Download doc - Wrap Up Euthanasia

Transcript
Page 1: Wrap Up Euthanasia

Euthanasia Pilihan Terakhir

Daftar Isi

Skenario..................................................................................................................1

Brain Storming.................................................................................................................2

Hipotesa.................................................................................................................4

Sasaran Belajar....................................................................................................................5

LI.1. Memahami dan Mengetahui Euthanasia.....................................................6

LO.1.1.Definisi Euthanasia........................................................................6LO.1.2 Jenis Euthanasia.............................................................................6LO.1.3 Faktor Euthanasia….......................................................................7LO.1.4 Metode Euthanasia….....................................................................8

LI.2. Mengetahui dan Memahami Landasan Hukum dan Etik Euthanasia.........8

LO.2.1 KODEKI........................................................................................8LO.2.2 Landasan Hukum KUHP..............................................................10LO.2.3 Kaidah Dasar Bioetika..................................................................11LO.2.4 Sanksi............................................................................................15

LI.3. Mengetahui dan Memahami Euthanasia Menurut Pandangan Islam.........17

LO.3.1 Euthanasia Aktif ...........................................................................17LO.3.2 Euthanasia Pasif............................................................................19LO.3.3 Sanksi............................................................................................20

Daftar Pustaka.......................................................................................................24

Page 2: Wrap Up Euthanasia

I. SKENARIO Euthanasia Pilihan Terakhir

II. KATA SULIT1) Euthanasia (Dorland) : Kematian secara mudah/ tanpa rasa sakit

Membunuh berdasarkan rasa kasihanDengan sengaja mengakhiri hidup seseorang yang menderita penyakit denganrasa sakit yang hebat dan tidak bisadisembuhkan

2) Stroke : Suatu gangguan fungsi saraf akut yang disebabkan oleh karena gangguan peredaran darah otak, dimana secara mendadak (dalam beberapa detik) atau secara cepat (dalam beberapa jam) timbul gejala dan tanda yang sesuai dengan daerah fokal di otak yang terganggu

3) Operasi Seksio : Suatu proses insisi dinding abdomen dan uterus untuk mengeluarkan janin (Dorland, 2002)

4) Henti nafas : Henti nafas yang bukan dikarenakan gangguan pada jalan nafas dapat terjadi karena gangguan pada sirkulasi (asistol, bradikardi, fibrilasi ventrikel) (Materi Umum GELS, IGD-RS Hasan Sadikin Bandung)

5) Henti Jantung : Kegagalan jantung dalam mencapai curah jantung yang adekuat akibat terjadinya asistole atau disritmia (biasanya fibrilasi ventrikel) (Boulton, Thomas B., Blogg, Colin E. 1994. Anestesiologi. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, p222)

III. ANALISIS

Pertanyaan1) Hukum Euthanasia di Indonesia?2) Jenis - jenis Euthanasia?3) Apakah Euthanasia boleh dalam islam?4) Euthanasia bersebrangan dengan sumpah Hipoclates bagaimana?5) Apakah dokter boleh suntik Euthanasia pada orang yang tidak memiliki penyakit?6) Faktor apa saja yang menyebabkan Euthanasia?7) Atas kewenangan siapa Euthanasia boleh dilakukan?8) Cara apa saja Euthanasia dilakukan?9) Kaidah dasar Bioetik apa saja yang menjelaskan tentang Euthanasia?10) Adakah hukuman bagi dokter yang menyetujui Euthanasia?11) Apakah Euthanasia bersebrangan dengan KODEKI? 12) Negara mana saja yang memperbolehkan Euthanasia?13) Apakah Euthanasia pasif boleh dilakukan dalam islam?

Jawaban1) Hukum di Indonesia:

1

Page 3: Wrap Up Euthanasia

- Sangat dilarang, pasal 344 KUHP (siapa saja yang menghilangkan jiwa atas permintaan pasien) 

- Siapa saja yang menghasut dan membantu menghilangkan jiwa; hukuman penjara 4 tahun

- Pembunuhan sengaja → dibayar nyawa, emas 240 gram2) Euthanasia: Euthanasia aktif: langsung menyuntik mati pasien yang sudah menderita penyakit

(tidak ada harapan hidup) Euthanasia pasif: pasien sakit parah, karna alasan ekonomi untuk meringankan

penderitaan pasien dokter melakukan pemberhentian tindakan medis (membuat mati secara perlahan)

3) Euthanasia aktif sangat dilarang oleh agama karena sama saja dengan bunuh diri. Euthanasia pasif diperbilehkan karna berobat hukumnya mubah.

5) Tidak boleh6) Faktor:- Penyakit yang rasanya tidak tertahankan- Faktor ekonomi- Keinginan pasien7) Pasien atau keluarganya8) Cara-cara:- Pencabutan alat- Oral- Obat dosis tinggi- Pemberian tablet sianida9) Otonomi PasienApabila pasien mendatangani informed consent, memberikan wasiat kepada keluarga11) Etik: perilaku baik, bersebrangan dengan Euthanasia(=membunuh). Bersebrangan pula dengan hukum kedokteran Indonesia.12) Belanda

IV. HIPOTESA

Kematian yang tidak menyakitkan yang dilakukan atas kewenangan pasien atau keluarga pasien. Euthanasia dapat dilakukan dengan 2 cara yaitu Euthanasia aktif dan Euthanasia pasif. Namun, berdasarkan hukum yang ada di Indonesia Euthanasia termasuk perbuatan yang ilegal dan berdasarkan hukum Islam diharamkan kecuali Euthanasia pasif yang niatnya mencari alternatif lain.

V. SASARAN BELAJAR

LI.1. Mengetahui dan Memahami Euthanasia

2

Page 4: Wrap Up Euthanasia

LO.1.1. Definisi EuthanasiaLO.1.2. Jenis EuthanasiaLO.1.3. Faktor EuthanasiaLO.1.4. Metode Euthanasia

LI.2. Mengetahui dan Memahami Landasan Hukum EuthanasiaLO.2.1. KODEKILO.2.2. Landasan Hukum KUHPLO.2.3. Kaidah Dasar BioetikLO.2.4. Sanksi

LI.3. Mengetahui dan Memahami Euthanasia Menurut Pandangan IslamLO.3.1. Hukum Euthanasia AktifLO.3.2. Hukum Euthanasia PasifLO.3.3. SanksI

LI.1. Mengetahui dan Memahami Euthanasia

LO.2.1. Definisi EuthanasiaKata Euthanasia berasal dari bahasa Yunani yaitu "eu" (baik) dan

"thanatos" (maut, kematian) yang apabila digabungkan berarti "kematian yang baik". Hippocrates pertama kali menggunakan istilah "euthanasia" ini pada "Sumpah Hippocrates" yang ditulis pada masa 400-300 SM.

Euthanasia dalam Oxford English Dictionary dirumuskan sebagai “kematian yang lembut dan nyaman, dilakukan terutama dalam kasus penyakit yang penuh penderitaan dan tak tersembuhkan”. Istilah yang sangat populer untuk menyebut jenis pembunuhan ini adalah mercy killing (Tongat, 2003 :44).

