Upload
operator-warnet-vast-raha
View
504
Download
2
Embed Size (px)
DESCRIPTION
Citation preview
U
FILSAFAT SAINS
Oleh:
1. I Nengah Guna Sriantika Yasa (1113021051)
2. I Putu Kurnia Dewita (1113021043)
3. Kadek Hary Mahardika (1113021037)
JURUSAN PENDIDIKAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAH
UNIVERSITAS PENDIDIKA GANESHA
SINGARAJA
2012
AN ALAM
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan ke hadapan Tuhan Yang Maha Esa karena
berkat rahmat-Nyalah makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya.
Dalam penyusunan makalah ini, tidak sedikit hambatan yang menghadang.
Berkat bimbingan, dorongan, dan saran dari berbagai pihak, hambatan itu dapat
diatasi. Untuk itu pada kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada
seluruh pihak yang telah membantu penyusunan makalah ini.
Dengan segala kerendahan hati, penulis menyadari bahwa makalah ini
masih jauh dari sempurna karena keterbatasan yang dimiliki. Oleh karena itu,
kami mengharapkan kritik dan saran yang membangun demi terciptanya hasil
yang optimal. Semoga karya tulis ini bermanfaat bagi semua pihak.
Singaraja, Oktober 2012
Penulis
DAFTAR ISI
JUDUL ....................................................................................................................... i
KATA PENGANTAR ............................................................................................... ii
DAFTAR ISI .............................................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan ...................................................................................... 2
1.4 Manfaat Penulisan .................................................................................... 2
1.5 Metode Penulisan ..................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................... 4
2.1 Pengertian Filsafat ................................................................................... 4
2.2 Objek Material ........................................................................................ 11
2.3 Objek Formal ........................................................................................... 12
2.4 Implikasi Objek Material dan Objek Formal terhadap
Ilmu Pengetahuan ..................................................................................... 13
BAB III PENUTUP ................................................................................................... 15
3.1 Simpulan .................................................................................................. 15
3.2 Saran ........................................................................................................ 15
DAFTAR PUSTAKA ................................................................................................ 16
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Di masyarakat kita sering mendengar kata filsafat, baik itu filsafat ilmu, filsafat
sebagai pandangan hidup, contohnya seperti filsafat seorang pedagang, ataupun filsafat
seorang pahlawan. Filsafat sebagai manifestasi ilmu pengetahuan, lahir dengan corak
mitologis (Dewi, 2009). Melalui mitologi itulah diterangkan segala yang ada. Setelah ada
gerakan demitologisasi yang dilakukan oleh para filsuf alam di zaman pra Sokrates,
filsafat setapak demi setapak mencapai puncak perkembangannya melalui pemikiran ”trio
filsuf besar” yaitu Sokrates, Plato dan Aristoteles di abad ke-3 SM yang secara rasional
mempertanyakan segala yang ada dan yang mungkin ada. Filsafat yang semula identik
dengan mitologi sejak saat itu berubah menjadi ilmu pengetahuan yang meliputi segala
macam ilmu menurut pengertian kita sekarang ini.
Sebagai ilmu, filsafat memiliki ciri-ciri layaknya ilmu pengetahuan. Ciri-ciri yang
dimaksud adalah sebagai berikut.
Adanya aktivitas berpikir, meneliti dan menganalisa.
Adanya metode tertentu dan sistematika tertentu.
Adanya objek tertentu.
Aktivitas berpikir akan membuahkan pengetahuan jika disertai dengan meneliti dan
menganalisa secara kritis terhadap suatu objek. Objek tertentu merupakan syarat mutlak
dari suatu ilmu. Karena objek inilah yang menentukan langkah-langkah lebih lanjut
dalam pengupasan lapangan ilmu pengetahuan itu. Tanpa adanya obyek tertentu maka
dapat dipastikan tidak akan adanya pembahasan yang mapan (Ulumudin, tanpa tahun).
Setiap ilmu pengetahuan mempunyai objek, yang dibedakan menjadi dua yaitu
objek material dan objek formal (Huky, 1982). Kedua objek tersebut memiliki implikasi
terhadap ilmu pengetahuan yaitu terciptanya kemandirian masing-masing disiplin ilmu.
