BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Desa Cangkuang terletak diantara kota Bandung dan Garut. Di desa ini terdapat
sebuah kampung yang bernama Kampung Pulo. Di kampung ini juga terdapat sebuah candi
kecil peninggalan agama Hindu yang bernama Candi Cangkuang. Candi ini ditemukan pada
tanggal 3 Desember 1966 oleh Drs. Uka Chandrasasmita. Beliau menemukan candi ini
berdasarkan buku yang ditulis oleh orang Belanda yang bernama Voderman dengan judul
bukunya Notulen Batavia Henofsaf pada tahun 1823.
Menurut Arkeolog, Candi Cangkuang Cangkuang didirikan sekitar abad ke 8. Hal ini
dikarenakan bentuk Candi ini masih sangat sederhana. Diberi nama Candi Cangkuang karena
candi ini ada di desa Cangkuang. Tidak hanya itu, di desa ini juga terdapat pohon Cangkuang
yang sejenis dengan tanaman palem. Objek wisata Candi Cangkuang baru dibuka dan
diresmikan pada tanggal 8 Desember 1976 oleh Mentri Pendidikan Prof. Dr. Sarif Sajid.
Kami khususnya orang yang bertempat tinggl di garut sedikit banyak tidak
mengetahui bagai mana asal usul candi cangkuang dan kampong pulo, untuk itu sendiri maka
kami berinisiatif umtuk melakukan observasi ke candi cangkuang dan kampong pulo.
Bertitik tolak pada uraian permasalahan diatas, kami mencoba untuk memberikan
pengetahuan mengenai hal-hal tersebut dan selanjutnya di tuangkan dalam bentuk makalah
ini.
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah diatas, maka kami merumuskan dan membatasi
masalah sebagai berikut:
1. Bagaiaman Asal Mula Candi Cangkuang dan Kampung Pulo?
2. Bagaiaman Nilai, Norma dan Budaya di Kampung Pulo?
3. Bagaimana Sistem Politik/Struktur Sosial di Kampung Pulo?
4. Apa saja Simbol-simbol / lambang yang di gunakan di Candi Cangkuang dan
Kampung Pulo?
5. Bagaimana Kepercayaan Masyarakat Kampung Pulo?
1
6. Bagaiamana Hukum yang Digunakan oleh Masyarakat Kampung Pulo?
C. Tujuan Penulisan Makalah
Dari pembatasan masalah diatas, maka tujuan penyusunan makalah ini adalah:
1. Mengetahui Asal Mula Candi Cangkuang dan Kampung Pulo
2. Mengetahui Nilai, Norma dan Budaya di Kampung Pulo
3. Mengetahui Sistem Politik/Struktur Sosial di Kampung Pulo
4. Mengetahui Simbol-simbol / lambang yang di gunakan di Candi Cangkuang dan
Kampung Pulo
5. Mengetahui Kepercayaan Masyarakat Kampung Pulo
6. Mengetahui Hukum yang Digunakan oleh Masyarakat Kampung Pulo
D. Teknik Penyusunan
Dalam penyusunan makalah ini, kami menggunakan metode observasi, yaitu metode
pengumpulan data dengan cara pengambilan sumber informasi dengan menanyakan langsung
kepada narasumber. pengambilan informasi juga dari berbagai referensi makalah yang
berhubungan dengan isi makalah ini. Berbagai materi tersebut dirangkum dan digabungkan.
2
BAB II
PEMBAHASAN
A. Asal Mula Candi Cangkuang dan Kampung Pulo
Gambar: Gerbang masuk Kampung Pulo
Desa Cangkuang terletak diantara kota Bandung dan Garut. Di desa ini terdapat
sebuah kampung yang bernama Kampung Pulo. Di kampung ini juga terdapat sebuah candi
kecil peninggalan agama Hindu yang bernama Candi Cangkuang.
