Download pdf - Yogyakarta Area

Transcript
  • BAB I

    GAMBARAN UMUM

    1.1 Daerah Istimewa Yogyakarta

    Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) diakui secara formal oleh

    Pemerintah Pusat sebagai daerah Istimewa pasca ditetapkannya Undang-

    Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa

    Yogyakarta. Meskipun dilihat dari sejarah, DIY memiliki keistimewaan yang

    melekat sejak dari terbentuknya baik dari segi kepemimpinan, letak wilayah,

    maupun nilai budaya.

  • Nilai filosofi budaya DIY yang dimiliki dan terus dijunjung tinggi sebagai

    pondasi keistimewaan dan mendasari keberadaan DIY yang menjadi

    pemandu tumbuh dan berkembangnya peradaban masyarakat DIY, antara

    lain:

    a. Hamemayu Hayuning Bawana, mengandung makna menjaga Bawana

    atau dunia ini tetap Hayu yang bermakna indah dan Rahayu yang

    bermakna lestari. Konsep ini mengandung makna sebagai kewajiban

    melindungi, memelihara, serta membina keselamatan dunia dan lebih

    mengedepankan kepentingan masyarakat daripada kepentingan pribadi

    maupun kelompok.

    b. Sangkan Paraning Dumadi, Manunggaling Kawula lan Gusti. Konsep

    Sangkan Paraning Dumadi berawal dari keyakinan bahwa Tuhan ialah

    asal-muasal dan tempat kembali segala sesuatu. Sementara itu, konsep

    Manunggaling Kawula lan Gusti berdimensi vertikal dan horizontal.

    Manunggaling Kawula Gusti dapat dimaknai dari sisi kepemimpinan yang

    merakyat dan disisi lain dapat dimaknai sebagai piwulang simbol

    ketataruangan.

    Kota pusat pemerintah Mataram Yogyakarta dirancang dengan filosofi

    sangkan paraning dumadi manunggaling kawula gusti. Di batas selatan

    terdapat Panggung Krapyak yang melambangkan unsur wanita (yoni), di

    utara terdapat Tugu Pal Putih yang melambangkan unsur laki-laki

    (lingga), sedangkan di tengah terdapat kraton yaitu tempat kehidupan

    yang terjadi karena perpaduan unsurwanita dan laki-laki. Perjalanan dari

    Panggung Krapyak ke Kraton dimaknai sebagai perjalanan manusia dari

    lahir hingga siap bekerja, sedangkan dari Tugu Pal Putih ke Kraton

    dimaknai sebagai perjalanan manusia menghadap Khaliknya.

    c. Tahta Untuk Rakyat. Konsep Tahta Untuk Rakyat dari segi maknanya

    tidak dapat dipisahkan dari konsep Manunggaling Kawula Gusti karena

    pada hakekatnya keduanya menyandang semangat yang sama yakni

    semangat keberpihakan, kebersamaan dan kemenyatuan antara

    penguasa dan rakyat, antara Kraton dan Rakyat.

  • d. Golong Gilig, Sawiji, Greget, Sengguh, Ora Mingkuh. Konsep

    inibermakna kesatupaduan komunitas, etos kerja, keteguhan hati, dan

    tanggungjawab sosial untuk membangun bangsa dan negara dalam

    melawan penjajahan dan untuk menciptakan kesejahteraan bersama.

    e. Catur Gatra Tunggal Catur Gatra Tunggal merupakan filosofi dan juga

    konsep dasar pembentukan inti kota. Konsep Catur Gatra Tunggal yang

    tidak lepas dari konsep sumbu Imaginer (Gunung Merapi-Laut Selatan)

    dan Sumbu Filosofis (Panggung Krapyak-Kraton-Tugu) bukan hanya

    sekedar meletakkan dasar identitas atau keabadian saja, melainkan juga

    memiliki kapasitas memandu dengan tersambungnya empat elemen

    kota ini dengan sumbu Kraton-Tugu yang memberikan arah panduan

    perkembangan kota membujur ke utara sampai Tugu dan melintang ke

    kiri (barat) ke arah Kali Winongo serta melintang ke kanan (timur) ke

    arah Kali Code. Konsep ini memberikan makna teks sekaligus konteks

    (ruang dan waktu), dalam arti konsep ini telah memberikan modal

    awal bagi pembentukan kota dan sekaligus memberikan bekal pada

    perkembangan kota di masa depan.

    f. Pathok Negara adalah salah satu konsep penting yang memberikan nilai

    keistimewaan tata ruang Yogyakarta, yang tidak hanya sekedar ditandai

    dengan dibangunnya empat sosok masjid bersejarah (Mlangi, Ploso

    Kuning, Babadan, dan Dongkelan), tetapi juga memberikan tuntunan

    teritori spasial yang didalamnya secara implisit menyandang nilai

    pengembangan ekonomi masyarakat, pengembangan agama Islam, dan

    pengembangan pengaruh politik kasultanan.Secara spasial, konsep

    Pathok Nagara sesungguhnya memberikan pesan dan pelajaran yang

    sangat berharga yakni pentingnya membatasi perkembangan fisik

    keruangan kota untuk melindungi fungsi-fungsi pertanian dan

    perdesaan yang menjadi penyangganya.

    Visi Pembangunan 2012-2017: Daerah Istimewa Yogyakarta yang

    berkarakter, berbudaya, maju, mandiri, dan sejahtera menyongsong

    peradaban baru

  • Misi pembangunan daerah 2013-2017:

    1. Membangun peradaban berbasis nilai-nilai kemanusiaan dengan

    meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, mengembangkan

    pendidikan yang berkarakter didukung dengan pengetahuan budaya,

    pelestarian dan pengembangan hasil budaya, serta nilai-nilai budaya.

    2. Menguatkan perekonomian daerah yang didukung dengan semangat

    kerakyatan, inovatif dan kreatif disertai peningkatan daya saing

    pariwisata guna memacu pertumbuhan ekonomi daerah yang

    berkualitas dan berkeadilan.

    3. Meningkatkan tata kelola pemerintahan yang baik ke arah katalisator

    yang mampu mengelola pemerintahan secara efisien, efektif, mampu

    menggerakkan dan mendorong dunia usaha dan masyarakat lebih

    mandiri.

    4. Memantapkan prasarana dan sarana daerah dalam upaya

    meningkatkan pelayanan publik dengan memperhatikan kelestarian

    lingkungan dan kesesuaian Tata Ruang.

  • 1.2 Aspek Geografi dan Demografi

    Sumber: Bappeda DIY, 2013

    Gambar 1.1

    Peta Administrasi Daerah Istimewa Yogyakarta

    1.2.1 Wilayah Administrasi

    Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) terletak di Pulau Jawa bagian tengah

    selatan dimana di sebelah selatan berbatasan dengan Laut Indonesia, sebelah

    Timur Laut berbatasan dengan Kabupaten Klaten, sebelah Tenggara

    berbatasan dengan Kabupaten Purworejo, serta di sebelah Barat dan Barat

    Laut masing-masing berbatasan dengan Kabupaten Purworejo dan

    Kabupaten Magelang.

  • DIY terletak antara 7.33- 8.12 Lintang Selatan dan 110.00 -

    110.50 Bujur Timur. DIY memiliki luas 3.185,80 km atau 0,17% dari luas

    Indonesia (1.860.359,67 km) dan merupakan wilayah terkecil setelah

    Provinsi DKI Jakarta.

    Tabel 1.1

    Luas dan Pembagian Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta

    menurut Kabupaten/Kota, 2012

    Kabupaten/Kota Luas Wilayah

    Kecamatan Kelurahan/De

    sa (Km2) %

    Kota Yogyakarta 32,50 1,02 14 45

    Bantul 506,85 15,91 17 75

    Kulon Progo 586,27 18,40 12 88

    Gunungkidul 1.485,36 46,63 18 144

    Sleman 574,82 18,04 17 86

    DIY 3.185,80 100 78 438

    Sumber: BPS Provinsi DIY, 2013

    Berdasarkan pembagian wilayah menurut administrasi pemerintahan,

    DIY dibagi menjadi 4 kabupaten dan 1 kota, dengan wilayah terluas adalah

    Kabupaten Gunungkidul sebesar 1.485,36 km2atau 46,63% dan wilayah

    terkecil adalah Kota Yogyakarta, yaitu 32,50 km2 atau 1,02%.

  • Gambar 1.2

    Prosentase Luas Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta

    menurut Kabupaten/Kota, 2013

    1.2.2 Kondisi Geografis

    Berdasarkan bentang alam, wilayah DIY dapat dikelompokkan menjadi

    empat satuan fisiografi sebagai berikut:

    Satuan fisiografi Gunungapi Merapi, memiliki luas 582,81 km2 dan

    ketinggian 80-2.941m,terbentang mulai dari kerucut gunung api hingga

    dataran fluvial gunung api termasuk juga bentang lahan vulkanik,

    meliputi Sleman, Kota Yogyakarta dan sebagian Bantul. Daerah kerucut

    dan lereng gunung api merupakan daerah hutan lindung sebagai

    kawasan resapan air daerah bawahan. Satuan bentang alam ini

    terletak di Sleman bagian utara.

    Pegunungan Selatan dengan luas 1.656,25 km2 dan ketinggian 150-

    700 m. Satuan Pegunungan Selatan, yang terletak di wilayah

    Gunungkidul, merupakan kawasan perbukitan batu gamping

    (limestone) dan bentang alam karst yang tandus dan kekurangan air

    permukaan, dengan bagian tengah merupakan cekungan Wonosari

    (Wonosari Basin) yang telah mengalami pengangkatan secara tektonik

    Kota Yogyakarta

    1,02 %

    Kab. Bantul 15,91 %

    Kab. Kulon Progo

    18,40 %

    Kab. Gunungkidul

    46,63 %

    Kab. Sleman 18,04 %

    Sumber: DDA 2013, BPS Provinsi DIY

  • sehingga terbentuk menjadi Plato Wonosari (dataran tinggi Wonosari).

    Satuan ini merupakan bentang alam hasil proses solusional (pelarutan),

    dengan bahan induk batu gamping dan mempunyai karakteristik

    lapisan tanah dangkal dan vegetasi penutup sangat jarang.

    Pegunungan Kulonprogo dan Dataran Rendah Selatan memiliki luas

    706,25 km2 dan ketinggian 0-572 m. Satuan Pegunungan Kulonprogo,

    terletak di Kulonprogo bagian utara, merupakan bentang lahan

    struktural denudasional dengan topografi berbukit, kemiringan lereng

    curam dan potensi air tanah kecil.

    Dataran rendah antara Pegunungan Selatan dan Pegunungan

    Kulonprogo memiliki luas 215,62 km2 dan ketinggian 0-80 m. Satuan

    Dataran Rendah, merupakan bentang lahan fluvial (hasil proses

    pengendapan sungai) yang didominasi oleh dataran aluvial,

    membentang di bagian selatan DIY, mulai dari Kulonprogo sampai

    Bantul yang berbatasan dengan Pegunungan Selatan. Satuan ini

    merupakan daerah yang subur. Termasuk dalam satuan ini adalah

    bentang lahan marin dan eolin yang belum didayagunakan, merupakan

    wilayah pantai yang terbentang dari Kulonprogo sampai Bantul. Khusus

    bentang lahan marin dan eolin di Parangtritis Bantul, yang terkenal

    dengan gumuk pasirnya, merupakan laboratorium alam untuk kajian

    bentang alam pantai.

  • Sumber: Bappeda DIY, 2013

    Gambar 1.3

    Peta Satuan Fisiografi Daerah Istimewa Yogyakarta

    DIY dilewati oleh sungai-sungai, yaitu Sungai Code, Opak, Progo, Gajahwong,

    Winongo, Serang. Menurut sejarah, sungai-sungai ini dimanfaatkan sebagai

    pertahanan dalam menghadapi penjajah disamping mempunyai aspek teknis

    bagi perkembangan pertanian dan mempercepat peresapan air hujan.

    Adapun potensi sumberdaya air sungai-sungai tersebut berasal dari air hujan,

    air permukaan, air tanah, mata air, sungai bawah tanah, waduk, dan embung.

  • Tabel 2.2

    Gunung & Sungai di Daerah Istimewa Yogyakarta

    Nama

    Gunung Sungai Ketinggian

    Panjang

    Aliran Lokasi

    Gunung Api Merapi 2.941 -- Sleman

    Sungai Code -- 32 km Sleman, Bantul, Yogyakarta

    Sungai Opak -- 39 km Sleman, Bantul

    Sungai Progo -- 43 km Sleman, Kulonprogo

    Sungai Gajahwong -- 20 km Sleman, Bantul, Yogyakarta

    Sungai Winongo -- 43 km Sleman, Bantul, Yogyakarta

    Sungai Serang -- 29 km Kulonprogo

    Sumber: DDA 2013, BPS Provinsi DIY

    Secara umum kondisi tanah di DIY tergolong cukup subur sehingga

    memungkinkan untuk ditanami berbagai tanaman pertanian. Hal ini

    disebabkan karena letak DIY yang berada di dataran lereng Gunung Api

    Merapi yang mengandung tanah regosol seluas 863,06km2 atau sekitar

    27,09%. Tanah regosol adalah tanah berbutir kasar dan berasal dari material

    gunung api dan merupakan tanah aluvial yang baru diendapkan. Sementara

    jenis tanah lain di DIY berupa tanah alluvial seluas 101,74 km2, lithosol

    1.052,93km2, resina 78,83km2, grumusol 349,35km2, mediteran 345,40km2,

    dan lathosol 394,49km2.