Kamus Kedokteran Dorland, euthanasia mengandung dua pengertian. Pertama, suatu kematian yang mudah atau tanpa rasa sakit. Kedua, pembunuhan dengan kemurahan hati, pengakhiran kehidupan seseorang yang menderita penyakit yang tak dapat disembuhkan dan sangat menyakitkan secara hati-hati dan disengaja. (Tongat, 2003 : 44)

Kode Etik Kedokteran Indonesia menggunakan euthanasia dalam tiga arti:

1. Berpindahnya  ke alam baka dengan tenang & aman tanpa penderitaan, buat yang beriman dengan nama Tuhan di bibir.

2. Waktu hidup akan berakhir, diringankan penderitaan si sakit dengan memberi obat penenang.

3. Mengakhiri penderitaan & hidup seorang sakit dengan sengaja atas permintaan pasien sendiri & keluarganya.

LO.2.2. Jenis Euthanasia

Dilihat dari cara dilaksanakan Euthanasia dapat dibedakan atas:

3

Page 5: Wrap Up Euthanasia

1. Euthanasia Pasif: Perbuatan menghentikan atau mencabut segala tindakan atau pengobatan yang perlu untuk mempertahankan hidup manusia.

2. Euthanasia Aktif: Perbuatan yang dilakukan secara medik melalui intervensi aktif oleh seorang dokter dengan tujuan untuk mengakhiri hidup manusia.

Euthanasia Aktif Langsung (direct) / mercy killingTindakan medik secara terarah yang diperhitungkan akan mengakhiri hidup pasien, atau memperpendek hidup pasien.

Euthanasia Aktif Tidak Langsung (indirect)Saat dokter atau tenaga kesehatan melakukan tindakan medik untuk meringankan penderitaan pasien, namun mengetahui adanya risiko tersebut dapat memperpendek atau mengakhiri hidup pasien.

Ditinjau dari permintaan, euthanasia dibedakan atas:1. Euthanasia Voluntir atau Euthanasia Sukarela(atas permintaan pasien)

Euthanasia atas permintaan pasien adalah euthanasia yang dilakukan atas permintaan pasien secara sadar dan diminta berulang-ulang.

2. Euthanasia Involuntir (tidak atas permintaan pasien)Euthanasia tidak atas permintaan pasien adalah euthanasia yang dilakukan pada pasien yang(sudah) tidak sadar, dan biasanya keluarga yang meminta.

LO.2.3. Faktor Euthanasia

Faktor-faktor terjadinya euthanasia:1. Rasa putus asa (terutama pada pasien dengan depresi mayor),

ketidakberdayaan, kesepian, letih, nyeri psikologis yang dirasakan tidak tertangguhkan dalam menahan rasa sakit yang luar biasa.

2. Adanya hak moral bagi setiap orang untuk mati terhormat, maka seseorang mempunyai hak memilih cara kematiannya

3. Tindakan belas kasihan pada seseorang yang sakit, meringankan penderitaan sesama adalah tindakan kebajikan

4. Tindakan belas kasihan pada keluarga pasien5. Mengurangi beban ekonomi

Hal-hal yang menyebabkan seseorang menginginkan tindakan euthanasia antara lain:1. Rasa putus asa (terutama pada pasien dengan depresi mayor),

ketidakberdayaan, kesepian, letih, nyeri psikologis yang dirasakan tidak tertangguhkan.

2. Gangguan psikiatrika) Gangguan mood mayor, gangguan mood mayor khususnya dengan tanda-

tanda vegetatif atau proses fikir menyempitb) Alkoholisme, sebagian besar pasien kronis, sebagian besar pria, sering

setelah kehilangan hubungan pribadi dengan orang lain, lebih tinggi lagi apabila terjadi depresi dandukungan sosial yang kurang,kecanduan obat-obatan

4

Page 6: Wrap Up Euthanasia

c) Skizofrenia, skizofrenia khususnya ketika mengalami kesepian, depresi, skizofrenia kronis, atau disertai dengan halusinasi perintah yang merusak diri sendiri

d) Lain-lain: Psikosis akibat kondisi organik, gangguan kepribadian (ambang, antisosial), gangguan panik dengan komorbiditas depresi

3. Kesehatan yang menurun, bila sebelumnya hidup tidak mandiri, hambatan medis  kronis, HIV / AIDS.

4.   Intoksikasi, penggunaan aktif (penyalahgunaan) alkohol dan obat-obatan.5.   Pengendalian inpuls yang terganggu karena alasan apapun, hostilitas.6.   Riwayat percobaan bunuh diri.7.   Duda / janda, bercerai, berpisah, hidup sendiri, pengangguran, pension.8.   Pasien medis yang menjalani dialisis ginjal.9.   Perubahan status sosial “naik” atau “turun”.10. Kehilangan ataupun penolakan yang dialami baru-baru ini.11. Kematian orang tua selama masa kanak-kanak.

Pelaksanaannya dapat dilakukan dengan syarat-syarat tertentu, antara lain:a. Orang yang ingin diakhiri hidupnya adalah orang yang benar-benar sedang

sakit & tidak dapat diobati, misalnya kanker.b. Pasien berada dalam keadaan terminal, kemungkinan hidupnya kecil & tinggal

menunggu kematian.c. Pasien harus menderita sakit yang amat sangat, sehingga penderitaannya

hanya dapat dikurangi dengan pemberian morfin.d. Yang boleh melaksanakan bantuan pengakhiran hidup pasien, hanyalah dokter

keluarga yang merawat pasien & ada dasar penilaian dari dua orang dokter spesialis yang menentukan dapat tidaknya dilaksanakan euthanasia.

LO.2.4. Metode Euthanasia

Ada empat metode euthanasia: (Muladi, 1977 : 24)o Euthanasia sukarela: ini dilakukan oleh individu yang secara sadar

menginginkan kematian.o Euthanasia non sukarela: ini terjadi ketika individu tidak mampu untuk

menyetujui karena faktor umur, ketidak mampuan fisik dan mental. Sebagai contoh dari kasus ini adalah menghentikan bantuan makanan dan minuman untuk pasien yang berada di dalam keadaan vegetatif (koma).

o Euthanasia tidak sukarela: ini terjadi ketika pasien yang sedang sekarat dapat ditanyakan persetujuan, namun hal ini tidak dilakukan. Kasus serupa dapat terjadi ketika permintaan untuk melanjutkan perawatan ditolak.

o Bantuan bunuh diri: ini sering diklasifikasikan sebagai salah satu bentuk euthanasia. Hal ini terjadi ketika seorang individu diberikan informasi dan wacana untuk membunuh dirinya sendiri. Pihak ketiga dapat dilibatkan, namun tidak harus hadir dalam aksi bunuh diri tersebut. Jika dokter terlibat dalam euthanasia tipe ini, biasanya disebut sebagai ‘bunuh diri atas pertolongan dokter’. Di Amerika Serikat, kasus ini pernah dilakukan oleh dr. Jack Kevorkian.

LI.2. Landasan Hukum Euthanasia

5

Page 7: Wrap Up Euthanasia

LO.2.1. KODEKIDibentuk oleh para dokter Indonesia, baik yang bergabung secara fungsional

terikat dalam Ikatan Dokter Indonesia, maupun secara fungsional terikat dalam organisasi di bidang pelayanan, pendidikan dan penelitian kesehatan dan kedokteran.

Didalam kode etik kedokteran yang ditetapkan MenKes No. 434/MenKes/SK/X/1983 disebutkan pada pasal 10, “Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajibanya melindungi hidup mahluk insani”. Kemudian didalam penjelasan pasal 10 itu dengan tegas disebutkan bahwa naluri yang kuat pada setiap mahluk yang bernyawa, termasuk manusia ialah mempertahankan hidupnya.

