus Putih Jantan yang
Diinduksi Karagenan. Skripsi. FFS Uhamka, Jakarta.
Hamidu L, Ahmad AR, Najib A. 2018. Qualitative and Quantitative Test of Total
Flavonoid Buni Fruit (Antidesma bunius (L.) Spreng) with UV-Vis
Spectrophotometry Method. Pharmacognosy Journal. Hal 61
29
Hanani E. 2015. Analisis Fitokimia. Jakarta: EGC.
Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis
Tumbuhan. Edisi ke-2. ITB. Bandung. Hlm. 7-8
Harvey, RA, Champe, PC. 2013. Farmakologi Ulasan Bergambar Edisi 4. EGC,
Jakarta. Hlm. 595-598
Hidayati NA, Listyawati S, dan Setyawan AD. 2008. Kandungan Kimia dan Uji
Antiinflamasi Ekstrak Etanol Lantana camara L. pada Tikus Putih (Rattus
norvegicus L.) Jantan. In: Jurnal Bioteknologi. Vol 5. No 1. Hlm. 15-16.
Katzung, B.G. Editors. 2013. Farmakologi Dasar & Klinik. Edisi 12 Vol. 2: 718-719.
Jakarta: EGC.
Khotimah SN dan Muhtadi A. 2015. Beberapa Tumbuhan yang Mengandung
Senyawa Aktif Antiinflamasi. In: Jurnal Farmaka. Vol 14. No 2. Hlm. 33
Luliana S, Susanti R, dan Agustina E. 2017. Uji Aktivitas Antiinflamasi Ekstrak Air
Herba Ciplukan (Physalis angulata L.) terhadap Tikus Putih (Rattus
norvegicus L.) Jantan Galur Wistar yang Diinduksi Karagenan. In:
Traditional Medicine Journal. Vol 22. No 3. Hlm. 204
Lung, K.W., Ruei, L.H., Jung, C.J. 2014. Biflavans, Flavonoids and
ADihydrochalcone from the Stem Wood of Muntingia calabura and
TheirInhibitory Activities on Neutrophil Pro-Inflammatory Responses.
Molecules.Hlm 20529 – 20533
Mahmood, N.D., Nasir, N.L.M, Rofiee, M.S, Tohid, S.F.M., Ching, S.M., The L.K.,
Saleh, M.Z., Zakaria, Z.A. 2014. Muntingia calabura: A Review Of
ItsTraditional Uses, Chemical Properties, And Pharmacological
Observations.Pharmaceutical Biology, Malaysia. Hlm 1606 – 1608
Mansjoer, S. 1997. Efek Antiradang Minyak Atsiri Temu putih (Curcuma zeddoria
Rosc) Terhadap Udem Buatan Pada Tikus utih Betina Jaur Wistar. Majalah
Farmasi Indonesia. 8:35-41.
Markham, K.R. 1988. Cara Mengidentifikasi Flavonoid. Terjemahan: Kosasih
Padmawinata. Bandung: ITB. Hlm. 15, 19, 23, 34
Marjoni, M. R. 2016. Dasar-dasar Fitokimia untuk Diploma III Farmasi. TIM.
Jakarta. Hlm. 15-23
30
Mauliandani, N. 2017. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Flavonoid yang Berpotensi
Sebagai Antioksidan dari Herba Bayam Merah (Amaranthus tricolor L.)
Prosiding Farmasi. 3(2):299.
Nurdin, A, Priyanto, & Rini, P. 2016. Antiinflamasi Topikal Ekstrak Daun Kersen
(Muntingia calabura L) Dengan Parameter Penurunan Jumlah Leukosit dan
Monosit pada Tikus Putih Jantan. Skripsi. Universitas Muhammadiyah Prof.
Dr. Hamka, Jakarta.
Panche A. N, Diwan A. D, Chandra S. R. 2016. Flavonoid: an overview. Journal of
Nutritional Science, vol. 5, ed 47. Hlm 1-15.
Patel M., Murugananthan., P., Shivalinge G.K. 2012. In Vivo Animal Model
InPreclinical Evaluation of Inflammatory Activity-A Review.
International Journal of Pharmaceutical Research & Allied Sciences.
India. Vol 1. Hlm 1
Preethi, Kathirvel, Premasudha, Paramasivam, Keerthana, Kittusamy. 2012. Anti-
inflammatory Activity of Muntingia calabura Fruits. Pharmacognosy
Journal, 4 (30). Hlm. 51-56
Reagan S, Shannon, Minakshi N and Nihal A. 2007. Dose Translation From Animal
to Human Studies Revisited. In: The FASEB Journal Vol 22. Hlm. 660
Rivai H, Sari DP dan Rizal Z. 2012. Isolasi dan Karakteristik Flavonoid Antioksidan
Dari Herba Meniran (Phyllanthus niruri L.) Jurnal Farmasi Higea. Vol 4
No 2. Padang. Hlm. 88
Sarimanah J, Adnyana K, Yulinah E, Kurniati NF. 2015. Anti Inflammatory
Activities Of Unripe, Ripe Muntingia calabura L Fruits And Muntingia
calabura L Leaves In Wistar White Rat. University Research Colloquium.
Institute Of Technology Bandung, Bandung.
Sarimanah J, Adnyana K, Yulinah ES, dan Kurniati NF. 2017. The Antirheumatic
Activity of Muntingia calabura L. Leaves Ethanol Extract and Its Fraction.
In: Asian Journal of Pharmaceutical and Clinical Research. Vol 10. No 1.
Hlm. 85
Soenarto. Inflamasi. Dalam: Setiati, Seti. Ilmu Penyakit Dalam. 2014. Edisi 6.
InternaPublishing. Jakarta. Hlm. 93.
Sudiono J, Kurniadhi B, Hendrawan A, Djimantoro B. 2003. Ilmu Patologi. EGC.