  • Gambar 1.4

    Luas Wilayah menurut Jenis Tanah di DIY, 2013

    DIY beriklim tropis yang dipengaruhi oleh musim kemarau dan hujan.

    Tahun 2011 suhu udara rata-rata di DIY menunjukan angka 25,97C dengan

    suhu minimum 17,5C dan suhu maksimum 39,8C. Curah hujan berkisar

    antara 0,0mm- 404,5mm dengan hari hujan per bulan antara 0 kali 29 kali.

    Sementara kelembaban udara tercatat antara 41,5% hingga 96,0%, tekanan

    udara antara 990,4 mb hingga 1.000,1 mb, dengan arah angin lebih banyak

    ke Barat dan kecepatan angin antara 0,0 m/s sampai dengan 7,2 m/s.

    1.2.3 Demografi

    Predikat DIY sebagai pusat pendidikan, budaya dan pariwisata,

    membuat nilai lebih dan menyebabkan banyak orang dari segala penjuru

    Indonesia yang ingin dan merasa nyaman tinggal di DIY. Fakta ini membuat

    DIY menjadi miniatur Indonesia karena penduduk DIY mempunyai latar

    belakang suku, agama, etnis dan ras yang beragam. Sikap toleran dan terbuka

    Alluvial 101,74 km2

    3,19%

    Lithosol 1.052,93 km2

    33%

    Regosol 863,06 km2

    27,09%

    Resina 78,83 km2

    2,47%

    Grumosol 349,35 km2

    10,97%

    Mediteran 345,40 km2

    10,84%

    Lathosol 394,49 km2

    12,38%

    Sumber: DDA 2013, BPS Provinsi DIY

  • dari masyarakatnya membuat kehidupan penduduk DIY dapat berjalan

    dengan rukun dan damai.

    Pertumbuhan penduduk DIY secara umum dipengaruhi oleh tiga

    komponen yaitu kelahiran, kematian, dan migrasi. Kebijakan pemerintah

    dalam upaya menekan laju pertumbuhan penduduk berorientasi pada

    penurunan tingkat kelahiran dan kematian serta meningkatkan mobilitas

    penduduk. Upaya untuk menurunkan tingkat kelahiran dengan mendorong

    kegiatan sepertipenundaan usia perkawinan, penggunaan alat kontrasepsi,

    dan kampanye program KB. Sementara upaya menurunkan kematian dengan

    peningkatan derajat kesehatan masyarakat.

    Tabel 1.3

    Jumlah Pendudukmenurut Kabupaten/Kota di DIY

    Kabupaten/Kota Tahun

    2008 2009 2010 2011 2012*

    Kulon Progo 385.937 387.493 388.869 390.207 393.221

    Bantul 886.061 899.312 911.503 921.263 927.958

    Gunungkidul 675.471 675.474 675.382 677.998 684.740

    Sleman 1.054.751 1.074.673 1.093.110 1.107.304 1.114.833

    Kota Yogyakarta 390.783 389.685 388.627 390.553 394.012

    DIY 3.393.003 3.426.637 3.457.491 3.487.325 3.514.762

    Sumber: DDA 2013, BPS Provinsi DIY

    Menurut data Proyeksi Penduduk berdasarkan sensus penduduk tahun

    2010, penduduk DIY pada tahun 2012 berjumlah 3.514.762 jiwa. Meningkat

    27.437 jiwa atau 0,79 persen dari tahun 2011. Penyebaran penduduk

    tertinggi di Kabupaten Sleman yaitu 1.114.833 jiwa atau 31,72% dan

    terendah di Kabupaten Kulon Progo yaitu 393.221 jiwa atau 11,19%. Hal ini

    mengindikasikan Kabupaten Sleman merupakan daerah yang banyak diminati

    untuk tempat tinggal terbukti dengan banyaknya perumahan-perumahan

    baik skala kecil maupun besar yang tumbuh dengan pesat. Kepadatan

  • penduduk di Kabupaten Sleman dari tahun ke tahun terus mengalami

    peningkatan. Begitu juga dengan Kabupaten Bantul. Disamping itu

    tumbuhnya pusat-pusat pendidikan di kedua Kabupaten tersebut ikut

    mendorong peningkatan jumlah penduduknya. Sementara di Kabupaten

    Kulon Progo dan Gunungkidul cenderung mempunyai penduduk yang sedikit

    karena pusat-pusat pendidikan dan perekonomian belum tumbuh dengan

    subur.

    Sumber: DDA 2013, BPS Provinsi DIY

    Gambar 1.5

    Kepadatan Penduduk menurut Kabupaten/Kota di DIY, 2012

    Kepadatan penduduk di DIY tercatat 1.103 jiwa per km2 dengan luas

    wilayah 3.185,80 km2. Kepadatan tertinggi terjadi di Kota Yogyakarta yakni

    12.123 jiwa per km2 dengan luas wilayah 1,02% dari luas DIY. Sementara

    Kabupaten Gunungkidul mempunyai kepadatan penduduk terendah yaitu

    461 jiwa per km2 dengan luas wilayah mencapai 46,63 persen dari luas DIY.

    Banyak pusat-pusat pemukiman di kota Yogya yang menjadi kurang layak

    huni dikarenakan kepadatan penduduknya, sedangkan wilayah Gunungkidul

    670 1.831 461 1.939

    12.123

    Kulon Progo

    Bantul

    Gunungkidul

    Sleman

    Yogyakarta

  • masih mempunyai lahan yang luas. Perlu dibuat kebijakan-kebijakan yang

    mencegah penduduk di Kabupaten Gunungkidul dan Kulon Progo untuk

    melakukan migrasi ke kota Yogyakarta, maupun Kabupaten Sleman dan

    Bantul.

    Sumber: Data Perencanaan DIY 2013, Bappeda DIY

    Gambar 1.6

    Presentase penduduk menurut kelompok usia di DIY, 2010-1012

    Menurut data perencanaankomposisi penduduk didominasi oleh

    penduduk usia produktif 15-64 tahun yang mencapai 69 persen. Penduduk

    usia 0-14 tahun 21,7 persen dan penduduk usia 65 tahun keatas 9,3 persen.

    Prosentase perbandingan ketiga kelompok tersebut selama tiga tahun

    terakhir relatif sama, masing-masing kelompok usia mengalami kenaikan

    yang mengindikasikan DIY menjadi tempat tinggal yang nyaman bagi semua

    kelompok usia. Sementara besarnya proporsi mereka yang berusia lanjut

    mengisyaratkan tingginya usia harapan hidup penduduk DIY.

    0,00%

    10,00%

    20,00%

    30,00%

    40,00%

    50,00%

    60,00%

    70,00%

    80,00%

    2010 2011 2012

    0-14

    15-64

    > 65

  • Tabel 1.4

    Estimasi Jumlah Penduduk, Sex Ratio, menurut Kabupaten/Kota di DIY,

    2012

    Kabupaten/Kota Laki-Laki

    (orang)

    Perempuan

    (orang)

    Jumlah

    (orang)

    Sex Ratio

    (%)

    Kulon Progo 192.829 200.392 393.221 96,23

    Bantul 462.793 465.158 927.956 99,49

    Gunungkidul 331.220 353.520 684.740 93,69

    Sleman 558.900 555.933 1.114.833 100,53

    Kota Yogyakarta 191.759 202.253 394.012 94,81

    DIY 1.737.506 1.777.256 3.514.762 97,76

    Sumber: DDA 2013, BPS Provinsi DIY

    Dilihat dari komposisi penduduk menurut jenis kelamin, jumlah

    penduduk DIY hampir berimbang. Jumlah penduduk perempuan DIY

    (50,57%)lebih banyak dibandingkan jumlah penduduk laki-laki (49,43%). Hal

    tersebutjuga terlihat dari besarnya sex ratio DIY sebesar 97,76% yang berarti

    bahwa terdapat sekitar 97 laki-laki untuk setiap 100 perempuan.Hal ini

    mengindikasikan bahwa pertumbuhan penduduk DIY laki-laki dan perempuan

    cenderung berimbang. Wilayah DIY yang memiliki sex ratio tertinggi adalah

    Kabupaten Sleman, yaitu 100,53% dan terendah adalah Gunungkidul, yaitu

    93,69%. Untuk Kabupaten Sleman jumlah penduduk laki-laki lebih besar

    dibandingkan jumlah penduduk perempuan.

    1.2.4 Pemerintahan

    Kelembagaan Pemerintah DIY

    Kelembagaan pemerintahan daerah DIYyang ditetapkan dalam UU

    No.32 Tahun 2004 meliputi Sekretaris Daerah, Sekretaris DPRD, Dinas dan

    Lembaga Teknis Daerah. Kemudian kelembagaan ini diperluas lagi melalui PP

    No.41 Tahun 2007 pasal 3 sampai dengan pasal 9, yang meliputi Sekretaris

    Daerah, Sekretaris DPRD, Inspektorat, Badan Perencanaan Pembangunan

  • Daerah, Dinas, Lembaga Teknis Daerah, Dan Rumah Sakit Daerah.

    Kelembagaan yang sama juga ditetapkan dalam Peraturan Daerah DIY No.5

    Tahun 2008, Peraturan Daerah DIY No.6 Tahun 2008, dan Peraturan Daerah

    No.7 Tahun 2008, perangkat Pemerintahan Daerah DIY sebagai pelaksanaan

    dari Peraturan Daerah DIY No.7 Tahun 2007. Pada tahun 2010, Pemerintahan

    Daerah DIY juga menetapkan Peraturan Daerah DIY No.10 Tahun 2010

    sebagai tindak lanjut dari UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan

    Bencana dengan membentuk Badan Penanggulangan Bencana Provinsi DIY.

    Berdasarkan Peraturan Daerah DIY tersebut di atas, kelembagaan

    Pemerintahan Daerah DIY pada tahun 2013 terdiri atas Sekretariat Daerah

    DIY, Sekretariat DPRD DIY, Inspektorat DIY, Bappeda DIY, 7 Biro, 13 Dinas, 8

    Lembaga Teknis Daerah, 1 Rumah Sakit Daerah, Satuan Polisi Pamong Praja

    dan sebuah Badan Penanggulangan Bencana DIY sebagai lembaga lain.

  • Aparatur Pemerintah

    Sumberdaya Manusia (SDM) merupakan modal utama bagi

    pembangunan. Tidak hanya kuantitas saja, tetapi kualitas SDM yang baik

    akan membuat pembangunan berhasil dengan baik pula. Disamping itu SDM

    yang berkualitas tentu akan memberikan pelayanan yang terbaik kepada

    masyarakat. Dalam era pembangunan sekarang ini dituntut personil

    pemerintahan yang peka dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat.

    Tabel 1.5

    Jumlah PNS DIY menurut Tingkat Pendidikan &

    Instansi Penempatan, 2013

    Tingkat Pendidikan Kantor

    Setda Inspektorat Bappeda

    Kantor

    Dinas

    Daerah

    Kantor

    Lembaga

    Teknis

    Daerah

    SD / Sederajat 10 3 1 134 32

    SLTP / Sederajat 20 1 2 228 60

    SLTA / Sederajat 144 18 24 1.621 442

    Diploma (DI, DII, DIII) 35 3 6 773 199

    Sarjana(S1) 185 41 53 2.106 414

    Sarjana (S2) 35 14 28 304 111

    Sarjana (S3) 0 0 0 1 1

    Jumlah 429 80 114 5.167 1.259

    Sumber: Data PerencanaanDIY 2013, Bappeda DIY

    Jumlah PNS DIY yang berpendidikan Sarjana (S1, S2, S3) sebanyak

    3.293 orang atau 46,72%, berpendidikan Diploma (DI, DII, DIII) sebanyak

    1.016 orang atau 14,41%, berpendidikan SLTA/Sederajat sebanyak 2.249

    orang atau 31,91%, berpendidikan SLTP/Sederajat sebanyak 311 orang atau

    4,41% dan sisanya berpendidikan SD/Sederajat sebanyak 180 orang atau

    2,56%. Tanpa mengesampingkan yang lainnya, tingginya prosentase pegawai

    yang berpendidikan Sarjana diharapkan membuat kualitas pelayanan

  • Pemerintah Daerah menjadi lebih baik. Penempatan PNS tersebut didasarkan

    pada analisis jabatan yang dilakukan oleh tim yang dikoordinasi Biro

    Organisasi, sehingga diharapkan semua PNS dapat bekerja sesuai dengan

    kompetensi keahliannya masing-masing.

