6
Kisah Nyata: Ketika Sri Sultan HB IX terkena tilang di Pekalongan Desember 9, 2011 Kota batik Pekalongan di pertengahan tahun 1960an menyambut fajar dengan kabut tipis , pukul setengah enam pagi polisi muda Royadin yang belum genap seminggu mendapatkan kenaikan pangkat dari agen polisi kepala menjadi brigadir polisi sudah berdiri di tepi posnya di kawasan Soko dengan gagahnya. Kudapan nasi megono khas pekalongan pagi itu menyegarkan tubuhnya yang gagah berbalut seragam polisi dengan pangkat brigadir. Becak dan delman amat dominan masa itu , persimpangan Soko mulai riuh dengan bunyi kalung kuda yang terangguk angguk mengikuti ayunan cemeti sang kusir. Dari arah selatan dan membelok ke barat sebuah sedan hitam ber plat AB melaju dari arah yang berlawanan dengan arus becak dan delman . Brigadir Royadin memandang dari kejauhan ,sementara sedan hitam itu melaju perlahan menuju kearahnya. Dengan sigap ia menyeberang jalan ditepi posnya, ayunan tangan kedepan dengan posisi membentuk sudut Sembilan puluh derajat menghentikan laju sedan hitam itu. Sebuah sedan tahun lima puluhan yang amat jarang berlalu di jalanan pekalongan berhenti dihadapannya. Saat mobil menepi , brigadir Royadin menghampiri sisi kanan pengemudi dan memberi hormat. “Selamat pagi!” Brigadir Royadin memberi hormat dengan sikap sempurna . “Boleh ditunjukan rebuwes!” Ia meminta surat surat mobil berikut surat ijin mengemudi kepada lelaki di balik kaca , jaman itu surat mobil masih diistilahkan rebuwes. Perlahan , pria berusia sekitar setengah abad menurunkan kaca samping secara penuh. “Ada apa pak polisi ?” Tanya pria itu. Brigadir Royadin tersentak kaget , ia mengenali siapa pria itu . “Ya Allah…sinuwun!” kejutnya dalam hati . Gugup bukan main namun itu hanya berlangsung sedetik , naluri polisinya tetap menopang tubuh gagahnya dalam sikap sempurna. “Bapak melangar verbodden , tidak boleh

Sultan hb ix ditilang

Embed Size (px)

Citation preview

Page 1: Sultan hb ix ditilang

Kisah Nyata: Ketika Sri Sultan HB IX terkena tilang di Pekalongan

Desember 9, 2011

Kota batik Pekalongan di pertengahan tahun 1960an menyambut fajar dengan kabut tipis , pukul setengah enam pagi polisi muda Royadin yang belum genap seminggu mendapatkan kenaikanpangkat dari agen polisi kepala menjadi brigadir polisi sudah berdiri di tepi posnya di kawasan Soko dengan gagahnya. Kudapan nasi megono khas pekalongan pagi itu menyegarkan tubuhnya yang gagah berbalut seragam polisi dengan pangkat brigadir.

