BAB I
GAMBARAN UMUM
1.1 Daerah Istimewa Yogyakarta
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) diakui secara formal oleh
Pemerintah Pusat sebagai daerah Istimewa pasca ditetapkannya Undang-
Undang Nomor 13 Tahun 2012 tentang Keistimewaan Daerah Istimewa
Yogyakarta. Meskipun dilihat dari sejarah, DIY memiliki keistimewaan yang
melekat sejak dari terbentuknya baik dari segi kepemimpinan, letak wilayah,
maupun nilai budaya.
Nilai filosofi budaya DIY yang dimiliki dan terus dijunjung tinggi sebagai
pondasi keistimewaan dan mendasari keberadaan DIY yang menjadi
pemandu tumbuh dan berkembangnya peradaban masyarakat DIY, antara
lain:
a. Hamemayu Hayuning Bawana, mengandung makna menjaga Bawana
atau dunia ini tetap Hayu yang bermakna indah dan Rahayu yang
bermakna lestari. Konsep ini mengandung makna sebagai kewajiban
melindungi, memelihara, serta membina keselamatan dunia dan lebih
mengedepankan kepentingan masyarakat daripada kepentingan pribadi
maupun kelompok.
b. Sangkan Paraning Dumadi, Manunggaling Kawula lan Gusti. Konsep
Sangkan Paraning Dumadi berawal dari keyakinan bahwa Tuhan ialah
asal-muasal dan tempat kembali segala sesuatu. Sementara itu, konsep
Manunggaling Kawula lan Gusti berdimensi vertikal dan horizontal.
Manunggaling Kawula Gusti dapat dimaknai dari sisi kepemimpinan yang
merakyat dan disisi lain dapat dimaknai sebagai piwulang simbol
ketataruangan.
Kota pusat pemerintah Mataram Yogyakarta dirancang dengan filosofi
sangkan paraning dumadi manunggaling kawula gusti. Di batas selatan
terdapat Panggung Krapyak yang melambangkan unsur wanita (yoni), di
utara terdapat Tugu Pal Putih yang melambangkan unsur laki-laki
(lingga), sedangkan di tengah terdapat kraton yaitu tempat kehidupan
yang terjadi karena perpaduan unsurwanita dan laki-laki. Perjalanan dari
Panggung Krapyak ke Kraton dimaknai sebagai perjalanan manusia dari
lahir hingga siap bekerja, sedangkan dari Tugu Pal Putih ke Kraton
dimaknai sebagai perjalanan manusia menghadap Khaliknya.
c. Tahta Untuk Rakyat. Konsep Tahta Untuk Rakyat dari segi maknanya
tidak dapat dipisahkan dari konsep Manunggaling Kawula Gusti karena
pada hakekatnya keduanya menyandang semangat yang sama yakni
semangat keberpihakan, kebersamaan dan kemenyatuan antara
penguasa dan rakyat, antara Kraton dan Rakyat.
d. Golong Gilig, Sawiji, Greget, Sengguh, Ora Mingkuh. Konsep
inibermakna kesatupaduan komunitas, etos kerja, keteguhan hati, dan
tanggungjawab sosial untuk membangun bangsa dan negara dalam
melawan penjajahan dan untuk menciptakan kesejahteraan bersama.
e. Catur Gatra Tunggal Catur Gatra Tunggal merupakan filosofi dan juga
konsep dasar pembentukan inti kota. Konsep Catur Gatra Tunggal yang
tidak lepas dari konsep sumbu Imaginer (Gunung Merapi-Laut Selatan)
dan Sumbu Filosofis (Panggung Krapyak-Kraton-Tugu) bukan hanya
sekedar meletakkan dasar identitas atau keabadian saja, melainkan juga
memiliki kapasitas memandu dengan tersambungnya empat elemen
kota ini dengan sumbu Kraton-Tugu yang memberikan arah panduan
perkembangan kota membujur ke utara sampai Tugu dan melintang ke
kiri (barat) ke arah Kali Winongo serta melintang ke kanan (timur) ke
arah Kali Code. Konsep ini memberikan makna teks sekaligus konteks
(ruang dan waktu), dalam arti konsep ini telah memberikan modal
awal bagi pembentukan kota dan sekaligus memberikan bekal pada
perkembangan kota di masa depan.
f. Pathok Negara adalah salah satu konsep penting yang memberikan nilai
keistimewaan tata ruang Yogyakarta, yang tidak hanya sekedar ditandai
dengan dibangunnya empat sosok masjid bersejarah (Mlangi, Ploso
Kuning, Babadan, dan Dongkelan), tetapi juga memberikan tuntunan
teritori spasial yang didalamnya secara implisit menyandang nilai
pengembangan ekonomi masyarakat, pengembangan agama Islam, dan
pengembangan pengaruh politik kasultanan.Secara spasial, konsep
Pathok Nagara sesungguhnya memberikan pesan dan pelajaran yang
sangat berharga yakni pentingnya membatasi perkembangan fisik
keruangan kota untuk melindungi fungsi-fungsi pertanian dan
perdesaan yang menjadi penyangganya.
Visi Pembangunan 2012-2017: Daerah Istimewa Yogyakarta yang
berkarakter, berbudaya, maju, mandiri, dan sejahtera menyongsong
peradaban baru
Misi pembangunan daerah 2013-2017:
1. Membangun peradaban berbasis nilai-nilai kemanusiaan dengan
meningkatkan derajat kesehatan masyarakat, mengembangkan
pendidikan yang berkarakter didukung dengan pengetahuan budaya,
pelestarian dan pengembangan hasil budaya, serta nilai-nilai budaya.
2. Menguatkan perekonomian daerah yang didukung dengan semangat
kerakyatan, inovatif dan kreatif disertai peningkatan daya saing
pariwisata guna memacu pertumbuhan ekonomi daerah yang
berkualitas dan berkeadilan.
3. Meningkatkan tata kelola pemerintahan yang baik ke arah katalisator
yang mampu mengelola pemerintahan secara efisien, efektif, mampu
menggerakkan dan mendorong dunia usaha dan masyarakat lebih
mandiri.
4. Memantapkan prasarana dan sarana daerah dalam upaya
meningkatkan pelayanan publik dengan memperhatikan kelestarian
lingkungan dan kesesuaian Tata Ruang.
1.2 Aspek Geografi dan Demografi
Sumber: Bappeda DIY, 2013
Gambar 1.1
Peta Administrasi Daerah Istimewa Yogyakarta
1.2.1 Wilayah Administrasi
Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) terletak di Pulau Jawa bagian tengah
selatan dimana di sebelah selatan berbatasan dengan Laut Indonesia, sebelah
Timur Laut berbatasan dengan Kabupaten Klaten, sebelah Tenggara
berbatasan dengan Kabupaten Purworejo, serta di sebelah Barat dan Barat
Laut masing-masing berbatasan dengan Kabupaten Purworejo dan
Kabupaten Magelang.
DIY terletak antara 7.33- 8.12 Lintang Selatan dan 110.00 -
110.50 Bujur Timur. DIY memiliki luas 3.185,80 km atau 0,17% dari luas
Indonesia (1.860.359,67 km) dan merupakan wilayah terkecil setelah
Provinsi DKI Jakarta.
Tabel 1.1
Luas dan Pembagian Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta
menurut Kabupaten/Kota, 2012
Kabupaten/Kota Luas Wilayah
Kecamatan Kelurahan/De
sa (Km2) %
Kota Yogyakarta 32,50 1,02 14 45
Bantul 506,85 15,91 17 75
Kulon Progo 586,27 18,40 12 88
Gunungkidul 1.485,36 46,63 18 144
Sleman 574,82 18,04 17 86
DIY 3.185,80 100 78 438
Sumber: BPS Provinsi DIY, 2013
Berdasarkan pembagian wilayah menurut administrasi pemerintahan,
DIY dibagi menjadi 4 kabupaten dan 1 kota, dengan wilayah terluas adalah
Kabupaten Gunungkidul sebesar 1.485,36 km2atau 46,63% dan wilayah
terkecil adalah Kota Yogyakarta, yaitu 32,50 km2 atau 1,02%.
Gambar 1.2
Prosentase Luas Wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta
menurut Kabupaten/Kota, 2013
1.2.2 Kondisi Geografis
Berdasarkan bentang alam, wilayah DIY dapat dikelompokkan menjadi
empat satuan fisiografi sebagai berikut:
Satuan fisiografi Gunungapi Merapi, memiliki luas 582,81 km2 dan
ketinggian 80-2.941m,terbentang mulai dari kerucut gunung api hingga
dataran fluvial gunung api termasuk juga bentang lahan vulkanik,
meliputi Sleman, Kota Yogyakarta dan sebagian Bantul. Daerah kerucut
dan lereng gunung api merupakan daerah hutan lindung sebagai
kawasan resapan air daerah bawahan. Satuan bentang alam ini
terletak di Sleman bagian utara.
Pegunungan Selatan dengan luas 1.656,25 km2 dan ketinggian 150-
700 m. Satuan Pegunungan Selatan, yang terletak di wilayah
Gunungkidul, merupakan kawasan perbukitan batu gamping
(limestone) dan bentang alam karst yang tandus dan kekurangan air
permukaan, dengan bagian tengah merupakan cekungan Wonosari
(Wonosari Basin) yang telah mengalami pengangkatan secara tektonik
Kota Yogyakarta
1,02 %
Kab. Bantul 15,91 %
Kab. Kulon Progo
18,40 %
Kab. Gunungkidul
46,63 %
Kab. Sleman 18,04 %
Sumber: DDA 2013, BPS Provinsi DIY
sehingga terbentuk menjadi Plato Wonosari (dataran tinggi Wonosari).
Satuan ini merupakan bentang alam hasil proses solusional (pelarutan),
dengan bahan induk batu gamping dan mempunyai karakteristik
lapisan tanah dangkal dan vegetasi penutup sangat jarang.
Pegunungan Kulonprogo dan Dataran Rendah Selatan memiliki luas
706,25 km2 dan ketinggian 0-572 m. Satuan Pegunungan Kulonprogo,
terletak di Kulonprogo bagian utara, merupakan bentang lahan
struktural denudasional dengan topografi berbukit, kemiringan lereng
curam dan potensi air tanah kecil.
Dataran rendah antara Pegunungan Selatan dan Pegunungan
Kulonprogo memiliki luas 215,62 km2 dan ketinggian 0-80 m. Satuan
Dataran Rendah, merupakan bentang lahan fluvial (hasil proses
pengendapan sungai) yang didominasi oleh dataran aluvial,
membentang di bagian selatan DIY, mulai dari Kulonprogo sampai
Bantul yang berbatasan dengan Pegunungan Selatan. Satuan ini
merupakan daerah yang subur. Termasuk dalam satuan ini adalah
bentang lahan marin dan eolin yang belum didayagunakan, merupakan
wilayah pantai yang terbentang dari Kulonprogo sampai Bantul. Khusus
bentang lahan marin dan eolin di Parangtritis Bantul, yang terkenal
dengan gumuk pasirnya, merupakan laboratorium alam untuk kajian
bentang alam pantai.
Sumber: Bappeda DIY, 2013
Gambar 1.3
Peta Satuan Fisiografi Daerah Istimewa Yogyakarta
DIY dilewati oleh sungai-sungai, yaitu Sungai Code, Opak, Progo, Gajahwong,
Winongo, Serang. Menurut sejarah, sungai-sungai ini dimanfaatkan sebagai
pertahanan dalam menghadapi penjajah disamping mempunyai aspek teknis
bagi perkembangan pertanian dan mempercepat peresapan air hujan.
Adapun potensi sumberdaya air sungai-sungai tersebut berasal dari air hujan,
air permukaan, air tanah, mata air, sungai bawah tanah, waduk, dan embung.
Tabel 2.2
Gunung & Sungai di Daerah Istimewa Yogyakarta
Nama
Gunung Sungai Ketinggian
Panjang
Aliran Lokasi
Gunung Api Merapi 2.941 -- Sleman
Sungai Code -- 32 km Sleman, Bantul, Yogyakarta
Sungai Opak -- 39 km Sleman, Bantul
Sungai Progo -- 43 km Sleman, Kulonprogo
Sungai Gajahwong -- 20 km Sleman, Bantul, Yogyakarta
Sungai Winongo -- 43 km Sleman, Bantul, Yogyakarta
Sungai Serang -- 29 km Kulonprogo
Sumber: DDA 2013, BPS Provinsi DIY
Secara umum kondisi tanah di DIY tergolong cukup subur sehingga
memungkinkan untuk ditanami berbagai tanaman pertanian. Hal ini
disebabkan karena letak DIY yang berada di dataran lereng Gunung Api
Merapi yang mengandung tanah regosol seluas 863,06km2 atau sekitar
27,09%. Tanah regosol adalah tanah berbutir kasar dan berasal dari material
gunung api dan merupakan tanah aluvial yang baru diendapkan. Sementara
jenis tanah lain di DIY berupa tanah alluvial seluas 101,74 km2, lithosol
1.052,93km2, resina 78,83km2, grumusol 349,35km2, mediteran 345,40km2,
dan lathosol 394,49km2.