    Tabel 1.6

    Jumlah PNS DIY menurut Golongan, 2009-2013

    Jumlah PNS 2009 2010 2011 2012 2013*

    Golongan I 182 175 175 164 223

    Golongan II 1.669 1.603 1.486 1.314 1.254

    Golongan III 4.782 4.589 4.844 4.602 4.534

    Golongan IV 929 977 1.275 1.267 1.288

    Jumlah 7.562 7.344 7.780 7.347 7.299

    Sumber: Data PerencanaanDIY 2013, Bappeda DIY

    Pelaksanaan kegiatan pemerintahan Pemda DIY pada tahun 2013

    didukung oleh 7.299 PNS, yang terdiri dari 223 golongan I, 1.254 golongan II,

    4.534 golongan III, dan 1.288 golongan IV. Jumlah PNS Golongan I bertambah

    59 orang berasal dari pegawai honorer yang diangkat pada awal tahun 2013.

    Secara total jumlah PNS tahun 2013 tersebut lebih kecil dibandingkan tahun

    2012 yang sebanyak 7.347. Hal tersebut dikarenakan terdapat pegawai yang

    purna tugas, mutasi, dan rekrutmen pegawai untuk tahun 2013 baru

    dilaksanakan pada akhir tahun sebesar 1.074 formasi. Diharapkan hasil

    rekrutmen tersebut dapat menambah kualitas PNS DIY.

    Anggaran

    Dalam menjalankan pemerintahan, Pemda DIY didukung dengan dana

    APBN dan APBD. Pendapatan dalam APBD DIY bersumber dari Pendapatan

    Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan dan Lain-Lain Pendapatan Daerah yang

    Sah.Target pendapatan DIY pada tahun 2013 ditetapkan berasal dari PAD

    sebesar 1.014,089 milyar rupiah atau 44,34%, Dana Perimbangan sebesar

  • 961,190 milyar rupiah atau 42,03%, dan Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang

    Sah sebesar 311,574 milyar rupiah atau 13,62%.

    Tabel 1.7

    Target Pendapatan dan Belanja APBD DIY, 2010-2013

    Uraian Tahun

    2010 2011 2012 2013*

    Pendapatan (juta rupiah) 1.275.220,50 1.504.464,26 1.935.447,75 2.286.855,10

    a. PAD 638.881,41 775.117,45 800.156,50 1.014.089,54

    b. Dana Perimbangan 627.947,12 755.166,93 850.513,09 961.190,94

    c. Lain-lain Pendapatan

    yang Sah 8.391,97 14.179,89 284.778,17 311.574,56

    Belanja (juta rupiah) 1.483.751,31 1.708.874,57 2.124.288,71 2.454.919,43

    a. Belanja Tidak Langsung 825.195,49 1.027.969,74 1.267.028,06 1.427.652,12

    b. Belanja Langsung 658.555,82 680.904,83 857.260,65 1.027.267,51

    Sumber: Data PerencanaanDIY 2013, Bappeda DIY

    Pendapatan Asli Daerah masih menjadi sumber Pendapatan terbesar

    bagi Pemerintah Daerah DIY, dimana Pajak Daerah merupakan penyumbang

    terbesar terhadap PAD DIY atau berkontribusi sebesar 87% dari PAD. Pajak

    Kendaraan Bermotor adalah sumber pendapatan dari sektor pajak ini. Hal ini

    dikarenakan mulai tahun 2012 DIY memberlakukan sistem pajak progresif

    bagi wajib pajak yang memiliki kendaraan roda empat lebih dari satu

    kendaraan.

  • Sumber: Data Perencanaan DIY 2013, Bappeda DIY

    Gambar 1.7

    Grafik PAD DIY, 2010-1013

    Komponen Belanja DIY dibagi kedalam dua kategori yaitu Belanja

    Langsung dan Belanja Tidak Langsung. Belanja Tidak Langsung termasuk

    didalamnya Belanja Gaji Pegawai masih mendominasi Belanja APBD DIY atau

    sekitar 58% dari alokasi Belanja di dalam APBD.

    0

    100.000

    200.000

    300.000

    400.000

    500.000

    600.000

    700.000

    800.000

    900.000

    1.000.000

    2010 2011 2012 2013

    Tahun

    Pajak Daerah

    Retribusi Daerah

    Hasil PengelolaanKekayaan Daerah yangdipisahkan

    Lain-lain PendapatanAsli Daerah yang sah

    55,62% 60,15% 59,64% 58,15%

    44,38% 39,85%

    40,36% 41,85%

    2010 2011 2012 2013

    Belanja Tidak Langsung Belanja Langsung

  • BAB II

    KONDISI PEREKONOMIAN

    Perkembangan perekonomian DIY menunjukkan bahwa aktivitas

    ekonomi masih banyak terpusat di wilayah tengah dan utara DIY, yaitu di

    Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman. Meskipun demikian, Kabupaten

    Bantul, Kulon Progo dan Gunungkidul terus melakukan pembangunan

    wilayah untuk mengejar ketertinggalan dari 2 wilayah yang lain.

    Pemerintah selalu berupaya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi

    karena seiring dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi diharapkan akan

    membuka lapangan pekerjaan sehingga banyak angkatan kerja yang terserap

    dalam perekonomian dan pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan

    masyarakat yang berarti kesejahteraan masyarakat meningkat sehingga di sisi

    lain tingkat kemiskinan akan menurun.

    DIY tumbuh sebagai daerah budaya, pariwisata, dan pendidikan

    dimana hal tersebut berpengaruh besar terhadap pertumbuhan aktifitas

    perekonomian DIY. Oleh sebab itu, Pemerintah Daerah DIY selalu berupaya

    mewujudkan pembangunan daerah dalam berbagai aspek. Pembangunan

    yang komprehensif meliputi seluruh aspek akan dapat mewujudkan

    pembangunan yang seutuhnya.

    Kondisi perekonomian DIY dapat dilihat dari kinerja beberapa indikator

    ekonomi diantaranya Nilai PDRB, pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi,

  • tingkat pengangguran, ketimpangan regional, ketimpangan pendapatan dan

    investasi daerah.

    2.1 Pertumbuhan Ekonomi DIY

    Pembangunan ekonomi pada hakekatnya adalah upaya untuk

    meningkatkan kapasitas perekonomian agar mampu menciptakan lapangan

    kerja yang pada akhirnya akan mendorong terwujudnya kesejahteraan

    masyarakat dan pemerataan distribusi pendapatan.

    Sumber: BPSProvinsi DIY, 2013

    Gambar 2.1

    Laju Pertumbuhan Ekonomi di DIY, 2008-2012 (%)

    Kondisi perekonomian DIY secara umum ditunjukkan oleh laju

    pertumbuhan PDRB. Selama kurun waktu tahun 2008 hingga 2012, laju

    pertumbuhan ekonomi DIY mengalami fluktuasi, pada tahun 2008 tercatat

    sebesar 5,03% sempat mengalami penurunan di tahun 2009 menjadi 4,43%

    setelah itu mengalami pertumbuhan hingga tahun 2012 yang tercatat

    sebesar 5,32%.

    5,03

    4,43

    4,88 5,17

    5,32

    2,00

    3,00

    4,00

    5,00

    6,00

    2008 2009 2010 2011 2012

    Pertumbuhan ekonomi

  • Sumber: BPSProvinsi DIY, 2013

    Gambar 2.2

    Laju Pertumbuhan Ekonomi DIY

    Triwulan II 2012 sampai Triwulan III 2013 (%)

    Sementara itu pada tahun 2013, kinerja perekonomian DIY tercatat

    bahwa pada triwulan III dibandingkan dengan triwulan II (q-to-q) meningkat

    sebesar 3,95% setelah pada triwulan sebelumnya mengalami kontraksi

    sebesar 2,68%. Sumber pertumbuhan ekonomi triwulan III 2013 tersebut

    disebabkan oleh pertumbuhan sektor jasa-jasa pada subsektor pemerintahan

    umum yang mencapai 9,40%. Disamping itu, pertumbuhan ekonomi tersebut

    juga didorong oleh pertumbuhan sektor pertanian yang tumbuh sebesar

    4,73% karena terjadi panen di subsektor tanaman bahan makanan dan

    adanya peningkatan produksi beberapa komoditas perkebunan seperti

    kelapa, cengkeh, tembakau, dan kakao yang sedang mengalami musim

    panen. Sektor lain yang mempunyai andil besar terhadap pertumbuhan

    PDRB triwulan III 2013 adalah sektor konstruksi yang tumbuh sebesar 6,56%

    dan pertumbuhan sektor perdagangan, sektor keuangan, dan penggalian

    -3,94

    5,69

    2,03 2,62

    -2,68

    3,95

    -5,00

    -3,00

    -1,00

    1,00

    3,00

    5,00

    tw 2 tw 3 tw 4 tw 1 tw 2 tw 3

    2012 2013

    Pertumbuhan ekonomi

  • masing-masing sebesar 2,04%, 1,98% dan 2,95%. Pertumbuhan sektor

    konstruksi disebabkan adanya peningkatan kegiatan pembangunan prasarana

    fisik oleh pemerintah dan swasta. Sebaliknya, sektor yang memberi andil

    negatif terhadap pertumbuhan ekonomi tersebut adalah sektor industri

    pengolahan dan sektor listrik yang masing-masing mengalami kontraksi

    sebesar 0,33% dan 3,05%.

    Tabel 2.1

    Laju dan Andil Pertumbuhan PDRB DIY menurut Lapangan Usaha

    Triwulan III 2013 (%)

    Lapangan Usaha

    Tw III thd

    Tw II 2013

    (q-to-q)

    Tw III 2013

    thd Tw III

    2012

    (y-on-y)

    Tw I-III 2013

    thd

    Tw I-III 2012

    (c-to-c)

    Pertanian 4,73 2,92 1,36

    Pertambangan & penggalian 2,95 4,65 4,93

    Industri Pengolahan -0,33 7,40 9,53

    Listrik, Gas & Air Bersih -3,05 6,09 7,45

    Konstruksi 6,56 4,66 7,51

    Perdagangan, Hotel & Restoran 2,04 5,95 6,73

    Pengangkutan & komunikasi 3,49 5,93 6,34

    Keu, Real Estat & Js Perush. 1,98 4,18 5,86

    Jasa-jasa 9,40 9,09 3,87

    PDRB 3,95 5,93 5,59

    Sumber: BPS Provinsi DIY, 2013

    Jika dibandingkan triwulan III 2012 (y-on-y), pertumbuhan PDRB

    triwulan III 2013 meningkat sebesar 5,93%. Semua sektor memberikan

    kontribusi positif terhadap pertumbuhan tersebut. Andil paling besar berasal

    dari sektor jasa-jasa yang tumbuh sebesar 9,09% diikuti oleh sektor industri

    pengolahan (7,40%), Sektor listrik gas dan air bersih (6,09%), dan sektor

    perdagangan, hotel &restoran (5,95%).

  • Jika dilihat secara kumulatif (c-to-c), dari triwulan I sampai III 2013 laju

    pertumbuhan ekonomi mencapai 5,59%. Pertumbuhan terbesar berasal dari

    sektor Industri pengolahan sebesar 9,53% diikuti oleh sektor konstruksi

    (7,51%), sektor listrik, gas, & air bersih (7,45%), dan sektor perdagangan,

    hotel & restoran (6,73%).

    2.2 Nilai PDRB DIY

    Selama kurun waktu 2008-2012, PDRB Atas Dasar Harga Konstan

    (ADHK) DIY terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2013, nilai PDRB DIY

    tercatat sebesar 23.309.218 juta rupiah mengalami kenaikkan sebesar

    1.177.444 juta rupiah dari tahun sebelumnya.

    Sumber: BPSProvinsi DIY, 2013

    Gambar 2.3

    Nilai PDRB Atas Dasar Harga Konstan menurut Kabupaten/Kota

    di DIY, 2008-2012 (Juta Rupiah)

    -

    5.000.000

    10.000.000

    15.000.000

    20.000.000

    25.000.000

    2008 2009 2010 2011 2012

    DIY 19.212.48 20.064.25 21.044.04 22.131.77 23.309.21

    Kulon Progo 1.662.370 1.728.304 1.781.227 1.869.338 1.963.028

    Gunungkidul 3.070.298 3.197.365 3.330.080 3.474.288 3.642.562

    Sleman 5.838.246 6.099.557 6.373.200 6.704.100 7.069.229

    Kota Yogyakarta 5.021.149 5.244.851 5.505.942 5.816.568 6.151.679

  • Kontribusi sektor terhadap PDRB DIY tahun 2012 terbesar berasal dari

    sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 21,11% diikuti oleh sektor

    jasa-jasa (17,54%), sektor pertanian (15,09%), sektor industri pengolahan

    (12,51%), sektor pengangkutan dan komunikasi (11,08%), sektor keuangan,

    persewaan & jasa perusahaan (10,31%) dan sektor konstruksi (9,95%).

    Sumber: BPSProvinsi DIY, 2013

    Gambar 2.4

    Persentase Distribusi PDRB Atas Dasar Harga Konstan DIY, 2012 (%)

    Seperti PDRB ADHK, perkembangan PDRB atas dasar harga berlaku

    (ADHB) mengalami peningkatan selama kurun waktu 2008 hingga 2012. Pada

    tahun 2012 PDRB ADHB tercatat sebesar 57.034.383 juta rupiah meningkat

    sebesar 5.249.233 juta rupiah dari tahun sebelumnya.

