FTIP001657/001
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
35
V. HASIL DAN PEMBAHASAN
5.1. Daya Hambat pada Saccharomyces cerevisiae
Hasil analisis statistik luas areal hambat ekstrak akar kawao terhadap
pertumbuhan S. cerevisiae (Lampiran 3) menunjukkan bahwa suhu dan lama maserasi
akar kawao tidak menunjukkan interaksi terhadap luas areal hambat pertumbuhan
S.cerevisiae sehingga dilanjutkan dengan pengujian mandiri untuk masing-masing
faktor. Hasil uji mandiri luas areal hambat ekstrak akar kawao terhadap pertumbuhan
S. cerevisiae disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Pengaruh Perlakuan Suhu dan Lama Maserasi Ekstrak Akar KawaoTerhadap Luas Areal Hambat S. cerevisiae (mm2)
Perlakuan Rata-rata (mm2) Hasil UjiSuhu Maserasi
25oC (a1) 54.63 a30oC (a2) 56.18 a35oC (a3) 59.40 a
Lama Maserasi18 jam (b1) 50.85 b24 jam (b2) 62.16 a30 jam (b3) 57.19 ab
Keterangan : Rata-rata perlakuan yang ditandai dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata padataraf 5% menurut uji jarak berganda Duncan
Berdasarkan Tabel 5, pengaruh suhu maserasi terhadap luas areal hambat
S.cerevisiae menunjukkan tidak terdapat perbedaan yang nyata pada suhu maserasi
25oC, 30oC dan 35oC. Hal ini disebabkan karena senyawa-senyawa yang terekstrak
pada akar kawao untuk suhu maserasi 25oC, 30oC dan 35oC memberikan hasil yang
tidak berbeda jauh terhadap luas areal hambat S.cerevisiae. Menurut Hartati (2010),
peningkatan suhu maserasi akan meningkatkan kelarutan senyawa aktif di dalam
FTIP001657/002
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
36
pelarut sehingga jenis senyawa yang terekstrak lebih beragam. Peningkatan jenis
senyawa aktif nampaknya tidak terlalu berpengaruh terhadap peningkatan luas areal
hambat pada S.cerevisiae.
Berdasarkan luas areal hambat yang terbentuk, S.cerevisiae lebih tahan
terhadap aktivitas antimikroba ekstrak akar kawao dibandingkan dengan
L.mesenteroides dan E. coli. Hal tersebut dapat terjadi karena S.cerevisiae memiliki
mekanisme pertahanan tubuh terhadap antimikroba. Menurut Ahmad (2005), dinding
sel S.cerevisiae mengandung substansi β-D Glukan yang memiliki kemampuan
sebagai sistem pertahanan tubuh terhadap zat-zat asing. Sistem pertahanan tersebut
dapat menghambat pengaruh aktivitas akar kawao terhadap pertumbuhan
S.cerevisiae. Hal tersebut menyebabkan luas areal hambat yang terbentuk menjadi
lebih kecil dibandingkan L. mesenteroides dan E. coli.
Pengaruh lama maserasi terhadap luas areal hambat (Tabel 5) menunjukkan
pada lama maserasi 18 jam menghasilkan luas areal hambat S.cerevisiae yang
berbeda nyata terhadap lama maserasi 24 jam. Lama maserasi 24 jam menunjukkan
penghambatan yang optimum terhadap S.cerevisiae dengan luas areal hambat sebesar
62,16 mm2. Luas areal hambat tersebut lebih besar dibandingkan dengan luas areal
hambat daun ekstrak dandang gendis (Clinacanthus nutans) pada konsentrasi 1000
ppm yang dilakukan oleh Sofyan (2008) dengan luas sebesar 24,03 mm2. Hal ini
memperlihatkan bahwa ekstrak akar kawao memiliki daya hambat terhadap
S.cerevisiae yang lebih besar.
Pada lama maserasi 30 jam menghasilkan luas areal hambat S.cerevisiae yang
tidak berbeda nyata terhadap lama maserasi 18 jam dan 24 jam. Pada kondisi tersebut
FTIP001657/003
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
37
diduga terjadi kerusakan alkaloid sehingga aktivitas antimikrobanya menurun yang
berimbas terhadap penghambatan S. cerevisiae. Menurut Lenny (2006), terbebasnya
alkaloid dari dalam sel menyebabkan senyawa tersebut mudah mengalami
dekomposisi terutama oleh panas dan sinar dengan adanya oksigen. Menurut Sarker
et. al. (2006), tanaman yang mengandung metabolit sekunder seharusnya dikeringkan
dibawah suhu 30⁰C untuk menghindari dekomposisi senyawa yang tidak tahan panas.
