1
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. E
Umur : 40 tahun
Alamat : Rajabasa, Bandar Lampung
Agama : Islam
Pekerjaan : Karyawan
Status : Menikah
Suku Bangsa : Jawa
Tanggal Masuk : 1 Oktober 2015
Di Rawat Ke : 1, dari Poliklinik.
II. RIWAYAT PENYAKIT
ANAMNESIS
Keluhan Utama : Kesemutan pada kedua telapak tangan
Keluhan Tambahan : Rasa baal pada kedua telapak tangan.
Riwayat Penyakit Sekarang :
Seorang wanita 40 tahun datang ke poliklinik saraf RSPBA dengan
keluhan kedua telapak tangannya terasa kesemutan dan baal sejak 2 minggu
lalu, os sudah meminum obat warung untuk menghilangkan nyerinya, akan
tetapi keluhan tidak hilang, malah dirasakan semakin memberat.
Satu minggu kemudian os berobat ke puskesmas untuk berobat, tapi
keluhan masih belum hilang, sehingga Os memutuskan untuk berobat ke
poliklinik saraf RSPBA.
Riwayat Penyakit Dahulu:
Riwayat Hipertensi, DM, penyakit jantung, paru, ginjal, dan alergi
disangkal oleh pasien.
Riwayat Penyakit Keluarga:
- Tidak ada yang mengalami keluhan yang sama dengan OS.
- Ayah Os mempunyai riwayat HT
2
Riwayat Sosial Ekonomi:
Os tinggal dengan istri dan anaknya, os seorang karyawan swasta, dan
berobat ke RSPBA ditanggung oleh BPJS.
Riwayat Kebiasaan
Sering duduk lama dan sering menulis.
III. PEMERIKSAAN FISIK
Status Present :
Keadaan Umum : Tampak Sakit Ringan
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : 15
Vital Sign
Tekanan Darah : 130/70 MmHg
Nadi : 72x/menit
Respirasi : 20x/menit
Suhu : 36,8 ˚C
Status Generalis :
Kepala :
Bentuk : Normocephal
Rambut : Hitam, lurus
Mata : Sklera anikterik ka/ki, konjungtiva ananemis ka/ki
Telinga : Normotia ka/ki
Hidung : Normonasi, secret dan deviasi tidak ada.
Mulut : Bibir lembab, sianosis tidak ada.
Leher
Pembesaran KGB : Tidak ada pembesaran
Pembesaran Tiroid : Tidak ada pembesaran
JVP : Tidak ada peningkatan
Trachea : Tidak ada deviasi
3
Thorax :
Cor
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi
Batas kanan atas : ICS II linea parasternal dextra
Batas kiri atas : ICS II linea parasternal sinistra
Batas kana bawah : ICS IV linea midclavicularis sinistra
Auskultasi : Bj I dan II normal, murmur dan gallop (-)
Pulmo
Inspeksi : Simetris kanan dan kiri, statis, dinamis
Palpasi : Fremitus suara ka/ki sama
Perkusi : Sonor kedua lapang paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler ka.ki
Abdomen
Inspeksi : Datar, tidak ada asites.
Auskultasi : Bising usus (+)
Palpasi : Soepel, hepar dan lien tidak teraba.
Perkusi : Timpani seluruh lapang abdomen.
Ekstermitas
Superior : Akral hangat, edem (-), sianosis (-)
Inferior : Akral hangat, edem (-), sianosis (-), sulit
berjalan, nyeri, kesemutan dan baal (+).
IV. PEMERIKSAAN NEUROLOGI
Saraf Kranial Kanan / Kiri
N. Olfactorius ( N.I)
Daya Penciuman Hidung Normosmia
N. Opticus (II)
Tajam Penglihatan 6/6 ODS
4
Lapang Penglihatan Tidak ada penyempitan lapang
pandang
Tes Warna dan Fundus Oculi Tidak dilakukan
N. Occulomotorius, N. Trochlearis, N. Trigeminus (III,IV,V)
Kelopak Mata
Ptosis : Tidak Ada
Endopthalmus : Tidak Ada
Eksopthalmus : Tidak Ada
Pupil
Diameter : 3mm/3mm
Bentuk : Bulat
Isokor/anisokor : Isokor
Posisi :ditengah ,simetris
Refleks Cahaya langsung : +/+
Refleks Cahaya tidak langsung: +/+
Gerakan Bola Mata
Medial : +/+
Lateral : +/+
Superior : +/+
Inferior : +/+
Obliqus, superior : +/+
Obliqus, Inferior : +/+
Refleks pupil akomodasi : +/+
Reflex pupil konvergensi : +/+
N. Trigeminus (N. V)
Sensibilitas
Ramus Oftalmikus : Normal
Ramus Maksilaris : Normal
Ramus Mandibularis : Normal
Motorik
5
M. Masseter : Normal
M. Temporalis : Normal
M. Ptergoideus : Normal
