VI. VIABILITAS DAN EFISIENSI KOLONISASI
SPERMATOGONIA DARI TESTIS IKAN GURAMI
PASCAPRESERVASI DINGIN PADA LARVA IKAN NILA
ABSTRAK
Pada aplikasi transplantasi, ketersediaan sel donor sering tidak sinkron
dengan ketersediaan resipien sedangkan testis tidak dapat bertahan lama di luar
tubuh. Oleh karena itu dibutuhkan upaya preservasi jaringan testis sebagai
sumber sel donor sebelum transplantasi dilakukan. Penelitian ini bertujuan
untuk : 1) mengevaluasi viabilitas spermatogonia dari testis pascapreservasi, dan
2) mengevaluasi efisiensi kolonisasi sel donor dari testis yang dipreservasi. Testis
dipreservasi pada larutan NaCl fisiologis pada suhu 4 oC selama 6, 12, 24, dan 48
jam. Testis didisosiasi dalam larutan PBS (phosphate buffered solution) dengan
0,5% trypsin dan 3% DNase 10 IU/µL, 5% FBS (fetal bovine serum), 25 mM
HEPES dan 1 mM CaCl2 untuk mendapatkan suspensi sel testikular. Parameter
yang diamati adalah viabilitas spermatogonia (diameter sel > 10 µm) dan
kerusakan sel akibat preservasi. Viabilitas sel dianalisis dengan trypan blue
sedangkan kerusakan sel dan jaringan dianalisis secara histologis. Suspensi sel
testikular dari 24 dan 48 jam preservasi dilabel dengan PKH26 dan
ditransplantasikan ke larva ikan nila umur 3 hari pascamenetas. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa viabilitas sel mulai menurun pada preservasi 12 jam
(P<0,05), dan pada preservasi 48 jam viabilitas sel mencapai 54,48±8,33%.
Kerusakan histologis yang ditemukan berupa disintegrasi jaringan dan inti
piknotik. Efisiensi kolonisasi rata-rata tidak berbeda nyata antara donor tanpa
preservasi (61,11%) dan yang dipreservasi selama 24 jam (55,56%) dan 48 jam
(55,56%). Hal ini berarti testis yang dipreservasi pada suhu 4 oC hingga 48 jam
masih dapat digunakan sebagai sumber sel donor bagi kegiatan transplantasi sel
testikular ikan gurami ke ikan nila.
Kata kunci: preservasi, spermatogonia, ikan gurami, viabilitas, efisiensi kolonisasi
76
VI. THE VIABILITY AND COLONIZATION EFFICIENCY OF
SPERMATOGONIA ISOLATED FROM GIANT GOURAMI
COLD PRESERVED TESTIS IN NILE TILAPIA LARVAE
ABSTRACT
In practice of germ cell transplantation, recipient and donor cell may not be
immediately available at the same time whereas the testis can not be survive
longer when it is outside of the body. Therefore, preservation of testis tissue may
be required before transplantation. The research was conducted to evaluate 1) the
viability of spermatogonia isolated from short term preserved testis and 2)
colonization efficiency of preserved donor cells after transplantation. Testis was
preserved in physiological NaCl solution at 4 oC for 6, 12, 24, and 48 hours.
Testis were dissociated in 0.5 % trypsin and 3% DNase 10 IU/µL in PBS
(phosphate buffered solution) complemented with 5% FBS ( fetal bovine serum),
25 mM HEPES and 1mM CaCl2 to obtain testicular germ cell suspension.