Profesi tenaga medis sudah sejak lama menentang euthanasia sebab profesi kedokteran adalah untuk menyembuhkan dan bukan untuk mematikan. Profesi medis adalah untuk merawat kehidupan dan bukan untuk merusak kehidupan. Dijelaskan pada sumpah Hipokrates jelas-jelas menolaknya, “Saya tidak akan memberikan racun yang mematikan ataupun memberikan saran mengenai hal ini kepada mereka yang memintanya”. Sumpah ini kemudian menjadi dasar sumpah seluruh dokter didunia termasuk dokter diindonesia.

Dalam KODEKI pasal 2 dijelaskan bahwa: “Seorang dokter harus senantiasa berupayamelaksanakan profesinya sesuai dengan standar profesi tertinggi”. Jelasnya bahwa seorang dokter dalam melakukan kegiatan kedokterannya sebagai seorang profesi dokter harus sesuai denganilmu kedokteran mutakhir, hukum dan agama.

KODEKI pasal 7d juga menjelaskan bahwa “setiap dokter harus senantiasa mengingat akankewajiban melindungi hidup insani”. Artinya dalam setiap tindakan dokter harus bertujuan untuk memelihara kesehatan dan kebahagiaaan manusia. Jadi dalam menjalankan profesinya seorangdokter tidak boleh melakukan:

1.Menggugurkan kandungan (Abortus Provocatus),2.Mengakhiri kehidupan seorang pasien yang menurut ilmu dan pengetahuan tidak mungkinakan sembuh lagi (euthanasia)

Pasal 7d yang mengharuskan dokter untuk "senantiasa melindungi hidup makhluk insani" bersumber dari "Sumpah Dokter" hasil penyempurnaan Rakennas MKEK-P2A tahun 1993, khususnya lafal sumpah yang ke 6,7, dan 8 ialah:

6. Saya tidak akan mempergunakan pengetahuan dokter saya untuk sesuatu yang bertentangan dengan perikemanusiaan, sekalipun diancam.

7. Saya akan menghormati setiap hidup insani mulai dan saat pembuahan.8. Saya akan senantiasa mengutamakan kesehatan pasien.

Dalam pasal 9, bab II Kode Etik Kedokteran Indonesia tentang kewajiban dokter kepada pasien, disebutkan bahwa seorang dokter harus senantiasa mengingat akan kewajiban melindungi hidup makhluk insani. Tetapi apabila pasien sudah dipastikan mengalami kematian batang otak atau kehilangan fungksi otaknya sama sekali, maka pasien tersebut secara keseluruhan telah mati walaupun jantungnya masih berdenyut. Penghentian tindakan terapeutik harus diputuskan oleh dokter yang berpengalaman yang mengalami kasus-kasus secara keseluruhan dan sebaiknya hal itu dilakukan setelah diadakan konsultasi dengan dokter yang berpengalaman, selain harus pula dipertimbangkan keinginan pasien, keluarga pasien, dan kualitas hidup terbaik yang diharapkan. Dengan demikian, dasar etik moral untuk melakukan euthanasia adalah memperpendek atau mengakhiri penderitaan pasien dan bukan mengakhiri hidup pasien.

Di dalam praktek peran profesional kesehatan khususnya dokter dapat terbagi ke dalam 3 model penjaga gawang, yaitu peran traditional gatekeeper, negative gatekeeper, dan positive gatekeeper.

6

Page 8: Wrap Up Euthanasia

Dalam peran tradisionalnya, dokter memikul beban moral sebagai penjaga gawang penyelengaraan layanan kesehatan dan medis. Mereka harus menggunakan pengetahuan mereka untuk berpraktek secara kompeten dan rasional ilmiah. Petunjuknya harus diagnostic elegance (termasuk menggunakan cara yang memiliki tingkat ekonomi yang susai dalam mendiagnosis) dan therapeutic parsionomy (memberikan terapi hanya yang secara nyata bermanfaat dan efektif). Mereka harus mencegah adanya risiko yang tidak diperlukan kepada pasien yang berasal dari terapi yang meragukan dan menjaga sumber daya finansial pasien.

Dalam peran negative gatekeeper, yaitu pada sistem kesehatan pra-bayar atau kapitasi, dokter diharapkan untuk membatasi akses pasien ke layanan medis. Pada peran ini jelas terjadi konflik moral pada dokter dengan tanggungjawab tradisionalnya dalam membela kepentingan pasien (prinsip beneficence) dengan tanggung jawab barunya sebagai pengawal sumber daya masyarakat. Namun, peran negative gatekeeper ini secara moral mungkin masih dapat di justifikasi.

Positive gatekeeper dokter sangat tertutup dan tidak dapat dipertanggungjawabkan secara moral. Dalam peran ini dokter diberdayakan untuk menggunakan fasilitas medis dan jenis pelayanan hi-tech demi kepentingan profit. Peran positive gatekeeper telah membudaya bagi para dokter di kota-kota besar di Indonesia. Transasi antara pasien dengan dokter menjadi transaksi komoditi biasa. Dokter menjadi enterpreneur atau sebagi agen dari sang enterpreneur. Etik para profesional kesehatan menjadi menurun hingga ke bottom line ethics dan bukan lagi menjunjung tiggi nilai-nilai keutamaan (virtue ethics).

LO.2.2. KUHP

Kitab undang-undang Hukum Pidana mengatur sesorang dapat dipidana atau dihukum jika ia menghilangkan nyawa orang lain dengan sengaja ataupun karena kurang hati-hati. Ketentuan pelangaran pidana yang berkaitan langsung dengan euthanasia aktif tedapat pada pasal 344 KUHP.

Pasal 344 KUHP“Barangsiapa menghilangkan jiwa orang lain atas permintaan orang itu sendiri, yang disebutnya dengan nyata dan dengan sungguh-sungguh, dihukum penjara selama-lamanya dua belas tahun.”

Ketentuan ini harus diingat kalangan kedokteran sebab walaupun terdapat beberapa alasan kuat untuk membantu pasien atau keluarga pasien mengakhiri hidup atau memperpendek hidup pasien, ancaman hukuman ini harus dihadapinya.

Untuk jenis euthanasia aktif maupun pasif tanpa permintaan, beberapa pasal dibawah ini perlu diketahui oleh dokter, yaitu:

Pasal 338 KUHP“Barangsiapa dengan sengaja menghilangkan jiwa orang lain, dihukum karena makar mati, dengan penjara selama-lamanya lima belas tahun.”

Pasal 340 KUHP

7

Page 9: Wrap Up Euthanasia

“Barangsiapa dengan sengaja dan direncanakan lebih dahulu menghilangkan jiwa orang lain, dihukum, karena pembunuhan direncanakan (moord) dengan hukuman mati atau penjara selama-lamanya seumur hidup atau penjara selama-lamanya dua puluh tahun.”

Pasal 359 KUHP            “Barang siapa karena salahnya menyebabkan matinya orang dihukum penjara selama-lamanya lima tahun atau kurungan selama-lamanya satu tahun.”

Selanjutnya di bawah ini dikemukakan sebuah ketentuan hukum yang mengingatkan kalangan kesehatan untuk berhati-hati menghadapi kasus euthanasia dan pasal ini mengingatkan kalangan medis, jangankan melakukan euthanasia, menolong atau memberi harapan kea rah perbuatan itu saja pun sudah mendapat ancaman pidana, yaitu:

Pasal 345 KUHP“Barang siapa dengan sengaja menghasut orang lain unutk membunuh diri, menolongnya dalam perbuatan itu, atau memberikan daya upaya itu jadi bunuh diri, dihukum penjara selama-lamanya empat tahun.”