Gambar: Candi Cangkuang
Candi ini ditemukan pada tanggal 3 Desember 1966 oleh Drs. Uka Chandrasasmita.
Beliau menemukan candi ini berdasarkan buku yang ditulis oleh orang Belanda yang
bernama Voderman dengan judul bukunya Notulen Batavia Henofsaf pada “tahun 1823.
Dalam buku ini tertulis bahwa di Candi Cangkuang terdapat makam Arif Muhamad dan
sebuah arca siwa. Akhirnya pada tahun 1967 – 1968 diadakan penelitian dan dilakukan
“penggalian yang bekerjasama dengan CV. Haruman. Dan benar saja, setelah dilakukan
penggalian kemudian ditemukan pondasi – pondasi candi berukuran 4.5 X 4.5 M. dan pada
tahun 1974 – 1976 dilakukan pemugaran terhadap candi ini. Mungkin karena terlalu lama
terkubur, keadaan candi ini sudah tidak baik lagi. Karena itu, candi ini mengalami perbaikan
sehingga tidak 100% asli. Sekarang ini panjang candi Cangkuang sekitar 4.5 X 4.5 M dan
tingginya mencapai 8 M.
3
Menurut Arkeolog, Candi Cangkuang Cangkuang didirikan sekitar abad ke 8. Hal ini
dikarenakan bentuk Candi ini masih sangat sederhana. Diberi nama Candi Cangkuang karena
candi ini ada di desa Cangkuang. Tidak hanya itu, di desa ini juga terdapat pohon Cangkuang
yang sejenis dengan tanaman palem. Objek wisata Candi Cangkuang baru dibuka dan
diresmikan pada tanggal 8 Desember 1976 oleh Mentri Pendidikan Prof. Dr. Sarif Sajid.
Dalam Candi Cangkuang ini ini juga terdapat Arca Siwa yang dulu pernah dikabarkan
hilang kepalanya. Mitos mengatakan bahawa jika seseorang setelah berjiarah ke Makam Arif
Muhamad lalu mengangkat patung Siwa ini maka keinginannya akan terkabul. Hal inilah
yang memicu menghilangnya kepala dari Arca Siwa.
Tokoh ternama di Desa Cangkuang yaitu Embah Dalem Arif Muhammad. Beliau
adalah penyebar agama Islam di Desa Cangkuang. Menurut cerita,masyarakat, Kampung
Pulo dulunya beragama Hindu, lalu Embah Dalem Muhammad singgah di daerah ini karena
ia terpaksa mundur karena mengalami kekalahan pada penyerangan terhadap Belanda.
Karena kekalahan ini Embah Dalem Arif Muhamad tidak mau kembali ke Mataram karena
malu dan takut pada Sultan agung. Beliau mulai menyebarkan agama Islam pada masyarakat
masyarakat kampung Kampung Pulo. dari Embah Dalem Arif Muhammad beserta kawan-
kawannya menetap di daerah Cangkuang yaitu Kampung Pulo.
Sampai beliau wafat dan dimakamkan di kampung Pulo. Beliau wafat pada permulaan
abad ke-17. Beliau harus meninggalkan 6 orang keenam “anak wanita dan satu orang anak
laki – laki. Oleh karena itu, di Kampung Pulo terdapat 6 buah rumah adat yang berjejer saling
berhadapan masing – masing 3 buah rumah dikiri dan dikanan yang melambangkan keenam
anak wanita Embah Dalem Arif Muhamad boleh “ditambah dengan sebuah mesjid yang
melambangkan anak laki – laki dari Embah Dalem Arif Muhammad. Jumlah dari rumah
tersebut tidak boleh ditambah atau dikurangi serta yang berdiam di rumah tersebut tidak
boleh lebih dari 6 kepala keluarga. Jika seorang anak sudah dewasa kemudian menikah maka
paling lambat 2 minggu setelah itu harus meninggalkan rumah dan harus keluar dari
lingkungan keenam rumah tersebut. Walaupun 100% masyarakat kampung Pulo beragama
Islam tetapi mereka juga tetap melaksanakan sebagian upacara ritual Hindu.