Reflek
Reflek Kornea : +/+
Reflek bersin : +/+
N. Fascialis (N.VII)
Inspeksi wajah sewaktu
Diam : Simetris
Tertawa : Simetris
Meringis : Simetris
Bersiul : Simetris
Menutup mata : Simetris
Pasien disuruh untuk mengerutkan dahi: Simetris
Menutup mata kuat-kuat : Simetris
Mengembangkan pipi : Simetris
Sensorik
Pengecapan 2/3 lidah : Tidak dilakukan
N. Acusticus (N. VIII)
N. Cochlearis
Ketajaman pendengaran: Normal
Tinitus :Tidak Ada
N. Vestibularis
Tes Vertigo :Tidak Ada
Nistagmus : Tidak Ada
N. Glossopharyngeus ( N.IX) dan N. Vagus (X)
Suara bindeng/nasal :Tidak ada
Posisi Uvula : Ditengah
Palatum Mole : Simetris
Arcus Palatoglossus : Simetris
6
Arcus Pharyngeus : Simetris
Reflek batuk : Tidak ada
Reflek muntah : Tidak ada
Peristaltik usus : Ada
Bradikardi : Tidak ada
Takikardi : Tidak ada
N. Accesorius (N.XI)
M. Sternocleidomastoideus : Normal
M. Trapezius : Normal
N. Hipoglossus (N.XII)
Atropi : Tidak ada
Fasikulasi : Tidak ada
Deviasi : Tidak ada
Tanda Perangsangan Selaput Otak
Kaku Kuduk : Tidak ada
Kernig Test : Ada ka/ki
Lassegue Test : Ada ka/ki
Brudzinsky I : Tidak ada
Brudzinsky II : Tidak ada
Sistem Motorik Superior ka/ki Inferior ka/ki
Gerak Simetris Simetris
Kekuatan Otot 5/5 5/5
Klonus Normal Normal
Atropi Tidak ada Ada
Refleks Fisiologis Bisep +/+ Patella +/+
Triceps +/+ Achiles +/+
Tonus Normal Normal
Reflek Patologis
Hoffman Tromner : -/-
Babinsky : -/-
7
Chaddock :-/-
Oppeinheim :-/-
Schaefer :-/-
Gordon :-/-
Gonda :-/-
Sensibilitas
Eksteroseptif/ rasa permukaan superior/inferior:
Rasa nyeri : +/+
Rasa raba : +/+
Rasa suhu panas : tidak dilakukan
Rasa suhu dingin : tidak dilakukan
Propioseptif/rasa dalam
Rasa sikap : baik
Rasa getar : baik
Rasa nyeri dalam : baik
Fungsi kortikal untuk sensibilitas
Asteriognosis : baik
Grafognosis : baik
Koordinasi
Tes tunjuk hidung : baik
Tes pronasi supinasi : baik
Susunan Saraf Otonom
Miksi : baik dan lancar
Defekasi : baik
Fungsi luhur
Fungsi bahasa :baik
Fungsi Orientasi :baik
Fungsi memori :baik
Fungsi emosi :baik
Tes Tambahan
8
Test Tinnel : +/+
Test Phalen: +/+
Test Prayer: +/+
V. RESUME
Seorang wanita 40 tahun datang ke poliklinik saraf RSPBA dengan
keluhan kedua telapak tangannya terasa kesemutan dan baal sejak 2
minggu lalu, os sudah meminum obat warung untuk menghilangkan
nyerinya, akan tetapi keluhan tidak hilang, malah dirasakan semakin
memberat.
Satu minggu kemudian os berobat ke puskesmas untuk berobat, tapi
keluhan masih belum hilang, sehingga Os memutuskan untuk berobat ke
poliklinik saraf RSPBA.
Keadaan Umum: Tampak sakit ringan
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : E4V5M6
Kekuatan otot : 5/5/5/5
Pemeriksaan Fisik
Ekstermitas
Inferior : Akral hangat, edem (-), sianosis (-), sulit berjalan, nyeri,
kesemutan, baal dan terasa panas.
Tes Tambahan
a. Test Tinnel : +/+
b. Test Phalen: +/+
c. Test Prayer: +/+
VI. DIAGNOSIS
Klinis : Parastesi karpal bilateral
Topis : Plexus brachialis C5 – C6 dan C8 – T1
Etiologi : Terjepitnya nervus medianus di terowongan karpal
VII. DIAGNOSIS BANDING
9
Pronator teres syndrome
De Quervine syndrome
VIII. PENATALAKSANAAN
Medikamentosa : Mecobalamin 500 mcg 2x1
Meloxicam 7,5 mg 3x1
Fisioterapi dan Okupasi
Edukasi pencegahan CTS dapat dilakukan dengan :
Relaksasi dan mengurangi kekuatan pegangan
Lebih sering beristirahat
Memperbaiki posisi tubuh dan memperhatikan posisi tangan
Menjaga tangan agar tetap hangat
Menurunkan berat badan jika terdapat obesitas
Perbaiki cara memegang atau menggenggam alat benda.
Gunakan seluruh tangan dan jari-jari untuk menggenggam
sebuah benda, jangan hanya menggunakan ibu jari dan
telunjuk.