Gambar 1.4
Luas Wilayah menurut Jenis Tanah di DIY, 2013
DIY beriklim tropis yang dipengaruhi oleh musim kemarau dan hujan.
Tahun 2011 suhu udara rata-rata di DIY menunjukan angka 25,97C dengan
suhu minimum 17,5C dan suhu maksimum 39,8C. Curah hujan berkisar
antara 0,0mm- 404,5mm dengan hari hujan per bulan antara 0 kali 29 kali.
Sementara kelembaban udara tercatat antara 41,5% hingga 96,0%, tekanan
udara antara 990,4 mb hingga 1.000,1 mb, dengan arah angin lebih banyak
ke Barat dan kecepatan angin antara 0,0 m/s sampai dengan 7,2 m/s.
1.2.3 Demografi
Predikat DIY sebagai pusat pendidikan, budaya dan pariwisata,
membuat nilai lebih dan menyebabkan banyak orang dari segala penjuru
Indonesia yang ingin dan merasa nyaman tinggal di DIY. Fakta ini membuat
DIY menjadi miniatur Indonesia karena penduduk DIY mempunyai latar
belakang suku, agama, etnis dan ras yang beragam. Sikap toleran dan terbuka
Alluvial 101,74 km2
3,19%
Lithosol 1.052,93 km2
33%
Regosol 863,06 km2
27,09%
Resina 78,83 km2
2,47%
Grumosol 349,35 km2
10,97%
Mediteran 345,40 km2
10,84%
Lathosol 394,49 km2
12,38%
Sumber: DDA 2013, BPS Provinsi DIY
dari masyarakatnya membuat kehidupan penduduk DIY dapat berjalan
dengan rukun dan damai.
Pertumbuhan penduduk DIY secara umum dipengaruhi oleh tiga
komponen yaitu kelahiran, kematian, dan migrasi. Kebijakan pemerintah
dalam upaya menekan laju pertumbuhan penduduk berorientasi pada
penurunan tingkat kelahiran dan kematian serta meningkatkan mobilitas
penduduk. Upaya untuk menurunkan tingkat kelahiran dengan mendorong
kegiatan sepertipenundaan usia perkawinan, penggunaan alat kontrasepsi,
dan kampanye program KB. Sementara upaya menurunkan kematian dengan
peningkatan derajat kesehatan masyarakat.
Tabel 1.3
Jumlah Pendudukmenurut Kabupaten/Kota di DIY
Kabupaten/Kota Tahun
2008 2009 2010 2011 2012*
Kulon Progo 385.937 387.493 388.869 390.207 393.221
Bantul 886.061 899.312 911.503 921.263 927.958
Gunungkidul 675.471 675.474 675.382 677.998 684.740
Sleman 1.054.751 1.074.673 1.093.110 1.107.304 1.114.833
Kota Yogyakarta 390.783 389.685 388.627 390.553 394.012
DIY 3.393.003 3.426.637 3.457.491 3.487.325 3.514.762
Sumber: DDA 2013, BPS Provinsi DIY
Menurut data Proyeksi Penduduk berdasarkan sensus penduduk tahun
2010, penduduk DIY pada tahun 2012 berjumlah 3.514.762 jiwa. Meningkat
27.437 jiwa atau 0,79 persen dari tahun 2011. Penyebaran penduduk
tertinggi di Kabupaten Sleman yaitu 1.114.833 jiwa atau 31,72% dan
terendah di Kabupaten Kulon Progo yaitu 393.221 jiwa atau 11,19%. Hal ini
mengindikasikan Kabupaten Sleman merupakan daerah yang banyak diminati
untuk tempat tinggal terbukti dengan banyaknya perumahan-perumahan
baik skala kecil maupun besar yang tumbuh dengan pesat. Kepadatan
penduduk di Kabupaten Sleman dari tahun ke tahun terus mengalami
peningkatan. Begitu juga dengan Kabupaten Bantul. Disamping itu
tumbuhnya pusat-pusat pendidikan di kedua Kabupaten tersebut ikut
mendorong peningkatan jumlah penduduknya. Sementara di Kabupaten
Kulon Progo dan Gunungkidul cenderung mempunyai penduduk yang sedikit
karena pusat-pusat pendidikan dan perekonomian belum tumbuh dengan
subur.
Sumber: DDA 2013, BPS Provinsi DIY
Gambar 1.5
Kepadatan Penduduk menurut Kabupaten/Kota di DIY, 2012
Kepadatan penduduk di DIY tercatat 1.103 jiwa per km2 dengan luas
wilayah 3.185,80 km2. Kepadatan tertinggi terjadi di Kota Yogyakarta yakni
12.123 jiwa per km2 dengan luas wilayah 1,02% dari luas DIY. Sementara
Kabupaten Gunungkidul mempunyai kepadatan penduduk terendah yaitu
461 jiwa per km2 dengan luas wilayah mencapai 46,63 persen dari luas DIY.
Banyak pusat-pusat pemukiman di kota Yogya yang menjadi kurang layak
huni dikarenakan kepadatan penduduknya, sedangkan wilayah Gunungkidul
670 1.831 461 1.939
12.123
Kulon Progo
Bantul
Gunungkidul
Sleman
Yogyakarta
masih mempunyai lahan yang luas. Perlu dibuat kebijakan-kebijakan yang
mencegah penduduk di Kabupaten Gunungkidul dan Kulon Progo untuk
melakukan migrasi ke kota Yogyakarta, maupun Kabupaten Sleman dan
Bantul.
Sumber: Data Perencanaan DIY 2013, Bappeda DIY
Gambar 1.6
Presentase penduduk menurut kelompok usia di DIY, 2010-1012
Menurut data perencanaankomposisi penduduk didominasi oleh
penduduk usia produktif 15-64 tahun yang mencapai 69 persen. Penduduk
usia 0-14 tahun 21,7 persen dan penduduk usia 65 tahun keatas 9,3 persen.
Prosentase perbandingan ketiga kelompok tersebut selama tiga tahun
terakhir relatif sama, masing-masing kelompok usia mengalami kenaikan
yang mengindikasikan DIY menjadi tempat tinggal yang nyaman bagi semua
kelompok usia. Sementara besarnya proporsi mereka yang berusia lanjut
mengisyaratkan tingginya usia harapan hidup penduduk DIY.
0,00%
10,00%
20,00%
30,00%
40,00%
50,00%
60,00%
70,00%
80,00%
2010 2011 2012
0-14
15-64
> 65
Tabel 1.4
Estimasi Jumlah Penduduk, Sex Ratio, menurut Kabupaten/Kota di DIY,
2012
Kabupaten/Kota Laki-Laki
(orang)
Perempuan
(orang)
Jumlah
(orang)
Sex Ratio
(%)
Kulon Progo 192.829 200.392 393.221 96,23
Bantul 462.793 465.158 927.956 99,49
Gunungkidul 331.220 353.520 684.740 93,69
Sleman 558.900 555.933 1.114.833 100,53
Kota Yogyakarta 191.759 202.253 394.012 94,81
DIY 1.737.506 1.777.256 3.514.762 97,76
Sumber: DDA 2013, BPS Provinsi DIY
Dilihat dari komposisi penduduk menurut jenis kelamin, jumlah
penduduk DIY hampir berimbang. Jumlah penduduk perempuan DIY
(50,57%)lebih banyak dibandingkan jumlah penduduk laki-laki (49,43%). Hal
tersebutjuga terlihat dari besarnya sex ratio DIY sebesar 97,76% yang berarti
bahwa terdapat sekitar 97 laki-laki untuk setiap 100 perempuan.Hal ini
mengindikasikan bahwa pertumbuhan penduduk DIY laki-laki dan perempuan
cenderung berimbang. Wilayah DIY yang memiliki sex ratio tertinggi adalah
Kabupaten Sleman, yaitu 100,53% dan terendah adalah Gunungkidul, yaitu
93,69%. Untuk Kabupaten Sleman jumlah penduduk laki-laki lebih besar
dibandingkan jumlah penduduk perempuan.
1.2.4 Pemerintahan
Kelembagaan Pemerintah DIY
Kelembagaan pemerintahan daerah DIYyang ditetapkan dalam UU
No.32 Tahun 2004 meliputi Sekretaris Daerah, Sekretaris DPRD, Dinas dan
Lembaga Teknis Daerah. Kemudian kelembagaan ini diperluas lagi melalui PP
No.41 Tahun 2007 pasal 3 sampai dengan pasal 9, yang meliputi Sekretaris
Daerah, Sekretaris DPRD, Inspektorat, Badan Perencanaan Pembangunan
Daerah, Dinas, Lembaga Teknis Daerah, Dan Rumah Sakit Daerah.
Kelembagaan yang sama juga ditetapkan dalam Peraturan Daerah DIY No.5
Tahun 2008, Peraturan Daerah DIY No.6 Tahun 2008, dan Peraturan Daerah
No.7 Tahun 2008, perangkat Pemerintahan Daerah DIY sebagai pelaksanaan
dari Peraturan Daerah DIY No.7 Tahun 2007. Pada tahun 2010, Pemerintahan
Daerah DIY juga menetapkan Peraturan Daerah DIY No.10 Tahun 2010
sebagai tindak lanjut dari UU No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan
Bencana dengan membentuk Badan Penanggulangan Bencana Provinsi DIY.
Berdasarkan Peraturan Daerah DIY tersebut di atas, kelembagaan
Pemerintahan Daerah DIY pada tahun 2013 terdiri atas Sekretariat Daerah
DIY, Sekretariat DPRD DIY, Inspektorat DIY, Bappeda DIY, 7 Biro, 13 Dinas, 8
Lembaga Teknis Daerah, 1 Rumah Sakit Daerah, Satuan Polisi Pamong Praja
dan sebuah Badan Penanggulangan Bencana DIY sebagai lembaga lain.
Aparatur Pemerintah
Sumberdaya Manusia (SDM) merupakan modal utama bagi
pembangunan. Tidak hanya kuantitas saja, tetapi kualitas SDM yang baik
akan membuat pembangunan berhasil dengan baik pula. Disamping itu SDM
yang berkualitas tentu akan memberikan pelayanan yang terbaik kepada
masyarakat. Dalam era pembangunan sekarang ini dituntut personil
pemerintahan yang peka dan responsif terhadap kebutuhan masyarakat.
Tabel 1.5
Jumlah PNS DIY menurut Tingkat Pendidikan &
Instansi Penempatan, 2013
Tingkat Pendidikan Kantor
Setda Inspektorat Bappeda
Kantor
Dinas
Daerah
Kantor
Lembaga
Teknis
Daerah
SD / Sederajat 10 3 1 134 32
SLTP / Sederajat 20 1 2 228 60
SLTA / Sederajat 144 18 24 1.621 442
Diploma (DI, DII, DIII) 35 3 6 773 199
Sarjana(S1) 185 41 53 2.106 414
Sarjana (S2) 35 14 28 304 111
Sarjana (S3) 0 0 0 1 1
Jumlah 429 80 114 5.167 1.259
Sumber: Data PerencanaanDIY 2013, Bappeda DIY
Jumlah PNS DIY yang berpendidikan Sarjana (S1, S2, S3) sebanyak
3.293 orang atau 46,72%, berpendidikan Diploma (DI, DII, DIII) sebanyak
1.016 orang atau 14,41%, berpendidikan SLTA/Sederajat sebanyak 2.249
orang atau 31,91%, berpendidikan SLTP/Sederajat sebanyak 311 orang atau
4,41% dan sisanya berpendidikan SD/Sederajat sebanyak 180 orang atau
2,56%. Tanpa mengesampingkan yang lainnya, tingginya prosentase pegawai
yang berpendidikan Sarjana diharapkan membuat kualitas pelayanan
Pemerintah Daerah menjadi lebih baik. Penempatan PNS tersebut didasarkan
pada analisis jabatan yang dilakukan oleh tim yang dikoordinasi Biro
Organisasi, sehingga diharapkan semua PNS dapat bekerja sesuai dengan
kompetensi keahliannya masing-masing.
Tabel 1.6
Jumlah PNS DIY menurut Golongan, 2009-2013
Jumlah PNS 2009 2010 2011 2012 2013*
Golongan I 182 175 175 164 223
Golongan II 1.669 1.603 1.486 1.314 1.254
Golongan III 4.782 4.589 4.844 4.602 4.534
Golongan IV 929 977 1.275 1.267 1.288
Jumlah 7.562 7.344 7.780 7.347 7.299
Sumber: Data PerencanaanDIY 2013, Bappeda DIY
Pelaksanaan kegiatan pemerintahan Pemda DIY pada tahun 2013
didukung oleh 7.299 PNS, yang terdiri dari 223 golongan I, 1.254 golongan II,
4.534 golongan III, dan 1.288 golongan IV. Jumlah PNS Golongan I bertambah
59 orang berasal dari pegawai honorer yang diangkat pada awal tahun 2013.