Makam Embah Dalem Arif Muhamad berada di pinggir kanan Candi Cangkuang.
Batu nisannya miring karena ada pepatah yang mengatakan semakin pandai semakin berisi.
Ini juga melambangkan Embah Dalem Arif Muhamad yang rendah hati tidak sombong.
4
B. Nilai, Norma Dan Budaya Kampung Pulo
Masyarakat Kampung Pulo tidak diikat oleh hukum tertulis. Mereka hanya mengenal
pamali sebagai istilah melanggar pantangan. Pantangan di Kampung Pulo harus dipatuhi
penduduk itu sendiri maupun para wisatawan yang datang. Atau bisa diartikan bahwa hal
tersebut termasuk nilai, norma, dan budaya yang mereka anut yang diantaranya adalah:
a. Dalam berjiarah kemakam-makam harus mematuhi beberapa syarat yaitu berupa
bara api, kemenyan, minyak wangi, bunga-bungaan dan serutu khususnya makam
Embah Dalem Arif Muhammad. Menurut kepercayaan setempat, hal itu untuk
mendekatkan diri (pejiarah) kepada roh-roh leluhur karena benda-benda tersebut
merupakan kegemaran mereka semasa hidup.
b. Dilarang berjiarah pada hari rabu, bahkan dulu penduduk sekitar tidak
diperkennankan bekerja berat,begitu pula Embah Dalem Arif Muhammad tidak
mau menerima tamu karena hari tersebut digunakan unutk mengajarkan agama.
Karena menurut kepercayaan bila masyarakat melanggarnya maka timbul mala
petaka bagi masyarakat tersebut.
c. Bentuk atap rumah selamanya harus mamanjang (jolopong) . Tidak boleh
membuat rumah beratap jure. Atap rumah harus tetap dibiarkan memanjang.
d. Tidak boleh memukul Goong besar
*Dua larangan ini (poin c dan d) konon terkait sebuah peristiwa di masa lalu.
Ketika embah dalem arif muhammad akan mengkhitan anak laki-laki, sebelumnya
diadakan pesta yakni dengan menandu anak yang akan dikhitan dengan jampana
atau tandu/rumah-rumahan beratap jure. Sebagai hiburannya, ditabuhlah gong
besar. Ketika pesta itu berlangsung, tiba-tiba bertiup angin topan dengan
kencangnya, menghantam tandu pengantin sunat hingga terbang dan terjatuh.
Anak itu pun meninggal.
e. Khusus di kampung pulo tidak boleh memelihara ternak besar berkaki empat
seperti kambing, kerbau, sapi dan lain-lain. , terdapat dua dugaan. Pertama, karena
binatang ternak dikhawatirkan mengotori lingkungan setempat dan makam-
makam keramat dan didasarkan atas pertimbangan untuk melestarikan tanaman di
Kampung Pulo dan menghindari agar kampung itu tidak dikotori oleh kotoran
ternak. Kedua, pada awalnya masyarakat masih memeluk agama Hindu.
Sedangkan pemeluk Hindu memuja sapi. Dikhawatirkan pula, masyarakat sulit
melepas kepercayaan itu.
5
f. Setiap tanggal 14 bulan Maullud mereka malaksanakan upacara adat memandikan
benda-benda pusaka seperti keris, batu aji, peluru dari batu yang dianggap
bermakna dan mendapat berkah.
g. Jumlah dari rumah kampung pulo tidak boleh ditambah atau dikurangi serta yang
berdiam di rumah tersebut tidak boleh lebih dari 6 kepala keluarga.
Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya terdapat 6 rumah panggung dan 1
mushola ,posisi rumah panggung yang berukuran sama itu pun cukup unik. Tiga rumah
dibangun berderet di sebelah utara menghadap selatan, tiga lainnya di sebelah selatan
menghadap utara sehingga tampak sebagai tiga pasang rumah yang saling berhadapan. Di
depan rumah terdapat halaman yang cukup luas, sedangkan musala dibangun di ujung
sebelah barat.
Saat ini, ada enam kepala keluarga yang mendiami keenam rumah tersebut. Keenam
rumah itu memiliki ukuran dan pembagian ruangan yang sama, yakni terdiri atas serambi
muka (tepas), satu ruang tamu berukuran, satu kamar tidur, dan satu kamar tamu, dapur, dan
gudang (goah). Dari enam rumah itu, hanya satu rumah yang masih beratap ijuk, sedangkan
lima lainnya menggunakan atap genting meski tanpa kaca.
Konon, jumlah bangunan di Kampung Pulo tak pernah bertambah atau berkurang. hal
itu terkait aturan yang ditetapkan oleh Arif Muhammad. Ketika Arif Muhammad meninggal
dunia, ia meninggalkan tujuh orang anak, masing-masing enam orang perempuan dan
seorang laki-laki. Berdasarkan aturan yang ditetapkan kala itu, setiap anak perempuan harus
tinggal dan menguasai rumah, sedangkan anak laki-laki dan sudah menikah, paling lambat
dua minggu setelah menikah, ia harus pergi keluar dari Kampung Pulo. Apabila kepala
keluarga meninggal, maka hak waris jatuh pada perempuan. Hal ini dikarenakan, sistem
kekeluargaan penduduk Kampung Pulo bersifat matrilineal.
Jika salah satu keluarga tidak memiliki anak perempuan, rumah itu diwariskan kepada
saudara perempuannya yang telah menikah. "Tapi, bukan berarti setelah keluar dari Kampung
Pulo anak laki-laki tidak boleh kembali ke sini. Biasanya setahun sekali, khususnya Lebaran,
mereka warga kampung Pulo yang di menetap di luar kampung Pulo pulang dan berkumpul
di kampung Pulo.
7 Unsur Kebudayaan Masyarakat Kampung Pulo
Penjabaran dari ketujuh unsur kebudayaan pada masyarakat Kampung Pulo, yaitu:
6
1. Bahasa
Bahasa yang digunakan masyarakat Kampung Pulo yaitu bahasa Indonesia. Untuk
bahasa daerah mereka mengerti dalam penggunaan bahasa sunda.
2. Sistem pengetahuan
Sistem pengetahuan berkaitan dengan pendidikan yang sudah ditetapkan
pemerintah. Misalnya wajar diknas 9 tahun.
3. Organisasi sosial
Masyarakat Kampung Pulo yang tinggal di luar daerah memiliki suatu
perkumpulan, sehingga dapat berkumpul dalam satu acara. Menurut Sang Kuncen
Abah Tatang Sanjaya justru masyarakat diluar kampung Pulo lah yang aktif dalam
acara pertemuan organisasi daripada masyarakat yang tinggal di Kampung Pulo
sendiri.
4. Sistem peralatan hidup dan teknologi
Masyarakat Kampung Kampung “Pulo sudah mengenal tekhnologi. Hanya saja
karena bangunan tidak boleh berubah, maka bangunan di Kampung Pulo tetap
tradisional. Untuk memasak pun mereka masih menggunakan tungku atau kompor
minyak..
5. Sistem mata pencaharian hidup
Mata pencaharian masyarakat Kampung Pulo yaitu bertani dan nelayan. Tapi
setelah dijadikan obyek wisata, ada pula masyarakat yang menjual souvenir.
6. Sistem religi
Sudah dijelaskan diatas, bahwa masyarakat Kampung Pulo sekarang ini sudah
beragama Islam yang disebarkan oleh Embah Dalem Arif Muhamad. Sedangkan
dulunya beragama Hindu.