Jakarta. Hlm. 81-95
31
Sukmawati, Yuliete, dan Hardani R. 2015. Uji Aktivitas Antiinflamasi Ekstrak Etanol
Daun Pisang Ambon (Musa paradisiaca L.) Terhadap Tikus Putih (Rattus
norvegicus L.) yang Diinduksi Karagenan. In: GALENIKA Journal
Pharmacy. Vol 1. No 2. Hlm. 131
Sulistia G dan Freedy WP. 2016. Analgesik-Antipiretik Analgesik Antiinflamasi
Nonsteroid dan Obat Gangguan Sendi Lainnya. Dalam: Gan SG.
Farmakologi dan Terapi. Edisi 6. FKUI. Jakarta. Hlm. 244.
Susanti E. 2013. Dasar-dasar Patofisiologi. Imperium. Yogyakarta. Hlm. 31-32
Wilmana PF, Sulistia G. 2016. Analgesik-Antipiretik Analgesik Antiinflamasi
Nonsteroid dan Obat Gangguan Sendi Lainnya. Dalam: Gunawan SG.
Farmakologi dan Terapi. Edisi 6. FKUI. Jakarta. Hlm. 237, 244
Yanti, M. 2014. Isolasi Dan Identifikasi Senyawa Alkaloid dalam Ekstrak Daun
Sirsak Hutan (Annoa glabra). Skripsi. Bogor: Fakultas MIPA Institut
Pertanian Bogor.
Yusof MIM, Salleh MZ, Kek TL, Ahmat N, Azmin NFN, Zakaria ZA. 2013. Activity
Guided Isolation of Bioactive Constituents with Antinociceptive Activity
from Muntingia calabura L. Leaves Using the Formalin Test. In: National
Center for Biotechnology Information. Vol 1. No 1. Hlm. 5
Zaini M, Biworo A, dan Anwar K. 2016. Uji Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol
Herba Lampasau (Diplazium esculentum Swartz) Terhadap Mencit Jantan
Yang Diinduksi Karagenin-Λ. In: Jurnal Pharmascience. Vol 3. No 2. Hlm.
128.
32
LAMPIRAN
PHARMACY: Jurnal Farmasi Indonesia p-ISSN 1693-3591 (Pharmaceutical Journal of Indonesia) e-ISSN 2579-910X Vol.14 No. 01 Juli 2017
1
AKTIVITAS ANTIINFLAMASI FRAKSI DARI EKSTRAK ETANOL 95% DAUN KERSEN (Muntingia Calabura L.) PADA TIKUS PUTIH JANTAN
ANTIINFLAMATORY ACTIVITY OF 95% ETHANOL EXTRACT FRACTION OF KERSEN LEAVES (Muntingia Calabura L.) IN THE MALE WHITE RAT
Maifitrianti1, Landyyun Rahmawan Sjahid1, Nuroh1, Rizqa Ayutri Muyus Acepa1, Widya
Dwi Murti1
1Faculty of Pharmacy, Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. HAMKA, Islamic Center, Jl.
Delima II/IV, Klender, Jakarta Timur, Indonesia Email: [email protected]
ABSTRAK
Ekstrak etanol daun kersen (Muntingia calabura L.) telah lama digunakan sebagai tanaman obat. Penelitian bertujuan untuk mengetahui fraksi dari ekstrak etanol daun kersen (Muntingia calabura L.) yang memiliki efek antiinflamasi melalui parameter penurunan volume eksudat, penurunan jumlah leukosit, monosit, neutrofil, dan limfosit eksudat pada tikus putih jantan udem yang diinduksi karagenin. Hewan percobaan dibagi menjadi lima kelompok yaitu kelompok I (kontrol negatif diberi NaCMC 0,5%), kelompok II (kontrol positif diberi Na Dikofenak 50 mg/kgBB), kelompok III, IV dan V diberikan fraksi n-heksana, fraksi etil asetat dan fraksi air masing-masing dengan dosis 5,15 mg/KgBB. Metode yang digunakan adalah metode kantung granuloma (granuloma pouch). Udem pada tikus diinduksi dengan menyuntikkan karagenin 2% secara subkutan. Suspensi fraksi diberikan secara oral satu jam sebelum induksi udem. Volume eksudat, jumlah leukosit, monosit, neutrofil, dan limfosit eksudat diukur setelah 24 jam. Data yang didapat diuji secara statistik dengan one-way ANOVA yang dilanjutkan dengan uji Tukey. Hasil penelitian menunjukkan bahwa fraksi etil asetat dengan dosis 5,15 mg/kgBB tikus dapat menurunkan volume eksudat dan jumlah leukosit eksudat secara signifikan (p<0,05). Efek antiinflamasi fraksi ini juga sebanding dengan kontrol positif yaitu Na diklofenak dengan dosis 10,28 mg/KgBB tikus. Kata kunci:Kersen (Muntingia calabura L), fraksi, udem, antiinflamasi
ABSTRACT
Ethanol extract of kersen leaf (Muntingia calabura L.) has long been used as a medicinal plant. This study aimed to determine the fraction of ethanol extract of kersen leaves (Muntingia calabura L.) which had an anti-inflammatory effect through parameters of decreasing volume of exudates, decreasing the number of leukocytes, monocytes, neutrophils and exudate lymphocytes in male white mice induced by caragenine. The experimental animals were divided into five groups, namely group I (negative control given 0.5% NaCMC), group II (positive control given Sodium Diclofenac 10,28 mg/rat
PHARMACY: Jurnal Farmasi Indonesia p-ISSN 1693-3591 (Pharmaceutical Journal of Indonesia) e-ISSN 2579-910X Vol.14 No. 01 Juli 2017
2
body weight), group III, IV and V given n-hexane fraction, ethyl acetate and water fraction with a dose of 5.13 mg/KgBB. The method used was granuloma pouch. edema in rat was induced by injecting carrageen 2% subcutaneously. The fraction was given orally one hour before induction of edema. The volume of exudates, the number of leukocytes, monocytes, neutrophils, and lymphocytes on exudates were measured after 24 hours. The data were tested statistically by one-way ANOVA followed by the Tukey test. The results showed that ethyl acetate fraction with a dose of 5.13 mg / body weight of rat could reduce the volume of exudate and the number of leukocytes on exudates significantly (p <0.05). The anti-inflammatory effect of this fraction was also comparable to the positive control, namely diclofenac Na with a dose of 10.28 mg / body weight of rat.