Selain ketentuan di atas juga terdapat ketentuan lain yang dapat digunakan untuk menjerat pelaku euthanasia yang menegaskan bahwa dalam hukum positif di Indonesia melarang tindakan euthanasia aktif, yaitu ketentuan Pasal 356 (3) KUHP (Tittto,2006).

Pasal 356(3) KUHP“Penganiayaan yang dilakukan dengan memberikan bahan yang berbahaya bagi nyawa dan kesehatan untuk dimakan atau diminum”.

Selanjutnya, ketentuan dalam Bab XV KUHP ditegaskan bahwa tindakan euthanasia pasif juga dilarang oleh hukum positif di Indonesia (Tittto,2006).

Pasal 304 KUHP“Barang siapa dengan sengaja menempatkan atau membiarkan seorang dalam keadaan sengsara, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan, dia wajib memberikan kehidupan, perawatan atau pemeliharaan kepada orang itu, diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.”

Pasal 306 (2) KUHP“Jika mengakibatkan kematian, perbuatan tersebut dikenakan pidana penjara maksimal sembilan tahun.”

LO.2.3. Kaidah Dasar Bioetik

8

Page 10: Wrap Up Euthanasia

A. Beneficence: Prinsip moral yang mengutamakan tindakan yang ditujukan kebaikan pasien atau penyediaan keuntungan dan menyeimbangkan keuntungan tersebut dengan resiko dan biaya. Dua jenis umum beneficence: General beneficence

o Melindungi dan mempertahankan hak yang lain,o Mencegah terjadi kerugian pada yang lain, dano Menghilangkan kondisi penyebab kerugian pada yang lain.

Specific beneficenceo Menolong orang cacat, dan

o Menyelamatkan orang dari bahaya

No Kriteria Contoh Sikap/Tindakan1 Mengutamakan altruisme

(menolong tanpa pamrih, rela berkorban untuk kepentingan orang lain)

Dokter bersedia bangun tengah malam bila ada pasien yang membutuhkan pertolongan

2 Menjamin nilai pokok harkat dan martabat manusia

Memanusiakan manusia

3 Memandang pasien/keluarga/sesuatu tak hanya sejauh menguntungkan dokter

Memberikan obat dan vitamin yang tidak berlebihan karena ia merasa beberapa macam obat saja sudah cukup untuk menyembuhkan pasien. Ia tidak mengambil keuntungan dari menjual obat.

4 Mengusahakan agar kebaikan/ manfaatnya lebih banyak dibandingkan dengan keburukannya

Memberikan terapi diuretika hanya pada pagi hari

5 Paternalisme bertanggungjawab/ berkasih saying

Dokter berusaha mencari waktu yang optimal untuk kasus labiopalatoshisis

6 Menjamin kehidupan baik-minimal manusia

Seperti memberikan obat-obatan penunjang untuk mengurangi penderitaan pasien yang penyakitnya belum di ketahui obatnya

7 Pembatasan “goal based” Hanya melakukan pemeriksaan penunjang yang sesuai dengan DD

8 Maksimalisasi pemuasan kebahagiaan/ preferensi pasien

Memberi informasi yang tuntas dan menjawab semua pertanyaan pasien.

9 Minimalisasi akibat buruk Menambah obat antacid pada obat-obat yang mengiritasi lambung

10 Kewajiban menolong pasien gawat darurat

Menolong anak yang diduga menjadi korban kekerasan dalam keluarga

11 Menghargai hak-hak pasien secara keseluruhan

Menyempatkan edukasi ke pasien

12 Tidak menarik honorarium diluar kepantasan

Memberi obat generik,tidak polifarmasi

9

Page 11: Wrap Up Euthanasia

13 Maksimalisasi kepuasan tertinggi secara keseluruhan

Bersedia memberi penjelasan tentang penyakit pasien kepada pasangannya apabila diminta diminta pasien untuk menunjang proses penyembuhan

14 Mengembangkan profesi secara terus menerus

Hadir dalam seminar-seminar dan membaca jurnal kedokteran

15 Memberikan obat berkhasiat namun murah

Pemberian obat anti nyeri pada pasien terminal (untuk mengurangi penderitaan)

16 Menerapkan Golden Rule Principle

Tidak melakukan hal-hal yang tidak ingin dilakukan terhadap dirinya.

B. Non-maleficence: Prinsip menghindari terjadinya kerusakan atau prinsip moral yang melarang tindakan yang memperburuk keadaan pasien.No Kriteria Contoh Sikap/Tindakan1 Menolong pasien emergensi Mendahulukan menolong pasien dalam

keadaan gawat darurat.2 Kondisi untuk menggambarkan

kriteria ini adalah: Pasien dalam keadaan amat

berbahaya (daruratif)/beresiko hilangnya sesuatu yang penting (gawat)

Dokter sanggup mencegah bahaya atau kehilangan tersebut

Tindakan kedokteran tadi terbukti efektif

Manfaat bagi pasien > kerugian dokter (hanya mengalami resiko minimal)

Dokter bersedia datang ke rumah pasien yang sedang dalam gawat darurat

3 Mengobati pasien yang luka Dokter obati pasien yang terluka4 Tidak membunuh pasien (tidak

melakukan euthanasia)Dokter tidak boleh melakukan euthanasia walaupun itu permintaan pasien

5 Tidak menghina/mencaci maki/memanfaatkan pasien

Dokter menghargai pasien, tidak menghinanya

6 Tidak memandang pasien hanya sebagai objek

Tidak ngobyekin pasien

7 Mengobati secara tidak proporsional

Tidak melakukan pemeriksaan canggih pada kasus-kasus tertentu yang masih dapat ditegakkan dengan pemeriksaan diagnostic sederhana

8 Tidak mencegah pasien dari bahaya

Dokter menerangkan efek samping obat

9 Menghindari misrepresentasi dari pasien

Dokter menerangkan penyakit pasien sesuai dengan bahasa yang dimengerti oleh pasien

10 Tidak membahayakan kehidupan Dokter bekerja hati-hati sesuai dengan

10

Page 12: Wrap Up Euthanasia

pasien karena kelalaian SOP11 Memberikan semangat hidup Dokter tetap memberikan semangat

hidup pada pasien terminal dengan menghibur bahwa segala sesuatu ditentukan oleh Tuhan YME

12 Melindungi pasien dari serangan Dokter memberikan obat penurun demam setelah pasien anak mendapatkan imunisasi DPT

13 Tidak melakukan white collar crime dalam bidang kesehatan / kerumah-sakitan yang merugikan pihak pasien/keluarganya

Dokter tidak melakukan kerja sama dengan perusahaan obat tertentu untuk mendapatkan komisi.

C. Autonomy: Prinsip yang menghormati hak-hak pasien, terutama hak otonomi pasien (the rights to self determination) dan merupakan kekuatan yang dimiliki pasien untuk memutuskan suatu prosedur medis.

NoKriteria Contoh Sikap/Tindakan

1 Menghargai hak menentukan nasib, menghargai martabat pasien

Dokter menghargai pasien dalam meolak saran dokter karena alasan tertentu dengan memberikan alternatif lain.