Parameters observed were viability of spermatogonia (cell diameter > 10 µm) and
cell damaged caused by preservation. The viability was analyzed using trypan
blue exclusion dye meanwhile cell and tissue damaged were analyzed
histologically. Testicular germ cell isolated from 24 and 48 hours preservation and
labeled with PKH 26 membrane fluorescent dye then transplanted into 3 days post
hatched tilapia recipient. The results showed that the viability of spermatogonia
started to decrease significantly in 12 hours preservation (P<0.05) and in 48 hours
preservation, the amount of viable cells was only 54,48±8,33%. Histological
study showed there were disintegration of interstitial tissue and picnotic nucleus
found at the testicular tissue preserved for 6 until 48 hours. Two months post
transplantation, the efficiency of colonization were analyzed in recipient and the
result showed insignificant difference of efficiency colonization between
recipient transplanted with testicular tissue preserved 24 and 48 hours (55,56%
each) and without preservation (61,11%) . In conclusion, preserved testicular
tissue at 4oC could be used as the source of donor cell for testicular germ cell
transplantation of giant gourami into Nile tilapia.
Key words: preservation, spermatogonia, giant gourami, viability, efficiency
colonization.
PENDAHULUAN
Selama dua dekade terakhir, teknologi transplantasi sel germinal telah
berhasil dilakukan pada beberapa jenis ikan (Takeuchi et al. 2004, Okutsu et al.
2006b, Lacerda et al. 2008, Majhi et al. 2009). Dari penelitian-penelitian yang
telah dilakukan, beberapa yang menggunakan donor dan resipien yang berbeda
77
spesies yang dikenal dengan istilah xenotransplantasi (Saito et al. 2008, Yazawa
et al. 2010). Pada vertebrata tingkat tinggi, xenotransplantasi ini masih banyak
terbatasi oleh penolakan sistem imun dari resipien terhadap sel donor yang
berbeda spesies. Oleh karena itu xenotransplantasi pada ikan memiliki peluang
lebih besar untuk dikembangkan termasuk pengembangan beberapa aplikasi
teknik yang mendukung keberhasilan transplantasi seperti preservasi sel donor,
identifikasi dan kultur sel donor, transgenesis dan lain-lainnya (Johston et al.
2000, Hills & Dobrinski 2006).
Pada aplikasi teknik transplantasi, sering ditemui beberapa kendala
diantaranya adalah sinkronisasi ketersediaan sel donor dengan resipien.
Terkadang sel atau jaringan donor sudah tersedia namun resipien belum siap
ditransplantasi. Sementara itu, jika donor tersebut berupa jaringan testis maka
testis setelah dikeluarkan dari tubuh ikan akan beresiko mengalami kerusakan jika
tidak segera diproses. Oleh karena itu untuk mengatasi kendala ini dibutuhkan
teknik penyimpanan (preservasi) untuk menghindari kerusakan sel-sel gamet pada
testis sebelum transplantasi dilakukan dan sekaligus menambah daya tahan hidup
gamet.
Terdapat dua macam teknik preservasi yaitu penyimpanan jangka panjang
dengan suhu penyimpanan di bawah 0 oC dan preservasi jangka pendek dengan
suhu penyimpanan di atas 0 oC (Browne et al. 2001). Umumnya penyimpanan
jangka panjang dilakukan pada suhu beku (biasa dalam nitrogen cair) dikenal
dengan istilah kriopreservasi dengan menggunakan krioprotektan tertentu. Pada
beberapa vertebrata tingkat tinggi, kriopreservasi testis dengan tingkat
kematangan yang tidak merata terkadang menurunkan viabilitas sel terutama bagi
sel spermatogonia atau PGC, bahkan menurunkan kemampuan kolonisasi setelah
ditransplantasikan pada tubuli seminiferi (Jahnukainen et al. 2006, Ehmcke &
Schlatt 2008).
Pada ikan, proses penyimpanan testis baru dilakukan pada ikan rainbow
trout. Kriopreservasi testis ikan rainbow trout pada berbagai jenis krioprotektan
dan berbagai konsentrasi krioprotektan menghasilkan viabilitas sel tertinggi
sekitar 50%, menurun sekitar 40% dari kontrol atau tanpa kriopreservasi
(Kobayashi et al. 2007). Efek yang ditimbulkan oleh kriopreservasi tersebut
78
menyebabkan teknik ini dikatakan tidak efisien untuk penyimpanan jangka
pendek (Jahnukainen et al. 2006).