7. Kesenian
Kesenian yang masih dipelihara di Kampung Pulo yaitu rudat ( pencak silat
dengan iringan musik rebana )
C. Sistem Politik/Struktur Sosial di Kampung Pulo
Untuk sistem politik di kampung pulo, kampung pulo memiliki seorang kepala suku
yang di sebut sebagai kuncen. Kepala suku inilah yang di percaya oleh masyarakat sekitar
bisa menghubungkan dunia nyata dengan dunia lain, kepala suku ini selalu meminpin
upacara-upacara adat yang di laksanakan di Kampung Pulo.
7
Untuk sistem politik di wilyah negara masyarakat pulo mengikuti sistem politik yang
di terapkan oleh pemerintah Indonesia, contoh; apabila ada pemilihan seperti pemilihan ketua
RT ataupun pemilihan Presiden masyarakat di Kampung Pulo akan mengikuti pemilihan
tersebut tanpa absen sekalipun.
D. Simbol-simbol / lambang yang di gunakan di Candi Cangkuang dan Kampung
Pulo
Di Kampung Pulo tidak boleh terdapat lebih dari 7 bangunan pokok. Ini adalah suatu
ketentuan yang harus dipatuhi. Jika tidak, dipercaya akan mendatangkan bencana. Hal ini
juga melambangkan ke 7 anak dari Embah Dalem Arif Muhammad. Keterangan denah
komplek rumah adat Kampung Pulo yaitu:
Denah rumah adat Kampong Pulo
Ket:
1. Rumah Adat
2. Rumah Adat
3. Rumah Adat
4. Rumah Kuncen
5. Rumah Adat
6. Rumah adat
7. Mesjid Kampung
Rumah yang saling berhadapan melambangkan bahwa setiap keluarga harus saling
memperhatikn keluarganya, di misalkan apabila satu rumah dapurnya tidak kelihatan ada
asap berarti keluarga tersebut tidak menanak nasi, karena rumah tersebut berhadapan jadi
keluarga lain bisa melihat kondisi keluarga yang lain tersebut maka keluarga tersebut harus
membantu kepada saudranya
8
Mesjid melambangkan anak Embah Dalem Arif Muhammad yang telah meninggal
waktu usianya masih kecil.
Gambar: Makam Embah Dalem Arif Muhammad
Batu nisan makam Embah Dalem Arif Muhammad merunduk melambangkan bahwa
Embah Dalem Arif Muhammad orangnya rendah hati dan tidak sombong.
E. Kepercayaan
Walaupun 100% masyarakat kampung Pulo beragama Islam yang disebarkan oleh
Embah Dalem Arif Muhamad tetapi mereka juga tetap melaksanakan sebagian upacara ritual
Hindu.
F. Hukum
Masyarakat Kampung Pulo tidak diikat oleh hukum tertulis. Mereka hanya mengenal
pamali sebagai istilah melanggar pantangan. Pantangan di Kampung Pulo harus dipatuhi
penduduk itu sendiri maupun para wisatawan yang datang. Atau bisa diartikan bahwa hal
tersebut termasuk nilai, norma, dan budaya yang mereka anut yang diantaranya adalah:
a. Dalam berjiarah kemakam-makam harus mematuhi beberapa syarat yaitu berupa
bara api, kemenyan, minyak wangi, bunga-bungaan dan serutu khususnya makam
Embah Dalem Arif Muhammad. Menurut kepercayaan setempat, hal itu untuk
mendekatkan diri (pejiarah) kepada roh-roh leluhur karena benda-benda tersebut
merupakan kegemaran mereka semasa hidup.
b. Dilarang berjiarah pada hari rabu, bahkan dulu penduduk sekitar tidak
diperkennankan bekerja berat,begitu pula Embah Dalem Arif Muhammad tidak
mau menerima tamu karena hari tersebut digunakan unutk mengajarkan agama.
