UPAYA PENINGKATAN PRODUKTIVITAS TANAMAN KEDELAI (Glycine max L. Merrill) VARIETAS
PANDERMAN MELALUI DOSIS DAN WAKTU PEMBERIAN KALIUM
Agung Nugroho*), Mochammad Dewani*), dan Aries Firmansyah**)
Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya
ABSTRACT
The objective of this research are to study the effect of fertilizing dosage and time of Potassium to growth and yield of soybean Panderman variety, to determine the appropriate dosage of Potassium so that the optimum growth and yield of soybean can be raised, to determine the appropriate application time of Potassium to produce the optimum growth and yield of soybean. The research was be done from February-May 2007 in Singosari District, Malang. The research method use Randomized Factorial Block Design by using the dosage of KCl fertilizer as the 1st factor, and the fertilizing time of KCl as the 2nd factor. The 1st factor is the dosage of KCl fertilizer, which consists of 3 levels: 60 kg. ha-1, 75 kg. ha-1 and 90 kg. ha-1. The 2nd factor is the fertilizing time of KCl, which consists of 3 levels: at the time of planting, at the time of planting and 7th day after planting and at the time of planting, 7 th day after planting and 21st
day after planting. The treatments remain with 3 replications, gained 9 treatment combinations and 27 treatment beds. The data of the research was be analyzed by the F test 5 % at significant level, then it was be continued with the BNT test in 5 % at significant level if there is any interaction between each treatment.
The result of this research are The treatment of the dosage of KCl fertilizer with 90 kg. ha-1 and the fertilizing time of KCl at the time of planting, 7 th day after planting and 21st day after planting gained the highest of growth and yield component, treatment of the dosage of KCl fertilizer with 90 kg. ha-1 and the fertilizing time of KCl at the time of planting, 7th day after planting and 21st day after planting gained the highest yield (ton.ha-1) as much as 2,6 ton. ha-1 and than Treatment of the dosage of KCl fertilizer with 75 kg. ha-1 and the fertilizing time of KCl at the time of planting, 7th
day after planting and 21st day after planting as much as 2,1 ton. ha-1 and Treatment of the dosage of KCl fertilizer with 60 kg. ha-1 and the fertilizing time of KCl at the time of planting, 7th day after planting and 21st day after planting as much as 1,9 ton. ha-
1.
Key Word : Soybean Panderman variety, Potassium (KCl)
ABSTRAK
Tujuan penelitian ini ialah untuk mempelajari pengaruh dosis dan waktu pemberian pupuk kalium pada pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai varietas Panderman, menentukan dosis pemberian pupuk kalium yang tepat sehingga diperoleh pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai yang optimum dan menentukan waktu aplikasi pemberian pupuk kalium yang tepat sehingga diperoleh pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai yang optimum. Penelitian telah dilaksanakan di Balai Benih Induk Palawija (BBIP), Bedali-Singosari, Kabupaten Malang pada bulan Februari sampai Mei 2007. Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan Rancangan Acak Kelompok (RAK) yang disusun
1
secara faktorial dan terdiri dari dua faktor yang diulang sebanyak tiga kali. Faktor 1 ialah dosis pupuk KCl yang terdiri dari tiga level, yaitu Pupuk KCl dengan dosis 60 kg. ha -1, 75 kg. ha-1 dan 90 kg. ha-1. Faktor 2 ialah waktu pemberian pupuk KCl, yaitu pada saat tanam, pada saat tanam dan pada saat umur 7 hst dan pada saat tanam, pada saat umur 7 hst dan pada saat umur 21 hst. Data dari penelitian dianalisis dengan menggunakan analisis ragam (uji F) pada taraf 5 % untuk mengetahui pengaruh perlakuan, apabila hasil yang diperoleh nyata maka akan dilanjutkan dengan uji beda nyata terkecil (BNT) pada taraf nyata 5 %.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan waktu pemberian pupuk kalium pada saat tanam, pada saat umur 7 hst dan pada saat umur 21 hst secara umum menghasilkan nilai tertinggi untuk setiap variabel pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai varietas Panderman, begitu juga untuk perlakuan pemberian dosis pupuk kalium sebanyak 90 kg. ha-1 secara umum menghasilkan nilai tertinggi untuk setiap variabel pertumbuhan dan hasil tanaman kedelai varietas Panderman. Diperoleh hasil bahwa perlakuan waktu pemberian pupuk kalium pada saat tanam, pada saat umur 7 hst dan pada saat umur 21 hst dengan dosis sebanyak 90 kg. ha -1 dapat meningkatkan hasil biji per tanaman sebesar 2,6 ton. ha-1 kemudian diikuti oleh perlakuan waktu pemberian pupuk kalium pada saat tanam dan pada saat umur 7 hst dengan dosis sebanyak 75 kg. ha -1 yang menghasilkan hasil biji per tanaman sebesar 2,1 ton. ha -1 dan selanjutnya perlakuan waktu pemberian pupuk kalium pada saat tanam dengan dosis sebanyak 60 kg. ha -1 yang menghasilkan hasil biji per tanaman sebesar 1,9 ton. ha-1.