Becak dan delman amat dominan masa itu , persimpangan Soko mulai riuh dengan bunyi kalung kuda yang terangguk angguk mengikuti ayunan cemeti sang kusir. Dari arah selatan danmembelok ke barat sebuah sedan hitam ber plat AB melaju dari arah yang berlawanan dengan arus becak dan delman . Brigadir Royadin memandang dari kejauhan ,sementara sedan hitam itu melaju perlahan menuju kearahnya. Dengan sigap ia menyeberang jalan ditepi posnya, ayunan tangan kedepan dengan posisi membentuk sudut Sembilan puluh derajat menghentikan laju sedan hitam itu. Sebuah sedan tahun lima puluhan yang amat jarang berlalu di jalanan pekalongan berhenti dihadapannya. Saat mobil menepi , brigadir Royadin menghampiri sisi kanan pengemudi dan memberi hormat.“Selamat pagi!” Brigadir Royadin memberi hormat dengan sikap sempurna . “Boleh ditunjukan rebuwes!” Ia meminta surat surat mobil berikut surat ijin mengemudi kepada lelaki di balik kaca , jaman itu surat mobil masih diistilahkan rebuwes.Perlahan , pria berusia sekitar setengah abad menurunkan kaca samping secara penuh.“Ada apa pak polisi ?” Tanya pria itu.Brigadir Royadin tersentak kaget , ia mengenali siapa pria itu . “YaAllah…sinuwun!” kejutnya dalam hati . Gugup bukan main namun itu hanyaberlangsung sedetik , naluri polisinya tetap menopang tubuh gagahnyadalam sikap sempurna.“Bapak melangar verbodden , tidak bolehlewat sini, ini satu arah !” Ia memandangi pria itu yang tak lainadalah Sultan Jogja, Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Dirinya tak habispikir , orang sebesar sultan HB IX mengendarai sendiri mobilnya darijogja ke pekalongan yang jauhnya cukup lumayan., entah tujuannya kemana.Setelah melihat rebuwes , BrigadirRoyadin mempersilahkan Sri Sultan untuk mengecek tanda laranganverboden di ujung jalan , namun sultan menolak.“ Ya ..saya salah , kamu benar , sayapasti salah !” Sinuwun turun dari sedannya dan menghampiri BrigadirRoyadin yang tetap menggengam rebuwes tanpa tahu harus berbuat apa.“ Jadi…?” Sinuwun bertanya , pertanyaan yang singkat namun sulit bagi brigadir Royadin menjawabnya .“Em..emm ..bapak saya tilang , mohonmaaf!” Brigadir Royadin heran , sinuwun tak kunjung menggunakan

Page 2: Sultan hb ix ditilang

kekuasaannya untuk paling tidak bernegosiasi dengannya, jangankanbegitu , mengenalkan dirinya sebagai pejabat Negara dan Rajapun beliautidak melakukannya.“Baik..brigadir , kamu buatkan suratitu , nanti saya ikuti aturannya, saya harus segera ke Tegal !” Sinuwunmeminta brigadir Royadin untuk segera membuatkan surat tilang. Dengantangan bergetar ia membuatkan surat tilang, ingin rasanya tidakmemberikan surat itu tapi tidak tahu kenapa ia sebagai polisi tidakboleh memandang beda pelanggar kesalahan yang terjadi di depanhidungnya. Yang paling membuatnya sedikit tenang adalah tidak sepatahkatapun yang keluar dari mulut sinuwun menyebutkan bahwa dia berhakmendapatkan dispensasi. “Sungguh orang yang besar…!” begitu gumamnya.Surat tilang berpindah tangan , rebuwessaat itu dalam genggamannya dan ia menghormat pada sinuwun sebelumsinuwun kembali memacu Sedan hitamnya menuju ke arah barat, Tegal.Beberapa menit sinuwun melintas didepan stasiun pekalongan, brigadir royadin menyadari kebodohannya,kekakuannya dan segala macam pikiran berkecamuk. Ingin ia memacu sepedaontelnya mengejar Sedan hitam itu tapi manalah mungkin. Nasi sudahmenjadi bubur dan ketetapan hatinya untuk tetap menegakkan peraturanpada siapapun berhasil menghibur dirinya.Saat aplusan di sore hari dan kembalike markas , Ia menyerahkan rebuwes kepada petugas jaga untuk diproseshukum lebih lanjut.,Ialu kembali kerumah dengan sepeda abu abu tuanya.Saat apel pagi esok harinya , suaraamarah meledak di markas polisi pekalongan , nama Royadin diteriakkanberkali kali dari ruang komisaris. Beberapa polisi tergopoh gopohmenghampirinya dan memintanya menghadap komisaris polisi selaku kepalakantor.“Royadin , apa yang kamu lakukan..sa’enake dewe ..ora mikir ..iki sing mbok tangkep sopoheh..ngawur..ngawur!” Komisaris mengumpat dalam bahasa jawa ,ditangannya rebuwes milik sinuwun pindah dari telapak kanan kekiribolak balik.“ Sekarang aku mau Tanya , kenapa kamutidak lepas saja sinuwun..biarkan lewat, wong kamu tahu siapa dia ,ngerti nggak kowe sopo sinuwun?” Komisaris tak menurunkan nadabicaranya.“ Siap pak , beliau tidak bilang beliau itu siapa , beliau ngaku salah ..dan memang salah!” brigadir Royadin menjawab tegas.“Ya tapi kan kamu mestinya ngerti siapadia ..ojo kaku kaku , kok malah mbok tilang..ngawur ..jan ngawur….Inibisa panjang , bisa sampai Menteri !” Derai komisaris. Saat itu kepalapolisi dijabat oleh Menteri Kepolisian Negara.Brigadir Royadin pasrah , apapun yang