    Pertanian; 15,90%

    Pertambangan & Penggalian;

    0,69%

    Industri Pengolahan;

    12,51%

    Listrik, gas dan

    Air Bersih; 0,92%

    Konstruksi; 9,95%

    Perdagangan, Hotel &

    Restoran; 21,11%

    Pengangkutan & Komunikasi;

    11,08%

    Keuangan, Persewaan

    & Jasa Perusahaan;

    10,31%

    Jasa-Jasa; 17,54%

  • Sumber: BPSProvinsi DIY, 2013

    Gambar 2.5

    Nilai PDRB Atas Dasar Harga Berlaku menurut Kabupaten/Kota

    di DIY, 2008-2012 (Juta Rupiah)

    Andil terbesar terhadap PDRB DIY tahun 2012 berasal dari sektor jasa-

    jasa 20,23% diikuti oleh sektor perdagangan, hotel & restoran (20,09%),

    sektor pertanian (14, 65%), sektor industri pengolahan (13,35%), sektor

    -

    10.000.000

    20.000.000

    30.000.000

    40.000.000

    50.000.000

    60.000.000

    2008 2009 2010 2011 2012

    DIY 38.101.684 41.407.049 45.625.589 51.785.150 57.034.383

    Kulon Progo 3.038.165 3.286.278 3.547.056 3.867.136 4.196.448

    Bantul 7.417.980 8.147.860 9.076.401 10.097.345 11.242.151

    Gunungkidul 5.502.208 5.987.783 6.624.572 7.250.682 7.962.605

    Sleman 11.446.071 12.503.760 13.611.725 15.097.600 16.696.582

    Kota Yogyakarta 9.806.813 10.607.237 11.777.579 12.962.435 14.327.563

  • konstruksi (10,85%), dan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahan

    (10,30%).

    Sumber: BPSProvinsi DIY, 2013

    Gambar 2.6

    Persentase Distribusi PDRB Atas Dasar Harga Berlaku DIY, 2012 (%)

    2.3 PDRB Per Kapita

    PDRB per kapita merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk

    melihat tingkat kemakmuran suatu daerah. Nilai PDRB per kapita diperoleh

    dari hasil bagi antar nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh sektor ekonomi

    di suatu daerah (PDRB) dengan jumlah penduduk pada pertengahan tahun.

    Besar kecilnya nilai PDRB per kapita dipengaruhi oleh jumlah penduduk dan

    nilai PDRB yang dihasilkan daerah. Sementara itu, nilai PDRB tergantung pada

    potensi sumber daya alam dan faktor produksi yang dimiliki suatu daerah.

    Pertanian; 14,65%

    Pertambangan & Penggalian;

    0,67%

    Industri Pengolahan;

    13,35%

    Listrik, Gas & Air

    Bersih; 1,28%

    Konstruksi; 10,85%

    Perdagangan, Hotel &

    Restoran; 20,09%

    Pengangkutan & Komunikasi ;

    8,60%

    Keuangan, Persewaan &

    Jasa Perusahaan;

    10,30%

    Jasa-Jasa; 20,23%

  • PDRB per kapita DIY baik atas dasar harga konstan maupun berlaku

    selama kurun waktu 2008 hingga 2012 mempunyai tren yang meningkat.

    Pada tahun 2012, PDRB per kapita DIY harga konstan tercatat sebesar

    6.631.806 rupiah meningkat sebesar 4,50% dari tahun sebelumnya yang

    sebesar 6.346.347 rupiah. Sementara itu, pada tahun yang sama PDRB per

    kapita harga berlaku diketahui sebesar 16.227.097 rupiah mengalami

    kenaikan sebesar 9,28% dari tahun sebelumnya yang sebesar 14.849.534

    rupiah.

    Sumber: BPS Provinsi DIY, 2013

    Gambar 2.7

    PDRB Per Kapita DIY, 2008-2012

    2.4 Inflasi

    Gambar 2.8 menunjukan tingkat inflasi tahunan dari tahun 2008

    sampai tahun 2013. Pada tahun 2008 dan 2013 tingkat inflasi DIY lebih

    rendah dibandingkan tingkat inflasi nasional. Sementara itu, pada Tahun

    11.229.487 12.083.874

    13.195.095

    14.849.534

    16.227.097

    5.662.383 5.855.379 6.086.017 6.346.347

    6.631.806

    4.000.000

    6.000.000

    8.000.000

    10.000.000

    12.000.000

    14.000.000

    16.000.000

    18.000.000

    2008 2009 2010 2011 2012

    PDRB per kapita berlaku PDRB per kapita konstan

  • 2009-2012 tercatat tingkat inflasi DIY selalu lebih tinggi dibandingkan tingkat

    inflasi nasional. Tingkat inflasi DIY melonjak dari 4,31% pada tahun 2012

    menjadi 7,32% pada tahun 2013. Lonjakan tingkat inflasi ini dipicu oleh

    beberapa faktor, di antaranya kenaikan harga bahan bakar minyak yang

    mencapai lebih dari 30% mengakibatkan naiknya harga-harga secara umum

    serta arus keluar modal dalam bentuk mata uang dollar mengakibatkan

    depresiasi terhadap mata uang rupiah sehingga barang-barang yang berasal

    dari luar negeri menjadi lebih mahal.

    Sumber: BPS Provinsi DIY, 2013

    Gambar 2.8

    Inflasi Kota Yogyakarta, 2008-2013 (%)

    2.5 Ketimpangan Regional

    Tingkat ketimpangan antar wilayah dapat diukur dengan menggunakan

    Indeks Williamson. Besarnya Indeks Williamson berkisar antara 0 dan 1.

    Semakin mendekati 0 artinya ketimpangan antar wilayah semakin rendah.

    2008 2009 2010 2011 2012 2013

    DIY 9,88 2,93 7,38 3,88 4,31 7,32

    Nasional 11,06 2,78 6,96 3,79 4,30 8,38

    0,00

    2,00

    4,00

    6,00

    8,00

    10,00

    12,00

  • Sebaliknya, semakin mendekati 1 artinya ketimpangan antar wilayah semakin

    tinggi. Indeks Williamson DIY memiliki kecenderungan meningkat dari tahun

    ke tahun. Pemusatan kegiatan ekonomi pada wilayah tertentu serta masalah

    tidak meratanya pembangunan infrastruktur penunjang kegiatan ekonomi

    menjadikan ketimpangan antar wilayah di DIY semakin tinggi. Hal ini

    dibuktikan dengan peningkatan Indeks Williamson dari sebesar 49,09 pada

    tahun 2007 menjadi 45,24 pada tahun 2012.

    Sumber: BPS Provinsi DIY, 2013

    Gambar 2.9

    Indeks Williamson DIY, 2007-2012

    2.6 Ketimpangan Pendapatan

    Tingkat ketimpangan pendapatan dapat dilihat melalui Indeks Gini.

    Besarnya Indeks Gini berkisar antara 0 dan 1. Semakin mendekati 0 artinya

    distribusi pendapatan semakin merata. Sebaliknya, semakin mendekati 1

    artinya distribusi pendapatan semakin tidak merata. Pada Gambar 2.10

    terlihat bahwa Indeks Gini DIY memiliki kecenderungan meningkat.

    44,09

    44,35 44,32

    45,17 45,15 45,24

    43,5

    44

    44,5

    45

    2007 2008 2009 2010 2011 2012

  • Peningkatan Indeks Gini terjadi seiring dengan peningkatan pertumbuhan

    ekonomi DIY.

    Sumber: BPS Provinsi DIY, 2013

    Gambar 2.10

    Rasio Gini dan Kriteria Bank Dunia (KBD) DIY, 2008-2012 (%)

    Indeks Gini DIY pada tahun 2008 tercatat sebesar 38,3 sempat

    mengalami penurunan pada tahun 2009 (36,5) dan tahun 2010 (36,62) tetapi

    kemudian meningkat kembali hingga pada tahun 2012 menjadi 42,75.

    2.7 Perbankan

    Perbankan merupakan lembaga intermediasi antar pihak yang

    mempunyai kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana. Kondisi

    perbankan di DIY mengalami perkembangan setiap tahunnya. Dalam

    beberapa tahun terakhir kontribusi perbankan DIY sangat besar dalam

    mendorong pertumbuhan sektor riil DIY.

    18,16 18,87 18,79 16,46 15,74

    38,3 36,5 36,62

    41,66 42,75

    5

    10

    15

    20

    25

    30

    35

    40

    45

    2008 2009 2010 2011 2012*)

    40% penduduk pendapatan terendah Rasio Gini (%)

  • Tabel 2.2

    Jumlah Bank dan Kantor Bank menurut Kegiatan Usaha di DIY

    2011-2013 (Unit)

    Uraian Tahun

    2011 2012 2013*

    Bank Umum Konvensional 30 31 32

    - Kantor Bank 413 426 427

    Bank Umum Syariah (termasuk Unit Usaha Syariah) 10 10 12

    - Kantor Bank 46 46 52

    BPR Konvensional 54 54 54

    - Kantor Bank 189 196 218

    BPR Syariah 10 11 11

    - Kantor Bank 14 17 19

    Sumber: Bank Indonesia, 2013 Ket: * Angka Sementara

    Hal tersebut salah satunya dapat dilihat dari perkembangan jumlah

    perbankan di DIY. Data per Oktober 2013, di DIY tercatat jumlah bank umum

    konvensional sebanyak 32 bank (kantor bank 427 unit), jumlah bank umum

    syariah sebanyak 12 bank (kantor bank 52 unit), jumlah BPR konvensional

    sebanyak 54 bank (kantor bank 218 unit) dan jumlah BPR syariah sebanyak 11

    bank (kantor bank 19 unit).

  • Tabel 2.3

    Dana Pihak Ketiga (DPK) di DIY, 2011-2013 (Juta Rupiah)

    Uraian 2011 2012 2013*

    1. Giro 3.644.397 5.007.990 5.282.010

    2. Deposito 10.162.032 11.211.156 13.370.880

    - Bank Umum 8.821.399 9.590.098 11.577.474

    - BPR 1.340.633 1.621.057 1.793.407

    3. Tabungan 14.968.163 18.663.137 20.159.654

    - Bank Umum 14.370.891 17.902.659 19.328.328

    - BPR 597.272 760.477 831.326

    Total DPK 28.774.592 34.882.283 38.812.544

    Sumber: Bank Indonesia, 2013 Ket: * Angka Sementara

    Sementara itu, perkembangan kegiatan perbankan di DIY dapat dilihat

    diantaranya dari pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) dan kredit. DPK DIY

    diperoleh dari giro, deposito dan tabungan. Sumber terbesar DPK berasal dari

    tabungan diikuti oleh deposito dan giro. Data per Oktober 2013, dana

    tabungan tercatat sebesar 20,16 trilyun rupiah, dana deposito sebesar 13,37

    trilyun rupiah, dan giro sebanyak 5,28 trilyun rupiah.

    Tabel 2.4

    Kredit Bank Umum menurut Jenis Penggunaan

    2011-2013 (Juta Rupiah)

    Kredit (Bank Umum) 2011 2012 2013*

    Modal Kerja 6.464.129 8.038.182 8.785.922

    Investasi 2.176.274 2.957.175 4.702.626

    Konsumsi 7.108.284 8.256.714 8.779.784

    Jumlah 15.748.686 19.252.071 22.268.332

    Sumber: Bank Indonesia, 2013 Ket: * Angka Sementara

    Kredit bank umum menurut jenis penggunaan di DIY digunakan untuk

    modal kerja, investasi dan konsumsi. Data per Oktober 2013, penggunaan

    kredit terbesar untuk modal kerja sebesar 8,79 trilyun rupiah, diikuti untuk

  • konsumsi sebesar 8,78 trilyun rupiah dan investasi sebesar 4,70 trilyun

    rupiah.

    Tabel 2.5

    Kredit Bank Umum menurut Sektor Ekonomi, 2011-2013 (Juta Rupiah)

    Uraian 2011 2012 2013

    Pertanian 236.345 521.669 490.612

    Pertambangan 8.372 16.412 23.433

    Perindustrian 938.022 1.149.647 1.353.566

    Listrik, Gas, Air 54.642 50.419 41.520

    Konstruksi 228.966 359.044 469.254

    Perdagangan, Restoran & Hotel 3.756.088 5.016.419 6.893.937

    Pengangkutan, Pergudangan 194.659 289.481 315.644

    Jasa-jasa Dunia Usaha & Sosial Masy. 3.223.308 3.592.267 3.900.582

    Lain-lain 7.108.284 8.256.714 8.779.784

    Jumlah 15.748.686 19.252.071 22.268.332

    Sumber: Bank Indonesia, 2013 Ket: * Angka Sementara

    Sementara itu, penyaluran kredit bank umum menurut sektor terbesar

    pada sektor perdagangan, restoran dan hotel (6,89 trilyun rupiah) diikuti oleh

    sektor jasa-jasa dunia usaha dan sosial masyarakat (3,9 trilyun rupiah) serta

    sektor perindustrian (1,35 trilyun rupiah).