Kata kunci : Tanaman kedelai varietas Panderman, pupuk kalium (KCl)
*) Staf Pengajar Jur. BP. FP. Unibraw, Malang**) Alumni Jur. BP. FP. Unibraw, Malang
PENDAHULUAN
Tanaman kedelai ialah tanaman
multiguna karena bisa digunakan
sebagai pangan, pakan maupun bahan
baku berbagai industri manufaktur dan
olahan. Adanya upaya penghematan
devisa oleh negara menyebabkan
kedelai menjadi komoditas yang
penting. Kebutuhan kedelai di
Indonesia setiap tahun selalu meningkat
seiring dengan pertumbuhan penduduk
dan perbaikan pendapatan per kapita.
Namun perkembangan tanaman kedelai
selama 10 tahun terakhir menunjukkan
penurunan yang cukup besar, lebih dari
50 %, baik dalam luasan areal maupun
produksinya. Pada tahun 1995, luas
areal tanaman kedelai mencapai 1,4
juta ha, sedangkan pada tahun 2005,
luas areal hanya 500.000 ha. Total
produksi selama periode yang sama
menurun dari 1,9 juta ton menjadi
700.000 ton (Adisarwanto, 2005).
Ada dua masalah yang saling
terkait dan berpengaruh terhadap
produktivitas tanaman kedelai, yaitu
faktor teknis dan sosial-ekonomi.
Faktor teknis yang berpengaruh
terhadap produktivitas tanaman
kedelai yaitu kualitas benih yang
ditanam, pemeliharaan tanaman yang
2
meliputi pemupukan dan pengairan
serta penanganan panen dan pasca
panen. Sedangkan faktor sosial-
ekonomi yang mempengaruhi
produktivitas tanaman kedelai
diantaranya adalah luas lahan,
pemilikan tanah dan modal.
Kalium ialah unsur penyusun
pupuk KCl yang dibutuhkan oleh
tanaman sangat berpengaruh terhadap
pertumbuhan dan hasil tanaman,
terutama untuk tanaman palawija.
Peranan Kalium bagi tanaman antara
lain diperlukan untuk struktur sel,
asimilasi karbon, fotosintesis,
pembentukan pati, sintesa protein dan
translokasi gula dalam tubuh tanaman
(Soemarno, 1993). Sedangkan untuk
tanaman kedelai fungsi Kalium adalah
dapat menurunkan jumlah polong
hampa dan meningkatkan hasil tanaman
yang meliputi jumlah cabang, buku
subur dan jumlah polong bernas
(Hidayat, 1992). Pada dasarnya
pemberian pupuk KCl yang memiliki
unsur Kalium ini hanya diberikan satu
kali, yaitu pada saat tanam. Tetapi dari
beberapa penelitian hasil yang didapat
kurang menunjukkan respon positif dan
jarang sekali ada peningkatan hasil
yang nyata. Oleh karena itu dalam
penelitian kali ini perlunya berbagai
macam waktu dan dosis digunakan
sebagai pembanding apakah nantinya
benar-benar dapat berpengaruh nyata
dan menunjukkan peningkatan hasil
tanaman kedelai.
BAHAN DAN METODE
Penelitian dilakukan di Balai
Benih Induk Palawija (BBIP), Bedali
– Singosari, Kabupaten Malang pada
bulan Februari sampai Mei 2007.
Alat yang digunakan meliputi
cangkul, sabit, alat tugal, meteran, tali
rafia, timbangan analitik, oven, Leaf
Area Meter (LAM). Sedangkan bahan
yang digunakan meliputi benih
kedelai varietas Panderman, pupuk
anorganik (50 kg Urea, 100 kg SP36
serta 60, 75 dan 90 kg KCl) dan untuk
mencegah serangan hama digunakan
Curacron dan Supracide.
Penelitian menggunakan
Rancangan Acak Kelompok yang
disusun secara faktorial dan terdiri
dari 2 faktor yang diulang sebanyak 3
kali.