Karena menurut kepercayaan bila masyarakat melanggarnya maka timbul mala
petaka bagi masyarakat tersebut.
9
c. Bentuk atap rumah selamanya harus mamanjang (jolopong) . Tidak boleh
membuat rumah beratap jure. Atap rumah harus tetap dibiarkan memanjang.
d. Tidak boleh memukul Goong besar
Dua larangan ini (poin c dan d) konon terkait sebuah peristiwa di masa lalu.
Ketika embah dalem arif muhammad akan mengkhitan anak laki-laki, sebelumnya
diadakan pesta yakni dengan menandu anak yang akan dikhitan dengan jampana atau
tandu/rumah-rumahan beratap jure. Sebagai hiburannya, ditabuhlah gong besar.
Ketika pesta itu berlangsung, tiba-tiba bertiup angin topan dengan kencangnya,
menghantam tandu pengantin sunat hingga terbang dan terjatuh. Anak itu pun
meninggal.
e. Khusus di kampong pulo tidak boleh memelihara ternak besar berkaki empat
seperti kambing, kerbau, sapi dan lain-lain. , terdapat dua dugaan. Pertama, karena
binatang ternak dikhawatirkan mengotori lingkungan setempat dan makam-
makam keramat dan didasarkan atas pertimbangan untuk melestarikan tanaman di
Kampung Pulo dan menghindari agar kampung itu tidak dikotori oleh kotoran
ternak. Kedua, pada awalnya masyarakat masih memeluk agama Hindu.
Sedangkan pemeluk Hindu memuja sapi. Dikhawatirkan pula, masyarakat sulit
melepas kepercayaan itu.
f. Setiap tanggal 14 bulan Maullud mereka malaksanakan upacara adat memandikan
benda-benda pusaka seperti keris, batu aji, peluru dari batu yang dianggap
bermakna dan mendapat berkah.
g. Jumlah dari rumah kampung pulo tidak boleh ditambah atau dikurangi serta yang
berdiam di rumah tersebut tidak boleh lebih dari 6 kepala keluarga.
10
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Candi Cangkuang merupakan peninggalan agama Hindu, abad ke 8 yang di temukan
oleh Drs. Uka Chandrasasmita. di samping candi tersebut ada sebuah makam penyebar
agama islam yaitu makam Embah Dalem Arif Muhammad, yang batu nisan nya sedikit
merunduk ke bawah yang mengaritikan bahwa Embah Dalem Arif Muhammad orang yang
rendah hati dan tidak sombong. Di bawah candi cangkuang ada perkampungan yang di sebut
Kampong Pulo, kampong ini memilik adat istiadat yang sampai sekarang masih terpelihara
adatnya, misalkan bangunan rumah yang ada di Kampong Pulo tidak boleh lebih dari 6.
Candi cangukang dan Kampung Pulo merupakan harta warisan budaya yang tidak
bisa ternilaikan oleh uang, cagar budaya ini bukan hanya sebagai warisan budaya bangsa
Indonesia melainkan warisan budaya Dunia.
B. Saran
Sebaiaknya untuk tugas yang berikutnya kita lebih bisa berinteraksi dengan orang
kampung pulonya langsung, tentu dengan etika yang baik, dan tatakrama yang baik pula.
11
DAPTAR FUSTAKA
Masyarakat Kampung Pulo ( Kuncen Kampung Pulo Abah Tatang Sonjaya/Syarif
Muhammad)
12
Lampiran
Fhoto-Fhoto Observasi
Arca Dewa Siwa
Embah Dalem Arif Muhamad
13
Penulis menunjukan MakamEmbah Dalem Arif
Muhamad
Penulis menunjukan masjid di kampung Pulo
Penulis,Cepi dan Kuncen
Naskah Khutbah Terpanjang
14
Saat melakukan wawancara
Rumah Adat Kampung Pulo Rumah KuncenCandi Cangkuang dan Makam Embah Dalem
Arif Muhamad
15