Key words: Kersen (Muntingia calabura L), fraction, edema, anti-inflammatory
PHARMACY: Jurnal Farmasi Indonesia p-ISSN 1693-3591 (Pharmaceutical Journal of Indonesia) e-ISSN 2579-910X Vol.14 No. 01 Juli 2017
3
Pendahuluan
Inflamasi merupakan suatu respon
protektif normal terhadap luka jaringan
yang disebabkan oleh trauma fisik, zat
kimia yang merusak, atau zat
mikrobiologi. Inflamasi biasanya terbagi
dalam tiga fase yaitu inflamasi akut,
respon imun, dan inflamasi kronis.
Inflamasi akut merupakan respon awal
terhadap cedera jaringan melalui rilisnya
autacoid yang terlibat antara lain
histamin, serotonin, bradikinin,
prostaglandin dan leukotrien. Respon
imun terjadi bila sejumlah sel yang
mampu menimbulkan kekebalan
diaktifkan untuk merespon organisme
asing atau substansi antigenik yang
terlepas selama respon terhadap
inflamasi akut serta kronis. Akibat
respon imun bagi tuan rumah mungkin
menguntungkan, misalnya menyebabkan
organisme penyerang difagositosis atau
dinetralisir. Sebaliknya akibat tersebut
juga dapat bersifat merusak bila
menjurus pada inflamasi kronis tanpa
penguraian dari proses cedera yang
mendasarinya. Inflamasi kronis
menyebabkan keluarnya sejumlah
mediator yang tidak menonjol dalam
respon akut. Salah satu kondisi yang
paling penting yang melibatkan mediator
ini adalah artritis rheumatoid. Penyakit
inflamasi kronis seperti artritis
rhematoid ini masih merupakan salah
satu masalah kesehatan utama bagi
masyarakat di seluruh dunia (Furst,
2013).
Obat golongan NSAID (Non Steroid
Antiinflammatory drug) dan
kortikosteroid merupakan obat yang
digunakan untuk mengatasi inflamasi.
Namun penggunaan NSAID jangka
panjang dapat menyebabkan berbagai
efek samping seperti tukak dan
perdarahan saluran cerna, nefrotoksik,
serta hepatotoksik. Steroid dapat
menekan sistem kekebalan tubuh dan
memicu disfungsi ereksi, manic
depression, hipertensi, kram dan pusing,
munculnya diabetes aktif, atrofi kulit,
penurunan kepadatan tulang, sakit maag
dengan kemungkinan perforasi dinding
lambung, menstruasi tidak teratur,
penglihatan dan masalah alergi, dan
mengurangi penyembuhan luka (Furst,
2013). Oleh karena itu perlu dilakukan
berbagai penelitian untuk
mengembangkan obat anti-inflamasi
baru dengan efek samping minimum.
Muntingia calabura L atau dikenal
dengan nama kersen merupakan
tanaman berbunga yang termasuk
PHARMACY: Jurnal Farmasi Indonesia p-ISSN 1693-3591 (Pharmaceutical Journal of Indonesia) e-ISSN 2579-910X Vol.14 No. 01 Juli 2017
4
kerluarga Elaocarpaceae. Tanaman ini
merupakan pohon berbuah yang bahkan
dapat tumbuh baik ditanah yang kurang
subur dan mampu mentolerir kondisi
asam, basa serta kekeringan. Daun
kersen memiliki efek sebagai
kardioprotektif, antipiretik, antioksidan,
antiinflamasi, antidiabetes, antibakteri
dan antiulcer (Mahmood, 2014). Selain
itu kersen juga memiliki efek farmakologi
sebagai antiinflamasi, anti platelet, dan
aktifitas sitotoksik. Kersen memiliki
kandungan flavonoid, saponin, dan
tanin. Flavonoid yang terkandung
didalam kersen adalah flavon, flavanon,
flavan dan biflavan. Flavonoid banyak
mendapat perhatian karena kelompok
senyawa ini memiliki aktivitas seperti
antibakteri, antiinflamasi dan
antioksidan (Lung, 2014).
Sarimanah et al (2015)
menyimpulkan bahwa ekstrak etanol
95% daun kersen pada dosis 50 mg/kgBB
dan 100 mg/kgBB menunjukkan efek
antiinflamasi dengan persentase
hambatan inflamasi sebesar 58,33% dan
52,78%. Selain itu penelitian yang
dilakukan oleh Nurdin dkk (2016)
menyimpulkan bahwa ekstrak daun
kersen dengan konsentrasi 2,5%, 5%,
dan 10% memiliki aktivitas inflamasi
topikal.
Berdasarkan latar belakang
tersebut perlu dilakukan penelitian lebih
lanjut untuk memperoleh kelompok
senyawa yang lebih spesifik dan
diharapkan dapat mengarahkan pada
informasi fraksi dengan kelompok
senyawa yang diduga aktif sebagai
antiinflamasi. Oleh karena itu, pada
penelitian ini dilakukan uji aktivitas
antiinflamasi fraksi dari ekstrak etanol
95% daun kersen pada tikus putih jantan
melalui parameter penurunan volume
eksudat dan penurunan jumlah leukosit
eksudat pada tikus putih jantan udem
yang diinduksi karagenin. Fraksinasi
bertujuan untuk memisahkan kelompok
senyawa aktif secara spesifik
berdasarkan tingkat kepolarannya
(kurang polar, semi polar dan polar).
Metode Penelitian
Alat dan Bahan
Timbangan analitik (Ohaus), syringe
filter steril (Nylon), corong pisah (Duran),
corong kaca (Pyrex), spuit (Terumo),
vacuum rotary evaporator (Eyela), oven
(Memmert), UV Box (Camag), mikroskop
(Novel), krus, sarung tangan, kamar
hitung leukosit (Improved neubeur),
tanur, sonde, syringe (Terumo) 20 ml,
10 ml, 5 ml, needle (Terumo) 23 G, 20 G,
18 G, object glass, cover gelas, mikropor
PHARMACY: Jurnal Farmasi Indonesia p-ISSN 1693-3591 (Pharmaceutical Journal of Indonesia) e-ISSN 2579-910X Vol.14 No. 01 Juli 2017
5
(Nexcare), tempat makan dan minum
tikus serta alat-alat gelas yang umum
digunakan di laboratorium.