Faktor I adalah dosis pupuk KCl, yang
terdiri dari 3 level, yaitu :
1) Pupuk KCl dengan dosis 60 kg.
ha-1
2) Pupuk KCl dengan dosis 75 kg.
ha-1
3
3) Pupuk KCl dengan dosis 90 kg. ha-1
Faktor II adalah waktu pemberian
pupuk KCl, yang terdiri dari 3 level,
yaitu :
1) Pada saat tanam
2) Pada saat tanam dan pada saat
umur 7 hst
3) Pada saat tanam, pada saat umur
7 hst dan pada saat umur 21 hst
Data dari penelitian dianalisis
dengan menggunakan analisis ragam
(uji F) dengan taraf 5 % untuk
mengetahui pengaruh perlakuan.
Apabila hasilnya nyata maka akan
dilanjutkan dengan uji beda nyata
terkecil (BNT) pada taraf nyata 5 %.
Pengamatan dilakukan dengan 2
cara, yaitu secara non destruktif dan
destruktif. Untuk pengamatan non
destruktif dilakukan dengan interval 14
hari sekali (2 minggu sekali) sampai
umur 12 minggu. Mengenai awal
pengamatan dilakukan setelah tanaman
berumur 2 minggu atau 14 hari.
Pengamatan pertumbuhan dan
perkembangan tanaman (non destruktif)
yang dilakukan pada penelitian ini
meliputi: tinggi tanaman, jumlah daun
dan jumlah cabang produktif.
Sedangkan untuk pengamatan
destruktif meliputi: RGR (Relative
Growth Rate) atau Laju Pertumbuhan
Relatif, LAI (Leaf Area Index) atau
Indeks Luas Daun dan HI (Harvest
Index) atau Indeks Panen.
Pengamatan hasil, meliputi: Jumlah
polong per tanaman dengan
menghitung jumlah polong isi dan
jumlah polong hampa per tanaman,
Bobot polong per tanaman, dihitung
dengan cara menimbang semua
polong, Bobot biji per tanaman,
dihitung dengan cara menimbang biji
per tanaman dari tiap perlakuan,
Bobot 100 biji, dilakukan dengan
menimbang 100 biji yang diambil
secara acak dari tiap perlakuan.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Komponen pertumbuhan tanaman
kedelai
Berdasarkan hasil penelitian
diperoleh hasil bahwa pada umumnya
tanaman kedelai yang diberi pupuk
Kalium pada saat tanam, pada saat
umur 7 hst dan pada saat umur 21 hst
dengan dosis 90 kg. ha-1,
menghasilkan semua variabel
pengamatan yang paling tinggi,
meliputi ukuran sebagian jumlah
cabang produktif, laju pertumbuhan
relatif, indeks luas daun, indeks
panen, jumlah polong isi dan bobot
100 biji, kemudian diikuti oleh
4
tanaman yang diberi pupuk Kalium
pada saat tanam, pada saat umur 7 hst
dan pada saat umur 21 hst dengan dosis
75 kg. ha-1, dan hasil yang paling
rendah dihasilkan oleh tanaman yang
diberi pupuk Kalium pada saat tanam,
pada saat umur 7 hst dan pada saat
umur 21 hst dengan dosis 60 kg. ha-1.
Hal ini menunjukkan bahwa unsur hara
berupa unsur Kalium di dalam tanah
sangat dibutuhkan oleh sebagian besar
tanaman kedelai, khususnya untuk
kondisi lingkungan yang hanya terdapat
sedikit kandungan unsur Kalium di
dalam tanah. Jumlah takaran atau dosis
serta interval waktu pemberian pupuk
Kalium juga didasarkan atas kondisi
tanah serta kebutuhan tanaman pada
tiap-tiap fase pertumbuhan dan
perkembangan. Begitu juga untuk hasil
yang diperoleh dari perlakuan interval
waktu pemberian pupuk Kalium,
dimana pemberian pupuk Kalium yang
diberikan pada saat tanam, pada saat
umur 7 hst dan pada saat umur 21 hst,
menghasilkan semua variabel
pengamatan yang paling tinggi,
meliputi ukuran sebagian jumlah
cabang produktif, laju pertumbuhan
relatif, indeks luas daun, indeks panen,
jumlah polong isi dan bobot 100 biji,
kemudian diikuti oleh tanaman yang
diberi pupuk Kalium pada saat tanam
dan pada saat umur 7 hst sedangkan
untuk hasil yang paling rendah
dihasilkan oleh tanaman yang diberi
pupuk Kalium pada saat tanam saja.