Dalam dunia kedokteran, penyimpanan (preservasi) jangka pendek
merupakan protokol tetap atau protokol intermediet sebelum melakukan
transplantasi organ atau jaringan. Testis yang dipreservasi pada suhu 4 oC
(preservasi dingin) terlebih dahulu ternyata tidak mempengaruhi kemampuan
kolonisasi sel donor pada tubuli seminiferi bahkan dapat mempercepat
spermatogenesis bagi testis prepubertal pada resipien (Jahnukainen et al. 2008,
Honaramooz & Yang 2011). Pada hewan vertebrata, Eriani et al. (2008)
melakukan preservasi duktus deferens dan epididimis kucing pada suhu 4 oC, dan
hasil penelitiannya menunjukkan bahwa sel gamet jantan masih bisa diselamatkan
hingga 6 hari. Namun pada ikan, teknik preservasi testis pada suhu 4 oC belum
pernah dilakukan.
Lahnsteiner et al. (1977) menyatakan bahwa selain untuk tujuan
sinkronisasi sel gamet jantan dan betina, preservasi jangka pendek juga digunakan
untuk menyelamatkan plasma nutfah selama proses pengangkutan atau
transportasi. Dalam pengembangan xenotransplantasi sel germinal, faktor
ketersediaan sel punca spermatogonia atau spermatogonia belum berdiferensiasi
juga menjadi faktor pembatas (Grisswold et al. 2001). Okutsu et al. (2006a)
menyatakan bahwa hanya spermatogonia yang belum berdiferensiasi saja
(spermatogonia A) yang memiliki kemampuan terkolonisasi pada resipien dan
tipe sel ini jumlahnya paling sedikit dibandingkan tipe sel-sel testikular lainnya
(Olive & Cuzin 2005, Lacerda et al. 2006, Oatley et al. 2006). Oleh karena itu
ketersediaan spermatogonia sebagai sel donor juga menjadi suatu tantangan
dalam mengembangkan teknologi transplantasi spermatogonia. Dengan teknik
preservasi dingin selama proses transportasi ini, ketersediaan sel dapat diantisipasi
dengan pemanfaatan limbah-limbah testis pada tempat-tempat pemotongan ikan
atau restoran-restoran yang menyajikan ikan gurami. Untuk mengevaluasi potensi
spermatogonia dari testis ikan gurami pascapreservasi dingin (4 oC), dilakukan
transplantasi sel testikular yang diisolasi dari testis pascapreservasi pada
beberapa lama waktu penyimpanan.
79
BAHAN DAN METODE
Preservasi Jaringan Testis Ikan Gurami
Sebanyak 5 pasang testis diisolasi dari ikan gurami jantan dewasa berukuran
700–800 g. Setiap testis dimasukkan ke dalam larutan fisiologis NaCl 0,7% pada
cawan petri steril dan dipreservasi pada suhu 4 oC dengan masa penyimpanan
masing-masing 0, 6, 12, 24 dan 48 jam. Larutan fisiologis NaCl 0,7%
sebelumnya diberi antibiotik gentamycin 1,25 µL/mL. Setelah masa
penyimpanan selesai, testis selanjutnya dikeluarkan dari lemari/kotak pendingin.
Sepasang testis tersebut dibagi menjadi dua bagian, satu bagian testis didisosiasi
dan satu bagian lainnya diproses secara histologis. Penelitian ini diulang
sebanyak 3 kali .
Disosiasi Testis Ikan Gurami Pascapreservasi
Sebanyak ±20 mg dari jaringan testis yang telah dipreservasi diambil untuk
didisosiasi menurut metode disosiasi yang optimum pada bab III. Untuk
menghilangkan aktivitas tripsin, suspensi sel dicuci dengan PBS sebanyak 2 kali.