Operatif : Dilakukan pembedahan pada carpal tunnel syndrom dengan cara
membelah lapisan transkutaneus (Transcutaneus Layer/TCL). Pada saat
TCL dipotong, maka tekanan nervus dibawahnya akan berkurang.
IX. PEMERIKSAAN PENUNJANG
EMG
Kecepatan hantar saraf (KHS)
X. PROGNOSA
Quo Ad Vitam : Ad Bonam
Quo Ad Fungsionam : Dubia Ad Bonam
Quo Ad Sanationam : Dubia Ad Bonam
BAB II
10
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Anatomi
Secara anatomis, canalis carpi (carpal tunnel) berada di dalam dasar
pergelangan tangan. Sembilan ruas tendon fleksor dan N. Medianus berjalan di
dalam canalis carpi yang dikelilingi dan dibentuk oleh tiga sisi dari tulang –
tulang carpal. Nervus dan tendon memberikan fungsi, sensibilitas dan pergerakan
pada jari – jari tangan. Jari tangan dan otot – otot fleksor pada pergelangan tangan
beserta tendon – tendonnya berorigo pada epicondilus medial pada regio cubiti
dan berinsersi pada tulang – tulang metaphalangeal, interphalangeal proksimal
dan interphalangeal distal yang membentuk jari tangan dan jempol. Canalis carpi
berukuran hampir sebesar ruas jari jempol dan terletak di bagian distal lekukan
dalam pergelangan tangan dan berlanjut ke bagian lengan bawah di regio cubiti
sekitar 3 cm.
Tertekannya N. Medianus dapat disebabkan oleh berkurangnya ukuran
canalis carpi, membesarnya ukuran alat yang masuk di dalamnya (pembengkakan
jaringan lubrikasi pada tendon – tendon fleksor) atau keduanya. Gerakan fleksi
dengan sudut 90 derajat dapat mengecilkan ukuran canalis.
Penekanan terhadap N. Medianus yang menyebabkannya semakin masuk
di dalam ligamentum carpi transversum dapat menyebabkan atrofi eminensia
thenar, kelemahan pada otot fleksor pollicis brevis, otot opponens pollicis dan otot
abductor pollicis brevis yang diikuti dengan hilangnya kemampuan sensorik
ligametum carpi transversum yang dipersarafi oleh bagian distal N. Medianus.
Cabang sensorik superfisial dari N. Medianus yang mempercabangkan
persarafan proksimal ligamentum carpi transversum yang berlanjut mempersarafi
bagian telapak tangan dan ibu jari.
11
CT dibentuk oleh :
Atas : ligamentum carpi transversum (bagian dari. flexor retinaculum
yang membentang dari Os. Scapoideum dan trapezoideum ke arah
medial menuju Os. Piriformis & hamatum)
Lateral (radial) : Os naviculare dan tuberculum os trapezium.
Medial (ulnar) dibatasi oleh : Os. pisiformis dan os hamatum.
CT berisi :
4 Mm Fleksor Digitorum Superfisialis,
4 Mm Fleksor Digitorum Profundus,
1 M Fleksor Carpi Radialis,
1 N Medianus.
12
Anatomi Nervus Medianus
Serabut - serabut saraf yg
membentuk N. medianus
berasal dari saraf spinal C5-C8
dan Th 1 dari pleksus
brakhialis, dibentuk oleh
cabang lateralis fasciculus
medialis dan cabang medial
dari fasciculus lateralis dimana
kedua cabang tersebut bersatu
pada tepi bawah M. Pectoralis minor.
13
Serabut motorik N. medianus mempersyarafi otot lengan bawah:
M. Pronator teres
M. Palmaris longus
M. Fleksor Carpi Radialis
M. Fleksor digitorum superficialis
M. Fleksor digitorum profundus
M. Pronator kuadratus
M. Fleksor Polisis longus
Serabut motorik N. Medianus yg mempersyarafi otot – otot tangan M. Fleksor
polisis brevis, M. Oponen polisis, M. abductor polisis brevis, Mm. Lumbricalis I
dan II
Serabut sensorik N. Medianus:
Bagian Palmar ibu jari, jari telunjuk, jari tengah, dan bagian radial jari
manis, serta ujung – ujung distal dari jari yang sama.
Bagian dorsal tangan sampai dengan Phalang kedua jari telunjuk, jari
tengah dan setengah dari jari manis.
Di dalam CT tersebut N. Medianus terletak langsung di bawah ligamentum karpi
transversum dan sebelumnya terletak di belakang dari tenson palmaris longus.
2.2 Definisi CTS
Sindroma Carpal Tunnel merupakan suatu kumpulan gejala yang
disebabkan karena tekanan pada nervus medianus di Carpal Tunnel. Adapun
definisi lain yaitu neuropati tekanan atau jeratan terhadap nervus medianus di
dalam terowongan karpal pada pergelangan tangan, tepatnya di bawah fleksor
retinakulum. Dulu, sindroma ini juga disebut dengan nama acroparesthesia,
median thenar neuritis atau partial thenar atrophy.