Diketahui bahwa tinggi
tanaman untuk semua perlakuan tidak
berbeda nyata, sehingga dapat
disimpulkan bahwa perlakuan waktu
pemberian pupuk Kalium dan dosis
pupuk Kalium seluruhnya tidak
mempengaruhi tinggi tanaman
kedelai. Selanjutnya untuk parameter
jumlah daun, secara umum tidak
dipengaruhi oleh perlakuan waktu
pemberian pupuk Kalium dan dosis
pupuk Kalium. Namun pada umur
pengamatan 28 hst dan 42, perlakuan
pemberian dosis pupuk Kalium
sebanyak 90 kg. ha-1 menunjukkan
perbedaan yang nyata dengan
perlakuan pemberian dosis pupuk
Kalium sebanyak 75 kg. ha-1 dan 60
kg. ha-1. Hal ini menunjukkan bahwa
pemberian dosis pupuk Kalium
sebesar 90 kg. ha-1 mempengaruhi
pertumbuhan tanaman kedelai pada
saat mencapai fase vegetatif, seperti
yang dijelaskan oleh Suyamto
(1999), bahwa fungsi Kalium
adalah untuk mengaktifkan kerja
beberapa enzim (seperti enzim
5
asetik thiokinase, aldolase, piruvat
kinase, sintesa tepung, glutamil
sintetase, suksinil Co-A dan ATP-
ase), sehingga memacu translokasi
karbohidrat dari akar tanaman ke
organ tanaman yang lain, sehingga
mempengaruhi pertumbuhan daun
tanaman juga menambah jumlah
daun dan luas daun tanaman. Dan
menurut penelitian Suyamto (1999),
bahwa dengan mengkombinasikan
antara air tersedia dan pupuk KCl
menghasilkan kenyataan bahwa pada
75 – 100 % kapasitas lapang dengan
takaran 90 kg KCl dapat meningkatkan
ketahanan terhadap hama dan penyakit
tanaman, memperbanyak jumlah daun,
memperlebar luas daun, meningkatkan
laju pertumbuhan tanaman dan
memperbanyak jumlah polong isi
beberapa varietas yang berbeda.
Diketahui bahwa jumlah cabang
produktif untuk semua perlakuan tidak
berbeda nyata, sehingga dapat
disimpulkan bahwa perlakuan waktu
pemberian pupuk Kalium dan dosis
pupuk Kalium seluruhnya tidak
mempengaruhi jumlah cabang
produktif. Namun terjadi perbedaan
yang nyata hanya pada umur
pengamatan 42 hst, yaitu perlakuan
waktu pemberian pupuk Kalium yang
diberikan pada saat tanam, pada saat
umur 7 hst dan pada saat umur 21 hst
berbeda nyata dengan tanaman yang
diberi pupuk Kalium pada saat tanam
dan pada saat umur 7 hst dan waktu
pemberian pupuk Kalium pada saat
tanam saja. Hal ini terjadi karena
tanaman pada umur 42 hst
memerlukan tambahan pasokan
Kalium pada saat memasuki fase
generatif, seperti yang dijelaskan oleh
Soemarno (1993) bahwa, Tanaman
kedelai memerlukan sejumlah besar
unsur Kalium untuk perkembangan
cabang, yaitu pada saat menginjak
fase generatif pada umur 40 hst
sampai 50 hst dan selanjutnya cabang
produktif tidak akan berkembang
sampai umur tanaman mencapai masa
panen. Sedangkan untuk perlakuan
dosis pupuk Kalium secara umum
terjadi perbedaan yang nyata terhadap
jumlah cabang produktif, dikarenakan
pada umur 42 hst dimana tanaman
kedelai memasuki fase generatif,
dimana pasokan unsur hara sangat
diperlukan untuk pertumbuhan bagian
organ tanaman yaitu untuk memacu
pertumbuhan cabang yang selanjutnya
akan mengarah pada pertumbuhan
bunga. Terjadi Interaksi antara waktu
pemberian pupuk Kalium dengan
6
dosis pupuk Kalium (KCl) yang
diujikan pada pengamatan Laju
Pertumbuhan Relatif (LPR) pada
tanaman kedelai, dimana Interaksi
terjadi pada saat tanaman berumur 56
hst. Laju Pertumbuhan Relatif (LPR)
merupakan parameter yang digunakan
untuk mengukur kecepatan laju
pertumbuhan tanaman secara individu.