Secara total jumlah PNS tahun 2013 tersebut lebih kecil dibandingkan tahun
2012 yang sebanyak 7.347. Hal tersebut dikarenakan terdapat pegawai yang
purna tugas, mutasi, dan rekrutmen pegawai untuk tahun 2013 baru
dilaksanakan pada akhir tahun sebesar 1.074 formasi. Diharapkan hasil
rekrutmen tersebut dapat menambah kualitas PNS DIY.
Anggaran
Dalam menjalankan pemerintahan, Pemda DIY didukung dengan dana
APBN dan APBD. Pendapatan dalam APBD DIY bersumber dari Pendapatan
Asli Daerah (PAD), Dana Perimbangan dan Lain-Lain Pendapatan Daerah yang
Sah.Target pendapatan DIY pada tahun 2013 ditetapkan berasal dari PAD
sebesar 1.014,089 milyar rupiah atau 44,34%, Dana Perimbangan sebesar
961,190 milyar rupiah atau 42,03%, dan Lain-Lain Pendapatan Daerah Yang
Sah sebesar 311,574 milyar rupiah atau 13,62%.
Tabel 1.7
Target Pendapatan dan Belanja APBD DIY, 2010-2013
Uraian Tahun
2010 2011 2012 2013*
Pendapatan (juta rupiah) 1.275.220,50 1.504.464,26 1.935.447,75 2.286.855,10
a. PAD 638.881,41 775.117,45 800.156,50 1.014.089,54
b. Dana Perimbangan 627.947,12 755.166,93 850.513,09 961.190,94
c. Lain-lain Pendapatan
yang Sah 8.391,97 14.179,89 284.778,17 311.574,56
Belanja (juta rupiah) 1.483.751,31 1.708.874,57 2.124.288,71 2.454.919,43
a. Belanja Tidak Langsung 825.195,49 1.027.969,74 1.267.028,06 1.427.652,12
b. Belanja Langsung 658.555,82 680.904,83 857.260,65 1.027.267,51
Sumber: Data PerencanaanDIY 2013, Bappeda DIY
Pendapatan Asli Daerah masih menjadi sumber Pendapatan terbesar
bagi Pemerintah Daerah DIY, dimana Pajak Daerah merupakan penyumbang
terbesar terhadap PAD DIY atau berkontribusi sebesar 87% dari PAD. Pajak
Kendaraan Bermotor adalah sumber pendapatan dari sektor pajak ini. Hal ini
dikarenakan mulai tahun 2012 DIY memberlakukan sistem pajak progresif
bagi wajib pajak yang memiliki kendaraan roda empat lebih dari satu
kendaraan.
Sumber: Data Perencanaan DIY 2013, Bappeda DIY
Gambar 1.7
Grafik PAD DIY, 2010-1013
Komponen Belanja DIY dibagi kedalam dua kategori yaitu Belanja
Langsung dan Belanja Tidak Langsung. Belanja Tidak Langsung termasuk
didalamnya Belanja Gaji Pegawai masih mendominasi Belanja APBD DIY atau
sekitar 58% dari alokasi Belanja di dalam APBD.
0
100.000
200.000
300.000
400.000
500.000
600.000
700.000
800.000
900.000
1.000.000
2010 2011 2012 2013
Tahun
Pajak Daerah
Retribusi Daerah
Hasil PengelolaanKekayaan Daerah yangdipisahkan
Lain-lain PendapatanAsli Daerah yang sah
55,62% 60,15% 59,64% 58,15%
44,38% 39,85%
40,36% 41,85%
2010 2011 2012 2013
Belanja Tidak Langsung Belanja Langsung
BAB II
KONDISI PEREKONOMIAN
Perkembangan perekonomian DIY menunjukkan bahwa aktivitas
ekonomi masih banyak terpusat di wilayah tengah dan utara DIY, yaitu di
Kota Yogyakarta dan Kabupaten Sleman. Meskipun demikian, Kabupaten
Bantul, Kulon Progo dan Gunungkidul terus melakukan pembangunan
wilayah untuk mengejar ketertinggalan dari 2 wilayah yang lain.
Pemerintah selalu berupaya untuk mendorong pertumbuhan ekonomi
karena seiring dengan meningkatnya pertumbuhan ekonomi diharapkan akan
membuka lapangan pekerjaan sehingga banyak angkatan kerja yang terserap
dalam perekonomian dan pada akhirnya akan meningkatkan pendapatan
masyarakat yang berarti kesejahteraan masyarakat meningkat sehingga di sisi
lain tingkat kemiskinan akan menurun.
DIY tumbuh sebagai daerah budaya, pariwisata, dan pendidikan
dimana hal tersebut berpengaruh besar terhadap pertumbuhan aktifitas
perekonomian DIY. Oleh sebab itu, Pemerintah Daerah DIY selalu berupaya
mewujudkan pembangunan daerah dalam berbagai aspek. Pembangunan
yang komprehensif meliputi seluruh aspek akan dapat mewujudkan
pembangunan yang seutuhnya.
Kondisi perekonomian DIY dapat dilihat dari kinerja beberapa indikator
ekonomi diantaranya Nilai PDRB, pertumbuhan ekonomi, tingkat inflasi,
tingkat pengangguran, ketimpangan regional, ketimpangan pendapatan dan
investasi daerah.
2.1 Pertumbuhan Ekonomi DIY
Pembangunan ekonomi pada hakekatnya adalah upaya untuk
meningkatkan kapasitas perekonomian agar mampu menciptakan lapangan
kerja yang pada akhirnya akan mendorong terwujudnya kesejahteraan
masyarakat dan pemerataan distribusi pendapatan.
Sumber: BPSProvinsi DIY, 2013
Gambar 2.1
Laju Pertumbuhan Ekonomi di DIY, 2008-2012 (%)
Kondisi perekonomian DIY secara umum ditunjukkan oleh laju
pertumbuhan PDRB. Selama kurun waktu tahun 2008 hingga 2012, laju
pertumbuhan ekonomi DIY mengalami fluktuasi, pada tahun 2008 tercatat
sebesar 5,03% sempat mengalami penurunan di tahun 2009 menjadi 4,43%
setelah itu mengalami pertumbuhan hingga tahun 2012 yang tercatat
sebesar 5,32%.
5,03
4,43
4,88 5,17
5,32
2,00
3,00
4,00
5,00
6,00
2008 2009 2010 2011 2012
Pertumbuhan ekonomi
Sumber: BPSProvinsi DIY, 2013
Gambar 2.2
Laju Pertumbuhan Ekonomi DIY
Triwulan II 2012 sampai Triwulan III 2013 (%)
Sementara itu pada tahun 2013, kinerja perekonomian DIY tercatat
bahwa pada triwulan III dibandingkan dengan triwulan II (q-to-q) meningkat
sebesar 3,95% setelah pada triwulan sebelumnya mengalami kontraksi
sebesar 2,68%. Sumber pertumbuhan ekonomi triwulan III 2013 tersebut
disebabkan oleh pertumbuhan sektor jasa-jasa pada subsektor pemerintahan
umum yang mencapai 9,40%. Disamping itu, pertumbuhan ekonomi tersebut
juga didorong oleh pertumbuhan sektor pertanian yang tumbuh sebesar
4,73% karena terjadi panen di subsektor tanaman bahan makanan dan
adanya peningkatan produksi beberapa komoditas perkebunan seperti
kelapa, cengkeh, tembakau, dan kakao yang sedang mengalami musim
panen. Sektor lain yang mempunyai andil besar terhadap pertumbuhan
PDRB triwulan III 2013 adalah sektor konstruksi yang tumbuh sebesar 6,56%
dan pertumbuhan sektor perdagangan, sektor keuangan, dan penggalian
-3,94
5,69
2,03 2,62
-2,68
3,95
-5,00
-3,00
-1,00
1,00
3,00
5,00
tw 2 tw 3 tw 4 tw 1 tw 2 tw 3
2012 2013
Pertumbuhan ekonomi
masing-masing sebesar 2,04%, 1,98% dan 2,95%. Pertumbuhan sektor
konstruksi disebabkan adanya peningkatan kegiatan pembangunan prasarana
fisik oleh pemerintah dan swasta. Sebaliknya, sektor yang memberi andil
negatif terhadap pertumbuhan ekonomi tersebut adalah sektor industri
pengolahan dan sektor listrik yang masing-masing mengalami kontraksi
sebesar 0,33% dan 3,05%.
Tabel 2.1
Laju dan Andil Pertumbuhan PDRB DIY menurut Lapangan Usaha
Triwulan III 2013 (%)
Lapangan Usaha
Tw III thd
Tw II 2013
(q-to-q)
Tw III 2013
thd Tw III
2012
(y-on-y)
Tw I-III 2013
thd
Tw I-III 2012
(c-to-c)
Pertanian 4,73 2,92 1,36
Pertambangan & penggalian 2,95 4,65 4,93
Industri Pengolahan -0,33 7,40 9,53
Listrik, Gas & Air Bersih -3,05 6,09 7,45
Konstruksi 6,56 4,66 7,51
Perdagangan, Hotel & Restoran 2,04 5,95 6,73
Pengangkutan & komunikasi 3,49 5,93 6,34
Keu, Real Estat & Js Perush. 1,98 4,18 5,86
Jasa-jasa 9,40 9,09 3,87
PDRB 3,95 5,93 5,59
Sumber: BPS Provinsi DIY, 2013
Jika dibandingkan triwulan III 2012 (y-on-y), pertumbuhan PDRB
triwulan III 2013 meningkat sebesar 5,93%. Semua sektor memberikan
kontribusi positif terhadap pertumbuhan tersebut. Andil paling besar berasal
dari sektor jasa-jasa yang tumbuh sebesar 9,09% diikuti oleh sektor industri
pengolahan (7,40%), Sektor listrik gas dan air bersih (6,09%), dan sektor
perdagangan, hotel &restoran (5,95%).
Jika dilihat secara kumulatif (c-to-c), dari triwulan I sampai III 2013 laju
pertumbuhan ekonomi mencapai 5,59%. Pertumbuhan terbesar berasal dari
sektor Industri pengolahan sebesar 9,53% diikuti oleh sektor konstruksi
(7,51%), sektor listrik, gas, & air bersih (7,45%), dan sektor perdagangan,
hotel & restoran (6,73%).
2.2 Nilai PDRB DIY
Selama kurun waktu 2008-2012, PDRB Atas Dasar Harga Konstan
(ADHK) DIY terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2013, nilai PDRB DIY
tercatat sebesar 23.309.218 juta rupiah mengalami kenaikkan sebesar
1.177.444 juta rupiah dari tahun sebelumnya.
Sumber: BPSProvinsi DIY, 2013
Gambar 2.3
Nilai PDRB Atas Dasar Harga Konstan menurut Kabupaten/Kota
di DIY, 2008-2012 (Juta Rupiah)
-
5.000.000
10.000.000
15.000.000
20.000.000
25.000.000
2008 2009 2010 2011 2012
DIY 19.212.48 20.064.25 21.044.04 22.131.77 23.309.21
Kulon Progo 1.662.370 1.728.304 1.781.227 1.869.338 1.963.028
Gunungkidul 3.070.298 3.197.365 3.330.080 3.474.288 3.642.562
Sleman 5.838.246 6.099.557 6.373.200 6.704.100 7.069.229
Kota Yogyakarta 5.021.149 5.244.851 5.505.942 5.816.568 6.151.679
Kontribusi sektor terhadap PDRB DIY tahun 2012 terbesar berasal dari
sektor perdagangan, hotel dan restoran sebesar 21,11% diikuti oleh sektor
jasa-jasa (17,54%), sektor pertanian (15,09%), sektor industri pengolahan
(12,51%), sektor pengangkutan dan komunikasi (11,08%), sektor keuangan,
persewaan & jasa perusahaan (10,31%) dan sektor konstruksi (9,95%).
Sumber: BPSProvinsi DIY, 2013
Gambar 2.4
Persentase Distribusi PDRB Atas Dasar Harga Konstan DIY, 2012 (%)
Seperti PDRB ADHK, perkembangan PDRB atas dasar harga berlaku
(ADHB) mengalami peningkatan selama kurun waktu 2008 hingga 2012. Pada
tahun 2012 PDRB ADHB tercatat sebesar 57.034.383 juta rupiah meningkat
sebesar 5.249.233 juta rupiah dari tahun sebelumnya.