Parameter yang diamati adalah viabilitas spermatogonia. Sebanyak 10 µL dari 1
mL suspensi sel hasil disosiasi diwarnai dengan trypan blue 0,4% (1:1). Sel yang
mati akan terwarnai oleh trypan blue sehingga terlihat berwarna biru; sedangkan
yang hidup akan tetap terlihat transparan. Jumlah total spermatogonia dan jumlah
spermatogonia yang mati dihitung menggunakan hemositometer di bawah
mikroskop. Persentase viabilitas dihitung berdasarkan jumlah spermatogonia
yang hidup per jumlah total spermatogonia dikalikan seratus.
Pembuatan Preparat Histologis Testis Pascapreservasi
Preparat histologis jaringan testis dibuat untuk mengamati adanya
perubahan morfologi sel spermatogonia sebelum dan sesudah preservasi. Testis
yang telah dipreservasi difiksasi dalam larutan Bouin selama 24 jam dan
selanjutnya diproses mengikuti metode Kiernan (1990). Potongan jaringan
testikular diwarnai dengan Hematoksilin-Eosin. Perubahan dan kerusakan
morfologi yang terjadi pada jaringan atau spermatogonia diamati pada 10
potongan melintang preparat histologis per perlakuan. Perubahan histologi testis
80
atau testis pascapereservasi diamati pada tiga bagian utama dari testis yaitu
jaringan interstisial, tubulus dan sista spermatogonia. Perubahan histologis
tersebut mengacu pada Pieterse (2004) yang meliputi disintegrasi jaringan
interstisial, disorganisasi dan degenerasi lobul atau tubulus serta degenerasi sista
dan kondensasi nukleus dari spermatogonia yang dikenal dengan istilah piknotik.
Inti piknotik pada spermatogonia juga dapat dikenali dari rasio diameter sel dan
inti sel yang melebihi rasio rata-rata diameter sel dan inti sel spermatogonia
normal pada bab II.
Transplantasi Sel Testikular yang Diisolasi dari Testis Ikan Gurami
Pascapreservasi
Kelayakan testis pascapreservasi sebagai sumber sel donor diuji melalui
pendekatan transplantasi sel. Testis yang digunakan sebagai sumber donor adalah
testis yang dipreservasi selama 24 dan 48 jam serta testis tanpa preservasi sebagai
kontrol. Testis yang dipreservasi selama 6 jam tidak diuji kelayakannya dalam
penelitian ini karena viabilitas selnya tidak berbeda nyata dengan testis tanpa
preservasi sedangkan testis yang dipreservasi selama 12 jam tidak diuji karena
viabilitas selnya tidak berbeda nyata dengan testis yang dipreservasi 24 jam.
Resipien yang digunakan adalah yang optimum untuk kegiatan transplantasi
berdasarkan penelitian sebelumnya yaitu larva umur 3 hpm sebanyak 20 ekor per
perlakuan. Setiap perlakuan diulang sebanyak tiga kali.
a. Persiapan sel donor
Testis diisolasi dari ikan gurami jantan dewasa dengan bobot tubuh 500-700
g dan dipreservasi pada larutan fisiologis NaCl 0,7% di dalam cawan petri steril
pada suhu 4 oC selama 0 jam, 24 jam dan 48 jam. Testis didisosiasi menurut
metode disosiasi optimum pada bab III. Setelah suspensi sel dicuci dengan PBS
sebanyak 2 kali, jumlah sel selanjutnya dihitung menggunakan hemositometer di
bawah mikroskop CX10 (Olympus) untuk menentukan volume pewarna atau label
PKH 26 yang digunakan.