2 Tidak menginterverensi pasien dalam membuat keputusan (pada kondisi elektif)

Dokter tidak ikut campur tangan saat pasien melakukan pengambilan keputusan

3 Beterus terang Dokter menjelaskan suatu kondisi pasien jujur dan jelas

4 Menghargai privasi Tidak memasukkan 3 pasien sekaligus ke dalam klinik

5 Menjaga rahasia pasien Rekam medis harus dijaga kerahasiaannya tidak boleh dipublikasikan tanpa seizin pasien

6 Menghargai rasionalitas pasien Dokter menghargai pendapat dan pemikiran pasien

7 Melaksanakan informed consent Apabila ada pasien yang akan dioperasi harus melaksanakan informed consent untuk berjaga-jaga apabila ada kemungkinan buruk atau kegagalan dalam operasi

8 Membiarkan pasien dewasa dan kompeten mengambil keputusan sendiri

Menghargai segala keputusan pasien

9 Tidak mengintervensi atau menghalangi otonomi pasien

Dokter tidak menakut nakuti pasien dalam mengambil keputusan medis

10 Mencegah pihak lain mengintervensi pasien dalam membuat keputusan, termasuk

Cek dan rice katas keputusan medis yang di berikan ke tangan dokter

11

Page 13: Wrap Up Euthanasia

keluarga pasien sendiri11 Sabar menunggu keputusan yang

akan diambil pasien dalam kasus non emergensi

Pada operasi prostatektomi,dokter memberikan waktu yg cukup bagi pasien untuk berfikir

12 Tidak berbohong ke pasien meskipun demi kebaikan pasien

Menyatakan apa adanya dan tidak berbohong akan keadaan pasien yg sebenarnya pada kasus pasien dengan kanker ganas

13 Menjaga hubungan (kontrak) Bekerja secara profesional

D. Justice: Prinsip moral yang mementingkan fairness dan keadilan dalam bersikap maupun dalam mendistribusikan sumber daya (distributive justice) atau pendistribusian dari keuntungan biaya dan rsiko secara adil.

No Kriteria Contoh Sikap/Tindakan1 Memberlakukan segala sesuatu

secara universalSemua orang harus ditolong

2 Mengambil porsi terakhir dari proses membagi yang telah ia lakukan

Pemikiran keuntungan untuk diri dokter dipertimbangkan pada urutan terakhir

3 Memberi kesempatan yang sama terhadap pribadi dalam posisi yang sama

Dokter mengutamakan keadilan bagi pasien itu sendiri maupun keluarga pasien/dokter mengutamakan pasiennya

4 Menghargai hak sehat pasien (affordability, equality, accessibility, availability, quality)

Dokter memprioritaskan pengobatan kesehatan pasien

5 Menghargai hak hukum pasien Pada kasus child abuse, KDRT6 Menghargai hak orang lain Menghargai pasien yang tidak mampu7 Menjaga kelompok rentan (yang

paling dirugikan)UU karantina

8 Tidak membedakan pelayanan pasien atas dasar SARA, status social, dll

Tidak membedakan atas pelayanan kesehatan pada orang kaya/miskin

9 Tidak melakukan penyalahgunaan Dokter ataupun inflasi kesehatan melakukan penyalahgunaan zat termasuk inhalasi

10 Memerikan kontribusi yang relatif sama dengan kebutuhan pasien

Fasilitas kesehatan sesuai dengan kelas perawatan

11 meminta participasi pasien sesuai dengan kemampuannya

Tidak menuntut pasien untuk berbicara bahasa Indonesia yang baik dan benar

12 Kewajiban mendistribusikan keuntungan dan kerugian secara adil

Memberikan informasi yang terbuka, benar, dan jujur

13 Tidak memberi beban berat secara tidak merata tanpa alasan sah atau tepat

Menyelamatkan barang pasien pada saat di tidak sadar, menjaga dengan baik dan mengembalikan semuanya secara utuh setelah pasien sadar dan kompeten

14 Tidak memberi beban berat secara tidak merata tanpa alasan sah/tepat

Tidak mengambil keuntungan pribadi pada pasien

15 Menghormati hak populasi yang Rujukan ke wilayah-wilayah untuk

12

Page 14: Wrap Up Euthanasia

sama sama rentan penyakit atau gangguan kesehatan

mencegah/meminimalisir penyebaran penyakit tertentu di suatu wilayah

16 Bijak dalam makroalokasi Lebih baik mendirikan 9 puskesmas daripada memberi CT-Scan

ETIKA KLINISMerupakan etika terapan untuk mengenal, menganalisis dan menyelesaikan

masalah etik dalam pelayanan klinik (Jonsen et al, 2002).Aspek etiknya:1. Indikasi Medik (Medic Indication)

Prinsip - prinsip terbaik yang tidak merugikan. Tentang masalah mediknya (anamnesis, diagnosis, prognosis) tingkat kegawatan masalah, tujuan pengobatan, kemungkinan keberhasilan pengobatan, rencana berikutnya ketika pengobatan gagal.

2. Pilihan Pasien (Patient Prefence)Prinsip menghormati otonomi pasien. Kemampuan mental pasien dalam pengobatan yang dipilihnya, persetujuan pasien terhadap tindakan medis, informed concent, pihak ketiga pasien (yang mewakilinya) untuk mengambil keputusan.

3. Kualitas hidup (Quality of life)Prinsip - prinsip terbaik yang tidak merugikan pasien dan menghormati otonomi pasien. Prospeknya dilakukan pengobatan atau tidak kembali ke kehidupan normal, dampak dari pengobatan terhadap kekurangan fisik, mental dan sosial pasien jika pengobatan berhasil, kondisi pasien yang tidak perlu mempertimbangkan lagi, rencana untuk membuat hidup pasien nyaman.

4. Gambaran Kontextual (Contextual Features)Prinsip kesetian dan keadilan. Hal hal dalam keluarga yang mempengaruhi keputusan pengobatan, adanya dokter yang mempengaruhi keputusan pengobatan, faktor biaya ekonomi, faktor agam dan budaya, batas - batas kerahasiaan, peraturan perundangan yang mempengaruhi keputusan pengobatan, keterlibatan penelitian klinis atau pendidikan klinis.

LO.2.4. SanksiSanksi melakukan pelanggaran kode etik profesi adalah sanksi moral dan sanksi

dikeluarkan dari organisasi. Sedangkan, pelanggaran hukum diberikan sanksi pengadilan.Salah satu sanksi etiknya tercantum di Keputusan Menteri Kesehatan RI

No.434/menkes/SK/X/1983 tentang etik kesehatan menyatakan bahwa: “Dokter yang melakukan tindakan euthanasia (aktif khususnya) dapat diberhentikan dari jabatannya”, hal ini sesuai dengan pasal 10 SK MenKes dan kodeki pasal 7d bahwa, “Setiap dokter harus senantiasa mengingat akan kewajibanya melindungi hidup mahluk insani”.

Hubungan etika dan hukum kedokteran:

13

Page 15: Wrap Up Euthanasia

ETIKA→ aturan prilaku, adat kebiasaan, norma-norma, nilai-nilai, kaidah-kaidah dan ukuran-ukuran bagi tingkah laku manusia dalam pergaulan antara sesamanya dan menegaskan mana yang benar dan mana yang buruk.Etika Kedokteran: kajian yg muncul dalam praktik pengobatan secara sistematik, hati-hati & analisis terhadap keputusan moral & perilaku.

HUKUM→ peraturan perundangan yg dibuat oleh suatu kekuasaan (misalnya hukum pidana, hukum perdata, hukum tata negara, dll).Hukum Kesehatan: semua ketentuan hukum yg berhubungan langsung dengan pemeliharaan kesehatan serta penerapannya.