Pada tabel 5. diketahui bahwa laju
pertumbuhan tanaman kedelai semakin
meningkat, terlihat pada saat
pengamatan umur 56 hst laju
pertumbuhan rata-rata tertinggi
mencapai 0,080 g. g-1. hr -1 pada saat
tanaman diberi Kalium pada saat
tanam, pada saat umur 7 hst dan pada
saat umur 21 hst dengan dosis pupuk
sebanyak 90 kg. ha-1, dan pada saat
pengamatan umur 56 hst laju
pertumbuhan rata-rata terendah hanya
mencapai 0,066 g. g-1. hr -1 yaitu pada
saat tanaman diberi Kalium pada saat
tanam saja dengan dosis pupuk
sebanyak 60 kg. ha-1. Hal ini dapat
terjadi karena kondisi tanaman pada
saat memasuki awal fase generatif
sangat memerlukan tambahan unsur-
unsur hara esensial diantaranya
Nitrogen, Phosphor dan Kalium. Dalam
hal ini Kalium berfungsi sebagai
pengaktif kerja beberapa enzim yang
terkandung dalam tubuh tanaman
untuk memacu translokasi
karbohidrat dari daun ke organ
tanaman yang lain. Sehingga
tanaman dapat mengkondisikan
tubuhnya untuk bisa berkembang.
Terjadi Interaksi antara waktu
pemberian pupuk Kalium dengan
dosis pupuk Kalium (KCl) yang
diujikan pada Indeks Luas Daun pada
tanaman kedelai. Peningkatan dosis
pupuk Kalium mulai dari 60 kg. ha-1,
75 kg. ha-1, 90 kg. ha-1 pada interval
waktu yang berbeda akan diikuti
dengan peningkatan luas daun. Hal
tersebut berkaitan dengan adanya
kation K+ pada sel-sel di dalam daun
mempengaruhi membuka dan
menutupnya stomata, sehingga
mengakibatkan proses fotosintesis
dapat berlangsung dan menghasilkan
fotosintat yang diperlukan untuk
pertumbuhan dan perkembangan
tanaman. Fotosintat yang terbentuk
ditranslokasikan ke bagian-bagian
vegetatif tanaman yaitu untuk
pemeliharaan dan pembentukan
organ-organ baru, termasuk
didalamnya daun yang bertambah
lebar dan akan memperluas
permukaan untuk proses fotosintesis.
Dijelaskan pola oleh Wolf et al.,
7
(1976 dalam Gardner et al., 1991),
bahwa Kalium berperan penting dalam
fotosintesis karena secara tidak
langsung meningkatkan pertumbuhan
dan indeks luas daun, meningkatkan
asimilasi CO2 serta meningkatkan
translokasi hasil fotosintesis ke luar
daun. Peningkatan unsur Kalium
sampai batas tertentu akan
meningkatkan luas daun tanaman
kedelai. Pemupukan Kalium yang tepat
juga mampu meningkatkan luas daun
pada tanaman kedelai, sedangkan
besarnya ukuran luas daun sendiri ialah
proporsional dengan ketersediaan N
dan juga ketersediaan unsur P dan K.
Keberadaan unsur K ini mempengaruhi
suplai unsur hara lainnya terutama
unsur N. Serapan unsur N yang
meningkat oleh tanaman dapat
merangsang pertumbuhan vegetatif
tanaman termasuk luas daun dan daun
tanaman akan tampak lebih hijau
karena banyak mengandung butir hijau
daun yang penting dalam proses
fotosintesis yaitu kemampuan dalam
menyerap energi sinar matahari.
Komponen hasil tanaman kedelai
Dari hasil penelitian, Indeks
Panen (IP) yang dihasilkan tidak
menunjukkan pengaruh dari adanya
perlakuan waktu pemberian pupuk
Kalium dan dosis pupuk Kalium.
Pengamatan untuk jumlah polong isi
per tanaman juga terjadi interaksi
karena adanya pengaruh dari perlakun
waktu pemberian pupuk Kalium dan
dosis pupuk Kalium, dimana polong
isi terbanyak mencapai 53 polong isi /
tanaman, yaitu pada perlakuan
pemberian pupuk Kalium pada saat
tanam, pada saat umur 7 hst dan pada
saat umur 21 hst dengan dosis pupuk
sebanyak 90 kg. ha-1 dan jumlah
polong isi paling sedikit mencapai
31,67 polong isi / tanaman, yaitu pada
perlakuan pemberian pupuk Kalium
pada saat tanam saja dengan dosis
pupuk sebanyak 60 kg. ha-1 , hal
tersebut menunjukkan bahwa
pemberian Kalium pada waktu yang
tepat dan dengan dosis yang tepat pula
berpengaruh secara langsung terhadap
translokasi hasil fotosintesis dari daun
menuju ke tenpat penyimpanan.