Untuk visualisasi, sel donor dilabel dengan PKH 26 fluorescent membrane
dye menurut metode pelabelan pada bab IV. Jumlah sel spermatogonia yang
diameter selnya ≥ 15 µm dihitung menggunakan hemositometer. Suspensi sel
81
selanjutnya dipadatkan hingga konsentrasi 20.000/0,5 µL lalu disimpan pada suhu
dingin dan tanpa cahaya hingga digunakan.
b. Transplantasi sel donor ke dalam rongga genital larva resipien dan
analisis kolonisasi sel donor pada gonad resipien
Transplantasi sel donor ke dalam rongga genital mengikuti metode
transplantasi pada bab IV. Suspensi sel yang diinjeksikan sebanyak 0,5 µL
dengan jumlah sel testikular sebanyak 20.000 sel. Resipien larva nila dipelihara
dalam aquarium (60x60x60) cm3 hingga siap dianalisis. Untuk mengevaluasi
inkorporasi dari sel donor pada gonad resipien, gonad resipien ikan nila 2 bulan
pascatransplantasi diamati di bawah mikroskop fluoresens Nikon Ellips E600.
Jumlah resipien yang diperiksa sebanyak 6 ekor per perlakuan. Parameter
keberhasilan transplantasi dihitung dari efisiensi kolonisasi yaitu persentase rasio
jumlah resipien yang membawa spermatogonia gurami+PKH26 dengan total
jumlah resipien yang diperiksa.
Analisis Data
Semua data kualitatif disajikan secara deskriptif, sedangkan data kuantitatif
dalam bentuk nilai tengah diuji secara statistik menggunakan ANOVA (analysis
of variance), dan dilanjutkan dengan uji Duncan multiple range test untuk
menentukan beda nyata antar perlakuan. Analisis menggunakan program SPSS
17.0 for windows dan MS Office Excell 2007. Perbedaan karakter morfologis
diuji secara deskriptif.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Viabilitas Spermatogonia dari Jaringan Testis Ikan Gurami Pascapreservasi
Viabilitas hasil disosiasi testis pascapreservasi 0 (kontrol jaringan testis
segar), 6, 12, 24 dan 48 jam dapat dilihat pada Tabel 5. Berdasarkan hasil
analisis ragam (Lampiran 11) menunjukkan bahwa lama preservasi dingin (4 oC)
jaringan testis dalam larutan NaCl fisiologis berpengaruh nyata terhadap
viabilitas sel spermatogonia (P<0,05). Perbedaan nyata mulai terlihat pada lama
penyimpanan 12 jam yang mana viabilitas sel telah menurun dan berada di bawah
82
80%. Viabilitas menurun drastis pada jaringan testis yang dipreservasi selama 48
jam. Hampir separuh dari spermatogonia mengalami kematian yang ditandai
dengan sel berwarna biru (Gambar 19).
Tabel 5 Jumlah dan viabilitas rata-rata sel spermatogonia hasil disosiasi jaringan
testis ikan gurami pascapreservasi pada lama inkubasi berbeda
Lama preservasi (jam)
Jumlah rata-rata
spermatogonia/mg testis
Viabilitas
spermatogonia (%)
0 31.407 ± 8.668 96,77 ± 3,23a
6 43.152 ± 2.240 88,37 ± 3,79a
12 30.504 ± 1.997 77,70 ± 3,01b
24 11.365 ± 3.201 74,30 ± 5,41b
48 19.755 ± 12.102 54,48 ± 8,33c
Huruf superskrip yang berbeda setelah angka pada kolom yang sama menunjukkan beda nyata
(P<0,05).
Preservasi adalah suatu cara untuk menyimpan bahan (organ, jaringan, atau
sel) yang bertujuan untuk pengawetan, pemeliharaan dan menjaga agar tidak
terjadi kerusakan pada bahan tersebut. Preservasi dapat berupa penyimpanan pada
suhu rendah atau penyimpanan menggunakan bahan-bahan kimia. Preservasi
dalam bentuk penurunan suhu di atas suhu beku dan dibawah suhu tubuh dapat
menurunkan aktivitas metabolik, kebutuhan akan oksigen, konsumsi energi dan
karenanya preservasi ini dapat memperpanjang viabilitas sel (Honaramooz &
Yang 2011). Namun, jika pendinginan dilakukan terlalu lama akan merusak
keseimbangan dan homeostasis seluler sehingga sel mengalami kematian.
Umumnya suhu penyimpanan untuk jangka pendek adalah suhu refrigerator 4 oC.