Hal ini kemudian menimbulkan persoalan-persoalan umum dalam bidang ilmu khusus.
Berdasarkan paparan di atas, maka judul “Pengertian Filsafat, Objek Material dan
Objek Formal, serta Implikasinya terhadap Ilmu Pengetahuan” perlu diangkat dalam
penulisan kali ini. Pengertian filsafat tersebut mencakup makna yang luas. Sementara itu
objek material dan objek formal memberikan sasaran serta sudut pandang terhadap ilmu
pengetahuan.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dipaparkan, dapat dirumuskan beberapa
permasalahan yang akan dibahas dalam penulisan kali ini. Permasalahan yang dimaksud
adalah sebagai berikut.
1. Apakah pengertian dari filsafat?
2. Apakah objek material dari filsafat?
3. Apakah objek formal dari filsafat?
4. Bagaimanakah implikasi objek material dan objek formal terhadap ilmu
pengetahuan?
1.3 Tujuan Penulisan
Ada pun tujuan dari penulisan kali ini adalah sebagai berikut.
1. Untuk mengetahui pengertian dari filsafat.
2. Untuk mengetahui objek material dari filsafat.
3. Untuk mengetahui objek formal dari filsafat.
4. Untuk mengetahui implikasi objek material dan objek formal terhadap ilmu
pengetahuan.
1.4 Manfaat Penulisan
Ada pun manfaat yang diperoleh dari penulisan kali ini adalah sebagai berikut.
1. Memperoleh pengetahuan mengenai pengertian, objek material, dan objek formal
dari filsafat serta implikasinya.
2. Dapat menjelaskan pengertian filsafat, objek material, dan objek formal, serta
implikasinya terhadap ilmu pengetahuan.
1.5 Metode Penulisan
Metode yang digunakan dalam penulisan kali ini adalah metode kajian pustaka.
Di mana penulis mengumpulkan literatur-literatur yang dapat mendukung penulisan ini.
Literatur tersebut sebagian berasal dari buku maupun artikel yang tersedia di media
internet.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Filsafat
Filsafat termasuk ilmu pengetahuan yang paling luas cakupannya, karena itu titik
tolak untuk memahami dan mengerti filsafat adalah meninjau dari segi etimologi
(Koentowibisono, 1997). Tinjauan secara etimologis adalah membahas sesuatu istilah
atau kata dari segi asal-usul kata itu. Berikut ini terdapat beberapa pengertian filsafat.
1. Dari Segi Etimologi
Istilah filsafat dalam bahasa Indonesia memiliki padan kata falsafah
(Arab), philosophy (Inggris), philosophia (Latin), dan philosophie (Jerman,
Belanda, Perancis). Semua istilah itu bersumber dari istilah Yunani
philosophia, yaitu philein berarti mencintai, sedangkan philos berarti teman.
Selanjutnya istilah sophos berarti bijaksana, sedangkan sophia berarti
kebijaksanaan.
Terdapat dua arti secara etimologis dari filsafat yang sedikit berbeda.
Pertama, apabila istilah filsafat mengacu pada asal kata philein dan sophos,
artinya mencintai hal-hal yang bersifat bijaksana (bijasana dimaksudkan
sebagai kata sifat). Kedua, apabila filsafat mengacu pada asal kata philos dan
sophia, artinya adalah teman kebijaksanaan (kebijaksanaan yang dimaksudkan
sebagai kata benda).
Menurut sejarah, Pythagoras (572-497 SM) adalah orang yang pertama
kali memakai kata philosophia. Ketika beliau ditanya apakah ia sebagai orang
yang bijaksana, Phythagoras dengan rendah hati menyebut dirinya adalah
seorang philosophos yaitu pecinta kebijaksanaan (lover of wisdom). Banyak
sumber yang menegaskan bahwa sophia mengandung arti yang lebih luas
daripada kebijaksanaan. Artinya ada berbagai macam, antara lain (a)
kerajinan, (b) kebenaran pertama, (c) pengetahuan yang luas, (d) kebajikan
intelektual, (e) pertimbangan yang sehat, dan (f) kecerdikan dalam
memutuskan hal-hal praktis. Dengan demikian asal mula kata filsafat itu
sangat umum. Intinya adalah mencari keutamaan mental (the pursuit of mental
excelence).