Terowongan karpal terdapat di bagian sentral dari pergelangan tangan di
mana tulang dan ligamentum membentuk suatu terowongan sempit yang dilalui
oleh beberapa tendon dan nervus medianus. Tulang-tulang karpalia membentuk
14
dasar dan sisi-sisi terowongan yang keras dan kaku sedangkan atapnya dibentuk
oleh fleksor retinakulum (transverse carpal ligament dan palmar carpal ligament)
yang kuat dan melengkung di atas tulang-tulang karpalia tersebut. Setiap
perubahan yang mempersempit terowongan ini akan menyebabkan tekanan pada
struktur yang paling rentan di dalamnya yaitu nervus medianus.2
2.3 Epidemiologi
Menurut penelitian CTS lebih sering terjadi pada wanita. CTS adalah
entrapment neuropathy yang paling sering dijumpai 1.5-11. Nervus medianus
mengalami tekanan pada saat berjalan melalui terowongan karpal di pergelangan
tangan menuju ke tangan. Penyakit ini biasanya timbul pada usia pertengahan.
Umumnya pada keadaan awal bersifat unila~ral tetapi kemudian bisa juga
bilateral. Biasanya lebih berat pada tangan yang dominan. Pada beberapa keadaan
tertentu, misalnya pada kehamilan, prevalensinya sedikit bertambah.2
Prevalensi CTS bervariasi. Di Mayo Clinic, pada tahun 1976-1980
insidensnya 173 per 100.000 pasien wanita/tahun dan 68 per 100.000 pasien
pria/tahun. Di Maastricht, Belanda, 16% wanita dan 8 % pria dilaporkan
terbangun dari tidurnya akibat parestesi jari-jari. 45% wanita dan 8% pria yang
mengalami gejala ini terbukti menderita CTS setelah dikonfirmasi dengan
pemeriksaan elektrodiagnostik 1°. Pada populasi Rochester, Minnesota,
ditemukan rata-rata 99 kasus per 100.000 penduduk per tahun. Sedangkan Hudson
dkk menemukan bahwa 62% entrapment neuropathy adalah CTS.
2.4 Etiologi
Sebagian besar kasus CTS (>50%) bersifat idiopatik, tetapi berbagai
kondisi dapat berkontribusi sebagai penyebab, yaitu :
a. Kondisi kesehatan lain seperti artritis reumatoid, kelainan hormonal
tertentu seperti diabetes, kelainan tiroid, menopause, retensi cairan pada
kehamilan.
15
b. Karakteristik fisik. Carpal tunnel seseorang dapat lebih sempit daripada
populasi umum
c. Proses penuaan normal dengan peningkatan massa di tenosinovium
d. Tekanan langsung atau lesi desak ruang di dalam carpal tunnel dapat
meningkatkan tekanan pada nervus medianus dan menyebabkan CTS
e. Tenosinovitis,yaitu peradangan membran musin tipis yang menyelimuti
tendon
f. Sindrom double crush, kompresi atau iritasi nervus medianus di atas
pergelangan tangan
g. Aktifitas yang membutuhkan penggunaan tangan dengan kombinasi
gerakan berulang pergelangan tangan atau jari, dan pekerjaan yang
menggunakan alat yang menimbulkan getaran
h. Faktor keturunan
2.5 Gejala Klinis
Carpal tunnel syndrom menimbulkan beragam gejala khas dari gejala sakit
sedang hingga gejala sakit yang berat. Gejala – gejala ini akan semakin bertambah
berat dan penderita yang telah didiagnosis dengan carpal tunnel syndrome akan
mengeluhkan sensasi mati rasa (numbness), kesemutan, dan sensasi terbakar pada
jari jempol, jari telunjuk dan jari tengah dimana ketiga jari tersebut diinervasi oleh
N. Medianus.2,3 Pada beberapa penderita juga sering mengeluhkan rasa sakit pada
tangan atau pergelangan tangan dan hilangnya kekuatan menggenggam. Rasa
nyeri juga timbul pada lengan dan pundak serta benjolan pada tangan; rasa nyeri
ini akan terasa teramat sakit terutama di malam hari saat tidur.
Mati rasa (numbness) dan kesemutan (paresthesia) pada area yang
dipersarafi oleh N. Medianus merupakan gejala neuropathy akibat sindrom
16
jebakan canalis carpi (carpal tunnel entrapment). Kelemahan dan atrofi otot –
otot thenar akan timbul selanjutnya jika kondisi ini semakin tak terobati.
2.6 Patogenesis
Adanya disproporsi
antara volume CT dengan
isinya, yaitu bertambahnya
volume dari isi carpal Tunnel
atau berkurangnya volume dari
CT tersebut. Dengan adanya
Disproporsi akan terjadi
penekanan pd vasa vasorum
dari N. Medianus serta
ischemic sehingga akan
menekan syaraf pada
pembedahan akan tampak
syaraf yang pipih seperti pita.
Bertambahnya volume CT, karena:
Penebalan / fibrosis dari Fleksor sinovialis merupakan penyebab tersering.