Ketidakseimbangan pada sel juga dipengaruhi oleh adanya peran reactive
oxygen species (ROS), yaitu agen oksidatif yang termasuk dalam kategori radikal
bebas hasil turunan metabolisme oksigen selama proses respirasi sel berlangsung
(Sikka 1996). Aitken & Baker (2006) mengatakan bahwa produk ROS berupa
senyawa-senyawa radikal bebas seperti O2-
, H2O2, OH- dapat menurunkan
viabilitas sel. Selama proses preservasi organ/jaringan/sel terus melakukan
metabolisme untuk tetap hidup dengan melakukan proses oksidasi. Jika produk
ROS pada sel dalam kondisi tidak terkendali akan berakibat negatif pada sel.
83
Gambar 19 Hasil disosiasi jaringan testikular ikan gurami. A. Tanpa preservasi,
B. Pascapreservasi 24 jam, C. Pascapreservasi 48 jam. Kepala panah
merah menunjukkan sel spermatogonia yang mati terwarnai oleh
trypan blue, sedangkan kepala panah hitam menunjukkan sel
spermatogonia hidup. Skala : 50 µm.
Deskripsi Histologis Jaringan Testis Pascapreservasi
Perubahan histologis semakin banyak ditemukan dengan semakin
bertambahnya lama waktu preservasi. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa
testis yang tidak dipreservasi dan dipreservasi selama 6 jam belum
memperlihatkan disintegrasi jaringan interstisial (Gambar 20C,20D). Demikian
halnya pada testis yang dipreservasi selama 12 jam, meskipun pada perlakuan ini
tampak jaringan interstisial sudah mengalami kerusakan (Gambar 20E,20F). Sel-
sel Leydig dan sel-sel somatik yang terdapat pada jaringan interstisial masih
terlihat jelas pada jaringan interstisial. Sedangkan pada testis yang dipreservasi
selama 24 jam ditemukan beberapa batas antara tubulus yang sudah tidak terlihat
dengan jelas atau dengan kata lain telah terjadi disintegrasi jaringan interstisial
(Gambar 20G,20H). Disintegrasi jaringan interstisial sangat jelas terlihat pada
sebagian besar area testis yang dipreservasi selama 48 jam sehingga jaringan
interstisial antar tubulus tidak dapat dikenali lagi bahkan tubulus utuh sulit
ditemukan (Gambar 20I,20J). Fenomena lain yang juga terjadi akibat dari
preservasi 24 dan 48 jam tersebut adalah adanya disorganisasi lobul atau tubulus
sehingga sel-sel pada jaringan interstisial seperti sel-sel darah dan sel Leydig yang
seharusnya berada pada jaringan interstisial sering ditemukan di dalam tubulus
(Gambar 20H,20J). Pada preparat histologis jaringan testis preservasi 48 jam,
sista sel germinal tidak terlihat dengan jelas.
84
Gambar 20 Penampang melintang preparat histologis jaringan testis ikan gurami.
A,B: tanpa preservasi, C,D: pascapreservasi 6 jam, E,F:
pascapreservasi 12 jam, G,H: pascapreservasi 24 jam, I,J: pasca-
preservasi 48 jam. Gambar sebelah kanan adalah perbesaran dari
kotak hitam di sebelah kiri. Keterangan: sel spermatogonia normal
(kepala panah hitam), inti spermatogonia piknotik (kepala panah
kuning), disintegrasi jaringan (DiJr), batas antar tubulus (Tb), sel
Leydig (SL), sel sertoli (SS), sel darah (SD). Pewarnaan :
Hematoksilin-Eosin.
85
Disintegrasi jaringan interstisial dan disorganisasi tubulus tersebut
mengindikasikan bahwa telah terjadi proses enzimatik baik pada jaringan
interstisial maupun pada tunika albuginea dari tubulus meskipun telah
dipreservasi pada suhu 4 oC. Menurut Pieterse (2004) disintegrasi jaringan
interstisial dan disorganisasi lobul (tubulus) dapat menyebabkan hilangnya
spermatogonia, tidak dijelaskan mekanismenya, namun diduga sista
spermatogonia utamanya yang berada pada daerah tepi tubulus dan sel-sel yang
ada di dalamnya mengalami disintegrasi yang berakibat pada kematian sel
spermatogonia.