Areal hambat yang terbentuk disekitar paper disk menunjukkan terjadinya
penghambatan pertumbuhan S.cerevisiae yang disebabkan adanya senyawa alkaloid
yang terkandung di dalam ekstrak akar kawao. Alkaloid dapat menghambat sintesis
dinding sel sehingga pertumbuhan mikroorganisme menjadi terhambat. Alkaloid pada
umumnya mencakup senyawa bersifat basa yang mengandung satu atau lebih atom
nitrogen, biasanya dalam gabungan sebagai bagian dalam sistem siklik. Alkaloid
biasanya tanpa warna, seringkali bersifat optis aktif, kebanyakan berbentuk kristal
tetapi hanya sedikit yang berbentuk cairan (misalnya nikotina) pada suhu kamar
(Harborne, 1987).
Menurut Lingga dan Rustama (2005), alkaloid mengandung racun yang
mampu menghambat pertumbuhan mikroba atau dapat menyebabkan sel mikroba
menjadi lisis bila terpapar zat tersebut. Alkaloid menyebabkan kondisi lingkungan
menjadi lebih basa sehingga menyebabkan pertumbuhan S.cerevisiae terhambat
karena memiliki pH optimum pada kondisi sedikit asam yaitu pada pH 4,0 - 4,5
(Fardiaz, 1992). Hal tersebut membuktikan bahwa akar kawao mampu untuk
menghambat laju pertumbuhan dari S.cerevisiae.
FTIP001657/004
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
38
S.cerevisiae merupakan jenis khamir yang bersifat fermentatif kuat (Fardiaz,
1992). Substrat yang mengandung glukosa, fruktosa dan sukrosa secara cepat akan
digunakan oleh S.cerevisieae pada tahap awal fermentasi. Sukrosa dihidrolisa oleh
enzim invertase yang berada di luar membran sel dan dibatasi dinding sel. Sedangkan
glukosa dan fruktosa yang ada akan ditranspor ke dalam sel. S.cerevisiae memiliki
kemampuan yang baik dalam adaptasi dengan lingkungannya karena memiliki
dinding sel yang tegar dan mampu tumbuh hingga suhu 37oC dan suhu minimumnya
9-11oC (Walker, 1998). Ketegaran dinding sel tersebut dikarenakan S.cerevisiae
mengandung glukan 30-35% dari berat kering dinding selnya yang disusun oleh
polisakarida kompleks terdiri dari unit D-mannosa dengan ikatan α-1,6, α -1,2 dan
sedikit α-1,3 (Fardiaz, 1992).
Keberadaan S. cerevisiae pada nira terdapat secara alami selama proses
penyadapan. S. cerevisiae menyebabkan terjadinya proses fermentasi nira (Tjahjadi
et. al., 1994). Dalam nira segar, enzim invertase dari S. cerevisiae memecah sukrosa
menjadi glukosa yang kemudian dengan adanya bakteri penghasil asam seperti
Clostridium sp dan Acetobacter aceti akan membentuk asam asetat yang membuat
nira menjadi asam dan rusak. Degradasi sukrosa tersebut menyebabkan penurunan
kualitas gula yang dihasilkan, dimana gula tersebut menjadi lembek serta terjadi
penurunan rendemen gula (Dirga, 2011).
5.2. Daya Hambat pada Leuconostoc mesenteroides
Hasil analisis statistik luas areal hambat ekstrak akar kawao terhadap
pertumbuhan L. mesenteroides (Lampiran 4) menunjukkan bahwa suhu dan lama
FTIP001657/005
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
39
maserasi akar kawao memberikan hasil yang berbeda nyata terhadap luas areal
hambat pertumbuhan L. mesenteroides dan terjadi interaksi antara kedua faktor
sehingga dilanjutkan dengan pengujian pengaruh dari masing-masing faktor.
Pengaruh interaksi antara faktor suhu maserasi dan lama maserasi terhadap luas areal
hambat L. mesenteroides disajikan pada Tabel 6.