Hasil biopsi: RA, inflamasi non spesific kronis, Penyakit degeneratif
Udema di dlm CT , sehingga memberi tekanan dan kompresi pada syaraf,
karena faktor:
a. Hormonal adanya retensi cairan pd jaringan yang ada di CT. misalnya:
Menstruasi, kehamilan, menopouse, diabetes mellitus, dsn miksudema
pd hipotiroidisme.
b. Proses radang, misal: RA, osteoarhtritis.
c. Tumor dan keadaan lain yang menambah isi dari CT, misalnya:
Ganglion, neuroma, lipoma, kista sinovitis, hematoma, deposit
Calsium, amiloidosis, Chondrocalsinosis.
17
d. Penyakit Ocupasi adalah penyakit yang disebabkan karena penggunaan
tangan secara berlebihan pada keadaan Hiperekstensi pada pergelangan
tangan, sehingga tekanan CT meningkat dari pada tangan dengan
posisi netral.
e. Trauma akan merubah ”countour” normal CT atau pembentukan
tulang baru yang berlebihan pada Colles fracture
Terjadinya Neurophaty saat injuri disebabkan karena fragmen tulang
patah atau ujung ligamentum menekan n. medianus.
f. Infeksi pada tenosinovitis kronis dan tuberkulosa.
g. Kongenital, apabila ada anomali didaerah CT, misal perpanjangan
“Muscle Belly” dari M. Fleksor digitorum sublimis, atau pembesaran
pembuluh darah sehingga terjadi penekanan terhadap nervus medianus.
h. Vascular “Shunt” pada renal dialisis yang berulang, pembuatan shunt
didaerah tangan, tetapi hal ini masih dalam perdebatan.
Atau bisa dikatakan umumnya CTS terjadi secara kronis di mana terjadi
penebalan fleksor retinakulum yang menyebabkan tekanan terhadap nervus
medianus. Tekanan yang berulang-ulang dan lama akan mengakibatkan
peninggian tekanan intrafasikuler. Akibatnya aliran darah vena intrafasikuler
melambat. Kongesti yang terjadi ini akan mengganggu nutrisi intrafasikuler lalu
diikuti oleh anoksia yang akan merusak endotel. Kerusakan endotel ini akan
mengakibatkan kebocoran protein sehingga terjadi edema epineural. Hipotesa ini
menerangkan bagaimana keluhan nyeri dan sembab yang timbul terutama pada
malam/pagi hari akan berkurang setelah tangan yang terlibat digerak-gerakkan
atau diurut (mungkin akibat terjadinya perbaikan sementara pada aliran darah).
Apabila kondisi ini terus berlanjut akan terjadi fibrosis epineural yang merusak
serabut saraf. Lama-kelamaan safar menjadi atrofi dan digantikan oleh jaringan
ikat yang mengakibatkan fungsi nervus medianus terganggu secara menyeluruh
Pada CTS akut biasanya terjadi penekanan yang melebihi tekanan perfusi
kapiler sehingga terjadi gangguan mikrosirkulasi dan timbul iskemik saraf.
Keadaan iskemik ini diperberat lagi oleh peninggian tekanan intrafasikuler yang
18
menyebabkan berlanjutnya gangguan aliran darah. Selanjutnya terjadi vasodilatasi
yang menyebabkan edema sehingga sawar darah-saraf terganggu. Akibatnya
terjadi kerusakan pada saraf tersebut
Tekanan langsung pada safar perifer dapat pula menimbulkan invaginasi
Nodus Ranvier dan demielinisasi lokal sehingga konduksi saraf terganggu.
Akhirnya setelah adanya disproporsi dan kompresi terhadap nervus
medianus akan menimbulkan suatu gejala / simptom. Yaitu nyeri, rasa terbakar
dan rasa seperti di tusuk – tusuk pada daerah carpal
Stadium pada kelainan syaraf:
Stadium I:
Timbulnya distensi kapiler intrafasikuler yang menyebabkan
meningkatkan tekanan intrafasikuler. Sehingga keadaan tersebut dapat
menimbulkan konstriksi pembuluh darah kapiler. Keadaan ini yang
menyebabkan timbulnya gangguan nutrisi serta akan terjadi
hipereksitabilitas serabut saraf.
Stadium II
Adanya kompresi pada pembuluh kapiler akan menyebabkan anoksia dan
kerusakan endotelium kapiler. Masuknya protein ke dalam jaringan akan
menyebabkan edema. Protein tidak dapat keluar melalui perineurium oleh
karena akumulasi dalam endoneurium yang mana telah menyatu dengan
metabolisme serta nutrisi aksonal.
Pada keadaan tersebbut juga diiikuti adanya proliferasi dari fibroblast serta
iskemik pada jaringan ikat yang mengalami konstriksi. Pada tahap akhir
dari kompresi saraf, akan terjadi defek pada motorik maupun sensorik.