Daun kersen (Muntingia calabura
L.) diperoleh dari Badan Penelitian
Tanaman Rempah dan Obat (Balitro) dan
dideterminasi di Herbarium Bogoriensi
LIPI Cibinong, Bogor. Pelarut untuk
ekstraksi dan fraksinasi yang digunakan
antara lain etanol 95%, aquadest, n-
Heksan, dan Etil Aseta. Kragenin (Sigma)
sebagai peginduksi. Na diklofenak (Kimia
Farma) sebagai pembanding. NaCl
fisiologis (Widatra Bhakti) sebagai
pelarut. Pewarna giemsa (Himedia)
untuk pewarnaan. Ketamin (Combiphar)
sebagai agen anestesi. Krim pencukur
bulu (Veet) untuk menghilangkan bulu
pada punggung tikus. Fase diam yang
digunakan adalah Silika Gel GF254
(Merck). Eluen yang digunakan adalah n
Heksan, etil asetat, kloroform, dan
metanol, Pereaksi yang digunakan untuk
penapisan fitokimia terdiri dari perekasi
semprot vanilin-asam sulfat,
Dragendorff, Sitroborat, Ferri Klorida,
Liebermann-Bouchard. Natrium
Carboxymethy Cellulose Sodium (Na
CMC) sebagai pensuspensi fraksi.
Larutan Phospat Buffered Saline (PBS)
sebagai larutan buffer.
Pembuatan serbuk simplisia daun kersen
Pembuatan simplisia daun
menggunakan daun kersen yang sudah
tua. Sebanyak 1,5 Kg daun kersen
dipotong-potong dan dikeringkan
dengan cara diangin-anginkan tanpa
sinar matahari langsung. Daun kersen
yang sudah kering kemudian diblender
dan diayak dengan no mesh 40 dan
ditimbang.
Pembuatan Ekstrak Etanol 95% Daun Kersen
Serbuk daun kersen dimaserasi
dengan pelarut etanol 95% sampai
serbuk terendam. Rendam selama 6 jam
pertama sambil sekali-sekali diaduk,
kemudian didiamkan selama 24 jam.
Maserat pertama disaring, kemudian
dilakukan remaserasi berulang kali
hingga bening. Maserat yang terkumpul
kemudiaan diuapkan dengan vacum
rotary evaporator pada suhu 50º C
kemudian diuapkan kembali dengan
menggunakan waterbath hingga
diperoleh ekstrak kental (Depkes RI
2008).
Pembuatan Fraksi dari Ekstrak Etanol 95%
Daun Kersen
Ekstrak kental yang diperoleh
sebanyak 750 gram. Sebanyak 25 gram
dilarutkan dalam 50 ml etanol, 200 ml air
dan 250 ml n-heksana. Dilakukan
fraksinasi lalu digojok sehingga
PHARMACY: Jurnal Farmasi Indonesia p-ISSN 1693-3591 (Pharmaceutical Journal of Indonesia) e-ISSN 2579-910X Vol.14 No. 01 Juli 2017
6
terbentuk 2 lapis cairan yaitu fraksi n-
heksana di bagian atas dan fraksi air di
bagian bawah. Fraksi heksan yang
didapat kemudian diuapkan sampai
kental. Fraksi air difraksinasi kembali
dalam corong pisah dengan etil asetat
lalu di gojok sehingga terbentuk 2 lapis
cairan yaitu etil asetat pada bagian atas
dan fraksi air pada bagian bawah. Fraksi
etil asetat dan air yang didapat
kemudian diuapkan sampai kental.
Selanjutnya dilakukan pemeriksaan
kadar air menggunakan metode destilasi
serta perhitungan rendemen ekstrak
kental dan perhitungan rendemen fraksi
kental.
Penapisan Fitokimia
Larutan fraksi yang telah dilarutkan,
ditotolkan dengan plat silika gel GF254
sebagai fase diam. Sistem fase gerak dan
pereaksi semprot disesuaikan dengan
masing-masing senyawa kimia yang akan
diidentifikasi dapat dilihat pada Tabel 1.
Penentuan dosis
Penentuan Dosis Fraksi
Dosis ekstrak daun kersen 50
mg/kgBB dapat menghambat inflamasi
sebesar 58,33% pada tikus putih jantan
(Sarimanah et al 2015). Maka pada
penelitian ini, dosis fraksi yang akan
digunakan didasarkan pada dosis ekstrak
sebelumnya dengan menggunakan
rendemen terkecil dari fraksi. Dengan
demikian dosis fraksi yang digunakan
pada penelitian ini adalah 5,13 mg/kgBB
tikus.
Penentuan Dosis Na Diklofenak
Dosis Na Diklofenak pada
manusia adalah 100-150 mg/kgBB sehari
terbagi dua atau 3 dosis (Sulistia dan
Freedy 2016). Perhitungan dosis
dikonversikan dari manusia ke tikus
berdasarkan rumus Food and Drug
Administration (FDA) sehingga diperoleh
dosis Natrium Diklofenak 10,278
mg/kgBB.
Pembuatan Sediaan Uji
Pembuatan Sediaan Uji Fraksi Daun kersen
Fraksi daun kersen ditimbang,
kemudian ditambahkan Na CMC
secukupnya dan digerus sampai
homogen hingga terbentuk suspensi.
Pembuatan Sediaan Suspensi Na Diklofenak
sebagai Pembanding
Na Diklofenak ditimbang sebanyak
0,01 gram lalu dilarutkan dalam suspensi
Na CMC sebanyak 5 ml.