    Tabel 2.6

    Kredit UMKM Perbankan (Bank Umum dan BPR) menurut Jenis Penggunaan

    2011-2013 (Juta Rupiah)

    Uraian 2011 2012 2013*

    Modal Kerja 5.416.464 6.612.767 7.233.032

    Investasi 1.585.773 2.098.249 3.386.372

    Jumlah 7.002.238 8.711.015 10.619.404

    Sumber: Bank Indonesia, 2013 Ket: * Angka Sementara

  • Di sisi lain, penggunaan kredit UMKM perbankan yang mencakup bank

    umum dan BPR digunakan untuk modal kerja sebesar 7,23 trilyun rupiah dan

    untuk investasi sebesar 3,39 trilyun rupiah.

    Tabel 2.7

    Kredit UMKM Perbankan (Bank Umum dan BPR) menurut Sektor Ekonomi

    2011-2013 (Juta Rupiah)

    Uraian 2011 2012 2013*

    Pertanian 216.051 484.621 440.423

    Perikanan 32.131 41.351 66.653

    Pertambangan 10.575 19.713 26.889

    Industri Pengolahan 425.274 687.734 710.517

    Listrik, Gas & Air 4.972 7.806 6.706

    Konstruksi 230.635 350.953 397.147

    Perdgn Besar&eceran 3.197.135 4.201.595 5.416.018

    Peny. Akomodasi&Mkn Mnm 335.898 379.124 643.761

    Trnsprtsi, Pergudgn 179.703 267.510 324.360

    Perantara Keuangan 438.466 616.488 927.699

    Real Estate, Ush Perswan 357.365 420.249 525.162

    Adm. Pemrnthn, Perthnan 12.584 21.095 11.364

    Js. Pendidikan 58.458 137.149 151.765

    Js. Keshtn & Keg. Sosial 75.170 103.207 101.692

    Js. Kemsyrktn, SosBud 325.453 420.744 664.316

    Js. Perorgn RT 52.334 95.002 125.085

    Bdn Internasional - - -

    Keg yg blm jls batasannya 1.050.033 456.676 79.848

    Jumlah 7.002.238 8.711.015 10.619.404

    Sumber: Bank Indonesia, 2013 Ket: * Angka Sementara

    Sementara itu menurut sektor ekonomi, kredit UMKM perbankan

    terbesar disalurkan pada sektor perdagangan besar dan eceran (5,42 trilyun

    rupiah) diikuti oleh sektor perantara keuangan (927,70 milyar rupiah), sektor

    industri pengolahan (710,52 milyar rupiah), dan sektor jasa kemasyarakatan

    dan sosial budaya (664,32 milyar rupiah).

  • 2.8 Ketenagakerjaan

    Tabel 2.8 menyajikan data ketenagakerjaan DIY dari tahun 2009

    sampai tahun 2013. Pada tahun 2009 tingkat pegangguran terbuka DIY

    mencapai 6,00% dari total angkatan kerja. Tren yang semakin menurun

    terlihat dari tahun ke tahun. Pertumbuhan ekonomi DIY yang diharapkan

    terus meningkat, memberikan peluang semakin luasnya kesempatan kerja

    bagi masyarakat sehingga mampu menyerap lebih banyak tenaga kerja dan

    menurunkan tingkat pengangguran terbuka. Data aktual menunjukkan bahwa

    pada tahun 2013 tingkat pengangguran terbuka telah jauh berkurang

    menjadi 3,34%.

    Tabel 2.8

    Penduduk Bekerja, Pengangguran Terbuka, dan Angkatan Kerja DIY

    Tahun 2009 2013

    Tahun Bekerja

    Pengangguran

    Terbuka Jumlah Angkatan

    Kerja Jumlah % Jumlah %

    2009 1.895.648 94 121.046 6,00 2.016.694

    2010 1.775.148 94,31 107.148 5,69 1.882.296

    2011 1.798.595 96,03 74.317 3,97 1.872.912

    2012 1.867.708 96,03 77.150 3,97 1.944.858

    2013 1.847.070 96,66 63.889 3,34 1.910.959

    Sumber: BPS Provinsi DIY, 2013

  • Jumlah angkatan kerja berfluktuasi dari tahun ke tahun. Dari tahun

    2009 sampai tahun 2011 terjadi penurunan jumlah angkatan kerja sebesar

    7,13% atau dari 2.016.694 orang menjadi 1.872.912 orang. Jumlahnya

    kemudian naik sebesar 4% pada tahun 2012 menjadi 1.944.858 orang dan

    kembali turun sebesar 2% pada tahun 2013 menjadi 1.910.959 orang.

    2.9 Kemiskinan

    Kemiskinan merupakan salah satu permasalahan penting dalam

    pembahasan pembangunan ekonomi. Di DIY, sebaran penduduk miskin

    terbanyak berada di Kabupaten Gunungkidul dan Kulon Progo. Selama ini

    kegiatan ekonomi DIY lebih terpusat di Kota Yogyakarta dan Kabupaten

    Sleman sehingga tidak terjadi pemerataan dalam berbagai hal seperti

    kesempatan kerja, fasilitas, dan infrastruktur penunjang kegiatan ekonomi,

    yang semua itu berdampak pada tidak meratanya tingkat pendapatan.

    Tabel 2.9

    Penduduk Miskin DIY Tahun 2011 2013

    Tahun Penduduk

    Miskin

    Total

    Penduduk

    % terhadap

    Total

    Penduduk

    2011 564.300 3.487.325 16,18

    2012 562.100 3.496.100 16,08

    2013 535.180 3.525.300 15,18

    Sumber: BPS Provinsi DIY, 2013

    Data dari tahun 2011 sampai tahun 2013, menunjukkan bahwa tingkat

    kemiskinan DIY semakin menurun. Pada tahun 2011 tercatat sebanyak

    16,18% penduduk DIY dikategorikan sebagai penduduk miskin. Sedangkan

    pada tahun 2013 jumlahnya telah berkurang menjadi 15,18%. Penurunan

    tingkat kemiskinan disebabkan oleh pertumbuhan ekonomi yang dibarengi

    dengan perluasan kesempatan kerja dan peningkatan penyerapan tenaga

    kerja. Perbaikan dalam hal ketenagakerjaan diharapkan dapat meningkatkan

  • kesejahteraan masyarakat DIY serta menurunkan tingkat kemiskinan.

    Disamping itu, upaya pemerintah dalam mewujudkan komitmen untuk

    menurunkan tingkat kemiskinan DIY dilakukan secara simultan. Hal tersebut

    dimulai dengan memberikan bantuan keuangan khusus (BKK) untuk

    peningkatan pemberdayaan ekonomi masyarakat kepada Rumah Tangga

    Sasaran (RTS) penurunan tingkat kemiskinan yang ditetapkan pemerintah.

    Selanjutnya, RTS tersebut juga dijadikan sasaran dalam program/kegiatan

    yang dilakukan SKPD DIY.

    2.10 Investasi

    Incremental Capital-Output Ratio atau ICOR merupakan rasio antara

    pertambahan modal dengan pertambahan output. Besarnya ICOR

    menunjukkan tambahan modal yang diperlukan untuk dapat meningkatkan

    satu unit output. Semakin kecil nilai ICOR, perekonomian dikatakan semakin

    efisien dalam hal penggunaan modal. Nilai ICOR juga berkaitan dengan

    produktivitas. Nilai ICOR yang kecil mencerminkan produktivitas yang tinggi

    karena dengan tingkat modal yang sama mampu dihasilkan tingkat output

    yang lebih tinggi. Tingkat output selanjutnya akan berdampak pada PDRB dan

    pertumbuhan ekonomi.

    Tabel 2.10

    Perkembangan ICOR DIY Tahun 2010 2012

    Tahun ICOR

    2010 6,33

    2011 5,97

    2012 5,79

    Sumber: BPS Provinsi DIY, 2013

    Nilai ICOR dari tahun 2010 sampai tahun 2012 menunjukkan tren yang

    menurun. Hal ini dapat diartikan bahwa perekonomian DIY semakin efisien

    dari tahun ke tahun. Penurunan nilai ICOR dapat disebabkan oleh adanya alih

    teknologi modern serta peningkatan kualitas sumber daya manusia.

  • Teknologi dan kualitas sumber daya manusia merupakan faktor penting yang

    menentukan tingkat produktivitas serta efisiensi perekonomian. Nilai ICOR

    DIY diharapakan akan terus menurun sehingga pertumbuhan ekonomi DIY

    akan semakin meningkat.

    Tabel 2.11

    Jumlah Proyek dan Realisasi PMA di DIY, 2011-2013

    PMA Satuan 2011 2012 2013*

    Jumlah Proyek PMA buah 105 111 114

    Realisasi Investasi PMA % 98,49 95,88 116,74

    Realisasi Investasi PMA Rp Juta 4.110.436.324.230 4.250.121.535.829 5.187.281.081.883

    Sumber: BKPM DIY, 2013 Ket: * Angka Sementara

    Tabel 2.12

    Realisasi PMA menurut Sektor di DIY, 2011-2013

    PMA Satuan 2011 2012 2013*

    Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan

    Rp Juta 34.048.080.000 40.353.480.000 40.353.480.000

    Pertambangan dan Penggalian

    Rp Juta - 162.450.000 162.450.000

    Industri Pengolahan (migas dan non migas)

    Rp Juta 624.482.666.160 683.073.482.835 438.706.353.523

    Listrik, Gas dan Air Bersih Rp Juta 237.260.006.000 237.260.006.000 568.100.006.000

    Bangunan Rp Juta - - 36.000.000.000

    Perdagangan, Hotel dan Restoran

    Rp Juta 2.189.810.844.295 2.262.280.170.221 3.066.817.202.587

    Pengangkutan dan Komunikasi

    Rp Juta 636.786.630.000 636.786.630.000 636.786.630.000

    Keuangan, Real Estate dan Jasa Perusahaan

    Rp Juta - - -

    Jasa-Jasa Rp Juta 388.048.097.775 390.205.316.773 400.354.959.773

    Sumber: BKPM DIY, 2013 Ket: * Angka Sementara

    Jumlah proyek Penanaman Modal Asing (PMA) per Oktober 2013

    tercatat sebanyak 114 proyek dengan realisasi kumulatif PMA mencapai 5,19

    trilyun rupiah. Sementara itu, realisasi investasi PMA menurut sektor pada

  • waktu yang sama terbesar pada sektor perdagangan hotel dan restoran yaitu

    3,06 trilyun rupiah diikuti oleh sektor listrik, sektor pengangkutan dan

    komunikasi (636,79 milyar rupiah), gas dan air bersih (568,10 milyar rupiah),

    sektor industri pengolahan (438,71 milyar rupiah), dan sektor jasa-jasa

    (400,35 milyar rupiah).

    Tabel 2.13

    Jumlah Proyek dan Realisasi PMDN di DIY, 2011-2013

    Uraian Satuan 2011 2012 2013*

    Jumlah Proyek PMDN buah 120 122 122

    Realisasi Investasi PMDN % 88,92 93,61 91,73

    Realisasi Investasi PMDN Rp Juta 2.313.143.695.783 2.805.944.605.930 2.855.920.812.930

    Sumber: BKPM DIY, 2013 Ket: * Angka Sementara

    Tabel 2.14

    Realisasi PMDN menurut Sektor di DIY, 2011-2013

    Uraian Satuan 2011 2012 2013*

    Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan

    Rp Juta 26.822.514.000 26.822.514.000 26.822.514.000

    Pertambangan dan Penggalian

    Rp Juta 750.000.000 750.000.000 15.516.107.000

    Industri Pengolahan (migas dan non migas)

    Rp Juta 1.113.568.939.688 1.115.645.215.834 996.914.144.318

    Listrik, Gas dan Air Bersih Rp Juta 2.872.560.000 2.872.560.000 2.872.560.000

    Bangunan Rp Juta - - -

    Perdagangan, Hotel dan Restoran

    Rp Juta 719.305.847.000 1.205.267.785.000 1.358.998.856.516

    Pengangkutan dan Komunikasi

    Rp Juta 70.924.821.885 75.687.517.885 75.897.617.885

    Keuangan, Real Estate dan Jasa Perusahaan

    Rp Juta - - -

    Jasa-Jasa Rp Juta 378.899.013.210 378.899.013.211 378.899.013.211

    Sumber: BKPM DIY, 2013 Ket: * Angka Sementara

    Di sisi lain, jumlah proyek Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)

    pada Oktober 2013 tercatat sebanyak 122 dengan realisasi kumulatif PMDN

  • sebesar 2,86 trilyun rupiah. Sementara itu menurut sektor, PMDN terbesar

    berada di sektor perdagangan, hotel dan restoran (1,36 trilyun rupiah) diikuti

    oleh sektor industri pengolahan (996,92 milyar rupiah), dan sektor jasa-jasa

    (378,90 milyar rupiah).

    2.11 Industri

    Menurut data Dinas Perindagkop dan Usaha Kecil dan Menengah

    (UKM) DIY, pada Oktober 2013 Industri Kecil dan Menengah (IKM) DIY

    tercatat sebanyak 81.515 unit dengan jumlah tenaga kerja 300.539 orang.

    Nilai produksi IKM tersebut sebesar 3,2 milyar rupiah dengan nilai investasi

    sebesar 1,01 milyar rupiah.