Dasar patofisiologi dari penekanan dari saraf ini di awali dengan
berkurang nya aliran darah yang timbul dengan tekanan 20 – 30 mmHg. Pada
penderita CTS tekanan pada terowongan sedikitnya mencapai 33 mmHg dan
bahkan sering mencapai 110 mmHG saat pergelangan tangan pada dalam posisi
ekstensi posisi dorsofleksi ini nampaknya merupakan posisi yang meningkatkan
19
tekanan intra karpal yang paling tinggi. Tekanan sebesar 50 mmHG selama 2jam
akan menyebabkan oedema epineurium bila tekanan tersebut berlangsung selama
8 jam maka akan mengakibatkan tekanan cairan endoneurium meningkat sebesar
4 kali dan menghambat transport aksonal jika trauma ini terus terjadi pada endotel
kapiler maka akan semakin banyak protein yang bocor masuk kedalam jaringan
sehingga oedema makin menghebat dengan demikian lingkaran akan terjadi.
Dampak yang terjadi lebih nyata pada endoneurium, karena lebih banyak
eksudat dan oedema yang menumpuk disana akibat tidak dapat menembus
perineurium. Perineurium lebih tahan terhadap perubahan tekanan karena
kelenturan
2.7 Diagnosa
Diagnosa STK ditegakkan selain berdasarkan gejala-gejala di atas juga
didukung oleh beberapa pemeriksaan yaitu :
1. Pemeriksaan fisik
Harus dilakukan pemeriksaan menyeluruh pada penderita dengan
perhatian khusus pada fungsi, motorik, sensorik dan otonom tangan.
Beberapa pemeriksaan dan tes provokasi yang dapat membantu
menegakkan diagnosa CTS adalah 4 :
a. Flick's sign. Penderita diminta mengibas-ibaskan tangan atau
menggerak-gerakkan jari-jarinya. Bila keluhan berkurang atau
menghilang akan menyokong diagnosa CTS. Harus diingat bahwa
tanda ini juga dapat dijumpai pada penyakit Raynaud.
b. Thenar wasting. Pada inspeksi dan palpasi dapat ditemukan
adanya atrofi otot-otot thenar.
c. Menilai kekuatan dan ketrampilan serta kekuatan otot secara
manual maupun dengan alat dinamometer. Penderita diminta
untuk melakukan abduksi maksimal palmar lalu ujung jari
dipertemukan dengan ujung jari lainnya. Di nilai juga kekuatan
jepitan pada ujung jari-jari tersebut. Ketrampilan/ketepatan dinilai
20
dengan meminta penderita melakukan gerakan yang rumit seperti
menulis atau menyulam.
d. Wrist extension test. Penderita melakukan ekstensi tangan secara
maksimal, sebaiknya dilakukan serentak pada kedua tangan
sehingga dapat dibandingkan. Bila dalam 60 detik timbul gejala-
gejala seperti CTS, maka tes ini menyokong diagnosa CTS.
e. Phalen's test. Penderita melakukan fleksi tangan secara maksimal.
Bila dalam waktu 60 detik timbul gejala seperti CTS, tes ini
menyokong diagnosa. Beberapa penulis berpendapat bahwa tes ini
sangat sensitif untuk menegakkan diagnosa CTS.
f. Torniquet test. Dilakukan pemasangan torniquet dengan
menggunakan tensimeter di atas siku dengan tekanan sedikit di atas
tekanan sistolik. Bila dalam 1 menit timbul gejala seperti CTS, tes
ini menyokong diagnosa.
g. Tinel's sign. Tes ini mendukung diagnosa hila timbul parestesia
atau nyeri pada daerah distribusi nervus medianus kalau dilakukan
perkusi pada terowongan karpal dengan posisi tangan sedikit
dorsofleksi.
h. Luthy's sign (bottle's sign). Penderita diminta melingkarkan ibu
jari dan jari telunjuknya pada botol atau gelas. Bila kulit tangan
penderita tidak dapat menyentuh dindingnya dengan rapat, tes
dinyatakan positif dan mendukung diagnosa.
Pemeriksaan sensibilitas. Bila penderita tidak dapat membedakan dua
titik (two-point discrimination) pada jarak lebih dari 6 mm di daerah
nervus medianus, tes dianggap positif dan menyokong diagnosa.
2. Pemeriksaan neurofisiologi (elektrodiagnostik)
a. Pemeriksaan EMG dapat menunjukkan adanya fibrilasi, polifasik,
gelombang positif dan berkurangnya jumlah motor unit pada otot-
otot thenar. Pada beberapa kasus tidak dijumpai kelainan pada otot-
otot lumbrikal. EMG bisa normal pada 31 % kasus CTS.4
21
b. Kecepatan Hantar Saraf (KHS). Pada 15-25% kasus, KHS bisa
normal. Pada yang lainnya KHS akan menurun dan masa laten
distal (distal latency) memanjang, menunjukkan adanya gangguan
pada konduksi safar di pergelangan tangan. Masa laten sensorik
lebih sensitif dari masa laten motorik.4
3. Pemeriksaan radiologis.
Pemeriksaan sinar X terhadap pergelangan tangan dapat membantu
melihat apakah ada penyebab lain seperti fraktur atau artritis. Foto palos leher
berguna untuk menyingkirkan adanya penyakit lain pada vertebra. USG, CT
scan dan MRI dilakukan pada kasus yang selektif terutama yang akan
dioperasi.