2. Filsafat Sebagai Suatu Sikap
Filsafat adalah suatu sikap terhadap kehidupan dan alam semesta.
Apabila seseorang dalam keadaan krisis atau menghadapi problem yang sulit,
kepadanya dapat diajukan pertanyaan “Bagaimana Anda menanggapi keadaan
semacam itu?” Bentuk pertanyaan semacam itu membutuhkan jawaban secara
kefilsafatan. Problem-problem tersebut ditinjau secara luas, tenang, dan
mendalam. Tanggapan semacam itu menumbuhkan sikap ketenangan,
keseimbangan pribadi, mengendalikan diri, dan tidak emosional. Sikap dewasa
secara filsafat adalah sikap menyelidiki secara kritis, terbuka, toleran, dan
selalu bersedia meninjau suatu problem dari berbagai sudut pandang.
3. Filsafat Sebagai Suatu Metode
Filsafat sebagai metode, artinya sebagai cara berpikir secara reflektif
(mendalam), penyelidikan yang menggunakan alasan, serta berpikir secara
hati-hati dan teliti. Filsafat berusaha untuk memikirkan seluruh pengalamn
manusia secara mendalam dan jelas. Metode berpikir semacam ini bersifat
inclusive (mencakup secara luas), dan synoptic (secara garis besar). Oleh
karena itu, hal itu berbeda dengan metode pemikiran yang dilakukan oleh
ilmu-ilmu khusus.
4. Filsafat Sebagai Kelompok Persoalan
Banyak persoalan pribadi (perennial problems) yang dihadapi manusia
dan para filsuf berusaha memikirkan dan menjawabnya. Pertanyaan-
pertanyaan filsafati berbeda dengan pertanyaan-pertanyaan nonfilsafati.
Pertanyaan-pertanyaan nonfilsafati merupakan pertanyaan berupa fakta-fakta.
Pertanyaan-pertanyaan nonfilsafati bertalian dengan hal-hal tertentu, khusus,
dan terikat oleh ruang dan waktu sehingga jawabannya dapat secara langsung
diberikan pada saat itu juga. Contohnya, pertanyaan berapa indeks prestasi
yang Anda capai dalam semester lalu, berapa jumlah buku yang Anda miliki,
di mana Anda tinggal.
Pertanyaan kefilsafatan tidak mudah untuk dijawab sebab akan
menimbulkan pertanyaan susulan terus menerus. Setiap filsuf memiliki
wewenang untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan itu dengan mengajukan
argumentasi yang logis dan rasional. Contohnya, pertanyaan mengenai
“Apakah kebenaran?“, “Apakah perbedaan antara benar dan salah?”,
“Mengapa manusia ada di dunia?”, “Apa makna kehidupan manusia di
dunia?”, “Apakah segala sesuatu di dunia ini terjadi secara kebetulan ataukah
merupakan peristiwa yang sudah pasti?”, “Apakah manusia mempunyai
kehendak bebas untuk menentukan nasibnya sendiri ataukah sudah ditentukan
oleh Tuhan?”
5. Filsafat Sebagai Sekelompok Teori atau Sistem Pemikiran
Sejarah filsafat ditandai dengan pemunculan teori-teori atau sistem-
sistem pemikiran yang melekat pada nama-nama filsuf besar, seperti Socrates,
Plato, Aristoteles, Thomas Aquinas, Spinoza, Hegel, Karl Max, dan August
Compte. Teori atau sistem pemikiran filsafat itu dimunculkan oleh masing-
masing filsuf untuk menjawab masalah-masalah seperti yang telah
dikemukakan di atas. Besarnya kadar subjektivitas seorang filsuf dalam
menjawab-menjawab masalah itu membuat kita sulit untuk menentukan teori
atau sistem pemikiran yang baku dalam filsafat.