    Tabel 2.15

    Industri Kecil dan Menengah di DIY, 2011-2013

    Uraian Satuan 2011 2012 2013*

    Unit Usaha Unit 80.056 81.515 81.515

    Tenaga Kerja Orang 295.461 300.539 300.539

    Nilai Produksi Rp ribu 3.053.031.164 3.199.224.964 3.199.224.964

    Nilai Investasi Rp ribu 1.003.678.054 1.010.585.428 1.010.585.428

    Nilai Bahan Rp ribu 1.352.479.088 1.388.023.623 1.388.023.623

    Sumber: Dinas Indagkop DIY, 2013 Ket: * Angka Sementara

    UKM di DIY menurut jenis usaha dibagi menjadi aneka usaha,

    perdagangan, industri pertanian dan non pertanian. Masing-masing jumlah

    UKM menurut jenisnya pada tahun 2013 terbesar dalam bentuk perdagangan

  • sebanyak 58.564 unit, industri pertanian 55.733 unit, industri non pertanian

    46.356 unit dan aneka usaha sebanyak 44.326 unit.

    Sementara itu, UKM menurut skala usaha terbagi menjadi usaha mikro,

    kecil, menengah, dan besar. Pada tahun 2013 UKM dalam skala mikro

    tercatat sebanyak 111.847 usaha, skala kecil sebanyak 51.371 usaha, skala

    menengah sebanyak 31.047 usaha, dan skala besar sebanyak 10.714 usaha.

    Tabel 2.16

    Usaha Kecil dan Menengah di DIY, 2011-2013

    Uraian 2011 2012 2013*

    Menurut Jenis Usaha

    Aneka usaha 43.471 43.976 44.326

    Perdagangan 57.858 58.363 58.564

    Industri Pertanian 54.991 55.496 55.733

    Industri Non Pertanian 45.655 46.160 46.356

    Menurut Skala Usaha

    Usaha mikro 111.086 111.591 111.847

    Usaha Kecil 50.494 50.999 51.371

    Usaha Menengah 30.296 30.801 31.047

    Usaha Besar 10.099 10.604 10.714

    Sumber: Dinas Indagkop DIY, 2013 Ket: * Angka Sementara

  • 2.12 Pariwisata

    Pariwisata merupakan salah satu aspek yang berkembanga dan terus

    akan dikembangkan di DIY. Letak geografi, sejarah dan budaya DIY

    merupakan faktor-faktor yang menyebabkan berkembangnya pariwisata di

    DIY.

    Wisatawan yang berkunjung di DIY masih didominasi oleh wisatawan

    domestik. Pada Oktober 2013, wisatawan domestik yang berkunjung di DIY

    sebanyak 1.045.159 orang dan dimungkinkan meningkat karena peak session

    kunjungan wisatawan bisanya terjadi pada akhir tahun. Sementara itu,

    jumlah wisatawan mancanegara pada periode yang sama sebanyak 106.359

    orang, dengan wisatawan mancanegara terbanyak berasal dari Asia Pasifik

    (64.518 orang) dan Eropa (34.110 orang).

    Tabel 2.20

    Jumlah Wisatawan di DIY, 2011-2013

    Uraian 2011 2012 2013*

    Jumlah Wisatawan 1.607.694 2.360.173 1.151.518

    Asing (Mancanegara) 169.565 197.751 106.359

    - Asia Pasifik 66.107 87.178 64.518

    - Eropa 88.597 95.084 34.110

    - Amerika 11.632 12.810 6.498

    - Timur Tengah 1.591 1.957 985

    - Lainnya 1.638 722 248

  • Uraian 2011 2012 2013*

    Domestik (Nasional) 1.438.129 2.162.422 1.045.159

    Sumber: Dinas Pariwisata DIY, 2013

    Ket: * Angka Sementara

    Seiring dengan perkembangan pariwisata di DIY semakin marak terjadi

    pembangunan hotel dan penginapan. Pada tahun 2013, hotel bintang di DIY

    tercacat sebanyak 54 unit dan hotel non bintang sebanyak 447 buah.

    Tabel 2.18

    Jumlah Hotel di DIY, 2011-2013

    Uraian 2011 2012 2013*

    Hotel Bintang Lima 4 4 8

    Hotel Bintang Empat 8 8 12

    Hotel Bintang Tiga 8 8 13

    Hotel Bintang Dua 7 6 14

    Hotel Bintang Satu 10 10 7

    Hotel Non Bintang 415 415 447

    Sumber: Dinas Pariwisata DIY, 2013

    Ket: * Angka Sementara

    Keindahan objek wisata di DIY merupakan salah satu faktor penarik

    wisatawan berkunjung ke DIY. Jumlah objek wisata di DIY tercatat sebanyak

  • 84 buah yang terdiri dari wisata alam 27 buah, wisata buatan 40 buah dan

    wisata sejarah sebanyak 17 buah.

    Tabel 2.19

    Jumlah Objek Wisata di DIY, 2011-2013

    Jumlah Obyek Wisata 2011 2012 2013

    Alam 27 27 27

    Buatan 40 57 40

    Sejarah 17 17 17

    Sumber: Dinas Pariwisata DIY, 2013

  • Sumber: Data Perencanaan DIY 2013, Bappeda DIY

    Gambar 1.8

    Persentase Target Belanja Langsung & Belanja Tidak Langsung DIY

    2010-2013

    Namun jika dicermati lebih dalam lagi Belanja Tidak Langsung Pegawai

    hanya sekitar 20% dari total Belanja secara keseluruhan. Atas dasar ini maka

    tahun 2013 Pemerintah Daerah DIY diperkenankan untuk menambah jumlah

    pegawai sesuai dengan kebutuhannya.

    Sumber: Data Perencanaan DIY 2013, Bappeda DIY

    Gambar 1.9

    PersentaseTarget Alokasi Belanja Langsung DIY, 2010-2013

    Alokasi Belanja langsung DIY masih didominasi oleh Belanja Barang dan

    Jasa. Belanja Barang dan Jasa Pemerintah ini menjadi salah satu unsur

    penggerak roda perekonomian daerah dan nasional.

    0% 20% 40% 60% 80% 100%

    2010

    2011

    2012

    2013

    14,23%

    13,73%

    13,01%

    12,17%

    61,53%

    62,65%

    61,57%

    59,35%

    24,24%

    23,62%

    25,43%

    28,48%

    Belanja pegawai

    Belanja barang dan jasa

    Belanja modal

  • BAB II I

    SOSIAL BUDAYA

    2.1 Pendidikan

    Yogyakarta telah lama menyandang sebagai kota pendidikan, di kota

    ini ada ratusan universitas baik negeri maupun swasta, akademi, lembaga

    pelatihan, dan telah melahirkan ribuan intelektual. Ini merupakan daya tarik

    bagi orang tua di seluruh Indonesia untuk menyekolahkan putra-putrinya di

    Yogyakarta. Berbagai prestasi di bidang pendidikan baik di tingkat nasional

    maupun internasional semakin menguatkan Yogyakarta sebagai tempat

    untuk menimba ilmu. Kurikulum yang diajarkan di semua jenjang pendidikan

    sudah berstandar nasional. Ini merupakan salah satu tahap dari visi

    Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu DIY sebagai Pusat Pendidikan

    Terkemuka.

    Disamping kurikulum, kualitas tenaga pendidik dan fasilitas pendukung

    proses pendidikan selalu ditingkatkan untuk menciptakan suasana

    pendidikan yang kondusif. Dari data Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah

    Raga DIY angka partisipasi murni di DIY termasuk tinggi dibandingkan dengan

    Provinsi lainnya ini menunjukkan bahwa daya serap penduduk usia sekolah

    sangat baik, berarti kesadaran para orang tua di DIY untuk mendapatkan

    pendidikan yang berkualitas bagi anak-anaknya merupakan suatu kebutuhan

    yang harus dipenuhi.

  • Tabel 2.1

    Angka Partisipasi Murni (APM) menurut Jenjang Pendidikan di DIY

    2009-2013

    Jenjang Pendidikan Angka Partisipasi Murni

    2009 2010 2011 2012 2013 *

    SD / MI / Paket A 96,65 97,15 97,53 97,54 97,54

    SMP/MTS/Paket B 84,78 81,05 81,08 81,13 81,13

    SMA/SMK/MA/Paket C 60,87 60,47 63,45 63,65 63,65

    Sumber : Dinas pendidikan, pemuda dan olah raga DIY

    Ket 2013 * = angka sementara

    Untuk tingkat partisipasi sekolah di DIY yang diukur dengan Angka

    Partisipasi Sekolah (APS) penduduk usia 7 12 Tahun sebesar 108,89 %, APS

    penduduk 13 15 tahun sebesar 111,50 %, APS penduduk 16 18 tahun

    sebesar 68,13 %. Sedangkan angka buta huruf pada tahun 2013 adalah 1,77

    % dan angka melek hurufnya 98,23 %

  • 2.2 Tenaga Kerja

    Pertumbuhan penduduk yang tidak diimbangi dengan penyediaan

    lapangan pekerjaan menyebabkan banyak tenaga kerja yang tidak terserap di

    pasar kerja. Data dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi DIY pada tahun

    2013 Angkatan Kerja DIY 1.910.959 orang, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja

    (TPAK) 68,89 %, Bukan Angkatan Kerja 863.050 orang, Bekerja 1.847.070

    orang, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) adalah 3,34 % atau sebesar

    63.889 orang.

    Sumber: BPS Provinsi DIY, 2013

    Gambar 2.1

    Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di DIY dan Nasional, 2008-2013 (%)

    5,38

    6,00 5,69

    3,97 3,97

    3,34

    8,39 7,87

    7,14 6,56

    6,14 6,25

    3,00

    4,00

    5,00

    6,00

    7,00

    8,00

    9,00

    2008 2009 2010 2011 2012 2013

    DIY Nasional

  • Sumber: BPS Provinsi DIY, 2013

    Gambar 2.2

    Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) di DIY, 2008-2013 (%)

    Sektor yang banyak menyerap tenaga kerja DIY adalah sektor

    pertanian disusul dengan sektor jasa-jasa lainnya. Ini menunjukkan bahwa

    kedua sektor ini memberikan kontribusi paling banyak dalam menyerap

    angkatan kerja. Sektor lain yang potensial untuk dikembangkan adalah sektor

    pariwisata, karena Yogyakarta adalah tujuan wisata utama setelah Pulau Bali,

    sektor ini terus digali dan dikembangkan sehingga banyak tenaga kerja yang

    terserap di sektor pariwisata.

    Dengan majunya industri pariwisata di DIY mengakibatkan sektor

    pendukung pariwisata juga ikut berkembang, yaitu sektor perdagangan,

    industri terutama industri kecil dan menengah serta kerajinan yang dapat

    menyerap tenaga kerja sehingga semakin mengurangi tingkat pengangguran

    di DIY.

    70,51 70,23 69,76

    68,77

    70,85

    68,89

    65,00

    70,00

    75,00

    2008 2009 2010 2011 2012 2013

  • 2.3 Kesehatan

    Tingkat keberhasilan pembangunan yang diukur menggunakan Indek

    Pembangunan Manusia salah satu indikatornya adalah usia harapan hidup.

    Nilai usia harapan hidup di DIY merupakan yang tertinggi dibandingkan

    seluruh Provinsi di Indonesia. Disamping usia harapan hidup ada berapa

    indikator yang telah ditentukan untuk menentukan derajat kesehatan di

    suatu wilayah secara nasional. Menurut data Dinas Kesehatan DIY indikator

    tersebut adalah : (1) usia harapan hidup, (2) angka kematian ibu, (3) angka

    kematian bayi, (4) angka kematian balita, (5) status gizi balita / bayi.

    Sarana kesehatan yang tersedia di DIY sudah bisa menjangkau semua

    lapisan masyarakat, baik yang dilaksanakan oleh pihak pemerintah melalui

    Puskesmas maupun Klinik Kesehatan yang dilaksanakan oleh swasta.

  • Tabel 2.2

    Sarana Kesehatan di DIY, 2010-2013

    Sarana Kesehatan 2010 2011 2012 2013*

    Posyandu 5.652 5.675 5.691 5.691

    Polindes 48 203 203 203

    Puskesmas 120 121 121 121

    Rumah Sakit Umum Daerah 6 7 7 7

    Rumah Sakit Umum Swasta 19 8 9 9

    Rumah Sakit Umum Pusat 1 1 1 1

    Klinik/Praktek Dokter 1.865 1.715 1.500 1.500

    Sumber : Dinas Kesehatan DIY 2013

    Ket : 2013* angka sementara

    Wilayah DIY yang relatif kecil dengan jumlah sarana kesehatan seperti

    tersebut tabel diatas, memudahkan masyarakat mengakses pelayan

    kesehatan masyarakat dengan cepat. Pelayanan kesehatan masyarakat bagi

    warga miskin di DIY sudah ditangani lewat Program Jamkesmas dan Jamkesda

    2.4 Sosial

    Penduduk penyandang masalah sosial setiap tahun jumlahnya

    cenderung meningkat, data dari Dinas Sosial DIY masalah sosial yang

    mengalami peningkatan adalah: anak jalanan, gepeng, penderita HIV/AIDS,

    pecandu narkoba, anak terlantar.