4. Pemeriksaan laboratorium.
Bila etiologi CTS belum jelas, misalnya pada penderita usia muda
tanpa adanya gerakan tangan yang repetitif, dapat dilakukan beberapa
pemeriksaan seperti kadar hormon tiroid atau pun darah lengkap.
2.8 Penatalaksanaan
Terdapat beberapa terapi terhadap carpal tunnel syndrome yang masih
dipergunakan hingga saat ini, antara lain:
Nonoperasi
1. Splint (Bidai Immobilisasi)
Splint atau bidai pada pergelangan tangan membantu mengurangi mati rasa
dengan mengurangi fleksi pergelangan tangan. Bidai digunakan pada
malam hari 2-3 minggu untuk mereposisi tangan, mencegah fleksi atau
ekstensi tangan saat tidur yang bisa meningkatkan tekanan. Bidai biasanya
22
digunakan pada pasien dengan gelaja yang ringan sampai sedang yang
berlangsung kurang dari 1 tahun.4,5
Gambar 2. Bidai Immobilisasi
2. Peregangan (Stretching)
Beragam gerakan peregangan dapat membantu pencegahan terhadap CTS,
namun banyak orang yang tidak tahu akan kegunaan peregangan otot –
otot pergelangan tangan dan tangan. Untuk mengurangi insiden terserang
CTS, berikut ini adalah gerakan peregangan yang bisa dilakukan: 2,4
Gerakan 1, Gerakan Mengepal dan Membuka
23
Kepalkan tangan dengan kencang selama 3 – 5 detik, lalu lepaskan dan
ratakan seluruh jari – jari tangan. Ditahan selama 3 – 5 detik juga. Ulangi
gerakan ini sebanyak 5 kali di tiap tangan.
Gerakan 2 : Peregangan
Gerakan perengan ini dapat mengurangi rasa sakit dan tekanan yang
disebabkan oleh pergerakan tangan repetitif dalam periode tertentu.
Dengan menggunakan salah satu tangan, jari – jari di tangan lain di
lebarkan sebisa mungkin tanpa menimbulkan rasa nyeri. Hasil dari
peregangan dapat dirasakan pada telapak tangan dan pergelangan tangan.
Tahan posisi peregangan ini selama 3 – 5 detik lalu lepaskan. Lakukan
gerakan ini sebanyak 5x di tiap tangan yang telah dilakukan gerak
mengepal dan meregang.
3. Injeksi Kortikosteroid Lokal
Deksametason 1-4 mg 1 atau hidrokortison 10-25 mg atau
metilprednisolon 20 mg atau 40 mg diinjeksikan ke dalam terowongan
karpal dengan menggunakan jarum no.23 atau 25 pada lokasi 1 cm ke arah
proksimal lipat pergelangan tangan di sebelah medial tendon musculus
palmaris longus. Bila belum berhasil, suntikan dapat diulangi setelah 2
minggu atau lebih. Tindakan operasi dapat dipertimbangkan bila hasil
terapi belum memuaskan setelah diberi 3 kali suntikan.
24
4. Obat antiinflamasi nonsteroid (NSAID)
Obat-obatan jenis NSAID dapat mengurangi inflamasi dan membantu
menghilangkan nyeri. Pada umumnya digunakan untuk menghilangkan
nyeri ringan sampai sedang. Obat pilihan untuk terapi awal biasanya
adalah ibuprofen. Untuk pilihan lainnya ada ketoprofen dan naproxen.3,4,5
5. Vitamin B6 (piridoksin). Beberapa penulis berpendapat bahwa salah satu
penyebab Carpal Tunnel Syndrome adalah defisiensi piridoksin sehingga
mereka menganjurkan pemberian piridoksin 100-300 mg/hari selama 3
bulan. Tetapi beberapa penulis lainnya berpendapat bahwa pemberian
piridoksin tidak bermanfaat bahkan dapat menimbulkan neuropati bila
diberikan dalam dosis besar.
6. Fisioterapi dan Terapi Okupasi
Prosedur fisioterapi ini harus dilakukan secaras pesifik terhadap pola
nyeri/gejala dan disfungsi yang ditemukan. Terapi okupasi memberikan
penyaranan ergonomik untuk mencegah gejala yang semakin parah. Terapi
okupasi memfasilitasi fungsi tangan melalui terapi adaptif tradisional.
Olahraga dengan gerakan merelaksasi dan meregangkan otot – otot lengan
dan tangan dapat mengurangi resiko trauma ganda pada N. Medianus. 2
Pemijatan merupakan salah satu metode terapi yang sering digunakan
untuk mengobati gejala CTS. Perengangan dan pelepasan myofascial
dapat menghilangkan rasa nyeri, mati rasa, kesemutan dan nyeri terbakar
dalam beberapa menit.
Operasi
Pada umumnya, terapi nonoperasi digunakan untuk kasus yang ringan.