Page 3: Sultan hb ix ditilang

dia lakukan dasarnya adalah posisinya sebagai polisi , yang disumpahuntuk menegakkan peraturan pada siapa saja ..memang Koppeg(keraskepala) kedengarannya.Kepala polisi pekalongan berusahamencari tahu dimana gerangan sinuwun , masih di Tegalkah atau tempatlain? Tujuannya cuma satu , mengembalikan rebuwes. Namun tidak sepertisaat ini yang demikian mudahnya bertukar kabar , keberadaa sinuwun takkunjung diketahui hingga beberapa hari. Pada akhirnya kepala polisipekalongan mengutus beberapa petugas ke Jogja untuk mengembalikanrebuwes tanpa mengikut sertakan Brigadir Royadin.Usai mendapat marah , Brigadir Royadinbertugas seperti biasa , satu minggu setelah kejadian penilangan,banyak teman temannya yang mentertawakan bahkan ada isu yang ia dengardirinya akan dimutasi ke pinggiran kota pekalongan selatan.Suatu sore , saat belum habis jam dinas, seorang kurir datang menghampirinya di persimpangan soko yangmemintanya untuk segera kembali ke kantor. Sesampai di kantor beberapapolisi menggiringnya keruang komisaris yang saat itu tengah menggengamselembar surat.“Royadin….minggu depan kamu dimintapindah !” lemas tubuh Royadin , ia membayangkan harus menempuh jalanmenanjak dipinggir kota pekalongan setiap hari , karena mutasi ini,karena ketegasan sikapnya dipersimpangan soko .“ Siap pak !” Royadin menjawab datar.“Bersama keluargamu semua, dibawa!”pernyataan komisaris mengejutkan , untuk apa bawa keluarga ketepipekalongan selatan , ini hanya merepotkan diri saja.“Saya sanggup setiap hari pakai sepeda pak komandan, semua keluarga biar tetap di rumah sekarang !” Brigadir Royadin menawar.“Ngawur…Kamu sanggup bersepedapekalongan – Jogja ? pindahmu itu ke jogja bukan disini, sinuwun yangminta kamu pindah tugas kesana , pangkatmu mau dinaikkan satutingkat.!” Cetus pak komisaris , disodorkan surat yang adadigengamannya kepada brigadir Royadin.Surat itu berisi permintaan bertuliskantangan yang intinya : “ Mohon dipindahkan brigadir Royadin ke Jogja ,sebagai polisi yang tegas saya selaku pemimpin Jogjakarta akanmenempatkannya di wilayah Jogjakarta bersama keluarganya dengan memintakepolisian untuk menaikkan pangkatnya satu tingkat.” Ditanda tanganisri sultan hamengkubuwono IX.Tangan brigadir Royadin bergetar ,namun ia segera menemukan jawabannya. Ia tak sangup menolak permntaanorang besar seperti sultan HB IX namun dia juga harus mempertimbangkanseluruh hidupnya di kota pekalongan .Ia cinta pekalongan dan tak inginmeninggalkan kota ini .