Pembuatan Larutan PBS pH 7,4
NaH2PO4 sebanyak 6,9 gram
dilarutkan dalam 250 ml aqua bebas CO2,
Na2HPO4 sebanyak 7 gram dilarutkan
dalam 250 ml aqua bebas CO2, 19 ml
NaH2PO4 diambil dan Na2HPO4 sebanyak
80 ml kemudian dimasukkan ke dalam
PHARMACY: Jurnal Farmasi Indonesia p-ISSN 1693-3591 (Pharmaceutical Journal of Indonesia) e-ISSN 2579-910X Vol.14 No. 01 Juli 2017
7
beaker glass lalu ad 200 ml aqua bebas
CO2 (Depkes 1995).
Pembuatan larutan karagenin 2 %
Sebanyak 500 mg karagenin
dimasukkan kedalam mortir, dilarutkan
sedikit demi sedikit dengan NaCl 0,9%
hangat sekitar 90ºC kemudian
dicukupkan dalam 25 ml untuk satu
kelompok tikus (Duarte et al 2016).
Persiapan Hewan Uji
Penelitian ini telah mendapatkan
persetujuan etik dengan nomor
02/18.05/011 oleh Komisi etik penelitian
kesehatan universitas muhammadiyah
Prof. DR. Hamka (KEPK-UHAMKA).
Tahap awal persiapan hewan uji
adalah aklimatisasi. Aklimatisasi
bertujuan untuk menyeragamkan cara
hidup dan makanan hewan uji yang
digunakan dalam penelitian. Hewan uji
di aklimatisasi selama 7 hari. Selama
masa aklimatisasi hewan uji diberikan
makan dan minum sesuai standar serta
dilakukan pemeriksaan kesehatan fisik
berupa penimbangan berat badan.
Setelah 7 hari, masing-masing tikus
dibagi dalam 5 kelompok dan masing-
masing kelompok terdiri dari 4 ekor
tikus.
Pengujian Efek Antiinflamasi dengan Metode
Granuloma Pouch
Hari pertama bulu tengkuk
(diantara scapula) tikus dicukur dan
dioleskan krim pencukur rambut. Tikus
dianestesi menggunakan ketamin secara
intramuscular (im). Selanjutnya daerah
tengkuk yang sudah dicukur diusap
dengan etanol 70% dan diinjeksikan
udara ±20 ml, needle 23 G dengan
menggunakan filter steril. Tiga hari
kemudian hewan dianestesi kembali
dengan ketamine secara im, kemudian
punggung tikus diusap dengan etanol
70% dan injeksikan 10 mL udara secara
subkutan untuk membuat kantung
udara. Hari keenam setelah penyuntikan
udara kelompok hewan percobaan
masing-masing diberikan zat uji sebagai
berikut : kelompok kontrol negatif
diberikan Na CMC 0,5% peroral,
Kelompok kontrol positif diberikan Na.
Diklofenak 10,278 mg/kgBB peroral, dan
Kelompok uji masing-masing diberikan
fraksi n-heksan, fraksi etil asetat, serta
fraksi air secara peroral dengan dosis
5,13 mg/kgBB tikus. Satu jam kemudian
semua hewan dianastesi kembali denan
ketamin secara im dan diinduksi
inflamasi dengan cara menyuntikan 5 mL
larutan karagenin 2% kedalam kantung
udara menggunakan syringe 5 mL.
Eksudat dalam kantung diambil 24 jam
setelah induksi inflamasi. Pengambilan
PHARMACY: Jurnal Farmasi Indonesia p-ISSN 1693-3591 (Pharmaceutical Journal of Indonesia) e-ISSN 2579-910X Vol.14 No. 01 Juli 2017
8
eksudat dilakukan dengan cara
menggunting kantung secara vertikal (±
2 cm). Eksudat dikumpulkan dengan
menggunakan pipet dan dimasukkan
kedalam tube steril (Duarte et al, 2016).
Volume eksudat diukur dan dihitung
persentase penghambatan
pembentukan eksudat (Duarte et al.
2016). Selanjutnya eksudat diisap
dengan pipet thoma leukosit sampai
tanda 0,5 pada pipet, kemudian diisap
larutan pengencer (NaCl 0,9%) sampai
tanda 11 (pengencer 1:20) pada pipet
thoma. Pipet thoma leukosit tersebut
dipegang sedemikian rupa sehingga
kedua ujung pipet terletak diantara ibu
jari dan telunjuk tangan kanan kemudian
dihomogenkan selama 3 menit. Sebelum
pengisian kamar hitung dibuang 4 tetes
pertama eksudat dan ujung pipet
diletakan pada kamar hitung (improved
neubeur) tepat batas kaca penutup
(cover glass). Eksudat diisikan kedalam
kamar hitung tersebut pada tetesan
yang ke 5. Kamar hitung setelah diisi
eksudat dibiarkan selama 3 menit lalu
dihitung jumlah leukosit total pada
mikroskop dengan perbesaran 40 x 10
(Gandasobrata 2010). Jumlah leukosit
total ditentukan dengan rumus berikut:
Ket: N = Jumlah leukosit dalam ke-4 bidang besar
20 = Faktor pengenceran 0,4 = Volume yang dihitung
Analisis Data
Data volume eksudat dan jumlah
leukosit total dianalisis secara statistik.
Data-data tersebut diuji normalitas dan
homogenitasnya. Jika data terdistribusi
normal dan homogeny maka analisa data
dilanjukan dengan uji Analysis of
Variance (ANOVA) satu arah dengan
taraf signifikansi 95% (α=0,05). Jika
terdapat perbedaan yang bermakna
maka dilanjutkan dengan uji Tukey HSD.
Hasil dan Pembahasan
Hasil Pembuatan Ekstrak dan Fraksi Daun Kersen
Hasil ektrasi dan fraksinasi daun
kersen dapat dilihat pada tabel 2. Proses
ekstraksi daun kersen menghasilkan
ekstrak etanol 95% dengan persentase
rendemen terhadap simplisia yang
diekstraksi sebesar 27,84%. Sedangkan
rendemen hasil fraksi n-heksana, etil
asetat dan air secara berturut –turut
sebesar 18,50%, 10,26% dan 28,09%.