    Pangkal dari masalah sosial adalah kemiskinan, untuk itu pemerintah

    sudah berusaha untuk mengurangi angka kemiskinan dengan berbagai

    program yang bertujuan untuk mengentaskan kemiskinan. Namun hasil yang

    dicapai belum sesuai dengan yang diharapkan. Menurut data BPS DIY angka

    penurunan kemiskinan DIY tiap tahun belum bisa mencapai angka 1 %. Perlu

    program yang benar-benar tepat sasaran agar dapat mengentaskan

    kemiskinan. Kemiskinan merupakan isu yang sensitif bagi kepala daerah

    sebab tingkat keberhasilan seorang kepala daerah diukur dari penurunan

  • kemiskinan yang dapat dilakukannya. Namun kebijakan kepala daerah

    kadang tidak didukung oleh aparat dibawahnya, kepala desa lebih suka

    warganya banyak yang miskin supaya bisa mendapat bantuan dari

    pemerintah. Untuk itu perlu komitmen dari semua stake holder untuk

    berusaha mengurangi kemiskinan agar masalah sosial di daerah semakin di

    minimalisir.

  • BAB IV

    INFRASTRUKTUR

    4.1 IPAL SEWON

    Instalasi Pengolahan Air limbah (IPAL) Kawasan Perkotaan Yogyakarta

    (KPY) dibangun di Dusun Cepit, Desa Pendowoharjo, Kecamatan Sewon,

    Kabupaten Bantul, DIY. Terletak 6 km sebelah barat daya pusat Kota

    Yogyakarta, dengan luas lahan 6,7 Ha. IPAL ini merupakan tempat pengolahan

    air limbah yang mencakup jaringan di wilayah Bantul sebelah utara, wilayah

    Aglomerasi Perkotaan Yogyakarta dan wilayah Sleman sebelah selatan.

    Sumber : Data IPAL Sewon

    Gambar 4.1. Foto Udara IPAL Sewon

    Kapasitas IPAL KPY Sewon mampu menampung air limbah sebesar 15.500

    m/hari rata-rata debit masuk. Namun target limbah yang harus diolah di IPAL

  • Sewon sampai saat ini belum bisa terpenuhi sesuai kapasitas yang diharapkan.

    IPAL Sewon dioperasikan dengan effisiensi pengolahan yang tinggi (95%), tetapi

    jumlah pelanggan masih jauh di bawah kapasitas desain. Kapasitas IPAL Sewon

    saat ini baru dimanfaatkan sekitar 40% dari kapasitas desain, yaitu 7.700

    pelanggan dari kapasitas desain sebesar 18.400 pelanggan. Berdasarkan data

    IPAL tahun 2008, debit air limbah yang masuk adalah sebesar 7.315 m/hari

    dengan debit terkecil sebesar 4.319 m/hari dan terbesar 11.806 m/hari.

    Daerah pelayanan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Sewon

    mencakup jaringan di wilayah Bantul sebelah utara, wilayah aglomerasi

    perkotaan yogyakarta dan wilayah Sleman sebelah selatan. Tabel berikut

    menyajikan informasi cakupan daerah pelayanan Instalasi Pengolahan Air

    Limbah (IPAL) Sewon pada tahun 2002 dan prediksi hingga tahun 2012

    Tabel 4.1

    Daerah Pelayanan IPAL Sewon

    Daerah Pelayanan Satuan Tahun

    2002

    Tahun

    2012

    1. Luas kota

    2. Pelayanan sanitasi

    - Perumahan

    - Non perumahan

    3. Jumlah penduduk kota

    4. Jumlah penduduk terlayani

    5. Sambungan rumah unit

    - Sambungan perumahan

    - Sambungan non perumahan

    Ha

    Ha

    Ha

    Ha

    Jiwa

    Jiwa

    Unit

    Unit

    Unit

    3.257

    1.330

    1.112

    218

    436.294

    110.000

    21.090

    17.330

    4.300

    3.257

    2.433

    2.133

    300

    468.975

    273.000

    53.505

    42.650

    10.855

    Sumber : IPAL Sewon

    Sistem pengolahan air limbah di Kawasan Perkotaan Yogyakarta

    terdiri dari: sistem pengolahan sistem terpusat, fasilitas sanitasi komunal, dan

  • fasilitas sanitasi individual. Sistem terpusat/Off Site merupakan pengelolaan

    air limbah domestik yang telah terjangkau oleh jaringan pengelolaan air

    limbah domestik, dimana air limbah dialirkan melalui jaringan menuju satu

    instalasi pengolahan, Sistem Komunal mencakup pengelolaan air limbah

    domestik dengan sistem septick tank komunal, serta Sistem Individual/On Site

    dimana air limbah domestik langsung diolah di sumbernya dengan septic

    tank individual.

    Hingga Tahun 2012, IPAL Sewon dilengkapi jaringan Pipa Induk dengan

    panjang 79,65 km dan jaringan panjang Pipa Lateral 138,51 km yang melintas

    diwilayah perkotaan Kota Yogyakarta, Kabupaten Bantul dan Kabupaten

    Sleman. Selain itu IPAL sewon juga dilengkapi dengan Sistem Penggelontor

    termasuk Bangunan Pipa Inteke, Bak Pengendap dan Pipa Penggelontor

    dengan panjang sekitar 24,16 km.

    Penggelontoran dilakukan apabila : debit aliran minimal yang

    dibutuhkan tidak tercapai (1,7 l/detik) hal ini dimaksudkan untuk menjaga

    agar tidak terjadi pengendapan pada pipa sehingga memerlukan

    penggelontor. Sumber air penggelontor dari sistem jaringan ini diambil dari

    empat inlet yaitu Dam Bendole, Dam Pogung, Dam Prawirodirjan dan selokan

    mataram. Air penggelontor diumpankan ke dalam saluran lateral melaui

    inteke penggelontoran/dam yang diatur alirannya menggunakan pintu air

    dengan lama satu jam perhari.

  • 4.2 JALUR PANSELA

    Latar belakang dibangunnya jalur Pantai Selatan (Pansela) adalah :

    Merupakan rencana Jalan Strategis Nasional (yang sampai saat ini belum

    tersambung). (KEPMEN PU No. 567/KPTS/M/2010)

    Merupakan prioritas utama pembangunan oleh Direktorat Jenderal Bina

    Marga

    Percepatan pembangunan jalan yang menghubungkan daerah terisolasi di

    Jawa Timur dengan JawaTengah dan DI Yogyakarta

    Sedangkan tujuannya dibangun Pansela adalah :

    Menunjang tata ruang Provinsi DI Yogyakarta, Provinsi Jawa Tengah dan

    Provinsi Jawa Timur, terutama untuk membuka akses jalan pada daerah

    yang masih terisolasi,

    Menghubungkan Jalan Jalur Lintas Selatan (Pansela) sebagai jalur yang

    lancar, aman, nyaman dan ekonomis untuk perpindahan orang dan

    barang,

    Meningkatkan kapasitas, standard geometrik dan kelas jalan dengan

    melakukan pengembangan potensi wilayah

  • KABUPATEN KULONPROGO Ruas : Karangnongko - Bugel - Galur - Srandakan (030 & 031) Panjang Ruas : 28,84 Km Sudah Ditangani : 14,875 Km (4 Lajur = 1,900 Km ; 2 Lajur = 12,975 Km) ; s.d. 2013 Belum Ditangani : 13,965 Km Penanganan 2013 : 9,7 Km

    KABUPATEN BANTUL Ruas : Srandakan Poncosari Greges (032 & 033) Panjang Ruas : 20,195 Km Sudah Ditangani : 1,6 Km ; s.d. Tahun 2013 Belum Ditangani : 18,595 Km Penanganan 2013 : 0 km

  • KABUPATEN GUNUNGKIDUL Ruas : Parangtritis - Tlogowarak - Legundi - Planjan - Tepus - Jerukwudel - Baran (034, 035, 036, 037, 038 & 039) Panjang Ruas : 76,09 Km Sudah Ditangani : 28,1 Km (2 Lajur) ; s.d. Tahun 2013 Belum Ditangani : 47,99 Km Penanganan 2013 : 3,70 Km

  • KABUPATEN GUNUNGKIDUL Ruas : Parangtritis - Tlogowarak - Legundi - Planjan - Tepus - Jerukwudel - Baran (034, 035, 036, 037, 038 & 039) Panjang Ruas : 76,09 Km Sudah Ditangani : 28,1 Km (2 Lajur) ; s.d. Tahun 2013 Belum Ditangani : 47,99 Km Penanganan 2013 : 3,70 Km

  • Gambar 4.2. Kondisi Pantura di Kabupaten Gunungkidul

    4.3 PENGELOLAAN SAMPAH MANDIRI SUKUNAN

    Bermula oleh karena banyaknya keluhan tentang sampah plastik dari

    warga desa yang kebanyakan berprofesi sebagai petani, sampah plastik

    tersebut banyak yang masuk ke area persawahan mereka karena terbawa

    oleh aliran air irigasi yang mengairi persawahan mereka yang menyebabkan

    persawahan mereka selalu dipenuhi oleh sampah-sampah plastik yang

    berimbas terhadap hasil panen padi mereka, banyaknya sampah plastik yang

    masuk ke area persawahan mereka menyebabkan terganggunya sirkulasi

    pengairan di sawah dan banyaknya waktu yang terbuang karena para warga

    terpaksa harus memungguti sampah-sampah tersebut satu persatu lalu di

    buang keluar dari sawah mereka tetapi dikarenakan sangat banyaknya

    sampah-sampah plastik yang masuk ke area persawahan menyebabkan

    mereka mulai berinisiatif untuk mengajak peran serta masyarakat untuk

    mengolah sampah mereka secara mandiri.

    Permasalahan yang turut andil dalam awal pengelolaan sampah

    secara mandiri adalah banyaknya warga yang tidak mempunyai cukup lahan

    untuk membuang atau membakar sampah mereka sendiri sehingga hal

    tersebut menyebabkan banyak warga yang membuang sampah ke parit yang

    mengari sawah-sawah sehingga menimbulkan masalah baru bagi para

  • penduduk lainya dan menyebabakan desa mereka terlihat sangat kotor karen

    banyaknya sampah yang dibuang ke sembarang tempat.

    Gambar 4.3. Pemilahan sampah

    Untuk memenuhi target kebutuhan pelayanan pengelolaan sampah

    yang memadai pada masyarakat, perlu diciptakan iklim yang kondusif untuk

    menunjang peran serta masyarakat dan swasta. Sosialisasi konsep 3R (reduce,

    reuse and recycle) adalah target pertama yang dapat ditempuh. Sehingga

    dapat ditanamkan pengertian kepada masyarakat bahwa masih terdapat nilai

    ekonomi yang cukup potensial. Diperlukan kampanye sadar kebersihan untuk

    mendorong masyarakat agar mau mengumpulkan sampah di tempatnya,

    bukan membuang sampah di tempatnya. Konsep ini mendorong masyarakat

    untuk melakukan penanganan sampah di sumbernya, seperti pemilahan

    sampah dan pengemasan sampah dengan benar. Lebih jauh hal ini

    dimaksudkan untuk mendorong penerapan konsep reuse, atau penggunaan

    kembali komponen-komponen sampah yang masih memiliki nilai ekonomi.

    Baik oleh sumber sampah ataupun oleh pihak lain.

  • Awalnya ide untuk mengelola sampah secara mandiri tidak langsung

    bisa diterima oleh masyarakat sekitar masih kentalnya kebudayaan

    membuang sampah di sungai turut andil menyulitkan terlaksananya program

    pengolahan sampah secara mandiri tersebut kesulitan makin bertambah

    karena banyak warga yang beranggapan bahwa urusan sampah tidak terlalu

    penting karena hanya tinggal membayar saja maka sampah itu lenyap dari

    pandangan mereka dan mereka pikir masalah tersebut selasai.

    Ada juga yang enggan sedikit repot untuk memilah-milah sampah

    mereka hanya cukup membakarnya dihalaman dan sampahpun lenyap.

    Banyaknya halangan dan hambatan yang ada tidak membuat sejumlah warga

    yang peduli terhadap sampah membatalkan rencana pengelolahan sampah

    mereka, mereka melakukan sosialisasi ke warga-warga dari mulai tingkat yang

    paling kecil sampai ke tingkatan warga yang paling luas.

    Langkah selanjutnya yang dilakukan adalah dengan usaha keras

    akhirnya proses pengolahan sampah mandiri dapat diterima oleh masyarakat

    dan memberikan hasil yang cukup memuaskan.

    Proses pengelolaan sampah mandiri pengelolaan sampah adalah semua

    kegiatan yang dilakukan dalam menangani sampah sejak ditimbulkan sampai

    dengan pembuangan akhir. Secara garis besar, kegiatan di dalam pengelolaan

    sampah meliputi pengendalian timbulan sampah, pengumpulan sampah,

    transfer dan transport, pengolahan dan pembuangan akhir

  • Gambar 4.4. Penimbangan sampah kertas

    Gambar 4.5. Pembuatan kompos hasil sampah organik

  • Gambar 4.6. Kompos hasil pengolahan sampah organik

    Gambar 4.7. Kerajinan memanfaatkan sisa sampah plastik

  • Pot Bunga dari Daur Ulang Styrofoam

    Gambar 4.8. Pot Bunga hasil dari daun ulang sampah styrofoam

  • 4.3 BANDARA ADISUTJIPTO

    Bandar udara ini dulu dinamakan Maguwo, sesuai dengan nama desa

    tempatnya berada Maguwoharjo. Penggantian nama dilakukan setelah

    pesawat Dakota VT-CLA yang dikemudikan oleh Marsekal Muda Anumerta

    Agustinus Adisutjipto ditembak jatuh oleh pesawat Belanda tanggal 29 Juli

    1947. Semula merupakan lapangan udara militer, namun penggunaannya

    diperluas untuk kepentingan sipil. Hingga sekarang masih terdapat bagian

    yang merupakan daerah tertutup (terbatas untuk kegiatan militer). Bandar

    udara ini juga merupakan bandar udara pendidikan Akademi Angkatan Udara

    dari TNI Angkatan Udara.