6. Filsafat Sebagai Analisa Logis Tentang Bahasa dan Penjelasan Makna Istilah
Kebanyakan filsuf memakai metode analisis untuk menjelaskan arti
suatu istilah dan pemakaian bahasa. Beberapa filsuf mengatakan bahwa
analisis tentang ahli bahasa merupakan tugas pokok filsafat dan tugas analisis
konsep sebagai satu-satunya fungsi filsafat. Para filsuf analitika, seperti G.E
Moore, B. Russell, L. Wittgenstein, G. Ryle, J.L Austin dan yang lainnya
berpendapat bahwa tujuan filsafat adalah menyingkirkan kekaburan-
kekaburan dengan cara menjelaskan arti istilah atau ungkapan yang dipakai
dalam ilmu pengetahuan dan dipakai dalam kehidupan sehari-hari. Mereka
berpendirian bahwa bahasa merupakan laboratorium para filsuf, yaitu tempat
menyemai dan mengembangkan ide-ide.
Berkaitan dengan ilmu, maka filsafat mempelajari arti-arti dan
menentukan hubungan-hubungan di antara konsep-konsep dasar yang dipakai
setiap ilmu. Misalnya dalam ilmu kimia konsep dasarnya adalah substansi
(zat), geometri bertalian dengan konsep dasar ruang., dan mekanika dengan
konsep dasar gerak. Dalam menghadapi konsep-konsep dasar tersebut ada
perbedaan tinjauan antara ahli-ahli ilmu khusus dengan ahli filsafat. Para
ilmuan khusus hanya membicarakan konsep dasarnya sendiri sejauh hal itu
bersangkutan dengan tujuan-tujuan khusus. Di lain pihak, seorang seorang ahli
filsafat menganalisis konsep-konsep dasar tersebut dalam berkaitan dengan
konsep-konsep dasar yang berlaku dalam bidang ilmu lainnya. Dengan
demikian tinjauan kefilsafatan bersifat umum dan tidak berhenti pada cakupan
khusus saja.
7. Filsafat Merupakan Usaha untuk Memperoleh Pandangan yang Menyeluruh
Filsafat mencoba menggabungkan kesimpulan-kesimpulan dari
berbagai ilmu dan pengalaman manusia menjadi suatu pandangan dunia yang
konsisten. Para filsuf berhasrat meninjau kehidupan tidak dengan sudut
pandangan yang khusus seperti yang dilakukan oleh seorang ilmuan. Para
filsuf memakai pandangan yang menyeluruh terhadap kehidupan sebagai suatu
totalitas. Menurut para ahli filsafat spekulatif (yang dibedakan dengan filsafat
kritis), dengan tokohnya C.D Broad, bahwa tujuan filsafat adalah mengambil
alih hasil-hasil pengalaman manusia dalam bidang keamanan, etika, dan ilmu
pengetahuan. Kemudian hasil-hasil tersebut direnungkan secara menyeluruh.
Dengan cara ini diharapkan dapat diperoleh beberapa kesimpulan umum
tentang sifat-sifat dasar alam semesta, kedudukan manusia di dalamnya, serta
pandangan-pandangan ke depan. Usaha filsafati semacam ini sebagai reaksi
terhadap masa lampau yang mana filsafat hanya terarah pada analisis bidang
khusus. Usaha yang hanya mementingkan sebagaian dari pengetahuan atau
usaha yang hanya menitikberatkan pada sebagian kecil dari pengalaman
manusia. Para filusuf seperti Plato, Aristoteles, Thomas Aquinas, Hegel,
Bergson, John Dewey, dan A.N Whitehead termasuk filusuf yang berusaha
untuk memperoleh pandangan tentang hal-hal secara komperehensif.
8. Filsafat sebagai Pandangan Hidup
Hampir setiap manusia dapat dikatakan sebagai seorang filsuf, artinya
bahwa setiap orang itu mempunyai filsafatnya sendiri-sendiri. Ia mempunyai
pandangan yang khas terhadap alam semesta. Oleh karena itu maka filsafat
sering diartikan sebagai usaha manusia yang gigih untuk dapat membuat hidup
ini sedapat mungkin dapat dipahami dan bermakna.
Pengertian filsafat yang demikian ini sering kita dapati misalnya fisafat
seorang pahlawan, “rawe-rawe rantas malang-malang putung” dan “maju
terus pantang mundur”. Hal ini menunjukkan kepada kita bahwa di dalam
mencapai cita-cita tidak boleh berhenti di tengah jalan. Contoh lain misalnya,
filsafat seorang pedagang “tuno sathak bathi sanak” yang artinya bahwa
berdagang itu tidak semata-mata mencari untung tetapi juga untuk mencari
teman atau sahabat.