Pertanian; 15,90%
Pertambangan & Penggalian;
0,69%
Industri Pengolahan;
12,51%
Listrik, gas dan
Air Bersih; 0,92%
Konstruksi; 9,95%
Perdagangan, Hotel &
Restoran; 21,11%
Pengangkutan & Komunikasi;
11,08%
Keuangan, Persewaan
& Jasa Perusahaan;
10,31%
Jasa-Jasa; 17,54%
Sumber: BPSProvinsi DIY, 2013
Gambar 2.5
Nilai PDRB Atas Dasar Harga Berlaku menurut Kabupaten/Kota
di DIY, 2008-2012 (Juta Rupiah)
Andil terbesar terhadap PDRB DIY tahun 2012 berasal dari sektor jasa-
jasa 20,23% diikuti oleh sektor perdagangan, hotel & restoran (20,09%),
sektor pertanian (14, 65%), sektor industri pengolahan (13,35%), sektor
-
10.000.000
20.000.000
30.000.000
40.000.000
50.000.000
60.000.000
2008 2009 2010 2011 2012
DIY 38.101.684 41.407.049 45.625.589 51.785.150 57.034.383
Kulon Progo 3.038.165 3.286.278 3.547.056 3.867.136 4.196.448
Bantul 7.417.980 8.147.860 9.076.401 10.097.345 11.242.151
Gunungkidul 5.502.208 5.987.783 6.624.572 7.250.682 7.962.605
Sleman 11.446.071 12.503.760 13.611.725 15.097.600 16.696.582
Kota Yogyakarta 9.806.813 10.607.237 11.777.579 12.962.435 14.327.563
konstruksi (10,85%), dan sektor keuangan, persewaan dan jasa perusahan
(10,30%).
Sumber: BPSProvinsi DIY, 2013
Gambar 2.6
Persentase Distribusi PDRB Atas Dasar Harga Berlaku DIY, 2012 (%)
2.3 PDRB Per Kapita
PDRB per kapita merupakan salah satu indikator yang digunakan untuk
melihat tingkat kemakmuran suatu daerah. Nilai PDRB per kapita diperoleh
dari hasil bagi antar nilai tambah yang dihasilkan oleh seluruh sektor ekonomi
di suatu daerah (PDRB) dengan jumlah penduduk pada pertengahan tahun.
Besar kecilnya nilai PDRB per kapita dipengaruhi oleh jumlah penduduk dan
nilai PDRB yang dihasilkan daerah. Sementara itu, nilai PDRB tergantung pada
potensi sumber daya alam dan faktor produksi yang dimiliki suatu daerah.
Pertanian; 14,65%
Pertambangan & Penggalian;
0,67%
Industri Pengolahan;
13,35%
Listrik, Gas & Air
Bersih; 1,28%
Konstruksi; 10,85%
Perdagangan, Hotel &
Restoran; 20,09%
Pengangkutan & Komunikasi ;
8,60%
Keuangan, Persewaan &
Jasa Perusahaan;
10,30%
Jasa-Jasa; 20,23%
PDRB per kapita DIY baik atas dasar harga konstan maupun berlaku
selama kurun waktu 2008 hingga 2012 mempunyai tren yang meningkat.
Pada tahun 2012, PDRB per kapita DIY harga konstan tercatat sebesar
6.631.806 rupiah meningkat sebesar 4,50% dari tahun sebelumnya yang
sebesar 6.346.347 rupiah. Sementara itu, pada tahun yang sama PDRB per
kapita harga berlaku diketahui sebesar 16.227.097 rupiah mengalami
kenaikan sebesar 9,28% dari tahun sebelumnya yang sebesar 14.849.534
rupiah.
Sumber: BPS Provinsi DIY, 2013
Gambar 2.7
PDRB Per Kapita DIY, 2008-2012
2.4 Inflasi
Gambar 2.8 menunjukan tingkat inflasi tahunan dari tahun 2008
sampai tahun 2013. Pada tahun 2008 dan 2013 tingkat inflasi DIY lebih
rendah dibandingkan tingkat inflasi nasional. Sementara itu, pada Tahun
11.229.487 12.083.874
13.195.095
14.849.534
16.227.097
5.662.383 5.855.379 6.086.017 6.346.347
6.631.806
4.000.000
6.000.000
8.000.000
10.000.000
12.000.000
14.000.000
16.000.000
18.000.000
2008 2009 2010 2011 2012
PDRB per kapita berlaku PDRB per kapita konstan
2009-2012 tercatat tingkat inflasi DIY selalu lebih tinggi dibandingkan tingkat
inflasi nasional. Tingkat inflasi DIY melonjak dari 4,31% pada tahun 2012
menjadi 7,32% pada tahun 2013. Lonjakan tingkat inflasi ini dipicu oleh
beberapa faktor, di antaranya kenaikan harga bahan bakar minyak yang
mencapai lebih dari 30% mengakibatkan naiknya harga-harga secara umum
serta arus keluar modal dalam bentuk mata uang dollar mengakibatkan
depresiasi terhadap mata uang rupiah sehingga barang-barang yang berasal
dari luar negeri menjadi lebih mahal.
Sumber: BPS Provinsi DIY, 2013
Gambar 2.8
Inflasi Kota Yogyakarta, 2008-2013 (%)
2.5 Ketimpangan Regional
Tingkat ketimpangan antar wilayah dapat diukur dengan menggunakan
Indeks Williamson. Besarnya Indeks Williamson berkisar antara 0 dan 1.
Semakin mendekati 0 artinya ketimpangan antar wilayah semakin rendah.
2008 2009 2010 2011 2012 2013
DIY 9,88 2,93 7,38 3,88 4,31 7,32
Nasional 11,06 2,78 6,96 3,79 4,30 8,38
0,00
2,00
4,00
6,00
8,00
10,00
12,00
Sebaliknya, semakin mendekati 1 artinya ketimpangan antar wilayah semakin
tinggi. Indeks Williamson DIY memiliki kecenderungan meningkat dari tahun
ke tahun. Pemusatan kegiatan ekonomi pada wilayah tertentu serta masalah
tidak meratanya pembangunan infrastruktur penunjang kegiatan ekonomi
menjadikan ketimpangan antar wilayah di DIY semakin tinggi. Hal ini
dibuktikan dengan peningkatan Indeks Williamson dari sebesar 49,09 pada
tahun 2007 menjadi 45,24 pada tahun 2012.
Sumber: BPS Provinsi DIY, 2013
Gambar 2.9
Indeks Williamson DIY, 2007-2012
2.6 Ketimpangan Pendapatan
Tingkat ketimpangan pendapatan dapat dilihat melalui Indeks Gini.
Besarnya Indeks Gini berkisar antara 0 dan 1. Semakin mendekati 0 artinya
distribusi pendapatan semakin merata. Sebaliknya, semakin mendekati 1
artinya distribusi pendapatan semakin tidak merata. Pada Gambar 2.10
terlihat bahwa Indeks Gini DIY memiliki kecenderungan meningkat.
44,09
44,35 44,32
45,17 45,15 45,24
43,5
44
44,5
45
2007 2008 2009 2010 2011 2012
Peningkatan Indeks Gini terjadi seiring dengan peningkatan pertumbuhan
ekonomi DIY.
Sumber: BPS Provinsi DIY, 2013
Gambar 2.10
Rasio Gini dan Kriteria Bank Dunia (KBD) DIY, 2008-2012 (%)
Indeks Gini DIY pada tahun 2008 tercatat sebesar 38,3 sempat
mengalami penurunan pada tahun 2009 (36,5) dan tahun 2010 (36,62) tetapi
kemudian meningkat kembali hingga pada tahun 2012 menjadi 42,75.
2.7 Perbankan
Perbankan merupakan lembaga intermediasi antar pihak yang
mempunyai kelebihan dana dengan pihak yang membutuhkan dana. Kondisi
perbankan di DIY mengalami perkembangan setiap tahunnya. Dalam
beberapa tahun terakhir kontribusi perbankan DIY sangat besar dalam
mendorong pertumbuhan sektor riil DIY.
18,16 18,87 18,79 16,46 15,74
38,3 36,5 36,62
41,66 42,75
5
10
15
20
25
30
35
40
45
2008 2009 2010 2011 2012*)
40% penduduk pendapatan terendah Rasio Gini (%)
Tabel 2.2
Jumlah Bank dan Kantor Bank menurut Kegiatan Usaha di DIY
2011-2013 (Unit)
Uraian Tahun
2011 2012 2013*
Bank Umum Konvensional 30 31 32
- Kantor Bank 413 426 427
Bank Umum Syariah (termasuk Unit Usaha Syariah) 10 10 12
- Kantor Bank 46 46 52
BPR Konvensional 54 54 54
- Kantor Bank 189 196 218
BPR Syariah 10 11 11
- Kantor Bank 14 17 19
Sumber: Bank Indonesia, 2013 Ket: * Angka Sementara
Hal tersebut salah satunya dapat dilihat dari perkembangan jumlah
perbankan di DIY. Data per Oktober 2013, di DIY tercatat jumlah bank umum
konvensional sebanyak 32 bank (kantor bank 427 unit), jumlah bank umum
syariah sebanyak 12 bank (kantor bank 52 unit), jumlah BPR konvensional
sebanyak 54 bank (kantor bank 218 unit) dan jumlah BPR syariah sebanyak 11
bank (kantor bank 19 unit).
Tabel 2.3
Dana Pihak Ketiga (DPK) di DIY, 2011-2013 (Juta Rupiah)
Uraian 2011 2012 2013*
1. Giro 3.644.397 5.007.990 5.282.010
2. Deposito 10.162.032 11.211.156 13.370.880
- Bank Umum 8.821.399 9.590.098 11.577.474
- BPR 1.340.633 1.621.057 1.793.407
3. Tabungan 14.968.163 18.663.137 20.159.654
- Bank Umum 14.370.891 17.902.659 19.328.328
- BPR 597.272 760.477 831.326
Total DPK 28.774.592 34.882.283 38.812.544
Sumber: Bank Indonesia, 2013 Ket: * Angka Sementara
Sementara itu, perkembangan kegiatan perbankan di DIY dapat dilihat
diantaranya dari pertumbuhan Dana Pihak Ketiga (DPK) dan kredit. DPK DIY
diperoleh dari giro, deposito dan tabungan. Sumber terbesar DPK berasal dari
tabungan diikuti oleh deposito dan giro. Data per Oktober 2013, dana
tabungan tercatat sebesar 20,16 trilyun rupiah, dana deposito sebesar 13,37
trilyun rupiah, dan giro sebanyak 5,28 trilyun rupiah.
Tabel 2.4
Kredit Bank Umum menurut Jenis Penggunaan
2011-2013 (Juta Rupiah)
Kredit (Bank Umum) 2011 2012 2013*
Modal Kerja 6.464.129 8.038.182 8.785.922
Investasi 2.176.274 2.957.175 4.702.626
Konsumsi 7.108.284 8.256.714 8.779.784
Jumlah 15.748.686 19.252.071 22.268.332
Sumber: Bank Indonesia, 2013 Ket: * Angka Sementara
Kredit bank umum menurut jenis penggunaan di DIY digunakan untuk
modal kerja, investasi dan konsumsi. Data per Oktober 2013, penggunaan
kredit terbesar untuk modal kerja sebesar 8,79 trilyun rupiah, diikuti untuk
konsumsi sebesar 8,78 trilyun rupiah dan investasi sebesar 4,70 trilyun
rupiah.
Tabel 2.5
Kredit Bank Umum menurut Sektor Ekonomi, 2011-2013 (Juta Rupiah)
Uraian 2011 2012 2013
Pertanian 236.345 521.669 490.612
Pertambangan 8.372 16.412 23.433
Perindustrian 938.022 1.149.647 1.353.566
Listrik, Gas, Air 54.642 50.419 41.520
Konstruksi 228.966 359.044 469.254
Perdagangan, Restoran & Hotel 3.756.088 5.016.419 6.893.937
Pengangkutan, Pergudangan 194.659 289.481 315.644
Jasa-jasa Dunia Usaha & Sosial Masy. 3.223.308 3.592.267 3.900.582
Lain-lain 7.108.284 8.256.714 8.779.784
Jumlah 15.748.686 19.252.071 22.268.332
Sumber: Bank Indonesia, 2013 Ket: * Angka Sementara
Sementara itu, penyaluran kredit bank umum menurut sektor terbesar
pada sektor perdagangan, restoran dan hotel (6,89 trilyun rupiah) diikuti oleh
sektor jasa-jasa dunia usaha dan sosial masyarakat (3,9 trilyun rupiah) serta
sektor perindustrian (1,35 trilyun rupiah).