Pemberian Kalium juga berperan
sebagai katalisator dalam
pembentukan tepung, gula dan lemak
serta dapat meningkatkan kualitas
hasil yang berupa terbentuknya bunga
dan polong isi tanaman, seperti yang
dilaporkan oleh Setyamidjaya (1986).
Penambahan pupuk Kalium yang tepat
8
juga akan mempengaruhi penampakan
fisik polong yang besar dan bernas,
karena cadangan makanan yang
ditimbun semakin banyak, selain itu
unsur Kalium juga dapat membantu
meningkatkan serapan unsur lainnya
khususnya N dan P.
Interaksi yang nyata juga
terjadi pada pengamatan jumlah polong
hampa per tanaman, dan nyata
dipengaruhi oleh waktu pemberian
pupuk Kalium dan dosis pupuk Kalium.
Ternyata terjadi penurunan jumlah
polong hampa per tanaman, dimana
polong hampa paling sedikit terjadi
pada perlakuan pemberian pupuk
Kalium pada saat tanam, pada saat
umur 7 hst dan pada saat umur 21 hst
dengan dosis pupuk sebanyak 90 kg.
ha-1, yaitu 5,67 polong hampa per
tanaman dan berturut-turut hingga
jumlah polong hampa yang terbanyak
terjadi pada perlakuan pemberian
pupuk Kalium pada saat tanam saja
dengan dosis pupuk sebanyak 60 kg.
ha-1, dimana peningkatan polong hampa
tersebut sangat dipengaruhi oleh adanya
cadangan unsur Kalium yang sedikit,
sehingga mengakibatkan rusaknya
sistem transportasi dan menurunkan
laju fotosintesis, akibatnya
penumpukan fotosintat dalam daun
akan sulit ditranslokasikan ke seluruh
organ tanaman dan menjadikan
lambatnya pertumbuhan polong
tanaman. Sebaliknya tanaman yang
yang pertumbuhannya baik akan
menghasilkan polong tanaman yang
bernas pula, karena cadangan
makanan yang ditimbun semakin
banyak. Hal tersebut menunjukkan
bahwa waktu pemberian unsur Kalium
yang tepat berpengaruh secara
langsung terhadap translokasi hasil
fotosintesis dari daun menuju ke
tempat penyimpanan seperti yang
dilaporkan oleh Hidayat (1992).
Bobot polong per tanaman
ternyata tidak dipengaruhi oleh
perlakuan wakru pemberian pupuk
Kalium dan dosis pupuk Kalium.
Sebaliknya untuk bobot biji per
tanaman terjadi interaksi yang sangat
nyata akibat adanya perlakuan waktu
pemberian dan dosis pupuk Kalium,
dan dapat diketahui bahwa berat biji
per tanaman pada perlakuan tanaman
yang diberi pupuk Kalium pada saat
tanam dengan dosis 60 kg. ha-1 nyata
paling rendah yaitu 9,6 gram (1,9 ton.
ha-1) sedangkan pada perlakuan pada
tanaman yang diberi pupuk Kalium
pada saat tanam, pada saat umur 7 hst
dan pada saat umur 21 hst dengan
9
dosis pupuk sebanyak 90 kg. ha-1, nyata
paling tinggi yaitu 13,4 gram
(2,6 ton. ha-1) , sehingga dapat
disimpulkan bahwa bobot biji per
tanaman semakin meningkat seiring
dengan penambahan dosis pupuk
Kalium yang diberikan juga interval
waktu pemberian pupuk Kalium. Hal
ini disebabkan bahwa pemberian pupuk
Kalium berhubungan dengan
pembentukan biji dalam polong
tanaman, dimana unsur kalium
merupakan unsur essensial yang
diperlukan tanaman dalam jumlah yang
cukup banyak pada saat pembentukan
biji berlangsung, terutama pada
tanaman kacang-kacangan, kekurangan
unsur K akan menyebabkan tanaman
cepat menjadi tua, pemasakan biji yang
tidak merata, ukuran biji yang tidak
normal dan persentase kehampaan biji
yang tinggi. Untuk bobot 100 biji, juga
terjadi interaksi antara waktu
pemberian pupuk Kalium dan dosis
pupuk Kalium dimana diketahui
bahwa bobot 100 biji tertinggi berasal
dari perlakuan pemberian pupuk
Kalium pada saat tanam, pada saat
umur 7 hst dan pada saat umur 21 hst
dengan dosis pupuk sebanyak 90 kg.
ha-1, yaitu 18,97 gram. Sedangkan
untuk bobot 100 biji terendah berasal
dari perlakuan pemberian pupuk
Kalium pada saat tanam saja dengan
dosis pupuk sebanyak 60 kg. ha-1 ,
yaitu 16 gram. Hal ini dikarenakan
unsur Kalium yang merupakan
pengaktif dari sejumlah besar enzim
yang penting untuk proses
fotosintesis, selain itu membantu
dalam pembentukan pati dan protein.