Persamaan etika dan hukum: Alat untuk mengatur tertib hidup masyarakat Objek: tingkah laku manusia Mengandung hak & kewajiban Menggugah kesadaran untuk bersikap manusiawi Sumber: hasil pemikiran

Perbedaan etika dan hukum:ETIKA HUKUM

1. Norma Moral: - Masalah moral

2. Pelanggaran: Dilema norma internal (BAIK - BURUK)

3. Dampak: - Kualitas Moral - Kehormatan Profesi

4. Lingkup: - Perilaku Etik

5. Bentuk: Kode Etik Profesi6. Disusun: Orang Profesi

7. Sanksi: - Moral/Hati Nurani - Nasihat/Teguran - Pengucilan

8. Yang memeriksa: - MKEK - MKEKG - ANGGOTA: Profesi

1. Norma Hukum

2. Pelanggaran Norma Hukum (BENAR – SALAH)

3. Penyelesaian Konflik/Kedamaian

4. Peraturan hukum tentang kedokteran

5. UU, PP, PERMEN, KEPPRES, dll6. Negara (DPR + Pemerintah)

7. Sanksi: - Pidana: Denda/Penjara - Perdata: Ganti rugi - Administrasi: Pencabutan

8. Pengadilan: -Negeri -TUN -ANGGOTA: Hakim

LI.3 Euthanasia menurut Pandangan IslamLO 3.1 Euthanasia Aktif

Syariah Islam mengharamkan euthanasia aktif, karena termasuk dalam kategori pembunuhan sengaja (al-qatlu al-‘amad), walaupun niatnya baik yaitu untuk meringankan penderitaan pasien. Hukumnya tetap haram, walaupun atas permintaan pasien sendiri atau keluarganya.

Dalil-dalil dalam masalah ini sangatlah jelas, yaitu dalil-dalil yang mengharamkan pembunuhan. Baik pembunuhan jiwa orang lain, maupun membunuh diri sendiri. Misalnya firman Allah SWT:

14

Page 16: Wrap Up Euthanasia

[ �ح�ق� بال م�الله�ال ح�ر �ي ت ال ف�س� الن �وا �ل �ق�ت ت � [و�ال

“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (untuk

membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar.” (QS Al-

An’aam : 151)

[ ح�يم�ا ر� �م� �ك ب �ان� ك الله� �ن إ �م� ك �ف�س� �ن أ �وا �ل �ق�ت ت � [و�ال

“Dan tidak layak bagi seorang mu`min membunuh seorang mu`min (yang lain),

kecuali karena tersalah (tidak sengaja)…” (QS An-Nisaa` : 92)

“Dan janganlah kamu membunuh dirimu, sesungguhnya Allah adalah Maha

Penyayang kepadamu.”(QS An-Nisaa` : 29).

Karena itu, apapun alasannya (termasuk faktor kasihan kepada penderita) tindakan euthanasia aktif tersebut jelas tidak dapat diterima. Alasan ini hanya melihat aspek lahiriah (empiris), padahal di balik itu ada aspek-aspek lain yang tidak diketahui dan terjangkau oleh manusia, yaitu pengampunan dosa. Rasulullah SAW  bersabda:

[ �ه�ا اك �ش� ي �ة� و�ك الش ى ح�ت �ه� ع�ن �ه�ا ب الله� �فر� ك �ال إ �م� ل �م�س� ال �ص�يب� ت �ة1 م�ص�يب م�ن� [م�ا

“Tidaklah suatu musibah menimpa seseorang Muslim, kecuali Allah menghapuskan dengan musibah itu dosanya, hatta sekadar duri yang menusuknya”.(HR al-Bukhari dan Muslim).

Adapun jika itu atas permintaan si pasien, maka si pasien itu telah menanggung dosa yang sangat besar karena dia telah membunuh dirinya atau menyuruh orang lain membunuh dirinya. Sementara dokter dan pihak keluarga yang rela dengan hal itu semuanya mendapatkan dosa karena telah meridhai bahkan bekerja sama dalam perbuatan dosa. Allah Ta’ala berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu. Dan janganlah kamu membunuh dirimu; sesungguhnya Allah adalah Maha Penyayang kepadamu” (QS An-Nisaa: 29)

Bahkan Allah melarang membunuh jiwa 2 kali di dalam Al-Quran: QS Al-An’am: 151

15

Page 17: Wrap Up Euthanasia

Artinya: Katakanlah: "Marilah kubacakan apa yang diharamkan atas kamu oleh Tuhanmu yaitu: janganlah kamu mempersekutukan sesuatu dengan Dia, berbuat baiklah terhadap kedua orang ibu bapa, dan janganlah kamu membunuh anak-anak kamu karena takut kemiskinan, Kami akan memberi rezeki kepadamu dan kepada mereka, dan janganlah kamu mendekati perbuatan-perbuatan yang keji, baik yang nampak di antaranya maupun yang tersembunyi, dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) melainkan dengan sesuatu (sebab) yang benar". Demikian itu yang diperintahkan kepadamu supaya kamu memahami(nya).

QS Al-Israa: 33

“Dan janganlah kamu membunuh jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya), melainkan dengan suatu (alasan) yang benar. Dan barangsiapa dibunuh secara zalim, maka sesungguhnya Kami telah memberi kekuasaan kepada ahli warisnya, tetapi janganlah ahli waris itu melampaui batas dalam membunuh. Sesungguhnya ia adalah orang yang mendapat pertolongan.”

LO.3.2. Euthanasia Pasif

Dia adalah tindakan menghentikan pengobatan pasien yang menderita sakit keras, yang secara medis sudah tidak mungkin lagi dapat disembuhkan. Dimana penghentian pengobatan ini berarti mempercepat kematian si pasien. Hakikat dari euthanasia pasif ini adalah tindakan menghentikan pengobatan, karena diyakini (atau dugaan besar) pengobatan itu sudah tidak bermanfaat dan hanya akan menambah kesusahan bagi pasien. Maka hukum euthanasia pasif ini kembalinya kepada hukum berobat dalam islam. Berobat hukumnya sunnah, maka berarti menghentikan pengobatan adalah hal yang mubah. Karenanya euthanasia pasif ini hukumnya adalah tidak diharamkan jika memang sudah dipastikan (atau dugaan besar) si pasien sudah tidak bisa sembuh dan hidupnya dia hanya akan menambah penderitaannya.

16

Page 18: Wrap Up Euthanasia

Hukum euthanasia pasif ini kembalinya kepada hukum berobat itu sendiri. Apakah berobat itu hukumnya wajib, sunnah, atau mubah? Jika kita katakan berobat hukumnya wajib, maka berarti menghentikan pengobatan (euthanasia pasif) hukumnya adalah haram. Jika kita katakan berobat itu hukumnya sunnah, maka maka berarti menghentikan pengobatan (euthanasia pasif) hukumnya adalah makruh. Dan jika kita katakan berobat itu hukumnya mubah (boleh), maka maka berarti menghentikan pengobatan (euthanasia pasif) hukumnya adalah mubah.

Syaikh Al-Islam (Ibnu Taimiah) berkata, “(Berobat) tidak wajib menurut pendapat mayoritas ulama, yang mewajibkannya hanya sekelompok kecil dari para pengikut mazhab Asy-Syafi’i danAhmad.” (Majmu’ Al-Fatawa: 24/269).