Tabel 2.6
Kredit UMKM Perbankan (Bank Umum dan BPR) menurut Jenis Penggunaan
2011-2013 (Juta Rupiah)
Uraian 2011 2012 2013*
Modal Kerja 5.416.464 6.612.767 7.233.032
Investasi 1.585.773 2.098.249 3.386.372
Jumlah 7.002.238 8.711.015 10.619.404
Sumber: Bank Indonesia, 2013 Ket: * Angka Sementara
Di sisi lain, penggunaan kredit UMKM perbankan yang mencakup bank
umum dan BPR digunakan untuk modal kerja sebesar 7,23 trilyun rupiah dan
untuk investasi sebesar 3,39 trilyun rupiah.
Tabel 2.7
Kredit UMKM Perbankan (Bank Umum dan BPR) menurut Sektor Ekonomi
2011-2013 (Juta Rupiah)
Uraian 2011 2012 2013*
Pertanian 216.051 484.621 440.423
Perikanan 32.131 41.351 66.653
Pertambangan 10.575 19.713 26.889
Industri Pengolahan 425.274 687.734 710.517
Listrik, Gas & Air 4.972 7.806 6.706
Konstruksi 230.635 350.953 397.147
Perdgn Besar&eceran 3.197.135 4.201.595 5.416.018
Peny. Akomodasi&Mkn Mnm 335.898 379.124 643.761
Trnsprtsi, Pergudgn 179.703 267.510 324.360
Perantara Keuangan 438.466 616.488 927.699
Real Estate, Ush Perswan 357.365 420.249 525.162
Adm. Pemrnthn, Perthnan 12.584 21.095 11.364
Js. Pendidikan 58.458 137.149 151.765
Js. Keshtn & Keg. Sosial 75.170 103.207 101.692
Js. Kemsyrktn, SosBud 325.453 420.744 664.316
Js. Perorgn RT 52.334 95.002 125.085
Bdn Internasional - - -
Keg yg blm jls batasannya 1.050.033 456.676 79.848
Jumlah 7.002.238 8.711.015 10.619.404
Sumber: Bank Indonesia, 2013 Ket: * Angka Sementara
Sementara itu menurut sektor ekonomi, kredit UMKM perbankan
terbesar disalurkan pada sektor perdagangan besar dan eceran (5,42 trilyun
rupiah) diikuti oleh sektor perantara keuangan (927,70 milyar rupiah), sektor
industri pengolahan (710,52 milyar rupiah), dan sektor jasa kemasyarakatan
dan sosial budaya (664,32 milyar rupiah).
2.8 Ketenagakerjaan
Tabel 2.8 menyajikan data ketenagakerjaan DIY dari tahun 2009
sampai tahun 2013. Pada tahun 2009 tingkat pegangguran terbuka DIY
mencapai 6,00% dari total angkatan kerja. Tren yang semakin menurun
terlihat dari tahun ke tahun. Pertumbuhan ekonomi DIY yang diharapkan
terus meningkat, memberikan peluang semakin luasnya kesempatan kerja
bagi masyarakat sehingga mampu menyerap lebih banyak tenaga kerja dan
menurunkan tingkat pengangguran terbuka. Data aktual menunjukkan bahwa
pada tahun 2013 tingkat pengangguran terbuka telah jauh berkurang
menjadi 3,34%.
Tabel 2.8
Penduduk Bekerja, Pengangguran Terbuka, dan Angkatan Kerja DIY
Tahun 2009 2013
Tahun Bekerja
Pengangguran
Terbuka Jumlah Angkatan
Kerja Jumlah % Jumlah %
2009 1.895.648 94 121.046 6,00 2.016.694
2010 1.775.148 94,31 107.148 5,69 1.882.296
2011 1.798.595 96,03 74.317 3,97 1.872.912
2012 1.867.708 96,03 77.150 3,97 1.944.858
2013 1.847.070 96,66 63.889 3,34 1.910.959
Sumber: BPS Provinsi DIY, 2013
Jumlah angkatan kerja berfluktuasi dari tahun ke tahun. Dari tahun
2009 sampai tahun 2011 terjadi penurunan jumlah angkatan kerja sebesar
7,13% atau dari 2.016.694 orang menjadi 1.872.912 orang. Jumlahnya
kemudian naik sebesar 4% pada tahun 2012 menjadi 1.944.858 orang dan
kembali turun sebesar 2% pada tahun 2013 menjadi 1.910.959 orang.
2.9 Kemiskinan
Kemiskinan merupakan salah satu permasalahan penting dalam
pembahasan pembangunan ekonomi. Di DIY, sebaran penduduk miskin
terbanyak berada di Kabupaten Gunungkidul dan Kulon Progo. Selama ini
kegiatan ekonomi DIY lebih terpusat di Kota Yogyakarta dan Kabupaten
Sleman sehingga tidak terjadi pemerataan dalam berbagai hal seperti
kesempatan kerja, fasilitas, dan infrastruktur penunjang kegiatan ekonomi,
yang semua itu berdampak pada tidak meratanya tingkat pendapatan.
Tabel 2.9
Penduduk Miskin DIY Tahun 2011 2013
Tahun Penduduk
Miskin
Total
Penduduk
% terhadap
Total
Penduduk
2011 564.300 3.487.325 16,18
2012 562.100 3.496.100 16,08
2013 535.180 3.525.300 15,18
Sumber: BPS Provinsi DIY, 2013
Data dari tahun 2011 sampai tahun 2013, menunjukkan bahwa tingkat
kemiskinan DIY semakin menurun. Pada tahun 2011 tercatat sebanyak
16,18% penduduk DIY dikategorikan sebagai penduduk miskin. Sedangkan
pada tahun 2013 jumlahnya telah berkurang menjadi 15,18%. Penurunan
tingkat kemiskinan disebabkan oleh pertumbuhan ekonomi yang dibarengi
dengan perluasan kesempatan kerja dan peningkatan penyerapan tenaga
kerja. Perbaikan dalam hal ketenagakerjaan diharapkan dapat meningkatkan
kesejahteraan masyarakat DIY serta menurunkan tingkat kemiskinan.
Disamping itu, upaya pemerintah dalam mewujudkan komitmen untuk
menurunkan tingkat kemiskinan DIY dilakukan secara simultan. Hal tersebut
dimulai dengan memberikan bantuan keuangan khusus (BKK) untuk
peningkatan pemberdayaan ekonomi masyarakat kepada Rumah Tangga
Sasaran (RTS) penurunan tingkat kemiskinan yang ditetapkan pemerintah.
Selanjutnya, RTS tersebut juga dijadikan sasaran dalam program/kegiatan
yang dilakukan SKPD DIY.
2.10 Investasi
Incremental Capital-Output Ratio atau ICOR merupakan rasio antara
pertambahan modal dengan pertambahan output. Besarnya ICOR
menunjukkan tambahan modal yang diperlukan untuk dapat meningkatkan
satu unit output. Semakin kecil nilai ICOR, perekonomian dikatakan semakin
efisien dalam hal penggunaan modal. Nilai ICOR juga berkaitan dengan
produktivitas. Nilai ICOR yang kecil mencerminkan produktivitas yang tinggi
karena dengan tingkat modal yang sama mampu dihasilkan tingkat output
yang lebih tinggi. Tingkat output selanjutnya akan berdampak pada PDRB dan
pertumbuhan ekonomi.
Tabel 2.10
Perkembangan ICOR DIY Tahun 2010 2012
Tahun ICOR
2010 6,33
2011 5,97
2012 5,79
Sumber: BPS Provinsi DIY, 2013
Nilai ICOR dari tahun 2010 sampai tahun 2012 menunjukkan tren yang
menurun. Hal ini dapat diartikan bahwa perekonomian DIY semakin efisien
dari tahun ke tahun. Penurunan nilai ICOR dapat disebabkan oleh adanya alih
teknologi modern serta peningkatan kualitas sumber daya manusia.
Teknologi dan kualitas sumber daya manusia merupakan faktor penting yang
menentukan tingkat produktivitas serta efisiensi perekonomian. Nilai ICOR
DIY diharapakan akan terus menurun sehingga pertumbuhan ekonomi DIY
akan semakin meningkat.
Tabel 2.11
Jumlah Proyek dan Realisasi PMA di DIY, 2011-2013
PMA Satuan 2011 2012 2013*
Jumlah Proyek PMA buah 105 111 114
Realisasi Investasi PMA % 98,49 95,88 116,74
Realisasi Investasi PMA Rp Juta 4.110.436.324.230 4.250.121.535.829 5.187.281.081.883
Sumber: BKPM DIY, 2013 Ket: * Angka Sementara
Tabel 2.12
Realisasi PMA menurut Sektor di DIY, 2011-2013
PMA Satuan 2011 2012 2013*
Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan
Rp Juta 34.048.080.000 40.353.480.000 40.353.480.000
Pertambangan dan Penggalian
Rp Juta - 162.450.000 162.450.000
Industri Pengolahan (migas dan non migas)
Rp Juta 624.482.666.160 683.073.482.835 438.706.353.523
Listrik, Gas dan Air Bersih Rp Juta 237.260.006.000 237.260.006.000 568.100.006.000
Bangunan Rp Juta - - 36.000.000.000
Perdagangan, Hotel dan Restoran
Rp Juta 2.189.810.844.295 2.262.280.170.221 3.066.817.202.587
Pengangkutan dan Komunikasi
Rp Juta 636.786.630.000 636.786.630.000 636.786.630.000
Keuangan, Real Estate dan Jasa Perusahaan
Rp Juta - - -
Jasa-Jasa Rp Juta 388.048.097.775 390.205.316.773 400.354.959.773
Sumber: BKPM DIY, 2013 Ket: * Angka Sementara
Jumlah proyek Penanaman Modal Asing (PMA) per Oktober 2013
tercatat sebanyak 114 proyek dengan realisasi kumulatif PMA mencapai 5,19
trilyun rupiah. Sementara itu, realisasi investasi PMA menurut sektor pada
waktu yang sama terbesar pada sektor perdagangan hotel dan restoran yaitu
3,06 trilyun rupiah diikuti oleh sektor listrik, sektor pengangkutan dan
komunikasi (636,79 milyar rupiah), gas dan air bersih (568,10 milyar rupiah),
sektor industri pengolahan (438,71 milyar rupiah), dan sektor jasa-jasa
(400,35 milyar rupiah).
Tabel 2.13
Jumlah Proyek dan Realisasi PMDN di DIY, 2011-2013
Uraian Satuan 2011 2012 2013*
Jumlah Proyek PMDN buah 120 122 122
Realisasi Investasi PMDN % 88,92 93,61 91,73
Realisasi Investasi PMDN Rp Juta 2.313.143.695.783 2.805.944.605.930 2.855.920.812.930
Sumber: BKPM DIY, 2013 Ket: * Angka Sementara
Tabel 2.14
Realisasi PMDN menurut Sektor di DIY, 2011-2013
Uraian Satuan 2011 2012 2013*
Pertanian, Peternakan, Kehutanan, dan Perikanan
Rp Juta 26.822.514.000 26.822.514.000 26.822.514.000
Pertambangan dan Penggalian
Rp Juta 750.000.000 750.000.000 15.516.107.000
Industri Pengolahan (migas dan non migas)
Rp Juta 1.113.568.939.688 1.115.645.215.834 996.914.144.318
Listrik, Gas dan Air Bersih Rp Juta 2.872.560.000 2.872.560.000 2.872.560.000
Bangunan Rp Juta - - -
Perdagangan, Hotel dan Restoran
Rp Juta 719.305.847.000 1.205.267.785.000 1.358.998.856.516
Pengangkutan dan Komunikasi
Rp Juta 70.924.821.885 75.687.517.885 75.897.617.885
Keuangan, Real Estate dan Jasa Perusahaan
Rp Juta - - -
Jasa-Jasa Rp Juta 378.899.013.210 378.899.013.211 378.899.013.211
Sumber: BKPM DIY, 2013 Ket: * Angka Sementara
Di sisi lain, jumlah proyek Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN)
pada Oktober 2013 tercatat sebanyak 122 dengan realisasi kumulatif PMDN
sebesar 2,86 trilyun rupiah. Sementara itu menurut sektor, PMDN terbesar
berada di sektor perdagangan, hotel dan restoran (1,36 trilyun rupiah) diikuti
oleh sektor industri pengolahan (996,92 milyar rupiah), dan sektor jasa-jasa
(378,90 milyar rupiah).
2.11 Industri
Menurut data Dinas Perindagkop dan Usaha Kecil dan Menengah
(UKM) DIY, pada Oktober 2013 Industri Kecil dan Menengah (IKM) DIY
tercatat sebanyak 81.515 unit dengan jumlah tenaga kerja 300.539 orang.
Nilai produksi IKM tersebut sebesar 3,2 milyar rupiah dengan nilai investasi
sebesar 1,01 milyar rupiah.