Perubahan histologis lain yang dapat diamati pada penelitian ini adalah
beberapa inti sel spermatogonia mengalami penyusutan yang dikenal dengan
istilah inti piknotik. Menurut Pieterse (2004) inti piknotik merupakan pertanda
kematian sel yang dicirikan oleh berkumpulnya kromatin dan terjadi kondensasi
kromatin. Hal inilah yang menyebabkan inti terlihat mengkerut dan berwarna
sangat pekat. Inti sel piknotik mulai teramati pada testis yang dipreservasi
selama 6 jam (Gambar 20D) dan semakin banyak ditemukan dengan semakin
bertambahnya lama waktu preservasi (Gambar 20F,20H,20J).
Analisis Kolonisasi Sel Spermatogonia Ikan Gurami yang Diisolasi dari
Testis Pascapreservasi yang Ditransplantasikan pada Larva Ikan Nila
Sebelum suspensi sel testikular disuntikkan secara i.p ke larva ikan nila,
jumlah sel testikular dan viabilitas sel spermatogonia diamati (Tabel 6). Viabilitas
sel spermatogonia terlihat mengalami penurunan seiring dengan semakin lamanya
testis dipreservasi.
Tabel 6 Jumlah dan viabilitas rata-rata sel spermatogonia dalam 20.000 sel
testikular ikan gurami yang disuntikkan pada larva ikan nila
Periode
preservasi
Jumlah spermatogonia/
20.000 sel testikular
Viabilitas sel
testikular (%)
Viabilitas
spermatogonia (%)
0 jam 2.258 ± 369 94,47 ± 1,06 92,63 ± 4,11
24 jam 2.565 ± 553 88,76 ± 2,51 79,84 ± 2,06
48 jam 2.764 ± 422 76,68 ± 2,18 66,94 ± 3,74
86
Dari tiga kali ulangan dengan jumlah larva yang disuntik masing-masing 20
ekor diperoleh sintasan larva ikan nila 24 jam dan 1 bulan pt tidak berbeda nyata
antara ketiga kelompok perlakuan periode preservasi 0, 24 dan 48 jam (P>0,05)
(Gambar 21). Tingkat kelangsungan hidup di atas 90% pada 24 jam pt pada
penelitian ini menegaskan kembali bahwa resipien ikan nila yang berumur 3 hpm
secara fisik layak digunakan sebagai sel donor.
Gambar 21 Sintasan resipien ikan nila pada 24 jam dan 1 bulan pasca-
transplantasi. Keterangan gambar : tanpa preservasi ( ),
preservasi 24 jam ( ), preservasi 48 jam ( ).
Hasil identifikasi sel donor pada gonad resipien berumur sekitar 2 bulan pt
menunjukkan bahwa sel spermatogonia baik yang berasal dari testis yang
dipreservasi dingin selama 24 jam maupun 48 jam mampu bermigrasi dan
terkolonisasi pada gonad resipien. Efisiensi kolonisasi rata-rata sel spermatogonia
dari testis yang dipreservasi sedikit lebih rendah dibandingkan tanpa preservasi,
namun dari hasil uji statisik menunjukkan bahwa efisiensi kolonisasi sel
spermatogonia baik yang berasal dari testis yang dipreservasi maupun tanpa
preservasi tidak menunjukkan adanya perbedaan nyata (P>0,05) (Gambar 22,
Lampiran 12).