“Ya wahai sekalian hamba Allah, berobatlah kalian. Karena sesungguhnya Allah tidak menciptakan suatu penyakit melainkan menciptakan juga obat untuknya kecuali satu penyakit.” Mereka bertanya, “Penyakit apakah itu wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Yaitu penyakit tua (pikun).” (HR. Abu Daud no. 3357 dan At-Tirmizi no. 1961)

“Wanita berkulit hitam ini, dia pernah menemui Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam sambil berkata, “Sesungguhnya aku menderita epilepsi dan auratku sering tersingkap (ketika sedang kambuh), maka berdoalah kepada Allah untuk (menyembuhkan)ku.” Beliau bersabda: “Jika kamu berkenan, bersabarlah maka bagimu surga, dan jika kamu berkenan, maka aku akan berdoa kepada Allah agar Allah menyembuhkanmu.” Ia berkata, “Baiklah aku akan bersabar.” Wanita itu berkata lagi, “Tapi jika kambuh, auratku sering tersingkap. Maka tolong berdoalah kepada Allah agar (auratku) tidak tersingkap.” Maka beliau mendoakan untuknya.” (HR. Al-Bukhari no. 5220 dan Muslim no. 4673).

Hadits ini tegas menunjukkan tidak wajibnya berobat. Karena seandainya berobat itu wajib, niscaya Nabi shallallahu alaihi wasallam akan mendoakannya atau menyuruhnya berobat dan bukannya menganjurkan dia untuk bersabar. Wallahu A’lam.

Jika si dokter melakukannya maka insya Allah dia tidak mendapatkan hukuman di akhirat. Hanya saja untuk pelaksanaan euthanasia pasif ini tetap disyaratkan harus adanya izin dari pasien, atau walinya, atau atau washi-nya (washi adalah orang yang ditunjuk untuk mengawasi dan mengurus pasien). Jika pasien tidak mempunyai wali atau washi, maka yang dimintai izin adalah pemerintah.

Hadis di atas menunjukkan bolehnya tidak berobat. Jika hadis ini digabungkan dengan hadits pertama di atas yang memerintahkan berobat maka hadis terakhir ini menjadi indikasi (qarînah), bahwa perintah berobat adalah perintah sunnah, bukan perintah wajib. Kesimpulannya, hukum berobat adalah sunnah (mandûb), bukan wajib (Zallum, 1998: 69), termasuk dalam hal ini memasang alat-alat bantu bagi pasien.

Jika memasang alat-alat ini hukumnya sunnah, apakah dokter berhak mencabutnya dari pasien yang telah kritis keadaannya? Abdul Qadim Zallum (1998: 69) mengatakan bahwa jika para dokter telah menetapkan bahwa si pasien telah mati organ otaknya maka para dokter berhak menghentikan pengobatan, seperti menghentikan alat bantu pernapasan dan sebagainya. Sebab, kematian otak tersebut berarti secara pasti tidak memungkinkan lagi kembalinya kehidupan bagi pasien. Penggunaan dan penghentiaan alat-alat bantu itu sendiri termasuk aktivitas pengobatan yang hukumnya sunnah, tidak wajib. Karena itu, hukum euthanasia pasif—dalam arti menghentikan pengobatan dengan mencabut alat-alat bantu pada pasien (setelah matinya atau rusaknya organ otak)—hukumnya boleh (jâ’iz) bagi dokter. Jadi, ketika dokter mencabut alat-alat tersebut dari

17

Page 19: Wrap Up Euthanasia

tubuh pasien, ia tidak dapat dikatakan melakukan pembunuhan terhadap pasien (Zallum, 1998: 69; Zuhaili, 1996: 500; Utomo, 2003: 182).

Kebolehan euthanasia pasif itu didasarkan atas pertimbangan bahwa pasien sebenarnya memang sudah tidak memiliki fungsi organ-organ yang memberi kepastian hidup.Kalaupun ada harapan, umpamanya karena salah satu dari 3 organ utama yang tidak berfungsi, yaitu jantung, paru-paru, korteks otak (otak besar, bukan batang otak), maka berarti masih bisa dilakukan pengobatan bagi pasien yang berada di RS yang lengkap peralatannya.Tetapi bila pasien berada di RS yang sederhana, sehingga usaha untuk mengatasi kerusakan salah satu dari yang disebutkan itu, atau biaya untuk meneruskan pengobatan ke RS yang lebih lengkap.Allah tidak memberikan beban kewajiban yang manusia tidak sanggup memikulnya.Yang penting disini tidak ada unsur kesengajaan untuk mempercepat kematian pasien. Kalau kerusakan terjadi pada batang otak, maka seluruh organ lainnya akan terhenti pula fungsinya. Memang bisa terjadi, ketika batang otak telah rusak, tetapi jantung masih berdenyut.Apalagi jika batang otak sudah mengalami pembusukan.Maka dalam kondisi yang demikian, tindakan euthanasia pasif boleh dilaksanakan, umpamanya dengan mencabut selang pernafasan, masker oksigen, pemacu jantung, saluran infus dan sebagainya. Maksudnya hanya sebagai langkah menyempurnakan kematian.

LO.3.3. SanksiDokter yang melakukan euthanasia aktif, misalnya dengan memberikan suntikan

mematikan, menurut hukum pidana Islam akan dijatuhi qishash (hukuman mati karena membunuh), oleh pemerintahan Islam (Khilafah), sesuai firman Allah:

“Telah diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh.” (QS Al-Baqarah : 178)

Namun jika keluarga terbunuh (waliyyul maqtuul) menggugurkan qishash (dengan memaafkan), qishash tidak dilaksanakan. Selanjutnya mereka mempunyai dua pilihan lagi, meminta diyat (tebusan), atau memaafkan/menyedekahkan.

Firman Allah SWT: “Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diyat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula).” (QS Al-Baqarah : 178)

Diyat untuk pembunuhan sengaja adalah 100 ekor unta di mana 40 ekor di antaranya dalam keadaan bunting, berdasarkan hadits Nabi riwayat An-Nasa`i (Al-Maliki, 1990: 111). Jika dibayar dalam bentuk dinar (uang emas) atau dirham (uang perak), maka diyatnya adalah 1000 dinar, atau senilai 4250 gram emas (1 dinar = 4,25 gram emas), atau 12.000 dirham, atau senilai 35.700 gram perak (1 dirham = 2,975 gram perak) (Al-Maliki, 1990: 113).

Hukuman bagi pembunuh

18

Page 20: Wrap Up Euthanasia

Hukuman duniawi terhadap seorang pembunuh dalam Islam sangatlah berat yaitu dibunuh balik sebagai hukuman qishash ke atasnya.

Allah SWT berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman, diwajibkan atas kamu qishash berkenaan dengan orang-orang yang dibunuh; orang merdeka dengan orang merdeka, hamba dengan hamba, dan wanita dengan wanita. Maka barangsiapa yang mendapat suatu pemaafan dari saudaranya, hendaklah (yang memaafkan) mengikuti dengan cara yang baik, dan hendaklah (yang diberi maaf) membayar (diyat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik (pula). Yang demikian itu adalah suatu keringanan dari Tuhan kamu dan suatu rahmat. Barangsiapa yang melampaui batas sesudah itu, maka baginya siksa yang sangat pedih.” (QS. al-Baqarah: 178).