Istilah filsafat kadang-kadang diidentikkan artinya dengan way of life,
weltanschauung, wereldbeschouwing, wereld en levens: pandangan dunia,
pandangan hidup, pegangan hidup, pedoman hidup, petunjuk hidup. Filsafat
merupakan suatu konsepsi yang menyeluruh tentang alam semesta, manusia,
masyarakat, nilai-nilai serta norma-norma yang dapat dipakai sebagai dasar
dalam sikap serta perbuatan manusia dalam hubungannya dengan dirinya
sendiri, sesama (masyarakat), alam semesta, dan dengan penciptanya. Filsafat
dalam arti sebagai pandangan dunia ini tercermin pula dalam kebudayaannya.
Filsafat sebagai weltanschauung atau pandangan dunia merupakan
pandangan hidup manusia yang dijadikan dasar setiap tindakan dan tingkah
lakunya dalam kehidupan sehari-hari. Juga di dalam menyelesaikan persoalan-
persoalan yang dihadapi dalam hidupnya. Semua itu akan tercermin dalam
sikap dan cara hidup. Sikap dan cara hidup ini diarahkan pada tujuan hidup
yang dapat diketahui setelah manusia mau memikirkan dirinya sendiri.
Manusia di dalam memikirkan dirinya sendiri tidak bisa lepas dalam
hubungannya antara ia dengan dirinya, dengan sesama, dengan alam semesta,
dan dengan penciptanya. Pandangan hidup yang telah meningkat menjadi
tujuan hidup, kemudian menjadi pendirian hidup, pegangan hidup, dan
akhirnya menjadi pedoman hidup.
Jika filsafat sudah menjadi pandangan hidup seseorang, maka ia akan
selalu seimbang dalam pribadinya, dapat mawas diri, dan tidak emosional. Ia
akan menjadi dewasa dalam berpikir dalam arti selalu mengadakan
penyelidikan secara kritis, bersikap terbuka, toleransi dan selalu bersedia
meninjau setiap persoalan yang dihadapi secara menyeluruh artinya dari
semua sudut pandang. Sehingga filsafat akan menjadi lebih penting daripada
hal-hal lain yang diketahuinya sendiri.
9. Filsafat sebagai Ilmu
Agar di dalam membahas filsafat sebagai ilmu itu lebih mudah dan
jelas, maka terlebih dahulu perlu dibedakan antara filsafat sebagai suatu azas
atau pendirian yang kebenarannya sudah diyakini dan diterima. Azas ini
biasanya digunakan oleh manusia sebagai dasar dan pedoman untuk
menyelesaikan persoalan-persoalan yang dialami dalam kehidupannya. Arti
filsafat yang demikian tidak lain adalah filsafat sebagai pandangan hidup
seperti yang telah diuraikan sebelumnya. Sehingga ada bermacam-macam
filsafat seperti filsafat seorang pahlawan, filsafat seorang pedagang dan
sebagainya.
Filsafat sebagai ilmu, sama seperti ilmu-ilmu yang lain yaitu harus
memenuhi empat syarat ilmiah.
a. Mempunyai objek.
b. Bermetode.
c. Disusun secara sistematis.
d. Bersifat universal.
Banyak filsuf berpendapat bahwa filsafat sebagai ilmu antara lain:
1). Plato
Menurut Plato filsafat adalah ilmu pengetahuan tentang hakikat.
2). Aristoteles
Aristoteles berpendapat bahwa filsafat adalah ilmu pengetahuan
tentang kebenaran yang meliputi logika, fisika, metafisika, dan
pengetahuan praktis.
3). Immanuel Kant
Sebagai filsuf besar di dalam sejarah filsafat modern Immanuel
Kant berpendapat bahwa: filsafat adalah ilmu pengetahuan mengenai
pokok pangkal dari segala pengetahuan dan perbuatan.