Hasil Pemeriksaan Kandunan Kimia Ekstrak
dan Fraksi Daun Kersen Dengan Metode KLT
Penapisan fitokimia dilakukan
untuk mengetahui kandungan senyawa
yang terkandung didalam ekstrak dan
fraksi. Senyawa yang diidentifikasi
PHARMACY: Jurnal Farmasi Indonesia p-ISSN 1693-3591 (Pharmaceutical Journal of Indonesia) e-ISSN 2579-910X Vol.14 No. 01 Juli 2017
9
meliputi flavonoid, saponin, terpenoid,
tanin, alkaloid. Penapisan fitokimia
dilakukan dengan metode Kromatografi
Lapis Tipis menggunakan fase diam silika
gel GF254 dan berbagai macam fase
gerak. Pemisahan yang terjadi pada KLT
berdasarkan pada mekanisme adsorpsi
dan partisi. Tujuan dilakukan uji
penapisan fitokimia dengan metode KLT
adalah untuk memastikan bahwa
senyawa aktif benar berada didalam
ekstrak dan fraksi Pada umumnya, KLT
lebih banyak digunakan untuk tujuan
pemisahan, namun juga dapat digunakan
untuk tujuan identifikasi karena metode
ini relatif mudah, sederhana, dan
memberikan pilihan fase gerak yang
lebih beragam (Hanani,2016).
Hasil pemeriksaan kandungan
kimia ekstrak dan fraksi dapat dilihat
pada table 3. Berdasarkan hasil yang
diperoleh, flavonoid, saponin dan
terpenoid terkandung didalam ekstrak,
fraksi n-Heksan dan fraksi etil asetat.
Alkaloid terkandung di dalam ekstrak
dan semua jenis fraksi daun kersen.
Sedangkan tannin terkandung di dalam
ekstrak, fraksi etil asetat, dan fraksi air.
Hasil Pengukuran Volume Eksudat dan
Perhitungan Persentase Penghambatan
Pembentukan Eksudat
Eksudat pada kantung
granuloma masing-masing tikus diambil
menggunkan spuit dan diukur
volumenya. Volume eksudat masing-
masing kelompok dirata-rata dan
dilanjutkan dengan menghitung
persentase penghambatan
pembentukan eksudat. Data rerata
volume eksudat dan persentase
penghambatan pembentukan eksudat
dapat dilihat pada tabel 4 dan gambar 1.
Rerata Volume eksudat kelompok
kontrol negatif adalah 2,48 mL,
kelompok kontrol positif sebesar 0,88
mL sedangkan kelompok fraksi n-heksan,
etil asetat dan air masing –masing
sebesar 1,68 mL, 1,20 mL, dan 1,72 mL.
Hasil ini menunjukkan bahwa terdapat
penurunan volume eksudat pada
masing-masing kelompok yang diberikan
fraksi daun kersen dibandingkan
kelompok kontrol negatif yang hanya
diberikan Na CMC saja.
Persentase penghambatan
pembentukan eksudat kelompok kontrol
positif diperoleh sebesar 64,52%; fraksi
n-heksana sebesar 32,26%; fraksi etil
asetat 51,61%; dan fraksi air sebesar
30,65%. Suatu bahan dikatakan memiliki
daya antiinlfamasi jika hewan uji yang
diinduksi karagenin mengalami
pengurangan pembekakan (persentase
PHARMACY: Jurnal Farmasi Indonesia p-ISSN 1693-3591 (Pharmaceutical Journal of Indonesia) e-ISSN 2579-910X Vol.14 No. 01 Juli 2017
10
penghambatan radang) sebesar 50%
atau lebih (Mansjoer, 1997). Hasil
penelitian yang dilakukan menunjukkan
bahwa masing-masing fraksi memiliki
potensi sebagai antiinflamasi namun
hanya fraksi etil asetat yang memiliki
persentase penghamabatan
pembentukan eksudat lebih dari 50%.
Data volume eksudat yang diperoleh
selanjutnya dianalisis secara statistik.
Hasil analisis data volume eksudat
menyatakan bahwa data terdistribusi
normal ( = 0,195) dan homogen ( =
0,960). Data selanjutnya dianalisa secara
statistika menggunakan ANOVA satu
arah. Hasil uji data volume eksudat
menunjukkan nilai ρ=0,000 yang berarti
bahwa terdapat perbedaan yang
bermakna antar kelompok. Hasil Uji
Tukey HSD menunjukkan bahwa
kelompok fraksi air, n-heksana dan fraksi
etil asetat berbeda bermakna dengan
kelompok kontrol negatif (p<0,05). Akan
tetapi hanya fraksi etil asetat yang
sebanding dengan kontrol positif
(p=0,284). Hasil ini menunjukkan bahwa
ketiga fraksi daun kersen memiliki efe
antinflamasi karena berbeda bermakna
dengan kelompok kontrol negatif.
Namun yang lebih efektif adalah
kelompok fraksi etil asetat karena
volume eksudat yang terbentuk lebih
sedikit dibandingkan kelompok fraksi lain
dan secara statistik sebanding dengan
kontrol positif.
Hasil Perhitungan Jumlah Leukosit Total
Hasil perhitungan jumlah leukosit
total dapat dilihat pada table 5 dan
gambar 2. Rerata jumlah leukosit total
pada kelompok kontrol negatif sebesar
43.000/µL eksudat, kontrol positif
sebesar 19.780/ µL eksudat, fraksi n-
heksan sebesar 29.150/ µL eksudat, etil
asetat sebesar 22.880/ µL eksudat
sedangkan fraksi air 30.430/ µL eksudat.
Hasil ini menunjukkan bahwa pemberian
fraksi daun kersen mampu menurunkan
jumlah sel leukosit. Penurunan jumlah
sel leukosit pada eksudat merupakan
salah satu tanda pemulihan inflamasi.
Data jumlah leukosit total yang
diperoleh dianalisis secara statistik.