Page 4: Sultan hb ix ditilang

“ Mohon bapak sampaikan ke sinuwun ,saya berterima kasih, saya tidak bisa pindah dari pekalongan , initanah kelahiran saya , rumah saya . Sampaikan hormat saya pada beliau,dan sampaikan permintaan maaf saya pada beliau atas kelancangan saya!” Brigadir Royadin bergetar , ia tak memahami betapa luasnya hatisinuwun Sultan HB IX , Amarah hanya diperolehnya dari sang komisarisnamun penghargaan tinggi justru datang dari orang yang menjadi korbanketegasannya.July 2010 , saat saya mendengarkepergian purnawirawan polisi Royadin kepada sang khalik dari keluargadipekalongan , saya tak memilki waktu cukup untuk menghantarkepergiannya . Suaranya yang lirih saat mendekati akhir hayat masihsaja mengiangkan cerita kebanggaannya ini pada semua sanak family yangberkumpul. Ia pergi meninggalkan kesederhanaan perilaku dan prinsipkepada keturunannya , sekaligus kepada saya selaku keponakannya.Idealismenya di kepolisian Pekalongan tetap ia jaga sampai akhir masabaktinya , pangkatnya tak banyak bergeser terbelenggu idealisme yangselalu dipegangnya erat erat yaitu ketegasan dan kejujuran .Hormat amat sangat kepadamu PakRoyadin, Sang Polisi sejati . Dan juga kepada pahlawan bangsa SultanHamengkubuwono IX yang keluasan hatinya melebihi wilayah negeri inidari sabang sampai merauke.Depok June 25 2011′

Aryadi NoersaidUpdate terakhir tentang penulis artikel:Bp Aryadi Noersaid saat ini tinggal di Depok, Saya sempat konfirmasivia SMS kepada penulis untuk memastikan dan meminta comment ataupernyataan dari beliau.Setelah menunggu beberapa waktu sayamendapat respon dari Bp Aryadi Noersaid. Saya copy dari comment beliau.dan terima kasih pak respon kilatnya:Aryadi Noersaid ([email protected])

Bapakibu sekalian , surprise tulisan ini hadir setelah sekian bulan sayamenulisnya, saya mendapatkan linknya melalui teman facebook. Cerita inibagian dari catatan tepi yang saya terbitkan secara rutin di mils dankompasiana , berupa pengalaman saya dan orang lain yang saya dapatkandari sumbernya. Almarhum Pak Royadin adalah kakak ayah saya , beliauberpulang tahun lalu di rumah sederhananya di Proyonanggan diBatang,kota dekat pekalongan . Kisah ini selalu menghiasi hari sayakalau pulang ke kampung halaman orang tua. Meskipun tak persis detildemi detil percakapan yang diceritakan dari beliau tertulis didalamkisah ini , termasuk penggunaan bahasa jawa yang saya memang kurang

Page 5: Sultan hb ix ditilang

menguasai untuk menuliskannya kembali serta tanggal dan tahun kejadian, namun beliau memang sangat memegang apa yang di omongkannya sertalurus dalam hidupnya , dan ini cerita masterpiece yang saya kenangselalu khususnya jika mengenang beliau .Terakhir bertemu beliau adalahketika ia secara tiba tiba ke jakarta saat ayah saya tiada dan iamenyusul kemudian kembali kepada Allah SWT tanpa saya bisamenjenguknya. Semoga Allah menerima kanjeng sultan dan Pak Royadin disisiNya.Amiinhttp://jogjakini.wordpress.com/2011/12/09/kisah-nyata-ketika-sri-sultan-hb-ix-terkena-tilang-di-pekalongan/