    OPERATOR

    KELAS BANDARA

    STATUS

    BANDARA

    KODE BANDARA

    PT. ANGKASA PURA I (PERSERO)

    KELAS IB

    ENCLAVE CIVIL

    IATA : JOG

    ICAO: WARJ

    LOKASI

    JARAK DARI

    KOTA

    ELEVASI

    JAM OPERASI

    070.4712 LS - 1100.2555 BT

    9 Km dari Kota Yogyakarta

    350 ft/106 m

    15 Jam (06.00 21.00 WIB / 23.00 14.00 UTC)

    LANDASAN R09 R27

    2.200 m X 45 m

    PCN 55/F/C/X/T

    RESA (Runway End Safety Area) tidak tersedia

    Obstacle Gunung Boko

    Pesawat Terbesar: B737-900ER, B737-

    800NG,A319/20

    TAXIWAY TW N2 : 105 m X 30 m

    TW N3 : 418,82 m X 23 m

  • PCN 41/F/B/X/T

    APRON FLEXIBLE APRON : 12.409 m2

    RIGID APRON : 15.646 m2

    PARKING STAND : 8

    PCN 40/F/B/X/T

    TERMINAL

    PENUMPANG

    INTERNASIONAL

    DOMESTIK

    LOBBY

    AREA CHECK-IN

    CIP LOUNGE

    UNDERPASS

    KEBERANGKATAN : 424,42 m2

    KEDATANGAN : 646,58 m2

    KEBERANGKATAN : 2.244,63

    m2

    KEDATANGAN : 1.277,05

    m2

    1.914,66 m2

    2.172,66 m2

    521 m2

    1.374,28 m2

    TERMINAL KARGO INTERNATIONAL : 384 m2

    DOMESTIC : 342 m2

    LAHAN PARKIR MOBIL : 10.350 m2

    SEPEDA MOTOR : 1.035 m2

    CIP : 304,5 m2

    Namun kapasitas Landside & Airside bandara Adisutjipto saat ini sudah

    tidak dapat menampung trafik yang ada, dikarenakan :

    Bandara merupakan enclave civil sehingga Runway digunakan bersama

    dengan TNI-AU dimana hal ini mengakibatkan adanya limitasi untuk

    penerbangan komersial

    Runway sepanjang 2.200 m tidak dapat diperpanjang dikarenakan

    adanya obstacle (Barat : Jembatan Janti & sungai, Timur : Gunung Boko)

  • Terminal eksisting saat ini hanya dapat menampung 1.2 jt pax/th

    sedangkan trafik 2011 sudah mencapai 4.3 jt pax /th

    Bandara eksisting tidak dapat dikembangkan menjadi airport city

    Gambar 4.10. Crowded di ruang tunggu bandara

  • Gambar 4.11. Rencana lokasi baru Bandara di DIY

    Gambar 4.11. Rencana pembangunan bandara baru Yogyakarta

    4.5 KEBUN BUAH NGLANGGERAN

    Latar belakang dibangunnya Kebun Buah Nglanggeran adalah :

    Selama ini produksi tanaman pangan belum dapat meningkatkan

    pendapatan dan kesejahteraan petani;

    Adanya keterbatasan kepemilikan lahan tanaman pangan;

    Masih banyak terdapat lahan marginal berupa lahan kering yang

    berpotensi dikembangkan untuk usaha tani komoditas yang bernilai

    ekonomi tinggi yaitu komoditas hortikultura (buah-buahan dan

    sayuran).

    Wilayah Kabupaten Gunungkidul bagian utara merupakan wilayah

    yang memiliki curah hujan paling tinggi dibanding wilayah tengah dan

  • selatan. Namun limpahan air belum dimanfaatkan secara optimal

    (dibiarkan mengalir saja);

    Desa Nglanggeran terletak di wilayah utara dengan topografi

    pegunungan, kondisi tanah cukup subur tetapi belum tersedia air

    permukaan;

    Sedangkan tujuannya adalah :

    Mengembangkan Sentra Pemberdayaan Tani (SPT) melalui kegiatan

    pertanian lahan kering berupa tanaman buah unggulan seluas 20 ha

    dengan optimalisasi pemanfaatan lahan dan air.

    Meningkatkan taraf hidup masyarakat melalui meningkatkan

    pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan pendapatan petani.

    Mendukung Pengembangan kawasan pariwisata Gunung Api Purba,

    pasar tani dan Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan Swadana

    (P4S).

    Mengembangkan kebun hortikultura yang terdiri dari kebun buah-

    buahan, sayur-mayur, bunga-bungaan dan tanaman hias yang

    berfungsi sebagai kebun produksi, koleksi dan sekaligus kebun

    percontohan.

    Memberikan alternative obyek wisata baru bagi wisatawan asing

    maupun domestik.

    Sebagai taman rekreasi hortikultura yang kelak dapat dikembangkan

    menjadi pusat studi hortikultura terutama bagi tanaman buah-buahan

    dan sayur-sayuran dataran rendah.

    Menciptakan lapangan kerja baru di lingkungan kecamatan Patuk.

    Memanfaatkan secara optimal segenap potensi yang dimiliki dengan

    asas pertimbangan keselarasan lingkungan tetap terjaga

  • Gambar 4.12. Rencana pembangunan taman buah Nglanggeran

  • Gambar 4.12. Kondisi eksisting embung Nglanggeran

  • BAB V

    POTENSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA

    Daerah istimewa Yogyakarta memiliki beberapa komoditi unggulan, Sektor

    pertanian komoditi unggulannya adalah jagung, kedelai, ubi kayu dan ubi jalar.

    Sektor Perkebunan komoditi unggulannya Kakao, Tebu, Kopi, Kelapa, Cengkeh,

    Jambu Mete, Kapuk, Lada, Nilam, Teh dan Tembakau. Sektor perikanan komoditi

    unggulannya Perikanan Tangkap, Budidaya Laut, Budidaya Keramba, Budidaya

    Kolam, Budidaya Tambak, Budidaya Sawah. Sektor peternakan komoditi yang

    diunggulkan adalah sapi, babi, kambing, kuda, domba dan kerbau. Sedangkan

    sektor jasa komoditi unggulannya adalah Wisata Alam dan Wisata Budaya.

    Sebagai penunjang kegiatan perekonomian, di Daerah Istimewa Yogyakarta

    tersedia satu bandar udara, yaitu Bandara Adi Sutjipto. Di DIY ini juga terdapat

    dua jalan, Yaitu jalan Negara dan jalan Provinsi. Panjang Jalan Negara adalah

    187,04 km, sedangkan panjang jalan Provinsi adalah 708,42 km. Untuk industri

    tersedia enam kawasan industri, yaitu Kawasan Industri Pabrik Pupuk Organik

    Kab. Bantul, Pengelolaan Hasil Kelautan Desa Karangwuni, Kec. Wates,

    Kulonprogo, Pengembangan Kawasan Industri Kab. Sleman, Kawasan Industri

    Piyungan (Desa Srimulyo dan Sitimulyo, Kec. Piyungan Kab. Bantul),

    Pengembangan Pasar Seni dan Kerajinan Kec. Umbulharjo, Kota Yogyakarta,

    Pengolahan Cabe Merah Glagah Desa Karangwuni Kec. Sentolo, Kulonprogo yang

    didukung juga oleh fasilitas listrik dan telekomunikasi.

    Selain yang tersebut diatas DIY memiliki 6 Kawasan Cagar Budaya dan 96

    situs. Keberadaan aset-aset budaya peninggalan peradaban tinggi masa lampau,

    dengan Kraton sebagai institusi warisan adiluhung yang masih terlestari

    keberadaannya, merupakan embrio dan memberi spirit bagi tumbuhnya dinamika

    masyarakat dalam berkehidupan kebudayaan terutama dalam berseni budaya

    dan beradat tradisi. Selain itu, DIY juga mempunyai 44 Monumen Sejarah

    Perjuangan dan 42 museum, yang dua diantaranya yaitu museum Ullen Sentalu

    dan museum Sonobudoyo diproyeksikan menjadi museum internasional. Pada

  • 2012, benda cagar budaya tidak bergerak sebanyak 515 dan benda cagar budaya

    bergerak sebanyak 764.

    Disamping itu pariwisata merupakan sektor utama bagi DIY. Banyaknya

    obyek dan daya tarik wisata di DIY telah menyerap kunjungan wisatawan, baik

    wisatawan mancanegara maupun wisatawan nusantara. Keanekaragaman

    upacara keagamaan dan budaya dari berbagai agama serta didukung oleh

    kreatifitas seni dan keramahtamahan masyarakat, membuat DIY mampu

    menciptakan produk-produk budaya dan pariwisata yang menjanjikan.

    Secara geografis, DIY juga diuntungkan oleh jarak antara lokasi obyek

    wisata yang terjangkau dan mudah ditempuh. Sektor pariwisata sangat signifikan

    menjadi motor kegiatan perekonomian DIY yang secara umum bertumpu pada

    tiga sektor andalan yaitu: jasa-jasa; perdagangan, hotel dan restoran; serta

    pertanian. Dalam hal ini pariwisata memberi efek pengganda (multiplier effect)

    yang nyata bagi sektor perdagangan disebabkan meningkatnya kunjungan

    wisatawan. Selain itu, penyerapan tenaga kerja dan sumbangan terhadap

    perekonomian daerah sangat signifikan. Sektor wisata menjadi andalan DIY,

    mengingat banyak sekali potensi wisata, seperti wisata pantai, wisata budaya,

    wisata kuliner, wisata sejarah, wisata spiritual, wisata pendidikan, wisata merapi,

    dan lain sebagainya. Lebih dari itu wisata menjadi salah satu karakteristik unik

    DIY.

    Berikut ini akan disajikan potensi Daerah Istimewa Yogyakarta yang ada di

    Kabupaten/Kota.

    5.1. KOTA YOGYAKARTA

    a. Potensi Budaya dan Pariwisata

    Kota Yogyakarta sebagai salah satu kota kuno di Indonesia merupakan

    kota yang lahir secara terencana. Dalam hal ini baik pemilihan lokasi

    hingga rencana tata ruang semua terencana dengan baik.Civic center

    (CBD) yang dimilikinya berfungsi sebagai pusat bagi berbagai macam

  • kegiatan penduduk, baik sebagai pusat politik, spiritual, ekonomi,

    pertahanan, dan rekreasi (Kostof, 1992). Adapun yang menjadi Civic

    center (CBD) ini merupakan kawasan keraton dan sekitarnya hingga

    kepatihan. Dalam kawasan ini terdapat berbagai macam bangunan yang

    digunakan sebagai kawasan permukiman maupun pusat kegiatan

    perdagangan dan jasa yang berguna untuk menunjang kehidupan

    bermasyarakat.Civic Center di pusat Kota Yogyakarta ini memberntuk

    sebuah pola tertentu.Civic Center (CBD) ini dijadikan sebagai pusat

    kehidupan penduduk kota karena di dalamnya terdapat komponen yang

    merepresentasikan aspek kehidupan sosial, politik, keagamaaan, dan

    ekonomi. Adapun pola-pola tersebut adalah alun-alun lor yang

    merupakan pusat kota dikelilingi Masjid Agung di sebelah baratnya,

    keraton di sebelah selatannya, dan pasar di sebelah utara.

    Permukiman yang terdapat di pusat Kota Yogyakarta adalah berupa

    permukiman penduduk kuno yang dapat dilacak keberadaannya dari

    toponim. Toponim ini dapat seperti Pacinan, yang merupakan kawasan

    permukiman orang-orang Cina, Sayidan, yang merupakan kawasan

    permukiman orang Arab, Gerjen yang merupakan kawasan permukiman

    penjahit, Dagen yang merupakan permukiman tukang kayu, Siliran yang

    merupakan permukiman para selir-selir. Toponim ini digambarkan

    dalam bentuk keanekaan profesi, asal, dan lapisan penduduk Yogyakarta

    masa lampau.

    Pada Civic Center (CBD) Kota Yogyakarta terdapat tata letak komponen-

    komponen yang dapat dirutkan sebagai berikut Utara jalan Malioboro

    terdapat kompleks kepatihan, Pasar Beringharjo, Alun-Alun Lor, Masjid

    Agung, keraton, Taman Asri, Alun-Alun Kidul, Tembok Baluwarti,

    jaringan jalan, dan permukiman penduduk. Berbagai potensi terkait

    dengan ekonomi, pariwisata, kebudayaan, dan keagamaan itulah yang

    membuat Kota Yogyakarta dapat ber


Recommended