Tabel 6. Interaksi Antara Suhu Maserasi dengan Lama Maserasi terhadapLuas Areal Hambat L. mesenteroides (mm2)
Faktor BFaktor A Lama Maserasi
Suhu Maserasi 18 jam (b1) 24 jam (b2) 30 jam (b3)
25oC (a1)54.11 A
a50.09 B
a47.79 A
a
30oC (a2)71.88 A
a50.71 B
a56.15 A
a
35oC (a3)59.52 A
b90.34 A
a43.75 A
bKeterangan : Nilai rata-rata perlakuan yang ditandai huruf besar yang sama arah vertikal dan huruf
kecil yang sama arah horizontal tidak berbeda nyata pada taraf 5% menurut uji Duncan
Uji hambat pertumbuhan L. mesenteroides dengan ekstrak akar kawao pada
suhu maserasi 25oC dan 30oC menghasilkan luas areal hambat yang tidak berbeda
nyata pada tiap lama maserasi. Pada suhu maserasi 35oC, lama maserasi pada 24 jam
berbeda nyata dengan lama maserasi 18 jam dan 30 jam sedangkan lama maserasi 18
jam tidak berbeda nyata dengan lama maserasi 30 jam. Hal tersebut terjadi karena
penambahan lama maserasi dapat mencapai titik optimumnya, namun apabila proses
ekstraksi dilanjutkan akan menyebabkan kerusakan senyawa yang telah terekstrak
sebelumnya, terlihat pada perlakuan 30 jam mengalami penurunan luas areal hambat.
Kerusakan senyawa alkaloid yang telah terekstrak pada akar kawao sejalan dengan
hasil penelitian Hartati (2010) mengenai ekstraksi alkaloid pada tepung gadung
FTIP001657/006
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
40
(Discorea hispida Dennst) dimana rendemen alkaloid meningkat seiring dengan
peningkatan lama maserasi, namun rendemen alkaloid mengalami penurunan setelah
melewati titik optimumnya karena mengalami penurunan solubilitas dan terjadinya
kerusakan.
Kerusakan alkaloid dapat terjadi karena bertambahnya waktu kontak dengan
panas. Menurut Lenny (2006), alkaloid yang telah terbebas dari bahan akan
mengalami kerusakan karena adanya oksidasi, semakin lama alkaloid yang bereaksi
dengan oksigen maka kerusakan senyawa alkaloid akan semakin banyak. Kerusakan
yang terjadi menyebabkan jumlah atau konsentrasi alkaloid pada pelarut berkurang.
Penurunan konsentrasi senyawa alkaloid pada ekstrak akar kawao akan menurunkan
luas areal hambat yang terbentuk. Menurut Dirga (2011), penurunan konsentrasi
ekstrak akar kawao dapat menurunkan luas areal hambat yang terbentuk terhadap
mikroorganisme kontaminan pada nira.
Uji hambat pertumbuhan L. mesenteroides dengan ekstrak akar kawao pada
lama maserasi 18 jam dan 30 jam menghasilkan luas areal hambat yang tidak berbeda
nyata pada tiap suhu maserasi. Lama maserasi 24 jam menghasilkan luas areal
hambat yang berbeda nyata pada suhu maserasi. Pada lama maserasi 24 jam, suhu
maserasi 35oC berbeda nyata dengan suhu maserasi 25oC dan 30oC sedangkan suhu
maserasi 25oC tidak berbeda nyata dengan suhu maserasi 30oC. Pada perlakuan
ekstraksi akar kawao dengan lama maserasi 24 jam dan suhu 35oC menghasilkan luas
areal hambat tertinggi sebesar 90,34 mm2 karena pada kondisi ini senyawa alkaloid
yang terekstrak masih mengalami peningkatan.
FTIP001657/007
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
41
Peningkatan suhu maserasi meningkatkan jumlah senyawa aktif yang dapat
diekstrak pada akar kawao. Peningkatan suhu akan menyebabkan gerakan molekul
pelarut semakin cepat dan acak dan menyebabkan pori-pori padatan mengembang
sehingga memudahkan pelarut untuk mendifusi masuk ke dalam pori-pori padatan
akar kawao dan melarutkan senyawa aktif yang terkandung di dalamnya. Semakin
tinggi suhu ekstraksi yang digunakan maka viskositas pelarut akan semakin kecil.
Semakin kecil viskositas pelarut maka kemampuan pelarut berdifusi ke dalam bahan
semakin besar sehingga komponen yang akan diekstrak akan semakin banyak terlarut
dalam pelarutnya (Budiyanto dan Yulianingsih, 2008). Hal tersebut sejalan dengan
hasil penelitian Hartati (2010) mengenai ekstraksi alkaloid pada tepung gadung
(Discorea hispida Dennst) dimana rendemen alkaloid meningkat seiring dengan
peningkatan suhu ekstraksi.