Tabel 1. Rata–rata laju pertumbuhan relatif (g.g-1.hari-1) tanaman kedelai akibat adanya interaksi perlakuan waktu pemberian dan dosis pupuk kalium
Umur pengamatanWaktu aplikasi Dosis pupuk Kalium (KCl)Pupuk Kalium K1 K2 K3
W1 0,066 a 0,068 b 0,068 b56 hst W2 0,068 b 0,071 c 0,076 d
W3 0,076 d 0,077 e 0,080 fBNT 5 % 0,000001
Keterangan: Bilangan yang didampingi huruf yang sama pada umur pengamatan yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT pada taraf α = 0,05; tn: tidak berbeda nyata; hst: hari setelah tanam
10
Tabel 2. Rata–rata indeks luas daun (%) tanaman kedelai akibat adanya interaksi perlakuan waktu pemberian dan dosis pupuk kalium pada berbagai umur pengamatan
Umur pengamatanWaktu aplikasi Dosis pupuk Kalium (KCl)Pupuk Kalium K1 K2 K3
W1 0,28 a 0,31 b 0,32 c28 hst W2 0,41 d 0,43 e 0,44 f
W3 0,46 g 0,51 h 0,55 iBNT 5 % 0,0001
W1 0,63 a 0,67 b 0,69 c56 hst W2 0,80 d 0,88 e 0,89 f
W3 0,91 g 0,95 h 1,05 iBNT 5 % 0,0001
W1 0,83 a 0,89 b 0,92 c84 hst W2 1,04 d 1,14 e 1,17 f
W3 1,22 g 1,26 h 1,43 iBNT 5 % 0,0002
Keterangan: Bilangan yang didampingi huruf yang sama pada umur pengamatan yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT pada taraf α = 0,05; tn: tidak berbeda nyata; hst: hari setelah tanam
Tabel 3. Rata–rata jumlah polong isi per tanaman kedelai akibat adanya interaksi perlakuan waktu pemberian dan dosis pupuk kalium
pengamatanWaktu aplikasi Dosis pupuk Kalium (KCl)Pupuk Kalium K1 K2 K3
W1 31,67 a 32,33 a 32,67 bjumlah polong isi W2 34 c 37,67 d 42,33 e
W3 45,33 f 50,67 g 53 hBNT 5 % 0,63
Keterangan: Bilangan yang didampingi huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT pada taraf α = 0,05
Tabel 4. Rata–rata jumlah polong hampa per tanaman kedelai akibat adanya interaksi perlakuan wWaktu pemberian dan dosis pupuk kalium
pengamatanWaktu aplikasi Dosis pupuk Kalium (KCl)Pupuk Kalium K1 K2 K3
W1 10 g 9 f 9 fjumlah polong hampa W2 7,67 e 7,67 e 7,33 d
W3 6,33 c 6 b 5,67 aBNT 5 % 0,26
Keterangan: Bilangan yang didampingi huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT pada taraf α = 0,05
Tabel 5. Rata–rata bobot biji (gram) per tanaman kedelai akibat adanya interaksi perlakuan waktu pemberian dan dosis pupuk kalium
Pengamatan Waktu aplikasi Dosis pupuk Kalium (KCl)
11
11
Pupuk Kalium K1 K2 K3W1 9.6 a 9.8 b 9.8 b
Bobot Biji W2 10.1 c 10.1 c 10.4 dW3 10.6 e 10.6 e 13.4 f
BNT 5 % 0,15Keterangan: Bilangan yang didampingi huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata
berdasarkan uji BNT pada taraf α = 0,05
Tabel 6. Rata–rata bobot 100 biji (gram) pada tanaman kedelai akibat adanya interaksi perlakuan waktu pemberian dan dosis pupuk kalium
pengamatanWaktu aplikasi Dosis pupuk Kalium (KCl)Pupuk Kalium K1 K2 K3
W1 16 a 16,03 b 16,33 cBobot 100 biji W2 16,47 d 16,77 e 16,9 f
W3 17,1 g 17,7 h 18,97 iBNT 5 % 0,01
Keterangan: Bilangan yang didampingi huruf yang sama menunjukkan tidak berbeda nyata berdasarkan uji BNT pada taraf α = 0,05.