4). Bertrand Russel
Bertrand Russel berpendapat bahwa filsafat sebagai kritik terhadap
pengetahuan. Filsafat memeriksa secara kritis azas-azas yang dipakai
dalam ilmu pengetahuan dan kehidupan sehari-hari, dan mencari suatu
ketidakselarasan yang dapat terkandung di dalam azas-azas itu. Filsafat
adalah suatu yang terletak antara theologia dan ilmu pengetahuan terletak
di antara dogma-dogma dan ilmu-ilmu eksakta.
5). D.C.Mulder
D.C.Mulder berpendapat bahwa filsafat ialah pemikiran teoritis
tentang susunan kenyataan sebagai keseluruhan. Ilmu filsafat itu
mengabstraksi susunan kenyataan dan membuat susunan itu menjadi
sasaran pemikirannya.
6). N.Driyarkara
N.Driyarkara berpandangan bahwa filsafat adalah perenungan yang
sedalam-dalamnya tentang sebab-sebab “ada” dan “berbuat”, perenungan
tentang kenyataan (reality) yang sedalam-dalamnya sampai “mengapa”
yang penghabisan.
7). Notonagoro
Notonagoro berpendapat bahwa filsafat itu menelaah hal-hal yang
menjadi objeknya dari sudut intinya yang mutlak dan yang terdalam, yang
tetap dan yang tidak berubah; yang disebut hakikat.
8). IR Poedjawijatna
IR Poedjawijatna berpendapat bahwa filsafat ialah ilmu yang
berusaha untuk mencari sebab yang sedalam-dalamnya bagi segala sesuatu
berdasarkan pikiran belaka.
9). Fung Yu Lan
Menurut Fung Yu Lan filsafat adalah pikiran yang sistematis dan
refleksi tentang hidup.
Dari beberapa pengertian filsafat di atas, maka dapat diartikan bahwa
filsafat sebagai ilmu pengetahuan yang menyelidiki segala sesuatu yang ada
secara mendalam dengan mempergunakan akal untuk sampai kepada hakikat
atau esensi. Atau dengan kata lain filsafat adalah ilmu yang menggambarkan
usaha manusia untuk mencari dan menemukan kebenaran atau kenyataan baik
mengenai diri sendiri maupun segala sesuatu yang dijadikan objeknya.
2.2 Objek Material
Setiap ilmu pengetahuan pasti mempunyai objek atau bahan yang dijadikan sasaran
penyelidikan. Misalnya ilmu kedokteran, ilmu sastra, psikologi, dan lain-lain memiliki
objek material yaitu manusia (Lasiyo, 1985). Objek material adalah sasaran material
suatu penyelidikan, pemikiran atau penelitian ilmu (Ulumudin, tanpa tahun). Objek
material adalah sesuatu yang dijadikan sasaran pemikiran (Koentowibisono, 1997).
Sementara itu menurut Surajiyo dkk. (dalam Ulumudin, tanpa tahun) objek material
dimaknai dengan suatu bahan yang menjadi tinjauan penelitian atau pembentukan
pengetahuan. Objek material juga berarti hal yang diselidiki, dipandang atau disorot oleh
suatu disiplin ilmu. Objek material mencakup apa saja, baik yang konkret maupun yang
abstrak, materi maupun nonmateri. Bisa pula berupa hal-hal, masalah-masalah, ide-ide,
konsep-konsep dan sebagainya.
Istilah objek material sering juga disebut pokok persoalan (subject matter). Pokok
persoalan ini dibedakan atas dua arti, yaitu sebagai berikut.
Pokok persoalan (subject matter) dapat dimaksudkan sebagai bidang khusus dari
penyelidikan faktual. Misalnya penyelidikan tentang atom termasuk bidang fisika,
penyelidikan tentang chlorophyl termasuk penelitian bidang botani atau biokimia dan
sebagainya.
Pokok persoalan (subject matter) dapat juga dimaksudkan sebagai suatu kumpulan
pertanyaan pokok yang saling berhubungan. Misalnya anatomi dan fisiologi
keduanya berkaitan dengan struktur tubuh. Anatomi mempelajari strukturnya
sedangkan fisiologi mempelajari fungsinya. Kedua ilmu tersebut dapat dikatakan
memiliki pokok persoalan yang sama, tetapi dapat juga dikatakan berbeda.