Kandungan alkaloid pada ekstrak akar kawao memberikan kontribusi yang
besar terhadap terhadap proses penghambatan bakteri L. messenteroides. Mekanisme
penghambatan pertumbuhan bakteri L. messenteroides diduga karena terganggunya
pembentukan dinding sel. Menurut Robinson (1991) alkaloid dapat menghambat
pertumbuhan bakteri dengan cara mengganggu terbentuknya jembatan silang
komponen penyusun peptidoglikan pada sel bakteri, sehingga dinding sel tidak
terbentuk secara utuh. Hal tersebut yang mengakibatkan terganggunya pertumbuhan
pada saat regenerasi dengan melakukan pembelahan biner pada fase logaritmik
menjadi terganggu akibat defisiensi fungsi dinding sel. Mekanisme penghambatan
sintesis dinding sel oleh antimikroba disajikan pada Gambar 7.
FTIP001657/008
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
42
Gambar 7. Mekanisme Penghambatan Sintesis Dinding Sel Oleh Antimikroba(Aguskrisno, 2002)
Bakteri L. messenteroides bersifat anaerob fakultatif yang membutuhkan
faktor tumbuh (growth factor) komplek meliputi asam amino, peptida, karbohidrat,
vitamin dan ion logam. Kerusakan membran sel ini menyebabkan terganggunya
keluar masuk nutrien dan senyawa lainnya melalui membran sel sehingga
menyebabkan terjadinya kerusakan dan kematian sel bakteri tersebut (Fardiaz, 1992).
Keberadaan bakteri L. mesenteroides dalam nira menyebabkan penurunan
kualitas gula yang dihasilkan. L. mesenteroides memiliki kemampuan untuk
menguraikan sukrosa menjadi glukosa yang selanjutnya diubah menjadi senyawa
polimer glukosa yang disebut dekstran oleh enzim dekstran-sukrase (Theresia et. al.,
2008). Senyawa dekstran tersebut sangat tidak diinginkan dalam pengolahan gula
karena dapat menyebabkan kesulitan dalam pengolahan gula dan menurunkan
produktivitas gula (Ramos et. al., 1992).
FTIP001657/009
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
43
5.3. Daya Hambat pada Eschericia coli
Hasil analisis statistik luas areal hambat ekstrak akar kawao terhadap
pertumbuhan E. coli (Lampiran 5) menunjukkan bahwa suhu dan lama maserasi akar
kawao tidak menunjukkan interaksi terhadap luas areal hambat pertumbuhan E. coli
sehingga dilanjutkan dengan pengujian mandiri untuk masing-masing faktor. Hasil uji
mandiri luas areal hambat ekstrak akar kawao terhadap pertumbuhan E. coli disajikan
pada Tabel 7.
Tabel 7. Pengaruh Kombinasi Suhu dan Lama Maserasi Ekstrak Akar Kawaoterhadap Luas Areal Hambat E. coli (mm2)
Perlakuan Rata-rata (mm2) Hasil UjiSuhu Maserasi
25oC (a1) 58.87 b30oC (a2) 71.99 ab35oC (a3) 76.08 a
Lama Maserasi18 jam (b1) 67.59 a24 jam (b2) 68.03 a30 jam (b3) 71.32 a
Keterangan : Rata-rata perlakuan yang ditandai dengan huruf yang sama tidak berbeda nyata padataraf 5% menurut uji jarak berganda Duncan
Uji hambat pertumbuhan E. coli dengan ekstrak akar kawao pada suhu
maserasi terhadap 25oC menghasilkan luas areal hambat E. coli yang berbeda nyata
terhadap suhu maserasi 35oC. Pada suhu maserasi 30oC menghasilkan luas areal
hambat E. coli yang tidak berbeda nyata terhadap suhu maserasi 25oC dan 35oC.
Pengaruh lama maserasi terhadap luas areal hambat E.coli menunjukkan tidak
terdapat perbedaan yang nyata pada lama maserasi 18 jam, 24 jam dan 30 jam.
Berbeda dengan uji S. cerevisiae dan L. mesenteroides yang memiliki titik optimum
untuk perlakuan lama maserasi yang diujikan. Hal tersebut diduga karena jenis
FTIP001657/010
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
44
senyawa alkaloid yang berpengaruh terhadap pertumbuhan E. coli lebih banyak
termasuk senyawa alkaloid yang menghambat pertumbuhan S. cerevisiae dan
L.mesenteroides, namun penambahan senyawa alkaloid yang terekstrak dengan
adanya peningkatan lama maserasi diikuti dengan kerusakan alkaloid yang telah
terekstrak sebelumnya. Hal tersebut menunjukkan bahwa E. coli lebih sensitif
terhadap ekstrak akar kawao.