Analisis statistik dimulai dengan uji
Kolmogorov-Smirnov. Hasil analisis data
yang diperoleh jumlah leukosit total
menyatakan bahwa data terdistribusi
normal dengan nilai p = 0,200 dan
homogen dengan nilai p = 0,215. Setelah
data yang diperoleh terdistribusi normal
dan homogen kemudian diuji secara
statistika menggunakan ANOVA (Analyse
Of Variance) satu arah. Hasil uji data
jumlah leukosit total menunjukkan nilai
p = 0,000. Hasil ini menunjukan adanya
PHARMACY: Jurnal Farmasi Indonesia p-ISSN 1693-3591 (Pharmaceutical Journal of Indonesia) e-ISSN 2579-910X Vol.14 No. 01 Juli 2017
11
perbedaan bermakna. Hasil dari uji
Tukey HSD menunjunkan bahwa fraksi n-
heksana, fraksi etil asetat dan fraksi air
memiliki perbedaan bermakan denan
kontrol negative (p<0,05). Akan tetapi
yang paling baik efek antiinflamasinya
ialah fraksi etil asetat karena fraksi etil
asetat memiliki efek yang sebanding
dengan kontrol positif dalam
menurunkan jumlah leukosit total.
Hasil penelitian efek antiinflamasi
dengan parameter penurunan volume
eksudat dan sel leukosit eksudat yang
telah dilakukan menunjukkan bahwa
efek antiinflamasi fraksi etil asetat lebih
baik dibandingkan fraksi lain. Hasil
penapisan fitokimia daun kersen dengan
metode KLT pada penelitian ini
menunjukkan bahwa fraksi etil asetat
mengandung senyawa flavonoid, tanin,
saponin, alkaloid, terpenoid. Penelitian
Yusof et al (2013) menyimpulkan bahwa
daun kersen mengandung senyawa
seperti flavonoid, tanin, alkaloid,
saponin, terpenoid dan steroid yang
berefek sebagai antiinflamasi.
Mekanisme senyawa flavonoid sebagai
senyawa antinflamasi yaitu bekerja
melalui beberapa jalur seperti dengan
penghambatan degranulasi neutrofil,
penghambatan aktivitas enzim
siklooksigenase (COX) dan
lipooksigenase sehingga tidak terbentuk
prostaglandin yang merupakan mediator
inflamasi (Khotimah dan Muhtadi 2015).
Senyawa saponin mampu berinteraksi
dengan banyak membran lipid seperti
fosfolipid yang merupakan prekursor
prostaglandin dan mediator-mediator
inflamasi lainnya (Hidayati et al, 2008).
Senyawa alkaloid dapat memiliki efek
antiinflamasi dengan menekan
pelepasan histamin oleh sel mast,
mengurangi sekresi interleukin-1 oleh
monosit dan PAF pada platelet (Luliana
dkk, 2017). Terpenoid secara umum
bekerja melalui penghambatan enzim
fosfolipase melalui jalur asam
arakhidonat. Terhambatnya enzim
fosfolifase menyebabkan pembentukan
asam arakhidonat dari fosfolipid juga
terhambat (Zaini dkk. 2016). Tanin
berperan sebagai antiinflamasi dengan
berbagai cara yaitu menghambat
produksi oksidan oleh neutrofil, monosit
dan makrofag (Sukmawati dkk, 2015).
Kesimpulan
Berdasarkan pengujian yan telah
dilakukan dapat disimpulkan bahwa
fraksi ekstrak etanol 95% daun kersen
memiliki efek antiinflamasi dengan
parameter volume eksudat dan jumlah
leukosit total. Hanya Fraksi etil asetat
yang memiliki persentase penghambatan
PHARMACY: Jurnal Farmasi Indonesia p-ISSN 1693-3591 (Pharmaceutical Journal of Indonesia) e-ISSN 2579-910X Vol.14 No. 01 Juli 2017
12
eksudat lebih dari 50% dan jumlah
volume eksudat serta jumlah leukosit
total sebanding dengan kontrol positif.
Referensi
Departemen Kesehatan RI. 2008. Farmakope Herbal Indonesia. Jakarta: Direktorat Jenderal Pengawasan Obat dan Makanan.
Duarte, D.B., Vasko, M.R., and Fehrenbacher, J.C. 2016. Models of inflammation: Carrageenan Air Pouch. Current Protocols in Pharmacology. 72(5):1-5.
Katzung, B.G. Editors. 2013. Farmakologi Dasar & Klinik. Edisi 12 Vol. 2: 718-719. Jakarta: EGC.
Hanani E. 2015. Analisis Fitokimia. Jakarta: EGC.
Harborne, J.B. 1987. Metode Fitokimia Penuntun Cara Modern Menganalisis Tumbuhan. Edisi ke-2. Bandung: ITB.
Hidayati, N.A., Listyawati, S., dan Setyawan, A.D. 2008. Kandungan Kimia dan Uji Antiinflamasi Ekstrak Etanol Lantana camara L. pada Tikus Putih (Rattus norvegicus L.) Jantan. Jurnal Bioteknologi. 5 (1): 15-16.
Khotimah, S.N dan Muhtadi, A. 2015. Beberapa Tumbuhan yang Mengandung Senyawa Aktif Antiinflamasi. Jurnal Farmaka. 14(2): 33
Luliana, S., Susanti, R., dan Agustina, E. 2017. Uji Aktivitas Antiinflamasi Ekstrak Air Herba Ciplukan (Physalis angulata L.) terhadap Tikus Putih (Rattus norvegicus L.) Jantan Galur Wistar yang Diinduksi Karagenan.
Traditional Medicine Journal. 22(3): 204
Lung, K.W., Ruei, L.H., and Jung, C.J. 2014. Biflavans, Flavonoids and ADihydrochalcone from the Stem Wood of Muntingia calabura and Their Inhibitory Activities on Neutrophil Pro-Inflammatory Responses. Molecules. 20529 – 20533
Mahmood, N.D., Nasir, N.L.M., Rofiee, M.S., Tohid, S.F.M., Ching, S.M., The L.K., Saleh, M.Z., and Zakaria, Z.A. 2014. Muntingia calabura: A Review Of ItsTraditional Uses, Chemical Properties, And Pharmacological Observations.Pharmaceutical Biology, Malaysia. 1606 – 1608
Mansjoer, S. 1997. Efek Antiradang Minyak Atsiri Temu putih (Curcuma zeddoria Rosc) Terhadap Udem Buatan Pada Tikus utih Betina Jaur Wistar. Majalah Farmasi Indonesia. 8:35-41.