KESIMPULAN
Perlakuan waktu pemberian
pupuk Kalium pada saat tanam, pada
saat 7 hst dan pada saat 21 hst secara
umum menghasilkan nilai tertinggi
untuk setiap variabel pertumbuhan
dan hasil tanaman kedelai varietas
Panderman, begitu juga untuk
perlakuan pemberian dosis pupuk
Kalium sebanyak 90 kg. ha-1 secara
umum menghasilkan nilai tertinggi
untuk setiap variabel pertumbuhan
dan hasil tanaman kedelai varietas
Panderman.
Perlakuan waktu pemberian
pupuk Kalium pada saat tanam, pada
saat 7 hst dan pada saat 21 hst
dengan dosis sebanyak 90 kg. ha-1
dapat meningkatkan hasil biji per
tanaman sebesar 2,6 ton. ha-1
kemudian diikuti oleh tanaman
dengan perlakuan waktu pemberian
pupuk Kalium pada saat tanam, pada
saat 7 hst dan pada saat 21 hst
dengan dosis sebanyak 75 kg. ha-1
yang menhasilkan hasil biji per
tanaman sebesar 2,1 ton. ha-1 dan
selanjutnya tanaman dengan
perlakuan waktu pemberian pupuk
Kalium pada saat tanam, pada saat 7
hst dan pada saat 21 hst dengan dosis
sebanyak 60 kg. ha-1 yang
menhasilkan hasil biji per tanaman
sebesar 1,9 ton. ha-1.
SARAN
Dari hasil penelitian yang
telah dilakukan, disarankan agar
12
12
menggunakan jenis pupuk Kalium
yang berbeda di daerah yang
berbeda.
DAFTAR PUSTAKA
Adisarwanto, T. 2005. Kedelai (Budidaya dengan pemupukan yang efektif dan pengoptimalan peran bintil akar). Penebar Swadaya. Jakarta. pp. 104
Adisoemarto, Soenartono. 1994. Dasar-dasar ilmu tanah. Penerbit Erlangga. Jakarta. p. 272 – 276
Agustina, L. 2004. Dasar nutrisi tanaman. PT Rineka Cipta. Jakarta. pp. 80
Fachruddin, L. 2000. Budidaya kacang-kacangan. Kanisius. Yogjakarta. pp 118
Foth, Henry D. 1994. Fundamentals of soil science (six edition). John Wiley & Sons Inc. Inggris. pp. 374
Gardner, Pearce dan Mitchell. 1991. Fisiologi tanaman budidaya. Terjemahan Herawati susilo. UI Press. Jakarta. p 1-275
Hidayat, O.O. 1992. Morfologi tanaman kedelai. Badan penelitian dan pengembangan pertanian. Bogor. p 73-84
Ismunadji, Partohardjono dan Satsijadi. 1976. Peranan kalium dalam peningkatan produksi tanaman pangan. Pusat Penelitian Pertanian. Bogor. p 1-7
Koswara, J. 1992. Pengaruh dosis dan waktu pemberian pupuk kalium terhadap kualitas tanaman kedelai. SD 2. Ilmu Pertanian Indonesia. p 1-7
Lamina. 1990. Kedelai dan pengembangannya. CV Simplex. Jakarta. pp 73
Salisbury, C dan Ross, W. 1995. Fisiologi tumbuhan. PT. Gramedia. Jakarta. p 128-145
Setyamidjaya. 1986. Pupuk dan pemupukan. CV. Simplex. Jakarta. p 13-29
Sitompul, S. M, Bambang Guritno. 1995. Analisa pertumbuhan tanaman. UGM Press. Jogyakarta. p 165-217
Smith, C.W. 1995. Crop production, evolution, history and technologi. John Wiley and Son, Inc. New York. p 373-379
Steenis. 2005. Flora. (Edisi revisi). Pradnya Paramita. Jakarta. p 230 – 232
Sujitno, Tarkim. 2004. Teknik produksi benih tanaman pangan. PT Duta Karya Swasta. Jakarta. p 51 – 62
Soemarno. 1991. Kedelai dan cara budidayanya. C.V Yasaguna
13
37
13
(anggota IKAPI). Jakarta. pp. 110
Soemarno. 1993. Kalium dan pengelolaannya. Fakultas Pertanian. Universitas Brawijaya. Malang. p 30-75
Suprapto. 2004. Bertanam kedelai. Penebar Swadaya. Bogor. p 126 – 127
Sutejo, Mul Mulyani. 2002. Pupuk dan cara pemupukan. Rineka cipta. Jakarta. pp 177
Suyamto, H. 1999. Pengaruh irigasi dan pemupukan pada hasil tanaman kedelai. (Risalah hasil penelitian tanaman pangan). Balitan. Malang. p 126 – 127
14
14