Sementara hukuman ukhrawi-nya adalah dilemparkan dalam neraka oleh Allah SWT suatu masa nanti, sesuai dengan firman-Nya: “Dan barangsiapa yang membunuh seorang mukmin dengan sengaja maka balasannya ialah Jahannam, kekal ia di dalamnya dan Allah murka kepadanya, dan mengutukinya serta menyediakan azab yang besar baginya.” (QS. an-Nisa’: 93)

Bagi pembunuh yang sudah dimaafkan oleh keluarga terbunuh sehingga bebas dari hukuman qishash, wajib baginya membayar diyat kepada keluarga terbunuh sebanyak 100 ekor unta. Jumhur ulama sepakat dengan jumlahnya dan bagi wilayah yang tidak mempunyai unta dapat diganti dengan lembu atau kerbau atau yang sejenis dengannya. Dalam Islam, qishash diberlakukan karena di sana ada kelangsungan hidup umat manusia

Allah SWT berfirman :

“Dan dalam qishash itu ada (jaminan kelangsungan) hidup bagimu, hai orang-orang yang berakal, supaya kamu bertakwa.” (QS. al-Baqarah: 179).

Qishash ini betul-betul sebuah keadilan dalam sistem hukum pidana Islam, di mana seseorang yang membunuh orang lain tanpa salah harus dibunuh balik. Ini sama sekali tidak melanggar hak azasi manusia (HAM) sebagaimana diklaim orang-orang yang tidak paham hukum Islam. Bagaimana mungkin kalau seseorang membunuh orang lain tanpa dibenarkan agama dapat diganti dengan hukuman penjara 5-9 tahun, sementara orang yang dibunuhnya sudah meninggal. Malah yang seperti itulah melanggar HAM,

19

Page 21: Wrap Up Euthanasia

karena tidak berimbang antara perbuatan jahat yang dilakukannya dengan hukuman terhadapnya.

Ada tiga macam jenis pembunuhan dalam Islam yang mempunyai hukum qishash yang berbeda, yaitu pembunuhan sengaja, semi sengaja dan tidak sengaja. Pembunuhan sengaja adalah seseorang sengaja membunuh orang lain yang darah dan keselamatan jiwanya dilindungi. Yaitu dengan menggunakan alat untuk membunuh seperti senjata api dan senjata tajam.

Tindak pidana pembunuhan secara sengaja jika memenuhi unsur-unsur:(1) Orang yang melakukan pembunuhan adalah orang dewasa, berakal, sehat,

dan bermaksud membunuh; (2) Terbunuh adalah orang yang terpelihara darahnya (tidak halal untuk

dibunuh); dan (3) Alat yang digunakan untuk membunuh dapat mematikan atau menghilangkan

nyawa orang.

Jika pembunuh sengaja dimaafkan oleh keluarga terbunuh maka sipembunuh wajib membayar diyat berat berupa 100 ekor unta, terdiri dari 30 ekor unta betina berumur 3-4 tahun, 30 ekor unta betina berumur 4-5 tahun, dan 40 ekor unta betina yang sedang bunting. Pembunuhan semi sengaja adalah menghilangkan nyawa orang lain dengan alat yang tidak biasa digunakan untuk membunuh dan tidak dimaksudkan untuk membunuh. Ia juga harus membayar diyat berat kalau sudah dimaafkan keluarga terbunuh dengan cara mengangsurnya selama 3 tahun. Sementara pembunuhan tidak sengaja adalah seperti orang melempar buah mangga di pohon lalu terkena seseorang di bawah pohon mangga tersebut sehingga mati.

Diyat bagi kasus seperti ini adalah diyat ringan, yaitu 100 ekor unta terdiri atas 20 ekor unta betina berumur 1-2 tahun, 20 ekor unta betina berumur 2-3 tahun, 20 ekor unta jantan berumur 2-3 tahun, 20 ekor unta betina berumur 3-4 tahun, dan 20 ekor unta betina berumur 4-5 tahun. Pihak pembunuh wajib membayarnya dengan mengangsur selama 3 tahun, setiap tahun wajib membayar sepertiganya. Kalau tidak dapat dibayar 100 ekor unta, maka harus dibayar 200 ekor lembu atau 2.000 ekor kambing.

Mengingat demikian beratnya hukuman bagi seorang pembunuh dalam Islam, kepada muslim dan muslimah khususnya di Aceh diminta untuk menjauhkan diri dari perbuatan tersebut agar semuanya selamat hidup di dunia dan di akhirat kelak. Kepada para pihak yang sedang terlibat dalam percaturan politik negara, kita imbau untuk menjalankan aktivitas politiknya yang selaras dengan ketentuan Islam, dan menjauhi benih-benih perpecahan dan pembunuhan.

Dalam hal dokter membiarkan pasiennya meninggal dunia (dapam Euthanasia aktif), keluarga pasien mempunyai 3 opsi:a.    Memaafkan si dokter dan membebaskannya dari semua tuntutan dan ganti

rugi.b.    Meminta ganti rugi (diyat) kepada si dokter. Dan diyat untuk pembunuhan

dengan sengaja adalah 100 ekor onta atau yang senilai dengannya berupa emas dan perak atau 1000 dinar atau 12.000 dirham menurut pendapat mayoritas ulama. Sementara 1 dinar setara dengan 4,25 gr emas.

20

Page 22: Wrap Up Euthanasia

c.   Menuntut si dokter dengan hukuman mati (qishash). Hanya saja perlu diingatkan bahwa masalah qishash mempunyai beberapa hukum dan masalah tersendiri, yang rinciannya bisa dilihat dalam buku-buku fiqh.

VI. DAFTAR PUSTAKA

Achadiat, C.M. 2006. Dinamika Etika dan Hukum Dalam Tantangan Zaman. EGC: Jakarta.

Adan, H.Y. 2013. Pembunuhan dalam Perspektif Islam. Avaliable from: http://aceh.tribunnews.com/2013/05/03/pembunuhan-dalam-perspektif-islam (Diakses 4 Okteber 2014, Pukul 09:58 WIB)

Hanafiah, M.J., Amir, A. 2007. Etika Kedokteran & Hukum Kesehatan. EGC: Jakarta.

http://al-atsariyyah.com/euthanasia-dalam-perspektif-islam.html (Diakses 2 Oktober 2014)

http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2011/11/08/kontroversi-euthanasia-410752.html (Diakses 2 Oktober 2014)

http://www.hukumonline.com/klinik/detail/cl2235/pengaturan-euthanasia-di-indonesia (Diakses 4 Oktober 2014)

http://www.slideshare.net/AprinsyaPanjaitan/etika-dan-dukum-kkedokteran (Diakses 4 Oktober 2014)

Hukum Islam. Raja Grafindo Persada: Jakarta.

Swarna, A., Indriani, D., Khoirul, L., Primadita, S. 2013. Laporan Hasil Wawancara Tentang Euthanasia dari Sudut Pandang berbagai Agama. Available from: http://www.academia.edu/6288395/Eutanasia (Diakses 4 Okteber 2014, Pukul 10:58 WIB)

Nuh, M. 2008. Hukum Euthanasia dan Kode Etik Kedokteran . Available from http://www.eramuslim.com/konsultasi/fikih-kontemporer/hukum-euthanasia-dan-kode-etik-kedokteran.htm#.VC9VFkBMEwo (Diakses 4 Okteber 2014, Pukul 10:58 WIB)

Ramadhini, R. 2009. Euthanasia Ditinjau Dari Aspek Hukum Pidana Dan Hak Asasi Manusia. Under Graduates thesis, Universitas Negeri Semarang.

Utomo, S.B. 2003. Fiqih Aktual Jawaban Tuntas Masalah Kontemporer. Gema Insani Press: Jakarta

21