Tabel 2.15
Industri Kecil dan Menengah di DIY, 2011-2013
Uraian Satuan 2011 2012 2013*
Unit Usaha Unit 80.056 81.515 81.515
Tenaga Kerja Orang 295.461 300.539 300.539
Nilai Produksi Rp ribu 3.053.031.164 3.199.224.964 3.199.224.964
Nilai Investasi Rp ribu 1.003.678.054 1.010.585.428 1.010.585.428
Nilai Bahan Rp ribu 1.352.479.088 1.388.023.623 1.388.023.623
Sumber: Dinas Indagkop DIY, 2013 Ket: * Angka Sementara
UKM di DIY menurut jenis usaha dibagi menjadi aneka usaha,
perdagangan, industri pertanian dan non pertanian. Masing-masing jumlah
UKM menurut jenisnya pada tahun 2013 terbesar dalam bentuk perdagangan
sebanyak 58.564 unit, industri pertanian 55.733 unit, industri non pertanian
46.356 unit dan aneka usaha sebanyak 44.326 unit.
Sementara itu, UKM menurut skala usaha terbagi menjadi usaha mikro,
kecil, menengah, dan besar. Pada tahun 2013 UKM dalam skala mikro
tercatat sebanyak 111.847 usaha, skala kecil sebanyak 51.371 usaha, skala
menengah sebanyak 31.047 usaha, dan skala besar sebanyak 10.714 usaha.
Tabel 2.16
Usaha Kecil dan Menengah di DIY, 2011-2013
Uraian 2011 2012 2013*
Menurut Jenis Usaha
Aneka usaha 43.471 43.976 44.326
Perdagangan 57.858 58.363 58.564
Industri Pertanian 54.991 55.496 55.733
Industri Non Pertanian 45.655 46.160 46.356
Menurut Skala Usaha
Usaha mikro 111.086 111.591 111.847
Usaha Kecil 50.494 50.999 51.371
Usaha Menengah 30.296 30.801 31.047
Usaha Besar 10.099 10.604 10.714
Sumber: Dinas Indagkop DIY, 2013 Ket: * Angka Sementara
2.12 Pariwisata
Pariwisata merupakan salah satu aspek yang berkembanga dan terus
akan dikembangkan di DIY. Letak geografi, sejarah dan budaya DIY
merupakan faktor-faktor yang menyebabkan berkembangnya pariwisata di
DIY.
Wisatawan yang berkunjung di DIY masih didominasi oleh wisatawan
domestik. Pada Oktober 2013, wisatawan domestik yang berkunjung di DIY
sebanyak 1.045.159 orang dan dimungkinkan meningkat karena peak session
kunjungan wisatawan bisanya terjadi pada akhir tahun. Sementara itu,
jumlah wisatawan mancanegara pada periode yang sama sebanyak 106.359
orang, dengan wisatawan mancanegara terbanyak berasal dari Asia Pasifik
(64.518 orang) dan Eropa (34.110 orang).
Tabel 2.20
Jumlah Wisatawan di DIY, 2011-2013
Uraian 2011 2012 2013*
Jumlah Wisatawan 1.607.694 2.360.173 1.151.518
Asing (Mancanegara) 169.565 197.751 106.359
- Asia Pasifik 66.107 87.178 64.518
- Eropa 88.597 95.084 34.110
- Amerika 11.632 12.810 6.498
- Timur Tengah 1.591 1.957 985
- Lainnya 1.638 722 248
Uraian 2011 2012 2013*
Domestik (Nasional) 1.438.129 2.162.422 1.045.159
Sumber: Dinas Pariwisata DIY, 2013
Ket: * Angka Sementara
Seiring dengan perkembangan pariwisata di DIY semakin marak terjadi
pembangunan hotel dan penginapan. Pada tahun 2013, hotel bintang di DIY
tercacat sebanyak 54 unit dan hotel non bintang sebanyak 447 buah.
Tabel 2.18
Jumlah Hotel di DIY, 2011-2013
Uraian 2011 2012 2013*
Hotel Bintang Lima 4 4 8
Hotel Bintang Empat 8 8 12
Hotel Bintang Tiga 8 8 13
Hotel Bintang Dua 7 6 14
Hotel Bintang Satu 10 10 7
Hotel Non Bintang 415 415 447
Sumber: Dinas Pariwisata DIY, 2013
Ket: * Angka Sementara
Keindahan objek wisata di DIY merupakan salah satu faktor penarik
wisatawan berkunjung ke DIY. Jumlah objek wisata di DIY tercatat sebanyak
84 buah yang terdiri dari wisata alam 27 buah, wisata buatan 40 buah dan
wisata sejarah sebanyak 17 buah.
Tabel 2.19
Jumlah Objek Wisata di DIY, 2011-2013
Jumlah Obyek Wisata 2011 2012 2013
Alam 27 27 27
Buatan 40 57 40
Sejarah 17 17 17
Sumber: Dinas Pariwisata DIY, 2013
Sumber: Data Perencanaan DIY 2013, Bappeda DIY
Gambar 1.8
Persentase Target Belanja Langsung & Belanja Tidak Langsung DIY
2010-2013
Namun jika dicermati lebih dalam lagi Belanja Tidak Langsung Pegawai
hanya sekitar 20% dari total Belanja secara keseluruhan. Atas dasar ini maka
tahun 2013 Pemerintah Daerah DIY diperkenankan untuk menambah jumlah
pegawai sesuai dengan kebutuhannya.
Sumber: Data Perencanaan DIY 2013, Bappeda DIY
Gambar 1.9
PersentaseTarget Alokasi Belanja Langsung DIY, 2010-2013
Alokasi Belanja langsung DIY masih didominasi oleh Belanja Barang dan
Jasa. Belanja Barang dan Jasa Pemerintah ini menjadi salah satu unsur
penggerak roda perekonomian daerah dan nasional.
0% 20% 40% 60% 80% 100%
2010
2011
2012
2013
14,23%
13,73%
13,01%
12,17%
61,53%
62,65%
61,57%
59,35%
24,24%
23,62%
25,43%
28,48%
Belanja pegawai
Belanja barang dan jasa
Belanja modal
BAB II I
SOSIAL BUDAYA
2.1 Pendidikan
Yogyakarta telah lama menyandang sebagai kota pendidikan, di kota
ini ada ratusan universitas baik negeri maupun swasta, akademi, lembaga
pelatihan, dan telah melahirkan ribuan intelektual. Ini merupakan daya tarik
bagi orang tua di seluruh Indonesia untuk menyekolahkan putra-putrinya di
Yogyakarta. Berbagai prestasi di bidang pendidikan baik di tingkat nasional
maupun internasional semakin menguatkan Yogyakarta sebagai tempat
untuk menimba ilmu. Kurikulum yang diajarkan di semua jenjang pendidikan
sudah berstandar nasional. Ini merupakan salah satu tahap dari visi
Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta yaitu DIY sebagai Pusat Pendidikan
Terkemuka.
Disamping kurikulum, kualitas tenaga pendidik dan fasilitas pendukung
proses pendidikan selalu ditingkatkan untuk menciptakan suasana
pendidikan yang kondusif. Dari data Dinas Pendidikan, Pemuda dan Olah
Raga DIY angka partisipasi murni di DIY termasuk tinggi dibandingkan dengan
Provinsi lainnya ini menunjukkan bahwa daya serap penduduk usia sekolah
sangat baik, berarti kesadaran para orang tua di DIY untuk mendapatkan
pendidikan yang berkualitas bagi anak-anaknya merupakan suatu kebutuhan
yang harus dipenuhi.
Tabel 2.1
Angka Partisipasi Murni (APM) menurut Jenjang Pendidikan di DIY
2009-2013
Jenjang Pendidikan Angka Partisipasi Murni
2009 2010 2011 2012 2013 *
SD / MI / Paket A 96,65 97,15 97,53 97,54 97,54
SMP/MTS/Paket B 84,78 81,05 81,08 81,13 81,13
SMA/SMK/MA/Paket C 60,87 60,47 63,45 63,65 63,65
Sumber : Dinas pendidikan, pemuda dan olah raga DIY
Ket 2013 * = angka sementara
Untuk tingkat partisipasi sekolah di DIY yang diukur dengan Angka
Partisipasi Sekolah (APS) penduduk usia 7 12 Tahun sebesar 108,89 %, APS
penduduk 13 15 tahun sebesar 111,50 %, APS penduduk 16 18 tahun
sebesar 68,13 %. Sedangkan angka buta huruf pada tahun 2013 adalah 1,77
% dan angka melek hurufnya 98,23 %
2.2 Tenaga Kerja
Pertumbuhan penduduk yang tidak diimbangi dengan penyediaan
lapangan pekerjaan menyebabkan banyak tenaga kerja yang tidak terserap di
pasar kerja. Data dari Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi DIY pada tahun
2013 Angkatan Kerja DIY 1.910.959 orang, Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja
(TPAK) 68,89 %, Bukan Angkatan Kerja 863.050 orang, Bekerja 1.847.070
orang, Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) adalah 3,34 % atau sebesar
63.889 orang.
Sumber: BPS Provinsi DIY, 2013
Gambar 2.1
Tingkat Pengangguran Terbuka (TPT) di DIY dan Nasional, 2008-2013 (%)
5,38
6,00 5,69
3,97 3,97
3,34
8,39 7,87
7,14 6,56
6,14 6,25
3,00
4,00
5,00
6,00
7,00
8,00
9,00
2008 2009 2010 2011 2012 2013
DIY Nasional
Sumber: BPS Provinsi DIY, 2013
Gambar 2.2
Tingkat Partisipasi Angkatan Kerja (TPAK) di DIY, 2008-2013 (%)
Sektor yang banyak menyerap tenaga kerja DIY adalah sektor
pertanian disusul dengan sektor jasa-jasa lainnya. Ini menunjukkan bahwa
kedua sektor ini memberikan kontribusi paling banyak dalam menyerap
angkatan kerja. Sektor lain yang potensial untuk dikembangkan adalah sektor
pariwisata, karena Yogyakarta adalah tujuan wisata utama setelah Pulau Bali,
sektor ini terus digali dan dikembangkan sehingga banyak tenaga kerja yang
terserap di sektor pariwisata.
Dengan majunya industri pariwisata di DIY mengakibatkan sektor
pendukung pariwisata juga ikut berkembang, yaitu sektor perdagangan,
industri terutama industri kecil dan menengah serta kerajinan yang dapat
menyerap tenaga kerja sehingga semakin mengurangi tingkat pengangguran
di DIY.
70,51 70,23 69,76
68,77
70,85
68,89
65,00
70,00
75,00
2008 2009 2010 2011 2012 2013
2.3 Kesehatan
Tingkat keberhasilan pembangunan yang diukur menggunakan Indek
Pembangunan Manusia salah satu indikatornya adalah usia harapan hidup.
Nilai usia harapan hidup di DIY merupakan yang tertinggi dibandingkan
seluruh Provinsi di Indonesia. Disamping usia harapan hidup ada berapa
indikator yang telah ditentukan untuk menentukan derajat kesehatan di
suatu wilayah secara nasional. Menurut data Dinas Kesehatan DIY indikator
tersebut adalah : (1) usia harapan hidup, (2) angka kematian ibu, (3) angka
kematian bayi, (4) angka kematian balita, (5) status gizi balita / bayi.
Sarana kesehatan yang tersedia di DIY sudah bisa menjangkau semua
lapisan masyarakat, baik yang dilaksanakan oleh pihak pemerintah melalui
Puskesmas maupun Klinik Kesehatan yang dilaksanakan oleh swasta.
Tabel 2.2
Sarana Kesehatan di DIY, 2010-2013
Sarana Kesehatan 2010 2011 2012 2013*
Posyandu 5.652 5.675 5.691 5.691
Polindes 48 203 203 203
Puskesmas 120 121 121 121
Rumah Sakit Umum Daerah 6 7 7 7
Rumah Sakit Umum Swasta 19 8 9 9
Rumah Sakit Umum Pusat 1 1 1 1
Klinik/Praktek Dokter 1.865 1.715 1.500 1.500
Sumber : Dinas Kesehatan DIY 2013
Ket : 2013* angka sementara
Wilayah DIY yang relatif kecil dengan jumlah sarana kesehatan seperti
tersebut tabel diatas, memudahkan masyarakat mengakses pelayan
kesehatan masyarakat dengan cepat. Pelayanan kesehatan masyarakat bagi
warga miskin di DIY sudah ditangani lewat Program Jamkesmas dan Jamkesda
2.4 Sosial
Penduduk penyandang masalah sosial setiap tahun jumlahnya
cenderung meningkat, data dari Dinas Sosial DIY masalah sosial yang
mengalami peningkatan adalah: anak jalanan, gepeng, penderita HIV/AIDS,
pecandu narkoba, anak terlantar.