Jika gejala menetap maka direkomendasikan untuk operasi. Tujuan dari operasi
CTS adalah membelah lapisan transkutaneus (Transcutaneus Layer/TCL). Pada
saat TCL dipotong, maka tekanan nervus di bawahnya akan berkurang. 2,4
25
Pembedahan Carpal Tunnel Syndrome
Ini adalah salah satu contoh hasil pembedahan carpal tunnel syndrome.
Dapat dilihat adanya atrofi otot thenar eminensia di tangan kiri yang merupakan
tanda kronik CTS.
Salah satu gambar metode pembedahan pada carpal tunnel syndrome.
Dapat dilihat teknik pembukaan ligamentum carpi transversum yang juga dikenal
dengan sebutan pembedahan “pembebasan canalis carpi”. Pembedahan ini sangat
direkomendasikan bagi pasien yang telah mengalami secara konstan dan static
mati rasa, kelemahan otot tangan, atau atrofi, dan penggunaan splint di malam hari
sudah tidak bisa lagi mengontrol gejala – gejala intermiten CTS.
2.9 Pencegahan
Pencegahan pada CTS dapat dilakukan dengan :
Relaksasi dan mengurangi kekuatan pegangan
26
Lebih sering beristirahat
Memperbaiki postur tubuh dan memperhatikan posisi tangan
Menjaga agar tangan tetap hangat
Mengurangi berat badan jika terdapat obesitas
Terapi penyakit yang bisa menyebabkan CTS
Perbaiki cara memegang atau menggenggam alat benda. Gunakanlah
seluruh tangan dan jari-jari untuk menggenggam sebuah benda, jangan
hanya menggunakan ibu jari dan telunjuk.
2.10 Diagnosis Banding
1. Cervical radiculopathy. Biasanya keluhannya berkurang hila leher
diistirahatkan dan bertambah hila leher bergerak. Oistribusi gangguan
sensorik sesuai dermatomnya. 2. lnoracic outlet syndrome. Dijumpai
atrofi otot-otot tangan lainnya selain otot-otot thenar. Gangguan sensorik
dijumpai pada sisi ulnaris dari tangan dan lengan bawah. 3. Pronator teres
syndrome. Keluhannya lebih menonjol pada rasa nyeri di telapak tangan
daripada STK karena cabang nervus medianus ke kulit telapak tangan
tidak melalui terowongan karpal.
4. de Quervain's syndrome. Tenosinovitis dari tendon muskulus abduktor
pollicis longus dan ekstensor pollicis brevis, biasanya akibat gerakan
tangan yang repetitif. Gejalanya adalah rasa nyeri dan nyeri tekan pada
pergelangan tangan di dekat ibu jari. KHS normal. Finkelstein's test :
palpasi otot abduktor ibu jari pada saat abduksi pasif ibu jari, positif bila
nyeri bertambah.
2.11 Prognosis
Pada CTS, prognosis biasanya baik. Terdapat bebrapa faktor yang dapat
menyebabkan prognosis menjadi buruk, seperti status mental dan penggunaan
alkohol. Gejala bilateral dan manuver Phalen yang positif merupakan indikator
prognosis yang buruk. Penelitian menunjukkan bahwa 34% pasien CTS idiopatik
27
mengalami resolusi sempurna dalam 6 bulan. Bila setelah dilakukan tindakan
operasi, tidak juga diperoleh perbaikan maka dipertimbangkan kembali
kemungkinan berikut ini : 2,4
1. Kesalahan menegakkan diagnosa, mungkin jebakan/tekanan terhadap
nervus medianus terletak di tempat yang lebih proksimal.
2. Telah terjadi kerusakan total pada nervus medianus.
3. Terjadi STK yang baru sebagai akibat komplikasi operasi seperti akibat
edema, perlengketan, infeksi, hematoma atau jaringan parut hipertrofik.
Komplikasi yang dapat dijumpai adalah kelemahan dan hilangnya
sensibilitas yang persisten di daerah distribusi nervus medianus. Komplikasi yang
paling berat adalah reflek sympathetic dystrophy yang ditandai dengan nyeri
hebat, hiperalgesia, disestesia dan gangguan trofik.
DAFTAR PUSTAKA
28
1. M Brust, John C. Current Diagnosis and Treatment Neurology. Edisi
kedua. Lange. 2012;h.296-297
2. Rambe, Aldy S. Sindrom Terowongan Karpal (Carpal Tunnel Syndrome).
Available at :
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/3459/1/penysaraf-
aldi2.pdf. Accesed on : 19 April 2013
3. Misbach, Jusuf. Sitorus, Freddy. AS Ranakusuma, Teguh, et al. Panduan
Pelayanan Medis Departemen Neurologi RSCM. 2007;h.76
4. George, Dewanto. Riyanto, Budi. Turana, Yuda, et al. Panduan Praktis
Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Saraf. 2009;h.120-123
5. Tana, Lusianawaty. Sindrom terowongan karpal pada pekerja: pencegahan
dan pengobatannya. J Kedokter Trisakti. September-Desember 2003, Vol
22 No.3
Recommended