Menurut Poeloengan et. al. (2007), perbedaan sensitivitas mikroorganisme
terhadap zat antimikroba kemungkinan terjadi karena perbedaan struktur dinding sel,
seperti jumlah peptidoglikan, jumlah lipid, ikatan silang dan aktivitas enzim yang
menentukan penetrasi, pengikatan dan aktivitas antimikroba. E.coli termasuk
kelompok bakteri gram negatif dengan struktur dinding sel yang terbentuk oleh
senyawa lipoprotein yang diduga terganggu pembentukannya karena adanya senyawa
alkaloid pada ekstrak akar kawao (Poeloengan et. al., 2007). Dinding sel yang tidak
terbentuk secara sempurna menyebabkan penetrasi senyawa antimikroba pada ekstrak
akar kawao menjadi lebih mudah sehingga pertumbuhan E.coli menjadi terhambat
serta dapat mengakibatkan kematian.
Penghambatan pertumbuhan E. coli oleh ekstrak akar kawao jauh lebih besar
jika dibandingkan penghambatan pertumbuhan E. coli oleh ekstrak jambu lokal
dengan konsentrasi 90 % (b/v) yang dilakukan dalam penelitian Rahman (2010)
dengan luas areal hambat rata-rata sebesar 8,29 mm2. Pada konsentrasi 20 % (b/v)
ekstrak akar kawao menghasilkan luas areal hambat tertinggi sebesar 76,075 mm2.
Dari perbandingan ini dapat terlihat bahwa akar kawao masih lebih baik dalam
FTIP001657/011
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
45
menghambat pertumbuhan E. coli jika dibandingkan dengan ekstrak jambu lokal
dengan konsentrasi 90 % (b/v).
Mekanisme penghambatan pertumbuhan bakteri E. coli diduga karena
terjadinya kerusakan pada komponen struktural dinding sel dan mengganggu proses
terbentuknya dinding sel. Hal tersebut terjadi karena di dalam ekstrak akar kawao
terkandung senyawa alkaloid. Alkaloid mampu merusak membran sel sehingga
transpor nutrient mengalami gangguan sehingga pertumbuhan E. coli terhambat.
Berdasarkan hasil penelitian ini uji penghambatan E. coli lebih besar dibandingkan
dengan L. mesenteroides. Hal tersebut disebabkan karena perbedaan komposisi
peptidoglikannya. Dinding sel bakteri gram positif terdiri atas 90 % lapisan
peptidoglikan sedangkan pada bakteri gram negatif terdiri atas 5 – 20 % lapisan
peptidoglikan dan lapisan lain meliputi protein, lipopolisakarida dan lipoprotein
(Fardiaz, 1992). E. coli termasuk golongan bakteri gram negatif sedangkan
L.mesenteroides termasuk bakteri gram positif. Kandungan peptidoglikan yang lebih
rendah pada E. coli menyebabkan alkaloid merusak dan menghambat dinding sel
sehingga kerusakan sel yang terjadi akan lebih besar (Robinson, 1991).
Menurut Fardiaz (1992) bakteri E.coli memproduksi lebih banyak asam
didalam medium glukosa. Unsur atom C didalam glukosa disintesis menjadi energi.
Bakteri ini mengoksidasi karbohidrat secara lengkap menjadi CO2 dan H2O atau
memecahnya menjadi asam, alkohol, aldehid atau keton. Membran sel yang
mengandung lipid (11-22%) memudahkan bakteri E.coli untuk menyerap semua
nutrien masuk kedalam tubuh. Gangguan transpor nutrient juga menyebabkan proses
regenerasi sel saat terjadi pembelahan biner pada fase logaritmik menjadi terganggu
FTIP001657/012
[2]
[3]
[1]
HA
K C
IPTA
DIL
IND
UN
GI U
ND
AN
G-U
ND
AN
G
Tidak diperkenankan m
engumum
kan, mem
ublikasikan, mem
perbanyak sebagian atau seluruh karya inidalam
bentuk apapun tanpa izin tertulis
Tidak diperkenankan m
engutip sebagian atau seluruh karya ini tanpa menyebut dan m
encantumkan sum
ber tulisan
Pengutipan hanya diberikan bagi kepentingan akadem
ik, penelitian, penulisan karya ilmiah dan penyusunan laporan
46
akibat defisiensi fungsi membran sel. Adanya E. coli dalam nira merupakan indikasi
bahwa nira tidak higienis dan jika dikonsumsi oleh manusia akan dapat
mengakibatkan gangguan percernaan. E. coli dapat mengkontaminasi nira diduga
pada saat peletakan alat penampungan nira serta proses penyadapan yang dilakukan
secara tidak higienis.