Sel spermatogonia dari sumber donor yang dipreservasi mampu bermigrasi
dan terkolonisasi pada resipien sama halnya dengan yang berasal dari testis tanpa
preservasi. Hal ini menunjukkan bahwa preservasi dingin pada suhu 4 oC tidak
menghilangkan respon sel spermatogonia terhadap kemoatraktan yang
87
dikeluarkan oleh lingkungan mikro termasuk sel-sel somatik di area gonad
resipien sehingga sel spermatogonia ikan gurami tersebut tetap mampu bermigrasi
hingga ke saluran gonad larva ikan nila.
Gambar 22 Efisiensi kolonisasi sel spermatogonia ikan gurami yang diisolasi
dari testis pascapreservasi 0, 24 dan 48 jam pada resipien ikan nila.
Hasil pengamatan gonad resipien di bawah mikroskop fluoresens juga
menunjukkan bahwa sel spermatogonia yang diisolasi dari testis yang dipreservasi
tidak hanya terkolonisasi pada gonad resipien jantan (testis) melainkan juga pada
gonad betina atau ovari (Gambar 23). Hal ini menunjukkan bahwa proses
preservasi testis pada suhu 4 oC hingga 48 jam tidak menghilangkan kemampuan
development plasticity dari sel spermatogonia ikan gurami sehingga sel
spermatogonia ikan gurami yang terkolonisasi dapat berkembang menjadi sel
germinal jantan maupun betina selama niche dari resipien dapat mendukung
perkembangan tersebut. Seperti yang telah diungkapkan pada bab IV bahwa
diferensiasi kelamin lebih banyak dipengaruhi oleh sel-sel somatik pada jaringan
gonad dibandingkan kontrol dari sel eksogen itu sendiri (Yoshizaki et al. 2010).
Teknik preservasi dingin merupakan teknik preservasi jangka pendek.
Teknik ini sangat mudah diaplikasikan di lapangan karena hanya membutuhkan
kotak pendingin (cool box) dan larutan fisologis. Daniel (1971) mengatakan
bahwa larutan garam fisiologis selain digunakan sebagai cairan pembilas dari
Periode preservasi (jam)
88
organ, juga dapat menjadi medium buffer dan mempertahankan pH fisiologis
(7,2–7,6) serta menyediakan lingkungan cairan ionik untuk metabolisme sel.
Gambar 23 Gonad resipien ikan nila yang membawa sel donor ikan gurami dari
testis pascapreervasi dan tanpa preservasi. A–C: testis, D–F: ovari,
A,D: tanpa preservasi, B,E: preservasi 24 jam, C,F: preservasi 48
jam. Tanda panah menunjukkan sel germinal ikan gurami yang
terkolonisasi. Skala: 100 µm.
Lensa
fluoresens Tanpa lensa
fluoresens Tanpa lensa
fluoresens
Lensa
fluoresens
89
Dengan dibuktikannya kemampuan kolonisasi sel donor yang diperoleh dari
testis pascapreservasi dan dengan teknik isolasi yang optimum maka beberapa
permasalahan teknis yang berkaitan dengan prosedur transplantasi dapat teratasi.
Telah dipaparkan sebelumnya bahwa tujuan utama dari preservasi jaringan
testikular ikan gurami pada suhu 4 oC adalah sinkronisasi ketersediaan sel donor
dan resipien dalam kegiatan transplantasi spermatogonia pada ikan gurami.
Dengan teknik preservasi dingin ini, limbah testis dari tempat-tempat pemotongan
ikan gurami juga akan berpotensi untuk diselamatkan dan digunakan sebagai
sumber donor sehingga masalah ketersediaan sel donor yang selama ini menjadi
faktor pembatas dalam kegiatan transplantasi juga dapat teratasi. Teknik
preservasi ini juga dapat berperan bagi upaya penyelamatan sel gamet ikan-ikan
yang hampir punah yang mungkin saja ditemukan jauh dari lokasi laboratorium.
KESIMPULAN
1. Testis ikan gurami dapat dipreservasi dingin pada suhu 4 oC.
2. Viabilitas sel menurun menjadi 55% pada preservasi selama 48 jam.
3. Sel testikular hasil preservasi dingin selama 48 jam dapat digunakan dalam
transplantasi.