Perbedaaan ini dapat diketahui apabila dikaitkan dengan corak-corak pertanyaan yang
diajukan dan aspek-aspek yang diselidiki dari tubuh tersebut. Anatomi mempelajari
tubuh dalam aspeknya yang statis, sedangkan fisiologi dalam aspeknya yang dinamis.
Filsafat sebagai ilmu juga memiliki objek atau sasaran penyelidikan. Ada pun
objek material dari filsafat adalah “segala sesuatu yang ada” yang meliputi hal-hal
sebagai berikut.
1. Yang ada dalam kenyataan
2. Yang ada dalam pikiran
3. Yang ada dalam kemungkinan
2.3 Objek Formal
Objek formal adalah pendekatan-pendekatan secara cermat dan bertahap menurut
segi-segi yang dimiliki objek material, yang sedemikian khas sehingga mencirikan atau
mengkhususkan bidang kegiatan yang bersangkutan dan menurut kemampuan seseorang.
Jika cara pendekatan itu logis, konsisten dan efisien, maka dihasilkanlah sistem filsafat.
Objek formal diartikan juga sebagai sudut pandang yang ditujukan pada bahan dari
penelitian atau pembentukan pengetahuan itu, atau sudut pandang darimana objek
material itu disorot. Objek formal suatu ilmu tidak hanya memberikan keutuhan ilmu,
tetapi pada saat yang sama membedakannya dari bidang-bidang lain. Oleh karena itu,
akan tergambar lingkup suatu pengetahuan mengenai sesuatu hal menurut segi tertentu.
Dengan kata lain, “tujuan pengetahuan sudah ditentukan”.
Bertalian dengan pengertian objek material dan objek formal, ada perbedaan
antara filsafat dengan ilmu yang bukan filsafat. Bahkan berbeda antara ilmu yang satu
dengan ilmu yang lain. Misalnya, objek material berupa pohon kelapa. Ahli ekonomi
akan mengarahkan perhatiannya pada atau meninjau (objek formal) pada aspek ekonomi
dari pohon kelapa tersebut. Berapa harga jual buahnya, kayunya atau bahkan lidinya.
Ekonomi tidak mengarahkan perhatiannya pada unsur-unsur yang menyusun pohon
kelapa tersebut. Lain halnya dengan ahli pertanian, yang juga memiliki sudut pandang
yang khusus sesuai dangan bidang ilmunya. Misalnya, bagaimana cara agar pohon
tersebut tumbuh dengan subur, dan apakah cocok ditanam di lahan tertentu. Seorang ahli
biologi akan mengarahkan perhatiannya pada unsur-unsur yang terkandung dalam pohon
tersebu, baik unsur batang, daun maupun buahnya. Seorang ahli hukum akan
mempertanyakan status kepemilikan pohon tersebut. Siapa pemilik sah pohon tersebut,
apakah ditanam di lahannya sendiri ataukah di lahan sewaan.
Maka dapat disimpulkan, bahwa para ilmuan yang ahli di bidang disiplin ilmu
tertentu mengarahkan perhatiannya pada salah satu aspek dari objek materialnya. Disiplin
ilmu khusus terbatas ruang lingkupnya. Artinya, bidang sasarannya tidak mencangkup
bidang lain yang bukan wewenangnya. Setiap bidang ilmu menganggap atau mengarah
pada kapling masing-masing. Mereka tidak begitu peduli dengan kapling ilmu lain. Inilah
yang disebut otoritas dan otonomi atau kemandirian keilmuan, yaitu wewenang yang
dimiliki seseorang ilmuan untuk mengembangkan disiplin ilmunya tanpa campur tangan
pihak luar.
2.4 Implikasi Objek Material dan Objek Formal
Persoalan-persoalan umum (implikasi dari objek material dan objek formal) yang
ditemukan dalam bidang ilmu khusus itu antara lain sebagai berikut:
Sejauh mana batas-batas atau ruang lingkup yang menjadi wewenang masing-
masing ilmu khusus itu? Dari mana ilmu khusus itu dimulai dan sampai mana
harus berhenti? Ilmu ekonomi pertanian termasuk wewenang fakultas
ekonomi atau fakultas pertanian?