Pangkal dari masalah sosial adalah kemiskinan, untuk itu pemerintah
sudah berusaha untuk mengurangi angka kemiskinan dengan berbagai
program yang bertujuan untuk mengentaskan kemiskinan. Namun hasil yang
dicapai belum sesuai dengan yang diharapkan. Menurut data BPS DIY angka
penurunan kemiskinan DIY tiap tahun belum bisa mencapai angka 1 %. Perlu
program yang benar-benar tepat sasaran agar dapat mengentaskan
kemiskinan. Kemiskinan merupakan isu yang sensitif bagi kepala daerah
sebab tingkat keberhasilan seorang kepala daerah diukur dari penurunan
kemiskinan yang dapat dilakukannya. Namun kebijakan kepala daerah
kadang tidak didukung oleh aparat dibawahnya, kepala desa lebih suka
warganya banyak yang miskin supaya bisa mendapat bantuan dari
pemerintah. Untuk itu perlu komitmen dari semua stake holder untuk
berusaha mengurangi kemiskinan agar masalah sosial di daerah semakin di
minimalisir.
BAB IV
INFRASTRUKTUR
4.1 IPAL SEWON
Instalasi Pengolahan Air limbah (IPAL) Kawasan Perkotaan Yogyakarta
(KPY) dibangun di Dusun Cepit, Desa Pendowoharjo, Kecamatan Sewon,
Kabupaten Bantul, DIY. Terletak 6 km sebelah barat daya pusat Kota
Yogyakarta, dengan luas lahan 6,7 Ha. IPAL ini merupakan tempat pengolahan
air limbah yang mencakup jaringan di wilayah Bantul sebelah utara, wilayah
Aglomerasi Perkotaan Yogyakarta dan wilayah Sleman sebelah selatan.
Sumber : Data IPAL Sewon
Gambar 4.1. Foto Udara IPAL Sewon
Kapasitas IPAL KPY Sewon mampu menampung air limbah sebesar 15.500
m/hari rata-rata debit masuk. Namun target limbah yang harus diolah di IPAL
Sewon sampai saat ini belum bisa terpenuhi sesuai kapasitas yang diharapkan.
IPAL Sewon dioperasikan dengan effisiensi pengolahan yang tinggi (95%), tetapi
jumlah pelanggan masih jauh di bawah kapasitas desain. Kapasitas IPAL Sewon
saat ini baru dimanfaatkan sekitar 40% dari kapasitas desain, yaitu 7.700
pelanggan dari kapasitas desain sebesar 18.400 pelanggan. Berdasarkan data
IPAL tahun 2008, debit air limbah yang masuk adalah sebesar 7.315 m/hari
dengan debit terkecil sebesar 4.319 m/hari dan terbesar 11.806 m/hari.
Daerah pelayanan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) Sewon
mencakup jaringan di wilayah Bantul sebelah utara, wilayah aglomerasi
perkotaan yogyakarta dan wilayah Sleman sebelah selatan. Tabel berikut
menyajikan informasi cakupan daerah pelayanan Instalasi Pengolahan Air
Limbah (IPAL) Sewon pada tahun 2002 dan prediksi hingga tahun 2012
Tabel 4.1
Daerah Pelayanan IPAL Sewon
Daerah Pelayanan Satuan Tahun
2002
Tahun
2012
1. Luas kota
2. Pelayanan sanitasi
- Perumahan
- Non perumahan
3. Jumlah penduduk kota
4. Jumlah penduduk terlayani
5. Sambungan rumah unit
- Sambungan perumahan
- Sambungan non perumahan
Ha
Ha
Ha
Ha
Jiwa
Jiwa
Unit
Unit
Unit
3.257
1.330
1.112
218
436.294
110.000
21.090
17.330
4.300
3.257
2.433
2.133
300
468.975
273.000
53.505
42.650
10.855
Sumber : IPAL Sewon
Sistem pengolahan air limbah di Kawasan Perkotaan Yogyakarta
terdiri dari: sistem pengolahan sistem terpusat, fasilitas sanitasi komunal, dan
fasilitas sanitasi individual. Sistem terpusat/Off Site merupakan pengelolaan
air limbah domestik yang telah terjangkau oleh jaringan pengelolaan air
limbah domestik, dimana air limbah dialirkan melalui jaringan menuju satu
instalasi pengolahan, Sistem Komunal mencakup pengelolaan air limbah
domestik dengan sistem septick tank komunal, serta Sistem Individual/On Site
dimana air limbah domestik langsung diolah di sumbernya dengan septic
tank individual.
Hingga Tahun 2012, IPAL Sewon dilengkapi jaringan Pipa Induk dengan
panjang 79,65 km dan jaringan panjang Pipa Lateral 138,51 km yang melintas
diwilayah perkotaan Kota Yogyakarta, Kabupaten Bantul dan Kabupaten
Sleman. Selain itu IPAL sewon juga dilengkapi dengan Sistem Penggelontor
termasuk Bangunan Pipa Inteke, Bak Pengendap dan Pipa Penggelontor
dengan panjang sekitar 24,16 km.
Penggelontoran dilakukan apabila : debit aliran minimal yang
dibutuhkan tidak tercapai (1,7 l/detik) hal ini dimaksudkan untuk menjaga
agar tidak terjadi pengendapan pada pipa sehingga memerlukan
penggelontor. Sumber air penggelontor dari sistem jaringan ini diambil dari
empat inlet yaitu Dam Bendole, Dam Pogung, Dam Prawirodirjan dan selokan
mataram. Air penggelontor diumpankan ke dalam saluran lateral melaui
inteke penggelontoran/dam yang diatur alirannya menggunakan pintu air
dengan lama satu jam perhari.
4.2 JALUR PANSELA
Latar belakang dibangunnya jalur Pantai Selatan (Pansela) adalah :
Merupakan rencana Jalan Strategis Nasional (yang sampai saat ini belum
tersambung). (KEPMEN PU No. 567/KPTS/M/2010)
Merupakan prioritas utama pembangunan oleh Direktorat Jenderal Bina
Marga
Percepatan pembangunan jalan yang menghubungkan daerah terisolasi di
Jawa Timur dengan JawaTengah dan DI Yogyakarta
Sedangkan tujuannya dibangun Pansela adalah :
Menunjang tata ruang Provinsi DI Yogyakarta, Provinsi Jawa Tengah dan
Provinsi Jawa Timur, terutama untuk membuka akses jalan pada daerah
yang masih terisolasi,
Menghubungkan Jalan Jalur Lintas Selatan (Pansela) sebagai jalur yang
lancar, aman, nyaman dan ekonomis untuk perpindahan orang dan
barang,
Meningkatkan kapasitas, standard geometrik dan kelas jalan dengan
melakukan pengembangan potensi wilayah
KABUPATEN KULONPROGO Ruas : Karangnongko - Bugel - Galur - Srandakan (030 & 031) Panjang Ruas : 28,84 Km Sudah Ditangani : 14,875 Km (4 Lajur = 1,900 Km ; 2 Lajur = 12,975 Km) ; s.d. 2013 Belum Ditangani : 13,965 Km Penanganan 2013 : 9,7 Km
KABUPATEN BANTUL Ruas : Srandakan Poncosari Greges (032 & 033) Panjang Ruas : 20,195 Km Sudah Ditangani : 1,6 Km ; s.d. Tahun 2013 Belum Ditangani : 18,595 Km Penanganan 2013 : 0 km
KABUPATEN GUNUNGKIDUL Ruas : Parangtritis - Tlogowarak - Legundi - Planjan - Tepus - Jerukwudel - Baran (034, 035, 036, 037, 038 & 039) Panjang Ruas : 76,09 Km Sudah Ditangani : 28,1 Km (2 Lajur) ; s.d. Tahun 2013 Belum Ditangani : 47,99 Km Penanganan 2013 : 3,70 Km
KABUPATEN GUNUNGKIDUL Ruas : Parangtritis - Tlogowarak - Legundi - Planjan - Tepus - Jerukwudel - Baran (034, 035, 036, 037, 038 & 039) Panjang Ruas : 76,09 Km Sudah Ditangani : 28,1 Km (2 Lajur) ; s.d. Tahun 2013 Belum Ditangani : 47,99 Km Penanganan 2013 : 3,70 Km
Gambar 4.2. Kondisi Pantura di Kabupaten Gunungkidul
4.3 PENGELOLAAN SAMPAH MANDIRI SUKUNAN
Bermula oleh karena banyaknya keluhan tentang sampah plastik dari
warga desa yang kebanyakan berprofesi sebagai petani, sampah plastik
tersebut banyak yang masuk ke area persawahan mereka karena terbawa
oleh aliran air irigasi yang mengairi persawahan mereka yang menyebabkan
persawahan mereka selalu dipenuhi oleh sampah-sampah plastik yang
berimbas terhadap hasil panen padi mereka, banyaknya sampah plastik yang
masuk ke area persawahan mereka menyebabkan terganggunya sirkulasi
pengairan di sawah dan banyaknya waktu yang terbuang karena para warga
terpaksa harus memungguti sampah-sampah tersebut satu persatu lalu di
buang keluar dari sawah mereka tetapi dikarenakan sangat banyaknya
sampah-sampah plastik yang masuk ke area persawahan menyebabkan
mereka mulai berinisiatif untuk mengajak peran serta masyarakat untuk
mengolah sampah mereka secara mandiri.
Permasalahan yang turut andil dalam awal pengelolaan sampah
secara mandiri adalah banyaknya warga yang tidak mempunyai cukup lahan
untuk membuang atau membakar sampah mereka sendiri sehingga hal
tersebut menyebabkan banyak warga yang membuang sampah ke parit yang
mengari sawah-sawah sehingga menimbulkan masalah baru bagi para
penduduk lainya dan menyebabakan desa mereka terlihat sangat kotor karen
banyaknya sampah yang dibuang ke sembarang tempat.
Gambar 4.3. Pemilahan sampah
Untuk memenuhi target kebutuhan pelayanan pengelolaan sampah
yang memadai pada masyarakat, perlu diciptakan iklim yang kondusif untuk
menunjang peran serta masyarakat dan swasta. Sosialisasi konsep 3R (reduce,
reuse and recycle) adalah target pertama yang dapat ditempuh. Sehingga
dapat ditanamkan pengertian kepada masyarakat bahwa masih terdapat nilai
ekonomi yang cukup potensial. Diperlukan kampanye sadar kebersihan untuk
mendorong masyarakat agar mau mengumpulkan sampah di tempatnya,
bukan membuang sampah di tempatnya. Konsep ini mendorong masyarakat
untuk melakukan penanganan sampah di sumbernya, seperti pemilahan
sampah dan pengemasan sampah dengan benar. Lebih jauh hal ini
dimaksudkan untuk mendorong penerapan konsep reuse, atau penggunaan
kembali komponen-komponen sampah yang masih memiliki nilai ekonomi.
Baik oleh sumber sampah ataupun oleh pihak lain.
Awalnya ide untuk mengelola sampah secara mandiri tidak langsung
bisa diterima oleh masyarakat sekitar masih kentalnya kebudayaan
membuang sampah di sungai turut andil menyulitkan terlaksananya program
pengolahan sampah secara mandiri tersebut kesulitan makin bertambah
karena banyak warga yang beranggapan bahwa urusan sampah tidak terlalu
penting karena hanya tinggal membayar saja maka sampah itu lenyap dari
pandangan mereka dan mereka pikir masalah tersebut selasai.
Ada juga yang enggan sedikit repot untuk memilah-milah sampah
mereka hanya cukup membakarnya dihalaman dan sampahpun lenyap.
Banyaknya halangan dan hambatan yang ada tidak membuat sejumlah warga
yang peduli terhadap sampah membatalkan rencana pengelolahan sampah
mereka, mereka melakukan sosialisasi ke warga-warga dari mulai tingkat yang
paling kecil sampai ke tingkatan warga yang paling luas.
Langkah selanjutnya yang dilakukan adalah dengan usaha keras
akhirnya proses pengolahan sampah mandiri dapat diterima oleh masyarakat
dan memberikan hasil yang cukup memuaskan.
Proses pengelolaan sampah mandiri pengelolaan sampah adalah semua
kegiatan yang dilakukan dalam menangani sampah sejak ditimbulkan sampai
dengan pembuangan akhir. Secara garis besar, kegiatan di dalam pengelolaan
sampah meliputi pengendalian timbulan sampah, pengumpulan sampah,
transfer dan transport, pengolahan dan pembuangan akhir
Gambar 4.4. Penimbangan sampah kertas
Gambar 4.5. Pembuatan kompos hasil sampah organik
Gambar 4.6. Kompos hasil pengolahan sampah organik
Gambar 4.7. Kerajinan memanfaatkan sisa sampah plastik
Pot Bunga dari Daur Ulang Styrofoam
Gambar 4.8. Pot Bunga hasil dari daun ulang sampah styrofoam
4.3 BANDARA ADISUTJIPTO
Bandar udara ini dulu dinamakan Maguwo, sesuai dengan nama desa
tempatnya berada Maguwoharjo. Penggantian nama dilakukan setelah
pesawat Dakota VT-CLA yang dikemudikan oleh Marsekal Muda Anumerta
Agustinus Adisutjipto ditembak jatuh oleh pesawat Belanda tanggal 29 Juli
1947. Semula merupakan lapangan udara militer, namun penggunaannya
diperluas untuk kepentingan sipil. Hingga sekarang masih terdapat bagian
yang merupakan daerah tertutup (terbatas untuk kegiatan militer). Bandar
udara ini juga merupakan bandar udara pendidikan Akademi Angkatan Udara
dari TNI Angkatan Udara.