Mauliandani, N. 2017. Isolasi dan Identifikasi Senyawa Flavonoid yang Berpotensi Sebagai Antioksidan dari Herba Bayam Merah (Amaranthus tricolor L.) Prosiding Farmasi. 3(2):299.
Nurdin, A, Priyanto, dan Rini, P. 2016. Antiinflamasi Topikal Ekstrak Daun Kersen (Muntingia calabura L) Dengan Parameter Penurunan Jumlah Leukosit dan Monosit pada Tikus Putih Jantan. Skripsi. Jakarta: Universitas Muhammadiyah Prof. Dr. Hamka.
Sarimanah, J., Adnyana, K., Yulinah, E., dan Kurniati, N.F. 2015. Anti Inflammatory Activities Of Unripe, Ripe Muntingia calabura L Fruits And
PHARMACY: Jurnal Farmasi Indonesia p-ISSN 1693-3591 (Pharmaceutical Journal of Indonesia) e-ISSN 2579-910X Vol.14 No. 01 Juli 2017
13
Muntingia calabura L Leaves In Wistar White Rat. University Research Colloquium. Bandung: Institute Of Technology Bandung.
Sukmawati, Yuliete, dan Hardani R. 2015. Uji Aktivitas Antiinflamasi Ekstrak Etanol Daun Pisang Ambon (Musa paradisiaca L.) Terhadap Tikus Putih (Rattus norvegicus L.) yang Diinduksi Karagenan. GALENIKA Journal Pharmacy. 1(2): 131.
Sulistia, G dan Freedy, W.P. 2016. Analgesik-Antipiretik Analgesik Antiinflamasi Nonsteroid dan Obat Gangguan Sendi Lainnya. Gan SG. Farmakologi dan Terapi. Edisi 6. Jakarta: FKUI.
Yanti, M. 2014. Isolasi Dan Identifikasi Senyawa Alkaloid dalam Ekstrak Daun Sirsak Hutan (Annoa glabra). Skripsi. Bogor: Fakultas MIPA Institut Pertanian Bogor.
Yusof, M.I.M., Salleh, M.Z., Kek, T.L., Ahmat, N., Azmin, N.F.N., and Zakaria, Z.A. 2013. Activity Guided Isolation of Bioactive Constituents with Antinociceptive Activity from Muntingia calabura L. Leaves Using the Formalin Test. In: National Center for Biotechnology Information. 1(1): 5
Zaini, M., Biworo, A., dan Anwar, K. 2016. Uji Efek Antiinflamasi Ekstrak Etanol Herba Lampasau (Diplazium esculentum Swartz) Terhadap Mencit Jantan Yang
Diinduksi Karagenin-Λ. Jurnal Pharmascience. 3(2): 128.
PHARMACY, Vol.14 No. 01 Juli 2017 p-ISSN 1693-3591; e-ISSN 2579-910X
Tabel 1. Penapisan Fitokimia Ekstrak Dan Fraksi Daun Kersen dengan Metode
KLT (Mauliandani dkk, 2014; Harborne, 1987; Yanti dkk, 2014)
Tabel 2. Hasil Esktraksi dan Fraksinasi Daun Kersen
No Jenis Hasil
1 Ekstrak 2 Fraksi n-Heksan 46,9 g 3 Fraksi Etil Asetat 26 g 4 Warna 71,2 g 5 Rendemen 18,50%
Tabel 3. Hasil Penapisan Fitokimia dengan Metode KLT Senyawa Ekstrak
Etanol Fraksi
n-Heksana Fraksi
Etil Asetat Fraksi Air
Flavonoid (+) (+) (+) (-)
Saponin (+) (+) (+) (-)
Alkaloid (+) (+) (+) (+)
Tanin (+) (-) (+) (+)
Terpenoid (+) (+) (+) (-)
Keterangan: (+) : mengandung senyawa yang dideteksi (-) : tidak mengandung senyawa yang dideteksi
Senyawa Fase diam Fase gerak Pereaksi Hasil Positif
Flavonoid
Silika Gel GF254
Heksan:Etil (5:5) Sitroborat Kuning-kehijauan dan merah-kecoklatan
Saponin
Silika Gel GF254
Kloroform:Metanol (10:1)
Vanilin-Asam Sulfat Biru hingga ungu biru dan kekuningan
Alkaloid
Silika Gel GF254
Kloroform : Metanol (9 : 1)
Dragendorff Jingga-Coklat
Tanin
Silika Gel GF254
n-Heksana: Etil Asetat (3 : 7)
Ferri Klorida Biru
Terpenoid
Silika Gel GF254
Kloroform:Metanol (10:1)
Liebermann-Bouchard
Hijau-Coklat
PHARMACY: Jurnal Farmasi Indonesia p-ISSN 1693-3591 (Pharmaceutical Journal of Indonesia) e-ISSN 2579-910X Vol.14 No. 01 Juli 2017
15
Tabel 4. Rerata Volume Eksudat dan Persentase Penghambatan
Pembentukan Eksudat
Kelompok Rerata Volume Eksudat
(mL) Persentase Penghambatan Pembentukan Eksudat(%)
Kontrol Negatif 2,48
Kontrol Positif 0,88 64,52
Fraksi n-Heksan 1,68 32,26
Fraksi etil asetat 1,2 51,61
Fraksi Air 1,72 30,65
Gambar 1. Rerata Volume Eksudat (mL)
Tabel 5. Rerata Jumlah Leukosit Total Eksudat
Kelompok Rerata Jumlah Leukosit Total/µL eksudat
Kontrol Negatif 43.000
Kontrol Positif 19.780
Fraksi n-Heksan 29.150
Fraksi etil asetat 22.800
Fraksi Air 30.430
PHARMACY: Jurnal Farmasi Indonesia p-ISSN 1693-3591 (Pharmaceutical Journal of Indonesia) e-ISSN 2579-910X Vol.14 No. 01 Juli 2017
16
Gambar 2. Rerata Jumlah Leukosit Eksudat