Dimanakah sesungguhnya tempat-tempat ilmu khusus dalam realitas yang
melingkupinya?
Metode-metode yang dipakai ilmu tersebut berlakunya sampai dimana?
Misalnya, metode yang dipakai ilmu sosial berbeda dengan yang dipakai ilmu
kealaman maupun humaniora.
Apakah persoalan kausalitas (hubungan sebab-akibat) yang berlaku dalam
ilmu kealaman juga berlaku bagi ilmu-ilmu sosial maupun humaniora?
Misalnya, seetiap logam kalau dipanaskan pasti memuai. Gejala ini berlaku
bagi semua logam. Panas merupakan faktor penyebab gejala pemuaian. Akan
tetapi sulit untuk memastikan bahwa setiap kebijaksanaaan pemerintah
menaikkan gaji pegawai negeri akan menimbulkan gejala kenaikkan harga
barang. Mungkin saja kenaikan harga barang itu disebabkan oleh faktor lain,
misalnya adanya inflasi, banyaknya permintaaan konsumen, atau langkanya
barang-barang tertentu yang sangat dibutuhkan masyarakat. Kenaikan gaji
pegawai negeri barang kali hanyalah salah satu dari beberapa penyebabnya.
Contoh-contoh tersebut menunjukkan bahwa setiap ilmu khusus menjumpai
problem-problem yang bersifat umum. Problem semacam ini tidak dapat dijawab oleh
ilmu itu sendiri, (meskipun muncul dari ilmu itu sendiri) karena setiap bidang ilmu
memiliki objek material yang terbatas.
Dalam hal ini filsafat mengatasi setiap ilmu, baik dalam hal metode maupun ruang
lingkupnya. Objek formal filsafat terarah pada unsur-unsur keumuman yang secara pasti
ada pada ilmu-ilmu khusus, dimana filsafat berusaha mencari hubungan-hubungan di
antara bidang-bidang ilmu yang bersangkutan. Akibatnya filsafat yang demikian ini
disebut multidisipliner.
BAB III
PENUTUP
3.1 Simpulan
Berdasarkan uraian pada pembahasan, dapat disimpulkan beberapa hal sebagai
berikut:
1. Filsafat adalah ilmu yang menggambarkan usaha manusia untuk mencari dan
menemukan kebenaran kenyataan baik mengenai diri sendiri maupun segala
sesuatu yang dijadikan objeknya.
2. Objek material merupakan sesuatu, kajian, atau bahan yang dijadikan sasaran,
sorotan ataupun penyelidikan oleh suatu disiplin ilmu.
3. Objek formal merupakan sudut pandang darimana objek material itu disorot.
4. Objek material dan objek formal menimbulkan implikasi terhadap ilmu
pengetahuan berupa persoalan-persoalan umum yang belum mampu dijawab
sampai saat ini.
3.2 Saran
Adapun saran yang ingin penulis sampaikan bagi pembaca maupun kalangan
masyarakat, hendaknya di dalam menjalani kehidupan ini maupun dalam melakukan
suatu hal kita memiliki filsafat, agar sesuatu yang kita kerjakan menemui kebenaran
kenyataan.
DAFTAR PUSTAKA
Dewi. 2009. Kelahirandan Perkembangan Ilmu Pengetahuan.
Tersedia pada h t t p : / / de w i .s t ude n t s - b l o g .und i p. a c. i d / . D iakses pada 10 Oktober
2009. Huky, DA.Wila. 1982. Pengantar Filsafat. Surabaya: Usaha Nasional.
Koentowibisono, Siswomihardjo, dkk. 1997. Filsafat Ilmu sebagai Dasar Pengembangan
Ilmu Pengetahuan. Yogyakarta: Intan Pariwara.
Lasiyo, dkk. 1985. Pengantar Ilmu Filsafat. Yogyakarta: Liberty
Ulumudin, Cahya. Tanpa tahun. Obyek Material dan Obyek Formal Ilmu Pengetahuan.
Tersedia pada h t t p : / / cah ya u l u m udd i n. m u lti p l y .co m /j o u r n a l / i t e m / 1 9 . Diakses pada
29 September 2012