OPERATOR
KELAS BANDARA
STATUS
BANDARA
KODE BANDARA
PT. ANGKASA PURA I (PERSERO)
KELAS IB
ENCLAVE CIVIL
IATA : JOG
ICAO: WARJ
LOKASI
JARAK DARI
KOTA
ELEVASI
JAM OPERASI
070.4712 LS - 1100.2555 BT
9 Km dari Kota Yogyakarta
350 ft/106 m
15 Jam (06.00 21.00 WIB / 23.00 14.00 UTC)
LANDASAN R09 R27
2.200 m X 45 m
PCN 55/F/C/X/T
RESA (Runway End Safety Area) tidak tersedia
Obstacle Gunung Boko
Pesawat Terbesar: B737-900ER, B737-
800NG,A319/20
TAXIWAY TW N2 : 105 m X 30 m
TW N3 : 418,82 m X 23 m
PCN 41/F/B/X/T
APRON FLEXIBLE APRON : 12.409 m2
RIGID APRON : 15.646 m2
PARKING STAND : 8
PCN 40/F/B/X/T
TERMINAL
PENUMPANG
INTERNASIONAL
DOMESTIK
LOBBY
AREA CHECK-IN
CIP LOUNGE
UNDERPASS
KEBERANGKATAN : 424,42 m2
KEDATANGAN : 646,58 m2
KEBERANGKATAN : 2.244,63
m2
KEDATANGAN : 1.277,05
m2
1.914,66 m2
2.172,66 m2
521 m2
1.374,28 m2
TERMINAL KARGO INTERNATIONAL : 384 m2
DOMESTIC : 342 m2
LAHAN PARKIR MOBIL : 10.350 m2
SEPEDA MOTOR : 1.035 m2
CIP : 304,5 m2
Namun kapasitas Landside & Airside bandara Adisutjipto saat ini sudah
tidak dapat menampung trafik yang ada, dikarenakan :
Bandara merupakan enclave civil sehingga Runway digunakan bersama
dengan TNI-AU dimana hal ini mengakibatkan adanya limitasi untuk
penerbangan komersial
Runway sepanjang 2.200 m tidak dapat diperpanjang dikarenakan
adanya obstacle (Barat : Jembatan Janti & sungai, Timur : Gunung Boko)
Terminal eksisting saat ini hanya dapat menampung 1.2 jt pax/th
sedangkan trafik 2011 sudah mencapai 4.3 jt pax /th
Bandara eksisting tidak dapat dikembangkan menjadi airport city
Gambar 4.10. Crowded di ruang tunggu bandara
Gambar 4.11. Rencana lokasi baru Bandara di DIY
Gambar 4.11. Rencana pembangunan bandara baru Yogyakarta
4.5 KEBUN BUAH NGLANGGERAN
Latar belakang dibangunnya Kebun Buah Nglanggeran adalah :
Selama ini produksi tanaman pangan belum dapat meningkatkan
pendapatan dan kesejahteraan petani;
Adanya keterbatasan kepemilikan lahan tanaman pangan;
Masih banyak terdapat lahan marginal berupa lahan kering yang
berpotensi dikembangkan untuk usaha tani komoditas yang bernilai
ekonomi tinggi yaitu komoditas hortikultura (buah-buahan dan
sayuran).
Wilayah Kabupaten Gunungkidul bagian utara merupakan wilayah
yang memiliki curah hujan paling tinggi dibanding wilayah tengah dan
selatan. Namun limpahan air belum dimanfaatkan secara optimal
(dibiarkan mengalir saja);
Desa Nglanggeran terletak di wilayah utara dengan topografi
pegunungan, kondisi tanah cukup subur tetapi belum tersedia air
permukaan;
Sedangkan tujuannya adalah :
Mengembangkan Sentra Pemberdayaan Tani (SPT) melalui kegiatan
pertanian lahan kering berupa tanaman buah unggulan seluas 20 ha
dengan optimalisasi pemanfaatan lahan dan air.
Meningkatkan taraf hidup masyarakat melalui meningkatkan
pertumbuhan ekonomi dan meningkatkan pendapatan petani.
Mendukung Pengembangan kawasan pariwisata Gunung Api Purba,
pasar tani dan Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan Swadana
(P4S).
Mengembangkan kebun hortikultura yang terdiri dari kebun buah-
buahan, sayur-mayur, bunga-bungaan dan tanaman hias yang
berfungsi sebagai kebun produksi, koleksi dan sekaligus kebun
percontohan.
Memberikan alternative obyek wisata baru bagi wisatawan asing
maupun domestik.
Sebagai taman rekreasi hortikultura yang kelak dapat dikembangkan
menjadi pusat studi hortikultura terutama bagi tanaman buah-buahan
dan sayur-sayuran dataran rendah.
Menciptakan lapangan kerja baru di lingkungan kecamatan Patuk.
Memanfaatkan secara optimal segenap potensi yang dimiliki dengan
asas pertimbangan keselarasan lingkungan tetap terjaga
Gambar 4.12. Rencana pembangunan taman buah Nglanggeran
Gambar 4.12. Kondisi eksisting embung Nglanggeran
BAB V
POTENSI DAERAH ISTIMEWA YOGYAKARTA
Daerah istimewa Yogyakarta memiliki beberapa komoditi unggulan, Sektor
pertanian komoditi unggulannya adalah jagung, kedelai, ubi kayu dan ubi jalar.
Sektor Perkebunan komoditi unggulannya Kakao, Tebu, Kopi, Kelapa, Cengkeh,
Jambu Mete, Kapuk, Lada, Nilam, Teh dan Tembakau. Sektor perikanan komoditi
unggulannya Perikanan Tangkap, Budidaya Laut, Budidaya Keramba, Budidaya
Kolam, Budidaya Tambak, Budidaya Sawah. Sektor peternakan komoditi yang
diunggulkan adalah sapi, babi, kambing, kuda, domba dan kerbau. Sedangkan
sektor jasa komoditi unggulannya adalah Wisata Alam dan Wisata Budaya.
Sebagai penunjang kegiatan perekonomian, di Daerah Istimewa Yogyakarta
tersedia satu bandar udara, yaitu Bandara Adi Sutjipto. Di DIY ini juga terdapat
dua jalan, Yaitu jalan Negara dan jalan Provinsi. Panjang Jalan Negara adalah
187,04 km, sedangkan panjang jalan Provinsi adalah 708,42 km. Untuk industri
tersedia enam kawasan industri, yaitu Kawasan Industri Pabrik Pupuk Organik
Kab. Bantul, Pengelolaan Hasil Kelautan Desa Karangwuni, Kec. Wates,
Kulonprogo, Pengembangan Kawasan Industri Kab. Sleman, Kawasan Industri
Piyungan (Desa Srimulyo dan Sitimulyo, Kec. Piyungan Kab. Bantul),
Pengembangan Pasar Seni dan Kerajinan Kec. Umbulharjo, Kota Yogyakarta,
Pengolahan Cabe Merah Glagah Desa Karangwuni Kec. Sentolo, Kulonprogo yang
didukung juga oleh fasilitas listrik dan telekomunikasi.
Selain yang tersebut diatas DIY memiliki 6 Kawasan Cagar Budaya dan 96
situs. Keberadaan aset-aset budaya peninggalan peradaban tinggi masa lampau,
dengan Kraton sebagai institusi warisan adiluhung yang masih terlestari
keberadaannya, merupakan embrio dan memberi spirit bagi tumbuhnya dinamika
masyarakat dalam berkehidupan kebudayaan terutama dalam berseni budaya
dan beradat tradisi. Selain itu, DIY juga mempunyai 44 Monumen Sejarah
Perjuangan dan 42 museum, yang dua diantaranya yaitu museum Ullen Sentalu
dan museum Sonobudoyo diproyeksikan menjadi museum internasional. Pada
2012, benda cagar budaya tidak bergerak sebanyak 515 dan benda cagar budaya
bergerak sebanyak 764.
Disamping itu pariwisata merupakan sektor utama bagi DIY. Banyaknya
obyek dan daya tarik wisata di DIY telah menyerap kunjungan wisatawan, baik
wisatawan mancanegara maupun wisatawan nusantara. Keanekaragaman
upacara keagamaan dan budaya dari berbagai agama serta didukung oleh
kreatifitas seni dan keramahtamahan masyarakat, membuat DIY mampu
menciptakan produk-produk budaya dan pariwisata yang menjanjikan.
Secara geografis, DIY juga diuntungkan oleh jarak antara lokasi obyek
wisata yang terjangkau dan mudah ditempuh. Sektor pariwisata sangat signifikan
menjadi motor kegiatan perekonomian DIY yang secara umum bertumpu pada
tiga sektor andalan yaitu: jasa-jasa; perdagangan, hotel dan restoran; serta
pertanian. Dalam hal ini pariwisata memberi efek pengganda (multiplier effect)
yang nyata bagi sektor perdagangan disebabkan meningkatnya kunjungan
wisatawan. Selain itu, penyerapan tenaga kerja dan sumbangan terhadap
perekonomian daerah sangat signifikan. Sektor wisata menjadi andalan DIY,
mengingat banyak sekali potensi wisata, seperti wisata pantai, wisata budaya,
wisata kuliner, wisata sejarah, wisata spiritual, wisata pendidikan, wisata merapi,
dan lain sebagainya. Lebih dari itu wisata menjadi salah satu karakteristik unik
DIY.
Berikut ini akan disajikan potensi Daerah Istimewa Yogyakarta yang ada di
Kabupaten/Kota.
5.1. KOTA YOGYAKARTA
a. Potensi Budaya dan Pariwisata
Kota Yogyakarta sebagai salah satu kota kuno di Indonesia merupakan
kota yang lahir secara terencana. Dalam hal ini baik pemilihan lokasi
hingga rencana tata ruang semua terencana dengan baik.Civic center
(CBD) yang dimilikinya berfungsi sebagai pusat bagi berbagai macam
kegiatan penduduk, baik sebagai pusat politik, spiritual, ekonomi,
pertahanan, dan rekreasi (Kostof, 1992). Adapun yang menjadi Civic
center (CBD) ini merupakan kawasan keraton dan sekitarnya hingga
kepatihan. Dalam kawasan ini terdapat berbagai macam bangunan yang
digunakan sebagai kawasan permukiman maupun pusat kegiatan
perdagangan dan jasa yang berguna untuk menunjang kehidupan
bermasyarakat.Civic Center di pusat Kota Yogyakarta ini memberntuk
sebuah pola tertentu.Civic Center (CBD) ini dijadikan sebagai pusat
kehidupan penduduk kota karena di dalamnya terdapat komponen yang
merepresentasikan aspek kehidupan sosial, politik, keagamaaan, dan
ekonomi. Adapun pola-pola tersebut adalah alun-alun lor yang
merupakan pusat kota dikelilingi Masjid Agung di sebelah baratnya,
keraton di sebelah selatannya, dan pasar di sebelah utara.
Permukiman yang terdapat di pusat Kota Yogyakarta adalah berupa
permukiman penduduk kuno yang dapat dilacak keberadaannya dari
toponim. Toponim ini dapat seperti Pacinan, yang merupakan kawasan
permukiman orang-orang Cina, Sayidan, yang merupakan kawasan
permukiman orang Arab, Gerjen yang merupakan kawasan permukiman
penjahit, Dagen yang merupakan permukiman tukang kayu, Siliran yang
merupakan permukiman para selir-selir. Toponim ini digambarkan
dalam bentuk keanekaan profesi, asal, dan lapisan penduduk Yogyakarta
masa lampau.
Pada Civic Center (CBD) Kota Yogyakarta terdapat tata letak komponen-
komponen yang dapat dirutkan sebagai berikut Utara jalan Malioboro
terdapat kompleks kepatihan, Pasar Beringharjo, Alun-Alun Lor, Masjid
Agung, keraton, Taman Asri, Alun-Alun Kidul, Tembok Baluwarti,
jaringan jalan, dan permukiman penduduk. Berbagai potensi terkait
dengan ekonomi, pariwisata, kebudayaan, dan keagamaan itulah yang
membuat Kota Yogyakarta dapat ber